pengaruh umk, pdrb, angkatan kerja dan investasi terhadap kesempatan kerja di kabupaten jember
TRANSCRIPT
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
1
PENGARUH UPAH MINIMUM KABUPATEN, PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO, ANGKATAN KERJA DAN INVESTASI
TERHADAP KESEMPATAN KERJA DI KABUPATEN JEMBER
Turminijati Budi Utami
Alumni Pascasarjana Universitas Jember Program Studi Ilmu Ekonomi
Ringkasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh upah minimum,
PDRB, angkatan kerja, dan invertasi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten
Jember. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu (time-
series), yang dimulai sejak diperlakukannya penetapan upah minimum (UM) yaitu
pada tahun 1980. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Jember, dari tahun 1980 s./d. 2007. Metode analisis data yang digunakan adalah
dengan metode linear berganda, adapun teknis analisis menggunakan metode OLS
(ordinary least square). Uji analisis yang digunakan adalah uji asumsi klasik, yang
meliputi uji multikolinieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas, ditambah dengan
uji normalitas. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa: (a) upah minimum
tidak berpengaruhi secara signifikan terhadap kesempatan kerja, (b) produk domestik
regional bruto (PDRB) berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan
kerja, (c) angkatan kerja berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan
kerja, dan (d) investasi berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan
kerja di Kabupaten Jember. Beberapa saran yang dapat dikemukakan, adalah: (a)
bagi peneliti selanjutnya, perlu dibedakan dampak upah minimum terhadap
kesempatan kerja secara sektoral. Mengingat masing-masing sektor memiliki
karakteristik tenaga kerja yang berbeda, baik yang menyangkut kualitas maupun
kuantitanya, dan (b) bagi pengambil kebijakan (pemerintah), menetapkan upah
minimum harusnya tidak hanya mempertimbangkan faktor ekonomi, tetapi juga
mempertimbangkan faktor sosial, budaya, keamanan dan lingkungan. Dalam
meningkatkan kesempatan kerja, faktor yang paling penting adalah bagaimana
pemerintah mampu untuk meningkatkan penanaman modal/investasi di daerahnya.
Kata kunci: upah minimum, PDRB, angkatan kerja, invertasi, dan kesempatan kerja
Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember
2
SUB-PROVINCE MINIMUM WAGE INFLUENCE, DOMESTIC PRODUCT
of REGIONAL BRUTO, LABOR FORCE AND INVESMENT TO
OPPORTUNITY of ACTIVITY IN SUB-PROVINCE JEMBER
This research aim to know minimum wage influence, PDRB, labor force, and
invertasi to opportunity of job(activity in Kabupaten Jember. Data applied in this
research was data runtut time ( time-series), what started since treats of minimum
wage stipulating (UM) in the year 1980. Main data applied in this research is
secondary data obtained from Dinas Tenaga Kerja and Transmigrasi Kabupaten
Jember, from the year 1980 s/d. 2007. Data analytical method applied is with
doubled linear method, as for technical analysed applies method OLS. Analysis test
applied is classic assumption test, what covers multikolinierity test, autocorrelation,
and heteroskedastisity, added with normality test. Based on result of analysis
indicates that: (a) minimum wage doesn't influence in signifikan to job(activity
opportunity, (b) domestic product of regional gross (PDRB) influences is positive in
signifikan to job(activity opportunity, (c) labor force influences is positive in
signifikan to job(activity opportunity, and (d) invesment influences is positive in
signifikan to opportunity of job(activity in Kabupaten Jember. Some suggestions
which can be told, be: (a) for researcher hereinafter, need to be differentiated
minimum wage impact to opportunity of activity sectorally. Remembers each sector to
have different labour characteristic, either concerning quality and also its(the
kuantita, and (b) for policy taker government, specifies minimum wage shouldn't only
considers economics factor, but also considers social factor, culture, security and
safety and area. In increasing activity opportunity, factor most importantly is how
government able to increase cultivation of investasi in its. area.
Key word: minimum wage, PDRB, labor force, invertasi, and activity opportunity
I. PENDAHULUAN
Sejak krisis moneter yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi, puncaknya
menjadi krisis multi dimensi pada pertengahan tahun 1997 sampai awal tahun 1998.
Kemudian terjadi krisis keuangan dimana menjadikan perekonomian yang semula
pertumbuhan ekonominya tinggi menjadi sangat rendah bahkan mencapai angka negatif, Pada
tahun 1998 pertumbuhan ekonomi negatif 14%, (Laporan BI, 1998). Akhirnya, krisis
perekonomian berkembang menjadi krisis multidimensi, dan telah memperlemah sistim
keuangan pemerintah (governance) yang menyebabkan perlambatan perkembangan sektor
swasta dan penurunan investasi secara tajam.
Penurunan ini selanjutnya akan menurunkan kegiatan perekonomian secara umum
(ADB, 2005) hal tersebut di sebabkan adanya eksternal shock yang di awali dengan adanya
melemahnya nilai yang merupakan dampak dari spillover gejolak mata uang negara-negara
ASEAN yang dimulai dari Bath Thailand (Pracoyo, 2004). Faktor ekstemal lainnya adalah
kenaikan harga minyak. Kondisi tersebut diperparah adanya faktor internal shock seperti
ditemukannya bom pada berbagai tempat, kenaikan harga, penghapusan subsidi BBM,
kenaikan TDL (tarif dasar listrik), kenaikan tarif angkutan dan telepon.
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
3
Menurut Wirakarta (2003) anjloknya pertumbuhan ekonomi berpengaruh buruk
terhadap pertumbuhan kesempatan kerja. Jumlah pengangguran semakin membengkak, baik
pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK), pengangguran terselubung karena
jumlah jam kerja kurang atau penghasilannya berkurang maupun pengangguran dari angkatan
kerja baru yang kehilangan kesempatan untuk masuk pasar kerja akibat tingkat pertumbuhan
ekonomi yang mengalami penurunan.
Untuk mengatasi dampak dari gejolak krisis perekonomian yang mengakibatkan
kondisi masyarakat terutama kaum buruh semakin buruk. Pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan yang secara langsung mempengaruhi tingkat upah melalui kebijakan upah
minimum. Tujuan dari kebijakan upah minimum menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor: 1 Tahun 1999, disebutkan bahwa upah minimum ditujukan untuk menyelamatkan
para pekerja/buruh sehingga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup buruh tanpa
mengabaikan kepentingan perusahaan dan perekonomian pada umumnya.
Sebenarnya kebijakan upah minimum pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada
awal tahun 1970an. Pentingnya upah minimum mendapat perhatian dari pemerintah hingga
akhir tahun 1980an ketika pemerintah mulai menetapkan upah minimum sebagai point
penting dalam kebijakan di pasar tenaga kerja. Pertengahan tahun 1990an upah minimum
nominal tetap meningkat, setelah tahun 1996 upah minimum riil mulai berangsur-angsur
berkurang dan jatuh di tahun 1998 berkaitan dengan adanya krisis ekonomi dan inflasi yang
melambung tinggi (Suryahadi, 2001). Tetapi di awal tahun 2001 upah minimum meningkat
signifikan pada saat Indonesia telah mulai mengimplementasikan desentralisasi dan kebijakan
otonomi daerah sehingga upah minimum menjadi isu penting. Manning (2002), menyatakan
dengan adanya reformasi dan pelaksanaan otonomi daerah, upah minimum regional (UMR)
sudah menjadi isu penting dalam kebijakan sosial di Indonesia. Pada reformasi ini, baik
serikat buruh maupun organisasi non pemerintah (ORNOP) berusaha untuk meningkatkan
kualitas hidup pekerja yang menderita pada saat krisis ekonomi berlangsung.
Pada saat itu pelaksanaan otonomi daerah telah mengakibatkan adanya perubahan
besar dalam proses penyusunan kebijakan pemerintah. Pemerintah propinsi, kabupaten atau
kota yang sebelumnya hanya berwenang memberi masukan, kini memperoleh kewenangan
penuh untuk menetapkan upah minimum. Dengan demikian terjadi suatu perpindahan
kewenangan penting di bidang makro ekonomi dan sosial dari tangan pemerintah pusat ke
pemerintah daerah. Hasilnya, terjadi peningkatan upah minimum dalam jumlah besar pada
awal ditetapkannya upah minimum oleh pemerintah propinsi, kabupaten atau kota setempat.
Peningkatan tersebut terus berlangsung pada setiap tahunnya, tak terkecuali pada kabupaten
dan kota di Jawa Timur, sebagaimana tercermin dalam Tabel 1.1.
Namun dalam kenyataannya hal ini belum dapat menyelesaikan persoalan. konflik
perburuhan yang tampaknya semakin mencuat. Hal tersebut di karenakan para buruh
menyatakan upah yang di terima di rasa belum layak untuk menopang kehidupannya,
sehingga banyak para pekerja yang masih berharap agar upah minimum dapat ditingkatkan
lagi. Berdasarkan hasil liputan Kompas (22 November 2004) menurut para pekerja kenaikan
upah minimum terus akan di tuntut karena upah yang diterima saat ini, terutama buruh pabrik
tidak lagi mencukupi kebutuhan, karena sejumlah harga kebutuhan pokok terus meningkat.
Aksi menuntut upah minimum juga dideklarasikan oleh para buruh yang ada di Jawa Timur,
salah satu aksi para buruh yang masih hangat yaitu aksi dari buruh Maspion (Kompas 21 Juli
2004).
Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember
4
Pengusaha menghadapi sejumlah pilihan untuk tidak segera merespon tuntutan buruh.
Manning (2002), dalam salah satu tulisannya tentang upah minimum menyatakan kenaikan
upah minimum dengan cepat mendorong kenaikan upah bagi kebanyakan banyak pekerja, dan
dengan sendirinya ini akan menaikkan biaya tenaga kerja dan menekan perusahaan untuk
mengurangi jumlah pekerja.
Tabel 1.1
Upah Minimum Tahun 2000 s./d. 2008 beberapa Kabupaten/Kota
Propinsi Jawa Timur (dalam Rupiah/bulan)
No Kabupaten/
Kota 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1 Kota Surabaya 236000 330700 453200 516750 2592638 578500 655500 746000 805500
2 Kab. Sidoarjo 236000 328800 453000 516500 1720844 578250 655200 743500 802000
3 Kab. Gresik 236000 330000 453000 516500 1070442 578250 655200 743500 803652
4 Kab. Mojokerto 236000 317200 453000 516500 977956 578250 655200 740000 803652
5 Kab. Pasuruan 236000 316000 453000 513000 1434670 578250 655200 740000 802000
6 Kab. Malang 236000 300000 443000 493250 2350384 575300 652000 743250 802000
7 Kota Malang 236000 300000 443000 497100 771634 575300 652000 745109 802941
8 Kota Batu 443000 483800 177455 575300 652000 704774 737000
9 Kota Mojokerto 236000 317200 415000 478500 116701 500000 565000 656600 687500
10 Kota Pasuruan 236000 306800 375000 440000 177906 475000 580000 650000 710000
11 Kota Probolinggo 236000 290100 400000 445000 203900 480500 529000 567000 604000
12 Kota Kediri 212000 275000 361250 415000 255934 501000 579000 645000 717000
13 Kota Blitar 202000 233000 273775 301100 123573 351000 390000 448500 506500
14 Kota Madiun 212000 235000 260000 305000 172061 347750 405500 464750 522750
15 Kab. Probolinggo 236000 285000 390000 443750 1041498 478000 528000 566500 604000
16 Kab. Kediri 212000 275000 361250 415000 1477898 501000 579000 645000 717000
17 Kab. Jombang 208000 241280 304512 398000 1175265 445000 530000 640000 690000
18 Kab. Jember 212000 275000 315500 384000 397766 425000 525000 575000 645000
19 Kab. Banyuwangi 212000 232564 267500 319400 1539393 372700 517500 567500 619000
20 Kab. Tuban 212000 243800 380370 322500 1080562 400000 525000 606500 660000
21 Kab. Lamongan 208000 238032 273737 328450 1261972 419200 558000 600000 650000
22 Kab. Bangkalan 208000 274775 330000 390000 890830 450000 550000 586000 622000
23 Kab. Nganjuk 208000 239200 280000 335000 1028861 362000 402000 455000 510000
24 Kab. Madiun 212000 235000 253800 281000 657158 340000 400000 450000 500000
25 Kab. Ponorogo 208000 228800 252000 286000 869655 338500 400000 450000 500000
26 Kab. Trenggalek 202000 222000 245000 274000 670120 336000 437100 460000 510000
27 Kab. Blitar 202000 233000 267950 295000 1111815 341000 409200 450000 501750
28 Kab. Bojonegoro 208000 234565 253750 287500 1216661 357500 475000 550000 630000
29 Kab. Ngawi 212000 233000 256300 288700 840172 340000 440000 460000 510000
30 Kab. Magetan 212000 233000 260000 292500 622112 386000 596000 596000 596000
31 Kab. Pacitan 202000 220000 250000 289000 538583 345700 405000 450000 500000
32 Kab. Tulungagung 208000 246000 290000 332500 961991 381000 460000 490000 526000
33 Kab. Lumajang 208000 220500 260000 300700 1000260 340000 408000 495000 550000
34 Kab. Bondowoso 208000 250000 250000 300000 710339 350000 480000 495000 550000
35 Kab. Situbondo 208000 241449 255481 311000 621624 364900 436000 492500 530000
36 Kab. Pamekasan 202000 250000 300000 400000 745148 450000 500000 560000 625000
37 Kab. Sumenep 212000 220000 295000 360000 1035587 425000 490000 545000 590000
38 Kab. Sampang 202000 246400 275000 300700 836628 375300 450000 475000 610000
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur, berbagai tahun, 2009.
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
5
Hal tersebut dilakukan tidak terlepas dari tujuan utama dari setiap usaha untuk
mendapatkan profit maximizing. Menurut Ritonga (2005), secara logis upah minimum baru
yang lebih tinggi akan mendorong pekerja senior meminta kenaikan upah. Oleh karena itu
pengusaha berharap kenaikan upah minimum seminimum mungkin, hal tersebut dikarenakan
membuat buruh lama menuntut upah yang lebih tinggi. Kondisi tersebut nanti akan bermuara
pada angka pengangguran yang semakin meningkat.
Beberapa permasalahan baru dari adanya kenaikan upah minimum. Beberapa
permasalahan yang timbul diantaranya disebabkan oleh: pertama, terkait oleh produktifitas,
kenaikan upah minimum lebih tinggi dari produktifitasnya sehingga tidak sebanding dengan
kenaikkan dari upah minimum. Dengan kata lain kenaikan upah tidak berbanding lurus
dengan produktifitasnya. Kedua, terkait dengan investasi, investor menjadi keberatan untuk
menanamkan investasinya di Indonesia. Ketiga, ketika upah berdasarkan upah minimum terus
menerus mengalami kenaikan sedang persaingan produk di pasar internasional semakin ketat
menimbulkan harga dan jasa menjadi semakin mahal dan tidak kompetitif sehingga tidak di
terima oleh konsumen di pasaran. Keempat, ketika barang/jasa yang di hasilkan tidak laku
ke pasaran dan revenue di masing masing perusahaan mengecil sementara labour cost
semakin meningkat. Maka banyak perusahaan menutup kegiatan usaha yang akhirnya
berujung pada PHK bagi tenaga kerja. Dengan kata lain kenaikan upah berdasarkan upah
minimum berbanding lurus dengan kenaikan angka tenaga kerja yang mengalami PHK.
Kelima, ketika banyak tenaga kerja yang bekerja banyak yang kehilangan pekerjaannya, di
tambah angkatan kerja yang terus bertambah namun tidak mendapatkan lapangan kerja maka
keadaannya menjadi meresahkan. Dalam keadaan seperti ini mudah sekali tersulut provokasi
dan menjadi chaos dan ketenangan kerja dan ketenangan usaha diperusahaan menjadi
semakin terganggu. Investasi menjadi semakin menurun. Keenam, dengan semakin turunnya
investasi menyebabkan pertumbuhan ekonomi semakain lambat bahkan minus.
Hasil penelitian empiris tentang upah minimum pada berbagai Negara, hasilnya juga
berbeda beda. Misalnya penelitian yang di lakukan oleh Card dan Kruenger (1994), pada
penelitian dampak upah minimum pada fast food industri di Amerika Serikat, dengan cara
membandingkan fast food industri di dua daerah yaitu di New Jersey dan Pennylvania,
hasilnya tidak ditemukan adanya suatu indikasi bahwa kenaikkan upah minimum
menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja. Kemudian Bell (1997), upah minimum
menyebabkan disemployment effect di Colombia tetapi di Mexico hasilnya zero effects.
Di Indonesia penelitian tentang dampak kebijakan upah minimum oleh Rama (1996),
yang menyatakan kesempatan kerja di perusahaan kecil berkurang, sementara di perusahaan
besar bertambah. Kemudian Islam (2000), upah minimum mempunyai hubungan negatif pada
kesempatan kerja (logarithmic spefications dengan province level income dan dummies
variable ) menggunakan pooled data propinsi 1990-1998. Setelah itu berbeda dengan
penelitian yang telah ada sebelumnya. Suryahadi (2001), dalam penelitian menyoroti
bagaimana dampak kebijakan upah minimum pada tenaga kerja yang heterogen.
Hasilnya menyatakan yang diuntungkan adanya kebijakan upah minimum adalah
pekerja kasar, kenaikan upah minimum telah mendongkrak upah pekerja kasar. Adanya
hubungan yang positif antara tingkat upah minimum dan tingkat upah rata-rata ditemukan
diberbagai kelompok pekerja lainnya, misalnya pekerja perempuan, pekerja usia muda, dan
pekerja berpendidikan rendah serta pekerja kantoran (whitecollar).
Masih dalam penelitian Suryahadi (2001), menunjukkan elastisitas penyerapan tenaga
kerja terhadap upah minimum adalah -0,112 dan nyata secara statis. Artinya setiap kenaikan
Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember
6
10 persen upah minimum mengakibatkan pengurangan lebih dari 1 persen angka penyerapan
tenaga kerja. Dampak negatif dari upah minimum sangat di rasakan oleh kelompok yang
mempunyai kerentanan tinggi terhadap perubahan dalam kondisi pasar tenaga kerja seperti
pekerja perempuan, pekerja usia muda, dan pekerja berpendidikan rendah.
Jadi penerapan upah minimum oleh Pemerintah mempengaruhi penawaran dan
permintaan tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja. Karena itu dampak upah minimum tidak
terbatas hanya pada masalah upah, tetapi juga pada penyerapan tenaga kerja. Yang tidak kalah
penting upah minimum juga dapat memiliki dampak yang berbeda terhadap berbagai
kelompok pekerja.
Implikasi dari perubahan dalam permintaan tenaga kerja dalam sektor tertentu akan
mempengaruhi sektor lainnya, misalnya sebagai salah satu konsekuensi adanya pengurangan
tenaga kerja pada satu lapangan kerja tertentu adalah mencari kerja pada sektor lain. Hal
tersebut dikarenakan tidak dapat memaksa seseorang untuk menganggur, walaupun dengan
konsekuensi upah yang diterimanya jauh lebih rendah.
Kesempatan kerja dalam masyarakat adalah tidak sama. Untuk analisis tenaga kerja,
besarnya kesempatan kerja dipecah-pecah menurut kebutuhan, salah satunya dipecah menurut
lapangan usaha ekonomi. Sesuai dengan klasifikasi lapangan usaha Indonesia (KLUI) yang
mengacu pada International Standart of Industry Clasification (ISIC), bidang ekonomi dibagi
menjadi 9 sektor lapangan usaha yaitu : sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri
pengolahan, sektor listrik, gas dan Air, sektor bangunan, sektor perdagangan, sector angkutan
dan komunikasi, sektor keuangan, dan sektor jasa.
Fisher (1933) dan Clark (1957) dalam Komalig (1987) yang dikenal dengan clark
fisher hypotesis menyatakan dinamika struktur kesempatan kerja menunjukkan bahwa
kemajuan ekonomi suatu masyarakat, jumlah angkatan kerja sektor primer cenderung lebih
menurun dibanding dengan sektor sekunder yang selanjutnya sektor sekunder lebih menurun
daripada sektor tersier.
Widarti (1984) penyebaran angkatan kerja di Indonesia menurut kelompok sektor,
menunjukkan diluar sektor Pertanian, sektor Perdagangan, transport, keuangan dan jasa
merupakan sumber lapangan kerja utama. Pola ini nampak pada Negara- Negara Berkembang
(Squaire, 1979, dan Gregory, 1980). Seringkali, kecilnya proporsi angkatan kerja di sektor
Pertambangan, manufaktur, listrik, gas dan air, konstruksi dan besarnya proporsi pada sektor
perdagangan, transport, keuangan, jasa dianggap sebagai tanda ketidakberhasilan dalam
proses pembangunan, karena tidak terserap secara produktif. Hal ini karena banyak kegiatan
sektor perdagangan, transport, keuangan dan jasa yang sifatnya informal dengan produktifitas
yang relative rendah.
Jadi, tenaga kerja dari sektor pertanian akan bergerak mengisi kekurangan jumlah
tenaga kerja yang bekerja di sektor industri maupun sektor jasa. Namun proporsi angkatan
kerja di sektor pertanian tidak secara otomatis dapat ditampung bekerja di sektor industri.
Sebagaimana dikemukakan Boediono (1999). Perubahan proporsi tenaga kerja dari sektor
pertanian ke sektor industri tersebut ternyata berlangsung dengan tidak melibatkan tenaga
kerja yang berpendidikan dasar. Mereka yang tidak berpendidikan dasar ternyata bergeser ke
sektor jasa informal yang tidak memerlukan ketrampilan khusus.
Kesempatan Kerja yang dapat diciptakan oleh suatu perekonomian tergantung oleh
pertumbuhan dan daya serap masing-masing sektor. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi daya serap tenaga kerja antara lain :
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
7
1. Kemungkinan subtitusi tenaga kerja dengan faktor produksi yang lain.
2. Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan.
3. Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi.
4. Elastisitas persediaan faktor produksi pelengkap lainnya.
Kesempatan kerja dalam masyarakat adalah tidak sama. Untuk analisis tenaga kerja,
besarnya kesempatan kerja dipecah-pecah menurut kebutuhan, salah satunya dipecah menurut
lapangan usaha ekonomi. Fisher (1933) dan Clark (1957) dalam Komalig (1987) yang dikenal
dengan clark fisher hypotesis menyatakan dinamika struktur kesempatan kerja menunjukkan
bahwa kemajuan ekonomi suatu masyarakat, jumlah angkatan kerja sektor primer cenderung
lebih menurun dibanding dengan sektor sekunder yang selanjutnya sektor sekunder lebih
menurun daripada sektor tersier.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini memfokuskan pada seberapa besar
pengaruh penetapan upah minimum dan faktor-faktor lain mempengaruhi kesempatan kerja.
Dengan kata lain selain untuk mengetahui bagaimana pengaruh upah minimum terhadap
kesempatan kerja, juga untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi
kesempatan kerja, yaitu PDRB, angkatan kerja dan investasi.
II. RUMUSAN MASALAH
Kesempatan kerja merupakan salah satu permasalahan pembangunan yang kompleks
dan multi dimensional. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk memahami kesempatan
kerja lebih mendalam khususnya yang terjadi di Kabupaten Jember. Berdasarkan latar
belakang tersebut diatas, selanjutnya dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah upah minimum mempengaruhi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember?
2. Apakah PDRB (produk domestik regional bruto) mempengaruhi terhadap kesempatan
kerja di Kabupaten Jember?
3. Apakah angkatan kerja mempengaruhi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember?
4. Apakah investasi mempengaruhi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember?
5. Variabel mana yang paling besar pengaruhnya terhadap kesempatan kerja di Kabupaten
Jember?
III. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember, dengan pertimbangan bahwa Kabupaten
Jember merupakan daerah yang terbesar nomor ketiga setelah Surabaya dan Malang di
Propinsi Jawa Timur. Penelitian dilakukan mulai tahun 1980 sampai dengan 2007 (atau
setelah dilakukan penerapan upah minimum).
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan adanya hipotesis yang hendak
diuji, maka jenis penelitian ini adalah eksplanasi. Menurut Faisal (1992) penelitian eksplanasi
(explanasy research) adalah: untuk menguji hipotesis antara variable yang dihipotesiskan.
Penelitian ini adalah jenis explanatory research, yaitu menyoroti hubungan antara
variabel-variabel penelitian serta menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya, oleh
karenanya dinamakan juga penelitian hipotesa. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa penelitian penjelasan ini membicarakan tentang hubungan antara variabel-variabel
penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan.
Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember
8
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data runtut waktu (time-series) yaitu
data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Penelitian ini
dimulai sejak diperlakukannya penetapan upah minimum (UM) yaitu pada tahun 1980 sampai
tahun 2007.
Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jember, Adapun data yang digunakan adalah data
time series dari tahun (1980-2007). Data-data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1) Data umum Kabupaten Jember.
2) Data upah minimum Kabupaten Jember: mencakup data upah minimum yang berlaku di
Kabupaten Jember.
3) Data kesempatan kerja yang diperoleh dari jumlah orang yang bekerja pada setiap sektor
perusahaan di Kabupaten Jember.
4) Data PDRB Kabupaten Jember.
5) Data investasi Kabupaten Jember.
6) Data total angkatan kerja Kabupaten Jember.
Dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda,.persamaannya
dapat diformulasikan sebagai berikut:
Yt = α0 + β1 X1t + β2 X2t + β3 X3t + β4 X4t + εt
Keterangan:
α0 = konstanta
Yt = Kesempatan kerja pada tahun t (dalam jiwa/tahun)
X1t = upah minimum pada tahun t (dalam rupiah/bulan)
X2t = PDRB pada tahun t (dalam rupiah/tahun)
X3t = jumlah angkatan kerja pada tahun t (dalam jiwa/tahun)
X4t = jumlah investasi pada tahun t (dalam rupiah/tahun)
εt = error variabel
Hasil penelitian ini selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik dan uji statistik. Uji asumsi
klasik meliputi Normalitas Sebaran, Uji Multikolinearitas dan Uji Autokorelasi.
Pengujian distribusi normal yang digunakan adalah normal probability plot. Deteksi
normalitas dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dikatakan
normal jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Sebaliknya, jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 1999). Uji statistik
yang digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S).
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel bebas
mempunyai korelasi atau hubungan dengan variabe bebas lainnya, dengan kata lain satu atau
lebih variabel bebasnya merupakan suatu fungsi linear dari variabel bebas lain. Untuk
mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dilakukan pengujian dengan melihat VIF
(Variance Inflation Factory).
Autokorelsi adalah korelasi (hubungan) yang terjadi diantara anggota-anggota dari
serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (seperti pada data runtun
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
9
waktu atau time series data) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (seperti pada data
silang waktu cross sectional data). Sesuai dengan asumsi klasik yang mengatakan bahwa
tidak ada autokorelasi (nir-autocorrelation) atau secara simbolis yaitu: E (Ui Ui) = 0 dimana i
j.
Uji Heterokedastisitas, menggunakan white corrected dengan metode GLS (Yaffe,
2004), Widarjo, 2005). Pengujian ini menggunakan uji Glejser yang dilakukan dengan 2 (dua)
tahap sebagai berikut:
1. Mendapatkan regresi atas model tanpa memperbaiki gejala heterokedastisitas dan
hasil ini diperoleh nilai residual (ei).
2. Membuat regresi dengan menganggap nilai residual sebagai variabel terikat dengan
rumus sebagai berikut :
dimana :
|ei| = absolut fungsi dari variabel bebas Xi
Vi = kesalahan pengganggu
A = konstanta
B = koefisien regresi
Xi = variabel bebas
Uji statistik meliputi F-tes dan t-tes. Untuk menguji secara bersama-sama koefisien
regresi variabel PDRB perkapita, pertumbuhan dan rasio antara sektor pertanian dengan
sektor industri. Apakah mempunyai pengaruh nyata atau tidak terhadap kapasitas fiskal di
Propinsi Jawa Timur. Menurut Gujarati (2000:120), rumus uji F sebagai berikut:
F =kNR1
1kR2
2
Dimana:
R2
= Koefisien determinasi
k = Jumlah variabel
N = Jumlah sampel
Untuk menguji secara individual variabel bebas PDRB perkapita, Pertumbuhan, dan
rasio antara sektor pertanian dengan sektor industri terhadap variabel terikat Kapasitas Fiskal
(Gujarati, 2000:140):
Dimana:
ib = Koefisien regresi
Se ib = Standart error deviasi
Untuk mengukur proporsi kontribusi variasi variabel bebas PDRB perkapita ,
Pertumbuhan dan rasio antara sektor pertanian dengan sektor industri terhadap varibel terikat
kapasitas fiskal (Gujarati, 2000:139).
|ei| = A + B ln Xi + Vi
ie
i
bS
b t
Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember
10
R2=
TSS
ESS
R2 =
2
i
kiik2ii21ii1
y
xyβ.........xyβxyβ
Dimana:
R2
= Koefisien determinasi
ESS = Jumlah kuadrat yang dijelaskan
RSS = Jumlah kuadrat total (ESS+RSS)
RSS = Jumlah kuadrat residual
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Regresi
Berdasarkan hasil analisis regresi linear Upah Minimum (X1), PDRB (X2),
Angkatan Kerja (X3), dan Investasi (X4) terhadap Kesempatan Kerja (Y) dengan
menggunakan SPSS vs. 14 memperlihatkan hasil ditunjukkan tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Regresi Upah Minimum, PDRB, Angkatan Kerja, dan Investasi
terhadap Kesempatan Kerja
Variabel Unstandardized
Coefficients Beta
Standardized
Coefficients Beta t Sig.
(Constant) 410.008,510 23.746,420 17,266 0,000
X1 -0,163 0,103 -1,582 0,127
X2 0,007 0,004 1,738 0,096
X3 0,563 0,028 20,060 0,000
X4 0,258 0,050 5,201 0.000
DW 2,170
F-hitung 873,016
R-Square 0,992
Sumber: data sekunder diolah, 2009.
Dari tabel 1, maka dapat dituliskan persamaan regresi linier antara Upah Minimum
(X1), PDRB (X2), Angkatan Kerja (X3), dan Investasi (X4) terhadap Kesempatan Kerja (Y),
sebagai berikut:
Y = 410.008,51 - 0,163 X1 + 0,007 X2 + 0,563 X3 + 0,258 X4
Model tersebut dapat diterima yang didasarkan pada uji F, didapat bahwa F_hitung
lebih besar dari F_tabel, artinya model tersebut cukup representatif untuk digunakan analisis.
Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa nilai F_hitung sebesar 873,016 dengan nilai
signifikasi 0,000. Variasi keempat variabel independen tersebut mempengaruhi variabel
dependen sebesar 99,20 persen (yang terlihat dari nilai Adjusted R2), artinya 99,20 persen
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
11
variabel kesempatan kerja dipengaruhi oleh variabel upah minimum, PDRB, angkatan kerja,
dan investasi.
Regresi yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah dengan menggunaan
regresi linier berganda, dimana kaidah-kaidah asumsi klasik harus dipatuhi. Berdasarkan hasil
perhitungan Durbin-Watson sebesar 2,170 (dimana nilai tersebut terletak pada daerah
penolakan adanya autokorelasi), menyatakan bahwa tidak terdapat autokorelasi.
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri dari uji multikolinieritas, uji auto korelasi
dan uji heteroskedastisitas. Keseluruhan uji asumsi klasik diproses dengan menggunakan
program SPSS versi 14 for Windows.
a. Normalitas, uji normalitas yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov, dengan menguji normalitas residual. Hasil analisis menunjukkan
bahwa besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,729 dan signifikan pada 0,663
(lampiran 4), yang berarti H0 diterima yang berarti data residual terdistribusi normal.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel-variabel analisis yang digunakan terdistribusi
secara normal, (asumsi normalitas terpenuhi).
b. Multikolinearitasi, adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel bebas
mempunyai korelasi hubungan dengan variabe bebas lainnya. Untuk mendeteksi ada
tidaknya multikolinearitas dilakukan pengujian dengan melihat VIF (Variance Inflation
Factory), dimana nilai VIF lebih besar dari 10 maka variabel tersebut mempunyai
persoalan multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas dengan melihat nilai VIF, pada
persamaan tersebut menghasilkan nilai VIF sebesar untuk variabel X1 sebesar 1,824 pada
toleran 0,571, variabel X2 sebesar 2,053 pada toleran 0,489, X3 sebesar 6,971 pada
toleran 0,143, dan X4 sebesar 2,801 pada toleran 0,357. Selain mendeteksi
multikolinearitas dengan menggunakan nilai VIF, juga dapat dilihat dari koefisien
korelasi antar variable independent (bebas). Hasil analisis tersebut memperlihatkan,
koefisien korelasi X1 X2 sebesar -0,405, koefisien X1 X3 sebesar -0,162, koefisien
korelasi X1 X4 sebesar 0,135, koefisien korelasi X2 X3 sebesar -0,104, koefisien korelasi
X2 X4 sebesar -0,344, dan koefisien kolerasi X3 X4 sebesar 0,522, atau semua koefisien
kolerasi antar variable bebas dibawah 95 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak
terdapat multikolinearitas.
c. Heteroskedastisitas, untuk mengetahui kesalahan pengganggu mempunyai varian yang
sama atau tidak. Pengujian ini menggunakan uji glejser yang dilakukan dengan
meregresikan nilai absolute residual terhadap variable independen. Jika variable
independent signifikan secara statistic mempengaruhi variable dependen, maka ada
indikasi terjadi heteroskedastisitas. Hasil analisis memperlihatkan semua variabel
independen tidak signifikan mempengaruhi variable dependen nilai absolute residual. Jadi
dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas,
ditunjukkan tabel 2..
Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember
12
Tabel 2. Hasil Analisis Regresi Upah Minimum (X1), PDRB (X2), Angkatan Kerja
(X3), dan Investasi (X4) terhadap Absolut Residual (Absres)
Variabel Unstandardized
Coefficients Beta t Sig.
(Constant) -9196,913 -0,688 0,498
X1 -0,150 -1,181 0,246
X2 0,005 0,263 0,681
X3 0,017 1,045 0,307
Y -0,006 -0,222 0.826
F-hitung 0,137
R-Square 0,053
Sumber: data sekunder diolah, 2009
d. Autokorelasi, untuk mengetahui terjadi atau tidaknya korelasi antara anggota serangkaian
data observasi yang diurutkan menurut urutan waktu atau ruang. Salah satu cara untuk
mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat diketahui dengan uji statistik Durbin
Watson. Hasil analisis diperoleh nilai DW sebesar 2,170, dimana nilai tabel DW dengan
menggunakan nilai signifikasi 5% dengan jumlah sampel 28, untuk k = 4 nilai tabel DW
adalah dl = 1,10 dan du = 1,75. Oleh karena nilai DW 2,170 pada regresi tersebut lebih
besar dari batas atas (du) 1,75 dan kurang dari 4 – 1,75 (4 – du), maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif (atau menerima H0).
3. Uji t (Parsial)
Penguji taraf signifikansi dari hipotesis-hipotesis yang telah ditetapkan, maka
penelitian ini menggunakan uji t pada = 0,05 sebagai taraf signifikansi dari pengaruh
langsung variabel–variabel bebas terhadap variabel tergantungnya. Hasil analisis diperoleh,
sebagai berikut;
a) Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa hipotesis pertama diterima, artinya
bahwa variabel upah minimum tidak berpengaruh terhadap variabel kesempatan kerja.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai t-hitung sebesar -1,582 atau lebih kecil dari t-tabel
(pada α = 5 persen nilai t-tabel sebesar 1.701).
b) Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa hipotesis pertama ditolak, artinya bahwa
variabel PDRB berpengaruh positif terhadap variabel kesempatan kerja. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai t-hitung sebesar 1,738 atau lebih besar dari t-tabel (pada α = 5
persen nilai t-tabel sebesar 1.701).
c) Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa hipotesis pertama ditolak, artinya bahwa
variabel angkatan kerja berpengaruh positif terhadap variabel kesempatan kerja. Hal
tersebut dapat dilihat dari nilai t-hitung sebesar 20,060 atau lebih besar dari t-tabel (pada α
= 5 persen nilai t-tabel sebesar 1,701).
d) Berdasarkan hasil analisis menyatakan bahwa hipotesis pertama ditolak, artinya bahwa
variabel investasi berpengaruh positif terhadap variabel kesempatan kerja. Hal tersebut
dapat dilihat dari nilai t-hitung sebesar 5,201 atau lebih besar dari t-tabel (pada α = 5
persen nilai t-tabel sebesar 1,701).
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
13
4. Pembahasan Hasil Penelitian
Dalam teori ekonomi upah diartikan sebagai pembayaran atas jasa-jasa fisik maupun
mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha. Dengan demikian dalam
teori ekonomi tidak dibedakan antara pembayaran atas pekerja tetap dan profesional dengan
pembayaran atas jasa-jasa pekerja kasar dan tidak tetap. Di dalam teori ekonomi kedua jenis
pembayaran pekerja tersebut dinamakan upah (Sukirno, 1999).
Begitu pula dalam dunia usaha, pengupahan merupakan hal yang sewajarnya sebagai
bentuk kompensasi atas kontribusi yang diberikan pekerja atau buruh kepada perusahaan. Jadi
ketika perusahaan merekrut pekerja atau buruh yang diharapkan adalah pekerja/buruh dapat
menjalankan serangkaian pekerjaannya untuk menghasilkan barang atau jasa yang
mendukung kegiatan usaha sehingga menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan
yang didapat tersebut salah satunya digunakan perusahaan untuk memberikan kompensasi
berupa upah kepada pekerja/buruh. (Nugroho, 2005).
Kebijakan Upah Minimum yang pertama diperkenalkan di Indonesia pada awal 1970
sampai akhir tahun 1980 kebijakan sudah diperkuat dan sebagian besar tidak efektif (Rama,
1996). Selama periode ini, dalam praktek pemerintah tidak campur tangan dalam penentuan
upah. Diawal tahun 1990an konsep pasar tenaga kerja berubah, ada dua hal yang dianggap
penting, yaitu : berdirinya beberapa Serikat Buruh Independent pada saat pemerintah berusaha
membubarkannya dan menyatakan Serikat Buruh tersebut ilegal dan kedua, pemerintah mulai
menyelenggarakan implementasi Peraturan Upah Minimum Regional (Suryahadi, 2001).
Pemerintah Indonesia merubah mekanisme dalam menetapkan Upah Minimum dalam
periode (1989-1990). Sasaran Pemerintah dalam menetapkan upah Minimum didasarkan atas
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), Indek Harga Konsumen, Kondisi Pasar Kerja,
Kemampuan Perusahaan, Produktifitas Tenaga Kerja, Upah yang berlaku didaerah sekitar.
Adams (1987) menyebutkan bahwa kebijakan upah minimum diharapkan untuk
mencegah eksploitasi para pekerja yang memiliki bargaining power yang rendah. Senada
dengan Adams, Rachman (2005) menyebutkan tujuan diterapkannya upah minimum, dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu : pertama tujuan mikro; sebagai jaring pengaman agar upah
tidak merosot, mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan, dan
meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah, kedua tujuan makro;
pemerataan, peningkatan daya beli dan perluasan kesempatan kerja, perubahan struktur biaya
industri secara sektoral, peningkatan produktifitas kerja nasional, peningkatan ethos dan
disiplin kerja, dan memperlancar komunikasi pekerja-pengusaha dalam rangka hubungan
bipartite.
Jadi inti dari kebijakan upah minimum merupakan suatu bentuk kebijakan pemerintah
dalam bidang social yang ditujukan untuk melindungi pekerja yang tidak memiliki kekuatan
jual, dan upahnya jauh dari upah Ekuilibrium tanpa mengurangi esensinya.
Tjiptoherijanto (2004) memaparkan dewasa ini paling tidak ada 5 (lima) faktor utama
yang diperhitungkan pemerintah dalam menetapkan tingkat upah minimum, yaitu; kebutuhan
hidup minimum (KHM), indeks harga konsumen (IHK) atau tingkat inflasi, perluasan
kesempatan kerja, upah pada umumnya yang berlaku secara regional, dan tingkat
perkembangan perekonomian daerah setempat.
Dari sudut kebutuhan hidup pekerja, terdapat 2 (dua) komponen yang menentukan
tingkat upah minimum, yaitu: kebutuhan hidup minimum (KHM) dan laju inflasi, Berbagai
bahan yang ada dalam komponen KHM dinilai dengan harga yang berlaku, sehingga
menghasilkan tingkat upah. Oleh karena harga sangat bervariasi antar daerah serta adanya
Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember
14
situasi-situasi local yang tidak mungkin berlaku secara nasional, maka tingkat upah minimum
tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah atau lebih sering disebut dengan
Upah Minimum Propinsi (UMP) (Tjiptoherijanto (2004).
Kontroversi tentang upah minimum bukanlah isu baru. Perbedan pendapat ini dapat
dilihat dari perselisihan antar kelompok serikat pekerja yang menghendaki kenaikan upah
minimum yang signifikan, sementara kelompok pengusaha melihat bahwa tuntutan ini
bertentangan dan tidak kompatibel dengan upaya pemerintah mendorong pemulihan ekonomi
dan penciptaan lapangan kerja.
Bagi para ekonom, masalah ini sering mengundang perdebatan baik dalam aplikasi
Negara maju maupun berkembang. Satu kelompok ekonom melihat upah minimum akan
menghambat penciptaan lapangan kerja dan menambah persoalan pemulihan ekonomi.
Sementara kelompok lain dengan bukti empirik menujukkan, penetapan upah minimum tidak
selalu identik dengan pengurangan kesempatan kerja, bahkan akan mampu mendorong
pemulihan ekonomi (Sumarsono, 2003).
Munculnya ketetapan Upah Minimum akan mendorong terjadinya distorsi dalam pasar
tenaga kerja. Artinya dengan ketentuan upah minimum, maka buruh mempunyai kekuatan
monopoli yang cenderung melindungi buruh yang telah bekerja dalam industri itu. Kekuatan
Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang cenderung memaksimumkan pendapatan, dari buruh yang
ada akan mendiskriminasi pendatang baru dalam pasar tenaga kerja. Pandangan serupa valid
dalam kondisi dimana perusahaan tidak mempunyai kekuatan monopsonik untuk menekan
buruh. Jika ada monopsoni dalam pasar tenaga kerja, maka pengaruh ketetapan upah
minimum dapat mendorong peningkatan kesempatan kerja (Sumarsono, 2003).
Hasil analisis memperlihatkan bahwa upah tidak mempengaruhi secara signifikan
terhadap kesempatan kerja. Hal ini menjelaskan bagi kita bahwa tinggi rendahnya upah tidak
mempengaruhi kesempatan kerja. Hasil penelitian ini mendukung dari hasil penelitian Islam
dan Nazara (2000), yang menentang hasil penelitian Rama (1996) mereka berpendapat
bahwa kebijakan upah minimum di Indonesia tidak mengurangi prospek penyerapan tenaga
kerja.
Hasil-hasil penelitian bertentangan dengan hasil penelitian ini, antara lain Miller
Meiners (1993) dan Mankiw (2000), yang menyebutkan bahwa upah minimum akan
mengurangi kesempatan kerja. Juga penelitian dari Bell (1997), yang menyatakan bahwa
dampak upah minimum menyebabkan disemployment effect di Colombia dan dampak
terbesarnya pada pekerja low skill. Demikian pula dengan Suryadi (2001), yang menunjukkan
bahwa kenaikan upah minimum berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di
sektor formal perkotaan, dengan perkecualian bagi pekerja kantoran.
Beberapa alasan yang menyebabkan upah minimum tidak mempengaruhi kesempatan
kerja khususnya di Kabupaten Jember, antara lain:
1) Karakteristik jenis mata pencaharian, dimana sebagai besar masyarakat Kabupaten Jember
hidup dari sektor pertanian dan perkebunan. Umumnya buruh pertanian dan perkebunan
tidak memiliki jaminan upah standar minimum.
2) Karakteristik sumberdaya manusia, dimana tenaga kerja sektor pertanian dan perkebunan
umumnya berpendidikan rendah. Dengan demikian sektor pertanian dan perkebunan
merupakan sektor yang paling mudah menyerap tenaga kerja.
3) Terkait dengan sektor pertanian dan perkebunan, kegiatan/pekerjaan pada sektor tersebut
tidak dapat dengan mudahnya atau tidak dapat digantikan dengan mesin (intensif modal).
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
15
Kesempatan Kerja yang dapat diciptakan oleh suatu perekonomian tergantung oleh
pertumbuhan dan daya serap masing-masing sektor. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi daya serap tenaga kerja antara lain :
1) Kemungkinan subtitusi tenaga kerja dengan faktor produksi yang lain.
2) Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan.
3) Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi.
4) Elastisitas persediaan faktor produksi pelengkap lainnya.
Kesempatan kerja dalam masyarakat adalah tidak sama. Untuk analisis tenaga kerja,
besarnya kesempatan kerja dipecah-pecah menurut kebutuhan, salah satunya dipecah menurut
lapangan usaha ekonomi. Fisher (1933) dan Clark (1957) dalam Komalig (1987) yang dikenal
dengan clark fisher hypotesis menyatakan dinamika struktur kesempatan kerja menunjukkan
bahwa kemajuan ekonomi suatu masyarakat, jumlah angkatan kerja sektor primer cenderung
lebih menurun dibanding dengan sektor sekunder yang selanjutnya sektor sekunder lebih
menurun daripada sektor tersier.
Hasil analisis menunjukkan produk domestik regional bruto (PDRB) berpengaruhi
positif secara signifikan terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember tahun 1980 s./d.
2007. PDRB merupakan cerminan dari pertumbuhan ekonomi (penambahan output yang
dihasilkan), apabila PDRB meningkat maka jumlah kesempatan kerja akan semakin besar.
Sukirno (2000), dalam menerangkan penentuan tingkat kesempatan kerja dapat
diterangkan melalui tiga hal yaitu: pertama permintaan tenaga kerja; kedua penawaran tenaga
kerja; dan ketiga pasar tenaga kerja. Payaman (1998) menyebutkan bagi suatu perusahaan
dalam memutuskan untuk menambah ataupun mengurangi jumlah tenaga kerja, harus
memperkirakan: pertama, perusahaan memperkirakan hasil (output) yang akan di peroleh
perusahaan sehubungan dengan penambahan seorang pekerja. Tambahan hasil tersebut
dinamakan tambahan hasil marginal dari pekerja atau marginal physical product of labor
(MPPl). Kedua, perusahaan memperhitungkan penambahan pendapatan yang dinamakan
penerimaan marginal atau marginal revenue yang akan diperoleh perusahaan.
Nicholson menggunakan model kepuasan maksimum untuk mempelajari keputusan
penawaran tenaga kerja individual. Dengan waktu yang tetap seseorang harus membuat
pilihan berapa waktu yang akan mereka gunakan. Ia harus memutuskan berapa jam yang akan
ia gunakan untuk bekerja, berapa jam untuk kegiatan lainnya. Diasumsikan hanya terdapat
dua penggunaan waktu untuk setiap orang, apakah terlibat dalam bekerja dengan tingkat upah
sebesar w per jam atau tidak bekerja.
Hasil analisis menunjukkan angkatan kerja berpengaruhi positif secara signifikan
terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember tahun 1980 s./d. 2007. Artinya peningkatan
angkatan kerja dapat tertampung pada kesempatan kerja yang ada. Teori pertumbuhan
ekonomi Neo Klasik dikembangkan oleh Robert Solow dan Trevor Swan sejak tahun 1950-
an. Teori ini berkembang berdasarkan analisis-analisis mengenai pertumbuhan ekonomi
menurut pandangan ekonomi klasik. Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi tergantung
kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal) dan tingkat
kemajuan teknologi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Solow (Arsyad, 1997)
menyebutkan bahwa peran kemajuan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi sangat tinggi.
Pandangan teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa perekonomian akan tetap mengalami
tingkat pengerjaaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap
sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Ini berarti bahwa sampai di mana perekonomian
Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember
16
akan berkembang tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi modal dan kemajuan
teknologi.
Menurut teori Neo Klasik, rasio Modal-output (COR) bisa berubah. Untuk
menciptakan sejumlah output tertentu, bisa digunakan jumlah modal yang berbeda-beda
dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan yang dibutuhkan.
Jika lebih banyak modal yang digunakan, maka tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit.
Sebaliknya jika modal yang digunakan lebih sedikit maka lebih banyak tenaga kerja yang
digunakan. Dengan adanya fleksibilitas ini suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang
tidak terbatas dalam menentukan kombinasi modal dan tenaga kerja yang akan digunakan
untuk menghasilkan tingkat output tertentu.
Hasil analisis menunjukkan investasi berpengaruhi positif secara signifikan terhadap
kesempatan kerja di Kabupaten Jember tahun 1980 s./d. 2007. Artinya investasi berpeluang
menciptakan kesempatan kerja, dengan demikian pengembangan Kabupaten Jember kearah
peningkatan investasi sebagai jalan keluar mengurangi pengangguran.
IV. KESIMPULAN
Penelitian in bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variable umpah
minimum, PDRB, angkatan kerja, dan investasi terhadap kesempatan kerja di Kabupaten
Jember tahun 1980 s./d. 2007 baik secara simultan maupun parsial. Berdasarkan analisis yang
telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Upah minimum tidak berpengaruhi secara signifikan terhadap kesempatan kerja di
Kabupaten Jember tahun 1980 s./d. 2007. Hal ini terkait dengan karakteristik jenis
pekerjaan yang dominan, dimana Kabupaten Jember merupakan kabupaten dengan basis
pertanian. Beberapa Beberapa alasan yang menyebabkan upah minimum tidak
mempengaruhi kesempatan kerja khususnya di Kabupaten Jember, antara lain:
karakteristik jenis mata pencaharian, dimana sebagai besar masyarakat Kabupaten Jember
hidup dari sektor pertanian dan perkebunan. Umumnya buruh pertanian dan perkebunan
tidak memiliki jaminan upah standar minimum, karakteristik sumberdaya manusia,
dimana tenaga kerja sektor pertanian dan perkebunan umumnya berpendidikan rendah.
Dengan demikian sektor pertanian dan perkebunan merupakan sektor yang paling mudah
menyerap tenaga kerja, dan terkait dengan sektor pertanian dan perkebunan,
kegiatan/pekerjaan pada sektor tersebut tidak dapat dengan mudahnya atau tidak dapat
digantikan dengan mesin (intensif modal).
2. Produk domestik regional bruto (PDRB) berpengaruhi positif secara signifikan terhadap
kesempatan kerja di Kabupaten Jember tahun 1980 s./d. 2007. PDRB merupakan
cerminan dari pertumbuhan ekonomi (penambahan output yang dihasilkan), apabila
PDRB meningkat maka jumlah kesempatan kerja akan semakin besar.
3. Angkatan kerja berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan kerja di
Kabupaten Jember tahun 1980 s./d. 2007. Artinya peningkatan angkatan kerja dapat
tertampung pada kesempatan kerja yang ada.
4. Investasi berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan kerja di Kabupaten
Jember tahun 1980 s./d. 2007. Artinya investasi berpeluang menciptakan kesempatan
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
17
kerja, dengan demikian pengembangan Kabupaten Jember kearah peningkatan investasi
sebagai jalan keluar mengurangi pengangguran.
5. Dari keempat faktor (upah minimum, PDRB, angkatan kerja, dan investasi), yang paling
besar mempengaruhi kesempatan kerja adalah angkatan kerja yang merupakan
pencerminan dari penawaran tenaga kerja.
Saran yang disampaikan sebagai impliaksi kebijakan sebagai berikut: kebijakan
menetapkan upah minimum harusnya tidak hanya mempertimbangkan faktor ekonomi, juga
mempertimbangkan faktor sosial, budaya, keamanan dan lingkungan. Dalam peningkatan
kesempatan kerja, faktor yang paling penting adalah peningkatan investasi. Untuk itu
pemerintah hendaknya membuka lebar-lebar dengan menciptakan iklim investasi yang
kondusif, sehingga semakin kedepan akan makin meningkat. Dengan kebijakan kemudahan
dalam perijinan usaha, dukungan infrastruktur yang memadai, peraturan-peraturan yang
mendukung penciptaan lapangan kerja, dan promosi potensi dan nilai tambah daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1998, Laporan Bank Indonesia
Adam, G., 1987. Increasing Minimum wage: The Macro Economic Impacts. Economic Policy
Institute.
Arsyad, Lincolin, 1997. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPSTIE YKPN.
Arsyad, Lincolin, 1999, Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi (BPFE). Yogyakarta
Asian Development Bank, 2005. Jalan Menuju Pemilihan Memperbaiki Iklim Investasi di
Indonesia. Economics And Research Department Development Indicators And
Policy Research Division. P. 1-16.
Setiaji, Bambang. 2003. Menciptakan Iklim Investasi Kondusif di Daerah. Makalah Seminar.
Surakarta. 22 Februari 2003.
Bell, A. Linda.1997. The Impact of Minimum Wages in Mexico and Columbia. Journal Of
Labour Economis. Vol 15, No.3, Part 2; Labor Market Flexsibility in Developing
Countries, S102-S135.
Boediono, 1999. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro, Edisi 4. BPFE
Yogyakarta, yogyakarta.
Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember
18
Card dan Kruenger. 1994. Minimum Wage and Employment: A Case Study of The Fast Food
Industry in New Jersey and Pennsytvania. The American Economics Review. Vol
84, No. 4, (sep., 1994) p 772-793.
Card dan Krueger, 1995. Time Serries Minimum Wage Studies: A Meta Analysis, American
Economics Review 85, 238-243.
Carneiro, G. Francisco. 2002. The Impact of Minimum Wage Chaming on Employment and
Wage in Brazil. Disampaikan Pada Kongres Asosiasi Studi Brazilia IV (BRASA).
Atlanta, Georgia USA. April 4-6, 2002.
Clark, E. K., 1957, The Effect of Minimum Wage n Employment and Unemployment, Journal
of Economics Literature, June 1857.
Eri Cahyadi, 2002, Peningkatan Iklim Investasi Daerah. Makalah Seminar. Surabaya. 12
April 2002.
Faisal, Basri, 1992, Metode-metode Kuantitatif dalam Ekonomi Internasional. Jakarta: PAU-
EK-UI, Jakarta.
Freeman, 1996. The Minimum Wage as Redistributive Tool, Economic Juenal 106, 639-649
Gujarati, Damodar, 2004. Ekonometrika Dasar, Terjemahan Sumarno Zaon. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Gujarati, D. 2000. Basic Econometrics, Fourth Edition. Mc Graw Hill International Edition,
New York.
Hendrani, 2002. Good Govermance in Minimum Wage Setting in The Era Of Regional
Authonomy. Semeru.
Islam Dan Nazara, 2000. Minimum Wage and The Welfare of Indonesia Workers.
International Labor Organization. Jakarta. Juni 2000.
Jinghan, M.L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Manning, Chris. 2002. Minimum Wages: Social Policy Versus Economic, Policy, Nuning
Ahmadi (ed), Smeru News: No.1 Januari-Maret 2000. p. 1-4.
Mankiw, Gregory, 2000. Prinsiple of Economics. Hrismunadar (Penerjemah) Dan
Yatisumihsrti (Editor). 2000. Pengantar Ekonomi jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Miller dan Meiners, 1993, Intermediate Microeconomics Theory, Issue, Applications.
McGraw Hill. Inc. Munandar Haris (Penerjemah) Teori Ekonomi Mikro
Intermediate. Edisi Ketiga. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Jurnal Perencanaan Wilayahdan Pembangunan , Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009
19
Monjay, K.L., 1983, Policy Minimum Wages: Social Policy Versus Economi, Economics
Juornal. No.1 Maret 1983 p. 12-44.
Nicholson, Walter, 2002, Intermediate Mikroeconomics and Its Applicatian, Eight Edition.
Harcourt College Publisher. Bayu Mahendra dan Abdul Aziz (penerjemah).
Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. PT Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Nophirin, 1996, Ekonomi Moneter, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE), Yogyakarta.
Nugroho, A. B., 2005, Pengupahan dan Produktivitas, Jakarta.
Lewis, Arthur W, 1959, Perencanaan Pembangunan: Dasar-dasar kebijaksanaan Ekonomi,
Rineka Cipta, Jakarta.
Lipsey, 1995. Economics 10th ed. Happer7Row. Jakawasana (Penerjemah) Pengantar Mikro
Ekonomi Edisi Kesepuluh Jilid 1 Binarupa Aksara. Jakarta.
Pracoyo, K. T. dan Pracoyo, A., 2004, Aspek Dasar Ekonomi Makro Indonesia, PT Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Rachman, H. 2005, Kebijakan Penetapan UMP di Jakarta sebagai Sarana Terciptanya
Stabilitas dalam Hubungan Industrial sesuai Kemampuan Perusahaan di Wilayah
Propinsi DKI Jakarta. Disampaikan pada Seminar Sehari Ketenagakerjaan,
“Pengaruh Pengupahan sebagai Langkah Strategi Stabilitas dalam Hubungan
Industrial”, April 7, 2005.
Rama, Martin, 1996, The Cosequences of Doubling The Minimum Wage: The Case of
Indonesia, World Bank Policy Research Working Paper No. 1643. World Bank,
Washington D.C.
Rifa’i, A., 2003, Peran Pengusaha dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam Kegiatan
Perekonomian di Indonesia. Makalah Seminar Nasional ISEI. Manado. 9-12
Februari 2003.
Ritonga, J. Tafbu, 2005, Mencermati Dilema Upah Minimum, WASPADA Online.
Santoso, Singgih. 1999. Mengolah Data Statistik Secara Profesional Versi 10. PT. Elex
Media Kompetindo. Jakarta.
Shaafsma dan Watsh, 1983, Employment and Labour Supply Effect of Minimum Wage: Some
Pooled Time Serries Estimates from Canadian Provincial Data. The Canadian
Journal of Economics, Vol 16 No. 1 (Feb. 1983) pp 86-87.
Setiadi, Dawan, 2002, Ekonomi Sumberdaya Manusia, Edisi 2001, PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Turminijati Budi U, Faktor Yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja Di Kabupaten Jember
20
Simanjuntak, Payaman, 1998, Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, Edisi 2001,
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta.
Singarimbun dan Sofian Efendi, 1983, Metode Penelitian Survei. Edisi Revisi. Lembaga
Penelitian. Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.
Soekirno, Sadono. 1999. Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Cetakan ke 11. PT Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
___________. 2000. Makro Ekonomi Modern Perkembangan Pemikiran dari Klasik hingga
Keynesian Baru, Cetakan ke 2. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Squaire, W., 1979, Labour Supply Effect of Minimum Wage. The American Journal of
Economics, Vol 16 No. 1 (Mar. 1979) pp 46-67.
Sumantoro, 1983, Peranan Pengusaha dalam Kegiatan Perekonomian di Indonesia. Makalah
Seminar Nasional IMEPI. Pontianak. 9-12 Februari 1983.
Sumarsono, Sonny, 2003, Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan,
Graha Ilmu. Yogyakarta.
Suparmoko, M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Suatu Pendekatan
Teoritis. Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE.
Suryahadi, A., 2001, Wage and Employment Effect of Minimum Wage Policy in The
Indonesian Urban Labor Market, Smeru Reseach Institute, October 2001, p. 1-
75.
Tjiptoherijanto, Prijono, 2004, Upah, Jaminan Sosial dan Perlindungan Anak, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Todaro, M., 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta.
Widarti, Diah, 1984, Hubungan Antara Sektor Service dan Sektor Informal di Kota, Dalam
Zainal Bakir dan Chris Manning (Editor) Angkatan Kerja di Indonesia
Partisipasi Kesempatan dan Pengangguran. PT Rajawali, Jakarta.
Widarjo, 2004, Kebijakan Pasar Kerja untuk Memperluas Kesempatan Kerja, Disampaikan
pada Kongres VI Statistika Indonesia, Jakarja 22 September 2004.
__________, 2005, Pentingnya Upah Minimum, Warta Ketenagakerjaan Tahun 2 No. 2 2005.
Wirakarta, K. 2003, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju, Bandung.
Yaffe, Robert, 2004, A Primer for Panel Data Analisis, New York University.