pengertian bioavalabilitas

Upload: azizzahu

Post on 19-Jul-2015

80 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGERTIAN BIOAVALABILITAS Konsep bioavailabilitas pertama kali diperkenalkan oleh Osser pada tahun 1945, yaitu pada waktu Osser mempelajari absorpsi relatif sediaan vitamin. Istilah yang dipakai pertamakali adalah availabilitas fisiologik, yang kemudian diperluas pengertiannya dengan istilah bioavailabilitas. Dimulai di negara Amerika Serikat, barulah pada tahun 1960 istilah bioavailabilitas masuk ke dalam arena promosi obat. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya produk obat yang sama yang diproduksi oleh berbagai industri obat, adanya keluhan dari pasien dan dokter di man obat yang sama memberikan efek terapeutik yang berbeda, kemudian dengan adanya ketentuan tidak diperbolehkannya Apotek mengganti obat yang tertulis dalam resep dengan obat merek lainnya. Sebagai cabang ilmu yang relatif baru, ditemukan berbagai definisi tentang bioavailabilitas dalam berbagai literatur. Bagian yang esensial dalam konsep bioavailabilitas adalah absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik. Ada 2 unsur penting dalam

absorpsi obat yang perlu dipertimbangkan, yaitu : 1) kecepatan absorpsi obat 2) jumlah obat yang diabsorpsi Ke dua faktor ini sangat kritis dalam memperoleh efek terapeutik yang diinginkan dengan toksisitas yang minimal. Atas dasar kedua faktor ini dapat diperkirakan bagaimana seharusnya definisi tentang bioavailabilitas. Dua definisi berikut ini merupakan definisi yang relatif lebih sesuai dengan kedua faktor di atas adalah : Definisi 1 : Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan ukuran kecepatan absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi secara utuh oleh tubuh, dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Definisi 2 : Bioavailabilitas suatu sediaan obat merupakan ukuran kecepatan absorpsi obat dan jumlah obat tersebut yang diabsorpsi. TUJUAN PENETAPAN BIOAVAILABILITAS Dengan mengetahui jumlah relatif obat yang diabsorpsi dan kecepatan obat berada dalam sirkulasi sistemik, dapat di-

perkirakan tercapai tidaknya efek terapi yang dikehendaki menurut formulasinya. Dengan demikian, bioavailabilitas dapat digunakan untuk mengetahui faktor formulasi yang dapat mempengaruhi efektivitas obat. Beberapa manfaat studi bioavailabilitas yang berkaitan dengan mutu produk obat yaitu : 1) bagi apoteker dalam bidang penelitian kefarmasian, bioavailabilitas merupakan uji yang penting dalam penelitian peningkatan mutu obat 2) bagi dokter dan apoteker di apotek, bioavailabilitas merupakan pertimbangan kritis yang digunakan untuk pemilihan obat yang bermutu baik. I NTERAKSI OBAT Pada umumnya seorang sakit akan mendapat beberapa macam obat sekaligus untuk penyakitnya. Obat-obat tersebut dapat berbentuk terpisah-pisah atau terdapat bersama-sama dalam suatu preparat kombinasi. Bagaimanakah pengaruh suatu obat atas khasiat lain obat? Berdasarkan tempat interaksi tersebut terjadi, dapat dibuat pembagian sebagai berikut:

I. Interaksi ditraktus gastrointestinalis A. Ikatan Penyerapan suatu obat dapat terganggu karena

pembentukan suatu ikatan fisik ataupun kimiawi. Penggunaan antasida yang mengandung Ca, Mg atau Al akan mengganggu penyerapan tetrasiklin karena daya chelating dari tetrasiklin. Suatu komplex yang tidak larut akan terbentuk antara tetrasiklin dengan obat yang mengandung Fe Begitu juga antara Fe dengan Mg trisilikat ( i ). Daya adsorben dari kaolin-pectin akan menurunkan sekali penyerap-an lincomycin, begitu juga Natrium/ Calcium cyclamate (dalam minuman) (5). B. Perubahan pH: Banyak obat merupakan asam atau basa lemah. Obat diserap dalam bentuk tidak terionisasi (nonionized). Oleh karena itu perubahan pH dalam saluran r=gastro-intestinalis akan mempengaruhi penyerapan obat-obat dengan merubah derajat dissosiasi obat-obat tersebut.Suatu antasida akan mengganggu penyerapan pentobarbital (asam), sedangkan penyerapan

pseudoefedrin (basa) akan leb.ih sempurna

bila diberikan bersama-sama dengan gel Al hidroxida (2). Begitu juga Na-bikarbonat akan mengurangi penyerapan tetrasiklin (1).Berlainan halnya dengan asetosal.Walaupun bersifat asam, akan tetapi asetosal lebih cepat larut dalam suasana alkalis sehingga penggunaan asetosal dan antasida bersamatidak akan mengganggu penyerapanasetosal (5). Suatu obat pencahar, bisacodyl, biasa diberikan per oral dalam bentuk tablet enteric-coated oleh karena sangat irritatip terhadap lambung. Penggunaannya bersama-sama dengan antasida atau susu, menyebabkan selaput enteric-coated obat tersebut terurai dalam lambung (5). C. Motilitas Penyerapan levodopa terutama terjadi diusus. Oleh karena.antasida mempercepat waktu pengosongan lambung, maka penggunaan antasida sebelum pemberian levodopa akanmemperbaiki penyerapan levodopa(5). Sebaliknya akan terjadi denganobat-obat anticholinergik yang akanmengurangi penyerapan levodopa(5). Kedua obat tersebut dipergunakan dalam pengobatan penyakit Parkinson.

D. Enzim-enzim traktusgastro-intestinal is Hambatan pada enzim konjugase diusus oleh diphenylhydantoin akan mengganggu penyerapan asam folat (8). Defisiensi asam folat dapat juga terjadi pada pemakaian kontrasepsi oral melalui mekanisme yang serupa (5). Pyridoxine, suatu vitamin, dapatmengurangi atau menghilangkan samasekali khasiat anti parkinson dari levodopa. Pyridoxine merupakan kofaktor enzim dopa decarboxylase. Oleh karena itu pyridoxine akan mempercepat pengubahan levodopa menjadi dopamine, sedangkan dopamine tidak dapat melalui blood-brain barrier (5). E. Perubahan flora usus Effek antikoagulan coumarin akan meninggi pada pemberian bersamasama dengan chloramfenikol, neomycin dan tetrasiklin. Mungkin ini disebabkan hambatan sintesa vit K oleh flora dalam usus (1).Begitu juga asam para-aminosalisilat (PAS) dapat mengurangi kadar plasma dari rifampicin (1). Diduga ini disebabkan oleh malabsorpsi usus yang diinduksi oleh asam para-aminosalisilat.

lI. Interaksi pada pengikatan protein. Setelah diserap, pada umumnya obat akan diikat oleh protein plasma atau jaringan dalam suatu ikatan yang reversibel. Suatu obat dapat melepaskan ikatan protein dengan lain obat. Ini tergantung dari jumlah dan kekuatan ikatan protein terhadap masing-masing obat. Bila obat lepas dari ikatan dengan protein, maka obat akan menjadi aktip. Disamping itu metabolisme dan exkresi obat tersebut dipercepat juga. Tolbutamide dapatmeningkat aktivitasnya (dapat terjadi hipoglikemia) oleh penambahan sulfaphenazole atau phenylbutazone maupun salisilat (8). Waktu prothrombin dari coumarin akan menjadi lebih lama bila digunakan bersama-sama dengan clofibrate, phenylbutazone, oxyphenbutazone,

diphenylhydantoin, mefenemic acid dan salisilat(1). Dapat timbul gejalagejala intoxikasi karena peninggian kadar methotrexate dan quinine bebas pada penggunaan bersama-sama methotrexate dengan sulfonamide atau salisilat, quinine dengan pyrimethamine (1,8).

III. Interaksi pada reseptor Effek obat terjadi setelah molekul obat melekat/terikat pada tempat tertentu didinding atau dalam sel target yang kita sebut "reseptor site". Jumlah reseptor yang dapat diikat tergantung dari jumlah obat yang beredar dalam tubuh, mudah atau tidak mudah mencapai reseptor dan affinitas reseptor terhadap obat tersebut.Suatu obat dengan affinitas yang lebih besar atau terdapat dalam jumlah yang lebih banyak, dapat menghalangi/mencegah ikatan obat dengan reseptor yang sama.. A. Reseptor cholinergik Alkaloid belladona,obat-obat1 parasimpatolitik sintetis maupun se-misintetis, phenothiazine dan derivat-derivatnya, antidepressan trisi-klik, antihistamin, quinidine, procainamide; semuanya mempunyaikhasiat anticholinergik sehingga penggunaannya penghambatan cholinergik yang berlebih-lebihan (atropine-like intoxication). secara bersama-sama dapat menimbulkan

Hambatan neuromuskuler oleh tubocurarine atau gallamine dapat

diperbesar oleh ether, magnesium sulfat, quinidine dan beberapa antibiotika (streptomisin,neomycin,kanamycin, gentamycin,

polymyxin,oxytetrasiklin) (1,8). B. Reseptor adrenergik Beberapa obat anesthetik (chloroform, ethylchloride

halothane,cyclopropane, tri chlorethylene) meningkatkan sensitivitas jantung terhadap catecholamine. Penggunaannya bersama-sama dengan obat adrenergik gol. catecholamine maupun non-catecholaminedapat menimbulkan artimia (1). Propanolol, suatu penghambat beta-adrenergik, memperpanjang effek hipoglikemik dari insulin.lni mungkin disebabkan karena pengaruhnya pada proses glikogenolisis oleh catecholamine Effek antihipertensi dari guanethidine akan berkurang bila digunakan bersama-sama dengan antidepressan trisiklik (imipramine,

amitriptyline). lni terjadi karena obat tersebut menghalangi uptake guanethidine oleh akhiran syaraf adrenergik. Begitu pula pengaruh efedrine atau amphetamine pada guanethidine (8).

Sebaliknya dapat terjadi krisis hipertensi bila amphetamine, efedrine, phenyl propanolamine, levodopa, phenylephrine, tyramine (daIam makanan) digunakan bersama-sama dengan obat MAO inhibitors (mis. isocarboxazid, nialamide). Reserpine dapat mengurangi effek simpatomimetik dari obat adrenergik gol. catecholamine; juga khasiat therapeutik dari levodopa. IV. lnteraksi pada metabolisme obat. Pada umumnya obat adalah lipid-soluble dan setelah mengalami metabolisme (biotransformasi) menjadi water-soluble sebelum diexkresikan oleh ginjal. Perubahan ini terutama terjadi disel-sel hati oleh enzim- enzim mikrosom.Beberapa obat dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim ini. lni disebut induksi enzim.Oleh karena itu metabolisme obat itu sendiri atau obat-obat lain yang menggunakan enzim yang sama akan dipercepat. Terdapat juga obat yang memperlambat metabolisme obat lain dengan menghambat aktivitas enzim atau berkompetisi untuk enzim yang sama. A. lnduksi enzim Fenobarbital dan barbiturat-barbiturat lainnya mempercepat

metabolisme antikoagulan coumarin, sehingga pada penggunaan bersama-sama diperlukan dosis coumarin yang lebih besar. jika pada suatu saat penggunaan barbiturat dihentikan tanpa mengurangi dosis coumarin, dapat terjadi perdarahan yang berbahaya (8). Fenobarbital juga mempercepat metabolisme doxycycline (10), diphenylhydantoin,digitoxin,

kortikosteroid dan hormon sex (8,5,2).Diphenylhydantoin sendiri dapat mempercepat metabolisme digi oxin, kortikosteroid dan hormon sex steroid (8). Metabolisme vit. D dipercepat oleh diphenylhydantoin dan fenobarbital, sehingga dapat terjadi defisiensi vit. D pada pengobatan anti konvulsi yang lama dengan kedua obat tersebut (5). B. Hambatan metabolisme Metabolisme tolbutamide atau chlorpropamide diperlambat oleh antikoagulan dicumarol sehingga dapat terjadi hipoglikemia. Effek yang sama juga dapat terjadi bila tolbutamide digunakan bersama dengan chloramfenikol, phenylbutazone, sulfaphenazole, probenecid dan MAO inhibitors (1,8).Dapat terjadi gejala-gejala intoxikasi diphenylhydantoin bila obat itu digunakan bersama-sama isoniazid, dengan asam dicumarol,

chloramfenikol,

phenylbutazone,

amino-salisilat,

disulfiram ( i,8). Effek toxik dari oxyphenbutazone meningkat pada penggunaan bersama-sama dengan methandrostanolone (1),

sedangkan kontrasepsi oral akan memperbesar kemungkinan toxisitas oleh pethidine dan promazine (8).

V.Interaksi pada exkresi Banyak obat atau metabolitnya dikeluarkan dari tubuh melalui exkresi ginjal. Zat yang bebas (tidak terikat protein) meninggalkan sirkulasi darah dan difiltrasi oleh membran glomerulus. Ditubuli ginjal zat dapat diserap kembali secara aktip maupun pasip. Sel-sel tubuli juga dapat mensekresikan zat-zat kedalam lumen tubuli. Retensi atau exkresi obat dapat dirubah oleh interaksi yang mempengaruhi fungsi fungsi ginjal tersebut diatas. Faal ekskresi dan regulasi dilakukan dengan 3 proses yaitu filtrasi plasma darah melalui glomeruli, reabsorpsi selektif oleh tubuli dan sekresi oleh tubuli. Hasil akhir yang dikeluarkan dari tubuh adalah urin. A.FILTRASI

Proses filtrasi di glomeruli terjadi secara pasif. Kecepatan filtrasi glomeruli (GFR) ditentukan oleh tiga faktor yaitu keseimbangan tekanan-tekanan yang bekerja pada dinding kapiler (tekanan

hidrostatik kapiler glomeruli dan tekanan onkotik kapsul Bowman mendorong terjadinya filtrasi sedangkan tekanan onkotik kapiler glomeruli dan tekanan hidrostatik kapsul Bowman menghambatnya), kecepatan aliran plasma melalui glomeruli (GPF) dan permeabilitas serta luas permukaan kapiler yang berfungsi. GFR pada keadaan normal kira-kira 120 ml/menit. Urin dalam bentuk awal tersebut merupakan ultranitrat plasma kecuali sejumlah kecil protein yang dapat diabaikan dan yang kemudian akan direabsorpsi di tubuli. B. Reabsorpsi ditubuli ginjal. Terdapat dua mekanisme reabsorpsi yaitu aktip atau pasip (diffusi). Obat-obat dapat berkompetisi untuk reabsorpsi aktip ditubuli. lni dapat terjadi bila beberapa obat dengan effek urikosurik digunakan bersamasama. Effek urikosurik dari probenecid, sulfinpyrazone akan diturunkan oleh salisilat (8). Diffusi pasip obat dari tubuli ginjal kembali kedalam plasma dipengaruhi oleh faktor faktor yang

sama yang mengatur penyerapan ditraktus gastro-intestinalis. Obatobat yang bersifat asam lemah atau basa lemah hanya dapat direabsorpsi (pasip) dalam bentuk tidak terionisasi (non-ionized). Perubahan pH cairan tubuli akan

mempengaruhi derajat ionisasi, sehingga akan merubah kecepatan exkresi obat- obat Urine yang alkalis (mis. dengan pemberian Na-bikarbonat) akan mempercepat exkresi obat-obat yang bersifat asam lemah (pKa 3.0--7.5) dan memperlambat exkresi obatobat yang bersifat basa lemah (pKa 7.5--10.5). Sedangkan urine yang asam (mis. dengan pemberian ammonium chloride, asam askorbik) akan memberikan pengaruh sebaliknya. Obat-obat yang bersifat basa lemah adalah: amphetamine, chloroquin, mecamylamine,

meperidine, qyinine, qyinacrine dan qui- nidine: Yang bersifat asam lemah adalah: fenobarbital, asam salisilat, beberapa sulfonamide. Ada juga interaksi yang terjadi pada sel mikroorganisme, yang merupakan reseptor dari obat-obat kemoterapi dan antibiotika. Oleh karena ini mencakup persoalan yang cukup luas, jenis interaksi ini akan dibahas tersendiri pada lain kesempatan Di tubuli proksimal terjadi reabsorpsi 2/3 dari ultrafiltrat glomeruli

secara isoosmotik. Akibat susunan anatomik nefron yang amat khusus maka bila di glomeruli tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan onkotik maka pada kapiler peritubular di tubuli proksimal sebaliknya. Selain air dan Na+ juga direabsorpsi sebagian besar HCO3, asam amino dan glukosa.Sebaliknya kadar Cl di dalam tubuli meningkat.Dibagian menurun anssa Hanle terjadi pengeluaran air secara pasif sehingga urin menjadi hipertonik. Di bagian naikansa Hanle tidak permeabel untuk air sedangkan NaCl keluar.Urin yang sampai ke tubuli distal bersifat hipoosmotik, terjadi reabsorpsi Na secara aktif. Aldosteron berperan disini. Hormon antidiuretik (ADH) berperan mereabsorpsi air dibagian akhir tubuli distal dan collecting duct sehingga urin yang hipotonik dapat menjadi hipertonik. Produk metabolisme utama yang diekskresi dengan urin adalah ureum,yang juga mengalami reabsorpsi terutama bila diuresis kurang. Selain itu juga diekskresi fosfat dan sulfat hasil katabolisme protein.Dengan proses sekresi oleh tubuli secara aktif kreatinin dan asam urat diekskresi. Kreatinin yang difiltrasi tidak mengalami reabsorpsi sedang asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi. Dengan faal regulasi bahan-bahan yang berguna bagi tubuh diatur pengeluarannya oleh ginjal; adakalanya

dengan bantuan hormon.Air diatur oleh ginjal dan juga ADH. Reabsorpsi Na terjadi baik secara aktif maupun dengan pengaruh aldosteron. Pertukaran Na+ dengan K+ dan H+ atas pengaruh aldosteron ini terjadi di tubuli distal. Ion H+ juga disekresi (proses pengasaman urin). Bikarbonat direabsorpsi dalam bentuk CO2 yang berdifusi ke dalam sel dimana CO2 dibentuk kembali menjadi bikarbonat (regulasi status asam basa). Asam amino dan glukosa direabsorpsi terutama di tubuli proksimal, makin tinggi kadamya dalam filtrat glomeruli makin banyak pula glukosa yang dikeluarkan bersama urin. Faal endokrin ginjal dicerminkan dengan sistem renin-angiotensin, eritropoetin dan lipida yang bersifat vasodepresor menyerupai prostaglandin. C. Sekresi aktip ditubuli ginjal. Melalui mekanisme ini obat-obat dikeluarkan dari sirkulasi darah dandisekresikan melalui sel-sel tubuli. Bahkan obat obat yang terikat proteinpun dapat disekresikan. Bila suatu obat dapat menggantikan lain obat dalam mekanisme sekresi ini, exkresi ginjal dari obat itu menjadi terhambat. Contoh yang sudah dikenal adalah penggunaan probenecid untuk meningkatkan effek therapeutik dari

penisilin.Ternyata bahwa phenylbutazone juga memberikan effek yang sama terhadap penisilin dan acetohexamide (effek hipoglikemik meninggi) Demikian pula pada penggunaan bersama-sama salisilat dalam dosis tinggi dengan furosemide dapat menyebabkan intoxikasi salisilat . Telah dilaporkan berkurangnya exkresi asam para-aminosalisilat,

sulfonamidedan dapsone oleh penggunaan probenecid (8).Yang cukup penting juga adalah effek hipoglikemik yang meninggi pada penggunaan bersama-sama chlorpropamide dengan dicumarol dan tolbutamide dengan sulfonam ide . GFR GFR akan menurun bila tekanan hidrostatik glomeruli menurun (renjatan hipotensif), tekanan hidrostatik tubuli/ kapsul Bowman meningkat (obstruksi leher kandung kemih atau ureter), tekanan onkotik plasma amat meningkat (hemokonsentrasi karena dehidrasi, mieloma multipel atau disproteinemia lainnya), menurunnya aliran plasma/darah glomeruli (GPF/GBF) (renjatan karena kegagalan sirkulasi, kegagalan jantung

berat) dan berkurangnya permeabilitas dan/atau luas permukaan filtrasi (glomerulonefritis akut atau kronik).Tergantung beratnya penurunan GFR akibat yang mungkin terjadi adalah oliguria, uremia, kadar kreatinin darah meniNgkat, hiperurikemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia,

kecenderungan hiperkalemia, asidosis metabolik-dengan bikarbonat plasma yang rendah. Tergantung penyebabnya maka osmolalitas (dan berat jenis) urin, kadar ureum urin akan meningkat serta kadar Na urin menurun pada dehidrasi atau hipotensi, pada diabetes insipidus dan diuresis osmotik terjadi sebaliknya. Pada kegagalan ginjal kronik perubahan kadar beberapa zat dalam plasma dapat dibedakan menurut beberapa pola Kadar kreatinin dan ureum plasma baru akan meningkat lebih tinggi dari normal bila GFR berkurang sampai 50%. Bila daya cadang ginjal telah dilampaui maka berkurangnya GFR sedikit lagi sudah menyebabkan peningkatan kadar plasma yang nyata. Karena zat-zat tersebut toksik maka gejala klinik menjadi jelas. Kadar fosfat, urat, K+ dan H+ dalam plasma baru meningkat bila GFR sudah amat berkurang, kurang dari 25%. NaCl hampir tidak berubah kadamya pada kegagalan ginjal menahun; mekanisme kompensasinya hampir lengkap.

Disfungsi tubuli akan mempengaruhi susunan dan jumlah urin. Reabsorpsi air akan berkurang dan menghasilkan urin yang banyak dengan berat jenis rendah. Reabsorpsi bikarbonat dan juga pengasaman urin terganggu.Urin akan mengandung lebih banyak Na, K, glukosa, fosfat, urat dan asam amino. Bila kehilangan air dan elektrolit terus berlanjut sampai menyebabkan ketidakcukupan sirkulasi ginjal, maka akan terjadi gangguan filtrasi juga. Pemeriksaan biokimia menguji faal ginjal Dikenal sebagai tes foal ginjal, dapat dibedakan antara tes- tes yang terutama menguji faal glomeruli, tubuli proksimal dan tubuli distal. Selain itu ada juga yang mencerminkan kerusakan berat dari glomeruli saja atau tubuli saja atau keduanya. Tes faal ginjal yang terutama menguji faal glomeruli adalah clearance (bersihan). Nilai GFR merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal. Nilai ini dihitung dengan rumus Cockcroft-Gault atau MDRD (modification of diet in renal disease) sebagai berikut :

(140-Umur) x Berat Badan Cockcroft-Gault : Klirens Kreatinin = ------------------------------- x (0,85, jika

wanita) (ml/menit) 72 x Kreatinin Serum

MDRD : Laju Filtrasi Glomerulus = 186 x (Kreatinin Serum) -1,154 x (Umur) -0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210, jika kulit hitam)