pengaruh tipe bentuk serat baja terhadap sifat fisik …

7
*Corresponding author: [email protected] 29 DOI: https://doi.org/10.35139/cantilever.v8i1.71 Volume: 8 | Nomor: 1 | April 2019 | ISSN: 1907-4247 (Print) | ISSN: 2477-4863 (Online) | Website: http://cantilever.unsri.ac.id PENGARUH TIPE BENTUK SERAT BAJA TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK BETON BERSERAT BAJA MEMADAT SENDIRI 1) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (Jl. Pattimura 20, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Indonesia) e-mail: [email protected] Abstract The weaknesses of the concrete material are weak to the tensile strength and brittle. The solution to overcome this weakness is by adding fibers like steel fiber. The use of steel fibers has constraints in workability. So as to facilitate work in the field, it was developed to become self-compacting concrete (SCC). SCC which uses additional steel fibers is known as steel fibers reinforced self-compacting concrete (SFRSCC). The development of steel fiber shapes from beginning to the present has produced many types of shapes, including of straight, crimped, and hooked. Based on the various shapes of steel fiber, further development of SFRSCC technology needs to be carried out. This paper analyzed the influence of steel fiber types consisting of the three types of shapes on the physical and mechanical properties of SFRSCC. The methodology in this paper is to use literature review and experimental methods. The results of the analysis show that all types of steel fibers result in a decrease in workability. The biggest decrease is using hooked type steel fibers, and the smallest uses straight type. The results of the mechanical properties analysis showed the opposite, the largest increase in mechanical properties was obtained using hooked type, and straight type. For optimum physical and mechanical properties, crimped type is recommended as a type of steel fiber in the SFRSCC. Key Words: steel fiber reinforced self-compacting concrete, steel fiber, physical and mechanical properties 1. PENDAHULUAN Pembangunan infrastruktur Indonesia sedang berada dalam perkembangan yang sangat signifikan, salah satu infrastruktur tersebut adalah jalan dan jembatan. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan tidak terlepas dari teknologi bahan material penyusun infrastruktur tersebut. Material yang paling dominan digunakan terutama untuk infrastruktur jembatan adalah material beton. Perkembangan teknologi beton mengalami kemajuan yang pesat seiring perkembangan teknologi konstruksi dan kebutuhan material konstruksi. Teknologi beton yang mulai banyak dikembangkan salah satunya adalah teknologi beton memadat sendiri atau lebih dikenal SCC (Self- Compacting Concrete). SCC adalah teknologi beton dengan kemampuan untuk memadatkan bentuknya sendiri dalam proses pengecoran tanpa bantuan alat penggetar seperti pada beton umumnya. SCC digunakan untuk menghemat waktu dan jumlah tenaga kerja dalam pengerjaan beton. Teknologi SCC pertama kali dikembangkan di Jepang tahun 1986 oleh Okamura & Kazumasa dari Universitas Tokyo untuk mengatasi permasalahan durabiltas beton dan meningkatnya permintaan pekerja terampil untuk pengerjaan beton (Okamura & Ozawa, 1995). Beton adalah material yang mempunyai keunggulan dalam kuat tekan namun lemah dalam kuat tarik, hal ini menjadikan beton termasuk material yang getas (brittle). Karakteristik SCC yang dapat melakukan mekanisme pemadatan sendiri menjadikan beton sangat padat sehingga meningkatkan kuat tekan beton, namun semakin padat beton maka beton akan semakin brittle. Untuk meningkatkan elastisitas beton maka perlu penambahan serat pada beton. Beton serat menjadi inovasi untuk mengatasi kelemahan dari material beton. Serat beton pada umumnya terdiri dari serat buatan dan alami. Serat buatan yang sering digunakan adalah serat baja (steel fiber). Penggunaan serat baja dapat mengurangi workability beton segar, sehingga untuk kemudahan pekerjaan di lapangan digunakanlah SCC. Inovasi penggunaan serat baja dalam SCC disebut dengan beton berserat baja memadat sendiri atau lebih dikenal dengan SFRSCC (Steel Fiber Reinforced Self-Compacting Concrete). SFRSCC merupakan gabungan dari dua inovasi beton yang memiliki keunggulan workability dari SCC dan peningkatan sifak mekanik dari penambahan serat baja. SFRSCC merupakan inovasi beton yang mengombinasikan teknologi steel fiber reinforced concrete (SFRC) dan self-compacting

Upload: others

Post on 02-Apr-2022

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

*Corresponding author: [email protected] 29 DOI: https://doi.org/10.35139/cantilever.v8i1.71

Volume: 8 | Nomor: 1 | April 2019 | ISSN: 1907-4247 (Print) | ISSN: 2477-4863 (Online) | Website: http://cantilever.unsri.ac.id

PENGARUH TIPE BENTUK SERAT BAJA TERHADAP SIFAT FISIK

DAN MEKANIK BETON BERSERAT BAJA MEMADAT SENDIRI

1) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (Jl. Pattimura 20, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Indonesia)

e-mail: [email protected]

Abstract

The weaknesses of the concrete material are weak to the tensile strength and brittle. The solution to overcome this

weakness is by adding fibers like steel fiber. The use of steel fibers has constraints in workability. So as to facilitate

work in the field, it was developed to become self-compacting concrete (SCC). SCC which uses additional steel fibers is

known as steel fibers reinforced self-compacting concrete (SFRSCC). The development of steel fiber shapes from

beginning to the present has produced many types of shapes, including of straight, crimped, and hooked. Based on the

various shapes of steel fiber, further development of SFRSCC technology needs to be carried out. This paper analyzed

the influence of steel fiber types consisting of the three types of shapes on the physical and mechanical properties of

SFRSCC. The methodology in this paper is to use literature review and experimental methods. The results of the analysis

show that all types of steel fibers result in a decrease in workability. The biggest decrease is using hooked type steel

fibers, and the smallest uses straight type. The results of the mechanical properties analysis showed the opposite, the

largest increase in mechanical properties was obtained using hooked type, and straight type. For optimum physical and

mechanical properties, crimped type is recommended as a type of steel fiber in the SFRSCC.

Key Words: steel fiber reinforced self-compacting concrete, steel fiber, physical and mechanical properties

1. PENDAHULUAN Pembangunan infrastruktur Indonesia sedang

berada dalam perkembangan yang sangat signifikan, salah satu infrastruktur tersebut adalah jalan dan

jembatan. Pembangunan infrastruktur jalan dan

jembatan tidak terlepas dari teknologi bahan material penyusun infrastruktur tersebut. Material yang

paling dominan digunakan terutama untuk

infrastruktur jembatan adalah material beton. Perkembangan teknologi beton mengalami

kemajuan yang pesat seiring perkembangan

teknologi konstruksi dan kebutuhan material

konstruksi. Teknologi beton yang mulai banyak

dikembangkan salah satunya adalah teknologi beton

memadat sendiri atau lebih dikenal SCC (Self-Compacting Concrete).

SCC adalah teknologi beton dengan kemampuan

untuk memadatkan bentuknya sendiri dalam proses pengecoran tanpa bantuan alat penggetar seperti pada

beton umumnya. SCC digunakan untuk menghemat

waktu dan jumlah tenaga kerja dalam pengerjaan

beton. Teknologi SCC pertama kali dikembangkan

di Jepang tahun 1986 oleh Okamura & Kazumasa

dari Universitas Tokyo untuk mengatasi

permasalahan durabiltas beton dan meningkatnya

permintaan pekerja terampil untuk pengerjaan beton

(Okamura & Ozawa, 1995).

Beton adalah material yang mempunyai

keunggulan dalam kuat tekan namun lemah dalam kuat tarik, hal ini menjadikan beton termasuk

material yang getas (brittle). Karakteristik SCC yang

dapat melakukan mekanisme pemadatan sendiri menjadikan beton sangat padat sehingga

meningkatkan kuat tekan beton, namun semakin

padat beton maka beton akan semakin brittle. Untuk meningkatkan elastisitas beton maka perlu

penambahan serat pada beton.

Beton serat menjadi inovasi untuk mengatasi

kelemahan dari material beton. Serat beton pada

umumnya terdiri dari serat buatan dan alami. Serat

buatan yang sering digunakan adalah serat baja (steel fiber). Penggunaan serat baja dapat mengurangi

workability beton segar, sehingga untuk kemudahan

pekerjaan di lapangan digunakanlah SCC. Inovasi penggunaan serat baja dalam SCC disebut dengan

beton berserat baja memadat sendiri atau lebih

dikenal dengan SFRSCC (Steel Fiber Reinforced Self-Compacting Concrete).

SFRSCC merupakan gabungan dari dua inovasi

beton yang memiliki keunggulan workability dari

SCC dan peningkatan sifak mekanik dari

penambahan serat baja. SFRSCC merupakan inovasi

beton yang mengombinasikan teknologi steel fiber

reinforced concrete (SFRC) dan self-compacting

Faiz Sulthan | Pengaruh Tipe Bentuk Serat Baja Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Beton Berserat Baja Memadat Sendiri Cantilever | Volume: 8 | Nomor: 1 | April 2019 | Hal. 33-39 | ISSN: 1907-4247 (Print) | ISSN: 2477-4863 (Online) | Website: http://cantilever.unsri.ac.id

DOI: https://doi.org/10.35139/cantilever.v8i1.71 30 Attribution-NonCommercial 4.0 International. Some rights reserved

concrete (SCC). SFRC merupakan beton yang

menggunakan serat dengan material baja untuk

menambah kemampuan beton terhadap gaya tarik

dan mengurangi sifat getas beton (brittle). SFRC juga mempunyai kemampuan yang baik dalam

ketahanan (durability). Serat baja dalam beton

bekerja meningkatkan kerapatan beton, mengurangi retakan, dan mengurangi permeabilitas, sehingga

dapat membuat beton lebih tahan terhadap

lingkungan (ACI 544.5R, 2010).

Serat baja adalah jenis serat perkuatan beton yang

terbuat dari material baja mutu tinggi. Awalnya serat

baja digunakan pada campuran beton untuk

mengurangi sifat susut beton, namun

perkembangannya penggunaan serat baja ternyata

signifikan meningkatkan kekuatan lentur, hal ini

karena serat baja yang bekerja secara komposit dengan beton. Menurut Altun, Haktanir, & Ari

(2006) keuntungan penggunaan serat baja di dalam

beton adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kekuatan lentur.

2. Meningkatkan kapasitas penyerapan energi.

3. Meningkatkan perilaku ductile sebelum

keruntuhan ultimit.

4. Menghambat pertumbuhan pelebaran retak.

5. Meningkatkan daya tahan (durability). Satu-satunya kelemahan penggunaan serat baja

adalah menurunkan workability, dan waktu setting

time beton segar. Kelemahan ini dapat diatasi dengan penggunaan superplasticizer sehingga membentuk

campuran SCC. Kinerja serat baja pada beton

tergantung pada banyak faktor seperti jenis serat baja,

bentuk, panjang, bentuk penampang, kekuatan tarik,

kadar serat, kekuatan ikatan, kekuatan matriks,

komposisi campuran beton, dan pencampurannya

dalam beton (ACI 544.IR, 2010). Serat baja

memiliki berbagai macam tipe bentuk, dari awal

penggunaannya hingga saat ini bentuk serat baja yang masih digunakan terdiri dari bentuk straight,

crimped, dan hooked seperti pada Gambar 1.

Komposisi SFRSCC terdiri dari campuran SFRC dan SCC. Campuran SFRC dan SCC memiliki

peraturan yang mengatur komposisi masing-masing.

SFRC diatur dalam standar ACI 544.IR-02, dan SCC diatur dalam standar ACI 237 R-07 dan EFNARC.

ACI 544.IR-02 memberikan proporsi untuk

campuran SFRC. Adapun proporsi campuran

ditunjukkan dalam Tabel 1. Berdasarkan standar ACI 544.IR-02, diketahui

bahwa ukuran maksimum agregat mempengaruhi

komposisi bahan penyusun lainnya. Semakin kecil

ukuran agregat membutuhkan lebih banyak bahan

pengisi. Ukuran maksimum agregat kasar 3/8in (10 mm)

membutuhkan lebih banyak bahan pengisi

dibandingkan dengan ukuran maksimum agregat 3/8in

(19 mm) dan 11/2in (3,81 mm). Sementara untuk

proporsi campuran SCC, ACI 237 R-07 memberikan

proporsi campuran yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 1. Proporsi campuran SFRC (ACI 544.IR, 2002)

Parameter

3/8 in.

Ukuran

maksimum

agregat

3/4 in.

Ukuran

maksimum

agregat

11/2 in.

Ukuran

maksimum

agregat

Semen, lb/yd3 600-1000 500-900 470-700

Rasio w/c 0,35-0,45 0,35-0,50 0,35-0,55

Kadar agregat

halus terhadap

kasar, %

45-60 45-55 40-55

Kadar udar, % 4-8 4-6 4-5 Volume fraksi

fiber, %

Deformed fiber

0,4-1,0 0,3-0,8 0,2-0,7

Smooth fiber 0,8-2,0 0,6-1,6 0,4-1,4

Tabel 2. Proporsi campuran SCC (ACI 237 R-07)

Parameter Nilai

Volume agregat kasar 28-32% (ukuran maks.>12mm) 50% (ukuran maks. 10 mm)

Fraksi pasta (berdasarkan

volume)

34-40% (volume total

campuran)

Fraksi mortar

(berdasarkan volume)

68-72% (volume total

campuran)

w/c 0,32-0,45 Semen 386-475 kg/m3 (lebih rendah

dengan VMA)

Penggunaan serat baja di dalam SFRC membuat

kemampuan kerja beton segar (workability)

menurun, sehingga penggunaannya perlu

dikombinasikan dengan campuran beton yang

memiliki workability yang baik yaitu SCC.

Perkembangan serat baja dari awal hingga saat ini

telah menghasilkan banyak tipe bentuk, diantaranya terdiri dari bentuk straight, crimped, dan hooked.

Berdasarkan beragamnya bentuk serat baja tersebut,

untuk pengembangan teknologi SFRSCC perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan

penjabaran diatas, maka penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis pengaruh dari tipe bentuk serat

baja terhadap sifat fisik beton segar dan sifat mekanik

SFRSCC.

2. METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode

studi literatur dan eksperimental. Studi literatur pada

penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data dari tulisan ilmiah, jurnal, diktat,

buku, serta internet mengenai pembahasan SFRSCC.

Data yang didapat menghubungkan dan menjelaskan permasalahan mengenai pengaruh tipe bentuk serat

baja terhadap sifat fisik dan mekanik beton berserat

memadat sendiri. Objek pembahasan pada penelitian

ini adalah SFRSCC dengan variabel bebasnya adalah

tipe bentuk yang terdiri dari straight, crimped, dan

hooked seperti pada Gambar 1.

Faiz Sulthan | Pengaruh Tipe Bentuk Serat Baja Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Beton Berserat Baja Memadat Sendiri Cantilever | Volume: 8 | Nomor: 1 | April 2019 | Hal. 33-39 | ISSN: 1907-4247 (Print) | ISSN: 2477-4863 (Online) | Website: http://cantilever.unsri.ac.id

DOI: https://doi.org/10.35139/cantilever.v8i1.71 31 Attribution-NonCommercial 4.0 International. Some rights reserved

Gambar 1. Tipe bentuk serat baja

Data primer pada penelitian ini diperoleh dengan

metode studi eksperimental berdasarkan pengujian

secara langsung di Laboratorium. Data primer yang diperoleh adalah pengaruh serat baja tipe bentuk

hooked. Sedangkan data sekunder merupakan data

hasil penelitian orang lain yang diperoleh dari jurnal ataupun karya tulis imiah dalam bentuk lain. Data

sekunder yang diperoleh adalah pengaruh serat baja

tipe bentuk straight dan crimped.

Metode eksperimental yang dilalukan terdiri dari

pengujian sifat fisik beton segar, dan pengujian sifat

mekanik beton. Pengujian sifat fisik beton segar

dilakukan untuk mengetahui workability dari beton,

pengujian yang dilakukan berupa uji slump flow, T-

500, V-funnel, dan L-box berdasarkan standar EFNARC (The European Federation of Specialist

Construction Chemicals and Concrete Systems).

Pengujian sifat mekanik beton keras dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik beton, pengujian dilakukan

pada usia beton 28 hari berupa uji kuat tekan

(compressive strength), uji kuat tarik belah (splitting tensile strength), uji modulus elastisitas (modulus of

elasticity test), dan uji kuat lentur (flexural strength

test). Pengujian sifat mekanik beton mengacu pada

standar ASTM (American Society for Testing and

Materials).

Pengujian Sifat Fisik Beton Segar

Berdasarkan standar EFNARC, beton dapat dikategorikan sebagai SCC jika memenuhi

karakteristik filling ability, viscosity atau flowability,

passing ability dan segregation resistance. Karakteristik tersebut diperoleh dengan melakukan

pengujian beton segar pada alat tertentu sesuai

dengan jenis karakteristik.

Filling Ability

Salah satu karakteristik SCC adalah filling ability

yang dapat diketahui melalui pengujain slump flow. Hasil pengujian slump flow yaitu berupa diameter

penyebaran beton segar dengan ukuran diameter

antara 550 – 850 mm. Pengujian slump flow dilakukan menggunakan pelat dan Abrams Cone.

Pelat yang digunakkan memiliki ukuran minimum

900 x 900 mm yang terbuat dari bahan yang kaku,

tidak menyerap air (impermeable), memiliki

permukaan yang halus dan memiliki tanda yang jelas

pada diameter 200 mm dan 500 mm. Sedangkan

Abrams Cone yang digunakkan memiliki diameter 100 mm pada bagian atas dan diameter 200 mm pada

bagian bawah dengan tinggi 300 mm seperti pada

Gambar 2. Pengelompokkan kelas filling ability untuk SCC dibagi menjadi tiga kelas sesuai dengan

nilai slump flow seperti pada Tabel 3.

Gambar 2. Dimensi alat pengujian slump flow (Schutter, 2005)

Tabel 3. Kelas filling ability (EFNARC, 2005)

No. Kelas Slump flow (mm)

1. SF 1 550 – 650

2. SF 2 660 – 750

3. SF 3 760 – 850

Pengujian slump flow dilakukan untuk memeriksa

filling ability SCC berdasarkan nilai diameter sebarannya, semakin besar diameter sebarannya

maka semakin baik kelas filling ability SCC. Dua

parameter yang diukur pada pengujian ini, yaitu diameter sebaran dan waktu T-500. Waktu T-500

adalah waktu dimana diameter sebaran mencapai

diameter 500 mm. Parameter diameter sebaran

menunjukkan batas maksimum aliran yang dapat

dilakukan oleh beton segar, sedangkan parameter

waktu T-500 menunjukkan waktu yang ditunjukkan

beton segar dalam mengalir.

Viscosity (Flowability)

Pengujian yang dilakukan untuk mengukur nilai

viscosity SCC diantaranya adalah T-500 test, V-

funnel test, O-funnel test, dan Orimet. Keempat pengujian tersebut memberikan hasil pengukuran

berupa waktu alir beton segar (flow time).

Pengelompokkan kelas viscosity untuk SCC dibagi

menjadi dua kelas sesuai dengan waktu pengujian T-

500 dan V-funnel seperi pada Tabel 4.

Tabel 4. Kelas viscosity (EFNARC, 2005)

No. Kelas T-500

(detik)

V-funnel

(detik)

1. VS 1/ VF 1 2 8

2. VS 2/ VF 2 > 2 9 – 25

Faiz Sulthan | Pengaruh Tipe Bentuk Serat Baja Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Beton Berserat Baja Memadat Sendiri Cantilever | Volume: 8 | Nomor: 1 | April 2019 | Hal. 33-39 | ISSN: 1907-4247 (Print) | ISSN: 2477-4863 (Online) | Website: http://cantilever.unsri.ac.id

DOI: https://doi.org/10.35139/cantilever.v8i1.71 32 Attribution-NonCommercial 4.0 International. Some rights reserved

Gambar 3. Dimensi alat pengujian V-funnel (Schutter, 2005)

Pengujian V-funnel dilakukan untuk mengukur

waktu yang dibutuhkan volume beton segar mengalir

melalui corong berbentuk V dengan lubang pintu bukaan seperti leher yang sempit. Bentuk dan

dimensi alat pengujian V-funnel dapat dilihat pada

Gambar 3.

Passing Ability

Passing ability adalah kemampuan SCC untuk

melewati rintangan seperti halnya tulangan di dalam suatu cetakan. Pengujian yang dilakukan untuk

mengukur nilai passing ability SCC dalam penelitian

ini adalah L-box. Pengujian menggunakan L-box menghasilkan nilai passing ratio yang digunakan

untuk mengelompokkan kelas passing ability seperti

pada Tabel 5.

Tabel 5. Kelas passing ability (EFNARC, 2005)

No. Kelas Passing ratio

1. PA 1 0,80 dengan 2 tulangan

2. PA 2 0,80 dengan 3 tulangan

Pengujian L-box dilakukan dengan cara mengukur

tinggi beton segar setelah mengalir melalui tulangan

yang dinotasikan dengan H2 dan mengukur tinggi

beton segar pada daerah pangkal L-box yang

dinotasikan dengan H1. Dengan pengujian ini

didapatkan ketinggian setelah beton segar melalui

tulangan, ketinggian pada pangkal L-box, serta

perkiraan perilaku beton segar saat melewati tulangan. Prinsip pengukuran dalam pengujian L-box

dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Prinsip pengukuran uji L-box

Pengujian Sifat Mekanik Beton

Pengujian SFRSCC dilakukan setelah proses

perawatan (curing) terhadap beton. Pengujian

SFRSCC dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik

pada beton.

Kuat Tekan Beton

Parameter utama dari mutu suatu beton yang

merupakan hasil dari perhitungan beban dibagi luas disebut dengan kuat tekan beton. Pengujian kuat

tekan pada penelitian ini mengacu pada standar

ASTM C 39 dengan perhitungan kekuatan tekan beton yang diberikan pada Persamaan (1).

fc’ = A

P (1)

dimana:

fc’ = kuat tekan (N/mm2)

P = gaya (N)

A = luas permukaan (mm2)

Kuat Tarik Belah Beton

Salah satu parameter sifak mekanik beton adalah

kuat tarik belah. Kuat tarik belah diperoleh dari

tegangan tarik beton yang dibebani beban P pada sisi

selimut silinder seperti pada Gambar 5. Mekanisme

pengujian kuat tarik belah adalah memberikan beban

P pada kedua sisi selimut silinder hingga beton mengalami keruntuhan. Beban yang tercatat hingga

beton mengalami keruntuhan kemudian

dipehitungkan berdasarkan luas selimut silinder beton

Gambar 5. Prinsip uji kuat tarik belah beton (ASTM C 496)

Pengujian kuat tarik belah pada penelitian ini

dilakukan berdasarkan ASTM C 496 dengan perhitungan seperti pada Persamaan (2).

��� �DLs

P

..

2

(2)

dimana:

��� = kuat belah beton (N/mm2)

P = beban maksimum yang diberikan (N) D = diameter silinder (mm)

Ls = tinggi silinder (mm)

H

H

Faiz Sulthan | Pengaruh Tipe Bentuk Serat Baja Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Beton Berserat Baja Memadat Sendiri Cantilever | Volume: 8 | Nomor: 1 | April 2019 | Hal. 33-39 | ISSN: 1907-4247 (Print) | ISSN: 2477-4863 (Online) | Website: http://cantilever.unsri.ac.id

DOI: https://doi.org/10.35139/cantilever.v8i1.71 33 Attribution-NonCommercial 4.0 International. Some rights reserved

Modulus Elastisitas Beton

Beton yang diuji dengan beban tekan akan

mengalami regangan, besarnya regangan tekan beton

dipengaruhi oleh modulus elastisitas beton. Secara

numerik modulus elastisitas merupakan parameter

sifat mekanik beton yang dihitung dari tegangan tekan dibagi dengan regangan tekan beton.

Pengujian modulus elastisitas pada penelitian ini

menggunakan standar ASTM C 469 seperti pada Gambar 6 dan perhitungannya seperti pada

Persamaan (3).

00005,0

SSE

2

32

c

(3)

dimana: S2 = tegangan sebesar 0,4 fc’

S1 = tegangan sesuai dengan regangan arah

longitudinal sebesar 0,0000531 MPa

2 = regangan longitudinal akibat tegangan S2

Regangan tekan (�) beton akibat beban tekan pada

penelitian modulus elastisitas SFRSCC

diperhitungkan dengan Persamaan (4).

(4)

dimana:

L = penurunan arah longitudinal (mm) L = tinggi beton relatif (jarak antara dua strain

gauge)

Gambar 6. Prinsip uji modulus elastisitas beton (ASTM C 469)

Kuat Lentur Beton

Parameter utama sifat mekanik beton berserat

adalah kuat lentur beton, hal ini dikarenakan salah

satu tujuan penggunaan serat pada beton adalah untuk

meningkatkan kuat lenturnya. Kuat lentur beton merupakan kemampuan beton untuk menahan gaya

tarik tidak langsung pada daerah lentur balok beton

akibat beban di tengah bentang. Besarnya gaya yang

diberikan pada balok beton hingga mengalami

keruntuhan menghasilkan momen lentur dan apabila

dibagi dengan momen inersia balok maka jadilah

tegangan lentur. Mekanisme uji kuat lentur pada

penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada

standar ASTM C 1609 seperti dapat dilihat pada Gambar 7 dan dihitung dengan Persamaan (5).

�� �)db(

LP2

(5)

dimana:

�� = kuat lentur beton (N/mm2)

P = gaya tekan yang bekerja (N)

L = panjang bentang balok (mm)

b = tinggi balok (mm)

d = tebal balok (mm)

Gambar 7. Prinsip uji kuat lentur beton (ASTM C 1609)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Sifat Fisik Beton Segar

Menurut Altun dkk. (2006) penambahan serat

baja pada beton akan mengakibatkan penurunan

workability, pada analisis pengaruh tipe bentuk serat

baja pada sifat fisik beton segar ini disajikan data penurunan workability dalam persentase berdasarkan

perbandingan pengaruh SCC dengan serat baja dan

tanpa serat baja. Pai & Kumar (2009) meneliti mengenai pengaruh

serat baja tipe bentuk straight terhadap workability

SFRSCC dengan komposisi campuran yang

digunakan terdiri dari rasio semen 1, silica fume 7,5%

volume fraksi, agregat halus 1,29, agregat kasar 1,43,

dan air 0.34. Bahan tambahan digunakan

superplasticizer (SP) 0,6%, dan viscosity modifying

admixture (VMA) 0,2%. Serat baja tipe straight

yang digunakan memiliki aspek rasio (l/d) 50 dan volume fraksi 1,0%. Hasil sifat fisiknya ditunjukkan

pada Tabel 6.

Sable & Rathi (2012) meneliti mengenai pengaruh serat baja tipe bentuk crimped terhadap

workability SFRSCC yang ditunjukkan pada Tabel 7.

Komposisi campuran yang digunakan terdiri dari

Faiz Sulthan | Pengaruh Tipe Bentuk Serat Baja Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Beton Berserat Baja Memadat Sendiri Cantilever | Volume: 8 | Nomor: 1 | April 2019 | Hal. 33-39 | ISSN: 1907-4247 (Print) | ISSN: 2477-4863 (Online) | Website: http://cantilever.unsri.ac.id

DOI: https://doi.org/10.35139/cantilever.v8i1.71 34 Attribution-NonCommercial 4.0 International. Some rights reserved

rasio semen 1, fly ash 0,3, agregat halus 1,814,

agregat kasar 1,48, dan air 0,408. Untuk memberikan

campuran yang flow digunakan superplasticizer (SP)

1%, dan viscosity modifying admixture (VMA) 0,5%. Serat baja tipe crimped yang digunakan memiliki

aspek rasio (l/d) 50 dan presentase terhadap besar

semen 2,5%. Hasil metode eksperimental yang dilakukan

menggunakan komposisi SFRSCC dengan semen 1,

agregat halus 1,31, agregat kasar 1,37, air 0,3, dan

superplasticizer (SP) 0,8% dari berat semen. Serat

baja tipe hooked dengan aspek rasio (l/d) 65 dan

volume fraksi 1,0%. Hasil sifat fisiknya ditunjukkan

pada Tabel 8.

Tabel 6. Pengaruh tipe bentuk straight terhadap sifat fisik

SFRSCC (Pai dan Kumar, 2009)

Slump

flow T-500 V-funnel L-box

(mm) (detik) (detik) (H2/H1)

Tanpa serat 755 1,5 14 0,85

Straight 750 1,7 16 0,75

Persentase

Perubahan(%) -0,66 13,33 14,28 -11,76

Tabel 7. Pengaruh tipe bentuk crimped terhadap sifat fisik

SFRSCC (Sable dan Rathi, 2012)

Slump

flow T-500 V-funnel L-box

(mm) (detik) (detik) (H2/H1)

Tanpa serat 715 2,9 7,2 0,948

Crimped 705 4,1 8,1 0,898

Persentase

perubahan(%) -1,4 29,26 11,11 -5,56

Tabel 8. Pengaruh tipe bentuk hooked terhadap sifat fisik

SFRSCC

Slump

flow T-500 V-funnel L-box

(mm) (detik) (detik) (H2/H1)

Tanpa serat 722 3,8 7,95 0,92

Hooked 630 5,3 10,95 0,83

Persentase

perubahan(%) -12,7 40,79 37,74 -9,78

Berdasarkan hasil sifat fisik beton segar, diketahui

bahwa semua tipe bentuk serat baja menunjukkan

hasil penurunan workability. Secara urut dari penurunan workability yang terbesar tipe hooked

memberikan penurunan tertinggi, kemudian tipe

crimped, dan tipe straight. Hasil ini disebabkan oleh

luasan kontak dari serat baja kepada matriks beton

segar. Serat baja dengan tipe straight hanya lurus

sehingga bidang kontak dengan matriks ikatan beton

segar tidak sebanyak tipe crimped, dan hooked. Tipe

hooked mempunyai bentuk kaitan sehingga membuat

lekatan pada matriks beton cukup tinggi.

Hasil Sifat Mekanik Beton

Keuntungan penggunaan serat baja di dalam

beton adalah meningkatkan sifat mekaniknya (Altun

dkk., 2006). Berdasarkan metode eksperimental yang meneliti pengaruh tipe bentuk hooked, dan studi

literatur diperoleh hasil sifat mekanik SFRSCC

akibat pengaruh tipe bentuk serat baja yang ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil sifat mekanik SFRSCC

Tipe bentuk serat

baja

Peningkatan sifat mekanik (%)

Kuat tekan

Kuat

tarik

belah

Modulus elastisitas

Kuat lentur

Straight

(Pai dan Kumar,

2009)

11,16 4,97 - 10,41

Crimped

(Sable dan Rathi,

2012)

29,84 29,05 - 13,05

Hooked 15,18 37,02 26,14 60,40

Pada hasil sifat mekanik SFRSCC, diketahui bahwa serat baja tipe bentuk hooked memberikan

persentase peningkatan sifat mekanik terbesar,

kemudian diikuti dengan tipe crimped, dan straight.

Hasil ini bertolak belakang dengan hasil sifat fisik

beton segar. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya

sifat mekanik SFRSCC dipengaruhi oleh tipe serat

baja yang memiliki luasan kontak terbanyak pada

matriks beton. Tipe serat baja yang hanya berbentuk

lurus (straight) hanya meningkatkan sedikit sifat

mekanik apabila dibandingkan dengan dua bentuk yang lain. Bond dan anchorage serat baja meningkat

seiring dengan banyaknya bidang kontak. Untuk tipe

bentuk crimped dan hooked yang memiliki luasan kontak yang banyak, ternyata tipe hooked lebih

efektif memberikan peningkatan sifat mekanik. Pada

tipe bentuk hooked terdapat perpaduan bentuk

straight pada bagian tengah serat dan lekukan pada

ujung akhir serat memberikan peningkatan sifat

mekanik terbesar.

Serat baja memberikan pengaruh yang signifikan

pada sifat mekanik beton, terutama pada kuat lentur.

Hal ini disebabkan karena pada kuat lentur beton mengalami tegangan tarik, sehingga kontribusi dari

serat baja sangat berpengaruh. Pada kuat tekan, serat

baja juga berkontribusi untuk memberikan kekuatan, namun tidak terlalu signifikan karena beton sendiri

sudah memiliki sifat kuat tekan yang tinggi.

4. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari penelitian

“Pengaruh Tipe Bentuk Serat Baja terhadap Sifat

Fisik dan Mekanik Beton Berserat Baja Memadat

Sendiri” adalah sebagai berikut: 1. Semua tipe bentuk serat baja menyebabkan sifat

fisik beton segar (workability) menurun.

Faiz Sulthan | Pengaruh Tipe Bentuk Serat Baja Terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Beton Berserat Baja Memadat Sendiri Cantilever | Volume: 8 | Nomor: 1 | April 2019 | Hal. 33-39 | ISSN: 1907-4247 (Print) | ISSN: 2477-4863 (Online) | Website: http://cantilever.unsri.ac.id

DOI: https://doi.org/10.35139/cantilever.v8i1.71 35 Attribution-NonCommercial 4.0 International. Some rights reserved

2. Tipe bentuk serat baja yang paling besar

menyebabkan penurunan workability secara urut

adalah tipe hooked, crimped, dan straight.

3. Semua tipe bentuk serat baja dapat meningkatkan sifat mekanik beton. Peningkatan terbesar adalah

dengan menggunakan serat baja tipe hooked.

4. Sifat mekanik yang meningkat dengan signifikan akibat penambahan serat baja adalah kuat lentur

beton, hal ini disebabkan oleh kontribusi serat

baja yang meningkatkan kapasitas tegangan tarik

beton.

5. Untuk penggunaan serat baja pada SFRSCC agar

memberikan kinerja sifatk fisik beton segar dan

sifat mekanik yang optimum, direkomendasikan

menggunakan serat baja tipe bentuk crimped.

REFERENSI ACI 237R-07, 2007. Self-Consolidating Concrete. USA:

American Concrete Institute.

ACI 544.1R-02, 2002. State of the Art Report on Fiber

Reinforced Concrete. USA: American Concrete Institute.

ACI 544.5R-10, 2010. Report on the Physical Properties and

Durability of Fiber-Reinforced Concrete. USA: American Concrete Institute.

Altun, F., Haktanir, T., & Ari, K. (2006). Effects of Steel Fiber

Addition on Mechanical Properties of Concrete and RC

Beams. Construction and Building Materials, 21: 654–

661.

ASTM C 1609-10 (2010). Standard Test Method for Flexural Performance of Fiber-Reinforced Concrete (Using Beam

with Third-Point Loading). USA: Association of Standard

Testing Materials.

ASTM C 39-03 (2003). Specification for Standard Test Method

for Compressive Strength of Cylindrical Concrete

Specimen. USA: Association of Standard Testing

Materials.

ASTM C 469-14 (2014). Standard Test Method for Static Modulus of Elasticity and Poisson’s Ratio of Concrete in

Compression. USA: Association of Standard Testing

Materials.

ASTM C 496-04 (2004). Standar Test Methood for Splitting

Tensile Strength of Cylindrical Concrete Specimens. USA:

Association of Standard Testing Materials.

EFNARC Association (2002). Specification and Guidelines for

Self-Compacting Concrete. United Kingdom: European

Federation for Specialist Construction Chemicals and

Concrete Systems.

EFNARC Association (2005). The European Guidelines for Self-Compacting Concrete. United Kingdom: European

Federation for Specialist Construction Chemicals and

Concrete Systems.

Okamura, H. & Ozawa, K. (1995). Mix-design for self-

compacting concrete, Concrete Library. JSCE, 25:107-

120. Pai, B. H. V. & Kumar, C. P. S. (2009). Experimental study on

steel fiber reinforced self compacting concrete with silica

fume as filler material. 34th Conference on Our World in

Concrete & Structures.

Sable, K. S. & Rathi, M. K. (2012). Effect of different type of

steel fibre and aspect ratio on mechanical properties of self compacted concrete. IJEIT–International Journal of

Engineering and Innovative Technology, 2(1): 184-188.

Schutter, G. (2005). Guidelines for testing fresh self-compacting

concrete. European Research Project: Measurement of

properties of fresh self-compacting concrete.