penginjilan di tengah masyarakat plural · injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja...
TRANSCRIPT
PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: “TANTANGAN DAN SOLUSINYA”
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR
SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral
Oleh: MANTO MANURUNG
NIM: 877
SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005
PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: “TANTANGAN DAN SOLUSINYA”
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR
SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral
Oleh: MANTO MANURUNG
NIM: 877
SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI
JUDUL SKRIPSI : PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK : TANTANGAN DAN SOLUSINYA
NAMA MAHASISWA : MANTO MANURUNG NIM : 877 JURUSAN : PASTORAL LEMBAGA : SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA
Menyetujui,
Dosen pembimbing
Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div.
ii
iii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah diterima, diuji, dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Sarjana Theologia (S.1.) Sekolah Tinggi Teologi Ekklesia, Jakarta, pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 01 Juni 2005
Tempat : Gedung Kenanga, Lantai 2
Jl. Senen Raya No. 46, Jakarta Pusat 10411.
Dewan Penguji:
Penguji I : Pdt. Piet Hein Mailangkay, D.Min. ...............................................
Penguji II : Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div. ...............................................
Penguji III : Dr. Sylvia Hutabarat, M.Pd., M.Th. ...............................................
Mengetahui,
Ketua Puket I – Bidang Akademik
Pdt. Drs. Suwandoko Roslim, M.Th., Ph.D. Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus atas berkat kasih, rahmat
dan bimbingan-Nya serta kekuatan yang diberikan kepada penulis, dan berkat
pertolongan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div. sebagai dosen pembimbing dalam
penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Pdt. Gordon Simare-mare, M.A. atas saran-saran yang diberikan untuk
pemilihan buku-buku referensi.
3. Bapak Pdt. Edison Lesnussa, S.Kom., M.A. yang telah meluangkan waktu untuk
berbicara dengan penulis pada waktu penulis berada pada titik jenuh.
4. Seluruh dosen di Sekolah Tinggi Theologia Ekklesia yang telah membagikan
segala pengetahuannya kepada penulis selama menjalani perkuliahan.
5. Pihak sponsor (Departemen Misi Daerah DKI Jabar-Banten), yang telah
membantu penulis menyelesaikan biaya perkuliahan di Sekolah Tinggi Teologia
Ekklesia.
6. Bapak Pdt. Thomas Agung dan Ibu Ita Utomo, sebagai gembala sidang di Gereja
Sidang Jemaat Allah Rumah Doa Bekasi, yang telah memberikan dorongan moril
kepada penulis.
7. Ayahanda dan Ibunda tercinta. Atas segala pengorbanan dan bimbingan yang
telah diberikan kepada penulis sehingga penulis tidak takut dalam menghadapi
tantangan apa pun.
v
8. Saudari Novrie Sihombing, yang telah bersedia untuk memberikan kritikan dan
saran-saran praktis serta dorongan moril dalam penyusunan skripsi ini.
9. Semua rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis.
Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan kemampuan yang ada. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
skripsi ini terdapat ketidak sempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran-saran membangun dari para pembaca sekalian untuk digunakan dalam
menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, kiranya berkat dan rahmat Tuhan senantiasa menyertai kita semua,
dan harapan penulis adalah bahwa skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian,
sehingga dapat mengkomunikasikan Injil kepada jiwa-jiwa di sekitar kita dengan
lebih baik.
Jakarta, 30 Mei 2005
Penulis
(Manto Manurung)
vi
DAFTAR ISI
Hal
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ii PENGESAHAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR TABEL ix BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 Batasan Masalah ........................................................................................... 2 Metode Penelitian ......................................................................................... 2 Kegunaan Hasil Penelitian ........................................................................... 2 Sistematika penulisan ................................................................................... 3
II. PENGINJILAN, SALAH SATU TUGAS ESENSIAL GEREJA ....................... 5
Pengertian Penginjilan Secara Etimologis ................................................... 6 Penginjilan, Inisiatif Dan Bukti Kasih Allah Kepada Manusia ................... 8 Penginjilan Dan Korelasinya Dengan Amanat Agung ................................ 13 Penginjilan, Salah Satu Tugas Gereja Di Antara Tugas-tugasnya Yang Lain 17 Penginjilan, Korelasinya Dengan Pertumbuhan Gereja ............................... 21 Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja ........................................... 24
III. KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEMAKIN MAJEMUK ................... 30
Sebab-sebab Semakin Pluralnya Masyarakat .............................................. 30 Manusia Motor Utama Perubahan ...................................................... 30 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ....................................................... 32 Urbanisasi ........................................................................................... 34
Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Oleh Kemajemukan Masyarakat ............ 35 IV. BERBAGAI TANTANGAN PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT
YANG MAJEMUK ............................................................................................ 41
vii
Timbulnya Kelompok-kelompok Dalam Masyarakat ................................. 42 Kesulitan Untuk Membangun Kerja Sama .................................................. 44 Bahasa Komunikasi Sebagai Media Penginjilan Kepada Masyarakat ........ 45
V. USULAN BERBAGAI SOLUSI UNTUK MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN PENGINJILAN ...................................................................... 48
Mengadakan Pengenalan Lapangan ............................................................. 49 Memilih Metode Penginjilan ....................................................................... 51 Metode-metode PenginjilanYang Alkitabiah ............................................. 54 Melibatkan Kaum Awam Dalam Penginjilan .............................................. 56 Kelompok Sel Sebagai Sarana Untuk Menjangkau Semua Lapisan Masyarakat ......................................................................... 61 Penginjilan Dengan Kuasa Roh Kudus ........................................................ 71 Menjangkau Jiwa-jiwa Dengan Kuasa Doa ................................................. 74 Mengalokasikan Uang Untuk Penginjilan ................................................... 77
BAB VI. PENUTUP .................................................................................................. 79
Kesimpulan ................................................................................................... 79 Saran-saran .................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 82
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................ 86
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tiga Tugas Gereja .................................................................................. 21 Gambar 2. Diagram Penginjilan Orang Awam ........................................................ 57
ix
DAFTAR TABEL
Tabel I. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh dalam dosa ................. 9 Tabel 2. Keberadaan Manusia Berdosa di Hadapan Allah ....................................... 11 Tabel 3. Perbedaan Pandangan Masyarakat Sebelum dan Sesudah Mengenal Ilmu
Pengetahuan Modern .................................................................................. 33 Tabel 4. Cara Yesus menangani Matius dan Zakheus .............................................. 52 Tabel 5. Gereja Lokal Yang Menerapkan Penginjilan Dengan “Kelompok Sel.” ... 64 Tabel 6. Perbedaan Sebelum dan Sesudah Berjumpa Dengan Tuhan ...................... 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penginjilan merupakan salah satu tugas esensial gereja, karena tugas ini
diperintahkan langsung oleh Tuhan Yesus kepada gereja sebelum Ia terangkat ke
sorga. Perintah itu disebut sebagai Amanat Agung, dan di dalamnya tertuang langkah-
langkah yang harus dilakukan gereja pada waktu melaksanakan tugas ini.
Penginjilan sebagai satu tugas, pada mulanya ditanggapi oleh gereja sesuai
dengan isi amanat yang diterimanya dari Tuhan Yesus. Alkitab memberikan catatan-
catatan penting tentang pergerakan gereja mula-mula dalam meresponi tugas ini.
Sebagai bagian dari tugas utamanya gereja masa kini pun masih mengakui penginjilan
sebagai tugas dan tanggung jawabnya. Menjadi pokok permasalahannya bagaimana
gereja meningkatkan keefektifan penginjilan sebagai salah satu tugasnya, khususnya
di tengah masyarakat yang majemuk.
Penginjilan di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk merupakan
tantangan yang harus dihadapi oleh gereja. Apakah gereja mampu menghadapi
tantangan demi tantangan yang ditemukannya di tengah masyarakat dunia ini,
khususnya ketika ia diperhadapkan dengan masyarakat yang majemuk? Atas dasar
pemikiran ini, penulis mencoba menggali kebenaran firman Allah dan meneliti buku-
buku hasil riset dari beberapa pakar yang membahas tentang gereja, penginjilan dan
masyarakat di sekitar gereja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyajikan
skripsi ini dengan judul: “Penginjilan Di Tengah Masyarakat Majemuk: Tantangan
dan Solusinya.”
2
Batasan Masalah
Mengingat penginjilan di tengah masyarakat majemuk ini sangat luas, baik
ditinjau dari segi letak geografis di mana masyarakat tersebut tinggal, maupun jenis
kemajemukan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, penulis membatasi
masalah pada penginjilan di tengah masyarakat majemuk dalam konteks kota Jakarta.
Metode Penelitian
Untuk mengumpulkan data dalam penyusunan skripsi ini, penulis memakai
metode deskriptip, artinya memberikan penjelasan dan penguraian tentang penginjilan
di tengah masyarakat majemuk: tantangan dan solusinya. Dalam penulisan skripsi ini,
teknik pengumpulan data mempergunakan studi pustaka, yaitu menggali data-data
dari sumber utama, antara lain: Alkitab, buku-buku, literatur-literatur yang
berhubungan dengan skripsi ini, dan eksplorasi data dari media elektronik khususnya
media internet.
Kegunaan Hasil Penelitian
Penulis mengharapkan hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi berarti
kepada setiap pembaca, yaitu:
1. Untuk pengembangan ilmu teologia sebagai satu literatur tambahan dan bahan
kajian lebih lanjut khususnya di bidang teologia praktis.
2. Untuk para gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan, skripsi ini dapat dipakai
sebagai satu masukan untuk memikirkan pentingnya penginjilan (pemberitaan
Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan
agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang lebih tepat guna.
3. Untuk semua orang percaya, skripsi ini memuat pesan-pesan Tuhan tentang
pentingnya melaksanakan penginjilan kepada semua orang.
3
4. Untuk penulis, skripsi ini memberikan informasi praktis tentang penginjilan yang
dapat di aplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari.
Sistematika penulisan
Dalam rangka mencapai tujuan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I merupakan informasi kepada pembaca tentang latar belakang
permasalahan yang menarik perhatian penulis untuk memilih judul “Penginjilan Di
Tengah Masyarakat Yang Majemuk: Tantangan dan Solusinya.” Dalam bab ini,
penulis juga menerangkan mengenai batasan masalah, metode penelitian untuk
memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini, dan sistematika
penulisannya.
Bab II menjelaskan tentang “Penginjilan Salah Satu Tugas Esensial Gereja.”
Dal bab ini penulis menjelaskan secara singkat defenisi penginjilan secara etimologis,
inisiator dari penginjilan serta motivasi yang mendorong inisiator mengadakannya,
korelasinya dengan Amanat Agung, korelasinya dengan tugas-tugas lainnya,
korelasinya dengan pertumbuhan gereja, dan korelasinya dengan masyarakat di
sekitar gereja.
Bab III menguraikan tentang “Kehidupan Masyarakat Yang Semakin
Majemuk.” Dalam bab ini dijelaskan sebab-sebab semakin majemuknya satu
kelompok masyarakat khususnya dalam konteks kota Jakarta dan bagaimana akibat-
akibat yang ditimbulkannya.
Bab IV menjelaskan tentang “Berbagai Tantangan Penginjilan Di Tengah
Masyarakat Yang Majemuk.” Dalam bab ini diterangkan berbagai tantangan yang
akan dijumpai dalam penginjilan di tengah masyarakat yang majemuk, khususnya
4
dalam konteks kota Jakarta. Kemajemukan masyarakat seringkali menimbulkan
tantangan-tantangan yang menyulitkan gereja untuk melakukan penginjilan.
BAB V menguraikan tentang “Usulan Berbagai Solusi Untuk Meningkatkan
Keefektifan Penginjilan.” Dalam bab ini, penulis mengusulkan beberapa pemecahan
masalah yang dapat digunakan dalam penginjilan di tengah masyarakat yang
majemuk.
BAB VI merupakan bab terakhir. Penulis memberikan kesimpulan dan saran-
saran.
5
BAB II
PENGINJILAN,
SALAH SATU TUGAS ESENSIAL GEREJA
Istilah “penginjilan” sudah menjadi satu istilah yang umum, dan erat
hubungannya dengan kehidupan gereja di sepanjang zaman. Dalam konteks masa
kini, beberapa gereja lokal menanggapi penginjilan sebagai satu tugas yang dapat
dilakukan melalui bersaksi kepada orang-orang yang ditemuinya. Beberapa gereja
lokal lainnya menanggapi penginjilan sebagai satu tugas dari anggota-anggota tertentu
saja, dan beberapa gereja lokal berpendapat bahwa penginjilan merupakan tugas dari
gereja lokal lainnya, sedangkan gereja lokal tersebut bertugas untuk mendewasakan
orang-orang yang datang kepadanya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “tugas” didefinisikan sebagai:
(- kewajiban), sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan;
suruhan (perintah) untuk melakukan sesuatu; fungsi (jabatan),1 sedangkan kata
“esensial” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan: perlu sekali; penting;
hakiki; harus ada.2 Dari pengertian kata “tugas” dan kata “esensial” tersebut, maka
penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja adalah satu kewajiban, atau
sesuatu yang wajib dikerjakan, dan yang ditentukan untuk dilakukan oleh gereja.
Ditinjau dari definisi di atas, menurut hemat penulis tugas penginjilan sering
kali tidak dilakukan dengan semestinya. Oleh karena itu, perlu diadakan penyelidikan
terhadap beberapa topik utama di sekitar penginjilan sehingga dapat membuka
wawasan berpikir tentang kepentingan dari tugas tersebut. Topik yang penulis
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985), p. 1094.
2 Ibid, p. 236
6
maksudkan antara lain:
1. Pengertian Penginjilan secara etimologis?
2. Penginjilan itu inisiatif siapa dan mengapa ia mengadakannya?
3. Siapa yang mengamanatkan tugas ini kepada gereja?
4. Bagaimana posisi dari tugas penginjilan di antara tugas gereja yang lainnya?
5. Korelasi antara penginjilan dengan pertumbuhan gereja?
6. Siapa yang menjadi sasaran dari penginjilan ditinjau dari amanat yang diberikan
kepada gereja?
Harapan penulis dengan adanya pemahaman terhadap keenam topik tersebut di atas
akan memotivasi gereja dalam mencari solusi untuk mengefektifkan penginjilan di
lingkungan yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya.
Pengertian Penginjilan Secara Etimologis.
Dalam Alkitab, baik dalam kitab-kitab Perjanjian Baru mau pun dalam kitab-
kitab Perjanjian Lama, kata “penginjilan” tidak ditemukan secara hurufiah. Pada
hakikatnya kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ύξω” dibaca
“evanggeliso” artinya: “mengumumkan, memberitakan, atau membawa kabar baik, 3
dan “memproklamasikan Injil atau menjadi pembawa kabar baik di dalam Yesus”4
Dalam konteks aslinya kata “evanggeliso” merupakan satu istilah yang
dipakai dalam kemiliteran Yunani. Kata ini memiliki arti “upah yang diberikan
kepada pembawa berita kemenangan dari medan tempur, dan atau berita kemenangan
itu sendiri.” 5
Kemudian orang Kristen menggunakan kata “evanggeliso” untuk
3 James Strong, Strong’s Exhaustive Concordance Of The Bible (Iowa: Riverside BOOK and
Bible House Iowa Falls), p. 33. 4 Horst Balz & Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2),
(Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 69 5 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1) (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,
1988), p. 24.
7
menjelaskan “berita” tentang pengorbanan dan atau karya Yesus Kristus.6
Kata “evanggeliso” sinonim dengan kata “κεπιζζω” dibaca “kerysso.” Kata
ini pada mulanya adalah satu istilah yang dipakai untuk seorang utusan resmi (utusan
itu disebut “Kerux”) yang menyampaikan pengumuman dari raja.7 Kata ini dalam
bahasa Yunani memiliki arti mengumumkan sebagai seorang bentara, atau
memproklamasikan kabar baik. Pengumuman tersebut pada hakikatnya sangat
penting, sehingga tidak dapat dibantah atau ditunda.8
Kitab Perjanjian Lama menggunakan kata yang paralel dengan “kerysso”
yaitu “qầrầ,”yang artinya “berseru.”9 Dalam kitab Septuaginta (LXX) kata “kerysso”
dipakai lebih dari 30 kali, baik dalam arti sekular tentang pengumuman resmi raja-
raja, maupun dalam arti agamawi tentang pengucapan kenabian (Yes 61:1; Yoel 1:14;
Zak 9:9).10
Sedangkan dalam kitab-kitab Perjanjian Baru kata “kerysso” dipakai
sebanyak 60 kali.11
Dalam kitab-kitab Perjanjian Baru digunakan kata lain yang berhubungan
dengan penginjilan seperti kata “διδαζσω” dibaca “didasko” artinya mengajar, atau
mengajarkan.12
Tuhan Yesus sering menggunakan penginjilan dengan cara ini, contoh
penggunaannya dicatat dalam Matius 10: 7-15; 4: 23; 7: 28; 9:35; Markus 1:21; 6:6;
Lukas 10: 4-12. Kata kedua yaitu: “μαπηςπεω” dibaca “martureo” artinya bersaksi,
atau menyampaikan kesaksian berdasarkan apa yang dialami.13
Penginjilan dengan
cara ini juga dipakai oleh para rasul (Kis 2: 40).
6 Ibid.
7 Ensiklopedia AlkitabMasa Kini (Jilid 1), ed. S.v. “Berita, Pemberitaan.” By R.H. Mounce.
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 183 8 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (Jilid 2) (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,
1998), p. 21. 9 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), p. 183.
10 Ibid.
11 Ibid, p.182
12 Yakub Tomatala, p. 21.
13 Ibid, p. 22.
8
Setelah menyelidiki arti kata “penginjilan” secara etimologis, maka
“penginjilan” adalah:
1. Satu tugas untuk mengumumkan atau memberitakan kabar baik, dan atau kabar
keselamatan di dalam Yesus Kristus.
2. Dilakukan dengan cara menyerukannya seperti seorang utusan raja yang sedang
mengumumkan satu dekrit, yaitu dengan suara yang keras dan tegas, dan dapat
juga dilakukan dengan mengajar seperti kepada seorang murid, dan dengan
bersaksi berdasarkan apa yang dialami oleh pemberita Injil tersebut.
3. Tugas penginjilan tidak dapat dibantah dan atau dilalaikan karena berita itu
menyangkut keselamatan jiwa banyak orang yang dikasihi oleh pemberi perintah.
Penginjilan, Inisiatif dan Bukti Kasih Allah Kepada Manusia.
Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja perlu dilihat dari sisi
inisiator dan motifasi yang mendorong inisiator untuk melakukannya. Alkitab,
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mencatat bukti-bukti penting tentang inisiator
dan motifasi yang mendorongnya untuk mengadakan penginjilan. Perhatikanlah fakta-
fakta berikut ini yang tertera pada tabel di bawah ini. Alkitab mencatat dengan sangat
jelas tentang sikap Allah terhadap manusia sebelum dan sesudah kejatuhannya ke
dalam dosa.
Sebelum Manusia Jatuh dalam Dosa Sesudah Jatuh dalam Dosa
1. Hubungan Antara Manusia Dengan
Allah Sangat Intim.
Bukti-buktinya:
- Allah memberi perintah langsung
kepada manusia untuk
beranakcucu, serta memenuhi
bumi, dan menaklukkan bumi
(Kej. 1: 28),
- Allah menjelaskan jenis makanan
yang layak untuk manusia (Kej. 1:
29),
- Allah memberikan otoritas serta
1. Keintiman Hubungan Itu Terputus.
Bukti-buktinya :
- Manusia berusaha menarik diri
dari perjumpaan dengan Allah
dengan bersembunyi di antara
pohon-pohonan dalam taman
(Kej. 3: 8),
- Manusia takut bertemu dengan
Allah (Kej. 3: 9-10),
2. Manusia tidak menerima
sesamanya seperti pada waktu
Allah menciptakannya, manusia
9
kepercayaan kepada manusia
untuk mengusahakan taman Eden
(Kej. 2:15),
- Allah memberikan perintah
larangan kepada manusia dan
menjelaskan akibat yang akan
dialaminya apabila tidak
mematuhinya ( Kej. 2: 17),
- Tuhan membuat manusia berbeda
dengan mahluk ciptaan-Nya yang
lainnya (Kej. 2: 9, 18-22).
2. Manusia menerima sesamanya
dengan penuh penghargaan (Kej 2:
23-24)
3. Allah merupakan sumber kehidupan
manusia.
Bukti-buktinya :
- Tuhan Allah menyediakan segala
kebutuhan jasmaniah manusia
(Kej 2: 8-9),
- Tuhan Allah menyediakan
kebutuhan jiwa manusia (Kej 2:
18-22).
cenderung menyalahkan
sesamanya, dan benda-benda lain
di luar dirinya ( Kej. 3: 12),
3. Perempuan akan mengalami sakit
pada bersalin (Kej. 3: 16),
4. Manusia harus bersusah payah
untuk mencukupi kebutuhan
hidupnya selama di muka bumi ini
(Kej. 3: 17),
5. Allah tetap campur tangan dalam
kehidupan manusia.
Bukti-buktinya :
- Allah membuat satu ketetapan
tentang akan adanya
penyelamatan di masa depan (Kej
3: 15),
- Tuhan menjelaskan akibat yang
harus dialami oleh manusia (Kej
3: 17-19),
- Tuhan Berinisiatif menutupi
ketelanjangan manusia (Kej 3:
21).
Tabel 1. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh dalam dosa.
Pada tabel di atas, satu bukti menyatakan bahwa setelah jatuh ke dalam dosa,
“mereka takut bertemu dengan Allah” (Kejadian 3:8). Pada waktu Adam dan Hawa
mendengar langkah kaki Allah, Adam dan Hawa lebih memilih bersembunyi dari
hadapan Allah karena takut bertemu dengan-Nya. Chales dalam Wycliffe
Commentary memberikan pendapat tentang kata “takut” sebagai satu keadaan takut
disertai dengan perasaan terteror.14
Tomatala menegaskan, perasaan takut dan terteror
itu terjadi karena Adam diperhadapkan kepada hukuman kematian terhadap
kebenaran (Kejadian 2: 17; 1 Petrus 2: 24) dan hidup untuk dosa sebagai akibat dari
ketidak-taatannya.15
Dalam keadaan itu, Allah tidak mendekati mereka dalam guntur
atau dengan panggilan yang kasar.16
Dalam kasus tersebut, posisi Adam secara
14
Charles F. Pfeiffer (ed), The Wycliffe Bible Commentary (Old Testament) (Chicago: Moody
Press, 1962), p. 7. 15
Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1), p. 7. 16
Charles F. Pfeiffer, p. 7.
10
yuridis (kata “yuridis” artinya menurut hukum; secara hukum17
) terbukti melanggar
perintah Allah.18
Pada waktu Adam mengetahui dirinya telah bersalah karena gagal
mentaati perintah Allah (Kejadian 2: 16,17), Adam beserta isterinya berusaha untuk
bersembunyi dari Allah. Dalam kasus tersebut, Allah-lah yang berinisiatif untuk
menemukan mereka.
Berdasarkan catatan kitab Kejadian, penulis menemukan beberapa kebenaran
berikut ini:
1. Tindakan Allah untuk menemukan mereka tidak berhenti pada batas mencari, dan
menemukan.
2. Alkitab tidak mencatat bukti yang menyatakan Allah meninggalkan mereka dalam
keadaan terteror.
3. Alkitab juga tidak mencatat bahwa Tuhan Allah membuat alternatif lain seperti
membinasakan mereka lalu menciptakan manusia yang baru dan yang taat secara
mutlak kepada-Nya.
4. Alkitab memberikan bukti yang bertolak belakang dengan pelanggaran Adam dan
Hawa.
Dalam kondisi demikian pun Allah memberikan janji penyelamatan kepada Hawa.
Inilah pertama kalinya Allah menyampaikan janji penyelamatan kepada manusia
(Kejadian 3:15). Janji penyelamatan ini disebut “Protoevangelium.”19
Untuk memahami pentingnya janji penyelamatan itu bagi manusia, marilah
melihat pandangan Allah menurut Alkitab tentang keberadaan dosa dan manusia
berdosa. Setelah manusia berdosa, ia menjadi manusia yang bersifat daging (Ibrani
dibaca “ba ”ּבׂשר“ sa r” artinya benar-benar daging sama seperti daging binatang),
17
Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 1016. 18
Yakub Tomatala, p. 7. 19
Ibid..
11
lemah dan berdosa20
(Kejadian 6:3), dan keberadaannya itu memilukan hati Allah
(Kejadian 6:7). Pandangan Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tentang
dosa dan manusia berdosa tidak berubah. Perhatikanlah tabel berikut ini:
Perjanjian Lama Perjanjian Baru
Kejadian 6 :5-6: “Ketika dilihat Tuhan,
bahwa kejahatan manusia besar di bumi
dan bahwa kecenderungan hatinya
selalu membuahkan kejahatan, maka
menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah
menjadikan manusia dibumi, dan hal
itu memilukan hati-Nya.”
Roma 3:10-18 : “Tidak ada yang
benar, seorang pun tidak. ...rasa takut
kepada Allah tidak ada pada orang
itu.”
Roma 3: 23 : “Karena semua orang
telah berbuat dosa dan telah
kehilangan kemuliaan Allah”
Kejadian 6: “Berfirmanlah TUHAN,
„Aku akan menghapuskan manusia
yang telah Kuciptakan itu dari muka
bumi,... sebab Aku menyesal,...”
Roma 6: 23: “Sebab upah dosa ialah
maut....”
Tabel 2. Keberadaan Manusia Berdosa di Hadapan Allah
Berdasarkan pada tabel 2 di atas, nyatalah bagaimana Allah memandang dan
mengambil sikap terhadap dosa dan manusia berdosa. Alkitab mencatat “Allah
merencanakan untuk menghapuskannya” dan atau memberikan “maut” sebagai
upahnya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata “maut” didefinisikan dengan
kematian atau membawa kepada kematian.21
Definisi ini lebih mengarah kepada
kematian fisik. Morris menegaskan bahwa kata “maut” memiliki arti lebih dari
sekedar kematian fisik, tetapi kematian yang bersifat eskatologis (Yudas 12; Wahyu
2:11) artinya manusia berhadapan dengan kematian yang kekal.22
Ketidak-taatan manusia menyebabkan Allah menyesal dan berikhtiar untuk
membinasakan manusia beserta seluruh mahluk yang ada di muka bumi dan Tuhan
Allah melakukannya, tetapi di sisi lain Allah memberikan kasih karunia kepada Nuh
20
William Wilson, Wilson’s Old Testament Word Studies, (Massachusetts: Hendrickson
Publishers), p. 169. 21
Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 639. 22
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2), S.v. “Mati, Kematian, dan Maut,” by L. M.
Morris. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 36
12
beserta keluarganya (Kejadian 6: 5-8), dan juga kepada semua bangsa. Puncak dari
perwujudan kasih itu dinyatakan di dalam diri Yesus Kristus. Berikut ini laporan dari
kitab-kitab Perjanjian Baru tentang misi tersebut.
1. Dalam kitab Yesaya diberitakan bahwa Allah menjanjikan seorang penyelamat
bagi Israel dan bangsa-bangsa lain juga (Yesaya 9:5; 45: 20-22), janji ini mengacu
pada Yesus.
2. Dalam kitab-kitab Injil Sinoptik dijelaskan: Yesus Kristus datang ke dunia ini
untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Matius 18:11; Lukas 19:10).
3. Injil Yohanes menyatakan: kehadiran Yesus di dunia ini merupakan bukti nyata
dari kasih Allah kepada manusia. Ia datang dengan misi kasih, tetapi Allah
menuntut satu syarat agar manusia dapat menerima keselamatan tersebut, yaitu
dengan mempercayai-Nya (Yohanes 3:16).
4. Kitab Kisah Para Rasul menekankan pemberitaan Petrus tentang Yesus yang telah
diutus oleh Allah Bapa. Yesus disebut sebagai satu-satunya jalan keselamatan,
dan tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya manusia
dapat diselamatkan (Kisah Para Rasul 4:12).
Menurut Walter, Allah dalam kasih yang kudus berprakarsa memikirkan dan
melaksanakan “karya Penyelamatan”23
yang diwujudkan dalam diri Yesus Kristus.24
Menurut Abraham apapun penginjilan itu dimulai di dalam hidup, kematian, dan
kebangkitan Yesus dari Nazaret.25 Poros dari keselamatan itu adalah Salib Kristus
(Roma 1:16; 1 Korintus 1:18). Dalam hal ini para teolog Biblika sepakat bahwa dalam
Kristus-lah Allah melaksanakan tindakan penyelamatan.26
23
Ibid. S.v. “Selamat, Keselamatan,” by G. Walters, p. 377. 24
Ibid. p. 375. 25
William J. Abraham, The Teologic of evangelism (Michigan: William B, Eerdmans
Publishing Company Grand Rapids, 1989), p. 17. 26
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2), S.v. “Selamat, Keselamatan,” p. 378.
13
Penginjilan Dan Korelasinya Dengan Amanat Agung
Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja pada hakikatnya tidak
dapat dipisahkan dari Amanat Agung, yaitu amanat yang diberikan oleh Tuhan Yesus
kepada murid-murid-Nya sebelum Ia terangkat ke sorga. Amanat tersebut dicatat oleh
Matius, Markus, dan Lukas sebagai berikut:
1. Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa
di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku
dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah
mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”
(Matius 28:18-20).
2. Lalu Ia (Yesus) berkata kepada mereka: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah
Injil kepada segala mahluk, siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan,
tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai
orang-orang yang percaya; mereka akan mengusir setan-setan dalam nama-Ku,
mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka
akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak
akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan
orang itu akan sembuh” (Markus 16: 15-18).
3. Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan
bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya
berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada
segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan
aku akan mengirim kepada kamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu
harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan
14
dari tempat yang tinggi” (Lukas 24:46-49).
Menzies, Horton, Tomatala, serta Autrey berpendapat bahwa tugas inti dari
Amanat Agung adalah pergi kepada segala bangsa, kemudian menjadikan orang-
orang berdosa menjadi murid Kristus yang taat untuk melakukan segala sesuatu
yang Tuhan perintahkan.27
Pada topik “Penginjilan, inisiatif dan bukti kasih Allah,” penulis mengutip
pernyataan Yesus tentang misi utama-Nya datang ke dunia ini. Menurut penulis jika
pernyataan misi ini dihubungkan dengan Amanat Agung, maka pernyataan tersebut
dapat disebut sebagai tujuannya, yaitu agar tidak seorang pun yang terhilang. Dalam
korelasinya dengan gereja sebagai penerima dan pelaksana amanat itu, maka
pernyataan misi tersebut hanya akan terwujud jika gereja melakukan tugas penginjilan
dengan taat sehingga orang-orang yang masih hidup dalam dosa memperoleh
kesempatan untuk mendengarkan Injil keselamatan.
Stott menyatakan misi tersebut merupakan tugas gereja yang adalah
ekklesianya Tuhan Yesus (kata “ekklesia” berasal dari bahasa Yunani, artinya “yang
dipanggil keluar dari dunia ini, untuk menjadi milik-Nya, dan berada sebagai sesuatu
yang sungguh-sungguh ada dan terpisah, semata-mata hanya karena panggilannya”).28
Gereja dipanggil keluar dari dunia ini oleh Allah, dikuduskan-Nya, kemudian
mengutusnya kembali ke dalam dunia dengan satu amanat untuk memberitakan Injil
kepadanya. Berdasarkan arti dari kata “ekklesia,” maka gereja seharusnya dipahami
dengan dua arti yaitu sebagai gereja yang universal29
yang artinya kumpulan dari
semua orang yang percaya di seluruh dunia, dan gereja dalam arti kumpulan orang-
27
Buku-buku yang dipakai sebagai buku riset dalam penulisan skripsi ini adalah Basic
Evangelism oleh C. E. Autrey, Doktrin Alkitab oleh William W. Menzies & Stanley M. Horton,
Penginjilan Masa Kini oleh Yakob Tomatala. 28
John Stot, Satu Umat (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990; Reprint ed. 1997),
p. 10. 29
Henry C. Thiessen, Teologia Sitematika (Malang: Penerbit Gandum Mas. 1992), p. 476-
478.
15
orang yang percaya di satu lokasi tertentu atau disebut sebagai gereja lokal30
atau
kumpulan orang-orang percaya yang berkumpul di satu tempat atau lokasi tertentu,
jadi bukan gereja dalam arti gedungnya, dan atau denominasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, Amanat Agung adalah merupakan landasan
gereja untuk melaksanakan tugas penginjilan, karena di dalamnya terkandung wujud
kasih dan kerinduan Allah kepada umat manusia, yaitu agar tidak seorang pun yang
terhilang dan binasa. Perhatikanlah perintah-perintah berikut ini: “Pergilah jadikanlah
semua bangsa murid-Ku” (Matius 28: 19), dan “Pergilah ke seluruh dunia,
beritakanlah Injil kepada segala mahluk (Markus 16:16).” Dalam perintah tersebut,
Tuhan Yesus tidak membatasi wilayah kerja gereja hanya dalam satu wilayah tertentu,
atau hanya kepada suku tertentu, dan atau kepada orang-orang tertentu saja. Perintah
tersebut tersebut memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu kepada semua mahluk
yang ada di muka bumi ini.
Pada masa kini pun seharusnya gereja melaksanakan penginjilan berdasarkan
strategi yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus, yaitu penginjilan dimulai dari daerah
yang terdekat dahulu, kemudian ke daerah-daerah di sekitarnya dan terakhir ke daerah
yang lebih jauh lagi yaitu bangsa-bangsa lain yang belum pernah mendengarkan
berita Injil. Di sisi yang lain, Tuhan Yesus juga memerintahkan jikalau berita Injil
keselamatan itu ditolak di satu daerah, sebaiknya gereja meninggalkan mereka, dan
memberitakannya kepada orang lain yang belum pernah mendengarkan Injil itu
(Lukas 10: 1-11).
Amanat Agung memberikan beberapa rambu-rambu kepada gereja pada
waktu melakukan tugas penginjilan.
1. Gereja harus aktif, bukan reaktif.
30
Ibid.
16
Yesus berkata “pergi” dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti berjalan atau
bergerak maju.31
Jadi gereja harus bergerak maju untuk memproklamasikan Injil
kepada dunia ini (Matius 28:16).
2. Gereja jangan berhenti pada satu suku tertentu, atau kepada satu kelompok
tertentu, tetapi gereja harus membuka mata melihat semua suku bangsa yang
belum terjangkau. Gereja harus melihat semua lapisan masyarakat dunia ini yang
belum mendengarkan Injil Kristus dan kemudian memberitakan Injil kepada
mereka (Markus 16:16).
3. Gereja harus memberitakan tentang pertobatan dan pengampunan dosa hanya
dalam nama Tuhan Yesus (Lukas 24:47).
4. Gereja harus memuridkan setiap orang yang telah percaya dan mendidik mereka
menjadi murid yang taat kepada segala perintah Tuhan Yesus (Matius 28:19,20).
5. Gereja jangan berhenti pada batas membuat orang menjadi percaya, tetapi juga
mengintegrasikannya ke dalam persekutuan orang-orang percaya melalui baptisan
(Mat 28:19; Mark 16:16).
Berdasarkan Amanat Agung, Tuhan Yesus memberikan jaminan kepada
gereja dalam melaksanakan tugas penginjilan sebagai berikut ini, yaitu:
1. Gereja tidak bekerja sendiri. Yesus sebagai pemberi amanat tetap menyertai
gereja-Nya (Matius 28:20).
2. Setelah gereja melakukan tugas penginjilan pasti ada yang menerima Injil, mereka
yang menerima (yang mempercayai berita Injil tersebut) dan dibaptis pasti
diselamatkan (Markus 16:16).
3. Tuhan Yesus akan mengirimkan Roh Kudus kepada gereja-Nya yang mengasihi-
Nya dan yang rindu untuk melakukan tugas penginjilan (Lukas 24:49).
31
Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 670.
17
4. Ada tanda-tanda yang akan menyertai gereja pada waktu melaksanakan
penginjilan. Gereja mempunyai kuasa untuk mengusir setan dalam nama Yesus,
gereja berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, gereja mempunyai
kuasa untuk memegang ular, dan sekali pun minum racun maut tidak akan
mendapat celaka, gereja meletakkan tangan atas orang sakit dan orang tersebut
menjadi sembuh (Markus 16:17-19).
Dalam menjalankan tugas penginjilan, gereja tidak dapat meniadakan Amanat Agung.
Menurut penulis, apabila Amanat ini tidak ditaati sepenuhnya, penginjilan hanyalah
merupakan program semata, dan gereja penuh dengan orang yang tidak memahami
arti hidup menjadi orang percaya.
Penginjilan, Salah Satu Tugas Gereja Di Antara Tugas-tugasnya Yang Lain
Sejarah gereja memang mencatat bahwa gereja ada karena penginjilan. Ini
dapat dibuktikan dari catatan-catatan yang terdapat dalam kitab Perjanjian Baru
khususnya kitab Kisah Para Rasul. Berikut ini bukti-bukti penginjilan yang dicatat
oleh kitab Kisah Para Rasul:
1. Dalam dunia Perjanjian Baru, dicatat bahwa sejarah kelahiran gereja dimulai
setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada hari Pentakosta.
Setelah peristiwa tersebut Petrus menyerukan berita Injil kepada orang-orang
Yahudi yang sedang berkumpul di Yerusalem sehubungan dengan hari raya
Pentakosta. Penginjilan pertama ini menghasilkan sebanyak 3000 orang percaya
dan memberi diri mereka dibaptiskan sesuai dengan perintah Tuhan Yesus. (Kisah
Para Rasul 2: 41).
2. Petrus dan Yohanes berbicara kepada orang banyak, imam-imam dan kepala
pengawal bait Allah serta orang-orang Saduki. Dari antara mereka yang
mendengarkan ajaran itu menjadi percaya. Anggota gereja bertambah menjadi
18
kira-kira 5000 orang laki-laki, belum termasuk anak-anak dan wanita (Kis 4: 1-4).
3. Pada waktu yang lain Tuhan mengutus Petrus untuk penginjilan kepada orang
bukan Yahudi yaitu kepada Kornelius dan keluarganya. Penginjilan kepada
keluarga non Yahudi ini memenghasilkan orang percaya baru yaitu Kornelius dan
seluruh isi rumahnya. (Kis 11).
4. Rasul Paulus serta teman-temannya penginjilan ke daerah-daerah di luar
Yerusalem. Alkitab mencatat beberapa nama dari jemaat di luar Yerusalem hasil
penginjilan tersebut, antara lain: jemaat di Ikonium Listra (Kis 13: 43, 48); jemaat
di Antiokia (Kis 14:21), jemaat di Filipi (Kis 16:13,14), jemaat di Tesalonika
yang terdiri dari orang-orang Yunani (Kis 17: 1-4).
Sejarah gereja sesudah dunia Perjanjian Baru juga memberikan bukti-bukti
penting bagaimana peranan penginjilan dalam kehidupan gereja Tuhan sepanjang
masa. Khususnya di Indonesia, gereja Tuhan di negeri ini dapat berdiri karena
penginjilan yang dilakukan oleh para penginjil dari Eropa yang bernaung di
Nederlands Zendeling Genootscap (N.Z.G.), antara lain di Maluku oleh Yosef
Kam.,32
di tanah Batak yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) pada tahun 1862
oleh Ingwer Ludwig Nomensen.33
Dengan demikian dapat disimpulkan:
1. Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mempunyai peranan penting
dalam kehidupan gereja. Gereja Tuhan di seluruh belahan bumi ini mulai dari
perkotaan sampai dengan ke pedalaman lahir karena penginjilan.
2. Banyak jiwa menjadi percaya kepada Yesus Kristus serta menerima-Nya sebagai
Tuhan dan Juru selamat pribadinya adalah karena penginjilan.
Menjadi pertanyaan apakah gereja dapat berfungsi jikalau ia hanya melakukan
32
H. Berkhof & L. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1990),
p. 314. 33
Ibid, p. 316.
19
tugas penginjilan saja, dan tidak melaksanakan tugas-tugas esensialnya yang lain?
Selain penginjilan, apakah tugas-tugas esensial gereja yang lainnya? Menzies dan
Horton mengemukakan bahwa gereja mempunyai tiga tugas rangkap, yaitu:
memberitakan Injil ke seluruh dunia,34
melayani Allah,35
membangun sekumpulan
orang kudus (orang-orang percaya yang berdedikasi), mengasuh mereka yang percaya
supaya mereka menjadi serupa dengan citra Kristus.36
Stott mengemukakan tugas
pokok gereja ada tiga, yaitu: melayani (διασονία) 37
(pelayanan sosial), kesaksian
Kristen (μαπηςπέω),38
bersekutu (κοινωνία).39
Ketiga tugas rangkap gereja tersebut tercermin dalam kehidupan jemaat mula-
mula seperti yang dinyatakan oleh kitab Kisah Para Rasul. Secara kronologis kitab ini
mencatat kehidupan gereja mula-mula itu sebagai berikut:
1. Setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus yaitu pada hari Pentakosta (Kis 2:1-4),
diberitakan bahwa di sana sedang berkumpul juga orang-orang Yahudi yang
datang dari daerah perantauan mereka (dari Partia, Media, Elam, penduduk
Mesopotamia, Yudea, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Firigia, Mesir dan
daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, dan Roma) untuk merayakan
hari Pentakosta (Kis 2:5-12). Pada awalnya orang-orang tersebut menyebutkan
bahwa murid-murid tersebut sedang mabuk anggur, mendengar tanggapan orang-
orang tersebut, lalu Petrus berdiri untuk menyerukan berita keselamatan di dalam
Yesus Kristus. Mendengar berita tersebut, bertobatlah kira-kira tiga ribu jiwa
jumlahnya (Kis 2:14-41).
2. Orang-orang yang bertobat tersebut menjadi percaya dengan berita yang
34
William W. Menzies & Stanlesy M. Horton, Doktrin Alkitab, (Malang: Gandum Mas,
1998), p.165. 35
Ibid, p. 166. 36
Ibid, p. 171. 37
John Stot, Satu Umat, p. 23. 38
Ibid, p. 52. 39
Ibid, p. 86.
20
disampaikan oleh Petrus tersebut lalu memberi diri mereka dibaptis. Kemudian
mereka berkumpul dan bersekutu serta dengan tekun mendengarkan pengajaran
para rasul (Kis 2: 42-47). Dalam kehidupan jemaat yang mula-mula ini suasana
koinonia dan diakonia di antara jemaat masih sangat baik. Lukas mencatat orang-
orang percaya bertekun dalam pengajaran rasul-rasul (pemuridan), dalam
persekutuan (koinonia), dan selalu berkumpul untuk memecahkan roti (diakonia).
3. Dalam Kisah Para Rasul 6: 1 dicatat tugas koinonia dan diakonia dalam jemaat
kurang diperhatikan. Keadaan ini membuat kehidupan gereja mula-mula yang
tadinya sangat harmonis menjadi sedikit bermasalah. Kurang berfungsinya salah
satu tugas gereja pada waktu itu menyebabkan tugas-tugas yang lain juga menjadi
terganggu.
Contoh kasus yang dicatat oleh Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul menjelaskan
keadaan gereja pada waktu itu, dan juga sering dialami oleh gereja masa kini.
Berdasarkan bukti tersebut, pada waktu ketiga tugasnya dijalankan dengan seimbang,
kehidupan gereja tetap harmonis. Keharmonisan itu memberi dua dampak, yaitu:
1. Orang-orang yang belum percaya di sekitar gereja menyukai kehidupan mereka,
2. Banyak dari orang-orang yang belum percaya itu menjadi percaya dan mengikut
jalan keselamatan (disebut juga sebagai ajaran jalan Tuhan).
Keadaan kehidupan gereja yang harmonis tersebut tidak dapat dipertahankan
untuk waktu yang lama. Lukas mencatat bahwa pada waktu gereja mulai tidak
menjaga keseimbangan di antara tugas- tugasnya, gereja masuk ke dalam kehidupan
yang berbeda dengan keadaan sebelumnya (Luk 6: 1). Lukas mencatat, gereja kurang
memperhatikan tugas diakonia. Akibatnya terjadilah perselisihan di antara jemaat
Yahudi berbahasa Yunani dan jemaat Yahudi berbahasa Ibrani. Perhatikanlah gambar
di bawah ini!
21
Gambar 1.
Diagram Tiga Tugas Gereja
Pada gambar 1 di atas, penulis menganalogikan tugas penginjilan, koinonia, dan
diakonia sebagai dinding pagar yang melindungi gereja lokal. Apabila salah satu
tugasnya ditiadakan, gereja kehilangan salah satu dinding pagar perlindungannya.
Dengan demikian, gereja mudah diserang oleh berbagai masalah, baik dari luar gereja,
dan juga tidak tertutup kemungkinan dari dalam gereja sendiri. Tanpa kesatuan dan
keseimbangan di antara ketiga sisi pagar tersebut, kehidupan gereja menjadi kurang
harmonis. Akibatnya, gereja kurang efektif untuk menjalankan fungsinya di tengah
dunia ini.
Penginjilan, Korelasinya Dengan Pertumbuhan Gereja
Hamilton berpendapat “kalau gereja ingin melihat gambaran pertumbuhan
gereja, marilah kita melihat tugas khusus kita yaitu penginjilan.”40
Kemudian Gerber
menegaskan bahwa penginjilan haruslah dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung.
Mengapa? Perhatikanlah kutipan berikut ini:
Inti Amanat Agung ialah JADIKANLAH ... MURID, artinya
membawa orang, baik pria maupun wanita, kepada Yesus Kristus,
sehingga mereka beriman dan dengan sepenuh hati menyerahkan diri
kepada Dia.
Ini merupakan proses yang terus menerus, proses yang
mempersekutukan orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus,
menjadikan mereka anggota-anggota gereja yang bertanggung jawab
dan yang berbuah. Murid-murid ini pergi untuk menjadikan orang-
orang lain murid Yesus Kristus, membaptiskan mereka, mengajar
mereka serta menggabungkan mereka kepada gereja. Oleh karena itu,
40
Michael Hamilton, God’s Plan for the Church Growth!. (Springfield: Radiant Books, 1981),
p. 51.
22
penginjilan yang tidak mempersekutukan petobat-petobat baru
kepada gereja setempat tidak dapat dikatakan mencapai tujuan.
Pada hari Pentakosta gereja pertama yang terdiri dari 120
anggota bertambah 3.000 orang dalam satu hari. Orang-orang yang
baru itu kemudian memasuki masyarakat kota di sekitar mereka dan
disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah
mereka dengan orang-orang yang diselamatkan. Dalam proses
penyelamatan yang terus menerus ini, gereja menjadi sasaran dan
juga pelaksana dari penginjilan yang dinamis.
Dalam Perjanjian Baru keefektifan penginjilan adalah suatu
kualitas yang selalu diukur dengan kuantitas angka-angka yang tepat
mengenai jumlah orang yang mengaku percaya (kuantitas) dicatat.
Angka-angka ini didasarkan atas jumlah orang yang terus menjadi
pengikut Kristus, yang dibaptiskan dan yang bertekun dalam
pengajaran rasul-rasul, bersekutu serta berkumpul untuk memecah-
mecahkan roti dan berdoa (kualitas). Iman tanpa perbuatan adalah
iman yang mati. Oleh karena itu dalam Perjanjian Baru pertumbuhan
rohani sering dinyatakan secara kuantitas. Hal ini mungkin, karena
kualitas dan kuantitas merupakan dua aspek dari satu fakta yang
sama.41
Penginjilan yang dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung tidak berhenti
pada batas menjadikan seseorang menjadi anggota gereja lokal saja, tetapi juga
bertanggung jawab untuk memuridkan orang tersebut sama seperti Yesus telah
memuridkan kedua belas murid-Nya. Pemuridan bertujuan agar setiap orang
memahami dengan benar mengapa Allah menyelamatkannya. Dengan satu harapan
setelah mereka menjalani proses pemuridan, mereka menjadi seorang anggota gereja
lokal yang bertanggung jawab untuk turut melaksanakan tugas penginjilan.
Purnawan memberikan pendapat tentang korelasi antara penginjilan dan
pertumbuhan gereja sebagai berikut ini:
Tidaklah berlebihan kalau saya tuliskan bahwa: penginjilan
adalah motor bagi pertumbuhan gereja. Tanpa penginjilan gereja
tidak lahir. Kisah Para Rasul melaporkan keyakinan ini, sejarah
gereja mengulangnya dan akan terus terulang sampai Tuhan Yesus
datang kembali untuk kedua kalinya dan menyempurnakan segalanya.
Penginjilan memiliki peranan utama dalam pertumbuhan gereja.
Pertumbuhan yang dihasilkannya itu adalah pertumbuhan yang sehat.
Sehat karena pertumbuhan seperti itu adalah sesuai dengan kehendak
41
Vergil Gerber, Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan. (Bandung: Penerbit Kalam
Hidup, 1982), p. 14-16.
23
Tuhan. Tuhan menghendaki supaya jangan ada orang yang binasa,
melainkan supaya semua orang bertobat (2 Petrus 3:9). Tanpa
penginjilan gereja akan berhenti untuk bertumbuh, bahkan mungkin
dengan segera mati.42
Tanibemas menyebutkan penginjilan sebagai motor bagi pertumbuhan gereja.
Pernyataan ini dapat dibuktikan sebagai berikut ini:
1. Alkitab mengatakan usia manusia di muka bumi ini hanya sekitar tujuh puluh
tahun, dan jika kuat delapan puluh tahun (Mazmur 90:10).
2. Belakangan ini para ahli memperkirakan bahwa usia manusia paling kuat 60
tahun. Kalau gereja tidak memanfaatkan waktu yang ada untuk memberitakan
injil, seiring dengan perjalanan waktu beberapa anggota gereja lokal ada yang
meninggal, maka pada akhirnya gereja mati sama sekali.
3. Lamanya seseorang dapat bertahan hidup tidak dapat dihitung secara pasti.
Dalam kehidupan manusia di muka bumi ini berlaku “hukum kesempatan dan
kemungkinan,” jadi kesempatan untuk memberitakan Injil adalah sekarang,
bukan nanti dan atau beberapa waktu yang akan datang.
Hasil analisa di atas membuktikan bahwa jikalau gereja tidak melaksanakan tugas
penginjilan, akibatnya penginjilan tidak dapat berfungsi sebagai motor bagi
pertumbuhan gereja.
Penginjilan merupakan satu sarana yang dipakai Allah untuk membuktikan
kepada dunia ini akan keberadaan gereja-Nya sebagai gereja yang dinamis, dan
bukan statis (kata “dinamis” berasal dari bahasa Yunani yaitu “δύναμιρ” dibaca
“dinamis” artinya kuasa, kekuatan yang besar, dan tenaga pendorong yang besar).43
Tuhan Yesus menghendaki agar gereja-Nya menjadi dinamis (bnd. Kis 1: 8).
42
Menuju Tahun 2000: Tantangan Gereja Di Indonesia sebuah bunga rampai dalam rangka
peringatan 25 Tahun Kependetaan Caleb Tong, ed. S.v. Pertumbuhan Gereja Dan Strategi Penginjilan
oleh Purnawan Tanibemas, (Surabaya: YAKIN, 1990), p.175-176. 43
William F. Arndt & F. Wilbur Gingrich, Greek-English Lexicon Of The Testament and
Other Early Christian Literature (Chichago: The University of Chicago Press, 1971), p. 206.
24
Kedinamisan gereja dalam pertumbuhan sebagai hasil dari penginjilan dapat
diukur dari keberhasilannya untuk mempertemukan orang-orang berdosa dengan
Kristus.”44
Kedinamisan gereja juga dapat diukur dari keberhasilannya untuk
membimbing orang-orang untuk mengambil keputusan untuk menerima Yesus
menjadi Juru selamatnya, kemudian membimbingnya menjadi orang Kristen yang
efektif.45
Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja
Stott mengemukakan gereja sebagai ekklesia-Nya Allah, dipanggil Allah dari
dunia ini menjadi milik-Nya untuk hidup kudus karena Dia adalah Allah yang kudus,
dan hidup berpadanan dengan panggilannya.46
Panggilan itu tidak bertujuan agar
gereja menarik diri keluar dari dunia kepada kehidupan pietisme.47
Tuhan tidak
memanggil gereja, juga tidak memisahkan secara total dari masyarakat dunia ini.
Gereja dipanggil dari dunia, dan secara status disebut sebagai orang-orang
kudus, berbeda, terpisah; umat yang dikuduskan bagi Allah, tetapi Tuhan tidak
membuat gereja-Nya menjadi gereja yang eksklusif. Allah juga mengutus gereja ke
dalam dunia untuk menyaksikan Kabar baik kepadanya.
Robert dan Evelyn dalam buku dengan judul “Menyampaikan Kabar Baik”
memberikan gambaran tentang jiwa-jiwa di sekitar kita;
Mungkin saudara pernah menumpang sebuah bus atau
kereta api yang penuh sesak. Ingatkah saudara bagaimana
keadaannya? Semua tempat duduk penuh. Mungkin saudara harus
berdiri dengan banyak orang lain dan orang yang berdiripun harus
berdesak-desakan! Banyak negara makin padat penduduknya.
Meskipun setiap hari dibangun gedung-gedung baru, namun tidak
cukup perumahan bagi setiap orang.
Makin banyak orang, makin cepatlah penduduk
44
C. E. Autrey, Basic Evangelism, (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1981), p. 16. 45
Ibid, p.17. 46
John Stot, Satu Umat, p. 10. 47
Ibid, p. 11.
25
meningkat. Dalam tahun 1930 dunia kita berpenduduk 2 milyar
orang. Sekarang sudah lebih dari empat milyar. Itu berarti
tambahan 2 milyar orang dalam waktu 50 tahun. Akan tetapi, pada
tahun 2000 mungkin penduduk dunia akan mencapai 6 milyar
orang – tambahan dari 2 milyar dalam waktu 20 tahun saja.
Apa artinya ini bagi saudara sebagai orang yang percaya
kepada Kristus? Saudara akan segera menyadari bahwa
kebanyakan orang di sekeliling saudara belum diselamatkan.
Saudara juga akan menyadari bahwa ada lebih banyak orang yang
hidup, yang belum diselamatkan dewasa ini daripada generasi-
generasi sebelumnya. Ini berarti bahwa setiap orang percaya
diperlukan untuk memberitakan kepada orang lain tentang
Juruselamat.48
Kutipan di atas memberikan gambaran kepada gereja masa kini akan tugasnya yang
semakin bertambah setiap harinya. Banyak orang di sekitar gereja belum pernah
mendengarkan berita Injil. Bagaimana respon gereja melihat orang-orang tersebut?
Adilkah jika seseorang telah dua kali mendengar Injil sedangkan orang lain belum
pernah sekali pun mendengarkannya? 49
(pertanyaan yang kedua penulis kutip dari
salah satu judul yang diberikan oleh Smith dalam dalam salah satu bab dalam
bukunya yang berjudul “Merindukan Jiwa Yang Tersesat”).
Gereja sebagai penerima Amanat Agung bertanggung jawab penuh untuk
memberitakan kabar baik kepada orang-orang yang belum selamat. Gereja haruslah
menyikapi tugas tanggung jawabnya dalam satu tindakan yang dimulai dari
masyarakat di sekitarnya. Hamilton berkata: “Anda tidak mungkin dapat menjangkau
seluruh dunia, tetapi mulailah dari tempat di mana Anda (gereja) saat ini.50
Pendapat
ini mengingatkan gereja agar tidak berpikir jauh lebih tinggi dari yang dapat
dilakukannya sebelum ia menjangkau seluruh dunia. Pendapat Hamilton ini
diteguhkan oleh Alkitab yang mencatatkan bahwa di mana pun Yesus berada, Ia
selalu mencari orang-orang yang terhilang, dan Ia berbelas kasihan terhadap mereka.
48
Robert & Evelyn Bolton, Menyampaikan Kabar Baik. (Malang: Penerbit Gandum Mas,
1985), p.17. 49
Oswald Smith, Merindukan Jiwa Yang Tersesat, (Surabaya: Yakin), p. 29. 50
Michael Hamilton, God’s Plan For The Church Growth!, (Springfield: Gospel Publishing
House, 1981), p. 51.
26
Gereja sebagai penerima dan sekaligus pelaksana Amanat Agung ia tidak
dapat dipisahkan dari masyarakat di sekitarnya, karena masyarakat adalah objeknya. 51
Sebelum melaksanakan tugas ini di antara masyarakat yang adalah objeknya, perlu
difahami bahwa objek tersebut adalah pribadi yang mempunyai emosi, dapat berpikir
dan dapat berubah. Oleh karena itu, berdasarkan tujuan dari tugas yang diterimanya,
gereja jangan melihat objeknya secara subjektif, tetapi haruslah secara objektif.
Dengan cara memandang yang objektif, gereja dapat memahami objek tersebut secara
utuh, dan dapat menemukan bentuk penginjilan yang lebih tepat untuk masyarakat di
sekitarnya.
Alkitab menjelaskan tentang metode yang dipakai oleh Tuhan Yesus dalam
menyampaikan Injil kepada anggota masyarakat dunia ini. Alkitab mencatat
pemahaman Tuhan Yesus tentang apa dan siapa objek yang sedang dihadapi-Nya.
Keotentikan dari pemahaman Tuhan Yesus akan objek tersebut tersirat dari hal
kedatangan-Nya ke dunia ini. Pertama-tama Yesus datang ke dunia ini dalam rupa
manusia, lahir di antara manusia, berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar-Nya
dengan menggunakan bahasa komunikasi yang dapat difahami oleh masyarakat di
sekitar-Nya.
Halim dalam salah satu bukunya (tidak dipublikasikan) yang berjudul
“Model-model Pelayanan Yesus” mengangkat model-model penginjilan yang dipakai
oleh Yesus pada waktu penginjilan kepada masyarakat di sekitar-Nya. Model atau
metode yang Yesus untuk menginjili masyarakat di sekitar-Nya lahir dari
pemahaman-Nya tentang siapa dan apa objek yang dihadapi-Nya. Dari model-model
penginjilan Yesus yang di sampaikan oleh Halim, gereja dalam menyikapi tugasnya:
1. Tidak dapat menjadikan satu metode penginjilan sebagai satu-satunya standar
51
Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, (Malang: Seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1996), p.129.
27
pada waktu melakukan tugas penginjilan di antara masyarakat di sekitarnya.
Halim mencatat bahwa Yesus menggunakan model pendekatan yang berbeda-
beda kepada orang-orang berdosa yang hidup pada masa itu. Yesus memakai
model penginjilan yang paling tepat kepada setiap objek-Nya.
2. Jangan menunggu sampai masyarakat di sekitarnya merespon Injil secara positip,
tetapi gereja harus aktif untuk menemukan model penginjilan yang paling tepat
kepada mereka.
3. Tidak akan pernah mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat tentang Injil
sampai gereja mengadakan komunikasi dengan masyarakat tersebut. Yesus
seringkali mangambil inisiatif untuk bertemu dengan masyarakat di sekitar-Nya.
Hasilnya, Tuhan Yesus menemukan jembatan yang inovatif untuk menyampaikan
Injil.
4. Harus memiliki kepekaan melihat kebutuhan dari masyarakat di sekitarnya. Halim
mencatat bahwa Yesus, dalam masa-masa penginjilan selama tiga setengah tahun
sering kali memenuhi kebutuhan jasmaniah dari objeknya seperti kesembuhan
dari penyakit, makanan untuk 5000 orang dan sebagainya.
Tuhan Yesus berkata kepada gereja-Nya: “Lihat Aku mengutus kamu seperti
domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan
tulus seperti merpati (Matius 10:16).” Pernyataan ini merupakan awasan bagi gereja
dalam melaksanakan tugasnya.
Kata “serigala” merupakan simbol kebuasan, mahluk yang selalu agresif
menyerang untuk mengatasi rasa laparnya.52
Penginjilan di tengah masyarakat yang
bersikap seperti mahluk buas ini, gereja harus “cerdik seperti ular” artinya (1) cepat
mengerti tentang situasi, dan pandai mencari pemecahan masalahnya, panjang akal,
52
Suhandi Susantio, Misiologi, Studi Misi Lintas Agama, Diktat Sekolah Tinggi Teologia
Ekklesia, April-Mei 2005), p. 59.
28
dan (2) banyak akal53
dalam menghadapinya, tetapi juga harus “tulus.” Kata “tulus”
artinya ikhlas, sungguh dan bersih hati (benar-benar terbit dari hati yang suci, jujur,
tidak pura-pura, dan tidak serong).54
Dalam menghadapi masyarakat di sekitar gereja,
Yesus menekankan agar gereja memberitakan Injil-Nya dengan cara-cara yang tepat,
dan dilakukan dengan kesungguhan hati.
Dalam nats yang lain, Tuhan Yesus mengatakan bahwa setiap orang percaya
(gereja-Nya) adalah “garam” dan “terang” bagi dunia (Matius 5: 14-16). Esmarch
dalam buku “The World Book Encyclopedia” mencatat bahwa ditinjau dari sisi
kedokteran, “Garam adalah penting untuk kesehatan. Sel badan harus mempunyai
garam untuk dapat hidup dan bekerja.”55
Dan dari sisi dunia Alkitab, Esmarch
mengemukakan:
Garam memiliki arti keagamaan, yaitu sebagai lambang kemurnian dan
kesucian hati. Di antara orang-orang Yahudi, menurut tradisi agama,
garam digunakan untuk menggosok seorang bayi yang baru lahir untuk
memastikan kesehatannya. Garam juga digunakan sebagai tanda
penghormatan, persahabatan, dan keramahan atau kesediaan untuk
menerima orang lain,56
Harrison juga berpendapat bahwa “garam” merupakan alat pengawet dan juga
berguna untuk bumbu makanan.57
Kata “terang” dalam bahasa Yunani adalah “kaio” artinya kindle, burn, dan
burn up.58
Menurut Balz dan Schneider kata “kaio” tersebut tidak hanya sekedar
menyinari, tetapi sinar itu harus membakar.59
Gereja sebagai pemberita Injil harus
menggunakan kekuatan yang ada padanya untuk mengalahkan kegelapan (satu
simbol yang digunakan untuk dosa) yang menguasai hidup masyarakat di sekitarnya.
53
Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 164. 54
Ibid, p. 968. 55
The World Book Encyclopedia S-Sn (Volume 17). Ed. S.v. “Salt” by Esmarch S. Gilreath.
(Toronto: Field Enterprises Educational Corporation, 1974), p. 68. 56
Ibid, p. 71. 57
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), ed. S.v. “Garam”, by. R.K. Harrison, p. 327. 58
Horst Balz &Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2),
(Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 236. 59
Ibid.
29
Berdasarkan kedua penjelasan dari kitab Matius 5: 14-16 di atas, gereja
sebagai garam dan terang dunia akan dapat menyatakan eksistensinya kepada
masyarakat di sekitarnya apabila:
1. Gereja dapat menyadari akan keberbedaan dirinya dengan masyarakat dunia ini.
2. Gereja dapat menunjukkan keberbedaannya dengan masyarakat dunia ini.
3. Gereja jangan hanya menjadi pembicara yang baik, tetapi juga hidup dalam kuasa
Injil (Matius 23).
Alkitab mencatat bahwa Yesus tidak hanya berbicara, tetapi juga melakukan
Injil itu. Artinya bahwa Yesus dapat membuktikan diri-Nya sebagai terang dunia ini.
Contoh dan teladan kehidupan dari Yesus seharusnyalah diikuti oleh gereja.
Yesus mengatakan: “Apabila gereja mengasihi Dia, maka gereja akan menuruti
segala perintah-Nya” (Yoh 14: 15). Dan apabila gereja mau mempercayai Dia, maka
gereja akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada yang Dia
telah perbuat dan kerjakan (Yoh 14:12), termasuk mengalahkan penguasa kegelapan
yang selama ini menguasai serta membutakan hati nurani setiap orang dari kebenaran
kuasa Injil yang memerdekakan orang-orang dari kuasa dosa. Kesesuaian antara
keberadaan gereja dengan perkataan dan perbuataanya menjadikan gereja menjadi
gereja yang memiliki kuasa untuk menyadarkan masyarakat di sekitarnya akan
keberadaannya yang berdosa serta akibat-akibatnya.
30
BAB III
KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEMAKIN PLURAL
Kehidupan masyarakat di Indonesia pada masa kini, terutama di daerah
perkotaan menunjukkan satu keadaan yang semakin plural, dalam aktivitas sehari-
hari, tingkat pendidikan, status sosial, suku, dan agama yang berkembang di tengah
masyarakat.
Sebab-sebab Semakin Pluralnya Masyarakat
Manusia Motor Utama Perubahan
Perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari pengaruh
manusia yang ada di dalamnya. Wongso (1996) menulis tentang manusia sebagai
berikut ini:
Manusia merupakan unsur pokok dalam masyarakat, tanpa manusia tak
mungkin ada masyarakat tidak ada manusia tidak ada bisa terbentuk satu
masyarakat.
Adanya manusia disebabkan adanya hidup, karena ada hidup, maka bisa
berpikir dan dapat merubah masyarakat dimana seseorang tinggal.
Masyarakat selalu berubah dan inilah yang disebut kemajuan.60
Manusia sebagai salah satu dari ciptaan Tuhan, dikenal sebagai mahluk yang sangat
berbeda dengan mahluk hidup lainnya. Manusia mempunyai kemampuan untuk
menggunakan pikirannya. Widyosiswoyo mengatakan: “kemampuan manusia
berpikir merupakan suatu perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat
demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia.”61
Kemampuan manusia berpikir membedakannya dari mahluk hidup lainnya.
Kalau kita mengamati lingkungan di sekeliling kita, kita akan menemukan beberapa
60
Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 129. 61
Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001), p. 20.
31
fakta penting yang membuat manusia berbeda dengan mahluk hidup lainnya.
Contohnya: manusia bertindak berdasarkan naluri berpikir yang rasional, sedangkan
binatang bertindak berdasarkan insting. Kemampuan manusia untuk berpikir
membuat manusia dapat merencanakan sasaran hidupnya, sedangkan binatang tidak
dapat melakukan perencanaan seperti itu.
Perbedaan antara manusia dengan mahluk hidup lainnya didukung oleh bukti-
bukti yang dicatat dalam Alkitab yang menyatakan bagaimana manusia dengan segala
kelebihannya dapat mengambil keputusan penting dalam kehidupannya. Keputusan-
keputusan yang diambil oleh manusia seringkali juga mempengaruhi orang-orang di
sekitarnya (Kej. 3:1-7; 6:1-6; 11:1-9). Widyosiswoyo berpendapat:
Apa yang diciptakan manusia pada suatu waktu merupakan rasa dan
karsa sebelumnya. Mungkin apa yang diciptakan waktu itu memuaskan
baginya. Bila tidak memuaskan untuk waktu itu, diperbaikinya agar
kepuasannya diperolehnya.62
Kemampuan manusia untuk menggunakan kekuatan pikirannya, menghasilkan
beberapa jenis ketidak puasanan dalam hidupnya, antara lain:
1. Manusia tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang telah didapatkannya.
2. Manusia tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang sudah diketahuinya.
3. Manusia tidak pernah puas dengan segala pengalamannya.
Semua jenis ketidak puasan di dalam kehidupan manusia menghasilkan satu sifat
menyukai perubahan dalam kehidupan pribadinya maupun kelompoknya.
Kemampuan manusia untuk membuat suatu perubahan di lingkungan
masyarakat di mana ia tinggal membuktikan bahwa manusia adalah mahluk yang
dinamis, bukan mahluk yang statis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
“dinamis” berarti bahwa manusia dapat melakukan dengan penuh semangat dan
62
Supartono Widyosiswoyo, Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas
Trisakti, 2000), p. 23.
32
tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
di sekitarnya.63
Artinya dalam perjalanan hidupnya, manusia sebagai satu pribadi
yang dinamis dengan segala komponen yang ada di dalam dirinya senantiasa
bergerak dan mengadakan interaksi sosial dengan manusia lain di sekitarnya.
Soekanto mengutip pernyataan Kimball Young dan Raymond W. Mack yang
menyatakan: “interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena
tanpa interaksi sosial, tak mungkin ada kehidupan bersama.”64
Pada waktu manusia
mengadakan interaksi dengan sesamanya, dihasilkanlah apa yang disebut sebagai satu
perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa “perubahan sistem dalam satu kelompok
masyarakat, dan perubahan pola-pola kehidupan.”65
Manusia sebagai komponen utama dari suatu masyarakat dalam kapasitasnya
sebagai mahluk sosial mempunyai peluang untuk menciptakan perubahan dalam
tatanan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Apa pun jenis kegiatan yang dilakukan di
antara masyarakat akan mempengaruhi proses kehidupan masyarakat. Berdasarkan
pada fakta-fakta ini, maka manusia dapat disebut sebagai penyebab utama semakin
jamaknya kehidupan masyarakat.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Manusia dengan segala kelebihannya senantiasa menginginkan kehidupan
yang lebih baik. Manusia mengusahakan berbagai cara untuk dapat mewujudkan
kehidupan sesuai dengan harapan-harapan yang dimilikinya. Manusia tidak pernah
berhenti untuk mewujudkan perubahan demi perubahan dalam berbagai aspek
kehidupannya.
63
Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 206. 64
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),
p. 67. 65
Ibid, p. 66.
33
Sejarah mencatat bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia untuk
mengadakan perubahan demi perubahan dalam kehidupannya memberikan hasil. Pada
abad ke XVII, di Eropa timbul satu gerakan yang disebut dengan gerakan pencerahan
atau yang lebih dikenal dengan zaman renaisance. Gerakan tersebut menitik beratkan
kebenaran pada ilmu pengetahuan dan intelektual, kebenaran berdasarkans fakta dan
hukum-hukum alam.66
Immanuel Kant memberikan tema untuk abad tersebut yaitu
“Berani Untuk Mengetahui,”67
dan Newbigin menjelaskan tema itu sebagai
“panggilan supaya memiliki keberanian untuk berpikir demi dirinya sendiri, untuk
menguji segala sesuatu dalam terang akal budi dan suara hati, bahkan berani untuk
menanyakan tradisi-tradisi yang paling suci sekalipun.”68
Setelah zaman tersebut, dihasilkanlah penemuan-penemuan ilmiah antara lain:
ilmu tentang samudera dan benua, obat-obatan, sarana-sarana komunikasi seperti
telegram, telepon, mesin percetakan, generator listrik dan transformator, kapal uap,
kereta api, komputer, pesawat terbang, dan banyak penemuan-penemuan lainnya.
Keberhasilan manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak
yang luas ke seluruh dunia, termasuk ke daerah perkotaan di Indonesia, dan salah satu
di antaranya yaitu kota Jakarta. Perhatikanlah tabel berikut ini:
Sebelum Mengenal Ilmu Pengetahuan
Modern
Setelah Mengenal Ilmu Pengetahuan
Modern
Daerah perkotaan hanya menjadi
tempat untuk menjual hasil-hasil
pertanian, dan sekaligus sebagai tempat
untuk membeli barang-barang
kebutuhan yang tidak terdapat di desa.
Perkotaan menjadi daerah yang perlu
diperhatikan karena adanya asumsi
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi
modern yang berpusat di kota sanggup
untuk mengubah kehidupan manusia.
Tabel 3. Perbedaan Pandangan Masyarakat
Sebelum dan Sesudah Mengenal Ilmu Pengetahuan Modern.
66
Halim Makmur, Gereja Ditengah-tengah Perubahan Dunia. (Malang: Yayasan Penerbit
Gandum Mas, 2000), p.183. 67
Leslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,
1993), p. 56. 68
Ibid.
34
Masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi modern ke Indonesia, khususnya yang
berpusat pada daerah perkotaan memberikan dampak yang cukup signifikan. Tabel di
atas menunjukkan adanya pergeseran paradigma dalam masyarakat tentang kota.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak lain
yaitu timbulnya gerakan dalam masyarakat yang disebut dengan urbanisasi (akan
dibahas pada sub judul berikutnya), yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Hal ini menjadi sangat mungkin terjadi karena pertukaran informasi yang semakin
mudah. Pada zaman ini, ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kontribusi baru
dalam dunia informasi. Alat-alat komunikasi telah tersedia dalam berbagai bentuk,
seperti: telepon, telegram, televisi dan radio, komputer, dan maupun media cetak.
Sarana-sarana tersebut memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi
dari masyarakat yang bermukim di daerah lainnya. Kemudahan-kemudahan untuk
memperoleh informasi menjadi satu daya dorong dalam diri manusia yang hidup di
zaman ini untuk membuktikan informasi-informasi yang diperolehnya. Pembuktian
terhadap informasi-informasi tersebut di dukung oleh kemudahan untuk menjangkau
daerah lain karena ditemukannya alat-alat transportasi darat, laut, dan udara.
Urbanisasi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala peralatan yang
dihasilkannya memberikan dampak baru dalam kehidupan masyarakat, baik bagi
anggota masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun bagi anggota masyarakat yang
tinggal di pedesaan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia masuk
dalam zaman yang materialistis. Segala sesuatu diukur dengan kemampuan untuk
memiliki serta menikmati hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Masyarakat desa mulai melihat kota sebagai daerah yang memungkinkannya untuk
35
mewujudkan keinginan-keinginannya. Masyarakat di pedesaan juga terpengaruh
dengan informasi-infomasi yang diperolehnya tentang kehidupan di perkotaan. Akibat
dari pengaruh-pengaruh informasi tersebut, masyarakat pedesaan mulai bergerak
untuk pindah ke kota-kota di sekitarnya. Perpindahan masyarakat pedesaan ke kota ini
disebut dengan “urbanisasi.”
Urbanisasi membuat perkotaan menjadi daerah yang berpenduduk majemuk,
karena pada waktu terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota, mereka juga
sekaligus membawa serta atribut-atribut yang dimilikinya, seperti jenjang pendidikan,
keahlian yang dimilikinya, kepercayaannya, dan status sosialnya. Menurut para ahli
antroplogi, perpindahan penduduk dari desa ke kota, menyebabkan terjadinya proses
akulturasi yang cepat.69
Penduduk yang datang dari desa membawa serta budaya
aslinya, kemudian ia akan mengadaptasi budaya-budaya di perkotaan. Dengan
demikian, “urbanisasi” merupakan salah satu pemicu semakin majemuknya
kehidupan masyarakat di perkotaan.
Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Oleh Majemuknya Masyarakat
Kehidupan masyarakat perkotaan yang majemuk membuat kehidupan di
perkotaan penuh dengan persoalan. Di satu sisi, perkotaan menjadi tempat yang
menjanjikan untuk menikmati hidup yang berkelimpahan secara materi dan menjadi
tempat yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya, tetapi bagi anggota masyarakat
lainnya, kota merupakan tempat penindasan dan kesengsaraan.
Fenomena tentang kehidupan di perkotaan di Indonesia ini dijelaskan oleh
Halim dalam kutipan berikut ini :
Perkotaan akan menjadi tempat yang sangat menyeramkan,
disamping surga bagi sebahagian orang. Keberhasilan penduduk di
perkotaan akan membuat hidup yang bermewah-mewah yang tidak
69
Halim Makmur. Gereja Di Tengah-tengah Perubahan dunia, p. 220.
36
wajar. Sedangkan kemiskinan yang akan menjadi satu pemandangan
yang negatif bagi dunia luar dan meningkatkan potensi kriminalitas di
perkotaan karena tuntutan hidup.70
Kehidupan masyarakat kota yang majemuk khususnya dalam kehidupan masyarakat
Jakarta tercermin dalam kehidupan masyarakatnya yang beragam. Kemajemukan itu
menghasilkan dampak-dampat antara lain:
1. Timbulnya kesenjangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
2. Sangat memungkinkan timbulnya permusuhan antar kelompok masyarakat
3. Terjadinya kompetisi di antara masyarakat
4. Meningkatnya angka kejahatan
5. Setiap orang cenderung individualistis.
6. Masyarakat cenderung menerima perubahan yang terjadi di lingkungan di
sekitarnya.
Dalam kehidupan masyarakat kota yang majemuk, sering kali timbul kesenjangan
dalam berbagai aspek. Kesenjangan tersebut terjadi karena berbagai perbedaan yang
sangat signifikan dalam berbagai aspek kehidupan.
Perbedaan tatanan kehidupan masyarakat kota Jakarta dapat dilihat dalam
bidang kehidupan berikut ini:
1. Dalam bidang perekonomian masyarakatnya.
Di antara masyarakat kota Jakarta terdapat orang-orang yang mempunyai
tingkat perekonomian yang sangat mapan, dan di antaranya juga hidup orang-
orang yang tingkat perekonomiannya sangat memprihatinkan. Bagi anggota
masyarakat yang tingkat perekonomiannya lebih baik memberikan banyak
kemudahan untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya, sedangkan bagi
anggota masyarakat yang tingkat perekonomiannya rendah, keinginan untuk dapat
70
Ibid, p. 223.
37
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari pun menjadi satu masalah besar. Mereka
yang hidup dalam kemiskinan menjadi orang yang tersisihkan dari komunitas
dimana ia tinggal.
2. Dalam Aktivitas sehari hari.
Ditinjau dari sisi aktivitas masyarakatnya, di kota Jakarta terdapat anggota
masyarakat dengan aktivitas yang sangat beragam. Aktivitas tersebut dapat
dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu sangat sibuk, sibuk, dan santai.
3. Dalam bidang pendidikan.
Di antara masyarakat kota Jakarta, dapat ditemukan orang berpendidikan dan
orang-orang yang tidak berpendidikan.
Widyosiswoyo mengemukakan:
Penduduk di perkotaan berasal dari daerah yang bermacam-macam,
mereka satu dengan yang lain merasa bukan bersaudara, sehingga
mudah terjadi permusuhan. Itulah yang antara lain mendorong
penduduk yang berasal dari daerah yang sama bertempat tinggal di
lingkungan yang sama, sehingga di Jakarta misalnya terjadi Kampung
Melayu, Kampung Ambon, Kampung Jawa, dan sebagainya.”71
Sifat kesukuan merupakan sifat dasar dari masyarakat Indonesia. Sifat ini
dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat, sekalipun telah hidup di perkotaan ikatan
kesukuan masih kuat. Apabila ada anggota masyarakat dari satu suku diperlakukan
dengan tidak adil oleh suku lain, sering sekali membuat orang dari suku yang
menerima perlakuan tidak adil tersebut mencoba ikut membela. Tindakan-tindakan
seperti ini sering kali menyebabkan timbulnya permusuhan antar suku. Contohnya:
peperangan antara suku Batak dengan suku Ambon sering terjadi di daerah
Universitas Kristen Indonesia dan Cililitan. Makmur menyoroti masalah ini sebagai
satu masalah lebih luas lagi cakupannya yaitu masalah “SARA.”72
71
Supartono Widyosiswoyo, Sejarah kebudayaan Indonesia, p. 22. 72
Halim Makmur, Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia, p. 222.
38
Dalam kehidupan masyarakat kota yang semakin majemuk terdapat berbagai
aktivitas yang tidak dibatasi oleh waktu. Masyarakat cenderung menjadi budak
materi. Nilai hidup seseorang dipengaruhi oleh banyaknya uang yang dimilikinya.
Keadaan ini menghasilkan satu semangat kompetisi yang destruktif. Widyosiswoyo,
mengemukakan:
Persaingan dalam kehidupan kotalah yang justru dapat mendorong kota
jauh lebih cepat berkembang. Manusia kota ditantang dengan macam-
macam soal kebutuhan, maka mereka berusaha lebih keras demi
kejayaannya (survive atau bertahan) dalam hidupnya.73
Kebutuhan hidup di kota memaksa setiap angota masyarakatnya untuk
berjuang dengan sekuat tenaga dan kemampuannya. Wongso mengemukakan
“mereka sudah kehilangan perasaan santai, khawatir tidak menepati waktu atau janji,
pikiran mereka selalu tegang dan tidak dapat rileks.74
Bertambahnya jumlah penduduk
kota Jakarta menyebabkan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan semakin
meningkat. Sesuai dengan prinsip ekonomi, dimana semakin bertambah permintaan
barang, maka semakin tinggilah nilai atau harga dari barang. Tanpa adanya usaha
yang keras untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar dari harga-harga
kebutuhan pokok tersebut, akan sulit untuk menjalani kehidupan di kota.
Semangat kompetisi di antara masyarakat kota sering kali direalisasikan
dengan cara-cara yang negatif. Kelompok masyarakat yang memilih jalur ini biasanya
lebih cenderung melakukan tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri maupun
orang lain di sekitarnya. Sebagai contoh, karena kurangnya persyaratan-persyaratan
yang diperlukan untuk masuk ke satu instansi tertentu, ada orang yang lebih memilih
untuk menempuh cara-cara yang tidak benar.
Tingginya kompetisi di antara anggota masyarakat memaksa beberapa orang
73
Ibid, p. 23. 74
Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 131.
39
dari mereka mulai melupakan nilai-nilai moral yang selama ini diagung-agungkan
oleh nenek moyang bangsa ini. Moralitas yang menjadi standar perilaku interaksi
antar manusia dijungkir balikkan oleh keinginan untuk menang dalam kompetisi.
Kuatnya keinginan tersebut, memaksa orang-orang tertentu untuk mengkomersialkan
bagian-bagian tubuhnya demi untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Anis K. Al-Syari;
staf Ahli Poros Tiga Institute Culture dalam satu artikel berjudul “Pornoisme dan
Masyarakat Anestesi” mencatat:
Seorang gadis cantik yang kuliah di sebuah kota metropolis dengan
sangat berani melakukan perubahan cepat pada penampilannya. ...
wajah boleh bahenol, tetapi jika berpakaian sangat kampungan
mungkin akan kelihatan tidak menarik. Jika tidak mengkonstruk
dirinya dengan pakaian yang sedikit mempertontonkan
keperempuanannya.75
Menayang, ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI dan Sabaroeddin, dosen FISIP
UI, mengupas satu fenomena kehidupan orang-orang muda berduit di kota Jakarta.
Dalam artikel tersebut dicatat “orang-orang muda berduit memanfaatkan wanita-
wanita muda yang bekerja sebagai pemuas nafsu di kafe dan klub-klub yang tersebar
luas di kota Jakarta ini.”76
Kedua catatan ini membuktikan semakin kurangnya
keinginan beberapa bagian dari komponen masyarakat untuk mempertahankan nilai-
nilai moral yang telah ditetapkan oleh para leluhurnya.
Kemajemukan kehidupan masyarakat di kota Jakarta juga menimbulkan
dampak meningkatnya angka kejahatan. Di tengah kesibukan anggota masyarakat,
masalah kejahatan bukanlah suatu hal yang asing. Di kota ini terdapat berbagai bentuk
kejahatan, antara lain: perampokan, pencurian, penodongan, penjualan obat-obatan
terlarang, pemerkosaan, pembunuhan, penipuan dan banyak lagi bentuk-bentuk
75
http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=2782, Pornoisme dan Masyarakat Anastesi,
Makassar, 26 Maret 2005. 76
http://www.kompas .com/kesehatan/news/0408/04/05/061054.html, Berfantasi Seks Di
Gelapnya Jakarta, 26 Maret 2005.
40
kejahatan lainnya. Meningkatnya angka kejahatan tersebut menyebabkan lingkungan
hidup yang kurang aman.
Kurangnya rasa aman dalam kehidupan masyarakat menghasilkan perasaan
saling mencurigai di antara anggota masyarakat itu sendiri. Apabila ada seseorang
yang kurang dikenal atau belum pernah dikenal sebelumnya, masyarakat lebih
memilih untuk menutup diri terhadap orang tersebut. Kurangnya rasa aman di kota
Jakarta sudah bukan satu rahasia lagi. Hal ini dapat dibuktikan dari maraknya
pemberitaan yang disampaikan melalui media elektronik dan maupun media cetak.
Sebagian besar berita yang disampaikan oleh media-media informasi tersebut berisi
berita antara lain: penculikan terhadap orang-orang tertentu, perampokan, pencurian,
pembunuhan, penjualan obat-obatan terlarang, pemerasan, penipuan dalam berbagai
cara, dan banyak lagi bentuk-bentuk yang membuat kehidupan di kota Jakarta
menjadi kurang aman.
Di tengah kehidupan masyarakat kota Jakarta yang majemuk, kita juga akan
menemukan kurangnya rasa keperdulian terhadap sesama manusia. Sebahagian besar
masyarakat di kota Jakarta merupakan orang yang individualis. Meningkatnya sifat ini
disebabkan antara lain beratnya tuntutan kehidupan sehingga setiap orang harus
berjuang demi kelangsungan hidupnya sendiri. Sifat ini juga karena faktor kurangnya
rasa aman.
Kehidupan di kota Jakarta yang selalu berubah dan berkembang seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Terkadang situasi dapat menjadi sangat memaksa untuk
mengikuti perubahan tersebut. Banyak orang yang datang dari pedesaan tidak dapat
mempertahankan pola pikirnya yang asli dan dengan terpaksa atau dengan suka rela
mengadaptasi pola pikir dan pola hidup di kota.
41
BAB IV
BERBAGAI TANTANGAN
PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT YANG MAJEMUK
Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mengharuskan gereja
untuk melakukannya, sekalipun ia berada di tempat yang penuh dengan tantangan dan
rintangan. Dalam melaksanakan tugas ini, gereja berada pada posisi yang sama seperti
seseorang yang telah sah menjadi seorang alat negara khususnya “tentara.” Apabila
seseorang telah diangkat dan disumpah menjadi seorang tentara, kemana pun ia
ditugaskan ia harus siap, dan ia tidak dapat berkata saya tidak dapat ke sana sebab
saya tidak suka.
Gereja sebagai mandataris Allah mempunyai posisi lebih dari seorang tentara
jasmani. Tuhan telah memilih dan menetapkan gereja-Nya untuk menyelamatkan
mereka yang masih hidup dalam kegelapan dunia ini. Tuhan telah memberikan
tongkat kuasa kepada gereja untuk melanjutkannya. Dalam Yohanes 15:18-20, Tuhan
Yesus memperingatkan gereja-Nya:
1. Pada waktu gereja meresponi panggilannya untuk memberitakan Injil kepada
dunia, dunia pasti membenci gereja dan kalau mungkin membinasakannya
seperti yang pernah dilakukan oleh dunia ini terhadap Yesus.
2. Agar gereja menyadari bahwa gereja dan berita yang disampaikannya kepada
dunia ini bukanlah dari dunia ini.
Dalam nats yang lain Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia akan memberikan penolong
kepada gereja-Nya dalam melaksanakan tugas itu (Yoh 14:15-121), dan Dia akan
menolong gereja-Nya.
Yesus mengatakan : “Jikalau penghibur yang akan Ku-utus dari Bapa datang,
42
yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Tetapi
kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku.”
(Yoh 15: 26). Tugas penginjilan merupakan satu tindakan untuk menyaksikan kabar
baik yang ada di dalam Yesus. Dalam nats ini Yesus menekankan dua kebenaran,
yaitu:
1. Bahwa setiap orang percaya haruslah bersaksi.
2. Berita yang akan disampaikan oleh gereja kepada dunia ini haruslah bersumber
dari hubungan yang intim dengan Tuhan Yesus, dan dari Roh Kudus-Nya.
Tuhan Yesus menyampaikan perkataan-perkataan tersebut kepada gereja-Nya
karena penginjilan kepada dunia bukanlah satu pekerjaan yang mudah. Perkataan
Tuhan Yesus dalam nats kitab Yohanes 15:18-20 telah terbukti dan teruji di sepanjang
perjalanan sejarah gereja. Alkitab dan sejarah dunia membuktikan bahwa gereja
mengalami tantangan dan rintangan seperti yang telah dikatakan oleh Tuhan Yesus.
Tantangan itu dapat berupa penganiayaan fisik seperti yang dialami Stepanus (Kis 7:
54-60), juga berupa larangan dari penguasa setempat seperti yang terjadi di China.
Gereja masa kini khususnya yang hidup di tengah masyarakat yang majemuk
seperti kota Jakarta, diperhadapkan dengan tantangan yang semakin kompleks
sehingga menyulitkan gereja dalam melaksanakan misi ini. Tantangan itu antara lain:
1. Kelompok-kelompok dalam masyarakat.
2. Kesulitan untuk membangun kerja sama dengan kelompok masyarakat
3. Bahasa komunikasi sebagai media penginjilan kepada masyarakat
Timbulnya Kelompok-kelompok Dalam Masyarakat
Di tengah masyarakat kota Jakarta yang majemuk dengan segala
keberagamannya, sangat mungkin sekali terdapatnya kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Adapun jenis-jenis kelompok tersebut adalah sebagai berikut ini:
43
1. Kelompok masyarakat kaya.
Kelompok masyarakat yang kaya ini biasanya berkumpul dan tinggal di satu
tempat yang menunjukkan nuansa kemewahan, terpisah dari lingkungan
kelompok kedua yang akan dijelaskan berikutnya. Kelompok-kelompok
masyarakat seperti ini terdapat di daerah-daerah antara lain: Pondok Indah
Jakarta, Kelapa Gading Permai, Perumahan Cinere, dan sebagainya. Biasanya
lingkungan perumahan tersebut sudah diperlengkapi dengan berbagai sarana yang
baik, seperti fasilitas air bersih, telepon, listrik, pusat perbelanjaan, sarana olah
raga, dan pengamanan yang ketat. Dalam kelompok masyarakat seperti ini, pada
umumnya memiliki tingkat pendidikan yang memadai, dan atau berwawasan luas.
2. Kelompok masyarakat menengah ke bawah.
Kelompok masyarakat yang termasuk dalam kelompok kedua ini dapat
ditemukan di berbagai tempat. Mereka ada di antara kelompok pertama, tetapi
pada umumnya mereka tinggal di tempat-tempat yang tidak diperlengkapi dengan
fasilitas-fasilitas seperti di lingkungan kelompok pertama. Biasanya mereka
tinggal di perumahan-perumahan dengan tipe rumah sederhana, sangat-sangat
sederhana sekali, di emperan-emperan toko, dan di kolong-kolong jembatan. Dari
pengamatan yang penulis adakan pada waktu malam hari kira-kira pukul 22
malam di beberapa tempat seperti di sekitar Jl. Senen Raya, di Kali Malang
Bekasi (di daerah dekat Mall Metropolitan Bekasi dan Hero Plaza Bekasi),
penulis menemukan anggota masyarakat seperti ini ada yang tidur di gerobak-
gerobak sampah, di emperan-emperan toko,dan juga di trotoar-trotoar.
Penginjilan di antara masyarakat perkotaan yang membentuk kelompok-
kelompok tersebut, memberikan tantangan khusus kepada gereja. Penginjilan di
antara kelompok masyarakat kaya antara lain:
44
1. Lingkungan tempat tinggal mereka dilengkapi dengan sistem pengamanan yang
lebih ketat.
2. Biasanya mereka adalah para pekerja, dan atau pemilik perusahaan, sehingga sulit
untuk menemui mereka, kecuali sudah ada perjanjian khusus.
3. Mereka memiliki rasa curiga yang tinggi, terutama kepada orang yang belum
dikenal.
Tantangan penginjilan di antara kelompok masyarakat yang kedua adalah:
1. Beberapa di antara mereka menjadi pekerja di berbagai perusahaan, kantor, atau
pertokoan. Sebagai pekerja mereka terikat dengan tuntutan-tuntutan yang telah
disepakati dengan pihak perusahaan. Akibat pemenuhan tuntutan itu, sulit untuk
bertemu dengan mereka kecuali pada hari-hari libur, atau pada jam istirahat kerja.
2. Mereka yang tidak bekerja, memang lebih banyak waktu luang sehingga lebih
mudah untuk menemui mereka, tetapi pada umumnya mereka kurang tertarik
dengan Injil seperti yang telah sering mereka dengarkan dari banyak orang.
Mereka lebih memikirkan cara untuk mendapatkan pekerjaan sehingga bisa
bertahan hidup.
Kesulitan Untuk Membangun Kerja Sama
Kesulitan untuk membangun kerja sama dengan masyarakat kota disebabkan
oleh faktor-faktor antara lain :
1. Tingginya rasa curiga dalam diri masyarakat.
2. Kesibukan masyarakat untuk mengimbangi tuntutan kehidupan.
3. Masyarakat kota pada umumnya berfikir apakah kerja sama itu akan memberi
keuntungkan atau tidak sama sekali baginya.
Kesulitan untuk bekerja sama dengan masyarakat kota dapat diatasi dengan cara:
1. Mencari waktu yang paling tepat di luar jam-jam sibuk mereka,
45
2. Gereja perlu untuk membangun hubungan kerja sama yang memberikan dampak
positif terhadap masyarakat.
3. Gereja jangan menjadi pribadi yang eksklusip, tetapi menjadi pribadi yang
bersahabat serta membuka diri bagi orang-orang di sekitarnya.
Bahasa Komunikasi Sebagai Media Penginjilan Kepada Masyarakat
Penginjilan di tengah masyarakat kota Jakarta yang majemuk ditentukan oleh
keefektifan bahasa yang dipakai untuk mengkomunikasikannya. Dalam kehidupan
sehari-hari anggota masyarakat di kota Jakarta, secara umum anggota masyarakatnya
mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi di antara mereka.
Menjadi permasalahan apabila ditinjau dari perbedaan tingkat pendidikan, sosial, dan
ekonomi, maka pemilihan bahasa komunikasi yang paling efekti tidak dapat dianggap
remeh.
Satu tindakan dapat disebut sebagai berkomunikasi apabila di dalamnya
terdapat komponen yang disebut sebagai komunikator (sender), dan komunikan
(receiver). Komunikator adalah orang-orang yang bertindak sebagai sumber informasi
pertama. Dia bertindak untuk mengirimkan informasi kepada komunikan. Pada saat
komunikator menyampaikan informasi-informasi yang dimilikinya dapat terjadi dua
kemungkinan. Pertama disebut sebagai komunikasi yang gagal dan kedua disebut
komunikasi yang efektif. Tubbs dan Moss mengatakan tindakan komunikasi menjadi
efektif apabila informasi yang diterima oleh komunikan sama dengan informasi yang
dikirimkan komunikator. Dalam hal ini hasilnya adalah 1,77
artinya informasi yang
disampaikan oleh komunikator sama dengan informasi yang diterima oleh
komunikan. Siahaan mengatakan :
77
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Comunication: Prinsip-prinsip Dasar,
(Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 2000), p. 22.
46
Untuk menghubungkan diri dengan manusia lain, perlu adanya jalinan
komunikasi. Agar manusia saling mengerti, saling menolong dan saling
melengkapi (take and give), perlu komunikasi. “Komunikasi”adalah sarana
vital untuk mengerti diri sendiri, untuk mengerti orang lain, untuk
memahami apa yang dibutuhkannya dan apa yang dibutuhkan orang lain,
apa pemahaman kita dan apa pemahaman sesama. Dengan berkomunikasi
dapat diterka sejauh mana kita berkehendak dan sejauh sesama kita dapat
menjawab. Sejauh mana kita dapat mengerti dan sejauh mana kita dapat
dimengerti orang lain.78
Jelaslah bahwa tanpa mengkomunikasikan informasi yang dimilikinya, komunikator
tidak akan mendapatkan interaksi dari komunikan.
Untuk mengkomunikasikan satu informasi dapat diungkapkan dengan dua
metode, pertama dengan bahasa verbal yaitu komunikasi yang diungkapkan dengan
kata-kata yang diucapkan langsung oleh komunikator, dan maupun dengan tulisan.
Kedua, komunikasi dengan bahasa non verbal, yaitu suatu komunikasi yang dilakukan
dengan tanpa kata. Komunikasi non verbal ini bisa berupa satu isyarat, atau gerakan
tubuh, mimik wajah, dan lain sebagainya yang memberikan satu informasi kepada
komunikan. Reed mengatakan :
Menurut penelitian mutahir, 250 manajer dari 500 perusahaan yang
maju tidak dapat digolongkan sebagai pendengar yang efektif. Dan
kenyataan lain yang mengejutkan bahwa para ahli juga
memperhitungkan millyaran dollar kerugian yang diderita oleh dunia
bisnis akibat praktik mendengar yang buruk.79
Kurangnya kesediaan komunikan untuk mendengarkan memberikan dampak yang
sangat merugikan bagi dirinya. Howard berkata: “kurangnya kemampuan untuk
mendengar menghasilkan satu komunikasi yang dangkal.”80
Di tengah masyarakat kota yang majemuk terdapat kecenderungan untuk tidak
mendengarkan. Kesibukan sehari-hari dengan pekerjaan menuntut setiap orang untuk
78
S. M. Siahaan, Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya, (Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia, 1990), p. 1-2. 79
Warren H. Reed, Mendengarkan secara Positif, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1992),
p. 4. 80
Howard G. Hendricks, Beritakan Injil dengan Kasih, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,
1986), p. 66.
47
memberikan hasil yang terbaik. Kesibukan dengan pekerjaan sering kali membuat
masyarakat kota Jakarta menjadi kurang bersedia untuk mendengarkan informasi lain
selain dari informasi-informasi yang menolongnya untuk dapat bertahan di tengah
beratnya tuntutan kehidupan. Dalam prakteknya, gereja pun sering kali kurang untuk
mendengarkan orang-orang di sekitarnya. Hal inilah yang membuat gereja tidak dapat
memberitakan Injil secara komunikatif. Bahasa komunikasi yang paling tepat untuk
mengkomunikasikan Injil adalah tanggung jawab gereja.
48
BAB V
USULAN BERBAGAI SOLUSI
UNTUK MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN PENGINJILAN
Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mengharuskannya untuk
bekerja dengan lebih efektif. Penginjilan yang efektif adalah penginjilan yang
berhasil guna untuk menyebrangkan berita Injil. Penginjilan yang efektif akan terjadi
apabila ada solusi-slosi yang tepat untuk diterapkan di setiap tempat yang telah
Tuhan percayakan kepada gereja-Nya. Kefektifan penginjilan didukung oleh banyak
faktor yang mendukung terwujudnya penginjilan itu.
Keefektifan penginjilan membuat gereja memiliki kekuatan untuk menolong
orang-orang berdosa sehingga mereka dapat menyadari keberadaan mereka tanpa
Yesus. Keefektifan penginjilan membuat Injil itu menjadi sesuatu yang menarik,
sehingga orang-orang bersedia untuk mendengarkan, dapat memahami isi beritanya,
mempercayainya, dan pada akhirnya dengan suka rela mengambil keputusan menjadi
murid Tuhan Yesus Kristus serta menjadi anggota gereja lokal yang bertanggung
jawab.
Pada masa kini, gereja lokal di Indonesia mengalami kemunduran dalam hal
penginjilan kepada orang-orang di sekitarnya. Kalau dibandingkan dengan gereja
mula-mula, keefektifan gereja masa kini dalam memberitakan Injil, khususnya di kota
Jakarta dan sekitarnya sangatlah bertolak belakang. Dalam kehidupan gereja mula-
mula, gereja sangat bergairah meresponi tugas ini. Bahkan Alkitab mencatat bahwa
mereka sangat disukai oleh semua orang (Kisah Para Rasul 2:47) dan jumlah mereka
bertambah-tambah.
Ditinjau dari sisi tantangan dan rintangan yang dihadapi oleh gereja mula-
49
mula dengan gereja pada masa kini, terdapat satu persamaan, yaitu gereja tidak pernah
bebas dari masalah. Gereja sering mengalami tekanan dari orang-orang yang antipati
terhadap Injil, dan gereja juga sering kali mengalami tekanan dari penguasa tertentu.
Alkitab mencatat bahwa dalam situasi yang sukar pun gereja mula-mula masih
bergairah (Kisah Para Rasul 5:41-42). Tidak mengherankan jika jumlah para murid di
Yerusalem semakin bertambah, bahkan sejumlah imam Yahudi pun turut menjadi
percaya dan menyerahkan diri menjadi murid Kristus. (Kis. 6: 7).
Tuhan Yesus memerintahkan kepada gereja agar penginjilan ke seluruh
bangsa dan sampai ke ujung dunia. Tujuan akhir penginjilan sesuai dengan perintah
yang diterimanya itu tidak akan pernah tercapai apabila gereja tidak mengefektifkan
penginjilan itu sendiri. Jika masyarakat menolak Injil, gereja perlu mengoreksi diri
mengapa Injil menjadi tidak menarik perhatian orang-orang yang hidup di zaman ini.
Dan menurut penulis, gereja harus mencari solusi untuk mengefektifkan penginjilan,
karena tugas ini merupakan tugas dan tanggung jawabnya. Berikut ini penulis
memberikan beberapa usulan solusi agar gereja dapat menjalankan tugas ini dengan
lebih efektif.
Mengadakan Pengenalan Lapangan
Pasukan tentara yang baik adalah pasukan yang tidak hanya mendapatkan
pelatihan yang serius dan penuh disiplin. Pasukan tentara yang baik tidak hanya
memerlukan keyakinan yang teguh sebelum berperang. Pasukan tentara yang baik
adalah pasukan yang bisa mengenali medan tempat ia akan bertugas. Pengenalan yang
baik terhadap medan peperangan akan memudahkan satu pasukan untuk mengalahkan
lawannya.
Gereja sebagai mandataris Allah menerima tanggung jawab penuh untuk
melaksanakan penginjilan kepada dunia ini. Sama seperti pasukan tentara, gereja tidak
50
akan mampu menduduki wilayah musuh serta menaklukkannya apabila gereja tidak
mempunyai pengenalan yang baik dengan lingkungan tugasnya.
Dalam kitab Bilangan 13, Tuhan Allah menyuruh Musa mengirimkan dua
belas orang ke tanah Kanaan untuk mengamati antara lain:
1. Bangsa yang mendiami negeri itu kuat atau lemah, sedikit atau banyak,
2. Pertahanan apa yang mereka miliki,
3. Bagaimana situasi negeri itu punya potensi yang baik atau tidak.
Pengamatan kedua belas pengintai tersebut, menghasilkan data-data penting seperti
dicatat dalam kitab Bilangan 13 yaitu:
1. Daerah Kanaan merupakan daerah yang berlimpah susu dan madu,
2. Penduduk negeri itu kuat-kuat dan sangat besar-besar,
3. Penduduk negeri itu terdiri dari orang Amalek, orang Het, orang Yebus, dan orang
Amori, serta orang Kanaan asli.
4. Kota-kotanya berkubu,
5. Keadaan tanah negeri tersebut.
Pengenalan lapangan adalah satu-satunya cara untuk memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya tentang lapangan kerjanya. Wongso berkata: “Jika kita
menginginkan hasil yang baik dari firman yang kita tabur, hendaklah kita
mempunyai pengenalan yang jelas akan rintangan-rintangan utama dan rintangan
sekunder dari pekerjaan kita.”81
Penulis sangat setuju dengan pendapat Wongso
tentang pentingnya mempunyai pengenalan lapangan di mana gereja akan bekerja.
Pada tahap pengenalan lapangan, gereja perlu mencari data-data antar lain:
1. Jenis suku, dan bahasa yang ada dalam masyarakat,
2. Aktivitas sehari-hari,
81
Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 78.
51
3. Latar belakang pendidikan,
4. Agama dan atau kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat.
5. Orang-orang kunci atau orang-orang yang dominan dalam masyarakat.
6. Sejarah berdirinya daerah tersebut.
7. Sarana-sarana yang dapat dipakai untuk mengkomunikasikan Injil.
8. Bagaimana reaksi masyarakat tersebut terhadap Kekristenan.
Berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan dari daerah yang dijadikan target
penginjilan, gereja dapat:
1. Merencanakan segala sesuatu yang diperlukan untuk mempermudah kelancaran
penginjilan.
2. Memperhitungkan seberapa besar kekuatan yang perlu dikerahkan untuk
menjangkau daerah yang dimaksud.
3. Menentukan metode pendekatan yang lebih tepat kepada target, artinya bahwa
gereja bisa menentukan metode yang kontekstual.
Memilih Metode Penginjilan
Ellis mengatakan: “Penginjilan – „mengkomunikasikan Injil‟ membutuhkan
metode yang tepat guna.”82
Artinya pada waktu gereja mengkomunikasikan Injil,
haruslah menggunakan metode pendekatan yang tepat guna. Dengan demikian berita
injil bisa diseberangkan dan dipahami pendengarnya. Yesus adalah seorang tokoh
penginjilan yang paling efektif dan kontekstual. Jadi Yesus layak untuk dijadikan
contoh dan teladan ketika gereja hendak melaksanakan penginjilan yang efektif.
Sepanjang pelayanan penginjilan-Nya selama tiga setengah tahun di Palestina, Yesus
menggunakan metode yang tepat guna. Ketepatan metode Yesus pada waktu
82
D.W. Ellis, Metode Penginjilan, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1989),
p. 6.
52
mengkomunikasikan Injil menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendengarnya.
Sebagai contoh, perhatikanlah tabel berikut ini:
Matius Lewi Zakheus
Profesi : Pemungut Cukai Profesi : Pemungut Cukai
Cara Yesus Memanggil: Yesus
memerintahkan agar ia mengikuti Yesus
(Luk 5:27).
Cara Yesus Memanggil: Yesus tetap
memberikan perintah kepada Zakheus,
tetapi dengan cara yang lebih halus dan
bersahabat (Luk 19: 5).
Respon Kepada Yesus:
- Ia langsung bangkit dan berdiri serta
mengikuti Yesus (Luk 5:28),
- Ia berinisiatif untuk mengadakan
perjamuan makan di rumahnya (Luk
5: 29).
Respon Kepada Yesus:
- Ia menerima tawaran Yesus dengan
suka cita (Luk 19: 6),
- Setelah beberapa waktu berlalu, ia
mengalami perubahan sikap hidup
(Luk 19:8).
Tabel 4. Cara Yesus menangani Matius dan Zakheus
Contoh lain pada waktu Yesus penginjilan di Sumur Yakub kepada seorang
perempuan Samaria. Yesus mempergunakan metode yang berbeda dengan metode
sebelumnya. Pada waktu penginjilan itu, Yesus mempergunakan metode lintas agama.
Yesus terlebih dahulu memulai dari hal pengetahuan tentang cara menyembah Allah
menurut pemahaman perempuan Samaria itu. Setelah itu barulah Yesus mengarahkan
kepada penyembahan yang sebenarnya. Hasilnya, perempuan tersebut menjadi sadar
bahwa Ia telah berbicara dengan Tuhan dan Juru selamatnya. Pertemuan dengan
Tuhan Yesus yang adalah Juru selamat pribadinya tidak berhenti pada titik itu saja.
Alkitab mencatat ia menjadi penginjil yang efektif bagi orang-orang banyak. Dicatat
bahwa ia membawa lebih banyak lagi jiwa kepada Tuhan dan mereka pun menjadi
percaya kepada Yesus.
Berdasarkan contoh-contoh metode penginjilan Tuhan Yesus kepada
masyarakat di sekitar-Nya memberikan beberapa kebenaran yang masih relevan untuk
diterapkan dalam gereja masa kini, antara lain:
1. Gereja haruslah memikirkan metode yang paling tepat ketika akan melaksanakan
53
tugasnya di antara masyarakat di sekitarnya. Gereja perlu menyadari bahwa
keefektifan penginjilan adalah bergantung kepada metode penginjilan yang gereja
gunakan. Metode penginjilan yang efektif adalah metode yang tepat guna untuk
diterapkan dalam konteks masyarakat yang sedang akan diinjili.
2. Gereja jangan menetapkan satu metode tertentu menjadi metode baku penginjilan,
karena setiap orang berbeda dalam meresponi berita Injil.
3. Gereja haruslah memiliki hati yang mengasihi jiwa-jiwa sama seperti Yesus telah
mengasihi gereja-Nya. Melaksanakan penginjilan tanpa dasar kasih cenderung
mendorong gereja menjadi hakim kepada orang-orang berdosa. Gereja akan
cenderung bertindak sama seperti orang-orang Farisi dan para ahli Taurat.
4. Metode yang dipakai dalam penginjilan haruslah fleksibel, tetapi tidak berarti
bahwa gereja dapat memilih metode yang bersifat kompromi terhadap dosa.
5. Metode penginjilan dengan menjawab kebutuhan jasmaniah. Dalam beberapa
kasus tertentu, ada saatnya penginjilan tidak dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu
menyentuh kehidupan jasmaniah seseorang dan atau kelompok-kelompok
tertentu. Comiskey dalam buku Ledakan Kelompok Sel dengan panjang lebar
membahas tentang pentingnya metode penginjilan yang menjawab kebutuhan.83
Schwarz menyatakan “kunci pertumbuhan gereja adalah mendorong gereja lokal
memfokuskan upaya penginjilan pada pertanyaan dan kebutuhan orang non-
Kristen.”84
Selanjutnya Alkitab sebagai petunjuk utama penginjilan yang efektif
mencatat bahwa Yesus tidak selalu menyerukan pertobatan terlebih dahulu kepada
orang-orang di sekitar-Nya. Alkitab mencatat bagaimana Yesus memberikan
jawaban atas kebutuhan jasmaniah orang-orang itu sebelum Injil disampaikan dan
83
Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, (Jakarta: Metanoia, 1998), p. 111-115. 84
Christian A.Schwarz, Pertumbuhan Gereja Yang Alamiah, (Jakarta: Metanoia, 1998), p.35.
54
atau sesudahnya. Sebagai contoh, Yesus menyembuhkan Bartimeus yang buta
(Markus 10:46-52), Yesus menyembuhkan orang kusta (Lukas 17:11-19). Alkitab
juga mencatat bahwa setelah Yesus memberitakan Injil kepada orang banyak,
kemudian Ia memberikan mereka makan (Matius 14: 13-21; 15:32-39).
Rahasia penginjilan yang efektif tidak hanya menyampaikan pesan Kristus, tetapi
mengikuti metodologi Kristus.85
Medodologi ini pada prinsipnya adalah berdasar
kepada kerinduan gereja agar setiap objeknya menerima dan mengalami kuasa Inji.
Oleh karena itu gereja harus belajar peka untuk menemukan metode yang paling
efektif.
Metode-metode PenginjilanYang Alkitabiah
Kitab-kitab Perjanjian Baru mencatat empat metode penginjilan, antara lain:
1. Penginjilan di depan banyak orang.
Penginjilan di depan orang banyak sering kali dilakukan dalam zaman
Perjanjian Baru. Penginjilan di depan orang banyak biasanya dilakukan di
Synagoge-synagoge. Dalam Alkitab dapat ditemukan bahwa Yesus mengajar di
rumah-rumah ibadat (Lukas 4:14,15), Petrus dan Yohanes memberitakan firman
hidup di rumah ibadat atas perintah Allah (Kisah Para Rasul 5:21-25).
Penginjilan di depan umum juga biasa dilakukan di tempat-tempat dimana
terdapat orang banyak seperti di bukit (Mat 5:1-12), di kota (Lukas 4:42-44),
peristiwa setelah pentakosta (Kis 2: 14-40).
Penginjilan dengan metode ini kalau diterapkan di dunia masa kini, dapat
dilakukan di tempat-tempat ibadah, dan di Kebaktian Kebangunan Rohani yang
diadakan di lapangan-lapangan besar. Apabila dilaksanakan dengan sungguh-
85
Rick Warren, Pertumbuhan Gereja masa Kini, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,
1999), p. 192.
55
sungguh, metode ini dapat menjadi sangat efektif, terlebih lagi kalau kuasa Allah
diijinkan berkarya. Metode ini tidak memerlukan pengenalan secara pribadi yang
mendalam kepada para pendengarnya. Dalam penginjilan dengan metode ini
hanya diperlukan kerelaan mereka untuk mendengar dan keberanian untuk
memberitakan Injil keselamatan.
Penginjilan dengan metode seperti ini mempunyai kelemahan yaitu orang-
orang yang menghadirinya datang dari berbagai tempat. Wagner menyatakan
“dari hasil kampanye-kampanye penginjilan sekota yang terus-menerus begitu
populer dari dekade ke dekade, ditemukan hanya sedikit dari mereka yang
bertobat berada di gereja lokal. Persentasenya hanya 3 sampai 16%.”86
Graham
menyatakan “mereka yang tetap bertahan dari hasil penginjilan seperti ini hanya
sekitar 4%.”87
Biasanya setelah selesai acara penginjilan sejenis ini, mereka
kembali ke tempat asal mereka masing-masing. Pada waktu para peserta acara itu
kembali ke tempat asal mereka, sulit untuk dapat memantau perkembangan
kerohanian mereka selanjutnya. Akibatnya banyak di antara mereka yang kembali
ke dunia lama mereka.
2. Penginjilan Pribadi.
Metode penginjilan pribadi adalah metode penginjilan yang disesuaikan
dengan daya nalar dari penerima injil itu. Dalam pelayanan Yesus, Ia pun sering
melakukan penginjilan pribadi. Sebagai contoh: penginjilan kepada perempuan
Samaria, Matius Lewi, dan Zakheus. Metode ini menjadi efektif apabila penginjil
dapat menjalin persahabatan dengan orang yang sedang akan diinjili. Penginjilan
dengan metode ini sebaiknya bekerja sama dengan gereja lokal sehingga orang-
86
Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, p. Vii. 87
Penulis sudah tidak menemukan buku yang pernah memuat pernyataan ini, tetapi ketika
penulis mengkonfirmasikan dengan Bapak Suhandy Susantio, Dosen Missiologi, beliu membenarkan
pernyataan itu pernah diucapkan oleh Billy Graham dalam satu artikel.
56
orang yang telah menerima Injil dapat diintegrasikan dengan gereja lokal.
3. Penginjilan dalam kelompok.
Penginjilan dalam kelompok ini lebih bersifat kekeluargaan. Setiap
anggota dapat berinteraksi tentang masalah-masalah pribadi dan masalah
kerohanian kepada sesama anggota lainnya. Sebagai contoh Yesus memilih dua
belas murid dan membimbing mereka secara khusus, dan Ia membagikan
hidupnya kepada mereka sepenuh waktu.
Penginjilan dalam kelompok merupakan penginjilan yang menuntut satu
cara hidup yang sesuai dengan isi injil itu sendiri. Seorang penginjil tidak hanya
menginjili dengan kata-kata, tetapi juga dengan bukti nyata yang dapat dilihat
oleh orang-orang yang sedang diinjili dalam kelompok itu.
4. Penginjilan perkunjungan rumah.
Dalam pelayanan Yesus, terkadang Yesus melakukan perkunjungan ke
rumah-rumah, antara lain: ke rumah Maria dan Marta (Lukas 10:38-42) dan ke
rumah Zakheus (Lukas 19:1-10). Petrus penginjilan di rumah Kornelius (Kisah
Para Rasul 10), Paulus penginjilan di kota Filipi di rumah Lidiya (Kisah 16:15).
Penginjilan ini lebih bersifat mengutamakan orang-orang yang ada di dalam
rumah yang dimaksudkan.
Melibatkan Kaum Awam Dalam Penginjilan
Beberapa orang Kristen beranggapan bahwa penginjilan hanyalah tugas
hamba-hamba Tuhan sepenuh waktu, atau mereka yang dipanggil Tuhan secara
khusus menjadi seorang penginjil. Pemahaman ini kurang tepat, karena kalau ditinjau
kembali kepada Amanat Agung, Yesus memerintahkan agar para rasul mengajar
setiap orang yang telah menerima Injil untuk melakukan segala yang telah Ia
perintahkan, termasuk penginjilan. Kennedy, seorang hamba Tuhan dari gereja
57
Presbiter Coral Ridge Di Fort Lauderdale, Florida, mengembangkan metode
penginjilan dengan melibatkan orang-orang awam. Graham dalam prakata dari buku
yang ditulis oleh D. James Kennedy mengungkapkan:
Menurut seorang gembala sidang di Kanada yang melihat
pertambahan 103 anggota di gerejanya dalam 8 bulan pertama
melaksanakan program ini, mengatakan cara Dr. Kennedy adalah
“teknik yang paling mutahir untuk penginjilan perorangan untuk
menggerakkan raksasa kaum awam yang tertidur agar ditemukan pada
abad ke-20 ini.”88
Metode penginjilan ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengefektifkan
penginjilan karena setiap orang dapat melakukannya. Setiap orang dapat
memberitakan Injil kepada orang yang dikenalnya, sehingga multiplikasi akan cepat
terjadi. Mengapa? Sebab setiap anggota tubuh Kristus dapat berfungsi dengan baik.
Perhatikanlah gambar diagram berikut ini:
Gambar 2.
Diagram Penginjilan Orang Awam
Pada gambar diagram di atas, seorang percaya bernama A bersahabat dengan
B dan C. Karena kesadaran A akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang
percaya, kemudian A menginjili B dan C. Atas pertolongan Roh Kudus, B dan C
mempercayai berita itu. Dalam proses kehidupan rohani B dan C sebagai orang
percaya, A senantiasa mendampingi mereka serta membimbing mereka dalam iman
Kristen yang benar sesuai dengan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus kepada setiap
orang percaya. Pada tahap berikutnya, setelah B dan C mengalami kuasa Injil itu
88
D. James Kennedy, Ledakan Penginjilan, (Jakarta: E.E. Internasional III IFTK Jaffray
Jakarta), p. 6.
58
dalam kehidupan mereka, kemudian mereka dimobilisasi untuk membagikan Injil
kepada orang lain yang belum mengalami kuasa Injil. Karena kuasa Injil itu benar-
benar mengubah hidup B dan C, mereka pun melakukan penginjilan kepada sahabat
dekatnya. “B” dapat membimbing “D dan E,” “C” memenangkan “F, G, dan H.”
Berdasarkan gambar diagram penginjilan ini, menurut penulis apabila setiap
orang awam melakukan penginjilan kepada teman-teman mereka yang belum selamat,
tidaklah sulit untuk memenangkan masyarakat di sekitar gereja bagi Kristus. Perlu
diingat bahwa prinsip yang perlu dikembangkan dalam menjalankan metode ini
adalah prinsip persahabatan.
Prinsip penginjilan dengan menggunakan kaum awam yang berpusat pada
prinsip persahabatan ini, menurut penulis merupakan satu seni yang hilang dari
kehidupan gereja. Prinsip persahabatan ini telah dicuri dan dimanfaatkan oleh
berbagai instansi yang bergerak di bidang Multi Level Marketing, antara lain : CNI,
Amway, DXN, Nuriskin, Oriflame, Sophie Martin. Dalam dunia Multi Level
Marketing, prinsip ini telah memberikan banyak manfaat. Dengan memanfaatkan
prinsip persahabatan, para pelaku bisnis ini mampu menarik banyak orang masuk ke
dalam jaringan mereka.
Dalam menerapkan penginjilan dengan metode ini, ada satu kebenaran kekal
yang perlu diingat oleh setiap orang percaya, yaitu bahwa setiap orang haruslah
terlebih dahulu mengalami kuasa Injil itu. Kebenaran ini sangat terbukti dan telah
diadopsi oleh pelaku bisnis yang bergerak di bidang Multi Level Marketing. Para
pelaku Multi Level Marketing senantiasa menekankan kepada orang-orang yang
menjadi down line-nya akan manfaat dari bisnis tersebut. Di sisi yang lain, pelaku
bisnis ini senantiasa membimbing setiap down line mereka sampai orang-orang yang
menjadi down line-nya itu menjadi dewasa dalam bisnis tersebut. Menurut penulis,
59
prinsip ini adalah satu seni yang hilang dari gereja Tuhan pada zaman ini. Oleh karena
itu, gereja seharusnya kembali menerapkan prinsip ini sehingga tugas penginjilan di
gereja lokal dapat lebih efektif.
Pada gambar diagram di atas terdapat kebenaran yang menggambarkan
bagaimana orang-orang awam dapat melakukan penginjilan kepada sahabat-sahabat
mereka. Dalam penginjilan dengan melibatkan kaum awam, gereja perlu menyadari
bahwa jemaat memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melaksanakan tugas
ini. Ada yang dapat membawa dua orang, tiga orang, lima orang, dan sebagainya.
Dalam hal ini, gereja jangan pernah menganggap seseorang telah gagal apabila tidak
berhasil mejangkau lebih dari satu jiwa. Sekali pun mereka hanya memenangkan satu
jiwa, gereja jangan menjadi pesimis. Karena apabila satu orang tersebut telah
dibimbing untuk melakukan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus,
kemudian ia bertumbuh dewasa menjadi seorang percaya dan tanggung jawab untuk
melanjutkan tongkat estafet penginjilan, orang yang baru tersebut pasti dapat
memenangkan jiwa yang lainnya.
Penginjilan dengan melibatkan kaum awam, menurut pendapat penulis perlu
dan harus dikembangkan oleh gereja-gereja lokal, termasuk gereja lokal di daerah
perkotaan seperti di Jakarta ini. Mengingat aktivitas masyarakat perkotaan sangat
beragam, penginjilan dengan metode ini dapat dipakai sebagai satu solusi. Dimana
pun jemaat berada, apa pun jenis aktivitasnya, mereka dapat menginjili sahabat-
sahabat mereka. Alkitab memberikan contoh kepada setiap orang percaya yang hidup
di zaman ini perihal kekuatan dari persahabatan dapat dipakai sebagai sarana untuk
memberitakan Injil. Contoh kasus Matius Lewi. Setelah Matius Lewi bertemu dengan
Tuhan Yesus, kemudian dia mengadakan perjamuan besar di rumahnya dan sebagian
besar pemungut cukai dan orang-orang lain juga turut makan bersama-sama dengan
60
Dia (Lukas 5:29). Dalam kasus ini Matius Lewi bekerja sebagai seorang pemungut
cukai. Lewi menjalin persahabatan dengan pemungut cukai lainnya. Setelah Lewi
berjumpa dengan Tuhan Yesus, ia memanfaatkan persahabatan yang telah ia buat
dengan pemungut cukai lainnya sebagai sarana untuk membawa sahabat-sahabatnya
itu untuk ikut berjumpa dengan Tuhan Yesus. Sarana persahabatan Lewi tersebut
menghasilkan tuaian yang besar.
Penginjilan dengan melibatkan orang awam dapat dipakai menjadi satu solusi
yang baik untuk mengefektifkan penginjilan di gereja lokal, khususnya di kota seperti
kota Jakarta karena adanya asumsi bahwa setiap orang pasti mempunyai sahabat.
Hybels dan Mittelberg menuliskan pernyataan berikut ini:
Bagaimana perasaan Anda ketika seseorang yang belum Anda kenal
mencoba untuk mengajak berbicara tentang hal-hal yang pribadi?
Apakah Anda tertarik terhadap pemikiran mengenai berinteraksi
dengan dengan orang-orang yang tidak dikenal untuk pembahasan
secara mendalam persoalan-persoalan hidup Anda? Jika Anda, seorang
Kristen yang berkomitmen menyebarkan kasih Allah dan kebenaran
Allah kepada orang lain, pahamilah situasi di atas ketika Anda
mendatangi seseorang yang belum Anda kenal untuk berbicara tentang
hal-hal yang rohani. Berpikirlah bagaimana teman-teman yang tidak
beriman harus merasakan situasi seperti itu! Mereka seperti ketakutan
untuk berbicara kepada seseorang yang tidak dikenal mengenai
kehidupan pribadi mereka.89
Penginjilan dengan melibatkan orang awam sangat perlu menekankan pentingnya
menciptakan satu hubungan perkenalan yang baik dengan orang-orang yang telah
ditetapkan menjadi sasaran penginjilan. Seperti pernyataan yang dibuat oleh Hybels
dan Mittelberg di atas, khususnya dalam konteks perkotaan. Dibutuhkan satu media
yang dapat membuka mata hati setiap orang kota yaitu media persahabatan. Kennedy
juga sangat menekankan adanya satu persahabatan dengan orang yang dijadikan
sasaran penginjilan, dan penekanan ini dipertegas oleh Schwarz.90
89
Bill Hybells & Mark Mittelberg, Menjadi orang Kristen yang Menular, (Yogyakarta: Andi
Offset, 1994), p.175-176. 90
Christian A.Schwarz, Pertumbuhan Gereja yang Alamiah, p. 35.
61
Menurut Schwarz, berdasarkan hasil survei yang mereka lakukan terhadap
gereja-gereja, ternyata hubungan dengan orang yang belum percaya merupakan satu
sarana untuk bisa mengadakan kontak. Orang-orang yang mempunyai sedikit
hubungan perkenalan dengan orang-orang di sekitarnya sangat sedikit menjangkau
jiwa. Dan mereka yang mempunyai hubungan perkenalan yang lebih banyak dengan
orang-orang di sekitarnya dapat menjangkau lebih banyak jiwa.
Dalam prakteknya memang tidak dapat dipungkiri, untuk beberapa orang
sangatlah mudah untuk menciptakan persahabatan dengan orang lain, tetapi untuk
beberapa orang lainnya menciptakan satu persahabatan yang kondusif itu sangat sulit.
Untuk mempermudah terciptanya satu persahabatan dengan masyarakat perkotaan,
penulis merekomendasikan buku “Bagaimana mencari kawan dan mempengaruhi
orang lain” karya Carnegie. Dalam buku ini Dale memberikan prinsip-prinsip yang
baik untuk menciptakan satu hubungan persahabatan. Prinsip-prinsip itu antara lain:
“Jangan mengkritik, jangan mencerca, atau jangan mengeluh. Berikan penghargaan
yang tulus. Bangkitkan minat pada orang lain,”91
“Jadilah pendengar yang baik.
Dorong orang lain untuk berbicara tentang diri mereka.”92
Dan masih banyak prinsip-
prinsip lain lagi yang sangat menolong untuk menciptakan satu persahabatan dengan
orang lain.
Kelompok Sel Sebagai Sarana Untuk Menjangkau Semua Lapisan Masyarakat.
Kelompok sel adalah satu metode penginjilan yang mengadopsi prinsip-
prinsip yang telah diterapkan dalam metode penginjilan dengan melibatkan kaum
awam. Ada beberapa persamaan dari kedua metode ini, yaitu:
1. Pelaku penginjilan tidak dituntut harus memiliki gelar atau jabatan tertentu, tetapi
91
Dale Carnegie, Bagaimana mencari Kawan dan mempengaruhi orang lain, (Jakarta:
Binarupa Aksara, 1993), p. 48. 92
Ibid, p. 90.
62
kesadaran dari setiap orang percaya akan tugas dan tanggung jawabnya untuk
menggenapi visi dan misi yang terkandung dalam Amanat Agung Tuhan Yesus.
2. Prinsip yang dipakai adalah persahabatan.
3. Mengharuskan adanya multiplikasi jiwa.
Sebelum membahas lebih jauh tentang kelompok sel sebagai satu solusi untuk
meningkatkan keefektifan penginjilan, penulis tertarik dengan pernyataan Cho
(gembala dari Full Gospel Centra Church).
Sebagai seorang gembala jemaat yang bertumbuh dengan pesat ini,
saya menyangka bahwa saya sendirilah yang wajib melakukan semua
khotbah, berdoa bagi yang sakit, mengunjungi anggota jemaat dan
membaptis orang-orang yang baru percaya. Pada suatu malam, setelah
pada satu sore hari membaptis beratus-ratus orang percaya, saya
mengadakan kebaktian pengabaran Injil di gereja. Sementara
berkhotbah, saya pingsan, jatuh ke lantai karena terlampau penat.93
Pada masa kini, banyak hamba Tuhan yang takut untuk mendelegasikan tugas-tugas
gerejawi kepada orang-orang awam. Perasaan takut tersebut membuat mereka tidak
maksimum untuk memimpin gereja lokalnya. Akibatnya, gereja menjadi kurang
efektif untuk melaksanakan tugas-tugasnya, termasuk tugas penginjilan.
Alkitab mencatat satu pengalaman yang sama dengan Musa hamba Tuhan
yang besar itu. Sebagai seorang hamba Tuhan dan juga sebagai seorang pemimpin
bangsa Israel, ia tidak pernah berpikir untuk mendelegasikan tugas-tugasnya kepada
orang-orang yang cakap dari bangsa itu. Ia menjadi seorang pemimpin yang bekerja
sendiri, dan keadaan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Suatu hari Yitro
mertuanya melihat kesibukan Musa dalam memimpin bangsanya. Melihat itu, Yitro
memberikan nasihat agar Musa mengangkat para hakim yang akan membantunya
untuk menyelesaikan masalah bangsa itu (Keluaran 18:13-23). Dengan terjadinya
pendelegasian tugas-tugas kepada orang-orang yang cakap di bidangnya, Musa tidak
93
John W. Hurston & Karen L. Hurston, Terjaring!, (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1978),
p. 9-10.
63
bekerja sendiri, dan segala tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan bangsa itu
dapat dicukupi.
Kelompok sel adalah satu metode yang menerapkan pendelegasian tugas
kepada orang-orang yang sudah mampu untuk memimpin satu kelompok jemaat yang
lain dan sanggup untuk melakukan semua tugas-tugas gerejawi. Cho mengatakan
bahwa semua hal yang harus dilakukan gereja – pelatihan, memperlengkapi,
pemuridan, penginjilan dan doa penyembahan – dilakukan melalui sel.94
Sejak Paul
Yonggi Cho mengalami betapa melelahkannya melayani seorang diri, pada akhirnya
ia menemukan satu solusi yang sungguh luar biasa, yaitu dengan melibatkan
pemimpin kaum awam untuk ikut terlibat dalam pelayanan gerejawi yang
dipimpinnya. Solusi baru ini memberikan dampak yang luar biasa dalam perjalanan
gereja yang dipimpinnya, dalam melaksanakan tugas penjangkauan jiwa-jiwa yang
belum diselamatkan disekitarnya.
Marry memberi satu catatan tentang perkembangan yang dicapai oleh Full
Gospel Centra Church melalui kelompok-kelompok sel sebagai sarana penginjilan.
Gereja Centra Full Gospel di korea, adalah gereja terbesar di dunia.
Pada tahun 1950, anggotanya cuma dari 5 orang. Sampai dengan tahun
1985, anggotanya sudah mencapai 500.000 orang. Menurut statistik,
gereja tersebut memiliki 19.839 “Kelompok.” Setiap minggu yang
melibatkan diri dalam “Kelompok” mencapai 297.585 orang. Menurut
Pdt Paul Yoggi Cho, unsur pertumbuhannya adalah “Kelompok Rumah
Tangga” yang membawa hasil pertumbuhan rohani dan penambahan
jumlah jemaat dalam gereja.95
Melihat pesatnya pertumbuhan dari Full Gospel Centra Church, hamba-hamba
Tuhan dari berbagai belahan bumi ini datang untuk mempelajari sumber pertumbuhan
dari Full Gospel Centra Church tersebut. Hasil pembelajaran itu menunjuk kepada
penerapan dari kelompok-kelompok pertumbuhan iman yang disebut dengan gereja
94
Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, (Jakarta: Metanoia, 1998), p. 17. 95
Marry Go Setiawani, Dinamika Kelompok, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,
1999), p. 19.
64
rumah. Perhatikanlah tabel berikut ini:
Nama Gereja Lokasi Gembala Sel Jumlah
Sel
Jumlah
Jemaat
Bethany World
Prayer Center
Baker, LA
USA
Larry Stockstill 500+ 7.000
The Christian
Center Of
Guayaquil
Guayaquil
Ekuador
Jerry Smith
2.000 7.000
Elim Church San Salvador
El Salvador
Jorge Galindo 5.500 35.000
Faith Community
Baptist Church
Singapura Lawrence
Khong
550 6.500
The International
Charismatic
Mission
Bogota,
Kolombia
Cesar
Castelanos
13.000 35.000+
Love Alive Church Tegucigalpa,
Honduras
Rene Penaiba 1.000 7.000
Living Water
Church
Lima, Peru Juan Capuro 600 7.000
Yoido Full Gospel
Church
Seoul, Korea David Cho
(Paul Yonggi
Cho)
23.000 153.000
Tabel 5. Gereja Lokal Yang Menerapkan Penginjilan Dengan “Kelompok Sel.”
Tabel tersebut di kutip dari buku “Ledakan Kelompok Sel” Karya Joel Comiskey, hal.
103. Kelompok sel menjadi satu solusi untuk mengefektifkan penginjilan karena
adanya satu kesamaan dalam masyarakat di seluruh dunia. Manusia sebagai mahluk
sosial pada hakikatnya memiliki kebiasaan hidup berkelompok. Dan di dalam
kehidupan masyarakat di Indonesia, pada umumnya hidup secara berkelompok.
Dasar yang kedua adalah ditinjau dari segi ketahanannya menghadapi situasi-
situasi sulit yang tidak memungkinkan gereja untuk melakukan penginjilan. Marry
mengemukakan:
Dalam sejarah Gereja, pada masa kerajaan Romawi, yaitu pada
saat gereja dianiaya, jemaat berbakti di tempat-tempat rahasia. Orang-
orang Kristen di negara-negara komunis, ketika mengalami
penganiayaan, hanya bertahan dalam “kelompok.” Orang-orang
Kristen di daratan Tiongkok pada masa revolusi kebudayaan
mengalami penindasan dan penganiayaan yang sangat kejam, namun
jumlahnya tak berkurang, malah berkembang pesat. Menurut statistik,
65
sebelum komunis menguasai daratan Tiongkok, orang Kristen hanya
satu juta orang. Tetapi setelah penganiayaan selama 40 tahun, saat ini
orang Kristen sudah mencapai 50 juta orang. Ini berarti bertumbuh
sebanyak 50 kali lipat. Faktor penyebabnya adalah kuasa Allah dan
pimpinan Roh Kudus, juga karena peranan “Dinamika kelompok.”96
Simson juga menekankan betapa luar biasanya pertumbuhan jemaat Tuhan di China.
Berikut ni satu kutipan dari bukunya yang berjudul “Gereja Rumah yang
mengubahkan Dunia.”
... ketika Mao Tze Tung mengusir semua misi Barat dari
China pada tahun 1949, gereja mulai dianiaya dan bertumbuh jauh
melebihi yang pernah terjadi sebelumnya. Menurut beberapa peneliti,
lebih dari 10 % penduduk China sekarang adalah orang Kristen Injili.
Blok Injili terbesar di dunia.97
Sekalipun dalam tekanan dan penindasan kaum komunis yang sangat kejam mereka
tetap efektif dan dapat bertahan menjalankan tugas penginjilan melalui gereja bawah
tanah yang dihadiri oleh sekelompok kecil orang-orang percaya. Wolfgang
berpendapat:
Di banyak negara, gereja rumah (istilah lain untuk kelompok
sel) telah menjadi, dan masih menjadi tulang punggung rohani dari
pergerakan-pergerakan Kristen, bahkan di bawah penganiayaan dan
pengawasan yang ketat seperti yang terjadi di Rusia, China, dan
beberapa negara Timur Tengah. Karena gereja rumah ada tanpa
terlihat arsitektur yang telah ada dari satu negara, ia mampu memberi
tanggapan secara fleksibel terhadap tekanan atau situasi yang baru
muncul. Karena gereja rumah berfokus pada membagi (sharing)
kehidupan, bukan pada pelaksanaan tata cara ibadah agamawi, ia
dapat dengan mudah hidup tanpa membangkitkan kecurigaan
tetangga atau polisi rahasia lewat musik, tepukan tangan, doa dan
khotbah yang keras.98
Kelompok sel dapat dipakai menjadi solusi untuk mengefektifkan penginjilan karena
metode ini bersifat fleksibel. Kelompok sel fleksibel dalam waktu, tempat, dan tata
cara pelaksanaannya. Kefleksibelan kelompok sel menyebabkan metode ini tetap
96
Ibid, p. 9. 97
Wolfgang Simpson, Gereja Rumah Yang Mengubah Dunia, (Jakarta:Metanoia, 2003),
p. 188. 98
Ibid, p. 199.
66
dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan anggotanya.
Keflesibelan dari metode penginjilan merupakan satu syarat yang dibutuhkan
dalam lingkungan perkotaan seperti di Jakarta ini, karena kesibukan aktivitas
masyarakat yang beragam. Oleh karena itu, gereja harus berani untuk masuk dalam
satu situasi yang disebut dengan “pergeseran paradigma.”99
Kelompok sel tidak
hanya sebagai satu program, melainkan sebagai satu kelompok yang mengutamakan
hubungan antara anggotanya.
Ditinjau dari segi hasil, jiwa-jiwa yang diperoleh melalui penginjilan dalam
kelompok sel lebih mudah untuk diintegrasikan ke dalam satu gereja lokal. Hal ini
dapat diwujudkan karena :
1. Di dalam kelompok sel setiap orang dapat saling mengenal dengan baik.
2. Jiwa-jiwa yang baru bertobat dapat dipantau oleh teman-teman sekelompok
selnya.
Penginjilan dalam kelompok sel memiliki keunikan tersendiri dan tidak akan
ditemukan dalam metode yang lainnya. Comiskey mengutip pendapat Richard Peace
yang berkata:
Dalam sebuah kelompok kecil yang berhasil, kasih dan penerimaan
dan persekutuan mengalir dengan tidak terhingga. Ini adalah situasi
yang ideal untuk mendengarkan tentang kerajaan Allah. Dalam
konteks ini, „fakta-fakta dari Injil‟ muncul tidak sekadar sebagai
proposisi yang kaku, tetapi sebagai kebenaran yang hidup dan terlihat
di dalam kehidupan orang-orang. Dalam atmosfir seperti itu,
seseorang tidak terelakkan lagi akan tertarik kepada Kristus oleh
hadirat anugerah-Nya.100
Kelompok sel ditinjau dari hakikatnya sebagai satu komunitas yang menerapkan
hukum kasih dan penerimaan dari setiap anggota sel memberikan daya tarik tersendiri
kepada orang-orang di sekitarnya.
99
Larry Stockstill, Gereja Sel, (Jakarta : Metanoia, 1998), p. 19. 100
Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, p. 103.
67
Pada umumnya, manusia lebih cenderung untuk menyatakan apa yang dilihat
matanya dan apa yang didengar oleh telinganya sebagai satu kebenaran. Alkitab
menyatakan kepada pembacanya tentang kekuatan mata untuk mempengaruhi
keputusan seseorang. Berikut ini adalah beberapa fakta yang di catat oleh Alkitab.
1. Pada waktu Samuel akan mengurapi Daud, Samuel tertipu karena apa yang
dilihatnya. Melihat kesalahan Samuel tersebut Allah mengatakan “... manusia
melihat apa yang di depan mata, tetapi Allah melihat hati” (1 Samuel 16: 7).
2. Kemudian Yesus mengatakan: “Mata adalah pelita tubuh....” (Matius 6:22).
Banyak orang terkesan dan takjub kepada Yesus karena mendengar dan melihat
kehidupan dan pengajaran Yesus (Matius 7:28).
3. Kehidupan jemaat yang mula-mula disukai oleh semua orang karena orang-orang
yang belum percaya melihat cara hidup jemaat yang mula-mula sangat berbeda
dengan mereka. Jemaat mula-mula hidup rukun dan damai serta saling membantu
satu dengan yang lainnya (Kisah Para Rasul 2: 47).
Kebenaran tentang bagaimana manusia pada umumnya menilai menjadi satu tenaga
pendorong kepada setiap pemimpin kelompok sel untuk memotivasi dirinya dan
anggota selnya agar lebih bersungguh-sungguh untuk menerapkan berita Injil dalam
kehidupan komunitas sel.
Comiskey berkata “Penginjilan dan pemuridan yang efektif melalui kelompok
sel bukan sekedar suatu kemungkinan; melainkan suatu kenyataan serius.”101
Penginjilan dengan kelompok sel telah teruji di berbagai belahan dunia ini.
Penginjilan dengan metode ini terbukti mampu untuk menjangkau setiap komponen
masyarakat seperti yang terdapat di Full Gospel Centra Church Korea. Di gereja ini
dapat di temukan mereka yang telah bertobat dari kalangan masyarakat kumuh sampai
101
Ibid, p. 101.
68
masyarakat yang tinggal di rumah-rumah mewah.102
Di tengah kelesuan yang
dihadapi gereja-gereja lokal di sekitarnya, Full Gospel Centra Church dapat
bertumbuh dengan pesat. Keberhasilannya mengembangkan penginjilan dengan
menggunakan metode kelompok sel menjadi satu bahan kajian bagi gereja-gereja lain
dari berbagai belahan dunia ini. Dari hasil penelitian penulis terhadap beberapa buku
riset, penulis menemukan bahwa keberhasilan penginjilan dengan metode ini
tergantung kepada pengenalan setiap gereja terhadap lingkungannya. Pengenalan
lingkungan yang benar menolong gereja menemukan metode kelompok sel yang tepat
guna.
Full Gospel Centra Church Korea dapat bertumbuh dengan pesat dan
berhasil menjangkau setiap lapisan masyarakat karena mengembangkan penginjilan
dengan metode kelompok sel. Di Full Gospel Centra Church, Kelompok sel
merupakan alat untuk menjangkau anggota masyarakat yang tidak terjangkau oleh
gereja. Kelompok sel menjadi perpanjangan tangan gereja lokal, karena itu sebaiknya
di atur per-wilayah. Setiap wilayah dipimpin oleh seorang pimpinan wilayah. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan pemantauan kerohaniaan setiap anggota sel.
Dalam pelaksanaanya, kelompok sel harus kembali kepada sifat-sifat Yesus,
yaitu mengasihi semua orang tanpa terkecuali. Mengapa? Sebab masyarakat dunia ini
telah kehilangan kasih dan mereka membutuhkan kasih dan penerimaan. Beberapa
penulis seperti Christian A. Schwarz, Joel Comiskey, dan Larry Stockstill, bahkan
Paul Yonggi Cho memberikan pendapat yang sama agar kelompok sel menerapkan
penginjilan yang menjawab kebutuhan.
Pada suatu wawancara dengan Carl George tahun 1993 Cho menjelaskan
strateginya dalam memenangkan jiwa yang terhilang dengan menjawab kebutuhan
102
John W. Hurston & Karen L. Hurston, Terjaring!, p. 19.
69
praktis mereka terlebih dahulu,103
Cho menjelaskan:
Kami memiliki 50.000 kelompok sel dan setiap sel akan mengasihi
dua orang kepada Kristus pada tahun berikutnya. Mereka memilih
seorang yang bukan orang Kristen, yang dapat mereka doakan, kasihi,
dan layani. Mereka membawakan makanan, membantu menyapu toko
orang tersebut - apa saja yang perlu untuk menunjukkan bahwa mereka
sungguh-sungguh perduli kepada mereka.... Setelah tiga atau empat
bulan dari kasih yang seperti itu, hati yang paling keras sekali pun akan
hancur dan menyerah kepada Kristus.104
Dari pernyataan Cho di atas, terbukti bahwa tindakan kasih yang diaplikasikan dalam
satu bentuk tindakan yang nyata-nyata merupakan kekuatan untuk menjangkau setiap
orang berdosa di sekitar sel.
Di tengah masyarakat yang majemuk seperti di Jakarta, banyak sekali orang
yang tidak lagi merasakan kasih yang nyata dalam perbuatan. Karena pada dasarnya
manusia lebih menerima bukti nyata yang dapat dirasakan, dilihat, dan dialaminya.
Kelompok sel sebagai satu komunitas yang berdasarkan kepada hukum kasih sesuai
dengan pengajaran Kristus dapat menjangkau mereka. Suasana kolompok sel yang
penuh kasih merupakan salah kunci untuk menarik banyak orang kepada terang Injil.
Suasana kolompok sel yang demikian akan mempermudah kelompok sel
untuk membimbing setiap anggotanya mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Leo
mengatakan dalam kelompok sel sangat mungkin terjadi perjumpaan dengan Tuhan
yang terwujud dalam tiga bentuk, yaitu: truth encounter atau perjumpaan kebenaran
yang didapatkan melalui pengalaman dan diskusi;105
power encounter atau
perjumpaan kuasa, dan love encounter atau perjumpaan kasih yang didapatkan
melalui kesaksian dan tindakan saling melayani di antara sesama anggota sel.106
Pernyataan Leo tersebut dapat dibandingkan dengan beberapa tokoh dalam
103
Joel Comiskey, p. 112. 104
Ibid. 105
Eddy Leo, Mengalami Mistery Kristus, (Jakarta: Metanoia, 2002), p. IX. 106
Ibid, p. X.
70
kitab-kitab Perjanjian baru. Perhatikanlah tabel berikut ini:
No: Nama
Tokoh Sebelum Berjumpa Tuhan
Sesudah Berjumpa
Tuhan
1. Perempuan
Samaria Dia adalah seorang
perempuan sundal, tidak
puas hanya dengan satu
orang lelaki (Yoh 4: 16-18)
Dia menjadi orang yang
efektif dalam membawa
jiwa kepada Yesus Yoh
4: 28, 39-42)
2. Maria Maria juga dikenal sebagai
orang berdosa (Luk 7:37-38)
Ia suka dengar-dengaran
akan firman Tuhan (Luk
10: 39, 42).
Ia menjadi seorang yang
murah hati, dan
Ia mempersembahkan
yang terbaik kepada
Yesus (Yoh 12:3; Mat
26: 7, 12).
3.
Petrus * Emosinya meledak-ledak,
tidak konsisten dengan
kata-kata yang tekah
diucapkannya, dan pernah
menyangkali Tuhan Yesus
(Mark 14: 27-31; Luk
22:54-61).
* Mampu mempengaruhi
orang lain, tetapi sering kali
pengaruhnya itu menuntun
orang lain turut bertindak
salah (Yoh 21: 1-13).
Petrus menjadi seorang
pemimpin yang luar
biasa, terlebih lagi
ketika dia sudah
mengalami baptisan
Roh Kudus (Kis 2).
Petrus menjadi orang
yang sangat berani dan
teguh dalam
pendiriannya tentang
Injil (Kis 3; 4).
4. Orang Buta
dari sejak
lahir
Matanya buta (Yoh 9: 1,
24),
Hidup sebagai seorang
pengemis (Yoh 9: 8),
Ia hanya mengharapkan
belas kasihan orang-orang .
Ia sembuh dari
kebutaannya karena
ketaatannya kepada
perintah Yesus (Yoh 9:
6,7),
Memiliki mental
seorang pejuang, tetap
teguh mempertahankan
kebenaran. Berani
menyaksikan kuasa
Yesus (Yoh 9: 24-28),
Ia sangat ingin untuk
mengenal Tuhan secara
benar (Yoh 9: 35-39).
5. Paulus Ia seorang Farisi dari aliran
yang keras, penganiaya
jemaat (Gal 1:11-14),
Ia juga turut menyetujui
pembunuhan atas
Stefanus(Kis 7:54-8:1).
Ia menjadi seorang
rasul Kristus dan
menjadi penginjil yang
sangat efektif kepada
bangsa bukan Yahudi
(Kis 13-28),
71
Ia mau menderita
karena keyakinannya
akan kuasa Injil (Kis
16: 19-24; 2 Tim 4: 6).
Tabel 6. Perbedaan Sebelum dan Sesudah Berjumpa Dengan Tuhan
Perjumpaan dengan Tuhan merupakan satu tujuan dari ibadah Kristen. Perjumpaan
dengan Tuhan, oleh karena kasih-Nya kepada setiap manusia melebihi segala sesuatu
yang ada di alam jagat raya ini, maka kasih-Nya itu akan menarik setiap orang ke
dalam kasih-Nya itu. Perjumpaan dengan Tuhan merupakan kebutuhan roh dari setiap
manusia. Di sisi lain perjumpaan dengan Tuhan menuntun setiap orang ke dalam satu
pengenalan yang benar akan Tuhan dan Juru selamat yaitu Yesus Kristus Tuhan.
Penginjilan Dengan Kuasa Roh Kudus
Dan kamu akan menerima kuasa apabila Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu
akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, dan di seluruh Yudea, dan Samaria, dan
sampai ke ujung dunia. (Kis 1:8).
Berdasar kepada nats ini, Tuhan Yesus menyatakan bahwa murid-murid-Nya
akan menjadi saksi (yang efektif) di tiga kota penting yang ada pada masa itu, bahkan
sampai ke ujung dunia setelah Roh Kudus turun ke atas mereka. Pernyataan ini
menurut catatan Alkitab telah teruji dan terbukti. Perhatikanlah dengan baik
bukti-bukti yang dicatat oleh Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul berikut ini :
I. Setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus jumlah orang-orang yang menerima
Injil dan menjadi percaya berjumlah 3000 jiwa (Kis. 2: 41).
II. Jumlah jiwa yang dapat dijangkau bertambah 2000 jiwa lagi (Kis. 4:4).
III. Di tengah ancaman yang dasyat dari orang banyak dan pemerintah yang
berkuasa pada masa gereja mula-mula, oleh kuasa Roh Kudus mereka
memberitakan Injil dengan berani (Kis 4: 31).
IV. Penginjilan disertai dengan tanda-tanda heran; orang yang sakit menahun
72
disembuhkan dan orang-orang memuliakan Allah (Kis 4: 1-22; 5: 12,14-15),
yang masih terikat dengan kehidupan lamanya dinyatakan oleh Roh Kudus
sehingga kehidupan gereja Tuhan tetap terjaga (Kis 5: 1-11), Tanda-tanda heran
yang dikerjakan oleh Roh Kudus membuat orang banyak dari kota-kota di
sekitar Yerusalem tertarik untuk datang serta mengalami kuasa itu secara
langsung (Kis 5: 16).
Kata “kuasa” dalam nats tersebut, dalam bahasa aslinya dinyatakan dengan kata
“δύναμιρ” atau dibaca “dunamis.” Kata ini secara literal berarti kekuatan atau kuasa,
secara spesifik dapat berarti kekuatan atau kuasa yang sifatnya ajaib.107
Dalam kitab versi New International Version, nats dalam kitab Kisah Para
Rasul 1: 8 tersebut diterjemahkan seperti berikut ini: “But you will receive the power
when the Holy Spirit comes on you; and you will be my witnesses in Jerusalem, and
in all Judea and Samaria, and to the ends of the earth” Nats ini merupakan
pernyataan yang bersifat Future Continious. Pernyataan ini hendak menyatakan
bahwa kuasa Roh Kudus tetap berlaku sampai pada masa kini dan berlangsung
sampai kesudahan zaman.
Seperti zaman gereja mula-mula, gereja masa kini tanpa terkecuali baik di
kota-kota besar dan sampai di daerah pedalaman diperhadapkan dengan orang-orang
yang sakit, keras kepala, terikat kuasa gelap, hidup berdasar pada penilaian tentang
hal logis dan tidak logis, lebih mengutamakan hal-hal yang lahiriah, dan telah
dibutakan oleh ilah zaman ini. Perhatikanlah bukti-bukti berikut ini yang menjelaskan
tentang pentingnya kuasa Roh Kudus dalam penginjilan.
Auch mencatat dalam buku “Gerakan Pentakosta Mengalami Krisis” bagaimana
pengaruh kuasa Roh Kudus terhadap penginjilan dunia.108
Pada tahun 1906 di
107
E-Sword V6.50, “For the word of God is Living and Active, Sharper than any
double_edged Sword.”
73
kota Los Angles, penginjilan dengan kuasa kembali digalakkan. Di tengah
kelesuan rohani orang-orang Kristen pada masa itu, Allah menyatakan betapa
pentingnya kuasa Roh Kudus dalam kehidupan gereja Tuhan, khususnya dalam
menjalankan misi penginjilan dunia ini. Allah mengadakan pernyataan itu di Jalan
Azusa No. 312. Los Angles, dan ini dikenal sebagai hari lahirnya gerakan
Pentakosta. Sejak peristiwa itu, terjadilah kebangunan rohani yang melanda kota
Los Angles. Kebagunan rohani juga melanda ke berbagai penjuru dunia, termasuk
Indonesia.
Wagner mencatat bukti-bukti penginjilan dengan kuasa Roh Kudus dan tanpa Roh
Kudus di Amerika Latin.109
Penginjilan dengan kuasa Roh Kudus menolong para
penginjil dari aliran Pentakosta di Amerika Latin lebih efektiv untuk menjangkau
banyak jiwa-jiwa bagi Yesus dibandingkan dengan para penginjil yang non-
Pentakosta.110
Wagner juga mencatat bukti lain yang dialami oleh Miguel Garcia
dari Mexico. Ia adalah seorang penginjil yang penuh dengan kuasa Roh Kudus.111
Dengan kuasa Roh Kudus, Miguel dapat menaklukkan serta menutup mulut para
penantangnya.
Wagner juga mencatat pengalaman penginjil Morris Cerullo pada waktu akan
mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani di Haiti.
Sebelum acara tersebut dilaksanakan, Tuhan memberitahukan kepada
saya bahwa pada malam acara tersebut akan diadakan, sekitar 300
dukun Voodoo akan datang ke kebaktian untuk membunuhnya.
Tuhan menunjukkan ciri-ciri mereka kepada saya. Kemudian Tuhan
memberitahukan bahwa saya tidak akan mati, karena Tuhan sendiri
akan melakukan apa yang saya katakan. 112
108
Ron Auch, Gerakan Pentakosta Mengalami Krisis, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum
Mas, 1996), p.15. 109
C. Peter Wagner, Pertumbuhan Gereja & Peranan Roh Kudus, (Malang: Penerbit
Gandum Mas, 1989), p. 103-109. 110
Ibid, p. 106. 111
Ibid, p.105. 112
Peter Wagner, Berdoa dengan Kuasa (Jakarta: Naviri Gabriel, 1997), p. 65.
74
Cho, pendeta dan juga gembala sidang berkata: “Roh Kudus adalah adimitra
saya.” Roh Kudus menolongnya untuk menjangkau kota Seoul bagi Kristus.
Menurut Cho, “Penginjilan haruslah dilaksanakan sebagai satu kemitraan antara
Roh Kudus dan umat manusia-dengan Roh Kudus berperan sebagai adimitra.”113
Penulis kitab Yohanes menulis tentang Roh Kudus serta peran-Nya yaitu:
a. Roh Kudus akan bersaksi tentang Yesus (Yohanes 15:26).
b. Roh Kudus akan menginsafkan dunia (orang-orang yang belum percaya
kepada Yesus) akan dosa, kebenaran, dan penghakiman (Yoh 16 : 8).
Gereja tidaklah maha tahu, tetapi Tuhan-lah yang maha tahu. Gereja mungkin
mempunyai banyak ahli pikir dalam berbagai bidang ilmu, tetapi gereja tetap tidak
ahli dalam segala hal, termasuk untuk menaklukkan roh-roh jahat yang menguasai
orang-orang di sekitar gereja. Tuhan telah berjanji akan memberikan Roh Kudus-Nya
sebagai adimitra gereja dalam menyukseskan penginjilan. Oleh karena itu, gereja
seharusnya berpegang kepada aturan dan peraturan yang telah Tuhan tetapkan, dan
juga berpegang pada setiap janji-janji-Nya.
Menjangkau Jiwa-jiwa Dengan Kuasa Doa.
Penginjilan adalah satu proses penyampaian kabar keselamatan yang telah
Yesus kerjakan di kayu salib 2000 tahun yang lalu. Dalam proses tersebut, disadari
atau tidak disadari, pada waktu gereja melaksanakan penginjilan, ia berhadapan
dengan satu pribadi yang berkuasa atas dunia kegelapan. Pribadi itu sanggup
mempengaruhi kehidupan di alam jagat raya ini. Pribadi itu adalah iblis dan roh-roh
jahat lainnya. Penginjilan menjadi kurang efektif karena gereja tidak mengalahkan
penguasa-penguasa itu.
113
Paul Yonggi Cho, Roh Kudus Adimitra Saya, (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil
“Imanuel”), p. 23.
75
Yesus berkata: “Apabila seorang yang kuat dan lengkap bersenjata menjaga
rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat
daripadanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas
perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya
” (Lukas 11:21-22). Penjangkauan jiwa-jiwa akan efektif apabila gereja terlebih
dahulu mengalahkan orang kuat yang membelenggunya. Paulus menegaskan bahwa
musuh gereja bukanlah yang terdiri dari darah dan daging saja, tetapi pemerintah-
pemerintah, penguasa-penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, dan roh-
roh jahat di udara (Ef 5: 11). Berdasarkan kedua fakta Alkitab ini, jelaslah bahwa
musuh gereja yang sebenarnya bukan orang-orang berdosa, tetapi roh-roh yang tidak
kelihatan yang selama ini menghalangi setiap orang untuk mengalami kuasa Injil.
Cindy Jacobs menceritakan pengalamannya pada waktu sedang membagikan
traktat penginjilan kepada orang-orang yang mereka temukan di jalan Red Square,
Moscow. Bobbye dan Marry Lance, teman satu tim Cindy melaporkan kepadanya
demikian: “Cindy, tidak ada seorang pun yang mau mengambil traktat-traktat
kita.”114
Kemudian, setelah mendengar kesaksian dari teman-temanya, Cindy
mencoba untuk membagi-bagikan traktat-traktat itu kepada orang-orang yang
melewati jalan tersebut. Hasilnya tidak seorang memperhatikan Cindy, apalagi
mengambil traktat yang dia mencoba membagikannya.115
Melihat ketertutupan
penduduk kota itu terhadap Injil, kemudian Cindy dan timnya segera berdoa dan
bersepakat meminta kepada Allah untuk membuka pintu untuk Injil-Nya, juga berdoa
dan memerintahkan kebutaan dari mata orang-orang yang akan diberikan traktat.116
Doa tersebut yang dinaikkan dengan penuh kepercayaan sanggup menerobos hati
114
Cindy Jacobs, Menduduki Kota-kota Musuh, (Jakarta: Harvest Publication House, 1994),
p. 228. 115
Ibid, p. 229. 116
Ibid, p. 229.
76
setiap orang di daerah itu, dan Cindy mengatakan bahwa traktat-traktat yang
sebelumnya tidak menarik bagi orang-orang habis dibagikan, dan malah kurang.117
Wagner memberikan kesaksian senada tentang peranan doa dalam
penginjilan. Banyak kota menutup diri bagi Injil, sebagai contoh penulis mengutip
dua kota yang dicatat oleh Wagner dalam buku “Berdoa Dengan Penuh Kuasa” yaitu:
Kiambu satu kota kecil yang terletak tidak jauh dari ibukota Nairobi,118
kota
Resistencia di Argentina.119
Kota Kiambu terkenal dengan kemaksiatan, memiliki
angka kecelakaan yang tinggi di jalan rayanya, terdapat berbagai jenis kejahatan dan
kekerasan. Thomas, seorang hamba Tuhan yang melayani di kota itu
mengemukakan:
Untuk dapat menang dalam pertempuran dan merebut Kiambu, kami
terlebih dahulu mencapai kemenangan atas udara (langit). Janganlah
pasukan “angkatan darat”menyerbu daerah musuh sebelum
tercapainya kemenangan di alam roh yang tidak kelihatan. Maka saya
tidak berani menginjakkan kaki di Kiambu sebelum kuasa kegelapan
rohani yang ada di atas kota itu dipatahkan cengkeramannya.120
Dalam meresponi panggilan pelayanannya di Kiambu, Thomas menyadari bahwa
lawannya utamanya adalah roh-roh jahat yang menguasai daerah itu. Dalam
menghadapi lawan-lawannya itu, ia meluangkan banyak waktu untuk berdoa dan
berpuasa serta menanyakan kepada Tuhan penyebab keadaan penduduk kota itu yang
tertekan secara politik, sosial, ekonomi, dan rohani.121
Hasilnya, Allah menaklukkan
roh yang menguasai kota itu.
Kota kedua yaitu Resistencia, terkenal dengan angka kematian tak wajar.
Kota ini dapat direbut bagi Kristus setelah orang-orang percaya di kota itu berdoa
dengan penuh kepercayaan. Mereka mengalahkan roh kematian yang menguasai kota
117
Ibid. 118
Peter Wagner, Berdoa dengan Kuasa, p. 20-35. 119
Ibid, p. 35-38. 120
Ibid, p. 23. 121
Ibid, p.23-24.
77
itu, ditandai dengan kematian imam salah satu aliran sesat di kota itu. Kemenangan
di alam roh sebagai hasil dari doa-doa yang dipanjatkan oleh orang-orang percaya di
kota itu menghasilkan dampak luar biasa. Banyak orang yang sebelumnya menolak
Injil menjadi percaya sehingga jumlah orang percaya di kota itu meningkat 102
persen dari sebelumnya.
Doa bukanlah sekedar rangkaian kata-kata biasa yang dinaikkan kepada
Allah. Doa merupakan kata-kata yang penuh kuasa dan sanggup untuk mengalahkan
roh-roh jahat yang selama ini membelenggu banyak jiwa. Doa adalah kata-kata yang
penuh kuasa dan sanggup untuk memindahkan gunung (Matius 17: 20),
Menghancurkan tembok-tembok penghalang yang dipasang oleh iblis.
Doa merupakan senjata yang kelihatannya mudah dimainkan oleh setiap
orang, tetapi tidak semua orang mampu menggunakannya dengan efektif. Kekuatan
doa dapat melebihi segala jenis alat perang yang pernah ada di muka bumi ini.
Kekuatannya tidak dapat diukur dengan alat pengukur mana pun yang ada di muka
bumi ini karena kekuatannya tak terbatas, sama seperti kuasa Allah yang tak terbatas.
Seorang penginjil dari Papua (Freddy) mengemukakan: “Penginjilan tanpa berdoa
adalah ibarat menembakkan peluru tanpa mesiu.” Seorang penginjil dari Kalimantan
Tengah juga mengemukakan: “Berdoa dengan penuh kuasa menjadikan gereja dapat
memberitakan Injil sesuai dengan kuasanya yang sanggup menuntun setiap orang
untuk bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus.”
Mengalokasikan Uang Untuk Penginjilan.
Hamilton berkata: “Gereja harus berkeinginan untuk menyediakan dolar untuk
pertumbuhannya.”122
Pernyataan ini juga berlaku untuk penginjilan, khususnya
penginjilan di tengah masyarakat yang majemuk seperti di kota Jakarta ini. Menurut
122
Michael Hamilton, God’s Plan For the Church Growth!. p. 123.
78
penulis, keefektifan penginjilan sebagai salah satu tugas gereja lokal juga ditentukan
oleh kesediaannya untuk mengalokasikan sejumlah besar uang untuk penginjilan.
Alkitab mencatat beberapa bukti tentang uang yang dialokasikan oleh jemaat-jemaat
Perjanjian Baru untuk penginjilan, antara lain: Filipi 4:10-20 khususnya pada ayat 16
dicatat bahwa jemaat di Filipi mengirimkan bantuan kepada Paulus pada waktu ia
penginjilan di Tesalonika (tidak dijelaskan bentuk pemberian itu berupa uang atau
benda lain); 2 Kor 11:9: jemaat-jemaat dari Makedonia mencukupkan kebutuhan
Paulus pada waktu penginjilan di Korintus. Alkitab juga mencatat betapa pentingnya
uang untuk kesinambungan hidup orang-orang yang telah percaya kepada Injil Kristus
Yesus (2 Kor 9: 1-5). Dari Fakta-fakta tersebut dapat dikatakan bahwa tanpa adanya
pengalokasian uang untuk mendukung penginjilan, maka keefektifan serta
kesinambungan pelaksanaan tugas penginjilan menjadi tidak dapat diwujudkan.
efektif.
79
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
Dari bab II – bab V di atas dapat diambil beberapa kesimpulan yang berharga
sebagai berikut:
1. Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja adalah salah satu tugas yang
tidak mungkin ditiadakan dari kehidupannya, karena untuk inilah ia dipanggil
oleh Tuhan dari dunia ini.
2. Penginjilan adalah satu tindakan untuk memberitakan khabar keselamatan di
dalam Yesus Kristus kepada semua orang. Tugas ini dilakukan dengan cara
menyerukannya, baik dengan suara yang keras, mengajarkannya, dan atau pun
dengan menyaksikannya.
3. Penginjilan adalah satu inisiatif yang lahir dari hati Allah karena kasih-Nya
kepada manusia yang telah gagal menjalankan perintah dan larangan-Nya. Dosa
itu sungguh sangat mengerikan, apabila seseorang masuk ke dalamnya ia tidak
akan dapat melepaskan diri darinya. Karena itu Allah memberikan janji
penyelamatan kepada manusia yang digenapi dalam Tuhan Yesus Kristus.
4. Penginjilan kepada segala bangsa harus dilaksanakan agar tidak seorang pun
yang binasa. Mengingat pentingnya tugas itu, Tuhan Yesus memberikan
Amanat kepada gereja-Nya. Penugasan itu artinya Tuhan Yesus memberikan
kepercayaan penuh kepada gereja untuk melanjutkan tugas penyelamatan.
5. Gereja harus melaksanakan tugas penginjilan karena penghuni dunia ini sedang
berjalan menuju ke jurang maut, dan gereja diberikan tanggung jawab untuk
80
merebut mereka daripadanya.
6. Gereja janganlah menjadi gereja yang eksklusif, tetapi haruslah membuka diri
bagi masyarakat dunia ini dan memberikan kesempatan kepadanya untuk
mendengarkan Injil sama seperti gereja juga telah diberikan kesempatan oleh
Allah untuk mendengarkannya.
7. Penginjilan adalah salah satu sarana yang dipakai Allah untuk menambahkan
jiwa-jiwa ke dalam persekutuan Kristen, dan orang-orang percaya merupakan
alat untuk mengkomunikasikannya kepada mereka yang belum diselamatkan.
8. Penginjilan dan tugas-tugas esensial lainnya merupakan satu kesatuan yang
utuh, sehingga gereja tidak dapat meniadakan salah satu atau beberapa bagian
dari tugas-tugasnya itu, sehingga ia dapat berfungsi sesuai dengan esensinya.
9. Kesinambungan kehidupan gereja sebagai satu persekutuan Kristen akan sehat
apabila ia taat melaksanakan penginjilan kepada dunia ini dan mengajarkan
kepadanya segala yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus.
10. Selama penginjilan menjadi tugas gereja, gereja tidak mungkin dipisahkan dari
masyarakat di sekitarnya, sebab Allah menempatkan gereja di tengah mereka
untuk memberitakan Injil keselamatan kepada mereka.
11. Gereja sebagai pemegang tanggung jawab penginjilan kepada dunia tidak dapat
menolak segala perubahan yang ada di dalam dunia.
12. Gereja harus mengenali masyarakat di sekitarnya secara objektif sehingga dapat
menemukan metode penginjilan yang lebih efektif.
13. Gereja tidak dapat menggunakan satu metode sebagai metode yang baku.
14. Tugas penginjilan adalah tugas semua orang percaya.
15. Penginjilan pribadi dan penginjilan dengan kelompok sel dapat dipakai sebagai
salah satu metode penginjilan kota karena sifatnya lebih fleksibel.
81
16. Apapun jenis metode penginjilan yang dipakai, haruslah menuntun setiap orang
untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan.
17. Penginjilan dengan kuasa bukanlah satu pilihan, melainkan satu keharusan dan
hanya gereja yang dipenuhi oleh Roh Kudus yang dapat melakukannya.
Saran-saran:
Berikut ini penulis memberikan beberapa saran-saran praktis kepada beberapa
pihak:
1. Kepada gembala-gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan, agar memperhatikan
tugas penginjilan. Gereja tidak mungkin bertumbuh dan cenderung menjadi gereja
yang kurang sehat bahkan mati apabila tidak menekankan betapa pentingnya tugas
ini bagi kehidupan gereja. Tugas penginjilan tidak dapat dilaksanakan dengan
efektif apabila gembala-gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan lainnya merasa
bahwa itu hanyalah tugasnya. Untuk itu hamba-hamba Tuhan perlu melibatkan
semua anggota gereja.
2. Kepada orang-orang awam yang terlibat dalam penginjilan hendaklah menjadikan
kasih Kristus sebagai dasar pelayanannya. Dengan sungguh-sungguh mengasihi
jiwa-jiwa yang terhilang dan dengan segala usaha dan pengorbanan, bekerja sama
menjangkau jiwa demi jiwa bagi kemuliaan Allah Bapa.
3. Kepada setiap orang yang bersedia untuk memberitakan Injil kepada jiwa-jiwa
yang terhilang harus memiliki satu pengharapan yang penuh kepada Allah bahwa
Allah tidak membiarkannya seorang diri di ladang penginjilan. Allah telah
menyediakan Roh Kudus-Nya untuk menolongnya sehingga bisa melewati
tantangan dan rintangan sesuai dengan cara Allah.
82
83
DAFTAR PUSTAKA
Abineno, J. L. Jemaat, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1987.
Abraham,William J. The Teologic of evangelism, Michigan: William B, Eerdmans
Publishing Company Grand Rapids, 1989.
Alkitab Perjanjian Baru “Yunani-Indonesia,” Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,
1989; reprint ed. 1994.
Alkitab Terjemahan Baru, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1996.
Arndt, William F. & Gingrich F. Wilbur. Greek-English Lexicon Of The Testament
and Other Early Christian Literature, Chichago: The University of Chicago
Press, 1971.
Auch, Ron. Gerakan Pentakosta Mengalami Krisis, Malang: Yayasan Penerbit
Gandum Mas, 1996.
Autrey, C. E. Basic Evangelism. (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1981
Balz, Horst & Schneider, Gerhard. Exegetical Dictionary Of The New Testament
(Volume 2). Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand
Rapids, 1991; reprint ed. 2000.
Berkhof, H. & Enklaar, L. H. Sejarah Gereja, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1990.
Brand, Robert L. Memenangkan Jiwa, Malang: Penerbit Gandum Mas, 1983.
Carnegie, Dale. Bagaimana mencari Kawan dan mempengaruhi orang lain, Jakarta:
Binarupa Aksara, 1993.
Cho, Paul Yonggi. Roh Kudus Adimitra Saya, Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil
“Imanuel.”
Comiskey, Joel. Ledakan Kelompok Sel, Jakarta: Metanoia, 1998.
Ellis, D.W. Metode Penginjilan, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,
1989.
Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (jilid I), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF. 1993; Reprint ed. 2002.
Ensiklopedia Alkitab masa kini (Jilid 2), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF, 1995; reprint ed. 2000.
84
The World Book Encyclopedia S-Sn (Volume 17). Ed. S.v. “Salt” by Esmarch S.
Gilreath. Toronto: Field Enterprises Educational Corporation, 1974.
Gerber, Vergil. Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan. Bandung: Penerbit
Kalam Hidup, 1982.
Griffits, Michael. Jangan Berpangku Tangan, Jadikanlah Mereka Murid-Ku!,
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.
Hamilton, Michael. God’s Plan For The Church Growth!, Springfield: Gospel
Publishing House, 1981.
Hendricks, Howard G. Beritakan Injil dengan Kasih, Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia, 1986.
http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=2782, Pornoisme dan Masyarakat Anastesi,
Makassar, 26 Maret 2005.
http://www.kompas .com/kesehatan/news/0408/04/05/061054.html, Berfantasi Seks
Di Gelapnya Jakarta, 26 Maret 2005.
Hybells, Bill & Mittelberg, Mark. Menjadi orang Kristen yang Menular, Yogyakarta:
Andi Offset, 1994.
Jacobs, Cindy. Menduduki Kota-kota Musuh, Jakarta: Harvest Publication House,
1994.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985.
Kennedy, D. James. Ledakan Penginjilan, Jakarta: E.E. Internasional III IFTK Jaffray
Jakarta.
Leo, Eddy. Mengalami Mistery Kristus, Jakarta: Metanoia, 2002.
Makmur, Halim. Gereja Ditengah-tengah Perubahan Dunia. Malang: Yayasan
Penerbit Gandum Mas, 2000.
---------- Model-model Penginjilan Yesus Dan Penerapannya Masa Kini, Tanjung
Enim: Sekolah Tinggi theologia “Ebenhaezer,” 2000.
Menuju Tahun 2000: Tantangan Gereja Di Indonesia sebuah bunga rampai dalam
rangka peringatan 25 Tahun Kependetaan Caleb Tong, ed. S.v. Pertumbuhan
Gereja Dan Strategi Penginjilan oleh Purnawan Tanibemas, Surabaya:
YAKIN, 1990.
Menzies,William W. & Horton, Stanley M. Doktrin Alkitab, Malang: Gandum Mas,
1998.
Hamilton, Michael. God’s Plan for the Church Growth!. Springfield: Radiant Books,
1981.
85
Newbigin, Leslie. Injil Dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia, 1993.
Pfeiffer, Charles F. (ed), The Wycliffe Bible Commentary (Old Testament). Chicago:
Moody Press, 1962.
Reed, Warren H. Mendengarkan secara Positif. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,
1992.
Robert & Bolton, Evelyn. Menyampaikan Khabar Baik. Malang: Penerbit Gandum
Mas, 1985.
Schwarz, Christian A. Pertumbuhan Gereja Yang Alamiah. Jakarta: Metanoia, 1998.
Siahaan, S. M. Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya. Jakarta: PT. BPK
Gunung Mulia, 1990.
Simpson,Wolfgang. Gereja Rumah Yang Mengubah Dunia. Jakarta:Metanoia, 2003.
Smith, Oswald. Merindukan Jiwa Yang Tersesat. Surabaya: Yakin.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001.
Stockstill, Larry. Gereja Sel. Jakarta : Metanoia, 1998.
Stot, John. Satu Umat. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990; Reprint ed.
1997.
Strong, James. Strong’s Exhaustive Concordance Of The Bible. Iowa: Riverside
BOOK and Bible House Iowa Falls.
Susantio, Suhandi. Misiologi, Studi Misi Lintas Agama. Diktat Sekolah Tinggi
Teologia Ekklesia, April-Mei 2005.
Thiessen, Henry C. Teologia Sitematika. Malang: Penerbit Gandum Mas. 1992.
Tomatala,Yakub. Penginjilan Masa Kini (jilid 1). Malang: Penerbit Gandum Mas.
1988.
--------------- Penginjilan Masa Kini (jilid 2). Malang: Yayasan Penerbit Gandum
Mas, 1998.
Tubbs, Stewart L. & Moss, Sylvia. Human Comunication: Prinsip-prinsip Dasar.
Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 2000.
Wagner, Peter. Berdoa dengan Kuasa, Jakarta: Naviri Gabriel, 1997.
86
----------------, Pertumbuhan Gereja & Peranan Roh Kudus, Malang: Penerbit
Gandum Mas, 1989.
Warren, Rick. Pertumbuhan Gereja masa Kini, Malang: Yayasan Penerbit Gandum
Mas, 1999.
Widyosiswoyo, Supartono. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001.
----------------. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti,
2000.
Wongso, Peter. Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini. Malang: Seminari Alkitab Asia
Tenggara, 1996.
87
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama lengkap : Manto Manurung
Tempat/Tanggal Lahir : Huta Ginjang / 21 Februari 1976
Kewarganegaraan : Indonesia
Asal Gereja : Gereja Sidang Jemaat Allah Rumah Doa
Jl. Cut Meutia No. 2 Bekasi Timur
Nama Ayah : Huria P. Manurung
Nama Ibu : Tianna Sirait
Alamat rumah : Huta Ginjang No. 122, Kecamatan Silima Pungga-pungga,
Kabupaten DAIRI, Sumatera Utara.
Pendidikan
SD Negeri 030390, Parongil 1982-1988
SMP Negeri Parongil 1988-1991
STM Negeri 1 Kampung Baru-Medan 1991-1994
D-1 Program Pendidikan Listrik Terapan 1994-1995
STT EKKLESIA 2001-2005.
Pekerjaan
Sebagai Instalatir Listrik 1993-1996
Teknisi Komputer 1996-1997
Teknisi Mekanik (Las Listrik) 1998-1999
Karyawan di JC Wartel & Warnet Juni-September 2004
Karyawan di STT “EKKLESIA” Sejak Oktober 2004
88
Pelayanan
Terpanggil pelayanan pada tahun 1994 setelah menyelesaikan studi dari STM
Negeri 1 Medan. Namun panggilan Tuhan itu tidak saya responi dengan satu tindakan
untuk memberi diri sepenuhnya melayani Dia, kecuali hanya mengucapkan janji
“Tuhan saya tidak mau menjadi pendeta, tetapi saya mau menjadi saksi-Mu kepada
orang-orang yang belum mengenal Engkau.”
Tuhan tidak pernah gagal dalam rencana dan panggilan-Nya atas saya, pada
tahun 1996 Tuhan menuntun saya ke Jakarta, dan kemudian Dia mengulangi
panggilan pelayanan tersebut secara berulang-ulang. Pada akhirnya, saya memulai
pelayanan pada tahun 1998 di gereja Bethel Indonesia Setia Mekar Bekasi, melayani
sebagai petugas untuk menyebrangkan anak-anak Sekolah Minggu dari jalan raya ke
halaman gereja. Ketertarikan kepada pelayanan ini lahir pada waktu seorang anak
sekolah minggu mengalami kecelakaan di depan gereja. Pelayanan ini berjalan hingga
akhir tahun 1999.
Kemudian atas pimpinan-Nya, bulan Januari tahun 2000, Tuhan menuntun
penulis untuk melayani di Kabupaten Sanggau. Pelayanan ini terbagi atas dua tahap ,
tahap pertama, penulis melayani di daerah Kuala Buayan, Kecamatan Meliau yaitu di
Gereja Bethel Indonesia “Kurios.” Di gereja ini Tuhan mempercayakan beberapa
pelayanan, antara lain: melayani sebagai Guru Sekolah Minggu di kelas BALITA,
sebagai Singer, dan merawat orang gila. Pelayanan ini berjalan sepuluh bulan. Pada
kesempatan yang sama, atas anugerah Tuhan, penulis diberi kesempatan untuk
mengajar bidang study Agama di SMP Negeri Kuala Buayan.
Tahap kedua, penulis di utus ke daerah pedalaman ke daerah Pelanjau. Satu
daerah pemukiman yang berada di tengah hutan, di perbatasan Kalimantan Barat
dengan Kalimantan Tengah. Di daerah ini penulis melayani sebagai pembina jemaat.
89
Bentuk-bentuk pelayanan yang penulis kerjakan di daerah ini antara lain: mengajar
membaca dan menulis, mengajarkan cara memasak makanan dengan cara yang lebih
layak, dan memberitakan Injil Kristus. Pelayanan di daerah ini berlangsung selama
dua bulan, dan kemudian penulis meninggalkan pelayanan itu karena penulis merasa
belum siap secara mental, khususnya pada waktu seorang anak yang baru bertobat
jatuh sakit dan meninggal. Kemudian penulis memutuskan untuk kembali ke Bekasi
dan melayani di GBI Setia Mekar Bekasi sebagai Guru Sekolah Minggu di kelas
BATITA dari 2001-2003, bulan Agustus 2003 terjun ke pelayanan perintisan di desa
Cimelati, di sana penulis membantu bapak Alpreds Kaunang, melayani di antara
orang-orang dari suku Sunda. Kemudian atas permintaan DMD, penulis di tarik ke
Jakarta pada bulan Januari 2004 karena adanya rencana dari pihak DMD (Bapak
Thomas Agung) untuk membuka perintisan di daerah kampung Melayu. Pada
kenyataanya rencana itu tidak berjalan dengan baik, sehingga penulis berdiam diri
untuk sementara waktu. Pada bulan Juni 2004, saya diminta oleh Bapak Thomas
untuk membantu perintisan di daerah Setu Cibitung. Pelayanan di daerah ini berjalan
sampai pada bulan Desember 2004. Setelah menyelesaikan pelayanan di Setu, karena
adanya kebutuhan yang mendesak atas tenaga pelayan di daerah Telaga Mas,
kemudian mengambil keputusan untuk melayani di daerah ini.