modul pembakaran

Upload: ajie-wahyudha

Post on 15-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

thermodinamika

TRANSCRIPT

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    Modul 2.0.09

    Pembakaran

    I. Pendahuluan

    Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia membutuhkan energi dalam jumlah

    besar. Masyarakat tumbuh di dalam kondisi yang bergantung pada teknologi dimana

    mereka membutuhkan energi dalam transportasi, memasak, kegiatan pabrik,

    menghasilkan listrik, dan sebagainya. Sebagian besar energi tersebut berasal dari energi

    pembakaran bahan bakar, khususnya bahan bakar fosil.

    Energi (panas) dapat dengan mudah dikonversi menjadi bentuk energi lainnya

    seperti energi mekanik dan energi listrik. Energi ini dapat dihasilkan melalui internal

    combustion engine ataupun external combustion engine. Internal combustion engine

    secara langsung menggunakan energi panas yang dihasilkan oleh oksidasi bahan bakar

    dalam ruang pembakaran untuk menggerakkan turbin atau piston, sedangkan external

    combustion engine menggunakan energi panas untuk menggerakkan fluida kerja seperti

    dalam mesin uap.

    Pada dasarnya, reaksi pembakaran menghasilkan zat-zat yang tidak diinginkan

    seperti CO2, CO, dan jelaga. Rekasi pembakaran sempurna akan menghasilkan CO2, hal

    ini terjadi bila suplai oksigen diberikan berlebih. Sebaliknya bila reaksi oksidasi bahan

    bakar kekurangan oksigen maka akan terjadi reaksi pembakaran tidak sempurna yang

    menghasilkan CO dan jelaga. CO lebih berbahaya dari CO2 sehingga pembentukannya

    perlu dihindari. Pembakaran yang tidak efisien juga akan menghasilkan keluaran energi

    yang rendah serta boros bahan bakar.

    Untuk menghasilkan panas pembakaran yang optimal serta memaksimalkan

    efisiensi pembakaran, perlu dilakukan penelitian yang akan dilakukan dalam percobaan

    ini. Berbagai macam kondisi pembakaran serta laju gas buang akan diukur, serta energi

    yang dihasilkan pun dapat diketahui. Untuk itu diperlukan keterampilan dalam

    pengukuran supaya didapat data dan hasil yang akurat.

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    II. Sasaran Percobaan

    Pada percobaan ini, sasaran percobaan yang ingin dicapai adalah :

    - Praktikan mampu melakukan pengamatan visual terhadap kondisi flame dalam

    tungku pembakaran

    - Praktikan mampu mengumpulkan dan memperoleh data-data yang diperlukan untuk

    analisis hasil-hasil percobaan, meliputi laju alir udara, laju alir bahan bakar, laju alir

    air pendingin, temperatur air pendingin yang masuk, temperatur air pendingin yang

    keluar, temperatur gas buang radiasi, dan temperatur gas buang non-radiasi.

    - Praktikan mengetahui pengaruh faktor laju alir bahan bakar dan laju alir udara terhadap proses pembakaran

    - Praktikan mampu melakukan penyusunan neraca energi pada percobaan pembakaran yang dilakukan berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada

    percobaan

    III. Tujuan Percobaan

    Pada percobaan ini, tujuan percobaan yang ingin dicapai adalah :

    - praktikan mendapatkan pengetahuan tentang proses pembakaran

    - Praktikan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembakaran

    IV. Tinjauan Pustaka

    4.1 Pembakaran

    Pembakaran adalah serangkaian reaksi-reaksi kimia eksotermal antara bahan

    bakar dan oksidan berupa udara yang disertai dengan produksi energi berupa panas dan

    konversi senyawa kimia. Pelepasan panas dapat mengakibatkan timbulnya cahaya

    dalam bentuk api. Bahan bakar yang umum digunakan dalam pembakaran adalah

    senyawa organik, khususnya hidrokarbon dalam fasa gas, cair atau padat.

    Terdapat bermacam-macam jenis pembakaran yang dapat dijelaskan pada poin-

    poin berikut ini :

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    1. Complete combustion

    Pada pembakaran sempurna, reaktan akan terbakar dengan oksigen, menghasilkan

    sejumlah produk yang terbatas. Ketika hidrokarbon yang terbakar dengan oksigen,

    maka hanya akan dihasilkan gas karbon dioksida dan uap air. Namun kadang kala akan

    dihasilkan senyawa nitrogen dioksida yang merupakan hasil teroksidasinya senyawa

    nitrogen di dalam udara. Pembakaran sempurna hampir tidak mungkin tercapai pada

    kehidupan nyata.

    2. Incomplete combustion

    Pembakaran tidak sempurna umumnya terjadi ketika tidak tersedianya oksigen dalam

    jumlah yang cukup untuk membakar bahan bakar sehingga dihasilkannya karbon

    dioksida dan air. Pembakaran yang tidak sempurna menghasilkan zat-zat seperti karbon

    dioksida, karbon monoksida, uap air dan karbon. Pembakaran yang tidak sempurna

    sangat sering terjadi, walaupun tidak diinginkan, karena karbon monoksida merupakan

    zat yang sangat berbahaya bagi manusia. Kualitas pembakaran dapat ditingkatkan

    dengan perancangan media pembakaran yang lebih baik dan optimisasi proses.

    3. Smouldering combustion

    Smouldering merupakan bentuk pembakaran yang lambat, bertemperatur rendah, dan

    tidak berapi, yang dipertahankan oleh panas ketika oksigen menyerang permukaan dari

    bahan bakar pada fasa yang terkondensasi. Pembakaran ini dapat dikategorikan sebagai

    pembakaran yang tidak sempurna. Contoh pembakaran ini adalah inisiasi kebakaran

    yang dikarenakan rokok, dan sisa kebakaran hutan yang masih menghasilkan hawa

    panas.

    4. Rapid combustion

    Rapid combustion merupakan pembakaran yang melibatkan energi dalam jumlah yang

    banyak dan menghasilkan pula energi cahaya dalam jumlah yang besar. Jika dihasilkan

    volume gas yang besar dalam pembakaran ini dapat mengakibatkan peningkatan

    tekanan yang signifikan, sehingga terjadi ledakan.

    5. Turbulent combustion

    Pembakaran yang menghasilkan api yang turbulen sangat banyak digunakan untuk

    aplikasi industri, misalnya mesin berbahan bakar bensin, turbin gas, dll, karena

    turbulensi membantu proses pencampuran antara bahan bakar dan pengoksida.

    6. Slow combustion

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    Pembakaran yang terjadi pada temperatur yang rendah. Contoh pembakaran ini adalah

    respirasi seluler.

    Pembakaran dapat terjadi dengan kecepatan yang sangat tinggi, seperti dalam

    mesin motor roket. Turbin gas, dan mesin pembakaran internal. Pembakaran juga dapat

    terjadi dengan kecepatan yang sangat rendah (seperti api pada lilin). Pada pembakaran

    dengan kecepatan rendah, terjadi siklus umpan balik terjadi di antara fasa gas bahan

    bakar dan bahan bakar. Pada fasa gas. Oksigen di dalam udara mendorong pembakaran

    bahan bakar fasa gas dan panas akan dilepaskan secara eksoterm. Sebagian dari panas

    akan digunakan untuk mempertahankan kelangsungan reaksi pembakaran, sedangkan

    sebagian lainnya dipindahkan kembali kepada fasa terkondensasi

    Pada reaksi pembakaran, selalu terjadi serangkaian proses yang berurutan,

    dimulai dari proses berlangsungnya pembakaran hingga proses reaksi pembakaran

    berakhir. Proses-proses tersebut selalu sama untuk pembakaran semua jenis bahan

    bakar. Rangkaian proses tersebut dapat dikategorikan menjadi lima buah proses yang

    berbeda-beda, yaitu pre-ignition, flaming combustion, smoldering combustion, glowing

    combustion, dan extinction.

    Pre-ignition (pra penyalaan) adalah fasa penyerapan panas dalam pembakaran,

    yang mana panas diberikan kepada bahan bakar yang menyebabkan proses penguapan

    air dan zat-zat lain, sehingga menghasilkan gas-gas yang dapat mempertahankan

    keadaan api. Selama fasa pra-penyalaan, temperatur dari sistem bahan bakar dinaikkan

    dengan metode perpindahan panas secara konduksi, konveksi, radiasi. Panas untuk pra-

    penyalaan (pre-ignition) adalah jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan

    temperatur bahan bakar menjadi temperatur penyalaan (ignition temperature). Pada

    fasa ini, akan dihasilkan produk mayoritas berupa uap air yang dihasilkan dari kadar air

    yang tercampur secara molekuler dengan bahan bakar. Temperatur bahan bakar akan

    sulit meningkat apabila kadar air ini belum teruapkan. Pada fasa ini, akan terjadi

    degradasi senyawa organik, yang lebih sering dikenal dengan nama pirolisis. Pirolisis

    adalah degradasi termal dari bahan-bahan kimia, yang mana ikatan yang mendukung

    molekul-molekul kompleks diputuskan, sehingga melepaskan molekul-molekul yang

    berukuran kecil dari material bahan bakar dalam bentuk gas.

    Flaming combustion adalah fasa pembakaran yang paling efisien, yang

    menghasilkan paling sedikit jumlah asap per unit bahan bakar yang dikonsumsi. Fasa

    ini merupakan fasa transisi dari proses pembakaran yang endotermik menjadi proses

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    pembakaran yang eksotermik. Pada umumnya, fasa ini terjadi pada saat temperatur

    mencapai 300C. Energi yang digunakan untuk mempertahankan api dan

    mempertahankan reaksi berantai dari pembakaran dikenal dengan panas pembakaran.

    Temperatur yang dicapai di dalam fas ini bervariasi, bergantung pada jenis bahan

    bakar.

    Smoldering combustion adalah fasa pembakaran yang paling tidak efisien, dimana

    pada fasa ini dihasilkan paling banyak jumlah asap per unit bahan bakar yang

    dikonsumsi. Pada fasa ini, terjadi kekurangan api, dan diasosiasikan dengan kondisi

    dimana kadar oksigen terbatas, baik dikarenakan deposit jelaga dari bahan bakar

    (terutama jelaga dengan rasio luas permukaan terhadap volume yang besar). Fasa

    pembakaran ini terjadi pada temperatur rendah.

    Glowing combustion adalah fasa pembakaran, dimana hanya bara dari bahan

    bakat =r yang dapat diamati. Glowing cobustion menandakan proses oksidasi bahan

    padat hasil pembakaran yang terbentuk pada fasa sebelumnya Fasa pembakaran ini

    terjadi ketika tidak lagi tersedia energi yang cukup untuk menghasilkan asap

    pembakaran yang merupakan karakteristik dari fasa pembakaran sebelumnya, sehingga

    tidak dihasilkan lagi tar atau bahan volatil dari bahan bakar. Produk utama yang

    dihasilkan dari fasa pembakaran ini adalah gas-gas tak tampak, seperti gas karbon

    monoksida dan gas karbon dioksida.

    Extinction merupakan proses pemadaman api ketika reaki pembakaran tidak lagi

    berlangsung dan segitiga api telah terputus. Perihal mengenai segitiga api akan

    dijelaskan lebih rinci pada subbab api.

    Jika diasumsikan pembakaran terjadi pada kondisi yang sempurna, dimana tidak

    terdapat penambahan atau pengurangan panas, maka temperatur pembakaran adiabatis

    dapat ditentukan dengan didasarkan pada hukum pertama termodinamika. Pada kasus

    pembakaran bahan bakar fosil, temperatur pembakaran bergantung pada panas

    pembakaran, perbandingan stoikiometri udara dan bahan bakar, dan kapasitas panas

    spesifik dari bahan bakar dan udara. Dalam industri, perbandingan stoikiometri udara

    dan bahan bakar lebih dikenal dengan istilah persen kelebihan udara (percent of excess

    air).

    Bahan bakar yang diinjeksikan kedalam tungku pembakaran membutuhkan

    sejumlah udara teoretik agar reaksi dapat berjalan dengan sempurna. Kebutuhan udara

    dapat dihitung secara stoikiometrik meskipun dalam kenyataannya sering terjadi reaksi

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    samping yang dapat menyebabkan adanya panas yang hilang. Biasanya dalam

    pembakaran udara dipasok lebiah banyak dari kebutuhan stokiometrik sebagai usaha

    untuk meningkatkan keefisienan proses tetapi komposisi udara yang dipasok juga tidak

    boleh terlalu tinggi karena dapat menyebabkan pembakaran kurang sempurna bahkan

    tidak berjalan.

    Reaksi pembakaran merupakan reaksi kimia dimana berlaku hukum kekekalan

    massa dan energi . Panas yang timbul selama proses pembakaran akan terbagi menjadi

    panas yang lain seperti untuk air,gas buang dan sebagian panas yang hilang. Untuk

    Udara dan LPG,panasnya dapat meningkatkan panas pembakaran tetapi dapat juga

    menurunkan (mengurangi) kalor pembakaran tergantung pada temperatur referensinya.

    Energi masuk = Energi keluar

    Qpembakaran = Qair + Qgas Buang + Qloss + (Qudara + QLPG)

    Komponen-komponen tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

    1. Q air yang masuk in

    ref

    T

    air in air in TQ = n airCp dT

    2. Q udara masuk

    3. Q LPG yang masuk

    4. Q pembakaran

    Qpembakaran = nC3H8 . NHVC3H8 + nC4H10 . NHVC4H10 dengan NHV = net heating value , panas pembakaran

    Sedangkan energi yang keluar adalah sebagai berikut :

    1. Q exhaust ( gas cerobong )

    Qexhaust = nfgx Cpfg x ( Tfg Tref )

    2. Q air keluar

    out

    ref

    T

    airout air out TQ = n airCp dT

    in

    ref

    T

    udara in udara in TQ = n airCp dT

    in

    ref

    T

    fuel in fuel in TQ = n airCp dT

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    3. panas yang lolos melewati dinding alat pembakaran

    Qloss = ( Qair,in + Qudara,in + QLPG,in + Qpembakaran )

    - ( Qexhaust + Qair,out )

    Karena banyaknya reaksi yang terjadi seperti reaksi suksesif, kompetitif,

    overlapping dan berlawanan didalam tungku pembakaran, belum ada teori yang mampu

    menjelaskan secara detail dan memuaskan tentang reaksi berantai yang terjadi.Pada

    suhu pembakaran, hidrokarbon secara cepat memisahkan diri menjadi radikal

    hidrokarbon bebas.Radikal hidrokarbon bebas ini labil terhadap serangan oksigen dan

    sangat reaktif. Meskipun demikian , saat ini yang banyak diterima secara umum adalah

    bahwa hanya melalui rangkaian radikal aktif inilah karbon dan hidrogen didalam bahan

    bakar terkonversi menjadi karbon dioksida dan air. Ada juga bukti yang meyakinkan

    bahwa atom-atom dan radikal-radikal O, H, OH dan H2O terlibat didalam oksidasi

    hidrogen dan juga aktif di dalam pembakaran hidrokarbon.Aldehid, walaupun juga

    dalam keadaan transisi, adalah penghubung yang diperlukan didalam proses

    pembakaran. Jenis radikal teroksigenasi yang membentuk aldehid dan yang terbentuk

    dari mereka adalah masih menjadi bahan percobaan saat ini.

    Pada keadaan yang normal , kenaikan suhu akan mempercepat penyulutan dan

    laju penyelesaian pembakaran. Tungku bertemperatur tinggi dapat dioperasikan dalam

    laju panas masuk yang lebih tinggi daripada tungku bertemperatur rendah dengan

    ukuran yang sama. Efek pemanasan awal berguna untuk menaikkan suhu pembakaran

    adiabatik.Pemanasan awal ini juga berfungsi meningkatkan suhu nyata tungku ketika

    kondisi operasi lainnya telah tertinggal tidak terpakai.

    Pada alat pembakaran terjadi peristiwa perpindahan panas, yang terjadi bila

    terdapat perbedaan temperatur antara dua benda atau dua titik.Peristiwa perpindahan

    panas dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu konduksi, konveksi dan radiasi.

    4.2 Api

    Api sering disebut sebagai zat keempat, karena tidak dapat dikategorikan ke

    dalam kelompok zat padat, zat cair maupun zat gas. Api disebut memiliki bentuk

    plasma. Plasma adalah bentuk gas yang mana sebagian dari partikel diionisasi. Seperti

    halnya gas, plasma tidak memiliki bentuk yang tetap maupun volume yang tetap,

    kecuali jika dikurung dalam suatu wadah yang tetap.

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    Segitiga api mengilustrasikan hubungan antara tiga elemen dasar yang diperlukan

    untuk membangkitkan api. Tiga eleman dasar yang dibutuhkan untuk membangkitkan

    api adalah senyawa oksigen, bahan bakar yang dapat terbakar dan mengandung energi,

    serta sumber api atau sumber panas. Jika salah satu dari ketiga eleman dasar tersebut

    telah habis, maka api akan padam, atau reaksi pembakaran tidak dapat dilanjutkan

    dengan baik. Ketiga elemen dasar yang dapat mebangkitkan api tersebut digambarkan

    di dalam sebuah segitiga, yang sangat umum dikenal sebagai segitiga api. Berikut ini

    akan disajikan gambar segitiga api.

    Gambar 4.1 Segitiga Api

    Sumber api atau sumber panas, pada awalnya disediakan atau didapatkan dari

    sumber di luar sistem pembakaran, misalnya dari korek api, kilat ketika hujan, percikan

    listrik, dan sumber-sumber api lainnya. Panas yang didapatkan dari luar sistem tersebut

    akan mulai memutuskan ikatan kimia di dalam bahan bakar, yang pada umumnya

    merupakan senyawa organik. Pemutusan awal ikatan kimia di dalam bahan bakar

    merupakan reaksi yang eksoterm atau menghasilkan energi panas. Energi panas yang

    dihasilkan dari pemutusan awal tersebut akan digunakan sebagai energi untuk

    pemanasan ikatan kimia berikunya di dalam bahan bakar. Api menyala ketika panas

    yang dihasilkan dari pemutusan ikatan kimia di dalam bahan bakar dapat digunakan

    seterusnya untuk memutuskan ikatan-ikatan kimia lain di dalam bahan bakar. Oleh

    karena itu, sumber panas hanya merupakan inisiator terbenuknya api. Setelah proses

    penyalaan api, sumber panas tidak lagi dibutuhkan, melainkan api dari reaksi

    pembakaran akan menghasilkan panas yang dapat digunakan oleh manusia untuk

    menunjang proses-proses yang akan dilakukan.

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    Bahan bakar pada umumnya berupa senyawa organik. Senyawa organik

    merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur berupa karbon (C), hidrogen (H)

    dan oksigen (O). Reaksi oksidasi terhadap senyawa organik pada umumnya merupakan

    reaksi pemutusan rantai ikatan pada senyawa organik. Pemutusan ikatan pada rantai

    senyawa organik pada umumnya menghasilkan panas. Pada proses pembakaran,

    oksigen yang berperan sebagai oksidator akan bergabung, mengikat unsur-unsur C dan

    H yang putus akibat energi panas dari proses pembakaran. Api akan padam jika salah

    satu dari ketiga elemen dasar tidak lagi tersedia. Prinsip segitiga api ini banyak

    digunakan sebagai prinsip dasar untuk menyalakan atau memadamkan api.

    4.3 LPG

    LPG (Liquefied Petroleum Gas) merupakan gas alam yang dicairkan. LPG

    merupakan campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam.

    Komponen dari LPG didominasi oleh propana (C3H8) dan butana (C4H10), namun LPG

    juga memiliki kandungan hidrokarbon lain, meskipun dalam jumlah kecil, misalnya

    etana (C2H6) dan pentana (C5H12).

    Dalam kondisi atmosferik, LPG memiliki bentuk gas, akan tetapi dengan

    meninggikan tekanan dan menurunkan temperatur, maka gas alam akan berubah fasa

    menjadi fasa cair. Gas alam dalam betuk cair memiliki volume yang jauh lebih kecil

    dibandingkan dengan volume gas alam di dalam fas gas. Perbandingan volume gas

    alam dalam fasa gas dibandingkan ketika berada dalam fas cair adalah 250 berbanding

    1. Oleh karena itu, bahan bakar gas alam pada umumnya dipasarkan dalam bentuk cair

    di dalam tabung-tabung logam bertekanan, sehingga lebih dikenal dengan sebutan

    Liquefied Petroleum Gas (LPG)

    Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan

    yang dikandung di dalam tabung logam, tabung LPG tidak diisi secara penuh,

    melainkan hanya terisi sekitar 80-85% dari kapasitasnya

    Tekanan di mana LPG berbentuk cair dinamakan sebagai tekanan uap. Tekana

    uap dari LPG bergantung pada komposisi dan temperatur. Butana murni membutuhkan

    tekanan sekitar 2.2 bar (220 kPa) pada temperatur 20 C. Propana murni membutuhkan

    tekanan sekitar 2 bar (200 kPa) pada suhu sekitar 55 C

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    Untuk LPG, proses pembakaran ini merupakan reaksi antara hidrokarbon

    (propana dan butana) dengan oksigen. Reaksi yang terjadi pada proses pembakaran

    sempurna LPG adalah :

    C3H8 + 5 O2 4 H2O + 3 CO2 2 C4H10 + 13 O2 5 H2O + 8 CO2

    Sifat-sifat utama LPG akan diuraikan sebagai berikut :

    Bahan bakar gas alam sangat mudah terbakar, baik dalam fasa gas mupun dalam fasa cair.

    Gas tidak beracun dan tidak berwarna LPG sebenarnya tidak memiliki bau, namun sering ditambahakn zat kimia berbau

    menyengat dengan tujuan dapat terdeteksi dengan cepat apabila terjadi kebocoran. Zat

    kimia yang berbau menyengat adalah gas merkaptan

    Cairan LPG dapat menguap jika dilepaskan dari tabung bertekanan

    4.4 Perpindahan Panas

    Untuk mendapatkan panas dari reaksi pembakaran, maka disiplin ilmu mengenai

    perpindahan panas perlu dikuasai dengan baik. Ada tiga jenis mekanisme perpindahan

    panas, yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi. Konduksi merupakan peristiwa

    perpindahan panas yang tidak melibatkan pergerakan media perantaranya. Konveksi

    merupakan metode perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan media

    perambatan panasna. Radiasi merupakan mekanisme perpindahan panas yang tidak

    memerlukan media perambatan panas.

    Pada percobaan pembakaran, panas yang dihasilkan dari reaksi pembakaran akan

    diserap oleh air pendingin maupun gas buang. Gas buang akan menerima panas dari

    pembakaran secara radiasi. Sedangkan air akan menerima panas melalui beberapa

    mekanisme perpindahan panas. Pertama kali, panas akan merambat melaui dinding

    pembatas antara api dan air pendingin secara konduksi. Kemudian panas akan

    berpindah secara konveksi melalui lapisan air. Panas akan ditransmisikan kemudian

    melalui dinding pembatas luar secara konduksi. Dinding pembatas luar akan melepas

    panas ke udara di sekitarnya dengan metode konveksi alami.

    Kualitas perpindahan panas akan meningkat seiring bertambahnya luas

    perpindahan panas. Driving force dari proses perpindahan panas adalah perbedaan

    temperatur. Semakin tinggi perbedaan temperatur, semakin tinggi driving force

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    perpindahan panas, yang mengakibatkan semakin banyaknya panas yang dipindahkan.

    Perpindahan panas secara konveksi akan dipengaruhi pula oleh sebuah koefisien

    perpindahan panas yang spesifk untuk masing-masing media atau cara perpindahan

    panas.

    4.5 Orifice Meter

    Orifice meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur laju alir fluida.Orifice

    meter biasanya diapasang di pipa tempat fluida mengalir.Orifice meter sebenernya

    adalah sebuah piringan tipis yang memiliki lubang di tengahnya untuk tempat

    mengalirnya fluida.

    Prinsip kerja orifice meter sama dengan venturi meter. Pada orifice meter

    dipasang plat yang berlubang. Perubahan luas penampang aliran fluida akan

    menyebabkan penurunan tekanan.Orifice meter menggunakan prinsip Bernoulli untuk

    mengukur laju alir fluida. Orifice meter memanfaatkan hubungan antara beda tekan

    dengan laju alir fluida. Oleh karena itu, biasanya instalasi orifice meter dilengkapi juga

    dengan manometer. Jarak instalasi manometer dari plat orifice tergantung pada

    diameter lubang pada plat orifis tersebut.

    Fluida yang mengalir melalui pipa memiliki tekanan dan kecepatan

    tertentu.Ketika fluida melewati orifice meter, aliran fluida dipaksa untuk berkontraksi

    sehingga timbul perbedaan tekanan pada fluida.Bagian tempat mengecilnya aliran

    fluida disebut vena contracta.Karena aliran fluida dipaksa untuk berkontraksi tiba-tiba,

    terjadi perubahan pada kecepatan dan tekanan pada fluida. Setelah melewati bagian

    vena contracta, fluida akan mengalami ekspansi dan tekanan serta kecepatan fluida

    akan berubah kembali.

    Perbedaan tekanan fluida pada bagian pipa sebelum vena contracta serta pada

    vena contracta inilah yang diukur pada manometer. Dengan diketahuinya beda tekan

    pada fluida, kecepatan fluida dapat diketahui dari penurunan persamaan Bernoulli.

    Beda tekan pada fluida berbanding lurus dengan kuadratik laju alir volumetrik fluida.

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    Gambar 4.2 Orifice meter

    Sama dengan venturi meter, dengan menerapkan persamaan Bernoulli dan kontinuitas

    pada titik 1 dan 2 maka akan didapatkan :

    Vb = Cv

    dengan Cv adalah coefficient of discharge yang nilainya dapat ditentukan melalui

    grafik.

    4.6 Rotameter

    Rotameter adalah alat yang digunakan untuk mengukur laju alir fluida.Rotameter

    biasanya terbuat dari tabung yang berbentuk kerucut, biasanya terbuat dari gelas, dan

    sebuah bola yang dapat mengambang di dalam tabung.

    Bola di dalam tabung dapat mengapung karena adanya gaya apung yang

    diciptakan oleh fluida yang mengalir dari bawah. Selain itu, bola juga mendapat gaya

    gravitasi. Kedua gaya ini menyebabkan bola dalam keadaan kesetimbangan untuk

    setiap laju alir fluida tertentu. Untuk laju alir fluida yang lebih besar, dibutuhkan area

    yang lebih antara bola dan dinding tabung untuk mengakomodasi aliran fluida,

    sehingga bola akan mengapung. Karena alasan ini pula lah tabung dibuat berbentuk

    kerucut. Apabila tabung berbentuk lurus, ketika laju alir fluida ditingkatkan akan terjadi

    peningkatan tekanan di dalam tabung rotameter.

    Bola di dalam rotameter biasanya berbentuk bulat atau elipsoidal.Bola ini

    dirancang agar dapat berputar ke arah aksial.Perputaran bola ini bisa menjadi indikator

    21

    2

    2

    )1(

    )(2

    a

    b

    ab

    AA

    PP

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    apakah bola tersangkut di dalam dinding rotameter.Apabila bola tidak berputar, berarti

    bola tersangkut di dalam dinding rotameter.Rotameter merupakan alat ukur laju fluida

    yang memiliki pressure difference yang tetap. Prinsip kerjanya rotameter adalah dengan

    memanfaatkan gaya apung benda padat (solid) dalam aliran fluida. Seperti yang terlihat

    pada gambar.

    Gambar 4.3 Rotameter

    Bila bola pada keadaan setimbang, maka :

    0 = Fgravity + Fpressure above Fbuoyancy Fpressure below

    0 =

    (9)

    Dari persamaan Bernoulli didapatkan :

    (10)

    Tapi nilai (A2/A1)2 umumnya sangat kecil sehingga bisa diabaikan. Bila persamaan (2)

    disubtitusikan pada (1) maka akan didapat :

    V2 = (11)

    Sumber : Noel de Nevers Fluid Mechanics for Chemical Engineering

    301

    3003

    30 66

    DPgDDPgD fb +

    )()(6 31

    20

    30 PPDgD fb =

    =

    = 2

    1

    22

    22

    21

    22

    21 1222 AAVVVPP

    F

    FBgD

    30

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    Kita akan mendapatkan untuk diameter bola apung yang tetap, rapat massa bola

    dan fluida yang tetap, hanya terdapat satu nilai V2 yang mungkin agar bola mengapung.

    Syarat sebagai benda apung pada rotameter adalah memiliki satu titik dimana luas

    bidangnya paling luas.

    4.7 Termokopel

    Prinsip kerja termokopel adalah dengan menghubungkan dua logam yang

    memiliki konduktivitas yang berbeda menjadi sebuah sirkuit. Konduktivitas yang

    berbeda akan menyebabkan perbedaan laju aliran panas. Bila kedua sambungan

    (junction) logam tersebut memiliki perbedaan temperatur maka akan timbul tegangan

    yang proporsional terhadap temperatur. Dengan mengukur tegangan yang timbul, dapat

    diketahui berapa perbedaan temperatur. Biasanya salah satu junction akan ditempatkan

    pada temperatur referensi. Rentang (Range) suhu yang dapat diukur tergantung dari

    jenis logam yang dipakai. Rentang pengukuran tersebut yang membedakan satu jenis

    termokopel dengan jenis lainnya. Kemampuan logam yang digunakan sebagai

    termokopel tergantung dari titik leleh logam yang bersangkutan.

    Termokopel memanfaatkan peristiwa efek termoelektrik untuk mengukur

    perbedaan temperatur. Efek termoelektrik adalah peristiwa ketika sebuah konduktor

    yang diberikan perbedaan panas secara gradien akan menghasilkan tegangan listrik.

    Pada termokopel, untuk mengukur perubahan temperatur digunakan gabungan dari dua

    jenis termokopel yang memiliki konduktivitas panas berbeda.

    Termokopel hanya dapat mengukur perbedaan temperatur dari dua titik yang

    berbeda.Termokopel tidak dapat mengukur temperatur absolut suatu benda.Pada

    termokopel, salah satu sambungan (sambungan yang dingin) logam ditempelkan ke satu

    benda yang sudah diketahui temperaturnya, sehingga tegangan listrik yang muncul pada

    sambungan itu sudah diketahui sebelumnya. Tegangan ini yang kemudian akan

    digunakan sebagai faktor koreksi untuk pengukuran suhu pada sambungan yang lain

    (sambungan yang panas).

    Sambungan lain dari konduktor (sambungan panas) akan dihubungkan ke benda

    yang akan diukur temperaturnya sehingga akan muncul tegangan listrik. Tegangan ini

    kemudian yang akan diukur lalu dikoreksi dengan faktor koreksi yang diketahui dari

    nilai tegangan listris di sambungan yan dingin. Sehingga dapat diketahui perbedaan

    temperatur kedua sambungan tersebut.

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    Berikut ini meupakan tipe-yipe termokopel:

    Tipe K (Chromel (Ni-Cr alloy) / Alumel (Ni-Al alloy))

    Termokopel untuk tujuan umum. Lebih murah. Tersedia untuk rentang suhu 200 C

    hingga +1200 C.

    Tipe E (Chromel / Constantan (Cu-Ni alloy))

    Tipe E memiliki output yang besar (68 V/C) membuatnya cocok digunakan pada

    temperatur rendah. Properti lainnya tipe E adalah tipe non magnetik.

    Tipe J (Iron / Constantan)

    Rentangnya terbatas (40 hingga +750 C) membuatnya kurang populer dibanding tipe

    K

    Tipe J memiliki sensitivitas sekitar ~52 V/C

    Tipe N (Nicrosil (Ni-Cr-Si alloy) / Nisil (Ni-Si alloy))

    Stabil dan tahanan yang tinggi terhadap oksidasi membuat tipe N cocok untuk

    pengukuran suhu yang tinggi tanpa platinum. Dapat mengukur suhu di atas 1200 C.

    Sensitifitasnya sekitar 39 V/C pada 900C, sedikit di bawah tipe K. Tipe N

    merupakan perbaikan tipe K

    Termokopel tipe B, R, dan S adalah termokopel logam mulia yang memiliki

    karakteristik yang hampir sama. Mereka adalah termokopel yang paling stabil, tetapi

    karena sensitifitasnya rendah (sekitar 10 V/C) mereka biasanya hanya digunakan

    untuk mengukur temperatur tinggi (>300 C).

    Type B (Platinum-Rhodium/Pt-Rh)

    Cocok mengukur suhu di atas 1800 C. Tipe B memberi output yang sama pada suhu

    0C hingga 42C sehingga tidak dapat dipakai di bawah suhu 50C.

    Type R (Platinum /Platinum with 7% Rhodium)

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    Cocok mengukur suhu di atas 1600 C. sensitivitas rendah (10 V/C) dan biaya tinggi

    membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum.

    Type S (Platinum /Platinum with 10% Rhodium)

    Cocok mengukur suhu di atas 1600 C. sensitivitas rendah (10 V/C) dan biaya tinggi

    membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum.Karena stabilitasnya yang

    tinggi Tipe S digunakan untuk standar pengukuran titik leleh emas (1064.43 C).

    Type T (Copper / Constantan)

    Cocok untuk pengukuran antara 200 to 350 C. Konduktor positif terbuat dari

    tembaga, dan yang negatif terbuat dari constantan.Sering dipakai sebagai alat pengukur

    alternatif sejak penelitian kawat tembaga. Type T memiliki sensitifitas ~43 V/C

    Berikut ini merupakan skema penyambungan kawat dalam termokopel sederhana:

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    Gambar 4.4 Skema Termokopel

    Tipe termokopel yang berbeda akan memiliki pembacaan temperatur sebagai

    fungsi dari tegangan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan tipe termokopel yang

    berbeda dibuat dari tipe logam yang berbeda, sehingga memiliki konduktivitas yang

    berbeda-beda. Berikut ini merupakan contoh grafik yang menunjukkan hubungan

    antara tegangan dan temperatur menurut persamaan seebeck

    Gambar 4.5 Hubungan antara beda tegangan dengan temperatur pada termokopel.

  • AdeRahma(13007005),DwintaWidyastuti(13007016),CarlosJonathan(13007021),StephanieLiana(13007024),NeysaKhumaira(13007036),JuniorSetiawan(13007054),Arifin(13007059),Anthony(13007060),HarrisGocciardi

    (13007061),YohanesEka(13007081),Marilyn(13007093),RusnangS.(13007105)

    V. Rancangan Percobaan

    V.1 Alat dan Bahan

    V.1.1 Perangkat dan alat ukur

    Seperangkat alat pembakaran

    Termometer

    Gelas Reducing valve gas

    Tabung LPG

    Termokopel

    Stopwatch

    Ukur

    V.1.2 Bahan/zat kimia

    Air

    LPG

  • Panduan Pelaksanaan Labolatorium Instruksional I/II

    V.2 Prosedur Awal Percobaan

    V.2.1 Kalibrasi Alat

    V.2.1.1 Kalibrasi Orificemeter

    Kalibrasi alat ini dilakukan dengan menghubungkannya

    dengan wet test meter. Setelah dihubungkan udara dialirkan ke

    dalam orificemeter hingga ketinggian fluida pada pipa U

    berubah. Amati ketinggiannya dan catat skala pada wet test

    meter serta waktu yang dibutuhkan untuk sejumlah volume

    fluida untuk masuk ke dalam pipa U. Buat kurva pengukuran

    wet test meter terhadap orificemeter.

    V.2.1.2 Kalibrasi Rotameter

    Rekalibrasi rotameter dilakukan dengan mengalirkan

    sejumlah tertentu air lalu dihitung waktu yang dibutuhkan

    untuk mencapai volume air tersebut kemudian dilihat bacaan

    skala yang ada di rotameter. Bacaan rotameter dan laju alir

    nyata lalu di plot pada grafik dan diregresi liner dengan

    intercept 0 sehingga akan didapat persamaan kalibrasi

    rotameter.

    V.2.2 Pengukuran Temperatur

    Pengukuran temperatur dilakukan terhadap temperatur

    gas exhaust, air masuk, dan air keluar. Temperatur gas exhaust

    diukur dengan menggunakan termokopel sedangkan temperatur

    air masuk dan keluar menggunakan alat ukur yang sudah

    tersedia pada alat pembakaran yang digunakan.

  • Panduan Pelaksanaan Labolatorium Instruksional I/II

    V.3 Diagram Alir Percobaan

    V.4 Variasi Percobaan

    Percobaan ini dilakukan dengan memvariasikan 2 variabel, laju

    alir gas serta laju alir udara. Sedangkan laju alir air dibuat tetap. Akan

    dilakukan lima (5) variasi laju alir gas. Setiap variasi laju alir gas

    memiliki 5 (lima) variasi laju alir udara. Hal ini dilakukan dengan

    tujuan untuk mendapatkan pengaruh laju alir udara terhadap

    pembakaran yang beralngsung untuk laju alir gas tertentu.

    Start

    Alat dan bahan dipersiapkan

    Air dialirkan ke dalam Udara dialirkan ke dalam LPG dialirkan ke dalam

    Temperatur dan laju alir Temperatur dan laju alir Temperatur dan laju alir

    Temperatur dan laju alir gas buang

    Komposisi gas buang dihitung

    Keadaan flame diamati

    Selesa

  • Panduan Pelaksanaan Labolatorium Instruksional I/II

    V.5 Contoh Lembar Data

    V.5.1 Kalibrasi Orificemeter

    No. Bacaan Wet Test Meter

    Volume (mL) Waktu (s)

    V.5.2 Kalibrasi Rotameter

    No. Bacaan Rotameter Volume (mL) Waktu (s)

    V.5.3 Pembakaran

    Run Laju Alir

    LPG

    Laju alir

    udara

    Laju alir

    air

    Tair,in (oC)

    Tair,out (oC)

    Tgas buang

    dengan

    radiasi (oC)

    Tgas buang

    tanpa radiasi

    (oC)

    Kondisi

    Flame

  • Panduan Pelaksanaan Labolatorium Instruksional I/II

    V.6 Contoh Perhitungan

    V.6.1 Kalibrasi Orificemeter

    Alurkan grafik laju alir nyata terhadap skala terbaca pada wet test

    meter.

    ; m = gradien

    V.6.2 Kalibrasi Rotameter

    Hasil pengamatan pada bacaan rotameter dibuat kurva

    kalibrasi dengan sumbu x sebagai skala rotameter dan sumbu y

    sebagai besar laju alir nyata. Titik-titik yang diperoleh diregresi

    linear hingga diperoleh persamaan garis yang melambangkan

    hubungan skala rotameter dengan besar laju alir nyata:

    y = m .x

    ; m = gradien

    V.6.3 Perhitungan Kalor yang Hilang

    V.6.3.1 Neraca Energi Total

    , , ,

    ,

    ,

    , , , ,

    V.6.3.2 Kalor masing-masing peristiwa

    Untuk Qin

    , ,

  • Panduan Pelaksanaan Labolatorium Instruksional I/II

    , , 0,21 0,79

    , ,

    Untuk Qout

    , ,

    V.6.2.4 Efisiensi Pembakaran

    100%

    Daftar Pustaka

    Geankoplis, Christie J.. 1993. Transport Process and Unit Operations. New

    Jersey: Prentice Hall.

    Perry, Robert H.. 1984. Perrys Chemical Engineers Handbook, 4th

    edition. Singapore: McGraw Hill.