pentingnya pengembangan soft skill mahasiswa

5
PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOFT SKILL MAHASISWA PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOFT SKILL MAHASISWA Kemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia. Semakin baik kualitas sumber daya manusia suatu bangsa, maka semakin memiliki competitive advantage dengan negara lain terutama di era globalisasi. Era globalisasi yang dimulai pada abad XXI dipandang sebagai era persaingan kualitas. Hal ini membawa berbagai konsekuensi baru pada berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Dimana pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam meningkatkan sumber daya manusia. Perkembangan dunia pendidikan di Indonesiakhususnya pada tingkat perguruan tinggi, telah mengalami pergeseran-pergeseran ke arah pembentukan kompetensi lulusan. Kompetensi lulusan menjadi salah satu faktor penunjuk keberhasilan perguruan tinggi dalam menjalankan misinya. Hal ini terkait dengan daya tarik (pull factor) bagi pengguna atau user (stakeholder) untuk memakai lulusan perguruan tinggi yang memiliki kompetensi terbaik. Selaras dengan amanat dalam strategi kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional, yaitu “Mewujudkan Insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif Tahun 2025”, maka peningkatan daya saing lulusan sebagai salah satu output dari pendidikan tinggi telah ditempatkan sebagai prioritas program utama di setiap perguruan tinggi. Upaya peningkatan kualitas lulusan ini, selain dilakukan melalui sistem pembelajaran yang komprehensif, efektif dan transformatif, juga dikembangkan program pembinaan kemahasiswaan yang diarahkan memiliki pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik) sehingga memberikan nilai tambah (added values) guna meningkatkan daya saing lulusan. Dunia pendidikan yaitu perguruan tinggi/universitas dihadapkan pada situasi untuk selalu bergerak dalam mengedepankan output-nya yaitu lulusan yang berkualitas (memiliki kompetensi). Istilah kualitas merupakan kata kunci yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi termasuk yang ada di Indonesia. Dalam Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi (DGHE, 2004) disebutkan bahwa peningkatan kualitas dipandang sebagai strategi utama dalam meningkatkan nation’s competitiveness. Dalam hal ini kompetensi lulusan (sarjana) tentu tidak hanya pada bidang keilmuannya saja, ada kompetensi-kompetensi penunjang yang akan meningkatkan daya tawar (bargaining power) para lulusan (sarjana) pada saat memasuki pasar tenaga kerja. Kompetensi yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, menunjukkan bahwa selain kompetensi pada bidang ilmunya (base knowledge), dituntut pula ada kompetensi-kompetensi tambahan. Kompetensi

Upload: m-bohari-rahman

Post on 21-Nov-2015

223 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Softskill

TRANSCRIPT

PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOFT SKILL MAHASISWA

PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOFT SKILL MAHASISWAKemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia. Semakin baik kualitas sumber daya manusia suatu bangsa, maka semakin memilikicompetitive advantagedengan negara lain terutama di era globalisasi.Era globalisasi yang dimulai pada abad XXI dipandang sebagai era persaingan kualitas. Hal ini membawa berbagai konsekuensi baru pada berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Dimanapendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam meningkatkan sumber daya manusia.Perkembangan dunia pendidikan diIndonesiakhususnya pada tingkat perguruan tinggi, telah mengalami pergeseran-pergeseran ke arah pembentukan kompetensi lulusan. Kompetensi lulusan menjadi salah satu faktor penunjuk keberhasilan perguruan tinggi dalam menjalankan misinya. Hal ini terkait dengan daya tarik (pull factor) bagi pengguna atauuser(stakeholder) untuk memakai lulusan perguruan tinggi yang memiliki kompetensi terbaik.Selaras dengan amanat dalam strategi kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional, yaitu Mewujudkan Insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif Tahun 2025, maka peningkatan daya saing lulusan sebagai salah satuoutputdari pendidikan tinggi telah ditempatkan sebagai prioritas program utama di setiap perguruan tinggi. Upaya peningkatan kualitas lulusan ini, selain dilakukan melalui sistem pembelajaran yang komprehensif, efektif dan transformatif, juga dikembangkan program pembinaan kemahasiswaan yang diarahkan memiliki pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotorik) sehingga memberikan nilai tambah (addedvalues) guna meningkatkan daya saing lulusan.Dunia pendidikan yaitu perguruan tinggi/universitas dihadapkan pada situasi untuk selalu bergerak dalammengedepankanoutput-nya yaitu lulusan yang berkualitas (memiliki kompetensi).Istilah kualitas merupakan kata kunci yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi termasuk yang ada diIndonesia. Dalam Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi (DGHE, 2004) disebutkan bahwa peningkatan kualitas dipandang sebagai strategi utama dalam meningkatkannations competitiveness.Dalam hal inikompetensi lulusan (sarjana) tentu tidak hanya pada bidang keilmuannya saja, ada kompetensi-kompetensi penunjang yang akan meningkatkan daya tawar (bargaining power) para lulusan (sarjana) pada saat memasuki pasar tenaga kerja. Kompetensi yang dimaksudkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, menunjukkan bahwa selain kompetensi pada bidang ilmunya (base knowledge), dituntut pula ada kompetensi-kompetensi tambahan. Kompetensi tambahan ini sangat diperlukan dikarenakanrekruitmen tenaga kerja saat ini tidak hanya membutuhkan sarjana-sarjanafresh graduateyang memilikibase knowledgeyang tinggi (yang ditunjukkan oleh indeks prestasi yang tinggi), namun juga para sarjana yang memiliki wawasan kemandirian dan keahlian lainnya.Hal ini tentu saja membawa konsekuensi bagi lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi/universitasuntuk menghasilkan lulusan yang berkompetensi (berkualitas) dalam arti yang luas dan mampu memenuhi permintaan pasar kerja, dimana penguasaan berbagai teknologi baru dan keterampilan termasuksoft skillsemakin dituntut. Apabila dicermati, maka rasio kebutuhansoft skilldanhard skilldi dunia kerja menunjukkan bahwa yang membawa orang di dalam sebuah kesuksesan, 80% ditentukan olehsoft skillyang dimilikinya dan 20% olehhard skill. Namun sistem pendidikan diIndonesiasaat ini,soft skillhanya diberikan rata-rata 10% saja dalam kurikulum (Sailah Illah, 2007).Senada dengan hal itu, Samani Muchlas (2007) mengungkapkan pendidikan di Indonesia tampaknya terlalu teoritik, seperti di awang-awang, tidak bisa membumi, dan memisahkan dari kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi ini, berarti pendidikan di negara kita selama ini belum membekali peserta didik bagaimana menghadapi kehidupan nyata di tengah masyarakat, sehingga menyebabkan mereka tidak tahu apa yang harus dikerjakan, kecuali belajar dengan buku untuk mendapatkan selembar ijasah. Dari penelitian yang dilakukan Goleman, D (1998) sebagaimana dikutip Widhiarso Wahyu (2007) menemukan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh seberapa pintar seseorang dalam menerapkan pengetahuan dan mendemonstrasikan keterampilannya, akan tetapi seberapa besar seseorang mampu mengelola dirinya dan berinteraksi dengan orang lain. Adanya konsekuensi tersebut, maka tidaklah terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa pada era globalisasi ini universitas sebagai penyelenggara pendidikan tinggi diposisikan sebagai kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional dalam kancah persaingan global. Bahkan dari laporanProfessional Standarts Council New South Walesyang dikutipAsia Pacific of Journal Cooperative Education(2005) disebutkan:It challenges to recognize the importance of soft skill to professional competence and to develop programs to increase proficiency in these areas(Tantangan ini mengakui pentingnyasoft skilluntuk kompetensi profesional dan mengembangkan program peningkatan kemampuan di bidang tersebut).Sebagaimana perguruan tinggi lainnya, Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) merupakan bagian dari lembaga yang bergerak di bidang pendidikan tinggi, diharapkan mampu berkembang sebagai perguruan tinggi yang mengedepankan kualitas, profesional, efektif dan efisien. Upaya untuk mengembangkan UNS menujuworld class university,yaitu unggul di tingkat internasional dan maju di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni seperti yang diamanatkan dalam Visi dan Misi UNS, mempunyai konsekuensi dan tanggung jawab yang besar. Berbagai program, kebijakan dan kegiatan telah dilakukan secara berkesinambungan untuk menghadapi tantangan perubahan global yang terus melaju cepat, dinamis, interdependen dan kompleks. Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya menuntut agar lulusan UNS memiliki kompetensi yang handal dan berdaya saing.Berdasarkan datatracer studyyang dilakukan oleh masing-masing fakultas diperoleh gambaran bahwa rata-rata masa tunggu lulusan S1 dalam memperoleh pekerjaan pertama pada umumnya kurang dari 6 bulan; rata-rata Indek Prestasi Komulatif (IPK) lulusan sudah cukup baik, yaitu 3,15 dan rata-rata lama studi 4,6 tahun (Laporan Tahunan Rektor UNS, 2010). Namun bagaimanapun UNS tetap melakukan pembekalan terhadap mahasiswa, mengingat masih belum semua Program Studi siap untuk orientasi ke dunia lapangan kerja. Berdasarkan temuan dari Biro Administrasi Kemahasiswaan dalam workshop bursa kerja, sering dijumpai keluhan beberapa alumni yang kebingungan/kesulitan mencari kerja. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi jika mahasiswa (calon sarjana) telah mempersiapkan diri sejak dini, baik itu persiapan prestasi akademis maupun non akademis melalui kemampuansoft skills. Fenomena ini sama seperti yang diungkap oleh Drs. Dwi Tiyanto, SU selaku Pembantu Rektor III UNS yang membidangi kemahasiswaan, secara umum kondisi keilmiahan pada mahasiswa UNS masih dalam taraf relatif wajar. Masalah sedikitnya minat para mahasiswa di bidang ilmiah terutama dalam program kreativitas mahasiswa menurutnya masih dilatar belakangi masalah klasik berupa banyaknya mahasiswa yang hanya ingin berkutat mengejar prestasihard skillberupa IPK tanpa diimbangi dengan kegiatan ekstrakurikuler seperti program kreatifitas mahasiswa (Mediator Edisi VII, 2008). Menanggapi hal tersebut, menurut Pembantu Rektor I UNS,Prof. Dr.Ravik Karsidi,MS, bahwa suatu iklim akademis yang kondusif akan berhasil melahirkan individu-individu mahasiswa yang ideal yang mempunyai kemampuan berimbang antarahard skilldansoft skill.Mahasiswa dianggap ideal jika mempunyai IPK bagus, juga organisasi kemahasiswaan pun aktif.Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dunia pendidikan selama ini hanya terfokus pada bagaimana mengejar prestasi akademik mahasiswa yang ditandai dengan tingginya Indeks Prestasi Komulatif (IPK) pada setiap akhir periode pengajaran. Hal ini tidak salah, akan tetapi bila kemampuan akademis dijadikan satu-satunya parameter keberhasilan pendidikan, tentu belum memadai. Untuk itu UNS dalam pengembangan program pembinaan kemahasiswaan menempatkan prioritas kerja utama adalah peningkatan daya saing lulusan sebagai salah satuoutputdari program keunggulan dalam pendidikan. Upaya peningkatan kualitas lulusan selain dilakukan melalui penjaminan mutu penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, juga program pembinaan kemahasiswaan diarahkan agar dapat memberikan nilai tambah guna meningkatkan daya saing lulusan di bursa kerja nasional maupun internasional. Nilai tambah terus diupayakan untuk membentuk mahasiswa yang berkarakter yaitu melalui pengembangansoft skilldalam melengkapihard skill. Untuk memberikan nilai tambah kepada mahasiswa di bidang kemahasiswaan, selama tahun 2009 UNS mengaktifkan berbagai kegiatan ko/ekstra-kurikuler yang dikelompokkan ke dalam 5 (lima)bidang, yaitu : (1) bidang penalaran, (2) bidang minat, bakat dan karier, (3) bidang kesejahteraan, (4) bidang pengabdian pada masyarakat, (5) bidang alumni. Namun dalam menerapkan strategi pengembangansoft skillini perlu melihat berbagai faktor yang mempengaruhinya.Beberapa faktor internal yang dianggap sebagai kekuatan (strength) dalam mendukung pengembangansoft skillmahasiswa di UNS, diantaranya telah diterapkan sistem pembelajaran melalui model Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dalam Satuan Kredit Semester (SKS) sesuai dengan Peraturan Rektor No. 553/H27/PP/2009 di semua fakultas dan pemantapan sistem penilaian hasil belajar mahasiswa dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Juga adanya sarana penunjang aktivitas mahasiswa, berupa Unit Kegiatan Kemahasiswaan (UKM); Organisasi Kemahasiswaan; Pusat Bimbingan Konseling; Unit Pengembangan Kreativitas dan Penalaran Mahasiswa (UPKPM);Career Development Centre(CDC); Himpunan Mahasiswa Jurusan, Koperasi Mahasiswa, dan lain-lain. Selain itu, tersedianya dana program pembinaan kemahasiswaan yang dikelola Biro Administrasi Kemahasiswaan, yang pada tahun 2009 telah menyerap anggaran sebesar Rp. 4.562.809.500,-. Untuk tahun anggaran 2010 telah dialokasikan dana pengembangansoftskillmahasiswa sebesar Rp. 307.120.000,-Meskipun demikian masih terdapat hambatan dalam pengembangansoft skillmahasiswa yang dianggap sebagai faktor kelemahan (weaknesses), yaitu minimnya pelatihan dalam rangka pembinaan kepribadian dan pembekalan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) bagi mahasiswa guna membentuk semangat kemandirian usaha, serta kurangnya keterlibatan mahasiswa dalam proses pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang dilaksanakan dosen. Hal ini disebabkan belum sinergi dan terpadunya metode pembelajaran antara apa yang diterapkan dalam kegiatan intra kurikuler dengan kegiatan ko/ekstra kurikuler.Berdasarkan pengamatan, terdapat beberapa peluang (opportunities) yang mendorong dapat dikembangkannya programsoft skillmahasiswa di UNS, antara lain terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak, baik perusahaan, industri, instansi pemerintah dan swasta, yang sampai tahun 2010 mencapai 242 naskah perjanjian kerjasama. Bahkan telah ada kebijakan internasionalisasi UNS menujuworld class universitymelalui sistem pemeringkatan universitas dunia. Saat ini UNS telah menduduki peringkat 1.585 perguruan tinggi terbaik dunia versi Webometric (43 terbaik di Asia Tenggara dan 6 PTN terbaik di Indonesia), serta termasuk dalam 200 perguruan tinggi terbaik di Asia versi THES (The Higher EducationSuplement) dengan menempati urutan ke 171. Hasil ini menunjukkan dari sekitar 2.800 PT di Indonesia, hanya 8 PT yang masuk ranking 200 besar Asia dan UNS berada di urutan 6.Selain memiliki faktor kekuatan, kelemahan, dan peluang seperti tersebut di atas, juga terdapat faktor ancaman (threats) dari lingkungan luar. Survey yang dilakukan Bappenas tahun 2009 menunjukkan dari 21,2 juta angkatan kerja Indonesia, sebanyak 4,1 juta (22,2%) adalah pengangguran terbuka yang didominasi oleh lulusan Diploma dan Sarjana dengan kisaran diatas 2,2 juta orang. Hal ini berarti jumlah pengangguran usia produktif dan pengangguran terdidik semakin banyak. Kondisi demikian menunjukkan semakin ketatnya persaingan dunia industri dalam mengembangkan usahanya dan belum kondusifnya iklim investasi di Indonesia sebagai akibat dari dampak terjadinya inflasi. Berdasarkan laporanWorld Competitivenes YearbookTahun 2007 menyebutkan ternyata tingkat daya saing kualitas SDM di Indonesia masih sangat rendah, yaitu berada di ranking 116 diantara 187 negara di dunia. Bahkan peringkat tersebut masih di bawah negara-negara Asean.Dari gambaran di atas perlu dikaji bagaimana pendidikan tinggi, dalam hal ini UNS mempersiapkan lulusannya supaya memilikicompetitive advantagesehingga dapat memasuki pasar kerja danmenjadi salah satu faktor penunjuk keberhasilan perguruan tinggi dalam menjalankan misinya. Dengan demikian dapat dimunculkan urgensi sasaran strategisnya, yaitu tergugahnya kesadaran civitas akademika, khususnya mahasiswa akan pentingnyasoft skillsebagai modal utama pengembangan program pembinaan mahasiswa, dan terbentuknya semangat kemandirian mahasiswa sehingga siap untuk terjun ke masyarakat.(magna)