pengembangan kultur sekolah dalam peningkatan mutu layanan.doc
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN SEKOLAH
PADA SMP NEGERI 3 KARANGTENGAH
KABUPATEN CIANJUR
RD. ABIMANYU BIN ARJUNA
No. Reg. XXXXXXXXXXXXXX
Tesis yang disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh gelar Magister Administrasi
Pendidikan
PROGRAM PASCASARJANA (S-2)MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTAJAKARTA
2007
iv
RINGKASAN TESIS
EPO KURNIA: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah Kabupaten Cianjur, Tesis, Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, 2008
Penelitian tentang Pengembang-
an Kultur Sekolah dalam Membangun
Mutu Pelayanan Sekolah bertujuan
untuk mendeskripsikan (1) aspek
yang berpengaruh terhadap pengem-
bangan kultur sekolah dibatasi pada
ruang lingkup manajemen sekolah
serta nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya; (2) komponen sistem se-
kolah yang berperan dalam pengem-
bangan kultur sekolah; dan (3) aspek
yang diberdayakan dalam peningkat-
an mutu layanan sekolah. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif kualitatif,
sedangkan teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah teknik angket
yang disebarkan kepada 37 respon-
den guru SMP Negeri 3 Karang-
tengah Cianjur. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan tek-
nik analisis kualitatif serta dibantu
dengan pengkajian melalui
observasi, studi dokumentasi, dan
studi ke-pustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa (1) kepala sekolah selaku
pimpinan dan manajer memiliki kapa-
bilitas dalam mengkoordinasikan se-
luruh komponen sekolah sehingga
v
ABSTRACT
This research was conducted to know School Culture Development in Building Quality of School Service at SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur.
The method used on this research is descriptive method qualitative, while technique of data collecting used is questionnaire technique propagated to 37 responder of the SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Data obtained to be analysis by using technique qualitative analysis and also assisted with the study of passing observation, documentation study, and bibliography study.
Result of research indicate that (1) the headmaster as leader and manager was have capability in coordinated entire school component so that can develop the planning and execution was raise of school quality as according to plan which have been formulated what entirely have an effect on to forming of school culture quality oriented; (2) school component consisted of the headmaster as head institute, all teacher as development executor of school quality, and also all student as subject education represent the factors determining formed its good school culture; (3) SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur have owned the positive school culture which can be made for development of school service.
dapat mengembangkan perencanaan
dan pelaksanaan peningkatan mutu
sekolah sesuai dengan rencana yang
telah dirumuskan, pelaksanaan pro-
gram pengembangan sekolah yang
konsisten terhadap program yang
telah dirumuskan, pengawasan atau
kontrol yang objektif dan berkesinam-
bungan, serta evaluasi program yang
mengacu kepada program serta
diarahkan demi perbaikan pengem-
bangan sekolah akan melahirkan iklim
kerja yang kondusif; yang seluruhnya
berpe-ngaruh terhadap pembentukan
kultur sekolah yang berorientasi ke-
pada mutu; (2) komponen-komponen
sekolah yang terdiri atas kepala se-
kolah selaku pimpinan lembaga, para
guru sebagai pelaksana pengem-
bangan mutu sekolah, serta para
siswa sebagai subjek pendidikan me-
rupakan faktor-faktor yang menentu-
kan terbentuknya kultur sekolah yang
baik serta telah dapat membangun
kultur sekolah yang berorientasi ke-
pada peningkatan mutu; (3) pada
dasarnya SMP Negeri 3 Karang-
tengah Cianjur telah memiliki budaya
sekolah positif yang dapat dijadikan
landasan bagi pengembangan
layanan sekolah, tradisi-tradisi positif
yang berkembang di kalangan siswa
dan guru merupakan landasan kokoh
bagi terciptanya kultur sekolah yang
baik meskipun pada beberapa kon-
teks ternyata pula SMP Negeri 3
Karangtengah belum dapat menum-
buhkan dan mengembangkannya
dengan baik, terutama dalam pe-
ngembangan budaya prestasi baik di
kalangan siswa maupun kalangan
guru dan warga sekolah lainnya.
Saran yang disampaikan adalah
(1) sekolah harus selalu mengem-
bangkan akuntabilitas sekolah agar
dapat melayani publik secara maksi-
mal, (2) program-program yang di-
kembangkan oleh sekolah pada
sebelum awal tahun pelajaran ber-
jalan harus memiliki daya ramal ke
depan sehingga program tersebut
dapat berjalan up to date sesuai
dengan perencanaan; dan (3) pihak
sekolah harus mampu memberdaya-
kan Komite Sekolah secara maksimal
bagi kepentingan peningkatan mutu
sekolah yang pada akhirnya akan
mampu membentuk kultur sekolah
yang baik dan kondusif
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah Azza wazalla, karena
atas izin dan kekuasaan-Nya pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
tesis yang mengambil judul ”Pengembangan Kultur Sekolah dalam
Peningkatan Mutu Pelayanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah
Kabupaten Cianjur” dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama.
Kesulitan dan hambatan tentu saja banyak ditemui selama persiapan,
proses penelitian, hingga penyusunan tesis ini, baik dari segi teknis maupun
teknis penulisan. Atas bantuan berbagai pihak, Alhamdulillah kesulitan-
kesulitan itu dapat teratasi sehingga karya tulis ini akhirnya dapat
terwujudkan. Oleh sebab itu, amatlah patut jika pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
1. Prof. Dr. I Made Putrawan, selaku Pembimbing I yang telah
memberikan kemudahan-kemudahan pelaksanaan penelitian dan
proses penyusunan tesis ini serta berbagai bimbingan dan petunjuk
berharga sejak persiapan penelitian hingga terwujudnya tesis ini.
2. Prof. Dr. Nana Sudjana, selaku Pembimbing II yang memberikan
bantuan dan arahan dalam berbagai aspek persiapan penyusunan
tesis hingga penyelesaiannya.
3. Prof. Dr. Hasan Walinono, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Negeri Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Staf pengajar Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta yang
telah memberikan bimbingan dan membuka wawasan penulis
sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan hingga
penyusunan tesis ini.
5. Bapak R. Hasan Iskandar, Kepala SMP Negeri 3 Karangtengah,
Kabupaten Cianjur, yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan ujicoba penelitian.
6. Para guru SMP Negeri 3 Karangtengah, Kabupaten Cianjur yang telah
turut berpartisipasi dalam pengumpulan data untuk penelitian ini.
7. Berbagai pihak yang telah membantu penulis selama melaksanakan
penelitian, khususnya dalam rangka pengumpulan data dan informasi
untuk klengkapan tesis ini.
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak. Pada karya tulis ini sudah
barang tentu akan banyak ditemukan kelemahan-kelemahan serta
kekurangan. Untuk itu, dapatlah kiranya kelemahan-kelemahan serta
kekurangan tersebut menjadi bahan kajian bagi penelitian lebih lanjut.
Jakarta, Januari 2008
Penulis,
ABIMANYU BIN ARJUNA
NIRMP. xxxxxxxxxx
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................
BUKTI PENGERSAHAN PERBAIKAN TESIS ..............................................
RINGKASAN TESIS .....................................................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ii
iii
iv
v
vii
Bab I PENDAHULUAN ............................................................................
A. Latar Belakang Masalah ........................................................
B. Identifikasi Masalah ................................................................
C. Batasan Masalah ..................................................................
D. Rumusan Masalah ..................................................................
E. Manfaat Penelitian ..................................................................
1
1
4
6
7
8
Bab II TINJAUAN TEORITIS ....................................................................
A. Konsep Dasar Kultur Sekolah ..................................................
B. Pengembangan Kultur Sekolah dalam Membentuk Prestasi Sekolah ....................................................................................
C. Pemberdayaan sebagai Upaya Penciptaan Kultur Sekolah ....................................................................................
D. Mutu Pelayanan Sekolah .........................................................
10
10
17
27
37
Bab III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................
A. Tujuan Penelitian .....................................................................
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................
C. Metode
45
45
46
47
48
3
Penelitian ...................................................................
D. Unit Analisis ............... .............................................................
E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ....................................
F. Instrumen Penelitian ................................................................
G. Teknik Analisis Data ...............................................................
49
50
53
Bab IV HASIL PENELITIAN ......................................................................
A. Profil SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur ............................
B. Temuan Penelitian ..................................................................
C. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................
57
57
58
106
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
A. Kesimpulan ..............................................................................
B. Saran-saran ............................................................................
122
122
124
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 129
Lampiran ........................................................................................................ 132
1. Instrumen Penelitian
2. Dokumentasi SMP Negeri 3 Karangtengah
3. Data Visual SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur
4. Riwayat Hidup
5. Surat Izin Penelitian
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berfungsi
mengembangkan potensi peserta didik agar mereka memiliki kompetensi
yang seimbang dalam penguasaan Iptek dan Imtak yang sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional. Salah satu penunjang utama bagi keberhasilan
pendidikan di sekolah adalah terciptanya kultur sekolah yang kondusif melalui
pengembangan kultur sekolah yang dilandasi nilai-nilai akhlaqul karimah.
Kultur sekolah yang demikian tidak akan tercipta dengan sendirinya,
melainkan perlu dibentuk, dibangun, dikembangkan dan dipelihara secara
5
bertahap melalui berbagai program dan kegiatan yang melibatkan semua
anggota komunitas sekolah.
Pasal 3 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengemukakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Terwujudnya tujuan pendidikan nasional di atas sangat
tergantung pada 3 (tiga) pilar pendidikan yaitu lembaga pendidikan (formal
dan nonformal), keluarga dan lingkungan masyarakat. Ibarat bangunan, jika
ketiga pilar tersebut tidak seimbang kekuatannnya, maka bangunan tersebut
akan miring bahkan roboh. Demikian pula halnya dengan pendidikan, jika
salah satu pilar tidak seimbang dengan kekuatan pilar-pilar lainnya, maka sulit
sekali mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang disebutkan di atas.
Upaya peningkatan mutu pendidikan termasuk di dalamnya penanganan
masalah-masalah seperti perkelahian pelajar, perilaku seks bebas dan
penggunaan narkoba merupakan tanggung jawab bersama ketiga pilar
pendidikan untuk menanganinya. Dalam upaya memperkuat pilar lembaga
pendidikan jalur sekolah agar menghasilkan peserta didik yang bermutu
sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang disebutkan di atas, kultur
sekolah yang kondusif bagi pembelajaran perlu dibangun dan dikembangkan.
Penciptaan kultur sekolah yang baik dan kondusif sangat erat
hubungannya dengan sikap dan cara pandang warga sekolah atas sistem
6
1
pengelolaan sekolah. Sistem pengelolaan sekolah itu sendiri sangat banyak
diwarnai dan ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah dalam menerapkan
serta mengembangkan sistem manajemen yang baik. Sementara itu, proses
penerapan manajemen yang baik terutama terletak pada kemampuan kepala
sekolah dalam mempengaruhi seluruh warga sekolah untuk berprestasi dan
meningkatkan kinerja. Dengan kata lain, kepala sekolah harus memiliki
kemampuan dalam melakukan pemberdayaan semua komponen yang ada di
bawahnya sehingga seluruh komponen sekolah dapat melakukan kinerja
secara sadar dan bertanggung jawab. Kesadaran atas tindakan yang
dilakukan oleh seluruh warga sekolah dalam melaksanakan fungsi dan
kewajibannya inilah yang akan mampu menciptakan kultur sekolah yang baik.
Secara umum, sebuah sekolah atau organisasi terdiri dari sejumlah
orang dengan latar belakang, kepribadian, emosi, dan ego yang beragam.
Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk budaya
organisasi. Secara sederhana, budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai
kesatuan dari orang-orang yang memiliki tujuan, keyakinan (belief), dan nilai-
nilai yang sama. Budaya organisasi sangat erat berkaitan dengan budaya
sekolah di mana berbagai aspek terlibat di dalamnya. Aspek-aspek yang
terlibat di dalam sebuah kultur atau budaya sekolah meliputi latar atau setting
sekolah, lingkungan (milieu), suasana (atmosphere), rasa (feel), sifat (tone),
nilai-nilai, dan iklim (climate) organisasi. Kultur sekolah pada dasarnya
merupakan tradisi yang berkembang di sebuah sekolah di mana kepala
sekolah, guru-guru, serta warga sekolah lainnya bekerja dan berhubungan
7
satu sama lainnya yang dimiliki sekolah yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut sekolah.
Dalam konteks pendidikan, kultur sekolah yang kondusif adalah
keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah
yang secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi
bertumbuhkembangnya kecakapan hidup siswa yang diharapkan. Tumbuh
kembang nilai-nilai kecakapan hidup para siswa ini pada dasarnya
merupakan realisasi dari pelayanan yang diberikan sekolah sebagai lembaga
pendidikan kepada masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian tentang “Pengembangan Kultur
Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan Sekolah pada SMP Negeri 3
Karangtengah Kabupaten Cianjur” perlu dilakukan.
B. Identifikasi Masalah
Dalam kehidupan setiap organisasi ada satu aspek yang dapat
mempengaruhi proses perkembangannya di mana setiap manajer akan
memiliki kesempatan atau peluang untuk mengadakan perubahan yang
berarti di dalamnya. Aspek itu adalah iklim. Istilah iklim ini mengacu kepada
suasana yang muncul dan dirasakan pada saat bekerja dalam suatu
organisasi, departemen, atau tim. Iklim juga menjadi parameter untuk
mengukur kondusif atau tidaknya suatu perkembangan organi-sasi yang
bersumber dari suasana emosi para personal organisasi yang tumbuh akibat
kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh manajer. Untuk mengembangkan
8
sebuah budaya sekolah diperlukan kemampu-an memahami iklim atau
suasana kinerja sebuah organisasi dari seorang manajer. Pada konteks ini
diperlukan berbagai pendekatan untuk memahami dan mengetahui suasana
yang ber-kembang dalam tubuh organisasi sehingga konsep-konsep kultur
sekolah dapat diterap-kan secara optimal.
Proses penumbuhan dan pengembangan kultur atau budaya dalam
sebuah sekolah ditentukan oleh berbagai faktor yang ada di dalam lembaga
tersebut. Faktor utama yang mempengaruhi pe-numbuhan kultur sekolah
adalah sikap dan cara pandang seluruh personal sekolah terhadap
pengelolaan pendidikan secara menyeluruh dan seimbang.
Ketidakseimbangan serta ketidakberpihakan personal sekolah terhadap
sesuatu secara berlebihan akan menyebabkan timpangnya proses
pengelolaan sekolah yang akan berakibat muncul-nya budaya sekolah yang
kurang kondusif. Kondisi seperti ini akan menyebabkan rendahnya kinerja
seluruh komponen sekolah, yang pada gilirannya akan menyebabkan
terpuruknya sekolah dalam pencapaian prestasi.
Berdasarkan uraian tersebut diidentifikasi sejumlah permasalah-an
yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap penumbuhan dan
perkembangan kultur sekolah yang kondusif seperti berikut ini.
1. Apakah sekolah memiliki visi dan misi yang dirumuskan secara kolektif
(bersama-sama dengan seluruh guru, siswa, komite sekolah, serta
unsur lainnya yang terkait)?
9
2. Apakah visi, misi, dan sasaran pengembangan sekolah merupa-kan
pencerminan kehendak dan cita-cita seluruh warga sekolah?
3. Apakah kepala sekolah (beserta stafnya) melakukan sosialisasi visi,
misi, dan tujuan pengembangan sekolah kepada seluruh warga
sekolah?
4. Apakah seluruh warga sekolah (guru, siswa, staf sekolah, komite
sekolah, serta masyarakat sekitar) mengetahui dan memahami
kandungan visi dan misi sekolah?
5. Apakah seluruh komponen sekolah melaksanakan program yang telah
dirumuskan sesuai dengan fungsinya serta jadwal yang telah
ditetapkan?
6. Apakah kepala sekolah menerapkan manajemen terbuka sesuai
dengan nafas manajemen berbasis sekolah?
7. Apakah guru-guru melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsinya?
8. Bagaimanakah tanggapan para siswa atas budaya persekolahan di
mana mereka menuntut ilmu dan mengembangkan dirinya?
C. Batasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan, maka perlu
dilakukan pembatasan dalam masalah yang telah dirumuskan. Hal ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Sugiono bahwa setiap penelitian yang akan
dilakukan harus berangkat dari masalah. Bila dalam penelitian telah dapat
menemukan masalah yang betul-betul masalah, maka sebenarnya pekerjaan
10
penelitian itu 50% telah selesai1. Agar penelitian ini tidak meluas, diperlukan
pembatasan masalah sebagai berikut.
1. Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap
pengembangan kultur sekolah dibatasi pada ruang lingkup manajemen
sekolah serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
2. Komponen sistem sekolah yang berperan
dalam pengembangan kultur sekolah.
3. Aspek-aspek budaya positif yang dapat
dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah.
D. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini dapat terarah dan mencapai sasaran, masalah-
masalah yang dikaji perlu dirumuskan. Rumusan masalah tersebut adalah
sebagai berikut
1. Aspek apa saja yang dapat
dikembangkan dalam membentuk kultur sekolah?
2. Siapa saja yang seharusnya berperan dalam
pengembangan kultur sekolah?
3. Aspek budaya apa saja yang perlu dikembangkan
dalam rangka peningkatan mutu layanan sekolah?
E. Manfaat Penelitian
1 Sugiono, Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta, 2004), p. 31
11
Sebagai bentuk penelitian, melalui pengkajian konseptual dan temuan-
temuan di lapangan, penelitian ini diharapkan sumbangan pemikiran yang
bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
deskripsi atau gambaran tentang pemahaman guru atas pengembang-an
kultur sekolah serta pengaruhnya terhadap guru dalam meng-
implementasikan penyelenggaraan pendidikan berbasis kompetensi di
sekolah, terutama dalam proses kinerja guru yang meliputi pelaksanaan
proses pembelajaran siswa, keterlibatan guru dalam pengembangan
profesional, serta pengaruhnya terhadap perkembangan prestasi siswa.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kon-tribusi
atau manfaat langsung kepada guru sebagai pelaksana pendidikan, sekolah,
serta dinas pendidikan. Pertama, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan saran dan pemikiran serta wawasan pengetahuan
kepada guru dalam hal pengembangan kultur sekolah secara lebih terarah
dan kontekstual. Kedua, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran kepada guru dalam memberikan
pelayanan terbaik kepada peserta didik untuk mencapai kompetensi. Ketiga,
penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada sekolah,
khususnya SMP Negeri 3 Karangtengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Cianjur, agar pengembangan kultur sekolah dapat dijadikan
bahan perbandingan sesuai dengan karakteristiknya serta temuan-temuan
penelitian.
12
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Kultur Sekolah
1. Pengertian Kultur Sekolah
Kultur merupakan terjemahan dari kata culture yang mengandung
makna budaya atau peradaban. Edward Burnet Tylor, dalam Taliziduhu2
menjelaskan bahwa ”culture or civilization, taken in its wide ethnographic
sense, is that complex whole which includes knowledge, belief, art, law,
custom, and any other capabilities anda habits acquired by man as a member
of society.” Sedangkan Vijay Santhe, dalam Taliziduhu3, menjelaskan bahwa
budaya adalah ”the set of important assumption (often unstated) that
members of a community share in common.”
2 Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), p 433 Ibid
13
Kedua pengertian di atas menunjukkan bahwa kultur merupakan
sesuatu hal yang kompleks dan utuh, dan akan meliputi aspek-aspek
pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, kebiasaan dan kemampuan, serta
kebiasaan lain yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat.
Kompleksitas tersebut sering menjadi sebentuk anggapan dasar yang penting
dan tidak dinyatakan secara eksplisit serta menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam sebuah komunitas masyarakat. dalam konteks yang lebih
kecil, kultur atau budaya ini dapat pula terjadi pada lingkungan sekolah.
Cheng4 mengemukakan bahwa dunia pendidikan belum memiliki
definisi yang pasti tentang kultur sekolah. Istilah ini sering diidentikkan
dengan berbagai istilah yang mendekati, seperti iklim, etos, dan
sejarah/riwayat. Penggunaan istilah kultur sekolah serta pemahamannya
digunakan sebagai satu bentuk upaya dalam membuat arah bagi
pembentukan lingkungan sekolah yang kondusif dan suasana belajar yang
stabil.
Suatu tinjauan literatur atas kultur sekolah yang dilakukan oleh
Terrence E. Deal dan Kent D. Peterson5 mengungkapkan bahwa definisi
kultur meliputi "pola teladan dalam nilai-nilai, kepercayaan, dan tradisi yang
telah dibentuk dan menjadi milik sekolah setelah melewati rangkaian
peristiwa dan waktu yang panjang. Paul E. Heckman (1993)6 menegaskan
bahwa kultur sekolah itu merupakan "keyakinanan yang dianut oleh para
4 Cheng Yin Cheong, Leadership for School Culture, (ERIC Digest, Number 91, 1993) pada situs http://www.uoregon.edu/ download tanggal 30 Januari 2008, p. 1
5 Ibid6 Ibid
14
10
guru, para siswa, dan kepala sekolah ." Definisi ini menunjukkan adanya
upaya dalam menciptakan suatu lingkungan belajar yang efisien. Para ahli
lebih memusatkan pada nilai-nilai inti diperlukan untuk memberi
pembelajaranran dan mempengaruhi pola pikir generasi muda.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa kultur sekolah dapat
digambarkan sebagai pola keteladanan yang meliputi norma-norma, nilai-
nilai, kepercayaan atau keyakinan, upacara, upacara agama, tradisi, dan
pemahaman atas tradisi turun-temurun, mungkin dalam derajat atau tingkat
penafsiran yang bermacam-macam, dalam anggota warga atau komunitas
sekolah.
Hennry Jay Baker dan Margareth M. Riel7 mengemukakan bahwa
kultur sekolah merupakan sebuah sistem atau keyakinan yang dapat
mempengaruhi seluruh warga sekolah dalam melakukan tindakan-tindakan.
Kultur sekolah ini dibentuk oleh berbagai aspek yang telah lama
mempengaruhi sistem kinerja dan kebiasaan yang hidup di sekolah tersebut,
yang meliputi latar atau setting sekolah, sistem keyakinan yang berkembang
di dalamnya, pemikiran-pemikiran yang muncul pada setiap anggota
warganya, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan sekolah,
serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang berpengaruh di sekitarnya.
7 Baker, Hennry Jay, & Riel, Margareth M., Teacher Professionalism and the Emergence of Constructivist-Compatible Pedagogies, (a paper presented at the 1999 meeting of the American Educational Research Association, Montreal, 1999), dari http://www.uci,edu/, download tanggal 30 Januari 2008, p. 8
15
2. Kultur Sekolah dalam Konteks Peningkatan Mutu
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
menyelenggarakan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan untuk
mengembangkan potensi peserta didik menjadi kompetensi. Yang dimaksud
dengan kompetensi di sini adalah tampilan keseimbangan kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik dalam pikiran, sikap, ucapan
dan tindakannya sehari-hari yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Dengan demikian, kompetensi yang dimaksud bukan hanya kompetensi
yang menyangkut ilmu dan teknologi (iptek) saja, tetapi juga keimanan dan
ketakwaannya (imtak) kepada Tuhan YME.
Berdasarkan konsep kompetensi di atas, maka sekolah yang bermutu
adalah sekolah yang mampu menghasilkan lulusannya yang mempunyai
keseimbangan kompetensi iptek dan imtak yang tinggi. Frymer dan
Sergiovanni (1984), sebagaimana dikutip oleh Depdiknas8, dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa kultur sekolah mempunyai korelasi positif
yang signifikan dengan kualitas lulusan. Artinya, semakin baik kultur sekolah,
semakin tinggi kualitas lulusan sekolah tersebut. Sebaliknya, semakin buruk
kultur sekolah semakin rendah kualitas lulusannya. Hasil penelitian tersebut
memberi isyarat kepada para pengelola pendidikan di mana pun tentang
betapa pentingnya menciptakan kultur sekolah yang kondusif, agar mutu
lulusan sekolah dapat terus meningkat ke arah yang lebih baik.
8 Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah, (Jakarta: Depdiknas, 2002) p. 24
16
Sekolah merupakan organisasi pendidikan. Oleh karena itu, kultur
sekolah relatif sama dengan kultur organisasi pada umumnya. Yang
membedakannya hanya terletak pada hal-hal yang menyangkut metoda dan
orientasi pengembangannya.
Kultur organisasi adalah sistem kepercayaan dan nilai-nilai bersama
yang berkembang di dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-
anggotanya.9 Nilai-nilai itu diidentifikasi, ditanamkan dan diaktualisasikan
melalui raga, perilaku, sikap dan pendirian tertentu yang berulang-ulang dan
konsisten sehingga masyarakat dapat mengamati atau merasakannya.10
Dengan demikian maka secara sederhana kultur sekolah dapat dikatakan
sebagai suasana kehidupan di sekolah yang dilandasi sistem nilai tertentu
yang ditunjukkan oleh sikap, ucapan dan tindakan para anggota komunitas
sekolah serta kondisi fisik lingkungan sekolahnya sehari-hari.
Yang dimaksud dengan ‘nilai’ di sini adalah nilai kehidupan personal
(personal living value) atau nilai sosial (social living value), yakni ukuran
kehidupan yang dianggap/diyakini benar, bagus dan baik menurut
standar/kriteria/prosedur berdasarkan, harapan, cita-cita dan keyakinan suatu
masyarakat yang bersumber dari agama atau filsafat kehidupannya.
3. Membangun Kultur Sekolah
9 Shermerchorn, Jr. John R. et al, Managing Organizational Behavior, (New York: John Wiley & Sons Inc, 1994), p. 426
10 Ndraha, Taliziduhu, Teori Budaya Organisasi, (Jakarta: Institut Ilmu Pemerintahan – UNPAD, 1999), p. 75
17
Kultur sekolah merupakan kultur organisasi dalam konteks
persekolahan. Kultur sekolah sebagai kualitas kehidupan sekolah yang
tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai yang dianut sekolah,
yakni dalam bentuk bagaimana warga sekolah seperti komite sekolah,
yayasan (untuk swasta), kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa bekerja,
belajar, dan berhubungan satu sama lain. Kultur sekolah merupakan faktor
esensial dalam membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani
tampil, berperilaku kooperatif, membangun dan memiliki kecakapan personal
dan akademik
Dewasa ini, dunia berubah dengan cepat, tuntutan masyarakat juga
berubah sehingga kemampuan sumber daya manusia menjadi lebih
kompetitif. Untuk itu, sekolah perlu meningkatkan kualitas. Ini harus dimulai
dari unsur pimpinan sekolah untuk mampu memahami lingkungan
sekolahnya secara holistik. Melalui pemahaman kultur sekolah ini, kepala
sekolah akan memiliki bekal untuk membentuk nilai, keyakinan, dan sikap
yang diperlukan untuk membangun sekolah.
Kultur sekolah yang positif menghargai kesuksesan, menekan-kan
pencapaian dan kolaborasi, serta mengikat suatu komitmen pada staf dan
siswa untuk belajar. Kultur sekolah yang negatif menyalahkan siswa serta
warga sekolah lainnya atas prestasi yang diperoleh, menghindari kolaborasi,
dan selalu ada pertentangan antarwarga sekolah. Kultur sekolah yang negatif
semestinya diubah ke arah positif. Untuk mengubahnya kepala sekolah harus
memahami kultur yang ada, mengubah variasi hubungan antarwarga
18
sekolah, perubahan dilakukan melalui dialog, perlahan-lahan dengan
kesabaran, dan komitmen, serta perubahan dimulai dari atas dengan contoh
perbuatan yang bersifat keteladanan. Kultur sekolah yang positif akan
menghasilkan produk kultur yang baik pula, seperti peningkatan kinerja
individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah atau institusi, terjamin
hubungan yang sinergis di antara warga sekolah, tugas dilaksanakan dengan
perasaan senang, timbul iklim akademik, kompetisi dengan kolaborasi, serta
interaksi yang menyenangkan.
Berdasarkan uraian di atas, peran kultur sekolah adalah untuk
memperbaiki kinerja sekolah, membangun komitmen warga sekolah, serta
membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat
terus maju, dorongan bekerja keras dan tidak mudah mengeluh. Kultur
sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya iklim terbuka
(open climate), budaya positif (positive culture), budaya terbuka (open
culture), dan suasana batin yang menyenangkan (enjoyable spiritual
atmosphere) di antara warga sekolah.
Atas dasar ini, keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa sifat,
dan iklim sekolah yang secara produktif harus mampu memberikan
pengalaman, baik bagi tumbuh kembangnya keyakinan dan ketakwaan,
perilaku kebersamaan dalam kehidupan, pengetahuan dan keterampilan
akademik, etos kerja, semangat belajar, partisipasi, demokratis, dan
wawasan kebangsaan siswa serta warga sekolah lainnya.
19
B. Pengembangan Kultur Sekolah dalam Membentuk Prestasi
Sekolah
Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat
berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar,
kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Program aksi
untuk peningkatan mutu sekolah secara konvensional senantiasa
menekankan pada aspek pertama, yakni meningkatkan mutu proses belajar
mengajar, sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah,
dan sama sekali tidak pernah menyentuh aspek kultur sekolah. Sudah barang
tentu pilihan tersebut tidak terlalu salah, karena aspek itulah yang paling
dekat dengan prestasi siswa. Namun, sejauh ini bukti-bukti telah
menunjukkan bahwa sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja
tidak cukup. Dengan kata lain perlu dikaji untuk melakukan pendekatan
inkonvensional yakni, meningkatkan mutu dengan sasaran mengembangkan
kultur sekolah.
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu
kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai
yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat
dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk
melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk
memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur
secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya.
Sekolah merupakan lembaga utama yang yang didesain untuk memperlancar
20
proses transmisi kultural antar generasi tersebut.
Dalam dunia pendidikan, semula kultur suatu bangsa (bukan kultur
sekolah) yang diduga sebagai faktor yang paling menentukan kualitas
sekolah. Tetapi berbagai penelitian menemukan bahwa pengaruh kultur
bangsa terhadap prestasi pendidikan tidak sebesar yang diduga selama ini.
Bukti terakhir, hasil TIMSS11 (The Third international Math and Science
Study) menunjukkan bahwa siswa dari Jepang, dan Belgia sama-sama
menempati pada rangking atas untuk mata pelajaran matematik, padahal
kultur negara-negara tersebut berbeda. Oleh karena itu, para peneliti
pendidikan lebih memfokuskan pada kultur sekolah, bukannya kultur
masyarakat secara umum, sebagai salah satu faktor penentu kualitas
sekolah. Hal ini menunjuk-kan bahwa "faktor penentu kualitas pendidikan
tidak hanya dalam wujud fisik, seperti keberadaan guru yang berkualitas,
kelengkapan peralatan laboratorium dan buku perpustakaan, tetapi juga
dalam wujud non-fisik, yakni berupa kultur sekolah".
Konsep kultur di dunia pendidikan berasal dari kultur tempat kerja di
dunia industri, yakni merupakan situasi yang akan memberikan landasan dan
arah untuk berlangsungnya suatu proses pembelajaran secara efisien dan
efektif. Salah satu ilmuwan yang memberikan sumbangan penting dalam hal
ini adalah Antropolog Clifford Geertz, sebagaimana dikutip oleh Wijaya
Kusumah12, yang mendefinisikan kultur sebagai suatu pola pemahaman 11 Anonim, artikel Kultur Sekolah, pada
http://www.pakguruonline.pendidikan.net/pradigma_pdd_ms_depan_36.html, download tanggal 30 Januari 2008
12 Wijaya Kusumah, Menciptakan Budaya Sekolah yang Tetap Eksis, (artikel bebas pada http://www.omjay.8m.com&wijayalabs.wordpress.com, tanpa tahun), download
21
terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit maupun
implisit. Berdasarkan pengertian kultur menurut Clifford Geertz tersebut di
atas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-
norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam
perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang
bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa,
sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai
persoalan yang muncul di sekolah.
Pengaruh kultur sekolah atas prestasi siswa di Amerika Serikat telah
dibuktikan lewat penelitian empiris13. Kultur yang "sehat" memiliki korelasi
yang tinggi dengan a) prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, b) sikap
dan motivasi kerja guru, dan, c) produktivitas dan kepuasan kerja guru.
Namun demikian, analisis kultur sekolah harus dilihat sebagai bagian suatu
kesatuan sekolah yang utuh. Artinya, sesuatu yang ada pada suatu kultur
sekolah hanya dapat dilihat dan dijelaskan dalam kaitan dengan aspek yang
lain, seperti, a) rangsangan untuk berprestasi, b) penghargaan yang tinggi
terhadap prestasi, c) komunitas sekolah yang tertib, d) pemahaman tujuan
sekolah, e) ideologi organisasi yang kuat, f) partisipasi orang tua siswa, g)
kepemimpinan kepala sekolah, dan, h) hubungan akrab di antara guru.
Dengan kata lain, dampak kultur sekolah terhadap prestasi siswa meskipun
sangat kuat tetapi tidaklah bersifat langsung, melainkan lewat berbagai
tanggal 30 Januari 2008, p. 313 Ibid
22
variabel, antara lain seperti semangat kerja keras dan kemauan untuk
berprestasi.
1. Faktor Pembentuk Kultur Sekolah
Nilai, moral, sikap dan perilaku siswa tumbuh berkembang selama
waktu di sekolah, dan perkembangan para siswa tidak dapat dihindarkan
yang dipengaruhi oleh struktur dan kultur sekolah, serta oleh interaksi mereka
dengan aspek-aspek dan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala
sekolah, guru, materi pelajaran dan antar siswa sendiri. Aturan sekolah yang
ketat berlebihan dan ritual sekolah yang membosankan tidak jarang
menimbulkan konflik baik antar siswa maupun antara sekolah dan siswa.
Sebab aturan dan ritual sekolah tersebut tidak selamanya dapat diterima oleh
siswa. Aturan dan ritual yang oleh siswa diyakini tidak mendatangkan
kebaikan bagi mereka, tetapi tetap dipaksakan akan menjadikan sekolah
tidak memberikan tempat bagi siswa untuk menjadi dirinya.
Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki
budaya sekolah (school culture) yang kokoh. Perpaduan unsur siswa, guru,
dan orang tua yang bekerjasama dalam menciptakan komunitas yang lebih
baik melalui pendidikan yang berkualitas, serta bertanggung jawab dalam
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, menjadikan sebuah sekolah
unggul dan favorit di masyarakat. Menurut Deal dan Peterson (1999),
sebagaimana dikutip oleh Wijaya Kusumah14, budaya sekolah adalah
sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan
14 Wijaya Kusumah, Op.Cit, p. 4
23
simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas
administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah
merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di
masyarakat luas. Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan
budaya sekolah yang menantang dan menyenangkan, adil, kreatif,
terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian visi, menghasilkan lulusan
yang berkualitas tinggi dalam perkembangan intelektualnya dan mempunyai
karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja keras, toleran
dan cakap dalam memimpin, serta menjawab tantangan akan kebutuhan
pengembangan sumber daya manusia yang dapat berperan dalam
perkembangan iptek dan berlandaskan imtak. Budaya sekolah yang harus
diciptakan agar tetap eksis adalah mengembangkan budaya keagamaan
(religi), budaya kerjasama (team work), ludaya kepemimpinan (leadership).
Dalam pengembangan nilai-nilai religi (keagamaan) dapat diterapkan
penanaman perilaku atau tatakrama yang tersistematis dalam pengamalan
agamanya masing-masing sehingga terbentuk kepribadian dan sikap yang
baik (akhlaqul Karimah) serta disiplin dalam berbagai hal. Bentuk-bentuk
kegiatan yang dapat dilaksanakan meliputi pengembangan budaya
pengucapan salam, doa sebelum/sesudah belajar, doa bersama menyambut
UN/US, melaksanakan tadarus, shalat Dzuhur berjamaah, lima hari belajar,
LOKETA (Lomba Keterampilan Agama), studi amaliah Ramadhan, hafalan
Juz Amma, mengembangkan budaya bersih; menyelenggarakan konferensi
24
kasus, kegiatan praktek ibadah, berbuka puasa bersama, pengelolaan ZIS
(zakat, infaq, shadaqah) serta peringatan hari-hari besar Islam.
Pengembangan budaya kerja sama (team work) dapat pula dilakukan.
Budaya kerja sama dimaksudkan untuk menanamkan rasa kebersamaan dan
rasa sosial melalui kegiatan bersama. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat
dilaksanakan antara lain MOS, kunjungan industri, bakti sosial,
pengembangan teman asuh, kegiatan olah raga dan kesenian, kunjungan
museum dan widyawisata lainnya, pentas seni, studi banding,
pengembangan kegiatan ekstrakurikuler, pelepasan siswa, disiplin
pengenaan seragam sekolah, penerbitan majalah sekolah, PHBN, PORSENI,
dan sejenisnya.
Di samping kedua bentuk pengembangan kegiatan siswa di atas,
dapat pula dikembangkan berbagai bentuk kegiatan lainnya yang dapat
meningkatkan kebersamaan, peningkatan disiplin, pengembangan kesadaran
lingkungan, pemeliharaan nilai-nilai tradisi, dan sebagainya.
2. Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah harus memahami kultur sekolah yang ada sekarang
ini, dan menyadari bahwa hal itu tidak lepas dari struktur dan pola
kepemimpinannya. Perubahan kultur yang lebih "sehat" harus dimulai dari
kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mengembangkan
kepemimpinan berdasarkan dialog, saling perhatian dan pengertian satu
dengan yang lain. Biarlah guru, staf administrasi bahkan siswa
25
menyampaikan pandangannya tentang kultur sekolah yang ada dewasa ini,
mana segi positif dan mana negatif, khususnya berkaitan dengan
kepemimpinan kepala sekoloh, struktur organisasi, nilai-nilai dan norma-
norma, kepuasan terhadap kelas, dan produktivitas sekolah. Pandangan ini
sangat penting artinya bagi upaya untuk merubah kultur sekolah.
Kultur sekolah ini berkaitan erat dengan visi yang dimiliki oleh kepala
sekolah tentang masa depan sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi
untuk menghadapi tantangan sekolah di masa depan akan lebih sukses
dalam membangun kultur sekolah. Untuk membangun visi sekolah ini, perlu
kolaborasi antara kepala sekolah, guru, orang tua, staf administrasi dan
tenaga profesional. Kultur sekolah akan baik apa-bila: a) kepala dapat
berperan sebagai model, b) mampu membangun tim kerjasama, c) belajar
dari guru, staf, dan siswa, dan, d) harus memahami kebiasaan yang baik
untuk terus dikembangkan. Kepala sekolah dan guru harus mampu
memahami lingkungan sekolah yang spesifik tersebut. Karena, akan
memberikan perspektif dan kerangka dasar untuk melihat, memahami dan
memecahkan berbagai problem yang terjadi di sekolah. Dengan dapat
memahami permasalahan yang kompleks sebagai suatu kesatuan secara
mendalam, kepala sekolah dan guru akan memiliki nilai-nilai dan sikap yang
amat diperlukan dalam menjaga dan memberikan lingkungan yang kondusif
bagi berlangsung-nya proses pendidikan.
3. Menumbuhkan dan Mengembangkan Kultur Sekolah Positif
26
Sebuah sekolah tidak akan pernah mencapai sebuah tingkat
perkembangan kultur sekolah yang baik sebelum tumbuh rasa aman, saling
menghargai, serta kebebasan pengembangan diri bagi warga sekolah di
dalamnya. Kultur sekolah yang positif dikembangkan melalui rangkaian
kegiatan penilaian, analisis perkembangan, meningkatkan dan memperkuat
identitas sekolah, serta selalu memonitor proses perjalanan sekolah secara
keseluruhan.
Jane Turner dan Carolyn Crang15 mengemukakan bahwa penumbuhan
kultur sekolah akan sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor internal
dan eksternal sekolah, baik sebagai latar maupun sebagai sistem. Sebagai
latar, sekolah (terutama sekolah yang telah lama berdiri) memiliki budaya
turun-temurun yang diwariskan sebagai tradisi melembaga. Hal-hal seperti
pelaksanaan wisuda lulusan dengan upacara tertentu yang telah berlangsung
secara terus-menerus merupakan contoh yang paling mudah untuk
diidentifikasi. Kegiatan pelantikan siswa baru melalui upacara tertentu,
penggunaan seragam, penggunaan logo dan emblim sekolah, adalah contoh-
contoh konkret dari faktor internal sekolah. Faktor eksternal sekolah dapat
muncul dari akibat merembesnya pengaruh budaya massa ke dalam
lingkungan pergaulan sekolah. Budaya seperti ini dapat masuk melalui siswa,
guru, dalam proses pembelajaran, serta kegiatan-kegiatan lainnya, yang
kemudian dikukuhkan menjadi bagian dari kebiasaan sekolah.
15 Turner, Jane and Crang, Carolyn. Exploring School Culture, (A paper submitted to the Centre for Leadership in Learning, 1996), p. 10
27
Penumbuhan kultur sekolah yang positif dapat dilakukan melalui hal-
hal sebagai berikut.
(1) Mempertahankan nilai-nilai yang dianggap baik dan positif sebagai
identitas atau karakter sekolah.
(2) Mengembangkan nilai-nilai, kebiasaan, atau kegiatan yang dianggap
baik tetapi kurang memperoleh perhatian menjadi sebentuk identitas
atau kegiatan sekolah yang khas dan dapat menarik perhatian
masyarakat.
(3) Meningkatkan pemahaman warga sekolah akan disiplin serta
kepatuhan terhadap aturan untuk mencapai keteraturan dan
kenyamanan belajar dan bekerja serta mengiplementasikannya.
(4) Menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baru yang berkaitan dengan
pewujudan obsesi prestasi secara wajar melalui berbagai aktivitas di
kalangan siswa dan guru sehingga muncul tradisi juara di kalangan
warga sekolah.
(5) Mengembangkan usaha kerjasama dengan berbagai pihak yang dapat
merangsang tumbuhnya kreativitas dan aktivitas seluruh komunitas
sekolah secara positif.
Pengembangan-pengembangan lain dapat pula dilakukan sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingan sekolah sehingga sekolah memiliki
banyak alternatif dalam menumbuhkan, mengembangkan, memper-tahankan,
serta memperkuat nilai-nilai serta tradisi sekolah yang ada. Dengan cara ini
28
pula, kultur sekolah yang diharapkan akan dapat tercipta dan terbina
sehingga sekolah memiliki eksistensi yang kokoh.
C. Pemberdayaan sebagai Upaya Penciptaan Kultur Sekolah
Upaya lain yang dapat dilakukan guna menumbuhkan dan
mengembangkan kultur sekolah adalah proses pemerdayaan kapasitas
kelembagaan sekolah. Pengembangan kultur sekolah melalui pember-
dayaan artinya meningkatkan efektivitas dan kreativitas setiap kom-ponen
sekolah agar lebih berdaya guna sehingga dapat menumbuhkan kultur
sekolah yang diinginkan dalam segi manajemen sumber daya manusia. Apa
sesungguhnya yang dinamakan dengan pemberdayaan?
1. Pengertian Pemberdayaan
Istilah pemberdayaan merupakan terjemahan atas kata empowering
yang pada awalnya digunakan dalam konteks manajemen bisnis. Istilah ini
berkaitan erat dengan pemindahan atau pendelegasian wewenang (authority)
dan kekuasaan (power) kepada staf pada suatu sistem.
Dalam konteks manajemen umum, istilah pemberdayaan me-rupakan
konsep yang mengacu kepada cara praktis dan produktif untuk memperoleh
hasil terbaik dari suatu tujuan dengan mengembangkan lebih dari sekedar
pendelegasian agar kekuasaan ditempatkan secara tepat sehingga dapat
digunakan secara efektif16. Pemberdayaan di sini bukan sekedar pelimpahan
16 Stewart, Aileen Mitchel. Empowering People: Pemberdayaan Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998), p. 23
29
tugas semata kepada staf, melainkan juga pelimpahan proses pengambilan
keputusan dan tanggung jawab secara penuh.
Nasution (2004) memberikan definisi lain mengenai pember-dayaan
yang berbunyi ”pemberdayaan dapat diartikan sebagai pelibat-an karyawan
yang benar-benar berarti, pemberdayaan tidak sekedar hanya memiliki
masukan tetapi juga memperhatikan, mempertimbang-kan, dan
menindaklanjuti masukan tersebut apakah diterima ataukah tidak.”17
Abdullah NS (1998) menambahkan rumusan pemberdayaan melalui
tulisannya pada Mimbar Pendidikan dengan ungkapan pember-dayaan
budaya organisasi berarti membantu membuat agar organisasi (dalam hal ini
lembaga pendidikan) memiliki budaya organisasi yang lebih kuat atau lebih
berdaya dengan cara menghilangkan sebanyak mungkin hambatan-
hambatan dalam mengimplementasikan visi dari pimpinan organisasi ke arah
keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang.18
Dari ketiga konsep rumusan pemberdayaan di atas, dapat disusun
sebuah definisi bahwa pemberdayaan adalah pelibatan seluruh komponen
organisasi dalam melaksanakan visi organisasi (lembaga pendidikan) untuk
mencapai posisi yang lebih baik di masa mendatang melalui pendelegasian
secara utuh wewenang, kekuasaan, dan tanggung jawab kepada staf dalam
arti yang sebenarnya, serta dengan menghilangkan sebanyak mungkin
17 Nasution, M. Nur., Manajemen Mutu Terpadu. (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2004), p. 172
18 Abdullah NS., Pemberdayaan Budaya Organisasi sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kinerja Lembaga Pendidikan. Artikel dalam Mimbar Pendidikan Nomor 3 Tahun XVII – 1998, (Bandung: IKIP Bandung, 1998), p.29
30
hambatan yang akan muncul dan memberikan penekanan lebih kuat
terhadap nilai-nilai positif.
2. Esensi Pemberdayaan
Manajemen selalu berhubungan dengan wewenang (authority) dan
kekuasaan (power) yang merupakan modal utama untuk meng-gerakkan
sebuah sistem organisasi. Wewenang dan kekuasaan ini kemudian
melahirkan berbagai aturan, prosedur, perintah, dan sebagainya yang
digunakan untuk mengefektifkan lajunya roda organisasi guna mencapai
tujuan secara maksimal. Berbagai teori manajemen tentang tugas dan fungsi
seorang manajer selalu bersumber dari kedua aspek ini19.
Akan tetapi, kekuasaan dan wewenang sangat tampak tidak
mempertimbangkan sisi kemanusiaan sebagai pelaksana laju dan
perkembangan sebuah organisasi. Sebagian besar gaya manajemen lama
yang bertumpu pada manajer yang mempunyai wewenang dan kekuasaan
untuk memerintahkan agar suatu pekerjaan dapat diselesai-kan dengan
cepat dan tepat ternyata sering memiliki kendala kemanusiaan yang
menjauhkan hubungan komunikasi interpersonal dan antarpersonal dalam
manajemen tersebut20. Para staf lebih banyak bertindak menunggu perintah
dari atasan daripada bertindak sendiri sesuai dengan aturan secara kreatif.
Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pendekatan lebih manusiawi dalam
menggerakkan laju dan perkembangan organisasi sehingga tujuan-tujuan
19 Stewart, Aileen Mitchel, Op.Cit, p. 1620 Ibid, p. 18
31
dapat tercapai dengan cepat, tepat, serta komunikasi berjalan secara
maksimal.
Pemberdayaan pada dasarnya bermaksud meniadakan segala
peraturan, prosedur, perintah, dan lain-lain yang tidak perlu, yang merintangi
organisasi untuk mencapai tujuannya. Pemberdayaan ber-tujuan
menghapuskan hambatan-hambatan sebanyak mungkin guna membebaskan
organisasi dan orang-orang yang bekerja di dalamnya, melepaskan mereka
dari halangan-halangan yang hanya memper-lamban reaksi dan merintangi
aksi mereka21.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan tidak pelak lagi akan mengakibatkan berkurangnya sebagian
wewenang dan kekuasaan para manajer. Akan tetapi, seorang manajer
berwibawa akan selalu memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk
membimbing, memberi nasihat, dan membantu staf dalam mengambil
keputusan sendiri berdasarkan bimbingan yang diberikannya. Manajer seperti
itu akan mampu memastikan bahwa stafnya bertindak tepat tanpa perlu
membuat daftar peraturan yang panjang ataupun perintah-perintah yang
keras. Manajer yang memiliki kewibawaan akan lebih mendukung kreativitas
dan aktivitas staf daripada memerintah mereka. Kewibawaan semacam itu
tidak akan pernah lenyap karena mampu memberdayakan stafnya.
Secara esensial, pemberdayaan mencakup aspek-aspek operasional
sebagai berikut.
21 Ibid, p. 17
32
a. Dekat dengan Pelanggan
Pelanggan untuk organisasi atau lembaga pendidikan adalah
masyarakat pengguna jasa pendidikan. Artinya, pelanggan pada konteks
pendidikan adalah para siswa dan orang tua siswa yang menitipkan anak-
anaknya pada lembaga pendidikan.
Sebuah organisasi yang memberdayakan dirinya adalah organisasi
yang dekat dengan pelanggannya. Demikian pula halnya dengan sebuah
sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Sekolah harus memiliki
kedekatan dengan masyarakat pemakai jasa pendidikan. Jika pada hasil
bisnis murni (bidang non kependidikan), hasil penjualan dari produknya
diperoleh dengan cara mengalikan jumlah barang atau jasa yang
dijual/diproduksi dengan harga jual atau tarifnya, maka di bidang pendidikan
hasil penjualannya memiliki komponen yang sangat banyak22.
Sekolah sebagai sebuah sistem manajemen memperoleh hasil
penjualan produknya melalui uang pendaftaran pada penerimaan siswa baru
PSB), uang dana tahunan (ada yang menyebut juga uang bangunan dan
sejenisnya), sumbangan bulanan atau SPP, uang tes sumatif (sekolah
swasta), uang pendaftaran ulang, uang karyawisata, dan sebagainya. Oleh
karena itu, untuk memperoleh hasil usaha yang maksimal diperlukan
pendekatan-pendekatan dengan pengguna jasa agar sekolah memiliki
akuntabilitas yang sesuai dengan harapan masyarakat. Lebih jauh, sekolah
sebagai penyelenggara dan pelayan masyarakat dalam bidang pendidikan
22 Abdullah NS. Op. Cit, p. 24
33
memperoleh kepercayaan maksimal berdasarkan produk yang dihasilkannya
berupa kualitas hasil pendidikan melalui siswa-siswanya.
b. Staf sebagai Sumber Daya
Banyak ungkapan yang disampaikan oleh bermacam-macam
organisasi tentang staf. Pada umumnya, mereka berpendapat bahwa staf
adalah sumber daya yang paling penting dan paling berharga dalam sebuah
organisasi. Akan tetapi, pendapat ini pada umumnya hanya berhenti pada
ujung lidah belaka. Banyak organisasi gagal menangkap, apalagi
memanfaatkan dan menggunakan, pengetahuan dan pengertian yang
bahkan dimiliki oleh staf junior atau tingkat rendahan tentang pelanggan dan
kebutuhan-kebutuhan mereka. Demikian pula halnya yang terjadi pada
lingkungan pendidikan. Pada banyak sekolah, terutama di daerah, para
manajer lebih suka membebani stafnya (guru dan tata usaha) dengan
peraturan dan prosedur, yang jelas dirancang untuk mencegah staf
menggunakan inisiatif sendiri untuk memberi kepada pelanggan apa yang
mereka butuhkan. Alhasil, staf akan kaku berpegang pada peraturan dan
prosedur, bahkan juga pada saat-saat di mana jelas mereka harus
mengambil inisiatif kebijaksanaan. Hal ini tidak hanya mengakibatkan
buruknya pelayanan kepada pelanggan, tetapi juga pada akhirnya akan
merusak semangat staf23.
Perlakuan manajer (khususnya pada bentuk manajemen pamong
yang selama ini berlaku di lembaga-lembaga pendidikan tingkat SD dan
23 Stewart, Aileen Mitchel, Op. Cit. p. 25
34
SMP) yang menganggap stafnya adalah pelaku yang harus patuh kepada
peraturan dan prosedur kerja tidak akan menjamin pelayanan yang baik
kepada pelanggan. Cara demikian juga tidak akan menimbulkan dedikasi dan
perhatian staf kepada pekerjaan mereka. Jika seorang manajer menganggap
stafnya sebagai setengah manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa
organisasi pun akan mendapatkan setengah komitmen dan lebih sedikit lagi
minat dan energi yang diberikan oleh staf.
Dalam sebuah organisasi yang diberdayakan, staf akan merasa aman
untuk menggunakan akal sehat dan inisiatifnya jika dihadapkan pada situasi-
situasi tertentu yang membutuhkan penanganan khusus. Seorang guru yang
menyampaikan kebijakannya dalam mengatasi suatu masalah sesungguhnya
dapat menggunakan akal sehatnya bahwa yang dilakukannya pada dasarnya
sesuai dengan yang digariskan dalam peraturan dan prosedur kerja lembaga.
c. Kapasitas Staf
Sesuai dengan perkembangan hubungan kemanusiaan dan
perubahan ilmu tingkah laku pada manajemen modern, maka orang-orang
mulai memberikan perhatian serius pada pengaruh penting faktor manusia
dalam efektivitas organisasi. Perspektif sumber daya manusia menekankan
pentingnya sumber daya manusia sehingga poin utama manajemen adalah
untuk mengembangkan sumber daya manusia di sekolah untuk lebih
berperan dan berinisiatif. Nurkholis mengemukakan bahwa organisasi yang
diberdayakan bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai dengan
para konstituen sekolah untuk ber-partisipasi secara luas dan
35
mengembangkan potensi mereka. Peningkatan kualitas pendidikan terutama
berasal dari kemajuan proses internal, khususnya dari aspek manusia24.
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa staf sebuah organisasi
merupakan asset yang sangat berharga dan sangat penting. Potensi yang
dimiliki oleh para staf ini selayaknya menjadi bahan pertimbangan bagi
seorang manajer dalam mengembangkan kinerja organisasinya. Akan tetapi,
ada kalanya sejumlah (atau bahkan sebagian besar) staf pada lembaga
pendidikan tidak begitu memahami kapasitas dirinya jika suatu ketika
dihadapkan kepada pertanyaan: tugas tambahan apa yang dapat Anda
lakukan di samping tugas pokok Anda sebagai guru?
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kapasitas staf
yang dioptimalkan sesuai dengan potensi dirinya masing-masing merupakan
inti dari pemberdayaan. Akan tetapi, pada konteks lain para manajer dituntut
untuk memberikan kepercayaan yang lebih besar pada kemampuan dan
pengetahuan para stafnya dan meniadakan rintangan-rintangan yang
sekiranya akan menghalangi staf dalam menggunakan kemampuan dan
pengetahuan mereka.
d. Manajemen yang Fleksibel
24 Nurkolis. Penerapan MBS Di SLTPN 9 Jakarta. Artikel Artikel pada http://www.depdiknas.go.id/MBS_di _SLTPN_9_Jakarta.html downloaded tanggal 16 September 2004, p. 4
36
Manajemen yang fleksibel adalah manajemen yang memiliki
kecepatan reaksi atas berbagai fenomena yang berkembang di sekitarnya
maupun di dunia global. Manajemen yang fleksibel adalah manajemen yang
berorientasi ke masa depan, selalu mengharapkan perubahan, serta bekerja
optimal dengan berusaha mengantisipasi tuntutan-tuntutan yang muncul di
masa depan maupun di masa sekarang ini25. Kemampuan mengantisipasi
kondisi seperti di atas jelas bukan hanya harus dimiliki oleh seorang manajer
saja, melainkan oleh seluruh personal yang ada pada sistem manajemen.
Pemberdayaan menuntut penggunaan dan optimalisasi potensi unsur
manajemen yang lain lebih dari sekedar yang dituntut oleh bentuk-bentuk
manajemen lama. Kemampuan yang bersumber dari potensi tersebut akan
tampak lebih rumit dan lebih sulit diperoleh karena hal tersebut merupakan
keterampilan manusiawi (people skills) atau kecakapan hidup (life skills) yang
menuntut pemahaman, imajinasi, dan kematangan.
Atas dasar itu, pemberdayaan memungkinkan organisasi-organisasi
untuk mampu menanggapi pelanggan dan tuntutan-tuntutan masyarakat
secara cepat, fleksibel, dan efisien. Hasil yang sudah pasti akan diperoleh
adalah berkurangnya pemborosan dan kebocoran anggaran, penundaan
program, kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul dari pelaksanaan
program sekolah, serta terbangunnya suatu tim kerja yang kompak dan
kreatif di mana staf menjadi sumber daya yang dimanfaatkan secara penuh.
D. Mutu Pelayanan Sekolah
25 Stewart, Aileen Mitchel., Op. Cit, p. 32
37
1. Pelayanan Jasa Pendidikan di Sekolah
Sekolah merupakan lembaga yang bertugas sebagai pelayan jasa
pendidikan bagi masyarakat sekitarnya. Menurut Kotler dalam Nasution jasa
(service) adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak
kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
menghasilkan kepemilikan apa pun. 26 Dalam lingkungan pendidikan, jasa
yang dimaksud pada konteks ini adalah jasa pelayanan pendidikan sesuai
dengan kandungan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jasa pelayanan pendidikan yang digariskan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 sesungguhnya mengacu kepada konteks
standar nasional pendidikan yang secara tegas digariskan pada pasal 2 yang
mengamukakan bahwa Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: (a)
standar isi; (b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d) standar
pendidik dan tenaga ke-pendidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f)
standar pengelolaan; (g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian
pendidikan.27 Untuk mencapai standar nasional pendidikan sebagaimana
digariskan di atas, diperlukan sebentuk strategi pelayanan minimal yang
berorientasi kepada mutu.
Jika standar pelayanan minimal mengacu kepada pasal 2 PP 19 Tahun
2005 di atas, maka unsur yang terlibat membangun pelayanan pendidikan
26 Nasution, M. Nur. Op.Cit, p. 6727 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pedidikan
38
tersebut adalah semua warga sekolah secara terpadu. Kepala sekolah
sebagai pimpinan lembaga pendidikan memiliki tugas tugas dan tanggung
jawab paling luas yang membawahi seluruh komponen sekolah. Unsur kedua
adalah guru sebagai person paling depan dalam melaksanakan layanan jasa
kepada masyarakat. Setlah kedua unsur tersebut, barulah kemudian muncul
unsur-unsur lain secara berurutan, yakni staf sekolah (terdiri atas tenaga
administrasi sekolah dan pembantu pelaksana sekolah), para siswa, komite
sekolah, serta masyarakat yang berada di dalam lingkungan sekolah.
Masing-masing komponen warga sekolah tersebut secara sadar membangun
komitmen menuju tujuan yang sama, yakni memberikan pelayanan bermutu
kepada masyarakat sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Atas dasar landasan teori di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan
jasa pendidikan adalah aktivitas yang diberikan oleh sekolah (bersama
seluruh komponen yang terlibat di dalamnya) kepada masyarakat dengan
menetapkan batas-batas pelayanan minimal melalui standar pendidikan
nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
2. Mengembangkan Budaya Mutu dalam Pelayanan Sekolah
Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh
dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan
kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan,
pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.28 Input
pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan
28 Direktorat PLP. Konsep Dasar MPMBS. (Jakarta: Depdiknas, 2002), p. 4
39
untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya
dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi
berlangsungnya proses pendidikan. Input sumberdaya meliputi sumberdaya
manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan
sumberdaya lainnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dan
sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah,
peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, serta
yang lainnya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-
sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan
agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi
rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi
tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu
yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsung-nya proses
disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output.29 Dalam
pendidikan berskala mikro di tingkat sekolah, proses yang dimaksud adalah
proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses
pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan
evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat
kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.
Dengan demikian, sebuah proses pendidikan dikatakan bermutu tinggi
apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah
29 Ibid.
40
(guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya) dilakukan secara
harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan (enjoyable learning), mampu men-dorong motivasi dan minat
belajar, dan benar-benar mampu member-dayakan peserta didik. Kata
memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar
menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi
pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik,
dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih penting lagi
peserta didik tersebut mampu belajar secara terus-menerus (mampu
mengembangkan dirinya).
Output pendidikan pada dasarnya merupakan hasil kinerja sekolah
secara keseluruhan. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan
dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya,
efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan
kerjanya, dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output
sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan
berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi belajar
siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik,
berupa nilai ulangan umum, EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik;
dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran,
kesopanan, olah raga, kesenian, keterampilan kejuruan, dan kegiatan-
kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak
41
tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa standar pelayanan sekolah
selalu diarahkan kepada sasaran mutu. Untuk mencapai sasaran mutu
tersebut, diperlukan perubahan sikap dan pandangan sekolah (beserta
seluruh warganya) atas paradigma layanan pendidikan. Perubahan-
perubahan ini tidak terjadi dalam satu kali atau satu siklus belaka, tetapi
berlangsung secara terus-menerus sehingga pada setiap periode akan
diperoleh selalu peningkatan mutu layanan pendidikan.
3. Strategi untuk Mendorong Peningkatan Mutu Layanan Sekolah
Pada dasarnya, pengembangan mutu layanan sekolah sangat
bergantung kepada pola manajemen yang diterapkan di dalamnya serta
komitmen seluruh komponen terhadap sasaran mutu. Scholtes dalam
Nasution mengemukakan bahwa strategi pengembangan kualitas layanan
selalu mengacu kepada faktor-faktor berikut ini.
a. Fokus pada pelanggan, mengandung makna bahwa tujuan utama organisasi adalah untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan melalui suatu cara pelayanan yang bernilai.
b. Memiliki obsesi terhadap kualitas, mengandung makna bahwa seluruh komponen sekolah secara agresif berusaha mencapai kualitas pelayanan pendidikan tertentu dalam rangka melampaui harapan pelanggannya.
c. Memiliki pemahaman terhadap struktur pekerjaan, artinya setiap komponen sekolah (terutama guru) memiliki pemahaman mendalam tentang peran, tugas, serta tanggung jawabnya sebagai guru sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.
d. Mengembangkan kebebasan yang terkendali, yang mengandung makna bahwa guru dan staf sekolah lainnya harus selalu peka terhadap segala situasi perkembangan zaman sehingga dapat melakukan
42
improvisasi pekerjaan dalam kerangka aturan yang berlaku. Pengembangan kebebasan di sini mengandung makna sebagai upaya guru dalam memenuhi atau melampaui harapan pelanggannya.
e. Memiliki kesatuan tujuan, yang mengandung makna bahwa seluruh komponen sekolah memiliki kesatuan tujuan yang sama dalam mengembangkan mutu layanan sekolah. Kesatuan tujuan ini secara filosofis dan strategis tertuang dalam visi, misi, dan strategi sekolah dalam mencapai sasaran mutu.
f. Mencari kesalahan dalam sistem dalam upaya mengatasi masalah dan memperbaiki kinerja.
g. Mengembangkan kerja sama tim. Prinsip ini didasarkan kepada keyakinan bahwa kerja sama tim akan dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik daripada bekerja secara individu.
h. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Dalam era teknologi informasi dan teknologi tinggi, mesin yang paling penting dalam lingkungan kerja adalah pikiran manusia. Oleh karena itu, belajar terus-menerus dan belajar sepanjang hayat merupakan unsur yang fundamental dalam pengembangan mutu pelayanan sekolah.30
Dalam proses penyusunan perencanaan dan pelaksanaannya, kepala
sekolah sebagai manajer serta guru-guru sebagai pelaksana pengembangan
sasaran mutu, mengembangkan sistem manajemen kualitas yang dapat
diukur dan diperbaiki secara bertahap dan bekesinambungan. Pola
manajemen kualitas tersebut mengacu kepada siklus perencanaan -->
pelaksanaan --> peninjauan --> perbaikan ---> evaluasi --> perbaikan. Secara
skematis, siklus manajemen kualitas tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut.
30 Nasution. Op. Cit. pp. 195-196
43
Gambar 2.1
Manajemen Kualitas dalam Pelayanan Mutu Sekolah31
Pemberdayaan sekolah selalu diarahkan kepada sasaran mutu. Untuk
mencapai hal tersebut diperlukan perubahan-perubahan men-dasar dalam
berbagai dimensi sebagaimana dikemukakan pada gambar di atas.
Perubahan-perubahan ini bukanlah hanya sekedar formalitas yang hanya
berlangsung seketika kemudian berjalan lagi apa adanya, melainkan sebuah
proses yang dinamis dan berkesinambung-an sesuai dengan tuntutan zaman
serta perkembangan demi per-kembangan yang berlangsung di dalam
maupun di luar konteks pendidikan.
Untuk mencapai sasaran mutu sekolah, diperlukan kepaduan yang utuh
secara kohesif dan koherensif setiap dimensi yang ada di dalamnya, baik
dimensi manajemen, dimensi sumber daya manusia, serta dimensi
31 Ibid, p. 198
PerencanaanPenyebarluasan
KebijakanManajemen
Kualitas
Menetapkan Visi, Misi, dan Prinsip-prinsip Kualitas
Mengembangkan Rencana Kualitas 3 –
5 tahun
Mengembangkan Mengembangkan Sasaran dan Tujuan Sasaran dan Tujuan
Kualitas TahunanKualitas Tahunan
Pertemuan antara Tim Perbaikan
Kualitas dan Manajemen
Identifikasi Hubungan
Sebab Akibat
Mengembangkan Rencana Awal Implementasi
Pertemuan antara Tim Perbaikan
Kualitas dan Manajemen
Mengembangkan Rencana Awal Implementasi
Tinjau Ulang Standarisasi Kemajuan
Tinjau Ulang Sasaran dan
Tujuan Kualitas Tahunan
44
infrastruktur pendidikan yang dilandasi oleh visi dan misi sekolah yang jelas
dan terukur. Keterukuran ini biasanya ditandai dengan indikator-indikator
pencapaian tujuan yang dirumuskan dalam Rencana Pengembangan
Sekolah (RPS) sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi
pengembangan sekolah jangka panjang.
Akhirnya, sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri tingkat
kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah; bersifat adaptif dan
antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif,
gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya); bertanggung jawab
terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input
manajemen dan sumberdayanya; memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi
kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi
penilaiannya. Selanjutnya, bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya,
pada umumnya, memiliki ciri-ciri pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggung
jawab, pekerjaannya me-miliki kontribusi, dia tahu posisinya di mana, dia
memiliki kontrol ter-hadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan
bagian hidupnya.
BAB III
45
METODOLOGI PENELTIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan
Pengembangan Kultur Sekolah dalam Membangun Mutu Pelayanan Sekolah
di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur tahun 2007. Sedangkan secara
khusus, penelitian ini akan mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.
1. Aspek yang berpengaruh terhadap
pengembangan kultur sekolah dibatasi pada ruang lingkup manajemen
sekolah serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
2. Komponen sistem sekolah yang berperan
dalam pengembangan kultur sekolah.
3. Aspek-aspek budaya positif yang dapat
dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah.
Berdasarkan ketiga tujuan yang dikembangkan dalam rumusan di
atas, maka kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)
pengembangan kultur sekolah, dan (2) peningkatan mutu layanan sekolah.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bertempat di SMP Negeri 3 Karangtengah,
Kabupaten Cianjur. SMP Negeri 3 Karangtengah dianggap sebagai sekolah
46
45
yang memiliki potensi dalam mengembang-kan kultur sekolah secara
konsisten karena sekolah ini merupakan sekolah yang relatif baru serta
memiliki peluang dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS)
secara bertahap.
Penelitian ini tidak melakukan interverensi apa pun terhadap sekolah
sebagai latar penelitian, tetapi menggali informasi dari sekolah sebagai latar
alamiah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan berpedoman kepada jadwal yang telah
disusun sebagai berikut ini.
Tabel: 3.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No Jenis KegiatanPelaksanaan Bulan ke-
1 2 3 4 5 6 7
1 Pengajuan Judul X
2 Pengajuan Proposal Penelitian X
3 Seminar Proposal X
4Penyusunan Instrumen Penelitian
X
5 Pengajuan Izin Penelitian X
6Pengumpulan Data/ Pelaksanaan Penelitian
X
7 Pengklasisfikasian Data X
8Analisis dan Interpretasi Data Hasil Penelitian
X
47
No Jenis KegiatanPelaksanaan Bulan ke-
1 2 3 4 5 6 7
9 Penulisan Laporan X
C. Metode Penelitian
Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan bagaimana
penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang bagaimana.
Dalam penelitian tentang ”Pengembangan Kultur Sekolah Dalam
Peningkatan Mutu Layanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah
Kabupaten Cianjur” ini digunakan metode deskriptif. Metode deskriptif
adalah suatu metode penelitian atas kelompok manusia, objek, set kondisi,
sistem pemikiran, ataupun peristiwa sekarang. Penelitian deskriptif
memberikan deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan fenomena yang diselidiki.
Sugiyono32 mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik
satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau
menghubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya. Oleh karena
itu, permasalahan dalam penelitian deskriptif adalah permasalahan yang
berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik
hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Jadi,
dalam penelitian ini peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada
sampel lain, dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel lainnya.
32 Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta, 2004), p. 11
48
D. Unit Analisis
Untuk memperoleh data dan gambaran secara tepat dan mendalam
tentang objek penelitian, maka peneliti memilih unit-unit analisis sebagai
responden dengan mendasarkan kepada posisi jabatan, bidang tugas, serta
fungsi dari tiap-tiap unit analisis yang dipilih.
Berkaitan dengan hal di atas, maka unit analisis yang dipilih pada
penelitian ini adalah kepala sekolah, komite sekolah, dan guru-guru. Kepada
ketiga komponen ini diberikan angket sebagai instrumen penelitian untuk
memperoleh data yang tepat.
E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik-teknik sebagai berikut.
1. Angket
Instrumen angket yang digunakan dalam peneltiian ini me-rupakan
instrumen utama. Penggunaan angket ini dimaksudkan untuk memperoleh
data sesuai dengan indikator-indikator penelitian yang merupakan penjabaran
dari rumusan masalah.
2. Observasi (Obsevation)
Penggunaan teknik observasi bertujuan untuk melengkapi data yang
dikumpulkan melalui angket dengan maksud upaya validasi. Observasi
49
dilakukan dengan pengamatan langsung dan terus-menerus terhadap
kegiatan setiap unsur sekolah sesuai dengan fokus permasalahan penelitian
yang telah dirumuskan.
3. Studi Dokumentasi
Pengumpulan data melalui studi dokumentasi bertujuan untuk
melengkapi data dan informasi yang dikumpulkan melalui angket dan
observasi. Data yang dikumpulkan merupakan dokumen dalam bentuk
catatan-catatan, laporan-laporan, arsip, dan atau peristiwa yang terekam dan
berhubungan dengan fokus penelitian.
Data yang bersifat dokumen dalam penelitian ini meliputi
a. dokumen Rencana dan Program Pengembangan Sekolah (RPPS);
b. arsip sekolah yang berkaitan dengan pelaksanaan program-
program sekolah, khususnya administrasi guru mata pelajaran
yang terdiri atas silabus pembelajaran, rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), pengembang-an materi pembelajaran,
perencanaan evaluasi, serta pencapaian standar ketuntasan
belajar minimum (SKBM);
c. laporan prestasi sekolah yang telah dicapai dalam bidang
akademik maupun non akademik;
d. data prestasi guru; serta
e. dokumen lain yang berkaitan dengan pelaksanaan program
sekolah sesuai dengan kandungan RPPS.
F. Instrumen Penelitian
50
Dalam penelitian ini akan diungkapkan ”Pengembangan Kultur
Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan Sekolah pada SMP Negeri 3
Karangtengah Kabupaten Cianjur tahun 2007”. Untuk mengungkap data
tersebut di atas, digunakan instrumen penelitian berupa angket dalam bentuk
angket terutup, yakni angket yang di dalamnya menyediakan beberapa opsi
jawaban yang dapat dipilih oleh responden. Pemilihan teknik angket tertutup
ini untuk menghindari pembiasan informasi sehingga pembahasan hasil
penelitian tidak meluas.
Secara global, instrumen penelitian disusun dalam bentuk angket
tertutup dengan kisi-kisi instrumen sebagai berikut.
Tabel 3.2
Kisi-kisi Intrumen Penelitian
Pertanyaan Penelitian
Aspek yang Diamati
IndikatorNomor
Item
Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pengembangan kultur sekolah.
Perencanaan 1. Kepala sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah
1 – 2
2. Kepala sekolah menyusun RAPBS bersama warga sekolah lainnya
3 – 4
3. Kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah
5 – 6
Pelaksanaan program sekolah
4. Kepala sekolah membagi tugas kepada guru-guru dan staf sekolah
7 – 8
5. Setiap komponen sekolah melaksanakan program sekolah
9 – 10
6. Pengembangan inovasi terjadi dalam pelaksanaan program
11 – 12
Pengawasan pelaksanaan
7. Kepala sekolah melakukan pengawasan melekat
13 – 14
51
Pertanyaan Penelitian
Aspek yang Diamati
IndikatorNomor
Item
program 8. Setiap komponen sekolah memonitor pelaksanaan program
15
9. Komite sekolah melakukan kontrol pelaksanaan program sekolah
16
Evaluasi program pengembang-an sekolah
10. Evaluasi atas program dilakukan secara berkala
17 – 18
11. Evaluasi dilakukan sebagai langkah perbaikan
19
12. Revisi program dilakukan berdasarkan temuan pada evaluasi
20
Komponen sistem sekolah yang berperan dalam pengembangan kultur sekolah.
Pimpinan sekolah
13. Kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik
21
14. Kepala sekolah menetapkan sasaran mutu sekolah
22 – 23
15. Kepala sekolah merumuskan target pencapaian mutu setiap periode tertentu
24 – 25
Guru-guru 16. Guru memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik
26
17. Guru terlibat dalam merumuskan sasaran pengembangan mutu sekolah
27 – 28
18. Guru menyusun program pengembangan sekolah dan melaksanakannya
29
Siswa 19. Siswa berpartisipasi dalam membentuk kultur sekolah yang baik
30
20. Siswa memiliki budaya berprestasi dalam bidang akademis dan non akademis
31
21. Siswa memiliki kecenderungan dalam menggunakan teknologi
32
Masyarakat 22. Masyarakat mendukung 33
52
Pertanyaan Penelitian
Aspek yang Diamati
IndikatorNomor
Item
(Orang tua siswa)
komitmen sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah yang baik.
23. Masyarakat memberikan dukungan nyata dalam pembentukan kultur sekolah yang baik dengan cara mendukung program-program pengembangan mutu sekolah
34
Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah
Pengembang-an nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-karimah
24. Penerapan budaya salam kepada setiap warga sekolah, pembiasaan shalat dzuhur berjamaah, pelaksanaan kegiatan Ramadhan yang bervariasi, pelaksanaan peringatan hari besar Islam, dan penyelenggaraan forum diskusi Islam
35
Pembinaan kesiswaan
25. Penerapan disiplin siswa secara konsisten, pembinaan kepemimpinan (leadership) kepada siswa, pelaksanaan kegiatan kerja sama (team work) melalui aktivitas rutin sekolah seperti MOS, upacara bendera, upacara PHBN, dan sebagainya.
36
Pembinaan kegiatan ekstrakurikuler
26. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler olah raga prestasi
37
27. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler kesenian
38
28. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler organisasi dan keterampilan
39
Peningkatan PBM
29. Penumbuhan komunitas belajar di antara siswa, penumbuhan kegiatan-kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya, pengembangan budaya berprestasi dalam bidang akademik
40
Penciptaan lingkungan yang aman dan nyaman
30. Menumbuhkan budaya bersih lingkungan, pengembangan cinta lingkungan, dan penerapan
41
53
Pertanyaan Penelitian
Aspek yang Diamati
IndikatorNomor
Item
budaya tertib dan protektif
Pengembang-an nilai-nilai
31. Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih, menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum
42
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian memiliki kedudukan sangat penting, di
samping merupakan satu bagian yang tidak teripsahkan dari tahap-tahap
lainnya. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, yakni dari hasil angket, dokumen sekolah,
serta pengamatan secara langsung.
Teknik analisis data yang digunakan didasarkan kepada konsep Miles
and Hubermann sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono, yakni terdiri atas
reduksi data, penampilan data, serta konklusi dan verifikasi data, dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
1. Reduksi Data
Langkah ini merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian
dan penyederhanaan data, teori, dan metode dalam bentuk urian rinci dan
sistematis dalam mengemukakan hal-hal yang dianggap penting.
Tahap reduksi data dilakukan mengingat hasil perolehan data dari
angket yang bersumber dari responden akan beragam dan berjumlah
54
banyak, sehingga diperlukan pemilahan dan pemilihan pokok-pokok jawaban
yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Proses ini dilakukan agar
dapat diperoleh data temuan penelitian.
2. Display Data
Penampilan data merupakan upaya untuk menyajikan data guna
melihat gambaran baik secara keseluruhan maupun bagian-bagian tertentu
dari sebuah penelitian. Tahap ini dilakukan setelah data yang akurat
diperoleh sebagai bentuk temuan penelitian.
Selanjutnya, data disajikan dalam bentuk matriks, network, chart, atau
grafik sehingga memungkinkan data hasil penelitian tidak tercampur dengan
sejumlah data yang belum diolah.
3. Kesimpulan dan Verifikasi
Tahap pengambilan kesimpulan dan verifikasi dimaksud-kan sebagai
upaya dalam mencari pola, tema, ataupun model dari suatu hal yang sering
muncul shingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat memperjelas
hasil penelitian.
Berdasarkan tahapan proses pengolahan data di atas, pada penelitian
ini dilakukan langkah-langkah tindakan sebagai berikut.
1. Pada tahap reduksi data, dilakukan pengelompokan data berdasarkan
rumusan masalah yang telah ditetapkan. Aspek yang dirumuskan itu
meliputi (a) aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pengembangan
kultur sekolah, (b) komponen sistem sekolah yang berperan dalam
55
pengembangan kultur sekolah, dan (c) aspek-aspek budaya positif
yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan
sekolah di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Langkah ini diambil
dengan tujuan data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran
hasil penelitian secara lebih akurat dan lengkap sehingga
memudahkan untuk pengolahan lebih lanjut.
2. Pada tahap display data (penampilan data) dilakukan tindakan dan
langkah penyajian data dalam bentuk chart, grafik, tabel matriks, dan
sebagainya tentang semua data yang telah direduksi. Langkah ini
dimaksudkan untuk mempermudah pembacaan data yang diperoleh
pada penelitian.
3. Pada tahap pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Dilakukan langkah
pemilihan dan pemilahan data yang kemudian dihubungkan dengan
topik-topik yang dirumuskan sesuai dengan rumusan masalah
penelitian. Data yang diperoleh ini kemudian diverifikasi ke dalam
bentuk kesimpulan penelitian. Langkah pengambilan kesimpulan inilah
yang selanjutnya menjadi hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB IV
56
HASIL PENELITIAN
Bab ini menyajikan data hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai
dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan. Secara terperinci, data hasil
penelitian ini disajikan sebagai berikut.
A. Profil SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur
SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur berada di Jalan Terusan K. H.
Saleh KM 7, Desa Sukasari, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur.
Sekolah ni berdiri di atas tanah seluas 6.000 meter persegi dengan status
Hak Pakai serta luas bangunan seluruhnya adalah 2.225 meter persegi.
SMP Negeri 3 Karangtengah yang didirikan pada tahun 1997 kini
mempunyai siswa yang berjumlah 758 orang siswa dan terbagi dalam 19
rombongan belajar. Fasilitas prasarana sekolah terdiri atas 19 ruang belajar
siswa masing-masing berukuran 7 x 9 meter persegi, 1 ruang laboratosrium
IPA, 1 ruang perpustakaan, serta 1 ruang keterampilan masing-masing
berukuran 7 x 15 meter persegi.
Pengelolaan pendidikan di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur
dijalankan oleh Bapak R. Hasan Iskandar sebagai Kepala Sekolah dengan
dibantu oleh 21 orang guru tetap (PNS), 6 orang guru bantu, serta 9 orang
guru honor sekolah. Selain itu, tugas-tugas administrasi sekolah dijalankan
57
57
oleh 3 orang tenaga pelaksana tata usaha tetap (PNS) dan 6 orang tenaga
honorer lainnya.
Visi yang dirumuskan sebagai landasan filosofis sekolah adalah
“Terwujudnya profil lulusan yang bertauhid, berilmu, berakhlakul karimah
guna memelihara harkat dan martabat bangsa” dengan misi-misi sekolah
sebagai berikut.
Meningkatkan pelayanan terbaik dalam mengantarkan para siswa
untuk memiliki kemantapan iman, ilmu dan amal sholeh melalui
pengelolaan pendidikan yang profesional.
Mengkondisikan lingkungan sekolah yang bersih, sehat dan Islami.
Mengupayakan kualitas dan kapabilitas lulusan yang memiliki
keterampilan, prestasi, mandiri, inovatif, kreatif dan bertanggung jawab
sesuai dengan harapan dan tuntutan stake holders.
Menumbuhkembangkan kesadaran mesyarakat dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan.
B. Temuan Penelitian
Hasil penelitian yang disajikan adalah hasil analisis data dan informasi
yang diperoleh melalui angket yang disampaikan kepada kepala sekolah,
guru-guru, dan anggota komite sekolah dari SMP Negeri 3 Karangtengah,
Kabupaten Cianjur. Pemerolehan data dalam penelitian ini dupayakan objektif
dengan menyampaikan sejumlah item pertanyaan dengan disertai opsi
jawaban yang dipilih oleh sebanyak 37 responden.
58
Temuan hasil penelitian ini disajikan berdasarkan urutan permasalahan
dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, dengan mengacu kepada sub-
submasalah serta indikator yang dirumuskan dalam kisi-kisi angket. Agar
hasil penelitian ini dapat dianalisis, maka hasil dari setiap item pertanyaan
akan disajikan dalam bentuk tabulasi yang memuat pertanyaan penelitian,
jumlah pilihan yang diperoleh pada setiap opsi, serta persentase pada setiap
opsi.
1. Aspek yang Dikembangkan dalam Membentuk Kultur
Sekolah
Pada rumusan ini terdapat empat aspek yang diamati, yakni
perencanaan pengembangan sekolah, pelaksanaan program sekolah,
pengawasan pelaksanaan program sekolah, dan evaluasi pelaksanaan
program sekolah. Setiap aspek yang diamati diteliti dengan mengajukan
sejumlah pertanyaan yang hasilnya disajikan berikut ini.
a. Perencanaan Program Pengembangan Sekolah
Untuk mendeskripsikan proses perencanaan pengembangan sekolah
di SMP Negeri 3 Karangtengah, disediakan tiga indikator yang masing-
masing diikuti oleh pertanyaan sebagai berikut.
Indikator 1: Kepala sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah
Pertanyaan Nomor 1
Apakah pada setiap awal tahun pelajaran, kepala sekolah menyusun program kerja tahunan dalam bentuk rencana pengembangan sekolah (RPS)?
Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih
59
Opsi F %
a. Selalu 24 64,86
b. Sering 9 24,32
c. Jarang 4 10,82
d. Tidak pernah - -
Jumlah Total 37 100
Analisis
Program kerja tahunan yang berbentuk rencana pengembangan
sekolah seharusnya disusun oleh sekolah sebagai acuan kegiatan yang
dilaksanakan selama tahun pelajaran berjalan. Di SMP Negeri 3
Karangtengah Cianjur, hal tersebut tercermin melalui pilihan 24 orang
responden (64,86 %) dari 37 orang guru yang menyatakan bahwa kepala
sekolah selalu menyusun program kerja tahunan dalam bentuk RPS. 9 orang
guru menyatakan bahwa kepala sekolah sering menyusun RPS, dan 4
responden menyatakan kadang-kadang. Karena mayoritas responden
menyatakan bahwa kepala sekolah selalu menyusun program tahunan dalam
bentuk RPS, maka responden yang memilih opsi kadang-kadang dapat
diabaikan.
Pertanyaan Nomor 2
Jika RPS disusun setiap tahun, apakah kepala sekolah menyusunnya sendiri?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya, dilakukannya sendiri 8 21,63
b. Tidak, meminta bantuan salah seorang guru 5 13,51
60
c. Tidak, melibatkan seluruh guru dan staf sekolah
24 64,86
Jumlah Total 37 100
Analisis
Dalam menyusun RPS tersebut, kepala sekolah seharusnya
melibatkan seluruh komponen sekolah agar hasil yang diperoleh lebih
mencerminkan pendapat dan keinginan warga sekolah secara keseluruhan.
Dari 37 responden, sebagian besar guru, yakni sebanyak 24 orang (64,86 %)
menyatakan bahwa program tahunan dalam bentuk RPS tersebut disusun
dengan melibatkan seluruh guru dan staf sekolah. Sementara itu, 8
responden (21,63 %) menyatakan bahwa RPS tersebut disusun sendiri oleh
kepala sekolah, dan 5 orang guru (13,51 %) menyatakan bahwa RPS disusun
oleh kepala sekolah dengan dibantu oleh beberapa orang guru.
Indikator 2: Kepala sekolah menyusun RAPBS bersama warga sekolah
lainnya
Pertanyaan Nomor 3
Apakah kepala sekolah menyusun RAPBS dengan salah satu cara berikut ini?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Disusun sebelum awal tahun pelajaran dimulai dan diajukan sendiri kepada Komite Sekolah untuk disetujui.
4 10,81
b. Disusun pada awal tahun pelajaran bersama beberapa orang guru dan staf tata usaha untuk diajukan kepada Komite Sekolah
12 32,43
c. Disusun berdasarkan RPS yang telah disusun sebelum dimulainya awal tahun pelajaran dan dimusyawarahkan bersama Komite Sekolah
21 56,76
Jumlah Total 37 100
61
Analisis:
Langkah selanjutnya dari penyusunan program kegiatan adalah
menyusun RAPBS. Dari 37 responden, sebanyak 21 orang guru (56,76 %)
menyatakan bahwa RAPBS disusun berdasarkan RPS yang telah disusun
sebelum dimulainya awal tahun pelajaran dan dimusyawarah-kan bersama
Komite Sekola. 12 orang guru (32,43 %) menyatakan bahwa RAPBS disusun
pada awal tahun pelajaran bersama beberapa orang guru dan staf tata usaha
untuk diajukan kepada Komite Sekolah, sedangkan 4 orang responden
lainnya menyatakan bahwa RAPBS dibuat sebelum awal tahun pelajaran
dimulai dan diajukan sendiri kepada Komite Sekolah untuk disetujui.
Pertanyaan Nomor 4
Bagaimanakah cara RAPBS disahkan di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Kepala sekolah dan Komite Sekolah telah menyepakati isi RAPBS sebelum musyawarah dilakukan dan musyawarah hanya sebagai persyaratan legalitas pengesahan RAPBS.
21 56,76
b. Diajukan oleh Kepala Sekolah kepada masyarakat secara langsung untuk disetujui dan disahkan
4 10,72
c. Diajukan oleh Komite Sekolah kepada masyarakat sebagai amanat yang dititipkan oleh pihak sekolah untuk disetujui
12 32,43
Jumlah Total 37 100
Analisis
Dalam pengesahan RAPBS oleh Komite Sekolah dan Kepala Sekolah,
perlu ditempu cara tertentu agar proses pengesahan ber-langsung objektif
62
dan tetap menjaga akuntabilitas sekolah. 21 orang guru (58,76 %)
menyatakan bahwa kepala sekolah dan komite sekolah telah menyepakati isi
atau kandungan RAPBS sebelum musyawarah dengan orang tua siswa
secara keseluruhan dimulai sehingga acara musyawarah tersebut hanya
berfungsi sebagai upaya legalisasi pengesahan RAPBS. 4 orang responden
menyatakan bahwa RAPNS tersebut diajukan oleh Kepala Sekolah kepada
masyarakat secara langsung untuk disetujui dan disahkan. Sedangkan 12
orang guru (32,43 %) menyatakan bahwa RAPBS diajukan oleh Komite
Sekolah kepada mastarakat sebagai amanat yang dititipkan oleh pihak
sekolah untuk disetujui.
Indikator 3: Kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah
Pertanyaan Nomor 5
Bagaimana kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Tidak pernah dilakukan karena kegiatan sekolah dari tahun ke tahun sama saja.
4 10,81
b. Mengundang beberapa orang guru dan staf sekolah dan menyampaikan program sekolah secara lisan.
9 24,32
c. Mencetak RPS dan membagikannya kepada seluruh warga sekolah untuk dibaca dan dipelajari.
4 10,81
d. Mengundang seluruh guru dan Komite Sekolah, membagikan program sekolah kepada seluruh peserta rapat, dan mempresentasikan program tersebut secara terbuka
20 54,06
63
Jumlah Total 37 100
Analisis
Program yang disusun oleh kepala sekolah bersama-sama warga
sekolah harus disosialisasikan kepada pihak-pihak terkait agar dapat
diketahui dan dipahami. Langkah sosialisasi ini sangat bergantung kepada
kepala sekolah.
Dari 37 responden, 4 guru (10,81 %) menyatakan bahwa sosialisasi
program sekolah tidak pernah dilakukan karena kegiatan sekolah dari tahun
ke tahun sama saja. 9 guru (24,32 %) menyatakan bahwa sosialisasi program
sekolah dilakukan dengan cara mengundang beberapa orang guru dan staf
sekolah dan menyampaikan program sekolah secara lisan. Selanjutnya, 4
orang guru lainnya menyatakan bahwa sosialisasi program dilakukan dengan
cara mencetak RPS dan membagikannya kepada seluruh warga sekolah
untuk dibaca dan dipelajari.
Sementara itu, sebanyak 20 orang guru (54,06 %) menyatakan bahwa
sosialisasi program sekolah dilakukan dengan cara mengundang seluruh
guru dan Komite Sekolah, membagikan program sekolah kepada seluruh
peserta rapat, dan mempresentasikan program tersebut secara terbuka.
Pertanyaan Nomor 6
Apakah kepala sekolah menerima masukan dari warga sekolah lainnya tentang perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan sekolah?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya, selalu 25 67,57
64
b. Sering menerima 12 32,43
c. Kadang-kadang menerima 0 0
d. Jarang menerima 0 0
e. Tidak pernah 0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah, kepala sekolah
menerima masukan dan saran dari guru-guru, siswa, staf tata usaha, serta
komite sekolah agar rancangan rencana pengembangan sekolah dapat
memuat berbagai kepentingan yang bermanfaat bagi sekolah. Dari 37
responden, 25 orang guru (67,57 %) menyatakan bahwa kepala sekolah
selalu menerima masukan dari warga sekolah lainnya tentang perencanaan
dan pelaksanaan program pengembangan sekolah, sedangkan 12 orang
responden lainnya (32,42 %) menyatakan bahwa kepala sekolah sering
menerima masukan dan saran.
Kesimpulan Sementara:
Berdasarkan penyajian data di atas dapat disusun kesimpulan
sementara yang mengemukakan bahwa kepala sekolah memiliki kapabilitas
dalam membuat perencanaan pengembangan sekolah serta dapat
mengkoordinasikan berbagai komponen yang ada di sekolah.
b. Pelaksanaan Program Pengembangan Sekolah
Pada aspek ini terdapat tiga indikator dengan enam item pertanyaan
sebagai berikut.
65
Indikator 4: Kepala sekolah membagi tugas kepada guru-guru dan staf
sekolah
Pertanyaan Nomor 7
Apakah Kepala Sekolah melakukan perubahan personal sekolah (PKS urusan Kurikulum, Pembina Siswa, dan sebagainya) pada setiap periode tertentu (misalnya 3 tahun sekali)?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya, selalu 20 54,06
b. Kadang-kadang 12 32,43
c. Tidak pernah. Penentuan PKS adalah wewenang mutlak kepala sekolah
5 13,51
Jumlah Total 37 100
Analisis
Untuk membangun kultur sekolah yang dinamis dan kondusif, kepala
sekolah harus selalu berani melakukan perubahan-perubahan dalam
berbagai bidang garapan di sekolah secara proporsional dan sehat.
Perubahan struktur organisasi sekolah, perubahan personal pembantu kepala
sekolah, serta perubahan-perubahan lainnya.
Pada konteks ini, 20 orang responden menyatakan bahwa kepala
sekolah selalu melakukan perubahan personal sekolah secara periodik.
Perubahan ini diharapkan akan mampu meningkatkan efektivitas dan
produktivitas sekolah dalam mencapai sasaran pendidikan.
Pertanyaan Nomor 8:
Apakah kepala sekolah membentuk kelompok-kelompok kerja tertentu bagi setiap kegiatan sekolah yang bersifat khusus (misalnya Tim Pengembang Kurikulum Sekolah, Tim Pelaksana Peningkatan Sekolah/MPMBS, Tim
66
Pembangunan Fisik Sekolah, dan lain-lain) serta memberikan kesempatan kepada semua personal sekolah secara bergiliran?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya, selalu. Dilakukan secara bertahap. 23 62,16
b. Tidak pernah. Kelompok kerja selalu dipilih dari kelompok guru tertentu dan tidak merata
14 37,84
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Sebanyak 23 orang dari 37 responden (62,16 %) menyatakan bahwa
kepala sekolah selalu membentuk kelompok-kelompok kerja tertentu bagi
setiap kegiatan sekolah yang bersifat khusus (misalnya Tim Pengembang
Kurikulum Sekolah, Tim Pelaksana Peningkatan Sekolah/MPMBS, Tim
Pembangunan Fisik Sekolah, dan lain-lain) serta memberikan kesempatan
kepada semua personal sekolah secara bergiliran. Kondisi seperti ini akan
sangat mendukung pengembangan kultur sekolah yang baik dan
menyenangkan bagi semua pihak. Meskipun demikian, sebanyak 14 orang
responden (37,84 %) menyata-kan bahwa kepala sekolah tidak pernah
membentuk kelompok kerja tertentu karena biasanya yang masuk ke dalam
kelompok kerja adalah orang-orang itu juga setiap tahun.
Indikator 5: Setiap komponen sekolah melaksanakan program sekolah
Pertanyaan Nomor 9:
Meskipun penentuan staf sekolah adalah wewenang kepala sekolah, apakah kepala sekolah memberikan kesempatan kepada seluruh warga sekolah (yang dianggap berkompeten dan berdedikasi tinggi) untuk dipilih dan memilih staf sekolah dengan memperhatikan kepentingan peningkatan mutu sekolah?
Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih
67
Opsi F %
a. Ya, dilakukan secara periodik dan dipilih pada rapat khusus pembagian tugas.
24 64,86
b. Ya, dilakukan secara periodik dan ditetapkan oleh kepala sekolah berdasarkan pengajuan warga sekolah.
13 35,14
c. Tidak pernah. 0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Sebanyak 24 orang dari 37 responden (64,86 %) guru menyata-kan
bahwa kepala sekolah selalu memberikan kesempatan kepada seluruh warga
sekolah yang dianggap berkompeten dan berdedikasi tinggi untuk dipilih dan
memilih staf sekolah dengan memperhatikan kepentingan peningkatan mutu
sekolah. Akan tetapi, 13 responden lainnya mengemukakan bahwa
penetapan staf pembantu kepala sekolah dilakukan sendiri oleh kepala
sekolah berdasarkan pengajuan warga sekolah, karena penunjukan para
pembantu kepala sekolah merupakan wewenang kepala sekolah.
Pertanyaan Nomor 10:
Apakah seluruh warga sekolah dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan rencana pengembangan mutu secara efektif, efisien dan produktif meskipun kepala sekolah tidak berada di tempat?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya, seluruh warga sekolah bekerja dengan baik meskipun tidak ada kepala sekolah.
21 56,76
b. Lebih dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada
16 43,24
c. Kurang dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada
0 0
d. Warga sekolah tidak bekerja dengan baik 0 0
68
ketika kepala sekolah tidak ada
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Ketika kepala sekolah tidak berada di tempat, seluruh guru dan staf sekolah
tetap melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan yang telah digariskan. Hal ini
dikemukakan oleh sebanyak 21 responden dari 37 orang guru (56,76 %), sedangkan
16 guru lain menyatakan bahwa ketika kepala sekolah tidak ada, lebih dari 50 %
guru tetap melaksana-kan tugasnya sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya.
Indikator 6: Pengembangan inovasi terjadi dalam pelaksanaan program
Pertanyaan Nomor 11:
Ketika Bapak/Ibu melaksanakan tugas mengajar, kemudian ternyata situasi pembelajaran menjadi lesu dan tidak bergairah. Apakah yang biasanya Bapak/Ibu lakukan?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Melanjutkan pembelajaran apa adanya meski-pun dalam suasana lesu kurang bergairah.
3 8,11
b. Memberikan tugas untuk mengerjakan sesuatu kepada siswa dan meninggalkan mereka ke kantor
0 0
c. Berusaha memotivasi siswa untuk bergairah dengan menyajikan berbagai cerita yang relevan
14 37,84
d. Mengganti model pembelajaran seketika yang lebih sesuai dengan kondisi pembelajaran saat itu
20 54,05
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Proses pembelajaran tidak selamanya dinamis dan bergairah. Ada
saat-saat tertentu ketika siswa sudah tidak menampakkan lagi semangat
69
belajar yang tinggi dan mengikuti kegiatan pembelajaran apa adanya. Guru
yang baik akan berusaha membangkitkan motivasi dan semangat siswa yang
lesu tadi dengan ebrbagai cara. 20 orang guru (54,05 %) menyatakan bahwa
mereka biasanya mengganti model pembelajaran seketika dengan yang lebih
sesuai dengan kondisi pembelajaran saat itu sehingga kelas menjadi
bergairah kembali. 14 orang gur (37,84 %) menyatakan bahwa mereka
berusaha memotivasi siswa untuk bergairah kembali dengan menyajikan
cerita-cerita segar yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak-anak.
Pertanyaan Nomor 12:
Menurut Bapak/Ibu, apakah inovasi dan impriovisasi dalam bekerja perlu dilakukan?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Tidak. Sebaiknya kita bekerja sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk teknis (JUKNIS) yang telah ditetapkan.
0 0
b. Sekali-sekali boleh, untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas bekerja.
0 0
c. Sangat perlu, karena dalam inovasi dan improvisasi selalu terdapat dinamika kerja yang menggairahkan
37 100
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Seluruh responden (37 orang atau 100 %) sepakat menyatakan bahwa
inovasi dan impriovisasi dalam bekerja perlu dilakukan. Seluruh responden
menyatakan bahwa dalam inovasi dan improviasai selalu terdapat dinamika
kerja yang menggairahkan.
Kesimpulan Sementara:
70
Dalam aspek pelaksanaan program pengembangan sekolah, semua
komponen sekolah melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif sesuai
dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Para guru dan staf tata usaha bekerja
hanya karena ada kepala sekolah, tetapi ketika kepala sekolah tidak ada pun
mereka tetap melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya selaku guru yang
memberikan pelayanan kepada siswa. Di sisi lain, guru selalu berusaha
merangsang siswa agar bergairah dalam belajar dengan berbagai cara
dengan fleksibel. Inovasi dan improvisasi dilakukan dalam rangka
menumbuhkan dinamika pembelajaran.
c. Pengawasan Pelaksanaan Program Sekolah
Pada aspek pengawasan pelaksanaan program sekolah ini terdapat
tiga indikator sebagai alat pengukur dengan masing-masing disertai
pertanyaan sebagai berikut.
Indikator 7: Kepala sekolah melakukan pengawasan melekat
Pertanyaan Nomor 13:
Dalam pelaksanaan program peningkatan mutu, apakah kepala sekolah melakukan pengawasan secara melekat?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya. Selalu 0 0
b. Ya, tapi tidak terlalu ketat. 37 100
c. Sama sekali tidak 0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
71
Seluruh responden guru menyatakan bahwa dalam pelaksanaan
program pengembangan sekolah, kepala sekolah menerapkan pengawasan
melekat kepada seluruh komponen sekolah tetapi tidak secara kaku sehingga
setiap guru merasa nyaman bekerja dalam situasi tidak di bawah tekanan.
Pertanyaan Nomor 14
Kepala sekolah melakukan monitoring secara berkala atas pelaksanaan program pengembangan mutu. Kegiatan monitoring ini dilakukan ….
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Setiap minggu 0 0
b. Setiap awal bulan 8 21,62
c. Setiap triwulan 4 10,81
d. Setiap semester 25 67,57
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Kepala sekolah melakukan monitoring secara berkala atas
pelaksanaan program pengembangan mutu sekolah. Kegiatan monitoring ini
menurut para guru dilakukan setiap awal bulan (dikemukakan oleh 8
responden, atau 21,62 %), pada setiap triwulan (dikemukakan oleh 4 orang
guru, atau 10,81 %), dan setiap semester (dikemukakan oleh 25 orang guru,
atau 67,57 %). Monitoring yang dilakukan oleh kepala sekolah ini ditafsirkan
oleh para guru sebagai kunjungan supervisi dan pembinaan ke dalam kelas
yang dilakukan setiap satu semester.
72
Indikator 8: Setiap komponen sekolah memonitor pelaksanaan program
Pertanyaan Nomor 15:
Dalam melaksanakan monitoring pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu, monitoring juga dilakukan oleh ….
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Wakil kepala sekolah 12 32,43
b. Staf kepala sekolah yang ditunjuk (Misalnya, PKS Urusan Kurikulum)
12 32,43
c. Kelompok guru senior yang dipercayai 0 0
d. Semua komponen sekolah melakukan monitoring sesuai dengan fungsinya
13 35,14
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Selain oleh kepala sekolah sendiri, monitoring pelaksanaan kegiatan
pengembangan mutu dilakukan juga oleh wakil kepala sekolah (dinyatakan
oleh 12 orang responden, atau 32,42 %), oleh staf kepala sekolah yang
ditunjuk (dinyatakan oleh 12 orang responden). Meskipun demikian, 13 orang
guru lainnya (35,14 %) menyatakan bahwa monitoring sesungguhnya
dilaksanakan pula oleh seluruh komponen sekolah sesuai dengan fungsinya.
Indikator 9: Komite sekolah melakukan kontrol pelaksanaan program sekolah
Pertanyaan Nomor 16:
Sebagai Controlling Agency, Komite Sekolah juga seharusnya melakukan monitoring pelaksanaan program peningkatan mutu di sekolah. Apakah fungsi Komite Sekolah tersebut dijalankan dengan benar?
Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih
73
Opsi F %
a. Ya. Monitoring Komite Sekolah dilakukan sesuai dengan fungsinya.
8 21,62
b. Kadang-kadang memantau pelaksanaan program.
24 64,86
c. Staf Komite Sekolah datang ke sekolah tapi tidak pernah memantau pelaksanaan program peningkatan mutu.
5 13,52
d. Komite sekolah tidak pernah hadir di sekolah selain pada saat musyawarah RAPBS
0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Komite sekolah memiliki fungsi sebagai badan pengawas pelaksanaan
pengembangan mutu di sekolah. Menurut 8 responden (21,62 %), komite
sekolah telah melakukan monitoring terhadap pelaksanaan program
peningkatan mutu di sekolah. 24 responden lainnya (64,86 %) menyatakan
bahwa komite sekolah kadang-kadang saja memantau pelaksanaan program
peningkatan mutu sekolah, sedangkan 5 orang guru (13,52 %) menyatakan
bahwa staf komite sekolah datang ke sekolah tetapi tidak pernah memantau
pelaksanaan program peningkatan mutu.
Berdasarkan penyajian data di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengawasan pelaksanaan program peningkatan mutu di SMP Negeri 3
Karangtengah Cianjur sudah berjalan sesuai dengan fungsinya. Semua
komponen sekolah melaksanakan pengawasan terhadap jalannya pe-
ngembangan mutu sekolah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Komite
74
sekolah juga melakukan fungsinya dengan mengawasi pelaksanaan program
peningkatan mutu sekolah sesuai dengan kapasitasnya.
d. Evaluasi Pelaksanaan Program Pengembangan Sekolah
Pada aspek evaluasi pelaksanaan program pengembangan sekolah
terdapat tiga indikator dan empat item pertanyaan yang diaju-kan kepada
para responden sehingga diperoleh data sebagai berikut.
Indikator 10: Evaluasi atas program dilakukan secara berkala
Pertanyaan Nomor 17:
Apakah program-program kegiatan sekolah yang dilaksanakan dievaluasi?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya, selalu 21 56,76
b. Kadang-kadang dievaluasi 16 43,24
c. Lebih sering tidak pernah dievaluasi 0 0
d. Tidak pernah 0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Program-program kegiatan sekolah yang dilaksanakan oleh sekolah
selalu dievaluasi. Pendapat ini dinyatakan oleh 21 orang responden (56,76
%). Sebaliknya, 16 guru lainnya (43,24 %) menyata-kan bahwa program
kegiatan peningkatan mutu yang dilaksanakan di sekolah kadang-kadang
saja dievaluasi. Pada konteks ini, ada sebagian guru yang masih berpikir
sempit mengenai makna evaluasi dalam sebuah kegiatan sehingga kagiatan
evaluasi di sini hanya dilakukan ketika suatu program menemui kegagalan.
75
Pertanyaan Nomor 18:
Jika dilakukan evaluasi kegiatan, apakah evaluasi dilakukan secara berkala?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya. Evaluasi kinerja dan hasil tidak dilakukan hanya pada akhir program saja, tapi juga di tengah-tengah program sebagai kontrol kualitas.
16 43,24
b. Ya. Evaluasi dilakukan setiap akhir program berjalan
21 57,76
Jumlah Total 37 100
Analisis:
21 responden (57,76 %) menyatakan bahwa evaluasi program
peningkatan mutu serta program-program lainnya yang dilaksanakan di
sekolah dilakukan pada setiap akhir program berjalan. Meskipun demikian, 16
responden (43,24 %) menyatakan bahwa evaluasi kinerja dan hasil tidak
hanya dilakukan pada akhir program saja, tetapi juga di tengah-tengah
program sebagai kontrol kualitas. Data di atas menunjuk-kan bahwa
kegiatan-kegiatan sekolah yang dilakukan selalu diakhir dengan evaluasi.
Adapun ada bentuk evaluasi di tengah-tengah program berjalan, hal tersebut
dapat digolongkan ke dalam bentuk monitoring terpadu.
Indikator 11: Evaluasi dilakukan sebagai langkah perbaikan
Pertanyaan Nomor 19:
Hasil evaluasi biasanya digunakan untuk apa?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
76
a. Sebagai bahan masukan bagi perbaikan program di masa mendatang.
29 78,38
b. Sebagai bahan kajian untuk dokumentasi. 8 21,62
c. Disimpan saja 0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Sebanyak 29 responden (78,39 %) menyatakan bahwa hasil evaluasi
biasanya digunakan sebagai bahan masukan bagi perbaikan dan
pengembangan program di masa mendatang jika akan ada lagi program
serupa. Sementara itu, 8 responden lainnya (21,62 %) menyatakan bahwa
hasil evaluasi digunakan sebagai bahan kajian untuk didokumentasikan.
Indikator 12: Revisi program dilakukan berdasarkan temuan pada evaluasi
Pertanyaan Nomor 20:
Apakah kepala sekolah melakukan koreksi atas hal-hal yang bersifat mis-information pada program dan pelaksanaannya serta mempublikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya, selalu dilakukan demikian. 16 43,24
b. Kadang-kadang dilakukan seperti itu 21 56,76
c. Dibiarkan saja berjalan karena kesalahan itu akan diperbaiki sambil berjalan
0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Dalam pelaksanaan program kegiatan ada kalanya terjadi kesalahan-
kesalahan kecil yang bersifat misinformation atau salah persepsi dalam
77
program dan atau pada pelaksanaannya. Pada kasus seperti ini, kepala
sekolah segera melakukan koreksi untuk memper-baiki kesalahan-kesalahan
kecil tersebut dan mempublikasikannya kepada pihak-pihak terkait yang
berkepentingan.
Dari 37 responden guru, sebanyak 16 orang (43,24 %) menyata-kan
bahwa kepala sekolah selalu melakukan koreksi apabila terjadi kesalahan
pada program maupun pelaksanaannya, serta berusaha
mempublikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sementara
itu, 21 orang responden (56,76 %) menyatakan bahwa kepala sekolah
kadang-kadang saja melakukan koreksi.
Kesimpulan
Berdasarkan sajian data yang ditampilkan di atas, dapat disusun
kesimpuan tentang aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pem-bentukan
kultur sekolah sebagaimana terurai berikut ini.
Aspek-aspek perencanaan yang baik dan mengedepankan ke-
bersamaan serta langkah-langkah penyusunan yang benar, pelaksana-an
program pengembangan sekolah yang konsisten terhadap program yang
telah dirumuskan, pengawasan atau kontrol yang objektif dan
berkeisinambungan, serta evaluasi program yang mengacu kepada program
serta diarahkan demi perbaikan pengembangan sekolah akan melahirkan
iklim kerja yang kondusif. Iklim kerja inilah yang kemudian akan berpengaruh
terhadap kultur sekolah yang berorientasi kepada mutu.
78
Apabila guru sudah berorientasi kepada mutu dan peningkatan mutu
dalam arah kinerjanya, maka dengan sendirinya hal ini akan berpengaruh
kepada siswa serta komponen-komponen lainnya. Oleh sebab itu, penataan
komponen-komponen manajemen yang baik akan berdampak kepada
pembentukan kultur sekolah yang baik pula.
2. Komponen yang Berperan dalam Pengembangan Kultur
Sekolah
Ada empat komponen yang diduga berperan dalam pengem-bangan
kultur sekolah yang kondusif di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur.
Komponen-komponen tersebut dianggap paling dominan dan menentukan
pengembangan iklim dan kultur sekolah. Keempat kom-ponen tersebut
meliputi pimpinan sekolah, guru-guru, siswa, dan orang tua siswa. Masing-
masing komponen ini diteliti dengan mengajukan sebanyak 14 pertanyaan
dengan pilihan jawaban masing-masing sesuai dengan indikator yang
dirumuskan.
a. Komponen Pimpinan Sekolah
Ada tiga indikator yang digunakan untuk melihat bagaimana komponen
pimpinan sekolah membentuk kultur sekolah yang kondusif. Pada komponen
ini diajukan 5 (lima) pertanyaan kepada responden dengan hasil sebagai
berikut.
Indikator 13: Kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan
kultur sekolah yang baik
79
Pertanyaan Nomor 21:
Apakah kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya 25 67,57
b. Kadang-kadang 9 24,32
c. Tidak pernah 0 0
Jumlah Total 34 91,89
Analisis:
Komitmen merupakan landasan bagi setiap orang dalam
melaksanakan sesuatu kegiatan guna mencapai target atau tujuan akhir.
Penciptaan kultur sekolah yang baik tidak mungkin dapat terwujud tanpa
adanya komitmen dari unsur-unsur yang terlibat di dalamnya.
Sebanyak 25 responden (67,57 %) menyatakan bahwa kepala sekolah
memiliki komitmen yang baik terhadap terciptanya kultur sekolah yang
kondusif di SMP Negeri 3 Karangtengah. Sementara itu 9 responden lainya
(24,32 %) menyatakan kadnag-kadnag saja komitmen kepala sekolah
tersebut muncul dan diperbincangkan, sedangkan sebanyak 3 orang
responden tidak memberikan pilihan.
Indikator 14: Kepala sekolah menetapkan sasaran mutu sekolah
Pertanyaan Nomor 22:
Apakah kepala sekolah merumuskan tujuan pengembangan sekolah dalam bentuk sasaran-sasaran mutu yang jelas dan spesifik?
Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih
80
Opsi F %
a. Ya, selalu 32 86,49
b. Samar-samar, karena kadang-kadang program sekolah bisa berubah di tengah jalan
5 13,51
c. Tidak. Tujuan pengembangan sekolah dirumuskan secara global saja
0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
32 orang responden (86,49 %) menyatakan bahwa kepala sekolah
selalu merumuskan tujuan pengembangan sekolah dalam bentuk sasaran-
sasaran mutu yang jelas dan spesifik, sedangkan 5 responden lainnya
menyatakan samar-samar, karena kadang-kadang program sekolah bisa
berubah di tengah jalan jika kondisi tidak memungkinkan.
Pertanyaan Nomor 23:
Apakah rumusan tujuan pengembangan sekolah yang disusun memiliki daya ramal ke depan sesuai dengan perkembangan zaman?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Sebaiknya seperti itu 32 86,49
b. Tidak memiliki daya ramal 1 2,70
c. Tidak tahu 4 10,81
Jumlah Total 37 100
Analisis:
81
32 orang responden (86,49 %) menyatakan bahwa rumusan
pengembangan sekolah yang disusun sebaiknya memiliki daya ramal ke
depan sesuai dengan perkembangan zaman. Sedangkan pilihan lainnya
dapat diabaikan.
Indikator 15: Kepala sekolah merumuskan target pencapaian mutu setiap
periode tertentu
Pertanyaan Nomor 24:
Bagaimanakah cara kepala sekolah menetapkan sasaran pengembangan mutu sekolah?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Dirumuskan begitu saja sesuai dengan kebutuhan sekolah.
16 43,24
b. Dilakukan analisis SWOT sehingga sasaran pengembangan mutu menjadi lebih realistis
17 45,95
c. Menggunakan perkiraan-perkiraan kebutuhan yang tidak jelas arahnya
0 0
Jumlah Total 33 89,19
Analisis:
Cara kepala sekolah menetapkan sasaran pengembangan mutu
sekolah dilakukan dan dirumuskan begitu saja sesuai dengan kebutuh-an
sekolah. Hal ini dikemukakan oleh 16 responden (43,24 %), sedang-kan 17
responden lainnya (45,95 %) menyatakan bahwa perumusan sasaran
pengembangan mutu sekolah dilakukan melalui analisis SWOT sehingga
sasaran pengembangan mutu sekolah menjadi lebih realistis. Sementara itu 4
responden lainnya tidak memilih.
Pertanyaan Nomor 25:
82
Apakah kepala sekolah memberikan target berupa peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi dalam tujuan situasional pengembangan sekolah?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya. Hal itu dirumuskan dengan jelas dalam RPS. 24 64,86
b. Ya, tetapi tidak dirumuskan dengan jelas 8 21,62
c. Kadang-kadang ada target 5 13,52
d. Tidak pernah memberikan target secara khusus 0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis
Sebanyak 24 responden menyatakan bahwa kepala sekolah
memberikan target berupa peningkatan kualitas, efektivitas, produktivi-tas,
maupun efisiensi dalam tujuan situasional pengembangan sekolah yang
dirumuskan dengan jelas dalam rencana pengembangan sekolah (RPS),
sedangkan 8 responden menyatakan bahwa rumusan dalam RPS tidak jelas.
Kesimpulan Sementara
Berdasarkan tampilan data di atas dapat ditarik kesimpulan sementara
bahwa kepala sekolah sebagai komponen yang secara langsung membentuk
kultur sekolah ternyata telah memiliki persyaratan yang diperlukan. Tiga hal
yang menjadi karakteristik kepala sekolah yang memiliki peluang
menciptakan kultur sekolah yang baik, yakni komitmen kepala sekolah
terhadap pembentukan kultur sekolah, kemampuan kepala sekolah dalam
merumuskan sasaran mutu yang jelas dan realistis, serta rumusan target
pencapaian mutu yang jelas pada setiap periode tertentu.
b. Komponen Guru-guru
83
Pada komponen guru-guru ini disusun 3 (tiga) indikator dengan 4
(empat) pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan hasil sebagai
berikut.
Indikator 16: Guru memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur
sekolah yang baik
Pertanyaan Nomor 26:
Apakah Bapak/Ibu selaku guru memiliki komitmen kuat dalam membentuk kultur sekolah yang baik?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya. Saya memiliki komitmen sungguh-sungguh dalam pembentukan kultur sekolah yang baik.
34 91,89
b. Tidak perlu membentuk kultur sekolah tertentu jika sekolah berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang baku dari pemerintah
3 8,11
c. Saya tidak pernah memiliki komitmen apa pun 0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Hampir seluruh guru (34 orang atau 91,89 %) guru memiliki komitmen
yang kuat dan sungguh-sungguh dalam membentuk kultur sekolah yang baik.
Komitmen ini merupakan modal utama dalam pengembangan kultur sekolah.
Indikator 17: Guru terlibat dalam merumuskan sasaran pengembangan mutu
sekolah
Pertanyaan Nomor 27:
Apakah Bapak/Ibu terlibat dalam menyusun rumusan sasaran dan target pengembangan mutu sekolah dalam bentuk program kegiatan sekolah?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
84
a. Ya. Selalu dilibatkan 20 54,05
b. Kadang-kadang saya terlibat juga. 8 21,62
c. Sangat jarang guru terlibat dalam penyusunan program sekolah
4 10,81
d. Guru biasanya tidak pernah dilibatkan dalam menyusun program sekolah
5 13,52
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Dalam penyusunan rumusan sasaran dan target peningkatan mutu
sekolah, 20 orang responden guru (54,05 %) menyatakan selalu dilibatkan
secara aktif, sedangkan 8 orang (21,62 %) menyatakan kadang-kadang saja
dilibatkan. Sementara itu, masing-masing 4 responden dan 5 responden
menyatakan bahwa mereka jarang dan tidak pernah dilibatkan dalam
perumusan sasaran pengembangan sekolah.
Pertanyaan Nomor 28:
Dalam menentukan arah pencapaian kualitas sekolah, apakah Bapak/Ibu diberi peluang untuk memberikan masukan dan saran bagi pengembangan sekolah?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya, semua guru selalu diberi kesempatan yang sama untuk memberikan masukan dan saran bagi peningkatan kualitas sekolah.
29 78,38
b. Hanya sebagian guru saja yang memperoleh kesempatan untuk memberikan masukan dan saran
8 21,62
c. Tidak pernah terjadi guru memberikan masukan atau saran bagi pengembangan kualitas sekolah
0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
85
Dalam menentukan arah pencapaian kualitas sekolah, semua guru
diberi peluang yang sama untuk memberikan masukan dan saran bagi
peningkatan kualitas sekolah. Pernyataan ini dikemukakan oleh 29
responden (78,38 %) dari jumlah responden seluruhnya 37 orang. Sementara
itu, 8 responden lainnya menyatakan bahwa hanya sebagian guru saja yang
memperoleh kesempatan untuk memberikan masukan dan saran bagi
peningkatan mutu sekolah.
Indikator 18: Guru menyusun program pengembangan sekolah dan
melaksanakannya
Pertanyaan Nomor 29:
Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu memiliki tugas dan tanggung jawab menyusun perencanaan pengembangan kualitas sekolah?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya. Perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah program peningkatan mutu sekolah jika dikelola dengan benar.
36 97,30
b. Tidak. Perencanaan pengembangan kualitas sekolah seharusnya menjadi tugas kepala sekolah
0 0
Jumlah Total 36 97,30
Analisis:
Hampir seluruh guru (36 dari 37 responden) memiliki pandangan
bahwa perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah program
peningkatan mutu sekolah jika dikelola secara baik dan benar. Data ini
menunjukkan bahwa tingkat kesadaran guru SMP Negeri 3 Karangtengah
86
Cianjur atas pengembangan kualitas sekolah melalui pembelajaran yang baik
dan benar sudah berada pada batas yang maksimal.
Kesimpulan Sementara
Sebagaimana kepala sekolah, tiga faktor utama dalam diri guru-guru
akan menentukan pembentukan kultur sekolah. Ketiga faktor tersebut adalah
komitmen guru-guru terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik,
keterlibatan guru dalam merumuskan tujuan-tujuan situasional sekolah
secara jelas dan tegas, serta keterlibatan langsung guru dalam membuat
perencanaan pembelajaran yang berkualitas yang akan diterapkan secara
konsisten kepada para siswa.
c. Komponen Para Siswa
Pada komponen siswa dilihat melalui tiga indikator dan tiga pertanyaan
yang diajukan kepada para responden dengan hasil sebagai berikut.
Indikator 19: Siswa berpartisipasi dalam membentuk kultur sekolah yang
baik
Pertanyaan Nomor 30:
Menurut Bapak/Ibu, apakah para siswa turut menentukan pembentukan kultur sekolah yang baik?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya. Tentu saja, karena siswa juga warga sekolah.
32 86,49
b. Tidak. Sikap siswa dibentuk sepenuhnya oleh instruksi guru.
0 0
c. Tidak. Siswa akan dengan sendirinya ikut 4 10,81
87
dalam situasi yang berlangsung
Jumlah Total 36 97,30
Analisis
Sebagai salah satu komponen pembentuk kultur sekolah, siswa
memiliki peran yang tidak sedikit. Akan tetapi, banyak orang menduga bahwa
karakter siswa di sekolah dapat dibentuk oleh kondisi guru.
32 responden (86,49 %) menyatakan bahwa siswa merupakan salah
satu komponen yang turut menentukan pembentukan kultur sekolah yang
baik. Sikap siswa tidak dapat dibentuk sepenuhnya oleh instruksi guru dan
peraturan sekolah.
Sementara itu, 4 respoden menyatakan bahwa siswa akan dengan
sendirinya ikut dalam situasi yang berlangsung sehingga dianggap bukan
sebagai komponen yang menentukan.
Indikator 20: Siswa memiliki budaya berprestasi dalam bidang akademis dan
non akademis
Pertanyaan Nomor 31:
Apakah selama ini siswa-siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki budaya berprestasi?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya. Dalam bidang akademis dan non akademis
33 89,19
b. Ya. Hanya dalam bidang akademis saja. 0 0
c. Ya. Hanya dalam bidang non akademis saja. 4 10,81
d. Tidak. 0 0
88
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Berdasarkan pendapat 33 orang responden (89,19 %) bahwa selama
ini siswa SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur memiliki budaya berprestasi
dalam bidang akademis maupun non akademis.
Indikator 21: Siswa memiliki kecenderungan dalam menggunakan teknologi
Pertanyaan Nomor 32
Apakah para siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki kecenderungan menggunakan teknologi tinggi (misalnya, komputer, internet)?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Ya. Hampir semua siswa mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet.
8 21,62
b. Hanya sedikit saja siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet
29 78,38
c. Tidak ada satu pun siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet
0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Siswa yang memiliki budaya berprestasi adalah siswa yang tidak
gagap teknologi dan selalu berusaha mencari informasi melalui berbagai
media, termasuk teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan
pengamatan 29 responden (78,38 %), siswa SMP Negeri 3 Karangtengah
Cianjur belum memiliki kecenderungan dalam penggunaan teknologi tinggi
seperti internet dan komputer. Hanya sedikit saja siswa yang mampu
89
menggunakan teknologi komputer dan akses internet sedangkan selebihnya
sama sekali belum memahami dengan benar.
Kesimpulan Sementara
Kecuali kemampuan dan keterbiasaan siswa dalam mengguna-kan
teknologi tinggi, pada umumnya siswa SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur
memiliki kemungkinan untuk berkembang dan menjadi penentu terbentuknya
kultur sekolah yang kondusif dan baik. Siswa turut bepartisipasi aktif dalam
mewujudkan kultur sekolah yang baik melalui pemenuhan tugasnya sebagai
siswa secara menyeluruh. Di samping itu, para siswa juga memiliki
kecenderungan untuk mengembangkan budaya berprestasi dalam bidang
akademis maupun non akademis.
d. Komponen Orang Tua Siswa
Ada dua indikator dan dua pertanyaan yang diajukan kepada para
responden pada komponen orang tua siswa ini. Kedua indikator ini dianggap
cukup mewakili mengingat peran orang tua siswa merupakan komponen
pendukung dalam pengembangan kultur sekolah. Hasil yang diperoleh dari
penelitian adalah sebagai berkut.
Indikator 22: Masyarakat mendukung komitmen sekolah dalam me-
ngembangkan kultur sekolah yang baik.
Pertanyaan Nomor 33:
Apakah masyarakat di sekitar sekolah, terutama para orang tua siswa, mendukung setiap program yang diajukan oleh sekolah demi peningkatan
90
mutu di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Orang tua siswa selalu mendukung program sekolah yang diajukan.
7 18,92
b. Pada umumnya masyarakat orang tua siswa mendukung.
30 81,08
c. Hanya sebagian kecil saja orang tua siswa yang memberikan dukungan.
0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Sebanyak 30 responden (81,08 %) menyatakan bahwa pada
umumnya para orang tua siswa memberikan dukungan terhadap setiap
program yang digulirkan oleh sekolah demi peningkatanb mutu. Sedangkan 7
responden lain berkeyakinan bahwa pada umumnya orang tua siswa selalu
mendukung program-program sekolah.
Indikator 23: Masyarakat memberikan dukungan nyata dalam pem-bentukan
kultur sekolah yang baik dengan cara men-dukung program-
program pengembangan mutu sekolah
Pertanyaan Nomor 34:
Bagaimanakah bentuk dukungan nyata yang diberikan masyarakat dan orang tua siswa terhadap program peningkatan mutu di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Orang tua mengikutsertakan anak-anaknya dalam setiap program pengembangan kualitas sekolah beserta segala konsekuensinya.
8 21,62
b. Sebagian orang tua berpartisipasi meskipun secara material terbebani.
4 10,81
c. Orang tua hanya mau berpartisipasi jika 25 67,57
91
secara material tidak membebani mereka
d. Tidak ada orang tua yang mau berpartisipasi. 0 0
Jumlah Total 37 100
Analisis:
Ada kecenderungan para orang tua takut mengeluarkan biaya bagi
pendidikan anak-anaknya. Setiap dikomunikasikan adanya pro-gram sekolah
yang baru, para orang tua siswa menyatakan hanya mau berpartisipasi jika
secara material tidak membebani mereka. Pandangan ini dikemukakan oleh
25 orang responden (67,57 %) dari 37 responden guru. Sedangkan 12
responden lainnya memiliki pandangan bahwa orang tua mau berpartisipasi
meskipun secara material terbebani.
Kesimpulan
Berdasarkan sajian data yang dipaparkan di ata dapat disimpul-kan
bahwa komponen-komponen sekolah yang terdiri atas kepala sekolah selaku
pimpinan lembaga, para guru sebagai pelaksana pe-ngembangan mutu
sekolah, serta para siswa sebagai subjek pendidikan merupakan faktor-faktor
yang menentukan terbentuknya kultur sekolah yang baik. Kemampuan
manajerial kepala sekolah, kompetensi dan sikap profesional guru, serta
peranan aktif siswa secara integral membangun kultur sekolah yang
berorientasi kepada peningkatan mutu.
3. Aspek-aspek Budaya Positif yang Dapat Dikembangkan
dalam Kegiatan Peningkatan Mutu Layanan Sekolah
92
Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan
peningkatan mutu layanan sekolah mengamati enam faktor atau komponen
yang terdiri atas pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-karimah,
pembinaan kesiswaan, pembinaan kegiatan ekstrakurikuler, peningkatan
PBM, penciptaan lingkungan yang aman dan nyaman, setra pengembangan
nilai-nilai. Keenam faktor ini merupakan unsur dominan dan sangat nyata
tampak sebagai bentuk pelayanan sekolah. Baik buruknya sekolah dalam
berbagai segi akan dilihat dari keempat faktor ini sehingga perlu diamati dan
diteliti.
a. Pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-karimah
Pada komponen pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-
karimah terdapat duabelas opsi pada sebuah pertanyaan yang diajukan
kepada responden. Hasil yang diperoleh dari responden adalah sebagai
berikut.
Pertanyaan Nomor 35:
Nilai-nilai dan kebiasaan apa saja yang selama ini dikembangkan di sekolah Bapak/Ibu yang berkaitan dengan nilai keagamaan dan akhlakul-karimah?
Nomor Opsi
Indikator sebagai Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Pembiasaan mengucapkan salam pada saat bertemu dan berpisah
37 100
b. Pembiasaan berdoa sebelum dan setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran
37 100
c. Melaksanakan shalat dzuhur berjamaah setiap habis jam pelajaran terakhir di mesjid sekolah.
31 83,78
d. Melaksanakan tadarus bersama pada hari-hari tertentu, atau setiap hari selama beberapa
26 70,27
93
menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai.
e. Mengembangkan studi amaliah Ramadhan melalui berbagai kegiatan.
37 100
f. Mengembangkan budaya bersih diri. 37 100
g. Menyelenggarakan forum-forum diskusi keagamaan.
2 5,41
h. Mengelola kegiatan ZIS (zakat, infaq, shadaqah)
2 5,41
i. Berbuka puasa bersama pada bulan ramadhan
37 100
j. Menyelenggarakan lomba-lomba keterampilan agama (lomba mengahafal Al-Quran, lomba da’wah, dan sejenisnya).
37 100
k. Menyelenggarakan kegiatan peringatan hari besar agama
37 100
l. ………………. 0 0
Rata-rata Pilihan 29,09 78,62
Analisis
Pada dasarnya, pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul
karimah di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur telah menunjukkan budaya
positif karena sebanyak rata-rata 29,09 responden (78,62 %) menyatakan
bahwa nilai-nilai keagamaan dan akhlak mulia telah menjadi bagian dari
budaya sekolah. Hanya dua hal yang belum berkembang secara baik, yakni
penyelenggaraan forum diskusi keagamaan serta pengelolaan ZIS. Aspek
forum diskusi ilmiah keagamaan erat kaitannya dengan kultur masyarakat
yang seperti memiliki rasa enggan untuk mengkaji agama (Islam)
berdasarkan cara pandang keilmuan, sedangkan belum berkembangnya
pengelolaan ZIS dikaitkan dengan kondisi mayoritas warga sekolah yang
berasal dari kelompok ekonomi kelas bawah yang agak sulit dalam
pembiasaan pengeluaran infak dan shadaqah.
94
b. Pembinaan Kesiswaan
Pertanyaan Nomor 36
Kegiatan-kegiatan apa saja yang dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu dalam rangka melakukan pembinaan siswa?
Nomor Opsi
Indikator sebagai Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Menerapkan disiplin dan tata tertib sekolah secara konsisten dan tegas (pakaian seragam, waktu, dan yang lainnya).
37 100
b. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin pagi (pengibaran bendera).
37 100
c. Melaksanakan upacara-upacara peringatan hari besar nasional.
37 100
d. Melaksanakan kegiatan MOS pada awal tahun pelajaran.
37 100
e. Melaksanakan kegiatan widyawisata bermanfaat.
15 40,54
f. Menyelenggarakan kegiatan bakti sosial. 34 91,89
g. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan teman asuh.
0 0
h. Penyelenggaraan kegiatan latihan dasar kepemimpinan siswa (LDKS)
0 0
i. Penyelenggaraan upacara pelepasan siswa lulusan pada akhir tahun pelajaran.
35 94,59
j. Menerbitkan majalah sekolah. 0 0
k. ………………. 0 0
Rata-rata Pilihan 23,2 62.70
Analisis
Kondisi dan perilaku siswa yang baik dan kondusif merupakan salah
satu indikator kultur sekolah yang baik pula. Pada konteks pembinaan siswa,
dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek budaya positif pembinaan siswa
sebagian besar telah dikembangkan di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur.
95
Penerapan disiplin siswa secara konsisten, pelaksanaan pembinaan melalui
kegiatan upacara bendera setiap hari Senin serta upacara PHBN, pelaksnaan
bakti sosial, serta penyelenggaraan upacara khusus pelepasan siswa lulusan
telah menjadi bagian dari agenda rutin sekolah. Hal ini dinyatakan oleh rata-
rata 23,2 responden (62,70 %) yang menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan
tersebut dilaksanakan di sekolah. Hanya ada empat aspek yang belum
ditumbuhkan sebagai tradisi sekolah, yakni pelaksanaan widyawisata,
penyelenggaraan teman asuh, LDKS, serta penerbitan majalah. Hal ini
diduga karena berkaitan dengan faktor kemampuan finansia; rata-rata
masyarakat yang belum berada pada taraf yang memungkinkan bagi
terlaksananya kegiatan tersebut.
c. Pembinaan Kegiatan Ekstrakurikuler
Indikator 26: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler olah raga prestasi
Pertanyaan Nomor 37:
Kegiatan ekstrakurikuler olahraga apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi
Indikator sebagai Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Atletik (lari, tolak peluru, lempar cakram, loncat jauh, loncat tinggi, dll.)
0 0
b. Renang 0 0
c. Volleyball 24 64,86
d. Basket ball 11 29,73
e. Sepak bola 36 97,30
f. Futsal 10 27,03
g. Tenis meja 24 64,86
96
h. Tenis lapangan 0 0
i. Bulu tangkis 0 0
j. ……… 0 0
Rata-rata Pilihan 11,67 31,53
Analisis
Rata-rata 11,67 responden (31,53 %) menyatakan bahwa kegiatan
ekstrakurikuler olahraga prestasi merupakan salah satu bentuk kegiatan
siswa yang dikembangkan di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Jumlah
tersebut mengacu kepada jenis-jenis olah raga bola voli (dipilih oleh 24 orang
atau 64,86 %), bola basket (dipilih oleh 11 orang atau 29,73 %), sepak bola
(36 orang atau 97,30 %), futsal (10 orang atau 27,03 %), dan tenis meja (24
orang atau 64,86 %). Dari banyaknya jenis olah raga yang dapat
dikembangkan oleh sekolah, ternyata jenis olah raga etletik dan renang tidak
menjadi pilihan, kemudian tenis lapangan dan bulu tangkis juga sama sekali
bukan menjadi pilihan siswa. Berdasarkan tampilan data di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengembangan olah raga prestasi belum menjadi sebuah
tradisi kuat bagi warga SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur, kecuali untuk
bidang olah raga permainan sepak bola. Kondisi di atas dimungkinkan karena
pada umumnya daerah di sekitar sekolah merupakan daerah landai yang
banyak terdapat lapangan cukup luas.
d. Peningkatan PBM
Indikator 27: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler seni budaya
Pertanyaan Nomor 38:
97
Kegiatan ekstrakurikuler seni budaya apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Seni musik (band, dangdut) 0 0
b. Solo vokal 0 0
c. Paduan suara 0 0
d. Degung 24 64,86
e. Tembang Sunda 0 0
f. Drumband atau marching band 0 0
g. Seni tari 0 0
h. Teater / drama 0 0
i. …………. 0 0
Rata-rata Pilihan 3 8,11
Analisis
Kegiatan ekstrakurikuler seni budaya tampaknya bukan merupakan
pilihan bagi warga SMP Negeri 3 Karangtengah dalam menumbuhkan dan
mengembangkan budaya positif sekolah. Hal ini dinyatakan oleh 24
responden yang hanya memilih jenis kesenian degung sebagai media
pengembangan kegiatan ekstrakurikuler seni budaya.
Indikator 28: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler organisasi dan
keterampilan
Pertanyaan Nomor 39:
Kegiatan ekstrakurikuler keorganisasian dan keterampilan apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih
98
Opsi F %
a. OSIS 37 100
b. Kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR) 0 0
c. Pramuka 21 56,76
d. UKS – PMR 20 54,05
e. PKS 22 59,46
f. Paskibra 12 32,43
g. ………….. 0 0
Rata-rata Pilihan 18,67 50,45
Analisis
Kegiatan keorganisasian dan keterampilan merupakan salah satu
bentuk pengembangan kegiatan ekstrakurikuler siswa. Sebanyak rata-rata
18,67 orang responden, atau 50,45 %, menyatakan bahwa kegiatan
keorganisasian seperti OSIS, pramuka, UKS/PMR, PKS, dan Paskibra
merupakan kegiatan yang dipilih oleh siswa dalam pengembangan dirinya.
Kegiatan-kegiatan serupa ini dapat menumbuh-kan budaya positif organisasi.
Hanya ada satu kegiatan yang belum dapat ditumbuhkan di sekolah ini, yakni
pengembangan kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR).
Indikator 29: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler organisasi dan
keterampilan
Pertanyaan Nomor 40:
Kegiatan apa saja yang dilaksanakan guna meningkatkan kemampuan kognitif siswa dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
99
a. Membentuk komunitas belajar (kelompok belajar) mandiri.
0 0
b. Membentuk English Conversation Club (ECC) 0 0
c. Membentuk kelompok-kelompok belajar yang mengacu kepada mata pelajaran tertentu
0 0
d. Pembentukan dan pengembangan kelompok-kelompok kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya
0 0
e. Pengembangan budaya berprestasi dalam bidang akademik
2 5,41
f. Mengadakan kegiatan pemantapan bagi siswa kelas X dalam menghadapi UN
24 64,86
Rata-rata Pilihan 4,33 11,71
Analisis
Pada pengembangan dan peningkatan kemampuan kognitif siswa,
ternyata belum menjadi pilihan warga SMP Negeri 3 Karangtengah dalam
penumbuhan dan pengembangan budaya sekolah yang positif. Satu-satunya
kegiatan pengembangan yang dilakukan adalah mengadakan kegiatan
pemantapan siswa kelas X yang dikaitkan dengan persiapan siswa dalam
menghadapi Ujian Nasional. Hal ini dianggap wajar karena sebagian besar
mayarakat pendidikan dan masyarakat umum di Cianjur masih memiliki
anggapan bahwa prestasi siswa dalam kegiatan UN merupakan tolok ukur
utama bagi kualitas pembinaan siswa dan layanan pendidikan di sekolah.
Oleh karena itu, pengembangan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat
pengembangan kemampuan individual belum menjadi perhatian sekolah.
Pertanyaan Nomor 41:
Apa saja yang dilakukan oleh sekolah guna menciptakan lingkungan sekolah
100
yang aman dan nyaman?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Menumbuhkan kesadaran dan kebiasaan bersih lingkungan.
31 83,78
b. Menumbuhkan dan mengembangkan cinta lingkungan
30 81,08
c. Menerapkan budaya terib dan protektif 36 97,30
d. Melarang adanya benda atau kegiatan yang dapat mengundang keresahan lingkungan sekolah.
37 100
e. Melarang masuknya orang-orang di luar pendidikan memasuki kawasan sekolah.
37 100
f. Melarang pedagang memasuki lingkunan sekolah
27 72,97
Rata-rata Pilihan 33 89,19
Analisis
Lingkungan sekolah yang aman dan nyaman merupakan faktor yang
menjadi identitas penting dalam mengindikasi adanya pengembangan kultur
positif di sekolah. Pada konteks ini, sebanyak rata-rata 33 responden (89,19
%) menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada enam kegiatan pokok yang
selalu dilakukan oleh sekolah guna menciptakan lingkungan sekolah yang
aman dan nyaman. Keenam kegiatan tersebut meliputi menumbuhkan
kesadaran dan kebiasaan bersih lingkungan (dipilih oleh 31 responden atau
83,78 %), menumbuhkan dan mengembangkan cinta lingkungan (dipilih oleh
30 responden atau 81,08 %), menerapkan budaya terib dan protektif (dipilih
oleh 36 responden atau 97,30 %), melarang adanya benda atau kegiatan
yang dapat mengundang keresahan lingkungan sekolah (dipilih oleh 37
responden atau 100 %), melarang masuknya orang-orang di luar pendidikan
101
memasuki kawasan sekolah (37 responden atau 100 %), dan melarang
pedagang memasuki lingkunan sekolah (27 responden atau 72,97 %).
Pertanyaan Nomor 42:
Nilai-nilai apa saja yang saat ini dipertahankan, ditumbuhkan, dan dikembangkan di sekolah Bapak/Ibu?
Nomor Opsi
Opsi JawabanJumlah Pemilih
F %
a. Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi yang ada di lingkungan sekolah.
20 54,05
b. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih diri dan bersih lingkungan
19 51,35
c. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi
7 18,92
d. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum
24 64,86
e. ……………………. 0 0
Rata-rata Pilihan 17,5 47,29
Analisis
Nilai-nilai merupakan unsur penting yang harus tumbuh dalam
membangun sebuah kultur sekolah. Nilai-nilai ini bersumber dari berbagai
aspek yang ada di sekitar sekolah serta yang melekat pada warga sekolah.
Dari empat nilai budaya positif yang dapat ditumbuhkembangkan dalam
membentuk kultur positif di sekolah, peneltiian ini menunjukkan 20 responden
(54,05 %) memberikan pernyataan bahwa SMP Negeri 3 Karangtengah
Cianjur berusaha mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi yang ada di
lingkungan sekolah; kemudian 19 responden (51,35 %) menyatakan bahwa
sekolah ini selalu berupaya menumbuhkan dan mengembangkan budaya
102
bersih diri dan bersih lingkungan, 24 responden (64,86 %) menyatakan
bahwa warga sekolah berupaya menumbuhkembangkan budaya santun dan
taat hukum. Meskipun demikian, SMP ini belum menunjukkan adanya upaya
untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi yang
sesungguhnya menjadi barometer bagi masyarakat dalam hal kualitas
budaya sekolah serta layanan sekolah pada umumnya.
Kesimpulan
Sajian data yang berkaitan dengan aspek-aspek budaya positif yang
dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah di
atas memberikan penjelasan bahwa pada dasarnya SMP Negeri 3
Karangtengah Cianjur telah memiliki budaya atau kultur sekolah positif yang
dapat dijadikan landasan bagi pengembangan layanan sekolah. Tradisi-
tradisi positif yang berkembang di kalangan siswa dan guru merupakan
landasan kokoh bagi terciptanya kultur sekolah yang baik. Akan tetapi, pada
beberapa konteks ternyata pula SMP Negeri 3 Karangtengah belum dapat
menumbuhkan dan mengembangkannya dengan baik, terutama dalam
pengembangan budaya prestasi baik di kalangan siswa maupun kalangan
guru dan warga sekolah lainnya.
C. Pembahasan atas Temuan Penelitian
Pembahasan hasil penelitian dilakukan sebagai pendalaman atas
temuan-temuan empiris dari sisi keilmuan sehingga fenomena yang diungkap
dalam penelitian ini memperoleh kejelasan konseptual.
103
Hasil pengumpulan data yang dilakukan dengan menyebarkan angket
kepada 37 responden guru SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur
dimaksudkan untuk mengungkapkan aspek perencanaan, pelaksanaan
program sekolah, pengawasan pelaksanaan program, dan evaluasi program
pengembangan sekolah sebagai aspek yang berpengaruh terhadap
pengembangan kultur sekolah. Selain itu, diungkapkan pula peranan
sejumlah komponen sekolah dalam membentuk kultur sekolah yang terdiri
atas peran pimpinan sekolah, peran guru-guru, peran komite sekolah, serta
partisipasi aktif siswa dalam membentuk kultur sekolah.
Dampak yang diharapkan dengan membangun kultur sekolah tersebut
adalah meningkatnya kualitas pelayanan pendidikan kepada masyarakat
yang dikaji melalui aspek-aspek yang dapat diberdayakan, seperti
perencanaan pendidikan, pengelolaan pembelajaran, profesi-onalitas guru
dan staf sekolah, serta prestasi siswa dalam bidang akademis dan non
akademis.
1. Faktor-faktor yang Dikembangkan dalam Membentuk Kultur
Sekolah
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan
upaya untuk mengembangkan pada diri seseorang tiga aspek dalam
kehidupannya, yakni, pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup.
Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di
sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan
104
dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan.
Pelaksanaan di luar sekolah, meski memiliki rencana dan program yang jelas
tetapi pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang relatif
fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Pelaksanaan
pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara informal tanpa tujuan yang
dirumuskan secara baku dan tertulis.
Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut di atas, maka
sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan atau "enculturation",
suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu
budaya tertentu. Konsekuensi dari pemyataan ini, maka praktek pendidikan
harus sesuai dengan budaya masyarakat akan menimbulkan penyimpangan
yang dapat muncul dalam berbagai bentuk goncangan-goncangan kehidupan
individu dan masyarakat.
Tuntutan keharmonisan antara pendidikan dan kebudayaan bisa pula
dipahami, sebab praktek pendidikan harus mendasarkan pada teori-teori
pendidikan dan giliran berikutnya teori-teori pendidikan harus bersumber dari
suatu pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan.
Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat
berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar,
kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Program aksi
untuk peningkatan mutu sekolah secara konvensional senantiasa
menekankan pada aspek pertama, yakni meningkatkan mutu proses belajar
mengajar, sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah,
105
dan sama sekali tidak pernah menyentuh aspek kultur sekolah. Sudah barang
tentu pilihan tersebut tidak terlalu salah, karena aspek itulah yang paling
dekat dengan prestasi siswa. Namun, sejauh ini bukti-bukti telah
menunjukkan, sebagaimana dikemukakan oleh Hanushek di atas, bahwa
sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja tidak cukup. Dengan
kata lain perlu dikaji untuk melakukan pendekatan inkonvensional yakni,
meningkatkan mutu dengan sasaran mengembangkan kultur sekolah.
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu
kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai
yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat
dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk
melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk
memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur
secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya.
Sekolah merupakan lembaga utama yang yang didesain untuk memperlancar
proses transmisi kultural antar generasi tersebut.
Dalam dunia pendidikan, semula kultur suatu bangsa (bukan kultur
sekolah) yang diduga sebagai faktor yang paling menentukan kualitas
sekolah. Tetapi berbagai penelitian menemukan bahwa pengaruh kultur
bangsa terhadap prestasi pendidikan tidak sebesar yang diduga selama ini.
Bukti terakhir, hasil TIMSS (The Third International Math and Science Study)
menunjukkan bahwa siswa dari Jepang, dan Belgia sama-sama menempati
pada rangking atas untuk mata pelajaran matematik, padahal kultur negara-
106
negara tersebut berbeda. Oleh karena itu, para peneliti pendidikan lebih
memfokuskan pada kultur sekolah, bukannya kultur masyarakat secara
umum, sebagai salah satu faktor penentu kualitas sekolah. Tesis ini sesuai
dengan temuan-temuan mutakhir penelitian di bidang pendidikan yang me-
nekankan bahwa "faktor penentu kualitas pendidikan tidak hanya dalam ujud
fisik, seperti keberadaan guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan
laboratorium dan buku perpustakaan, tetapi juga dalam ujud non-fisik, yakni
berupa kultur sekolah".33
Konsep kultur di dunia pendidikan berasal dari kultur tempat kerja di
dunia industri, yakni merupakan situasi yang akan memberikan landasan dan
arah untuk berlangsungnya suatu proses pembelajaran secara efisien dan
efektif. Salah satu ilmuwan yang memberikan sumbangan penting dalam hal
ini adalah Antropolog Clifford Geertz, sebagaimana dikutip oleh Lukman El-
Hakim34, yang mendefinisikan kultur sebagai suatu pola pemahaman
terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit maupun
implisit. Berdasarkan pengertian kultur menurut Clifford Geertz tersebut di
atas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-
norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam
perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang
bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa,
sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai
persoalan yang muncul di sekolah.
33 Lukman El-Hakim, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Jakarta: Endonesa.com, 2006), p. 47
34 Ibid, p. 48
107
Pengaruh kultur sekolah atas prestasi siswa telah dibuktikan lewat
penelitian empiris. Kultur yang "sehat" memiliki korelasi yang tinggi dengan a)
prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, b) sikap dan motivsi kerja
guru, dan, c) produktivitas dan kepuasan kerja guru.35 Namun demikian,
analisis kultur sekolah harus dilihat sebagai bagian suatu kesatuan sekolah
yang utuh. Artinya, sesuatu yang ada pada suatu kultur sekolah hanya dapat
dilihat dan dijelaskan dalam kaitan dengan aspek yang lain, seperti, a)
rangsangan untuk berprestasi, b) penghargaan yang tinggi terhadap prestasi,
c) komunitas sekolah yang tertib, d) pemahaman tujuan sekolah, e) ideologi
organisasi yang kuat, f) partisipasi orang tua siswa, g) kepemimpinan kepala
sekolah, dan, h) hubungan akrab di antara guru.36 Dengan kata lain, dampak
kultur sekolah terhadap prestasi siswa meskipun sangat kuat tetapi tidaklah
bersifat langsung, melainkan lewat berbagai variabel, antara lain seperti
semangat kerja keras dan kemauan untuk berprestasi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa aspek-aspek perencanaan
pengembangan sekolah yang di dalamnya termuat visi, misi, serta sasaran
atau tujuan pengembangan sekolah, kemudian pelaksanaan program
pengembangan sekolah, penerapan sistem pengawasan, serta evaluasi
program dan pelaksanaan program yang dilakukan secara konsisten ternyata
mampu membentuk kultur baik di lingkungan sekolah. Kebersamaan dan
keterbukaan antara warga sekolah secara kondusif telah membentuk
suasana kerja yang menyenangkan dan bergairah.
35 Ibid, p. 5136 Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku I, (Jakarta:
Direktorat Jenderal Dikdasmen, 2001), p. 32
108
2. Komponen yang Berperan dalam Pengembangan Kultur
Sekolah
Pengembangan kultur sekolah dibentuk dan ditentukan oleh berbagai
faktor, yang meliputi faktor-faktor fisik, non-fisik, dan sumber daya manusia.
Faktor sumber daya manusia terdiri atas komponen pimpinan sekolah, guru-
guru, tenaga tata usaha, komite sekolah, serta para siswa yang secara
langsung memberikan warna tertentu ke dalam kultur sekolah yang dibentuk.
Kepala sekolah, sebagai unsur pimpinan sekolah, harus memahami
kultur sekolah yang ada sekarang ini, dan menyadari bahwa hal itu tidak
lepas dari struktur dan pola kepemimpinannya. Perubahan kultur yang lebih
"sehat" harus dimulai dari kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah
harus mengembangkan kepemimpinan berdasarkan dialog, saling perhatian
dan pengertian satu dengan yang lain. Biarlah guru, staf administrasi bahkan
siswa menyampaikan pandangannya tentang kultur sekolah yang ada
dewasa ini, mana segi positif dan mana negatif, khususnya berkaitan dengan
kepemimpinan kepala sekoloh, struktur organisasi, nilai-nilai dan norma-
norma, kepuasan terhadap kelas, dan produktivitas sekolah. Pandangan ini
sangat penting artinya bagi upaya untuk merubah kultur sekolah.37
Kultur sekolah ini berkaitan erat dengan visi yang dimiliki oleh kepala
sekolah tentang masa depan sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi
untuk menghadapi tantangan sekolah di masa depan akan lebih sukses
dalam membangun kultur sekolah. Untuk membangun visi sekolah ini, perlu
37 Lukman El-Hakim, Op.Cit, p. 49
109
kolaborasi antara kepala sekolah, guru, orang tua, staf administrasi dan
tenaga profesional. Kultur sekolah akan baik apabila: a) kepala dapat
berperan sebagai model, b) mampu membangun tim kerjasama, c) belajar
dari guru, staf, dan siswa, dan, d) harus memahami kebiasaan yang baik
untuk terus dikembangkan. Kepala sekolah dan guru harus mampu
memahami lingkungan sekolah yang spesifik tersebut. Karena, akan
memberikan perspektif dan kerangka dasar untuk melihat, memahami dan
memecahkan berbagai problem yang terjadi di sekolah.38 Dengan dapat
memahami permasalahan yang kompleks sebagai suatu kesatuan secara
mendalam, kepala sekolah dan guru akan memiliki nilai-nilai dan sikap yang
amat diperlukan dalam menjaga dan memberikan lingkungan yang kondusif
bagi berlangsung-nya proses pendidikan.
Faktor berikutnya adalah peranan guru dalam melaksanakan
fungsinya secara konsisten. Konsistensi peranan guru dalam mengelola
pembelajaran yang berkualitas ini perlu didukung oleh berbagai kemampuan
dan sikap profesional yang hanya dapat tumbuh jika guru mau terus-menerus
mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan zaman.
Kebijakan untuk meningkatkan kualitas guru harus banyak bertumpu
pada inisiatif dan kemauan yang datang dari pihak guru sendiri. Dengan kata
lain guru sebagai subjek bukannya objek. Dalam pengembangan
kemampuan guru untuk belajar (bukan mengajar) sangatlah penting.
Kemampuan belajar mencakup kemampuan untuk membaca dan mengkaji
38 Ibid, p. 50
110
fenomena masyarakat secara efisien, kemampuan untuk menentukan bahan
yang relevan dan perlu untuk dikaji, dan, kemampuan untuk mencari sumber
pengetahuan. Dalam kaitan ini suatu mekanisme atau prosedur untuk
munculnya umpan balik bagi guru sangat penting artinya. Salah satu yang
mungkin dilaksana-kan adalah membekali guru dengan kemampuan untuk
melakukan self reflection, lewat action research.
Kemampuan untuk belajar ini akan dapat terus hidup dan tumbuh
subur manakala guru memiliki cukup ruang untuk berinisiatif dan
berimprovisasi. Untuk itu instruksi, jukiak dan juknis yang berkaitan dengan
pengajaran harus diminimalkan, kalau tidak dapat dihilangkan sama sekali.
Perluasan otoritas guru ini harus pula diiringi dengan kebijakan untuk
mengembangkan sistem accountabilitas sekolah yang jelas dan transparan.
Sekolah, termasuk guru harus menyusun program dan target kegiatan yang
jelas dan dikomunikasikan kepada orang tua siswa dan masyarakat. Hasil
kerja sekolah atas pencapaian target harus dapat dievaluasi dengan jelas
oleh orang tua dan masyarakat. Sekolah harus meletakkan orang tua dan
masyarakat sebagai konsumen. Kepuasan konsumen harus ditempatkan
pada prioritas paling tinggi. Untuk itu, sekolah di bawah pimpinan kepala
sekolah harus dapat bekerja secara mandiri. Sekolah harus dijiwai watak
ekonomi, kerja efektifdan efisien. Dalam kaitan inilah, school site based
management merupakan suatu tuntutan dasar dalam. Upaya peningkatan
kualitas sekolah. Dengan sistem manajemen ini otoritas sekolah semakin
besar, termasuk tanggung jawab memajukan sekolah. Semakin besar otoritas
111
dan tanggung jawab ini pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran pada
diri guru untuk memberikan yang terbaik bagi siswanya.
Upaya peningkatan kualitas guru untuk meningkatkan kualitas lulusan
harus disertai dengan peningkatan kesejahteraan guru. Prinsip school site
based management menuntut partisipasi dari fihak orang tua siswa dan
masyarakat lebih besar. Partisipasi yang pertama berkaitan dengan upaya
mobilisasi dana pendidikan, dan partisipasi kedua adalah aktivitas mereka
dalam ikut memikirkan kemajuan sekolah. Oleh karena itu, sistem kerjasama
orang tua dan sekolah perlu dikembangsuburkan.
Komponen berikutnya adalah siswa yang menjadi cermin per-lakuan
sekolah melalui hasil didikan guru-guru yang membekas dalam sikap dan
perilaku mereka sehari-hari. Nilai, moral, sikap dan perilaku siswa tumbuh
berkembang selama waktu di sekolah, dan perkembang-an mereka tidak
dapat dihindarkan yang dipengaruhi oleh struktur dan kultur sekolah, serta
oleh interaksi mereka dengan aspek-aspek dan komponen yang ada di
sekolah, seperti kepala sekolah, guru, materi pelajaran dan antar siswa
sendiri. Aturan sekolah yang ketat berlebihan dan ritual sekolah yang
membosankan tidak jarang menimbulkan konflik baik antar siswa maupun
antara sekolah dan siswa. Sebab aturan dan ritual sekolah tersebut tidak
selamanya dapat diterima oleh siswa. Aturan dan ritual yang oleh siswa
diyakini tidak mendatangkan kebaikan bagi mereka, tetapi tetap dipaksakan
akan menjadikan sekolah tidak memberikan tempat bagi siswa untuk menjadi
dirinya.
112
Di Amerika Serikat pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi terbentuknya kultur sekolah ini. Ann Bradley dalam
'Hardly Working' mengemukakan hasil penelitian tersebut. Penelitian yang
mencakup 1.000 siswa di New York City menunjukkan bahwa para siswa
tidak bekerja keras dan mereka menyatakan kalau dia mau dia akan dapat
mencapai nilai yang lebih baik; mereka tidak menghendaki ikut tes karena
hanya akan membikin mereka harus belajar lebih banyak. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa siswa tidak khawatir dengan nilai rapor yang jelek, dan
hanya beberapa siswa yang selalu mengerjakan PR. Sekitar 60%
menyatakan mereka malas belajar dikarenakan guru yang tidak menarik dan
tidak antusias dalam mengajar, serta tidak menguasai materi. Di samping itu
sebagian besar responden menyatakan bahwa sekolah tidak disiplin dalam
melaksana-kan proses belajar mengajar, sekitar 80% mau belajar keras kalau
semua proses belajar di sekolah berjalan secara tepat sebagaimana jadwal
yang telah ditentukan. Sebagian siswa yang lain mengeluh karena guru
sering melecehkan mereka dan tidak memperlakukan mereka sebagai anak
yang dewasa melainkan memperlakukan mereka sebagai anak kecil. Oleh
karena itu sebagai balasan mereka juga tidak menghargai guru. Temuan
yang penting lagi adalah ternyata para siswa yakin dengan belajar
sebagaimana sekarang ini saja mereka akan lulus mendapatkan diploma dan
diploma merupakan sesuatu yang penting, tetapi tidak diperlakukan sebagai
simbol ilmu yang telah dikuasai.39
39 Lukman El-Hakim, Op.Cit, p. 53
113
Peneltian ini menunjukkan bahwa komponen pimpinan sekolah, guru-
guru, dan siswa telah menunjukkan kinerja yang seimbang sehingga
gambaran siswa sebagaimana yang berkembang di Amerika Serikat tidak
terlalu tampak. Pimpinan sekolah dan seluruh guru memiliki komitmen yang
kuat dan sungguh-sungguh dalam membentuk kultur sekolah yang baik.
Komitmen ini selanjutnya didukung oleh sikap dan perilaku siswa secara
kondusif melalui perilaku belajar mereka sehari-hari, keinginan berprestasi,
serta keinginan menggunakan teknologi tinggi. Di samping itu, sasaran-
sasaran mutu yang dirumuskan oleh sekolah dapat dipahami dengan jelas
oleh semua pihak. Hal ini menunjukkan bahwa segala program yang disusun
oleh sekolah dirumuskan secara realistis serta tidak mengundang kecurigaan
dari berbagai pihak, terutama para pengguna jasa pendidikan.
3. Aspek-aspek Budaya Positif yang Dapat Dikembangkan
dalam Kegiatan Peningkatan Mutu Layanan Sekolah
Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Pendidikan
tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan
masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus
melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan
sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga para
lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global
demokratis. Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang
memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki
secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan dan
114
tanggung jawab. Di samping itu, pendidikan harus menghasilkan lulusan yang
dapat me-mahami masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat
mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan
kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu altematif yang dapat
dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.
Pengalaman pembangunan di negara-negara yang sudah maju,
khususnya negara-negara di dunia barat, membuktikan betapa besar peran
pendidikan dalam proses pembangunan. Secara umum telah diakui bahwa
pendidikian merupakan penggerak utama (prima mover) bagi pembangunan.
Secara fisik pendidikan di dunia barat telah berhasil memenuhi kebutuhan
tenaga kerja dari segala strata dan segala bidang yang sangat dibutuhkan
bagi pembangunan. Dari aspek non-fisik, pendidikan telah berhasil
menanamkan semangat dan jiwa modern, yang diujudkan dalam bentuk
kepercayaan yang tinggi pada "akal" dan teknologi, memandang masa depan
dengan penuh semangat dan percaya diri, dan kepercayaan bahwa diri
mereka mempunyai ke-mampuan (self efficacy) untuk menciptakan masa
depan sebagaimana yang mereka dambakan.
Persoalan-persoalan pendidikan dan pembangunan yang terjadi di
negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia, secara mendasar
berbeda dengan problema yang ada di negara-negara Barat. Persoalan
pendidikan di Indonesia sangat erat kaitannya dengan falsafah dan budaya
bangsa. Winarno Surachmad (1986), sebagamana dikutip oleh Budisatyo,
memperingatkan "... bahwa ilmu kependidikan yang tidak lahir dan tidak
115
tumbuh dari bumi yang diabdinya tidak akan pernah mampu melahirkan
potensi untuk menangani masalah yang tumbuh di bumi ini".40 Barangkali,
pendapat tersebut sangat ekstrim, namun tuntutan bahwa ilmu kependidikan
yang akan digunakan untuk memecahkan problema di suatu negara
hendaknya tidak lepas dari kondisi budaya setempat memang perlu untuk
mendapatkan perhatian dari semua pihak, khususnya dari para perencana
dan pengambil keputusan di bidang kebijaksanaan pendidikan. Teori-teori
Barat tentang pendidikan dan pembangunan tidaklah senantiasa bersifat
universal. Jiwa dan watak bangsa harus menjiwai sistem pendidikan itu
sendiri.
Pemberdayaan sekolah merupakan kunci utama dalam pe-
ngembangan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. setiap komponen
sekolah harus mampu berpijak pada dimensi garapannya sendiri secara total
tanpa harus terlepas dari visi dan misi sekolah. Perencanaan pendidikan
diarahkan kepada upaya peningkatan mutu sekolah, yang di dalamnya
termasuk peningkatan kualitas layanan pendidikan kepada masyarakat
pengguna pendidikan. Pengelolaan pembelajaran diarahkan kepada upaya
peningkatan kualitas siswa sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan
publik atas pengelolaan pembelajaran dan pendidikan di dalam sekolah. Di
sisi lain, guru secara terus-menerus melakukan pembenahan diri,
pengembangan diri secara konsisten guna meningkatkan sikap
profesionalitasnya, kemampuan dan keterampilannya dalam mengelola
40 Budisatyo, Krisis Pendidikan dan Sekolah Unggulan, (Jakarta: Suara Merdeka On-line, Selasa, 23 Agustus 2005), artikel pada http://www.suara-merdeka_online.com download tanggal 29 Desember 2007
116
pembelajaran, pengembangan wawasan ke arah yang lebih luas dan
kontekstual, serta memiliki kemauan untuk selalu berubah dan berubah
setiap saat.
Pelayanan sekolah pada dasarnya adalah dampak dari pembangunan
kultur sekolah yang diwujudkan melalui peningkatan kualitas sekolah dalam
berbagai bidang. Bidang-bidang yang dijadikan sasaran pengembangan mutu
sekolah meliputi penngkatan kualitas pendidikan siswa, baik pendidikan
akademis maupun non-akademis, peningkatan kualitas dan profesionalitas
guru serta staf sekolah lainnya, serta peningkatan infrastruktur sekolah dalam
bentuk sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kepentingannya.
Apabila sekolah telah menunjukkan sikap pelayanan pendidikan yang baik
kepada masyarakat disertai dengan peningkatan prestasi siswa dalam
bidang-bidang akademis dan non-akademis, sudah dapat dipastikan bahwa
sekolah tersebut telah membina kultur sekolah yang baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian tentang kultur sekolah dan pelayanan sekolah ini
dimaksudkan untuk menggambarkan pengembangan kultur sekolah serta
117
bentuk serta kualitas layanan pendidikan di SMP Negeri 3 Karangtengah
Cianjur pada tahun pelajaran 2007-2008. dari data yang berhasil dikumpulkan
melalui teknik angket terhadap 37 responden guru serta pengolahan data
dengan teknik analisis kualitatif, diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai
berikut.
1. Kepala sekolah selaku pimpinan dan manajer memiliki
kapabilitas dalam mengkoordinasikan seluruh komponen sekolah
sehingga dapat mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan
peningkatan mutu sekolah sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan.
Aspek-aspek perencanaan yang baik dan mengedepankan kebersamaan
serta langkah-langkah penyusunan yang benar, pelaksanaan program
pengembangan sekolah yang konsisten terhadap program yang telah
dirumuskan, pengawasan atau kontrol yang objektif dan
berkeisinambungan, serta evaluasi program yang mengacu kepada
program serta diarahkan demi perbaikan pengembangan sekolah akan
melahirkan iklim kerja yang kondusif. Iklim kerja inilah yang kemudian
akan berpengaruh terhadap kultur sekolah yang berorientasi kepada
mutu. Apabila guru sudah berorientasi kepada mutu dan peningkatan
mutu dalam arah kinerjanya, maka dengan sendirinya hal ini akan
berpengaruh kepada siswa serta komponen-komponen lainnya. Oleh
sebab itu, penataan komponen-komponen manajemen yang baik akan
berdampak kepada pembentukan kultur sekolah yang baik pula.
118
122
2. Kultur sekolah dibentuk langsung secara simultan oleh
komponen-komponen sekolah yang memiliki komitmen kuat dan sungguh-
sungguh untuk meningkatkan kualitas sekolah. Komponen pertama
adalah kepala sekolah yang ditentukan oleh tiga hal yang menjadi
karakteristik dasar yang dimilikinya, yang memungkinkan terciptanya
peluang membentuk kultur sekolah yang baik, yakni komitmen terhadap
pembentukan kultur sekolah, kemampuan dalam merumuskan sasaran
mutu yang jelas dan realistis, serta rumusan target pencapaian mutu yang
jelas pada setiap periode tertentu. Komponen kedua adalah guru-guru
yang juga memiliki komitmen sungguh-sungguh yang diwujudkan melalui
kinerja secara nyata sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya.
Komponen selanjutnya adalah para siswa yang memiliki budaya
berprestasi serta orang tua yang mendukung seluruh program sekolah
secara komprehensif.
3. Pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlak mulia,
peningkatan aktivitas proses belajar mengajar, penciptaan lingkungan
yang aman dan nyaman, kemudian pembinaan tata tertib dan disiplin
siswa yang dijalankan secara konsisten, pelaksanaan kegiatan-kegiatan
ekstra-kurikuler, serta penumbuhan dan pengembangan nilai-nilai budaya
positif lainnya harus menjadi perhatian utama dalam proses
pengembangan kultur sekolah. SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur pada
dasarnya telah melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut secara
konsisten meskipun pada bidang-bidang tertentu masih dijalankan apa
119
adanya atau bahkan belum pernah dicoba sama sekali. Hal ini
menunjukkan bahwa kultur positif SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur
belum sepenuhnya terbina dan berkembang sehingga memerlukan lebih
dari sekedar perhatian dari seluruh warga sekolah.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil temuan penelitian yang dikaitkan dengan fokus
penelitian serta tuntutan penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)
yang memiliki karakteristik terselenggaranya pengelolaan pendidikan yang
berintikan transparansi, kontekstual, dan akuntabilitas, maka disampaikan
saran-saran sebagai berikut.
1. Pembentukan kultur sekolah bukanlah sebuah pekerjaan yang
mudah dan dapat tercipta begitu saja karena pembentukan kultur sekolah
merupakan hasil dari suatu proses panjang yang diawali oleh penerapan
komitmen kokoh terhadap pencapaian mutu serta keterbukaan
(transparansi) dan akuntabilitas pengelolaan manaje-men sekolah. Oleh
sebab itu, tahap-tahap perencanaan sekolah hendaknya menjadi bagian
penting dari proses pelibatan warga sekolah serta pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan proses kinerja guru secara keseluruhan. Pelibatan
dan pemberdayaan warga sekolah ini akan mendorong kinerja guru
menuju pencapaian kualitas sehingga guru akan dengan suka rela
menyumbangkan pemikiran dan kreativitasnya bagi kepentingan
pengembangan mutu sekolah.
120
2. Program-program yang dikembangkan oleh sekolah pada
sebelum awal tahun pelajaran berjalan harus memiliki daya ramal ke
depan sehingga program tersebut dapat berjalan up to date sesuai
dengan perencanaan. Oleh karena itu, dalam penyusunan RPS (Rencana
Pengembangan Sekolah) seharusnya dapat melibatkan seluruh warga
sekolah (kepala sekolah, guru, tata usaha, dan siswa) serta komite
sekolah. Seluruh komponen ini harus secara aktif memberikan
sumbangan pemikiran sehingga diperoleh rancangan program
pengembangan sekolah yang mewakili semua warga sekolah dan
memiliki akuntabilitas tinggi.
3. Sebuah komitmen tidak akan bertahan lama jika tidak disertai
dengan konsistensi terhadap pelaksanaan program-program sekolah.
Oleh sebab itu, pelaksanaan program sekolah seharusnya selalu
mengacu kepada Rencana Pengembangan Sekolah secara utuh.
Pemunculan program-program baru di tengah-tengah tahun kegiatan
merupakan penyimpangan yang tidak dapat ditolerir dan hal tersebut tidak
boleh terjadi.
4. Komite sekolah sebagai badan pendamping sekolah memiliki
fungsi dan tugas yang jelas sehingga seharusnya menjadi salah satu
perangkat yang dapat mempublikasikan rencana pengembangan dan
peningkatan mutu sekolah kepada masyarakat luas. Pihak sekolah harus
mampu memberdayakan Komite Sekolah secara maksimal bagi
121
kepentingan peningkatan mutu sekolah yang pada akhirnya akan mampu
membentuk kultur sekolah yang baik dan kondusif.
5. Pengadaan infrastruktur pendidikan merupakan salah satu hal
yang harus menjadi agenda pengembangan mutu di SMP Negeri 3
Karangtengah Cianjur, terutama dalam mengadopsi teknologi tinggi
sehingga para siswa dapat lebih mudah mengenal perkembangan zaman
melalui akses internet. Pengadaan infrastruktur ini dapat dilakukan melalui
berbagai sumber yang dapat melibatkan pihak-pihak pemerintah (melalui
bantuan atau grant yang relevan), bantuan orang tua siswa, dan atau
dunia usaha yang memiliki komitmen terhadap peningkatan mutu sekolah.
6. Pembiasaan penyampaian laporan perkembangan kompetensi
siswa secara periodik, baik secara tertulis maupun secara lisan melalui
pertemuan Komite Kelas, hendaknya selalu menjadi komitmen sekolah
sehingga dapat terjadi komunikasi timbal balik antara sekolah dan
masyarakat pengguna jasa pendidikan, yang dapat menyebabkan
tumbuhnya kebersamaan antara pihak sekolah dan masyarakat dalam
mengembangkan pendidikan serta menghilang-kan anggapan bahwa
pendidikan merupakan tanggung jawab sekolah belaka. Akuntabilitas
pendidikan tidak hanya terletak pada pemerintah, tetapi bahkan harus
lebih banyak pada masyarakat sebagai stakeholder pendidikan. Komite
Sekolah perlu menempat-kan fungsinya sebagai wakil dari masyarakat
untuk meminta pertanggungjawaban atas hasil-hasil pendidikan dalam
mencapai prestasi belajar murid-murid pada setiap jenis dan jenjang
122
pendidikan. Komite sekolah ini perlu diberikan kesempatan untuk
menyampaikan masukan bahkan “protes” kepada Dinas Pendidikan jika
hasil-hasil pendidikannya tidak memuas-kan masyarakat sebagai klien
pendidikan. Komite Sekolah dapat menyampaikan ketidakpuasan para
orangtua murid akan rendahnya prestasi yang dicapai oleh suatu
sekolah. Komite Sekolah tidak perlu melaksana-kan kegiatan studi atau
penilaian pendidikan, tetapi cukup dengan menggunakan data-data yang
tersedia atau hasil-hasil penilaian yang sudah ada sebagai bahan untuk
menyampaikan kepuasan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap Dinas
Pendidikan atau kepada masing-masing sekolah. Dengan demikian,
diperlukan suatu mekanisme akuntabilitas pendidikan yang dibentuk
melalui suatu Peraturan Daerah di bidang pendidikan.
7. Pengembangan pembinaan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler
hendaknya menjadi sebuah pemikiran serius bagi sekolah dalam upaya
membentuk budaya berprestasi bagi siswa. Pada kegiatan ekstrakurikuler
ini biasanya siswa lebih memiliki peluang dalam ”mengakrabi” mata
pelajaran yang disukainya. Jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler strategis
dan dapat merangsang kreativitas dan aktivitas siswa selayaknya dicoba.
Misalnya pengembangan kegiatan penelitian, pengamatan, dan penulisan
karya ilmiah remaja; pengembangan kelompok-kelompok belajar mandiri
dalam mata pelajaran matematika, fisika, biologi, IPS, dan sebagainya.
8. Bagi peneliti yang merasa tertarik pada konteks pengembangan
kultur sekolah, diharapkan akan dapat melakukan pengembangan dan
123
perbaikan melalui pencarian variabel-variabel yang lebih determinan dan
strategis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah NS. 1998. Pemberdayaan Budaya Organisasi sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kinerja Lembaga Pendidikan. Artikel dalam Mimbar Pendidikan Nomor 3 Tahun XVII – 1998, Bandung: IKIP Bandung
124
129
Ahmad Sanusi. 2003. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan. Bandung: Balai Pengembangan Teknologi Pendidikan (BPTP)
Burhanuddin (1994). Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah
Departemen Pendidikan Nasional. 2003a. Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi, Ketentuan Umum
Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku I, Jakarta: Direktorat Jenderal Dikdasmen
Direktorat PLP. 2000. Bahan Workshop Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
Enoch, Yusuf (1995), Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara.
Lukman El-Hakim, (2006) Paradigma Pendidikan Masa Depan, Jakarta: Endonesa.com
Lindelow, John, and Heynderickx, James. 1998. "School-Based Management." In School Leadership: Handbook for Excellence, 2nd edition, Oregon: ERIC Clearinghouse on Educational Management
Makmun, Abin Syamsuddin. 1996. Psikologi Kependidikan: Belajar dan Pembelajaran. Bandung: CV Remaja Rosda Karya
Nawawi, Hadari (1981), Administrasi Pendidikan, Jakarta Gunung Agung.
Nasution, M. Nur. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: PT Ghalia Indonesia
Ndraha, Taliziduhu, 1999, Teori Budaya Organisasi, Institut Ilmu Pemerintahan – UNPAD, Jakarta
Ndraha, Taliziduhu, 2003, Budaya Organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta
Rencana dan Program Pengembangan Sekolah SMP Negeri 3 Karangtengah, Kabupaten Cianjur Tahun 2005 – 2009
Ross, J. E. V. 1994. Principles of Total Quality Management. Delray Beach: Published by St. Lucia Press
125
Sanusi, Ahmad. (1990), Beberapa Dimensi Mutu Pendidikan, PPs IKIP Bandung
---------(1998) Pendidikan Alternatif Menyeluruh Arah Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan, Bandung: Grafindo Media Utama.
Seno, Winarno Hami. 1984. Profesionalisme Guru dan Upaya Peningkatan Martabatnya. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Depdiknas
Sergiovanni. J. Thomas, Robert J Starrat (1979), Supervision: Human Perspective, New York: Me Graw-Hill Book Company.
Shermerchorn, Jr. John R. et al, 1994, Managing Organizational Behavior, John Wiley & Sons Inc, New York, USA
Siagian S.P. (1980), Filasafat Administrasi. Jakarta Gunung Agung.
---------(1983), Peranan Staf dalam Management. Jakarta Gunung Agung
Stewart, Aileen Mitchel. 1998. Empowering People: Pemberdayaan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Sugiono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
Turner, Jane and Crang, Carolyn, 1996, Exploring School Culture, A paper submitted to the Centre for Leadership in Learning
Turney, Clifford. et. al. 1992. Educational Management Roles and Tasks: The School Manager, Australia: Allen & Unwin Pty. Ltd. Napier Street, North Sydney, NSW 2059
Woolf, Henry Boosley. 1977. Webster’s New Colligiate Dictionary. USA: G&C Merriem Company
SUMBER-SUMBER DARI INTERNET
Baker, Hennry Jay, & Riel, Margareth M., 1999, Teacher Professionalism and the Emergence of Constructivist-Compatible Pedagogies, a paper presented at the 1999 meeting of the American Educational Research Association, Montreal, dari http://www.uci,edu/, download tanggal 30 Januari 2008
Budisatyo, Krisis Pendidikan dan Sekolah Unggulan, (Jakarta: Suara Merdeka On-line, Selasa, 23 Agustus 2005), artikel pada
126
http://www.suara-merdeka_online.com download tanggal 29 Desember 2007
Cheng Yin Cheong, 1993, Leadership for School Culture, ERIC Digest, Number 91, pada situs http://www.uoregon.edu/ download tanggal 30 Januari 2008
Nurkolis. Penerapan MBS Di SLTPN 9 Jakarta. Artikel Artikel pada http://www.depdiknas.go.id/MBS_di _SLTPN_9_Jakarta.html downloaded tanggal 16 Juli 2007
Lightfoot, Sara. 1983. The Good High School: Portrait of Character and Culture, New York: Basic Books, h. 39 pada ERIC, Clearinghouse on Educational Management, Trends and Issues: the Role of School Leader, http://eric.uoregon.edu, downloaded tanggal 16 Juli 2007
Isjoni. Guru Masa Depan. Artikel pada
http://www.pendidikan.us/guru_masa_depan.html, downloaded tanggal 6 Agustus 2007
Isjoni. Kinerja Guru. Tulisan pada
http://www.eddept.wa.edu.au/centoff/cpr/publications.htm. downloaded tanggal 6 Agustus 2007
Wijaya Kusumah, Menciptakan Budaya Sekolah yang Tetap Eksis, (artikel bebas pada http://www.omjay.8m.com&wijayalabs.wordpress.com, tanpa tahun), download tanggal 30 Januari 2008
Lampiran 1
Kisi-kisi Angket:Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah Kabupaten Cianjur
127
Pertanyaan Penelitian
Aspek yang Diamati
IndikatorNomor Item
Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pengembangan kultur sekolah.
Perencanaan 32. Kepala sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah
1 – 2
33. Kepala sekolah menyusun RAPBS bersama warga sekolah lainnya
3 – 4
34. Kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah
5 – 6
Pelaksanaan program sekolah
35. Kepala sekolah membagi tugas kepada guru-guru dan staf sekolah
7 – 8
36. Setiap komponen sekolah melaksanakan program sekolah
9 – 10
37. Pengembangan inovasi terjadi dalam pelaksanaan program
11 – 12
Pengawasan pelaksanaan program
38. Kepala sekolah melakukan pengawasan melekat
13 – 14
39. Setiap komponen sekolah memonitor pelaksanaan program
15
40. Komite sekolah melakukan kontrol pelaksanaan program sekolah
16
Evaluasi program pengembang-an sekolah
41. Evaluasi atas program dilakukan secara berkala
17 – 18
42. Evaluasi dilakukan sebagai langkah perbaikan
19
43. Revisi program dilakukan berdasar-kan temuan pada evaluasi
20
Komponen sistem sekolah yang berperan dalam pengembangan kultur sekolah.
Pimpinan sekolah
44. Kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik
21
45. Kepala sekolah menetapkan sasar-an mutu sekolah
22 – 23
46. Kepala sekolah merumuskan target pencapaian mutu setiap periode tertentu
24 – 25
Guru-guru 47. Guru memiliki komitmen 26
128
132
Pertanyaan Penelitian
Aspek yang Diamati
IndikatorNomor Item
terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik
48. Guru terlibat dalam merumuskan sasaran pengembangan mutu sekolah
27 – 28
49. Guru menyusun program pengembangan sekolah dan melaksanakannya
29
Siswa 50. Siswa berpartisipasi dalam mem-bentuk kultur sekolah yang baik
30
51. Siswa memiliki budaya berprestasi dalam bidang akademis dan non akademis
31
52. Siswa memiliki kecenderungan dalam menggunakan teknologi
32
Masyarakat (Orang tua siswa)
53. Masyarakat mendukung komitmen sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah yang baik.
33
54. Masyarakat memberikan dukungan nyata dalam pembentukan kultur sekolah yang baik dengan cara mendukung program-program pengembangan mutu sekolah
34
Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah
Pengembang-an nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-karimah
55. Menerapkan budaya salam kepada setiap warga sekolah, membiasakan shalat dzuhur berjamaah, melaksa-nakan kegiatan Ramadhan yang bervariasi, melaksanakan peringat-an hari besar Islam, menyelenggara-kan forum diskusi Islam
35
Pembinaan kesiswaan
56. Menerapkan disiplin siswa secara konsisten, melakukan pembinaan kepemimpinan (leadership) kepada siswa, melaksanakan kegiatan kerja sama (team work) melalui aktivitas rutin sekolah seperti MOS, upacara bendera, upacara PHBN, dan sebagainya.
36
Pembinaan 57. Menyelenggarakan kegiatan 37
129
Pertanyaan Penelitian
Aspek yang Diamati
IndikatorNomor Item
kegiatan ekstrakuri-kuler
ekstra-kurikuler olah raga prestasi
58. Menyelenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler kesenian
38
59. Menyelenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler organisasi dan keterampilan
39
Peningkatan PBM
60. Menumbuhkan komunitas belajar di antara siswa, menumbuhkan kegiatan-kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya, mengembangkan budaya berprestasi dalam bidang akademik
40
Penciptaan lingkungan yang aman dan nyaman
61. Menumbuhkan budaya bersih lingkungan, mengembangkan cinta lingkungan, dan menerapkan budaya tertib dan protektif
41
Pengembang-an nilai-nilai
62. Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih, menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum
42
130
Lampiran 2
Pengembangan Kultur Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Layanan Sekolah
Petunjuk Khusus
Persoalan di bawah ini disajikan dengan pilihan jawaban yang dapat Bapak/Ibu pilih. Pilihlah salah satu jawaban yang Bapak/Ibu anggap sesuai dengan atau mendekati kondisi sekolah Bapak/Ibu saat ini dengan cara memberikan tanda silang (X) pada huruf jawaban yang ada di depan opsi jawaban.
Kami mohon Bapak/Ibu dapat memberikan jawaban apa adanya dan tidak merekayasa kondisi yang ada. Jawaban yang Bapak/Ibu berikan tidak berpengaruh apa pun terhadap karier atau jabatan Bapak/Ibu.
1. Apakah pada setiap awal tahun pelajaran, kepala sekolah menyusun program kerja tahunan dalam bentuk rencana pengembangan sekolah (RPS)?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
2. Jika RPS disusun setiap tahun, apakah kepala sekolah menyusunnya sendiri?
a. Ya, dilakukannya sendiri
b. Tidak, meminta bantuan salah seorang guru
c. Tidak, melibatkan seluruh guru dan staf sekolah
3. Apakah kepala sekolah menyusun RAPBS dengan salah satu cara berikut ini?
a. Disusun sebelum awal tahun pelajaran dimulai dan diajukan sendiri kepada Komite Sekolah untuk disetujui.
b. Disusun pada awal tahun pelajaran bersama beberapa orang guru dan staf tata usaha untuk diajukan kepada Komite Sekolah.
c. Disusun berdasarkan RPS yang telah disusun sebelum dimulainya awal tahun pelajaran dan dimusyawarahkan bersama Komite Sekolah.
4. Bagaimanakah cara RAPBS disahkan di sekolah Bapak/Ibu?
131
a. Kepala sekolah dan Komite Sekolah telah menyepakati isi RAPBS sebelum musyawarah dilakukan dan musyawarah hanya sebagai persyaratan legalitas pengesahan RAPBS.
b. Diajukan oleh Kepala Sekolah kepada masyarakat secara langsung untuk disetujui dan disahkan.
c. Diajukan oleh Komite Sekolah kepada masyarakat sebagai amanat yang dititipkan oleh pihak sekolah untuk disetujui.
5. Bagaimana kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah?
a. Tidak pernah dilakukan karena kegiatan sekolah dari tahun ke tahun sama saja.
b. Mengundang beberapa orang guru dan staf sekolah dan menyampaikan program sekolah secara lisan.
c. Mencetak RPS dan membagikannya kepada seluruh warga sekolah untuk dibaca dan dipelajari.
d. Mengundang seluruh guru dan Komite Sekolah, membagikan program sekolah kepada seluruh peserta rapat, dan mempresentasikan program tersebut secara terbuka.
6. Apakah kepala sekolah menerima masukan dari warga sekolah lainnya tentang perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan sekolah?
a. Ya, selalu
b. Sering menerima
c. Kadang-kadang menerima
d. Jarang menerima
e. Tidak pernah
7. Apakah Kepala Sekolah melakukan perubahan personal sekolah (PKS urusan Kurikulum, Pembina Siswa, dan sebagainya) pada setiap periode tertentu (misalnya 3 tahun sekali)?
a. Ya, selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah. Penentuan PKS adalah wewenang mutlak kepala sekolah.
8. Apakah kepala sekolah membentuk kelompok-kelompok kerja tertentu bagi setiap kegiatan sekolah yang bersifat khusus (misalnya Tim Pengembang Kurikulum Sekolah, Tim Pelaksana Peningkatan Sekolah/MPMBS, Tim Pembangunan Fisik Sekolah, dan lain-lain) serta memberikan kesempatan kepada semua personal sekolah secara bergiliran?
a. Ya, selalu. Dilakukan secara bertahap.
b. Tidak pernah. Kelompok kerja selalu dipilih dari kelompok guru tertentu dan tidak merata.
132
135
9. Meskipun penentuan staf sekolah adalah wewenang kepala sekolah, apakah kepala sekolah memberikan kesempatan kepada seluruh warga sekolah (yang dianggap berkompeten dan berdedikasi tinggi) untuk dipilih dan memilih staf sekolah dengan memperhatikan kepentingan peningkatan mutu sekolah?
a. Ya, dilakukan secara periodik dan dipilih pada rapat khusus pembagian tugas.
b. Ya, dilakukan secara periodik dan ditetapkan oleh kepala sekolah berdasarkan pengajuan warga sekolah.
c. Tidak pernah.
10. Apakah seluruh warga sekolah dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan rencana pengembangan mutu secara efektif, efisien dan produktif meskipun kepala sekolah tidak berada di tempat?
a. Ya, seluruh warga sekolah bekerja dengan baik meskipun tidak ada kepala sekolah.
b. Lebih dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada.
c. Kurang dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada.
d. Warga sekolah tidak bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada.
11. Ketika Bapak/Ibu melaksanakan tugas mengajar, kemudian ternyata situasi pembelajaran menjadi lesu dan tidak bergairah. Apakah yang biasanya Bapak/Ibu lakukan?
a. Melanjutkan pembelajaran apa adanya meskipun dalam suasana lesu kurang bergairah.
b. Memberikan tugas untuk mengerjakan sesuatu kepada siswa dan meninggalkan mereka ke kantor.
c. Berusaha memotivasi siswa untuk bergairah dengan menyajikan berbagai cerita yang relevan.
d. Mengganti model pembelajaran seketika yang lebih sesuai dengan kondisi pembelajaran saat itu.
12. Menurut Bapak/Ibu, apakah inovasi dan impriovisasi dalam bekerja perlu dilakukan?
a. Tidak. Sebaiknya kita bekerja sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk teknis (JUKNIS) yang telah ditetapkan.
b. Sekali-sekali boleh, untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas bekerja.
c. Sangat perlu, karena dalam inovaso dan improvisasi selalu terdapat dinamika kerja yang menggairahkan.
13. Dalam pelaksanaan program peningkatan mutu, apakah kepala sekolah melakukan pengawasan secara melekat?
133
a. Ya. Selalu
b. Ya, tapi tidak terlalu ketat.
c. Sama sekali tidak.
14. Kepala sekolah melakukan monitoring secara berkala atas pelaksanaan program pengembangan mutu. Kegiatan monitoring ini dilakukan ….
a. Setiap minggu
b. Setiap awal bulan
c. Setiap triwulan
d. Setiap semester
15. Dalam melaksanakan monitoring pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu, monitoring juga dilakukan oleh ….
a. Wakil kepala sekolah
b. Staf kepala sekolah yang ditunjuk (Misalnya, PKS Urusan Kurikulum)
c. Kelompok guru senior yang dipercayai
d. Semua komponen sekolah melakukan monitoring sesuai dengan fungsinya.
16. Sebagai Controlling Agency, Komite Sekolah juga seharusnya melakukan monitoring pelaksanaan program peningkatan mutu di sekolah. Apakah fungsi Komite Sekolah tersebut dijalankan dengan benar?
a. Ya. Monitoring Komite Sekolah dilakukan sesuai dengan fungsinya.
b. Kadang-kadang memantau pelaksanaan program.
c. Staf Komite Sekolah datang ke sekolah tapi tidak pernah memantau pelaksanaan program peningkatan mutu.
d. Komite sekolah tidak pernah hadir di sekolah selain pada saat musyawarah RAPBS.
17. Apakah program-program kegiatan sekolah yang dilaksanakan dievaluasi?
a. Ya, selalu
b. Kadang-kadang dievaluasi
c. Lebih sering tidak pernah dievaluasi
d. Tidak pernah
18. Jika dilakukan evaluasi kegiatan, apakah evaluasi dilakukan secara berkala?
a. Ya. Evaluasi kinerja dan hasil tidak dilakukan hanya pada akhir program saja, tapi juga di tengah-tengah program sebagai kontrol kualitas.
b. Ya. Evaluasi dilakukan setiap akhir program berjalan.
19. Hasil evaluasi biasanya digunakan untuk apa?
a. Sebagai bahan masukan bagi perbaikan program di masa mendatang.
134
b. Sebagai bahan kajian untuk dokumentasi.
c. Disimpan saja.
20. Apakah kepala sekolah melakukan koreksi atas hal-hal yang bersifat misinformation pada program dan pelaksanaannya serta mempublikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan?
a. Ya, selalu dilakukan demikian.
b. Kadang-kadang dilakukan seperti itu.
c. Dibiarkan saja berjalan karena kesalahan itu akan diperbaiki sambil berjalan.
21. Apakah kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik?
a. Ya
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
22. Apakah kepala sekolah merumuskan tujuan pengembangan sekolah dalam bentuk sasaran-sasaran mutu yang jelas dan spesifik?
a. Ya, selalu
b. Samar-samar, karena kadang-kadang program sekolah bisa berubah di tengah jalan.
c. Tidak. Tujuan pengembangan sekolah dirumuskan secara global saja.
23. Apakah rumusan tujuan pengembangan sekolah yang disusun memiliki daya ramal ke depan sesuai dengan perkembangan zaman?
a. Sebaiknya seperti itu
b. Tidak memiliki daya ramal
c. Tidak tahu
24. Bagaimanakah cara kepala sekolah menetapkan sasaran pengembangan mutu sekolah?
a. Dirumuskan begitu saja sesuai dengan kebutuhan sekolah.
b. Dilakukan analisis SWOT sehingga sasaran pengembangan mutu menjadi lebih realistis.
c. Menggunakan perkiraan-perkiraan kebutuhan yang tidak jelas arahnya.
25. Apakah kepala sekolah memberikan target berupa peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi dalam tujuan situasional pengembangan sekolah?
a. Ya. Hal itu dirumuskan dengan jelas dalam RPS.
b. Ya, tetapi tidak dirumuskan dengan jelas.
c. Kadang-kadang ada target
135
d. Tidak pernah memberikan target secara khusus.
26. Apakah Bapak/Ibu selaku guru memiliki komitmen kuat dalam membentuk kultur sekolah yang baik?
a. Ya. Saya memiliki komitmen sungguh-sungguh dalam pembentukan kultur sekolah yang baik.
b. Tidak perlu membentuk kultur sekolah tertentu jika sekolah berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang baku dari pemerintah.
c. Saya tidak pernah memiliki komitmen apa pun.
27. Apakah Bapak/Ibu terlibat dalam menyusun rumusan sasaran dan target pengembangan mutu sekolah dalam bentuk program kegiatan sekolah?
a. Ya. Selalu dilibatkan
b. Kadang-kadang saya terlibat juga.
c. Sangat jarang guru terlibat dalam penyusunan program sekolah.
d. Guru biasanya tidak pernah dilibatkan dalam menyusun program sekolah.
28. Dalam menentukan arah pencapaian kualitas sekolah, apakah Bapak/Ibu diberi peluang untuk memberikan masukan dan saran bagi pengembangan sekolah?
a. Ya, semua guru selalu diberi kesempatan yang sama untuk memberikan masukan dan saran bagi peningkatan kualitas sekolah.
b. Hanya sebagian guru saja yang memperoleh kesempatan untuk memberikan masukan dan saran.
c. Tidak pernah terjadi guru memberikan masukan atau saran bagi pengembangan kualitas sekolah.
29. Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu memiliki tugas dan tanggung jawab menyusun perencanaan pengembangan kualitas sekolah?
a. Ya. Perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah program peningkatan mutu sekolah jika dikelola dengan benar.
b. Tidak. Perencanaan pengembangan kualitas sekolah seharusnya menjadi tugas kepala sekolah.
30. Menurut Bapak/Ibu, apakah para siswa turut menentukan pembentukan kultur sekolah yang baik?
a. Ya. Tentu saja, karena siswa juga warga sekolah.
b. Tidak. Sikap siswa dibentuk sepenuhnya oleh instruksi guru.
c. Tidak. Siswa akan dengan sendirinya ikut dalam situasi yang berlangsung.
31. Apakah selama ini siswa-siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki budaya berprestasi?
a. Ya. Dalam bidang akademis dan non akademis
136
b. Ya. Hanya dalam bidang akademis saja.
c. Ya. Hanya dalam bidang non akademis saja.
d. Tidak.
32. Apakah para siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki kecenderungan menggunakan teknologi tinggi (misalnya, komputer, internet)?
a. Ya. Hampir semua siswa mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet.
b. Hanya sedikit saja siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet..
c. Tidak ada satu pun siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet.
33. Apakah masyarakat di sekitar sekolah, terutama para orang tua siswa, mendukung setiap program yang diajukan oleh sekolah demi peningkatan mutu di sekolah Bapak/Ibu?
a. Orang tua siswa selalu mendukung program sekolah yang diajukan.
b. Pada umumnya masyarakat orang tua siswa mendukung.
c. Hanya sebagian kecil saja orang tua siswa yang memberikan dukungan.
34. Bagaimanakah bentuk dukungan nyata yang diberikan masyarakat dan orang tua siswa terhadap program peningkatan mutu di sekolah Bapak/Ibu?
a. Orang tua mengikutsertakan anak-anaknya dalam setiap program pengembangan kualitas sekolah beserta segala konsekuensinya.
b. Sebagian orang tua berpartisipasi meskipun secara material terbebani.
c. Orang tua hanya mau berpartisipasi jika secara material tidak membebani mereka.
d. Tidak ada orang tua yang mau berpartisipasi.
UNTUK PERTANYAAN BERIKUT INI, BAPAK/IBU DAPAT MEMILIH LEBIH DARI SATU JAWABAN PADA SETIAP PERTANYAAN
35. Nilai-nilai dan kebiasaan apa saja yang selama ini dikembangkan di sekolah Bapak/Ibu yang berkaitan dengan nilai keagamaan dan akhlakul-karimah?
a. Pembiasaan mengucapkan salam pada saat bertemu dan berpisah
b. Pembiasaan berdoa sebelum dan setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran.
c. Melaksanakan shalat dzuhur berjamaah setiap habis jam pelajaran terakhir di mesjid sekolah.
d. Melaksanakan tadarus bersama pada hari-hari tertentu, atau setiap hari selama beberapa menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai.
e. Mengembangkan studi amaliah Ramadhan melalui berbagai kegiatan.
137
f. Mengembangkan budaya bersih diri.
g. Menyelenggarakan forum-forum diskusi keagamaan.
h. Mengelola kegiatan ZIS (zakat, infaq, shadaqah).
i. Berbuka puasa bersama pada bulan ramadhan.
j. Menyelenggarakan lomba-lomba keterampilan agama (lomba mengahafal Al-Quran, lomba da’wah, dan sejenisnya).
k. Menyelenggarakan kegiatan peringatan hari besar agama.
l. ……………………
36. Kegiatan-kegiatan apa saja yang dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu dalam rangka melakukan pembinaan siswa?
a. Menerapkan disiplin dan tata tertib sekolah secara konsisten dan tegas (pakaian seragam, waktu, dan yang lainnya).
b. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin pagi (pengibaran bendera).
c. Melaksanakan upacara-upacara peringatan hari besar nasional.
d. Melaksanakan kegiatan MOS pada awal tahun pelajaran.
e. Melaksanakan kegiatan widyawisata bermanfaat.
f. Menyelenggarakan kegiatan bakti sosial.
g. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan teman asuh.
h. Penyelenggaraan kegiatan latihan dasar kepemimpinan siswa (LDKS)
i. Penyelenggaraan upacara pelepasan siswa lulusan pada akhir tahun pelajaran.
j. Menerbitkan majalah sekolah.
k. …………………………..
37. Kegiatan ekstrakurikuler olahraga apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?
a. Atletik (lari, tolak peluru, lempar cakram, loncat jauh, loncat tinggi, dll.)
b. Renang
c. Volleyball
d. Basket ball
e. Sepak bola
f. Futsal
g. Tenis meja
h. Tenis lapangan
i. Buku tangkis
j. …………..
138
38. Kegiatan ekstrakurikuler seni budaya apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?
a. Seni musik (band, dangdut)
b. Solo vokal
c. Paduan suara
d. Degung
e. Tembang Sunda
f. Drumband atau marching band
g. Seni tari
h. Teater / drama
i. ………………
39. Kegiatan ekstrakurikuler keorganisasian dan keterampilan apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?
a. OSIS
b. Kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR)
c. Pramuka
d. UKS – PMR
e. PKS
f. Paskibra
g. ………….
40. Kegiatan apa saja yang dilaksanakan guna meningkatkan kemampuan kognitif siswa dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu?
a. Membentuk komunitas belajar (kelompok belajar) mandiri.
b. Membentuk English Conversation Club (ECC)
c. Membentuk kelompok-kelompok belajar yang mengacu kepada mata pelajaran tertentu
d. Pembentukan dan pengembangan kelompok-kelompok kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya
e. Pengembangan budaya berprestasi dalam bidang akademik
f. ....................................
41. Apa saja yang dilakukan oleh sekolah guna menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman?
a. Menumbuhkan kesadaran dan kebiasaan bersih lingkungan.
b. Menumbuhkan dan mengembangkan cinta lingkungan
c. Menerapkan budaya terib dan protektif
139
d. Melarang adanya benda atau kegiatan yang dapat mengundang keresahan lingkungan sekolah.
e. Melarang masuknya orang-orang di luar pendidikan memasuki kawasan sekolah.
f. ………………..
42. Nilai-nilai apa saja yang menurut Bapak/Ibu perlu dipertahankan, ditumbuhkan, dan dikembangkan di sekolah?
a. Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi yang ada di lingkungan sekolah.
b. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih diri dan bersih lingkungan.
c. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi.
d. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum.
e. ........................................
140