penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

33
1 I. PENDAHULUAN Hipoksia adalah suatu keadaan terjadinya kekurangan oksigen didalam jaringan. 1 Hipoksia janin terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transpor oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan oksigen dan dalam menghilangkan karbondioksida. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. 2 Dari banyak penelitian didapatkan bahwa sebagian besar mortalitas janin terutama disebabkan oleh keadaan hipoksia intraurine, sepertiga terjadi dalam periode intrapartum. Neonatus yang pernah mengalami asfiksia dalam kehidupan selanjutnya dapat terancam oleh gangguan akibat efek neurology. Data di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) didapatkan 81,6% kematian perinatal berasal dari ibu- ibu dengan resiko tinggi yang meliputi 30% kasus yang datang di bagian kebidanan RSCM. Mortalitas perinatal terutama disebabkan oleh keadaan hipoksia intrauterine (60% faktor kontribusi kematian perinatal), berat badan lahir rendah dan cacat bawaan (10%-20%). 3 Faktor resiko hipoksia janin intrauterin diantaranya adalah: hipertensi dalam kehamilan,

Upload: attamd

Post on 18-Jun-2015

3.191 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

1

I. PENDAHULUAN

Hipoksia adalah suatu keadaan terjadinya kekurangan oksigen didalam

jaringan.1 Hipoksia janin terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transpor

oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan oksigen

dan dalam menghilangkan karbondioksida. Gangguan ini dapat berlangsung

secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau

secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.2

Dari banyak penelitian didapatkan bahwa sebagian besar mortalitas janin

terutama disebabkan oleh keadaan hipoksia intraurine, sepertiga terjadi dalam

periode intrapartum. Neonatus yang pernah mengalami asfiksia dalam

kehidupan selanjutnya dapat terancam oleh gangguan akibat efek neurology.

Data di Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) didapatkan 81,6%

kematian perinatal berasal dari ibu-ibu dengan resiko tinggi yang meliputi 30%

kasus yang datang di bagian kebidanan RSCM. Mortalitas perinatal terutama

disebabkan oleh keadaan hipoksia intrauterine (60% faktor kontribusi kematian

perinatal), berat badan lahir rendah dan cacat bawaan (10%-20%).3

Faktor resiko hipoksia janin intrauterin diantaranya adalah: hipertensi dalam

kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, solusio plasenta, postmaturitas, mal

presentasi termasuk vasa previa. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan

bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan hipoksia janin,

diantaranya adalah : gangguan aliran darah dalam tali pusat, penggunaan obat-

obat anestesia/analgetika pada ibu, gangguan his (hipertoni dan tetani),

hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, misalnya pada plasenta

previa.2

Dengan teknik monitoring janin yang semakin maju, keadaan hipoksia janin

dapat dideteksi baik pada masa ante maupun intrapartum. Konsekuensi dapat

dideteksinya keadaan hipoksia janin adalah dilakukannya tindakan untuk

mengatasinya sehingga luaran kehamilan tetap baik. Intervensi untuk

memperbaiki sirkulasi uteroplasenta sehingga oksigenasi janin membaik

disebut dengan resusitasi intrauterin.

Page 2: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

2

II. DETEKSI DINI HIPOKSIA JANIN INTRAUTERIN

Ada banyak cara untuk dapat mendeteksi adanya hipoksia janin intrauterin baik

secara sederhana maupun dengan menggunakan alat bantu yang lebih canggih.

Cara sederhana yaitu dengan perkiraan berat janin dan penentuan tinggi fundus

uteri dibandingkan dengan usia kehamilan, auskultasi denyut jantung janin

(normal 120 – 160 dpm), pengamatan gerakan janin (minimal 10 gerakan

dalam 12 jam atau 2 gerakan dalam 4 jam), pengamatan cairan amnion.2,4

Dengan kemajuan teknologi, keadaan hipoksia pada janin dapat dideteksi lebih

dini yaitu dengan menggunakan kardiotokografi, velosimetri Doppler arteri

umbilikalis, pemeriksaan pH darah janin, biofisik profil dan juga oksimetri

denyut janin (fetal pulse oximetry).

A. Kardiotokografi (CTG)

Kardiotokografi merupakan pemeriksaan denyut jantung janin dan

perubahan-perubahannya yang terjadi akibat adanya aktivitas uterus dan /atau

gerakan janin selama masa kehamilan dan persalinan.5

1. Penilaian denyut jantung janin

a. Frekuensi dasar denyut jantung janin

Gambaran denyut jantung janin dalam pemeriksaan kardiotokografi ada

dua macam, yaitu :

Denyut jantung janin basal (basal fetal heart rate), yakni frekuensi

dasar (baseline rate) dan variabilitas (variability) denyut jantung

janin saat uterus dalam keadaan istirahat (relaksasi).

Perubahan periodik (reactivity), merupakan perubahan denyut

jantung janin yang terjadi saat ada gerakan janin atau kontraksi

uterus.

Untuk menentukan frekuensi denyut jantung janin basal dilakukan

selama 10 menit.6,7,8,9

Page 3: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

3

Tabel 1. Frekuensi denyut jantung janin

Takikardia >180 permenit

Takikardia ringan 161 – 180 permenit

Normal 120 - 160 permenit

Bradikardia ringan 100 - 119 permenit

Bradikardia < 100 permenit

Dikutip dari Wijayanegara H9

Takikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin yang ringan

(kronik). Biasanya gambaran takikardi tidak berdiri sendiri. Bila

takikardi disertai gambaran vaiabilitas denyut jantung janin yang masih

normal biasanya janin masih dalam kondisi baik. 6,7,10,11

Bradikardia dapat terjadi pada keadaan hipoksia janin yang berat

(akut). Gambaran bradikardi ini pun biasanya tidak berdiri sendiri,

sering disertai dengan gejala yang lain. Bila bradikardia antara 100-120

disertai dengan variabilitas yang masih normal biasanya menunjukkan

keadaan hipoksia. Bila hipoksia janin menjadi lebih berat lagi, akan

terjadi penurunan frekuensi yang makin rendah (<100 dpm) disertai

dengan perubahan variabilitas yang jelas (penurunan variabilitas yang

abnormal). 6,7,10,11

b. Variabilitas denyut jantung janin

Variabilitas denyut jantung janin adalah gambaran osilasi yang tak

teratur, yang tampak pada rekaman denyut jantung janin. Variabilitas

denyut jantung janin diduga terjadi akibat keseimbangan interaksi dari

sistem simpatis (kardioselektor) dan parasimpatis (kardiodeselerator).

Akan tetapi ada pendapat lain mengatakan bahwa variabilitas terjadi

akibat rangsangan di daerah kortek otak besar (serebri) yang diteruskan

ke pusat pengatur denyut jantung di bagian batang otak dengan

perantaraan n.vagus.

Page 4: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

4

Pada keadaan hipoksia otak, terjadi gangguan mekanisme

kompensasi hemodinamik untuk mempertahankan oksigenasi otak,

dalam rekaman kardiotokografi akan tampak adanya perubahan

variabilitas yang makin lama akan makin rendah sampai menghilang

(bila janin tidak mampu lagi mempertahankan mekanisme

hemodinamik diatas). 6-12

Pada umumnya variabilitas jangka panjang lebih sering digunakan

dalam penilaian kesejahteraan janin. Bila terjadi hipoksia otak, maka

akan terjadi perubahan variabilitas jangka panjang, tergantung derajat

hipoksianya. Sebaliknya bila gambaran ini masih normal biasanya janin

belum terkena dampak dari hipoksia tersebut.

Gambar 1. Pengaruh sistem saraf otonom pada denyut jantung.Dikutip dari Kean L16

c. Perubahan periodik denyut jantung janin

Bila terjadi peningkatan frekuensi yang berlangsung cepat (> 1-2 menit)

disebut suatu akselerasi (acceleration). Peningkatan denyut jantung

janin pada keadaan akselerasi ini paling sedikit 15 dpm diatas frekuensi

dasar dalam waktu 15 detik. Bila terjadi penurunan frekuensi yang

berlangsung cepat (< 1-2 menit) disebut deselerasi (deceleration).6-12

Akselerasi

Merupakan respon simpatis, dimana terjadi peningkatan frekuensi

denyut jantung janin, suatu respon fisiologik yang baik (reaktif).

Ciri-ciri akselerasi yang normal adalah dengan amplitudo > 15 dpm

Page 5: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

5

dari gambaran denyut jantung, lamanya sekitar 15 detik dan terjadi

paling tidak 2 kali dalam waktu rekaman 20 menit. 6-12

Deselerasi

Deselerasi denyut jantung janin adalah penurunan frekuensi denyut

jantung janin secara periodik berhubungan dengan adanya kontraksi

uterus (uniform) atau yang tidak berhubungan dengan kontraksi

uterus (non-uniform).

1. Deselerasi dini (Early deceleration)

Deselerasi dini sering terjadi pada persalinan normal/fisiologis

dimana terjadi kontraksi uterus yang periodik dan normal. Deselerasi

saat ini disebabkan oleh penekanan kepala janin oleh jalan lahir yang

mengakibatkan hipoksia dan merangsang reflek vagus.

Deselerasi dini ditandai dengan: penurunan amplitudo tidak lebih

dari 20 dpm, lamanya deselerasi < 90 detik, frekuensi dasar dan

variabilitas masih normal, timbul dan menghilangnya

bersamaan/sesuai dengan kontraksi uterus.6-13

2. Deselerasi variabel (Variable deceleration)

Deselerasi variabel ditandai dengan gambaran deselerasi yang

bervariasi, baik saat timbulnya, lamanya, amplitudo dan bentuknya.

Biasanya terjadi akselerasi sebelum (akselerasi pra deselerasi) atau

sesudah (akselerasi pasca deselerasi) terjadinya deselerasi.

Deselerasi variabel dianggap berat apabila memenuhi rule of sixty

yaitu deselerasi mencapai 60 dpm atau lebih dibawah frekuensi dasar

denyut jantung janin dan lamanya deselerasi lebih dari 60 detik. Bila

terjadi deselerasi variabel yang berulang terlalu sering atau

deselerasi variabel yang memanjang (prolonged) harus waspada

terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia janin yang berlanjut. DDH

Deselerasi variabel ini terjadi akibat penekanan tali pusat pada masa

hamil atau kala I. Penekanan tali pusat ini dapat terjadi karena lilitan

tali pusat, tali pusat menumbung atau jumlah air ketuban berkurang

Page 6: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

6

(oligohidramnion). Selama variabilitas denyut jantung janin masih

baik, biasanya janin tidak mengalami hipoksia yang berarti. 6,7,8,13

3. Deselerasi lambat

Deselerasi lambat ditandai dengan waktu timbulnya sekitar 20 – 30

detik setelah kontraksi uterus dimulai, berakhirnya sekitar 20 – 30

detik setelah kontraksi uterus menghilang, lamanya kurang dari 90

detik, timbulnya berulang pada setiap kontraksi dan beratnya sesuai

dengan intensitas kontraksi uterus, frekuensi dasar denyut jantung

janin biasanya normal atau takikardi ringan, tetapi pada keadaan

hipokia yang berat bisa terjadi bradikardi.

Deselerasi lambat dapat terjadi pada beberapa keadaan yang pada

dasarnya semua bersifat patologis. Penurunan aliran darah pada

sirkulasi ibu akan menyebabkan janin mengalami hipoksia. Apabila

janin masih mempunyai cadangan O2 yang mencukupi dan masih

mampu mengadakan kompensasi keadaan tersebut maka tidak

tampak adanya gangguan pada gambaran kardiotokografi selama

tidak ada stress yang lain.6,7,8

Gambar 2. Deselerasi denyut jantung janinDikutip dari Kean L16

2. Non Stress Test (NST)

Freeman (1975) serta Lee dkk (1975) memperkenalkan uji nonstress untuk

Page 7: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

7

menjelaskan akselerasi denyut jantung janin dalam respons terhadap

gerakan janin sebagai salah satu penanda kesehatan janin.4

Pemeriksaan NST dilakukan untuk menilai gambaran denyut jantung

janin dalam hubungannya dengan gerakan/aktivitas janin. Adapun

penilaian NST dilakukan terhadap frekuensi dasar denyut jantung janin

(baseline), variabilitas dan timbulnya akselerasi yang sesuai dengan

gerakan/aktivitas janin. Interpretasinya :6-12

1. Reaktif yaitu bila :

a. terdapat paling sedikit 2 kali gerakan janin dalam 20 menit

pemeriksaan yang disertai adanya akselerasi paling sedikit 10 – 15

dpm

b. frekuensi dasar Djj diluar gerakan janin antara 120 - 160 dpm

c. variabilitas denyut jantung janin antara 6 – 25 dpm

2. Non Reaktif

a. tidak didapatkan gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau

tidak ditemukan adanya akselerasi pada setiap gerakan janin

b. variabilitas denyut jantung janin mungkin masih normal atau

berkurang sampai menghilang.

3. Hasil pemeriksaan NST disebut abnormal (baik reaktif ataupun non

reaktif) apabila ditemukan :

a. Bradikardi

b. Deselerasi 40 atau lebih dibawah (baseline) atau denyut jantung janin

mencapai 90 dpm, yang lamanya 60 detik atau lebih.

Hasil NST yang reaktif biasanya diikuti oleh keadaan janin yang masih

baik sampai 1 minggu kemudian sehingga pemeriksaan ulang 1 minggu

kemudian. Namun bila terdapat faktor resiko seperti hipertensi, diabetes

melitus, perdarahan atau oligohidramnion hasil NST yang reaktif tidak

menjamin bahwa keadaan janin akan tetap baik sampai 1 minggu

kemudian. Hasil pada pemeriksaan yang meragukan hendaknya dilakukan

pemeriksaan ulang 24 jam atau dilanjutkan dengan pemeriksaan CST.7,13

Page 8: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

8

3. Contraction Stress Test (CST)

Pemeriksaan CST dimaksudkan untuk menilai gambaran denyut jantung

janin dalam hubungannya dengan kontraksi uterus. Interpretasi CST :

1. Negatif :

Frekuensi dasar denyut jantung janin normal

Variabilitas denyut jantung janin normal

Tidak didapatkan adanya deselerasi lambat

Mungkin ditemukan akselerasi atau deselerasi dini

2. Positif :

Terdapat deselerasi lambat yang berulang pada sedikitnya 50% dari

jumlah kontraksi

Terdapat deselerasi lambat yang berulang, meskipun kontraksi tidak

adekuat

Variabilitas denyut jantung janin berkurang atau menghilang

3. Mencurigakan :

Terdapat deselerasi lambat yang kurang dari 50% dari jumlah

kontraksi

Terdapat deselerasi variabel

Frekuensi dasar denyut jantung janin abnormal. Bila hasil CST yang

mencurigakan, maka pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam.

4. Tidak memuaskan (unsatisfactory)

Hasil rekaman tidak representatif misalnya oleh karena ibu gemuk,

gelisah atau gerakan janin berlebihan

Tidak terjadi kontraksi uterus yang adekuat

Dalam keadaan ini pemeriksaan harus diulangi dalam 24 jam

5. Hiperstimulasi

Kontraksi uterus lebih dari 5 kali dalam 10 menit

Kontraksi uterus lamanya lebih dari 90 detik (tetania uteri)

Page 9: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

9

Seringkali terjadi deselerasi lambat atau bradikardi.5,6,8

Dalam keadaan ini, harus waspada kemungkinan terjadinya hipoksia

janin yang berlanjut sehingga bukan tidak mungkin terjadi asfiksia

janin. Hal yang perlu dilakukan adalah segera menghentikan

pemeriksaan dan berikan obat-obat penghalang kontraksi uterus

(tokolitik), diberikan oksigen pada ibu dan tidur miring untuk

memperbaiki sirkulasi utero-plasenta.5,6,7,8

Hasil CST yang negatif menggambarkan keadaan janin yang masih baik

sampai 1 minggu kemudian (spesifitas 99%). Sedangkan hasil CST

yang positif biasanya disertai outcome perinatal yang tidak baik dengan

nilai prediksi positif 50%, kontra indikasi pada pemeriksaan CST :5,6,8

1. Absolut : resiko ruptur uteri, perdarahan antepartum, tali pusat

terkemuka

2. Relatif : ketuban pecah prematur, kehamilan kurang bulan,

kehamilan ganda, inkompetensia servik, disproporsi sefalo-pelvik.

B. Velosimetri Doppler arteri umbilikalis

Ultrasonografi Doppler adalah teknik noninvasif untuk menilai aliran darah

dengan mengetahui impedansi aliran ke hilir. Rasio sistolik/diastolik (S/D)

arteri umbilikalis, yaitu indeks yang paling sering digunakan, dianggap

abnormal apabila meningkat melebihi persentil ke-95 menurut usia gestasi

atau apabila aliran diastolik tidak ada atau berbalik arah.4

Peningkatan impedansi pada aliran darah arteri umbilikalis dilaporkan

terjadi akibat kurangnya vaskularisasi vilus plasenta (Todros dkk, 1999).

Tidak ada atau berbaliknya arah aliran diastolik akhir dijumpai pada kasus

hambatan pertumbuhan janin yang ekstrim dan mungkin mengisyaratkan

gangguan janin.

Page 10: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

10

Gambar 3. Gelombang arteri umbilikal abnormal. (A) Penurunan velosity akhir diastolik. (B) tidak adanya velosity akhir diastolik. (C) reversibel velocity akhir diastolik.

Indeks yang paling mudah dihitung adalah rasio kecepatan aliran sistolik

maksimum terhadap kecepatan aliran diastolik akhir minimal, atau rasio S/D.

Dengan mengevaluasi aliran darah selama diastol, rasio S/D akan

menghasilkan perkiraan resistensi ke hilir. Pada wanita hamil, arteri uterina

dan umbilikalis biasanya mempertahankan aliran darah diastolik sedangkan

jaringan pembuluh di plasenta ditandai dengan resistensi yang rendah dan

aliran darah yang tinggi. Karena itu rasio S/D yang paling bermanfaat

diperoleh dari arteri uterina ibu atau arteri umbilikalis janin, dan

menghasilkan suatu perkiraan tidak langsung cukup-tidaknya aliran darah ke

janin. Kecepatan aliran darah di vena umbilikalis dan sirkulasi otak janin juga

pernah dipelajari. Karena kecepatan diastolik di pembuluh-pembuluh janin

yang terletal lebih sentral- misalnya aorta desendens-rendah, rasio S/D di

bagian lain sirkulasi janin kurang bermanfaat.

Resistensi terhadap aliran darah arteri umbilikalis selama diastol pada

awalnya tinggi tetapi menurun seiring dengan perkembangan gestasi; rasio

S/D menurun sekitar 4,0 pada gestasi 20 minggu menjadi sekitar 2,0 pada

usia 40 minggu. Rumus yang mudah diingat adalah bahwa rasio S/D

umumnya kurang dari 3,0 setelah minggu ke-30 (Fleischer, dkk.1985).

meningkatnya rasio S/D dapat ditemukan pada ibu hamil dengan diabetes

dependen-insulin yang tidak terkontrol, lupus, dan hipertensi.4,6

Page 11: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

11

Peningkatan rasio S/D dilaporkan berkaitan dengan hambatan

pertumbuhan janin dan pernah digunakan sebagai penapis untuk gawat janin.

Namun, karena variasi rasio S/D cukup besar, maka rasio ini biasanya tidak

digunakan sendiri untuk menentukan penatalaksanaan kehamilan. Salah satu

pengecualian terhadap aturan ini adalah tidak ada atau berbaliknya aliran

darah diastol. Ini adalah temuan yang kurang menggembirakan dan

menunjukkan resistensi hilir yang besar, disfungsi plasenta, dan gangguan

janin.4,6

Tidak adanya aliran darah diastolik seyogyanya mendorong segera

dilakukannya evaluasi janin lengkap, karena hampir separuh kasus mungkin

disebabkan aneuploidi janin atau kelainan kongenital mayor (Wenstrom dkk,

1991). Tanpa adanya anomali janin atau penyulit medis yang reversibel pada

ibu, tidak ada atau berbalik arahnya aliran diastolik mengisyaratkan perlunya

dipertimbangkan pelahiran segera.

Cara lain mengukur resistensi terhadap aliran darah diperoleh dari indeks

Pourcelot, atau indeks resistensi. Indeks ini berupa perbedaan antara nilai

sistolik dan diastolik, dibagi nilai sistolik ([S – D]/S, juga dinyatakan sebagai

1 – [D/S]). Rasio ini juga hanya dapat diterapkan pada arteri umbilikalis dan

uterina, karena nilai diastolik yang rendah membatasi kegunaannya di aorta

janin atau pembuluh sentral lainnya. Indeks paling rumit untuk diukur adalah

indeks pulsatilitas (sistolik-diastolik / time-averaged velocity). Indeks ini

memerlukan digitalisasi bentuk gelombang untuk menghitung rata-rata

frekuensi-frekuensi maksimal yang ada. Berkat adanya nilai rata-rata pada

denominator, indeks ini dapat dihitung dengan menggunakan data aliran dari

aorta desendens janin tanpa menjumpai banyak variasi yang dapat disebabkan

oleh pembagian oleh angka-angka kecil seperti pada dua indeks sebelumnya.

C. Pemeriksaan pH darah janin

Keasamaan darah ditentukan oleh keseimbangan kadar hidrogen dan

bikarbonat. Pemeriksaan pH darah janin dilakukan dengan menggunakan

amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit

Page 12: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

12

kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.

Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai

dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa ahli.6,12

Gambar 4. Perubahan pH darah kulit kepala janin selama deselerasi variabel.Dikutip dari Freeman RK6

D. Profil Biofisik

Penilaian profil biofisik janin merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya

risiko pada janin, berdasarkan penilaian gabungan tanda-tanda akut dan

kronik dari penyakit (asfiksia) janin. Metoda ini pertama kali diperkenalkan

oleh Manning dkk. pada tahun 1980, dengan menggunakan sistem skoring

terhadap 5 komponen aktivitas biofisik janin, yaitu gerakan nafas, gerakan

tubuh, tonus, denyut jantung janin, dan volume cairan amnion. (tabel 1).

Pemeriksaan profil biofisik dilakukan dengan menggunakan alat USG real-

time dan kardiotokografi. Berbagai modifikasi atas penilaian profil biofisik

Manning telah dilakukan oleh banyak peneliti. Wiknjosastro

memperkenalkan cara penilaian fungsi dinamik janin-plasenta (FDJP)

berdasarkan penilaian USG, NST, dan USG Doppler, untuk memprediksi

adanya asfiksia dan asidosis janin pada pasien-pasien preeklampsia dan

eklampsia.

Aktivitas biofisik janin dipengaruhi oleh beberapa keadaan antara lain

faktor farmakologis dan fisiologis. Hipoksemia (asfiksia) janin akan

menyebabkan aktivitas biofisik berkurang atau menghilang. Obat-obat yang

Page 13: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

13

menekan aktivitas susunan saraf pusat (SSP) akan menurunkan aktivitas

biofisik bahkan menghilangkan beberapa kegiatan biofisik janin (sedativa,

analgetik, anestesi). Obat-obat yang merangsang SSP dan keadaan

hiperglikemia akan meningkatkan aktivitas biofisik. Aktivitas biofisik janin

juga bervariasi, sesuai dengan siklus tidur-bangunnya janin, gerakan nafas

janin juga akan berkurang menjelang persalinan. Di sisi lain siklus

istirahat/kegiatan dan perubahan-perubahan kadar gula darah dapat

mempengaruhi secara fisiologis parameter-parameter biofisik.15,16

Tabel 2. Tehnik dan interpretasi penilaian profil biofisik janin

Variabel biofisik Normal (skor = 2) Abnormal (skor = 0)Gerak nafas (GNJ) Terdapat 1 atau lebih GNJ

lamanya ≥ 30 detik dalam 30 menit

Tidak terdapat GNJ, ada GNJ < 30 detik dalam 30 menit

Gerakan janin Terdapat 3 atau lebih gerakan tubuh atau ekstremitas nyata dalam 30 menit

Terdapat < 3 gerakan tubuh atau ekstremitas dalam 30 menit

Tonus janin Terdapat 1 atau lebih episode ekstensi dan fleksi yang aktif dari ekstremitas.Terdapat gerakan jari tangan membuka dan menutup

Tidak ada gerakan janin atau tidak ada ekstensi/fleksi

Denyut jantung janin (DJJ) dengan Non Stress Test

Terdapat 2 atau lebih akselerasi djj ≥ 15 kali/menit lamanya ≥ 15 detik yang menyertai gerakan janin dalam 20 -40 menit

Terdapat < 2 akselerasi djj atau akselerasi < 15 kali/menit dalam 20 – 40 menit

Volume cairan amnion Terdapat 1 atau lebih kantung amnion yang diameternya 2 cm/lebih

Tidak terdapat kantung amnion atau diameternya < 2cm

Catatan : 1. NST dapat dihilangkan jika keempat komponen USG lain normal2. Perlu evaluasi lanjut berapapun skor biofisik bila kantung amnion vertikal terbesar < 2

cm.Dikutip dari Cunningham4

E. Oksimetri denyut janin (Fetal pulse oximetry)

Page 14: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

14

Pada janin, pemantauan saturasi oksigen dapat membantu dalam mendeteksi

adanya hipoksia. Oksigen didalam darah terdiri dari dua bentuk. Di dalam

plasma, sekitar 1% dari oksigen tidak berikatan dan berperan penting dalam

difusi oksigen. Sedangkan 99% sisanya berikatan dengan hemoglobin

(oksihemoglobin) dan kadarnya dapat diukur baik secara invitro dengan co-

oximetry dan secara invivo dengan menggunakan pulse oximetry (oksimetri

denyut).4,6

Sejak tahun 1985, penggunaan oksimetri denyut telah terbukti efektif dan

akurat dalam menilai saturasi oksigen pada dewasa dan anak-anak. Karena

itu, beberapa ahli mencoba untuk menggunakan oksimetri denyut untuk

mengetahui saturasi oksihemoglobin pada janin.

Pada awalnya, didapatkan banyak kendala mengenai bentuk alat dan

bagaimana cara untuk melekatkannya pada janin intrauterin. Seiring

perkembangan teknologi, telah dikembangkan suatu instrumen yang dapat

menjangkau janin intrauterin. Alat ini pertama kali dikembangkan oleh

Nellcor dengan nama N400 dan pada Mei 2000, FDA telah menyetujui

pemasaran Nellcor Puritan Bennett N400 fetal monitoring oxygen system.

Alat ini merupakan sensor unik, bentuknya mirip bantalan (seperti gambar)

yang dimasukkan melalui servik dan dipasang menempel pada wajah janin

dan tertahan oleh dinding uterus yang kemudian akan disambungkan pada

monitor oksimetri denyut. Alat ini mampu menentukan saturasi oksigen janin

pada 70 – 95% wanita hampir selama persalinan mereka. Saturasi oksigen

janin biasanya bervariasi berkisar antara 30-70% selama persalinan. Batas

normal untuk saturasi oksigen ditetapkan 30%. (Yam dkk, 2000). Saturasi

oksigen dibawah 30% yang berlangsung sementara sering terjadi selama

persalinan normal dan tidak mengisyaratkan prognosis buruk pada janin.

Namun apabila keadaan ini menetap selama 2 menit atau lebih,

megindikasikan adanya gangguan pada janin.4,6

Page 15: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

15

Gambar 5. Pemasangan oksimetri denyut janinDikutip dari Freeman RK6

Penggunaan alat monitoring ini tergolong aman dan akurat dalam

menentukan keadaan janin, sehingga dapat memudahkan para klinisi untuk

menentukan langkah selanjutnya dalam persalinan, apakah harus segera

diterminasi atau tidak. Penelitian yang dilakukan oleh Garite dkk (2000)

menunjukkan bahwa pengunaan oksimetri denyut janin secara signifikan

mengurangi angka seksio sesaria atas indikasi gawat janin.

Efek samping penggunaan alat ini adalah adanya jejas (identation) pada

wajah bayi, tetapi ini akan menghilang dalam beberapa jam setelah lahir.

Penelitian oleh Dildy dan Clark tentang komplikasi maternal yang dapat

timbul akibat penggunaan alat ini tidak menunjukkan adanya bukti yang

signifikan.4,6

Gambar 6. Oksimetri denyut janinDikutip dari Freeman RK6

Page 16: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

16

III. RESUSITASI INTRAUTERIN

Apabila ditemukan bukti klinis terjadinya hipoksia pada janin, maka

resusitasi intrauterin perlu dilakukan. Bila kriteria pengamatan janin secara

elektronik disebut tidak meyakinkan, perlu dilakukan upaya pemeriksaan

yang lebih spesifik atau segera dilakukan resusitasi intrauterin.

Menurut ACOG tahun 1995 kriteria tersebut adalah bila didapatkan satu atau

lebih gambaran sebagai berikut:

DJJ basal 100 – 110 x/menit tanpa akselerasi

DJJ basal < 100 dengan akselerasi

Peningkatan variabilitas: > 25 x/menit selama > 30 menit

Deselerasi lambat (sedikitnya 1 dalam 30 menit)

Variabilitas berkurang: < 5x/menit selama > 30 menit

Deselerasi lambat persisten (>50% kontraksi) selama > 15 menit

Takikardia > 160x/menit dengan variabilitas jangka panjang < 5x/menit

Saturasi oksigen janin < 30% bila diukur menggunakan oksimetri denyut

Pada keadaan gawat janin, persalinan harus segera diakhiri. Sambil

menunggu tindakan yang sesuai dalam melahirkan janin, maka hendaknya

dilakukan resusitasi intrauterin. Langkah-langkah resusitasi intrauterin secara

umum dimaksudkan untuk membuat kondisi janin menjadi stabil dalam

waktu sesingkat mungkin agar kehamilan dapat berjalan terus atau setidaknya

kehamilan tersebut dapat dikontrol dan persalinan yang aman dapat dilakukan

pada keadaan yang tidak gawat darurat (Donn & Faix, 1996).

Beberapa teknik resusitasi intrauterin diantaranya adalah :

1. Memperbaiki sirkulasi darah di dalam rahim

Deselerasi lambat biasanya berhubungan dengan gangguan sirkulasi

darah intervili. Tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki

keadaan ini diantaranya :

a. Posisi ibu :

Semua pasien dengan dugaan gawat janin harus dibaringkan pada

posisi miring.

Page 17: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

17

b. Pemberian cairan:

Tidak jarang wanita dalam persalinan kurang intake per oral dalam

waktu lama. Keadaan ini mengakibatkan kekurangan cairan tubuh

secara total. Walaupun demikian keadaan pasien masih dapat dalam

keadaan baik, nadi dan tekanan darah stabil. Stabilnya fungsi alat

vital ibu ini mungkin dengan mengorbankan sirkulasi darah arteri

uterina yang mengakibatkan gangguan sirkulasi janin. Bila ada

tanda-tanda gawat janin, ibu perlu diberi cairan melalui infus. Bila

infus sudah diberikan, perlu tetesan dipercepat. Pada janin dengan

gambaran deselerasi lambat perlu diberi cairan substitusi seperti

Ringer Laktat atau NaCl fisiologis untuk mengganti cairan

intravaskuler yang hilang. Kadang-kadang cara ini dapat membantu

memperbaiki sirkulasi uteroplasenter.

c. Relaksasi rahim:

Bila sedang dalam pemberian oksitosin drip, tindakannya adalah

hentikan oksitosin drip, kemudian beri obat-obat tokolitik seperti :

Ritodrin intravena atau terbutalin subkutan. Dengan mengurangi atau

menghilangkan stress yang mungkin ditimbulkan oleh kontraksi

rahim, diharapkan janin akan kembali ke keadaan normal. Kadang-

kadang frekuensi kontraksi rahim terlalu banyak (lebih dari 5 kali

kontraksi per 10 menit) sehingga sedikit waktu untuk janin

mendapatkan oksigen dari sirkulasi uteroplasenter.

2. Memperbaiki sirkulasi darah tali pusat

Untuk memperbaiki deselerasi variabel yang berat perlu dikerjakan

seluruh tindakan resusitasi pada kasus seperti gangguan sirkulasi darah

uterus. Perlu perhatian khusus pada masalah:

1. Posisi ibu :

Merubah posisi ibu dari tidur miring menjadi posisi Trendelenburg

atau knee-chest

Page 18: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

18

2. Posisi kepala janin :

Bila sudah terjadi prolaps tali pusat, dapat diperbaiki dengan

menekan kepala janin agar tidak menekan tali pusat, sampai saat

operasi dilakukan. Beberapa kepustakaan tidak menganjurkannya,

dengan alasan karena tali pusat dan kepala itu licin sehingga hasilnya

diragukan dan tidak etis.

3. Memperbaiki oksigenasi janin

Meningkatkan oksigen yang dihisap ibu akan meningkatkan sedikit

tekanan O2 darah janin. Mungkin hal ini menguntungkan bagi janin

karena dengan sedikit peningkatan oksigen akan menghasilkan kadar

oksigen darah janin yang relatif tinggi karena daya afinitas darah janin

tinggi terhadap oksigen.

4. Memberikan infus cairan amnion

Dengan memberikan infus cairan melalui kanalis servikalis akan

mengembangkan rongga rahim, dan akan mengurangi kompresi rahim

terhadap tali pusat. (West dkk, 1993; Donn & Faix, 1996).

Hasil resusitasi intrauterin dinilai berdasarkan perubahan-perubahan atas

parameter yang sebelumnya dipakai untuk memutuskan dilakukannya

resusitasi intrauterin. Belum ada kesepakatan mengenai berapa lama resusitasi

intrauterin dapat dilakukan, tetapi pada kasus-kasus gawat janin sebaiknya

waktu antara ditegakkannya diagnosis gawat janin hingga dilakukannya

operasi (decision to incision time) tidak melebihi 30 menit

Page 19: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

19

Tabel 3. Beberapa macam tindakan untuk meningkatkan oksigenasi janin menurut West dkk, 1993 dan Flake & Harrison, 1994

Sebab Kemungkinan pola djj

Perasat koreksi Mekanisme

Hipotensi ibu Bradikardia, deselerasi lambat

Pemberian cairan intravena, perubahan posisi

Aliran darah uterus kembali ke normal

Aktivitas uterus berlebihan

Bradikardia, deselerasi lambat

Oksitosin diturunkan, posisi miring

Aliran darah uterus kembali ke normal

Kompresi tali pusat sementara

Deselerasi variabel Perubahan posisi ibu ke kanan atau ke kiri, posisi Trendelenburg, amnioinfusion

Melindungi tali pusat dari kompresi

Kompresi kepala (biasanya pada kala II)

Deselerasi variabel Dorong kepala hanya dengan kontraksi bergantian

Melindungi tali pusat dari kompresi

Penurunan aliran darah uterus berhubungan dengan kontraksi uterus dibawah batas kebutuhan dasar O2

janin

Deselerasi lambat Perubahan posisi ibu ke kanan atau ke kiri, posisi Trendelenburg, membuat hiperoksia ibu

Memperbaiki aliran darah uterus sampai optimal, menurunkan kontraksi uterus

Asfiksia yang berkepanjangan

Penurunan variabilitas denyut jantung janin

Perubahan posisi ibu ke kanan atau ke kiri, posisi Trendelenburg, membuat hiperoksia ibu

Memperbaiki aliran darah uterus sampai optimal, kenaikan dalam oksigenasi ibu-janin

IV KESIMPULAN

1. Deteksi dini hipoksia janin intrauterin sangatlah penting untuk mengetahui

kesejahteraan janin dan prognosis janin setelah lahir.

2. Cara sederhana untuk mendeteksi hipoksia intrauterin yaitu dengan

perkiraan berat janin dan penentuan tinggi fundus uteri dibandingkan

dengan usia kehamilan, auskultasi denyut jantung janin, pengamatan

gerakan janin, pengamatan cairan amnion. Dengan kemajuan teknologi,

Page 20: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

20

hipoksia pada janin dapat dideteksi lebih dini yaitu dengan menggunakan

kardiotokografi, velosimetri Doppler arteri umbilikalis, pemeriksaan pH

darah janin, biofisik profil dan juga

3. Dalam mengambil kesimpulan adanya hipoksia janin serta bagaimana

pengelolaan selanjutnya, perlu dipertimbangkan macam-macam faktor

serta data klinik sehingga tindakan yang akan diambil benar-benar

merupakan tindakan yang sesuai dan diperlukan.

V. DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Gulardi H. Gawat janin. Dalam : Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. h. 419-25

2. Wiknjosastro, Hanifa, Saifuddin, Abdul Bari, Rachimjadhi, Trijatmo. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.

3. Pdpersi. Janin hadapi resiko mortalitas lebih besar. 2002: September. Di unduh dari: http://www.pdpersi.co.id. Diakses tanggal 1 Maret 2010.

4. Cuningham FG, Gant NF, Lenovo KJ dkk. Obstetri Williams. Edisi.21. Jakarta: EGC; 2004.

5. Tucker SM, Miller LA, Miller DA. Mosby’s pocket guide series fetal monitoring a multidisciplinary approach. Sixth edition. California: Mosby Elsevier; 2008.

6. Freeman RK, Garite TJ, Nageotte MP. Fetal heart monitoring. Third edition. California: Lipincott Williams & Wilkins; 2003.

7. Abadi A. Kardiotokografi janin. Dalam: Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. H. 170-83

8. Endjun JJ, Santana S, Median A. Basic cardiotocography. Jakarta: Divisi Fetomaternal Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Gatot Subroto; 2006.

9. Wijayanegara H, Wirakusumah FF. Pemantauan biofisik janin. Bandung: Pf Book; 1997.

10. Suneet, Chauhan MD, George A, Macones MD. Intrapartum fetal heart monitoring. Am College Obstet Gynecol. 2005; 62:1161-9

11. Liston R, Vancouver BC, Crane J, Jhon’s NF. Fetal heart surveillance in labour. SOGC. Clinical Practice Guidelines. 2002; 112: 1-13.

12. Blackburn SB. Maternal, fetal & neonatal physiology: A clinical perspective. Third edition. Missouri: Saunders Elsevier; 2007.

13. Wirakusumah FF. Kardiotokografi intrapartum. Dalam: Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. h. 184-90

14. Vardhan S, Battacharyya TK, Kathpalia SK, Kochar SP. Intrapartum electronic foetal monitoring : Does it lead or mislead? MJAFI. 2006; 62: 51-55.

15. Karsono Bambang. Profil Biofisik Janin I. Dalam: Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. H. 259-264

16. Kean L. Penilaian kesejahteraan janin, Dalam: Sulivan A, Kean L, Cryer A. Panduan pemeriksaan antenatal. Jakarta: EGC; 2009. h. 287-307

17. Sofoewan S, Siswishanto W. Resusitasi dan terapi janin intrauterin. Dalam: Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. h. 307-11

Page 21: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

21

.

Page 22: penilaian awal hipoksia janin dalam rahim

22