pengaruh tingkat kedalaman dan lama … · telah terjadi kenaikan suhu rata-rata 0.72˚c pada...
TRANSCRIPT
PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN DAN LAMA
PENGGENANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI
Sonneratia caseolaris Engl.
KHAERLITA SYAHRI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Tingkat
Kedalaman dan Lama Penggenangan terhadap Pertumbuhan Semai Sonneratia
caseolaris Engl. adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Khaerlita Syahri
NIM E44100020
ABSTRAK
KHAERLITA SYAHRI. Pengaruh Tingkat Kedalaman dan Lama Penggenangan
terhadap Pertumbuhan Semai Sonneratia caseolaris Engl. Dibimbing oleh CECEP
KUSMANA.
Tingkat penggenangan dan lama penggenangan merupakan faktor yang
mempengaruhi ekosistem mangrove sebagai akibat meningkatnya muka air laut.
Penelitian ini bertujuan menganalisis respon pertumbuhan semai Sonneratia caseolaris
terhadap tingkat kedalaman dan lama penggenangan yang berbeda. Hasil penelitian
menunjukkan tingkat kedalaman penggenangan antara ½-¾ tinggi batang memberikan
respon pertumbuhan jumlah ruas pada batang lebih besar dibandingkan tingkat
penggenangan lainnya. Lama penggenangan 3-6 jam memberikan respon lebih besar
terhadap nisbah pucuk akar semai Sonneratia caseolaris. Interaksi antara tingkat
kedalaman dan lama penggenangan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tinggi, diameter dan berat kering semai. Kombinasi perlakuan tingkat penggenangan
antara ½-¾ tinggi batang selama 6-9 jam memberikan respon pertumbuhan tinggi,
diameter dan berat kering Sonneratia caseolaris lebih besar dibandingkan kombinasi
perlakuan lainnya. Persentase hidup semai menunjukkan nilai 100% selama 12 minggu
pengamatan.
Kata kunci: Lama penggenangan, Sonneratia caseolaris, tingkat kedalaman
ABSTRACT
KHAERLITA SYAHRI. The Influence of Depth and Duration Level of
Overflowing to the Seedling Growth of Sonneratia caseolaris Engl. Supervised by
CECEP KUSMANA.
Depth and duration level of overflowing are the factors that will influence the
ecosystem of mangrove as the impact of sea-water surface raising. This research
was to analyze the response of seedling growth of Sonneratia caseolaris to the
different depth and duration levels. The result of this research showed that depth
level of overflowing between ½-¾ high of stem gives response to the growth of
joint amount bigger than any other depth level of overflowing. The duration level
of overflowing between 3-6 hours gives response bigger to the root-sprout ratio of
Sonneratia caseolaris seedlings. The interaction between depth and duration level
of overflowing gave real influence to the high growth, diameter and seedling
biomass. The treatment combination of depth level of overflowing between ½-¾
tall of stem during 6-9 hours gave response to the high growth, diameter and
biomass of Sonneratia caseolaris bigger than any other combination treatment. The
survival percentage of the seedling showed the value of 100% during 12 weeks of
observation.
Key words: Depth level, duration of overflowing, Sonneratia caseolaris
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur
PENGARUH TINGKAT KEDALAMAN DAN LAMA
PENGGENANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI
Sonneratia caseolaris Engl.
KHAERLITA SYAHRI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengaruh Tingkat Kedalaman dan Lama Penggenangan terhadap
Pertumbuhan Semai Sonneratia caseolaris Engl.
Nama : Khaerlita Syahri
NIM : E44100020
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September-Desember 2013
ini yaitu pertumbuhan mangrove, dengan judul Pengaruh Tingkat Kedalaman dan
Lama Penggenangan terhadap Pertumbuhan Semai Sonneratia caseolaris Engl.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS selaku
pembimbing yang telah memberi bimbingan dan arahan selama penelitian hingga
penulisan skripsi, serta Dr Ir Supriyanto sebagai ketua sidang dan Dr Ir
Hendrayanto, M.Agr sebagai dosen penguji yang telah memberi saran dan nasihat.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada beasiswa Bidik Misi IPB yang telah
membiayai pendidikan mulai dari tahun 2010 hingga empat tahun pendidikan di
IPB. Disamping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu baik materil maupun non materil dalam pelaksanaan penelitian
hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini, staff Departemen
Silvikultur serta teman-teman seperjuangan yang menimba ilmu di IPB khususnya
Silvikultur 47 dan Fahutan 47. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, motivasi, inspirasi dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan hasilnya dapat
digunakan untuk merehabilitasi mangrove yang terdegradasi atau rusak.
Bogor, Juli 2014
Khaerlita Syahri
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
METODE 5
Bahan 5
Alat 5
Prosedur Penelitian 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil 9
Pembahasan 17
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
RIWAYAT HIDUP 22
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi hidrologi 4 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pertumbuhan semai S. caseolaris Engl. 9 3 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan tingkat kedalaman penggenangan
terhadap jumlah ruas pada batang semai S. caseolaris 14 4 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama penggenangan terhadap
nisbah pucuk akar S. caseolaris 16
DAFTAR GAMBAR
1 Semai pada ketinggian yang berbeda 6 2 Penggenangan mangrove dalam kolam 7 3 Respon pertumbuhan tinggi terhadap pengaruh tingkat kedalaman pada
lama penggenangan yang berbeda 11 4 Respon pertumbuhan diameter terhadap pengaruh tingkat kedalaman
pada lama penggenangan yang berbeda 13 5 Respon berat kering total semai terhadap pengaruh tingkat kedalaman
pada lama penggenangan yang berbeda 16 6 Hama penyakit pada semai S. caseolaris 19 7 Akar pasak S. caseolaris 19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global merupakan suatu fenomena alam yang diakibatkan oleh
peningkatan gas-gas rumah kaca (GRK). Fenomena ini mengakibatkan suhu bumi
meningkat dan menyebabkan es di kutub mencair sehingga permukaan air laut pun
meningkat. Pemanasan global menimbulkan dampak tidak hanya pada manusia
tetapi juga mengganggu ekosistem hutan dunia, salah satunya adalah ekosistem
mangrove.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara laut dan darat, oleh
karena itu mangrove memiliki peranan ganda yaitu terhadap ekosistem laut dan
darat serta memberikan manfaat pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Ekosistem
mangrove memiliki karakteristik yaitu berada di daerah pasang surut dan toleran
terhadap salinitas (Kusmana et al. 2003). Mangrove dapat tumbuh dan beradaptasi
dalam kondisi lingkungan yang tergenang, sirkulasi air permukaan yang terus
menerus karena adanya pasang surut air laut serta tingkat sedimen yang tinggi.
Tipe ekosistem mangrove yang berada di daerah peralihan menyebabkan
mangrove menjadi ekosistem pertama yang terkena dampak akibat pemanasan
global (Kusmana 2010). Peningkatan muka air laut akibat pemanasan global
menyebabkan mangrove semakin lama dan tergenang air pasang yang semakin
tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan hingga menyebabkan kematian
semai mangrove tersebut. Mangrove juga dapat menjadi stres akibat peningkatan
permukaan air laut antara 8-9 cm/100 tahun dan dapat hilang jika kenaikannya di
atas 12 cm/100 tahun (Ellison dan Stoddart 1991 dalam Saenger 2002). Lama dan
tingkat penggenangan merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mangrove, sehingga dengan adanya dampak pemanasan global akan berpengaruh
terhadap kemampuan adaptasi serta pertumbuhan mangrove.
Sonneratia merupakan jenis mangrove yang termasuk dalam komponen mayor,
yaitu komponen yang hanya ada pada lingkungan mangrove dan tidak terdapat pada
komunitas daratan yang lain. Komponen ini memiliki peran yang besar dalam
menyusun struktur mangrove dan membentuk tegakan murni (Kusmana et al. 2005).
Sonneratia caseolaris merupakan salah satu jenis mangrove yang sering tumbuh di
tepi sungai dan estuaria yang juga terkena dampak dari meningkatnya muka air laut
akibat pemanasan global. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penelitian mengenai
tingkat kedalaman dan lama penggenangan sebagai dampak meningkatnya muka
air laut untuk menganalisis respon pertumbuhan S. caseolaris.
Perumusan Masalah
Pemanasan global menyebabkan berbagai dampak, salah satunya adalah
naiknya muka air laut. Kenaikan muka air laut akan berpengaruh terhadap
ekosistem hutan terutama yang berada pada daerah peralihan seperti mangrove. Hal
tersebut akan mengubah lama penggenangan serta tingkat kedalaman
penggenangan mangrove. Belum ada kejelasan mengenai adaptasi mangrove terkait
dengan perubahan tersebut dengan kondisi mangrove yang semakin terdegradasi.
Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana
2
pengaruh tingkat kedalaman dan lama penggenangan yang berbeda terhadap
pertumbuhan semai Sonneratia caseolaris Engl.?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis respon pertumbuhan semai S.
caseolaris terhadap tingkat kedalaman dan lama penggenangan yang berbeda.
Hipotesis
Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan S.
caseolaris dipengaruhi oleh tingkat kedalaman dan lama penggenangan air.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk merehabilitasi
mangrove yang terdegradasi atau rusak seiring dengan naiknya muka air laut akibat
pemanasan global.
Ruang Lingkup Penelitian
Aspek yang dikaji dalam penelitian ini yaitu pengukuran pertumbuhan semai
S. caseolaris yang meliputi pengukuran tinggi, diameter, dan jumlah ruas pada
batang setiap minggu pengamatan, serta pengukuran berat kering total dan nisbah
pucuk akar pada akhir pengamatan. Pengamatan juga dilakukan untuk menghitung
persentase hidup semai S. caseolaris.
TINJAUAN PUSTAKA
Pemanasan global
Pemanasan global merupakan kejadian meningkatnya suhu rata-rata di
atmosfer, laut dan daratan bumi. Menurut Sodiq (2013) telah terjadi kenaikan suhu
rata-rata 0.72˚C pada negara tropis yang diakibatkan oleh bertambahnya gas rumah
kaca seperti CO2, N2O, CH4, SF6, PFC5, dan HFC5. Kecenderungan terbentuknya
gas tersebut diakibatkan aktivitas manusia sehingga dapat menyebabkan kenaikan
suhu dan akan mengancam cairnya es di kutub yang akan menaikkan permukaan
air laut (Indrawan 1995).
Pemanasan global memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif salah
satunya yaitu meningkatkan kesuburan tanah akibat sedimen yang dibawa oleh
banjir sebagai salah satu dampak pemanasan global, sedangkan dampak negatif
dari pemanasan global salah satunya yaitu naiknya permukaan air laut. Permukaan
air laut diproyeksikan mengalami kenaikan sebesar 18-79 cm dari tahun 1999-2099
3
yang menunjukkan rata-rata sebesar 1.8-7.9 mm/tahun dan akan lebih tinggi lagi
jika pencairan es di kutub berlangsung semakin cepat (Donato et al. 2012).
Peningkatan muka air laut menjadi ancaman terbesar dari berbagai dampak
yang ditimbulkan oleh pemanasan global (Gilman et al. 2008). Hal ini akan
mempengaruhi ekosistem mangrove yang terletak didaerah peralihan daratan dan
lautan sehingga akan semakin tereduksi. Beberapa aktivitas manusia seperti
pembangunan di daerah pesisir, konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak
dan pemukiman juga dapat meningkatkan kerusakan mangrove. Kegiatan
pemanfaatan lahan ini juga akan mempengaruhi respon mangrove terhadap
kenaikan permukaan laut.
Hutan Mangrove dan fungsinya
Hutan mangrove berada di daerah peralihan antara daratan dan lautan sehingga
memiliki ekosistem yang khas dan kompleks. Ekosistem ini merupakan vegetasi
pantai tropis dan subtropis yang didominasi jenis pohon mangrove yang berada
pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Karakteristik dari ekosistem mangrove
yaitu memiliki vegetasi yang agak seragam, tajuk yang rata, tidak membentuk
lapisan tajuk yang khas, serta selalu hijau (Irwan 1996). Mangrove juga
didefinisikan sebagai suatu tingkat hutan yang berada di daerah pasang surut
dengan komunitas tumbuhnya yang toleran terhadap garam (Kusmana 2005).
Pasang surut air laut menyebabkan mangrove tergenang pada saat pasang naik dan
bebas genangan pada saat pasang rendah atau surut.
Fungsi hutan mangrove dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu fungsi fisik,
ekologis dan sosial ekonomi (Kustanti 2011). Fungsi hutan mangrove secara fisik,
diantaranya yaitu menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi atau abrasi agar
tetap stabil, melindungi daerah dibelakang mangrove dari hempasan gelombang
dan angin kencang, serta dapat mempercepat perluasan lahan. Fungsi mangrove
secara ekologis diantaranya yaitu tempat mencari makan, tempat memijah dan
tempat berkembang biak berbagai biota laut, sebagai sumber plasma nutfah, serta
sebagai salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis (Donato et al. 2012).
Fungsi mangrove dilihat dari aspek sosial ekonomi, diantaranya yaitu penghasil
kayu, hasil hutan bukan kayu, seperti madu, obat-obatan dan bahan makanan, serta
dapat dijadikan untuk objek ekowisata.
Sonneratia caseolaris Engl.
Sonneratia caseolaris merupakan jenis mangrove pionir yang termasuk
kedalam kelompok mayor, yaitu komponen yang hanya ada pada lingkungan
mangrove dan tidak terdapat pada komunitas daratan yang lain (Kustanti 2011).
Nama lokal dari Sonneratia caseolaris (Engl) adalah pedada, perepat, pidada,
bogem, rambai, wahat merah, posi-posi merah. S. caseolaris memiliki habitus
berupa pohon dengan ketinggian mencapai 15 meter, memiliki akar napas vertikal
seperti kerucut yang tingginya bisa mencapai 1 meter, banyak dan sangat kuat.
Ujung cabang atau rantingnya terkulai dan berbentuk segiempat pada saat muda.
Pedada memiliki tangkai daun kemerahan, lebar dan sangat pendek serta letaknya
4
berlawanan. Pucuk bunganya berbentuk bulat telur yang terletak diujung, daun
mahkota berwarna merah dan mudah rontok, benang sari banyak dengan ujung
berwarna putih dan pangkal berwarna merah serta mudah rontok. Buahnya seperti
bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga (Noor et
al. 1999).
S. caseolaris tumbuh di bagian yang kurang asin di hutan mangrove,
disepanjang sungai kecil dengan air yang mengalir pelan dan terpengaruh pasang
surut serta di area yang didominasi oleh air tawar dengan salinitas kurang dari 10%
(Noor et al. 1999). Jenis ini tidak toleran terhadap naungan. Penyebarannya dari Sri
Lanka, seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina hingga
Australia tropis, dan Kepulauan Solomon.
Jenis pedada memiliki berbagai manfaat. Buahnya dapat dimakan, kayunya
dapat dimanfaatkan untuk kayu bakar, akarnya dapat digunakan untuk mengganti
gabus setelah direndam dalam air mendidih (Noor et al. 1999).
Hubungan pemanasan global dengan hutan mangrove
Pemanasan global disebabkan oleh gas rumah kaca. Hutan menjadi salah satu
faktor yang dianggap sebagai sumber gas rumah kaca karena menghasilkan gas CO2,
CH4 dan N2O pada saat penebangan dan pembakaran hutan (Indrawan 1995).
Pemanasan global dapat menyebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim yang
terjadi dapat meningkatkan suhu, presipitasi, intensitas banjir, dan juga
meningkatkan permukaan laut. Salah satu ekosistem yang terkena dampaknya
secara langsung adalah ekosistem mangrove. Meningkatnya permukaan air laut
akan berpengaruh terhadap keberadaan mangrove karena belum diketahui apakah
mangrove saat ini dapat mengimbangi perubahan muka air laut tersebut. Salah satu
hal yang harus diperhatikan dalam mengantisipasi dampak terhadap kenaikan muka
air laut yaitu dengan mengetahui klasifikasi hidrologi jenis-jenis mangrove yang
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi hidrologi (Oostewaal 2010)
Inundation
class
Tidal regime
Flooded by
Elevation
Cm+MSL
Duration of
inudation
Mm per inudation
Vegetation
Species
1 All high tides <0 >600 None
2 Lower
medium high
tides
0 – 50 450 – 600 Avicennia spp.,
Sonneratia
2* Higher
medium high
tides
50 – 100 200 – 450 Avicennia spp.,
Rhizophora
spp., Bruguiera
parviflora
3 Normal high
tides
100 –
150
100 – 200 Avicennia
officinalis,
Rhizophora
spp., Ceriops,
Bruguiera
5
Lanjutan Tabel 1
Inundation
class
Tidal regime
Flooded by
Elevation
Cm+MSL
Duration of
inudation
Mm per inudation
Vegetation
Species
4 Spring high
tides
150 –
210
50 – 100 Lumnizera,
Bruguiera,
Acrosticum
aureum
5 Equinoctial
tides
>210 <50 Ceriops spp.,
Phoenix
paludosa Sumber: Hills (2011)
Berdasarkan klasifikasi hidrologi tersebut, dapat diketahui jenis-jenis
mangrove pada daerah pasang surut dengan durasi penggenangan tertentu sehingga
hal ini dapat dijadikan pertimbangan untuk penanaman mangrove yang semakin
terdegradasi dengan permukaan air laut yang juga berubah akibat pemanasan global.
Pemanasan global akan meningkat pula seiring dengan deforestasi yang terjadi
meskipun deforestasi hanya menyumbang 9% penyebab pemanasan global
(Goldemberg 1989 dalam Indrawan 1995). Deforestasi yang terjadi di hutan
mangrove yang disebabkan konversi lahan, pencemaran, sedimentasi dan
penebangan hutan ini menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas ekosistem
mangrove. Usaha untuk meningkatkan kembali fungsi mangrove yang telah rusak
yaitu perlu dilakukan restorasi mangrove yang disesuaikan dengan kondisi
lingkungan setempat (LPP-Mangrove 2005) serta penanganannya melibatkan
beberapa sektor, seperti pemerintah daerah dan masyarakat agar tercipta
penanganan yang terpadu dan sinergi antar sektor (Wibisana 2012). Kerjasama
dengan masyarakat juga dapat menguntungkan diantaranya dapat meningkatkan
persentase tumbuh tanaman rata-rata hingga 80% serta meningkatkan keamanan
hingga terjalinnya koordinasi yang baik dengan pihak-pihak terkait (Suyanto 1995).
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2013 sampai Desember 2013.
Lokasi penelitian yaitu di rumah kaca, Laboratorium Ekologi Hutan, Departemen
Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah kolam berukuran 1.8 m x 1 m
x 0.7 m sebanyak 3 buah, selang air, polybag berukuran 20 cm x 15 cm, meteran
jahit, penggaris, kaliper, spidol permanen, kamera digital, oven, timbangan, dan
tally sheet.
6
Bahan utama yang digunakan adalah semai Sonneratia caseolaris Engl.
(pedada) yang berasal dari cabutan alam di Kawasan Mangrove Elang Laut dengan
kriteria tinggi 30-50 cm dan diameter 0.4-0.6 cm sebanyak 45 anakan, air, dan
media (campuran tanah, pasir dan kompos).
Prosedur Penelitian
1. Pembuatan kolam
Kolam berfungsi meletakan semai mangrove yang akan digenangi pada lama
dan tingkat kedalaman penggenangan yang berbeda.
2. Pemilihan dan pengangkutan semai Sonneratia caseolaris (pedada)
Semai S. caseolaris (pedada) diperoleh dari kawasan mangrove Elang Laut,
Jakarta Utara. Semai yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari cabutan alam
yang dipilih berdasarkan tinggi yang sama dan memiliki fenotipe yang sehat. Semai
yang telah dipilih kemudian dibawa menuju lokasi penelitian di rumah kaca
Laboratorium Ekologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.
3. Persiapan semai
Tahapan persiapan semai sebelum diletakkan dalam kolam adalah sebagai
berikut:
a. Penyiapan media sapih berupa campuran tanah, pasir dan kompos dengan
perbandingan 1:1:1 yang dimasukkan kedalam polybag berukuran 20 cm
x 15 cm.
b. Semai S. caseolaris (pedada) kemudian dipindahkan dalam media yang
telah disiapkan.
c. Semai kemudian diletakkan pada kolam-kolam yang berisi rak dengan
ketinggian yang berbeda untuk mengetahui tingkat kedalaman
penggenangan.
Gambar 1 Semai pada ketinggian yang berbeda
4. Persiapan penggenangan
Proses penggenangan dilakukan setelah semai tersusun dalam kolam dengan
ketinggian rak yang berbeda. Penggenangan pada tingkat kedalaman dan lama
penggenangan yang berbeda ini dilakukan dengan cara mengalirkan air melalui
selang yang ada.
7
Gambar 2 Penggenangan mangrove dalam kolam
5. Pengamatan dan pengukuran
Semai S. caseolaris yang digenangi akan diamati dan dilakukan pengukuran
setiap minggu selama 3 bulan. Pengamatan ini dilakukan untuk melihat respon
pertumbuhan semai S. caseolaris terhadap perlakuan penggenangan dengan lama
dan tingkat kedalaman penggenangan yang berbeda. Adapun variabel yang diamati
adalah sebagai berikut:
A. Tinggi semai
Tinggi semai diukur mulai dari pangkal batang yang diberi tanda hingga
ujung titik tumbuh (apikal). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat
bantu mistar.
B. Diameter semai
Diameter semai diukur pada posisi dibawah ruas ketiga yang diberi
tanda. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper.
C. Jumlah ruas pada batang
Jumlah ruas pada batang dihitung setiap minggu pengamatan.
D. Persentase hidup semai
Jumlah semai yang hidup dan mati dihitung untuk mengetahui
persentase hidup semai S. caseolaris. Perhitungan jumlah persentase hidup
semai dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Persentase hidup semai= (jumlah semai hidup
jumlah seluruh semai yang diamati) x100%
E. Berat kering total
Berat kering total diukur pada akhir pengamatan dengan menjumlahkan
berat kering pucuk dan berat kering akar. Berat kering total ini diukur
berdasarkan sampel semai yang dianggap mewakili dari setiap perlakuan
yaitu semai yang memiliki diameter tertinggi, rata-rata dan terendah. Sampel
yang diambil berjumlah 27 semai yang kemudian dipisahkan antara
komponen akar, batang dan daun. Sampel dikeringkan selama satu hari
kemudian dilakukan pengovenan dengan suhu 105˚C (Sutaryo 2009) selama
24 jam, setelah itu ditimbang berat keringnya.
Penentuan berat kering total dapat dihitung melalui perhitungan
persentase kadar air dan berat kering tanur. Haygreen dan Bowyer (1989)
merumuskan perhitungan kadar air sebagai berikut
%KA=BBc-BKc
BKcx 100%
Keterangan:
%KA : persen kadar air
BBc : berat basah contoh (gram)
8
BKc : berat kering contoh (gram)
Selanjutnya untuk perhitungan berat kering tanur menggunakan rumus
sebagai berikut
BKT=BBc
1+%KA
100
Keterangan:
BKT : berat kering tanur (gram)
BBc : berat kering contoh (gram)
%KA : persen kadar air
F. Nisbah Pucuk Akar
Nisbah pucuk akar merupakan perbandingan antara berat kering pucuk
dan berat kering akar. Pengukurannya dilakukan bersamaan dengan
pengukuran berat kering total. Bagian pucuk merupakan bagian atas anakan
yang terdiri dari batang, cabang dan daun. Perhitungan nisbah pucuk akar
dengan menggunakan rumus sebagai berikut
Nisbah pucuk akar=Bobot kering pucuk
Bobot kering akar
6. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktorial 3x3
dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat dua faktor dalam percobaan ini,
yaitu faktor lama penggenangan (A) dan faktor tingkat kedalaman penggenangan
(B). Masing-masing faktor terdapat tiga taraf. Taraf pada faktor lama
penggenangan, yaitu penggenangan 3-6 jam (a0), penggenangan 6-9 jam (a1), dan
penggenangan 12-15 jam (a2), serta taraf pada faktor tingkat kedalaman
penggenangan, yaitu penggenangan sampai batas leher akar (b0), penggenangan ¼-
½ tinggi batang (b1), dan penggenangan ½-¾ tinggi batang (b2), sehingga terdapat
sembilan kombinasi perlakuan, yaitu:
1. a0b0 : penggenangan selama 3-6 jam dengan tingkat kedalaman sampai
batas leher akar
2. a0b1 : penggenangan selama 3-6 jam dengan tingkat kedalaman ¼-½
tinggi batang
3. a0b2 : penggenangan selama 3-6 jam dengan tingkat kedalaman ½-¾
tinggi batang
4. a1b0 : penggenangan selama 6-9 jam dengan tingkat kedalaman sampai
batas leher akar
5. a1b1 : penggenangan selama 6-9 jam dengan tingkat kedalaman ¼-½
tinggi batang
6. a1b2 : penggenangan selama 6-9 dengan tingkat kedalaman ½-¾ tinggi
batang
7. a2b0 : penggenangan selama 12-15 jam dengan tingkat kedalaman sampai
batas leher akar
8. a2b1 : penggenangan selama 12-15 dengan tingkat kedalaman ¼-½ tinggi
batang
9. a2b2 : penggenangan selama 12-15 dengan tingkat kedalaman ½-¾ tinggi
batang
9
Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 5 kali sehingga secara
keseluruhan terdapat 45 unit percobaan. Model persamaan linier dari percobaan
tersarang adalah sebagai berikut (Matjik dan Sumertajaya 2006) :
Model umum rancangan percobaan ini adalah
Yijk= μ + αi + βj+ (αβ)
ij + ԑijk
Keterangan :
Yijk : respon pertumbuhan dari semai ke-k yang dipengaruhi lama
penggenangan ke-i dan tingkat kedalaman penggenangan ke-j
µ : rataan umum
α𝑖 : pengaruh perlakuan dari lama penggenangan ke-i
βj : pengaruh perlakuan dari tingkat kedalaman penggenangan ke-j
(αβ)ij : pengaruh interaksi lama penggenangan ke-i dan tingkat kedalaman
penggenangan ke-j
εijk : pengaruh galat lama penggenangan ke-i, tingkat kedalaman
penggenangan ke-j dan ulangan ke-k
i : 1,2,3
j : 1,2,3
k : 1,2,3,4,5
Analisis data dilakukan dengan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat
pengaruh yang nyata pada variabel percobaan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
Pengolahan data menggunakan software Microsoft Office Excel 2007 dan Statistical
Analysis System (SAS) 9.1.3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Perlakuan tingkat kedalaman dan lama penggenangan memberikan respon
pertumbuhan semai yang berbeda. Rekapitulasi hasil sidik ragam terhadap
pengukuran variabel pertumbuhan semai S. caseolaris tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam variabel pertumbuhan semai S. caseolaris
Engl.
Variabel F hitung
Lama
penggenangan (A)
Tingkat
Kedalaman (B)
Interaksi (AB)
Tinggi tn ** *
Diameter tn * *
Jumlah ruas batang tn ** tn
Persentase hidup tn tn tn
Berat kering tn ** *
Nisbah pucuk akar * tn tn
Keterangan: * = berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95%; ** = berpengaruh nyata pada
selang kepercayaan 99%; tn = tidak berpengaruh nyata
10
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa perlakuan lama penggenangan
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap variabel tinggi, diameter, jumlah ruas
pada batang, persentase hidup dan berat kering total namun berpengaruh pada
nisbah pucuk akar semai S. caseolaris. Tingkat kedalaman penggenangan
mempengaruhi tinggi, diameter, jumlah ruas pada batang, dan berat kering total
namun tidak berpengaruh nyata terhadap persentase hidup dan nisbah pucuk akar
dari semai S. caseolaris. Interaksi antara tingkat kedalaman dan lama
penggenangan memberikan pengaruh nyata terhadap variabel tinggi, diameter dan
berat kering total.
Tinggi semai
Tinggi merupakan salah satu parameter untuk mengukur pertumbuhan
semai. Berdasarkan Tabel 2, interaksi antara tingkat kedalaman dan lama
penggenangan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi
semai sehingga dilakukan uji lanjut untuk menguji pengaruh-pengaruh sederhana
dengan menggunakan uji Duncan. Hasil dari pengujian pengaruh-pengaruh
sederhana tersebut yaitu sebagai berikut
1. Pengaruh sederhana faktor lama penggenangan (A) pada tingkat kedalaman
penggenangan sampai batas leher akar (b0) terhadap tinggi semai
Perlakuan a0b0 a1b0 a2b0
Rata-rata (cm) 45.9 34.61 41.45
Interaksi antara faktor lama dan tingkat kedalaman penggenangan pada taraf
leher akar (b0) memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan tinggi
semai. Tingkat kedalaman penggenangan sampai batas leher akar selama 3-6
jam memberikan nilai rata-rata tinggi yang lebih besar dibandingkan
penggenangan selama 6-9 jam dan 12-15 jam pada tingkat kedalaman
penggenangan sampai batas leher akar.
2. Pengaruh sederhana faktor lama penggenangan (A) pada tingkat kedalaman
penggenangan ¼-½ tinggi batang (b1) terhadap tinggi semai
Perlakuan a0b1 a1b1 a2b1
Rata-rata (cm) 67.38 53.91 53.05
Interaksi antara faktor lama dan tingkat kedalaman penggenangan pada taraf
penggenangan ¼-½ tinggi batang memberikan respon yang berbeda terhadap
pertumbuhan tinggi semai. Penggenangan selama 3-6 jam pada tingkat
kedalaman ¼-½ tinggi batang memberikan nilai rata-rata tinggi yang lebih besar
dibandingkan dengan penggenangan selama 6-9 jam dan 12-15 jam pada tingkat
penggenangan yang sama.
3. Pengaruh sederhana faktor lama penggenangan (A) pada tingkat kedalaman
penggenangan ½-¾ tinggi batang (b2) tehadap tinggi semai
Perlakuan a0b2 a1b2 a2b2
Rata-rata (cm) 68.86 71.72 67.74
Tingkat kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi batang pada lama penggenangan
6-9 jam dan 12-15 jam memberikan respon yang tidak berbeda terhadap
pertumbuhan tinggi tinggi. Penggenangan selama 6-9 jam pada tingkat
kedalaman tersebut memberikan nilai rata-rata tinggi lebih besar dibandingkan
dengan rata-rata tinggi semai pada penggenangan 3-6 jam dan 12-15 jam.
4. Pengaruh sederhana tingkat kedalaman (B) pada lama penggenangan 3-6 jam
(a0) terhadap tinggi semai
11
Perlakuan a0b0 a0b1 a0b2
Rata-rata (cm) 45.9 67.38 68.86
Tingkat kedalaman penggenangan ¼-½ tinggi batang dan ½-¾ tinggi batang
selama 3-6 jam memberikan respon pertumbuhan tinggi yang tidak berbeda
dengan tingkat kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi batang selama 3-6 jam
memiliki rata-rata tinggi lebih besar dibandingkan dengan rata-rata tinggi pada
tingkat kedalaman penggenangan lainnya.
5. Pengaruh sederhana tingkat kedalaman (B) pada lama penggenangan 6-9 jam
(a1) terhadap tinggi semai
Perlakuan a1b0 a1b1 a1b2
Rata-rata (cm) 34.61 53.91 71.72
Interaksi antara faktor tingkat kedalaman dengan lama penggenangan 6-9 jam
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap respon pertumbuhan tinggi semai.
Tingkat kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi batang memiliki nilai rata-rata
tinggi lebih besar dibandingkan dengan penggenangan ¼-½ tinggi batang dan
sampai batas leher akar selama 6-9 jam.
6. Pengaruh sederhana tingkat kedalaman (B) pada lama penggenangan 12-15 jam
(a2) terhadap tinggi semai
Perlakuan a2b0 a2b1 a2b2
Rata-rata (cm) 41.45 53.05 67.74
Interaksi antara faktor tingkat kedalaman dengan lama penggenangan 12-15 jam
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap respon pertumbuhan tinggi semai.
Tingkat kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi batang memiliki nilai rata-rata
tinggi lebih besar dibandingkan dengan penggenangan ¼-½ tinggi batang dan
sampai batas leher akar selama 12-15 jam.
Hasil uji pada pengaruh sederhana faktor tingkat kedalaman pada berbagai
lama penggenangan terhadap respon pertumbuhan tinggi semai S. caseolaris seperti
tersaji pada Gambar 3.
Gambar 3 Respon pertumbuhan tinggi terhadap pengaruh tingkat kedalaman
pada lama penggenangan yang berbeda
Berdasarkan hasil pengujian berbagai pengaruh sederhana yang disajikan
pada Gambar 3, dapat diketahui tingkat kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi
batang memiliki rata-rata pertumbuhan tinggi lebih besar. Tingkat kedalaman
0
10
20
30
40
50
60
70
80
3-6 jam 6-9 jam 12-15 jam
Rat
a-ra
ta t
inggi
sem
ai (
cm)
Lama penggenangan (A)
Respon rata-rata pertumbuhan tinggi
leher akar
¼-½ tinggi batang
½-¾ tinggi batang
12
penggenangan ½-¾ tinggi batang selama 6-9 jam menunjukkan respon
pertumbuhan tinggi lebih besar dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang
lain.
Diameter Semai
Berdasarkan Tabel 2, diketahui perlakuan tingkat kedalaman penggenangan
serta interaksi antara tingkat kedalaman dan lama penggenangan memberikan
pengaruh nyata terhadap diameter semai. Selanjutnya dilakukan uji lanjut untuk
mengetahui respon pengaruh-pengaruh sederhana kedua perlakuan tersebut dengan
menggunakan uji Duncan. Hasil dari pengujian tersebut adalah sebagai berikut
1. Pengaruh sederhana faktor lama penggenangan (A) pada tingkat kedalaman
penggenangan sampai batas leher akar (b0) terhadap diameter semai
Perlakuan a0b0 a1b0 a2b0
Rata-rata (cm) 0.63 0.72 0.69
Tingkat kedalaman penggenangan sampai batas leher akar pada lama 3-6 jam,
6-9 jam dan 12-15 jam memberikan respon yang tidak berbeda nyata terhadap
pertumbuhan diameter semai. Tingkat kedalaman penggenangan sebatas leher
akar selama 6-9 jam menunjukkan rata-rata diameter yang lebih besar
dibandingkan pada penggenangan selama 3-6 jam dan 12-15 jam pada tingkat
kedalaman penggenangan yang sama.
2. Pengaruh sederhana faktor lama penggenangan (A) pada tingkat kedalaman
penggenangan ¼-½ tinggi batang (b1) terhadap diameter semai
Perlakuan a0b1 a1b1 a2b1
Rata-rata (cm) 0.91 0.75 0.81
Tingkat kedalaman penggenangan ¼-½ tinggi batang selama 6-9 jam dan 12-
15 jam memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap pertumbuhan
diameter semai. Lama penggenangan 3-6 jam pada tingkat kedalaman
penggenangan ¼-½ tinggi batang memberikan rata-rata diameter lebih besar
dibandingkan dengan rata-rata respon pertumbuhan diameter pada lama
penggenangan 6-9 jam dan 12-15 jam.
3. Pengaruh sederhana faktor lama penggenangan (A) pada tingkat kedalaman ½-
¾ tinggi batang (b2) terhadap diameter semai
Perlakuan a0b2 a1b2 a2b2
Rata-rata (cm) 0.79 1.04 0.93
Interaksi antara faktor lama penggenangan dengan tingkat kedalaman
penggenangan ½-¾ tinggi batang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
respon pertumbuhan diameter semai. Penggenangan ½-¾ tinggi batang selama
6-9 jam memberikan rata-rata diameter lebih besar dibandingkan dengan
penggenangan selama 3-6 jam dan 12-15 jam.
4. Pengaruh sederhana faktor tingkat kedalaman (B) pada lama penggenangan 3-
6 jam (a0) terhadap diameter semai
Perlakuan a0b0 a0b2 a0b1
Rata-rata (cm) 0.63 0.79 0.91
Penggenangan sampai batas leher akar dan ½-¾ tinggi batang selama 3-6 jam
memberikan respon pertumbuhan diameter yang tidak berbeda. Penggenangan
selama 3-6 jam pada tingkat kedalaman ¼-½ tinggi batang memiliki nilai rata-
13
rata diameter lebih besar dibandingkan dengan tingkat penggenangan sebatas
leher akar dan ½-¾ tinggi batang.
5. Pengaruh sederhana faktor tingkat kedalaman (B) pada lama penggenangan 6-
9 jam (a1) terhadap diameter semai
Perlakuan a1b0 a1b1 a1b2
Rata-rata (cm) 0.72 0.75 1.04
Tingkat kedalaman penggenangan sampai batas leher akar dan ¼-½ tinggi
batang selama 6-9 jam memiliki respon terhadap pertumbuhan diameter yang
tidak berbeda. Penggenangan 6-9 jam pada tingkat ½-¾ tinggi batang memiliki
nilai rata-rata diameter lebih besar dibandingkan dengan penggenangan sampai
batas leher akar dan ¼-½ tinggi batang.
6. Pengaruh sederhana faktor tingkat kedalaman (B) pada lama penggenangan 12-
15 jam (a2) terhadap diameter semai
Perlakuan a2b0 a2b1 a2b2
Rata-rata (cm) 0.69 0.81 0.93
Tingkat kedalaman penggenangan sampai batas leher akar dan ¼-½ tinggi
batang selama 12-15 jam memiliki respon terhadap pertumbuhan diameter yang
tidak berbeda. Penggenangan 12-15 jam pada tingkat kedalaman ½-¾ tinggi
batang memiliki nilai rata-rata diameter lebih besar dibandingkan dengan
penggenangan sampai batas leher akar dan ¼-½ tinggi batang.
Hasil uji pada pengaruh sederhana faktor tingkat kedalaman pada berbagai
lama penggenangan terhadap respon pertumbuhan diameter semai S. caseolaris
seperti tersaji pada Gambar 4.
Gambar 4 Respon pertumbuhan diameter terhadap pengaruh tingkat kedalaman
pada lama penggenangan yang berbeda
Berdasarkan hasil pengujian berbagai pengaruh sederhana yang disajikan
pada Gambar 4, dapat diketahui tingkat kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi
batang memiliki rata-rata pertumbuhan diameter lebih besar pada lama
penggenangan 6-9 jam dan 12-15 jam sedangkan pada lama penggenangan 3-6 jam
tingkat kedalaman penggenangan ¼-½ tinggi batang memiliki nilai rata-rata
diameter lebih besar. Tingkat kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi batang selama
6-9 jam menunjukkan respon pertumbuhan diameter lebih besar dibandingkan
dengan kombinasi perlakuan lainnya.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
3-6 jam 6-9 jam 12-15 jam
Rat
a-ra
ta d
iam
eter
sem
ai (
cm)
Lama penggenangan (A)
Respon rata-rata pertumbuhan diameter
leher akar
¼-½ tinggi batang
½-¾ tinggi batang
14
Jumlah ruas pada batang
Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 2 menunjukkan perlakuan tingkat
kedalaman penggenangan mempengaruhi jumlah ruas pada batang semai S.
caseolaris sehingga dilakukan uji Duncan dan hasilnya tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan tingkat kedalaman penggenangan
terhadap jumlah ruas pada batang semai S. caseolaris
Perlakuan (tingkat kedalaman penggenangan) Respon rata-rata jumlah ruas
Penggenangan sampai batas leher akar (b0) 7.133c
Penggenangan ¼-½ tinggi batang (b1) 10.33b
Penggenangan ½-¾ tinggi batang (b2) 12.60a
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan
95%
Hasil uji Duncan (Tabel 3) menunjukkan tingkat kedalaman penggenangan
memberikan respon yang berbeda terhadap jumlah ruas pada batang semai.
Penggenangan ½-¾ tinggi batang (b2) memiliki respon lebih besar terhadap jumlah
ruas pada batang semai S. caseolaris dibandingkan dengan tingkat kedalaman
penggenangan sampai batas leher akar dan ¼-½ tinggi batang.
Berat kering total
Berdasarkan Tabel 2, diketahui perlakuan tingkat kedalaman penggenangan
serta interaksi antara tingkat kedalaman dan lama penggenangan memberikan
pengaruh terhadap berat kering total sedangkan lama penggenangan tidak
mempengaruhi berat kering total semai S. caseolaris. Selanjutnya dilakukan uji
lanjut untuk mengetahui respon pengaruh-pengaruh sederhana kedua perlakuan
tersebut dengan menggunakan uji Duncan. Hasil dari pengujian tersebut adalah
sebagai berikut
1. Pengaruh sederhana faktor lama penggenangan (A) pada tingkat kedalaman
penggenangan sampai batas leher akar (b0) terhadap berat kering total semai
Perlakuan a0b0 a1b0 a2b0
Rata-rata (gram) 14 11.3 8
Pengaruh faktor lama penggenangan pada tingkat kedalaman penggenangan
sampai batas leher akar memberikan respon terhadap berat kering total yang
berbeda. Penggenangan selama 3-6 jam pada tingkat kedalaman sampai
batas leher akar memiliki nilai rata-rata berat kering total lebih tinggi
dibandingkan dengan penggenangan 6-9 jam dan 12-15 jam.
2. Pengaruh sederhana faktor lama penggenangan (A) pada tingkat kedalaman
penggenangan ¼-½ tinggi batang (b1) terhadap berat kering total semai
Perlakuan a0b1 a1b1 a2b1
Rata-rata (gram) 24.3 17 12.3
Pengaruh faktor lama penggenangan pada tingkat kedalaman penggenangan
¼-½ tinggi batang memberikan respon yang berbeda terhadap berat kering
total semai. Penggenangan selama 3-6 jam pada tingkat kedalaman ¼-½
tinggi batang memiliki nilai rata-rata berat kering total lebih tinggi
dibandingkan dengan penggenangan 6-9 jam dan 12-15 jam.
3. Pengaruh sederhana faktor lama penggenangan (A) pada tingkat kedalaman
penggenangan ½-¾ tinggi batang (b2) terhadap berat kering total semai
15
Perlakuan a0b2 a1b2 a2b2
Rata-rata (gram) 14 25.3 20.6
Pengaruh faktor lama penggenangan pada tingkat kedalaman penggenangan
½-¾ tinggi batang memberikan respon yang berbeda terhadap berat kering
total semai. Penggenangan selama 6-9 jam pada tingkat kedalaman ½-¾
tinggi batang memiliki nilai rata-rata berat kering total lebih tinggi
dibandingkan dengan penggenangan 3-6 jam dan 12-15 jam.
4. Pengaruh sederhana faktor tingkat kedalaman penggenangan (B) terhadap
lama penggenangan 3-6 jam (a0) terhadap berat kering total semai
Perlakuan a0b0 a0b2 a0b1
Rata-rata (gram) 14 14 24.3
Pengaruh faktor tingkat kedalaman penggenangan sampai batas leher akar
dan ½-¾ tinggi batang selama 3-6 jam memberikan respon terhadap berat
kering total yang tidak berbeda. Penggenangan selama 3-6 jam pada tingkat
kedalaman ¼-½ tinggi batang memiliki rata-rata berat kering total semai
lebih besar dibandingkan penggenangan dengan kedalaman batas leher akar
dan ½-¾ tinggi batang.
5. Pengaruh sederhana faktor tingkat kedalaman penggenangan (B) pada lama
penggenangan 6-9 jam (a1) terhadap berat kering total semai
Perlakuan a1b0 a1b1 a1b2
Rata-rata (gram) 11.3 17 25.3
Pengaruh faktor tingkat kedalaman penggenangan pada lama penggenangan
6-9 jam memberikan respon yang berbeda terhadap berat kering total semai.
Penggenangan dengan tingkat kedalaman ½-¾ tinggi batang selama 6-9 jam
memiliki nilai rata-rata berat kering total lebih tinggi dibandingkan dengan
tingkat kedalaman lainnya.
6. Pengaruh sederhana faktor tingkat kedalaman penggenangan (B) pada lama
penggenangan 12-15 jam (a2) terhadap berat kering total semai
Perlakuan a2b0 a2b1 a2b2
Rata-rata (gram) 8 12 20.6
Pengaruh faktor tingkat kedalaman penggenangan pada lama penggenangan
12-15 jam memberikan respon yang berbeda terhadap berat kering total
semai. Penggenangan selama 12-15 jam dengan tingkat kedalaman ½-¾
tinggi batang memiliki nilai rata-rata berat kering total lebih besar
dibandingkan dengan tingkat kedalaman penggenangan lainnya.
Hasil uji pada pengaruh sederhana faktor tingkat kedalaman pada berbagai
lama penggenangan terhadap respon berat kering total semai S. caseolaris seperti
tersaji pada Gambar 5.
16
Gambar 5 Respon berat kering total semai terhadap pengaruh tingkat
kedalaman pada lama penggenangan yang berbeda
Berdasarkan hasil pengujian berbagai pengaruh sederhana yang disajikan
pada Gambar 5, dapat diketahui tingkat kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi
batang memiliki rata-rata berat kering total lebih besar pada lama penggenangan 6-
9 jam dan 12-15 jam sedangkan pada lama penggenangan 3-6 jam, tingkat
kedalaman penggenangan ¼-½ tinggi batang menunjukkan rata-rata berat kering
total yang lebih besar. Tingkat kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi batang selama
6-9 jam menunjukkan respon berat kering total lebih besar dibandingkan dengan
kombinasi perlakuan lainnya.
Nisbah pucuk akar
Berdasarkan Tabel 2 diketahui perlakuan lama penggenangan memberikan
pengaruh terhadap nisbah pucuk akar semai S. caseolaris sehingga dilakukan uji
lanjut dengan uji Duncan. Hasil uji Duncan tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh perlakuan lama penggenangan terhadap nisbah
pucuk akar S. caseolaris
Perlakuan (lama penggenangan) Respon rata-rata nisbah pucuk akar
Penggenangan 3-6 jam (a0) 2.0233a
Penggenangan 6-9 jam (a1) 1.2911b
Penggenangan 12-15 jam (a2) 1.9444ab
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan
95%
Berdasarkan hasil uji Duncan terhadap lama penggenangan (Tabel 4) dapat
diketahui bahwa faktor lama penggenangan memberikan respon yang berbeda
terhadap nisbah pucuk akar semai. Lama penggenangan 3-6 jam memiliki nilai rata-
rata nisbah pucuk akar yang lebih tinggi.
Persentase hidup semai
Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan
tingkat kedalaman dan lama penggenangan tidak berpengaruh nyata pada persen
hidup semai S. caseolaris. Selama 12 minggu pengamatan, semai S. caseolaris
mampu bertahan hidup dengan persentase hidup 100%.
0
5
10
15
20
25
30
3-6 jam 6-9 jam 12-15 jamRat
a-ra
ta b
erat
ker
ing t
ota
l (g
ram
)
Lama penggenangan (A)
Respon terhadap berat kering total semai
leher akar
¼-½ tinggi batang
½-¾ tinggi batang
17
Pembahasan
Pemanasan global menyebabkan banyak dampak, salah satunya adalah
meningkatnya permukaan air laut. Hal ini akan berpengaruh pada ekosistem
mangrove yang berada pada daerah peralihan daratan dan lautan. Tingkat
penggenangan dan lama penggenangan merupakan faktor yang akan
mempengaruhi ekosistem mangrove sebagai dampak meningkatnya muka air laut.
Hasil dari penelitian ini dapat berguna untuk merehabilitasi mangrove yang
terdegradasi atau rusak seiring dengan naiknya muka air laut, yaitu dengan
menggunakan jenis yang mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut. Sonneratia
caseolaris merupakan salah satu jenis mangrove sejati yang memiliki adaptasi
terhadap lingkungan (Susanto dkk 2012) yang digunakan untuk merestorasi
ekosistem mangrove.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan respon yang berbeda terhadap
pertumbuhan S. caseolaris yang diberi perlakuan tingkat kedalaman dan lama
penggenangan. Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel 2), perlakuan
tingkat kedalaman penggenangan mempengaruhi pertumbuhan tinggi, diameter,
jumlah ruas pada batang dan berat kering total. Perlakuan tingkat kedalaman
penggenangan memberikan pengaruh yang menyebabkan adanya interaksi dengan
lama penggenangan yaitu pada parameter tinggi, diameter dan berat kering total.
Tingkat kedalaman penggenangan mempengaruhi jumlah ruas pada batang semai
S. caseolaris. Hasil uji Duncan pada jumlah ruas batang menunjukkan tingkat
kedalaman penggenangan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
pertumbuhan jumlah ruas pada batang semai. Penggenangan dengan tingkat
kedalaman ½-¾ tinggi batang memberikan respon pertumbuhan jumlah ruas pada
batang yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat penggenangan sampai batas
leher akar dan ¼-½ tinggi batang. Ruas pada batang merupakan tempat tumbuh
daun sehingga semakin banyak jumlah ruas maka semakin banyak jumlah daun dan
sumber makanan untuk pertumbuhan semakin tinggi (Sutedjo 1994). Tingkat
kedalaman penggenangan tidak mempengaruhi nisbah pucuk akar dan persentase
hidup semai. Hal ini menunjukkan bahwa nilai nisbah pucuk akar semai S.
caseolaris tidak dipengaruhi oleh perlakuan tingkat penggenangan yang diberikan.
Selain itu, semai juga mampu hidup dengan perlakuan tingkat kedalaman
penggenangan yang diberikan.
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa perlakuan lama penggenangan tidak
mempengaruhi pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah ruas batang, persentase hidup
dan juga berat kering semai. Hal ini berarti taraf perlakuan lama penggenangan 3-6
jam, 6-9 jam dan 12-15 jam tidak berpengaruh terhadap respon pertumbuhan
tersebut. Namun perlakuan lama penggenangan memberikan pengaruh terhadap
nisbah pucuk akar semai S. caseolaris. Hasil uji Duncan menunjukkan lama
penggenangan 3-6 jam memberikan respon nisbah pucuk akar semai lebih besar
dibanding lama penggenangan lainnya. Nisbah pucuk akar menggambarkan
perbandingan antara kemampuan tanaman dalam menyerap air dan mineral dengan
proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman (Mestika 2007 dalam
Rachmawati 2012).
Interaksi antara perlakuan tingkat kedalaman dan lama penggenangan
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, diameter dan berat kering total
semai sehingga dilakukan uji terhadap pengaruh sederhana terhadap kedua faktor
18
tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor tingkat kedalaman
penggenangan terhadap taraf pada lama penggenangan dan sebaliknya. Hasil uji
lanjut terhadap pengaruh sederhana faktor lama penggenangan dan tingkat
kedalaman penggenangan dengan uji Duncan menunjukkan kombinasi
penggenangan selama 6-9 jam dengan tingkat kedalaman ½-¾ tinggi batang (a1b2)
memberikan respon pertumbuhan tinggi, diameter dan berat kering total semai S.
caseolaris yang lebih besar. Lama penggenangan tersebut masih dalam interval
durasi penggenangan untuk jenis Sonneratia. Menurut klasifikasi hidrologi
(Oostewal 2010 dalam Hills 2011) lama penggenangan untuk jenis Sonneratia
yaitu 7-10 jam. Namun untuk tingkat penggenangan memberikan respon yang
berbeda dengan hasil penelitian Purnama (2012) yang menunjukkan S. caseolaris
sebatas leher akar memberikan respon pertumbuhan semai yang lebih besar pada
umur 2 bulan dan 4 bulan sert masih dapat tumbuh secara optimal hingga tingkat
penggenangan ½ tinggi batang. Penelitian Permatasari (2011) juga menunjukkan
penggenangan Bruguiera gymnorrhiza sebatas leher akar memberikan respon yang
lebih besar pada kondisi naungan dan tanpa naungan. Ambaraji (2011) melaporkan
penggenangan Rhizophora mucronata sampai setengah tinggi batang menghasilkan
respon pertumbuhan lebih besar. Perbedaan ini dikarenakan faktor lingkungan yang
juga ikut mempengaruhi pertumbuhan mangrove seperti suhu udara, arus laut,
gelombang laut, tempat tumbuh, salinitas, zona pasang surut, dan subsrat lumpur
(Kusmana et al. 2008). Penelitian Purnama (2012), Ambaraji (2011) dan
Permatasari (2011) yang dilakukan di Kawasan Mangrove Angke Kapuk ini dapat
dipengaruhi arus, kecepatan angin dan juga gelombang. Wibisono (2005)
menyatakan bahwa dengan adanya gelombang ini sangat mempermudah proses
kelarutan gas oksigen untuk kepentingan kehidupan, seperti proses respirasi.
Perlakuan penggenangan menyebabkan tanah dalam semai mangrove menjadi
jenuh air. Pada tanah yang tergenang, pori-pori tanah tertutup oleh air sehingga
konsentrasi oksigen dalam tanah sangat kecil (Hogart 2007). Kondisi ini
menyebabkan kandungan oksigen terlarut menjadi rendah. Oksigen terlarut sangat
penting bagi pertumbuhan mangrove karena berkaitan dengan proses fotosintesis
dan respirasi.
Selama 12 minggu pengamatan, semai S. caseolaris mampu bertahan hidup
dengan persentase hidup 100%. Saat pengamatan sering ditemui hama dan juga
penyakit pada semai S. caseolaris (Gambar 6). Hama tersebut diantaranya semut
hitam, serangga kecil, ulat, dan keong. Menurut Dakir (2009), beberapa faktor yang
mempengaruhi keberadaan semut pada ekosistem mangrove yaitu sumber makanan,
sarang dan gangguan. Sumber makanan beberapa semut pada daerah mangrove
adalah cairan embun madu yang terdapat di daun atau ranting pohon (Dakir 2009).
Semut juga sebagai predator yang memangsa serangga perusak pada Sonneratia,
Rhizophora dan Bruguiera. Sedangkan penyakit yang pernah ditemui adalah embun
jelaga dan daun menguning. Rahayu (1999) menyatakan bahwa tanaman yang
terkena embun jelaga akan menyebabkan daun menguning dan kemudian rontok.
Keberadaan hama penyakit ini tidak mempengaruhi pertumbuhan semai secara
signifikan.
19
Gambar 6 Hama penyakit pada semai S. caseolaris pada saat pengamatan; serangga
kecil (a); ulat (b); daun menguning (c).
Ekosistem mangrove salah satunya dipengaruhi oleh aktivitas pasang surut.
Pasang surut memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan mangrove karena berkaitan
dengan ketersediaan air payau yang juga mempengaruhi kadar salinitas pada habitat
mangrove. Lama waktu penggenangan dan tingkat ketinggian saat pasang juga
mempengaruhi sistem perakaran mangrove. Pada saat semai, mangrove akan
kesulitan mendapatkan oksigen sehingga mengganggu proses metabolisme yang
terjadi. Berdasarkan pengamatan selama 12 minggu, pada minggu ke-7 muncul akar
pasak (pneumatophore) pada semai yang digenangi ½-¾ tinggi batang selama 6-9
jam. Hal ini diduga merupakan bentuk adaptasi semai untuk memperoleh oksigen.
Namun, akar yang muncul pada semai belum mampu mencapai tinggi genangan.
Gambar 7 Akar pasak S. caseolaris
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
tingkat kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi batang selama 6-9 jam memberikan
respon pertumbuhan semai S. caseolaris yang lebih baik dibandingkan dengan
kombinasi perlakuan lainnya.
Saran
Penanaman semai S. caseolaris dapat dilakukan pada areal dengan tingkat
kedalaman penggenangan ½-¾ tinggi batang dan lama penggenangan 6-9 jam.
a b c
20
DAFTAR PUSTAKA
[LPP-Mangrove] Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. 2002.
Menelaah Data dan Informasi menganai Restorasi Mangrove secara Nasional
dan di sekitar Laut Cina Selatan [draft laporan akhir]. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Ambaraji H. 2011. Pengaruh umur dan tingkat penggenangan terhadap
pertumbuhan semai bakau (Rhizophora mucronata Lamk.) di Kawasan
Ekowisata Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara[skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Dakir. 2009. Keanekaragaman dan komposisi spesies semut (Hymenoptera:
Formicidae) pada vegetasi mangrove Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara
dan Muara Angke[tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Donato DC, Kauffman JB, Murdiyarso D, Kurnianto S, Stidham M, Kanninen M.
2012. Mangrove adalah salah satu hutan terkaya karbon di kawasan tropis.
Brief (12); [diunduh 2013 Sep 23]. Tersedia pada:
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/infobrief/3773-infobrief.pdf
Gilman EL, Ellison J, Duke NC, Field C. 2008. Treats to mangroves from climate
change and adaptation options: a review. Aquatic Botany. 89(2008):237-
250.doi: 10.1016/j.aquabot.2007.12.009; [diunduh 2013 Sep 1]. Tersedia
pada:
http://cmsdata.iucn.org/downloads/aquatic_botany_mangrove_article2008.pdf
Haygreen JG, Bowyer JL. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Hadikusumo,
penerjemah; Prawirohatmoho, edotor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science, An
Introduction.
Hills T. 2011. Adaptation and human dimension – an introduction in context of
Indonesian wetlands. Conservation International; [diunduh 2014 Jan 11].
Tersedia pada: http://www.forestday.org/fileadmin/tropical-
workshop/Overview_Session/6P_HillsT_CI.pdf.
Hogart PJ. 2007. The Biology of Mangrove and Seagrasses Second edition. Oxford
University Press.
Indrawan A. 1995. Deforestasi dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Iklim Global.
Bogor (ID): Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Irwan ZD. 1996. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas
dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara
Kusmana C, Onrizal, Sudarmadji. 2003. Jenis-jenis Pohon Mangrove di Teluk
Bintuni, Papua. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB, PT Bintuni Utama Murni
Wood Industri.
Kusmana C, Wilarso S, Hilwan I, Pamoengkas P, Wibowo C, Tiryana T, Triswanto
A, Yunasfi, Hamzah. 2005. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor (ID):
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Kusmana C, Istomo, Wibowo C, Wilarso S, Siregar IZ, Tiryana T, Sukardjo S.
2008. Manual of Mangrove Silviculture in Indonesia. Korea International
Cooperation Agency (KOICA).
21
Kusmana C. 2010. Respon Mangrove terhadap Perubahan Iklim Global: Aspek
Biologi dan Ekologi Mangrove. Makalah disampaikan pada: Lokakarya
Nasional Peran Mangrove dalam Mitigasi Bencana dan Perubahan Iklim,
KKP; Jakarta, 14–15 Des 2010.
Kustanti A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor (ID): IPB Press.
Matjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS
dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.
Noor R, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove
Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.
Permatasari I. 2011. Respon pertumbuhan semai tancang (Bruguiera gymnorrhiza
Lamk) terhadap tingkat penggenangan di Kawasan Ekowisata Mangrove,
Jakarta Utara[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor.
Purnama Y. 2011. Pengaruh tingkat penggenangan terhadap pertumbuhan semai
pedada (Sonneratia caseolaris (L) Engler) di Kawasan Mangrove Tol
Sedyatmo Angke Kapuk, Jakarta Utara[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Rahayu S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia. Yogyakarta (ID):
Konisius
Rachmawati DA. 2012. Studi keanekaragaman jenis fitoplankton untuk
mengetahui kualitas perairan di Telaga Jongge Kecamatan Semanu, Kabupaten
Gunung Kidul, Yogyakarta[skripsi]. Yogyakarta (ID): Program studi Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri
Yogyakarta; [diunduh 2014 Jun 13]. Tersedia pada:
http://eprints.uny.ac.id/8122/1/cover%20-%2005308144028.pdf
Saenger P. 2002. Mangrove Ecology Silviculture and Conservation. London:
Kluwer Academic Publisher.
Sodiq M. 2013. Pemanasan Global, Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan
Usaha Penanggulangannya. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Susanto H, Sumaryati S, Wisnuhamidaharisakti D, Mardiko MSJE, Lating NA.
2012. Jenis-Jenis Mangrove Taman Nasional Karimunjawa. Balai Taman
Nasional Karimunjawa.
Sutaryo D. 2009. Penghitungan Berat kering, Sebuah Pengantar untuk Studi
Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor: Wetlands International Indonesia
Programme; [diunduh 2013 Nov 21]. Tersedia pada:
http://wetlands.or.id/PDF/buku/Penghitungan%20Berat kering.pdf
Sutedjo. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta (ID): Rineka cipta.
Suyanto Y. 1999. Partisipasi masyarakat dalam rehabilitasi hutan mangrove. Di
dalam: Andri Rosita Dewi, editor. Abstrak Kehutanana dan Perkebunan,
Mangrove; 1995 Mar-Apr. Jakarta (ID): Pusdokinfo dan Museum Taman
Hutan Manggala Wanabakti. Hlm 16. 028.
Wibisana SY. 2012. Kebijakan nasional pengelolaan wilayah pesisir. Prosiding
Seminar Nasional Mangrove, Adaptasi Pengelolaan Pesisir Berkelanjutan,
Perbaikan dan Rehabilitasi; 2012 Okt 10; Semarang, Indonesia. Semarang
(ID): MFF Indonesia.
Wibisono. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta (ID): Gramedia Widiasarana
Indonesia.
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon, 26 Oktober 1991 dari pasangan Asyahri dan
Khaeriyah dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan penulis
dimulai dari Taman Kanak-kanak di TK Islam Nurul Abror pada tahun 1997-1998,
SD Negeri 2 Setu Wetan pada tahun 1998-2004, SMP Negeri 10 Kota Cirebon pada
tahun 2004-2007, SMA Negeri 7 Kota Cirebon pada tahun 2007-2010. Penulis
melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Departemen Silvikultur,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010.
Selama perkuliahan, penulis pernah mengikuti magang mandiri di Taman
Nasional Alas Purwo, magang mandiri di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,
Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) yang dilaksanakan di Cilacap dan
Baturraden, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) yang dilaksanakan di Hutan
Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi, serta Praktik Kerja Profesi (PKP)
yang dilaksanakan di IUPHHK-HA PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan
Tengah, pada Februari-April 2014. Selama kuliah, penulis pernah menjadi asisten
praktikum mata kuliah Ekologi Hutan. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti
organisasi Himpunan Profesi Tree Grower Community (TGC) sebagai anggota dan
pengurus.
Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Pengaruh
Tingkat Kedalaman dan Lama Penggenangan terhadap Pertumbuhan Semai
Sonneratia caseolaris Engl. Dibawah bimbingan Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS.