pengetahuan bahan - bakso ayam.doc
DESCRIPTION
Pengetahuan Bahan - Bakso AyamTRANSCRIPT
![Page 1: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia terkenal dengan berbagai jenis makanannya yang lezat dan bakso
merupakan salah satu daripadanya. Bakso adalah jenis makanan yang umumnya berupa bola-
bola yang terbuat dari daging dan tepung. Menurut Usmiati (2009) bahwa bakso
diperkenalkan ke Indonesia oleh para perantau dari Cina. Jenis makanan bakso ini yang
sangat populer dan digemari oleh masyarakat Indonesia, karena harga dan macam bakso yang
sangat bervariasi serta mampu memenuhi selera dan daya beli berbagai lapisan masyarakat
(Hermanianto dan Andayani, 2002). Hal ini tercermin dari banyaknya penjual bakso, mulai
dari hotel bintang lima hingga ke pedagang kaki lima. Bakso biasanya disajikan bersama mi
atau bihun, sayuran, dan kuah.
Badan Standarisasi Nasional (1995) menyatakan bahwa bahwa bakso merupakan
bahan pangan olahan daging umumnya mempunyai nilai gizi yang tinggi ditinjau dari
kandungan protein, asam amino, lemak, dan mineral serta dibuat dari campuran daging tidak
kurang dari 50% dan pati atau tepung serealia, dengan atau tanpa bahan tambahan makanan
yang diizinkan. Selain itu kadar protein bakso minimal 9%. Pada makalah ini daging yang
digunakan pada bakso adalah daging ayam. Meskipun hampir semua jenis daging dapat
digunakan untuk membuat bakso seperti daging sapi dan daging ikan. Daging ayam memiliki
kelebihan yaitu harganya yang lebih murah bila dibandingkan dengan daging sapi, kadar
lemaknya rendah dan lemaknya termasuk asam lemak yang tidak jenuh sehingga sangat baik
untuk tubuh (Ifandro, 2011).
Masyarakat makin terbuka wawasannya terhadap makanan yang sehat dan bergizi
tinggi, namun dapat disajikan dengan cepat, seperti bakso. Namun, bakso ada yang dibuat
dengan menambahkan bahan kimia berbahaya seperti boraks dan formalin agar lebih awet.
Cara tersebut tidak dibenarkan karena bahan pengawet tersebut bukan untuk makanan
sehingga sangat membahayakan kesehatan. Yang perlu kita tahu yaitu formulasi bakso agar
bakso enak, kenyal, empuk, bergizi, dan aman dikonsumsi.
![Page 2: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB II
BAHAN UTAMA DAN KARAKTERISTIKNYA
Bahan utama pembuatan bakso adalah daging dan pada bakso kali ini daging yang
digunakan adalah daging ayam. Adapun bahan lainnya yaitu bahan tambahan yang terdiri atas
bahan pengisi sagu, STTP, MSG, garam, es batu, rempah-rempah seperti lada, bawang putih
dan bahan penyedap lainnya (Sunarlim, 1992). Dalam membuat bakso, Usmiati (2009)
menyarankan untuk menggunakan daging yang masih segar (prerigor) atau daging yang
belum mengalami pelayuan terlebih dahulu, karena daging yang telah mengalami pelayuan
“aging”, tekstur daging menjadi lunak, hal ini juga akan menyebkan tekstur bakso juga lunak,
kurang kompak, tidak kenyal/ tidak elastis mudah pecah, serta rendemen rendah. Daging
yang telah dilayukan, kemampuanya untuk mengikat air rendah, protein actin dan miosin
makin berkurang. Faktor kesegaran juga harus didukung pertimbangan-pertimbangan berikut
seperti penamapakan mengkilap, warna tidak pucat, tidak bebau asam dan tidak busuk, tekstur
daging elastis (tidak lembek) dan jika dipegang terasa basah dan tidak lengket. Selain itu,
daging yang dipilih harus berasal dari ayam yang sehat dan tidak terlalu tua.
Menurut Elviera (1988), kondisi daging ayam mempengaruhi mutu bakso yang
dihasilkan. Pelayuan daging menyebabkan mutu bakso yang dihasilkan turun terutama sifat
kekompakan dan kekenyalannya. Belitz et al.(1999) menyatakan bahwa keturunan dan
pemberian makan burung atau unggas seperti pada ayam juga mempengaruhi mutu daging.
Unggas gemuk cenderung untuk menjadi tengik oleh karena yang tingginya isi dari zat asam
yang mengandung gemuk tak terbungkus. Menurut BSN (1995), mutu bakso daging harus
memenuhi pesyaratan antara lain bau, rasa dan warna normal dan teksturnya kenyal. Yang
sering digunakan untuk bakso adalah bagian daging ayam tanpa tulang atau bagian dada,
karena kandungan jaringan ikatnya lebih sedikit. Sedangkan Blakely, J. dan D.H. Bade.,
(1985) menyatakan bahwa unggas seperti ayam harus cukup istirahat, tidak diperlakukan
kasar, serta tak mengalami stres agar kandungan glikogen otot maksimal.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ayam per 100g
Komposisi (Bagian Edible) Persentase
Air 74.8
Protein 43.1
Lemak 2.5
Abu 1.1
![Page 3: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/3.jpg)
Bagian Yang Tak Terpakai 41.6
Kalsium 13 mg
Fosfor 190 mg
Zat Besi 1.5 mg
Sumber: Apriani., Noviriyanti L . (2011)
Daging ayam memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:
Merupakan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi, ada kandungan asam
amino essensial yang lengkap dan seimbang seperti pernyataan Blakely, J. dan D.H.
Bade., (1985)
Proteinnya berbentuk serat dan lebih mudah dicerna dibandingkan dengan protein
nabati
Harganya lebih murah dibandingkan dengan daging sapi
Mengandung vitamin A yang kaya, terutama pada daging ayam yang muda (Ifandro,
2011)
Mengandung vitamin C dan E (Ifandro, 2011)
Menurut Ifandro ( 2011) bahwa daging ayam rendah kadar lemaknya, lemaknya juga
termasuk asam lemak tidak jenuh, ini merupakan makanan protein yang paling ideal
bagi anak kecil, orang setengah baya dan orang lanjut usia, penderita penyakit
pembuluh darah jantung dan orang yang lemah pasca sakit.
Teksturnya lebih lembut
Dagingnya tidak sekenyal daging sapi
Biaya produksinya rendah
Rendah kadar kolestrolnya
Lebih banyak produk yang dihasilkan dibanding daging yang lain
Merupakan bahan paangan yang mudah rusak karena bakso daging ayam mengandung
protein yang tinggi, memiliki kadar tinggi dan pH netral.
Memiliki jumlah urat dan jaringan ikatnya lebih sedikit dari daging sapi
Daging dada ayam, kadar lemaknya rendah, tapi rasanya kurang, dapat dimasak
dengan segala bumbu.
![Page 4: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB III
PROSES PENGOLAHAN
Prinsip pembuatan bakso adalah penghancuran daging dan pencampuran dengan
bahan-bahan tambahan membentuk adonan daging, dicetak, dan dimasak. Menurut
Pandisurya (1983) bahwa pembuatan bakso dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu
penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan bakso dan pemasakan bakso. Hal
pertama yang dilakukan adalah menghancurkan daging hingga lumat. Tujuan penghancuran
daging adalah untuk memecah serabut daging, sehingga protein larut garam lebih mudah
terekstrak. Penghancuran daging dapat dilakukan dengan cara mencacah, menggiling, atau
mencincang sampai benar-benar lumat. Alat yang biasa digunakan ialah pisau, alat
pencincang (chopper), atau penggiling (grinder).
Selanjutnya, pembentukan adonan dilakukan dengan mencampur seluruh bagian bahan
kemudian dilumatkan sehingga membentuk adonan. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik,
ditambahan NaCl atau garam dapur dan fosfat di awal penghancuran daging, sementara
bumbu ditambahkan terakhir, dengan tujuan untuk mengoptimalkan jumlah protein myofibril
yang terekstrak dan mengembang sehingga daya ikat air dan daya emulsi optimal. Hal di atas
berasal dari dengan pernyataan Wilson et al, (1981). Pada pembuatan bakso juga harus
ditambahkan beberapa bahan tambahan seperti penambahan pati seperti sagu, rempah-
rempah, MSG, STTP dan es batu. Sagu berfungsi sebagai pengikat air, sebagai bahan pengisi
dan untuk menekan biaya produksi. Menurut Apriani dan Noviriyanti (2011) perbandingan
antara daging ayam dengan sagu harus tepat yaitu 190 gram : 10 gram. Usmiati (2009)
menyatakan bahwa rempah-rempah bermanfaat untuk meningkatkan cita rasa bakso. Rempah-
rempah juga berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mengurangi ketengikan dan sebagai
antimikroba yang dapat memperpanjang umur simpan bakso. Rempah-rempah yang
ditambahkan antara lain adalah lada dan bawang putih. Kramlich et al. (1973) menyatakan
bahwa garam dapur (NaCl) yang juga ditambahkan berfungsi sebagai pelarut protein dan
meningkatkan daya ikat air protein daging. Jika ditambahkan bersama MSG maka akan
menambah cita rasa. Selain itu, perlu juga dilengkapi dengan sodium tripolifosfat (STPP) agar
adonan bakso menjadi tidak kasar permukaannya dan bakso bisa merekah. Sedangkan
menurut Kramlich et al. (1973) dan Pisula (1984) menyatakan bahwa penambahan es batu
sdikit demi sedikit pada saat pencampuran bahan bertujuan untuk melarutkan garam dan
mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian daging, memudahkan ekstraksi protein
serabut otot, membantu emulsifikasi, dan mempertahankan suhu adonan tetap rendah akibat
![Page 5: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/5.jpg)
pemanasan. Bakso umumnya dimasak dengan merebusnya dalam air mendidih ( Tarwotjo et
al. 1971).
Sementara itu, penyimpanan adonan selama 30-60 menit sebelum pencetakan bakso
bertujuan untuk meningkatkan kadar protein larut garam dalam emulsi atau adonan bakso
(Indarmono, 1987). Tahap selanjutnya adalah pencetakan bakso. Menurut Apriani, dan
Noviriyanti (2011) bahwa pada pencetakan ini bakso bisa dibentuk sesuai selera dengan
menggunakan tangan atau sendok. Teknik membuat bakso menggunakan tangan cenderung
lebih sulit. Bila menggunakan tangan, sebaiknya olesi tangan lebih dulu dengan minyak
goreng agar adonan tidak lengket di tangan. Jika ingin lebih higienis, bisa menggunakan
sarung tangan plastik untuk meremas adonan bakso sehingga menjadi bulatan. Adonan yang
sudah diremas dan keluar dari sela-sela ibu jari dan telunjuk secara alami akan membulat,
kemudian diambil menggunakan sendok untuk ditujukan ke tahap pemasakan. Bila
menggunakan sendok, bakso yang terbentuk umumnya berbentuk bola-bola. Caranya ambil
adonan bakso menggunakan sendok yang satu kemudian bentuk bulat menggunakan sendok
yang satunya
Tahap keempat adalah pemasakan bakso, ini dilakukan dengan dua tahap, agar bakso
yang dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat. Pada
tahap pertama, bakso dipanaskan dalam air hangat (suhu sekitar 60-80D C) sampai bakso
mengembang dan mengapung di permukaan air, biasanya sekitar 10 menit. Setelah itu, pada
tahap kedua, bakso dipindahkan kembali dan direbus dalam air mendidih hingga matang.
Lalu, bakso ditiriskan dan didinginkan. Bakso pun siap untuk dikonsumsi, dikemas, dan siap
untuk dipasarkan (Apriani, Noviriyanti L. 2011)
Gambar 1. Proses Perebusan Bakso (Tristar, 2011)
![Page 6: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/6.jpg)
Gambar 2. Bola-Bola Bakso (Anonim, 2011)
Namun secara singkat, menurut Subarnas (2004) proses pembutan bakso adalah
sebagai berikut daging dada ayam yang telah dibersihkan dari lemak dan jaringan ikat,
dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil. Daging dimasukkan ke dalam alat penggiling (food
processor) dengan ditambahkan 3% garam, 30% es batu dan 0,5% STPP, kemudian digiling
selama 1,5 menit. Setelah itu, ke dalam adonan ditambahkan 30% tepung tapioka, 0,5%
merica dan 2,5% bawang putih kemudian digiling kembali selama 1,5 menit. Persentase
penggunaan bahan tambahan ditentukan dari berat daging. Adonan yang terbentuk dicetak
bulat-bulat dengan diameter kurang lebih 2 cm. Adonan yang berbentuk bulat kemudian di
rendam dalam air panas dengan suhu antara 68–70°C. Bulatan-bulatan bakso kemudian
direbus dalam air mendidih hingga mengapung, kemudian diangkat dan ditiriskan.
Gambar 3. Bakso Siap Makan (Ai Moka. 2011)
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas bakso antara lain bahan baku daging,
banyaknya konsentrasi bahan pengisi dan banyaknya bahan tambahan serta cara pengolahan
bakso.
![Page 7: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/7.jpg)
BAB IV
KAITAN ANTARA PROSES DAN KARAKTERISTIK BAHAN
Tepung sagu mempunyai kemampuan menyerap air 2-3 kali lipat dari berat awal,
sehingga rendemen daging ayam bisa meningkat. Rendemen selain dipengaruhi oleh bahan
pengisi juga dipengaruhi kandungan proteinnya yang mampu mengikat air. Bakso yang
berasal dari daging ayam tersebut memiliki kemampuan protein mengikat air yang tinggi
sehingga mampu menahan keluarnya air bebas. Berat bakso yang diperoleh jauh lebih tinggi
dibandingkan sebelum pemasakan. Daging ayam segar ternyata mengandung 12-15 % protein
aktin. Diketahui bahwa protein aktin dapat larut dalam air garam encer sehingga mudah
diekstrak karena protein aktin merupakan faktor penting dalam emulsi. Hal diatas menurut
penyataan Rusmiyati (2002). Selanjutnya Forrest et al (1975) dan Pearson dan Tauber (1984)
menyatakan bahwa protein aktin memiliki peranan penting dalam proses emulsi.
Rusmiyati (2002) menyatakan bahwa banyaknya tepung sagu tidak berpengaruh nyata
terhadap elastisitas bakso, karena daging ayam memiliki kemampuan mengemulsi lemak dan
air dengan baik. Emulsi yang baik tersebut mampu mengikat kuat bahan pengisi sagu hingga
45%. Kekenyalan dan keempukan bakso yang dihasilkan terutama dipengaruhi oleh bahan
pengisi yaitu sagu maupun adanya air yang terikat pada bakso. Kemampuan tepung dalam
meningkatkan kekenyalan ini berkaitan dengan kemmpuan tepung yang seperti gelatin,
sehingga bakso yang diperoleh menjadi kenyal. Bakso dengan kandungan sagu yang banyak
dan kandungan daging ayam yang relatif sedikit menyebabkan kandungan mioglobin pada
adonan akan mengalami pengurangan. Daging dengn kandungan mioglobin tinggi akan
memberikan penampakan warna yang lebih tua.
Kekenyalan bakso yang dihasilkan dipengaruhi oleh daya mengikat air dan struktur
daging ayam yang lebih mudah mengekstrak protein. Struktur daging ayam yang longgar
dapat meningkatkan kemampuan mengikat air pada bakso, sehingga akan menghasilkan bakso
yang kenyal dan tidak mudah pecah bila ada tekana atau dikunyah. Sedangkan tekstur dan
keempukan bakso juga dipengaruhi oleh kandungan airnya. Penambahan air pada adonan
bakso diberikan dalam bentuk es batu atau air es, supaya suhu adonan selama penggilingan
tetap rendah. Air ditambahkan sampai adonan mencapai tekstur yang diehendaki. Jumlah
penambahan air biasanya berkisar 20 – 50 % dari berat daging yang digunakan. Jumlah
penambahan ini dipengaruhi tepung yang ditambahkan. Untuk menghasilkan tekstur adonan
yang sama, semakin bayak tepung semakin banyak air yang harus ditambahkan (Anonim,
2010)
![Page 8: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/8.jpg)
Pada penghancuran daging ayam, bisa dilakukan dengan cara mencacah (minching),
menggiling (grinding) atau mencincang sampai lumat halus (chopping). Pada proses
penggilingan daging pun perlu diperhatikan kenaikan suhu akibat panas yang dihasilkan,
karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan stabilitas emulsi adalah dibawah 20D C.
Suhu di atas 20D C menyebabkan denaturasi protein dan sebagian emulsi akan pecah seperti
pernyataan Pearson dan Tauber (1984). Semakin tinggi suhu maka semakin lama pemasakan,
maka semakin besar pula kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai titik yang
konstan seperti pernyataan Suparno (1994).
Bakso yang dibuat antara satu orang lain bisa jadi berbeda rasanya. Hal ini mungkin
dikarenakan oleh aroma khas dari daging ayam dan sagu. Bau dan rasa daging ayam yang
dimasak banyak ditentukan oleh presekutor yang larut dalam air dan lemak serta terbentuknya
kompleks volatil yang terdapat pada daging seperti pernytaan Pisula (1984).
Menurut Usmiati (2009) bahwa pada bakso yang berformalin memiliki ciri tidak rusak
selama 2 hari pada suhu kamar 25D C, teksturnya sangat kenyal dan bau formalin agak
menyengat. Sedangkan bakso tanpa pengawet memiliki masa simpan maksimal satu hari pada
suhu kamar dan dua hari pada suhu dingin.
![Page 9: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/9.jpg)
BAB V
PERUBAHAN KARAKTERISTIK BAHAN SELAMA PENGOLAHAN
Kadar protein bakso mengalami perubahan jika dibandingkan dengan kadar protein
daging ayam awalnya. Perubahan yang terjadi adalah penurunan kadar protein. Penurunan
kadar protein selama pembuatan bakso mencapai 10%. Penurunan ini dapat disebabkan oleh
penambahan bahan tambahan selama proses pembuatan bakso. Salah satu bahan tambahan
yang digunakan selama proses pembuatan bakso adalah tepung sagu. Gaffar (1998)
melaporkan bahwa semakin tinggi penggunaan tepung sagu mengakibatkan kadar protein
bakso semakin menurun. Peningkatan kadar air selama perebusan juga dapat menurunkan
kadar protein bakso. Kadar protein bakso dalam berat kering mempunyai nilai yang lebih
rendah dibandingkan dengan kadar protein daging ayam.
Menurut Wijaya et al. (1992) bahwa daya cerna protein daging mengalami
peningkatan setelah diolah menjadi bakso. Bakso mempunyai daya cerna protein hingga
sebesar 93,20%. Hal tersebut menunjukkan bahwa 93,20% dari seluruh protein yang
dikandungnya dapat dicerna secera in vitro. Daya cerna protein bakso yang tinggi ini dapat
terjadi akibat reaksi selama proses pembuatan bakso. Reaksi yang diduga dapat terjadi selama
proses pembuatan bakso adalah denaturasi. Daya cerna protein bahan pangan dapat
dipengaruhi oleh komponen penyusunnya maupun reaksi yang terjadi selama proses
pengolahan. Dimana daya cerna protein adalah jumlah protein yang dapat didegradasi oleh
enzim pencernaan sehingga dapat diserap usus.
Proses pembuatan bakso yang dapat menyebabkan denaturasi antara lain penggilingan
dan perebusan. Suhu 55-75°C menyebabkan sebagian besar protein terdenaturasi (DeMan,
1997). Denaturasi protein mengakibatkan terbukanya susunan tiga dimensi molekul protein
menjadi struktur yang acak seperti pernyataan Lehninger (1998). Susunan molekul protein
yang terbuka ini diduga dapat mempermudah enzim pepsin menguraikan residu fenilalanin,
tirosin dan triptopan. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan daya cerna protein.
![Page 10: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/10.jpg)
BAB VI
KESIMPULAN
Dalam pembuatan bakso ayam ini bahan utamanya adalah daging ayam yang masih
segar dan belum mengalami pelayuan. Pembuatan bakso dapat dibagi menjadi empat tahap,
yaitu penghancuran daging, pembuatan adonan, pencetakan bakso dan pemasakan bakso.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas bakso antara lain bahan baku daging,
banyaknya konsentrasi bahan pengisi dan banyaknya bahan tambahan serta cara pengolahan
bakso. Proses pembuatan bakso yang dapat menyebabkan denaturasi antara lain penggilingan
dan perebusan. Kadar protein bakso mengalami perubahan jika dibandingkan dengan kadar
protein daging ayam awalnya yaitu penurunan kadar protein selama pembuatan bakso hingga
mencapai 10%. Selain itu, daya cerna protein daging mengalami peningkatan setelah diolah
menjadi bakso hingga sebesar 93,20%.
![Page 11: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/11.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Ai Moka. 2011. Bakso Ayam. http://www.makanmana.net/category/price/sedang/page/9/ .
Diakses pada tanggal 31 Mei 2012
Anomim, 2010. Bakso Daging. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/27073 . Diakses
pada tanggal 2 Juni 2012
Anonim, 2011. Bakso Ayam. http://blog.um.ac.id/iffa/files/2011/12/photos.jpg . Diakses
tanggal 2 Juni 2012
Apriani., Noviriyanti L. 2011. Pembuatan Bakso Ayam. Laporan Praktikum Kuliah Lapang I.
Universitas Mercu Buana : Yogyakarta
Badan Standardisasi Nasional. 1995b. SNI 01-3818-1995. Bakso Daging. Dewan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Belitz H.D., W. Grosch, and P. Schieberle. 1999. Food Chemistry. 4th revised and extended
ed. Springer-Verlag Berlin : Heidelberg
Blakely, J. dan D.H. Bade., 1985. The Science of Animel Husbandry. Four Edition.
DeMan, J. M. 1997. Kimia Pangan. Edisi Kedua. Terjemahan: Kosasih Padmawinata. Institut
Teknologi Bandung : Bandung
Elviera, G. 1988. Pengaruh Pelayuan Daging Sapi Terhadap Mutu Bakso. Institut Pertanian
Bogor : Bogor
Forrest, J.C., E.D. Aberle, H.B. Hendrick, M.D. Judge and R.A. Merkel. 1975. Principles of
Meat Science. W.H. Freeman and Co. : San Fransisco
Gaffar, R. 1998. Sifat fisik dan palatabilitas bakso daging ayam dengan bahan pengisi tepung
sagu dan tepung tapioka. Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Hermanianto, J., R. Y. Andayani. 2002. Studi Perilaku Konsumen dan Identifikasi Parameter
Bakso Sapi Berdasarkan Preferensi di Wilayah DKI Jakarta. Institut pertanian Bogor
: Bogor
Ifandro. 2011. Komposisi / kandungan Gizi pada Daging Ayam.
http://ifandro.com/128/komposisi-kandungan-gizi-pada-daging-ayam . Diakses pada
tanggal 31 Mei 2012
Indarmono, T.P. 1987. Pengaruh Lama Pelayuan dan Jenis Daging Karkas serta Jumlah Es
yang Ditambahkan ke dalam Adonan Terhadap Sifat Kimia-Fisik Bakso Sapi. Institut
Pertanian Bogor : Bogor
![Page 12: PENGETAHUAN BAHAN - BAKSO AYAM.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082401/55cf9b55550346d033a5a4d9/html5/thumbnails/12.jpg)
Kramlich, A.M. Pearson and F.W. Tauber 1973. Processed Meats. The AVI Publishing Co.
Inc. : Westport
Lehninger, A. L. 1998. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Terjemahan: M. Thenawidjaja.
Erlangga : Jakarta.
Pandisurya, C. 1983. Pengaruh Jenis Daging dan Penambahan Tepung Terhadap Mutu
Bakso. Institut Pertanian Bogor : Bogor
Pearson, A.M and F.W. Tauber. 1984. Processed Meats. The AVI Publishing Co. Inc. :
Wesport
Pisula, A. 1984. Meat Processing. Food And Agriculture Organization : Rome
Rusmiyati. 2002. Sifat Fisik dan Palatabitilas Bakso Daging Ayam Broiler dengan
Penambahan Wortel dalam Pembuatannya. Institut Pertanian Bogor : Bogor
Soeparno, 1984. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press : Yogyakarta
Subarnas, M. 2004. Evaluasi sifat fisik dan palatabilitas bakso ayam dengan subtitusi STPP
oleh khitosan. Institut Pertanian Bogor : Bogor
Sunarlim, R. 1992. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh Penambahan
Natrium Klorida dan Natrium Tripolifosfat Terhadap Perbaikan Mutu. Institut
Pertanian Bogor : Bogor
Tristar, 2011. Peluang Bisnis Bakso. http://mesin-bakso.webs.com/. Diakses pada tanggal 31
Mei 2012
Usmiati, S. 2009. Bakso Sehat. Warta Penelitian dan Pengembangan Penelitian. Vol 31. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian : Bogor
Wijaya, C. H., N. Andarwulan dan S. Koswara. 1992. Perubahan Mutu Fisiko Kimia Produk
dan Medium pada Proses Penggorengan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian
Bogor : Bogor
Wilson, N.R.P., E.J. Dyet. R.B. Hughes and C.R.V. Jones. 1981. Meat and Meat Product.
Appliced Science Publishers : London