pengembangan kultur sekolah dalam peningkatan mutu layanan.doc

202
PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN SEKOLAH PADA SMP NEGERI 3 KARANGTENGAH KABUPATEN CIANJUR RD. ABIMANYU BIN ARJUNA No. Reg. XXXXXXXXXXXXXX Tesis yang disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh gelar Magister Administrasi Pendidikan PROGRAM PASCASARJANA (S-2) iv

Upload: harry-d-fauzi

Post on 02-Dec-2015

608 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN SEKOLAH

PADA SMP NEGERI 3 KARANGTENGAH

KABUPATEN CIANJUR

RD. ABIMANYU BIN ARJUNA

No. Reg. XXXXXXXXXXXXXX

Tesis yang disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menempuh gelar Magister Administrasi

Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA (S-2)MANAJEMEN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTAJAKARTA

2007

iv

Page 2: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

RINGKASAN TESIS

EPO KURNIA: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah Kabupaten Cianjur, Tesis, Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, 2008

Penelitian tentang Pengembang-

an Kultur Sekolah dalam Membangun

Mutu Pelayanan Sekolah bertujuan

untuk mendeskripsikan (1) aspek

yang berpengaruh terhadap pengem-

bangan kultur sekolah dibatasi pada

ruang lingkup manajemen sekolah

serta nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya; (2) komponen sistem se-

kolah yang berperan dalam pengem-

bangan kultur sekolah; dan (3) aspek

yang diberdayakan dalam peningkat-

an mutu layanan sekolah. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif kualitatif,

sedangkan teknik pengumpulan data

yang digunakan adalah teknik angket

yang disebarkan kepada 37 respon-

den guru SMP Negeri 3 Karang-

tengah Cianjur. Data yang diperoleh

dianalisis dengan menggunakan tek-

nik analisis kualitatif serta dibantu

dengan pengkajian melalui

observasi, studi dokumentasi, dan

studi ke-pustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa (1) kepala sekolah selaku

pimpinan dan manajer memiliki kapa-

bilitas dalam mengkoordinasikan se-

luruh komponen sekolah sehingga

v

ABSTRACT

This research was conducted to know School Culture Development in Building Quality of School Service at SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur.

The method used on this research is descriptive method qualitative, while technique of data collecting used is questionnaire technique propagated to 37 responder of the SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Data obtained to be analysis by using technique qualitative analysis and also assisted with the study of passing observation, documentation study, and bibliography study.

Result of research indicate that (1) the headmaster as leader and manager was have capability in coordinated entire school component so that can develop the planning and execution was raise of school quality as according to plan which have been formulated what entirely have an effect on to forming of school culture quality oriented; (2) school component consisted of the headmaster as head institute, all teacher as development executor of school quality, and also all student as subject education represent the factors determining formed its good school culture; (3) SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur have owned the positive school culture which can be made for development of school service.

Page 3: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

dapat mengembangkan perencanaan

dan pelaksanaan peningkatan mutu

sekolah sesuai dengan rencana yang

telah dirumuskan, pelaksanaan pro-

gram pengembangan sekolah yang

konsisten terhadap program yang

telah dirumuskan, pengawasan atau

kontrol yang objektif dan berkesinam-

bungan, serta evaluasi program yang

mengacu kepada program serta

diarahkan demi perbaikan pengem-

bangan sekolah akan melahirkan iklim

kerja yang kondusif; yang seluruhnya

berpe-ngaruh terhadap pembentukan

kultur sekolah yang berorientasi ke-

pada mutu; (2) komponen-komponen

sekolah yang terdiri atas kepala se-

kolah selaku pimpinan lembaga, para

guru sebagai pelaksana pengem-

bangan mutu sekolah, serta para

siswa sebagai subjek pendidikan me-

rupakan faktor-faktor yang menentu-

kan terbentuknya kultur sekolah yang

baik serta telah dapat membangun

kultur sekolah yang berorientasi ke-

pada peningkatan mutu; (3) pada

dasarnya SMP Negeri 3 Karang-

tengah Cianjur telah memiliki budaya

sekolah positif yang dapat dijadikan

landasan bagi pengembangan

layanan sekolah, tradisi-tradisi positif

yang berkembang di kalangan siswa

dan guru merupakan landasan kokoh

bagi terciptanya kultur sekolah yang

baik meskipun pada beberapa kon-

teks ternyata pula SMP Negeri 3

Karangtengah belum dapat menum-

buhkan dan mengembangkannya

dengan baik, terutama dalam pe-

ngembangan budaya prestasi baik di

kalangan siswa maupun kalangan

guru dan warga sekolah lainnya.

Saran yang disampaikan adalah

(1) sekolah harus selalu mengem-

bangkan akuntabilitas sekolah agar

dapat melayani publik secara maksi-

mal, (2) program-program yang di-

kembangkan oleh sekolah pada

sebelum awal tahun pelajaran ber-

jalan harus memiliki daya ramal ke

depan sehingga program tersebut

dapat berjalan up to date sesuai

dengan perencanaan; dan (3) pihak

sekolah harus mampu memberdaya-

kan Komite Sekolah secara maksimal

bagi kepentingan peningkatan mutu

sekolah yang pada akhirnya akan

mampu membentuk kultur sekolah

yang baik dan kondusif

vi

Page 4: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah Azza wazalla, karena

atas izin dan kekuasaan-Nya pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan

tesis yang mengambil judul ”Pengembangan Kultur Sekolah dalam

Peningkatan Mutu Pelayanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah

Kabupaten Cianjur” dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama.

Kesulitan dan hambatan tentu saja banyak ditemui selama persiapan,

proses penelitian, hingga penyusunan tesis ini, baik dari segi teknis maupun

teknis penulisan. Atas bantuan berbagai pihak, Alhamdulillah kesulitan-

kesulitan itu dapat teratasi sehingga karya tulis ini akhirnya dapat

terwujudkan. Oleh sebab itu, amatlah patut jika pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada

1. Prof. Dr. I Made Putrawan, selaku Pembimbing I yang telah

memberikan kemudahan-kemudahan pelaksanaan penelitian dan

proses penyusunan tesis ini serta berbagai bimbingan dan petunjuk

berharga sejak persiapan penelitian hingga terwujudnya tesis ini.

2. Prof. Dr. Nana Sudjana, selaku Pembimbing II yang memberikan

bantuan dan arahan dalam berbagai aspek persiapan penyusunan

tesis hingga penyelesaiannya.

3. Prof. Dr. Hasan Walinono, Direktur Program Pascasarjana Universitas

Negeri Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

Page 5: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

4. Staf pengajar Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta yang

telah memberikan bimbingan dan membuka wawasan penulis

sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan hingga

penyusunan tesis ini.

5. Bapak R. Hasan Iskandar, Kepala SMP Negeri 3 Karangtengah,

Kabupaten Cianjur, yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melakukan ujicoba penelitian.

6. Para guru SMP Negeri 3 Karangtengah, Kabupaten Cianjur yang telah

turut berpartisipasi dalam pengumpulan data untuk penelitian ini.

7. Berbagai pihak yang telah membantu penulis selama melaksanakan

penelitian, khususnya dalam rangka pengumpulan data dan informasi

untuk klengkapan tesis ini.

Akhirnya, tak ada gading yang tak retak. Pada karya tulis ini sudah

barang tentu akan banyak ditemukan kelemahan-kelemahan serta

kekurangan. Untuk itu, dapatlah kiranya kelemahan-kelemahan serta

kekurangan tersebut menjadi bahan kajian bagi penelitian lebih lanjut.

Jakarta, Januari 2008

Penulis,

ABIMANYU BIN ARJUNA

NIRMP. xxxxxxxxxx

Page 6: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

DAFTAR ISI

halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................

BUKTI PENGERSAHAN PERBAIKAN TESIS ..............................................

RINGKASAN TESIS .....................................................................................

KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................

ii

iii

iv

v

vii

Bab I PENDAHULUAN ............................................................................

A. Latar Belakang Masalah ........................................................

B. Identifikasi Masalah ................................................................

C. Batasan Masalah ..................................................................

D. Rumusan Masalah ..................................................................

E. Manfaat Penelitian ..................................................................

1

1

4

6

7

8

Bab II TINJAUAN TEORITIS ....................................................................

A. Konsep Dasar Kultur Sekolah ..................................................

B. Pengembangan Kultur Sekolah dalam Membentuk Prestasi Sekolah ....................................................................................

C. Pemberdayaan sebagai Upaya Penciptaan Kultur Sekolah ....................................................................................

D. Mutu Pelayanan Sekolah .........................................................

10

10

17

27

37

Bab III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................

A. Tujuan Penelitian .....................................................................

B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................

C. Metode

45

45

46

47

48

3

Page 7: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Penelitian ...................................................................

D. Unit Analisis ............... .............................................................

E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ....................................

F. Instrumen Penelitian ................................................................

G. Teknik Analisis Data ...............................................................

49

50

53

Bab IV HASIL PENELITIAN ......................................................................

A. Profil SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur ............................

B. Temuan Penelitian ..................................................................

C. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................

57

57

58

106

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................

A. Kesimpulan ..............................................................................

B. Saran-saran ............................................................................

122

122

124

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 129

Lampiran ........................................................................................................ 132

1. Instrumen Penelitian

2. Dokumentasi SMP Negeri 3 Karangtengah

3. Data Visual SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur

4. Riwayat Hidup

5. Surat Izin Penelitian

4

Page 8: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berfungsi

mengembangkan potensi peserta didik agar mereka memiliki kompetensi

yang seimbang dalam penguasaan Iptek dan Imtak yang sesuai dengan

tujuan pendidikan nasional. Salah satu penunjang utama bagi keberhasilan

pendidikan di sekolah adalah terciptanya kultur sekolah yang kondusif melalui

pengembangan kultur sekolah yang dilandasi nilai-nilai akhlaqul karimah.

Kultur sekolah yang demikian tidak akan tercipta dengan sendirinya,

melainkan perlu dibentuk, dibangun, dikembangkan dan dipelihara secara

5

Page 9: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

bertahap melalui berbagai program dan kegiatan yang melibatkan semua

anggota komunitas sekolah.

Pasal 3 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional mengemukakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Terwujudnya tujuan pendidikan nasional di atas sangat

tergantung pada 3 (tiga) pilar pendidikan yaitu lembaga pendidikan (formal

dan nonformal), keluarga dan lingkungan masyarakat. Ibarat bangunan, jika

ketiga pilar tersebut tidak seimbang kekuatannnya, maka bangunan tersebut

akan miring bahkan roboh. Demikian pula halnya dengan pendidikan, jika

salah satu pilar tidak seimbang dengan kekuatan pilar-pilar lainnya, maka sulit

sekali mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang disebutkan di atas.

Upaya peningkatan mutu pendidikan termasuk di dalamnya penanganan

masalah-masalah seperti perkelahian pelajar, perilaku seks bebas dan

penggunaan narkoba merupakan tanggung jawab bersama ketiga pilar

pendidikan untuk menanganinya. Dalam upaya memperkuat pilar lembaga

pendidikan jalur sekolah agar menghasilkan peserta didik yang bermutu

sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang disebutkan di atas, kultur

sekolah yang kondusif bagi pembelajaran perlu dibangun dan dikembangkan.

Penciptaan kultur sekolah yang baik dan kondusif sangat erat

hubungannya dengan sikap dan cara pandang warga sekolah atas sistem

6

1

Page 10: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

pengelolaan sekolah. Sistem pengelolaan sekolah itu sendiri sangat banyak

diwarnai dan ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah dalam menerapkan

serta mengembangkan sistem manajemen yang baik. Sementara itu, proses

penerapan manajemen yang baik terutama terletak pada kemampuan kepala

sekolah dalam mempengaruhi seluruh warga sekolah untuk berprestasi dan

meningkatkan kinerja. Dengan kata lain, kepala sekolah harus memiliki

kemampuan dalam melakukan pemberdayaan semua komponen yang ada di

bawahnya sehingga seluruh komponen sekolah dapat melakukan kinerja

secara sadar dan bertanggung jawab. Kesadaran atas tindakan yang

dilakukan oleh seluruh warga sekolah dalam melaksanakan fungsi dan

kewajibannya inilah yang akan mampu menciptakan kultur sekolah yang baik.

Secara umum, sebuah sekolah atau organisasi terdiri dari sejumlah

orang dengan latar belakang, kepribadian, emosi, dan ego yang beragam.

Hasil penjumlahan dan interaksi berbagai orang tersebut membentuk budaya

organisasi. Secara sederhana, budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai

kesatuan dari orang-orang yang memiliki tujuan, keyakinan (belief), dan nilai-

nilai yang sama. Budaya organisasi sangat erat berkaitan dengan budaya

sekolah di mana berbagai aspek terlibat di dalamnya. Aspek-aspek yang

terlibat di dalam sebuah kultur atau budaya sekolah meliputi latar atau setting

sekolah, lingkungan (milieu), suasana (atmosphere), rasa (feel), sifat (tone),

nilai-nilai, dan iklim (climate) organisasi. Kultur sekolah pada dasarnya

merupakan tradisi yang berkembang di sebuah sekolah di mana kepala

sekolah, guru-guru, serta warga sekolah lainnya bekerja dan berhubungan

7

Page 11: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

satu sama lainnya yang dimiliki sekolah yang tumbuh dan berkembang sesuai

dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut sekolah.

Dalam konteks pendidikan, kultur sekolah yang kondusif adalah

keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah

yang secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi

bertumbuhkembangnya kecakapan hidup siswa yang diharapkan. Tumbuh

kembang nilai-nilai kecakapan hidup para siswa ini pada dasarnya

merupakan realisasi dari pelayanan yang diberikan sekolah sebagai lembaga

pendidikan kepada masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian tentang “Pengembangan Kultur

Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan Sekolah pada SMP Negeri 3

Karangtengah Kabupaten Cianjur” perlu dilakukan.

B. Identifikasi Masalah

Dalam kehidupan setiap organisasi ada satu aspek yang dapat

mempengaruhi proses perkembangannya di mana setiap manajer akan

memiliki kesempatan atau peluang untuk mengadakan perubahan yang

berarti di dalamnya. Aspek itu adalah iklim. Istilah iklim ini mengacu kepada

suasana yang muncul dan dirasakan pada saat bekerja dalam suatu

organisasi, departemen, atau tim. Iklim juga menjadi parameter untuk

mengukur kondusif atau tidaknya suatu perkembangan organi-sasi yang

bersumber dari suasana emosi para personal organisasi yang tumbuh akibat

kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh manajer. Untuk mengembangkan

8

Page 12: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

sebuah budaya sekolah diperlukan kemampu-an memahami iklim atau

suasana kinerja sebuah organisasi dari seorang manajer. Pada konteks ini

diperlukan berbagai pendekatan untuk memahami dan mengetahui suasana

yang ber-kembang dalam tubuh organisasi sehingga konsep-konsep kultur

sekolah dapat diterap-kan secara optimal.

Proses penumbuhan dan pengembangan kultur atau budaya dalam

sebuah sekolah ditentukan oleh berbagai faktor yang ada di dalam lembaga

tersebut. Faktor utama yang mempengaruhi pe-numbuhan kultur sekolah

adalah sikap dan cara pandang seluruh personal sekolah terhadap

pengelolaan pendidikan secara menyeluruh dan seimbang.

Ketidakseimbangan serta ketidakberpihakan personal sekolah terhadap

sesuatu secara berlebihan akan menyebabkan timpangnya proses

pengelolaan sekolah yang akan berakibat muncul-nya budaya sekolah yang

kurang kondusif. Kondisi seperti ini akan menyebabkan rendahnya kinerja

seluruh komponen sekolah, yang pada gilirannya akan menyebabkan

terpuruknya sekolah dalam pencapaian prestasi.

Berdasarkan uraian tersebut diidentifikasi sejumlah permasalah-an

yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap penumbuhan dan

perkembangan kultur sekolah yang kondusif seperti berikut ini.

1. Apakah sekolah memiliki visi dan misi yang dirumuskan secara kolektif

(bersama-sama dengan seluruh guru, siswa, komite sekolah, serta

unsur lainnya yang terkait)?

9

Page 13: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

2. Apakah visi, misi, dan sasaran pengembangan sekolah merupa-kan

pencerminan kehendak dan cita-cita seluruh warga sekolah?

3. Apakah kepala sekolah (beserta stafnya) melakukan sosialisasi visi,

misi, dan tujuan pengembangan sekolah kepada seluruh warga

sekolah?

4. Apakah seluruh warga sekolah (guru, siswa, staf sekolah, komite

sekolah, serta masyarakat sekitar) mengetahui dan memahami

kandungan visi dan misi sekolah?

5. Apakah seluruh komponen sekolah melaksanakan program yang telah

dirumuskan sesuai dengan fungsinya serta jadwal yang telah

ditetapkan?

6. Apakah kepala sekolah menerapkan manajemen terbuka sesuai

dengan nafas manajemen berbasis sekolah?

7. Apakah guru-guru melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsinya?

8. Bagaimanakah tanggapan para siswa atas budaya persekolahan di

mana mereka menuntut ilmu dan mengembangkan dirinya?

C. Batasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan, maka perlu

dilakukan pembatasan dalam masalah yang telah dirumuskan. Hal ini sejalan

dengan yang dikemukakan oleh Sugiono bahwa setiap penelitian yang akan

dilakukan harus berangkat dari masalah. Bila dalam penelitian telah dapat

menemukan masalah yang betul-betul masalah, maka sebenarnya pekerjaan

10

Page 14: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

penelitian itu 50% telah selesai1. Agar penelitian ini tidak meluas, diperlukan

pembatasan masalah sebagai berikut.

1. Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap

pengembangan kultur sekolah dibatasi pada ruang lingkup manajemen

sekolah serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

2. Komponen sistem sekolah yang berperan

dalam pengembangan kultur sekolah.

3. Aspek-aspek budaya positif yang dapat

dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah.

D. Rumusan Masalah

Agar penelitian ini dapat terarah dan mencapai sasaran, masalah-

masalah yang dikaji perlu dirumuskan. Rumusan masalah tersebut adalah

sebagai berikut

1. Aspek apa saja yang dapat

dikembangkan dalam membentuk kultur sekolah?

2. Siapa saja yang seharusnya berperan dalam

pengembangan kultur sekolah?

3. Aspek budaya apa saja yang perlu dikembangkan

dalam rangka peningkatan mutu layanan sekolah?

E. Manfaat Penelitian

1 Sugiono, Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta, 2004), p. 31

11

Page 15: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Sebagai bentuk penelitian, melalui pengkajian konseptual dan temuan-

temuan di lapangan, penelitian ini diharapkan sumbangan pemikiran yang

bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

deskripsi atau gambaran tentang pemahaman guru atas pengembang-an

kultur sekolah serta pengaruhnya terhadap guru dalam meng-

implementasikan penyelenggaraan pendidikan berbasis kompetensi di

sekolah, terutama dalam proses kinerja guru yang meliputi pelaksanaan

proses pembelajaran siswa, keterlibatan guru dalam pengembangan

profesional, serta pengaruhnya terhadap perkembangan prestasi siswa.

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kon-tribusi

atau manfaat langsung kepada guru sebagai pelaksana pendidikan, sekolah,

serta dinas pendidikan. Pertama, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan saran dan pemikiran serta wawasan pengetahuan

kepada guru dalam hal pengembangan kultur sekolah secara lebih terarah

dan kontekstual. Kedua, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran kepada guru dalam memberikan

pelayanan terbaik kepada peserta didik untuk mencapai kompetensi. Ketiga,

penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada sekolah,

khususnya SMP Negeri 3 Karangtengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Cianjur, agar pengembangan kultur sekolah dapat dijadikan

bahan perbandingan sesuai dengan karakteristiknya serta temuan-temuan

penelitian.

12

Page 16: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Kultur Sekolah

1. Pengertian Kultur Sekolah

Kultur merupakan terjemahan dari kata culture yang mengandung

makna budaya atau peradaban. Edward Burnet Tylor, dalam Taliziduhu2

menjelaskan bahwa ”culture or civilization, taken in its wide ethnographic

sense, is that complex whole which includes knowledge, belief, art, law,

custom, and any other capabilities anda habits acquired by man as a member

of society.” Sedangkan Vijay Santhe, dalam Taliziduhu3, menjelaskan bahwa

budaya adalah ”the set of important assumption (often unstated) that

members of a community share in common.”

2 Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), p 433 Ibid

13

Page 17: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Kedua pengertian di atas menunjukkan bahwa kultur merupakan

sesuatu hal yang kompleks dan utuh, dan akan meliputi aspek-aspek

pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, kebiasaan dan kemampuan, serta

kebiasaan lain yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat.

Kompleksitas tersebut sering menjadi sebentuk anggapan dasar yang penting

dan tidak dinyatakan secara eksplisit serta menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dalam sebuah komunitas masyarakat. dalam konteks yang lebih

kecil, kultur atau budaya ini dapat pula terjadi pada lingkungan sekolah.

Cheng4 mengemukakan bahwa dunia pendidikan belum memiliki

definisi yang pasti tentang kultur sekolah. Istilah ini sering diidentikkan

dengan berbagai istilah yang mendekati, seperti iklim, etos, dan

sejarah/riwayat. Penggunaan istilah kultur sekolah serta pemahamannya

digunakan sebagai satu bentuk upaya dalam membuat arah bagi

pembentukan lingkungan sekolah yang kondusif dan suasana belajar yang

stabil.

Suatu tinjauan literatur atas kultur sekolah yang dilakukan oleh

Terrence E. Deal dan Kent D. Peterson5 mengungkapkan bahwa definisi

kultur meliputi "pola teladan dalam nilai-nilai, kepercayaan, dan tradisi yang

telah dibentuk dan menjadi milik sekolah setelah melewati rangkaian

peristiwa dan waktu yang panjang. Paul E. Heckman (1993)6 menegaskan

bahwa kultur sekolah itu merupakan "keyakinanan yang dianut oleh para

4 Cheng Yin Cheong, Leadership for School Culture, (ERIC Digest, Number 91, 1993) pada situs http://www.uoregon.edu/ download tanggal 30 Januari 2008, p. 1

5 Ibid6 Ibid

14

10

Page 18: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

guru, para siswa, dan kepala sekolah ." Definisi ini menunjukkan adanya

upaya dalam menciptakan suatu lingkungan belajar yang efisien. Para ahli

lebih memusatkan pada nilai-nilai inti diperlukan untuk memberi

pembelajaranran dan mempengaruhi pola pikir generasi muda.

Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa kultur sekolah dapat

digambarkan sebagai pola keteladanan yang meliputi norma-norma, nilai-

nilai, kepercayaan atau keyakinan, upacara, upacara agama, tradisi, dan

pemahaman atas tradisi turun-temurun, mungkin dalam derajat atau tingkat

penafsiran yang bermacam-macam, dalam anggota warga atau komunitas

sekolah.

Hennry Jay Baker dan Margareth M. Riel7 mengemukakan bahwa

kultur sekolah merupakan sebuah sistem atau keyakinan yang dapat

mempengaruhi seluruh warga sekolah dalam melakukan tindakan-tindakan.

Kultur sekolah ini dibentuk oleh berbagai aspek yang telah lama

mempengaruhi sistem kinerja dan kebiasaan yang hidup di sekolah tersebut,

yang meliputi latar atau setting sekolah, sistem keyakinan yang berkembang

di dalamnya, pemikiran-pemikiran yang muncul pada setiap anggota

warganya, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan sekolah,

serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang berpengaruh di sekitarnya.

7 Baker, Hennry Jay, & Riel, Margareth M., Teacher Professionalism and the Emergence of Constructivist-Compatible Pedagogies, (a paper presented at the 1999 meeting of the American Educational Research Association, Montreal, 1999), dari http://www.uci,edu/, download tanggal 30 Januari 2008, p. 8

15

Page 19: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

2. Kultur Sekolah dalam Konteks Peningkatan Mutu

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang

menyelenggarakan pengajaran, pembimbingan dan pelatihan untuk

mengembangkan potensi peserta didik menjadi kompetensi. Yang dimaksud

dengan kompetensi di sini adalah tampilan keseimbangan kemampuan

kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik dalam pikiran, sikap, ucapan

dan tindakannya sehari-hari yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Dengan demikian, kompetensi yang dimaksud bukan hanya kompetensi

yang menyangkut ilmu dan teknologi (iptek) saja, tetapi juga keimanan dan

ketakwaannya (imtak) kepada Tuhan YME.

Berdasarkan konsep kompetensi di atas, maka sekolah yang bermutu

adalah sekolah yang mampu menghasilkan lulusannya yang mempunyai

keseimbangan kompetensi iptek dan imtak yang tinggi. Frymer dan

Sergiovanni (1984), sebagaimana dikutip oleh Depdiknas8, dalam

penelitiannya menunjukkan bahwa kultur sekolah mempunyai korelasi positif

yang signifikan dengan kualitas lulusan. Artinya, semakin baik kultur sekolah,

semakin tinggi kualitas lulusan sekolah tersebut. Sebaliknya, semakin buruk

kultur sekolah semakin rendah kualitas lulusannya. Hasil penelitian tersebut

memberi isyarat kepada para pengelola pendidikan di mana pun tentang

betapa pentingnya menciptakan kultur sekolah yang kondusif, agar mutu

lulusan sekolah dapat terus meningkat ke arah yang lebih baik.

8 Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah, (Jakarta: Depdiknas, 2002) p. 24

16

Page 20: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Sekolah merupakan organisasi pendidikan. Oleh karena itu, kultur

sekolah relatif sama dengan kultur organisasi pada umumnya. Yang

membedakannya hanya terletak pada hal-hal yang menyangkut metoda dan

orientasi pengembangannya.

Kultur organisasi adalah sistem kepercayaan dan nilai-nilai bersama

yang berkembang di dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-

anggotanya.9 Nilai-nilai itu diidentifikasi, ditanamkan dan diaktualisasikan

melalui raga, perilaku, sikap dan pendirian tertentu yang berulang-ulang dan

konsisten sehingga masyarakat dapat mengamati atau merasakannya.10

Dengan demikian maka secara sederhana kultur sekolah dapat dikatakan

sebagai suasana kehidupan di sekolah yang dilandasi sistem nilai tertentu

yang ditunjukkan oleh sikap, ucapan dan tindakan para anggota komunitas

sekolah serta kondisi fisik lingkungan sekolahnya sehari-hari.

Yang dimaksud dengan ‘nilai’ di sini adalah nilai kehidupan personal

(personal living value) atau nilai sosial (social living value), yakni ukuran

kehidupan yang dianggap/diyakini benar, bagus dan baik menurut

standar/kriteria/prosedur berdasarkan, harapan, cita-cita dan keyakinan suatu

masyarakat yang bersumber dari agama atau filsafat kehidupannya.

3. Membangun Kultur Sekolah

9 Shermerchorn, Jr. John R. et al, Managing Organizational Behavior, (New York: John Wiley & Sons Inc, 1994), p. 426

10 Ndraha, Taliziduhu, Teori Budaya Organisasi, (Jakarta: Institut Ilmu Pemerintahan – UNPAD, 1999), p. 75

17

Page 21: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Kultur sekolah merupakan kultur organisasi dalam konteks

persekolahan. Kultur sekolah sebagai kualitas kehidupan sekolah yang

tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai yang dianut sekolah,

yakni dalam bentuk bagaimana warga sekolah seperti komite sekolah,

yayasan (untuk swasta), kepala sekolah, guru, karyawan, dan siswa bekerja,

belajar, dan berhubungan satu sama lain. Kultur sekolah merupakan faktor

esensial dalam membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani

tampil, berperilaku kooperatif, membangun dan memiliki kecakapan personal

dan akademik

Dewasa ini, dunia berubah dengan cepat, tuntutan masyarakat juga

berubah sehingga kemampuan sumber daya manusia menjadi lebih

kompetitif. Untuk itu, sekolah perlu meningkatkan kualitas. Ini harus dimulai

dari unsur pimpinan sekolah untuk mampu memahami lingkungan

sekolahnya secara holistik. Melalui pemahaman kultur sekolah ini, kepala

sekolah akan memiliki bekal untuk membentuk nilai, keyakinan, dan sikap

yang diperlukan untuk membangun sekolah.

Kultur sekolah yang positif menghargai kesuksesan, menekan-kan

pencapaian dan kolaborasi, serta mengikat suatu komitmen pada staf dan

siswa untuk belajar. Kultur sekolah yang negatif menyalahkan siswa serta

warga sekolah lainnya atas prestasi yang diperoleh, menghindari kolaborasi,

dan selalu ada pertentangan antarwarga sekolah. Kultur sekolah yang negatif

semestinya diubah ke arah positif. Untuk mengubahnya kepala sekolah harus

memahami kultur yang ada, mengubah variasi hubungan antarwarga

18

Page 22: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

sekolah, perubahan dilakukan melalui dialog, perlahan-lahan dengan

kesabaran, dan komitmen, serta perubahan dimulai dari atas dengan contoh

perbuatan yang bersifat keteladanan. Kultur sekolah yang positif akan

menghasilkan produk kultur yang baik pula, seperti peningkatan kinerja

individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah atau institusi, terjamin

hubungan yang sinergis di antara warga sekolah, tugas dilaksanakan dengan

perasaan senang, timbul iklim akademik, kompetisi dengan kolaborasi, serta

interaksi yang menyenangkan.

Berdasarkan uraian di atas, peran kultur sekolah adalah untuk

memperbaiki kinerja sekolah, membangun komitmen warga sekolah, serta

membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat

terus maju, dorongan bekerja keras dan tidak mudah mengeluh. Kultur

sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya iklim terbuka

(open climate), budaya positif (positive culture), budaya terbuka (open

culture), dan suasana batin yang menyenangkan (enjoyable spiritual

atmosphere) di antara warga sekolah.

Atas dasar ini, keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa sifat,

dan iklim sekolah yang secara produktif harus mampu memberikan

pengalaman, baik bagi tumbuh kembangnya keyakinan dan ketakwaan,

perilaku kebersamaan dalam kehidupan, pengetahuan dan keterampilan

akademik, etos kerja, semangat belajar, partisipasi, demokratis, dan

wawasan kebangsaan siswa serta warga sekolah lainnya.

19

Page 23: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

B. Pengembangan Kultur Sekolah dalam Membentuk Prestasi

Sekolah

Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat

berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar,

kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Program aksi

untuk peningkatan mutu sekolah secara konvensional senantiasa

menekankan pada aspek pertama, yakni meningkatkan mutu proses belajar

mengajar, sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah,

dan sama sekali tidak pernah menyentuh aspek kultur sekolah. Sudah barang

tentu pilihan tersebut tidak terlalu salah, karena aspek itulah yang paling

dekat dengan prestasi siswa. Namun, sejauh ini bukti-bukti telah

menunjukkan bahwa sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja

tidak cukup. Dengan kata lain perlu dikaji untuk melakukan pendekatan

inkonvensional yakni, meningkatkan mutu dengan sasaran mengembangkan

kultur sekolah.

Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu

kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai

yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat

dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk

melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk

memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur

secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya.

Sekolah merupakan lembaga utama yang yang didesain untuk memperlancar

20

Page 24: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

proses transmisi kultural antar generasi tersebut.

Dalam dunia pendidikan, semula kultur suatu bangsa (bukan kultur

sekolah) yang diduga sebagai faktor yang paling menentukan kualitas

sekolah. Tetapi berbagai penelitian menemukan bahwa pengaruh kultur

bangsa terhadap prestasi pendidikan tidak sebesar yang diduga selama ini.

Bukti terakhir, hasil TIMSS11 (The Third international Math and Science

Study) menunjukkan bahwa siswa dari Jepang, dan Belgia sama-sama

menempati pada rangking atas untuk mata pelajaran matematik, padahal

kultur negara-negara tersebut berbeda. Oleh karena itu, para peneliti

pendidikan lebih memfokuskan pada kultur sekolah, bukannya kultur

masyarakat secara umum, sebagai salah satu faktor penentu kualitas

sekolah. Hal ini menunjuk-kan bahwa "faktor penentu kualitas pendidikan

tidak hanya dalam wujud fisik, seperti keberadaan guru yang berkualitas,

kelengkapan peralatan laboratorium dan buku perpustakaan, tetapi juga

dalam wujud non-fisik, yakni berupa kultur sekolah".

Konsep kultur di dunia pendidikan berasal dari kultur tempat kerja di

dunia industri, yakni merupakan situasi yang akan memberikan landasan dan

arah untuk berlangsungnya suatu proses pembelajaran secara efisien dan

efektif. Salah satu ilmuwan yang memberikan sumbangan penting dalam hal

ini adalah Antropolog Clifford Geertz, sebagaimana dikutip oleh Wijaya

Kusumah12, yang mendefinisikan kultur sebagai suatu pola pemahaman 11 Anonim, artikel Kultur Sekolah, pada

http://www.pakguruonline.pendidikan.net/pradigma_pdd_ms_depan_36.html, download tanggal 30 Januari 2008

12 Wijaya Kusumah, Menciptakan Budaya Sekolah yang Tetap Eksis, (artikel bebas pada http://www.omjay.8m.com&wijayalabs.wordpress.com, tanpa tahun), download

21

Page 25: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit maupun

implisit. Berdasarkan pengertian kultur menurut Clifford Geertz tersebut di

atas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-

norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam

perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang

bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa,

sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai

persoalan yang muncul di sekolah.

Pengaruh kultur sekolah atas prestasi siswa di Amerika Serikat telah

dibuktikan lewat penelitian empiris13. Kultur yang "sehat" memiliki korelasi

yang tinggi dengan a) prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, b) sikap

dan motivasi kerja guru, dan, c) produktivitas dan kepuasan kerja guru.

Namun demikian, analisis kultur sekolah harus dilihat sebagai bagian suatu

kesatuan sekolah yang utuh. Artinya, sesuatu yang ada pada suatu kultur

sekolah hanya dapat dilihat dan dijelaskan dalam kaitan dengan aspek yang

lain, seperti, a) rangsangan untuk berprestasi, b) penghargaan yang tinggi

terhadap prestasi, c) komunitas sekolah yang tertib, d) pemahaman tujuan

sekolah, e) ideologi organisasi yang kuat, f) partisipasi orang tua siswa, g)

kepemimpinan kepala sekolah, dan, h) hubungan akrab di antara guru.

Dengan kata lain, dampak kultur sekolah terhadap prestasi siswa meskipun

sangat kuat tetapi tidaklah bersifat langsung, melainkan lewat berbagai

tanggal 30 Januari 2008, p. 313 Ibid

22

Page 26: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

variabel, antara lain seperti semangat kerja keras dan kemauan untuk

berprestasi.

1. Faktor Pembentuk Kultur Sekolah

Nilai, moral, sikap dan perilaku siswa tumbuh berkembang selama

waktu di sekolah, dan perkembangan para siswa tidak dapat dihindarkan

yang dipengaruhi oleh struktur dan kultur sekolah, serta oleh interaksi mereka

dengan aspek-aspek dan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala

sekolah, guru, materi pelajaran dan antar siswa sendiri. Aturan sekolah yang

ketat berlebihan dan ritual sekolah yang membosankan tidak jarang

menimbulkan konflik baik antar siswa maupun antara sekolah dan siswa.

Sebab aturan dan ritual sekolah tersebut tidak selamanya dapat diterima oleh

siswa. Aturan dan ritual yang oleh siswa diyakini tidak mendatangkan

kebaikan bagi mereka, tetapi tetap dipaksakan akan menjadikan sekolah

tidak memberikan tempat bagi siswa untuk menjadi dirinya.

Salah satu keunikan dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki

budaya sekolah (school culture) yang kokoh. Perpaduan unsur siswa, guru,

dan orang tua yang bekerjasama dalam menciptakan komunitas yang lebih

baik melalui pendidikan yang berkualitas, serta bertanggung jawab dalam

meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, menjadikan sebuah sekolah

unggul dan favorit di masyarakat. Menurut Deal dan Peterson (1999),

sebagaimana dikutip oleh Wijaya Kusumah14, budaya sekolah adalah

sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan

14 Wijaya Kusumah, Op.Cit, p. 4

23

Page 27: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas

administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah

merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di

masyarakat luas. Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan

budaya sekolah yang menantang dan menyenangkan, adil, kreatif,

terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian visi, menghasilkan lulusan

yang berkualitas tinggi dalam perkembangan intelektualnya dan mempunyai

karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja keras, toleran

dan cakap dalam memimpin, serta menjawab tantangan akan kebutuhan

pengembangan sumber daya manusia yang dapat berperan dalam

perkembangan iptek dan berlandaskan imtak. Budaya sekolah yang harus

diciptakan agar tetap eksis adalah mengembangkan budaya keagamaan

(religi), budaya kerjasama (team work), ludaya kepemimpinan (leadership).

Dalam pengembangan nilai-nilai religi (keagamaan) dapat diterapkan

penanaman perilaku atau tatakrama yang tersistematis dalam pengamalan

agamanya masing-masing sehingga terbentuk kepribadian dan sikap yang

baik (akhlaqul Karimah) serta disiplin dalam berbagai hal. Bentuk-bentuk

kegiatan yang dapat dilaksanakan meliputi pengembangan budaya

pengucapan salam, doa sebelum/sesudah belajar, doa bersama menyambut

UN/US, melaksanakan tadarus, shalat Dzuhur berjamaah, lima hari belajar,

LOKETA (Lomba Keterampilan Agama), studi amaliah Ramadhan, hafalan

Juz Amma, mengembangkan budaya bersih; menyelenggarakan konferensi

24

Page 28: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

kasus, kegiatan praktek ibadah, berbuka puasa bersama, pengelolaan ZIS

(zakat, infaq, shadaqah) serta peringatan hari-hari besar Islam.

Pengembangan budaya kerja sama (team work) dapat pula dilakukan.

Budaya kerja sama dimaksudkan untuk menanamkan rasa kebersamaan dan

rasa sosial melalui kegiatan bersama. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat

dilaksanakan antara lain MOS, kunjungan industri, bakti sosial,

pengembangan teman asuh, kegiatan olah raga dan kesenian, kunjungan

museum dan widyawisata lainnya, pentas seni, studi banding,

pengembangan kegiatan ekstrakurikuler, pelepasan siswa, disiplin

pengenaan seragam sekolah, penerbitan majalah sekolah, PHBN, PORSENI,

dan sejenisnya.

Di samping kedua bentuk pengembangan kegiatan siswa di atas,

dapat pula dikembangkan berbagai bentuk kegiatan lainnya yang dapat

meningkatkan kebersamaan, peningkatan disiplin, pengembangan kesadaran

lingkungan, pemeliharaan nilai-nilai tradisi, dan sebagainya.

2. Peran Kepala Sekolah

Kepala sekolah harus memahami kultur sekolah yang ada sekarang

ini, dan menyadari bahwa hal itu tidak lepas dari struktur dan pola

kepemimpinannya. Perubahan kultur yang lebih "sehat" harus dimulai dari

kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mengembangkan

kepemimpinan berdasarkan dialog, saling perhatian dan pengertian satu

dengan yang lain. Biarlah guru, staf administrasi bahkan siswa

25

Page 29: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

menyampaikan pandangannya tentang kultur sekolah yang ada dewasa ini,

mana segi positif dan mana negatif, khususnya berkaitan dengan

kepemimpinan kepala sekoloh, struktur organisasi, nilai-nilai dan norma-

norma, kepuasan terhadap kelas, dan produktivitas sekolah. Pandangan ini

sangat penting artinya bagi upaya untuk merubah kultur sekolah.

Kultur sekolah ini berkaitan erat dengan visi yang dimiliki oleh kepala

sekolah tentang masa depan sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi

untuk menghadapi tantangan sekolah di masa depan akan lebih sukses

dalam membangun kultur sekolah. Untuk membangun visi sekolah ini, perlu

kolaborasi antara kepala sekolah, guru, orang tua, staf administrasi dan

tenaga profesional. Kultur sekolah akan baik apa-bila: a) kepala dapat

berperan sebagai model, b) mampu membangun tim kerjasama, c) belajar

dari guru, staf, dan siswa, dan, d) harus memahami kebiasaan yang baik

untuk terus dikembangkan. Kepala sekolah dan guru harus mampu

memahami lingkungan sekolah yang spesifik tersebut. Karena, akan

memberikan perspektif dan kerangka dasar untuk melihat, memahami dan

memecahkan berbagai problem yang terjadi di sekolah. Dengan dapat

memahami permasalahan yang kompleks sebagai suatu kesatuan secara

mendalam, kepala sekolah dan guru akan memiliki nilai-nilai dan sikap yang

amat diperlukan dalam menjaga dan memberikan lingkungan yang kondusif

bagi berlangsung-nya proses pendidikan.

3. Menumbuhkan dan Mengembangkan Kultur Sekolah Positif

26

Page 30: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Sebuah sekolah tidak akan pernah mencapai sebuah tingkat

perkembangan kultur sekolah yang baik sebelum tumbuh rasa aman, saling

menghargai, serta kebebasan pengembangan diri bagi warga sekolah di

dalamnya. Kultur sekolah yang positif dikembangkan melalui rangkaian

kegiatan penilaian, analisis perkembangan, meningkatkan dan memperkuat

identitas sekolah, serta selalu memonitor proses perjalanan sekolah secara

keseluruhan.

Jane Turner dan Carolyn Crang15 mengemukakan bahwa penumbuhan

kultur sekolah akan sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor internal

dan eksternal sekolah, baik sebagai latar maupun sebagai sistem. Sebagai

latar, sekolah (terutama sekolah yang telah lama berdiri) memiliki budaya

turun-temurun yang diwariskan sebagai tradisi melembaga. Hal-hal seperti

pelaksanaan wisuda lulusan dengan upacara tertentu yang telah berlangsung

secara terus-menerus merupakan contoh yang paling mudah untuk

diidentifikasi. Kegiatan pelantikan siswa baru melalui upacara tertentu,

penggunaan seragam, penggunaan logo dan emblim sekolah, adalah contoh-

contoh konkret dari faktor internal sekolah. Faktor eksternal sekolah dapat

muncul dari akibat merembesnya pengaruh budaya massa ke dalam

lingkungan pergaulan sekolah. Budaya seperti ini dapat masuk melalui siswa,

guru, dalam proses pembelajaran, serta kegiatan-kegiatan lainnya, yang

kemudian dikukuhkan menjadi bagian dari kebiasaan sekolah.

15 Turner, Jane and Crang, Carolyn. Exploring School Culture, (A paper submitted to the Centre for Leadership in Learning, 1996), p. 10

27

Page 31: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Penumbuhan kultur sekolah yang positif dapat dilakukan melalui hal-

hal sebagai berikut.

(1) Mempertahankan nilai-nilai yang dianggap baik dan positif sebagai

identitas atau karakter sekolah.

(2) Mengembangkan nilai-nilai, kebiasaan, atau kegiatan yang dianggap

baik tetapi kurang memperoleh perhatian menjadi sebentuk identitas

atau kegiatan sekolah yang khas dan dapat menarik perhatian

masyarakat.

(3) Meningkatkan pemahaman warga sekolah akan disiplin serta

kepatuhan terhadap aturan untuk mencapai keteraturan dan

kenyamanan belajar dan bekerja serta mengiplementasikannya.

(4) Menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baru yang berkaitan dengan

pewujudan obsesi prestasi secara wajar melalui berbagai aktivitas di

kalangan siswa dan guru sehingga muncul tradisi juara di kalangan

warga sekolah.

(5) Mengembangkan usaha kerjasama dengan berbagai pihak yang dapat

merangsang tumbuhnya kreativitas dan aktivitas seluruh komunitas

sekolah secara positif.

Pengembangan-pengembangan lain dapat pula dilakukan sesuai

dengan kebutuhan dan kepentingan sekolah sehingga sekolah memiliki

banyak alternatif dalam menumbuhkan, mengembangkan, memper-tahankan,

serta memperkuat nilai-nilai serta tradisi sekolah yang ada. Dengan cara ini

28

Page 32: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

pula, kultur sekolah yang diharapkan akan dapat tercipta dan terbina

sehingga sekolah memiliki eksistensi yang kokoh.

C. Pemberdayaan sebagai Upaya Penciptaan Kultur Sekolah

Upaya lain yang dapat dilakukan guna menumbuhkan dan

mengembangkan kultur sekolah adalah proses pemerdayaan kapasitas

kelembagaan sekolah. Pengembangan kultur sekolah melalui pember-

dayaan artinya meningkatkan efektivitas dan kreativitas setiap kom-ponen

sekolah agar lebih berdaya guna sehingga dapat menumbuhkan kultur

sekolah yang diinginkan dalam segi manajemen sumber daya manusia. Apa

sesungguhnya yang dinamakan dengan pemberdayaan?

1. Pengertian Pemberdayaan

Istilah pemberdayaan merupakan terjemahan atas kata empowering

yang pada awalnya digunakan dalam konteks manajemen bisnis. Istilah ini

berkaitan erat dengan pemindahan atau pendelegasian wewenang (authority)

dan kekuasaan (power) kepada staf pada suatu sistem.

Dalam konteks manajemen umum, istilah pemberdayaan me-rupakan

konsep yang mengacu kepada cara praktis dan produktif untuk memperoleh

hasil terbaik dari suatu tujuan dengan mengembangkan lebih dari sekedar

pendelegasian agar kekuasaan ditempatkan secara tepat sehingga dapat

digunakan secara efektif16. Pemberdayaan di sini bukan sekedar pelimpahan

16 Stewart, Aileen Mitchel. Empowering People: Pemberdayaan Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1998), p. 23

29

Page 33: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

tugas semata kepada staf, melainkan juga pelimpahan proses pengambilan

keputusan dan tanggung jawab secara penuh.

Nasution (2004) memberikan definisi lain mengenai pember-dayaan

yang berbunyi ”pemberdayaan dapat diartikan sebagai pelibat-an karyawan

yang benar-benar berarti, pemberdayaan tidak sekedar hanya memiliki

masukan tetapi juga memperhatikan, mempertimbang-kan, dan

menindaklanjuti masukan tersebut apakah diterima ataukah tidak.”17

Abdullah NS (1998) menambahkan rumusan pemberdayaan melalui

tulisannya pada Mimbar Pendidikan dengan ungkapan pember-dayaan

budaya organisasi berarti membantu membuat agar organisasi (dalam hal ini

lembaga pendidikan) memiliki budaya organisasi yang lebih kuat atau lebih

berdaya dengan cara menghilangkan sebanyak mungkin hambatan-

hambatan dalam mengimplementasikan visi dari pimpinan organisasi ke arah

keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang.18

Dari ketiga konsep rumusan pemberdayaan di atas, dapat disusun

sebuah definisi bahwa pemberdayaan adalah pelibatan seluruh komponen

organisasi dalam melaksanakan visi organisasi (lembaga pendidikan) untuk

mencapai posisi yang lebih baik di masa mendatang melalui pendelegasian

secara utuh wewenang, kekuasaan, dan tanggung jawab kepada staf dalam

arti yang sebenarnya, serta dengan menghilangkan sebanyak mungkin

17 Nasution, M. Nur., Manajemen Mutu Terpadu. (Jakarta: PT Ghalia Indonesia, 2004), p. 172

18 Abdullah NS., Pemberdayaan Budaya Organisasi sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kinerja Lembaga Pendidikan. Artikel dalam Mimbar Pendidikan Nomor 3 Tahun XVII – 1998, (Bandung: IKIP Bandung, 1998), p.29

30

Page 34: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

hambatan yang akan muncul dan memberikan penekanan lebih kuat

terhadap nilai-nilai positif.

2. Esensi Pemberdayaan

Manajemen selalu berhubungan dengan wewenang (authority) dan

kekuasaan (power) yang merupakan modal utama untuk meng-gerakkan

sebuah sistem organisasi. Wewenang dan kekuasaan ini kemudian

melahirkan berbagai aturan, prosedur, perintah, dan sebagainya yang

digunakan untuk mengefektifkan lajunya roda organisasi guna mencapai

tujuan secara maksimal. Berbagai teori manajemen tentang tugas dan fungsi

seorang manajer selalu bersumber dari kedua aspek ini19.

Akan tetapi, kekuasaan dan wewenang sangat tampak tidak

mempertimbangkan sisi kemanusiaan sebagai pelaksana laju dan

perkembangan sebuah organisasi. Sebagian besar gaya manajemen lama

yang bertumpu pada manajer yang mempunyai wewenang dan kekuasaan

untuk memerintahkan agar suatu pekerjaan dapat diselesai-kan dengan

cepat dan tepat ternyata sering memiliki kendala kemanusiaan yang

menjauhkan hubungan komunikasi interpersonal dan antarpersonal dalam

manajemen tersebut20. Para staf lebih banyak bertindak menunggu perintah

dari atasan daripada bertindak sendiri sesuai dengan aturan secara kreatif.

Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pendekatan lebih manusiawi dalam

menggerakkan laju dan perkembangan organisasi sehingga tujuan-tujuan

19 Stewart, Aileen Mitchel, Op.Cit, p. 1620 Ibid, p. 18

31

Page 35: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

dapat tercapai dengan cepat, tepat, serta komunikasi berjalan secara

maksimal.

Pemberdayaan pada dasarnya bermaksud meniadakan segala

peraturan, prosedur, perintah, dan lain-lain yang tidak perlu, yang merintangi

organisasi untuk mencapai tujuannya. Pemberdayaan ber-tujuan

menghapuskan hambatan-hambatan sebanyak mungkin guna membebaskan

organisasi dan orang-orang yang bekerja di dalamnya, melepaskan mereka

dari halangan-halangan yang hanya memper-lamban reaksi dan merintangi

aksi mereka21.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pemberdayaan tidak pelak lagi akan mengakibatkan berkurangnya sebagian

wewenang dan kekuasaan para manajer. Akan tetapi, seorang manajer

berwibawa akan selalu memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk

membimbing, memberi nasihat, dan membantu staf dalam mengambil

keputusan sendiri berdasarkan bimbingan yang diberikannya. Manajer seperti

itu akan mampu memastikan bahwa stafnya bertindak tepat tanpa perlu

membuat daftar peraturan yang panjang ataupun perintah-perintah yang

keras. Manajer yang memiliki kewibawaan akan lebih mendukung kreativitas

dan aktivitas staf daripada memerintah mereka. Kewibawaan semacam itu

tidak akan pernah lenyap karena mampu memberdayakan stafnya.

Secara esensial, pemberdayaan mencakup aspek-aspek operasional

sebagai berikut.

21 Ibid, p. 17

32

Page 36: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

a. Dekat dengan Pelanggan

Pelanggan untuk organisasi atau lembaga pendidikan adalah

masyarakat pengguna jasa pendidikan. Artinya, pelanggan pada konteks

pendidikan adalah para siswa dan orang tua siswa yang menitipkan anak-

anaknya pada lembaga pendidikan.

Sebuah organisasi yang memberdayakan dirinya adalah organisasi

yang dekat dengan pelanggannya. Demikian pula halnya dengan sebuah

sekolah sebagai penyelenggara pendidikan. Sekolah harus memiliki

kedekatan dengan masyarakat pemakai jasa pendidikan. Jika pada hasil

bisnis murni (bidang non kependidikan), hasil penjualan dari produknya

diperoleh dengan cara mengalikan jumlah barang atau jasa yang

dijual/diproduksi dengan harga jual atau tarifnya, maka di bidang pendidikan

hasil penjualannya memiliki komponen yang sangat banyak22.

Sekolah sebagai sebuah sistem manajemen memperoleh hasil

penjualan produknya melalui uang pendaftaran pada penerimaan siswa baru

PSB), uang dana tahunan (ada yang menyebut juga uang bangunan dan

sejenisnya), sumbangan bulanan atau SPP, uang tes sumatif (sekolah

swasta), uang pendaftaran ulang, uang karyawisata, dan sebagainya. Oleh

karena itu, untuk memperoleh hasil usaha yang maksimal diperlukan

pendekatan-pendekatan dengan pengguna jasa agar sekolah memiliki

akuntabilitas yang sesuai dengan harapan masyarakat. Lebih jauh, sekolah

sebagai penyelenggara dan pelayan masyarakat dalam bidang pendidikan

22 Abdullah NS. Op. Cit, p. 24

33

Page 37: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

memperoleh kepercayaan maksimal berdasarkan produk yang dihasilkannya

berupa kualitas hasil pendidikan melalui siswa-siswanya.

b. Staf sebagai Sumber Daya

Banyak ungkapan yang disampaikan oleh bermacam-macam

organisasi tentang staf. Pada umumnya, mereka berpendapat bahwa staf

adalah sumber daya yang paling penting dan paling berharga dalam sebuah

organisasi. Akan tetapi, pendapat ini pada umumnya hanya berhenti pada

ujung lidah belaka. Banyak organisasi gagal menangkap, apalagi

memanfaatkan dan menggunakan, pengetahuan dan pengertian yang

bahkan dimiliki oleh staf junior atau tingkat rendahan tentang pelanggan dan

kebutuhan-kebutuhan mereka. Demikian pula halnya yang terjadi pada

lingkungan pendidikan. Pada banyak sekolah, terutama di daerah, para

manajer lebih suka membebani stafnya (guru dan tata usaha) dengan

peraturan dan prosedur, yang jelas dirancang untuk mencegah staf

menggunakan inisiatif sendiri untuk memberi kepada pelanggan apa yang

mereka butuhkan. Alhasil, staf akan kaku berpegang pada peraturan dan

prosedur, bahkan juga pada saat-saat di mana jelas mereka harus

mengambil inisiatif kebijaksanaan. Hal ini tidak hanya mengakibatkan

buruknya pelayanan kepada pelanggan, tetapi juga pada akhirnya akan

merusak semangat staf23.

Perlakuan manajer (khususnya pada bentuk manajemen pamong

yang selama ini berlaku di lembaga-lembaga pendidikan tingkat SD dan

23 Stewart, Aileen Mitchel, Op. Cit. p. 25

34

Page 38: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

SMP) yang menganggap stafnya adalah pelaku yang harus patuh kepada

peraturan dan prosedur kerja tidak akan menjamin pelayanan yang baik

kepada pelanggan. Cara demikian juga tidak akan menimbulkan dedikasi dan

perhatian staf kepada pekerjaan mereka. Jika seorang manajer menganggap

stafnya sebagai setengah manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa

organisasi pun akan mendapatkan setengah komitmen dan lebih sedikit lagi

minat dan energi yang diberikan oleh staf.

Dalam sebuah organisasi yang diberdayakan, staf akan merasa aman

untuk menggunakan akal sehat dan inisiatifnya jika dihadapkan pada situasi-

situasi tertentu yang membutuhkan penanganan khusus. Seorang guru yang

menyampaikan kebijakannya dalam mengatasi suatu masalah sesungguhnya

dapat menggunakan akal sehatnya bahwa yang dilakukannya pada dasarnya

sesuai dengan yang digariskan dalam peraturan dan prosedur kerja lembaga.

c. Kapasitas Staf

Sesuai dengan perkembangan hubungan kemanusiaan dan

perubahan ilmu tingkah laku pada manajemen modern, maka orang-orang

mulai memberikan perhatian serius pada pengaruh penting faktor manusia

dalam efektivitas organisasi. Perspektif sumber daya manusia menekankan

pentingnya sumber daya manusia sehingga poin utama manajemen adalah

untuk mengembangkan sumber daya manusia di sekolah untuk lebih

berperan dan berinisiatif. Nurkholis mengemukakan bahwa organisasi yang

diberdayakan bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai dengan

para konstituen sekolah untuk ber-partisipasi secara luas dan

35

Page 39: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

mengembangkan potensi mereka. Peningkatan kualitas pendidikan terutama

berasal dari kemajuan proses internal, khususnya dari aspek manusia24.

Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa staf sebuah organisasi

merupakan asset yang sangat berharga dan sangat penting. Potensi yang

dimiliki oleh para staf ini selayaknya menjadi bahan pertimbangan bagi

seorang manajer dalam mengembangkan kinerja organisasinya. Akan tetapi,

ada kalanya sejumlah (atau bahkan sebagian besar) staf pada lembaga

pendidikan tidak begitu memahami kapasitas dirinya jika suatu ketika

dihadapkan kepada pertanyaan: tugas tambahan apa yang dapat Anda

lakukan di samping tugas pokok Anda sebagai guru?

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kapasitas staf

yang dioptimalkan sesuai dengan potensi dirinya masing-masing merupakan

inti dari pemberdayaan. Akan tetapi, pada konteks lain para manajer dituntut

untuk memberikan kepercayaan yang lebih besar pada kemampuan dan

pengetahuan para stafnya dan meniadakan rintangan-rintangan yang

sekiranya akan menghalangi staf dalam menggunakan kemampuan dan

pengetahuan mereka.

d. Manajemen yang Fleksibel

24 Nurkolis. Penerapan MBS Di SLTPN 9 Jakarta. Artikel Artikel pada http://www.depdiknas.go.id/MBS_di _SLTPN_9_Jakarta.html downloaded tanggal 16 September 2004, p. 4

36

Page 40: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Manajemen yang fleksibel adalah manajemen yang memiliki

kecepatan reaksi atas berbagai fenomena yang berkembang di sekitarnya

maupun di dunia global. Manajemen yang fleksibel adalah manajemen yang

berorientasi ke masa depan, selalu mengharapkan perubahan, serta bekerja

optimal dengan berusaha mengantisipasi tuntutan-tuntutan yang muncul di

masa depan maupun di masa sekarang ini25. Kemampuan mengantisipasi

kondisi seperti di atas jelas bukan hanya harus dimiliki oleh seorang manajer

saja, melainkan oleh seluruh personal yang ada pada sistem manajemen.

Pemberdayaan menuntut penggunaan dan optimalisasi potensi unsur

manajemen yang lain lebih dari sekedar yang dituntut oleh bentuk-bentuk

manajemen lama. Kemampuan yang bersumber dari potensi tersebut akan

tampak lebih rumit dan lebih sulit diperoleh karena hal tersebut merupakan

keterampilan manusiawi (people skills) atau kecakapan hidup (life skills) yang

menuntut pemahaman, imajinasi, dan kematangan.

Atas dasar itu, pemberdayaan memungkinkan organisasi-organisasi

untuk mampu menanggapi pelanggan dan tuntutan-tuntutan masyarakat

secara cepat, fleksibel, dan efisien. Hasil yang sudah pasti akan diperoleh

adalah berkurangnya pemborosan dan kebocoran anggaran, penundaan

program, kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul dari pelaksanaan

program sekolah, serta terbangunnya suatu tim kerja yang kompak dan

kreatif di mana staf menjadi sumber daya yang dimanfaatkan secara penuh.

D. Mutu Pelayanan Sekolah

25 Stewart, Aileen Mitchel., Op. Cit, p. 32

37

Page 41: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

1. Pelayanan Jasa Pendidikan di Sekolah

Sekolah merupakan lembaga yang bertugas sebagai pelayan jasa

pendidikan bagi masyarakat sekitarnya. Menurut Kotler dalam Nasution jasa

(service) adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak

kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak

menghasilkan kepemilikan apa pun. 26 Dalam lingkungan pendidikan, jasa

yang dimaksud pada konteks ini adalah jasa pelayanan pendidikan sesuai

dengan kandungan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan.

Jasa pelayanan pendidikan yang digariskan berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 sesungguhnya mengacu kepada konteks

standar nasional pendidikan yang secara tegas digariskan pada pasal 2 yang

mengamukakan bahwa Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: (a)

standar isi; (b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d) standar

pendidik dan tenaga ke-pendidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f)

standar pengelolaan; (g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian

pendidikan.27 Untuk mencapai standar nasional pendidikan sebagaimana

digariskan di atas, diperlukan sebentuk strategi pelayanan minimal yang

berorientasi kepada mutu.

Jika standar pelayanan minimal mengacu kepada pasal 2 PP 19 Tahun

2005 di atas, maka unsur yang terlibat membangun pelayanan pendidikan

26 Nasution, M. Nur. Op.Cit, p. 6727 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pedidikan

38

Page 42: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

tersebut adalah semua warga sekolah secara terpadu. Kepala sekolah

sebagai pimpinan lembaga pendidikan memiliki tugas tugas dan tanggung

jawab paling luas yang membawahi seluruh komponen sekolah. Unsur kedua

adalah guru sebagai person paling depan dalam melaksanakan layanan jasa

kepada masyarakat. Setlah kedua unsur tersebut, barulah kemudian muncul

unsur-unsur lain secara berurutan, yakni staf sekolah (terdiri atas tenaga

administrasi sekolah dan pembantu pelaksana sekolah), para siswa, komite

sekolah, serta masyarakat yang berada di dalam lingkungan sekolah.

Masing-masing komponen warga sekolah tersebut secara sadar membangun

komitmen menuju tujuan yang sama, yakni memberikan pelayanan bermutu

kepada masyarakat sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Atas dasar landasan teori di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan

jasa pendidikan adalah aktivitas yang diberikan oleh sekolah (bersama

seluruh komponen yang terlibat di dalamnya) kepada masyarakat dengan

menetapkan batas-batas pelayanan minimal melalui standar pendidikan

nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

2. Mengembangkan Budaya Mutu dalam Pelayanan Sekolah

Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh

dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan

kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan,

pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.28 Input

pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan

28 Direktorat PLP. Konsep Dasar MPMBS. (Jakarta: Depdiknas, 2002), p. 4

39

Page 43: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya

dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi

berlangsungnya proses pendidikan. Input sumberdaya meliputi sumberdaya

manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan

sumberdaya lainnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dan

sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah,

peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, serta

yang lainnya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-

sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan

agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi

rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi

tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.

Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu

yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsung-nya proses

disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output.29 Dalam

pendidikan berskala mikro di tingkat sekolah, proses yang dimaksud adalah

proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses

pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan

evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat

kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.  

Dengan demikian, sebuah proses pendidikan dikatakan bermutu tinggi

apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah

29 Ibid.

40

Page 44: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

(guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya) dilakukan secara

harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang

menyenangkan (enjoyable learning), mampu men-dorong motivasi dan minat

belajar, dan benar-benar mampu member-dayakan peserta didik. Kata

memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar

menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi

pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik,

dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih penting lagi

peserta didik tersebut mampu belajar secara terus-menerus (mampu

mengembangkan dirinya). 

Output pendidikan pada dasarnya merupakan hasil kinerja sekolah

secara keseluruhan. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan

dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya,

efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan

kerjanya, dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output

sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan

berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi belajar

siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik,

berupa nilai ulangan umum, EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik;

dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran,

kesopanan, olah raga, kesenian, keterampilan kejuruan, dan kegiatan-

kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak

41

Page 45: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa standar pelayanan sekolah

selalu diarahkan kepada sasaran mutu. Untuk mencapai sasaran mutu

tersebut, diperlukan perubahan sikap dan pandangan sekolah (beserta

seluruh warganya) atas paradigma layanan pendidikan. Perubahan-

perubahan ini tidak terjadi dalam satu kali atau satu siklus belaka, tetapi

berlangsung secara terus-menerus sehingga pada setiap periode akan

diperoleh selalu peningkatan mutu layanan pendidikan.

3. Strategi untuk Mendorong Peningkatan Mutu Layanan Sekolah

Pada dasarnya, pengembangan mutu layanan sekolah sangat

bergantung kepada pola manajemen yang diterapkan di dalamnya serta

komitmen seluruh komponen terhadap sasaran mutu. Scholtes dalam

Nasution mengemukakan bahwa strategi pengembangan kualitas layanan

selalu mengacu kepada faktor-faktor berikut ini.

a. Fokus pada pelanggan, mengandung makna bahwa tujuan utama organisasi adalah untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan melalui suatu cara pelayanan yang bernilai.

b. Memiliki obsesi terhadap kualitas, mengandung makna bahwa seluruh komponen sekolah secara agresif berusaha mencapai kualitas pelayanan pendidikan tertentu dalam rangka melampaui harapan pelanggannya.

c. Memiliki pemahaman terhadap struktur pekerjaan, artinya setiap komponen sekolah (terutama guru) memiliki pemahaman mendalam tentang peran, tugas, serta tanggung jawabnya sebagai guru sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.

d. Mengembangkan kebebasan yang terkendali, yang mengandung makna bahwa guru dan staf sekolah lainnya harus selalu peka terhadap segala situasi perkembangan zaman sehingga dapat melakukan

42

Page 46: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

improvisasi pekerjaan dalam kerangka aturan yang berlaku. Pengembangan kebebasan di sini mengandung makna sebagai upaya guru dalam memenuhi atau melampaui harapan pelanggannya.

e. Memiliki kesatuan tujuan, yang mengandung makna bahwa seluruh komponen sekolah memiliki kesatuan tujuan yang sama dalam mengembangkan mutu layanan sekolah. Kesatuan tujuan ini secara filosofis dan strategis tertuang dalam visi, misi, dan strategi sekolah dalam mencapai sasaran mutu.

f. Mencari kesalahan dalam sistem dalam upaya mengatasi masalah dan memperbaiki kinerja.

g. Mengembangkan kerja sama tim. Prinsip ini didasarkan kepada keyakinan bahwa kerja sama tim akan dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik daripada bekerja secara individu.

h. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan. Dalam era teknologi informasi dan teknologi tinggi, mesin yang paling penting dalam lingkungan kerja adalah pikiran manusia. Oleh karena itu, belajar terus-menerus dan belajar sepanjang hayat merupakan unsur yang fundamental dalam pengembangan mutu pelayanan sekolah.30

Dalam proses penyusunan perencanaan dan pelaksanaannya, kepala

sekolah sebagai manajer serta guru-guru sebagai pelaksana pengembangan

sasaran mutu, mengembangkan sistem manajemen kualitas yang dapat

diukur dan diperbaiki secara bertahap dan bekesinambungan. Pola

manajemen kualitas tersebut mengacu kepada siklus perencanaan -->

pelaksanaan --> peninjauan --> perbaikan ---> evaluasi --> perbaikan. Secara

skematis, siklus manajemen kualitas tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut.

30 Nasution. Op. Cit. pp. 195-196

43

Page 47: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Gambar 2.1

Manajemen Kualitas dalam Pelayanan Mutu Sekolah31

Pemberdayaan sekolah selalu diarahkan kepada sasaran mutu. Untuk

mencapai hal tersebut diperlukan perubahan-perubahan men-dasar dalam

berbagai dimensi sebagaimana dikemukakan pada gambar di atas.

Perubahan-perubahan ini bukanlah hanya sekedar formalitas yang hanya

berlangsung seketika kemudian berjalan lagi apa adanya, melainkan sebuah

proses yang dinamis dan berkesinambung-an sesuai dengan tuntutan zaman

serta perkembangan demi per-kembangan yang berlangsung di dalam

maupun di luar konteks pendidikan.

Untuk mencapai sasaran mutu sekolah, diperlukan kepaduan yang utuh

secara kohesif dan koherensif setiap dimensi yang ada di dalamnya, baik

dimensi manajemen, dimensi sumber daya manusia, serta dimensi

31 Ibid, p. 198

PerencanaanPenyebarluasan

KebijakanManajemen

Kualitas

Menetapkan Visi, Misi, dan Prinsip-prinsip Kualitas

Mengembangkan Rencana Kualitas 3 –

5 tahun

Mengembangkan Mengembangkan Sasaran dan Tujuan Sasaran dan Tujuan

Kualitas TahunanKualitas Tahunan

Pertemuan antara Tim Perbaikan

Kualitas dan Manajemen

Identifikasi Hubungan

Sebab Akibat

Mengembangkan Rencana Awal Implementasi

Pertemuan antara Tim Perbaikan

Kualitas dan Manajemen

Mengembangkan Rencana Awal Implementasi

Tinjau Ulang Standarisasi Kemajuan

Tinjau Ulang Sasaran dan

Tujuan Kualitas Tahunan

44

Page 48: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

infrastruktur pendidikan yang dilandasi oleh visi dan misi sekolah yang jelas

dan terukur. Keterukuran ini biasanya ditandai dengan indikator-indikator

pencapaian tujuan yang dirumuskan dalam Rencana Pengembangan

Sekolah (RPS) sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi

pengembangan sekolah jangka panjang.

Akhirnya, sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri tingkat

kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah; bersifat adaptif dan

antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif,

gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya); bertanggung jawab

terhadap kinerja sekolah; memiliki kontrol yang kuat terhadap input

manajemen dan sumberdayanya; memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi

kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan prestasi merupakan acuan bagi

penilaiannya. Selanjutnya, bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya,

pada umumnya, memiliki ciri-ciri pekerjaan adalah miliknya, dia bertanggung

jawab, pekerjaannya me-miliki kontribusi, dia tahu posisinya di mana, dia

memiliki kontrol ter-hadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan

bagian hidupnya.

BAB III

45

Page 49: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

METODOLOGI PENELTIAN

A. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendeskripsikan

Pengembangan Kultur Sekolah dalam Membangun Mutu Pelayanan Sekolah

di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur tahun 2007. Sedangkan secara

khusus, penelitian ini akan mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.

1. Aspek yang berpengaruh terhadap

pengembangan kultur sekolah dibatasi pada ruang lingkup manajemen

sekolah serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

2. Komponen sistem sekolah yang berperan

dalam pengembangan kultur sekolah.

3. Aspek-aspek budaya positif yang dapat

dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah.

Berdasarkan ketiga tujuan yang dikembangkan dalam rumusan di

atas, maka kata kunci yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)

pengembangan kultur sekolah, dan (2) peningkatan mutu layanan sekolah.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bertempat di SMP Negeri 3 Karangtengah,

Kabupaten Cianjur. SMP Negeri 3 Karangtengah dianggap sebagai sekolah

46

45

Page 50: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

yang memiliki potensi dalam mengembang-kan kultur sekolah secara

konsisten karena sekolah ini merupakan sekolah yang relatif baru serta

memiliki peluang dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS)

secara bertahap.

Penelitian ini tidak melakukan interverensi apa pun terhadap sekolah

sebagai latar penelitian, tetapi menggali informasi dari sekolah sebagai latar

alamiah.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan berpedoman kepada jadwal yang telah

disusun sebagai berikut ini.

Tabel: 3.1

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Jenis KegiatanPelaksanaan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7

1 Pengajuan Judul X

2 Pengajuan Proposal Penelitian X

3 Seminar Proposal X

4Penyusunan Instrumen Penelitian

X

5 Pengajuan Izin Penelitian X

6Pengumpulan Data/ Pelaksanaan Penelitian

X

7 Pengklasisfikasian Data X

8Analisis dan Interpretasi Data Hasil Penelitian

X

47

Page 51: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

No Jenis KegiatanPelaksanaan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7

9 Penulisan Laporan X

C. Metode Penelitian

Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan bagaimana

penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang bagaimana.

Dalam penelitian tentang ”Pengembangan Kultur Sekolah Dalam

Peningkatan Mutu Layanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah

Kabupaten Cianjur” ini digunakan metode deskriptif. Metode deskriptif

adalah suatu metode penelitian atas kelompok manusia, objek, set kondisi,

sistem pemikiran, ataupun peristiwa sekarang. Penelitian deskriptif

memberikan deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan fenomena yang diselidiki.

Sugiyono32 mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik

satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau

menghubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya. Oleh karena

itu, permasalahan dalam penelitian deskriptif adalah permasalahan yang

berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baik

hanya pada satu variabel atau lebih (variabel yang berdiri sendiri). Jadi,

dalam penelitian ini peneliti tidak membuat perbandingan variabel itu pada

sampel lain, dan mencari hubungan variabel itu dengan variabel lainnya.

32 Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta, 2004), p. 11

48

Page 52: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

D. Unit Analisis

Untuk memperoleh data dan gambaran secara tepat dan mendalam

tentang objek penelitian, maka peneliti memilih unit-unit analisis sebagai

responden dengan mendasarkan kepada posisi jabatan, bidang tugas, serta

fungsi dari tiap-tiap unit analisis yang dipilih.

Berkaitan dengan hal di atas, maka unit analisis yang dipilih pada

penelitian ini adalah kepala sekolah, komite sekolah, dan guru-guru. Kepada

ketiga komponen ini diberikan angket sebagai instrumen penelitian untuk

memperoleh data yang tepat.

E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik-teknik sebagai berikut.

1. Angket

Instrumen angket yang digunakan dalam peneltiian ini me-rupakan

instrumen utama. Penggunaan angket ini dimaksudkan untuk memperoleh

data sesuai dengan indikator-indikator penelitian yang merupakan penjabaran

dari rumusan masalah.

2. Observasi (Obsevation)

Penggunaan teknik observasi bertujuan untuk melengkapi data yang

dikumpulkan melalui angket dengan maksud upaya validasi. Observasi

49

Page 53: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

dilakukan dengan pengamatan langsung dan terus-menerus terhadap

kegiatan setiap unsur sekolah sesuai dengan fokus permasalahan penelitian

yang telah dirumuskan.

3. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data melalui studi dokumentasi bertujuan untuk

melengkapi data dan informasi yang dikumpulkan melalui angket dan

observasi. Data yang dikumpulkan merupakan dokumen dalam bentuk

catatan-catatan, laporan-laporan, arsip, dan atau peristiwa yang terekam dan

berhubungan dengan fokus penelitian.

Data yang bersifat dokumen dalam penelitian ini meliputi

a. dokumen Rencana dan Program Pengembangan Sekolah (RPPS);

b. arsip sekolah yang berkaitan dengan pelaksanaan program-

program sekolah, khususnya administrasi guru mata pelajaran

yang terdiri atas silabus pembelajaran, rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP), pengembang-an materi pembelajaran,

perencanaan evaluasi, serta pencapaian standar ketuntasan

belajar minimum (SKBM);

c. laporan prestasi sekolah yang telah dicapai dalam bidang

akademik maupun non akademik;

d. data prestasi guru; serta

e. dokumen lain yang berkaitan dengan pelaksanaan program

sekolah sesuai dengan kandungan RPPS.

F. Instrumen Penelitian

50

Page 54: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Dalam penelitian ini akan diungkapkan ”Pengembangan Kultur

Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan Sekolah pada SMP Negeri 3

Karangtengah Kabupaten Cianjur tahun 2007”. Untuk mengungkap data

tersebut di atas, digunakan instrumen penelitian berupa angket dalam bentuk

angket terutup, yakni angket yang di dalamnya menyediakan beberapa opsi

jawaban yang dapat dipilih oleh responden. Pemilihan teknik angket tertutup

ini untuk menghindari pembiasan informasi sehingga pembahasan hasil

penelitian tidak meluas.

Secara global, instrumen penelitian disusun dalam bentuk angket

tertutup dengan kisi-kisi instrumen sebagai berikut.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Intrumen Penelitian

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati

IndikatorNomor

Item

Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pengembangan kultur sekolah.

Perencanaan 1. Kepala sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah

1 – 2

2. Kepala sekolah menyusun RAPBS bersama warga sekolah lainnya

3 – 4

3. Kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah

5 – 6

Pelaksanaan program sekolah

4. Kepala sekolah membagi tugas kepada guru-guru dan staf sekolah

7 – 8

5. Setiap komponen sekolah melaksanakan program sekolah

9 – 10

6. Pengembangan inovasi terjadi dalam pelaksanaan program

11 – 12

Pengawasan pelaksanaan

7. Kepala sekolah melakukan pengawasan melekat

13 – 14

51

Page 55: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati

IndikatorNomor

Item

program 8. Setiap komponen sekolah memonitor pelaksanaan program

15

9. Komite sekolah melakukan kontrol pelaksanaan program sekolah

16

Evaluasi program pengembang-an sekolah

10. Evaluasi atas program dilakukan secara berkala

17 – 18

11. Evaluasi dilakukan sebagai langkah perbaikan

19

12. Revisi program dilakukan berdasarkan temuan pada evaluasi

20

Komponen sistem sekolah yang berperan dalam pengembangan kultur sekolah.

Pimpinan sekolah

13. Kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik

21

14. Kepala sekolah menetapkan sasaran mutu sekolah

22 – 23

15. Kepala sekolah merumuskan target pencapaian mutu setiap periode tertentu

24 – 25

Guru-guru 16. Guru memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik

26

17. Guru terlibat dalam merumuskan sasaran pengembangan mutu sekolah

27 – 28

18. Guru menyusun program pengembangan sekolah dan melaksanakannya

29

Siswa 19. Siswa berpartisipasi dalam membentuk kultur sekolah yang baik

30

20. Siswa memiliki budaya berprestasi dalam bidang akademis dan non akademis

31

21. Siswa memiliki kecenderungan dalam menggunakan teknologi

32

Masyarakat 22. Masyarakat mendukung 33

52

Page 56: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati

IndikatorNomor

Item

(Orang tua siswa)

komitmen sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah yang baik.

23. Masyarakat memberikan dukungan nyata dalam pembentukan kultur sekolah yang baik dengan cara mendukung program-program pengembangan mutu sekolah

34

Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah

Pengembang-an nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-karimah

24. Penerapan budaya salam kepada setiap warga sekolah, pembiasaan shalat dzuhur berjamaah, pelaksanaan kegiatan Ramadhan yang bervariasi, pelaksanaan peringatan hari besar Islam, dan penyelenggaraan forum diskusi Islam

35

Pembinaan kesiswaan

25. Penerapan disiplin siswa secara konsisten, pembinaan kepemimpinan (leadership) kepada siswa, pelaksanaan kegiatan kerja sama (team work) melalui aktivitas rutin sekolah seperti MOS, upacara bendera, upacara PHBN, dan sebagainya.

36

Pembinaan kegiatan ekstrakurikuler

26. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler olah raga prestasi

37

27. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler kesenian

38

28. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler organisasi dan keterampilan

39

Peningkatan PBM

29. Penumbuhan komunitas belajar di antara siswa, penumbuhan kegiatan-kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya, pengembangan budaya berprestasi dalam bidang akademik

40

Penciptaan lingkungan yang aman dan nyaman

30. Menumbuhkan budaya bersih lingkungan, pengembangan cinta lingkungan, dan penerapan

41

53

Page 57: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati

IndikatorNomor

Item

budaya tertib dan protektif

Pengembang-an nilai-nilai

31. Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih, menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum

42

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian memiliki kedudukan sangat penting, di

samping merupakan satu bagian yang tidak teripsahkan dari tahap-tahap

lainnya. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

tersedia dari berbagai sumber, yakni dari hasil angket, dokumen sekolah,

serta pengamatan secara langsung.

Teknik analisis data yang digunakan didasarkan kepada konsep Miles

and Hubermann sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono, yakni terdiri atas

reduksi data, penampilan data, serta konklusi dan verifikasi data, dengan

langkah-langkah sebagai berikut.

1. Reduksi Data

Langkah ini merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian

dan penyederhanaan data, teori, dan metode dalam bentuk urian rinci dan

sistematis dalam mengemukakan hal-hal yang dianggap penting.

Tahap reduksi data dilakukan mengingat hasil perolehan data dari

angket yang bersumber dari responden akan beragam dan berjumlah

54

Page 58: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

banyak, sehingga diperlukan pemilahan dan pemilihan pokok-pokok jawaban

yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Proses ini dilakukan agar

dapat diperoleh data temuan penelitian.

2. Display Data

Penampilan data merupakan upaya untuk menyajikan data guna

melihat gambaran baik secara keseluruhan maupun bagian-bagian tertentu

dari sebuah penelitian. Tahap ini dilakukan setelah data yang akurat

diperoleh sebagai bentuk temuan penelitian.

Selanjutnya, data disajikan dalam bentuk matriks, network, chart, atau

grafik sehingga memungkinkan data hasil penelitian tidak tercampur dengan

sejumlah data yang belum diolah.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Tahap pengambilan kesimpulan dan verifikasi dimaksud-kan sebagai

upaya dalam mencari pola, tema, ataupun model dari suatu hal yang sering

muncul shingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang dapat memperjelas

hasil penelitian.

Berdasarkan tahapan proses pengolahan data di atas, pada penelitian

ini dilakukan langkah-langkah tindakan sebagai berikut.

1. Pada tahap reduksi data, dilakukan pengelompokan data berdasarkan

rumusan masalah yang telah ditetapkan. Aspek yang dirumuskan itu

meliputi (a) aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pengembangan

kultur sekolah, (b) komponen sistem sekolah yang berperan dalam

55

Page 59: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

pengembangan kultur sekolah, dan (c) aspek-aspek budaya positif

yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan

sekolah di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Langkah ini diambil

dengan tujuan data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran

hasil penelitian secara lebih akurat dan lengkap sehingga

memudahkan untuk pengolahan lebih lanjut.

2. Pada tahap display data (penampilan data) dilakukan tindakan dan

langkah penyajian data dalam bentuk chart, grafik, tabel matriks, dan

sebagainya tentang semua data yang telah direduksi. Langkah ini

dimaksudkan untuk mempermudah pembacaan data yang diperoleh

pada penelitian.

3. Pada tahap pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Dilakukan langkah

pemilihan dan pemilahan data yang kemudian dihubungkan dengan

topik-topik yang dirumuskan sesuai dengan rumusan masalah

penelitian. Data yang diperoleh ini kemudian diverifikasi ke dalam

bentuk kesimpulan penelitian. Langkah pengambilan kesimpulan inilah

yang selanjutnya menjadi hasil dari penelitian yang telah dilakukan.

BAB IV

56

Page 60: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

HASIL PENELITIAN

Bab ini menyajikan data hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai

dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan. Secara terperinci, data hasil

penelitian ini disajikan sebagai berikut.

A. Profil SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur

SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur berada di Jalan Terusan K. H.

Saleh KM 7, Desa Sukasari, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur.

Sekolah ni berdiri di atas tanah seluas 6.000 meter persegi dengan status

Hak Pakai serta luas bangunan seluruhnya adalah 2.225 meter persegi.

SMP Negeri 3 Karangtengah yang didirikan pada tahun 1997 kini

mempunyai siswa yang berjumlah 758 orang siswa dan terbagi dalam 19

rombongan belajar. Fasilitas prasarana sekolah terdiri atas 19 ruang belajar

siswa masing-masing berukuran 7 x 9 meter persegi, 1 ruang laboratosrium

IPA, 1 ruang perpustakaan, serta 1 ruang keterampilan masing-masing

berukuran 7 x 15 meter persegi.

Pengelolaan pendidikan di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur

dijalankan oleh Bapak R. Hasan Iskandar sebagai Kepala Sekolah dengan

dibantu oleh 21 orang guru tetap (PNS), 6 orang guru bantu, serta 9 orang

guru honor sekolah. Selain itu, tugas-tugas administrasi sekolah dijalankan

57

57

Page 61: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

oleh 3 orang tenaga pelaksana tata usaha tetap (PNS) dan 6 orang tenaga

honorer lainnya.

Visi yang dirumuskan sebagai landasan filosofis sekolah adalah

“Terwujudnya profil lulusan yang bertauhid, berilmu, berakhlakul karimah

guna memelihara harkat dan martabat bangsa” dengan misi-misi sekolah

sebagai berikut.

Meningkatkan pelayanan terbaik dalam mengantarkan para siswa

untuk memiliki kemantapan iman, ilmu dan amal sholeh melalui

pengelolaan pendidikan yang profesional.

Mengkondisikan lingkungan sekolah yang bersih, sehat dan Islami.

Mengupayakan kualitas dan kapabilitas lulusan yang memiliki

keterampilan, prestasi, mandiri, inovatif, kreatif dan bertanggung jawab

sesuai dengan harapan dan tuntutan stake holders.

Menumbuhkembangkan kesadaran mesyarakat dalam upaya

meningkatkan mutu pendidikan.

B. Temuan Penelitian

Hasil penelitian yang disajikan adalah hasil analisis data dan informasi

yang diperoleh melalui angket yang disampaikan kepada kepala sekolah,

guru-guru, dan anggota komite sekolah dari SMP Negeri 3 Karangtengah,

Kabupaten Cianjur. Pemerolehan data dalam penelitian ini dupayakan objektif

dengan menyampaikan sejumlah item pertanyaan dengan disertai opsi

jawaban yang dipilih oleh sebanyak 37 responden.

58

Page 62: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Temuan hasil penelitian ini disajikan berdasarkan urutan permasalahan

dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, dengan mengacu kepada sub-

submasalah serta indikator yang dirumuskan dalam kisi-kisi angket. Agar

hasil penelitian ini dapat dianalisis, maka hasil dari setiap item pertanyaan

akan disajikan dalam bentuk tabulasi yang memuat pertanyaan penelitian,

jumlah pilihan yang diperoleh pada setiap opsi, serta persentase pada setiap

opsi.

1. Aspek yang Dikembangkan dalam Membentuk Kultur

Sekolah

Pada rumusan ini terdapat empat aspek yang diamati, yakni

perencanaan pengembangan sekolah, pelaksanaan program sekolah,

pengawasan pelaksanaan program sekolah, dan evaluasi pelaksanaan

program sekolah. Setiap aspek yang diamati diteliti dengan mengajukan

sejumlah pertanyaan yang hasilnya disajikan berikut ini.

a. Perencanaan Program Pengembangan Sekolah

Untuk mendeskripsikan proses perencanaan pengembangan sekolah

di SMP Negeri 3 Karangtengah, disediakan tiga indikator yang masing-

masing diikuti oleh pertanyaan sebagai berikut.

Indikator 1: Kepala sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah

Pertanyaan Nomor 1

Apakah pada setiap awal tahun pelajaran, kepala sekolah menyusun program kerja tahunan dalam bentuk rencana pengembangan sekolah (RPS)?

Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

59

Page 63: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Opsi F %

a. Selalu 24 64,86

b. Sering 9 24,32

c. Jarang 4 10,82

d. Tidak pernah - -

Jumlah Total 37 100

Analisis

Program kerja tahunan yang berbentuk rencana pengembangan

sekolah seharusnya disusun oleh sekolah sebagai acuan kegiatan yang

dilaksanakan selama tahun pelajaran berjalan. Di SMP Negeri 3

Karangtengah Cianjur, hal tersebut tercermin melalui pilihan 24 orang

responden (64,86 %) dari 37 orang guru yang menyatakan bahwa kepala

sekolah selalu menyusun program kerja tahunan dalam bentuk RPS. 9 orang

guru menyatakan bahwa kepala sekolah sering menyusun RPS, dan 4

responden menyatakan kadang-kadang. Karena mayoritas responden

menyatakan bahwa kepala sekolah selalu menyusun program tahunan dalam

bentuk RPS, maka responden yang memilih opsi kadang-kadang dapat

diabaikan.

Pertanyaan Nomor 2

Jika RPS disusun setiap tahun, apakah kepala sekolah menyusunnya sendiri?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya, dilakukannya sendiri 8 21,63

b. Tidak, meminta bantuan salah seorang guru 5 13,51

60

Page 64: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

c. Tidak, melibatkan seluruh guru dan staf sekolah

24 64,86

Jumlah Total 37 100

Analisis

Dalam menyusun RPS tersebut, kepala sekolah seharusnya

melibatkan seluruh komponen sekolah agar hasil yang diperoleh lebih

mencerminkan pendapat dan keinginan warga sekolah secara keseluruhan.

Dari 37 responden, sebagian besar guru, yakni sebanyak 24 orang (64,86 %)

menyatakan bahwa program tahunan dalam bentuk RPS tersebut disusun

dengan melibatkan seluruh guru dan staf sekolah. Sementara itu, 8

responden (21,63 %) menyatakan bahwa RPS tersebut disusun sendiri oleh

kepala sekolah, dan 5 orang guru (13,51 %) menyatakan bahwa RPS disusun

oleh kepala sekolah dengan dibantu oleh beberapa orang guru.

Indikator 2: Kepala sekolah menyusun RAPBS bersama warga sekolah

lainnya

Pertanyaan Nomor 3

Apakah kepala sekolah menyusun RAPBS dengan salah satu cara berikut ini?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Disusun sebelum awal tahun pelajaran dimulai dan diajukan sendiri kepada Komite Sekolah untuk disetujui.

4 10,81

b. Disusun pada awal tahun pelajaran bersama beberapa orang guru dan staf tata usaha untuk diajukan kepada Komite Sekolah

12 32,43

c. Disusun berdasarkan RPS yang telah disusun sebelum dimulainya awal tahun pelajaran dan dimusyawarahkan bersama Komite Sekolah

21 56,76

Jumlah Total 37 100

61

Page 65: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Analisis:

Langkah selanjutnya dari penyusunan program kegiatan adalah

menyusun RAPBS. Dari 37 responden, sebanyak 21 orang guru (56,76 %)

menyatakan bahwa RAPBS disusun berdasarkan RPS yang telah disusun

sebelum dimulainya awal tahun pelajaran dan dimusyawarah-kan bersama

Komite Sekola. 12 orang guru (32,43 %) menyatakan bahwa RAPBS disusun

pada awal tahun pelajaran bersama beberapa orang guru dan staf tata usaha

untuk diajukan kepada Komite Sekolah, sedangkan 4 orang responden

lainnya menyatakan bahwa RAPBS dibuat sebelum awal tahun pelajaran

dimulai dan diajukan sendiri kepada Komite Sekolah untuk disetujui.

Pertanyaan Nomor 4

Bagaimanakah cara RAPBS disahkan di sekolah Bapak/Ibu?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Kepala sekolah dan Komite Sekolah telah menyepakati isi RAPBS sebelum musyawarah dilakukan dan musyawarah hanya sebagai persyaratan legalitas pengesahan RAPBS.

21 56,76

b. Diajukan oleh Kepala Sekolah kepada masyarakat secara langsung untuk disetujui dan disahkan

4 10,72

c. Diajukan oleh Komite Sekolah kepada masyarakat sebagai amanat yang dititipkan oleh pihak sekolah untuk disetujui

12 32,43

Jumlah Total 37 100

Analisis

Dalam pengesahan RAPBS oleh Komite Sekolah dan Kepala Sekolah,

perlu ditempu cara tertentu agar proses pengesahan ber-langsung objektif

62

Page 66: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

dan tetap menjaga akuntabilitas sekolah. 21 orang guru (58,76 %)

menyatakan bahwa kepala sekolah dan komite sekolah telah menyepakati isi

atau kandungan RAPBS sebelum musyawarah dengan orang tua siswa

secara keseluruhan dimulai sehingga acara musyawarah tersebut hanya

berfungsi sebagai upaya legalisasi pengesahan RAPBS. 4 orang responden

menyatakan bahwa RAPNS tersebut diajukan oleh Kepala Sekolah kepada

masyarakat secara langsung untuk disetujui dan disahkan. Sedangkan 12

orang guru (32,43 %) menyatakan bahwa RAPBS diajukan oleh Komite

Sekolah kepada mastarakat sebagai amanat yang dititipkan oleh pihak

sekolah untuk disetujui.

Indikator 3: Kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah

Pertanyaan Nomor 5

Bagaimana kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Tidak pernah dilakukan karena kegiatan sekolah dari tahun ke tahun sama saja.

4 10,81

b. Mengundang beberapa orang guru dan staf sekolah dan menyampaikan program sekolah secara lisan.

9 24,32

c. Mencetak RPS dan membagikannya kepada seluruh warga sekolah untuk dibaca dan dipelajari.

4 10,81

d. Mengundang seluruh guru dan Komite Sekolah, membagikan program sekolah kepada seluruh peserta rapat, dan mempresentasikan program tersebut secara terbuka

20 54,06

63

Page 67: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Jumlah Total 37 100

Analisis

Program yang disusun oleh kepala sekolah bersama-sama warga

sekolah harus disosialisasikan kepada pihak-pihak terkait agar dapat

diketahui dan dipahami. Langkah sosialisasi ini sangat bergantung kepada

kepala sekolah.

Dari 37 responden, 4 guru (10,81 %) menyatakan bahwa sosialisasi

program sekolah tidak pernah dilakukan karena kegiatan sekolah dari tahun

ke tahun sama saja. 9 guru (24,32 %) menyatakan bahwa sosialisasi program

sekolah dilakukan dengan cara mengundang beberapa orang guru dan staf

sekolah dan menyampaikan program sekolah secara lisan. Selanjutnya, 4

orang guru lainnya menyatakan bahwa sosialisasi program dilakukan dengan

cara mencetak RPS dan membagikannya kepada seluruh warga sekolah

untuk dibaca dan dipelajari.

Sementara itu, sebanyak 20 orang guru (54,06 %) menyatakan bahwa

sosialisasi program sekolah dilakukan dengan cara mengundang seluruh

guru dan Komite Sekolah, membagikan program sekolah kepada seluruh

peserta rapat, dan mempresentasikan program tersebut secara terbuka.

Pertanyaan Nomor 6

Apakah kepala sekolah menerima masukan dari warga sekolah lainnya tentang perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan sekolah?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya, selalu 25 67,57

64

Page 68: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

b. Sering menerima 12 32,43

c. Kadang-kadang menerima 0 0

d. Jarang menerima 0 0

e. Tidak pernah 0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah, kepala sekolah

menerima masukan dan saran dari guru-guru, siswa, staf tata usaha, serta

komite sekolah agar rancangan rencana pengembangan sekolah dapat

memuat berbagai kepentingan yang bermanfaat bagi sekolah. Dari 37

responden, 25 orang guru (67,57 %) menyatakan bahwa kepala sekolah

selalu menerima masukan dari warga sekolah lainnya tentang perencanaan

dan pelaksanaan program pengembangan sekolah, sedangkan 12 orang

responden lainnya (32,42 %) menyatakan bahwa kepala sekolah sering

menerima masukan dan saran.

Kesimpulan Sementara:

Berdasarkan penyajian data di atas dapat disusun kesimpulan

sementara yang mengemukakan bahwa kepala sekolah memiliki kapabilitas

dalam membuat perencanaan pengembangan sekolah serta dapat

mengkoordinasikan berbagai komponen yang ada di sekolah.

b. Pelaksanaan Program Pengembangan Sekolah

Pada aspek ini terdapat tiga indikator dengan enam item pertanyaan

sebagai berikut.

65

Page 69: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Indikator 4: Kepala sekolah membagi tugas kepada guru-guru dan staf

sekolah

Pertanyaan Nomor 7

Apakah Kepala Sekolah melakukan perubahan personal sekolah (PKS urusan Kurikulum, Pembina Siswa, dan sebagainya) pada setiap periode tertentu (misalnya 3 tahun sekali)?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya, selalu 20 54,06

b. Kadang-kadang 12 32,43

c. Tidak pernah. Penentuan PKS adalah wewenang mutlak kepala sekolah

5 13,51

Jumlah Total 37 100

Analisis

Untuk membangun kultur sekolah yang dinamis dan kondusif, kepala

sekolah harus selalu berani melakukan perubahan-perubahan dalam

berbagai bidang garapan di sekolah secara proporsional dan sehat.

Perubahan struktur organisasi sekolah, perubahan personal pembantu kepala

sekolah, serta perubahan-perubahan lainnya.

Pada konteks ini, 20 orang responden menyatakan bahwa kepala

sekolah selalu melakukan perubahan personal sekolah secara periodik.

Perubahan ini diharapkan akan mampu meningkatkan efektivitas dan

produktivitas sekolah dalam mencapai sasaran pendidikan.

Pertanyaan Nomor 8:

Apakah kepala sekolah membentuk kelompok-kelompok kerja tertentu bagi setiap kegiatan sekolah yang bersifat khusus (misalnya Tim Pengembang Kurikulum Sekolah, Tim Pelaksana Peningkatan Sekolah/MPMBS, Tim

66

Page 70: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pembangunan Fisik Sekolah, dan lain-lain) serta memberikan kesempatan kepada semua personal sekolah secara bergiliran?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya, selalu. Dilakukan secara bertahap. 23 62,16

b. Tidak pernah. Kelompok kerja selalu dipilih dari kelompok guru tertentu dan tidak merata

14 37,84

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Sebanyak 23 orang dari 37 responden (62,16 %) menyatakan bahwa

kepala sekolah selalu membentuk kelompok-kelompok kerja tertentu bagi

setiap kegiatan sekolah yang bersifat khusus (misalnya Tim Pengembang

Kurikulum Sekolah, Tim Pelaksana Peningkatan Sekolah/MPMBS, Tim

Pembangunan Fisik Sekolah, dan lain-lain) serta memberikan kesempatan

kepada semua personal sekolah secara bergiliran. Kondisi seperti ini akan

sangat mendukung pengembangan kultur sekolah yang baik dan

menyenangkan bagi semua pihak. Meskipun demikian, sebanyak 14 orang

responden (37,84 %) menyata-kan bahwa kepala sekolah tidak pernah

membentuk kelompok kerja tertentu karena biasanya yang masuk ke dalam

kelompok kerja adalah orang-orang itu juga setiap tahun.

Indikator 5: Setiap komponen sekolah melaksanakan program sekolah

Pertanyaan Nomor 9:

Meskipun penentuan staf sekolah adalah wewenang kepala sekolah, apakah kepala sekolah memberikan kesempatan kepada seluruh warga sekolah (yang dianggap berkompeten dan berdedikasi tinggi) untuk dipilih dan memilih staf sekolah dengan memperhatikan kepentingan peningkatan mutu sekolah?

Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

67

Page 71: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Opsi F %

a. Ya, dilakukan secara periodik dan dipilih pada rapat khusus pembagian tugas.

24 64,86

b. Ya, dilakukan secara periodik dan ditetapkan oleh kepala sekolah berdasarkan pengajuan warga sekolah.

13 35,14

c. Tidak pernah. 0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Sebanyak 24 orang dari 37 responden (64,86 %) guru menyata-kan

bahwa kepala sekolah selalu memberikan kesempatan kepada seluruh warga

sekolah yang dianggap berkompeten dan berdedikasi tinggi untuk dipilih dan

memilih staf sekolah dengan memperhatikan kepentingan peningkatan mutu

sekolah. Akan tetapi, 13 responden lainnya mengemukakan bahwa

penetapan staf pembantu kepala sekolah dilakukan sendiri oleh kepala

sekolah berdasarkan pengajuan warga sekolah, karena penunjukan para

pembantu kepala sekolah merupakan wewenang kepala sekolah.

Pertanyaan Nomor 10:

Apakah seluruh warga sekolah dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan rencana pengembangan mutu secara efektif, efisien dan produktif meskipun kepala sekolah tidak berada di tempat?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya, seluruh warga sekolah bekerja dengan baik meskipun tidak ada kepala sekolah.

21 56,76

b. Lebih dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada

16 43,24

c. Kurang dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada

0 0

d. Warga sekolah tidak bekerja dengan baik 0 0

68

Page 72: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

ketika kepala sekolah tidak ada

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Ketika kepala sekolah tidak berada di tempat, seluruh guru dan staf sekolah

tetap melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan yang telah digariskan. Hal ini

dikemukakan oleh sebanyak 21 responden dari 37 orang guru (56,76 %), sedangkan

16 guru lain menyatakan bahwa ketika kepala sekolah tidak ada, lebih dari 50 %

guru tetap melaksana-kan tugasnya sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya.

Indikator 6: Pengembangan inovasi terjadi dalam pelaksanaan program

Pertanyaan Nomor 11:

Ketika Bapak/Ibu melaksanakan tugas mengajar, kemudian ternyata situasi pembelajaran menjadi lesu dan tidak bergairah. Apakah yang biasanya Bapak/Ibu lakukan?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Melanjutkan pembelajaran apa adanya meski-pun dalam suasana lesu kurang bergairah.

3 8,11

b. Memberikan tugas untuk mengerjakan sesuatu kepada siswa dan meninggalkan mereka ke kantor

0 0

c. Berusaha memotivasi siswa untuk bergairah dengan menyajikan berbagai cerita yang relevan

14 37,84

d. Mengganti model pembelajaran seketika yang lebih sesuai dengan kondisi pembelajaran saat itu

20 54,05

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Proses pembelajaran tidak selamanya dinamis dan bergairah. Ada

saat-saat tertentu ketika siswa sudah tidak menampakkan lagi semangat

69

Page 73: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

belajar yang tinggi dan mengikuti kegiatan pembelajaran apa adanya. Guru

yang baik akan berusaha membangkitkan motivasi dan semangat siswa yang

lesu tadi dengan ebrbagai cara. 20 orang guru (54,05 %) menyatakan bahwa

mereka biasanya mengganti model pembelajaran seketika dengan yang lebih

sesuai dengan kondisi pembelajaran saat itu sehingga kelas menjadi

bergairah kembali. 14 orang gur (37,84 %) menyatakan bahwa mereka

berusaha memotivasi siswa untuk bergairah kembali dengan menyajikan

cerita-cerita segar yang sesuai dengan tingkat pemahaman anak-anak.

Pertanyaan Nomor 12:

Menurut Bapak/Ibu, apakah inovasi dan impriovisasi dalam bekerja perlu dilakukan?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Tidak. Sebaiknya kita bekerja sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk teknis (JUKNIS) yang telah ditetapkan.

0 0

b. Sekali-sekali boleh, untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas bekerja.

0 0

c. Sangat perlu, karena dalam inovasi dan improvisasi selalu terdapat dinamika kerja yang menggairahkan

37 100

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Seluruh responden (37 orang atau 100 %) sepakat menyatakan bahwa

inovasi dan impriovisasi dalam bekerja perlu dilakukan. Seluruh responden

menyatakan bahwa dalam inovasi dan improviasai selalu terdapat dinamika

kerja yang menggairahkan.

Kesimpulan Sementara:

70

Page 74: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Dalam aspek pelaksanaan program pengembangan sekolah, semua

komponen sekolah melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif sesuai

dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Para guru dan staf tata usaha bekerja

hanya karena ada kepala sekolah, tetapi ketika kepala sekolah tidak ada pun

mereka tetap melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya selaku guru yang

memberikan pelayanan kepada siswa. Di sisi lain, guru selalu berusaha

merangsang siswa agar bergairah dalam belajar dengan berbagai cara

dengan fleksibel. Inovasi dan improvisasi dilakukan dalam rangka

menumbuhkan dinamika pembelajaran.

c. Pengawasan Pelaksanaan Program Sekolah

Pada aspek pengawasan pelaksanaan program sekolah ini terdapat

tiga indikator sebagai alat pengukur dengan masing-masing disertai

pertanyaan sebagai berikut.

Indikator 7: Kepala sekolah melakukan pengawasan melekat

Pertanyaan Nomor 13:

Dalam pelaksanaan program peningkatan mutu, apakah kepala sekolah melakukan pengawasan secara melekat?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya. Selalu 0 0

b. Ya, tapi tidak terlalu ketat. 37 100

c. Sama sekali tidak 0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

71

Page 75: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Seluruh responden guru menyatakan bahwa dalam pelaksanaan

program pengembangan sekolah, kepala sekolah menerapkan pengawasan

melekat kepada seluruh komponen sekolah tetapi tidak secara kaku sehingga

setiap guru merasa nyaman bekerja dalam situasi tidak di bawah tekanan.

Pertanyaan Nomor 14

Kepala sekolah melakukan monitoring secara berkala atas pelaksanaan program pengembangan mutu. Kegiatan monitoring ini dilakukan ….

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Setiap minggu 0 0

b. Setiap awal bulan 8 21,62

c. Setiap triwulan 4 10,81

d. Setiap semester 25 67,57

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Kepala sekolah melakukan monitoring secara berkala atas

pelaksanaan program pengembangan mutu sekolah. Kegiatan monitoring ini

menurut para guru dilakukan setiap awal bulan (dikemukakan oleh 8

responden, atau 21,62 %), pada setiap triwulan (dikemukakan oleh 4 orang

guru, atau 10,81 %), dan setiap semester (dikemukakan oleh 25 orang guru,

atau 67,57 %). Monitoring yang dilakukan oleh kepala sekolah ini ditafsirkan

oleh para guru sebagai kunjungan supervisi dan pembinaan ke dalam kelas

yang dilakukan setiap satu semester.

72

Page 76: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Indikator 8: Setiap komponen sekolah memonitor pelaksanaan program

Pertanyaan Nomor 15:

Dalam melaksanakan monitoring pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu, monitoring juga dilakukan oleh ….

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Wakil kepala sekolah 12 32,43

b. Staf kepala sekolah yang ditunjuk (Misalnya, PKS Urusan Kurikulum)

12 32,43

c. Kelompok guru senior yang dipercayai 0 0

d. Semua komponen sekolah melakukan monitoring sesuai dengan fungsinya

13 35,14

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Selain oleh kepala sekolah sendiri, monitoring pelaksanaan kegiatan

pengembangan mutu dilakukan juga oleh wakil kepala sekolah (dinyatakan

oleh 12 orang responden, atau 32,42 %), oleh staf kepala sekolah yang

ditunjuk (dinyatakan oleh 12 orang responden). Meskipun demikian, 13 orang

guru lainnya (35,14 %) menyatakan bahwa monitoring sesungguhnya

dilaksanakan pula oleh seluruh komponen sekolah sesuai dengan fungsinya.

Indikator 9: Komite sekolah melakukan kontrol pelaksanaan program sekolah

Pertanyaan Nomor 16:

Sebagai Controlling Agency, Komite Sekolah juga seharusnya melakukan monitoring pelaksanaan program peningkatan mutu di sekolah. Apakah fungsi Komite Sekolah tersebut dijalankan dengan benar?

Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

73

Page 77: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Opsi F %

a. Ya. Monitoring Komite Sekolah dilakukan sesuai dengan fungsinya.

8 21,62

b. Kadang-kadang memantau pelaksanaan program.

24 64,86

c. Staf Komite Sekolah datang ke sekolah tapi tidak pernah memantau pelaksanaan program peningkatan mutu.

5 13,52

d. Komite sekolah tidak pernah hadir di sekolah selain pada saat musyawarah RAPBS

0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Komite sekolah memiliki fungsi sebagai badan pengawas pelaksanaan

pengembangan mutu di sekolah. Menurut 8 responden (21,62 %), komite

sekolah telah melakukan monitoring terhadap pelaksanaan program

peningkatan mutu di sekolah. 24 responden lainnya (64,86 %) menyatakan

bahwa komite sekolah kadang-kadang saja memantau pelaksanaan program

peningkatan mutu sekolah, sedangkan 5 orang guru (13,52 %) menyatakan

bahwa staf komite sekolah datang ke sekolah tetapi tidak pernah memantau

pelaksanaan program peningkatan mutu.

Berdasarkan penyajian data di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengawasan pelaksanaan program peningkatan mutu di SMP Negeri 3

Karangtengah Cianjur sudah berjalan sesuai dengan fungsinya. Semua

komponen sekolah melaksanakan pengawasan terhadap jalannya pe-

ngembangan mutu sekolah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Komite

74

Page 78: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

sekolah juga melakukan fungsinya dengan mengawasi pelaksanaan program

peningkatan mutu sekolah sesuai dengan kapasitasnya.

d. Evaluasi Pelaksanaan Program Pengembangan Sekolah

Pada aspek evaluasi pelaksanaan program pengembangan sekolah

terdapat tiga indikator dan empat item pertanyaan yang diaju-kan kepada

para responden sehingga diperoleh data sebagai berikut.

Indikator 10: Evaluasi atas program dilakukan secara berkala

Pertanyaan Nomor 17:

Apakah program-program kegiatan sekolah yang dilaksanakan dievaluasi?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya, selalu 21 56,76

b. Kadang-kadang dievaluasi 16 43,24

c. Lebih sering tidak pernah dievaluasi 0 0

d. Tidak pernah 0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Program-program kegiatan sekolah yang dilaksanakan oleh sekolah

selalu dievaluasi. Pendapat ini dinyatakan oleh 21 orang responden (56,76

%). Sebaliknya, 16 guru lainnya (43,24 %) menyata-kan bahwa program

kegiatan peningkatan mutu yang dilaksanakan di sekolah kadang-kadang

saja dievaluasi. Pada konteks ini, ada sebagian guru yang masih berpikir

sempit mengenai makna evaluasi dalam sebuah kegiatan sehingga kagiatan

evaluasi di sini hanya dilakukan ketika suatu program menemui kegagalan.

75

Page 79: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pertanyaan Nomor 18:

Jika dilakukan evaluasi kegiatan, apakah evaluasi dilakukan secara berkala?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya. Evaluasi kinerja dan hasil tidak dilakukan hanya pada akhir program saja, tapi juga di tengah-tengah program sebagai kontrol kualitas.

16 43,24

b. Ya. Evaluasi dilakukan setiap akhir program berjalan

21 57,76

Jumlah Total 37 100

Analisis:

21 responden (57,76 %) menyatakan bahwa evaluasi program

peningkatan mutu serta program-program lainnya yang dilaksanakan di

sekolah dilakukan pada setiap akhir program berjalan. Meskipun demikian, 16

responden (43,24 %) menyatakan bahwa evaluasi kinerja dan hasil tidak

hanya dilakukan pada akhir program saja, tetapi juga di tengah-tengah

program sebagai kontrol kualitas. Data di atas menunjuk-kan bahwa

kegiatan-kegiatan sekolah yang dilakukan selalu diakhir dengan evaluasi.

Adapun ada bentuk evaluasi di tengah-tengah program berjalan, hal tersebut

dapat digolongkan ke dalam bentuk monitoring terpadu.

Indikator 11: Evaluasi dilakukan sebagai langkah perbaikan

Pertanyaan Nomor 19:

Hasil evaluasi biasanya digunakan untuk apa?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

76

Page 80: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

a. Sebagai bahan masukan bagi perbaikan program di masa mendatang.

29 78,38

b. Sebagai bahan kajian untuk dokumentasi. 8 21,62

c. Disimpan saja 0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Sebanyak 29 responden (78,39 %) menyatakan bahwa hasil evaluasi

biasanya digunakan sebagai bahan masukan bagi perbaikan dan

pengembangan program di masa mendatang jika akan ada lagi program

serupa. Sementara itu, 8 responden lainnya (21,62 %) menyatakan bahwa

hasil evaluasi digunakan sebagai bahan kajian untuk didokumentasikan.

Indikator 12: Revisi program dilakukan berdasarkan temuan pada evaluasi

Pertanyaan Nomor 20:

Apakah kepala sekolah melakukan koreksi atas hal-hal yang bersifat mis-information pada program dan pelaksanaannya serta mempublikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya, selalu dilakukan demikian. 16 43,24

b. Kadang-kadang dilakukan seperti itu 21 56,76

c. Dibiarkan saja berjalan karena kesalahan itu akan diperbaiki sambil berjalan

0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Dalam pelaksanaan program kegiatan ada kalanya terjadi kesalahan-

kesalahan kecil yang bersifat misinformation atau salah persepsi dalam

77

Page 81: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

program dan atau pada pelaksanaannya. Pada kasus seperti ini, kepala

sekolah segera melakukan koreksi untuk memper-baiki kesalahan-kesalahan

kecil tersebut dan mempublikasikannya kepada pihak-pihak terkait yang

berkepentingan.

Dari 37 responden guru, sebanyak 16 orang (43,24 %) menyata-kan

bahwa kepala sekolah selalu melakukan koreksi apabila terjadi kesalahan

pada program maupun pelaksanaannya, serta berusaha

mempublikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sementara

itu, 21 orang responden (56,76 %) menyatakan bahwa kepala sekolah

kadang-kadang saja melakukan koreksi.

Kesimpulan

Berdasarkan sajian data yang ditampilkan di atas, dapat disusun

kesimpuan tentang aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pem-bentukan

kultur sekolah sebagaimana terurai berikut ini.

Aspek-aspek perencanaan yang baik dan mengedepankan ke-

bersamaan serta langkah-langkah penyusunan yang benar, pelaksana-an

program pengembangan sekolah yang konsisten terhadap program yang

telah dirumuskan, pengawasan atau kontrol yang objektif dan

berkeisinambungan, serta evaluasi program yang mengacu kepada program

serta diarahkan demi perbaikan pengembangan sekolah akan melahirkan

iklim kerja yang kondusif. Iklim kerja inilah yang kemudian akan berpengaruh

terhadap kultur sekolah yang berorientasi kepada mutu.

78

Page 82: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Apabila guru sudah berorientasi kepada mutu dan peningkatan mutu

dalam arah kinerjanya, maka dengan sendirinya hal ini akan berpengaruh

kepada siswa serta komponen-komponen lainnya. Oleh sebab itu, penataan

komponen-komponen manajemen yang baik akan berdampak kepada

pembentukan kultur sekolah yang baik pula.

2. Komponen yang Berperan dalam Pengembangan Kultur

Sekolah

Ada empat komponen yang diduga berperan dalam pengem-bangan

kultur sekolah yang kondusif di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur.

Komponen-komponen tersebut dianggap paling dominan dan menentukan

pengembangan iklim dan kultur sekolah. Keempat kom-ponen tersebut

meliputi pimpinan sekolah, guru-guru, siswa, dan orang tua siswa. Masing-

masing komponen ini diteliti dengan mengajukan sebanyak 14 pertanyaan

dengan pilihan jawaban masing-masing sesuai dengan indikator yang

dirumuskan.

a. Komponen Pimpinan Sekolah

Ada tiga indikator yang digunakan untuk melihat bagaimana komponen

pimpinan sekolah membentuk kultur sekolah yang kondusif. Pada komponen

ini diajukan 5 (lima) pertanyaan kepada responden dengan hasil sebagai

berikut.

Indikator 13: Kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan

kultur sekolah yang baik

79

Page 83: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pertanyaan Nomor 21:

Apakah kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya 25 67,57

b. Kadang-kadang 9 24,32

c. Tidak pernah 0 0

Jumlah Total 34 91,89

Analisis:

Komitmen merupakan landasan bagi setiap orang dalam

melaksanakan sesuatu kegiatan guna mencapai target atau tujuan akhir.

Penciptaan kultur sekolah yang baik tidak mungkin dapat terwujud tanpa

adanya komitmen dari unsur-unsur yang terlibat di dalamnya.

Sebanyak 25 responden (67,57 %) menyatakan bahwa kepala sekolah

memiliki komitmen yang baik terhadap terciptanya kultur sekolah yang

kondusif di SMP Negeri 3 Karangtengah. Sementara itu 9 responden lainya

(24,32 %) menyatakan kadnag-kadnag saja komitmen kepala sekolah

tersebut muncul dan diperbincangkan, sedangkan sebanyak 3 orang

responden tidak memberikan pilihan.

Indikator 14: Kepala sekolah menetapkan sasaran mutu sekolah

Pertanyaan Nomor 22:

Apakah kepala sekolah merumuskan tujuan pengembangan sekolah dalam bentuk sasaran-sasaran mutu yang jelas dan spesifik?

Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

80

Page 84: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Opsi F %

a. Ya, selalu 32 86,49

b. Samar-samar, karena kadang-kadang program sekolah bisa berubah di tengah jalan

5 13,51

c. Tidak. Tujuan pengembangan sekolah dirumuskan secara global saja

0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

32 orang responden (86,49 %) menyatakan bahwa kepala sekolah

selalu merumuskan tujuan pengembangan sekolah dalam bentuk sasaran-

sasaran mutu yang jelas dan spesifik, sedangkan 5 responden lainnya

menyatakan samar-samar, karena kadang-kadang program sekolah bisa

berubah di tengah jalan jika kondisi tidak memungkinkan.

Pertanyaan Nomor 23:

Apakah rumusan tujuan pengembangan sekolah yang disusun memiliki daya ramal ke depan sesuai dengan perkembangan zaman?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Sebaiknya seperti itu 32 86,49

b. Tidak memiliki daya ramal 1 2,70

c. Tidak tahu 4 10,81

Jumlah Total 37 100

Analisis:

81

Page 85: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

32 orang responden (86,49 %) menyatakan bahwa rumusan

pengembangan sekolah yang disusun sebaiknya memiliki daya ramal ke

depan sesuai dengan perkembangan zaman. Sedangkan pilihan lainnya

dapat diabaikan.

Indikator 15: Kepala sekolah merumuskan target pencapaian mutu setiap

periode tertentu

Pertanyaan Nomor 24:

Bagaimanakah cara kepala sekolah menetapkan sasaran pengembangan mutu sekolah?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Dirumuskan begitu saja sesuai dengan kebutuhan sekolah.

16 43,24

b. Dilakukan analisis SWOT sehingga sasaran pengembangan mutu menjadi lebih realistis

17 45,95

c. Menggunakan perkiraan-perkiraan kebutuhan yang tidak jelas arahnya

0 0

Jumlah Total 33 89,19

Analisis:

Cara kepala sekolah menetapkan sasaran pengembangan mutu

sekolah dilakukan dan dirumuskan begitu saja sesuai dengan kebutuh-an

sekolah. Hal ini dikemukakan oleh 16 responden (43,24 %), sedang-kan 17

responden lainnya (45,95 %) menyatakan bahwa perumusan sasaran

pengembangan mutu sekolah dilakukan melalui analisis SWOT sehingga

sasaran pengembangan mutu sekolah menjadi lebih realistis. Sementara itu 4

responden lainnya tidak memilih.

Pertanyaan Nomor 25:

82

Page 86: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Apakah kepala sekolah memberikan target berupa peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi dalam tujuan situasional pengembangan sekolah?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya. Hal itu dirumuskan dengan jelas dalam RPS. 24 64,86

b. Ya, tetapi tidak dirumuskan dengan jelas 8 21,62

c. Kadang-kadang ada target 5 13,52

d. Tidak pernah memberikan target secara khusus 0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis

Sebanyak 24 responden menyatakan bahwa kepala sekolah

memberikan target berupa peningkatan kualitas, efektivitas, produktivi-tas,

maupun efisiensi dalam tujuan situasional pengembangan sekolah yang

dirumuskan dengan jelas dalam rencana pengembangan sekolah (RPS),

sedangkan 8 responden menyatakan bahwa rumusan dalam RPS tidak jelas.

Kesimpulan Sementara

Berdasarkan tampilan data di atas dapat ditarik kesimpulan sementara

bahwa kepala sekolah sebagai komponen yang secara langsung membentuk

kultur sekolah ternyata telah memiliki persyaratan yang diperlukan. Tiga hal

yang menjadi karakteristik kepala sekolah yang memiliki peluang

menciptakan kultur sekolah yang baik, yakni komitmen kepala sekolah

terhadap pembentukan kultur sekolah, kemampuan kepala sekolah dalam

merumuskan sasaran mutu yang jelas dan realistis, serta rumusan target

pencapaian mutu yang jelas pada setiap periode tertentu.

b. Komponen Guru-guru

83

Page 87: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pada komponen guru-guru ini disusun 3 (tiga) indikator dengan 4

(empat) pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan hasil sebagai

berikut.

Indikator 16: Guru memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur

sekolah yang baik

Pertanyaan Nomor 26:

Apakah Bapak/Ibu selaku guru memiliki komitmen kuat dalam membentuk kultur sekolah yang baik?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya. Saya memiliki komitmen sungguh-sungguh dalam pembentukan kultur sekolah yang baik.

34 91,89

b. Tidak perlu membentuk kultur sekolah tertentu jika sekolah berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang baku dari pemerintah

3 8,11

c. Saya tidak pernah memiliki komitmen apa pun 0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Hampir seluruh guru (34 orang atau 91,89 %) guru memiliki komitmen

yang kuat dan sungguh-sungguh dalam membentuk kultur sekolah yang baik.

Komitmen ini merupakan modal utama dalam pengembangan kultur sekolah.

Indikator 17: Guru terlibat dalam merumuskan sasaran pengembangan mutu

sekolah

Pertanyaan Nomor 27:

Apakah Bapak/Ibu terlibat dalam menyusun rumusan sasaran dan target pengembangan mutu sekolah dalam bentuk program kegiatan sekolah?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

84

Page 88: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

a. Ya. Selalu dilibatkan 20 54,05

b. Kadang-kadang saya terlibat juga. 8 21,62

c. Sangat jarang guru terlibat dalam penyusunan program sekolah

4 10,81

d. Guru biasanya tidak pernah dilibatkan dalam menyusun program sekolah

5 13,52

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Dalam penyusunan rumusan sasaran dan target peningkatan mutu

sekolah, 20 orang responden guru (54,05 %) menyatakan selalu dilibatkan

secara aktif, sedangkan 8 orang (21,62 %) menyatakan kadang-kadang saja

dilibatkan. Sementara itu, masing-masing 4 responden dan 5 responden

menyatakan bahwa mereka jarang dan tidak pernah dilibatkan dalam

perumusan sasaran pengembangan sekolah.

Pertanyaan Nomor 28:

Dalam menentukan arah pencapaian kualitas sekolah, apakah Bapak/Ibu diberi peluang untuk memberikan masukan dan saran bagi pengembangan sekolah?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya, semua guru selalu diberi kesempatan yang sama untuk memberikan masukan dan saran bagi peningkatan kualitas sekolah.

29 78,38

b. Hanya sebagian guru saja yang memperoleh kesempatan untuk memberikan masukan dan saran

8 21,62

c. Tidak pernah terjadi guru memberikan masukan atau saran bagi pengembangan kualitas sekolah

0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

85

Page 89: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Dalam menentukan arah pencapaian kualitas sekolah, semua guru

diberi peluang yang sama untuk memberikan masukan dan saran bagi

peningkatan kualitas sekolah. Pernyataan ini dikemukakan oleh 29

responden (78,38 %) dari jumlah responden seluruhnya 37 orang. Sementara

itu, 8 responden lainnya menyatakan bahwa hanya sebagian guru saja yang

memperoleh kesempatan untuk memberikan masukan dan saran bagi

peningkatan mutu sekolah.

Indikator 18: Guru menyusun program pengembangan sekolah dan

melaksanakannya

Pertanyaan Nomor 29:

Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu memiliki tugas dan tanggung jawab menyusun perencanaan pengembangan kualitas sekolah?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya. Perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah program peningkatan mutu sekolah jika dikelola dengan benar.

36 97,30

b. Tidak. Perencanaan pengembangan kualitas sekolah seharusnya menjadi tugas kepala sekolah

0 0

Jumlah Total 36 97,30

Analisis:

Hampir seluruh guru (36 dari 37 responden) memiliki pandangan

bahwa perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah program

peningkatan mutu sekolah jika dikelola secara baik dan benar. Data ini

menunjukkan bahwa tingkat kesadaran guru SMP Negeri 3 Karangtengah

86

Page 90: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Cianjur atas pengembangan kualitas sekolah melalui pembelajaran yang baik

dan benar sudah berada pada batas yang maksimal.

Kesimpulan Sementara

Sebagaimana kepala sekolah, tiga faktor utama dalam diri guru-guru

akan menentukan pembentukan kultur sekolah. Ketiga faktor tersebut adalah

komitmen guru-guru terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik,

keterlibatan guru dalam merumuskan tujuan-tujuan situasional sekolah

secara jelas dan tegas, serta keterlibatan langsung guru dalam membuat

perencanaan pembelajaran yang berkualitas yang akan diterapkan secara

konsisten kepada para siswa.

c. Komponen Para Siswa

Pada komponen siswa dilihat melalui tiga indikator dan tiga pertanyaan

yang diajukan kepada para responden dengan hasil sebagai berikut.

Indikator 19: Siswa berpartisipasi dalam membentuk kultur sekolah yang

baik

Pertanyaan Nomor 30:

Menurut Bapak/Ibu, apakah para siswa turut menentukan pembentukan kultur sekolah yang baik?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya. Tentu saja, karena siswa juga warga sekolah.

32 86,49

b. Tidak. Sikap siswa dibentuk sepenuhnya oleh instruksi guru.

0 0

c. Tidak. Siswa akan dengan sendirinya ikut 4 10,81

87

Page 91: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

dalam situasi yang berlangsung

Jumlah Total 36 97,30

Analisis

Sebagai salah satu komponen pembentuk kultur sekolah, siswa

memiliki peran yang tidak sedikit. Akan tetapi, banyak orang menduga bahwa

karakter siswa di sekolah dapat dibentuk oleh kondisi guru.

32 responden (86,49 %) menyatakan bahwa siswa merupakan salah

satu komponen yang turut menentukan pembentukan kultur sekolah yang

baik. Sikap siswa tidak dapat dibentuk sepenuhnya oleh instruksi guru dan

peraturan sekolah.

Sementara itu, 4 respoden menyatakan bahwa siswa akan dengan

sendirinya ikut dalam situasi yang berlangsung sehingga dianggap bukan

sebagai komponen yang menentukan.

Indikator 20: Siswa memiliki budaya berprestasi dalam bidang akademis dan

non akademis

Pertanyaan Nomor 31:

Apakah selama ini siswa-siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki budaya berprestasi?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya. Dalam bidang akademis dan non akademis

33 89,19

b. Ya. Hanya dalam bidang akademis saja. 0 0

c. Ya. Hanya dalam bidang non akademis saja. 4 10,81

d. Tidak. 0 0

88

Page 92: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Berdasarkan pendapat 33 orang responden (89,19 %) bahwa selama

ini siswa SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur memiliki budaya berprestasi

dalam bidang akademis maupun non akademis.

Indikator 21: Siswa memiliki kecenderungan dalam menggunakan teknologi

Pertanyaan Nomor 32

Apakah para siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki kecenderungan menggunakan teknologi tinggi (misalnya, komputer, internet)?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Ya. Hampir semua siswa mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet.

8 21,62

b. Hanya sedikit saja siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet

29 78,38

c. Tidak ada satu pun siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet

0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Siswa yang memiliki budaya berprestasi adalah siswa yang tidak

gagap teknologi dan selalu berusaha mencari informasi melalui berbagai

media, termasuk teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan

pengamatan 29 responden (78,38 %), siswa SMP Negeri 3 Karangtengah

Cianjur belum memiliki kecenderungan dalam penggunaan teknologi tinggi

seperti internet dan komputer. Hanya sedikit saja siswa yang mampu

89

Page 93: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

menggunakan teknologi komputer dan akses internet sedangkan selebihnya

sama sekali belum memahami dengan benar.

Kesimpulan Sementara

Kecuali kemampuan dan keterbiasaan siswa dalam mengguna-kan

teknologi tinggi, pada umumnya siswa SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur

memiliki kemungkinan untuk berkembang dan menjadi penentu terbentuknya

kultur sekolah yang kondusif dan baik. Siswa turut bepartisipasi aktif dalam

mewujudkan kultur sekolah yang baik melalui pemenuhan tugasnya sebagai

siswa secara menyeluruh. Di samping itu, para siswa juga memiliki

kecenderungan untuk mengembangkan budaya berprestasi dalam bidang

akademis maupun non akademis.

d. Komponen Orang Tua Siswa

Ada dua indikator dan dua pertanyaan yang diajukan kepada para

responden pada komponen orang tua siswa ini. Kedua indikator ini dianggap

cukup mewakili mengingat peran orang tua siswa merupakan komponen

pendukung dalam pengembangan kultur sekolah. Hasil yang diperoleh dari

penelitian adalah sebagai berkut.

Indikator 22: Masyarakat mendukung komitmen sekolah dalam me-

ngembangkan kultur sekolah yang baik.

Pertanyaan Nomor 33:

Apakah masyarakat di sekitar sekolah, terutama para orang tua siswa, mendukung setiap program yang diajukan oleh sekolah demi peningkatan

90

Page 94: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

mutu di sekolah Bapak/Ibu?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Orang tua siswa selalu mendukung program sekolah yang diajukan.

7 18,92

b. Pada umumnya masyarakat orang tua siswa mendukung.

30 81,08

c. Hanya sebagian kecil saja orang tua siswa yang memberikan dukungan.

0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Sebanyak 30 responden (81,08 %) menyatakan bahwa pada

umumnya para orang tua siswa memberikan dukungan terhadap setiap

program yang digulirkan oleh sekolah demi peningkatanb mutu. Sedangkan 7

responden lain berkeyakinan bahwa pada umumnya orang tua siswa selalu

mendukung program-program sekolah.

Indikator 23: Masyarakat memberikan dukungan nyata dalam pem-bentukan

kultur sekolah yang baik dengan cara men-dukung program-

program pengembangan mutu sekolah

Pertanyaan Nomor 34:

Bagaimanakah bentuk dukungan nyata yang diberikan masyarakat dan orang tua siswa terhadap program peningkatan mutu di sekolah Bapak/Ibu?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Orang tua mengikutsertakan anak-anaknya dalam setiap program pengembangan kualitas sekolah beserta segala konsekuensinya.

8 21,62

b. Sebagian orang tua berpartisipasi meskipun secara material terbebani.

4 10,81

c. Orang tua hanya mau berpartisipasi jika 25 67,57

91

Page 95: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

secara material tidak membebani mereka

d. Tidak ada orang tua yang mau berpartisipasi. 0 0

Jumlah Total 37 100

Analisis:

Ada kecenderungan para orang tua takut mengeluarkan biaya bagi

pendidikan anak-anaknya. Setiap dikomunikasikan adanya pro-gram sekolah

yang baru, para orang tua siswa menyatakan hanya mau berpartisipasi jika

secara material tidak membebani mereka. Pandangan ini dikemukakan oleh

25 orang responden (67,57 %) dari 37 responden guru. Sedangkan 12

responden lainnya memiliki pandangan bahwa orang tua mau berpartisipasi

meskipun secara material terbebani.

Kesimpulan

Berdasarkan sajian data yang dipaparkan di ata dapat disimpul-kan

bahwa komponen-komponen sekolah yang terdiri atas kepala sekolah selaku

pimpinan lembaga, para guru sebagai pelaksana pe-ngembangan mutu

sekolah, serta para siswa sebagai subjek pendidikan merupakan faktor-faktor

yang menentukan terbentuknya kultur sekolah yang baik. Kemampuan

manajerial kepala sekolah, kompetensi dan sikap profesional guru, serta

peranan aktif siswa secara integral membangun kultur sekolah yang

berorientasi kepada peningkatan mutu.

3. Aspek-aspek Budaya Positif yang Dapat Dikembangkan

dalam Kegiatan Peningkatan Mutu Layanan Sekolah

92

Page 96: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan

peningkatan mutu layanan sekolah mengamati enam faktor atau komponen

yang terdiri atas pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-karimah,

pembinaan kesiswaan, pembinaan kegiatan ekstrakurikuler, peningkatan

PBM, penciptaan lingkungan yang aman dan nyaman, setra pengembangan

nilai-nilai. Keenam faktor ini merupakan unsur dominan dan sangat nyata

tampak sebagai bentuk pelayanan sekolah. Baik buruknya sekolah dalam

berbagai segi akan dilihat dari keempat faktor ini sehingga perlu diamati dan

diteliti.

a. Pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-karimah

Pada komponen pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-

karimah terdapat duabelas opsi pada sebuah pertanyaan yang diajukan

kepada responden. Hasil yang diperoleh dari responden adalah sebagai

berikut.

Pertanyaan Nomor 35:

Nilai-nilai dan kebiasaan apa saja yang selama ini dikembangkan di sekolah Bapak/Ibu yang berkaitan dengan nilai keagamaan dan akhlakul-karimah?

Nomor Opsi

Indikator sebagai Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Pembiasaan mengucapkan salam pada saat bertemu dan berpisah

37 100

b. Pembiasaan berdoa sebelum dan setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran

37 100

c. Melaksanakan shalat dzuhur berjamaah setiap habis jam pelajaran terakhir di mesjid sekolah.

31 83,78

d. Melaksanakan tadarus bersama pada hari-hari tertentu, atau setiap hari selama beberapa

26 70,27

93

Page 97: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai.

e. Mengembangkan studi amaliah Ramadhan melalui berbagai kegiatan.

37 100

f. Mengembangkan budaya bersih diri. 37 100

g. Menyelenggarakan forum-forum diskusi keagamaan.

2 5,41

h. Mengelola kegiatan ZIS (zakat, infaq, shadaqah)

2 5,41

i. Berbuka puasa bersama pada bulan ramadhan

37 100

j. Menyelenggarakan lomba-lomba keterampilan agama (lomba mengahafal Al-Quran, lomba da’wah, dan sejenisnya).

37 100

k. Menyelenggarakan kegiatan peringatan hari besar agama

37 100

l. ………………. 0 0

Rata-rata Pilihan 29,09 78,62

Analisis

Pada dasarnya, pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlakul

karimah di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur telah menunjukkan budaya

positif karena sebanyak rata-rata 29,09 responden (78,62 %) menyatakan

bahwa nilai-nilai keagamaan dan akhlak mulia telah menjadi bagian dari

budaya sekolah. Hanya dua hal yang belum berkembang secara baik, yakni

penyelenggaraan forum diskusi keagamaan serta pengelolaan ZIS. Aspek

forum diskusi ilmiah keagamaan erat kaitannya dengan kultur masyarakat

yang seperti memiliki rasa enggan untuk mengkaji agama (Islam)

berdasarkan cara pandang keilmuan, sedangkan belum berkembangnya

pengelolaan ZIS dikaitkan dengan kondisi mayoritas warga sekolah yang

berasal dari kelompok ekonomi kelas bawah yang agak sulit dalam

pembiasaan pengeluaran infak dan shadaqah.

94

Page 98: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

b. Pembinaan Kesiswaan

Pertanyaan Nomor 36

Kegiatan-kegiatan apa saja yang dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu dalam rangka melakukan pembinaan siswa?

Nomor Opsi

Indikator sebagai Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Menerapkan disiplin dan tata tertib sekolah secara konsisten dan tegas (pakaian seragam, waktu, dan yang lainnya).

37 100

b. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin pagi (pengibaran bendera).

37 100

c. Melaksanakan upacara-upacara peringatan hari besar nasional.

37 100

d. Melaksanakan kegiatan MOS pada awal tahun pelajaran.

37 100

e. Melaksanakan kegiatan widyawisata bermanfaat.

15 40,54

f. Menyelenggarakan kegiatan bakti sosial. 34 91,89

g. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan teman asuh.

0 0

h. Penyelenggaraan kegiatan latihan dasar kepemimpinan siswa (LDKS)

0 0

i. Penyelenggaraan upacara pelepasan siswa lulusan pada akhir tahun pelajaran.

35 94,59

j. Menerbitkan majalah sekolah. 0 0

k. ………………. 0 0

Rata-rata Pilihan 23,2 62.70

Analisis

Kondisi dan perilaku siswa yang baik dan kondusif merupakan salah

satu indikator kultur sekolah yang baik pula. Pada konteks pembinaan siswa,

dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek budaya positif pembinaan siswa

sebagian besar telah dikembangkan di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur.

95

Page 99: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Penerapan disiplin siswa secara konsisten, pelaksanaan pembinaan melalui

kegiatan upacara bendera setiap hari Senin serta upacara PHBN, pelaksnaan

bakti sosial, serta penyelenggaraan upacara khusus pelepasan siswa lulusan

telah menjadi bagian dari agenda rutin sekolah. Hal ini dinyatakan oleh rata-

rata 23,2 responden (62,70 %) yang menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan

tersebut dilaksanakan di sekolah. Hanya ada empat aspek yang belum

ditumbuhkan sebagai tradisi sekolah, yakni pelaksanaan widyawisata,

penyelenggaraan teman asuh, LDKS, serta penerbitan majalah. Hal ini

diduga karena berkaitan dengan faktor kemampuan finansia; rata-rata

masyarakat yang belum berada pada taraf yang memungkinkan bagi

terlaksananya kegiatan tersebut.

c. Pembinaan Kegiatan Ekstrakurikuler

Indikator 26: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler olah raga prestasi

Pertanyaan Nomor 37:

Kegiatan ekstrakurikuler olahraga apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?

Nomor Opsi

Indikator sebagai Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Atletik (lari, tolak peluru, lempar cakram, loncat jauh, loncat tinggi, dll.)

0 0

b. Renang 0 0

c. Volleyball 24 64,86

d. Basket ball 11 29,73

e. Sepak bola 36 97,30

f. Futsal 10 27,03

g. Tenis meja 24 64,86

96

Page 100: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

h. Tenis lapangan 0 0

i. Bulu tangkis 0 0

j. ……… 0 0

Rata-rata Pilihan 11,67 31,53

Analisis

Rata-rata 11,67 responden (31,53 %) menyatakan bahwa kegiatan

ekstrakurikuler olahraga prestasi merupakan salah satu bentuk kegiatan

siswa yang dikembangkan di SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur. Jumlah

tersebut mengacu kepada jenis-jenis olah raga bola voli (dipilih oleh 24 orang

atau 64,86 %), bola basket (dipilih oleh 11 orang atau 29,73 %), sepak bola

(36 orang atau 97,30 %), futsal (10 orang atau 27,03 %), dan tenis meja (24

orang atau 64,86 %). Dari banyaknya jenis olah raga yang dapat

dikembangkan oleh sekolah, ternyata jenis olah raga etletik dan renang tidak

menjadi pilihan, kemudian tenis lapangan dan bulu tangkis juga sama sekali

bukan menjadi pilihan siswa. Berdasarkan tampilan data di atas, dapat

disimpulkan bahwa pengembangan olah raga prestasi belum menjadi sebuah

tradisi kuat bagi warga SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur, kecuali untuk

bidang olah raga permainan sepak bola. Kondisi di atas dimungkinkan karena

pada umumnya daerah di sekitar sekolah merupakan daerah landai yang

banyak terdapat lapangan cukup luas.

d. Peningkatan PBM

Indikator 27: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler seni budaya

Pertanyaan Nomor 38:

97

Page 101: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Kegiatan ekstrakurikuler seni budaya apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Seni musik (band, dangdut) 0 0

b. Solo vokal 0 0

c. Paduan suara 0 0

d. Degung 24 64,86

e. Tembang Sunda 0 0

f. Drumband atau marching band 0 0

g. Seni tari 0 0

h. Teater / drama 0 0

i. …………. 0 0

Rata-rata Pilihan 3 8,11

Analisis

Kegiatan ekstrakurikuler seni budaya tampaknya bukan merupakan

pilihan bagi warga SMP Negeri 3 Karangtengah dalam menumbuhkan dan

mengembangkan budaya positif sekolah. Hal ini dinyatakan oleh 24

responden yang hanya memilih jenis kesenian degung sebagai media

pengembangan kegiatan ekstrakurikuler seni budaya.

Indikator 28: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler organisasi dan

keterampilan

Pertanyaan Nomor 39:

Kegiatan ekstrakurikuler keorganisasian dan keterampilan apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?

Nomor Opsi Jawaban Jumlah Pemilih

98

Page 102: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Opsi F %

a. OSIS 37 100

b. Kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR) 0 0

c. Pramuka 21 56,76

d. UKS – PMR 20 54,05

e. PKS 22 59,46

f. Paskibra 12 32,43

g. ………….. 0 0

Rata-rata Pilihan 18,67 50,45

Analisis

Kegiatan keorganisasian dan keterampilan merupakan salah satu

bentuk pengembangan kegiatan ekstrakurikuler siswa. Sebanyak rata-rata

18,67 orang responden, atau 50,45 %, menyatakan bahwa kegiatan

keorganisasian seperti OSIS, pramuka, UKS/PMR, PKS, dan Paskibra

merupakan kegiatan yang dipilih oleh siswa dalam pengembangan dirinya.

Kegiatan-kegiatan serupa ini dapat menumbuh-kan budaya positif organisasi.

Hanya ada satu kegiatan yang belum dapat ditumbuhkan di sekolah ini, yakni

pengembangan kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR).

Indikator 29: Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler organisasi dan

keterampilan

Pertanyaan Nomor 40:

Kegiatan apa saja yang dilaksanakan guna meningkatkan kemampuan kognitif siswa dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

99

Page 103: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

a. Membentuk komunitas belajar (kelompok belajar) mandiri.

0 0

b. Membentuk English Conversation Club (ECC) 0 0

c. Membentuk kelompok-kelompok belajar yang mengacu kepada mata pelajaran tertentu

0 0

d. Pembentukan dan pengembangan kelompok-kelompok kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya

0 0

e. Pengembangan budaya berprestasi dalam bidang akademik

2 5,41

f. Mengadakan kegiatan pemantapan bagi siswa kelas X dalam menghadapi UN

24 64,86

Rata-rata Pilihan 4,33 11,71

Analisis

Pada pengembangan dan peningkatan kemampuan kognitif siswa,

ternyata belum menjadi pilihan warga SMP Negeri 3 Karangtengah dalam

penumbuhan dan pengembangan budaya sekolah yang positif. Satu-satunya

kegiatan pengembangan yang dilakukan adalah mengadakan kegiatan

pemantapan siswa kelas X yang dikaitkan dengan persiapan siswa dalam

menghadapi Ujian Nasional. Hal ini dianggap wajar karena sebagian besar

mayarakat pendidikan dan masyarakat umum di Cianjur masih memiliki

anggapan bahwa prestasi siswa dalam kegiatan UN merupakan tolok ukur

utama bagi kualitas pembinaan siswa dan layanan pendidikan di sekolah.

Oleh karena itu, pengembangan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat

pengembangan kemampuan individual belum menjadi perhatian sekolah.

Pertanyaan Nomor 41:

Apa saja yang dilakukan oleh sekolah guna menciptakan lingkungan sekolah

100

Page 104: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

yang aman dan nyaman?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Menumbuhkan kesadaran dan kebiasaan bersih lingkungan.

31 83,78

b. Menumbuhkan dan mengembangkan cinta lingkungan

30 81,08

c. Menerapkan budaya terib dan protektif 36 97,30

d. Melarang adanya benda atau kegiatan yang dapat mengundang keresahan lingkungan sekolah.

37 100

e. Melarang masuknya orang-orang di luar pendidikan memasuki kawasan sekolah.

37 100

f. Melarang pedagang memasuki lingkunan sekolah

27 72,97

Rata-rata Pilihan 33 89,19

Analisis

Lingkungan sekolah yang aman dan nyaman merupakan faktor yang

menjadi identitas penting dalam mengindikasi adanya pengembangan kultur

positif di sekolah. Pada konteks ini, sebanyak rata-rata 33 responden (89,19

%) menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada enam kegiatan pokok yang

selalu dilakukan oleh sekolah guna menciptakan lingkungan sekolah yang

aman dan nyaman. Keenam kegiatan tersebut meliputi menumbuhkan

kesadaran dan kebiasaan bersih lingkungan (dipilih oleh 31 responden atau

83,78 %), menumbuhkan dan mengembangkan cinta lingkungan (dipilih oleh

30 responden atau 81,08 %), menerapkan budaya terib dan protektif (dipilih

oleh 36 responden atau 97,30 %), melarang adanya benda atau kegiatan

yang dapat mengundang keresahan lingkungan sekolah (dipilih oleh 37

responden atau 100 %), melarang masuknya orang-orang di luar pendidikan

101

Page 105: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

memasuki kawasan sekolah (37 responden atau 100 %), dan melarang

pedagang memasuki lingkunan sekolah (27 responden atau 72,97 %).

Pertanyaan Nomor 42:

Nilai-nilai apa saja yang saat ini dipertahankan, ditumbuhkan, dan dikembangkan di sekolah Bapak/Ibu?

Nomor Opsi

Opsi JawabanJumlah Pemilih

F %

a. Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi yang ada di lingkungan sekolah.

20 54,05

b. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih diri dan bersih lingkungan

19 51,35

c. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi

7 18,92

d. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum

24 64,86

e. ……………………. 0 0

Rata-rata Pilihan 17,5 47,29

Analisis

Nilai-nilai merupakan unsur penting yang harus tumbuh dalam

membangun sebuah kultur sekolah. Nilai-nilai ini bersumber dari berbagai

aspek yang ada di sekitar sekolah serta yang melekat pada warga sekolah.

Dari empat nilai budaya positif yang dapat ditumbuhkembangkan dalam

membentuk kultur positif di sekolah, peneltiian ini menunjukkan 20 responden

(54,05 %) memberikan pernyataan bahwa SMP Negeri 3 Karangtengah

Cianjur berusaha mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi yang ada di

lingkungan sekolah; kemudian 19 responden (51,35 %) menyatakan bahwa

sekolah ini selalu berupaya menumbuhkan dan mengembangkan budaya

102

Page 106: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

bersih diri dan bersih lingkungan, 24 responden (64,86 %) menyatakan

bahwa warga sekolah berupaya menumbuhkembangkan budaya santun dan

taat hukum. Meskipun demikian, SMP ini belum menunjukkan adanya upaya

untuk menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi yang

sesungguhnya menjadi barometer bagi masyarakat dalam hal kualitas

budaya sekolah serta layanan sekolah pada umumnya.

Kesimpulan

Sajian data yang berkaitan dengan aspek-aspek budaya positif yang

dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah di

atas memberikan penjelasan bahwa pada dasarnya SMP Negeri 3

Karangtengah Cianjur telah memiliki budaya atau kultur sekolah positif yang

dapat dijadikan landasan bagi pengembangan layanan sekolah. Tradisi-

tradisi positif yang berkembang di kalangan siswa dan guru merupakan

landasan kokoh bagi terciptanya kultur sekolah yang baik. Akan tetapi, pada

beberapa konteks ternyata pula SMP Negeri 3 Karangtengah belum dapat

menumbuhkan dan mengembangkannya dengan baik, terutama dalam

pengembangan budaya prestasi baik di kalangan siswa maupun kalangan

guru dan warga sekolah lainnya.

C. Pembahasan atas Temuan Penelitian

Pembahasan hasil penelitian dilakukan sebagai pendalaman atas

temuan-temuan empiris dari sisi keilmuan sehingga fenomena yang diungkap

dalam penelitian ini memperoleh kejelasan konseptual.

103

Page 107: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Hasil pengumpulan data yang dilakukan dengan menyebarkan angket

kepada 37 responden guru SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur

dimaksudkan untuk mengungkapkan aspek perencanaan, pelaksanaan

program sekolah, pengawasan pelaksanaan program, dan evaluasi program

pengembangan sekolah sebagai aspek yang berpengaruh terhadap

pengembangan kultur sekolah. Selain itu, diungkapkan pula peranan

sejumlah komponen sekolah dalam membentuk kultur sekolah yang terdiri

atas peran pimpinan sekolah, peran guru-guru, peran komite sekolah, serta

partisipasi aktif siswa dalam membentuk kultur sekolah.

Dampak yang diharapkan dengan membangun kultur sekolah tersebut

adalah meningkatnya kualitas pelayanan pendidikan kepada masyarakat

yang dikaji melalui aspek-aspek yang dapat diberdayakan, seperti

perencanaan pendidikan, pengelolaan pembelajaran, profesi-onalitas guru

dan staf sekolah, serta prestasi siswa dalam bidang akademis dan non

akademis.

1. Faktor-faktor yang Dikembangkan dalam Membentuk Kultur

Sekolah

Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan

upaya untuk mengembangkan pada diri seseorang tiga aspek dalam

kehidupannya, yakni, pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup.

Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di

sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah direncanakan dan

104

Page 108: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan.

Pelaksanaan di luar sekolah, meski memiliki rencana dan program yang jelas

tetapi pelaksanaannya relatif longgar dengan berbagai pedoman yang relatif

fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lokal. Pelaksanaan

pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara informal tanpa tujuan yang

dirumuskan secara baku dan tertulis.

Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut di atas, maka

sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan atau "enculturation",

suatu proses untuk mentasbihkan seseorang mampu hidup dalam suatu

budaya tertentu. Konsekuensi dari pemyataan ini, maka praktek pendidikan

harus sesuai dengan budaya masyarakat akan menimbulkan penyimpangan

yang dapat muncul dalam berbagai bentuk goncangan-goncangan kehidupan

individu dan masyarakat.

Tuntutan keharmonisan antara pendidikan dan kebudayaan bisa pula

dipahami, sebab praktek pendidikan harus mendasarkan pada teori-teori

pendidikan dan giliran berikutnya teori-teori pendidikan harus bersumber dari

suatu pandangan hidup masyarakat yang bersangkutan.

Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat

berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar,

kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Program aksi

untuk peningkatan mutu sekolah secara konvensional senantiasa

menekankan pada aspek pertama, yakni meningkatkan mutu proses belajar

mengajar, sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah,

105

Page 109: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

dan sama sekali tidak pernah menyentuh aspek kultur sekolah. Sudah barang

tentu pilihan tersebut tidak terlalu salah, karena aspek itulah yang paling

dekat dengan prestasi siswa. Namun, sejauh ini bukti-bukti telah

menunjukkan, sebagaimana dikemukakan oleh Hanushek di atas, bahwa

sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja tidak cukup. Dengan

kata lain perlu dikaji untuk melakukan pendekatan inkonvensional yakni,

meningkatkan mutu dengan sasaran mengembangkan kultur sekolah.

Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu

kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai

yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat

dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk

melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk

memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur

secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya.

Sekolah merupakan lembaga utama yang yang didesain untuk memperlancar

proses transmisi kultural antar generasi tersebut.

Dalam dunia pendidikan, semula kultur suatu bangsa (bukan kultur

sekolah) yang diduga sebagai faktor yang paling menentukan kualitas

sekolah. Tetapi berbagai penelitian menemukan bahwa pengaruh kultur

bangsa terhadap prestasi pendidikan tidak sebesar yang diduga selama ini.

Bukti terakhir, hasil TIMSS (The Third International Math and Science Study)

menunjukkan bahwa siswa dari Jepang, dan Belgia sama-sama menempati

pada rangking atas untuk mata pelajaran matematik, padahal kultur negara-

106

Page 110: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

negara tersebut berbeda. Oleh karena itu, para peneliti pendidikan lebih

memfokuskan pada kultur sekolah, bukannya kultur masyarakat secara

umum, sebagai salah satu faktor penentu kualitas sekolah. Tesis ini sesuai

dengan temuan-temuan mutakhir penelitian di bidang pendidikan yang me-

nekankan bahwa "faktor penentu kualitas pendidikan tidak hanya dalam ujud

fisik, seperti keberadaan guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan

laboratorium dan buku perpustakaan, tetapi juga dalam ujud non-fisik, yakni

berupa kultur sekolah".33

Konsep kultur di dunia pendidikan berasal dari kultur tempat kerja di

dunia industri, yakni merupakan situasi yang akan memberikan landasan dan

arah untuk berlangsungnya suatu proses pembelajaran secara efisien dan

efektif. Salah satu ilmuwan yang memberikan sumbangan penting dalam hal

ini adalah Antropolog Clifford Geertz, sebagaimana dikutip oleh Lukman El-

Hakim34, yang mendefinisikan kultur sebagai suatu pola pemahaman

terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit maupun

implisit. Berdasarkan pengertian kultur menurut Clifford Geertz tersebut di

atas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-

norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam

perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang

bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa,

sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai

persoalan yang muncul di sekolah.

33 Lukman El-Hakim, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Jakarta: Endonesa.com, 2006), p. 47

34 Ibid, p. 48

107

Page 111: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pengaruh kultur sekolah atas prestasi siswa telah dibuktikan lewat

penelitian empiris. Kultur yang "sehat" memiliki korelasi yang tinggi dengan a)

prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, b) sikap dan motivsi kerja

guru, dan, c) produktivitas dan kepuasan kerja guru.35 Namun demikian,

analisis kultur sekolah harus dilihat sebagai bagian suatu kesatuan sekolah

yang utuh. Artinya, sesuatu yang ada pada suatu kultur sekolah hanya dapat

dilihat dan dijelaskan dalam kaitan dengan aspek yang lain, seperti, a)

rangsangan untuk berprestasi, b) penghargaan yang tinggi terhadap prestasi,

c) komunitas sekolah yang tertib, d) pemahaman tujuan sekolah, e) ideologi

organisasi yang kuat, f) partisipasi orang tua siswa, g) kepemimpinan kepala

sekolah, dan, h) hubungan akrab di antara guru.36 Dengan kata lain, dampak

kultur sekolah terhadap prestasi siswa meskipun sangat kuat tetapi tidaklah

bersifat langsung, melainkan lewat berbagai variabel, antara lain seperti

semangat kerja keras dan kemauan untuk berprestasi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa aspek-aspek perencanaan

pengembangan sekolah yang di dalamnya termuat visi, misi, serta sasaran

atau tujuan pengembangan sekolah, kemudian pelaksanaan program

pengembangan sekolah, penerapan sistem pengawasan, serta evaluasi

program dan pelaksanaan program yang dilakukan secara konsisten ternyata

mampu membentuk kultur baik di lingkungan sekolah. Kebersamaan dan

keterbukaan antara warga sekolah secara kondusif telah membentuk

suasana kerja yang menyenangkan dan bergairah.

35 Ibid, p. 5136 Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku I, (Jakarta:

Direktorat Jenderal Dikdasmen, 2001), p. 32

108

Page 112: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

2. Komponen yang Berperan dalam Pengembangan Kultur

Sekolah

Pengembangan kultur sekolah dibentuk dan ditentukan oleh berbagai

faktor, yang meliputi faktor-faktor fisik, non-fisik, dan sumber daya manusia.

Faktor sumber daya manusia terdiri atas komponen pimpinan sekolah, guru-

guru, tenaga tata usaha, komite sekolah, serta para siswa yang secara

langsung memberikan warna tertentu ke dalam kultur sekolah yang dibentuk.

Kepala sekolah, sebagai unsur pimpinan sekolah, harus memahami

kultur sekolah yang ada sekarang ini, dan menyadari bahwa hal itu tidak

lepas dari struktur dan pola kepemimpinannya. Perubahan kultur yang lebih

"sehat" harus dimulai dari kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah

harus mengembangkan kepemimpinan berdasarkan dialog, saling perhatian

dan pengertian satu dengan yang lain. Biarlah guru, staf administrasi bahkan

siswa menyampaikan pandangannya tentang kultur sekolah yang ada

dewasa ini, mana segi positif dan mana negatif, khususnya berkaitan dengan

kepemimpinan kepala sekoloh, struktur organisasi, nilai-nilai dan norma-

norma, kepuasan terhadap kelas, dan produktivitas sekolah. Pandangan ini

sangat penting artinya bagi upaya untuk merubah kultur sekolah.37

Kultur sekolah ini berkaitan erat dengan visi yang dimiliki oleh kepala

sekolah tentang masa depan sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi

untuk menghadapi tantangan sekolah di masa depan akan lebih sukses

dalam membangun kultur sekolah. Untuk membangun visi sekolah ini, perlu

37 Lukman El-Hakim, Op.Cit, p. 49

109

Page 113: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

kolaborasi antara kepala sekolah, guru, orang tua, staf administrasi dan

tenaga profesional. Kultur sekolah akan baik apabila: a) kepala dapat

berperan sebagai model, b) mampu membangun tim kerjasama, c) belajar

dari guru, staf, dan siswa, dan, d) harus memahami kebiasaan yang baik

untuk terus dikembangkan. Kepala sekolah dan guru harus mampu

memahami lingkungan sekolah yang spesifik tersebut. Karena, akan

memberikan perspektif dan kerangka dasar untuk melihat, memahami dan

memecahkan berbagai problem yang terjadi di sekolah.38 Dengan dapat

memahami permasalahan yang kompleks sebagai suatu kesatuan secara

mendalam, kepala sekolah dan guru akan memiliki nilai-nilai dan sikap yang

amat diperlukan dalam menjaga dan memberikan lingkungan yang kondusif

bagi berlangsung-nya proses pendidikan.

Faktor berikutnya adalah peranan guru dalam melaksanakan

fungsinya secara konsisten. Konsistensi peranan guru dalam mengelola

pembelajaran yang berkualitas ini perlu didukung oleh berbagai kemampuan

dan sikap profesional yang hanya dapat tumbuh jika guru mau terus-menerus

mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan zaman.

Kebijakan untuk meningkatkan kualitas guru harus banyak bertumpu

pada inisiatif dan kemauan yang datang dari pihak guru sendiri. Dengan kata

lain guru sebagai subjek bukannya objek. Dalam pengembangan

kemampuan guru untuk belajar (bukan mengajar) sangatlah penting.

Kemampuan belajar mencakup kemampuan untuk membaca dan mengkaji

38 Ibid, p. 50

110

Page 114: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

fenomena masyarakat secara efisien, kemampuan untuk menentukan bahan

yang relevan dan perlu untuk dikaji, dan, kemampuan untuk mencari sumber

pengetahuan. Dalam kaitan ini suatu mekanisme atau prosedur untuk

munculnya umpan balik bagi guru sangat penting artinya. Salah satu yang

mungkin dilaksana-kan adalah membekali guru dengan kemampuan untuk

melakukan self reflection, lewat action research.

Kemampuan untuk belajar ini akan dapat terus hidup dan tumbuh

subur manakala guru memiliki cukup ruang untuk berinisiatif dan

berimprovisasi. Untuk itu instruksi, jukiak dan juknis yang berkaitan dengan

pengajaran harus diminimalkan, kalau tidak dapat dihilangkan sama sekali.

Perluasan otoritas guru ini harus pula diiringi dengan kebijakan untuk

mengembangkan sistem accountabilitas sekolah yang jelas dan transparan.

Sekolah, termasuk guru harus menyusun program dan target kegiatan yang

jelas dan dikomunikasikan kepada orang tua siswa dan masyarakat. Hasil

kerja sekolah atas pencapaian target harus dapat dievaluasi dengan jelas

oleh orang tua dan masyarakat. Sekolah harus meletakkan orang tua dan

masyarakat sebagai konsumen. Kepuasan konsumen harus ditempatkan

pada prioritas paling tinggi. Untuk itu, sekolah di bawah pimpinan kepala

sekolah harus dapat bekerja secara mandiri. Sekolah harus dijiwai watak

ekonomi, kerja efektifdan efisien. Dalam kaitan inilah, school site based

management merupakan suatu tuntutan dasar dalam. Upaya peningkatan

kualitas sekolah. Dengan sistem manajemen ini otoritas sekolah semakin

besar, termasuk tanggung jawab memajukan sekolah. Semakin besar otoritas

111

Page 115: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

dan tanggung jawab ini pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran pada

diri guru untuk memberikan yang terbaik bagi siswanya.

Upaya peningkatan kualitas guru untuk meningkatkan kualitas lulusan

harus disertai dengan peningkatan kesejahteraan guru. Prinsip school site

based management menuntut partisipasi dari fihak orang tua siswa dan

masyarakat lebih besar. Partisipasi yang pertama berkaitan dengan upaya

mobilisasi dana pendidikan, dan partisipasi kedua adalah aktivitas mereka

dalam ikut memikirkan kemajuan sekolah. Oleh karena itu, sistem kerjasama

orang tua dan sekolah perlu dikembangsuburkan.

Komponen berikutnya adalah siswa yang menjadi cermin per-lakuan

sekolah melalui hasil didikan guru-guru yang membekas dalam sikap dan

perilaku mereka sehari-hari. Nilai, moral, sikap dan perilaku siswa tumbuh

berkembang selama waktu di sekolah, dan perkembang-an mereka tidak

dapat dihindarkan yang dipengaruhi oleh struktur dan kultur sekolah, serta

oleh interaksi mereka dengan aspek-aspek dan komponen yang ada di

sekolah, seperti kepala sekolah, guru, materi pelajaran dan antar siswa

sendiri. Aturan sekolah yang ketat berlebihan dan ritual sekolah yang

membosankan tidak jarang menimbulkan konflik baik antar siswa maupun

antara sekolah dan siswa. Sebab aturan dan ritual sekolah tersebut tidak

selamanya dapat diterima oleh siswa. Aturan dan ritual yang oleh siswa

diyakini tidak mendatangkan kebaikan bagi mereka, tetapi tetap dipaksakan

akan menjadikan sekolah tidak memberikan tempat bagi siswa untuk menjadi

dirinya.

112

Page 116: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Di Amerika Serikat pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi terbentuknya kultur sekolah ini. Ann Bradley dalam

'Hardly Working' mengemukakan hasil penelitian tersebut. Penelitian yang

mencakup 1.000 siswa di New York City menunjukkan bahwa para siswa

tidak bekerja keras dan mereka menyatakan kalau dia mau dia akan dapat

mencapai nilai yang lebih baik; mereka tidak menghendaki ikut tes karena

hanya akan membikin mereka harus belajar lebih banyak. Penelitian ini juga

menunjukkan bahwa siswa tidak khawatir dengan nilai rapor yang jelek, dan

hanya beberapa siswa yang selalu mengerjakan PR. Sekitar 60%

menyatakan mereka malas belajar dikarenakan guru yang tidak menarik dan

tidak antusias dalam mengajar, serta tidak menguasai materi. Di samping itu

sebagian besar responden menyatakan bahwa sekolah tidak disiplin dalam

melaksana-kan proses belajar mengajar, sekitar 80% mau belajar keras kalau

semua proses belajar di sekolah berjalan secara tepat sebagaimana jadwal

yang telah ditentukan. Sebagian siswa yang lain mengeluh karena guru

sering melecehkan mereka dan tidak memperlakukan mereka sebagai anak

yang dewasa melainkan memperlakukan mereka sebagai anak kecil. Oleh

karena itu sebagai balasan mereka juga tidak menghargai guru. Temuan

yang penting lagi adalah ternyata para siswa yakin dengan belajar

sebagaimana sekarang ini saja mereka akan lulus mendapatkan diploma dan

diploma merupakan sesuatu yang penting, tetapi tidak diperlakukan sebagai

simbol ilmu yang telah dikuasai.39

39 Lukman El-Hakim, Op.Cit, p. 53

113

Page 117: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Peneltian ini menunjukkan bahwa komponen pimpinan sekolah, guru-

guru, dan siswa telah menunjukkan kinerja yang seimbang sehingga

gambaran siswa sebagaimana yang berkembang di Amerika Serikat tidak

terlalu tampak. Pimpinan sekolah dan seluruh guru memiliki komitmen yang

kuat dan sungguh-sungguh dalam membentuk kultur sekolah yang baik.

Komitmen ini selanjutnya didukung oleh sikap dan perilaku siswa secara

kondusif melalui perilaku belajar mereka sehari-hari, keinginan berprestasi,

serta keinginan menggunakan teknologi tinggi. Di samping itu, sasaran-

sasaran mutu yang dirumuskan oleh sekolah dapat dipahami dengan jelas

oleh semua pihak. Hal ini menunjukkan bahwa segala program yang disusun

oleh sekolah dirumuskan secara realistis serta tidak mengundang kecurigaan

dari berbagai pihak, terutama para pengguna jasa pendidikan.

3. Aspek-aspek Budaya Positif yang Dapat Dikembangkan

dalam Kegiatan Peningkatan Mutu Layanan Sekolah

Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Pendidikan

tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan

masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus

melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan

sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga para

lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global

demokratis. Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang

memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki

secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan dan

114

Page 118: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

tanggung jawab. Di samping itu, pendidikan harus menghasilkan lulusan yang

dapat me-mahami masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat

mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan

kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu altematif yang dapat

dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.

Pengalaman pembangunan di negara-negara yang sudah maju,

khususnya negara-negara di dunia barat, membuktikan betapa besar peran

pendidikan dalam proses pembangunan. Secara umum telah diakui bahwa

pendidikian merupakan penggerak utama (prima mover) bagi pembangunan.

Secara fisik pendidikan di dunia barat telah berhasil memenuhi kebutuhan

tenaga kerja dari segala strata dan segala bidang yang sangat dibutuhkan

bagi pembangunan. Dari aspek non-fisik, pendidikan telah berhasil

menanamkan semangat dan jiwa modern, yang diujudkan dalam bentuk

kepercayaan yang tinggi pada "akal" dan teknologi, memandang masa depan

dengan penuh semangat dan percaya diri, dan kepercayaan bahwa diri

mereka mempunyai ke-mampuan (self efficacy) untuk menciptakan masa

depan sebagaimana yang mereka dambakan.

Persoalan-persoalan pendidikan dan pembangunan yang terjadi di

negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia, secara mendasar

berbeda dengan problema yang ada di negara-negara Barat. Persoalan

pendidikan di Indonesia sangat erat kaitannya dengan falsafah dan budaya

bangsa. Winarno Surachmad (1986), sebagamana dikutip oleh Budisatyo,

memperingatkan "... bahwa ilmu kependidikan yang tidak lahir dan tidak

115

Page 119: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

tumbuh dari bumi yang diabdinya tidak akan pernah mampu melahirkan

potensi untuk menangani masalah yang tumbuh di bumi ini".40 Barangkali,

pendapat tersebut sangat ekstrim, namun tuntutan bahwa ilmu kependidikan

yang akan digunakan untuk memecahkan problema di suatu negara

hendaknya tidak lepas dari kondisi budaya setempat memang perlu untuk

mendapatkan perhatian dari semua pihak, khususnya dari para perencana

dan pengambil keputusan di bidang kebijaksanaan pendidikan. Teori-teori

Barat tentang pendidikan dan pembangunan tidaklah senantiasa bersifat

universal. Jiwa dan watak bangsa harus menjiwai sistem pendidikan itu

sendiri.

Pemberdayaan sekolah merupakan kunci utama dalam pe-

ngembangan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. setiap komponen

sekolah harus mampu berpijak pada dimensi garapannya sendiri secara total

tanpa harus terlepas dari visi dan misi sekolah. Perencanaan pendidikan

diarahkan kepada upaya peningkatan mutu sekolah, yang di dalamnya

termasuk peningkatan kualitas layanan pendidikan kepada masyarakat

pengguna pendidikan. Pengelolaan pembelajaran diarahkan kepada upaya

peningkatan kualitas siswa sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan

publik atas pengelolaan pembelajaran dan pendidikan di dalam sekolah. Di

sisi lain, guru secara terus-menerus melakukan pembenahan diri,

pengembangan diri secara konsisten guna meningkatkan sikap

profesionalitasnya, kemampuan dan keterampilannya dalam mengelola

40 Budisatyo, Krisis Pendidikan dan Sekolah Unggulan, (Jakarta: Suara Merdeka On-line, Selasa, 23 Agustus 2005), artikel pada http://www.suara-merdeka_online.com download tanggal 29 Desember 2007

116

Page 120: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

pembelajaran, pengembangan wawasan ke arah yang lebih luas dan

kontekstual, serta memiliki kemauan untuk selalu berubah dan berubah

setiap saat.

Pelayanan sekolah pada dasarnya adalah dampak dari pembangunan

kultur sekolah yang diwujudkan melalui peningkatan kualitas sekolah dalam

berbagai bidang. Bidang-bidang yang dijadikan sasaran pengembangan mutu

sekolah meliputi penngkatan kualitas pendidikan siswa, baik pendidikan

akademis maupun non-akademis, peningkatan kualitas dan profesionalitas

guru serta staf sekolah lainnya, serta peningkatan infrastruktur sekolah dalam

bentuk sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kepentingannya.

Apabila sekolah telah menunjukkan sikap pelayanan pendidikan yang baik

kepada masyarakat disertai dengan peningkatan prestasi siswa dalam

bidang-bidang akademis dan non-akademis, sudah dapat dipastikan bahwa

sekolah tersebut telah membina kultur sekolah yang baik.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian tentang kultur sekolah dan pelayanan sekolah ini

dimaksudkan untuk menggambarkan pengembangan kultur sekolah serta

117

Page 121: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

bentuk serta kualitas layanan pendidikan di SMP Negeri 3 Karangtengah

Cianjur pada tahun pelajaran 2007-2008. dari data yang berhasil dikumpulkan

melalui teknik angket terhadap 37 responden guru serta pengolahan data

dengan teknik analisis kualitatif, diperoleh kesimpulan-kesimpulan sebagai

berikut.

1. Kepala sekolah selaku pimpinan dan manajer memiliki

kapabilitas dalam mengkoordinasikan seluruh komponen sekolah

sehingga dapat mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan

peningkatan mutu sekolah sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan.

Aspek-aspek perencanaan yang baik dan mengedepankan kebersamaan

serta langkah-langkah penyusunan yang benar, pelaksanaan program

pengembangan sekolah yang konsisten terhadap program yang telah

dirumuskan, pengawasan atau kontrol yang objektif dan

berkeisinambungan, serta evaluasi program yang mengacu kepada

program serta diarahkan demi perbaikan pengembangan sekolah akan

melahirkan iklim kerja yang kondusif. Iklim kerja inilah yang kemudian

akan berpengaruh terhadap kultur sekolah yang berorientasi kepada

mutu. Apabila guru sudah berorientasi kepada mutu dan peningkatan

mutu dalam arah kinerjanya, maka dengan sendirinya hal ini akan

berpengaruh kepada siswa serta komponen-komponen lainnya. Oleh

sebab itu, penataan komponen-komponen manajemen yang baik akan

berdampak kepada pembentukan kultur sekolah yang baik pula.

118

122

Page 122: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

2. Kultur sekolah dibentuk langsung secara simultan oleh

komponen-komponen sekolah yang memiliki komitmen kuat dan sungguh-

sungguh untuk meningkatkan kualitas sekolah. Komponen pertama

adalah kepala sekolah yang ditentukan oleh tiga hal yang menjadi

karakteristik dasar yang dimilikinya, yang memungkinkan terciptanya

peluang membentuk kultur sekolah yang baik, yakni komitmen terhadap

pembentukan kultur sekolah, kemampuan dalam merumuskan sasaran

mutu yang jelas dan realistis, serta rumusan target pencapaian mutu yang

jelas pada setiap periode tertentu. Komponen kedua adalah guru-guru

yang juga memiliki komitmen sungguh-sungguh yang diwujudkan melalui

kinerja secara nyata sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya.

Komponen selanjutnya adalah para siswa yang memiliki budaya

berprestasi serta orang tua yang mendukung seluruh program sekolah

secara komprehensif.

3. Pengembangan nilai-nilai keagamaan dan akhlak mulia,

peningkatan aktivitas proses belajar mengajar, penciptaan lingkungan

yang aman dan nyaman, kemudian pembinaan tata tertib dan disiplin

siswa yang dijalankan secara konsisten, pelaksanaan kegiatan-kegiatan

ekstra-kurikuler, serta penumbuhan dan pengembangan nilai-nilai budaya

positif lainnya harus menjadi perhatian utama dalam proses

pengembangan kultur sekolah. SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur pada

dasarnya telah melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut secara

konsisten meskipun pada bidang-bidang tertentu masih dijalankan apa

119

Page 123: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

adanya atau bahkan belum pernah dicoba sama sekali. Hal ini

menunjukkan bahwa kultur positif SMP Negeri 3 Karangtengah Cianjur

belum sepenuhnya terbina dan berkembang sehingga memerlukan lebih

dari sekedar perhatian dari seluruh warga sekolah.

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil temuan penelitian yang dikaitkan dengan fokus

penelitian serta tuntutan penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)

yang memiliki karakteristik terselenggaranya pengelolaan pendidikan yang

berintikan transparansi, kontekstual, dan akuntabilitas, maka disampaikan

saran-saran sebagai berikut.

1. Pembentukan kultur sekolah bukanlah sebuah pekerjaan yang

mudah dan dapat tercipta begitu saja karena pembentukan kultur sekolah

merupakan hasil dari suatu proses panjang yang diawali oleh penerapan

komitmen kokoh terhadap pencapaian mutu serta keterbukaan

(transparansi) dan akuntabilitas pengelolaan manaje-men sekolah. Oleh

sebab itu, tahap-tahap perencanaan sekolah hendaknya menjadi bagian

penting dari proses pelibatan warga sekolah serta pengambilan keputusan

yang berkaitan dengan proses kinerja guru secara keseluruhan. Pelibatan

dan pemberdayaan warga sekolah ini akan mendorong kinerja guru

menuju pencapaian kualitas sehingga guru akan dengan suka rela

menyumbangkan pemikiran dan kreativitasnya bagi kepentingan

pengembangan mutu sekolah.

120

Page 124: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

2. Program-program yang dikembangkan oleh sekolah pada

sebelum awal tahun pelajaran berjalan harus memiliki daya ramal ke

depan sehingga program tersebut dapat berjalan up to date sesuai

dengan perencanaan. Oleh karena itu, dalam penyusunan RPS (Rencana

Pengembangan Sekolah) seharusnya dapat melibatkan seluruh warga

sekolah (kepala sekolah, guru, tata usaha, dan siswa) serta komite

sekolah. Seluruh komponen ini harus secara aktif memberikan

sumbangan pemikiran sehingga diperoleh rancangan program

pengembangan sekolah yang mewakili semua warga sekolah dan

memiliki akuntabilitas tinggi.

3. Sebuah komitmen tidak akan bertahan lama jika tidak disertai

dengan konsistensi terhadap pelaksanaan program-program sekolah.

Oleh sebab itu, pelaksanaan program sekolah seharusnya selalu

mengacu kepada Rencana Pengembangan Sekolah secara utuh.

Pemunculan program-program baru di tengah-tengah tahun kegiatan

merupakan penyimpangan yang tidak dapat ditolerir dan hal tersebut tidak

boleh terjadi.

4. Komite sekolah sebagai badan pendamping sekolah memiliki

fungsi dan tugas yang jelas sehingga seharusnya menjadi salah satu

perangkat yang dapat mempublikasikan rencana pengembangan dan

peningkatan mutu sekolah kepada masyarakat luas. Pihak sekolah harus

mampu memberdayakan Komite Sekolah secara maksimal bagi

121

Page 125: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

kepentingan peningkatan mutu sekolah yang pada akhirnya akan mampu

membentuk kultur sekolah yang baik dan kondusif.

5. Pengadaan infrastruktur pendidikan merupakan salah satu hal

yang harus menjadi agenda pengembangan mutu di SMP Negeri 3

Karangtengah Cianjur, terutama dalam mengadopsi teknologi tinggi

sehingga para siswa dapat lebih mudah mengenal perkembangan zaman

melalui akses internet. Pengadaan infrastruktur ini dapat dilakukan melalui

berbagai sumber yang dapat melibatkan pihak-pihak pemerintah (melalui

bantuan atau grant yang relevan), bantuan orang tua siswa, dan atau

dunia usaha yang memiliki komitmen terhadap peningkatan mutu sekolah.

6. Pembiasaan penyampaian laporan perkembangan kompetensi

siswa secara periodik, baik secara tertulis maupun secara lisan melalui

pertemuan Komite Kelas, hendaknya selalu menjadi komitmen sekolah

sehingga dapat terjadi komunikasi timbal balik antara sekolah dan

masyarakat pengguna jasa pendidikan, yang dapat menyebabkan

tumbuhnya kebersamaan antara pihak sekolah dan masyarakat dalam

mengembangkan pendidikan serta menghilang-kan anggapan bahwa

pendidikan merupakan tanggung jawab sekolah belaka. Akuntabilitas

pendidikan tidak hanya terletak pada pemerintah, tetapi bahkan harus

lebih banyak pada masyarakat sebagai stakeholder pendidikan. Komite

Sekolah perlu menempat-kan fungsinya sebagai wakil dari masyarakat

untuk meminta pertanggungjawaban atas hasil-hasil pendidikan dalam

mencapai prestasi belajar murid-murid pada setiap jenis dan jenjang

122

Page 126: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

pendidikan.  Komite sekolah ini perlu diberikan kesempatan untuk

menyampaikan masukan bahkan “protes” kepada Dinas Pendidikan jika

hasil-hasil pendidikannya tidak memuas-kan masyarakat sebagai klien

pendidikan.  Komite Sekolah dapat menyampaikan ketidakpuasan para

orangtua murid akan rendahnya prestasi yang dicapai oleh suatu

sekolah.  Komite Sekolah tidak perlu melaksana-kan kegiatan studi atau

penilaian pendidikan, tetapi cukup dengan menggunakan data-data yang

tersedia atau hasil-hasil penilaian yang sudah ada sebagai bahan untuk

menyampaikan kepuasan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap Dinas

Pendidikan atau kepada masing-masing sekolah. Dengan demikian,

diperlukan suatu mekanisme akuntabilitas pendidikan yang dibentuk

melalui suatu Peraturan Daerah di bidang pendidikan.

7. Pengembangan pembinaan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler

hendaknya menjadi sebuah pemikiran serius bagi sekolah dalam upaya

membentuk budaya berprestasi bagi siswa. Pada kegiatan ekstrakurikuler

ini biasanya siswa lebih memiliki peluang dalam ”mengakrabi” mata

pelajaran yang disukainya. Jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler strategis

dan dapat merangsang kreativitas dan aktivitas siswa selayaknya dicoba.

Misalnya pengembangan kegiatan penelitian, pengamatan, dan penulisan

karya ilmiah remaja; pengembangan kelompok-kelompok belajar mandiri

dalam mata pelajaran matematika, fisika, biologi, IPS, dan sebagainya.

8. Bagi peneliti yang merasa tertarik pada konteks pengembangan

kultur sekolah, diharapkan akan dapat melakukan pengembangan dan

123

Page 127: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

perbaikan melalui pencarian variabel-variabel yang lebih determinan dan

strategis.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah NS. 1998. Pemberdayaan Budaya Organisasi sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kinerja Lembaga Pendidikan. Artikel dalam Mimbar Pendidikan Nomor 3 Tahun XVII – 1998, Bandung: IKIP Bandung

124

129

Page 128: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Ahmad Sanusi. 2003. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan. Bandung: Balai Pengembangan Teknologi Pendidikan (BPTP)

Burhanuddin (1994). Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pedoman Pengembangan Kultur Sekolah

Departemen Pendidikan Nasional. 2003a. Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi, Ketentuan Umum

Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku I, Jakarta: Direktorat Jenderal Dikdasmen

Direktorat PLP. 2000. Bahan Workshop Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)

Enoch, Yusuf (1995), Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Jakarta Bumi Aksara.

Lukman El-Hakim, (2006) Paradigma Pendidikan Masa Depan, Jakarta: Endonesa.com

Lindelow, John, and Heynderickx, James. 1998. "School-Based Management." In School Leadership: Handbook for Excellence, 2nd edition, Oregon: ERIC Clearinghouse on Educational Management

Makmun, Abin Syamsuddin. 1996. Psikologi Kependidikan: Belajar dan Pembelajaran. Bandung: CV Remaja Rosda Karya

Nawawi, Hadari (1981), Administrasi Pendidikan, Jakarta Gunung Agung.

Nasution, M. Nur. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: PT Ghalia Indonesia

Ndraha, Taliziduhu, 1999, Teori Budaya Organisasi, Institut Ilmu Pemerintahan – UNPAD, Jakarta

Ndraha, Taliziduhu, 2003, Budaya Organisasi, Jakarta: PT Rineka Cipta

Rencana dan Program Pengembangan Sekolah SMP Negeri 3 Karangtengah, Kabupaten Cianjur Tahun 2005 – 2009

Ross, J. E. V. 1994. Principles of Total Quality Management. Delray Beach: Published by St. Lucia Press

125

Page 129: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Sanusi, Ahmad. (1990), Beberapa Dimensi Mutu Pendidikan, PPs IKIP Bandung

---------(1998) Pendidikan Alternatif Menyeluruh Arah Dasar Persoalan Pendidikan dan Kemasyarakatan, Bandung: Grafindo Media Utama.

Seno, Winarno Hami. 1984. Profesionalisme Guru dan Upaya Peningkatan Martabatnya. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Depdiknas

Sergiovanni. J. Thomas, Robert J Starrat (1979), Supervision: Human Perspective, New York: Me Graw-Hill Book Company.

Shermerchorn, Jr. John R. et al, 1994, Managing Organizational Behavior, John Wiley & Sons Inc, New York, USA

Siagian S.P. (1980), Filasafat Administrasi. Jakarta Gunung Agung.

---------(1983), Peranan Staf dalam Management. Jakarta Gunung Agung

Stewart, Aileen Mitchel. 1998. Empowering People: Pemberdayaan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Sugiono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

Turner, Jane and Crang, Carolyn, 1996, Exploring School Culture, A paper submitted to the Centre for Leadership in Learning

Turney, Clifford. et. al. 1992. Educational Management Roles and Tasks: The School Manager, Australia: Allen & Unwin Pty. Ltd. Napier Street, North Sydney, NSW 2059

Woolf, Henry Boosley. 1977. Webster’s New Colligiate Dictionary. USA: G&C Merriem Company

SUMBER-SUMBER DARI INTERNET

Baker, Hennry Jay, & Riel, Margareth M., 1999, Teacher Professionalism and the Emergence of Constructivist-Compatible Pedagogies, a paper presented at the 1999 meeting of the American Educational Research Association, Montreal, dari http://www.uci,edu/, download tanggal 30 Januari 2008

Budisatyo, Krisis Pendidikan dan Sekolah Unggulan, (Jakarta: Suara Merdeka On-line, Selasa, 23 Agustus 2005), artikel pada

126

Page 130: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

http://www.suara-merdeka_online.com download tanggal 29 Desember 2007

Cheng Yin Cheong, 1993, Leadership for School Culture, ERIC Digest, Number 91, pada situs http://www.uoregon.edu/ download tanggal 30 Januari 2008

Nurkolis. Penerapan MBS Di SLTPN 9 Jakarta. Artikel Artikel pada http://www.depdiknas.go.id/MBS_di _SLTPN_9_Jakarta.html downloaded tanggal 16 Juli 2007

Lightfoot, Sara. 1983. The Good High School: Portrait of Character and Culture, New York: Basic Books, h. 39 pada ERIC, Clearinghouse on Educational Management, Trends and Issues: the Role of School Leader, http://eric.uoregon.edu, downloaded tanggal 16 Juli 2007

Isjoni. Guru Masa Depan. Artikel pada

http://www.pendidikan.us/guru_masa_depan.html, downloaded tanggal 6 Agustus 2007

Isjoni. Kinerja Guru. Tulisan pada

http://www.eddept.wa.edu.au/centoff/cpr/publications.htm. downloaded tanggal 6 Agustus 2007

Wijaya Kusumah, Menciptakan Budaya Sekolah yang Tetap Eksis, (artikel bebas pada http://www.omjay.8m.com&wijayalabs.wordpress.com, tanpa tahun), download tanggal 30 Januari 2008

Lampiran 1

Kisi-kisi Angket:Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Sekolah pada SMP Negeri 3 Karangtengah Kabupaten Cianjur

127

Page 131: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati

IndikatorNomor Item

Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pengembangan kultur sekolah.

Perencanaan 32. Kepala sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah

1 – 2

33. Kepala sekolah menyusun RAPBS bersama warga sekolah lainnya

3 – 4

34. Kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah

5 – 6

Pelaksanaan program sekolah

35. Kepala sekolah membagi tugas kepada guru-guru dan staf sekolah

7 – 8

36. Setiap komponen sekolah melaksanakan program sekolah

9 – 10

37. Pengembangan inovasi terjadi dalam pelaksanaan program

11 – 12

Pengawasan pelaksanaan program

38. Kepala sekolah melakukan pengawasan melekat

13 – 14

39. Setiap komponen sekolah memonitor pelaksanaan program

15

40. Komite sekolah melakukan kontrol pelaksanaan program sekolah

16

Evaluasi program pengembang-an sekolah

41. Evaluasi atas program dilakukan secara berkala

17 – 18

42. Evaluasi dilakukan sebagai langkah perbaikan

19

43. Revisi program dilakukan berdasar-kan temuan pada evaluasi

20

Komponen sistem sekolah yang berperan dalam pengembangan kultur sekolah.

Pimpinan sekolah

44. Kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik

21

45. Kepala sekolah menetapkan sasar-an mutu sekolah

22 – 23

46. Kepala sekolah merumuskan target pencapaian mutu setiap periode tertentu

24 – 25

Guru-guru 47. Guru memiliki komitmen 26

128

132

Page 132: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati

IndikatorNomor Item

terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik

48. Guru terlibat dalam merumuskan sasaran pengembangan mutu sekolah

27 – 28

49. Guru menyusun program pengembangan sekolah dan melaksanakannya

29

Siswa 50. Siswa berpartisipasi dalam mem-bentuk kultur sekolah yang baik

30

51. Siswa memiliki budaya berprestasi dalam bidang akademis dan non akademis

31

52. Siswa memiliki kecenderungan dalam menggunakan teknologi

32

Masyarakat (Orang tua siswa)

53. Masyarakat mendukung komitmen sekolah dalam mengembangkan kultur sekolah yang baik.

33

54. Masyarakat memberikan dukungan nyata dalam pembentukan kultur sekolah yang baik dengan cara mendukung program-program pengembangan mutu sekolah

34

Aspek-aspek budaya positif yang dapat dikembangkan dalam kegiatan peningkatan mutu layanan sekolah

Pengembang-an nilai-nilai keagamaan dan akhlakul-karimah

55. Menerapkan budaya salam kepada setiap warga sekolah, membiasakan shalat dzuhur berjamaah, melaksa-nakan kegiatan Ramadhan yang bervariasi, melaksanakan peringat-an hari besar Islam, menyelenggara-kan forum diskusi Islam

35

Pembinaan kesiswaan

56. Menerapkan disiplin siswa secara konsisten, melakukan pembinaan kepemimpinan (leadership) kepada siswa, melaksanakan kegiatan kerja sama (team work) melalui aktivitas rutin sekolah seperti MOS, upacara bendera, upacara PHBN, dan sebagainya.

36

Pembinaan 57. Menyelenggarakan kegiatan 37

129

Page 133: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Pertanyaan Penelitian

Aspek yang Diamati

IndikatorNomor Item

kegiatan ekstrakuri-kuler

ekstra-kurikuler olah raga prestasi

58. Menyelenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler kesenian

38

59. Menyelenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler organisasi dan keterampilan

39

Peningkatan PBM

60. Menumbuhkan komunitas belajar di antara siswa, menumbuhkan kegiatan-kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya, mengembangkan budaya berprestasi dalam bidang akademik

40

Penciptaan lingkungan yang aman dan nyaman

61. Menumbuhkan budaya bersih lingkungan, mengembangkan cinta lingkungan, dan menerapkan budaya tertib dan protektif

41

Pengembang-an nilai-nilai

62. Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih, menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi, menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum

42

130

Page 134: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

Lampiran 2

Pengembangan Kultur Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Layanan Sekolah

Petunjuk Khusus

Persoalan di bawah ini disajikan dengan pilihan jawaban yang dapat Bapak/Ibu pilih. Pilihlah salah satu jawaban yang Bapak/Ibu anggap sesuai dengan atau mendekati kondisi sekolah Bapak/Ibu saat ini dengan cara memberikan tanda silang (X) pada huruf jawaban yang ada di depan opsi jawaban.

Kami mohon Bapak/Ibu dapat memberikan jawaban apa adanya dan tidak merekayasa kondisi yang ada. Jawaban yang Bapak/Ibu berikan tidak berpengaruh apa pun terhadap karier atau jabatan Bapak/Ibu.

1. Apakah pada setiap awal tahun pelajaran, kepala sekolah menyusun program kerja tahunan dalam bentuk rencana pengembangan sekolah (RPS)?

a. Selalu

b. Sering

c. Jarang

d. Tidak pernah

2. Jika RPS disusun setiap tahun, apakah kepala sekolah menyusunnya sendiri?

a. Ya, dilakukannya sendiri

b. Tidak, meminta bantuan salah seorang guru

c. Tidak, melibatkan seluruh guru dan staf sekolah

3. Apakah kepala sekolah menyusun RAPBS dengan salah satu cara berikut ini?

a. Disusun sebelum awal tahun pelajaran dimulai dan diajukan sendiri kepada Komite Sekolah untuk disetujui.

b. Disusun pada awal tahun pelajaran bersama beberapa orang guru dan staf tata usaha untuk diajukan kepada Komite Sekolah.

c. Disusun berdasarkan RPS yang telah disusun sebelum dimulainya awal tahun pelajaran dan dimusyawarahkan bersama Komite Sekolah.

4. Bagaimanakah cara RAPBS disahkan di sekolah Bapak/Ibu?

131

Page 135: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

a. Kepala sekolah dan Komite Sekolah telah menyepakati isi RAPBS sebelum musyawarah dilakukan dan musyawarah hanya sebagai persyaratan legalitas pengesahan RAPBS.

b. Diajukan oleh Kepala Sekolah kepada masyarakat secara langsung untuk disetujui dan disahkan.

c. Diajukan oleh Komite Sekolah kepada masyarakat sebagai amanat yang dititipkan oleh pihak sekolah untuk disetujui.

5. Bagaimana kepala sekolah melakukan sosialisasi program sekolah?

a. Tidak pernah dilakukan karena kegiatan sekolah dari tahun ke tahun sama saja.

b. Mengundang beberapa orang guru dan staf sekolah dan menyampaikan program sekolah secara lisan.

c. Mencetak RPS dan membagikannya kepada seluruh warga sekolah untuk dibaca dan dipelajari.

d. Mengundang seluruh guru dan Komite Sekolah, membagikan program sekolah kepada seluruh peserta rapat, dan mempresentasikan program tersebut secara terbuka.

6. Apakah kepala sekolah menerima masukan dari warga sekolah lainnya tentang perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan sekolah?

a. Ya, selalu

b. Sering menerima

c. Kadang-kadang menerima

d. Jarang menerima

e. Tidak pernah

7. Apakah Kepala Sekolah melakukan perubahan personal sekolah (PKS urusan Kurikulum, Pembina Siswa, dan sebagainya) pada setiap periode tertentu (misalnya 3 tahun sekali)?

a. Ya, selalu

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah. Penentuan PKS adalah wewenang mutlak kepala sekolah.

8. Apakah kepala sekolah membentuk kelompok-kelompok kerja tertentu bagi setiap kegiatan sekolah yang bersifat khusus (misalnya Tim Pengembang Kurikulum Sekolah, Tim Pelaksana Peningkatan Sekolah/MPMBS, Tim Pembangunan Fisik Sekolah, dan lain-lain) serta memberikan kesempatan kepada semua personal sekolah secara bergiliran?

a. Ya, selalu. Dilakukan secara bertahap.

b. Tidak pernah. Kelompok kerja selalu dipilih dari kelompok guru tertentu dan tidak merata.

132

135

Page 136: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

9. Meskipun penentuan staf sekolah adalah wewenang kepala sekolah, apakah kepala sekolah memberikan kesempatan kepada seluruh warga sekolah (yang dianggap berkompeten dan berdedikasi tinggi) untuk dipilih dan memilih staf sekolah dengan memperhatikan kepentingan peningkatan mutu sekolah?

a. Ya, dilakukan secara periodik dan dipilih pada rapat khusus pembagian tugas.

b. Ya, dilakukan secara periodik dan ditetapkan oleh kepala sekolah berdasarkan pengajuan warga sekolah.

c. Tidak pernah.

10. Apakah seluruh warga sekolah dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan rencana pengembangan mutu secara efektif, efisien dan produktif meskipun kepala sekolah tidak berada di tempat?

a. Ya, seluruh warga sekolah bekerja dengan baik meskipun tidak ada kepala sekolah.

b. Lebih dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada.

c. Kurang dari 50 % warga sekolah yang bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada.

d. Warga sekolah tidak bekerja dengan baik ketika kepala sekolah tidak ada.

11. Ketika Bapak/Ibu melaksanakan tugas mengajar, kemudian ternyata situasi pembelajaran menjadi lesu dan tidak bergairah. Apakah yang biasanya Bapak/Ibu lakukan?

a. Melanjutkan pembelajaran apa adanya meskipun dalam suasana lesu kurang bergairah.

b. Memberikan tugas untuk mengerjakan sesuatu kepada siswa dan meninggalkan mereka ke kantor.

c. Berusaha memotivasi siswa untuk bergairah dengan menyajikan berbagai cerita yang relevan.

d. Mengganti model pembelajaran seketika yang lebih sesuai dengan kondisi pembelajaran saat itu.

12. Menurut Bapak/Ibu, apakah inovasi dan impriovisasi dalam bekerja perlu dilakukan?

a. Tidak. Sebaiknya kita bekerja sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (JUKLAK) dan petunjuk teknis (JUKNIS) yang telah ditetapkan.

b. Sekali-sekali boleh, untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas bekerja.

c. Sangat perlu, karena dalam inovaso dan improvisasi selalu terdapat dinamika kerja yang menggairahkan.

13. Dalam pelaksanaan program peningkatan mutu, apakah kepala sekolah melakukan pengawasan secara melekat?

133

Page 137: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

a. Ya. Selalu

b. Ya, tapi tidak terlalu ketat.

c. Sama sekali tidak.

14. Kepala sekolah melakukan monitoring secara berkala atas pelaksanaan program pengembangan mutu. Kegiatan monitoring ini dilakukan ….

a. Setiap minggu

b. Setiap awal bulan

c. Setiap triwulan

d. Setiap semester

15. Dalam melaksanakan monitoring pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu, monitoring juga dilakukan oleh ….

a. Wakil kepala sekolah

b. Staf kepala sekolah yang ditunjuk (Misalnya, PKS Urusan Kurikulum)

c. Kelompok guru senior yang dipercayai

d. Semua komponen sekolah melakukan monitoring sesuai dengan fungsinya.

16. Sebagai Controlling Agency, Komite Sekolah juga seharusnya melakukan monitoring pelaksanaan program peningkatan mutu di sekolah. Apakah fungsi Komite Sekolah tersebut dijalankan dengan benar?

a. Ya. Monitoring Komite Sekolah dilakukan sesuai dengan fungsinya.

b. Kadang-kadang memantau pelaksanaan program.

c. Staf Komite Sekolah datang ke sekolah tapi tidak pernah memantau pelaksanaan program peningkatan mutu.

d. Komite sekolah tidak pernah hadir di sekolah selain pada saat musyawarah RAPBS.

17. Apakah program-program kegiatan sekolah yang dilaksanakan dievaluasi?

a. Ya, selalu

b. Kadang-kadang dievaluasi

c. Lebih sering tidak pernah dievaluasi

d. Tidak pernah

18. Jika dilakukan evaluasi kegiatan, apakah evaluasi dilakukan secara berkala?

a. Ya. Evaluasi kinerja dan hasil tidak dilakukan hanya pada akhir program saja, tapi juga di tengah-tengah program sebagai kontrol kualitas.

b. Ya. Evaluasi dilakukan setiap akhir program berjalan.

19. Hasil evaluasi biasanya digunakan untuk apa?

a. Sebagai bahan masukan bagi perbaikan program di masa mendatang.

134

Page 138: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

b. Sebagai bahan kajian untuk dokumentasi.

c. Disimpan saja.

20. Apakah kepala sekolah melakukan koreksi atas hal-hal yang bersifat misinformation pada program dan pelaksanaannya serta mempublikasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan?

a. Ya, selalu dilakukan demikian.

b. Kadang-kadang dilakukan seperti itu.

c. Dibiarkan saja berjalan karena kesalahan itu akan diperbaiki sambil berjalan.

21. Apakah kepala sekolah memiliki komitmen terhadap pengembangan kultur sekolah yang baik?

a. Ya

b. Kadang-kadang

c. Tidak pernah

22. Apakah kepala sekolah merumuskan tujuan pengembangan sekolah dalam bentuk sasaran-sasaran mutu yang jelas dan spesifik?

a. Ya, selalu

b. Samar-samar, karena kadang-kadang program sekolah bisa berubah di tengah jalan.

c. Tidak. Tujuan pengembangan sekolah dirumuskan secara global saja.

23. Apakah rumusan tujuan pengembangan sekolah yang disusun memiliki daya ramal ke depan sesuai dengan perkembangan zaman?

a. Sebaiknya seperti itu

b. Tidak memiliki daya ramal

c. Tidak tahu

24. Bagaimanakah cara kepala sekolah menetapkan sasaran pengembangan mutu sekolah?

a. Dirumuskan begitu saja sesuai dengan kebutuhan sekolah.

b. Dilakukan analisis SWOT sehingga sasaran pengembangan mutu menjadi lebih realistis.

c. Menggunakan perkiraan-perkiraan kebutuhan yang tidak jelas arahnya.

25. Apakah kepala sekolah memberikan target berupa peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi dalam tujuan situasional pengembangan sekolah?

a. Ya. Hal itu dirumuskan dengan jelas dalam RPS.

b. Ya, tetapi tidak dirumuskan dengan jelas.

c. Kadang-kadang ada target

135

Page 139: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

d. Tidak pernah memberikan target secara khusus.

26. Apakah Bapak/Ibu selaku guru memiliki komitmen kuat dalam membentuk kultur sekolah yang baik?

a. Ya. Saya memiliki komitmen sungguh-sungguh dalam pembentukan kultur sekolah yang baik.

b. Tidak perlu membentuk kultur sekolah tertentu jika sekolah berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang baku dari pemerintah.

c. Saya tidak pernah memiliki komitmen apa pun.

27. Apakah Bapak/Ibu terlibat dalam menyusun rumusan sasaran dan target pengembangan mutu sekolah dalam bentuk program kegiatan sekolah?

a. Ya. Selalu dilibatkan

b. Kadang-kadang saya terlibat juga.

c. Sangat jarang guru terlibat dalam penyusunan program sekolah.

d. Guru biasanya tidak pernah dilibatkan dalam menyusun program sekolah.

28. Dalam menentukan arah pencapaian kualitas sekolah, apakah Bapak/Ibu diberi peluang untuk memberikan masukan dan saran bagi pengembangan sekolah?

a. Ya, semua guru selalu diberi kesempatan yang sama untuk memberikan masukan dan saran bagi peningkatan kualitas sekolah.

b. Hanya sebagian guru saja yang memperoleh kesempatan untuk memberikan masukan dan saran.

c. Tidak pernah terjadi guru memberikan masukan atau saran bagi pengembangan kualitas sekolah.

29. Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah Bapak/Ibu memiliki tugas dan tanggung jawab menyusun perencanaan pengembangan kualitas sekolah?

a. Ya. Perencanaan pembelajaran pada dasarnya adalah program peningkatan mutu sekolah jika dikelola dengan benar.

b. Tidak. Perencanaan pengembangan kualitas sekolah seharusnya menjadi tugas kepala sekolah.

30. Menurut Bapak/Ibu, apakah para siswa turut menentukan pembentukan kultur sekolah yang baik?

a. Ya. Tentu saja, karena siswa juga warga sekolah.

b. Tidak. Sikap siswa dibentuk sepenuhnya oleh instruksi guru.

c. Tidak. Siswa akan dengan sendirinya ikut dalam situasi yang berlangsung.

31. Apakah selama ini siswa-siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki budaya berprestasi?

a. Ya. Dalam bidang akademis dan non akademis

136

Page 140: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

b. Ya. Hanya dalam bidang akademis saja.

c. Ya. Hanya dalam bidang non akademis saja.

d. Tidak.

32. Apakah para siswa di sekolah Bapak/Ibu memiliki kecenderungan menggunakan teknologi tinggi (misalnya, komputer, internet)?

a. Ya. Hampir semua siswa mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet.

b. Hanya sedikit saja siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet..

c. Tidak ada satu pun siswa yang mampu menggunakan teknologi komputer dan akses internet.

33. Apakah masyarakat di sekitar sekolah, terutama para orang tua siswa, mendukung setiap program yang diajukan oleh sekolah demi peningkatan mutu di sekolah Bapak/Ibu?

a. Orang tua siswa selalu mendukung program sekolah yang diajukan.

b. Pada umumnya masyarakat orang tua siswa mendukung.

c. Hanya sebagian kecil saja orang tua siswa yang memberikan dukungan.

34. Bagaimanakah bentuk dukungan nyata yang diberikan masyarakat dan orang tua siswa terhadap program peningkatan mutu di sekolah Bapak/Ibu?

a. Orang tua mengikutsertakan anak-anaknya dalam setiap program pengembangan kualitas sekolah beserta segala konsekuensinya.

b. Sebagian orang tua berpartisipasi meskipun secara material terbebani.

c. Orang tua hanya mau berpartisipasi jika secara material tidak membebani mereka.

d. Tidak ada orang tua yang mau berpartisipasi.

UNTUK PERTANYAAN BERIKUT INI, BAPAK/IBU DAPAT MEMILIH LEBIH DARI SATU JAWABAN PADA SETIAP PERTANYAAN

35. Nilai-nilai dan kebiasaan apa saja yang selama ini dikembangkan di sekolah Bapak/Ibu yang berkaitan dengan nilai keagamaan dan akhlakul-karimah?

a. Pembiasaan mengucapkan salam pada saat bertemu dan berpisah

b. Pembiasaan berdoa sebelum dan setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran.

c. Melaksanakan shalat dzuhur berjamaah setiap habis jam pelajaran terakhir di mesjid sekolah.

d. Melaksanakan tadarus bersama pada hari-hari tertentu, atau setiap hari selama beberapa menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai.

e. Mengembangkan studi amaliah Ramadhan melalui berbagai kegiatan.

137

Page 141: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

f. Mengembangkan budaya bersih diri.

g. Menyelenggarakan forum-forum diskusi keagamaan.

h. Mengelola kegiatan ZIS (zakat, infaq, shadaqah).

i. Berbuka puasa bersama pada bulan ramadhan.

j. Menyelenggarakan lomba-lomba keterampilan agama (lomba mengahafal Al-Quran, lomba da’wah, dan sejenisnya).

k. Menyelenggarakan kegiatan peringatan hari besar agama.

l. ……………………

36. Kegiatan-kegiatan apa saja yang dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu dalam rangka melakukan pembinaan siswa?

a. Menerapkan disiplin dan tata tertib sekolah secara konsisten dan tegas (pakaian seragam, waktu, dan yang lainnya).

b. Melaksanakan upacara bendera setiap hari Senin pagi (pengibaran bendera).

c. Melaksanakan upacara-upacara peringatan hari besar nasional.

d. Melaksanakan kegiatan MOS pada awal tahun pelajaran.

e. Melaksanakan kegiatan widyawisata bermanfaat.

f. Menyelenggarakan kegiatan bakti sosial.

g. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan teman asuh.

h. Penyelenggaraan kegiatan latihan dasar kepemimpinan siswa (LDKS)

i. Penyelenggaraan upacara pelepasan siswa lulusan pada akhir tahun pelajaran.

j. Menerbitkan majalah sekolah.

k. …………………………..

37. Kegiatan ekstrakurikuler olahraga apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?

a. Atletik (lari, tolak peluru, lempar cakram, loncat jauh, loncat tinggi, dll.)

b. Renang

c. Volleyball

d. Basket ball

e. Sepak bola

f. Futsal

g. Tenis meja

h. Tenis lapangan

i. Buku tangkis

j. …………..

138

Page 142: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

38. Kegiatan ekstrakurikuler seni budaya apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?

a. Seni musik (band, dangdut)

b. Solo vokal

c. Paduan suara

d. Degung

e. Tembang Sunda

f. Drumband atau marching band

g. Seni tari

h. Teater / drama

i. ………………

39. Kegiatan ekstrakurikuler keorganisasian dan keterampilan apa saja yang sampai saat ini dilaksanakan di sekolah Bapak/Ibu?

a. OSIS

b. Kelompok Karya Ilmiah Remaja (KIR)

c. Pramuka

d. UKS – PMR

e. PKS

f. Paskibra

g. ………….

40. Kegiatan apa saja yang dilaksanakan guna meningkatkan kemampuan kognitif siswa dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu?

a. Membentuk komunitas belajar (kelompok belajar) mandiri.

b. Membentuk English Conversation Club (ECC)

c. Membentuk kelompok-kelompok belajar yang mengacu kepada mata pelajaran tertentu

d. Pembentukan dan pengembangan kelompok-kelompok kegiatan penelitian, pengamatan, dan sejenisnya

e. Pengembangan budaya berprestasi dalam bidang akademik

f. ....................................

41. Apa saja yang dilakukan oleh sekolah guna menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman?

a. Menumbuhkan kesadaran dan kebiasaan bersih lingkungan.

b. Menumbuhkan dan mengembangkan cinta lingkungan

c. Menerapkan budaya terib dan protektif

139

Page 143: Pengembangan Kultur Sekolah dalam Peningkatan Mutu Layanan.doc

d. Melarang adanya benda atau kegiatan yang dapat mengundang keresahan lingkungan sekolah.

e. Melarang masuknya orang-orang di luar pendidikan memasuki kawasan sekolah.

f. ………………..

42. Nilai-nilai apa saja yang menurut Bapak/Ibu perlu dipertahankan, ditumbuhkan, dan dikembangkan di sekolah?

a. Mempertahankan nilai-nilai positif dari tradisi yang ada di lingkungan sekolah.

b. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya bersih diri dan bersih lingkungan.

c. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya berprestasi.

d. Menumbuhkan dan mengembangkan budaya santun dan taat hukum.

e. ........................................

140