pengujian karakteristik dan aplikasi biodegradable film
DESCRIPTION
PENGUJIAN KARAKTERISTIK DAN APLIKASIBIODEGRADABLE FILMTRANSCRIPT
ACARA III
PENGUJIAN KARAKTERISTIK DAN APLIKASI
BIODEGRADABLE FILM
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, diantaranya sebagai
pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah,
kantor, dan berbagai sektor lainnya. Hal ini dikarenakan plastik memiliki
banyak keunggulan antara lain: fleksibel, ekonomis, transparan, kuat, tidak
mudah pecah, bentuk laminasi yang dapat dikombinasikan dengan bahan
kemasan lain dan sebagian ada yang tahan panas dan stabil.
Plastik banyak dimanfaatkan dalam berbagai keperluan manusia, mulai
dari keperluan rumah tangga hingga keperluan industri. Pada umumnya, plastik
digunakan sebagai kemasan. Hal ini disebabkan bentuknya yang elastis,
berbobot ringan tetapi kuat, tidak mudah pecah, bersifat transparan, dan tahan
air, namun pada kenyataannya plastik menimbulkan dampak negatif. Sampah
plastik dapat mencemari lingkungan karena membutuhkan waktu hingga
ratusan tahun agar dapat terurai dan dapat menghasilkan dioksin ketika
dibakar.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dibutuhkan alternatif plastik
ramah lingkungan yang berasal dari bahan yang dapat terurai di lingkungan,
tersedia di alam dalam jumlah besar, dan dapat menghasilkan produk
berkekuatan sama dengan plastik sintetik (Darni dkk., 2008). Pengembangan
plastik biodegradable merupakan salah satu solusi untuk memecahkan masalah
ini. Biodegradable film merupakan plastik ramah lingkungan yang berasal dari
bahan alam seperti pati, selulosa, kolagen, kasein, protein atau lipid yang
terdapat dalam hewan. Plastik tersebut mudah diuraikan oleh mikroba
pengurai.
2. Tujuan praktikum
Tujuan dari praktikum acara III “Pengujian Karakteristik dan Aplikasi
Biodegradable Film” adalah
a. Menentukan kelarutan biodegradable film.
b. Menentukan WVP biodegradable film dengan polimer polar dan plastik
non polar.
c. Mengukur susut berat buah yang dikemas dengan biodegradable film.
B. Tinjauan Pustaka
Krochta et.al. (1994), menyebutkan bahwa nilai laju transmisi uap air
dapat digunakan untuk menentukan umur simpan produk. Sebab jika laju
transmisi uap air dapat ditahan, maka umur simpan produk dapat diperpanjang.
Kehilangan air pada buah-buahan dan sayuran merupakan penyebab utama
kerusakan selama penyimpanan. Kehilangan air dapat menyebabkan buah dan
sayuran mengalami susut berat dan tampak layu sehingga kurang disenangi
oleh konsumen (Rachmawati, 2009).
Kemasan atau packaging memiliki peran dan fungsi yang besar dalam
usaha makanan, dan minuman. Pada praktik industri pangan modern, kemasan
merupakan faktor penting dalam upaya bahwa produk yang dihasilkannya
mudah dijajakan dan aman dikonsumsi. Proses pengemasan yang baik dapat
mengendalikan proses penurunan mutu suatu produk pangan, sehingga produk
tersebut dapat diterima dan dikonsumsi konsumen (A. Yuyun, 2011).
Kemasan makanan dan minuman dirancang untuk menjaga mutu pangan.
Fungsi perlindungan ini meliputi proteksi terhadap uap air, oksigen (dan
berbagai gas lain), cahaya, debu, susut bobot, kerusakan mekanik, serta
mencegah nvasi serangga dan mikroba. Berbagai bahan dapat digunakan
sebagai pengemas, yaitu: kertas, plastik, karton tebal, dna foil. Kemasan susu
tidak boleh mengandung lebih dari 1 mikroba per sentimeter persegi
(Arisman, 2009).
Salah satu alternatif yang bisa dipilih pengemas yang ramah lingkungan
(biodegradable) adalah edible film. Keuntungan edible film antara lain dapat
dikonsumsi langsung bersama produk yang dikemas, tidak mencemari
lingkungan, memperbaiki sifat organoleptik produk yang dikemas, berfungsi
sebagai sumplemen penambah nutrisi, sebagai flavor, pewarna, zat
antimikroba, dan antioksidan. Edible film dapat dibuat dari berbagai bahan
baku yang memiliki komposisi pati yang cukup tinggi. Pembuatan edible film
dari pati tapioka memiliki karakteristik yang cukup baik walaupun laju
transmisi terhadap uap air cukup tinggi (Jorge, 2015).
Pati dan komponen utamanya, amilosa dan amilopektin, adalah
biopolimer yang bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku sebagai penghalang
(barier) dalam bahan kemasan. Pati sering digunakan dalam industri makanan.
Pati biasa digunakan untuk memproduksi biodegradable film sebagai pelapis
atau menggantikan polimer plastik karena biaya yang murah dan terbarukan
dan lebih aman dibandingkan plastik biasa (Bourtoom, 2007).
Biodegradable film atau pelapis degradable memiliki sifat fungsional
sebagai penghalang untuk gas terlarut dan memperpanjang kualitas makanan,
dan menjaga umur simpan. Polimer biodegradable terbentuk dari polisakarida
alami, biasanya digunakan pati, yang memiliki kemampuan membentuk
matriks yang terus-menerus. Film pati dan film turunannya telah banyak
dipelajari mengenai properti pembentukan film, penghalang oksigen tinggi, dan
kekuatan mekanik yang bagus (Polnaya, 2012).
Pengemasan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
penjualan produk makanan. Fungsi dari kemasan adalah mempercantik produk,
melindungi produk dari bahaya bakteri, meningkatkan mutu dan menjaga
kualitas produk. Karton atau kardus biasanya digunakan untuk mengemas
makanan untuk produk kering taua semi kering sperti keripik, cheese stik,
singkong rendang, dll (Buckle, 1987).
Edible film merupakan salah satu alternatif kemasan sintetis. Berhubung
sifatnya yang dapat didegradasi yang berasal dari bahan alami seperti protein,
lipid, dan polisakarida, edible film telah mendapat perhatian yang besar.
Walaupun edible film tidak dapat secara sempurna menggantikan kemasan
sintetis, edible film dapat memperpanjang umur simpan produk pangan karena
sifat mekanisnya dan kemampuannya sebagai barrier. Edible film merupakan
kemasan pangan dalam bentuk lapisan tipis yang aman untuk dimakan. Edible
film adalah lapisan tipis dan kontinyu terbuat dari bahan-bahan yang dapat
dimakan, dibentuk untuk melapisi komponen makanan (coating) atau
diletakkan diantara komponen makanan (film), serta untuk mempermudah
penanganan makanan, dengan adanya persyaratan bahwa kemasan yang
digunakan harus ramah lingkungan, maka penggunaan edible film adalah
sesuatu yang sangat menjajikan, baik yang terbuat dari hidrokoloid, lipid,
protein maupun kombinasi ketiganya (Sudaryati, 2010).
Edible film telah muncul sebagai alternatif untuk plastik sintetis untuk
aplikasi makanan, dan telah menerima banyak perhatian dalam beberapa tahun
ini karena keuntungannya dibandingkan plastik sintetis. Keuntungan utama
edible film dibandingkan dengan kemasan tradisional adalah edible film dapat
dikonsumsi dengan produk yang dibungkusnya. Tidak ada kemasan (dari
edible film) untuk dibuang, meskipun jika film tidak dikonsumsi, edible film
masih dapat berkontribusi untuk mengurangi kerusakan karena lingkungan.
Film diproduksi secara ekslusif dari yang terbarukan, bahan yang dapat
dimakan sehingga mampu didegradasi lebih mudah dari pada bahan polimer.
Edible film dapat meningkatkan sifat organoleptik makanan yang
dibungkusnya karena mengandung berbagai komponen seperti, perasa,
pewarna, dan pemanis (Dhanapal, 2012).
Kelarutan film merupakan faktor yang penting dalam menentukan
biodegradibilitas film ketika digunakan sebagai pengemas. Ada film yang
dikehendaki tingkat kelarutannya tinggi atau sebaliknya tergantung jenis
produk yang dikemas. Pada kenyataannya semakin tinggi konsentrasi pektin
yang ditambahkan, maka akan semakin meningkatkan tingkat kelarutan edible
film (Nugroho, 2012).
C. Metodologi
1. Alat
a. Beker glass
b. Pengaduk kaca
c. Mikrometer
d. Oven
e. Mangkuk WVP
f. Desikator
g. Higrometer
h. Gunting
i. Neraca analitik
j. Kertas saring
k. Jangka sorong
2. Bahan
a. Silika gel
b. Film plastik biodegradable
c. Plastik polimer non polar (plastik wrap)
d. Malam (wax)
e. Buah anggur
f. Aquadest
Film kering
Pemotongan 2x2 cm
Pemasukan dalam gelas beker
Pengadukan selama 1 jam secara periodik
Penyaringan menggunakan kertas saring (kertas saring ditimbang
dahulu)
Pengovenan selama 15-20 menit
Aquadest 50 ml
Film WVP
Pengukuran luas permukaan
Penambahan 10 g silika gel
Penutupan
Perapatan dengan lilin
Penimbangan
Penyimpanan
Pengukuran tebal
Pemotongan sesuai WVP
Pengamatan perubahan berat Jam ke 0, 1, 2, 3, 4, 5
3. Cara Kerja
a. Penentuan Kelarutan Film
b. Penentuan Permeabilitas Uap Air
Anggur Anggur Anggur
Pembungkusan dengan plastik
wrap
Pembungkusan dengan edible
film
Perlakuan kontrol
Pengamatan perubahan berat Jam ke 0, 1, 2, 3, 4, 5
c. Aplikasi Biodegradable Film
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 3.1 Penentuan Kelarutan Film
Kel.Jenis
Biodegradable film
Berat film awal (g)
Berat kertas saring awal (g)
Berat kertas saring akhir (g)
Berat film tidak larut (g)
% kelarutan
film
1,2
Maizena 0,106 0,621 0,872 0,251 -136,792
3, 4 Tapioka 0,119 0,628 0,901 0,273 -129,411
5Tapioka 2,5 g +
maizena 2,50,124 0,616 0,882 0,266 -144,516
6 Tapioka 5 g 0,275 0,529 1,319 0,79 -187,2737 Maizena 5 g 0,103 0,527 0,606 0,079 23,300
8Tapioka 2,5 g +maizena 2,5 g
0,92 0,6 0,828 0,692 75,563
9Tapioka 3,75 g +maizena 1,25 g
0,103 0,717 0,805 0,088 14,563
10Tapioka 1,25 g +maizena 3,75 g
0,55 0,6 0,864 0,248 54,90
Sumber : Laporan Sementara
Secara umum, kemasan plastik biodegradable diartikan sebagai film
kemasan yang dapat didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami. Sifat
fisik film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik
menunjukkan kekuatan film menahan kerusakan bahan selama pengolahan,
sedangkan sifat penghambatan menunjukkan kemampuan film melindungi
produk yang dikemas dengan menggunakan film tersebut. Beberapa sifat fisik
film antara lain ketebalan, kekuatan renggang putus, pemanjangan, kelarutan,
dan laju transmisi uap air.
Kelarutan film merupakan faktor yang penting dalam menentukan
biodegradibilitas film ketika digunakan sebagai pengemas. Ada film yang
dikehendaki tingkat kelarutannya tinggi atau sebaliknya tergantung jenis
produk yang dikemas (Nurjannah, 2004; dalam Nugroho 2012). Pada
kenyataannya semakin tinggi konsentrasi pektin yang ditambahkan, maka akan
semakin meningkatkan tingkat kelarutan edible film. Murdianto (2005) dalam
Nugroho (2012) menyebutkan bahwa penambahan komponen yang bersifat
hidrofob mengakibatkan film memiliki kelarutan yang rendah; sedangkan
Siswanti (2008), menyebutkan bahwa peningkatan jumlah komponen yang
bersifat hidrofilik diduga menyebabkan peningkatan prosentase kelarutan film.
Penentuan kelarutan film pada saat praktikum, dilakukan pengujian
dengan beberapa sampel biodegradable film, diantaranya terbuat dari tepung
maizena, tepung tapioka, dan komposit (tapioka+maizena). Hasil perhitungan
pada kelompok 1 dan 2 dengan sampel edible film maizena, persen
kelarutannya adalah -136,792%, kelompok 3 dan 4 sampel edible film tapioka
kelarutannya -129,411%, kelompok 5 dengan sampel tapioka 2,5 gr dan
maizena 2,5 gram kelarutannya -144,516%,. Untuk kelompok 6 dengan edible
film tapioka 5 gram, kelarutannya -187,273%, kelompok 7 edible film maizena
kelarutannya adalah 23,3%, kelompok 8 menggunakan edible film tapioka 2,5
gr dan maizena 2,5 gram kelarutannya 75,563%, kelompok 9 dengan sampel
edible film tapioka 3,75 gr dan maizena 1,25 gr kelarutannya 14,563,
sedangkan kelompok 10 dengan sampel edible film dari tapioka 1,25 gr dan
3,75 gr maizena, kelarutannya adalah 54,9%. Dari data tersebut dapat diketahui
nilai kelarutan yang tertinggi adalah edible film kelompok 8 yang terbuat dari
tapioka 2,5 gr dan maizena 2,5 gram yaitu sebesar 75,563%. Perbandingan
komposisi antara tapioka dan maizena pada edible film kelompok 8 sebenarnya
memiliki kesamaan dengan kelompok 5 yaitu 1:1, akan tetapi pada kelompok 5
diketahui nilai persen kelarutannya justru negatif (-144,516%). Hal ini dapat
terjadi karena kesalahan penghitungan pada saat praktikum, kurang teliti dalam
proses penimbangan, atau terdapat kesalahan prosedur pembuatan edible film,
sehingga menghasilkan film yang berbeda dari segi kualitasnya.
Tabel 3.2 Penentuan Permeabilitas Uap Air
KelTebal (cm)
Diameter WVP (cm)
Berat awal (gr)
Jam ke-
1 2 3 4 5
1,2 0,04 37,37 125 152,2 125,9 125,4 125,5 125,63,4 0,04 58,59 108,6 108,8 108,8 109 109 109,35 - - - - - - - -6 - - - - - - - -7 - - - - - - - -8 - - - - - - - -9 0,02 8,42 132,11 132,15 133,90 133,8 132,19 133,8310 0,02 8,56 119,92 120,93 120,51 120,72 120,90 120,95
Sumber: Laporan Sementara
Permeabilitas uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan
waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible
film adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap
uap air harus serendah mungkin (Gontard, 1993). Ketebalan film akan
mempengaruhi permeabilitas gas. Semakin tebal edible film maka
permeabilitas gas akan semakin kecil dan melindungi produk yang dikemas
dengan lebih baik.
Pengujian permeabilitas uap air edible film mengacu pada penelitian
Murdianto (2005), dalam Nugroho (2012) laju transmisi uap air edible film
yang diuji diseal pada mangkuk aclirik berukuran 7,5 cm (diameter dalam) dan
8 cm (diameter luar) dengan kedalaman 2 cm, yang didalamnya berisi 10 gram
silica gel dan ditempatkan pada stoples plastik yang didalamnya berisi larutan
NaCl 40% (RH 75%). Kondisi laju transmisi uap air setimbang dicapai dalam
penimbangan dilakukan setiap 1 jam.
Fungsi dari cawan WVTR adalah sebagai media tempat peletakkan silica
gel sehingga dapat diketahui jumlah uap air yang dapat melewati kemasan
edible. Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian WVTR (permeabilitas uap
air) terhadap dua sampel biodegradable film (edible film) yang sama-sama
memiliki ketebalan 0,04 cm. Sampel pertama (kelompok 1,2) menggunakan
mangkuk WVP berdiameter 37,37 cm memiliki berat awal 125 gram, dan
terjadi grafik perubahan berat yang tidak konstan. Pada jam pertama berat
mangkuk WVP menjadi 152,2 gram, satu jam kedua 125,9 gram, satu jam
ketiga 125,4 gram, satu jam keempat 125,5 gram, dan satu jam kelima 125,6
gram. Sedangkan untuk Sampel kedua (kelompok 3,4) menggunakan mangkuk
WVP berdiameter 58,59 cm memiliki berat awal 108,6 gram, dan terjadi grafik
perubahan berat yang tidak konstan tetapi ada kenaikan. Pada jam pertama
berat mangkuk WVP menjadi 108,8 gram, satu jam kedua 108,8 gram, satu jam
ketiga 109 gram, satu jam keempat 109 gram, dan satu jam kelima 109,3 gram.
Menurut Syarief, et.al (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi
konstanta permeabilitas kemasan adalah :
1) Jenis film permeabilitas dari polipropilen lebih kecil dari pada polietilen
artinya gas atau uap air lebih mudah menembus polipropilen daripada
polietilen.
2) Ada tidaknya " cross linking" misalnya pada konstanta
3) Suhu
4) Ada tidaknya plasticizer misal air
5) Jenis polimer film
6) Sifat dan besar molekul gas
7) Solubilitas atau kelarutan gas
Garcia (2000) dalam Barus (2002) menyebutkan bahwa migrasi uap air
umumnya terjadi pada bagian film yang hidrofilik. Dengan demikian ratio
antara bagian yang hidrofilik dan hidrofobik komponen film akan
mempengaruhi nilai laju transmisi uap air film tersebut. Semakin besar
hidrofobisitas film, maka nilai laju transmisi uap air film tersebut akan semakin
turun. Sehingga dapat disimpulkan juga, semakin besar hidrofilisitas film, maka
nilai laju transmisi uap air film tersebut akan semakin naik. Semakin kecil
migrasi uap air yang terjadi pada produk yang dikemas oleh edible film, maka
semakin semakin bagus sifat edible film dalam menjaga umur simpan produk
yang dikemasnya (Nugroho, 2013). Pentingnya mengatahui WVTR atau
permeabilitas ini adalah untuk menentukan kemasan mana yang bisa
diaplikasikan dan cocok untuk mengemas suatu produk, karena dijelskan diatas
bahwa semakin kecil permeabilitas, maka kemampuan menjaga umur simpan
produk semakin baik. Sehingga ketika kita menginginkan mengemas produk
dengan umur simpan yang lama, tentu dalam memilih pengemas dapat
dipertimbangkan dengan melihat WVTR atau permeabilitasnya.
Tabel 3.3 Aplikasi Biodegradable Film pada Buah Anggur
KelPerlakuan Jam ke-
0 1 2 3 4 5
1 & 2
Kontrol 11,8 11,2 11,2 11,1 11 11,3Wrap 13,3 13,4 13,3 13,4 13,3 13,2Edible film
10 9,8 9,8 9,7 9,7 9,9
3 & 4
Kontrol 13,5 13.4 13,4 13,3 13,3 13,3Wrap 10,5 10,4 10,4 10,4 10,3 10,4Edible film
- - - - - -
5
Kontrol 11,6 11,6 11,6 11,5 11,5 11,6Wrap 10,2 10,2 10,2 10,2 10,2 10,2Edible film
10,1 9,9 9,5 9,6 9,6 9,6
6
Kontrol 12,431 12,413 12,394 12,376 12,347 12,328Wrap 11,565 11,550 11,549 11,547 11,542 11,539Edible film
9,581 9,576 9,563 9,560 9,559 9,550
7
Kontrol 12,048 12,026 12,026 13,105 12,034 11,812Wrap 12,020 11,989 10,359 11,921 11,911 11,802Edible film
6,702 6,938 6,201 6,514 6,507 5,410
8
Kontrol 10,931 10,909 10,905 10,900 10,800 11,000Wrap 7,492 7,487 7,520 7,550 7,550 7,600Edible film
6,426 6,794 6,823 6,872 6,700 6,800
9
Kontrol 13,179 13,125 12,859 12,410 12,485 12,900Wrap 9,687 9,535 9,542 9,414 9,510 9,432Edible film
8,010 8,004 7,944 7,517 7,488 7,500
10
Kontrol 8,650 8,635 8,525 8,675 8,811 8,605Wrap 12,465 12,436 12,511 12,411 12,514 12,542Edible film
10,102 10,118 10,125 10,011 10,221 10,184
Sumber : Laporan Sementara
Krochta et.al. (1994), dalam Rachmawati (2009) menyebutkan bahwa
nilai laju transmisi uap air dapat digunakan untuk menentukan umur simpan
produk. Sebab jika laju transmisi uap air dapat ditahan, maka umur simpan
produk dapat diperpanjang. Kehilangan air pada buah-buahan dan sayuran
merupakan penyebab utama kerusakan selama penyimpanan. Kehilangan air
dapat menyebabkan buah dan sayuran mengalami susut berat dan tampak layu
sehingga kurang disenangi oleh konsumen.
Kemasan yang baik mampu mempertahankan mutu produk dengan
menahan laju transmisi uap air, sehingga dapat mengurangi susut berat produk.
Susut berat produk dapat merugikan produsen dan konsumen dari segi
penampakan, berkurangnya bobot produk, kualitas gizi menurun, serta dapat
memberikan tampilan produk yang kurang diminati.
Pengujian susut berat produk pada saat praktikum menggunakan sampel
3 buah anggur merah. Pengujian dilakukan dengan melapisi buah anggur
merah pertama dengan plastik wrap, melapisi anggur kedua dengan edible film,
dan anggur ketiga sebagai kontrol (tanpa pelapis/ pengemas). Pada kelompok
7, berat awal anggur kontrol adalah 12,048 gram, kemudian menurun pada jam
pertama yaitu 12,026 gram, pada jam kedua masih konstan 12,026 gram,
kemudian naik pada jam ketiga menjadi 13,105 gram, dan menurun kembali
pada jam keempat menjadi 12,034, dan jam kelima 11,812 gram. Anggur yang
dibungkus plastik wrap juga mengalami perubahan berat yang tidak konstan,
berat awal anggur wrap adalah 12,020 gram, kemudian menurun pada jam
pertama yaitu 11,989 gram, menurun pada jam kedua menjadi 10,359 gram,
kemudian naik pada jam ketiga menjadi 11,921 gram, dan menurun kembali
pada jam keempat menjadi 11,911, dan jam kelima 11,802 gram. Untuk
anggur dengan pengemas edible film, diketahui berat awal anggur adalah 6,702
gram, kemudian naik pada jam pertama menjadi 6,938 gram, pada jam kedua
menurun lagi menjadi 6,201 gram, kemudian naik pada jam ketiga menjadi
6,514 gram, dan menurun kembali pada jam keempat menjadi 6,507, dan jam
kelima menjadi 5,410 gram.
Dari tabel 3.3 tampak pada beberapa perlakuan anggur merah mengalami
susut berat, bahkan ada yang mengalami penambahan berat. Kelompok 7 untuk
anggur kontrol mengalami susut berat 0,236 gram, anggur wrap susut bobot
0,21 gram, sedangkan anggur yang dilapisi edible film mengalami susut bobot
1,292 gram. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kemasan yang paling bagus
untuk membungkus anggur pada sat praktikum adalah plastik wrap. Sedangkan
kemasan edible film mengalami banyak susut berat, hal ini dapat terjadi
mungkin karena edible film yang dibuat masih kurang bagus untuk dijadikan
pengemas.
E. Kesimpulan
Dari pembahasan acara III “Pengujian Karakteristik dan Aplikasi
Biodegradable Film” sebagai berikut:
1. Kelarutan film merupakan faktor yang penting dalam menentukan
biodegradibilitas film ketika digunakan sebagai pengemas. Kelarutan edible
film merupakan karakteristik yang pada umumnya dipengaruhi oleh
konsentrasi bahan keringnya.
2. Berdasarkan data kelarutan edible film yang baik yaitu kelompok 9 dengan
formulasi tapioka 3,75 g + maizena 1,25 g.
3. Permeabilitas uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan
waktu dibagi dengan luas area film.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi konstanta permeabilitas kemasan adalah
jenis film, suhu, ada tidaknya plasticizer dan sifat serta besar molekul gas
serta solubilitas atau kelarutan gas.
DAFTAR PUSTAKA
Bourtoom, Thawien. 2007. Plasticizer effect on the properties of Biodegradable blend film from rice starch-chitosan. Songklanakarin J. Sci. Technol. 30 (Suppl.1), 149-165.
Buckle, K. A., R.A Edwards., G.H Fleet., dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Dhanapal, Aruna, Sasikala.P, Lavanya Rajamani, Kavitha.V, dan Yazhini.G, M.Shakila Banu. 2012. Edible films from Polysaccharides. Food Science and Quality Management ISSN 2224-6088 (Paper) ISSN 2225-0557 Vol 3.
Jorge, Manuel Fernando Coronado., Elisabete M. C. Alexandre., Christian Humberto Caicedo Flaker., AnaMônica Quinta Barbosa Bittante., dan Paulo José do Amaral Sobral. 2015. Biodegradable Films Based on Gelatin and Montmorillonite Produced by Spreading. International Journal of Polymer Science Volume 2015, Article ID 806791
Nugroho, Agung Adi ., Basito., R. Baskara Katri A. 2012. Kajian Pembuatan Edible Film Tapioka dengan Pengaruh Penambahan Pektin Beberapa Jenis Kulit Pisang Terhadap Karakteristik Fisik dan Mekanik. Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No.1.
Polnaya,Febby J., Josefina Talahatu., Haryadi dan Djagal W. Marseno. Properties of biodegradable films from hydroxypropyl sago starches. As. J. Food Ag-Ind. 2012, 5(03), 183-192.
Pudjiastuti, Wiwik ., Arie Listyarini., dan Sudirman. 2012. Polimer Nanokomposit Sebagai Master Batch Polimer Biodegradable untuk Kemasan Makanan. Jurnal Riset Industri Vol. Vi No. 1.
Rachmawati, Arinda Karina. 2009. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Cincau Hijau (Premna Oblongifolia. Merr) Untuk Pembuatan Edible Film. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Sudaryati, H.P., Tri Mulyani S., dan Egha Rodhu Hansyah. 2010. Sifat Fisik dan Mekanis Edible Film dari Tepung Porang (Amorphopallus Oncophyllus) dan Karboksimetilselulosa. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 3.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Kelarutan Film
Berat filmtidak larut=kertas saring(ak h ir−awal )
¿0,805−0,717
¿0,088 gr
Berat filmterlarut=berat film(awal−tidak terlarut )
¿0,103−0,088
¿0,015 gr
%kelarutan=berat film larutberat film awal
x 100 %
¿ 0,0150,103
x 100 %
¿14,563 %