pengertian keselamatan dan kesehatan kerja

51
Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Ditulis oleh: Sumarna Almarogi - Dari definisi-definisi yang ada kita dapat menyimpulkan bahwa : Keselamatan kerja merupakan suatu permasalahan yang banyak menyita perhatian berbagai organisasi saat ini karena mencakup permasalahan segi perikemanusiaan, biaya dan manfaat ekonomi, aspek hukum, pertanggungjawaban serta citra organisasi itu sendiri. Semua hal tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang sama besarnya walaupun disana sini memang terjadi perubahan perilaku, baik di dalam lingkungan sendiri maupun factor lain yang masuk unsur eksternal industry. Philosophy K3 adalah upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. Berdasarkan definisi, keselamatan berarti suatu keadaan dimana seseorang terbebas dari peristiwa celaka dan nyaris celaka. Sedangkan kesehatan memiliki arti tidak hanya terbebas dari penyakit namun juga sehat atau sejahtera secara fisik, mental serta sosial. Jadi Keselamatan dan kesehatan kerja adalah seseorang terbebas dari celaka dan nyaris celaka dimanapun dia berada dan sehat secara rohani, jasmani maupun dilingkungan sosial. Tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ditempat kerja adalah: a. Menciptakan sistem kerja yang aman b. Menjamin tercapainyan kesejahteraan pada pekerja, properti dan lingkungan dalam melaksanakan pekerjaan.

Upload: sheiful-perptnz

Post on 15-Nov-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pengertian Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

TRANSCRIPT

Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)Ditulis oleh:Sumarna Almarogi-

Dari definisi-definisi yang ada kita dapat menyimpulkan bahwa :Keselamatan kerja merupakan suatu permasalahan yang banyak menyita perhatian berbagai organisasi saat ini karena mencakup permasalahan segi perikemanusiaan, biaya dan manfaat ekonomi, aspek hukum, pertanggungjawaban serta citra organisasi itu sendiri. Semua hal tersebut mempunyai tingkat kepentingan yang sama besarnya walaupun disana sini memang terjadi perubahan perilaku, baik di dalam lingkungan sendiri maupun factor lain yang masuk unsur eksternal industry.Philosophy K3 adalah upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan tenaga kerja dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat yang adil dan sejahtera.Berdasarkan definisi, keselamatan berarti suatu keadaan dimana seseorang terbebas dari peristiwa celaka dan nyaris celaka. Sedangkan kesehatan memiliki arti tidak hanya terbebas dari penyakit namun juga sehat atau sejahtera secara fisik, mental serta sosial. Jadi Keselamatan dan kesehatan kerja adalah seseorang terbebas dari celaka dan nyaris celaka dimanapun dia berada dan sehat secara rohani, jasmani maupun dilingkungan sosial.Tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ditempat kerja adalah:a. Menciptakan sistem kerja yang amanb.Menjamin tercapainyan kesejahteraan pada pekerja, properti dan lingkungan dalam melaksanakan pekerjaan.makalah kesehatan dan keselamatan kerja

BAB IPENDAHULUANA.Latar Belakang Masalah K3Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (K3 Masih Dianggap Remeh, Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan.Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan.Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus.Jumlah kecelakaan kerja yang tercatat juga ditengarai tidak menggambarkan kenyataan di lapangan yang sesungguhnya yaitu tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi lagi. Seperti diakui oleh berbagai kalangan di lingkungan Departemen Tenaga Kerja, angka kecelakaan kerja yang tercatat dicurigai hanya mewakili tidak lebih dari setengah saja dari angka kecelakaan kerja yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain rendahnya kepentingan masyarakat untuk melaporkan kecelakaan kerja kepada pihak yang berwenang, khususnya PT. Jamsostek. Pelaporan kecelakaan kerja sebenarnya diwajibkan oleh undang-undang, namun terdapat dua hal penghalang yaitu prosedur administrasi yang dianggap merepotkan dan nilai klaim asuransi tenaga kerja yang kurang memadai. Di samping itu, sanksi bagi perusahaan yang tidak melaporkan kasus kecelakaan kerja sangat ringan.Sebagian besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia produktif. Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur nilainya secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur hidup, di samping berdampak pada kerugian non-materil, juga menimbulkan kerugian material yang sangat besar, bahkan lebih besar bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh penderita penyakit-penyakit serius seperti penyakit jantung dan kanker.B.Tujuan penulisan1.Tujuan UmumUntuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Komunitas2.Tujuan Khususa)Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar K3 Dalam pelayanan keperawatan komunitasb)Memberikan gambaran dalamtentang konsep dasar K3 Dalam pelayanan keperawatan komunitasc)Memberikan sarantentang konsep dasar K3 Dalam pelayanan keperawatan komunitasC.Ruang Lingkup PenulisanD.Metode PenulisanDalam penyusunanmakalah ini penulis menggunakanmetode Studi kepustakaan, yaitu mempelajari buku dan sumber lainnya untuk mendapatkan dasar ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan dalammakalah ini.E.Sistematika PenulisanLaporan kasus ini terdiri dari3 (tiga)bab yang disusun secara sistematik, adapun sistematika penulisan sebagai berikut:BAB I:Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.BAB II:Landasan teoritis yang terdiri dari pengertian, konsep hiperkes, peran dan fungs perawat, kebijakan pemerintahBAB III:Penutup yang terdiri dari kesimpulann dan saranDAFTAR PUSTAKABAB IITINJAUAN PUSTAKAA.Pengertian K3Adapun pengertian dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah :Secara filosofi:suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah amupun rokhaniah tenaga kerja pada khususnya manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur.Secara keilmuan:Ilmu pengetauan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.B.Konsep HiperkesK3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaiman mengimplementasikannya dalam lingkungan perusahaan. Dalam tulisan sederhana ini penulis mencoba mengambarkan arti pentingnya K3 dan akibat hukum apabila tidak dilaksanakan.K3 Adalah hal yangsangat pentingbagi setiap orang yang bekerja dalam lingkungan perusahaan, terlebih yang bergerak di bidang produksi khususnya, dapat pentingnyamemahami artikesehatan dan keselamatan kerjadalam bekerja kesehariannya untuk kepentingannya sendiri atau memang diminta untuk menjaga hal-hal tersebut untuk meningkatkan kinerja dan mencegah potensi kerugian bagi perusahaan.Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip K3 di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang K3 sudah ada sejak 20 (dua puluh) tahun lalu, namun sampai kini masih ada pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak mengetahui aturannya tersebut. Sehingga seringkali mereka melihat peralatan K3 adalah sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses berkerjanya seorang pekerja. Untuk menjawab itu kita harus memahami filosofi pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam undang-undang.Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu:1. mencegah dan mengurangi kecelakaan;2. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;3. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;4. memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;5. memberikan pertolongan pada kecelakaan;6. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;m7. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar-luaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;8. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikhis, peracunan, infeksi dan penularan;9. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;10. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik11. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup12. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban13. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya14. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau batang15. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan16. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang17. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahayakecelakaannya menjadi bertambah tinggi.Dari tujuan pemerintah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dibuatnya aturan penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja sehingga potensi bahaya kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminir.C.Peran dan fungsi perawatD.Kebijakan pemerintahBerbicara penerapan K3 dalam perusahaan tidak terlepas dengan landasan hukum penerapan K3 itu sendiri. Landasan hukum yang dimaksud memberikan pijakan yang jelas mengenai aturan apa dan bagaimana K3 itu harus diterapkan.Adapun sumber hukum penerapan K3 adalah sebagai berikut:1)UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.2)UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.3)PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.4)Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja.5)Permenaker No. Per-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.Semua produk perundang-undangan pada dasarnya mengatur tentangkewajiban danhak Tenaga Kerjaterhadap Keselamatan Kerja untuk: Memberikan keterangan yang benarbila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja; Memakai alat-alat perlindungan diriyang diwajibkan; Memenuhi dan mentaatisemua syarat-syaratkeselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; Menyatakankeberatan kerjapada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.Selanjutnya sebagai perwujudan program K3 yang ditujukan sebagai program perlindungan khusus bagi tenaga kerja, maka dibuatlah Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yaitu suatu program perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.Program jamsostek lahir dan diadakan dan selanjutnya dilegitimasi dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek sebagai pengakuan atas setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Sedangkan ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi:1)Jaminan Kecelakaan Kerja;2)Jaminan Kematian3)jaminan Hari Tua4)Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.Program Jamsostek sebagai pengejawantahan dari program K3 diwajibkan berdasarkan Pasal 2 Ayat 3 PP No. 14 Tahun 1993 bagi setiap perusahaan, yang memiliki kriteria sebagai berikut:1)Perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja 10 orang atau lebih2)Perusahaan yang membayar upah paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) per bulan (walaupun kenyataannya tenaga kerjanya kurang dari 10 orang).Akibat hukum bagi perusahaan yang tidak menjalankan program jamsostek ini adalah Pengusaha dapat dikenai sanksi berupa hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Apabila setelah dikenai sanksi tersebut si pengusaha tetap tidak mematuhi ketentuan yang dilanggarnya, maka ia dapat dikenai sanksi ulang berupa hukuman kurungan selama-lamanya 8 (delapan) bulan dan dicabut ijin usahanya, apabila pengusaha melakukan hal-hal sebagai berikut:1)Tidak memenuhi hak buruh untuk mengikuti program Jamsostek2)Tidak melaporkan adanya kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja kepada Kantor Depnaker dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam (2 hari)3)Tidak melaporkan kepada Kantor Depnaker dan Badan Penyelenggara dalam waktu tidak lebih dari 2 kali 24 jam (2 hari) setelah si korban dinyatakan oleh dokter yang merawatnya bahwa ia telah sembuh, cacad atau meninggal dunia4)Apabila pengusaha melakukan pentahapan kepesertaan program jamsostek, tetapi melakukan juga pentahapan pada program jaminan kecelakaan kerja (program kecelakaan kerja mutlak diberlakukan kepada seluruh buruh tanpa terkecuali)Hal tersebut diatas berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU No. 3 tahun 1992 & pasal 27 sub a PP No. 14 tahun 1993. Sanksi lain yang mungkin diterapkan adalah berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU No. 3 tahun 1992 pada Pengusaha dapat dikenai sanksi berupa hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Apabila setelah dikenai sanksi tersebut si pengusaha tetap tidak mematuhi ketentuan yang dilanggarnya, maka ia dapat dikenai sanksi ulang berupa hukuman kurungan selama-lamanya 8 (delapan) bulan dan, apabila pengusaha melakukan hal-hal sebagai berikut:1)tidak mengurus hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja kepada Badan Penyelenggara sampai memperoleh hak-haknya2)tidak memiliki daftar tenaga kerja beserta keluarganya, daftar upah beserta perubahan-perubahan dan daftar kecelakaan kerja di perusahaan atau bagian perusahaan yang berdiri sendiri3)tidak menyampaikan data ketenagakerjaan dan data perusahaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan program jamsostek kepada Badan Penyelenggara4)menyampaikan data yang tidak benar sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai peserta program jamsostek5)menyampaikan data yang tidak benar sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran jaminan kepada si korban6)menyampaikan data yang tidak benar sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran jaminan oleh Badan Penyelenggara7)apabila pengusaha telah memotong upah buruh untuk iuran program jamsostek tetapi tidak membayarkannya kepada Badan Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkanSelain sanksi-sanksi yang sudah disebutkan diatas, ada pula sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha seperti yang diatur dalam Pasal 47 sub a PP No. 14 tahun 1993.Peringatan ini dapat dikenakan apabila pengusaha melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:1)tidak mendaftarkan perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai peserta program Jamsostek kepada Badan Penyelenggara walaupun perusahaannya memenuhi kriteria untuk berlakunya program Jamsostek2)tidak menyampaikan kartu peserta program jaminan sosial tenaga kerja kepada masing-masing tenaga kerja dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima dari Badan Penyelenggara3)tidak melaporkan perubahanalamat perusahaankepemilikan perusahaanjenis atau bidang usahajumlah tenaga kerja dan keluarganya besarnya upah setiap tenaga kerja palling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya perubahan;4)tidak memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi tenaga kerja yangtertimpa kecelakaan5)tidak melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam setelah ada hasil diagnosis dari Dokter Pemeriksa6)tidak membayar upah tenaga kerja yang bersangkutan selama tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja masih belum mampu bekerja, sampai adanya penetapan dari menteri.Pengusaha dapat pula dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar, apabila melakukan keterlambatan pembayaran iuran program Jamsostek.Selanjutnya apabila ada pengusaha yang tidak menjalankan program jamsostek padahal telah memenuhi kriteria, maka pekerja yang cepat tanggap dapat melaporkan hal ini pada Departemen Tenaga Kerja, yang kemudian akan diadakan penyelidikan terhadap perusahaan selanjutnya ditangani oleh petugas-petugas penyelidik dalam hukum acara, yaitu:1)Kepolisian RepublikIndonesia2)Pegawai negeri sipil yang mempunyai kewenangan dalam hal ini pegawai pengawas Depnaker.E.PembahasanKeselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (k3) agar tidak menjadikan hal-hal yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (k3), seharusnya pengawasan terhadap kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar mendeteksi sacera dini kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaanya.Keselamatan dan kesehatan kerjaperlu diperhatikan dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat seseorang baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan dimana para pekerja terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat, alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga terjamin. Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung oleh sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja akan dapat ditingkatkan.Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, antara lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Keempat faktor tersebut saling berpengaruh satu sama lainnya, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal, maka status kesehatan akan tercapai secara optimal. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahanya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta melakukan cara-cara melakukan pekerjaan (Sumamur, 1989, hal 12).(Budiono, 2003, hal 171) menerangkan bahwa keselamatan kerja yang mempunyai ruang lingkup yang berhubungan dengan mesin, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, memberi perlindungan sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efesiensi dan produktifitas. (Sumamur 1989, hal 13) berpendapat bahwa kesehatan kerja merupakan spesialis ilmu kesehatan beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usahapreventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum.(Budiono, 2003, hal 14) mengemukakan indikator keselamatan dan kesehatan kerja (k3), meliputi :1.Faktor manusia/pribadiFaktor manusia disini meliputi, antara lain kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, dan stress serta motivasi yang tidak cukup2.Faktor kerja/lingkunganMeliputi, tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, rekayasa, pembelian/pengadaan barang, perawatan, standar-standar kerja dan penyalah gunaan.Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai indikator tentang keselamatan dan kesehatan kerja (k3) meliputi: faktor lingkungan dan faktor manusia. (Anoraga, 2005, hal 76) mengemukakan aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja (k3) meliputi :3.Lingkungan kerjaLingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau keryawan dalam beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja, suhu, penerangan, dan situasinya4.Alat kerja dan bahanAlat kerja dan bahan merupakan hal yang pokok dibutuhkan oleh perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang alat-alat kerja sangatlah vital digunakan oleh para pekerja dalammelakukan kegiatan proses produksi dan disamping itu adalah bahan-bahan utama yang akan dijadikan barang.5.Cara melakukan pekerjaanSetiap bagian-bagian produksi memiliki cara melakukan pekerjaan yang berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktifitas pekerjaan.BAB IIIPENUTUPA.KesimpulanMelihat beberapa uraian diatas mengenai pengertian keselamatan dan pengertian kesehatan kerja diatas, maka dapat disimpulkan mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja (k3) adalah suatu bentuk usaha atau upaya bagi para pekerja untuk memperoleh jamianan atas keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dalam melakukan pekerjaan yang mana pekerjaan tersebut dapat mengancam dirinya yang berasal dari individu sendiri dan lingkungan kerjanya.Pada hakekatnya keselamatan dan kesehatan (k3) merupakan suatu keilmuan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja dll.B.SaranBerdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan diatas maka kami ajukan saran-saran sebagai berikut :1. Bagi perusahaanBagi pihak perusahaan untuk disarankan untuk menekankan seminimal mungkin terjadinya kecelakaan kerja, dengan jalan antara lain meningkatkan dan menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dengan baik dan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan sering diadakan sosialisasi tentang manfaat dan arti pentingnya program keselamatan dan kesehatan kerja (k3)bagikaryawan, seperti misalnya dengan pemberitahuan bagaimana cara penggunaan peralatan, pemakaian alat pelindung diri, cara mengoprasikan mesin secara baik dan benar. Selain itu perusahaan harus meningkatkan program keselamatan dan kesehatan kerja (k3) serta menerangkan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dalam kegiatan operasional.2. Bagi karyawanBagi karyawan lebih memperhatikan program keselamatan dan kesehatan kerja (k3) dengan bekerja secara disiplin dan berhati-hati serta mengikuti prosed.Sabtu, 16 Februari 2013MAKALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)BAB IPENDAHULUAN1.Latar BelakangMasalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (K3 Masih Dianggap Remeh, Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan.Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan. Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus.Jumlah kecelakaan kerja yang tercatat juga ditengarai tidak menggambarkan kenyataan di lapangan yang sesungguhnya yaitu tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi lagi. Seperti diakui oleh berbagai kalangan di lingkungan Departemen Tenaga Kerja, angka kecelakaan kerja yang tercatat dicurigai hanya mewakili tidak lebih dari setengah saja dari angka kecelakaan kerja yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah, antara lain rendahnya kepentingan masyarakat untuk melaporkan kecelakaan kerja kepada pihak yang berwenang, khususnya PT. Jamsostek. Pelaporan kecelakaan kerja sebenarnya diwajibkan oleh undang-undang, namun terdapat dua hal penghalang yaitu prosedur administrasi yang dianggap merepotkan dan nilai klaim asuransi tenaga kerja yang kurang memadai. Di samping itu, sanksi bagi perusahaan yang tidak melaporkan kasus kecelakaan kerja sangat ringan.Sebagian besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia produktif. Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur nilainya secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur hidup, di samping berdampak pada kerugian non-materil, juga menimbulkan kerugian materil yang sangat besar, bahkan lebih besar bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh penderita penyakit-penyakit serius seperti penyakit jantung dan kanker.Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi. Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53% di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan pendidikan formal apapun. Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan ini tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3 yangditerapkan pada perusahaan konstruksi.Contoh kejadian :1.Tembok Bata Sepanjang 50 Meter Robohkejadian yang mencoreng jasa konstruksi di Indonesia kembali terjadi. Lima pekerja tewas dan sembilan lainnya luka parah tertimpa tembok bangunan pabrik kayu lapis yang sedang dibangun di Dukuh Sawur, desa Genengsari, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (11/9). Empat korban tewas di tempat kejadian sementara satu lainnya meninggal di RS PKU Muhammadidyah KaranganyarMenurut saksi mata, Imam Hartono, pemilik pabrik, sebelum tembok roboh, datang angin kencang dari arah barat. Kejadian berlangsung tiba-tiba, tidak ada seorang pun tukang bangunan yang menyangka kalau tembok yang sedang dikerjakan itu runtuh setelah dihantam angin yang datang dari arah barat, ungkapnya. Menurut Sutoyo,46, pekerja yang selamat dari tragedi tersebut menyatakan sebelumnya tidak ada tanda-tanda tembok setinggi lima meter dengan panjang hampir 50 meter yang sedang dikerjakan itu akan roboh. Tiba-tiba tembok sebelah barat itu ambruk dan menimpa teman-teman yang sedang berada di bawahnya, ujarnya.2.Pekerja Bangunan Tewas Setelah TerpelesetTEMPOInteraktif,Jakarta- Seorang pekerja bangunan tewas setelah terjatuh dari lantai satu proyek bangunan Gandaria City, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Diperkirakan akibat kecelakaan kerja."Pekerja itu terpeleset lalu terjatuh dari lantai satu," kata Kepala Kepolisian Sektor Kebayoran Lama, Komisaris Polisi Makmur Simbolon kepada wartawan.Menurut dia, kejadian terjadi sekitar pukul 11.00. Ketika itu, pekerja yang belum diketahui identitasnya itu terpeleset dengan posisi kepala terlebih dulu menghantam tanah."Korban langsung dilarikan ke RS Fatmawati. Diperkirakan meninggal selama perjalanan," tambah dia.(ANTON WILLIAMSenin, 05 Juli 2010 | 12:50 WIB)3.Pekerja Bangunan Tewas Terjatuh dari Lantai SembilanSurabaya - Seorang pekerja proyek pembangunan gedung dijalan Manyar Kertoarjo, Surabaya, Jawa Timur, terjatuh dari lantai sembilan atau ketinggian sekitar 38 meter dan tewas seketika di lokasi kejadian,Kamis. Korban tewas bernama Zaenal Abidin (33), warga Desa Burno, Bojonegoro. Sedangkan rekannya, Kalam (25), warga Jalan Pandegiling, Surabaya, bernasib lebih beruntung, karena meskipun sama-sama terjatuh, tetapi masih selamat dan mengalami patah tulang tangan kanan serta rusuk bagian belakang memar. Salah satu saksi mata, Gatot, mengaku terkejut mendengar suara benda jatuh dari atas dan ketika dilihat ternyata dua orang pekerja sedang tergeletak. "Saya diberitahu teman-teman kalau ada pekerja yang jatuh. Ternyata Zaenal Abidin dan Kalam. Kemudian, kami membawanya ke Rumah Sakit Dr Soetomo," ujarnya. Peristiwa kecelakaan kerja tersebut terjadi usai jam istirahat. Kedua korban saat itu sedang bertugas menaikkan 10 triplek ke lantai sembilan dengan menggunakan lift yang tanpa dilengkapi pengaman. Namun, angin yang bertiup sangat kencang menerpa triplek, sehingga satu di antaranya terjatuh. Tidak berhenti sampai disitu, angin yang bertiup malah membuat keduanya tak seimbang hingga terjatuh. "Korban Zaenal Abidin langsung terjatuh ke tanah, sedang Kalam sempat tersangkut di lantai empat," kata Gatot. Kapolsek Mulyorejo Komisaris Polisi Hariyono ketika dikonfirmasi membenarkan peristiwa tersebut dan telah menurunkan anggotanya ke tempat kejadian perkara (TKP). Pihaknya juga melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut. "Kami belum bisa memastikan, apakah ada tersangka atau tidak dalam kasus ini," ujarnya. (20 Jan 2011 21:14:10| Penulis :Fiqih Arfani)Proyek konstruksi tidak hanya menuntut akurasi dalam perencanaan kekuatan, akan tetapi perlu dicermati mengenai metode dan teknologi konstruksinya. Kesalahan dalam metode konstruksi terbukti berakibat yang sangat fatal, yaitu korban jiwa tenaga kerjanya. Membiarkan tembok baru yang tinggi tanpa bingkai (perkuatan yang cukup) dari kolom dan sloof beton bertulang atau besi profil tentunya sangat berbahaya ketika menerima gaya horisontal (dalam hal ini hembusan angin). Selain itu tembok dengan panjang 50 m, akan sangat riskan jika tidak diberikan dilatansi yang cukup.Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (K3 Masih Dianggap Remeh, Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan. Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan. Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus.2.Rumusan MasalahBerdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana kesalahan dalam metode konstruksi dapat di minimalisir dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.3.TujuanTujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui metode konstruksi yang benar dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.BAB IIPEMBAHASANA.Teori Penyebab Kecelakaan KerjaKecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakanpencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:1.Teori Heinrich(Teori Domino)Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian . Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu :lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian (Ridley, 1986).2.Teori Multiple CausationTeori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut perlu diteliti.3.Teori GordonMenurut Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail.4.Teori Domino terbaruSetelah tahun 1969 sampai sekarang, telah berkembang suatu teori yang mengatakan bahwa penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja adalah ketimpangan manajemen. Widnerdan Bird dan Loftus mengembangkan teori Domino Heinrich untuk memperlihatkan pengaruh manajemen dalam mengakibatkan terjadinya kecelakaan.5.Teori ReasonReason (1995,1997) menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat lubang dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja,6.Teori Frank E. Bird PetersenPenelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan . Bird mengadakan modifikasi dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai berikut (M.Sulaksmono,1997) :I. Manajemen kurang kontrolII. Sumber penyebab utamaIII. Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar)IV. Kontak peristiwa ( kondisi di bawah standar )V. Kerugian gangguan ( tubuh maupun harta benda )Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki manajemen tentang keselamayan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen.B.Faktor Terjadinya Kecelakaan KerjaTerjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Kecelakaan kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni:a. Kecelakaan akibat langsung pekerjaan(PAK)b. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (PAHK)Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja. Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni:a. Faktor FisikKondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya.b. Faktor ManusiaPerilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya karena kelengahan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia.C.Klasifikasi Kecelakaan KerjaMenurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan : Terjatuh Tertimpa benda Tertumbuk atau terkena benda-benda Terjepit oleh benda Gerakan-gerakan melebihi kemampuan Pengaruh suhu tinggi Terkena arus listrik Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasib. Klasifikasi menurut penyebab : Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik. Alat angkut: alat angkut darat, udara, dan air. Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya. Bahan-bahan,zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak,gas,zat-zat kimia, dan sebagainya. Lingkungan kerja ( diluar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah ) Penyebab lain yang belum masuk tersebut di atas.c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan : Patah tulang\Dislokasi( keseleo ) Regang otot (urat) Memar dan luka dalam yang lain Amputasi Luka di permukaan Geger dan remuk Luka bakar Keracunan-keracunan mendadak Pengaruh radiasi Lain-laind. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh : Kepala Leher Badan Anggota atas Anggota bawah Banyak tempat Letak lain yang tidak termasuk dalam klsifikasi tersebut.D.Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek KonstruksiIndustri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi. Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-01/Men/1980.Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk konstruksi tersebut, walaupun belum pernah diperbaharui sejak dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun dapat dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan adalah pada penerapan peraturan tersebut di lapangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja, dan rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan peraturan keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Akibat penegakan hukum yang sangat lemah, King and Hudson (1985) menyatakan bahwa pada Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di negara-negara maju.Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada kedua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi. Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun tanah, tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor dinding galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi pada malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya. Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun sebagai perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di Amerika Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat tertimbun longsor dinding galian serta kecelakaan-kecelakaan lainnya dalam pekerjaan galian.Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak langsung ini sebenarnya jauh lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studimenjelaskan bahwa rasio antara biaya tidak langsung dan biaya langsung akibat kecelakaan kerja konstruksi sangat bervariasi dan diperkirakan mencapai 4:1 sampai dengan bahkan 17:1 (The Business Roundtable, 1991).Dampak Kecelakaan KerjaBerikut ini merupakan penggolongan dampak dari kecelakaan kerja (Simanjuntak, 1994):a. Meninggal duniaDalam hal ini termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan penderita meninggal dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan perawatan sebelumnya.b. Cacat permanen totalMerupakan cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen tidak mampu lagi sepenuhnya melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh seperti: kedua mata, satu mata adan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas tubuh.c. Cacat permanen sebagianCacat yang mengakibatkan astu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi.d. Tidak mampu bekerja sementaraKondisi sementara ini dimaksudkan baik ketika dalam masa pengobatan maupun karena harus beristirahat menunggu kesembuhan, sehingga ada hari-hari kerja hilang dalam arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja produktiE.Pedoman K3 KonstruksiPemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran terhadap peraturan ini sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah. Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai Pedoman K3 Konstruksi ini merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangan-kekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.Pedoman K3 Konstruksi selama hampir dua puluh tahun masih menjadi pedoman yang berlaku. Baru pada tahun 2004, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, yang kini dikenal sebagai Departemen Pekerjaan Umum, amulai memperbarui pedoman ini, dengan dikeluarkannya KepMen Kimpraswil No. 384/KPTS/M/2004 Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan. Pedoman Teknis K3 Bendungan yang baru ini khusus ditujukan untuk proyek konstruksi bendungan, sedangkan untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya seperti jalan, jembatan, dan bagunan gedung, belum dibuat pedoman yang lebih baru. Namun, apabila dilihat dari cakupan isinya, Pedoman Teknis K3 untuk bendungan tersebut sebenarnya dapat digunakan pula untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya. Pedoman Teknis K3 Bendungan juga mencakup daftar berbagai penyakit akibat kerja yang hrus dilaporkan. Bila dibandingkan dengan standar K3 untuk jasa konstruksi di Amerika Serikat misalnya, (OSHA, 29 CFR Part 1926), Occupational Safety and Health Administration (OSHA), sebuah badan khusus di bawah Departemen Tenaga Kerja yang mengeluarkan pedoman K3 termasuk untuk bidang konstrusksi, memperbaharui peraturan K3-nya secara berkala (setiap tahun). Peraturan atau pedoman teknis tersebut juga sangat komprehensif dan mendetil. Hal lain yang dapat dicontoh adalah penerbitan brosur-brosur penjelasan untuk menjawab secara spesifik berbagai isu utama yang muncul dalam pelaksanaan pedoman Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia teknis di lapangan. Pedoman yang dibuat dengan tujuan untuk tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar sebagai aturan, selayaknya secara terus menerus disempurnakan dan mengakomodasi masukan-masukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan. Dengan demikian, pelaku konstruksi akan secara sadar mengikuti peraturan untuk tujuan keselamatan dan kesehatan kerjanya sendiri.F.Pengawasan dan Sistem Menejemen K3Menurut UU Ketenagakerjaan, aspek pengawasan ketenagakerjaan termasuk masalah K3 dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang harus memiliki kompetensi dan independensi. Pegawai pengawas perlu merasa bebas dari pengaruh berbagai pihak dalam mengambil keputusan. Di samping itu, unit kerja pengawasan ketenagakerjaan baik pada pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan kepada Menteri Tenaga Kerja. Pegawai pengawasan ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyalah gunakan kewenangannya. Pegawai pengawas ini sangat minim jumlahnya, pegawai pengawas K3 di Departemen Tenaga Kerja pada tahun 2002 berjumlah 1.299 orang secara nasional, yang terdiri dari 389 orang tenaga pengawas struktural dan 910 orang tenaga pengawas fungsional. Para tenaga pengawas ini jumlahnya sangat minim bila dibandingkan dengan lingkup tugasnya yaitu mengawasi 176.713 perusahaan yang mencakup 91,65 juta tenaga kerja di seluruh Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa penerapan masalah K3 di perusahaan-perusahaan tidak dapat diselesaikan dengan pengawasan saja. Perusahaan-perusahaan perlu berpatisipasi aktif dalam penanganan masalah K3 dengan menyediakan rencana yang baik, yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau SMK3. SMK3 ini merupakan tindakan nyata yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh seluruh tingkat manajemen dalam suatu organisasi dan dalam pelaksanaan pekerjaan, agar seluruh pekerja dapat terlatih dan termotivasi untuk melaksanakan program K3 sekaligus bekerja dengan lebih produktif.UU Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi (termasuk proyek konstruksi), untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya di tempat kerja. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu perusahaan secara keseluruhan. SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Kementrian Tenaga Kerja juga menunjuk tenaga-tenaga inspektor/pengawas untuk memeriksa perusahaan-perusahaan dalam menerapkan aturan mengenai SMK3.Para tenaga pengawas perlu melalukan audit paling tidak satu kali dalam tiga tahun.Perusahaan- perusahaan yang memenuhi kewajibannya akan diberikan sertifikat tanda bukti. Tetapi peraturan ini kurang jelas dalam mendifinisikan sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai masalah K3, yaitu salah satunya dengan memberikan apresiasi kepada para pengusaha yang menerapkan prinsip-prinsip K3 dalam operasional perusahaan yang berupa penghargaan tertulis serta diumumkan di media-media massa, seperti yang dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Departemen Tenaga Kerja bekerja sama dengan Majalah Warta Ekonomi dan PT Dupont Indonesia.Untuk tahun 2005 silam, pemenang penghargaan tersebut adalah PT. Total E&P Indonesia (kategori Industri Pertambangan, Minyak, dan Gas), PT. Nestle Indonesia (kategori Industri Consumer Goods), dan PT. Amoco Mitsui PTA Indonesia serta PT. Wijaya Karya (kategori Industri Lainnya). Keempat pemenang ini disaring dari 125 finalis. Melihat nama-nama perusahaan yang mendapatkan penghargaan, menunjukkan bahwa sebagian pelaku usaha yang sangat menyadari masalah K3 adalah perusahaan-perusahaan multinasional. Namun, yang menarik adalah bahwa terdapat satu perusahaan kontraktor nasional (BUMN) yaitu PT. Wijaya Karya sudah berada pada jajaran perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap masalah K3. Memang terdapat pengaruh positif budaya K3 yang dirasakan oleh pelaku konstruksi nasional, yang dibawa oleh perusahaan-perusahaan asing yang menerapkan prinsip-prinsip K3 di proyek-proyek konstruksi, sehingga sedikit banyak memaksa perubahan perilaku para tenaga kerja konstruksi.G.Jaminan Sosial Tenaga KerjaPenanganan masalah kecelakaan kerja juga didukung oleh adanya UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan UU ini, jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) adalah perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat dari suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan meninggal dunia. Jamsostek kemudian diatur lebih lanjut melalui PP No. 14/1993 mengenai penyelenggaraan jamsostek di Indonesia. Kemudian, PP ini diperjelas lagi dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk PT. ASTEK (sekarang menjadi PT. Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya) penyelenggara jamsostek secara nasional.Sebagai penyelenggara asuransi jamsostek, PT. Jamsostek juga merupakan suatu badan yang mencatat kasus-kasus kecelakaan kerja termasuk pada proyek-proyek konstruksi melalui pelaporan klaim asusransi setiap kecelakaan kerja terjadi. Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-196/MEN/1999, berbagai aspek penyelenggaraan program jamsostek diatur secara khusus untuk para tenaga kerja harian lepas, borongan,Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia dan perjanjian kerja waktu tertentu, pada sektor jasa konstruksi. Karena pekerja sektor jasa konstruksi sebagian besar berstatus harian lepas dan borongan, maka KepMen ini sangat membantu nasib mereka. Para pengguna jasa wajib mengikutsertakan pekerja-pekerja lepas ini dalam dua jenis program jamsostek yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Apabila mereka bekerja lebih dari 3 bulan, pekerja lepas ini berhak untuk ikut serta dalam dua program tambahan lainnya yaitu program jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Khusus mengenai aspek kesehatan kerja diatur melalui Keppres No.22/1993. Dalam Keppres ini, terdapat 31 jenis penyakit yang diakui untuk mungkin timbul karena hubungan kerja. Setiap tenaga kerja yang menderita salah satu penyakit ini berhak mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir (sampai maksimal 3 tahun). Pada umumnya, penyakit-penyakit tersebut adalah sebagai akibat terkena bahan kimia yang beracun yang berasal dari material konstruksi yang apabila terkena dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan penyakit yang serius. Penyakit yang mungkin timbul juga termasuk kelainan pendengaran akibat kebisingan kegiatan konstruksi, serta kelainan otot, tulang dan persendian yang sering terjadi pada pekerja konstruksi yang terlibat dalam proses pengangkutan material berbobot dan berulang, dan penggunaan peralatan konstruksi yang kurang ergonomis.Dengan demikian, perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jamsostek secara legal dapat dikatakan memadai. Namun, besarnya pembayaran jaminan tersebut sering kali tidak memadai. Sebagai contoh, biaya-biaya transportasi dan perawatan di rumah sakit akibat kecelakaan kerja yang sudah tidak sesuai lagi dengan tingginya kenaikan harga yang terjadi pada saat ini.BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanDari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai masalah dan tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup sebagian besar masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia, lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan tingkat Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah para tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi akibat dari keterbatasan pilihan hidup.Permaslahan K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja berkarakteristik demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum dilakukan di negara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah keteladanan pihak Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga the biggest owner. Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar dalam usaha perubahan paradigma K3 konstruksi. Dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi yang didanai oleh APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara lain dapat mensyaratkan penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang memiliki bobot yang besar dalam proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal yang terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus kepada seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena tanpa program-program yang bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan masalah K3 konstruksi tidak mungkin tercapai.B. SaranKesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh elemen yang ikut terlibat dalam masyarakat.DAFTAR RUJUKANWirahadikusumah,Reni.2008.Kecelakaan.(Online), (lilo.staff.fkip.uns.ac.id/files/2008/09/kecel.. ,diakses 13 Desember 2009)Warta Ekonomi, K3 Masih Dianggap Remeh, 2 Juni 2006Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384/KPTS/M/2004Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan.Hinze, J., and Bren, K. (1997). The Causes of Trenching Related Fatalities and Injuries,Proceedings of Construction Congress V: Managing Engineered Construction inExpanding Global Markets, ASCE, pp 389-398.Keppres RI No.22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.King, R.W. and Hudson, R. (1985). Construction Hazard and Safety Handbook: Safety. Butterworths, England.Occupational Safety and Health Administration (Revisi 2000). Occupational Safety and Health Standards for the Construction Industry (29 CFR Part 1926) U.S. Department of Labor.Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga KerjaNo.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.The Business Roundtable (1982). Improving Construction Safety Performance. A CICEProject Report. Construction Industry Institute, USA.UURI Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.UURI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang KetenagakerjaanPengertian Kesehatan dan Keselatan KerjaMenurut Mangkunegara (2002, p.163)Keselamatan dan kesehatan kerjaadalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.Menurut Sumamur (2001, p.104), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalahkondisikeselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .Mathis dan Jackson (2002, p. 245), menyatakan bahwa Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000, p.6), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.Jackson (1999, p. 222), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

Menurut Mangkunegara (2002, p.170), bahwa indikator penyebab keselamatan kerja adalah:a) Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.b) Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.

Tujuan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja :Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga. Kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi yang tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan yang tidak selamat. Kecelakaan kerja dapat didefinisikan sebagai setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Berdasarkan definisi kecelakaan kerja maka lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah dengan meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. (Silalahi, 1995)Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.Menurut Mangkunegara (2002, p.165) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA BAGI TENAGA KESEHATANDi era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku pada tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia, telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup di dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya. Tenaga kesehatan yang perlu kita perhatikan yaitu semua tenaga kesehatan yang merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan tenaga atau petugas kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan sarana dan prasarana menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi sarana dan prasarana, maka risiko yang dihadapi petugas tenaga kesehatan semakin meningkat.Petugas atau tenaga kesehatan merupakan orang pertama yang terpajan terhadap masalah kesehatan yang merupakan kendala yang dihadapi untuk setipa tahunnya. Selain itu dalam pekerjaannya menggunakan alat alat kesehatan, berionisasi dan radiasi serta alat-alat elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan. Oleh karena itu penerapan budaya aman dan sehat dalam bekerja hendaknya dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor / Aspek Kesehatan.

FASILITAS ATAU SARANA/PRASARANA TENAGA KESEHATAN

Sarana/Prasana Kesehatan adalah sarana kesehatan yang meliputi berbagai alat / media elektronik yang harus ada di Tempat Kerja Kesehatan untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.

Disain Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai sistem yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat agar suasana di dalam ruangan tersebut menjadi nyaman.

Disain Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap segala sesuatu yang bisa menyebabkan terjadinya kebakaran.

Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K)

MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.1. Kapasitas KerjaStatus kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.

2. Beban KerjaSebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.3. Lingkungan KerjaLingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA BAGI TENAGA KESEHATAN DAN PENCEGAHANNYA

A. Kecelakaan KerjaKecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :

Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien

Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:

Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain

Lingkungan kerja

Proses kerja

Sifat pekerjaan

Cara kerja

2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:

Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana

Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)

Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.

Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja Kesehatan :1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin.Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di Tempat Kerja Kesehatan.Akibat :

Ringan memar

Berat fraktura, dislokasi, memar otak, dll.

Pencegahan :

Pakai sepatu anti slip

Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar

Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.

Pemeliharaan lantai dan tangga

2. Mengangkat bebanMengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.

Akibat : cedera pada punggungPencegahan :

Beban jangan terlalu berat

Jangan berdiri terlalu jauh dari beban

Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok

Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.

Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di Tempat Kerja Kesehatan

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.

Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)1) Faktor BiologisLingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.

Pencegahan :

Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.

Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.

Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.

Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar

Pengelolaan limbah infeksius dengan benar

Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

Kebersihan diri dari petugas.

2) Faktor Kimia

Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.Pencegahan :

Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.

Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.

Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.

Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.

Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3) Faktor ErgonomiErgonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the JobSebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).

4) Faktor FisikFaktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:

Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan ketulian

Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.

Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja

Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi

Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.

Pencegahan :

Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.

Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.

Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi

Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.

Pelindung mata untuk sinar laser

Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah

5. Faktor Psikososial

Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress :

Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan

Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.

PENGENDALIAN PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN KECELAKAAN MELALUI PENERAPAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :

UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan

UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.

Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahayaPeraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.

B. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain :

Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan

Pengaturan jam kerja, lembur dan shift

Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya

Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan

Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.

C. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain :

Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja

Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)

Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain

D. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:

1. Pemeriksaan Awal

Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi :

Anamnese umum

Anamnese pekerjaan

Penyakit yang pernah diderita

Alrergi

Imunisasi yang pernah didapat

Pemeriksaan badan

Pemeriksaan laboratorium rutin

Pemeriksaan tertentu:

Tuberkulin test

Psikotest

2. Pemeriksaan Berkala

Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

3. Pemeriksaan KhususYaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern di Tempat Kerja Kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

Kesehatan dan keselamatan kerja di Tempat Kerja Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan tenaga kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di tempat kerja kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut.Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola tempat kerja kesehatan mempunyai peran sentral dalam pelaksanaan program ini. Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini. Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di tempat kerja kesehatan dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.

sumber :http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.htmlSelasa, 26 Juni 2012DEFINISI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

DEFINISI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)Apa itu K3??Istilah K3 atau Keselamatan dan kesehatan kerja saat ini sudah sangat nyaring terdengar apalagi dikalang para pekerja suatu industry ataupun pabrik, dengan adanya slogan zero accident maka istilah K3 semakin akarab dengan telinga masyarakat. Akan tetapi, tidak bayak orang yang mengetahui apa itu K3 dan hanya mendengar sepintas mengenai istilah K3 ini.Dibawah ini ada beberapa definisi yang menjelaskan apa itu K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerjadari berbagai ahli K3 termasuk definisi K3 menurut ILO .ILOSuatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada jabatannya.Mangkunegara (2002)Kesehatan dan keselamatan kerja adalahsuatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.

Sumamur (2001)Keselamatan kerja merupakanrangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.Simanjuntak (1994)Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.

Mathis dan Jackson (2002)Keselamatan adalahmerujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000)Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalahsuatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.

Jackson (1999)Kesehatan dan Keselamatan Kerjamenunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan