peningkatan kompetensi dasar belajar...

9

Click here to load reader

Upload: dinhduong

Post on 06-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR …lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/15.-Penelitian_Dewa... · peningkatan kompetensi dasar belajar melalui pembelajaran kolaborasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

112 Unmas

Denpasar

PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR MELALUI

PEMBELAJARAN KOLABORASI FOTOGRAFI BERPARTISIPASI

Dewa Ayu Puspawati, Sang Putu Kaler Surata dan Ni Wayan Ekayanti

Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Mahasaraswati Denpasar

email: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan empat kompetensi dasar belajar (kepedulian,

sikap, keterampilan dan pengetahuan) melalui pembelajaran kolaborasi fotografi

berpartisipasi (KFB). Untuk itu telah dilakukan pembelajaran kaji tindak melalui kombinasi

kegiatan di dalam dan luar ruangan, yang melibatkan mahasiswa, guru dan siswa jenjang

pendidikan menengah. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, observasi dan

rubrik, sedangkan uji Chi-square, uji Mann Whitney U-test dan Spearman Rank-Correlation

digunakan untuk analisis data. Hasil penelitian menunjukkan model KFB secara nyata dapat

meningkatkan empat kompetensi dasar belajar siswa. Hal itu ditunjukkan dengan rata-rata

kompetensi kepedulian, sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa kelompok eksperimen

lebih baik dibanding kelompok kontrol. Diskusi tentang implikasi hasil penelitian dipaparkan

dalam makalah ini.

Kata Kunci: kolaborasi fotografi berpartisipasi, kaji tindak, di dalam dan di luar ruangan.

ABSTRACT

The aim of this research is to enhance four basic competencies of learning namely

awareness, attitude, skill, and knowledge through collaborative participatoryphotography

learning (KFB). Thus, an action research was conducted by combining learning activities in

and outside classroom which involved student-teachers, teachers, and senior high school

students. Data were collected by using questionnaire, observation sheet, and rubric while

Chi-square Test, Mann Whitney U-test, and Spearman Rank-Correlation were used to

analyse the data. The result of the study shows that KFB model dramatically improved four

basic competencies of learning of the students. It was reflected in average score of

awareness, attitude, skill, and knowledge of students in the experimental group was higher

than those in the control group. Implication of the study is further discussed in the paper.

Keywords: collaborative participatory photography, action research, in and outside the

classroom.

PENDAHULUAN

Lebih dari dua dekade lalu, ahli ekologi Orr (1994) mengingatkan bahwa manusia

akan kehilangan identitas lokal tanpa pengetahuan yang mendalam tentang lingkungan sekitar

sebagai gudang penyimpanan makna, sejarah, pola hidup, pengobatan, rekreasi, dan sumber

dari materi, energi, makanan dan aksi kolektif. Saat ini merupakan waktu yang sangat

penting bagi manusia untuk menjalin kembali berhubungan dengan alam dan lingkungan

lokal (Vicker & Matthews, 2002). Oleh karena itu, penelitian dirancang untuk memanfaatkan

lokal sebagai sumber belajar (place-based learning) dalam merekayasa model pembelajaran

kolaborasi. Fokus kajian adalah subak, dan mahasiswa calon guru, yang didorong untuk

terlibat aktif dalam melakukan rekayasa pembelajaran kolaborasi berbasis integrasi antara

Page 2: PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR …lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/15.-Penelitian_Dewa... · peningkatan kompetensi dasar belajar melalui pembelajaran kolaborasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

113 Unmas

Denpasar

sains modern dan etnosains. Subak adalah institusi tradisional dan religius pada tingkat

komunitas petani di Bali. Organisasi itu mengelola irigasi air yang diyakini berasal dari Dewi

(Tuhan dalam wujud sebagai wanita), dan danau sebagai sumberdaya milik bersama

(Lansing, 2006, Lansing & de Vet, 2012). Sebagai lanskap budaya yang paling terkenal di

Indonesia, subak bukan hanya bagian dari warisan lanskap tetapi juga merupakan

perencanaan pertanian yang egaliter, bersifat asosiasi petani yang otonomi yang mengelola

aliran irigasi ke teras sawah, dan juga mengkoordinasikan ritual pertanian (Lansing, 2006).

Subak juga merupakan ekspresi dari sistem berbasis tempat yang terintegrasi yang

menyediakan umpan balik sistem ekologi dan sosial (Suradisastra et al., 2002; Schoenfelder,

2003). Sementara itu Falk & Surata (2007; 2012) berargumentasi subak merupakan sistem

pendidikan dan pembelajaran yang kompleks, karena nilai penting subak lebih tinggi

dibanding karakter dan kesuksesan dalam mengelola situasi yang kompleks. Oleh karena itu,

subak bisa menjadi model pembelajaran yang dapat menghilangkan kesenjangan antara

belajar di kelas, dan kehidupan nyata, pekerjaan dan profesi terutama antara budaya dan

generasi muda.

Target utama dari pendidikan karakter adalah literasi (kemampuan

mengimplementasikan) empat kompetensi dasar pembelajaran, yakni peduli (learning to live

together), sikap (learning to be), terampil (learning to do), dan pemahaman (learning to

know). Sayangnya, walaupun pendidikan karakter sudah dicanangkan sejak beberapa tahun

lalu, tetapi sampai sekarang pendidikan formal di tanah air cenderung masih lebih

menekankan kepada isi, tidak cukup mengembangkan pemikiran kritis, dan berlangsung

dalam suasana yang kurang menyenangkan. Jika model pembelajaran konvensional seperti

itu tetap dipertahankan dapat dipastikan tujuan pendidikan nasional untuk menciptakan

generasi masa depan yang bukan hanya jujur, cerdas dan terampil, tetapi juga peduli pada

lingkungan (termasuk kebudayaan warisan nenek moyang mereka), tidak akan tercapai.

Koreksi dan inovasi pembelajaran harus segera dilakukan agar deviasi antara tujuan dan

realitas sistem pendidikan di sekolah tidak makin melebar. Penelitian ini menawarkan model

kaji tindak kolaborasi fotografi berpartisipasi (KFB) sebagai inovasi dalam pembelajaran

kolaborasi, yang mengarah kepada kompetensi, kemampuan berpikir secara mendalam,

penganalisis yang kritis dan kreatif, serta belajar sebagai proses yang menyenangkan. KFB

dikonstruksi berdasarkan konsep belajar dalam konteks sistem ekologi-sosial, belajar melalui

kolaborasi dan jejaring sosial, belajar secara lintas budaya, dan ekopedagogi (literasi ekologi-

sosial, literasi budaya, dan literasi teknologi) berbasis pada studi kasus di kawasan Lanskap

Budaya Subak Pulagan. Pembelajaran model kolaborasi fotografi berpartisipasi (KFB)

dirancang mengarah kepada pembelajaran untuk masa depan yang berkelanjutan, yang

terfokus pada peningkatan keterampilan siswa dalam mengantisipasi isu-isu keberlanjutan.

KFB melibatkan siswa sebagai partisipan aktif dalam penelitian dengan memberikan mereka

kamera dan kemudian mengundang mereka mengambil gambar terkait dengan berbagai aspek

kehidupan mereka. Foto kemudian digunakan sebagai subyek dalam wawancara untuk

mengeksplorasi gambar dan makna etnosains menurut mahasiswa dan siswa (Jorgenson &

Sullivan, 2010).KFB menjadikan pelajar sebagai partisipan yang aktif, yang selain bisa

merespon keperluan komunitas juga dapat mencapai sasaran akademik yang lebih jauh dari

siswa.

Page 3: PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR …lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/15.-Penelitian_Dewa... · peningkatan kompetensi dasar belajar melalui pembelajaran kolaborasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

114 Unmas

Denpasar

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh pembelajaran fotografi

berpartisipasi terhadap empat kompetensi dasar belajar yang meliputi kepedulian, sikap,

keterampilan dan pemahaman.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pra eksperiment dengan

rancangan penelitian one group pre-post-test only (Sugiyono, 2011). Penelitian dilaksanakan

diSMA Amarawati Tampaksiring Gianyar Bali, mulai Januari sampai Juni 2016. Penelitian

ini memanfaatkan lingkungan sekolah dan area lanskap subak Pulagan di Kabupaten Gianyar.

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Amarawati Tampaksiring Gianyar

Bali. Dari populasi tersebut diambil sampel kelas dengan diundi secara sederhana sehingga

mendapatkan kelas X PMIA 3 sebagai kelas eksperimen dan X PMIA 1 sebagai kelas

kontrol. Variabel bebas pada penelitian ini adalah media pembelajaran KFBmelalui

pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Variabel terikat dalam penelitian ini

adalah minat belajar, sikap ilmiah, keterampilan proses sains, kemampuan berpikir

kritis,pengetahuan konseptual dan prosedural siswa.Data diambil dengan menggunakan

rubrik dan angket tertutup. Semua angket dan rubrik divalidasi terlebih dahulu, kemudian

dilakukan uji coba lapangan. Skala yang digunakan dalam instrumen penelitian yaitu skala

likert.Teknik analisis data menggunakan uji Chi-Square, Uji Mann Whitney U-testdan

Spearman Rank-Correlation.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam riset kolaborasi ini, penelitian difokuskan pada hasil kaji tindak. Hasil kaji

tindak menunjukkan terdapat peningkatan kompetensi belajar dalam ranah kognitif,

psikomotor dan sikap. Hasil kaji tindak juga mengarah kepada empat kompetensi dasar

belajar yang meliputi kepedulian, sikap, keterampilan dan pemahaman

Pembelajaran model KFB diinovasikan dengan memanfaatkan lanskap subak sebagai

laboratorium hidup. Siswa tidak hanya belajar didalam kelas, laboratorium atau dilingkungan

sekolah, namun langsung menggunakan lanskap Subak Pulagan sebagai tempat belajar. Ada

enam data yang menjadi fokus dalam penelitian, dimana keenam data tersebut telah

representatif terhadap hasil kaji tindak. Keenam data tersebut meliputi minat belajar, sikap

ilmiah, ketrampilan proses sains, kemampuan berpikir kritis, pengetahuan konseptual dan

kemampuan prosedural siswa.

Untuk minat belajar, diukur rata-rata rangking minat belajar biologi dari kelas

eksperimen dan kontrollalu dibandingkan. Diperoleh rata-rata rangking pada kelas

eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 4: PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR …lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/15.-Penelitian_Dewa... · peningkatan kompetensi dasar belajar melalui pembelajaran kolaborasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

115 Unmas

Denpasar

Gambar1. Histogram Perbandingan Jumlah Rata-rata Rangking Aspek Minat Belajar

Biologiantara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.

Kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan kearifan lokal subak (etnosains) yang

dipadukan dengan sains modern (kamera) yang tertuang dalam KFB telah mampu

meningkatkan minat belajar biologi. Pembelajaran dilingkungan subak membuat siswa

senang karena dapat langsung menginvestigasi komponen-komponen dan interaksi yang

terdapat dilingkungan subak. Hal ini sesuai dengan penelitian Perry (2009) yang menjelaskan

bahwa penggunaan media KFB merupakan pembelajaran berbasis teknologi yang praktis,

sederhana, dan efektif untuk meningkatkan pemahaman serta mengembangkan interaksi

sosial siswa. Demikian juga penelitian Puspawati (2013) menunjukkan bahwapembelajaran

dengan media KFB dapat meningkatkan pemahaman para siswa. Dengan media KFB siswa

diberikan kesempatan untuk lebih mengememukakan pendapatnya mengenai hasil bidikan

kameranya sendiri. Setelah diuji dengan Mann Whitney U-tes diperoleh signifikansi

(p=0,000) pada jumlah skor keseluruhan angket minat belajar biologi. Hal ini menunjukkan

bahwa KFB mampu meningkatkan minat belajar siswa.

Selanjutnya masih menilai afektif siswa dengan menyoroti sikap ilmiah siswa saat

mengikuti pembelajaran biologi yang dilakukan di area lanskap Subak Pulagan. Penilaian

sikap ilmiah dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol selama siswa melakukan

kegiatan penelitian. Perbandingan terlihat pada setiap aspek sikap ilmiah yang dinilai dapat

dilihat pada Gambar 2.

Gambar2. Perbandingan Sikap Ilmiah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Keterangan: KT (Ketelitian), KJ (Kejujuran), TJ (Tanggung Jawab), dan KS(Kerja Sama).

394,28429,87

267,26

462,64

279,81

370,39

178,74

352,7

Perhatian Relevansi Percaya diri Kepuasan

R

a

t

a

-

r

a

t

a

R

a

n

g

k

i

n

g

Aspek Minat Belajar Biologi

Eksperimen

Kontrol

144,5

125

139143,5

134,5

117,5

132 132

KT KJ TJ KS

Sk

or

Aspek Sikap Ilmiah

Kelas Eksperimen

Kelas Kontrol

Page 5: PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR …lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/15.-Penelitian_Dewa... · peningkatan kompetensi dasar belajar melalui pembelajaran kolaborasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

116 Unmas

Denpasar

Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah skor sikap ilmiah siswa kelas eksperimen

lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal itu karena kelas eksperimen memiliki sikap

ilmiah lebih baik dengan diterapkannya KFB, dimana model ini merupakan strategi jitu bagi

pembelajaran Biologidi sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan

memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Media KFB membuat siswa menjadi lebih aktif

dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran yang berdampakpada meningkatnya sikap ilmiah

siswa. Setelah dilakukan uji statistik Mann Whitney U-test pada jumlah skor penilaian sikap

ilmiah siswa diperoleh signifikansi (p = 0,000), yang berarti terdapat perbedaan sangat nyata

antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Keterampilan proses sains (KPS) dan kemampuan berpikir kritis siswa digunakan

untuk mengukur ranah psikomotorik. Perbandingan terlihat pada setiap aspek KPS yang

dinilai pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, hal tersebut terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Histogram perbandingan jumlah skor aspek-aspek KPS siswa antara kelas

eksperimen dan kelas kontrol

Keterangan: Meramalkan (MR), Menyusun Hipotesis (MH), Mengamati (MI),

Menggolongkan (MG), Mengajukan Pertanyaan (MP), Mengkomunikasikan (MK)

Pengaruh KFB terhadap KPS menyebabkan 7,5% siswa pada kelas eksperimen

berada pada kategori sangat baik. Sedangkan pada kelas kontrol tidak ada yang berada pada

kategori sangat baik. Perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol semakin diperkuat

dengan taraf signifikan (p=0,000) yang berarti ada perbedaan nyata antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol. KFBmembantu siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam mengumpulkan

informasi dengan menggunakan teknologi modern. Kegiatan mengamati dilakukan siswa di

area lanskap subak sebagai tempat untuk mencari data berupa foto. Saat mengamati siswa

mengidentifikasi lingkungan yang mereka amati, sehingga aspek ini memperoleh skor

tertinggi.

Pengukuran aspek psikomotor siswa juga dapat dilihat dari kemampuan berpikir

kritis yang dilakukan siswa dalam memecahkan permasalahan. Pemikiran ini kemudian

dituangkan kedalam KFB. Penilaian kemampuan berpikir kritis siswa dinilai sebelum siswa

membuat proyek yang berupa media KFB, yaitu pada saat siswa melakukan diskusi. Ditinjau

dari aspek-aspek penilaian kemampuan berpikir kritis siswa, pada saat melakukan pretest dan

74 74

8681

737979 79

104

88 91 92

75 76

9893 92

88

121 118

134125

116

128

MR MH MI MG MP MK

S

k

o

r

Aspek Keterampilan Proses Sains

Pre Kontrol Post Kontrol Pre Eksperimen Post Eksperimen

Page 6: PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR …lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/15.-Penelitian_Dewa... · peningkatan kompetensi dasar belajar melalui pembelajaran kolaborasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

117 Unmas

Denpasar

postest terlihat skor kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, hal itu

dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Perbandingan aspek berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol

Keterangan : kejelasan (K), relevansi (RL), berpikir logis (BL), dan kelengkapan informasi (KI)

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap keempat aspek kemampuan

berpikir kritis siswa, maka dapat diperoleh aspek yang mendapatkan skor tertinggi pada kelas

ekperimen yaitu aspek kejelasan (K), sedangkan pada kelas kontrol aspek yang memperoleh

nilai tertinggi yaitu aspek relevansi (RL). Perolehan skor dari keempat aspek kemampuan

berpikir kritis siswa diperkuat dengan hasil uji Mann Whitney U-test yang memperoleh

signifikansi (p=0,001), yang berarti terdapat perbedaan nyata antara kelas eksperimen dengan

kelas kontrol. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang dapat

menguji, menghubungkan dan mengevaluasi dari suatu masalah. Kemampuan berpikir kritis

dapat berkembang secara optimal pada siswa apabila siswa mampu mengelompokan,

mengorganisasikan, menganalisis informasi dan mengingat materi yang telah diberikan dan

menjadikannya sebuah ringkasan yang padat dan dapat mencakup keseluruhan dari isi materi.

Ranah kognitif siswa diukur dengan menggunakan tes pengetahuan konseptual dan

prosedural.Hasil analisis menunjukkan nilai signifikansi yaitu p=0,883>0,05 yang

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol

saat diberikan pretest. Namun hasil posttest yang diuji menggunakan Mann Whitney U-test

menunjukkan (p=0,000), yang berarti ada perbedaan nyata. antara kelas eksperimen dengan

kelas kontrol. Hasil pengetahuan konseptual siswa disajikan pada Tabel 1

Tabel 1. Analisis Pengetahuan Konseptual Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.

Pembelajaran kolaborasi fotografi berpartisipasi (KFB) dapat menganalisis

pengetahuan konseptual siswa karena siswa dikondisikan belajar pada suasana yang

menyenangkan sehingga proses transfer berlangsung dengan mudah. Analisis pengetahuan

konseptual siswa yang tinggi diperkuat dengan adanya tanggapan positif dari siswa mulai dari

NO Kelas Mean Rank

Pretest Posttest

1. Eksperimen 36,88 50,93

2. Kontrol 36,16 23,59

3. Signifikansi (p=0,883>0,01) (p=0,000<0,01)

Page 7: PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR …lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/15.-Penelitian_Dewa... · peningkatan kompetensi dasar belajar melalui pembelajaran kolaborasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

118 Unmas

Denpasar

awal proses pembelajaran berlangsung sampai tahap presentasi. Saat evaluasi, siswa juga

memberikan kritikan dan saran untuk proses pembelajaran yang telah berlangsung.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Wibowo (2009) bahwa

pembelajaran di luar kelas (outdoor) merupakan salah satu alternatif pembelajaran IPA

(biologi) yang sesuai dengan semangat belajar IPA yaitu mencari tahu dan mengembangkan

keterampilan ilmiah siswa. Selain itu, melalui pembelajaran outdoor berbagai potensi siswa

memiliki peluang untuk berkembang lebih optimal karena adanya interaksi siswa dengan

lingkungan untuk mengaitkan teori yang diperoleh siswa saat pembelajaran dengan keadaan

nyata yang terjadi pada lingkungan sekitar. KFB merupakan model pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual, yaitu pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan

konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga,

masyarakat, alam sekitar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jumadi (2003) bahwa

pembelajaran kontekstual meliputi tujuh komponen utama pembelajaran yakni:

kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menyelidiki (inquiry), belajar dari

masyarakat (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian

autentik (authentic assessment).KFB berpengaruh sangat nyata terhadap hasil analisis

pengetahuan konseptual siswa dengan nilai signifikansi uji Crosstab Chi-Square yang

menunjukkan adanya hubungan yang sangat nyata (p=0,000). Hal ini dikarenakan pada kelas

eksperimen siswa diberikan kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan

lingkungan saat proses pembelajaran, sehingga memberikan pengalaman nyata kepada siswa

untuk membangun pengetahuannya sendiri (constructivism). Besarnya hubungan korelasi

antara KFB dengan hasil analisis pengetahuan konseptual siswa dilihat dari nilai koefisien

kontingensi sebesar (CC=0,485; p=0,000) yang menunjukkan adanya korelasi yang sangat

nyata. KFB mengkondisikan siswa dalam suasana piknik yang menyenangkan sehingga

proses transfer menjadi lebih cepat. Hal ini juga diungkapkan oleh Santyasa (2009) belajar

paling efektif terjadi dalam suasana bebas. Mengajar adalah melayani agar percepatan proses

pembelajaran diperoleh dalam suasana menggembirakan dengan istilah “Learning can be fun,

but learners can make it so”.Hal ini tentu lebih menyenangkan dibandingkan dengan kelas

kontrol yang hanya mendapatkan metode ceramah, yang menyebabkan proses transfer hanya

berjalan satu arah.

Ranah kognitif siswa juga diukur dengan pengetahuan prosedural, yang dinilai

menggunakan rubrik pengetahuan prosedural. Setelah dianalisis, hasil menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan nyata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol saat diberikan

pretest. Namun pada saat posttest, nilai kelas eksperimen memiliki perbedaan rentang yang

sangat jauh jika dibandingkan dengan nilai kelas kontrol. Setelah diuji dengan Mann Whitney

U-test, hasilnya menunjukkan (p=0,000), yang berarti bahwa analisis pengetahuan konseptual

siswa kelas eksperimen berbeda nyata dengan kelas kontrol.

Pengetahuan prosedural siswa tercermin dari hasil KFByang dirancangnya. Dalam

proses siswa menentukan kata kunci yang akan digunakan pada media KFB, siswa harus

mengingat konsep agar nantinya dapat menghubungkan antar konsep tersebut ke dalam siklus

sehingga analisis pengetahuan prosedural siswa akan terlihat dari hubungan kata kunci yang

saling dikait-kaitkan. Dalam hal ini siswa menerapkan pengetahuan yang dimilikinya untuk

mencari solusi dari permasalahan lingkungan yang ditemukan.

Page 8: PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR …lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/15.-Penelitian_Dewa... · peningkatan kompetensi dasar belajar melalui pembelajaran kolaborasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

119 Unmas

Denpasar

Hasil diskusi kelompok terarah (DKT) menunjukkan pemanfaatan Subak dalam KFB

membuat siswa semakin aktif serta suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.

Hasil pengamatan di lapangan, siswa terlihat antusias saat terjun ke Subak dalam rangka

pembuatan KFB, siswa terlihat senang namun tetap terfokus pada tugas kelompok masing-

masing. Hal ini kemungkinan karena siswa lebih senang mengamati objek langsung daripada

hanya belajar di kelas. Hasil temuan ini didukung oleh pendapat Daryanto (2011) yang

menyatakan bahwa dengan mengadakan kegiatan belajar yang dilaksanakan melalui

kunjungan ke suatu tempat di luar kelas, siswa akan memperoleh pengalaman langsung

sehingga proses belajar menjadi lebih bermakna serta membangkitkan minat siswa untuk

menyelidiki suatu objek. Berdasarkan hasil DKT, siswa menyatakan bahwa dengan

penerapan KFB dalam kegiatan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, mudah

dimengerti, suasana pembelajaran mejadi lebih santai, dan lebih menarik. Hasil DKT sudah

memberi gambaran mengenai keungulan dari metode pembelajaran yang diterapkan.

Hasil yang dipaparkan diatas menunjukkan bahwa pembelajaran model kolaborasi

fotografi berpartisipasi (KFB) sudah memperlihatkan adanya peningkatan kompetensi belajar

dalam ranah kognitif, psikomotor dan sikap. Hasil kaji tindak juga mengarah kepada lima

ranah pencapaian pembelajaran sains, teknologi masyarakat, yakni ranah kognitif, ranah

afektif, ranah proses sains, ranah kreativitas, ranah hubungan dan aplikasi. Etnografi

berpartisipasi menunjukkan bahwa minat pelestarian ekosistem juga dapat terealisasikan

dengan model pembelajaran ini. Model KFB dirancang mengarah kepada pembelajaran untuk

masa depan yang berkelanjutan, yang terfokus pada peningkatan keterampilan siswa dalam

mengantisipasi isu-isu keberlanjutan yang dikonstruksi berdasarkan konsep belajar dalam

konteks sistem ekologi-sosial, belajar melalui kolaborasi dan jejaring sosial, belajar secara

lintas budaya, dan ekopedagogi (literasi ekologi-sosial, literasi budaya, dan literasi teknologi)

berbasis pada studi kasus di kawasan Lanskap Budaya Subak Pulagan.

SIMPULAN

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa KFB telah mampu meningkatkan

kompetensi siswa berdasarkan atas kaji tindak dan etnografi yang mencakup tiga ranah

pembelajaran yaitu ranah afektif, psikomotor dan kognitif. Ketiga ranah tersebut berbeda

sangat nyata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.Ranah afektif yang diwakili oleh

aspek minat belajar (p=0,000) dan sikap ilmiah (p=0,000); ranah psikomotor yang diwakili

aspek keterampilan proses sains (p=0,000) dan kemampuan berpikir kritis (p=0,000); ranah

kognitif yang diwakili oleh aspek kemampuan pengetahuan konseptual (p=0,000) dan

kemampuan prosedural (p=0,000).

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 2011. Media pembelajaran. Bandung: Satu Nusa. Cetakan ke-1

Falk. I., and S.P.K. Surata. 2007. Real social capital in Bali: Is it difference from literature?

Rural Society: The Journal of Social Capital and Rural Society. 17(3):201-312.

Jumadi. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Implementasinya. FMIPA UNY. Yogyakarta.

[PDF Document]. Diunduh dari

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&

Page 9: PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR …lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2016/10/15.-Penelitian_Dewa... · peningkatan kompetensi dasar belajar melalui pembelajaran kolaborasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

120 Unmas

Denpasar

uact=8&ved=0CBsQFjAA&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsystem%2Ffiles

%2Fpengabdian%2Fjumadi-mpd-dr%2Fpembelajaran-kontekstual.pdf Diakses pada

tanggal 12 Februari 2015.

Lansing. J. S. (2006). Perfect Order: Recognizing Complexity in Bali. Princeton: Princeton

University Press.

Lansing. J. S., and T. A. de Vet. 2012. The functional role of Balinese Water Temples.

Human Ecology, 40:453-467.

Orr. D. W., 1994. Earth in Mind: On education environment and the human prospect. Island

Press: Washington.

Perry, B. (2009). Creating a culture of community in online courses. Diunduh dari

http://auspace.athabascau.ca/handle/2149/2159. Pada tanggal 20 Februari 2015.

Puspawati, DA. 2013. Pembelajaran Berbasis Media KFB: Belajar Dari Potret Alam.

Diperoleh dari:

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&

ved=0CDkQFjAD&url=http%3A%2F%2Fjurnal.fkip.uns.ac.id%2Findex.php%2Fpro

sbio%2Farticle%2Fdownload%2F3062%2F2099&ei=BlsRU5elMsmIrQeN1ID4CA&

usg=AFQjCNGffLF-wLUmjcf_V1NJ0VFRorKS3Q. Diunduh tanggal 1 Maret 2015.

Santyasa, I. W. (2009). Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pengembangan

Modul.[PDF Document] Makalah disajikan dalam pelatihan bagi para guru TK, SD,

SMP, SMA, dan SMK di Kecamatan Nusa Penida kabupaten Klungkung, 12-14

Januari 2009. Diunduh dari

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=259419&val=7034&title=PENG

EMBANGAN%20MODUL%20IPA Diakses pada tanggal 04 April 2015.

Surata. S.P.K. 2008. Structure and process in facilitating community action in Bali.

Community Management of Biosecurity. Special Co-publication between Kritis

(Journal of Interdisciplinary Development Studies – Indonesia) and Learning

Communities (International Journal of Learning in Social Contexts – Australia). 75-

89.

Surata. S.P.K. Jayantini. I.G.A.S.R., and I. Falk. 2011. Local food ecoliteracy: Small, real,

local actions to promote education for sustainable development. Paper on

International Education Cooperation for Sustainable Development in the Contex of

Globalization: A Critical Appraisal. Seoul National University. Seoul. Korea.

Surata S.P.K., Widyana. I.K., and N. L. K. Martini. 2011. Accross Generation Ecoliteracy of

Local Food as a Model for Promoting Sustainable Living to the Youth. Paper

presented in Asian Pacific Regional Center of Expertise Conference. Yogyakarta.

Surata. S.P.K., Arnawa. I. K., dan I. G. A. S., Jayantini. 2012. Ekopedagogi: Pelibatan

mahasiswa calon guru dalam integrasi lansekap budaya subak dan MapPack ke dalam

kurikulum jenjang pendidikan dasar. Proceeding Seminar Nasional Cakrawala

Pendidikan Berkualitas. Direktorat Pendidik dan Tenaga Pendidik. Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 25-27

September 2012.