penggunaan ayat al-qur’an dalam seremoni...
TRANSCRIPT
PENGGUNAAN AYAT AL-QUR’AN DALAM SEREMONI
KEAGAMAAN:
STUDI PEMAHAMAN KHATIB DALAM TEKS KHOTBAH
JUM’AT DI YAYASAN WAQAF PARAMADINA PONDOK
INDAH JAKARTA SELATAN PERIODE NOVEMBER-
DESEMBER 2016
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (SA.g)
Oleh:
Bazit Zainur Rokhman NIM: 1111034000155
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
iv
ABSTRAK
Khotbah Jum’at merupakan bagian dari salah satu bentuk seremonial
keagamaan yang di dalamnya terdapat rukun membacakan ayat al-Qur’an. Adapun
secara struktur yang membacakan ayat al-Qur’an adalah khatib kemudian
disampaikan dihadapan para hadirin sidang Jum’at. Persoalan yang kemudian
muncul adalah bagaimana para khatib menggunakan ayat al-Qur’an tersebut yang
kemudian diuraikan dihadapan para jama’ah, apakah sesuai dengan kaidah tafsir
serta sejalan dengan visi-misi Yayasan waqaf Paramadina?
Pada penelitian ini penulis menggali ayat-ayat yang digunakan dalam
khotbah Jum’at oleh para khatib di Yayasan Wakaf Paramadina pada bulan
November dan Desember 2016. Adapun teori yang digunakan adalah living Qur’an
serta metode pemahaman al-Qur’an. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan analisis deskriptif. Secara khusus, penelitian bertujuan mendeskripsikan
bagaimana penggunaan ayat al-Qur’an oleh khatib dalam khotbah Jum’at.
Hasil penelitian menyatakan bahwa ayat al-Qur’an yang dijelaskan dalam
khotbah Jum’ah menggunakan metode pemahaman al-Qur’an. Secara umum
terbagi menjadi dua, tekstual dan kontekstual. Ayat al-Qur’an yang dipahami
dengan metode tekstual sebagaimana terdapat pada khotbah Jum’at tanggal 4, 11,
25 November serta tanggal 2, 9, 16, dan 23 Desember. Adapun pemahaman metode
kontekstual terdapat pada khotbah Jumat tanggal 18 November 2016. Sedangkan
dalam penggunaannya khatib sejalan dengan visi-misi Yayasan Waqaf Paramadina.
Kata Kunci:
Khotbah Jum’at, Ayat al-Qur’an, Tafsir, Metode Tafsir, Metode Pemahaman,
Tekstual, Kontekstual. Living Qur’an. Yayasan Waqaf Paramadina, Visi-Misi.
v
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillāh segala puji bagi Allah, yang telah menciptakan manusia sebagai
replika alam yang begitu besar, atas kasih sayang dan pengetahuan yang Allah berikan,
maka peneliti bisa menyelasikan skripsi ini dengan judul “Penggunaan Ayat al-
Qur’an Dalam Seremoni Keagamaan: Studi Pemahaman Khatib Dalam Teks
Khotbah Jum’at Di Yayasan Waqaf Paramadina Pondok Indah Jakarta Selatan
Periode November-Desember 2016”.
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muḥammad Saw., Keluarga
beserta Sahabatnya. Nabi sebagai manusia pembawa risalah yang menuntun
kebodohan manusia menjadi bersinar penuh pengetahuan dan berakhlak yang mulia.
Semoga Nabi membawa ummatnya bisa berkumpul dalam majlis-Nya yang penuh
kebahagiaan dalam keabadian.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka sebagai syarat dalam pengajuan gelar
Sarjana Strata Satu (S1) pada program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas
Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti sadar
dan menyadari bahwa penyusunan penelitian yang dilakukan dari awal sampai ahir
bukan sebatas hasil sendiri, melainkan juga atas kebaikan serta pancaran motivasi baik
secara material dan non-material sehingga penelitian bisa terselsaikan dengan baik dan
sebagaimana mestinya. Oleh karena itu kiranya peneliti sampaikan rasa terimakasih
dan penghargaan yang seluas-luasnya kepada:
vi
1. Bpapk Prof. Dr. Dede Rosyada, MA Selaku Rektor Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran
dekanatnya.
3. Ibu Dr. Lilik Umi Kaltsum, M.A. Selaku kepala Program studi Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. Sebagai sekertaris Jurusan
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
4. Ibu Dra. Halimah SM. M.Ag. selaku Dosen pembimbing akademik.
5. Bapak Eva Nugraha, M.Ag. Selaku pembimbing skripsi yang senantiasa sabar
dalam mengarahkan skripsi ini, dan memberikan waktu yang luang untuk
memberikan masukan yang positif selama penulisan skripsi, semoga Allah Swt.,
memberikan keberkahan dalam setiap detiknya.
6. Kepada Bapak Rahmat Hidayat, S.Ag. yang selalu ramah menerima penulis saat
wawancara terkait Paramadina. Dan Terimakasih untuk Keluarga Besar Yayasan
Waqaf Paramadina.
7. Terimakasih kepada Para Guru Besar yang mengajar di tingkat Strata Satu, serta
Para Dosen yang telah meluangkan waktunya untuk konsultasi skripsi ini, saya
ucapkan terimakasih dan mohon maaf tidak bisa menyebutkan satu persatu.
Terimakasih kepada Civitas akademika Fakultas Ushuluddin, staf dan karyawan
Perpustakaan FU, FDK dan PU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memudahkan penulis dalam mencari refrensi terbaik semasa perkuliahan hingga
proses penyelesaian skripsi.
vii
8. Teruntuk orang yang pertama kali mengajarkan abjad, mengajarkan rangkaian
abjad dengan kasih sayang, serta mencintai peneliti tanpa alasan, kedua ibu
bapak. Ayahanda M. Badrun dan Ibunda Tasfiyatun Nadziroh, atas kesabaran,
cinta, kasih, sayang serta doa yang tak pernah berhenti, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
9. Terimakasih kepada keluarga di ciputat, Mas Aqsho Himam. S.Si, Mba May
Muflihah al-Razi. MPd. Adinda Tanwirun Nadzir S.TH.i menjelang M.A.
Adinda Atik Qurotu A’yun A’ini Rabi’ah S.Kom. Adinda Anis Laili Qodriyah,
Adinda Khusnul Rozikoh, Adinda Bagus Utama Khaoirul Fadil ‘Umri serta
Aleena Mahda Vikia, yang tidak pernah berhenti memberikan do’a semangat
dalam belaian kasih sayang.
10. Terimakasih untuk keluarga besar Bani Abdurrahman dan Bani Muhdzir zen
yang turut mendoakan penelitian ini. Terimakasih Kepada Mas Sani, Mba Titi,
Ibni Sabil. S.Kom. Ahmad Bunyani S.sos. Novi S.sos. atas doa dan support
semangatnya. Terimakasih juga untuk Keluarga Besar pengajian Pamulang di
bawah naungan Abah Kyai Rifki Muhammad Fathi.
11. Terimakasih kepada teman-teman Tafsir Hadis angkatan 2011, teman-teman
Sektor 11 (Muflih, Syahrul Bima, Ian, Jangkrik, Eka, Asep, Fuad, Hilman, Gandi,
Subhan, Seman, arif brewok, dkk) teman-teman TH E (Rahib Mujib. Gandi, Didi,
Rofi, mbah Akrom, Hilman, Ipul, Ilyas, Irfan, Ais, Hilmi, Indana, Moeqit, Dayat,
Hasyir, Zainul dkk) inilah jawaban doa kalian tentang skripsi. Keluarga Besar
Piramida Circle Pute, Nur Hidayat, Dede Afrizal, Kholil, Sidik, Agung, Ubed,
Tomo dkk. Keluarga Besar KOLEKAN, Keluarga Besar DEMA FU 2015.
viii
Keluarga Besar G’enak, Zamroni dan KAPITAYAN, Sahabat PC PMII Ciputat.
HMI KOMFUF. DPW IMM Jakarta. DPP HIMA KOSGORO Periode 2017-
2019. KKN KEBANGSAAN 2014. Kebangsaan Desa Sahan 2014. Terimaksih
pula untuk kosan pak mentri (Huda Prayoga, Muflih, Rahmat, Asep dan
Gondrong) atas segudang cerita kopi. Terimakasih untuk Keluraga Besar
TAPLAI IV LEMHANAS RI 2016 serta seluruh pengurus IKAL TAPLAI
LEMHANAS RI periode 2017-2019. Keluarga Besar Forum Rakyat Jakarta,
Kang Aef, Bang David, Pak I Gede Putu Arta, dkk.
Ahirnya peneliti berharap agar apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua
kalangan pada umumnya dan dapat memperkaya khazanah keilmuan metodologi
penelitian tafsir. peneliti menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang sifatnya membangun penulisan sangat diharapkan. Sebagai penutup,
peneliti berharap, semoga Allah swt selalau membimbing kejalan yang diridoi-Nya.
Amiin ya Rabbal ‘Alamiin.
Ciputat, 5 Maret 2018
(Bazit Zaenur Rokhman)
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………..………i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN …………………………..…….ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ………………………..….iii
ABSTRAK ……………………………………………………………………….iv
KATA PENGANTAR ……………………………...……………………………v
DAFTAR ISI …………………...………………………………………………..ix
DAFTAR TABEL………………………………………...……………………...xi
PEDOMAN TRANSLITERASI…………...……………………………...…...xii
BAB I PENDAHULUAN………………………...………………………1
A. Latar Belakang ………………………………………………..1
B. Tinjauan Pustaka …………………..………………………….5
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...……………………….7
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan …………………………….….8
1. Tujuan Penulisan …………..……………………..……….8
2. Manfaat Penulisan …….…………………………………..8
a. Teoritis ………………………………………………..8
b. Praktis ………………………………………………...8
E. Metode Penelitian ……..……………………………………...8
1. Tahapan Penelitian …….…………………………………..9
2. Jenis Penelitian ……………..……………………………11
3. Sumber dan Data Penelitian ….………………………….12
4. Metode Pengumpulan Data ……………………………...12
a. Observasi ....…….…………………………………...12
b. Wawancara ………………….………………………12
c. Dokumentasi ………………………………………...13
5. Metode Pengolahan Data ………………………………..13
6. Tehnik Penulisan Skripsi ……….……………………….15
F. Sistematika Penulisan ……………………………………….15
BAB II GAMBARAN UMUM ............................................................….18
A. Pengertian …………………………………………………...18
1. Penggunaan Ayat al-Qur’an ……………………………..18
2. Seremonial Keagamaan …………………………………20
B. Metode Pemahaman al-Qur’an……………………………....22
1. Tekstual ………………………………………………….29
2. Kontekstual ……………………………………………...33
C. Khotbah Jum’at ……………………………………………...37
x
1. Syarat Khotbah Jum’at …………………………………..38
2. Rukun Khotbah Jum’at …………………………………..38
BAB III YAYASAN WAQAF PARAMADINA ………………………...39
A. Profil Singkat Yayasan ……………………………………….39
B. Pengurus DKM.………………………………………………42
C. Profil Singkat Para Khatib …………………………………...43
D. Gambaran Umum Teks Khutbah …………………………….47
BAB IV POLA PEMAHAMAN KHATIB DALAM PENGGUNAAN
AYAT AL-QUR’AN…………………………………………….59
A. Komponen Isi Teks Khotbah Jum’at ………………………...59
1. Kesesuaian Rukun Khotbah ……………………………..59
2. Tema dan Topik ………….……………………………...60
3. Penggunaan Ayat al-Qur’an ……………………………..65
4. Penggunaan Hadis Nabi Muhammad saw …………….…68
5. Penggunaan Kutipan ……………………………………71
6. Konteks Teks ……..……………………………………..78
B. Pola Pemahaman Tekstual dan Kontekstual …………...........79
1. Pola Pemahaman Tekstual ………………………………79
2. Pola Pemahaman Kontekstual …………………………...93
C. Analisis Penggunaan Ayat al-Qur’an ………………………..97
BAB V PENUTUP ……………………………………………………...100
A. Kesimpulan …………………………………………………100
B. Kritik dan Saran …………………………………………….101
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….102
xi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 4.1 kesesuaian TK dengan RK ………………………………..…...52
2. Tabel 4.2 Tema dan Topik dalam TK …………………….……….……..57
3. Tabel 4.3 Penggunaan Ayat al-Qur’an dalam TK ……………….………59
4. Tabel 4.4 Penggunaan Hadis Nabi Muhammad saw dalam TK.….……...64
5. Tabel 4.5 Penggunaan Kutipan Sahabat dalam TK ……….………...……66
6. Tabel 4.6 Penggunaan Kutipan Cendekiawan dalam TK….…….……..…69
7. Tabel 4.7 Penggunaan Kutipan Kitab dalam TK ……………….….….…70
8. Tabel 4.8 Penggunaan Konteks Teks dalam TK …………………………71
9. Tabel 4.9 Pola ayat dengan ayat ………………………………….………74
10. Tabel 4.10 Pola Ayat dengan Hadis …………………………………..…75
11. Tabel 4.11 Pola Ayat, Hadis, Atsar dan Qaul Ulama …………………….79
12. Tabel 4.12 Pola Tahlili…………………………………..………………..81
13. Tabel 4.13 Pola Ijtihad dalam TK ………………………………………..83
14. Tabel 4.14 Pola Tematik dalm TK ………………………………………85
15. Tabel 4.15 Pola Pemahaman Kontekstual dalam TK …..………………...89
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Vokal Panjang
ā آ
ī إى
ū أو
ṭ ط a ا
ẓ ظ b ب
‘ ع t ت
gh غ ts ث
f ف j ج
q ق ḥ ح
k ك kh خ
l ل d د
m م dz ذ
n ن r ر
w و z ز
h ه s س
ʼ ء sy ش
y ي ṣ ص
h ة ḍ ض
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembacaan obyektif terhadap fenomena keagamaan yang menyangkut
langsung dengan al-Qur’an memberikan sebuah pemahaman baru. Hal ini
berdasarkan studi al-Qur’an dan Tafsir yang selalu mengalami perkembangan selaras
dengan perkembangan ilmu bantu bagi ‘ulūm al-Qur’an seperti Antropologi,
linguistik, hermeneutik, ilmu komunikasi dan lain sebagainya.1
Pada kenyataannya al-Qur’an saat berada ditengah masyarakat akan
dipelakukan baik itu dalam arti yang menyeluruh dan ataupun bagian dari unit-
unitnya menjadi sesuatu yang hidup sehingga memberikan dampak bermakna pada
kehidupan praksis atau dengan istilah lain disebut dengan Qur’an in Everyday Life.2
Respon ini berdasarkan pada al-Qur’an selain sebagai kitab suci juga sebagai
petunjuk, pemaknaan terhadap petunjuk tersebut berdampak pada perlakuan dan
penggunaan ayat al-Qur’an pada seremonial keagamaan yang dilaksanakan oleh
masyarakat seperti bacaan sūrah Yasin pada malam Jum’at atau sima’an al-Qur’an
pada upacara mengenang 1000 hari kematian. Selain itu digunakan oleh khatib
sebagai dasar argumentasi di dalam khotbah Jum’at.3
1 Sahiron Syamsudin. Metodologi Living Qur’an & Hadis (Yogyakarta: TH-Press, 2007), h.
i. 2 Peneliti beranggapan sebagaimana para Dosen Tafsir yang menyatakan terkait kajian
Living Qur’an yakni berbagai penelitian ilmiah yang terbentuk atas kehadiran al-Qur’an ditengah
komunitas muslim tertentu. Lihat. Dosen Tafsir Hadis. Metodologi Living Qur’an & Hadis
(Yogyakarta: TH-Press, 2007), h. 8. 3 Pandangan terkait khotbah dalam penjelasan Muller dalam salah satu sesi kuliahnya
didepan kalangan missionaris di Westminster Abbey pada Desember 1893 mengungkapkan suatu
2
Khotbah Jum’at merupakan bagian rangkaian dari ritual keagamaan dalam
Islam setiap satu minggu sekali yang jatuh pada setiap hari Jum’at, dalam prosesnya
rangkain ini bagian dari ibadah shalat Jum’at yang di dalamnya terdapat rukun
membaca satu atau potongan ayat al-Qur’an secara utuh.4
Al-Qur’an dalam ritual khotbah Jum’at termasuk bagian dari varian respon
umat Islam terhadap kitab sucinya yang difungsikan untuk memberikan dasar
argumen yang kuat bagi khatib dalam uraian khotbah keagamaannya.5
Agar fungsi dari respon dapat diaplikasikan maka ayat yang digunakan
diuraikan dengan pola atau kaidah yang sesuai dengan pola dalam kaidah tafsir6 hal
pandangan yang pada dasarnya membagi beberapa agama besar di dunia kepada dua bagian besar yaitu
agama dakwah dan agama non dakwah. Yang termasuk agama dakwah adalah agama Kristen, Islam,
dan Budha. Adapun agama non dakwah adalah agama Yahudi, Brahma, dan Zoroaster. Lebih lanjut
Muller memberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan agama dakwah yaitu agama yang di
dalamnya ada upaya menyebarluaskan kebenaran dan mengajak orang-orang yang belum
mempercayainya dianggap sebagai tugas suci oleh para pendirinya dan para penggantinya. Lihat.
Thomas Walker Arnold. The Preaching of Islam. Diterj. Nawawi Rambe. Sejarah Da’wah Islam
(Jakarta: Widjaya, 1985), h. 1. Tetapi pandangan Muler terkait “para penggantinya” dibantah oleh
Alwi Shihab, menurutnya Islam tidak mengenal hirarki religious, sedangkan ajaran Islam adalah ajaran
yang Universal maka sudah barang tentu kewajiban setiap individu dari kaum Muslimin untuk
memastikan bahwa ajarannya sampai kepada seluruh umat manusia di sepanjang sejarah hidup dan
kehidupannya. Lihat. Alwi Shihab. Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama (Bandung:
Mizan, 1999), h. 252. 4 adapun pembacaan ayat al-Qur'an bagian dari rukun khotbah sebagaimana yang tertuang
dalam buku tuntunan shalat. Lihat. Moh. Rifai, Risalah Tuntutan Shalat Lengkap (Semarang: Karya
Toha Putra, 1976), h. 66. Maksudnya adalah membaca al-Qur’an satu ayat atau lebih dan jika tidak
membaca maka khotbah tidak sah, dan ayat yang di baca harus penggalan yang memiliki makna utuh
secara tersendiri. Hal ini sebagaimana dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
berbunyi خطبتان يجلس بينهما يقرأالقرأن ويذكرالناسكانت للنبي صل الله عليه وسلم Lihat, Hatono A. Jazi dkk.
Khotbah Jum’at Pilihan Jilid 2 Dilengkapi: Khotbah Idul Fitri dan Idul Adha (Jakarta: Darul Haq,
2008), h. x. 5 Dosen Tafsir Hadis. Metodologi Living Qur’an & Hadis, h. 48. 6 Sulaiman Ibrahim. Hermeneutika teks: sebuah wacana dalam Metode tafsir al-Qur’an.
Hunafa, Jurnal Studi Islamika, Vol. 11 No. 1 (Juni 2014): h. 1-15. Ada berbagai term yang digunakan
serta menimbulkan perdebatan di antaranya terkait penggunaan ayat al-Qur’an selain oleh seorang
mufassir yakni apa orang itu bisa disebut menafsirkan, mentakwilkan menerjemahkan atau hanya
menggunakan saja, sebagaimana dalam problematika yang dihadapi saat menerjemahkan sendiri yakni
Di dalam terjemahan seorang penerjemah terikat dengan teks yang sedang diterjemahkan dan dituntut
untuk menjaga menjaga otentisitas kandungan teks serta kekhasan bahasa sumber. Penerjemah harus
hidup di dua alam bahasa, bahkan dua budaya dan peradaban Keduanya memiliki kekhasan masing-
masing, dalam hal ini dapat di gambarkan posisi seorang penerjemah, terkadang harus melakukan
3
ini berfungsi untuk mengurangi faktor terjadinya kekeliruan7 serta menjadikan al-
Qur’an membumi tidak mengawang-awang.8
Tafsir sebagai sebuah cara 9 dan produk tentu tidak bisa dilepaskan dari
sebuah metode serta pola-pola yang digunakan dengan memiliki fungsi di antaranya
untuk melihat berbagai aspek yang digunakan seseorang dalam memahami
kandungan dari ayat al-Qur’an.
Sebagaimana penggunaan ayat sūrāh al-Māidah/5: 3 oleh khatib yang
“pengkhianatan” kepada salah satu bahasa atau bahkan kepada keduanya. “Terjemahan adalah sebuah
pengkhianatan”, begitu ungkapan yang populer. Seorang penerjemah berada dalam pusaran tarik-
menarik antara kejujuran dan keindahan. Di satu sisi dituntut untuk memelihara kejujuran dalam
mengalihkan makna yang terkandung dalam teks sumber ke dalam bahasa sasaran, di sisi lain dituntut
untuk memilih kata atau ungkapan yang indah dalam bahasa sasaran. Lihat. Muchlis M. Hanafi.
“Problematika Terjemahan Al-Qur’an: Studi pada Beberapa Penerbitan al-Qur'an dan Kasus
Kontemporer" Suhuf. Vol. 4, No. 2, (2011), h: 169 – 195. Sebagaimana perkataan Abu Hayyān at-
Tauhīdī, mengutip al-Sairāfī, menjelaskan harus Anda ketahui, setiap bahasa tidak mungkin dapat
dipersamakan dengan bahasa lain dari segala aspeknya: sifat, susunan, bentuk metafor, kosakata, kata
kerja dan lainnya. Lihat. Ibrahim Anis. Dalālāt al-Alfāz (Mesir: Maktabah Anglo, 1976), h. 80-81. 7 Qurais sihab, Membumikan al-Qur’an (Jakarta: Mizan Pustaka, 2008), h. 34. 8 Sebagaimana Shihab, al-Farmawi dalam karyanya juga memiliki syarat-syarat yang
diwajibkan kepada para-mufassir khususnya dalam mengurai isi ayat al-Qur’an yang terdiri dari ,
pertama pengetahuan tentang bahasa Arab. kedua, pengetahuan tentang ulum al-Qur’ān, asbāb al-
nuzūl, Munassabah, hadis Nabi, ushul al-Fiqh dan ilmu lainnya. ketiga, pengetahuan tentang prinsip-
prinsip pokok keagamaan. keempat, pengetahuan tentang disiplin ilmu yang menjadi pokok bahasan
ayat. Lihat. Abd hay al-Farmawi. Metode tafsir mawdu’I dan cara penerapanya. Terj. Rosihan Anwar
(Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 49. 9 Tafsir secara bahasa ada beberapa pendapat diantaranya yaitu: Pertama al-Tafsirah, al-fasr
yang berarti sebuah riset yang dilakukan oleh dokter pada urine pasien untuk mengetahui penyakitnya.
Kedua, fasartu al-faras yang berarti melepaskan kuda. Ketiga safarat al-mar’ah yang berarti
terbukanya cadar perempuan. Kelima fusirat al-naurah yang berarti memercikan air pada kapur
sehingga kapur teruarai. Keenam, al-Idḫâḫ al-Ťâbyỉn yang bermakna menjelaskan dan menerangkan.
Lihat. Muhammad Sayyid Thantawi. Ulumul Qur’an: Teori & Metodologi (Jogjakarta: IRCiSoD,
2013) h. 139. selain itu tafsir memiliki bermakna terbuka dan jelas baik itu diterapkan pada benda yang
abstrak maupun benda yang terwujud. Lihat. Tim Raden 2011. Al-Qur’an Kita: Studi Ilmu, Sejarah
dan Tafsir Kalamullah (Kediri: Lirboyo Press, 2011) h, 187-189. akan tetapi ahmad Warson,
mendefinisikan tafsir terdiri dari isim masdar yang di derifasi menjadi kalimat fi’il yaitu: Fassara-
yufassiru-tafsiran yang berarti, pemahaman, menjelaskan, penafsiran , menyingkap, menampakan
penjelasan makna yang abstrak. Lihat. Ahmad Warson Munawir. Al-Munawir Kamus Arab Indonesia
(Surabaya: Progresif 1997) h, 878. Dan bagi Ali Hasan, mendefinisikan tafsir sebagai ilmu yang
membahas tentang cara mengucapkan lafal-lafal al-Qur’an, makna-makna yang ditunjukan dan
hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau tersususn, serta makna-makna yang dimungkinkan
ketika dalam keadaan tersusun. Lihat. Ali Hasan al-‘Aridl. Sejarah Metodologi tafsir (Jakarta: Raja
Grafindo, 1994) h. 3.
4
berbunyi “ سلم دينا dalam berpendapat ” اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم ال
khatib menyatakan bahwa “Islam merupakan sesuatu yang final secara standarisasi
dan tidak perlu ditambah tidak perlu dikurangi, segala sesuatu yang berkaitan dengan
Islam sesungguhnya bukan Islam akan tetapi persoalan umat Islam.”10
Padahal dalam beberapa karya tafsir seperti pada karya al-Ṭabari,11 Ibn
Katsīr,12 Sayid Qutub,13 Imam al-Syaukani,14 Allamah Faqih kalami,15 Quraish
Shihab,16 Bustami.17 Memberikan pendapat terkait pemaknaan terhadap teks ayat
sūrāh al-Māidah/5:3 dengan sempurna.
10 Hasil Transkip Teks Khotbah Jum’at tanggal 30 Desember 2016.
11 Mentakwilkan Sūrāh al-Māidah/5: 3 سل م دينا اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم ال
dibagi menjadi tiga pentakwilan, di antaranya: Pertama, lafaz اليوم أكملت لكم دينكم ditakwilkan dengan,
Allah swt, mewahyukan Nabi-Nya dan orang-orang Mukmin bahwa iman mereka telah sempurna,
sehingga tidak memerlukan tambahan lagi untuk selamanya. Kedua, lafadz وأتممت عليكم نعمتي
mentakwilkan dengan telah Aku cukupkan, wahai orang beriman, dengan nyatanya kemenangan kalian
atas musuh-Ku dan musuh kalian dari kalangan musyrik. Aku membersihkan mereka dari Negeri
kalian dan Aku memutuskan harapan mereka atas kembalinya kalian kepada kemusyrikan seperti
sebelumnya. Ketiga, lafaz سلم ديناورضيت لكم ال mentakwilkan dengan Aku ridha. Lihat pada. Abu ja’far
Muhammad bin Jarir al-Thabari. Tafsir Ath-Thabari. Penerjemah, Ahmad Affandi (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2008), h. 333-343. 12 Penafsiranya adalah tidak dibutuhkanya agama lain, dan tidak lagi dibutuhkan Nabi,
karena Muhammad saw sebagai Nabi terahir, hal ini berdasarkan sūrāh al-An’ām/6:108. Lihat pada.
Syaikh Ahmad Syakir, Muhktasar Tafsir Ibnu Katsīr (Jilid 2). Penerjemah. Suharlah Lc, Suratman Lc
(Jakarta: Darus Sunah Press, 2012), h. 477. 13 Sempurna yang dimaksud adalah tidak ada wilayah teritorial baik ruang dan waktu yang
membatasi kesempurnaan Islam tersebut. Lihat pada. Fi-Zihilalil Qur’an, Penerjemah. Ainur Rafiq
Shaleh Lc, Khoirul halim Lc (Jakarta: Robbani Press, 2002), h. 515. 14 Menjelaskan ayat ini dengan kesempurnaan dibandingkan dengan agama lain, juga
sempurna dalam bidang hukum, dan kesempurnaan dalam menaklukan Makkah. Islam yang dimaksud
adalah agama yang diridhai dan ditetapkan sampai ahir dunia. Al-Imam Muhammad Ibn Ali bin
Muhammad al-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, Penerjemah. Amir Hamzah Fachruddin, Asep Saefullah
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 251-252. 15 Menafsirkan kesempurnaan dengan kepemimpinan sahabat Ali Ibn Abi Ṭalīb dimana
seharusnya Ali sebagai penerus setelah nabi Muhammad s.a.w Wafat, karena sempurna harus ada
penerus. Menurut faqih sesuai dengan sūrāh an-Nūr/24: 55. Lihat pada. Allamah Kamal Faqih, Tafsir
Nurul Quran, sebuah tafsir Sederhana Menuju Cahaya al-Qur’an, Penerjemah. Ahsin Muhammad
(Jakarta: Al-Huda, 2004), h. 303. 16 Peneliti memahami maksud dari kesempurnaan adalah segala sesuatau yang saling
berkaitan anatara ajaran, aqidah, syariah dan ahlak. Lihat pada. M. Quraish Shihab. Tafsir al-misbah
Pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an (Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 21. 17 Ayat tersebut termasuk kedalam pembahasan pokok-pokok yang ada didalam sūrāh al-
Māīdah. Lihat pada. Bustami. A. Ghani dkk. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: PT Dana Bhakti
Wakaf, 1991), h. 380.
5
Dari uraian di atas, peneliti semakin tertarik untuk meneliti persoalan pola
penggunaan ayat al-Qur’an oleh khatib dalam materi khotbah. Adapun materi
khotbah yang diteliti berjumlah delapan, dengan rincian empat di bulan November
2016 dan empat di bulan Desember 2016. Adapun yang menjadi objek atau tempat
penelitian, dalam hal ini peneliti memilih Yayasan Waqaf Paramadina Plaza 1
Pondok Indah, Jakarta Selatan.
B. Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berakitan dengan tema dalam
penelitian ini seperti penggunaan terhadap ayat al-Qur’an dan khutbah Jum’at di
antaranya yakni:
Pertama, penelitian mengenai penggunaan ayat al-Qur’an sebagaimana
dalam karya A Hidayah,18 Anwar Mujahidin,19 dan Ferdiansyah Irawan20 dari ketiga
peneliti ini setidaknya ada dua pertanyaan yang anggap peneliti mewakili di
antaranya pertanyaan dari anwar yakni bagaimana ragam penggunaan ayat-ayat al-
Qur`an sebagai jimat dalam kehidupan masyarakat Ponorogo? dan apakah makna
ayat-ayat al-Qur`an dan simbol-simbol terkait dalam jimat yang digunakan oleh
masyarakat Ponorogo? Sedangkan bagi Hidayah dan Irawan bagaimana pola yang
digunakan pada ayat al-Qur’an.
18 A Hidayah. “Penggunaan ayat-ayat al-Qur'an Sebagai Metode Pengobatan bagi Penyakit
Jasmani: Studi Living Qur‟ an di Kabupaten Demak, Jawa Tengah.” (Skripsi S1: Fakultas Ushuluddin
dan Politik Islam UIN Sunan Kali Jaga, 2011), h. 1-15. 19 Anwar Mujahidin. “Analisis Simbolik Penggunaan Ayat-Ayat al-Qur'an Sebagai Jimat
Dalam Kehidupan Masyarakat Ponorogo." Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol. 10
No 1 (Juni 2016) h: 43-65. 20 Ferdiansyah Irawan. “Penggunaan Ayat al-Qur’an dalam Pengobatan Alternatif (Studi
Living Quran Pada Praktik Alternatif patah Tulang Ustadz Sanwani di Ds. Mekar Kondang-
Tangerang).” (Skripsi S1: Fakultas Ushuluddin Dakwah dan Adab, UIN Sultan Maulan Banten, 2017),
h. 1-18.
6
Hasilnya hampir semua meiliki kemiripan yakni makna ayat-ayat al-Qur`an
yang digunakan adalah wahyu yang memiliki kekuatan luar biasa yang diberikan oleh
Allah Swt., Kekuatan atau juga disebut keberkahan suatu ayat, hanya dapat
didatangkan oleh orang-orang tertentu yang memiliki kelebihan dalam masalah ghaib
yang disebut masyarakat sebagai wong pinter.
Kedua, Penelitian terhadap khatib seperti dalam karya Harun,21 Yusuf
Hamdan22 dan Ahmad Zaini ketiga peneliti tersebut membuat pertanyaan pertama,
apakah khatib up to date dalam hal membaca problematika sosial, sebagai bahan
ceramah dan bagaimana khatib mempersiapkan diri untuk menghadapi makmum.
Hasilnya adalah pada tahun 1998 di wilayah Tangerang, khatib sangat sigap
dengan kondisi sosisal masyarakat dan selalu up to date berbeda dengan penelitian di
Bandung waktu khotbah menjadi kendala khatib menjadi tidak maksimal dengan
penjabaran ceramah. Mengenai tata cara pengambilan teks khotbah bagi khatib yakni
bisa dengan cara mencari bahan standar seperti, khotbah Jum’at populer, dan secara
tematik seperti kitab tafsir dan kitab hadis, serta salah satu yang harus dimiliki khatib
adalah percaya diri saat berkhotbah.
Beberapa karya ilmiah dari daftar pustaka terdahulu memiliki persamaan dan
perbedaan dengan judul yang peneliti angkat di antara persamaannya adalah:
Pertama, Penggunaan Ayat al-Qur’an persamaan pada penelitian ini terletak pada
perlakuan terhadap ayat al-Qur’an dimana jika pada penelitian terdahulu ayat al-
21 Harun Rasyd. Efektifitas Khotbah Jum’at Studi Kasus Pada Masyarakat Cileduk Kota
Madya DATI II Tangerang (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1998), h. 1-45. 22 Yusuf Hamdan. “Karakteristik Khotbah Jum’at di Masjid Kampus: Prespektif
Komunikasi.” Mediator. Vol. 8 No. 2 (Desember, 2007): h. 353-368.
7
Qur’an digunakan sebagai sebuah pengobatan maka dalam penelitian ini ayat al-
Qur’an lebih kepada penggunaan sebagai petunjuk bukan obat.
Kedua, khatib, penelitian ini lebih menekankan agar khatib dalam
mengambil bahan ceramahnya lebih kepada tematik sesuai zaman dan rujukan yang
dipakai dengan kitab tafsir ataupun hadis yang satu tema. Sedangkan dalam penelitian
ini khatib di jadikan salah satu unsur sebagaimana penelitian kualitatif.
Dengan demikian penelitian tentang Penggunaan Ayat al-Qur’an Dalam
Seremoni Keagamaan; Studi Pemahaman Dalam Teks Khotbah Jum’at Di Yayasan
Waqaf Paramadina Pondok Indah Jakarta Selatan Periode November-Desember
201623 baru dan orisinal.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian ini membatasi permasalahan pada penggunaan ayat al-Qur’an
yang dibacakan dan diuraikan oleh para khatib dalam delapan khotbah Jum’at selama
bulan November dan Desember 2016. Sedangkan rumusan masalahnya adalah
bagaimana khatib menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dalam khotbah Jum’at di
Yayasan Waqaf Paramadina Pondok Indah Jakarta Selatan Periode November dan
Desember 2016.
23 Judul skripsi ini pada dasarnya sudah mengalami pergantian, di antaranya adalah.
Pertama, “Kesesuaian ayat al-Qur’an dengan hadis dalam khotbah Jum’at: studi kasus khotbah Jum’at
pada Yayasan Waqaf Paramadina bulan November dan Desember 2016.” Kedua, “Tafsir Para Khatib:
Studi Kasus Pemahaman para Khatib atas ayat-ayat yang digunakan dalam khotbah Jum’at di Yayasan
Waqaf Paramadina.” Ketiga, “Tafsir Para Khatib: Penggunaan ayat-ayat dalam Khotbah Jum’at pada
Masjid Yayasan Waqaf Paramadina.” Keempat, “Tafsir Para Khatib.” Dan yang terahir atau kelima
adalah “Tafsir Para Khatib: Studi Pemahaman Khatib pada al-Qur’an dalam Teks Khotbah Jum’at di
Yayasan Waqaf Paramadina.” Lihat dalam lampiran lembar bimbingan konsultasi Skripsi. Kemudian
setelah disidangkan pada Munaqasah tanggal 29 Maret 2018 judul di ubah menjadi Penggunaan Ayat
al-Qur’an Dalam Seremoni Keagamaan; Studi Pemahaman Dalam Teks Khotbah Jum’at Di Yayasan
Waqaf Paramadina Pondok Indah Jakarta Selatan Periode November-Desember 2016. Lihat. Berita
Acara Ujian Skripsi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 29 Maret 2018.
8
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Pada rumusan serta latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini
yaitu: Pertama, untuk mengetahui penggunaan ayat al-Qur’an oleh khatib pada
delapan khotbah Jum’at di Yayasan Waqaf Paramadina selama bulan November dan
Desember 2016. Kedua untuk mengetahui pola yang digunakan oleh khatib dalam
menguraikan ayat al-Qur’an.
2. Manfaat Penulisan
a. Teoritis
Manfaat secara teoritis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yakni:
Pertama, untuk mengikuti pengertian tafsir sebagai sebuah cara atau suatu langkah
sebagaimana yang tertuang dalam ulum al-Qur’an. Kedua, untuk dapat
mengaplikasikan metode tafsir al-Qur’an baik secara tekstual dan ataupun
kontekstual.
b. Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua hal yakni: Pertama,
penelitian ini bisa menjadi rujukan dalam matakuliah Metode Penelitian Tafsir al-
Qur’an. Kedua, penelitian ini menjadi pelengkap penelitian terdahulu terkait Yayasan
Waqaf Paramadina.
E. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data yang objektif, sistematis dan ilmiah, sebuah
9
penelitian harus menggunakan metode24. Metode merupakan sarana yang amat
penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah penelitian. Dalam
penyusunan skripsi ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan tahapan
sebagai berikut:
1. Tahapan Penelitian
Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap
yang akan dilalui dalam proses penelitian. Tahapan ini disusun secara sistematis agar
diperoleh data secara sistematis pula. Ada empat tahap yang bisa dikerjakan dalam
suatu penelitian, yaitu.25
a. Tahap Pra-Lapangan
Tahap pra-lapangan merupakan tahap penjajakan lapangan, dalam tahap ini
setidaknya ada enam langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu: Pertama, menyusun
rancangan penelitian yaitu, peneliti membuat usulan penelitian atau proposal
penelitian yang sebelumnya didiskusikan dengan dosen pembimbing dan beberapa
dosen lain serta mahasiswa.26 Pembuatan proposal ini berlangsung sekitar tujuh bulan
melalui diskusi yang terus menerus dengan beberapa dosen dan mahasiswa. Dan pada
tanggal 22 November 2017 disetujui dan diseminarkan.
24 Adapun metode yang dimaksud disini adalah metode penelitian, hal ini mengacu pada
penegrtian metode penelitian yaitu ilmu yang mempelajari metode-metode penelitian. Lihat. Noeng
Muhajir. Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Reka Sarasih, 1996), h. 15. 25 S. Nasution. Metode Research (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 99. 26 Pada tahap pra-lapangan ini peneliti peneliti awalnya diperkenalkan oleh Hilman Mulyana
pada sebuah forum diskusi mingguan di Yayasan Waqaf Paramadina. Peneliti dikasih tahu bahwa di
yayasan tersebut segala rutinitas dari kajian, khotbah direkam dan ditranskip serta publikasikan melalui
website www.paramadina.or.id selain itu dicetak menjadi beberapa buku. kemudian peneliti
mendiskusikan dengan Dosen M. Rifqi Fathi dan beliau menyarankan agar peneliti mengambil
khotbah Jum’at untuk dijadikan penelitian skripsi mengingat semester peneliti waktu itu sudah masuk
kesemester 12 pada tahun 2017. Kemudian, peneliti mendiskusikan dan meminta bantuan sodara
Hilman untuk menghubungkan peneliti dengan kepala yayasan atau orang yang bertanggung jawab
pada yayasan tersebut.
10
Dua, memilih lapangan penelitian. Pada tahap ini peneliti memilih Yayasan
Waqaf Paramadina dengan pertimbangan yayasan tersebut sebagai civil society kelas
menengah di Indonesia.27 Adapun selanjutnya adalah tahap mengurus perizinan,
yakni mengurus perizinan di kantor Yayasan Waqaf Paramadina Pondok Indah,
pengurusan dilaksanakan pada bulan Juli 2017.
Tiga, menjajaki dan menilai lapangan, tahap ini dilakukan untuk memeroleh
gambaran umum tentang Yayasan Waqaf Paramadina dan khotbah Jum’at. Agar
peneliti lebih siap terjun ke lapangan serta untuk menilai keadaan, situasi, latar
belakang dan konteksnya sehingga dapat ditemukan dengan apa yang dipikirkan oleh
peneliti.
Empat, memilih dan memanfaatkan informan, tahap ini peneliti memilih dua
orang informan, yakni bapak Hilman Mulyana dan bapak Rahmat. Lima, menyiapkan
perlengkapan penelitian, tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu atau
kebutuhan yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, seperti flasdisk, hp untuk
merekam, pulpen, kertas dll.
b. Tahap Lapangan
Dalam tahap ini dibagi atas tiga bagian yaitu: Pertama, memahami latar
penelitian dan persiapan diri, yakni selain mempersiapkan diri, peneliti harus
memahami latar penelitian agar dapat menentukan model pengumpulan data. Kedua,
pada saat sudah masuk ke lapangan peneliti menjalin hubungan yang akrab dengan
subyek penelitian dengan menggunakan tutur bahasa yang baik, akrab serta bergaul
27 Civil society bermakna dasar masyarakat sipil.
11
dengan mereka dan tetap menjaga etika pergulan dan norma-norma yang berlaku di
dalam lapangan penelitian tersebut. Ketiga adalah berperan serta sambil
mengumpulkan data, dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperolehnya ke
dalam field notes, baik data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan atau
menyaksikan sendiri kejadian tersebut.
c. Tahap Anlisa Data
Tahap data merupakan suatu tahap mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar agar dapat memudahkan dalam
menentukan tema dan dapat merumuskan hipotesa kerja yang sesuai dengan data.
Pada tahap ini data yang diperoleh dari berbagai sumber, dikumpulkan,
diklasifikasikan dan analisa dengan komparasi konstan.
d. Tahap Penulisan Laporan
Penulisan laporan merupakan hasil akhir dari suatu penelitian, sehingga dalam
tahap akhir ini peneliti mempunyai pengaruh terhadap hasil penulisan laporan.
Penulisan laporan yang sesuai dengan prosedur penulisan yang baik karena
menghasilkan kualitas yang baik pula terhadap hasil penelitian
2. Jenis Penelitian
Penelitin ini dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif28 yakni penelitian
yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan
menggunakan prosedur statistik. Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian
28 Melihat kondisi yang ada, penelitain kualitatif dibagi menjadi dua hal yang Pertama,
penelitian kepustakaan (Library Research) atau penelitian kepustakaan, di mana data-data yang
diambil dan diperoleh semua dari perpustakaan serta bersifat teoritis dan dokumentasi kepustakaan,
kedua, Penelitian Lapangan (field Research) di mana data yang diperoleh dari informan dan data-data
dokumentasi yang berkaitan dengan subjek penelitian, atau sering disebut (social setting). Lihat,
Muhtar. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif (Jakarta: Refrensi, 2013), h. 6.
12
yang menghasilkan data deskriptif dan uraian mendalam untuk menggambarkan
(describel), mengungkapkan (explore), dan menjelaskan (explain) objek yang
diteliti.29
3. Sumber dan Data Penelitian
Sumber data penelitian ini terbagi menjadi dua, data primer dan data
sekunder. Data primernya adalah berupa data hasil transkip dari rekaman khotbah
Jum’at di Masjid Yayasan Waqaf Paramadina bulan November dan bulan Desember
2016 sebanyak delapan kali.
Adapun sumber sekundernya diambil dari Kitab Tafsir, Ulum al-Qur’an,
Ulum al-Hadits, Jurnal Ushuluddin, Jurnal Tafsir, Jurnal budaya dan Jurnal bahasa,
serta buku-buku Panduan Shalat Lengkap.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Observasi
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan secara detail dan
mendalam terhadap objek kajian yang diteliti, yaitu setiap khotbah Jum’at yang
disampaikan oleh beberapa khatib di Mushala Rahardja Paramadina.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan antara peneliti dengan informan30 sedangkan
secara umum adalah proses memeroleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
29 John W. Creswell. Penelitian Kualitatif dan Desain Riset: Memilih diantara Lima
Pendekatan. Terj. Ahmad Lintang Lazuardi, edisi 3 (Jogjakarta: Pustaka Pelajara, 2014), h. 88. 30 Rahmat Kryantono. Riset Komunikasi (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 98.
13
orang yang diwawancara.31
Dengan melakukan teknik wawancara dapat diharapkan, agar peneliti
mendapatkan informasi yang mendalam tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
objek penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sebuah tehnik untuk mencari dan mendapatkan
data mengenai hal-hal yang tertulis.32 Dalam hal ini, peneliti berusaha
mendokumentasikan segala hal yang berkaitan dengan peroses penelitian, mulai dari
datang secara langsung, melihat dan menyimak serta merekam khotbah dengan
bantuan hand phone celular.
Agar penelitian ini bisa mencapai target, yang sesuai dengan apa yang
diharapkan peneliti. Yaitu untuk mengetahui bagaimana ayat yang digunakan dalam
khotbah Jumat di Yayasan Waqaf Paramadina, maka berdasarkan tujuan penelitian ini
difokuskan pada analisis isi teks.
5. Metode Pengolahan Data
Untuk menjawab masalah dan mencapai tujuan penelitian, maka peneliti
menggunakan metode analisa33 kualitatif, agar menemukan jawaban atas penelitian
yang sedang dilakukan, adapun cara kerja dari metode ini adalah sebagai berikut:
Pertama, Peneliti mengumpulkan informasi sebanyak mungkin terkait
khotbah dan yayasan Waqaf Paramadina, setelah informasi diperoleh melalui
31 Burhan Bungin. Penelitian Kualitatif (Jakarta: Prnada Media Group, 2008), h. 108. 32 Suharsimi. Prosedur Penelitian (Yogyakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 142. 33 Analisa atau sering disebut dengan analisa data adalah merupakan proses
pengorganisasian dan pengurutan data kedalam pola katagori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerjanya seperti yang disarankan oleh data. Lihat.
Lexy J Melolong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 103.
14
wawancara dan rekaman kemudian peneliti menulis hingga menjadi data teks.34
Meminjam istilah Bogdan, analisa data akan dilakukan bersamaan dengan
pengumpulan data, interpretasi data dan penulisan laporan naratif, atau
mengumpulkan informasi dari lapangan, menyortir informasi menjadi kelompok,
memformat informasi ke dalam sebuah cerita atau gambar dan menulis naskah
kualitatif.35
Kedua, mereduksi data, sebagaimana proses analisa kualitatif akan
didasarkan pada pengurangan dan interpretasi data36 peneliti mengambil informasi
dalam jumlah besar dan menguranginya hingga ke pola, katagori atau tema tertentu
dan kemudian menafsirkan informasi tersebut dengan menggunakan sejumlah skema
atau disebut juga dengan proses de-kontekstualisasi dan re-kontekstualisasi,
sedangkan data akan dipilah-pilah dengan tujuan utama adalah munculnya sebuah
data yang teratur dan besar atau data kasar pertama.37
Ketiga, peneliti akan menyajikan data dalam bentuk format secara sistematis
dalam bentuk tabel,38 agar tabel dapat dengan mudah dipahami, maka peneliti akan
memberikan kode katagori untuk memecah informasi yang akan menghasilkan
34 Dalam pemahaman seperti ini kadang banyak hal sia-sia yang dilakukan peneliti, sebab
tidak semua informasi menjadi penting dalam penelitian ini, hal semacam ini pernah dikemukakan
oleh Patton, ada banyak kecenderungan peneliti pemula untuk mengumpulkan data lebih banyak
hingga menjadi analisa yang tak bermakna. Lihat. M.J. Patton. “Qualitative research on Collage
Students: Philosophical and Methodological Comprasions with the Quantitative approach.” Journal of
Collage Student Development, Vol 32 (September, 1991): h. 389-396. 35 Bogdan. R. C., & Biklen, S.K. Qualitative research for education: An introduction to
theory and methods (Boston: Allyn&Balcon, 1992), h. 36. 36 Marshall C & Rossman G.B. Designing Qualitative Research (Newbury Park: Sage,
1989), h. 114. 37 Pada analisa pertama adalah analisa proses pemisahan data awal hingga mendapatkan
gambaran data lanjutan yang akan menjadi kodingan. Lihat. R. Tesch. Qualitative research: Analysis
types and software tools (New York: Falmet, 1990), h. 53. 38 M. B. Miles & Huberman, A. M. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New
Method (Beverly Hils California: Sage, 1984), h. 48.
15
katagori dan atau pola.
Keempat. Setalah terkumpul katagori yang sudah diberi kode masing-
masing, peneliti akan melakukan analisa awal sampai khasanah data mencukupi
untuk proses penarikan kesimpulan.
Kelima. Untuk mengecek keabsahan data temuan, peneliti menggunakan
teknik validasi, yakni validasi sumber data terdiri dari menanyakan langsung ke
Yayasan Waqaf Paramadina serta meminta jadual khotbah dan Khatib. Adapun
validasi metode yang meliputi interview, observasi dan dokumentasi, sertas berupaya
mencari jawaban dari sumber lain.
6. Teknik Penulisan Skripsi
Pedoman penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku Pedoman Akademik
tahun 2011/2012 Program Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.39. Sedangkan
transliterasi penulis menggunakan pada sistem transliterasi Jurnal Ilmu Ushuluddin /
Hipius (Himpunan Peminat Ilmu Ushuluddin).40
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari V bab, yang diuraikan dengan rincian sebagai
berikut:
39 Sistematika penulisan dalam skripsi ini mengambil rujukan buku pedoman akademik
2011 yang ditetapkan oleh Rektor dan dikeluarkan biro akademik dan kemahasiswaan UIN Syarif
hidayatullah Jakarta tanggal 1 september 2011, pertama dari margin penulisan yakni menggunakan
kertas hvs ukuran A4, margin 4, 3,3,3 sedangkan spasi menggunakan 2 spasi dan satu muka lembar
penulisan sebagaimana yang tertera pada halaman 398-399. Adapun penysusunan penulisan daftar isi
426-433, juga dalam penggunaan kutipan langsung dan peletakan nomor catatan kaki 400-403. Lihat.
Tim Penyusun. Pedoman Akademik Program Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta2011-2012 (Jakarta: Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 398-499 dan 426-433. Akan tetapi dalam penulisan Abstrak dan
penulisan wawancara penulis menggunakan jurrnal Refleksi. Vol, IX, No. 2 (Oktober 2011) sampul
halaman belakang. 40 Pedoman transliterasi digunakan seperti dalam kata al-Qur’an dalam Jurnal HIPIUS kata
ini menjadi al-Qur’ān, Alquran dan al-Qur’an.
16
Bab I berisi Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah yang diteliti.
Masalah utama adalah bagaimana khatib menggunakan ayat al-Qur’an di Yayasan
Waqaf Paramadina Pondok Indah Jakarta Selatan periode November dan Desember
2016. Selanjutnya adalah tinjauan pustaka terdahulu, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan metodologi yang digunakan dalam
penelitian ini.41
Bab II terdapat tiga poin utama yaitu, pertama, menguraiakan pengertian dari
penggunaan ayat al-Qur’an dan seremonial keagamaan. Kedua, gambaran umum42
yang terdiri dari dua pembahasan yakni gambaran umum pemahaman al-Qur’an
secara tekstual dan kontekstual. Ketiga, menguraikan tentang gambaran umum
khotbah Jum’at yang terdiri dari pengertian, syarat dan rukun khotbah.43
Bab III menguraiakn tentang Yayasan Waqaf Paramadina yang berisi profil
singkat Yayasan, profil DKM. profil para khatib dan gambaran umum teks khotbah
Jum’at.44
Bab IV berisi tentang pola pemahaman khatib dalam penggunaan ayat al-
41 Peletakan dalam Bab I peneliti menggunakan pola sebagaimana yang tercantum dalam
buku pedoman akademik Lihat. Tim Penyusun. Pedoman Akademik Program Strata 1 Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta2011-2012, h. 387-398. 42 Sebelum dijadikan gambaran umum, judul utama pada bab II metode pemahaman,
kemudian dengan beberapa kali diskusi dihasilkan menjadi kata gambaran umum. Lihat. Lembar
konsultasi Bimbingan Skripsi. 43 Urutan yang digunakan dalam penulisan gambaran umum khotbah Jum’at dimulai dari
pengertian kemudian dilanjutkan dengan syarat dan rukun pola ini berdasarkan buku khotbah Jum’at
yang umum seperti pada buku karya . Lihat, Hatono A. Jazi dkk. Khotbah Jum’at Pilihan Jilid 2
Dilengkapi: Khotbah Idul Fitri dan Idul Adha (Jakarta: Darul Haq, 2008). 44 Peletakan Bab III berdasakan kesepakatan bersama antara penulis dengan pembimbing
skripsi, adapun beberapa biografi khatib rata-rata peneliti bersumber dari bibriogafi yang dipunyai oleh
yayasan Waqaf Paramadina.
17
Qur’an yang terdiri dari tiga poin utama yakni, Poin A berisi komponen isi teks
khotbah Jum’at yang terdiri dari kesesuaian rukun, tema dan topik, penggunaan ayat,
penggunaan hadis, penggunaan kutipan yang disandarkan kepada, sahabat,
cendekiawan dan kitab, serta penggunaan konteks teks. Poin B berisi pola
pemahaman tekstual dan kontekstual. Dan Poin C berisi Analisis penggunaan ayat al-
Qur’an45
Bab V merupakan penutup yang berisi jawaban atas masalah yang telah
dirumuskan dalam penelitian Bab I dilengkapi dengan kritik serta saran untuk
direkomendasikan kepada para peneliti selanjutnya.
45 Pola urutan yang digunakan terbagi ataas dua hal yang meliputi, pertama, tata letak posisi
uraian berdasarkan diskusi bersama antara penulis dengan pembimbing serta penguji skripsi. Kedua,
urutan pola berdasarkan pada pola yang digunakan oleh penelitian kualitatif.
18
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Pengertian
Dalam pembahasan ini peneliti akan menguraikan beberapa pengertian
yang terdiri dari;
1. Penggunaan Ayat al-Qur’an
Penggunaan berasal dari akar “guna” yang memiliki makna faedah,
fungsi dan kebaikan sedangkan “penggunaan” adalah kata yang memiliki awalan
“pe” dan ahiran “an” meiliki makna proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu
dan pemakaian.1
Kata “ayat” dalam bahasa Indonesia memiliki arti Pertama dalam artikel
menjadi bagian, butir, poin. Kedua, dalam baris bermakna larik. Ketiga, dalam
kalimat memiliki arti perkataan2 sedangkan dalam bahasa Arab ayat berasal dari
kata ayah tanda dan jamaknya ayat yang bermakan tanda, alamat, bukti atau dalil,
sedangkan secara istilah ayat al-Qur’an bacaan yang tersusun dari beberapa
kalimat yang memiliki bagian yang masuk dalam surah.3
Adapun ayat dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai bagian dari
kitab suci (al-Qur’an dan al-Kitab) dan undang-undang.4 Secara etimologi ayat
dapat diartikan sebagai mukjizat, tanda atau alamat, pelajaran atau peringatan,
suatu hal yang mentakjubkan, kelompok atau kumpulan, dan bukti.5 Adapun
secara umum ayat diartikan sebagai sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam
1 Tim Redaksi. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Bandung: Mizan
Pustaka, 2009), h. 467. 2 Tim Redaksi. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 8 3 Tim Redaksi. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, h. 8 4 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 109. 5 Kamaluddin Marzuki. Ulum Al-Qur’an (Bandung: Remaja Rosada Karya, 1994), h.
91.
19
suatu sūrāh al-Qur’an.6
Ayat sebagai bagian dari al-Qur’an maupun al-Kitab pada dasarnya
rangkaian kata yang mengandung makna serta maksud. Sebagaimana makna
etimologinya bahwa ayat tanda atau peringatan, maka di dalam sebuah ayat
memuat mengenai peringatan, pelajaran yang menjadi sebuah tanda-tanda. Tanda-
tanda yang dimaksud adalah sesuatu yang menunjuk pada kejadian maupun
kebesaran Allah terkait yang dijelaskannya.7
Adapun pengertian mengenai penggunaan ayat al-Qur’an dapat dipahami
dari penggabungan definisi penggunaan dan ayat. Hasilnya adalah penggunaan
ayat al-Qur’an merupakan proses mengambil ayat al-Qur’an untuk didapatkan
manfaatnya. Pengambilan atau penggunaan ayat al-Qur’an ini berdasarkan makna
dan kejadian yang berkaitan. Dengan kata lain dalam penggunaan ayat al-Qur’an
terdapat proses pemahaman antara kejadian dengan ayat yang berkaitan dalam al-
Qur’an sehingga manfaatnya dapat diambil atau didapatkan.
Salah satu contohnya sebagaimana pengobatan yang menggunakan ayat
al-Qur’an. Praktek pengobatan secara umum merupakan penyakit fisik yang bisa
disembuhkan dengan obat yang didapat dari resep dokter. Akan tetapi beberapa
orang ada yang menggunakan ayat al-Qur’an sebagai ‘obat’ untuk menyembuhkan
penyakit.8 Selain itu juga terdapat penggunaan ayat al-Qur’an dalam beberapa
kegiatan budaya maupun ibadah keagamaan, seperti Tahlilan.
6 Manna al-Qathan. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an. Terj. Ainurrafiq (Jakarta: Al-
Kautsar, 2006), h. 174. 7 Manna al-Qathan berpendapat bahwa ayat merupakan kalimat yang menjelaskan
sesuatu dengan makna yang berisi tanda atau bentuk peringatan serta pelajaran. Hal ini
berhubungan dengan sūrāh dalam al-Qur’an. Lihat Manna al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu al-
Qur’an, h. 175. 8 Fida Abdul. Pengobatan Ala al-Qur’an (Surabaya: Buana Pustaka, 2009), h. 11.
20
Selain penggunaan dalam upacara keagamaan, terdapat beberapa ritual
keagamaan yang mewajibkan menggunakan ayat al-Qur’an. Sebagaimana dalam
khutbah jum’at terdapat salah satu rukunnya berupa membacakan ayat al-Qur’an.9
Begitu juga dalam ibadah sholat juga diwajibkan menggunakan sūrāh al-Fatikhah
sebagai salah satu rukunnya.10
Dari pemaparan di atas dapat dipahami bahwa penggunaan ayat al-
Qur’an merupakan langkah dalam mengambil ayat untuk digunakan dalam
keperluan ibadah. Baik pengunaannya yang diwajibkan maupun penggunaan atas
kebutuhan. Tujuan penggunaan ayat tersebut tidak lain agar dapat memberikan
mafaat bagi seseorang.
2. Seremonial Keagamaan
Seremoni merupakan istilah yang diambil dari bahasa Inggris berupa
ceremony yang berarti upacara; formalitas; cara tata tertib; dan atau berpegang
teguh pada tatacara, resmi-resmian.11 Dalam bahasa Indonesia, kata seremonial
menjadi kata serapan yang sudah menjadi bahasa baku bahasa Indonesia. Secara
etimologi seremonial memiliki kesamaan makna bahwa seremoni berarti
upacara.12 Adapun makna upacara sendiri berarti seperangkat alat dan pernak-
pernik yang terikat pada aturan menurut adat maupun agama.13 Pada intinya
seremoni merupakan seperangkat hal yang dipergunakan dalam sebuah acara
resmi, salah satunya dalam acara keagamaan.
Terdapat beberapa kesamaan makna dalam istilah seremonial, seperti
9 Muhammad Rifa’i. Tuntunan Sholat Lengkap (Semarang: Toha Putra, 1984), h. 61. 10 Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Lima Madzhab (Jakarta: Lenteran, 2011), h. 102 11 John M. Echol dan Hasan Shadily. Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia,
2008), h. 234. 12 Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1330. 13 Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1595.
21
upacara, maupun ritual. Terutama ketika penggunaan istilah seremoni dikaitkan
dengan agama kerap menggunakan istilah ritual keagamaan. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Koentjaraningrat bahwa Ritual merupakan tata cara dalam upacara
atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama.
Hal ini ditandani dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu:
adanya waktu, tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat upacara, serta orang-
orang yang menjalankan upacara.14 Dengan demikian, penggunaan kata seremoni
dengan agama sama dengan penggunaan istilah upacara, maupun ritual.
Pada dasarnya ritual adalah rangkaian kata, tindakan pemeluk agama
dengan menggunakan benda-benda, peralatan dan perlengkapan tertentu, ditempat
tertentu dan memakai pakaian tertentu pula.15 Ritual atau ritus dilakukan dengan
tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan.
Seperti upacara menolak balak dan upacara karena perubahan atau siklus dalam
kehidupan manusia seperti kelahiran, pernikahan, dan kematian.16
Atas pemaparan di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud seremoni
agama adalah secara umum merupakan upacara keagamaan. Upacara keagamaan
merupakan ritual atau peribadatan dalam rangka melaksanakan kewajiban ibadah
beragama atau dalam rangka mencari berkah atau manfaat.
Seremoni keagamaan atau upacara keagamaan merupakan bagian yang
dilakukan menggunakan pendekatan agama maupun budaya. Dalam sisi
keagamaan sendiri, seremoni keagamaan atau ritual keagamaan dapat dipahami
14 Kontjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial (Jakarta: Dian Rakyat, 1985), h.
54. 15 Imam Suprayogi. Metodologi Penelitian Agama (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001), h. 4. 16 Bustanudin Agus. Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2007),
h. 97.
22
sebagai peribadatan yang wajib dilaksanakan berdasarkan perintah agama.
Adapun keterkaitannya dengan budaya seremoni keagamaan atau ritual
keagamaan berarti kegiatan atau adat yang dimasukki nilai-nilai atau perangkat
keagamaan. Sebagaimana menurut Kontjaraningrat bahwa sholat, puasa, serta
peribadatan yang masuk kategori wajib maupun sunah adalah bentuk ritual atau
seremoni keagamaan Islam.17
B. Metode Pemahaman al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber petunjuk ajaran pertama18 umat Islam,19
bagi siapapun20 yang ingin mendalami dan memahami ajaran Islam tentu harus
memahami dengan baik dan benar sumber ajaran tersebut.21
17 Kontjaraningrat. Antropologi Sosial, h. 12. 18 Di dalam agama Islam terdapat dua sumber ajaran yang paling utama yaitu al-Qur’an
dan al-Sunnah atau disebut juga Hadis Nabi Muhammad saw. Pada penulisan ini peneliti lebih
memfokuslkan kepada al-Qur’an, sebagaimana pada penulisan karya ilmiah berbentuk Skripsi
yang membatasi pembahasan agar tidak melebar. 19 Al-Qur’an memperkenalkan dirinya antara lain sebagai huddan li al-Nas dan kitab
yang diturunkan agar manusia keluar dari kegelapan sūrāh Ibrāhim/14: 1, melalui al-Qur’an
manusia diharapkan dapat menyelsaikan berbagai masalah dan dapat menemukan jalan keluar bagi
penyelsaian problem yang dihadapi, sūrāh al-Baqarah/2: 213, agar al-Qur’an berguna sesuai
fungsinya maka perlu dipelajarai dan dipahami sūrāh Ṣād/38: 29. Lihat. Faizah Ali Syibramalisi.
Tafsir bi al-Ma’tsur (Jakarta: Siwibakti Darma, 2010), h. i. 20 Pada dasaranya penelitian terkaiat dengan al-Qur’an sendiri tidak hanya dilakukan
oleh orang Islam saja, akan tetapi banyak orang yang di luar Islam atau lebih dikenal dengan
Orientalis juga mempelajari al-Qur’an, kajian seputar al-Qur’an sendiri awalnya bernama Oriental
studies atau studi ketimuran yang mencakup kajian tentang bahasa, sejarah, budaya dari Asia dan
Afrika utara, munculnya oriental studies ini ditengarai pada kurun abad ke 19 hal ini berdasarkan
pada pada saat itu kajian terkait bahasa dan sastra timur telah menjadi disiplin akademis yang
berdiri sendiri di Universitas Eropa, adapun salah satu dari pokok pembahasan dalam studi ini
adalah kajian terhadap sejarah dan filologi al-Qur’an serta hadis Nabi saw. adapun beberapa tokoh
peneliti generasi awal dari kajian ini di antaranya, Theodor Noeldeke (1836-1930), Julius
Welhausen (1844-1918), Ignaz Goldziher (1850-1921), pada generasi kedua muncul Helmut Ritter
(1882-1971), Carl Brockelmann (1869-1956), Hans Heinrinch Schaeder (1896-1957), Enno
Littmann (1875-1985), Joseph Schacht (1902-1969), Gustuv Edmund von Grunebaum (1909-
1972), Richard Ettinghausen (1906-1979), Richard Walzer (1900-1975) Rudi Paret (1905-1982)
dan beberapa tokoh lainya. Lihat. Azim Nanji. Mapping Islamic Studies: Geneology, Continuity
and Change (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), h. 2-8. Dalam kajian orientalis yang lebih
spesifik Rahman membagi kedalam dua katagori yakni, Old Orientalisme pada masa ini yang
paling terkenal kajiannya adalah what’s behind the text. Adapun yang kedua lebih dikenal dengan
Now Orientalisme yang lebih moderat dan trusting traditionalis, adapun kajian pada Now
Orientalisme lebih kepada what is before/ in front of the text. Lihat. Yusuf Rahman. Tren Kajian
al-Qur’an di Dunia Barat. Jurnal Studi Insania Vol. 1 No. 1 (April, 2013): h. 1-8. 21 Proyeksi terhadap pemahaman terhadap al-Qur’an kepada semua situasi menjadi
jawaban atas keberadaan al-Qur’an sebagai way of life yang dapat dipertanggung jawabkan. Lihat.
23
Pemahaman terhadap al-Qur’an22 tidak bisa dilepaskan dari al-Qur’an
sebagai wahyu Illahi,23 Kalam Allah24 serta Kitab Suci.25
Yusdani. Tafsir Kronologi dan Usaha-usaha memahami al-Qur’an Dewasa ini. Al-Mawardi, edisi
kedua (September-November, 1994): h. 1-6. 22 Menurut Arkoun pemaknaan terhadap al-Qur’an tergantung pada setiap peneliti dan
orang yang akan mengajukan pertanyaan, karena al-Qur’an selalu terbuka untuk dinalar, maka
minimal seseorang pengkaji harus mencakup tiga varian yakni linguistik, antropologis dan historis.
Lihat. Mohammed Arkoun. Lectures du Coran, Diterjemahkan oleh Hidayatullah. Kajian
Kontemprer al-Qur’an (Bandung: Pustaka, 1998), h. 48. Sedangkan Peneliti dalam hal ini
menggunakan istilah pemahaman al-Qur’an adapun argument yang peneliti ambil dari istilah ini
adalah pemahaman terhadap al-Qur’an tidak menutup kemungkinan dengan menggunakan metode
terjemahan, walaupun tingkat akurasinya tidak lebih tepat dari pada menggunakan pemahaman
dengan menggunakan bahasa Arab atau bahasa asli al-Qur’an. Lihat. Muhammad al-Ghazali.
Khaifa nata’amalu ma’a al-Qur’an (Virginia: tp, 1992), h. 186-187. Pembahasan metode
pemahaman terhadap al-Qur’an juga muncul pada skripsi M. Fajrul Munawir, dimana dalam
penelitian itu dikemukakan bahwa ada beberapa orang Islam yang beranggapan bagaimana
mengamalkan ajaran suatu pemikiran Islami terwujud, adapun caranya dengan menggunakan
memahami dari bentuk terjemahan dengan selogan kami memahami al-Qur’an dari terjemahan.
Lihat. M. Fajrul Munawir. “Metode Pemahaman Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)
Terhadap al-Qur’an dan Hadis” (Skripsi S1: Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Ampel, Surabaya,
1995), h. 14-21. 23 Wahyu (kitab) adalah sesuatu yang diwahyukan, dimanifestasikan, disingkapkan atau
diumumkan. Wahyu adalah sebuah pencerahan, sebuah bukti atas realitas dan sebuah penegasan
kebenaran, sebuah tanda yang jelas, sebuah bukti atau indikasi, makna atau signifikasi, bagi
seorang pemerhati, yang harus diamati, direnungkan, dan dipahami. Lihat. Ziaul Haque.
Revelation & Revolution in Islam (Lahore: Vanguard Book, 1987), h. 8. Diterjemahkan oleh. E.
Setiyawati al-Khattab. Ziaul Haque, Wahyu dan Revolusi (Yogyakarta: LKiS, 2000), h. 10. Wahyu
adalah salah satu sumber akidah dalam Islam, wahyu terdiri atas dua hal yakni al-Qur’an dan hadis
Nabi saw, kedua sumber ini kemudian dinukil dan dijadikan pedoman. Pada Nas yang terbatas
disebut al-Qur’an sedangkan sekumpulan wahyu lain yang tersebar dalam beberapa himpunan
kitab hadis disebut dengan Hadis Nabi, secara Hukum wahyu yang berbentuk Nas ini memiliki
karakteristik yang berbeda, baik dari segi Hukum, sifat, dan kapasitas. Hal ini tertuang dalam
kondisi yang memuat ajaran-ajaran, petunjuk maupun cara pemaparan kepada umat manusia,
adapun tujuanya dari wahyu sendiri adalah agar dapat digambarkan oleh akal manusia dalam
rangka menerima kewajiban. Lihat Abd Majid al-Najjar. Pemahaman Islam: antara Rakyu dan
Wahyu (Bandung: Rosdakarya, 1997), h. 18. 24 Kalam dalam ilmu nahwu yang dimaksud kalam adalah kalimat yang terdiri dari
lafadz yang tersusun disengaja serta mempunyai makna. Lihat. Abu Abdillah Muhammad Ibn
Muhammad Ibn Dawud al-Shanhājī. Al-Ăjurūmīyah. (Maroko: Dār al-Maghībi,tt), h. 5. kalamullah
adalah adalah tuturan Allah swt kepada Hamba-Nya, pada dasarnya antara kalam dan qaul
mempunyai makna yang sama yakni saying/ucapan atau perkataan, akan tetapi dalam kaidah bhasa
Arab hal ini menjadi beda, jika qaul itu tuturan allah kepada Maliakat, benda langit dan lain
sebagainya, seperti sūrāh al-Baqarah/2:34, fushilat/41:11, jika kalam digunakan Allah swt kepada
Nabi-Nya (utusan-Nya) secara langsung, hal ini bisa dibuktikan melalui sūrāh al-Baqarah/2:253.
Adapun secara tata gramatikal Arab yang dimaksud kalam adalah كالمنالفظ كاستقم sedangkan qaul
jadi kalam adalah bagian dari qaul, sedangkan qaul sendiri adalah penyampaian makna والقوعام
dengan berbagai macam penyampaian.lihat Ibn Malik. Alfiyah Ibn Malik. Serta Salwā Muhammad
al-Awwa. Al-Wujūh wa an-Nazhā’ir fi al-Qur’an al-Karīm (Kairo: Dār al-Syurūq. 1988), h. 194. 25 Kitab suci (scripture) merupakan sebuah konsep kunci dalam agama-agama. Kata
scripture berasal dari bahasa Latin scriptura yang berarti tulisan, kata ini pada mulanya digunakan
untuk menunjuk tulisan tangan atau manuskrip, manuskrip apa saja. Perkembanagn kata scripture
hingga digunakan untuk menunjuk tulisan suci, yang berarti “kitab suci” (holy book) dalam tradisi
Yahudi dan Kristen pada khususnya, akan tetapi kata tersebut digunakan lebih luas lagi untuk kitab
suci semua agama, yang masuk dalam studi agama. Lihat. A. Graham. Qur’ān as Spoken Word:
24
Al-Qur’an adalah proses komunikasi verbal,26 yakni pembicaraan27 yang
terjadi antara Allah swt dengan utusan-Nya28 dengan kesepemahaman makna dan
kata atau (muwādha’ah)29 di antara keduanya yang disebut wahyu.30 Adapun
An Islamic Contribution to the Understanding of Scripture, dalam Richard C. Martin, (ed).
Approaches to Islam in Religious Studies (Arizona: The University of Arizona Press, 1985), h. 24.
Adapun kitab dalam kamus bahasa Arab berasal dari kata kataba yang bermakna menulis, arti
dasarnya sendiri adalah menggabung, merangkai atau mengikatkan sesuatu dengan yang lain
seperti dalam syair dari penyair kenamaan Sālim Ibn Dārah dalam syairnya menyatakan lā
ta’mananna fazāriyyan halalta bih ‘ala qalūsika waktubhā bi ‘asyāri (jangan anda merasa aman
terhadap seekor harimau yang anda tempatkan di atas onta betina, ikatkanlah dia dengan tali-tali.
Di dalam al-Qur’an kata kitab terdapat kurang lebih 179 kali dalam bentuk definit, 50 indefinitif, 9
kali disandarkan kepada Allah swt, 2 kali disandarkan kepada Rasul-Nya dan 21 disandarkan
dengan yang lain. Lihat. Abū al-Husain Ahmad Ibn Fāris Ibn Zakariyyā. Mu’jam Maqāyis al-
Lughah, V (Kairo: Dār Ihyā’ al-Kutub al-‘Arabiya, 1369 h), h. 158. Sisi lain pemahaman terhadap
kitab suci pernah dijabarkan oleh Eva Nugraha yang mendefinisikan Kitab Suci terdiri dari dua
suku kata yakni Kitab berasal dari bahasa arab kitāb bermakna buku dan wahyu Tuhan yang
dibukukan, serta kata Suci dalam bahasa sansekerta suct yang memiliki empat makna salah
satunya adalah keramat. Lihat. Eva Nugraha. Sosiologi al-Qur’an Agama dan Masyarakat dalam
Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2015), h. 12. 26 Komunikasi verbal dalam hal ini dibangun berdasarkan argumentasi bahwa bahasa
yang salah satu fungsinya adalah sebagai komunikasi sosial, karena penggunaanya menjadi tidak
sempurna kecuali bisa digunakan untuk berkomunikasi antara satu anggota masyarakat dengan
yang lainya, dengan menggunakan rumusan, langue = tata bahasa+kosakata+sistem pengucapan.
Kalam Allah swt dalam hal ini menurut teolog adalah berbahasa lisan. Adapun untuk
mempertahankan argumen ini para teolog menggunakan contoh lafadz قل kata ini dalam al-Qur’an
terdapat banyak ayat yang dimulai dengan kata tersebut serta ini menjadi indikasi bahwa wacana
dialog yang komunikatif, pada tataran aplikasi bisa dilihat saat seseorang melaksanakan shalat,
tidak akan sah shalat seseorang tanpa membaca sūrāh al-Fatihah. Isi sūrāh tersebut
menggambarkan sesuatu yang sangat dialogis antara hamba dan tuhan. Lihat. Aziz Fachrurrozi.
Memahami Ajaran Pokok Islam dalam al-Qur’an melalui Kajian Semantik (Jakarta: Pustaka Al-
Husna Baru, 2004), h. 137-141. 27 Pembicaraan atau yang lazim disebut komunikasi antara Tuhan dan manusia,
menunjukan bahwa manusia menerima pesan berupa tanda-tanda ketuhanan melaui kode
komunikasi yang dipakai, oleh Tuhan. Komunikasi ini dalam kajian teologi Islam klasik hanya
bisa terjadi apabila terjadi kesataraan antara keduanya, yakni manusia ditingkatan drajatnya
sampai level malaikat dan Tuhan menyesuaikan drajat ketuhananya. Lihat. Al-Kirmānī. Syarh
sahīh al-bukhārī Juz 1 (Cairo: t.t), h. 28. 28 M. Nur Kholis Setiawan. Al-Qur’an Kitab Sastra terbesar (Yogyakarta: eLSAQ,
2005), h. 52. 29 Muwādha’ah bisa juga disebut dengan muwātha’ah yang bermakna kepemahaman
makna dan peletakan makna. Lihat. Nashr Hamid Abu Zaid. Al-Ittijab al-‘Aqli fi al-Tafsir:
Dirāsah fi Qadbiyyat al-Majāz fi al-Qur’an ‘inda al-Mu’tazilah. Diterjemahkan oleh Abdurahman
Kasdi dkk (Bandung: MMU, 2003), h. 128. 30 Wahyu secara bahasa diartikan sebagai isyarat yang cepat, bisa juga diartikan sesuatu
yang diturunkan, disingkap atau diumumkan. Lihat. Khoridatul Muhdiyah. Konsep Wahyu al-
Qur’an dalam Prespektif Nasr Hamid Abu Zaid. Hermeneutik. Vol. 9, No. 1 (Juni, 2015): h. 93-
114. Sedangkan Wahyu sebagai sesuatu yang dibisikan ke dalam sukma, yang diilhamkan, dan
merupakan isyarat yang cepat yang lebih mirip kepada sesuatu yang dirahasiakan daripada
dilahirkan: sesuatu yang dituangkan dengan cepat dari Allah swt kedalam dada para Nabi-Nya,
wahyu merupakan kebenaran yang langsung disampaikan Allah swt kepada para Nabi-Nya untuk
disampaikan kepada para umatnya. Lihat. Dewan Redaksi Islam. Ensiklopedia Islam 5, Cet. Ke-4
(Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2009), h. 164.
25
hasil dari komunkasi tersebut berbentuk menjadi kode atau teks31 yang biasa
disebut dengan kitab suci.
Teks al-Qur’an tentu tidak bisa lepas dari kemukjizatan32 yang dimiliki,
hal ini bisa terllihat dari konsonan huruf yang digunakan, yakni huruf sebagai
unsur formatif yang memiliki koherensi struktural dengan huruf lain (relasi antar
huruf) yang memiliki pengaruh pada efektivitas huruf. Dari segi lokus ujaranya
(Makhraj)33 mempunyai peranan yang penting baik dari segi I’rab, kefasihan,
ekspresi dan estetikanya.
Rangkaian kata menjadi sebuah kalimat untuk dapat mengutarakan
maksud dengan nada dan intonasi yang sangat luar biasa indah dalam menjaga
harmoni, komposisi ujaran, selektif ketetapan kata, terutama yang mirip satu
dengan yang lain dan peranannya dalam menentukan ujaran estetik dan konteks
estetika.34 Dalam hal lokus ujaran (makhraj)35 ekspresi al-Qur’an sangat luwes,
31 Toshiko Izutsu. God and Man in the Koran: Semantics of the Koranic Welstanchoung
(Tokyo, 1964), h. 54. 32 Istilah Mukjizat baru muncul pada era kodifikasi ilmu agama seperti ilmu kalam, pada
masa Wasil Ibn ‘Atha atau sekitar abad ke 2 H. istilah ini berawal dari beberapa penelitian ulama
bahwa al-Qur’an dalam menceritan bukti dari kebenaran yang dibawa oleh Nabi saw,
menggunakan kata-kata seperti al-Ăyah seperti sūrāh al-An’ām/6:109, al-Bayyīnah seperti dalam
sūrāh al-A’rāf/7:73, al-Burhān seperti dalam sūrāh al-Qashas/28:32, kemudian al-Sulṭān seperti
dalam sūrāh Ibrahim/14:10. Mukjizat sendiri berasal dari kata a’jaza atau ‘ajjaza yang bermakna
melemahkan, sedangkan tambahan kata ha’dan ta marbūṭah bertujuan memperkuat makan. Secara
istilah mukjizat mempunyai makna sesuatu yang tidak sesuai dengan kebiasaan pada umumnya
yang dikehendaki dan diciptakan oleh Allah swt dan diperlihatkan melalui utusan-Nya sebagai
bukti dari pengakuan atas kenabian dengan disertai sebuah tantangan yang tidak ada seorang pun
bisa menandingi. Lihat. Mustafa Muslim. Mabāḥīts fi I’jaz al-Qur’an (Riyadh: Dār al-Muslim,
1997), h. 13. 33 Dalam ilmu tajwid Maharijul Huruf terbagi menjadi 16 katagori yakni. Jahriyyah
(suara keras), hamsiyyah (suara bisikan), syadīdah (keras) rakhwah (lemah), muthabaqqah
(tertutup) munfatīhah (terbuka) mustaliyah (tinngi) munkhafidah (rendah) munzaliqah (naik)
mushammanah (turun), qalqalah, shafir (dengusan), layyinah (lembut), dan lain-lain. Lihat.
Ayatullah Muhammad Hadi Makrifat. Al-Tahmid, Jilid 5 (Baghdad. Tp, tt), h. 228. 34 Contoh dalam hal ini adalah kalimat “fasayakfikahum Allah” terdiri dari 13 huruf
dengan pengulangan beberapa huruf yang sama betapa fasih dan ekspresifnya kalimat ini dengan
tetap terjaga keutuhan komposisi dan kekayaan makna, hingga pembaca atau pendengar mengira
tidak lebih dari sepatah kata. Lihat Habibullah Ahmadi. Ahsan al-Hadīt: Analisis Tekstual Ulumul
al-Qur’an (Jakarta: Sadra International Institute, 2011), h. 53. 35 Al-Qur’an pada generasi awal Muslim (sahabat) merupakan interaksi antara
pendengar dan bacaan (teks al-Qur’an) tetapi bukan reproduksi arti secara monolog, melainkan
26
irama dan harmonis walaupun dalam uraian kata terjadi perubahan harkat.36
Komposisi kalimat, merupakan persoalan yang berkisar pada
kemampuan berujar secara apik dan tepat, serta fasih dan ekspresif. Ketidak
mampuan dalam bidang ini menyebabkan suatu ujaran menjadi invalid dan tidak
ternilai. Pola susunan atau komposisi kalimat menentukan keindahan atau
keburukan serta ekspresif tidaknya maksud pengujar.
Pasalnya, keselarasan antara ujaran dengan kondisi pengujar dan audiens
sepenuhnya berbeda. Kondisi tersebut adakalanya menuntut sikap mengagung-
agungkan (glorifikasi), merendahkan (humiliasi), motivasi, peringatan dan
penyampaian berita gembira, kināyah (alegori atau metonimi), atau analogi dan
isti’ārah (metafora).
Tipologi kalimat harus diseleksi diteliti berdasarkan skema kriteria-
kriteria tersebut, unsur-unsur pokok ujaran, seperti subjek, predikat, dan objek,
serta korelasi antara fā’il (pelaku) dan kata kerja dalam mendahulukan dan
mengahirkan, jamak dan tatsniyah (berjumlah dua), kalimat ismiyyah (nominal)
atau fi’liyyah (verba), istimrari (menunjukan kesinambungan) atau non-istimrari
serta masih banyak komponen lain yang sangat menentukan kualitas komposisi
kalimat.
Al-Qur’an sebagai sumber ada berbagai cara untuk dapat memahami
proses reproduksi makna yang amat dinamis antara pendengar, pembaca dan teks. Dalam
khazanan kritik sastra, proses ini merupakan pengejawantahan dari kesadaran intelektual. Lihat.
M. Nurholis Setiawan. Al-Qur’an Kitab Sastra terbesar, h. 68-69. 36 Wa al-layl-I idzā’as’as, wa al-shubḥ-I idẓātanaffas. Sūrāh al-Takwīr/81: 17-18.
Pilihan huruf ‘ain dan sīn berikut pengulangan keduanya dengan menerapkan I’rab fatḥah secra
beruntun dan berulang-ulang menjelaskan momen malam hari secara bertahap, lalu, pilihan kata
tanaffas yang di tambah dengan tā’ (menambahkan huruf dengan sendirinya menambahkan arti-
penj) serta pilihan harkat fatḥah secara beruntun, mendiskripsikan fase-fase kemunculan momen
subuh hari. Seolah dalam beberapa saat, momen gelap malam dirasakan sangat membebani, lalu
kemunculan momen subuh hari memberikan perasaan lega dalam bernafas. Lihat Habibullah
Ahmadi. Ahsan al-Hadīt: Analisis Tekstual Ulumul al-Qur’an (Jakarta: Sadra International
Institute, 2011), h. 60.
27
dengan sudut pandang keilmuan yang bermacam-macam, karena al-Qur’an
sebagai sumber ilmu pengetahuan tidak akan pernah kering untuk dikaji.37
Dalam memahami kandungan al-Qur’an memang bukan perkara yang
mudah, karena seseorang diwajibkan mempunyai beberapa pengetahuan
pemahaman.38 Di antaranya menurut Imam al-Suyuti,39 sesorang dapat memahami
kandungan al-Qur’an harus memiliki minimal 32 pemahaman atas sejumlah ilmu
pengetahuan,40 sedangkan Arkoun41 menyederhanakan menjadi 13.
37 Upaya intelektual umat Islam untuk memahami dan menghayati al-Qur’an, dalam
perjalan sejarahnya mengalami dinamika internal yang sangat panjang dalam setiap usaha untuk
memahami aspek-aspek kebenaran al-Qur’an yang tidak ada batasnya. Pergulatan tersebut diliputi
oleh pergulatan intelektual yang muncul dalam dataran persepsi, atau pada pemahaman
metodologisnya, dan bukan kepada kesangsian atas kebenaran al-Qur’an itu sendiri.Dapat diajukan
contoh misalnya, mengenai kedudukan akal pikiran manusia berhadapan dengan al-Qur’an atau
wahyu. Persoalan yang muncul adalah sejauh mana keabsahan akal dan rasio manusia dalam
memahami ayat al-Qur’an, apakah ada kapasitas yang cukup bagi akal manusia untuk menangkap
seluruh dimensi pewahyuan. Lihat. Lukman Abdul Qohar Sumbrata dkk. Pengantar Fenomologi
al-Qur’an Dimensi keilmuan di balik Mushaf Utsami (Jakarta: Grafikatama Jaya, 1971), h. 27-30. 38 Untuk mengetahui kandungan isi al-Qur’an memang bukan sesuatu yang gampang,
hal ini salah satunya adalah untuk menjaga subjektivitas dalam memahamai petunjuk tersebut,
karena tidak ada realitas yang berdiri sendiri terlepas dari persepsi, secara gambling semua realitas
adalah hasil dari bentuk persepsi. Akan tetapi dibutuhkan objektivisme, Lihat. Harold H Titus.
Persoalan-persoalan Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 218-227. 39 Nama lengkap beliau adalah Abū al-Faḍl ‘Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr ibn
Muḥammad Jalāl al-Dīn al-Khuḍayrī al-Suyūṭī lahir pada tanggal 3 Oktober 1445 dan meninggal
pada 18 Oktober 1505. Diambil dari JD al-Suyuti-ipfs.io diakses pada tanggal 2 Januari 2017.
Sedangkan dalam Skripsi Sri Mahrani, nama lengkap dari Imam al-Suyuti adalah Abdul Rahman
bin al-Kamal bin Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiq al-Suyuthi. Ada yang menambahkan Al-
Hafizh Abdurrahman ibnu Al- Kamal Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiq ad-Din Ibn Al-Fakhr
Utsman bin Nazhir ad-Din al-Hamam al-Khudairi al-Sayuthi. Penulis Mu’jam al-Mallifin
menambahkan: Athaluni al-Mishri Asy-Syafi’i, dan diberi gelar Jalaluddin, serta di panggil dengan
nama Abdul Fadhal.Sebutan al-Suyuthi diambil dari nama daerah tempat kelahirannya Suyuth
yakni sebuah daerah pedalaman di Mesir. Ia juga diberi gelar Ibnu Al-Kutub karena dilahirkan di
antara buku-buku milik Ayahnya dan karena ketika ia lahir, ia diletakka ibunyan di atas buku.
Lihat. Sri Maharani “Metode Jalaluddin al-Suyuti Dalam Menafsirkan al-Qur’an (Tinjauan
terhadap Tafsir al-Durr al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur).” (Skripsi: Fakultas Ushuluddin, UIN
Sultan Syarif Kasim, Riau), h. 18-19. 40 Pemahaman yang dimaksud adalah beberapa poin yang sudah ditulis oleh Imam al-
Suyuti dalam kitab al-Itqan, akan tetapi dalam hal ini peneliti menggunakan al-Itqan edisi
terjemahan yang terbagi menjadi 4 jilid buku, dalam uraian ini bukan berarti pula peneliti hanya
meng-copypaste dari daftar isi buku tersebut. Pemahaman mengenai Pengetahuan tersebut yakni:
(1) pengetahuan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah. (2) pengetahuan tentang ayat al-
Qur’an baik yang meliputi tempat turun di kediaman Nabi atau di perjalanan, maupun yang
meliputi waktu, seperti, siang, malam, pagi atau petang juga meliputi musim seperti musim panas,
dingin semi. (3) Pengetahuan tentang pewahyuan pada saat Nabi di pembaringan dan pada waktu
dalam keadaan kantuk. (4) Pengetahuan tentang ayat al-Qur’an yang pertama kali diturunkan dan
ayat al-Qur’an yang terahir diturunkan, serta pengetahuan tentag asbab al-Nuzul. (5) Pengetahuan
tentang ayat-ayat al-Qur’an yang diwahyukan dengan perantaraan malaikat serta tanpa perantara
28
Secara garis besar seseorang dalam mendekati dan memahami kitab suci
cenderung menggunakan dua pola yakni berfikir dalam kerangka iman dan
malaikat, juga pengetahuan tentang ayat-ayat al-Qur’an yang diwahyukan dengan perantara
perkataan sebagian perkataan sahabat. (6) Pengetahuan mengenai ayat al-Qur’an yang diturunkan
secara berulang, ayat al-Qur’an yang turun terlebih dahulu setelah itu baru penetapan hukumnya
dan ayat yang turun kualifikasi hukum setelah itu baru ayat. (7) Pengetahuan mengenai ayat al-
Qur’an yang turun dengan cara menyeluruh dan diturunkan secara terpisah. (8) Pengetahuan
tentang ayat-ayat yang diturunkan berkaitan dengan para nabi dan ayat-ayat yang diturunkan
sebelum nabi. (9) Pengetahuan mengenai cara-cara turunya ayat al-Qur’an, mengetahui nama-
nama al-Qur’an, nama-nama sūrāh dalam al-Qur’an, pengumpulan dan pengurutan ayat serta sūrāh
dalam al-Qur’an, mengetahui mengenai bilangan huruf, kata-kata, ayat dan sūrāh dalam al-Qur’an.
(10) Pengetahuan tentang para penghafal al-Qur’an, perawi al-Qur’an, sanad bagian atas dan sanad
bagian bawah dalam periwayatan al-Qur’an serta pengetahuan tentang bacaan yang ditransmisikan
secara mutawattir, masyhur, ahad, syadz, maudhu’, mudraj. (11) pengetahuan tentang cara
membaca al-Qur’an yang terdiri dari pembacaan ringan hamzah, al-Idham, al-Idhar, al-Ikhfa, al-
Iqlab, mad (panjang) qasr (pendek), waqaf (tempat berhenti) dan permulaan (dari kesatuan ritmis),
imalah (pembelokan suara), fathah dan diantara keduanya.(12) pengetahuan tentang rangkaian
lafal yang terputus maknanya.(13), pengetahuan tentang etika (adab) membaca al-Qur’an. (14)
Pengetahuan tentang kata-kata langka dan samar (gharib), pengetahuan tentang al-Qur’an yang
tidak menggunakan bahasa Hijaz dan bahasa Arab. (15) Pengetahuan tentang I’rab al-Qur’an
(pertimbangan Makna), makna yang variasi dan konstan, serta pengetahuan makna-makna dasar
yang dibutuhkan oleh Mufassir. (16) Pengetahuan tentang Qawā’id al-Muhimmah atau aturan-
aturan penting untuk memahami al-Qur’an. (17) Pengetahuan tentang Sintaksis atau awalan dan
akhiran dalam susunan kata. (18) Pengetahuan tentang pernyataan yang bermakna samar dan
bermakna Jelas. (19) Pengetahuan tentang ayat-ayat yang bermakna muskyl dan menimbulkan
pertentangan (divergensi dan kontradiksi). (20) Pengetahuan tentang ‘āmm, khāsh, nāsikh,
mansūkh, māfhum-manthūq, mutlaq-muqayad. (21) Pengetahuan tentang bentuk interpretasi al-
Qur’an, makna-makna Majazi dan Hakiki dalam al-Qur’an, makna-makna yang serupa (tasbyih)
dan yang metaphor (isti’arah), makna-makna kinayah (metonim) dan makna sindiran (alusi). (22)
Pengetahuan tentang pembatasan dan pengkhususan makna. (23) Pengetahuan tentang al-I’jāz wa
al-itnāb (keringkasan dalam nada wicara), penegtahuan tentang ayat-ayat yang bersifat informatife
dan performatif (al-Khabar wa al-Insa).(24) pengetahuan tentang gaya bahasa al-Qur’an
(stilistika/ badi’ al-Qur’an). (25) Pengetahuan tentang bagian-bagian ayat dalam al-Qur’an. (26)
Pengetahuan tentang fawātiḥ al-Suwar (pembukaan sūrāh) dalam al-Qur’an, khawātim al-Suwar
(penutupan sūrāh) dalam al-Qur’an. (27) Pengetahuan tentang persesuaian antar ayat dan sūrāh
dalam al-Qur’an, pengetahuan tentang ayat yang mutasyabih dan mubham. (28) Pengetahuan
tentang kemukjizatan al-Qur’an, tamsil-tamsil (parabol), qasam (sumpah), jaddal (bentuk
polemik), mufradat (pernyataan bermakna tunggal) serta faedah khusus (al-khawas) dalam al-
Qur’an (29) Pengetahuan tentang nama-nama, panggilan, dan gelar yang disebut dalam al-Qur’an.
(30) Pengetahuan tentang keutamaan al-Qur’an, bagian yang paling utama dalam al-Qur’an. (31)
Pengetahuan tentang ejaan dan aturan yang harus dipatuhi dalam menyalin al-Qur’an.
(32)Pengetahuan tentang tafsir, takwil, syarat dan aturan yang harus dipenuhi oleh penafsir serta
pengetahuan tentang tingkatan para mufassir. Lihat. Imam Jalaluddin al-Suyuti. Al-Itqan fi al-
Ulum al-Qur’an, Alih Bahasa oleh Farikh Marzuki Amar, dkk. Samudra Ulumul Qur’an
(Surabaya: Bina Ilmu, 2008), Jilid 1-4. 41 Pengetahuan yang dimaksud yakni: (1) Berbagai persoalan Kronologi. (2) Cara-cara
pewahyuan. (3) Pengumpulan dan riwayat. (4) Penyusun mushaf secara resmi. (5) Prosodi dan
kesatuan tekstual. (6) Leksikon. (7) Sintaksis. (8) Analisa Logis-Semantis. (9) Retorika dan
Stalistika. (10) Ilmu Tafsir. (11) Ilmu-ilmu turunan dari al-Qur’an. (12) Berbagai catatan sejarah.
(13) Nilai-nilai keutamaan. Lihat. Mohammed Arkoun. Kajian Kontemprer al-Qur’an (Bandung:
Pustaka, 1998), h. 7-8.
29
beriman sambil mencoba mencari dukungan dari pemikiran42 kedua pola tersebut
menurut hemat peneliti mengambil akar dari rumusan Fazlur Rahman.
Sedangkan dalam gambaran atas metode pemahaman al-Qur’an pada
skripsi ini dapat dikelompokan menjadi dua yakni Tekstual dan kontekstual43
adapun uraiannya adalah sebagai berikut:
1. Tekstual
Di dalam al-Qur’an kosa kata yang menunjukan bahwa dirinya adalah
teks terdapat pada beberapa surat yakni sūrāh al-Jin/72: 1-2, telah mengajarkan al-
Qur’an sūrāh al-Rahman/55: 2, pelajaran dan kitab yang memberi penerang
seperti dalam sūrāh Yāsin/36: 69, al-Qur’an sebagai teks Arab44 seperti dalam
sūrāh Ṭāhā/20: 113, sūrāh Yusuf/12:2 sūrāh al-Zumar/39: 28, sūrāh Fuṣilat/41: 3,
sūrāh al-Ṣ’ūra/42: 7, sūrāh al-Zukhruf/43: 3. Bacaan adalah tidak mungkin
dilakukan tanpa sesuatu yang terbaca.45
Pemahaman tekstual terhadap al-Qur’an pada dasarnya memiliki dasar
makna dari teks dalam bahasa Inggris menjadi text, wording, phrase, sedangkan
bahasa Arab menjadi nass, di mana dalam pemahaman Arab klasik bermakna
42 Komaruddin Hidayat. Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Heurmeneutik
(Jakarta: Paramadina, 1996), h. 6. 43 Pada dasarnya pandangan terkait tekstual dan kontesktual bagi Fazlur Rahman hampir
sama dengan pandangan Berdard Lewis seorang Orientalis dalam bidang sejarah Islam, ia
membagi Islam kedalam tiga Aspek yakni, Islam sebagai agama, Islam Sebagai teologi dalam hal
ini sudah merupakan interpretasi orang terhadap al-Qur’an dan hadis baik yang bersifat tekstual
maupun kontekstual dan yang terahir adalah Islam sebagai bentuk dari berbagai peradaban. Lihat.
M. Dawam Rahardjo. Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah
Cendekiawan Muslim (Bandung: Mizan, 1993), h. 275. 44 Sebagaimana diketahui bahwa al-Qur’an terbentuk dalam bahasa Arab, yaitu salah
satu cabang dari bahasa Semit dari bagian selatan. Dari berbagai peninggalan yang ada, biasanya
bahasa Arab dikelompokan menjadi Arab bā’idah dan Arab bāqiyah, bahasa Arab yang digunakan
oleh al-Qur’an selama ini teridentifikasi dari bahasa Arab bāqiyah yang berasal dari daerah Nejed
dan Hijaz. Sejauh bukti historis yang ada hanya dapat ditelusuri paling awal pada Abad ke-5M.
Tidak banyak diketahui perkembangan awal bahas Arab bāqiyah karena tidak adanya peningglan
atau bahan tertulis yang menjelaskan masalah tersebut. Lihat, Munzir Hitami. Pengantar Studi al-
Qur’an: Teori dan Pendekatan (Yogyakarta: LKiS, 2012), h. 79. 45 M. Nur Kholis Setiawan. Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: eLSAQ,
2005), h. 158.
30
mengangkat.46 Teks adalah wacana47 yang tersusun dalam tulisan,48 atau dengan
kata lain teks merupakan fiksasi pelembagaan sebuah wacana lisan dalam bentuk
tulisan.49
Pemahaman tekstual adalah sebuah pemahaman yang menjadikan ayat
al-Qur’an sebagai obyek, menekankan analisisnya pada sisi kebahasaan. Secara
praktis, pemahaman ini dilakukan dengan memberikan perhatian pada ketelitian
redaksi dan bingkai teks ayat al-Qur’an. Pemahaman ini banyak dipergunakan
oleh ulama-ulama salaf dalam menafsiri al-Qur’an dengan cara menukil hadis atau
pendapat ulama yang berkaitan dengan makna lafal yang sedang dikaji.50
Sedangkan pendekatan tekstual dalam studi tafsir merupakan suatu usaha
dalam memahami makna tekstual dari ayat al-Qur'an. Pada pendekatan tekstual,
praktik tafsir lebih berorientasi pada teks dalam dirinya. Kontekstualitas suatu teks
lebih dilihat sebagai posisi suatu wacana internalnya atau intra-teks. Bahkan
pendekatan tekstual cenderung menggunakan analisis yang bergerak dari refleksi
(teks) ke praksis (konteks) yaitu memfokuskan pembahasan pada gramatikal-
tekstual. Praksis yang menjadi muaranya adalah kearaban sehingga pengalaman
sejarah dan budaya di mana penafsir dengan audiennya sama sekali tidak punya
peran. Teori ini didukung oleh argumentasi bahwa al-Qur'an sebagai teks suci
46 Kamus KBBI ofline 47 Wacana merupakan media untuk proses dialog antara berbagai individu untuk
memperkaya pengetahuan dan pemikiran dalam rangka mencari kebenaran tertinggi. Lihat.
Komaruddin Hidayat. Menafsirkan Kehendak Tuhan (Jakarta: Teraju, 2004), h. 142. 48 Pemahaman atas teks sebagai sebuah wacana yang tersusun maka Nasr Hamid Abu
Zayd mengambil sikap bahwa teks adalah produk budaya karena proses terbentuknya teks oleh
realitas dan budaya dalam rentan waktu lebih dari dua puluh tahun, maka banyak unsur dan hal
yang memiliki peran dalam membentuk teks tersebut, sedangkan realitas yang melatarbelakangi
tersebut adalah analisis yang disandarkan atas dua poros yakni antara teks dan peradaban baik itu
berupa teks yang terbentuk oleh budaya maupun teks yang pembentuk budaya. Lihat. Mustaqim
dan Sahiron Syamsudin. Studi al-Qur’an Kontemporer; wacana baru berbagai Metodologi Tafsir
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), h. 24. 49 Komaruddin Hidayat. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik
(Jakarta: Paramadina, 1996), h. 132-135. 50 MF. Zenrif. Sintesis paradigm Studi Al-Qur’an (UIN- Malain Press, 2008), h. 51.
31
telah sempurna51 pada dirinya sendiri.52 Sedangkan bagi Rahman pemahaman
terhadap tekstual memiliki makna pemakanaan harus tetap kapanpun dan
dimanapun.53
Dalam madzhab Fiqh pemahaman tekstualis dipelopori oleh aliran
zahiriyah54 dalam madzhab ini untuk dapat memahami teks al-Qur’an terdapat
tiga variabel yakni: pertama, keharusan berpegang teguh pada lahiriah teks, dan
tidak melampaui kecuali dengan yang zahir lainya atau dengan konsesus ijma’
ulama. Kedua, maksud teks yang sebenarnya terletak pada yang zahir atau terlihat,
bukan dibalik teks yang perlu dicari dengan penalaran yang mendalam. Ketiga,
mencari sebab dibalik syari’at adalah sebuah keliruan.
Pada dasarnya pemahaman atas teks al-Qur’an terjadi pada generasi awal
Islam, pada saat itu hampir semua sahabat menyandarkan pemahaman kepada
Nabi Muhammad saw, sebagai pembawa risalah sekaligus sebagai penjelas makna
baik itu untuk menemukan makna teks atau konteks55 atas ayat, dalam istilah
ulum al-Qur’an pemahaman ini disbut tafsir.56 Hal ini kemudian menjadikan
51 Sehingga pendekatan dari realitas ke-teks dalam studi al-Qur'an menjadi sebuah
keniscayaan dalam upaya integrasi keilmuan. Lihat. Syahrul Iskandar. "Studi al-Qur'an dan
Integrasi Keilmuan: Studi Kasus UIN Sunan Gunung Djati Bandung" Wawasan: Jurnal Ilmiah
Agama dan Sosial Budaya. Vol. 1. No. 1 (2016): h. 85-92. 52 M. Solahudin. Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam penafsiran al-Qur'an. Al-
Bayan: Jurnal Studi al-Qur'an dan Tafsir. Vol, 1. No. 2 (Desember, 2016): h. 115-130. 53 Yusuf Rahman. Penafsiran Tekstual dan Kontekstual terhadap al-Qur’ān dan Hadith
(Kajian terhadap Muslim salafi dan Muslim Progresif). Journal of Qur’ān and Hadīth Studies.
Vol. 1 No. 2 (2012): h. 297-302. 54 Mazhab Zhahiriyah adalah suatu mazhab yang menetapkan hukum Islam berdasarkan
pada zahir Nash saja.adapun pendiri Madzhab ini adalah imam Daud ibn Ali al-Ashfahaniy
dengan gelar kunyah dengan Abu Sulaiman, sedangkan laqabnya adalah al-Zhahiriy. Lihat. M.Ali
Hasan. Perbandingan Mazhab (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 231. 55 Meminjam istilah tafsir tekstual yang digunakan oleh Syarifuddin, pada awalnya
pemahaman tekstual pada ilmu tafsir dalam khazanah mufassir klasik, secara istilah memang
belum ditemukan, tetapi secara esensi sudah mulai diperkenalkan. Lihat. U Syafrudin. Paradigma
Tafsir Tekstual dan Kontekstual, usaha memaknai Kembali pesan al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), h. 37. 56 Tafsir secara bahasa ada beberapa pendapat diantaranya yaitu: Pertama al-Tafsirah,
al-fasr yang berarti sebuah riset yang dilakukan oleh dokter pada urine pasien untuk mengetahui
penyakitnya. Kedua, fasartu al-faras yang berarti melepaskan kuda. Ketiga safarat al-mar’ah
32
kredibelitas pemahaman masa awal dilakukan dengan cara dipandu oleh al-
Qur’an, Nabi dan sahabat, atau dengan kata lain pemahaman direflesikan sejauh
mungkin oleh sumber Islam asli.
Menurut Abdullah Saeed57 penafsiran secara tradisi tekstualis ini juga
menyandarkan penafsiranya pada prespektif linguistik yang ketat, dengan kata
lain pendekatan penafsiran secara tekstualis didominasi oleh sarana dan standar
linguistik yang dikembangkan dalam fikih dan tafsir klasik.58
Abdullah Saed membagi praktik tekstualisme ini kedalam dua tipe yakni:
Pertama, tekstualisme lunak (soft textualism) menganggap makna literal basis
pengkajian makana teks, tetapi juga memungkinkan kelenturan penafsiran sambil
berusaha mempertahankan makna berbasis riwayat. Kedua, tekstualisme Keras
(hard textualism) mempertahankan pemahaman makna literal secara kaku tanpa
mempertimbangkan kompleksitas makna. Akibatnya, arti sebuah kata
yang berarti terbukanya cadar perempuan. Kelima fusirat al-naurah yang berarti memercikan air
pada kapur sehingga kapur teruarai. Keenam, al-Idḫâḫ al-Ťâbyỉn yang bermakna menjelaskan dan
menerangkan. Lihat. Muhammad Sayyid Thantawi. Ulumul Qur’an: Teori & Metodologi
(Jogjakarta: IRCiSoD, 2013) h. 139. Dari penelususran ini menurut bahasa, tafsir adalah bermakna
terbuka dan jelas baik itu diterapkan pada benda yang abstrak maupun benda yang terwujud. Lihat.
Tim Raden 2011. Al-Qur’an Kita: Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah (Kediri: Lirboyo
Press, 2011) h, 187-189.Bagi Ahmad Warson, mendefinisikan tafsir terdiri dari isim masdar yang
di derifasi menjadi kalimat fi’il yaitu: Fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti, pemahaman,
menjelaskan, penafsiran. Lihat, Ahmad Warson Munawir. Al-Munawir Kamus Arab Indonesia.
(Surabaya: Progresif 1997) h, 878. Faizal amin menambhakan pengertian menjadi, menyingkap,
menampakan penjelasan makna yang abstrak. Lihat. Faizal Amin. “Metode Tafsir tahlili: Cara
Menjelaskan al-Qur’an dari berbagai segi berdasarkan susunan Ayat.” Kalam, Vol. 11 No. 1 (Juni
2017): h. 235-266. Sedangkan Ali Hasan, mendefinisikan tafsir sebagai ilmu yang membahas
tentang cara mengucapkan lafal-lafal al-Qur’an, makna-makna yang ditunjukan dan hukum-
hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau tersususn, serta makna-makna yang dimungkinkan
ketika dalam keadaan tersusun. Lihat. Ali Hasan al-‘Aridl. Sejarah Metodologi tafsir (Jakarta:
Raja Grafindo, 1994) h. 3. Serta Lilik Umi Kaltsum mendefinisisikan tafsir adalah penghubung
antara teks dengan realita. Lihat. Lilik Umi Kaltsum. Metode Tafsir Tematis M. Bâgir al-Shadr:
Mendialogkan Realitas dengan Teks. (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010) h. 26. 57 Abdullah Saeed adalah seorang profesor Studi Arab dan Islam di Universitas
Melbourne, Australia. Lahir di Pulau Meldves 25 September 1964.Lihat. Achmad Zaini. "MODEL
INTERPRETASI AL-QUR’AN ABDULLAH SAEED." ISLAMICA, Vol. 6, No. 1 (September
2011): h. 25-36. 58 Abdullah Saeed. Paradigma, Prinsip dan Metode Penafsiran Kontekstual atas al-
Qur’an (Yogyakarta: Lembaga Ladang Kita, 2016), h. 84.
33
diperlakukan secara statis serta gagal melihat nilai perinsip etis moral umum yang
hendak diutarakan al-Qur’an melalui makna batin.59
Pemahaman tekstual menganggap al-Qur’an sebagai firman Tuhan yang
bersifat mutlak, yang mengandung seperangkat hukum serta doktrin keagamaan
yang baku akan tetapi disisi lain al-Qur’an mengikuti perkembangan zaman.
Dengan kata lain kemutlakan al-Qur’an untuk seluruh situasi dan kondisi.60
2. Kontekstual
Kontekstual, berasal dari kata konteks, yang mengandung arti uraian atau
kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna, serta situasi
yang ada dengan kejadian suatu peristiwa.61 Adapun kontekstual bermakna
berkaitan dengan konteks tertentu.62
Dalam bahasa Inggris context, bermakna situasi dan kondisi yang
mengitari pembaca.63 Sedangkan dalam bahasa Arab konteks mempunyai sepadan
kata seperti al-Qarīnah (indikasi), Siyaq al-Kalām (latar belakang suatu
pernyataan), bī’ah (suasana), muhīṭ (meliputi), adapun kontekstual qaranī
mutawafiqif ‘ala al-qarinah (memepertimbangkan indikasi).64
59 Sebagaimana dinyatakan oleh Hasan Hanafi, dengan hanya fokus kepada sebuah teks
serta mengabaikan faktor-faktor seperti konteks, maka bisa menghasilkan pemahaman yang
kontradiktif dan parsial atas teks al-Qur’an. Lihat. Yudian Wahyudi. Hasan Hanafi on Salafism
and Scularism dalam Ibrahim Abu Arabi. The Blackwall Companion to Contemporary Islam
Thougt (Malden: Blackwell Publishing, 2006), h. 257-270. 60 Meminjam Istilah Abdullah Saeed dengan menggunakan tafsir berbasis
tradisi/tekstual. Lihat. Abdullah Saeed. Paradigma, Prinsip dan Metode Penafsiran Kontekstual
atas al-Qur’an (Yogyakarta: Lembaga Ladang Kita, 2016), h. 84. 61 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 485. 62 Muhammad Solahuddin. "Metodologi Dan Karakteristik Penafsiran Dalam Tafsir al-
Kashshaf" Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya. Vol. 1 No. 1 (2016): h. 114-127 63 Morgan L. Walters. The Holt Intermediate Dictionary of American English (New
York: Holt Rinehart an Wiston, Inc., 1996), h. 169. 64 Munir Ba'albaki. Al-Murid (Dar al-'Ilm al-Malayin, 1973), h. 212.
34
Secara Istilah65 konteks mempunyai tiga makna yakni. Pertama, upaya
pemaknaan dalam rangka mengantsipasi persoalan dewasa ini yang umumnya
mendesak, sehingga penegrtian ini lebih dekat dengan kata situasional. Kedua,
pemaknaan yang melihat keterkaitan masa lalu, masa kini dan masa mendatang
atau memaknai kata dari segi historis, fungsional serta prediksinya yang relevan.
Ketiga, mendudukan keterkaiatan al-Qur’an dengan terapanya. Adapun studi
kontekstual adalah setudi tentang peradaban melaui pendekatan sosio-histori.
Dalam tradisi tafsir,66 istilah kontekstual al-Qur’an dapat diartikan
dengan mengakaji ayat dengan suatu peristiwa yang melatarbelakangi turunya
ayat, atau dengan kalimat lain dengan mengkaji dan memperhatikan konteks ayat
turun, istilah ini lebih dikenal dengan asbāb al-Nuzul.67
Dengan demikian asbāb al-Nuzul dalam tafsir kontekstual al-Qur’an
merupakan bagian terpenting dalam ruang lingkup pemahaman terhadap
kontekstual al-Qur’an, adapun penekanannya pada sosio-historis asbāb al-Nuzul.
Dengan demikian berarti memahami al-Qur’an berdasarkan kaitanya dengan
65 Peneliti dalam memahami kontekstual secara istilah mengacu kepada pemahaman
yang digunakan oleh Noeng Muhadjir. Lihat. U Safruddin. Paradigma Tafsir Tekstual dan
Kontekstual Usaha memahami kembali Pesan al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.
48. 66 Menurut Adnan, umat Islam belum mengembangkan suatu metodologi yang
sistematis untuk memahami al-Qur’an yang sistematis, atau dengan kata lain umat Islam belum
dapat berlaku adil terhadap al-Qur’an. Lihat. Taufik Adnan Amal. Metode dan Alternatif
Neomodernisme Islam (Bandung: Mizan, 1987), h. 54. 67 Manna' Khalil al-Qattan mendefinisikan asbāb al-Nuzul adalah sesuatu yang
dengan keadaan sesuatu itu al-Qur'an diturunkan pada waktu sesuatu itu terjadi seperti sesuatu
peristiwa atau pertanyaan. Lihat. Manna' Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-Ilmu Qur'an. Terjemah
Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Lentera Nusantara, 1992), h. 73. Sedangkan Subhi mendefinisikan
asbāb al-Nuzul adalah sesuatu yang karena sesuatu itu menyebabkan satu beberapa ayat al-
Qur'an diturunkan (dalam rangka) meng-cover, menjawab dan atau menjelaskan hukumnya disaat
sesuatu itu terjadi. Lihat. Shubhi al-Shalih. Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur'an. Terjemahan. Tim
Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), h. 132.
35
peristiwa dan situasi ketika ayat diturunkan, kepada siapa dan serta apa tujuanya.68
Berbicara mengenai metode pemahaman kontekstual maka salah satu
tokoh yang menonjol dalam hal ini adalah Fazlur Rahman,69 denga metode yang
digunakan double movements.
Metode ini memberikan pemahaman yang sistematis dan kontekstualis,
sehingga mampu menghasilkan penafsiran yang mampu menjawab persoalan
kekinian. Secara sederhana gerakan ganda atau double movement adalah dimulai
dari sekarang ke masa al-Qur’an diturunkan dan kembali lagi kemasa kini.
Gerakan ganda ini terbagi menjadi dua yakni: Pertama, mengembalikan
pemahaman konteks penafsir dimasa sekarang kekonteks yang terjadi di masa al-
Qur’an turunkan, dengan kata lain dari yang khusus (particular) kepada yang
umum (general).70 Kedua, dari masa al-Qur’an diturunkan (setelah menemukan
68 Adapun yang dimaksud oleh peneliti dalam hal adalah pendekatan yang mencoba
menguraikan ayat al-Qur'an berdasarkan pertimbangan analisis bahasa, latar belakang sejarah,
sosiologi dan antropologi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Arab pra-Islam dan selama
proses wahyu al-Qur'an berlangsung, selanjutnya, penggalian prinsip-prinsip moral yang
terkandung dalam berbagai pendekatan, secara substansial pendekatan kontekstual ini berkaitan
dengan pendekatan Heurmeneutik, yang merupakan bagian antara teks yang berangkat dari kajian
bahasa, sejarah, sosiologi dan filosofis. Lihat. Richard E. Palmer. Heurmeneutic: Interpretation
Theory in Schleiermacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer (Evanston: Northwestren University
Press, 1969), h. 34-35. 69 Fazlur Rahman dilahirkan pada hari Minggu, 21 September 1919 M, disebuah daerah
yang bernama Hazara, barat laut Pakistan. Ayahnya bernama Maulana Syahab al Din dan nama
keluarganya adalah Malak. Ia dibesarkan dalam sebuah lingkungan keluarga Muslim yang taat,
yang mempraktekkan ajaran fundamental Islam seperti, shalat, puasa dan sebagainya. Maka tidak
heran jika Fazlur Rahman pada usia 10 tahun telah menguasai teks Al-Qur’an di luar kepala.
Orang yang sangat berjasa menanamkan dan membentuk kepribadiannya adalah ayah dan ibunya
sendiri. Ayahnya adalah seorang alim yang bermadzhab Hanafi yang berlatang belakang
pendidikan dari Deoband, sebuah madrasah tradisional terkemuka di anak benua Indo-Pakistan
saat itu. Ahmad Syukri Sholeh. Metodologi Tafsir Al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan
Fazlur Rahman (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), h. 19. Untuk biografi bisa dilihat. Ahmad
Syukri. "Metodologi Tafsir al-Qur'an Kontemporer dalam Pemikiran Fazlur Rahman."
Kontekstualita. Vol 1 No. 1 (Juni-2015): h. 53-78. Lihat. Bawaihi. "Fazlur Rahman dan
Pembaharuan Metodologi Tafsir al-Qur'an." Media Akademika. Vol. 28, No. 1 (januari, 2013): h.
94-109. 70 Dengan kata lain, memahami al-Qur’an sebagai suatu totalitas disamping sebagai
ajaran-ajaran spesifik yang merupakan respon terhadap situasi-situasi spesifik. Kemudian respon-
respon yang spesifik ini digeneralisir dan dinyatakan sebagai pernyataan-pernyataan yang
memiliki tujuan-tujuan moral umum yang dapat “disaring” dari ayat-ayat spesifik yang berkaitan
dengan latar belakang sosio-historis dan rasio legis yang sering diungkapkan. Selama proses ini,
36
prinsip-prinsip umum) kembali lagi ke masa sekarang.71
Melaui kontekstual, al-Qur’an dapat dikomunikasikan72 dengan zaman
sekarang, akan tetapi tidak bermaksud pula untuk menundukan sakralitas ayat al-
Qur’an di bawah realitas.73
perhatian harus diberikan pada arah ajaran al-Qur’an sebagai suatu totalitas sehingga setiap arti
atau makna tertentu yang dipahami, setiap hukum yang dinyatakan, dan setiap tujuan atau sasaran
yang diformulasikan akan berkaitan dengan lainnya. Lihat. Ahmad Syukri Sholeh. Metodologi
Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman (Jakarta: Gaung Persada Press,
2007), h. 132. 71 Secara sederhana bahwa ajaran-ajaran (prinsip) yang bersifat umum tersebut harus
ditubuhkan dalam konteks sosio-historis yang kongkret dimasa sekarang. Untuk itu perlu dikaji
secara cermat situasi sekarang dan dianalisa unsur-unsurnya sehingga situasi tersebut dapat dinilai
dan diubah sejauh yang dibutuhkan serta ditetapkan prioritas-prioritas baru demi
mengimplementasikan nilai-nilai al-Qur’an secara baru pula. Gerakan kedua ini juga akan
berfungsi sebagai pengoreksi dari hasilhasil pemahaman dan penafsiran yang dilakukan pada
gerakan pertama. Karena jika hasil-hasil pemahaman itu tidak bisa diterapkan dalam masa
sekarang, itu artinya telah terjadi kegagalan dalam menilai situasi sekarang dengan tepat atau
kegagalan dalam memahami al-Qur’an. Karena, adalah mustahil bahwa sedalam tatanan secara
spesifik (masyarakat Arab) di masa lampau tidak bisa direalisasikan dalam konteks sekarang. Ini
dilakukan dengan jalan mempertimbangkan perbedaan “dalam hal-hal yang spesifik yang ada pada
situasi sekarang” yang mencakup baik pengubahan aturan-aturan dāi masa lampau sehingga
selaras dengan tuntutan situasi sekarang (sejauh tidak melanggar prinsip-prinsip umum di masa
lampau) maupun mengubah situasi sekarang sepanjang diperlukan hingga sesuai dengan prinsip-
prinsip umum tersebut. Lihat. Taufik Adnan Amal. Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam
(Bandung: Mizan, 1987), h. 55. 72 Arkoun menyatakan bahwa āan selalu terbuka untuk dinalar. Lihat. Mohammed
Arkoun. Kajian Kontemporer al-Qur'an (Bandung: Pustaka, 1998), h. 48. Sedangkan bagi Abou El
Fadl, teks (text) al-Qur'an sebagai teks tertulis (the written Words) yang suci dan abadi tidak lantas
tertutup dan menutup diri dari kajian, research, konfirmasi dan kritik. Lihat. M. Abou El Fadl.
Atas Nama Tuhan, Dari Fikih Otoriter Ke Fikih Otoratif. Terjemah. Cecep Lukman Yasin
(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004), h. 18-19. 73 Bagi Rahman sebagai sumber ajaran utama al-Qur’an bisa menjadi alat analisis
bahkan alat kritis dari pengaruh asing contoh yang diambil adalah pemahaman kesatuan al-Qur'an
yang dilakukan oleh para Sufi bukan diperoleh dari kajian atas al-Qur'an sendiri. Lihat. Fazlur
Rahman. Islam and Modernity; Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: University
of Chicago Press, 1982), h. 3. Hal yang seolah-olah menundukan teks atas realitas ini seperti
terdapat dalam beberapa karya di antaranya terdapat dalam tafsir Ahmad Khan, dalam menafsirkan
kata idhrib pada sūrāh al-Syu’arā/26: 63. Diartikan dengan pergilah dan atau berlarilah. Dengan
alasan bahwa mukjizat akan terlihat rasional bukan supra-natural seperti pemahaman sebelumnya.
Lihat. J.M.S Baljon. The Reform and Religious Ideas of Sir Sayyid Ahmad Khan (Leiden: EJ Brill,
1949), h. 55-56. Sedangkan dalam tafsir Muhammad Abduh ketika menafsirkan kata Ṭairan abābil
(burung ababil) dengan mikroba dan kata al-Hijarah dengan makna kuman penyakit. Lihat.
Muhammad Abduh. Tafsir Juz 'Amma (Mesir: al-Jamiyyah al-Khairiyyah, 1334h), h. 5 dan 26.
Muhammad Rasyid Ridha. Tafsir al-Manar, Jilid. 1 (Mesir: Dār al-Manār, 1954), h. 208-267.
37
C. Khotbah Jum’at
Khotbah berasal dari bahasa Arab khutbah74/kh ṭ ba/ yang memiliki akar
kata khuṭbān wa khuṭbatan adapun yang bermakna khotbah adalah khuṭbatan.
Penggunaan kata khuṭbān biasanya memiliki derivasi kata khiṭbah bermakna
melamar, meminang dan ahṭaba mendekati. Sedangkan akar kata khatib berasal
dari kata khaṭiba bermakna juru pidato, khāṭabahu bermakna kālamahu atau
bercakap-cakap, ikhṭaba berpidato khāṭaba surat menyurat, khuṭūbun bermakna
urusan.75
Khutbah bermakna pidato diserap dalam Bahasa Indonesia menjadi
khotbah bermakna pidato (penguraian agama).76 Menurut Mahmud al-Dairi
khotbah adalah seni berbicara di depan khalayak ramai dengan pemuasan dan
berisikan ajakan, khotbah adalah seni bicara yang baik, sedangkan Hendrikus
mengartikan khotbah dengan seni berbicara yang dicapai berdasarkan bakat alam
(talenta) dan ketrampilan, atau kemampuan berbicara secara singkat padat, jelas
dan mengesankan.77 Akan tetapi bagi Hartono mengartikan khotbah dengan
Ibadah.78
Adapun khotbah Jum’at berasal dari bahasa Arab Khutbatul-Jum’ah
dalam bahasa Inggris Friday Sermon yang bermakna nasihat atau wejangan hari
74 Khotbah berasal dari bahasa Arab yakni khotbah sedangkan dalam bahasa Inggris
addres, speech, oration, yang bermkna amanat atau pidato, Jelasnya khotbah merupakan cara yang
harus diikuti oleh seorang orator pada saat berpidato di depan orang. Lihat. Munir Ba’albaki. Al-
Maurid (Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1993), h. 515. 75 A. W. Munawir dan Muhammad fairuz. Kamus al-Munawir Arab-Indonesia (Malang:
Pustaka Progresif, 2011), h. 348. Selain di dalam kamus al-Munawir dapat dijumpai pula beberapa
kata yang menggunakan lafadz kh ṭ ba dengan berbagai uraian yang lebih luas. Lihat. Abu Fadl
Jamaluddin Muhammad al-Fariqi al-Mishri. Lisan al-‘Arab (Beirut: Dar Shadir, 1300 H), h. 1194. 76 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1997), h. 498. 77 Muzayinah. “Linguistik Kultural Analisis Wacana Khotbah Jum’at.” Wardah. Vol.
17. No. 1 (Januari-Juni, 2016): h. 17-37. 78 Sejauh penelitian, sampai saat ini peneliti belum bisa memastikan dari mana makna
ibadah muncul dalam pemahaman Hartono. Lihat. Hatono A. Jazi dkk. Khotbah Jum’at Pilihan
Jilid 2 Dilengkapi: Khotbah Idul Fitri dan Idul Adha (Jakarta: Darul Haq, 2008), h. vii.
38
Jum’at. Dengan demikian khotbah Jum’at merupakan nasihat khatib kepada
jam’ah yang dituturkan pada hari Jum’at sebelum shalat Jum’at.79
Khotbah Jum’at termasuk hal yang penting dalam shalat Jum’at karen sah
dan tidaknya shalat Jum’at tergantung khotbah. Selain itu juga di dalam khotbah
terdapat bacaan al-Qur’an, hadis, nasihat-nasihat serta arahan-arahan untuk
kehidupan yang lebih mulia. Sebagai sebuah kegiatan, di dalam khotbah terdapat
syarat dan rukun yang harus dilengkapi yakni:
1. Syarat Khotbah Jum’at
Syarat yang wajib dilaksanakan oleh khatib ada enam yakni. Pertama,
khotbah dilakukan sebelum shalat Jum’at. Kedua, niat. Ketiga, disampaikan
dengan bahasa yang lugas serta dapat dipahami oleh jama’ah. Keempat, khotbah
harus dilaksanakan dengan cara berdiri. Kelima, antara khotbah pertama dan
khotbah yang kedua tidak boleh dipisahkan dengan shalat Jum’at.
2. Rukun Khotbah Jum’at
Rukun khotbah ada lima yakni. Pertama, memuji kepada Allah swt
dalam setiap khotbah contoh lafadz حمدالله الحمد لله إن الحمد لله. Kedua, membaca dua
kalimat syahadat pada setiap khotbah. Ketiga, berwasiat untuk melakukan
ketakwaan untuk diri pribadi khatib maupun jama’ah dalam setiap khotbah,
contohnya أو صيكم بتقى الله. Keempat, membaca sebagian atau satu ayat al-Qur’an.80
Dan yang terahir adalah pada khotbah kedua khatib diwajibkan membaca do’a
yang berisi kebaikan serta ampunan untuk orang yang beriman.81
79 80 Maksud dari membaca sebagian atau satu ayat full dari al-Qur’an yakni walaupun
sebagian ayat tetapi mempunyai makna yang utuh secara tersendiri. Lihat. Muhammad Anis
Sumaji. 125 Masalah Salat (Solo: Tiga Serangkai, 2008), h. 104. 81 Muhammad Anis Sumaji. 125 Masalah Salat, h. 104.
39
BAB III
YAYASAN WAQAF PARAMADINA
A. Profil Singkat Yayasan
Berawal dari seklompok cendekiawan1 yang resah akan perkembangan
dan pola pemikiran bangsa, Nurcholish Madjid bersama para kolega pada tanggal
28 Oktober 1986 meresmikan sebuah lembaga yang kemudian diberi nama
Yayasan Waqaf Paramadina2
Terbentuknya yayasan tersebut dibarengi dengan visi dan misi di antara
visinya yaitu; Pertama, integrasi keislaman, kemodernan, dan ke-Indonesiaan.
Kedua, Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dan Ketiga,
Penghormatan pada harkat dan martabat manusia.3
Sedangkan misi dari Yayasan4 ini yaitu; Pertama, Mewujudkan pusat
keunggulan kajian Islam, sosial-budaya, sosial-ekonomi, sosial-politik dan budaya
ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, mengembangkan dan menerapkan
metode-metode pengembangan cara berpikir efektif sehingga tumbuh perilaku
warga Muslim Indonesia yang berperadaban, baik sebagai individu maupun
sebagai kelompok masyarakat. Ketiga, membantu memecahkan permasalahan
yang berkaitan dengan sumber daya manusia yang dihadapi oleh sektor-sektor
pembangunan nasional yang strategis. Keempat, mengembangkan Paramadina
sebagai institusi yang berkemampuan tinggi.
1 Cendekiawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai makna
/cen·de·ki·a·wan/ 1 orang cerdik pandai; orang intelek; 2 orang yang memiliki sikap hidup yang
terus-menerus meningkatkan kemampuan berpikirnya untuk dapat mengetahui atau memahami
sesuatu. 2 Hasil transkip wawancara bersama bapak Rahmat di Yayasan Waqaf Paramadina,
Plaza 1, Pondok Indah, Jakarta Selatan, tanggal 12 November 2016. 3 Hasil transkip wawancara bersama bapak Rahmat di Yayasan Waqaf Paramadina,
Plaza 1, Pondok Indah, Jakarta Selatan, tanggal 12 November 2016. 4 Hasil transkip wawancara bersama bapak Rahmat di Yayasan Waqaf Paramadina,
Plaza 1, Pondok Indah, Jakarta Selatan, tanggal 12 November 2016.
40
Pada tahun 1986 Yayasan ini berkantor di daerah Pejaten,5 Jakarta
selatan, kegiatannya melingkupi diskusi keagamaan, tetapi penyelelnggaraan
teknis dilakukan di hotel-hotel mewah. Yayasan ini sendiri memang lebih dikenal
dengan laboratorium civil society kelas menengah.6
Pada tahun 1990 yayasan ini mulai menetap di daerah Pondok Indah
Jakarta Selatan, tepatnya di Jl. Metro Pondok Indah, Perkantoran Pondok Indah
Plaza 1 Kav UA 20-22 Jakarta selatan.7
Yayasan berkecimpung dalam kajian keagamaan dan sosial yang
bertujuan sebagai lembaga pendidikan dan pencerahan umat dan bangsa.8 Dalam
hal ini memadukan antara ke-Islaman dan ke Indonesiaan sebagai sebuah
perwujudan dari nilai-nilai Islam universal dengan tradisi lokal.
Sebagai laboratorium civil society kelas menengah Yayasan Paramadina
dirancang untuk menjadi pusat kegiatan keagamaan yang kreatif, konstruktif dan
5 Sebagaimana dokumen akta pendirian dalam catatan bahwa Kantor yang digunakan
sebelum menetap di daerah Pondok Indah seperti sekarang ini pada awalnya Yayasan Waqaf
Paramadina bertempat di daerah Pejaten Jakarta Selatan. 6 Konsep civil society menurut Nurcholish yaitu masyarakat yang berbudi luhur atau
masyarakat berakhlak mulia (masyarakat berperadaban). Ada tiga rumusan masyarakat madani
menurut Nurcholish, yaitu: demokrasi, masyarakat madani (civil society), dan civility (keadaban).
Masyarakat madani menurut Nurcholish mempunyai ciri-ciri: egalitarianisme, keterbukaan,
penegakan hukum dan keadilan, toleransi dan kemajemukan, serta musyawarah. Landasan
pemikiran Nurcholish tentang civil society yaitu: al-Qur’an dan Hadis, sejarah Islam klasik (masa
Nabi Saw), prinsip demokrasi, dan tokoh-tokoh yang mempengaruhinya. Dengan memperhatikan
potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, terutama nilai-nilai luhur yang bersumber dari ajaran
agama, dan mengingat masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius, maka menurut
Nurcholish bangsa Indonesia memiliki semua perlengkapan dan potensi untuk menegakkan
masyarakat madani (civil society). Gagasan Nurcholish untuk mewujudkan adanya masyarakat
madani di Indonesia dianggap sangat relevan untuk Indonesia sekarang, karena masyarakat madani
adalah konsep mengenai demokrasi, pluralisme, kebebasan manusia, toleransi, prinsip
musyawarah, egaliter, dan keterbukaan, serta menerapkan prinsip keadilan. Cita-cita Nurcholish
bagi Indonesia adalah proses demokrasi, karena demokrasi merupakan rumah bagi masyarakat
madani. Nurcholish mencita-citakan proses demokrasi yang membuka dinamika pengawasan dan
penyeimbangan (chek and balance) masyarakat. Lihat. Nur Fazillah. "KONSEP CIVIL SOCIETY
NURCHOLISH MADJID DAN RELEVANSINYA DENGAN KONDISI MASYARAKAT
INDONESIA KONTEMPORER." al-Lubb. Vol. 2, No. 1 (2017), h: 206-225 7 Greg Barton. Gagasan Islam Liberal di Indonesia Penerjemah. Nanang Tahqiq (Jakarta:
Paramadina, 1997), h. d. 8 Dalam aplikasinya sebagai lembaga pendidikan seperti berdirinya Universitas
paramadina pada tahun 1998 selain itu dikantor yayasan juga mengadakan kajian rutin mulai dari
kajian tasawuf, tafsir, diskusi pancaran hati dan lain sebagainya.
41
positif bagi kemajuan masyarakat, tanpa sikap-sikap defensif dan reaktif.9 Oleh
karena itu program pokok kegiatannya diarahkan kepada peningkatan kemampuan
menjawab tantangan zaman dan menyumbang tradisi intelektual yang terus
menaik dalam masyarakat, ini berarti pertaruhan pada kualitas dan otoritas ilmiah
yang tinggi.10
Untuk menjawab rancangan, maka Yayasan Waqaf Paramadina membuat
program pokok kegiatan berkisar pada meningkatkan dan menyebarkan faham
keagamaan Islam11 yang luas, mendalam dan bersemangat keterbukaan dengan
titik berat kepada:
“Pertama, pemahaman sumber-sumber ajaran Islam, khusunya proses
pembentukannya. Dua, penyadaran tentang sejarah pemikiran Islam, suatu
hubungan dialektik antara ajaran dan peradaban. Tiga, apresiasi terhadap
khazanah budaya dan peradaban Islam dari bangsa-bangsa Muslim. Empat,
penanaman semangat non-sektarianisme dan pengembangan serta pemeliharaan
Ukhuwwah Islamiyah yang berkonotasi dinamis dan kreatif. Lima, pendalaman
dan perluasan studi komparatif madzhab-madzhab dan aliran-aliran dalam Islam,
antara lain guna menghindari kecenderungan sikap Anakronistik dan
Eksklusifistik. Enam, pengembangan sikap-sikap penuh toleransi dan apresiatif
terhadap kelompok-kelompok agama lain untuk menciptakan masyarakat yang
damai sebagaimana diajarkan oleh Islam.”12
Salah satu program yang telah berjalan dari enam poin di atas adalah
9 Menurut Nurcholish Madjid civil society adalah tidak hanya sekedar campuran berbagai bentuk
asosiasi, tetapi pengertian civil society juga mengacu pada kualitas civility, tanpa civility
lingkungan hidup sosial hanya terdiri dari faksi-faksi, klik-klik, dan serikat-serikat rahasia yang
saling menyerang. Civility mengandung makna toleransi, kesediaan individu-individu untuk
menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial, bersedia untuk menerima
pandangan penting bahwa tidak ada jawaban yang selalu benar atas suatu permasalahan. Lihat.
Nurcholish Madjid. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 148. 10 Hasil transkip wawancara bersama bapak Rahmat di Yayasan Waqaf Paramadina,
Plaza 1, Pondok Indah, Jakarta Selatan, tanggal 12 November 2016. 11 Dalam penelusuran peneliti rancangan yang dibangun oleh Nurcholish Madjid sebagaimana
konsep civil society yang dimaksud diartikan sama dengan konsep masyarakat madani, dimana
sistem sosial yang ada dalam masyarakat madani diambil dari sejarah Nabi Muhammad Saw.,
sebagai pemimpin ketika itu yang membangun peradaban tinggi dengan mendirikan Negara-Kota
Madinah dan meletakkan dasar-dasar masyarakat madani dengan menggariskan ketentuan untuk
hidup bersama dalam suatu dokumen yang di kenal dengan Piagam Madinah (Mitsaq al-Madînah).
Lihat. A. Ubaedillah dan Abdul Rozak. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education):
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Cet. III (Jakarta: Prenadamedia Group,
2013), h. 223. 12 http/:www.paramadina.or.id diakses pada 28 September 2016.
42
shalat Jum’at, di mana dalam sejarah diadakanya shalat Jum’at di Yayasan ini
sejak tahun 1998, karena melihat jarak yang jauh ke Masjid diseputaran
perkantoran tersebut.13
Dalam ibadah shalat Jum’at, Yayasan Waqaf Paramadina melakukan
dengan cara dua kali adzan sedangkan dalam pengambilan imam shalat Jum’at
selain bersuara merdu, makharij al-Huruf juga sesuai dengan kaidah ilmu tajwid
dan hafal al-Qur’an. Selama ini imam shalat Jum’at lebih banyak dari beberapa
Mahasiswa Ilmu al-Qur’an.14
Khatib Jum’at pada awalnya yang mengisi adalah Nurcholish Madjid
sendiri kemudian seiring berjalanya waktu beberapa kolega ikut berpartisipasi,
kemudian setelah shalat Jum’at dilanjutkan dengan diskusi terkait tema khotbah
yang dibacakan, secara sederhana selain sesuai dengan cita-cita Yayasan sebagai
sebuah laboratorium civil society juga memaksimalkan hari Jum’at sebagai media
strategis dalam memberikan pemahaman keagamaan kepada khalayak umum.15
B. Pengurus DKM
Dalam pengelolaan Ibadah shalat Jum’at di yayasan, sistem
kepengurusan sampai saat ini terbagi menjadi empat16 yakni:
1. Penanggung Jawab
Pada yayasan istilah ketua DKM diganti menjadi penanggung jawab,
adapun yang diberi amanat oleh yayasan sebagai penanggung jawab shalat Jum’at
13 Wawancara pribadi dengan bapak Rahmat tanggal 12 Desember 2017. 14 Wawancara peribadi dengan bapak rahmat tanggal 2 Januari 2017. 15 Wawancara pribadi dengan bapak Rahmat tanggal 12 Desember 2017. 16 Pada profil yayasan Waqaf Paramadina, peneliti sebagian besar mendapatkan data
melalui wawancara langsung dengan Bapak Rahmat, sedangkan rentetan waktunya adalah sejak
bulan November dan desember 2017 sampai dengan Januari 2018.
43
adalah bapak Rahmat Hidayat S.Ag.17
2. Sekertaris
Struktur kedua diisi oleh sekertaris, pada bidang ini bertanggung jawab
atas daftar calon khatib yang mau diundang dan calon imam pada setiap
Jum’atnya, adapun yang diberikan amanat dalam bidang kesekertariatan adalah
bapak Yusman.
3. Bendahara
Struktur ketiga pada organisasi DKM diisi oleh bendahara, pada bidang
ini yang bertanggung jawab atas pengelolaan operasional keuangan terkait shalat
Jum’at, adapun yang diberikan amanat oleh yayasan adalah bapak Sabihis.
4. Umum dan Teknis
Struktur terahir pada organisasi DKM ini adalah bagian umum dan atau
teknis, pada bidang ini bertanggung jawab terkait soal teknis, dari karpet, sajadah,
tenda, sound system, recorder, transkip hasil rekaman dan lain sebagainya,
adapun yang diberikan amanat oleh yayasan pada bagian ini adalah, bapak Atam,
bapak Yedi dan bapak Hilman.
C. Profil Singkat Para Khatib
Pada sub ini, peneliti menjelaskan khatib yang bertugas pada Yayasan
Waqaf Paramadina dengan membatasi pada khatib yang teksnya diteliti,
sedangkan profil18 dari masing-masing khatib adalah sebagai berikut:19
17 Bapak Rahmat Hidayat, S.Ag, lebih dikenal dengan sebutan Pak Rahmat Paramadina,
dalam pengalaman cerintanya sudah mengabdi di Yayasan Waqaf Paramadina sejak tahun 1994-
1995 waktu masih menjadi mahasiswa Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil
rekaman bersama pak Rahmat di Yayasan Waqaf paramadina. 18 Pengambilan data Profil dalam hal ini, peneliti sebagian mengambil dari buku-buku
yang telah diterbitkan dari hasil karya penulis atau khatib sendiri. Serta data yang dikasih dari
yayasan Waqaf Paramadina melalui bapak Rahmat. 19 Pada penggunaan uraian nama-nama khatib peneliti menggunakan urutan berdasarkan
abjad bahasa Indonesia yang di mulai dari huruf a dan di ahiri dengan huruf z. sedangkan
44
1. Abdul Aziz Dahlan
Nama lengkap Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan, MA. Beliau sekarang lebih
populer sebagai guru besar pada bidang Ilmu Kalam, adapun di antara karyanya
yaitu: Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996). Teologi
dan Aqidah Dalam Islam (Padang: IAIN IB-Press, 2001). Pemikiran falsafi dalam
Islam (Jakarta: Djambatan, 2003) serta beberapa karya dalam jurnal ilmiah.
2. Abdul Moqsith Ghazali
Lebih populer dengan sebutan Dr. Abd Moqsit, MA. Adalah putra dari
pasangan KH. A. Ghazali dan Hj. Siti Lutfiyah, pria kelahiran Situbondo 7 Juni
1971 adalah alumnus dari pesantren Salafiyah al-Shafi’iyyah, Asembagus,
Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, sedangkan pendidikan Formal di tempuh S2
dalam bidang tasawuf dan S3 dalam bidang Tafsir.
Karya-karyanya antara lain, Pluralisme Agama di Era Indonesia
Kontemporer: Masalah dan Pengaruhnya terhadap Masa depan Agama dan
Demokrasi (Malang: Lembaga kajian al-Qur’an dan Sains, UIN Malang, 2007).
Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi berbasis al-Qur’an (Jakarta:
Kata Kita, 2009). Fiqih Anti Traficking: Jawaban Atas berbagai Kasus Kejahatan
Perdagangan Manusia (Cirebon: Fahmina Institute, 2006). Metodologi al-Qur’an
(Jakarta: Gramedia Utama, 2009). Merayakan Kebebasan Agama: Bunga Rampai
menyambut 70 tahun Djohan Efendi (2009). Ibadah Ritual, Iadah Sosial: Jalan
Kebahagiaan Dunia-Ahirat (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011) serta
beberapa karya dalam jurnal ilmiah.
penggunaan nama komplit dengan gelar yang disandang peneliti menggunakan dua pola, yang
pertama berdasarkan beberapa catatan seperti dalam buku pedoman akademik, yang kedua
penyebutan gelar seperti dalam pesantren di mana biasa digunakan sebagai bentuk penghormatan
kepada orang yang dianggap lebih tinggi dan luas secara keilmuan, hal ini lazim dilakukan serta
dapat diajukan contoh misalnya penyebutan kepada Kyi, Guru dan Ustadz.
45
3. Asep Usman Ismail
Nama lengkap Prof. Dr. Asep Usman Ismail, MA. Lahir di sukabumi 20
Juli 1960, medapatkan gelar sarjana di Bahasa dan Sastra Arab tahun 1987,
meraih S2 pada tahun 1995, dan S3 pada tahun 2001 dengan Disertasi berjudul,
Kewalian dalam tasawuf Pandangan al-Hakim al-Tirmidzi dan Ibn Taymiyah.
Di antara karyanya meliputi: Ensiklopedi Mini Sejarah Kebudayaan
Islam (Jakarta: Logos, 1996). Menguak yang Ghaib: Khazanah Kitab Kuning
(Jakarta: Hikam, 2001). Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid III (Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002). Dari Akidah ke Revolusi (Jakarta: Paramadina,
2003). Apakah Wali Itu ada? (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005). Prespektif
al-Qur’an tentang Perlindungan Anak dan fakir Miskin dalam Pengembangan
Masyarakat (Jakarta: UIN Press, 2006). Prespektif al-Qur’an tentang Masalah
Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Gramedia, 2011) serta beberapa karya dalam jurnal
ilmiah.
4. Media Zainul Bahri
Nama lengkap Dr. Media Zainul Bahri, MA. Lahir di Pamanukan,
Subang, 19 oktober 1975, Ponpes Darul Rahman Jakarta, 1987-1995. Tahun 1999
lulus S1 UNISBA, 1999 melanjutkan S2 di pasca sarjana UIN Jakarta Program
Pemikiran Islam. Adapun Karyanya meliputi: Wajah Studi Agama-Agama: Dari
Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga Masa reformasi (Jakarta: Pustaka
Pelajar, tt). Satu Tuhan Banyak Agama: Pandangan Sufistik Ibn ‘Arabi, Rumi dan
Al-Jili (Bandung: Mizan, 2011) serta beberapa karya dalam jurnal ilmiah.
5. Nanang Tahqiq
Nama lengkap Nanang Tahqiq, MA. Karir akademik di mulai dari
46
sebagai Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun
karyanya antara lain: Pesona Bahasa Nusantara Menjelang Abad 21 (Jakarta:
Signet Book, 1999). Politik Islam (Jakarta: Kencana, 2004). Asas-Asas Filsafat
Islam (Jakarta: Hipius, 2016). Perdebatan dan Argumentasi semua Agama adalah
Islam (Jakarta: Paramadina, 2002). Gagasan Islam Liberal (Jakarta: Paramadian,
1999). Pergulatan Mencari Islam: Perjalanan Religius Roger Garaudy (Jakarta:
Paramadina, 1996) serta beberapa karya dalam jurnal ilmiah.
6. Nasaruddin Umar
Nama lengkap, Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA, dengan
Tempat/Tanggal Lahir: Ujung-Bone, 23 Juni 1959. Adapun alamat tinggal saat
ini, Jl. Ampera 1 No. 10 Ragunan, Pasar minggu.
Karir akademi khatib ini dimulai dari SDN 6 tahun, di Ujung-Bone 1970,
Madrasah Ibtida’iyah 6 tahun, di Pesantren As’adiyah Sengkang, 1971. PGA 4
Thn, di pesantren As’adiyah Sengkang, 1974. PGA 6 Thn, di Pesantren As’adiyah
Sengkang 1976. Sarjana Muda, Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Ujung Pandang,
1980. Sarjana Lengkap (Sarjana Teladan) Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Ujung
Pandang, 1984. Program S2 (tanpa tesis) IAIN syarif Hidayatullah Jakarta, 1990-
1992. Program S3 (alumni Terbaik) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan
disertasi tentang” Perspektif Jender Dalam al-qur’an, 1993-1998. Serta beberapa
karya dalam jurnal ilmiah.
7. Wahyuni Nafis
Nama lengkap M. Wahyuni Nafis. MA. Lebih dikenal dengan nama
Nafis, lahir di Tangerang pada 18 Feruari 1966, setelah SMP melanjutkan
pendidikan Pesantren di Daar el-Qalam, Gintung, Jayanti, Tangerang. Pada tahun
47
1987 melanjutkan Studi S1 ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Ushuluddin. Prodi Aqidah Filsafat, sedangkan studi S2 dilanjutkan di Universitas
Muhammadiyah Jakarta, mengambil kosentrasi Pemikiran Islam, Karyanya yang
terbit dalam buku adalah Cak Nur, Sang Guru Bangsa, iografi Prof. Dr. Nurcholis
Madjid. Serta beberapa karya dalam jurnal ilmiah.
8. Yunasril Ali
Nama lengkap Prof. Dr. Yunasril Ali. MA. Lahir di Kerinci, 30
Desember 1955. Karir akademik dimulai dari sebagai Dosen pada Fakultas
Syari’ah IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi. Adapun karyanya meliputi:
Manusia Cinta Illahi (Jakarta: Paramadina, 1997). Pilar-Pilar Tasawuf (Jakarta:
Kalam Mulia, 1999). Jalan kearifan Sufi (Jakarta: Serambi, 2002). Jatuh Hati
pada Illahi (Jakarta: Serambi, 2007). Agar Shalat jadi Penolongmu, Penyejuk
Hatimu (Jakarta: Zaman, 2009), Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Van Hove,
1994). Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baroe Van Hoeve, 1992).
Ensikloped Hukum Islam dan Fikih Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996) serta beberapa karya dalam jurnal ilmiah.
D. Gambaran Umum Teks Khotbah Jum’at
Pembahasan terkait dengan gambaran umum20 teks khotbah yang terdiri
dari delapan khotbah Jum’at mulai dari Jum’at pertama bulan November sampai
dengan Jum’at keempat bulan Desember dengan uraian di bawah ini:
20 Gambaran umum terdiri dari dua kata yakni gambar yang bermakna tiruan menjadi
gambaran mempunyai makna tiga yakni hasil, bayangan atau angan-angan dan uraian atau
keterangan atau penjelasan. Kata gambaran sendiri termasuk ke dalam kata nomina atau kata
benda. Sedangkan umum memiliki makna pertama, mengenai seluruhnya atau semuanya atau
secara menyeluruh, tidak menyakut yang khusus (tertentu) saja. Kedua, untuk orang banyak (untuk
orang) siapa saja, ketiga, untuk orang banyak: khalayak ramai contoh, pada jam-jam tertentu.
Empat, tersiar (rata) ke mana-mana (sudah). Jadi Gambaran Umum yang peneliti maksud adalah
uraian tentang teks khotbah Jum’at yang masih umum atau global. Untuk kata gambaran dan kata
umum bisa dilihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia.
48
1. Ringkasan isi khotbah Jum’at tanggal 4, November 2016 dengan khatib
Nasaruddin Umar, menggunakan durasi waktu 27 menit dan 30 detik,
setelah ditranskip terhitung ada 2268 kata di dalam khotbah tersebut pada
pelaksanaannya, syarat dan rukun khotbah dilaksanakan secara tertib.
Tema yang digunakan sosial dengan konten tema keadilan, sedangkan ayat
al-Qur’an yang digunakan terdiri dari sūrāh al-‘Imrān/4: 102,21 sūrāh al-
Ahzāb/33: 56,22 sūrāh al-Māīdah/5: 8, 7 dan 623 serta sūrāh al-‘Asr/120: 1-
3.24 Sedangkan untuk penggunaan hadis, hanya satu yaitu hadis Qudsi.25
إ21 تن ت أ أ إ إلا وتإتن اأإتأمن أ إ إتنقأاتلإهل ق اإاتقنواإاللهأإإحأ ننوت إآمأ اإالذأيت أ إيأاأيهأ يت ل حل إالر مأ ل حت إالر إاللهل يت إبلست ل جل إالر يتطأانل إالش إمل أ ذنإبلاللهل اعنوت
نأإ وت للمن ست من
“Hai, orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
Terjemahan ayat menggunakan. Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: CV
Atlas, 2002), h. 92. يتإما 22 لل اإتأست وت للمن سأ أ إ اإعألأيتهل لوت اإصأ ننوت إآمأ يت أ اإال ذل إالن بلىإيآإاأيهأ إعألىأ نأ لوت آلإئلكأأهنإينصأ مأ أ إاللهأإ الن
“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya berṣalawat untuk Nabi. Hai orang-
orang yang beriman, berṣalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya.” Lihat. Departemen Agama, h. 678. إ 23 إأإقترأ ن إهنوأ لنوا دل إاعت لنواإ إتأعتدل إأا إعألأى م إقأوت نأآنن إشأ مأإن كن ت رل إيأجت اأ أ إ إ قلستطل إبلالت دأاءأ إشنهأ إللل هل ي أ امل إقأو إكنونوا ننوا إآمأ ي أ إال ذل ا إأيهأ يأا
لنونأإ اإتأعتمأ بليرإبلمأ إالل هأإخأ ات قنواإالل هأإإلن أ ىإإ للل قتوأ
“Hai, orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang menegakan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil, karena adil itu lebih dekat kepada
takwa dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan
(sūrāh al-Māīdah/5: 8).”
امتإ أ إ افلقل رأ إالتمأ إللأى يأكن ت دل أيت أ إ وهأكن ت جن ن إ لنوا سل إفأاغت ةل لأ إالص إللأى ن ت إقنمت إلذأا ننوا إآمأ ي أ إال ذل ا إأيهأ لأكن تإيأا جن ت أ أ إ كن ت ءنسل إبلرن وا ن إللأىإسأ
إكننتن تإ لنت أ إ اإ رن إفأاط ه ننبا إجن إكننتن ت لنت أ إ إ إتأإإالتكأعتبأيت ل إفألأ ت إالنلسأاءأ ن ن ست مأ إاأ ت إأ إالتغأائلطل إمل أ نتكن ت إمل د إأحأ اءأ إجأ ت إأ إسأفأر إعألأى ت إأ ى ضأ رت اءإمأ إمأ ا دن جل
إملإ إعألأيتكن ت عألأ يأجت إلل إالل هن يدن اإينرل إمأ نتهنإ إمل يكن ت أيتدل أ إ كن ت وهل جن إبلون وا ن سأ إفأامت إطأيلبا يدا عل واإصأ من أيأم جإفأ رأ إحأ ينإإ ت لل أ إ كن ت رأ هل إللينطأ يدن إينرل كل تلأ إأ أهنإعألأيتكن ت لعتمأ إ ل
نأإ كنرن إتأشت لأعأل كن ت
“Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah muka kamu dan tangan kamu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau
dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kaskus) atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih): sapulah muka
kamu dan tangan kamu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan hendak menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur
(sūrāh al-Māīdah/5: 6).”
إعألأإ ةأإالل هل اإلعتمأ اذتكنرن إالل هأإعأللي إأ ات قنواإالل هأإإلن أ أطأعتنأاإإ أ عتنأاإ إسأمل إلذتإقنلتن ت إبلهل اثأقأكن ت أ يإ يثأاقأهنإال ذل مل أ إ إاإيتكن ت لإبلذأاتل دن لص
“Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya, yang telah diikat-Nya
dengan kamu, ketika kamu mengatakan: kami dengar dan kami ta'ati". Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui isi hati (mu) (sūrāh al-Māīdah/5: 7).” Lihat.
Departemen Agama RI, h. 158-159. بترلإ 24 إبلالص ا وت اصأ تأوأ أ إ قل أ إبلالت ا وت اصأ تأوأ أ إ اتل أ الل إالص لنوا أإعأمل إ ننوا إآمأ ي أ إلاإال ذل إ)٢( ر ست إلأفليإخن تسأانأ إاإل إلن إ)١( رل التعأصت أ
“Demi Masa (1) Sesungguhnya Manusia benar-benar berada dalam kegelapan (2). Kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
49
Untuk rujukan khotbah, khatib menggunakan kitab Naṣāhib al-‘Ỉbad,26 serta
pendapat dari, Ahnaf Ibn Qais ra,27 Imam al-Ghazali,28 Imam al-Nawawi,29
adapun konten teks secara pembahasan kebangsaan mengarah kepada
Negara Indonesia khususnya wilayah DKI Jakarta.
2. Ringkasan isi khotbah Jum’at tanggal 11 November 2016 dengan khatib
Wahyuni Nafis, menggunakan durasi waktu 36 menit 36 detik, setelah
ditranskip terhitung ada 3416 kata di dalam khotbah tersebut, dalam
pelaksanaanya, syarat dan rukun dilaksanakan secara tertib, akan tetapi
setelah didengarkan berkali-kali selama transkip, khatib tidak
mencantumkan wasiat takwa kepada para Jama’ah.
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (3) (sūrāh al-'Asr/103: 1-3).” Lihat.
Departemen Agama RI, h. 1099. 25 Hadis qudsi terdiri dari dua kata: hadis dan qudsi. Hadis artinya perkataan, perbuatan,
atau persetujuan seseorang, sedangkan qudsi secara bahasa, artinya suci, yang selanjutnya
digunakan untuk menyebut istilah yang dinisbahkan kepada Allah swt, secara istilah, hadis qudsi
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Nabi saw dari Allah swt, hadis qudsi juga sering disebut
dengan hadis rabani atau hadis ilahi. Lihat. Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin. Mushthalah
Hadits (Mesir: Daar al-Haramain, tt), h. 11. 26 Dalam tradisi pesantren kitab ini terkenal dengan nama Nashaihu al-Ibad 'Ala Syarhi
al-Munabbihat 'Ala al-Isti'dad Liyaumi al-Ma'ad adapun penulis kitab ini adalah Muhammad
Nawawi Ibn Umar al-Jawi al-Bantani, Nashaihul Ibad adalah salah satu kitab yang bertemakan
tasawuf yang dalam penyajiannya sangat sederhana dan langsung pada pokok masalah, sehingga
memudahkan setiap pembaca untuk memahami Kitab ini ditulis per bab dan terdiri dari sepuluh
bab dan jumlah pembahasannya ada 214 yang didasarkan pada 45 hadis dan sisanya merupakan
atsar.[7] Namun sebenarnya ada lebih dari 250 hadis yang dibahas di dalamnya. Mengenai hal ini
saya kurang tahu alasannya mengapa Syeikh Nawawi hanya menyebutkan 45 hadis di dalam
muqaddimahnya. kitab ini juga sudah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh Fuad Kauma.
Lihat. Nawawi al-Bantani. Nashaihul Ibad. Terj. Fuad Kauma (Bandung: Irsyadul Baitus Salam,
2005). 27 Nama lengkap al-Ahnaf Ibn Qais Ibn Mu’awiyah Ibn Hushain al-Sa’dy al-Tamimi
Abu Bahr.dilahirkan di Bashrah tepatnya di sebelah barat Yamamah, walaupun hidup sezaman
dengan Nabi Muhammad saw tetapi tabi’in Ahnaf tidak pernah berjumpa sekalipun dengan Nabi.
Diakses dari www.wikipedia.org pada tanggal 13 Desember 2017. 28 nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad al-Ghazali,lahir
pada tahun 1059 M di Ghazalah suatu kota kecil yang terlelak di Thus wilayah Khurasah. Lihat.
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam (Jakarta: Van Hoeve Baru, 1997), h. 25. 29 Syaikh Nawawi al-Bantani adalah salah seorang ulama fiqh bermadzhab Syafi’i yang
sangat masyhur pada abad ke-19 M. Nama lengkapnya adalah Nawawi Ibn ‘Umar Ibn Arabi,
Gelarnya sering disebut dengan Nawawi al-Bantani, Nawawi al-Jawi, Nawawi al-Tsani.
Sedangkan dikalangan keluarganya dipanggil dengan Abdul Mu’ti. Beliau dilahirkan di desa
Tanara kecamatan Tirtayasa kabupaten Serang, Banten pada tahun 1813, dalam suatu pendapat
beliu lahir tahun1815 M bertepatan dengan 1230 H. Lihat. Shalahuddin Wahid, Iskandar Ahza.
100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia (Jakarta: PT Intimedia Cipta Nusantara, 2003),
h. 87
50
Tema dalam khotbah adalah sosial, dengan konten tema yang digunakan
keadilan, sedangkan penggunaan ayat al-Qur’an selama khotbah terdiri dari:
sūrāh al-‘Īmrān/3: 104,30 sūrāh al-Ahzāb/33: 56,31 sūrāh al-Nisā/4: 58,32
sūrāh al-Nisā/4: 135,33 sūrāh Al-Hijr/15: 39-41,34 dan sūrāh al-Baqarah/2:
143.35 Sedangkan untuk penggunaan hadis hanya satu.
Untuk rujukan khotbah, khatib menggunakan kitab Mu’jam Mufahras li al-
إ 30 ل عترن إبلإالتمأ نأ رن من
يأأت أ إ يترل إللأىإالتخأ ةإيأدتعنونأ إنم نتكن ت إمل لتأكن ت أ اعوذ إاللهإم إالشيط إالرجي إبس إاللهإالرحم إالرحيى إ
ونأإ ن لل فت إالتمن إهن ن ئلكألأ ن أ إإ نتكأرل إالتمن إعأ ل نأ وت يأنتهأ أ
“dan Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar: mereka itulah orang yang
beruntung.” Lihat. Departemen Agama RI, h. 93. يما 31 لل واإتأست للمن سأ أ إ لواإعألأيتهل ننواإصأ إآمأ ي أ اإال ذل لإإيأاإأيهأ إعألأىإالن بلي لونأ ئلكأأهنإينصأ لأ مأ أ إالل هأإ لن
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-
orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya." إ 32 إ إلن إبلإهل نكن ت اإيأعل م إالل هأإلعل إإلن ل واإبلإالتعأدت كنمن ت إتأ إأنت إالن اسل إبأيت أ ن ت كأمت لذأاإحأ أ اإ للهأ إللأىإأهت اأاتل أمأ اإالت د إتنؤأ إأنت كن ت رن من
إالل هأإيأأت لن
يرا يعاإبأصل إسأمل الل هأإكأانأ
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." إفأقليراإ 33 ت إغأإنليااإأ إيأكن ت إلنت إ بلي أ أقترأ الت أ إ اللدأيتإ ل إالتوأ ل إأ كن ت تفنسل إعألأىإأ لأوت أ إ إللل هل دأاءأ إشنهأ طل إبلالتقلست ي أ امل ننواإكنونواإقأو إآمأ ي أ اإال ذل يأاإأيهأ
إتأ بلعنوا اإإفألأ مأ لأىإبلهل ت بليراإفأالل هنإأ إخأ لنونأ اإتأعتمأ إبلمأ إالل هأإكأانأ واإفأإلن ضن إتنعترل ت اإأ إتألتون لنت أ لنواإإ دل إتأعت ىإأنت وأ التهأ
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar
balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan." إهأذأاإ 34 أ إ﴿٠٤﴾إقأا ي أ لأصل خت إالتمن نتهن ن إمل بأادأكأ لا إعل إ﴿٩٣﴾إ ي أ عل مأ إأجت يأن هن ت ول لنغت أ إ ضل ت إفليإالأ إلأهن ت يلنأ يتأنليإلنزأ وأ آإأغت إبلمأ أ ل إ أ قأا
إمنإ اطإعألأي رأ أقلي إ﴿صل ﴾٠١ست
“Iblis berkata: Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat,
pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti
aku akan menyesatkan mereka semua (39) kecuali hamba-hamba yang mukhlis di antara mereka
(40) Allah berfirman: ini adalah jalan yang lurus; kewajiban Aku-lah (menjaga-nya) (41) (sūrāh al-
Hijr/15: 39-41).” Lihat. Departemen Agama RI, h. 394. إ 35 ليإكننت أ إال إ لأةأ قلبت إالت عألتنأا اإجأ مأ أ إ يداإ إشأهل لأيتكن ت إعأ ن سنو إالر يأإكنونأ أ إ إعألأىإالن اسل دأاءأ إشنهأ إللأكنونوا سأطا أ إ ة إنم عألتنأاكن ت إجأ للكأ
كأذأ أإ ةإلا إلأكأبليرأ إكأاأ ت لنت أ إ إ قلبأيتهل إعألأىإعأ إيأنتقأللبن م ت إمل أ سنو إالر إيأ بلعن إمأ ت إللنأعتلأ أ اإلا إالعألأيتهأ اإكأانأ مأ أ إهأدأىإالل هنإ إ ي أ إل هنإللينإإعألأىإال ذل إإلن اأكن ت إليمأ يعأ ضل
ي إ حل أ ءن إ إلأرأ الل هأإبلالن اسل
“Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu. Dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)
melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti rasul siapa yang membelot.
Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi maha Penyayang kepada manusia (sūrāh Al-Baqarah/2: 143).” Lihat. Departemen
Agama RI, h. 36.
51
Ahfadz al-Qur’an.36 Serta pendapat dari, Imam al-Ghazali, Sayyed Hossen
Nasr,37 Nurcholis Madjid.38 Adapun konten teks secara pembahasan
kebangsaan mengarah kepada Negara Indonesia khususnya wilayah DKI
Jakarta.
3. Ringkasan isi khotbah Jum’at tanggal 18 November 2016 dengan khatib
Abdul Moqshit Ghazali, menggunakan durasi waktu khotbah sebanyak 18
menit 54 detik, setelah ditranskip terhitung ada 1818 kata di dalam khotbah
tersebut, di dalam pelaksanaannya, syarat dan rukun khotbah dilaksanakan
dengan tertib, adapun tema khotbah adalah tema politik, dengan konten
tema selain akidah semua bersifat flukluatif atau tidak ada rumusan tunggal
baik itu terkait hukum, sosial, politik dan ekonomi.
Sedangkan ayat al-Qur’an yang digunakan terdiri dari sūrāh al-‘Imrān/4:
102, sūrāh al-Ahzāb/33: 56 sūrāh al-Taubah/9: 5,39 sūrāh Muhammad/70:
4,40 sūrāh al-Mujadilah/58: 22,41 sūrāh al-Māīdah/5: 8242 dan sūrāh al-
36 Kitab al-Mu’jam al-Mufahras Li Ahfaz al-Qur’an merupakan sebuah kitab rujukan
yang lengkap dalam mencari ayat-ayat al-Quran mengikut huruf abjad (alif – ya). Kitab ini disusun
oleh al-‘Allamah al-Muhaqqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, seorang ulama Mesir. Lihat.
Muhammad Fuad Abdul Baqi. Mu’jam Mufahras li al-Ahfad al-Qur’an al-Karim (Mesir: Dar al-
Kitab, 1364 h). 37 Seyyed Hossein Nasr lahir di Kota Teheran, Iran, pada tanggal 7 April 1933.
Ayahnya seorang ulama terkenal di Iran dia juga seorang guru dan dokter pada masa dinasti Qajar
bernama Seyyed Valiullah Nasr. Lihat. Mehdi Aminrazavi. "Persia" dalam Ensiklopedi Tematis
Filsafat Islam, Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman (Bandung: Mizan, 2003), h. 1376-1380. 38 Nurcholish Madjid atau yang biasa dipanggil Cak Nur (Sapaan akrab Nurcholish
Madjid) lahir di Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939. Nurcholish Madjid. Islam Agama
Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1995), h.
224. إ 39 إفأإإلنت دإ صأ رت إمأ إكنل إلأهن ت اقتعندنإا أ إ هن ت رن صن احت أ إ هن ت ذن خن أ إ وهن ت دتتنمن جأ أ إ يتثن إحأ ي أ كل رل شت نلنواإالتمن إفأاقت من رن ن إالت هنرن أشت إالت تسألأخأ فأإلذأاإا
كأاةأإفأإ اإالز آتأون أ ةأإ لأ واإالص أقأامن أ ي إتأابنواإ حل أ إ إالل هأإغأفنو إإلن لواإسأبليلأهن ت خأ
"Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu
dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah
ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka
berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
maha Penyayang." إ 40 رت ن أ إالت عأ ىإإتأضأ اإفلدأاءإحأ لم أ نااإبأعتدنإ اإمأ إفأإلم ثأاقأ اإالتوأ إفأإشند وهن ت نتنمن ىإلذأاإأثتخأ إحأ قأا ل إالرل رت أ اإفأضأ إكأفأرن ي أ إال ذل فأإلذأاإلأقلين ن
لإ إقن ي أ ال ذل أ إبلبأعتضإ إ كن ت إبأعتضأ إلليأبتلنوأ كل تلأ أ إ هن ت نت إمل رأ تأصأ إالل هنإاأ إيأشأاءن لأوت أ إ للكأ
هأاإإذأ أ ا زأ ت إأإأ ل إينضل إفألأ ت إالل هل مأإلنواإفليإسأبليلل الأهن تإعت
52
Hadid/57: 27.43
Untuk rujukan khotbah, khatib menggunakan Imam al-Arzaki dalam kitab
al-Akbar al-Makkah dan Ibn Hisyam dalam kitab al-Syrah al-Nabawiyyah.
Adapun konten teks secara pembahasan kebangsaan mengarah kepada
Negara Makkah dan Andalusia atau Spanyol.
4. Ringkasan isi khotbah Jum’at tanggal 25 November 2016 dengan khatib
Yunasril Ali, menggunakan durasi waktu 21 menit dan 13 detik, setelah
ditranskip terhitung ada 1825 kata di dalam khotbah tersebut. Dalam
pelaksanaannya, syarat dan rukun khotbah dilaksanakan dengan tertib,
"Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah
batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka
dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir.
Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah
hendak menguji sebahagian kamu dengan sebahagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid
pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka." إ 41 ت إأإ اأهن ت وأ لخت إ ت إأ هن ت إأبتنأاءأ ت إأ هن ت إكأانواإآبأاءأ لأوت أ سنولأهنإ أ أ إ اد إالل هأ إحأ إمأ ت نأ اد إينوأ رل خل إالت مل يأوت الت أ إ إبلالل هل ننونأ مل ماإينؤت دنإقأوت إتأجل اأ
إبلرنإ أي دأهن ت أ إ انأ يمأ ل إاإلت إفليإقنلنوبلهل ن إكأأبأ ئلكألأ ن إإ تأهن ت يرأ ضلإعأشل أ اإإ إفليهأ ي أ اللدل إخأ ن ا تهأ أ اإالت لهأ ت إتأ يإمل ت رل ن اتإتأجت إجأ لنهن ت يندتخل أ إ نتهنإ إحإمل إالل هنإعأنتهن ت يأ
ونأإ ن فتلل إالتمن إهن ن إالل هل زت أ إحل إلن إإأاأ إالل هل زت ن إحل ئلكأ لأ ن ضنواإعأنتهنإإ أ أ
"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-
orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka
itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan
merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung." إ 42 إل ا إقأالنوا ي أ إال ذل ننوا إآمأ ي أ إللل ذل د ة وأ إمأ بأهن ت إأقترأ دأن أجل لأ أ إ كنواإ رأ إأشت ي أ ال ذل أ إ إالتيأهنودأ ننوا إآمأ ي أ إللل ذل ة أ إعأدأا إالن اسل إأشأد دأن أجل لأ
نأإ بلرن أكت إيأست إاأ أ هن ت أ بأااإ هت ن أ إ ي أ يسل إقلسل نتهن ت إمل أن إبلأ للكأىإإذأ أ ا أصأ
"Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap
orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya
kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-
orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan
karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga)
karena sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri." إ 43 ة مأ حت أ أ إ فأة
ت أ إ إات بأعنوهن ي أ إال ذل إفليإقنلنو ل عألتنأا جأ أ إ يلأ تإجل ل إاإلت آتأيتنأاهن أ إ يأ أ رت إمأ يسأىإابت ل إبلعل قأف يتنأا أ إ نأا سنلل إبلرن هل ت ل إقأف يتنأاإعألأىإآثأا ثن
لإ عأايأ ل إ ق هأاإحأ عأوت أ اإ إفأمأ إالل هل انل وأ ضت ل إ إابتلغأاءأ لا إ لأيتهل ت نأاهأاإعأ اإكأأبت أدأعنوهأاإمأ إابت بأالي ة هت أ أإأ إ إ هن ت رأ إأجت نتهن ت ننواإمل إآمأ ي أ إال ذل إفأآتأيتنأا اإ إكأإهأ نتهن ت ثليرإمل
قنونأإ فأاسل
"Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi
(pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati
orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan
rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang
mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan
pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara
mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik."
53
adapun tema khotbah adalah agama, dengan konten tema ẓikrullah,
sedangkan ayat al-Qur’an yang digunakan terdiri dari sūrāh al-‘Īmrān/4:
102, sūrāh al-Ahzāb/33: 56 al-Ra’d 13:28,44 sūrāh al-Ma’arij/70: 1945 dan
sūrāh Ṭaha/20: 124.46
Untuk rujukan khotbah, khatib menggunakan pendapat dari filsafat seperti
Rene Descartes, Schopenhour dan Nietzche serta ulama Tasawuf. Adapun
konten teks secara pembahasan mengarah kepada keimanan.
5. Ringkasan isi khotbah Jum’at tanggal 2 Desember 2016 dengan khatib
Nanang Tahqiq, menggunakan durasi waktu khotbah adalah 20 menit dan
55 detik, setelah ditranskip terhitung ada 1748 kata di dalam khotbah
tersebut.
Dalam pelaksanaannya, syarat dan rukun khotbah dilaksanakan dengan
tertib, adapun tema dalam khotbah adalah terkait dengan tema budaya,
dengan konten dari tema adalah budaya, sedangkan ayat al-Qur’an yang
digunakan hanya satu yakni sūrāh al-Taubah/9: 35.47
Untuk rujukan khotbah, khatib menggunakan pendapat dari, sahabat Umar
Ibn Khattab ra, dan Julius Caesar. Adapun konten teks secara pembahasan
mengarah ke Negara Indonesia.
6. Ringkasan isi khotbah Jum’at tanggal 9 Desember 2016 dengan khatib
إالتقنلنو نإ 44 ئل مأ إتأطت إالل هل رل كت إبلذل إ إأاأ إالل هل رل كت إبلذل إقنلنوبنهن ت ئل مأ تأطت أ ننواإ إآمأ ي أ ال ذل
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” إهألنوعا 45 للقأ إخن تسأانأ ل إاإلت لن “Sesungguhnya Manusia di ciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.” ى 46 مأ إأعت ةل يأامأ قل إالت مأ هنإيأوت شنرن ت أ أ نتكاإ يشأةإضأ عل إلأهنإمأ رلإيإفأإلن كت إذل إعأ ت ضأ إأعترأ مأ ت أ
“Dan Barangsiapa erpaling dari per-ingatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang
sempit, kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” مإ 47 رن بأعأةإحن ت نتهآإاأ إمل ضأ ت إاا تل وأ إالس مأ لأقأ إخأ مأ أبلإاللهإلإيأوت راإفليإكل إشأهت إثتنأاإعأشأرأ نتدأاللهل عل ل د ةأإالشهنو إعل الن
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua elas bulan, dan ketetapan Allah
di waktu Ia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Hasil transkip teks
khotbah tanggal 2 Desember 2016.
54
Media Zainul Bahri menggunakan durasi waktu khotbah adalah 14 menit
dan 55 detik, setelah ditranskip terhitung ada 1252 kata di dalam khotbah
tersebut.
Dalam pelaksanaannya, syarat dan rukun khotbah dilaksanakan dengan
tertib, adapun tema dalam khotbah adalah terkait dengan tema sosial,
dengan konten dari tema adalah komunikasi, sedangkan ayat al-Qur’an yang
digunakan terdiri dari al-‘Īmrān/3: 102, sūrāh al-Ahzāb/33: 56, sūrāh al-
Hijr/15: 9,48 sūrāh al-Baqarah/2: 37,49 sūrāh al-Baqarah/2: 128,50 sūrāh al-
Ahzab/33: 70,51 sūrāh al-Isrā/17:23,52 sūrāh al-Qalam/68: 4,53 sūrāh al-
Baqarah/2: 272,54 sūrāh al-Nāzi’āt/79: 17,55 sūrāh Ṭāhā/20: 4456 dan sūrāh
نونأإ 48 افل أ ل اإلأهنإلأ أ إ رأ كت لتنأاإالذل إأز ت ن ل اإأ
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya." ي نإ 49 حل إالر ا ن إال و إإل هنإهنوأ هل إعألأيت اتإفأأا أ إكأللمأ بلهل أ إ ألأق ىإآدأإمنإمل ت فأ
"Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." ي نإ50 حل إالر إال و إا ن ت أ إأ نأاإإل كأ لأيت إعأ تنبت أ كأنأاإ نأاسل أاإمأ ل أ أ إ ةإلأكأ للمأ ست ةإمن لنأاإنم ي ل إذن مل ت أ إ إلأكأ يت ل للمأ عألتنأاإمنإست اجت أ ب نأاإ أ
"Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah
kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." يدا 51 اإسأدل قنولنواإقأوت أ ننواإات قنواإالل هأإ إآمأ ي أ اإال ذل يأاإأيهأ
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar" إ 52 اأ أ إ مأإاإن إلأهن إتأقنلت اإفألأ هنمأ لأ إكل ت اإأ دنهنمأ إأحأ بأرأ إالتكل نتدأكأ إعل اإيأبتلنغأ إلم اإ سأا إلحت دأيت ل الل بلالتوأ أ إلي اهنإ لا اإ بندن إتأعت إأا بكأ أ ىإ قأضأ أ
يما اإكأرل اإقأوت مأ إلأهن قنلت أ اإ هنمأ رت تأنتهأ
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-
kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." ي إ 53 ل لنقإعأ إلأعألأىإخن ل كأ أ
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." اإ 54 مأ أ إ إ إالل هل جتإهل أ إ إابتلغأاءأ إلا اإتننتإفلقنونأ مأ أ إ إ كن ت تفنسل أ يترإفألل إخأ اإتننتفلقنواإمل ت مأ أ إ إ إيأشأاءن يإمأ ت دل إيأهت إالل هأ كل
لأ أ إ إهندأاهن ت إعألأيتكأ لأيتسأ
ونأإ لأمن ت إتن إاأ ن ت ت أ أ إ للأيتكن ت إ يترإينوأ إخأ تننتفلقنواإمل ت
"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah
yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang
baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah
kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang
baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu
sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)." إل هنإطأغأىإ 55 نأ عأوت للأىإفلرت إ اذتهأبت
55
al-Nahl/16: 125.57 Sedangkan untuk penggunaan hadis ada dua.
Untuk rujukan khotbah, khatib hanya menggunakan kitab Ṣahih Bukhari.
Adapun konten teks secara pembahasan kebangsaan mengarah kepada
Negara Indonesia.
7. Ringkasan isi khotbah Jum’at tanggal 16, Desember 2016 dengan khatib
Abdul Aziz Dahlan, menggunakan durasi waktu khotbah adalah 15 menit
dan 55 detik, setelah ditranskip terhitung ada 1360 kata di dalam khotbah
tersebut.
Dalam pelaksanaannya, syarat dan rukun khotbah dilaksanakan dengan
tertib, adapun tema dalam khotbah adalah terkait dengan tema keimanan,
dengan konten dari tema adalah takwa, sedangkan ayat al-Qur’an yang
digunakan terdiri al-‘Īmrān/3: 102, sūrāh al-Ahzāb/33: 56 sūrāh al-Nahl/16:
18,58 sūrāh al-Kahfi/18: 110,59 sūrāh al-Thariq/86: 960 dan sūrāh al-
"Pergilah kamu kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas" شأىإ 56 إيأخت ت إأ أذأك رن اإلأيلناإلأعأل هنإيأ إلأهنإقأوت فأقنواأ
"maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut." إإ 57 إسأإبليللهل إعأ ت ل إضأ إبلإمأ ت لأ ن إأعت ب كأإإهنوأ أ إ إإلن سأ ن إأحت ليإهليأ
إبلال لتهن ت ادل جأ أ إإ سأنأةل أ إالت ةل أ عل وت التمأ أ إ ةل مأ كت ل إبلالت بلكأ أ إ بليلل ادتعنإللأىإسأ
ي أإ أدل هت إبلالتمن لأ ن إأعت هنوأ أ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk." ي إ 58 حل أ إ إالل هأإلأغأفنو وهأاإ إلن صن ت إتن إاأ ةأإالل هل اإلعتمأ إتأعند لنت أ
"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." كتإإ 59 رل إينإشت اأ أ اإ الل لإصأ إعأمأ لت إفألتيأعتمأ بلإهل أ إ وإللقأاءأ جن إيأرت إكأانأ إفأمأ ت دإ احل أ إ ه
إللأ كن ت هنللأ إ ا إأ مأ للأي ىإ إينوحأ ثتلنكن ت أاإبأشأرإمل إأ ا إل مأ قنلت
دا إأحأ بلهل أ بأادأةلإ بلعل
"Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya" ائلرنإ 60 إتنبتلأىإالس رأ مأ يأوت
"Pada hari dinampakkan segala rahasia."
56
‘An’am/6: 51,61 sedangkan untuk penggunaan hadis ada dua.
Untuk rujukan khotbah, khatib hanya menggunakan sahabat Siti Aisyah ra.
Adapun konten teks secara pembahasan kebangsaan mengarah kepada
Negara Indonesia.
8. Ringkasan isi khotbah Jum’at tanggal 16, Desember 2016 dengan khatib
Asep Usman Ibrahim, menggunakan durasi waktu khotbah adalah 22 menit
dan 53 detik, setelah ditranskip terhitung ada 2070 kata di dalam khotbah
tersebut.
Dalam pelaksanaannya, syarat dan rukun khotbah dilaksanakan dengan
tertib, adapun tema dalam khotbah adalah terkait dengan tema sosial,
dengan konten dari tema adalah komunikasi, sedangkan ayat al-Qur’an yang
digunakan terdiri sūrāh al-An’am/6: 108,62 sūrāh al-Ahzāb/33: 56, sūrāh
Ṭāḥā/20: 44, sūrāh al-Nisā/4: 5,63 sūrāh al-Imrān/3: 159,64 sūrāh al-
إيأ قنونأإ 61 فليعإلأعأل هن ت إشأ اأ أ إ للي أ إ لهل إمل تإإدن إلأهن ت إإلأيتسأ بلهل ت أ اإللأىإ شأرن ت إين إأنت افنونأ إيأخأ ي أ إال ذل إبلهل ت تذل أ أ
"Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang
takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada
seorang pelindung dan pemberi syafa'atpun selain daripada Allah, agar mereka bertakwa." إ 62 عنهن ت جل رت إمأ بلإهل ت أ إللأىإ إثن لأهن ت ةإعأمأ إنم ي ن اإللكنإلل إزأ للكأ
لت إ إكأذأ إعل اإبلغأيترل إفأيأسنبواإالل هأإعأدت إالل هل نل إدن إمل ت إيأدتعنونأ ي أ إتأسنبواإال ذل اأ أإبلإ لنونأإفأيننأبلئنهن ت اإكأانواإيأعتمأ مأ
"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada
Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka
kerjakan." فا 63 عترن اإإمأ إقأوت قنولنواإلأهن ت أ إ اكتسنوهن ت أ اإ إفليهأ قنوهن ت زن ت ا أ إقليأاماإ إالل هنإلأكن ت عألأ ليإجأ إال الأكن ن وأ إأمت اءأ تنواإالسفأهأ إتنؤت اأ أ
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya,
harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata
yang baik." إ 64 هن ت ت ل ا أإشأ إ إلأهن ت أغتفلرت است أ إ إعأنتإهن ت إفأاعتفن إ للكأ وت إحأ واإمل ت تفأض إاأ إالتقألتبل ااإغألليظأ إفأ إكننت أ لأوت أ إ إ إلأهن ت إللنت أ إالل هل ةإمل أ مأ حت أ اإ فأبلمأ
إعألأىإالل إ ك لت أوأ إفأ مت أ إإفأإلذأاإعأزأ رل أمت للي أإفليإالت كل أوأ إالتمن ب ل إالل هأإين لن إإ هل
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya."
57
Balad/90: 2,65 sūrāh al-Kahfi/18: 29,66 sūrāh al-‘Imrān/3:159,67 sūrāh al-
‘An’am/6: 108,68 sūrāh al-‘Asr/103: 3 dan sūrāh Maryam/19: 12.69
Untuk rujukan khotbah, khatib hanya menggunakan konsep HAM.70
ذأاإالتبألأدلإ 65 إبلإهأ ل إحل ت أ أ أ
"dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini." يثنواإ 66 أغل إيأست لإنت أ اإإ قنهأ ادل إسنرأ إبلهل ت اطأ إاإأحأ إأا ي أ اللمل أدتأاإللل إإل اإأعت فنرت إفألتيأكت إشأاءأ مأ ت أ إ مل ت إفألتينؤت إشأاءأ إإفأمأ ت بلكن ت أ إ إمل ت ق أ إالت قنلل أ
تأفأقاينغأاثنإ رت إمن سأاءأتت أ إ ا ن إالش رأ وهأإإبلئتسأ جن يإالتون ول إيأشت لل هت التمن اءإكأ واإبلمأ
"Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan
air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan
tempat istirahat yang paling jelek." إ 67 هن ت ت ل ا أإشأ إ إلأهن ت أغتفلرت است أ إ إعأنتإهن ت إفأاعتفن إ للكأ وت إحأ واإمل ت تفأض إاأ إالتقألتبل ااإغألليظأ إفأ إكننت أ لأوت أ إ إ إلأهن ت إللنت أ إالل هل ةإمل أ مأ حت أ اإ فأبلمأ
ك لتإ أوأ إفأ مت أ إإفأإلذأاإعأزأ رل أمت للي أإإفليإالت كل أوأ إالتمن ب ل إالل هأإين لن إإ عألأىإالل هل
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya." إ 68 عنهن ت جل رت إمأ بلإهل ت أ إللأىإ إثن لأهن ت ةإعأمأ إنم ي ن اإللكنإلل إزأ للكأ
لت إ إكأذأ إعل اإبلغأيترل إفأيأسنبواإالل هأإعأدت إالل هل نل إدن إمل ت إيأدتعنونأ ي أ إتأسنبواإال ذل اأ ألنونأإ اإكأانواإيأعتمأ إبلمأ فأيننأبلئنهن ت
"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada
Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka
kerjakan." بلياا 69 إصأ كت أ ن نأاهنإالت آتأيت أ ةإإ إبلقنو أا أ كل إالت ذل يأىإخن ت يأاإيأ
"Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan
kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak." 70 Untuk memahami konsep dan hakikat Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Islam,
terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian dasar tentang HAM. Dalam bahasa Arab, HAM dikenal
dengan (Haqq al- Insânî al-Asâsî atau juga disebut Haqq al-Insânî ad-Darûrî), yang terdiri terdiri
atas tiga kata yaitu: kata hak (haqq) artinya: milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk
berbuat sesuatu, dan merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Kata manusia (al-insân) artinya:
makhluk yang berakal budi, dan berfungsi sebagai subyek hukum. Asasi (asâsî) artinya: bersifat
dasar atau pokok. Secara terminologis, HAM dalam persepsi Islam, Muhammad Khalfullah
Ahmad telah memberikan pengertian bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia
yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu amanah dan anugerah Allah SWT yang harus
dijaga, dihormati, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. Bahkan Ibn Rusyd
lebih menegaskan bahwa HAM dalam persepsi Islam telah memberikan format perlindungan,
pengamanan, dan antisipasi terhadap berbagai hak asasi yang bersifat primair (darûriyyât) yang
dimiliki oleh setiap insan. Perlindungan tersebut hadir dalam bentuk antisipasi terhadap berbagai
hal yang akan mengancam eksistensi jiwa, eksistensi kehormatan dan keturunan, eksistensi harta
benda material, eksistensi akal pikiran, serta eksistensi agama. Dengan demikian, hakikat
penghormatan dan perlindungan terhadap HAM dalam konsep Islam ialah menjaga keselamatan
eksistensi manusia secara utuh dan adanya keseimbangan, yaitu keseimbangan antara hak dan
kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Jadi
dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kewajiban yang harus
dlaksanakan. Begitu juga dalam memenuhi kepentingan perseorangan tidak boleh merusak
kepentingan orang banyak (kepentingan umum). Oleh sebab itu, pemenuhan, perlindungan dan
penghormatan terhadap HAM harus disertai dengan pemenuhan terhadap KAM (kewajiban Asasi
58
Adapun konten teks secara pembahasan kebangsaan mengarah kepada
Negara Indonesia.
Manusia), dan TAM (Tanggung jawab Asasi Manusia), dalam kehidupan pribadi, kehidupan
bermasyarakat, dan bernegara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hakikat dari HAM itu adalah
keterpaduan antara HAM, KAM, dan TAM yang berlangsung secara sinergis dan seimbang.
Kesemuanya ini (HAM, KAM, dan TAM) merupakan nikmat dan anugerah sekaligus sebagai
amanah yang akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan pengadilan ilahi Allah swt. Lihat.
A.A. Maududi, Human Right in Islam, (Aligharh: 1978), h. 9-10. Lihat juga. Wahbah az-Zuhaili,
al-Fiqh al-Islam Wa Adillauhu, Juz I, (Siria: Dar al-Fikr, 1984), h. 18-19.
59
BAB IV
POLA PEMAHAMAN KHATIB DALAM PENGGUNAAN AYAT AL-
QUR’AN
A. Komponen Isi Teks Khotbah
Komponen isi terdiri dari unsur-unsur yang ada di dalam teks khotbah
(dalam hal ini kalimat teks khutbah akan disingkat menjadi TK untuk penggunaan
selanjutnya)1 dengan urutannya dimulai dari kesesuaian rukun khotbah Jum’at,
penggunaan tema dan topik, penggunaan ayat al-Qur’an, hadis Nabi, penggunaan
kutipan yang disandarkan pada sahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in, cendekiawan,
kitab serta penggunaan konten teks (konteks)2, adapun sumber dari hal yang
diuraikan semua berasal dari hasil transkip rekaman khotbah Jum’at.
1. Kesesuaian Rukun Khotbah Jum’at
Uraian data dimulai dari rukun khotbah (dalam pembahasan selanjutnya
akan disingkat menjadi RK)3 karena mempunyai posisi yang penting dalam
khotbah Jum’at, secara garis besar RK yang terpenuhi terdapat di dalam TK
tanggal 4, 11, 18 dan 25 November serta tanggal 2, 9, 16 dan 23 Desember,
sedangkn RK yang tidak terpenuhi terdapat dalam TK tanggal 11 November 2016.
1 Agar memudahkan pembaca, maka peneliti akan menggunakan kata teks khotbah atau
hasil transkip teks khotbah dengan menggunakan singkatan menjadi TK. 2 Yang dimaksud peneliti dalam konten teks atau konteks adalah latar kebangsaan
Negara yang dimaksud oleh teks khotbah, sebab dalam temuannya peneliti mendapatkan
kecenderungan teks yang dibahas terkadang tidak menggunakan latar Negara Indonesia ada juga
yang menggunakan latar Negara lain. 3 Rukun Khotbah dalam hal ini akan disingkat dengan dua huruf yakni R dan K atau
RK. Dalam hal ini peneliti tidak lagi menguraiakn apa itu rukun dan apa saja rukun dalam khotbah
Jum’at, karena sudah diuraiakan dalam bab II. Rukun khotbah yang diambil berdasarkan teks
khotbah yang sudah ditranskip.
60
Secara terperinci dapat dilihat dalam tabel4 berikut ini.5
Tabel 4.1: Kesesuaian TK dengan RK
No Rukun K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
1 Memuji Allah swt v v v v v v v v
2 Berṣalawat kepada Nabi Muhammad saw v v v v v v v v
3 Membaca salah satu ayat v v v v v v v v
4 Berwasiat taqwa v V v v v v v v
5 Mendoakan v v v v v v v v
2. Tema dan Topik
Salah satu aspek yang menentukan sukses tidaknya shalat Jum’at adalah
materi yang disajikan, materi yang baik menjadi daya tarik bagi jam’ah untuk
memperhatikan apa yang disampaikan oleh khatib, sedangkan perhatian terhadap
materi khotbah tidak bisa lepas dari tema dan topik khotbah.6
Pemilihan tema dan topik khotbah biasanya berkaitan erat dengan
masalah yang hangat di masyarakat, juga situasi di tempat khotbah dilaksanakan
dan karakteristik jama’ah.7 Dengan mengetahui seperti itu, maka tema dan topik
dipersiapkan serta sesuai dengan kebutuhan. Adapun bahan-bahan dapat dipilih
dari topik pembicaraan masyarakat yang sedang hangat dan segar, dengan
4 Dalam penulisan penkodingan atau kode, peneliti menggunakan huruf “K” yang
bermakan khatib, sedangkan angka yang terdiri dari “1-8” bermakna tanggal khotbah. Contoh, K1
bermakna petugas khotbah atau khatib tanggal 4 November 2016. Adapun untuk nama khatib
sudah diuraikan pada bab III. 5 Di dalam kolom tabel akan terlihat tanda “v” adapun maknanya adalah sebagai
pertanda bagian dari, jika kolom kosong maka bermakna bukan bagian dari. 6 Menurut pemahaman peneliti, ada kecenderungan jama’ah yang secara sengaja
berpindah-pindah dalam melaksanakan shalat Jum’at, hal ini dikarenakan ingin mendapatkan hal
atau pemahamn baru dalam hidupnya melalui khotbah Jum’at, untuk itu tuntutan sebagi khatib
yang ideal salah satu yang harus dimiliki adalah bagaimana khatib bisa menjabarkan tema khotbah
Jum’at dengan menarik. Lihat. Ahmad Suyuti. Jadilah Khatib yang Simpatik dan Kreatif (Jakarta:
Pustaka Amani, 1995), h. 9. 7 Sebagaimana dalam Bab I telah dijelaskan terkait karakteristik jama’ah adapun yang
dimaksud karakteristik jama’ah sendiri adalah makmum atau mustami yang mengikuti shalat
Jum’at dalam masjid atau daerah tertentu, terkadang setiap masjid atau tempat yang digunakan
untuk kegiatan shalat Jum’at ada kelompok atau jama’ah yang dominan, seperti yang terjadi di
Yayasan Waqaf Paramadina, karakteristik jama’ah kebanyakan pekerja kantoran yang jika
dihitung rata-rata lulusan S1.
61
demikian tema khotbah selalu terfokus pada satu atau dua masalah pokok saja.
Materi khotbah, menjadi menarik bila mencerminkan keinginan dan
kepentingan jama’ah. Untuk itu khatib harus pintar memilih tema dan topik yang
tepat, selain itu pula latar belakang disiplin keilmuan juga memengaruhi khatib
dalam menguraikan pembahasan dari tema dan topik khotbah.
Secara spesifik, terkait tema dan topik ada empat unsur yang harus
diperhatikan dalam pemilihan tema khotbah, dimulai dari sifat tema yang
konsumtif, up to date dan sensitive matter serta memiliki nilai tambahan bagi
pengetahuan jama’ah.8
Adapun dalam penelitian kualitatif, tema termasuk bagian dari instrument
dalam prosedur analisa data, dalam pola kerjanya, peneliti mengambil informasi
dalam jumlah besar dan kemudian menguranginya hingga ke pola, katagori atau
tema tertentu dan kemudian menafsirkanya.9
Dalam penelitian ini, diuraikan tema dan topik khotbah Jum’at selama
periode November dan Desember 2016 di Yayasan Waqaf Paramadina.10 Adapun
yang menjadi topik adalah ramainya situasi Nasional pada wilayah DKI Jakarta
khususnya, terkait pemilihan kepala daerah secara langsung, hal ini juga
8 Dari empat point di atas, secara sederhana dalam pemahaman peneliti dapat diuraikan
dengan sederhana dalam hal pemilihan tema dan topik yang konsumtif maksudnya adalah tema
yang disampaikan harus betul dirasakan sebagai kebtuhan jama’ah yang mendesak. Adapun dalam
hal sifat khotbah bersifat kekinian sesuai dengan zaman, hal ini bermaksud khotbah harus hanyut
oleh arus yang terkadang bersifat destruktif akan tetapi harus mampu memberikan landasan moral
dan etika terhadap perilaku masyarakat. Serta tema yang harus diangkat dapat membangkitkan
gairah dan semangat bagi para jama’ah untuk melaksanakan apa yang disampaikan oleh khatib.
Untuk pemahaman terhadap nilai tambah adalah pengetahuan yang bermanfaat bagi jama’ah
kalaupun jama’ah sudah mempunyai pengetahuan tersebut setidaknya jama’ah memiliki
pemahaman dan informasi yang diperbaharui. Lihat. M. Syafaat Habib. Pedoman Dakwah dan
Khotbah (Jakarta: Widjaya, 1999), h. 101. Atau bisa dilihat juga pada Erwin Jusuf Thaib. “Analisi
Minat Jama’ah Masjid terhadap penyampaian Khotbah”. Jurnal Madani. Vol. 4. No. 1 (Juni,
2014): h. 75-94. 9 Jhon W. Creswell. Research Design, Quantitative & Qualitative Approaches. Terj.
Nur Khabibah dkk. (Jakarta: KIK Press, 2002), h. 147-148. 10 Indikator yang dijadikan tema oleh peneliti adalah kata yang sering muncul di dalam
TK, selain yang diucapkan langsung oleh khatib.
62
berdampak pada dua bulan terahir perhitungan masehi atau menjadi topik
terhangat sepanjang penghujung tahun 2016. Pembagian tema berlandaskan empat
katagori utama, yakni. sosial, politik, budaya dan agama, sedangkan secara
terperinci seperti di bawah ini;
A. Sosial
Permasalahan yang timbul akibat dari pemilihan kepala Daerah secara
langsung di DKI Jakarta memberikan dampak dalam pengambilan tema khutbah
terkait sosial. Adapun penggunaan tema sosial terbagi atas dua sub pembahasan
yang terdiri dari keadilan dan komunikasi.
i. Keadilan
Tema keadilan dalam TK muncul sebanyak 62 kata, adapun
penggunaannya untuk menyatakan keadilan harus dimulai dari diri sendiri
sebagaimana yang dijadikan pernyataan secara langsung oleh khatib seperti,
“…saya akan membahas tentang keterkaitan antara menumbuhkan rasa keadilan
dalam diri dengan ibadah wudu yang selalu kita lakukan...”11 maupun yang
digunakan untuk menegakan hukum seperti “…keadilan itu hukum natural,
hukum alam yang kalau melanggarnya kita merusak kehidupan kita. Dalam
Maqasid al-Syari’ah tujuan diciptakanya hukum itu untuk menjaga
kemaslahatan…”12
ii. Komunikasi
Tema komunikasi dalam TK muncul sebanyak 9 kata, dalam
penggunaannya khatib menjelaskan bahwa “…di dalam al-Qur’an itu ada banyak
sekali kalimat yang menunjukan dialog-dialog atau komunikasi, jadi kita akan
11 Hasil TK 4 November 2016. 12 Hasil TK 11 November 2016.
63
menemukan ribuan ayat qola, yaqulu…”13 selain itu dalam menyampaikan
pendapat “…al-Qur’an membimbing kita untuk memilih pilihan kata yang santun,
ada beberapa ungkapan al-Qur’an yang menggambarkan kesantunan ada “qaulan
layinan” (kata-kata yang lembut, kata-kata yang persuasife) ada “qaulam ma’rufa”
(kata-kata yang baik, berkualitas, jujur penuh integritas)…”14
B. Politik
Tema yang kedua adalah politik, khatib menjelaskan bahwa hubungan
politik antar agama, yakni antara umat Islam dengan umat Abrahamik lainnya
tidak mempunyai rumusan tunggal, hal ini di jelaskan melalui tema secara
langsung yang berbunyi, “…hubungan antara umat Islam dan umat agama lain
bersifat flukluatif…”15 Selain itu, khatib menggambarkan dengan jelas apa yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw dalam renovasi Ka’bah menunjukan
keharmonisan antar umat beragama.16
C. Budaya
Tema yang ketiga adalah dengan menggunakan kata kunci budaya, dalam
hal ini khatib berpendapat bahwa “…salah satu kekuatan dari Nabi Muhammad
saw adalah menciptakan peradaban Islam minimal adalah dasar-dasar dari
peradaban Islam, yang kelak diteruskan oleh sahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in dan
seterusnya hingga kemasa kita…”17 karena pada dasarnya “…Budaya jauh lebih
kuat yang semua orang tidak terasa, peradaban jauh lebih merasuk dari pada
13 Hasil TK 9 Desember 2016. 14 Hasil TK 23 Desember 2016. 15 Hasil TK 18 November 2016. 16 Yang menjadi tukang renovasi ka’bah pada saat Nabi berumur 35 tahun itu ada orang
yang beragama Yahudi sedangkan kayu yang menjadi pintu Ka’bah diambilkan dari kayu sisa-sia
di pantai Jiddah kepunyaan orang Kristen, ini semua penting ditegaskan kepada publik umat Islam
bahwa relasi antar umat Islam dengan agama-agama lain terutama agama-agama sementik seperti
agama Yahudi dan Nasrani ada fluktuasinya ada naik dan turunya ada masa. Hasil TK tanggal 18
November 2016. 17 Hasil TK 2 Desember 2016.
64
melalui doktrin-doktrin yang keras, yang kasar atau yang halus dan
sebagainya…”18
Terkait budaya yang lebih kuat dapat diajukan contoh “…misal budaya
di Indonesia hampir semua non-muslim di Indonesia akan selalu bilang
Alhamdulillah, Ya Allah dan sebaginya padahal mereka non-muslim, karena
mayoritas muslim di Indonesia terbiasa menyatakan Astaghfirullah, ya Allah dll
mereka non-muslim-pun ikut tanpa merasakan bahwa itu dari Islam tetapi itu
adalah dari budaya masyarakat muslim…”19
Selain budaya ucapan, juga terdapat dalam budaya membaca yang
perintahkan langsung oleh Allah swt melalui malaikat Jibril as kepada Nabi
Muhammad Saw., yang berupa al-Qur’an, budaya membaca ini salah satu
fungsinya adalah agar “…supaya yang kita baca tau maksudnya, oh ini
perintahnya, oh ini laranganya. Supaya kita bisa melaksanakanya, nah itu al-
Qur’an menjadi hidayah, menjadi petunjuk, menjadi pembimbing bagi kehidupan
kita…”20
D. Agama
Peneliti menggunakan agama masuk kedalam katagori tema karena sub-
tema yang peneliti peroleh dari data adalah konsep hidup bahagia,21 dalam
pemaparanya khatib menggunakan landasan bahwa “…ketika kita lari dari Tuhan,
maka kita akan masuk ke dalam relung yang sempit di dalam hidup kita oleh
sebab itu kita perlu dekat kepada Allah swt…”22 salah satu contoh yang harus
18 Hasil TK 2 Desember 2016. 19 Hasil TK 2 Desember 2016. 20 Hasil TK 16 Desember 2016. 21 Peneliti menjadikan tema ini, kedalam tema agama. Karena bagi peneliti
mempermudah dalam melakukan penelitian terhadap skripsi ini. 22 Hasil TK 23 November 2016.
65
dilakukan untuk dekat dengan Allah adalah dengan cara “…ketika berangkat dari
rumah menuju pekerjaan kita, kita menyebut nama-Nya Bismillah tawakaltu
allallah la khaula wala quwata illa bi Allah alīyi al-‘Aḏim dengan nama Allah swt
aku berpasrah diri, aku menggantungkan hidupku kepada Allah swt yang tidak
ada Tuhan selain Dia tidak ada kekuatan pada diriku, tidak ada kekuasaan pada
diriku kecuali dengan izin Allah swt…”23
Dari uraian di atas, terkait pembahasan tema dan topik dalam khotbah
Jum’at edisi November-Desember 2016 pada Yayasan Waqaf Paramadina dapat
dilihat dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 4.2: Tema dan Topik dalam TK
NO KO DE TEMA SO SIAL PO LITIK BUDAYA AGAMA
1 K1 Keadilan V
2 K2 Keadilan V
3 K3 Sospol V
4 K4 Keimanan v
5 K5 Budaya V
6 K6 Komunikasi V
7 K7 Budaya V
8 K8 Komunikasi V
3. Penggunaan Ayat al-Qur’an
Penggunaan ayat al-Qur’an pada delapan khotbah Jum’at berjumlah 45
ayat dari 22 sūrāh sedangkan pembagiannya meliputi penggunaan dalam RK dan
uraian khotbah.
A. Penggunaan Dalam RK
Penggunaan ayat al-Qur’an sebagai pelengkap RK pertama meliputi
23 Hasil TK 23 November 2016.
66
sūrāh al-‘Imrān/3: 102 yang terdapat pada tanggal 4 dan 18 November serta 2 dan
16 Desember. Sūrāh al-‘Imrān/3: 104 pada tanggal 11 November. Sūrāh al-
Nahl/16: 128 pada tanggal 9 Desember.24 Sūrāh al-An’am/6: 108 terdapat pada
tanggal 23 Desember. Sedangkan untuk khotbah kedua para khatib menggunakan
sūrāh al-Ahzāb/33: 56.
B. Penggunaan Dalam Uraian Khotbah
Dalam penggunaan ayat al-Qur’an yang diuraiakan oleh khatib meliputi,
sūrāh al-Māīdah/5: 8, 6 dan 7 serta sūrāh al-'Asr/103: 1-3, yang diuraikan oleh
khatib tanggan 4 November.25 Sūrāh al-Nisā/4:58, sūrāh al-Nisā/4:135, sūrāh al-
Hijr/15: 39-41, dan sūrāh al-Baqarah/2: 143 diuraiakan oleh khatib tanggal 11
November.26 Sūrāh al-Taūbah/9: 5, sūrāh Muhammad/47: 4, sūrāh al-
Mujadilah/58: 22, sūrāh al-Maidah/5: 82 dan sūrāh al-Hadid/57: 27 diuraikan oleh
khatib pada tanggal 18 November.27 Sūrāh al-Ra’d/13:28, Sūrāh al-Ma’arij/70: 19
dan Sūrāh Toha/20: 124 diuraikan pada tanggal 25 November.28
Sedangkan pada tanggal 2 Desember hanya satu yakni sūrāh al-Taūbah/9:
35. Adapun tanggal 16 Desember khatib menguraikan29 sūrāh al-Nahl/16: 18,
sūrāh al-Kahfi/18: 110, sūrāh al-Ṭariq/86: 9, dan sūrāh al-‘An’am/6: 51. Sūrāh al-
Hijr/15: 9, sūrāh al-Baqarah/2: 37, sūrāh al-Ahzab/33: 70, sūrāh al-Isra/17: 23-24,
sūrāh al-Qalam/68: 4, sūrāh Ṭāhā/20: 42-43, dan sūrāh al-Nahl/16: 125 diuraikan
pada tanggal 9 Desember30 sedangkan khatib pada tanggal 23 Desember
menguraikan sūrāh sūrāh al-Nisā/4: 5, sūrāh al-‘Imrān/3: 159, sūrāh al-Balad/90:
24 Ayat tersebut digunakan sebagai rukun pada khotbah pertama. Hasil TK tanggal 9
Desember 2016. 25 Hasil TK tanggal 4 November 2016. 26 Hasil TK tanggal 11 November 2016. 27 Hasil TK tanggal 18 November 2016. 28 Hasil TK tanggal 25 November 2016 29 Hasil TK 16 Desember 2016. 30 Hasil TK 9 Desember 2016.
67
2, sūrāh al-Kahfi/18:29, sūrāh al-‘An’am/6:108, sūrāh al-‘Asr/103:3, sūrāh
Maryam/19: 12 dan sūrāh Ṭāhā/20: 43.31
Dari uraian penggunaan ayat al-Qur’an oleh para khatib maka dapat
dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.3: Penggunaan Ayat al-Qur’an dalam TK
NO AYAT AL-QUR'AN KANDUNGAN AYAT AL-QUR'AN K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 KETERANGAN
Sūrāh al-Imrān/3: 102 bertakwa kepada Allah v v v v Sebagai RK 1
Sūrāh al-Ahzāb/33: 56 Seruan bershalawat untuk Nabi. v v v v v v v v Sebagai RK 2
Sūrāh al-Nahl/16: 128Allah beserta orang yang bertakwa dan orang
yang berbuat kebajikan.v Sebaga RK 1
Sūrāh al-An’am/6: 108 larangan menghina Agama orang lain v Sebagai RK 1
Sūrāh al-Imrān/3: 104 Seruan Amar Ma'ruf Nahi Munkar. V Sebagai RK 1
Sūrāh al-Māīdah/5: 8 Adil lebih dekat ketakwa. V di uraikan
Sūrāh al-Māīdah/5: 6 Tatacara bersesuci V di uraikan
Sūrāh al-Māīdah/5: 7 Janji kepada Allah melalui takwa V di uraikan
Sūrāh al-'Asr/103: 1-3kerugian bagi orang yang tidak bisa
menggunakan waktu dengan baikV v
Sebagai peneutup
Khutbah pertama
Sūrāh al-Nisā/4:58 Dasar-Dasar Pemerintahan Harus adil V di uraikan
Sūrāh al-Nisā/4: 135 keharusan berlaku Adil V di uraikan
Sūrāh al-Hijr/15: 39-41 Sejarah Kejadian Manusia dengan Iblis V di uraikan
Sūrāh al-Baqarah/2: 143 Umat Islam dijadikan umat yang adil V di uraikan
Sūrāh al-Ra’d/13:28 kententraman Hati dengan Ingat kepada Allah V Sebagai RK 1
Sūrāh al-Ma’arij/70: 19ajaran Islam untuk mengatasi sifat yang jelek
pada manusiaV di uraikan
Sūrāh Toha/20: 124orang yang berpaling dari Tuhan akan sempit
kehidupanyaV di uraikan
6 Sūrāh al-Taubah/9: 35Bilangan bulan ada 12 dan 4 di antaranya adalah
bulan suci.V di uraikan
Sūrāh al-Nahl/16: 18 nikmat Allah yang tak terhingga V di uraikan
sūrāh al-Kahfi/18: 110Nabi Muhammad adalah orang yang diberi
WahyuV di uraikan
Sūrāh at-Thariq/86: 9 pada hari dinampakan segala rahasia. V di uraikan
Sūrāh al-‘An’am/6: 51 Allah sebagai pemberi Syafaat. V di uraikan
7
1
2
3
4
5
31 Hasil TK 23 Desember 2016.
68
Sūrāh al-Taubah/9: 5 Seruan berperang terhadap kaum Musryik V di uraikan
Sūrāh Muhammad/47: 4 sikap saat perang dengan orangkafir. V di uraikan
Sūrāh al-Mujadilah/58: 22larangan berteman dengan orang yang memusuhi
IslamV di uraikan
Sūrāh al-Maidah/5:
82 Hubungan yang baik antara Muslim dengan Nasrani. V di uraikan
Sūrāh al-Hadid/57: 27pengikut Nabi Isa mempunyai rasa santun kasih dan
sayang.V di uraikan
Sūrāh al-Hijr/15: 9 Jaminan Allah terhadap kemurnian al-Qur'an V di uraikan
Sūrāh al-Baqarah/2: 37Pemberian Allah kepada Adam as tentang berapa
kalimat (ajaran)V di uraikan
Sūrāh al-Ahzab/33:
70
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.V di uraikan
Sūrāh al-Israa/17:23-24 Etika kepada Ibu bapak V di uraikan
Sūrāh al-Qalam/68: 4 Ahlak Nabi yang Agung V di uraikan
Sūrāh Ṭāhā/20: 42-43 Nabi Musa as dan Nabi Harun diperintah menghadap
Fir'aun dan berbicara dengan lemah lembutt.V V di uraikan
Sūrāh an-Nahl/16: 125 berkata dengan Hikmah. V di uraikan
Sūrāh al-Nisā/4:5 kewajiban wali yakni dengan ber-kata yang baik. V di uraikan
Sūrāh al-Imrān/3:159Ahlak dan beberapa sifat Nabi Muhammad saw salah
satunya lemah lembutV di uraikan
Sūrāh al-Baladz/90:2 Dan kamu (Muhammad) bertempat di kota ini. V di uraikan
Sūrāh al-Kahfi/18:29 Kebebasan pilihan dan konsekwensi dari pilihan V di uraikan
Sūrāh al-
‘An’am/6:108
Larangan menghina Agama orang lain atau
kepercayaan orang lainV di uraikan
Sūrāh al-‘Asr/103:3 mengingatkan dan mentaati kebenaran V di uraikan
Sūrāh Maryam/19: 12 jadikan al-Kitab sebagai pedoman hidup V di uraikan
10
8
9
4. Penggunaan Hadis
Hadis adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad
saw,32 sedangkan salah satu penggunaan hadis dalam al-Qur’an adalah menjadi
tuntunan praktis terhadap apa yang dibawa oleh al-Qur’an suatu bentuk praktik
32 Muhammad ‘Ajaj al-Khatib. Ushul al-Hadis. Terj. Qodirun Nur dkk (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2007), h. 8.
69
yang mengambil bentuk pengejawantahan yang beragam.33
Adapun dalam skripsi ini peneliti hanya akan menguraikan hadis yang
digunakan oleh para khatib dalam menguraikan ayat al-Qur’an dan dibatasi hanya
pada khotbah yang dilaksanan pada Yayasan Waqaf Paramadina selama bulan
November dan Desember 2016 dan sebanyak delapan khotbah Jum’at.
Sedangkan untuk penelusuran hadis, peneliti menggunakan aplikasi
Maktabah Syamilah sebagai kutipan sekaligus pembuktian akan kebenaran
kalimat yang akan peneliti ketik dalam bahasa Arab untuk TK yang menggunakan
hadis adalah sebagai berikut:
A. Penggunaan Satu Hadis
Penggunaan satu hadis dilakukan oleh khatib pada tema keadilan, seperti
“…dalam sebuah hadis qudsi34 sebagaimana yang telah dikutip oleh Imam al-
Nawawi dalam kitabnya Naṣaīh al-‘Ībad beliau berkata atau menukil hadis ini
yang mengatakan: قال رسوال الله قال الله تعلى, Nabi bersabda dan Allah berfirman يا
sesungguhnya Aku haramkan keẓaliman إن حرامت على نفس ظلم wahai hambaku عبدي
terhadap diriku sendiri, bayangkan Tuhan pun mengharamkan dirinya berbuat
ẓalim وجعلته عليكم محرام dan aku jadikan yang namanya kezaliman itu untuk kalian
semuanya adalah haram. Kemudian Allah mengatakan فال تظلم jangan sekali-kali
menẓalimi satu dengan yang lain…”35
Penjelasan mengenai seorang muslim harus menegakan keadilan serta
33 Muhammad ‘Ajaj al-Khatib. Ushul al-Hadis, h. 34. 34 Dalam pembuktianya sebagaimana uji analisis yang dilakukan oleh analisis kualitatif,
peneliti langsung melihat kitab yang dimaksud oleh khatib dan menghasilkan kebenaran akan hal
yang dikutip tersebut, adapun posisi hadis ada diawal sehabis muqadimah. 35 Hasil TK 4 November 2016.
70
menjadi saksi keadilan karena “…kata Nabi,36 س بعين ملة ل ى ث ال ث و ت فت رأم تي ع nanti س
kata nabi akan ada 73 golongan umat-ku كلهم فى النار semua masuk neraka kata
Nabi إالملة واحداه kecuali satu kelompok. Ditanya oleh sahabat, ما هي يارسول apa
yang satu kelompok itu. ما عنا عليه وصحبى orang-orang yang mengikuti sunahku
dan sunah sahabatku…”37
B. Penggunaan Dua Hadis
Penggunaan dua hadis dilakukan oleh khatib untuk menguraiakan
pedoman utama umat Islam sebagaimana hadis yang berbunyi “... تركت فيكم أمرين لن
kutinggalkan dua warisan yang apabila kamu تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه
berpegang teguh kepada keduanya kamu tidak akan sesat selama-lamanya
keduanya yaitu kitabullah al-Qur’an al-Karim dan keduanya adalah Sunah Nabi
Muhammad s.a.w)...”38
Serta menjelaskan ahlak nabi “…sebagaimana pertanyaan shabat,
kepada istri nabi yaitu ا ضي الله ع نه أ لت ع ائش ة ، ر ع ن wahai ibu orang yang beriman س
لم س ل يه و لى الله ع سول الله ص ahlaknya ك ان خلقه القرآن bagaimana ahlak rasul saw خلق ر
adalah al-Quran…”39 sebagaimana yang dikutip “…dalam kitab Sahih Bukhari40
disebutkan, لم يكن رسول الله صلى الله عليه وسلم فاحشا وال لعانا وال سبابا Nabi tidak pernah
melakukan perbuatan yang keji, tidak suka melaknat orang dan tidak pernah
36 Hadis ini di gunakan dalam beberapa jalur diantaranya Sunan Ibn Majah,Juz II, h.
1322 dan Sunan Abu daud Juz IV, h. 276. Redaksi. Lihat. Syamsuddin Muhammad Ibn
Abdirrahman al-Sakhawiy. Al-Maqashid al-Hasanah (Mesir, tt, 1958), h. 158. Sedangkan peneliti
menggunakan aplikasi Maktabah Syamilah sebagai bahan refrensi pencarian hadis terkait. 37 Hasil TK 11 November 2016. 38 Lafadz ini digunakan dalam kitab al Muwaththa juz II halaman 899, hadits nomor
1594, cetakan Daar Ihyaa al Turaats al 'Arabi sebagai berikut: وحدثني عن مالك انه بلغه ان رسول الله صلى
الله عليه و سلم قال تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه39 Hasil TK 16 Desember 2016. 40 Dalam penelusuran peneliti, hadis yang dimaksud oleh khatib terdapat dalam bab
Adab dengan redaksi: مة عن أنس حدثنا أصبغ قال أخبرني ابن وهب أخبرنا أبو يحيى هو فليح بن سليمان عن هالل بن أسا
معتبة ما له ترب بن مالك رضي الله عنه قال لم يكن النبي صلى الله عليه وسلم سبابا وال فحاشا وال لعانا كان يقول ألحدنا عند ال
جبينه
71
memaki-maki orang...”41
Untuk itu “…Nabi Muhammad saw selalu menekankan ن ك ان يؤمن بالله م
يرا أ و لي صمت الي وم اآلخر ف لي قل خ barang siapa yang beriman kepada Allah swt dan hari و
ahir berkatalah yang baik-baik أ و لي صمت atau kalau tidak bisa maka diam.”42 Dari
uraian penggunaan hadis oleh para khatib di atas, maka dapat digambarkan dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 4.4: Pengunaan Hadis Nabi saw dalam TK
NO HADIS KANDUNGAN HADIS K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
1 Hadis Qudsi Diharamkan berbuat ẓalim v
2 HR. Abu Daud Umat Islam terbagi menjadi 73 golongan v
3 HR. Bukhori Nabi Muhammad saw tidak pernah mencela orang v
4 HR. Bukhori Berbicara baik atau diam adalah pilihan yang baik v
5 HR.Ahmad Ahlak Nabi Muhammad saw adalah al-Qur'an v
6 HR.Ahmad Dua perkara adalah Kitab Allah dan Sunnah Nabi v
7 v v vTidak menggunakan hadis
5. Penggunaan Kutipan
Komponen isi dalam penggunaan kutipan yang digunakan oleh khatib di
dalam TK43 terbagi menjadi tiga pola yakni:
A. Kutipan Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ al-Tabi’in
Sahabat secara umum dapat didefininisikan orang yang beriman dan
41 Hasil TK 9 Desember 2016. 42 Secara lengkap redaksi hadis berbunyi sebagai berikut: ضي الله ع نه ع ن ة ر ير ع ن أ بي هر
يرا أ الي وم اآلخر ف لي قل خ ن ك ان يؤمن بالله و : )م لم ق ال س لى الله ع ل يه و سول الله ص ن ك ان يؤمن ر م الي وم اآلخر باللو لي صمت ، و ه و
مس اري و اه البخ و يف ه(. ر الي وم اآلخر ف ليكرم ض ن ك ان يؤمن بالله و م ه ، و ار لم ف ليكرم ج
Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah saw, beliau bersabda: “Barang siapa beriman
kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barang siapa beriman kepada
Allah dan hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada
Allah dan hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR al-Bukhâri dan Muslim). 43 Peneliti menggunakan kata penggunaan kutipan adalah bahasa yang digunakan oleh
peneliti sendiri, tujuannya agar untuk peneliti sendiri mempermudah dalam uraian pembahasan
dan bagi pembaca mempermudah dalam menarasikannya.
72
bertemu nabi Muhammad saw,44 sedangkan tabi’in45 adalah orang yang beriman
dan pernah berjumpa dengan sahabat Nabi, adapun tabi’ al-tabi’in46 adalah orang
yang beriman akan tetapi sudah masuk generasi ketiga atau disebut pula dengan
tabi’in generasi dua.
Pada penggunaan kutipan yang disandarkan kepada sahabat
“…sebagaimana dikutip oleh Ali Karamallahu wajhah حسىبو قبل انتحسبو hisablah
dirimu, hitunglah dirimu lihatlah dirimu sebelum kau dilihat, sebelum kau
dihitung nanti dihari kiamat…”47
Kemudian pada saat “…Umar Ibn Khattab masuk ke Mesir, Palestina,
Syria ada menara yang menarik, Umar Ibn Khattab bertanya, ma hadza? Hadzihi
Manarah ya Amir al-Mu’minin? Ma hūa al-Manarah? Menara itu adalah tempat
untuk sesembahan orang-orang Zoroaster, bagaimana wahai Amir al-Mu’minin,
apakah perlu dihancurkan? Tidak, jawab Umar. Kamu naik keatas menara itu,
44 Adapun definisi sahabat dari beberapa ahli adalah sebagai berikut: Imam Bukhari
dalam Kitab Ṣahihnya mengatakan, antara kaum muslimin yang pernah menyertai Nabi Nabi saw,
Imam Ahmad menyebutkan Ahli Badar termasuk sahabat, atau secara umum, setiap orang yang
menyertai Nabi selama Satu tahun, beberapa bulan, satu hari, satu jam atau beberapa waktu
termasuk sahabat, akan tetapi kadar sahabatnya sesuai dengan kesertaan yang dilakukan. Lihat.
Taqiyuddin Abu Amr Utsman Ibn Abdirrahman al-Syahrazyriy. Muqaddimah Fi Ushul al-Tafsir
(Mesir, tp, 1955), h. 118. Lihat. Ahmad Muhammad Syakir. Al-Ba’its al-Hatsits Syarh Ikhtishar
Ulum al-Hadits li al-Hafisz Ibn Katsir (Kairo: tp, 1951), h. 201. Lihat. Jalaludin al-Suyuti. Tadrib
al-Rawiy (Mesir: Maktabah al-Qahirah, 1959), h. 396. Pendapat yang lain yakni dari Ibn Hazm
mendefinisikan, sahabat adalah setiap orang yang pernah bermujalasah dengan Nabi saw, meski
hanya mendengar dari Nabi saw satu kata, menyaksikan Nabi saw menangani suatu masalah dan
tidak termasuk orang-orang munafik. Lihat. Ahmad Ibn Ali. Al-Kifayah fi Ilm al-Riwayah (India:
tt, tp), h. 51. Untuk lebih jelas tentang pengertian sahabat dari beberapa ahli lain, peneliti sarankan
untuk membaca salah satunya adalah buku Ushul al-Hadits karya Muhammad ajal. H. 377-395. 45 Dalam pengertian tabi’in, Ibn Hibban mensyaratkan yakni bahwa seseorang harus
melihat pada saat mampu menghafal atau usia tamyiz, bila belum sampai usia tamyiz maka tidak
ada pengaruh dalm setatus ketabi’in nya. Lihat. Jalaludin al-Suyuti. Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-
Ziyadah ila al-Jami’ al-Saghir Juz II (Mesir: tp, tt), h. 215. 46 Antara tabi’in dan Tabi’ al-Tabi’in atau Tabi’in generasi kedua dihitung dengan
menggunakan tahun, ahir masa Tabi’in adalah tahun 150 H sedangkan ahir masa tabi’in generasi
kedua adalah tahun 220 H. lihat. Muhammad ‘Ajaj al-Khatib. Ushul al-Hadits: Pokok-ppkok Ilmu
Hadis (Jakarta: Gaya media Pratama, 1998), h. 402. 47 Hasil TK 11 November 2016.
73
kamu matikan apinya kemudian kamu Adzan di atas itu…”48
Selain itu juga terkait pertanyaan seorang sahabat mengenai ahlak
Rasulullah saw dalam hal ini”…Aisyah ra menjawab ك ان خلقه القرآن ahlaknya adalah
al-Quran…”49
Sedangkan kutipan yang disandarkan kepada golongan tabi’in seperti
“…kata Ahnaf Ibnu Qais ra,50 anugreah yang paling besar yang Allah berikan
kepada kita adalah al-’Aqlun al-Ghariziun akal yang cerdas…”51 dari pemaparan
penggunaan kutipan kepada sahabat dan tabi’in dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut.
Tabel 4.5: Penggunaan Kutipan Sahabat dalam TK
B. Kutipan Cendekiawan
Penggunaan kutipan yang disandarkan kepada para cendekiawan
diantaranya melalui “…Imam al-Ghazali ra, mengatakan di dalam diri kita ini ada
tiga kekuatan yang luar biasa yaitu: Pertama, yang namanya kekuatan akal.
Kedua, kekuatan syahwat. Ketiga kekuatan Emosi. Akal emosi dan syahwat dua
48 Hasil TK 9 Desember 2016. 49 Hasil TK 16 Desember 2016. 50 Dalam penelusuranya peneliti menemukan bahwa Ahnaf Ibn Qais ra termasuk dalam
golongan Tabi’in, jika dilihat dari tahun hidup dan masuk Islam sezaman dengan Nabi saw, akan
tetapi yang ditemui oleh Ahnaf Ibn Qais adalah seorang sahabat yang diperintahkan oleh Nabi saw
pergi ke Bani Tamim. Lihat. www.wikipedia.com diakses pada 3 Desember 2017. 51 Hasil TK 4 November 2016.
NO RUJUKAN ISI RUJUKAN K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
1 Umar Ibn Khatab ra.Umar ibn Khattab masuk ke mesir,
palestina, Syria.v
2 Ali Ibn Abi Thalib ra Hisablah dirimu sebelum di hisab v
3 Aisyah ra. huluquhu al-Qur’an (ahlaknya adalah
al-Quran)v
4 Ahnaf Ibnu Qais r.a al-’Aqlun al-Ghariziun. v
74
hal ini harus dikendalikan dengan baik…”52
Sebagaimana “…Imam al-Ghazali ketika mengkafirkan para failasuf
dengan tiga katagori, pertama para failasuf tidak mengimani hari kehidupan ahirat
secara fisik padahal al-Qur’an menyatakan tangan, mata, mulut, kaki bertanggung
jawab, ketika para failasuf tidak, itu ruh nanti di alam ahirat, kata Imam al-
Ghazali para failsuf bisa dikafirkan karena tidak percaya kebangkitan secara fisik.
Kedua, para filasuf meyakini alam ini qadim sudah sejak dulu ada, kata al-
Ghazali, tidak, ini hadis, baru. Ketiga, kehidupan ini berjalan sesuai dengan
sunatullah …”53
Akan tetapi “…apa kata Ibn Rusyd? al-Ghazali keliru karena soal kafir
itu kalau kita tidak beriman kepada Allah swt, para filasuf sebenarnya beriman
kepada Allah swt…”54
Selain itu penyandaran kutipan kepada cendekiawan juga dilakukan
melalui Imam al-Maududi adapun dalam hal ini khatib menjelaskan mengenai
faedah membaca al-Qur’an karena menurut “…seorang ulama besar al-Maududi
membaca al-Qur’an, misal satu halaman saja kita sudah dapat petunjuk tentang
siapa yang menciptakan kita, kita juga mendapatkan petunjuk bahwa sesudah
kehidupan di dunia ini ada kehidupan lanjutan…”55
Penyandaran berikutnya “…Ibn Taymiyah sangat ekstrim kehidupan
dunia ini akan selamanya baik bersama keadilan meskipun mungkin dia bukan
muslim sebaliknya kehidupan dunia ini rusak karena kezaliman meskipun dia
52 Hasil TK 4 November 2016. 53 Hasil TK 11 November 2016. 54 Hasil TK 11 November 2016. 55 Hasil TK 16 Desember 2016.
75
muslim…”56 sedangkan pendapat dari “…Sayyed Hossen Nasr misalnya kenapa
kehidupan kita penuh dengan kekacauan dan komplikasi yang begitu rumit?
Karena kita berontak dari natural kehidupan kita, semua sebagian besar keluar
dari poros kehidupan yang telah dicanangkan oleh al-Qur’an kalau itu seolah kita
tidak tahu lagi mana yang benar mana yang fitnah…”57 maka dari itu
“…Paramadina dicanangkan oleh almarhum Nurcholis Madjid bersifat nilai,
substansif…”58
Kutipan selanjutnya adalah disandarkan kepada para Filsafat dalam hal
ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimana seseorang dalam mencari soslusi atas
problematika yang pasti ada pada setiap manusia “…salah satunya adalah pemikir
Prancis Rene Descartes mengatakan bahwa untuk menyelesaikan masalah maka
manusia harus menggunakan fikiranya, selesainya masalah karena kita
memikirkan masalah itu…”59
Sedangkan pendapat “…yang kedua dari Filsafat Pesimistis Scopen
Houre, untuk membahagiakan manusia supaya dia keluar dari masalahnya ketika
manusia mampu untuk berseni di dalam hidupnya apakah seninya itu seni suara,
seni gambar kalau sudah masuk ke-seni dan sudah terbenam di sana ia sudah
dapat terhindar dari masalah tapi menurut Scopen, tapi kalau manusia masih juga
bermasalah karena memang tidak ada tidak ada manusia yang tidak bermasalah
maka jalan keluarnya adalah satu-satunya yang bisa menyelesaiakn masalah
manusia adalah kematian, kalau orang sudah mati tidak ada lagi masalah. Maka
56 Hasil TK 11 November 2016. 57 Hasil TK 11 November 2016. 58 Hasil TK 11 November 2016. 59 Hasil TK 25 November 2016.
76
oleh sebab itu bagi dia bunuh diri adalah penyelesaian masalah…”60
Pendapat yang “…ketiga yang lebih ekstrim lagi yang membuat masalah
kita itu bukan kita, yang bikin masalah kita itu adalah Tuhan karena dari Dia-lah
sumber segala sesuatu maka oleh sebab itu bagi Nietsche Tuhan tidak perlu ada,
maka oleh sebab itu dia mengatakan Tuhan itu sudah mati, jadi tidak perlu ada
karena Tuhan itu menjadi sumber masalah…”61 padahal di “…dalam ataqium
tasawuf selalu disebutkan ما رأيتم شيئ إال رايت الله معهم saya tidak melihat sesuatu,
kata sufi kecuali bersama sesuatu itu saya melihat pencipta sesuatu itu…”62
Penggunaan kutipan kepada cendekiawan yang terahir adalah Julian
Caesar sebagaimana “…di dalam penanggalan Keristen itu ada dua penanggalan
yaitu kalender Julian dan kalender Georgian, kalender Julian menyatakan bahwa
kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember, sedangkan tanggalan Georgian
kelahiran Isa al-Masih antara tangal 1 Januari, dua-duanya ini di rayakan…”63
Dari pemaparan tentang penggunaan kutipan yang disandarkan kepada
cendekiawan dapat uraikan dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 4.6: Penggunaan Kutipan Cendekiawan pada TK
60 Hasil TK 25 November 2016. 61 Hasil TK 25 November 2016. 62 Hasil TK 25 November 2016. 63 Hasil TK 2 Desember 2016.
77
NO RUJUKAN ISI RUJUKAN K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
1 Imam al-Ghazali ketika mengkafirkan para Failasuf dengan tiga katagori, v
2 Imam al-Ghazali T iga kekuatan yang luar biasa yaitu: akal, syahwat. emosi v
3 Imam al-MauludiMembaca al-Qur’an misal satu halaman saja misalnya kita
sudah dapat petunjuk tentang siapa yang menciptakan kita.v
4 ataqium tasawuf ما رأيتم شيئ إال رايت هللا معهم v
5 Rene Descartes Untuk menyelesaikan masalah manusia menggunakan
fikiranv
6 Scopen Houre Menyelesaiakn masalah adalah kematian v
7 Nietsche Tuhan itu menjadi sumber masalah. v
8 Ibn TaymiyahKehidupan dunia ini akan selamanya baik bersama keadilan
meskipun mungkin dia bukan muslim.v
9Sayyed Hosen
NasrKarena kita berontak dari Natural kehidupan kita,
10 Ibn Rusyd al-Ghazali keliru, para filasuf sebenarnya beriman kepada
Allah swt,v
11 Nurcholis Madjid Paramadina di canangkanbersifat nilai, substansif v
12 Julian Caesarawalnya bulan Masehi (bulan diawal-awal) romawi itu 10
bulan v
C. Kutipan Kitab dan sumber lain
Penggunaan kutipan yang terahir adalah disandarkan pada kitab dan
sumberlain. Pada penggunaan kutipan kitab, terdiri dari Kitab Sahih Bukhari,64
Kitab Nasāīh al-‘Ibad,65 kitab al-Akbar al-Makkah, kitab al-Syrah al-
Nabawiyyah.66 Serta kitab Mu’jam Mufahras Li al-Ahfadz al-Qur’an.67
Sedangkan penggunaan kutipan yang disandarkan pada sumber lain
adalah tanpa menyebutkan sumber rujukan kutipan seperti “…orang kafir itu
melakukan pelanggran terhadap nabi itu dengan empat pelanggaran HAM
berat…”68 dari pemaparan uraian terkait penggunaan kutipan yang disandarkan
kepada kitab dan atau buku sejarah serta sumber lain dalam hal ini bisa dilihat
pada tabel berikut ini.
64 Hasil TK 9 Desember 2016. 65 Hasil TK 4 Novemer 2016. 66 Hasil TK 18 November 2016. 67 Hasil TK 11 November 2016. 68 Hasil TK 25 November 2016.
78
Tabel 4.7: Penggunaan Kutipan Kitab dalam TK
NO RUJUKAN ISI RUJUKAN K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
1 Nasaihul IbadSebuah hadis qudsi sebagaimana yang telah dikutip oleh
Imam An-Nawaiv v
2 al-Akbar al-Makkah Renovasi ka’bah pada saat Nabi berumur 35 tahun v
3 al-Syirah NabawiahAbu ‘Ash yang notabenya adalah menantu Nabi pernah
memerangi Nabi di dalam peperangan Badar dan Uhud.v
4Mu'jam Mufahras li
al-Ahfadz al-Qur'anAyat al-Qur’ān yang berbicara kita harus adil dan kuat. v
5 Kitab Tafsir Wajhul Munasabah v
6 Kitab Hadis Sohih Bukhori v
7 Tidak di sebutkan Bahkan menurut Mufassir ada empat. v
8 Konsep HAMPadahal orang-orang kafir itu melakukan empat
pelanggaran HAM.v
4. Penggunaan Konteks TK
Komponen dalam TK terahir adalah penggunaan konteks, adapun hasil
yang peneliti dapatkan adalah menggunakan konteks negara Indonesia, Negara
Makkah dan Negara Andalusia atau sepanyol. Serta konteks keimanan. Secara
terperinci konteks TK dapat di lihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.8: Penggunaan Konteks dalam TK
NO KONTEKS TEKS ISI KONTEN K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
1 Indonesia Semoga ujian yang menimpa umat Islam di Indonesia V
2 Indonesia kasus-kasu di DKI ini jangan unsur agama. v
3 luar Negerikita ingat di dalam penaklukan kota Andalusia, justru umat Islam
bekerjasama dengan orang Kristen.V
4 Keimanan kita senantiasa untuk meyebut dan mengingat Allah swt dalam
setiap pekerjaan yang kita lakukan.v
5 Indonesia
budaya di Indonesia hampir semua non-Muslim di Indonesia akan
selalu bilang “Alhamdulillah, Ya Allah dan sebaginya” padahal
mereka Non-Muslim,
v
6 Indonesiadi mana kita dengan keluarga dengan teman gara-gara media sosial
saling memaki-maki.V
7 IndonesiaKelahiran Nabi Muhammad saw,kita merayakan kelahiran beliau,
saudara-saudara kita yang lain di masjid-masjid.v
8 Indonesia dalam masalah sosial kita rukun, kita toleran, kita jaga negeri ini. V
79
B. Pola Pemahaman Tekstual dan Kontekstual
Hubungan antara ayat dengan pola penafsiran dalam TK secara umum
terbagi menjadi dua, tekstual dan kontekstual. Tekstual merupakan pola
pemahaman seseorang terhadap ayat sebagaimana pola yang dilakukan dalam
kajian tafsir klasik atau tafsir berbasis tradisi69 yakni pertama memahami ayat al-
Qur’an dengan ayat lain, memahami ayat al-Qur’an dengan hadis Nabi
Muhammad saw, memahami al-Qur’an dengan penjelasan para sahabat serta
Ijtihadnya dan pendapat para tabi’in.70 Sedangkan kontekstual merupakan pola
pemahaman menggunakan kajian sosial historis pada asbāb al-Nuzulnya. Adapun
rincian kelompok TK tekstual dan kontekstual adalah sebagai berikut:
1. Pola Pemahaman Tekstual
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, pola pemahaman tekstual
dalam menganalisa data redaksi TK dapat diuraikan dengan enam katagori yakni.
A. Pola Ayat dengan Ayat.
Penggunaan pola ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an terdapat dalam
uraian redaksi TK tanggal 23 Desember 2016 dengan tema komunikasi dimana
khatib menggunakan penjelasan mengenai “…khotbah kali ini akan menjelaskan
tentang buah yang kaitanya dengan masalah sosial buah itu adalah ahlak, buah itu
adalah kelembutan, buah itu adalah kemanusiaan, buah itu adalah kesantunan…”71
Hal tersebut dapat dijumpai pada “….beberapa ungkapan al-Qur’an yang
69 Ada berbagai definisi tafsir di antaranya tafsir terdiri dari isim masdar yang di derifasi
menjadi kalimat fi’il yaitu: Fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti, pemahaman, menjelaskan,
penafsiran, menyingkap, menampakan penjelasan makna yang abstrak. Lihat. Faizal Amin.
“Metode Tafsir tahlili: Cara Menjelaskan al-Qur’an dari berbagai segi berdasarkan susunan Ayat.”
Kalam, Vol. 11 No. 1 (Juni 2017): h. 235-266. 70Abdullah Saed. Paradigma, Prinsip dan Metode Penafsiran kontekstual al-Qur’an
(Yogyakarta: Ladang Kata, 2015), h. 84. 71 Hasil TK 23 Desember 2016.
80
menggambarkan kesantunan ada qaulan layinan72 kata-kata yang lembut, kata-
kata yang persuasif…”73 sebagaimana dalam sūrāh al-‘Īmrān/3:159 bahwa dalam
menyampaikan pendapat seseorang harus mengambil “…sikap yang pertama ا ف بم
ن ٱلله لنت ل هم ة م حم atas dasar menebar kasih sayang terhadap seluruh manusia…”74 ر
Sikap atas menebar kasih sayang di antaranya adalah memberikan
kebebasan sebagaimana dalam “…sūrāh al-Kahfi/18: 29 ن ش اء م ن ش اء ف ليؤمن و ف م
yang mau kufur silahkan kata Allah swt yang mau beriman juga ف لي كفر
dipersilahkan.Itu berarti ada kebebasan, tetapi kebebasan ini harus ada pilihan,
setiap pilihan ada resiko, setiap pilihan ada akibat, setiap pilihan ada tanggung
jawab...”75
Serta tidak menghina, “…bahkan saya ingin bacakan satu ayat lagi sūrāh
al-‘An’am/6:108, kaum muslimin dilarang untuk menghina keyakinan orang lain,
ينا لك لك ز ذ ال ت سبوا الذين ي دعون من دون الله ف ي سبوا الله ع دوا بغ ير علم ك ل هم ثم إل و ة ع م ب هم ل أم ى ر
رجعهم ف ي لون م انوا ي عم ا ك ن ب ئهم بم Janganlah kamu menistakan menghina tuhan-tuhan yang
disembah selain Allah…”76 Dari uraian ini dapat digambarkan melalui tabel
sebagai berikut.
Tabel. 4.9: Pola ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an dalam TK
NO
Tekstual
Tema Kode Ayat Ayat Ayat Ayat Hadis Atsar Qaul
ulama
1 4.2.8 K8 sūrāh
Ṭāḥā/20:44
sūrāh al-
Imrān/3:159
sūrāh al-
Kahfi/18:29
sūrāh al-
‘An’am/6:108 - - -
B. Pola Ayat dengan Hadis
72 Sebagaimana ayat yang terdapat dalam sūrāh Ṭāḥā/20:44. 73 Hasil TK 23 Desember 2016. 74 Hasil TK 23 Desember 2016. 75 Hasil TK 23 Desember 2016. 76 Hasil TK 23 Desember 2016.
81
Penggunaan pola ayat dengan hadis dalam memahami kandungan al-
Qur’an oleh khatib terdapat dalam tema komunikasi dengan pembahasana etika
komunikasi yakni “…komunikasi yang rasional, modern, konstruktif, yang positif
terhadap nalar yang sehat, professional, rasional juga humanis tidak saling
menyakiti satu sama lain…”77 sebagaimana terdapat “…Di dalam al-Qur’an itu
ada banyak sekali kalimat yang menunjukan dialog-dialog atau komunikasi…”78
baik yang menggunakan struktur kalimat seperti fiil madi قال atau fiil mudore يقول
ataupun yang menggunakan terminologi kata “…misalkan menggunakan kata ,ان
, إنه , هو , أ نت , ا ن 79”…ان
Etika komunikasi sebagaimana pesan Allah swt kepada setiap orang
beriman seperti dalam sūrāh al-Ahzab/33: 70 yang berbunyi “… نوا اتقوا ا الذين آم ي ا أ يه
ديدا قولوا ق وال س dengan diartikan oleh khatib “…hai orang-orang yang 80”… الله و
beriman, bertaqwalah kepada Allah swt dan berbicarah dengan pembicaraan yang
baik…”81 dimana khatib menekankan pesan ini pada kata “…ديدا artinya ق وال س
lembut, santun, jadi Allah swt mengajak kita untuk komunikasi yang baik yang
santun yang tidak menyakiti…”82
Dalam aplikasinya etika komunikasi ini diberikan kepada kedua orang
tua sebagaimana yang terdapat dalam sūrāh al-Isrā/17 yang berbunyi “… ا ف ال ت قل ل هم
77 Hasil TK 9 Desember 2016. 78 Hasil TK 9 Desember 2016. 79 Adapun contoh lain dalam terminologi kata seperti kata “..ini (saya)” kadang
menggunakan kata “ina(kami)” kadang menggunakan “nahnu nazalna dzikro laha fidzu” ”(al-Hijr
ayat 9) (kami) kadangkala menggunakan “inahu(dia)” Dia itu maksudnya Allah swt “ اب إنه هو التو
حيم tapi Allah S.W.T menggunakan kata-kata “hua” kadang kala Allah swt) (al-Baqarah/2: 37)الر
menggunakan kata “anta” “ حيم إن اب الر ك أ نت التو (al-Baqarah/2: 128)ahim” sesungguhnya Engkau
(nah engkau yang dimaksud adalah Allah swt) kadang kala menggunakan kata ان“ana” “ ان و
الراحيم .wa ana ghafurur rahim” dan aku adalah Maha pengampun dan Maha penyayang. Lihatغ فر
Hasil TK tanggal 9 Desember 2016. 80 Hasil TK 9 Desember 2016. 81 Hasil TK 9 Desember 2016. 82 Hasil TK 9 Desember 2016.
82
artinya: dan jangan kamu berkata kepada orang tuamu kata-kata yang أف
menyakiti dia walaupun itu hanya satu kalimat keluhan saja…”83
Selain itu juga dicontohkan melalui hadis nabi Muhammad saw,
sebagaimana yang terdapat “…dalam kitab sohih bukhari لم يكن رسول الله صلى الله
,nabi tidak pernah melakukan perbuatan yang keji عليه وسلم فاحشا وال لعانا وال سبابا
tidak suka melaknat orang dan tidak pernah memaki-maki orang…”84 pada hadis
lain terkait etika komunikasi “…nabi Muhammad s.a.w selalu menekankan
dengan يرا أ و لي صمت الي وم اآلخر ف لي قل خ ن ك ان يؤمن بالله و barang siapa yang beriman م
kepada Allah swt dan hari ahir berkatalah yang baik-baik أ و لي صمت atau kalau tidak
bisa maka diam...85 dari uraian relasi tekstual dengan pola memahami ayat al-
Qur’an dengan hadis nabi Muhammad saw dapat dilihat dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.10: Relasi Tekstual Ayat dengan Hadis dalam TK
NO
Tekstual
Tema Kode Ayat Ayat Ayat Hadis Atsar Qaul
ulama
1 4.2.6 K6 sūrāh al-Ahzab/33:
70
sūrāh al-Israa/17:23-
24
HR
Bukhari - -
C. Pola Ayat, Hadis, Atsar dan Qaul
Penggunaan komponen atas ayat al-Qur’an dengan ayat, hadis serta qaul
ulama dalam memahami kandungan al-Qur’an oleh khatib terdapat pada tema
keadilan dengan pembahasan “…saya akan membahas tentang keterkaitan antara
menumbuhkan rasa keadilan dalam diri dengan ibadah wudu yang selalu kita
83 Hasil TK 9 Desember 2016. 84 Hasil TK 9 Desember 2016. 85 Hasil TK 9 Desember 2016.
83
lakukan…”86
Untuk uraianya dimulai dari penggunaan sūrāh al-Māīdah/5: 8 dalam hal
ini khatib menjelaskan dengan cara dimulai dari potongan ayat yang berbunyi
د اء بالقسط …“ امين لله شه نوا كونوا ق و ا الذين آم kemudian diartikan dengan 87”…ي ا أ يه
“…wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian penegak-penegak
kebenaran…”88 yang dimaksud oleh khatib adalah “…jadi seorang muslim yang
beriman harus menjadi penegak kebenaran…”89 kemudian khatib menggunakan
kata د اء yang diberi keterangan dengan لله terlebih dahulu ketimbang kata شه
“…bukan hanya menjadi penegak-pengak kebenaran akan tetapi saksi-saksi
kebenaran, tapi dengan catatan بالقسط dengan adil…”90
Dilanjutkan dengan potongan ayat yakni “… ل ى أ ال نكم ش ن آن ق وم ع ال ي جرم و
sekali-kali jangan membebani kalian kebencian kalian kepada satu kaum ت عدلوا
kemudian kalian tidak berbuat adil gara-gara kebencian itu..." maksud khatib
adalah “…benar, symbol keadilan itu adalah orang yang ditutup matanya, yang
diingat hanya Allah..."91 kemudian dilanjutkan dengan “…mengatakan اعدلوا
berbuat adilah kalian ى ب للتقو karena adil itu atau sikap adil itu, itulah yang هو أ قر
paling dekat dengan takwa اتقوا الله إن kemudian bertakwalah kalian kepada Allah و
لون ا ت عم بير بم sesungguhnya Allah Maha pemberi kabar atas segala yang kalian الله خ
lakukan..."92
Potongan ayat “… اتقوا الله ى و ب للتقو kemudian dijelaskan 93”.… اعدلوا هو أ قر
dengan hadis qudsi yang berbunyi “… قال رسوال الله قال الله تعلى يا عبدي إن حرامت على
86 Hasil TK 4 November 2016. 87 Hasil TK 4 November 2016. 88 Hasil TK 4 November 2016. 89 Hasil TK 4 November 2016. 90 Hasil TK 4 November 2016. 91 Hasil TK 4 November 2016. 92 Hasil TK 4 November 2016. 93 Hasil TK 4 November 2016.
84
yang diartikan oleh khatib dengan “…Nabi 94”… نفس ظلم وجعلته عليكم محرام فال تظلم
bersabda, dan Allah berfirman: wahai hambaku, sesungguhnya Aku haramkan
keẓaliman terhadap diriku sendiri, (bayangkan Tuhan pun mengharamkan dirinya
berbuat ẓalim) dan aku jadikan yang namanya keẓaliman itu untuk kalian
semuanya adalah haram jangan sekali-kali menẓalimi satu dengan yang lain...”95
Khatib kemudian menguraiakan definisi keadilan dan keẓaliman menurut
beberapa ahli dengan menyederhanakan menjadi “…kata adil dalam kajian
keislaman sangat sederhana meletakan sesuatu pada tempatnya dan kezaliman
adalah meletakan sesuatu bukan pada tempatnya...”96
Kata kunci dalam menguraiakan keadilan ada dua yakni pertama kata
‘tempat,’ di mana dalam keberadaanya, tempat selalu terdapat pada setiap diri
manusia yang beriman hal ini sebagaimana potongan ayat yang berbunyi “…اعدلوا
berbuat adilah kalian ى ب للتقو karena keadilan yang seperti ini yang ada diهو أ قر
dalam diri kita itu lebih dekat kepada ketakwaan. Karena ketakwaan pada
dasarnya adalah sesuatu yang berada di dalam diri kita. …”97
Sedangkan kata kunci yang kedua adalah لله “…coba perhatikan dengan
baik pada ayat sūrāh al-Māīdah/5: 6 dan 7 kan ada kaitanya Allah pada saat
berbicara د اء امين لله شه jadilah kalian penegak kebenaran dan juga saksi-saksi كونوا ق و
kebenaran itu لله karena Allah dan diteruskan kemudain berbicara tentang
keadilan, Allah berbicara sebelumnya tentang masalah wudu…”98 di mana ayat ini
ditutup dengan lafaz “… 99”… ل ع لكم ت شكرون
94 Hasil TK 4 November 2016. 95 Hasil TK 4 November 2016. 96 Hasil TK 4 November 2016. 97 Hasil TK 4 November 2016. 98 Hasil TK 4 November 2016. 99 Hasil TK 4 November 2016.
85
Sedangkan dalam tema lain yakni bersyukur atas “…setiap nikmat dan
karunia yang telah kita terima di dalam hidup kita di permukaan bumi ini…”100
dalam memahami kandungan al-Qur’an, khatib menguraiakan dimulai dari sūrāh
al-Nahl/16: 18 yang berbunyi “…ة الله ال تحصوه ا إن ت عدوا نعم artinya “…Jika 101”… و
kamu mau menghitung nikmat yang sudah kamu terima kamu tidak bisa
menghitungnya…”102
Untuk menjelaskan nikmat “…mari kita perhitungkan apa yang kita
miliki, berapa harganya, kesehatan mata, kesehatan hidung, kesehatan kuping,
kalau itu sedikit terganggu maka tidak sedikit biaya yang kita butuhkan untuk
operasi untuk mendetil kebahagian yang kita miliki ini…”103 Selain nikmat
jasmani yang secara langsung dirasakan ada nikmat lain yakni diturunkanya nabi
Muhammad saw sebagai pembawa risalah dan petunjuk agar umat manusia tidak
keluar dari jalur kemanusiaan.
Nabi adalah manusia biasa seperti manusia pada umumnya sebagaimana
dalam potongan sūrāh al-Kahfi/18: 110 yakni “… ا أ ن ا ب ش ر مثلكم akan 104”… قل إنم
tetapi memiliki perbedaan dengan kebanyakan manusia pada umumnya karena
nabi menerima wahyu.
Wahyu atau yang sering disebut juga al-Qur’an ini menjadi salah satu
nikmat terbesar manusia karena di dalamnya terdapat perintah sekaligus larangan
dari Tuhan sebagaimana dalam sebuah hadis disebutkan “… ا تركت فيكم أمرين لن تضلو
sebagaimana menurut “…seorang ulama besar 105”… ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه
100 Hasil TK 16 Desember 2016. 101 Hasil TK 16 Desember 2016. 102 Hasil TK 16 Desember 2016. 103 Hasil TK 16 Desember 2016. 104 Hasil TK 16 Desember 2016. 105 Hasil TK 16 Desember 2016.
86
al-Maudui membaca al-Qur’an misal satu halaman saja misalnya kita sudah dapat
petunjuk tentang siapa yang menciptakan kita, kita juga mendapatkan petunjuk
bahwa sesudah kehidupan didunia ini ada kehidupan lanjutan…”106 Dari
pemaparan ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.11: Pola, Ayat, Hadis, Atsar dan Qaul Ulama dalam TK
NO
Tekstual
Tema Kode Ayat Ayat Ayat Hadis Atsar Qaul ulama
1 4.2.1 K1 sūrāh al-Māīdah/5: 8 sūrāh al-Māīdah/5: 6 dan 7 hq QU
2 4.2.7 K7 sūrāh al-Nahl/16: 18 sūrāh al-Kahfi/18: 110
HR Ahmad
QU
D. Pola Tahlili
Salah satu pola dalam pemahaman tekstual adalah dengan pola tahlili,
istilah ini Peneliti gunakan sebagaimana yang terdapat pada kajian ulum al-
Qur’an107 dalam sejarahnya metode ini sudah ada sejak zaman penafsiran
sahabat,108 adapun redaksi TK yang menggunakan metode ini terdapat pada tema
agama dengan sub tema kunci hidup bahagia, khatib memulai dengan “…Agama
selalu menjadi rujukan kita ketika membicarakan hal-hal yang sangat fundamental
sangat mendasar yang ada dalam kehidupan keseharian kita, salah satu yang terasa
dalam hidup manusia itu bahwa ada rasa kegelisahan ada hal-hal yang hampir
setiap hari kita rasakan yaitu ada permasalahan…”109
Permasalah atau masalah memang menjadi salah satu fitrah manusia hal
ini sebagaimana dalam al-Qur'an sūrāh al-Ma’ārij/70: 19 yakni “… نس ان خلق إن ال
106 Hasil TK 16 Desember 2016. 107 Zualian. “Metode Tafsir Tahlili.” Diya al-Afkar. Vol. 4 No. 1 (Juni, 2016): 59-86. 108 Ma’mun Mu’min. “Metode Tafsir Inklusif: Upaya Membedah Ekslusivitas
Interpretasi al-Qur’an” Hermeneutik. Vol. 8. No. 1 (Juni, 2014): 177-183. 109 Hasil TK 23 November 2016.
87
artinya “…sesungguhnya manusia itu di ciptakan Allah swt dengan 110”… ه لوعا
sifat dasar yaitu gelisah dalam hidupnya meluap-luap dari hidupnya…”111 atas
dasar inilah maka beberapa pemikir memberikan solusi di antara adalah
“…pemikir Prancis Reney Descartes mengatakan bahwa untuk menyelesaikan
masalah maka manusia harus menggunakan fikiranya, selesanya masalah karena
kita memikirkan masalah itu…”112 padahal “…tidak semua fikiran kita bisa
menyelesaikan masalah…”113 karena “…justru ketika memikirkan itu jadi
masalah, makanya orang-orang gila yang tidak berfikir tidak ada masalah karena
dia tidak mikir…”114
selain itu “…Filsafat Pesimistis Schopenhouer untuk membahagiakan
manusia supaya dia keluar dari masalahnya ketika manusia mampu untuk berseni
di dalam hidupnya apakah seninya itu seni suara, seni gambar kalau sudah masuk
ke seni dan sudah terbenam disana ia sudah dapat terhindar dari masalah tapi
menurut Scopen tapi kalau manusia masih juga bermasalah karena memang tidak
ada tidak ada manusia yang tidak bermasalah maka jalan keluarnya adalah satu-
satunya yang bisa menyelesaiakn masalah manusia adalah kematian…”115
memang “…di dalam kesenian itu ada hiburan di sana ada ketenangan tetapi itu
juga kadang-kadang tidak menyelesaikan masalah…”116
Adapun “…bagi Nietsche yang bikin masalah kita itu adalah Tuhan
karena dari Dia-lah sumber segala sesuatu maka oleh sebab itu Tuhan tidak perlu
110 Hasil TK 23 November 2016. 111 Hasil TK 23 November 2016. 112 Hasil TK 23 November 2016. 113 Hasil TK 23 November 2016. 114 Hasil TK 23 November 2016. 115 Hasil TK 23 November 2016. 116 Hasil TK 23 November 2016.
88
ada…”117 dengan menghilangkan Tuhan “…justru itu membuat kita buntu dalam
hidup gelap hidup kita ketika mematikan Tuhan. Dalam hidup kita punya
pengharpan karena punya Tuhan, kita punya masa depan karena ada Tuhan, kita
mengharap pahala karena itu dari Tuhan, maka oleh sebab itu menghilangkan
Tuhan adalah bahaya besar bagi manusia…”118
Bahaya besar tersebut sebagaimana peringatan yang terdapat dalam sūrāh
Ṭāha/20: 124 berbunyi “…عيش ة ض نكا ض ع ن ذكري ف إن ل ه م ن أ عر artinya 119”…م
“…barang siapa yang lari dari mengingat-Ku maka Aku akan berikan untuknya
kehidupan yang sempit…”120 dengan peringatan ini maka solusinya adalah “…
kita perlu dekat kepada Allah swt…”121 adapun caranya adalah zikrullah
sebagaimana “…dalam ataqium tasawuf selalu di sebutkan ما رأيتم شيئ إال رايت الله
saya tidak melihat sesuatu kata sufi kecuali bersama sesuatu itu saya melihat معهم
pencipta sesuatu itu…”122 ditegaskan kembali oleh khatib melalui sūrāh al-
Rā’d/13: 28 yakni “… ئن القلوب Dari pemaparan model ijtihadi 123”… أ ال بذكر الله ت طم
pertama dapat digambarkan dalam sebuah tabel sebagai berikut.
Tabel 4.12: Pola Tahlili dalam TK
NO Tekstual
Tema Kode Ayat Ayat Ayat Hadis Atsar Qaul ulama
1 4.2.4 K4 sūrāh al-Rā’d/13: 28
sūrāh al-Ma’ārij/70: 19
sūrāh Ṭāha/20: 124
AT
Sebagaimana sejarah metode tahlili yang diketahui sudah ada sejak
zaman sahabat, dalam redaksi TK ditemukan pola dengan menggunakan
117 Hasil TK 23 November 2016. 118 Hasil TK 23 November 2016. 119 Hasil TK 23 November 2016. 120 Hasil TK 23 November 2016. 121 Hasil TK 23 November 2016. 122 Hasil TK 23 November 2016. 123 Hasil TK 23 November 2016.
89
penyandaran terhadap sejarah metode baru kemudian dilakukan untuk
menguraikan ayat al-Qur’an hal ini dapat dilihat “…sebagaimana dahulu Islam
mengembangkan menara, asal katanya adalah “Manarah” yaitu Ism makan, kata
benda tempat dari Nar nar itu api, jadi Manarah itu tempat api, tempat api
tersebut adalah tradisi dari orang-orang Zoroaster, Majuzi yang menyembah
api…”124
Penyembahan tersebut dilakukan dengan cara “…api itu diletakan di
tempat yang tinggi lalu dibuatlah tempatnya namanya menara…”125 pada dasarnya
adanya menara dimulai saat “…Umar Ibn Khattab masuk ke Mesir, Palestin Syria
ada menara yang menarik, umar Ibn Khattab bertanya ma hadza? Haẓihi Manarah
ya Amir al-Mu’minin. Ma hua manarah? Menara itu adalah tempat untuk
sesembahan orang-orang Zoroaster, bagaimana wahai amirul mu’minin apakah
perlu dihancurkan? Tidak jawab Umar. Kamu naik keatas menara itu, kamu
matikan apinya kemudian kamu Adzan di atas itu…”126
Sedangkan argument yang digunakan oleh khatib berdasarkan “…salah
satu kekuatan dari Nabi Muhammad saw adalah menciptakan peradaban Islam,
minimal adalah dasar-dasar dari peradaban Islam yang kelak diteruskan oleh
sahabat, tabi’in, tabi’ al-tabi’in dan seterusnya hingga kemasa kita…”127
Adapun dalam memahami kandungan al-Qur’an khatib menggunakan
perhitungan tanggal sebagaimana dalam sūrāh al-Taubah/9: 35 dinyatakan “… ان
ت واالرض منهآ ا رب ع ة حر و ل ق السم م عدة الشهورعند الله ثن ا ع ش ر ش هرا في كت ب الله ي وم خ …” yang
124 Hasil TK 2 Desember 2016. 125 Hasil TK 2 Desember 2016. 126 Hasil TK 2 Desember 2016. 127 Hasil TK 2 Desember 2016.
90
diartikan khatib “…sesungguhnya bulan-bulan di dalam Islam itu dua belas bulan
dan diantara bulan itu ada empat bulan yaitu suci…” penjelasan khatib mengenai
bulan suci yaitu “…Dzulqa’dah, Dzulhijah, Muharam dan Rajab…” selain itu
seperti bulan “…Syawal, Ramadhan bukan bulan Suci, itu bulan puasa, bulan
pembersihan diri…”
Khatib menjelaskan perbedaan yang terjadi pada pengertian bulan suci di
dalam Islam sebagaimana yang terjadi pada “…penanggalan Keristen itu ada dua
penanggalan yaitu kalender Julian dan kalender Georgian, kalender Julian
menyatakan bahwa kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember , sedangkan
tanggalan Georgian kelahiran Isa al-Masih antara tangal 1 januari, dua-duanya ini
di rayakan, jadi kalau menurut Gregorian tanggal 1 artinya Yesus lahir tanggal 1
bulan 1 tahun 1, tapi kalau menurut Julian tanggal 25 Desember, perayaan itu
adalah malam 31 Desember yang besoknya tanggal 1…”128
Sedangkan untuk bulan yang terhitung 12 menurut khatib sebagai
jawaban atas “…penanggalan Julian Caesar itu masehi itu mengenal 12 bulan,
Januari-Desember, awalnya bulan Masehi (bulan diawal-awal) romawi itu 10
bulan lalu dimasukanlah bulan Juli (dari Julius) dan Agustus dari
(Agustinus)…”129 Dari uraian ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 4.13: Pola Tahlili II dalam TK
NO Tekstual
Tema Kode Ayat Hadis Atsar Realita Ayat
1 4.2.5 K5 - - Umar Ibn Khattab Inkulturasi budaya sūrāh al-Taubah/9: 35
128 Hasil TK 2 Desember 2016. 129 Hasil TK 2 Desember 2016.
91
E. Pola Tematik
Penggunaan pola tematik, dalam kajain tafsir unsur tematik melingkupi
kesepadanan kata atau makna yang ada di dalam al-Qur’an dengan cara mencari
kata atau makan yang sama kemudian diuraiakan dalam menafsirkan, pada TK
Jum’at ditemukan pola ini terdapat pada tema keadilan dengan kata adil menurut
khatib“…kata adil dalam al-Qur’an…”130 itu memiliki sinonim kata seperti
yang memiliki arti menegakan keadilan dan menjadi 131”...واسط juga القسط الع دل …“
saksi atas keadilan adapun uraianya adalah sebagai berikut.
Adil yang bermakna menegakan keadilan sebagaimana uraian yang
disampaikan oleh khatib melalui “…sūrāh al-Nisā/4:58 misalnya…”132 yang
berbunyi “… ك متم ب ين الناس أ ن ت حكموا بالع دل إذ ا ح ان ات إل ى أ هله ا و دوا األ م إن الله ي أمركم أ ن تؤ
…”133 bahwa “…sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kalian semua كم
kata Allah dalam al-Qur’an…”134 Pertama, “… ان ات دوا األ م untuk memegang أ ن تؤ
menjaga amanat ini dan diberikan amanat itu kepada ahlinya milih pimpinan kita
sedang menyiapkan atau memberikan amanat maka pilihlah pemimpin yang
kompeten dibidangnya 135’…إل ى أ هله
Kedua, dalam penegakan hukum “… ك متم ب ين الناس إذ ا ح apabila kalian و
menghukum, kalau kalian harus mengadili di antara umat manusia ini bukan
hanya muslim ketika al-Qur’an berbicara الناس berarti universal. Siapa saja
agamanya dari manapun berasal أ ن ت حكموا بالع دل mau disitu ada orang non-muslim,
130 Hasil TK 11 November 2016. 131 Hasil TK 11 November 2016. 132 Hasil TK 11 November 2016. 133 Hasil TK 11 November 2016. 134 Hasil TK 11 November 2016. 135 Hasil TK 11 November 2016.
92
ada orang Hindu, Budha 136”…أ ن ت حك موا بالع دل
Sedangkan adil yang memiliki arti menjadi saksi atas keadilan seperti
pada “…ayat lain dalam sūrāh al-Nisā/4: 135…”137 yang berbunyi “… ا الذين ي ا أ يه
بين األقر الد ين و ل و ع ل ى أ نفس كم أ و الو د اء لله و امين بالقسط شه نوا كونوا ق و dengan diartikan 138”… آم
oleh khatib “…wahai orang-orang yang beriman kalian semua harus menegakan
keadilan, supaya apa? Supaya kita bisa menjadi saksi kepada Allah karena hanya
orang-orang yang berdiri secara adil yang dia memperoleh keabsahan untuk
menjadi saksi…”139
Perintah mengenai menegakan keadilan serta menjadi saksi atas keadilan
baik di dalam internal sendiri maupun untuk seluruh manusia pada umumnya,
sebagaimana salah satu fitrah umat Islam diciptakan sesuai dengan Firman-Nya di
dalam sūrāh al-Baqarah/2: 143 “… س ط ة و ع لن اكم أم لك ج ذ ك maka kami ciptakan kata و
Allah swt, engkau umat Islam sebagai umat penengah, sebagai umat yang
adil…”140
Adapun yang dimaksud dengan saksi keadilan internal sebagaimana
hadis nabi yang berbunyi “… بعين ملة س ل ى ث ال ث و تي ع ت فت رأم nanti kata Nabi aka nada س
73 golongan umat-Ku كلهم فى النار semua masuk neraka kata nabi واحداه إالملة
kecuali satu kelompok. Ditanya oleh sahabat, ما هي يارسول apa yang satu
kelompok itu? ما عنا عليه وصحبى orang-orang yang mengikuti sunahku dan sunah
sahabatku.”141 Dari uraian ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut.
136 Hasil TK 11 November 2016. 137 Hasil TK 11 November 2016. 138 Hasil TK 11 November 2016. 139 Hasil TK 11 November 2016. 140 Hasil TK 11 November 2016. 141 Hasil TK 11 November 2016.
93
Tabel 4.14: Pola Pemahaman Tematik dalam TK
NO Tekstual
Tema Kode Kata Ayat Ayat Ayat Hadis Atsar
1 4.2.4 K3 الع دل sūrāh al-Nisā/4:58
sūrāh al-Nisā/4: 135 القسط HR
Bukhari
واسط sūrāh al-
Baqarah/2: 143
2. Pola Pemahaman Kontekstual
Pola pemahaman kontekstual penggunaanya terdapat dalam tema politik
dengan argumen “…bahwa relasi antar umat Islam dengan agama-agama lain
terutama agama-agama semetik seperti agama Yahudi dan Nasrani ada
fluktuasinya ada naik dan turunya…” sedangkan untuk menguraiakn ayat al-
Qur’an khatib menggunakan langkah dengan cara membacakan sosial sejarah
dahulu untuk menjelaskan asbab al-Nuzul sebuah ayat hal ini sebagaimana
terekam dalam redaksi TK tanggal 18 November 2016.
Sosial sejarah yang dimaksud merupakan bagian dari salah satu unsur
yang terdapat dalam pola penafsiran kontekstual, pada bagian ini khatib
mengambil dua uraian terkait sosial sejarah pertama yakni terkait dengan renovasi
Ka’bah, adapun uraianya dimulai dari segi sejarah sebagaimana cerita “…pada
saat nabi berusia 35 tahun, nabi diangkat menjadi pimpinan proyek renovasi
Ka’bah…” adapun urgensitas renovasi ”…karena banyak barang-barang yang
disimpan di dalam Ka’bah dicuri oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,
pintu Ka’bah sudah mulai lapuk, bangunan Ka’bah masih cukup rendah…”
kemudian para pembesar Makkah memberikan amanah kepada “…nabi disepakati
94
menjadi pimpinan renovasi Ka’bah…”142
Sedangkan dalam segi sosial digambarkan melalui kisah “…yang
menarik siapa yang menjadi tukang renovasi Ka’bah itu dan siapa yang menjadi
kayu-kayu untuk dipersiapkan menjadi dinding menjadi pintu dari Ka’bah itu…”
dalam hal ini khatib menggunakan rujukan yang disandarkan melalui “…al-
Arzaki di dalam kitab al-Akbar al-Makkah menceritakan dengan sangat baik
bahwa yang menjadi tukang renovasi Ka’bah pada saat nabi berumur 35 tahun itu
ada orang yang beragama Yahudi sedangkan kayu yang menjadi pintu Ka’bah
diambilkan dari kayu sisa-sia di pantai Jiddah kepunyaan orang Kristen…”143
Uraian sosial sejarah yang kedua terkait hubungan besanan144 antara Nabi
dengan Abu Jahal yakni “…salah seorang anak perempuan Nabi bernama Ummi
Kaltsum adalah menjadi istri dari suami ‘Utbah Ibn Abi Jahal…”145 padahal
“…Abu Jahal adalah orang yang pertama kali menentang kenabian Nabi
Muhammad saw, penentangan Abu Jahal begitu rupa yang berdampak kemudian
Abu Jahal memerintahkan kepada anaknya ‘Utbah Ibn Abi Jahal agara segera
menceraikan Ummi Kaltsum yang notabenya adalah anak dari Rasulullah
saw...”146
Selain ‘Utbah Ibn Abi Jahal ada menantu lain yakni “…Abu ‘Ash suami
dari Zainab Binta Rasul adalah orang yang banyak memerangi Nabi…”
sebagaimana kutipan yang disandarkan oleh khatib melalui kitab “…al-Syirah
142 Hasil TK 18 November 2016. 143 Hasil TK 18 November 2016. 144 Besanan adalah istilah yang digunakan dalam hubungan pernikahan antara orang tua
pihak laki-laki dan orang tua pihak perempuan, dalam pengambilan istilah ini penulis
menggunakan sebagaimana tradsisi yang ada dikampung peneliti sendiri. 145 Hasil TK 18 November 2016. 146 Hasil TK 18 November 2016.
95
Nabawiah karya Ibn Hisyam menyatakan sekurang-kurangnya Abu ‘Ash yang
notabenya adalah menantu Nabi ini pernah memerangi Nabi di dalam peperangan
Badar dan Uhud…”147
Pada “…peperangan Uhud Abu ‘Ash ini di tangkap dan di penjarakan,
biar bisa lepas dari hukuman penjara dengan catatan kata Nabi agar supaya Zainab
binti Rasul yang masih tinggal di Makkah segera dipindahkan untuk mengikuti
ayahnya ke kota Madinah dan sementara Zainab bintu Rasul diperbolehkan agar
segera mengirim uang tebusan agar suaminya Abu ‘Ash ini lepas dari hukuman
penjara umat Islam di Madinah…”
Selain penggunaan membacakan sosial sejarah bagian dari unsur yang
ada pada pola pemahaman kontekstual hal ini juga sebagaimana tema yang
diangkat oleh khatib terkait politik maka “…semua penting ditegaskan kepada
publik umat Islam bahwa relasi antar umat Islam dengan agama-agama lain
terutama agama-agama semetik seperti agama Yahudi dan Nasrani ada
fluktuasinya ada naik dan turun…”148
Setelah menguraiakn sosial sejarah khatib melanjutkan menguraikan
konteks sebuah ayat yakni “…pernah suatu waktu ketika Rasulullah pada malam
hari selesai berbicara bagaimana strategi peperangan untuk memenangkan
peperangan Khandak yang disebut dengan perang parit di malam harinya orang-
orang Yahudi ikut di dalam diskusi membangun strategi itu tapi di siang harinya
dia bekerja sama dengan orang-orang Musyrik Makkah membangun koalisi untuk
menghajar kekuatan umat Islam pada saat-saat seperti itulah maka turun ayat-ayat
147 Hasil TK 18 November 2016. 148 Hasil TK 18 November 2016.
96
al-Qur’an yang isinya tampak sangat keras dan tegas kepada umat agama
lain…”149
Baru kemudian membacakan ayat yang dimaksud, di antaranya “…ada
sebuah ayat di dalam al-Qur’an yang menyatakan 150 دتموهم ج يث و ف اقتلوا المشركين ح
bunuhlah olehmu orang-orang Musyrik itu di mana saja kamu ketemu dengan
mereka…”151 kemudian pada potongan ayat lain juga disebutkan “… ف إذ ا ل قيتم الذين
ق اب 152 رب الر kalau kamu ketemu orang kafir penggal lehernya…”153 ك ف روا ف ض
Selain kedua sūrāh tersebut “…Bahkan di dalam sūrāh al-Mujadilah/58:
22 disebutkan ل و ك انوا آب ا سول ه و ر اد الله و ن ح ادون م الي وم اآلخر يو ه ال ت جد ق وما يؤمنون بالله و م أ و ء
ت هم ان هم أ و ع شير هم أ و إخو yang diartikan oleh khatib dengan “…kalian tidak 154”… أ بن اء
akan menjumpai orang-orang yang menyatakan beriman kepada Allah dan
Rasulnya membangun koalisi bekerja sama dengan orang-orang yang memusuhi
Allah dan Rasulnya baik itu adalah bapaknya sendiri, anaknya sendiri, saudara
kandungnya sendiri, dan keluarga besarnya…”155 dari uraian ini, dapat dilihat
dalam tabel sebagai berikut.
Tabel 4.15: Pola Pemahaman Kontekstual dalam TK
NO
Kontekstual
Tema Kode Sosio-
Histori Asbab al-Nuzul Ayat
1 4.2.5 K3 Kitab-Kitab
AN Sūrāh At-Taubah/9: 5, sūrāh Muhammad/70: 4, sūrāh al-
Mujadilah/58: 22.
149 Hasil TK 18 November 2016. 150 Potongan ayat ini terdapat dalam sūrāh al-Taubah/9: 5. 151 Hasil TK 18 November 2016. 152 Potongan ayat ini terdapat dalam sūrāh Muhammad/70: 4. 153 Hasil TK 18 November 2016. 154 Hasil TK 18 November 2016. 155 Hasil TK 18 November 2016.
97
C. Analisis Penggunaan Ayat al-Qur’an
Penggunaan ayat al-Qur’an sebagaimana yang telah disinggung pada bab
II yakni proses pengambilan ayat sesuai dengan kebutuhan untuk menjawab
masalah dari problematika yang sedang terjadi disekelilingnya. Dalam uraian
analisis pola penggunaan ayat al-Qur’an ini peneliti tidak menguraikan semua
khotbah Jum’at yang diteliti.156 Adapun di antara TK yang diuraikan adalah
bertema keadilan yakni sebagai berikut.
Tema keadilan merupakan tema yang dibahas selama dua kali berturut-
turut. Sebagaimana dalam khutbah pada tanggal 4 dan tanggal 11 bulan November
tahun 2016. Hal tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan tema-
tema yang disampaikan pada khutbah lain. Dengan kata lain, tema keadilan dalam
khutbah merupakan tema yang prioritas.
Dalam khutbah tanggal 4 November 2016, khatib menjelaskan keadilan
dengan berbagai bentuk. Pertama dalam TK terdapat 23 penyebutan keadilan.
Kedua penggunaan ayat dalam khotbah tersebut berkaitan dengan ayat-ayat
keadilan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam poin, a. Ketiga isu-isu yang
sedang berjalan banyak yang terkait dengan persoalan keadilan.
Pada khotbah Jum’at di Yayasan Waqaf Paramadina selama periode
bulan November-Desember 2016 terdapat tema keadilan tanggal 4 dan 11
November 2016 dengan topik yang hangat adalah terjadinya demo besar-besaran
156 Hal ini sebagaimana kesepakan dalam diskusi antara peneliti dengan Dosen penguji
sidang munakosah pada tanggal 29 Maret 2018 yang terjadi di ruang lantai 7 Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pukul 13. 20 – 13.40 wib.
98
atas penuntutan hak terhadap seorang yang diindikasikan membuat kondisi sosial
politik tidak setabil.
Keadilan menurut beberpa ahli adalah meletakan sesuatu pada
tempatnya, sedangkan pemberlakuan keadilan itu terbagi atas berlaku adil kepada
diri sendiri, berlaku adil kepada kedua orang tua, sodara dan keadilan kepada
orang lain.
Dalam tema keadilan khatib menggunakan term kata keadilan meliputi;
Pertama, kata الع دل dengan penggunaan ayat terdiri dari sūrāh al-Nisā/4:58
diartikan oleh khatib sebagai anjuran untuk memilih pemimpin yang adil. Dengan
kata lain pemimpin harus memiliki sikap adil. Adapun sūrāh al-Nisā/4: 135 khatib
menjelaskan seseorang harus bisa menjadi saksi adil tanpa pandang bulu kepada
seluruh manusia.157
Kedua, kata القسط dengan penggunaan ayat yang terdiri dari sūrāh al-
Māīdah/5: 8 dijelaskan oleh khatib sebagai penegak kebenaran dan menjadi saksi-
saksi yang benar. Pada pembagiannya ayat ini termasuk ke dalam ayat yang
menjelaskan kewajiban berlaku adil dan Jujur.
Ketiga, kata واسط adapun ayat yang digunakan dari sūrāh al-Baqarah/2:
143 dijelaskan oleh khatib dengan maksud orang islam adalah umat penengah atau
umat yang adil. Selain itu ayat ini termasuk ayat yang menjelaskan keutamaan
umat Islam yang dijadikan umat adil dan saksi atas keadilan.
Ayat-ayat yang digunakan oleh khatib dengan tema keadilan sesuai
dengan terjemah al-Qur’an yang dikeluarkan oleh Kemenag RI tahun 2000. Sūrāh
157 Hasil TK 11 November 2016.
99
al-Nisā/4:58 menjelaskan dasar-dasar kepemimpinan yang harus menegakkan
keadilan. Sedangkan sūrāh al-Nisā/4: 135 diberi judul keharusan berlaku adil.
Dalam terjemah ditegaskan seseorang harus menjadi saksi adil terhadap terdakwa
tanpa melihat kaya atau miskin.158 Adapun terjemah dan penjelasan sūrāh al-
Māīdah/5: 8 adalah ayat tentang kewajiban berlaku adil dan jujur.159 Adapun
sūrāh al-Baqarah/2: 143 dijelaskan umat Islam akan menjadi umat pilihan karena
mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari
kebenaran, baik di dunia maupun di akhirat.160
Adapun keadilan dalam TK mempunyai keseuain dengan visi yayasan
pada poin kedua yakni mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Selin
itu pula terdapat penjelasan mengenai keadilan oleh Nurcholish Madjid keadilan
dalam al-Qur’an dinyatakan dengan istilah القسط الع دل dan واسط.
Menurutnya kata واسط terkait dengan sikap seimbang dan menengahi
(fair dealing) dalam semangat moderniasasi dan toleransi. Dengan sikap
berkeseimbangan tersebut, kesaksian dapat diberikan dengan adil, karena
dilakukan dengan pikiran tenang dan bebas dari sikap berlebihan. Seorang saksi
tidak bisa mementingkan diri sendiri, melainkan dengan pengetahuan yang tepat
mengenai suatu persoalan dan mampu menawarkan keadilan.161
158 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahanya (Jakarta: CV ATLAS, 2000),
h. 144. 159 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahanya, h. 159. 160 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahanya, h. 36. 161 Nurcholish Madjid. Islam, Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis Tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 116.
100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka pada kesimpulan
penggunaan ayat al-Qur’an yang dilakukan oleh khatib dalam khotbah Jum’at di Yayasan
Waqaf Paramadina mendapatkan hasil sebagai berikut.
1. Pola pemahaman khatib dalam menguraikan ayat al-Qur’an terbagi dua pola
yaitu; Pertama, tekstual sebagaimana yang terdapat dalam TK tanggal 4, 11,
25 November 2016 serta TK tanggal 2, 9, 16 dan 23 Desember 2016. Kedua,
kontekstual pola ini sebagaimana terdapat dalam TK tanggal 18 November
2016.
2. Penggunaan ayat al-Qur’an oleh khatib dalam khotbah Jum’at menghasilkan
sebagaimana Tk yang diteliti maka di dalam menyampaikan khotbahnya rata-
rata khatib menggunakan ayat al-Qur’an sesuai dengan visi dan misi Yayasan
Waqaf Paramadina.
B. Kritik dan Saran
Mengambil pepatah Arab yang berbunyi Idzā tamma al-Aṃru Ba’da al-
Naqshu apabila suatu perkara telah usai dikerjakan maka akan terlihat kekurangan,
maka dari itu peneliti sadar betul, masih banyaknya kekurangan yang ada pada
penelitian ini. Di antaranya penelitian ini terbatas hanya pada teks khutbah Jum’at
dalam satu Masjid, padahal ini pasti belum bisa menjadi barometer, baik sebagai
sebuah Masjid dalam wilayah laboratorium civil society atau Masjid dalam
komplek perkantoran yang ada di wilayah DKI pada umumnya. Adapun penelitian
terkait penggunaan ayat al-Qur’an dalam khotbah Jum’at belum secara sempurna
dan mendalam.
101
Maka dari itu, besar harapan peneliti akan ada peneliti selanjutnya yang
mengembangkan penelitian tentang penggunaan ayat al-Qur’an dalam khotbah
Jum’at dan metode pemahaman al-Qur’an baik tekstual maupun kontekstual,
karena pada dasarnya metode ini berupaya untuk memahami Fusion of horizon atau
dirāsat mā haula al-nas sebuah teks atas sebuah interpretasi, sehingga dapat
menimbulkan semangat gairah intelektual pada Fakultas Ushuluddin khususnya
tingkat Strata Satu.
102
DAFTAR PUSTAKA
Abd hay al-Farmawi. Metode Tafsir Mawdu’i Dan Cara Penerapanya. Terj.
Rosihan Anwar. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Abduh, Muhammad. Tafsir Juz 'Amma. Mesir: al-Jamiyyah al-Khairiyyah, 1334h.
Abdul, Fida. Pengobatan Ala al-Qur’an. Surabaya: Buana Pustaka, 2009.
Agus, Bustanudin. Agama dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Raja Grafindo,
2007.
Ahmadi, Habibullah. Ahsan al-Hadīt: Analisis Tekstual Ulumul al-Qur’an. Jakarta:
Sadra International Institute, 2011.
Al-‘Aridl, Ali Hasan. Sejarah Metodologi tafsir. Jakarta: Raja Grafindo, 1994.
Al-‘Aridl, Ali Hasan. Sejarah Metodologi tafsir. Jakarta: Raja Grafindo, 1994.
Al-Awwa, Muhammad Salwā. Al-Wujūh wa an-Nazhā’ir fi al-Qur’an al-Karīm.
Kairo: Dār al-Syurūq. 1988.
Al-Bantani, Nawawi. Nashaihul Ibad. Terj. Fuad Kauma. Bandung: Irsyadul Baitus
Salam, 2005.
Al-Ghazali Muhammad. Khaifa nata’amalu ma’a al-Qur’an. al-Wafa, 1992.
Ali, Ahmad Ibn. Al-Kifayah fi Ilm al-Riwayah. India: tt, tp.
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajaj. Ushul al-Hadis. Terj. Qodirun Nur dkk. Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2007.
Al-Khattab, E. Setiyawati. Ziaul Haque, Wahyu dan Revolusi. Yogyakarta: LKiS,
2000.
Al-Kirmānī. Syarh sahīh al-bukhārī Juz 1. Cairo: tp, tt.
Al-Mishri, al-Fariqi. Abu Fadl Jamaluddin Muhammad. Lisan al-‘Arab. Beirut: Dar
Shadir, 1300 H.
Al-Najjar, Majid Abd. Pemahaman Islam: antara Rakyu dan Wahyu. Bandung:
Rosdakarya, 1997.
Al-Shalih, Shubhi. Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur'an. Terj. Tim Pustaka Firdaus.
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985.
Al-Shanhājī, Ibn Dawud Abu Abdillah Muhammad Ibn Muhammad. Al-
Ăjurūmīyah. Maroko: Dār al-Maghībi,tt.
103
al-Suyuti, Jalaluddin. Al-Itqan fi al-Ulum al-Qur’an. Terj. Farikh Marzuki Amar,
dkk. Samudra Ulumul Qur’an. Surabaya: Bina Ilmu, 2008.
Al-Suyuti, Jalaludin. Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadah ila al-Jami’ al-Saghir
Juz II. Mesir: tp, tt.
Al-Suyuti, Jalaludin. Tadrib al-Rawiy. Mesir: Maktabah al-Qahirah, 1959.
Al-Syahrazyriy, Taqiyuddin Abu Amr Utsman Ibn Abdirrahman. Muqaddimah Fi
Ushul al-Tafsir. Mesir, tp, 1955.
Al-Syaukani Muhammad, Al-Imam Muhammad Ibn Ali bin. Tafsir Fathul Qadir.
Terj. Amir Hamzah Fachruddin dkk. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Al-Thabari Jarir, Abu ja’far Muhammad bin. Tafsir Ath-Thabari. Terj. Ahmad
Affandi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 333-343.
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh. Mushthalah Hadits. Mesir: Daar al-
Haramain, tt.
Alwi Shihab. Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama (Bandung:
Mizan, 1999), h. 252.
Al-Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islam Wa Adillauhu, Juz I. Siria: Dar al-Fikr, 1984.
Amal, Adnan Taufik. Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam. Bandung:
Mizan, 1987.
Amal, Taufik Adnan. Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam. Bandung:
Mizan, 1987.
Amin, Faizal. “Metode Tafsir tahlili: Cara Menjelaskan al-Qur’an dari berbagai
segi berdasarkan susunan Ayat.” Kalam, Vol. 11 No. 1 (Juni 2017): h. 235-
266.
Amin, Faizal. “Metode Tafsir tahlili: Cara Menjelaskan al-Qur’an dari berbagai
segi berdasarkan susunan Ayat.” Kalam, Vol. 11 No. 1 (Juni 2017): h. 235-
266.
Anis, Ibrahim. Dalālāt al-Alfāz. Mesir: Maktabah Anglo, 1976.
Arkoun, Mohammed. Kajian Kontemporer al-Qur'an. Bandung: Pustaka, 1998.
Arkoun, Mohammed. Kajian Kontemprer al-Qur’an. Bandung: Pustaka, 1998.
Baljon, J.M.S. The Reform and Religious Ideas of Sir Sayyid Ahmad Khan. Leiden:
EJ Brill, 1949.
Barton, Greg. Gagasan Islam Liberal di Indonesia. Terj. Nanang Tahqiq. Jakarta:
Paramadina, 1997.
104
Bawaihi. "Fazlur Rahman dan Pembaharuan Metodologi Tafsir al-Qur'an." Media
Akademika. Vol. 28, No. 1 (januari, 2013): h. 94-109.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prnada Media Group, 2008.
Bustami. A. Ghani dkk. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: PT Dana Bhakti Wakaf,
1991.
Creswell, Jhon W. Research Design, Quantitative & Qualitative Approaches. Terj.
Nur Khabibah dkk. Jakarta: KIK Press, 2002.
Creswell, John W. Penelitian Kualitatif dan Desain Riset: Memilih diantara Lima
Pendekatan. Terj. Ahmad Lintang Lazuardi, edisi 3. Jogjakarta: Pustaka
Pelajara, 2014.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahanya. Jakarta: CV ATLAS, 2000.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 1997.
Dewan Redaksi Islam. Ensiklopedia Islam 5, Cet. Ke-4. Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 2009.
Dosen Tafsir Hadis. Metodologi Living Qur’an & Hadis. Yogyakarta: TH-Press,
2007.
Echol, M. John dan Hasan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia,
2008.
El Fadl, M. Abou. Atas Nama Tuhan, Dari Fikih Otoriter Ke Fikih Otoratif. Terj.
Cecep Lukman Yasin. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2004.
Fachrurrozi, Aziz. Memahami Ajaran Pokok Islam dalam al-Qur’an melalui Kajian
Semantik. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004.
Faqih, Allamah Kamal. Tafsir Nurul Quran, sebuah tafsir Sederhana Menuju
Cahaya al-Qur’an. Terj. Ahsin Muhammad. Jakarta: Al-Huda, 2004.
Fazillah, Nur. "KONSEP CIVIL SOCIETY NURCHOLISH MADJID DAN
RELEVANSINYA DENGAN KONDISI MASYARAKAT INDONESIA
KONTEMPORER." al-Lubb. Vol. 2, No. 1 (2017), h: 206-225
Fi-Zihilalil Qur’an. Terj. Ainur Rafiq Shaleh dkk. Jakarta: Robbani Press, 2002.
Graham, A. Qur’ān as Spoken Word: An Islamic Contribution to the Understanding
of Scripture, dalam Richard C. Martin, (ed). Approaches to Islam in
Religious Studies. Arizona: The University of Arizona Press, 1985.
Habib, M. Syafaat. Pedoman Dakwah dan Khotbah. Jakarta: Widjaya, 1999.
105
Hamdan, Yusuf. “Karakteristik Khotbah Jum’at di Masjid Kampus: Prespektif
Komunikasi.” Mediator. Vol. 8 No. 2 (Desember, 2007): h. 353-368.
Hanafi, Muchlis M. “Problematika Terjemahan Al-Qur’an: Studi pada Beberapa
Penerbitan al-Qur'an dan Kasus Kontemporer" Suhuf. Vol. 4, No. 2, (2011)
h: 169 – 195.
Haque, Ziaul. Revelation & Revolution in Islam. Lahore: Vanguard Book, 1987.
Hasan, M.Ali. Perbandingan Mazhab. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Hasil transkip wawancara bersama bapak Rahmat di Yayasan Waqaf Paramadina,
Plaza 1, Pondok Indah, Jakarta Selatan, tanggal 12 November 2016.
Hasil transkip wawancara bersama bapak Rahmat di Yayasan Waqaf Paramadina,
Plaza 1, Pondok Indah, Jakarta Selatan, tanggal 12 November 2016.
Hatono A. Jazi dkk. Khotbah Jum’at Pilihan Jilid 2 Dilengkapi: Khotbah Idul Fitri
dan Idul Adha. Jakarta: Darul Haq, 2008.
Hatono A. Jazi dkk. Khotbah Jum’at Pilihan Jilid 2 Dilengkapi: Khotbah Idul Fitri
dan Idul Adha. Jakarta: Darul Haq, 2008.
Hidayah, A. “Penggunaan ayat-ayat al-Qur'an Sebagai Metode Pengobatan bagi
Penyakit Jasmani: Studi Living Qur’an di Kabupaten Demak, Jawa
Tengah.” Skripsi: Fakultas Ushuluddin dan Politik Islam UIN Sunan Kali
Jaga, 2011.
Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Heurmeneutik.
Jakarta: Paramadina, 1996.
Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik.
Jakarta: Paramadina, 1996.
Hidayat, Komaruddin. Menafsirkan Kehendak Tuhan. Jakarta: Teraju, 2004.
Hidayatullah. Kajian Kontemprer al-Qur’an. Bandung: Pustaka, 1998.
Hitami, Munzir. Pengantar Studi al-Qur’an: Teori dan Pendekatan. Yogyakarta:
LKiS, 2012.
Ibn Malik. Alfiyah Ibn Malik.
Ibrahim, Sulaiman. “Hermeneutika teks: sebuah wacana dalam Metode tafsir al-
Qur’an.” Hunafa, Jurnal Studi Islamika. Vol. 11 No. 1 (Juni 2014): h. 1-
15.
Irawan, Ferdiansyah. “Penggunaan Ayat al-Qur’an dalam Pengobatan Alternatif
(Studi Living Quran Pada Praktik Alternatif patah Tulang Ustadz Sanwani
106
di Ds. Mekar Kondang-Tangerang).” Skripsi: Fakultas Ushuluddin
Dakwah dan Adab, UIN Sultan Maulan Banten, 2017.
Iskandar, Syahrul. "Studi al-Qur'an dan Integrasi Keilmuan: Studi Kasus UIN
Sunan Gunung Djati Bandung" Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan
Sosial Budaya. Vol. 1. No. 1 (2016): h. 85-92.
Izutsu Toshiko. God and Man in the Koran: Semantics of the Koranic
Welstanchoung. Tokyo, 1964.
Kaltsum, Umi Lilik. Metode Tafsir Tematis M. Bâgir al-Shadr: Mendialogkan
Realitas dengan Teks. Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010.
Kamus KBBI ofline.
Kontjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat, 1985.
Kryantono, Rahmat. Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group, 2008.
Madjid, Nurcholish. Islam, Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis Tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan. Jakarta:
Paramadina, 2000.
Maharani. “Metode Jalaluddin al-Suyuti Dalam Menafsirkan al-Qur’an (Tinjauan
terhadap Tafsir al-Durr al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur).” Skripsi: Fakultas
Ushuluddin, UIN Sultan Syarif Kasim, Riau.
Makrifat, Hadi Ayatullah Muhammad. Al-Tahmid, Jilid 5. Baghdad. Tp, tt.
Manna al-Qathan. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an. Terj. Ainurrafiq. Jakarta: Al-
Kautsar, 2006.
Manna' Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-Ilmu Qur'an. Terj. Mudzakir AS. Bogor:
Pustaka Lentera Nusantara, 1992.
Marshall C & Rossman G.B. Designing Qualitative Research. Newbury Park: Sage,
1989.
Marzuki, Kamaluddin. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Remaja Rosada Karya, 1994.
Maududi, A.A. Human Right in Islam. Aligharh: 1978.
Miles. M. B. & Huberman, A. M. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New
Method. Beverly Hils California: Sage, 1984.
Moelong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000.
Mohammed Arkoun. Lectures du Coran.
Mughniyah, Jawad Muhammad. Fiqh Lima Madzhab. Jakarta: Lenteran, 2011.
107
Muhdiyah, Khoridatul. Konsep Wahyu al-Qur’an dalam Prespektif Nasr Hamid
Abu Zaid. Hermeneutik. Vol. 9, No. 1 (Juni, 2015): h. 93-114.
Muhtar. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: Refrensi, 2013.
Mujahidin, Anwar. “Analisis Simbolik Penggunaan Ayat-Ayat al-Qur'an Sebagai
Jimat Dalam Kehidupan Masyarakat Ponorogo." Kalam: Jurnal Studi
Agama dan Pemikiran Islam. Vol. 10 No 1 (Juni 2016) h: 43-65.
Munawir, A. W. dan Muhammad fairuz. Kamus al-Munawir Arab-Indonesia.
Malang: Pustaka Progresif, 2011.
Munawir, M. Fajrul. “Metode Pemahaman Lembaga Dakwah Islam Indonesia
(LDII) Terhadap al-Qur’an dan Hadis” Skripsi: Fakultas Ushuluddin, UIN
Sunan Ampel, Surabaya, 1995.
Munawir, Warson Ahmad. Al-Munawir Kamus Arab Indonesia. Surabaya:
Progresif 1997.
Munir Ba’albaki. Al-Maurid (Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1993.
Munir Ba'albaki. Al-Murid. Dar al-'Ilm al-Malayin, 1973.
Muslim, Mustafa. Mabāḥīts fi I’jaz al-Qur’an. Riyadh: Dār al-Muslim, 1997.
Mustaqim dan Sahiron Syamsudin. Studi al-Qur’an Kontemporer; wacana baru
berbagai Metodologi Tafsir. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002.
Muzayinah. “Linguistik Kultural Analisis Wacana Khotbah Jum’at.” Wardah. Vol.
17. No. 1 (Januari-Juni, 2016): h. 17-37.
Nanji, Azim. Mapping Islamic Studies: Geneology, Continuity and Change.
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003.
Nasution. S. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Noeng Muhajir. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Reka Sarasih, 1996.
Nugraha, Eva. Sosiologi al-Qur’an Agama dan Masyarakat dalam Islam. Jakarta:
UIN Jakarta Press, 2015.
Nurcholish Madjid. Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta: Paramadina,
1999), h. 148.
Palmer, Richard E. Heurmeneutic: Interpretation Theory in Schleiermacher,
Dilthey, Heidegger, and Gadamer. Evanston: Northwestren University
Press, 1969.
108
Patton. M.J. “Qualitative research on Collage Students: Philosophical and
Methodological Comprasions with the Quantitative approach.” Journal of
Collage Student Development, Vol 32 (September, 1991): h. 389-396.
R. C., Bogdan. & Biklen, S.K. Qualitative research for education: An introduction
to theory and methods. Boston: Allyn&Balcon, 1992.
Rahardjo, Dawam M. Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa:
Risalah Cendekiawan Muslim. Bandung: Mizan, 1993.
Rahman, Fazlur. Islam and Modernity; Transformation of an Intellectual Tradition.
Chicago: University of Chicago Press, 1982.
Rahman, Yusuf. “Penafsiran Tekstual dan Kontekstual terhadap al-Qur’ān dan
Hadith (Kajian terhadap Muslim salafi dan Muslim Progresif).” Journal of
Qur’ān and Hadīth Studies. Vol. 1 No. 2 (2012): h. 297-302.
Rahman, Yusuf. Tren Kajian al-Qur’an di Dunia Barat. Jurnal Studi Insania Vol. 1
No. 1 (April, 2013): h. 1-8.
Rasyd, Harun. Efektifitas Khotbah Jum’at Studi Kasus Pada Masyarakat Cileduk
Kota Madya DATI II Tangerang. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
1998.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar, Jilid. 1. Mesir: Dār al-Manār, 1954.
Rifai, Moh. Risalah Tuntutan Shalat Lengkap. Semarang: Karya Toha Putra, 1976.
Saeed, Abdullah. Paradigma, Prinsip dan Metode Penafsiran Kontekstual atas al-
Qur’an. Yogyakarta: Lembaga Ladang Kita, 2016.
Safruddin. Paradigma Tafsir Tekstual dan Kontekstual Usaha memahami kembali
Pesan al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Sahiron Syamsudin. Sebuah Pengantar Metodologi Living Qur’an & Hadis.
Yogyakarta: TH-Press, 2007.
Setiawan, Kholis M. Nur. Al-Qur’an Kitab Sastra terbesar. Yogyakarta: eLSAQ,
2005.
Setiawan, Nur Kholis M. Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar. Yogyakarta: eLSAQ,
2005.
Shihab, Quraish M. Membumikan al-Qur’an. Jakarta: Mizan Pustaka, 2008.
Shihab, Quraish M. Tafsir al-misbah Pesan, kesan dan keserasian al-Qur’an.
Jakarta: Lentera hati, 2002.
Sholeh, Ahmad Syukri. Metodologi Tafsir Al-Qur’an Kontemporer dalam
Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
109
Sholeh, Ahmad Syukri. Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam
Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Solahuddin, Muhammad. "Metodologi Dan Karakteristik Penafsiran Dalam Tafsir
al-Kashshaf." Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya. Vol. 1
No. 1 (2016): h. 114-127
Solahudin, M. Pendekatan Tekstual dan Kontekstual dalam penafsiran al-Qur'an.
Al-Bayan: Jurnal Studi al-Qur'an dan Tafsir. Vol, 1. No. 2 (Desember,
2016): h. 115-130.
Suharsimi. Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta, 1998.
Sumaji, Muhammad Anis. 125 Masalah Salat. Solo: Tiga Serangkai, 2008.
Sumbrata, Qohar Lukman Abdul dkk. Pengantar Fenomologi al-Qur’an Dimensi
keilmuan di balik Mushaf Utsami. Jakarta: Grafikatama Jaya, 1971.
Suprayogi, Imam. Metodologi Penelitian Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2001.
Suyuti, Ahmad. Jadilah Khatib yang Simpatik dan Kreatif. Jakarta: Pustaka Amani,
1995.
Syafrudin, U. Paradigma Tafsir Tekstual dan Kontekstual, usaha memaknai
Kembali pesan al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Syakir Ahmad, Syaikh. Muhktasar Tafsir Ibnu Katsīr (Jilid 2). Terj. Suharlah dkk.
Jakarta: Darus Sunah Press, 2012.
Syakir, Ahmad Muhammad. Al-Ba’its al-Hatsits Syarh Ikhtishar Ulum al-Hadits li
al-Hafisz Ibn Katsir. Kairo: tp, 1951.
Syibramalisi, Ali Faizah. Tafsir bi al-Ma’tsur. Jakarta: Siwibakti Darma, 2010.
Syukri, Ahmad. "Metodologi Tafsir al-Qur'an Kontemporer dalam Pemikiran
Fazlur Rahman." Kontekstualita. Vol 1 No. 1 (Juni-2015): h. 53-78.
Tesch. R. Qualitative research: Analysis types and software tools. New York:
Falmet, 1990.
Thaib, Erwin Jusuf. “Analisi Minat Jama’ah Masjid terhadap penyampaian
Khotbah”. Jurnal Madani. Vol. 4. No. 1 (Juni, 2014): h. 75-94.
Thantawi, Muhammad Sayyid. Ulumul Qur’an: Teori & Metodologi. Jogjakarta:
IRCiSoD, 2013.
Thantawi, Sayyid Muhammad. Ulumul Qur’an: Teori & Metodologi. Jogjakarta:
IRCiSoD, 2013.
110
Thomas Walker Arnold. The Preaching of Islam. Terj. Nawawi Rambe. Sejarah
Da’wah Islam. Jakarta: Widjaya, 1985.
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Van Hoeve Baru,
1997.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Tim Penyusun. Pedoman Akademik Program Strata 1 Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta2011-2012. Jakarta: Biro Administrasi
Akademik, Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Tim Raden 2011. Al-Qur’an Kita: Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah
(Kediri: Lirboyo Press, 2011) h, 187-189. Munawir, Ahmad Warson. Al-
Munawir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Progresif 1997.
Tim Raden 2011. Al-Qur’an Kita: Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah.
Kediri: Lirboyo Press, 2011.
Tim Redaksi. “Jurnal Refleksi.” Jurrnal Refleksi. Vol, IX, No. 2 (Oktober 2011).
Tim Redaksi. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Bandung: Mizan
Pustaka, 2009.
Titus, H Harold. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Ubaedillah, A. dan Abdul Rozak. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.
Cet. III. Jakarta: Prenadamedia Group, 2013.
Wahid, Shalahuddin &Iskandar Ahza. 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di
Indonesia. Jakarta: PT Intimedia Cipta Nusantara, 2003.
Wahyudi, Yudian. Hasan Hanafi on Salafism and Scularism dalam Ibrahim Abu
Arabi. The Blackwall Companion to Contemporary Islam Thougt (Malden:
Blackwell Publishing, 2006), h. 257-270.
Walters, Morgan L. The Holt Intermediate Dictionary of American English. New
York: Holt Rinehart an Wiston, Inc., 199.
wawancara bersama bapak Rahmat di Yayasan Waqaf Paramadina, Plaza 1, Pondok
Indah, Jakarta Selatan, tanggal 12 November 2016.
Wawancara peribadi dengan bapak rahmat tanggal 2 Januari 2017.
Wawancara pribadi dengan bapak Rahmat tanggal 12 Desember 2017.
Wawancara pribadi dengan bapak Rahmat tanggal 12 Desember 2017.
111
Yusdani. Tafsir Kronologi dan Usaha-usaha memahami al-Qur’an Dewasa ini. Al-
Mawardi, edisi kedua (September-November, 1994): h. 1-6.
Zaid Abu Nashr Hamid. Al-Ittijab al-‘Aqli fi al-Tafsir: Dirāsah fi Qadbiyyat al-
Majāz fi al-Qur’an ‘inda al-Mu’tazilah. Terj. Abdurahman Kasdi dkk.
Bandung: MMU, 2003.
Zaini, Achmad. "MODEL INTERPRETASI AL-QUR’AN ABDULLAH SAEED."
ISLAMICA, Vol. 6, No. 1 (September 2011): h. 25-36.
Zakariyyā, Ibn Abū al-Husain Ahmad Ibn Fāris. Mu’jam Maqāyis al-Lughah, V.
Kairo: Dār Ihyā’ al-Kutub al-‘Arabiya, 1369.
Zenrif, MF. Sintesis paradigm Studi Al-Qur’an. UIN- Malain Press, 2008.