penggunaan manitol pada cedera kepala

28
I. Pendahuluan Data dari Health Interview Survey menunjukkan bahwa sekitar seperlima trauma kepada masuk kategori moderate sampai parah. Hanya 15% dari total trauma kepala di populasi yang dirawat di Rumah Sakit, dan hanya 9,6% dari yang masuk rumah sakit mempunyai GCS antara 3-11. Angka kematian trauma kepala di Amerika Serikat berkisar antara 14-30 per 100.000 penduduk. Angka kematian dari pasien yang masuk rumah sakit berkisar sangat lebar antara 4 – 25%. Lebih dari 60% kematian terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit. Sekitar 40% pasien yang datang yang tidak sadar setelah cedera kepala mempunyai TIK yang meninggi (Miller, 1977). Pada 50% dari yang mati, peninggian TIK adalah penyebab utama. Makin tinggi TIK, makin besar mortalitas. Pada beberapa pasien peninggian TIK mungkin secara sederhana menggambarkan beratnya cedera otak primer. Dilain pihak cedera otak primer mempunyai potensi untuk pulih dan pada kelompok ini tindakan aktif merupakan penyelamat hidup. Hingga saat ini belum ada metoda yang tersedia yang membedakan kedua kelompok pada awalnya. Peninggian tekanan intrakranial (TIK/ICP, Intracranial Pressure) merupakan bencana sejak masa awal bedah saraf, dan tetap merupakan penyebab kematian paling sering pada penderita bedah saraf. Ini terjadi pada penderita cedera kepala, stroke hemoragik dan trombotik, serta lesi desak ruang seperti tumor otak. Massa intrakranial bersama 1

Upload: lowhill

Post on 09-Feb-2016

737 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

doc

TRANSCRIPT

Page 1: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

I. Pendahuluan

Data dari Health Interview Survey menunjukkan bahwa sekitar

seperlima trauma kepada masuk kategori moderate sampai parah. Hanya

15% dari total trauma kepala di populasi yang dirawat di Rumah Sakit, dan

hanya 9,6% dari yang masuk rumah sakit mempunyai GCS antara 3-11.

Angka kematian trauma kepala di Amerika Serikat berkisar antara 14-

30 per 100.000 penduduk. Angka kematian dari pasien yang masuk rumah

sakit berkisar sangat lebar antara 4 – 25%. Lebih dari 60% kematian terjadi

sebelum pasien masuk rumah sakit.

Sekitar 40% pasien yang datang yang tidak sadar setelah cedera

kepala mempunyai TIK yang meninggi (Miller, 1977). Pada 50% dari yang

mati, peninggian TIK adalah penyebab utama. Makin tinggi TIK, makin besar

mortalitas. Pada beberapa pasien peninggian TIK mungkin secara sederhana

menggambarkan beratnya cedera otak primer. Dilain pihak cedera otak

primer mempunyai potensi untuk pulih dan pada kelompok ini tindakan aktif

merupakan penyelamat hidup. Hingga saat ini belum ada metoda yang

tersedia yang membedakan kedua kelompok pada awalnya.

Peninggian tekanan intrakranial (TIK/ICP, Intracranial Pressure)

merupakan bencana sejak masa awal bedah saraf, dan tetap merupakan

penyebab kematian paling sering pada penderita bedah saraf. Ini terjadi pada

penderita cedera kepala, stroke hemoragik dan trombotik, serta lesi desak

ruang seperti tumor otak. Massa intrakranial bersama pembengkakan otak

meninggikan TIK dan mendistorsikan otak. Cara untuk mengurangi TIK

dengan cairan hipertonik yang mendehidrasi otak, menjadi bagian penting

pada tindakan bedah saraf. Beberapa proses patologi yang mengenai otak

dapat menimbulkan peninggian tekanan intrakranial. Sebaliknya hipertensi

intrakranial mempunyai konsekuensi yang buruk terhadap outcome pasien.

Jadi peninggian TIK tidak hanya menunjukkan adanya masalah, namun

sering bertanggung jawab terhadapnya.

Walau hubungan antara pembengkakan otak dengan hipertensi

intrakranial dan tanda tanda neurologi yang umum terjadi pada herniasi

tentorial, hingga saat ini sedikit informasi langsung tentang kejadian, derajat

1

Page 2: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

dan tanda klinik yang jelas dari peninggian TIK. Sebabnya adalah bahwa

tekanan jarang yang langsung diukur intrakranial. Untuk itu, pengukuran

dilakukan pada rongga subarakhnoid lumbar dan hanya kadang-kadang

dicatat serta pada waktu yang singkat pula. Pungsi lumbar tidak hanya

memacu herniasi tentorial atau tonsilar, namun juga tekanan yang terbaca

lebih rendah dari yang sebenarnya.

II. Anatomi, Fisiologi, dan Patofisiologi

Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen : otak,

cairan serebrospinal dan darah. Kranium hanya mempunyai sebuah lubang

keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium kaku yang

memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah terletak pada

hiatus dari tentorium.

Cairan serebrospinal atau cerebrospinal fluid atau liquor

cerebrospinalis adalah merupakan cairan jernih yang diproduksi di dalam

ventrikel otak. Cairan ini mengisi ruangan subarachnoid di dalam otak (ruang

antara skull dan kortek cerebral) atau secara lebih spesifik adalah mengisi

ruangan antara arachnoid dan lapisan pia meninges. CSS adalah cairan

bersifat basa dan berperan sebagai cushion atau buffer kortek termasuk otak

dan spinal cord dan untuk merendami sistem syaraf pusat (central nervous

system / CNS) di dalam milieu cair yang dinamis

Total volume CSS pada manusia adalah sekitar 140 ml, 23 ml dari total

volume CSS tersebut mengisi sistem ventrikel dan sisanya terdistribusi di

antara ruang subarachnoid yang melingkupi otak dan spinal cord dan ruang

interstitial yang melingkupi elemen-elemen CNS. Permukaan ventrikel atau

ependymal, bersifat permiabel terhadap CSS maupun molekul-molekul

berukuran besar lainnya. Sebaliknya, kompartemen vaskular otak terpisahkan

dari ruang CSS oleh endotel kapiler khusus, dan dapat berperan untuk

mencegah mengalirnya molekul yang berdiameter lebih besar dari 20

angstrom. Lapisan ependyma adalah pembentuk anatomi dasar dari blood-

brain barrier.

Rate produksi CSS pada manusia adalah sekitar 0,3-0,4 ml/menit.

Sehingga volume CSS diperbaharui setiap 5-7 jam. Sekitar 70 % CSS

diproduksi oleh pleksus koroid, dan sisanya terbentuk sebagai hasil dari

2

Page 3: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

aktivitas metabolik otak dan spinal chord parenchyma. Produksi CSS oleh

pleksus koroid berawal sebagai darah kemudian disaring melalui

fenestrations kapiler koroid. Ultrafiltrat yang dihasilkan kaya dengan protein

masuk menuju stroma pleksus koroid dan berpindah menuju clefts sel-sel

epitil koroid. Pada tahap ini terjadi bermacam-macam tahapan proses,

natrium dipisahkan menuju ventrikel digantikan oleh kalium melalui pompa

sodium-potassium-adenosine triphospahte (Na+-K+-ATPase), yang diatur

oleh sel epitel. Ion-ion klorida dan bikarbonat berpindah secara pasif menuju

CSS sebagai akibat adanya aktivitas anhidrase karbonat pada sel epitil.

Protein selanjutnya menuju sistem ventrikel melalui dua mekanisme yang

memungkikan; pinocytosis dan melalui pori-pori yang kecil. Pemisahan air

dari epitie koroid menuju ventrikel terjadi akibat perbedaan tekanan osmotik

pada sekresi natrium, pemisahan ini lebih dikenal sebagai migrasi pasif. Di

samping itu juga dikenal adanya produksi CSS ekstra koroid (Extrachoroidal),

sekitar 30 % CSS terjadi pada CNS parenchyma.

Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada sistem

ventrikuler, dari ventrikel lateral melalui foramen Monro (foramen

interventrikuler) ke ventrikel tiga, akuaduktus dan ventrikel keempat. Dari sini

keluar melalui foramina diatap ventrikel keempat ke sisterna magna. Sirkulasi

Subarakhnoid Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun

kebanyakan melalui pintu tentorial (pada sisterna ambien) sekeliling otak

tengah untuk mencapai rongga subarakhnoid diatas konveksitas hemisfer

serebral.

Cairan selanjutnya diabsorpsi ke sistem vena melalui villi arakhnoid.

Villa arakhnoid adalah evaginasi penting rongga subarakhnoid kesinus

venosus dural dan vena epidural; mereka berbentuk tubuli mikro, jadi tidak

ada membran yang terletak antara CSS dan darah vena pada villi. Villi

merupakan katup yang sensitif tekanan hingga aliran padanya adalah satu

arah. Bila tekanan CSS melebihi tekanan vena, katup terbuka, sedang bila

lebih rendah dari tekanan vena maka katup akan menutup sehingga

mencegah berbaliknya darah dari sinus kerongga subarakhnoid. Secara

keseluruhan, kebanyakan CSS dibentuk di ventrikel lateral dan ventrikel

keempat dan kebanyakan diabsorpsi di sinus sagittal. Dalam keadaan normal,

3

Page 4: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

terdapat keseimbangan antara pembentukan dan absorpsi CSS. Derajat

absorpsi adalah tergantung tekanan dan bertambah bila tekanan CSS

meningkat. Sebagai tambahan, tahanan terhadap aliran tampaknya

berkurang pada tekanan CSS yang lebih tinggi dibanding tekanan normal. Ini

membantu untuk mengkompensasi peninggian TIK dengan meningkatkan

aliran dan absorpsi CSS. Hampir dapat dipastikan bahwa jalur absorptif

adalah bagian dari villi arakhnoid, seperti juga lapisan ependima ventrikel dan

selaput saraf spinal; dan kepentingan relatifnya mungkin bervariasi

tergantung pada TIK dan patensi dari jalur CSS secara keseluruhan. Sebagai

tambahan atas jalur utama aliran CSS, terdapat aliran CSS melalui otak, mirip

dengan cara cairan limfe. Cara ini kompleks dan mungkin berperan dalam

pergerakan dan pembuangan cairan edem serebral pada keadaan patologis.

CSS mempunyai banyak peran mencakup perlindungan mekanik otak,

distribusi faktor-faktor neuroendokrin dan memfasilitasi aliran darah pada

otak. Aliran CSS mengikuti ekspansi dan kontraksi arteri yang menyerupai

pergerakan airmancur yang dapat mencegah perubahan aliran darah

intrakranial. Bila terjadi gangguan aliran CSS, maka tidak hanya berpengaruh

pada aliran CSS itu sendiri, tetapi juga berpengaruh pada aliran darah

intrakranial yang sudah pasti akan berpengaruh pada gangguan fungsi

neuron dan glial. Dalam kesetimbangan ini juga sangat dipengaruhi oleh

sistem vena.

Fenomena otoregolasi cenderung mempertahankan aliran darah otak

(ADO) stabil bila tekanan darah rata-rata 50-160 mmHg (untuk pasien

normotensif, dan bergeser kekanan pada pasien hipertensif dan sebaliknya).

Dibawah 50 mmHg ADO berkurang bertahap, dan diatas 160 mmHg terjadi

dilatasi pasif pembuluh otak dengan akibat peninggian tekanan intrakranial.

Tekanan Garis Dasar (Baseline Pressure) Batas atas normal TIK untuk

sementara bertambah setiap saat pasien batuk atau menggeliat, dan setiap

peningkatan dapat mencapai tingkat yang ekstrem (100 mmHg). Ini menjadi

penting hanya bila peninggian bertahan semenit atau lebih. Lundberg

menganjurkan bahwa tingkat rata-rata diatas 20 mmHg harus diingat sebagai

peninggian sedang dan tingkat diatas 40 mmHg sebagai peninggian berat.

4

Page 5: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

Tingkat normal 0-10 mmHg

TIK abnormal diatas 15 mmHg

Peninggian sedang 21-40 mmHg

Peninggian berat diatas 40 mmHg

Peninggian menetap TIK garis dasar adalah penting, namun makna

klinik tergantung pada keadaan patologi yang mendasarinya. Pasien dengan

lesi intrakranial yang meluas, peninggian TIK sedang dalam daerah 15-20

mmHg mungkin dapat ditolerasi dengan baik namun peninggian diatas 40

mmHg biasanya berhubungan dengan penurunan aktifitas listrik serebral dan

tanda klinik dari iskemia serebral.

Pengukuran TIK yang sinambung menjadi prosedur klinik standar sejak

dipelopori Guillaume dan Janny (1951) dan Lundberg (1960). Gunanya untuk:

1. sebagai penuntun terapeutik dalam pengobatan peninggian TIK pada

cedera kepala atau,

2. sebagai tes diagnostik pada kelainan sirkulasi CSS.

Karena sutura tengkorak telah mengalami fusi, volume intra kranial

total tetap konstan. Isi intrakranial utama adalah otak, darah dan CSS yang

masing-masing tak dapat diperas. Karenanya bila volume salah satu

bertambah akan menyebabkan peninggian TIK kecuali terjadi reduksi yang

bersamaan dan ekual volume lainnya. TIK normal pada keadaan istirahat

adalah 10 mmHg (136 mmH2O). Sebagai pegangan , tekanan diatas 20

mmHg adalah abnormal, dan diatas 40 mmHg dikategorikan sebagai

peninggian yang parah. Semakin tinggi TIK pada cedera kepala, semakin

buruk outcomenya. Bila timbul massa yang baru didalam kranium seperti

tumor, abses atau bekuan darah, pertama-tama ia akan menggeser isi

intrakranial normal.

5

Page 6: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

Otoregulasi dapat terganggu pada cedera otak dengan akibat ADO

tergantung secara linear terhadap tekanan darah. Oleh karena hal-hal

tersebut, sangat penting untuk mencegah syok atau hipertensi (perhatikan

tekanan darah pasien sebelum cedera). Volume total intrakranial harus tetap

konstan ( Doktrin Monro-Kellie : K = V otak + V css + V darah + V massa ).

Kompensasi atas terbentuknya lessi intrakranial adalah digesernya css dan

darah vena hingga batas kompensasi, untuk selanjutnya tekanan intrakranial

akan naik secara tajam. Pada lesi yang membesar cepat seperti hematoma,

perjalanan klinik dapat diprediksi. Bila fase kompensasi terlewati, tekanan

intrakranial meningkat.

CSS dapat dipaksa dari rongga ventrikel dan subarakhnoid kerongga

subarakhnoid spinal melalui foramen magnum. Rongga subarakhnoid spinal

bersifat distensibel dan mudah menerima CSS ekstra. Namun kemampuan ini

terbatas oleh volume CSS yang telah ada dan oleh kecenderungan jalur CSS

untuk mengalami obstruksi. Sekali hal ini terjadi, produksi CSS diatas

bendungan yang tetap berlangsung akan menambah peninggian TIK. Jalur

subarakhnoid mungkin terbendung di tentorium atau foramen magnum. Jalur

CSS intraventrikular mungkin terbendung pada ventrikel tiga atau akuaduktus

yang akan menyebabkan temuan yang khas pada sken CT dimana ventrikel

lateral kolaps pada sisi massa, sedangkan ventrikel lateral disisi berlawanan

akan tampak distensi. Pada banyak keadaan klinis, perubahan volume sangat

kompleks. Ini terutama pada cedera kepala dimana mungkin terdapat bekuan

darah, edema otak serta gangguan absorpsi CSS akibat perdarahan

subarakhnoid atau perdarahan intraventrikuler.

Pasien nyeri kepala yang memburuk oleh hal yang meninggikan TIK

seperti batuk, membungkuk dan terlentang, kemudian mulai mengantuk.

Kompresi atau pergeseran batang otak berakibat peninggian tekanan darah,

sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Pupil sisi massa

berdilatasi, bisa dengan hemiparesisi sisikontralateral massa. Selanjutnya

pasien jadi tidak responsif, pupil tidak bereaksi dan berdilatasi, serta refleks

batang otak hilang. Akhirnya fungsi batang otak berhenti, tekanan darah

merosot, nadi lambat, respirasi lambat dan tidak teratur untuk akhirnya

berhenti. Penyebab akhir kegagalan otak adalah iskemia. Peninggian TIK

6

Page 7: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

mempengaruhi ADO akibat kompresi arterial, regangan atau robekan arteria

dan vena batang otak serta gangguan perfusi. ADO konstan 50 ml/100

gr/menit pada otoregulasi normal. Jadi ADO dipengaruhi oleh tekanan darah

arterial, tekanan intrakranial, otoregulasi, stimulasi metabolik serta distorsi

atau kompresi pembuluh darah oleh massa atau herniasi.

Pada kenyataannya, banyak dari akibat klinis dari peninggian TIK adalah

akibat pergeseran otak dibanding tingkat TIK sendiri.

Transtentorial

Lateral

Massa yang terletak lebih kelateral menyebabkan pergeseran bagian medial

lobus temporal (unkus) melalui hiatus tentorial serta akan menekan batang

otak secara transversal. Saraf ketiga terkompresi menyebabkan dilatasi pupil

ipsilateral. Penekanan pedunkel serebral menyebabkan hemiparesis

kontralateral. Pergeseran selanjutnya menekan pedunkel serebral yang

berseberangan terhadap tepi tentorial menyebabkan hemiparesis ipsilateral

hingga terjadi kuadriparesis. Sebagai tambahan, pergeseran pedunkel yang

berseberangan pada tepi tentorial sebagai efek yang pertama akan

menyebabkan hemiparesis ipsilateral. Indentasi pedunkel serebral

ini disebut ‘Kernohan’s notch’. Arteria serebral posterior mungkin tertekan

pada tepi tentorial, menyebabkan infark lobus oksipital dengan akibat

hemianopia.

Sentral

Bila ekspansi terletak lebih disentral seperti tumor bifrontal, masing-masing

lobus temporal mungkin menekan batang otak. Kompresi tektum berakibat

paresis upward gaze dan ptosis bilateral.

Tonsilar

Mungkin merupakan tahap akhir kompresi otak supra-tentorial progresif, dan

menampakkan tahap akhir dari kegagalan batang otak. Kadang-kadang pada

tumor fossa posterior, herniasi tonsilar berdiri sendiri, menyebabkan tortikolis,

suatu refleks dalam usaha mengurangi tekanan pada medulla. Kesadaran

mungkin tidak terganggu, namun gangguan respirasi terjadi berat dan cepat.

7

Page 8: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

Subfalsin

Pergeseran permukaan medial hemisfer (girus singulata) didekat falks

mungkin menekan arteria serebral anterior menimbulkan paralisis tungkai

kontralateral. Ini jarang ditemukan berdiri sendiri. Pergeseran kebawah terus

bertambah berat dan dipercepat oleh pungsi lumbar; CSS keluar melalui luka

pungsi dural dalam jumlah yang besar untuk beberapa hari, tidak peduli

berapa banyak atau berapa sedikit CSS diambil untuk analisis.

Edema otak yang terjadi oleh sebab apapun akan meninggikan TIK

yang berakibat gangguan ADO yang berakibat memperberat edema sehingga

merupakan lingkaran setan. TIK lebih dari 15 mm Hg harus ditindak. Triad

klasik nyeri kepala, edema papil dan muntah ditemukan pada duapertiga

pasien. Sisanya hanya dua gejala. Tidak satupun khas untuk peninggian TIK,

kecuali edema papil, namun memerlukan waktu yang lama untuk timbulnya.

Simtom lebih banyak tergantung penyebab dari pada tingkat tekanan. Tidak

ada korelasi konsisten antara tingkat tekanan dengan beratnya gejala.

Penurunan kesadaran adalah ciri cedera otak. Dua jenis cedera otak yaitu

cedera korteks bilateral serta cedera pada sistem pengaktif retikuler batang

otak disamping peninggian TIK dan penurunan ADO dapat menurunkan

tingkat kesadaran.

Edema otak didefinisikan sebagai peningkatan volume otak

diakibatkan bertambahnya kandung air jaringan. Istilah ‘pembengkakan otak’

juga umum, dimana volume bertambah mungkin pada air jaringan (edema

otak), atau pada volume intravaskular (pembengkakkan otak kongestif).

Istilah-istilah ini tak seluruhnya dapat dipertukarkan. Kandung air otak normal

adalah 80 % dari berat bersih pada substansi kelabu, dan 68 % berat bersih

substansi putih. Pada otak yang edema, nilainya adalah 77 % pada substansi

putih dan 82 % pada substansi kelabu. Jadi kebanyakan peningkatan jumlah

air adalah pada substansi putih, yang kini dapat dipastikan in vivo dengan CT

dan MRI. Ada beberapa jenis edema otak; vasogenik, sitotoksik, hidrostatik,

hipo-osmolar dan interstitial. Pada konteks bedah saraf, jenis terpenting

adalah edema vasogenik yang khas dengan penambahan permeabilitas sel

kapiler otak. Penambahan utama tekanan intravaskular intrakranial

8

Page 9: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

dihantarkan pada bed kapiler yang tak terlindung, dan cairan merembes ke

rongga ekstraselular. Penjelasan lain pembentukan pembengkakan otak

adalah bendungan karena hilangnya autoregulasi dan ekspansi VDS.

Efek merusak edema otak digambarkan melalui tiga mekanisme yang saling

berhubungan. Pertama adalah peninggian TIK yang terjadi bila volume air

yang mengalami ekstravasasi melebihi batas kompensasi spasial. Akhirnya

terjadi pengurangan ADS, menyebabkan iskemia. Kedua, akumulasi air akan

menambah tahanan serebrovaskuler karena distorsi atau kompresi bed

vaskuler, dan ini akan mengurangi juga ADS regional. Akhirnya efek massa

daerah edema memperparah distorsi dan pergeseran otak. Karena iskemi

serebral sendiri menyebabkan edema otak, mudah untuk melihat bagaimana

siklus visius dapat timbul, dimana edema dan iskemi otak menjadi progresif.

Tingkat TIK dan Mortalitas pada Penderita Cedera Kepala Berat (Miller,

1983).

Kurang dari 20 mmHg 18%

Lebih dari 20 mmHg 45%

Lebih dari 40 mmHg 74%

Lebih dari 60 mmHg 100%

III. Patofisiologi Cedera Kepala

Cedera kepala merupakan proses yang dinamis dan memiliki variabel-

variabel yang saling berkaitan, tergantung pada cedera awal dan kerusakan

otak sekunder. Cedera otak dapat kita bedakan atas kerusakan primer dan

sekunder. Kerusakan primer yaitu kerusakan otak yang timbul pada saat

cedera, sebagai akibat dari kekuatan mekanik yang mneyebabkan deformasi

jaringan. Kerusakan ini dapat bersifat fokal ataupun difus. Kerusakan fokal

yang timbul dapat berupa:

9

Page 10: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

- kontusio serebri, diartikan sebagai kerusakan jaringan otak tanpa

disertai robeknya piamater.

- Laserasi, jika kerusakan tersebut disertai dengan robeknya piamater.

- Perdarahan intracranial, mencakup perdarahan ekstradural dan intra

dural.

Target dari penanganan trauma kepala adalah mencegah kerusakan

sekunder karena komplikasi intrakranial dan ektrakranial; dan menyediakan

kondisi fisiologi yang optimal bagi otak untuk memaksimalkan proses

penyembuhan. Penyebab kematian dari ekstrakranial yang paling umum

adalah hipoksia dan syok, sedangkan dari intrakranial tersering adalah salah

diagnosa atau penundaan diagnosa perdarahan intrakranial. Manajemen

emergency room diarahkan untuk memberikan oksigenasi dan perfusi otak

yang optimal dan diagnosa intrakranial yang tepat.

69% pasien dengan kontusi serebral tidak memerlukan operasi.

Selanjutnya TIK tetap meninggi pada lebih dari setengah pasien dengan

cedera kepala berat, bahkan setelah lesi massanya dibuang (Miller, 1981).

CT scan abnormal mungkin menunjukan bahwa TIK meninggi atau akan

meninggi (Klauber, 1984). Tanda CT spesifik termasuk pembengkakan otak

difus, pergeseran garis tengah, obliterasi sisterna ambient, dilatasi ventrikel

berlawanan dan klot kecil multipel intraserebral. Pasien dengan tanda CT

demikian harus diawasi ketat. Setiap perburukan pada tingkat kesadaran

menunjukkan akan perlunya tindakan mengurangi TIK dengan bimbingan

pengamatan TIK.

1. Perdarahan Ekstradural

Perdarahan ekstra dura (hematoma ekstradura), lebih lazim disebut

epidural hematoma (EDH), diartikan sebagai adanya penumpukan darah

diantara dura dan tabula interna. Paling sering terletak pada daerah temporal

dan frontal. Pada pemeriksaan CT scan kepala akan terlihat sebagai massa

hiperdens berbentuk bikonveks.

10

Page 11: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

Sumber perdarahan biasanya dari laserasi cabang arteri meningea oleh

fraktur tulang, walaupun kadang-kadang dapat berasal dari vena atau diploe.

Darah pada EDH membeku (clotting), berbentuk bikonveks.

Perjalanan klinisnya dapat mengikuti salah satu dari yang disebutkan sbb:

1. Tetap sadar

2. Tetap tidak sadar

3. Mula-mula sadar lalu menjadi tidak sadar

4. Mula-mula tidak sadar lalu menjadi sadar

5. Mula-mula tidak sadar, lalu menjadi sadar (lucid interval) dan akhirnya

menjadi tidak sadar. Lucid interval tidak patognomonik untuk EDH dan

hanya terjadi pada sepertiga kasus.

2. Perdarahan Intradural

Perdarahan intradural mencakup perdarahan subdural, subarachnoid,

intraserebral, intraserebelar, basal ganglia dan intraventrikuler.

Perdarahan subdural, lebih lazim dengan sebutan subdural hematoma (SDH).

Diartikan sebagai penumpukan darah diantara dura dan arachnoid.

Lesi ini lebih sering ditemukan daripada EDH. Dengan mortalitas 60-70%.

Terjadi karena laserasi arteri/vena kortikal pada saat berlangsungnya

akselerasi dan deselerasi. Pada anak dan usia lanjut sering disebabkan oleh

robekan ‘bridging vein’ yang menghubungkan permukaan korteks dengan

sinus vena.

Berdasarkan waktu perkembangan dibedakan atas:

1. Akut, gejala timbul dalam 3 hari pertama setelah cedera. Pada

gambaran CT scan, terdapat daerah hiperdens berbentuk bulan sabit.

2. Subakut, gejala timbul antara hari ke-4 sampai hari ke-20. Gambaran

CT berupa campuran hiper, iso dan hipodens.

3. Kronis, jika gejala timbul setelah 3 minggu.

Perdarahan subarachnoid traumatika, paling sering ditemukan pada

cedera kepala, umumnya menyertai lesi lain. Perdarahan terletak di antara

arachnoid dan piamater, mengisi ruang subarachnoid.

Perdarahan intraserebral, atau lebih dikenal dengan intraserebral

hematoma (ICH), diartikan sebagai hematoma yang terbentuk pada jaringan

11

Page 12: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

otak (parenkim) sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah. Pada

CT scan akan memberikan gambaran daerah hiperdens yang homogen dan

berbatas tegas. Disekitar lesi akan disertai dengan edema perifokal. Jika

massa hiperdens tersebut berdiameter kurang dari 2/3 diameter lesi, maka

keadaan ini disebut kontusio. Jika ICH ini disertai dengan SDH dan kontusio

atau laserasi pada daerah yang sama, maka disebut ‘burst lobe’.

Berdasarkan hasil pemeriksaan CT scan, Fukamachi dkk, tahun 1985

membagi ICH atas:

1. tipe 1, hematoma sudah terlihat pada CT scan awal

2. tipe 2, hematoma berukuran kecil sampai sedang pada CT awal,

kemudian membesar pada CT selanjutnya

3. tipe 3, hematoma terbentuk pada daerah yang normal pada CT awal

4. tipe 4, hematom berkembang pada daerah yang abnormal sejak awal

(salt and pepper)

klasifikasi Diffuse brain injury berdasarkan CT kepala dibedakan atas:

1. grade 1: tidak terdapat kelainan patologi yang terlihat pada CT

2. grade 2: cisterna masih tampak, midline shift d” 5 mm, tidak terdapat

lesi berdensitas tinggi atau campuran yang >25 ml

3. grade 3: cisterna kompres atau hilang, midline shift d” 5mm, tidak

terdapt lesi berdensitas tinggi atau campuran yang >25 ml

4. grade 4: cisterna kompres atau hilang, midline shift >5 mm

Prognosa diffuse injury:

1. grade I (normal CT scan): mortality 9,6%

2. grade II (cistern present, shift < 5mm: mortality 13,5%

3. grade III (cistern compressed/ absent. Shift < 5 mm): mortality: 34%

4. grade IV: shift >5 mm: mortality 56,2%

Diffuse axonal injury (DAI) yaitu: adanya kerusakan axon yang difus

dalam hemisfer serebri, corpus callosum, batang otak dan serebrum

(pedunculus)

berdasrakan luasnya kerusakan yang timbul, DAI dapat dikelompokkan atas:

1. grade 1, tanpa lesi fokal

12

Page 13: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

2. grade 2, dengan lesi fokal pada corpus callosum

3. grade 3, yaitu grade 2 + lesi fokal pada kuadran dorsolateral rostral

batang otak

Pembengkakan otak menyeluruh (diffuse brain swelling), terjadi karena

peningkatan kandungan air dalam jaringan otak atau peningkatan volume

darah (intravaskuler), atau kombinasi keduanya. Pada diffuse brain swelling,

sebenarnya belum jelas patogenesisnya, diperkirakan sebagai jenis kongestif

karena kehilangan tonus vasomotor.

Bermacam-macam edema otak:

- Vasogenic edema, adanya gangguan BBB (Blood brain barrier)

menyebabkan penumpukan cairan tinggi protein pada ruang ekstrasel.

Edema ini terjadi disekitar tumor maupun infeksi.

- Cytotoxic edema, berhubungan dengan hipoksik-iskemik, terjadi

gangguan gradient ion yang menyebabkan penumpukan cairan

intrasel. Edema ini terjadi pada trauma.

- Hydrostatic edema, akibat peningkatan mendadak tekanan darah pada

vascular bed yang utuh, terjadi penumpukan cairan rendah protein

pada ekstrasel. Edema ini terjadi pada intoksikasi air

- Osmotic brain edema, penurunanosmolaritas serum yang berakibat

pada peningkatan cairan intrasel. Edema ini terjadi pada hiponatremia

- Interstitial brain edema, ekstravasasi air pada periventrikuler terjadi

karena tingginya tekanan akibat hidrosefalus obstruktif.

Pembengkakan oleh kongesti karena hilangnya tonus vasomotor

sementara setelah cedera kepala merupakan suatu keadaan yang ‘tidak

mengancam nyawa sedangkan edema otak adalah suatu keadaan ‘yang

mengancam nyawa. Oleh sebab itu, kongesti tidak memerlukan intervensi.

Pada edema otak harus segera diintervensi sesuai dengan penyebabnya

agar tidak terjadi herniasi otak, misalnya dengan pemberian manitol.

13

Page 14: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

IV. Penggunaan Manitol pada Cedera Kepala

Kegunaan mannitol secara teoritis berkenaan dengan penanganan

hipertensi intrakranial pada neurotrauma dan efeknya dalam mengurangi

viskositas dan akhirnya meningkatkan cerebral blood flow (CBF) daripada

secara spesifik menurunkan tekanan intracranial (ICP) akibat dehidrasi

osmotik serebral. Penggunaan manitol yang tidak tepat dapat berakibat

keadaan hiperosmolal, hipovolemia dan hiperviskositas yang dapat

menegatifkan semua efek manfaatnya.

Manitol merupakan suatu molekul gula monosa yang memiliki enam

karbon dengan enam ikatan alkohol. Molekul ini memiliki berat molekul 182,

dengan sifat osmotic diuretic yang kuat sehingga mampu menarik molekul air

ke dalam pembuluh darah dari impermeable terhadap sawar darah otak

(Blood Brain Barrier). Sifat tersebut digunakan untuk menurunkan tekanan

tinggi intrakranial pada cedera kepala. Efek tersebut diperoleh melalui

peningkatan volume darah sirkulasi dan pengenceran viskositas darah.

Jika autoregulasi masih baik, manitol dapat menurunkan tekanan intrakranial

(ICP = intracranial Pressure) sebesar 27,2 persen tanpa mempengaruhi aliran

darah otak (CBF = Cerebral Blood Flow). Tetapi jika autoregulasi terganggu,

penurunan ICP hanya sekitar 4,7 persen dan CBF menigkat.

Cara Kerja manitol

Manitol diperkirakan memiliki paling sedikit tiga mekanisme kerja yang

saling melengkapi yaitu meningkatkan tekanan darah, memperbaiki aspek

rheologik sirkulasi, dan dehidrasi serebral. Bell dan rekan-rekan melakukan

pengamatan MRI dan menyimpulkan bahwa manitol menurunkan kandungan

air pada jaringan otak yag edema, tetapi tidak pada jaringan yang sehat.

Gradien konsentrasi yang timbul akibat pemberian manitol akan

menarik molekul air ke dalam system vaskuler, volume intravaskuler

meningkat sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sesuai hukum Starling

pada jantung. Dengan demikian MABP (Mean Arterial Blood Pressure) juga

meningkat sehingga CPP (Cerebral Perfusion Pressure) meningkat.

Hubungan ini diperlihatkan dengan: CPP = MABP – ICP. Gradient ini dicapai

14

Page 15: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

dalam 15-30 menit, berlangsung selama 1,5 – 6 jam, bergantung kepada

keadaaan klinis.

Cairan yang masuk ke intravaskuler akan mengencerkan fibrinogen dan

hemoglobin sehingga viskositas darah menurun. Sesuai dengan hukum

Poiseulle, aliran adarah akan tetap walaupun diameter pembuluh darah lebih

kecil (vasokonstriksi), maka terjadi penurunan ICP. Penurunan ICP ini mulai

terjadi dalam beberapa menit, dan paling nyata pada penderita dengan CPP

<70 mmHg. Untuk memperoleh respons tersebut, lebih baik dengan

pemberian bolus daripada infusan lambat. Sedangkan penurunan ICP

selnjutnya, dipengaruhi oleh efek osmotic diuretic.

Manitol dapat mengurangi kekakuan eritrosit, sehingga lebih mudah melalui

pembuluh darah kecil dan penghantaran oksigen ke jaringan otak lebih baik.

Manitol juga mampu mengangkut radikal bebas yang terbentuk akibat iskemia

otak. Disamping itu secara eksperimental, Tagaki dan rekan-rekan telah

membuktikan bahwa pemberian manitol menyebabkan penurunan volume

CSS.

Dosis Manitol

Sediaan manitol yang digunakan biasanya 15 dan 20 persen. Pemberian

bolus dapat mengurangi kemungkinan terjadinya hemokonsentrasi dan

memperpanjang efek yang diinginkan. Manitol diberikan bolus 0,25-0,5 g/ kg

BB dalam 10-2- menit dan dapat diulangi setiap 6 jam. Menurut Marshall dan

rekan-rekan, bahwa dosis sebesar 0,25 g/kgBB memberikan efek penurunan

ICP sama baiknya dengan dosis 1 g/kgBB, tetapi pada dosis kecil

memberikan efek lebih singkat.

Indikasi pemberian manitol

- Manitol dapat diberikan sebelum dilakukan pengukuran ICP, yaitu jika

terdapat tanda-tanda herniasi transtentorial atau adanya perburukan

keadaan neurologis yang tidak disebabkan oleh keadaan sistemik

seperti hipovolemia, dll.

15

Page 16: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

- Saat ini manitol menjadi pilihan utama untuk resusitasi awal pasien

cedera kepala yang disertai dengan hipotensi, dikenal sebagai ‘small

volume resuscitation fluid’.

Cara pemberian manitol

a. sebelum pemberian manitol harus dilakukan pemeriksaan darah rutin,

fungsi ginjal, gula darah dan elektrolit darah. Sebaiknya dilakukan

perhitungan osmolaritas darah sebelum dilakukan pemberian manitol

agar terdapat gambaran osmolaritas awal, sehingga dapat diperkirakan

gradient osmolaritas yang dicapai dengan pemberian sejumlah manitol.

Osmolaritas = 2 (Na + K) + Glukosa/18 + BUN /2,8

Formula ini tidak berlaku jika telah diberikan manitol, koloid atau

sejenisnya seperti HES

b. Harus terpasang foley kateter, untuk mengukur diuresis yang terjadi,

sehingga dapat dilakukan penggantian cairan yang keluar. Sedapat

mungkin penderita dalam keadaan euvolemia, jika dapat dilakukan

pemasangan CVP lebih baik. Osmolaritas darah tidak boleh melebihi

320 mOsm/L karena dapat menyebabkan gagal ginjal akut, sebab

manitol sepenuhnya dieksresi melalui urin.

c. Jika osmolaritas darah terus meningkat, viskositas darah juga

meningkat, sehingga CPP akan menurun. Sebagai kompensasinya,

akan terjadi vasodilatasi yang menyebabkan ICP meningkat. Hal ini

akan terjadi jika diuresis yang dicapai tidak diimbangi dengan balans

cairan masuk yang memadai

d. Manitol dalam darah sebagian akan masuk ke ruang interstitial

melewati sawar darah otak pada saat terjadinya peregangan ‘tight

junction’ endotel kapitel di otak akibat ekspansi volume yang terjadi.

Sebagian yang lain akan masuk melewati sawar yang rusak akibat

cedera kepala. Hal inilah menurut Kauffmann dan Carsodo, merupakan

penyebab terjadinya ‘phenomena rebound’. Efek ini dapat dikurangi

16

Page 17: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

dengan pemberian bolus, dan penghentian manitol sebaiknya

dilakukan secara bertahap.

e. Manitol tidak boleh diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid dan

phenytoin karena dapat menyebabkan keadaan nonketotik

hiperosmolar yang banyak menyebabkan kematian

f. Gabungan manitol dengan duretika (furosemide) hanya diberikan pada

keadaan tertentu seperti overhidrasi, penderita dengan gagal janutng,

dan sebagainya.

Komplikasi pemberian manitol

a. gagal ginjal prerenal hiperosmotik. Beberapa hal yang dapat

memperberat komplikasi ini antara lain, penggunaan obat-obatan

nefrotoksik, sepsis, atau penyakit ginjal yang sudah ada.

b. Gangguan elektrolit. Setelah penggunaan manitol selama beberapa

hari, dapat terjadi hypokalemia

c. Dehidrasi dan hipotensi. Diuresis yang tidak diimbangi dengan balans

cairan masuk yang memadai akan menyebabkan hipotensi dan

dehidrasi. Suatu lingkaran setan yang akan memperberat iskemia otak

karena penurunan CPP. Resiko ini terutama dijumpai pada penderita

multiple injury, usia lanjut, dan penyakit jantung.

d. Perdarahan intrakranial menjadi berkembang karena efek tampon yang

ada akan berkurang akibat penciutan otak yang terjadi. Tetapi

maneuver ini diperlukan jika kita membutuhkan efek segera misalnya

dalam persiapan operasi, agar terdapat waktu lebih lama sebelum

herniasi menyebabkan kematian.

V. Kesimpulan

Sekitar 40% pasien yang datang yang tidak sadar setelah cedera

kepala mempunyai TIK yang meninggi (Miller, 1977). Pada 50% dari yang

mati, peninggian TIK adalah penyebab utama. Makin tinggi TIK, makin besar

mortalitas.

Peninggian menetap TIK garis dasar adalah penting, namun makna

klinik tergantung pada keadaan patologi yang mendasarinya. Pasien dengan

17

Page 18: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

lesi intrakranial yang meluas, peninggian TIK sedang dalam daerah 15-20

mmHg mungkin dapat ditolerasi dengan baik namun peninggian diatas 40

mmHg biasanya berhubungan dengan penurunan aktifitas listrik serebral dan

tanda klinik dari iskemia serebral.

Kompresi atau pergeseran batang otak berakibat peninggian tekanan

darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Pupil sisi massa

berdilatasi, bisa dengan hemiparesisi sisikontralateral massa. Selanjutnya

pasien jadi tidak responsif, pupil tidak bereaksi dan berdilatasi, serta refleks

batang otak hilang. Akhirnya fungsi batang otak berhenti, tekanan darah

merosot, nadi lambat, respirasi lambat dan tidak teratur untuk akhirnya

berhenti.

Edema otak adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa. Pada

edema otak harus segera diintervensi sesuai dengan penyebabnya agar tidak

terjadi herniasi otak, misalnya dengan pemberian manitol. Manitol

diperkirakan memiliki paling sedikit tiga mekanisme kerja yang saling

melengkapi yaitu meningkatkan tekanan darah, memperbaiki aspek rheologik

sirkulasi, dan dehidrasi serebral. Manitol diberikan bolus 0,25-0,5 g/ kg BB

dalam 10-2- menit dan dapat diulangi setiap 6 jam. Menurut Marshall dan

rekan-rekan, bahwa dosis sebesar 0,25 g/kgBB memberikan efek penurunan

ICP sama baiknya dengan dosis 1 g/kg BB.

Kegunaan mannitol berkenaan dengan penanganan hipertensi

intrakranial pada neurotrauma dan efeknya dalam mengurangi viskositas dan

akhirnya meningkatkan cerebral blood flow (CBF) daripada secara spesifik

menurunkan tekanan intracranial (ICP) akibat dehidrasi osmotik serebral.

Komplikasi dari pemberian manitol dapat berupa gagal ginjal praprenal

hiperosmotik, gangguan elektrolit, dehidrasi dan hipotensi, serta perdarahan

intrakranial yang meluas akibat penciutan otak yang terjadi.

18

Page 19: Penggunaan Manitol Pada Cedera Kepala

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Thomsons, G. Cerebrospinal Fluid from World of Anatomy and Physiology.

Thompson Corporation. USA: 2006.

A joint project of the Brain Trauma Fondation – American Association of

Neurological Surgeons, Joint Section on Neurotrauma and Critical Care.

Management and Prognosis of severe traumatic head injury. Part I :

Guidelines for the Management of Severe Traumatic Brain Injury. Brain

Trauma Fondation. 2000

Kelly, FD, Nikas, DL and Becker, DP. Diagnosis and Treatment of Moderate

and Severe Head Injuries in Adult. In : Youmans, ed. Neurological Surgery.

Philadelphia : WB Saunders, 1996. 1618-1718

Sakowitz, OW, Stofer, JF. Effects of Mannitol Bolus Administration on

Intracranial Pressure, Cerebral Extracellular Metabolites, and Tissue

Oxygenation in Severely Head-Injured Patients, J Trauma. 2007;62:292–298

19