pengelolaan das dan kemiskinan

Upload: heri-apriyanto

Post on 11-Oct-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • SISTEM AGROFORESTRY SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI

    PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

    DALAM UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN

    Heri Apriyanto

    I. PENDAHULUAN

    Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia pada umumnya telah mengalami kerusakan dan

    semakin lama kondisinya cenderung semakin bertambah rusak, hal ini diindikasikan

    dengan semakin meningkatnya kejadian bencana tanah longsor, banjir dan kekeringan dari

    tahun ke tahun. Padahal telah diketahui bahwa pada DAS tersebut secara spatial

    merupakan wadah semua sumber daya alam (terestrial). Selain itu kawasan pedesaan

    maupun perkotaan pasti berada di suatu DAS, yang berarti juga merupakan tempat sistem

    kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

    DAS merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa

    punggung bukit atau pegunungan, dimana presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir

    melalui titik keluar tertentu (outlet) yang akhirnya bermuara ke danau atau laut.

    Batasbatas alami DAS dapat dijadikan sebagai batas ekosistem alam, yang dimungkinkan

    bertumpangtindih dengan ekosistem buatan, seperti wilayah administratif dan wilayah

    ekonomi. Namun seringkali batas DAS melintasi batas kabupaten, propinsi, bahkan lintas

    negara. Suatu DAS dapat terdiri dari beberapa sub DAS, daerah Sub DAS kemudian

    dibagibagi lagi menjadi subsub DAS. Manusia bekerja dan menggantungkan hidupnya

    pada sumber daya alam serta ketersediaan air yang terdapat di DAS. DAS juga disebut

    kawasan tangkapan (catchment) karena lahan di bagian atas dan kawasan hulu

    menangkap seluruh air dan selanjutnya air tersebut mengalir ke bawah dan ke kawasan

    hilir. DAS bisa sangat luas, mencakup kawasan yang mencakup ribuan kilometer persegi,

    atau bisa juga hanya selebar sebuah lembah. Di dalam kawasan DAS yang sangat luas, di

    mana air mengalir dari bukit-bukit tinggi ke lembah-lembah yang rendah (seperti di daerah

    pegunungan), ada banyak DAS kecil (seperti sumber-sumber air kecil dan sungai-sungai

    kecil yang mengalir ke bawah menuju sungai-sungai yang lebih lebar dan laut).

    Dengan datangnya bencana secara silih berganti, seperti bencana banjir, kekeringan dan

    tanah longsor, kondisi DAS kembali mendapat perhatian. Ketika korban manusia

    berjatuhan, sarana-prasarana rusak, lahan pertanian hancur, maka buruknya pengelolaan

    DAS menjadi kambing hitamnya. Kerusakan hutan dianggap sebagai penyebab utama

    terjadinya bencana tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi hutan di berbagai daerah

  • Toshiba | 1

    yang berada di hulu DAS dari ke hari semakin merosot baik dalam luas maupun

    kualitasnya. Berbagai masalah gangguan hutan seperti perambahan hutan, dan penebangan

    liar nampak terlihat di berbagai kawasan hutan. Salah satu penyebab utama yang ditengarai

    sebagai pemicu terjadinya tekanan masyarakat terhadap hulu DAS adalah kemiskinan dan

    minimnya tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap upaya pelestarian fungsi

    hutan. Kemiskinan merupakan potret umum masyarakat di bagian hulu di sekitar hutan.

    Aksesibilitas yang rendah, akses ke sumber-sumber perekonomian yang terbatas, dan

    pendidikan serta modal finansial yang pas-pasan merupakan karakteristik yang tergambar

    jelas. Dengan kondisi seperti, masyarakat terlihat sukar untuk menghindarkan diri dari

    ketergantungan sumber pendapatannya dari hutan dan lahan. Akibat kerusakan hutan dan

    pola hidup masyarakat hulu yang cenderung bertentangan dengan kaidah pelestarian

    fungsi hulu dalam sistem DAS, hutan di hulu DAS dan masyarakat disekitarnya menjadi

    faktor utama penyebab kerusakan sistem DAS. Kerusakan hutan dan pola masyarakat yang

    subsisten dalam mengelola lahan mendukung tuduhan tersebut. Mengacu konsep Brown

    Agenda dalam pengelolaan lingkungan dalam rangka menuju pembangunan yang

    berkelanjutan (sustainable development), faktor kemiskinan penduduk perlu diperhatikan.

    Hal ini didasarkan proposisi bahwa kemiskinan penduduk dapat menjadi salah satu pemicu

    pengrusakan lingkungan (Bauermann, dalam Yunus, 2004). Menurut Salim (1986) tingkat

    pendapatan masyarakat yang rendah akan memberikan tekanan yang besar terhadap

    sumber alam, khususnya tanah/lahan.

    Pengelolaan DAS sebagai bagian dari pembangunan wilayah sampai saat ini masih

    menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait, yaitu belum berjalannya

    koordinasi penanganan DAS oleh para pihak terkait dan kesadaran masyarakat yang masih

    rendah terhadap pelestarian pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini akan semakin

    mengakibatkan produktivitas sumber daya alam (pertanian) menurun, biaya pengelolaan

    lingkungan semakin tinggi, dan petani miskin menjadi semakin miskin. Makalah ini akan

    mencoba membahas hubungan antara kemiskinan dan kerusakan DAS, dan alternatif

    pengelolaan DAS untuk dapat dapat mendukung pengentasan kemiskinan.

    II. KEMISKINAN DAN KERUSAKAN DAS

    Kerusakan DAS di Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Pada tahun

    1984 terdapat 22 DAS kritis, dan pada tahun 1992 menjadi 39 DAS kritis dan hingga tahun

    1998 bertambah lagi menjadi 59 DAS kritis, dan pada 2005-2006 meningkat hingga 62

    DAS kritis. Pengelolaan sumberdaya DAS telah menjadi perhatian publik dalam beberapa

    dekade terakhir. Berbagai bencana alam yang terjadi seperti banjir dan krisis air bersih

    telah membangkitkan kesadaran semua pihak tentang pentingnya kelestarian ekosistem

    DAS, sehingga pengelolaannya harus terpadu dengan melibatkan seluruh unsur terkait.

  • | Strategi Pengelolaan DAS 2

    Kesadaran tersebut seharusnya mendorong semua pihak yang memperoleh manfaat untuk

    memberikan kontribusi terhadap tindakan rehabilitasi, konservasi dan pelestarian DAS.

    Menurut Darajati (2001) koordinasi adalah kunci utama keberhasilan program pengelolaan

    DAS. Fungsi koordinasi yang berjalan tidak efektif menyebabkan program pengelolaan

    DAS mulai dari perencanaan sampai ke tahap pengawasan mengalami banyak hambatan.

    Lemahnya perencanaan yang menyebabkan lemahnya ikatan koordinatif atau sebaliknya,

    merupakan lingkaran setan (vicious circle) sulit menentukan mana ujung dan pangkalnya.

    Dengan dalih pemenuhan kebutuhan hidup, penduduk semakin mengeksploitasi lahan dan

    ini menjadi motif utama petani membuka lahan di daerah berlereng. Pengusahaan lahan

    secara intensif di lahan berlereng tanpa usaha konservasi yang memadai diprediksi akan

    menyebabkan terjadinya erosi dan kerusakan lahan yang berlanjut sampai kondisi lahan

    menjadi semakin kritis. Pada umumnya lahan kritis mendominasi bagian hulu DAS (up-

    land) yang dihuni oleh masyarakat petani miskin, kemampuan ekonomi dan pengetahuan

    yang rendah, kelembagaan masyarakat yang tidak jalan, dan praktik pengelolaan lahan

    yang tidak berkelanjutan. Menurut Sinukaban dan Sihite (1993, dalam Sinukaban et al.

    editor. 1996), permasalahan saling memiskinkan antara lahan dan petani banyak dijumpai

    di DAS bagian hulu, sehingga pemilihan skala prioritas mana yang harus didahulukan

    apakah penanggulangan kemiskinan atau kerusakan lingkungan menghadapkan kita pada

    pilihan yang sulit.

    Lebih jauh, tragedi kehancuran bersama akan berujung pada persoalan klasikal di bidang

    sosial-ekonomi muncul berupa natural-resources-rooted in poverty yang makin parah dan

    semakin tidak tertangani. Hal ini terjadi karena, eksploitasi sumberdaya alam yang

    berlebihan oleh salah satu pihak akan mengakibatkan natural resources stock depletion

    yang sangat berarti bagi pihak lain. Dayadukung kawasan terhadap kehidupan menurun

    seiring dengan rusaknya sistem ekologi kawasan dan menyebabkan peningkatan derajat

    ketidakpastian sumber nafkah - livelihood uncertainty. Masalah kemiskinan selanjutnya

    akan memberikan dampak balik berupa kehancuran lingkungan yang sangat berarti

    (ditandai oleh peningkatan erosi, sedimentasi, dan banjir) disebabkan oleh eksploitasi

    sumberdaya alam berlebihan demi mempertahankan derajat minimal survival

    rumahtangga. Demikian proses kehancuran sumberdaya alam dan lingkungan akan terus

    terjadi, secara berulang dan siklikal (Dharmawan, AH, 2005).

    Kemiskinan dan kerusakan lingkungan (termasuk di dalamnya DAS) berkorelasi positif.

    Bahkan keduanya memiliki hubungan kausalitas derajat polinomial. Pada derajat pertama,

    kemiskinan terjadi karena kerusakan lingkungan atau sebaliknya lingkungan rusak karena

    kemiskinan. Pada tingkatan polinomial berikutnya, kemiskinan terjadi akibat kerusakan

    lingkungan yang disebabkan karena kemiskinan periode sebelumnya. Hal sebaliknya

  • Toshiba | 3

    berpeluang terjadi, lingkungan rusak karena kemiskinan yang dipicu oleh kerusakan

    lingkungan pada periode sebelumnya.

    Hubungan sebab akibat itu bisa terus berlanjut pada derajat polinomial yang lebih tinggi,

    membentuk lingkaran setan atau siklus yang tidak berujung. Dalam kondisi seperti itu,

    kemiskinan semakin parah dan lingkungan semakin rusak. Semakin lama kondisi itu

    berlangsung, semakin kronis keadaanya. Bila sudah demikian, status kemiskinan berubah

    secara tidak linier. Dari miskin, ke lebih miskin, dan akhirnya miskin sekali. Tren yang

    sama juga terjadi juga pada kerusakan lingkungan.

    Notohadiprawiro, T., 2006, menyatakan bahwa antara luas lahan garapan yang bawah-

    tepian (sub marginal), kemiskinan dan jangkauan pemikiran haridepan yang sangat pendek

    terdapat lingkaran setan yang sulit sekali diputuskan. Pendidikan yang diperlukan untuk

    memperluas cakrawala pandangan hidup tidak terlaksanakan karena kemiskinan. Daya

    dukung lahan usaha masih dapat ditingkatkan sekalipun luasnya tetap sempit, kalau diberi

    masukan cukup berupa biaya, teknologi, keterampilan dan kewiraswastaan. Akan tetapi

    semuanya ini tidak dapat terlaksana tanpa pendidikan dan pemupukan modal, sedang

    peningkatan daya dukung lahan usaha merupakan prasyarat bagi perbaikan pendidikan dan

    pengembangan modal. Lingkaran setan ini menjadi sebab timbulnya kendala lain, yaitu

    kepicikan motivasi pada para penggarap lahan, sehingga keikut-sertaan mereka dalam

    acara pengelolaan DAS menjadi sangat lemah.

    Kajian dari Astuti, Y. A. et. Al, 2008, tentang hubungan antara struktur aktivitas rumah

    tangga pedesaan dengan degradasi sumberdaya alam di Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS)

    Citanduy menunjukkan hasil sebagai berikut :

    1) Tingginya pendapatan dari sektor pertanian menyebabkan tekanan terhadap kondisi

    ekologis semakin tinggi.

    2) Pendapatan rumahtangga petani yang rendah berpengaruh terhadap kerusakan

    lingkungan yang terjadi karena terkait dengan sistem pertanian yang dilakukan.

    3) Semakin rendahnya pendapatan rumahtangga petani pada suatu wilayah maka

    berdampak pada tekanan terhadap sumberdaya alam yang semakin tinggi, dalam hal

    ini terlihat dari laju erosi dan sedimentasi yang tinggi pada desa dengan rata-rata

    pendapatan rumahtangga petani yang rendah. Sehingga kemiskinan yang terjadi pada

    masyarakat Sub DAS Citanduy Hulu merupakan penyebab kerusakan lingkungan di

    wilayah tersebut.

    Selanjutnya Giyarsih, SR, 2005, menyatakan bahwa penduduk yang miskin mempunyai

    potensi sebagai pelaku kerusakan lingkungan. Sebagai contoh rusaknya greenbelt Waduk

    Gadjah Mungkur di Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri yang ditebangi oleh warga

    untuk dijadikan kayu bakar dan lahan pertanian merupakan contoh dari kasus ini. Oleh

  • | Strategi Pengelolaan DAS 4

    karena itu untuk kawasan-kawasan yang proporsi penduduk miskinnya besar perlu

    diwaspadai karena potensial merusakkan lingkungan.

    Jeffrey Sachs dalam kesimpulan bukunya The End of Poverty menekankan pentingnya

    hubungan kemiskinan dan kerusakan lingkungan sebagai peubah penentu kesejahteraan

    dan kemakmuran. Menurutnya, sementara investasi pada kesehatan, pendidikan, dan

    infrastruktur mungkin dapat mengatasi perangkap kemiskinan yang sudah ekstrem

    kondisinya, degradasi lingkungan pada skala lokal, regional, dan global dapat meniadakan

    manfaat investasi tersebut. Dengan kata lain, ada banyak variabel penting yang ikut

    menentukan kesejahteraan dan kemiskinan, namun lingkungan alam bisa dipandang

    sebagai yang terpenting.

    Berdasarkan hal-hal di atas maka dapat disimpulkan adanya lingkaran setan antara

    kemiskinan penduduk, khususnya di bagian Hulu DAS dengan kerusakan DAS, yang

    mengakibatkan timbulnya gangguan pada sistem DAS, seperti terjadinya lahan kritis,

    banjir, tanah lonsor, dan kekeringan. Untuk memutus lingkaran setan tersebut maka upaya

    yang penting adalah melakukan pengelolaan DAS yang tepat dan terpadu, dengan tanpa

    meninggalkan partisipasi masyarakat sekitarnya.

    III. PENGELOLAAN DAS

    Komponenkomponen utama ekosistem DAS, terdiri dari manusia, hewan, vegetasi, tanah,

    iklim, dan air. Masingmasing komponen tersebut memiliki sifat yang khas dan

    keberadaannya tidak berdirisendiri, namun berhubungan dengan komponen lainnya

    membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Manusia memegang peranan yang

    penting dan dominan dalam mempengaruhi kualitas suatu DAS. Gangguan terhadap

    salahsatu komponen ekosistem akan dirasakan oleh komponen lainnya dengan sifat

    dampak yang berantai. Keseimbangan ekosistem akan terjamin apabila kondisi hubungan

    timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal. Kualitas interaksi antar

    komponen ekosistem terlihat dari kualitas output ekosistem tersebut. Di dalam DAS

    kualitas ekosistemnya secara fisik terlihat dari besarnya erosi, aliran permukaan,

    sedimentasi, fluktuasi debit, dan produktifitas lahan. Untuk itu guna menjamin terjaganya

    keseimbangan ekosistem DAS yang baik, maka diperlukan suatu pengelolaan DAS.

    Pengelolaan DAS diartikan sebagai upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan

    timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia dan segala aktifitasnya sehingga

    terjadi keserasian ekosistem serta dapat meningkatkan kemanfaatan bagi manusia.

    Tujuannya adalah pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dengan terlanjutkan

    (sustainable) sehingga tidak membahayakan lingkungan lokal, regional, nasional dan

    bahkan global.

  • Toshiba | 5

    Konsep pengelolaan DAS di Indonesia sebenarnya telah dikenalkan sejak jaman Belanda,

    khususnya dalam praktek pengelolaan hutan, dimana pembagian-pembagian daerah hutan

    diatur berdasarkan satuan DAS. Pada tahun 1961 diadakan gerakan penghijauan secara

    massal dalam bentuk Pekan Penghijauan I di Gunung Mas, Puncak Bogor.

    Pada tahun 1973 sampai 1981, FAO dan UNDP telah melakukan berbagai uji coba untuk

    memperoleh metoda yang tepat dalam rangka rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang

    ditinjau dari aspek fisik maupun sosial ekonomi di DAS Solo. Hasil-hasil pengujian ini

    antara lain diterapkan dalam proyek Inpres Penghijauan dan Reboisasi sejak tahun 1976

    pada 36 DAS di Indonesia.

    Upaya pengelolaan DAS terpadu yang pertama dilaksanakan di DAS Citanduy pada tahun

    1981, dimana berbagai kegiatan yang bersifat lintas sektoral dan lintas disiplin dilakukan.

    Selanjutnya pengelolaan DAS terpadu dikembangkan di DAS Brantas, Jratun Seluna.

    Namun proyek-proyek pengelolaan DAS saat itu lebih menekankan pada pembangunan

    infrastruktur fisik kegiatan konservasi tanah untuk mencegah erosi dan bajir yang hampir

    seluruhnya dibiayai oleh dana pemerintah. Baru tahun 1994 konsep partisipasi mulai

    diterapkan dalam penyelengaraan Inpres Penghijauan dan Reboisasi, walaupun dalam tarap

    perencanaan.

    Saat ini seakan-akan perencanaan pembangunan DAS bagian hulu masih terasa di anak-

    tirikan dibandingkan dengan di DAS bagian hilir. Berapa saja biaya yang telah dikeluarkan

    atau disediakan untuk mengembangkan kota-kota pelabuhan dan perdagangan, kawasan-

    kawasan industri, jaringan pengairan, pencetakan sawah, kanal banjir, membangun

    jaringan jalan darat, dsb., yang semuanya berada di daerah hilir. Pada biaya ini masih dapat

    ditambahkan biaya yang dikeluarkan untuk penghutanan dan penghijauan, yang meskipun

    dikerjakan di daerah hulu, namun manfaat terbesar dimaksudkan untuk dirasakan oleh

    daerah hilir. Dalam keadaan seperti ini mudahlah dimengerti mengapa kesediaan penduduk

    hulu untuk benar-benar menjalankan usaha pengawetan tanah dan air masih sangat lemah.

    Kegiatan pengelolaan DAS yang belum sepenuhnya dilandasi oleh konsep DAS sebagai

    suatu sistem sehingga menyebabkan fungsi sub-sistem produksi dan ekonomi seolah-olah

    menjadi lebih penting dibandingkan sub-sistem hidrologi dan ekologi. Sebagai akibatnya

    pengembangan sub-sistem produksi dan ekonomi tidak jarang menyebabkan terganggunya

    sub-sistem ekologi dan hidrologi yang justru akan menyebabkan ketidak-berlanjutan

    kegiatan produksi dan ekonomi yang dilakukan. Kerusakan fungsi hidrologi dan fungsi

    ekologi DAS akibat pengembangan sub-sistem produksi dan ekonomi dapat ditunjukkan

    dengan semakin meningkatnya frekuensi dan besaran banjir pada musim penghujan dan

    semakin terbatasnya ketersediaan air pada musim kemarau di berbagai daerah akhir-akhir

    ini. Meskipun upaya-upaya pengelolaan DAS di Indonesia telah cukup lama dilaksanakan,

    namun karena belum dilandasi dengan pandangan DAS sebagai suatu sistem dan

  • | Strategi Pengelolaan DAS 6

    kompleksitas masalah yang dihadapi, maka hasilnya belum mencapai yang diinginkan,

    terutama yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan

    peningkatan kerusakan DAS maka tingkat kemiskinan, khususnya masyarakat di bagian

    hulu, juga diperkirakan semakin meningkat. Begitu pula sebaliknya. Dengan demikian

    perlu dilakukan pengentasan kemiskinan masyarakat melalui perbaikan lahan khususnya di

    bagian hulu DAS, dengan meningkatkan partisipasi masyarakat.

    IV. AGROFORESTRY SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN

    KERUSAKAN DAS DAN PENGENTASAN KEMISKINAN

    Salah satu alternatif strategi untuk pengelolaan DAS, khususnya untuk pengendalian

    kerusakan DAS dan sekaligus upaya untuk pengentasan kemiskinan masyarakat adalah

    dengan Sistem Agroforestry. Sistem agroforestry merupakan salah satu bentuk kegiatan

    dalam bidang kehutanan yang mengikutsertakan masyarakat secara aktif. Dengan adanya

    peranserta masyarakat dalam kegiatan agroforestry, maka diharapkan masyarakat juga ikut

    berperan aktif dalam menjaga kelestarian hutan. Kegiatan agroforestry memberikan

    manfaat yang besar bagi mayarakat, karena masyarakat dapat memanfaatkan lahan hutan

    dengan cara menanam berbagai tanaman semusim. Selain itu dapat memenuhi kebutuhan

    hidup masyarakat, kegiatan agroforestry juga berguna bagi usaha konservasi tanah dan

    lahan, sehingga secara fisik kelestarian DAS akan selalu terjaga.

    Dengan sistem agroforestry maka pemanfaatan lahan dapat dilakukan secara optimal.

    Lahan sebagai sumberdaya alam mempunyai peranan diantaranya sebagai penghasil

    komoditi pertanian. Meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pokok telah

    menyebabkan diperlukannya areal pertanian yang lebih luas dan diusahakan lebih intensif.

    Berdasarkan hal ini maka diperlukan sistem agroforestry untuk mendapatkan hasil yang

    maksimal untuk memenuhi kebutuhan yang makin meningkat tersebut.

    Agroforestry merupakan suatu kegiatan yang dapat didefinisikan sebagai suatu metode

    penggunaan lahan secara optimal, yang mengkombinasikan sistem-sistem produksi

    biologis yang berotasi pendek dan panjang dengan suatu cara berdasarkan asas kelestarian,

    secara bersamaan atau berurutan baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan

    hutan. Sebenarnya sistim agroforestry ini sudah dilakukan oleh para petani sejak dulu kala

    dan secara ilmiah nama ini diperkenalkan pada tahun 1977 oleh ICRAF (International

    Centre for Research on Agroforestry). Menurut ICRAF, agroforestry adalah a collective

    word for all land use practices dan systems in which woody perennials are deliberately

    grown on the same management unit as annual crops and/or animals .

  • Toshiba | 7

    Secara umum sistem agroforestry mempunyai manfaat sebagai berikut :

    1) Pencegahan Degradasi Lahan

    Pada sistem agroforestry maka akan ditanam berbagai macama tanaman. Hal ini akan

    memberi pengaruh positi terhadap kesinambungan daya dukung sumberdaya lahan.

    Seresah yang dihasilkan oleh tanaman merupakan sumber bahan organik yang sangat

    berharga bagi tanah. Adanya masukan bahan organik dari tanaman pohon ini,

    disamping merupakan sumber berbagai unsur hara bagi tanaman lain dalam sistim

    tersebut, juga berpengaruh positif terhadap berbagai sifat fisik tanah, terutama

    pembentukan dan pemantapan struktur tanah (Utomo, W.H, 2004).

    Tanaman pohon akan mempunyai karakteristik sistim perakaran yang dalam,

    disamping dapat berfungsi sebagai jaring pengamnan hara sehingga tidak hilang dari

    sistim lahan (Hairiah et al., 2000), juga menciptakan ruang pori yang dapat

    meningkatkan infiltrasi dan perkolasi. Pembentukan dan pemantapan struktur tanah

    bersamaan dengan peningkatkan infiltrasi dan perkolasi akan memperkecil limpasan

    permukaan dan erosi. Utomo, W.H, 2004 membuktikan bahwa limpasan permukaan

    dan erosi dari sistim ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan limpasan permukaan

    dan erosi dari pertanian monokultur, apalagi dengan pertanian monokultur intensif

    semacam tanaman holtikultura. Pada sistem agroforestry kerusakan lahan (limpasan

    pemukaan dan erosi) yang lebih rendah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistim

    penggunaan lahan monokultur. Selain itu kandungan bahan organik dan hara pada

    kebun campur dan kopi akan lebih besar dibandingkan lahan monkultur. Hal ini berarti

    sistim agroforestry sederhana misalnya semacam kebun campur, tidak menghabiskan

    unsur hara, bahkan sebaliknya melalui seresah yang dihasilkan, mampu meningkatkan

    kandungan unsur hara, dan dengan demikian dapat menjamin kesinambungan

    produktivitas lahan, yang sekaligus mencegah longsor tanah (erosi).

    2) Peningkatan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat

    Manfaat sistem agroforestry yang lain adalah fungsi ekonomi bagi masyarakat,

    khususnya petani. Memang harus diakui bahwa sampai saat ini sistem agroforestry

    tidak dapat diandalkan untuk produksi bahan pangan, namun keandalan sistim tersebut

    sebagai sumber penghasil pendapatan (uang tunai) telah terbukti. Agroforestry

    merupakan sistem usahatani terpadu, antara tanaman pangan dengan bahan lain,

    seperti pakan ternak, buah-buahan, lebah madu, kayu bakar, atau kayu bangunan.

    Hasil perhitungan de Foresta dan Michon (2000), pada berbagai sistim agroforestry di

    Indonesia mampu memasok 50 - 80% pemasukan dari pertanian di pedesaan melalui

    produksi langsung dan kegiatan lain yang berhubungan dengan pengumpulan,

    pemrosesan, dan pemasaran hasilnya. Sebagai penghasil uang tani, agroforestry dapat

    dikatakan sebagai tabungan maupun uang tunai bagi petani, yang dapat menutupi

  • | Strategi Pengelolaan DAS 8

    kebutuhan sehari-hari keluarga petani. Disamping itu, dengan diversifikasi tanaman

    yang ada, agroforestry mampu menjamin keamanan dan ketentuan sehingga petani

    akan selalu memperoleh keuntungan dan mendapatkan bahan kebutuhan sehari-hari.

    Sistem diversifikasi tanaman juga menyebabkan kegiatan pemeliharaan tanaman

    (termasuk pemanenan) tersebar merata sepanjang tahun. Dengan demikian sistem

    agroforestry akan dapat memberi lapangan pekerjaan bagi keluarga petani sepanjang

    waktu. Hal ini berbeda dengan pertanian monokultur, dimana kegiatan pekerjaan

    hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu, antara lain pengolahan tanah, tanam,

    pemupukan/penyiangan dan panen. Di luar waktu-waktu tersebut biasanya tidak ada

    kegiatan, sehingga keluarga petani relatif menganggur.

    Dengan adanya kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan, maka diharapkan

    masyarakat yang selama ini miskin dapat dientaskan, dan menjadi lebih sejahtera.

    V. PENUTUP

    Kemiskinan dan kerusakan lingkungan termasuk didalamnya kerusakan DAS dapat

    dianggap sebagai suatu lingkaran setandi mana sulit menentukan mana ujung dan

    pangkalnya. Hubungan sebab akibat itu bisa terus berlanjut pada derajat polinomial yang

    lebih tinggi, membentuk lingkaran setan atau siklus yang tidak berujung. Dalam kondisi

    seperti itu, kemiskinan semakin parah dan lingkungan semakin rusak.

    Pada umumnya masyarakat yang tinggal di bagian hulu suatu DAS mempunyai tingkat

    kemiskinan yang lebih tinggi daripada bagian tengah dan hilir. Kemiskinan pada bagian

    hulu lebih banyak disebabkan oleh faktor alam. Tingginya rumah tangga yang tergolong

    miskin di bagian hulu disebabkan masyarakatnya hanya mengandalkan dari pertanian sub-

    sisten. Hal ini dapat menyebabkan potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh

    masyarakat miskin yang memanfaatkan sumber daya alam yang terbatas secara tidak

    terkendali dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Lahan kritis akibat

    perambahan hutan dan penebangan liar akan semakin meluas. Hal ini akan menjadikan

    DAS semakin rusak dan kemiskinan tidak berkurang bahkan semakin meningkat.

    Untuk itu perlu dilakukan upaya pemutusan lingkaran setan tersebut, yaitu dengan

    melaksanakan pengelolaan DAS secara terpadu dengan tanpa meninggalkan peran serta

    masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem

    agroforestry di bagian hulu DAS. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh

    beberapa ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem agroforestry ini akan

    bermanfaat pada pencegahan degradasi lahan, dan sebaliknya akan dapat meningkatan

    pendapatan masyarakat sekitar. Dengan keseimbangan ekosistem DAS yang terjaga maka

    diharapkan kesejahteraan masyarakatnya dapat ditingkatkan.

  • Toshiba | 9

    DAFTAR PUSTAKA

    Asdak, Chay. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajahmada

    University Press. Yogyakarta.

    Astuti, Yusticia Andi. 2008. Struktur Nafkah Rumahtangga dan Pengaruhnya terhadap

    Kondisi Ekosistem Sub DAS Citanduy Hulu. Sodality: Jurnal Transdisiplin

    Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia edisi April 2008. IPB. Bogor.

    Darajati W. 2001. Perencanaan Daerah Pengaliran Sungai Dalam Rencana Pembangunan

    Nasional. Prosiding Seminar: Sistem Pengelolaan DPS, Kerjasama Pemerintah

    Indonesia - Jerman, Jakarta. Kantor Menteri Negara LH/BAPEDAL - GTZ.

    Dharmawan, Arya Hadi. 2005. Sistem Tata-Pemerintahan Sumberdaya Alam Dan

    Lingkungan Di Daerah Aliran Sungai Citanduy: Perspektif Politik Ekologi. Project

    Working Paper Series No. 09. Pusat Studi Pembangunan - Institut Pertanian Bogor

    Bekerjasama dengan Partnership for Govemance Reform in Indonesia UNDP

    De Forestra, H. and Michon, G. 2000. Agroforest Khas Indonesia. ICRAF, Bogor,

    Indonesia.

    Giyarsih, Sri R. 2005. Karakteristik Sosial Ekonomi sebagai Determinan Pengelolaan DAS

    Bengawan Solo. Forum Perencanaan Pembangunan, Edisi Khusus - Januari 2005.

    UGM. Yogyakarta.

    Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1981. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Program

    Penghijauan. Kuliah Penataran Perencanaan Pembangunan Pedesaan dan Pertanian

    Staf Departemen Pertanian di Fakultas Pertanian UGM Tahun 1981. Yogyakarta.

    Pasandaran, Effendi. 2002. Prospect Of Watershed Managementand The Rural Poor.

    Presented at the Workshop on RUPES, at BAPPENAS, 8-9 October 2002. Jakarta.

    Perry, Guillermo, et.al. 2006. Poverty Reduction and Growth: Virtuous And Vicious

    Circles. The International Bank for Reconstruction and Development/The World

    Bank, Washington, D.C.

    Sachs, Jeffrey D. 2005. The End of Poverty: Economic Possibilities for Our Time. The

    Penguin Press. New York.

    Salim, E. 1986. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES. Jakarta

    Sinukaban N, Jamartin Sihite. 1993. Usaha Tani Konservasi dalam Membangun Pertanian

    yang Berkesinambungan. Di dalam Naik Sinukaban. et al. (editor). Konservasi

    Tanah dan Air Kunci Pemberdayaan Petani dan Pelestarian Sumberdaya Alam.

    Prosiding Kongres Ke-II dan Seminar Nasional MKTI di Yogyakarta, 27 28

    Oktober 1993. Bogor: Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. hlm 26-32.

    Utomo, Wani Hadi. 2004. Agroforestry : Hidup Layak Berkesinambungan pada Lahan

    Sempit. Universitas Brawijaya, Malang

    Yunus, Hadi S. 2004. Pembangunan Kota Berkelanjutan: Permasalahan dan Strategi

    Pencapaiannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Geografi

    tanggal 1 Maret 2004. Yogyakarta.