“pengungkapan diri dan perilaku komunikasi

115
“PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI PEREMPUAN BERCADAR DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN” OLEH: RISKA YUNI E 311 14 003 DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018

Upload: others

Post on 25-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

“PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

PEREMPUAN BERCADAR DI KABUPATEN

PANGKAJENE DAN KEPULAUAN”

OLEH:

RISKA YUNI

E 311 14 003

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018

Page 2: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

“PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

PEREMPUAN BERCADAR DI KABUPATEN

PANGKAJENE DAN KEPULAUAN”

OLEH:

RISKA YUNI

E 311 14 003

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada

Departemen Ilmu Komunikasi

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018

Page 3: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI
Page 4: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI
Page 5: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat nikmat

serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengungkapan Diri dan Perilaku Komunikasi Perempuan Bercadar di Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan” dengan sebaik-baiknya. Salawat serta salam juga penulis

kirimkan kepada Rasulullah SAW.

Kepada kedua orang tua penulis Syamsu dan Jawariah yang selalu

mengirimkan do’a dan kasih yang tulus yang pernah penulis terima. Yang selalu

membimbing dan memberikan dukungan terbaik sehingga penulis memiliki semangat

untuk menyelesaikan studi. Semoga senantiasa terbalaskan dengan kebahagiaan dunia

wal akhirat. Aamiin.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan

program Sarjana (S1) Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Hasanuddin.

Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini tidak akan terselesaikan tanpa ada

dukungan dan partisipasi dari semua pihak, maka izinkanlah penulis mengucapakan

terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Hasanuddin

2. Ketua dan Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Unhas, Dr. Moeh. Iqbal

Sultan, M.Si. dan Andi Subhan Amir, S.Sos., M.Si. Serta dosen-dosen dan staf

Departemen Ilmu Komunikasi atas segala petunjuk dan bimbingannya.

Page 6: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

3. Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc selaku pembimbing I dan Drs. Kahar, M.Hum

selaku pembimbing II atas segala waktu dan kesabarannya dalam membimbing

penulis.

4. Kepada keluarga besar yang selalu memberikan do’a dan dukungan yang luarbiasa.

Kakak-kakak saya Risal, Ani, Risma, Risna terimakasih untuk doa dan transferan

diatas rata-rata. Serta adik bungsu Reza, atas segala hiburannya.

5. Saudara-saudari yang selalu ada, Nople, Abang Jack, Cimmi, Icak dan Dils kalian

adalah keluarga kedua tempat memecah rindu terbaik. Terimakasih untuk 7 tahun

yang hampir membosankan bersama kalian.

6. Perempuan-perempuan tangguh yang selalu merepotkan saya, Daeng, Enab,

Warda, Mae, Darna, Andar, Anna dan Mine. Terimakasih sudah menjadi teman

tidur, teman makan pagi siang malam, sampai teman makan teman, selama 4 tahun

terakhir. Akhrinya tetangga kamar bisa tidur nyenyak setelah kepergian kita.

Kalian pencetak momen terbanyak dalam kurun waktu 4 tahun.

7. Keluarga besar Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unhas (KOSMIK) atas

rangkulan hangatnya, semoga tetap seperti itu kalaupun lama, walaupun jauh~

8. Kawan-kawan Ilmu Komunikasi 2014 “FUTURE” atas segala bentuk emosi yang

hanya saya dapatkan ketika belajar bersama kalian.

9. Sahabat-sahabat BROADCAST 2014, terimakasih untuk pengalaman bertugas,

mengerjakan tugas, mengumpulkan tugas yang seolah-olah full gaass teruss…

kalian martabak lah pokoknya (spesial, istimewah).

Page 7: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

10. Teman-teman KKN Unhas Gel 96 Kec, Mangarabombang Kabupaten Takalar

terkhusus posko Terhitz Bontoparang, Aan, Nahrul, Nadia, Pitti dan mba Nia.

Terimakasih atas segala bentuk kerugian yang kalian ciptakan. KKN ulang yuk!!!

11. Terimakasih Keluarga besar nan ramai, Pencak Silat Panca Suci Fisip Unhas atas

pengalamannya.

12. Keluarga Ikab Unhas, terkhusus Ikab Fest atas pengalamannya yang paling

berkesan dan paling tidak ingin terulang. (Kak Fitra, Kak Lia, Kak Widi, Kak

Wayyu, Wali, Darna, Enab, Fikar, Fiki, Ramli, Lisa, Uni dan Wana). Mari

berkegiatan tanpa luka yang sama.

13. Teamwork Luwu atas pengalamannya keliling Luwu selama sebulan yang luar

biasa Fitri, Tami, Dilla, Dedi, Nirwan, Irfan, Budi, Gita. Terimakasih atas

pengurangan jatah liburannya.

14. Sahabat-sahabat Bugalu Bonto’ (Ina, Amel, Sarda dan Oca) yang setia

meluangkan waktunya.

15. Ibu guru dan atau kakak guru Musniati Musdar yang selalu menjadi konsultan

terbaik sedari SMA sampai tua nanti. Terimakasih Ibu guru.

16. Sahabat-sahabat ku yang menghilang (Amel, Esse, Cahya, Ekki, Masruroh, Femi)

semoga setelah ini dipertemukan kembali.

17. Sepupu-sepupu terkasih ku yang selalu direpotkan untuk antar-jemput Makassar-

Pangkep, Pangkep-Makassar, Nur dan Rais.

18. Kru Kompas TV Makasaar atas pengalaman dan ilmu yang luar biasa selama

magang tim editor kece (Kak Yugel, Kak Adit, Kak Panca), tim MCR (Kak Al,

Page 8: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

kak Eki, kak Hendra) tim PCR (Kak Bli dan kak Wawan), tim camper dan VJ

andalankuh (kak Dede, kak Rama), dan tim presenter terkeceh (Kak Edwin, Kak

Niluh, Kak Yuli, dan Winda terluv).

19. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan masukan serta saran yang sifatnya

membangun. Dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan skripsi ini kepada

Universitas Hasanuddin dan seluruh pihak yang tertera diatas maupun yang tidak

dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Komunikasi. aamii

Makassar, 28 Mei 2018

Page 9: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

ABSTRAK

Riska Yuni, E311 14 003. Pengungkapan Diri dan Perilaku Komunikasi Perempuan

Bercadar Di Kabupaten Pangakejene dan Kepulauan. (Dibimbing Oleh Hafied

Cangara dan Kahar).

Tujuan penelitian ini adalah: 1). Untuk mengetahui bagaimana pengungkapan

diri dan perilaku perempuan bercadar dalam masyarakat di Kabupaten Pangkajene

dan Kepulauan.; 2). Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat pengungkapan

diri bagi perempuan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan pada bulan

Maret sampai April 2018. Adapun pemilihan objek dalam penelitian adalah

perempuan bercadar yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu seperti umur, lama

mengenakan cadar dan pengalaman. Tipe penelitian yakni deskriptif kualitatif. Data

primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan dengan

tekhnik purposive sampling. Adapun data sekunder diperoleh dari sumber yang sudah

ada seperti buku, jurnal, skripsi, maupun artikel terkait. Data yang terkumpul

kemudian dianalisis secara deskripsi kualitataif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alasan perempuan bercadar

memutuskan untuk bercadar ialah (1) menjalankan sunnah, (2) melindungi diri dari

fitnah, dan (3) perasaan lebih aman dan nyaman. Meskipun ada alasan lain yang

sifatnya mendorong keputusan mereka bercadar seperti (4) adanya dorongan dari

ustadzah dan (5) rutin mengikuti kajian dalam sebuah organisasi Islam. Dalam

proses pengungkapan diri perempuan muslim bercadar menemukan bahwa

perempuan bercadar ada yang open self dan hidden self dalam proses pengungkapan

dirinya ditengah masyarakat. Namun dalam proses tersebut tidak lepas dari adanya

faktor yang dapat menghambat proses pengungkapan diri perempuan bercadar.

Adapun faktor yang dapat menghambat proses pengungkapan diri perempuan

bercadar adalah (1) selektivitas dalam berkomunikasi, (2) faktor lingkungan dan

adanya (3) kekhawatiran akan penolakan.

Kata Kunci: Pengungkapan Diri, Perilaku Komunikasi, Perempuan Bercadar

Page 10: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

ABSTRACT

Riska Yuni, E 311 14 003. Self disclosure and communication behavior veiled

women in Pangkajene dan Kepulauan regency (Hafied Cangara as a first supervisor

and Kahar as a second supervisor).

The purpose in this study is (1) to find out how the self disclosure and

behavior of women veiled in Pangkajene dan Kepulauan regency (2) to find out what

are the kind of factors which inhibiting the self disclosure for women in Pangkajene

dan Kepulauan regency.

This research was conduct in Pangkajene dan Kepulauan regency in March

until April 2018. As for the selection of objects in the study of women veiled are

selected based on certain criteria such as age, length of veil and also their experience.

Research type is a descriptif qualitative. Primary data was obtained based on the

result of in depth interview with informant with purposive sampling technique. As for

secondary data obtained frim existing sources such as books, journal, theses, and also

related articles. The data collected and then anyalyzed with descriptive qualitative.

The result of this study indicate that the reason women veiled is (1) to run the

sunnah (2) protect themselves from slander, and (3) feel save and comfort. Although

there are another reasons that encourage their judgement as (4) the encouragement of

the ustazah (5) routinely following studies in an Islamic organization. In their process

of self disclosure of veiled women are open self and hidden self in the process of self

disclosure in the community. But in the process can not be separated from the factors

that can inhibiting the process of self disclosure of veiled women. As for factors that

can inhibit women’s veiled self disclosure (1) selectivity in communicating (2)

environmental factors and there is a fear of rejection.

Keywords: Self Disclosure, Communication Behavior, Veil Women.

Page 11: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN PENERIMAAN TIM EVALUASI iii

KATA PENGANTAR iv

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian 6

D. Kerangka Konseptual 7

E. Definisi Konseptual 13

F. Metode Penelitian 14

1. Waktu dan Tempat Penelitian 14

2. Tipe Penelitian 14

3. Tekhnik Pengumpulan Data 14

4. Informan 16

5. Tekhnik Analisis Data 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi 19

Page 12: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

B. Konsep Komunikasi Interpersonal 24

C. Pengungkapan Diri (Self Disclosure) 29

D. Perilaku Komunikasi 41

E. Perempuan Bercadar 43

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Kabupaten Pangkep 47

B. Visi dan Misi Kabupaten Pangkep 49

C. Arti Lambang Kabupaten Pangkep 52

D. Batas Wilayah dan Letak Geografis 55

E. Sosial Budaya 57

F. Agama 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 60

B. Pembahasan 78

BAB V PENUTUP

A. Simpulan 85

B. Saran 86

DAFTAR PUSTAKA 87

LAMPIRAN 89

Page 13: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1.1 Jendela Johari 9

2. Gambar 1.2 Proses Komuniksi Interpersonal 11

3. Gambar 1.3 Kerangka Konseptual 12

4. Gambar 1.4 Model analisis interaktif Miles dan Hubberman 17

5. Gambar 3. 1 Lambang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan 52

Page 14: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Luas Wilayah Per-Kecamatan dan Jumlah Kelurahan

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan 56

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Kecamatan dan Agama

yang dianut di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan 58

Tabel 3.3 Jumlah Tempat Peribadatan Menurut Kecamatan

di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan 59

Tabel 4.1 Identitas Informan Perempuan Bercadar 61

Tabel 4. 2 Identitas Informan Perempuan tidak Bercadar 69

Tabel 4.3 Identitas Informan Tokoh Agama 72

Tabel 4.4 Pengungkapan diri / Self Disclosure Perempuan Bercadar 73

Tabel 4.5 Perbedaan Perilaku Komunikasi Perempuan Bercadar 77

Tabel 4.6 Selektivitas Dalam Berkomunikasi 80

Page 15: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara yang memiliki penduduk penganut agama Islam

terbesar di dunia. Hal ini menjadikan Indonesia tidak lepas dari pandangan dan

perbincangan dunia atas berbagai kasus penyerangan dan pemboman oleh oknum

yang menyatakan diri sebagai pembela Islam. Tersangka yang kemudian tertangkap

dan dihukum mati adalah mereka yang beragama Islam. Dari berbagai peristiwa

terorisme turut menyeret para istri mereka yang merupakan perempuan yang

mengenakan cadar. Hal ini dapat menimbulkan stigma yang berbeda dalam

masyarakat tentang perempuan bercadar. Banyak dari masyarakat yang memberikan

lebel teroris kepada perempuan bercadar. Ini juga didukung ketika perempuan

bercadar menutup diri dan jarang melakukan komunikasi dengan masyarakat sekitar.

Berjilbab bukan persoalan asing di negara Indonesia yang mayoritas

penduduknya beragama Islam. Perkembangan fashion hijab pun kini mulai beragam

dan diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia, terbukti dengan bermunculan

trend & fashion hijab. Dalam perkembangan budaya dan trend fashion, jilbab

memiliki peluang untuk diterima sebagian masyarakat, namun tidak dengan cadar.

Penggunaan cadar merupakan tingkatan lanjut dari penggunaan jilbab yang dipilih

perempuan Islam sebagai identitas seorang muslimah. Cadar seringkali

Page 16: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

diasosiasikan dengan atribut organisasi Islam yang fanatik, fundamental dan garis

keras. Ratri (2011: 30).

Dalam penelitian yang diajukan penulis yang berjudul “pengungkapan diri

dan perilaku komunikasi perempuan bercadar di Kabupaten Pangkajene dan

kepulauan” merupakan salah satu bentuk keprihatinan penulis terhadap perempuan

bercadar yang hidup di tengah masyarakat yang memiliki nilai budaya dan

kepercayaan yang sangat tinggi terhadap nenek moyang, etnik Bugis salah satunya.

Wanita bercadar menjadi pihak yang berada dalam kondisi sulit untuk berkomunikasi

dengan lingkungan sekitar karena stigma masyarakat yang negatif tentang mereka

yaitu cadar mereka dikaitkan dengan tindakan terorisme Puspasari (2013).

Berdasarkan kondisi tersebut maka muncul gagasan penulis untuk melakukan

penelitian yang membahas bagaimana kemudian perempuan bercadar berkomunikasi

di dalam masyarakat dan bagaimana mereka bisa diterima tanpa predikat negatif.

Secara praktis, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana perempaun

bercadar dalam berkomunikasi dalam masyarakat etnik Bugis, apakah mereka telah

melakukan komunikasi yang baik atau salah dalam lingkungan sosial dimana mereka

tinggal. Penolakan cadar lebih didasari pada stigma negatif masyarakat yang

melekatkan muslimah bercadar dengan kelompok fanatik, aliran keras, ekstrim dan

bahkan setelah adanya kasus bom Bali atau terorisme masyarakat terpengaruh oleh

media yang mengkonstruksi muslimah bercadar identik dengan bagian dari teroris

(istri teroris). (Ratri, 2011).

Page 17: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iskandar Puspanegara (2016: 4),

Muslimah Bercadar memaknai cadar sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah Allah

dan cadar dimaknai sebagai pelindung ekstra, karena bagi mereka wajah merupakan

sumber utama fitnah (godaan) sehingga wajib untuk ditutup. Perempuan bercadar

sangat merasakan adanya perbedaan dari masyarakat, karena mereka telah

memutuskan untuk mengenakan cadar maka mereka harus membatasi ruang

komunikasi dengan laki-laki atau yang bukan mahromnya. Namun, tidak semua

masyarakat memberikan stigma negatif terhadap perempuan bercadar, beberapa

masyarakat menghargai dan menerima mereka. Dalam membangun komunikasi

dengan masyarakat, beberapa perempuan bercadar memiliki cara tersendiri dalam

membangun hubungan dengan masyarakat, misalnya dengan menyapa terlebih dahulu

orang yang mereka temui, seperti dengan melontarkan salam terlebih dahulu.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Puspanegara (2016: 91)

mengenai perilaku komunikasi perempuan muslim bercadar, menemukan bahwa

perilaku komunikasi yang selektif menjadi cara yang diterapkan oleh perempuan

muslim bercadar dalam menghadapi lawan bicara mereka, baik dalam komunikasi

verbal maupun non-verbal, komunikasi yang selektif lebih banyak mereka terapkan

untuk lawan bicara pria saja, mereka juga sangat hati-hati kepada siapa mereka harus

membuka diri.

Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Puspanegara (2016)

yang menemukan bahwa konsep diri perempuan bercadar di kota Makassar

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendasari terbentuknya struktur konsep diri

Page 18: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

dari perempuan muslim bercadar diantaranya faktor agama (religion), konsep diri dari

teman sebaya sejenis maupun lawan jenis (same and opposite sex peers self-concept)

dan penampilan fisik (physical Appearance). Pada penelitian tersebut lebih berfokus

pada bagaimana konsep diri terbentuk oleh perempuan muslim bercadar. Namun pada

penelitian yang akan penulis lakukan adalah bagaimana keterbukaan yang dimilki

oleh perempuan bercadar dalam masyarakat etnik Bugis.

Kabupaten Pangkajene dan kepulauan dipilih karena penulis memperhatikan

fenomena ini pertama kali ketika penulis berada di lokasi. Keputusan perempuan

muslim untuk mengenakan cadar menarik untuk diteliti karena keputusan mereka

dalam mengenakan cadar di tengah masyarakat yang masih kental dengan tradisi

nenek moyang terbilang berani untuk menjadi minoritas. Selain itu kedekatan

emosional penulis dengan lokasi penelitian ini dapat memudahkan terjalinnya

komunikasi yang lebih erat nantinya, sehingga diharapkan penelitian ini dapat

berlangsung dengan baik.

Dalam observasi awal yang dilakukan peneliti menemukan bahwa masyarakat

etnik Bugis merupakan masyarakat yang masih sangat lekat atas kepercayaan dan

tradisi orang-orang terdahulu mereka seperti tradisi ma’baca-baca atau tradisi

ma’cera. Tidak hanya masyarakat biasa, beberapa pemuka agama setempat masih

melakukan hal tersebut. Sehingga kemudian Pangkajene dan Kepulauan dianggap

sebagai lokasi yang representataif dalam penelitian ini.

Hadirnya perempuan bercadar ditengah masyarakat etnik Bugis kemudian

menarik untuk diteliti, tidak hanya terkait pandangan masyarakat etnik Bugis tentang

Page 19: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

perempuan bercadar namun juga bagaimana pengungkapan diri perempuan bercadar

ketika berkomunikasi ditengah masyarakat yang mungkin seagama namun memiliki

tradisi yang berbeda dengan dirinya.

Cadar dalam Islam adalah jilbab yang tebal dan longgar yang menutupi

seluruh aurat termasuk wajah dan telapak tangan, Amanda (2017: 73). Sebagian

masyarakat menganggap bahwa perempuan bercadar sulit untuk melakukan aktifitas

yang dilakukan perempuan pada umumnya, mereka dibatasi oleh kain jilbab yang

hampir menutupi seluruh tubuh mereka.

Berdasarkan latar belakang tersebut kemudian penulis mengangkat sebuah

penelitian yang berjudul “Pengungkapan Diri dan Perilaku Komunikasi

Perempuan Bercadar di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan ”

Page 20: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

B. Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut:

1.Bagaimana pengungkapan diri dan perilaku komunikasi perempuan bercadar

dalam masyarakat di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan?

2. Faktor apa saja yang dapat menghambat pengungkapan diri perempuan di

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan dan

kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana pengungkapan diri dan perilaku

perempuan bercadar dalam masyarakat di Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan.

b. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat pengungkapan diri bagi

perempuan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

kalangan akademisi, khususnya mahasiswa Universitas Hasanuddin,

Departemen Ilmu Komunikasi dalam penelitian terkait self-disclosure

(pengungkapan diri).

Page 21: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

b. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi ataupun

informasi kepada seluruh pembaca terkhusus mahasiswa Universitas

Hasanuddin Departemen Ilmu Komunikasi yang ingin mengetahui hal-

hal terkait self disclosure (pengungkapan diri).

D. Kerangka Konseptual

Self Disclosure (Pengungkapan Diri)

Self disclosure (Pengungkapan Diri) merupakan suatu bentuk komunikasi

dimana informasi tentang diri kita biasanya disimpan atau disembunyikan itu

kemudian dikomunikasikan pada orang lain. Devito (Tazbih, 2011: 34).

Budyatna & Ganiem (2011: 40) berpendapat bahwa hubungan antarpribadi

yang sehat ditandai dengan pengungkapan diri (self disclosure) yang tepat yaitu

saling memberikan data biografis, gagasan-gagasan pribadi dan perasaan-perasaan

yang tidak diketahui orang lain, dan umpan balik berupa verbal dan respons-respons

fisik kepada orang atau pesan-pesan mereka di dalam suatu hubungan.

Namun menurut Papu (Tazbih, 2011: 11), pengungkapan diri dapat

diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain.

Informasi yang diberikan mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan,

emosi, pendapat, cita-cita dan sebagainya.

Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi

perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di

dalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dan pengungkapan diri seseorang

Page 22: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang

berinteraksi dengan menyenangkan dan membuat merasa aman serta dapat

membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi individu tersebut untuk lebih

membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu yang dapat

saja menutup diri karena merasa kurang percaya. Devito (Suranto, 2011).

Maka dari itu dapat kita katakana bahwasanya self disclosure merupakan

hal yang sangat penting dalam membangun komunikasi antarpribadi. Selain hal

tersebut hal yang penting dari self disclosure adalah sebuah kepercayaan. Dengan

adanya kepercayaan maka sangat memungkinkan untuk terjadinya pengembangan

komunikasi antarpribadi. Namun masih saja ada masyarakat yang bersikap individual

yang dapat menyebabkan terjadinya krisis komunikasi antarpribadi, hal ini banyak

terjadi pada masyarakat kota yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi. Kemudian

maka dari itu, keterbukaan yang sifatnya positif sangat diperlukan untuk membangun

komunikasi antarpribadi agar dapat terjadi pengembangan diri yang baik dari masing-

masing individu yang melakukan aktifitas komunikasi.

Self disclosure merupakan sebuah proses pemberian informasi tentang diri

sendiri kepada orang lain. Kegiatan ini merupakan sebuah usaha dalam memasuki

hubungan sosial yang tentunya berkaitan dengan konsep diri. Adapun salah satu

model inovatif dalam memahami tingkat kesadaran dan penyingkapan diri dalam

komunikasi adalah “Jendela Johari (Johari Window)”. Johari sendiri berasal dari dua

gabungan nama psikolog yang telah mengembangkan konsep ini yakni Joseph Luft

dan Harry Ingham. Model ini memberikan gambaran seseorang dalam bentuk suatu

Page 23: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

jendela yang memiliki empat kaca. Hal ini merupakan suatu perwujudan bagaimana

hubungan suatu individu dengan individu lain. Jendela tersebut kemudian dibagi

menjadi 4 sel yang menggambarkan diri (self) mulai dari yang terbuka hingga yang

disembunyikan.

Untuk memahami lebih dalam mengenai self-disclosure berikut adalah

tampilan dari jendela Johari:

Known to self Not known to self

Known to others

Not known to others

Gambar 1.1 Johari Window

Sumber: Budyatna & Ganiem (2011: 40)

Komunikasi Interpersonal

Hubungan interpersonal atau antarpribadi adalah hubungan komunikasi

meliputi prediksi timbal balik berdasarkan data psikologis Miller & Steinberg

(Budyatna & Ganiem, 2011). Sebagaimana prediksi pendekatan psikologis

merupakan pendekatan yang paling sensitif karena bersentuhan langsung dengan

informasi pribadi seseorang, beda halnya dengan prediksi pendekatan kultural dan

sosiologis.

Open Blind

Secret Unknown

Page 24: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling banyak

digunakan manusia setiap harinya dan merupakan bentuk komunikasi yang sangat

lekat kaitannya dengan self disclosure. Komunikasi interpersonal terjadi dengan cara

pengiriman pesan yang dilakukan dua orang atau lebih. Deddy Mulyana (Suranto,

2011: 3) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antapribadi

adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap

pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung baik secara verbal maupun

nonverbal.

Dalam komunikasi, bahasa disebut bahasa verbal sedangkan yang bukan

bahasa dinamakan nonverbal, yakni:

1. Verbal

Kode verbal dalam penggunaannya menggunakan bahasa. Bahasa dapat

didefiniskan seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur

sehingga menjadai himpunan kalimat yang mengandung arti. Cangara,

2012: 113).

2. Nonverbal

Terdapat berbagai bentuk dari komunikasi nonverbal, seperti bahasa tubuh,

kontak mata, ekspresi wajah, sikap badan, sentuhan maupun emosi yang

biasa digunakan untuk mendukung bahasa verbal.

Devito (Suranto, 2011: 4) mengartikan komunikasi antarpribadi sebagai

proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di sekelompok

kecil orang dengan beberapa effect atau umpan balik seketika. Lain halnya dengan

Page 25: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Steward & D’Angelo (Harapan & Ahmad, 2016) yang memandang komunikasi

antarpribadi berpusat pada kualitas komunikasi yang terjalin dari masing-masing

pribadi.

Untuk memahami bagaimana proses terjadinya komunikasi interpersonal

berikut gambarannya:

Gambar 1.2 Proses Komunikasi Interpersonal

Sumber: Suranto (2011: 11)

Untuk memahami lebih jelas terkait penelitian ini, maka akan digambarkan

dalam kerangka konseptual, sebagai berikut:

Langkah 1

Keinginan

berkomunikasi

Langkah 2

Encoding oleh

komunikator

Langkah 3

Pengiriman

pesan

Langkah 4

Penerimaan

pesan

Langkah 5

Decoding oleh

komunikan

Langkah 6

Umpan balik

Page 26: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Pengungkapan Diri dan Perilaku Komunikasi Perempuan Bercadar

di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan:

Gambar 1.3

Kerangka Konseptual

E. Definisi Konseptual

Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap konsep-konsep yang digunakan

maka perlu diberikan batasa-batasan pengertian dalam kerangka penelitian yaitu:

1. Self Disclosure (Pengungkapan Diri)

Merupakan perilaku atau usaha seseorang untuk menunjukan dirinya dalam

masyarakat yang ditunjukkan dengan cara bagaimana kemudian bersikap dan

berperilaku di tengah lingkungan masyarakat.

Self Disclosure

(Pengungkapan Diri)

Masyarakat

Faktor penghambat

pengungkapan diri;

-Internal

-Eksternal

Perempuan

Bercadar

Page 27: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

2. Perilaku

Merupakan tindakan ataupun aktivitas manusia berupa respon terhadap

lingkungan sekitar.

3. Komunikasi

Merupakan suatu proses pertukaran pesan dari komunikator kepada komunikan.

4. Perempuan Bercadar

Merupakan perempuan yang menutup bagian kepala atau wajah dengan kain

yang dikenal dengan istilah cadar.

5. Cadar

Merupakan kain yang digunakan untuk menutup bagian kepala atau wajah oleh

perempuan yang mayoritas beragama Islam.

6. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Sulawesi Selatan yang

mayoritas masyarakatnya merupakan suku Bugis.

F. Metode Penelitian

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses penelitian ini direncanakan berlangsung selama dua bulan, yaitu dari

bulan Maret 2018 hingga April 2018. Adapun lokasi penelitian akan dilaksanakan

di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Pangkajene dan Kepulauan merupakan

salah satu etnik Bugis yang masih memelihara kepercayaan nenek moyang yang

terbilang cukup tinggi.

Page 28: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

2. Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini terutama digunakan

untuk memperoleh pemahaman (insight) yang menyeluruh (whole) dan tuntas

(exhaustive) mengenai struktur-struktur yang ada. kemudian untuk mendukung

pendekatan tersebut kemudian dilakukan juga studi kasus. Studi kasus adalah

meneliti suatu kasus atau fenomena tertentu yang ada dalam masyarakat yang

dilakukan secara mendalam untuk mempelajari latar belakang, keadaan, dan

interaksi yang terjadi. Studi kasus yang dilakukan pada penelitian ini adalah

berfokus pada bagaimana pengungkapan diri perempuan bercadar di kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan.

Metode penelitian kualitatif pada tahap awalnya peneliti melakukan

penjelajahan, kemudian dilakukan pengumpulan data sampai mendalam, mulai

dari observasi, wawancara hingga penyusunan laporan.Dalam penelitian ini,

peneliti berusaha memberikan deskripsi dari hasil analisis tentang pengungkapan

diri perempuan bercadar.

3. Teknik Penentuan Informan

Informan dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik purposive

sampling yaitu menentukan informan dengan memberikan beberapa kriteria

tertentu yang dibuat berdasarkan tujuan penelitian. Pengumpulan data dilakukan

dengan memilih informan yang dianggap layak dalam pemenuhan data.

Page 29: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Adapun informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Perempuan bercadar sebanyak 7 informan dengan kriteria sebagai berikut:

1). Telah mengenakan cadar minimal 1 bulan dan bersedia untuk kemudian

dijadikan informan dalam penelitian ini.

2). Usia minimal 20 tahun. Usia ini dipilih untuk melihat bagaimana

pengungkapan diri perempuan bercadar yang berusia muda yang

memungkinkan usia tersebut banyak pengguna cadar pemula.

3). Bertempat tinggal di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan minimal 1

tahun. Hal ini untuk melihat bagaimana proses komunikasi perempuan

bercadar dengan masyarakat setempat dalam kurun waktu tersebut.

b. Perempuan yang tidak mengenakan cadar sebanyak 5 informan. Hal ini

bertujuan untuk melihat apakah persepsi memiliki pengaruh atau tidak

terhadap keterbukaan diri perempuan bercadar di Kabupaten Pangkep.

c. Tokoh agama sebanyak 1 informan. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah

persepsi memiliki pengaruh atau tidak terhadap keterbukaan diri perempuan

bercadar di Kabupaten Pangkep.

4. Teknik Pengumpulan Data

Page 30: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Setelah penentuan informan dilakukan maka tahap selanjutnya adalah

melakukan kegiatan pengumpulan data. Dalam pengumpulan data dapat dibagi

menjadi data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan

atau tempt penelitian. Tujuan dari data primer adalah memaparkan data dari

objek penelitian, dan menginterpretasikan dan menganalisisnya secara

sistematis. Untuk kebenaran informasi selama dilapangan, metode yang

digunakan untuk proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1). Observasi

Sebagai metode ilmiah observasi dapat diartikan sebagai pengamatan,

meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan

seluruh alat indra. Jadi, observasi merupakan suatu penyelidikan yang

diartikan secara sistematik dan sengaja diadakan dengan menggunakan alat

indra terutama mata terhadap kejadian yang berlangsung dan dapat dianalisa

pada wakru kejadian itu.

2). Wawancara Mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

dilakukan kepada informan, yaitu pewancara (Interviuwer) yang mengajukan

pertanyaan dari yang diwawancarai (Interviewe). Tujuaan di gunakannya

teknik wawancara oleh peneliti adalah untuk menilai atau mengetahui kedaan

Page 31: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

informan. Teknik wawancara yang dilakukan pada penelitian ini dengan

mengacu pada pertanyaan yang berkaitan erat dengan permasalahan yang

terdapat dirumusan masalah, dalam kegiatan ini peneliti melakukan tanya

jawab secara langsung kepada informan yang berpatokan pada pedoman

wawancara. Teknik wawancara ini akan dilaksanakan berulang-ulang secara

intensif. Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan data yang lengkap dan

mendalam.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui kajian beberapa

literature seperti buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang akan

penulis diteliti, artikel, jurnal penelitian, surat kabar serta internet. Tujuan dari

data sekunder adalah untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi

yang dibutuhkan serta mendukung penelitian ini hingga selesai.

5. Teknik Analisis Data

a. Data primer yang telah didapatkan oleh peneliti dilapangan berupa data hasil

observasi langsung dan wawancara mendalam kepada 7 informan perempuan

bercadar, 5 informan tidak mengenakan cadar dan 1 tokoh agama. Peneliti

mengajukan pertanyaan mengenai pokok-pokok soal penelitian seperti yang

terdapat dalam pedoman wawancara untuk menjawab rumusan masalah yang

telah ditetapkan.

Hasil pengumpulan data primer ini, sesuai teknik yang dipakai dan

sifat datanya dianalisis secara deskriptif kuantitatif namun tidak menggunakan

Page 32: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

statistik dan SPSS melainkan menggunakan tabel-tabel. Melalui pendekatan

ini peneliti mampu mendeskripsikan bagaimana pengungkapan diri

perempuan bercadar di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.

b. Data sekunder yang telah didapatkan oleh peneliti dari berbagai sumber

literature seperti buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang akan

penulis teliti, artikel, jurnal penelitian, surat kabar, internet serta data dari

Badan Pusat Statistik tentang gambaran umum lokasi penelitian seperti

keadaan geografi dan demografikemudian peneliti jadikan sebagai acuan

atau referensi sebagai data penelitian sebelumnya sesuai dengan fokus

masalah yang peneliti telah tentukan, agar tidak adanya plagiat dalam proses

penyusunan.

Hasil pengumpulan data sekunder ini kemudian akan dianalisis dengan

menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yakni mengutip penelitian

sebelumnya kemudian dikaitkan dalam pemaparan pembahasan dalam

penelitian ini.

Page 33: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KOMUNIKASI

Komunikasi telah menjadi peranan terpenting dalam kehidupan manusia

dalam berinteraksi sehari-hari. Dalam sebuah komunikasi feedback merupakan hal

yang sangat diharapkan agar mampu mencapai tujuan yang dimaksud. Littlejohn

(2014) menyatakan komunikasi berhubungan dengan manusia, dan penelitian yang

berhubungan dengan manusia akan menyentuh kajian komunikasi. Setiap manusia

akan bersentuhan dengan komunikasi ketika melakukan aktifitas sehari-hari. Maka

dari itu, untuk memahami lebih jauh maka penulis akan memaparkan pada sub bab-

sub bab berikut.

1. Pengertian Komunikasi

Salah satu ahli komunikasi Rogers (Cangara, 2012: 22) memberikan definisi

bahwa komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada

satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers dan Kincaid (Cangara, 2012:

22) menjadi komunikasi merupakan suatu proses di mana ada dua orang atau lebih

membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang

pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.

Komunikasi merupakan suatu interaksi, proses simbolik yang menghendaki

orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun hubungan antarsesama

Page 34: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain

serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu. Book (Cangara: 22).

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau

perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran

bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari

benaknya. Perasaan ini bisa berupa keyakinan, kepastian keragu-raguan,

kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul

dari lubuk hati. Effendy (2011: 11).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan berupa ide, gagasan

maupun informasi yang bertujuan untuk mengubah sikap dan tingkah laku sesuai

dengan yang diharapkan.

2. Unsur-Unsur Dalam Komunikasi

Harold Laswell (Effendy, 2011: 10) menyatakan bahwa cara terbaik dalam

menjelaskan komunikasi yang baik adalah dengan menjawab pertanyaan berikut:

“who says what in which channel to whom with what effect” atau “siapa yang

mengatakan, apa yang disampaikan, melalui apa, kepada siapa, dan apa

pengaruhnya”. Maka dari itu Cangara (2012: 27-30) menjelaskan lebih jauh

tentang unsur-unsur komunikasi sebagai berikut:

Page 35: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

a. Sumber

Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau

pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia, sumber bisa terdiri dari

satu oramg, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi,

atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa

Inggrisnya disebut source, sender atau encoder.

b. Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang

disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara

tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu

pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. Dalam bahasa

Inggris pesan biasa diterjemahkan dengan kata message, content atau

information.

c. Media

Media yang dimaksudkan ialah alat yang digunakan untuk memindahkan

pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai

saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam

bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindra dianggap

sebagai media komunikasi.

d. Penerima

Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh

sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk

Page 36: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

kelompok, partai atau negara. Penerima bisa disebut sebagai khalayak, sasaran,

komunikan atau dalam bahasa Inggris disebut audience atau receiver.

e. Pengaruh

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan

dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh

ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Oleh

karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan

pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerima

pesan.

f. Tanggapan Balik

Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah satu bentuk

daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan

balik bisa juga berasal dari unsurr lain seperti pesan dan media, meski pesan

belum sampai kepada penerima.

g. Lingkungan

Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat

mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat

macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan

psikologis dan dimensi waktu.

Jadi kesimpulannya setiap unsur memiliki peranan yang sangat penting dalam

membangun proses komunikasi. Bahkan ketujuh unsur ini saling bergantung satu

Page 37: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

sama lainnya. Artinya, tanpa keikutsertaan satu unsur akan memberi pengaruh

pada jalannya komunikasi.

3. Fungsi Komunikasi

Menurut Effendy, terdapat empat fungsi komunikasi, sebagai berikut:

a. Menginformasikan (to inform)

yaitu memberikan informasi kepada masyarakat, memberitahukan kepada

masyarakat mengenai peristiwa yang terjadi, ide atau pikiran dan tingkah laku

orang lain, serta segala sesuatu yang disampaikan orang lain.

b. Mendidik (to educate)

yaitu fungsi komunikasi sebagai sarana pendidikan. Melalui komunikasi,

manusia dalam masyarakat dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada

orang lain sehingga orang lain mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan.

c. Menghibur (to entertain)

yaitu fungsi komunikasi selain menyampaikan pendidikan dan mempengaruhi,

komunikasi juga berfungsi untuk memberi hiburan atau menghibur orang lain.

d. Mempengaruhi (to influence)

yaitu setiap individu yang berkomunikasi, tentunya berusaha saling

mempengaruhi jalan pikiran komunikan dan lebih jauh lagi berusaha merubah

sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan apa yang diharapkan

(Effendy, 2011).

Page 38: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

B. KONSEP KOMUNIKASI INTERPERSONAL

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi merupakan kegiatan

komunikasi yang dilakukan hampir setiap waktunya. Kegiatan komunikasi

interpersonal pada umumnya dilakukan dengan tatap muka sehingga terjalin

komunikasi langsung antar komunikator dengan komunikan (face to face).

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang paling banyak digunakan

manusia setiap harinya. Komunikasi interpersonal terjadi dengan cara pengiriman

pesan yang dilakukan dua orang atau lebih. Menurut Mulyana (2005: 73) bahwa

komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap

muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara

langsung baik secara verbal maupun nonverbal. Devito (Tazbih, 2011: 20 )

mendefinisikan komunikasi interpersonal (interpersonal communication) adalah

pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan

umpan balik yang langsung.

Hardjana (Suranto, 2011: 3) mengatakan, komunikasi interpersonal adalah

tatap muka antardua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan

pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi

secara langsung pula. Lain halnya dengan yang dikemukakan oleh Littlejohn

(Suranto, 2011: 3), yang memberikan definisi yang lebih sederhana mengenai

komunikasi interpersonal bahwa komunikasi antarpribadi (interpersonal

communication) adalah komunikasi antara individu-individu.

Page 39: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Berdasarkan berbagai definisi komunikasi interpersonal maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang

dilakukan dua orang atau lebih yang memiliki kesamaan diri yang dilakukan baik

dalam masyarakat maupun kelompok organisasi baik secara langsung maupun

melalui media dengan tujuan untuk mencapai tujuan komunikasi dalam hal

menumbuhkan simpati melalui sikap positif yang ditunjukkan dari kedua pihak.

Lebih jauh, Rakhmat (2007: 129) menyebutkan tiga faktor yang dapat

menumbuhkan hubungan interpersonal dalam komunikasi interpersonal yakni

percaya (trust), sikap suportif dan sikap terbuka.

2. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal

Evert M. Rogers (Tazbih, 2011: 26) menyebutkan ciri-ciri komunikasi

interpersonal adalah sebagai berikut:

a. Arus pesan dua arah.

b. Konteks komunikasi adalah tatap muka.

c. Tingkat umpan balik yang tinggi.

d. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektifitas yang tinggi.

e. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban.

f. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap.

3. Efektivitas Dalam Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal dianggap paling efektif dalam proses pertukaran

pesan atau informasi karena dapat dilakukan dengan cara sangat sederhana.

Angelo (Harapan & Edi, 2016: 5) memandang komunikasi interpersonal berpusat

Page 40: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

pada kualitas pertukaran informasi antar orang-orang yang terlibat. Komunikasi

interpersonal tidak hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari ditengah masyarakat

awam, namun juga dalam sebuah organisasi. Komunikasi interpersonal merupakan

unsur yang paling penting dalam setiap organisasi. Hal ini ditegaskan oleh Abizar

(Harapan & Edi, 2016: 5)

Menurut DeVito (Tazbih, 2011: 29) ciri komunikasi interpersonal untuk

menumbuhkan hubungan interpersonal yang efektif adalah sebagai berikut:

a. Keterbukaan (Opennes)

Kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Namun

tidak berarti kita menceritakan semua latar belakang kehidupan kita. Yang

terpenting adalah adanya kemauan untuk membuka diri pada masalah-masalah

umum. Dari sisi orang lain akan mengetahui pendapat, pikiran dan gagasan kita

sehingga komunikasi akan mudah dilakukan.

b. Positif (Positiviness)

Komunikasi interpersonal akan efektif bila kita memiliki perilaku positif yakni

berpikir positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

c. Kesamaan (Equality)

Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila para pelakunya mempunyai

nilai, sikap, perilaku dan pengalaman yang sama.

d. Empati (Empathy)

Empati adalah kemampuan seseorang untuk mendapatkan dirinya pada

perananan atau posisi orang lain. Dalam arti bahwa seseorang secara emosional

Page 41: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

maupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami orang

lain. Dengan empati seseorang berusaha melihat dan merasakan seperti dilihat

dan dirasakan orang lain.

e. Dukungan (Supportiviness)

Komunikasi antarpribadi akan efektif bila dalam diri sendiri ada perilaku

suportif. Artinya seseorang dalam menghadapi sesuatu masalah tidak bersikap

bertahan (defensive). Satu dengan yang lainnya saling memberi dukungan

terhadap pesan yang disampaikan.

4. Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi memiliki beberapa tujuan, Suranto (2011: 19-21)

mengemukakan sebagai berikut:

a. Mengungkapkan perhatian kepada oramg lain

Salah satu tujuan komunikasi interpersonal adalah untuk mengungkapkan

perhatian kepada orang lain. Pada prinsipnya komunikasi interpersonal

dimaksudkan untuk menunjukkan adanya perhatian kepada orang lain, dan

menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup.

b. Menemukan diri sendiri

Artinya seseorang melakukan komunikasi interpersonal karena ingin

mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan informasi dari

orang lain.

Page 42: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

c. Menemukan dunia luar

Dengan komunikasi interpersonal diperoleh kesempatan untuk mendapatkkan

berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi penting dan aktual.

d. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis

Sebagai makhluk sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling besar

adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.

e. Mempengaruhi sikap dan tingkah laku

Komunikasi interpersonal ialah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang

kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, atau

perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung.

f. Mencari kesenangan

Hal ini penting untuk mencari keseimbangan yang penting dalam pikiran yamg

memerlukan suasana rileks, ringan dan menghibur dari kegiatan sehari-hari.

g. Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi

Dengan komunikasi interpersonal dapat dilakukan pendekatan secara langsung,

menjelaskan berbagai pesan yang rawan menimbulkan kesalahan interpretasi.

h. Memberikan bantuan (konseling)

Tanpa disadari setiap orang ternyata sering brtindak sebagai konselor maupun

konseli dalam interkaksi interpersonal sehari-hari.

Page 43: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

C. PENGUNGKAPAN DIRI (SELF DISCLOSURE)

1. Pengertian Pengungkapan Diri (Self Disclosure)

Pengungkapan diri atau self disclosure merupakan tindakan dalam

mengungkapkan tindakan berupa informasi kepada orang lain yang relevan yang

dapat menjelaskan reaksi yang terjadi sekarang. Hubungan antarpribadi yang sehat

ditandai dengan keseimbangan pengungkapan diri (self disclosure) yaitu saling

memberikan data biografis, gagasan-gagasan pribadi dan perasaan-perasaan yang

tidak diketahui bagi orang lain. Budyatna & Ganiem (2011: 40).

DeVito (Rhosyidah, 2015: 32) menyebutkan bahwa makna dari self disclosue

adalah suatu bentuk komunikasi dimana anda atau seseorang menyempaikan

informasi tentang dirinya yang biasanya disimpan. Oleh karena itu, setidaknya

proses self disclosure membutuhkan dua orang. Istilah keterbukaan diri mengacu

pada informasi secara sadar. Johnson (Hanifia, 2013: 16) mengemukakan bahwa

pembukaan diri atau keterbukaan diri adalah mengungkapkan reaksi atau

tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan

informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami

tanggapan kita dimasa kini tersebut.

Wrightsman (Hanifa 2013: 17) menjelaskan bahwa keterbukaan diri adalah

proses keterbukaan diri yang diwujudkan dengan berbagi perasaan dan informasi

kepada orang lain. Menurut Morton (Rahmati, 2014: 14) mengemukakan bahwa

keterbukaan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab

dengan orang lain. Keterbukaan diri bersifat deskriptif dan evaluatif. Keterbukaan

Page 44: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

diri deskriptif adalah kegiatan melukiskan berbagai fakta mengenai diri individu

yang belum diketahui oleh orang lain yang berada di lingkungan sekitarnya.

Keterbukaan diri evaluatif adalah kegiatan mengungkapkan pendapat atau

perasaan invidividu seperti mengungkapkan perasaan mengenai orang- orang yang

disukai ataupun tidak disukai.

Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa keterbukaan diri adalah suatu proses mengungkapkan segala

bentuk informasi tentang diri yang belum pernah diungkapkan sebelumnya.

2. Fungsi Pengungkapan Diri (Self Disclosure)

Devito (Tazbih, 2011: 36) menyebutkan bahwa self disclosure memiliki 6

fungsi dalam membangun komunikasi yang efektif. Adapun fungsi tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Apabila ada dua orang yang berhubungan baik melakukan self disclosure maka

keterbukaan, kejujuran dan ketulusan akan bisa berkembang. Hubungan

diantara kedua orang tersebut memberi pengetahuan diri kita membutuhkan

orang lain untuk melakukan self disclosure sehingga kita bisa memahami diri

kita secara lebih baik atau memandang diri kita dengan perspektif yang baru.

b. Memberi kemampuan mengatasi masalah

Meningkatkan kemampuan dalam menghadapi masalah yang dihadapi,

khususnya kesalahan kita yang seringkali datang melalui self disclosure.

Page 45: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

c. Meningkatkan efektifitas komunikasi

dengan self disclosure membuat orang lain lebih memahami diri kita begitupun

sebaliknya. Kondisi saling memahami ini merupakan salah satu cara tidak

sekedar hubungan fungsional melainkan hubungan yang personal yang

dilandasi dengan kejujuran, ketulusan dan keterbukaan.

d. Kesehatan psikologis

Dengan kesehatan self disclosure memungkinkan menusia bisa melepaskan diri

dari himpitan beban psikologis. Self disclosure tampaknya dapat melindungi

tubuh dari stress yang merusak yang umumnya mengiringi perilaku non

disclosure.

3. Manfaat Pengungkapan Diri (Self Disclosure)

Menurut Devito (Rahmawati, 2014: 22) keterbukaan diri memiliki berbagai

macam manfaat bagi seseorang yaitu:

a. Pengetahuan diri

Manfaat dari keterbukaan diri salah satunya adalah individu mendapatkan

pemahaman baru dan lebih mendalam mengenai dirinya sendiri. Dalam sebuah

proses konseling misalnya, pandangan baru sering kali muncul pada diri konseli

saat konseli melakukan pengungkapan diri. Konseli mungkin saja menyadari

adanya aspek perilaku yang selama ini belum diketahuinya, oleh karena itu

melalui keterbukaan diri individu dapat memahami dirinya secara lebih

mendalam.

Page 46: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

b. Kemampuan mengatasi kesulitan

Salah satu perasan takut yang besar pada individu adalah ketakutan ketika tidak

diterima dalam suatu lingkungan karena suatu kesalahan tertentu seperti

kesalahan kepada orang lain. Keterbukaan diri akan membantu individu dalam

menyelesaikan suatu permasalahan dengan orang lain karena individu memiliki

kesiapan untuk membicarakan permasalahan tersebut secara lebih terbuka.

c. Efisiensi komunikasi

Keterbukaan diri yang dilakukan individu dapat mempengaruhi proses

komunikasi yang dilakukannya. Individu dapat lebih memahami apa yang

dikatakan oleh orang lain apabila individu tersebut sudah mengenal baik orang

lain tersebut, sehingga individu tersebut mendapatkan pemahaman secara utuh

terhadap orang lain dan mungkin sebaliknya. Sehingga proses komunikasi yang

dilakukan menjadi tepat dan efektif.

d. Kedalaman hubungan

Keterbukaan diri sangat diperlukan dalam membina suatu hubungan yang

bermakna seperti sikap saling percaya, menghargai, dan jujur. Adanya

keterbukaan akan membuat suatu hubungan lebih bermakna dan mendalam.

4. Dimensi Pengungkapan Dirin (Self Disclosure)

Self disclosure berbeda bagi setiap individu dalam hal kelima dimensi di

bawah ini. Menurut Devito (Tazbih, 2011:38) mengemukakan bahwa dimensi self

disclosure adalah sebagai berikut:

Page 47: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

a. Ukuran atau jumlah pengungkapan diri (Amount)

Kuantitas dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahui frekuensi

dengan siapa individu mengungkapkan diri dan durasi dari pesan self-disclosing

atau waktu yang diperlukan untuk mengutarakan statemen self disclosure

individu tersebut terhadap orang lain.

b. Valensi (Valence)

Valensi merupakan hal yang positif atau negatif dari penyingkapan diri.

Individu dapat menyingkapkan diri mengenai hal-hal yang menyenangkan atau

tidak menyenangkan mengenai dirinya, memuji hal-hal yang ada dalam dirinya

atau menjelek-jelekkan diri individu sendiri. Faktor nilai juga mempengaruhi

sifat dasar dan tingkat dari pengungkapan diri.

c. Kecermatan dan Kejujuran (Accuracy/Honesty)

Ketepatan dan kejujuran individu dalam mengungkapkan diri. Ketepatan dari

pengungkapan diri individu dibatasi oleh tingkat dimana individu mengetahui

dirinya sendiri. Pengungkapan diri dapat berbeda dalam hal kejujuran. Individu

dapat saja jujur secara total atau dilebih-lebihkan, melewatkan bagian penting

atau berbohong.

d. Maksud dan Tujuan (Intention)

Seluas apa individu mengungkapkan tentang apa yang ingin diungkapkan,

seberapa besar kesadaran individu untuk mengontrol informasi-informasi yang

akan dikatakan pada orang lain.

Page 48: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

e. Keakraban (Intimacy)

Individu dapat mengungkapkan detail yang paling intim dari hidupnya, hal-hal

yang dirasa sebagai periperal atau impersonal atau hal yang hanya bohong.

5. Tingkatan Pengungkapan Diri (Self Disclosure)

Menurut John Powell (Rahmawati, 2015: 21) tingkatan-tingkatan self

disclosure dalam komunikasi yaitu:

a. Basa-basi

Merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal, walaupun

terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak terjadi hubungan antar

pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi basa-basi hanya untuk

kesopanan.

b. Membicarakan orang lain

Yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang orang lain atau hal-hal

yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam

tetapi pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri.

c. Menyatakan gagasan atau pendapat

Hal ini sudah mulai dijalin hubungan yang erat. Individu mulai mengungkapkan

dirinya kepada individu lain, walaupun hanya sebatas pendapat mengenai hal-

hal tertentu saja.

Page 49: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

d. Perasaan

Setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi

perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu

dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemanan antar

pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur,

terbuka dan menyatakan perasaan-perasaan yang mendalam.

e. Hubungan puncak

Pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu yang menjalin

hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu

lainnya. Segala persahabatan yang mendalam dan sejati haruslah berdasarkan

pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengungkapan Diri (Self Disclosure)

Tidak semua individu mampu melakukan self disclosure karena setiap

individu memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Adapun faktor yang

mempengaruhi self disclosure menurut DeVito (Tazbih, 2010: 41) adalah sebagai

berikut:

a. Efek diadik

Pada bahasan diatas sudah kita tegaskan bahwa self disclosure itu bersifat

timbal balik. Oleh karena itu, keterbukaan diri kita yang ditanggapi dengan

keterbukaan lawan yang membuat interaksi antara kita dan lawan komunikasi

bisa berlangsung. Keterbukaan diri kita mendorong lawan komunikasi kita

Page 50: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

dalam komunikasi atau interaksi diantara dua orang (dyad) untuk membuka diri

juga. Inilah yang dinamakan efek diadik itu.

b. Ukuran khalayak

Tadi juga kita telah membahas self disclosure itu merupakan salah satu

karakteristik komunikasi interpersonal. Oleh karena itu self disclosure lebih

besar kemungkinannya terjadi dalam komunikasi dengan khalayak yang kecil,

mislanya dalam komunikasi antarpribadi atau komunikasi dalam kelompok

kecil. Alasannya sederhana saja, jika khalayak komunikasi tersebut besar maka

akan sulit mengontrol atau menerima umpan balik dari lawan komunikasi kita.

Sebaliknya apabila khalayaknya kecil makankita bisa mengontrol situasi dan

dapat melihat umpan balik tersebut. Apabila lawan komunikasi kita

memeberikan respons yang baik terhadap self disclosure kita, dengan

melakukan self disclosure juga maka proses komunikasi yang menyingkapkan

diri kita itu akan terus terjadi.

c. Topik bahasan

Kita ingat kembali lapisan bawang. Pada awalnya orang akan selalu berbicara

hal-hal yang umum saja. Makin akrab maka makin mendalam topic

pembicaraan kita. Tidak mungkin kita berbicaara hal yang pribadi kepada orang

yang baru kita temui. Kita cenderung memeilih topic yang lebih umum seperti

cuaca, politik atau kondisi sosial.

Page 51: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

d. Valensi

Hal ini terkait dengan sifat positif atau negatif self disclosure. Pada umumnya,

manusia cenderung lebih menyukai valensi postif atau self disclosure positif

dibandingkan dengan self disclosure negatif. Apalagi jika lawan komunikasi

kita bukanlah orang yang dekat dengan kita. Namun apabila lawan komunikasi

kita itu adalah orang yang memiliki kedekatan dengan kita, hal tersebut dapat

memungkinkan terjadinya self disclosure negatif.

e. Jenis kelamin

Pada umumnya wanita memilki tingkat keterbukaan yang lebih tinggi

dibanbandingka dengan pria. Beberapa penelitian pun telah membuktikan hal

tersebut, namun bukan berarti pria tidak melakukan keterbukaaan diri atau self

disclosure. Namun letak perbedaannya adalah apabila wanita mengungkapkan

dirinya pada orang yang disukai maka pria mengungkapkan dirinya pada orang

yang dipercayai.

f. Ras, Nasionalitas dan Usia

Ini bisa saja dianggap sebagai bentuk streotip atas ras, nasionalitas dan usia.

Namun, kenyataan menunjukkan memang terdapat ras-ras tertentu yang lebih

sering terlibat dalam proses self discloruse dibandingkan dengan ras-ras

lainnya. Begitu pula dengan usia, self disclosure lebih banyak dilakukan oleh

pasangan yang berusia antara 17-50 tahun dibandingakan orang yang lebih

muda atau yang lebih tua.

Page 52: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

g. Mitra dalam hubungan

Dengan mengingat tingkat keakraban sebagai penentu kedalaman self

disclosure maka lawan komunikasi atau mitra dalam hubungan akan

menentukan self disclosure itu. Kita cenderung melakukan self disclosure

kepada mereka yang dianggap dekat dengan diri kita misalnya, suami-istri,

teman dekat, ataupun anggota keluarga. Apabila dalam proses self disclosure

terjadi respons yang baik maka kita akan melakukan self disclosure, sebaliknya

apabila respons yang diterima sedikit maka kita cenderung memilih menutup

diri.

Selain hal- hal tersebut diatas maka adapun hal-hal yang dapat menghambat

terjadinya self disclosure antaralain:

a. Bias Masyarakat (Societed Bias)

Hal yang dapat menyebabkan keengganan kita untuk melakukan self disclosure

adalah kita memiliki bias masyarakat yang telah terinternalisasi, artinya kita

telah dikondisikan untuk menolak self disclosure oleh masyarakat disekitar kita

tinggal. Seperti halnya kita dituntut untuk menyelesaikan masalah sendiri,

memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi dan seolah tidak membutuhkan

bantuan orang lain.

b. Kekhawatiran akan hukuman

Banyak orang yang enggan melakukan self disclosure karena khawatir akan

mendapatkan hukuman yang umumnya adalah penolakan. Kita khawatir orang

Page 53: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

lain akan menertawakan kita, bahkan kekhawatiran ini bisa juga berbentuk

ketakutan akan kehilangan pekerjaan atau pertemanan.

c. Kekhawatiran akan pengetahuan tentang diri (self-knowledge)

Kita telah membangun gambaran yang indah dan rasional tentang diri kita,

yang menekankan aspek positif dan meminimalkan aspek negatif. Self

disclosure memaksa kita untuk dapat melihat melalui rasionalisasi. Kita melihat

aspek positif itu seperti apa dan kita melihat aspek negatif yang sebelumnya

tersembunyi. Self disclosure akan memberikan kita perspektif baru tentang diri

kita sendiri.

Sejalan dengan pendapat di atas, Hargie (Rahmawati, 2014: 19-20) menjelaskan

bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri, diantaranya

adalah:

a. Perbedaan jenis kelamin

Banyak penelitian mengindikasikan secara umum bahwa wanita lebih terbuka

daripada pria namun perbedaan jenis kelamin dalam keterbukaan diri sangat

kecil dan diatur oleh individu yang sedang mengungkapan diri.

b. Keterbukaan yang timbal balik (reciprocal)

Secara umum berdasarkan literatur mengenai keterbukaan diri proses

keterbukaan diri merupakan proses hubungan timbal balik. Sidney Jourard

seorang peneliti perintis mengenai keterbukaan diri mencatat bahwa dalam

hubungan sosial, keterbukaan diri merupakan fenomena timbal balik. Individu

Page 54: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

mengungkapkan mengenai pikiran, perasaan, tindakan dan lain-lain

dikarenakan lawan bicaranya melakukan pengungkapan diri yang sama.

c. Keterbukaan diri dan rasa suka

Keterbukaan diri dan rasa suka berkaitan dengan tiga hal yaitu membuka diri

kepada orang lain akan menyebabkan orang lain suka membuka diri, menyukai

seseorang akan membuat orang lain membuka diri, dan individu menyukai

seseorang karena hasil dari pengungkapan dirnya. Perasaan menyukai yang

dimiliki individu akan membuat individuindividu tersebut mau untuk saling

melakukan pembukaan diri.

d. Permintaan untuk terbuka

Individu memiliki beberapa alasan untuk mengetahui informasi mengenai orang

lain terlebih orang yang baru di kenalnya. Untuk mengetahui informasi

mengenai orang lain, individu tersebut mencoba untuk membuka diri terlebih

dahulu agar orang lain juga dapat melakukan hal yang sama. Faktor yang

mempengaruhi keterbukaan diri menurut Hargie seperti permintaan untuk

terbuka memiliki kaitan dengan keterampilan komunikasi interpersonal

seseorang, karena ketika dua individu bertemu dalam keadaan belum saling

mengenal akan terasa sulit untuk memulai pembicaraan sehingga keterbukaan

diri tidak akan terjadi. Sebaliknya jika individu mau melakukan keterbukaan

diri maka proses komunikasi kedua individu tersebut akan berjalan efektif.

Berdasarkan pemaparan di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi

keterbukaan diri adalah besar kelompok, perasaan menyukai, efek diadik,

Page 55: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

kompetensi, kepribadian, topik, jenis kelamin, permintaan untuk terbuka.

Keseluruhan faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi keterbukaan diri individu

dan juga memberikan kontribusi dalam proses keterampilan komunikasi

interpersonalnya.

D. PERILAKU KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting, setiap aktivitas manusia

bersentuhan dengan komunikasi. Tidak jarang kepribadian yang terbentuk pada diri

manusia dibentuk oleh komunikasi. Komunikasi merupakan proses di mana suatua

ide dialihkan sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk

mengubah tingkah laku mereka. Rogers (Cangara, 2012: 22). Dengan kata lain bahwa

komunikasi memiliki tujuan untuk menggerakkan seseorang untuk melakukan tujuan

yang diharapkan oleh komunikator hal ini berkesinambungan dengan perilaku

komunikasi. Perilaku komunikasi sendiri merupakan tindakan yang berarti hasil dari

proses komunikasi sesuai yang diharapkan oleh komuniator. Dalam proses

penyampaian pesan ada upaya-upaya yang dilakukan agar apa yang diharapkan

komunikator sampai pada tahap tertinggi yaitu merubah perilaku baik dalam bentuk

verbal maupun non vervbal.

Goulb dan Kolb menyatakan bahwa perilaku merupakan padanan dari kata

behavior pada bahasa Inggris. Pengertian perilaku yang sangat umum menunjukkan

tindakan atau respon dari sesuatu atau system apapun dalam hubungan dengan

lingkungan atau situasi komunikasi yang ada. (Puspanegara, 2016: 36).

Page 56: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Dalam proses penyampaian pesan akan selalu ada perilaku verbal seperti

bahasa lisan yang disampaiakan secara langsung. Selain verbal juga ada penyampaian

secara non verbal seperti bahasa tubuh, kontak mata bahkan tarikan nafas. Dalam

penggunaannya keduanya bisa saja saling melengkapi bahkan keduanya bisa saja

bertentangan. Seseorang bisa saja menyetujui suatu hal dalam pengungkapan bahasa

lisannya namun sebenarnya tidak menyetujui perihal tersebut yang ditunjukkan

dengan bahasa non verbal. Tak jarang kemudian perilaku non verbal akan muncul

bersamaan dengan perilaku verbal sebagai bentuk penekanan atas bahasa lisan yang

disampaikan.

1. Perilaku Verbal

Perilaku verbal adalah perilaku yang dalam penggunaannya menggunakan

kata-kata lisan atau langsung. Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi

yang disampaiakan secara lisan atau tertulis. Dengan bahasa verbal ini pesan, ide,

gagasan ataau informasi dapat disampaiakan secara langsung tanpa ada perantara.

Cangara (2012: 113) menjelaskan bahwa bahasa dapat didefinisikan

seperangkat kata yang telah disusun secara berstruktur sehingga menjadi

himpunan kalimat yang mengandung arti.

Adapun fungsi dari bahasa yang erat hubungannya dalam menciptakan

komunikasi yang efektif, sebagai berikut:

a. untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita

b. untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia

c. untuk menciptakan ikatan-ikata dalam kehidupan manusia.

Page 57: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

2. Perilaku Non Verbal

Knapp (Cangara, 2012: 118) menyebutkan bahwa penggunaaan kode non

verbal memiliki fungsi:

a. meyakinkan apa yang diucapkannya (repetition)

b. menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata

(substitution)

c. menunjukkan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya (identity)

d. menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang diraskan belum sempurna.

E. PEREMPUAN BERCADAR

1. Pengertian Cadar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa cadar

adalah kain penutup kepala atau muka. Cadar merupakan versi lanjutan dari jilbab.

Pengguna cadar menambahkan penutup wajah sehingga hanya terlihat mata

mereka saja, bahkan telapak tangan pun harus ditutupi. Jika berjilbab

mensyaratkan pula penggunaan baju panjang, maka bercadar diikuti kebiasaan

penggunaan gamis (bukan celana), rok-rok panjang dan lebar, dan biasanya

seluruh aksesoris bewarna hitam atau bewarna gelap. Ratri (2011: 32). Kemudian

terdapat enam faktor lain yang juga ikut mempengaruhi pengambilan keputusan.

a. Fisik

Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman,

atau kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang

Page 58: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

menimbulkan rasa tidak senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang

memberikan kesenangan.

b. Emosional

Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu

situasi secara subjektif.

c. Rasional

Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi,

memahami situasi dan berbagai konsekuensinya.

d. Praktikal

Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan.

Seseorang akan menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui

kemampuanya dalam bertindak.

e. Interpersonal

Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu

orang keorang lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual. (6).

Struktural: Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik.

Lingkungan mungkin memberikan hasil yang mendukung atau mengkritik

suatu tingkah laku tertentu.

2. Pengertian Perempuan Bercadar

Perempuan bercadar adalah wanita muslimah yang mengenakan baju panjang

sejenis jubah dan menutup semua badan hingga kepalanya serta memakai penutup

muka atau cadar sehingga yang nampak hanya kedua matanya Puspanegara (2016:

Page 59: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

49). Bagi perempuan muslim, jilbab adalah kewajiban. Menutup aurat agar

terlindung dari pandangan laki-laki adalah sebaik-baik perempuan menurut Islam.

(Ratri, 2011: 32).

Mengenai jilbab Al-quran telah memerintahkan kepada wanita-wanita

merdeka untuk mengulurkan jilbabnya agar dengan begitu mereka berbeda dengan

budak (lapisan masyarakat) pada saat itu. Sementara itu, penyebutan niqob (cadar)

tidak pernah datang dari lisan Rasulullah SAW melainkan hanya satu kali saja

dalam konteks pelarangan memakainya bagi wanita yang sedang ihram. Ambia

(2016: 39).

Stigma paling umum yang melekat pada wanita bercadar adalah bahwa hal

tersebut merupakan sesuatu yang identik dengan kebudayaan Arab. Prakteknya

kelompok wanita Muslim bercadar tetap teguh dengan pendirian mereka untuk

mengunakan cadar sebagai salah satu upaya mereka dalam mengikuti ajaran

agama guna menutup aurat. Novri (2015: 2)

3. Karakteristik Cadar

Terdapat beberapa karakteristik yang membedekan cadar dengan pakaian

pada umumnya adalah sebagai berikut:

a. Cadar (kain yang diikatkandi atas hidung hungga leher) tidak menutup wajah

secara keseluruhan. Maka dengan demikian tidak menyembunyikan jati diri

wanita dan memberikan kesempatan untuk berkenalan khususnya kepada

masyarakat.

Page 60: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

b. Cadar menolerir perkenalan, maka kemudian mendorong peran serta wanita

dalam kehidupan sosial, seperti silaturahmi dengan laki-laki yang bukan

mahramnya, agar menjauhkan pandangannya dan menjauhkan fitnah.

c. Cadar menampakkan kedua mata dan kedua kelopaknya, maka memungkinkan

lawan bicara wanita memahami perasaannya seperti senang atau susah, ridha

atau terganggu, menirima atau menolak.

d. Cadar menampakkan kedua mata, makan membantu wanita lemah untuk

menjaga dari rasa malu jika ia memandang orang yangmembuka

keberaniannya. Ini berbeda dengan penutup yang menutup semua wajahnya.

(Ambia, 2016: 40).

Page 61: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI

Bab ini akan membahas secara umum mengenai wilayah kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan. Gambaran umum lokasi penelitian sangat penting untuk

dicantumkan pada bab ini untuk memudahkan pembaca mengetahui secara sederhana

dan lebih memahami keadaan lokasi penelitian yang dimaksud.

A. Sejarah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Pangkajene adalah sebuah kecamatan yang menjadi ibu kota dari Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Sebagai sebuah pusat kota,

Pangkajene memainkan peran vital kehidupan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

baik sebagai pusat pemerintahan maupun pusat perekonomian.

Kata “Pangkajene” (bahasa Makassar), berasal dari dua kata yang disatukan,

yaitu “Pangka” yang berarti cabang dan “Je’ne” yang berarti air, dinamai demikian

karena pada daerah yang dulunya merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Barasa itu,

terdapat sungai yang bercabang, yang sekarang dinamai Sungai Pangkajene. Sampai

saat ini belum didapatkan keterangan yang tegas, sejak kapan nama “Pangkajene”

menggantikan nama yang popular sebelumnya, ‘Marana’. Menurut beberapa sumber,

awalnya yang dikenal adalah Kampung Marana, dan sungai yang membelah kota

Pangkajene sekarang ini dulunya bernama Sungai Marana.

Kampung Marana terletak di sebelah utara sungai tua, sekitar Lembaga

Pemasyarakatan lama (sekarang dijadikan tempat Pos Polisi dan Sekretariat Pemuda

Page 62: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Pancasila) melebar ke Terminal Kompak, jadi lipat dua kali lebarnya dibanding

sungai yang ada sekarang, tepatnya berada di jantung kota Pangkajene sekarang,

sedangkan kampung-kampung tua yang ada di sekitar pinggiran sungai sekarang dari

timur sampai ke barat antara lain Kampung Sabila, Ujung LoE, Tumampua, Jagong,

Purung-Purung, balanakang, Toli-Toli dan Lomboka, sedangkan bagian utara sungai,

yaitu dari Pabundukang, Bone-bone, Kajonga, Palampang, Binanga Polong, Bucinri

sampai ke Padede dan Kampung Solo.

Jika kita menelusuri asal muasal pemberian nama-nama kampung yang telah

disebutkan di atas hal itu berkaitan erat dengan perebutan hegemoni kekuasaan antara

Gowa dan Bone di bekas wilayah Kerajaan Siang dan Barasa (disebut Bundu

Pammanakang). Kampung yang disebut Pabundukang itu awalnya adalah sebuah

padang yang cukup luas, dimana menjadi tempat pertempuran antara laskar Bone dan

Gowa, sedangkan Kampung Sabila diambilkan dari nama bangsawan Bone yang

bertempur dan tewas di tempat itu, yaitu Arung Sabila. Begitu pula Kampung Bone-

bone, yang pernah dihuni oleh mayoritas orang Bone.

Antara Kampung Solo dan Kampung Lomboka, sungai tersebut terbagi dua

muaranya karena di depannya terdapat hutan bakau akibat aktifitas erosi, disekitarnya

terdapat Kampung Polewali dan Lomboka. Pada percabangan sungai tersebut,

dahulunya banyak digunakan sebagai tempat aktifitas perdagangan. Dimana saja ada

muara sungai yang bercabang, biasa disebut “Appangkai Je’neka” maka daerah itu

akan menjadi ramai. Sekarang tempat dimana terdapat (berdekatan) dengan

Page 63: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

percabangan sungai tersebut sudah sejak lama ramai karena dijadikan tempat

pelelangan ikan. Penduduk setempatnya menyebutnya Lelonga.

Dahulu terdapat tiga sungai besar yang mengelilingi Kampung Marana yang

menjadikannya tempat strategis transportasi karena berada di persimpangan sungai

tua dari Paccelang, sungai tua dari Baru-baru dan sungai tua dari Siang (SengkaE).

Ketiga sungai tersebut menjadikan Kampung Marana ramai karena berada di

persimpangan cabang sungai (Bahasa Makassar : Pangkana Je’neka) dan di situ pula

terjadi pertemuan dalam ikatan janji, baik dalam bentuk persahabatan, memperkuat

jalinan kekerabatan maupun untuk kepentingan perdagangan. Pedagang yang akan

memasarkan hasil bumi dan dagangannya biasanya mengadakan perjanjian dengan

ucapan, “Anjorengpaki sicini ripangkana je’neka” (nanti kita bertemu di cabang air),

yang dimaksudkan sesungguhnya tempat yang dituju adalah muara Sungai Marana

(sekarang Sungai Pangkajene).

B. Visi dan Misi Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

1. Visi

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memiliki visi sebagai berikut:

“Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan mewujudkan desa modern yang

produktif dan berkarakter menuju daerah yang lebih maju dan mandiri”

2. Misi

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memiliki misi sebagai berikut:

Page 64: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

a. Pembangunan

Rumusan Misi disini lebih fokus pada, yang akan dilakukan untuk

mencapai tujuan yang tercermin dalam Visi. Karena itu dapat di pandang

sebagai pondasi bagi pengambilan kebijakan strategis, juga menjadi ciri

membedakan dengan daerah lain, sebagai berikut

Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan dan

memanfaatkan keunikan sebagai kepulauan untuk kesejahteraan

masyarakat.Meningkatkan kecerdasan, profesionalisme dan karakter SDM.

b. Arah kebijakan dan kebijakan umum

Akselerasi pembangunan dapat dilakukan bila dapat di tetapkan strategi,

arah dan kebijakan pembangunannya yang benar dan jelas, sehingga dapat

menjadi acuan. Pembangunan yang akan dilakukan, secara subtansial fokus

pada pembangunan manusia, terdesentralisasi, berciri religius (bernafaskan

keagamaan) dan kebudayaan, serta peduli lingkungan baik fisik maupun

lingkungan sosial. Karena itu penekanannya pada pemenuhan kebutuhan

masyarakat, menempatkan manusia sebagai objek dan selalu beroriantasi pada

pada kesejahteraan.

1). Mengembangkan ineterkoneksitas dan jejaring antar wilayah di tingkat

nasional, regional dan. internasional.

2). Menciptakan Lingkungan yang kondusif

3). Mencipakan tata kepemerintahan yang back (good governance)

4). Program Unggulan Membangun Desa/ Kelurahan

Page 65: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

5). Bantuan Irigasi, kolam air, bibit, alsintam, alat tangkap untuk petani dan

nelayan

6). ketersediaan air bersih bagi masyarakat desa dan kelurahan

7). Bantuan penerangan jalan umum di desa kelurahan

8). Bantuan Sepra Kesehatan

9). Bantuan SPP Mahasiswa Perguruan Tinggi

10).Bantuan Bedah Rumah di desa/ kelurahan

11). Bantuan Sepra Olahraga

12). Bantuan Keterampilan dan Pelatihan Kerja

13). Bantuan Pasar desa, bundes dan permodalan

14). Bantuan sarana ibadah dan keagamaan

15). Tambahan penghasilan PNS/ Insentif Desa

16). Percepatan Sapra: Penerangan, Telekomunikasi, Transportasi, Air bersih,

Kelautan Perikan di Pulau.

c. Arah kebijakan dan kebijakan umum

Akselerasi pembangunan dapat dilakukan bila dapat di tetapkan strategi,

arah dan kebijakan pembangunannya yang benar dan jelas, sehingga dapat

menjadi acuan. Pembangunan yang akan dilakukan, secara subtansial fokus

pada pembangunan manusia, terdesentralisasi, berciri religius (bernafaskan

keagamaan) dan kebudayaan, serta peduli lingkungan baik fisik maupun

lingkungan sosial. Karena itu penekanannya pada pemenuhan kebutuhan

Page 66: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

masyarakat, menempatkan manusia sebagai objek dan selalu beroriantasi pada

pada kesejahteraan.

C. Arti Lambang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Gambar 3.1.

Lambang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

1. Bentuk

Perisai yang melambangkan kepercayaan atas diri sendiri, ketahanan,

keamanan, dan kesentosaan. Pada Bagian atas perisai, di atas warna putih,

bertuliskan nama kabupaten, Pangkejene dan Kepulauan.

2. Isi

a. Pada bagian yang teratas adalah bintang bersegi lima sebagai perlambang

pancasila, falsafah negara dan bangsa Indonesia.Sementara segi atau sudut yang

menonjol ke atas adalah Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pembimbing

poros dan pembimbing dari sila-sila yang lain. Garis-garis yang ada dalam

tubuh perisai bersumber dan berpusat kepada bintang, perlambang bahwa

Page 67: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

seluruh kepercayaan dan kegiatan bersumber dari falsafah Pancasila yang

Berketuhanan Yang Maha Esa.

b. Pada bagian tengah itu ialah perahu layar, merupakan perlambang daripada

Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang mempunyai wilayah

kepulauan di bagian lautan.Perahu layar dengan tipe dan modelnya yag khas itu

adalah lambang perhubungan dan tranportasi rakyat di Kepulauan Pangkajene

dan Kepulauan.

c. Pada bagian atas kiri perahu tersebut,melingkar dalam bentuk oval, padi dan

kapas, dimana kedua ujungnya bergantung pada bintang,merupakan lambang

kemakmuran rakyat yang merupakan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia.

Pada bagian bawah tangkai pasi dan kapas, bertemu keduanya yang berarti

sandang dan pangan tak dapat dipisahkan, sedangkan pada bagian atasnya,

kedua ujungnya bergantung kepada bintang Pancasila yang Berketuhanan Yang

Maha Esa. Padi dan kapas melingkar berbentuk bulat lonjong (oval)

melambangkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dari Sabang sampai

Merauke,yang di dalamnya pula terdapat rakyat Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan.

d. Pada bagian bawah, yang merupakan landasan padi dan kapas ialah sebuah pita

merah yang di atasnya terdapat tulisan lontara (Bahasa Makassar)

"KUALLEANGI TALLANGA NA TOWALIA", yang bermakna " Lebih Baik

Tenggelam Dari Pada Surut Kembali " merupakan semboyan yang sesuai

dengan watak rakyat Pangkajene dan Kepulauan, makna keselamatan , Pantang

Page 68: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Mundur ", Tulisan lontara itu sendiri perlambang suku : Bugis Makassar, suku

yang mendiami sebagian besar wilayah pangkajene dan Kepulauan.

3 . Warna

a. Warna putih berarti suci,ikhlas dan jujur

b. Warna merah berarti berani, melambangkan bagian daratan pangkajene dan

Kepulauanyang masyarakatnya mempunyai watak yang berani, keras, kemauan

keras dan pantang mundur. Hal ini sesuai dengan alam pangkajene dan

Kepulauan yang merupakan tantangan keras, seperti gunung-gunung nya yang

terdiri dari gunung batu (Merupakan kekayaan sebagai bahan semen), air

sukat,adat dan rasa malu yang mendalam dan lain sebagainya.

c. Warna dasar perisai bagian bawah ialah biru laut, perlambang bahwa hanya

pangkajene dan kepulauan terdiri dari pulau-pulau yang bertebaran di laut yang

luas. Oleh karena itu, terdapat garis-garis putih yang bergelombang sebagai

lambang air.

d. Warna biru laut berarti tabah, lapang dada, penuh keberanian mengarungi

samudera luas, ramah tamah dan makmur.

e. Warna kuning pada bintang dan batang padi,berarti agung,terhormat,jaya,mulia

dan berwibawa.

f. Warna hijau pada kapas, berarti subur, makmur, nikmat dan damai.

g. Warna hitam pasa perahu dan lain-lain berarti cita-cita yang sangat mendalam.

Page 69: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

D. Batas Wilayah dan Letak Geografis

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan merupakan wilayah kepulauan yang

secara geografis terletak antara 110° BT dan 4° 40' Lintang Selatan sampai 8°LS.

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan terletak di pantai Barat Sulawesi Selatan

dengan batas-batas wilayah seperti berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Barru

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Maros

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bone dan Kabupaten Maros

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makssar.

Luas Wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan 1.112,29 Km2, terdiri

dari 13 Kecamatan, 103 desa/kelurahan defenitif yang terdiri dari 38 Kelurahan dan

65 Desa. Dari desa tersebut terdapat 76 lingkungan, 164 dusun, 437 rukun warga dan

1285 rukun tetangga. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan berjarak 51 Km dari

Kota Makassar ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan. Secara Topografi Pangkajene dan

Kepulauan berada di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan yang terdiri dari dataran

rendah dan pegunungan. Dataran rendah seluas 73.721 ha dan pegunungan yang

berada pada ketinggian 100 - 1000 meter diatas permukaan laut. Pada bagian Timur

merupakan batu cadas dan sebagian batubara dan juga ditemukan kandungan batu

marmer.

Wilayah terluas adalah Balocci 143.48 km², Liukang Tangaya 120 km², dan

Tondong Tallasa 111.2 km². Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memiliki ciri

khas sebagai Kabupaten kepulauan dengan 117 Pulau, yang berpenghuni hanya 80

Page 70: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Pulau. Sumberdaya hayati laut dan keanekaragaman biota lautnya, khususnya

terumbu karang menyebabkan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan ditunjuk

sebagai lokasi proyek COREMAP II di Sulawesi Selatan. Selain Kabupaten Selayar

yang dikenal dengan wilayah Takaboneratenya. Adapun luas wilayah per kecamatan

di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1

Luas Wilayah Per-Kecamatan dan Jumlah Kelurahan

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Kecamatan

Jumlah

Kel/Desa

Luas (km2)

Luas Daratan

Luas

Perairan

Luas Total

Persentase

Liukang

Tangaya

9 47.71 72.29 120.00 10.79

Liukang

Kalmas

7 35.89 55.61 91.50 8.23

Liukang

Tupabbiring

9 2.03 52.41 54.44 4.89

Liukang

Tupabbiring

Utara

7 2.80 82.76 85.56 7.69

Pangkajene 9 47.39 0.00 47.39 4.26

Minasatene 8 76.48 0.00 76.48 6.88

Balocci 5 143.48 0.00 143.48 12.90

Tondong

Tallasa

6 111.20 0.00 111.20 10.00

Bungoro 8 90.12 0.00 90.12 8.10

Labakkang 13 97.48 0.98 98.46 8.85

Ma’rang

10 75.12 0.10 75.22 6.76

Sigeri 6 78.28 0.00 78.28 7.04

Mandalle 6 40.16 0.00 40.16 3.61

Jumlah 103 848.14 264.15 11112.29 100.00

Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam Angka (2017: 8)

Page 71: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

E. Sosial Budaya

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dikenal sebagai daerah yang memiliki

banyak potensi sumber daya bidang Perikanan, Pertanian dan Pertambangan.Hal

inilah yang mendorong pesatnya perkembangan aktivitas masyarakat baik dari aspek

sosial budaya dan ekonomi. Masuknya Proyek COREMAP II bertujuan menjaga,

merehabilitasi terumbu karang yang saat ini mengalami banyak kerusakan karena

perilaku masyarakat nelayan yang menggunakan bom atau bius (sianida) saat melaut.

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan juga dikenal memiliki masyarakat yang

terampil dalam membudidayakan udang, bahkan di era 80-90an Pangkajene dan

Kepulauan sebagai Kabupaten penyuplai Udang dan Bandeng di Sulawesi Selatan.

Masyarakatnya dikenal sejahtera yang ditandai dengan setiap tahunnya jumlah

masyarakat yang mendaftar untuk menunaikan ibadah haji meningkat.

Hasil produksi Pangkajene dan Kepulauan selain dikenal sebagai penghasil

udang dan Bandeng, juga memiliki hasil pertanian yang beragam mulai dari tanaman

musiman maupun tahunan. Aktivitas pertambangan juga terus berkembang, mulai

dari industri kimia, batubara dan marmer. Produksinya selain untuk memenuhi

kebutuhan di dalam negeri juga di eksport keberbagai Propinsi dan Negara tetangga.

karena itu di kabupaten Pangkajene dan Kepulauan ditemukan industri kecil,

menengah dan industri besar. Salah satu produk yang cukup dikenal adalah Semen

Tonasa yang sudah terkenal bukan hanya di Indonesia tetapi juga di Asia.

Dalam dinamika pembangunan diberbagai bidang baik jangka pendek,

menengah maupun jangka panjang, peran dan fungsi penduduk sangat strategis oleh

Page 72: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

karenanya pembangunan bidang kependudukan selalu mendapat tempat utama. Hal

ini disebabkan oleh akhir dari setiap tujuan pembangunan adalah meningkatkan mutu

penduduk secara utuh dan menyeluruh yang biasanya diawali dengan perbaikan

kualitas sumberdaya manusia (SDM).

F. Agama

Dari aspek Agama, Masyarakat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

mayoritas Islam dengan komposisi mencapai 95%. Selebihnya agama Kristen

Protestan, Katolik dan Budha.

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Kecamatan dan Agama yang dianut

di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

No Agama Jumlah Penganut

1 Islam 320.440

2 Protestan 1.907

3 Katolik 151

4 Hindu -

5 Budha 23

6 Kong Hu Chu -

Jumlah 322.521

Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan Tahun 2015

Pembangunan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduknya,

karena penduduk merupakan aset yang sangat penting bagi suatu daerah. Jumlah

penduduk menjadi ukuran dalam menilai perkembangan pembangunan. Namun disisi

lain penduduk dapat pula menjadi beban bagi daerah. Oleh karena itu jumlah

penduduk perlu diarahkan dan disesuaikan dengan daya dukung lingkungan serta

Page 73: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

kebutuhan pembangunan agar dapat memberikan manfaat maksimal. Selain itu,

adapun jumlah tempat peribadatan di Kabupaten Pangkajene dan kepulauan adalah

sebagai berikut.

Tabel 3.3

Jumlah Jumlah Tempat Peribadatan Menurut Kecamatan

di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

No Rumah Peribadatan Jumlah

1 Masjid 439

2 Mushollah 62

3 Gereja Protestan 4

4 Gereja Katolik -

5 Pura -

6 Vihara -

Jumlah 505

Sumber: Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam Angka (2017: 98)

Page 74: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

Pengungkapan Diri dan Perilaku Komunikasi Perempuan Bercadar Di

Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan.

Adapun hasil penelitian ini diperoleh berdasarkan observasi dan wawancara

yang telah dilakukan oleh penulis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap

informan terkait yakni tujuh orang perempuan bercadar di Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan dengan kriteria informan yaitu perempuan bercadar yang telah

mengenakan cadar minimal satu bulan, hal ini untuk melihat bagaimana pengguna

cadar khususnya pengguna cadar pemula dalam berkomunikasi ditengah masyarakat.

Usia minimal 20 tahun, pemilihan usia ini bertujuan untuk melihat bagaimana

pengguna cadar usia muda melalukan komunikasi dengan masyarakat. Dan bertempat

tinggal di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan minimal satu tahun, hal ini untuk

melihat bagaimana perempuan bercadar selama tinggal dan berkomunikasi dengan

masyarakat dalam kurun waktu tersebut. Dalam melakukan penelitian penulis

melakukan pendekatan dengan informan seperti mengajak berkenalan dan

menanyakan bagaimana kemudian memutuskan untuk bercadar dan bagaimana

berperilaku ditengah msayarakat etnik Bugis dan hal-hal umum tentang dirinya.

Page 75: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan sekali pada tiap-tiap informan karena

dirasa cukup untuk memenuhi pertayaan penelitian yang ingin penulis ketahui.

Adapun informan lain dalam penelitian ini yakni lima orang perempuan yang tidak

mengenakan cadar dan satu orang tokoh agama.

1. Identitas Informan

Selama proses penelitian berlangsung maka penulis telah melakukan

wawancara kepada tujuh orang yang telah memenuhi kriteria informan dengan

latar belakang pekerjaan yang berbeda-beda seperti guru, PNS, pegawai toko, ibu

rumah tangga dan mahasiswi. Dengan latar belakang profesi informan yang

berbeda-beda diharapkan dapat diperoleh informasi berbeda pula yang

melatarbelakangi informan dalam keputusannya mengenakan cadar. Adapun data

mengenai informan dapat dilihat pada tabel 4.1.

Berikut ini adalah daftar nama-nama informan yang kemudian penulis

samarkan dengan tujuan untuk menjaga identitas para informan.

Tabel 4.1

Identitas Informan Perempuan Bercadar

No

Inisial

Informan

Pekerjaan

Usia

Organisasi Islam

Lama

Mengenakan

Cadar

1. SNA Guru 28 Tahun Wahdah 10 Bulan

2. RF PNS 35 Tahun Wahdah 13 Tahun

3. UF Karyawan Toko 25 Tahun Wahdah 1 Tahun

4. ML Ibu Rumah

Tangga

20 Tahun Hizbuh Tahrir 1 Tahun

5. SW Guru 23 Tahun Wahdah 2 Bulan

Page 76: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

6. RM Guru Tahfidz 27 Tahun Wahdah 7 Tahun

7. NN Mahasiswi 23 Tahun Wahdah 1 Tahun

Sumber: Data Primer (2018)

Untuk lebih jelasnya tabel 4.1, terkait identitas informan perempuan bercadar

dapat dijelaskan pada penjelasan sebagai berikut:

1.1 Informan SNA

SNA merupakan seorang guru disalah satu sekolah menengah kejuruan di

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. SNA yang kini menginjak usia 28

tahun mengenakan cadar sejak Juni 2017 silam. Keputusannya dalam

mengenakan cadar diakui karena selain merasa aman dan nyama juga untuk

menjalankan sunnah Rasulullah SAW. Perempuan yang telah bercadar 10

bulan ini mengaku keputusannya dalam mengenakan cadar juga karena

mengikuti sebagian ulama yang berpendapat bahwa hukum cadar ialah wajib,

yang kemudian didukung penuh oleh suaminya. Selain itu, kedua orang tua

SNA juga menyetujui keputusan SNA untuk mengenakan cadar, dengan

alasan untuk kebaikan. Menurutnya pula perempuan itu diibaratkan seperti

mutiara yang tidak mudah didaptkan dan terjaga. Adapun alasan SNA dalam

keputusannya mengenakan cadar disampaikan langsung sebagai berikut.

Kan sebagian ulama berpendapat bahwa cadar itu wajib. Saya lihat ada juga

ulama yang berpendapat bahwa hukumnya sunnah, memang kalau dilihat

didalam Al-quran hukumnya cuma muka dan telapak tangan. Tapi Imam

Syafi’i mengatakan bahwa hukum cadar itu wajib, yah kita lihat saja

filosofinya seperti ini, ketika misalnya kita lihat kaki, kaki saja dibungkus

yang pada umumnya kalau dikatakan kaki tidak menarik apalagi kalau muka

yang merupakan pandangan pertama ketika orang melihat. Saya juga berawal

Page 77: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

dari kebiasaan ji sebenarnya, saya rasa nyaman dan lebih aman ki kurasa,

beda kalau kayak terlihat ki muka ta. Kalau kututup ki kayak ku rasa aman ka,

MasyaAllah itu menjalankan sunnahnya Nabi merasa aman ki dirasa. Ketika

menarik perhatian ki akan menjadi fitnah sedangkan kita perempuan.

Perempuan itu bak mutiara yang tidak gampang orang dapatkan. Kan kalau

menjalankan ki sunnah dapat ki pahala, kalau ditinggalkan kan merugi ki. Yah

hakikatnya hukum sunnah kalau misalnya ditinggalkan kita merugi, bukan

tidak apa-apa tapi merugi. Kalau dijalankan dapat ki pahala jadi selama kita

menjalankan sunnah mengalir insyaAllah pahala. Meskipun ada yang

berpendapat kecuali muka dan telapak tangan jangan berlebihan, ada yang

berpendapat kalau ini kebiasaan Arab, tidak. Islam itu yah seperti itu.

(Wawancara, 2 April 2018)

1.2 Informan RF

RF merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang kini bekerja di

salah satu Dinas di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Ia mengatakan

keputusannya untuk mengenakan cadar telah mantap ketika Ia masih

menduduki bangku kuliah semester akhir, tepatnya 2005 silam yang berarti Ia

telah bercadar sekitar 13 tahun. Keputusan RF untuk mengenakan cadar

diakui selain karena adanya dorongan dari diri sendiri juga untuk menambah

bentuk ibadah dengan menjalankan salah satu sunnah. Dorongan dari ustazah

dan teman-teman pengajian membuat RF semakin mantap untuk mengenakan

cadar, walaupun awalnya RF mengaku tidak mendapatkan persetujuan dari

ibunya yang merupakan seorang muallaf, RF yang hanya mendapatkan

persetujuan dari ayah kemudian terus meyakinkan ibunya sehingga kemudian

diizinkan. Adapun alasan RF kemudian memutuskan untuk bercadar

diungkapkan sebagai berikut.

Page 78: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Saya sudah lama mi dari tahun 2005 waktu masih kuliah, akhir-akhir kuliah.

Alasannya karena mengikuti sunnah, selain itu dorongan dari diri pribadi,

menambah bentuk ibadah juga. Kalau sekedar untuk memotivasi dari teman,

dari ustazah memberikan motivasi tapi kan kembali ke kitanya. Kalau orang

tua, bapak itu tidak ada masalah, mama yang sangat tidak mendukung, cuman

Alhamdulillah mama itu tidak ji seperti orang lain yang harus dibuka karena

tidak setuju, tidak. Jadi mama itu memang tidak suka tapi juga tidak

menyuruh untuk membuka. Yah Alhamdulillah kalau bapak menyetujui. Kan

kalau mama ku memang dia muallaf ki. Tapi itu pas awal-awal, sekarang

Alhamdulillah mendukung sekali mi. (Wawancara, 10 April 2018)

1.3 Informan UF

Informan ketiga yakni UF yang kini bekerja di salah satu toko busana

muslim mengaku telah mengenakan jilbab besar sejak Ia belum bekerja di

toko busana muslim ditempat sekarang Ia bekerja. UF yang kini aktif dalam

sebuah organisasi Islam mengatakan keingintahuannya untuk mempelajari

Islam bukan karena ajakan dari pihak manapun seperti halnya teman-

temannya yang lain. UF mengenakan cadar sejak April 2017 silam yang

berarti Ia telah bercadar selama 1 tahun, UF merasa ada perasaan malu ketika

dilihat orang. Selain itu UF juga mengaku dalam keputusannya mengenakan

cadar mendapatkan pertentangan keras dari orang tua dan kakaknya. Namun

UF tetap berusaha hingga orangtuanya mengizinkan. Pertentangan yang sama

juga datang dari pihak keluarga besar UF, mereka menolak keras keputusan

UF dalam mengenakan cadar, namun UF berpendapat bahwa ketika ridho

orang tua sudah Ia dapatkan, maka hal-hal lain yang menentang keputusannya

Page 79: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

dalam mengenakan cadar kemudian tidak Ia fikirkan lagi. Berikut alasan UF

dalam keputusannya mengenakan cadar

Awalnya juga saya adalah orang yang kalau lihat orang yang bercadar eh ini

orang bercadar ribet sekali maksudnya nda panas itu. Tapi masyaAllah

ketika saya hijrah belajar, belajar semakin belajar ilmu agama, disitu saya

dapatkan bahwa sekedar kita mengulurkan jilbab yang panjang saja itu tidak

cukup karena muka itu masih berseliweran dan masih ada rasa malu ketika

orang melihat kita. Jadi disitu saya berfikir wah saya rasa ini masih ada yang

kurang dari dalam diriku. Saya memutuskan dengan begitu lama juga

meminta persetujuan orangtua, tentu kita juga harus meminta ijin dari orang

tua karena bagaimana pun ditengah apalagi kita orang Labakkang ini terkenal

sekali dengan adatnya, itu yang susah untuk dipatahkan. Pandangannya orang

itu sama kita luar biasa. Jadi disitu harus siap juga dengan semuanya pasti

orang tua melihat dari segi sekitarnya juga. Awalnya saya minta izin dulu

sama orang tua, Ma’ mauka bercadar. Pertama itu sangat dibenci, mama

menolak, kakak perempuan juga menolak. Tidak usah mi, itu saja jilbab

sudah luar biasa sekali mi panjangnya, sudah hitam-hitam panjang lagi, mau

lagi tambah bercadar saya tidak suka. Mama marah-marah awalnya, saya

simpan lagi, saya tahan dulu. Lama-lama semakin besar keinginan, minta ijin

lagi, masih ditolak. Kurang lebih berapa kali saya minta baru diijinkan sama

orang tua, itupun orang tua bilang pake mi tapi itu pi kalau keluar, kalau bisa

jangan dipasang dirumah, dipinggir jalan baru dipasang yang jelas keluar

dari rumah. Terus saya bilang Tidak bisa Ma’ pasti otomatis kelihatan ji lagi

muka ta dipinggir jalan, saya harus pasang ini dari rumah. Mama tersenyum

ji disitu, disitu saya bilang senyum mi mama ku berarti sudah ada keridhoan

dari orang tua. (Wawancara, 11 April 2018)

1.4 Informan ML

ML yang kini memiliki seorang putri berusia 6 bulan mengaku telah

mengenakan cadar setahun silam sejak usianya masih 19 tahun. ML yang kini

menginjak usia 20 tahun mengaku tidak memiliki pertentangan dari kedua

orang tua dan juga keluarga besarnya tentang keputusannya dalam

Page 80: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

mengenakan cadar, hal ini dikarenakan orang tua ML yang memang telah

paham ilmu agama. ML berpendapat bahwa keputusannya dalam mengenakan

cadar mampu membuat Ia lebih menjaga jarak dari laki-laki kemudian

keputusannya untuk mengenakan cadar sangat didukung penuh oleh

suaminya. Adapaun alasan mengapa ML kemudian memutuskan untuk

mengenakan cadar diungkapkan sebagai berikut.

Karena memang mau sih, selain itu lebih nyaman, karena lebih jaga jarak

sama laki-laki, laki-laki lebih jaga jarak lebih sopan dibanding sebelum-

sebelumnya. Dulu memang mau pake cadar tapi tidak dibolehkan sama orang

tua, nda usah mi dulu, sudah pi nikah baru pake cadar. Setelah menikah

suami bilang pake cadar mi jadi dari situ mi. Ada juga dari keluarga yang

sekarang sudah bercadar, Alhamdulillah. Kalau dari keluarga, setuju semua ji.

Mungkin kalau orang diluar misalnya lagi jalan ki biasa juga risih orang,

karena memang dia begitu mi mungkin belum mengerti karena masih, jarang

baru tiga orang kayaknya disini. (Wawancara, 12 April 2018)

1.5 Informan SW

Terhitung baru dua bulan SW mengenakan cadar, diusia 23 tahun Ia

membulatkan tekad untuk mengenakan cadar setelah pertentangan hebat dari

orang tua terutama ayahnya. SW yang juga seorang guru di sekolah dasar

mengaku berada di tengah keluarga yang masih sangat kental dengan tradisi

etnik Bugis merupakan sebuah tantangan dalam mengenakan cadar. Awalnya

saat Ia masih mengenakan jilbab besar Ia bahkan harus mengganti jilbab

pendek ketika pulang ke rumahnya sebab seringkali mendapat teguran dari

keluarganya. Berikut alasan SW dalam keputusannya mengenakan cadar.

Page 81: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Sebenarnya awalnya itu karena malu ji. Sebenarnya paling mendasar awalnya

itu tidak mau ketahuan sama senior, tapi maksudnya sambil belajar juga

disini, selalu ikut tarbiyah dapat mi juga ilmunya, nyaman mi kurasa pake

scraf jadi akhirnya lebih baik pake cadar mi kayaknya sekalian belajar juga.

Kalau yang kurang setuju lebih kepada Bapak selain itu di kampung pake

jilbab besar itu jarang. Dari kecil pendidikan agama itu tidak terlalu di ajarkan

memang sama keluarga. Terus kalau keputusan kenapa saya pake cadar

karena saya sendiri. Kalau dibilang ikut-ikutan nda ji juga ikut-ikutan, karena

memang kayak mauji menutup. Awalnya itu karena malu karena itu tadi, ada

senior tapi lama-lama sudah paham juga sudah nyaman jadi terus mi sampai

sekarang. Bahkan sebelum pake jilbab besar, sebelum pake cadar masih jilbab

yang lebar biasanya kan sehari-hari itu nda pake jilbab, tapi pas kuliah mulai

pake jilbab bahkan langsung pake jilbab yang agak panjang. Jadi bapak

bilang nda ikut ji aliran-aliran lain? maksudnya pas juga lagi marak-

maraknya diberita tentang teroris, bukan ji aliran seperti itu mu ikuti? Jadi

saya kasi pengertian bapak ini bukan insyaAllah. Kita tarbiyah di dalamnya

belajar mengaji ji nda pernah diajar kayak anu senjata, jadi kuyakinkan

insyaAllah tidak ji malah menurutku ini mi yang benar. Kan saya juga jarang

pulang kampung kebanyakan tinggal di kos atau tinggal di sekret, jadi kalau

pulang paling ditanya lagi, disewoti lagi, tapi begitu kalau agak tidak enak mi

didengar paling didiami ji. Ya Alhamdulillah ini nda terlalu mi. (Wawancara,

12 April 2018)

1.6 Informan RM

RM merupakan informan yang kini berusia 27 tahun dan telah

memutuskan bercadar sejak 2011 silam yang berarti Ia telah bercadar selama

7 tahun. RM yang kini bekerja sebagai tenaga pendidik disalah satu sekolah

tahfidz di Pangkep mengaku keputusannya untuk bercadar dikarenakan untuk

mengikuti sunnah. Selain itu, keberadaan RM ditengah perempuan bercadar

selama masih kuliah juga merupakan salah satu pendorong dalam

keputusannya untuk mengenakan cadar. Pertentangan dari pihak keluarga

Page 82: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

tentu juga dirasakan RM, namun tidak berlangsung lama karena berada

ditengah keluarga yang telah paham ilmu agama. Keputusan RM untuk

mengenakan cadar kemudian diutarakan sebagai berikut.

Saya pake cadar dari 2011, berarti sudah sekitar 7 tahun. Dalam al-quran

disebutkan bahwa perempuan-perempuan yang beriman yang menutup

auratnya mulai dari atas kepala hingga kaki. Meskipun masih ada

pertentangan diantara ulama terkait hukumnya apakah dia wajib atau sunnah

yang jelas pertentangan diantara ulama itu tidak ada lagi perbedaan semua

sepakat bahwa dengan cadar bagi wanita muslim itu dia bisa menjadi satu

kemuliaan. kalau dari keluarga Alhamdulillah mereka menerima walaupun

sebenarnya tidak ada orangtua yang mau melihat anaknya bercadar, karena

memang minimnya pemahaman orangtua. Tapi sejauh ini tidak ada ancaman,

tidak ada juga tekanan, cibiran-cibiran dari keluarga dan orang lain memang

ada, tapi sekedar dikeluarkan saja tidak sampai mengambil sikap. Kemarin

kan saya tinggal sama akhwat juga, rata-rata perempuan bercadar di

Makassar, pada saat itu saya coba cadarnya itu kakak masyaAllah cantiknya

kalau bercadar ki, kemudian besoknya saya pake dan betul-betul

pengaturannya Allah karena bersamaan ka ada seorang akhwat jadi membuat

saya semakin kuat. (wawancara, 21 Mei 2018).

1.7 Informan NN

NN yang kini masih menjalankan pendidikannya di Universitas Terbuka

di Kabupaten Pangkep menerangkan bahwa keputusannya dalam mengenakan

cadar terhitung Maret 2017. Awal keputusannya untuk mengenakan cadar NN

tidak mendpatkan persetujuan dari keluarga. NN yang kini berusia 23 tahun

mengutarakan bahwa keputusannya dalam mengenakan cadar selain untuk

menjalankan sunnah juga untuk melindungi dirinya dari gangguan yang bukan

mahrom. Berikut keterangan NN dalam keputusannya untuk mengenakan

cadar.

Page 83: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Pake cadar itu kemarin waktu Maret 2017. Kemarin itu kenapa saya yakin

sekali mau pake cadar karena saya sebenarnya sudah lama memang pake

jilbab besar tapi dengan jilbab besar ku itu saya yakin kalau sudah aman, tidak

ada lagi orang yang ganggu, tapi kemarin pas jalan terus ada laki-laki, biasa

laki-laki kayak suit-suit begitu, saya sudah pake jilbab besar tapi masih

diganggu laki-laki bagaimana kalau jilbab pendek, jadi bismillah ma pake

cadar. Ditambah juga orang kan kalau melihat ki langsung di wajah dulu baru

setiap hari naik pete-pete supaya amannya pake cadar ditambah juga itu

sunnah jadi sekalian juga dapat pahala, untuk menjaga diri juga. Sebenarnya

itu kalau aman ji tidak ji tapi kalau misalnya tidak aman mi bagi kita ditambah

perempuan ki baru keluar sendiri mending pake ki. Awalnya itu tidak ada

yang setuju cuma tidak langsung ka pake cadar, awalnya itu pake jilbab besar

dulu, kemudian sampai dilutut, lama pake masker ka terus ganti lagi pake

yang segitiga yang syal itu, yang sesuai dengan warna jilbab itu lagi satu

tahun saya pake untuk beradaptasi. Membiasakan diri dulu supaya mereka

tidak kaget, baru saya pakai cadar. Cuma begitu mereka tidak setuju. Kalau

disini kan ceritanya sudah terbiasa liat, cuman kalau pulang kampung ka

begitu mi kalau orang baru ka na liat kayak sinis ki. Kalau misalnya ujiannya

lolos dari keluarga pasti ada dari masyarakat, dari tetangga. Seperti ini, lolos

ka dari keluarga dari tetangga lagi. (wawancara, 21 Mei 2018)

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa alasan informan

untuk mengenakan cadar adalah untuk (1) menjalankan sunnah, (2)

melindungi diri dari fitnah, dan (3) perasaan lebih aman dan nyaman.

Meskipun ada alasan lain yang sifatnya mendorong keputusan mereka

bercadar seperti (4) adanya dorongan dari ustazah atau sesama pengguna

cadar dan (5) rutin mengikuti kajian dalam sebuah organisasi Islam.

Page 84: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Tabel 4.2

Identitas Informan Perempuan yang Tidak Bercadar

No

Inisial

Informan

Pekerjaan

Usia

1. ST Petani 40 Tahun

2. RY Pegawai 22 Tahun

3. RS Pegawai 23 Tahun

4 MDN Guru 30 Tahun

5. NAM Mahasiswi 21 Tahun

Sumber: Data Primer (2018)

1.1 Informan ST

ST merupakan salah satu informan yang berprofesi sebagia petani di

Kabupaten Pangkep. ST yang berusia 40 tahun mengaku memiliki keluarga

yang mengenakan cadar. Walau demikian ST tetap memiliki persepsi yang

berbeda tentang perempuan bercadar seperti telalu berlebihan dan terkesan

repot dengan pakaiannya. Berikut keterangan ST terhadap perempuan

bercadar.

“Kalau menurut saya perempuan bercadar itu repot, lebih sering tinggal ji

dirumah. Kalau saya setuju-setuju saja sama kehadirannya (perempuann

bercadar). Tapi itu lagi kalau saya panas kuliat.” (Wawancara, 13 April 2018)

1.2 Informan RY

RY merupakan staff disalah satu puskesmas di Kabupaten Pangkep.

RY yang berusia 22 tahun mengatakan memiliki pengalaman dengan

perempuan bercadar. Saat masih duduk di bangku Sekolah Menengan Pertama

(SMP) RY pernah diajar oleh salah satu guru yang menggunakan cadar.

Page 85: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Namun kehadiran guru RY yang mengenakan cadar awalnya membuat RY

memberikan stigma negatif tentang perempuan bercadar karena menurutnya

gurunya suka marah sehingga Ia memberikan simpulan bahwa semua

perempuan bercadar itu galak dan suka marah. Namun hal tersebut berubah

ketika RY telah bekerja di puskesmas dan banyak menemui pasien yang tak

jarang adalah perempuan bercadar. Adapun pandangan RY terhadap

perempuan bercadar sebgai berikut.

Awal-awalnya saya liat kan pas SMP guru ku sering dipanggil ninja hatori,

teman juga biasa bilang kalau lewat eh ada ibu ninja hatori disana, kayak

begitu. Kalau sekarang sering mi liat jadi biasa mi, seperti halnya perempuan

berjilbab panjang sering ki liat sekarang. Waktu SMP, kalau sekarang

palingan kalau ada pasien datang di puskesmas tapi tidak pernah bicara lama.

(Wawancara, 14 April 2018)

1.3 Informan RS

RS merupakan salah satu informan perempuan yang tidak bercadar.

RS yang berusia 23 tahun mengaku pernah dengan cukup intens

berkomunikasi secara langsung dengan perempuan bercadar sewaktu

menjalankan pendidikan disalah satu universitas swasta, RS memiliki seorang

dosen yang bercadar serta rutin memberikan kajian dengan mahasiswanya

sehingga RS tidak asing ketika bertemu ataupun berkomunikasi langsung

dengan perempuan bercadar. Adapun pandangan RS terkait perempuan

bercadar adalah sebagia berikut.

Menurut saya perempuan bercadar itu sah-sah saja kalau saya, itu kan masalah

keyakinannya orang, tidak bisa kita paksakan mereka untuk tidak bercadar

Page 86: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

atau memaksakan orang untuk bercadar karena itu keyakinannya dia mau

seperti itu tidak bisa dipaksakan untuk tidak memakai dan tidak dipaksakan

untuk memakainya. (Wawancara, 15 April 2018)

1.4 Informan MDN

MDN merupakan seorang guru di salah satu sekolah dasar di Kabupaten

Pangkep. MDN yang berusia 30 tahun kemudian dipilih sebagai informan dalam

penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pandangan MDN terhadap perempaun

bercadar yang juga memiliki profesi yang sama dengan dirinya. Berikut pandangan

MDN terhadap perempuan bercadar.

Pandangan saya yah biasa-biasa. Kalau ketemu tidak menyapa tidak juga

disapa (Wawancara, 23 Mei 2018)

1.5 Informan NAM

NAM merupakan mahasiswi berusia 21 tahun. NAM dipilih sebagai

informan adalah untuk melihat bagaimana NAM sebagai mahasiswa melihat

hadirnya perempuan bercadar ditengah masyarakat yang masih kental dengan

tradisi etnik Bugis. Adapun pandangan NAM terhadap perempuan bercadar

kemudian diutarakan sebagai berikut.

Kalau perempuan sudah bercadar itu sudah berada pada tahap yang tinggi

sekali, yang memang sudah dipelajari semua tentang agama sudah mengerti

bahwa ini yang dilarang agama bahwa ini yang boleh, taraf yang paling tinggi

kalau bercadar. Ada satu yang sering kuperhatikan kalau perempuan bercadar

tapi nda semuanya, tapi kalau perempuan bercadar terkesan tertutup menurutku.

(Wawancara, 23 Mei 2018)

Page 87: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Tabel 4.3

Identitas Informan Tokoh Agama

No

Inisial

Informan

Pekerjaan

Usia

1. MZ Pensiunan 70 Tahun

Sumber: Data Primer (2018)

Informan MZ

MZ merupakan salah satu tokoh agama di Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan. Bekerja di kementrian agama dan pernah menjabat sebagai

kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di kecamatan Labbakang di Kabupaten

Pangkep selama 32 tahun membuat MZ cukup banyak mengetahui kehadiran

perempuan bercadar walaupun Ia sendiri jarang melakukan komunikasi

dengan perempuan bercadar. Menurutnya kehadiran perempuan bercadar tidak

begitu membawa pengaruh terhadap masyarakat serta menurutnya pula

menggunakan cadar bukanlah kebiasaan masyarakat Indonesia melainkan

kebiasaan Arab.

Cuma saya liat itu kebudayaan asing karena dia punya wajah ditutup, karena

memang kebudayaannya memang dari Saudi Arabia. Begitulah dia

(perempuan bercadar) punya karakter karena kita tidak bisa cegah orang

karena kita tidak punya hak. Ada juga disini dibelakang masjid begitu. Kalau

di Labakkang tidak terpengaruh begitu, tidak ada pengaruhnya. (Wawancara,

22 Mei 2018)

Page 88: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

2. Pengungkapan Diri Perempuan Bercadar

Tabel 4.4

Self Disclosure / Pengungkapan diri Perempuan Bercadar

Informan

Self disclosure / Pengungkapan diri

Terbuka

(Open Self)

Tertutup

(Hidden Self)

SNA Ya

-

RF - Ya

UF Ya -

ML - Ya

SW -

Ya

RM - Ya

NN Ya -

Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan tabel 4.4 kemudian dapat dijelaskan bahwa dalam proses

pengungkapan diri atau self disclosure perempuan bercadar dalam

masyarakat tidak semua perempuan bercadar di Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan mampu melakukan self disclosure dalam masyarakat. Empat

dari tujuh informan mengungkapkan menutup diri dari masyarakat setelah

bercadar. RF salah satunya, salah satu yang membuat RF kemudian tidak

membuka diri terhadap lingkungannya adalah perlakuan diskriminatif yang

pernah Ia alami yang kemudian dituturkan sebagai berikut.

Page 89: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Biasa kita dibilangi ninja, kalau masyarakat awam biasa kalau kita lewat

depan rumahnya. Kalau di Pangkep itu masih ada yang begitu karena

memang masih banyak orang yang tidak paham, jarang melihat yang

begini. Pernah ji juga tahun lalu kayaknya itu saya pergi dipertemuan,

memang itu hari saya tidak bawah surat tugas, saya dilarang masuk,

padahal ada yang sebelum ku tidak bawa surat tugas tapi boleh masuk. Itu

ji yang pertama saya kayak dicurigai kayak apa. (Wawancara, 10 April

2018)

Hal yang sama dikemukakan oleh SW yang kemudian tertutup karena tidak

jarang mendapatkan perlakuan diskriminatif terutama dari pria yang

membuat dirinya merasa asing.

Kalau naik motor atau jalan itu di keramaian biasa ada cowok-cowok

bilang ninja, kuabaikan ji. Kalau dikampung nda ji, paling kayak dipasar

atau dimana yang ada titik-titik dan kebanayakn sih cowok yang kayak

begitu. (Wawancara, 12 April 2018)

Selain perasaan asing, alasan lain perempuan bercadar enggan membuka

diri dengan lingkungannya karena tak jarang mendapatkan perlakuan yang

tidak baik bahkan dari orang terdekat sendiri, seperti yang dikemunkakan

oleh RM.

Pernah itu hari kayaknya musim kemarau tiba-tiba saya ke sawah turun

hujan, tetangga semua itu bilang edede gara-gara kau mi itu. Atau ada

juga teman-teman SMP, SMA yang kalau ketemu dijalan langsung ji na

buka cadar tanpa merasa bersalah, becanda ji tapi langsung na buka. Biasa

juga langsung masuk ji di jilabab ta. (Wawancara, Mei 2018)

Namun tidak semua perempuan bercadar menolak melakukan

pengungkapan diri dengan masyarakat setelah memutuskan bercadar salah

Page 90: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

satunya UF. Menurutnya setelah memutuskan untuk hijrah dan bercadar

bukan berarti Ia lantas menutup diri.

Sebenarnya itu yang salah dari sebagian akhwat yang sudah berhijab besar

mungkin karena ketika kita berpakaian seperti ini, mengenal agama Islam

justru kita harusnya semakin terbuka dengan mereka, bagaimana kita bisa

berkomunikasi dengan mereka dengan baik, tetap menjaga silaturahim

dengan tetangga meskipun dia mungkin belum paham seutuhnya dengan

agama. Ketika kita sudah berhijrah, karena sibuk juga di organisasi jadi

kadang kita tidak berkomunikasi sama masyarakat tetapi seharusnya ketika

kita sudah berhijrah mengenal agama harusnya kita lebih terbuka dengan

mereka karena itu adalah ladang pahala untuk kita, kita harus mengajak

mereka menjadi lebih baik. (Wawancara, 11 April 2018)

Hal yang sama diungkapkan oleh SNA, bahwa ketika memutuskan

bercadar harusnya akhwat lebih membuka diri dengan masyarakat dengan

hal-hal kecil saja seperti mengucapkan salam ketika bertemu.

Padahal mungkin orang itu sebenarnya mau disapa. Tapi kita biasa

terkadang kita yang duluan mengasingkan itu orang, kita merasa asing

duluan padahal biasa tenang-tenang ji kalau orang baru kalau misalnya

baru masuk dilingkungannya, tapi misalnya kalau orang akhwat yah justru

ditau mi sebenarnya kalau bukan saya yang menyapa duluan yah dia. Kan

kalau orang awam biasa na liati-liati ki dulu kayak merasa aneh ki na liat.

Jadi kita biasa merasa juga ih kayak asing ka. Tapi sebenarnya biasa itu

justru begitu mi yang mau disapa supaya tidak bagaimana dia rasa.

(Wawancara, 2 April 2018)

Demikian pula diungkapkan oleh NN, ketika memutuskan bercadar tak

jarang NN mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan dari

lingkungan sekitarnya namun menurutnya hal tersebut bukan alasan untuk

NN untuk kemudian menutup diri dari masyarakat sekitarnya. NN selalu

Page 91: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

menyapa orang-orang terlebih dahulu dengan begitu masyarakat mampu

terbiasa dengan kehadiran dirinya.

Kalau misalnya ada orang yang kumpul-kumpul teriak ka menyapa, karena

kalau bukan kita yang menyapa susah, kalau cuma senyum tidak akan

terlihat selain itu supaya mereka tidak aneh ki dengan keberadaan ta.

(wawancara, 21 Mei 2018)

3. Perilakau Komunikasi Perempuan Bercadar dalam masyarakat

Memutuskan untuk bercadar bukan berarti membatasi komunikasi secara

langsung. Penggunaan komunikasi verbal/langsung merupakan komunikasi paling

efektif meski dalam kondisi bercadar sekalipun. Komunikasi verbal tetap menjadi

cara yang paling efektif untuk menyampaikan apa yang dianggap benar dan perlu

untuk diketahui oleh banyak orang, berdakwah salah satunya.

Untuk mendukung komunikasi verbal penting kemudian untuk

melakukan komunikasi non verbal terutama bagi perempuan bercadar ketika

berkomunikasi khususnya dengan lawan komunikasi pria. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan menemukan bahwa komunikasi non verbal masih dilakukan untuk

mempertegas maksud tujuan yang ingin disampaikan pengguna cadar. Adapun

perilaku komunikasi perempuan bercadar di Kabupaten Pangkajene dan

Kepulauan adalah sebagai berikut.

Menggunakan cadar bukan berarti hambatan dalam melakukan komunikasi.

Bagi perempuan bercadar banyak cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan

maksud dan tujuan salah satunya dengan komunikasi non verbal. Komunikasi non

verbal juga sangat membantu dalam mempertegas ucapan yang mungkin kurang

Page 92: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

diterima dengan baik oleh lawan komunikasi. Berikut bagaimana perilaku

komunikasi verbal dan non verbal dari para informan terhadap masyarakat imum

dan pengguna cadar.

3.1 Perbedaan Perilaku Komunikasi Perempuan Bercadar

Tabel 4. 5

Perbedaan Perilaku Komunikasi Perempuan Bercadar

Perilaku Komunikasi

Perempuan

Bercadar

Verbal

Non Verbal

Masyarakat Umum

Mengucapkan salam

Percakapan

seperlunya

Mengecilkan nada

suara.

Tidak menatap

wajah ketika

berkomunikasi

dengan pria.

Sesama Pengguna

Cadar

Mengucapkan salam

Percakapan Intens

Berjabat tangan

Saling merangkul

Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa dalam berkomunikasi

perempuan bercadar akan melakukan komunikasi yang berbeda antara

masyarakat yang tidak mengenakan cadar dengan yang mengenakan cadar,

hal ini disebabakan adanya faktor kesamaan dan kedekatan dengan sesama

pengguna cadar sehingga mereka akan nyaman berkomunikasi bahkan akan

berlangsung lama. Awal pertemuan dengan sesama pengguna cadar diawali

dengan mengucapkan salam berlanjut ketingkat berjabat tangan. Ketika

mereka sudah menjalin komunikasi yang lebih jauh biasanya mereka

berkomunikasi sambil memegang tangan atau merangkul sesama pengguna

cadar, hal ini disebabkan adanya kesamaan dari segi pakaian dan pemahaman

Page 93: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

juga adanya kenyamanan ketika berkomunikasi dengan sesama pengguna

cadar. Lain halnya ketika mereka bertemu dengan perempuan yang tidak

mengenakan cadar mereka lebih memilih bentuk sapaan salam sebagai bentuk

komunikasi. Mereka juga memilih menjaga jarak terutama bagi lawan

komunikasi pria serta berusaha untuk tidak berlama-lama dan menjawab

seadanya saja. Meski beberapa informan sebelum mengenakan cadar memiliki

teman pria lebih banyak namun ketika mereka bercadar mereka membatasi

diri dengan pria salah satunya dengan tidak berlam-lama ketika

berkomunikasi dan menjawab seadanya.

4. Hambatan Dalam Proses Pengungkapan Diri Perempuan Bercadar

Dalam proses pengungkapan diri perempuan bercadar di Kabupaten

Pangkajene dan Kapulauan menemukan bahwa tidak semua perempuan bercadar

mampu melakukan pengungkapan diri atau self disclosure ketika berkomunikasi

sebab setiap individu memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Setelah melakukan

wawancara mendalam dengan informan maka kemudian ditemukan beberapa

faktor yang dapat dapat menjadi penghambat dalam berkomunikasi bagi

perempuan bercadar di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan diantaranya

selektifitas dalam berkomunikasi, faktor lingkungan, dan kekhawatiran akan

penolakan.

Page 94: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

4.1 Selektifitas dalam Berkomunikasi

Beberapa penelitian mengindikasikan secara umum bahwa wanita

cenderung lebih terbuka ketika berkomunikasi daripada pria. Salah satu faktor

yang dapat menjadi penghambat perempuan bercadar dalam melakukan

pengungkapan diri adalah adanya selektifitas yang terbilang cukup tinggi

dalam berkomunikasi khususnya ketika berkomunikasi dengan pria. Para

informan mengaku memberikan respon atas pertanyaan-pertanyaan atau

informasi yang dianggap penting saja, setelah merespon pertanyaan kemudian

mereka tidak memberikan tanggapan kembali yang akan membuat

komunikasi berlangsung lebih lama. Berikut adalah selektifitas dalam

berkomunikasi perempuan bercadar sebelum dan setelah bercadar terhadap

lawan komunikasi pria dan wanita.

Page 95: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Tabel 4.6

Selektifitas dalam Berkomunikasi

Informan

Selektifitas dalam Berkomunikasi

Sebelum Bercadar Setelah Bercadar

Pria Wanita Pria Wanita

SNA Ya Tidak Ya Tidak

RF Ya Tidak Ya Tidak

UF Tidak Tidak Ya Tidak

ML Ya Tidak Ya Tidak

SW Tidak Tidak Ya Tidak

RM Ya Tidak Ya Tidak

NN Tidak Tidak Ya Tidak

Sumber: Data Primer (2018)

Berdasarkan tabel 4.6 menemukan bahwa beberapa informan (SNA,

RF, ML dan RM) mengatakan sangat selektif terhadap lawan komunikasi pria

jauh sebelum mengenakan cadar, namun beberapa informan (UF, SW dan

NN) mengatakan membatasi atau cukup selektif terhadap lawan komunikasi

pria setelah memutuskan bercadar. Informan RF mengatakan cukup selektif

ketika berkomunikasi dengan pria sejak masih kuliah. RF berkomunikasi

dengan pria hanya sebatas menanyakan tugas kuliah atau informasi penting

lainnya.

“Jadi tetap kalau untuk komunikasinya yah komunikasinya seperti biasa,

cuman yang dibatasi itu yang posisinya hanya sebagai teman, jadi kita batasi

Page 96: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

dari segi mungkin bergaulnya tetap bergaul, tapi hanya dari sebatas tugas

kuliah atau yang penting-penting saja seperti itu.” (Wawancara, 10 April

2018)

Hal senada juga dikemukakan oleh ML, yang sangat selektif ketika

berkomunikasi dengan lawan komunikasi pria. ML hanya berkomunikasi

ketika lawan komunikasinya terlebih dahulu bertanya, setelah menjawab

pertanyaan Ia memilih tidak bertanya lagi.

Lebih jaga jarak cuman komunikasinya kalau dia memulai duluan ji, dijawab

sudah dijawab selesai mi. (Wawancara, 12 April 2018)

Lain halnya dengan UF dan SW, mereka cukup selektif berkomunikasi

dengan lawan komunikasi pria hanya ketika telah memutuskan untuk

bercadar. UF mengaku sebelum hijrah Ia bahkan memiliki lebih banyak teman

pria daripada wanita.

Saya adalah orang tipenya itu lebih banyak berteman dengan laki-laki, jujur

saja saya itu lebih banyak teman ku laki-laki, nongkrongnya itu sama teman

laki-laki, saya adalah orang yang seperti itu dulunya, setelah bercadar kembali

lagi kita ada tanggung jawab dengan cadar ta ketika kita memakai cadar kita,

bahwa yang namanya orang bercadar pasti harus tau aturan iyakan?

(Wawancara, 11 April 2018)

Setelah memutuskan untuk bercadar UF mengatakan harus membatasi

pergaulannya, sebelumnya Ia sangat sering chattingan dengan teman-

temannya yang bukan mahrom namun setelah bercadar kembali lagi Ia

mengedepankan syariat Islam serta berkomunikasi dengan teman prianya

hanya sebatas obrolan grup untuk tetap menjaga silaturahmi.

Page 97: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Tau aturan agama, tau syariat agama mana yang boleh mana yang tidak. Jadi

ada memang batasan. Dulu teman-temanku, bahkan mungkin adalah sahabat,

itu jarang sekali saya chat sama mereka itu pun chat palingan di grup, secara

personal itu jarang mi, jarang sekali. Tetap kita menjaga silaturahim sama

mereka. (Wawancara, 11 April 2018)

Tidak hanya UF, sebelum bercadar SW juga merupakan orang yang lebih

senang berteman dengan pria, menurutnya berteman dengan pria dianggap

lebih nyaman karena tidak cerewet. Namun setelah bercadar SW harus tau

batasan yang mengikatnya.

Iya berbeda sekali. Kalau dulu bisa dibilang saya juga orang yang lebih

banyak teman cowok ku karena memang lebih tidak terlalu cerewet ki kalau

cowok, tapi kemudian setelah pake jilbab besar mereka sendiri ji sebenarnya

yang menghindar, mereka paham jadi nda terlalu bagaimana ji sampai

akhirnya pake cadar maksdunya kayak seperlunya ji. (Wawancara, 12 April

2018)

Selain UF dan SW sebelum bercadar NN juga memiliki banyak teman pria

karena memiliki kebiasaan mendaki dan organisasi yang membuatnya harus

berkomunikasi dan berteman lebih banyak dengan pria, namun setelah

bercadar NN kembali memberikan batasan terhadap dirinya sendiri.

Kalau laki-laki pasti sudah terbatas karena, kalau ketemu ki laki-laki pasti

tidak boleh ki terlalu banyak komunikasi kecuali kalau ada yang penting itu

pun nda berlama-lama harus to the point. (Wawancara, 21 Mei 2018)

4.2 Faktor lingkungan

Salah satu yang dapat menghambat proses self disclosure adalah faktor

lingkungan. Berada ditengah masyarakat etnik Bugis membuat bias

masyarakat yang dirasakan perempuan bercadar semakin besar, hal ini

Page 98: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

disebabkan latar belakang keluarga yang masih kental dengan tradisi etnik

Bugis seperti ma’baca-baca yang berbeda dengan keyakinana perempuan

bercadar umumya sehingga sebagian dari perempuan bercadar sulit atau

enggan melakukan pengungkapan diri dengan masyarakat. SNA salah

satunya, SNA yang berprofesi sebagai guru disalah satu sekolah menengah

kejuruan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan mengaku

berkomunikasi dengan masyarakat saat momen-momen tertentu saja

sehingga akan sulit untuk melakukan tingkatan komunikasi yang lebih jauh

salah satunya sulit melakukan keterbukaan diri terhadap masyarakat karena

lebih dulu mengasingkan diri.

Kan kalau orang awam biasa na liati-liati ki dulu kayak merasa aneh ki na

liat. Jadi kita biasa merasa juga ih kayak asing ka. (Wawancara, 2 April

2018)

Perasaan asing berada ditengah-tengah masyarakat dan menjadi pusat

perhatikan masyarakat membuat SNA sadar bahwa harusnya Ia memulai

komunikasi kepada masyarakat, namun kondisi ini justru membuat Ia

semakin menutup diri dengan memutuskan jarang keluar rumah.

Kalau saya kurangi itu keluarnya. kayak keluar rumah jarang sekali keluar

rumah, jarang sekali semenjak ini. Apalagi semenjak suami bilang kalau

bisa di pake mi terus, jadi itu mi saya makin jarang keluar rumah. Keluar

rumah ji kalau naik motor. Tapi kalau kayak jalan-jalan sore jarang,

palingan kalau jalan-jalan sore pakai motor. (Wawancara, 2 April 2018)

Page 99: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Hal senada juga dikemukakan oleh RF, kondisi lingkungan membuat ia

merasa asing berada ditengah lingkungan kerjanya sehingga Ia sulit

melakukan pengungkapan diri atau self disclosure.

Kalau misalnya ada pertemuan kantor misalnya, bertemu dari dinas-dinas

lain biasanya itu merasa asing ki, tapi biasa saya ku taktisi dengan saya

usahakan saya duluan datang jadi saya kalau kuliat mi semua orang-orang

insyaAllah tidak mi. Karena pasti mi saya jadi fokus dengan pakaian ku,

jadi biar perasaan asingnya tidak terlalu lama. Biasanya begitu ji lagi kalau

ketemu ji lagi sama orang banyak yang tidak pernah saya temui disitu biasa

saya merasa masih ada perasaan asing. (Wawancara, 10 April 2018)

Keadaan seperti ini kemudian ditaktisi RF dengan lebih dahulu datang,

tidak hanya itu RF juga pernah mendapatkan perlakuan yang berbeda

sehingga kemudian sulit melakukan ketebukaan ini.

Di kantor ada satu orang yang seperti menjaga jarak sama saya tapi entah

apakah memang orangnya seperti itu atau karena cadar ku. Tapi kalau saya

bertanya masalah pekerjaan anu ji, cuman kayaknya dia menahan diri

untuk tidak akrab sama saya. (Wawancara, 10 April 2018)

Berada ditengah masyarakat etnik Bugis kemudian membuat UF turut

merasakan sulitnya melakukan pengungkapan diri dengan masyarakat hal

ini disebabkan pandangan masyarakat yang kemudian susah untuk

dipatahkan.

Saya memutuskan dengan begitu lama juga meminta persetujuan orangtua

tentu kita juga harus meminta ijin dari orang tua karena bagaimana pun

ditengah apalagi kita orang Labakkang ini terkenal sekali itu dengan

adatnya seperti apa, itu yang susah untuk dipatahkan pandangannya orang

itu sama kita (pengguna cadar) luar biasa. (Wawancara, 11 April 2018)

Page 100: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Selain dari hal tersebut, persepsi masyarakat yang tidak lain adalah tokoh

agama yang merasa bahwa kehadiran perempuan bercadar di tengah

masyarakat karena adanya dorongan dari oknum tertentu, persepsi seperti

ini juga membuat perempuan bercadar makin sulit menyesuaikan diri

dengan masayarkat.

Pokoknya masalah cadar itu kita tidak tahu apakah ada yang menopang

dibelakang, ada oknum dibelakangnya kita tidak tahu. (Wawancara, 22 Mei

2018)

Pernyataan MZ tersebut terhadap perempuan bercadar tentu dapat

berpengaruh tidak hanya kepada perempuan bercadar namun juga terhadap

penerimaan masyarakat terhadap perempuan bercadar apalagi posisi MZ

yang merupakan tokoh agama.

4.3 Kekhawatiran akan penolakan

Banyak orang yang enggan melakukan pengungkapan diri atau self

disclosure karena khawatir akan mendapatkan hukuman yang umumnya

adalah berupa bentuk penolakan. Beberapa perempuan yang telah

memutuskan untuk bercadar kemudian enggan melakukan self disclosure

karena tak jarang mendapatkan penolakan. Penolakan yang terjadi tidak

hanya dari masyarakat namun juga dari keluarga. Salah satu informan

dalam hal ini tokoh agama setempat memberikan pernyataan yang

kemudian dapat menjadi alasan muncul kekhawatiran akan penolakan yang

kemudian dirasakan oleh perempuan bercadar.

Page 101: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Pertama itu sangat dibenci. Mama menolak kakak perempuan juga

menolak. Tidak usah mi, itu saja jilbab sudah luar biasa sekali mi

panjangnya, sudah hitam-hitam panjang lagi, mau lagi tambah bercadar

saya tidak suka. Mama marah-marah awalnya, saya kasi simpan lagi saya

tahan dulu. Lama-lama semakin besar keinginan juga minta ijin mi lagi,

masih ditolak, masih ditolak. (Wawancara, 11 April 2018)

Selain UF, informan lain seperti NN juga sering mendapatkan penolakan

dari masyarakat seperti mendapatkan pengabaian ketika Ia menyapa orang

yang Ia temui.

Kalau disini kan ceritanya terbiasa mi liat ka tidak mi, itu ji kalau pulang

kampung ka begitu mi kalau orang baru ka na liat kayak sinis ki. Awalnya

itu saya pake syal tapi tidak pasang dari rumah ka, dari depan jalan karena

begitu kalau misalnya ujiannya lolos dari keluarga pasti ada dari

masyarakat, dari tetangga. Kayak ini, lolos ka dari keluarga dari tetangga

lagi. (Wawancara, 21 Mei 2018)

Penolakan yang diterima oleh perempuan bercadar tidak hanya datang dari

keluarga namun juga dari masyarakat yang tidak lain adalah tokoh agama.

Kebiasaan perempuan bercadar yang menutup diri kemudian membuat

muncul persepsi yang berbeda. Salah satu persepsi masyarakat yang paling

besar adalah bahwa perempuan bercadar cenderung menutup diri dari

masyarakat.

Seakan-akan ada batasannya-batasannya. Pokoknya cadar itu persepsinya

kurang bagus karena ditutupi. (Wawancara, 22 Mei 2018)

Hal senada juga dikemukakan oleh informan NAM bahwa perempuan

bercadar cenderung menutup diri dari masyarakat.

Page 102: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Ada satu yang sering kuperhatikan kalau perempuan bercadar tapi tidak

semuanya, kalau perempuan bercadar terkesan tertutup menurutku.

(Wawancara, 23 Mei 2018)

B. Pembahasan

1. Pengungkapan Diri Perempuan dan Perilaku Komunikasi Bercadar di

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya terkait

bagaimana Pengungkapan Diri Dan Perilaku Komunikasi Perempuan

Bercadar Di Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan menemukan bahwa alasan

perempuan bercadar memutuskan untuk mengenakan cadar adalah menjalankan

sunnah, melindungi diri dari fitnah, perasaan lebih aman dan nyaman serta faktor

yang sifatnya mendorong keputusan perempuan bercadar untuk mengenakan cadar

yakni adanya dorongan dari ustazah serta rutin mengikutu kajian dalam sebuah

organisasi Islam. Hal ini tentu tidak lepas dari proses belajar perempuan bercadar

dengan cara mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain disekitarnya

dalam hal ini perempuan bercadar. Dalam teori imitasi menjelaskan bahwa

perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan

antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Perempuan bercadar dalam

keputusannya mengenakan cadar juga karena adanya keinginan untuk sama

dengan orang-orang disekitarnya, dengan cara mengambil atau meniru kebiasaan

orang lain dan menerapkan pada dirinya.

Page 103: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Selain itu kebiasaan atau tradisi masyarakat Pangkajene dan Kepulauan yang

masih sangat kental dengan ritual dan adat terdahulu merupakan salah satu

tantangan bagi perempuan muslim bercadar dalam proses menggunkan cadar

hingga proses pengungkapan diri. Perempuan bercadar sulit untuk melakukan

pengungkpan diri ditengah masyarakat disebabkan adanya perbedaan dalam

melakukan keyakinan masing-masing. Perempuan bercadar dalam hal ini informan

memilih melepas diri dan menghindar dari berbagai acara yang masih tersentuh

dari kegiatan ritual adat etnik Bugis seperti dengan tidak menghadiri acara-acara

pernikahan pada malam mapacci, ma’baca-baca ketika menyambut hari raya,

bahkan maccera’ ke makam-makam keluarga, mereka akan membuat berbagai

alasan ketika diajak oleh keluarga atau masyarakat sekitar mereka. Adapaun faktor

lain yang menyebabkan perempuan muslim bercadar tidak terbuka kepada

masyarakat adalah masih ada sebagian masyarakat yang memperolok penampilan

perempuan bercadar. Perasaan asing berada ditengah masyarakat juga merupakan

salah satu faktor penghambat dalam ketebukaan diri perempuan bercadar dalam

masyarkat. Tidak jarang perempuan bercadar mendapat perlakuan yang tidak

menyenangkan dari masyarakat seperti ejekan atau sindiran yang terkadang dari

dari keluarga sendiri. Perempuan bercadar lebih terbuka ketika bertemu dengan

sesama pengguna cadar dan ustazah terutama ketika bertemu dalam forum kajian

Islam.

Dalam penelitian ini pula menemukan tidak semua perempuan bercadar

mampu melakukan pengungkapan diri. Tiga dari tujuh informan dalam penelitian

Page 104: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

ini mampu terbuka ketika berada ditengah masyarakat namun tetap memiliki

hambatan dalam prosesnya. Adapun faktor yang dapat menghambat proses

pengungkapan diri perempuan bercadar adalah selektivitas dalam berkomunikasi,

faktor lingkungan dan adanya kekhawatiran akan penolakan.

Dari penjelasan sebelumnya pula, ditemukan bahwa perempuan bercadar

menganggap cadar bukan sebuah hambatan dalam berkomunikasi. Hal ini terlihat

dari informan yang masih menggunkana cadar meski memiliki profesi yang

memungkinkan harus bertemu dengan banyak orang. Hal ini juga diperkuat

dengan adanya informan yang telah menggunkan cadar selama 13 tahun lamanya.

Bagi mereka cadar bukanlah penghambat bagi mereka untuk berkomunikasi

namun cadar dianggap sebagai pelindung dari berbagai fitnah yang bisa saja

timbul ketika mereka tidak menggunkan cadar.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya juga menemukan bahwa adanya

perubahan perilaku komunikasi sebelum dan setelah mengenakan cadar terutama

bagi informan yang memiliki latar belakang keluarga yang masih melakukan

tradisi masyarakat etnik Bugis. Sebelum mengenakan cadar mereka masih

menghadiri dan mengikuti beberapa acara namun setelah mengenakan cadar

mereka melepas diri dari kegiatan-kegiatan tersebut dengan membuat berbagai

alasan ketika mendapat ajakan dari keluarga dan masyarakat. Berbeda halnya

dengan informan yang memiliki latar belakang keluarga yang memiliki

pemahaman agama dan sebelumnya memang tidak melakukan tradisi etnik Bugis,

tidak ada perubahan perilaku komunikasi yang signifikan.

Page 105: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Masyarakat etnik Bugis yang masih lekat dengan tradisi terdahulu membuat

perempuan bercadar memilih melepas diri dan membatasi diri sebab adanya

perbedaan dalam melakukan tradisinya. Kemudian perilaku komunikasi yang

dipilih perempuan bercadar lebih dominan kepada perilaku komunikasi verbal dan

non verbal. Komunikasi verbal masih menjadi pilihan utama dalam berkomunikasi

kepada lawan komunikasi baik pria maupun wanita. Kemudian komunikasi non

verbal lebih banyak dilakukan kepada lawan komunikasi pria saja hal ini

dilakukan agar mereka tidak melakukan komunikasi yang lama dengan lawan

komunikasi pria yang tidak memiliki kepentingan dengan dirinya.

Setelah memutuskan untuk bercadar mereka kemudian membatasi dengan

siapa harus berkomunikasi. Menurut mereka ketika memilih untuk bercadar berarti

mereka harus menjalani aturan semestinya. Bercadar kemudian bukan menjadi

penghambat bagi perempuan yang bercadar, mereka tetap melakukan aktifitas

seperti sebelum mengenakan cadar meski ada perbedaan dari cara berkomunikasi

seperti lebih mengecilkan suara atau menundukkan pandangan ketika

berkomunikasi dengan pria. Beberapa informan yang memiliki pekerjaan yang

memungkinkan mereka harus bertemu dengan banyak orang juga membuktikan

bahwa dengan cadar mereka masih beraktifitas seperti biasa. SNA dan SW yang

merupakan seorang guru tetap mengenakan cadar ditengah profesinya dan

menghasruskan untuk bertemu dan bertatap muka dengan sesama rekan kerja,

murid-murid bahkan orang tua murid sekaligus. UF yang merupakan seorang

pegawai toko pun masih tetap beraktifitas di tengah pekerjaannya yang

Page 106: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

mengharuskan Ia untuk bertemu dengan para pelanggan toko yang tidak jarang

adalah pria. Selain itu juga, RF yang berprofesi sebagai staff disalah satu dinas di

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan tetap menganakan cadar bahkan sampai 13

tahun lamanya, hal ini tentu membuktikan bahwa cadar tidak membatasi mereka

dalam berkomunikasi dan beraktifitas. Karena menurut mereka cadar adalah

sunnah yang dengan menjalankan sunnah Rasulullah mereka merasa akan selalu

dilindungi.

Pengungkapan diri dipengaruhi oleh bagaimana hubungan komunikasi

interpersonal sebelumnya. Semakin baik hubungan interpersonal seseorang maka

semakin mudah seseorang dalam proses pengungkapan dirinya. Seperti halnya

ketujuh informan yang telah diwawancarai, mereka dengan mudah melakukan

pengungkapan diri kepada sesama pengguna cadar seperti berbagi pengalaman

selama mengenakan cadar ketika bertemu di forum-forum kajian yang rutin

mereka lakukan hal ini terjadi selain karena adanya kesamaan pengalaman juga

karena kedekatan komunikasi interpersonal yang sudah berlangsung lama sehingga

dalam proses pengungkapan diri, mereka menjadi pribadi yang terbuka karena

ketika mereka melakukian proses self disclosure mereka mendapatkan solusi atas

apa yang mereka rasakan. Jadi ketika mereka bertemu dengan sesama pengguna

cadar mereka mereka akan menjadi open self. Namun sebaliknya, ketika mereka

berada dalam masyarakat khususnya masyarakat etnik Bugis yang sifatnya

majemuk dan tidak memiliki kedekatan interpersonal dengan mereka, empat dari

tujuh informan akan berada pada hidden self atau mereka akan menutup diri.

Page 107: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

2. Faktor Penghambat Pengungkapan Diri Perempuan Bercadar

Dalam proses pengungkapan diri, tidak hanya bagi informan yang tertutup

mendapatkan hambatan, bagi informan yang terbuka kepada masyarakat tidak

lepas dari berbagai hambatan dalam proses pengungkapan dirinya. Dari hasil

penelitian menemukan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menjadi

penghambat dalam proses pengungkapan diri perempuan bercadara di Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan adalah sebagai berikut:

a. Selektivitas dalam berkomunikasi.

Selektivitas perempuan bercadar dalam menentukan dengan siapa kemudian Ia

berkomunikasi membuat mereka sulit melakukan proses self disclosure. Tidak

hanya kepada lawan komunikasi pria, beberapa informan juga menerapkan

selektivitas dalam berkomunikasi bagi lawan komunikasi wanita. Hal ini

membuat mereka sulit dalam melakukan proses self disclosure.

b. Faktor lingkungan

Hampir semua informan mengatakan faktor utama mengapa kemudian sulitnya

proses self disclosure karena adanya faktor lingkungan yang tidak menerima

keputusan mereka untuk bercadar. Informan yang tinggal di daerah kota seperti

Pangkajene dan Bungoro mengaku tidak memiliki penolakan yang begitu keras

dari masyarakat. Namun empat informan yang berasal dari daerah yang jauh

dari kota seperti Labakkang, Minasate’ne, Balocci dan Tondong Tallasa

mengaku faktor lingkungan yang jauh dari perkotaan akan mendapatkan

penolakan yang lebih besar dari masyarakat.

Page 108: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

c. Kekhawatiran akan penolakan

Kekhawatiran akan hukuman yang dimaksud adalah berupa penolakan.

Penolakan yang diterima informan tidak hanya dari masyarakat namun juga

dari keluarga sendiri. empat dari tujuh informan dalam penelitian ini

mengatakan mendapatkan penolakan dari pihak keluarga atas keputusannya

mengenakan cadar. Hal ini tentu dapat menghambat proses self disclosure dari

perempuan bercadar karena khawatir tidak mendapatkan respon yang baik

berupa penolakan.

Page 109: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan analisis yang telah dilakukan

mengenai “Pengungkapan Diri dan Perilaku Komunikasi Perempuan Bercadar

di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan” dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Proses pengungkapan diri (self disclosure) perempuan bercadar di Kabupaten

Pangkajene dan kepualauan pada umumnya terbuka (open self) ketika mereka

bertemu dengan sesama pengguna cadar lainnya hal ini disebabkan adanya

kesamaan pengalaman hidup. Namun pada umumnya cenderung tertutup

(hidden self) ketika mereka berada ditengah masyarkat karena adanya

perasaan asing dan berbeda dengan masyarakat. Namun kondisi ini tidak

berlangsung lama, karena hanya terjadi ketika mereka berada pada lingkungan

baru.

2. Dalam proses pengungkapan diri perempuan bercadar di Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan perempuan bercadar baik yang tertutup maupun

yang terbuka tidak lepas dari hambatan dalam proses pengungkapan dirinya.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mereka dalam proses

pengungkapan dirinya diantaranya (1) selektivitas dalam berkomunikasi, (2)

faktor lingkungan dan (3) kekhawatiran akan penolakan.

Page 110: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

B. Saran

Dari hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya terkait “Pengungkapan

Diri dan Perilaku Komunikasi Perempuan Bercadar di Kabupaten Pangkajene

dan Kepulauan” maka penulis dapat menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Kepada perempuan bercadar, kiranya untuk selalu membangun komunikasi

dengan masyarakat dari hal sekecil seperti sering melontarkan salam atau

bercerita sehingga masyarakat dapat mengubah persepsi yang buruk terhadap

perempuan bercadar. Selain itu, kepada masyarakat umum jangan

mengasingkan perempuan bercadar yang ada disekitarnya dan tetap

berprasangka positif terhadap perempuan bercadar bahwa mereka

memutuskan bercadar untuk meningkatkan bentuk ibadah kepada Tuhan.

2. Untuk meminimalisasi hambatan dalam proses pengungkapan diri kiranya

perempuan bercadar untuk mengurangi batasan-batasan kepada masyarakat

terutama ketika berada di lingkungan yang masih sangat kental dengan tradisi

khususnya etnik Bugis.

Page 111: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

DAFTAR PUSTAKA

Amanda, R. 2017. Hubungan Antara Prasangka Masyarakat Terhadap Muslimah

Bercadar Dengan Jarak Sosial. Jurnal RAP, 5(1), 72-81.

Ambia, R. N. 2016. Strategi Komunikasi Komunitas Wanita Indonesia Bercadar

(WIB) Dalam Mensosialisasikan Jilbab Bercadar

Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dalam Angka.

Budyatna, M & Ganiem. 2011. Teori komunikasi antapribadi. Jakarta: kencana.

Cangara, Hafied. 2012. Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchajana. 2011. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Hanifa, S. N. 2012. Meningkatkan Keterbukaan Diri Dalam Komunukasi Antar

Teman Sebaya Melalui Bimbingan Kelompok Teknik Johari Window.

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application,

1(2).

Harapan, E., & Ahmad, S. 2016. Komunikasi Antarpribadi: Perilaku Insani Dalam

Organisasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Komala, Lukiati. 2009. Ilmu Komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran.

Kriyantono, Burhan. 2014. Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Littlejohn, S. W., & Foss, K. A. 2014. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba

Humanika.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Mutiah, M. 2013. Dinamika Komunikasi Wanita Arab Bercadar. Jurnal Penelitian

Komunikasi, 16(1).

Novri, M. S., & Yohana, N. 2015. Konstruksi Makna Cadar Oleh Wanita Bercadar

Jamaah Pengajian Masjid Umar Bin Khattab Kelurahan Delima Kecamatan

Tampan Pekanbaru.

Page 112: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Puspanegara V Adriani. 2016. Perilaku Komunikasi Perempuan Muslim Bercadar Di

Kota Makassar (Studi Fenomenologi).

Puspitasari, Y., Rahardjo, T., & Naryoso, A. 2013. Memahami Pengalaman

Komunikasi Wanita Bercadar dalam Pengembangan Hubungan dengan

Lingkungan Sosial. Interaksi Online, 1(3).

Rahmawati, L. 2015. Hubungan Antara Keterbukaan Diri Dengan Keterampilan

Komunikasi Interpersonal Pada Siswa Kelas Viii Smp N 1 Mlati (Doctoral

dissertation, Fakultas Ilmu Pendidikan).

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ratri, Lintang. 2011. “Cadar, Media, dan Identitas Perempuan Muslim”. Jurnal

Forum. Vol.39, No.2.

Rhosyidah, Kholifatur. 2015. Pengaruh Keterbukaan Diri (self Disclosure) Terhadap

Keterampilan Komunikasi Menantu Perempuan Pada Ibu Mertua Di Daerah

Karanganyar Probolinggo.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixxed Methods). Bandung: Alfabeta

Sujarweni, V.Wiratna. 2014. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tazbih, Sitti R N. 2016. Self Disclosure Mahasiswa Yang Berperan Sebagai Ayam

Kampus (Studi Kasus Terhadap 3 Orang Mahasiswa Di Universitas

Hasanuddin).

Zakiyah, J. 2013. Fenomena Wanita Bercadar (Studi Fenomenologi Konstruksi

Realitas Sosial Dan Interaksi Sosial Wanita Bercadar) (Doctoral Dissertation,

Universitas Pembangunan Nasional" Veteran" Jawa Timur).

Page 113: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

Lampiran

PEDOMAN WAWANCARA

A. Identitas Pribadi

1. Nama :

2. Usia :

3. Alamat :

4. Pendidikan / pekerjaan :

5. Organisasi Islam :

6. Lama mengenakan cadar :

B. (Rumusan Masalah I)

Bagaimana pengungkapan diri dan perilaku komunikasi perempuan bercadar dalam

berkomunikasi dengan masyarakat di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan?

1. Kapan Anda memutuskan untuk mengenakan cadar?

2. Siapa yang berperan penting dalam keputusan Anda mengenakan cadar?

3. Bagaimana Anda berperilaku kepada masyarakat yang tidak mengenakan cadar

dan yang mengenakan cadar? Apakah ada perbedaan?

4. Bagaimana tanggapan kerabat Anda seperti keluarga dan teman terhadap

keputusan untuk mengenakan cadar?

5. Bagaimana Anda berkomunikasi dengan perempuan dan laki-laki?

6. Bagaimana Anda memposisikan diri di tengah masyarakat yang seagama dan

tidak seagama?

Page 114: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

7. Bagaimana Anda berkomunikasi dengan masyarakat etnik Bugis yang masih

lekat dengan tradisi terdahulu yang mungkin saja berbeda dengan keyakinan

Anda ?

C. (Rumusan Masalah II)

Faktor apa saja yang dapat menghambat pengungkapan diri perempuan di Kabupaten

Pangkajene dan Kepulauan ?

1. Apa hal yang membuat Anda tidak terbuka ketika berkomunikasi dengan

masyarakat?

2. Apakah Anda merasa asing ketika berada ditengah masyarakat?

3. Apakah Anda merasa nyaman ketika berkomunikasi dengan masyarakat yang

tidak mengenakan cadar?

4. Apakah Anda pernah mendapatkan perlakuan yang tidak baik selama

menggunakan cadar?

5. Apakah persepsi masyarakat mempengaruhi Anda dalam berkomunikasi?

6. Apakah Anda pernah menghadiri acara yang masih kental dengan tradisi

masyarakat etnik Bugis? Jika pernah bagaimana Anda memposisikan diri dan

melakukan komunikasi dengan tamu yang hadir?

7. Apakah Anda merasa risih ketika berkomunikasi dengan orang lain, terutama

bagi mereka yang tidak mengenakan cadar?

Page 115: “PENGUNGKAPAN DIRI DAN PERILAKU KOMUNIKASI

D. Perempuan yang tidak mengenakan bercadar / tokoh agama.

1. Bagaimana pandangan Anda mengenai perempuan bercadar?

2. Pernahkah Anda berkomunikai secara langsung dengan perempuan bercadar?

Jika pernah bentuk komunikasi seperti apa yang berlangsung?

3. Ketika bertemu dengan perempuan bercadar siapa yang terlebih dahulu

menyapa?

4. Terkait maraknya pemberitaan di media terkait perempuan bercadar, apakah

mempengaruhi pandangan Anda terkait perempuan bercadar?

5. Pernahkah Anda melihat atau mendengar cerita yang buruk tentang perempuan

bercadar di tengah masyarakat tempat Anda tinggal?

6. Dalam masyarakat etnik Bugis yang masih kental dengan tradisi, apakah

memungkinkan terjadi penerimaan yang baik dari masyarakat terhadap

perempuan bercadar ?

7. Menurut pandangan Anda apakah perempuan bercadar terkesan berlebihan

dalam berpakaian?