pengaruh temperatur dan jumlah pembakaran …
TRANSCRIPT
PENGARUH TEMPERATUR DAN JUMLAH PEMBAKARAN PORSELEN OPAK TERHADAP KEKUATAN LEKAT
GIGI TIRUAN CEKAT KERAMIK-LOGAM
TESIS
NIDYA PRETTYSIA SEMBIRING127160002
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROSTODONSIAFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARAMEDAN
2016
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH TEMPERATUR DAN JUMLAH PEMBAKARAN PORSELEN OPAK TERHADAP KEKUATAN LEKAT
GIGI TIRUAN CEKAT KERAMIK-LOGAM
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Spesialis Prostodonsia (Sp. Pros) dalam Bidang Ilmu Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
NIDYA PRETTYSIA SEMBIRING127160002
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROSTODONSIAFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARAMEDAN
2016
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : Pengaruh Temperatur dan Jumlah Pembakaran Porselen Opak
Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam
Nama Mahasiswa : Nidya Prettysia Sembiring
Nomor Induk Mahasiswa : 127160002
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Prof. Haslinda Z Tamin, drg., M. Kes., Sp. Pros (K) Dr. Eng. Ir. M. Indra Nasution, MT
Ketua Program Studi, Dekan,
Prof. Haslinda Z Tamin, drg., M. Kes., Sp. Pros (K) Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp. RKG (K)
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji
Pada Tanggal :01 November 2016
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. Dr. Harry Agusnar, M. Sc., M. Phil
ANGGOTA : 1. Prof. Haslinda Z Tamin, drg., M. Kes., Sp. Pros (K)
2. Dr. Eng. Ir. M. Indra Nasution, MT
3. Syafrinani, drg., Sp. Pros (K)
4. Ariyani Dallmer, drg., MDSc., Sp. Pros
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
PENGARUH TEMPERATUR DAN JUMLAH PEMBAKARAN PORSELEN OPAK TERHADAP KEKUATAN LEKAT
GIGI TIRUAN CEKAT KERAMIK-LOGAM
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 01 November 2016
Nidya Prettysia Sembiring
Universitas Sumatera Utara
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Nidya Prettysia Sembiring
NIM : 127160002
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia
Departemen : Prostodonsia
Fakultas : Kedokteran Gigi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui dan memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right)atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengaruh Temperatur dan Jumlah Pembakaran Porselen Opak Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam
Beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya dan menampilkan/mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini menjadi tanggung jawab saya pribadi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Medan, 01 November 2016Yang membuat pernyataan,
Nidya Prettysia Sembiring
Universitas Sumatera Utara
i
DAFTAR ISTILAH
Ni-Cr = Nickel-Chromium
Co-Cr = Cobalt-Chromium
Au-Pd = Gold-Palladium
Au-Pt-Pd = Gold-Platinum-Palladium
FPD = Fixed Partial Denture
PFM = Porcelain-Fused-to-Metal
PBM = Porcelain-Bonded-to-Metal
GTC = Gigi Tiruan Cekat
ADA = American Dental Association
ISO = International Standard Organization
PoM = Press on Metal
SLM = Selective Laser Melting
τ = Nilai kekuatan lekat keramik-logam
Ffail = Gaya maksimum yang diaplikasikan pada saat
permulaan terjadi retak atau terlepas (beban
kegagalan)
k = Konstanta yang ditentukan dari ketebalan dan
modulus elastisitas logam dan didapatkan dari
grafik pada standar ISO 9693/1999
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRAK
Gigi Tiruan Cekat (GTC) keramik-logam merupakan jenis gigi tiruan yang paling banyak digunakan dalam dekade terakhir. Kegagalan mekanis berupa lepasnya keramik dari logam saat GTC menerima gaya pengunyahan dalam bentuk tekanan, tarikan dan gaya geser, sangat umum terjadi, karena itu ikatan yang kuat antara bahan keramik dan logam sangat penting untuk keberhasilan klinis restorasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan lekat keramik-logam, antara lain faktor di klinik, yaitu desain restorasi dan faktor-faktor dilaboratorium, yaitu jenis logam, surface treatment logam, teknik aplikasi dan proses pembakaran porselen. Proses pembakaran porselen, termasuk waktu, temperatur, jumlah pembakaran, dan tekanan atmosfer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur dan jumlah pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. Pembuatan sampel keramik-logam berjumlah 30 sampel dilakukan di Unit Uji Laboratorium Dental FKG USU. Kelompok sampel keramik-logam dibagi atas enam kelompok, yang terdiri dari temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali; 2 kali; dan 3 kali. Pengukuran nilai kekuatan lekat dilakukan dengan alat three point bending pada universal testing machine. Pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC dengan jumlah pembakaran 1 kali; 2 kali; dan 3 kali terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam dianalisis dengan uji T. Pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali; 2 kali; dan 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam dianalisis dengan uji one-way ANOVA. Perbedaan pengaruh antara temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali; 2 kali; dan 3 kali terhadap kekuatan lekat GTCkeramik-logam dianalisis dengan uji LSD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan 975 °C dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali, dan 3 kali terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 °C terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam. Ada perbedaanpengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan 975 °C dengan jumlahpembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam. Nilai rerata kekuatan lekat paling tinggi terdapat pada temperatur pembakaran porselen opak 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 2 kali (45,04 ± 2,30). Secara statistik memperlihatkan nilai kekuatan lekat yang paling signifikan terdapat pada temperatur pembakaran porselen opak 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 2 kali (p=0,027).
Universitas Sumatera Utara
iii
Temperatur pembakaran porselen opak 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 2 kali direkomendasikan sebagai panduan pembuatan GTC keramik-logam untuk menghasilkan kekuatan lekat keramik-logam yang optimal, sehingga diperoleh keberhasilan klinis jangka panjang dalam penggunaan gigi tiruan cekat keramik-logam.
Kata kunci: temperatur pembakaran porselen opak, jumlah pembakaran porselen opak, kekuatan lekat, gigi tiruan cekat keramik-logam.
Universitas Sumatera Utara
iv
ABSTRACT
Metal-ceramic Fixed Partial Denture (FPD) are still most widely used in the last decade. A mechanical failure as loss of ceramic from the metal when the FPD was received a mastication force such as in compressive, tensile and shear force, is often occur. So that, the bond strength between metal and ceramic materials is very important for the clinical success of restoration. There are some factors which canaffect the bond strength of metal-ceramic, either in clinical factors such as restoration’s design, or laboratory factors such as type of metal, metal surface treatment, application technique and firing process of porcelain. Porcelain’s firing process including time, temperature, firing amount, and atmospheric pressure. This study aims to determine the influence of temperature and firing amount of opaque porcelain in the bond strength of metal-ceramic FPD.
This research is an experimental laboratory. Manufacture of metal-ceramic samples included 30 samples which were done in the Laboratory of Dental Unit TestFKG USU. Metal-ceramic samples were divided into six groups, which consist of opaque porcelain firing temperature in 950 ºC and 975 ºC with firing amount of opaque porcelain in 1 time; 2 times; and 3 times. Measurement of the bond strength values was done by using three point bending instrument on a universal testing machine. Effect of opaque porcelain firing temperature in 950 ºC and 975 ºC with firing amount in 1 time; 2 times; and 3 times against the bond strength of metal-ceramic FPD were analyzed by T-test. Influence of opaque porcelain firing amount in 1 time; 2 times; and 3 times with firing temperature in 950 ºC and 975 ºC with against the bond strength of metal-ceramic FPD were analyzed by one-way ANOVA. Differences between effect of opaque porcelain firing temperature in 950 ºC and 975 ºC with firing amount in 1 time; 2 times; and 3 times against the bond strength of metal-ceramic FPD were analyzed by LSD test.
Results showed that there was the influence of opaque porcelain firing temperature in 950 °C and 975 °C with firing amount in 1 times, 2 times and 3 times against the bond strength of metal-ceramic FPD. There was the influence of opaque porcelain firing amount in 1 time; 2 times; and 3 times with firing temperature in 950ºC with against the bond strength of metal-ceramic FPD. There was the influence of opaque porcelain firing amount in 1 time; 2 times; and 3 times with firing temperature in 975 ºC with against the bond strength of metal-ceramic FPD. There was differences in effect of opaque porcelain firing temperature in 950 °C and 975°C with firing amount in 1 times, 2 times and 3 times against the bond strength of metal-ceramic FPD. The highest mean value of the bond strength was the opaque porcelain firing temperature 975 °C with firing amount in 2 times (45.04 ± 2.30). Statistically showed that the most significant value of the bond strength was the opaque porcelain firing temperature 975 °C with firing amount in 2 times (p = 0.027).
Universitas Sumatera Utara
v
Opaque porcelain firing temperature 975 °C with firing amount in 2 times is recommended as a guide to manufacture of metal-ceramic FPD to produce optimal bond strength of metal- ceramic, in order to obtain long-term clinical success in metal-ceramic FPD.
Keywords: opaque porcelain firing temperatures, opaque porcelain firing amount, bond strength, metal-ceramic fixed partial denture
Universitas Sumatera Utara
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga tesis ini telah selesai disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Prostodonsia pada Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada suami
tercinta, yaitu Arya Janson Medianta Sitepu, S.Hut dan anakku tersayang, yaitu Jetro
Christoferel Sitepu, juga kepada orangtua tercinta, yaitu ayahanda (Alm) Djahin
Sembiring, yang semasa hidupnya sangat mendukung penulis dalam menyelesaikan
pendidikan, dan ibunda Luxe Rena br. Situmorang, dan semua keluarga yang telah
memberikan kasih sayang yang tidak terbalas, doa, semangat dan dukungan baik
moral maupun materi kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan pendidikan ini.
Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapat pengarahan serta
bimbingan dari berbagai pihak sehingga tesis ini dapat disusun dengan baik. Pada
kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp. RKG (K) sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Haslinda Z Tamin, drg., M. Kes., Sp. Pros (K) selaku dosen
pembimbing utama penulis sekaligus sebagai Ketua Program Studi (KPS) PPDGS
Prostodonsia yang telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing, memberikan
koreksi, dan pengarahan serta dorongan dan semangat kepada penulis selama
penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Teladan yang diberikan
berupa semangat, motivasi yang tinggi, selalu berpikir positif, dan memperhatikan
segala sesuatu secara detail sangat berarti dalam membentuk pola berpikir penulis,
khususnya selama proses penyelesaian tesis ini. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa
senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan dan umur yang panjang kepada ibunda
tercinta.
Universitas Sumatera Utara
vii
3. Dr. Eng. Ir. M. Indra Nasution, MT selaku dosen pembimbing anggota
dalam penulisan tesis ini yang juga telah meluangkan banyak waktu dan yang selalu
bijaksana untuk membimbing, memberikan pengarahan dan masukan kepada penulis
selama penulisan tesis ini hingga selesai. Penulis juga merasakan pengorbanan dan
pengertian dari Bapak selama pelaksanaan penelitian.
4. Prof. Dr. Harry Agusnar, drs., M. Sc., M. Phil selaku ketua tim penguji
tesis yang telah banyak meluangkan waktu, mengarahkan, memberikan dorongan,
semangat, masukan dan saran solusi kepada penulis selama penulisan tesis ini
sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
5. Syafrinani, drg., Sp. Pros (K) selaku Ketua Departemen Prostodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, anggota tim penguji tesis yang
telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis. Teladan yang diberikan
berupa kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi setiap masalah sangat berarti
bagi penulis, terutama selama penyelesaian tesis ini. Hanya doa yang dapat penulis
panjatkan agar Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan umur panjang dan kesehatan
yang prima, sehingga tetap menjadi figur ibu yang selalu memberikan semangat
kepada penulis dan semua residen PPDGS Prostodonsia FKG USU
6. Ariyani Dallmer, drg., MDSc., Sp. Pros selaku anggota tim penguji yang
telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan saran dan masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Tidak hanya sebagai anggota tim penguji,
penulis sangat merasakan bimbingan, perhatian dan ketulusan dalam membantu
mengarahkan agar tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Kiranya Tuhan Yang
Maha Kuasa memberikan kesehatan yang prima dan umur yang panjang, sehingga
tetap menjadi mentor yang selalu memberikan semangat kepada penulis dan secara
umum untuk semua residen PPDGS Prostodonsia FKG USU
7. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp. Pros (K) selaku guru besar
di Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak memberikan pengarahan serta perhatian agar penulis dapat segera
Universitas Sumatera Utara
viii
menyelesaikan tesis dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis hanya dapat
berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar beliau diberikan kesehatan yang prima
dan umur panjang, agar selalu dapat memberikan semangat dan pengarahan untuk
keberhasilan penulis dan seluruh residen PPDGS Prostodonsia FKG USU.
8. Seluruh staf pengajar PPDGS Prostodonsia yang telah banyak
memberikan dukungan dan membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
9. Seluruh staf dan karyawan di Unit Uji Laboratorium Dental FKG USU
yang telah banyak membantu dalam pembuatan sampel penelitian penulis sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya, terutama kepada saudara/i Budi dan Tun Kholida.
10. Alex Sebayang, ST selaku laboran di Laboratorium Impact and Fracture
Research Center (IFRC) Unit II : Static and Fatique Test, Fakultas Teknik Mesin,
Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak meluangkan waktu untuk
membimbing penulis dalam pemakaian alat Universal Testing Machine.
11. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Prostodonsia Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian tesis ini.
12. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM yang telah membantu penulis dalam analisa
statistik data hasil penelitian penulis.
13. Sahabat-sahabat tersayang penulis: Trisna, drg, Mourent Miftahullaila,
drg, Sri Yuliharsini, drg, Veronika Angelia, drg, Ari Onasis, drg., mahasiswa S-1
(Vandersun) yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan dan
dorongan sehingga mempercepat penyelesaian tesis ini.
14. Rekan-rekan sejawat PPDGS Prostodonsia FKG USU Angkatan I, yang
telah menyelesaikan studinya, terutama kepada Sopan Sinamo, drg., Sp. Pros,
Suryanto Purba, drg, dan rekan-rekan PPDGS Prostodonsia FKG USU Angkatan III,
IV, dan V, terutama kepada Chihargo, drg yang selalu memberikan saran, semangat
dan doa kepada penulis.
Universitas Sumatera Utara
ix
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen
Prostodonsia.
Medan, 01 November 2016
Penulis,
Nidya Prettysia Sembiring
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Nidya Prettysia Sembiring, drgPekerjaan : PNS Dinas Kesehatan Kota MedanPangkat : Penata TK I / IIIdNIP : 19780930 200502 2 004Alamat : Jl. Beo Indah II No. 39, Sunggal, Medan 20122Jenis Kelamin : PerempuanAgama : Kristen protestanNo Kontak : 0812-6467-8845Nama Ayah : Alm. Djahin SembiringNama Ibu : Luxe Rena br. SitumorangNama Suami : Arya Janson Medianta Sitepu S.Hut
PENDIDIKAN UMUM
1984 – 1990 : SD Neg 118173, Labuhan batu1990 – 1993 : SMP St. Thomas 1, Medan1993 – 1996 : SMA Swasta Cahaya Medan1996 – 2002 : Pendidikan Dokter Gigi, FKG USU Medan2012 – sekarang : Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia FKG USU Medan
RIWAYAT PEKERJAAN
2003 – 2005 : PTT di Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang2005 – sekarang : PNS di Dinas Kesehatan Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
xi
KARYA ILMIAH YANG TELAH DIPRESENTASIKAN
NO JUDUL KEGIATAN TEMPAT/ WAKTU
1. Peranan Pembakaran Porselen dalam Mencapai Kesesuaian Warna GTC Metal-Porselen : Tinjauan Pustaka (Role of Porcelain Firing in Achieving Color Matching of Metal-Porcelain Fixed Partial Denture
3rd Indonesian Prosthodontic Scientific Meeting.
JW Marriott Hotel, 04 - 06 Oktober 2013, Surabaya
2. Overdenture with Dome-Shaped Coping to Improve Stability and Prevent Alveolar Ridge Resorption
Indonesian Prosthodontic Society and Japan Prosthodontic Society Joint Meeting
Grand Nikko, 30 Oktober - 01 November 2014, Nusa Dua, Bali.
3 Peranan Survei Model untuk Menentukan Arah Pasang Gigi Tiruan Jembatan Adhesif dengan Gigi Penyangga Miring
Scientific Joint Meeting of Clinical Prosthodontics and Dental Materials
Jogjakarta Plaza Hotel, 11 - 12 September 2015,Jogjakarta
KARYA ILMIAH YANG TELAH DIPUBLIKASIKAN
NO JUDUL PUBLIKASI1. Peranan Pembakaran Porselen dalam
Mencapai Kesesuaian Warna GTC Metal-Porselen : Tinjauan Pustaka(Role of Porcelain Firing in Achieving Color Matching of Metal-Porcelain Fixed Partial Denture).
Prosiding: 3rd IndonesianProsthodontic Scientific Meeting. Bridging Sciences in StomatognaticSystem, Current and Update in Esthetic and Implant Dentistry
Universitas Sumatera Utara
xii
PENGABDIAN YANG TELAH DILAKSANAKAN
NO JUDUL KEGIATAN TEMPAT/ WAKTU1. Peranan Gigi Tiruan
dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia
- Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut
- Penyuluhan Cara Pemeliharaan Gigi Tiruan
- Pembuatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan dan Gigi Tiruan Penuh
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Medan dan Binjai, Januari - Mei 2014, Binjai
2 Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia pada Yayasan Gereja GKPPD Resort Medan I
- Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut
- Penyuluhan Cara Pemeliharaan Gigi Tiruan
- Pembuatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan dan Gigi Tiruan Penuh
Yayasan Gereja GKPPD Resort Medan, Juli -September 2014, Medan
3 Meningkatkan Kualitas Hidup Lansia pada Posyandu Lansia Keluarga Besar Wirawati Catur Panca Cabang Medan dan Korps Bela Negara
- Penyuluhan- Penambalan Gigi- Pencabutan Gigi- Pembersihan Karang Gigi
Markas Korps Bela Negara, 30 Juli 2016, Medan
KURSUS YANG TELAH DIIKUTI
NO JUDUL KEGIATAN TEMPAT/ WAKTU1. Management of TMJ
Disorder1st Medan Inpro 2012 JW Marriott Hotel
Medan, 30 Agustus –01 September 2012
2. Putty Wash Impression Technique for Fixed Prostheses
1st Medan Inpro 2012 JW Marriott Hotel Medan, 30 Agustus –01 September 2012
3. Application of Psychology in Dental Practice
1st Medan Inpro 2012 JW Marriott Hotel Medan, 30 Agustus –01 September 2012
4. Dental Clinic Marketing 1st Medan Inpro 2012 JW Marriott Hotel Medan, 30 Agustus –01 September 2012
5. Esthetic Rehabilitation with Bonded Porcelain
IPROSI – PDGI Sumut Emerald Garden Hotel, 05 Desember
Universitas Sumatera Utara
xiii
Laminate Veneers 2014, Medan6. Immediacy in Advanced
Implant DentistryZimmer dental JW Marriott Hotel,
19 Juli 2013, Medan7. Update in Theories and
Clinical Application of Dental Implant
Zimmer dental JW Marriott Hotel 18 Agustus 2014, Medan
8 How to Design and Make Treatment Plan of Removable Partial Denture
IPROSI-PDGI Sumut Dental Specialist Care Center (DSCC) Clinic, 29 Juli 2016, Medan
9 Upgrading Theory and Live Demo “Practical Method to Measure Vertical Dimension”
IPROSI-PDGI Sumut Dental Specialist Care Center (DSCC) Clinic, 29 Juli 2016, Medan
Universitas Sumatera Utara
xiv
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISTILAH ....................................................................................... iABSTRAK…………………………………………………………………. iiABSTRACT………………………………………………………………... ivKATA PENGANTAR……………………………………………………... viDAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………... xDAFTAR ISI.................................................................................................. xivDAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xviiiDAFTAR TABEL.......................................................................................... xxDAFTAR GRAFIK........................................................................................ xxiDAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xxii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 11.1 Latar Belakang ....................................................................... 11.2 Permasalahan.......................................................................... 71.3 Rumusan Masalah .................................................................. 91.4 Tujuan Penelitian.................................................................... 101.5 Manfaat Penelitian.................................................................. 10
1.5.1 Manfaat Teoritis .......................................................... 10 1.5.2 Manfaat Praktis........................................................... 10
1.5.2.1 Manfaat Klinis ................................................. 111.5.2.2 Manfaat Laboratoris…………………………. 11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 122.1 Gigi Tiruan Cekat ................................................................... 12
2.1.1 Pengertian ................................................................... 122.1.2 Klasifikasi Menurut Bahan......................................... 12
2.1.2.1 Logam Penuh.................................................. 122.1.2.2 Keramik Logam.............................................. 132.1.2.3 Keramik Penuh ............................................... 13
2.2 Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam ....................................... 142.2.1 Pengertian ................................................................... 142.2.2 Keuntungan dan Kerugian.......................................... 14
2.2.2.1 Keuntungan..................................................... 142.2.2.2 Kerugian ......................................................... 15
Universitas Sumatera Utara
xv
2.2.3 Komponen-Komponen ............................................... 152.2.3.1 Koping Logam................................................ 162.2.3.2 Lapisan Keramik............................................. 17
2.3 Perlekatan Keramik-Logam................................................... 242.3.1 Pengertian ................................................................... 242.3.2 Mekanisme Perlekatan................................................ 25
2.3.2.1 Perlekatan Mekanis......................................... 262.3.2.2 Gaya Van Der Waals ...................................... 282.3.2.3 Gaya Kompresi ............................................... 292.3.2.4 Perlekatan Kimia ............................................ 30
2.3.3 Prinsip Perlekatan....................................................... 342.3.3.1 Pembasahan .................................................... 342.3.3.2 Sudut Kontak .................................................. 362.3.3.3 Lapisan Oksida............................................... 372.3.3.4 Energi Permukaan .......................................... 382.3.3.5 Viskositas ....................................................... 39
2.3.4 Tipe Kegagalan Perlekatan ........................................ 392.3.4.1 Kegagalan Adhesi………………….............. 392.3.4.2 Kegagalan Kohesi………………….............. 40
2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perlekatan ......... 422.3.5.1 Faktor di Klinik .............................................. 42 2.3.5.1.1 Desain Restorasi .............................. 422.3.5.2 Faktor-Faktor di Laboratorium....................... 47 2.3.5.2.1 Jenis Logam..................................... 48 2.3.5.2.2 Surface Treatment Logam ............... 52 2.3.5.2.3 Teknik Aplikasi ............................... 54
2.3.5.2.4 Proses Pembakaran Porselen........... 58 2.3.5.2.4.1 Waktu ............................ 63
2.3.5.2.4.2 Temperatur..................... 64 2.3.5.2.4.3 Jumlah............................ 65 2.3.5.2.4.4 Tekanan Atmosfer ......... 66
2.3.6 Pengukuran Kekuatan Lekat ...................................... 672.4 Landasan Teori ..................................................................... 692.5 Kerangka Konsep ................................................................. 702.6 Hipotesis Penelitian .............................................................. 71
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 72
Universitas Sumatera Utara
xvi
3.1 Jenis dan Desain Penelitian .................................................... 723.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................. 72
3.2.1 Lokasi Pembuatan Sampel ............................................ 723.2.2 Lokasi Pengujian Sampel .............................................. 723.2.3 Waktu Penelitian ........................................................... 72
3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian ..................................... 723.3.1 Sampel Penelitian .......................................................... 733.3.2 Besar Sampel Penelitian ................................................ 74
3.4 Variabel Penelitian ................................................................ 753.4.1 Klasifikasi Variabel Penelitian ..................................... 75
3.5 Definisi Operasional .............................................................. 763.6 Alat dan Bahan Penelitian ..................................................... 79
3.6.1 Alat Penelitian ............................................................ 793.6.1.1 Alat yang Digunakan untuk Menghasilkan Sampel Logam Ni-Cr dan Pengaplikasian Lapisan Porselen............................................ 793.6.1.2 Alat yang Digunakan untuk Menguji Sampel ........................................................... 80
3.6.2 Bahan Penelitian......................................................... 813.7 Cara Penelitian........................................................................ 82
3.7.1 Persiapan Pembuatan Sampel Penelitian.................... 823.7.2 Pembuatan Sampel Logam Ni-Cr............................... 823.7.3 Aplikasi Lapisan Porselen Opak, Dentin,
dan Enamel, Pembakaran dan Glazing ....................... 883.8 Kerangka Operasional Penelitian .......................................... 92
3.8.1 Pembuatan Model Induk Logam Ni-Cr...................... 923.8.2 Aplikasi Temperatur dan Jumlah Pembakaran
Porselen Opak serta Pengukuran Kekuatan Lekat ..... 933.8.3 Pengukuran Kekuatan Lekat dengan Alat Universal
Testing Machine ......................................................... 943.9 Analisis Data ......................................................................... 96
BAB 4. HASIL PENELITIAN ................................................................... 974.1 Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C
dan 975 °C dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam ............................................... 98
Universitas Sumatera Utara
xvii
4.2 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam ..................................................................... 102
4.3 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 975 °C Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam ..................................................................... 104
4.4 Perbedaan Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C dan 975 °C dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam ............................. 106
BAB 5. PEMBAHASAN............................................................................ 1085.1 Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C
dan 975 °C dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam ............................................... 108
5.2 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam ..................................................................... 112
5.3 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 975 °C Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam ..................................................................... 114
5.4 Perbedaan Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C dan 975 °C dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam ............................. 116
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 1196.1 Kesimpulan............................................................................. 1196.2 Saran…. .................................................................................. 121
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 122
Universitas Sumatera Utara
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Gigi tiruan cekat keramik-logam……………...…………………………….. 16
2.2 Komposisi bahan keramik berdasarkan feldspar, kaolin, dan quartz………... 18
2.3 Struktur dua dimensi kaca sodium silikat ........................................................ 20
2.4 Struktur tiga dimensi leucite (KAlSi2O6)......................................................... 20
2.5 Kegagalan restorasi keramik-logam. ............................................................... 22
2.6 Terminologi untuk menjelaskan hubungan ikatan ........................................... 24
2.7 Ikatan keramik-logam dimediasi oleh lapisan tipis oksida perekat yang
terbentuk pada logam....................................................................................... 25
2.8 Mekanisme perlekatan keramik-logam............................................................ 26
2.9 Gambaran mikro menunjukkan perlekatan mekanis antar permukaan keramik-logam................................................................................................................ 27
2.10 Gaya van der waals membentuk basis tarik-menarik 2 kutub.......................... 28
2.11 Lapisan porselen berada dibawah kompresi setelah proses pendinginan ........ 30
2.12 Gambaran dua dimensi ikatan ionik................................................................. 32
2.13 Tiga gambaran ikatan kovalen antara atom karbon…………………… ......... 33
2.14 Gambaran dua dimensi ikatan logam ............................................................... 33
2.15 Pembasahan yang baik dari porselen yang mencair pada logam ..................... 36
2.16 Ukuran sudut kontak menunjukkan kemampuan pembasahan permukaan ..... 37
2.17 Tipe kegagalan perlekatan restorasi keramik-logam........................................ 41
2.18 Dukungan porselen........................................................................................... 44
2.19 Desain kontak oklusal restorasi........................................................................ 46
2.20 Tujuan pembakaran adalah menghasilkan massa yang kontinu, bebas pori .... 60
Universitas Sumatera Utara
xix
2.21 Skema pembakaran .......................................................................................... 62
3.1 Sampel.............................................................................................................. 73
3.2 Kaliper…………………….............................................................................. 79
3.3 Universal testing machine …………………………………………………………. 80
3.4 Bubuk lapisan opak, dentin dan enamel........................................................... 82
3.5 Model induk logam berbentuk persegi panjang ............................................... 83
3.6 Penanaman model induk dalam kuvet.............................................................. 83
3.7 Pengisian akrilik self curing ............................................................................. 84
3.8 Penanaman spru dengan investment gyps......................................................... 84
3.9 Alat burn out .................................................................................................... 85
3.10 Logam Ni-Cr dan alat casting logam ............................................................... 85
3.11 Logam Ni-Cr setelah prosedur casting............................................................. 86
3.12 Alat sandblasting.............................................................................................. 86
3.13 Logam Ni-Cr setelah di oksidasi dengan vakum furnace ................................ 87
3.14 Alat ultrasonic cleaning …………………… .................................................. 87
3.15 Pelapisan porselen opak ………………………………………………………….... 89
3.16 Pelapisan porselen dentin ................................................................................. 90
3.17 Pelapisan porselen enamel ............................................................................... 91
3.18 Sampel keramik-logam yang telah selesai di glazing ...................................... 91
3.19 Universal testing machine ................................................................................ 94
3.20 Uji three point bending sampel keramik-logam. .............................................. 95
Universitas Sumatera Utara
xx
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1 Klasifikasi porselen dental menurut temperatur pembakaran ……………… 18
2.2 Komposisi porselen dental dan rumah tangga ................................................. 19
2.3 Komposisi keramik gigi................................................................................... 23
2.4 Sifat fisik dan mekanis logam tuang................................................................ 51
3.1 Definisi operasional variabel bebas ................................................................. 76
3.2 Definisi operasional variabel terikat ................................................................ 76
3.3 Definisi operasional variabel terkendali. ......................................................... 76
4.1 Kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan temperatur dan jumlah pembakaran…..……………………………………………………………… 99
4.2 Pengaruh temperatur terhadap kekuatan lekat keramik-logam……………… 101
4.3 Pengaruh jumlah pembakaran porselen opak dengan temperatur pembakaran
950 °C terhadap kekuatan lekat keramik-logam…...………………………... 102
4.4 Pengaruh jumlah pembakaran porselen opak dengan temperatur pembakaran
975 °C terhadap kekuatan lekat keramik-logam…………….……………… 104
4.5 Uji LSD perbedaan kekuatan lekat keramik-logam pada temperatur
pembakaran 950 °C…..…………………………………….……………… 106
4.6 Uji LSD perbedaan kekuatan lekat keramik-logam pada temperatur
pembakaran 975 °C…..…………………………………….……………… 107
Universitas Sumatera Utara
xxi
DAFTAR GRAFIK
Grafik Judul Halaman
4.1 Grafik boxplot perbedaan kekuatan lekat keramik-logam dari enam grup perlakuan……………...…………………………………………………….. 100
4.2 Perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan temperatur pembakaran…………………………………………………………...……... 101
4.3 Perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlah pembakaran dengan temperatur 950 °C........................................................... 103
4.4 Grafik error bar perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlah pembakaran dengan temperatur 950 °C ......................... 103
4.5 Perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlah pembakaran dengan temperatur 975 °C........................................................... 105
4.6 Grafik error bar perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlah pembakaran dengan temperatur 975 °C .......................... 105
Universitas Sumatera Utara
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Surat Izin Pra Penelitian Mahasiswa PPDGS Prostodonsia di Unit Uji Laboratorium Dental FKG USU.
2. Surat Izin Penggunaan Alat untuk Penelitian di Unit Uji Laboratorium Dental FKG USU.3. Surat Keterangan Penggunaan Bahan Non Sitotoksik dan Non Karsinogenik dari
Departemen Prostodonsia FKG USU.4. Surat Izin Penerbitan Ethical Clearance di Health Research Ethical Committee of North
Sumatera.5. Surat Izin Pemakaian Alat Universal Testing Machine di Laboratorium IFRC, Unit II: Static
and Fatique Test, Fakultas Teknik Mesin USU.6. Data Hasil Awal7. Hasil Uji Statistik
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRAK
Gigi Tiruan Cekat (GTC) keramik-logam merupakan jenis gigi tiruan yang paling banyak digunakan dalam dekade terakhir. Kegagalan mekanis berupa lepasnya keramik dari logam saat GTC menerima gaya pengunyahan dalam bentuk tekanan, tarikan dan gaya geser, sangat umum terjadi, karena itu ikatan yang kuat antara bahan keramik dan logam sangat penting untuk keberhasilan klinis restorasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan lekat keramik-logam, antara lain faktor di klinik, yaitu desain restorasi dan faktor-faktor dilaboratorium, yaitu jenis logam, surface treatment logam, teknik aplikasi dan proses pembakaran porselen. Proses pembakaran porselen, termasuk waktu, temperatur, jumlah pembakaran, dan tekanan atmosfer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur dan jumlah pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. Pembuatan sampel keramik-logam berjumlah 30 sampel dilakukan di Unit Uji Laboratorium Dental FKG USU. Kelompok sampel keramik-logam dibagi atas enam kelompok, yang terdiri dari temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali; 2 kali; dan 3 kali. Pengukuran nilai kekuatan lekat dilakukan dengan alat three point bending pada universal testing machine. Pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC dengan jumlah pembakaran 1 kali; 2 kali; dan 3 kali terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam dianalisis dengan uji T. Pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali; 2 kali; dan 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam dianalisis dengan uji one-way ANOVA. Perbedaan pengaruh antara temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali; 2 kali; dan 3 kali terhadap kekuatan lekat GTCkeramik-logam dianalisis dengan uji LSD.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan 975 °C dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali, dan 3 kali terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 °C terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam. Ada perbedaanpengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan 975 °C dengan jumlahpembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam. Nilai rerata kekuatan lekat paling tinggi terdapat pada temperatur pembakaran porselen opak 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 2 kali (45,04 ± 2,30). Secara statistik memperlihatkan nilai kekuatan lekat yang paling signifikan terdapat pada temperatur pembakaran porselen opak 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 2 kali (p=0,027).
Universitas Sumatera Utara
iii
Temperatur pembakaran porselen opak 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 2 kali direkomendasikan sebagai panduan pembuatan GTC keramik-logam untuk menghasilkan kekuatan lekat keramik-logam yang optimal, sehingga diperoleh keberhasilan klinis jangka panjang dalam penggunaan gigi tiruan cekat keramik-logam.
Kata kunci: temperatur pembakaran porselen opak, jumlah pembakaran porselen opak, kekuatan lekat, gigi tiruan cekat keramik-logam.
Universitas Sumatera Utara
iv
ABSTRACT
Metal-ceramic Fixed Partial Denture (FPD) are still most widely used in the last decade. A mechanical failure as loss of ceramic from the metal when the FPD was received a mastication force such as in compressive, tensile and shear force, is often occur. So that, the bond strength between metal and ceramic materials is very important for the clinical success of restoration. There are some factors which canaffect the bond strength of metal-ceramic, either in clinical factors such as restoration’s design, or laboratory factors such as type of metal, metal surface treatment, application technique and firing process of porcelain. Porcelain’s firing process including time, temperature, firing amount, and atmospheric pressure. This study aims to determine the influence of temperature and firing amount of opaque porcelain in the bond strength of metal-ceramic FPD.
This research is an experimental laboratory. Manufacture of metal-ceramic samples included 30 samples which were done in the Laboratory of Dental Unit TestFKG USU. Metal-ceramic samples were divided into six groups, which consist of opaque porcelain firing temperature in 950 ºC and 975 ºC with firing amount of opaque porcelain in 1 time; 2 times; and 3 times. Measurement of the bond strength values was done by using three point bending instrument on a universal testing machine. Effect of opaque porcelain firing temperature in 950 ºC and 975 ºC with firing amount in 1 time; 2 times; and 3 times against the bond strength of metal-ceramic FPD were analyzed by T-test. Influence of opaque porcelain firing amount in 1 time; 2 times; and 3 times with firing temperature in 950 ºC and 975 ºC with against the bond strength of metal-ceramic FPD were analyzed by one-way ANOVA. Differences between effect of opaque porcelain firing temperature in 950 ºC and 975 ºC with firing amount in 1 time; 2 times; and 3 times against the bond strength of metal-ceramic FPD were analyzed by LSD test.
Results showed that there was the influence of opaque porcelain firing temperature in 950 °C and 975 °C with firing amount in 1 times, 2 times and 3 times against the bond strength of metal-ceramic FPD. There was the influence of opaque porcelain firing amount in 1 time; 2 times; and 3 times with firing temperature in 950ºC with against the bond strength of metal-ceramic FPD. There was the influence of opaque porcelain firing amount in 1 time; 2 times; and 3 times with firing temperature in 975 ºC with against the bond strength of metal-ceramic FPD. There was differences in effect of opaque porcelain firing temperature in 950 °C and 975°C with firing amount in 1 times, 2 times and 3 times against the bond strength of metal-ceramic FPD. The highest mean value of the bond strength was the opaque porcelain firing temperature 975 °C with firing amount in 2 times (45.04 ± 2.30). Statistically showed that the most significant value of the bond strength was the opaque porcelain firing temperature 975 °C with firing amount in 2 times (p = 0.027).
Universitas Sumatera Utara
v
Opaque porcelain firing temperature 975 °C with firing amount in 2 times is recommended as a guide to manufacture of metal-ceramic FPD to produce optimal bond strength of metal- ceramic, in order to obtain long-term clinical success in metal-ceramic FPD.
Keywords: opaque porcelain firing temperatures, opaque porcelain firing amount, bond strength, metal-ceramic fixed partial denture
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gigi Tiruan Cekat (GTC) adalah gigi tiruan yang melekat secara permanen pada
gigi asli, akar gigi atau implan yang merupakan pendukung utama dari gigi tiruan dan
menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang.Perkembangan ilmu, teknik dan bahan
dalam pembuatan GTC, menjadikan jumlah pemakaian meningkat hampir dua puluh kali
lipat dalam dekade terakhir. Pasien menolak menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan dan
memilih GTC, meskipun biayanya mahal (Shillingburg dkk. 2012; Smith 1987). Gigi tiruan
cekat dapat dibuat dengan beberapa pilihan bahan, yaitu: keramik penuh, logam penuh dan
keramik-logam. Restorasi keramik penuh dapat terlihat sangat alami menyerupai gigi asli,
namun bahan keramik bersifat rapuh dan rentan fraktur, kekuatannya hanya cukup untuk
menahan beban fungsional normal dan akan pecah bila diberi beban berlebih. Logam penuh
sangat kuat dan keras, namun dari segi estetis, hanya digunakan untuk restorasi posterior,
karena tidak estetis ketika pasien senyum atau bicara.Kualitas estetis dari bahan keramik
yang rapuhdapat dikombinasikan dengan logam yang memiliki kekuatan dan kekerasan
sehingga menghasilkan restorasi dengan tampilan alami menyerupai gigi asli dan memiliki
sifat-sifat mekanis yang sangat baik (Powers dkk. 2009; Rosenstiel dkk. 2004; Smith 1987).
Gigi tiruan cekat keramik-logam merupakan pilihan utama dokter gigi karena
dikenal memiliki sifat estetis yang sangat baik, kekuatan yang lebih besar untuk menahan
beban pengunyahan karena didukung oleh koping logam, memiliki adaptasi yang baik
Universitas Sumatera Utara
2
terhadap jaringan gigi, lebih tahan terhadap fraktur, memiliki koefisien termal yang hampir
sama dengan gigi, serta biaya lebih murah jika dibandingkan dengan gigi tiruan cekat
keramikpenuh (Prakash dkk. 2012; Hatrick dkk. 2011; Henriques 2011; Saini dkk. 2011;
Gupta dkk. 2011; Baker dkk. 1993). Kegagalan mekanis yang umum terjadi pada GTC
keramik-logam adalah terlepasnya keramik dari logam akibat rusaknya perlekatan antar
permukaan. Gigi tiruan cekat keramik-logam harus dapat menahan gaya pengunyahan
dalam bentuk tekanan, tarikan dan gaya geser selama berfungsi, ikatan yang kuat antara
keramik dan logam sangat penting untuk keberhasilan restorasi. Menurut Goodacre (2003),
kegagalan restorasi keramik-logam berupa fraktur terjadi sebanyak 2 % dan menurut Kim
dkk. (2007), angka kegagalan fraktur mahkota logam porselen sekitar 2,3% - 8,0 %.
Terlepasnya keramik dari logam setelah restorasi di semen secara permanen akan
menimbulkan masalah besar bagi dokter gigi dan pasien. Memperbaiki kembali keramik
akan membutuhkan penggantian restorasi secara keseluruhan, termasuk membuang struktur
logam yang lama dan membuat struktur logam dan lapisan keramik yang baru, sehingga
efek dari terlepasnya logam dan keramik sangat mahal dan dapat menimbulkan trauma pada
pasien, karena itu harus dicegah sebaik mungkin (Zhang dkk. 2015; Powers dkk. 2008).
Perlekatan keramik-logam merupakan tipe perlekatan bahan yang paling banyak digunakan
di bidang prostodontik cekat untuk restorasi mahkota dan jembatan (Enghardt dkk. 2015,
Prakash dkk. 2012).
Gigi tiruan cekat keramik-logam terdiri dari dua komponen utama, yaitu koping
logam yang menutupi seluruh gigi yang di preparasi dan lapisan keramik. Logam dan
keramik memiliki perbedaan, antara lain dalam hal komposisi bahan, koefisien ekspansi
Universitas Sumatera Utara
3
termal dan temperatur peleburan. Koping logam berfungsi mendukung lapisan porselen
dengan ketebalan berkisar 0,2-0,5 mm, untuk mencegah distorsi selama pembakaran.
Poggiolli dkk, menyatakan bahwa logam Ni-Cr paling efektif dalam perlekatan kimia
dengan keramik (dikutip dari Giannarachis dkk. 2013). Keramik dikenal juga dengan istilah
porselen, yang sejak lama telah digunakan untuk menggantikan gigi. Keramik terdiri dari
lapisan opak, dentin dan enamel. Lapisan opak merupakan lapisan yang pertama
diaplikasikan dengan ketebalan sekitar 0,1-0,3 mm dan memiliki dua fungsi utama, yaitu:
membentuk perlekatan keramik-logam dan menutup warna koping logam.Lapisan opak
mengandung oksida potassium serta leucite (KAlSi2O6) yang dapat meningkatkan
kesesuaian ekspansi termal dengan logam, sehingga meningkatkan kekuatan lekat.
Pembasahan permukaan logam oleh porselen terjadi selama pembakaran porselen opak.
Porselen melebur dan terjadi reaksi kimia antara logam dan porselen, sehingga terbentuk
perlekatan. Untuk menciptakan pembasahan, Mc Lean menyarankan temperatur
pembakaran porselen opak 20 °C lebih tinggi daritemperatur yang disarankan pabrikan
(dikutip dari Olivieri dkk. 2005). Hammad dan Stein menemukan bahwa temperatur
pembakaran porselen opak, 25 °C lebih tinggi dari temperatur yang direkomendasikan,
dapat meningkatkan kekuatan perlekatan secara signifikan (dikutip dari Al Amri dkk.
2012). Lapisan opak ditutup dengan lapisan dentin atau body yang merupakan bagian
terbesar dari restorasi dan sangat berperan dalam memberikan warna. Ketebalan lapisan
dentin berkisar antara 0,5 - 1,0 mm. Lapisan enamel atau insisal memberikan translusensi
pada restorasi, dengan ketebalan berkisar 0,1 - 0,7 mm.
Universitas Sumatera Utara
4
Perlekatan yang optimal sangat menentukan keberhasilan klinis jangka panjang
GTC keramik-logam. Berdasarkan ISO 9693:2012, persyaratan standar untuk kekuatan
perlekatan restorasi keramik-logam harus lebih besar dari 25 MPa pada uji 3-point bending
(Ren dkk. 2016; Khmaj 2012;Lopes dkk. 2009; Van Noort2007; Prabhu dkk. 2003;
Mutawa dkk. 2000). Pemahaman yang baik akan mekanisme perlekatan sangat penting
untuk keberhasilan GTC keramik-logam. Mekanisme perlekatan antara substruktur logam
dan keramik merupakan hasil dari perlekatan kimia, mekanis, gaya kompresi dan gaya van
der waals. Peranan berbagai mekanisme perlekatan ini telah diperdebatkan, tetapi
perlekatan kimia dianggap sebagai faktor yang utama (Olivieri dkk. 2005; Mutawa dkk.
2000). Perlekatan kimia logam dan keramik terjadi pada saat proses pembakaran porselen.
Atom-atom maupun molekul logam, keramik dan atom oksida saling berkontak rapat.
Oksida yang terbentuk secara alami pada permukaan logam, membentuk ikatan kimia
dengan keramik dan ketebalannya harus dikontrol dengan baik. Ketebalan rata-rata lapisan
oksida adalah 0,1 µm (Hatrick dkk. 2012; Joias dkk. 2008; Rokni dkk. 2007). Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kekuatan perlekatan keramik-logam, antara lain: tipe logam,
surface treatment logam, desain restorasi, teknik aplikasi dan proses pembakaran porselen
(Rayyan 2014; Al Amri dkk. 2012; Rosenstiel 2004; Prabhu dkk. 2003). Faktor-faktor dari
proses pembakaran porselen yang dapat mempengaruhi kualitas perlekatan, antara lain:
temperatur, waktu, (Zhang dkk. 2015; Al Amri dkk. 2012;Prabhu dkk. 2003; Cheung dkk.
2002) tekanan atmosfer (Gupta dkk. 2011; Pagnano dkk. 2009) dan jumlah siklus
pembakaran (Sayed 2015; Jalali dkk. 2015; Rayyan 2014; Tuncdemir dkk. 2013; Prakash
dkk. 2012; Zakaria dkk. 2003; Mutawa dkk. 2000).
Universitas Sumatera Utara
5
Perubahan sedikit dalam prosedur laboratorium akan berdampak signifikan pada
perlekatan keramik-logam, karena itu proses pembuatan harus diikuti dengan tepat untuk
keberhasilan restorasi. Vasconcellos dkk. 2010, menyarankan perubahan sedikit dalam
prosedur laboratorium untuk meningkatkan kekuatan lekat antara dua bahan, seperti:
merubah temperatur pembakaran keramik, menambah jumlah pembakaran keramik,
meningkatkan temperatur pembakaran lapisan opak, menggunakan bonding agent dan
merubah treatment logam. Gupta dkk. (2011) meneliti tentang pengaruh temperatur
pembakaran 930 °C, 945 °C, 960 °C, 975 °C dan 990 °C, terhadap kondisi antar permukaan
keramik-logam dengan menggunakan logam Ni-Cr dan porselen (Ceramco). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa temperatur optimum pembakaran lapisan porselen opak
adalah 975 °C. Kesesuaian koefisien termal keramik dan logam pada temperatur 975 °C,
menyebabkan penyatuan yang sempurna dan meningkatkan aliran partikel porselen. Pada
temperatur 990 °C, kemampuan penyatuan partikel porselen tidak lagi meningkat. Prabhu
dkk. (2003) membandingkan kekuatan perlekatan logam (Ni-Cr) dengan porselen (VITA
VMK 95) pada tiga kelompok sampel yang diberikan siklus temperatur pembakaran
porselen, yaitu: 930 °C, 950 °C, 970 °C. Uji sampel dilakukan dengan universal testing
machine (tipe H5KS, nomor seri H5 Ks-0195). Kelompok sampel yang diberikan
temperatur 950 °C, memiliki kekuatan perlekatan paling besar, kelompok sampel yang
diberikan temperatur 930 °C dan 970 °C menghasilkan nilai kekuatan perlekatan relatif
rendah, sehingga disarankan agar teknisi laboratorium melakukan pembakaran porselen
opak pada temperatur 950 °C. Cheung dkk. (2002) menyatakan bahwa temperatur
pembakaran porselen harus lebih tinggi, mendekati tetapi tidak persis sama dengan
Universitas Sumatera Utara
6
rekomendasi produsen. Zhang dkk. (2015) meneliti tentang pengaruh temperatur
pembakaran terhadap kekuatan lekat logam Co-Cr yang dibuat dengan Selective Laser
Melting (SLM) dengan keramik (VMK 95; Vita). Peneliti membandingkan tiga kelompok
temperatur, yaitu: 915 °C, 930 °C, dan 935 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
temperatur yang dinaikkan hingga 930 °C, memiliki kekuatan lekat lebih tinggi dari 915
°C, karena dengan meningkatnya temperatur akan meningkatkan kelarutan serta difusi
keramik dan logam Co-Cr, namun kekuatan lekat berkurang pada temperatur pembakaran
yang meningkat sampai 935 °C. Kemampuan berinteraksi antara elemen keramik dan
logam menurun dengan temperatur pembakaran yang sangat tinggi, sehingga kemampuan
elemen untuk berdifusi pada permukaan melemah, hal ini merupakan alasan kenapa
temperatur yang terlalu tinggi berbahaya terhadap kekuatan lekat keramik-logam.
Disimpulkan bahwa temperatur yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah dapat merusak
kekuatan lekat keramik-logam.
Pembuatan GTC keramik-logam memerlukan aplikasi beberapa siklus pembakaran
dengan temperatur tinggi untuk mendapatkan kontur, warna, dan estetis dengan kualitas
terbaik, terutama bila menggunakan teknik pelapisan porselen secara konvensional, tetapi
tidak ada data keilmuan mengenai jumlah siklus pembakaran yang tepat untuk
mendapatkan restorasi yang sempurna (Jalali dkk. 2015; Sayed. 2015, Rayyan 2015;
Zakaria 2003). Salah satu kesalahan yang umum dilakukan oleh teknisi laboratorium adalah
melakukan pembakaran berulang kali karena gagal mendapatkan bentuk dan pola restorasi
keramik-logam yang sesuai, namun hal ini dapat memicu hilangnya translusensi dan
menurunkan ketahanan fraktur restorasi (Ghanbarzadeh dkk. 2008; Rosenstiel dkk.2004).
Universitas Sumatera Utara
7
Tuncdemir dkk. (2013) menyatakan bahwa GTC keramik-logam membutuhkan siklus
pembakaran dengan temperatur tinggi, sehingga dapat menghasilkan perubahan pada
struktur permukaan selama proses pembakaran porselen dan bila proses pembakaran
diulang, efek negatif dari temperatur yang tinggi berupa, peningkatan tekanan antar
permukaan dan pembentukan lapisan oksida yang tidak terkontrol akan meningkat pada
logam. Penelitian Trindade dkk. (dikutip dari Rayyan 2014) menyatakan bahwa siklus
pembakaran satu kali menunjukkan nilai kekuatan perlekatan paling rendah (14.1 MPa),
siklus pembakaran dua kali memberikan nilai kekuatan perlekatan sedang (15 MPa) dan
kelompok lain menunjukkan nilai yang sama tinggi (18.1-18.4 MPa). Ren dkk.(2016)
meneliti efek pembakaran yang berulang (pembakaran 3,5dan 7 kali) terhadap kekuatan
perlekatan logam Co-Cr yang diproses dengan SLM,menggunakan keramik (VMK 95; Vita
Zahnfabrik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan
kekuatan perlekatan antara kelompok logam yang diproses secara SLM dan konvensional
setelah pembakaran porselen 3, 5 dan 7 kali.
1.2 Permasalahan
Terlepasnya keramik dari logam setelah restorasi di semen secara permanen akan
menimbulkan masalah besar bagi dokter gigi dan pasien, selain membutuhkan biaya yang
mahal juga dapat menimbulkan trauma pada pasien. Bagaimana caranya agar kedua bahan
yang tidak sama dapat memiliki perlekatan yang baik saat berfungsi, masih menjadi hal
yang sulit dipahami (Sayed. 2015; Prabhu. 2003). Ikatan kimia keramik-logam yang
merupakan faktor utama perlekatan didapat melalui proses pembakaran porselen. Upaya
Universitas Sumatera Utara
8
untuk mendapatkan ikatan kimia yang baik antara lain mengikuti dengan tepat prosedur
pembakaran keramik, namun beberapa peneliti menyatakan perubahan sedikit dalam
jumlah dan temperatur pembakaran lapisan opak dapat meningkatkan kekuatan lekat
keramik-logam.
McLean menyarankan temperatur pembakaran lapisan opak 20 °C lebih tinggi dari
yang dianjurkan pabrikan (dikutip dari Olivieri dkk. 2005). Vasconcellos dkk. (2010)
menyatakan meningkatkan temperatur pembakaran lapisan opak akan meningkatkan
kekuatan lekat keramik (Vita Zahnfabrick, Germany) dan logam (Co-Cr). Hammad dan
Stein mengungkapkan bahwa temperatur pembakaran porselen opak, 25 °C lebih tinggi dari
temperatur yang direkomendasikan, secara signifikan dapat meningkatkan kekuatan lekat
(dikutip dari Al Amri dkk. 2012). Kontur, warna, dan estetis GTC keramik-logam dengan
kualitas terbaik, didapat melalui aplikasi beberapa siklus pembakaran dengan temperatur
tinggi, tetapi tidak ada data keilmuan mengenai jumlah siklus pembakaran yang tepat untuk
mendapatkan restorasi yang sempurna (Jalali dkk. 2015; Sayed 2015, Rayyan 2015;
Zakaria 2003). Teknisi laboratorium melakukan pembakaran berulang kali karena gagal
mendapatkan bentuk dan pola restorasi keramik-logam yang sesuai (Ghanbarzadeh dkk.
2008; Rosenstiel dkk. 2004). Tuncdemir dkk. (2013) menyatakan bahwa siklus pembakaran
porselen dengan temperatur tinggi dapat menghasilkan perubahan pada struktur permukaan
dan bila proses pembakaran diulang, efek negatif dari temperatur yang tinggi berupa
tekanan antar permukaan akan meningkat.
Peneliti merasa perlu untuk mengevaluasi pengaruh temperatur dan jumlah
pembakaran porselen opak untuk mendapatkan kekuatan lekat GTC keramik-logam yang
Universitas Sumatera Utara
9
optimal, berdasarkan adanya perbedaan pendapat para ahli tentang temperatur dan jumlah
pembakaran porselen opak.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas maka ditetapkan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah ada pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan 975 °C
dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap kekuatan
lekat GTC keramik-logam?
2. Apakah ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C, terhadap kekuatan lekat GTC
keramik-logam?
3. Apakah ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 °C, terhadap kekuatan lekat GTC
keramik-logam?
4. Apakah ada perbedaan pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan
975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap
kekuatan lekat GTC keramik-logam?
Universitas Sumatera Utara
10
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk :
1. Mengetahui pengaruhtemperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan 975 °C
dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap kekuatan
lekat GTC keramik-logam.
2. Mengetahui pengaruhjumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C, terhadap kekuatan lekat GTC
keramik-logam.
3. Mengetahuipengaruhjumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali dengan
temperatur pembakaran porselen opak 975 °C, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-
logam.
4. Mengetahui perbedaan pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan
975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap
kekuatan lekat GTC keramik-logam.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Kedokteran Gigi, khususnya
bagian Prostodonsia tentang adanya pengaruh temperatur dan jumlah pembakaran
porselen opak terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.
1.5.2 Manfaat Praktis
Universitas Sumatera Utara
11
1.5.2.1 Manfaat Klinis
Sebagai dasar pertimbangan bagi dokter gigi dalam pengaturan temperatur dan
jumlah pembakaran porselen opak yang tepat untuk keberhasilan klinis jangka
panjang GTC keramik-logam dan untuk menghindari dampak psikologis yang
terjadi pada pasien (trauma), akibat kegagalan restorasi.
1.5.2.2 Manfaat Laboratoris
Sebagai pedoman bagi teknisi di laboratorium dalam pengaturan temperatur dan
jumlah pembakaran porselen opak yang tepat untuk mendapatkan kekuatan lekat
GTC keramik-logam yang optimal.
Universitas Sumatera Utara
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gigi Tiruan Cekat
2.1.1 Pengertian
Gigi Tiruan Cekat (GTC) adalah gigi tiruan yang melekat secara permanen
pada gigi asli, akar gigi atau implan yang merupakan pendukung utama dari gigi
tiruan dan menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang (The Glossary of
Prosthodontic Terms). Gigi tiruan cekat dapat berupa mahkota tiruan dan gigi tiruan
jembatan. Mahkota adalah restorasi yang disemen secara ekstrakoronal, menutupi
atau melapisi permukaan luar mahkota klinis gigi. Jembatan terdiri atas mahkota di
setiap ujungnya, yang disebut sebagai retainer. Retainer melekatkan jembatan pada
gigi asli yang masih ada yang disebut sebagai penyangga. Bagian yang menggantikan
gigi asli yang hilang disebut pontik. Pontik dihubungkan dengan retainer oleh
konektor dan disemenkan pada gigi penyangga yang telah di preparasi. Gigi tiruan
cekat dapat juga disebut Fixed Dental Prosthesis atau Fixed Partial Denture (FPD)
(Shillingburg dkk. 2012; Gladwin dkk. 2009; Napankangas 2001).
2.1.2 Klasifikasi Menurut Bahan
2.1.2.1 Logam Penuh
Bahan logam sangat kuat dan tahan terhadap tekanan, tetapi memiliki estetik
yang buruk. Logam penuh merupakan pilihan terbaik untuk diaplikasikan pada gigi
Universitas Sumatera Utara
13
tiruan cekat posterior, bila retainer dan pontik tidak terlihat saat pasien tersenyum
ataupun bicara. Kelebihan bahan logam penuh, yaitu: sangat jarang terjadi fraktur,
pembuangan jaringan gigi sedikit, biayanya kemungkinan paling murah (bergantung
pada pilihan logam), teknik pengecoran logam lebih mudah dan menghasilkan
adaptasi margin yang lebih akurat.
2.1.2.2 Keramik-Logam
Kombinasi keramik-logam telah berkembang di bidang kedokteran gigi
pada tahun 1950. Kekuatan dan ketahanan bahan logam dapat mendukung bahan
keramik yang rapuh namun estetis. Bahan keramik-logam merupakan pilihan paling
popular untuk mahkota dan jembatan, dikenal juga sebagai restorasi ceramometal,
Porcelain-Bonded-to-Metal (PBM) atau Porcelain-Fused-to-Metal (PFM). Keramik-
logam merupakan pilihan bahan terbaik, bila dibutuhkan kekuatan dan estetis pada
gigi tiruan.
2.1.2.3 Keramik Penuh
Bahan keramik penuh digunakan bila sangat membutuhkan estetis, karena
dapat meniru warna dan translusensi gigi asli. Gigi tiruan cekat keramik penuh,
memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan beban fungsional normal bila didesain
dan dibuat dengan tepat, tetapi akan pecah bila diberikan kekuatan berlebihan.
Kelebihan GTC keramik penuh, yaitu: memiliki tampilan yang lebih alami
menyerupai gigi asli dibandingkan GTC keramik-logam. Kekurangan GTC keramik
Universitas Sumatera Utara
14
penuh, yaitu: rentan terhadap fraktur dan hanya disarankan untuk gigi yang tidak
mengalami beban oklusal yang besar, seperti gigi insisivus lateral, celah yang
berlebih pada tepi GTC keramik penuh dapat meningkatkan resiko karies, bahan
keramik yang sangat keras dapat mengakibatkan keausan enamel gigi antagonis
(Hatrick dkk. 2011; Gladwin dkk. 2009; Smith 1987).
2.2 Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam
2.2.1 Pengertian
Gigi tiruan cekat keramik-logam adalah restorasi yang terdiri dari substruktur
logam atau koping yang menutup struktur jaringan gigi yang dipreparasi dan
mendukung lapisan keramik yang berikatan secara mekanis dan kimia dengan koping
logam. Gigi tiruan cekat keramik-logam dapat digunakan pada gigi anterior maupun
posterior (Rosenstiel dkk. 2004).
2.2.2 Keuntungan dan Kerugian
2.2.2.1 Keuntungan
Gigi tiruan cekat keramik-logam memiliki beberapa keuntungan antara lain
(Shillingburg dkk. 2012; Hatrick dkk. 2011; Gladwin dkk. 2009; Anusavice 2004):
- Dapat digunakan di daerah anterior maupun posterior
- Memiliki kekuatan dan ketahanan cukup besar untuk menahan beban pengunyahan
- Biokompatibel
- Kegagalan mekanis substruktur logam hampir tidak pernah terjadi
Universitas Sumatera Utara
15
- Estetis baik karena dapat meniru gigi asli
- Adaptasi terhadap jaringan gigi cukup baik
- Biaya lebih murah jika dibandingkan dengan GTC keramik penuh
2.2.2.2 Kerugian
Kekurangan GTC keramik-logam, yaitu:
- Kegagalan mekanis berupa fraktur dan terlepasnya porselen dari logam
- Dapat terlihat bayangan hitam yang dipantulkan oleh koping logam
- Bahan keramik sangat keras sehingga dapat mengauskan enamel gigi antagonis
dibandingkan bahan logam.
2.2.3 Komponen-Komponen
Gigi tiruan cekat keramik-logam terdiri dari dua komponen utama, yaitu
koping logam dan lapisan porselen yang membentuk keramik (Gambar 2.1).
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 2.1. Gigi tiruan cekat keramik-logamA. Potongan longitudinal restorasi keramik-logam.
Sumber: Rosenstiel, Land & Fujimoto 2004, Text book of contemporary fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 216.
B. Ilustrasi lapisan porselen yang digunakan pada restorasi keramik-logam.Sumber: Gladwin, Marcia, Bagby & Michael 2009, Clinical aspects of dental materials: theory, practice, and cases, ed. 3, Wolters Kluwer, hal. 141.
C. Potongan melintang restorasi keramik-logam. Sumber: Henriques B 2012, ‘Bond strength enhancement of metal-ceramic dental
restorations by FGM design’, PhD thesis, Universidade do Minho, hal.28.
2.2.3.1 Koping Logam
Koping logam merupakan komponen yang berfungsi mendukung lapisan
porselen dan berlekatan secara mekanis dan kimia untuk membentuk GTC keramik-
logam. Persyaratan logam yang digunakan pada restorasi keramik-logam, temperatur
peleburannya harus lebih tinggi daripada temperatur keramik. Temperatur peleburan
logam yang sama dengan temperatur pembakaran keramik dapat menyebabkan
distorsi ataupun koping melebur selama pembakaran keramik. Perbedaan temperatur
yang semakin besar diantara kedua bahan, akan semakin memperkecil masalah yang
dihadapi selama pembakaran. Koefisien ekspansi termal logam adalah 13.5-14.5 x
A B C
Universitas Sumatera Utara
17
10¯6 /ºC. Logam dan porselen harus memiliki koefisien ekspansi termal yang sesuai,
yaitu antara 0.5-1 x 10¯6/ºC, sehingga keramik hanya mengalami sedikit tekanan
selama proses pendinginan. Koping logam harus memiliki ketebalan optimal untuk
mencegah terjadi distorsi pada waktu proses pembakaran. Ketebalan koping logam
antara 0.2-0.7 mm, untuk kekuatan dan kekakuan yang baik, tergantung jenis logam
yang dipakai dan ketebalan preparasi gigi yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik
(Shillingburg dkk. 2012, Lopes dkk. 2009, Prado dkk. 2005, Anusavice dkk. 2004).
2.2.3.2 Lapisan Keramik
Keramik dibentuk dari bahan logam (seperti aluminium, kalsium, litium,
magnesium, kalium, natrium, timah, titanium dan zirkonia) dan bahan non logam
(seperti silikon, boron, fluorin dan oksigen), dikenal juga dengan istilah porselen,
yang sejak lama telah digunakan untuk menggantikan gigi. Keramik terdiri dari
feldspar, quartz, kaolin dan dibakar pada temperatur tinggi (Hatrick dkk. 2011).
Keramik untuk restorasi keramik-logam harus memenuhi persyaratan, yaitu: dapat
meniru tampilan gigi asli, melebur pada temperatur yang relatif lebih rendah dari
logam, memiliki koefisien ekspansi termal yang sesuai dengan logam (sekitar 12-
13.5×10-6/°C) untuk perlekatan keramik-logam, dapat bertahan terhadap lingkungan
rongga mulut dan tidak menyebabkan abrasi gigi antagonis (Powers dkk. 2006).
Keramik termasuk bahan yang sangat rapuh, tetapi jika indikasinya sesuai, bahan ini
memuaskan secara fungsional oleh karena kekerasan dan kestabilan warnanya.
Keramik gigi tersedia dalam bentuk bubuk halus yang dicampur dengan likuid
Universitas Sumatera Utara
18
menjadi adukan yang dapat dibentuk, kemudian dikeringkan dan dilakukan
pembakaran. Porselen gigi umumnya diklasifikasikan ke dalam empat kelompok,
menurut temperatur pembakarannya (Tabel 2.1) (Henriques 2012; Powers dkk.2002).
Tabel 2.1. Klasifikasi porselen dental menurut temperatur pembakaran.Sumber: Anusavice KJ 2003, Philips: buku ajar ilmu kedokteran gigi, EGC, ed. 10, hal. 497
Tipe porselen Temperatur Pembakaran Kegunaan
High-fusing 1300 ºC (2372 ºF) Elemen gigi tiruan
Medium-fusing 1101-1300 ºC (2013-2072 ºF) - Mahkota jaket porselen
- Restorasi keramik penuh
Low-fusing 870-1100 ºC (1562-2012 ºF) - Restorasi keramik-logam
- Restorasi keramik penuh
Ultra-low-fusing < 850 ºC (1562 ºF) Untuk aloi titanium dan
titanium
Komposisi porselen dental berbeda dengan barang pecah belah dari tanah
liat atau porselen rumah tangga dalam kandungan feldspar, kaolin, dan quartz
(Gambar dan Tabel 2.2) (Fraunhofer 2010; Van Noort R 2007).
Gambar 2.2. Komposisi bahan keramik berdasarkan feldspar, kaolin dan quartz.Sumber: Van Noort R 2007, Introduction to dental materials, Mosby
Elsevier, ed. 3, hal. 240.
Universitas Sumatera Utara
19
Tabel 2.2. Komposisi (wt.%) porselen dental dan rumah tangga (berbeda dalam kandungan feldspar dan kaolin) .
Sumber: Fraunhofer JA 2010, Dental materials at a glance, Wiley-Blackwell, ed. 1, hal.38.
Dental DekorasiFeldspar 81 15Quartz 15 14Kaolin 4 70
Pigmen logam < 1 1Tampilan Translusen Opak
Feldspar mengandung koefisien ekspansi termal rendah, sekitar 8,6×10-6/°K,
sehingga tidak dapat bersatu dengan koping logam yang memiliki koefisien ekspansi
termal lebih tinggi (12-14 x 10-6 /0K), oleh karena itu perlu dilakukan penambahan
partikel kristalin yang berbentuk tetragonal, bernama leucite, karena memiliki
koefisien ekspansi termal 20-25 × 10-6 /°K, sehingga koefisien ekspansi termal
lapisan keramik meningkat, dan dapat bersatu dengan koping logam pada saat
pembakaran.
Selama proses pembuatan, kandungan dasar porselen dental dicampur
bersama-sama dengan hati-hati dan dipanaskan pada temperatur sekitar 1200 ºC
dalam tungku pembakaran. Feldspar mencair pada temperatur 1150 ºC untuk
membentuk fase kaca (glassy) dengan struktur yang amorphous, dan fase kristalin
(mineral) yang mengandung leucite (KAlSi2O6 atau K2O). Struktur kristalin leucite
adalah tetragonal (Gambar 2.3 dan 2.4) (Powers JM dan Sakaguchi RL 2006).
Universitas Sumatera Utara
Gambar
Gambar 2.4.
Gambar 2.3. Struktur dua dimensi kaca sodium silikat.Sumber: Powers JM & Sakaguchi RL 2006, Craig’s restorative dental materials, Mosby Elsevier, ed. 12, hal. 447.
Gambar 2.4. Struktur tiga dimensi Leucite (KAlSi2O6).Sumber: Powers JM & Sakaguchi RL 2006, Craig’s restorative dental materials, Mosby Elsevier, ed. 12, hal. 447.
20
Universitas Sumatera Utara
21
Lapisan keramik yang membentuk GTC keramik-logam terdiri dari tiga
lapisan, yaitu: lapisan opak, lapisan dentin, dan lapisan enamel.
a. Lapisan Opak
Porselen opak merupakan lapisan yang pertama diaplikasikan pada permukaan
logam dan mempunyai dua fungsi utama, yaitu: menutupi warna logam dan
membentuk perlekatan keramik-logam (Gambar 2.5). Lapisan opak mengandung
oksida logam dalam jumlah lebih besar daripada lapisan dentin,dan enamel. Oksida
logam dalam porselen opak diperkirakan berperan sangat penting untuk perlekatan
keramik-logam (Wood MC 2007). Saat porselen diaplikasikan pada logam dan kedua
bahan dibakar bersama, porselen akan menyatu secara kimia dengan oksida pada
logam, membentuk ikatan kuat. Porselen opak harus dapat membasahi permukaan
logam saat pembakaran untuk mendapatkan ikatan kimia yang baik antara permukaan
keramik-logam. Koefisien ekspansi termal porselen harus sesuai dengan logam, untuk
meningkatkan perlekatan keramik-logam. Penambahan oksida potassium dan
pembentukan leucite (KAlSi2O6) akan meningkatkan ekspansi termal porselen,
sehingga sesuai dengan logam. Oksida sodium dan potassium pada porselen opak
juga berperan untuk merendahkan temperatur pembakaran dibawah temperatur
logam, hingga rentang 930 ºC - 980 ºC, sehingga mengurangi kemungkinan terjadi
distorsi logam. Porselen opak juga mengandung oksida titanium, zirconium, barium,
timah dan cerium untuk membantu menutupi warna logam. Porselen opak harus dapat
menutupi koping logam tanpa ketebalan yang berlebih. Ketebalan lapisan opak
Universitas Sumatera Utara
22
berkisar antara 0,1 - 0,3 mm (Shillingburg dkk. 2012; Power, dkk. 2006; Rosenstiel
dkk. 2004). Sinamo S (2015) menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak 0,2 mm
dengan lapisan dentin 1,0 mm akan menghasilkan kesesuaian warna mahkota
keramik-logam dengan shade guide. Barghi dkk (dikutip dari Hadi dkk. 2016)
menyatakan bahwa ketebalan minimum opak untuk melapisi warna logam adalah 0,3
mm. Barghi menunjukkan bahwa ketebalan opak 0,2 mm sesuai untuk porselen
Ceramco, tetapi ketebalan opak 0,3 sangat dibutuhkan untuk porselen Vita.
Gambar 2.5. Kegagalan restorasi keramik-logam. Logam terlihat karena lapisan opak yang digunakan untuk mencegah terlihatnya logam lepas.Sumber: Hatrick CD, Eakle WS, dan Bird WF 2011, Dental materials: Clinical applications for dental assistants and dental hygienists, Saunders Elsevier, ed. 2, hal. 103.
b. Lapisan Dentin
Lapisan dentin dibakar diatas lapisan opak, lebih translusen dan berfungsi
memberikan bentuk dan warna restorasi. Pemilihan porselen dentin didasarkan pada
sifat estetisnya. Porselen dentin mengandung silika dalam jumlah besar dan oksida
logam dalam jumlah kecil, sehingga dapat memberikan translusensi dan merupakan
Oksida logam
Porselen opak
Porselen body
Universitas Sumatera Utara
23
penentu warna utama pada restorasi keramik-logam (Tabel 2.3). Kemampuan lapisan
porselen menutup warna logam di samping tergantung jumlah dan ukuran partikel
opak, juga sangat dipengaruhi jumlah partikel pigmen dentin dan kemampuannya
menyebarkan serta memantulkan cahaya. Ketebalan optimal lapisan dentin berkisar
0,5 - 1 mm (Rosenstiel dkk. 2004).
Tabel 2.3. Komposisi keramik gigiSumber: Powers JM & Sakaguchi RL 2006, Craig’s restorative dental materials, Mosby Elsevier, ed. 12, hal. 449.
Komposisi Opak Biodent BG 2
(%)
Opak Ceramco 60
(%)
Opak V.M.K 131(%)
Dentin Biodent BD 27 (%)
Dentin Ceramco T 69
(%)
SiO2 52.0 55.0 52.4 56.9 62.2Al2O3 13.55 11.65 15.15 11.80 13.40CaO - - - 0.61 0.98K2O 11.05 9.6 9.9 10.0 11.3Na2O 5.28 4.75 6.58 5.42 5.37TiO2 3.01 - 2.59 0.61 -ZrO2 3.22 0.16 5.16 1.46 0.34SnO2 6.4 15.0 4.9 - 0.5Rb2O 0.09 0.04 0.08 0.10 0.06BaO 1.09 - - 3.52 -ZnO - 0.26 - - -UO3 - - - - -
B2O3, CO2,
dan H2O4.31 3.54 3.24 9.58 5.85
Dari Nally JN, Meyer JM: 1970
c. Lapisan Enamel
Porselen enamel dilapis pada daerah insisal dan interproksimal, berfungsi
membentuk bagian luar mahkota. Porselen enamel tidak memiliki pigmen dan oksida
logam, sehingga lebih translusen jika dibandingkan dengan lapisan dentin, karena itu
Universitas Sumatera Utara
24
warna yang diterima restorasi secara signifikan dipengaruhi warna porselen dentin
dibawahnya. Ketebalan lapisan enamel berkisar 0,1 - 0,7 mm.
2.3 Perlekatan Keramik-Logam
2.3.1 Pengertian
Perlekatan merupakan proses pembentukan hubungan ikatan dan didefinisikan
sebagai gaya yang mengikat dua bahan yang tidak sama jenis untuk saling berkontak
rapat (Van Noort 2007). Persyaratan utama ikatan adalah dua bahan harus saling
berkontak rapat. Substansi yang mengikat kedua bahan disebut sebagai adhesif, dan
permukaan kedua bahan disebut sebagai substrat, tempat dimana substrat bertemu
dengan adhesif disebut sebagai antar permukaan (gambar 2.6).
Gambar 2.6. Terminologi untuk menjelaskan hubungan ikatan.Sumber: Van Noort R 2007, Introduction to dental materials, Mosby Elsevier, ed. 3,hal. 70.
Sifat paling penting dari ikatan keramik-logam adalah kemampuannya untuk
menyatukan keramik dan logam dengan kuat. Untuk kebanyakan logam, oksida pada
permukaan logam memicu ikatan kimia dengan keramik (Gambar 2.7). komposisi
Universitas Sumatera Utara
dan ketebalan oksida logam penting untuk keberhasilan jangka panjang ikatan dengan
keramik (Powers JM dan
Gambar 2.
2.3.2 Mekanisme Perlekatan
Kriteria utama perlekatan adalah didapatkannya pertemuan atau kontak rapat
antara molekul adhesif dan substrat. Bila dua zat berkontak erat satu sama lain,
molekul-molekul dari satu zat berleka
Studi mengenai seluruh fase pembakaran keramik pada struktur logam menunjukkan
sistem perlekatan yang kompleks.
logam (Gambar 2.8) dapat dijelaskan melalui
dan ketebalan oksida logam penting untuk keberhasilan jangka panjang ikatan dengan
(Powers JM dan Wataha JC 2008).
2.7. Ikatan keramik-logam dimediasi oleh lapisan tipis oksida perekat yang terbentuk pada logam. Sumber: Powers JM & Wataha JC 2008, Dental materials: properties and manipulation, Mosby Elsevier, ed. 9, hal. 248.
Mekanisme Perlekatan
perlekatan adalah didapatkannya pertemuan atau kontak rapat
antara molekul adhesif dan substrat. Bila dua zat berkontak erat satu sama lain,
molekul dari satu zat berlekatan atau ditarik ke molekul dari zat lainn
Studi mengenai seluruh fase pembakaran keramik pada struktur logam menunjukkan
sistem perlekatan yang kompleks. Perlekatan antara lapisan keramik dan
dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme, yaitu
25
dan ketebalan oksida logam penting untuk keberhasilan jangka panjang ikatan dengan
imediasi oleh lapisan tipis oksida
Dental materials: , Mosby Elsevier, ed. 9, hal. 248.
perlekatan adalah didapatkannya pertemuan atau kontak rapat
antara molekul adhesif dan substrat. Bila dua zat berkontak erat satu sama lain,
dari zat lainnya.
Studi mengenai seluruh fase pembakaran keramik pada struktur logam menunjukkan
keramik dan struktur
beberapa mekanisme, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
26
Gambar 2.8. Mekanisme perlekatan keramik-logam.Sumber: Giannarchis dkk. 2013, ‘Studies on the importance Of metal ceramic bond in merging ceramic mass on metal component’, Fascicula XVII , no. 2, hal. 7.
2.3.2.1 Perlekatan Mekanis
Ikatan kuat antara suatu zat dengan yang lain dapat juga terjadi melalui
Perlekatan mekanis, bukan oleh gaya tarik menarik molekul. Bentuk perlekatan ini
terjadi karena adanya ketidakteraturan permukaan, seperti celah dan porus yang
menimbulkan undercut mikroskopis pada suatu zat. Kondisi yang terjadi pada bentuk
perlekatan ini adalah, adhesif dapat penetrasi ke dalam celah sebelum mulai
mengeras. Udara atau uap air di dalam celah harus keluar, untuk meningkatkan
kontak. Adhesif akan terkunci di dalam undercut bila dapat penetrasi kedalam celah
dan menjadi keras dan padat.
Kekasaran antar permukaan keramik-logam berperan penting dalam
perlekatan mekanis keramik. Ikatan mekanis terjadi karena keramik mengalir ke
MEKANIS
Porselen
Permukaan aloi
KIMIA
Atom-atom logam
Kontak oksida
Kontraksi termal
kompresi
Massa yang gelap
Tegangan
Universitas Sumatera Utara
27
dalam permukaan logam yang kasar, menghasilkan peningkatan ikatan (Gambar 2.9).
Kekasaran permukaan dapat menyebabkan tekanan yang melemahkan perlekatan
antar permukaan keramik-logam dan dapat memicu fraktur pada keramik. Ketidak
teraturan juga dapat menyebabkan kontak antara keramik-logam tidak optimal,
keramik tidak dapat penetrasi ke dalam permukaan karena terbentuk gelembung pada
antar permukaan. Keadaan ini bisa terjadi bila keramik tidak membasahi logam
secara sempurna atau bila keramik tidak dibakar secara tepat. Kekasaran permukaan
dari koping logam dapat dihasilkan dari abrasi alumina atau dengan grinding.
Sandblasting dapat meningkatkan ikatan dengan membuang oksida yang berlebih,
sehingga menghasilkan permukaan yang bersih.
Gambar 2.9. Gambaran mikro menunjukkan perlekatan mekanis antar Permukaan keramik-logamSumber: Henriques B 2012, ‘Bond strength enhancement of metal-ceramic dental restorations by FGM design’,PhD thesis, Universidade do Minho, hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.2 Gaya Van der Waals
Gaya van der waals merupakan g
Gaya tarik menarik cenderung
dari atom normalnya dibagikan
elektrostatik di sekitar atom, n
muatannya menjadi terkadang positif dan negatif, kemudian dihasilkan kedua kutub
yang berubah-ubah, yang akan menarik dua kutub se
Gambar 2.10. Gaya van der waals membentuk basis
Gaya ini berperan dalam perlekatan, tetapi hanya
signifikan seperti yang di perkirakan.
mekanisme yang paling penting, yaitu perlekatan kimia, m
sedikit terhadap kekuatan lekat
Gaya Van der Waals
Gaya van der waals merupakan gaya tarik menarik antara dua kutub
Gaya tarik menarik cenderung menarik atom-atom untuk bersatu. Elektron
dibagikan seimbang di sekitar nukleus dan menghasilkan meda
elektrostatik di sekitar atom, namun medan ini dapat berubah-ubah sehingga
muatannya menjadi terkadang positif dan negatif, kemudian dihasilkan kedua kutub
ubah, yang akan menarik dua kutub serupa lainnya (gambar
Gambar 2.10. Gaya van der waals membentuk basistarik-menarik 2 kutub.Sumber: Anusavice 2004, Phillips:Bukuajar ilmu bahan kedokterangigi,ed. 10, hal. 15.
Gaya ini berperan dalam perlekatan, tetapi hanya berperan kecil,
nifikan seperti yang di perkirakan. Atraksi molekul signifikan dalam memicu
mekanisme yang paling penting, yaitu perlekatan kimia, meskipun hanya berperan
sedikit terhadap kekuatan lekat (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004)
28
dua kutub molekul.
lektron-elektron
seimbang di sekitar nukleus dan menghasilkan medan
ubah sehingga
muatannya menjadi terkadang positif dan negatif, kemudian dihasilkan kedua kutub
rupa lainnya (gambar 2.10).
berperan kecil, tidak begitu
Atraksi molekul signifikan dalam memicu
eskipun hanya berperan
Anusavice 2004).
Universitas Sumatera Utara
29
2.3.2.3 Gaya Kompresi
Gaya kompresi terjadi selama proses pendinginan lapisan porselen yang
dibakar. Koefisien ekspansi termal keramik-logam sengaja dibuat sesuai, untuk
mendapatkan kekuatan perlekatan antar permukaan. Perbedaan koefisien ekspansi
termal, atau kontraksi termal yang kecil akan menyebabkan porselen tertekan kearah
koping logam ketika restorasi mendingin setelah pembakaran (Gambar 2.11). Logam
cenderung kembali ke bentuk aslinya pada saat pendinginan dari temperatur
pembakaran ke suhu kamar, karena itu ekspansinya harus lebih tinggi dari porselen
dan kontraksinya akan lebih cepat, sehingga logam cenderung menyusut lebih cepat
daripada porselen dan porselen akan mengalami tekanan kearah logam dan
memberikan kekuatan tambahan untuk restorasi. Koefisien ekspansi termal keramik
yang lebih tinggi dari logam, akan menyebabkan keramik berada dalam tegangan,
sehingga dapat menyebabkan kegagalan ikatan secara spontan. Keramik merupakan
bahan rapuh yang jauh lebih tahan terhadap kompresi daripada tegangan, dan
tegangan tarik sisa pada keramik harus dihindari untuk mencegah fraktur restorasi.
Rata-rata perbedaan koefisien ekspansi termal keramik-logam adalah 0.5-1 x
10¯6/ºC. Penyusutan setelah pembakaran dan kontraksi termal lapisan porselen yang
sedikit lebih kecil dari logam, menghasilkan gaya kompresi yang membuat keramik
berikatan kuat dengan struktur logam (Lopes dkk. 2009, Schweitzer dkk. 2005;
Darvel BW 2010).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11. LSetelahSumber: science,
2.3.2.4 Perlekatan Kimia
Shell dan Nielsen menyatakan bahwa perlekatan kimia merupakan
mekanisme perlekatan keramik
Shin 2014). Perlekatan kimia
dasar yang menghasilkan lapisan oksida pada permukaannya, sehingga
dengan unsur keramik.
pada antar permukaan keramik
pembakaran. Unsur-unsur dalam logam, bermigrasi ke permukaan membentuk
oksida saat dibakar, selanjutnya berikatan dengan oksida
porselen opak (Giannarachis dkk. 2013).
bukti kuat, misalnya: pada p
mulia, terlihat bahwa indium atau timah bermigrasi ke permukaan aloi logam mulia
untuk membentuk oksida indium atau timah, yang menyatu de
pembakaran. Bukti lebih lanjut dari ikatan kimia adalah pembersihan permukaan
Lapisan porselen berada dibawah kompresiSetelah proses pendinginan Sumber: Darvell BW 2000, Dental materials science, ed.6, hal. 483.
Perlekatan Kimia
Shell dan Nielsen menyatakan bahwa perlekatan kimia merupakan
mekanisme perlekatan keramik-logam yang paling penting (dikutip dari Hong dan
Perlekatan kimia merupakan hasil difusi atom dari unsur
menghasilkan lapisan oksida pada permukaannya, sehingga
dengan unsur keramik. Ikatan kimia ditandai dengan pembentukan lapisan oksida
antar permukaan keramik-logam, dan terjadi ikatan yang
unsur dalam logam, bermigrasi ke permukaan membentuk
selanjutnya berikatan dengan oksida yang terdapat dalam
(Giannarachis dkk. 2013). Bentuk ikatan kimia memiliki
misalnya: pada pemeriksaan mikro elektron permukaan keramik
mulia, terlihat bahwa indium atau timah bermigrasi ke permukaan aloi logam mulia
untuk membentuk oksida indium atau timah, yang menyatu dengan porselen selama
Bukti lebih lanjut dari ikatan kimia adalah pembersihan permukaan
30
Shell dan Nielsen menyatakan bahwa perlekatan kimia merupakan
ng penting (dikutip dari Hong dan
nsur-unsur logam
menghasilkan lapisan oksida pada permukaannya, sehingga berikatan
lapisan oksida
yang kuat setelah
unsur dalam logam, bermigrasi ke permukaan membentuk
yang terdapat dalam lapisan
Bentuk ikatan kimia memiliki beberapa
emeriksaan mikro elektron permukaan keramik-logam
mulia, terlihat bahwa indium atau timah bermigrasi ke permukaan aloi logam mulia
ngan porselen selama
Bukti lebih lanjut dari ikatan kimia adalah pembersihan permukaan
Universitas Sumatera Utara
31
logam dengan asam hidrofluorida, dapat mengurangi kekuatan lekat, hal ini
menunjukkan bahwa lapisan oksida berperan dalam mekanisme perlekatan. Bila
porselen dibakar pada permukaan logam yang terdapat lapisan oksida, oksigen
permukaan porselen berdifusi dengan oksigen permukaan logam untuk mengurangi
jumlah rantai oksigen dan kemudian meningkatkan penyaringan kation pada antar
permukaan. Bila porselen tidak terlarut dengan oksida, porselen akan melarutkan
oksigen dengan kation logamnya, sehingga porselen pada permukaan oksida
kemudian menjadi terlarut dengan oksida. Komposisi porselen tetap konstan dan
berada pada keseimbangan termodinamis dengan oksida logam, sehingga
menghasilkan keseimbangan energi ikatan dan ikatan kimia. Pemisahan porselen dari
koping logam merupakan bukti kegagalan ikatan karena kontaminasi permukaan
koping atau karena lapisan oksida yang berlebih (Shillingburg dkk. 2012).
Berbagi elektron antara dua atom pada ikatan kimia, merupakan hal yang
membedakannya dengan interaksi fisik. Terdapat tiga bentuk dasar ikatan kimia,
yaitu:
a. Ikatan Ionik
Ikatan ionik adalah jenis ikatan kimia sederhana, yang terjadi bila elektron
salah satu atom dilepas dan dilekatkan pada atom lain menghasilkan ion positif dan
negatif yang dapat saling tarik menarik (Gambar 2.12). Persyaratan utama ikatan
ionik adalah jumlah muatan positif harus sama dengan muatan negatif. Keramik
adalah bahan yang atomnya terikat secara ionik. Keramik merupakan campuran
senyawa logam dan non logam, namun keramik tidak mengandung sejumlah besar
Universitas Sumatera Utara
32
elektron bebas. elektronnya dipindahkan dari satu atom ke atom lainnya, untuk
menghasilkan ikatan ionik. Ikatan ionik menghasilkan bahan keramik yang relatif
stabil dan diperlukan suhu yang sangat tinggi untuk mencairkannya. Kestabilan bahan
keramik, membuat keramik disebut insulator yang baik. Kurangnya elektron bebas
menyebabkan sifat keramik rapuh, ketahanan fraktur rendah, ketahanan terhadap
perubahan kimia meningkat ( Gladwin dkk. 2009; Wood 2007).
Gambar 2.12. Gambaran dua dimensi ikatan ionik. Sumber: Gladwin dkk. 2009,Clinical aspects of dental materials: Theory, practice,and cases,ed. 3, hal. 23.
b. Ikatan Kovalen
Ikatan kovalen adalah ikatan yang terjadi antar atom dan ikatan ini terjadi
pada beberapa senyawa organik. Ikatan kovalen antara dua atom merupakan hasil
berbagi pasangan elektron dari dua atom (Gambar 2.13).
Universitas Sumatera Utara
33
Gambar 2.13. Tiga gambaran ikatan kovalen antara atom karbonSumber: Gladwin dkk. 2009. Clinical aspects ofdental materials: Theory, practice, andcases, ed. 3, hal. 23.
c. Ikatan Logam
Materi bahan juga dapat diikat dengan interaksi atomik primer yang disebut
sebagai ikatan logam. Ikatan logam adalah ikatan yang terbentuk akibat adanya gaya
tarik-menarik antara muatan positif dari ion-ion logam dengan muatan negatif dari
elektron-elektron yang bebas bergerak dalam logam tersebut (Gambar 2.14).
Gambar 2.14. Gambaran dua dimensi ikatan logam.Sumber: Gladwin dkk. 2009. ClinicalAspects of dental materials: Theory, practice,and cases, ed. 3, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
34
Salah satu karakteristik logam adalah kemampuannya menghantar panas dan listrik.
Sifat menghantar energi ini dihubungkan dengan gerak elektron-elektron bebas yang
ada dalam logam.
2.3.3 Prinsip Perlekatan
Pembentukan ikatan dapat ditemukan pada banyak situasi kedokteran gigi,
misalnya perlekatan antara gigi tiruan dengan saliva serta antara saliva dengan
jaringan lunak mulut. Pemahaman tentang prinsip dasar yang berhubungan dengan
gejala perlekatan adalah penting bagi dokter gigi. Beberapa faktor telah dikenal
sebagai pembentuk ikatan yang baik antara porselen dengan logam, antara lain:
2.3.3.1 Pembasahan
Memaksakan kedua permukaan benda padat untuk melekat amatlah sukar,
terlepas dari sehalus apa kelihatannya permukaan itu, permukaan tersebut cenderung
kasar bila dilihat dengan skala atom atau molekul. Satu metode untuk memecahkan
kesulitan ini adalah menggunakan cairan yang mengalir kedalam ketidakteraturan itu,
sehingga memberikan kontak permukaan yang lebih besar pada benda padat tersebut.
Cairan harus mudah mengalir menutupi seluruh permukaan dan melekat pada benda
padat. Karakteristik ini disebut pembasahan. Kemudahan mengalir dari bahan perekat
juga mempengaruhi luas terisinya pori-pori atau ketidakteraturan. Bila cairan tidak
membasahi permukaan benda yang akan direkatkan, perlekatan antara cairan dan
benda tersebut tidak akan berarti atau tidak terjadi. Bila benar-benar terdapat
Universitas Sumatera Utara
35
pembasahan, kegagalan perlekatan tidak akan terjadi. Gaya yang menggerakkan
cairan untuk menyebar diberikan oleh pembasahan pada permukaan padat (Anusavice
2004).
Kontak rapat antar permukaan harus terbentuk untuk mendapatkan perlekatan
antara dua bahan. Kemampuan untuk berkontak bergantung pada pembasahan
permukaan substrat tertentu. Pembasahan yang baik merupakan kemampuan untuk
menutupi substrat secara keseluruhan (Gambar 2.16). Kemampuan untuk membasahi
permukaan yang akan direkatkan dipengaruhi sejumlah faktor, seperti kebersihan
permukaan. Selapis air yang hanya setebal satu molekul pada permukaan benda padat
dapat menurunkan energi permukaan dan mencegah proses pembasahan oleh bahan
perekat (Van Noort 2007).
Pada kombinasi bahan keramik-logam, pembasahan permukaan logam oleh
porselen terjadi selama pembakaran porselen opak. Mc Lean menyarankan
temperatur pembakaran porselen opak 20° C lebih tinggi dari temperatur yang
disarankan pabrikan, untuk menciptakan pembasahan (dikutip dari Olivieri dkk.
2005). Keramik harus membasahi dan menyatu pada permukaan logam tanpa ada
celah. Pembasahan porselen pada permukaan logam dikatakan baik bila sudut kontak
dari porselen yang mengalir saat dibakar pada logam memiliki nilai rendah.
Pembasahan yang baik menunjukkan interaksi antara atom-atom pada permukaan
logam dengan keramik dan meningkatkan penetrasi keramik ke dalam
ketidakteraturan permukaan (Henriques 2012; Rosenstiel dkk. 2004).
Universitas Sumatera Utara
36
Gambar 2.15. Pembasahan yang baik dari porselen yang mencair pada logamSumber: O’Brien WJ 2002, Dental materials and their selection,ed. 3, hal. 375.
2.3.3.2 Sudut Kontak
Bila bahan padat dan cair berkontak, sudut antara permukaan cair dan
permukaan padat dikenal sebagai sudut kontak. Sudut kontak adalah sudut yang
dibentuk oleh bahan perekat dengan benda yang akan direkatkan (adherend) pada
antar permukaannya. Semakin kecil sudut kontak antara bahan perekat dengan
adherend, semakin baik kemampuan bahan perekat untuk mengisi ketidakteraturan
pada permukaan adherend, sehingga kekuatan lekat akan meningkat.
Pengukuran pembasahan bahan cair pada substrat tertentu bisa juga
didapatkan dengan pengukuran sudut kontak antara bahan padat dan cair (Gambar
2.17). Pembasahan yang sempurna, dimana terjadi perlekatan yang ideal, sudut
kontak harus 0º. Permukaan ditutupi dengan sempurna oleh adhesif pada keadaan ini
sehingga didapatkan kekuatan ikatan yang maksimal. Penelitian O’brien dan Ryge
(dikutip dari Rosenstiel dkk. 2004) menyatakan bahwa pembasahan yang sempurna
Universitas Sumatera Utara
(sudut kontak 0º) tidak dapat terjadi.
logam umumnya adalah 60 derajat atau lebih kecil.
Gambar 2.1
2.3.3.3 Lapisan Oksida
Pembentukan oksida pada permukaan logam terbukti berperan dalam
menghasilkan ikatan yang kuat. Ikatan ini dibentuk pada saat proses pembakaran
keramik, dimana keramik
dan menyatu dengan oksida pada permukaan logam karena migrasi oksida ke dalam
keramik. Ikatan keramik dan logam merupakan hasil difusi elemen antara oksida
yang dibentuk pada permukaan logam dan dari keramik.
permukaan logam yang dibasahi oleh porselen, memberikan
menguntungkan, dan terbukti berperan dalam pembentukan ikatan yang kuat
Berbagai opini timbul, bagaimana oksida berinteraksi dengan porselen selama siklus
pembakaran. Peleburan porselen dipercaya
alami dan menghasilkan zona interaksi yang bertanggung jawab dalam pembentukan
(sudut kontak 0º) tidak dapat terjadi. Besar sudut kontak pembasahan keramik
adalah 60 derajat atau lebih kecil.
2.16. Ukuran sudut kontak menunjukkan kemampuan pembasahan Permukaan Sumber: Gladwin dkk. 2009. Clinical aspects of dental materials:Theory, practice, and cases, ed. 3, hal. 33.
ida
Pembentukan oksida pada permukaan logam terbukti berperan dalam
ikatan yang kuat. Ikatan ini dibentuk pada saat proses pembakaran
keramik, dimana keramik dibakar dengan temperatur tinggi sehingga dapat m
dan menyatu dengan oksida pada permukaan logam karena migrasi oksida ke dalam
Ikatan keramik dan logam merupakan hasil difusi elemen antara oksida
yang dibentuk pada permukaan logam dan dari keramik. Lapisan
g dibasahi oleh porselen, memberikan lapisan transisi yang
, dan terbukti berperan dalam pembentukan ikatan yang kuat
Berbagai opini timbul, bagaimana oksida berinteraksi dengan porselen selama siklus
Peleburan porselen dipercaya melarutkan oksida yang terbentuk secara
alami dan menghasilkan zona interaksi yang bertanggung jawab dalam pembentukan
37
esar sudut kontak pembasahan keramik pada
. Ukuran sudut kontak menunjukkan kemampuan pembasahan
Sumber: Gladwin dkk. 2009. Clinical aspects of dental
Pembentukan oksida pada permukaan logam terbukti berperan dalam
ikatan yang kuat. Ikatan ini dibentuk pada saat proses pembakaran
temperatur tinggi sehingga dapat mengalir
dan menyatu dengan oksida pada permukaan logam karena migrasi oksida ke dalam
Ikatan keramik dan logam merupakan hasil difusi elemen antara oksida
apisan oksida pada
lapisan transisi yang
, dan terbukti berperan dalam pembentukan ikatan yang kuat.
Berbagai opini timbul, bagaimana oksida berinteraksi dengan porselen selama siklus
melarutkan oksida yang terbentuk secara
alami dan menghasilkan zona interaksi yang bertanggung jawab dalam pembentukan
Universitas Sumatera Utara
38
ikatan. Difusi atom-atom logam dan porselen ke dalam oksida diketahui dan
dijadikan sebagai bukti adanya ikatan kimia. Tidak adanya lapisan oksida dapat
memicu kegagalan berupa lemahnya ikatan.
Atom logam dasar seperti nikel, kromium, dan berilium, membentuk oksida
dengan mudah selama proses oksidasi logam, dan harus diperhatikan untuk
menghindari pembentukan lapisan oksida yang terlalu tebal. Pembentukan lapisan
oksida yang tebal ditemukan pada jumlah pembakaran yang bertambah. Ketebalan
Lapisan oksida meningkat signifikan setelah tahap pembakaran porselen (Rokni dan
Baradaran, 2007). Beberapa produsen menyarankan dilakukan abrasi udara koping
logam dengan alumina atau meletakkan dalam asam hydrofluoric untuk mengurangi
ketebalan lapisan oksida (Henriques 2012).
2.3.3.4 Energi Permukaan
Permukaan yang berhadapan harus saling tarik menarik satu sama lain agar
terjadi perlekatan dan keadaan ini dapat terjadi tanpa mempertimbangkan wujud
padat, cair, atau gas dari kedua permukaan. Energi pada permukaan benda padat lebih
besar daripada di dalamnya. Energi Pada permukaan lebih besar karena kebanyakan
atom-atom di bagian luar tidak saling tarik menarik dalam semua arah secara
seragam.
Peningkatan energi per unit daerah permukaan disebut sebagai energi
permukaan atau tegangan permukaan.Semakin besar energi permukaan, semakin
besar pula kapasitas untuk berikatan.
Universitas Sumatera Utara
39
2.3.3.5 Viskositas
Keramik tidak hanya harus berkontak rapat dengan logam untuk efektifitas
perlekatan, tetapi juga harus dapat menyebar dengan mudah, namun tidak boleh
terlalu mudah sehingga tidak dapat dikontrol. Kemampuan cairan untuk mengisi
celah-celah merupakan fungsi dari viskositas. Gaya yang menggerakkan penyebaran
cairan pada permukaan padat diberikan oleh pembasahan, dan gaya ini ditahan oleh
viskositas cairan. Viskositas cairan tidak boleh terlalu tinggi, karena akan
menghambat cairan untuk mengalir dengan mudah pada permukaan padat dan
penetrasi kedalam celah-celah.
Viskositas bahan adalah kemampuan untuk mengalir. Cairan yang kental akan
sulit untuk mengalir, sementara cairan yang encer akan lebih mudah mengalir dan
sifat viskositas bergantung pada temperatur (Gladwin dkk. 2009).
2.3.4 Tipe Kegagalan Perlekatan
Klasifikasi kegagalan perlekatan sistem keramik-logam telah dibuat oleh
O’Brien, sebagai berikut (Gambar 2.15):
2.3.4.1 Kegagalan Adhesi
Gaya adhesif terjadi bila molekul zat yang tidak sama saling bertarikan.
Bentuk kegagalan adhesif, yaitu:
1. Pemisahan porselen dari logam
Universitas Sumatera Utara
40
Fraktur terjadi pada antar permukaan, meninggalkan permukaan halus pada
logam. Tipe kegagalan ini terjadi bila permukaan logam tidak di oksidasi sebelum
pembakaran keramik atau bila oksida yang terbentuk tidak cukup, hal ini mungkin
terjadi karena adanya kontaminasi atau permukaan logam ber pori.
2. Pemisahan porselen dari oksida logam
Terjadi fraktur pada massa keramik di dekat antar permukaan, meninggalkan
oksida logam pada permukaan logam. Tipe fraktur ini adalah yang paling sering
terjadi pada logam non mulia.
3. Pemisahan logam dari oksida logam
Tipe kegagalan ini merupakan fraktur pada antar permukaan, dimana oksida
terlepas dari permukaan logam dan tetap berikatan dengan lapisan porselen.
Pemisahan ini terjadi pada logam non mulia bila terjadi pembentukan oksida Ni-Cr
yang berlebihan.
2.3.4.2 Kegagalan Kohesi
Gaya kohesi terjadi, bila molekul zat yang sama saling bertarikan. Bentuk
kegagalan kohesi, yaitu:
1. Pemisahan oksida logam dari oksida logam
Tipe kegagalan ini terjadi pada antar permukaan yang juga ditimbulkan bila
oksida logam yang dihasilkan sangat banyak.
2. Fraktur kohesi pada logam
Universitas Sumatera Utara
41
Tipe kegagalan ini bukan karakteristik fraktur sistem keramik-logam, hal ini
mungkin terjadi pada titik-titik persambungan.
3. Fraktur kohesi pada porselen
Kegagalan ini merupakan tipe fraktur yang terjadi pada massa keramik. Pada
kondisi ini, kekuatan perlekatan daripada porselen lebih tinggi. Keadaan ini ideal
karena lapisan oksida memiliki ketebalan beberapa mikron untuk membentuk larutan
padat dengan massa keramik. Tipe kegagalan ini paling sering terjadi pada logam
emas mulia.
Gambar 2.17. Tipe kegagalan perlekatan restorasi keramik-logam. Sumber: O’Brien WJ 2002, Dental materials and their
selection,ed. 3, hal. 376.
Universitas Sumatera Utara
42
2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perlekatan
Keberhasilan GTC keramik-logam bergantung pada kekuatan perlekatan
antara keramik dan substruktur logam. Faktor-faktor di klinik yang mempengaruhi
kekuatan lekat, termasuk desain restorasi, yaitu bentuk dan ketebalan restorasi
(Rayyan 2014, Al Amri & Hammad 2012, Powers & Sakaguchi 2006). Faktor-faktor
di laboratorium yang dapat mempengaruhi kekuatan perlekatan keramik-logam,
antara lain: tipe logam, surface treatment logam, teknik aplikasi dan proses
pembakaran porselen (Rayyan 2014; Al Amri dkk. 2012; Rosenstiel 2004; Prabhu
dkk. 2003). Faktor-faktor dari proses pembakaran porselen yang dapat mempengaruhi
kualitas perlekatan, antara lain: temperatur, waktu, ( Al Amri dkk. 2012; Prabhu dkk.
2003; Cheung dkk. 2002) tekanan atmosfer (Gupta dkk. 2011; Pagnano dkk. 2009)
dan jumlah siklus pembakaran (Sayed 2015; Jalali dkk. 2015; Rayyan 2014;
Tuncdemir dkk. 2013; Prakash dkk. 2012; Zakaria dkk. 2003; Mutawa dkk. 2000).
2.3.5.1 Faktor di Klinik
2.3.5.1.1 Desain Restorasi
Koping logam merupakan bagian yang penting dari restorasi keramik-
logam. Desain koping logam memiliki peran penting pada keberhasilan atau
kegagalan restorasi. Koping harus memungkinkan porselen untuk tetap dalam
kompresi dengan mendukung daerah insisal, oklusal, dan daerah marjinal. Tanpa
dukungan koping, jika terdapat gaya oklusal porselen akan hancur.
Universitas Sumatera Utara
43
Terdapat 6 gambaran penting yang harus dipertimbangkan saat mendesain
restorasi keramik-logam, yaitu:
a. Ketebalan lapisan Porselen
Porselen harus memiliki ketebalan minimum yang sesuai dengan estetis.
Ketebalan minimum porselen adalah 0.7 mm, dan ketebalan yang diharapkan adalah
1.0 – 1.5 mm. Perluasan lebih dari 2.0 mm akan rentan terhadap fraktur. Meskipun
perluasan tidak terkena gaya oklusal, hal ini akan tetap rentan terhadap kegagalan
prematur karena tekanan yang terjadi pada porselen yang sangat tebal selama
pembakaran awal dan proses pendinginan.
b. Ketebalan Logam
Kekuatan dan ketahanan maksimum restorasi didapatkan dengan kekakuan
koping. Logam tidak boleh lentur selama pemasangan atau dibawah tekanan oklusal
karena lenturan akan menyebabkan porselen mengalami tegangan dan memicu
terjadinya retak. Logam harus cukup keras dan desain koping harus memiliki
ketebalan optimum untuk kekakuan.
Untuk kekuatan dan kekakuan, koping logam mulia sedikitnya harus memiliki
ketebalan 0.3 – 0.5 mm. Aloi logam dasar dengan temperatur peleburan yang
ditinggikan mungkin lebih tipis sekitar 0.2 mm. Ketebalan koping bervariasi,
bergantung pada bentuk preparasi. Nilai ini hanya ketebalan minimum untuk berbagai
sistem aloi.
Universitas Sumatera Utara
c. Dukungan Porselen
Kontur lapisan porselen yang cembung dan
tekanan lebih baik. Sudut yang tajam dan
porselen dengan logam harus berada pada sudut yang tepat untuk menghindari fraktur
porselen. Sudut yang tajam pada permukaan keramik
untuk terjadi retak daripada sudut 90º atau 135º.
Untuk membangun ketebalan porselen yang sama, logam harus di kontur
sehingga saat diberikan beban
daripada gaya tarik. Contoh dari pertimbangan
lingual logam ke tepi insisal p
pendukung dibawah cusp
Gambar 2.18. Dukungan porselenA. Porselen bisa fraktur bila logam meluas terlalu jauh ke insisalB. Pandangan proksimal koping keramik
(b) dukungan logam Sumber: Shillingburg dkk. 2012, Fundamental of fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 450
A
Dukungan Porselen
san porselen yang cembung dan rata dapat mendistribusikan
tekanan lebih baik. Sudut yang tajam dan undercut harus dihilangkan.
porselen dengan logam harus berada pada sudut yang tepat untuk menghindari fraktur
Sudut yang tajam pada permukaan keramik-logam lebih memungkinkan
daripada sudut 90º atau 135º.
ntuk membangun ketebalan porselen yang sama, logam harus di kontur
sehingga saat diberikan beban, lapisan porselen akan berada pada gaya kompresi
daripada gaya tarik. Contoh dari pertimbangan ini adalah menghindari perluasan
lingual logam ke tepi insisal pada restorasi anterior maksila dan membangun birai
cusp fasial premolar atau molar maksila (Gambar 2.18)
Dukungan porselenPorselen bisa fraktur bila logam meluas terlalu jauh ke insisal
andangan proksimal koping keramik-logam posterior maksila dengan dukungan logam yang tepat dibawah puncak fasial.
Sumber: Shillingburg dkk. 2012, Fundamental of fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 450
B
44
rata dapat mendistribusikan
harus dihilangkan. Pertemuan
porselen dengan logam harus berada pada sudut yang tepat untuk menghindari fraktur
logam lebih memungkinkan
ntuk membangun ketebalan porselen yang sama, logam harus di kontur
lapisan porselen akan berada pada gaya kompresi
ini adalah menghindari perluasan
mbangun birai
(Gambar 2.18).
posterior maksila dengan (a) dan tanpa
Sumber: Shillingburg dkk. 2012, Fundamental of fixed prosthodontics, ed. 4, hal. 450.
Universitas Sumatera Utara
45
d. Kontak Oklusal dan Proksimal
Bila koping didesain untuk menempati kontak oklusal pada permukaan logam
yang tidak dilapis, lokasinya dan daerah yang dilapisi keramik dapat lebih dikontrol
dengan tepat, sehingga menghasilkan keausan yang sedikit pada gigi antagonis. Studi
dan pengalaman klinis mencatat bahwa sifat abrasi porselen dental dan efek merusak
pada enamel sangat tinggi. Karena itu bila memungkinkan kontak oklusal harus
terjadi pada logam, jauh dari garis pertemuan keramik-logam. Kontak di dekat
persambungan akan dapat memicu fraktur. Persambungan keramik-logam harus
diletakkan 1.0 mm dari kontak oklusal pada posisi maksimum interkuspasi. Bila
overlap vertikal tidak memadai untuk ditempatkan berkontak dengan logam,
persambungan keramik-logam ditempatkan cukup jauh dari gingiva sehingga kontak
terjadi pada porselen (Gambar 2.19).
Untuk meminimalkan gaya yang dihasilkan kontak oklusal pada permukaan
palatal restorasi anterior maksila, persambungan keramik-logam tidak boleh
ditempatkan terlalu dekat dengan tepi insisal. Translusensi insisal akan terganggu,
dan kemungkinan terjadi fraktur akan meningkat karena porselen tidak lagi didukung
oleh logam. Bila diberikan gaya oklusal, porselen akan berada pada tegangan, kondisi
dimana tidak dapat ditahan porselen dengan baik.
Idealnya, lebar metal collar pada lingual sedikitnya 3.0 mm. Metal collar
yang kecil ini seharusnya tidak mengganggu estetis, namun, pelapisan porselen
seluruh daerah lingual menjadi semakin popular. Dokter gigi harus menyadari dengan
melapisi seluruh daerah lingual dengan porselen, harus ada pembuangan gigi yang
Universitas Sumatera Utara
lebih banyak. Preparasi daerah lingual adalah 1.3
finish line, bila dibuat keputusan untuk menutup seluruh daerah lingual dengan
porselen. Kontak proksimal untuk gigi anterior harus
gigi harus memfasilitasi
daerah interproksimal.
lingual sehingga porselen daerah proksimal memiliki kedalaman lebih be
translusensi.
Gambar.2.19 Desain kontak oklusalA. Kontak oklusal logam pada permukaan palatal insisivus maksilaB. Kontak oklusal porselen pada permukaan palatal insisivus maksilaSumber: Shillingburg dkk. 2012,
e. Tepi Fasial
Selama beberapa tahun, tepi fasial konvensional untuk mahkota keramik
logam adalah metal collar
A
Preparasi daerah lingual adalah 1.3 – 1.5 mm dengan beveled shoulder
ila dibuat keputusan untuk menutup seluruh daerah lingual dengan
Kontak proksimal untuk gigi anterior harus pada porselen, dimana dokter
gigi harus memfasilitasi selama preparasi gigi dengan pembuangan yang
daerah interproksimal. Efek estetis meningkat dengan menempatkan logam secara
lingual sehingga porselen daerah proksimal memiliki kedalaman lebih be
kontak oklusal restorasiontak oklusal logam pada permukaan palatal insisivus maksila
Kontak oklusal porselen pada permukaan palatal insisivus maksilaShillingburg dkk. 2012, Fundamental of fixed prosthodontics, ed. 4, hal.451.
Selama beberapa tahun, tepi fasial konvensional untuk mahkota keramik
metal collar yang sempit. Finish line fasial sering ditempatkan
B
46
beveled shoulder
ila dibuat keputusan untuk menutup seluruh daerah lingual dengan
pada porselen, dimana dokter
selama preparasi gigi dengan pembuangan yang cukup di
Efek estetis meningkat dengan menempatkan logam secara
lingual sehingga porselen daerah proksimal memiliki kedalaman lebih besar dan
Fundamental of fixed prosthodontics, ed. 4, hal.451.
Selama beberapa tahun, tepi fasial konvensional untuk mahkota keramik
fasial sering ditempatkan
Universitas Sumatera Utara
47
subgingiva untuk menghindari terlihatnya logam, hal ini dapat menyebabkan
terjadinya inflamasi gingiva dan masalah periodontal. Untuk menghindari terlihatnya
metal band dan kegagalan estetis metal collar konvensional, memicu penggunaan
tepi fasial keramik penuh, yang dapat dibuat dengan akhiran servikal gingiva atau
supragingiva. Desain porselen yang menutupi tepi logam menjadi popular. Tekniker
mulai menambahkan porselen untuk menutupi collar. Untuk memfasilitasi desain ini,
finish line yang dibutuhkan adalah heavy chamfer atau shoulder bevel dengan koping
logam meluas ke tepi cavosurfaces dan ketebalan logam dibuat menipis seminimal
mungkin. Porselen meluas menutupi logam. Penggunaan porselen low fusing dan
kombinasi modern porselen opak-dentin dengan keahlian yang baik, desain ini dapat
dibuat dengan kontur, adaptasi marjinal dan hasil estetis yang baik.
Desain marjin seperti ini membutuhkan bahan dan teknik yang cukup baik.
Masalah dapat timbul, seperti: distorsi logam selama pembakaran, koping yang dibuat
sangat tipis akan membuat logam menjadi lentur dan menyebabkan fraktur porselen,
kekasaran pada daerah marjin karena adanya porselen, logam yang tipis tidak dapat di
polish, sehingga keputusan untuk menggunakan desain porselen yang menutupi tepi
logam, bergantung pada kemampuan tekniker laboratorium.
2.3.5.2Faktor-Faktor di Laboratorium
Faktor-faktor di laboratorium yang mempengaruhi kekuatan lekat pada
GTC keramik-logam, antara lain: jenis logam, surface treatment logam, teknik
Universitas Sumatera Utara
48
aplikasi dan proses pembakaran porselen (Rayyan 2014; Al amri dkk. 2012;
Rosenstiel 2004; Prabhu dkk. 2003).
2.3.5.2.1 Jenis Logam
Dalam bidang kedokteran gigi, aplikasi logam biasanya digunakan dalam
bentuk aloi. Aloi adalah bahan yang memiliki bahan dasar dua atau lebih logam,
biasanya sedikitnya 4 - 8 bahan logam. Persyaratan aloi yang digunakan untuk
keberhasilan restorasi, yaitu: memiliki kekuatan, stabilitas, ketahanan terhadap
korosi, dapat dilakukan pengecoran, dapat di poles, dapat dikilapkan, dan
biokompatibel. Aloi untuk keramik-logam memiliki sifat tambahan, yaitu koefisien
ekspansi termal keramik dan logam harus kompatibel untuk mencegah retak pada
keramik saat pendinginan selama proses pembuatan (Khmaj MR 2012). Ekspansi
termal dan komposisi logam sangat mempengaruhi perlekatan antara logam dengan
keramik (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosenstiel dkk.
2004). Klasifikasi logam yang dipakai pada pembuatan restorasi keramik-logam,
berdasarkan American Dental Assosiation (ADA), dikelompokkan atas tiga bagian,
antara lain (Shillingburg dkk. 2012):
1. High noble alloy (gold-platinum-palladium, gold-palladium-silver, dan gold-
palladium). Logam ini memiliki kandungan logam noble lebih besar dari 60 %
dan 40 % emas. Koefisien ekspansi termal emas sangat tinggi (14 x 10-6 0C),
sedangkan koefisien ekspansi panas porselen sangat rendah (2-4 x 10-6 0C),
sedangkan porselen yang akan melekat dengan koping logam harus mempunyai
Universitas Sumatera Utara
49
temperatur pembakaran dan koefisien ekspansi panas yang hampir sama,
sehingga untuk menyeimbangkan koefisien ekspansi panas keduanya, perlu
penambahan palladium atau platinum pada logam emas. Restorasi keramik-
logam dengan bahan logam emas telah digunakan secara luas karena restorasi
yang dihasilkan memiliki nilai estetis yang natural, ketahanan dan adaptasi tepi
logam sangat baik. Aloi emas paling sering digunakan diantara aloi logam mulia,
karena sangat biokompatibel, pengecoran baik, mudah di polish, daktilitas tinggi,
lebih lunak jika dibandingkan dengan logam lainnya sehingga waktu pengerjaan
di laboratorium lebih cepat, ketahanan terhadap korosi baik, namun karena harga
logam emas yang terus meningkat memicu harga pembuatan yang lebih tinggi,
sehingga perhatian terhadap bahan logam lain untuk menggantikan logam emas
mulai meningkat.
2. Noble alloys (palladium-silver dan high palladium), terdiri dari 25 % logam
noble. Logam ini cenderung lebih murah dibandingkan dengan logam emas,
biokompatibel, tahan terhadap korosi, modulus elastik lebih tinggi, namun
memiliki koefisien ekspansi termal yang lebih tinggi daripada aloi konvensional
keramik-logam, dan ini dapat mempengaruhi perlekatan antara aloi dan porselen
yang digunakan pada restorasi konvensional keramik-logam. Hong dan Shin
2014, menyatakan bahwa tipe aloi keramik-logam mempengaruhi kekuatan lekat
dengan keramik. Hasil penelitian kekuatan lekat logam palladium-silver, Nickel
chromium dan gold, menyatakan bahwa aloi Ni-Cr memiliki perlekatan keramik-
logam paling kuat dibandingkan dengan aloi emas, namun kekuatan lekat
Universitas Sumatera Utara
50
keramik dangan aloi Pd-Ag tidak menunjukkan perbedaan signifikan
dibandingkan aloi lainnya.
3. Predominately base metal alloy (nikel-kromium, nikel-kromium-berillium,
kobalt-kromium, titanium). Logam ini terdiri dari < 25 % logam noble. Logam
ini memiliki kekerasan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan logam noble
dan harganya lebih murah. Kekuatan untuk menahan korosi sangat tergantung
pada sifat kimianya, oleh karena itu logam ini sebaiknya dioksidasi untuk
menutup permukaan logam sehingga meminimalkan korosi (Rosenstiel dkk.
2004). Qiu dkk. (2011), meneliti ketahanan korosi aloi Co-Cr dan Ni-Cr sebelum
dan setelah pembakaran porselen. Efek temperatur yang tinggi selama
pembakaran porselen dapat merubah komposisi oksida permukaan logam, yang
juga dapat merubah sifat korosi aloi. Hasil penelitian menyatakan bahwa aloi Co-
Cr memiliki ketahanan korosi lebih tinggi daripada aloi Ni-Cr. Jassim (2013),
mengevaluasi kekuatan lekat aloi Co-Cr dan Ni-Cr terhadap porselen. Hasil
penelitian menyatakan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan signifikan
kekuatan perlekatan antara aloi Co-Cr dan Ni-Cr terhadap porselen.
Hampir semua logam pada mahkota keramik-logam dioksidasi (degassing,
outgasing dan preoxidatiton) terlebih dahulu sebelum pengaplikasian lapisan
porselen untuk menghilangkan udara yang terperangkap pada logam, menghilangkan
kotoran-kotoran dan membentuk lapisan oksida. Proses oksidasi dilakukan pada
temperatur 960 °C – 980 °C sesuai instruksi pabrik. Lapisan oksida menyebarkan dan
memantulkan cahaya sehingga dapat menutup warna logam dibawahnya, serta
Universitas Sumatera Utara
51
berfungsi untuk menyatukan logam dengan lapisan porselen pada saat siklus
pembakaran (Rokni dan Baradaran 2007; Rathi dkk. 2011).
Tabel 2.4. Sifat fisik dan mekanis logam tuang.Sumber: Powers JM dan Wataha JC 2008, Dental materials: properties and manipulation, Mosby Elsevier, ed. 9, hal. 248.
Tipe Aloi Temperatur Peleburan
(ºC)
Kepadatan (g/cm2)
Yield Strength(0.2 %, MPa)
Kekerasan (kg/mm3)
Kegunaan
Sangat mulia
Au-Pt (Zn) 1045 - 1140 18.4 420/270 175/195 Mahkota logam penuh dan keramik logam
Au-Pd (Ag) 1160 - 1260 14.6 365/385 255/280 Mahkota logam penuh dan keramik logam
Au-Cu-Ag 910 - 1065 15.6 270/400 135/195 Mahkota logam penuhMulia
Au-Ag-Cu 865 - 925 12.4 325/520 125/215 Mahkota logam penuh
Pd-Cu 1100 - 1190 10.6 1145 425 Mahkota logam penuh dan keramik logam
Ag-Pd 1020 - 1100 10.6 260-320 140/155 Mahkota logam penuh dan keramik logam
Logam dasar
Ni-Cr (Be) 1275 7.5 710 340 - Mahkota logam penuh dan keramik logam
-Kerangka logam GTSLCo-Cr 1400 - 1500 7.5 870 380 - Mahkota logam penuh
dan keramik logam-Kerangka logam GTSL
Ti-O 1700 4 300 ?? - Implan endosseous- Mahkota keramik-
logam- Kerangka logam
GTSL
Universitas Sumatera Utara
52
2.3.5.2.2 Surface Treatment Logam
Permukaan koping yang akan dilapis porselen harus diselesaikan dengan baik
untuk mendapatkan ikatan yang kuat dan restorasi yang estetis. Ketidakteraturan
permukaan dan partikel-partikel kecil bahan tanam kemungkinan melekat pada
permukaan tuangan. Finishing dapat menghapus banyak residu dan juga
menghasilkan goresan yang teratur dalam satu arah untuk mengurangi kemungkinan
terjebaknya gas selama siklus pembakaran awal. Rongga yang terdapat pada tuangan
harus dibuang, karena merupakan daerah pemusatan tegangan, yang dapat
menimbulkan retak pada porselen. Daerah disekitar rongga sering sangat tipis, dan
tuangan mungkin tidak memiliki ketahanan yang cukup terhadap gaya oklusal.
Permukaan intaglio tuangan diperiksa apakah terdapat gelembung, cacat
ataupun sisa bahan tanam, yang jelas merupakan hambatan untuk terpasang, harus
dibuang. Tuangan ditempatkan pada die dengan hati-hati tanpa memaksa. Daerah
yang menghambat pemasangan harus diidentifikasi dan dibuang secara hati-hati
dengan bur. Memaksa tuangan saat pemasangan, akan menghasilkan tuangan yang
sesuai dengan die tetapi tidak pada gigi yang di preparasi. Mengidentifikasi daerah
yang menghambat secara intra oral akan lebih sulit dan butuh banyak waktu daripada
mengepaskan tuangan dengan cermat pada die di tempat pertama.
Seluruh permukaan tuangan harus halus, tidak kasar dan bergelombang.
Terjebaknya udara di bawah porselen opak, berpotensial lebih besar pada permukaan
kasar daripada permukaan halus, karena itu lebih sulit untuk mendapatkan kontak
rapat antara partikel porselen pada permukaan logam yang kasar. Hal ini dapat terjadi
Universitas Sumatera Utara
53
bila logam tidak dibasahi dengan sempurna oleh porselen ataupun bila porselen tidak
dibakar dengan tepat. Walaupun begitu kekasaran antar permukaan keramik-logam,
berperan penting dalam perlekatan keramik. Ikatan mekanis terjadi bila keramik
mengalir kedalam permukaan logam yang kasar, sehingga dapat meningkatkan
perlekatan. Kekasaran permukaan juga berhubungan dengan luas permukaan yang
lebih besar dimana perlekatan kimia dapat dibentuk. Lapisan oksida yang terbentuk
pada permukaan logam selama pengecoran harus dibuang dengan abrasi asam atau
partikel udara dengan aluminum oxide (alumina) untuk perlekatan keramik-logam
yang maksimal. Instruksi pembuatan aloi harus diikuti, karena perlekatan bergantung
pada kontrol ketebalan lapisan oksida logam. Penelitian terdahulu menemukan bahwa
tidak ada efek kekasaran permukaan pada ketahanan antar permukaan terhadap gaya
geser. Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa kekasaran permukaan yang
dikontrol, menghasilkan ketidakteraturan yang meningkatkan kekuatan lekat
keramik-logam.
Sprue dibuang dengan carborundum disk, dan harus digunakan bur yang
bersih dan tidak terkontaminasi untuk menyelesaikan daerah yang akan dilapis
porselen. Alat yang telah digunakan sebelumnya pada logam akan mengkontaminasi
daerah yang akan dilapis. Pengasahan permukaan untuk mengurangi ketebalan
tuangan dilakukan dengan instrumen rotary. Instrumen yang paling sering digunakan
untuk mengurangi ketebalan logam adalah bur batu abrasive dan bur carbide.
Idealnya bur batu terbuat dari aluminous oxide, dan menyatu dengan partikel abrasive
secara bersama-sama.
Universitas Sumatera Utara
54
Setelah prosedur pengasahan selesai, logam tuang harus dibersihkan untuk
menghasilkan permukaan yang dapat bereaksi baik dengan porselen. Tuangan
ditempatkan dalam wadah dengan asam hidrofluorida 52 % dan dibersihkan secara
ultrasonik selama 20 menit. Aloi juga dapat dibersihkan dengan menggunakan abrasif
udara dengan partikel alumina (50 µm) dilanjutkan dengan pembersihan ultrasonik
dalam air suling selama 10 menit. Sandblasting memiliki manfaat tambahan dengan
menghilangkan oksida yang berlebih, sehingga menghasilkan permukaan yang bersih
dan dapat membantu pembasahan keramik pada permukaan logam (Shillingburg dkk.
2012; Henriques 2012; Rosenstiel dkk. 2004).
2.3.5.2.3 Teknik Aplikasi
a. Jenis Porselen
Jenis porselen, seperti Vita Omega, Vita VMK, Duceram, Shofu Vintage, dan
lainnya. Jenis porselen yang berbeda menghasilkan kekuatan lekat yang berbeda.
Neto AJF dkk. (2006) meneliti perbedaan kekuatan lekat yang dihasilkan oleh tiga
jenis porselen yang berbeda (Vita VMK, Williams dan Duceram) dengan aloi Ni-Cr
dan Co-Cr-Ti. Temperatur pembakaran porselen opak untuk Vita VMK dan Williams
980 ºC dan Duceram 990 ºC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa porselen Duceram
memiliki kekuatan lekat paling tinggi, dibandingkan kombinasi keramik-logam
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
55
b. Perbandingan Bubuk dengan Cairan Porselen
Perbandingan antara bubuk keramik dengan cairannya harus sesuai dengan
instruksi pabrik. Porselen gigi biasa tersedia dari pabrikan dalam bentuk bubuk, yang
dicampur dengan air suling hingga konsistensinya kental membentuk pasta.
Campuran ini kemudian digunakan untuk membuat restorasi sesuai bentuk yang
diharapkan (Rosenstiel dkk. 2004).
c. Teknik Pelapisan Porselen
Teknik pelapisan porselen secara konvensional dengan menggunakan sikat
khusus telah digunakan selama beberapa dekade (O’Brien 2008). Pada teknik ini,
setelah substrat aloi dibersihkan dan di oksidasi, porselen opak, dentin, enamel
diaplikasikan dan dibakar. Teknik pelapisan konvensional dapat memberikan estetis
yang maksimal karena memungkinkan penyesuaian saat keramik dibangun.
Teknik Press on Metal (PoM) dikembangkan oleh Ivoclar Vivadent, untuk
memberikan metode yang lebih cepat dalam membuat restorasi keramik-logam,
sehingga menghemat waktu dan biaya tanpa mengorbankan kualitasnya (Tysowsky
dkk. 2007). Metode ini memungkinkan tekniker untuk lebih memperhatikan
permukaan restorasi, fungsi, bentuk dan kualitas restorasi lebih mudah didapatkan.
Teknik Press on Metal juga dapat mengurangi penyusutan pada keramik
dibandingkan teknik konvensional. Khmaj (2012) membandingkan kekuatan lekat
keramik-logam dengan teknik pelapisan konvensional dan Press on Metal. Hasil
penelitian menunjukkan kekuatan lekat keramik-logam pada teknik pelapisan
Universitas Sumatera Utara
56
konvensional dan PoM melebihi standar minimum ISO 25 MPa. Secara umum tidak
ada perbedaan kemampuan perlekatan pada kedua teknik yang digunakan.
d. Teknik Kondensasi
Kondensasi keramik gigi diartikan sebagai suatu proses dimana keramik gigi
dipadatkan sebelum pembakaran. Kondensasi adalah metode untuk memperkecil
jarak antara partikel-partikel porselen dan menghilangkan sejumlah besar cairan dari
pasta porselen. Pengurangan jarak antara partikel akan menghasilkan kepadatan yang
maksimum. Massa yang padat dapat mengurangi penyusutan pembakaran, sehingga
terjadinya distorsi dan retak juga dapat dicegah melalui rendahnya penyusutan setelah
pembakaran. Tegangan permukaan cairan dianggap sebagai kekuatan pendorong
utama dalam proses kondensasi porselen, dan porselen tidak boleh dibiarkan kering
sampai kondensasi sempurna. Selama pembuangan cairan dari campuran porselen,
partikel-partikel cenderung lebih padat dengan adanya tegangan permukaan. Pada
proses kondensasi, cairan melewati celah antar partikel yang diameternya terus
mengecil dan kedekatan partikel meningkatkan efektifitas kekuatan adhesi. Partikel
akan mengalir bersama-sama dan cenderung menyatu lebih baik saat air dikeluarkan.
Partikel porselen yang lebih kecil ditarik antara butir-butir yang lebih besar, sehingga
meningkatkan kepadatan massa porselen. Keuntungan sepenuhnya dari proses
kondensasi tidak bisa didapatkan, bila ukuran partikel terlalu besar atau bila partikel
tidak cukup saling berdekatan. Selama kondensasi, mobilitas partikel-partikel
bergantung pada viskositas massa. Viskositas yang tinggi akan menyebabkan udara
mudah terjebak diantara lapisan partikel porselen.
Universitas Sumatera Utara
57
Kondensasi porselen merupakan salah satu proses yang harus diperhatikan
pada proses pembuatan gigi tiruan porselen di laboratorium, karena dapat
mempengaruhi terjadinya retakan dan distorsi porselen dentin. Ada tiga teknik
kondensasi porselen, yaitu:
1. Vibration Technique (Getaran)
Metode ini sangat berguna untuk membuang kelebihan air pada saat pelapisan
porselen. Vibration method dapat secara manual maupun dengan alat ultrasonik.
Kondensasi secara ultrasonik menghasilkan struktur porselen yang lebih homogen,
karena mempunyai kontrol yang lebih baik pada saat proses pelapisan setiap lapisan
porselen. Getaran yang berlebihan juga harus dihindari karena dapat dengan mudah
melepaskan lapisan porselen yang dibangun, detail permukaan juga akan hilang.
2. Spatulation Technique
Metode ini dilakukan dengan menggunakan spatula kecil untuk mengaplikasikan
dan menghaluskan porselen yang masih basah. Aksi penghalusan akan membawa air
naik ke permukaan sehingga bisa dibuang.
3. Brush Technique
Metode ini dilakukan dengan menggunakan penambahan bubuk porselen kering
yang diletakkan dengan bantuan brush di sisi yang berlawanan dengan adonan
porselen yang basah. Partikel yang basah akan terdorong dan saling melekat sewaktu
air tertarik ke bubuk yang kering.
Universitas Sumatera Utara
58
2.3.5.2.4 Proses Pembakaran Porselen
Pembakaran porselen diartikan sebagai proses pemanasan dan peleburan
partikel-partikel bahan keramik gigi yang telah di kondensasi dalam tungku
pembakaran pada temperatur yang sudah ditetapkan untuk mendapatkan ikatan antar
partikel dan difusi yang cukup guna menaikkan kepadatan struktur (Manappallil JJ
2003; Anusavice 2003; Cheung KC 1999). Selama pembakaran, partikel-partikel
bubuk mengalir dan saling menyatu, membuat restorasi padat dan kuat (Gambar
2.20). Reaksi biokimia antara komponen-komponen bubuk porselen pada dasarnya
berjalan dengan tuntas selama proses pembuatan semula, oleh karena itu tujuan
pembakaran adalah untuk menyatukan partikel-partikel bubuk secara tepat, guna
membentuk suatu restorasi. Beberapa reaksi kimia terjadi selama waktu pembakaran
yang panjang atau pembakaran multipel. Reaksi yang paling penting adalah
perubahan yang terlihat pada kandungan leucite dari porselen yang didesain untuk
membuat restorasi keramik-logam. Leucite merupakan fase Kristal yang mempunyai
pemuaian yang tinggi atau kontraksi tinggi, dimana volume matriks kacanya sangat
mempengaruhi koefisien kontraksi termal dari porselen. Perubahan pada kandungan
leucite dapat menyebabkan terbentuknya koefisien kontraksi termal yang tidak sama
antara porselen dengan logam, sehingga menimbulkan tekanan selama pendinginan
yang dapat menyebabkan terjadinya pembentukan retak pada porselen. Keadaan yang
dapat dijumpai pada tahapan pembakaran porselen, yaitu: (Fraunhofer JA 2010).
Universitas Sumatera Utara
59
a. Low Bisque Stage
Tahap pertama dalam proses pembakaran disebut sebagai low bisque.
Partikel-partikel mulai melunak dan saling menyatu hanya berupa titik kontak dan
porositas sebenarnya tidak berubah. Karena porositas yang hampir tidak berubah,
karakteristik kepadatan porselen adalah berpori, sangat lemah, rapuh, dan
menunjukkan penyusutan yang sedikit.
b. Medium Bisque Stage
Pada pemanasan lebih lanjut, terjadi kohesi yang lebih besar diantara partikel-
partikel (partikel menyatu). Terjadi aliran cairan kental yang lebih lagi dan mengisi
rongga udara dibawah pengaruh tegangan permukaan dan udara dikeluarkan dari
celah-celah sebelum menutupi rongga. Setiap ruang-ruang menjadi semakin kecil.
Porositas menurun pada tahap ini dan terdapat penyusutan yang nyata. Akhirnya,
rongga-rongga ini menjadi berdiri sendiri dan berpori bulat.
c. High Bisque Stages
Tahap high bisque didapatkan bila penyusutan pembakaran telah sempurna
dan tidak terjadi penyusutan lebih lanjut. Porositas telah berkurang menjadi sedikit.
Permukaan porselen menjadi halus dan cukup kuat untuk dikoreksi dengan grinding
sebelum akhirnya dilakukan glazing.
d. Glazing
Glazing adalah proses menghaluskan dan mengkilapkan permukaan restorasi
dengan terjadinya aliran kaca pada permukaan keramik. Tujuan glazing adalah:
meningkatkan estetis, hygiene, dan meningkatkan kekuatan. Glazing akan mencegah
Universitas Sumatera Utara
terjadinya retak, karena itu p
tidak di glazing (Manappallil JJ 2003).
Gambar 2.2
Seluruh program pembakaran, yang disebut sebagai siklus pembakaran,
meliputi: pra pemanasan
(cooling) (Powers JM dan
2003; Darvell BW 2000
a. Pra pemanasan (Preheating
Massa porselen yang sudah dikondensasi tidak boleh ditempatkan langsung
kedalam tungku pembakaran yang panas, tetapi diletakkan di depan atau di bawah
muffle dari tungku yang sudah dipanaskan, sehingga
dihilangkan. Penempatan massa yang sudah dikondensasi langsung ke dalam tungku
terjadinya retak, karena itu porselen yang di glazing akan lebih kuat daripada
(Manappallil JJ 2003).
2.20. Tujuan pembakaran adalah menghasilkan suatu massa yang kontinu, bebas pori. Sumber: Darvell BW 2000, Dental materials science, ed.6, hal. 477.
Seluruh program pembakaran, yang disebut sebagai siklus pembakaran,
pemanasan (pre heating), pembakaran (sintering) dan
Powers JM dan Sakaguchi RL 2006; Manappallil JJ 2003;
2003; Darvell BW 2000).
Preheating)
Massa porselen yang sudah dikondensasi tidak boleh ditempatkan langsung
bakaran yang panas, tetapi diletakkan di depan atau di bawah
i tungku yang sudah dipanaskan, sehingga memungkinkan sisa uap air
dihilangkan. Penempatan massa yang sudah dikondensasi langsung ke dalam tungku
60
orselen yang di glazing akan lebih kuat daripada yang
Seluruh program pembakaran, yang disebut sebagai siklus pembakaran,
dan pendinginan
Manappallil JJ 2003; Anusavice
Massa porselen yang sudah dikondensasi tidak boleh ditempatkan langsung
bakaran yang panas, tetapi diletakkan di depan atau di bawah
memungkinkan sisa uap air
dihilangkan. Penempatan massa yang sudah dikondensasi langsung ke dalam tungku
Universitas Sumatera Utara
61
yang cukup hangat akan menghasilkan produksi uap yang cepat, sehingga timbul
lubang-lubang atau fraktur pada sebagian besar lapisan. Setelah pra pemanasan kira-
kira 5 menit, porselen diletakkan ke dalam tungku dan pembakaran dimulai.
b. Pembakaran / Sintering
Restorasi porselen dapat dibakar dengan kontrol temperatur secara otomatis
atau dengan temperatur yang dikontrol oleh operator. Pada metode pertama,
temperatur tungku dinaikkan dengan laju konstan hingga tercapai temperatur tertentu.
Pada metode kedua, temperatur dinaikkan dengan laju yang ditentukan hingga
tercapai tingkat tertentu, setelah itu temperatur dipertahankan hingga reaksi yang
diharapkan terjadi sempurna. Porselen merupakan penghantar panas yang buruk,
karena itu pemanasan yang terlalu cepat mengakibatkan penyatuan yang berlebihan
pada lapisan luar sebelum bagian dalam dibakar dengan sempurna. Saat temperatur
meningkat, partikel porselen menyatu oleh sintering. Sintering merupakan proses
yang bertanggung jawab dalam menyatukan porselen untuk membentuk massa yang
kontinu. Proses sintering dapat dikendalikan dengan waktu dan temperatur yang
tepat. Pada temperatur pembakaran awal, lubang kosong akan diisi oleh udara tungku
dan sewaktu sintering dari partikel dimulai, partikel-partikel porselen saling berikatan
pada titik kontaknya. Semakin tinggi temperatur sintering, kaca perlahan-lahan
mengalir untuk mengisi ruang udara. Meskipun demikian, udara tetap dapat terjebak
dalam bentuk pori-pori karena massa terlalu kental untuk memungkinkan keluarnya
semua udara.
Universitas Sumatera Utara
62
c. Pendinginan
Pendinginan restorasi porselen dari temperatur pembakaran ke temperatur
kamar harus dikontrol dengan baik. Proses pendinginan yang terlalu cepat dapat
menyebabkan porselen retak atau dapat memicu tekanan yang melemahkan porselen.
Proses pendinginan yang terlalu lambat maupun pembakaran ganda dapat memicu
pembentukan leucite tambahan dan meningkatkan koefisien ekspansi termal keramik,
dan dapat juga menyebabkan retak permukaan. Proses pendinginan terjadi saat
pembukaan tungku pembakaran porselen, dilakukan secara perlahan, merata, dan
dikontrol oleh komputer.
Gambar 2.21. Skema pembakaranSumber: Cheung KC 1999,’ Effect of sintering timeand temperature on dental porcelain porosity’, Master thesis, The University of Hongkong, hal.86.
Temperatur awal
Temperatur sintering
Laju pemanasan
Tahap pendinginan
Waktu sintering
Tahap pemanasan
Tahap pra pemanasan
Tekanan mulai menurun
Kembali ke tekanan atmosfer
Universitas Sumatera Utara
63
Terdapat beberapa faktor dari pembakaran porselen yang dapat
mempengaruhi kekuatan lekat keramik-logam, yaitu: waktu, temperatur, pengulangan
pembakaran dan tekanan atmosfer.
2.3.5.2.4.1 Waktu
Cheung dan Darvel 2002, menyatakan bahwa waktu dan temperatur
merupakan faktor penting dalam pembakaran bahan keramik. Memperpanjang waktu
pembakaran umumnya akan memicu peningkatan kepadatan keramik, dimana hal ini
terjadi karena terdapat tingkat penyusutan massa padat yang tinggi.
Selain perubahan kimia, kelebihan waktu pembakaran juga akan
mengakibatkan penurunan temperatur, dimana dapat terjadi distorsi karena adanya
pelengkungan. Jelas, hal ini perlu dihindari bila bentuk restorasi harus dipertahankan.
Namun, terdapat kompromis antara ketahanan terhadap deformasi dan proses
pembakaran. Beberapa penyesuaian dapat dilakukan pabrikan dengan menyesuaikan
komposisi untuk memberikan jumlah total ion alkali logam, K2O meningkatkan
viskositas sementara Na2O akan menurunkannya. Terdapat perubahan yang baik pada
titik lebur dengan mengurangi penggunaan sodium daripada potassium. Jelas bahwa
kualitas pekerjaan bergantung pada kontrol yang tepat dari waktu dan temperatur
pembakaran, dengan mengikuti instruksi yang diberikan. Penelitian Cheung dan
Darvell 2002 menyatakan bahwa porositas yang minimal didapatkan pada
pembakaran dengan temperatur yang tinggi dan waktu yang pendek, mendekati tetapi
tidak persis sama dengan rekomendasi pabrikan.
Universitas Sumatera Utara
64
2.3.5.2.4.2 Temperatur
Mengontrol temperatur pembakaran porselen sangat penting, tidak
hanya untuk menghasilkan penampilan yang baik tetapi juga untuk meningkatkan
kekuatan perlekatan bahan keramik-logam. Pada proses pembakaran porselen, terjadi
reaksi kimia antara permukaan logam dan keramik. Atom logam berdifusi dan
bereaksi dengan oksida pada keramik, dan temperatur pembakaran sangat
mempengaruhi kecepatan difusi. Kesulitan untuk mengontrol pembentukan lapisan
oksida pada permukaan logam dapat terjadi pada temperatur yang tinggi dan
merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi kegagalan serta memiliki
efek negatif terhadap kekuatan lekat keramik-logam. Porselen gigi di desain untuk
dibakar pada temperatur yang berbeda dan dapat diklasifikasikan menurut temperatur
peleburannya. Porselen low fusing dengan temperatur pembakaran 850 ºC - 1100 ºC,
digunakan untuk pembuatan restorasi mahkota dan jembatan. Penggabungan proporsi
Na2O dan K2O yang relatif tinggi dalam porselen low fusing membantu untuk
mengurangi temperatur peleburan.
Mengikuti instruksi pembuatan dengan tepat, sangat penting untuk
keberhasilan restorasi, namun beberapa peneliti menyarankan adanya perubahan
dalam prosedur laboratorium, seperti meningkatkan temperatur pembakaran lapisan
opak untuk meningkatkan kekuatan lekat bahan keramik-logam. Teknik
meningkatkan temperatur didasarkan pada hipotesis bahwa terdapat peningkatan
transfer elektron antara kaca dan oksida logam yang akan meningkatkan kekuatan
lekat keramik-logam. Kelarutan dan jumlah difusi aloi dan keramik juga akan
Universitas Sumatera Utara
65
meningkat karena peningkatan temperatur. Vines dkk (dikutip dari Cheung dkk.
2002), menjelaskan bahwa pada temperatur pembakaran yang berlebihan, ruang yang
terdapat udara yang terjebak menjadi bulat dibawah pengaruh tegangan permukaan.
Tekanan udara yang terjebak meningkat dan bila cairan tidak terlalu kental,
gelembung udara membesar mencapai keseimbangan tekanan dengan atmosfer luar.
Temperatur pembakaran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan detail
permukaan menjadi hilang, kemudian akan terlihat seperti kaca dan sering mengalami
semburat kehijauan, karena itu temperatur pembakaran harus dikontrol dengan baik.
2.3.5.2.4.3 Jumlah
Proses pembuatan restorasi keramik-logam membutuhkan serangkaian
pembakaran porselen untuk mendapatkan estetis dan persyaratan klinis, sehingga
tidak dapat dihindarkan pembuatan restorasi dengan pembakaran yang berulang.
Peningkatan koefisien ekspansi termal porselen karena pembakaran berulang
berperan dalam pembentukan Kristal leucite. Secara teori, pembakaran porselen
secara berulang akan menurunkan kesesuaian keramik-logam dan kemudian
menurunkan kekuatan perlekatan. Pembakaran ulang yang berlebihan terhadap bahan
porselen dapat merusak karena memungkinkan terjadi reaksi yang menjauhi
keseimbangan dan kemungkinan terjadi pembentukan fase Kristal yang tidak
diharapkan, yang dapat merubah sifat mekanis dan optik yang diharapkan.
Kontur, warna, dan estetis GTC keramik-logam dengan kualitas terbaik,
didapat melalui aplikasi beberapa siklus pembakaran dengan temperatur tinggi, tetapi
Universitas Sumatera Utara
66
tidak ada data keilmuan mengenai jumlah siklus pembakaran yang tepat untuk
mendapatkan restorasi yang sempurna (Jalali dkk. 2015; Sayed 2015, Rayyan 2015;
Zakaria 2003). Teknisi laboratorium terkadang melakukan pembakaran berulang kali
karena gagal mendapatkan bentuk dan pola restorasi keramik-logam yang sesuai
(Ghanbarzadeh dkk. 2008; Rosenstiel dkk. 2004). Pembakaran Multipel akan
menyebabkan devitrifikasi porselen, dengan hilangnya translusensi dan menurunkan
ketahanan fraktur restorasi.
2.3.3.2.4.4 Tekanan Atmosfer
Pada restorasi keramik-logam, adakalanya porselen lepas dari permukaan
logam karena sifat fisik yang kurang baik memberikan kekuatan, kekakuan dan
perlekatan keramik-logam. Pembakaran porselen yang optimal perlu untuk
keberhasilan klinis restorasi keramik-logam. Berdasarkan keadaan atmosfer,
pembakaran porselen terbagi atas dua cara, yaitu:
a. Air Firing
Porselen dibakar di atmosfer yang mempunyai banyak ruangan yang berisi
udara. Tegangan permukaan dari fase cairan diharapkan meningkatkan tekanan dalam
gelembung, mengurangi radius gelembung, sehingga didapatkan keseimbangan. Pada
air firing, proses difusi sangat lambat, mekanisme ini tidak bisa diharapkan untuk
menghilangkan porositas, terutama karena waktu, temperatur harus dibatasi. Air
firing dapat meninggalkan porositas sebanyak 5 %. Porositas yang timbul tidak hanya
melemahkan porselen, tetapi juga menyulitkan upaya untuk meniru gigi asli.
Universitas Sumatera Utara
67
b. Vacuum Firing
Vacuum firing digunakan untuk mengurangi porositas. Sewaktu porselen
diletakkan pada tungku, partikel bubuk dimampatkan bersama-sama dengan saluran
udara disekelilingnya. Sewaktu tekanan udara di dalam muffle tungku diturunkan
sekitar sepersepuluh dari tekanan atmosfer, udara di sekitar partikel juga akan
berkurang sama besar. Sementara sewaktu temperatur meningkat, partikel-partikel
akan tersintering bersama-sama, membentuk lubang yang tertutup di dalam massa
porselen. Pada temperatur di bawah temperatur pembakaran atas, vakum dilepas dan
tekanan di dalam tungku akan meningkat sepuluh kali dari 0.1 menjadi 1 atm. Karena
tekanan meningkat sepersepuluh kali, lubang akan terkompresi menjadi sepersepuluh
dari ukurannya semula, dan volume total dari porositas juga akan berkurang dalam
jumlah yang sama.
Dalam proses vacuum firing, udara dikeluarkan dari porselen sehingga
bahannya menjadi lebih padat, tidak berpori, lebih kuat, lebih bening dan mendekati
penampilan gigi asli.
2.3.6 Pengukuran Kekuatan lekat
Beberapa pengukuran didesain dan dipilih oleh peneliti untuk mengevaluasi
kekuatan lekat keramik-logam. Pengukuran ini dapat diklasifikasikan menurut sifat
tekanan yang dihasilkan seperti: uji geser, tarik, kombinasi uji geser dan tarik, uji
fleksural dan uji torsi. Dari berbagai pengukuran, yang paling umum digunakan
adalah uji bending (fleksural) dan uji geser (Henriques 2012).
Universitas Sumatera Utara
68
Bentuk uji bending atau fleksural dapat berupa three atau four-point
bending, terdiri dari lempeng logam yang rata dengan lapisan keramik pada
permukaan tarik, yang kemudian diuji untuk kekuatan transversal (modulus retak).
Three-point bending merupakan pengukuran kekuatan lekat keramik-logam yang
paling umum digunakan. ISO 9693/2000 menyarankan three-point bending untuk uji
kekuatan lekat. Sampel keramik-logam diuji untuk mengukur perlekatan atau gaya
untuk kegagalan ikatan. Sampel keramik-logam ditahan oleh dua lengan pendukung
dengan permukaan keramik menghadap ke bawah dan diberikan beban pada titik
pertengahan hingga terjadi kerusakan perlekatan antar permukaan keramik-logam.
Analisis tekanan ujung elemen menunjukkan tekanan tarik lebih besar dibandingkan
dengan tekanan geser, menghasilkan kemungkinan kegagalan tarik lebih besar.
Tekanan tarik bisa perpendicular atau sejajar dengan antar permukaan keramik-
logam. Uji four-point bending mengurangi kemungkinan kegagalan tarik yang terjadi
pada uji three-point bending dan menghasilkan tekanan geser antar permukaan yang
lebih besar. Uji four-point bending digunakan untuk memisahkan keramik dari logam
bila kegagalan antar permukaan selalu terjadi pada titik beban. four-point bending
lebih mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus untuk pengukuran dan
ketebalan keramik dan logam menirukan kondisi klinis (Hammad dkk. 1996).
Universitas Sumatera Utara
69
2.4 Landasan Teori
Gigi Tiruan Cekat
Logam penuh Keramik-logam Keramik penuh
Pengertian Keuntungan dankerugian
Komponen
Lapisan porselen Logam
Opak Dentin Enamel
Syarat keberhasilan
Kekuatan lekatkeramik-logam (+)
Warna restorasi (+)
Masalah: Bahan tidak sama jenis, sehinggaperlekatan antar permukaan dapat terlepas
ISO 9693: 2012kekuatan lekat
> 25 MPa
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatanperlekatan
Klinik Laboratorium
Desainrestorasi
Jenis logam
Teknik aplikasi
Proses pembakaranporselen
Surface treatmentlogam
Penyebab: Atom logam dankeramik dengan atom oksidatidak saling berkontak rapat
Jumlah
Temperatur
Waktu
Tekananatmosfer
Mekanismeperlekatan
Tipekegagalanperlekatan
Perlekatankimiawi
Perlekatanmekanis
Gaya van der waals
Gaya kompresi
Kegagalankohesi
Kegagalanadhesi
Prinsipperlekatan
Pembasahan
Sudutkontak
Oksida (+)
Viskositas
Ionik
Kovalen
Metalik
Energipermukaan
Pengukuran kekuatan
lekat
Universitas Sumatera Utara
70
2.5 Kerangka Konsep
Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam
Lepasnya perlekatan keramik dengan struktur logam
Proses pembakaran porselen Perlekatan secara kimiawi Keramik-logam
Keramik Logam Oksida tebentuksecara alami padapermukaan logamdan membentuk
ikatan kimiadengan keramik,
Ni-Cr
0,5Enamel
0,3
Fungsi:1. Menutup
warna logam2. Melekatkan
logam dankeramik
Jumlah
Jumlah pembakaranditambah untuk
mendapatkan kontur, warnadan estetis yang lebih baik
Temperatur
Oksidasilogam 980ºC
PembakaranLow fusing porcelain850°C-1300°C
Pembakaran porselen opak
950 °C 975 °C
Keramikmelebur,
Mengalir danmembasahipermukaan
logam
Tekanan atmosfer
Vacuum fired
Mengurangiporositas porselen
Waktu
Sesuai petunjukpembuatan
Dentin Opak
0,5 0,3
↑ Temperatur pembakaran lapisan opakakan ↑ kekuatan lekat, sementara ↑
jumlah pembakaran akan ↓ kekuatan lekat
ISO 9693 ;2012
1,1 mm
↓Kesesuaian termalkeramik-logam
↑Tekanan antarpermukaan
Pembentukan lapisanoksida pada permukaan
logam sulit dikontrol
Temperatur optimalDistorsi
logam (-)
Atom logamberdifusi dan
bereaksidengan oksidapada keramik
↑Temperatur↑ kelarutan dan
penyebarankeramik pada
logam
Komposisi:- Oksida potassium,
leucite (KAlSi2O6)↑ ekspansi termal, sesuai dengan logam perlekatan ↑
- Feldspar, kaolin, kuarts, pigmen
2 kali1 kali 3 kali
Universitas Sumatera Utara
71
2.6 Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan 975 °C
dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali,
terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.
2. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C, terhadap kekuatan
lekat GTC keramik-logam.
3. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 °C, terhadap kekuatan
lekat GTC keramik-logam.
4. Ada perbedaan pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C
dan 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3
kali, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.
Universitas Sumatera Utara
72
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian adalah Eksperimental Laboratoris dengan desain penelitian
complete randomized design. Eksperimental Laboratoris yaitu kegiatan percobaan
yang bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh yang timbul akibat adanya perlakuan
tertentu (Budiharto 2008).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Pembuatan Sampel
Unit Uji Laboratorium Dental FKG USU
3.2.2 Lokasi Pengujian Sampel
Laboratorium Impact and Fracture Research Center (IFRC) Unit II: Static
and Fatique Test, Fakultas Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara
3.2.3 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2016
Universitas Sumatera Utara
73
3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian
3.3.1 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah logam Ni-Cr yang berbentuk persegi
panjang berukuran (25 ± 1) mm × (3 ± 0.1) mm × (0.5 ± 0.05) mm. Porselen
berukuran (8 ± 0.1) mm × 3 × (1.1 ± 0.1) mm, dilapis di atas logam, di daerah
pertengahan. Berdasarkan ISO 9693;2012 (Ren dkk. 2016; Zhang dkk. 2015; Hong
dan Shin 2014) (Gambar 3.1).
Gambar 3.1. Sampel
Porselen Logam
3.0 mm
25.0 ± 1.0 mm
0.5 ± 0.05 mm
20.0 mm
8.0 ± 0.1mm1.1 ± 0.1mm
Universitas Sumatera Utara
74
3.3.2 Besar Sampel Penelitian
Penentuan besar sampel minimal adalah berdasarkan rumus berikut
(Budiharto 2008; Sastroasmoro S 2002) :
( t - 1 )( r - 1 ) > 15
Keterangan :
t = jumlah perlakuan
r = jumlah ulangan
Pada penelitian ini terdapat tiga kelompok sampel, maka t = 6 dan jumlah sampel ( r )
tiap kelompok dapat ditentukan sebagai berikut :
( 6– 1)( r – 1 ) > 15
5 ( r – 1 ) > 15
r – 1 > 3
r > 3 + 1
r > 4
Dari hasil di atas, jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok adalah
sebanyak ≥ 4 sampel, sehingga jumlah seluruh sampel untuk tiap kelompok adalah
lima sampel, maka jumlah sampel untuk enam kelompok adalah 30 sampel.
Universitas Sumatera Utara
75
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Klasifikasi Variabel Penelitian
Variabel Bebas
Pembakaran porselen dengan:
1. Temperatur pembakaran porselen
opak 950 ºC dan 975 ºC
2. Jumlah pembakaran porselen opak
sebanyak 1 kali, 2 kali dan 3 kali
Variabel Terikat
Kekuatan lekat keramik-logam
Variabel Terkendali
a) Ukuran dan ketebalan sampel
b) Jenis logam (Ni-Cr)
c) Jenis porselen (Vita VMK Master)
d) Ketebalan lapisan opak (0,3 mm)
e) Ketebalan lapisan dentin (0,5 mm)
f) Ketebalan lapisan enamel (0,3 mm)
g) Perbandingan bubuk dengan cairan porselen
h) Teknik kondensasi
i) Surface treatment logam
j) Atmosfer pembakaran
k) Oksidasi logam
l) Waktu pembakaran lapisanopak
m) Waktu pembakaran lapisan dentin, enamel, dan glazing
n) Temperatur pembakaran lapisan dentin, enamel, dan glazing
o) Jumlah pembakaran lapisan dentin, enamel, dan glazing
Universitas Sumatera Utara
76
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi operasional variabel bebas
Variabel Bebas Definisi Operasional SkalaUkur
AlatUkur
Temperaturpembakaran porselenopak( 950 ºC dan 975 ºC)
Jumlah pembakaranporselen opak(1 kali, 2 kali dan3 kali)
Temperatur pembakaran lapisan opakmerupakan temperatur akhir yang perludisesuaikan dengan tepat pada tungkupembakaran porselen, agar terjadi peleburandan penyatuan partikel-partikel porselenopak. Vita VMK Master dengan Temperaturpembakaran akhir porselen opak padaderajat 950 ºC. Peningkatan temperatur pembakaran pada 975 ºC untuk memperolehkekuatan lekat keramik-logam yang lebihbaik.
Jumlah pembakaran porselen opakmerupakan berapa kali rangkaian sikluspembakaran dilakukan untuk mendapatkanestetis dan persyaratan klinis yang baik. Jumlah pembakaran porselen opak VitaVMK Master sebanyak 1 kali. Peningkatanjumlah pembakaran porselen opak sebanyak 2 kali dan 3 kali untuk mendapatkan hasil yang optimal.
0Celcius
-
-
-
Tabel 3.2 Definisi operasional variabel terikat
Tabel 3.3 Definisi operasional variabel terkendali
Variabel Terkendali Definisi Operasional SkalaUkur
AlatUkur
Ukuran dan ketebalansampel
Ukuran logam Ni-Cr bentuk persegi panjang(25 ± 1) mm × (3 ± 0.1) mm × (0.5 ± 0.05) mm,dan porselen (8 ± 0.1) × 3 × (1.1 ± 0.1) mm,terletak diatas logam, di bagian pertengahan.
- Kaliper
VariabelTerikat Definisi Operasional SkalaUkur
AlatUkur
Kekuatan lekatkeramik-logam
Kekuatan yang diperlukan untuk menahan suatugaya yang dapat merusak perlekatan bahankeramik-logam. Kekuatan lekat keramik-logam, sesuai ISO 9693;2012 adalah > 25 MPa.
Ratio Universal testing machine
Universitas Sumatera Utara
77
Jenis logam
Jenis porselen
Ketebalan lapisan opak
Ketebalan lapisandentin
Ketebalan lapisan enamel
Perbandingan bubukdengan cairan porselen
Teknik kondensasi
Surface treatmentlogam
Oksidasi logam
Atmosfer pembakaran
Waktu pembakaranlapisan opak
Logam Nikel kromium dengankoefisien ekspansi termal 14,1 x 10¯
6K¯
1dan modulus elastisitas
120 GPa. Ketebalan koping logam 0,5 mm.
Porselen Vita VMK Master yang memiliki koefisien ekspansi termal 13,6-14,0 x 10¯6 K¯1
Ketebalan lapisan opak Vita VMK Master: 0,3 mm.
Ketebalan lapisan dentin Vita VMK Master, yang diaplikasikan di ataslapisan opak: 0,5 mm.
Ketebalan lapisan enamel Vita VMK Master, yang diaplikasikan di ataslapisan dentin: 0,3 mm.
Perbandingan antara jumlah bubukporselen dengan ikuid, sesuai denganinstruksi pembuatan.
Teknik kondensasi setelah aplikasilapisan porselen: teknik getaran 10x
Pembersihan koping logam dengancara sandblasting menggunakanpasir alumina (Al2O3 110 µm, 2 bar) dan pembersihan ultrasonik dengan air destilasi selama 10 menit.
Pemanasan koping logam di dalamtungku pembakaran porselen untukmembentuk lapisan oksida yang terkontrol. Pada temperatur 980 ºC, 10 menit
Tekanan udara di dalam tungkupembakaran diturunkan sehinggadalam keadaan vakum (hampaudara).
Lamanya siklus pembakaran lapisanopak yang dilakukan, sesuai skemapembakaran dari pabrikan.- Pra pemanasan: 500 °C
-
-
-
-
-
-
-
-
0Celcius
Atm
Menit
Kaliper
-
Kaliper
Kaliper
Kaliper
-
-
-
-
-
-
Universitas Sumatera Utara
78
Waktu pembakaranlapisan dentin, enamel, dan glazing
Temperaturpembakaran lapisan dentin, enamel, danglazing
Jumlah pembakaranlapisan dentin, enamel, dan glazing
- Waktu pra pemanasan: 2 menit- Pemanasan: 5,38 menit- Heating rate: 80 ºC /menit- Peleburan: 1 menit- Pendinginan: 5,38 menit
Lamanya siklus pembakaran lapisan dentin, enamel dan glazing gyang dilakukan, sesuai skema pembakarandari pabrikan.1. Dentin:- Pra pemanasan: 6 menit- Pemanasan: 7,49 menit- Peleburan: 1 menit- Pendinginan: 7,49 menit2. Enamel: - Pra pemanasan: 6 menit- Pemanasan: 7.38 menit- Peleburan: 1 menit- Pendinginan: 7,38 menit3. Glazing:- Pra pemanasan: 4 menit- Pemanasan: 5.15 menit- Peleburan: 1 menit- Pendinginan: -
Temperatur siklus pembakaranlapisan dentin, enamel, dan glazing yang dilakukan, sesuai skemapembakaran dari pabrikan.1. Dentin :- Pra pemanasan: 500 0C- Heating rate: 55 0C /menit- Peleburan: 930 0C2. Enamel: - Pra pemanasan: 500 0C- Heating rate: 55 0C /menit- Peleburan: 920 0C3. Glazing:- Pra pemanasan: 500 0C- Heating rate: 80 0C /menit- Peleburan: 920 0C
Berapa kali siklus pembakaran yang dilakukan pada lapisan dentin, enamel, dan glazing.1. Dentin: 1kali2. Enamel: 1kali3. Glazing: 1kali
Menit
0Celcius
-
-
-
-
Universitas Sumatera Utara
79
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
3.6.1 Alat Penelitian
3.6.1.1 Alat yang Digunakan untuk Menghasilkan Sampel Logam Ni-Cr dan
Pengaplikasian Lapisan Porselen
a. Model induk dari logam
b. Rubber bowl
c. Spatula
d. Kuvet
e. Vibrator ( Pulsar 2 Filli Manfredi, Italy).
f. Lekron ( Smic, China)
g. Alat press
h. Mata bur coklat, hijau (dura green) dan polishing
i. Kaliper (Mitutoyo Co, Kawasaki, Japan) (Gambar 3.2)
Gambar 3.2. Kaliper (Mitutoyo, Japan)
Universitas Sumatera Utara
80
j. Moffel
k. Alat burn out (K7, Manfredi, Italy)
l. Alat casting (Multihertz Century, Manfredi. Italy)
m. Alat sandblasting (Blasty, Manfredi, Italy)
n. Alat Ultrasonic Cleaning (Fulgor, Med. Pro 3,5lt, Italy)
o. Portable Dental Engine ( Olympia, Japan )
p. Straight handpiece ( Olympia, Japan )
q. Brush untuk pelapisan porselen
r. Pinset
s. Vakum furnace (Ivoclar Vivadent, Germany).
3.6.1.2 Alat yang Digunakan untuk Menguji Sampel
a. Universal testing machine (Servopulser. Shimadzu. Japan) (Gambar 3.3).
b.
Gambar 3.3. Universal testing machine (Servopulser. Shimadzu. Japan)
Universitas Sumatera Utara
81
3.6.2 Bahan Penelitian
a. Gips tipe V (Fuji Rock, GC)
b. Vaselin
c. Wax
d. Akrilik self curing bubuk dan cairan (Hillon, Japan)
e. Malam spru (Inlay wax soft, Violet, Tokyo Japan)
f. Investment gyps (Deyuan, China)
g. Logam Ni-Cr (KeraN: Ni 61,27 %, Cr 26,44 %, Mo 10,46 %, Mn ,0,001 %, C
0,02 %)
h. Bahan sandblasting (Pasir alumina 110 µm)
i. Air destilasi (Aquadest)
j. Bubuk dan cairan porselen (Vita VMK Master) (Gambar 3.4 ):
- Lapisan opak
- Lapisan dentin
- Lapisan enamel
k. Bahan glazing (Vita VMK Master)
Universitas Sumatera Utara
82
Gambar 3.4. Bubuk lapisan opak (A3), lapisan dentin (2M1), dan lapisan enamel (EN2) Vita VMK Master
3.7 Cara Penelitian
3.7.1 Persiapan Pembuatan Sampel Penelitian
Lapisan porselen opak, dentin dan enamel dilapisi di atas model induk yang
terbuat dari logam berbentuk persegi panjang ukuran 25.0 ± 1,0 x 3.0 ± 0,1 dan
ketebalan 0,5 ± 0,05 mm.
3.7.2 Pembuatan Sampel Logam Ni-Cr
1. Model induk dari logam, berbentuk persegi panjang, ukuran 25.0 x 3.0
dan ketebalan 0,5 mm disiapkan setelah dilakukan pengukuran
menggunakan kaliper (Gambar 3.5).
Universitas Sumatera Utara
83
Gambar 3.5. Model induk logam berbentuk persegi panjang, ukuran 25.0 x 3.0 dan ketebalan 0,5 mm.
2. Vaselin dioleskan pada model induk, kemudian menanam model induk pada
kuvet dengan gips tipe V sebanyak 30 buah, kemudian press, dan biarkan
sampai mengeras (Gambar 3.6).
Gambar 3.6. Penanaman model induk dalam kuvet
Universitas Sumatera Utara
84
3. Kuvet dibuka bila sudah mengeras, oleskan vaselin pada model induk, cold
mold seal di aplikasikan di atas gips dalam kuvet, kemudian self curing diisi
pada mold (Gambar 3.7).
Gambar 3.7. Pengisian akrilik self curing
4. Penyelesaian akhir akrilik self curing yang berbentuk persegi panjang. Ukur
ketebalan dan diameternya dengan kaliper digital, sesuai dengan yang sudah
ditentukan.
5. Penanaman spru pada akrilik self curing yang sudah berbentuk persegi
panjang, kemudian penanaman kedalam moffel, aduk nvestment gyps dengan
perbandingan bubuk dan cairan sesuai dengan instruksi pabrik, letakkan di
atas vibrator (Gambar 3.8).
Gambar 3.8. Penanaman spru dengan investment gyps
Universitas Sumatera Utara
85
6. Prosedur burn out, pada temperatur 1000 0 C (Gambar 3.9).
Gambar 3.9. Alat burn out (K7, Manfredi, Italy).
7. Prosedur casting (Gambar 3.10).
Gambar 3.10. Logam Ni-Cr dan alat casting logam (Multihertz Century, Manfredi. Italy
Universitas Sumatera Utara
86
8. Penyelesaian akhir lempengan logam Ni-Cr (Gambar 3.11).
Gambar 3. 11. Logam Ni-Cr setelah prosedur casting
9.Prosedur sandblasting, dengan pasir alumina 110 mikron (Gambar 3.12).
Gambar 3.12. Alat sandblasting (Blasty, Manfredi, Italy)
Universitas Sumatera Utara
87
10. Prosedur oksidasi di dalam vakum furnace dengan temperatur 980 0C
(Gambar 3.13).
Gambar 3.13. Logam Ni-Cr setelah di oksidasi dengan vakum furnace (Ivoclar vivadent, Germany)
11. Prosedur pembersihan ultrasonik dengan air destilasi di dalam alat ultrasonic
cleaning selama 10 menit (gambar 3.14).
Gambar 3.14. Alat ultrasonic cleaning (Fulgor, Med. Pro 3,5 lt, Italy).
Universitas Sumatera Utara
88
3.7.3 Aplikasi Lapisan Porselen Opak, Dentin, dan Enamel, Pembakaran dan
Glazing
1. Aplikasi porselen opak dengan jumlah pembakaran 1 kali (Kelompok I)
(Gambar 3.15).
- Aplikasi lapisan opak dengan ketebalan 0,3 mm di atas lempengan
logam Ni-Cr
- Kondensasi dengan getaran 10 kali
- Pembakaran pada temperatur 950 0C sebanyak (5sampel), dan 975 0C
(5sampel).
2. Aplikasi porselen opak dengan jumlah pembakaran 2 kali (Kelompok II)
- Aplikasi lapisan opak I dengan ketebalan 0,1 mm di atas lempengan
logam Ni-Cr
- Kondensasi dengan getaran 10 kali
- Pembakaran pada temperatur 950 0C sebanyak (5 sampel), dan 975 0 C
(5sampel).
- Pembersihan ultrasonik selama 3 menit
- Aplikasi lapisan opak II dengan ketebalan 0,2 mm di atas lapisan opak I
- Kondensasi dengan getaran 10 kali
- Pembakaran pada temperatur 950 0 C sebanyak (5 sampel), dan 975 0 C
(5 sampel).
-
Universitas Sumatera Utara
89
3. Aplikasi porselen opak dengan jumlah pembakaran 3 kali ( Kelompok III )
- Aplikasi lapisan opak I dengan ketebalan 0,1 mm di atas lempengan
logam Ni-Cr
- Kondensasi dengan getaran 10 kali
- Pembakaran pada temperatur 950 0C (5 sampel), dan 975 0 C (5 sampel).
- Pembersihan ultrasonik selama 3 menit
- Aplikasi lapisan opak II, ketebalan 0,1 mm di atas lapisan opak I
- Kondensasi dengan getaran 10 kali
- Pembakaran pada temperatur 950 0C (5 sampel), dan 975 0C (5 sampel).
- Pembersihan ultrasonik selama 3 menit
- Aplikasi lapisan opak III, ketebalan 0,1 mm di atas lapisan opak II
- Kondensasi dengan getaran 10 kali
- Pembakaran pada temperatur 950 0C (5 sampel), dan 975 0C (5 sampel).
Gambar 3.15. Pelapisan porselen opak
Universitas Sumatera Utara
90
4. Aplikasi porselen dentin (Gambar 3.16).
- Pembersihan ultrasonik selama 3 menit
- Aplikasi lapisan dentin dengan ketebalan 0,5 mm di atas lapisan opak
- Kondensasi dengan getaran 10 kali
- Pembakaran pada temperatur 930 0C
Gambar 3.16. Pelapisan porselen dentin
5. Aplikasi porselen enamel (Gambar 3.17)
- Pembersihan ultrasonik selama 3 menit
- Aplikasi lapisan enamel dengan ketebalan 0,3 mm di atas lapisan dentin
- Kondensasi dengan getaran 10 kali
- Pembakaran pada temperatur 920 0C
Universitas Sumatera Utara
91
Gambar 3.17. Pelapisan porselen enamel
6. Proses glazing (Gambar 3.18).
- Pembersihan ultrasonik selama 3 menit
- Pembakaran pada temperatur 920 0C
Gambar. 3.18. Sampel keramik-logam yang telah selesai di glazing
Universitas Sumatera Utara
92
3.8 Kerangka Operasional Penelitian
3.8.1 Pembuatan Model Induk Logam Ni-Cr
Logam bentuk persegi panjang, ukuran ( 25 mm panjang x 3 mm lebar x 0,5 mm tinggi )
Akrilik self curing persegi panjang, ukuran 25 mm x 3 mm x 0,5 mm
Pemasangan spru, penanaman dalam moffel dengan investment gyps
Burning out (Temperatur 1000 0C)
Pemolesan model induk bentuk persegi panjang, ukuran 25 mm x 3mm x 0,5 mm
Prosedur casting
Sanblasting (Pasir alumina 110 µm, 2 bar)
Proses oksidasi (Temperatur 980 ºC, 10 menit)
Pembersihan ultrasonik (Aquadest)
Universitas Sumatera Utara
93
3.8.2 Aplikasi Temperatur dan Jumlah Pembakaran Porselen Opak serta Pengukuran Kekuatan Lekat
30 Sampel Koping Logam Ni-Cr (0,5mm)
15 Sampel (Dilapis porselen opak (0,3 mm), dibakar pada temperatur pembakaran 950 °C
(Kelompok A,B,C)
5 Sampel (Jumlah Pembakaran 2 kali dengan ketebalan
pelapisan opak bertahap 0,1 mm
kemudian 0,2 mm) (B)
Uji Kekuatan Lekat (Universal Testing Machine)
5 Sampel (Jumlah Pembakaran 1 kali dengan ketebalan
pelapisan opak sekaligus 0,3 mm)
(D)
5 Sampel (Jumlah Pembakaran 3 kali dengan ketebalan
pelapisan opak bertahap 0,1 mm, 0,1 mm
kemudian 0,1 mm) (F)
Dentin (0,5 mm)
Enamel (0,3 mm)
τb = k x Ffail
5 Sampel (Jumlah Pembakaran 1 kali dengan ketebalan
pelapisan opak sekaligus 0,3 mm)
(A)
5 Sampel (Jumlah Pembakaran 3 kali dengan ketebalan
pelapisan opak bertahap 0,1 mm, 0,1 mm
kemudian 0,1 mm) (C)
5 Sampel (Jumlah Pembakaran 2 kali dengan ketebalan pelapisan opak
bertahap 0,1 mm kemudian 0,2 mm)
(E)
15 Sampel (Dilapis porselen opak (0,3 mm), dibakar pada temperatur Pembakaran 975 °C
(Kelompok D,E,F)
Glazing
Universitas Sumatera Utara
94
3.8.3 Pengukuran Kekuatan Lekat dengan Alat Universal Testing Machine
Pengukuran kekuatan lekat dilakukan dengan alat three-point bending pada universal
testing machine (Servopulser. Model EHF-EB100KN-20L. Shimadzu. Japan) (Gambar 3.19).
Gambar 3.19. Universal testing machine (Servopulser. Model EHF-EB100KN-20L. Shimadzu. Japan)
Sampel diletakkan pada alat uji dengan posisi keramik menghadap kebawah, dan setiap
ujung sampel diletakkan pada penyangga dengan diameter 1 mm dan berjarak 20 mm.
Sampel diberikan beban pada daerah pertengahan dengan piston bulat, radius 1 mm (Gambar
3.20).
Universitas Sumatera Utara
95
Gaya yang diaplikasikan konstan dengan nilai (1,0 ± 0,5) mm/menit dan dicatat hingga
terjadi gangguan kurva defleksi beban yang menandakan kegagalan ikatan. Gaya fraktur F
(newton) diukur untuk kegagalan sampel dengan terjadinya retak ikatan pada lapisan
keramik. Beban yang dihasilkan untuk kegagalan ikatan dicatat secara digital dengan
computer software. Kekuatan permulaan terjadi retak atau lepas pada uji kekuatan three-
point bending dapat dihitung untuk menentukan kekuatan lekat keramik-logam (τ),
menggunakan rumus τ = k x Ffail,, dimana Ffail adalah gaya maksimum yang diaplikasikan
pada saat terjadi retak atau terlepas (beban kegagalan) dan k adalah konstanta yang
ditentukan dari ketebalan dan modulus elastisitas logam dan didapatkan dari grafik pada
standar ISO 9693/1999.
Gambar 3.20. Uji three point bending sampel keramik-logam. A) Aplikasi beban; B) Pemisahan keramik dari logam.
A B
Universitas Sumatera Utara
96
3.9 Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah :
1. Analisis Univarian, untuk mengetahui nilai rerata kekuatan lekat yang dihasilkan dan
standar deviasi pada pembakaran porselen opak dengan temperatur pembakaran 950 ºC
dan 975 ºC yang diaplikasikan dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali dan 3 kali, pada
masing-masing kelompok.
2. Uji t untuk melihat pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan 975 ºC
yang diaplikasikan dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap
kekuatan lekat GTC keramik-logam.
3. Uji One way ANOVA untuk melihat pengaruh jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali dan 3
kali, yang diaplikasikan dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 ºC dan
975 ºC terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.
4. Uji LSD untuk melihat perbedaan pengaruh antara temperatur pembakaran porselen opak
950 ºC dan 975 ºC yang diaplikasikan dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali dan 3
kali terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam.
Universitas Sumatera Utara
97
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pembuatan sampel penelitian berjumlah 30 sampel dilakukan di Unit Uji
Laboratorium Dental FKG USU. Kelompok sampel keramik-logam dibagi atas enam
kelompok, antara lain sampel pada temperatur pembakaran porselen opak 950 °C
dengan jumlah pembakaran 1 kali; temperatur pembakaran porselen opak 950 °C
dengan jumlah pembakaran 2 kali; temperatur pembakaran porselen opak 950 °C
dengan jumlah pembakaran 3 kali; sampel pada temperatur pembakaran porselen
opak 975 °C dengan jumlah pembakaran 1 kali; temperatur pembakaran porselen
opak 975 °C dengan jumlah pembakaran 2 kali; temperatur pembakaran porselen
opak 975 °C dengan jumlah pembakaran 3 kali; dan masing-masing kelompok terdiri
dari lima sampel. Pengukuran nilai kekuatan lekat (τ) pada kelompok sampel
dilakukan dengan alat universal testing machine (Servopulser. Model EHF-
EB100KN-20L. Shimadzu. Japan) di laboratorium Impact and Fracture Research
Center (IFRC) unit II: static and fatique test, Fakultas Teknik Mesin, Universitas
Sumatera Utara. Nilai kekuatan lekat adalah hasil perkalian koefisien (k) dengan gaya
(F). Alat universal testing machine terlebih dahulu dikalibrasi sebelum dilakukan
pengukuran.
Universitas Sumatera Utara
98
4.1 Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C dan 975 °C
dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali, Terhadap
Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam.
Untuk mengetahui apakah data sampel terdistribusi secara normal, terlebih dahulu
hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan uji Shapiro-Wilk dan hasil uji
Shapiro Wilk menyatakan bahwa data terdistribusi secara normal dengan nilai
p>0,05. Homogenitas data diuji dengan uji Levene, dan hasil uji Levene menyatakan
bahwa data bersifat homogen dengan nilai p>0,05, selanjutnya menentukan
perbedaan signifikan dengan uji t Independent. Nilai rerata kekuatan lekat pada
temperatur 950 °C dan 975 °C dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali, dan 3 kali
dianalisis dengan uji univarian. Rerata kekuatan lekat keramik-logam pada
temperatur 950 °C dengan jumlah pembakaran 1 kali (Grup A) adalah 32,8 Mpa
dengan median 31,5 Mpa, standar deviasi (SD) adalah 3,17 Mpa dan kekuatan lekat
terendah 29 Mpa dan tertinggi 37 Mpa. Rerata kekuatan lekat pada temperatur 950 °C
dengan jumlah pembakaran 2 kali (Grup B) adalah 37,34 Mpa dengan median 37
Mpa. Standar deviasi (SD) kekuatan lekat pada Grup B adalah 2,52 Mpa dan
kekuatan lekat terendah 35 Mpa dan tertinggi 40,8 Mpa. Rerata kekuatan lekat pada
temperatur 950 °C dengan jumlah pembakaran 3 kali (Grup C) adalah 24,5 Mpa
dengan median 26 Mpa. Standar deviasi (SD) kekuatan lekat pada Grup C adalah
2,29 Mpa dan kekuatan lekat terendah 22 Mpa dan tertinggi 26,5 Mpa. Rerata
kekuatan lekat pada temperatur 975 °C dengan jumlah pembakaran 1 kali (Grup D)
Universitas Sumatera Utara
99
adalah 36,7 Mpa dengan median 37 Mpa. Standar deviasi (SD) kekuatan lekat pada
grup D adalah 1,51 Mpa dan kekuatan lekat terendah 35 Mpa dan tertinggi 38,9 Mpa.
Rerata kekuatan lekat pada temperatur 975 °C dengan jumlah pembakaran 2 kali
(Grup E) adalah 45,04 Mpa dengan median 45,4 Mpa. Standar deviasi (SD) kekuatan
lekat pada grup E adalah 2,30 Mpa dan kekuatan lekat terendah 42,8 Mpa dan
tertinggi 48,2 Mpa. Rerata kekuatan lekat pada temperatur 975 °C dengan jumlah
pembakaran 3 kali (Grup F) adalah 29,54 Mpa dengan median 29,7 Mpa. Standar
deviasi (SD) kekuatan lekat pada grup F adalah 3,17 Mpa dan kekuatan lekat
terendah 26 MPa dan tertinggi 34,5 MPa (Tabel 4.1dan Grafik 4.1)
Tabel 4.1. Kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan temperatur dan jumlah pembakaran
Sampel Kekuatan Lekat (MPa)
Temperatur 950 °C Temperatur 975 °C
JumlahPembakaran
1 x(Grup A)
Jumlah Pembakaran
2 x(Grup B)
JumlahPembakaran
3 x(Grup C)
JumlahPembakaran
1 x(Grup D)
JumlahPembakaran
2 x(Grup E)
JumlahPembakaran
3 x(Grup F)
1 29 38,9 26 37 42,8 27,8
2 37 35 22 37 46 26
3 31,5 37 26 35 42,8 29,7
4 31,5 40,8 22 35,6 48,2 34,5
5 35 35 26,5 38,9 45,4 29,7
Rerata ± SD
(32,8 ± 3,17) (37,34 ± 2,52) (24,5 ± 2,29) (36,7 ± 1,51) (45,04 ± 2,30)
(29,54 ± 3,17)
Universitas Sumatera Utara
100
Grafik 4.1. Grafik boxplot perbedaan kekuatan lekat keramik-logam dari enam grup perlakuan
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh temperatur pembakaran porselen
opak 950 °C dan 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan
3 kali, terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam dianalisis dengan uji t
independent pada masing-masing kelompok. Hasil analisis menggunakan uji t
independent menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara temperatur
pembakaran 950 °C dan 975 °C dengan jumlah pembakaran 1 kali terhadap kekuatan
lekat keramik-logam dengan nilai p=0,038 (p<0,05). Terdapat pengaruh yang
signifikan antara temperatur pembakaran 950 °C dan 975 °C dengan jumlah
pembakaran 2 kali terhadap kekuatan lekat keramik-logam dengan nilai p=0,001
(p<0,05). Terdapat pengaruh yang signifikan antara temperatur pembakaran 950 °C
dan 975 °C dengan jumlah pembakaran 3 kali terhadap kekuatan lekat keramik-
logam dengan nilai p=0,025 (p<0,05). Rerata kekuatan lekat keramik-logam pada
Universitas Sumatera Utara
temperatur 950 °C adalah
pada temperatur 975 °C
Grafik 4. 2. Perbedaan n temperatur
Hasil analisis menggunakan
signifikan antara temperatur
dengan nilai p=0,027 (p<0,05)
Tabel 4.2. Pengaruh temperatur
Kekuatan
JumlahPembakaran
1 Kali
2 Kali
3 Kali
Rerata ± (SD)
Keterangan: * Signifikan
2829303132333435363738
Kek
uat
an L
ekat
Ker
amik
-L
ogam
, Mp
a
adalah (31,55 ± 6,04), sementara itu nilai rerata kekuatan lekat
975 °C adalah (37,09 ± 6,93) (Grafik 4.2).
Perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkantemperatur pembakaran
menggunakan uji t independent menunjukkan terdapat pengaruh
temperatur pembakaran dengan kekuatan lekat keramik
p<0,05) (Tabel 4.2).
temperatur terhadap kekuatan lekat keramik-logam
Kekuatan Lekat Keramik-Logam, Rerata ± (SD), (Mpa)
TemperaturPembakaran 950 °C
TemperaturPembakaran 975 °C
32,8 ± 3,17 36,7 ± 1,51
37,34 ± 2,52 45,04 ± 2,30
24,5 ± 2,29 29,54 ± 3,17
31,55 ± 6,04 37,09 ± 6,93
31.55
37.09
950°C 975°C
Temperatur Pembakaran
Kekuatan Lekat Keramik, Mpa
101
nilai rerata kekuatan lekat
pengaruh yang
keramik-logam
p
0,038*
0,001*
0,025*
0,027*
Kekuatan Lekat Keramik, Mpa
Universitas Sumatera Utara
102
4.2 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali
dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C, Terhadap Kekuatan
Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam
Ketiga grup A, B, dan C terlihat menunjukkan perbedaan rerata kekuatan
lekat keramik-logam yang signifikan setelah dilakukan analisis. Untuk mengetahui
apakah ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran 950 °C terhadap kekuatan lekat GTC keramik-logam
dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis. Hasil analisis menggunakan uji Kruskal
Wallis menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah pembakaran
porselen opak terhadap kekuatan lekat keramik-logam dengan nilai p=0,004 (p<0,05)
(Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Pengaruh jumlah pembakaran porselen opak dengan temperatur pembakaran 950 °C terhadap kekuatan lekat keramik-logam
TemperaturPembakaran
JumlahPembakaran
Kekuatan Lekat Keramik-Logam,
Rerata ± (SD), (Mpa)
p
950 °C Grup A (1 Kali) 32,8 ± 3,17 0,004*
Grup B (2 Kali) 37,34 ± 2,52
Grup C (3 Kali) 24,5 ± 2,29
Keterangan:*Signifikan
Kekuatan lekat keramik-logam tertinggi terjadi pada grup B dengan nilai rerata
(37,34 ± 2,52) dan terendah pada grup C dengan nilai rerata (24,5 ± 2,29). Nilai rerata
kekuatan lekat keramik-logam pada grup A (32,8 ± 3,17) (Grafik 4.3 dan 4.4).
Universitas Sumatera Utara
Grafik 4.3. Perbedaan nilaidengan temperatur 950 °C
Grafik 4.4. Grafik error bar nilaipembakaran dengan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Group A
Kek
uat
an L
ekat
Ker
amik
-L
ogam
, Mp
a
ilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlahtemperatur 950 °C
nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlahdengan temperatur 950 °C
32.8
37.34
24.5
Group A Group B Group C
103
jumlah pembakaran
jumlah
Group C
Universitas Sumatera Utara
104
4.3 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali
dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 975 °C, Terhadap Kekuatan
Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1
kali, 2 kali, dan 3 kali dengan temperatur pembakaran 975 °C terhadap kekuatan lekat
GTC keramik-logam dilakukan analisis dengan uji One Way Anova. Hasil analisis
menggunakan uji One Way Anova menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan
antara jumlah pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat keramik-logam
dengan nilai p=0,001 (p<0,05) (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Pengaruh jumlah pembakaran porselen opak dengan temperatur pembakaran 975 °C terhadap kekuatan lekat keramik-logam
TemperaturPembakaran
JumlahPembakaran
Kekuatan Lekat Keramik-Logam,
Rerata ± (SD), (Mpa)
p
975 °C Grup D (1 Kali) 36,7 ± 1,51 0,001*
Grup E (2 Kali) 45,04 ± 2,30
Grup F (3 Kali) 29,54 ± 3,17
Keterangan:* Signifikan
Ketiga grup D, E, dan F terlihat menunjukkan perbedaan rerata kekuatan lekat
keramik-logam yang signifikan setelah dilakukan analisis. Kekuatan lekat keramik-
logam tertinggi terjadi pada grup E dengan nilai rerata (45,04 ± 2,30) dan terendah
pada grup F dengan nilai rerata (29,54 ± 3,17). Nilai rerata kekuatan lekat keramik-
logam grup D (36,7 ± 1,51) (Grafik 4.5 dan 4.6).
Universitas Sumatera Utara
105
Grafik 4.5. Perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlah pembakaran dengan temperatur 975 °C
Grafik 4.6. Grafik error bar nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam berdasarkan jumlah pembakaran dengan temperatur 975 °C
36.7
45.04
29.54
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Group D Group E Group F
Kek
uat
an L
ekat
Ker
amik
-L
ogam
, Mp
a
Universitas Sumatera Utara
106
4.4 Perbedaan Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C
dan 975 °C dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3
Kali, Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam
Untuk melihat perbedaan pengaruh antara temperatur pembakaran porselen
opak 950 °C dan 975 °C dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali dan 3 kali terhadap
kekuatan lekat GTC keramik-logam dilakukan dengan uji LSD. Berdasarkan Uji LSD
terlihat bahwa pada temperatur 950 °C terdapat perbedaan nilai rerata kekuatan lekat
antara grup A dan grup B dengan nilai p=0,02, grup A dan grup C dengan nilai
p=0,001serta kekuatan lekat keramik-logam juga tampak berbeda secara signifikan
antara grup B dan grup C dengan nilai p=0,001 (Tabel 4.5).
Tabel 4.5. Uji LSD perbedaan kekuatan lekat keramik-logam pada temperatur pembakaran 950 °C
(I) Grup (J) Grup Mean Difference (I-J) p
A B -4,5400* 0,020
C 8,3000* 0,000
B A 4,5400* 0,020
C 12,8400* 0,000
A -8,3000* 0,000
B -12,8400* 0,000
Berdasarkan Uji LSD, pada temperatur 975 °C juga terlihat bahwa terdapat
perbedaan nilai rerata kekuatan lekat antara grup D dan grup E dengan nilai p=0,001,
Universitas Sumatera Utara
107
grup D dan grup F dengan nilai p=0,001. Kekuatan lekat keramik juga tampak
berbeda secara signifikan antara grup E dan grup F dengan nilai p=0,001 (Tabel 4.6).
Tabel 4.6. Uji LSD perbedaan kekuatan lekat keramik-logam pada temperaturpembakaran 975 °C
(I) Grup (J) Grup Mean Difference (I-J) p
D E -8,3400* 0,000
F 7,1600* 0,001
E D 8,3400* 0,000
F 15,5000* 0,000
F D -7,1600* 0,001
E -15,5000* 0,000
Dari masing-masing grup berdasarkan temperatur pembakaran menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam untuk semua
jumlah pembakaran dengan nilai p<0,05. Hasil studi menunjukkan bahwa kekuatan
lekat tertinggi terjadi pada temperatur 975 °C. Dari hasil uji LSD terlihat perbedaan
pengaruh temperatur pembakaran dengan jumlah yang signifikan antara tiap
kelompok dengan temperatur pembakaran 950 °C dan 975 °C.
Universitas Sumatera Utara
108
BAB 5
PEMBAHASAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratoris, yaitu
kegiatan percobaan yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu gejala atau pengaruh
yang timbul akibat adanya perlakuan tertentu. Penelitian ini menyelidiki
kemungkinan adanya pengaruh antara beberapa kelompok eksperimen dengan cara
memberikan perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen, kemudian hasil
dari kelompok yang diberi perlakuan tersebut dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Desain penelitian yang digunakan adalah complete randomized design, yaitu
desain penelitian yang biasanya dipakai untuk jenis penelitian eksperimental
laboratoris. Complete randomized design, adalah suatu desain penelitian yang paling
sederhana dengan menempatkan perlakuan secara acak terhadap sampel penelitian,
dengan kondisi sampel penelitian yang relatif homogen (Sastroamoro 2002;
Budiharto 2008).
5.1 Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C dan 975 °C
dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali, Terhadap
Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam.
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam
tertinggi terdapat pada temperatur pembakaran porselen opak 975 °C (37,09 ± 6,93),
sedangkan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam terendah terdapat pada
Universitas Sumatera Utara
109
temperatur pembakaran porselen opak 950 °C (31,55 ± 6,04). Dengan meningkatnya
temperatur pembakaran porselen opak menghasilkan peningkatan kekuatan lekat
keramik-logam melebihi nilai minimal kekuatan lekat standar ISO 9693:2012 yaitu
25 MPa. Permukaan porselen terlihat tidak mengalami retak, hal ini menunjukkan
bahwa tinggi temperatur pembakaran sesuai untuk gigi tiruan cekat keramik-logam.
Uji t independent menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
temperatur pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat keramik-logam
dengan nilai p=0,027 (p<0,05).
Selama pembakaran, partikel-partikel porselen melebur dan saling berikatan
pada titik kontak saat terjadi sintering, dan partikel-partikel yang tersintering akan
mengalir dan mengisi ruang-ruang pori. Partikel-partikel porselen yang tidak
tersintering baik, tidak mampu mengalir dan mengisi rongga-rongga secara
sempurna (Saini dkk. 2011). Porselen harus mudah mengalir menutupi seluruh
permukaan logam dan melekat dengan logam. Kemudahan porselen mengalir juga
mempengaruhi luas terisinya pori-pori atau ketidakteraturan. Pembasahan permukaan
logam oleh porselen terjadi selama pembakaran porselen opak. Bila porselen tidak
membasahi permukaan logam, perlekatan antara porselen dan logam tidak akan
terjadi. Temperatur pembakaran porselen opak Vita VMK Master sesuai instruksi
pabrikan adalah 950 °C. Untuk meningkatkan kekuatan lekat keramik-logam, dalam
penelitian ini dilakukan peningkatan temperatur hingga 975 °C. Diharapkan kelarutan
dan pembasahan keramik pada permukaan logam juga meningkat. Mc Lean
Universitas Sumatera Utara
110
menyarankan Untuk menciptakan pembasahan, temperatur pembakaran porselen
opak 20 °C lebih tinggi dari temperatur yang disarankan pabrikan (dikutip dari
Olivieri dkk. 2005). Hammad dan Stein dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa
temperatur pembakaran porselen opak, 25 °C lebih tinggi dari temperatur yang
direkomendasikan, signifikan dapat meningkatkan kekuatan lekat (dikutip dari Al
Amri dkk. 2012). Pada temperatur tinggi, pembasahan porselen pada permukaan
logam menjadi lebih baik, interaksi antara atom-atom pada permukaan logam dengan
keramik dan penetrasi keramik ke dalam ketidakteraturan permukaan logam menjadi
meningkat (Henriques 2012; Rosenstiel dkk.2004).
Pada penelitian ini, secara langsung terlihat perbedaan warna porselen opak
yang dibakar pada temperatur berbeda. Pembakaran porselen opak pada temperatur
975 ºC menghasilkan warna porselen yang lebih kecoklatan dibandingkan pada
temperatur 950 ºC, hal ini kemungkinan karena temperatur tinggi yang dicapai
selama pembakaran porselen menyebabkan perubahan bentuk maupun struktur
komposisi permukaan porselen (Ren dkk. (2016). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai kekuatan lekat seluruh sampel telah memenuhi standar ISO 9693, yaitu
25 MPa, hal ini kemungkinan karena kesesuaian bahan keramik dan logam yang
digunakan. Jenis koping logam yang dipakai dalam penelitian ini adalah Ni-Cr
dengan ketebalan 0,5 mm, karena logam ini memiliki koefisien ekspansi termal yang
menyerupai keramik. Logam dan keramik harus memiliki koefisien ekspansi termal
yang sesuai, yaitu antara 0.5-1 x 10¯6/ºC dan koefisien ekspansi termal logam harus
Universitas Sumatera Utara
111
lebih tinggi dari keramik, sehingga dapat menghasilkan tekanan kompresi pada
keramik selama proses pendinginan ke temperatur kamar yang efektif meningkatkan
kekuatan lekat dan mengurangi tekanan tarik sisa yang tidak diharapkan pada
keramik. Keramik gigi merupakan bahan yang keras dan tahan aus namun memiliki
kekuatan tarik yang rendah (Lopes dkk. 2009; Prakash dkk. 2010). Koefisien
ekspansi termal logam Ni-Cr dalam penelitian ini adalah 14.1 x 10¯6 /ºC dan
Koefisien ekspansi termal keramik Vita VMK Master yang digunakan pada penelitian
ini adalah 14.0 x 10¯6 /ºC.
Zhang dkk. (2015) menyatakan bahwa saat temperatur pembakaran
meningkat, kelarutan dan penyebaran keramik dan logam akan meningkat. Jenis
ikatan logam antara aloi dan keramik ini dapat meningkatakan kekuatan lekat
keramik-logam. Pada proses peleburan porselen, elemen-elemen aloi dan keramik
dapat saling larut, sedangkan atom-atom berdifusi secara acak dan membentuk
lapisan oksida sebagai lapisan transisi. Ketebalan lapisan oksida sangat berkaitan
dengan temperatur pembakaran. Saini dkk. (2011) juga menyatakan bahwa selama
pembakaran, komponen utama dari porselen (Potassium (K), Silicon (Si), Aluminium
(Al) berinteraksi dengan oksida menghasilkan ikatan yang kuat. Porselen yang
dibakar pada temperatur tinggi dapat mengalir dan menyatu dengan oksida pada
permukaan logam.
Universitas Sumatera Utara
112
5.2 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali
dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C, Terhadap Kekuatan
Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam.
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam
tertinggi terdapat pada jumlah pembakaran porselen opak 2 kali dengan temperatur
pembakaran porselen opak 950 °C (37,34 ± 2,52), sedangkan nilai rerata kekuatan
lekat keramik-logam terendah terdapat pada jumlah pembakaran porselen opak 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C (24,5 ± 2,29). Hasil analisis
dengan uji Kruskal Wallis juga memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang signifikan
antara jumlah pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat keramik-logam
dengan nilai p=0,004 (p<0,05). Dari data yang dihasilkan, ditemukan bahwa bila
jumlah pembakaran porselen opak hanya 1 kali, nilai kekuatan lekat keramik-logam
menurun (32,8 ± 3,17), dan nilai kekuatan lekat keramik-logam menjadi meningkat
saat jumlah pembakaran ditambah menjadi 2 kali (37,34 ± 2,52), namun nilai rerata
kekuatan lekat keramik-logam menjadi menurun bila jumlah pembakaran porselen
opak di tambah menjadi 3 kali (24,5 ± 2,29). Dari data yang dihasilkan, terlihat
jumlah pembakaran porselen opak yang terlalu sedikit atau terlalu banyak dapat
menurunkan kekuatan lekat keramik-logam.
Pembakaran porselen untuk membentuk GTC keramik-logam, umumnya
terdiri atas pembakaran opak, dentin, enamel dan glazing, tetapi tidak ada data
keilmuan mengenai jumlah siklus pembakaran yang tepat untuk mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
113
restorasi yang sempurna (Jalali dkk. 2015; Sayed 2015, Rayyan 2015; Zakaria 2003).
Teknisi laboratorium melakukan pembakaran berulang kali karena gagal
mendapatkan bentuk dan pola restorasi keramik-logam yang sesuai (Ghanbarzadeh
dkk. 2008; Rosenstiel dkk. 2004). Secara teori, pembakaran keramik yang berulang
kali akan menurunkan kesesuaian koefisien ekspansi termal keramik dan logam dan
selanjutnya dapat menurunkan kekuatan lekat. Ren dkk. (2016) menyatakan bahwa
koefisien ekspansi termal keramik akan meningkat pada pembakaran yang berulang
dan dihubungkan juga dengan terjadinya pembentukan kristal leucite. Pada
pembakaran berulang, pembentukan lapisan oksida juga menjadi sulit dikontrol.
Lapisan oksida sangat diperlukan dalam membentuk ikatan kimia dengan keramik,
namun ketebalannya harus dikontrol. Rokni dan Baradaran (2007) menyatakan bahwa
pembentukan lapisan oksida yang berlebih ditemukan pada jumlah pembakaran yang
meningkat, ketebalan lapisan oksida meningkat signifikan di setiap tahap pembakaran
porselen. Pada penelitian ini, ketebalan lapisan oksida juga dikontrol dengan
melakukan sandblasting menggunakan partikel alumina (Al2O3 ukuran 110 µm),
kemudian pembersihan dengan alat ultrasonic cleaning menggunakan air destilasi
selama 10 menit dan prosedur oksidasi secara vakum dengan temperatur 980 °C.
Universitas Sumatera Utara
114
5.3 Pengaruh Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3 Kali
dengan Temperatur Pembakaran Porselen Opak 975 °C, Terhadap Kekuatan
Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam.
Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam
tertinggi terdapat pada jumlah pembakaran porselen opak 2 kali dengan temperatur
pembakaran porselen opak 975 °C (45,04 ± 2,30), sedangkan nilai rerata kekuatan
lekat keramik-logam terendah terdapat pada jumlah pembakaran porselen opak 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 °C (29,54 ± 3,17). Hasil analisis
dengan uji One Way Anova juga memperlihatkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara jumlah pembakaran porselen opak terhadap kekuatan lekat keramik-
logam dengan nilai p=0,001. Dari data yang dihasilkan, ditemukan bahwa bila jumlah
pembakaran porselen opak hanya 1 kali, nilai kekuatan lekat keramik-logam menurun
(36,7 ± 1,51), dan nilai kekuatan lekat keramik-logam menjadi meningkat saat jumlah
pembakaran ditambah menjadi 2 kali (45,04 ± 2,30), namun nilai rerata kekuatan
lekat keramik-logam menjadi menurun bila jumlah pembakaran porselen opak di
tambah menjadi 3 kali (29,54 ± 3,17).
Pembakaran berulang kali adakalanya dilakukan untuk mendapatkan kontur,
warna, ataupun estetis yang memuaskaan. Pada penelitian ini, untuk jumlah
pembakaran 1 kali, porselen opak sekaligus dilapiskan pada permukaan logam
dengan ketebalan 0,3 mm. Untuk jumlah pembakaran 2 kali, porselen opak dilapiskan
bertahap dengan ketebalan 0,1 mm kemudian 0,2 mm. Untuk jumlah pembakaran 3
Universitas Sumatera Utara
115
kali, porselen opak dilapiskan bertahap dengan ketebalan 0,1 mm kemudian 0,1 mm
dan 0,1 mm. Nilai kekuatan lekat keramik-logam pada jumlah pembakaran porselen
opak 1 kali lebih rendah dari 2 kali, kemungkinan karena porselen opak sekaligus
dibakar dengan ketebalan 0,3 mm, sedangkan pada jumlah pembakaran 2 kali,
porselen opak dilapiskan terlebih dahulu dengan ketebalan tipis (0,1 mm). Pada
jumlah pembakaran 3 kali, porselen opak dilapiskan terlebih dahulu dengan ketebalan
tipis (0,1 mm), namun dilakukan berulang-ulang, Pada penelitian juga terlihat,
permukaan porselen opak yang sekaligus dibakar dengan ketebalan 0,3 mm mudah
mengalami retakan, sementara permukaan porselen opak yang dibakar dengan
ketebalan tipis (0,1 mm) terlebih dahulu terlihat lebih halus dan tidak mengalami
retak, sehingga kemungkinan hal ini mempengaruhi kekuatan lekat keramik-logam.
Barghi dkk (dikutip dari Hadi dkk. 2016) menyatakan bahwa ketebalan opak 0,3
sangat dibutuhkan untuk porselen Vita dan ketebalan opak minimal untuk menutupi
warna logam adalah 0,3 mm. Sinamo S (2015) menyarankan ketebalan lapisan opak
0,2 mm dengan lapisan dentin 1,0 mm untuk menghasilkan kesesuaian warna
mahkota keramik-logam dengan shade guide. Gigi tiruan cekat keramik-logam
membutuhkan temperatur pembakaran tinggi yang menghasilkan perubahan pada
struktur permukaan selama proses pembakaran porselen, dan bila proses pembakaran
diulang, efek negatif dari temperatur tinggi berupa, peningkatan tekanan antar
permukaan dan pembentukan lapisan oksida yang tidak terkontrol akan meningkat.
Kesesuaian koefisien ekspansi termal sangat dibutuhkan untuk mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
116
perlekatan keramik-logam yang optimal. Pembakaran yang berulang dapat merubah
kesesuaian koefisien ekspansi termal keramik dan logam, sehingga keramik dapat
mengalami tegangan tarik sisa yang tidak diharapkan selama proses pendinginan ke
temperatur kamar dan tegangan tarik sisa dapat memicu terjadinya retak didalam
keramik (Rayyan M 2014).
Pada penelitian ini, pembakaran porselen opak dengan ketebalan 0,3 mm
sebanyak 1 kali, memiliki nilai kekuatan lekat yang lebih rendah dibandingkan pada
pembakaran porselen opak sebanyak 2 kali. Namun nilai kekuatan lekat keramik-
logam kembali menurun pada pembakaran porselen opak sebanyak 3 kali. Dari data
yang dihasilkan terlihat bahwa jumlah pembakaran porselen opak yang terlalu sedikit
atau terlalu banyak dapat menurunkan kekuatan lekat keramik-logam.
5.4 Perbedaan Pengaruh Temperatur Pembakaran Porselen Opak 950 °C
dan 975 °C dengan Jumlah Pembakaran Porselen Opak 1 Kali, 2 Kali dan 3
Kali, Terhadap Kekuatan Lekat Gigi Tiruan Cekat Keramik-Logam.
Tabel 4.5 Hasil uji LSD menunjukkan adanya perbedaan pengaruh yang
signifikan antara grup A dan grup B dengan nilai p=0,020, antara grup A dan grup C
dengan nilai p=0,001, antara grup B dan grup C dengan nilai (p=0,001). Tabel 4.6 uji
LSD juga memperlihatkan perbedaan pengaruh yang signifikan antara grup D dan E
dengan nilai p=0,001, antara grup D dan F dengan nilai p=0,001, antara grup E dan F
dengan nilai p=0,001. Dari data penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
117
temperatur, terdapat perbedaan signifikan kekuatan lekat keramik-logam dan
kekuatan lekat tertinggi terjadi pada temperatur pembakaran porselen opak 975 °C.
Hal ini sejalan dengan penelitian Vasconcellos dkk. (2010) yang menyatakan
meningkatkan temperatur pembakaran lapisan opak akan meningkatkan kekuatan
lekat keramik-logam.
Menurut jumlah pembakaran terlihat bahwa jumlah pembakaran 2 kali
menunjukkan nilai kekuatan lekat keramik-logam tertinggi, sedangkan jumlah
pembakaran 3 kali menunjukkan nilai kekuatan lekat keramik-logam terendah.
Trindade dkk. (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa nilai kekuatan lekat
paling rendah pada pembakaran 1 kali, nilai kekuatan lekat sedang pada pembakaran
2 kali, dan kelompok yang lain menunjukkan nilai yang sama tinggi. Dari hasil
penelitian ini terlihat bahwa jumlah pembakaran porselen opak yang terlalu sedikit
atau terlalu banyak dapat menurunkan kekuatan lekat keramik-logam.
Selama percobaan, pola retakan seluruh sampel terjadi dari salah satu ujung
antar permukaan keramik-logam keujung yang lain, hal ini sesuai dengan analisis
Anusavice (dikutip dari Venkatachalam dkk. 2009) tentang tekanan three-point
bending bahwa gaya tarik pada ikatan keramik-logam paling besar terjadi pada
daerah ujung antar permukaan keramik-logam. ISO 9693/2000 menyatakan nilai
minimum kekuatan lekat keramik-logam adalah 25 MPa pada uji Three-point
bending. Tipe kegagalan perlekatan dari seluruh sampel yang diuji adalah kegagalan
adhesif berupa pemisahan keramik dari logam. Hal ini dapat terjadi karena adanya
Universitas Sumatera Utara
118
kontaminasi pada saat pembuatan logam dan kondisi permukaan logam yang berpori.
Selama percobaan juga terlihat warna porselen opak yang dihasilkan pada temperatur
975 °C lebih kecoklatan dibandingkan pada temperatur 950 °C. Klinisi dan teknisi di
laboratorium harus dapat mengatur temperatur dan jumlah pembakaran porselen opak
yang tepat untuk mendapatkan kekuatan lekat GTC keramik-logam yang optimal
(Henriques 2012; Hammad dan Talic 1996).
Adapun kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini, adalah:
1. Penggunaan porselen opak dalam bentuk powder/liquid, memungkinkan
perbandingan bubuk porselen opak dan cairan opak yang dicampur secara manual
menjadi kurang akurat dan perlakuan untuk seluruh sampel menjadi tidak sama.
2. Teknik pelapisan porselen dilakukan secara konvensional, sehingga
memungkinkan ketebalan yang merata di seluruh permukaan sampel kurang
akurat
3. Ukuran sampel sangat kecil, sehingga model induk hanya bisa dibuat secara
manual, tidak bisa menggunakan mesin.
Universitas Sumatera Utara
119
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
1. Ada pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan 975 °C
dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali, dan 3 kali terhadap kekuatan lekat gigi
tiruan cekat keramik-logam dengan nilai p<0,05. Peningkatan temperatur pembakaran
porselen opak menghasilkan peningkatan nilai kekuatan lekat keramik-logam. Dapat
disimpulkan bahwa temperatur pembakaran porselen opak yang paling baik adalah
975 °C dengan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam (37,09 ± 6,93).
2. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C terhadap kekuatan lekat gigi
tiruan cekat keramik-logam dengan nilai p=0,004 (p<0,05). Jumlah pembakaran 1
kali dan 3 kali menghasilkan nilai kekuatan lekat yang lebih rendah dari 2 kali. Dapat
disimpulkan bahwa jumlah pembakaran porselen opak yang terlalu sedikit atau terlalu
banyak dapat menurunkan kekuatan lekat keramik-logam dan jumlah pembakaran
porselen opak yang paling baik dengan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C
adalah 2 kali dengan nilai rerata kekuatan lekat keramik-logam (37,34 ± 2,52).
3. Ada pengaruh jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali, dan 3 kali
dengan temperatur pembakaran porselen opak 975 °C terhadap kekuatan lekat gigi
Universitas Sumatera Utara
120
tiruan cekat keramik-logam dengan nilai p=0,001 (p<0,05). Jumlah pembakaran 1
kali dan 3 kali menghasilkan nilai kekuatan lekat yang lebih rendah dari 2 kali. Dapat
disimpulkan bahwa jumlah pembakaran porselen opak yang paling baik dengan
temperatur pembakaran porselen opak 975 °C adalah 2 kali dengan nilai rerata
kekuatan lekat keramik-logam (45,04 ± 2,30).
4. Ada perbedaan pengaruh temperatur pembakaran porselen opak 950 °C dan
975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 1 kali, 2 kali dan 3 kali, terhadap
kekuatan lekat GTC keramik-logam dengan nilai p<0,05.
- Peningkatan temperatur pembakaran porselen opak 950 °C menjadi 975 °C
dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali, dan 3 kali menghasilkan kekuatan
lekat keramik-logam yang semakin tinggi.
- Jumlah pembakaran porselen opak yang terlalu banyak ataupun terlalu sedikit
menghasilkan nilai kekuatan lekat keramik-logam yang semakin rendah.
Temperatur pembakaran porselen opak 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen
opak 2 kali menunjukkan nilai kekuatan lekat tertinggi melebihi nilai kekuatan lekat
standar ISO 9693:2012 yaitu 25 MPa, dengan rerata (45,04 ± 2,30). Temperatur
pembakaran porselen opak 975 °C dengan jumlah pembakaran porselen opak 2 kali
direkomendasikan sebagai panduan pembuatan gigi tiruan cekat keramik-logam
untuk menghasilkan kekuatan lekat keramik-logam yang optimal, sehingga tercapai
keberhasilan klinis jangka panjang dari penggunaan gigi tiruan cekat keramik-logam.
Universitas Sumatera Utara
121
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian tentang adanya pengaruh temperatur pembakaran
porselen opak 950 °C dan 975 °C dengan jumlah pembakaran 1 kali, 2 kali, dan 3 kali
terhadap warna gigi tiruan cekat keramik-logam.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang adanya pengaruh ketebalan
porselen opak terhadap kekuatan lekat gigi tiruan cekat keramik-logam.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang adanya pengaruh teknik
surface treatment logam terhadap kekuatan lekat gigi tiruan cekat keramik-logam.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang adanya pengaruh teknik
aplikasi porselen terhadap kekuatan lekat gigi tiruan cekat keramik-logam.
Universitas Sumatera Utara
122
DAFTAR PUSTAKA
Fundamentals ofAnusavice, KJ 2004, Buku Ajar ilmu bahan material kedokteran gigi. Ed. 10, hal. 493-524.
Ahmadzadeh, A, Neshati, A, Mousavi, A, Epackchi, S, Dabaghi, TF, Sarbazi, AH,’A comparison between shear bond strength of VMK master porcelain with three base-metal alloys (Ni-Cr-T3, verabond, super cast) and one noble alloy (X-33) in metal-ceramic restorations’, J Dent Shiraz Univ med Sci, vol. 14, no. 4, pp. 191-196.
Al Amri, MD, Hammad, IA 2012, ’Shear bond strength of two forms of opaque porcelain to the metal substructure’, King Saud University Journal of Dental Sciences, vol. 3, pp. 41-8.
Ali, RT, Ismail, K, Serdar P, Meral, AM, Mehmet, D 2013, ‘The effect of repeated porcelain firings on corrosion resistance of different dental alloys’, The Journal of Advanced prosthodontics, vol. 5, pp. 44-50.
Barclay, CW, Walmsley, AD 2001, Fixed and Removable Prosthodontics, Churchill Livingstone, London, pp. 115.
Bae, EJ, Kim, JH, Kim, WC, Kim, HY 2014, ‘Bond and fracture strength of metal-ceramic restorations formed by selective laser sintering’, The Journal of Advanced prosthodontics, vol. 6, pp. 266-71.
Cheung, KC, Darvell, BW 2002,‘Sintering of dental porcelain: Effect of time and temperature on appearance and porosity’, Dental Materials,vol. 18, pp. 163-173.
Darvell, BW 2000, Dental materials sciences, 6th edn, Elsevier, Hongkong, pp. 470-87.
DenryI, and Holloway JA. Ceramic for dental applications: A review. Materials 2010 (3): 351-368.
Enghardt, S, Richter, G, Richter, E, Reitemeier, B, Walter, MH 2015, ‘Experimental investigations on the influence of adhesive oxides on the metal-ceramic bond’, Metals, vol. 5, pp. 119-30.
Fraunhofer, JA 2010, Dental materials at a glance,Wiley-Blackwell, England, pp. 22, 38-45.
Gladwin, Marcia, Bagby, Michael 2009, Clinical aspects of dental materials: theory, practice, and cases, 3rdedn, Wolters Kluwer, pp. 132-143.
Universitas Sumatera Utara
123
Giannarachis, C, Marmandiu, C, Vasilescu, VG, Vasilescu, E, Patrascu, I 2013, ‘Studies on the importance of metal-ceramic bond in merging ceramic mass on metal component’, Fascicula, vol. 17, no. 2, pp. 5-12.
Gupta, KL, Nagpal, N 2011, ‘Evaluation of the bond strength of porcelain to non precious metal copings under different firing atmospheres’, Indian Journal of Dental Sciences, vol. 3, no. 2, pp. 1-3.
Ghanbarzadeh, J, Sabooni, MR, Tehrani NA 2008,‘The influence of repeated firing on color stability of two porcelain types’, J Med Sci, vol. 8, no. 1, pp. 77-80.
Giordano R, and Mclaren EA. Ceramics overview: Classification by microstructure and processing methods. Compedium. 2010;31(9):682-697.
Hadi, A, Massoumi, F, Mossaei, A 2016, ‘Effect of opaque porcelain thickness on bond strength of porcelain to Ni-Cr alloys’, Journal of Dental School, vol. 34, no. 2, pp. 72-81.
Henriques, BAPC 2012, ‘Bond strength enhancement of metal-ceramic dental restoration by FGM design’, PhD thesis, Universidade do Minho escola de Engenharia.
Hatrick, CD, Eakle WS, Bird WF 2011, Dental Materials: clinical applications for dental assistants and dental hygienists, 2nd edn, Elsevier, St. Louis, Missouri, hal. 100-2, 125-6.
Hammad, IA, Talic, YF 1996, ’Design of bond strength tests for metal-ceramic complexes: review of the literature’, The Journal of Prosthetic Dentistry, vol. 75, no. 6, pp. 602-8.
Hong, JT, Shin, SY 2014, ‘A comparative study on the bond strength of porcelain to the millingable Pd-Ag alloy’, The Journal of Advanced prosthodontics, vol. 6, pp. 372-8
Jalali, H, Bahrani, Z 2015, ‘A comparison review of reliability of multiple firing techniques on the microtensile bond strength in lithium disilicate bases ceramics: A review study’, Bulletin of Environment, Pharmacology and Life Sciences, vol. 4, no. 7, pp. 192-6.
Jassim, HH 2013, ‘Evaluation of the shear bond strengths between two alternative metal alloys and porcelain, MDJ, vol. 10, no. 2, pp. 161-6.
Joias, RM, Tango, RN, Araujo, JEJ, Araujo, MAJ, Saavedra, GSFA, Junior, TJAP, Kimpara, ET 2008, ‘Shear bond strength of a ceramic to Co-Cr alloys’, The Journal of Prosthetic Dentistry, vol. 99, no. 1, pp. 54-9.
Khmaj, MR 2012, ‘Comparison of metal-ceramic bond strengths of four noble alloys using press-on-metal (PoM) and conventional layering techniques’, Masters thesis, The Ohio States University.
Universitas Sumatera Utara
124
Kelly, JR, and Benetti, P. Ceramic materials in dentistry: historical evolution and current practice. Aust. Dent. Journal 2011; 56;(1):84-96.
Lopes, SC, Pagnano, VO, Rollo, JMDA, Leal, MB, Bezzon, OL 2009, ‘Correlation between metal-ceramic bond strength and coefficient of linear thermal expansion difference, Journal of Applied Oral Science, vol. 17, no. 2, pp. 122-8.
Mrazova, M, Klouzkova, A 2009, ‘Leucite porcelain fused to metals for dental restoration’, Ceramics-Silikaty, vol. 53, no. 3, pp. 225-30.
Marquez, JM, Rincon, JM, Romero, M. Effect of firing temperature on sintering of porcelain stoneware tiles. Ceramics Int 2008;34:1867-1873.
Maan, RZ, Haidar, HJ 2003, ‘Evaluation of the effects of porcelain firing cycles on the marginal fit changes of porcelain-fused-to-metal crowns constructed utilizing two different marginal designs and alloys’, Al-Rafidain Dent J, vol. 3, no. 1, pp. 13-20.
Mutawa, NJ, Sato, T, Shiozawa, I, Hasegawa, S, Miura, H 2000, ‘A study of the bond strength and color of ultralow-fusing porcelain’, The International Journal of Prosthodontics, vol. 13, no. 2, pp. 159-64.
Neto, AJF, Panzeri, H, Neves, FD, Prado, RA, Mendonca, G 2006, ‘Bond strength of three dental porcelains to Ni-Cr and Co-Cr-Ti alloys’, Brazilian Dental Journal, vol. 17, no. 1, pp. 24-8.
Olivieri, KAN, Neisser, MP, Bottino, MA, Miranda, ME 2005, ‘Bond characteristics of porcelain fused to cast and milled titanium’, Braz J Oral sci, vol. 4, no. 15, pp. 923-8.
O’Brien, WJ 2002,Text Book of Dental material and their selection,3rdedn, Quint. Publish. Co, Inc, USA, pp. 44-68, 345-381.
Prakash, MP, Kumar CM, Viswambaran CM 2012, ‘Effect of firing cycle and surface finishing on the sag resistance of long-span metal ceramic framework using base metal alloys-an in vitro study’, MJAFI, vol. 68, no. 2, pp. 145-50.
Powers, JM, Sakaguchi, RL 2009,Craig’s restorative dental materials, 12th edn, Elsevier, St. Louis, Missouri.
Pagnano, VO, Esquivel, MC, Leal, MB, Felipucci, DNB, Bezzon, OL 2009, ‘Effect of casting atmosphere on the shear bond strength of a ceramic to Ni-Cr and Ni-Cr-Be alloys’, Braz Dent J, vol. 20, no. 2, pp. 138-42.
Universitas Sumatera Utara
125
Powers, JM, Wataha, JC 2008, Dental Materials: Properties and Manipulation, 9th edn, Elsevier, St. Louis, Missouri.
Prado, RA, Panzeri, H, Neto, AJF, Neves FD, Silva, MR, Mendonca, G 2005, ‘Shear bond strength of dental porcelains to nickel-chromium alloys’, Brazilian Dental Journal, vol. 16, no. 3, pp. 202-6.
Piskin, B, Sipahi, C, Ayyildiz, S, Gunay, Y 2014, ‘Assessment of thicknesses and color properties of opaque porcelain layers applied by different dental technicians’, Gulhane Tip Derg, vol. 56, pp. 199-205.
Prabhu, LS, Achyutha BT, Manjappa, S 2003, ‘Effect of oxidation and porcelain firing temperatures on tensile bond strength of porcelain to Ni-Cr-Mo base metal surfaces indentistry’, proceedings of the International Conference on Mechanical Engineering, Bangladesh, pp.1-4.
Qiu, J, Yu, WQ, Zhang, FQ, Smales, RJ, Zhang, YL, Lu, CH 2011, ‘Corrosion behavior and surface analysis of a Co-Cr and two Ni-Cr dental alloys before and after simulated porcelain firing’, Eur J Oral Sci, vol. 119, pp. 93-101.
Rayyan, MM 2014, ‘Effect of multiple firing cycles on the shear bond strength and failure mode between veneering ceramic and zirconia cores’, Egyptian Dental Journal, vol. 60, no.3, pp. 3325-33.
Ren, XW, Zeng, L, Wei, ZM, Xin, XZ, Wei, B 2016, ‘Effects of multiple firings on metal-ceramic bond strength of Co-Cr alloy fabricated by selective laser melting’,Journal of prosthetic dentistry, vol. 115, pp. 109-114.
Rokni, SR, Baradaran, H 2007, ‘The effect of oxide layer thickness on bond strength of porcelain to Ni-Cr alloy’, Journal of Mashhad Dental School, no. 31, pp. 17-21.
Rathi S, Parkash H, Chittaranjan B, and BhargavaA. Oxidation heat treatment affecting metal-ceramic bonding. J Indian Den. Res. 2011;22(6).
Rosenstiel, Land, Fujimoto 2004, Text book of Contemporary Fixed Prosthodontics, 4thedn, pp. 418-430, 488-642.
Shillingburg, HT, Sather, DA, Wilson, EL, Cain, JR, Mitchell, DL, Blanco, LJ, Kessler, JC 2012,Fundamental of fixed prosthodontics, 4thedn, Quintessence books, USA, pp. 455-483.
Sinamo, S 2015, ‘Pengaruh ketebalan lapisan opak dengan lapisan dentin terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam’, Tesis, hal. 112.
Universitas Sumatera Utara
126
Saini, M, Singh, Y, Tripathi, A, Singh, SV, Basu, B, Chandra, S 2011, ‘Effect of firing temperatures on interface of porcelain fused to metal restorations: An in vitro study’, Indian J Stomatol, vol. 2, no. 4, pp. 222-6.
Schweitzer, DM, Goldstein, GR, Ricci, JL, Silva, NRFA, Hittelman, EL 2005, ‘Comparison of bond strength of a pressed ceramic fused to metal versus feldspathic porcelain fused to metal’, Journal of Prosthodontics, vol. 14, no. 4, pp. 239-47.
Sayed, NM 2015, ‘Shear bond strength and failure mode between veneering ceramic and metal cores after multiple firing cycles’, Egyptian Dental Journal, vol. 61, pp. 659-66.
Salazar, SM, Pereira, SMB, Cchahuana, VZ, Passos, SP, Vanderlei, AD, Pavanelli, CA, Bottino, MA 2007, ‘Shear bond strength between metal alloy and a ceramic system, submitted to different thermocycling immersion times’, Acta Odontol. Latinoam, vol. 20, no. 2, pp. 97-102.
Shokry, TE, Attia, M, Mosleh, I, Elhosary, M, Hamza, T, Shen, C 2010, ‘Effect of metal selection and porcelain firing on the marginal accuracy of titanium-based metal ceramic restorations’, The Journal of Prosthetic Dentistry, vol. 103, no. 1, pp. 45-52.
Scolaro, JM, Valle, AL 2002, ‘Bonding ceramic to metal: A comparison using shear tests’, Rev. FOB, vol. 10, no. 1, pp. 57-62.
Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi 2. 2002:11-41, 79-95,220-286.
Smith, BGN 1987, Planning and making crowns and bridges (Dentistry in practice), Martin dunitz Ltd, London, pp. 130-185.
The Academy of Prosthodontics 2005, ‘The Glossary of Prosthodontic Terms’, The Journal of Prosthetic Dentistry, vol. 94, no. 1, pp. 29-30.
Tuncdemir, AR, Karahan, I, Polat, S, Malkoc, MA, Dalkiz, M 2013,’The effect of repeated porcelain firings on corrosion resistance of different dental alloys’, J Adv Prosthodont, vol. 5, pp. 44-50.
Vasconcellos, LGO, Buso, L, Lombardo, GHL, Souza, ROA, Junior, LN, Bottino, MA, Ozcan, M 2010,’Opaque layer firing temperature and aging effect on the flexural strength of ceramic fused to cobalt-chromium alloy’, Journal of prosthodontics, vol. 19, pp. 471-477.
Van Noort, R 2007, Introduction to dental material, 3rdedn, Elsevier, London, pp.237-54.
Universitas Sumatera Utara
127
Venkatachalam, B, Goldstein, GR, Pines, MS, Hittelman, EL 2009, ‘Ceramic pressed to metal versus feldspathic porcelain fused to metal: A comparative study of bond strenght’, Int J Prosthodont, vol. 22, no. 1, pp. 94-100.
Wight, TA, Bauman, JC, Pelleu, GB 2006, ‘An evaluation of four variables affecting the bond strength of porcelain to nonprecious alloy’, The journal of Prosthetic Dentistry, vol. 37, no. 5, pp. 570-577.
Wood, MC. A comparison of debonding strengths of four metal-ceramic systems with and without opaque porcelain.Thesis.Dent Med. University of Connecticut. 2007.
Xu, N, Shin, C, Fukui, Y, Omori, S, Otake, S, Nemoto, R, Komada, W, Kumagae, N, Yoshida, K, Miura, H 2013, ‘The effect of prolonged holding time in firing schedules on the bond strength between the zirconia core and veneered porcelain’, Asian Pac J Dent, vol. 13, pp. 19-25.
Zakaria, MR, Jassim, HH 2003, ‘Evaluation of the effects of porcelain firing cycles on the marginal fit changes of porcelain-fused-to-metal crowns constructed utilizing two different marginal designs and alloys’, Al-Rafidain Dent J, vol. 3, no. 3, pp. 13-19.
Zhang S, S, Yushu, DW, Liu, BX, Sun, B, Yan, CZ, Hao, L, Wei, QS, Shi, YS 2015, ‘Effect of firing temperature on the metal to ceramic bond strength of a porcelain fused to metal restoration of a Co-Cr alloy by means of selective laser melting (SLM)’, Lasers in Eng, vol. 31, pp. 195-209.
Universitas Sumatera Utara