pengaruh umk, pdrb, angkatan kerja dan investasi terhadap kesempatan kerja di kabupaten jember

20
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009 1 PENGARUH UPAH MINIMUM KABUPATEN, PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER Turminijati Budi Utami Alumni Pascasarjana Universitas Jember Program Studi Ilmu Ekonomi Ringkasan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh upah minimum, PDRB, angkatan kerja, dan invertasi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu (time- series), yang dimulai sejak diperlakukannya penetapan upah minimum (UM) yaitu pada tahun 1980. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jember, dari tahun 1980 s./d. 2007. Metode analisis data yang digunakan adalah dengan metode linear berganda, adapun teknis analisis menggunakan metode OLS (ordinary least square). Uji analisis yang digunakan adalah uji asumsi klasik, yang meliputi uji multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas, ditambah dengan uji normalitas. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa: (a) upah minimum tidak berpengaruhi secara signifikan terhadap kesempatan kerja, (b) produk domestik regional bruto (PDRB) berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan kerja, (c) angkatan kerja berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan kerja, dan (d) investasi berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember. Beberapa saran yang dapat dikemukakan, adalah: (a) bagi peneliti selanjutnya, perlu dibedakan dampak upah minimum terhadap kesempatan kerja secara sektoral. Mengingat masing-masing sektor memiliki karakteristik tenaga kerja yang berbeda, baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitanya, dan (b) bagi pengambil kebijakan (pemerintah), menetapkan upah minimum harusnya tidak hanya mempertimbangkan faktor ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan faktor sosial, budaya, keamanan dan lingkungan. Dalam meningkatkan kesempatan kerja, faktor yang paling penting adalah bagaimana pemerintah mampu untuk meningkatkan penanaman modal/investasi di daerahnya. Kata kunci: upah minimum, PDRB, angkatan kerja, invertasi, dan kesempatan kerja

Upload: edwin-octavian-mahendra

Post on 29-Jul-2015

1.625 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

1

PENGARUH UPAH MINIMUM KABUPATEN, PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI

TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi Utami

Alumni Pascasarjana Universitas Jember Program Studi Ilmu Ekonomi

Ringkasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh upah minimum,

PDRB, angkatan kerja, dan invertasi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten

Jember. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu (time-

series), yang dimulai sejak diperlakukannya penetapan upah minimum (UM) yaitu

pada tahun 1980. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yang diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Jember, dari tahun 1980 s./d. 2007. Metode analisis data yang digunakan adalah

dengan metode linear berganda, adapun teknis analisis menggunakan metode OLS

(ordinary least square). Uji analisis yang digunakan adalah uji asumsi klasik, yang

meliputi uji multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas, ditambah dengan

uji normalitas. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa: (a) upah minimum

tidak berpengaruhi secara signifikan terhadap kesempatan kerja, (b) produk domestik

regional bruto (PDRB) berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan

kerja, (c) angkatan kerja berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan

kerja, dan (d) investasi berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan

kerja di Kabupaten Jember. Beberapa saran yang dapat dikemukakan, adalah: (a)

bagi peneliti selanjutnya, perlu dibedakan dampak upah minimum terhadap

kesempatan kerja secara sektoral. Mengingat masing-masing sektor memiliki

karakteristik tenaga kerja yang berbeda, baik yang menyangkut kualitas maupun

kuantitanya, dan (b) bagi pengambil kebijakan (pemerintah), menetapkan upah

minimum harusnya tidak hanya mempertimbangkan faktor ekonomi, tetapi juga

mempertimbangkan faktor sosial, budaya, keamanan dan lingkungan. Dalam

meningkatkan kesempatan kerja, faktor yang paling penting adalah bagaimana

pemerintah mampu untuk meningkatkan penanaman modal/investasi di daerahnya.

Kata kunci: upah minimum, PDRB, angkatan kerja, invertasi, dan kesempatan kerja

Page 2: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember

2

SUB-PROVINCE MINIMUM WAGE INFLUENCE, DOMESTIC PRODUCT

of REGIONAL BRUTO, LABOR FORCE AND INVESMENT TO

OPPORTUNITY of ACTIVITY IN SUB-PROVINCE JEMBER

This research aim to know minimum wage influence, PDRB, labor force, and

invertasi to opportunity of job(activity in Kabupaten Jember. Data applied in this

research was data runtut time ( time-series), what started since treats of minimum

wage stipulating (UM) in the year 1980. Main data applied in this research is

secondary data obtained from Dinas Tenaga Kerja and Transmigrasi Kabupaten

Jember, from the year 1980 s/d. 2007. Data analytical method applied is with

doubled linear method, as for technical analysed applies method OLS. Analysis test

applied is classic assumption test, what covers multikolinierity test, autocorrelation,

and heteroskedastisity, added with normality test. Based on result of analysis

indicates that: (a) minimum wage doesn't influence in signifikan to job(activity

opportunity, (b) domestic product of regional gross (PDRB) influences is positive in

signifikan to job(activity opportunity, (c) labor force influences is positive in

signifikan to job(activity opportunity, and (d) invesment influences is positive in

signifikan to opportunity of job(activity in Kabupaten Jember. Some suggestions

which can be told, be: (a) for researcher hereinafter, need to be differentiated

minimum wage impact to opportunity of activity sectorally. Remembers each sector to

have different labour characteristic, either concerning quality and also its(the

kuantita, and (b) for policy taker government, specifies minimum wage shouldn't only

considers economics factor, but also considers social factor, culture, security and

safety and area. In increasing activity opportunity, factor most importantly is how

government able to increase cultivation of investasi in its. area.

Key word: minimum wage, PDRB, labor force, invertasi, and activity opportunity

I. PENDAHULUAN

Sejak krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi, puncaknya

menjadi krisis multi dimensi pada pertengahan tahun 1997 sampai awal tahun 1998.

Kemudian terjadi krisis keuangan dimana menjadikan perekonomian yang semula

pertumbuhan ekonominya tinggi menjadi sangat rendah bahkan mencapai angka negatif, Pada

tahun 1998 pertumbuhan ekonomi negatif 14%, (Laporan BI, 1998). Akhirnya, krisis

perekonomian berkembang menjadi krisis multidimensi, dan telah memperlemah sistim

keuangan pemerintah (governance) yang menyebabkan perlambatan perkembangan sektor

swasta dan penurunan investasi secara tajam.

Penurunan ini selanjutnya akan menurunkan kegiatan perekonomian secara umum

(ADB, 2005) hal tersebut di sebabkan adanya eksternal shock yang di awali dengan adanya

melemahnya nilai yang merupakan dampak dari spillover gejolak mata uang negara-negara

ASEAN yang dimulai dari Bath Thailand (Pracoyo, 2004). Faktor ekstemal lainnya adalah

kenaikan harga minyak. Kondisi tersebut diperparah adanya faktor internal shock seperti

ditemukannya bom pada berbagai tempat, kenaikan harga, penghapusan subsidi BBM,

kenaikan TDL (tarif dasar listrik), kenaikan tarif angkutan dan telepon.

Page 3: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

3

Menurut Wirakarta (2003) anjloknya pertumbuhan ekonomi berpengaruh buruk

terhadap pertumbuhan kesempatan kerja. Jumlah pengangguran semakin membengkak, baik

pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), pengangguran terselubung karena

jumlah jam kerja kurang atau penghasilannya berkurang maupun pengangguran dari angkatan

kerja baru yang kehilangan kesempatan untuk masuk pasar kerja akibat tingkat pertumbuhan

ekonomi yang mengalami penurunan.

Untuk mengatasi dampak dari gejolak krisis perekonomian yang mengakibatkan

kondisi masyarakat terutama kaum buruh semakin buruk. Pemerintah telah mengeluarkan

kebijakan yang secara langsung mempengaruhi tingkat upah melalui kebijakan upah

minimum. Tujuan dari kebijakan upah minimum menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja

Nomor: 1 Tahun 1999, disebutkan bahwa upah minimum ditujukan untuk menyelamatkan

para pekerja/buruh sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup buruh tanpa

mengabaikan kepentingan perusahaan dan perekonomian pada umumnya.

Sebenarnya kebijakan upah minimum pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada

awal tahun 1970an. Pentingnya upah minimum mendapat perhatian dari pemerintah hingga

akhir tahun 1980an ketika pemerintah mulai menetapkan upah minimum sebagai point

penting dalam kebijakan di pasar tenaga kerja. Pertengahan tahun 1990an upah minimum

nominal tetap meningkat, setelah tahun 1996 upah minimum riil mulai berangsur-angsur

berkurang dan jatuh di tahun 1998 berkaitan dengan adanya krisis ekonomi dan inflasi yang

melambung tinggi (Suryahadi, 2001). Tetapi di awal tahun 2001 upah minimum meningkat

signifikan pada saat Indonesia telah mulai mengimplementasikan desentralisasi dan kebijakan

otonomi daerah sehingga upah minimum menjadi isu penting. Manning (2002), menyatakan

dengan adanya reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah, upah minimum regional (UMR)

sudah menjadi isu penting dalam kebijakan sosial di Indonesia. Pada reformasi ini, baik

serikat buruh maupun organisasi non pemerintah (ORNOP) berusaha untuk meningkatkan

kualitas hidup pekerja yang menderita pada saat krisis ekonomi berlangsung.

Pada saat itu pelaksanaan otonomi daerah telah mengakibatkan adanya perubahan

besar dalam proses penyusunan kebijakan pemerintah. Pemerintah propinsi, kabupaten atau

kota yang sebelumnya hanya berwenang memberi masukan, kini memperoleh kewenangan

penuh untuk menetapkan upah minimum. Dengan demikian terjadi suatu perpindahan

kewenangan penting di bidang makro ekonomi dan sosial dari tangan pemerintah pusat ke

pemerintah daerah. Hasilnya, terjadi peningkatan upah minimum dalam jumlah besar pada

awal ditetapkannya upah minimum oleh pemerintah propinsi, kabupaten atau kota setempat.

Peningkatan tersebut terus berlangsung pada setiap tahunnya, tak terkecuali pada kabupaten

dan kota di Jawa Timur, sebagaimana tercermin dalam Tabel 1.1.

Namun dalam kenyataannya hal ini belum dapat menyelesaikan persoalan. konflik

perburuhan yang tampaknya semakin mencuat. Hal tersebut di karenakan para buruh

menyatakan upah yang di terima di rasa belum layak untuk menopang kehidupannya,

sehingga banyak para pekerja yang masih berharap agar upah minimum dapat ditingkatkan

lagi. Berdasarkan hasil liputan Kompas (22 November 2004) menurut para pekerja kenaikan

upah minimum terus akan di tuntut karena upah yang diterima saat ini, terutama buruh pabrik

tidak lagi mencukupi kebutuhan, karena sejumlah harga kebutuhan pokok terus meningkat.

Aksi menuntut upah minimum juga dideklarasikan oleh para buruh yang ada di Jawa Timur,

salah satu aksi para buruh yang masih hangat yaitu aksi dari buruh Maspion (Kompas 21 Juli

2004).

Page 4: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember

4

Pengusaha menghadapi sejumlah pilihan untuk tidak segera merespon tuntutan buruh.

Manning (2002), dalam salah satu tulisannya tentang upah minimum menyatakan kenaikan

upah minimum dengan cepat mendorong kenaikan upah bagi kebanyakan banyak pekerja, dan

dengan sendirinya ini akan menaikkan biaya tenaga kerja dan menekan perusahaan untuk

mengurangi jumlah pekerja.

Tabel 1.1

Upah Minimum Tahun 2000 s./d. 2008 beberapa Kabupaten/Kota

Propinsi Jawa Timur (dalam Rupiah/bulan)

No Kabupaten/

Kota 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 Kota Surabaya 236000 330700 453200 516750 2592638 578500 655500 746000 805500

2 Kab. Sidoarjo 236000 328800 453000 516500 1720844 578250 655200 743500 802000

3 Kab. Gresik 236000 330000 453000 516500 1070442 578250 655200 743500 803652

4 Kab. Mojokerto 236000 317200 453000 516500 977956 578250 655200 740000 803652

5 Kab. Pasuruan 236000 316000 453000 513000 1434670 578250 655200 740000 802000

6 Kab. Malang 236000 300000 443000 493250 2350384 575300 652000 743250 802000

7 Kota Malang 236000 300000 443000 497100 771634 575300 652000 745109 802941

8 Kota Batu 443000 483800 177455 575300 652000 704774 737000

9 Kota Mojokerto 236000 317200 415000 478500 116701 500000 565000 656600 687500

10 Kota Pasuruan 236000 306800 375000 440000 177906 475000 580000 650000 710000

11 Kota Probolinggo 236000 290100 400000 445000 203900 480500 529000 567000 604000

12 Kota Kediri 212000 275000 361250 415000 255934 501000 579000 645000 717000

13 Kota Blitar 202000 233000 273775 301100 123573 351000 390000 448500 506500

14 Kota Madiun 212000 235000 260000 305000 172061 347750 405500 464750 522750

15 Kab. Probolinggo 236000 285000 390000 443750 1041498 478000 528000 566500 604000

16 Kab. Kediri 212000 275000 361250 415000 1477898 501000 579000 645000 717000

17 Kab. Jombang 208000 241280 304512 398000 1175265 445000 530000 640000 690000

18 Kab. Jember 212000 275000 315500 384000 397766 425000 525000 575000 645000

19 Kab. Banyuwangi 212000 232564 267500 319400 1539393 372700 517500 567500 619000

20 Kab. Tuban 212000 243800 380370 322500 1080562 400000 525000 606500 660000

21 Kab. Lamongan 208000 238032 273737 328450 1261972 419200 558000 600000 650000

22 Kab. Bangkalan 208000 274775 330000 390000 890830 450000 550000 586000 622000

23 Kab. Nganjuk 208000 239200 280000 335000 1028861 362000 402000 455000 510000

24 Kab. Madiun 212000 235000 253800 281000 657158 340000 400000 450000 500000

25 Kab. Ponorogo 208000 228800 252000 286000 869655 338500 400000 450000 500000

26 Kab. Trenggalek 202000 222000 245000 274000 670120 336000 437100 460000 510000

27 Kab. Blitar 202000 233000 267950 295000 1111815 341000 409200 450000 501750

28 Kab. Bojonegoro 208000 234565 253750 287500 1216661 357500 475000 550000 630000

29 Kab. Ngawi 212000 233000 256300 288700 840172 340000 440000 460000 510000

30 Kab. Magetan 212000 233000 260000 292500 622112 386000 596000 596000 596000

31 Kab. Pacitan 202000 220000 250000 289000 538583 345700 405000 450000 500000

32 Kab. Tulungagung 208000 246000 290000 332500 961991 381000 460000 490000 526000

33 Kab. Lumajang 208000 220500 260000 300700 1000260 340000 408000 495000 550000

34 Kab. Bondowoso 208000 250000 250000 300000 710339 350000 480000 495000 550000

35 Kab. Situbondo 208000 241449 255481 311000 621624 364900 436000 492500 530000

36 Kab. Pamekasan 202000 250000 300000 400000 745148 450000 500000 560000 625000

37 Kab. Sumenep 212000 220000 295000 360000 1035587 425000 490000 545000 590000

38 Kab. Sampang 202000 246400 275000 300700 836628 375300 450000 475000 610000

Sumber : Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur, berbagai tahun, 2009.

Page 5: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

5

Hal tersebut dilakukan tidak terlepas dari tujuan utama dari setiap usaha untuk

mendapatkan profit maximizing. Menurut Ritonga (2005), secara logis upah minimum baru

yang lebih tinggi akan mendorong pekerja senior meminta kenaikan upah. Oleh karena itu

pengusaha berharap kenaikan upah minimum seminimum mungkin, hal tersebut dikarenakan

membuat buruh lama menuntut upah yang lebih tinggi. Kondisi tersebut nanti akan bermuara

pada angka pengangguran yang semakin meningkat.

Beberapa permasalahan baru dari adanya kenaikan upah minimum. Beberapa

permasalahan yang timbul diantaranya disebabkan oleh: pertama, terkait oleh produktifitas,

kenaikan upah minimum lebih tinggi dari produktifitasnya sehingga tidak sebanding dengan

kenaikkan dari upah minimum. Dengan kata lain kenaikan upah tidak berbanding lurus

dengan produktifitasnya. Kedua, terkait dengan investasi, investor menjadi keberatan untuk

menanamkan investasinya di Indonesia. Ketiga, ketika upah berdasarkan upah minimum terus

menerus mengalami kenaikan sedang persaingan produk di pasar internasional semakin ketat

menimbulkan harga dan jasa menjadi semakin mahal dan tidak kompetitif sehingga tidak di

terima oleh konsumen di pasaran. Keempat, ketika barang/jasa yang di hasilkan tidak laku

ke pasaran dan revenue di masing masing perusahaan mengecil sementara labour cost

semakin meningkat. Maka banyak perusahaan menutup kegiatan usaha yang akhirnya

berujung pada PHK bagi tenaga kerja. Dengan kata lain kenaikan upah berdasarkan upah

minimum berbanding lurus dengan kenaikan angka tenaga kerja yang mengalami PHK.

Kelima, ketika banyak tenaga kerja yang bekerja banyak yang kehilangan pekerjaannya, di

tambah angkatan kerja yang terus bertambah namun tidak mendapatkan lapangan kerja maka

keadaannya menjadi meresahkan. Dalam keadaan seperti ini mudah sekali tersulut provokasi

dan menjadi chaos dan ketenangan kerja dan ketenangan usaha diperusahaan menjadi

semakin terganggu. Investasi menjadi semakin menurun. Keenam, dengan semakin turunnya

investasi menyebabkan pertumbuhan ekonomi semakain lambat bahkan minus.

Hasil penelitian empiris tentang upah minimum pada berbagai Negara, hasilnya juga

berbeda beda. Misalnya penelitian yang di lakukan oleh Card dan Kruenger (1994), pada

penelitian dampak upah minimum pada fast food industri di Amerika Serikat, dengan cara

membandingkan fast food industri di dua daerah yaitu di New Jersey dan Pennylvania,

hasilnya tidak ditemukan adanya suatu indikasi bahwa kenaikkan upah minimum

menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja. Kemudian Bell (1997), upah minimum

menyebabkan disemployment effect di Colombia tetapi di Mexico hasilnya zero effects.

Di Indonesia penelitian tentang dampak kebijakan upah minimum oleh Rama (1996),

yang menyatakan kesempatan kerja di perusahaan kecil berkurang, sementara di perusahaan

besar bertambah. Kemudian Islam (2000), upah minimum mempunyai hubungan negatif pada

kesempatan kerja (logarithmic spefications dengan province level income dan dummies

variable ) menggunakan pooled data propinsi 1990-1998. Setelah itu berbeda dengan

penelitian yang telah ada sebelumnya. Suryahadi (2001), dalam penelitian menyoroti

bagaimana dampak kebijakan upah minimum pada tenaga kerja yang heterogen.

Hasilnya menyatakan yang diuntungkan adanya kebijakan upah minimum adalah

pekerja kasar, kenaikan upah minimum telah mendongkrak upah pekerja kasar. Adanya

hubungan yang positif antara tingkat upah minimum dan tingkat upah rata-rata ditemukan

diberbagai kelompok pekerja lainnya, misalnya pekerja perempuan, pekerja usia muda, dan

pekerja berpendidikan rendah serta pekerja kantoran (whitecollar).

Masih dalam penelitian Suryahadi (2001), menunjukkan elastisitas penyerapan tenaga

kerja terhadap upah minimum adalah -0,112 dan nyata secara statis. Artinya setiap kenaikan

Page 6: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember

6

10 persen upah minimum mengakibatkan pengurangan lebih dari 1 persen angka penyerapan

tenaga kerja. Dampak negatif dari upah minimum sangat di rasakan oleh kelompok yang

mempunyai kerentanan tinggi terhadap perubahan dalam kondisi pasar tenaga kerja seperti

pekerja perempuan, pekerja usia muda, dan pekerja berpendidikan rendah.

Jadi penerapan upah minimum oleh Pemerintah mempengaruhi penawaran dan

permintaan tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja. Karena itu dampak upah minimum tidak

terbatas hanya pada masalah upah, tetapi juga pada penyerapan tenaga kerja. Yang tidak kalah

penting upah minimum juga dapat memiliki dampak yang berbeda terhadap berbagai

kelompok pekerja.

Implikasi dari perubahan dalam permintaan tenaga kerja dalam sektor tertentu akan

mempengaruhi sektor lainnya, misalnya sebagai salah satu konsekuensi adanya pengurangan

tenaga kerja pada satu lapangan kerja tertentu adalah mencari kerja pada sektor lain. Hal

tersebut dikarenakan tidak dapat memaksa seseorang untuk menganggur, walaupun dengan

konsekuensi upah yang diterimanya jauh lebih rendah.

Kesempatan kerja dalam masyarakat adalah tidak sama. Untuk analisis tenaga kerja,

besarnya kesempatan kerja dipecah-pecah menurut kebutuhan, salah satunya dipecah menurut

lapangan usaha ekonomi. Sesuai dengan klasifikasi lapangan usaha Indonesia (KLUI) yang

mengacu pada International Standart of Industry Clasification (ISIC), bidang ekonomi dibagi

menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu : sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri

pengolahan, sektor listrik, gas dan Air, sektor bangunan, sektor perdagangan, sector angkutan

dan komunikasi, sektor keuangan, dan sektor jasa.

Fisher (1933) dan Clark (1957) dalam Komalig (1987) yang dikenal dengan clark

fisher hypotesis menyatakan dinamika struktur kesempatan kerja menunjukkan bahwa

kemajuan ekonomi suatu masyarakat, jumlah angkatan kerja sektor primer cenderung lebih

menurun dibanding dengan sektor sekunder yang selanjutnya sektor sekunder lebih menurun

daripada sektor tersier.

Widarti (1984) penyebaran angkatan kerja di Indonesia menurut kelompok sektor,

menunjukkan diluar sektor Pertanian, sektor Perdagangan, transport, keuangan dan jasa

merupakan sumber lapangan kerja utama. Pola ini nampak pada Negara- Negara Berkembang

(Squaire, 1979, dan Gregory, 1980). Seringkali, kecilnya proporsi angkatan kerja di sektor

Pertambangan, manufaktur, listrik, gas dan air, konstruksi dan besarnya proporsi pada sektor

perdagangan, transport, keuangan, jasa dianggap sebagai tanda ketidakberhasilan dalam

proses pembangunan, karena tidak terserap secara produktif. Hal ini karena banyak kegiatan

sektor perdagangan, transport, keuangan dan jasa yang sifatnya informal dengan produktifitas

yang relative rendah.

Jadi, tenaga kerja dari sektor pertanian akan bergerak mengisi kekurangan jumlah

tenaga kerja yang bekerja di sektor industri maupun sektor jasa. Namun proporsi angkatan

kerja di sektor pertanian tidak secara otomatis dapat ditampung bekerja di sektor industri.

Sebagaimana dikemukakan Boediono (1999). Perubahan proporsi tenaga kerja dari sektor

pertanian ke sektor industri tersebut ternyata berlangsung dengan tidak melibatkan tenaga

kerja yang berpendidikan dasar. Mereka yang tidak berpendidikan dasar ternyata bergeser ke

sektor jasa informal yang tidak memerlukan ketrampilan khusus.

Kesempatan Kerja yang dapat diciptakan oleh suatu perekonomian tergantung oleh

pertumbuhan dan daya serap masing-masing sektor. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi daya serap tenaga kerja antara lain :

Page 7: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

7

1. Kemungkinan subtitusi tenaga kerja dengan faktor produksi yang lain.

2. Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan.

3. Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi.

4. Elastisitas persediaan faktor produksi pelengkap lainnya.

Kesempatan kerja dalam masyarakat adalah tidak sama. Untuk analisis tenaga kerja,

besarnya kesempatan kerja dipecah-pecah menurut kebutuhan, salah satunya dipecah menurut

lapangan usaha ekonomi. Fisher (1933) dan Clark (1957) dalam Komalig (1987) yang dikenal

dengan clark fisher hypotesis menyatakan dinamika struktur kesempatan kerja menunjukkan

bahwa kemajuan ekonomi suatu masyarakat, jumlah angkatan kerja sektor primer cenderung

lebih menurun dibanding dengan sektor sekunder yang selanjutnya sektor sekunder lebih

menurun daripada sektor tersier.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini memfokuskan pada seberapa besar

pengaruh penetapan upah minimum dan faktor-faktor lain mempengaruhi kesempatan kerja.

Dengan kata lain selain untuk mengetahui bagaimana pengaruh upah minimum terhadap

kesempatan kerja, juga untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi

kesempatan kerja, yaitu PDRB, angkatan kerja dan investasi.

II. RUMUSAN MASALAH

Kesempatan kerja merupakan salah satu permasalahan pembangunan yang kompleks

dan multi dimensional. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk memahami kesempatan

kerja lebih mendalam khususnya yang terjadi di Kabupaten Jember. Berdasarkan latar

belakang tersebut diatas, selanjutnya dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah upah minimum mempengaruhi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember?

2. Apakah PDRB (produk domestik regional bruto) mempengaruhi terhadap kesempatan

kerja di Kabupaten Jember?

3. Apakah angkatan kerja mempengaruhi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember?

4. Apakah investasi mempengaruhi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember?

5. Variabel mana yang paling besar pengaruhnya terhadap kesempatan kerja di Kabupaten

Jember?

III. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember, dengan pertimbangan bahwa Kabupaten

Jember merupakan daerah yang terbesar nomor ketiga setelah Surabaya dan Malang di

Propinsi Jawa Timur. Penelitian dilakukan mulai tahun 1980 sampai dengan 2007 (atau

setelah dilakukan penerapan upah minimum).

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan adanya hipotesis yang hendak

diuji, maka jenis penelitian ini adalah eksplanasi. Menurut Faisal (1992) penelitian eksplanasi

(explanasy research) adalah: untuk menguji hipotesis antara variable yang dihipotesiskan.

Penelitian ini adalah jenis explanatory research, yaitu menyoroti hubungan antara

variabel-variabel penelitian serta menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya, oleh

karenanya dinamakan juga penelitian hipotesa. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa penelitian penjelasan ini membicarakan tentang hubungan antara variabel-variabel

penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan.

Page 8: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember

8

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu (time-series) yaitu

data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Penelitian ini

dimulai sejak diperlakukannya penetapan upah minimum (UM) yaitu pada tahun 1980 sampai

tahun 2007.

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jember, Adapun data yang digunakan adalah data

time series dari tahun (1980-2007). Data-data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1) Data umum Kabupaten Jember.

2) Data upah minimum Kabupaten Jember: mencakup data upah minimum yang berlaku di

Kabupaten Jember.

3) Data kesempatan kerja yang diperoleh dari jumlah orang yang bekerja pada setiap sektor

perusahaan di Kabupaten Jember.

4) Data PDRB Kabupaten Jember.

5) Data investasi Kabupaten Jember.

6) Data total angkatan kerja Kabupaten Jember.

Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda,.persamaannya

dapat diformulasikan sebagai berikut:

Yt = α0 + β1 X1t + β2 X2t + β3 X3t + β4 X4t + εt

Keterangan:

α0 = konstanta

Yt = Kesempatan kerja pada tahun t (dalam jiwa/tahun)

X1t = upah minimum pada tahun t (dalam rupiah/bulan)

X2t = PDRB pada tahun t (dalam rupiah/tahun)

X3t = jumlah angkatan kerja pada tahun t (dalam jiwa/tahun)

X4t = jumlah investasi pada tahun t (dalam rupiah/tahun)

εt = error variabel

Hasil penelitian ini selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik dan uji statistik. Uji asumsi

klasik meliputi Normalitas Sebaran, Uji Multikolinearitas dan Uji Autokorelasi.

Pengujian distribusi normal yang digunakan adalah normal probability plot. Deteksi

normalitas dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dikatakan

normal jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.

Sebaliknya, jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis

diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 1999). Uji statistik

yang digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametrik

Kolmogorov-Smirnov (K-S).

Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel bebas

mempunyai korelasi atau hubungan dengan variabe bebas lainnya, dengan kata lain satu atau

lebih variabel bebasnya merupakan suatu fungsi linear dari variabel bebas lain. Untuk

mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dilakukan pengujian dengan melihat VIF

(Variance Inflation Factory).

Autokorelsi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggota-anggota dari

serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (seperti pada data runtun

Page 9: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

9

waktu atau time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (seperti pada data

silang waktu cross sectional data). Sesuai dengan asumsi klasik yang mengatakan bahwa

tidak ada autokorelasi (nir-autocorrelation) atau secara simbolis yaitu: E (Ui Ui) = 0 dimana i

j.

Uji Heterokedastisitas, menggunakan white corrected dengan metode GLS (Yaffe,

2004), Widarjo, 2005). Pengujian ini menggunakan uji Glejser yang dilakukan dengan 2 (dua)

tahap sebagai berikut:

1. Mendapatkan regresi atas model tanpa memperbaiki gejala heterokedastisitas dan

hasil ini diperoleh nilai residual (ei).

2. Membuat regresi dengan menganggap nilai residual sebagai variabel terikat dengan

rumus sebagai berikut :

dimana :

|ei| = absolut fungsi dari variabel bebas Xi

Vi = kesalahan pengganggu

A = konstanta

B = koefisien regresi

Xi = variabel bebas

Uji statistik meliputi F-tes dan t-tes. Untuk menguji secara bersama-sama koefisien

regresi variabel PDRB perkapita, pertumbuhan dan rasio antara sektor pertanian dengan

sektor industri. Apakah mempunyai pengaruh nyata atau tidak terhadap kapasitas fiskal di

Propinsi Jawa Timur. Menurut Gujarati (2000:120), rumus uji F sebagai berikut:

F =kNR1

1kR2

2

Dimana:

R2

= Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel

N = Jumlah sampel

Untuk menguji secara individual variabel bebas PDRB perkapita, Pertumbuhan, dan

rasio antara sektor pertanian dengan sektor industri terhadap variabel terikat Kapasitas Fiskal

(Gujarati, 2000:140):

Dimana:

ib = Koefisien regresi

Se ib = Standart error deviasi

Untuk mengukur proporsi kontribusi variasi variabel bebas PDRB perkapita ,

Pertumbuhan dan rasio antara sektor pertanian dengan sektor industri terhadap varibel terikat

kapasitas fiskal (Gujarati, 2000:139).

|ei| = A + B ln Xi + Vi

ie

i

bS

b t

Page 10: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember

10

R2=

TSS

ESS

R2 =

2

i

kiik2ii21ii1

y

xyβ.........xyβxyβ

Dimana:

R2

= Koefisien determinasi

ESS = Jumlah kuadrat yang dijelaskan

RSS = Jumlah kuadrat total (ESS+RSS)

RSS = Jumlah kuadrat residual

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Regresi

Berdasarkan hasil analisis regresi linear Upah Minimum (X1), PDRB (X2),

Angkatan Kerja (X3), dan Investasi (X4) terhadap Kesempatan Kerja (Y) dengan

menggunakan SPSS vs. 14 memperlihatkan hasil ditunjukkan tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Regresi Upah Minimum, PDRB, Angkatan Kerja, dan Investasi

terhadap Kesempatan Kerja

Variabel Unstandardized

Coefficients Beta

Standardized

Coefficients Beta t Sig.

(Constant) 410.008,510 23.746,420 17,266 0,000

X1 -0,163 0,103 -1,582 0,127

X2 0,007 0,004 1,738 0,096

X3 0,563 0,028 20,060 0,000

X4 0,258 0,050 5,201 0.000

DW 2,170

F-hitung 873,016

R-Square 0,992

Sumber: data sekunder diolah, 2009.

Dari tabel 1, maka dapat dituliskan persamaan regresi linier antara Upah Minimum

(X1), PDRB (X2), Angkatan Kerja (X3), dan Investasi (X4) terhadap Kesempatan Kerja (Y),

sebagai berikut:

Y = 410.008,51 - 0,163 X1 + 0,007 X2 + 0,563 X3 + 0,258 X4

Model tersebut dapat diterima yang didasarkan pada uji F, didapat bahwa F_hitung

lebih besar dari F_tabel, artinya model tersebut cukup representatif untuk digunakan analisis.

Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa nilai F_hitung sebesar 873,016 dengan nilai

signifikasi 0,000. Variasi keempat variabel independen tersebut mempengaruhi variabel

dependen sebesar 99,20 persen (yang terlihat dari nilai Adjusted R2), artinya 99,20 persen

Page 11: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

11

variabel kesempatan kerja dipengaruhi oleh variabel upah minimum, PDRB, angkatan kerja,

dan investasi.

Regresi yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah dengan menggunaan

regresi linier berganda, dimana kaidah-kaidah asumsi klasik harus dipatuhi. Berdasarkan hasil

perhitungan Durbin-Watson sebesar 2,170 (dimana nilai tersebut terletak pada daerah

penolakan adanya autokorelasi), menyatakan bahwa tidak terdapat autokorelasi.

2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari uji multikolinieritas, uji auto korelasi

dan uji heteroskedastisitas. Keseluruhan uji asumsi klasik diproses dengan menggunakan

program SPSS versi 14 for Windows.

a. Normalitas, uji normalitas yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik

Kolmogorov-Smirnov, dengan menguji normalitas residual. Hasil analisis menunjukkan

bahwa besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,729 dan signifikan pada 0,663

(lampiran 4), yang berarti H0 diterima yang berarti data residual terdistribusi normal.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel analisis yang digunakan terdistribusi

secara normal, (asumsi normalitas terpenuhi).

b. Multikolinearitasi, adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel bebas

mempunyai korelasi hubungan dengan variabe bebas lainnya. Untuk mendeteksi ada

tidaknya multikolinearitas dilakukan pengujian dengan melihat VIF (Variance Inflation

Factory), dimana nilai VIF lebih besar dari 10 maka variabel tersebut mempunyai

persoalan multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas dengan melihat nilai VIF, pada

persamaan tersebut menghasilkan nilai VIF sebesar untuk variabel X1 sebesar 1,824 pada

toleran 0,571, variabel X2 sebesar 2,053 pada toleran 0,489, X3 sebesar 6,971 pada

toleran 0,143, dan X4 sebesar 2,801 pada toleran 0,357. Selain mendeteksi

multikolinearitas dengan menggunakan nilai VIF, juga dapat dilihat dari koefisien

korelasi antar variable independent (bebas). Hasil analisis tersebut memperlihatkan,

koefisien korelasi X1 X2 sebesar -0,405, koefisien X1 X3 sebesar -0,162, koefisien

korelasi X1 X4 sebesar 0,135, koefisien korelasi X2 X3 sebesar -0,104, koefisien korelasi

X2 X4 sebesar -0,344, dan koefisien kolerasi X3 X4 sebesar 0,522, atau semua koefisien

kolerasi antar variable bebas dibawah 95 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak

terdapat multikolinearitas.

c. Heteroskedastisitas, untuk mengetahui kesalahan pengganggu mempunyai varian yang

sama atau tidak. Pengujian ini menggunakan uji glejser yang dilakukan dengan

meregresikan nilai absolute residual terhadap variable independen. Jika variable

independent signifikan secara statistic mempengaruhi variable dependen, maka ada

indikasi terjadi heteroskedastisitas. Hasil analisis memperlihatkan semua variabel

independen tidak signifikan mempengaruhi variable dependen nilai absolute residual. Jadi

dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas,

ditunjukkan tabel 2..

Page 12: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember

12

Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Upah Minimum (X1), PDRB (X2), Angkatan Kerja

(X3), dan Investasi (X4) terhadap Absolut Residual (Absres)

Variabel Unstandardized

Coefficients Beta t Sig.

(Constant) -9196,913 -0,688 0,498

X1 -0,150 -1,181 0,246

X2 0,005 0,263 0,681

X3 0,017 1,045 0,307

Y -0,006 -0,222 0.826

F-hitung 0,137

R-Square 0,053

Sumber: data sekunder diolah, 2009

d. Autokorelasi, untuk mengetahui terjadi atau tidaknya korelasi antara anggota serangkaian

data observasi yang diurutkan menurut urutan waktu atau ruang. Salah satu cara untuk

mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat diketahui dengan uji statistik Durbin

Watson. Hasil analisis diperoleh nilai DW sebesar 2,170, dimana nilai tabel DW dengan

menggunakan nilai signifikasi 5% dengan jumlah sampel 28, untuk k = 4 nilai tabel DW

adalah dl = 1,10 dan du = 1,75. Oleh karena nilai DW 2,170 pada regresi tersebut lebih

besar dari batas atas (du) 1,75 dan kurang dari 4 – 1,75 (4 – du), maka dapat disimpulkan

bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif (atau menerima H0).

3. Uji t (Parsial)

Penguji taraf signifikansi dari hipotesis-hipotesis yang telah ditetapkan, maka

penelitian ini menggunakan uji t pada = 0,05 sebagai taraf signifikansi dari pengaruh

langsung variabel–variabel bebas terhadap variabel tergantungnya. Hasil analisis diperoleh,

sebagai berikut;

a) Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa hipotesis pertama diterima, artinya

bahwa variabel upah minimum tidak berpengaruh terhadap variabel kesempatan kerja.

Hal tersebut dapat dilihat dari nilai t-hitung sebesar -1,582 atau lebih kecil dari t-tabel

(pada α = 5 persen nilai t-tabel sebesar 1.701).

b) Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa hipotesis pertama ditolak, artinya bahwa

variabel PDRB berpengaruh positif terhadap variabel kesempatan kerja. Hal tersebut

dapat dilihat dari nilai t-hitung sebesar 1,738 atau lebih besar dari t-tabel (pada α = 5

persen nilai t-tabel sebesar 1.701).

c) Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa hipotesis pertama ditolak, artinya bahwa

variabel angkatan kerja berpengaruh positif terhadap variabel kesempatan kerja. Hal

tersebut dapat dilihat dari nilai t-hitung sebesar 20,060 atau lebih besar dari t-tabel (pada α

= 5 persen nilai t-tabel sebesar 1,701).

d) Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa hipotesis pertama ditolak, artinya bahwa

variabel investasi berpengaruh positif terhadap variabel kesempatan kerja. Hal tersebut

dapat dilihat dari nilai t-hitung sebesar 5,201 atau lebih besar dari t-tabel (pada α = 5

persen nilai t-tabel sebesar 1,701).

Page 13: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

13

4. Pembahasan Hasil Penelitian

Dalam teori ekonomi upah diartikan sebagai pembayaran atas jasa-jasa fisik maupun

mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha. Dengan demikian dalam

teori ekonomi tidak dibedakan antara pembayaran atas pekerja tetap dan profesional dengan

pembayaran atas jasa-jasa pekerja kasar dan tidak tetap. Di dalam teori ekonomi kedua jenis

pembayaran pekerja tersebut dinamakan upah (Sukirno, 1999).

Begitu pula dalam dunia usaha, pengupahan merupakan hal yang sewajarnya sebagai

bentuk kompensasi atas kontribusi yang diberikan pekerja atau buruh kepada perusahaan. Jadi

ketika perusahaan merekrut pekerja atau buruh yang diharapkan adalah pekerja/buruh dapat

menjalankan serangkaian pekerjaannya untuk menghasilkan barang atau jasa yang

mendukung kegiatan usaha sehingga menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan

yang didapat tersebut salah satunya digunakan perusahaan untuk memberikan kompensasi

berupa upah kepada pekerja/buruh. (Nugroho, 2005).

Kebijakan Upah Minimum yang pertama diperkenalkan di Indonesia pada awal 1970

sampai akhir tahun 1980 kebijakan sudah diperkuat dan sebagian besar tidak efektif (Rama,

1996). Selama periode ini, dalam praktek pemerintah tidak campur tangan dalam penentuan

upah. Diawal tahun 1990an konsep pasar tenaga kerja berubah, ada dua hal yang dianggap

penting, yaitu : berdirinya beberapa Serikat Buruh Independent pada saat pemerintah berusaha

membubarkannya dan menyatakan Serikat Buruh tersebut ilegal dan kedua, pemerintah mulai

menyelenggarakan implementasi Peraturan Upah Minimum Regional (Suryahadi, 2001).

Pemerintah Indonesia merubah mekanisme dalam menetapkan Upah Minimum dalam

periode (1989-1990). Sasaran Pemerintah dalam menetapkan upah Minimum didasarkan atas

Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), Indek Harga Konsumen, Kondisi Pasar Kerja,

Kemampuan Perusahaan, Produktifitas Tenaga Kerja, Upah yang berlaku didaerah sekitar.

Adams (1987) menyebutkan bahwa kebijakan upah minimum diharapkan untuk

mencegah eksploitasi para pekerja yang memiliki bargaining power yang rendah. Senada

dengan Adams, Rachman (2005) menyebutkan tujuan diterapkannya upah minimum, dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu : pertama tujuan mikro; sebagai jaring pengaman agar upah

tidak merosot, mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan, dan

meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah, kedua tujuan makro;

pemerataan, peningkatan daya beli dan perluasan kesempatan kerja, perubahan struktur biaya

industri secara sektoral, peningkatan produktifitas kerja nasional, peningkatan ethos dan

disiplin kerja, dan memperlancar komunikasi pekerja-pengusaha dalam rangka hubungan

bipartite.

Jadi inti dari kebijakan upah minimum merupakan suatu bentuk kebijakan pemerintah

dalam bidang social yang ditujukan untuk melindungi pekerja yang tidak memiliki kekuatan

jual, dan upahnya jauh dari upah Ekuilibrium tanpa mengurangi esensinya.

Tjiptoherijanto (2004) memaparkan dewasa ini paling tidak ada 5 (lima) faktor utama

yang diperhitungkan pemerintah dalam menetapkan tingkat upah minimum, yaitu; kebutuhan

hidup minimum (KHM), indeks harga konsumen (IHK) atau tingkat inflasi, perluasan

kesempatan kerja, upah pada umumnya yang berlaku secara regional, dan tingkat

perkembangan perekonomian daerah setempat.

Dari sudut kebutuhan hidup pekerja, terdapat 2 (dua) komponen yang menentukan

tingkat upah minimum, yaitu: kebutuhan hidup minimum (KHM) dan laju inflasi, Berbagai

bahan yang ada dalam komponen KHM dinilai dengan harga yang berlaku, sehingga

menghasilkan tingkat upah. Oleh karena harga sangat bervariasi antar daerah serta adanya

Page 14: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember

14

situasi-situasi local yang tidak mungkin berlaku secara nasional, maka tingkat upah minimum

tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah atau lebih sering disebut dengan

Upah Minimum Propinsi (UMP) (Tjiptoherijanto (2004).

Kontroversi tentang upah minimum bukanlah isu baru. Perbedan pendapat ini dapat

dilihat dari perselisihan antar kelompok serikat pekerja yang menghendaki kenaikan upah

minimum yang signifikan, sementara kelompok pengusaha melihat bahwa tuntutan ini

bertentangan dan tidak kompatibel dengan upaya pemerintah mendorong pemulihan ekonomi

dan penciptaan lapangan kerja.

Bagi para ekonom, masalah ini sering mengundang perdebatan baik dalam aplikasi

Negara maju maupun berkembang. Satu kelompok ekonom melihat upah minimum akan

menghambat penciptaan lapangan kerja dan menambah persoalan pemulihan ekonomi.

Sementara kelompok lain dengan bukti empirik menujukkan, penetapan upah minimum tidak

selalu identik dengan pengurangan kesempatan kerja, bahkan akan mampu mendorong

pemulihan ekonomi (Sumarsono, 2003).

Munculnya ketetapan Upah Minimum akan mendorong terjadinya distorsi dalam pasar

tenaga kerja. Artinya dengan ketentuan upah minimum, maka buruh mempunyai kekuatan

monopoli yang cenderung melindungi buruh yang telah bekerja dalam industri itu. Kekuatan

Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang cenderung memaksimumkan pendapatan, dari buruh yang

ada akan mendiskriminasi pendatang baru dalam pasar tenaga kerja. Pandangan serupa valid

dalam kondisi dimana perusahaan tidak mempunyai kekuatan monopsonik untuk menekan

buruh. Jika ada monopsoni dalam pasar tenaga kerja, maka pengaruh ketetapan upah

minimum dapat mendorong peningkatan kesempatan kerja (Sumarsono, 2003).

Hasil analisis memperlihatkan bahwa upah tidak mempengaruhi secara signifikan

terhadap kesempatan kerja. Hal ini menjelaskan bagi kita bahwa tinggi rendahnya upah tidak

mempengaruhi kesempatan kerja. Hasil penelitian ini mendukung dari hasil penelitian Islam

dan Nazara (2000), yang menentang hasil penelitian Rama (1996) mereka berpendapat

bahwa kebijakan upah minimum di Indonesia tidak mengurangi prospek penyerapan tenaga

kerja.

Hasil-hasil penelitian bertentangan dengan hasil penelitian ini, antara lain Miller

Meiners (1993) dan Mankiw (2000), yang menyebutkan bahwa upah minimum akan

mengurangi kesempatan kerja. Juga penelitian dari Bell (1997), yang menyatakan bahwa

dampak upah minimum menyebabkan disemployment effect di Colombia dan dampak

terbesarnya pada pekerja low skill. Demikian pula dengan Suryadi (2001), yang menunjukkan

bahwa kenaikan upah minimum berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di

sektor formal perkotaan, dengan perkecualian bagi pekerja kantoran.

Beberapa alasan yang menyebabkan upah minimum tidak mempengaruhi kesempatan

kerja khususnya di Kabupaten Jember, antara lain:

1) Karakteristik jenis mata pencaharian, dimana sebagai besar masyarakat Kabupaten Jember

hidup dari sektor pertanian dan perkebunan. Umumnya buruh pertanian dan perkebunan

tidak memiliki jaminan upah standar minimum.

2) Karakteristik sumberdaya manusia, dimana tenaga kerja sektor pertanian dan perkebunan

umumnya berpendidikan rendah. Dengan demikian sektor pertanian dan perkebunan

merupakan sektor yang paling mudah menyerap tenaga kerja.

3) Terkait dengan sektor pertanian dan perkebunan, kegiatan/pekerjaan pada sektor tersebut

tidak dapat dengan mudahnya atau tidak dapat digantikan dengan mesin (intensif modal).

Page 15: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

15

Kesempatan Kerja yang dapat diciptakan oleh suatu perekonomian tergantung oleh

pertumbuhan dan daya serap masing-masing sektor. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi daya serap tenaga kerja antara lain :

1) Kemungkinan subtitusi tenaga kerja dengan faktor produksi yang lain.

2) Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan.

3) Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi.

4) Elastisitas persediaan faktor produksi pelengkap lainnya.

Kesempatan kerja dalam masyarakat adalah tidak sama. Untuk analisis tenaga kerja,

besarnya kesempatan kerja dipecah-pecah menurut kebutuhan, salah satunya dipecah menurut

lapangan usaha ekonomi. Fisher (1933) dan Clark (1957) dalam Komalig (1987) yang dikenal

dengan clark fisher hypotesis menyatakan dinamika struktur kesempatan kerja menunjukkan

bahwa kemajuan ekonomi suatu masyarakat, jumlah angkatan kerja sektor primer cenderung

lebih menurun dibanding dengan sektor sekunder yang selanjutnya sektor sekunder lebih

menurun daripada sektor tersier.

Hasil analisis menunjukkan produk domestik regional bruto (PDRB) berpengaruhi

positif secara signifikan terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember tahun 1980 s./d.

2007. PDRB merupakan cerminan dari pertumbuhan ekonomi (penambahan output yang

dihasilkan), apabila PDRB meningkat maka jumlah kesempatan kerja akan semakin besar.

Sukirno (2000), dalam menerangkan penentuan tingkat kesempatan kerja dapat

diterangkan melalui tiga hal yaitu: pertama permintaan tenaga kerja; kedua penawaran tenaga

kerja; dan ketiga pasar tenaga kerja. Payaman (1998) menyebutkan bagi suatu perusahaan

dalam memutuskan untuk menambah ataupun mengurangi jumlah tenaga kerja, harus

memperkirakan: pertama, perusahaan memperkirakan hasil (output) yang akan di peroleh

perusahaan sehubungan dengan penambahan seorang pekerja. Tambahan hasil tersebut

dinamakan tambahan hasil marginal dari pekerja atau marginal physical product of labor

(MPPl). Kedua, perusahaan memperhitungkan penambahan pendapatan yang dinamakan

penerimaan marginal atau marginal revenue yang akan diperoleh perusahaan.

Nicholson menggunakan model kepuasan maksimum untuk mempelajari keputusan

penawaran tenaga kerja individual. Dengan waktu yang tetap seseorang harus membuat

pilihan berapa waktu yang akan mereka gunakan. Ia harus memutuskan berapa jam yang akan

ia gunakan untuk bekerja, berapa jam untuk kegiatan lainnya. Diasumsikan hanya terdapat

dua penggunaan waktu untuk setiap orang, apakah terlibat dalam bekerja dengan tingkat upah

sebesar w per jam atau tidak bekerja.

Hasil analisis menunjukkan angkatan kerja berpengaruhi positif secara signifikan

terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember tahun 1980 s./d. 2007. Artinya peningkatan

angkatan kerja dapat tertampung pada kesempatan kerja yang ada. Teori pertumbuhan

ekonomi Neo Klasik dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor Swan sejak tahun 1950-

an. Teori ini berkembang berdasarkan analisis-analisis mengenai pertumbuhan ekonomi

menurut pandangan ekonomi klasik. Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung

kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal) dan tingkat

kemajuan teknologi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Solow (Arsyad, 1997)

menyebutkan bahwa peran kemajuan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi sangat tinggi.

Pandangan teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa perekonomian akan tetap mengalami

tingkat pengerjaaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap

sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Ini berarti bahwa sampai di mana perekonomian

Page 16: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember

16

akan berkembang tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi modal dan kemajuan

teknologi.

Menurut teori Neo Klasik, rasio Modal-output (COR) bisa berubah. Untuk

menciptakan sejumlah output tertentu, bisa digunakan jumlah modal yang berbeda-beda

dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan yang dibutuhkan.

Jika lebih banyak modal yang digunakan, maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit.

Sebaliknya jika modal yang digunakan lebih sedikit maka lebih banyak tenaga kerja yang

digunakan. Dengan adanya fleksibilitas ini suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang

tidak terbatas dalam menentukan kombinasi modal dan tenaga kerja yang akan digunakan

untuk menghasilkan tingkat output tertentu.

Hasil analisis menunjukkan investasi berpengaruhi positif secara signifikan terhadap

kesempatan kerja di Kabupaten Jember tahun 1980 s./d. 2007. Artinya investasi berpeluang

menciptakan kesempatan kerja, dengan demikian pengembangan Kabupaten Jember kearah

peningkatan investasi sebagai jalan keluar mengurangi pengangguran.

IV. KESIMPULAN

Penelitian in bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variable umpah

minimum, PDRB, angkatan kerja, dan investasi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten

Jember tahun 1980 s./d. 2007 baik secara simultan maupun parsial. Berdasarkan analisis yang

telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Upah minimum tidak berpengaruhi secara signifikan terhadap kesempatan kerja di

Kabupaten Jember tahun 1980 s./d. 2007. Hal ini terkait dengan karakteristik jenis

pekerjaan yang dominan, dimana Kabupaten Jember merupakan kabupaten dengan basis

pertanian. Beberapa Beberapa alasan yang menyebabkan upah minimum tidak

mempengaruhi kesempatan kerja khususnya di Kabupaten Jember, antara lain:

karakteristik jenis mata pencaharian, dimana sebagai besar masyarakat Kabupaten Jember

hidup dari sektor pertanian dan perkebunan. Umumnya buruh pertanian dan perkebunan

tidak memiliki jaminan upah standar minimum, karakteristik sumberdaya manusia,

dimana tenaga kerja sektor pertanian dan perkebunan umumnya berpendidikan rendah.

Dengan demikian sektor pertanian dan perkebunan merupakan sektor yang paling mudah

menyerap tenaga kerja, dan terkait dengan sektor pertanian dan perkebunan,

kegiatan/pekerjaan pada sektor tersebut tidak dapat dengan mudahnya atau tidak dapat

digantikan dengan mesin (intensif modal).

2. Produk domestik regional bruto (PDRB) berpengaruhi positif secara signifikan terhadap

kesempatan kerja di Kabupaten Jember tahun 1980 s./d. 2007. PDRB merupakan

cerminan dari pertumbuhan ekonomi (penambahan output yang dihasilkan), apabila

PDRB meningkat maka jumlah kesempatan kerja akan semakin besar.

3. Angkatan kerja berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan kerja di

Kabupaten Jember tahun 1980 s./d. 2007. Artinya peningkatan angkatan kerja dapat

tertampung pada kesempatan kerja yang ada.

4. Investasi berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan kerja di Kabupaten

Jember tahun 1980 s./d. 2007. Artinya investasi berpeluang menciptakan kesempatan

Page 17: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

17

kerja, dengan demikian pengembangan Kabupaten Jember kearah peningkatan investasi

sebagai jalan keluar mengurangi pengangguran.

5. Dari keempat faktor (upah minimum, PDRB, angkatan kerja, dan investasi), yang paling

besar mempengaruhi kesempatan kerja adalah angkatan kerja yang merupakan

pencerminan dari penawaran tenaga kerja.

Saran yang disampaikan sebagai impliaksi kebijakan sebagai berikut: kebijakan

menetapkan upah minimum harusnya tidak hanya mempertimbangkan faktor ekonomi, juga

mempertimbangkan faktor sosial, budaya, keamanan dan lingkungan. Dalam peningkatan

kesempatan kerja, faktor yang paling penting adalah peningkatan investasi. Untuk itu

pemerintah hendaknya membuka lebar-lebar dengan menciptakan iklim investasi yang

kondusif, sehingga semakin kedepan akan makin meningkat. Dengan kebijakan kemudahan

dalam perijinan usaha, dukungan infrastruktur yang memadai, peraturan-peraturan yang

mendukung penciptaan lapangan kerja, dan promosi potensi dan nilai tambah daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 1998, Laporan Bank Indonesia

Adam, G., 1987. Increasing Minimum wage: The Macro Economic Impacts. Economic Policy

Institute.

Arsyad, Lincolin, 1997. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPSTIE YKPN.

Arsyad, Lincolin, 1999, Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas

Ekonomi (BPFE). Yogyakarta

Asian Development Bank, 2005. Jalan Menuju Pemilihan Memperbaiki Iklim Investasi di

Indonesia. Economics And Research Department Development Indicators And

Policy Research Division. P. 1-16.

Setiaji, Bambang. 2003. Menciptakan Iklim Investasi Kondusif di Daerah. Makalah Seminar.

Surakarta. 22 Februari 2003.

Bell, A. Linda.1997. The Impact of Minimum Wages in Mexico and Columbia. Journal Of

Labour Economis. Vol 15, No.3, Part 2; Labor Market Flexsibility in Developing

Countries, S102-S135.

Boediono, 1999. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro, Edisi 4. BPFE

Yogyakarta, yogyakarta.

Page 18: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember

18

Card dan Kruenger. 1994. Minimum Wage and Employment: A Case Study of The Fast Food

Industry in New Jersey and Pennsytvania. The American Economics Review. Vol

84, No. 4, (sep., 1994) p 772-793.

Card dan Krueger, 1995. Time Serries Minimum Wage Studies: A Meta Analysis, American

Economics Review 85, 238-243.

Carneiro, G. Francisco. 2002. The Impact of Minimum Wage Chaming on Employment and

Wage in Brazil. Disampaikan Pada Kongres Asosiasi Studi Brazilia IV (BRASA).

Atlanta, Georgia USA. April 4-6, 2002.

Clark, E. K., 1957, The Effect of Minimum Wage n Employment and Unemployment, Journal

of Economics Literature, June 1857.

Eri Cahyadi, 2002, Peningkatan Iklim Investasi Daerah. Makalah Seminar. Surabaya. 12

April 2002.

Faisal, Basri, 1992, Metode-metode Kuantitatif dalam Ekonomi Internasional. Jakarta: PAU-

EK-UI, Jakarta.

Freeman, 1996. The Minimum Wage as Redistributive Tool, Economic Juenal 106, 639-649

Gujarati, Damodar, 2004. Ekonometrika Dasar, Terjemahan Sumarno Zaon. Penerbit

Erlangga. Jakarta.

Gujarati, D. 2000. Basic Econometrics, Fourth Edition. Mc Graw Hill International Edition,

New York.

Hendrani, 2002. Good Govermance in Minimum Wage Setting in The Era Of Regional

Authonomy. Semeru.

Islam Dan Nazara, 2000. Minimum Wage and The Welfare of Indonesia Workers.

International Labor Organization. Jakarta. Juni 2000.

Jinghan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : Raja Grafindo

Persada.

Manning, Chris. 2002. Minimum Wages: Social Policy Versus Economic, Policy, Nuning

Ahmadi (ed), Smeru News: No.1 Januari-Maret 2000. p. 1-4.

Mankiw, Gregory, 2000. Prinsiple of Economics. Hrismunadar (Penerjemah) Dan

Yatisumihsrti (Editor). 2000. Pengantar Ekonomi jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Miller dan Meiners, 1993, Intermediate Microeconomics Theory, Issue, Applications.

McGraw Hill. Inc. Munandar Haris (Penerjemah) Teori Ekonomi Mikro

Intermediate. Edisi Ketiga. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Page 19: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

19

Monjay, K.L., 1983, Policy Minimum Wages: Social Policy Versus Economi, Economics

Juornal. No.1 Maret 1983 p. 12-44.

Nicholson, Walter, 2002, Intermediate Mikroeconomics and Its Applicatian, Eight Edition.

Harcourt College Publisher. Bayu Mahendra dan Abdul Aziz (penerjemah).

Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. PT Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Nophirin, 1996, Ekonomi Moneter, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE), Yogyakarta.

Nugroho, A. B., 2005, Pengupahan dan Produktivitas, Jakarta.

Lewis, Arthur W, 1959, Perencanaan Pembangunan: Dasar-dasar kebijaksanaan Ekonomi,

Rineka Cipta, Jakarta.

Lipsey, 1995. Economics 10th ed. Happer7Row. Jakawasana (Penerjemah) Pengantar Mikro

Ekonomi Edisi Kesepuluh Jilid 1 Binarupa Aksara. Jakarta.

Pracoyo, K. T. dan Pracoyo, A., 2004, Aspek Dasar Ekonomi Makro Indonesia, PT Gramedia

Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Rachman, H. 2005, Kebijakan Penetapan UMP di Jakarta sebagai Sarana Terciptanya

Stabilitas dalam Hubungan Industrial sesuai Kemampuan Perusahaan di Wilayah

Propinsi DKI Jakarta. Disampaikan pada Seminar Sehari Ketenagakerjaan,

“Pengaruh Pengupahan sebagai Langkah Strategi Stabilitas dalam Hubungan

Industrial”, April 7, 2005.

Rama, Martin, 1996, The Cosequences of Doubling The Minimum Wage: The Case of

Indonesia, World Bank Policy Research Working Paper No. 1643. World Bank,

Washington D.C.

Rifa’i, A., 2003, Peran Pengusaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Kegiatan

Perekonomian di Indonesia. Makalah Seminar Nasional ISEI. Manado. 9-12

Februari 2003.

Ritonga, J. Tafbu, 2005, Mencermati Dilema Upah Minimum, WASPADA Online.

Santoso, Singgih. 1999. Mengolah Data Statistik Secara Profesional Versi 10. PT. Elex

Media Kompetindo. Jakarta.

Shaafsma dan Watsh, 1983, Employment and Labour Supply Effect of Minimum Wage: Some

Pooled Time Serries Estimates from Canadian Provincial Data. The Canadian

Journal of Economics, Vol 16 No. 1 (Feb. 1983) pp 86-87.

Setiadi, Dawan, 2002, Ekonomi Sumberdaya Manusia, Edisi 2001, PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Page 20: PENGARUH UMK, PDRB, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER

Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember

20

Simanjuntak, Payaman, 1998, Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, Edisi 2001,

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.

Singarimbun dan Sofian Efendi, 1983, Metode Penelitian Survei. Edisi Revisi. Lembaga

Penelitian. Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.

Soekirno, Sadono. 1999. Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Cetakan ke 11. PT Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

___________. 2000. Makro Ekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik hingga

Keynesian Baru, Cetakan ke 2. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Squaire, W., 1979, Labour Supply Effect of Minimum Wage. The American Journal of

Economics, Vol 16 No. 1 (Mar. 1979) pp 46-67.

Sumantoro, 1983, Peranan Pengusaha dalam Kegiatan Perekonomian di Indonesia. Makalah

Seminar Nasional IMEPI. Pontianak. 9-12 Februari 1983.

Sumarsono, Sonny, 2003, Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan,

Graha Ilmu. Yogyakarta.

Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Suatu Pendekatan

Teoritis. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE.

Suryahadi, A., 2001, Wage and Employment Effect of Minimum Wage Policy in The

Indonesian Urban Labor Market, Smeru Reseach Institute, October 2001, p. 1-

75.

Tjiptoherijanto, Prijono, 2004, Upah, Jaminan Sosial dan Perlindungan Anak, Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Todaro, M., 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta.

Widarti, Diah, 1984, Hubungan Antara Sektor Service dan Sektor Informal di Kota, Dalam

Zainal Bakir dan Chris Manning (Editor) Angkatan Kerja di Indonesia

Partisipasi Kesempatan dan Pengangguran. PT Rajawali, Jakarta.

Widarjo, 2004, Kebijakan Pasar Kerja untuk Memperluas Kesempatan Kerja, Disampaikan

pada Kongres VI Statistika Indonesia, Jakarja 22 September 2004.

__________, 2005, Pentingnya Upah Minimum, Warta Ketenagakerjaan Tahun 2 No. 2 2005.

Wirakarta, K. 2003, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.

Yaffe, Robert, 2004, A Primer for Panel Data Analisis, New York University.