penghambat tumbuh tunas lateral dan dominasi tunas apikal (fix)
DESCRIPTION
Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi TumbuhanTRANSCRIPT
PENGHAMBAT TUMBUH TUNAS LATERAL DAN
DOMINASI TUNAS APIKAL
PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN
OLEH :
Yulia
(F05109031)
Kelompok : 2
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2011
ABSTRAK
Karena adanya dominasi apical pada tumbuhan yang menghambat pertumbuhan tunas
lateral, maka dilakukanlah praktikum dengan tujuan untuk meneliti pengaruh auksin terhadap
pertumbuhan tunas lateral dan melihat pengaruh auksin terhadap dominasi apical. Praktikum
dilakukan dengan mengguanakan Phaseolus radiates yang tunas apikalnya dipotong dan
diberi pasta IAA dan diamati setelah 7 hari. Dengan hasil pertumbuhan kecambah kontol
lebih panjang dibanding kecambah dengan perlakuan dan tidak teramatinya tunas lateral.
Maka, dapat diketahui penghambat pertumbuhan tunas lateral adalah adanya dominasi apical,
yang dapat diatasi dengan pemotongan tunas apical tersebut. Dominasi apical terjadi karena
produksi auksin pada tunas apical, yang mana fungsi auksin adalah pemanjangan batang.
Sedangkan tunas lateral akan tumbuh bila kadar auksinnya sedikit. Kecambah control lebih
panjang karena vaselin yang dipakai kurang baik dan tunas apical yang tidak dipotong.
Kata Kunci : Tunas Apikal, Tunas Lateral, Dominasi Apikal, Defoliasi, Auksin, IAA dan
Sitokinin.
1
PENDAHULUAN
Pada sudut yang terbentuk antara masing-masing daun dan batang terdapat suatu
tunas aksiler (axillary bud), yang memiliki potensi untuk membentuk suatu tunas cabang.
Sebagian besar tunas aksiler yang masih muda adalah dorman. Dengan demikian,
pertumbuhan tunas yang masih muda umumnya dipusatkan pada bagian apeksnya (ujung), di
mana terdapat tunas terminal (terminal bud) dengan daun yang sedang berkembang dan suatu
rentetan padat buku dan ruas. Adanya pucuk sedikit banyak bertanggung jawab terhadap
terhambatnya pertumbuhan tunas lateral, suatu dominasi yang disebut dominansi apical
(apical dominance). Dengan memusatkan sumberdaya yang dimilikinya untuk tumbuh lebih
tinggi, dominansi apical merupakan suatu adaptasi evolusioner yang meningkatkan
pemaparan tumbuhan itu terhadap cahaya matahari, khususnya pada suatu lokasi dengan
vegetasi padat. Namun demikian, percabangan juga penting untuk meningkatkan pemaparan
system tunas ke lingkungannya, dan pada kondisi tertentu tunas aksiler mulai tumbuh.
Setelah mengakhiri masa dormansi itu, suatu tunas aksiler akan menjadi cabang vegetative
yang lengkap dengan tunas terminal, daun-daun dan tunas aksiler. Pada beberapa kasus,
pertumbuhan tunas aksiler dapat dirangsang dengan cara membuang tunas terminal. Inilah
alasan dilakukannya pemangkasan pohon dan semak serta pemotongan pucuk tanaman rumah
untuk membuat tanaman menjadi lebat (Campbell et al., 2000).
Prinsip dari perlakuan tersebut adalah untuk mengatur keseimbangan hormone antara
lain sitokinin dengan auksin pada ketiak daun di bawah ujung batang (Taiz and Zeiger, 1998
dan Hopkins, 1995).
Pada sebagian besar tanaman, apabila pertumbuhan batang sudah cukup, secara alami
cabang lateral akan tumbuh pada nodus bagian bawah yang cukup jauh dari ujung batang, hal
ini disebabkan karena semakin jauh dari ujung batang pengaruh dominansi apical semakin
berkurang. Berdasarkan kekuatan dominansi apical, tanaman dibedakan menjadi dua yaitu
dominansi apical yang kuat seperti pada tanaman Kalanchoe dan Bryophyllum dan dominansi
apical yang lemah seprti pada Solanum tubersum dan Solanum lycopersicu. Dominansi apical
dan pembentukan cabang lateral ini dipengaruhi oleh keseimbangan konsentrasi hormone
(Khrishnamoorthy, 1981; Taiz and Zeiger, 1998 dan Hopkins, 1995).
2
Penghentian dominasi apikal sementara dengan memotong pucuk akan memengaruhi
kondisi hormon tanaman. Melalui perlakuan ini, auksin yang terakumulasi pada daerah pucuk
akan terdistribusi ke bagian meristem yang lain seperti buku di daerah dekat mata tunas
(Sutisna, 2010).
Fungsi utama auksin adalah Mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan,
diferensiasi dan percabangan akar; perkembangan buah; dominansi apikal; fototropisme dan
geotropisme. Tempat dihasilkan hormone auksin ini adalah pada meristem apikal tunas
ujung, daun muda, embrio dalam biji (Dewi, 2010).
Sintesis auksin terjadi pada bagian tanaman yang sedang mengalami pertumbuhan
atau pada bagian meristematis, terutama pada ujung batang. Auksin yang disintesisi pada
ujung batang ini akan ditransport secara basipetal ke bagian batang yang lebih bawah. Hal ini
menyebabakan terakumulasinya auksin pada ketiak daun dibawahnya yang berakibat inisiasi
pembentukan tunas lateral pada ketiak daun terhambat atau terjadi dormansi tunas apikal,
karena inisiasi pembentukan tunas lateral mensyaratkan konsentrasi auksin yang lebih rendah
dibandingkan konsentrasi auksin optimal untuk pertumbuhan memanjang batang (Darmanti,
et al).
Selain adanya jaringan meristem, hormon dan nutrisi juga berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman. Hormon dan nutrisi yang semula berada di bagian apikal dipindahkan
ke jaringan meristem yang sedang aktif tumbuh (Lakitan, 1996). Menurut teori ”Nutrien
Diversion” dominansi apikal terjadi karena gerakan nutrien ke atas diarahkan ke tunas apikal
bukan ke tunas lateral, hal ini sebagai akibat adanya produksi auksin di apikal tanaman. Daun
dan beberapa tunas yang terbebas dari dominansi apikal akan mulai tumbuh dan
menghasilkan auksin. Adanya sitokinin akan memacu pembelahan sel dan produksi auksin
sehingga terbebas dari dominansi (Wilkins, 1989).
Pada banyak spesies, pemangkasan dedaunan muda secara terus-menerus sama
efektifnya dengan pemangkasan keseluruhan apeks tajuk. Hal ini menunjukkan bahwa suatu
factor dominansi, yaitu zat penghambat, terdapat di daun muda. Jika auksin ditambahkan
pada sisa batang yang terpotong, setelah apeks tajuk dipangkas, maka perkembangan kuncup
samping dan arah pertumbuhan cabang yang tegak akan terhambat lagi pada banyak spesies.
Penggantian kuncup atau daun muda oleh auksin menunjukkan bahwa zat penghambat yang
dihasilkan adalah IAA atau auksin lain.
Istilah auksin (dari bahasa Yunani auxein, ‘meningkatkan’) pertama kali digunakan
oleh Frits Went, seorang mahasiswa pascasarjana di Belanda pada tahun 1926, yang
menemukan bahwa suatu senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabkan
3
pembengkokan koleoptil oat kearah cahaya. Auksin yang ditemukan Went kini diketahui
sebagai asam indolasetat (IAA), dan beberapa ahli fisiologi masih menyamakan IAA dengan
auksin.
IAA akan bergerak melalui tabung tapis jika diberikan di permukaan daun yang cukup
matang untuk mengankut gula keluar, tapi biasanya pengangkutan pada batang dan tangkai
daun berasal dari daun muda menuju arah bawah sepanjang berkas pembuluh.
Cara pangangkutan ini memiliki keistimewaan yang berbeda dengan pengankutan
floem. Pertama, pergerakan auksin itu lambat, hanya sekitar 1 cm jam -1 di akar dan batang,
meskipun pergerakan itu masih 10 kali lebih cepat dibandingkan dengan malalui difusi.
Kedua, pengangkutan auksin berlangsung secara polar pada batang; arahnya lebih sering
basipetal (mancari dasar), tanpa menghiraukan dasar tersebut berada pada posisi normal atau
terbalik. Pengangkutan dari akar juga berlangsung secara polar, tapi arahnya akropetal
(mencari apeks). Ketiga, pergerakan auksin memerlukan energy metabolism, seperti
ditunjukkan oleh kemampuan zat penghambat sintesis ATP atau keadaan kurang oksigen
dalam menghambat pergerakan itu (Salisbury dan Ross, 1995).
Karena adanya dominasi apical dari suatu tumbuhan seperti yang telah dikemukakan
di atas, maka dilakukanlah praktikum ini dengan tujuan untuk meneliti pengaruh auksin
terhadap pertumbuhan tunas lateral dan melihat pengaruh auksin terhadap dominasi apical.
4
MATERIAL DAN METODA
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau silet, cawan petri,
mikroskop, gelas ukur, benang, penggaris dan spatula. Sedangkan, bahan yang
digunakan adalah Phaseolus radiatus (Kacang Hijau), kapas, air dan pasta IAA.
B. Metode
Disiapkan 5 kacang hijau tang ditanam selama 5 hari pada cawan petri,
sehingga terbentuk kecambah. Perkecambahan dilakukan di ruang gelap. Dua
kecambah dipotong pucuknya tepat di bawah pasangan daun pertama dengan pisau
silet dan diberi pasta IAA. Sisa kecambah dibiarkan sebagai control. Kecambah
tersebut diberi etiket sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Kemudian pot disimpan
dalam ruangan gelap. Setelah 7 hari, pasta IAA dibersihkan dan diganti dengan yang
baru. Setelah 14 hari, dilakukan pengamatan sebagai berikut :
a. Panjang tunas lateral diukur (kalau ada).
b. Garis tengah ujung batang yang diberi pasta diukur dan dibandingkan
dengan garis tengah tanaman control.
c. Penampang melintang batang control dan ujung batang yang mendapat
perlakuan diamati di bawah mikroskop.
5
DATA PENGAMATAN
Perlakuan
Pengamatan
Panjang Kecambah
IAA 1 (cm)IAA 2
(cm)
Kontrol (Tidak diberi
Pasta IAA) (cm)
Sebelum diberi Pasta
IAA24,5 28,5 26,5
Sesudah diberi Pasta
IAA31 31,5 42,2
Gambar 1.
Gambar 3.
Gambar 2.
Gambar 1 dan gambar 3 merupakan kondisi di mana beberapa kecambah belum di
berikan Pasta IAA, di mana dapat terlihat bahwa Tanaman yang akan diberi Pasta IAA
lebih panjang dibandingkan dengan tanaman kontrolnya. Pada gamabar 3 merupakan
kondisi di mana Kecamabah telah diberi Pasta IAA dan baru dilakukan pengamatan
setelah dibiarkan 7 selama hari. Hasilnya adalah dapat dilihat bahwa tanaman control
akan jauh lebih panjang dari tanaman yang telah diberi Pasta IAA.
6
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, ingin dilihat pengaruh dari pasta IAA terhadap pertumbuhan
tunas apical dan lateral dan juga untuk melihat pengaruh pasta IAA terhadap pertumbahan
tanaman. Tanaman yang kami gunakan adalah kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus).
Pada pengamatan, kecambah control tumbuh lebih panjang dibandingkan dengan
kecambah yang diberi perlakuan tunas apikalnya dipotong dan diberi pasta IAA. Hal ini dapat
disebabkan beberapa hal, yaitu vaselin yang digunakan dalam Pasta IAA sudah tidak terlalu
bagus dan karena pada kecambah yang sebagai control, bagian tunas apikalnya tidak
dipotong, sehingga kadar auksin masih tinggi dan menyebabkan kecambah dapt tumbuh lebih
panjang.
Pada hasil pengamatan, tidak ditemukannya tunas lateral yang tumbuh. Mungkin
tunas lateral tersebut tumbuh, tetapi tidak teramati. Bila tunas apical tidak terlihat tumbuh,
maka bagian pucuk kecambah tersebut dipotong dan diamati dengan mikroskop untuk
melihat apakah telah terjadi pertumbuhan tunas lateral atau tidak. Tetapi, tidak dilakukannya
pengamatan dengan mikroskop, karena pada saat itu mikroskop tidak dapat digunakan.
Dalam hal ini, seharusnya yang terjadi adalah saat tunas apical dipotong, maka tunas lateral
akan tumbuh. Karena penghambat dari pertumbuhan tunas lateral adalah adanya dominasi
tunas apical.
Berdasarkan atas pandangan ini, auksin yang ditransportasikan ke bawah tajuk dari
tunas apikal, secara langsung menghambat pertumbuhan tunas lateral. Hal ini menyebabkan
tajuk tersebut menjadi memanjang dengan mengorbankan percabangan lateral. Sitokinin yang
masuk dari akar ke dalam sistem tajuk tumbuhan, akan melawan kerja auksin, dengan
mengisyaratkan tunas lateral untuk mulai tumbuh. Jadi rasio auksin dan sitokinin merupakan
faktor kritis dalam mengontrol penghambatan tunas lateral. Banyak penelitian yang
konsisten dengan hipotesis penghambatan langsung ini. Apabila tunas apikal yang
merupakan sumber auksin utama dihilangkan, maka penghambatan tunas lateral juga akan
hilang dan tanaman menjadi menyemak. Aplikasi auksin pada permukaan potongan
kecambah yang terpenggal, akan menekan kembali pertumbuhan tunas lateral. Mutan yang
terlalu banyak memproduksi sitokinin, atau tumbuhan yang diberi sitokinin, juga bertendensi
untuk lebih menyemak dibanding yang normal.
7
Defoliasi menyebabkan dominasi apikal hilang sehingga pertumbuhan memanjang ke
atas terhenti. Hal ini dikarenakan sel-sel meristem yang ada di bagian pucuk tanaman
dihilangkan, akibatnya tanaman yang dipangkas ujung batangnya cenderung beralih
melakukan pertumbuhan menyamping, misalnya pembentukan cabang atau tunas lateral.
Pada tanaman perlakuan terdapat tunas-tunas lateral yang kemudian membentuk cabang-
cabang lateral. Pertumbuhan cabang lateral ini dipengaruhi oleh auksin dan sitokinin.
Sitokinin akan mengaktifkan pembelahan sel pada meristem tunas lateral (Khrishnamoorthy,
1981). Hal ini juga dikemukakan oleh Lakitan (1996), bahwa hormon sitokinin mempunyai
peran yang penting pada pembentukan cabang lateral, karena sitokinin yang terdapat pada
ujung akar akan ditransport secara akropetal melalui bagian xilem ke bagian atas tanaman.
Setelah dilakukan pemangkasan pada ujung batang, suplai auksin dari tunas apikal
tidak terjadi lagi, sehingga kadar auksin dalam ruas dibawahnya berkurang. Sebagai
akibatnya terjadi ekpresi IPT (isopentenil transferase) pada tanaman. IPT merupakan enzim
yang bertanggung jawab sebagai biokatalisator pada biosintesis sitokinin. Sitokinin yang
dihasilkan dari ruas tanaman memasuki tunas lateral dan menyebabkan pertumbuhan tunas
lateral (Sato dan Mori, 2001). Peningkatan kadar sitokinin dalam tunas lateral dapat
mendorong penyempurnaan hubungan berkas pembuluh antara tunas lateral dan batang
tumbuhan sehingga dapat dikatakan bahwa sitokinin menyebabkan terjadinya diferensiasi
jaringan pengangkut tunas lateral (Heddy, 1989). Terbentuknya jaringan pengagkut tersebut
memungkinkan terjadinya transport nutrien dari batang ke tunas lateral, sehingga tunas lateral
dapat tumbuh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian pada variabel panjang cabang lateral dan
diameter cabang lateral. Pertumbuhan memanjang cabang lateral dipengaruhi oleh auksin
yang dihasilkan oleh ujung apikal tunas lateral sendiri dan sitokinin yang ditransport dari
akar. Siokinin akan merangsang pembelahan sel melalui peningkatan laju sintesis protein
(Lakitan, 1996), dengan adanya pembelahan sel maka jumlah sel akan menjadi banyak dan
dengan adanya auksin sel dapat membesar dan memanjang. Auksin dapat menyebabkan
pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi plastisitas dinding sel. Auksin akan memacu
protein yang ada di membram sel untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini akan
mengaktifkan enzim sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul
selulosa. tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah
pemanjangan ini, sel terus tumbuah dengan mensintesis kembali material dinding sel dan
sitoplasma (Campbelll, et al., 2000).
8
Maka, dapat diketahui bahwa yang menghambat pertumbuhan tunas lateral adalah
adanya dominasi apical, yang dapat diatasi dengan pemotongan dari tunas apical tersebut.
Dominasi apical terjadi karena produksi auksin pada tunas apical, yang mana fungsi dari
auksin sendiri adala membantu dalam pemanjangan batang. Sedangkan tunas lateral akan
tumbuh bila kadar auksinnya sedikit. Kecambah control lebih panjang karena vaselin yang
dipakai kurang baik dan tunas apical yang tidak dipotong.
9
KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Penghambat tunas lateral adalah karena adanya dominasi apical.
2. Auksin membantu dalam pertumbuhan tunas apical.
3. Sitokinin berperan dalam pembentukan tunas lateral.
4. Pemotongan tunas apical memacu pertumbuhan tunas lateral.
5. Auksin juga berperan dalam pembentukan tunas lateral.
6. Kecambah control lebih panjang karena vaselin yang dipakai kurang baik dan tunas
apical yang tidak dipotong.
10
REFERENSI
Campbell, dkk. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Erlangga: Jakarta.
Darmanti, Sri et al. Perlakuan Defoliasi untuk Meningkatkan Pembentukan dan Pertumbuhan Cabang Lateral Jarak Pagar (Jatropha curcas). http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:uhyr8vYl5CgJ:eprints.undip.ac.id/6199/1/Sri_darmanti,_Perlakuan_Defoliasi.pdf+penghambat+tumbuh+tunas+lateral+pdf&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESi8B80X7qHu6-fsl-NVO3HM9cZiVKacDfS_xUOXDuSMN2noj1VqF9QWo3XFm1hGanub4mQnHMdoWhUHlMy7YxP5sscZpWiLzEPzRZCGoWr4Vh_FsThVo7e96wMJ5JAe0LuOTJdw&sig=AHIEtbT0BxzVjFpSlvqKzrBU2HQ6uxZFBw. (Diakses, Selasa 26 April 2011).
Dewi, Intan Ratna A. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman.
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:FMhDgAAI9YwJ:data.tp.ac.id/bank/makalah
%2Bfitohormon.pdf+dominasi+tunas+apikal+pdf&hl=en. (Diakses, Selasa 26 April
2011).
Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. Penerbit CV Rajawali. Jakarta
Krishnamoorthy, H.N. 1981. Plant Growth Substances Including Applications In Agriculture.
Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi.
Lakitan,Benyamin.2007.Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Salisbury, Frank B. dan Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Penerbit ITB: Bandung.
Sato, S.S and H. Mori. 2001. Control Outgrowth and Dormancy In Axilary Bud.
http://www.plantphysiol.org.
Sutisna, Agus. 2010. Teknik Mempercepat Pertumbuhan Tunas Lateral Untuk Perbanyakan
Vegetativ Anthurium dengan Aplikasi GA dan BA.
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:VdzueSYVGngJ:pustaka.litbang.deptan.go.id/p0.ublikasi/
bt152105.pdf+dominasi+tunas+apikal+pdf&hl=en. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15,
No. 2, 2010; 56-59. (Dikases, Selasa 26 April 2011).
Taiz L. and E. Zieger. 1998. Plant Physiology. Sinauer Associates Inc., Publisher.
Sunderland. Massachusetts.
Tekei, K., H. Sakakibara and T. Sugiyama. 2001. Identification of Genes Encoding Adenylate
Isopentenyltrasferase, A Cytokinin Biosynthesis Enzyme In Arabidopsis Thaliana.
http://wwwjbc.org./ogi/content/abstract/M102130200vl.
11
Wilkins, M.B. 1989. Fisiologi Tanaman. Bina Aksara: Jakarta.
12