peningkatkan prestasi dan penguasaan teknik batik celup melalui pendekatan joyful learning mata...

23
Peningkatkan Prestasi Dan Penguasaan Teknik Batik Celup Melalui Pendekatan Joyful Learning Mata Pelajaran Seni Budaya Kelas VIII B Semester I SMP Negeri 1 Sawoo Ponorogo Tahun Pelajaran 2008/2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dan tantangan yang terjadidi dunia pendidikan, menuntut setiap manusia untuk mampu mengembangkan diri serta menyesuaikan diri terhadap pendidikan. Untuk itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan haruslah mampu membekali para siswanya dengan berbagai macam pengetahuan, ketrampilan serta mental, agar mereka benar- benar siap menghadapi perubahan dan tantangan yang terjadi di sekolah atau di masyarakat. Menjawab tantangan tersebut, di era otonomi daerah berkembang menjadi otonomi sekolah dan dalam otonomi sekolah, seorang guru diberikan keleluasaan untuk mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi dan inovatif sehingga dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajarnya. Selama ini kegiatan pembelajaran mata pelajaran Seni budaya berlangsung kurang maksimal karena ada kecenderungan siswa malas belajar Seni Budaya dengan berbagai alasan. Dari kenyataannya antara lain dapat diamati dari beberapa hal berikut: 1. siswa malas mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan kepada siswa; 2. siswa kurang memperhatikan; 3. siswa cenderung berbicara sendiri atau mengantuk sebagai kompensasi keterbatasan kemampuan atau kurangnya memiliki bakat. Rendahnya minat belajar Seni Budaya pada siswa membawa dampak lanjutan berupa: 1. siswa menjadi enggan bertanya atau menjawab pertanyaan; 2. siswa kesulitan dalam memahami materi; 3. tingkat kemampuan penerapan atau praktik berkaryanya rendah; 4. siswa kesulitan mendeskripsikn prosedur kerja atau langkah-langkah kerjanya 5. Dampak yang paling parah adalah rendahnya karya finishing siswa sehingga ketuntasan minimal Seni Budaya siswa pada umumnya rendah. Di lain pihak, metode pembelajaran telah berkembang dan variatif disesuaikan dengan karakteristik siswa dan lingkungan di mana siswa berada, salah satu. Dalam metode pembelajaran ada salah satu pendekatan yang mendesain proses transfer of knowledge menjadi lebih santai dan tidak tegang, salah satu pendekatan tersebut dikenal dengan joyful learning yang merupakan salah satu metode pembelajaran yang mendukung pengembangan berpikir kreatif (creative thinking), memberi bekal keterampilan-keterampilan menghadapi kehidupan (life skills), dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (joyful learning). Dengan adanya metode tersebut diharapkan pembelajaran Seni Budaya dapat menyenangkan dan menarik perhatian siswa, sehingga siswa merasa senang dan santai (enjoy) dalam mengikuti pelajaran. Lebih jauh lagi siswa dapat mengembangkan

Upload: zaenal-fanani

Post on 28-Jul-2015

575 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Peningkatkan Prestasi Dan Penguasaan Teknik Batik Celup Melalui Pendekatan Joyful Learning Mata Pelajaran Seni Budaya Kelas VIII B Semester I SMP Negeri 1 Sawoo Ponorogo Tahun Pelajaran 2008/2009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dan tantangan yang terjadidi dunia pendidikan, menuntut setiap manusia untuk mampu mengembangkan diri serta menyesuaikan diri terhadap pendidikan. Untuk itu, sekolah sebagai lembaga pendidikan haruslah mampu membekali para siswanya dengan berbagai macam pengetahuan, ketrampilan serta mental, agar mereka benar-benar siap menghadapi perubahan dan tantangan yang terjadi di sekolah atau di masyarakat. Menjawab tantangan tersebut, di era otonomi daerah berkembang menjadi otonomi sekolah dan dalam otonomi sekolah, seorang guru diberikan keleluasaan untuk mengembangkan model pembelajaran yang bervariasi dan inovatif sehingga dapat meningkatkan minat siswa untuk belajar yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajarnya. Selama ini kegiatan pembelajaran mata pelajaran Seni budaya berlangsung kurang maksimal karena ada kecenderungan siswa malas belajar Seni Budaya dengan berbagai alasan. Dari kenyataannya antara lain dapat diamati dari beberapa hal berikut: 1. siswa malas mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan kepada siswa; 2. siswa kurang memperhatikan; 3. siswa cenderung berbicara sendiri atau mengantuk sebagai kompensasi keterbatasan kemampuan atau kurangnya memiliki bakat. Rendahnya minat belajar Seni Budaya pada siswa membawa dampak lanjutan berupa: 1. siswa menjadi enggan bertanya atau menjawab pertanyaan; 2. siswa kesulitan dalam memahami materi; 3. tingkat kemampuan penerapan atau praktik berkaryanya rendah; 4. siswa kesulitan mendeskripsikn prosedur kerja atau langkah-langkah kerjanya 5. Dampak yang paling parah adalah rendahnya karya finishing siswa sehingga ketuntasan minimal Seni Budaya siswa pada umumnya rendah. Di lain pihak, metode pembelajaran telah berkembang dan variatif disesuaikan dengan karakteristik siswa dan lingkungan di mana siswa berada, salah satu. Dalam metode pembelajaran ada salah satu pendekatan yang mendesain proses transfer of knowledge menjadi lebih santai dan tidak tegang, salah satu pendekatan tersebut dikenal dengan joyful learning yang merupakan salah satu metode pembelajaran yang mendukung pengembangan berpikir kreatif (creative thinking), memberi bekal keterampilan-keterampilan menghadapi kehidupan (life skills), dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (joyful learning). Dengan adanya metode tersebut diharapkan pembelajaran Seni Budaya dapat menyenangkan dan menarik perhatian siswa, sehingga siswa merasa senang dan santai (enjoy) dalam mengikuti pelajaran. Lebih jauh lagi siswa dapat mengembangkan kreativitasnya dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan perilaku yang bertanggung jawab terhadap dunia keseni rupaan. Dengan demikian, pembelajaran Seni Budaya di sekolah dapat mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pendekatan joyful learning ini akan diterapkan dalam menjelaskan praktikum batik celup dan langkah-langkahnya yang merupakan salah satu materi Seni Budaya di SMP Kelas VIII B Semester I. Dalam prakteknya, guru menjelaskan materi dengan menggunakan permainan tertentu dan dilakukan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga diharapkan proses pembelajaran dilakukan dengan santai, riang dan tujuan pembelajaran dapat tercapai secara

optimal. Berdasarkan latar belakang fenomena di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengambil judul Peningkatkan Prestasi Dan Penguasaan Teknik Batik Celup Melalui Pendekatan Joyful Learning Mata Pelajaran Seni Budaya Kelas VIII B Semester I SMP Negeri 1 Sawoo Ponorogo Tahun Pelajaran 2008/2009 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran praktikum batik celup melalui pendekatan joyful learning pada mata pelajaran Seni budaya Kelas VIII B Semester I SMP Negeri 1 Sawoo tahun pelajaran 2008/2009 ?. 2. Bagaimanakah prestasi belajar siswa pada praktikum batik celup dengan melalui pendekatan joyful learning pada mata pelajaran Seni budaya Kelas VIII B Semester I SMP Negeri 1 Sawoo tahun pelajaran 2008/2009 ?. C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui deskripsi pelaksanaan proses pembelajaran praktikum batik celup melalui pendekatan joyful learning pada mata pelajaran Seni budaya Kelas VIII B Semester I SMP Negeri 1 Sawoo tahun pelajaran 2008/2009 . b. Mengetahui prestasi belajar siswa pada praktikum batik celup dengan melalui pendekatan joyful learning pada mata pelajaran Seni budaya Kelas VIII B Semester I SMP Negeri 1 Sawoo tahun pelajaran 2008/2009. D. Kegunaan Penelitian Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat berguna antara lain: a. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru dalam meningkatkan siswa belajar mata pelajaran Seni Budaya. b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi guru dalam proses pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar khususnya mata pelajaran Seni Budaya di SMP Negeri 1 Sawoo Ponorogo Tahun pelajaran 2008/ 2009. c. Memberikan wawasan kepada para Guru agar dapat menerapkan metode yang tepat sesuai dengan materi pelajaran yang diajarkan. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Joyful Learning. 1. Pengertian Joyful Learning Pengertian metode Joyful Learning (JFL) adalah metode belajar cepat dan tepat serta menyenangkan untuk mengimbangi kerja otak kiri (inquiry) dan otak kanan (kinestetik) agar dapat berkembang secara maksimal. Berbagai catatan hasil penelitian menyebutkan bahwa manusia baru memanfaaatkan kurang lebih satu persen dari seluruh kemampuan otaknya. Kesimpulan ini didukung oleh berbagai hasil penelitian yang dilakukan dalam bidang psikologi, kependidikan, biokimia, fisika dan metematika dan kinestetika. Kebanyakan masalah yang kita hadapi dalam pemanfaatan kemampuan otak kita bersumber bukan dari rendahnya kapasitas otak, melainkan dari kurangnya pengetahuan kita tentang potensi otak. Pengetahuan yang lebih maju tentang struktur otak dan cara kerjanya akan memudahkan kita untuk mengatasi masalah serta memungkinkan kita untuk memanfaatkan potensi otak kita. Hasil riset otak yang mendukung konsep metode Joyful Learning (JFL), bahwa otak manusia terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kanan dan belahan kiri. Disamping itu ada tiga bagian otak yang mempunyai fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi proses belajar yaitu otak

reptilian, otak Limbic, dan Neocortex. Manusia mempunyai kemampuan alami untuk belajar, asalkan sesuai atau tidak bertentangan dengan dengan prinsip bekerjanya struktur dan fungsi otak. Otak tidak akan memberikan perhatian kepada segala informasi yang tidak menarik, membosankan, dan tidak menimbulkan emosi. Metode Joyful Learning (JFL) dapat mempercepat penguasaan dan pemahaman materi pelajaran yang dipelajari, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk belajar lebih cepat. Materi pelajaran yang sulit dibuat menjadi mudah, sederhana / tidak berbelitbelit, sehingga tidak terjadi kejenuhan dalam belajar. Keberhasilan belajar kita tidak ditentukan/ diukur lamanya kita duduk di belakang meja belajar, tetapi ditentukan oleh kualitas cara belajar kita. Metode-metode yang ada pada pendekatan pembelajaran Joyful Learning bervariasi yaitu penggunaan Password/ Kata kunci, Angka Kreatif, Visualisasi, Mind Mapping dan sebagainya. Kita bebas memilih dan menentukan metode yang tepat/ cocok untuk diri kita sendiri. Hingga saat ini masih banyak pendidikan yang ada hanya menitikberatkan pada belahan otak kiri sehingga murid mudah stress. Jika kita menggunakan kedua belahan otak kita (otak kiri dan kanan) maka hasilnya jauh akan lebih baik, otak kita tidak cepat lelah dan stres. Stres terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara otak kiri dan otak kanan. Ilmu kognitif moderen, terutama penelitian mengenai otak dan belajar telah mempertanyakan banyak asumsi lama kita mengenai pembelajaran.Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa belajar yang baik melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indra. Selain itu disebutkan juga tentang gaya belajar menunjukkan orang belajar dalam cara yang berbeda-beda dan satu jenis metode belajar belum tentu tepat untuk semua orang. Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada masa sekarang didasarkan pada penelitian mutakhir mengenai otak. Murid diajak terlibat penuh dalam proses pembelajaran. Belajar bukan mengumpulkan informasi pasif tapi menciptakan pengetahuan secara aktif. Kerjasama antar murid dalam proses pembelajaran dapat membantu meningkatkan hasil belajar murid. Bagaimana guru dapat membangkitkan imajinasi murid, mendorong murid terlibat penuh dalam proses pembelajaran, menciptakan lingkungan belajar yang sehat, sehingga murid dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik dan hasil yang maksimal. Metode Joyful Learning dapat membantu murid dan guru dalam mengatasi masalah tersebut di atas, keistimewaan metode Joyful Learning adalah: a. Bagi siswa 1) Dapat diaplikasikan langsung ke mata pelajaran. Metode JFL dapat diterapkan langsung ke semua mata pelajaran yang ada, sehingga membuat belajar yang dulunya sulit menjadi mudah misalnya pelajaran Sejarah, Budaya, Agama, Kimia, Fisika, Biologi, Sosiologi, Ekonomi. Metodemetode yang ada di JFL dapat diterapkan langsung saat kita mempelajari suatu materi pelajaran, sehingga materi yang kita pelajari akan lebih cepat selesai. 2) Tidak terpengaruh oleh perubahan kurikulum. Kita semua sudah tahu perubahan kurikulum yang sering terjadi di Indonesia, yang sering membuat kita kadang-kadang menjadi bingung untuk menyesuaikan penggunaan kurikulum baru. Walaupum kurikulum sering berubah metode JFL tetap dapat diterapkan dalam proses pembelajaran . 3) Seni budaya dipakai untuk selamanya di (SD, SMP, SMA, kuliah, dan saat bekerja). Metode yang sudah dikuasai dan sering digunakan atau dipraktekkan dengan sendirinya metode JFL akan mempengaruhi pola atau cara berpikir kita dalam menyerap informasi yang pada akhirnya menjadi kebiasaan kita dalam berpikir. 4) Suasana belajar rileks dan menyenangkan. Dengan melibatkan kerja otak kiri dan kanan akan menjadikan belajar murid lebih ringan dan menyenangkan sehingga murid tidak mengalami stress dalam belajarnya.

5) Banyak strategi yang bisa diterapkan. Ada banyak jenis metode yang ada di JFL yang dapat diterapkan dan dikombinasikan antara metode yang satu dengan metode lainnya, sehingga kita tinggal menentukan sendiri jenis metode mana yang diterapkan. 6) Mempercepat proses belajar. Pada umumnya murid mulai jenjang Sekolah Dasar sampai dengan Mahasiswa bahkan kita sendiri tidak pernah dibekali atau dilatih belajar caranya untuk belajar. Hal ini mengakibatkan banyak murid yang mengalami kesulitan dalam belajarnya sehingga waktu yang dibutuhkan lebih banyak. Lain halnya jika murid diberikan pembekalan metode belajar yang baik, kendalakendala belajar dapat diatasi anak tidak perlu mengulang-ulang materi sehingga waktu yang dSeni budayakai belajar lebih cepat. 7) Bebas menentukan sendiri metode yang disenangi. Perlu kita sadari bahwa tidak semua hal yang kita anggap mudah, bagi orang lain menganggap mudah, sebaliknya bagi orang lain sesuatu hal mudah belum tentu mudah juga bagi kita. Inilah yang mendorong membedakan metode JFL dengan metode belajar yang lain. Kita bebas menentukan metode yang cocok dan yang kita senangi. 8) Merangsang kreativitas dan aktivitas. Kreativitas terjadi jika kita dapat menggunakan informasi yang sudah ada di dalam otak kita dan mengkombinasikan dengan informasi yang lain sehingga tercipta hal baru yang bernilai tambah. Demikian juga jika kita menggunakan metode JFL kita akan menghubungkan informasi yang sudah ada di memory kita untuk dikombinasikan dan dSeni budayadukan antara informasi yang satu dengan yang lain sehingga tercipta sesuatu yang baru. b. Bagi Guru 1) Lebih Efektif dalam pembelajaran di kelas . Dengan penguasaan metode JFL menjadikan guru lebih bertambah rasa percaya diri dalam penguasaan materi pelajaran yang diembannya. Sehingga guru lebih focus dan lebih besar dalam memberikan perhatian kepada muridnya, hal ini akan menajdikan proses pembelajaran di kelas lebih efektif. 2) Lebih bervariasi dalam menyampaikan materi pembelajaran. Dengan penguasaan materi yang mantap guru dapat mendesaint membungkus suatu penyajian materi kegiatan pembelajaran lebih menarik dengan berbagai variasi agar para murid mengikuti dengan suasana hati yang gembira dan semangat yang tinggi. 3) Meningkatkan kreatifitas guru. Metode Joyful Learning diciptakan berdasarkan cara otak kerja manusia dalam menyerap informasi yang melibatkan otak kiri dan kanan. Kita mengetahui bahwa kreatifitas kita terletak di otak bagian kanan, belajar dengan metode JFL juga melibatkan lebih banyak otak kanan sehingga para guru terlatih menggunakan otak kreatifnya. Guru mengetahu hal-hal yang ditolak oleh manusia salah satunya adalah jika informasi yang sama dilulang-ulang terus, guru mengetahui apa yang harus di lakukan hal ini dibutuhkan kreatifitas yang tinggi. 4) Menjadi lebih katalis Penguasaan materi pelajaran yang mantap didukung dengan metod JFL menjadikan materi pelajaran akan mudah dan cepat diserap oleh para murid. Hal yang sulit dijadikan mudah, jangan hal yang mudah jusru dipersulit itu tidak professional. Kecepatan murid dalam penyerapan materi pelajaran yang di berikan oleh guru akan menyisakan waktu yang cukup banyak, waktu yang tersisa itu dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang bermanfaat. 5) Dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar murid. Metode JFL yang sudah dikuasai oleh guru dapat dimanfaatkan dalam penanganan murid yang mengalami kesulitan belajar. Semua guru harus bisa membantu murid yang mengalami kesulitan belajar. Jadi tidak ada lagi istilah masalah kesulitan belajar murid semua di serahkan

ke petugas BK yang jumlahnya terkadang tidak seimbang dengan jumlah murid yang ada. 6) Mampu menghadapi banyak tipe murid di kelas. Dalam satu kelas dapat dSeni budayastikan banyak tipe murid yang dihadapi oleh guru. Untuk itu guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah menggunakan berbagai cara yang dapat menyentuh semua aspek Visual, Auditori dan Kinestetik. 7) Materi pelajaran lebih berkesan. Materi yang disajikan dengan cara yang menarik akan berkesan dalam ingatan murid. Semua hal yang berkesan tidak akan mudah untuk dilupakan oleh otak . Sesuatu yang berkesan bisa berupa hal-hal yang menyenangkan, menakutkan, menjijikkan, menyedihkan dll. B. Seni Batik 1. Corak/ motif batik sebagai seni terapan Karya seni terapan khas Indonesia salah satunya adalah seni batik. Seni Batik adalah karya seni yang menampilkan jenis dekorasi dua dimensi yang pada umumnya tampil di atas media kain, walaupun ada yang dibuat di atas media kertas atau papan. Unsur-unsur terkuat dalam seni batik adalah adanya motf-motif alam yang digayakan atau distilir menjadi bentuk hiasan atau ornamen. Keragaman seni hias yang tampil lebih banyak didominasi oleh stilasi model tumbuhan dan unsur-unsur di dalamnya. Kombinasi yang biasanya adalah motif atau corak binatang yang merupakan bagian penting dalam sebuah habitat alam. Misalnya corak-corak burung dengan ranting dan dedaunan yang ada di alam. Komposisi yang dibuat pada karya seni batik pada awal perkembangannya adalah simetris yaitu memiliki bagian dua atau sisi yang memiliki bentuk keseimbangan mutlak dari motif maupun jenis coraknya. Namun pada seni dekorasi modern seni batik telah mengalami perubahan visualisasi dengan menampilkan bentuk-bentuk corak atau motif yang bebas dengan komposisi yang asimetris. Penampilan batik yang bergaya tradisional seolah telah memiliki karakteristik pokok seperti pakem motif dasar dengan teknik batik tulis. Seperti kita kenal jenis batik motif parang tritis, parang rusak, kawung dan sebagainya. Perkembangan teknologi telah mengubah karya seni batik tulis menjadi batik Cap yaitu penggarapan dengan mesin yang memiliki cetak negatif dengan tinta yang dicapkan layaknya stempel. Contoh-contoh motif batik demikian seperti yang telah dibuat oleh para siswa sebagai berikut : Corak batik tulis seperti pada contoh di atas dibuat dengan menentukan pola-pola yang sudah memiliki pedoman pokok sejak perkembangan motif batik tradisional yang pad tempo dahulu banyak digemari oleh para raja dan bangsawan kerajaan di tanah jawa. Model seni terapan batik tradisional dapat dilihat seperti pada contoh gambar 8 berikut ini : Pada gambar disamping tampak jelas bahwa seni batik dibuat untuk keperluan busana adat jawa yaitu sebagai kain panjang yang dikenakan oleh orang-orang terpandang seperti raja, bangsawan atau orang yang memiliki kedudukan di masyarakat. Sperti Pejabat Adipati (Bupati), Tumenggung (Camat), Demang (Lurah), Bekel (Kamituwa) dan lain-lain. Penampilan contoh corak atau motif gambar 8-10 adalah karya batik hasil karya siswa kelas VIIIB SMP Negeri 1 Sawoo pada semester I tahun pelajaran 2008/2009 yang pada penelitian ini sebagai contoh gambar saja. Namun dari penampilan karya batik tersebut sebagai contoh bahwa pada umumnya motif batik tulis yang tampil misalnya pada kostum atau seragam yang dipakai di banyak sekolah atau instansi pendidikan bermotif seperti di atas. 2. Corak/Motif Batik Celup Batik celup atau sebagian orang ada yang menyebutkan batik jumput adalah batik yang dibuat dengan cara dicelupkan ke dalam pewarna seperti naptul atau bahan pewarna lain yang lain.

Batik celup tidak memiliki corak atau motif tertentu sebagaimana pada motif-motif batik tradisional, akan tetapi batik celup dibuat dengan mempertimbangkan unsur komposisi warna maupun jenis corak abstraktif dari hasil iktan-ikatan kain dengan karet agar tidak tertembus pewarna yang dicelupi kain. Dengan demikian dapat dijelaskan ciri-ciri batik celup adalah : a. Corak bebas berupa garis-garis atau lingkaran gradasi dan pewarnaan. b. Dibuat secara sederhana c. Bergaya abstrak d. Mengutamakan kombinasi-kombinasi warna e. Tanpa menutup dengan bahan lain seperti malam. f. Corak berderet-deret dengan irama garis dan goresan hasil celupan g. Kesan motif dinamis Bahan yang diperlukan dalam pembuatan batik celup adalah : a. kain (bisa kaos atau baju) dari kain yang mudah meresap pewarna seperti bahan katun, santiu, KTSM, balcu dan sebagainya. b. Pewarna naptul. Naptul yang baik tidak mudah luntur dengan pigmen warna yang sangat kuat. c. alat dan bahan merebus air dan timba untuk menuangkan cairan pewarna dengan jumlah sesuai dengan kebutuhan. Langkah-langkah pembuatan batik celup cukup sederhana sehingga siswa dapat melakukan praktikum tersebut dengan sambil bermain-main. Langkah-langkah secara kronologis dapat diuraikan sebagai berikut: a. mengikat kain dengan model ikatan karet secara bebas, ikatan melingkar, memujur atau berbaris b. merebus air panas c. mencampurkan pewarna ke dalam air panas d. mencelup kain yang telah terikat dengan motif-motif ikatan bebas ke dalam pewarna yang diinginkan e. mengangkat kain dan menunggu sampai air pewarna tidak menetes/sisa warna yang menetes sudah tidak ada dan tidak sampai kering f. mencuci dengan air dingin tanpa di gosok/dikucek/diremas g. melepas ikatan-ikatan pembentuk motif h. Mencuci ulang untuk melarutkan siswa warna yang tidak menempelkuat agar tidak luntur i. Mengeringkan ditempat yang teduh (kering karena angin) Alat dan bahan tersebut cukup murah dan mudah didapatkan di daerah sehingga untuk praktikum siswa dalam pembelajaran tidak ada kendala. Dengan demikian proses pembelajaran dapat dilaksanakan di manapun. C. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar 1. Pengertian Belajar Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu perbuatan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan akhir dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditenukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seseorang yang

sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru. Oleh karena itu tidaklah ada suatu petunjuk yang pasti yang harus dikerjakan oleh seorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Tetapi faktor yang paling menentukan keberhasilan belajar adalah para siswa itu sendiri. Untuk dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya harus mempunyai kebiasaan belajar yang baik. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar. Adapun faktor-faktor itu, dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu: a. Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang kita sebut faktor individu. Yang termasuk ke dalam faktor individu antara lain faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. b. Faktor yang ada pada luar individu yang kita sebut dengan faktor sosial sedangkan faktor sosial antara faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru dan cara dalam mengajarnya, lingkungan dan kesempatan yang ada atau tersedia dan motivasi sosial. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar di atas menunjukkan bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Bagi siswa yang berada dalam faktor yang mendukung kegiatan belajar akan dapat dilalui dengan lancar dan pada gilirannya akan memperoleh prestasi atau hasil belajar yang baik. Sebaliknya bagi siswa yang berada dalam kondisi belajar tidak menguntungkan, dalam arti tidak ditunjang atau didukung oleh faktor-faktor di atas, maka kegiatan atau proses belajarnya akan terhambat atau menemui kesulitan.

BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) atau PTK/ CAR, karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan adanya suatu teknik pembelajaran dapat diterapkan sesuai dengan hasil yang diinginkan dapat tercapai. Sumarjan mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu, (a) guru sebagai peneliti:

(b) penelitian tindakan kolaboratif, (c) simultan terintegratif, (d) administrasi sosial eksperimental (dalam Titik Sugiarti, 1997: 8). Dalam penelitian tindakan ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, penangung jawab penuh penelitian ini adalah guru. Tujuan utama dari penelitian tindakan ini adalah untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas dimana guru secara penuh terlibat dalam penelitian mulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Dalam penelitian ini peneliti tidak bekerja sama dengan siapapun, kehadiran peneliti sebagai guru di kelas sebagai pengajar tetap dan dilakukan seperti biasa, sehingga siswa tidak terganggu dengan aktifitas guru yang sedang mengajar dan meneliti. Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh data yang sangat obyektif sehingga validitas data yang diperlukan tidak terganggu. A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan siswa kelas VIII B Semester I di SMP Negeri 1 Sawoo Ponorogo yang terletak di Jl. Raya Ponorogo Trenggalek Desa Prayungan Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo, pada semester ganjil tahun pelajaran 2008/2009. 2. Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2008, semester I tahun pelajaran 2008/2009. 3. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII B Semester I SMP Negeri 1 Sawoo Ponorogo yang berjumlah 38 siswa pada kompetensi dasar mengidentifikasi jenis karya seni rupa terapan Nusantara pada pokok pembelajaran ragam hias Indonesia dengan indicator mendeskripsikan beragam jenis, bentuk dan teknik pembuatan dan makna karya seni rupa Nusantara. Materi pada kajian ini adalah keragaman jenis bentuk dan fungsi serta makna karya seni rupa khusus motif seni batik. Sedangkan praktikum penelitian ini mengambil salah satu jenis batik yaitu batik celup atau ada sementara orang yang menyebutnya dengan batik jumputan.. Pendalaman materi ini memiliki relevansi dengan perkembangan seni kontemporer batik sebagai seni murni dan seni pakai. Pengambilan subyek penelitian tindakan kelas ini berdasarkan berbagai pertimbangan diantaranya: a. Peneliti adalah guru kelas VIII B Semester I SMP Negeri 1 Sawoo Ponorogo yang menjadi subjek PTK dan di kelas ini melaksanakan kegiatan pembelajaran sehari-hari. b. Siswa kelas VIII B Semester I ditinjau hasil belajar mata pelajaran seni budaya masih tergolong cukup sehingga untuk meningkatkan hasil yang baik dirasakan membutuhkan semangat dan dorongan dalam belajarnya. B. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Tim Pelatih Proyek PGSM, PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan mereka dalam melakukan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek pembelajaran tersebut dilakukan (dalam Mukhlis, 2003: 3). Sedangkan menurut Mukhlis (2003:5) PTK adalah suatu bentuk kajian yang bersifat sistematis reflektif oleh pelaku tindakan untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Adapun tujuan utama dari PTK adalah untuk memperbaiki/meningkatkan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti dikalangan guru (Mukhlis, 2003: 5). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi

planning (rencana). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Sehingga rancangan penelitian ini sebagai berikut : 1. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus. 2. Prosedur siklus terdiri atas: a perencanaan, b pelaksanaan dan pengamatan, c refleksi dan evaluasi C. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Silabus Yaitu seperangkat perencanaa dan pengaturan tentang kegiatan pembelajaran berisi rumusan kompetensi dasar, indikator, pengalaman pembelajaran, materi /bahan ajar, tagihan-tagihan, instrument dan contoh soal serta penilaian hasil belajar dan sumber belajar.. 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Yaitu merupakan perangkat pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar, indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan pembelajaran, materi ajar, pendekatan pemelajaran, penilaian serta lampiran-lampiran rubrik penilaian . 3. Uji Kompetensi Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep seni budaya pada kompetensi dasar yang dirumuskan dan dijabarkan pada indikator. Uji kompetensi ini diberikan setiap akhir putaran. Bentuk soal yang diberikan adalah resitasi atau penugasan dalam kinerja serta dapat pula ditinjau dari penilaian produk. Sebelumnyasebelum pengujian diadakan tes awal atau pretes, kemudian peneliti merumuskan dan menganalisis butir soal uji kompetensi yang telah diuji validitas dan reliabilitas pada tiap butir soal resitasi. Analisis ini digunakan untuk memilih butir-butir soal resitasi yang baik dan memenuhi syarat digunakan untuk mengambil data. Langkah-langkah analisis butir soanyal adalah sebagai berikut: a. Validitas Tes Validitas butir soal atau validitas item digunakan untuk mengetahui tingkat kevalidan masingmasing butir soal. Sehingga dapat ditentukan butir soal yang gagal dan yang diterima. Tingkat kevalidan ini dapat dihitung dengan korelasi Product Moment: (Suharsimi Arikunto, 2001: 72) Dengan : rxy : koefisien korelasi product moment N : jumlah peserta tes SY : jumlah skor total SX : jumlah skor butir soal SX2 : jumlah kuadrat skor butir soal SXY : jumlah hasil kali skor butir soal. b. Reliabilitas Reliabilitas butir soal dalam penelitian ini menggunakan rumus belah dua sebagai berikut: (Suharsimi Arikunto, 2001: 93) Dengan : r11 : koefisien reliabilitas yang sudah disesuaikan r1/21/1 : korelasi antara skor-skor setiap belahan tes. Kriteria reliabilitas tes jika harga r11 dari perhitungan lebih besar dari harga r pada tabel product moment maka tes tersebut reliable.

c. Taraf Kesukaran Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal adalah indeks kesukaran. Rumus yang digunakan untuk menentukan taraf kesukaran adalah: (Suharsimi Arikunto, 2001: 208). Dengan : P : Ideks kesukaran B : banyak siswa yang menjawab soal dengan benar. Js : Jumlah seluruh siswa peserta tes Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran soal adalah sebagai berikut: - Soal dengan P = 0,00 sampai 0,30 adalah sukar. - Soal dengan P = 0,31 sampai 0,70 adalah sedang. - Soal dengan P = 0,71 sampai 1,00 adalah mudah. d. Daya pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks diskriminasi adalah sebagai berikut: (Suharsimi Arikunto, 2001: 211) Dimana: D : Indeks diskriminasi BA : Banyak peserta kelompok atas yang menjawab benar. BB : Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar. JA : Jumlah peserta kelompok atas JB : Jumlah peserta kelompok bawah. = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar. = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar. Kriteria yang digunakan untuk menentukan daya pembeda butir soal sebagai berikut: - Soal dengan D = 0,00 sampai 0,20 adalah jelek. - Soal dengan D = 0,21 sampai 0,40 adalah cukup - Soal dengan D = 0,41 sampai 0,70 adalah baik - Soal dengan D = 0,71 sampai 1,000 adalah sangat baik. D. Metode Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi pengolahan pendekatan Joyful Learning, dan uji kompetensi. E. Teknik Analisis Data Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisis data. Pada penelitian ini menggunakan teknis analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses pembelajaran setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu: 1. Untuk menilai ulangan atau uji kompetensi peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rarta uji kompetensi dapat dirumuskan:

Dengan : = Nilai rata-rata SX = Jumlah semua nilai siswa SN = Jumlah siswa

2. Untuk ketuntasan belajar Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan pembelajaran kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data observasi berupa pengamatan pengelolaan pembelajaran kontekstual model pembelajaran berbasis masalah dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran dan data uji kompetensi siswa pada setiap siklus. Data hasil uji coba item butir soal digunakan untuk mendapatkan tes yang betul-betul mewakili apa yang diinginkan. Data ini selanjutnya dianalisis tingkat validitas, reliabilits, taraf kesukaran, dan daya pembeda. Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan pembelajaran pendekatan joyful learning yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan joyful learning dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan data pengamatan aktivitas siswa dan guru. Angket motivasi siswa digunakan untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan pendekatan joyful learning. Data uji kompetensi untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar setelah diterapkan pembelajaran joyful learning. A. Analisis Item Butir Soal Sebelum melaksanakan pengambilan data melalui instrumen penelitian berupa tes dan mendapatkan tes yang baik, maka data tes tersebut diuji dan dianalisis. Uji coba dilakukan pada siswa di luar sasaran penelitian. Analisis tes yang dilakukan meliputi: 1. Validitas Validitas butir soal dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan tes sehingga dapat digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini. Dari perhitungan 20 soal diperoleh 6 soal tidak valid dan 14 soal valid. Hasil dari validitas soal-soal dirangkum dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.1. Soal Valid dan tidak Valid Uji kompetensi Siswa. Soal Valid Soal Tidak Valid 1, 2, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 1 7, 19, 20. 5, 6, 8, 15,16,18 2. Reliabilitas Soal-soal yang telah memenuhi syarat validitas diuji reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas r11 sebesar 0,632. Harga ini lebih besar dari harga r produk moment. Untuk jumlah siswa (N = 38), dengan r (95%) = 0,402. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan reliabel.

3. Taraf Kesukaran (P) Taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal. Hasil analisis menunjukkan dari 20 soal yang diuji terdapat: - 8 soal mudah - 7 soal sedang - 5 soal sukar 4. Daya pembeda Analisis daya pembeda dilakukan untuk mengetahui kemampuan soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh soal yang berkriteria jelek sebanyak 7 soal, berkriteria cukup 4 soal, berkriteria baik 8 soal, dan yang berkriteria tidak baik 1 soal. Dengan demikian soal-soal tes yang digunakan telah memenuhi syarat-syarat validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya pembeda. B. Analisis Data Penelitian Persiklus Siklus I a. Tahap Perencanaan Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, lembar kerja, soal uji kompetensi, bahan dan alat-alat praktikum batik celup yaitu kain kaos, kart pengikat, naptul, serbuk penguat warna, air, pengaduk, penjepit, hanger, timba pencampur warna, panic perebus air, kompor, korek api. Dalam siklus I ini mempersiapkan rencana pembelajaran yaitu: 1. Menyusun rencana pembelajaran dengan tahapan-tahapannya. 2. Menyiapkan instrument penelitian, yaitu instrumen pengamatan pembelajaran dan angket siswa. 3. Menyiapkan tes siklus 1/pre-test. 4. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok (4-5 orang/ kelompok). 5. Menyiapkan alat bantu/media yang dibutuhkan dalam joyful learning, guru membimbing dan memberikan penjelasan kepada siswa teknik mengikat kain kaos berdasarkan selera ikatan masing-masing seoah-olah sambil bermain dengan menggunakan karet gelang bersama kelompok siswa sebagai media joyful learning. b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal Kamis 4 Desember 2008 kelas VIII B Semester I dengan jumlah siswa 38 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses pembelajaran mengacu pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan dilaksanakan bersama dengan pelaksanaan pembelajaran . 1). Guru meminta masing-masing kelompok berimajinasi bahwa ikatan masing-masing nantinya akan menghasilkan bentuk goresan yang artistik. Sebagaimana terlihat dalam gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 bentuk ikatan kain kaos 2). Guru meminta siswa untuk mendeskripsikan hasil ikatan dengan bentuk yang diharapkan dapat diperoleh setelah dicelupak ke dalam pewarnaan. 3). Selama siswa dalam satu kelompok melaksanakan presentasi maka kelompok lain harus mengikuti secara seksama. 4). Guru menyiapkan air panas (mendidih) yang direbus di dalam panci besar. 5). Masing-masing kelompok memilih warna untuk dicampurkan ke dalam air panas yang mendidih di dalam ember/timba.

6). Kelompok siswa menyatukan kain kaos perjenis ikatan untuk dicelupkan ke dalam air pewarnaan Gambar 2 ikatan siap celup 7). Tiap kelompok mencelupkan kain kaos ke dalam pewarna

Gambar 3 : Sedang mencelup warna secra kolektif per kelompok 8). Menjemur dalam anginan/tidak langsung di sinar matahari. 9). Guru bersama siswa mengapresiasikan hasil deskripsi siswa 10). Guru memberikan tes akhir kepada siswa. 11). Guru meminta kepada siswa untuk mengisi angket tentang pengalaman kegiatan praktikum. 12). Guru mengakhiri pembelajaran Pada akhir proses pembelajaran siswa diberi uji kompetensi I dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan. Tingkat keberhasilan pada siklus I dinyatakan dengan ketuntasan belajar. Siswa dinyatakan telah tuntas jika telah memperoleh skor atau nilai 6,5. Jadi bagi mereka yang dinyatakan tuntas apabila mempunyai nilai sekurang-kurangnya 65. Ketuntasan ini untuk masing-masing individu. Sedangkan secara klasikal dinyatakan tuntas jika rata-rata ketuntasan di kelas telah lebih dari 85 %. Bagi mereka yang tidak tuntas diberikan waktu tersendiri untuk mendapatkan remedial. Jenis remedial yang diberikan berdasarkan hasil keragaman kesalahan jawaban dari nomor dan jenis soal yang menyebar atau tidak terfokus pada satu soal maka diberikan remedial tes atau uji kompetensi ulang. Adapun data hasil skoring uji kompetensi penelitian pada siklus I dapat disajikan dalam tabel di bawah ini : Tabel 4.2 Nilai Uji kompetensi Siklus I No. Urut Skor Keterangan No. Urut Skor Keterangan Dari penghitungan yang tersaji dalam table 4.2 di atas dapat dijelaskan sebagai pembuktian yaitu : Jumlah Skor = 2820 Jumlah skor Maks Ideal = 3800 Skor tercapai = 74,21 Keterangan : T = Tuntas TT = Tidak Tuntas Jumlah siswa yang tuntas = 28

Jumlah siswa yang belum tuntas = 10 Klasikal = belum tuntas Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Tes Pada Siklus I No Uraian Hasil Siklus I 1 Nilai rata-rata uji kompetensi 74,21 2 Jumlah siswa yang tuntas belajar/persen 27/ 71,05 % 3 Persentase ketuntasan belajar klasikal 71,05 % Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran kontekstual model pembelajaran praktikum denga gaya joyful learning diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 74,21 dan ketuntasan belajar mencapai 71,05 % atau 27 siswa siswa sudah tuntas belajar. c. Refleksi Hasil praktikum dan uji kompetensi pada siklus I menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai > 65 hanya sebesar 71,05 % lebih kecil dari persentase ketuntasan yang seharusnya dicapai yaitu sebesar 85% (71,05