pengembangan ekonomi daerah dan prospek otonomi daerah yang dilaksanakan di indonesia

18
TUGAS Mata Kuliah Perekonomian Indonesia Pengembangan Ekonomi Daerah dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia Oleh : Fakhri Nugraha Pratama 125020305111015 Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Upload: fakhri-nugraha-p

Post on 24-Oct-2015

81 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

aaa

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

TUGAS

Mata Kuliah Perekonomian IndonesiaPengembangan Ekonomi Daerah dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di

Indonesia

Oleh :

Fakhri Nugraha Pratama

125020305111015

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya

Malang

2013

Page 2: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH DAN PROSPEK OTONOMI DAERAH YANG DILAKSANAKAN DI INDONESIA

Dasar Hukum Otonomi DaerahPemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.

Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”

Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut.

“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut.“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Sementara itu, tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.Sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem otonomi daerah, dibentuk pula perangkat peraturan perundang-undangan yang 5 Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, No. 32 Tahun 2004, LN No. 125 tahun 2004, TLN No. 4437, ps. 1. mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 25 Tahun 1999) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004).

Selain itu, amanat UUD 1945 yang menyebutkan bahwa, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota

Page 3: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

dipilih secara demokratis” direalisasikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PP Nomor 6 Tahun 2005).

Pelaksanaan Otonomi Daerah di IndonesiaMenurut amanat UU Nomor 32 Tahun 2004, publik seharusnya dilibatkan dalam

pembuatan kebijakan. Namun, di beberapa daerah yang sudah mengadopsi sistem otonomi daerah, kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan. Pengambilan keputusan belum melibatkan publik dan masih berada di lingkaran elite lokal provinsi dan kabupaten/kota. Keterlibatan publik dalam pembuatan kebijakan itu tercermin dari pembuatan peraturan daerah (perda).

Otonomi daerah yang dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa perubahan politik di tingkat lokal (daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai simbol dan kedudukannya di bawah legislatif, setelah otonomi daerah, peran legislatif menjadi lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah.

Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.

Dalam kehidupan modern yang kita jalani dewasa ini, eksistensi pemerintahan tidak dapat dipungkiri lagi. Kehadiran pemerintah menjangkau hampir semua segi kehidupan, mulai dari kelahiran anak (akte kelahiran), nikah (harus pakai akte nikah), bahkan sampai seseorang meninggal dunia (harus mengurus akte kematian).Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Pemerintahan modern, dengan kata lain, pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai kemajuan bersama. Oleh karena itu, secara umum, tugas-tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang pelayanan, yaitu :

1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintah yang sah melalui cara-cara kekerasan.

2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya perselisihan di antara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai.

3. Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka. Jaminan keadilan ini terutama harus tercermin melalui keputusan-keputusan pengadilan, dimana kebenaran diupayakan pembuktiannya secara maksimal, dan dimana konstitusi dan hukum yang berlaku dapat ditafsirkan dan diterapkan secara adil dan tidak memihak, serta dimana perselisihan bisa didamaikan.

4. Melakukan pekerjaan umum dan memberikan pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non-pemerintah. Ini antara lain mencakup pembangunan jalan, penyediaan fasilitas pendidikan yang terjangkau oleh mereka yang berpendapatan rendah, pelayanan pos dan pencegahan penyakit menular.

Page 4: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial : membantu orang miskin dan memelihara orang-orang cacat, jompo dan anak-anak terlantar, menampung serta menyalurkan para gelandangan ke sektor kegiatan yang produktif, dan semacamnya.

6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat.

7. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti air, tanah, dan hutan. Pemerintah juga berkewajiban mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk pemanfaatan sumber daya alam yang mengutamakan keseimbangan antara eksploitasi dan reservasi.

Sementara itu, untuk melaksanakan tugas-tugas pokok tersebut, pemerintah mempunyai beberapa fungsi. Pada umumnya pemerintah menjalankan dua fungsi pokok, fungsi pemerintahan umum. Yaitu mengatur kehidupan politik, sosial, ketertiban, pertahanan keamanan, termasuk kependudukan. Fungsi ini merupakan monopoli pemerintah, dalam arti pihak lain tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakannya. Fungsi penyediaan pelayanan masyarakat dalam arti luas, antara lain, kesehatan, pendidikan, pos, telekomunikasi, dan sebagainya. Fungsi ini bukan monopoli pemerintah, terbuka untuk fihak swasta yang melakukannya. Selain dua fungsi tersebut, dalam negara berkembang pemerintah juga dibebani fungsi ke tiga yaitu fungsi pembangunan.

Tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang tertera di atas menggambarkan adanya jangkauan yang luas dan kompleks, dengan tanggung jawab yang sangat berat, terpikul di atas pundak setiap pemerintahan. Untuk melakukan tugas pokok dan fungsi tersebut, adalah hal yang sangat sulit jika dilaksanakan secara terpusat (concentrated) oleh Pemerintah Pusat. Untuk itu, tugas pokok dan fungsi tersebut harus diserahkan atau didelegasikan sebagian dalam bentuk kewenangan melalui asas desentralisasi kepada daerah (otonom) untuk diselenggarakan. Pilihan terhadap orientasi pemerintahan yang desentralistis didasarkan pada beberapa alasan yang ditinjau dari beberapa dimensi, yaitu :

1. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada salah satu pihak saja, yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

2. Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.

3. Dari sudut organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama diurus oleh pemerintah setempat pengurusannya diserahkan kepada daerah. Hal-hal yang lebih tepat di tangan pusat tetap diurus oleh Pemerintah Pusat.

4. Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan kepada kekhususan suatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.

5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu

Page 5: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

pembangunan tersebut.

Desentralisasi dalam tinjauan etimologis (Latin : “de” lepas, “centrum” pusat) dapat diartikan melepaskan dari pusat. Pengertian ini dapat dikonotasikan sebagai pencerminan adanya pelepasan dalam konteks penyerahan kekuasaan atau kewenangan dari pusat ke daerah. Scligman mengemukakan bahwa desentralisasi merupakan suatu proses penyerahan wewenang (authority) dari pemerintah yang lebih tinggi yang mempunyai kekuasaan (power) kepada pemerintah yang lebih rendah derajatnya, yang menyangkut bidang legislatif atau administratif. Senada dengan hal tersebut, selanjutnya Ruiter meneruskan bahwa kewenangan tersebut untuk secara mandiri dan berdasarkan kepentingan, sendiri mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal tersebut.

Format desentralisasi terdapat dalam dua bentuk, yakni : desentralisasi administratif atau dekonsentrasi, yang berarti delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat lokal, dan desentralisasi politik atau devolusi, yang berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal. Desentralisasi adalah merupakan penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom, untuk secara mandiri dapat mengembangkan kreatifitas dan prakarsa dalam penyelenggaraan pemerintahan.Hak dan wewenang untuk mengurus rumah tangga sendiri (local self government) ini dikenal dengan otonomi daerah.

Wewenang dalam konsep organisasi dan manajemen diartikan sebagai hak suatu unit kerja atau seseorang pejabat untuk melakukan sesuatu tugas dengan penuh tanggung jawab. Terry (2000 : 101) berpendapat bahwa pada organisasi-organisasi resmi yang berjalan, wewenang harus didelegasikan atau dibagi dari seorang manajer atau kelompok kerja organisasi pada pihak-pihak lain untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban khusus.

Penyerahan atau pembagian kewenangan daerah dari Pemerintah Pusat kepada daerah, membawa konsekuensi pada terbaginya urusan dan tugas pemerintahan. Beberapa sistem dalam pembagian kewenangan, yaitu antara lain :

1. Sistem Residu Dalam sistem ini, secara umum telah ditentukan lebih dahulu tugas-tugas yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat, sedangkan sisanya menjadi urusan rumah tangga Daerah.

2. Sistem Material Dalam sistem ini tugas Pemerintah Daerah ditetapkan satu per satu secara limitative atau terinci. Selain dari tugas yang telah ditentukan, merupakan urusan Pemerintah Pusat.

3. Sistem FormalDalam sistem ini urusan yang termasuk dalam urusan rumah tangga Daerah tidak secara apriori ditetapkan atau dengan Undang-Undang. Daerah boleh mengatur dan mengurus segala sesuatu yang dianggap penting bagi daerahnya, asal tidak mencakup urusan yang telah diatur oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatnya.

4. Sistem Riil.Dalam sistem ini, penyerahan urusan atau tugas dan kewenangan kepada daerah didasarkan pada faktor yang nyata atau riil, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan riil dari Daerah maupun Pemerintah Pusat serta pertumbuhan kehidupan masyarakat yang terjadi.

Faktor yang menjadi dasar pembagian wewenang antara pusat dan daerah adalah : Fungsi yang sifatnya berskala nasional dan berkaitan dengan eksistensi negara sebagai kesatuan politik, wewenangnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat. Fungsi yang

Page 6: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

menyangkut pelayanan masyarakat yang perlu disediakan secara seragam atau standard untuk seluruh daerah, kewenangan ini lebih sesuai dikelola oleh Pemerintah Pusat mengingat lebih ekonomis bila diusahakan dalam skala besar (economic of scale). Fungsi pelayanan yang bersifat lokal. Fungsi ini melibatkan masyarakat luas tetapi tidak memerlukan tingkat pelayanan yang seragam, untuk melaksanakan fungsi tersebut wewenangnya dapat diserahkan pada Pemerintah Daerah.

Pelaksanaan Otonomi Daerah Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang

berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelengarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup, dan berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggung-jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semkain baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan daerah serta antara daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 adalah :

1. Penyelengaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertangung jawab.

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota.

4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah.

5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah administratif.

6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Page 7: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

7. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administratis untuk melaksanakan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.

8. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Dalam implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang dilaksanakan mulai 1 Januari 2001 terdapat beberapa permasalahan yang perlu segera dicarikan pemecahannya. Namun sebagian kalangan beranggapan timbulnya berbagai permasalahan tersebut merupakan akibat dari kesalahan dan kelemahan yang dimiliki oleh UU 22/1999, sehingga merekapun mengupayakan dilakukannya revisi terhadap UU 22/1999 tersebut.

Jika kita mengamati secara obyektif terhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang baru berjalan memasuki bulan kesepuluh bulan ini, berbagai permasalahan yang timbul tersebut seharusnya dapat dimaklumi karena masih dalam proses transisi. Timbulnya berbagai permasalahan tersebut lebih banyak disebabkan karena terbatasnya peraturan pelaksanaan yang bisa dijadikan pedoman dan rambu-rambu bagi implementasi kebijakan Otonomi Daerah tersebut.

Otonomi Daerah dan Masa Depannya Perhatian dalam prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan otonomi Daerah

dapat diperkirakan prospek ke depan dari Otonomi Daerah tersebut. Untuk mengetahui prospek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang kita gunakan disini adalah aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup memadai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang pada hakekatnya adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat diharapkan dapat mememnuhi aspirasi berbagai pihak dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta hubungan Pusat dan Daerah.

Dari aspek ideologi, sudah jelas dinyatakan bahwa Pancasila merupakan pandangan, falsafah hidup dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan antara lain pengakuan Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan nasional, pengakuan hak azasi manusia, demokrasi, dan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah dapat diterima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui Otonomi Daerah nilai-nilai luhur Pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia.

Dari aspek politik, pemberian otonomi dan kewenangan kepada Daerah merupakan suatu wujud dari pengakuan dan kepercayaan Pusat kepada Daerah. Pengakuan Pusat terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah akan menciptakan hubungan yang harmonis antara Pusat dan Daerah. Selanjutnya kondisi akan mendorong tumbuhnya dukungan Derah terhadap Pusat dimana akhirnya akan dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebijakan Otonomi Daerah sebagai upaya pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap peningkatan kehidupan politik di Daerah. Dari aspek ekonomi, kebijakan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi Daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya.

Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah. Melalui kewenangan

Page 8: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan. Kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun global.

Dari aspek sosial budaya, kebijakan Otonomi Daerah merupakan pengakuan terhadap keanekaragaman Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan Pusat terhadap keberagaman daerah merupakan suatu nilai penting bgi eksistensi daerah. Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa setara dan sejajar dengan suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya mempersatukan bangsa dan negara.Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal akan dapat ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan budaya lokal akan memperkaya khasanah budaya nasional.

Selanjutnya dari aspek pertahanan dan keamanan, kebijakan Otonomi Daerah memberikan kewenangan kepada masing-msing daerah untuk memantapkan kondisi Ketahanan daerah dalam kerangka Ketahanan Nasional. Pemberian kewenangan kepada Daerah akan menumbuhkan kepercayaan Daerah terhadap Pusat. Tumbuhnya hubungan dan kepercayaan Daerah terhadap Pusat akan dapat mengeliminir gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia .

Memperhatikan pemikiran dengan menggunakan pendekatan aspek ideologi, politik, sosal budaya dan pertahanan keamanan, secara ideal kebijakan Otonomi Daerah merupakan kebijakan yang sangat tepat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal ini berarti bahwa kebijakan Otonomi Daerah mempunyai prospek yang bagus di masa mendatang dalam menghadapi segala tantangan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasya-rakat, berbangsa dan bernegara.

Namun demikian prospek yang bagus tersebut tidak akan dapat terlaksana jika berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi tidak dapat diatasi dengan baik. Untuk dapat mewujudkan prospek Otonomi Daerah di masa mendatang tersebut diperlukan suatu kondisi yang kondusif diantaranya yaitu:

Adanya komitmen politik dari seluruh komponen bangsa terutama pemerintah dan lembaga perwakilan untuk mendukung dan memperjuangkan implementasi kebijakan Otonomi Daerah.

Adanya konsistensi kebijakan penyelenggara negara terhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah.

Kepercayaan dan dukungan masyarakat serta pelaku ekonomi dalam pemerintah dalam mewujudkan cita-cita Otonomi Daerah.

Dengan kondisi tersebut bukan merupakan suatu hal yang mustahil Otonomi Daerah mempunyai prospek yang sangat cerah di masa mendatang. Kita berharap melalui dukungan dan kerjasama seluruh komponen bangsa kebijakan Otonomi Daerah dapat diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Landasan HukumDi dalam pokok-pokok perubahan UUD 1945 pada bab IV pasal 18 ayat 1 tentang

pengaturan pemerintahan daerah, dijelaskan bahwa negara Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Setiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Sebagai negara kesatuan, kita tidak mengenal adanya negara dalam negara, karena memang bukan negara federal (serikat).

Pembagian daerah adalah sekedar suatu desentralisasi dengan otonomi yang luas untuk melancarkan jalannya pemerintahan. Selanjutnya dalam ayat 2 diatur tentang otonomi pemerintahan daerah. Dijelaskan dalam pasal tersebut bahwa pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Selain mengatur tentang otonomi daerah, UUD 1945 hasil amandemen juga mengakui keistimewaan pemerintahan daerah. Dalam pasal 18B ayat 1, hubungan pemerintah pusat

Page 9: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

dan daerah provinsi, kabupaten dan kota diatur dalam suatu undang-undang dengan memperhatikan keistimewaan daerah masing-masing.

Selain itu, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yan diatur dalam undang-undang (pasal 18B ayat2). Hal ini merupakan perwujudan kebinekaan masyarakat dan wilayah Negara Indonesia dengan segala kekayaan etnis, budaya, adat istiadat dan karakter masing-masing.

Kebebasan dan keterbukaan politik yang terjadi pasca Orde Baru membawa konsekuensi logis pada pemerintahan untuk segera mengubah diri. Segala macam kebijakan dan regulasi yang berbau orde baru yang sentralistis diubah sedemikian besarnya menjadi sangat terdesentralisasi. Kebijakan desentralisasi diperkenalkan pada tahun 1999 melalui UU No.22/1999 dan UU 25/1999. Dua undang-undang ini lahir untuk merespon dua kondisi sosial-politik yaitu merebaknya tuntutan daerah untuk memperoleh otonomi yang lebih luas, bahkan tuntutan federasi dan merdeka, serta semangat demokrasi yang menuntut ruang partisipasi yang luas.

Dengan setting sosial politik ini maka UU No. 22/1999 dan UU 25/1999 hadir dengan dua misi utama. Untuk memuaskan semua daerah dengan memberikan ruang partisipasi politik yang tinggi melalui ‘desentralisasi politik’ dari pusat kepada daerah, dan memberikan kesempatan dan kepuasan politik kepada masyarakat dengan memberikan kesempatan untuk menikmati simbol-simbol utama demokrasi lokal (misal pemilihan Kepala Daerah). Untuk memuaskan daerah-daerah kaya sumberdaya alam yang ‘memberontak’ dengan memberikan akses yang lebih besar untuk menikmati sumberdaya alam yang ada di daerah mereka masing-masing.

Regulasi yang baru ini memberikan kewenangan yang luas kepada daerah otonom yang meliputi seluruh bidang pemerintahan kecuali politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta beberapa kewenangan bidang lain. Disamping memperoleh kewenangan politik yang luas, daerah juga memperoleh peluang partisipasi politik yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kesempatan untuk memilih Kepala Daerah secara langsung, juga pembentukan Badan Perwakilan Desa sebagai perkembangan baru bagi kehidupan demokrasi di tingkat desa. Secara lebih detail, UU No.22/1999 yang kemudian dilanjutkan dengan UU No.32/2004 dengan beberapa revisi, telah melakukan perubahan signifikan dibandingkan dengan sistem yang digunakan di masa Orde Baru.

Semangat otonomi daerah yang lebih besar ini dimulai dengan perubahan simbolisasi pada nama daerah otonom. Istilah tingkatan daerah otonom (Dati I dan Dati II) dihapuskan, dan diganti dengan istilah yang lebih netral, yaitu Propinsi, Kabupaten dan Kota. Hal ini didasari semangat untuk menghindari citra bahwa tingkatan lebih tinggi (Dati I) secara hierarkhis lebih berkuasa daripada tingkatan lebih rendah (Dati II).

Padahal dua-duanya merupakan badan hukum yang terpisah dan sejajar yang mempunyai kewenangan berbeda. UU No.22/1999 memperpendek jangkauan asas dekonsentrasi yang dibatasi hanya sampai pemerintahan Propinsi. Pemerintahan Kabupaten dan Kota telah terbebas dari intervensi pusat yang sangat kuat melalui perangkapan jabatan Kepala Daerah Otonom (Local Self-government) dan Kepala Wilayah Administratif (Field Administration). Bupati dan Walikota adalah Kepada Daerah Otonom saja. Sementara itu jabatan Kepala Wilayah pada kabupaten dan Kota (dulu Kotamadya) sudah tidak dikenal lagi.

UU No.22/1999 yang kemudian dilanjutkan oleh UU No.32/2004 menghapuskan posisi wilayah administratif (field administration) pada level Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Integrated Prefectoral System yang sentralistis yang digunakan UU No.5/1974 diubah menjadi Functional System, dan bukan sekedar Unintegrated Prefectoral System yang dikenal pada UU No.1/1957.

UU tersebut menempatkan pemerintahan kecamatan dan kelurahan sebagai perangkat Daerah otonom, yaitu Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan kata lain, pemerintahan kecamatan menempati posisi sebagai kepanjangan tangan pemerintahan daerah otonom (desentralisasi), dan bukan sebagai aparat dekonsentrasi.

Page 10: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

Bupati dan Walikota dipilih secara mandiri di daerah tanpa melibatkan pemerintah Propinsi maupun pemerintah Pusat. Dalam UU No.22/1999, Kepala Daerah dipilih oleh DPRD. Oleh karena itu, Bupati/Walikota harus bertanggung jawab kepada dan bisa diberhentikan oleh DPRD sebelum masa jabatannya usai. Sementara itu, pemerintah pusat (Presiden) hanya diberi kekuasaan untuk ‘memberhentikan sementara’ seorang Bupati/Walikota jika dianggap membahayakan integrasi nasional.

Pada tahun 2004, diperkenalkanlah Pilkada Langsung di mana Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat dari para pasangan calon yang diajukan oleh partai politik. Perubahan ke arah pendalaman demokrasi ini terus berkembang. UU No.32/2004 ini kemudian direvisi di tahun 2008 dengan memberikan kesempatan kepada calon perseorangan untuk berkompetisi dalam Pilkada Langsung.

Kewenangan yang lebih luas kepada daerah otonom yang meliputi seluruh bidang pemerintahan kecuali politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta ‘kewenangan bidang lain’. Hanya saja, definisi ‘kewenangan bidang lain’ ini ternyata masih sangat luas, sebab mencakup perencanaan dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan SDM, pendaya gunaan SDA serta teknologi tinggi strategis, koservasi dan standarisasi nasional.

Sementara itu, keuangan daerah juga mengalami beberapa perubahan. Melalui UU No.25/1999 dan UU No. 33/2004, secara makro sumber-sumber keuangan daerah diperbesar, sejalan dengan dikembangkannya prinsip perimbangan. Jumlah alokasi transfer keuangan ke daerah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Jumlah ini juga semakin terasa untuk dua provinsi yang memperoleh otonomi khusus, yaitu Papua dan Aceh (Nanggroe Aceh Darussalam) melalui dana Otsus dan penyesuaian. Semua ini dilakukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah, serta meningkatkan sinergi perencanaan pembangunan pusat dan daerah.

Realisasi dalam Pemerintahan NKRIDaerah otonom sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas

wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI. Berdasarkan rumusan tersebut, dalam otonom terdapat unsur-unsur sebagai berikut :

1. Unsur batas wilayah. Sebagai kesatuan masyarakat hukum, batas suatu wilayah adalah sangat menentukan untuk kepastian hukum bagi pemerintah dan masyarakat dalam melakukan interaksi hukum, misalnya dalam penetapan kewajiban tertentu sebagai warga masyarakat serta pemenuhan hak-hak masyarakat terhadap fungsi pelayanan umum pemerintahan dan peningkatan kesejahteraan secara luas kepada masyarakat setempat. Di sisi lain, batas wilayah ini sangat penting apabila ada sengketa hukum yang menyangkut wilayah perbatasan antar daerah. Dengan perkataan lain, dapat dinyatakan bahwa suatu daerah harus mempunyai wilayah dengan batas-batas yang jelas sehingga dapat dibedakan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.

2. Unsur pemerintahan. Eksistensi pemerintahan di daerah didasarkan atas legitimasi undang-undang yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menjalankan urusan pemerintahan yang berwenang mengatur kreativitasnya sendiri. Elemen pemerintahan daerah adalah meliputi pemerintahan daerah dan lembaga DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3. Unsur masyarakat.

Page 11: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

Masyarakat sebagai suatu elemen pemerintahan daerah merupakan kesatuan masyarakat hukum, kebiasaan dan adat istiadat yang turut mewarnai sistem pemerintahan daerah, mulai dari bentuk cara berpikir, bertindak dan kebiasaan tertentu dalam kehidupan masyarakat. Bentuk-bentuk partisipasi budaya masyarakat antara lain gotong-royong, permusyawaratan, cara menyampaikan pendapat dan pikiran yang menunjang pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pelayanan pemerintahan.

Dalam politik hukum, yang paling esensi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat otonomi ialah pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban tertentu. Dalam realita di lapangan, ternyata kebijakan ini hanya tinggal kebijakan belaka, dalam beberapa kewenangan tertentu yang berpotensial sering ditarik ulur sehingga berpengaruh terhadap efektivitas dan efisien penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Hubungan antar pemerintahan yakni hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dengan pemerintah kabupaten/kota, di era pemberlakuan otonomi daerah, kebiasaan-kebiasaan penyelenggaraan pemerintahan daerah sering terjadi salah tafsir yang berimplikasi pada hubungan masing-masing kepala daerah. Adapun hubungan antar pemerintah daerah, khususnya hubungan antara pemerintah daerah dengan Badan Legislatif Daerah sering terjadi disharmonisasi sehingga mengganggu sistem kemitraan antara pemerintah daerah dan legislatif daerah.

Atas dasar itulah, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan otonomi daerah sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004. Berdasarkan pertimbangan tersebut, gambaran tentang dampak pemekaran dalam tulisan ini diletakkan dalam pandangan ganda. Menghindari ataupun meminimalisasi dampak negatif pada dasarnya adalah mengelola proses kebijakan pemekaran dan proses pasca pemekaran.

1. Dampak Sosio Kultural Pemekaran daerah membawa implikasi positif dalam bentuk pengakuan sosial, politik dan kultural masyarakat daerah. Melalui kebijakan pemekaran, entitas masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang, memperoleh pengakuan sebagai daerah otonom baru. Pengakuan ini pada gilirannya memberikan kontribusi positif terhadap kepuasan masyarakat, sehingga meningkatkan dukungan daerah terhadap pemerintah nasional.Namun demikian, kebijakan pemekaran juga bisa memicu konflik yang pada gilirannya juga menimbulkan masalah horisontal dan vertikal dalam masyarakat. Sengketa antara pemerintah daerah induk dengan pemerintah daerah pemekaran dalam hal pengalihan aset dan batas wilayah, seringkali berimplikasi pada ketegangan antar kubu masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah daerah.

2. Dampak Pada Pelayanan Publik Kebijakan pemekaran daerah mampu memperpendek jarak geografis antara pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, juga mempersempit rentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit pemerintahan di bawahnya. Disamping itu, pemekaran juga memungkinkan untuk menghadirkan jenis-jenis pelayanan baru, seperti pelayanan listrik, telepon, serta fasilitas urban lainnya, terutama di wilayah ibukota daerah pemekaran.Tetapi, pemekaran juga menimbulkan implikasi negatif bagi pelayanan publik, terutama pada skala nasional, terkait dengan alokasi anggaran untuk pelayanan publik yang berkurang. Hal ini disebabkan adanya kebutuhan belanja aparat dan infrastruktur pemerintahan lainnya yang bertambah dalam jumlah yang signifikan sejalan dengan pembentukan DPRD dan birokrasi di daerah hasil pemekaran.

Page 12: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

3. Dampak Bagi Pembangunan EkonomiPasca terbentuknya daerah otonom baru, terdapat peluang yang besar bagi akselerasi pembangunan ekonomi di wilayah yang baru. Bukan hanya infrastruktur pemerintahan yang terbangun, tetapi juga infrastruktur fisik dan infrastruktur kebijakan pembangunan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah otonom baru. Semua infrastruktur ini membuka peluang yang lebih besar bagi wilayah hasil pemekaran untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi.

4. Dampak Bagi Pertahanan, Keamanan dan Integrasi NasionalPembentukan daerah otonom baru, bagi beberapa masyarakat pedalaman dan masyarakat di wilayah perbatasan merupakan isu politik nasional yang penting. Bagi masyarakat tersebut, bisa jadi mereka tidak pernah melihat dan merasakan kehadiran 'Indonesia', baik dalam bentuk simbol pemerintahan, politisi, birokrasi dan bahkan kantor pemerintah. Pemekaran daerah otonom, oleh karenanya, bisa memperbaiki kenangan politik nasional di daerah melalui peningkatan dukungan terhadap pemerintah nasional dan menghadirkan pemerintah pada level yang lebih bawah.

Dalam sudut pandang pemerintah pusat, kebijakan pemekaran juga sangat penting ditempuh dalam kaitannya untuk mendorong munculnya aktivitas perekonomian dan akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah perbatasan dan tertinggal, penguatan identitas kenegaraan dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat sehingga negara akan dirasakan kehadirannya sangat riil oleh masyarakat, dan sebagai upaya untuk penjagaan wilayah aktif dalam rangka membangun pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan. Namun, biaya politik untuk menghadirkan pemerintahan daerah otonom baru ini seringkali juga bisa sangat mahal, apabila pengelolaan politik selama proses dan pasca pemekaran tidak bisa dilakukan dengan baik. Berdasarkan pengamatan pada beberapa daerah hasil pemekaran, ketidakmampuan untuk membangun ornamen politik antar kelompok dalam masyarakat mengakibatkan munculnya tuntutan untuk memekarkan lagi daerah yang baru saja mekar.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang PS Brodjonegoro. 2008. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Ekonomi.

Page 13: Pengembangan Ekonomi Daerah Dan Prospek Otonomi Daerah Yang Dilaksanakan Di Indonesia

Jakarta:FEUI.Devas, Nick. 1989. Financing Local Government in Indonesia, Ohio University Press, Ohio.Kaho, Josef Riwu, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,