pengelolaan cairan perioperatif-journal reading

19
NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007 EDITORIAL Manajemen cairan pada operasi besar: bilamanakah cukup? ( Berg R van den, Heuvel SAS van den, Boschker M, Scheffer GJ Departemen Anaesthesiology, Radboud University Medical Centre Nijmegen, the Netherlands, Netherlands Journal of Critical Care, 2007; p.231-3 ) Spesialis perawatan intensif dihadapkan dengan pasien pasca operasi setiap harinya, Pada sebagian besar pasien ini telah dilakukan laparatomi untuk berbagai alasan. Meskipun banyak buku dan artikel membahas manajemen cairan peroperatif, tidak ada konsensus mengenai manajemen terapi cairan yang optimal pada pasien yang menjalani laparotomi. Sementara itu, sekitar 50 tahun yang lalu, rejimen cairan restriksi menjadi terapi standar dan selama beberapa dekade berikutnya digunakan regimen cairan yang bebas. Rejimen bebas ini sekali lagi diperdebatkan dan selama lebih dari 15 tahun terakhir, pendekatan dengan regimen restriksi menjadi popular kembali. Diskusi tersebut penting karena manajemen cairan perioperatif memiliki potensi besar yang mempengaruhi tingkat morbiditas dan mortalitas. Dalam editorial ini kami akan menunjukkan keuntungan dan kerugian utama dari kedua rejimen, yang berdasarkan literatur terakhir dalam panduan tentang terapi cairan yang direkomendasikan. 1

Upload: milda-inayah

Post on 28-Oct-2015

73 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

EDITORIAL

Manajemen cairan pada operasi besar: bilamanakah cukup?( Berg R van den, Heuvel SAS van den, Boschker M, Scheffer GJ

Departemen Anaesthesiology, Radboud University Medical Centre Nijmegen, the Netherlands, Netherlands

Journal of Critical Care, 2007; p.231-3 )

Spesialis perawatan intensif dihadapkan dengan pasien pasca operasi setiap

harinya, Pada sebagian besar pasien ini telah dilakukan laparatomi untuk berbagai alasan.

Meskipun banyak buku dan artikel membahas manajemen cairan peroperatif, tidak ada

konsensus mengenai manajemen terapi cairan yang optimal pada pasien yang menjalani

laparotomi.

Sementara itu, sekitar 50 tahun yang lalu, rejimen cairan restriksi menjadi terapi

standar dan selama beberapa dekade berikutnya digunakan regimen cairan yang bebas.

Rejimen bebas ini sekali lagi diperdebatkan dan selama lebih dari 15 tahun terakhir,

pendekatan dengan regimen restriksi menjadi popular kembali. Diskusi tersebut penting

karena manajemen cairan perioperatif memiliki potensi besar yang mempengaruhi tingkat

morbiditas dan mortalitas. Dalam editorial ini kami akan menunjukkan keuntungan dan

kerugian utama dari kedua rejimen, yang berdasarkan literatur terakhir dalam panduan

tentang terapi cairan yang direkomendasikan.

Patofisiologi

Enam puluh persen dari berat badan total adalah air, yang terdistribusikan antara

kompartemen ekstraseluler dan intraseluler. Transpor cairan antara kompartemen tubuh

diatur oleh teori “keseimbangan Starling” yang menentukan perbedaan tekanan

hidrostatik dan tekanan onkotik serta koefisien spesifik permeabilitas. Membran sel

bersifat selektif permeabel sementara endotelium kapiler adalah non-selektif, dan

permeabel, baik terhadap air dan ion berukuran kecil tetapi relatif kedap untuk molekul

besar seperti protein. Oleh karena itu penentu utama perpindahan air antara plasma dan

cairan interstisial adalah konsentrasi plasma protein.

Dua komponen utama terhadap respon stress pada pembedahan adalah respon

endokrin dan respon sitokin. Respon endokrin terhadap trauma pembedahan mengarah ke

1

Page 2: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

penyimpanan natrium dan air dan ekskresi kalium, dengan mediator utama hormon

antidiuretik (ADH) dan sistm renin-angiotensine-aldosteron. Beberapa mediator lainnya,

yang ditingkatkan oleh stres pembedahan, dapat mempengaruhi distribusi cairan.

Peningkatan sekresi kortisol, yang merupakan respon stress yang signifikan, mungkin

sangat penting dalam mengontrol homeostasis cairan, utamanya sebagai perantara respon

stres lainnya dalam menjaga integritas kapiler. Selain itu, cortisol-induced yang dihambat

oleh respon inflamasi pada trauma dapat mengurangi perpindahan cairan pasca operasi.

Respon sitokin, yang terdiri dari IL-1, IL-6 dan TNF-α yang setelah operasi besar dapat

menyebabkan perubahan permeabilitas endotel dan vasodilatasi, yang menyebabkan

kehilangan protein dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.

Hal ini secara teoritis menyebabkan peningkatan tekanan oncotik interstisial yang

selanjutnya akan meningkatkan perpindahan cairan transkapiler ke interstitial dan

akhirnya mengarah kepada terjadinya edema jaringan.

Basah atau Kering

Untuk beberapa dekade anaestesiologis dan spesialis perawatan intensif

menganjurkan rejimen cairan yang bebas. Hal ini didasarkan pada kehilangan ruang

ketiga seperti yang dinyatakan oleh Shires dan ketakutan pada kemungkinan komplikasi

akibat pemberian cairan yang tidak memadai dalam hal ini mengurangi volume sirkulasi

yang efektif, pengalihan darah dari organ-organ non-vital (usus, kulit, ginjal) ke organ

vital (otak, jantung) yang mungkin akan mengakibatkan iskemik gastro-intestinal dan

insufisiensi ginjal.

Penelitian terbaru yang membandingkan antara pemberian rejimen cairan yang

bebas dan rejimen cairan restriksi (tertentu) pada pembedahan perut (operasi mayor) telah

menunjukkan hasil bahwa, walaupun selama beberapa dekade efek dari pemberian cairan

yang tidak memadai seharusnya lebih merugikan dibandingkan dengan pemberian

rejimen cairan yang lebih bebas, namun sebaliknya pemberian regimen cairan yang lebih

bebas kemungkinan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Brandstrup dkk mengelompokkan 141 pasien ASA I-III yang bedah colorectal

dalam dua kelompok, grup rejimen restriksi (RPG) dan grup rejimen bebas (LPG). Pada

kelompok RPG, yang bertujuan mempertahankan berat badan yang tetap, kehilangan

2

Page 3: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

cairan eksternal hanya diganti dengan menggunakan HAES 6%. Hipotensi dan oliguria

ditangani sesuai dengan algoritma yang sama pada kedua kelompok. Hal tersebut

menunjukkan bahwa terdapat penurunan komplikasi pasca operasi secra signifikan (31%

vs 55%) pada kelompok RPG.

Nisanevich dkk memilih secara acak 152 pasien yang menjalani bedah elektif

intra-abdomen, dikelompokkan dalam grup LPG dan RPG. Status ASA dikelompokkan

dari ASA I-III (25% diklasifikasikan ASA III, yang secara signifikan lebih dari 3%

diantaranya telah dikelompokkan sebelumnya oleh Brandstrup et al). Kelompok LPG

mendapat bolus 10 ml/kg diikuti oleh 12 ml/kg/jam, sedangkan RPG menerima 4

ml/kg/jam larutan Ringer laktat's. Pasien kelompok LPG melalui defekasi secara

signifikan beberapa hari kemudian (6 vs 4 hari) dan secara signifikan lama rawat (length

of stay=LOS) pasca operasi lebih lama (9 vs 8 hari).

Lobo dkk mengelompokkan 20 pasien, yang diklasifikasikan dalam ASA I atau II,

yang menjalani hemicolectomy. Manajemen peroperative sama pada kedua kelompok

pasien. Pasca operasi kelompok RPG diberi 77 mmol natrium dan 2 liter air sehari,

sedangkan kelompok LPG diberikan natrium 154 mmol dan 3 liter air. Waktu

pengosongan lambung dan defekasi dan flatus secara signifikan terjadi lebih lama pada

kelompok LPG. Pasien pada kelompok LPG terjadi efek samping yang lebih banyak dan

lama rawat (LOS) mereka secara signifikan lebih lama. Studi ini lebih menguntungkan

pada kelompok rejimen cairan selama periode perioperatif (Tabel 1).

3

Page 4: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

Tabel 1: penelitian yang membandingkan kelompok dengan rejimen cairan yang liberal

(LPG) dan rejimen cairan yang terbatas (RPG) pada operasi besar (LOS=length of

stay=lama tinggal)

Peneliti Jumlah Pasien Hasil

Brandstrup et al 141 Pengurangan komplikasi pada RPG

Nisanevich dkk 152 kembalinya fungsi usus lebih awal, LOS lebih pendek pada

RPG

Lobo et al 20 Pengurangan efek samping, fungsi usus kembali lebih awal,

LOS lebih pendek pada RPG

( Dikutip dari Berg R van den, Heuvel SAS van den, Boschker M, Scheffer GJ. Fluid management in major

surgery: when is enough enough? In: Neth J Crit Care; 2007; p.232 )

Penentuan Tujuan Perioperatif

Manajemen cairan didasarkan pada protap dan protokol perbedaan tekanan,

sedangkan satu tujuan yang coba untuk dicapai adalah mengoptimalkan suplai yang

memadai ke berbagai organ untuk menjamin oksigenasi selular dan fungsi mitokondria.

Beberapa kesulitan timbul ketika kita mencoba untuk menilai perfusi jaringan atau

oksigenasi. Beberapa tahun terakhir banyak peneliti telah mencoba untuk menilai

kecukupan perfusi jaringan dengan mennggunakan berbagai marker (petanda) seperti

saturasi oksigen vena sentral (SCVO2), tekanan parsial karbon dioksida pada jaringan

(PCO2) dan pH jaringan (sebagai contoh, tonometri lambung). Namun, meskipun

terdapat perbaikan teknis, banyak peneliti, yang menggunakan salah satu modalitas di

atas menyimpulkan bahwa teknik ini menarik dalam fasilitas penelitian tetapi belum

dapat diterapkan dalam praktek klinis.

Bagaimana kita dapat memperkirakan kecukupan perfusi jaringan pada saat

periode perioperatif? Penggunaan variabel cardiac output, variabel yang paling banyak

diselidiki, mungkin masih merupakan cara terbaik untuk memperkirakan kecukupan

perfusi. Meskipun review terhadap Kolaborasi Cochrane tidak menunjukkan bukti

manfaat dari katerisasi arteri pulmonary (PAC) pada pasien yang menjalani operasi besar,

berbagai metode yang kurang invasif dikembangkan dan dibandingkan dengan PAC

dalam hal reliabilitasnya. Modalitas yang kurang invasiv ini, yang digunakan untuk

mengistimasi cardiac output digolongkan berdasarkan prinsip fisiologisnya: teknik yang

4

Page 5: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

berdasarkan prinsip Fick, teknik yang menggunakan analisa kontur gelombang nadi dan

teknik Doppler oesophagus.

Prinsip Fick

Persamaan Fick (cardiac output sama dengan ΔVCO2/ΔETCO2) sering

digunakan untuk mengukur cardiac output dengan menggunakan sirkulasi pulmonal dan

kandungan oksigen pada arteri dan venanya. Kelemahan utama dari teknik ini adalah

fakta bahwa hanya sejumlah aliran darah saja yang terlibat dalam pertukaran gas

yang berkontribusi terhadap perubahan jumlah total karbon dioksida (VCO2) dan end-

tidal karbon dioksida (ETCO2). Oleh karena itu, shunting intrapulmonary dapat

mempengaruhi estimasi curah jantung. Untuk menghilangkan bias, perangkat monitoring

pasien yang didasarkan pada teknik ini digunakan untuk memperkirakan fraksi shunting

oleh perangkat pulsoximetry dikombinasikan dengan fraksi hirup dari oksigen (FiO2) dan

kandungan oksigen arteri (PaO2) yang diukur dalam gas darah arteri. Untuk

menggunakan teknik ini, pasien harus menggunakan ventilasi mekanik dan diperlukan

analisa gas darah arteri.

Monitor yang paling ekstensif dipelajari, yang digunakan pada prinsip di atas

adalah NICO (Novametrix Medical Systems Inc). Sementara beberapa penelitian telah

menunjukkan kesesuaian yang sama antara termodilusi dan output NICO jantung,

penelitian lain menunjukkan bahwa ketidakstabilan hemodinamik, penyakit paru-paru

atau atelektasis (yang biasa pada pasien yang akan menjalani operasi besar),

kesesuaiannya kurang. Cuschieri dkk menggambarkan sebuah pendekatan mudah yang

berlaku untuk Prinsip Fick dengan hanya menggunakan pCO2 vena sentral dan arteri.

Perbedaan vena-arteri yang terbukti terbalik, berkorelasi dengan indeks jantung yg

mengikuti regresi persamaan sederhana, yang berkorelasi dengan koefisien kuadrat (R2)

0,892. Dengan menggunakan pendekatan ini, hanya akses vena sentral dan arteri yang

dapat mewakili dalam memperkirakan output jantung.

Analisis Kontur Gelombang Nadi

5

Page 6: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

Analisis kontur nadi pertama kali dijelaskan oleh Wesseling dkk. Metode ini

seakurat metode pemantauan cardiac output termodilusi yang sebelumnya ditunjukkan

oleh Mielck, Goedje dan Linton dkk, bahkan untuk pasien dengan syok septik yang

menerima katekolamin. Linton et al menunjukkan kesesuaian yang sama antara

termodilusi dan kontur nadi pada pengukuran curah jantung. Sebuah studi baru-baru ini

oleh Solus-Biguenet telah mengevaluasi prediktor-prediktor potensial untuk menilai

respon cairan selama operasi besar pada hati. Variasi pernafasan pada tekanan nadi

dinilai menggunakan gelombang arteri (PPVART), gelombang oksimetri nadi (PPVSAT)

dan metode FinapresTM (PPVFina) yang menggunakan pengukuran dari tekanan arteri

dengan menggunakan sebuah inflatable manset yang dikombinasikan dengan

plethysmograph inframerah. Studi ini menunjukkan bahwa PPVART dan PPVFina

berkorelasi dengan baik pada beban cairan-yang diinduksi oleh perubahan stroke volume.

Para peneliti menyimpulkan bahwa pengukuran respon cairan selama operasi besar dapat

dilakukan secara sederhana dan non-invasiv.

Oesophageal Doppler

Teknik Oesophageal Doppler menggunakan tranduser Doppler pada ujung sebuah

probe yang fleksibel yang diposisikan menghadap aorta descenden. Sebuah sinyal

kecepatan aorta yang khas, besarnya diperoleh dan ditentukan oleh kecepatan dari

pergerakan sel darah merah yang melewati aorta. Output jantung ditentukan dengan

mengalikan luas area di bawah kurva dengan luas penampang aorta. Selain itu, monitor-

monior ini memberikan sebuah parameter yang disebut corrected flow time (FTC) yang

merupakan waktu alir sistolik pada aorta desendens yang disesuaikan untuk denyut

jantung.

Dalam meta-analisis, Dark dkk (21 penelitian yang melibatkan 2400 pengukuran)

menyimpulkan monitor yang berbasis Doppler menunjukkan validitas yang tinggi untuk

memantau perubahan pada output jantung, namun ada kesesuaian klinis yang terbatas

antara termodilusi dan teknik Doppler ketika membandingkan nilai mutlak output

jantung.

Dengan mempertimbangkan keadaan teknologi saat ini, terlihat masuk akal untuk

menggunakan beberapa bentuk pengukuran curah jantung dalam menentukan strategi

6

Page 7: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

cairan yang optimal selama operasi mayor. Selain itu juga, selama operasi hal itu akan

sangat berguna untuk memprediksi tingkat respon (kepekaan) cairan sebelum tatalaksana

jumlah cairan. Sinclair dkk, Gan dkk dan Noblett dkk ditugaskan pada kelompok pasien

yang berbeda untuk sebuah perawatan standar dan protokol kelompok.

Semua studi menggunakan protokol serupa di mana beban cairan diberikan jika

FTC (lihat di atas) lebih pendek dari 350 ms. Wakeling dkk melakukan percobaan

prospective randomized controlled untuk membandingkan esofagus Doppler yang

dipandu protokol cairan dalam pemantauan rutin tekanan vena sentral. Semua penelitian

ini menunjukkan penurunan morbiditas dan lama rawat pascaoperasi (Tabel 2).

Tabel 2: Penelitian yang membandingkan terapi cairan yang dipandu Doppler (kelompok

1) dengan protocol standar cairan (kelompok 2) dalam operasi besar (LOS = masa tinggal)

Peneliti Jumlah pasien Hasil

Sinclair et al 40 39% Penurunan LOS pada kelompok 1

Gan dkk 100 Kembalinya fungsi usus lebih awal, LOS 2 hari (5 ± 3 vs 7 ± 3)

lebih pendek pada kelompok 1

Noblett et al 108 86% pengurangan komplikasi pada kelompok 1, LOS 2 hari (7

vs 9) lebih

pendek pada kelompok 1

Wakeling dkk 128 Kembalinya fungsi usus lebih awal, LOS 1,5 hari (10 vs 11,5)

lebih pendek pada kelompok 1

( Dikutip dari Berg R van den, Heuvel SAS van den, Boschker M, Scheffer GJ. Fluid management in major

surgery: when is enough enough? In: Neth J Crit Care; 2007; p.232 )

Kesimpulan

Selama dekade terakhir tampaknya telah terjadi pergeseran dari penggunaan

rejimen cairan bebas menuju ke protokol yang lebih restriktif yang digunakan selama

operasi besar. Dalam banyak kasus, protokol standar penatalaksanaan cairan ditekan,

ditentukan dan berdasarkan pada formula, dan hiper-serta hipovolemia dengan mudah

dapat terjadi. Untuk lebih mengontrol oksigenasi jaringan dan status cairan intravaskuler

yang optimal, teknik yang lain masih sedang dipelajari. Mengukur aliran dan oksigenasi

jaringan tampaknya tak mampu (terjangkau) dilakukan pada praktek klinis, tapi pedoman

7

Page 8: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

terhadap manajemen cairan yang menggunakan beberapa bentuk monitoring output

jantung telah terbukti layak dan kadang-kadang cukup sederhana dan non-invasif. Hal

yang perlu dicatat bahwa, sementara beberapa penelitian menggunakan pemantauan

Doppler yang telah menunjukkan bukti penurunan lama rawat dan morbiditas pasca

operasi, modalitas (teknik dopler) ini telah menemukan jalannya/perannya dalam

manajemen pasien kritis di ICU walaupun masih jarang digunakan dalam ruang operasi.

Meskipun tidak mungkin untuk menuliskan sebuah bukti berdasarkan pedoman

manajemen cairan yang didasarkan pada hasil dari penelitian yang dilakukan saat ini,

hingga tersedia lebih banyak bukti, tampaknya masuk akal untuk dapat melaksanakan

beberapa hasil dari penelitian tersebut dalam praktek klinis sehari-hari.

Berdasarkan penelitian ini, kita dapat berpikir bahwa, untuk mengurangi jumlah

cairan perioperatif yang dikelola dengan menggunakan pemantauan esofagus Doppler

dan hanya memberikan beban cairan ketika FTC turun di bawah 350 ms atau penurunan

stroke volume lebih dari 10% dari nilai terakhir, adalah dibenarkan. Ketika tidak ada

reaksi terhadap pemberian beban cairan dalam bentuk kenaikan pada stroke volumenya

dan FTC tetap kurang dari 350 ms, maka beban cairan lebih lanjut harus dihentikan dan

penanganan lainnya diperlukan (misalnya dengan dukungan inotropik). Pendekatan ini

telah terbukti mengurangi tingkat komplikasi pasca operasi dan lama rawat dan mudah

diterapkan dalam praktek klinis, sedangkan keuntungan dari rejimen cairan bebas belum

terbukti dalam hal hasil klinis.

Tapi mungkin, intinya bukanlah jumlah total cairan, tetapi 'jumlah cairan yang

tepat untuk pasien pada kondisi tertentu'.

DAFTAR PUSTAKA

1. Moore FD. Metabolic care of the surgical patient 1959

8

Page 9: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

2. Joshi GP. Intraoperative fluid restriction improves outcome after major elective

gastrointestinal surgery. Anesth.Analg. 2005;2:601-605

3. Morgan GE. Clinical anesthesiology 2002

4. Grocott MP, Mythen MG, Gan TJ. Perioperative fluid management and clinical

outcomes in adults. Anesth.Analg. 2005;4:1093-1106

5. Desborough JP. The stress response to trauma and surgery. Br.J.Anaesth.

2000;1:109-117

6. Holte K, Sharrock NE, Kehlet H. Pathophysiology and clinical implications of

perioperative fluid excess. Br.J.Anaesth. 2002;4:622-632

7. Rassam S. Perioperative electrolyte and fluid balance. Continuing education in

anaesthesia, critical care and pain 2005;5:157-160

8. Shires T, Williams J, BROWN F. Acute change in extracellular fluids associated

with major surgical procedures. Ann.Surg. 1961;803-810

9. Brandstrup B, Tonnesen H, Beier-Holgersen R, Hjortso E, Ording H, Lindorff-

Larsen K et al Effects of intravenous fluid restriction on postoperative

10. complications: comparison of two perioperative fluid regimens: a randomized

assessor-blinded multicenter trial. Ann.Surg. 2003;5:641-648

11. Arkilic CF, Taguchi A, Sharma N, Ratnaraj J, Sessler DI, Read TE et al

Supplemental perioperative fluid administration increases tissue oxygen pressure.

12. Surgery 2003;1:49-55

13. Nisanevich V, Felsenstein I, Almogy G, Weissman C, Einav S, Matot I. Effect of

intraoperative fluid management on outcome after intraabdominal surgery.

Anesthesiology 2005;1:25-32

14. Lobo DN, Bostock KA, Neal KR, Perkins AC, Rowlands BJ, Allison SP. Effect

of salt and water balance on recovery of gastrointestinal function

15. after elective colonic resection: a randomized controlled trial. Lancet

2002;9320:1812-1818

16. Grocott MP. Fluid therapy. Baillière’s Clinical Anaesthesiology 1999;3:363-381

17. Heard SO, Helsmoortel CM, Kent JC, Shahnarian A, Fink MP. Gastric tonometry

in healthy volunteers: effect of ranitidine on calculated intramural pH. Crit Care

Med. 1991;2:271-274

9

Page 10: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

18. Parviainen I, Vaisanen O, Ruokonen E, Takala J. Effect of nasogastric suction and

ranitidine on the calculated gastric intramucosal pH. Intensive Care Med.

1996;4:319-323

19. Harvey S, Young D, Brampton W, Cooper AB, Doig G, Sibbald W et al

Pulmonary artery catheters for adult patients in intensive care.

Cochrane.Database. Syst.Rev. 2006;CD003408-

20. Gunn SR, Fink MP, Wallace B. Equipment review: the success of early goal-

directed therapy for septic shock prompts evaluation of current approaches for

monitoring the adequacy of resuscitation. Crit Care 2005;4:349-359

21. Cholley BP, Payen D. Noninvasive techniques for measurements of cardiac

output. Curr.Opin.Crit Care 2005;5:424-429

22. Botero M, Kirby D, Lobato EB, Staples ED, Gravenstein N. Measurement of

cardiac output before and after cardiopulmonary bypass: Comparison among

aortic transit-time ultrasound, thermodilution, and noninvasive partial CO2

rebreathing. J.Cardiothorac.Vasc.Anesth. 2004;5:563-572

23. van Heerden PV, Baker S, Lim SI, Weidman C, Bulsara M. Clinical evaluation of

the non-invasive cardiac output (NICO) monitor in the intensive care unit.

Anaesth.Intensive Care 2000;4:427-430

24. Cuschieri J, Rivers EP, Donnino MW, Katilius M, Jacobsen G, Nguyen HB et al

Central venous-arterial carbon dioxide difference as an indicator of cardiac index.

Intensive Care Med. 2005;6:818-822

25. Wesseling KH, Purschke R, Smith NT, Wust HJ, de WB, Weber HA. A computer

module for the continuous monitoring of cardiac output in the operating theatre

and the ICU. Acta Anaesthesiol. Belg. 1976;327-341

26. Mielck F, Buhre W, Hanekop G, Tirilomis T, Hilgers R, Sonntag H. Comparison

of continuous cardiac output measurements in patients after cardiac surgery.

J.Cardiothorac.Vasc.Anesth. 2003;2:211-216

27. Goedje O, Hoeke K, Lichtwarck-Aschoff M, Faltchauser A, Lamm P, Reichart B.

Continuous cardiac output by femoral arterial thermodilution calibrated pulse

contour analysis: comparison with pulmonary arterial thermodilution. Crit Care

Med.

10

Page 11: Pengelolaan Cairan Perioperatif-Journal Reading

NETH J CRIT CARE # VOLUME 11 # NO 5 # OCTOBER 2007

28. 1999;11:2407-2412

29. Linton NW, Linton RA. Estimation of changes in cardiac output from the arterial

blood pressure waveform in the upper limb. Br.J.Anaesth. 2001;4:486-496

30. Linton RA, Band DM, Haire KM. A new method of measuring cardiac output in

man using lithium dilution. Br.J.Anaesth. 1993;2:262-266

31. Solus-Biguenet H, Fleyfel M, Tavernier B, Kipnis E, Onimus J, Robin E et al

Non-invasive prediction of fluid responsiveness during major hepatic surgery.

Br.J.Anaesth. 2006;6:808-816

32. Cholley BP, Singer M. Esophageal Doppler: noninvasive cardiac output monitor.

Echocardiography. 2003;8:763-769

33. Laupland KB, Bands CJ. Utility of esophageal Doppler as a minimally invasive

hemodynamic monitor: a review. Can.J.Anaesth. 2002;4:393-401

34. Dark PM, Singer M. The validity of trans-esophageal Doppler ultrasonography as

a measure of cardiac output in critically ill adults. Intensive Care Med.

2004;11:2060-2066

35. Sinclair S, James S, Singer M. Intraoperative intravascular volume optimisation

and length of hospital stay after repair of proximal femoral fracture: randomised

controlled trial. BMJ 1997;7113:909-912

36. Gan TJ, Soppitt A, Maroof M, el-Moalem H, Robertson KM, Moretti E et al

Goal-directed intraoperative fluid administration reduces length of hospital stay

after major surgery. Anesthesiology 2002;4:820-826

37. Noblett SE, Snowden CP, Shenton BK, Horgan AF. Randomized clinical trial

assessing the effect of Doppler-optimized fluid management on outcome after

elective colorectal resection. Br.J.Surg. 2006;9:1069-1076

38. Wakeling HG, McFall MR, Jenkins CS, Woods WG, Miles WF, Barclay GR et al

Intraoperative oesophageal Doppler guided fluid management shortens

39. postoperative hospital stay after major bowel surgery. Br.J.Anaesth. 2005;5:634-

642

11