pengembangan bahan ajar

321
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains 2011 ISBN : PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA TERPADU BERBASIS SAINS- LINGKUNGAN-TEKNOLOGI-DAN MASYARAKAT (SALINGTEMAS) Ika Kartika 1) , Ismun Nisa Nadhifah 2) 1) Jabatan Dosen Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2) Program Studi pendidikan Fisika Unversitas islam Negeri Sunan Kalijaga,Yogyakarta e-mail: 1) [email protected] . 2) [email protected] ABSTRAK Makalah ini bertujuan untuk mengetahuai karakteristik dan proses pengembangan bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas untuk SMP; menemukan kelebihan dan kekurangan bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas untuk SMP. Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi literatur. Hasil dari kajian literatur ini mengkaji tentang pengembangan bahan ajar IPA terpadu berbasis SALINGTEMAS untuk jenjang pendidikan SMP. Pengembangan bahan ajar IPA terpadu berbasis SALINGTEMAS dapat menjadi solusi akan kebutuhan bahan ajar yang baik dan benar serta berkualitas bagi guru dan siswa. Bahan ajar ini disusun secara komprehensif dengan mengintegrasikan substansi materi IPA secara proporsional serta membantu siswa untuk menemukan penerapan pengetahuan dan skill IPA dalam isu lingkungan, teknologi dan masyarakat terkini. Hal ini mejadikan pembelajaran IPA lebih bermakna dan menyenangkan serta menggali kreativitas siswa dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari dengan pengetahuan dan skill IPA yang dimiliki. Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa, bahan ajar IPA terpadu dikembangkan dengan Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta 1

Upload: taufik-chemy-gais

Post on 27-Dec-2015

498 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Makalah seminar

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR IPA TERPADU BERBASIS SAINS-LINGKUNGAN-TEKNOLOGI-DAN MASYARAKAT (SALINGTEMAS)Ika Kartika1), Ismun Nisa Nadhifah2)1) Jabatan Dosen Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan TeknologiUniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta2)Program Studi pendidikan FisikaUnversitas islam Negeri Sunan Kalijaga,Yogyakartae-mail: 1)[email protected]. 2)[email protected]

ABSTRAKMakalah ini bertujuan untuk mengetahuai karakteristik dan proses pengembangan bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas untuk SMP; menemukan kelebihan dan kekurangan bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas untuk SMP. Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi literatur. Hasil dari kajian literatur ini mengkaji tentang pengembangan bahan ajar IPA terpadu berbasis SALINGTEMAS untuk jenjang pendidikan SMP. Pengembangan bahan ajar IPA terpadu berbasis SALINGTEMAS dapat menjadi solusi akan kebutuhan bahan ajar yang baik dan benar serta berkualitas bagi guru dan siswa. Bahan ajar ini disusun secara komprehensif dengan mengintegrasikan substansi materi IPA secara proporsional serta membantu siswa untuk menemukan penerapan pengetahuan dan skill IPA dalam isu lingkungan, teknologi dan masyarakat terkini. Hal ini mejadikan pembelajaran IPA lebih bermakna dan menyenangkan serta menggali kreativitas siswa dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari dengan pengetahuan dan skill IPA yang dimiliki. Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa, bahan ajar IPA terpadu dikembangkan dengan mengintegrasikan substansi materi IPA secara proporsional sesuai SK dan KD serta dapat membantu siswa menemukan penerapan pengetahuan dan keterampilan IPA dalam Isu lingkungan, teknologi dan masyarakat; pengembangan bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas meliputi perencanaan pengembangan, dan prosedur pengembananyang meliputi analisis kebutuhan awal, analisis SK dan KD, penulisan bahan ajar, penilaian, serta revisi bahan ajar sehingga menghasilkan produk bahan ajar IPA terpadu yang menjawab kebutuhan akan bahan ajar yang komprehensif dan bermutu. Kata Kunci: Bahan Ajar, IPA Terpadu, SALINGTEMAS

A. PendahuluanBukan suatu yang berlebihan jika dikatakan bahwa kemajuan suatu bangsa dimasa mendatang terkait erat dengan kualitas pendidikan yang dienyam generasi penerusnya sekarang. Maka sudah selayaknya para praktisi pendidikan bersama-sama dengan pemerintah mengusahakan pendidikan yang berkualitas agar tercipta generasi penerus yang berkualitas, unggul dan berkarakter. Banyak angapan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah. Hal ini tercermin dari hasil Trends in Internasional Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003 yang menempatkan Indonesia berada pada urutan 36 dari 48 negara pesera untuk kemampuan siswa berumur 13 tahun di bidang sains (Depdiknas, 2003). Berdasarkan hal tersebut, harus ada upaya berkesinambungan dari pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia melalui perbaikan dan penyempurnaan kurikulum dari waktu ke waktu agar tidak semakin tertingal dari bangsa yang lain. Penyempurnaan kurikulum tersebut tidak lepas dari adanya pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan, yaitu dari teori behaviorisme, menuju teori konstruktivisme, artinya pembelajaran dari yang berpusat pada guru (teacher-centered) kepada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered). Pada jenjang pendidikan SMP/MTs substansi meteri IPA (meliputi fisika, kimia, dan biologi ) tercakup dalam mata pelajaran IPA terpadu. Pemberlakuan IPA terpadu tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan bahan ajar IPA terpadu sebagai rujukan yang baik dan benar, baik bagi guru maupun siswa. Bahan ajar merupakan salah satu sarana yang penting dalam menunjang proses kegiatan belajar mengajar. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah menyediakan bahan ajar sebagai rujukan yang baik dan benar baik bagi guru maupun siswa. Sampai saat ini pembelajaran IPA di sekolah-sekolah kurang dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik untuk mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari melalui pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan siswa selama proses pembelajaran .Berdasarkan hal tersebut, pendekatan yang sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan pemerintah saat ini adalah pendekatan yang berbasis salingtemas. Pendekatan salingtemas merupakan salah satu pendekatan yang mempersatukan sains, teknologi, lingkungan dan masyarakat. Ciri dari pendekatan salingtemas (Dianawati dalam Wulandari 2006) adalah:1. difokuskan pada isu sosial yang terkait dengan sains dan teknologi, 2. Diarahkan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam membuat keputusan berdasarkan informasi ilmiah, 3. Tanggap terhadap karir masa depan dengan mengingat bahwa kita hidup dalam masyarakat yang bergantung pada sains dan teknologi. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pembelajaran IPA yang dikehendaki pada jenjang SMP adalah IPA terpadu. Dalam IPA terpadu, bidang kajian yang memiliki keterkaitan dapat dipadukan menjadi satu tema/topik. Salah satu tema/topik dalam pembelajaran IPA terpadu adalah energi kalor. dalam kehidupan sehari-hari seseorang sering berhadapan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan energi kalor. Misalnya saja Global Warming yang merupakan salah satu dampak pemakaian energi kalor yang berlebihan yang menyebabkan suhu rata-rata di bumi semakin meningkat. Oleh karena itu pemahaman tentang energi kalor dalam kehidupan merupakan bagian dari ilmu sains yang sangat diperlukan. Kasus tersebut adalah contoh ideal dimana pengetahuan Sains (Fisika, Kimia dan Biologi) terintegrasi secara proporsional dengan isu teknologi, lingkungan dan masyarakat saat ini.Bahan ajar yang beredar seharusnya memiliki kualitas yang memenuhi standar kualitas mutu buku pelajaran yang ditetapkan oleh Pemerintah dan menyediakan pengetahuan yang terintegrasi dari sisi sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merasa perlu untuk menulis makalah yang berjudul Pengembangan Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis Sains-Lingkungan-Teknologi-Masyarakat (SALINGTEMAS) .Bahan Ajar IPA Terpadu Berbasis Sains-Lingkungan-Teknologi-Masyarakat (SALINGTEMAS) diharapkan mampu menjawab kebutuhan baik siswa maupun guru akan bahan ajar yang baik dan benar serta berkualitas. Bahan ajar ini disusun secara komprehensif sehingga memeberikan pengertian yang tepat kepada siswa akan integrasi substansi pengetahuan dan keterampilan Sains (Fisika, kimia, Dan Biologi ) serta memberikan gambaran penerapannya dalam isu lingkungan, teknologi dan masyarakat.Adapun permasalahan dalam makalah ini antara lain: bagaimanakah karakteristik bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas untuk SMP?; apa kelebihan dan kekurangan bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas untuk SMP?B. Dasar Teori1. Pembelajaran IPA Terpadu Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang materinya adalah alam dengan segala isinya (Depdiknas, 2007). Hal yang dipelajari dalam IPA terpadu adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Melalui pembelajaran IPA terpadu, siswa dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian, siswa terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh , bermakna, dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual akan menjadikan proses belajar lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang relevan akan membentuk skema kognitif, sehingga anak memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar IPA, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.Beberapa karakteristik pembelajaran terpadu dalam Iskandar(2006:59) adalah sebagai berikut.a. HolistikSuatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadudiamati dan dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak.b. BermaknaPengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti diterangkan diatas, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antara skemata yang dimiliki siswa.c. OtentikPembelajaran terpadu juga memungkinkan siswa memahami secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari.

d. AktifPembelajaran terpadu pada dasarnya dikembangkan dengan berdasar kepada pendekatan diskoveri inkuiri. Siswa perlu terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanan, hingga proses evaluasinya. 2. Bahan Ajar Ipa Terpadu Bahan Ajar merupakan bahan-bahan atau materi kegiatan pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Bahan ajar yang baik dan bermutu selain menjadi sumber pengetahuan yang dapat menunjang keberhasilan belajar siswa juga dapat membimbing dan mengarahkan proses belajar mengajar di kelas ke arah proses pembelajaran yang bermutu pula. Jenis bahan ajar yang diharapkan adalah bahan ajar yang dapat menunjang terselenggaranya pembelajaran dengan pendekatan konstruktif sehingga buku tersebut dapat membelajarkan siswa, menjadi sumber inspirasi, dan sumber informasi baik bagi siswa maupun guru. Bahan ajar yang baik adalah bahan ajar yang menjadi sumber ilmu pengetahuan, sehingga dapat menjadi media yang baik dan akan membantu mengoptimalkan proses belajar mengajar seperti yang diharapkan di atas. Jenis bahan ajar yang demikian diharapkan dapat membantu proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan, khususnya pendidikan Sains.Bahan ajar sekolah merupakan sarana untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuan, berarti buku pelajaran yang digunakan di sekolah baik oleh guru maupun siswa harus jelas, lengkap, akurat, dan dapat mengkomunikasikan informasi, konsep, serta pengetahuan proseduralnya. Dengan demikian setiap buku pelajaran harus memiliki standar yang sesuai dengan tujuan dari buku pelajaran tersebut, yaitu sesuai dengan jenjang pendidikan, psikologi perkembangan siswa, kebutuhan dan tuntutan kurikulum, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.3. Pembelajaran SALINGTEMASModel pembelajaran adalah sebuah rencana atau pola yang mengorganisasi pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi pembelajaran(Trianto, 2010:55). Model pembelajaran IPA terpadu diharapkan mampu mengkaitkan antara sains-lingkungan-teknologi-masyarakat(salingtemas). Oleh karena itu dalam menentukan tema dalam pembelajaran Ipa terpadu diharapkan bernuansa sains-lingkungan-teknologi-masyarakat. Pendekatan salingtemas yang didalam bahasa inggris disebutScience, Environment, Technology, and society disingkat SETS merupakan suatu pendekatan yang melibatkan unsur sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat (Iskandar, 2006:56). Pembelajaran dengan strategi saling temas merupakan perpaduan dari strategi pembelajaran STS (Science, Technology, and society) dan EE (Environmental Education). Dalam pembelajaran saling temas siswa dikondisikan agar mau dan mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi diikuti dengan pemikiranuntuk mengurangi/mencegah kemungkinan dampak negatif yang mungkin timbul dari munculnya produk teknologi terhadap lingkungan dan masyarakat.Pendekatan salingtemas harus memberikan kepada siswa pengetahuan yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Isi pendidikan salingtemas diberikan sesuai dengan hasil pendidikan yang ditargetkan. Hubungan yang tepat antara salingtemas dalam pembahasannya adalah keterkaitan antara topik dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa bahasan yang berkaitan dengan kehidupan siswa harus lebih diutamakan.Sasaran pengajaran salingtemas adalah cara membuat siswa agar dapat melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang berkaitan (Wulandari, 2006:16). Dengan kata lain, siswa dibawa pada suasana yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang telah mereka miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diperkirakan akan timbul disekitar kehidupannya. Untuk memahami pendekatan salingtemas maka diperlukan pemahaman terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang saling terintegrasi yaitu:4. Pendekatan STM (Sains, Teknologi, Masyarakat)Pembelajaran dengan pendekatan STM adalah suatu pendekatan yang mencakup seluruh aspek pendidikan yaitu tujuan, topik/ masalah yang akan dieksplorasi, strategi pembelajaran, evaluasi, dan persiapan kinerja/ guru. Pendekatan ini melibatkan siswa dalam menentukan tujuan, prosedur pelaksanaan, pencarian informasi, dan evaluasi. Pendekatan STM memiliki karakteristik sebagai berikut. (1) identifikasi masalah(oleh siswa) di dalam masyarakat yang memiliki dampak negatif; (2) mempergunakan masalah yang ada di dalam masyarakat yang ditemukan siswa yang ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan alam sebagai wahana untuk menyampaikan pokok bahasan; (3) menggunakan sumber daya yang terdapat dalam masyarakat baik materi maupun manusia sebagai nara sumber untuk informasi ilmiah maupun informasi teknologi yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata dari kehidupan sehari-hari; (4) Meningkatkan kesadaran siswa akan dampak ilmu engetahuan alam dan teknologi;(5) mengikutsertakan siswa untuk mencari informasi ilmiah maupun informasi teknologi yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata yang diangkat dari kehidupan sehari-hari. Iskandar dalam Wulandari (2006: 18)5. Pembelajaran Sains, Teknologi, dan Literasi (STL)Literasi berasal dari kata literacy yang berarti melek huruf atau gerakan pemberantasan buta huruf. STL merupakan kemampuan mengenal hasil teknologi besera dampaknya, kemampuan menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kemampuan menyelesaikan masalah dengan konsep sains, kemampuan membuat hasil rekayasa teknologi yang disederhanakan, serta kemampuan menganalisis fenomena kejadian berdasarkan konsep IPA (Nurkhotiah, 2004:1).Tujuan dari pendidikan salingtemas adalah untuk menghasilkan individu- individu yang memiliki literasi Sains dan Teknologi. (Yager, 1996:8-9; 1993:4-5 dalam zaini, 1997:20) mengemukakan ciri-ciri individu yang memiliki literasi sains dan teknlogi adalah sebagai berikut.1) Menggunakan konsep-konsep sains dan teknologi untuk merefleksikan nilai- nilai etika dalam pemecahan masalah dan merespon keputusan- keputuan dalam kehidupan termasuk kegiatan sehari-hari.2) Berpartisipasi dalam sains dan teknologi untuk kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.3) Memiliki nilai- nilai penelitian ilmiah dan teknik-teknik pemecahan masalah4) Mampu membedakan bukti- bukti sains dan teknologi dengan opini individual serta antara informasi yang layak dipercaya dan kurang dipercaya.5) Memiliki keterbukaan terhadap bukti-bukti baru dan pengetahuan teknologi/ilmiah yang bukan coba-coba.6) Mengenali sains dan teknologi sebagai hasil usaha manusia7) Memberikan tekanan kepada manfaat perkembangan sains dan teknlogi8) Mengenali kekuatan-kekuatan dan keterbatasan- keterbatasan sains dan teknologiuntuk melanjutkan kesejahteraan manusia9) Mampu menganalisis interaksi antara sains, teknologi, dan masyarakat.6. Pembelajaran LingkunganPembelajaran dengan pendekatan lingkungan merupakan pembelajaran yang mengintegasikan unsur lingkungan dalam materi pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk siswa dari berbagai perilaku siswa yang mengarah pada perusakan lingkungan menuju perilaku yang sadar terhadap lingkungan dan tanggap terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan.Pendidikan lingkungan membentuk siswa menjadi sadar terhadap lingkungan. Kesadaran lingkungan memiliki makna kognitif dan afektif. Sadar lingkungan memiliki beberapa arti: (1) tahu dan mengekspresikan dampak perilaku terhadap lingkungan; (2) tahu dan mampu mengekspresikan tentang berbagai penyelesaian; (3) memahami perlunya langkah penelitian sebagai bekal pengambilan keputusan; (4) memahami pentingnya kerja sama dalam menyelesaikan masalah lingkungan.Berdasarkan pengamatan, pendidikan lingkungan di berbagai jenjang masih bersifat ilmu pengetahuan, para siswa memperoleh berbagai informasi lingkungan, tetapi tampaknya siswa belum mengetahui cara bertindak untuk lingkungan sesuai dengan kapasitasnya. Pendidikan lingkungan belum mampu mendorong minat, motivasi, dan keterampilan untuk bertindak. Dalam pembelajaran salingtemas yang mengintegrasikan lingkungan dengan materi pembelajaran memberikan alternatif membentuk siswa yang sadar terhadap lingkungan.7. Bahan Ajar IPA Terpadu berbasis SALINGTEMASSuatu proses pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa sendiri yang aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Untuk mewujudkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sangat diperlukan adanya kolaborasi antara bahan ajar dan model pembelajaran. Salah satunya adalah bahan ajar yang berbasis salingtemas. Bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas merupakan bahan ajar yang di dalamnya membahas beberapa bidang kajian yang dipadukan karena masih memiliki keterkaitan dan dipadukan dengan satu tema/ topik tertentu dengan mengaitkan antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat sebagai model pembelajarannya. Sumber belajar utama yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA Terpadu dapat berbentuk teks tertulis seperti buku, majalah, brosur, surat kabar, poster dan informasi lepas, atau berupa lingkungan sekitar seperti: lingkungan alam, lingkungan sosial dalam kehidupan sehari-hari. C. PembahasanPengembangan bahan ajar IPA terpadu berbasis salingtemas ini diawali dengan mempelajari standar kompetensi yang dipadukan, dilanjutkan dengan mempelajari kompetensi dasar. Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, kemudian dijabarkan menjadi beberapa indikator belajar, setelah itu menentukan tema. Dari tema tersebut, kemudian disusun isi materi pembelajaran. Materi pembelajaran tersebut disusun dengan mengaitkan antara sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat sebagai model pembelajarannya . Setiap bahan ajar diharapkan memenuhi standar-standar tertentu yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan (siswa dan guru), perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kurikulum. Standar yang dimaksud dalam pedoman penilaian ini meliputi persyaratan, karakteristik, dan kompetensi minimum yang harus terkandung di dalam suatu bahan ajar. Standar penilaian dirumuskan dengan melihat tiga aspek utama, yaitu materi, penyajian, dan bahasa/keterbacaan.1. Aspek MateriStandar yang berkaitan dengan aspek materi yang harus ada dalam setiap buku pelajaran sains adalah sebagai berikut.1) Kelengkapan materi.2) Keakuratan materi.3) Kegiatan yang mendukung materi.4) Kemutakhiran materi.5) Upaya meningkatkan kompetensi sains siswa.6) Pengorganisasian materi mengikuti sistematika keilmuan.7) Kegiatan pembelajaran mengembangkan keterampilan dan kemampuan berpikir.8) Materi merangsang siswa untuk melakukan inquiry.9) Penggunaan notasi, simbol dan satuan.2. Aspek PenyajianStandar yang berkaitan dengan aspek penyajian yang harus ada dalam setiap buku pelajaran sains adalah sebagai berikut.1) Organisasi penyajian umum.2) Organisasi penyajian per bab.3) Materi disajikan dengan mempertimbangkan kebermaknaan dan kebermanfaatan.4) Melibatkan siswa secara aktif.5) Mengembangkan proses pembentukan pengetahuan.6) Tampilan umum menarik.7) Variasi dalam cara penyampaian informasi.8) Meningkatkan kualitas pembelajaran.9) Anatomi buku pelajaran sains.10) Memperhatikan kode etik dan hak cipta.11) Memperhatikan kesetaraan gender dan kepedulian terhadap lingkungan.3. Aspek Bahasa / KeterbacaanStandar yang berkaitan dengan aspek bahasa/keterbacaan yang harus ada dalam setiap buku pelajaran sains adalah sebagai berikut:1) Bahasa Indonesia yang baik dan benar.2) Peristilahan.3) Kejelasan bahasa.4) Kesesuaian bahasa.Untuk memenuhi semua kriteria diatas maka perlu adanya suatu metode pengembangan yang tepat dan komprehensif sehingga medapatkan produk akhir bahan ajar yang berkualitas. Metode tersebut meliputi:D. Rancangan PengembanganPengembangan bahan ajar ini menggunakan model Suhartono. Langkah-langkah model suhartono (dalam Rosyidah, 2002: 29) terdiri dari 4 tahap, yaitu:1. Tahap Analisis situasi awal.2. Tahap pengembangan rancangan bahan ajar.3. Tahap penulisan bahan ajar.4. Tahap penilaian Bahan Ajar.Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah pengembangan bahan ajar digambarkan seperti pada bagan

Analisis Situasi Awal

Kajian kurikulum

Penilaian Bahan Ajar

Revisi

Produk Akhir PengembanganE. Prosedur PengembanganProsedur pengembangan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini menyesuaikan dengan langkah-langkah pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut.1. Tahap analisis situasi awalPada tahap ini, pengembang melakukan kajian kurikulum . Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kurikulum terbaru yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Tahap2. pengembangan rancangan bahan ajarKegiatan pengembangan yang dilakukan pada tahap ini adalah:a. Menetapkan bidang kajian yang akan dipadukan.b. Mempelajari SK dan KD bidang kajian.c. Memilih/menetapkan tema pemersatu.d. Membuat matrik/bagan hubungan KD dan tema/topik pemersatu.e. Pengembangan isi pembelajaran.3. Tahap penulisan bahan ajar.Bagian-bagian yang ditulis/ disusun dalam bahan ajar adalah sebagai berikut.a. halaman muka (cover)b. Kata pengantarc. Daftar isid. Daftar gambare. Daftar tabel dan gambarf. SK, KD, dan indikatorg. Peta konseph. Materi pembelajarani. Daftar Pustaka4. Tahap penilaian bahan ajar.Bahan ajar yang telah dikembangkan selanjutnya akan dinilai oleh beberapa ahli sehingga dapat diketahui apakah bahan ajar tersebut layak atau tidak. Kagiatan penilaian ini dilakukan oleh tim penilai (evaluator). Terkait dengan hal tersebut, kegiatan ini dilakukan oleh 3 pakar yang berkompeten dalam bidangnya untuk menilai bahan ajar yang dihasilkan. Sebelum diujicobakan dilapangan produk diperlukan evaluasi uji coba di atas meja (desk try out atau desk evaluation). Uji coba di atas meja ini dikenal dengan istilah validasi isi. Validasi ini dilakukan oleh para ahli yang kompeten dalam materi yang dikembangkan dan model pembelajaran yang digunakan. Validasi ini sangat penting untuk menilai kelayakan produk yang dikembangkan.5. RevisiHasil yang diperoleh dari kegiatan penilaian bahan ajar digunakan sebagai acuan untuk melakukan revisi terhadap bahab ajar yang telah dibuat sebelumnya.6. Produk akhir pengembangan.Berdasarkan hasil dari revisi-revisi bahan ajar tersebut terutama pada revisi yang terakhir, selanjutnya disusun bahan ajar yang sistematis dan dapat digunakan sebagai panduan belajar IPA terpadu.F. Kesimpulan1) Bahan ajar IPA terpadu dikembangkan dengan mengintegrasikan sunstansi materi IPA secara proporsional sesuai SK dan KD serta dapat membantu siswa menemukan penerapan pengetahuan dan keterampilan IPA dalam Isu lingkungan, teknologi dan masyarakat.2) Pengembangan bahan ajar IPA terpadu berbasis saling temas meliputi perencanaan pengembangan, dan prosedur pengembananyang meliputi analisis kebutuhan awal, analisis SK dan KD, penulisan bahan ajar, penilaian, serta revisi bahan ajar sehingga menghasilkan produk bahan ajar IPA terpadu yang menjawab kebutuhan akan bahan ajar yang komprehensif dan bermutu.

G. Saran1) Siswa diharapkan menguasai pengetahuan dan keterampilan IPA yang terpadu dan mempu mengeplikasikannya dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari terkait isu lingkungan, teknologi dan masyarakat.2) Guru diharapkan mampu memotivasi serta membimbing siswa dalam penguasaan materi dan keterampilan IPA serta memotivasi siswa agar lebih kraetif menarik hubungan dan mengaplikasikannya dalam isu lingkungan, teknologi dan masyarakat dewas ini.3) Guru diharapkan lebih kreatif dalam mengmbangkan bahan ajar yang baik dan benar serta berkualitas agar pembelajaran kebih bermakna4) Sekolah diharapkan dapat selalu mendukung dan memfasilitasi pengembangan bahan ajar IPA terpadu untuk memenuhi kebutuhan bahan ajar yang komprehensif.DAFTAR PURTAKAAnna Poedjiadi. (2005). Sains teknologi masyarakat. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Depdiknas. (2002). Beberapa model pengajaran dan strategi belajar dalam pembelajaran IPA fisika.

Depdiknas. (2003). Trends in internasional mathematics and science study (TIMSS).

Eddy M. Hidayat. (1992). Science technology society, pendidikan sains Untuk Tahun 2000, Jurnal pendidikan IPA, No 5. Bandung.

Hadiat. (1994). Pendidikan sains teknologi dan masyarakat di indonesia. Bandung : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Iskandar.(2006). Karakteristik pembelajaran terpadu. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Kend, D. & Towse, P. (1997). Student perceptions of science and technology in bostwana and lesotho. Journal Research in Science & Technological Education, 15, (2), 161-165

Mc Ginn, R. E. (1991). Science technology and society. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffss

Trianto. (2010). Model pembelajaran terpadu. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Yager, R. E., & McCormark, A. J. (1989). Assessing teaching/ learning successes in multiple domains of science and science education. Science Education 73 (1): 45-58.PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA PELAJARAN IPAKELAS V SD MATERI CAHAYA DENGAN PENDEKATAN INTERAKTIF, INSPIRATIF, MENYENANGKAN, MENANTANG, DAN MEMOTIVASI (I2M3)Oleh: Fajar Fitri, M.Pd.Si. Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Ahmad Dahlan

AbstrakPenelitian ini bertujuan mengembangkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk pelajaran IPA kelas lima SD pada materi pokok cahaya dengan pendekatan interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi (I2M3). Dengan adanya LKS ini, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa dari aspek kognitif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan yaitu mengembangkan LKS mata pelajaran IPA untuk kelas lima SD pada materi cahaya dengan pendekatan I2M3. Model pengembangan LKS yang digunakan adalah 4-D Model yang dilakukan melalui empat tahap. Tahap pertama adalah penetapan dan pendefinisian syarat-syarat pembelajaran. Tahap kedua adalah perancangan produk. Tahap ketiga adalah pengembangan produk, meliputi penyusunan LKS IPA dengan pendekatan I2M3 yang mencakup materi cahaya, kemudian melakukan validasi dan evaluasi produk dengan mengkonsultasikan LKS yang telah disusun pada dosen ahli dan guru IPA SD. Tahap ke empat adalah implementasi atau penggunaan LKS yang telah dikembangkan dengan melakukan uji coba meluas pada siswa kelas lima SD Negeri Bakalan kabupaten Bantul provinsi Yogyakarta. Berdasarkan hasil evaluasi, LKS untuk mata pelajaran IPA kelas lima SD pada materi cahaya yang dikembangkan diketahui telah selaras dengan pendekatan I2M3. Berdasarkan uji coba, dapat diketahui bahwa hasil belajar IPA dari aspek kognitif siswa kelas lima SD yang menggunakan LKS I2M3 lebih tinggi dan signifikan dibandingkan siswa kelas lima SD yang menggunakan LKS konvensional.Kata kunci: LKS dengan pendekatan I2M3PENDAHULUANTerkait dengan visi pendidikan nasional, telah ditetapkan serangkaian prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam pelaksanaan reformasi pendidikan. Dalam proses tersebut, diperlukan guru yang memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik. Implikasi dari prinsip ini adalah pergeseran paradigma proses pendidikan, yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien.Pembelajaran I2M3 adalah pembelajaran yang berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP 19/2005, pasal 19 ayat 1). Pembelajaran I2M3 akan membuat peserta didik tidak takut salah, ditertawakan, diremehkan, tertekan, namun sebaliknya membuat peserta didik berani berbuat dan mencoba, bertanya, mengemukakan pendapat/gagasan, dan mempertanyakan gagasan orang lain.Dalam Pembelajaran sains, perlu dilakukan pembelajaran dengan pendekatan I2M3, agar peserta didik dapat mempelajari sains dengan optimal. Akan tetapi, masih jarang Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang ada di sekolah-sekolah yang sesuai dengan pendekatan I2M3, sehingga perlu mengembangkan LKS dengan pendekatan I2M3 untuk dijadikan sebagai contoh. Dalam penelitian ini muncul masalah bagaimanakah LKS yang selaras dengan pendekatan I2M3 dan apakah LKS yang dikembangkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari aspek kognitif?Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan LKS IPA SD materi Cahaya dengan pendekatan I2M3 serta meningkatkan hasil belajar siswa dari aspek kognitif setelah menggunakan LKS I2M3 yang telah dikembangkan. Adapun manfaat yang diharapkan setelah dilakukan penelitian adalah adanya pedoman bagi guru untuk melakukan pembelajaran dengan pendekatan I2M3 serta adanya contoh untuk mengembangkan LKS yang sesuai dengan pendekatan I2M3.METODE PENELITIANMetode penelitian yang digunakan adalah Penelitian dan Pengembangan (Research and Development/R&D). Subjek dalam penelitian ini adalah Lembar Kegiatan Siswa IPA materi Cahaya kelas V SD yang sesuai dengan pendekatan I2M3.Prosedur pengembangan LKS ini melalui beberapa tahap sebagai berikut:

1. Tahap Pendefinisian (Define)Tujuan dari tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan di dalam proses pembelajaran di sekolah tempat uji coba penelitian. Hal ini dilakukan dengan observasi dan wawancara dengan guru.2. Tahap Perancangan (Design)Tahap perancangan difokuskan untuk melakukan perancangan suatu LKS. Tahap perancangan ini dimulai dengan melakukan telaah KTSP untuk merumuskan tujuan proses pembelajaran dan mengumpulkan bahan-bahan atau referensi yang dipakai untuk membuat LKS.3. Tahap Pengembangan (Development)Tahap pengembangan ini bertujuan untuk mengembangkan produk awal LKS yang diawali dengan menyiapkan dan menelaah referensi yang telah dikumpulkan untuk materi pokok Cahaya. Hasil pengembangan produk awal yang diarahkan oleh dosen pembimbing divalidasi oleh guru IPA dan dosen ahli. Setelah dinyatakan layak untuk diujicoba maka LKS ini diujikan kepada empat orang siswa dalam uji coba terbatas, kemudian diuji coba meluas pada kelas yang sebenarnya yakni pada kelas eksperimen dengan jumlah siswa 27 orang. Siswa memberikan feedback terhadap LKS yang dikembangkan berupa respon siswa pada angket yang telah diberikan untuk mengetahui efek yang dirasakan oleh siswa. Berdasarkan pelaksanaan dan masukan-masukan pada uji coba, LKS kemudian direvisi.4. Tahap Penyebaran (Disseminate)Pada tahap ini hasil produk akhir didistribusikan minimal pada sekolah tempat uji coba penelitian agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.Uji coba produk dilakukan dengan menerapkan metode quasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Pre-test Post-test. Dalam quasi eksperimen ini terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengaruh treatmen adalah bila nilai O2 lebih besar dari O4 dan perbedaannya signifikan. Adapun desain penelitiannya digambarkan sebagai berikut:O1 X O2

O3 O4

Gambar 1.Uji Coba dengan One Group Pre-test Post-testKeterangan:O1 dan O3: Pre-testO2 dan O4: Post-testX: treatmen berupa pembelajaran dengan menggunakan LKS I2M3Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa saran dari dosen ahli dan guru IPA. Data kuantitatif adalah hasil penilaian oleh guru, angket respon siswa, dan hasil belajar IPA siswa yang berupa pre-test dan post-test. Adapun teknik analisis data adalah sebagai berikut:a. Data KualitatifData ini berupa masukan, koreksi, saran, dan kritik yang diberikan oleh dosen ahli dan guru IPA terhadap perangkat pembelajaran. Data ini diseleksi relevansinya oleh peneliti, dan saran yang dianggap relevan selanjutnya digunakan sebagai bahan revisi LKS.b. Data Kuantitatif

Persentase tingkat penilaian = x 100%Hasil penilaian dari guru IPA dan dosen ahli serta respon siswa dikodekan dengan skala kuantitatif dan dihitung dengan rumus:

Hasil belajar IPA siswa berupa jawaban terhadap tes pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban. Jika jawaban betul diberi skor 1, sedangkan jika jawaban salah diberi skor 0. Analisis data hasil belajar IPA siswa menggunakan t test.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANHasil yang didapatkan di dalam penelitian diantaranya adalah saran dari guru IPA dan dosen ahli. Berdasarkan saran tersebut maka dilakukan revisi terhadap LKS yang dikembangkan. Diantara revisi tersebut adalah:1. Perbaikan pada judul LKSMengganti judul Sifat-Sifat Cahaya menjadi Sifat Cahaya I dan sifat Cahaya II, Pemantulan Cahaya menjadi Sifat Cahaya III, dan Pembiasan Cahaya menjadi Sifat Cahaya IV.2. Perbaikan pada setting LKSa. Merenggangkan jarak antar paragraf dan antar kolom.b. Mempersingkat kalimat terutama bagian cerita.c. Melengkapi gambar alat dan bahan, memberi nama di bawahnya, serta menatanya agar tidak ruwet.d. Mengurangi jumlah warna dalam LKS.e. Mengurangi jumlah kolom. 3. Perbaikan pada isi LKSa. Menghapus pertanyaan bonus.b. Mengganti langkah kerja pada LKS Sifat Cahaya I, yang awalnya tertulis Amati cahaya lilin dari belakang karton A menjadi Taruhlah layar yang berupa kertas putih di belakang karton A, kemudian amati pada layar tersebut apakah ada cahaya yang dapat ditangkap.c. Memperbaiki gambar pada LKS Sifat Cahaya III pada langkah kerja yang awalnya tertulis garis miring menjadi arah sinar dan yang awalnya garis lurus menjadi garis normal.d. Menambahi kalimat Diskusikan bersama teman sekelompokmu pertanyaan-pertanyaan berikut! pada bagian Ayo Berdiskusi.4. Perbaikan pada prosedur pembelajarana. Menghapus ungkapan pemberian hadiah (pada sebagian LKS) sehingga hanya beberapa saja dalam LKS yang menyebutkan guru akan memberikan hadiah pada siswa yang melakukan kegiatan dengan baik.b. Menambahkan media auditoris (merangsang pendengaran siswa) yakni berupa alat musik yang akan dibunyikan guru untuk memberikan kode waktu mulai dan selesai melakukan kegiatan.Setelah dinyatakan selaras dengan pendekatan I2M3 oleh para ahli, maka LKS diujicobakan di SD N 1 Bakalan kelas V, adapun data hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

Tabel 1.Data Hasil Belajar IPA SiswaUji cobaPre-testPost-test

EkspKontrol EkspKontrol

terbatas7,57,59,167,92

I8,338,89,558,65

II5,094,948,366,85

III6,246,198,687,2

Berdasarkan data tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa prestasi hasil belajar siswa yang menggunakan LKS dengan pendekatan I2M3 lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan LKS konvensional. Pengembangan LKS yang dilakukan, pada awalnya belum selaras dengan pendekatan I2M3, akan tetapi dosen ahli selalu memberikan masukan-masukan, hingga akhirnya LKS dapat dinyatakan selaras dengan pendekatan I2M3. Disamping masukan-masukan oleh dosen ahli, guru IPA juga diminta untuk memberikan penilaian dan masukan. Kisi-kisi penilaian oleh guru IPA mirip dengan angket respon pembelajaran yang diberikan kepada para siswa. Adapun grafik penilaian oleh guru IPA dan respon siswa adalah sebagai berikut: Gambar 2.Diagram Penilaian LKS oleh Guru dan Siswa

Setelah didapatkan data mengenai respon siswa dan guru mengenai keselarasan LKS dengan pendekatan I2M3, ternyata respon guru dan siswa berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. di atas. Menurut respon guru, yang lebih dominan adalah LKS sangat interaktif, sedangkan menurut respon siswa yang lebih dominan adalah LKS sangat memotivasi. Demikian juga dengan kriteria yang lainnya, didapatkan data bahwa penilaian guru dan siswa tidak sama. Adanya sudut pandang berbeda terhadap penilaian guru dan siswa inilah yang menjadi persoalan di dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan karena siswa cenderung belum bisa menilai secara obyektif terhadap LKS. Siswa hanya menilai sebatas apa yang mereka senangi bukan karena kualitas LKS tersebut.SIMPULAN DAN SARAN DAN REKOMENDASIsimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan sebagai berikut:1. LKS untuk mata pelajaran IPA kelas lima SD yang dikembangkan selaras dengan pendekatan I2M3. 2. LKS untuk mata pelajaran IPA kelas lima SD yang dikembangkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa untuk aspek kognitif. Saran dan rekomendasiSetelah selesai melaksanakan penelitian ini ada beberapa saran yang dapat peneliti berikan antara lain:1. LKS dan media pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran hendaknya dibuat sendiri oleh guru yang bersangkutan.2. Perlu mengembangkan LKS sejenis pada materi yang lain misalnya materi kalor, energi, gaya, dan sebagainya.DAFTAR PUSTAKAAhmad Abu Hamid. (2005). Pendidikan fisika sebagai salah satu bidang ilmu. Makalah disajikan dalam kuliah Kajian Kurikulum Fisika Sekolah Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta.

Aleven Vincent, Stahl Elmar, & Schworm Silke. (2003). Help seeking and help design in interactive learning environments. Review of Educational Reserch, Vol. 73, No.3, 277-320.

Borg R Walter & Gall Meredith D. (1989). Educational research, an introduction. Fifth Edition. Longman.

Conny R. Semiawan. (2008). Belajar dan pembelajaran prasekolah dan Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Macanan Jaya Cemerlang.

Depdiknas. (2005). Peraturan Pemerintah RI Nomor 19, Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan.

Gillespie, Hellena dan Gillespie, Rob . (2007). Science for primary school teachers. New York: McGraw-Hill Education.

Henz Ineke, Driel Jan H. Van, Verloop Nico. (2009). Experienced science teachers learning in the context of educational innovation. Journal of Teacher Education, Vol. 60, No. 2, 184-199.

Klein, Stephen, B. (2002). Learning: Principles and applications. Fourth edition. New York: McGraw-Hill Companies.

PEMANFAATAN ALAT PERAGA SEDERHANA SEBAGAI SOLUSI PEMBELAJARAN SAINS1)Ika Kartika, 2) Siti Fatimah1) Program Studi Pendidikan Sains, Universitas Sebelas Maret, Surakarta2) Jabatan Dosen Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan TeknologiUniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

e-mail: 1)[email protected], 2)[email protected].

ABSTRAKMakalah ini bertujuan untuk mengetahui seorang guru dalam menyiapkan alat peraga yang akan digunakan; mengetahui cara menggunakan alat peraga IPA. Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi literatur. Hasil dari kajian literatur ini mengkaji tentang alat peraga sederhana dan solusi pembelajaran IPA. Pemanfaatan alat peraga sederhana dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep IPA yang bersifat abstrak menjadi real, dapat membantu menumbuhkan pemikiran yang teratur dan sistematis, mengembangkan sikap eksploratif siswa dan guru serta dapat berorientasi langsung dengan benda-benda yang ada di lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulka bahwa, cara menyiapkan alat peraga IPA, yaitu guru harus memahami manfaat dan fungsi dari alat peraga; guru harus memahami konsep alat peraga secara tepat yang akan digunakan dalam pembelajaran dan guru dapat lebih kreatif dengan membuat berbagai alat peraga IPA secara sederhana dengan memanfaatkan sampah anorganik (barang-barang bekas). Kata Kunci: Alat peraga, Pembelajaran IPA, Solusi pembelajaran IPA.A. PendahuluanPasal 1 ayat 1 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Dengan diberlakukan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), setiap satuan pendidikan diberikan kebebasan dalam mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing dan berpedoaman pada standar kompetensi kelulusan dan standar isi. Sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan yang secara langsung bertanggung jawab penuh terhadap kinerja pendidikan yang berkualitas harus mampu membenahi segala aspek yang menjadi wewenang dalam pelaksanaan manajemen sekolah. Diantaranya adalah peningkatan proses pembelajaran agar menjadi lebih bermutu sehingga mampu menghasilkan output yang diharapkan.Proses pembelajaran yang diterapkan harus memperlihatkan spesifikasi dari karakterisrik mata pelajaran serta perkembangan peserta didik sehingga tercipta suasana kelas yang kondusif dan nampak semangat mereka dalam mengikuti pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang seperti inilah yang semestinya mendapat perhatian lebih dari pihak sekolah melalui program-program yang dirancang sistematis dan berkesinambungan. Pada lingkup pembelajaran berbasis IPA karakteristik yang paling menonjol yaitu adanya pengaitan konsep dengan kehidupan nyata melalui pengamatan atau percobaan di laboratorium. Bahkan pada kasus tertentu tujuan pembelajaran tidak dapat dicapai jika tidak mengadakan eksperimen dalam pembelajarannya, disamping untuk mencapai tujuan pembelajaran metode ini memberikan kesan yang mendalam dan lebih bermakna bagi peserta didik sehingga menumbuhkan sikap positif bagi proses dan hasil belajarnya. Dari sini timbul perilaku antusias yang besar dalam diri tiap peserta didik mengikuti pembelajaran IPA yang selama ini seakan menjadi hantu karena lebih banyak dicekoki konsep abstrak yang seharusnya mampu mereka bangun melalui aktivitas di laboratorium.Untuk memvisualisasikan konsep IPA yang bersifat abstrak menjadi real, diperlukan media pembelajaran dan salah satu bentuknya adalah pembuatan alat peraga. Namun, Pada kenyataanya dalam pembelajaran IPA, guru masih menggunakan media-media yang statis seperti hanya menggunakan media buku, dan itu akan menimbulkan dampak terhadap pemahaman dan prestasi belajar siswa. Penggunaan alat peraga membantu memudahkan memahami suatu konsep secara tidak langsung atau bahkan digunakan secara langsung untuk membentuk suatu konsep. Sedemikian pentingnya alat peraga dalam pembelajaran IPA sudah sepantasnya pihak sekolah berupaya semaksimal mungkin untuk pengadaannya. Permasalahan dalam makalah ini dirumuskan sebagai berikut: bagaimana cara menyiapkan alat peraga?; bagaimana cara menggunakan alat peraga secara optimal?

B. Dasar Teori1. Pembelajaran IPASains adalah bangun pengetahuan yang menggambarkan usaha, temuan wawasan, dan kearifan yang bersifat kolektif dari umat manusia. Disamping itu, sains merupakan aktivitas manusia yang bertujuan menemukan keteraturan alam melalui pengamatan, pengukuran, dan eksperimen. Sebagai bangun pengetahuan sains tersusun atas fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Sedangkan sebagai aktivitas sains merupakan cara berfikir yang bersifat dinamis dalam rangka menemukan kebenaran suatu ilmu.Filosofi sains (IPA) menurut Robert B. Sund (1973:5) adalah filosofi yang berkaitan dengan kebenaran yang paling mendasar dalam semua pengetahuan yang ada. IPA (sains) menurut Depdiknas (2004: 6) merupakan cara mencari tahu tentang alam semesta secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan.Trowbidge dan Bybee (1986:38) memberikan skema umum ilmu pengetahuan sebagai berikut:

HistoriArtKNOWLEDGEMusic

PhilosophyLiteratur

Science

Gambar 1. IPA sebagai tubuh pengetahuanBerdasarkan diagram tersebut, Trowbidge dan Byebee (1986:38) mendefinisikan IPA sebagai berikut: Science is body of knowledge formed by of continous inquiry, and compassing the people who are engaged in the scientific enterprise. Jadi, yang membedakannya antara karakteristik IPA (sains) dengan ilmu pengetahuan yang lain adalah bahwa IPA (sains) ditempuh melalui berbagai penemuan proses empiris secara berkelanjutan yang masing-masing akan memberi kontribusi dengan berbagai jalan untuk membentuk sistem unik yang disebut IPA (sains). Robert B. Sund (1973:12) menjelaskan tentang bagaimana suatu pemahaman IPA (sains) ditemukan atau yang sekarang dikenal sebagai metode IPA/sains (scientific method). Setidaknya ada enam langkah untuk melakukan proses IPA/ sains, yaitu (1) stating the problem, (2) Formulating hypotheses, (3) Designing an exsperiment, (4) Making observation, (5) Collecting data from the experiment, (6) Drawing conclusion.Istilah sains secara umum mengacu kepada masalah alam (Nature) yang dapat diinterpretasikan dan diuji. Dengan demikian keadaan alam merupakan keadaan materi yaitu atom, molekul dan senyawa, segala sesuatu yang mempunyai ruang dan massa sepanjang menyangkut natural law yang memperlihatkan behavior materi, yang merupakan pengertian dari sains, yaitu fisika, kimia, dan biologi.Menelusuri definisi yang dikemukakan beberapa ahli mengenai sains atau IPA, ditemukan beragam bentuk dan penekanannya. Misalnya definisi sains yaitu sains merupakan rangkaian konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan yang dikembangkan dari hasil eksperimentasi dan observasi serta sesuai untuk eksperimentasi dan observasi berikutnya. James Conan (Holton & Roller, 1958).Driver (1983: 4) dalam The pupil as scientist menyatakan bahwa hal terpenting dalam mendefinisikan sains adalah pembentukan pemikiran manusia yang berhubungan dengan dunia pengalaman yang datang lewat berbagai proses yang menguji dan mengevaluasi hasil pemikiran mereka. Driver menempatkan ilmuwan dan kegiatannya sebagai sesuatu hal penting dalam sains.Chaille dan Britain (1991: 15), dalam The young children as scientist, juga menyatakan bahwa dalam pengertian yang lebih dalam sains melibatkan proses inkuiri untuk memunculkan pertanyaan dan menjawab berbagai pertanyaan mengenai dunia dimana mereka tinggal.Pengertian sains sebagai disiplin ilmu mempunyai body of knowledge yang membedakannya dengan disiplin ilmu yang lainnya. Body of knowledge dalam sains meliputi proses sains, produk sains, dan sikap ilmiah sains. (Sund & Carin, 1980: 2-3). Produk ilmiah dalam sains terdiri atas fakta, konsep, prinsip, prosedur, hukum dan postulat yang merupakan penemuan ilmiah yang diperoleh melalui serangkaian proses dengan metode ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah. Ditinjau dari segi proses, sains memiliki bebagai keterampilan proses sains yaitu : (a) mengidentifikasi dan menentukan variabel tetap/bebas, (b) menentukan apa yang diukur dan diamati, (c) keterampilan mengamati menggunakan sebanyak mungkin indera (tidak hanya indera penglihat), mengumpulkan fakta yang relevan, mencari kesamaan dan perbedaan, mengklasifikasikan, (d) keterampilan dalam menafsirkan hasil pengamatan dan dapat menghubung-hubungkan hasil pengamatan, (e) keterampilan menemukan suatu pola dalam seri pengamatan, dan keterampilan dalam mencari kesimpulan hasil pengamatan. (f) keterampilan meramalkan apa yang akan terjadi berdasarkan hasil pengamatan, (g) keterampilan menggunakan alat/ bahan dan mengapa alat tersebut digunakan (Collete, 1994). Selain itu ada pula keterampilan dalam menerapkan konsep, baik penerapan konsep dalam situasi baru, menggunakan konsep dalam pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi, maupun dalam menyusun hipotesis. Keterampilan dalam sains juga menyangkut keterampilan dalam berkomunikasi seperti (a) keterampilan menyusun laporan secara sistematis, (b) menjelaskan hasil percobaan atau pengamatan, (c) cara mendiskusiakan hasil percobaan, (d) cara membaca grafik atau tabel, dan (e) keterampilan mengajukan pertanyaan, baik bertanya apa, mengapa, dan bagaimana, maupun bertanya untuk meminta penjelasan serta keterampilan mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.2.Definisi Alat PeragaAlat peraga ialah alat bantu untuk mendidik atau mengajar supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak didik (KBBI 1988 : 21) 2. Alat peraga ialah alat yang digunakan untuk memberi bentuk atau rupa tentang suatu pengertian agar pengertian itu mudah ditangkap dan dipahami 3. Alat peraga atau Media Pengajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar ( muhammad Ali 1992 : 89) 4. Alat peraga atau Media Pendidikan dalah alat metode dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi educatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah (Rustiyah 1986 : 61). Menurut Nyoman Kertiasa (1994) yang menyatakan tentang pengertian alat peraga/praktik IPA sederhana atau disebut juga alat IPA buatan sendiri, adalah alat yang dapat dirancang dan dibuat sendiri dengan memanfaatkan alat/bahan sekitar lingkungan kita, dalam waktu relatif singkat dan tidak memerlukan keterampilan khusus dalam penggunaan alat/bahan/perkakas, dapat menjelaskan/menunjukkan/membuktikan konsep-konsep atau gejala-gejala yang sedang dipelajari, alat lebih bersifat kualitatif daripada ketetapan kuantitatifDari beberapa pengertian tentang alat peraga, maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa alat peraga ialah suatu alat yang digunakan untuk membantu dalam mendidik atau mengajar, sehingga materi yang diajarkan mudah dimengerti dan dipahami oleh anak didik secara efektif. Pengertian alat peraga IPA Alat peraga IPA yaitu suatu alat yang digunakan untuk membantu dalam mengajar khusus mata pelajaran IPA sehingga apa yang diajarkan mudah dimengerti dan dipahami oleh anak didik.2. Manfaat dan Jenis-jenis Alat PeragaManfaat Alat Peraga Menurut Roestiyah dalam bukunya Masalah masalah ilmu keguruan mengemukakan bahwa manfaat alat peraga antara lain : 1. Memperbesar atau meningkatkan perhatian siswa. 2. Mencegah verbalisme 3. Memberikan pengalaman yang nyata dan langsung. 4. Membantu menumbuhkan pemikiranyang teratur dan sistematis. 5. Mengembangkan sikap eksploratif. 6. dapat berorientasi langsung dengan lingkungan dan dapat memberi kesatuan (kesamaan) dalam pengamatan. 7. Membangkitkan motivasi kegiatan belajar dan memberikan pengalaman yang menyeluruh. (Roestiyah 1986 : 64)Menurut S. Nasution dalam bukunya Didaktik Asas-asas Mengajar mengemukakan bahwa manfaat alat peraga adalah sebagai berikut : 1. Menambah kegiatan belajar siswa. 2. Menghemat waktu belajar. 3. Menyebabkan agar hasil belajar lebih permanen dan mantap 4. Membantu anak-anak yang ketinggalan dalam pelajarannya 5. Memberikan alasan yang wajar untuk belajar karena membangkitkan minat perhatian (motivasi) dan aktivitas pada siswa. 6. Memberikan pemahaman yang lebih tepat dan jelas. ( S.Nasution 1986 : 100)

C. PembahasanProses pembelajaran yang selama ini kita harapkan adalah terjadinya kegiatan belajar yang melibatkan seluruh aspek yang dimiliki siswa melalui keaktifan fisik dan mental. Dari perpaduan ini menghasilkan kematangan berpikir serta penyerapan materi yang lebih efektif bagi siswa. Kegiatan ilmiah dengan menggunakan alat praktek adalah wujud perpaduan konsep abstrak dengan dunia nyata sehingga nampak korelasi yang semakin jelas, hal ini akan memantapkan pengetahuan mereka dan menumbuhkan apresiasi positif terhadap sesuatu yang telah mereka dapatkan di kelas. Aktivitas praktikum dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA secara khusus dan secara umum terhadap mata pelajaran lain.Namun jika kita melihat kondisi realitas yang ada yaitu tidak tersedianya alat praktek yang memadai di sekolah membuat harapan kita terhadap pembelajaran IPA yang agar lebih menarik menjadi sirna. Tidak adanya aktivitas praktikum memaksa guru harus mengajarkan materi dasar saja melalui metode yang monoton membuat kondisi kelas lebih bersifat pasif.Penyediaan alat praktek untuk kebutuhan praktikum yang masih sangat minim dirasakan sebagian besar sekolah negeri atau swasta meskipun sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan belajar. Sebagian sekolah bahkan tak mampu mengembangkan dan memperdalam materi yang sesuai dengan tuntutan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang membutuhkan banyak praktik karena tak memiliki alat peraga yang memadai. Lagi-lagi persoalan dana yang menjadi kendala. Terlebih lagi jika kita berbicara tentang sekolah swasta yang notabene sangat minim alokasi bantuan dari pemerintah dipaksa bekerja ekstra untuk menyediakan alat praktek, hal ini diperparah dengan tidak adanya dukungan dana dari yayasan yang menaunginya. Mahalnya harga sebagian besar alat praktek IPA menambah deretan kendala pihak sekolah.Selain berdampak pada kualitas pembelajaran, di sisi lain tidak adanya alat peraga/praktik menimbulkan perasaan kecewa dari siswa dan orang tua kepada sekolah yang dianggap tidak mampu memenuhi kepuasan pelanggannya. Apalagi sekolah yang membuka program IPA di setiap tingkatan kelas, alat peraga/praktik adalah sebuah kemestian. Lucu kedengarannya jika ada sekolah membuka program IPA namun tidak nampak aktifitas ilmiah di dalamnya karena tidak adanya alat praktek.Mengatasi masalah yang dikemukakan di atas, maka perlu dipikirkan sebuah solusi yang dapat menjadi alternatif salah satunya adalah pengembangan alat praktek IPA sederhana. Menurut Nyoman Kertiasa (1994) yang menyatakan tentang pengertian alat peraga/praktik IPA sederhana atau disebut juga alat IPA buatan sendiri, adalah alat yang dapat dirancang dan dibuat sendiri dengan memanfaatkan alat/bahan sekitar lingkungan kita, dalam waktu relatif singkat dan tidak memerlukan keterampilan khusus dalam penggunaan alat/bahan/perkakas, dapat menjelaskan/menunjukkan/membuktikan konsep-konsep atau gejala-gejala yang sedang dipelajari, alat lebih bersifat kualitatif daripada ketetapan kuantitatif. Alat peraga/praktik IPA sederhana yang dikembangkan berupa prototipe, yaitu alat yang sebelumnya tidak ada, atau dapat juga merupakan pengembangan dari alat yang sudah ada. Sebagai contoh alat uji elektrolit dan non elektrolit yang dibuat oleh pabrik menggunakan indikator lampu wolfram, elektrodenya batang tembaga dapat dibuat dan dikembangkan dengan membuat prototipe alat tersebut dengan cara mengganti indikator lampu dengan LED serta mengganti elektrode batang tembaga dengan batang karbon yang dapat diperoleh dari batu baterai bekas. Ada dua aspek keuntungan yang bisa didapatkan dengan penggunaan alat praktek IPA sederhana yaitu dari sisi kinerja kualitatif cukup baik dan di lain sisi menimbulkan efesiensi biaya sehingga sekolah mampu mengirit dana operasional yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain. Dalam mendukung program pengembangan alat praktek IPA sederhana ada tiga faktor yang sangat menenentukan : (1) pelaksana teknis program yaitu guru dan siswa, (2) Bahan dan alat (tools) seperti tang, obeng, palu, solder, pemotong kaca/pipa, kikir, gunting, pisau pemotong/cutter dan (3) alokasi waktu untuk merancang, membuat, dan mengembangkan alat. Program ini melibatkan beberapa siswa yang memiliki motivasi dan daya inovasi yang tinggi yang diharapkan mampu memberikan pengalaman langsung, mengembangkan kreativitas, dan meningkatkan keterampilan serta melatih dalam memahami konsep secara langsung kemudian menginterpretasikan dan menjelaskan peristiwa yang disaksikannya dari alat peraga tersebut. Hal ini menjadikan latihan bagi pengembangan beragam potensi kecerdasan yang dimiliki siswa. Adapun tugas guru dalam hal ini yaitu memahamkan konsep IPA dari alat yang akan dibuat dan dikembangkan dan senantiasa mendampingi siswa dalam setiap aktivitasnya dari perancangan sampai pada tahap evaluasi keberhasilan produk. Hasil dari program ini diharapkan mampu mengurangi kesulitan sekolah dalam hal pengadaan atau melengkapi alat praktek IPA yang umumnya tidak mampu dijangkau dari segi biaya. Selain itu, membantu guru dalam pembelajaran IPA sehingga penyampaian konsep menjadi lebih bermakna sehingga meningkatkan motivasi siswa dalam belajar dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajarinya dan akhirnya tercipta suatu proses pembelajaran berkualitas sesuai harapan kita bersama.D. Kesimpulan1. Cara menyiapkan alat peraga IPA, yaitu guru harus memahami manfaat dan fungsi dari alat peraga tersebut.2. Guru harus memahami konsep alat peraga secara tepat yang akan digunakan dalam pembelajaran.3. Guru dapat lebih kreatif dengan membuat berbagai alat peraga IPA secara sederhana dengan cara memanfaatkan sampah anorganik. E. Saran1. Siswa diharapkan dapat ikut berperan aktif dalam pembuatan alat peraga IPA.2. Guru diharapkan mampu memotivasi serta membimbing siswa dalam membuat dan mengembangkan berbagai alat peraga IPA.3. Sekolah diharapkan dapat selalu mendukung dan memfasilitasi sumber belajar IPA, seperti bengkel IPA sehingga siswa dan guru dapat lebih kratif dan inovatif.

Daftar PustakaAgus, Mujahidin. 2007. Alat peraga sederhana multifungsi untuk pembelajaran geografi. http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-2-no-2-mujahidin-agus.pdf. Diakses tanggal 2 Mei 2010 pukul 10.33 WIB.

Chakravorti, Bhaskar (2003). The slow pace of fast change: Bringing innovations to market in a connected world. Boston, MA: Harvard Business School Press.

Collete, A. T. & Chiapetta, E. L. (1994). Science instruction in the middle and secondary schools. New York: Mac millan Publishing Company.

Depdiknas. (2003). Sistem pendidikan nasional.

http://www.innovationslearning.co.uk/subjects/science/science_home.htm

Nasution.(1986). Didaktik asas-asas mengajar. PT. Rosdakarya. Bandung.

Nyoman Kertiasa.(1994). Pengembangan alat peraga IPA sederhana. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Sund, R. B. & Carin A. A. (1980). Teaching modern science. Columbus: Charles E Merril Publishing Company.

Sund, R. B., Trowbridge, L. W. (1973). Teaching science by inquiry in the secondary school. University of Northern Colorado.

Trowbidge, L. W. & Bybee, R. W. (1986). Becoming a secondary school science Teacher. London: Merril Publishing Company.

MEMBANGUN KESADARAN PENGURANGAN RESIKO BENCANA MELALUI PEMBELAJARAN IPA TERPADU DI SEKOLAH DASARMurniningsih, S.Pd. Si

AbstrakIndonesia memiliki banyak wilayah yang rawan bencana. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign, UNESCO). Sekolah dimerupakan basis kelompok anak-anak yang rentan yang perlu dilindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilanya. Beratnya beban kurikulum yang diemban guru maka perlu adanya solusi bisa termuatnya materi tentang Pengurangan Risiko Bencana (PRB) terhadap peserta didik, yaitu dengan cara pengintegrasian pendidikan PRB kedalam materi pelajaran yang sudah ada, salah satunya yaitu pembelajaran IPA terpadu, yaitu pembelajaran yang menyatu-padukan berbagai bidang kajian IPA menjadi satu kesatuan bahasan (pembelajaran fisika, kimia, biologi dan IPA yang dikemas secara terpadu). Kesimpulan dari makalah ini adalah cara mengintegrasi Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana kedalam pembelajaran IPA terpadu yaitu melalui beberapa tahapan, yaitu mengidentifikasi materi pembelajaran pendidikan PRB, mengalisis kompetensi dasar yang dapat diintegrasikan dengan materi pembelajaran pendidikan PRB, menyusunan silabus yang mengintegrasikan materi pembelajaran PRB, menyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan materi pembelajaran PRB dan menyusunan bahan ajar yang mengintegrasikan materi pembelajaran PRB misal penggunaan maket untuk membelajarkan peserta didik tentang terjadinya peristiwa tsunami, gempa, gunung meletus.Kata kunci: Pendidikan PRB, Pembelajaran IPA terpaduA. PendahuluanSecara geologis Indonesai diapit oleh tiga lempeng besar yang aktif bergerak yaitu lempeng Indo-Asutralia, Pasifik, dan Eurasia. Pergerakan lempeng dapat menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat terdapat 28 titik di wilayah Indonesia yang telah dinyatakan sebagai wilayah yang rawan gempa bumi dan tsunami. Wilayah tersebut antara lain NAD, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku Selatan, Papua (Biak, Yapen, dan Fak-fak), dan Kalimantan Timur. Pertemuan antara lempeng tersebut menjadikan Indonesia daerah yang selalu menjadi langganan letusan gunung api. Data Historis dan bukti empiris menunjukkan bahwa berbagai bencana gempa bumi dan tsunami selalu berulang secara periodik di wilayah rawan tersebut (Daliyo, dkk: 2008).Indonesia mengalami bencana yang besar dalam 5 tahun terakhir, yakni: (1). Bencana gempa bumi dan tsunami Aceh pada bulan Desember 2004 yang mengakibatkan korban meninggal sebanyak 165.708 orang dan kerugian sebesar Rp 48 trilyun; (2). Gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terjadi pada bulan Mei 2006 yang mengakibatkan korban meninggal sebanyak 5.716 orang, rumah rusak sebanyak 156.162 dan kerugian ditaksir sebesar Rp 29,1 trilyun; (3). tsunami Pangandaran yang terjadi pada bulan Juli 2006 yang mengakibatkan korban meninggal sebanyak 649 orang, sebanyak 1.908 rumah rusak dan kerugian ditaksir mencapai Rp 138 milyar; (4). banjir Jakarta, bulan Februari 2007 yang mengakibatkan 145.742 rumah tergenang dan kerugian Rp 967 milyar. (Bappenas 2007). Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign, UNESCO).Sekolah dimerupakan basis kelompok anak-anak yang rentan yang perlu dilindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilanya. Beratnya beban kurikulum yang diemban guru maka perlu adanya solusi bisa termuatnya materi tentang Pengurangan Risiko Bencana (PRB) terhadap peserta didik, yaitu dengan cara pengintegrasian materi pembelajaran Pengurangan Risiko Bencana kedalam kedalam materi pelajaran yang sudah ada, salah satunya yaitu pendidikan IPA. Pendidikan IPA terpadu merupakan Suatu pendekatan pembelajaran IPA yang menghubungkan atau menyatu-padukan berbagai bidang kajian IPA menjadi satu kesatuan bahasan. Termasuk didalamnya pembelajaran fisika, kimia, biologi dan IPA yang dikemas secara terpadu (tidak ada batasan khusus dalam bidang bidang ini). Sehingga peserta didik bisa mendapatkan ilmu secara utuh dan komprehensif. Sehingga dengan dilaksanakanya pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana pada pendidikan IPA terpadu di Sekolah Dasar, maka diharapkan peserta didik memiliki kapasitas yang bertambah sehingga risiko dari bencana bisa diminimalisir.B. Perumusan Masalah Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah antara lain sebagai Berikut:Bagaimana cara pengintegrasian pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana kedalam Pendidikan IPA di Sekolah Dasar?C. Tujuan Dari rumusan yang tersebut di atas maka tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah:Untuk mengetahui cara pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana kedalam Pendidikan IPA di Sekolah Dasar?D. Manfaat Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:1. Memberikan informasi bagi masyarakat tentang kondisi Indonesia secara geografis dan implikasinya.2. Memberikan kesempatan kepada pengajar dalam mengembangkan kurikulum standar isi.3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang landasan yang mendasari pentingnya pendidikan PRB bagi peserta didik.4. Memberikan informasi kepada pendidik dalam mengintegrasikan pembelajaran pengurangan risiko bencana kedalam pembelajaran IPA terpadu.E. Landasan dan Pedoman Pendidikan PRBAdanya Konferensi sedunia di Kobe Hyogo Jepang pada tanggal 18-22 januari 2005 yang menghasilkan Kerja Aksi Hyogo 2005-2015 yang dia dopsi sekitar 168 negara yaitu tentang Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap bencana (HFA). Dari Konferensi tersebut menekankan pentingnya mengidentidikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. (Puskur; 2009).Beberapa Landasan dalam pengintegrasian pembelajaran PRB kedalam kurikulum sekolah adalah:

1. Landasan Filosofis dalam UUD 1945 Pasal 28 G ayat (1) disebutkan bahwa Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Sedangkan pasal 28 H ayat (1) yaitu setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (http://www.taspen.com/files/humas/UUD%201945.pdf)2. Landasan Sosiologis Ada tiga hal yang melandasi pertimbangan sosiologis yaitu pertama secara geografis, demografis dan geologis Indonesia merupakan Negara rawan bencana. Kedua yaitu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat telah menimbulkan dampak yang bisa menimbulkan bencana, serta kondisi srtuktur manajemen bencana itu sendiri (Puskur, 2009). Hal ini berarti ketika penyelenggaraan bencana itu dilakukan secara komprehensif, maka risiko yang ditimbulkan dari bencana bisa diminimalisir.3. Landasan yuridisUndang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana ditempatkan guna memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahn yang berkaitan dengan penanggulangan bencana (puskur, 2009).4. Landasan Peluang pengurangan risiko bencana kedalam system nasional pendidikan.a. Surat edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang sosialisasi KTSP.b. PP No 19 tahun 2005 SNP Pasal 17 menyebutkan:1) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs,SMPLB, SMA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.2) Sekolah dan komite sekolah atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan susilabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan dibawah supervise dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab dibidang pendidikan untuk SD< SMP, SMA dan SMK dan departemen yang mengurusi urusan pemerintahan dibidang agama untuk MI, MTs, MA dan MAK.c. Surat Edaran Menteri Pendidikan Nomor: 70a/MPN/SE/2010 menyatakan:1) Penyelenggaraan Penanggulangan bencan perlu dilakukan disekolah melalui pelaksaan strategi pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di Sekolah.2) Pelaksanaan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di Sekolah dialkukan baik secraa srtuktural maupun non struktural guna mewujudkan budaya kesiagsiagaan dan keselamatan terhadap bencana di sekolah melalui:a) Pemberdayaan peran kelembagaan dan kemampuan komunitas sekolah.b) Pengintegrasian pengurangan risiko bencana kedalam kurikulum satuan pendidikan formal, baik intra maupun ekstrakurikuler.c) Pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk mendukung pelaksanaan pengurangan risiko bencana di sekolah.(puskur, 2009)F. Pembelajaran IPA TerpaduPembelajaran IPA Terpadu adalah sebuah pendekatan integratif yang mensintesis perspektif (sudut pandang/tinjauan) semua bidang kajian dalam IPA untuk memecahkan permasalahan. Dengan pembelajaran terpadu, siswa diharapkan mempunyai pengetahuan IPA yang utuh (holistik) untuk menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari secara kontekstual. Pembelajaran IPA secara terpadu juga harus mencakup dimensi sikap, proses, produk, aplikasi, dan kreativitas. Dalam IPA terpadu membelajarkan beberapa KD (Kimia, Biologi dan Fisika) yang konsep-konsepnya tumpang tindih (bila mana perlu digunakan tema/proyek tertentu) (Insih Wilujeng, 2011).G. Strategi Integrasi Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Pembelajaran IPA TerpaduSalah satu tujuan dari pendidikan PRB adalah terciptanya budaya aman dimasayarkat. Peserta didik menjadi salah bagian terpenting yang menjadi generasi penerus bangsa sehingga dengan diberikannya pendidikan pengurangan risiko bencana diharapkan generasi yang dibangun adalah generasi yang memiliki kapasitas dalam mengurangi risiko dari bencana yang sering terjadi di Indonesia. Peserta didik juga merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki peran penting dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan fisik dan mental dari peserta didik. Budaya aman yang diharapkan yang menjadi cita-cita pendidikan PRB tentu tidak tercipta dengan sendirinya tetapi ada langkah-langkah yang strategis dan komprehensif dalam mewujudkan budaya aman tersebut. Menurut John Twigg ada beberapa 5 (lima) tingkatan mewujudkan budaya aman. Tingkat 1 (satu) merupakan tingakatan yang terendah dan tingkat 5 (lima) merupakan tingkatan tertinggi. Berikut adalah tabel tingkatan menuju budaya aman dari John Twigg.Tabel 1. Tingkatan Menuju Budaya AmanTingkat 1

Hanya ada sedikit kesadaran akan isu-isu risiko atau motivasi untuk menangani isu-isu tersebut. Kegiatan/aksi terbatas pada tanggap situasi krisis.

Tingkat 2

Ada kesadaran akan isu-isu risiko bencana dan kemauan untuk menangani isu-isu tersebut. Kapasitas untuk bertindak (pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, sumber daya manusia, material dan sumber-sumber daya lain) masih terbatas. Intervensi cenderung satu kali, terpisah-pisah dan jangka pendek.

Tingkat 3

Pengembangan dan penerapan solusi-solusi. Kapasitas untuk bertindak telah meningkat dengan berarti. Intervensi berjumlah banyak dan jangka panjang.

Tingkat 4

Koherensi dan integrasi. Intervensi bersifat meluas, mencakup semua aspek-aspek utama permasalahan, dan intervensi intervensi ini saling terhubungkan satu sama lain dalam sebuah strategi jangka panjang yang koheren.

Tingkat 5

Para pemangku kepentingan telah hidup dalam budaya keamanan, di mana PRB terpadukan di dalam semua kebijakan, perencanaan, praktik, sikap-sikap dan perilaku

Sumber: John Twigg (2007)Metodologi tonggak-tonggak PRBBK (Penanggulangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas dari John Twigg ini dapat dipergunakan dalam rangka menyusun prinsip-prinsip upaya mewujudkan masyarakat aman dari ancaman bencana melalui dunia pendidikan. Untuk itulah, dalam makalah ini, saya mencoba untuk membuat sebuah model tonggak-tonggak keberhasilan pendidikan PRB di sekolah sebagai berikut:Tabel 2. Tingkatan Menuju Budaya Aman Modifikasi Teori John TwiggTahap/ TingkatModel Tonggak PRBBK menurut John TwiggModel Tonggak keberhasilan PRBBK dalam pendidikanKeterangan

IHanya ada sedikit kesadaran akan isu-isu risiko atau motivasi untuk menangani isu-isu tersebut. Kegiatan/aksi terbatas pada tanggap situasi krisis.Integrasi Pendidikan PRB pada mata pelajaran IPA terpaduInisiatif untuk integrasi isu PRB sangat terbatas, lebih merupakan pembuka kesadaran masyarakat akan perlunya PRB. Posisi ini menjadi modal awal untuk pengembangan PRBBK lebih jauh.

IIAda kesadaran akan isu-isu risiko bencana dan kemauan untuk menangani isu-isu tersebut. Kapasitas untuk bertindak (pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, sumber daya manusia, material dan sumber-sumber daya lain) masih terbatas. Intervensi cenderung satu kali, terpisah-pisah dan jangka pendek.Integrasi Pendidikan PRB pada semua mata pelajaran Mulai ada intervensi, yang dipicu oleh adanya tahap I, yang pembelajarannya memicu inisiasi-inisiasi pembelajaran PRBBK pada mata pelajaran lainnya.

IIIPengembangan dan penerapan solusi-solusi. Kapasitas untuk bertindak telah meningkat dengan berarti. Intervensi berjumlah banyak dan jangka panjang.Menciptakan lingkungan yang mendukung pendidikan PRBIntegrasi pendidikan PRB membawa efek bagi perilaku siswa dan warga sekolah, sehingga ada perubahan pada lingkungan sekolah yang mendukung pendidikan PRBBK. Artinya, sekolah di sini sudah mulai berkembang menjadi laboratorium PRBBK.

IVKoherensi dan integrasi. Intervensi bersifat meluas, mencakup semua aspek-aspek utama permasalahan, dan intervensi intervensi ini saling terhubungkan satu sama lain dalam sebuah strategi jangka panjang yang koheren.Peserta didik dengan memiliki kompetensi dibidang pengurangan risiko bencanaPembelajaran, lingkungan, dan kebiasaan yang dikembangkan di sekolah menjadikan siswa dan lulusan memiliki kompetensi untuk menjadi agen perubah masyarakat, dengan terjun ke jenjang status dan peranan sosial yang lebih tinggi di masyarakat.

VPara pemangku kepentingan telah hidup dalam budaya keamanan, di mana PRB terpadukan di dalam semua kebijakan, perencanaan, praktik, sikap-sikap dan perilakuBudaya aman baik di lingkungan sekolah maupun masyarakatPada akhirnya, masyarakat dan sekolah memiliki aset kapasitas untuk PRBBK, dengan deskripsi:a. Sekolah makin diakui sebagai pembantuk masyarakat aman;b. Masyarakat akan memiliki semakin banyak orang yang memiliki kompetensi.

Asumsi-asumsi dasar:a. Perkembangan tahap/tingkatan lebih dipengaruhi kepada kesadaran masyarakat akan urgensi PRB untuk kehidupan, sebagai hasil dari pengalaman hidup, intervensi-intervensi, inisiatif, kekurangan yang mengembangkan potensi psikologis manusia untuk selalu berkembang, yakni kebutuhan dasar untuk selamat dari ancaman bencana. b. Integrasi PRBBK dengan IPA terpadu hanyalah sebuah upaya awal saja yang diharapkan menjadi pemicu perubahan yang lebih besar, sebagaimana skema proses di bawah ini:

Salah satu profil sekolah yang telah mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dengan pendidikan pengurangan risiko bencana adalah SD N 2 Parangtritis. Sekolah ini memiliki potensi wilayah terhadap bencana gempa dan tsunami (lokasi 1 km dari pantai). Sekolah ini telah ditunjuk sebagai pilot project mewujudkan Sekolah Siaga Bencana dengan penyelenggara proyek LPM UNY-YP2SU Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Bantul dengan sumber dana dari UNDP. Beberapa keluaran yang ingin dihasilkan dalam program SSB di ini adalah Terintegrasinya prakarsa pengurangan risiko bencana ke dalam mekanisme perencanaan dan kegiatan serta terlaksananya kegiatan-kegiatan rutin terkait inisiatif PRB, Tersusunnya rencana aksi sekolah (RAS) PRB dan tersedianya dukungan untuk melaksanakan RAS PRB, tersusunnya dan teruji-cobanya perangkat model demontrasi (demonstration model) kejadian bencana untuk digunakan sebagai alat pembelajaran bagi peserta didik, terbentuknya atau adanya penguatan forum sekolah dan/atau gugus sekolah sebagai wahana pertukaran informasi dan pembelajaran antar sekolah (tingkat satuan pendidikan) dalam pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan, terfasilitasinya prakarsa penyusunan PERDA Muatan Lokal Kurikulum PRB di Kabupaten Bantul melalui penyusunan Naskah Akademik secara partisipatif.Kelebihan dari program ini yaitu pembelajaran lebih efektif dikarenakan ada alat peraga sehingga peserta didik lebih mudah memahami mekanisme terjadinya bencana, yaitu alat peraga bencana, tsunami, gempa dan gunung berapi serta CD interaktif Pembelajaran tentang kebencanaan.Untuk mewujudkan sekolah siaga bencana yang lain ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu perlunya peningkatan kapasitas untuk pengajar berkaitan dalam Pendidikan PRB (Pendidikan Pengurangan Resiko Bencana).. Perlu adanya forum sekolah atau forum guru yang konsisten yang secara aktif mengembangkan pembelajaran pengurangan risiko bencana pada tingkat sekolah. Misalnya melalui forum yang sudah ada yaitu MGMP, MKKS, KKPS, KKG. Perlu adanya lintas kajian antara pendidikan, lingkungan, kesehatan agar pembelajaran PRB lebih komprehensif. Adanya dukungan dari dinas pendidikan terkait yaitu Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) memberi kewenangan yang sangat luas kepada sekolah bersama dengan Dewan Sekolah dapat menyusun Action Plan kegiatan Pendidikan Kebencanaan, misalnya penyusunan kurikulum yang berbasis pendidikan kebencanaan, mengembangkan jumlah guru tanggap bencana, mengadakan pelatihan/ simulasi, melakukan monitoring kegiatan tersebut, dll. Selanjutnya dapat dianggarkan kegiatan tersebut melalui RAPBS/ RKAS. Harapan ini kemudian diwujudkan setelah adanya program SSB yaitu adanya dokumen RAKS yang berbasis PRB dan melakukan evaluasi dan pendampingan kegiatan pendidikan kebencanaan di setiap satuan pendidikan bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Tim Pengembang Kurikulum Kabupaten, berupaya memperoleh bahan agar bisa memasukkan untuk materi Pendidikan Kebencanaan pada kegiatan pengembangan kurikulum. Kolaborasi antara sekolah, tim pengembang kurikulum dengan pakar diperguruan tinggi dan para praktisi dari berbagai instansi (misal, Kesbanglinmas, LSM di Bidang Kebencanaan) untuk merumuskan secara praktis silabus atau materi tentang pendidikan kebencanaan.Tahapan yang paling sederhana dalam mewujudkan budaya aman adalah integrasi pendidikan PRB kedalam pembelajaran IPA terpadu dengan melalui beberapa tahapan, yaitu:1. Mengidentifikasi materi pembelajaran pendidikan PRB.Materi pemebelajaran ini adalah bahan yang diperlukan untuk pembentuakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai siswa dalam rangka memenuhi standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ditetapkan. Sebagai contoh misalnya pada kurikulum kelas V SD terdapat materi Bumi dan Alam Semesta. Materi ini bisa digunakan untuk membelajarkan peserta didik tentang PRB.2. Mengalisis kompetensi dasar yang dapat diintegrasikan dengan materi pembelajaran pendidikan PRBAnalisis kompetensi dasar adalah kajian terhadap kompetensi dasar disetiap mata pelajaran dalam standar isi yang dapat diintegrasikan kedalam materi pembelajaran PRB. Analisis ini dilakukan karena tidak semua kompetensi dasar disetiap mata pelajaran dapat diintegrasikan dengan materi pembelajaran PRB. Contoh dari kompetensi dasar yang dapat diintegrasikan dengan pembelajaran PRB yaitu memahami daur air dan gejala-gejala alam yang terjadi di bumi serta dampaknya bagi makhluk hidup.3. Penyusunan silabus yang mengintegrasikan materi pembelajaran PRB.Langkah-langkah pengembangan silabus yaitu:a. Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar.b. Mengidentifikasi materi pembelajaranc. Mengembangkan kegiatan pembelajarand. Merumuskan pencapaian kompetensi.e. Menentuakan jenis penilaian.f. Menentukan alokasi waktug. Menentukan sumber belajar.4. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengintegrasikan materi pembelajaran PRB.Prinsip-prinsip penyusunan RPP yaitu:a. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik b. Mendorong partisipasi aktif peserta didik mengembangkan budaya membaca dan menulis yang berkaitan dengan bencana.c. Memberikan umpan balik dan tindak lanjut d. Keterkaitan dan keterpaduan antara materi dengan indikator pencapaiannya.e. Menerapkan media, alat peraga, teknologi informasi dan komunikasi.5. Penyusunan bahan ajar yang mengintegrasikan materi pembelajaran PRB.Bahan ajar adalah seperangakat materi yang disusun secara sistematis baik secara tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinakan peserta didik untuk belajar (puskur, 2009). Bahan ajar yang bagus adalah yang bisa membelajarkan peserta didik ketika pra bencana, saat bencana dan pasca bencana. Bahan ajar disesuaikan dengan silabus dan RPP yang telah disusun. Bahan ajar yang disusun misalnya buku, modul, Lembar Kerja Siswa (LKS), Vidio, CD pembelajaran, gambar, dan maket (terjadinya peristiwa tsunami, gempa, gunung meletus). H. DAFTAR PUSTAKAAriantoni, dkk. (2009). Modul pelatihan pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional

Bappenas. (2006). Rencana aksi nasional penanggulangan bencana 2006-2009. Jakarta: Kerjasama Bappenas dengan Bakornas Penanggulangan Bencana.

Daliyo, Suko Bandiyono, Zainal Fatoni, dan Brillian Nugraha. (2008). Kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana alam di Kabupaten Sikka. Jakarta: LIPI

Depdiknas. (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

John Twiqq. (2007). Terjemahan characteristics of a disaster-resilient community: A guidance note. UK: DFID Disaster Risk Reduction Interagency Coordination Group

Menteri Pendidikan Nasional. (2010). Surat edaran menteri pendidikan Nomor: 70a/MPN/SE/2010 . Jakarta: SETDITJENDIKNAS

Pengetahuan Alam SD diakses di www.puskur.net pada 22 September 2011

Sisdiknas diakses di http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf pada tanggal 21 September 2011

Internalisasi Nilai-nilai Pancasila dalam Pendidikan Sains :Suatu Model Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Biologi di Sekolah MenengahAgnita Nunung Nugroho Wulanadji1,21Guru SMA Negeri 1 Wonosari, Gunungkidul2Mahasiswa Program Pascasarjana, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada

Abstrak Bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai persoalan yang berat dan sulit untuk dipecahkan. Peristiwa kekerasan merebak di semua lini masyarakat dan berbagai kasus korupsi yang melibatkan para pejabat negara, politisi, anggota lembaga negara dan tokoh-tokoh menjadi persoalan yang mengemuka setiap hari di media. Berita mengenai kekerasan, korupsi dan perusakan lingkungan menekan rasa percaya diri kita sebagai bangsa yang besar. Di satu sisi kita menolak peristiwa-peristiwa tersebut tidak dapat mewakili karakter bangsa Indonesia, di sisi lain kita harus menerima kenyataan bahwa karakter kita sebagai bangsa sudah terkoyak dan compang-camping. Permasalahan bangsa ini diyakini juga sebagai akibat penyimpangan terhadap ideologi Pancasila.Pegangan atau konsep yang holistik untuk membentuk kembali karakter bangsa Indonesia mutlak diperlukan untuk keluar dari masalah-masalah tersebut. Pembentukan karakter bangsa ini dapat dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan karakter dapat dimulai dari ranah pendidikan formal di sekolah melalui kurikulum yang sudah ada. Pendidikan ini diarahkan demi pembentukan kepribadian yang lengkap dan seimbang, menganut pada prinsip pendidikan anak yang total atau integral.Konsep karakter yang akan ditawarkan kepada anak didik menggali dari nilai-nilai Pancasila yang sudah terbukti sesuai dengan dinamika Bangsa Indonesia. Internalisasi nilai-nilai Pancasila di sekolah dapat dijalankan melalui pendidikan sains. Pendidikan sains memilik peluang besar karena mengajak anak didik berpikir rasional, kritis serta objektif.Pada penelitian ini dijalankan suatu model pembelajaran sains melalui pembelajaran Biologi untuk menyampaikan nilai-nilai luhur Pancasila. Model pembelajaran ini menekankan pada pemahaman konsep dan penanaman sikap. Pemahaman konsep ditinjau dari alur pikir peserta didik dalam menemukan makna hidup yang ditemukan dari materi pelajaran. Setelah makna hidup ditemukan, maka peserta didik harus mengolah dan mengaitkanya dengan butir-butir Pancasila. Nilai- nilai luhur Pancasila akan lebih dipahami lagi ketika peserta didik harus menyusun analisis keterkaitan antara materi pelajaran, makna hidup, butir Pancasila dan pengalaman hidup mereka sendiri. Kesempatan ini berguna untuk mengendapkan konsep materi yang didapat dan merupakan waktu untuk merefleksikan hidup. Hasil penelitian di kelas menunjukkan bahwa peserta didik merasakan hikmah/ makna hidup dari model pendidikan karakter melalui pembelajaran sains ini. Hal ini ditunjukkan dari antusiasme para peserta didik untuk menyampaikan hasil refleksinya di depan kelas tanpa harus diminta oleh guru.Kata kunci : pendidikan karakter, Pancasila, pembelajaran sains1. PENDAHULUANBangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai persoalan yang berat dan sulit untuk dipecahkan. Peristiwa kekerasan merebak di semua lini masyarakat dan berbagai kasus korupsi yang melibatkan para pejabat negara, politisi, anggota lembaga negara dan tokoh-tokoh menjadi persoalan yang mengemuka setiap hari di media. Berita mengenai kekerasan, korupsi dan perusakan lingkungan menekan rasa percaya diri kita sebagai bangsa yang besar. Di satu sisi kita menolak peristiwa-peristiwa tersebut tidak dapat mewakili karakter bangsa Indonesia, di sisi lain kita harus menerima kenyataan bahwa karakter kita sebagai bangsa sudah terkoyak dan compang-camping. Permasalahan bangsa ini diyakini juga sebagai akibat penyimpangan terhadap ideologi Pancasila.Indonesia mempunyai ideologi negara yaitu Pancasila, yang telah dipikirkan dengan sangat matang oleh para pendiri bangsa. Pancasila mengandung 45 butir. Berdasarkan survei lisan terhadap peserta didik di tiga kelas (@ 32 peserta didik), tidak ada satu pun yang pernah membaca bahkan melihat butir-butir tersebut. Hal ini mungkin menjadi salah satu sebab mengapa tindak tidak terpuji semakin marak di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba memasukkan nilai-nilai luhur Pancasila tersebut dalam pelajaran biologi. Internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan sains khususnya melalui pembelajaran Biologi (selanjutnya disebut Biologi Pancasia) di sekolah menengah merupakan hal yang baru pertama kali dialami oleh siswa SMAN 1 Wonosari. Pembelajaran biologi dan kaitannya dengan Pancasila ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh siswa memahami konsep materi biologi dan sekaligus menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila pada peserta didik. Harapannya, peserta didik dapat membawanya sedikit demi sedikit ke dalam kehidupan nyata sehari-hari. Harapan lebih jauh pembelajaran ini berdampak pada berkurangnya tindak kekerasan dan semakin membaiknya sikap peserta didik dalam hal sopan santun dan tata krama. Lebih jauh lagi semoga dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air dan nasionalisme pada peserta didik.2. Tinjauan PustakaPegangan atau konsep yang holistik untuk membentuk kembali karakter bangsa mutlak diperlukan agar kita keluar dari berbagai masalah yang dihadapi saat ini. Pembentukan kembali karakter ini dalam istilah Borba (2008) adalah membangun kecerdasan moral, yaitu kemampuan seseorang untuk memahami yang benar dan salah,dengan memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak sesuai dengan keyakinan tersebut. Konsep pendidikan karakter mulai muncul tahun 1990-an di Amerika (McElmeel,2002). Menurut Koesoema (2007), pendidikan karakter di Indonesia bukanlah hal baru. Konsep tersebut telah muncul sejak zaman RA Kartini, Ki Hajar Dewantara, Soekarno, Hatta, Tan Malaka, dan Moh Natsir. Mereka telah menerapkan semangat pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan semangat bangsa sesuai dengan konteks dan situasi yang mereka alami. Dengan munculnya berbagai masalah di Negara kita banyak pihak mendesak agar memasukkan pendidikan karakter ke dalam kurikulum nasional seperti pada tahun 1947. Usulah memasukkan pendidikan nilai atau budi pekerti melalui mata pelajaran merupakan gagasan yang wajar, karena tanpa eksplotasi pendidikan nilai sulit dijamin bahwa sekolah akan memberikan pendidikan karakter, paling tidak secara formal (Koesoema, Pembentukan karakter bangsa ini dapat dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan karakter dapat dimulai dari ranah pendidikan formal di sekolah melalui kurikulum yang sudah ada. Pendidikan ini diarahkan demi pembentukan kepribadian yang lengkap dan seimbang, menganut pada prinsip pendidikan anak yang total atau integral (Mangunwijaya, 1999)Pendidikan pertama-tama dan terpenting adalah suatu relasi dan komunikasi pribadi antara pendidik dan peserta didik. Relasi dan komunikasi ini bermakna menyangkut keseluruhan pribadi mereka. Pendidikan juga berpusat pada peserta didik. Artinya, pendidikan ini bersifat menyeluruh dan utuh, tidak hanya aspek kognitif saja. Mengapa demikian ? Karena peserta didik adalah sebuah pribadi yang mempunyai potensi dan hasrat untuk berkembang secara optimal. Maka, pendidikan diharapkan mampu mewadahi keseluruhan aspek dalam sebuah pribadi ini. Aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Rogers dalam Riyanto, 2002).Tuntutan pendidikan ini mesti dijawab. Oleh siapa ? Guru sebagai fasilitator. Bagaimana agar guru mampu menjawabnya ? Seorang guru harus menyiapkan fasilitas bagi peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya secara optimal. Cara dan alatnya ? Guru dengan desain pembelajaran sebagai sarana komunikasi siswa dengan pengetahuan yang akan didapatnya.3. MetodeJenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejaidan secara sistematis dan akurat. Penelitian ini juga termasuk dalam penelitian tindakan, sebagai upaya untuk mengujicobakan ide-ide ke dalam praktik di kelas (Zuriah,2007)Proses pembelajaran biologi Pancasila yang diperkenalkan ini menekankan pada aspek kognitif (pemahaman konsep) dan aspek afektif (penanaman sikap). Pemahaman konsep dapat diketahui dari alur pikir peserta didik dalam menemukan makna hidup dari materi yang disampaikan. Sedangkan penanaman sikap dilaksanakan dengan dimasukkannya nilai-nilai luhur Pancasila dalam setiap pembelajaran. Bagaimana proses pembelajaran biologi Pancasila ini dilaksanakan di kelas?Proses pembelajaran biologi Pancasila ini dilaksanakan pada kelas XI IPA 3 SMA Negeri 1 Wonosari dengan jumlah sebanyak 40 orang peserta didik. Rencana pembelajaran Biologi Pancasila sudah disosialisasikan se