penginjilan di tengah masyarakat plural · injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja...

99
PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: “TANTANGAN DAN SOLUSINYA” SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral Oleh: MANTO MANURUNG NIM: 877 SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005

Upload: vantuyen

Post on 17-Sep-2018

231 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: “TANTANGAN DAN SOLUSINYA”

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR

SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral

Oleh: MANTO MANURUNG

NIM: 877

SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005

Page 2: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK: “TANTANGAN DAN SOLUSINYA”

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SALAH SATU SYARAT AKADEMIK BAGI PENCAPAIAN GELAR

SARJANA THEOLOGIA (S1) Jurusan Pastoral

Oleh: MANTO MANURUNG

NIM: 877

SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA JAKARTA MEI 2005

Page 3: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

JUDUL SKRIPSI : PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT MAJEMUK : TANTANGAN DAN SOLUSINYA

NAMA MAHASISWA : MANTO MANURUNG NIM : 877 JURUSAN : PASTORAL LEMBAGA : SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA EKKLESIA

Menyetujui,

Dosen pembimbing

Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div.

ii

Page 4: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah diterima, diuji, dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Sarjana Theologia (S.1.) Sekolah Tinggi Teologi Ekklesia, Jakarta, pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 01 Juni 2005

Tempat : Gedung Kenanga, Lantai 2

Jl. Senen Raya No. 46, Jakarta Pusat 10411.

Dewan Penguji:

Penguji I : Pdt. Piet Hein Mailangkay, D.Min. ...............................................

Penguji II : Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div. ...............................................

Penguji III : Dr. Sylvia Hutabarat, M.Pd., M.Th. ...............................................

Mengetahui,

Ketua Puket I – Bidang Akademik

Pdt. Drs. Suwandoko Roslim, M.Th., Ph.D. Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div.

Page 5: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus atas berkat kasih, rahmat

dan bimbingan-Nya serta kekuatan yang diberikan kepada penulis, dan berkat

pertolongan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Pdt. Antonius Mulyanto, M.A., M.Div. sebagai dosen pembimbing dalam

penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Pdt. Gordon Simare-mare, M.A. atas saran-saran yang diberikan untuk

pemilihan buku-buku referensi.

3. Bapak Pdt. Edison Lesnussa, S.Kom., M.A. yang telah meluangkan waktu untuk

berbicara dengan penulis pada waktu penulis berada pada titik jenuh.

4. Seluruh dosen di Sekolah Tinggi Theologia Ekklesia yang telah membagikan

segala pengetahuannya kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

5. Pihak sponsor (Departemen Misi Daerah DKI Jabar-Banten), yang telah

membantu penulis menyelesaikan biaya perkuliahan di Sekolah Tinggi Teologia

Ekklesia.

6. Bapak Pdt. Thomas Agung dan Ibu Ita Utomo, sebagai gembala sidang di Gereja

Sidang Jemaat Allah Rumah Doa Bekasi, yang telah memberikan dorongan moril

kepada penulis.

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta. Atas segala pengorbanan dan bimbingan yang

telah diberikan kepada penulis sehingga penulis tidak takut dalam menghadapi

tantangan apa pun.

Page 6: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

v

8. Saudari Novrie Sihombing, yang telah bersedia untuk memberikan kritikan dan

saran-saran praktis serta dorongan moril dalam penyusunan skripsi ini.

9. Semua rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu penulis.

Penulis telah berusaha untuk menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya

sesuai dengan kemampuan yang ada. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan

skripsi ini terdapat ketidak sempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran-saran membangun dari para pembaca sekalian untuk digunakan dalam

menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, kiranya berkat dan rahmat Tuhan senantiasa menyertai kita semua,

dan harapan penulis adalah bahwa skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian,

sehingga dapat mengkomunikasikan Injil kepada jiwa-jiwa di sekitar kita dengan

lebih baik.

Jakarta, 30 Mei 2005

Penulis

(Manto Manurung)

Page 7: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

vi

DAFTAR ISI

Hal

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ii PENGESAHAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR TABEL ix BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 Batasan Masalah ........................................................................................... 2 Metode Penelitian ......................................................................................... 2 Kegunaan Hasil Penelitian ........................................................................... 2 Sistematika penulisan ................................................................................... 3

II. PENGINJILAN, SALAH SATU TUGAS ESENSIAL GEREJA ....................... 5

Pengertian Penginjilan Secara Etimologis ................................................... 6 Penginjilan, Inisiatif Dan Bukti Kasih Allah Kepada Manusia ................... 8 Penginjilan Dan Korelasinya Dengan Amanat Agung ................................ 13 Penginjilan, Salah Satu Tugas Gereja Di Antara Tugas-tugasnya Yang Lain 17 Penginjilan, Korelasinya Dengan Pertumbuhan Gereja ............................... 21 Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja ........................................... 24

III. KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEMAKIN MAJEMUK ................... 30

Sebab-sebab Semakin Pluralnya Masyarakat .............................................. 30 Manusia Motor Utama Perubahan ...................................................... 30 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ....................................................... 32 Urbanisasi ........................................................................................... 34

Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Oleh Kemajemukan Masyarakat ............ 35 IV. BERBAGAI TANTANGAN PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT

YANG MAJEMUK ............................................................................................ 41

Page 8: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

vii

Timbulnya Kelompok-kelompok Dalam Masyarakat ................................. 42 Kesulitan Untuk Membangun Kerja Sama .................................................. 44 Bahasa Komunikasi Sebagai Media Penginjilan Kepada Masyarakat ........ 45

V. USULAN BERBAGAI SOLUSI UNTUK MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN PENGINJILAN ...................................................................... 48

Mengadakan Pengenalan Lapangan ............................................................. 49 Memilih Metode Penginjilan ....................................................................... 51 Metode-metode PenginjilanYang Alkitabiah ............................................. 54 Melibatkan Kaum Awam Dalam Penginjilan .............................................. 56 Kelompok Sel Sebagai Sarana Untuk Menjangkau Semua Lapisan Masyarakat ......................................................................... 61 Penginjilan Dengan Kuasa Roh Kudus ........................................................ 71 Menjangkau Jiwa-jiwa Dengan Kuasa Doa ................................................. 74 Mengalokasikan Uang Untuk Penginjilan ................................................... 77

BAB VI. PENUTUP .................................................................................................. 79

Kesimpulan ................................................................................................... 79 Saran-saran .................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 82

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS ................................................................ 86

Page 9: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tiga Tugas Gereja .................................................................................. 21 Gambar 2. Diagram Penginjilan Orang Awam ........................................................ 57

Page 10: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

ix

DAFTAR TABEL

Tabel I. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh dalam dosa ................. 9 Tabel 2. Keberadaan Manusia Berdosa di Hadapan Allah ....................................... 11 Tabel 3. Perbedaan Pandangan Masyarakat Sebelum dan Sesudah Mengenal Ilmu

Pengetahuan Modern .................................................................................. 33 Tabel 4. Cara Yesus menangani Matius dan Zakheus .............................................. 52 Tabel 5. Gereja Lokal Yang Menerapkan Penginjilan Dengan “Kelompok Sel.” ... 64 Tabel 6. Perbedaan Sebelum dan Sesudah Berjumpa Dengan Tuhan ...................... 71

Page 11: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Penginjilan merupakan salah satu tugas esensial gereja, karena tugas ini

diperintahkan langsung oleh Tuhan Yesus kepada gereja sebelum Ia terangkat ke

sorga. Perintah itu disebut sebagai Amanat Agung, dan di dalamnya tertuang langkah-

langkah yang harus dilakukan gereja pada waktu melaksanakan tugas ini.

Penginjilan sebagai satu tugas, pada mulanya ditanggapi oleh gereja sesuai

dengan isi amanat yang diterimanya dari Tuhan Yesus. Alkitab memberikan catatan-

catatan penting tentang pergerakan gereja mula-mula dalam meresponi tugas ini.

Sebagai bagian dari tugas utamanya gereja masa kini pun masih mengakui penginjilan

sebagai tugas dan tanggung jawabnya. Menjadi pokok permasalahannya bagaimana

gereja meningkatkan keefektifan penginjilan sebagai salah satu tugasnya, khususnya

di tengah masyarakat yang majemuk.

Penginjilan di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk merupakan

tantangan yang harus dihadapi oleh gereja. Apakah gereja mampu menghadapi

tantangan demi tantangan yang ditemukannya di tengah masyarakat dunia ini,

khususnya ketika ia diperhadapkan dengan masyarakat yang majemuk? Atas dasar

pemikiran ini, penulis mencoba menggali kebenaran firman Allah dan meneliti buku-

buku hasil riset dari beberapa pakar yang membahas tentang gereja, penginjilan dan

masyarakat di sekitar gereja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut penulis menyajikan

skripsi ini dengan judul: “Penginjilan Di Tengah Masyarakat Majemuk: Tantangan

dan Solusinya.”

Page 12: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

2

Batasan Masalah

Mengingat penginjilan di tengah masyarakat majemuk ini sangat luas, baik

ditinjau dari segi letak geografis di mana masyarakat tersebut tinggal, maupun jenis

kemajemukan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, penulis membatasi

masalah pada penginjilan di tengah masyarakat majemuk dalam konteks kota Jakarta.

Metode Penelitian

Untuk mengumpulkan data dalam penyusunan skripsi ini, penulis memakai

metode deskriptip, artinya memberikan penjelasan dan penguraian tentang penginjilan

di tengah masyarakat majemuk: tantangan dan solusinya. Dalam penulisan skripsi ini,

teknik pengumpulan data mempergunakan studi pustaka, yaitu menggali data-data

dari sumber utama, antara lain: Alkitab, buku-buku, literatur-literatur yang

berhubungan dengan skripsi ini, dan eksplorasi data dari media elektronik khususnya

media internet.

Kegunaan Hasil Penelitian

Penulis mengharapkan hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi berarti

kepada setiap pembaca, yaitu:

1. Untuk pengembangan ilmu teologia sebagai satu literatur tambahan dan bahan

kajian lebih lanjut khususnya di bidang teologia praktis.

2. Untuk para gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan, skripsi ini dapat dipakai

sebagai satu masukan untuk memikirkan pentingnya penginjilan (pemberitaan

Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan

agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang lebih tepat guna.

3. Untuk semua orang percaya, skripsi ini memuat pesan-pesan Tuhan tentang

pentingnya melaksanakan penginjilan kepada semua orang.

Page 13: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

3

4. Untuk penulis, skripsi ini memberikan informasi praktis tentang penginjilan yang

dapat di aplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari.

Sistematika penulisan

Dalam rangka mencapai tujuan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan

sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I merupakan informasi kepada pembaca tentang latar belakang

permasalahan yang menarik perhatian penulis untuk memilih judul “Penginjilan Di

Tengah Masyarakat Yang Majemuk: Tantangan dan Solusinya.” Dalam bab ini,

penulis juga menerangkan mengenai batasan masalah, metode penelitian untuk

memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini, dan sistematika

penulisannya.

Bab II menjelaskan tentang “Penginjilan Salah Satu Tugas Esensial Gereja.”

Dal bab ini penulis menjelaskan secara singkat defenisi penginjilan secara etimologis,

inisiator dari penginjilan serta motivasi yang mendorong inisiator mengadakannya,

korelasinya dengan Amanat Agung, korelasinya dengan tugas-tugas lainnya,

korelasinya dengan pertumbuhan gereja, dan korelasinya dengan masyarakat di

sekitar gereja.

Bab III menguraikan tentang “Kehidupan Masyarakat Yang Semakin

Majemuk.” Dalam bab ini dijelaskan sebab-sebab semakin majemuknya satu

kelompok masyarakat khususnya dalam konteks kota Jakarta dan bagaimana akibat-

akibat yang ditimbulkannya.

Bab IV menjelaskan tentang “Berbagai Tantangan Penginjilan Di Tengah

Masyarakat Yang Majemuk.” Dalam bab ini diterangkan berbagai tantangan yang

akan dijumpai dalam penginjilan di tengah masyarakat yang majemuk, khususnya

Page 14: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

4

dalam konteks kota Jakarta. Kemajemukan masyarakat seringkali menimbulkan

tantangan-tantangan yang menyulitkan gereja untuk melakukan penginjilan.

BAB V menguraikan tentang “Usulan Berbagai Solusi Untuk Meningkatkan

Keefektifan Penginjilan.” Dalam bab ini, penulis mengusulkan beberapa pemecahan

masalah yang dapat digunakan dalam penginjilan di tengah masyarakat yang

majemuk.

BAB VI merupakan bab terakhir. Penulis memberikan kesimpulan dan saran-

saran.

Page 15: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

5

BAB II

PENGINJILAN,

SALAH SATU TUGAS ESENSIAL GEREJA

Istilah “penginjilan” sudah menjadi satu istilah yang umum, dan erat

hubungannya dengan kehidupan gereja di sepanjang zaman. Dalam konteks masa

kini, beberapa gereja lokal menanggapi penginjilan sebagai satu tugas yang dapat

dilakukan melalui bersaksi kepada orang-orang yang ditemuinya. Beberapa gereja

lokal lainnya menanggapi penginjilan sebagai satu tugas dari anggota-anggota tertentu

saja, dan beberapa gereja lokal berpendapat bahwa penginjilan merupakan tugas dari

gereja lokal lainnya, sedangkan gereja lokal tersebut bertugas untuk mendewasakan

orang-orang yang datang kepadanya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “tugas” didefinisikan sebagai:

(- kewajiban), sesuatu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan;

suruhan (perintah) untuk melakukan sesuatu; fungsi (jabatan),1 sedangkan kata

“esensial” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan: perlu sekali; penting;

hakiki; harus ada.2 Dari pengertian kata “tugas” dan kata “esensial” tersebut, maka

penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja adalah satu kewajiban, atau

sesuatu yang wajib dikerjakan, dan yang ditentukan untuk dilakukan oleh gereja.

Ditinjau dari definisi di atas, menurut hemat penulis tugas penginjilan sering

kali tidak dilakukan dengan semestinya. Oleh karena itu, perlu diadakan penyelidikan

terhadap beberapa topik utama di sekitar penginjilan sehingga dapat membuka

wawasan berpikir tentang kepentingan dari tugas tersebut. Topik yang penulis

1 Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985), p. 1094.

2 Ibid, p. 236

Page 16: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

6

maksudkan antara lain:

1. Pengertian Penginjilan secara etimologis?

2. Penginjilan itu inisiatif siapa dan mengapa ia mengadakannya?

3. Siapa yang mengamanatkan tugas ini kepada gereja?

4. Bagaimana posisi dari tugas penginjilan di antara tugas gereja yang lainnya?

5. Korelasi antara penginjilan dengan pertumbuhan gereja?

6. Siapa yang menjadi sasaran dari penginjilan ditinjau dari amanat yang diberikan

kepada gereja?

Harapan penulis dengan adanya pemahaman terhadap keenam topik tersebut di atas

akan memotivasi gereja dalam mencari solusi untuk mengefektifkan penginjilan di

lingkungan yang telah dipercayakan Tuhan kepadanya.

Pengertian Penginjilan Secara Etimologis.

Dalam Alkitab, baik dalam kitab-kitab Perjanjian Baru mau pun dalam kitab-

kitab Perjanjian Lama, kata “penginjilan” tidak ditemukan secara hurufiah. Pada

hakikatnya kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu “ύξω” dibaca

“evanggeliso” artinya: “mengumumkan, memberitakan, atau membawa kabar baik, 3

dan “memproklamasikan Injil atau menjadi pembawa kabar baik di dalam Yesus”4

Dalam konteks aslinya kata “evanggeliso” merupakan satu istilah yang

dipakai dalam kemiliteran Yunani. Kata ini memiliki arti “upah yang diberikan

kepada pembawa berita kemenangan dari medan tempur, dan atau berita kemenangan

itu sendiri.” 5

Kemudian orang Kristen menggunakan kata “evanggeliso” untuk

3 James Strong, Strong’s Exhaustive Concordance Of The Bible (Iowa: Riverside BOOK and

Bible House Iowa Falls), p. 33. 4 Horst Balz & Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2),

(Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 69 5 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1) (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,

1988), p. 24.

Page 17: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

7

menjelaskan “berita” tentang pengorbanan dan atau karya Yesus Kristus.6

Kata “evanggeliso” sinonim dengan kata “κεπιζζω” dibaca “kerysso.” Kata

ini pada mulanya adalah satu istilah yang dipakai untuk seorang utusan resmi (utusan

itu disebut “Kerux”) yang menyampaikan pengumuman dari raja.7 Kata ini dalam

bahasa Yunani memiliki arti mengumumkan sebagai seorang bentara, atau

memproklamasikan kabar baik. Pengumuman tersebut pada hakikatnya sangat

penting, sehingga tidak dapat dibantah atau ditunda.8

Kitab Perjanjian Lama menggunakan kata yang paralel dengan “kerysso”

yaitu “qầrầ,”yang artinya “berseru.”9 Dalam kitab Septuaginta (LXX) kata “kerysso”

dipakai lebih dari 30 kali, baik dalam arti sekular tentang pengumuman resmi raja-

raja, maupun dalam arti agamawi tentang pengucapan kenabian (Yes 61:1; Yoel 1:14;

Zak 9:9).10

Sedangkan dalam kitab-kitab Perjanjian Baru kata “kerysso” dipakai

sebanyak 60 kali.11

Dalam kitab-kitab Perjanjian Baru digunakan kata lain yang berhubungan

dengan penginjilan seperti kata “διδαζσω” dibaca “didasko” artinya mengajar, atau

mengajarkan.12

Tuhan Yesus sering menggunakan penginjilan dengan cara ini, contoh

penggunaannya dicatat dalam Matius 10: 7-15; 4: 23; 7: 28; 9:35; Markus 1:21; 6:6;

Lukas 10: 4-12. Kata kedua yaitu: “μαπηςπεω” dibaca “martureo” artinya bersaksi,

atau menyampaikan kesaksian berdasarkan apa yang dialami.13

Penginjilan dengan

cara ini juga dipakai oleh para rasul (Kis 2: 40).

6 Ibid.

7 Ensiklopedia AlkitabMasa Kini (Jilid 1), ed. S.v. “Berita, Pemberitaan.” By R.H. Mounce.

(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 183 8 Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (Jilid 2) (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,

1998), p. 21. 9 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), p. 183.

10 Ibid.

11 Ibid, p.182

12 Yakub Tomatala, p. 21.

13 Ibid, p. 22.

Page 18: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

8

Setelah menyelidiki arti kata “penginjilan” secara etimologis, maka

“penginjilan” adalah:

1. Satu tugas untuk mengumumkan atau memberitakan kabar baik, dan atau kabar

keselamatan di dalam Yesus Kristus.

2. Dilakukan dengan cara menyerukannya seperti seorang utusan raja yang sedang

mengumumkan satu dekrit, yaitu dengan suara yang keras dan tegas, dan dapat

juga dilakukan dengan mengajar seperti kepada seorang murid, dan dengan

bersaksi berdasarkan apa yang dialami oleh pemberita Injil tersebut.

3. Tugas penginjilan tidak dapat dibantah dan atau dilalaikan karena berita itu

menyangkut keselamatan jiwa banyak orang yang dikasihi oleh pemberi perintah.

Penginjilan, Inisiatif dan Bukti Kasih Allah Kepada Manusia.

Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja perlu dilihat dari sisi

inisiator dan motifasi yang mendorong inisiator untuk melakukannya. Alkitab,

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mencatat bukti-bukti penting tentang inisiator

dan motifasi yang mendorongnya untuk mengadakan penginjilan. Perhatikanlah fakta-

fakta berikut ini yang tertera pada tabel di bawah ini. Alkitab mencatat dengan sangat

jelas tentang sikap Allah terhadap manusia sebelum dan sesudah kejatuhannya ke

dalam dosa.

Sebelum Manusia Jatuh dalam Dosa Sesudah Jatuh dalam Dosa

1. Hubungan Antara Manusia Dengan

Allah Sangat Intim.

Bukti-buktinya:

- Allah memberi perintah langsung

kepada manusia untuk

beranakcucu, serta memenuhi

bumi, dan menaklukkan bumi

(Kej. 1: 28),

- Allah menjelaskan jenis makanan

yang layak untuk manusia (Kej. 1:

29),

- Allah memberikan otoritas serta

1. Keintiman Hubungan Itu Terputus.

Bukti-buktinya :

- Manusia berusaha menarik diri

dari perjumpaan dengan Allah

dengan bersembunyi di antara

pohon-pohonan dalam taman

(Kej. 3: 8),

- Manusia takut bertemu dengan

Allah (Kej. 3: 9-10),

2. Manusia tidak menerima

sesamanya seperti pada waktu

Allah menciptakannya, manusia

Page 19: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

9

kepercayaan kepada manusia

untuk mengusahakan taman Eden

(Kej. 2:15),

- Allah memberikan perintah

larangan kepada manusia dan

menjelaskan akibat yang akan

dialaminya apabila tidak

mematuhinya ( Kej. 2: 17),

- Tuhan membuat manusia berbeda

dengan mahluk ciptaan-Nya yang

lainnya (Kej. 2: 9, 18-22).

2. Manusia menerima sesamanya

dengan penuh penghargaan (Kej 2:

23-24)

3. Allah merupakan sumber kehidupan

manusia.

Bukti-buktinya :

- Tuhan Allah menyediakan segala

kebutuhan jasmaniah manusia

(Kej 2: 8-9),

- Tuhan Allah menyediakan

kebutuhan jiwa manusia (Kej 2:

18-22).

cenderung menyalahkan

sesamanya, dan benda-benda lain

di luar dirinya ( Kej. 3: 12),

3. Perempuan akan mengalami sakit

pada bersalin (Kej. 3: 16),

4. Manusia harus bersusah payah

untuk mencukupi kebutuhan

hidupnya selama di muka bumi ini

(Kej. 3: 17),

5. Allah tetap campur tangan dalam

kehidupan manusia.

Bukti-buktinya :

- Allah membuat satu ketetapan

tentang akan adanya

penyelamatan di masa depan (Kej

3: 15),

- Tuhan menjelaskan akibat yang

harus dialami oleh manusia (Kej

3: 17-19),

- Tuhan Berinisiatif menutupi

ketelanjangan manusia (Kej 3:

21).

Tabel 1. Perbandingan Sebelum dan sesudah manusia jatuh dalam dosa.

Pada tabel di atas, satu bukti menyatakan bahwa setelah jatuh ke dalam dosa,

“mereka takut bertemu dengan Allah” (Kejadian 3:8). Pada waktu Adam dan Hawa

mendengar langkah kaki Allah, Adam dan Hawa lebih memilih bersembunyi dari

hadapan Allah karena takut bertemu dengan-Nya. Chales dalam Wycliffe

Commentary memberikan pendapat tentang kata “takut” sebagai satu keadaan takut

disertai dengan perasaan terteror.14

Tomatala menegaskan, perasaan takut dan terteror

itu terjadi karena Adam diperhadapkan kepada hukuman kematian terhadap

kebenaran (Kejadian 2: 17; 1 Petrus 2: 24) dan hidup untuk dosa sebagai akibat dari

ketidak-taatannya.15

Dalam keadaan itu, Allah tidak mendekati mereka dalam guntur

atau dengan panggilan yang kasar.16

Dalam kasus tersebut, posisi Adam secara

14

Charles F. Pfeiffer (ed), The Wycliffe Bible Commentary (Old Testament) (Chicago: Moody

Press, 1962), p. 7. 15

Yakub Tomatala, Penginjilan Masa Kini (jilid 1), p. 7. 16

Charles F. Pfeiffer, p. 7.

Page 20: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

10

yuridis (kata “yuridis” artinya menurut hukum; secara hukum17

) terbukti melanggar

perintah Allah.18

Pada waktu Adam mengetahui dirinya telah bersalah karena gagal

mentaati perintah Allah (Kejadian 2: 16,17), Adam beserta isterinya berusaha untuk

bersembunyi dari Allah. Dalam kasus tersebut, Allah-lah yang berinisiatif untuk

menemukan mereka.

Berdasarkan catatan kitab Kejadian, penulis menemukan beberapa kebenaran

berikut ini:

1. Tindakan Allah untuk menemukan mereka tidak berhenti pada batas mencari, dan

menemukan.

2. Alkitab tidak mencatat bukti yang menyatakan Allah meninggalkan mereka dalam

keadaan terteror.

3. Alkitab juga tidak mencatat bahwa Tuhan Allah membuat alternatif lain seperti

membinasakan mereka lalu menciptakan manusia yang baru dan yang taat secara

mutlak kepada-Nya.

4. Alkitab memberikan bukti yang bertolak belakang dengan pelanggaran Adam dan

Hawa.

Dalam kondisi demikian pun Allah memberikan janji penyelamatan kepada Hawa.

Inilah pertama kalinya Allah menyampaikan janji penyelamatan kepada manusia

(Kejadian 3:15). Janji penyelamatan ini disebut “Protoevangelium.”19

Untuk memahami pentingnya janji penyelamatan itu bagi manusia, marilah

melihat pandangan Allah menurut Alkitab tentang keberadaan dosa dan manusia

berdosa. Setelah manusia berdosa, ia menjadi manusia yang bersifat daging (Ibrani

dibaca “ba ”ּבׂשר“ sa r” artinya benar-benar daging sama seperti daging binatang),

17

Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 1016. 18

Yakub Tomatala, p. 7. 19

Ibid..

Page 21: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

11

lemah dan berdosa20

(Kejadian 6:3), dan keberadaannya itu memilukan hati Allah

(Kejadian 6:7). Pandangan Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tentang

dosa dan manusia berdosa tidak berubah. Perhatikanlah tabel berikut ini:

Perjanjian Lama Perjanjian Baru

Kejadian 6 :5-6: “Ketika dilihat Tuhan,

bahwa kejahatan manusia besar di bumi

dan bahwa kecenderungan hatinya

selalu membuahkan kejahatan, maka

menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah

menjadikan manusia dibumi, dan hal

itu memilukan hati-Nya.”

Roma 3:10-18 : “Tidak ada yang

benar, seorang pun tidak. ...rasa takut

kepada Allah tidak ada pada orang

itu.”

Roma 3: 23 : “Karena semua orang

telah berbuat dosa dan telah

kehilangan kemuliaan Allah”

Kejadian 6: “Berfirmanlah TUHAN,

„Aku akan menghapuskan manusia

yang telah Kuciptakan itu dari muka

bumi,... sebab Aku menyesal,...”

Roma 6: 23: “Sebab upah dosa ialah

maut....”

Tabel 2. Keberadaan Manusia Berdosa di Hadapan Allah

Berdasarkan pada tabel 2 di atas, nyatalah bagaimana Allah memandang dan

mengambil sikap terhadap dosa dan manusia berdosa. Alkitab mencatat “Allah

merencanakan untuk menghapuskannya” dan atau memberikan “maut” sebagai

upahnya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata “maut” didefinisikan dengan

kematian atau membawa kepada kematian.21

Definisi ini lebih mengarah kepada

kematian fisik. Morris menegaskan bahwa kata “maut” memiliki arti lebih dari

sekedar kematian fisik, tetapi kematian yang bersifat eskatologis (Yudas 12; Wahyu

2:11) artinya manusia berhadapan dengan kematian yang kekal.22

Ketidak-taatan manusia menyebabkan Allah menyesal dan berikhtiar untuk

membinasakan manusia beserta seluruh mahluk yang ada di muka bumi dan Tuhan

Allah melakukannya, tetapi di sisi lain Allah memberikan kasih karunia kepada Nuh

20

William Wilson, Wilson’s Old Testament Word Studies, (Massachusetts: Hendrickson

Publishers), p. 169. 21

Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 639. 22

Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2), S.v. “Mati, Kematian, dan Maut,” by L. M.

Morris. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995; Reprint ed. 2000), p. 36

Page 22: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

12

beserta keluarganya (Kejadian 6: 5-8), dan juga kepada semua bangsa. Puncak dari

perwujudan kasih itu dinyatakan di dalam diri Yesus Kristus. Berikut ini laporan dari

kitab-kitab Perjanjian Baru tentang misi tersebut.

1. Dalam kitab Yesaya diberitakan bahwa Allah menjanjikan seorang penyelamat

bagi Israel dan bangsa-bangsa lain juga (Yesaya 9:5; 45: 20-22), janji ini mengacu

pada Yesus.

2. Dalam kitab-kitab Injil Sinoptik dijelaskan: Yesus Kristus datang ke dunia ini

untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Matius 18:11; Lukas 19:10).

3. Injil Yohanes menyatakan: kehadiran Yesus di dunia ini merupakan bukti nyata

dari kasih Allah kepada manusia. Ia datang dengan misi kasih, tetapi Allah

menuntut satu syarat agar manusia dapat menerima keselamatan tersebut, yaitu

dengan mempercayai-Nya (Yohanes 3:16).

4. Kitab Kisah Para Rasul menekankan pemberitaan Petrus tentang Yesus yang telah

diutus oleh Allah Bapa. Yesus disebut sebagai satu-satunya jalan keselamatan,

dan tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya manusia

dapat diselamatkan (Kisah Para Rasul 4:12).

Menurut Walter, Allah dalam kasih yang kudus berprakarsa memikirkan dan

melaksanakan “karya Penyelamatan”23

yang diwujudkan dalam diri Yesus Kristus.24

Menurut Abraham apapun penginjilan itu dimulai di dalam hidup, kematian, dan

kebangkitan Yesus dari Nazaret.25 Poros dari keselamatan itu adalah Salib Kristus

(Roma 1:16; 1 Korintus 1:18). Dalam hal ini para teolog Biblika sepakat bahwa dalam

Kristus-lah Allah melaksanakan tindakan penyelamatan.26

23

Ibid. S.v. “Selamat, Keselamatan,” by G. Walters, p. 377. 24

Ibid. p. 375. 25

William J. Abraham, The Teologic of evangelism (Michigan: William B, Eerdmans

Publishing Company Grand Rapids, 1989), p. 17. 26

Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 2), S.v. “Selamat, Keselamatan,” p. 378.

Page 23: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

13

Penginjilan Dan Korelasinya Dengan Amanat Agung

Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja pada hakikatnya tidak

dapat dipisahkan dari Amanat Agung, yaitu amanat yang diberikan oleh Tuhan Yesus

kepada murid-murid-Nya sebelum Ia terangkat ke sorga. Amanat tersebut dicatat oleh

Matius, Markus, dan Lukas sebagai berikut:

1. Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa

di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku

dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah

mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan

ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”

(Matius 28:18-20).

2. Lalu Ia (Yesus) berkata kepada mereka: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah

Injil kepada segala mahluk, siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan,

tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai

orang-orang yang percaya; mereka akan mengusir setan-setan dalam nama-Ku,

mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka

akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak

akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan

orang itu akan sembuh” (Markus 16: 15-18).

3. Kata-Nya kepada mereka: “Ada tertulis demikian: Mesias harus menderita dan

bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya

berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada

segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini. Dan

aku akan mengirim kepada kamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu

harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan

Page 24: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

14

dari tempat yang tinggi” (Lukas 24:46-49).

Menzies, Horton, Tomatala, serta Autrey berpendapat bahwa tugas inti dari

Amanat Agung adalah pergi kepada segala bangsa, kemudian menjadikan orang-

orang berdosa menjadi murid Kristus yang taat untuk melakukan segala sesuatu

yang Tuhan perintahkan.27

Pada topik “Penginjilan, inisiatif dan bukti kasih Allah,” penulis mengutip

pernyataan Yesus tentang misi utama-Nya datang ke dunia ini. Menurut penulis jika

pernyataan misi ini dihubungkan dengan Amanat Agung, maka pernyataan tersebut

dapat disebut sebagai tujuannya, yaitu agar tidak seorang pun yang terhilang. Dalam

korelasinya dengan gereja sebagai penerima dan pelaksana amanat itu, maka

pernyataan misi tersebut hanya akan terwujud jika gereja melakukan tugas penginjilan

dengan taat sehingga orang-orang yang masih hidup dalam dosa memperoleh

kesempatan untuk mendengarkan Injil keselamatan.

Stott menyatakan misi tersebut merupakan tugas gereja yang adalah

ekklesianya Tuhan Yesus (kata “ekklesia” berasal dari bahasa Yunani, artinya “yang

dipanggil keluar dari dunia ini, untuk menjadi milik-Nya, dan berada sebagai sesuatu

yang sungguh-sungguh ada dan terpisah, semata-mata hanya karena panggilannya”).28

Gereja dipanggil keluar dari dunia ini oleh Allah, dikuduskan-Nya, kemudian

mengutusnya kembali ke dalam dunia dengan satu amanat untuk memberitakan Injil

kepadanya. Berdasarkan arti dari kata “ekklesia,” maka gereja seharusnya dipahami

dengan dua arti yaitu sebagai gereja yang universal29

yang artinya kumpulan dari

semua orang yang percaya di seluruh dunia, dan gereja dalam arti kumpulan orang-

27

Buku-buku yang dipakai sebagai buku riset dalam penulisan skripsi ini adalah Basic

Evangelism oleh C. E. Autrey, Doktrin Alkitab oleh William W. Menzies & Stanley M. Horton,

Penginjilan Masa Kini oleh Yakob Tomatala. 28

John Stot, Satu Umat (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990; Reprint ed. 1997),

p. 10. 29

Henry C. Thiessen, Teologia Sitematika (Malang: Penerbit Gandum Mas. 1992), p. 476-

478.

Page 25: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

15

orang yang percaya di satu lokasi tertentu atau disebut sebagai gereja lokal30

atau

kumpulan orang-orang percaya yang berkumpul di satu tempat atau lokasi tertentu,

jadi bukan gereja dalam arti gedungnya, dan atau denominasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, Amanat Agung adalah merupakan landasan

gereja untuk melaksanakan tugas penginjilan, karena di dalamnya terkandung wujud

kasih dan kerinduan Allah kepada umat manusia, yaitu agar tidak seorang pun yang

terhilang dan binasa. Perhatikanlah perintah-perintah berikut ini: “Pergilah jadikanlah

semua bangsa murid-Ku” (Matius 28: 19), dan “Pergilah ke seluruh dunia,

beritakanlah Injil kepada segala mahluk (Markus 16:16).” Dalam perintah tersebut,

Tuhan Yesus tidak membatasi wilayah kerja gereja hanya dalam satu wilayah tertentu,

atau hanya kepada suku tertentu, dan atau kepada orang-orang tertentu saja. Perintah

tersebut tersebut memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu kepada semua mahluk

yang ada di muka bumi ini.

Pada masa kini pun seharusnya gereja melaksanakan penginjilan berdasarkan

strategi yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus, yaitu penginjilan dimulai dari daerah

yang terdekat dahulu, kemudian ke daerah-daerah di sekitarnya dan terakhir ke daerah

yang lebih jauh lagi yaitu bangsa-bangsa lain yang belum pernah mendengarkan

berita Injil. Di sisi yang lain, Tuhan Yesus juga memerintahkan jikalau berita Injil

keselamatan itu ditolak di satu daerah, sebaiknya gereja meninggalkan mereka, dan

memberitakannya kepada orang lain yang belum pernah mendengarkan Injil itu

(Lukas 10: 1-11).

Amanat Agung memberikan beberapa rambu-rambu kepada gereja pada

waktu melakukan tugas penginjilan.

1. Gereja harus aktif, bukan reaktif.

30

Ibid.

Page 26: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

16

Yesus berkata “pergi” dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti berjalan atau

bergerak maju.31

Jadi gereja harus bergerak maju untuk memproklamasikan Injil

kepada dunia ini (Matius 28:16).

2. Gereja jangan berhenti pada satu suku tertentu, atau kepada satu kelompok

tertentu, tetapi gereja harus membuka mata melihat semua suku bangsa yang

belum terjangkau. Gereja harus melihat semua lapisan masyarakat dunia ini yang

belum mendengarkan Injil Kristus dan kemudian memberitakan Injil kepada

mereka (Markus 16:16).

3. Gereja harus memberitakan tentang pertobatan dan pengampunan dosa hanya

dalam nama Tuhan Yesus (Lukas 24:47).

4. Gereja harus memuridkan setiap orang yang telah percaya dan mendidik mereka

menjadi murid yang taat kepada segala perintah Tuhan Yesus (Matius 28:19,20).

5. Gereja jangan berhenti pada batas membuat orang menjadi percaya, tetapi juga

mengintegrasikannya ke dalam persekutuan orang-orang percaya melalui baptisan

(Mat 28:19; Mark 16:16).

Berdasarkan Amanat Agung, Tuhan Yesus memberikan jaminan kepada

gereja dalam melaksanakan tugas penginjilan sebagai berikut ini, yaitu:

1. Gereja tidak bekerja sendiri. Yesus sebagai pemberi amanat tetap menyertai

gereja-Nya (Matius 28:20).

2. Setelah gereja melakukan tugas penginjilan pasti ada yang menerima Injil, mereka

yang menerima (yang mempercayai berita Injil tersebut) dan dibaptis pasti

diselamatkan (Markus 16:16).

3. Tuhan Yesus akan mengirimkan Roh Kudus kepada gereja-Nya yang mengasihi-

Nya dan yang rindu untuk melakukan tugas penginjilan (Lukas 24:49).

31

Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 670.

Page 27: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

17

4. Ada tanda-tanda yang akan menyertai gereja pada waktu melaksanakan

penginjilan. Gereja mempunyai kuasa untuk mengusir setan dalam nama Yesus,

gereja berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, gereja mempunyai

kuasa untuk memegang ular, dan sekali pun minum racun maut tidak akan

mendapat celaka, gereja meletakkan tangan atas orang sakit dan orang tersebut

menjadi sembuh (Markus 16:17-19).

Dalam menjalankan tugas penginjilan, gereja tidak dapat meniadakan Amanat Agung.

Menurut penulis, apabila Amanat ini tidak ditaati sepenuhnya, penginjilan hanyalah

merupakan program semata, dan gereja penuh dengan orang yang tidak memahami

arti hidup menjadi orang percaya.

Penginjilan, Salah Satu Tugas Gereja Di Antara Tugas-tugasnya Yang Lain

Sejarah gereja memang mencatat bahwa gereja ada karena penginjilan. Ini

dapat dibuktikan dari catatan-catatan yang terdapat dalam kitab Perjanjian Baru

khususnya kitab Kisah Para Rasul. Berikut ini bukti-bukti penginjilan yang dicatat

oleh kitab Kisah Para Rasul:

1. Dalam dunia Perjanjian Baru, dicatat bahwa sejarah kelahiran gereja dimulai

setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada hari Pentakosta.

Setelah peristiwa tersebut Petrus menyerukan berita Injil kepada orang-orang

Yahudi yang sedang berkumpul di Yerusalem sehubungan dengan hari raya

Pentakosta. Penginjilan pertama ini menghasilkan sebanyak 3000 orang percaya

dan memberi diri mereka dibaptiskan sesuai dengan perintah Tuhan Yesus. (Kisah

Para Rasul 2: 41).

2. Petrus dan Yohanes berbicara kepada orang banyak, imam-imam dan kepala

pengawal bait Allah serta orang-orang Saduki. Dari antara mereka yang

mendengarkan ajaran itu menjadi percaya. Anggota gereja bertambah menjadi

Page 28: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

18

kira-kira 5000 orang laki-laki, belum termasuk anak-anak dan wanita (Kis 4: 1-4).

3. Pada waktu yang lain Tuhan mengutus Petrus untuk penginjilan kepada orang

bukan Yahudi yaitu kepada Kornelius dan keluarganya. Penginjilan kepada

keluarga non Yahudi ini memenghasilkan orang percaya baru yaitu Kornelius dan

seluruh isi rumahnya. (Kis 11).

4. Rasul Paulus serta teman-temannya penginjilan ke daerah-daerah di luar

Yerusalem. Alkitab mencatat beberapa nama dari jemaat di luar Yerusalem hasil

penginjilan tersebut, antara lain: jemaat di Ikonium Listra (Kis 13: 43, 48); jemaat

di Antiokia (Kis 14:21), jemaat di Filipi (Kis 16:13,14), jemaat di Tesalonika

yang terdiri dari orang-orang Yunani (Kis 17: 1-4).

Sejarah gereja sesudah dunia Perjanjian Baru juga memberikan bukti-bukti

penting bagaimana peranan penginjilan dalam kehidupan gereja Tuhan sepanjang

masa. Khususnya di Indonesia, gereja Tuhan di negeri ini dapat berdiri karena

penginjilan yang dilakukan oleh para penginjil dari Eropa yang bernaung di

Nederlands Zendeling Genootscap (N.Z.G.), antara lain di Maluku oleh Yosef

Kam.,32

di tanah Batak yaitu Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) pada tahun 1862

oleh Ingwer Ludwig Nomensen.33

Dengan demikian dapat disimpulkan:

1. Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mempunyai peranan penting

dalam kehidupan gereja. Gereja Tuhan di seluruh belahan bumi ini mulai dari

perkotaan sampai dengan ke pedalaman lahir karena penginjilan.

2. Banyak jiwa menjadi percaya kepada Yesus Kristus serta menerima-Nya sebagai

Tuhan dan Juru selamat pribadinya adalah karena penginjilan.

Menjadi pertanyaan apakah gereja dapat berfungsi jikalau ia hanya melakukan

32

H. Berkhof & L. H. Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1990),

p. 314. 33

Ibid, p. 316.

Page 29: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

19

tugas penginjilan saja, dan tidak melaksanakan tugas-tugas esensialnya yang lain?

Selain penginjilan, apakah tugas-tugas esensial gereja yang lainnya? Menzies dan

Horton mengemukakan bahwa gereja mempunyai tiga tugas rangkap, yaitu:

memberitakan Injil ke seluruh dunia,34

melayani Allah,35

membangun sekumpulan

orang kudus (orang-orang percaya yang berdedikasi), mengasuh mereka yang percaya

supaya mereka menjadi serupa dengan citra Kristus.36

Stott mengemukakan tugas

pokok gereja ada tiga, yaitu: melayani (διασονία) 37

(pelayanan sosial), kesaksian

Kristen (μαπηςπέω),38

bersekutu (κοινωνία).39

Ketiga tugas rangkap gereja tersebut tercermin dalam kehidupan jemaat mula-

mula seperti yang dinyatakan oleh kitab Kisah Para Rasul. Secara kronologis kitab ini

mencatat kehidupan gereja mula-mula itu sebagai berikut:

1. Setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus yaitu pada hari Pentakosta (Kis 2:1-4),

diberitakan bahwa di sana sedang berkumpul juga orang-orang Yahudi yang

datang dari daerah perantauan mereka (dari Partia, Media, Elam, penduduk

Mesopotamia, Yudea, Yudea dan Kapadokia, Pontus dan Asia, Firigia, Mesir dan

daerah-daerah Libia yang berdekatan dengan Kirene, dan Roma) untuk merayakan

hari Pentakosta (Kis 2:5-12). Pada awalnya orang-orang tersebut menyebutkan

bahwa murid-murid tersebut sedang mabuk anggur, mendengar tanggapan orang-

orang tersebut, lalu Petrus berdiri untuk menyerukan berita keselamatan di dalam

Yesus Kristus. Mendengar berita tersebut, bertobatlah kira-kira tiga ribu jiwa

jumlahnya (Kis 2:14-41).

2. Orang-orang yang bertobat tersebut menjadi percaya dengan berita yang

34

William W. Menzies & Stanlesy M. Horton, Doktrin Alkitab, (Malang: Gandum Mas,

1998), p.165. 35

Ibid, p. 166. 36

Ibid, p. 171. 37

John Stot, Satu Umat, p. 23. 38

Ibid, p. 52. 39

Ibid, p. 86.

Page 30: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

20

disampaikan oleh Petrus tersebut lalu memberi diri mereka dibaptis. Kemudian

mereka berkumpul dan bersekutu serta dengan tekun mendengarkan pengajaran

para rasul (Kis 2: 42-47). Dalam kehidupan jemaat yang mula-mula ini suasana

koinonia dan diakonia di antara jemaat masih sangat baik. Lukas mencatat orang-

orang percaya bertekun dalam pengajaran rasul-rasul (pemuridan), dalam

persekutuan (koinonia), dan selalu berkumpul untuk memecahkan roti (diakonia).

3. Dalam Kisah Para Rasul 6: 1 dicatat tugas koinonia dan diakonia dalam jemaat

kurang diperhatikan. Keadaan ini membuat kehidupan gereja mula-mula yang

tadinya sangat harmonis menjadi sedikit bermasalah. Kurang berfungsinya salah

satu tugas gereja pada waktu itu menyebabkan tugas-tugas yang lain juga menjadi

terganggu.

Contoh kasus yang dicatat oleh Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul menjelaskan

keadaan gereja pada waktu itu, dan juga sering dialami oleh gereja masa kini.

Berdasarkan bukti tersebut, pada waktu ketiga tugasnya dijalankan dengan seimbang,

kehidupan gereja tetap harmonis. Keharmonisan itu memberi dua dampak, yaitu:

1. Orang-orang yang belum percaya di sekitar gereja menyukai kehidupan mereka,

2. Banyak dari orang-orang yang belum percaya itu menjadi percaya dan mengikut

jalan keselamatan (disebut juga sebagai ajaran jalan Tuhan).

Keadaan kehidupan gereja yang harmonis tersebut tidak dapat dipertahankan

untuk waktu yang lama. Lukas mencatat bahwa pada waktu gereja mulai tidak

menjaga keseimbangan di antara tugas- tugasnya, gereja masuk ke dalam kehidupan

yang berbeda dengan keadaan sebelumnya (Luk 6: 1). Lukas mencatat, gereja kurang

memperhatikan tugas diakonia. Akibatnya terjadilah perselisihan di antara jemaat

Yahudi berbahasa Yunani dan jemaat Yahudi berbahasa Ibrani. Perhatikanlah gambar

di bawah ini!

Page 31: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

21

Gambar 1.

Diagram Tiga Tugas Gereja

Pada gambar 1 di atas, penulis menganalogikan tugas penginjilan, koinonia, dan

diakonia sebagai dinding pagar yang melindungi gereja lokal. Apabila salah satu

tugasnya ditiadakan, gereja kehilangan salah satu dinding pagar perlindungannya.

Dengan demikian, gereja mudah diserang oleh berbagai masalah, baik dari luar gereja,

dan juga tidak tertutup kemungkinan dari dalam gereja sendiri. Tanpa kesatuan dan

keseimbangan di antara ketiga sisi pagar tersebut, kehidupan gereja menjadi kurang

harmonis. Akibatnya, gereja kurang efektif untuk menjalankan fungsinya di tengah

dunia ini.

Penginjilan, Korelasinya Dengan Pertumbuhan Gereja

Hamilton berpendapat “kalau gereja ingin melihat gambaran pertumbuhan

gereja, marilah kita melihat tugas khusus kita yaitu penginjilan.”40

Kemudian Gerber

menegaskan bahwa penginjilan haruslah dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung.

Mengapa? Perhatikanlah kutipan berikut ini:

Inti Amanat Agung ialah JADIKANLAH ... MURID, artinya

membawa orang, baik pria maupun wanita, kepada Yesus Kristus,

sehingga mereka beriman dan dengan sepenuh hati menyerahkan diri

kepada Dia.

Ini merupakan proses yang terus menerus, proses yang

mempersekutukan orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus,

menjadikan mereka anggota-anggota gereja yang bertanggung jawab

dan yang berbuah. Murid-murid ini pergi untuk menjadikan orang-

orang lain murid Yesus Kristus, membaptiskan mereka, mengajar

mereka serta menggabungkan mereka kepada gereja. Oleh karena itu,

40

Michael Hamilton, God’s Plan for the Church Growth!. (Springfield: Radiant Books, 1981),

p. 51.

Page 32: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

22

penginjilan yang tidak mempersekutukan petobat-petobat baru

kepada gereja setempat tidak dapat dikatakan mencapai tujuan.

Pada hari Pentakosta gereja pertama yang terdiri dari 120

anggota bertambah 3.000 orang dalam satu hari. Orang-orang yang

baru itu kemudian memasuki masyarakat kota di sekitar mereka dan

disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah

mereka dengan orang-orang yang diselamatkan. Dalam proses

penyelamatan yang terus menerus ini, gereja menjadi sasaran dan

juga pelaksana dari penginjilan yang dinamis.

Dalam Perjanjian Baru keefektifan penginjilan adalah suatu

kualitas yang selalu diukur dengan kuantitas angka-angka yang tepat

mengenai jumlah orang yang mengaku percaya (kuantitas) dicatat.

Angka-angka ini didasarkan atas jumlah orang yang terus menjadi

pengikut Kristus, yang dibaptiskan dan yang bertekun dalam

pengajaran rasul-rasul, bersekutu serta berkumpul untuk memecah-

mecahkan roti dan berdoa (kualitas). Iman tanpa perbuatan adalah

iman yang mati. Oleh karena itu dalam Perjanjian Baru pertumbuhan

rohani sering dinyatakan secara kuantitas. Hal ini mungkin, karena

kualitas dan kuantitas merupakan dua aspek dari satu fakta yang

sama.41

Penginjilan yang dilaksanakan berdasarkan Amanat Agung tidak berhenti

pada batas menjadikan seseorang menjadi anggota gereja lokal saja, tetapi juga

bertanggung jawab untuk memuridkan orang tersebut sama seperti Yesus telah

memuridkan kedua belas murid-Nya. Pemuridan bertujuan agar setiap orang

memahami dengan benar mengapa Allah menyelamatkannya. Dengan satu harapan

setelah mereka menjalani proses pemuridan, mereka menjadi seorang anggota gereja

lokal yang bertanggung jawab untuk turut melaksanakan tugas penginjilan.

Purnawan memberikan pendapat tentang korelasi antara penginjilan dan

pertumbuhan gereja sebagai berikut ini:

Tidaklah berlebihan kalau saya tuliskan bahwa: penginjilan

adalah motor bagi pertumbuhan gereja. Tanpa penginjilan gereja

tidak lahir. Kisah Para Rasul melaporkan keyakinan ini, sejarah

gereja mengulangnya dan akan terus terulang sampai Tuhan Yesus

datang kembali untuk kedua kalinya dan menyempurnakan segalanya.

Penginjilan memiliki peranan utama dalam pertumbuhan gereja.

Pertumbuhan yang dihasilkannya itu adalah pertumbuhan yang sehat.

Sehat karena pertumbuhan seperti itu adalah sesuai dengan kehendak

41

Vergil Gerber, Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan. (Bandung: Penerbit Kalam

Hidup, 1982), p. 14-16.

Page 33: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

23

Tuhan. Tuhan menghendaki supaya jangan ada orang yang binasa,

melainkan supaya semua orang bertobat (2 Petrus 3:9). Tanpa

penginjilan gereja akan berhenti untuk bertumbuh, bahkan mungkin

dengan segera mati.42

Tanibemas menyebutkan penginjilan sebagai motor bagi pertumbuhan gereja.

Pernyataan ini dapat dibuktikan sebagai berikut ini:

1. Alkitab mengatakan usia manusia di muka bumi ini hanya sekitar tujuh puluh

tahun, dan jika kuat delapan puluh tahun (Mazmur 90:10).

2. Belakangan ini para ahli memperkirakan bahwa usia manusia paling kuat 60

tahun. Kalau gereja tidak memanfaatkan waktu yang ada untuk memberitakan

injil, seiring dengan perjalanan waktu beberapa anggota gereja lokal ada yang

meninggal, maka pada akhirnya gereja mati sama sekali.

3. Lamanya seseorang dapat bertahan hidup tidak dapat dihitung secara pasti.

Dalam kehidupan manusia di muka bumi ini berlaku “hukum kesempatan dan

kemungkinan,” jadi kesempatan untuk memberitakan Injil adalah sekarang,

bukan nanti dan atau beberapa waktu yang akan datang.

Hasil analisa di atas membuktikan bahwa jikalau gereja tidak melaksanakan tugas

penginjilan, akibatnya penginjilan tidak dapat berfungsi sebagai motor bagi

pertumbuhan gereja.

Penginjilan merupakan satu sarana yang dipakai Allah untuk membuktikan

kepada dunia ini akan keberadaan gereja-Nya sebagai gereja yang dinamis, dan

bukan statis (kata “dinamis” berasal dari bahasa Yunani yaitu “δύναμιρ” dibaca

“dinamis” artinya kuasa, kekuatan yang besar, dan tenaga pendorong yang besar).43

Tuhan Yesus menghendaki agar gereja-Nya menjadi dinamis (bnd. Kis 1: 8).

42

Menuju Tahun 2000: Tantangan Gereja Di Indonesia sebuah bunga rampai dalam rangka

peringatan 25 Tahun Kependetaan Caleb Tong, ed. S.v. Pertumbuhan Gereja Dan Strategi Penginjilan

oleh Purnawan Tanibemas, (Surabaya: YAKIN, 1990), p.175-176. 43

William F. Arndt & F. Wilbur Gingrich, Greek-English Lexicon Of The Testament and

Other Early Christian Literature (Chichago: The University of Chicago Press, 1971), p. 206.

Page 34: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

24

Kedinamisan gereja dalam pertumbuhan sebagai hasil dari penginjilan dapat

diukur dari keberhasilannya untuk mempertemukan orang-orang berdosa dengan

Kristus.”44

Kedinamisan gereja juga dapat diukur dari keberhasilannya untuk

membimbing orang-orang untuk mengambil keputusan untuk menerima Yesus

menjadi Juru selamatnya, kemudian membimbingnya menjadi orang Kristen yang

efektif.45

Penginjilan Dan Masyarakat Di Sekitar Gereja

Stott mengemukakan gereja sebagai ekklesia-Nya Allah, dipanggil Allah dari

dunia ini menjadi milik-Nya untuk hidup kudus karena Dia adalah Allah yang kudus,

dan hidup berpadanan dengan panggilannya.46

Panggilan itu tidak bertujuan agar

gereja menarik diri keluar dari dunia kepada kehidupan pietisme.47

Tuhan tidak

memanggil gereja, juga tidak memisahkan secara total dari masyarakat dunia ini.

Gereja dipanggil dari dunia, dan secara status disebut sebagai orang-orang

kudus, berbeda, terpisah; umat yang dikuduskan bagi Allah, tetapi Tuhan tidak

membuat gereja-Nya menjadi gereja yang eksklusif. Allah juga mengutus gereja ke

dalam dunia untuk menyaksikan Kabar baik kepadanya.

Robert dan Evelyn dalam buku dengan judul “Menyampaikan Kabar Baik”

memberikan gambaran tentang jiwa-jiwa di sekitar kita;

Mungkin saudara pernah menumpang sebuah bus atau

kereta api yang penuh sesak. Ingatkah saudara bagaimana

keadaannya? Semua tempat duduk penuh. Mungkin saudara harus

berdiri dengan banyak orang lain dan orang yang berdiripun harus

berdesak-desakan! Banyak negara makin padat penduduknya.

Meskipun setiap hari dibangun gedung-gedung baru, namun tidak

cukup perumahan bagi setiap orang.

Makin banyak orang, makin cepatlah penduduk

44

C. E. Autrey, Basic Evangelism, (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1981), p. 16. 45

Ibid, p.17. 46

John Stot, Satu Umat, p. 10. 47

Ibid, p. 11.

Page 35: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

25

meningkat. Dalam tahun 1930 dunia kita berpenduduk 2 milyar

orang. Sekarang sudah lebih dari empat milyar. Itu berarti

tambahan 2 milyar orang dalam waktu 50 tahun. Akan tetapi, pada

tahun 2000 mungkin penduduk dunia akan mencapai 6 milyar

orang – tambahan dari 2 milyar dalam waktu 20 tahun saja.

Apa artinya ini bagi saudara sebagai orang yang percaya

kepada Kristus? Saudara akan segera menyadari bahwa

kebanyakan orang di sekeliling saudara belum diselamatkan.

Saudara juga akan menyadari bahwa ada lebih banyak orang yang

hidup, yang belum diselamatkan dewasa ini daripada generasi-

generasi sebelumnya. Ini berarti bahwa setiap orang percaya

diperlukan untuk memberitakan kepada orang lain tentang

Juruselamat.48

Kutipan di atas memberikan gambaran kepada gereja masa kini akan tugasnya yang

semakin bertambah setiap harinya. Banyak orang di sekitar gereja belum pernah

mendengarkan berita Injil. Bagaimana respon gereja melihat orang-orang tersebut?

Adilkah jika seseorang telah dua kali mendengar Injil sedangkan orang lain belum

pernah sekali pun mendengarkannya? 49

(pertanyaan yang kedua penulis kutip dari

salah satu judul yang diberikan oleh Smith dalam dalam salah satu bab dalam

bukunya yang berjudul “Merindukan Jiwa Yang Tersesat”).

Gereja sebagai penerima Amanat Agung bertanggung jawab penuh untuk

memberitakan kabar baik kepada orang-orang yang belum selamat. Gereja haruslah

menyikapi tugas tanggung jawabnya dalam satu tindakan yang dimulai dari

masyarakat di sekitarnya. Hamilton berkata: “Anda tidak mungkin dapat menjangkau

seluruh dunia, tetapi mulailah dari tempat di mana Anda (gereja) saat ini.50

Pendapat

ini mengingatkan gereja agar tidak berpikir jauh lebih tinggi dari yang dapat

dilakukannya sebelum ia menjangkau seluruh dunia. Pendapat Hamilton ini

diteguhkan oleh Alkitab yang mencatatkan bahwa di mana pun Yesus berada, Ia

selalu mencari orang-orang yang terhilang, dan Ia berbelas kasihan terhadap mereka.

48

Robert & Evelyn Bolton, Menyampaikan Kabar Baik. (Malang: Penerbit Gandum Mas,

1985), p.17. 49

Oswald Smith, Merindukan Jiwa Yang Tersesat, (Surabaya: Yakin), p. 29. 50

Michael Hamilton, God’s Plan For The Church Growth!, (Springfield: Gospel Publishing

House, 1981), p. 51.

Page 36: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

26

Gereja sebagai penerima dan sekaligus pelaksana Amanat Agung ia tidak

dapat dipisahkan dari masyarakat di sekitarnya, karena masyarakat adalah objeknya. 51

Sebelum melaksanakan tugas ini di antara masyarakat yang adalah objeknya, perlu

difahami bahwa objek tersebut adalah pribadi yang mempunyai emosi, dapat berpikir

dan dapat berubah. Oleh karena itu, berdasarkan tujuan dari tugas yang diterimanya,

gereja jangan melihat objeknya secara subjektif, tetapi haruslah secara objektif.

Dengan cara memandang yang objektif, gereja dapat memahami objek tersebut secara

utuh, dan dapat menemukan bentuk penginjilan yang lebih tepat untuk masyarakat di

sekitarnya.

Alkitab menjelaskan tentang metode yang dipakai oleh Tuhan Yesus dalam

menyampaikan Injil kepada anggota masyarakat dunia ini. Alkitab mencatat

pemahaman Tuhan Yesus tentang apa dan siapa objek yang sedang dihadapi-Nya.

Keotentikan dari pemahaman Tuhan Yesus akan objek tersebut tersirat dari hal

kedatangan-Nya ke dunia ini. Pertama-tama Yesus datang ke dunia ini dalam rupa

manusia, lahir di antara manusia, berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar-Nya

dengan menggunakan bahasa komunikasi yang dapat difahami oleh masyarakat di

sekitar-Nya.

Halim dalam salah satu bukunya (tidak dipublikasikan) yang berjudul

“Model-model Pelayanan Yesus” mengangkat model-model penginjilan yang dipakai

oleh Yesus pada waktu penginjilan kepada masyarakat di sekitar-Nya. Model atau

metode yang Yesus untuk menginjili masyarakat di sekitar-Nya lahir dari

pemahaman-Nya tentang siapa dan apa objek yang dihadapi-Nya. Dari model-model

penginjilan Yesus yang di sampaikan oleh Halim, gereja dalam menyikapi tugasnya:

1. Tidak dapat menjadikan satu metode penginjilan sebagai satu-satunya standar

51

Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, (Malang: Seminari Alkitab Asia

Tenggara, 1996), p.129.

Page 37: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

27

pada waktu melakukan tugas penginjilan di antara masyarakat di sekitarnya.

Halim mencatat bahwa Yesus menggunakan model pendekatan yang berbeda-

beda kepada orang-orang berdosa yang hidup pada masa itu. Yesus memakai

model penginjilan yang paling tepat kepada setiap objek-Nya.

2. Jangan menunggu sampai masyarakat di sekitarnya merespon Injil secara positip,

tetapi gereja harus aktif untuk menemukan model penginjilan yang paling tepat

kepada mereka.

3. Tidak akan pernah mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat tentang Injil

sampai gereja mengadakan komunikasi dengan masyarakat tersebut. Yesus

seringkali mangambil inisiatif untuk bertemu dengan masyarakat di sekitar-Nya.

Hasilnya, Tuhan Yesus menemukan jembatan yang inovatif untuk menyampaikan

Injil.

4. Harus memiliki kepekaan melihat kebutuhan dari masyarakat di sekitarnya. Halim

mencatat bahwa Yesus, dalam masa-masa penginjilan selama tiga setengah tahun

sering kali memenuhi kebutuhan jasmaniah dari objeknya seperti kesembuhan

dari penyakit, makanan untuk 5000 orang dan sebagainya.

Tuhan Yesus berkata kepada gereja-Nya: “Lihat Aku mengutus kamu seperti

domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan

tulus seperti merpati (Matius 10:16).” Pernyataan ini merupakan awasan bagi gereja

dalam melaksanakan tugasnya.

Kata “serigala” merupakan simbol kebuasan, mahluk yang selalu agresif

menyerang untuk mengatasi rasa laparnya.52

Penginjilan di tengah masyarakat yang

bersikap seperti mahluk buas ini, gereja harus “cerdik seperti ular” artinya (1) cepat

mengerti tentang situasi, dan pandai mencari pemecahan masalahnya, panjang akal,

52

Suhandi Susantio, Misiologi, Studi Misi Lintas Agama, Diktat Sekolah Tinggi Teologia

Ekklesia, April-Mei 2005), p. 59.

Page 38: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

28

dan (2) banyak akal53

dalam menghadapinya, tetapi juga harus “tulus.” Kata “tulus”

artinya ikhlas, sungguh dan bersih hati (benar-benar terbit dari hati yang suci, jujur,

tidak pura-pura, dan tidak serong).54

Dalam menghadapi masyarakat di sekitar gereja,

Yesus menekankan agar gereja memberitakan Injil-Nya dengan cara-cara yang tepat,

dan dilakukan dengan kesungguhan hati.

Dalam nats yang lain, Tuhan Yesus mengatakan bahwa setiap orang percaya

(gereja-Nya) adalah “garam” dan “terang” bagi dunia (Matius 5: 14-16). Esmarch

dalam buku “The World Book Encyclopedia” mencatat bahwa ditinjau dari sisi

kedokteran, “Garam adalah penting untuk kesehatan. Sel badan harus mempunyai

garam untuk dapat hidup dan bekerja.”55

Dan dari sisi dunia Alkitab, Esmarch

mengemukakan:

Garam memiliki arti keagamaan, yaitu sebagai lambang kemurnian dan

kesucian hati. Di antara orang-orang Yahudi, menurut tradisi agama,

garam digunakan untuk menggosok seorang bayi yang baru lahir untuk

memastikan kesehatannya. Garam juga digunakan sebagai tanda

penghormatan, persahabatan, dan keramahan atau kesediaan untuk

menerima orang lain,56

Harrison juga berpendapat bahwa “garam” merupakan alat pengawet dan juga

berguna untuk bumbu makanan.57

Kata “terang” dalam bahasa Yunani adalah “kaio” artinya kindle, burn, dan

burn up.58

Menurut Balz dan Schneider kata “kaio” tersebut tidak hanya sekedar

menyinari, tetapi sinar itu harus membakar.59

Gereja sebagai pemberita Injil harus

menggunakan kekuatan yang ada padanya untuk mengalahkan kegelapan (satu

simbol yang digunakan untuk dosa) yang menguasai hidup masyarakat di sekitarnya.

53

Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 164. 54

Ibid, p. 968. 55

The World Book Encyclopedia S-Sn (Volume 17). Ed. S.v. “Salt” by Esmarch S. Gilreath.

(Toronto: Field Enterprises Educational Corporation, 1974), p. 68. 56

Ibid, p. 71. 57

Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (Jilid 1), ed. S.v. “Garam”, by. R.K. Harrison, p. 327. 58

Horst Balz &Gerhard Schneider, Exegetical Dictionary Of The New Testament (Volume 2),

(Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, 1991; reprint ed. , 2000), p. 236. 59

Ibid.

Page 39: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

29

Berdasarkan kedua penjelasan dari kitab Matius 5: 14-16 di atas, gereja

sebagai garam dan terang dunia akan dapat menyatakan eksistensinya kepada

masyarakat di sekitarnya apabila:

1. Gereja dapat menyadari akan keberbedaan dirinya dengan masyarakat dunia ini.

2. Gereja dapat menunjukkan keberbedaannya dengan masyarakat dunia ini.

3. Gereja jangan hanya menjadi pembicara yang baik, tetapi juga hidup dalam kuasa

Injil (Matius 23).

Alkitab mencatat bahwa Yesus tidak hanya berbicara, tetapi juga melakukan

Injil itu. Artinya bahwa Yesus dapat membuktikan diri-Nya sebagai terang dunia ini.

Contoh dan teladan kehidupan dari Yesus seharusnyalah diikuti oleh gereja.

Yesus mengatakan: “Apabila gereja mengasihi Dia, maka gereja akan menuruti

segala perintah-Nya” (Yoh 14: 15). Dan apabila gereja mau mempercayai Dia, maka

gereja akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada yang Dia

telah perbuat dan kerjakan (Yoh 14:12), termasuk mengalahkan penguasa kegelapan

yang selama ini menguasai serta membutakan hati nurani setiap orang dari kebenaran

kuasa Injil yang memerdekakan orang-orang dari kuasa dosa. Kesesuaian antara

keberadaan gereja dengan perkataan dan perbuataanya menjadikan gereja menjadi

gereja yang memiliki kuasa untuk menyadarkan masyarakat di sekitarnya akan

keberadaannya yang berdosa serta akibat-akibatnya.

Page 40: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

30

BAB III

KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG SEMAKIN PLURAL

Kehidupan masyarakat di Indonesia pada masa kini, terutama di daerah

perkotaan menunjukkan satu keadaan yang semakin plural, dalam aktivitas sehari-

hari, tingkat pendidikan, status sosial, suku, dan agama yang berkembang di tengah

masyarakat.

Sebab-sebab Semakin Pluralnya Masyarakat

Manusia Motor Utama Perubahan

Perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari pengaruh

manusia yang ada di dalamnya. Wongso (1996) menulis tentang manusia sebagai

berikut ini:

Manusia merupakan unsur pokok dalam masyarakat, tanpa manusia tak

mungkin ada masyarakat tidak ada manusia tidak ada bisa terbentuk satu

masyarakat.

Adanya manusia disebabkan adanya hidup, karena ada hidup, maka bisa

berpikir dan dapat merubah masyarakat dimana seseorang tinggal.

Masyarakat selalu berubah dan inilah yang disebut kemajuan.60

Manusia sebagai salah satu dari ciptaan Tuhan, dikenal sebagai mahluk yang sangat

berbeda dengan mahluk hidup lainnya. Manusia mempunyai kemampuan untuk

menggunakan pikirannya. Widyosiswoyo mengatakan: “kemampuan manusia

berpikir merupakan suatu perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat

demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia.”61

Kemampuan manusia berpikir membedakannya dari mahluk hidup lainnya.

Kalau kita mengamati lingkungan di sekeliling kita, kita akan menemukan beberapa

60

Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 129. 61

Supartono Widyosiswoyo, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001), p. 20.

Page 41: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

31

fakta penting yang membuat manusia berbeda dengan mahluk hidup lainnya.

Contohnya: manusia bertindak berdasarkan naluri berpikir yang rasional, sedangkan

binatang bertindak berdasarkan insting. Kemampuan manusia untuk berpikir

membuat manusia dapat merencanakan sasaran hidupnya, sedangkan binatang tidak

dapat melakukan perencanaan seperti itu.

Perbedaan antara manusia dengan mahluk hidup lainnya didukung oleh bukti-

bukti yang dicatat dalam Alkitab yang menyatakan bagaimana manusia dengan segala

kelebihannya dapat mengambil keputusan penting dalam kehidupannya. Keputusan-

keputusan yang diambil oleh manusia seringkali juga mempengaruhi orang-orang di

sekitarnya (Kej. 3:1-7; 6:1-6; 11:1-9). Widyosiswoyo berpendapat:

Apa yang diciptakan manusia pada suatu waktu merupakan rasa dan

karsa sebelumnya. Mungkin apa yang diciptakan waktu itu memuaskan

baginya. Bila tidak memuaskan untuk waktu itu, diperbaikinya agar

kepuasannya diperolehnya.62

Kemampuan manusia untuk menggunakan kekuatan pikirannya, menghasilkan

beberapa jenis ketidak puasanan dalam hidupnya, antara lain:

1. Manusia tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang telah didapatkannya.

2. Manusia tidak pernah puas dengan segala sesuatu yang sudah diketahuinya.

3. Manusia tidak pernah puas dengan segala pengalamannya.

Semua jenis ketidak puasan di dalam kehidupan manusia menghasilkan satu sifat

menyukai perubahan dalam kehidupan pribadinya maupun kelompoknya.

Kemampuan manusia untuk membuat suatu perubahan di lingkungan

masyarakat di mana ia tinggal membuktikan bahwa manusia adalah mahluk yang

dinamis, bukan mahluk yang statis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata

“dinamis” berarti bahwa manusia dapat melakukan dengan penuh semangat dan

62

Supartono Widyosiswoyo, Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas

Trisakti, 2000), p. 23.

Page 42: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

32

tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan

di sekitarnya.63

Artinya dalam perjalanan hidupnya, manusia sebagai satu pribadi

yang dinamis dengan segala komponen yang ada di dalam dirinya senantiasa

bergerak dan mengadakan interaksi sosial dengan manusia lain di sekitarnya.

Soekanto mengutip pernyataan Kimball Young dan Raymond W. Mack yang

menyatakan: “interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena

tanpa interaksi sosial, tak mungkin ada kehidupan bersama.”64

Pada waktu manusia

mengadakan interaksi dengan sesamanya, dihasilkanlah apa yang disebut sebagai satu

perubahan. Perubahan tersebut dapat berupa “perubahan sistem dalam satu kelompok

masyarakat, dan perubahan pola-pola kehidupan.”65

Manusia sebagai komponen utama dari suatu masyarakat dalam kapasitasnya

sebagai mahluk sosial mempunyai peluang untuk menciptakan perubahan dalam

tatanan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Apa pun jenis kegiatan yang dilakukan di

antara masyarakat akan mempengaruhi proses kehidupan masyarakat. Berdasarkan

pada fakta-fakta ini, maka manusia dapat disebut sebagai penyebab utama semakin

jamaknya kehidupan masyarakat.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Manusia dengan segala kelebihannya senantiasa menginginkan kehidupan

yang lebih baik. Manusia mengusahakan berbagai cara untuk dapat mewujudkan

kehidupan sesuai dengan harapan-harapan yang dimilikinya. Manusia tidak pernah

berhenti untuk mewujudkan perubahan demi perubahan dalam berbagai aspek

kehidupannya.

63

Kamus Besar Bahasa Indonesia, p. 206. 64

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001),

p. 67. 65

Ibid, p. 66.

Page 43: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

33

Sejarah mencatat bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia untuk

mengadakan perubahan demi perubahan dalam kehidupannya memberikan hasil. Pada

abad ke XVII, di Eropa timbul satu gerakan yang disebut dengan gerakan pencerahan

atau yang lebih dikenal dengan zaman renaisance. Gerakan tersebut menitik beratkan

kebenaran pada ilmu pengetahuan dan intelektual, kebenaran berdasarkans fakta dan

hukum-hukum alam.66

Immanuel Kant memberikan tema untuk abad tersebut yaitu

“Berani Untuk Mengetahui,”67

dan Newbigin menjelaskan tema itu sebagai

“panggilan supaya memiliki keberanian untuk berpikir demi dirinya sendiri, untuk

menguji segala sesuatu dalam terang akal budi dan suara hati, bahkan berani untuk

menanyakan tradisi-tradisi yang paling suci sekalipun.”68

Setelah zaman tersebut, dihasilkanlah penemuan-penemuan ilmiah antara lain:

ilmu tentang samudera dan benua, obat-obatan, sarana-sarana komunikasi seperti

telegram, telepon, mesin percetakan, generator listrik dan transformator, kapal uap,

kereta api, komputer, pesawat terbang, dan banyak penemuan-penemuan lainnya.

Keberhasilan manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak

yang luas ke seluruh dunia, termasuk ke daerah perkotaan di Indonesia, dan salah satu

di antaranya yaitu kota Jakarta. Perhatikanlah tabel berikut ini:

Sebelum Mengenal Ilmu Pengetahuan

Modern

Setelah Mengenal Ilmu Pengetahuan

Modern

Daerah perkotaan hanya menjadi

tempat untuk menjual hasil-hasil

pertanian, dan sekaligus sebagai tempat

untuk membeli barang-barang

kebutuhan yang tidak terdapat di desa.

Perkotaan menjadi daerah yang perlu

diperhatikan karena adanya asumsi

bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi

modern yang berpusat di kota sanggup

untuk mengubah kehidupan manusia.

Tabel 3. Perbedaan Pandangan Masyarakat

Sebelum dan Sesudah Mengenal Ilmu Pengetahuan Modern.

66

Halim Makmur, Gereja Ditengah-tengah Perubahan Dunia. (Malang: Yayasan Penerbit

Gandum Mas, 2000), p.183. 67

Leslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,

1993), p. 56. 68

Ibid.

Page 44: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

34

Masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi modern ke Indonesia, khususnya yang

berpusat pada daerah perkotaan memberikan dampak yang cukup signifikan. Tabel di

atas menunjukkan adanya pergeseran paradigma dalam masyarakat tentang kota.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak lain

yaitu timbulnya gerakan dalam masyarakat yang disebut dengan urbanisasi (akan

dibahas pada sub judul berikutnya), yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota.

Hal ini menjadi sangat mungkin terjadi karena pertukaran informasi yang semakin

mudah. Pada zaman ini, ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kontribusi baru

dalam dunia informasi. Alat-alat komunikasi telah tersedia dalam berbagai bentuk,

seperti: telepon, telegram, televisi dan radio, komputer, dan maupun media cetak.

Sarana-sarana tersebut memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi

dari masyarakat yang bermukim di daerah lainnya. Kemudahan-kemudahan untuk

memperoleh informasi menjadi satu daya dorong dalam diri manusia yang hidup di

zaman ini untuk membuktikan informasi-informasi yang diperolehnya. Pembuktian

terhadap informasi-informasi tersebut di dukung oleh kemudahan untuk menjangkau

daerah lain karena ditemukannya alat-alat transportasi darat, laut, dan udara.

Urbanisasi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala peralatan yang

dihasilkannya memberikan dampak baru dalam kehidupan masyarakat, baik bagi

anggota masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun bagi anggota masyarakat yang

tinggal di pedesaan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat manusia masuk

dalam zaman yang materialistis. Segala sesuatu diukur dengan kemampuan untuk

memiliki serta menikmati hasil-hasil ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

Masyarakat desa mulai melihat kota sebagai daerah yang memungkinkannya untuk

Page 45: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

35

mewujudkan keinginan-keinginannya. Masyarakat di pedesaan juga terpengaruh

dengan informasi-infomasi yang diperolehnya tentang kehidupan di perkotaan. Akibat

dari pengaruh-pengaruh informasi tersebut, masyarakat pedesaan mulai bergerak

untuk pindah ke kota-kota di sekitarnya. Perpindahan masyarakat pedesaan ke kota ini

disebut dengan “urbanisasi.”

Urbanisasi membuat perkotaan menjadi daerah yang berpenduduk majemuk,

karena pada waktu terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota, mereka juga

sekaligus membawa serta atribut-atribut yang dimilikinya, seperti jenjang pendidikan,

keahlian yang dimilikinya, kepercayaannya, dan status sosialnya. Menurut para ahli

antroplogi, perpindahan penduduk dari desa ke kota, menyebabkan terjadinya proses

akulturasi yang cepat.69

Penduduk yang datang dari desa membawa serta budaya

aslinya, kemudian ia akan mengadaptasi budaya-budaya di perkotaan. Dengan

demikian, “urbanisasi” merupakan salah satu pemicu semakin majemuknya

kehidupan masyarakat di perkotaan.

Akibat-akibat Yang Ditimbulkan Oleh Majemuknya Masyarakat

Kehidupan masyarakat perkotaan yang majemuk membuat kehidupan di

perkotaan penuh dengan persoalan. Di satu sisi, perkotaan menjadi tempat yang

menjanjikan untuk menikmati hidup yang berkelimpahan secara materi dan menjadi

tempat yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya, tetapi bagi anggota masyarakat

lainnya, kota merupakan tempat penindasan dan kesengsaraan.

Fenomena tentang kehidupan di perkotaan di Indonesia ini dijelaskan oleh

Halim dalam kutipan berikut ini :

Perkotaan akan menjadi tempat yang sangat menyeramkan,

disamping surga bagi sebahagian orang. Keberhasilan penduduk di

perkotaan akan membuat hidup yang bermewah-mewah yang tidak

69

Halim Makmur. Gereja Di Tengah-tengah Perubahan dunia, p. 220.

Page 46: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

36

wajar. Sedangkan kemiskinan yang akan menjadi satu pemandangan

yang negatif bagi dunia luar dan meningkatkan potensi kriminalitas di

perkotaan karena tuntutan hidup.70

Kehidupan masyarakat kota yang majemuk khususnya dalam kehidupan masyarakat

Jakarta tercermin dalam kehidupan masyarakatnya yang beragam. Kemajemukan itu

menghasilkan dampak-dampat antara lain:

1. Timbulnya kesenjangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

2. Sangat memungkinkan timbulnya permusuhan antar kelompok masyarakat

3. Terjadinya kompetisi di antara masyarakat

4. Meningkatnya angka kejahatan

5. Setiap orang cenderung individualistis.

6. Masyarakat cenderung menerima perubahan yang terjadi di lingkungan di

sekitarnya.

Dalam kehidupan masyarakat kota yang majemuk, sering kali timbul kesenjangan

dalam berbagai aspek. Kesenjangan tersebut terjadi karena berbagai perbedaan yang

sangat signifikan dalam berbagai aspek kehidupan.

Perbedaan tatanan kehidupan masyarakat kota Jakarta dapat dilihat dalam

bidang kehidupan berikut ini:

1. Dalam bidang perekonomian masyarakatnya.

Di antara masyarakat kota Jakarta terdapat orang-orang yang mempunyai

tingkat perekonomian yang sangat mapan, dan di antaranya juga hidup orang-

orang yang tingkat perekonomiannya sangat memprihatinkan. Bagi anggota

masyarakat yang tingkat perekonomiannya lebih baik memberikan banyak

kemudahan untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya, sedangkan bagi

anggota masyarakat yang tingkat perekonomiannya rendah, keinginan untuk dapat

70

Ibid, p. 223.

Page 47: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

37

mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari pun menjadi satu masalah besar. Mereka

yang hidup dalam kemiskinan menjadi orang yang tersisihkan dari komunitas

dimana ia tinggal.

2. Dalam Aktivitas sehari hari.

Ditinjau dari sisi aktivitas masyarakatnya, di kota Jakarta terdapat anggota

masyarakat dengan aktivitas yang sangat beragam. Aktivitas tersebut dapat

dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu sangat sibuk, sibuk, dan santai.

3. Dalam bidang pendidikan.

Di antara masyarakat kota Jakarta, dapat ditemukan orang berpendidikan dan

orang-orang yang tidak berpendidikan.

Widyosiswoyo mengemukakan:

Penduduk di perkotaan berasal dari daerah yang bermacam-macam,

mereka satu dengan yang lain merasa bukan bersaudara, sehingga

mudah terjadi permusuhan. Itulah yang antara lain mendorong

penduduk yang berasal dari daerah yang sama bertempat tinggal di

lingkungan yang sama, sehingga di Jakarta misalnya terjadi Kampung

Melayu, Kampung Ambon, Kampung Jawa, dan sebagainya.”71

Sifat kesukuan merupakan sifat dasar dari masyarakat Indonesia. Sifat ini

dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat, sekalipun telah hidup di perkotaan ikatan

kesukuan masih kuat. Apabila ada anggota masyarakat dari satu suku diperlakukan

dengan tidak adil oleh suku lain, sering sekali membuat orang dari suku yang

menerima perlakuan tidak adil tersebut mencoba ikut membela. Tindakan-tindakan

seperti ini sering kali menyebabkan timbulnya permusuhan antar suku. Contohnya:

peperangan antara suku Batak dengan suku Ambon sering terjadi di daerah

Universitas Kristen Indonesia dan Cililitan. Makmur menyoroti masalah ini sebagai

satu masalah lebih luas lagi cakupannya yaitu masalah “SARA.”72

71

Supartono Widyosiswoyo, Sejarah kebudayaan Indonesia, p. 22. 72

Halim Makmur, Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia, p. 222.

Page 48: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

38

Dalam kehidupan masyarakat kota yang semakin majemuk terdapat berbagai

aktivitas yang tidak dibatasi oleh waktu. Masyarakat cenderung menjadi budak

materi. Nilai hidup seseorang dipengaruhi oleh banyaknya uang yang dimilikinya.

Keadaan ini menghasilkan satu semangat kompetisi yang destruktif. Widyosiswoyo,

mengemukakan:

Persaingan dalam kehidupan kotalah yang justru dapat mendorong kota

jauh lebih cepat berkembang. Manusia kota ditantang dengan macam-

macam soal kebutuhan, maka mereka berusaha lebih keras demi

kejayaannya (survive atau bertahan) dalam hidupnya.73

Kebutuhan hidup di kota memaksa setiap angota masyarakatnya untuk

berjuang dengan sekuat tenaga dan kemampuannya. Wongso mengemukakan

“mereka sudah kehilangan perasaan santai, khawatir tidak menepati waktu atau janji,

pikiran mereka selalu tegang dan tidak dapat rileks.74

Bertambahnya jumlah penduduk

kota Jakarta menyebabkan kebutuhan akan sandang, pangan dan papan semakin

meningkat. Sesuai dengan prinsip ekonomi, dimana semakin bertambah permintaan

barang, maka semakin tinggilah nilai atau harga dari barang. Tanpa adanya usaha

yang keras untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar dari harga-harga

kebutuhan pokok tersebut, akan sulit untuk menjalani kehidupan di kota.

Semangat kompetisi di antara masyarakat kota sering kali direalisasikan

dengan cara-cara yang negatif. Kelompok masyarakat yang memilih jalur ini biasanya

lebih cenderung melakukan tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri maupun

orang lain di sekitarnya. Sebagai contoh, karena kurangnya persyaratan-persyaratan

yang diperlukan untuk masuk ke satu instansi tertentu, ada orang yang lebih memilih

untuk menempuh cara-cara yang tidak benar.

Tingginya kompetisi di antara anggota masyarakat memaksa beberapa orang

73

Ibid, p. 23. 74

Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 131.

Page 49: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

39

dari mereka mulai melupakan nilai-nilai moral yang selama ini diagung-agungkan

oleh nenek moyang bangsa ini. Moralitas yang menjadi standar perilaku interaksi

antar manusia dijungkir balikkan oleh keinginan untuk menang dalam kompetisi.

Kuatnya keinginan tersebut, memaksa orang-orang tertentu untuk mengkomersialkan

bagian-bagian tubuhnya demi untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Anis K. Al-Syari;

staf Ahli Poros Tiga Institute Culture dalam satu artikel berjudul “Pornoisme dan

Masyarakat Anestesi” mencatat:

Seorang gadis cantik yang kuliah di sebuah kota metropolis dengan

sangat berani melakukan perubahan cepat pada penampilannya. ...

wajah boleh bahenol, tetapi jika berpakaian sangat kampungan

mungkin akan kelihatan tidak menarik. Jika tidak mengkonstruk

dirinya dengan pakaian yang sedikit mempertontonkan

keperempuanannya.75

Menayang, ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI dan Sabaroeddin, dosen FISIP

UI, mengupas satu fenomena kehidupan orang-orang muda berduit di kota Jakarta.

Dalam artikel tersebut dicatat “orang-orang muda berduit memanfaatkan wanita-

wanita muda yang bekerja sebagai pemuas nafsu di kafe dan klub-klub yang tersebar

luas di kota Jakarta ini.”76

Kedua catatan ini membuktikan semakin kurangnya

keinginan beberapa bagian dari komponen masyarakat untuk mempertahankan nilai-

nilai moral yang telah ditetapkan oleh para leluhurnya.

Kemajemukan kehidupan masyarakat di kota Jakarta juga menimbulkan

dampak meningkatnya angka kejahatan. Di tengah kesibukan anggota masyarakat,

masalah kejahatan bukanlah suatu hal yang asing. Di kota ini terdapat berbagai bentuk

kejahatan, antara lain: perampokan, pencurian, penodongan, penjualan obat-obatan

terlarang, pemerkosaan, pembunuhan, penipuan dan banyak lagi bentuk-bentuk

75

http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=2782, Pornoisme dan Masyarakat Anastesi,

Makassar, 26 Maret 2005. 76

http://www.kompas .com/kesehatan/news/0408/04/05/061054.html, Berfantasi Seks Di

Gelapnya Jakarta, 26 Maret 2005.

Page 50: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

40

kejahatan lainnya. Meningkatnya angka kejahatan tersebut menyebabkan lingkungan

hidup yang kurang aman.

Kurangnya rasa aman dalam kehidupan masyarakat menghasilkan perasaan

saling mencurigai di antara anggota masyarakat itu sendiri. Apabila ada seseorang

yang kurang dikenal atau belum pernah dikenal sebelumnya, masyarakat lebih

memilih untuk menutup diri terhadap orang tersebut. Kurangnya rasa aman di kota

Jakarta sudah bukan satu rahasia lagi. Hal ini dapat dibuktikan dari maraknya

pemberitaan yang disampaikan melalui media elektronik dan maupun media cetak.

Sebagian besar berita yang disampaikan oleh media-media informasi tersebut berisi

berita antara lain: penculikan terhadap orang-orang tertentu, perampokan, pencurian,

pembunuhan, penjualan obat-obatan terlarang, pemerasan, penipuan dalam berbagai

cara, dan banyak lagi bentuk-bentuk yang membuat kehidupan di kota Jakarta

menjadi kurang aman.

Di tengah kehidupan masyarakat kota Jakarta yang majemuk, kita juga akan

menemukan kurangnya rasa keperdulian terhadap sesama manusia. Sebahagian besar

masyarakat di kota Jakarta merupakan orang yang individualis. Meningkatnya sifat ini

disebabkan antara lain beratnya tuntutan kehidupan sehingga setiap orang harus

berjuang demi kelangsungan hidupnya sendiri. Sifat ini juga karena faktor kurangnya

rasa aman.

Kehidupan di kota Jakarta yang selalu berubah dan berkembang seiring

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi

kehidupan masyarakat. Terkadang situasi dapat menjadi sangat memaksa untuk

mengikuti perubahan tersebut. Banyak orang yang datang dari pedesaan tidak dapat

mempertahankan pola pikirnya yang asli dan dengan terpaksa atau dengan suka rela

mengadaptasi pola pikir dan pola hidup di kota.

Page 51: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

41

BAB IV

BERBAGAI TANTANGAN

PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT YANG MAJEMUK

Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mengharuskan gereja

untuk melakukannya, sekalipun ia berada di tempat yang penuh dengan tantangan dan

rintangan. Dalam melaksanakan tugas ini, gereja berada pada posisi yang sama seperti

seseorang yang telah sah menjadi seorang alat negara khususnya “tentara.” Apabila

seseorang telah diangkat dan disumpah menjadi seorang tentara, kemana pun ia

ditugaskan ia harus siap, dan ia tidak dapat berkata saya tidak dapat ke sana sebab

saya tidak suka.

Gereja sebagai mandataris Allah mempunyai posisi lebih dari seorang tentara

jasmani. Tuhan telah memilih dan menetapkan gereja-Nya untuk menyelamatkan

mereka yang masih hidup dalam kegelapan dunia ini. Tuhan telah memberikan

tongkat kuasa kepada gereja untuk melanjutkannya. Dalam Yohanes 15:18-20, Tuhan

Yesus memperingatkan gereja-Nya:

1. Pada waktu gereja meresponi panggilannya untuk memberitakan Injil kepada

dunia, dunia pasti membenci gereja dan kalau mungkin membinasakannya

seperti yang pernah dilakukan oleh dunia ini terhadap Yesus.

2. Agar gereja menyadari bahwa gereja dan berita yang disampaikannya kepada

dunia ini bukanlah dari dunia ini.

Dalam nats yang lain Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia akan memberikan penolong

kepada gereja-Nya dalam melaksanakan tugas itu (Yoh 14:15-121), dan Dia akan

menolong gereja-Nya.

Yesus mengatakan : “Jikalau penghibur yang akan Ku-utus dari Bapa datang,

Page 52: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

42

yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Tetapi

kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku.”

(Yoh 15: 26). Tugas penginjilan merupakan satu tindakan untuk menyaksikan kabar

baik yang ada di dalam Yesus. Dalam nats ini Yesus menekankan dua kebenaran,

yaitu:

1. Bahwa setiap orang percaya haruslah bersaksi.

2. Berita yang akan disampaikan oleh gereja kepada dunia ini haruslah bersumber

dari hubungan yang intim dengan Tuhan Yesus, dan dari Roh Kudus-Nya.

Tuhan Yesus menyampaikan perkataan-perkataan tersebut kepada gereja-Nya

karena penginjilan kepada dunia bukanlah satu pekerjaan yang mudah. Perkataan

Tuhan Yesus dalam nats kitab Yohanes 15:18-20 telah terbukti dan teruji di sepanjang

perjalanan sejarah gereja. Alkitab dan sejarah dunia membuktikan bahwa gereja

mengalami tantangan dan rintangan seperti yang telah dikatakan oleh Tuhan Yesus.

Tantangan itu dapat berupa penganiayaan fisik seperti yang dialami Stepanus (Kis 7:

54-60), juga berupa larangan dari penguasa setempat seperti yang terjadi di China.

Gereja masa kini khususnya yang hidup di tengah masyarakat yang majemuk

seperti kota Jakarta, diperhadapkan dengan tantangan yang semakin kompleks

sehingga menyulitkan gereja dalam melaksanakan misi ini. Tantangan itu antara lain:

1. Kelompok-kelompok dalam masyarakat.

2. Kesulitan untuk membangun kerja sama dengan kelompok masyarakat

3. Bahasa komunikasi sebagai media penginjilan kepada masyarakat

Timbulnya Kelompok-kelompok Dalam Masyarakat

Di tengah masyarakat kota Jakarta yang majemuk dengan segala

keberagamannya, sangat mungkin sekali terdapatnya kelompok-kelompok dalam

masyarakat. Adapun jenis-jenis kelompok tersebut adalah sebagai berikut ini:

Page 53: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

43

1. Kelompok masyarakat kaya.

Kelompok masyarakat yang kaya ini biasanya berkumpul dan tinggal di satu

tempat yang menunjukkan nuansa kemewahan, terpisah dari lingkungan

kelompok kedua yang akan dijelaskan berikutnya. Kelompok-kelompok

masyarakat seperti ini terdapat di daerah-daerah antara lain: Pondok Indah

Jakarta, Kelapa Gading Permai, Perumahan Cinere, dan sebagainya. Biasanya

lingkungan perumahan tersebut sudah diperlengkapi dengan berbagai sarana yang

baik, seperti fasilitas air bersih, telepon, listrik, pusat perbelanjaan, sarana olah

raga, dan pengamanan yang ketat. Dalam kelompok masyarakat seperti ini, pada

umumnya memiliki tingkat pendidikan yang memadai, dan atau berwawasan luas.

2. Kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Kelompok masyarakat yang termasuk dalam kelompok kedua ini dapat

ditemukan di berbagai tempat. Mereka ada di antara kelompok pertama, tetapi

pada umumnya mereka tinggal di tempat-tempat yang tidak diperlengkapi dengan

fasilitas-fasilitas seperti di lingkungan kelompok pertama. Biasanya mereka

tinggal di perumahan-perumahan dengan tipe rumah sederhana, sangat-sangat

sederhana sekali, di emperan-emperan toko, dan di kolong-kolong jembatan. Dari

pengamatan yang penulis adakan pada waktu malam hari kira-kira pukul 22

malam di beberapa tempat seperti di sekitar Jl. Senen Raya, di Kali Malang

Bekasi (di daerah dekat Mall Metropolitan Bekasi dan Hero Plaza Bekasi),

penulis menemukan anggota masyarakat seperti ini ada yang tidur di gerobak-

gerobak sampah, di emperan-emperan toko,dan juga di trotoar-trotoar.

Penginjilan di antara masyarakat perkotaan yang membentuk kelompok-

kelompok tersebut, memberikan tantangan khusus kepada gereja. Penginjilan di

antara kelompok masyarakat kaya antara lain:

Page 54: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

44

1. Lingkungan tempat tinggal mereka dilengkapi dengan sistem pengamanan yang

lebih ketat.

2. Biasanya mereka adalah para pekerja, dan atau pemilik perusahaan, sehingga sulit

untuk menemui mereka, kecuali sudah ada perjanjian khusus.

3. Mereka memiliki rasa curiga yang tinggi, terutama kepada orang yang belum

dikenal.

Tantangan penginjilan di antara kelompok masyarakat yang kedua adalah:

1. Beberapa di antara mereka menjadi pekerja di berbagai perusahaan, kantor, atau

pertokoan. Sebagai pekerja mereka terikat dengan tuntutan-tuntutan yang telah

disepakati dengan pihak perusahaan. Akibat pemenuhan tuntutan itu, sulit untuk

bertemu dengan mereka kecuali pada hari-hari libur, atau pada jam istirahat kerja.

2. Mereka yang tidak bekerja, memang lebih banyak waktu luang sehingga lebih

mudah untuk menemui mereka, tetapi pada umumnya mereka kurang tertarik

dengan Injil seperti yang telah sering mereka dengarkan dari banyak orang.

Mereka lebih memikirkan cara untuk mendapatkan pekerjaan sehingga bisa

bertahan hidup.

Kesulitan Untuk Membangun Kerja Sama

Kesulitan untuk membangun kerja sama dengan masyarakat kota disebabkan

oleh faktor-faktor antara lain :

1. Tingginya rasa curiga dalam diri masyarakat.

2. Kesibukan masyarakat untuk mengimbangi tuntutan kehidupan.

3. Masyarakat kota pada umumnya berfikir apakah kerja sama itu akan memberi

keuntungkan atau tidak sama sekali baginya.

Kesulitan untuk bekerja sama dengan masyarakat kota dapat diatasi dengan cara:

1. Mencari waktu yang paling tepat di luar jam-jam sibuk mereka,

Page 55: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

45

2. Gereja perlu untuk membangun hubungan kerja sama yang memberikan dampak

positif terhadap masyarakat.

3. Gereja jangan menjadi pribadi yang eksklusip, tetapi menjadi pribadi yang

bersahabat serta membuka diri bagi orang-orang di sekitarnya.

Bahasa Komunikasi Sebagai Media Penginjilan Kepada Masyarakat

Penginjilan di tengah masyarakat kota Jakarta yang majemuk ditentukan oleh

keefektifan bahasa yang dipakai untuk mengkomunikasikannya. Dalam kehidupan

sehari-hari anggota masyarakat di kota Jakarta, secara umum anggota masyarakatnya

mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi di antara mereka.

Menjadi permasalahan apabila ditinjau dari perbedaan tingkat pendidikan, sosial, dan

ekonomi, maka pemilihan bahasa komunikasi yang paling efekti tidak dapat dianggap

remeh.

Satu tindakan dapat disebut sebagai berkomunikasi apabila di dalamnya

terdapat komponen yang disebut sebagai komunikator (sender), dan komunikan

(receiver). Komunikator adalah orang-orang yang bertindak sebagai sumber informasi

pertama. Dia bertindak untuk mengirimkan informasi kepada komunikan. Pada saat

komunikator menyampaikan informasi-informasi yang dimilikinya dapat terjadi dua

kemungkinan. Pertama disebut sebagai komunikasi yang gagal dan kedua disebut

komunikasi yang efektif. Tubbs dan Moss mengatakan tindakan komunikasi menjadi

efektif apabila informasi yang diterima oleh komunikan sama dengan informasi yang

dikirimkan komunikator. Dalam hal ini hasilnya adalah 1,77

artinya informasi yang

disampaikan oleh komunikator sama dengan informasi yang diterima oleh

komunikan. Siahaan mengatakan :

77

Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Comunication: Prinsip-prinsip Dasar,

(Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 2000), p. 22.

Page 56: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

46

Untuk menghubungkan diri dengan manusia lain, perlu adanya jalinan

komunikasi. Agar manusia saling mengerti, saling menolong dan saling

melengkapi (take and give), perlu komunikasi. “Komunikasi”adalah sarana

vital untuk mengerti diri sendiri, untuk mengerti orang lain, untuk

memahami apa yang dibutuhkannya dan apa yang dibutuhkan orang lain,

apa pemahaman kita dan apa pemahaman sesama. Dengan berkomunikasi

dapat diterka sejauh mana kita berkehendak dan sejauh sesama kita dapat

menjawab. Sejauh mana kita dapat mengerti dan sejauh mana kita dapat

dimengerti orang lain.78

Jelaslah bahwa tanpa mengkomunikasikan informasi yang dimilikinya, komunikator

tidak akan mendapatkan interaksi dari komunikan.

Untuk mengkomunikasikan satu informasi dapat diungkapkan dengan dua

metode, pertama dengan bahasa verbal yaitu komunikasi yang diungkapkan dengan

kata-kata yang diucapkan langsung oleh komunikator, dan maupun dengan tulisan.

Kedua, komunikasi dengan bahasa non verbal, yaitu suatu komunikasi yang dilakukan

dengan tanpa kata. Komunikasi non verbal ini bisa berupa satu isyarat, atau gerakan

tubuh, mimik wajah, dan lain sebagainya yang memberikan satu informasi kepada

komunikan. Reed mengatakan :

Menurut penelitian mutahir, 250 manajer dari 500 perusahaan yang

maju tidak dapat digolongkan sebagai pendengar yang efektif. Dan

kenyataan lain yang mengejutkan bahwa para ahli juga

memperhitungkan millyaran dollar kerugian yang diderita oleh dunia

bisnis akibat praktik mendengar yang buruk.79

Kurangnya kesediaan komunikan untuk mendengarkan memberikan dampak yang

sangat merugikan bagi dirinya. Howard berkata: “kurangnya kemampuan untuk

mendengar menghasilkan satu komunikasi yang dangkal.”80

Di tengah masyarakat kota yang majemuk terdapat kecenderungan untuk tidak

mendengarkan. Kesibukan sehari-hari dengan pekerjaan menuntut setiap orang untuk

78

S. M. Siahaan, Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya, (Jakarta: PT. BPK Gunung

Mulia, 1990), p. 1-2. 79

Warren H. Reed, Mendengarkan secara Positif, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1992),

p. 4. 80

Howard G. Hendricks, Beritakan Injil dengan Kasih, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,

1986), p. 66.

Page 57: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

47

memberikan hasil yang terbaik. Kesibukan dengan pekerjaan sering kali membuat

masyarakat kota Jakarta menjadi kurang bersedia untuk mendengarkan informasi lain

selain dari informasi-informasi yang menolongnya untuk dapat bertahan di tengah

beratnya tuntutan kehidupan. Dalam prakteknya, gereja pun sering kali kurang untuk

mendengarkan orang-orang di sekitarnya. Hal inilah yang membuat gereja tidak dapat

memberitakan Injil secara komunikatif. Bahasa komunikasi yang paling tepat untuk

mengkomunikasikan Injil adalah tanggung jawab gereja.

Page 58: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

48

BAB V

USULAN BERBAGAI SOLUSI

UNTUK MENINGKATKAN KEEFEKTIFAN PENGINJILAN

Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja mengharuskannya untuk

bekerja dengan lebih efektif. Penginjilan yang efektif adalah penginjilan yang

berhasil guna untuk menyebrangkan berita Injil. Penginjilan yang efektif akan terjadi

apabila ada solusi-slosi yang tepat untuk diterapkan di setiap tempat yang telah

Tuhan percayakan kepada gereja-Nya. Kefektifan penginjilan didukung oleh banyak

faktor yang mendukung terwujudnya penginjilan itu.

Keefektifan penginjilan membuat gereja memiliki kekuatan untuk menolong

orang-orang berdosa sehingga mereka dapat menyadari keberadaan mereka tanpa

Yesus. Keefektifan penginjilan membuat Injil itu menjadi sesuatu yang menarik,

sehingga orang-orang bersedia untuk mendengarkan, dapat memahami isi beritanya,

mempercayainya, dan pada akhirnya dengan suka rela mengambil keputusan menjadi

murid Tuhan Yesus Kristus serta menjadi anggota gereja lokal yang bertanggung

jawab.

Pada masa kini, gereja lokal di Indonesia mengalami kemunduran dalam hal

penginjilan kepada orang-orang di sekitarnya. Kalau dibandingkan dengan gereja

mula-mula, keefektifan gereja masa kini dalam memberitakan Injil, khususnya di kota

Jakarta dan sekitarnya sangatlah bertolak belakang. Dalam kehidupan gereja mula-

mula, gereja sangat bergairah meresponi tugas ini. Bahkan Alkitab mencatat bahwa

mereka sangat disukai oleh semua orang (Kisah Para Rasul 2:47) dan jumlah mereka

bertambah-tambah.

Ditinjau dari sisi tantangan dan rintangan yang dihadapi oleh gereja mula-

Page 59: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

49

mula dengan gereja pada masa kini, terdapat satu persamaan, yaitu gereja tidak pernah

bebas dari masalah. Gereja sering mengalami tekanan dari orang-orang yang antipati

terhadap Injil, dan gereja juga sering kali mengalami tekanan dari penguasa tertentu.

Alkitab mencatat bahwa dalam situasi yang sukar pun gereja mula-mula masih

bergairah (Kisah Para Rasul 5:41-42). Tidak mengherankan jika jumlah para murid di

Yerusalem semakin bertambah, bahkan sejumlah imam Yahudi pun turut menjadi

percaya dan menyerahkan diri menjadi murid Kristus. (Kis. 6: 7).

Tuhan Yesus memerintahkan kepada gereja agar penginjilan ke seluruh

bangsa dan sampai ke ujung dunia. Tujuan akhir penginjilan sesuai dengan perintah

yang diterimanya itu tidak akan pernah tercapai apabila gereja tidak mengefektifkan

penginjilan itu sendiri. Jika masyarakat menolak Injil, gereja perlu mengoreksi diri

mengapa Injil menjadi tidak menarik perhatian orang-orang yang hidup di zaman ini.

Dan menurut penulis, gereja harus mencari solusi untuk mengefektifkan penginjilan,

karena tugas ini merupakan tugas dan tanggung jawabnya. Berikut ini penulis

memberikan beberapa usulan solusi agar gereja dapat menjalankan tugas ini dengan

lebih efektif.

Mengadakan Pengenalan Lapangan

Pasukan tentara yang baik adalah pasukan yang tidak hanya mendapatkan

pelatihan yang serius dan penuh disiplin. Pasukan tentara yang baik tidak hanya

memerlukan keyakinan yang teguh sebelum berperang. Pasukan tentara yang baik

adalah pasukan yang bisa mengenali medan tempat ia akan bertugas. Pengenalan yang

baik terhadap medan peperangan akan memudahkan satu pasukan untuk mengalahkan

lawannya.

Gereja sebagai mandataris Allah menerima tanggung jawab penuh untuk

melaksanakan penginjilan kepada dunia ini. Sama seperti pasukan tentara, gereja tidak

Page 60: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

50

akan mampu menduduki wilayah musuh serta menaklukkannya apabila gereja tidak

mempunyai pengenalan yang baik dengan lingkungan tugasnya.

Dalam kitab Bilangan 13, Tuhan Allah menyuruh Musa mengirimkan dua

belas orang ke tanah Kanaan untuk mengamati antara lain:

1. Bangsa yang mendiami negeri itu kuat atau lemah, sedikit atau banyak,

2. Pertahanan apa yang mereka miliki,

3. Bagaimana situasi negeri itu punya potensi yang baik atau tidak.

Pengamatan kedua belas pengintai tersebut, menghasilkan data-data penting seperti

dicatat dalam kitab Bilangan 13 yaitu:

1. Daerah Kanaan merupakan daerah yang berlimpah susu dan madu,

2. Penduduk negeri itu kuat-kuat dan sangat besar-besar,

3. Penduduk negeri itu terdiri dari orang Amalek, orang Het, orang Yebus, dan orang

Amori, serta orang Kanaan asli.

4. Kota-kotanya berkubu,

5. Keadaan tanah negeri tersebut.

Pengenalan lapangan adalah satu-satunya cara untuk memperoleh informasi

sebanyak-banyaknya tentang lapangan kerjanya. Wongso berkata: “Jika kita

menginginkan hasil yang baik dari firman yang kita tabur, hendaklah kita

mempunyai pengenalan yang jelas akan rintangan-rintangan utama dan rintangan

sekunder dari pekerjaan kita.”81

Penulis sangat setuju dengan pendapat Wongso

tentang pentingnya mempunyai pengenalan lapangan di mana gereja akan bekerja.

Pada tahap pengenalan lapangan, gereja perlu mencari data-data antar lain:

1. Jenis suku, dan bahasa yang ada dalam masyarakat,

2. Aktivitas sehari-hari,

81

Peter Wongso, Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, p. 78.

Page 61: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

51

3. Latar belakang pendidikan,

4. Agama dan atau kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat.

5. Orang-orang kunci atau orang-orang yang dominan dalam masyarakat.

6. Sejarah berdirinya daerah tersebut.

7. Sarana-sarana yang dapat dipakai untuk mengkomunikasikan Injil.

8. Bagaimana reaksi masyarakat tersebut terhadap Kekristenan.

Berdasarkan informasi-informasi yang didapatkan dari daerah yang dijadikan target

penginjilan, gereja dapat:

1. Merencanakan segala sesuatu yang diperlukan untuk mempermudah kelancaran

penginjilan.

2. Memperhitungkan seberapa besar kekuatan yang perlu dikerahkan untuk

menjangkau daerah yang dimaksud.

3. Menentukan metode pendekatan yang lebih tepat kepada target, artinya bahwa

gereja bisa menentukan metode yang kontekstual.

Memilih Metode Penginjilan

Ellis mengatakan: “Penginjilan – „mengkomunikasikan Injil‟ membutuhkan

metode yang tepat guna.”82

Artinya pada waktu gereja mengkomunikasikan Injil,

haruslah menggunakan metode pendekatan yang tepat guna. Dengan demikian berita

injil bisa diseberangkan dan dipahami pendengarnya. Yesus adalah seorang tokoh

penginjilan yang paling efektif dan kontekstual. Jadi Yesus layak untuk dijadikan

contoh dan teladan ketika gereja hendak melaksanakan penginjilan yang efektif.

Sepanjang pelayanan penginjilan-Nya selama tiga setengah tahun di Palestina, Yesus

menggunakan metode yang tepat guna. Ketepatan metode Yesus pada waktu

82

D.W. Ellis, Metode Penginjilan, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1989),

p. 6.

Page 62: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

52

mengkomunikasikan Injil menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendengarnya.

Sebagai contoh, perhatikanlah tabel berikut ini:

Matius Lewi Zakheus

Profesi : Pemungut Cukai Profesi : Pemungut Cukai

Cara Yesus Memanggil: Yesus

memerintahkan agar ia mengikuti Yesus

(Luk 5:27).

Cara Yesus Memanggil: Yesus tetap

memberikan perintah kepada Zakheus,

tetapi dengan cara yang lebih halus dan

bersahabat (Luk 19: 5).

Respon Kepada Yesus:

- Ia langsung bangkit dan berdiri serta

mengikuti Yesus (Luk 5:28),

- Ia berinisiatif untuk mengadakan

perjamuan makan di rumahnya (Luk

5: 29).

Respon Kepada Yesus:

- Ia menerima tawaran Yesus dengan

suka cita (Luk 19: 6),

- Setelah beberapa waktu berlalu, ia

mengalami perubahan sikap hidup

(Luk 19:8).

Tabel 4. Cara Yesus menangani Matius dan Zakheus

Contoh lain pada waktu Yesus penginjilan di Sumur Yakub kepada seorang

perempuan Samaria. Yesus mempergunakan metode yang berbeda dengan metode

sebelumnya. Pada waktu penginjilan itu, Yesus mempergunakan metode lintas agama.

Yesus terlebih dahulu memulai dari hal pengetahuan tentang cara menyembah Allah

menurut pemahaman perempuan Samaria itu. Setelah itu barulah Yesus mengarahkan

kepada penyembahan yang sebenarnya. Hasilnya, perempuan tersebut menjadi sadar

bahwa Ia telah berbicara dengan Tuhan dan Juru selamatnya. Pertemuan dengan

Tuhan Yesus yang adalah Juru selamat pribadinya tidak berhenti pada titik itu saja.

Alkitab mencatat ia menjadi penginjil yang efektif bagi orang-orang banyak. Dicatat

bahwa ia membawa lebih banyak lagi jiwa kepada Tuhan dan mereka pun menjadi

percaya kepada Yesus.

Berdasarkan contoh-contoh metode penginjilan Tuhan Yesus kepada

masyarakat di sekitar-Nya memberikan beberapa kebenaran yang masih relevan untuk

diterapkan dalam gereja masa kini, antara lain:

1. Gereja haruslah memikirkan metode yang paling tepat ketika akan melaksanakan

Page 63: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

53

tugasnya di antara masyarakat di sekitarnya. Gereja perlu menyadari bahwa

keefektifan penginjilan adalah bergantung kepada metode penginjilan yang gereja

gunakan. Metode penginjilan yang efektif adalah metode yang tepat guna untuk

diterapkan dalam konteks masyarakat yang sedang akan diinjili.

2. Gereja jangan menetapkan satu metode tertentu menjadi metode baku penginjilan,

karena setiap orang berbeda dalam meresponi berita Injil.

3. Gereja haruslah memiliki hati yang mengasihi jiwa-jiwa sama seperti Yesus telah

mengasihi gereja-Nya. Melaksanakan penginjilan tanpa dasar kasih cenderung

mendorong gereja menjadi hakim kepada orang-orang berdosa. Gereja akan

cenderung bertindak sama seperti orang-orang Farisi dan para ahli Taurat.

4. Metode yang dipakai dalam penginjilan haruslah fleksibel, tetapi tidak berarti

bahwa gereja dapat memilih metode yang bersifat kompromi terhadap dosa.

5. Metode penginjilan dengan menjawab kebutuhan jasmaniah. Dalam beberapa

kasus tertentu, ada saatnya penginjilan tidak dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu

menyentuh kehidupan jasmaniah seseorang dan atau kelompok-kelompok

tertentu. Comiskey dalam buku Ledakan Kelompok Sel dengan panjang lebar

membahas tentang pentingnya metode penginjilan yang menjawab kebutuhan.83

Schwarz menyatakan “kunci pertumbuhan gereja adalah mendorong gereja lokal

memfokuskan upaya penginjilan pada pertanyaan dan kebutuhan orang non-

Kristen.”84

Selanjutnya Alkitab sebagai petunjuk utama penginjilan yang efektif

mencatat bahwa Yesus tidak selalu menyerukan pertobatan terlebih dahulu kepada

orang-orang di sekitar-Nya. Alkitab mencatat bagaimana Yesus memberikan

jawaban atas kebutuhan jasmaniah orang-orang itu sebelum Injil disampaikan dan

83

Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, (Jakarta: Metanoia, 1998), p. 111-115. 84

Christian A.Schwarz, Pertumbuhan Gereja Yang Alamiah, (Jakarta: Metanoia, 1998), p.35.

Page 64: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

54

atau sesudahnya. Sebagai contoh, Yesus menyembuhkan Bartimeus yang buta

(Markus 10:46-52), Yesus menyembuhkan orang kusta (Lukas 17:11-19). Alkitab

juga mencatat bahwa setelah Yesus memberitakan Injil kepada orang banyak,

kemudian Ia memberikan mereka makan (Matius 14: 13-21; 15:32-39).

Rahasia penginjilan yang efektif tidak hanya menyampaikan pesan Kristus, tetapi

mengikuti metodologi Kristus.85

Medodologi ini pada prinsipnya adalah berdasar

kepada kerinduan gereja agar setiap objeknya menerima dan mengalami kuasa Inji.

Oleh karena itu gereja harus belajar peka untuk menemukan metode yang paling

efektif.

Metode-metode PenginjilanYang Alkitabiah

Kitab-kitab Perjanjian Baru mencatat empat metode penginjilan, antara lain:

1. Penginjilan di depan banyak orang.

Penginjilan di depan orang banyak sering kali dilakukan dalam zaman

Perjanjian Baru. Penginjilan di depan orang banyak biasanya dilakukan di

Synagoge-synagoge. Dalam Alkitab dapat ditemukan bahwa Yesus mengajar di

rumah-rumah ibadat (Lukas 4:14,15), Petrus dan Yohanes memberitakan firman

hidup di rumah ibadat atas perintah Allah (Kisah Para Rasul 5:21-25).

Penginjilan di depan umum juga biasa dilakukan di tempat-tempat dimana

terdapat orang banyak seperti di bukit (Mat 5:1-12), di kota (Lukas 4:42-44),

peristiwa setelah pentakosta (Kis 2: 14-40).

Penginjilan dengan metode ini kalau diterapkan di dunia masa kini, dapat

dilakukan di tempat-tempat ibadah, dan di Kebaktian Kebangunan Rohani yang

diadakan di lapangan-lapangan besar. Apabila dilaksanakan dengan sungguh-

85

Rick Warren, Pertumbuhan Gereja masa Kini, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas,

1999), p. 192.

Page 65: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

55

sungguh, metode ini dapat menjadi sangat efektif, terlebih lagi kalau kuasa Allah

diijinkan berkarya. Metode ini tidak memerlukan pengenalan secara pribadi yang

mendalam kepada para pendengarnya. Dalam penginjilan dengan metode ini

hanya diperlukan kerelaan mereka untuk mendengar dan keberanian untuk

memberitakan Injil keselamatan.

Penginjilan dengan metode seperti ini mempunyai kelemahan yaitu orang-

orang yang menghadirinya datang dari berbagai tempat. Wagner menyatakan

“dari hasil kampanye-kampanye penginjilan sekota yang terus-menerus begitu

populer dari dekade ke dekade, ditemukan hanya sedikit dari mereka yang

bertobat berada di gereja lokal. Persentasenya hanya 3 sampai 16%.”86

Graham

menyatakan “mereka yang tetap bertahan dari hasil penginjilan seperti ini hanya

sekitar 4%.”87

Biasanya setelah selesai acara penginjilan sejenis ini, mereka

kembali ke tempat asal mereka masing-masing. Pada waktu para peserta acara itu

kembali ke tempat asal mereka, sulit untuk dapat memantau perkembangan

kerohanian mereka selanjutnya. Akibatnya banyak di antara mereka yang kembali

ke dunia lama mereka.

2. Penginjilan Pribadi.

Metode penginjilan pribadi adalah metode penginjilan yang disesuaikan

dengan daya nalar dari penerima injil itu. Dalam pelayanan Yesus, Ia pun sering

melakukan penginjilan pribadi. Sebagai contoh: penginjilan kepada perempuan

Samaria, Matius Lewi, dan Zakheus. Metode ini menjadi efektif apabila penginjil

dapat menjalin persahabatan dengan orang yang sedang akan diinjili. Penginjilan

dengan metode ini sebaiknya bekerja sama dengan gereja lokal sehingga orang-

86

Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, p. Vii. 87

Penulis sudah tidak menemukan buku yang pernah memuat pernyataan ini, tetapi ketika

penulis mengkonfirmasikan dengan Bapak Suhandy Susantio, Dosen Missiologi, beliu membenarkan

pernyataan itu pernah diucapkan oleh Billy Graham dalam satu artikel.

Page 66: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

56

orang yang telah menerima Injil dapat diintegrasikan dengan gereja lokal.

3. Penginjilan dalam kelompok.

Penginjilan dalam kelompok ini lebih bersifat kekeluargaan. Setiap

anggota dapat berinteraksi tentang masalah-masalah pribadi dan masalah

kerohanian kepada sesama anggota lainnya. Sebagai contoh Yesus memilih dua

belas murid dan membimbing mereka secara khusus, dan Ia membagikan

hidupnya kepada mereka sepenuh waktu.

Penginjilan dalam kelompok merupakan penginjilan yang menuntut satu

cara hidup yang sesuai dengan isi injil itu sendiri. Seorang penginjil tidak hanya

menginjili dengan kata-kata, tetapi juga dengan bukti nyata yang dapat dilihat

oleh orang-orang yang sedang diinjili dalam kelompok itu.

4. Penginjilan perkunjungan rumah.

Dalam pelayanan Yesus, terkadang Yesus melakukan perkunjungan ke

rumah-rumah, antara lain: ke rumah Maria dan Marta (Lukas 10:38-42) dan ke

rumah Zakheus (Lukas 19:1-10). Petrus penginjilan di rumah Kornelius (Kisah

Para Rasul 10), Paulus penginjilan di kota Filipi di rumah Lidiya (Kisah 16:15).

Penginjilan ini lebih bersifat mengutamakan orang-orang yang ada di dalam

rumah yang dimaksudkan.

Melibatkan Kaum Awam Dalam Penginjilan

Beberapa orang Kristen beranggapan bahwa penginjilan hanyalah tugas

hamba-hamba Tuhan sepenuh waktu, atau mereka yang dipanggil Tuhan secara

khusus menjadi seorang penginjil. Pemahaman ini kurang tepat, karena kalau ditinjau

kembali kepada Amanat Agung, Yesus memerintahkan agar para rasul mengajar

setiap orang yang telah menerima Injil untuk melakukan segala yang telah Ia

perintahkan, termasuk penginjilan. Kennedy, seorang hamba Tuhan dari gereja

Page 67: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

57

Presbiter Coral Ridge Di Fort Lauderdale, Florida, mengembangkan metode

penginjilan dengan melibatkan orang-orang awam. Graham dalam prakata dari buku

yang ditulis oleh D. James Kennedy mengungkapkan:

Menurut seorang gembala sidang di Kanada yang melihat

pertambahan 103 anggota di gerejanya dalam 8 bulan pertama

melaksanakan program ini, mengatakan cara Dr. Kennedy adalah

“teknik yang paling mutahir untuk penginjilan perorangan untuk

menggerakkan raksasa kaum awam yang tertidur agar ditemukan pada

abad ke-20 ini.”88

Metode penginjilan ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengefektifkan

penginjilan karena setiap orang dapat melakukannya. Setiap orang dapat

memberitakan Injil kepada orang yang dikenalnya, sehingga multiplikasi akan cepat

terjadi. Mengapa? Sebab setiap anggota tubuh Kristus dapat berfungsi dengan baik.

Perhatikanlah gambar diagram berikut ini:

Gambar 2.

Diagram Penginjilan Orang Awam

Pada gambar diagram di atas, seorang percaya bernama A bersahabat dengan

B dan C. Karena kesadaran A akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang

percaya, kemudian A menginjili B dan C. Atas pertolongan Roh Kudus, B dan C

mempercayai berita itu. Dalam proses kehidupan rohani B dan C sebagai orang

percaya, A senantiasa mendampingi mereka serta membimbing mereka dalam iman

Kristen yang benar sesuai dengan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus kepada setiap

orang percaya. Pada tahap berikutnya, setelah B dan C mengalami kuasa Injil itu

88

D. James Kennedy, Ledakan Penginjilan, (Jakarta: E.E. Internasional III IFTK Jaffray

Jakarta), p. 6.

Page 68: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

58

dalam kehidupan mereka, kemudian mereka dimobilisasi untuk membagikan Injil

kepada orang lain yang belum mengalami kuasa Injil. Karena kuasa Injil itu benar-

benar mengubah hidup B dan C, mereka pun melakukan penginjilan kepada sahabat

dekatnya. “B” dapat membimbing “D dan E,” “C” memenangkan “F, G, dan H.”

Berdasarkan gambar diagram penginjilan ini, menurut penulis apabila setiap

orang awam melakukan penginjilan kepada teman-teman mereka yang belum selamat,

tidaklah sulit untuk memenangkan masyarakat di sekitar gereja bagi Kristus. Perlu

diingat bahwa prinsip yang perlu dikembangkan dalam menjalankan metode ini

adalah prinsip persahabatan.

Prinsip penginjilan dengan menggunakan kaum awam yang berpusat pada

prinsip persahabatan ini, menurut penulis merupakan satu seni yang hilang dari

kehidupan gereja. Prinsip persahabatan ini telah dicuri dan dimanfaatkan oleh

berbagai instansi yang bergerak di bidang Multi Level Marketing, antara lain : CNI,

Amway, DXN, Nuriskin, Oriflame, Sophie Martin. Dalam dunia Multi Level

Marketing, prinsip ini telah memberikan banyak manfaat. Dengan memanfaatkan

prinsip persahabatan, para pelaku bisnis ini mampu menarik banyak orang masuk ke

dalam jaringan mereka.

Dalam menerapkan penginjilan dengan metode ini, ada satu kebenaran kekal

yang perlu diingat oleh setiap orang percaya, yaitu bahwa setiap orang haruslah

terlebih dahulu mengalami kuasa Injil itu. Kebenaran ini sangat terbukti dan telah

diadopsi oleh pelaku bisnis yang bergerak di bidang Multi Level Marketing. Para

pelaku Multi Level Marketing senantiasa menekankan kepada orang-orang yang

menjadi down line-nya akan manfaat dari bisnis tersebut. Di sisi yang lain, pelaku

bisnis ini senantiasa membimbing setiap down line mereka sampai orang-orang yang

menjadi down line-nya itu menjadi dewasa dalam bisnis tersebut. Menurut penulis,

Page 69: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

59

prinsip ini adalah satu seni yang hilang dari gereja Tuhan pada zaman ini. Oleh karena

itu, gereja seharusnya kembali menerapkan prinsip ini sehingga tugas penginjilan di

gereja lokal dapat lebih efektif.

Pada gambar diagram di atas terdapat kebenaran yang menggambarkan

bagaimana orang-orang awam dapat melakukan penginjilan kepada sahabat-sahabat

mereka. Dalam penginjilan dengan melibatkan kaum awam, gereja perlu menyadari

bahwa jemaat memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melaksanakan tugas

ini. Ada yang dapat membawa dua orang, tiga orang, lima orang, dan sebagainya.

Dalam hal ini, gereja jangan pernah menganggap seseorang telah gagal apabila tidak

berhasil mejangkau lebih dari satu jiwa. Sekali pun mereka hanya memenangkan satu

jiwa, gereja jangan menjadi pesimis. Karena apabila satu orang tersebut telah

dibimbing untuk melakukan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus,

kemudian ia bertumbuh dewasa menjadi seorang percaya dan tanggung jawab untuk

melanjutkan tongkat estafet penginjilan, orang yang baru tersebut pasti dapat

memenangkan jiwa yang lainnya.

Penginjilan dengan melibatkan kaum awam, menurut pendapat penulis perlu

dan harus dikembangkan oleh gereja-gereja lokal, termasuk gereja lokal di daerah

perkotaan seperti di Jakarta ini. Mengingat aktivitas masyarakat perkotaan sangat

beragam, penginjilan dengan metode ini dapat dipakai sebagai satu solusi. Dimana

pun jemaat berada, apa pun jenis aktivitasnya, mereka dapat menginjili sahabat-

sahabat mereka. Alkitab memberikan contoh kepada setiap orang percaya yang hidup

di zaman ini perihal kekuatan dari persahabatan dapat dipakai sebagai sarana untuk

memberitakan Injil. Contoh kasus Matius Lewi. Setelah Matius Lewi bertemu dengan

Tuhan Yesus, kemudian dia mengadakan perjamuan besar di rumahnya dan sebagian

besar pemungut cukai dan orang-orang lain juga turut makan bersama-sama dengan

Page 70: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

60

Dia (Lukas 5:29). Dalam kasus ini Matius Lewi bekerja sebagai seorang pemungut

cukai. Lewi menjalin persahabatan dengan pemungut cukai lainnya. Setelah Lewi

berjumpa dengan Tuhan Yesus, ia memanfaatkan persahabatan yang telah ia buat

dengan pemungut cukai lainnya sebagai sarana untuk membawa sahabat-sahabatnya

itu untuk ikut berjumpa dengan Tuhan Yesus. Sarana persahabatan Lewi tersebut

menghasilkan tuaian yang besar.

Penginjilan dengan melibatkan orang awam dapat dipakai menjadi satu solusi

yang baik untuk mengefektifkan penginjilan di gereja lokal, khususnya di kota seperti

kota Jakarta karena adanya asumsi bahwa setiap orang pasti mempunyai sahabat.

Hybels dan Mittelberg menuliskan pernyataan berikut ini:

Bagaimana perasaan Anda ketika seseorang yang belum Anda kenal

mencoba untuk mengajak berbicara tentang hal-hal yang pribadi?

Apakah Anda tertarik terhadap pemikiran mengenai berinteraksi

dengan dengan orang-orang yang tidak dikenal untuk pembahasan

secara mendalam persoalan-persoalan hidup Anda? Jika Anda, seorang

Kristen yang berkomitmen menyebarkan kasih Allah dan kebenaran

Allah kepada orang lain, pahamilah situasi di atas ketika Anda

mendatangi seseorang yang belum Anda kenal untuk berbicara tentang

hal-hal yang rohani. Berpikirlah bagaimana teman-teman yang tidak

beriman harus merasakan situasi seperti itu! Mereka seperti ketakutan

untuk berbicara kepada seseorang yang tidak dikenal mengenai

kehidupan pribadi mereka.89

Penginjilan dengan melibatkan orang awam sangat perlu menekankan pentingnya

menciptakan satu hubungan perkenalan yang baik dengan orang-orang yang telah

ditetapkan menjadi sasaran penginjilan. Seperti pernyataan yang dibuat oleh Hybels

dan Mittelberg di atas, khususnya dalam konteks perkotaan. Dibutuhkan satu media

yang dapat membuka mata hati setiap orang kota yaitu media persahabatan. Kennedy

juga sangat menekankan adanya satu persahabatan dengan orang yang dijadikan

sasaran penginjilan, dan penekanan ini dipertegas oleh Schwarz.90

89

Bill Hybells & Mark Mittelberg, Menjadi orang Kristen yang Menular, (Yogyakarta: Andi

Offset, 1994), p.175-176. 90

Christian A.Schwarz, Pertumbuhan Gereja yang Alamiah, p. 35.

Page 71: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

61

Menurut Schwarz, berdasarkan hasil survei yang mereka lakukan terhadap

gereja-gereja, ternyata hubungan dengan orang yang belum percaya merupakan satu

sarana untuk bisa mengadakan kontak. Orang-orang yang mempunyai sedikit

hubungan perkenalan dengan orang-orang di sekitarnya sangat sedikit menjangkau

jiwa. Dan mereka yang mempunyai hubungan perkenalan yang lebih banyak dengan

orang-orang di sekitarnya dapat menjangkau lebih banyak jiwa.

Dalam prakteknya memang tidak dapat dipungkiri, untuk beberapa orang

sangatlah mudah untuk menciptakan persahabatan dengan orang lain, tetapi untuk

beberapa orang lainnya menciptakan satu persahabatan yang kondusif itu sangat sulit.

Untuk mempermudah terciptanya satu persahabatan dengan masyarakat perkotaan,

penulis merekomendasikan buku “Bagaimana mencari kawan dan mempengaruhi

orang lain” karya Carnegie. Dalam buku ini Dale memberikan prinsip-prinsip yang

baik untuk menciptakan satu hubungan persahabatan. Prinsip-prinsip itu antara lain:

“Jangan mengkritik, jangan mencerca, atau jangan mengeluh. Berikan penghargaan

yang tulus. Bangkitkan minat pada orang lain,”91

“Jadilah pendengar yang baik.

Dorong orang lain untuk berbicara tentang diri mereka.”92

Dan masih banyak prinsip-

prinsip lain lagi yang sangat menolong untuk menciptakan satu persahabatan dengan

orang lain.

Kelompok Sel Sebagai Sarana Untuk Menjangkau Semua Lapisan Masyarakat.

Kelompok sel adalah satu metode penginjilan yang mengadopsi prinsip-

prinsip yang telah diterapkan dalam metode penginjilan dengan melibatkan kaum

awam. Ada beberapa persamaan dari kedua metode ini, yaitu:

1. Pelaku penginjilan tidak dituntut harus memiliki gelar atau jabatan tertentu, tetapi

91

Dale Carnegie, Bagaimana mencari Kawan dan mempengaruhi orang lain, (Jakarta:

Binarupa Aksara, 1993), p. 48. 92

Ibid, p. 90.

Page 72: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

62

kesadaran dari setiap orang percaya akan tugas dan tanggung jawabnya untuk

menggenapi visi dan misi yang terkandung dalam Amanat Agung Tuhan Yesus.

2. Prinsip yang dipakai adalah persahabatan.

3. Mengharuskan adanya multiplikasi jiwa.

Sebelum membahas lebih jauh tentang kelompok sel sebagai satu solusi untuk

meningkatkan keefektifan penginjilan, penulis tertarik dengan pernyataan Cho

(gembala dari Full Gospel Centra Church).

Sebagai seorang gembala jemaat yang bertumbuh dengan pesat ini,

saya menyangka bahwa saya sendirilah yang wajib melakukan semua

khotbah, berdoa bagi yang sakit, mengunjungi anggota jemaat dan

membaptis orang-orang yang baru percaya. Pada suatu malam, setelah

pada satu sore hari membaptis beratus-ratus orang percaya, saya

mengadakan kebaktian pengabaran Injil di gereja. Sementara

berkhotbah, saya pingsan, jatuh ke lantai karena terlampau penat.93

Pada masa kini, banyak hamba Tuhan yang takut untuk mendelegasikan tugas-tugas

gerejawi kepada orang-orang awam. Perasaan takut tersebut membuat mereka tidak

maksimum untuk memimpin gereja lokalnya. Akibatnya, gereja menjadi kurang

efektif untuk melaksanakan tugas-tugasnya, termasuk tugas penginjilan.

Alkitab mencatat satu pengalaman yang sama dengan Musa hamba Tuhan

yang besar itu. Sebagai seorang hamba Tuhan dan juga sebagai seorang pemimpin

bangsa Israel, ia tidak pernah berpikir untuk mendelegasikan tugas-tugasnya kepada

orang-orang yang cakap dari bangsa itu. Ia menjadi seorang pemimpin yang bekerja

sendiri, dan keadaan itu berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Suatu hari Yitro

mertuanya melihat kesibukan Musa dalam memimpin bangsanya. Melihat itu, Yitro

memberikan nasihat agar Musa mengangkat para hakim yang akan membantunya

untuk menyelesaikan masalah bangsa itu (Keluaran 18:13-23). Dengan terjadinya

pendelegasian tugas-tugas kepada orang-orang yang cakap di bidangnya, Musa tidak

93

John W. Hurston & Karen L. Hurston, Terjaring!, (Malang: Penerbit Gandum Mas, 1978),

p. 9-10.

Page 73: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

63

bekerja sendiri, dan segala tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan bangsa itu

dapat dicukupi.

Kelompok sel adalah satu metode yang menerapkan pendelegasian tugas

kepada orang-orang yang sudah mampu untuk memimpin satu kelompok jemaat yang

lain dan sanggup untuk melakukan semua tugas-tugas gerejawi. Cho mengatakan

bahwa semua hal yang harus dilakukan gereja – pelatihan, memperlengkapi,

pemuridan, penginjilan dan doa penyembahan – dilakukan melalui sel.94

Sejak Paul

Yonggi Cho mengalami betapa melelahkannya melayani seorang diri, pada akhirnya

ia menemukan satu solusi yang sungguh luar biasa, yaitu dengan melibatkan

pemimpin kaum awam untuk ikut terlibat dalam pelayanan gerejawi yang

dipimpinnya. Solusi baru ini memberikan dampak yang luar biasa dalam perjalanan

gereja yang dipimpinnya, dalam melaksanakan tugas penjangkauan jiwa-jiwa yang

belum diselamatkan disekitarnya.

Marry memberi satu catatan tentang perkembangan yang dicapai oleh Full

Gospel Centra Church melalui kelompok-kelompok sel sebagai sarana penginjilan.

Gereja Centra Full Gospel di korea, adalah gereja terbesar di dunia.

Pada tahun 1950, anggotanya cuma dari 5 orang. Sampai dengan tahun

1985, anggotanya sudah mencapai 500.000 orang. Menurut statistik,

gereja tersebut memiliki 19.839 “Kelompok.” Setiap minggu yang

melibatkan diri dalam “Kelompok” mencapai 297.585 orang. Menurut

Pdt Paul Yoggi Cho, unsur pertumbuhannya adalah “Kelompok Rumah

Tangga” yang membawa hasil pertumbuhan rohani dan penambahan

jumlah jemaat dalam gereja.95

Melihat pesatnya pertumbuhan dari Full Gospel Centra Church, hamba-hamba

Tuhan dari berbagai belahan bumi ini datang untuk mempelajari sumber pertumbuhan

dari Full Gospel Centra Church tersebut. Hasil pembelajaran itu menunjuk kepada

penerapan dari kelompok-kelompok pertumbuhan iman yang disebut dengan gereja

94

Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, (Jakarta: Metanoia, 1998), p. 17. 95

Marry Go Setiawani, Dinamika Kelompok, (Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,

1999), p. 19.

Page 74: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

64

rumah. Perhatikanlah tabel berikut ini:

Nama Gereja Lokasi Gembala Sel Jumlah

Sel

Jumlah

Jemaat

Bethany World

Prayer Center

Baker, LA

USA

Larry Stockstill 500+ 7.000

The Christian

Center Of

Guayaquil

Guayaquil

Ekuador

Jerry Smith

2.000 7.000

Elim Church San Salvador

El Salvador

Jorge Galindo 5.500 35.000

Faith Community

Baptist Church

Singapura Lawrence

Khong

550 6.500

The International

Charismatic

Mission

Bogota,

Kolombia

Cesar

Castelanos

13.000 35.000+

Love Alive Church Tegucigalpa,

Honduras

Rene Penaiba 1.000 7.000

Living Water

Church

Lima, Peru Juan Capuro 600 7.000

Yoido Full Gospel

Church

Seoul, Korea David Cho

(Paul Yonggi

Cho)

23.000 153.000

Tabel 5. Gereja Lokal Yang Menerapkan Penginjilan Dengan “Kelompok Sel.”

Tabel tersebut di kutip dari buku “Ledakan Kelompok Sel” Karya Joel Comiskey, hal.

103. Kelompok sel menjadi satu solusi untuk mengefektifkan penginjilan karena

adanya satu kesamaan dalam masyarakat di seluruh dunia. Manusia sebagai mahluk

sosial pada hakikatnya memiliki kebiasaan hidup berkelompok. Dan di dalam

kehidupan masyarakat di Indonesia, pada umumnya hidup secara berkelompok.

Dasar yang kedua adalah ditinjau dari segi ketahanannya menghadapi situasi-

situasi sulit yang tidak memungkinkan gereja untuk melakukan penginjilan. Marry

mengemukakan:

Dalam sejarah Gereja, pada masa kerajaan Romawi, yaitu pada

saat gereja dianiaya, jemaat berbakti di tempat-tempat rahasia. Orang-

orang Kristen di negara-negara komunis, ketika mengalami

penganiayaan, hanya bertahan dalam “kelompok.” Orang-orang

Kristen di daratan Tiongkok pada masa revolusi kebudayaan

mengalami penindasan dan penganiayaan yang sangat kejam, namun

jumlahnya tak berkurang, malah berkembang pesat. Menurut statistik,

Page 75: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

65

sebelum komunis menguasai daratan Tiongkok, orang Kristen hanya

satu juta orang. Tetapi setelah penganiayaan selama 40 tahun, saat ini

orang Kristen sudah mencapai 50 juta orang. Ini berarti bertumbuh

sebanyak 50 kali lipat. Faktor penyebabnya adalah kuasa Allah dan

pimpinan Roh Kudus, juga karena peranan “Dinamika kelompok.”96

Simson juga menekankan betapa luar biasanya pertumbuhan jemaat Tuhan di China.

Berikut ni satu kutipan dari bukunya yang berjudul “Gereja Rumah yang

mengubahkan Dunia.”

... ketika Mao Tze Tung mengusir semua misi Barat dari

China pada tahun 1949, gereja mulai dianiaya dan bertumbuh jauh

melebihi yang pernah terjadi sebelumnya. Menurut beberapa peneliti,

lebih dari 10 % penduduk China sekarang adalah orang Kristen Injili.

Blok Injili terbesar di dunia.97

Sekalipun dalam tekanan dan penindasan kaum komunis yang sangat kejam mereka

tetap efektif dan dapat bertahan menjalankan tugas penginjilan melalui gereja bawah

tanah yang dihadiri oleh sekelompok kecil orang-orang percaya. Wolfgang

berpendapat:

Di banyak negara, gereja rumah (istilah lain untuk kelompok

sel) telah menjadi, dan masih menjadi tulang punggung rohani dari

pergerakan-pergerakan Kristen, bahkan di bawah penganiayaan dan

pengawasan yang ketat seperti yang terjadi di Rusia, China, dan

beberapa negara Timur Tengah. Karena gereja rumah ada tanpa

terlihat arsitektur yang telah ada dari satu negara, ia mampu memberi

tanggapan secara fleksibel terhadap tekanan atau situasi yang baru

muncul. Karena gereja rumah berfokus pada membagi (sharing)

kehidupan, bukan pada pelaksanaan tata cara ibadah agamawi, ia

dapat dengan mudah hidup tanpa membangkitkan kecurigaan

tetangga atau polisi rahasia lewat musik, tepukan tangan, doa dan

khotbah yang keras.98

Kelompok sel dapat dipakai menjadi solusi untuk mengefektifkan penginjilan karena

metode ini bersifat fleksibel. Kelompok sel fleksibel dalam waktu, tempat, dan tata

cara pelaksanaannya. Kefleksibelan kelompok sel menyebabkan metode ini tetap

96

Ibid, p. 9. 97

Wolfgang Simpson, Gereja Rumah Yang Mengubah Dunia, (Jakarta:Metanoia, 2003),

p. 188. 98

Ibid, p. 199.

Page 76: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

66

dapat dilakukan sesuai dengan kesepakatan anggotanya.

Keflesibelan dari metode penginjilan merupakan satu syarat yang dibutuhkan

dalam lingkungan perkotaan seperti di Jakarta ini, karena kesibukan aktivitas

masyarakat yang beragam. Oleh karena itu, gereja harus berani untuk masuk dalam

satu situasi yang disebut dengan “pergeseran paradigma.”99

Kelompok sel tidak

hanya sebagai satu program, melainkan sebagai satu kelompok yang mengutamakan

hubungan antara anggotanya.

Ditinjau dari segi hasil, jiwa-jiwa yang diperoleh melalui penginjilan dalam

kelompok sel lebih mudah untuk diintegrasikan ke dalam satu gereja lokal. Hal ini

dapat diwujudkan karena :

1. Di dalam kelompok sel setiap orang dapat saling mengenal dengan baik.

2. Jiwa-jiwa yang baru bertobat dapat dipantau oleh teman-teman sekelompok

selnya.

Penginjilan dalam kelompok sel memiliki keunikan tersendiri dan tidak akan

ditemukan dalam metode yang lainnya. Comiskey mengutip pendapat Richard Peace

yang berkata:

Dalam sebuah kelompok kecil yang berhasil, kasih dan penerimaan

dan persekutuan mengalir dengan tidak terhingga. Ini adalah situasi

yang ideal untuk mendengarkan tentang kerajaan Allah. Dalam

konteks ini, „fakta-fakta dari Injil‟ muncul tidak sekadar sebagai

proposisi yang kaku, tetapi sebagai kebenaran yang hidup dan terlihat

di dalam kehidupan orang-orang. Dalam atmosfir seperti itu,

seseorang tidak terelakkan lagi akan tertarik kepada Kristus oleh

hadirat anugerah-Nya.100

Kelompok sel ditinjau dari hakikatnya sebagai satu komunitas yang menerapkan

hukum kasih dan penerimaan dari setiap anggota sel memberikan daya tarik tersendiri

kepada orang-orang di sekitarnya.

99

Larry Stockstill, Gereja Sel, (Jakarta : Metanoia, 1998), p. 19. 100

Joel Comiskey, Ledakan Kelompok Sel, p. 103.

Page 77: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

67

Pada umumnya, manusia lebih cenderung untuk menyatakan apa yang dilihat

matanya dan apa yang didengar oleh telinganya sebagai satu kebenaran. Alkitab

menyatakan kepada pembacanya tentang kekuatan mata untuk mempengaruhi

keputusan seseorang. Berikut ini adalah beberapa fakta yang di catat oleh Alkitab.

1. Pada waktu Samuel akan mengurapi Daud, Samuel tertipu karena apa yang

dilihatnya. Melihat kesalahan Samuel tersebut Allah mengatakan “... manusia

melihat apa yang di depan mata, tetapi Allah melihat hati” (1 Samuel 16: 7).

2. Kemudian Yesus mengatakan: “Mata adalah pelita tubuh....” (Matius 6:22).

Banyak orang terkesan dan takjub kepada Yesus karena mendengar dan melihat

kehidupan dan pengajaran Yesus (Matius 7:28).

3. Kehidupan jemaat yang mula-mula disukai oleh semua orang karena orang-orang

yang belum percaya melihat cara hidup jemaat yang mula-mula sangat berbeda

dengan mereka. Jemaat mula-mula hidup rukun dan damai serta saling membantu

satu dengan yang lainnya (Kisah Para Rasul 2: 47).

Kebenaran tentang bagaimana manusia pada umumnya menilai menjadi satu tenaga

pendorong kepada setiap pemimpin kelompok sel untuk memotivasi dirinya dan

anggota selnya agar lebih bersungguh-sungguh untuk menerapkan berita Injil dalam

kehidupan komunitas sel.

Comiskey berkata “Penginjilan dan pemuridan yang efektif melalui kelompok

sel bukan sekedar suatu kemungkinan; melainkan suatu kenyataan serius.”101

Penginjilan dengan kelompok sel telah teruji di berbagai belahan dunia ini.

Penginjilan dengan metode ini terbukti mampu untuk menjangkau setiap komponen

masyarakat seperti yang terdapat di Full Gospel Centra Church Korea. Di gereja ini

dapat di temukan mereka yang telah bertobat dari kalangan masyarakat kumuh sampai

101

Ibid, p. 101.

Page 78: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

68

masyarakat yang tinggal di rumah-rumah mewah.102

Di tengah kelesuan yang

dihadapi gereja-gereja lokal di sekitarnya, Full Gospel Centra Church dapat

bertumbuh dengan pesat. Keberhasilannya mengembangkan penginjilan dengan

menggunakan metode kelompok sel menjadi satu bahan kajian bagi gereja-gereja lain

dari berbagai belahan dunia ini. Dari hasil penelitian penulis terhadap beberapa buku

riset, penulis menemukan bahwa keberhasilan penginjilan dengan metode ini

tergantung kepada pengenalan setiap gereja terhadap lingkungannya. Pengenalan

lingkungan yang benar menolong gereja menemukan metode kelompok sel yang tepat

guna.

Full Gospel Centra Church Korea dapat bertumbuh dengan pesat dan

berhasil menjangkau setiap lapisan masyarakat karena mengembangkan penginjilan

dengan metode kelompok sel. Di Full Gospel Centra Church, Kelompok sel

merupakan alat untuk menjangkau anggota masyarakat yang tidak terjangkau oleh

gereja. Kelompok sel menjadi perpanjangan tangan gereja lokal, karena itu sebaiknya

di atur per-wilayah. Setiap wilayah dipimpin oleh seorang pimpinan wilayah. Hal ini

bertujuan untuk memudahkan pemantauan kerohaniaan setiap anggota sel.

Dalam pelaksanaanya, kelompok sel harus kembali kepada sifat-sifat Yesus,

yaitu mengasihi semua orang tanpa terkecuali. Mengapa? Sebab masyarakat dunia ini

telah kehilangan kasih dan mereka membutuhkan kasih dan penerimaan. Beberapa

penulis seperti Christian A. Schwarz, Joel Comiskey, dan Larry Stockstill, bahkan

Paul Yonggi Cho memberikan pendapat yang sama agar kelompok sel menerapkan

penginjilan yang menjawab kebutuhan.

Pada suatu wawancara dengan Carl George tahun 1993 Cho menjelaskan

strateginya dalam memenangkan jiwa yang terhilang dengan menjawab kebutuhan

102

John W. Hurston & Karen L. Hurston, Terjaring!, p. 19.

Page 79: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

69

praktis mereka terlebih dahulu,103

Cho menjelaskan:

Kami memiliki 50.000 kelompok sel dan setiap sel akan mengasihi

dua orang kepada Kristus pada tahun berikutnya. Mereka memilih

seorang yang bukan orang Kristen, yang dapat mereka doakan, kasihi,

dan layani. Mereka membawakan makanan, membantu menyapu toko

orang tersebut - apa saja yang perlu untuk menunjukkan bahwa mereka

sungguh-sungguh perduli kepada mereka.... Setelah tiga atau empat

bulan dari kasih yang seperti itu, hati yang paling keras sekali pun akan

hancur dan menyerah kepada Kristus.104

Dari pernyataan Cho di atas, terbukti bahwa tindakan kasih yang diaplikasikan dalam

satu bentuk tindakan yang nyata-nyata merupakan kekuatan untuk menjangkau setiap

orang berdosa di sekitar sel.

Di tengah masyarakat yang majemuk seperti di Jakarta, banyak sekali orang

yang tidak lagi merasakan kasih yang nyata dalam perbuatan. Karena pada dasarnya

manusia lebih menerima bukti nyata yang dapat dirasakan, dilihat, dan dialaminya.

Kelompok sel sebagai satu komunitas yang berdasarkan kepada hukum kasih sesuai

dengan pengajaran Kristus dapat menjangkau mereka. Suasana kolompok sel yang

penuh kasih merupakan salah kunci untuk menarik banyak orang kepada terang Injil.

Suasana kolompok sel yang demikian akan mempermudah kelompok sel

untuk membimbing setiap anggotanya mengalami perjumpaan dengan Tuhan. Leo

mengatakan dalam kelompok sel sangat mungkin terjadi perjumpaan dengan Tuhan

yang terwujud dalam tiga bentuk, yaitu: truth encounter atau perjumpaan kebenaran

yang didapatkan melalui pengalaman dan diskusi;105

power encounter atau

perjumpaan kuasa, dan love encounter atau perjumpaan kasih yang didapatkan

melalui kesaksian dan tindakan saling melayani di antara sesama anggota sel.106

Pernyataan Leo tersebut dapat dibandingkan dengan beberapa tokoh dalam

103

Joel Comiskey, p. 112. 104

Ibid. 105

Eddy Leo, Mengalami Mistery Kristus, (Jakarta: Metanoia, 2002), p. IX. 106

Ibid, p. X.

Page 80: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

70

kitab-kitab Perjanjian baru. Perhatikanlah tabel berikut ini:

No: Nama

Tokoh Sebelum Berjumpa Tuhan

Sesudah Berjumpa

Tuhan

1. Perempuan

Samaria Dia adalah seorang

perempuan sundal, tidak

puas hanya dengan satu

orang lelaki (Yoh 4: 16-18)

Dia menjadi orang yang

efektif dalam membawa

jiwa kepada Yesus Yoh

4: 28, 39-42)

2. Maria Maria juga dikenal sebagai

orang berdosa (Luk 7:37-38)

Ia suka dengar-dengaran

akan firman Tuhan (Luk

10: 39, 42).

Ia menjadi seorang yang

murah hati, dan

Ia mempersembahkan

yang terbaik kepada

Yesus (Yoh 12:3; Mat

26: 7, 12).

3.

Petrus * Emosinya meledak-ledak,

tidak konsisten dengan

kata-kata yang tekah

diucapkannya, dan pernah

menyangkali Tuhan Yesus

(Mark 14: 27-31; Luk

22:54-61).

* Mampu mempengaruhi

orang lain, tetapi sering kali

pengaruhnya itu menuntun

orang lain turut bertindak

salah (Yoh 21: 1-13).

Petrus menjadi seorang

pemimpin yang luar

biasa, terlebih lagi

ketika dia sudah

mengalami baptisan

Roh Kudus (Kis 2).

Petrus menjadi orang

yang sangat berani dan

teguh dalam

pendiriannya tentang

Injil (Kis 3; 4).

4. Orang Buta

dari sejak

lahir

Matanya buta (Yoh 9: 1,

24),

Hidup sebagai seorang

pengemis (Yoh 9: 8),

Ia hanya mengharapkan

belas kasihan orang-orang .

Ia sembuh dari

kebutaannya karena

ketaatannya kepada

perintah Yesus (Yoh 9:

6,7),

Memiliki mental

seorang pejuang, tetap

teguh mempertahankan

kebenaran. Berani

menyaksikan kuasa

Yesus (Yoh 9: 24-28),

Ia sangat ingin untuk

mengenal Tuhan secara

benar (Yoh 9: 35-39).

5. Paulus Ia seorang Farisi dari aliran

yang keras, penganiaya

jemaat (Gal 1:11-14),

Ia juga turut menyetujui

pembunuhan atas

Stefanus(Kis 7:54-8:1).

Ia menjadi seorang

rasul Kristus dan

menjadi penginjil yang

sangat efektif kepada

bangsa bukan Yahudi

(Kis 13-28),

Page 81: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

71

Ia mau menderita

karena keyakinannya

akan kuasa Injil (Kis

16: 19-24; 2 Tim 4: 6).

Tabel 6. Perbedaan Sebelum dan Sesudah Berjumpa Dengan Tuhan

Perjumpaan dengan Tuhan merupakan satu tujuan dari ibadah Kristen. Perjumpaan

dengan Tuhan, oleh karena kasih-Nya kepada setiap manusia melebihi segala sesuatu

yang ada di alam jagat raya ini, maka kasih-Nya itu akan menarik setiap orang ke

dalam kasih-Nya itu. Perjumpaan dengan Tuhan merupakan kebutuhan roh dari setiap

manusia. Di sisi lain perjumpaan dengan Tuhan menuntun setiap orang ke dalam satu

pengenalan yang benar akan Tuhan dan Juru selamat yaitu Yesus Kristus Tuhan.

Penginjilan Dengan Kuasa Roh Kudus

Dan kamu akan menerima kuasa apabila Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu

akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, dan di seluruh Yudea, dan Samaria, dan

sampai ke ujung dunia. (Kis 1:8).

Berdasar kepada nats ini, Tuhan Yesus menyatakan bahwa murid-murid-Nya

akan menjadi saksi (yang efektif) di tiga kota penting yang ada pada masa itu, bahkan

sampai ke ujung dunia setelah Roh Kudus turun ke atas mereka. Pernyataan ini

menurut catatan Alkitab telah teruji dan terbukti. Perhatikanlah dengan baik

bukti-bukti yang dicatat oleh Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul berikut ini :

I. Setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus jumlah orang-orang yang menerima

Injil dan menjadi percaya berjumlah 3000 jiwa (Kis. 2: 41).

II. Jumlah jiwa yang dapat dijangkau bertambah 2000 jiwa lagi (Kis. 4:4).

III. Di tengah ancaman yang dasyat dari orang banyak dan pemerintah yang

berkuasa pada masa gereja mula-mula, oleh kuasa Roh Kudus mereka

memberitakan Injil dengan berani (Kis 4: 31).

IV. Penginjilan disertai dengan tanda-tanda heran; orang yang sakit menahun

Page 82: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

72

disembuhkan dan orang-orang memuliakan Allah (Kis 4: 1-22; 5: 12,14-15),

yang masih terikat dengan kehidupan lamanya dinyatakan oleh Roh Kudus

sehingga kehidupan gereja Tuhan tetap terjaga (Kis 5: 1-11), Tanda-tanda heran

yang dikerjakan oleh Roh Kudus membuat orang banyak dari kota-kota di

sekitar Yerusalem tertarik untuk datang serta mengalami kuasa itu secara

langsung (Kis 5: 16).

Kata “kuasa” dalam nats tersebut, dalam bahasa aslinya dinyatakan dengan kata

“δύναμιρ” atau dibaca “dunamis.” Kata ini secara literal berarti kekuatan atau kuasa,

secara spesifik dapat berarti kekuatan atau kuasa yang sifatnya ajaib.107

Dalam kitab versi New International Version, nats dalam kitab Kisah Para

Rasul 1: 8 tersebut diterjemahkan seperti berikut ini: “But you will receive the power

when the Holy Spirit comes on you; and you will be my witnesses in Jerusalem, and

in all Judea and Samaria, and to the ends of the earth” Nats ini merupakan

pernyataan yang bersifat Future Continious. Pernyataan ini hendak menyatakan

bahwa kuasa Roh Kudus tetap berlaku sampai pada masa kini dan berlangsung

sampai kesudahan zaman.

Seperti zaman gereja mula-mula, gereja masa kini tanpa terkecuali baik di

kota-kota besar dan sampai di daerah pedalaman diperhadapkan dengan orang-orang

yang sakit, keras kepala, terikat kuasa gelap, hidup berdasar pada penilaian tentang

hal logis dan tidak logis, lebih mengutamakan hal-hal yang lahiriah, dan telah

dibutakan oleh ilah zaman ini. Perhatikanlah bukti-bukti berikut ini yang menjelaskan

tentang pentingnya kuasa Roh Kudus dalam penginjilan.

Auch mencatat dalam buku “Gerakan Pentakosta Mengalami Krisis” bagaimana

pengaruh kuasa Roh Kudus terhadap penginjilan dunia.108

Pada tahun 1906 di

107

E-Sword V6.50, “For the word of God is Living and Active, Sharper than any

double_edged Sword.”

Page 83: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

73

kota Los Angles, penginjilan dengan kuasa kembali digalakkan. Di tengah

kelesuan rohani orang-orang Kristen pada masa itu, Allah menyatakan betapa

pentingnya kuasa Roh Kudus dalam kehidupan gereja Tuhan, khususnya dalam

menjalankan misi penginjilan dunia ini. Allah mengadakan pernyataan itu di Jalan

Azusa No. 312. Los Angles, dan ini dikenal sebagai hari lahirnya gerakan

Pentakosta. Sejak peristiwa itu, terjadilah kebangunan rohani yang melanda kota

Los Angles. Kebagunan rohani juga melanda ke berbagai penjuru dunia, termasuk

Indonesia.

Wagner mencatat bukti-bukti penginjilan dengan kuasa Roh Kudus dan tanpa Roh

Kudus di Amerika Latin.109

Penginjilan dengan kuasa Roh Kudus menolong para

penginjil dari aliran Pentakosta di Amerika Latin lebih efektiv untuk menjangkau

banyak jiwa-jiwa bagi Yesus dibandingkan dengan para penginjil yang non-

Pentakosta.110

Wagner juga mencatat bukti lain yang dialami oleh Miguel Garcia

dari Mexico. Ia adalah seorang penginjil yang penuh dengan kuasa Roh Kudus.111

Dengan kuasa Roh Kudus, Miguel dapat menaklukkan serta menutup mulut para

penantangnya.

Wagner juga mencatat pengalaman penginjil Morris Cerullo pada waktu akan

mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani di Haiti.

Sebelum acara tersebut dilaksanakan, Tuhan memberitahukan kepada

saya bahwa pada malam acara tersebut akan diadakan, sekitar 300

dukun Voodoo akan datang ke kebaktian untuk membunuhnya.

Tuhan menunjukkan ciri-ciri mereka kepada saya. Kemudian Tuhan

memberitahukan bahwa saya tidak akan mati, karena Tuhan sendiri

akan melakukan apa yang saya katakan. 112

108

Ron Auch, Gerakan Pentakosta Mengalami Krisis, (Malang: Yayasan Penerbit Gandum

Mas, 1996), p.15. 109

C. Peter Wagner, Pertumbuhan Gereja & Peranan Roh Kudus, (Malang: Penerbit

Gandum Mas, 1989), p. 103-109. 110

Ibid, p. 106. 111

Ibid, p.105. 112

Peter Wagner, Berdoa dengan Kuasa (Jakarta: Naviri Gabriel, 1997), p. 65.

Page 84: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

74

Cho, pendeta dan juga gembala sidang berkata: “Roh Kudus adalah adimitra

saya.” Roh Kudus menolongnya untuk menjangkau kota Seoul bagi Kristus.

Menurut Cho, “Penginjilan haruslah dilaksanakan sebagai satu kemitraan antara

Roh Kudus dan umat manusia-dengan Roh Kudus berperan sebagai adimitra.”113

Penulis kitab Yohanes menulis tentang Roh Kudus serta peran-Nya yaitu:

a. Roh Kudus akan bersaksi tentang Yesus (Yohanes 15:26).

b. Roh Kudus akan menginsafkan dunia (orang-orang yang belum percaya

kepada Yesus) akan dosa, kebenaran, dan penghakiman (Yoh 16 : 8).

Gereja tidaklah maha tahu, tetapi Tuhan-lah yang maha tahu. Gereja mungkin

mempunyai banyak ahli pikir dalam berbagai bidang ilmu, tetapi gereja tetap tidak

ahli dalam segala hal, termasuk untuk menaklukkan roh-roh jahat yang menguasai

orang-orang di sekitar gereja. Tuhan telah berjanji akan memberikan Roh Kudus-Nya

sebagai adimitra gereja dalam menyukseskan penginjilan. Oleh karena itu, gereja

seharusnya berpegang kepada aturan dan peraturan yang telah Tuhan tetapkan, dan

juga berpegang pada setiap janji-janji-Nya.

Menjangkau Jiwa-jiwa Dengan Kuasa Doa.

Penginjilan adalah satu proses penyampaian kabar keselamatan yang telah

Yesus kerjakan di kayu salib 2000 tahun yang lalu. Dalam proses tersebut, disadari

atau tidak disadari, pada waktu gereja melaksanakan penginjilan, ia berhadapan

dengan satu pribadi yang berkuasa atas dunia kegelapan. Pribadi itu sanggup

mempengaruhi kehidupan di alam jagat raya ini. Pribadi itu adalah iblis dan roh-roh

jahat lainnya. Penginjilan menjadi kurang efektif karena gereja tidak mengalahkan

penguasa-penguasa itu.

113

Paul Yonggi Cho, Roh Kudus Adimitra Saya, (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil

“Imanuel”), p. 23.

Page 85: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

75

Yesus berkata: “Apabila seorang yang kuat dan lengkap bersenjata menjaga

rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat

daripadanya menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas

perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya

” (Lukas 11:21-22). Penjangkauan jiwa-jiwa akan efektif apabila gereja terlebih

dahulu mengalahkan orang kuat yang membelenggunya. Paulus menegaskan bahwa

musuh gereja bukanlah yang terdiri dari darah dan daging saja, tetapi pemerintah-

pemerintah, penguasa-penguasa, penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, dan roh-

roh jahat di udara (Ef 5: 11). Berdasarkan kedua fakta Alkitab ini, jelaslah bahwa

musuh gereja yang sebenarnya bukan orang-orang berdosa, tetapi roh-roh yang tidak

kelihatan yang selama ini menghalangi setiap orang untuk mengalami kuasa Injil.

Cindy Jacobs menceritakan pengalamannya pada waktu sedang membagikan

traktat penginjilan kepada orang-orang yang mereka temukan di jalan Red Square,

Moscow. Bobbye dan Marry Lance, teman satu tim Cindy melaporkan kepadanya

demikian: “Cindy, tidak ada seorang pun yang mau mengambil traktat-traktat

kita.”114

Kemudian, setelah mendengar kesaksian dari teman-temanya, Cindy

mencoba untuk membagi-bagikan traktat-traktat itu kepada orang-orang yang

melewati jalan tersebut. Hasilnya tidak seorang memperhatikan Cindy, apalagi

mengambil traktat yang dia mencoba membagikannya.115

Melihat ketertutupan

penduduk kota itu terhadap Injil, kemudian Cindy dan timnya segera berdoa dan

bersepakat meminta kepada Allah untuk membuka pintu untuk Injil-Nya, juga berdoa

dan memerintahkan kebutaan dari mata orang-orang yang akan diberikan traktat.116

Doa tersebut yang dinaikkan dengan penuh kepercayaan sanggup menerobos hati

114

Cindy Jacobs, Menduduki Kota-kota Musuh, (Jakarta: Harvest Publication House, 1994),

p. 228. 115

Ibid, p. 229. 116

Ibid, p. 229.

Page 86: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

76

setiap orang di daerah itu, dan Cindy mengatakan bahwa traktat-traktat yang

sebelumnya tidak menarik bagi orang-orang habis dibagikan, dan malah kurang.117

Wagner memberikan kesaksian senada tentang peranan doa dalam

penginjilan. Banyak kota menutup diri bagi Injil, sebagai contoh penulis mengutip

dua kota yang dicatat oleh Wagner dalam buku “Berdoa Dengan Penuh Kuasa” yaitu:

Kiambu satu kota kecil yang terletak tidak jauh dari ibukota Nairobi,118

kota

Resistencia di Argentina.119

Kota Kiambu terkenal dengan kemaksiatan, memiliki

angka kecelakaan yang tinggi di jalan rayanya, terdapat berbagai jenis kejahatan dan

kekerasan. Thomas, seorang hamba Tuhan yang melayani di kota itu

mengemukakan:

Untuk dapat menang dalam pertempuran dan merebut Kiambu, kami

terlebih dahulu mencapai kemenangan atas udara (langit). Janganlah

pasukan “angkatan darat”menyerbu daerah musuh sebelum

tercapainya kemenangan di alam roh yang tidak kelihatan. Maka saya

tidak berani menginjakkan kaki di Kiambu sebelum kuasa kegelapan

rohani yang ada di atas kota itu dipatahkan cengkeramannya.120

Dalam meresponi panggilan pelayanannya di Kiambu, Thomas menyadari bahwa

lawannya utamanya adalah roh-roh jahat yang menguasai daerah itu. Dalam

menghadapi lawan-lawannya itu, ia meluangkan banyak waktu untuk berdoa dan

berpuasa serta menanyakan kepada Tuhan penyebab keadaan penduduk kota itu yang

tertekan secara politik, sosial, ekonomi, dan rohani.121

Hasilnya, Allah menaklukkan

roh yang menguasai kota itu.

Kota kedua yaitu Resistencia, terkenal dengan angka kematian tak wajar.

Kota ini dapat direbut bagi Kristus setelah orang-orang percaya di kota itu berdoa

dengan penuh kepercayaan. Mereka mengalahkan roh kematian yang menguasai kota

117

Ibid. 118

Peter Wagner, Berdoa dengan Kuasa, p. 20-35. 119

Ibid, p. 35-38. 120

Ibid, p. 23. 121

Ibid, p.23-24.

Page 87: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

77

itu, ditandai dengan kematian imam salah satu aliran sesat di kota itu. Kemenangan

di alam roh sebagai hasil dari doa-doa yang dipanjatkan oleh orang-orang percaya di

kota itu menghasilkan dampak luar biasa. Banyak orang yang sebelumnya menolak

Injil menjadi percaya sehingga jumlah orang percaya di kota itu meningkat 102

persen dari sebelumnya.

Doa bukanlah sekedar rangkaian kata-kata biasa yang dinaikkan kepada

Allah. Doa merupakan kata-kata yang penuh kuasa dan sanggup untuk mengalahkan

roh-roh jahat yang selama ini membelenggu banyak jiwa. Doa adalah kata-kata yang

penuh kuasa dan sanggup untuk memindahkan gunung (Matius 17: 20),

Menghancurkan tembok-tembok penghalang yang dipasang oleh iblis.

Doa merupakan senjata yang kelihatannya mudah dimainkan oleh setiap

orang, tetapi tidak semua orang mampu menggunakannya dengan efektif. Kekuatan

doa dapat melebihi segala jenis alat perang yang pernah ada di muka bumi ini.

Kekuatannya tidak dapat diukur dengan alat pengukur mana pun yang ada di muka

bumi ini karena kekuatannya tak terbatas, sama seperti kuasa Allah yang tak terbatas.

Seorang penginjil dari Papua (Freddy) mengemukakan: “Penginjilan tanpa berdoa

adalah ibarat menembakkan peluru tanpa mesiu.” Seorang penginjil dari Kalimantan

Tengah juga mengemukakan: “Berdoa dengan penuh kuasa menjadikan gereja dapat

memberitakan Injil sesuai dengan kuasanya yang sanggup menuntun setiap orang

untuk bertemu dengan Tuhan Yesus Kristus.”

Mengalokasikan Uang Untuk Penginjilan.

Hamilton berkata: “Gereja harus berkeinginan untuk menyediakan dolar untuk

pertumbuhannya.”122

Pernyataan ini juga berlaku untuk penginjilan, khususnya

penginjilan di tengah masyarakat yang majemuk seperti di kota Jakarta ini. Menurut

122

Michael Hamilton, God’s Plan For the Church Growth!. p. 123.

Page 88: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

78

penulis, keefektifan penginjilan sebagai salah satu tugas gereja lokal juga ditentukan

oleh kesediaannya untuk mengalokasikan sejumlah besar uang untuk penginjilan.

Alkitab mencatat beberapa bukti tentang uang yang dialokasikan oleh jemaat-jemaat

Perjanjian Baru untuk penginjilan, antara lain: Filipi 4:10-20 khususnya pada ayat 16

dicatat bahwa jemaat di Filipi mengirimkan bantuan kepada Paulus pada waktu ia

penginjilan di Tesalonika (tidak dijelaskan bentuk pemberian itu berupa uang atau

benda lain); 2 Kor 11:9: jemaat-jemaat dari Makedonia mencukupkan kebutuhan

Paulus pada waktu penginjilan di Korintus. Alkitab juga mencatat betapa pentingnya

uang untuk kesinambungan hidup orang-orang yang telah percaya kepada Injil Kristus

Yesus (2 Kor 9: 1-5). Dari Fakta-fakta tersebut dapat dikatakan bahwa tanpa adanya

pengalokasian uang untuk mendukung penginjilan, maka keefektifan serta

kesinambungan pelaksanaan tugas penginjilan menjadi tidak dapat diwujudkan.

efektif.

Page 89: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

79

BAB VI

PENUTUP

Kesimpulan

Dari bab II – bab V di atas dapat diambil beberapa kesimpulan yang berharga

sebagai berikut:

1. Penginjilan sebagai salah satu tugas esensial gereja adalah salah satu tugas yang

tidak mungkin ditiadakan dari kehidupannya, karena untuk inilah ia dipanggil

oleh Tuhan dari dunia ini.

2. Penginjilan adalah satu tindakan untuk memberitakan khabar keselamatan di

dalam Yesus Kristus kepada semua orang. Tugas ini dilakukan dengan cara

menyerukannya, baik dengan suara yang keras, mengajarkannya, dan atau pun

dengan menyaksikannya.

3. Penginjilan adalah satu inisiatif yang lahir dari hati Allah karena kasih-Nya

kepada manusia yang telah gagal menjalankan perintah dan larangan-Nya. Dosa

itu sungguh sangat mengerikan, apabila seseorang masuk ke dalamnya ia tidak

akan dapat melepaskan diri darinya. Karena itu Allah memberikan janji

penyelamatan kepada manusia yang digenapi dalam Tuhan Yesus Kristus.

4. Penginjilan kepada segala bangsa harus dilaksanakan agar tidak seorang pun

yang binasa. Mengingat pentingnya tugas itu, Tuhan Yesus memberikan

Amanat kepada gereja-Nya. Penugasan itu artinya Tuhan Yesus memberikan

kepercayaan penuh kepada gereja untuk melanjutkan tugas penyelamatan.

5. Gereja harus melaksanakan tugas penginjilan karena penghuni dunia ini sedang

berjalan menuju ke jurang maut, dan gereja diberikan tanggung jawab untuk

Page 90: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

80

merebut mereka daripadanya.

6. Gereja janganlah menjadi gereja yang eksklusif, tetapi haruslah membuka diri

bagi masyarakat dunia ini dan memberikan kesempatan kepadanya untuk

mendengarkan Injil sama seperti gereja juga telah diberikan kesempatan oleh

Allah untuk mendengarkannya.

7. Penginjilan adalah salah satu sarana yang dipakai Allah untuk menambahkan

jiwa-jiwa ke dalam persekutuan Kristen, dan orang-orang percaya merupakan

alat untuk mengkomunikasikannya kepada mereka yang belum diselamatkan.

8. Penginjilan dan tugas-tugas esensial lainnya merupakan satu kesatuan yang

utuh, sehingga gereja tidak dapat meniadakan salah satu atau beberapa bagian

dari tugas-tugasnya itu, sehingga ia dapat berfungsi sesuai dengan esensinya.

9. Kesinambungan kehidupan gereja sebagai satu persekutuan Kristen akan sehat

apabila ia taat melaksanakan penginjilan kepada dunia ini dan mengajarkan

kepadanya segala yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus.

10. Selama penginjilan menjadi tugas gereja, gereja tidak mungkin dipisahkan dari

masyarakat di sekitarnya, sebab Allah menempatkan gereja di tengah mereka

untuk memberitakan Injil keselamatan kepada mereka.

11. Gereja sebagai pemegang tanggung jawab penginjilan kepada dunia tidak dapat

menolak segala perubahan yang ada di dalam dunia.

12. Gereja harus mengenali masyarakat di sekitarnya secara objektif sehingga dapat

menemukan metode penginjilan yang lebih efektif.

13. Gereja tidak dapat menggunakan satu metode sebagai metode yang baku.

14. Tugas penginjilan adalah tugas semua orang percaya.

15. Penginjilan pribadi dan penginjilan dengan kelompok sel dapat dipakai sebagai

salah satu metode penginjilan kota karena sifatnya lebih fleksibel.

Page 91: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

81

16. Apapun jenis metode penginjilan yang dipakai, haruslah menuntun setiap orang

untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan.

17. Penginjilan dengan kuasa bukanlah satu pilihan, melainkan satu keharusan dan

hanya gereja yang dipenuhi oleh Roh Kudus yang dapat melakukannya.

Saran-saran:

Berikut ini penulis memberikan beberapa saran-saran praktis kepada beberapa

pihak:

1. Kepada gembala-gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan, agar memperhatikan

tugas penginjilan. Gereja tidak mungkin bertumbuh dan cenderung menjadi gereja

yang kurang sehat bahkan mati apabila tidak menekankan betapa pentingnya tugas

ini bagi kehidupan gereja. Tugas penginjilan tidak dapat dilaksanakan dengan

efektif apabila gembala-gembala sidang dan hamba-hamba Tuhan lainnya merasa

bahwa itu hanyalah tugasnya. Untuk itu hamba-hamba Tuhan perlu melibatkan

semua anggota gereja.

2. Kepada orang-orang awam yang terlibat dalam penginjilan hendaklah menjadikan

kasih Kristus sebagai dasar pelayanannya. Dengan sungguh-sungguh mengasihi

jiwa-jiwa yang terhilang dan dengan segala usaha dan pengorbanan, bekerja sama

menjangkau jiwa demi jiwa bagi kemuliaan Allah Bapa.

3. Kepada setiap orang yang bersedia untuk memberitakan Injil kepada jiwa-jiwa

yang terhilang harus memiliki satu pengharapan yang penuh kepada Allah bahwa

Allah tidak membiarkannya seorang diri di ladang penginjilan. Allah telah

menyediakan Roh Kudus-Nya untuk menolongnya sehingga bisa melewati

tantangan dan rintangan sesuai dengan cara Allah.

Page 92: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

82

Page 93: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

83

DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J. L. Jemaat, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1987.

Abraham,William J. The Teologic of evangelism, Michigan: William B, Eerdmans

Publishing Company Grand Rapids, 1989.

Alkitab Perjanjian Baru “Yunani-Indonesia,” Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia,

1989; reprint ed. 1994.

Alkitab Terjemahan Baru, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1996.

Arndt, William F. & Gingrich F. Wilbur. Greek-English Lexicon Of The Testament

and Other Early Christian Literature, Chichago: The University of Chicago

Press, 1971.

Auch, Ron. Gerakan Pentakosta Mengalami Krisis, Malang: Yayasan Penerbit

Gandum Mas, 1996.

Autrey, C. E. Basic Evangelism. (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1981

Balz, Horst & Schneider, Gerhard. Exegetical Dictionary Of The New Testament

(Volume 2). Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company Grand

Rapids, 1991; reprint ed. 2000.

Berkhof, H. & Enklaar, L. H. Sejarah Gereja, Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1990.

Brand, Robert L. Memenangkan Jiwa, Malang: Penerbit Gandum Mas, 1983.

Carnegie, Dale. Bagaimana mencari Kawan dan mempengaruhi orang lain, Jakarta:

Binarupa Aksara, 1993.

Cho, Paul Yonggi. Roh Kudus Adimitra Saya, Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil

“Imanuel.”

Comiskey, Joel. Ledakan Kelompok Sel, Jakarta: Metanoia, 1998.

Ellis, D.W. Metode Penginjilan, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,

1989.

Ensiklopedia Alkitab Masa Kini (jilid I), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina

Kasih/OMF. 1993; Reprint ed. 2002.

Ensiklopedia Alkitab masa kini (Jilid 2), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina

Kasih/OMF, 1995; reprint ed. 2000.

Page 94: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

84

The World Book Encyclopedia S-Sn (Volume 17). Ed. S.v. “Salt” by Esmarch S.

Gilreath. Toronto: Field Enterprises Educational Corporation, 1974.

Gerber, Vergil. Pedoman Pertumbuhan Gereja/Penginjilan. Bandung: Penerbit

Kalam Hidup, 1982.

Griffits, Michael. Jangan Berpangku Tangan, Jadikanlah Mereka Murid-Ku!,

Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.

Hamilton, Michael. God’s Plan For The Church Growth!, Springfield: Gospel

Publishing House, 1981.

Hendricks, Howard G. Beritakan Injil dengan Kasih, Jakarta: PT. BPK Gunung

Mulia, 1986.

http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=2782, Pornoisme dan Masyarakat Anastesi,

Makassar, 26 Maret 2005.

http://www.kompas .com/kesehatan/news/0408/04/05/061054.html, Berfantasi Seks

Di Gelapnya Jakarta, 26 Maret 2005.

Hybells, Bill & Mittelberg, Mark. Menjadi orang Kristen yang Menular, Yogyakarta:

Andi Offset, 1994.

Jacobs, Cindy. Menduduki Kota-kota Musuh, Jakarta: Harvest Publication House,

1994.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985.

Kennedy, D. James. Ledakan Penginjilan, Jakarta: E.E. Internasional III IFTK Jaffray

Jakarta.

Leo, Eddy. Mengalami Mistery Kristus, Jakarta: Metanoia, 2002.

Makmur, Halim. Gereja Ditengah-tengah Perubahan Dunia. Malang: Yayasan

Penerbit Gandum Mas, 2000.

---------- Model-model Penginjilan Yesus Dan Penerapannya Masa Kini, Tanjung

Enim: Sekolah Tinggi theologia “Ebenhaezer,” 2000.

Menuju Tahun 2000: Tantangan Gereja Di Indonesia sebuah bunga rampai dalam

rangka peringatan 25 Tahun Kependetaan Caleb Tong, ed. S.v. Pertumbuhan

Gereja Dan Strategi Penginjilan oleh Purnawan Tanibemas, Surabaya:

YAKIN, 1990.

Menzies,William W. & Horton, Stanley M. Doktrin Alkitab, Malang: Gandum Mas,

1998.

Hamilton, Michael. God’s Plan for the Church Growth!. Springfield: Radiant Books,

1981.

Page 95: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

85

Newbigin, Leslie. Injil Dalam Masyarakat Majemuk. Jakarta: PT. BPK Gunung

Mulia, 1993.

Pfeiffer, Charles F. (ed), The Wycliffe Bible Commentary (Old Testament). Chicago:

Moody Press, 1962.

Reed, Warren H. Mendengarkan secara Positif. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia,

1992.

Robert & Bolton, Evelyn. Menyampaikan Khabar Baik. Malang: Penerbit Gandum

Mas, 1985.

Schwarz, Christian A. Pertumbuhan Gereja Yang Alamiah. Jakarta: Metanoia, 1998.

Siahaan, S. M. Komunikasi Pemahaman dan Penerapannya. Jakarta: PT. BPK

Gunung Mulia, 1990.

Simpson,Wolfgang. Gereja Rumah Yang Mengubah Dunia. Jakarta:Metanoia, 2003.

Smith, Oswald. Merindukan Jiwa Yang Tersesat. Surabaya: Yakin.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2001.

Stockstill, Larry. Gereja Sel. Jakarta : Metanoia, 1998.

Stot, John. Satu Umat. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1990; Reprint ed.

1997.

Strong, James. Strong’s Exhaustive Concordance Of The Bible. Iowa: Riverside

BOOK and Bible House Iowa Falls.

Susantio, Suhandi. Misiologi, Studi Misi Lintas Agama. Diktat Sekolah Tinggi

Teologia Ekklesia, April-Mei 2005.

Thiessen, Henry C. Teologia Sitematika. Malang: Penerbit Gandum Mas. 1992.

Tomatala,Yakub. Penginjilan Masa Kini (jilid 1). Malang: Penerbit Gandum Mas.

1988.

--------------- Penginjilan Masa Kini (jilid 2). Malang: Yayasan Penerbit Gandum

Mas, 1998.

Tubbs, Stewart L. & Moss, Sylvia. Human Comunication: Prinsip-prinsip Dasar.

Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, 2000.

Wagner, Peter. Berdoa dengan Kuasa, Jakarta: Naviri Gabriel, 1997.

Page 96: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

86

----------------, Pertumbuhan Gereja & Peranan Roh Kudus, Malang: Penerbit

Gandum Mas, 1989.

Warren, Rick. Pertumbuhan Gereja masa Kini, Malang: Yayasan Penerbit Gandum

Mas, 1999.

Widyosiswoyo, Supartono. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001.

----------------. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti,

2000.

Wongso, Peter. Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini. Malang: Seminari Alkitab Asia

Tenggara, 1996.

Page 97: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

87

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama lengkap : Manto Manurung

Tempat/Tanggal Lahir : Huta Ginjang / 21 Februari 1976

Kewarganegaraan : Indonesia

Asal Gereja : Gereja Sidang Jemaat Allah Rumah Doa

Jl. Cut Meutia No. 2 Bekasi Timur

Nama Ayah : Huria P. Manurung

Nama Ibu : Tianna Sirait

Alamat rumah : Huta Ginjang No. 122, Kecamatan Silima Pungga-pungga,

Kabupaten DAIRI, Sumatera Utara.

Pendidikan

SD Negeri 030390, Parongil 1982-1988

SMP Negeri Parongil 1988-1991

STM Negeri 1 Kampung Baru-Medan 1991-1994

D-1 Program Pendidikan Listrik Terapan 1994-1995

STT EKKLESIA 2001-2005.

Pekerjaan

Sebagai Instalatir Listrik 1993-1996

Teknisi Komputer 1996-1997

Teknisi Mekanik (Las Listrik) 1998-1999

Karyawan di JC Wartel & Warnet Juni-September 2004

Karyawan di STT “EKKLESIA” Sejak Oktober 2004

Page 98: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

88

Pelayanan

Terpanggil pelayanan pada tahun 1994 setelah menyelesaikan studi dari STM

Negeri 1 Medan. Namun panggilan Tuhan itu tidak saya responi dengan satu tindakan

untuk memberi diri sepenuhnya melayani Dia, kecuali hanya mengucapkan janji

“Tuhan saya tidak mau menjadi pendeta, tetapi saya mau menjadi saksi-Mu kepada

orang-orang yang belum mengenal Engkau.”

Tuhan tidak pernah gagal dalam rencana dan panggilan-Nya atas saya, pada

tahun 1996 Tuhan menuntun saya ke Jakarta, dan kemudian Dia mengulangi

panggilan pelayanan tersebut secara berulang-ulang. Pada akhirnya, saya memulai

pelayanan pada tahun 1998 di gereja Bethel Indonesia Setia Mekar Bekasi, melayani

sebagai petugas untuk menyebrangkan anak-anak Sekolah Minggu dari jalan raya ke

halaman gereja. Ketertarikan kepada pelayanan ini lahir pada waktu seorang anak

sekolah minggu mengalami kecelakaan di depan gereja. Pelayanan ini berjalan hingga

akhir tahun 1999.

Kemudian atas pimpinan-Nya, bulan Januari tahun 2000, Tuhan menuntun

penulis untuk melayani di Kabupaten Sanggau. Pelayanan ini terbagi atas dua tahap ,

tahap pertama, penulis melayani di daerah Kuala Buayan, Kecamatan Meliau yaitu di

Gereja Bethel Indonesia “Kurios.” Di gereja ini Tuhan mempercayakan beberapa

pelayanan, antara lain: melayani sebagai Guru Sekolah Minggu di kelas BALITA,

sebagai Singer, dan merawat orang gila. Pelayanan ini berjalan sepuluh bulan. Pada

kesempatan yang sama, atas anugerah Tuhan, penulis diberi kesempatan untuk

mengajar bidang study Agama di SMP Negeri Kuala Buayan.

Tahap kedua, penulis di utus ke daerah pedalaman ke daerah Pelanjau. Satu

daerah pemukiman yang berada di tengah hutan, di perbatasan Kalimantan Barat

dengan Kalimantan Tengah. Di daerah ini penulis melayani sebagai pembina jemaat.

Page 99: PENGINJILAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL · Injil) dan hubungannya dengan pertumbuhan gereja-gereja lokal, dengan harapan agar termotivasi untuk memikirkan strategi penginjilan yang

89

Bentuk-bentuk pelayanan yang penulis kerjakan di daerah ini antara lain: mengajar

membaca dan menulis, mengajarkan cara memasak makanan dengan cara yang lebih

layak, dan memberitakan Injil Kristus. Pelayanan di daerah ini berlangsung selama

dua bulan, dan kemudian penulis meninggalkan pelayanan itu karena penulis merasa

belum siap secara mental, khususnya pada waktu seorang anak yang baru bertobat

jatuh sakit dan meninggal. Kemudian penulis memutuskan untuk kembali ke Bekasi

dan melayani di GBI Setia Mekar Bekasi sebagai Guru Sekolah Minggu di kelas

BATITA dari 2001-2003, bulan Agustus 2003 terjun ke pelayanan perintisan di desa

Cimelati, di sana penulis membantu bapak Alpreds Kaunang, melayani di antara

orang-orang dari suku Sunda. Kemudian atas permintaan DMD, penulis di tarik ke

Jakarta pada bulan Januari 2004 karena adanya rencana dari pihak DMD (Bapak

Thomas Agung) untuk membuka perintisan di daerah kampung Melayu. Pada

kenyataanya rencana itu tidak berjalan dengan baik, sehingga penulis berdiam diri

untuk sementara waktu. Pada bulan Juni 2004, saya diminta oleh Bapak Thomas

untuk membantu perintisan di daerah Setu Cibitung. Pelayanan di daerah ini berjalan

sampai pada bulan Desember 2004. Setelah menyelesaikan pelayanan di Setu, karena

adanya kebutuhan yang mendesak atas tenaga pelayan di daerah Telaga Mas,

kemudian mengambil keputusan untuk melayani di daerah ini.