pengetahuan kontrasepsi

10
Pengetahuan, praktek, dan sikap mengenai kontrasepsi darurat di antara para pelajar di Universitas di Ghana Abstrak Objektif:L untuk menyelidiki pengetahuan, praktek dan sikap di antara para pelajar di Universitas di Ghana mengenai kontrasepsi darurat (EC) Metode Penelitian: penggunaan kuesioner berisi 39 item yang dijawab sendiri secara anonim pada 3200 pelajar. Ukuran sampel distratifikasi dan 2292 pelajar dipilih secara acak. Hasil penelitian: dari 71,6% pelajar yang memberikan respon, 51,4% pernah mendengar EC. Di antaranya, 19,4% berpikir bahwa EC terdiri dari pil kontrasepsi, 19,1% “morning after pills”, dan 12,8% alat kontrasepsi dalam rahim. Hanya 4,2% yang pernah menggunakan EC namun 73,9% berharap hal tersebut disediakan di kampus. Dari semua responden, 90,9% meminta untuk dibuat pusat konseling kesehatan reproduksi di kampus. Kesimpulan: pengetahuan pelajar dan penggunaan EC ini rendah, dan terdapat suatu kebutuhan yang segera untuk konseling reproduktif dan pelayanan EC di kampus. 1. Pendahuluan Kontrasepsi darurat (EC) mengacu pada metode kontrasepsi yang digunakan oleh wanita pada hari pertama setelah melakukan hubungan intim tanpa perlindungan untuk

Upload: febrinata-mahadika

Post on 06-Sep-2015

6 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kontrasepsi

TRANSCRIPT

Pengetahuan, praktek, dan sikap mengenai kontrasepsi darurat di antara para pelajar di Universitas di Ghana

Pengetahuan, praktek, dan sikap mengenai kontrasepsi darurat di antara para pelajar di Universitas di Ghana

Abstrak

Objektif:L untuk menyelidiki pengetahuan, praktek dan sikap di antara para pelajar di Universitas di Ghana mengenai kontrasepsi darurat (EC)

Metode Penelitian: penggunaan kuesioner berisi 39 item yang dijawab sendiri secara anonim pada 3200 pelajar. Ukuran sampel distratifikasi dan 2292 pelajar dipilih secara acak.

Hasil penelitian: dari 71,6% pelajar yang memberikan respon, 51,4% pernah mendengar EC. Di antaranya, 19,4% berpikir bahwa EC terdiri dari pil kontrasepsi, 19,1% morning after pills, dan 12,8% alat kontrasepsi dalam rahim. Hanya 4,2% yang pernah menggunakan EC namun 73,9% berharap hal tersebut disediakan di kampus. Dari semua responden, 90,9% meminta untuk dibuat pusat konseling kesehatan reproduksi di kampus.

Kesimpulan: pengetahuan pelajar dan penggunaan EC ini rendah, dan terdapat suatu kebutuhan yang segera untuk konseling reproduktif dan pelayanan EC di kampus.

1. Pendahuluan

Kontrasepsi darurat (EC) mengacu pada metode kontrasepsi yang digunakan oleh wanita pada hari pertama setelah melakukan hubungan intim tanpa perlindungan untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Pengetahuan dari adanya metode kontrasepsi hampir universal di seluruh Ghana, dengan 98% dari semua wanita dan 99% pada semua laki-laki mengetahui minimal 1 metode kontrasepsi. Akan tetapi, meskipun EC memiliki potensial yang besar dalam menurunkan angka dari kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi, namun hanya sedikit metode yang diketahui, dimana hanya 28% wanita dan 30% laki-laki yang tahu.Produk-produk kontraseptif diiklankan di media dan sarana kesehatan; berbagai pelayanan ditawarkan dalam institusi kesehatan; beberapa produk seperti levonorgestrel, dapat dibeli dengan bebas; menteri kesehatan Ghana telah membuat kebijakan kesehatan reproduksi; dan namun hal ini masih membuat kebutuhan kesehtaan reproduktif di tingkat universitas masih belum terpenuhi. Banyak pelajar telah mengunjungi salah satu peneliti (VA) dan fakultas lainnya, dengan menanyakan nasehat kontrasepsi atau apa yang harus dilakukan mengenai kehamilan yang tidak diinginkan. Dalam sebuah penelitian awal, kedua pengarang (VA dan ET) menemukan bahwa para pelajar ini hanya sedikit mengathui mengenai EC dan terkadang salah menggunakan obat-obat untuk menginduksi aborsi.

Pada waktu penelitian ini, tidak ada pelayanan EC yang diberikan pada Kwame Nkrumah University of Science and Technology (KNUST), kampus Kumasi, Ghana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi pengetahuan, praktek, dan sikap dari para pelajar KNUST mengenai EC, dan menentukan apakah pelayanan tersebut harus dibuat di kampus. Penemuan ini juga dapat dibandingkan dengan penelitian-penelitian lain yang dilakukan di kampus-kampus berbagai universitas di negara-negara Afrika lainnya dan negara-negara dengan sumber daya yang banyak (dalam sebuah penelitian di Michigan, mislanya, 60% responden melaporkan bahwa mereka lebih memilih EC tersedia secara bebas).2. Metode Penelitian

Dalam sebuah penelitian awal, kusieoner khusus yang anonim dan tertutup dengan 24 item didistribusikan pada 75 pelajar laki-laki dan 75 pelajar wanita yang dipilih untuk mewakili berbagai perbedaan waktu kuliah dan jurusan universitas. Kuesioner ini diomodifikasi dari respon yang diberikan (jumlah item dalam kuesioner meningkat menjadi 39), dan diberikan pada 2292 pelajar yang tidak ikut serta dalam penelitian awal ini. Berdasarkan dari populasi pelajar secar aumum, rasio laki-laki: wanita adalah 7 : 3. para peserta ini dipilih dengan melakukan stratifikasi dan sampling acak. Persetujuan etik telah didapatkan dari universitas. Setiap peserta juga telah memberikan persetujuan dan kerahasiaan mereka akan dijaga.

Penelitian utama ini dilakukan mulai dari tanggal 1 juli sampai 20 Desember 2005. item-item kuesioner mengenai informasi demografis termasuk riwayat seksual dan kontraseptif, dan juga terdapat pertanyaan spesifik mengenai kesadaran EC, waktu yang tepat untuk efektivitasnya, apa saja yang dapat digunakan untuk EC (dari daftar meliputi 3 metode tradisional dan 10 obat), dan dari sumber mana para pelajar mendapat informasi mengenai EC. Data ini kemudian di koding dan dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 15 dan Epidemiological Calculator, versi 2.7.0. respon dari laki-laki dan wanita dianalisis sesuai dengan karakteristik seperti usia, status pernikahan, tahun kuliah, penggunaan EC, dan apakah para pelajar tersebut berpikir bahwa pelayanan EC harus tersedia di Kampus.

Kami menggunakan tes 2 untuk menentukan perbedaan dan hubungan antara berbagai karakteristik. P < 0,05 dianggap signifikan. Apabila dapat diaplikasikan, kesempatan untuk sebuah variabel ada dalam kelompok wanita atau laki-laki ditentukan dengan menggunakan odd ratio (OR) dan 95% confidence interval (CI).

3. Hasil Penelitian

Populasi pelajar sebanyak 9675 orang pada tahun akademik 2005 2006, 6794 pelajar laki-laki (70,2%) dan 2881 wanita (29,8%). Jumlah kuesioner total yang diberikan adalah 3200: 2240 laki-laki dan 960 wanita. Formulir yang telah diisi dengan lengkap dikembalikan oleh 1379 (61,6%) responden laki-laki dan 913 (95,1%) oleh wanita, dengan respon keseluruhannya adalah 71,6%. Sehnigga kami menganalisis data dari 2292 (23,7%) dari 9675 pelajar yang merupakan populasi universitas total.

Sebagian besar dari pelajar ini berusia 20 sampai 25 tahun (Tabel 1). Jumlah pasangan seksual tidak terlalu berbeda secara signifikan untuk pelajar laki-laki dan perempuan (P = 0,11 dan P = 0,49, secara berturut-turut). Lima orang pelajar laki-laki pernah memiliki sembilan pasnagan seksual; namun tidak ada yang dinikahi, dan mereka atau pasangannya telah menggunakan kontrasepsi. Salah satu wanita pernah memiliki 5 pasangan seksual, dirinya masih belum menikah dan telah menggunakan kontrasepsi.

Penggunaan kondom merupakan metode kontrasepsi yang paling banyak, dan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) atau spermisid merupakan metode yang paling jarang (Tabel 2). Kira-kira 10% dari pelajar ini melaporkan bahwa mereka atau pasangan seksualnya pernah melakukan aborsi atau untuk beberapa pelajar laki-laki melaporkan bahwa salah satu pasangan seksualnya pernah melakukan aborsi dengan jumlah yang sama (OR 0,80; 95% CI, 0,49 1,35).

Kuesioner ini secara spesifik menanyakan mengenai EC (Tabel 3). Secara keseluruhan, 1178 (51,4%) dari 2292 responden melaporkan pernah mendengar EC, 702 (50,9%) dari 1379 pelajar laki-laki dan 476 (52,1%) dari 913 pelajar perempuan. Hanya sedikit informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan, namun media cetak dan elektronik adalah sumber informasi untuk 380 (51,3%) dari pelajar laki-laki dan 208 (43,7%) dari pelajar perempuan yuang pernah mendengar EC. Apabila mereka ditanya untuk memilih sebuah metode dari daftar praktek dan produk yang telah digunakan untuk EC, sebagian besar memilih kontrasepsi oral, dalam kuesioner yaitu Lo-femenal, Postinor, dan N-tablet, diikuti dengan IUD. Pada pertanyaan mengenai waktu dimana EC dapat digunakan secara efektif, 177 (25,2%) dari 702 laki-laki dan 187 (39,3) dari 476 pelajar perempuan menjawa bahwa EC dapat digunakan sampai 72 jam setelah melakukan hubungan seksual, dan 16 (23%) dari pelajar laki-laki dan 83 (17,4%) dari pelajar perempuan mengatakan bahwa EC harus digunakan sebelumnya. Efek samping yang dikaitkan para pelajar dengan EC adalah infertilitas, perdarahan vagina, mual, muntah, dan peningkatan berat badan.

Dari para pelajar yang mengatahu iEC, 512 (72,9%) dari 702 dan 358 (75,2%) dari 476 pelajar perempuan merekomendasikan penggunaan EC untuk kasus perkosaan dan hubungan seks tanpa perlindungan (Tabel 4). Mayoritas dari responden meminta pelayanan EC secara bebas di rumah sakit dan klinik KB, dan 672 (48,7%) dari 1379 pelajar laki-laki dan 405 (44,4%) dari 913 pelajar wanita meminta adanya informasi mengani EC dalam program orientasi. Para pelajar juga meminta dibuatnya suatu senter kesehatan reproduktif di kampus mereka yang dapat memberikan konseling dan pelayanan EC.4. Diskusi

Kuesioner yang dijawab sendiri mengenai permasalhan seksual tidak memberikan informasi yang cukup mengenai para pelajar yang menjawabnya, dan diskusi kelompok eksploratorik, eksplanatorik, dan evaluatif seharusnya diikutsertakan dalam penelitian.

Sebagian besar pelajar adal;ah lajang dan berusia antara 20 sampai 25 tahun. Aktivitas seksualnya dimulai sejak berusia 15 sampai 19 tahun untuk 759 (33,1%) pelajar yang tidak melaporkan bahwa mereka masih perawan. Dari semuanya itu, 211 (21,1%) belum pernah menggunakan kontrasepsi dan 86 (11,3%) pernah melakukan aboprsi. Pelajar universitas memiliki kecenderunga untuk melakukan aborsi yang tidak aman, dengan konsekuensi terjadinya infeksi genital dan infertilitas.

Lebih dari separuh (51,4%) dari responden KNUST pernah mendengar EC. Di anatar kampus lain di Afrika, kesadaran mengenai EC ditemuykan sebesar 45,1% pada Universitas Kampala di Kampala, Uganda; 24,0% untuk universitas Gondar, Ethiopia; 67,8%, 68,5%, dan 84% untuk 3 kampus wanita di Nigeria; dan 56,5% untuk sebuah kampus di Durban, Afrika Selatan. Sebaliknya, persentase sebesar 94% untuk universitas Michigan, 95% untuk universitas Princeton, dan 95% untuk universitas Guadalajar di Meksiko. Semua laporan ini menunjukkan bahwa pelajar peremuan lebih sadar terhadap EC daripada pelajar laki-laki. Dalam penelitian kami, 49,1% dari pelajar laki-laki dan 47,9% dari pelajar perempuan secara total tidak sadar terhadap adanya EC. Penemuan ini menunjukkan bahwa dibutuhkan pendidikan mengenai kesehatan reproduksi yang lebih luas secara umum dan EC secara khususnya.

Praktek dari EC ini juga ternyata sangat rendah di KNUST, karena hanya dilaporkan oleh 6,0% pelajar laki-laki dan 8,8% dari pelajar perempuan yang aktif secara seksual. Penelitian lain yang dilakukan di kampus Afrika telah melaporkan jumlah yang berbeda, misalnya 7,4% di kamerun, 33,9% dan 5,7% di nigeria, dan 4,9% di Etiopia.

Penelitian sekarang ini menunjukkan adanya pengetahuan yang kurang mengenai EC yang spesifik di KNUST, seperti yang telah ditemukan di Universitas lainnya. Faktanya bahwa 20,7% dari pelajar yang pernah mendengar EC berpikir bahwa metode in iharus digunakan sebelum melakukan hubungan seksual merupakan hal yang rumit, namun dapat mengindikasikan bahwa para pelajar ini mengikuti instruksi dari teman daripada instruksi dari leafletnya.

Para pelajar juga diminta untuk memilih sebuha metode dari pilihan yang ada yang dapat digunakan untuk EC. 4 pilihan terbanyak adalah N-tablet (19,7%), pil kontrasepsi (19,4%), postinor (19,1%), dan IUD (12,8%). Metode lain yang dipilih meiputi menggunakan Menstrogen, Gynaecosid, dan quinine, dan pilihan ini sama dnegan penelitian yang dilakukan di Benin dan Niger Delta di Nigeria. Metode-metode seperti douching dan menggunakan larutan gula jarang dipilih. Penggunaan berbagai obat untuk EC, meliputi alkohol, merupakan tradisi yang lama, dan para pelajar jug adpaat melakukan aborsi.

Salah satu peneliti (VA) telah memperhatikan hal ini dalam praktek klinisnya yaitu bahwa banyak wanita menggunakan N-tablet untuk kontrasepsi prakoitus dan/atau pascakoitus. Mereka juga dapat menggunakan Postinor dan/atau obat EC lainnya beberapa kali selama siklus menstruasi daripada memilih kontrasepsi yang teratur. Praktek ini mungkin mengindikasikan bahwa EC sangat sering digunakan. Terlebih lagi, pada wawancara yang detail, wanit amuda yang aktif secara seksual dengan keluhan siklus menstruasi yang tidak teratur seringkali mengaku menggunakan obat-obat hormonal dengan tidak tepat, kadang-kadang menggunakan arbortifacients. Synergon suatu obat kombinasi progesterone dan oestrone dalam bentuk injeksi, dipasarkan untuk menginduksi pencegahan perdarahan pada wanita dengan amenorhea nongravid; akan tetapi dapat juga digunakan sebagai arbortifacient.

Dalam penelitian sekarang ini, kira-kira 50% dari para pelajar mendapatkan informasi dari media dan 25% dari teman, dan meskipun ini merupakan pilihan yang lebih diinginkan kurang dari 15% informasi ini diterima dari petugas kesehatan. Hasil ini sama dengan penemuan di Ghana, Uganda, Ethiopia, dan Jamaika. Bahka di Universitas Princeton, dimana tingkat kesadaran awal dan persetujuan dari pil EC sudah tersebar luas pada tahun 1994, namun para pelajar masih tidak memilik pengetahuan yang detail, dan hal ini menekankan pentingnya petugas kesehatan dalam memberikan informasi yang akurat. Sebagian besar pelajar dalam penelitian kami ini merekomendasikan penggunaan EC, dan meminta pelayanan EC di rumah sakit, di apotek sebagai obat yang diresepkan, dan bahkan bisa mendapatkan obat dengan bebas. Par apelajar ini memiliki sikap yang positif terhadap informasi EC yang diberikan dalam program orientasi dan penggunaan pelayanan EV di kampus. Mereka juga mengajukan untuk diberikannya pusat konseling kesehatan reproduktif khusus di kampusnya.

Penelitian ini menunjukkan pengathuan yang buruk mengenai kesehatan reproduktif dan EC pada pelajar universitas. Analisis yang lebih jauh harus dilakukan, seperti penyelidikan hubungan antara pengetahuan dan sikap mengenai kontrasepsi dan praktek kontrasepsi. Sedangkan kami berniat untuk memberikan para pelajar tersebut informasi yang akurat menganai EC dan melakukan diskusi kelompok yang terfokus.

Terdapat kebutuhan yang segera untuk mendidik par apelajar universitas menganai EC, yang menekankan metode yang ada dan waktu penggunaannya yang tepat. Terdapat juga kebutuhan untuk mengakkan pelayanan kesehatan reproduktif dan menjelaskannya selama program orientasi.