peningkatan hasil belajar ipa fisika melalui model ... · 1 ringkasan hasil penelitian ......

75
1 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSITED INDIVUDUALIZATION (TAI) PADA SISWA KELAS VII SMPN 2 PARIGI 1 La Harudu 2 1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen tetap Pend. Fisika FKIP Unhalu PENDAHULUAN Pemerintah dalam mengupayakan mutu pendidikan disetiap jenjang melalui dari sekolah dasar (SD) sampai pada perguruan tinggi (PT) selalu menngikuti perkembangan IPTEK, tetapi banyak hambatan untuk mencapai sasaran Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang system Pendidikan Nasional. Diantaranya lemahnya proses pembelajaran didalam kelas yang membutuhkan kemampuan profesional seorang guru dalam memilih model pembelajaran, pendekatan mengajar, keterampilan mengajar, bahkan metode-metode mengajar tidak sesuai dengan materi. Kondisi seperti ini berdampak pada peserta didik yang tercermin pada tingkat kelulusan siswa SMPN sekabupaten Muna pada setiap tahun selalu bervariasi ini sudah menjadi masalah nasional sehingga guru sebagai pendidik berupaya melakukan perbaikan dan perubahan system pembelajaran dalam kelas. Dimana guru dituntut mampu menciptakan suasana interaksi didalam kelas dengan baik agar tumbuh dan berkembang menjadi proses pembelajaran yang menyenangkan tidak sepeti halnya yang dikemukakan oleh para peneliti bahwa pelajaran fisika yang diajarkan adalah sangat kompleks, sering terdengar pelajaran fisika itu membosankan, tidak menarik bahkan membingungkan. Atas dasar pemikiran tersebut banyak hal yang perlu dikaji oleh guru profesional sebagai pendidik terus berupaya malakukan perbaikan dan perubahan system pembelajaran dalam kelas, yang tadinyaproses pembelajaran hanya ditunjukan untuk pencapai kurikulum konvesional interaksi antar sesama siswa serta selama dalam proses belajar mengajar sangat kurang sehingga berdampak pada siswa kurang berminat untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Observasi awal peneliti pada bulan Juli tahun 2010 di SMPN 2 Parigi bahwa nilai rata-rata prestasi belajar IPA fisika kelas VII pada semester I sebesar 63 sedangkan yang diharapkan pada (KKM) sebesar 65. Selanjutnya proses pembelajaran yang dilakukan guru masih menganut model konvensional. Dalam arti bahwa guru mengajar belum secara optimal memanfaatkan media maupun sumber fasilitas pendukung lainnya yang dapat menunjang proses keberhasilan belajar siswa. Sumber yang selalu mempertimangkan media selain dari lingkungan adalah model pembelajaran koperatif tipe Team Assisted Indivudualization (TAI), sehingga peneliti tertarik menerapkan model ini dengan keyakinan nilai 63 diatas setelah proses belajar mengajar berlangsung dapat meningkat melebihi KKM. Dengan demikian aktivitas siswa dalam menghadapi proses pembelajaran IPA fisika juga meningkat, yang diikuti peningkatan hasil belajar siswa. Sehingga sasaran dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan aktivitas siswa, hasil belajar siswa, peningkatan belajar siswa, dan nilai rata-rata hasil belajar siswa antar kelas eksperimen terhadap kelas kontrol pada kelas VII SMPN 2 Parigi. METODE PENELITIAN Penelitan ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajar 2010 dikelas VII A dan VII B SMPN 2 PARIGI kab muna dengan jumlah siswa 72 orang terbesar dalam 2 (dua) kelas pararel. Dimana kelas VII A dijadikan sebagai kelas experimen dan kelas VII B sebagai kelas kontrol istrumen penelitian. Dalam penelitian ini digunakan 2 jenis istrumen pengempulan data yaitu; tes hasil belajar dan panduan belajar observasi.

Upload: dinhlien

Post on 07-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

1

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TEAM ASSITED INDIVUDUALIZATION (TAI) PADA SISWA KELAS

VII SMPN 2 PARIGI1

La Harudu2

1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen tetap Pend. Fisika FKIP Unhalu

PENDAHULUAN

Pemerintah dalam mengupayakan mutu

pendidikan disetiap jenjang melalui dari sekolah

dasar (SD) sampai pada perguruan tinggi (PT)

selalu menngikuti perkembangan IPTEK, tetapi

banyak hambatan untuk mencapai sasaran

Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang system

Pendidikan Nasional. Diantaranya lemahnya

proses pembelajaran didalam kelas yang

membutuhkan kemampuan profesional seorang

guru dalam memilih model pembelajaran,

pendekatan mengajar, keterampilan mengajar,

bahkan metode-metode mengajar tidak sesuai

dengan materi.

Kondisi seperti ini berdampak pada

peserta didik yang tercermin pada tingkat

kelulusan siswa SMPN sekabupaten Muna pada

setiap tahun selalu bervariasi ini sudah menjadi

masalah nasional sehingga guru sebagai pendidik

berupaya melakukan perbaikan dan perubahan

system pembelajaran dalam kelas. Dimana guru

dituntut mampu menciptakan suasana interaksi

didalam kelas dengan baik agar tumbuh dan

berkembang menjadi proses pembelajaran yang

menyenangkan tidak sepeti halnya yang

dikemukakan oleh para peneliti bahwa pelajaran

fisika yang diajarkan adalah sangat kompleks,

sering terdengar pelajaran fisika itu

membosankan, tidak menarik bahkan

membingungkan.

Atas dasar pemikiran tersebut banyak hal

yang perlu dikaji oleh guru profesional sebagai

pendidik terus berupaya malakukan perbaikan dan

perubahan system pembelajaran dalam kelas, yang

tadinyaproses pembelajaran hanya ditunjukan

untuk pencapai kurikulum konvesional interaksi

antar sesama siswa serta selama dalam proses

belajar mengajar sangat kurang sehingga

berdampak pada siswa kurang berminat untuk

mengikuti pembelajaran tersebut.

Observasi awal peneliti pada bulan Juli

tahun 2010 di SMPN 2 Parigi bahwa nilai rata-rata

prestasi belajar IPA fisika kelas VII pada semester

I sebesar 63 sedangkan yang diharapkan pada

(KKM) sebesar 65. Selanjutnya proses

pembelajaran yang dilakukan guru masih

menganut model konvensional. Dalam arti bahwa

guru mengajar belum secara optimal

memanfaatkan media maupun sumber fasilitas

pendukung lainnya yang dapat menunjang proses

keberhasilan belajar siswa. Sumber yang selalu

mempertimangkan media selain dari lingkungan

adalah model pembelajaran koperatif tipe Team

Assisted Indivudualization (TAI), sehingga

peneliti tertarik menerapkan model ini dengan

keyakinan nilai 63 diatas setelah proses belajar

mengajar berlangsung dapat meningkat melebihi

KKM.

Dengan demikian aktivitas siswa dalam

menghadapi proses pembelajaran IPA fisika juga

meningkat, yang diikuti peningkatan hasil belajar

siswa. Sehingga sasaran dalam penelitian ini

adalah mendeskripsikan aktivitas siswa, hasil

belajar siswa, peningkatan belajar siswa, dan nilai

rata-rata hasil belajar siswa antar kelas eksperimen

terhadap kelas kontrol pada kelas VII SMPN 2

Parigi.

METODE PENELITIAN

Penelitan ini dilaksanakan pada semester

ganjil tahun ajar 2010 dikelas VII A dan VII B

SMPN 2 PARIGI kab muna dengan jumlah siswa

72 orang terbesar dalam 2 (dua) kelas pararel.

Dimana kelas VII A dijadikan sebagai kelas

experimen dan kelas VII B sebagai kelas kontrol

istrumen penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan 2 jenis

istrumen pengempulan data yaitu; tes hasil belajar

dan panduan belajar observasi.

Page 2: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

2

1. Tes hasil belajar.

Tes hasil belajar ini digunakan untuk

melihat hasil belajar siswa pada materi pokok

pemuaian zat, yang dibuat dalam bentuk model

pilihan ganda berjumlah 40 item soal.

2. Panduan lembar observasi.

Lembar observasi ditunjukkan sebagai

pedoman untuk melakukan opservasi terhadap

pembelajaran guru selama proses pembelajaran

dengan model koperatif. Tipe Team Assisted

Individualization (TAI) difokuskan pada proses

pelaksanaan pembelajaran.

PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan dengan prosedur

sebagai berikut :

1. Melakukan opservasi awal di SMPN 2

PARIGI dengan harapan untuk mengetahui

keadaan sekolah dan jumlah populasi yang

bakal dijadikan sebagai objek penelitian.

2. Menyusun istrumen penelitian dalam bentuk

pilihan ganda.

3. Melakukan uji coba instumen dalam

menentukan validitas tes, relibilitas tes,dan

tingkat kesukaran tes.

4. Melakukan tes awal (Pra tes) terhadap sampel

penelitian.

5. Melaksanakan proses pembelajaran dengan

model pembelajaran koperatif tipe Team

Assisted Individualization (TAI) pada kelas

eksperiment dan mengunakan model

pembelajaran konvesional pada kelas kontrol.

6. Melakukan tes akhir (pros tes) setelah proses

pembelajaran pemuaian zat.

7. Membandingkan hasil belajar yang telah

didapat siswa pada kelompok eksperimen dan

kelas kontrol.

8. Mengintreprestasikan data hasil penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Belajar Mengajar.

Belajar dapat diartikan sebagai perubahan

tingka laku pada diri individu dan individu yang

lain terhadap lingkungannya sehingga mereka

lebih mampu berinteraksi (Usaman dan

Setiawati,2001). Dalam proses interaksi antara

siswa dengan guru dibutuhkan komponen-

komponen pendukung seperti model pembelajaran,

alat/teknologi pembelajaran, sarana pembelajaran

dan tujuan pembelajaran. Semua komponen ini

saling mempengaruhi satu sama lain sehingga guru

harus mampu mendesain setiap komponen agar

menciptakan proses belajar-mengajar yang lebih

optimal (Sudibyo, 2003).

Anggota kelompok bertanggung jawab

atas kesuksesan kelompoknya. Model

pembelajaran ini memanfaatkan bantuan siswa

lain untuk meningkatkan pemahaman dan

penguasahan bahan pembelajaran karena

terkadang siswa lebih paham akan hal yang

disampaikan temannya dari pada gurunya, serta

bahsa yang digunakan oleh siswa lebih dipahami

oleh siswa yang lainnya.

Pengertian Cooperative learning.

Cooperative learning dalam bahasa

Indonesia dikenal dengan pembelajaran

kooperatif. Konsep cooperative learning bukanlah

suatu konsep baru melainkan telah dikenal abad

pertama setelah Masehi, tatkala filsof-filsof zaman

Yunani kuno mengemukakan bahwa agar

seseorang dapat belajar, maka ia harus memiliki

“partner” belajar. Ini mengandung arti bahwa

seseorang dalam melakukan kegiatan belajar

memerlukan teman atau mitra belajar.

Menurut Ibrahim dkk (2003 : 3)

menyatakan pembelajaran kooperatif memiliki

unsur-unsur sebagai berikut :

1. Siswa berada dalam kelompok-kelompok kecil.

2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu

didalam kelompoknya.

3. Semua anggota kelompok memiliki tujuan yang

sama.

4. Siswa membagi tugas dan tanggung jawab yang

sama diantara anggota kelompok.

5. Siswa diberikan hadia/penghargaan untuk

semua .kelompok.

6. Siswa diminta untuk mempertanggung

jawabkan secara individual tentang materi yang

didiskusikan dalam kelompok.

Dalam situasi tertentu Cooperative

Learning dapat dipandang sebagai suatu model

pembelajaran yang dapat menekan aktivitas siswa

dalam belajar kelompok kecil, mempelajari materi

pembelajaran dan mengerjakan tugas. Sehingga

cooperative learning merupakan suatu pendekatan

dalam proses pembelajaran yang membutuhkan

partisipasi dan kerja sama dalam kelompok.

Menurut Johnson (1984) ada perbedaan kelompok

Page 3: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

3

belajar cooperative dengan kelompok belajar

konvensional yang disajikan dalam table berikut.

Table 1. Perbedaan kelompok belajar kooperatif

dengan kelompok belajar konvensional.

No Kelompok

Kooperatif

Kelompok

Konnensional

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Kepemimpinan

bersama

Saling

ketergantungan.

Keanggotaan

kelompok

heterogen.

Adanya kelompok

Cooperative.

Hasil belajar

adalah tanggung

jawab semau

kelompok.

Menekankan

tugas-tugas

berhubungan

dengan

cooperative.

Ditunjang oleh

guru.

Satu hasil belajar

kelompok.

Evalusai

kelompok.

Penghargaan.

Satu

kepemimpinan.

Tidak ada

ketergantungan.

Keanggotaan

kelompok

homogen.

Adanya

keterampilan sosial.

Hasil belajar adalah

tanggung jawab

sendiri-sendiri

siswa.

Hanya menekankan

pada tugas.

Diarahkan oleh

guru.

Hasil belajar

individu.

Evaluasi individu.

-

(kadir. 2009:19)

Model Pembelajaran Cooperative Learning

Tipe TAI.

TAI merupakan singkatan dari Team

Assisted Individualization. Model pembelajaran

TAI termaksud dalam pembelajaran kooperatif.

Salah satu ciri pembelajaran kooperatif adalah

kemampuan siswa untuk bekerja sama dalam

kelompok kecil yang heterogen. Masing-masing

kelompok memiliki tugas yang setara. Karena

pada pembelajaran kooperatif, keberhasilan

kelompok sangat diperhatikan maka siswa yang

pandai ikut bertanggung jawab membentu

temannya yang lemah dalam kelompoknya.

Dengan demikian siswa yang pandai dapat

mengembangkan kemampuan dan

keterampilannya sedangkan siswa yang lemah

dapat terbantu dalam memahami permasalahan

yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.

Model pembelajaran tipe TAI memiliki

delapan komponen. 1) Team, ialah pembentukan

kelompok homogeny yang terdiri atas 4 samapi 5

siswa; 2) Placement Test, pemberian pre-test

kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian

siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada

bidang tertentu; 3) Student Creative yakni

melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan

menciptakan sesuatu dimana keberhasil individu

ditentukan atau dipengeruhi oleh keberhasilan

kelompok. 4) Team Study yaitu tahapan tindakan

belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok

dan guru memberikan bantuan secara individual

kepada siswa yang membutuhkan. 5) Team Scores

dan Team Recognition yaitu pemberian skor

terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang

dan kelompok yang dipandang kurang berhasil

dalam penyelesian tugas; 6) Teaching Group yakni

memberikan materi secara singkat dari guru

menjelang pemberian tugas kelompok; 7) Facts

Test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan

fakta yang diperoleh siswa; 8) Whole-Class Units

yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhiri

waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan

masalah.

http://tik-sdntilote.blogspot.com diakses tanggal 7

juli 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil aktivitas siswa.

Hasil aktivitas siswa kelas VII SMP

Negeri 2 Parigi dengan menggunakan model

pembelajaran cooperative tipe Team Assisted

Individualization (TAI) diperlihatkan pada table 2.

Page 4: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

4

Table 2. Data aktivitas siswa selama pembelajaran.

Perte

muan Kel.

Aspek yang diobservasi Rerata Kategori

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

I

I 3 3 4 3 4 4 4 3 2 3 4 4 3,4 Baik

II 3 3 4 3 4 4 3 3 2 4 3 3 3,3 Baik

II 3 3 3 4 4 3 3 3 2 4 3 3 3,2 Baik

IV 4 3 4 4 4 4 4 3 2 3 3 3 3,4 Baik

V 4 3 4 3 4 3 4 3 2 4 3 3 3,3 Baik

VI 4 3 3 3 4 3 3 3 2 3 3 3 3,1 Baik

Rerata 3,5 30 3,7 3,3 4,0 3,5 3,5 3,0 2,0 3,5 3,2 3,2 3,3 Baik

II

I 4 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 4 3,6 Baik

II 4 3 4 3 3 3 4 2 2 4 3 4 3,3 Baik

II 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3,4 Baik

IV 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3,6 Baik

V 4 3 4 4 4 4 4 3 2 3 3 3 3,4 Baik

VI 3 3 3 4 3 3 4 3 2 4 3 4 3,3 Baik

Rerata 3,7 3,5 3,5 3,7 3,3 3,7 3,9 2,9 2,5 3,5 30 3,9 3,4 Baik

III

I 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4,0 Baik sekali

II 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4,0 Baik sekali

II 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4,0 Baik sekali

IV 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4,0 Baik sekali

V 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4,0 Baik sekali

VI 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4,0 Baik sekali

Rerata 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 Baik sekali

2. Hasil belajar siswa.

Hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kontrol baik prates maupun postes diperlihatahkan

pada table 3.

Tabel 3. Deskripsi Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol.

Nilai Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Pre-test Post-test gain Pre-test Post-test gain

Maksimum 63 93 0,87 63 93 0,85

Minimum 23 47 0,21 27 37 0,14

Rata-rata 45,97 71,29 0,48 46,16 64,55 0,36

Standar Devisi (SD) 9,72 13,05 0,18 10,39 14,57 0,17

Pre-test hasil belajar siswa kelas

eksperimen sebesar 45,97%, sedangkan kelas

kontrol sebesar 46,16 dengan asumsi bahwa relatif

sama antara eksperimen dan control sebelum

proses belajar-mengejar berlangsung. Selanjutnya

setelah proses pembaelajaran berlangsung

diadakan pros-test dengan menunjukkan hasil

belajar rata-rata sebesar 71,29 untuk kelas

eksperimen dan 64,55 untuk kelas control. Hal ini

menunjukkan bahwa model pembelajaran

cooperative tipe TAI lebih efektif meningkatkan

hasil belajar dibandingkan dengan model

pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa

kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

table 4 berikut.

Page 5: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

5

Tabel 4. Pengkategorian Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen.

Nilai

Hasil Belajar

Pre-test Post-test

Interval Nilai ƒ % Interval Nilai ƒ %

Rendah Xi ≤ 36 5 14,71 Xi ≤ 58 6 17,65

Sedang 36 < Xi < 56 22 64,71 58 < Xi < 84 22 64,71

Tinggi Xi ≥ 56 7 20,59 Xi ≥ 84 6 17,65

Selanjutnya, pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas Kontrol disajikan pada tabel 5

berikut.

Tabel 5. Pengkategorian Hasil Belajar Siswa Kelas kontol.

Nilai

Hasil Belajar

Pre-test Post-test

Interval Nilai ƒ % Interval Nilai ƒ %

Rendah Xi ≤ 36 7 18,42 Xi ≤ 50 8 21,05

Sedang 36 < Xi < 57 22 60,53 58 < Xi < 79 23 60,53

Tinggi Xi ≥ 57 8 21,05 Xi ≥ 79 7 18,42

Pengkategorian Peningkatan hasilbelajar IPA-Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control

disajikan pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Pengkategorian Tingkat Hasil Belajar Siswa Kelas eksperimen dan kelas kontol.

Interval Nilai Kategori

Peningkatan Hasil Belajar (Gain)

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

ƒ % ƒ %

0 ≤ g < 0,3 Rendah 3 7,89 18 47,37

0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang 25 65,79 18 47,37

0,7 < g ≤ 1 Tinggi 6 15,79 2 5,26

Jumlah 34 100 38 100

PEMBAHASAN

1. Aktivitas siswa

Berdasarkan analisis deskiriptif

sabagaimana disajikan pada tabel 2, terlihat

bahwa rata-rata aktivitas siswa dari masing-

masing pertemuan cenderung mengalami

peningkatan. Pada pertemuan pertama aktivitas

sisawa sebesar 3,3, yang termaksud dalam

kategori baik. Selanjutnya pada pertemuan

kedua, rata-rata aktivitas siswa sebesar 3,4, yang

masih berada pada kategori baik, sedangkan pada

pertemuan ketiga, rata-rata aktivitas siswa

sebesar 4,0, atau termaksud dalam kategori baik

sekali.

Peningkatan aktivitas siswa tersebut,

menunjukkan adanyaminat dan motivasi siswa

dalam mengikuti pembelajaran dengan

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

TAI.

2. Hasil belajar siswa

Hasil belajar adalah perubahan tingka

laku, bukti keberhasilan usaha siswa, perubahan-

perubahan bidang pengtahuan, keterampilan, nilai,

sikap, hasil interaksi secara aktif dan positif

dengan lingkungannya, hasil yang dicapai siswa

dalam penguasaan keseluruhan cakupan materi

yang dipelajari siswa tersebut harus dilakukan tes.

Pembelajaran kooperatif TAI merupakan

model pembelajaran dimana siswa ditempatkan

dalam kelompok-kelompok kecil yaitu 4 sampai 5

orang siswa, yang heterogen dan selanjutnya

diikuti dengan pemberian bantuan secara individu

Page 6: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

6

bagi siswa yang memerlukannya. Sedangkan,

pembelajaran konvensional merupakan model

pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru

dalam mengajar siswa di kelas. Dimana, system

penyampaiannya lebih banyak didominasi oleh

guru yang daya mengajarnya cenderung bersifat

searah dan instruktif, sementara siswa duduk

menerima secara pasif informasi pengetahuan dan

keterampilan dari guru.

Melihat pengertian spesifik dari model

pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model

pembelajaran konvesional sebagaimana

dikemukakan di atas maka muncul asumsi bahwa

model pembelajaran kooperatif tipe TAI akan

lebih efektif dalam menungkatkan hasil belajar

siswa jika dibandingkan dengan model

pembelajaran konvensional.

Hasil belajar merupakan ukuran

keberhasilan seseorang dalam memahami materi

yang diberikan. Ukuran keberhasilan itu dapat

diketahui dari evaluasi yang berbentuk skor atau

nilai dan unjuk kerja seseorang dalam memahami

konsep dan sebagaimana menggunakan konsep itu

dalam bidang ilmu itu sendiri maupun terhadap

bidang ilmu lainnya.

Secara rata-rata hasil belajar siswa yang

diajar dengan menggunakan metode pembelajaran

kooperatif tipe TAI lebih tinggi jika dibandingkan

dengan hasil siswa yang diajar dengan moden

komvensional. Ini menunjukkan bahwa proses

belajar yang dilakukan sangat berhasil atau model

pembelajaran kooperatif tipe TAI dalam proses

belajar-mengajar sangat efektif.

Adanya perbedaan hasil belajar IPA-

Fisika siswa sebagaimana yang diuraikan di atas

diduga sebagai akibat adanya perlakukan yang

berbeda dalam proses pembelajaran yaitu pada

kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran

kooperatif tipe TAI dan pada kelas control

diterapkan pembelajaran konvensional. Dengan

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

TAI maka proses pembelajaran jauh lebih aktif

jika dibandingkan dengan siswa yang diajar

dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini

terjadi karena model pembelajaran kooperatif tipe

TAI dalam pelaksanaannya siswa dibagi dalam

beberapa kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5

orang sehingga dengan demikian terjadi suatu

diskusi kelompok dalam penyelasian tugas-tugas

yang diberikan.

Secara spesifik, kelebihan model

pembelajaran kooperatif tipe TAI jika

dibandingkan dengan model pembelajaran

konvensional yaitu dengan model pembelajaran

kooperatif tipe TAI maka; 1) siswa yang lemah

dapat terbantu dalam penyelesaian masalahnya; 2)

siswa yang pandai dapat mengembangkan

kemampuan dan keterampilannya; 3) adanya

tanggung jawab dalam kelompok dalam

menyelesaikan permasalahannya; dan 4) siswa

diajarkan bagaimana bekerja dalam suatu

kelompok.

Sedangkan kelemahan model

pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai

berikut: 1) tidak ada persaingan antar kelompok;

dan 2) siswa yang lemah dimungkinkan

menggantungkan pada siswa yang pandai.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran

cenderung mengelami peningkatan, dimana

rata-rata aktivitas siswa pada pertemuan Pada

pertemuan pertama aktivitas siswa sebesar 3,3,

yang termaksud dalam kategori baik.

Selanjutnya pada pertemuan kedua, rata-rata

aktivitas siswa sebesar 3,4, yang masih berada

pada kategori baik, sedangkan pada pertemuan

ketiga, rata-rata aktivitas siswa sebesar 4,0,

dalam kategori baik sekali.

2. Pre-test hasil belajar siswa kelas eksperimen

sebesar 45,97%, sedangkan kelas kontrol

sebesar 46,16 dengan asumsi bahwa relatif

sama antara eksperimen dan kontrol sebelum

proses belajar-mengejar berlangsung.

Selanjutnya setelah proses pembaelajaran

berlangsung diadakan pros-test dengan

menunjukkan hasil belajar rata-rata sebesar

71,29 untuk kelas eksperimen dan 64,55 untuk

kelas control. Hal ini menunjukkan bahwa

model pembelajaran cooperative tipe TAI lebih

efektif meningkatkan hasil belajar

dibandingkan dengan model pembelajaran

konvensional pada kelas kontrol.

Page 7: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

7

B. Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian yang

diperoleh, maka penulis menyampaikan saran

kepada guru-guru IPA-Fisika di SMP Negeri 2

Parigi agar dapat menerapkan model pembelajaran

kooperatif tope TAI pada pembelajaran IPA-Fisika

sebagai upaya meningkatkan hasil belajar IPA-

Fisika siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2005. Prosedur Penelitian. Yogyakarta :

Rineka Cipta.

Arikunto. 2001. Prosedur Penelitian. Jakarta :

Rineka Cipta.

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta.

Erlangga.

Johnson, E. 2002. Contextual Teaching &

Learning. Bandung. MIc.

Sudjana. 1996. Penelitian Hasil Belajar. Remaja

Rosda Karya.

Syaiful, S. 2006. Konsep dan Makna

Pembelajaran. Bandung. Tarsito.

Tersedia:http://tik-sdntilote.blogspot.com/macam-

macam-metode-pembelajaran.html

diakses tanggal 7 juli 2010.

Usaman dan Setiawati. 2001. Upaya Optimalisasi

Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung :

Remaja Rosda Karya.

Winkel, W.S. 1984. Psikologi Pendidikan dan

Evaluasi. Jakarta. Bina Aksara.

Page 8: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

8

DESKRIPSI KEMAMPUAN GURU FISIKA MELALUI SERTIFIKASI JALUR PLPG

TAHUN 2008 SUB RAYON 26 SULAWESI TENGGARA1

Erniwati2

Abstrak. Penelitian in bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan guru fisika yang melalui

Sertifikasi Jalur PLPG Tahun 2008 Sub Rayon 26 Sulawesi Tenggara. Subyek dalam penelitian ini

adalah seluruh peserta yang melalui Sertifikasi Jalur PLPG Tahun 2008 sebanyak 54 orang. Jenis

penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi

yaitu dokumen skor aspek pendalaman materi, skor aspek model-model pembelajaran, skor aspek

penelitian tindakan kelas, skor aspek peer teaching dan skor aspek penskoran teman sejawat. Dari

hasil analisis deskriptif diperoleh bahwa kemampuan guru fisika pada aspek profesionalisme guru

pada tingkat SMP dan SMA berada pada kategori sedang dengan rata-rata 61,41. Untuk skor aspek

pendalaman materi kemampuan guru fisika tingkat SMP dan SMA berada pada kategori tinggi

dengan rata-rata skor 77,22. Untuk skor aspek model-model pembelajaran kemampuan guru fisika

pada tingkat SMP dan SMA berada pada kategori tinggi dengan rata- rata skor 79,38. Untuk skor

aspek penelitian tindakan kelas kemampuan guru fisika pada tingkat SMP dan SMA berada pada

kategori tinggi sekali dengan skor rata-rata 95,15. Untuk skor aspek peer teaching secara keseluruhan

kemampuan guru fisika pada tingkat SMP dan SMA berada pada kategori tinggi sekali dengan rata-

rata skor 88,38. Kemampuan guru fisika secara keseluruhan pada tingkat SMP dan SMA untuk

penskoran teman sejawat berada pada kategori sedang dengan skor rata-rata 58,06. Untuk skor akhir

kelulusan rata-rata keseluruhan pada tingkat SMP dan SMA kemampuan guru fisika cenderung tinggi

dengan skor rata-rata 74,15sedangkan prosentase skor akhir kelulusan untuk guru fisika tingkat SMP

sebesar 82,36 % dan guru fisika tingkat SMA sebesar 84,08%.

1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen tetap Pend. Fisika FKIP Unhalu

A. PENDAHULUAN

Sejak terbitnya Undang-Undang Nomor

20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional dan Undang-Undang Nomor 14 tahun

2005 tentang Guru dan Dosen,maka pemerintah

dalam hal ini Depdiknas mewajibkan kepada

semua guru, mulai dari guru TK, SD, SLTP/MTs,

dan SMU/MA/SMK untuk disertifikasi secara

bertahap sesuai dengan ketersediaan anggaran

yang disediakan pemerintah. Tindak lanjut dari

undang-undang tersebut di atas adalah Peraturan

Mendiknas Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar

Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik serta

Pedoman Sertifikasi bagi guru dalam jabatan

untuk Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan,

Dinas Pendidikan Propinsi, Dinas Pendidikan

Kabupaten/Kota. Dimana FKIP Unhalu Sub

Rayon 26 dengan jumlah instruktur 53 orang

ditunjuk sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan

Sertifikasi Guru mulai dari guru TK, SD,

SLTP/MTs dan SMU/MA/SMK yang berada di

Propinsi Sulawesi Tenggara.

Sertifikasi guru adalah proses pemberian

sertifikat pendidik kepada guru yang telah

memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan

untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam

melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional,

(2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran,

(3) meningkatkan kesejahteraan guru, (4)

meningkatkan martabat guru; dalam rangka

mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

Sertifikasi guru diikuti dengan

peningkatan kesejahteraan guru. Bentuk

peningkatan kesejahteraan tersebut berupa

pemberian tunjangan profesi bagi guru yang

memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi

persyaratan lain sesuai dengan ketentuan yang

berlaku. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi

guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS)

maupun bagi guru yang berstatus bukan pegawai

negeri sipil (swasta).

Mengacu pada Permendiknas Nomor 18

tahun 2007, proses pelaksanaan sertifikasi guru

dalam jabatan diproses melalui beberapa tahap

yakni, guru peserta sertifikasi dengan persyaratan

Page 9: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

9

membuat berkas portofolio untuk diseleksi sebagai

peserta sertifikasi dan apabila berkas portofolio

peserta tersebut dinyatakan lulus maka peserta

diberikan sertifikat pendidikan sebagai tanda

kelulusan.

Bila peserta sertifikasi tidak lulus maka

peserta diwajibkan untuk mengulang sertifikasi

yakni berupa Pendidikan dan Latihan Profesi

Guru. Materi PLPG mencangkup empat

kompetensi guru, yaitu: (1) pedagogik, (2)

profesional, (3) kepribadian, dan (4) sosial. Lama

pelaksanaan PLPG diatur oleh LPTK

penyelenggaraan dengan memperhatikan skor

hasil penilaian portofolio. Apabila peserta lulus

ujian PLPG, maka peserta akan memperoleh

Sertifikasi Pendidik. Bila tidak lulus, peserta

diberi kesempatan ujian ulang dua kali, dengan

tenggang waktu sekurang-kurangnya dua minggu.

Apabila belum lulus juga, maka peserta diserahkan

kembali ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Untuk menjamin standarisasi prosedur mutu

lulusan maka rambu-rambu mekanisme, materi,

dan sistem ujian PLPG dikembangkan oleh

Konsorium Sertifikasi Guru (KSG). PLPG

dilaksanakan sesuai dengan rambu-rambu yang

ditetapkan oleh KSG (Ditjen Dikti, 2007 :4-5).

Berdasarkan uraian di atas perlu

dilakukan penelitian yang bertujuaan untuk

memperoleh gambaran mengenai Kemampuan

Guru Fisika Melalui Sertifikasi Jalur PLPG Tahun

2008 Sub Rayon 26 FKIP UNHALU”.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada

semua guru fisika SMP/MTs dan

SMA/MA/SMK yang disertifikasi melalui jalur

PLPG tahun 2008 dengan jumlah peserta

sebanyak 54 orang. Data penelitian diperoleh

dari dokumentasi skor yang diperoleh guru

setelah mengikuti PLPG yang meliputi aspek

profesionalisme guru,aspek pendalaman materi,

aspek model-model pemebelajaran,aspek

Penelitian Tindakan Kelas( PTK),aspek peer

teaching,dan aspek penilaian teman sejawat.

Teknik analisis data yang digunakan

adalah analisis deskriptif,yaitu meliputi skor

maksimum, skor minimum, rata-rata skor,

frekuensi kelulusan, dan persentase (%)

kelulusan dengan rumus sebagai berikut:

100%x PesertaJumlah

Frekwesi DistribusiJumlah %

(Sudjana, 1996).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.Deskripsi Hasil Penelitian

a. Hasil analisis secara deskriptif sor rata-rata

perolehan skor guru fisika pada pelaksanaan

PLPG tahun 2008 tingkat SMP dan SMA

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Gambaran Skor Rata-Rata Kemampuan Guru Fisika pada Pelaksanaan PLPG Tahun 2008

Tingkat SMP dan SMA

SMP SMA KATEGORI

TEORI PRAK-

TEK

PARTI-

SIPASI TEORI

PRAK-

TEK

PARTI-

SIPASI

RATA-

RATA

ASPEK

PROFESION

ALISME

GURU

64,37 - - 58,44 - - 61,41 SEDANG

ASPEK

PENDALA

MAN

MATERI

86,78 73,41 78,63 59,05 81,14 84,33 77,22 TINGGI

ASPEK

MODEL-

MODEL

PEMBE-

LAJARAN

86,78 74,31 78,62 78,10 78,00 80,48 79,38 TINGGI

Page 10: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

10

ASPEK

PENELITIAN

TINDAKAN

KELAS

69,23 86,22 90,71 56,96 88,51 84,22 95,15 TINGGI

SEKALI

ASPEK PEER

TEACHING - 88,91 86,75 - 88,79 88,91 88,38

TINGGI

SEKALI

RATA-RATA 76,79 80,71 83,68 63,14 84,11 84,49 80,31

KATEGORI TINGGI TINGGI TINGGI SEDANG TINGGI TINGGI

SKOR

TEMAN

SEJAWAT

56,39

59,73 58,60 SEDANG

SKOR

AKHIR

KELULUSAN

71,59

76,71 74,15 TINGGI

b. Hasil analisis gambaran persentase kemampuan guru fisika pada pelaksanaan PLPG tahun 2008

dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Tabel Persentase kemampuan guru fisika pada Pelaksanaan PLPG Tahun 2008 Tingkat SMP

dan SMA

SMP SMA

TEORI PRAK

TEK

PARTISI

PASI

PERSEN

TASE

(%)

TEORI PRAK

TEK

PARTISI

PASI

PERSEN

TASE

(%)

ASPEK PROFE-

SIONALISME

GURU

20,96 - - 20,96 23,13 - - 23,13

ASPEK PENDA-

LAMAN MATERI 28,25 22,73 23,59 33,10 23,38 24,14 34,95 27,49

ASPEK MODEL-

MODEL PEMBE-

LAJARAN

28,25 23,02 23,49 27,93 30,92 21,28 23,81 25,33

ASPEK

PENELITIAN

TINDAKAN KELAS

22,54 26,71 22,11 23,78 22,55 26,30 24,92 24,59

ASPEK PEER

TEACHING - 27,36 22,91 25,13 - 28,28 26,30 37,33

JUMLAH 100 100 100 98,96 100 100 100 99,97

SKOR TEMAN

SEJAWAT 56,39 59,73

SKOR AKHIR

KELULUSAN 82,36 84,08

Selanjutnya persentase kemampuan guru fisika pada pelaksanaan PLPG tahun 2008 guru

fisika tingkat SMP dan SMA di sajikan dalam bentuk diagram di bawah ini

Page 11: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

11

Gambar 1. Diagram Poligon Persentase Kemampuan Guru Fisika pada Pelaksanaan PLPG

Tagun 2008 tingkat SMP dan SMA

2. Pembahasan

Berdasarkan analisis data pada tabel 1

diperoleh kemampuan guru fisika pada

pelaksanaan PLPG yang meliputi aspek

profesionalisme guru ,aspek pendalaman

materi,aspek Model-model pembelajaran ,aspek

PTK, dan aspek penilaian teman sejawat secara

keseluruhan aspek termasuk kategori tinggi

dengan nilai rata-rata 74,15.Sedangkan pada tabel

2 skor akhir kelulusan guru fisika untuk tingkat

SMP sebesar 82,36 % dan tingkat SMA sebesar

84,08 %.Untuk setiap aspek dapat dibahas sebagai

berikut:

a. Aspek Profesionalisme Guru

Kemampuan guru fisika baik tingkat

SMP maupun Tingkat SMA pada aspek ini masih

berada pada kategori sedang. Hal ini dapat

disebabkan kurangnya pemahaman guru mengenai

materi pengembangan profesionalisme guru

berupa pembinaan guru sebagai profesional,

utamanya pembekalan kompetensi sosial dan

kepribadian karena waktu pelaksanaan kegiatan ini

cukup singkat dan penilaiannya hanya melalui

ujian tertulis sehingga berdampak pada hasil yang

diperoleh.

b. Aspek Pendalaman Materi

Kemampuan guru fisika tingkat SMP

pada aspek ini berada pada kategori tinggi baik

secara teori maupun prateknya. Sedangkan guru

tingkat SMA khususnya pada teori masih berada

pada kategori sedang .Ini menunjukan bahwa pada

aspek pendalaman materi mata pelajaran sebagian

guru sudah menguasai materi pelajaran namun

masih ada sebagian guru belum memiliki

kemampuan sesuai dengan bidangnya karena guru

hanya dapat menguasai materi yang diajarkan pada

kelas-kelas tertentu padahal seoarang guru yang

profesional harus menguasai secara keseluruhan

bidang kajian tersebut.

c. Aspek Model-Model Pembelajaran

Kemampuan guru pada aspek model-

model pembelajaran untuk tingkat SMP dan SMA

berada pada kategori tinggi. Namun kalau dilihat

dari kemampuan teori model-model pemebelajaran

nampak bahwa baik guru SMP maupun guru SMA

masih berada pada kategori sedang,ini

menunjukkan bahwa aspek ini belum dipahami

betul oleh guru yang kenyataanya dilapangan

mereka itu masih cenderung mengajar

menggunakan model konvensional karena

ketidaktahuannya atau kurang mengembangkan

diri dengan inovasi pembelajaran yang aktif,

inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan

Page 12: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

12

(PAIKEM), asesmen, dan pemanfaatan media

pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik

perkembangan peserta didik yang mengacu pada

rencana pelaksanaan pembelajaran untuk

meningkatkan pengetahun, teknologi dan seni

termasuk keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia.

d. Aspek Penelitian Tindakan Kelas

Kemampuan guru pada aspek penelitian

tindakan kelas pada pelaksanaan PLPG tahun 2008

untuk tingkat SMP dan SMA berada pada kategori

tinggi sekali namun jika dilihat skor teori yang

diperoleh guru ternyata hanya kategori sedang, hal

ini menunjukkan bahwa kemampuan guru

mengenai penelitian tindakan kelas belum

maksimal .terlihat dari penilaian fortopoilio

sebagian besar guru tidak memiliki karya tulis

ilmiah kalaupun ada masih belum memenuhi

kriteria PTK.

e. Aspek Peer Teaching

Pada aspek ini kemampuan guru fisika

termasuk pada kategori tinggi sekali Pada

dasarnya guru fisika pada aspek ini sudah

menguasai pelaksaan pembelajaran karena ini

merupakan kegiatan yang selalu dilaksanakan di

kelas.Kecenderungan selama mereka per teaching

adalah pada saat latihan mereka masih memiliki

kekurangan mulai dari kesesuaian RPP dengan

pelaksanaannya model yang direncanakan dan

penguasaan materi, namun mereka dapat

mengatasi dengan adanya bimbingan dari setiap

instruktur.

f. Aspek Penilaian Teman Sejawat

Untuk penilaian teman sejawat guru

fisika tingkat SMP dan SMA berada pada kategori

sedang . Hal ini disebabkan penilaian ini belum

dipahami betul cara penilaian tersebut sehingga

terkadang guru hanya memberikan penilaian

seadanya karena penialian tersebut tidak disertai

rubrik yang jelas.

Kemampuan guru fisika secara

keseluruhan baik tingkat SMP dan SMA berada

pada kategori tinggi yakni 74,15. Begitu pula

halnya persentase skor pelaksanaan PLPG tahun

2008 guru fisika tingkat SMP pada aspek

profesionalisme guru; aspek pendalam materi;

aspek model-model pembelajaran; aspek peer

teaching dengan rata-rata persentase sebesar

98,96% serta skor akhir kelulusan dengan

persentase 82,36% Sementara itu untuk tingkat

SMA aspek profesionalisme guru ; aspek

pendalam materi; aspek model-model

pembelajaran; aspek penelitian tindakan kelas;

aspek peer teaching dengan persentase 99,97%

dengan rata-rata persentase skor akhir kelulusan

84,08%.

Adanya perbedaan pada aspek-aspek

tersebut di atas kemungkinan disebabkan oleh

buruknya manajemen terhadap penanganan peserta

PLPG, beratnya beban belajar peserta PLPG yang

waktu pelaksanaannya lebih singkat yaitu 9 hari

dengan bobot materi 90 jam terbagi atas 30 jam

materi teori dan 60 jam praktek. Selain itu tidak

dibarengi pula dengan sarana dan prasarana yang

mendukung berupa kelengkapan referensi dan

buku-buku penunjang untuk materi-materi PLPG,

alat-alat peraga dan sarana-sarana pendukung

lainnyaIni berarti pada setiap aspek kegiatan

pelaksanaan PLPG tahun 2008 telah dikuasai

baik.. Ini menunjukan bahwa pada materi teori

untuk setaip aspek rata-rata berada kemapuan

sedang juga materi teori pada setiap aspek ini

berupa pembinaan guru sebagai guru profesional

utamanya kompetensi sosial dan kepribadian

belum dikuasai.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan dapat disimpulkan bahwa

kemampuan guru fisika baik Tingkat SMP maupun

Tingkat SMA melalui sertifikasi jalur PLPG

tahun 2008 Sub Rayon 26 cenderung tinggi.

Namun demikian ada beberapa hal yang masih

perlu perhatian bagi pihak penyelenggara adalah

kelayakan sarana tempat pelaksanaan yang

kondusif sehingga membuat peserta lebih siap dan

nyaman dalam mengikuti PLPG ini..Begitu pula

bagi peserta PLPG diharapkan akan lebih

mempersiapkan dan lebih meningkatkan diri

dalam mengikuti kegiatan PLPG ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ardan, 2010. Pelaksanaan Sertifikasi Guru.

Rayon 11 UNY, P3 A1-UNY.

mailto:[email protected].

Donlowd Kamis, 15 Juli 2010.

Bambang, 2009. Pendidikan dan Latihan Profesi

Guru Http://Sertifikasiguru.Blog.

Page 13: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

13

Net/Post/1207076030/Permendiknas+N

omor+10+Tahun+2009+Tentang+Sertifi

kasi+Bagi+Guru+Dalam+Jabatan.Blogs

pot.Ditjen_Dikti.Plpg).. Konsersium

Sertifikasi Guru Departemen Pendidikan

Nasional. Donlowd. Senin 21 Oktober

2009.

Burhanudin, 2010. Program Sertifikasi Guru di

Pelosok Negeri. Http://Www.Maito:

[email protected]. Donlowd.

Kamis, 11 Februari 2010.

Darmayanti dan Mudjiono, 1994. Belajar dan

Pembelajaran. Proyek Pembinaan dan

Peningkatan Mutu Tenaga

Kependidikan Dirjen Dikti. Depdikbud.

Jakarta.

Ditjen Dikti Depdiknas, 2007. Pedoman

Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Ditjen

Dikti Depdiknas, Jakarta.

Ditjen Dikti Kemendiknas, 2010. Sertifikasi Guru

Dalam Jabatan, Buku 4 Pedoman

Rambu-Rambu Pelaksanaan

Pendidikan dan Pelatihan Profesi

Guru. Jakarta.

Depdiknas, 2007. Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 18 tahun 2003

Tentang Sertifikasi Guru dalam

Jabatan. Jakarta.

Depdiknas, 2009. Pendidikan dan Latihan

Profesi Guru. Ditjen Dikti. Jakarta.

Fadil, Hasan. 2009. Pengertian Tujuan, Manfaa,

dan Dasar Hukum Pelaksanaan

Sertifikasi Guru. Http://Laboranxp.

Blogspot.Com/2009/06/Tanya-Jawab.

Html). Dowlowd. Kamis Februari 2010.

Harahap, 2010. Sertifikasi Guru Tidak Akurat.

Http://www. Pdf.Co.Id/Web/Detail.

Php?Sid=182308&Actmenu=39.

Donlowd. Kamis, 11 Februari 2010.

Hidayat, 2008. Sertifikasi Guru dan Pelaksanaan

PLPG. Http://www.sertifikasi

guru.uny.ac.id. Donlowd. Kamis, 11

Februari 2010.

Husnan, 2009. Pengembangan Sumber Daya

Manusia dan Penilaian Kebutuhan

Pendidikan dan Pelatihan.

Http://www.bkn.go.id/penelitian/buku.

%20penelitian%202002/Buku%20Dikla

t%20perbaiakan4%20 BAB20II.htm.

Donlowd, Rabu 17 Juni 2009.

Pangerang, 2010. Bentuk Konsorsium Sertifikasi.

Http://www. Pdf.Co.Id/Web/Detail.

Php?Sid=182308&Actmenu=39).

Donlowd. Kamis, 11 Februari 2010.

Panitia Sertfikasi PLPG, 2008. Data Nilai

Pelaksanaan Peserta PLPG Tahun

2008. Rayon 26 Universitas Haluoleo.

Kendari. Santosa, singgih, 2003.

Statistika Deskriptif. Andi Yogyakarta.

Yogyakarta.

Sirodjuddin, 2010. Sertifikasi Guru Melalui

Komponen Portofolio.

Http://www.ardansirodjuddin.

wordpress.com.. Donlowd. Kamis, 11

Februari 2010.

Sudjana, 1996. Metode Statistika. Tarsito.

Bandung.

Supriadi, Dedi., 2003. Makna dan Implikasi

Undang-Undang Sisdiknas. Buliten

Pada Volume 2 Nomor 2, 2003.

Zainudin, 2008. Peserta Diklat Sertifikasi Guru

2008. Http://kendariekspres.

com/index.php?option=com_content&ta

sk=view&id=5076&itemid=28900).

Donlowd. Senin 21 Oktober 2009.

Page 14: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

14

KETUNTASAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN KOPERATIF STAD DENGAN EXAMPLES NON EXAMPLES MATERI

SISTEM GERAK PADA MANUSIA SISWA KELAS VIIIA

SMP NEGERI 8 KENDARI1

Oleh : M. Sirih2

Abstrak. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah dengan menerapkan model pembelajaran

koperatif STAD dengan Examples non Examples dapat menuntaskan hasil belajar siswa pada materi

sistem gerak pada manusia siswa kelas VIIIa SMP Negeri 8 Kendari. Penelitian ini dilaksanakan pada

semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011, di SMP Negeri 8 Kendari berjumlah 25 orang siswa yang

terdiri atas 12 orang siswa laki-laki dan 13 orang siswa perempuan. Jenis penelitian ini adalah

penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 1 siklus, meliputi tahap perencanaan, tindakan,

observasi, dan refleksi. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa dan guru. Data yang diperoleh

dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian diperoleh

rerata hasil belajar siswa yaitu 78,6 dengan persentase ketuntasan belajar klasikal yaitu 84 % atau

berjumlah 21 orang siswa tuntas sedangkan yang tidak tuntas mencapai 16 % atau berjumlah 4 orang.

Dengan demikian maka Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah yaitu 75 %

siswa memperoleh nilai ≥ 69 dapat tercapai. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menerapan model

pembelajaran koperatif STAD dengan examples non examples dapat menuntaskan hasil belajar siswa

kelas VIIIA di SMP Negeri 8 Kendari pada materi sistem gerak pada manusia.

Kata Kunci : Koperatif STAD, Examples non Examples, Hasil Belajar dan

Sistem Gerak Manusia.

1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen tetap Pend. Biologi FKIP Unhalu

A. Pendahuluan

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk

memberikan pengalaman belajar yang melibatkan

proses mental dan fisik melalui interaksi antar

siswa dengan siswa, siswa dengan guru,

lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam

rangka pencapaian kompetensi dasar yang telah

ditentukan. Setiap siswa memiliki karakteristik

yang berbeda baik dari segi minat, potensi,

kecerdasan dan usaha siswa itu sendiri. Oleh

karena itu, guru sebagai tenaga pendidik dituntut

untuk mampu menciptakan suasana Pembelajaran

Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan

Menyenangkan (PAIKEM) bagi siswa. Selain

menguasai materi seorang guru dituntut memiliki

kemampuan dan keterampilan untuk menetapkan

dan menerapkan berbagai model pembelajaran

atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik materi pokok serta menguasai

strategi-strategi penyampaian materi tersebut.

Guru tidak hanya mentransfer pengetahuan kepada

siswa tetapi juga harus memberikan kesempatan

kepada siswa untuk ikut aktif dalam

mengembangkan kemampuan yang ada pada

dirinya dan membiasakan dalam memperkaya

pengetahuannya sendiri.

Hasil observasi awal yang ada di SMP

Negeri 8 Kendari menunjukkan bahwa hasil

belajar IPA-Biologi khususnya siswa di kelas

VIIIA pada materi sistem gerak manusia tahun

ajaran 2008/2009 dan 2009/2010 masih tergolong

rendah bila dibandingkan dengan nilai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan

sekolah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai hasil

ulangan harian siswa selama dua tahun berturut-

turut, yaitu pada tahun 2008 dari 28 siswa

dipersentasekan hanya 64,2 % yang mendapatkan

nilai ≥ 69. Tahun 2009 dari 27 siswa yang

memperoleh nilai ≥ 69 hanya mencapai

ketuntasan belajar 66,6% siswa. Sedangkan nilai

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang

ditetapkan yaitu 75% siswa memperoleh nilai ≥

69.

Hasil identifikasi masalah rendahnya hasil

belajar siswa kelas VIIIA di sekolah tersebut

terungkap strategi pembelajaran yang diterapkan

Page 15: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

15

kerap kali belum sesuai dengan karakteristik

materi pelajaran yang disampaikan. Menurut

Nasution (1982: 23) bahwa dalam kegiatan

pembelajaran model dan gaya mengajar guru

mempengaruhi hasil belajar. Model yang cocok

dalam proses pembelajaran di kelas harus mampu

membangkitkan minat siswa dalam belajar. Dalam

mengatasi masalah tersebut di atas, perlu

diupayakan suatu model pembelajaran yang

memungkinkan siswa terlibat secara aktif,

sehingga motivasi dan aktivitas siswa akan

meningkat. Salah satu alternatif yang dapat

digunakan, yaitu dengan menerapkan model

pembelajaran koperatif STAD dengan examples

non examples.

Model pembelajaran ini adalah model

pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh

melalui kasus atau gambar yang relevan dengan

kompetensi dasar. Melalui model pembelajaran

ini, siswa diharapkan untuk dapat memilih dan

menyesuaikan contoh-contoh yang ada melalui

gambar dengan pernyataan yang tepat untuk

gambar tersebut. Model pembelajaran ini

memiliki kelebihan yaitu siswa lebih kritis dalam

menganalisa gambar, siswa dapat mengetahui

aplikasi dari materi berupa contoh gambar dan

siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan

pendapatnya. Dengan kelebihan model

pembelajaran koperatif STAD dengan examples

non examples, maka dapat diyakini bahwa materi

sistem gerak pada manusia dapat menuntaskan

hasil belajar siswa pada materi sistem gerak

manusia siswa Kelas VIIIA SMP Negeri 8

Kendari”.

B. Kajian Teori

Pendekatan konstruktivis dalam

pengajaran dengan menerapkan pembelajaran

kooperatif secara ekstensif, didasari oleh teori

bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan

memahami konsep-konsep yang sulit apabila

mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep

itu dengan temannya (Nur, 2000).

Pembelajaran kooperatif turut menambah

unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran

IPA. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa

belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil

saling membantu satu sama lain. Kelas disusun

dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa,

dengan kemampuan yang heterogen. Maksud

kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran

kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Hal

ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima

perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman

yang berbeda latar belakangnya. Pada

pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-

keterampilan khusus agar dapat bekerjasama di

dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar

yang baik, memberikan penjelasan kepada teman

sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar

kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang

direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja

kelompok, tugas anggota kelompok adalah

mencapai ketuntasan (Nur, 2000).

Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

FASE KEGIATAN GURU

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa

belajar.

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa baik dengan

peragaan (demonstrasi) atau teks.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam

kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan siswa bagaimana caranya membentuk

kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar

melakukan perubahan yang efisien.

Fase 4

Membantu kerja kelompok dalam

belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat

mereka mengerjakan tugas.

Page 16: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

16

Fase 5

Mengetes materi

Guru mengetes materi pelajaran atau kelompok menyajikan

hasi-hasil pekerjaan mereka.

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru memberikan cara-cara untuk menghargai baik upaya

maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Pembelajaran STAD dengan examples

non examples adalah salah satu contoh model

pembelajaran koperatif yang menggunakan

contoh-contoh yang dapat berupa gambar atau

pernyataan. Manfaat contoh-contoh ini adalah

untuk membantu guru dalam proses mengajar

mendekati situasi dengan keadaan yang

sesungguhya sehingga diharapkan proses belajar

mengajar lebih komunikatif dan menarik bagi

siswa dan lebih melatih diri siswa dalam

mengembangkan pola pikirnya sesuai yang

tercakup dalam teori konstruktivisme.

Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa

siswa harus menemukan sendiri dan

mentrasformasikan informasi kompleks, mengecek

informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi

sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami

dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus

bekerja memecahkan masalah, menemukan segala

sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah

payah dengan ide-ide (Slavin dalam Nur dan

Wikandari, 2002: 8).

Menurut teori konstruktivis, satu prinsip

yang paling penting dalam psikologi pendidikan

adalah bahwa guru tidak hanya sekedar

memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa

harus membangun sendiri pengetahuan di dalam

benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan

untuk proses ini, dengan memberi kesempatan

kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan

ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa

menjadi sadar dan secara sadar menggunakan

strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat

memberi siswa anak tangga yang membawa siswa

kepemahaman yang lebih tinggi dengan catatan

siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga

tersebut (Nur dan Wikandari, 2002: 8).

Examples non examples merupakan

strategi pembelajaran dengan mempersiapkan

gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan

ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau

memakai OHP, dengan petunjuk guru siswa

mencermati sajian, diskusi kelompok tentang

sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok,

bimbingan penyimpulan, evaluasi, dan refleksi

(Suyatno, 2009: 73).

Selanjutnya Slavin dalam (Chotimah,

2007:1) dijelaskan bahwa examples non examples

adalah strategi pembelajaran yang menggunakan

contoh-contoh. Contoh-contoh dapat diperoleh

dari kasus atau gambar yang relevan dengan

Kompetensi Dasar. Langkah-langkah dalam proses

pembelajaran examples non examples adalah:

1. Guru menyiapkan gambar-gambar sesuai

dengan tujuan pembelajaran.

2. Guru menempelkan gambar di papan tulis

atau ditayangkan melalui LCD atau OHP.

3. Guru memberi petunjuk dan memberi

kesempatan pada peserta didik untuk

memperhatikan/menganalisa gambar.

4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta

didik, hasil diskusi dari hasil analisa tersebut

dicatat pada kertas.

5. Tiap kelompok diberi kesempatan untuk

membacakan hasil diskusinya.

6. Mulai dari komentar atau hasil diskusi

peserta didik, guru mulai menjelaskan materi

sesuai tujuan yang ingin dicapai.

7. Guru dan peserta didik

menyimpulkan materi sesuai dengan tujuan

pembelajaran.

Modifikasi model pembelajaran STAD

dengan examples non examples adalah sebagai

berikut:

1). Guru menulis topik pembelajaran, 2) Guru

menulis tujuan pembelajaran, 3). Guru membagi

peserta didik dalam kelompok (masing-masing

kelompok beranggotakan 5 orang), 4). Guru

menunjukkan macam-macam gambar melalui LCD

atau OHP, 5). Guru meminta kepada masing-

masing kelompok untuk membuat rangkuman

tentang macam-macam gambar yang ditunjukkan

oleh guru melalui LCD atau OHP, 6). Guru

meminta salah satu kelompok mempresentasikan

hasil rangkumannya, sementara kelompok yang

lain sebagai penyangga dan penanya, 7). Peserta

Page 17: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

17

didik melakukan diskusi, 8). Guru memberikan

penguatan pada hasil diskusi.

Hasil Belajar adalah suatu proses yang

dilakukan oleh seseorang guru untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya. Dalam

usaha mencapai tujuan belajar tersebut, maka

perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar

yang kondusif (Slameto, 1997: 2).

Dimyati dan Mujiono (2002: 3) mengemukakan

bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu

interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar.

Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan

proses evaluasi akhir. Dari sisi siswa, hasil belajar

merupakan berakhirnya proses belajar-mengajar.

Selanjutnya menurut Purwanto (1990: 33), yang

dimaksud dengan tes hasil belajar atau

achievement test adalah tes yang digunakan untuk

menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan

oleh guru kepada murid-muridnya, atau oleh dosen

kepada mahasiswa, dalam jangka waktu tertentu.

Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar

saling berkaitan satu sama lain sebab hasil

merupakan akibat dari proses (Sudjana, 2008: 3).

Berdasarkan uraian di atas, dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

kecakapan nyata dari seseorang yang lahir dari

proses atau perbuatan belajar yang

dimanifestasikan dalam perbuatan atau perubahan

tingkah laku yang berupa pengetahuan,

pemahaman, sikap dan keterampilan yang

kesemuanya dapat diperoleh dengan menggunakan

alat ukur tertentu. Di sekolah, pemahaman konsep

biologi yang telah diajarkan akan nampak hasilnya

setelah melalui suatu tekhnis pengukuran hasil

belajar, dimana pengukuran ini sering dilakukan

melalui tes. Dari hasil tes ini akan ditemukan

jawaban mengenai kemampuan mengerjakan tes

biologi yang diberikan sekaligus mengetahui hasil

belajar biologi.

Secara umum materi sistem gerak manusia

merupakan salah satu materi ajar pada siswa kelas

VIII SMP yang erat kaitannya dengan kehidupan

sehari-hari. Ruang lingkup materi ini memuat

beberapa pengalaman belajar serta indikator

pembelajaran yang akan dicapai meliputi sistem

rangka, sendi, otot dan kelainan atau penyakit

yang ditimbulkan. Karakteristik materi tersebut

tentunya tidak hanya dapat dipahami dengan

membaca buku paket dan pengajaran yang

berpusat pada guru atau hanya mengandalkan

strategi diskusi dan tanya jawab tetapi perlu

adanya inovasi-inovasi pembelajaran melalui

pengamatan khusus dan penerapan model

pembelajaran agar siswa aktif untuk mencari dan

menjawab sendiri permasalahan yang diberikan

oleh guru. Untuk mewujudkan hal tersebut maka

salah satu solusi yang dilakukan oleh guru adalah

dengan menggunakan model pembelajaran

koperatif STAD dengan examples non examples

sehingga dapat mengorganisir siswa dan

mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta

suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif, efektif

dan menyenangkan. Proses pembelajaran

dikatakan berhasil apabila siswa telah mampu

menjawab pertanyaan terkait dengan materi yang

telah diperoleh sebelumnya dan mengetahui

aplikasi konsepnya dalam kehidupan sehari-hari,

khususnya materi sistem gerak pada manusia.

C. Metode Penelitian

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada

semester ganjil tahun ajaran 2010/2011

bertempat di SMP Negeri 8 Kendari.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa

kelas VIII-A SMP Negeri 8 Kendari yang

terdaftar pada tahun ajaran 2010/2011

dengan jumlah siswa 25 orang terdiri dari

12 orang laki-laki dan 13 orang

perempuan.

3. Indikator Penelitian

Peningkatan hasil belajar dengan

menggunakan model pembelajaran

koperatif STAD dengan examples non

examples dari segi kognitif (pemahaman

konsep) dengan menggunakan tes hasil

belajar untuk mengetahui skor nilai rata-

rata hasil belajar siswa minimal 75% telah

memperoleh nilai ≥ 69 (sesuai dengan

KKM yang telah ditetapkan oleh pihak

sekolah) untuk materi sistem gerak.

4. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini adalah Penelitian

Tindakan Kelas (Class-Room Action

Reseach).

Page 18: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

18

PTK merupakan penelitian dengan

menggunakan proses pengkajian melalui

sistem berdaur (siklus) dari berbagai kegiatan

pembelajaran. Siklus yang dimaksud melalui

tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan

refleksi diri. Tahap-tahap perencanaan,

tindakan, observasi, dan refleksi terdiri dari

beberapa siklus dalam satu simulasi sampai

hal yang ingin diperbaiki itu telah tercapai.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan 1

(satu) siklus terdiri dari 2 kali pertemuan, hal

ini disebabkan karena indikator ketercapaian

dari siklus I telah tercapai. Tiap siklus

dilaksanakan berdasarkan indikator yang

ingin dicapai pada setiap faktor yang akan

diselidiki, apabila siklus I belum tercapai

akan dilanjutkan pada siklus II.

Desain penelitian tindakan kelas ini

dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini.

Tidak

ya

Gambar 1. Siklus penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (dalam

Depdikbud, 1999:21)

5. Teknik Analisis Data

Data-data yang diperoleh dalam

penelitian ini dianalisis dengan menggunakan

statistik deskriptif, yang dimaksudkan untuk

memberikan gambaran peningkatan hasil

belajar siswa yang diajar dengan

menggunakan model pembelajaran koperatif

STAD dengan examples non examples yang

menggunakan instrumen tes hasil belajar,

sebagai berikut:

1. Menghitung hasil evalusi (aspek kognitif)

:

Nilai =

%100XseluruhnyasoalJumlah

benaryangsoaljawabanJumlah

(Usman dan Setiawati, 2001: 138)

2. Menghitung rerata:

n

xx

Keterangan :

x = Nilai rata-rata yang diperoleh siswa

n = Jumlah siswa secara keseluruhan

x = Nilai yang diperoleh setiap siswa

(Sudjana, 2008: 109)

3. Menghitung tingkat pencapaian ketuntasan

belajar :

Secara individual % TB =

idealNilai

dicapaiinginyangNilaix 100%

4. Menentukan persentase ketuntasan :

% TB = N

TBx 100 %

Keterangan :

TB = Jumlah siswa tuntas belajar

N = Jumlah siswa secara keseluruhan

(Usman dan Setiawati, 2001: 139)

Refleksi awal

Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan Observasi Refleksi

Berhasil

Laporan

Refleksi awal

Page 19: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

19

5. Menentukan kriteria keterlaksanaan

tindakan guru dan siswa dalam proses

belajar mengajar :

Skor Penilaian =

PenilaianSatuanJumlah

SkorJumlah

Kriteria Keterlaksanaan Tindakan :

0,00 – 1,69 = Tidak baik

1,70 – 2,59 = Kurang baik

2,60 – 3,50 = Cukup baik

3,51 – 4,00 = Baik

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

Hasil perencanaan penelitian siklus ini

berupa skenario pembelajaran yaitu RPP 01

dengan bahasan rangka dan sendi, RPP 02 dengan

bahasan otot dan kelainan/penyakit pada alat gerak

manusia dengan menggunakan model

pembelajaran koperatif STAD dengan examples

non examples yang meliputi Kompetensi Dasar

1.3: Mendeskripsikan sistem gerak pada manusia

dan hubungannya dengan kesehatan. Selain itu

disiapkan LKS 01 pada bahasan rangka dan sendi,

LKS 02 pada bahasan otot dan kelainan/penyakit

pada alat gerak manusia, lembar observasi

aktivitas siswa dan lembar aktivitas guru dalam

menerapkan model pembelajaran STAD dengan

examples non examples serta instrumen hasil

belajar siswa berupa tes tertulis dalam bentuk

pilihan ganda.

Pada pelaksanaan tindakan, skenario

pembelajaran disesuaikan dengan kegiatan

pembelajaran dalam RPP 01 untuk pertemuan

pertama pada materi rangka dan sendi, dan RPP 02

untuk pertemuan kedua pada materi otot dan

kelainan/penyakit pada alat gerak manusia yang

dilakukan oleh guru dengan menggunakan model

pembelajaran koperatif STAD dengan examples

non examples.

Kegiatan pembelajaran ini diawali

dengan guru membuka pelajaran, kemudian

memberikan apersepsi yaitu menghubungkan

materi yang akan dipelajari dengan materi

prasyarat yang ada hubungannya dengan materi

sistem rangka dan sendi untuk pertemuan pertama

dan materi yang ada hubungannya dengan macam-

macam otot dan kelainan/penyakit pada alat gerak

manusia untuk pertemuan kedua, dan memotivasi

siswa dengan memperlihatkan torso dan carta atau

gambar melalui LCD, kemudian guru

menyampaikan topik dan tujuan pembelajaran

yang akan dicapai.

Setelah melaksanakan kegiatan

pendahuluan, guru bersama siswa melakukan

kegitan inti yang diawali dengan pembagian

kelompok belajar terdiri atas lima kelompok

dengan masing-masing kelompok beranggotakan 5

orang siswa. Setelah guru membagi kelompok,

kemudian guru menampilkan gambar macam-

macam sistem rangka dan macam-macam sendi

untuk pertemuan pertama dan gambar macam-

macam otot dan kelainan/penyakit pada alat gerak

manusia untuk pertemuan kedua yang selanjutnya

guru memberikan penjelasan singkat tentang

gambar-gambar yang telah ditampilkan tersebut.

Kemudian guru membagikan LKS kepada siswa

dan memberikan penjelasan tentang petunjuk

pengisian dari LKS. Selanjutnya guru

membimbing siswa untuk mengerjakan tugas

kelompok yang ada dalam LKS. Setelah itu, guru

memanggil salah satu dari anggota kelompok

untuk mempresentasikan hasil diskusi

kelompoknya. Setelah presentasi kelompok, guru

memberi penguatan berupa konsep-konsep penting

yang berkaitan dengan materi yang telah

didiskusikan. Pada kegiatan penutup, guru

membimbing siswa dalam menyimpulkan materi

pelajaran sehingga membantu siswa untuk lebih

memahami materi yang telah dipelajari.

Kemudian guru memberikan evaluasi kepada

siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa selama

pembelajaran pada akhir pertemuan kedua.

Hasil Observasi dan Evaluasi. Untuk

mendukung hasil penelitian ini, diperlukan adanya

data pendukung pengamatan aktivitas guru dan

aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Pada

pertemuan I dan II siklus 1, aktivitas yang diamati

pada guru menyangkut membuka pelajaran,

kegiatan inti dan menutup pelajaran. Dari hasil

pengamatan menunjukkan bahwa pada pertemuan

I rerata skor yang dicapai adalah 3,1. Hal ini

dapat dikatakan bahwa aktivitas guru terlaksana

dengan cukup baik. Dari 10 aktivitas guru yang

diamati ada 2 aspek yang memperoleh hasil yang

kurang baik yaitu Meminta kelompok

mempresentasikan hasil kerjanya dan memberikan

penguatan pada hasil diskusi dan Memberikan

Page 20: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

20

evaluasi kepada seluruh siswa pada akhir

pembelajaran. Sedang pada pertemuan II rerata

skor yang diperoleh yaitu 3,9 ( kategori baik). Hal

ini menunjukkan bahwa ada peningkatan aktivitas

guru dalam kegiatan pembelajaran. Dari 10

aktivitas guru yang diamati hanya 1 aspek

memperoleh hasil cukup baik dan ada 9 aspek

memperoleh hasil baik.

Aktivitas siswa pada pertemuan I dan II

selama kegiatan pembelajaran diamati oleh

pengamat dengan menggunakan lembar observasi

aktivitas siswa yang mencakup keterlibatan dalam

membuka pelajaran, keterlibatan dalam

penyampaian apersepsi dan motivasi belajar,

keterlibatan dalam penyampaian topik dan tujuan

pembelajaran, keterlibatan dalam pembentukan

kelompok belajar, keterlibatan dalam penampilan

gambar yang sesuai dengan materi ajar,

keterlibatan dalam pembagian kelompok belajar

dan kerja kelompok, keterlibatan dalam presentasi

dan penguatan dari hasil diskusi kelompok,

keterlibatan dalam menyusun kesimpulan materi,

keterlibatan dalam pemberian evaluasi dan

keterlibatan dalam mengakhiri pembelajaran.

Hasil pengamatan aktivitas siswa selama

kegiatan pembelajaran pada pertemuan I diperoleh

rerata 2,94 dengan kreteria keterlaksanaan cukup

baik. Dari 10 aspek yang diamati ada 9 aspek

menunjukkan kretaria keterlaksaan cukup baik,

dan hanya 1 aspek yang menunjukkan keterlaksaan

kurang baik yaitu keterlibatan dalam

penyampaian apersepsi dan motivasi. Pada

pertemuan II rerata skor aktivitas siswa selama

KBM pada pertemuan II yaitu 3,72 yang berarti

aktivitas belajar siswa terlaksana dengan baik.

Dari 10 aspek yang diamati ada 9 aspek

menunjukkan kretaria keterlaksaan baik, dan

hanya 1 aspek yang menunjukkan keterlaksaan

cukup baik yaitu keterlibatan dalam penyampaian

apersepsi.

Hasil Belajar pada siklus I. Untuk mengetahui

hasil belajar siswa, maka dilakukan evaluasi

berupa tes tertulis dalam bentuk pilihan ganda

yang berjumlah 20 nomor pada pertemuan II.

Hasil analisis ketuntasan belajar siswa pada

siklus I dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Hasil analisis ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada siklus I

No. Ketuntasan Jumlah Siswa Persentase (%)

1 Tuntas 21 84

2 Tidak Tuntas 4 16

Sumber : Diolah dari data penelitian

Data dari Tabel 2 di atas menunjukkan

bahwa persentase ketutasan belajar siswa pada

siklus I secara klasikal mencapai 84 % tuntas dan

16% tidak tuntas. Hal ini menunjukkan bahwa 84

% siswa telah memperoleh nilai ≥ 69. Ini berarti

KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah untuk

materi sistem gerak sudah tercapai/tuntas (KKM

sekolah adalah minimal 75% siswa telah

memperoleh nilai ≥ 69.

2. Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan dalam 1

(satu) siklus dengan 2 (dua) kali pertemuan. Tiap

kali pertemuan diteliti dan disesuaikan dengan

perubahan yang dicapai terhadap aktivitas guru

dan siswa yang pelaksanaanya disesuaikan dengan

prosedur penelitian. Dari hasil pengamatan

menunjukkan bahwa

aktivitas guru pada pertemuan I

diperoleh rerata skor yang dicapai adalah

3,1(kategori cukup baik) mengalami peningkatan

menjadi 3.9 (kategori baik). Begitupula dengan

aktivitas siswa telah menunjukkan bahwa pada

pertemuan I rerata skor yang diperoleh adalah

2,94 dengan kreteria keterlaksanaan cukup baik

meningkat menjadi 3,72 (kategori baik) pada

pertemuan II. Implikasi dengan baiknya aktivitas

guru dan siswa dalam penerapan model

pembelajaran ini menyebabkan hasil belajar

menjadi tuntas pada siklus 1.

Pencapaian hasil belajar siswa yang

ditetapkan dalam indikator keberhasilan tidak

lepas dari peran guru dalam proses pembelajaran

untuk menerapkan model pembelajaran. Guru

dalam melaksanakan model pembelajaran ini

dilaksanakan dengan penuh rasa tanggungjawab

Page 21: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

21

dan memahami sintaks dari model pembelajaran

tersebut. Begitupula dengan siswanya dalam

mengikuti pembelajaran terlebih dahulu dibekali

ilmu tentang sintaks dan skenario model

pembelajaran yang akan diterapkan, sehingga

aktivitas dalam pembelajaran menjadi aktif,

kreatif, inovatif dan menyenangkan. Pendapat

tersebut di atas didukung oleh Wahyudin dkk

(2007: 35-36) bahwa keberhasilan dalam proses

pembelajaran dititik beratkan pada peserta didik

dan guru, dimana peserta didik haruslah dapat

meningkatkan kesiapan dan kesungguhan dalam

proses pembelajaran untuk mencapai prestasi

belajar yang diharapkan dan guru sebagai pendidik

dapat mengantarkan anak didiknya pada tujuan

yang telah ditetapkan.

Penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2008),

menyimpulkan bahwa penerapan Hands On

Activity dan metode Examples Non Examples

dalam pembelajaran sel dan jaringan tumbuhan

dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar

siswa di SMA Diponegoro Tumpang. Selanjutnya

penelitian yang dilakukan oleh Setyowati (2009),

menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran

kooperatif model Examples non Examples dalam

Numbered Heads Together (NHT) dapat

meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa

kelas VII-B SMP Negeri 2 Sukorejo Pasuruan.

Penerapan model pembelajaran ini juga

siswa diajar dan dibimbing untuk belajar

kelompok (kooperatif), bekerja sama, saling

membantu yang ditunjang oleh langkah-langkah

yang ada pada model pembelajaran koperatif.

Menurut Slavin, Abrani dan Chamberr (1996)

dalam Sanjaya (2006:107) bahwa melalui

pembelajaran kooperatif setiap siswa akan saling

membantu dan berinteraksi dalam

mengembangkan prestasinya sehingga dapat

berpikir dan berusaha untuk memahami serta

menambah informasi sebagai penunjang

pengetahuan kognitifnya.

E. Penutup

1. Kesimpulan

Penerapan model pembelajaran

koperatif STAD dengan examples non examples

dapat menuntaskan hasil belajar siswa kelas VIIIA

di SMP Negeri 8 Kendari pada materi sistem gerak

pada manusia yang ditandai dengan nilai yang

diperoleh yaitu 84% siswa memperoleh nilai ≥ 69.

2. Saran

Bagi peneliti yang berminat untuk

mengkaji hal ini, sebaiknya dapat menerapkan

model pembelajaran ini pada materi yang berbeda

dengan mencoba menggabungkan strategi belajar

yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, D. 2008. Penerapan Hands On

Activity Dan Metode Example Non

Example Dalam Pembelajaran Sel dan

Jaringan Tumbuhan untuk

Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar

Siswa di SMA Diponegoro Tumpang.

Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri

Malang (online)

(http://biologyeducationresearch.

blogspot.com/2010/03/ penerapan –

hands – on – activity - dan-metode. Html.,

diakses tanggal 19 april 2010).

Chotimah, K., 2007. Model-Model Pembelajaran

untuk PTK. Universitas Negeri Malang.

Malang.

Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan

Menengah. Jakarta.

Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan

Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Irianto, K., 2008. Struktur dan Fungsi Tubuh

Manusia untuk Paramedis. Yrama Widya.

Bandung.

Nur, M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Pusat

Studi Matematika dan IPA Sekolah. Unesa.

Surabaya.

Nur, M dan Wikandari., 2002. Mengajar Berpusat

pada Siswa dan Pendekatan Kontruktivis

dalam Pengajaran. Universitas Negeri

Surabaya. Surabaya.

Purwanto, N., 1990. Prinsi-Prinsip dan Teknik

Evaluasi Pengajaran. PT. Remaja

Rosdakarya. Bandung.

Sanjaya, W., 2006. Pembelajaran dalam

Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Prenada Media Group. Jakarta.

Page 22: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

22

Setyowati, M.D., 2009. Penerapan Pembelajaran

Kooperatif Model

Examples Non Examples dalam Numbered

Heads Together (NHT) untuk

Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar

Biologi Siswa Kelas VII-B SMP Negeri 2

Sukorejo Pasuruan. Skripsi Jurusan

Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang.

(online) (http://karya-ilmiah. um.ac.id

/index. php/ biologi/ article/ view/2105.,

diakses tanggal 19 april 2010).

Slameto, 1997. Belajar dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya. Rineka Cipta.

Bandung.

Sudjana, N., 2008. Penilaian Hasil Proses

Belajar Mengajar. PT. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Suyatno, 2009. Menjelajah Pembelajaran

Inovatif. Masmedia Buana Pustaka.

Surabaya.

Usman, M.U., dan Setiawati, 2001. Upaya

Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar.

Remaja Rosdakarya. Bandung.

Wahyudin, D., Supriadi dan Abduhak, I., 2007.

Pengantar Pendidikan. Penerbit Universitas

Terbuka. Jakarta.

Page 23: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

23

PRODUKTIVITAS TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) YANG DIBERI

BERBAGAI TAKARAN EFFECTIVE MIKROORGANISM (EM4) DAN PUPUK NPK

(Suatu penelitian bahan peraga pendidikan pada program studi pendidikan Biologi FKIP Universitas

Haluoleo Kendari)1.

LA SUERE2

Abstract An eksperiment was accomplished to study the effect of EM4, NPK fertilizer and their

interaction on tomato yield ( an instructional model for department of biology education Faculty of

Education Haluoleo University). It was carried out on Laboratory of Biology, Faculty of Education,

Haluoleo University on March to July 2010. It was set up in a 2 – factors randomized complete block

design. First factor NPK fertilizer consisting four levels : NPK0 (controlle), NPK1 (2,5 g urea + 7,5 g

TSP + 7,5 g KCL) polybeg -1

, NPK2 (5 g urea + 10 g TSP + 10 g KCL) polibeg -1

, NPK3 (7,5 g urea +

12,5 g TSP + 12,5 g KCL) polybeg -1

. Second factor EM4 consisting four levels : EM0 (controlle),

EM1 (10 ml EM4) polybeg -1

, EM2 (20 ml EM4) polybeg -1

, EM3 (30 ml EM4) polybeg -1

. An amount of

100 g polybeg -1

organic fertilizer applied as basic fertilizer. Each treatment was repeated three times,

giving a total 48 eksperimental unit growth and yield observed were diameter and biomassa fruit of

tomato. Result showed that there were no significant interaction between EM4 and NPK fertilizer on

fruit diameter of tomato. Neverless there were significant effect for each treatment of EM4 and NPK

fertilizer on fruit biomass and each treatment of EM4 and NPK fertilizer on diameter and biomass fruit

of tomato. BJND analysis showed more higher concentration of NPK fertilizer caused lower biomass,

but by higher concentration of EM4 caused higher biomass fruit of tomato.

1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen Pend. Biologi FKIP Unhalu

PENDAHULUAN

Dalam rangka menggalakkan

pembangunan bangsa, mutlak dibutuhkan sumber

daya manusia (SDM) yang berkualitas pada

berbagai kompetensi pokok, yaitu kompetensi

ketuhanan, sosial kemasyarakatan, moral dan

budaya serta akademik. Kualitas SDM yang

dimiliki setiap orang tidak pisahkan dengan sistem

Pendiikian Nasional

Sehubungan dengan itu, dewasa ini

pemerintah dan para ahli telah menyiapkan

kerangkan hukum dan kebijakan serta strategi

dalam upaya pembaharuan Pendidikan Nasional,

hasilnya antara lain berupa UU-RI No. 20 Tahun

2003, UU-RI No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 19

Tahun 2005. Hukum dan kebijakan pemerintah

menjadi acuan para ahli untuk merancang

pelaksanaan pembangunan pendidikan nasional .

Implementasi rancangan para ahli selanjutnya

dilaksanakan secara bertahap dijajaran satuan

pendidikan Kementrian Pendidikan Nasional

antaranya standarisasi pelaksanaan dan hasil

pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar dan

Menengah serta di Perguruan Tinggi.

Berdasarkan UU R.I. No, 14 tahun 2005,

peraturan Pemerintah R.I. No. 19 tahun 2005,

Peraturan Menteri Pendidkan Nasional No. 16

tahun 2005 dan No. 10 tahun 2009 serta

Keputusan Menteri Diknas tahun 2009. Misi

Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Dinas

Pendidikan Provinsi Kabupaten dan Kota

melaksanakan oprasional rancangan pendididkan

yang melibatkan dosen dan guru melalui Lembaga

Kependidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK)

masing-masing Perguruan Tinggi seluruh

Indonesia. Di Universitas Haluoleo dilaksanakan

oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan

(FKIP) sebagai LPTK setempat. Terlepas dari

semua pembicaraaan menyangkut tehnik kebijakan

pemerintah dan teknik oprasional oleh para ahli

yang telah dianut oleh semua komponen, bahwa

setiap studi di Perguruan Tinggi dan di Sekolah

memeliki cirri khas yang sedikit berbeda antara

satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut tampak

adanya sistem pembelajaran yang dilaksanakan di

Page 24: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

24

kelas, namun ada pula yang di luar kelas.

Meskipun demikian dosen dan guru/dosen

menempati jajaran terdepan dalam proses

pembelajaran karena langsung berhadapan dengan

siswea maupun mahasiswa.

Dalam pembaharuan sistem pendidikan

dewasa ini, guru dan dosen bukanlah sumber

pengetahuan melainkan siswa dan mahasiswa

sebagai subjek pelaku utama dalam pembelaran,

sedangkan guru dan dosen bertindak sebagai

fasilitator. Guru dan dosen cukup menyiapakan

fasilitas berupa garis besar materi pembelajaran

dan media belajar, sedangkan siswa

mengembangkan inovasi dan kreasinya guna

memperoleh konsepsi yang baru (Roestriyah,

1994, Rusyan, 2004 dan Slanneto, 2003).

Proses pembelajaran bidang Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (MIPA), khususnya pendidikan

biologi tidak cukup dilaksanakan di kelas

melainkan juga di Laboratorium dan di lapangan.

Pada kedua tempat tersebut siswa/mahasiswa

secara terstruktur maupun mandiri dapat

memperoleh pengetahuan praktis dari segi teori di

kelas. Sehubungan dengan itu penulis

merumuskan penelitian yang berjudul“

Produktivitas Tanaman Tomat Lycopersicum

esculentum Mill) yang Diberi Berbagai Takaran

Effective Microorganism (EM4) dan Pupuk NPK.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dalam bentuk eksperimen telah

dilaksanakan di Laboratorium Biologi FKIP

Universitas Haluoleo Kendari pada bulan Maret

sampai Juli 2010 yang bertujuan untuk

mempelajari pengaruh interaksi maupun masing-

masing perlakuan EM4 dan NPK buah tomat.

Parameter yang diukur berupa lingkaran buah dan

bobot segar buah tomat. Sebagai media tanam

digunakan polybeg yang diisi dengan tanah 4900

gram dan 100 gram pupuk organik berupa kotoran

sapi dan dedak dengan perbandingan 3:2 yang

telah dikomposkan. Tanah bersumber dari lahan

sekitar Laboratorium Pengembangan FKIP

Universitas Haluoleo Kendari yang kandungan pH

dan NPK tanah tersebut telah diteliti tanggal 12

November 2006 (La Suere, 2008). Berikut

disajikan tabel 1 yaitu pH dan kandungan NPK

sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Analisis Laboratorium, pH dan kandungan NPK Sumber Tanah Media Penelitian

No Parameter Nilai

1

2

3

4

pH

Nitrogen

Phosfor (ppm)

Kalium

5,53

0,55

20,10

0,09

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium (La Suere 2008)

Metode penelitian adalah eksperimen yang

menggunakan rancangan acak kelompok pola

faktorial (RAKF) pada tanaman tomat yang

menggunakan polybeg. Penelitian dirancang dalam

16 kombinasi dan 3 ulangan, sehingga terdapat 48

unit percobaan.

Perlakuan NPK sebagai faktor pertama

dan EM4 sebagai faktor kedua. Perlakuan takaran

NPK (P) terdiri dari NPK0 (kontrol), NPK1 (2,5 g

urea + 7,5 g TSP + 7,5 g KCL) polybeg -1

, NPK2

(5 g urea + 10 g TSP + 10 g KCL) polybeg -1

,

NPK3 (7,5 g urea + 12,5 g TSP + 12,5 g KCL)

polybeg -1

. Faktor kedua perlakuan EM4 (E), terdiri

dari E0 (kontrol), E1 (10 ml EM4) polybeg -1

, E2

(20 ml EM4) polybeg -1

, E3 (30 ml EM4) polybeg -1

.

Pupuk dasar diberikan 10 hari sebelum penanaman

terdiri dari tiga bagian kotoran sapi dan dua bagian

dedak (3 : 2), sebanyak 100 g polybeg-1 dengan

harapan EM4 bekerja pada proses pembentukan

humus dari pupuk dasar. Demikian pula pupuk

NPK dan EM4 diberikan serentak dengan pupuk

dasar yaitu 10 hari sebelum penanaman. Pada

tanggal 22 April 2010 dilakukan penanaman

sebanyak tiga tanaman polybeg-1

(total 144

tanaman) polybeg -1

. Pada umur 20 HST dilakukan

pencabutan sebanyak 2 tanaman polybeg -

Page 25: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

25

1,sehingga yang tertinggal sebagai sampel adalah 1

tanaman polybeg -1

, dan pada tanggal 27 Juni 2010

(73 HST) tanaman tomat dipanen. Untuk

mengetahui pengaruh perlakuan EM4 dan pupuk

NPK terhadap produksi tanaman tomat, maka

ditentukan dua macam parameter yang diukur

masing-masing terdiri dari diameter buah dan

bobot segar buah tomat.

HASIL PENGAMATAN

Pengaruh perlakuan takaran EM4 dan

Pupuk NPK Terhadap Diameter Buah Tomat (cm)

Data diameter buah pada tabel 2,

berdasarkan hasil analisis ragam pada taraf

kepercayaan 95% menunjukkan pengaruh interaksi

yang tidak nyata, namun perlakuan takaran

masing-masing EM4 dan pupuk NPK berpengaruh

nyata. Hasil uji BNT menunjukkan pengaruh

tertinggi diperlihatkan pada perlakuan P1 [(2,5 g

urea + 7,5 g TSP + 7,5 g KCL)+(20 ml EM4)]

polybeg-1

, sedangkan pada perlakuan menengah

dan tinggi yaitu P2 ( 5 g urea + 10 g TSP + 10 g

KCL) polybeg-1

dan P3 (7,5 g urea + 12,5 g TSP +

12,5 g KCL) polybeg-1

menunjukkan hasil yang

rendah dibandingkan dengan perlakuan terendah

dan perlakuan kontrol. Hasil tersebut berbeda

dengan perlakuan EM4 tampak bahwa E3 (30 ml

EM4) polybeg-1

memperlihatkan pengaruh tertinggi

3,88 dibandingkan perlakuan kontrol dan

perlakuan lainnya. E2 (20 ml EM4) polybeg-1

=

3,67, E1 (10 ml EM4) polybeg-1

= 3,66 dan kontrol

= 3,45, untuk jelasnya diameter buah tomat pada

perlakuan terpisah EM4 dan pupuk NPK tampak

pada tabel 2 dan 3 berikut.

Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Takaran EM4 Terhadap Diameter Buah Tomat (cm)

Perlakuan EM4 Diameter Buah

(cm)

Hasil Uji BNT

(0,31)

E0

E1

E2

E3

3,45

3,66

3,67

3,98

A

a

a

b

Sumber : Hasil Uji BNT

Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf

kepercayaan 95%.

Pada tabel 2, hasil uji BNT pengaruh

perlakuan takaran EM4 tampak bahwa

perlakuan takaran E3 (30 ml EM4) polybeg-1

menunjukkan diameter tertinggi yaitu 3,98 cm

yang berbeda nyata dibandingkan dengan

kontrol dan perlakuan lainnya. Tampak pula

bahwa semakin rendah perlakuan takaran EM4,

semakin rendah pula diameter buah tomat.

Perlakuan takaran EM4 menghasilkan buah

tomat 3,67 cm > dari takaran E1 3,66 cm > 3,45

(perlakuan kontrol). Perlakuan-perlakuan E2

(20 ml EM4) polybeg-1

, E1 (10 ml EM4)

polybeg-1

tidak berbeda nyata antara satu

dengan yang lain pada taraf kepercayaan 95%.

Untuk perlakuan takaran NPK yang

bersumber dari bahan anorganik yang

dinyatakan berpengaruh nyata terhadap

diameter buah tomat. Untuk jelasnya pengaruh

masing-masing perlakuan dapat dilihat pada

tabel 3 sebagai berikut.

Page 26: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

26

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Takaran NPK Terhadap Diameter Buah Tomat (cm)

Perlakuan EM4 Diameter Buah

(cm)

Hasil Uji BNT

(0,31)

P0

P1

P2

P3

3,45

3,78

3,52

3,47

A

b

a

a

Sumber : Hasil Uji BNT

Keterangan : Angka-angka dalam kolom yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

pada taraf kepercayaan 95%.

Pada tabel 3 di atas, tampak bahwa diameter buah

tertinggi diperoleh dari perlakuan P1 (2,5 g urea +

7,5 g TSP + 7,5 g KCl) polybeg-1

yaitu 3,78 cm

lebih tinggi dari perlakuan kontrol yang

menghasilkan diameter buah tomat sebesar 3,45

cm. Untuk perlakuan tertinggi yaitu P3(10 g urea +

12,5 g TSP + 12,5 g KCl) polybeg-1

sebesar 3,47

cm lebih rendah daripada dari perlakuan P2 (5 g

urea + 10 g TSP + 10 g KCL) polybeg-1

P2 dan P1.

Hasil uji BNT tampak perlakuan P1 berbeda nyata

dengan kontrol dan perlakuan lainnya, namun

antara perlakuan kontrol, P2 dan P3 tidak

menunjukkan perbedaaan yang nyata.

Pengaruh Perlakuan Takaran EM4 dan Pupuk

NPK Terhadap Bobot Segar Buah Tomat (g)

Data hasil pengukuran (penimbangan)

pada panen 73 HST dianalisis menggunakan

analisis sidik ragam. Hasil analisis sidik ragam

pada taraf kepercayaan 95% F hit > F tabel baik

perlakuan interaksi maupun perlakuan takaran

masing-masing EM4 dan NPK. Karena itu

dilakukan uji lanjut menggunakan BJND ,

hasilnya tampak pada tabel 4, 5 dan 6.

Untuk melihat pengaruh interaksi

perlakuan takaran EM4 dan NPK terhadap bobot

segar buah tomat (73 HST) dapat dilihat pada

tabel 4 sebagai berikut.

Tabel 4. Pengaruh Interaksi Takaran EM4 dan Pupuk NPK Terhadap Bobot Segar

Buah Tomat (g).

Perlakuan

NPK

Perlakuan EM4

E0 E1 E2 E3

P0

P1

P2

P3

264,30a

p

375,40a

q

233,10a

r

244,30a

s

363,80b

p

472,80b

q

401,20b

r

288,90a

r

429,20b

p

500,70b

q

271,50c

r

232,55a

R

466,10b

pq

492,90a

q

422,30d

q

228,50a

R

BJND0,05 2=69,3

6=77,9

3=72,9

7=78,9

4=74,8

8=79,65

5=76,7

9=80,37

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (pq) atau

baris (ab) yang sama tidak berbeda nyata pada uji BJND (0,05).

Hasil analisis lanjut dengan menggunakan

analisis BNJD pengaruh perlakuan interaksi antara

pupuk NPK dan EM4 menunjukkan perlakuan

P1E2[ (2,5 g urea + 7,5 g TSP + 7,5 g KCl) + (20

ml EM4)] polybag-1

memberi hasil bobot segar

tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan

Page 27: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

27

lainnya. Perlakuan kombinasi tertinggi yaitu

P3E3[(7,5 g urea + 12,5 g TSP + 12,5 g KCl) + (30

ml EM4)] polybag-1

menghasilkan bobot segar

buah tomat terendah dibandingkan dengan

perlakuan lainnya tetapi tidak berbeda nyata

dengan perlakuan P3E0, P3E1 dan P3E2.

Untuk melihat pengaruh takaran NPK

terhadap bobot segar buah tomat, berdasarkan

analisa sidik ragam pada tingkat kepercayaan

95%, hasilnya menunjukkan bahwa F hitung >F

tabel sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan

uji BJND yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 5

sebagai berikut.

Tabel 5, Pengaruh Takaran Pupuk NPK Terhadap Bobot Segar Buah Tomat (g)

Perlakuan Beda Real Jarak P BJND

(0,05) Rerata 2 3 4 5

P2E0

P3E0

P0E0

P1E0

233,1

244,31

264,34

375,42

-

11,2

20

111,1*

-

-

31,12

131,1`*

-

142,3*

-

A

a

a

b

P0,05(p,v) 2,89 3,04 3,12

BJND0,05(p,30) 69,3 72,9 74,8

Keterangan : - Angka-angka dalam kolom yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada uji BJND α 0,05

- * = berbeda nyata

Berdasarkan hasil uji BJND pada tabel 5

menunjukkan semua perlakuan takaran NPK

memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap

bobot segar buah tomat. Bobot segar tertinggi

tampak pada perlakuan P1E0 (2,5 g urea + 7,5 g

TSP + 7,5 g KCl) polybeg-1

sebesar 375,42 g lebih

besar dibandingkan dengan perlakuan kontrol pada

taraf kepercayaan 95%. Untuk perlakuan takaran

menengah yaitu P2E0 (5 g urea + 10 g TSP + 10 g

KCl) polybeg-1

sebesar 233, 1 lebih rendah dan

berbeda nyata dengan perlakuan P1E0 pada taraf

kepercayaan 95%. Demikian pula perlakuan P3E0

(7,5 g urea + 12,5 g TSP + 12,5 g KCl) polybeg-1

lebih rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan

P1E0, namun dari semua perlakuan tersebut di atas

lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan

dengan perlakuan kontrol berdasarkan analisis

BJND pada taraf kepercayaan 95%.

Untuk melihat pengaruh takaran EM4

terhadap bobot segar buah tomat, berdasarkan

analisa sidik ragam pada tingkat kepercayaan

95%, hasilnya menunjukkan bahwa F hitung >F

tabel sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan

uji BJND yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 6

sebagai berikut.

Tabel 6, Pengaruh Perlakuan Takaran EM4 Terhadap Bobot Segar Buah (g)

Perlakuan Beda Real Jarak P BJND

(0,05) Rerata 2 3 4 5

P0E0

P0E1

P0E2

P0E3

264,3

363,8

429,2

466,1

-

99,5*

65,4

36,9

-

-

164,9*

102,3*

-

201,8*

-

A

b

b

bc

P0,05 (p,v) 2,89 3,04 3,12

BJND0,05

(p,30)

69,3 72,9 74,8

Keterangan : - Angka-angka dalam kolom yang ditandai dengan huruf yang sama tidak

berbeda nyata pada uji BJND α 0,05

Page 28: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

28

Berdasarkan hasil uji BJND pada tabel 6

menunjukkan adanya perlakuan takaran EM4

memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap

bobot segar buah tomat. Bobot segar tertinggi

tampak pada perlakuan P0E3 (30 ml EM4) polybeg-

1 sebesar 466,1 g lebih besar dibandingkan dengan

perlakuan kontrol pada taraf kepercayaan 95%.

Untuk perlakuan takaran menengah yaitu P0E2 (20

ml EM4) polybeg-1

sebesar 429, 2 lebih rendah

namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0E3

pada taraf kepercayaan 95%. Demikian pula

perlakuan P0E1 (10 ml EM4) polybeg-1

lebih

rendah dan berbeda nyata dengan perlakuan P3E3,

meskipun demikian tampak pula bahwa semakin

tinggi dosis perlakuan EM4 maka semakin tinggi

pula hasil bobot segar pada buah tomat.

PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Takaran EM4 dan Pupuk

NPK Terhadap Diameter Buah Tomat

Data Interaksi antara EM4 dan pupuk NPK

tidak berpengaruh nyata tetapi perlakuan masing-

masing berpengaruh nyata terhadap diameter buah

tomat. Kondisi tersebut diduga NPK yang

bersumber dari pupuk organik dan yang bersumber

dari pupuk anorganik diproses oleh tanaman tomat

secara sendiri-sendiri (Eddy, 2004). Perlakuan E3

(30 ml EM4) polybeg-1

tertinggi dibanding

perlakuan lainnya sedangkan perlakuan tertinggi

pupuk anorganik terjadi pada P1 (2,5 g urea + 7,5 g

TSP + 7,5 g KCL) polybeg-1

. Hal ini

dimungkinkan karena hasil kinerja EM4 terhadap

pupuk organik selain menghasilkan NPK juga

bahan lain (hara makro dan hara mikro), sehingga

tanaman (termasuk tanaman tomat) lebih respon

pada pupuk organic hasil kinerja EM4 ketimbang

NPK yang sekedar bersumber dari urea, TSP dan

KCL yang bersumber dari bahan anorganik (La

suere dan Sarawa, 2008, Juntias, 1986).

Pengaruh Perlakuan Takaran EM4 dan Pupuk

NPK Terhadap Bobot Segar Buah Tomat (g)

Data hasil pengukuran bobot segar

tanaman tomat, hasil analisis ragam pada taraf

kepercayaan 95% menunjukkan pengaruh interaksi

maupun pengaruh masing-masing perlakuan,

dengan menggunakan anlisisi sidik ragam,

menunjukkan bahwa F hit > F tab pada taraf

kepercayaan 95%. Adanya interaksi tersebut

menunjukkan baik NPK yang bersumber dari

pupuk NPK yaitu urea, TSP dan KCL maupun

NPK yang bersumber dari pupuk organik hasil

kinerja EM4 direspon oleh tanaman tomat dan

menghasilkan bobot segar. Meskipun tanpak

adanya respon tanaman tomat terhadap kedua jenis

pupuk tersebut, ternyata berdasarkan uji interaksi

maka perlakuan takaran NPK terendah

memberikan bobot segar tanaman yang lebih

tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian

pupuk anorganik pada dosis menengah dan tinggi

menghasilkan bobot segar buah tomat yang

rendah. Kondisi tersebut menunjukkan pemberian

pupuk anorganik dengan dosis tinggi tidak efektif

bagi pembentukan buah pada tanaman toma. Hal

ini sejalan dengan pendapat Karuseng dan Faisal

(2008), bahwa respon tanaman terhadap

pemberian pupuk meningkat apabila menggunakan

takaran pupuk yang tepat. Selanjutnya

Setyamidjaja (1986), bahwa pupuk yang diberikan

ke dalam tanah tidak semuanya dapat diserap oleh

tanaman. Dengan demikian, pemberian pupuk

anorganik dalam dosis rendah masih dianggap

efektif untuk pertumbuhan tanaman tomat dan

menghasilkan bobot segar buah tomat yang lebih

tinggi ketimbang pemberian NPK menengah dan

tinggi dalam penelitian ini. Ternyata perlakuan

P3E3 adalah terendah dibandingkan dengan

perlakuan lainnya. Dari kenyataan penelitian ini,

ternyata makin rendah pemberian dosis pupuk

NPK, maka makin tinggi bobot segar buah tomat.

Sebaliknya makin tinggi pemberian dosis NPK,

maka semakin rendah bobot segar buah tomat

yang dihasilkan, artinya, makin rendah respon

tanaman terhadap dosis NPK, maka makin baik

bobot segar yang dihasilkan. Makin tinggi takaran

yang diberikan, respon tanaman tomat makin

berkurang dan bobot segar buah tomat yang

dihasilkan semakin rendah.

Berbeda dengan pemberian pupuk NPK

anorganik maka tampak pemberian pada dosis

rendah lebih efektif dibanding dengan perlakuan

menengah dan perlakuan tinggi. Pemberian

Page 29: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

29

takaran EM4 diberikan pada pupuk organik

sehingga hasil kinerja EM4 terhadap pupuk

tersebut tanaman tomat memberikan respon yang

baik pada perlakuan tinggi.Ternyata pada

pemberian takaran P0E3 memberikan hasil bobot

segar buah tomat yang lebih tinggi, dan makin

rendah pemberian takaran EM4 semakin rendah

pula produksi bobot segar yang dihasilkan.

Kenyataan ini seirama pula dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh La Suere dan Sarawa (2008)

bahwa perlakuan tertinggi dari EM4 menghasilkan

produksi dan bobot brangkasan jagung manis

membentuk garis linear setelah dilakukan analisis

regresi sedangkan pupuk anorganik menghasilkan

garis kuadratik.

KESIMPULAN

1. Pemberian takaran EM4 dan NPK tidak

memberikan pengaruh interaksi yang nyata

terhadap diameter buah tomat, tetapi masing-

masing perlakuan EM4 dan NPK berpengaruh

nyata terhadap diameter buah tomat.

2. Pemberian takaran EM4 dan Pupuk NPK

berpengaruh nyata baik secara interaksi dan

masing-masing takaran EM4 dan pupuk NPK

terhadap bobot segar buah tomat.

3. Hasil uji BJND terhadap perlakuan mandiri

NPK dan EM4 terhadap bobot segar buah

tomat, bobot segar tertinggi diperoleh pada

perlakuan NPK terrendah (P1E0), sedangkan

perlakuan takaran EM4, semakin tinggi EM4

yang diberikan, maka semakin tinggi pula

bobot segar buah tomat, P0E3 > P0E2 > P0E1 >

kontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Dikti. Kementrian Pendidikan Nasional.

2010. Petunjuk Teknis Pelaksanaan.

Sertifikasi Guru Buku 1 – 3. Jakarta.

Eddy, P. 2004. Pengaruh Kombinasi Takaran

Punik dan Anorganik Terhadap

Ketersediaan P dan Hasil Jagung pada

Tanah Alfisol Karanggayam. Program

Pascasarjana UGM Yogyakarta.

Hendrowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Medya

Tama. Sarana Perkasa. Jakarta.

Intias, D. 1986. Populasi Tanaman dan

Pemupukan Nitrogen pada Tanaman

Jagung Abimanyu. Balai Penelitian

Tanaman Pangan Bogor.

Karuseng, M.A. dan Faisal. 2008. Produksi

Beberapa Varietas Tanaman Jagung

Pada Dua Dosis Pupuk Urea dan Waktu

Perempesan Daun Di Bawah Tongkol,

Jurnal Agrivigor Vol. 7 No. 2. Makassar.

La Suere dan Sarawa. 2008. Produktivitas

Tanaman Jagung Manis (Zea mays

Saccharata Sturt) yang diberi Berbagai

Takaran Effective Microorganism (EM4)

dan Pupuk NPK. Jurnal Agrivigor No. 2.

Makassar.

NuritaN,. Fauziah, Emaftu‟ah, R.s. Simatupang.

2004. Pengaruh Olah Tanah Konservasi

Terhadap Hasil Varietas Tomat Di lahan

Lebak. Balai Penelitian Pertanian Lahan

Rawa. Banjar Baru.

Peraturan Pemerintah R.I. No. 19 Tahun 2005.

Tentang Standar Pendidikan Nasional.

Jakarta.

Roestiyah. 1994. Masalah Pengajaran Sebagai

Suatu Sistem. Rineka Cipta. Jakarta.

Rusyam. 2004. Pendekatan Dalam Proses

Belajar Mengajar. Rosdakarya. Bandung.

Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan.

CV. Simples. Jakarta.

Undang-undang Pendidikan R.I. No.20 Tahun

2003. Sistem Pendidikan Nasional.

Jakarta.

Undang-undang R.I. No.14 Tahun 2005. Tentang

Guru dan Dosen. Jakarta.

Page 30: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

30

PERBEDAAN KEBUGARAN JASMANI ANAK - ANAK SD KELAS TINGGI1

(Studi Kasus di Kendari dan Pedesaan)

La Anse2

Abstrak. Perbedaan kebugaran Jasmani Anak-anak SD kelas tinggi di kota Kendari dan Konawe

Selatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kebugaran jasmani antara anak-

anak SD kota Kendari dengan anak-anak SD di Konawe Selatan. Penelitian ini hanya satu variabel

yaitu kebugaran jasmani sebagai variabel konsekwen , sedangkan lokasi SD kota dan SD Konawe

Selatan sebagai variabel anteseden. Populasi dalam penelitian ini adalah 891 orang siswa, sedangkan

sampelnya 147 orang siswa putra dan putri. Instrumen dalam penelitian ini adalah tes kebugaran

jasmani yang terdiri dari (1) lari cepat 40 meter, (2) angkat tubuh (pull up) selama 30 detik, (3)

baring duduk (sit up) 30 detik, (4) loncat tegak (vertical jump) dan (5) lari 600 meter. Pengumpulan

data dalam penelitian ini dengan cara melakukan tes dan pengukuran pada masing-masing item.

Pengolahan, Analisis dan Penafsiran Data. Hasil uji normalitas data, bahwa semua data berdistribusi

normal pada taraf signifikansi 0,05. Pengujian homogenitas variansi data dengan menggunakan

program SPSS 6,0 dan 7,5 for windows. Hasil penelitian disimpulkan bahwa (1) Kebugaran jasmani

anak SD kelas tinggi di Konawe Selatan berbeda dengan kebugaran jasmani anak-anak SD di kota

Kendari. (2)Kebugaran jasmani anak SD kelas t tinggi Konawe Selatan lebih baik dibanding dengan

anak- anak SD di kota Kendari. (3) Terjadinya perbedaan kebugaran jasmani kelas tinggi SD Konawe

Selatan dengan SD kelas tinggi di kota Kendari umumnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial

budaya setempat.

Kata-kata Kunci : Kebugaran jasmani kelas tinggi anak SD

1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen Penjaskesrek FKIP Unhalu

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak-anak SD kota dengan anak-anak SD

pedesaan adalah insan atau individu manusia yang

tidak memiliki perbedaan antara satu sama lain

karena keduanya memiliki struktur tubuh yang

sama. Artinya sama-sama mempunyai

kelengkapan fisik yang sempurna sebagai mahluk

ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Jadi secara nyata

tidak ada perbedaan di antara keduanya. Namun

bila kita pandang dari sisi lainnya seperti,

lingkungan sosial, budaya, dan kebugaran jasmani,

maka kedua kelompok tersebut akan nampak

perbedaan. Perbedaan ini terjadi karena ke tiga

faktor tersebut. Sebab ketiga faktor ini saling

berintegrasi sepanjang manusia itu masih hidup di

muka bumi ini dan di manapun manusia itu

berada.

Kehidupan kota boleh dikata serba

moderen sedangkan kehidupan desa serba

tradisional. Di kota dalam beraktivitas biasanya

dilakukan dengan serba mekanis sedangkan di

desa manusia beraktivitas biasanya masih serba

manual. Gejala seperti inilah di antaranya yang

membuat perbedaan kehidupan kota dan desa itu.

Hal inilah yang kadang-kadang membuat

kebugaran jasmani yang dimiliki anak-anak kota

dan desa akan berbeda.

Baiknya kebugaran jasmani pada setiap

orang biasanya dipengaruhi langsung oleh faktor

lingkungan sosial budaya setempat, Artinya

lingkungan menuntut manusia agar melakukan

gerak/aktivitas fisik. Karena itu manusia mustahil

akan bugar jasmaninya bila tidak melakukan

gerak/ aktivitas. Oleh nya itu manusia selalu

bergerak untuk memenuhi kebugaran jasmaninya,

sebab dengan bugarnya jasmani akan tercipta

kesehatan fisik yang sempurna. Orang bugar pasti

sehat tapi orang sehat belum tentu bugar.

Sudah banyak orang tahu bahwa

lingkungan alam yang luas akan banyak memberi

peluang kepada anak-anak untuk melakukan

aktivitas terutama untuk bermain, sebaliknya

lingkungan alam yang sempit akan mengurangi

ruang gerak anak.Walaupun hal itu juga

tergantung dari pengelolaan dan bimbingan orang

dewasa.

Lingkungan kota Kendari dan lingkungan

kabupaten Konawe Selatan merupakan dua

Page 31: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

31

lingkungan sosial budaya yang berbeda. Kota

Kendari yang padat penduduknya, bangunan-

bangunannya cukup banyak, jalanan melintang ke

berbagai penjuru, lalu-lintas jalan padat,

kendaraan lalu-lalang, mobilitas penduduk dapat

dikatakan tanpa henti siang dan malam, taman-

taman dipagari, halaman sekolah sempit (tidak

sebanding dengan jumlah murid), lapangan

olahraga terbatas, lokasi-lokasi kosong dipagari

dsb.

Dari beberapa hal yang disebutkan di atas

merupakan faktor penghambat bagi anak-anak SD

di kota Kendari untuk melakukan aktivitas fisik

seperti bermain, berolahraga, dan sebagainya.

Sedangkan Konawe Selatan yang relatif masih

luas wilayahnya (tanah kosong) dibanding dengan

kota Kendari merupakan indikasi untuk anak-anak

SD dalam melakukan aktivitasnya.

RUMUSAN MASALAH

Masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut “apakah ada

perbedaan kebugaran jasmani antara anak-anak SD

kota Kendari dengan anak-anak SD di pedalaman

Konawe Selatan ?”

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaan kebugaran jasmani antara anak-anak SD

kota Kendari dengan anak-anak SD di Konawe

Selatan.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Kebugaran Jasmani.

Secara harfiah kebugaran diartikan sama

dengan kesegaran. Jadi kebugaran jasmani adalah

derajat kesehatan yang dimiliki seseorang dalam

kehidupan sehari-hari. Depdikbud (1995:1)

mendefenisikan bahwa kebugaran jasmani adalah

kondisi jasmani yang bersangkut paut dengan

kemampuan dan kesanggupannya berfungsi dalam

pekerjaan secara optimal dan efisien. Sajoto

(1988:43) mengutip pendapat Rink dkk & Hafen

dkk bahwa kesegaran jasmani adalah kemampuan

seseorang menyelesaikan tugas sehari-hari tanpa

mengalami kelelahan berarti, dengan pengeluaran

energy yang cukup besar, guna memenuhi

kebutuhan geraknya dan menikmati waktu luang

serta untuk memenuhi keperluan darurat bila

sewaktu-waktu diperlukan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

suksesnya seseorang melakukan pekerjaan fisik

dalam kehidupan sehari merupakan salah satu

indikator bahwa orang tersebut memiliki derajat

kebugaran jasmani yang baik. Tanpa memiliki

kebugaran jasmani yang baik berarti orang

tersebut tidak dapat beraktivitas dengan sempurna.

Soemosasmito (1988:22) berpandangan

bahwa seseorang yang memiliki kesegaran jasmani

tinggi akan memiliki kekuatan dan ketahanan

untuk melakukan tugas-tugas hariannya tanpa

merasakan lelah, dan masih memiliki tenaga

cadangan untuk mengikuti kegiatan waktu luang,

dan yang berkaitan dengan keadaan darurat.

Suhantoro (1986:12) mendefenisikan

kebugaran jasmani adalah aspek fisik dari

kesegaran menyeluruh yang memberikan

kesanggupan kepada seseorang untuk melakukan

pekerjaan produktif sehari-hari, tanpa adanya

kelelahan yang berlebihan dan masih mempunyai

cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang

dengan baik maupun melakukan pekerjaan dengan

mendadak.

Moeloek (1984:1) mendefenisikan

kebugaran jasmani dari sudut pandang fisiologi

bahwa kebugaran jasmani adalah kesanggupan dan

kemampuan tubuh melakukan penyesuaian

terhadap pembebanan fisik yang diberikan

kepadanya (dari kerja yang dilakukan sehari-hari)

tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

Sedangkan Siedentop (1990:156)

mendefesikan bahwa kebugaran jasmani sebagai

derajat kekuatan dan ketahanan otot seseorang

yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari. Selanjutnya Siedentop mengutip

pendapat Larson & Yokom menyebutkan

beberapa karakteristik kebugaran jasmani sebagai

berikut ; resistance to deseases (ketahanan

terhadap penyakit), muscular strength and

endurance (kekuatan dan ketahanan otot),

cardiovascular endurance (ketahanan

cardiovascular), muscular power (kemampuan

otot), flexibility (fleksibilitas), speed (kecepatan),

agility (agilitas), balance (keseimbangan), dan

accuracy (akurasi).

Selanjutnya Siedentop (1990:161)

menyatakan bahwa…… it will enable you to

perform motor task better and more efficiently

Page 32: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

32

(….kemampuan dengan kebugaran performa gerak

memungkinkan seseorang dapat melakukan tugas

dengan lebih baik dan efisien).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran

Jasmani

Mc Ardle, et al (1994:96) menyatakan

bahwa “the effect of body mass”. Ini berarti

massa tubuh adalah salah satu factor yang

mempengaruhi kebugaran jasmani. Artinya ukuran

tubuh seseorang sangat menentukan dalam

melakukan aktivitas fisik. Selain itu Mc Ardle

(1994:131) menambahkan bahwa program latihan

fisik juga dapat mempengaruhi kebugaran jasmani

tanpa memperhitungkan latar belakang kesehatan

seseorang.

Bouchard, et al (1993:19) mengemukakan

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

kebugaran jasmani seseorang yaitu ; gaya hidup,

aktivitas fisik, lingkungan fisik, lingkungan sosial

dan atribut-atribut pribadi.

Perkembangan Fisik Anak – anak SD Kelas

Tinggi.

Anak SD kelas tinggi adalah anak usia

sekitar 10 – 12 tahun. Laki-laki maupun

perempuan, sejalan dengan pertumbuhan dan

perkembangan mereka semakin tinggi dan semakin

besar maka kemampuan fisik pun meningkat.

Beberapa macam kemampuan fisik yang cukup

nyata menurut Depdiknas (2002:42) adalah

kekuatan, fleksibilitas , keseimbangan dan

koordinasi. Ditambahkan bahwa anak perempuan

peningkatan kekuatan tercepatnya dicapai pada

usia antara 9 – 10 tahun, sedangkan pada anak

laki-laki dicapai pada usia 11-12 tahun.

Faktor - faktor yang Mempengaruhi

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Besar.

Pertumbuhan adalah proses peningkatan

yang ada pada diri seseorang yang bersifat

kuantitatif atau peningkatan dalam hal ukuran

(Depdiknas, 2002:4). Istilah pertumbuhan kadang-

kadang digunakan dalam kaitannya dengan

peningkatan kemampuan intelektual dan

sosial,tetapi dalam studi perkembangan gerak

cenderung digunakan dalam kaitannya dengan

peningkatan ukuran fisik, seperti bertambahnya

tinggi badan, lebar bahu, lebar panggul, ketebalan

dada, berat badan dan sebagainya.

Sedangkan perkembangan adalah proses

perubahan kapasitas fungsional atau kemampuan

kerja organ-organ tubuh ke arah kedaan yang

makin terorganisasi dan terspesialisasi. Makin

terorganisasi artinya organ-organ tubuh semakin

bisa dikendalikan sesuai dengan kemauan

fungsinya masing-masing (Depdiknas, 2002:5).

Sebagai contoh adalah anak kecil mula-mula baru

bisa memegang bola dan belum bisa memantul-

mantulkannya ke lantai, kemudian baru bisa

memangtul-mantulkannya sekali-dua kali, dan

selanjutnya bisa melakukannya dengan gerakan

yang lancer menggunakan dua tangan atau satu

tangan berulang kali tanpa terlepas.

Adapaun faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan individu secara

singkat dapat disebutkan sebagai berikut : (1) gizi

makanan, (2) aktivitas fisik dan kondisi emosional,

(3) penyakit yang diidap, (4) Obat-obatan, alkohol

dan rokok. Sedangkan faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan fisik menurut Tanner

(1978) dalam Depdiknas (2002:20) adalah sebagai

berikut : (1) keturunan, (2) pengaruh gizi, (3)

perbedaan suku, (4) musim dan iklim, (5)

penyakit, (6) himpitan psikososial, (7) urbanisasi,

(8) jumlah keluarga dan status sosial ekonomi, (9)

kecenderungan sekuler.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kausal

komparatif dengan tujuan untuk mencari

hubungan sebab – akibat yang terjadi berdasarkan

data yang ada kemudian mencari factor-faktor

peneyebabnya.

Variabel Penelitian

Penelitian ini hanya satu variabel yaitu kebugaran

jasmani sebagai variabel konsekwen , sedangkan

lokasi SD kota dan SD Konawe Selatan sebagai

variabel anteseden.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah 891

orang siswa, berasal dari SDN 1 Kendari Barat,

SDN 21 Kendari Barat, SDN 12 Baruga (SD kota

Kendari), dan SD Kecil Negeri Bungin Kecamatan

Tinanggea, dan SDN Saponda Darat kecamatan

Page 33: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

33

Soropia (SD pedalaman Konsel) sedangkan

sampelnya terdiri dari 147 orang siswa putra dan

putri.

Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah tes

kebugaran jasmani yang terdiri dari (1) lari cepat

40 meter, (2) angkat tubuh (pull up) selama 30

detik, (3) baring duduk (sit up) 30 detik, (4) loncat

tegak (vertical jump) dan (5) lari 600 meter.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini

dengan cara melakukan tes dan pengukuran

masing-masing item sebagai berikut.

1. Lari cepat 40 meter diukur dengan waktu,

menggunakan stop watch.

2. Angkat tubuh (pull up) diukur dengan waktu

menggunakan stop watch, berapa kali

kemampuan mengangkat naik turun tubuh

selama 30 detik.

3. Baring duduk (sit up) juga diukur dengan

waktu menggunakan stop watch, berapa kali

baring dan duduk selama 30 detik.

4. Loncat tegak (vertical jump), tes kemampuan

meloncat tegak ke atas sebanyak 3 kali

loncatan dengan raihan, diukur dengan satuan

meter/sentimeter.

5. Lari 600 meter diukur dengan waktu juga

menggunakan stop watch, berapa menit/detik

yang dicapai dari star hingga finish.

Pengolahan, Analisis dan Penafsiran Data.

Hasil uji normalitas data, bahwa semua

data berdistribusi normal pada taraf signifikansi

0,05. Pengujian homogenitas variansi data dengan

menggunakan program SPSS 6,0 dan 7,5 for

windows.

Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata

Rangkuman Hasil Uji Beda Rata-Rata

Kebugaran Jasmani Anak Laki-Laki Kelas

Tinggi (IV,V, dan VI) SD Kota Kendari dan SD

Konawe Selatan.

Secara rata-rata anak laki-laki kelas IV SD

Negeri di Konawe Selatan tingkat kebugaran

jasmaninya lebih baik dibanding dengan anak

laki-laki kelas IV SD Negeri di Kota Kendari dari

5 item tes kebugaran jasmani yang dilakukan.

Demikian pula di kelas V, kecuali pada item tes

sit up antara SD Konsel dan SD kota tidak ada

perbedaan. Untuk item tes pull up anak-anak SD

Konawe Selatan (Konsel) lebih baik disbanding

dengan anak-anak SD di Kota Kendari. Demikian

pula pada item tes vertical jump, lari cepat 40

meter dan lari jauh 600 meter anak laki-laki SD

Konsel sebih baik dibanding dengan dengan anak

laki-laki SD Kota Kendari.

Untuk kelas VI pada item tes pull up 30

detik, sit up 30 detik dan vertical jump tidak ada

perbedaan antara anak laki-laki SD Konsel dengan

anak laki-laki SD Kota Kendari, kecuali pada item

tes lari cepat 40 meter dan lari jauh 600 meter

anak laki-laki SD Konsel lebih baik dibanding

dengan anak laki-laki SD Kota Kendari.

Rangkuman Hasil Uji Beda Rata-Rata

Kebugaran Jasmani Anak Perempuan Kelas

Tinggi (IV,V, dan VI) SD Kota Kendari dan SD

Konawe Selatan.

Secara umum kebugaran jasmani anak

perempuan kelas IV SD Konsel tidak ada

berbedaan dibanding dengan kebugaran jasmani

anak perempuan kelas IV SD di Kota Kendari,

kecuali pada item tes lari cepat 40 meter dengan

lari jauh 600 meter. Lari cepat 40 meter dan lari

jauh 600 meter anak perempuan SD di Konawe

Selatan lebih baik dibanding dengan anak

perempuan SD di kota Kendari. Demikian pula

kebugaran jasmani anak-anak perempuan kelas V,

antara anak SD Konawe Selatan dengan anak

perempuan kota Kendari tidak ada perbedaan,

kecuali pada item tes pull up, sit up dan vertical

jump. Pull up, sit up dan vertical jump anak-anak

perempuan kelas V SD Konawe Selatan lebih baik

dibanding dengan anak-anak perempuan kelas V

SD Kota Kendari.

Untuk kelas VI, antara anak-anak

perempuan SD kota Kendari dengan anak-anak

perempuan SD di Konawe Selatan tidak ada

perbedaan kebugaran jasmani, kecuali pada item

tes lari cepat 40 meter, sit up 30 detik dan vertical

jump. Lari cepat 40 meter dan sit up 30 detik serta

vertical jump lebih baik anak-anak perempuan SD

di Konawe Selatan dibanding dengan anak-anak

perempuan SD di kota Kendari.

Page 34: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

34

RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN

Lari cepat 40 meter mulai dari kelas

IV,V, dan VI lebih baik anak laki-laki SD

Konawe Selatan dibanding dengan anak laki-laki

SD di kota Kendari. Hal ini dapat dimungkinkan

karena anak pedalaman terbiasa dengan aktivitas

fisik yang mereka lakukan tanpa batas, disamping

itu didukung pula dengan lingkungan alam yang

begitu luas. Anak-anak SD di pedalaman lebih

leluasa mengeksploitasi lingkungan dibanding

dengan anak-anak SD di kota. Untuk perempuan

kecepatan lari 40 meter anak kelas IV dan V SD

Konawe Selatan lebih baik dibanding dengan anak

SD kota Kendari. Di kelas VI anak perempuan SD

Konawe Selatan lebih baik dibanding dengan anak

SD kota Kendari. Hal ini sama dengan yang

ditemukan oleh AAHPER (1976) yang dikutip

oleh Gallahua (1985) dalam Sajoto (1988:55) yang

mengatakan bahwa kecepatan anak - anak

biasanya makin membaik sampai pada usia 12

tahun, baik pada anak laki-laki maupun wanita.

Tetapi setelah itu biasanya anak-anak wanita tidak

menunjukkan kemajuan, sedang anak laki-laki

cenderung membaik sampai usia belasan tahun

saja.

Pull up dan sit up anak laki-laki kelas IV

SD pedalaman lebih baik dibanding dengan anak-

anak SD kota Kendari. Sedangkan di kelas V dan

VI tidak ada perbedaan antara anak pedalaman

dengan anak-anak SD kota Kendari. Untuk anak

perempuan di kelas V dan VI SD Konawe Selatan

lebih baik dibanding dengan anak SD kota

Kendari. Menganai masalah ini banyak hal yang

menjadi pertimbangan di antaranya adalah faktor

kematangan fisik dan fisiologis anak besar karena

pada masa anak besar menurut Waharsono dan

Sajoto dalam Depdiknas (2002:32) pada masa ini

terjadi kemampuan fisik yang semakin jelas

terutama dalam hal kekuatan, fleksibilitas,

keseimbangan dan koordinasi. Karena

pertumbuhan dan tingkat kematangan fisik dan

fisiologis membawa dampak pada perkembangan

kemampuan fisik. Pertumbuhan fisik erat

kaitannya dengan terjadinya proses peningkatan

kematangan fisiologis pada diri setiap individu.

Vertical jump anak laki-laki kelas IV dan

V SD Konawe Selatan lebih baik dibanding

dengan anak laki-laki SD kota Kendari tetapi di

kelas VI anak laki-laki SD kota Kendari lebih baik

dibanding dengan anak SD Konawe

Selatan.Unggulnya anak-anak kota di item vertical

jump diduga kuat karena pengaruh kebiasaan

bermain basket di halaman rumah dan di sekolah

disamping berbagai kegiatan fisik lain yang

dilakukan anak-anak di luar lingkungan sekolah.

Untuk perempuan kelas IV SD Konawe Selatan

tidak ada perbedaan dengan anak SD kota

Kendari. Sedangkan di kelas V dan kelas VI anak-

anak perempuan SD Konawe Selatan lebih baik

dibanding dengan anak-anak SD di kota Kendari.

Hal ini terjadi karena akibat seringnya melakukan

aktivitas fisik membatu orang tua bekerja

menyelesaikan tugas-tugas rutin di rumah dan

kegiatan bermain tradisional seperti bermain tali,

berlari di jalanan, dan berbagai aktivitas lainnya

yang tanpa disadari bahwa aktivitas fisik tersebut

ternyata turut mendukung perkembangan

kemampuan fisik untuk melakukan suatu

keterampilan gerak (vertical jump). Dalam

hubungan inilah sehingga Rusli Lutan (1988:367)

mengatakan bahwa perkembangan dan penguasaan

keterampilan gerak pada umumnya dipengaruhi

oleh kondisi lingkungan sosial budaya.Yang

dimaksud lingkungan sosial budaya di sini adalah

kebiasaan hidup seseorang manusia dimana saja

ia berdomisili.

Lari jauh 600 meter, secara umum anak

laki-laki SD di Konawe Selatan lebih baik

dibanding dengan anak-anak SD di kota Kendari.

Hal ini dapat diduga bahwa anak laki-laki

pedesaan kebebasan beraktivitasnya lebih banyak

dibandingkan dengan anak-anak SD di kota

Kendari seperti, berjalan kaki ke sekolah, bermain

kejar-kejaran, bermain hadang , bermain enggo

dan setumpuk jenis permainan tradisional lainnya

bahkan termasuk permainan modern seperti sepak

bola (futsal) dan lain-lain yang dapat dilakukan di

mana saja tanpa tedeng aling-aling. Kebiasaan-

kebiasaan semacam ini ternyata merupakan suatu

kontribusi yang besar untuk meningkatkan

kemampuan berlari. Sedangkan untuk perempuan

antara anak SD Konawe Selatan dengan anak SD

kota Kendari tidak ada perbedaan.

Masalah ini berkaitan dengan masa

berakhirnya tingkat kematangan fisik dan

fisiologis anak dan kemampuan berlari tentu tidak

lepas dari salah satu faktor pendukungnya yaitu

faktor kebugaran jasmani anak itu

sendiri.Kemudian secara psikologis

Page 35: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

35

perkembangan fisik dan fisiologi bagi anak

perempuan biasanya pada umur-umur 11 sampai

12 tahun mengalami penurunan kecepatan berlari.

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh

Sugiyanto dan Sudjarwo (1992:155) bahwa

penampilan kebugaran jasmani anak laki-laki

meningkat secara teratur sesuai bertambahnya

umur sampai kira-kira 12 tahun, setelah umur

tersebut penanmpilan meningkat secara drastis,

sebaliknya penampilan anak perempuan setelah

umur 12 tahun makin menurun.

KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

Kesimpulan

1. Kebugaran jasmani anak SD kelas tinggi di

Konawe Selatan berbeda dengan kebugaran

jasmani ana-anak SD di kota Kendari.

2. Kebugaran jasmani anak SD kelas tinggi

Konawe Selatan lebih baik dibanding dengan

anak- anak SD di kota Kendari.

3. Terjadinya perbedaan kebugaran jasmani

kelas tinggi SD Konawe Selatan dengan SD

di kota Kendari umumnya dipengaruhi oleh

faktor lingkungan sosial budaya setempat.

4.

Saran-saran

1. Disarankan kepada para guru penjas SD agar

pengajaran praktek langsung di lapangan lebih

diprioritaskan daripada pengajaran teori di

dalam kelas.

2. Pengajaran penjas sebaiknya menggunakan

pendekatan modifikasi agar sesuai dengan

kondisi sekolah dan perkembangan peserta

didik.

3. Para orang tua anak SD baik di Konawe

Selatan maupun orang-orang tua anak SD di

kota Kendari sebaiknya lebih banyak memberi

peluang kepada anaknya untuk melakukan

aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari

demi terciptanya kebugaran jasmani anak itu

sendiri.

4 Pemerintah daerah dalam mendirikan gedung

SD sebaiknya menyiapkannya dengan halaman

yang representatif untuk tempat bermain anak-

anak atau lapangan yang memadai untuk

kegiatan praktek pengajaran pendidikan

jasmani.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Yogyakarta dan Wahana Komputer

Semarang (1997), Analisis Statistik

Non

Parametrik dengan SPSS 7.5 for Windows 95,

(Terbitan kerjasama).

________(1998), Panduan Lengkap SPSS 6.0 for

Windows (Terbitan kerjasama).

Bouchard, Claude, et al (1993), Physical Activity,

Fitness, and Health Concensus

Statement, USA : Human Kinetics

Publishers.

Page 36: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

36

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DASAR IPA MELALUI METODE DISCOVERY

PADA MAHASISWA S1 PGSD SEMESTER II FKIP UNIVERSITAS HALUOLEO1

Dorce B.Pabunga2

Abstrak. Telah dilakukan penelitian dengan judul: “Meningkatkan Pemahaman Konsep Dasar IPA

Melalui Metode Discovery pada Mahasiswa S1 PGSD Semester II FKIP Universitas Haluoleo”.

Tujuan penelitian adalah: 1) Untuk meningkatkan kreativitas mahasiswa dalam menyelesaikan soal

IPA dengan peningkatan pemahaman konsep IPA melalui metode discovery; dan 2) Untuk mengetahui

peningkatan pemahaman konsep dasar IPA mahasiswa S1 PGSD Semester II FKIP Unhalu. Metode

yang digunakan adalah desain penelitian tindakan kelas melalui 2 (dua) siklus, dengan tahapan: (1)

perencanaan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan evaluasi; (4) refleksi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa: 1) Penerapan metode Discovery dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa

dalam proses pembelajaran; dan 2) Penggunaan metode Discovery dapat meningkatkan pemahaman

Konsep dasar IPA mahasiswa S1 PGSD Semester II FKIP Unhalu tahun akademik 2009/2010.

1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen Jurusan Pendidikan FKIP Unhalu

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidkan IPA dewasa ini diarahkan pada

pengembangan individu yang melek sains dan

teknologi telah menjadi penekanan dalam

pelaksanaan kurikulum yang berlaku yang

diarahkan pada kemampuan berpikir kritis dan

kreatif berdasarkan metode ilmiah

Konsep IPA adalah suatu ide yang

mempersatukan fakta-fakta. Konsep merupkan

penggabungan antara fakta-fakta yang ada

hubungannya satu sama lain. Contoh: semua zat

tersusun atas partikel-partikel; benda-benda hidup

dipengaruhi oleh lingkungan; materi akan berubah

tingkat wujudnya bila menyerap atau melepaskan

energi; Prinsip IPA adalah generalisasi tentang

hubungan antara konsep-konsp IPA. Contohnya:

udara yang dipanaskan memuai, adalah prinsip

menghubungkan konsep udara, panas, pemuaian.

Artinya udara akan memuai jika udara tersebut

dipanaskan, sedangkan Teori ilmiah merupakan

karangka yang lebih luas dari fakta-fakta, konsep-

konsep, dan prinsip-prinsip yang saling

berhubungan. Teori bisa juga dikatakan sebagai

model, atau gambar yang dibuat oleh ilmuan untuk

menjelaskan gejala alam. Contoh, teori

meteorologi membantu para ilmuan untuk

memahami mengapa dan bagaimana kabut dan

awan terbentuk.

Di dalam Purnell’s; Concise Dictionary of

Science ... (1983), yang terjemahannya ”IPA

adalah pengetahuan manusia yang luas yang

didapatkan dengan cara observasi dan eksprimen

yang sistimatik, serta dijelaskan dengan bantuan

aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip,

teori-teori dan hipotesa-hipotesa”. Jadi, sekali pun

Anda dalam IPA bebas mempelajari segala

sesuatu, ketika akan menggunakannya perlu

dipikirkan hal-hal lain yang juga mendasar.

Pertama, apakah cukup merusak atau tidak.

Kedua, apakah melanggar etika- estetika atau

tidak, Ketiga, apakah ini benar, dan (karena itu)

boleh dilakukan atau tidak. Jika, tidak merusak,

jika tidak melanggar etika dan estetika, dan jika itu

benar dan boleh, maka lakukanlah. Tetapi, kalau

ketiga petanyaan itu ada jawaban yang negative,

maka lupakan saja rencana Anda. Karena,

mungkin akan merusak, mungkin melanggar etika-

estetika, mungkin melnggar moral. Maka dari itu,

IPA dalam implimentasinya tidak lepas

keterkaitannya dengan ilmu-ilmu lain sebagaimana

keterkaitannya ilmu lain itu dengan ilmu lainnya.

Kekurang tepatan menggunakan suatu

metode dapat menimbulkan kebosanan, kurang

dipahami dan monoton sehingga mengakibatkan

sikap yang acuh terhadap pelajaran IPA. Masalah

ini seringkali menghambat dalam pembelajaran.

Kurang tepatnya pemilihan metode mengajar oleh

guru akan mempengaruhi pretasi belajar yang

dicapai oleh mahasiswa. Selain metode mengajar

hal lain yang juga sangat mempengaruhi adalah

minat mahasiswa dalam pelajaran IPA pada

khususnya masih sangat rendah. Hal ini karena

Page 37: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

37

mahasiswa beranggapan bahwa IPA adalah

pelajaran yang sulit dan menakutkan.

Suatu kesalahan yang sering terjadi adalah

ketika dosen kurang memperhatikan tingkat

pemahaman mahasiswa dalam mengikuti

perubahan tahap demi tahap dalam mencapai

materi pelajaran, mahasiswa hanya di buat

tercengang oleh dosen dalam mempermainkan

rumus yang begitu runtut dalam sebuah rangkaian

pokok bahasan. Kondisi ini mungkin bagi dosen

suatu pekerjaan yang remeh jika sekedar menulis

rumus yang sebenarnya dapat dijadikan sebagai

penuntun mahasiswa dalam memahami materi dan

penyelesaian soal-soal.

Untuk mengantisipasi masalah tersebut

maka perlu dicarikan suatu formula pembelajaran

yang tepat sehingga dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah IPA mahasiswa.

Para guru hendaknya terus berusaha menyusun

dan menerapkan berbagai cara variansi agar

mahasiswa tertarik dan bersemangat dalam

mengikuti pelajaran IPA salah satunya melalui

metode discovery.

Melalui pendekatan pembelajaran

discovery, yaitu mengajak mahasiswa untuk dapat

menemukan masalah-masalah yang berkaitan

dengan materi pelajaran sehingga mahasiswa

dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar

mengajar. Guru atau dosen sebagai fasilisator

menciptakan proses belajar aktif, kreatif dan

menyenangkan secara garis besar proses

pembelajaran dengan discovery. Dalam langkah

ini mahasiswa diminta kembali untuk menganalisis

hasil eksperimen yang di lakukan kelompoknya

dengan jalan diberi lembar kegiatan mandiri yang

masih relevan dengan hasil percobaan untuk

dikerjakan secara individu. Dalam proses ini

bertujuan agar mahasiswa dapat mengembangkan

kemampuan berfikir dan dapat menemukan

kesimpulan dari jawaban dari permasalahan yang

ada. Langkah yang ada terakhir adalah

memberikan tugas mandiri kepada mahasiswa

untuk dikerjakan di rumah.

Masalah yang dapat teridentifikasi selama

ini adalah bahwa: 1) Hasil belajar Konsep Dasar

IPA mahamahasiswa relatif lebih rendah jika

dibandingkan dengan nilai mata kuliah lainnya,

sehingga sampai saat ini belum sesuai dengan

harapan; 2) Faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar mahamahasiswa yang berupa faktor

individual dan faktor sosial belum dioptimalkan

dalam proses belajar mengajar; 3) Faktor yang

berasal dari diri mahamahasiswa yang berupa

kecerdasan interpersonal belum dioptimalkan

dalam belajar; 4) Setiap mahamahasiswa

mempunyai kecerdasan intrepersonal yang

berbeda-beda adabyang mempunyai skor tinggi

dalam kecerdasan interpersonal dan ada yang

tidak. Sehingga ada yang dapat memotivasi

terhadap dirinya dan ada yang acuh terhadap

dirinya sendiri.

Kenyataan-kenyataan seperti di atas itulah

yang mendorong peneliti untuk mengadakan

penelitian dengan judul “Meningkatkan

Pemahaman Konsep Dasar IPA Melalui

Metode Discovery pada Mahasiswa S1 PGSD

Semester II FKIP Universitas Haluoleo.

B. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah “

Apakah dengan menggunakan metode discovery

keaktivan dan pemahaman konsep IPA mahasiswa

S1 PGSD Semester II FKIP Unhalu dapat

ditingkatkan?”.

C. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah “

Apakah dengan menggunakan metode discovery

keaktivan dan pemahaman konsep IPA mahasiswa

S1 PGSD Semester II FKIP Unhalu dapat

ditingkatkan?”.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesulitan dalam Mempelajari IPA

Pada umumnya seorang akan tertarik

untuk mempelajari sesuatu bila yang bersangkutan

bisa merasakan manfaat bagi dirinya, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Begitu pula

dengan minat mahasiswa terhadap mata pelajaran

IPA di sekolah maupun di perguruan tinggi turut

mempengaruhi hasil belajar mahasiswa tersebut.

Dalam proses belajar mengajar seorang

guru selalu dituntut untuk dapat membantu

mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar.

Partowisastro dan Hadi Suparto (1978 : 21)

mengatakan bahwa salah satu tugas yang paling

sulit untuk seorang guru dan penyuluh pendidikan

adalah tugas untuk mengadakan dan membantu

Page 38: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

38

pemecahan kesulitan belajar yang dihadapi para

mahasiswa. Kesulitan untuk mengadakan diagnosa

dan membantu memecahkan kesulitan belajar

disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Penyebab kesulitan belajar yang dihadapi para

mahasiswa itu sangat beraneka ragam.

2. Kesulitan belajar itu sangat kompleks,

sehingga penyebab tersebut tidak dapat

dipahami secara sempurna oleh ahli sekalipun.

3. Suatu usaha pemecahan kesulitan belajar

dapat dilakukan dengan baik dan berhasil untuk

seorang mahasiswa akan tetapi belum tentu

berhasil dalam memecahkan kesulitan belajar

mahasiswa lain.

Meskipun disadari begitu beraneka ragam

dan kompleksnya kesulitan belajar yang dihadapi

mahasiswa, tetapi perlu dari para guru untuk

memastikan di mana letak atau kesulitan yang

mengganggunya sehingga dapat memperbaiki

kesulitan belajarnya.

Sehubungan dengan pendapat tersebut,

Silverius (1991 : 160) menyatakan bahwa terdapat

empat langkah utama dalam memperbaiki

kesulitan belajar yaitu:

1. Menentukan mahasiswa yang mana yang

mempunyai kesulitan belajar.

2. Menentukan wujud khusus dari kesulitan

belajar itu.

3. Menentukan faktor-faktor yang menyebabkan

kesulitan belajar.

4. Menentukan prosedur remedial yang sesuai.

B. Menentukan Mahasiswa yang Mempunyai

Kesulitan Belajar.

Menentukan mahasiswa yang mengalami

kesulitan belajar dapat digunakan prestasi belajar

yang diperolehnya sebagai salah satu indikator.

Apabila mahasiswa memperoleh prestasi di bawah

target yang harus dicapai atau mahasiswa tersebut

belum mencapai kemampuan minimal maka

mahasiswa dimaksud mengalami kesulitan belajar.

Jika ditinjau lebih lanjut apa yang telah

diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa

mahasiswa mengalami kesulitan dalam

mempelajari IPA akan memperoleh prestasi

belajar rendah. Hal tersebut disebabkah oleh

adanya gangguan belajar yang diidentifikasikan

dari kesalahan mahasiswa dalam menyelesaikan

soal IPA kepadanya.

C. Menentukan Wujud Khusus dari Kesulitan

Belajar

Untuk mengetahui wujud khsusus dari

kesulitan belajar mahasiswa dalam mempelajari

IPA maka dilakukan proses analisis. Adapun

proses analisis tersebut melalui tahapan yakni

tahap transkripsi, klasifikasi dan kesimpulan.

D. Kesulitan dalam Mempelajari IPA

Pada umumnya seorang akan tertarik

untuk mempelajari sesuatu bila yang bersangkutan

bisa merasakan manfaat bagi dirinya, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Begitu pula

dengan minat mahasiswa terhadap mata pelajaran

IPA di sekolah maupun di perguruan tinggi turut

mempengaruhi hasil belajar mahasiswa tersebut.

Dalam proses belajar mengajar seorang

guru selalu dituntut untuk dapat membantu

mahasiswa yang mengalami kesulitan belajar.

Partowisastro dan Hadi Suparto (1978 : 21)

mengatakan bahwa salah satu tugas yang paling

sulit untuk seorang guru dan penyuluh pendidikan

adalah tugas untuk mengadakan dan membantu

pemecahan kesulitan belajar yang dihadapi para

mahasiswa. Kesulitan untuk mengadakan diagnosa

dan membantu memecahkan kesulitan belajar

disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Penyebab kesulitan belajar yang dihadapi para

mahasiswa itu sangat beraneka ragam.

2. Kesulitan belajar itu sangat kompleks, sehingga

penyebab tersebut tidak dapat dipahami secara

sempurna oleh ahli sekalipun.

3. Suatu usaha pemecahan kesulitan belajar dapat

dilakukan dengan baik dan berhasil untuk

seorang mahasiswa akan tetapi belum tentu

berhasil dalam memecahkan kesulitan belajar

mahasiswa lain.

Meskipun disadari begitu beraneka ragam

dan kompleksnya kesulitan belajar yang dihadapi

mahasiswa, tetapi perlu dari para guru untuk

memastikan di mana letak atau kesulitan yang

mengganggunya sehingga dapat memperbaiki

kesulitan belajarnya.

Sehubungan dengan pendapat tersebut,

Silverius (1991 : 160) menyatakan bahwa terdapat

Page 39: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

39

empat langkah utama dalam memperbaiki

kesulitan belajar yaitu:

1. Menentukan mahasiswa yang mana yang

mempunyai kesulitan belajar.

2. Menentukan wujud khusus dari kesulitan

belajar itu.

3. Menentukan faktor-faktor yang menyebabkan

kesulitan belajar.

4. Menentukan prosedur remedial yang sesuai.

E. Menentukan Mahasiswa yang Mempunyai

Kesulitan Belajar.

Menentukan mahasiswa yang mengalami

kesulitan belajar dapat digunakan prestasi belajar

yang diperolehnya sebagai salah satu indikator.

Apabila mahasiswa memperoleh prestasi di bawah

target yang harus dicapai atau mahasiswa tersebut

belum mencapai kemampuan minimal maka

mahasiswa dimaksud mengalami kesulitan belajar.

Jika ditinjau lebih lanjut apa yang telah

diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa

mahasiswa mengalami kesulitan dalam

mempelajari IPA akan memperoleh prestasi

belajar rendah. Hal tersebut disebabkah oleh

adanya gangguan belajar yang diidentifikasikan

dari kesalahan mahasiswa dalam menyelesaikan

soal IPA kepadanya.

F. Menentukan Wujud Khusus dari Kesulitan

Belajar

Untuk mengetahui wujud khsusus dari

kesulitan belajar mahasiswa dalam mempelajari

IPA maka dilakukan proses analisis. Adapun

proses analisis tersebut melalui tahapan yakni

tahap transkripsi, klasifikasi dan kesimpulan.

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Subyek penelitian

Subyek penelitian ini adalah seluruh

mahasiswa S1 PGSD Semester II FKIP

Universitas Haluoleo Kendari tahun ajaran

2008/2009 yang berjumlah 53 orang.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

tindakan kelas dengan menyelidiki variabel

penelitian berupa tingkat kemampuan pemahaman

Konsep IPA mahasiswa yang diajar dengan

metode discovery.

Prosedur penelitian ini meliputi: 1)

perencanaan; 2) pelaksanaan tindakan; 3)

observasi dan evaluasi; dan 4) refleksi dalam

setiap siklus. Secara rinci kegiatan pada masing-

masing tahap ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Perencanaan tindakan atau alternatif

pemecahan masalah yang timbul dalam

pengajaran di kelas.

Kegiatan pada tahap ini meliputi: (a) Tim

peneliti berdiskusi, dan mengidentifikasi

masalah pembelajaran, serta menetapkan

alternatif tindakan untuk mengatasi masalah

yang dihadapi dalam pembelajaran IPA. (b)

Tim Peneliti menyamakan persepsi tentang

konsep pembelajaran discovery yang akan

diterapkan dalam pembelajaran IPA. (c) Tim

peneliti perencanaan pengajaran/skenario

pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap model

discovery yang akan diterapkan untuk

mempercepat pemahaman mengenai konsep

IPA mahasiswa. (d) Tim peneliti

mengembangkan format pengamatan

pembelajaran untuk melihat kemajuan tingkat

pemahaman mahasiswa.

2) Pelaksanaan tindakan

Kegiatan pada tahap ini adalah

melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan

penerapan metode discovery dalam pembelajaran

stoikiometri larutan sesuai dengan rencana

pengajaran yang akan dilaksanakan oleh seorang

dosen yang telah ditetapkan bersama sebelumnya.

3) Observasi dan Evaluasi

Dalam tahap ini dilaksanakan observasi

terhadap pelaksanaan tindakan dengan

menggunakan format pengamatan pembelajaran

yang telah dirancang sebelumnya.

4) Refleksi

Kegiatan refleksi bertujuan untuk

menganalsis data pada setiap akhir siklus dengan

prosedur analisis sebagai berikut: mereduksi data;

menyajikan data; dan penyimpulan. Refleksi

dilakukan terhadap seluruh hasil observasi oleh

Page 40: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

40

tim dosen untuk menentukan tindakan pada tahap

berikutnya.

Adapun indikator dalam penelitian ini

adalah sebanyak 80%. Mahasiswa memiliki

penguasaan konsep dasar IPA telah mencapai

kebenaran 70%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

1. Tindakan Siklus I

a. Observasi

Hasil observasi terhadap aktivitas

mahasiswa menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

(1). Pada pertemuan pertama (penelitian),

mahasiswa terlihat masih berupaya menyesuaikan

diri dengan penerapan metode Discovery yang

diwujudkan dengan praktikum IPA. Untuk

pertemuan selanjutnya mahasiswa sudah merasa

mulai terbiasa dengan upaya dosen meningkatkan

pelibatan mahasiswa dalam memahami materi

yang disajikan untuk meningkatkan pemahaman

konsep dasar IPA. (2). Dari lembar observasi

pengamatan diskusi kelompok diperoleh bahwa

mahasiswa belum sepenuhnya aktif dalam proses

diskusi kelompok, dan kebanyakan mahasiswa

aktif jika dosen melakukan arahan-arahan

seperlunya dalam merangsang motivasi mereka.

(3). Sumber atau bahan pelajaran sudah disiapkan

oleh dosen berupa panduan praktikum, sehingga

dengan sumber belajar ini mahasiswa dapat

merangkum materi yang dianggap penting.

Meskipun demikian mahasiswa hanya menjadikan

itu menjadi rujukan utama dan tidak berupaya

membawa sumber lain sebagai rujukan

tambahan.(4). Sebagian mahasiswa tidak

memperhatikan penjelasan hasil diskusi dari

kelompok lain, serta tidak termotivasi tidak aktif

pada saat kelompok lain mengemukakan hasil

diskusinya setelah melaksanakan kegiatan

pembelajaran.

Sementara itu, hasil observasi terhadap

kegiatan dosen menunjukkan hal-hal sebagai

berikut: (1). Pada pertemuan pertama, dosen

belum sepenuhnya efektif dalam menyampaikan

tujuan dari pancapaian hasil belajar yang akan

diperoleh mahasiswa setelah proses pembelajaran

selesai. Sedangkan untuk pertemuan selanjutnya

dosen sudah menyampaikan pencapaian hasil

belajar secara lisan dengan baik. (2). Dosen

memantau jalannya diskusi dan

membantu/membimbing kelompok-kelompok yang

mengalami kesulitan, baik dalam prosesur maupun

dalam kaitannya dengan pemahaman konsep

materi IPA yang disampaikan. (3). Pada pertemuan

pertama, dosen sebagai pembimbing belum

sepenuhnya dapat mengorganisasikan waktu

dengan baik. Hal ini terlihat dari bertambahnya

waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan praktikum,

akibatnya kegiatan penyelesaian akhir

dilaksanakan dengan menambah waktu pulang

mahasiswa.

Dari hasil observasi terhadap dosen,

terlihat bahwa masih ada langkah-langkah dalam

proses pembelajaran yang belum dilakukan dari

beberapa langkah yang mesti dilakukan dalam

proses pembelajaran dengan menggunakan metode

Discovery. Langkah tersebut adalah dosen belum

fektif dalam membantu/mengarahkan mahasiswa

dalam kelompok yang mengalami kesulitan dalam

menyelesaikan soal dan laporan sementara.

b. Evaluasi

Setelah materi ajar mengenai Konsep

Dasar IPA yang diajarkan dengan metode

Discovery selama 1 kali pertemuan sudah dirasa

cukup, maka pada pertemuan kedua dilakukan

evaluasi atau tes tindakan siklus I. Hal ini

dilakukan untuk melihat sejauhmana peningkatan

pemahaman konsep dasar IPA mahasiswa setelah

menerapkan metode Discovery. Siswa tetap harus

bertanggung jawab secara individu terhadap hasil

belajarnya masing-masing, meskipun dalam proses

pembelajaran dilakukan secara berkelompok.

Secara umum tindakan siklus I belum

memenuhi criteria ketuntasan yang diharapkan,

sehingga proses pembelajran ini perlu direfleksi

lebih mendalam untuk menemukan solusi bagi

pemecahan masalah yang belum terpecahkan,

sehingga pada siklus berikutnya lebih baik.

c. Refleksi

Pada tahap ini, tim peneliti secara

kolaboratif menilai dan mendiskusikan

kelemahan-kelemahan dan kekurangan-

kekurangan yang terdapat pada pelaksanaan

tindakan siklus I untuk kemudian diperbaiki dan

dilaksanakan pada tindakan siklus II. Pada

tindakan siklus I berdasarkan persentase

Page 41: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

41

pelaksanaan metode Discovery melalaui

pelaksanaan praktikum, terlihat bahwa penerapan

metode pembelajaran ini belum maksimal/belum

sempurna.

Berdasarkan hasil observasi, tim peneliti

berasumsi bahwa mahasiswa belum menunjukkan

aktivitas pembelajaran yang seharusnya ada pada

metode Discovery. Hal ini terlihat dari kurangnya

mahasiswa yang berdiskusi untuk menyelesaikan

soal-soal kelompok yang harus diselesaikan,

karena dalam model pembelajaran ini menekankan

pada saling memotivasi antara mahasiswa untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan untuk

diselesaikan bersama dalam kelompok. Masih ada

mahasiswa yang acuh tak acuh pada proses kerja

kelompok, akibatnya banyak mahasiswa yang

belum mampu menjawab soal ketika dilakukan tes

tindakan siklus I. Untuk mengatasi hal ini maka

tim peneliti melakukan pengawasan yang lebih

baik pada saat diskusi dan menginformasikan

bahwa selama kegiatan pembelajaran berlangsung,

sikap dan keaktifan menjadi salah satu aspek yang

dinilai.

Tindakan Siklus II

a. Observasi

Proses pembelajaran dengan menerapkan

metode Discovery pada tindakan siklus II telah

mengalami peningkatan perbaikan kualitas.

Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas

mahasiswa selama proses pembelajaran

berlangsung menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

(1) Sebagian besar mahasisiswa telah memberikan

perhatian penuh pada materi yang diajarkan dan

kegiatan kelompok yang berkaitan dengan

aktivitasnya masing-masing. Hal ini terlihat ketika

dosen melakukan interaksi dan melakukan tanya

jawab terjadi umpan balik yang sangat baik dan

responsif dari mahasiswa. (2) Sebagian besar

mahasiswa telah mampu bekerja sama dalam

kelompok, saling berbagi tugas untuk

menyelesaikan soal di Penuntun Praktikum. Hal

ini terlihat dari besarnya persentase besarnya

mahasiswa yang telah mampu menjawab soal

dengan benar. Sebagian besar mahasiswa telah

mampu memberikan kritikan ilmiah dan

mengungkapkan pendapatnya tentang materi yang

diajarkan serta menemukan sendiri jawabannya.

Sedangkan hasil observasi terhadap

aktivitas dosen menunjukkan hal-hal sebagai

berikut: (1). Dosen senantiasa memberikan

motivasi kepada mahasiswa untuk rajin belajar

dan mampu melakukan sendiri serta menemukan

sendiri hal-hal yang penting bagi perbaikan dasar

pemahaman konsep IPA. (2). Dosen memberikan

penghargaan kepada mahasiswa ketika mereka

bertanya, dapat menjawab atau mengungkapkan

pendapatnya tentang materi yang diajarkan. (3).

Dosen mengumumkan kelompok yang mencapai

perolehan skor tertinggi pada waktu mahasiswa

mengerjakan soal pada penuntun praktikum.

Penerapan model pembelajaran metode

Discovery telah terlaksana sesuai dengan yang

diharapkan, dalam hal ini yang diharapkan adalah

peningkatan aktivitas siswa dan peningkatan

pembelajaran oleh dosen. Hal ini terlihat dari hasil

pengamatan pada lembar observasi bagi aktivitas

mahasiswa dan dosen yang menunjukkan bahwa

tidak ada langkah-langkah dalam penerapan

metode Discovery yang belum dilakukan oleh

dosen, walaupun skor yang diperoleh tidak

seluruhnya mencapai tingkat maksimum.

b. Evaluasi

Rangkaian selanjutnya pada tindakan ini

adalah memberikan tes tindakan siklus II secara

perorangan. Tes ini bertujuan untuk melihat

apakah pelaksanaan tindakan siklus II lebih baik

atau mengalami peningkatan dari pelaksanaan

tindakan siklus II.

c. Refleksi

Kegiatan refleksi pada siklus II ini

menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan

terhadap peningkatan perbaikan proses, baik

terhadap kualitas pembelajaran yang dilakukan

oleh dosen melalui indicator kemunculan tahapan

yang diharapkan. Hasil observasi yang dilakukan

peneliti menunjukkan bahwa pelaksanaan

pembelajaran dengan metode Discovery telah

memberikan hasil yang lebih baik/meningkat.

Mahasiswa telah secara interaktif dalam kelompok

saling memotivasi untuk menyelesaikan soal yang

diberikan. Hal ini menunjukkan mahasiswa telah

mempunyai motivasi belajar yang cukup baik

terhadap pemahaman konsep dasar IPA.

Berdasarkan hasil evaluasi pada aktivitas

siswa terjadi peningkatan, baik secara kelompok

maupun klasikal, bila dibandingkan dengan

aktivitas mahasiswa pada siklus I. Hal ini sesuai

dengan kemampuan pemahaman konsep dasar IPA

Page 42: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

42

mahasiswa secara klasikal pada siklus I sebesar

57,69 % dan pada siklus II sebesar 88.19 %.

Bertitik tolak dari data tes hasil belajar setelah

pembelajaran dilaksanakan dengan metode

Discovery yang diperoleh pada tindakan siklus II

terlihat bahwa, jumlah siswa yang mengalami

kemampuan memahami konsep dasar IPA

meningkat sebesar 30,50%. Oleh karena

kemampuan pemahaman konsep dasar IPAmaha

siswa pada sisklus II telah mencapai 30,50%,

maka hasil belajar dianggap telah mencapai

tingkat pemahaman yang diharapkan berdasarkan

indikator yang telah ditentukan yaitu minimal 80%

mahasiswa telah mencapai nilai ≥ 70. Dengan

demikian, hipotesis tindakan telah tercapai yaitu

dengan menggunakan metode Discovery

kemampuan pemahaman konsep dasar IPA

mahasiswa S1 PGSD Semester II FKIP Unhalu

tahun akademik 2008/2009 dapat ditingkatkan.

PEMBAHASAN

Berdasarkan data lembar

pengamatan/observasi aktivitas mahasiswa dalam

kelompok sebagaimana terdapat pada hasil

penelitian pada siklus I, bahwa persentase

mahasiswa yang memberikan perhatian penuh

terhadap informasi yang diberikan relatif kecil.

Hal ini disebabkan karena faktor-faktor yang

berasal dari dalam dan faktor dari luar diri siswa.

Faktor dari dalam diri mahasiswa itu seperti

motivasi, bakat dan potensinya yang dibawa sejak

lahir mempengaruhi seberapa besarnya

perhatiannya terhadap informasi yang diberikan

serta faktor yang berasal dari luar diri mahasiswa

seperti keadaan ekonomi dan lingkungan

sekitarnya. Sebagian besar mahasiswa sudah

merasa mengerti dengan materi yang diajarkan

dengan cukup hanya melihat teori dan prosedur

yang terdapat pada panduan praktikum. Pada

pengamatan tentang aktivitas mahasiswa untuk

mengerjakan soal dan laporan sementara serta

berdiskusi dalam kelompok. Masih ada beberapa

mahasiswa yang acuh tak acuh dengan tugas yang

harus diselesaikan bersama. Hal ini disebabkan

karena mahasiswa terbiasa mengerjakan tugas

secara individu dan masih ada mahasiswa yang

masih malu untuk berdiskusi karena merasa

memiliki kemampuan yang kurang dibanding

dengan teman sekelompoknya. Sedangkan pada

pengamatan tentang kemampuan mahasiswa

mengajukan pertanyaan/menanggapi pertanyaan

dan menghargai dan menerima pendapat terlihat

bahwa masih kurang yang beraktivitas. Hal ini

disebabkan karena sebagian besar mahasiswa

merasa malu untuk bertanya dan apabila salah

dalam menanggapi pertanyaan. Sedangkan untuk

observasi pada mempresentasikan hasil kerja

kelompok terlihat bahwa jumlah mahasiswa yang

melakukan kegiatan ini masih di bawah 10%.

Kebanyakan mahasiswa masih juga merasa enggan

untuk melakukan presentasi hasil diskusi karena

perasaan malu dan merasa memiliki pengetahuan

yang sedikit dibanding dengan teman-temannya

yang lain.

Hal-hal yang perlu perbaikan pada siklus

selanjutnya adalah mahasiswa belum memiliki

kemampuan untuk menghubungkan materi

sebelumnya yang berkaitan dengan materi yang

diajarkan. Hal ini terlihat pada saat menyelesaikan

tugas praktikum yang ada pada penuntun yang

diberikan masih ada sebagian mahasiswa kesulitan

untuk mengaitkan konsep-konsep yang telah

dipelajari sebelumnya.

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan

pada siklus I, terlihat adanya peningkatan

kemampuan pemahaman konsep dasar IPA

mahasiswa setelah melaksanakan pembelajaran

dengan menerapkan metode Discovery.

Mahasiswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya

sebanyak 9 orang siswa atau sekitar 17,31%.

Bertitik tolak dari kekurangan-kekurangan

yang dapat dilihat dari minimnya aktivitas

mahasiswa pada saat pembelajaran tingkat

pemahaman konsep dasar IPA mahasiswa pada

tindakan I yang belum memenuhi indikator

keberhasilan dalam penelitian ini yaitu minimal

80% siswa telah memperoleh nilai minimal 70,

maka penelitian ini dilanjutkan pada tindakan

siklus II. Pada siklus II, metode Discovery

kembali dilaksanakan. Mahasiswa tetap berada

dalam kelompoknya masing-masing sebagaimana

pembagian kelompok pada tindakan siklus I.

Dari hasil observasi terhadap aktivitas

mengajar dosen dan mahasiswa pada siklus II,

menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran telah

sesuai dengan yang diharapkan. Kekurangan-

kekurangan pada siklus I sudah mampu diatasi,

seperti sebagian mahasiswa yang belum mampu

menjawab pertanyaan dengan sedikit bimbingan

Page 43: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

43

dari dosen dan bantuan teman sekelompoknya,

mereka akhirnya dapat memahami dan menjawab

pertanyaan sehingga dapat mempresentasikan

jawabannya dengan lebih baik. Selain itu dosen

memberi motivasi kepada mahasiswa untuk

mempelajari materi yang telah diajarkan pada

kelas terdahulu yang berkaitan dengan materi yang

diajarkan sekarang. Hal ini disebabkan konsep

dasar IPA terdiri dari konsep-konsep yang relatif

sulit dan saling berkaitan antara satu dengan yang

lain.

Berdasarkan lembar observasi/pengamatan

aktivitas mahasiswa dalam kelompok telah

menunjukkan perkembangan dibandingkan dengan

siklus sebelumnya. Pengamatan pada aktivitas

mahasiswa yang memperhatikan dengan baik

penjelasan dari dosen dan membaca penuntun

hampir seluruhnya, yang berarti bahwa hampir

semua mahasiswa semakin menyadari pentingnya

memberikan perhatian penuh pada informasi yang

diberikan dosen agar hasil belajarnya dapat

mencapai/melebihi nilai standar. Sementara untuk

mengerjakan tugas praktikum dan berdiskusi

dalam kelompok juga mengalami peningkatan,

yang berarti mahasiswa telah menyadari

pentingnya bekerja sama dalam kelompok untuk

memberikan nilai terbaik untuk kelompoknya

ketika proses pembelajaran berlangsung. Karena

mahasiswa telah memberikan perhatian penuh

terhadap informasi yang diberikan serta telah

mampu bekerja sama dengan baik dalam

kelompok menyebabkan mahasiswa mampu

mengajukan pertanyaan/menanggapi pertanyaan,

menghargai/menerima pendapat serta

mempresentasikan hasil kerja kelompok dan

membuat rangkuman.

Karena indikator keberhasilan dalam

penelitian ini telah tercapai, dalam hal ini minimal

80% siswa telah mencapai nilai ≥ 70, maka

penelitian ini dihentikan pada siklus II. Ini berarti

bahwa hipotesis tindakan telah terjawab yaitu

dengan menggunakan metode Discovery

pemahaman Konsep dasar IPA mahasiswa S1

PGSD Semester II FKIP Unhalu dapat

ditingkatkan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data hasil penelitian

dapat simpulkan bahwa: Penerapan metode

Discovery dapat meningkatkan keaktivan

mahasiswa dalam proses pembelajaran

pemahaman Konsep dasar IPA mahasiswa S1

PGSD Semester II FKIP Unhalu tahun akademik

2009/2010.

Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka

direkomendasikan: 1) Perlunya sebuah proses

pembelajaran melibatkan aktivitas mahasiswa

yang lebih besar, sehingga pembelajaran lebih

bermakna; dan 2) Dosen dan mahasiswa

diharapkan memiliki rasa tanggung jawab

terhadap keberhasilan pencapaian indikator

pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Amien, M. (1987). Mengajarkan Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) dengan

Menggunakan Metode Discovery dan

Inkuiry. Jakarta: Depdikbud.

Anonimous, 1999, Penelitian Tindakan Kelas;

Bahan Pelatihan Dosen LPTK dan Guru

Sekolah Menengah, TIM Pelatih Proyek

PGSM, Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. (1992). Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta

Rineka Cipta.

Dahar, R.W. (1991). Teori-teori Belajar. Jakarta:

Erlangga

Depdiknas, (2006). Alur Pikir Pengembangan

Kurikulum S-1 PGSD; Jakarta

Dirjen Dikti. Eggen and Kauchak, 1996,

Strategies for Teacher, Teaching Content

and Thinking Skill.

Hamalik, Oemar. (1983). Metode Belajar dan

Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung

Tarsito.

Hamid, Y. (1988). Proses Belajar Mengajar dan

Pengembangan Kurikulum IPA. Jakarta.

Grasindo.

Iskandar, S.M, (1997). Pendidikan IPA PGSD.

Jakarta, Proyek Pengembangan PGSD,

Dirjen Pendidikan Tinggi. Prawotowisastro

Page 44: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

44

KERAPATAN DAN POLA PENYEBARAN TUMBUHAN PAKU (PTERIDOPHYTA)

TERESTRIAL DI KAWASAN HUTAN RIMBA MORAMO1

Damhuri2

Abstrak. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kerapatan dan pola penyebaran tumbuhan paku

(Pteridophyta) Terestrial di Kawasan Hutan Tirta Rimba Moramo. Metode yang digunakan dalam

penelitian adalah metode plot kuadrat dengan teknik random sampling.Hasil penelitian tumbuhan paku

(Pteridophyta) terestrial di kawasan hutan Tirta Rimba Moramo terdiri 33 jenis, 7 suku dan 15 marga

dengan jumlah individu terbanyak Tectaria aurita (Sw). S.Candra 528 individu dan yang terendah

Pteris aspericaulis Wall. Ex. Ag.dan Microsom sarawakense (Baker). Jenis tumbuhan paku terestrial

tertinggi adalah Tectaria aurita (Sw.) S. Candra. yaitu 0,85 ind/m2 dengan kerapatan relatif 23.25%.

Nilai kerapatan terendah Microsom sarawakense (Baker) yaitu 0.002 ind/m2 dengan kerapatan relatif

0,44%. Pola penyebaran mengelompok dan secara acak.

1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen Pendidikan Biologi FKIP Unhalu

PENDAHULUAN

Berdasarkan UU PokokKehutanan No. 5

tahun 1967 dinyatakan bahwa hutan merupakan

suatu lapangan yang ditumbuh ipohon-pohon yang

secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup

alam hayati, alam lingkungannya dan yang

ditetapkan pemerintah sebagai hutan. Menurut

Junus, dkk (1984: 3) hutan adalah suatu komunitas

tumbuh-tumbuhan yang terutama terdiri dari

pohon-pohon dan vegetasi berkayu lainnya yang

tumbuh berdekatan satu dengan lainnya. Hal ini

menunjukkan bahwa hutan merupakan suatu

ekosistem alamiah yang sangat kompleks dengan

berbagai jenis tumbuh-tumbuhan hidup

berdampingan membentuk suatu masyarakat

hutan.

Dalam suatu masyarakat hutan, masing-

masing tumbuhan mampu mengatur dirinya dalam

berinteraksi secara alami dengan tumbuhan lain,

sehingga terbentuklah kehidupan yang

berdampingan secara serasi sesuai dengan

relungekologinya. Karakteristik yang sangat

penting dari system alam terbuka adalah adanya

kecenderungan berada dalam satu kondisi yang

seimbang dan dinamis, sehingga seluruh

komponen-komponen dari system tersebut berada

dalam keadaan yang harmonis antara satu dengan

yang lainnya (Hukum keseimbangan dinamis)

(Syafei, 1994: 51).Selanjutnya Indriyanto (2006:

120) menyatakan bahwa setiap organisme dimana

saja berada akan selalu berusaha menyesuaikan

diri dengan kondisi lingkungan melalui perubahan

pada tubuh atau fungsinya, sedangkan lingkungan

juga mengalami perubahan melalui proses fisik

atau biogeokimia untuk mempertahankan kualitas

penunjang kehidupan dan keseimbangan sistem

dalam komunitas.

Komunitas merupakan suatu sistem yang

hidup dan dinamis. Soerianegara, (1976) dalam

(Junus dkk, 1984: 46) menjelaskan bahwa

komunitas hutan adalah sekelompok tumbuhan

yang dikuasai pohon yang mempunyai suatu

tempat tumbuh dan terdapat hubungan timbal balik

antar tumbuhan, dan antar tumbuhan dengan

lingkungannya.

Dalam suatu komunitas hutan terjadi pula

persaingan antara individu – individu baik dari

satu ataupun berbagai jenis spesies. Menurut Arief

(1994: 9) hal ini dikarenakan mereka mempunyai

kebutuhan yang sama dalam hal hara mineral,

tanah, air, cahaya dan ruang hidup. Persaingan ini

menyebabkan terbentuknya susunan masyarakat

tumbuhan yang khas, baik bentuk, macam, jenis

dan jumlah individunya yang disesuaikan dengan

tempat tumbuhnya.

Sulawesi Tenggara termasuk wilayah

Indonesia yang memiliki banyak kawasan hutan.

Salah satu kawasan hutan tersebut adalah Hutan

Tirta Rimba Moramo, Kecamatan Moramo.

dengan luas sekitar 40 hektar, yang terletak pada

ketinggian 0-400 m dari permukaan laut (Anonim,

Page 45: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

45

1999: 50). Kawasan Hutan Tirta Rimba Moramo

dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obyek

wisata. Selain itu terdapat pula daerah aliran

sungai yang dimanfaatkan masyarakat sekitar

untuk pengairan sawah dan sumber air bersih.

Kondisi lingkungan di hutan Tirta Rimba Moramo

sangat lembab sehingga memungkinkan berbagai

jenis tumbuhan dapat tumbuh dengan baik.

Salah satu jenis tumbuhan yang memiliki

tingkat keanekaragaman yang tinggi pada kawasan

Hutan Tirta Rimba Moramo adalah tumbuhan

paku (Pterydophyta). Tumbuhan tersebut tumbuh

tersebar di dalam kawasan hutan. Hal ini

disebabkan kemampuan adaptasi yang tinggi

terhadap kondisi lingkungan hutan, sehingga dapat

dijumpai dipermukaan tanah maupun di

pepohonan yang hidup menempel. Tumbuhan

paku yang tergolong paku tanah disebut paku

terestrial.

Paku-pakuan terestrial menyukai kondisi

lingkungan yang lembab dan ternaung, di sekitar

daerah aliran sungai dan di daerah pegunungan

yang memiliki kelembaban tinggi. Namun, ada

pula yang tumbuh pada tempat yang cukup cerah

dan kering, di sepanjang pinggir jalan. Hal ini

menunjukkan bahwa kondisi lingkungan ikut

menentukan karakteristik dan pola penyebaran

tumbuhan paku. Keberadaan jenis tumbuhan paku

terestrial di hutan Tirta Rimba Moramo

memberikan manfaat penting bagi ekosistem

hutan.

Tumbuhan paku (Pterydophyta) di muka

bumi terdapat sekitar 10.000 jenis. Dari jumlah

tersebut, kawasan Malesiana yang terdiri sebagian

besar atas kepulauan Indonesia, diperkirakan ±

1.300 jenis (Sastrapradja, 1980: 7).Selanjutnya

menurut Sinaga (2004: 2) tumbuhan paku lebih

menyenangi tempat-tempat yang sejuk dan

memiliki kelembaban yang tinggi. Pada tempat

semacam ini populasi paku-pakuan menjadi sangat

tinggi. Hutan hujan tropis yang memiliki

kelembaban yang sangat tinggi ternyata

merupakan salah satu habitat terbaik bagi

tumbuhan paku.

Tumbuhan paku (Pterydophyta)

menempati suatu rentetan luasan habitat yang

berkisar dari lahan liar agak kering dan celah-

celah batuan sampai lumpur basah, dan dari lantai

hutan sampai cabang-cabang pohon yang tinggi.

Tumbuhan ini melimpah ruah di kawasan hutan

tropis yang lebih basah dan lembab. Dari segi

vegetasi, tumbuhan paku (Pterydophyta) terutama

penting sebagai tumbuhan dalam habitat-habitat

basah di daerah tropis, meskipun tipe-tipe yang

berupa pohon dapat memberikan sumbangan yang

cukup besar kepada hutan (Polunin, 1990: 77).

Pterydophyta hidup tersebar luas di

daerah tropis yang lembab. Tumbuhan paku juga

tumbuh dengan subur di daerah beriklim sedang.

Paku di daerah beriklim sedang umumnya tumbuh

didaratan, pada tanah atau bebatuan. Di

daerahtropis, selain jenis paku epifit, juga

dijumpai berbagai jenis paku terestrial. Habitat

tumbuhan paku biasanya lembab dan agak

terlindung. Fungsi ekologi yang umum pada

tumbuhan ini adalah peranannya dalam

pembentukan tanah dan dalam siklus-siklus

pelapukan (Tjitrosomo, 1983: 108).

Pada relung-relung tebing yang curam,

didapatkan jenis-jenis tumbuhan paku yang

menyukai tempat-tempat yang lembab. Bahkan di

sumber-sumber yang panas ataupun di kawah-

kawah gunung, ada jenis-jenis tumbuhan paku

yang dapat tumbuh. Umumnya di daerah

pegunungan, jumlah jenis tumbuhan paku lebih

banyak daripada di dataran rendah. Hal ini

disebabkan oleh kelembaban yang lebih tinggi,

banyaknya aliran air dan adanya kabut. Banyaknya

curah hujan pun mempengaruhi jumlah paku yang

dapat tumbuh (Anonim, 1980: 10).

Hutan hujan tropis merupakan salah satu

habitat yang terbaik bagi tumbuhan paku. Hutan

ini kaya berbagai jenis tumbuhan paku. Hal ini

disebabkan hutan hujan tropis memiliki curah

hujan berlimpah sekitar 2000 - 4000 mm pertahun.

Suhu tinggi sekitar 25-260C dan seragam, dengan

kelembaban rata-rata sekitar 80 % (Ewusie, 1980:

249).

Kerapatan suatu jenis adalah jumlah

individu rata-rata per satuan luas. Kerapatan

ditaksir dengan menghitung jumlah individu setiap

jenis dalam kuadrat yang luasnya ditentukan, dan

kemudian penghitungan ini diulang di tempat-

tempat yang tersebar secara acak. Hasil-hasil dari

semua kuadrat ini kemudian dijumlahkan dan

kerapatan rata-rata dihitung untuk setiap jenis

(Loveless, 1989:247).

Densitas (kerapatan) dapat didefinisikan

sebagai jumlah individu suatu spesies persatuan

luas (unit area) tertentu. Densitas diperoleh

Page 46: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

46

dengan tidak perlu menghitung setiap individu

yang terdapat dalam seluruh luas area, tetapi

cukup dengan mengadakan sampling secara acak

dengan plot. Sedangkan kerapatan relatif dihitung

dengan membagi kerapatan suatu spesies dengan

kerapatan seluruh spesies dikalikan persen

(Michael, 1995: 340).

Densitas populasi adalah besarnya

populasi dalam suatu unit ruang, yang pada

umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu-

individu dalam setiap unit luas atau volum.

Pengaruh suatu populasi terhadap komunitas atau

ekosistem sangat bergantung kepada spesies

organisme dan jumlah atau densitas populasinya.

Dengan kata lain, bahwa densitas populasi

merupakan salah satu hal yang menentukan

pengaruh populasi terhadap komunitas atau

ekosistem. Selain itu, densitas populasi sering

dipakai untuk mengetahui perubahan yang terjadi

dalam populasi pada saat tertentu. Perubahan yang

dimaksud adalah berkurang atau bertambahnya

jumlah individu dalam setiap unit luas atau volum

(Indriyanto, 2006:74).

Individu-individu yang ada dalam populasi

mengalami penyebaran di dalam habitatnya

mengikuti salah satu di antara tiga pola

penyebaran yang disebut pola distribusi intern.

MenurutOdum (1993), dalam (Indriyanto, 2006:

82), tigapoladistribusi yang dimaksudantara lain

distribusiacak (random),

distribusiseragam(uniform),

dandistribusibergerombol (clumped).

Penyebaransecaraacakjarangterdapat di

alam.Penyebaransemacaminibiasanyaterjadiapabil

afaktorlingkungannyasangatseragamuntukseluruhd

aerahdimanapopulasiberada.Penyebaransecarasera

gamumumnyaterdapatpadatumbuhan.Penyebarans

emacaminiterjadiapabilaadapersaingan yang kuat

diantara individu-individu dalam populasi

tersebut. Penyebaran secara berkelompok adalah

yang paling umum terdapat di alam, terutama

untuk hewan (Syafei, 1994: 18).

Struktursuatukomunitasalamiahbergantun

gpadacaradimanatumbuhandanhewantersebar di

dalamnya. Pola penyebaran bergantung pada sifat

fisikokimia lingkungan maupun keistimewaan

biologi organisme itu sendiri. Pola-pola

penyebaran adalah khas untuk setiap spesies dan

jenis habitat. Penyebaran spesies dalam suatu

komunitas mencerminkan informasi yang banyak

mengenai hubungan antara spesies. Perubahan-

perubahan dalam jenis habitat juga dapat

menyebabkan perubahan-perubahan dalam pola

penghamburan dan dalam habitat yang sama,

spesies-spesies yang berbeda biasanya

memperlihatkan perbedaan pola penyebaran.

Pengukuran pola penyebaran menggunakan indeks

Morista. Indeks Morista memiliki keuntungan

yaitu relatif tidak bergantung pada jenis

penyebaran, jumlah sampel dan ukuran harga

rataan (Michael, 1995: 341).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan

Tirta Rimba Moramo Desa Sumber Sari

Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan.

Sampel penelitian adalah tumbuhan paku terestrial

yang terdapat dalam plot pengamatan. Penelitian

menggunakan metode kuadrat dengan teknik

penempatan plot pengamatan secara random

sampling.

Data jumlah spesies dihitung secara

kuantitatif yaitu dengan mengacu pada rumus

kerapatan, kerapatan relative dan indeks

penyebaran Morista.

1. Kerapatan (K)

L

nKi i (Rasnovi, 2006: 62)

2. KerapatanRelatif (KR)

%100xk

kKRi

i

i

(Rasnovi, 2006: 62)

1. IndeksPenyebaranMorista (Id)

Id =

XX

XXn

2

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel Pola Penyebaran Tumbuhan Paku (Pterydophyta)

Terestrial yang Terdapat di Lokasi Penelitian.

Page 47: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

47

No NamaSpesies Id Ket.

1 Asplenium sp. 31.25 Mengelompok

2 Blechnumsp. 155 Mengelompok

3 ChristelladentataForst. 16.18 Mengelompok

4 ChristellahispidulaDecne. 13.81 Mengelompok

5 Christellaparasitica 10.37 Mengelompok

6 Christenseniaaescufolia(Bl.) Maxon. 8.35 Mengelompok

7 Coryphopterissp. 109.29 Mengelompok

8 CoryphopteristahanensisHoltt. 24.01 Mengelompok

9 Diplaziumesculentum(Retz.) Sw. 19.72 Mengelompok

10 DryopterisjuxtopositaChrist. 25.09 Mengelompok

11 Dryopterissp. 32.11 Mengelompok

12 Jenis A 155 Mengelompok

13 Jenis B 155 Mengelompok

14 Jenis C 0 Seragam

15 LindsaeadecompositaWilld. 25.83 Mengelompok

16 Lygodiumcircinnatum Sw. 17.20 Mengelompok

17 Microsorummembranifolium(R. Br.) Ching. 45.58 Mengelompok

18 Microsorumpteropus(Bl.) Ching. 116.82 Mengelompok

19 Microsorumsarawakense(Baker.) Holtt. 0 Seragam

20 Nephrolepisauriculata(Brum. f) Sw. 53.54 Mengelompok

21 Nephrolepishirsutula(Forst.) Pr. 70.45 Mengelompok

22 Nephrolepissp. 93 Mengelompok

23 PterisaspericaulisWall.ex. Ag. 0 Seragam

24 PterislinearisPoir. 155 Mengelompok

25 Pterisquadriaurita Retz. 25.83 Mengelompok

26 Selaginellaciliaris(Retz.) 113.58 Mengelompok

27 SelaginellaplanaHieron. 13.06 Mengelompok

28 Selligueacolysis(Bl.) Presl. 75.81 Mengelompok

29 TectariaangulataWilld. Copel. 44.28 Mengelompok

30 Tectariaaurita(Sw.) S. Candra. 1.00 Mengelompok

31 TectariacrenataCavaniles. 0 Seragam

32 Tectariasp. 1 13.56 Mengelompok

33 Tectariasp. 2 30.54 Mengelompok

PEMBAHASAN

Tumbuhan paku terestrial merupakan

salah satu komunitas tumbuhan bawah yang

menghuni lantai hutan. Tumbuhan ini memiliki

peranan yang sangat besar bagi keseimbangan

ekosistem hutan, yakni sebagai pencegah erosi dan

pengatur tata guna air. Selain itu, kehadiran

Page 48: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

48

tumbuhan paku pada kawasan hutan berfungsi

sebagai tumbuhan penutup tanah yang penting

bagi ekosistem hutan. Serasah yang dihasilkan

oleh tumbuhan tersebut dapat membantu proses

pembentukan humus tanah sehingga tanah menjadi

tebal dan mengandung banyak unsur hara yang

baik bagi kehidupan berbagai jenis tumbuhan yang

terdapat di suatu kawasan hutan.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa jenis

tumbuhan paku yang ditemukan di setiap stasiun

memiliki komposisi yang berbeda-beda. Hal ini

didebabkan setiap jenis tumbuhan paku memiliki

batas toleransi untuk dapat tumbuh dan

berkembang. Suin (2002) dalam Sari (2005: 55)

faktor lingkungan abiotik sangat menentukan

pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme

dan setiap jenis hanya dapat hidup pada kondisi

abiotik tertentu yang berada dalam kisaran

toleransi tertentu yang cocok bagi organisme

tersebut.

Kemampuan adaptasi setiap jenis

tumbuhan paku terhadap kondisi faktor lingkungan

pada suatu wilayah mempengaruhi kehadiran

jumlah individunya, sehingga mempengaruhi

kerapatan setiap jenis tumbuhan paku. Kerapatan

merupakan parameter kuantitatif yang

menggambarkan komunitas tumbuhan paku.

Jika dilihat dari nilai kerapatan seluruh

jenis tumbuhan paku yang berada pada luas area

620 m2, menunjukkan bahwa nilai kerapatan

tertinggi terdapat pada jenis Tectaria aurita (Sw.)

S. Candra. sedangkan nilai kerapatan terendah

terdapat pada jenis Pteris aspericaulis Wall. ex.

Ag., Microsorum sarawakense (Baker.) Holtt. dan

jenis C.

Tingginya nilai kerapatan pada jenis

Tectaria aurita (Sw.)

S.Candra.disebabkanolehkondisifaktorlingkungan

yang mendukung pertumbuhannya. Berdasarkan

hasil penelitian bahwa kelembaban udara pada

wilayah ini berkisar antara 61-64 % yang berada

pada ketinggian antara 120-280 dpl. Hal ini

menunjukkan bahwa jenis Tectaria aurita (Sw.) S.

Candra memiliki kemampuan adaptasi terhadap

kondisi lingkungan yang demikian sehingga pada

lokasi penelitian jenis ini jumlahnya lebih

mendominasi dibandingkan jenis tumbuhan paku

lainnya. Menurut Abdurahim (2006: 11) bahwa

tumbuhan ini dapat tumbuh dengan baik pada

daerah yang lembab pada dataran tinggi yang

mencapai ketinggian hingga 1500 dpl.

Nilai kerapatan terendah yang terdapat

pada 3 jenis tumbuhan paku disebabkan oleh

rendahnya tingkat penguasaan terhadap kondisi

lingkungan dalam memperebutkan unsur hara dan

ruang tumbuh bagi kehidupan jenis paku tersebut.

Luasnya penyebaran jenis tumbuhan

bergantung kepada kemampuan jenis tersebut

untuk beradaptasi terhadap tempat tumbuh dan

berasosiasi dengan tumbuhan lainnya. Penyebaran

suatu jenis tumbuhan pada suatu wilayah memiliki

pola penyebaran yang bermacam-macam yaitu

dapat secara acak, mengelompok ataupun dapat

secara seragam. Menurut Krebs (1989) dalam

Lubis (2009: 68), bahwa bila didapatkan indeks

penyebaran bernilai sama dengan 1, maka

penyebaran jenis tersebut adalah acak, bila kurang

dari 1 maka penyebarannya seragam dan bila lebih

dari 1 maka penyebarannya mengelompok.

Pola penyebaran paku terestrial pada

lokasi penelitian memiliki pola penyebaran

mengelompok yang terdapat pada 29 jenis

tumbuhan paku. Hal ini disebabkan adanya

kompetisi interspesifik. Selain itu, perbedaan

kondisi tanah dan iklim menyebabkan tumbuhan

paku cenderung mengelompok. Berdasarkan

relung ekologinya, jenis paku tersebut mampu

beradaptasi terhadap kondisi tempat tumbuh dan

berasosiasi dengan tumbuhan lain dalam

habitatnya.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa :

1. Tumbuhan paku yang memiliki kerapatan

tertinggi jenis Tectaria aurita (Sw.) S. Candra.

mendominasi komunitas jenis tumbuhan paku

di kawasan hutan Terjun Tirta Rimba Moramo.

2. Pola penyebaran pada tumbuhan paku

yang ditemukan pada lokasi penelitian terbagi

kedalam dua kategori yakni penyebaran secara

mengelompok (clumped) dan penyebaran

secara seragam (uniform).

Page 49: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

49

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahim, D. 2006. JenisPaku-Pakuan. IPB.

Bogor.

Anonim.1980. JenisPaku Indonesia.Lembaga

BiologiNasional-LIPI. Bogor.

.1999. Informasi Kawasan Konservasi

Propinsi Sulawesi Tenggara.

Departemen Kehutanan Kantor Wilayah

Propinsi Sulawesi Tenggara.Kendari.

Ewusie, Y.J. 1980. Pengantar Ekologi Tropika.

ITB. Bandung.

Holtum, R. E., 1991. Flora Malesiana Volume

II. Leyden University The Netherlands.

Amsterdams.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi

Aksara. Jakarta.

Junus, M., Frensz, Rusmaedy M., Soedirman S.

1984. Dasa rUmum Ilmu Kehutanan.

Badan Kerjasama Perguruan Tinggi

Negeri Indonesia Bagian Timur. Ujung

Pandang.

Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology.

Harper dan Row Publisher. New Yor

Page 50: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

50

DAYA HAMBAT FERMENTASI PULP BIJI

KAKAO (Theobroma cacao L.) TERHADAP PERTUMBUHAN

GULMA PUTRI MALU (Mimosa pudica L.)1

Damhuri2

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat fermentasi pulp biji kakao

(Theobroma cacao L.) terhadap pertumbuhan gulma putri malu (Mimosa pudca L.) dan untuk

mengetahui konsentrasi optimum yang dapat menghmbat pertumbuhan gulma putri malu (Mimosa

pudica L.). Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (X) berupa perlakuan konsentrasi hasil

fermentasi pulp biji kakao 70%, 80%, 90% dan 100% dan kontrol, variabel terikat (Y) yaitu

pertumbuhan Mimosa pudica L. dengan indikator tinggi batang (cm), biomassa basah dan biomassa

kering (g). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dan desain Rancangan

Acak Lengkap (RAL) masing-masing 10 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan

konsentrasi 70%, 80%, 90% dan 100% menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata dengan kontrol.

Konsentrasi optimum yang dapat menghambat pertumbuhan gulma Mimosa pudica L. adalah 100%.

Kata kunci: Daya hambat, Fermentasi, Teobroma cacao L. Mimosa pudica L.

1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen Pendidikan Biologi FKIP Unhalu

PENDAHULUAN

Gulma merupakan tumbuhan

pengganggu yang selalu ada sejak awal

pertumbuhan tanaman dan bahkan selama masih

terbenam dalam tanah. Tanaman-tanaman tersebut

merupakan kompetitor atau pesaing dalam

pemanfaatan air, zat hara tanah, sinar matahari,

dan ruang tumbuh di sekitar tanaman, bahkan

berperan sebagai inang hama serta penyakit

tertentu Perkembangbiakan gulma sangat mudah

dan cepat, baik secara generatif maupun secara

vegetatif. Secara generatif, biji-biji gulma halus,

ringan dan berjumlah sangat banyak dapat

disebarkan oleh angin, air, hewan, maupun

manusia.

Perkembangbiakan vegetatif terjadi

karena bagian batang yang berada di dalam tanah

akan membentuk tunas yang nantinya akan

membentuk tumbuhan baru (Barus, 2003 : 10).

Mimosa pudica L. ádalah salah satu gulma berupa

semak dengan tinggi antara 0,3–1,5 m. Mimosa

pudica L. tumbuh liar di pinggir jalan, tempat–

tempat terbuka yang terkena sinar matahari.

Tumbuhan asli Amerika tropis ini dapat ditemukan

pada ketinggian 1–1200 m dpl.

Menurut Tjitrosoepomo (2000) dan

(Elysabeth, 2007 : 1)., Mimosa pudica L.

merupakan tanaman yang memiliki daun majemuk

menyirip ganda dua yang sempurna. Jumlah anak

daun setiap sirip 5–26 pasang. Helaian anak daun

berbentuk memanjang sampai lanset, ujung

runcing, pangkal membundar, tepi rata, permukaan

atas dan bawah licin, panjang 6–16 mm, lebar 1–3

mm, berwarna hijau, umumnya tepi daun berwarna

ungu. Jika daun tersentuh akan melipatkan diri.

Sirip terkumpul rapat dengan panjang 4–5,5 cm.

Batangnya bulat, berambut, dan berduri tempel.

Batang dengan rambut sikat yang mengarah miring

ke bawah. Akar berupa akar tunggang. Bunga

berbentuk bongkol, bertangkai, berwarna

ungu/merah. Kelopak sangat kecil, bergigi 4,

seperti selaput putih. Tabung mahkota kecil,

bertaju 4, seperti selaput putih. Biji bulat dan

pipih. Buah berbentuk polong, pipih, seperti garis.

Diperlukan upaya alternatif yang

sifatnya lebih inovatif sebagai tindakan preventif

dalam menekan laju penyebaran gulma tersebut,

salah satunya adalah pengendalian dengan

menggunakan herbisida alami, yakni dengan

memanfaatkan hasil fermentasi pulp biji kakao

(Theobroma cacao L). Cairan hasil fermentasi

pulp biji kakao dapat dimanfaatkan sebagai

herbisida alami yang dapat menghambat laju

pertumbuhan gulma. Berdasarkan hal tersebut,

maka peneliti berasumsi bahwa cairan hasil

fermentasi pulp biji kakao (Theoboroma kakao L.)

Page 51: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

51

dapat menghambat petumbuhan gulma Mimosa

pudica L.

Secara garis besar proses fermentasi

pada kakao ada dua macam, yaitu fermentasi

eksternal dan fermentasi internal. Fermentasi

eksternal adalah penghancuran pulp yang melekat

pada biji dengan bantuan mikroorganisme.

Sedangkan fermentasi internal adalah perubahan

kimia dalam biji dengan bantuan enzim-enzim

(Susanto, 1994 : 161).

Tujuan fermentasi adalah untuk

mematikan biji, peningkatan aroma dan rasa,

perbaikan konsistensi biji serta untuk melepaskan

pulp. Dengan adanya berbagai reaksi kimia dalam

fermentasi tersebut maka biji kakao yang

difermentasi kualitasnya lebih baik dari pada biji

kakao tanpa fermentasi. Fermentasi juga akan

mempermudah pengeringan dan penghancuran

lapisan pulp yang melekat pada biji (Siregar dkk,

2005 : 111).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Pengembangan Unit Biologi Jurusan P.MIPA

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Haluoleo Kendari. Desain yang

digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL).

Konsentrasi cairan pulp kakao 70%, 80%,90% dan

100% daya hambatnya terhadap pertumbuhan

gulma (Mimosa pudica L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hasil Analisis Sidik Ragam Tinggi Batang

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Ftabel (α 0,05)

Perlakuan 349,84 4 87,46 7,83* 2,61

Galat 154,28 45 11,16

Total 504,12 49

Keterangan: * = Berbeda nyata

KK = 16,21%

Tabel 2. Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Basah

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Ftabel (α 0,05)

Perlakuan 19,97 4 4,99 16,60* 2,61

Galat 13,53 45 0,30

Total 33,51 49

Keterangan: * = Berbeda nyata

KK = 19,34%

Tabel 3. Hasil Analisis Sidik Ragam Biomassa Kering

Sumber Keragaman JK db KT Fhitung Ftabel (α 0,05)

Perlakuan 1,20 4 0,30 2,66* 2,61

Galat 5,09 45 0,11

Total 4,23 49

Keterangan: * = Berbeda nyata

KK = 19,98%

Berdasarkan hasil analisis deskriptif

menunjukkan bahwa cairan hasil fermentasi pulp

biji kakao mampu menghambat pertumbuhan

tanaman Mimosa pudica L. hingga mati. Hal ini

dapat dilihat dari perubahan morfologi tanaman

yang terjadi setelah perlakuan selama 7 hari.

Perubahan tersebut meliputi warna daun dan

batang tanaman, dimana warna daun yang semula

berwarna hijau berubah menjadi hijau kekuning-

kuningan, kuning, dan akhirnya gugur. Batang

tanaman yang semula berwarna ungu kehijauan

berubah menjadi coklat dan sebagian mati.

Page 52: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

52

Cairan hasil fermentasi pulp biji kakao

mengandung senyawa etanol dan senyawa-

senyawa asam organik (asam asetat dan asam

laktat) yang dapat merusak membran sel dan

dinding sel sehingga dapat bersifat racun bagi

tanaman. Namun, cairan hasil fermentasi tersebut

diduga masih mengandung senyawa lain seperti

flavonoid, tannin, dan alkaloid yang terikut dalam

proses fermentasi.

Perubahan warna daun pada tanaman

Mimosa pudica L. diduga karena adanya

penyerapan senyawa racun oleh daun setelah

perlakuan dengan hasil fermentasi pulp biji kakao

seperti etanol, senyawa-senyawa asam organik

(asam asetat dan asam laktat) dan flavonoid. Hal

ini didukung oleh pendapat Salisbury dan Ross

(1995:152) bahwa flavonoid terdiri atas 3

kelompok yaitu antosianin, flavonol, dan flavon

yang merupakan pigmen berwarna kekuningan.

Masuknya senyawa racun ke daun menyebabkan

kehilangan pigmen (klorofil) dengan cepat,

sehingga penyerapan cahaya yang digunakan

dalam proses fotosintesis juga menurun. Peristiwa

tersebut menyebabkan proses fotosintesis tidak

berlangsung secara normal.

Pemberian cairan hasil fermentasi pulp

biji kakao dari masing-masing konsentrasi 70%,

80%, 90%, dan 100% mengalami perubahan

morfologi yang berbeda-beda. Namun, konsentrasi

yang optimum (terbaik) menghambat pertumbuhan

tanaman Mimosa pudica L. hanya konsentrasi

100%, dimana pada hari kelima setelah perlakuan

sebagian tanaman mati. Hal ini disebabkan karena

pada konsentrasi 100% lebih banyak mengandung

senyawa racun seperti etanol dan senyawa-

senyawa asam organik lainnya sehingga dapat

merusak membran sel dan dinding sel lebih

banyak dibandingkan konsentrasi lainnya.

Konsentrasi 70%, 80%, dan 90% hanya

mampu menghambat pertumbuhan dan tidak

sampai mematikan karena diduga hanya sedikit

membran sel dan dinding sel yang dirusak. Selain

itu juga, karena gulma Mimosa pudica L. memiliki

batang berduri yang mengandung lapisan lilin dan

lignin yang tebal sehingga cukup sulit untuk

ditembus oleh senyawa-senyawa racun seperti

etanol dan senyawa-senyawa asam organik (asam

asetat dan asam laktat). Hal ini sesuai dengan

pernyataan Moenandir (1993: 20), bahwa batang-

batang gulma yang mempunyai duri dapat

menyulitkan pengendaliannya. Selain batangnya,

tanaman ini juga memiliki daun yang sifatnya

mudah menutup sehingga menyebabkan senyawa

racun yang masuk ke daun juga sedikit.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif

rata-rata tinggi tanaman (Tabel1) menunjukkan

perbedaan antara perlakuan dengan kontrol. Rata-

rata tinggi batang pada kontrol yaitu 25,91 cm,

untuk konsentrasi 90% dan 100% tidak mengalami

pertambahan tinggi tanaman (konstan) yaitu

19,10 cm dan 19,20 cm. Perbedaan rata-rata yang

diperoleh diduga karena masuknya senyawa racun

seperti etanol dan senyawa-senyawa asam organik

seperti asam asetat dan asam laktat ke dalam tubuh

tumbuhan melalui ujung pembuluh tepi daun

sehingga menyebabkan senyawa racun yang

masuk menyebar ke dalam tubuh tumbuhan

dengan cepat.

Hal ini menyebabkan proses fotosintesis

dan pertumbuhan terhambat, yaitu dengan

mempengaruhi pembesaran sel tumbuhan,

menghambat sintesis bahan-bahan organik,

menurunkan daya permeabilitas membran pada sel

tumbuhan, dan menghambat aktivitas enzim.

Peristiwa tersebut menyebabkan pertumbuhan

tanaman menjadi terganggu. Hal ini sejalan

dengan pendapat Pabinru (1979 : 102) bahwa

terhambatnya laju fotosintesis, respirasi,

penyerapan unsur hara, dan kurang aktifnya

perkembangan jaringan meristem mengakibatkan

perpanjangan dan pembesaran sel menjadi tidak

normal.

Hasil analisis deskriptif rata-rata

biomassa basah (Tabel 2) terendah diperoleh pada

konsentrasi 100% yaitu 2,03 gram dan rata-rata

biomassa basah tertinggi diperoleh pada kontrol

yaitu 3,95 gram. Rendahnya rata-rata biomassa

basah diduga karena energi yang diperoleh

tanaman tidak mencukupi akibat rusaknya

sebagian sel daun sehingga proses fotosintesis

berlangsung tidak sempurna. Hal ini menyebabkan

tanaman dalam menyerap unsur-unsur hara, air

dan garam-garam mineral dari dalam tanah

menjadi terhambat sehingga menekan

pertumbuhan tanaman. Hal ini sejalan dengan

pendapat Guritno dan Sitompul (1995:160) bahwa

biomassa tanaman meliputi semua bahan yang

berasal dari hasil fotosintesis berupa unsur hara

yang diolah dari hasil fotosintesis, apabila

Page 53: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

53

fotosintesis berlangsung sempurna maka produksi

biomassa semakin besar pula.

Rata-rata biomassa kering (Tabel 3)

terendah diperoleh pada konsentrasi 100% yaitu

1,13 gram dan rata-rata tertinggi diperoleh pada

kontrol yaitu 1,61 gram. Perbedaan ini terjadi

karena diduga pada konsentrasi 100%, kandungan

bahan organik yang terdapat pada tubuh tanaman

telah mengalami pengurangan sebelum

dikeringkan akibat dari senyawa racun. Hal

tersebut sesuai dengan pernyataan Lakitan (1996)

bahwa biomassa kering tanaman pada dasarnya

mencerminkan dari senyawa organik yang berhasil

disintesis tanaman dari senyawa anorganik

terutama air (H2O) dan karbondioksida (CO2).

Berdasarkan hasil uji inferensial pada

berbagai konsentrasi cairan hasil fermentasi pulp

biji kakao terhadap tinggi batang, biomassa basah

dan biomassa kering tanaman Mimosa pudica L.

pada taraf kepercayaan 95% diperoleh Fhitung >Ftabel

berarti memberikan pengaruh yang berbeda

dengan kontrol artinya ada pengaruh negatif dari

cairan hasil fermentasi pulp biji kakao terhadap

pertumbuhan tanaman Mimosa pudica L..

Konsentrasi optimum menghambat pertumbuhan

tanaman Mimosa pudica L. yaitu konsentrasi

100% karena dapat menghambat pertumbuhan

tanaman hingga mati.

KESIMPULAN

Cairan hasil fermentasi pulp biji kakao

(Theobroma cacao L.) dengan konsentrasi 70%,

80%, 90% dan 100% memberikan daya hambat

terhadap pertumbuhan gulma putri malu (Mimosa

pudica L.) dan konsentrasi 100% merupakan

konsentrasi optimum dalam menghambat

pertumbuhan putrid malu (Mimosa pudica L.)

DAFTAR PUSTAKA

Barus, E., 2003. Pengendalian Gulma di

Perkebunan. Kaninus. Yogyakarta.

Elysabeth, 2007. Morfologi, Anatomi, dan

Fisiologi Mimosa pudica L.

\Morfologi_Anatomi_dan_Fisiologi_Mi

mosa_pudica_L.htm.

Guritno, B. dan S.M., Sitompul, 1995. Analisis

Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada.

University Press. Yogyakarta.

Lakitan, B., 1996. Fisiologi Tumbuhan dan

Perkembangan Tumbuhan. PT Raja

Grafindo Persada. Jakarta.

Moenandir, J., 1993. Ilmu Gulma Dalam Sistem

Pertanian. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Pabinru, 1979. Penelitian Allelopati Pada

Beberapa Macam Tanaman Di Tanah

Kering.. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Salisbury, F.B. dan Ross, C.W., 1995. Fisiologi

Tumbuhan Jilid 2. Terjemahan : Diah R

Lukman dan Sumaryono. ITB. Bandung.

Siregar, T.H.S., Slamet R., Laeli N., 2005.

Budidaya, Pengelolahan Dan

Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Susanto, F.X., 1994. Tanaman Kakao, Budidaya

dan Pengelolaan Hasil. Balai Industri.

Jakarta.

Tjitrosoepomo, G., 2000. Taksonomi Tumbuhan

(Spermatophyta). Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta.

Page 54: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

54

MENINGKATKAN KETERAMPILAN LEMPAR LEMBING MELALUI PENDEKATAN GAYA

MENGAJAR PENUGASAN (TASK STYLE)1

Muhammad Rusli2

Abstrak. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan kelas (PTK) dengan judul” Meningkatkan

Keterampilan Lempar Lembing Melalui Pendekatan Gaya Mengajar Penugasan (Task Style) pada

SMAN 1 Kabawo. Permasalahan dalam penelitian adalah apakah dengan pendekatan gaya mengajar

penugasan (Task Style) dapat meningkatkan keterampilan lempar lembing pada siswa SMAN 1

Kabawo. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar keterampilan

lempar lembing melalui pendekatan dengan gaya mengajar penugasan (Task Style) pada kelas XI

SMAN 1 Kabawo. Desain Penelitian yang digunakan adalah desain penelitian tindakan yang

dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus dimana setiap siklus dilaksanakan dalam dua pertemuan. Hasil

Penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan gaya mengajar penugasan (Task Style) dalam

pembelajaran keterampilan lempar lembing dapat meningkatkan hasil belajar siswa dimana pada hasil

tes siklus I 72% meningkat 22% menjadi 94% pada siklus II.

Key Words : Lempar Lembing, Gaya Mengajar Task Style

1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen Penjaskesrek FKIP Unhalu

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendidikan jasmani merupakan pendidikan yang

dilakukan melalui aktivitas fifik sebagai media

utama untuk mencapai tujuan pendidikan. Bentuk-

bentuk aktivitas fisik yang lazim digunakan oleh

siswa SMA, sesuai dengan muatan yang

tercantum dalam kurikulum. yaitu yang memuat

tentang berbagai cabang olahraga permainan dan

atletik.

Melalui pendidikan jasmani yang dilakukan di

sekolah dapat diupayakan terwujudnya tujuan

pendidikan nasional, sebab sasaran utama dari

pendidikan jasmani sebagaimana yang dijelaskan

oleh Harsuki (2003) bahwa ada empat asepk yang

dapat dikembangkan melalui pendidikan jasmani

yaitu merangsang pertumbuhn dan perkembangan

organic,keterampilan neuromuscular motorik,

perkembangan intelektual dan perkembangan

emosional.

Tujuan pendidikan jasmani seperti yang

disebutkan sebelunya selaras dengan tujuan

pendidikan nasional yaitu mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertaqwa kepadaTuhan Yang Maha

Esa, berahlak mulia, sehat, cakap kreatif, mandiri

dan menjadi warga Negara yang bertanggung

jawab (Dian Wahyudin:2008).

Pengetahuan dan keterampilan guru dalam proses

belajar mengajar khususnya dalam

mengembangkan dan menerapkan metode-metode

mengajar yang dapat merangsang anak didiknya

untuk aktif dan menyenangi pendidikan jasmani

merupakan suatu tantangan berat bagi guru-guru

penjas.

Fakta dilapangan, khususnya di sekolah Menengah

Atas di Kabupaten Muna umumnya guru masih

menerapkan metode mengajar tradisional, dimana

dalam proses pembelajaran semua berpusat dari

guru sedangkan peserta didik mengikuti apa yang

diperintahkan oleh guru. Kondisi ini tidak jarang

menimbulkan kebosanan dan kejenuhan, bahkan

peserta didik menjadi antipati terhadap pendidikan

jasmani. Dan sebagai dampaknya ketuntasan

belajar dalam setiap kali pembelajaran tidak

mencapai ketuntasan kelas yang diharapkan.

Salah satu kendala yang dirasakan oleh penulis

dalam kegitan pembelajaran adalah pada pokok

bahasan lempar lembing. Pada pokok bahasan ini

sering terjadi ketuntasan belajar tidak mencapai

target yang diharapkan yakni berkisar 50 sampai

60 persen dari 85 persen dari standar ketuntasan

yang telah ditetapkan. Untuk mencari solusi dan

sekaligus menjawab permasalahan seperti yang

Page 55: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

55

dikemukakan tersebut, maka penulis mencoba

menerapkan suatu bentuk metode pembelajaran

dengan menggunakan gaya mengajar penugasan

(Task Style). Metode pembelajaran dengan gaya

mengajar penugasan ini merangsang siswa untuk

berkreatif dan meningkatkan motivasi belajar

untuk menyelesaikan tugas belajar yang diberikan

oleh guru. Tugas belajar yang dimaksud dapat

berupa media gambar yang dilengkapi dengan

petunjuk pelaksanaannya yang disipkan oleh guru.

. Gagne (1997) mengatakan bahwa dalam teori

belajar belajar Behaviorisme, anak didik baru

dapat belajar dengan sungguh-sungguh apabila

anak tersebut telah timbul motivasinya tentang apa

yang sedang dipelajari.

Berkenaan dengan permasalahan tersebut, maka

peneliti terdorong untuk mengadakan suatu

penelitian tindakan kelas yang berjudul

“Meningkatkan Keterampilan Lempar Lembing

melalui pendekatan gaya mengajar penugasan

(Task Style). Pada siswa SMA Negeri 1 Kabawo

Kabupaten Muna

PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penelitian tindakan kelas ini

dilaksanakan dalam dua siklus dengan tiap siklus

dilaksanakan satu kali pertemuan sesuai dengan

perubahan yang ingin dicapai pada faktor-faktor

yang ingin diselidiki.

Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas

terdiri dari : (1) perencanaan, (2) pelaksanaan

tindakan, (3) observasi/ pengamatan, (4) refleksi,.

a Perencanaan

Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap

ini setelah ditetapkan untuk menerapakan

pembelajaran lempar lembing dengan

menggunakan pendekatan gaya mengajar

penugasan, maka kegiatan selanjutnya adalah

menyiapkan beberapa hal yang perlu dilakukan

sebagai berikut :

1) Membuat skenario pembelajaran yang

tercantum dalam RPP untuk siklus 1 yang

dilaksanakan dalam satu kali pertemuan.

2) Membuat media gambar sesuai dengan urutan

teknik dalam lempar lembing

3) Membuat lembar observasi untuk guru dan

siswa.

4) Membuat media tiruan atau lembing modifikasi

5) Membuat instrument penelitian yang

meliputi alat evaluasi berupa tes dan panduan

penskoran untuk melihat apakah ada peningkatan

keterampilan lempar lembing dengan

menggunakan pendekatan gaya mengajar

penugasan

b. Pelaksanaan tindakan

Kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahap ini

melaksanakan rencana pembelajaran yang telah

dibuat, dimana melaksanakan pembelajaran

lempar lembing dengan menggunakan gaya

mengajar penugasan sebagaimana sesuai dengan

rencana pembelajaran yang telah dibuat

sebelumnya yang terdapat pada lampiran.

c. Obeservasi/ pengamatan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah

melaksanakan proses observasi terhadap

pelaksanaan tindakan dengan menggunakan

lembar observasi yang telah dibuat. Proses ini

dilakukan mulai dari awal sampai akhir

pembelajaran.

d. Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir

siklus-siklus pelaksanaan tindakan. Kegiatan

evaluasi bertujuan untuk melihat apakah ada

peningkatan keterampilan lempar lembing dengan

menggunakan gaya mengajar penugasan (Task

Style) pada siswaKelas XI SMAN 1 Kabawo.

e. Refleksi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi

dan evaluasi dianalisis untuk melihat kelemahan

dan keunggulan keterampilan lempar lembing

dengan menggunakan gaya mengajar penugasan

(Task Style) yang telah dilakukan. Selain itu juga

merupakan bahan pemikiran kemungkinan

melaksanakan perbaikan dan penyempurnaan yang

terjadi pada siklus sebelumnya.

Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan

ini adalah target ketuntasan belajar klasikal

ditentukan yaitu minimal 85 % yang ditentukan

oleh sekolah.

Page 56: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

56

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Hasil Observasi dan Evaluasi

siklus I

Uuntuk mengetahui aktifitas guru selama proses

belajar mengajar dengan menggunakan gaya

mengajar penugasan (task style) sebagaimana

dalam tabel berikut ini:

Tabel 1 Aktivitas Guru Selama Proses Belajar

Berdasarkan tabel 1, diatas menunjukkan bahwa

aktifitas guru belum maksimal, ini disebabkan

karena adanya beberapa aspek yang tidak

diperhatikan atau dilaksanakan oleh guru dalam

kegiatan belajar mengajar sehingga hal ini menjadi

catatan untuk dilakukan pada siklus berikutnya.

Adapun aspek tersebut adalah mengaitkan materi

dengan pengetahuan lain, memberikan motivasi

kepada siswa dan menyimpulkan materi pelajaran,

sedangkan aspek lainnya cukup baik . Sedangkan

hasil observasi aktifitas siswa selama proses

kegiatan belajar mengajar berlangsung pada pokok

bahasan lempar lembing dengan menggunakan

metode tugas dapat diuraikan dalam tabel berikut

ini:

Tabel 2: deskripsi aktifitas siswa selama siklus I

No Aspek yang diobservasi Jumlah siswa

Keberhasilan (%) Aktif Tidak

aktif 1. Mendengarkan penjelasan guru 22 10 69% 31%

2. Melaksanakan kegiatan sesuai

instruksi guru 14 18 44% 56%

3 Berusaha dengan serius

mengetahui materi yang dipelajari 25 7 79% 21%

No Aspek yang diobservasi

Terlaksana

Komentar

YA Tidak

1. Mengawali pelajaran dengan berdo‟a Ya Baik

2. Memberikan motivasi kepada siswa Tidak kurang

3. Menyampaikan tujuan pembelajaran Ya Baik

4. Mengawali pelajaran dengan pemanasan Ya Baik

5. Memberikan kesempatan kepada siswa

untuk bertanya

Ya Cukup

6 Mengaitkan materi dengan pengetahuan

lain

tidak Perlu dilakukan

7 Membimbing siswa dalam melakukan

latihan teknik dasar

Ya Baik

8 Memanfaatkan sumber/media Ya baik

9 Melakukan lomba dengan peralatan

modifikasi

Ya Baik

10. Menyimpulkan materi pelajaran Tidak Perlu dilakukan

11. Melaksanankan pendinginan pada akhir

pembelajaran

Ya Baik

Page 57: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

57

4 Anggota kelompok siswa saling

membantu 23 9 72% 28%

5. Serius dalam memperagakan

materi lempar lembing 24 8 75% 25%

6. Selalu bertanya kepada guru

terkait dengan pokok 5 27 16% 84%

7 Merasa senang dengan media

yang digunakan 30 2 94% 6%

8 Rasa ingin tahu materi pelajaran 28 4 86% 14%

9 Melakukan pendinginan secara

bersama-sama. 32 0 100% 0%

Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa masih ada

sebagian siswa yang tidak melaksanakan aspek

pembelajaran dengan baik atau mendapat

persentase kurang diantaranya : 1). Siswa kurang

mendengarkan penjelasan guru (69%), 2).

Melaksanakan kegiatan sesuai instruksi guru 44%

3), keseriusan dalam mengikuti pembelajaran

melaksanakan gerakan secara aktif (79%), 4).

Memperhatikan contoh teknik dasar dari guru

(63%). 5). serius dalam memperagakkan materi

lempar lembing (75%), ). selalu bertanya kepada

guru terkait pokok bahasan (16%), tetapi ada

aspek yang menunjukkan bahwa aktifitas siswa

sudah cukup baik yakni merasa senang dengan

media yang digunakan (94%), rasa ingin tahu yang

tinggi terhadap materi pelajaran (84%) dan

melaksanakan pendinginan secara bersama-sama

(100%).

Sedangkan hasil tes kemampuan lempar lembing

siswa yang berjumlah 32 orang pada sklus I

diperoleh persentase nilai sebagaimana terdapat

dalam lampiran 6. Adapun persentase ketuntasan

classical siswa sebagai berikut:

Tabel 3. Deskripsi ketuntasan clasiccal siswa pada siklus I

No Jumlah Siswa Keberhasilan % Ketuntasan

1 23 72 Tuntas

2 9 28 Belum Tuntas

Berdasarkan tabel 1, Menunjukkan bahwa

kamampuan lempar lembing siswa pada siklus I

belum mencapai ketuntasan secara classical atau

hanya 23 orang tuntas belajar dengan persentase

ketuntasan 72%. Sehingga berarti tindakan siklus I

belum mencapai indikator kinerja 85% tuntas

secara classical dan perlu dilanjutkan kesiklus

selanjutnya. Hal ini disebabkan karena siswa

belum maksimal dalam mengukuti kegiatan proses

belajar mengajar.

Page 58: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

58

B. Deskripsi hasil Observasi dan Evaluasi siklus II

Hasil observasi terhadap aktifitas guru yang dilaksanakan pada tindakan siklus II dapat

diuraikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 4: deskripsi observasi aktifitas guru dalam siklus II

Dari tabel 4, menunjukkan bahwa aktifitas guru

sudah sangat maksimal dibanding dengan siklus I,

dimana dari 10 aspek yang diobservasi sudah

terlaksana dengan baik Hal ini berarti skenario

pembelajaran telah mampu diterapkan oleh guru

dengan maksimal.

Untuk mengetahui besarnya persentase aktifitas

siswa pada siklus II dapat dideskripsikan dalam

tabel berikut ini :

Tabel 5: Deskripsi aktifitas siswa selama siklus II

No Aspek yang diobservasi Jumlah siswa Keberhasilan

(%) Aktif Tidak aktif

1. Mendengarkan penjelasan guru 30 2 94 6

2. Melaksanakan kegiatan sesuai

instruksi guru 32 - 100 0

3 Berusaha dengan serius mengetahui

materi yang dipelajari 32 - 100 0

4 Anggota kelompok siswa saling

membantu 32 0 100 0

No Aspek yang diobservasi

Terlaksana

komentar

YA Tida

k

1. Mengawali pelajaran dengan

berdo‟a Ya Terpenuhi

2. Memberikan motivasi kepada siswa Ya Terpenuhi

3. Menyampaikan tujuan

pembelajaran Ya Terpenuhi

4. Mengawali pelajaran dengan

pemanasan Ya Terpenuhi

5. Memberikan kesempatan kepada

siswa untuk bertanya

Ya Terpenuhi

6 Mengaitkan materi dengan aktivitas

kehidupan sehari-hari ya Terpenuhi

6. Membimbing siswa dalam

melakukan latihan teknik dasar Ya Terpenuhi

8 Melakukan lomba dengan peralatan

modifikasi Ya Terpenuhi

9. Menyimpulkan materi pelajaran Ya Terpenuhi

10. Melaksanankan pendinginan

sebelum bubar Ya Terpenuhi

Page 59: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

59

5. Serius dalam memperagakan materi

lempar lembing 32 0 100 0

6. Selalu bertanya kepada guru terkait

dengan pokok 5 27 16 84

7 Merasa senang dengan media yang

digunakan 32 - 100 0

8 Rasa ingin tahu materi pelajaran 28 4 86 14

9 Melakukan pendinginan secara

bersama-sama. 32 0 100 0

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa

aktifitas siswa pada siklus II mengalami

peningkatan yang maksimal dibandingkan dengan

siklus I. dimana ke 9 aspek tersebut menunjukkan

peningkatan aktifitas siswa sebagai berikut : 1).

Mendengarkan penjelasan guru (94%), 2)

Melaksanakan kegiatan sesuai instruksi guru

100% 3)Berusaha dengan sungguh menguasai

materi 100%. 4) Anggota kelompok siswa saling

membantu 100%, 5) melaksanakan gerakan secara

aktif (100%). 6). selalu bertanya kepada guru

terkait pokok bahasan (17%). 7). Merasa senang

dengan media yang digunakan 100%, 9)

melakukan pendinginan secara bersama-sama

(100%).

Hasil evaluasi atau tes yang dilakukan diakhir

tindakan siklus II, yakni berupa tes unjuk kerja

dengan menggunakan rubrik penilaian yang telah

disiapkan sebelumnya cukup baik dibandingkan

dengan siklus I. untuk mengetahu tingkat

kemampuan lempar lembing siswa dapat dilihat

dalam tabel berikut ini:

Tabel 6: Deskripsi ketuntasan siswa secara Classical

No Jumlah Siswa Keberhasilan % Ketuntasan

1 30 94 Tuntas

2 2 7 Belum Tuntas

Dari tabel 6 memperlihatkan bahwa siswa telah

memahami serta mengerti tentang materi yang

diajarkan serta penggunaan pendekatan gaya

mengajar pemberian tugas (Task Style). Ini

terlihat dari persentase skor siswa sebesar 94%

atau ketuntasan calssical siswa telah mencapai

target yakni minimal 85% siswa harus

memperoleh 75% dari skor maksimal.

Berikut adalah diagram yang menampilkan

adanya peningkatan keterampilan melempar

lembing siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kabawo

Page 60: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

60

Berdasarkan gambar tersebut diatas,

dapat dilihat bahwa tindakan siklus I belum

mencapai indikator kinerja penelitian yang

ditetapkan , ini di sebabkan dari hasil observasi

pada pelaksanaan tindakan siklus I terlihat bahwa

guru belum melaksanaan secara maksimal

skenario pembelajaran, salah satu kelemahan guru

pada tindakan siklus I adalah guru tidak

memotivasi siswa diawal pembelajaran.

Sedangkan dari hasil observasi terhadap siswa

masih terdapat kelemahan-kelemahan di antaranya

;1) Siswa kurang memperhatikan penjelasan guru.

2) Siswa masih kaku dalam melakukan gerakan

tehnik dasar lempar lembing dengan menggunakan

media modifikas 3) Hanya sebagian siswa yang

melakukan gerakan tehnik dasar lempar lembing

dengan menggunakan media modifikasi dengan

serius.

Sehingga ini berdampak terhadap

pemahaman siswa yang kurang terhadap materi

pelajaran. Dari hasil evaluasi atau penilaian

tindakan siklus I menunjukkan persentase

perolehan siswa yang masih dibawah standar

ketuntasan secara classical yang telah ditetapkan

dalam penelitian ini. Persentase perolehan siswa

hanya mencapai 73% secara classical atau 32

orang siswa yang tuntas secara individual yakni 22

orang. Dari hasil tindakan siklus I berarti

penelitian tindakan belum memenuhi standar

ketuntasan yang telah ditetapkan dan perlu

dilanjutkan ke siklus berikutanya.

Setelah guru dan peneliti mendiskusikan

kembali atau merefleksi kembali segala

kekurangan-kekurangan yang terjadi disiklus I,

maka guru dan peneliti melanjutkan ke siklus II,

dengan mengacu pada perbaikan-perbaikan dari

tindakan sebelumnya.

Dari gambar diatas tingkat ketuntasan

belajar siswa untuk siklus II meningkat 20%

menjadi 93% dari tindakan siklus I atau 28 orang

siswa telah memenuhi indikator kinerja yakni

siswa yang memperoleh 75% dari skor maksimal

telah mencapai 85% pada penelitian ini sehingga

penelitian ini dikatakan berhasil atau tuntas, hal

ini berarti pelaksanaan pembelajaran keterampilan

lempar lembing dengan menggunakan media

modifikasi bola kecil dengan menerapkan model

pakem dikatakan berhasil. Ini terlihat dari hasil

observasi terhadap aktivitas guru dan siswa selama

tindakan siklus II, menunjukkan bahwa

guru/peneliti sudah mampu melaksanakan

skenario pembelajaran secara maksimal,

sedangkan siswa telah memperlihatkan :1) siswa

telah memiliki minat atau antusias yang cukup

baik terhadap materi pelajaran. 2) siswa telah

mampu menguasai atau beradaptasi dengan

penggunaan pendekatan metode tugas dengan

menggunakan media modifikasi. 3) siswa

mendengarkan penjelasan guru dengan baik.

Dari hasil penjelasan diatas dapat

dikatakan bahwa pendekatan gaya mengajar

dengan pemberian tugas dapat meningkatkan

kterampilan hasil belajar lempar lembing siswa

kelas XI SMA Negeri 1 Kabawo.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan, maka penelitin ini dapat disimpulkan

bahwa pendekatan gaya mengajar penugasan

(Task Style) dapat meningkatkan hasil belajar

keterampilan lempar lembing pada siswa kelas XI

SMAN 1 Kabawo Kabupaten Muna dimana pada

hasil tes siklus I =72% meningkat 22% menjadi

94% pada siklus II.

Berdasarkan permbahasan, refleksi dan

kesimpulan di atas, maka peneliti menyarankan,

bagi guru mata pelajaran penjas, hendaknya di

dalam mengajarkan keterampilan lempar lembing

dapat menggunakan gaya mengajar penugasan

(Task Style) sebagai salah alternatif dalam, proses

belajar mengajar Penjas di sekolah. Penelitian ini

hanya terbatas pada Model Pembelajaran dengan

Sub pokok bahasan Lempar Lembing, disarankan

untuk menggali lebih dalam melalui penelitian

lanjutan dengan cakupan materi yang lebih luas

dalam nuansa pembelajaran Penjaskes.

DAFTAR PUSTAKA

Ade Mardiani, dkk.2008. Pendidikan Jasmani,

Olahraga Dan Kesehatan. Jakarta:

Penerbit Universitas terbuka 7.

Aip Syarifuddin, 1997. Pendidikan Jasmani dan

Kesehatan, Proyek Pengadaan Buku

Ajar PGSD- DII. Depdiknas, Jakarta

Gagne R, 1997. Belajar dan Pembelajaran.

Rineka Bandung.

Page 61: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

61

Harsuki,2003. Perkembangan Olah Raga

Terkini. PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Jonath, U, 1999. Teori dan Praktek Pembelajaran

Atletik I, Raja Grafindo Persada jakarta

Lutan Rusli. 2005. Belajar Motorik, Dirjen Dikti,

Proyek Pengadaan Buku Depdiknas,

jakarta

Nurhasan. 2008. Prosedur Evaluasi dan

Pengukuran Pendidikan Jasmani,

jakarta : kencana.

Rusyan, T., 1994. Pendekatan Dalam Proses

Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

Page 62: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

62

TATA KRAMA DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT MUNA1

La Ode Baenawi2

Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji persepsi masyarakat Muna terhadap adat tata

kelakuan atau tata krama sebagai salah satu varian dari budaya lokal masyarakat tersebut. Penelitian

ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitik. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa masyarakat Muna memandang tata krama sebagai suatu tatanan yang

fundamental karena mencerminkan kepribadian, sarana penghormatan terhadap sesama, dan pedoman

dalam berperilaku. Dalam tata krama masyarakat Muna terdapat ajaran filsafat etika dan filsafat sosial

yang dapat menciptakan terjadinya tertib sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Kata Kunci: Tata Krama, Tertib Sosial, Masyarakat dan Etnik Muna

1 Ringkasan hasil penelitian 2 Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa FKIP Unhalu

A. Latar Belakang

Koentjaraningrat (1997; 1985)

menyatakan bahwa kebudayaan mempunyai unsur-

unsur atau sub-sub budaya yang turut berperan

menata dan menciptakan tertib sosial. Salah satu

sub budaya yang dimaksud adalah adat tata-

kelakuan yang berfungsi sebagai pengatur

kelakuan. Adat tata kelakuan atau biasa pula

disebut sebagai tata krama atau etika sopan santun

merupakan salah satu unsur budaya yang dimiliki

oleh setiap suku bangsa manapun juga. Dalam

kehidupan sosial, tata krama meiliki peran yang

sangat penting karena tata krama merupakan suatu

filsafat moral yang merefleksikan secara sistematis

tentang pendapat-pendapat, norma-norma dan

penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat

yang bersangkutan sebagai pedoman hidup atau

world view dalam pergaulan bermasyarakat dan

berbangasa. Sehingga (Suseno, 1984) memandang

tatakrama sebagai cerminan peradaban suatu

masyarakat atau bangsa.

Setiap masyarakat memiliki seperangkat tata

kelakuan yang disusun berdasarkan pengalaman

hidup mereka di masa lalu, dan memberikan

pemaknaan tersendiri pula terhadap hal itu

berdasarkan kondisi sosial budayanya. Demikian

pula halnya dengan masyarakat Muna,

memandang adat atat kelakuan atau tata krama

yang merupakan bagian dari produk budaya lokal

sebagai hal yang penting. Orang Muna pada

umumnya beranggapan bahwa kenampakkan lahir

merupakan pencerminan batin. Kenampakkan lahir

yang dimaksud adalah tata krama yang

termanivestasi dalam podiu (sikap) dan feeli

(perbuatan). Seseorang yang dapat bertatakrama

dengan baik akan mendapat sanjungan, begitu pula

sebaliknya. Sehingga tata krama bagi masyarakat

Muna merupakan pedoman hidup dalam pergaulan

bermasyarakat yang sudah berlaku secara turun-

temurun.

Akan tetapi, kehadiran era globalisasi saat

ini mengakibatkan pergulatan antara nilai-nilai

budaya lokal dan global menjadi semakin tinggi

intensitasnya. Mengikuti pemikiran Piliang (2004:

28) dan Ali (2007) globalisasi yang bersifat

paradoks, impersonal dan bahkan predator telah

mengikis nilai-nilai kearifan lokal, sehingga

kehidupan sehari-hari menjadi terdistorsi oleh

globalisasi dan lokalitas terdiferensiasi oleh

produk kapitalisme. Arus globalisasi yang

demikian deras, menjadikan pribadi terbuang,

hilangnya tradisi lisan, pepatah orang desa

terkikis, ritus dan simbol lokal dipertukarkan

dengan ritus nasional (imagined community),

kearifan dan khazanah lokal tidak lagi sebagai

praktik.

Bias globalisasi menjadikan sebagian

masyarakat kehilangan rasa percaya diri dan rasa

bangga dengan budaya lokalnya. Bahkan sebagian

masyarakat tidak lagi menjadikan sistem sosial

dan budaya ketimuran sebagai world view dalam

kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Konstatasi-konstatasi demikian inilah yang

mendorong perlunya pengkajian tentang perspektif

masyarakat Muna terhadap etika sopan-santun,

Page 63: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

63

sebagai salah satu varian dari budaya lokal

masyarakat Muna itu sendiri.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

kebudayaan dengan menggunakan metode

kualitatif. Mengikuti pendapat Sugiyono, (2008)

dan Moleong, (1994) bahwa metode kualitatif

merupakan suatu strategi penelitian yang

menghasilkan keterangan atau data yang dapat

mendeskripsikan realitas sosial dan kejadian-

kejadian yang terkait dengan kehidupan

masyarakat, sejarah, perilaku, fungsionalisasi

organisasi, hubungan kekerabatan, dan

pergerakan-pergerakan sosial, maka sasaran utama

penelitian ini adalah menjelaskan atau

mendeskripsikan secara kualitatif analitis tentang

tata krama masyarakat Muna. Penelitian ini

dilaksanakan di Kabupaten Muna Sulawesi

Tenggara. Jenis data dalam penelitian ini adalah

data kualitatif dan kuantitatif, yang terdiri dari

data primer dan data sekunder.

Pengumpulan data dilakukan melalui

wawancara, observasi, studi dokumen, dan diskusi

terfokus. Informan dalam penelitian ini ditentukan

secara purposive sampling, dan dilakukan dengan

teknik pengumpulan informasi berantai atau

menggelinding laksana bola salju (snowball) yang

diawali dengan penentuan informan pangkal

menjurus pada terpilihnya beberapa informan

pokok. Analisis data dilakukan secara deskriptif-

kualitatif melalui empat langkah yaitu (a)

menyusun satuan-satuan seluruh data yang

terkumpul dari hasil wawancara, observasi, studi

kepustakaan dan diskusi kelompok terfokus dibagi

satu persatu, dikumpulkan sesuai golongannya,

kemudian dilakukan reduksi data guna

mengeliminir data yang kurang relevan, membuat

abstraksi dan menyusun satuan-satuan data, (b)

melakukan kategorisasi data sehingga proses

kategorisasi dan pengelompokkan data bisa

menjadi lebih baik, (c) menyusun hubungan antar

kategori, membandingkan kategori data yang satu

dengan kategori data yang lainnya, dan melakukan

interpretasi makna-makna setiap hubungan data

tersebut, (d) memberikan interpretasi dan

hubungan antar kategori data yang sudah

dikelompokkan sehingga dapat ditemukan makna

dan kesimpulannya.

C. Hasil dan Pembahasan

Secara umum, dari hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa masyarakat Muna sangat

menganggap penting tata krama dalam kehidupan

sehari-hari. Tata krama merupakan kunci atau

pedoman dalam bergaul dengan anggota keluarga

maupun masyarakat. Sebab, bagi orang Muna,

menjadi manusia Muna yang baik berarti menjadi

manusia berbudaya, manusia beradab yang

mengetahui peran dan kedudukannya dan

mengetahui bagaimana seharusnya bertingkah laku

atau manusia yang mengetahui tatanan. Dalam

pandangan orang Muna hidup yang benar adalah

hidup dengan mengetahui dan memperlihatkan

tingkah laku sopan, mengucapkan kata-kata yang

pantas, serta mempertahankan tatanan yang ada.

Oleh karena itu, semua podiu (sikap) dan feeli

(perbuatan) harus selalu dikendalikan agar tercipta

kehidupan yang harmonis dalam bingkai falsafah

intaidimu dodadi ne junia ini bea dapopiapiara

bhe dapomamasigho,(dalam kehidupan di dunia

ini kita harus saling memelihara dan saling

menyangi).

Untuk mewujudkan podiu yang baik,

maka manusia Muna harus berpegang teguh pada

falsafah “dhaganie pongkemu, dhaganie matamu,

dhaganie lalomu bhahiata nodai” (terjemahan:

jaga telingamu, jaga matamu dan jaga hatimu

jangan sampai rusak). Untuk mewujudkan feeli

yang baik masyarakat Muna berpegang teguh pada

falsafah “dhaganie lelamu, dhaganie limamu bhae

dhaganie ghaghemu (jaga lidamu, jaga tanganmu

dan jaga kakimu). Kedua falsafah ini mengandung

makna perlunya pengendalian diri, karena

lingkungan luar tubuh manusia penuh dengan

dinamika. Banyak masalah-masalah sosial yang

terjadi dalam masyarakat, karena adanya warga

atau sekelompok warga yang tiak mampu

mengendalikan lisannya, tangan, kaki, telinga,

mata dan pikiran, serta hati.

Oleh karena itu, esensi dari filsafat etika

Orang muna adalah upaya bagaimana menjaga dan

membersihkan pendengaran, penglihatan dan hati

agar jangan ternoda dan senantiasa memancarkan

sikap dan perbuatan yang baik. Kesemuanya itu

bisa terwujud melalui tata krama atau pun etiket,

sopan santun, yang berlaku, karena tata krama

merupakan salah satu kunci dalam pergaulan.

Masyarakat Muna memandang tata krama

sebagai sebuah tatanan yang fundamental karena

Page 64: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

64

tata krama mencerminkan kepribadian, sebagai

sarana penghormatan atau penghargaan antara

yang muda kepada yang tua atau sebaliknya,

antara atasan dan bawahan. Dalam tatanan

keluarga Muna hubungan sosial secara hierarkhis

sangat menonjol dan masih diatur melalui

perbedaan kedudukan atau status sosial yakni

kaomu-walaka (status bangsawan dalam

masyarakat Muna disebut kaomu). Untuk itu,

menjaga bentuk-bentuk kesopanan secara

proporsional dapat menjadikan hubungan-

hubungan sosial menjadi stabil, kukuh dan bahkan

dapat berfungsi sebagai kekuatan sosial yang amat

integratif. Secara sosio kultural masyarakat Muna

memang masih paternalistik dan masih mewarisi

sisa budaya feodal, sehingga nuansa kaomu-

walaka (bangsawan-bukan bangsawan) masih

sangat kental. Budaya ini terbangun mulai dari

keluarga dan terbawa sampai dalam sistem

pemerintahan saat ini.

Semua orang Muna diwajibkan untuk

menghormati sesamanya, karena manusia yang

satu dengan yang lainya saling membutuhkan dan

saling melengkapi. Manusia Muna tidak bisa eksis

tanpa bantuan sesamanya karena itu harus

membangun relasi sosial. Dalam membangun

hubungan sosial didasarkan pada prinsip popia-

piara (saling pelihara-memelihara), poangka-

angkataa (saling mengikuti), pomaasi-maasigho

(sayang-menyayangi). Popia-piara mengandung

makna sesama anggota atau warga masyarakat

tidak boleh saling mengganggu, tetapi harus saling

melindungi dan saling menopang. Poanka-

angkataa mengandung makna loyalitas, kebesaran

jiwa dan kebersamaan. Pomaasi-masigho

mengandung makna kecintaan terhadap sesama,

rasa memiliki dan humanisme atau berjiwa sosial.

Agar prinsip tersebut teraktualisasi

menjadi praktik sosial, orang Muna harus

memahami dan memaknai falsafah bhini-bhini kuli

(cubit kulit sendiri). Falsafah ini mengandung

makna tenggang rasa. Kalau seseorang mencubit

kulitnya sendiri terasa sakit, itu artinya tidak boleh

mencubit orang lain, karena mereka akan merasa

kesakitan. Kalau seseorang merasa sangat

membutuhkan orang lain ketika susah, maka

hendaknya ia juga harus menolong orang yang

kesusahan, begitu seterusnya. Tujuan dari filsafat

sosial orang Muna adalah terwujudnya tertib

sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam masyarakat Muna tata krama

sangat penting bagi seseorang dalam berperilaku.

Menurut Orang Muna perilaku adalah cerminan

kepribadian. Hal ini akan semakin terasa bagi

seseorang apabila ia telah bergaul di masyarakat.

Seseorang yang halus bertutur kata, sopan, dan

beretika, mencerminkan sesorang yang

berkepribadian baik. Namun sebaliknya, seseorang

yang kadhoro-dhoro (grusa-grusu, acak-acakkan)

dianggap sebagai orang yang berkepribadian jelek.

Oleh karena itu orang Muna yang tidak

berperilaku sebagai orang Muna yang ideal akan

mendapat teguran di masyarakat, karena ia

dianggap tidak mengetahui tata krama. Orang yang

tidak bertatakrama akan menjadi bahan

pembicaraan orang , ditertawakan bahkan

disingkirkan dalam pergaulan. Warga masyarakat

yang tidak memiliki tata karma dalam masyarakat

akan disebut sebagai orang yang tidak tahu adat,

bahkan orang tersebut bisa mendapat sangsi moral

atau sangsi sosial berupa tidak diajak

berkomunikasi oleh warga disekitarnya. Orang

yang berperilaku aneh atau menyimpang dari

ajaran moral dan hidup terasing disebut

nosalaoho.

Menyadari pentingnya tata krama dalam

kehidupan masyarakat, para orang tua di Muna

mulai menanamkan nilai-nilai tata krama kepada

anak-anak mereka sejak dini dalam kehidupan

rumah tangga. Proses sosialisasi nilai-nilai tata

krama dilakukan melalui contoh-contoh, nasehat-

nasehat, serta bebagai larangan yang berlaku

dalam keluarga. Selain itu, derasnya gempuran

arus globalisasi saat ini, para orang tua kembali

menyadari betapa pentingnya institusi keluarga

sebagai medium penanam nilai-nilai religi,

kultural, dan kemanusiaan. Seluruh informan

dalam penelitian ini menginkan anak-anak mereka

menjadi generasi yang mengagungkan nilai

humanistik, keluhuran budi, dan mempunyai

kakolalo yaitu kemampuan memamnfaatkan hati

dan pikiran untuk menghasilkan sikap (podiu) dan

perbuatan (feeli) yang baik. Orang yang memiliki

kakolalo disebut sebagai omie metaano (manusia

yang arif dan bijaksana).

D. Penutup

Page 65: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

65

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan di atas, maka dapat ditarik beberapa

simpulan sebagai berikut: (1). Masyarakat Muna

memandang tata krama sebagai sebuah tatanan

yang fundamental karena tata krama

mencerminkan kepribadian, tata krama sebagai

sarana penghormatan, tata krama sebagai

pedoman dalam berperilaku. (2). Dalam tata krama

masyarakat Muna banyak terdapat ajaran filsafat

etika dan filsafat sosial yang dapat menciptakan

suasana tertib sosial dalam masyarakat. (3). Era

globalisasi oleh sebagian besar masyarakat Muna

memandangnya sebagai tantangan untuk semakin

menggali dan merefitalisasi nilai-nilai budaya

lokal dengan menjadikan institusi keluarga sebagai

medium utama dalam proses sosialisasi nilai-nilai

kearifan lokal.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, perlu disampaikan saran-saran sebagai

berikut: (1). Tata krama suku bangsa Muna selain

disosialisasikan kepada generasi muda melalui

pendidikan informal, sebaiknya disosialisasikan

pula melalui jalur pendidikan formal dan

dibakukan dalam kurikulum muatan lokal sejak

pendidikan dasar sembilan tahun, dan materi atau

bahan ajarnya dikemas secara kontekstual. (2).

Diperlukan kajian mendalam dan lebih

komprehensif tentang eksistensi tata krama suku

bangsa Muna.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Madekhan, 2007. Orang Desa Anak Tiri

Perubahan. Malang: Averroes Press.

Kontjaraninggrat, 1997, Pengantar Antropologi :

Pokok – Pokok Etnografi II. Jakarta:

Rineka Cipta.

Moleong, L.J., 1994. Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Piliang, Yasraf Amir, 2004. Dunia yang Dilipat:

Tamsya Melampaui Batas-Batas

Kebudayaan. Yogyakarta: Jalasutra.

Soetopo,D., R. 1999. “Nilai – nilai Budaya Tata

Krama Masyarakat Jawa dan

Pergeserannya dalam Masa Globalisasi”.

Makalah Seminar Balai Kajian Jarahnitra

Yogyakarta.

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suseno, F.M. 1984. Etika Jawa : Sebuah Analisis

Filosofi Tentang Kebijaksanaan Hidup.

Jakarta : Gramedia.

Page 66: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

72

ANALISIS KOVARIANSI DALAM PENELITIAN PERCOBAAN

DENGAN RANCANGAN DASAR R A L1

La Ndia2

Nana Sumarna2

1 Ringkasan hasil penelitian bidang statistik 2 Dosen Pendidikan Matematika FKIP Unhalu

A. Pendahuluan

Dalam rangka meningkatkan mutu hasil

penelitian, maka berbagai pertimbangan yang

harus dilakukan sehingga peneliti perlu memilih

alternatif mana yang terbaik agar penelitian yang

dilakukan dapat memecahkan permasalahan yang

sedang diteliti .

Misalnya dalam penelitian eksperimen

seorang peneliti harus tahu memilih jenis

rancangan yang tepat dan sesuai .

Pemilihan jenis rancangan yang digunakan

dalam penelitian experimen didasarkan pada

satuan percobaan yang digunakan, kemampuan

peneliti dalam hal mengumpulkan data dari

percobaan yang dilakukan

Rancangan acak lengkap dalam penelitian

experimen jenis merupakan rancangan yang cukup

sederhana , namunhasilnya cukup terandalkan

bilamana penggunaannya tepat, dalam arti satuan

percobaan yang digunakan relatif homogen .

Pelaksanaan percobaan merupakan

pengaturan pemberian perlakuan kepada satuan-

satuan percobaan dengan maksud agar

keheterogenan satuan percobaan yang digunakan

dapat diwadahi dan disingkirkan atau dibuat

seminimum mungkin.

Namun kenyataan dilapangan kondisi

seperti ini , kadang-kadang sulit untuk terpenuhi,

misalnya adanya gangguan hama, cuaca yang

kurang mendukung, kemampuan peneliti terbatas,

sulitnya mendapatkan satuan percobaan yang

homogen .

Dalam kondisi seperti ini penggunaan

analisis varian cukup berbias, dalam arti bila hasil

penelitian ditemukan adanya perbedaan nilai rata-

rata dari respon yang diamati, maka perbedaan

tersebut mungkin saja bukan hanya akibat dari

perlakuan yang diberikan tetapi ada faktor-faktor

lain yang turut mempengaruhi respon.

Untuk menghindari adanya pengaruh

faktor luar yang tidak dapat diperhitungkan

sebelum pelaksanaan percobaan, maka

penggunaan analisis statistika yang sesuai adalah

anakova , dimana analisis ini bertujuan

mengendalikan pengaruh-pengaruh luar selama

percobaan berlangsung , dimana pengaruh-

pengaruh luar didefinisikan dalam bentuk

variabel-variabel baru yang disebut variabel

pengiring X (concomitant variable), dengan

catatan variabel tersebut tidak dipengaruhi oleh

perlakuan yang diberikan selama percobaan

berlangsung, tetapi variabel tersebut dapat

mempengaruhi respon

Variabel pengiring X (concomitant

vaiable) dalam anakova perlu dipilih secara hati-

hati agar penggunaan variabel pengiring

X(concomitant vaiable) benar-benar sesuai

dengan tujuannya yaitu mengurangi galat (error)

percobaan .

Misalnya seorang peneliti melihat pengaruh jenis

ransum ternak terhadap pertambahan bobot badan

sapi, yang merupakan variabel respon (Y) adalah

pertambahan bobot badan sapi . Dalam

penelitian tersebut bila digunakan analisis varians

tidak memperhitungkan bobot badan awal sapi

tersebut, namun dalam anakova bobot badan awal

sapi dijadikan sebagai variabel pengiring X

(concomitant variable) yang ikut mempengaruhi

pertambahan bobot badan sapi (Y). Sebab bisa

jadi bobot awal badan sapi dapat mempengaruhi

pertambahan bobot badan sapi selama percobaan

berlangsung, untuk itu dalam penelitian tersebut

Page 67: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

73

bobot badan awal sapi dijadikan sebagai variabel

pengiring X (concomitant variable).

Dalam anakova pendefinisian variabel

pengiring X(concomitant variable) bisa saja lebih

dari satu variabel, sebagaimana halnya dalam

analisis regresi banyak variabel prediktor yang

mempengaruhi variabel respons, sehingga para

ahli statistika mengatakan bahwa anakova

merupakan gabungan antara analisis varians dan

analisis regresi, dalam hal ini penggunaan

anakova dalam penelitian khususnya penelitian

percobaan akan meningkatkan ketepatan

pendugaan.

Antara kuadrat tengah galat anava dan

kuadrat tengah galat anakova mempunyai pola

hubungan KTG* = KTG (1 - R2)

db galat

db galat - 1

, dimana: KTG* = kuadrat

tengah galat anakova, KTG = kuadrat tengah galat

anava,

R = koefisien korelasi antara variabel pengiring

XX (concomitant variable) dan variabel respons

Y serta db galat merupakan derajat bebas galat

anava.

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa

jika nilai R2 besar, maka KTG* akan semakin

kecil, dalam kondisi seperti ini penggunaan

anakova dapat meningkatkan ketepatan, namun

bila R2

kecil nilai KTG* akan mendekati KTG

dalam kondisi seperti ini penggunaan anakova

bukannya meningkatkan ketepatan percobaan

tetapi sebalikya akan memperumit proses analisis

statistika yang digunakan.

Oleh karena itu pendefinisian variabel

pengiring X(concomitant variable) dalam anakova

harus dilakukan secermat mungkin, agar

penggunaan anakova dalam percobaan dapat

tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu

meningkatkan ketepatan hasil penelitian.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

bidang statistika terapan, yang dikaji dari berbagai

literatur, sehingga metode yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan metode kepustakaan.

Metode ini digunakan untuk menyeleksi

teori yang dapat mendukung pokok permasalahan

yang diteliti, dalam upaya pembahasan masalah

yang telah diutarakan pada bagian pendahuluan.

C. Permasalahan

Secara implisit permasalahan dalam

makalah ini sudah dipaparkan pada bagian

pendahuluan, namun secara operasional

permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

1) Apakah tujuan yang diharapkan dari

penggunaan anakova dalam penelitian

experimen desain acak lengkap.

2) Bagaimana pemilihan model yang tepat

dalam penggunaan anakova pada penelitian

experimen desain acak lengkap.

3) Bagaimana mendefinisikan variabel

pengiring X ( concomitant variable ) dalam

penelitian experimen desain acak lengkap.

D. Pembahasan

Kenyataan yang ada dilapangan suatu

respon tidak hanya dipengaruhi oleh perlakuan

yang diberikan, tetapi kadang-kadang ada faktor

lain yang kehadirannya selama percobaan

berlangsung dapat mempengaruhi respon,

misalnya cuaca, adanya serangan hama,

kemampuan awal atau bobot awal dari unit

percobaan yang digunakan dan lain sebagainya.

Keberadaan faktor-faktor tersebut selama

percobaan berlangsung dapat dikendalikan

dengan cara menggunakan anakova .

Dengan mengendalikan faktor-faktor tersebut,

maka penggunaan anakova dapat meningkatkan

ketelitian hasil peneltian.

Pengendalian terhadap faktor-faktor yang

tidak diharapkan selama percobaan berlangsung

dapat dilakukan dengan cara mengendalikan galat

(error) percobaan dan mengoreksi nilai rata-rata

perlakuan .

Apabila anakova digunakan untuk

mengendalikan galat percobaan dan mengoreksi

nilai rata-rata respon akibat perlakuan, maka

kovarian harus tidak dipengaruhi perlakuan, jika

kovarian dipengaruhi perlakuan, maka

Page 68: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

74

pengoreksian mengambil kedua keragaman karena

galat percobaan dan pengaruh perlakuan .

Pengendalian galat dilakukan dengan cara

mengurangi jumlah kuadrat galat akibat perlakuan

dengan jumlah kuadrat galat regresi linier Y

terhadap X, Secara matematika dinyatakan dalam

rumus berikut:

JKGYY Terkoreksi = JKGYY - JK

JK

GXY

2

GXX

Dengan demikian tujuan penggunaan anakova

dalam penelitian experimen adalah untuk

mengurangi galat percobaan yang sebelumnya

kurang diperhitungkan keberadaannya dalam

percobaan oleh peneliti .

Suatu model yang digunakan dalam

anakova dengan menggunakan desain acak

lengkap dikatakan tepat apabila persyaratan

asumsi dari model yang digunakan dapat terpenuhi

. Dalam anakova dengan menggunakan desain

acak lengkap model yang digunakan adalah

Yij = + i + (X - X) + ij ij

Asumsi yang harus dipenuhi dari model

tersebut agar anakova menjadi sahih adalah:

1. Variabel pengiring X (concomitant variable)

bersifat tetap,diukur tanpa kesalahan dan

tidak berkorelasi dengan perlakuan yang

dicobakan, dalam artian variabel pengiring X

(concomitant variable) tidak dipengaruhi oleh

perlakuan.

2. Hubungan pengaruh antara variabel pengiring X

(concomitant variable) dengan variabel respon

harus bersifat linier dan bebas dari perlakuan

yang diberikan.

3. Galat (error) percobaan harus timbul secara

acak, menyebar secara bebas dan normal

dengan nilai rata-rata sama dengan nol dan

ragam 2.

Model tersebut mengindikasikan bahwa

anakova merupakan perpaduan antara analisis

varian dan analisis regresi, analisis varian dalam

uji beda dilakukan dengan menguraikan jumlah

kuadrat total menjadi jumlah kuadrat akibat

perlakuan dan jumlah kuadrat galat, sedangkan

anakova disamping menguraikan jumlah kuadrat

total menjadi jumlah kuadrat akibat perlakuan dan

jumlah kuadrat galat juga mengoreksi jumlah

kuadrat galat dengan menggunakan jumlah

kuadrat regresi .

Agar anakova dapat mengukur apa yang

diharapkan, maka pendefinisian variabel

pengiring X (concomitant variable) diupayakan

semaksimal mungkin agar variabel tersebut bebas

dari perlakuan yang diberikan .

Disisi lain variabel pengiring X

(concomitant variable) harus mempunyai korelasi

dengan variabel respon, sebab jika variabel

pengiring X(concomitant variable) tidak

berkorelasi dengan variabel respon, maka

penggunaan anakova tidak dapat berfungsi

sebagaimana yang diharapkan yaitu

meningkatkan ketelitian penelitian dengan cara

mengurangi galat percobaan .

F. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat

disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan anakova dalam penelitian

experimen akan mempertinggi ketelitian

penelitian dengan mengeliminir faktor-faktor

luar yang turut mempengaruhi respon dan

sebelumnya tidak diperkirakan

keberadaannya selama percobaan

berlangsung.

2. Anakova merupakan gabungan antara anava

dan analisis regresi, analisis regresi melihat

hubungan antara variabel respon dan

variabel konkomitan (cocncomitant variable)

.

3. Pola hubungan antara variabel respon dan

variabel konkomitan bersifat linier, serta

variabel konkomitan harus bebas dari

perlakuan yang diberikan atau dengan kata

lain variabel konkomitan tidak dipengaruhi

oleh perlakuan tetapi variabel tersebut

memberikan andil terhadap respon .

4. Semakin besar hubungan antara variabel

respon dan variabel konkomitan, maka

semakin kecil kuadrat tengah galat anakova,

dengan demikian anakova dapat

meningkatkan ketelitian penelitian.

Page 69: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

75

DAFTAR PUSTAKA

D.A. Preece. 1980. Covariance Analysis, Faktorial

Experiment and Marginalily. Jurnal

Of The Institute Of Statisticions.

Volume 29 Number 2. Juni 1980.

Robert G.D. Steel, James H. Torrie. 1991. Alih

Bahasa Bambang Sumantri. Prinsip

dan Prosedur Statistika Suatu

Pendekatan Biometrik. Gramedia

Pustaka Utama Jakarta. Institute Of

Statisticions. Volume 34 Number 3.

Juni 1980.

Sudjana. 1985. Disain dan Analisis Eksperimen.

Bandung; Tarsito

Sik-Yum Lee, Wai-Yin Poon. 1985. Further

Developments on Constrained

Estimation in Analysis of Covariance

Structurs . Jurnal Of The

Vincent Gaspersz, 1992. Teknik Analisis Dalam

Penelitian Percobaan. Jilid 1.

Bandung; Tarsito

Page 70: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

72

KETERAMPILAN DASAR DALAM PRAKTIKUM DI LABORATORIUM KIMIA1

La Rudi2

Abstrak. Mahasiswa baru pada semester 1, memprogramkan matakuliah Kimia dasar I, diamana

matakuliahn ini terintegrasi dengan kegiatan praktikum dilaboratorium Kimia. Berdasarkan pengamatan

kami, mahasiswa semester I dalam mengikuti kegiatan praktikum banyak yang tidak mengetahui cara-cara

penggunaan peralatan laboratorium Kimia. Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut dapat terulang, maka pada

mahasiswa baru angkatan 2010, sebelum mengikuti kegiatan praktikum, kami berikan terlebih dahulu

kegiatan pengenalan alat-alat laboratorium dan cara penggunaanya. Dari hasil kegiatan yang kami lakukan,

mahasiswa banyak yang tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut, namun peserta terbatas maka tidak

semua mahasiswa baru yang ada dijurusan pendidikan MIPA dapat mengukuti kegiatan tersebut. Dari hasil

evaluasi pada proses pelaksaanaan kegiatan praktikum antara mahasiswa yang mengikuti kegiatan dengan

pengenalan penggunaan peralatan laboratorium, rata-rata mahasiswa yang sudah diberikan pengenalan

mengetahui dan mereka yang aktif menggunakan peralatan dalam pelaksanaan praktikum, dan mahasiswa

yang tidak mengikuti kegiatan pengenalan tidak berani menggunakan peralatan.

1 Makalah yang disampaikan pada pelatihan keterampilan kerja dalam Lab.Kimia 2 Dosen Pendidikan Kimia FKIP Unhalu

A. PENDAHULUAN

Dalam kurikulum pengajaran MIPA

tercermin bahwa disamping pengajaran materi

ilmu, juga melibatkan keterampilan, penanaman

sikap, mengasah penalaran yang benar dan

kemampuan bekerjasama dalam kelompok..

Namun demikian, kegiatan praktikum dapat sukses

jika ditunjang dengan kemampuan mahasiswa

yang akan melakukan praktikum. Apabila

komponen tersebut tidak seimbang maka sukar

untuk mencapai tujuan dari praktikum itu sendiri.

Salah satu matakuliah yang didalamnya

mewajibkan mahasiswa untuk melakukan

praktikum adalah Kimia Dasar. Dalam praktikum

Kimia, mahasiswa dituntut untuk memahami dan

trampil menggunakan peralatan kimia agar data

yang diperoleh dapat memperkuat teori-teori yang

telah dipelajari. Dari hasil pengamamatan

terhadap mahasiswa baru pada praktikum Kimia

Dasar tahun-tahun sebelumnya, didapatkan banyak

mahasiswa tidak mengetahui cara penggunaan

peralatan bahkan takut dalam melakukan reaksi-

reaksi Kimia. Dari hasil wawancara terhadap

beberapa mahasiswa, kebanyakan mereka tidak

mengetahui cara penggunaan peralatan disebabkan

karena saat disekolah menengah (SMA) tidak

pernah melakukan praktikum dan kalau pun di

sekolahnya melakukan praktikum, siswa hanya

melihat gurunya saja yang melakukanya.

Akibatnya setelah masuk perguruan tinggi saat

dilakukan praktikum Kimia, peserta (praktikan)

banyak yang hanya menonton saja karena mereka

belum mengetahui cara melakukanya.

Untuk menghindari hal-hal tersebut

terulang kembali pada mahasiswa baru tahun

ajaran 2010/2011 yang akan mengikuti praktikum

Kimia Dasar, maka dipandang perlu untuk

melakukan pembekalan atau pelatihan penggunaan

beberapa peralatan dan teknik-teknik dasar dalam

melakukan praktikum di Laboratorium Kimia.

Diharapkan melalui kegiatan pengenalan

penggunaan peralatan laboratorium ini mahasiswa

mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar

dalam menggunakan peralatan laboratorium kimia

terutama dalam kegiatan praktikum dan juga

terhindar dari resiko

kecelakaan yang diakibatkan kesalahan

menggunakan peralatan.

Page 71: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

73

B. TUJUAN

Untuk melatih dan meningkatkan

keterampilan menggunakan peralatan dan

melakukan pengamatan pada praktikum di

Laboratorium Kimia bagi mahasiswa baru

program IPA yang memprogramkan praktikum

Kimia Dasar.

C. PELAKSANAAN

Pelatihan ini dilaksanakan pada tanggal 31

Oktober 2010 yang bertempat di Laboratorium

Pengembangan P.MIPA FKIP Unhalu.

Penyelenggara kegiatan ini adalah HMPS Pend.

Kimia FKIP Unhalu dan diikuti oleh mahasiswa

baru yang akan mengikuti praktikum Kimia Dasar

I tahun ajaran 2010/2011.

D. KAJIAN TEORI

Keterampilan laboratorium dasar yang

perlu diketahui mahasiswa sebelum masuk

laboratorium kimia untuk melaksanakan praktikum

mencakup cara menggunakan spatula dan alat

timbang, menyiapkan larutan, cara membaca

meniskus dengan benar, cara-cara mereaksikan,

cara memanaskan larutan, dan cara menyaring.

1. CARA MENGGUNAKAN TIMBANGAN

DAN SPATULA

Untuk membuat larutan atau dalam

prosedur praktikum menggunakan yang bahan

murninya berasal dari bahan kimia yang berwujud

padat, maka untuk menggambil bahan kimia

tersebut diperlukan keterampilan dalam

mengambilnya agar bahan kimia murninya tidak

terkontaminasi dan bahan yang ditimbang akurat.

Spatula (sendok bahan kimia) yang

digunakan harus bersih/dibersihkan dan setelah

digunakan dibersihkan kembali. Jangan

menyimpan spatula kedalam bahan/wadah bahan

kimia. Berdasarkan bahan pembuatanya, spatula

yang umum digunakan dalam laboratorium kimia

ada 3 jenis yaitu spatula jenis stainless steel,

spatula tanduk, dan spatula dari polietilen.

Untuk menimbang bahan kimia, gunakan

botol timbang atau gelas piala ukuran 50 mL. cara

menimbangnya adalah sebagai berikut: tekan

„on/off‟ dari timbangan, selanjutnya dudukkan

wadah tempat menimbang kemudian nolkan beban

dari wadah dengan cara tekan „zero‟ selanjutnya

masukkan bahan kimia yang akan ditimbang

kedalam wadah sesuai dengan berat yang

diinginkan dengan cara seperti yang telah

dijelaskan pada poin diatas. Prosedur

penggunakan timbangan tergantung pada tipe/jenis

timbangan, tetap prosedur atau langkah-langkah

dalam menimbang umumnya sama.

Yang perlu diperhatikan dalam

penggunan timbangan adalah:

a. Timbangan harus selalu dalam keadan

bersih

b. Bahan kimia tidak boleh diletakkan

langsung pada piringan timbangan, tetpi

gunakan botol timbang.

c. Dalam menyimbang, tidak boleh ada bahan

kimia yang terjatuh dialas piringan

timbanga, karena zat yang terjatuh tadi tetap

akan terbaca sebagai massa oleh timbangan

2. TEKNIK MEMBACA MINISKUS

Untuk mendapatkan volume cairan yang

akan diukur, baik menggunakan pipet volume,

kelas ukur, labu ukur, buret maka cara membaca

cairan pada skala harus benar. Pada alat-alat ukur

tersebut selalu diulengkapi dengan skala atau batas

akhir volume (miniskus) sehingga dalam

mengukur cairan volumenya tepat.

Cara membaca miniskus alat, posisi mata

harus sejajar dengan batas garis/miniskus alat. Jika

cairan yang akan diukur jernih (tidak berwarna)

H2SO4 atau cairan lain, maka miniskusnya ada

pada lengkungan bawah. Jika cairan yang akan

diukur adalah berwarna seperti CuSO4 atau cairan

Page 72: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

74

yang berwarna lain dan keruh, maka miniskusnya

bada garis atasnya.

3. TEKNIK MEMBUAT LARUTAN

Dalam laboratorium Kimia bahan kimia

murni ada dalam dua sifat yaitu cairan dan

padatan. Untuk tujuan praktikum, bahan kimia

selalu dalam bentuk larutan yang mempunyai

konsentrasi rendah. terdapat dua jenis bahan

kimia murni yaitu cairan dengan konsentrasi tinggi

(pekat) dan padatan. Olehnya itu, untuk

menyiapkan bahan kimia (larutan/reagen) dalam

konsentrsi rendah diperlukan suatu keterampilan

khusus agar bahan yang dibuat benar dan aman

dalam membuatnya.

Untuk menyiapkan larutan dengan benar,

diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Langkah pertama adalah menghitung berapa

gram yang harus ditimbang (jika bahan

murninya berbentuk padat) atau berapa

milliliter yang harus diambil (jika bahan

murninya berbentuk cairan) yang harus

dilarutkan untuk menyiapkan larutan dengan

konsentrasi dan volume larutan yang akan

dibuat.

2) Cara menimbang harus benar, seperti yang

dijelaskan pada poin 1) diatas. Jika cara

menimbang sudah salah, maka larutan yang

dibuat juga akan tidak sesuai dengan

konsentrasi yang diinginkan.

3) Cara membaca miniskus juga harus benar,

agar volume larutan atau volume cairan

yang dipipet tepat.

4) Jika bahan murninya padatan, maka setelah

menimbang larutkan dulu dengan sedikit

aquades sampai padatannya larut semua.

Setelah itu masukan kedalam labu ukur.

Wadah tempat melarutkan dibilas sampai 3

kali agar semua bahan terlarut semuanya

masuk kedalam labu ukur. Selanjutnya

tepatkan volume labu ukur yang digunakan

sampai batas miniskus.

5) Jika bahan murninya adalah cairan, maka

setelah dihitung volume cairan yang akan

dipipet dengan menggunakan rumus

pengenceran, ambil dengan tepat cairan

tersebut kemudian masukkan kedlam labu

ukur yang digunakan. Ingat..! sebelum

dimasukan cairan yang akan diencerkan,

labu diisi terlebih dahulu dengan aquades

minimal 1/3 dari volume labu. Utamanya

untuk cairan asam pekat (H2SO4) atau HCl.

4. TEKNIK MEREAKSIKAN

Semua reaksi kimia menyangkut

perubahan energi yang diwujudkan dalam bentuk

panas. Kebanyakan reaksi kimia disertai dengan

pelepasan panas (reaksi eksotermis), meskipun

adapula beberapa reaksi kimia yang menyerap

panas (reaksi endotermis). Bahaya dari suatu

reaksi kimia terutama adalah karena proses

pelepasan energi (panas) yang demikian banyak

dan dalam kecepatan yang sangat tinggi, sehingga

tidak terkendalikan dan bersifat destruktif

(merusak) terhadap lingkungan, termasuk

operator/orang yang melakukannya.

Banyak kejadian dan kecelakaan di dalam

laboratorium sebagai akibat reaksi kimia yang

hebat atau eksplosif (bersifat ledakan). Namun

kecelakaan tersebut pada hakikatnya disebabkan

oleh kurangnya pengertian atau apresiasi terhadap

faktor-faktor kimia-fisika yang mempengaruhi

kecepatan reaksi kimia. Beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi kecepatan suatu reaksi kimia

adalah konsentrasi pereaksi, kenaikan suhu reaksi,

dan adanya katalis.

Dalam mereksikan bahan dalam jumlah

sedikit gunakan tabung reaksi. Tekniknya

merekasikanya tidak boleh kaligus ditumpahkan

kedalam bahan yang akan direaksikan, tetapi

Page 73: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

75

dengan cara ditetesi sedikit sedikit kedalam wadah

tempat mereaksikan. Dalam mereaksikan zat

gunakan pipet tetes.

Sesuai dengan hukum aksi masa,

kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi zat

pereaksi. Oleh karena itu, untuk percobaan-

percobaan yang belum dikenal bahayanya, tidak

dilakukan dengan konsetrasi pekat, melainkan

konsentrasi pereaksi kira-kira 5-10% saja. Kalau

reaksi telah dikenal bahayanya, maka konsetrasi

pereaksi cukup 2 – 5 % saja sudah memadahi.

Suatu contoh, apabila amonia pekat direaksikan

dengan dimetil sulfat, maka reaksi akan bersifat

eksplosif, akan tetapi tidak demikian apabila

digunakan amonia encer.

5. TEKNIK MEMANASKAN LARUTAN

Dalam reaksi kimia, tujuan dilakukan

pemanasan adalah untuk mempercepat terjadinya

reaksi atau untuk pelarutan. Alat-alat gelas yang

digunakan untuk memanaskan harus sesuai dengan

bahan yang direkomendasikan dan yang sesuai

dengan peruntukannya. Misalnya gelas ukur

digunakan untuk mengukur volume bukan untuk

digunakan untuk memanakan. Untuk memanaskan

digunakan tabung reaksi atau gelas piala.

Cara memanaskan zat dalam tabung

reaksi ada 2 teknik :

1. Secara langsung

Untuk cara langsung, wadah tempat

mereaksikan langsung dipanaskan dalam api

bunsen atau lampu spritus (gambar A). Dalam

cara ini, mulut wadah tempat pemanasan

tidak boleh dihadapkan kearah teman-teman

yang dekat tetapi diarahkan ketempat yang

tidak ada orang. Hal ini dilakukan untuk

menghindari percikakkan atau uap dari

pemansan.

2. Cara tidak langsung

Pada pemanasan dengan cara ini, wadah

tempat mereaksikan seperti tabung reaksi,

dipanaskan dalam wadah air mendidih.

Air dipanaskan dalam gelas piala besar,

setelah mendidih tabung reaksi yang akan

kita panaskan dimasukkan dalam air panas

tersebut

Untuk pemanasan pelarut-pelarut

organik (titik didih di bawah 100 oC), seperti eter,

metanol, alkohol, benzena, heksana, dan

sebagainya, maka penggunaan penangas air adalah

cara termurah dan aman. Pemanasan dengan api

terbuka, meskipun dengan bagaimana api sekecil

apapun, akan sangat berbahaya karena api tersebut

dapat menyambar (meloncat) ke arah uap pelarut

organik. Demikian juga pemanasan dengan hot

plate juga berbahaya, karena suhu permukaan

dapat jauh melebihi titik nyala pelarut organik.

6. TEKNIK MEMBAUI ZAT

Diantara bahan kimia yang

mengeluarkan gas atau uap pada waktu dipanaskan

atau direaksikan dengan zat lain. Untuk

mengetahui gas/uap yang dihasilkan itu, kadang-

kadang dapat dengan mencium baunya, misalnya

gas H2S berbau telur busuk dan bersifat racun.

Cara yang salah

Page 74: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

76

Disamping itu ada pula bahan kimia dengan

uapnya dapat menimbulkan rasa pedih pada

hidung bila tercium, misalnya amoniak pekat.

Bahan ini dapat menyebebkan iritasi pada kulit

atau mata, sedangkan uapny mengganggu alat

pernapasan.

Cth lain : CHCl3, CCL4, amil alkohol.

Dari berbagai contoh diatas, kita

mengetahui bahwa kita harus hati-hati dalam

memakainya. Jangan mencium zat tersebut secara

langsung, agar tidak terkena bahaya. Bila hendak

mencium bau uap atau gas dari uatu zat kimia atau

hasil pemanasanya maupun dari hasil reasi

kimianya, gunakan cara yang sesuaseperti berikut

ini. Mulut tabung didekatkan kehidung, kemudian

dikipas-kipas kearah hindung atau kalau bahan

padat, masukan/kerok dengan batang pengaduk

kemudian cium lewat patang pengaduk. Untuk

lebih jelas, perhatikan gambar berikut:

7. TEKNIK MENYARING.

Endapan zat-zat yang tidak melarut dapat

dipisahkan dengan cara penyaringan. Di

Laboratorium, untuk menyaring diperlukan corong

dan kertas saring. Kalau menggunakan gelas

Erlenmeyer sebagai wadah untuk menyimpan

filtrate yang akan disaring, maka corong dapat

dipasang langsung diatas gelas Erlenmeyer. Tetapi

jika menggunakan gelas piala, maka corong

dipasang pada klem dan statif sebagai penyangga

dan dibawahnya dipasang gelas piala, hingga

ujung tangkai corong menyentuh dinding gelas.

Corong yang umum digunakan adalah corong

bersudut 60o dan panjang tangkainya berkisar 5-10

cm. Kertas saring yang digunakan berdiameter 9-

11 cm. sebelum digunakan untuk menyaring,

kertas saring dilipat sebagai berikut; potong kertas

saring dengan diameter persegi 9-11 cm atau

sesuai ukuran corong yang akan digunakan,

kemudian dilipat menjadi setengah bagian,

kemudian dilipat sekali lagi sehingga sisi lipatan

tidak seluruhnya berimpit. Selanjutnya lipatan

dibuka sehingga membentuk kerucut (perhatikan

gambar).

Dalam menyaring, yang perlu diperhatikan

adalah apa yang dibutuhkan. Apakah yang

dibutuhkan filtratnya (cairan yang keluar dari hasil

penyaringan) ataukah endapanya (yang tertinggl

dikertas saring). Kalau yang dibutuhkan adalah

endapanya, maka dalam menyaring harus

diperhatikan betul endapan yang masih tertingal

pada wadah cairan sebelum disaring. Kalau masih

ada yang melengket pada wadahnya, maka untuk

melepskan endapan dapat lepaskan dengan cara

disemprot dengan aquades dengan menggunakan

batang pengaduk (perhatikan gambar diatas). Tetpi

kalau yang diinginkan adalah filtratnya (cairanya),

mak tidak endapan yang melengket tidak perlu

dilepaskan.

Untuk menyaring cairan yang kental, maka

teknik penyaringanya tidak efektif jika

menggunakan corong biasa. Untuk penyaringan

cairan yang kental ini, harus kita menggunakan

corong Buchner. Pada corong Buchner ini men

ggunakan pompa vakum untuk menyedot cairan

yang ada dalam wadah corong bunchner.

8. TEKNIK MEMBERSIHKAN ALAT-

ALAT

Page 75: PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA FISIKA MELALUI MODEL ... · 1 Ringkasan hasil penelitian ... Pengkategorian hasil belajar Fisika siswa kelas eksperimen dan kelas control disajikan pada

77

Hasil eksperimen yang baik dapat dicapai

antara lain menggunakan alat-alat yan bersih.

Alat-alat ukur seperti labu takar, kelas ukur, pipet,

buret serta wadah-dadah untuk mereaksikan

seperti tabung reaksi atau gelas piala atau

Erlenmeyer yang kotor atau tidak bersih utamanya

dari bahan kimia, akan akan menhyebabkan

percobaan yang dilakukan akan salah atau akan

didapatkan data yang salah.

Alat-alat laboratorium harus disimpan

dalam keadan bersih. Biasakan alat-alat yang akan

digunakan dibersihkan terlebih dahulu sebelum

dan sesudah melakukan eksperimen.

Semua alat gelas dicuci dengan deterjen

menggunakan sikat tabung kemudian dibilas

dengan air kran. Dalam hal alat-alat tertentu

seperti pipet, labu ukur, buret, setelah dibilas

dengan air kran dilanjutkan dengan pembilasan

dengan aquades. Bila kotoran masih ada yang

melengket pada pada wadah, maka dibersihkan

dengan menggunakan larutan kalium dikromat

(K2Cr2O7). Larutan pencuci ini dibuat dengan cara

melarutkan 20 g kalium kromat kedalam 30 mL air

kemudian ditambahkan asam sulfat pekat sampai

volume 100 mL. Larutan pencuci ini digunakan

untuk mengoksidasi lapisan/kotoran lemak atau

endapan yang masih menempel pada alas gelas an

susah dibersihkan dengan cara biasa. Cara

membersihkanya dilakukan dengan cara

merendam alat tersebut menggunakan larutan

pencuci tersebut selama beberapa jam. Setelah itu

dicuci dengan air sabun dan dibilas dengan air

kran kemudian dibilas dengan air suling atau

aquades.

Alat-alat gelas dikatakan bersih jika air

dilalukan pada permukaan gelas tidak ada sisa

cairan yang menempel.

PUSTAKA

Achmad Hiskia, 1993. Penuntun Dasar-Dasar

Praktikum Kimia. Direktorat Pendidikan

Tinggi DEPDIKBUD.

Supriyatna, 1996. Petunjuk Praktikum Kimia

Dasar. Unpad. Bandung

Underwood, 1998. Analisis Kimia Kuantitatif.

Edisi keenam. Erlangga. Jakarta

Widodo, 2010. Kimia Analisis Kuantitatif. Dasar

penguasaan aspek eksperimental. Graha

Ilmu Yogyakarta.