pengaruh struktur biaya terhadap … intan puspita sari, c44060047. pengaruh struktur biaya terhadap...

106
PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT INTAN PUSPITA SARI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Upload: phamdieu

Post on 13-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT

INTAN PUSPITA SARI

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Struktur Biaya terhadap

Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten

Subang, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2010

Intan Puspita Sari

ABSTRAK

INTAN PUSPITA SARI, C44060047. Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh EKO SRI WIYONO dan AKHMAD SOLIHIN. Kabupaten Subang merupakan salah satu basis kegiatan perikanan tangkap bagi para nelayan di Jawa Barat. Perkembangan perikanan tangkap di Desa Blanakan setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian, ditinjau dari produktivitas penangkapan ikan, volume produksi perikanan tangkap di Desa Blanakan cenderung fluktuatif. Salah satu jenis pukat kantong yang digunakan oleh nelayan dalam melakukan penangkapan ikan adalah cantrang. Cantrang tergolong “Danish Seine”. Pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri dari bagian-bagian yang terdiri dari kantong (cod end), badan (body), kaki/sayap (wing), dan mulut (mouth). Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji komposisi struktur biaya penangkapan cantrang dan pengaruhnya terhadap kegiatan penangkapan cantrang di PPI Blanakan. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana untuk mengetahui pengaruh struktur biaya terhadap kegiatan penangkapan ikan, analisis usaha digunakan untuk mengetahui pendapatan dan kelayakan usaha cantrang di PPI Blanakan, serta analisis sensitivitas untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa struktur biaya penangkapan cantrang terdiri atas biaya investasi, biaya tetap, dan biaya variabel. Biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 188.000.000 – Rp 275.100.000, biaya variabel sebesar Rp 458.397.000 – Rp 796.500.000 per tahun, dan biaya tetap sebesar Rp 43.066.700 – Rp 61.720.000 per tahun. Berdasarkan perhitungan persamaan regresi hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang adalah Y = 2499 – 0,16X + ε. Nilai korelasi sebesar 0,916 yang artinya bahwa hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang sangat erat dan berdasarkan uji t struktur biaya dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang. Kata kunci: cantrang, PPI Blanakan, struktur biaya

© Hak cipta IPB, Tahun 2010

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

PENGARUH STRUKTUR BIAYA TERHADAP KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN CANTRANG DI PPI BLANAKAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT

INTAN PUSPITA SARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

Judul Skripsi : Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat

Nama : Intan Puspita Sari

NRP : C44060047

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M.Si. Akhmad Solihin, S.Pi, MH

NIP: 19691106 199702 1 001 NIP : 19790403 200701 1 001

Diketahui :

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc

NIP: 19621223 198703 1 001

Tanggal lulus: 15 Juni 2010

KATA PENGANTAR

Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang

dilaksanakan pada bulan Februari 2010 ini adalah struktur biaya perikanan,

dengan judul Pengaruh Struktur Biaya terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan

dengan Cantrang di PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Eko Sri Wiyono,S.Pi, M.Si

dan Akhmad Solihin, S.Pi, MH selaku pembimbing yang telah membantu penulis

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan

kritik yang membangun. Semoga hasil penelitian dalam bentuk skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juni 2010

Intan Puspita Sari

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada:

1. Bapak Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si dan Bapak Akhmad Solihin, S.Pi, MH

sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan bimbingannya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

2. Bapak Vita Rumanti K., S.Pi, MT sebagai Komisi Pendidikan Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas sarannya;

3. Bapak Ir. Ronny Irawan Wahyu M.Phil sebagai penguji tamu pada sidang

ujian skripsi yang telah memberikan saran kepada penulis;

4. Bapak Ali, Bapak Yanto, Bapak Supardi, Bapak Asep, Bapak Dedi dan

segenap staff KUD Inti Mina Fajar Sidik yang telah memberikan informasi

yang diperlukan dalam penelitian ini dan membantu penulis dalam

pelaksanaan penelitian;

5. Bu Rika dan keluarga atas bantuannya selama penulis berada di Blanakan,

Kabupaten Subang;

6. Ayahanda (Andiriyana), Ibunda (Lilih Hernaliah), dan adik-adik tersayang

(Riko Ramadhan dan Agnes Sherliyana) yang telah memberikan dorongan,

dukungan serta doanya kepada penulis;

7. Enur, Septa, Siska M, Ghea, Mertha, Riri, Ratih dan seluruh rekan PSP 43

yang telah membantu dan memberikan dukungan serta doanya kepada penulis

selama menempuh pendidikan di PSP, IPB.

8. Asep Suheri yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini, serta menemani saat suka dan duka;

9. OOPS crew (Emil, Merry, Dyan, Mutty, Ria, Fera, Mey, Mprit, Eka, Puma,

Molly, dan Isti) yang telah meberikan dukungan, semangat, dan doa kepada

penulis; dan

10. Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Februari

1989 dari Bapak Andiriyana dan Ibu Lilih Hernaliah. Penulis

merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus

dari SMA Negeri 1 Cileungsi pada tahun 2006. Pada tahun

yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), terdaftar sebagai

mahasiswa Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor dan mengambil Supporting Course dari beberapa mata

kuliah di Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan organisasi

kemahasiawaan. Penulis pernah menjabat sebagai staff Departemen

Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

(HIMAFARIN) tahun 2007 – 2009. Selama masa kuliahnya, penulis pernah

mendapatkan beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) tahun 2009 – 2010.

Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan dan seminar baik ruang

lingkup Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan maupun lingkup

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Pada tahun 2010, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh

Struktur Biaya terhadap Kegiatan penangkapan Ikan dengan Cantrang di

PPI Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat” sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Mayor Teknologi dan

Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya

Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

x

 

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv

1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 3 1.3 Manfaat ....................................................................................................... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4

2.1 Unit Penangkapan Cantrang……………….......................... ....…………..4 2.1.1 Alat tangkap cantrang……………………………………… ……..4 2.1.2 Kapal cantrang……………………………………………………..5 2.1.3 Nelayan cantrang…………………………………………..............6 2.1.4 Alat bantu penangkapan……………………………………...........7 2.1.5 Metode pengoperasian……………………....……………..............7 

2.2 Biaya ........................................................................................................... 8 2.3 Penggolongan Biaya ................................................................................... 9 2.4 Biaya Penangkapan Ikan ........................................................................... 13 2.5 Analisis Sensitivitas .................................................................................. 14

3 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 16

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 16 3.2 Metode Penelitian ....................................................................................... 16

3.3 Analisis Data ............................................................................................... 17 3.3.1 Analisis regresi sederhana ............................................................... 17 3.3.2 Analisis pendapatan usaha .............................................................. 19 3.3.3 Analisis kriteria investasi ................................................................ 19 3.3.4 Analisis sensitivitas ......................................................................... 21

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................................... 22

4.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Administrasi Pemerintahan .............. 22 4.2 Karakteristik Fisik Perairan Kabupaten Subang ......................................... 24

4.3 Kependudukan ............................................................................................ 25 4.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPI Blanakan ................................ 27

4.4.1 Sarana dan prasarana penangkapan ................................................. 27 4.4.2 Perkembangan produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan ......... 31 4.4.3 Perkembangan alat tangkap di TPI Blanakan ................................. 32 4.4.4 Daerah penangkapan ikan ............................................................... 33

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 34

5.1 Hasil .......................................................................................................... 34

xi

 

5.1.1 Deskripsi unit penangkapan cantrang ............................................. 34 5.1.2 Struktur biaya unit penangkapan cantrang ...................................... 43 5.1.3 Penerimaan unit usaha cantrang ...................................................... 45

5.1.4 Analisis kriteria investasi ................................................................. 47 5.1.5 Analisis sensitivitas usaha perikanan cantrang ................................ 48

5.1.6 Pengaruh struktur biaya terhadap trip ............................................. 50 5.2 Pembahasan ................................................................................................ 56

6 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 61

6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 61 6.2 Saran .......................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 63

LAMPIRAN .......................................................................................................... 65

xii

 

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data jumlah penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009 ................................................................................................................... 26

2 Data penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat kesejahteraan tahun 2009.. ............................................................................................................................ 26

3 Persentase potongan pelelangan bagi nelayan maupun bakul di TPI Blanakan .......................................................................................................................... ..30

4 Perkembangan volume produksi dan nilai produksi TPI Blanakan tahun 2002-2008………….....................................................................................................31

5 Jumlah alat tangkap dan trip penangkapan ikan di Kabupaten Subang tahun 2008…………………….....................................................................................32 

6 Perkembangan alat tangkap di PPI Blanakan..................................................... 33

7 Spesifikasi alat tangkap cantrang di PPI Blanakan ............................................ 38

8 Investasi usaha perikanan cantrang per kapal .................................................... 43

9 Total biaya operasional unit usaha cantrang PPI Blanakan per tahun ............... 44

10 Penerimaan usaha unit perikanan cantrang……………………………... ……45

11 Pendapatan bersih usaha perikanan cantrang berdasarkan ukuran kapal ......... 46

12 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang PPI Blanakan ................ 47

13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal ..................................................... 49

14 Perkembangan harga solar tahun 2005-2009 ................................................... 51

15 Jumlah trip dan harga solar tahun 2005 ........................................................... 51

16 Jumlah trip dan harga solar tahun 2008 ........................................................... 53

17 Jumlah trip cantrang dan harga solar tahun 2005 – 2009................................. 55

 

xiii

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Gedung KUD Mandiri Mina Fajar Sidik ........................................................... 28

2 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan ............................................. 29

3 Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) .............................................................. 30

4 Gedung pabrik es PPI Blanakan ......................................................................... 31

5 Tali selambar ...................................................................................................... 35

6 Tali ris atas ......................................................................................................... 36

7 Pelampung besar ................................................................................................ 36

8.Jaring cantrang di PPI Blanakan Subang ........................................................... 37

9 Kapal cantrang di PPI Blanakan ........................................................................ 39

10.Konstruksi kapal cantrang di PPI Blanakan ..................................................... 40

11 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan keuntungan .......................... 46

12 Nilai Net Present Value (NPV) berdasarkan ukuran kapal cantrang ............... 48

13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal cantrang ...................................... 49

14 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan sensitivitas ........................... 50

15 Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun 2005 ...................................... 52

16 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005 ............................................. 52

17 Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun 2008 ...................................... 53

18 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2008 ............................................. 54

19 Grafik hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang 2005-2009 ............ 55

20 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005 – 2009 ................................. 56

xiv

 

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

1 Peta lokasi penelitian ......................................................................................... 66

2 Peta kecamatan kabupaten Subang .................................................................... 67

3 Contoh perhitungan analisis usaha ..................................................................... 68

4 Rincian biaya investasi unit usaha cantrang PPI Blanakan ................................ 69

5 Rincian biaya tetap unit usaha cantrang PPI Blanakan ...................................... 71

6 Rincian biaya variabel usaha unit penangkapan cantrang .................................. 73

7 Penerimaan usaha unit penangkapan cantrang PPI Blanakan……. ……………75

8 Contoh perhitungan analisis cashflow unit usaha cantrang PPI Blanakan…….80

9 Contoh analisis usaha dan cashflow setelah perhitungan sensitivitas………....83

10 Hasil tangkapan cantrang PPI Blanakan…………………...…………………87

11 Excel output persamaan regresi……………………………………………….89 

 

 

 

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang

penangkapan/pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di

perairan umum secara bebas (Monintja, 1989). Biaya sangat diperlukan dalam

melakukan kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan. Komponen biaya terdiri dari

biaya investasi, perbaikan, pemeliharaan dan operasional. Biaya operasional

merupakan salah satu komponen yang menentukan keberhasilan suatu operasi

penangkapan ikan. Biaya operasional dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu

biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya operasional tetap antara lain biaya

izin berlayar, biaya Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), biaya tambat labuh kapal,

biaya pemeliharaan dan biaya penyusutan. Biaya operasional variabel antara lain

es, solar (BBM), air, ransum (kebutuhan makanan), pelumas, dan minyak tanah.

Kabupaten Subang merupakan salah satu basis kegiatan perikanan tangkap

bagi para nelayan di Jawa Barat. Pada tahun 2008, volume produksi ikan di

Kabupaten Subang mencapai 18.036.187 kg dengan nilai produksi Rp

148.420.872.000 (DKP Kabupaten Subang, 2009). Pemanfaatan sumberdaya ikan

laut di Kabupaten Subang didominasi oleh para nelayan dari luar Kabupaten

Subang, akan tetapi kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan

tersebut memberikan kontribusi yang signifikan bagi pendapatan daerah

Kabupaten Subang. Hal ini dikarenakan proses pendaratan dan penjualan

dilakukan di tempat pelelangan ikan yang terdapat di Kabupaten Subang.

Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Subang yang terpenting bertempat di

PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Subang, Jawa Barat.

Perkembangan perikanan tangkap di Desa Blanakan setiap tahunnya

cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian, ditinjau dari produktivitas

penangkapan ikan, volume produksi perikanan tangkap di Desa Blanakan

cenderung fluktuatif. Kenaikan jumlah produksi terbesar selama kurun waktu

2002-2008, terjadi pada tahun 2003-2004 dengan jumlah kenaikan sebesar

258.134 kg atau 0,88% dari tahun sebelumnya. Penurunan jumlah produksi

terbesar terjadi pada tahun 2004-2005 dalam kurun waktu 2002-2008 yaitu

2  

 

sebesar 1.376.070 kg atau 4,7% dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena

pada tahun tersebut banyak kapal yang tidak mendaratkan hasil tangkapan di TPI

Blanakan.

Perkembangan jumlah unit penangkapan yang berbasis di Desa Blanakan

selama periode 2004-2008 mengalami penurunan dari tahun ke tahun, kecuali

pada tahun 2008 yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 17

unit atau 1,34% dari tahun sebelumnya. Secara umum, jenis alat penangkapan

ikan yang dioperasikan adalah gillnet, purse seine, cash net, pancing, dan pukat

kantong. Salah satu jenis pukat kantong yang digunakan oleh nelayan dalam

melakukan penangkapan ikan adalah Cantrang. Cantrang tergolong “Danish

Seine”. Pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri dari bagian-bagian yang terdiri dari

kantong (cod end), badan (body), kaki/sayap (wing), dan mulut (mouth). Kantong

merupakan bagian jaring tempat berkumpulnya hasil tangkapan. Badan (body)

merupakan bagian terbesar dari jaring yang terletak di antara kantog dan kaki.

Kaki/sayap merupakan bagian jaring yang merupakan sambungan badan sampai

tali selambar. Bagian mulut pada cantrang berukuran sama sehingga ukuran tali

ris atas dan tali ris bawah sama panjang. Hasil tangkapan cantrang pada umumnya

adalah ikan petek (Leioghnatus sp), kerapu (Epinephelus sp.), ikan sebelah

(Psettodes erumei), pari (Dasyatis sp.), dan berbagai macam udang (Subani dan

Barus, 1989).

Penelitian terdahulu yang pernah mengkaji mengenai cantrang beberapa

diantaranya adalah suatu studi tentang konstruksi jaring cantrang dan

kemungkinan pengembangannya (Marulam, 1989), pengaruh pemasangan rantai

pemberat terhadap hasil tangkapan jaring cantrang (Sarpan, 1990), model usaha

penangkapan ikan dengan jaring cantrang (Hasibuan, 1991), namun pengaruh

struktur biaya terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang di PPI

Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang belum pernah dilakukan.

Sehubungan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai pengaruh struktur biaya terhadap kegiatan penangkapan ikan dengan

cantrang di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

3  

 

1.2 Tujuan

1) Mengkaji komposisi struktur biaya penangkapan cantrang di PPI

Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat; dan

2) Mengkaji pengaruh struktur biaya penangkapan terhadap kegiatan

penangkapan ikan dengan cantrang di Desa Blanakan, Kabupaten

Subang, Jawa Barat.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting yang

dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan tentang struktur biaya

perikanan cantrang sebagai bahan estimasi usaha perikanan cantrang khususnya di

PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

 

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Unit Penangkapan Cantrang

Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi

penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, perahu atau kapal penangkap dan

nelayan. Menurut Pasal 1 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan, penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan

termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,

menyimpan, menangani, mengolah, dan atau mengawetkan di tempat yang tidak

dibudidayakan dengan alat atau cara apapun.

2.1.1 Alat tangkap cantrang

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), pukat tarik cantrang

merupakan alat penangkap ikan berkantong tanpa alat pembuka mulut pukat

dengan tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan dengan cara

melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari

atas kapal. Pukat tarik cantrang termasuk dalam klasifikasi pukat kantong (seine

nets), sesuai dengan Statistik Penangkapan Perikanan Laut – Indonesia. Pukat

tarik cantrang merupakan salah satu alat penangkap ikan dasar dari jenis pukat

tarik yang banyak dipergunakan oleh nelayan skala kecil dan skala menengah,

dengan daerah penangkapan di wilayah seluruh perairan Indonesia. Ukuran besar

kecilnya pukat tarik cantrang (panjang total x keliling mulut jaring) sangat

beragam, tergantung dari ukuran tonase kapal dan daya motor penggerak kapal.

Pengoperasian pukat tarik cantrang, kadang-kadang dilengkapi dengan palang

rentang (beam) sebagai alat pembuka mulut jaring. Pengoperasian pukat tarik

cantrang tidak dihela di belakang kapal yang sedang berjalan (kapal dalam

keadaan berhenti).

Menurut Subani dan Barus (1989), cantrang sudah sejak lama dikenal oleh

nelayan Indonesia terutama di pantai utara Jawa. Cantrang tergolong “Danish

Seine”, pada prinsipnya alat tangkap ini terdiri atas bagian:

5  

1) Kantong (cod end), merupakan bagian jaring tempat berkumpulnya hasil

tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil

tangkapan tidak mudah lolos;

2) Badan (body), bagian terbesar dari jaring yang terletak diantara kantong dan

kaki. Badan ini terdiri atas bagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbeda-

beda. Bahan badan cantrang terbuat dari benang katun;

3) Kaki/sayap (wing), bagian jaring yang merupakan sambungan atau

perpanjangan badan sampai tali selambar. Bagian ini merupakan penghalau

ikan untuk kemudian masuk ke dalam kantong;

4) Mulut (mouth), pada bagian ini bagian atas mulut jaring (bibir atas) dan

bagian bawah (bibir bawah) erukuran sama panjang atau sejajar;

5) Tal ris atas (head rope), adalah tali yang dipergunakan untuk

menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas

melalui mulut bagian atas;

6) Tali ris bawah (ground rope), adalah tali yang dipergunakan untuk

menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah

melalui mulut bagian bawah;

7) Tali selambar (warp rope), adalah tali yang berfungsi sebagai penarik pukat

tarik cantrang ke atas geladak kapal;

8) Pelampung (float), digunakan untuk membantu membuka mulut jaring ke

arah atas; dan

9) Pemberat (sinker), digunakan untuk membuka mulut jaring ke arah bawah

berupa batu atau timah;

2.1.2 Kapal cantrang

Menurut Pasal 1 UU No. 31/2004, definisi kapal perikanan adalah kapal,

perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan

ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan

ikan, pengolahan ikan, pelatihan-pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi

perikanan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2002

tentang Usaha Perikanan, kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus

6  

dipergunakan untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan,

mendinginkan, atau mengawetkan.

Kapal penangkap ikan sangat tergantung dari alat penangkap ikan yang

dipergunakan untuk operasi penangkapan ikan sehingga akan mempengaruhi

konstruksi kapalnya. Kapal penangkap ikan seringkali hanya disebut “kapal ikan”

saja dalam masyarakat perikanan. Sedangkan untuk penggolongan dan

penyebutan jenis kapal ikan disesuaikan dengan jenis alat penangkapnya,

sehingga ada yang disebut pukat tarik (Trawler), kapal pukat kantong (Seiner),

kapal pukat cincin (Purse seiner), kapal jaring insang (Gill netter), kapal rawai

(Long liner), dan lain-lain (Prado dan Dremiere, 2006)

Penangkapan dengan cantrang pada umumnya menggunakan perahu yang

disebut ijo-ijo dengan panjang 6 – 7 meter, lebar 1,5 – 2 meter, dan dalam 0,5 – 1

meter atau kadang menggunakan perahu “soprek”. Perahu tersebut dilengkapi

dengan layar maupun mesin motor tempel (Subani dan Barus, 1989). Menurut

Bambang (2006), kapal yang digunakan terbuat dari kayu berukuran panjang 7 –

11 meter, lebar 3 meter, dan dalam 1,5 meter, bermesin duduk (inboard engine)

berkekuatan 18 – 22 HP atau lebih. Kapal dilengkapi palka berinsulasi dengan

kapasitas 3 – 4 ton sehingga memungkinkan lama trip sampai 7 hari atau lebih.

2.1.3 Nelayan cantrang

Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 31/2004, nelayan didefinisikan sebagai

orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah

orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan,

binatang air lainnya, atau tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan

seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu

atau kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin atau juru masak yang

bekerja di atas kapal penangkap ikan dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak

secara langsung melakukan penangkapan. Menurut Subani dan Barus (1989),

nelayan yang dibutuhkan dalam pengoperasian cantrang yaitu 2 – 3 orang.

Menurut waktu kerjanya, nelayan diklasifikasikan ke dalam tiga kategori

yaitu:

7  

1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan

untuk melakukan operasi penangkapan ikan;

2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya

dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan; dan

3) Nelayan sambilan tambahan, nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya

dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan.

2.1.4 Alat bantu penangkapan

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor

Kep.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan

Ikan, alat bantu penangkapan ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-

benda lainnya yang dipergunakan untuk membantu efisiensi dan efektifitas

penangkapan ikan. Alat bantu berupa winch/kapstan dibuat dari bekas gardan

mobil. Pada kedua ujung gardan ini dipasang dua buah kapstan yang dibuat dari

bahan kayu dengan diameter 20 cm. untuk menggerakkan winch digunakan mesin

diesel (mesin bantu) berkekuatan 6 – 12 HP (Bambang, 2006)

2.1.5 Metode pengoperasian

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), cantrang dioperasikan di

dasar perairan melingkari gerombolan ikan, dengan tali selambar yang panjang.

Penarikan tali selambar bertujuan untuk menarik dan mengangkat pukat tarik

cantrang ke atas geladak perahu/kapal. Penarikan tali selambar dengan

menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) yang berupa

permesinan kapstan/gardan. Pengoperasian pukat tarik cantrang dilaksanakan

tanpa menghela di belakang kapal (kapal dalam keadaan berhenti), dan tanpa

menggunakan papan rentang (otter board) atau palang rentang (beam).

Teknik pengoperasian menurut Badan Standardisasi Nasional (2006) adalah

sebagai berikut:

1) Penurunan pukat (setting)

Penurunan pukat dilakukan dari salah satu sisi lambung bagian buritan

perahu/kapal dengan gerakan maju perahu/kapal membentuk lingkaran sesuai

dengan panjang tali selambar (≥500 meter) dengan kecepatan perahu/kapal

8  

tertentu. Penggunaan tali selambar yang panjang bertujuan untuk memperoleh

area sapuan yang luas.

2) Penarikan dan pengangkatan pukat (hauling)

Penarikan dan pengangkatan pukat dilakukan dari buritan perahu/kapal

dengan menggunakan permesinan penangkapan (fishing machinery) dalam

kedudukan perahu/kapal bertahan.

2.2 Biaya

Pengertian biaya banyak sekali dikemukakan oleh pakar, baik itu pakar

ekonomi, akuntan, dan pakar lainnya. Akuntan mendefinisikan biaya (cost)

sebagai suatu sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone)

untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya biasanya diukur dalam unit uang

yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa (Horngren et

al., 2005). Menurut Mulyadi (2005), biaya merupakan pengorbanan sumber

ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang

kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Menurut Sulastiningsih dan

Zulkifli (1999) dalam arti sempit biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi

untuk memperoleh aktiva, sedangkan dalam arti luas biaya merupakan

pengorbanan sumber ekonomi yang dapat diukur dalam satuan uang yang telah

terjadi atau secara potensial akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat empat unsur

dalam biaya yaitu: (1) pengorbanan sumber ekonomis, (2) diukur dalam satuan

uang, (3) telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi, dan (4) untuk mencapai

tujuan tertentu.

Biaya aktual (actual costs) adalah biaya yang terjadi (historical cost), untuk

dibedakan dari biaya yang dianggarkan (budgeted) atau biaya yang diperkirakan

(forecasted). Suatu konsep biaya secara khas akan menghitung biaya dalam dua

tahap dasar yaitu akumulasi (accumulation) yang dilanjutkan dengan pembebanan

(assignment). Akumulasi biaya (accumulation cost) adalah kumpulan data biaya

yang diorganisir dengan sejumlah cara yang menggunakan sarana berupa sistem

akuntansi. Pembebanan biaya (cost assignment) adalah istilah umum yang terdiri

9  

atas penelusuran akumulasi biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan

objek biaya dan pengalokasian akumulasi biaya yang mempunyai hubungan tidak

langsung dengan objek biaya (Horngren et al., 2005).

Menurut Nicholson (1991) biaya ekonomi dari setiap masukan adalah

pembayaran yang diperlukan untuk mempertahankan masukan itu dalam

penggunaannya saat ini. Definisi lain yang setara biaya ekonomi sebuah masukan

adalah pembayaran yang diterima masukan tersebut dalam penggunaan

alternatifnya yang terbaik. Ada dua penyederhanaan tentang masukan-masukan

tersebut yang dipergunakan sebuah perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa

hanya terdapat dua masukan yaitu tenaga kerja homogen (L, diukur dalam jam

tenaga kerja) dan modal homogen (K, diukur dalam jam mesin). Kedua,

diasumsikan bahwa masukan-masukan untuk sebuah perusahaan dalam pasar

yang bersaing sempurna. Perusahaan-perusahaan dapat membeli atau menjual

semua jasa tenaga kerja dan modal yang mereka inginkan dalam tingkat sewa

yang berlaku (w dan v). Berdasarkan asumsi penyederhanaan tersebut, biaya total

dari sebuah perusahaan dalam satu periode direpresentasikan dengan:

Biaya total = TC = wL + vK

Keterangan: TC : Total cost L : Jumlah tenaga kerja K : Jumlah modal homogen w : Tingkat sewa tenaga kerja (upah per jam) v : Tingkat sewa modal

2.3 Penggolongan Biaya

Biaya dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok. Pengelompokkan

dapat berbeda-beda tergantung para pakar membaginya berdasarkan hal tertentu.

Semua kegiatan yang dilakukan untuk mendukung operasional perusahaan pada

hakikatnya tidak bisa lepas dari biaya. Biaya-biaya tersebut menurut Subagyo

(2007) adalah:

1) Biaya modal investasi adalah dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan

aktiva tetap yang akan digunakan perusahaan untuk menjalankan aktivitas

10  

bisnisnya. Contoh: pembelian peralatan mesin, kendaraan, pembangunan

gedung dan sebagainya.

2) Biaya modal kerja adalah dana yang dikeluarkan untuk membiayai

operasional perusahaan. Contoh, pembelian bensin dan solar untuk

menjalankan mesin dan kendaraan.

3) Biaya start-up adalah investasi yang digunakan untuk mendanai pendirian

usaha/bisnis. Contohnya, biaya legalitas dan perizinan, biaya studi kelayakan,

biaya konsultan, biaya riset, serta biaya pra operasional lainnya.

Menurut Nicholson (1991) biaya dapat dikelompokkan berdasarkan sumber

daya yaitu biaya tenaga kerja, biaya modal, dan biaya jasa kewirausahaan.

1) Biaya tenaga kerja

Bagi para akuntan, pengeluaran untuk tenaga kerja merupakan biaya lancar

dan merupakan biaya produksi. Bagi para ekonom, biaya tenaga kerja merupakan

biaya eksplisit. Jasa tenaga kerja (jam kerja) dikontrak dengan tingkat upah per

jam (w) tertentu. Menurut Achmad Tjahjono dan Sulastiningsih (2003) biaya

tenaga kerja dapat dibedakan menjadi biaya tenaga kerja langsung dan biaya

tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung adalah upah untuk para

tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi. Sedangkan

biaya tenaga kerja tidak langsung adalah upah untuk para tenaga kerja yang

terlibat secara tidak langsung dalam proses produksi. Contohnya upah untuk para

mandor pabrik.

Dalam praktiknya, banyak faktor yang mempengaruhi biaya tenaga kerja.

Tunjangan pegawai dan potongan-potongan atas gaji dan upah akan

mempengaruhi biaya tenaga kerja yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para

pegawai. Contoh tunjangan-tunjangan yang menambah upah atau gaji adalah

bonus, tunjangan hari libur, tunjangan pensiun. Sedangkan contoh dari potongan-

potongan atas gaji/upah adalah pajak penghasilan karyawan, iuran dana awal, dan

iuran koperasi pegawai.

2) Biaya modal

Para akuntan menggunakan harga historis dari mesin tertentu dan

menggunakan aturan depresiasi yang dipilih. Sedangkan para ekonom

11  

memandang harga historis dari sebuah mesin sebagai sebuah “biaya hangus” yang

tidak relevan dalam proses produksi. Biaya ini merupakan biaya implisit.

3) Biaya jasa kewirausahaan

Pemilik sebuah bisnis merupakan orang yang berhak atas apa yang tersisa

dari semua pendapatan atau kerugian yang tersisa setelah membayar semua biaya

masukan. Biaya ini juga disebut “laba” atau keuntungan yang dapat bersifat

negatif atau positif.

Biaya juga dapat dikelompokkan menurut hubungan biaya dengan sesuatu

yang dibiayai. Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau Jasa. Dalam

hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat dikelompokkan menjadi

dua kelompok, yaitu:

1) Biaya langsung (direct cost) suatu objek biaya terkait dengan suatu objek biaya

dan dapat dilacak ke objek biaya tertentu dengan cara yang layak secara

ekonomi (biaya-efektifitas) (Horngren et al., 2005). Dengan kata lain biaya

langsung adalah biaya yang terjadi karena ada sesuatu yang dibiayai; dan

2) Biaya tidak langsung (indirect cost) suatu objek biaya berkaitan dengan suatu

objek biaya namun tidak dapat dilacak ke objek biaya tertentu dengan cara

yang layak secara ekonomis (biaya-efektifitas) (Horngren et al., 2005).

Dengan kata lain, biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak

tergantung kepada ada atau tidak adanya sesuatu yang dibiayai.

Beberapa faktor yang mempengaruhi klasifikasi biaya langsung atau tidak

langsung:

1) Materialitas suatu biaya, semakin besar nilai suatu biaya, semakin besar

kemungkinan biaya tersebut dapat dilacak secara ekonomis ke objek biaya

tertentu.

2) Ketersediaan teknologi pencarian informasi.

3) Pencarian informasi memungkinkan perusahaan mengelompokkan semakin

banyak biaya sebagai biaya langsung.

4) Desain operasi, mengelompokkan biaya sebagai biaya langsung akan mudah

jika fasilitas perusahaan digunakan secara eksklusif hanya untuk objek biaya

12  

yang spesifik, seperti produk tertentu atau konsumen tertentu (Horngren et al.,

2005)

Berdasarkan pola perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan

volume kegiatan, biaya dapat dikelompokkan menjadi:

1) Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang secara total berubah

proporsional mengikuti perubahan tingkat aktivitas atau volume yang terkait

(Horngren et al., 2005). Menurut Umar (2003), biaya variabel adalah biaya yang

jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan tingkat produksi dan

dinyatakan dalam satuan rupiah.

2) Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap (Fixed cost) adalah biaya yang tidak akan berubah secara total

dalam jangka waktu tertentu, sekalipun terjadi perubahan yang besar atas tingkat

aktivitas atau volume yang terkait. Biaya dikatakan tetap atau variabel jika

dikaitkan dengan suatu objek biaya atau jangka waktu tertentu (Horngren et al,

2005). Menurut Umar (2003), biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tetap,

tidak tergantung kepada perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan produk

di dalam interval waktu tertentu dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

Secara simultan biaya dapat berupa:

1) Biaya langsung dan variabel;

2) Biaya langsung dan tetap;

3) Biaya tidak langsung dan variabel; dan

4) Biaya tidak langsung dan tetap.

Menurut Horngren et al., 2005 klasifikasi biaya manufaktur yang umum

digunakan dapat dikelompokkan menjadi:

1) Biaya bahan baku langsung (direct material costs), biaya perolehan seluruh

bahan baku yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari objek biaya dan

yang dapat dilacak ke objek biaya dengan cara ekonomis. Biaya perolehan

seluruh bahan baku langsung mencakup beban angkut, pajak pertambahan

nilai, serta bea masuk;

13  

2) Biaya tenaga kerja manufaktur langsung (direct manufacturing labour costs),

yang meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja manufaktur yang dapat

dilacak ke objek biaya dengan cara ekonomis; dan

3) Biaya manufaktur tidak langsung (indirect manufacturing costs), adalah

seluruh biaya manufaktur yang terkait dengan objek biaya namun tidak dapat

dilacak ke objek biaya secara ekonomis. Contohnya, biaya tenaga listrik,

perlengkapan, minyak pelumas, sewa pabrik, dan lain-lain.

2.4 Biaya Penangkapan Ikan

Biaya produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori yaitu biaya

berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan biaya yang tidak merupakan

pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini pengeluaran-pengeluaran nyata

ada yang kontan dan ada yang tidak kontan. Pengeluaran-pengeluaran kontan

adalah (1) Bahan bakar dan oli (2) bahan pengawet (es dan garam) (3)

pengeluaran untuk konsumsi awak kapal (4) pengeluaran untuk reparasi (5)

pengeluaran untuk retribusi dan pajak. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak

kontan adalah upah/gaji awak nelayan pekerjaan yang umumnya bersifat bagi

hasil dan dibayar sesudah hasil dijual. Pengeluaran-pengeluaran yang tidak nyata

adalah penyusutan dari kapal, mesin-mesin dan alat penangkap karena

pengeluaran ini hanya merupakan penilaian yang tidak pasti, yang dilakukan

disini hanya merupakan taksiran kasar (Mulyadi, 2005).

Komponen biaya penangkapan terdiri dari biaya investasi, biaya perbaikan,

pemeliharaan dan operasional. Biaya investasi sangat bergantung pada jenis alat

tangkap dan kapal yang akan digunakan serta umur ekonomis sarana tersebut.

Adapun biaya perbaikan dan pemeliharaan tergantung pada kebutuhan dan kondisi

yang ada. Biaya operasional mencakup pembelian minyak tanah (untuk kapal

besar), solar dan bensin (mesin bantu), serta konsumsi ABK selama beroperasi

(Barani, 2005).

Nilai asset (inventaris) tetap/tidak bergerak dalam satu unit penangkap

disebut sebagai modal. Pada umumnya, untuk satu unit penangkap modal terdiri

dari alat tangkap, kapal penangkap, alat pengolahan atau pengawet di dalam

kapal, dan alat-alat pengangkutan laut. Dengan adanya bermacam-macam alat

14  

penangkapan dan tingkatan-tingkatan kemajuan nelayan, banyaknya alat-alat

tersebut pada tiap-tiap unit penangkap tidak sama. Penilaian terhadap modal usaha

nelayan dapat dilakukan menurut tiga cara yaitu:

1) Penilaian didasarkan kepada nilai-nilai alat-alat baru, yaitu berupa biaya

memperoleh alat-alat tersebut menurut harga yang berlaku sekarang sehingga

dapat dihitung besar modal sekarang;

2) Berdasarkan harga pembelian atau pembuatan alat-alat, jadi berupa investasi

awal yang telah dilaksanakan nelayan dengan memperhitungkan penyusutan

tiap tahun; dan

3) Menaksir nilai alat pada waktu sekarang, yakni harga yang akan diperoleh

apabila alat-alat dijual dalam hal itu penilaian dipengaruhi oleh harga alat

baru dan tingkat penyusutan alat.

Bagi nelayan sering juga diperhitungkan sebagai modal pengeluaran-

pengeluaran untuk izin kapal dan penangkapan. Hal ini dilakukan karena

pengeluaran-pengeluaran ini hanya dilakukan sekali dan bukan setiap tahun.

Namun tidak semua nelayan-nelayan membayar izin sebab pada umumnya yang

melakukan hal tersebut terutama nelayan-nelayan besar (Mulyadi, 2005)

2.5 Analisis Sensitivitas

Menurut Kadariah, Lien, dan Clive (1999) sensitivity analysis tujuannya

ialah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada

suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit.

Perhitungan sensitivity analysis setiap kemungkinan itu harus dicoba, yang

berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisis kembali. Ini perlu sekali, karena

analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak

ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Ada tiga

hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1) Terdapatnya “cost overrun”, contohnya kenaikan dalam biaya konstruksi.

Sensitivity analysis terhadap cost overrun ini perlu diadakan pada proyek-

proyek yang memerlukan biaya konstruksi yang besar sekali, karena biasanya

orang memperhitungkan biaya konstruksi terlalu rendah dan kemudian pada

waktu melaksanakan konstruksi, ternyata biayanya lebih tinggi.

15  

2) Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, contohnya

penurunan harga hasil produksi.

3) Mundurnya waktu implementasi

Analisis sensitivitas ini dapat membantu pengelola proyek dengan

menunjukkan bagian-bagian yang peka yang memerlukan pengawasan yang lebih

ketat untuk menjamin hasil yang diharapkan akan menguntungkan perekonomian.

Kepekaan hasil analisa terhadap perubahan dalam sesuatu variabel, ditentukan

bukan hanya oleh besarnya perubahan dalam variabel tersebut, melainkan juga

oleh serangkaian nilai-nilai yang mungkin akan dicapai oleh variabel-variabel

lain. Ada variabel yang cenderung berubah atau bergerak bersama-sama, ada yang

searah, ada yang ke arah berlawanan, sebagai tanggapan terhadap sesuatu hal yang

sama (Kadariah, 1988)

 

 

 

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2009 dan pada bulan

Februari 2010 di PPI Blanakan, Desa Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa

Barat.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kasus. Menurut Maxfield,

1930 vide Nazir, 1988 metode penelitian kasus adalah penelitian tentang status

subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari

keseluruhan personalitas.

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer

didapatkan dengan cara pengamatan langsung di lapangan, wawancara, dan

pengisian kuesioner. Perolehan data primer adalah untuk mengetahui struktur

biaya penangkapan ikan dengan cantrang dari biaya investasi, operasional,

pemeliharaan, pengelolaan, dan pendapatan yang diperoleh nelayan/pemilik kapal.

Teknik pengambilan sampling dilakukan dengan sampling non-random,

yaitu pengambilan contoh tidak secara acak. Teknik sampling non-random yang

digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini digunakan apabila anggota

sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian. Sampel dalam

penelitian ini yaitu pemilik kapal cantrang sebanyak 10% dari jumlah populasi

cantrang di PPI Blanakan, Subang.

Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan terhadap pihak yang terkait.

Pihak yang telah diwawancarai adalah:

1) Pihak pengelola PPI Blanakan yaitu KUD Mina Fajar Sidik. Informasi yang

didapatkan adalah jumlah kapal cantrang yang ada di PPI Blanakan, volume

produksi dan nilai produksi hasil tangkapan per tahun, kegiatan operasional

atau jumlah trip penangkapan kapal cantrang, biaya retribusi, pelelangan,

sejarah singkat KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik, serta unit usaha yang

terdapat di PPI Blanakan.

17  

 

2) Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Subang. Informasi yang didapatkan

mengenai perkembangan perikanan di Subang dilihat dari jumlah kapal,

nelayan dan produksi hasil tangkapan serta keadaan umum perikanan tangkap

di Kabupaten Subang.

3) Pihak pemerintah Kelurahan/Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Subang.

Informasi yang didapatkan mengenai keadaan penduduk di Desa Blanakan,

dan

4) Pihak pemilik kapal cantrang PPI Blanakan, Subang. Informasi yang

didapatkan adalah biaya penangkapan ikan yang terdiri dari biaya investasi,

operasional, pemeliharaan, pengelolaan, pendapatan yang diperoleh

nelayan/pemilik kapal, spesifikasi kapal serta alat tangkap.

3.3 Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang penting dalam metode ilmiah, karena

analisis data dapat menyederhanakan data menjadi bentuk yang lebih mudah

dipahami dan diinterprestasikan.

3.3.1 Analisis regresi sederhana

Analisis regresi sederhana berguna untuk mendapatkan hubungan

fungsional antara dua variabel atau lebih atau mendapatkan pengaruh antara

variabel bebas terhadap variabel tidak bebas atau meramalkan pengaruh variabel

bebas terhadap variabel tidak bebas. Sementara itu, untuk mengetahui apakah

hubungan tersebut positif atau negatif ditentukan oleh nilai koefisien arah regresi

yang berlambangkan huruf b. Jika b positif, maka hubungan fungsionalnya positif

pula. Artinya, semakin tinggi nilai X, semakin tinggi pula nilai Y (Usman dan

Akbar, 2003).

Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh struktur biaya

penangkapan terhadap kegiatan operasional penangkapan (trip). Model regresi

yang digunakan adalah:

18  

 

Keterangan: X = Struktur biaya (variabel bebas). Struktur biaya yang dimaksud

adalah harga solar karena solar merupakan input yang paling berpengaruh terhadap biaya operasional

Y = Kegiatan operasional penangkapan/jumlah trip (variabel tak bebas)

a = Konstanta b = Koefisien regresi untuk harga solar ε = Error/gallat

Untuk menentukan derajat hubungan antara variabel kegiatan operasional

penangkapan ikan dan variabel struktur biaya maka dilakukan analisis korelasi.

Derajat hubungan dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) yang merupakan akar

dari koefisien determinasi (R2) dengan menggunakan rumus (Walpole, 1995)

Keterangan: Y = Rata-rata variabel Y

Ŷ = Nilai Y dari persamaan regresi R2 = koefisien determinasi

Dimana kisaran nilai koefisien korelasi adalah: -1 ≤ r ≤ + 1 • Korelasi erat jika : r ≥ 0.7 dan r ≤ -0.6 • Korelasi tidak erat jika : -0.6 < r < 0.7

Uji statistik regresi linear sederhana digunakan untuk menguji signifikan

atau tidaknya hubungan dua variabel melalui koefisien regresinya. Untuk regresi

linear sederhana, uji statistiknya menggunakan uji t, yaitu dirumuskan sebagai

berikut:

Keterangan:

b = koefisien kemiringan regresi B0 = mewakili nilai B tertentu, sesuai hipotesisnya Sb = simpangan baku koefisien regresi b Hipoteis yang digunakan adalah menggunakan hipotesis nol dan hipotesis

tandingan,, yaitu:

• H0 : B1 = 0, artinya tidak ada hubungan linear antara X dan Y

• H1 : B1 ≠ 0, artinya ada hubungan linear antara X dan Y

Y = a + bX + ε

19  

 

3.3.2 Analisis pendapatan usaha

Menurut Dzamin (1984), analisis pendapatan usaha pada umumnya

digunakan untuk mengukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini

berhasil atau tidak. Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui

besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan dengan rumus:

Keterangan: Π = Keuntungan TR = Total Penerimaan, TC = Total Biaya Dengan kriteria: a. Jika TR>TC maka kegiatan usaha mendapatkan keuntungan; b. Jika TR<TC maka kegiatan usaha mengalami kerugian; c. Jika TR=TC maka kegiatan usaha mengalami keuntungan atau kerugian atau

berada pada titik impas.

3.3.3 Analisis kriteria investasi

3.3.3.1 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (revenue-cost ratio)

Analisis revenue-cost digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap

nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan

sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Kegiatan usaha yang paling

menguntungkan mempunyai R/C paling besar (Hernanto, 1989 vide Mahardika,

2008). Penghitungannya menggunakan persamaan sebagai berikut:

=

Dengan kriteria: a. Jika R/C>1, kegiatan usaha mendapatkan keuntungan; b. Jika R/C<1, kegiatan usaha menderita kerugian; c. Jika R/C = 1, kegiatan usaha berada pada titik impas.

3.3.3.2 Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NVP) digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya

suatu bisnis. Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV > 0 yang artinya bisnis

menguntungkan. Dengan demikian jika suatu bisnis mempunyai NPV < 0 maka

bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan. Net Present Value (NPV) atau nilai

Π = TR - TC

20  

 

kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total

present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan

selama umur bisnis (Nurmalina et al., 2009). Secara matematis dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Keterangan: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis ( t = 0,1, 2, 3,……, n), i = Discount rate (DR) Dengan kriteria: a. NPV > 0, usaha layak untuk dijalankan b. NPV = 0, usaha tersebut mengembalikan sama besarnya nilai uang yang

ditanamkan c. NPV < 0, usaha tidak layak untuk dijalankan

3.3.3.3 Internal Rate Of Return (IRR)

Menurut Nurmalina, et al. (2009), kriteria investasi dapat dinilai dari

seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yang ditanamkan. Ini dapat

ditunjukkan dengan mengukur besaran Internal Rate of Return (IRR). Besaran

yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%).

Keterangan :

i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV positif NPV2 = NPV negatif

Dengan kriteria:

a. IRR > Discount Rate (DR), usaha layak dijalankan b. IRR < Discount Rate (DR), usaha tidak layak dijalankan

3.3.3.4 Payback Period (PP)

Payback Period digunakan untuk mengetahui seberapa cepat investasi dapat

kembali. Perhitungan Payback Period (PP) menggunakan rumus sebagai berikut:

 

21  

 

Keterangan : I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan Ab = Manfaat bersih yang dapat di peroleh pada setiap tahunnya.

3.3.4 Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan

yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini

adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu

kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan

biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah

besarnya variabel-variabel yang penting. Perubahan-perubahan yang biasa terjadi

adalah harga input atau output, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan dalam biaya

(Cost Over Run), dan hasil produksi (Nurmalina et al., 2009)

 

 

 

 

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis, Luas Wilayah, dan Administrasi Pemerintahan

Secara geografis Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Provinsi Jawa

Barat dan terletak pada 107031’ – 107054’ Bujur Timur dan 6011’ – 6030’ Lintang

Selatan (Lampiran 1). Secara administrasi batas wilayah Kabupaten Subang

adalah sebagai berikut:

1) Sebelah utara : Laut Jawa

2) Sebelah selatan : Kabupaten Bandung

3) Sebelah timur : Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Sumedang

4) Sebelah barat : Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang

Luas wilayah Kabupaten Subang adalah 205.176,95 ha (5,39 % dari luas

Provinsi Jawa Barat) dengan ketinggian antara 0 – 1500 meter di atas permukaan

laut. Berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 1999 wilayah administratif Kabupaten

Subang terbagi atas 30 kecamatan dengan jumlah desa 243 dan 8 kelurahan.

Kondisi permukaan lahan di wilayah Kabupaten Subang terdiri atas pegunungan,

perbukitan dan dataran rendah. Berdasarkan kemiringan lahan, tercatat bahwa

80,8% wilayah Kabupaten Subang memiliki kemiringan 00 – 170, sedangkan

sisanya memiliki kemiringan di atas 180. Secara topografi terbagi ke dalam tiga

zona, yaitu:

1) Daerah pegunungan dengan ketinggian 500 – 1500 m di atas permukaan laut

dengan wilayah sekitar 20% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang;

2) Daerah berbukit dengan ketinggian 50 – 500 m di atas permukaan laut

dengan luas wilayah sekitar 35,85% dari seluruh luas wilayah Kabupaten

Subang; dan

3) Daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 – 50 m di atas permukaan laut

dengan luas wilayah sekitar 44,15% dari seluruh luas wilayah Kabupaten

Subang.

Secara umum daerah Kabupaten Subang beriklim tropis dengan curah hujan

rata-rata per tahun sekitar 2.048 mm dan rata-rata hari hujannya sebanyak 87 hari.

Temperatur di kawasan perairan Kabupaten Subang berkisar antara 25 – 32 0C,

besaran tersebut merupakan karakteristik perairan tropis. Kondisi ini mendukung

23  

 

keberadaan ekosistem di wilayah Kabupaten Subang. Pada saat Musim Barat,

pergerakan arus umumnya menuju kea rah timur atau arus timur dengan kecepatan

berkisar antara 3 – 14 mil per hari. Sedangkan Musim Timur bergerak sebaliknya

yaitu menuju arah barat dengan kecepatan antara 1 – 13 mil per hari.

Kabupaten Subang memiliki 30 kecamatan (Lampiran 2), namun hanya 4

kecamatan yang merupakan kecamatan di wilayah pesisir dan laut dengan panjang

garis pantai kurang lebih 68 km, yaitu Kecamatan Blanakan, Kecamatan

Pamanukan, Kecamatan Legonkulon, dan Kecamatan Pusakanegara. Sedangkan

kecamatan lainnya berada di daerah pegunungan atau dataran tinggi.

Luas wilayah Kecamatan Blanakan adalah 85,81 km2 dan terdiri atas

sembilan buah desa. Diantara desa-desa tersebut yang berada di bawah naungan

Kecamatan Blanakan, terdapat tujuh desa yang merupakan wilayah pesisir, yaitu

Desa Cilamaya Hilir, Desa Rawameneng, Desa Jayamukti, Desa Blanakan, Desa

Langensari, Desa Muara, dan Desa Tanjung Tiga.

Desa Blanakan merupakan salah satu desa pesisir yang berada di Kecamatan

Blanakan. Secara geografis, Desa Blanakan terletak di 107030’ – 107053’ Bujur

Timur dan 6010’ – 6022’ Lintang Selatan. Secara administrasi batas wilayah Desa

Blanakan adalah:

1) Sebelah utara : Laut Jawa dan Kecamatan Blanakan

2) Sebelah selatan : Desa Ciasem Baru dan Kecamatan Ciasem

3) Sebelah timur : Desa Langensari dan Kecamatan Blanakan

4) Sebelah barat : Desa Jayamukti dan Kecamatan Blanakan

Secara umum Desa Blanakan memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-

rata per tahun sekitar 2.800 mm dan rata-rata jumlah bulan hujan adalah 6 bulan

dengan suhu rata-rata harian sebesar 320 C. Suhu tersebut mengalami peningkatan

karena pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 290 C. Kelembaban udara Desa

Blanakan sekitar 32% RH.

Secara orbitasi jarak dari Desa Blanakan ke ibu kota Kecamatan adalah 1 km

dan jarak ke ibu kota kabupaten adalah 46,3 km dan jarak ke ibu kota provinsi

Bandung adalah 112 km. Letak Desa Blanakan yang berada pada posisi strategis

ini memberikan keuntungan tersendiri terhadap kehidupan ekonomi di Desa

Blanakan. Oleh karena itu, hal tersebut berdampak positif terhadap sektor

24  

 

perikanan khususnya subsektor perikanan tangkap. Salah satu contoh keuntungan

dari letak strategis Desa Blanakan untuk perikanan tangkap adalah kemudahan

dalam memasarkan hasil tangkapan, baik itu hasil tangkapan segar maupun hasil

tangkapan yang telah diolah.

4.2 Karakteristik Fisik Perairan, Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Subang

Perairan pantai Subang terletak di pantai utara Jawa yang berhadapan

langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara. Morfologi dan topografi pantai

Subang dicirikan oleh adanya bentuk pantai yang menjorok ke arah daratan

berbentuk teluk, seperti di wilayah pantai Blanakan, maupun yang menjorok kea

rah laut berbentuk tanjung, seperti di wilayah Legon Kulon.

Beberapa sungai utama yang bermuara ke pantai Subang terdiri dari Sungai

Cilamaya, Sungai Blanakan, Sungai Ciasem, Sungai Cileuleu yang membentuk 5

anak sungai, dan Sungai Cipunagara. Umumnya sungai-sungai tersebut

dimanfaatkan oleh nelayan sebagai jalan keluar/masuk perahu untuk melakukan

penangkapan ikan di perairan Pantai Subang maupun di perairan lain. Sungai

Blanakan merupakan jalur yang paling ramai sebagai jalan keluar/masuk kapal

penangkpan ikan dari dalam maupun luar Subang untuk mendaratkan hasil

tangkapan di tempat pelelangan ikan (TPI) Blanakan. Umumnya sungai-sungai

tersebut mengalami sedimentasi yang cukup tinggi yang tergambar dari tingkat

kekeruhan yang relatif tinggi di sepanjang badan sungai dan muaranya. Beberapa

sungai mengalami pendangkalan alami, seperti di muara sungai Blanakan

sehingga perlu dilakukan pengerukan secara rutin untuk memelihara alur bagi lalu

lintas perahu penangkapan ikan.

Suhu dan salinitas di wilayah perairan pantai Subang berfluktuasi secara

musiman yang dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Secara umum

fluktuasi suhu bulanan di Laut Jawa menunjukkan adanya dua puncak maksimum

(sekitar 28,7 0C) dan dua puncak minimum (sekitar 27,5 0C). Puncak maksimum

terjadi dalam periode musim peralihan (bulan Mei dan November), sedangkan

puncak minimum terjadi pada bulan Agustus dan Februari (puncak musim Timur

dan musim Barat). Rata-rata suhu bulanan bervariasi antara 27,5 0C sampai 28,7

25  

 

0C. Rata-rata salinitas bulanan di perairan Laut Jawa berkisar antara 31,5‰ –

33,7‰. Salinitas maksimum pertama (33,7‰) dan kedua (33,3‰) terjadi pada

bulan September dan November, sedangkan salinitas minimum pertama (31,8‰)

dan kedua (31,3‰) terjadi masing-masing sekitar bulan Februari dan Mei.

4.3 Kependudukan

Secara demografis Desa Blanakan merupakan desa yang cukup heterogen.

Hal tersebut dapat diketahui dengan struktur kependudukannya yang cukup

beragam. Menurut pendataan tahun 2009, penduduk Desa Blanakan berjumlah

11.399 orang dimana penduduk laki-laki berjumlah 5.862 orang dan penduduk

perempuan berjumlah 5.537 orang. Jumlah penduduk Desa Blanakan mengalami

peningkatan dari jumlah penduduk tahun lalu sebanyak 91 jiwa, dengan kata lain

laju pertumbuhan penduduk Desa Blanakan tahun 2008-2009 sebesar 0,8%.

Kepadatan penduduk di Desa Blanakan sebesar 12 orang/km dengan jumlah

kepala keluarga sebangak 3.433 orang. Agama penduduk Desa Blanakan

homogen yaitu agama Islam, sedangkan etnis penduduk setempat cukup heterogen

yaitu Jawa, Sunda, Minang, dan Madura.

Menurut pendataan penduduk Desa Blanakan tahun 2009, tingkat

pendidikan penduduk di Desa Blanakan tergolong rendah. Tingkat pendidikan

penduduk Desa Blanakan sebagian besar hanya tamat sekolah dasar (SD) yakni

sebesar 19,7% sedangkan jumlah penduduk yang mencapai tingkat perguruan

tinggi sebesar 0,8%. Hal ini tentunya sangat berkaitan erat dengan pendapatan dan

pola pikir masyarakat setempat. Data mengenai jumlah penduduk Desa Blanakan

berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Penduduk Desa Blanakan yang berjumlah 11.399 orang dengan jumlah

kepala keluarga sebanyak 3.433 pada tahun 2009 dapat dibagi berdasarkan

kesejahteraan keluarga. Sebagian besar penduduk Desa Blanakan tergolong

keluarga prasejahtera. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan penduduk

Desa Blanakan yang tergolong rendah sehingga memiliki pendapatan yang

kurang. Persentase keluarga prasejahtera yang ada di Desa Blanakan sebesar

38,5% dari 3.433 kepala keluarga. Data mengenai penduduk Desa Balanakan

berdasarkan tingkat kesejahteraan dapat dilihat pada Tabel 2.

26  

 

Tabel 1 Data jumlah penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Belum sekolah 635 5,6Masih sekolah usia 7-18 tahun 1.439 12.6Tidak pernah sekolah 1.500 13,2SD (tidak tamat) 1.880 16,5Tamat SD/sederajat 2.244 19,7Tamat SMP/sederajat 1.725 15,1Tamat SMA/sederajat 1.885 16,5Tamat D-1/sederajat 37 0,3Tamat D-2/sederajat 22 0,2Tamat D-3/sederajat 17 0,2Tamat S-1/sederajat 15 0,1Jumlah 11.399 100

Sumber: Desa Blanakan, Kabupaten Subang , 2009 (Diolah kembali)

Tabel 2 Data penduduk Desa Blanakan berdasarkan tingkat kesejahteraan tahun 2009

Tingkat Kesejahteraan Jumlah (orang) Persentase (%)

Keluarga prasejahtera 1.321 38,5Keluarga sejahtera 1 822 23,9Keluarga sejahtera 2 769 22,4Keluarga sejahtera 3 440 12,8Keluarga sejahtera 3 plus 81 2,4Jumlah total kepala keluarga 3.433 100

Sumber: Desa Blanakan, Kabupaten Subang , 2009 (Diolah kembali)

Selain dilihat dari tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan, penduduk

Desa Blanakan dapat dilihat juga berdasarkan mata pencaharian pokok. Hal ini

juga memberikan pengaruh bagi keheterogenan penduduk Desa Blanakan.

Sebagian besar penduduk Desa Blanakan bekerja sebagai petani, buruh tani, dan

nelayan. Profesi tersebut didukung oleh keadaan geografis Desa Blanakan yang

memungkinkan untuk bekerja di sektor tersebut, selain itu tidak perlu memiliki

keahlian dan keterampilan khusus.

27  

 

4.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di PPI Blanakan

4.4.1 Sarana dan prasarana penangkapan

Pangkalan pendaratan ikan yang ada di kecamatan Blanakan sampai saat ini

ada empat buah, yaitu PPI Blanakan di Desa Blanakan, PPI Cilamaya Girang di

Desa Cilamaya Girang, PPP Muara Ciasem di Desa Muara Ciasem, PPI Karya

Baru di Desa Rawameneng. Dari keempat PPI yang ada di Kecamatan Blanakan,

PPI Blanakan merupakan PPI yang paling ramai dikunjungi baik oleh kapal

penangkap ikan, bakul, ataupun pelaku ekonomi lainnya. Hal itu dikarenakan PPI

Blanakan memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap daripada PPI lainnya

yang berada di Kecamatan Blanakan, keamanan terjamin karena tidak ada

pungutan-pungutan liar dan pengelola PPI memberikan pelayanan yang baik

kepada seluruh pelaku ekonomi di PPI Blanakan. Secara umum fasilitas

pelabuhan yang terdapat di PPI Blanakan dapat digolongkan menjadi:

1) Fasilitas pokok, terdiri dari dermaga dan kolam pelabuhan;

2) Fasilitas fungsional, terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pabrik es,

bengkel, galangan kapal, Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), tempat

pemasaran; dan

3) Fasilitas penunjang, terdiri dari MCK, kantin, pertokoan/pujasera, perumahan

nelayan, tempat ibadah (mushala), tempat parkir, kantor syahbandar, kantor

POL AIR, dan kantor pengelola TPI (KUD).

Fasilitas-fasilitas di PPI tersebut tergolong dalam kondisi yang baik, kecuali

bengkel yang pengoperasiannya kurang baik dan pertokoan yang pengelolaannya

kurang baik sehingga tidak lagi ramai seperti tahun-tahun sebelumnya.

Fasilitas dan aktivitas yang ada di PPI Blanakan dikelola oleh KUD Inti

Mina Fajar Sidik yang merupakan KUD mandiri sejak tahun 1990 berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Koperasi RI nomor: 344/KPTS/M/III/1990. Pada

mulanya KUD ini bernama “Koperasi Perikanan Laut Misaya Laksana” yang

didirikan pada tanggal 23 Mei 1966. Pada tahun 1978 KPL Misaya Laksana

berganti nama menjadi “Koperasi Unit Desa Mina Fajar Sidik” dibawah instruksi

Presiden RI nomor 2/1978, Badan Hukum Nomor 3928 B. Nama Fajar Sidik

diambil dari nama almarhum H. Fajar Sidik sebagai penghargaan selama menjabat

sebagai ketua pengurus koperasi yang pertama. Selain pengelolaan TPI, aktivitas

28  

 

ekonomi yang dilakukan oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik yaitu, unit usaha pabrik

es, penyediaan perumahan 150 unit type 36/120 diatas area lahan 53.500 m2, unit

usaha simpan pinjam, penyediaan bahan dan alat perikanan, pertokoan dan

pujasera, serta pengadaan BBM Solar melalui Solar Packed Dealer Nelayan

(SPDN). Selain aktivitas ekonomi, KUD ini pun melakukan aktivitas sosial.

Sebagai wujud kepedulian terhadap pendidikan, KUD menyediakan tanah untuk

Sekolah Dasar (SD). Dalam hal kerohanian, KUD juga mengorganisasi dan

membina aktivitas keagamaan, sementara dalam hal kebudayaan KUD

memelihara dan menyelenggarakan tradisi budaya setempat yaitu acara tahunan

syukuran laut/ruwatan laut. Untuk kegiatan sosial, KUD memberi santunan

kepada para jompo dan anak yatim serta khitanan massal, pembinaan kelompok

nelayan dan kelompok wanita nelayan, pemberian beasiswa bagi putra-putri

nelayan berprestasi (bekerjasama dengan BP Migas Indonesia).

Gambar 1 Gedung KUD mandiri Mina Fajar Sidik.

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) PPI Blanakan didirikan pada tahun 1970.

TPI ini dikelola oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik. Unit usaha ini merupakan unit

usaha utama yang menjadi tulang punggung KUD Mandiri Mina Fajar Sidik

didalam melaksanakan aktivitas ekonomi lainnya. Unit usaha TPI ini

mengupayakan stabilitas dan peningkatan harga ikan melalui penambahan bakul-

bakul ikan (konsumen), prasarana dan sarana serta pelayanan yang baik. Pihak-

pihak yang berperan dalam pelelangan tersebut diantaranya adalah juru tawar, juru

karcis, kasir dan keamanan. Atas jasa tersebut KUD Inti Mina Fajar Sidik

29  

 

mendapatkan pemasukan dari potongan atau retribusi pelelangan ikan berdasarkan

Peraturan Daerah (PERDA) dan Rapat Anggota Tahunan (RAT) KUD. Dalam

pelaksanaan retribusi lelang saat ini TPI berpedoman kepada Perda Jawa Barat

No.5 Tahun 2005, serta Hasil Keputusan Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Gambar 2 Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Blanakan.

Berdasarkan PERDA tersebut, besarnya potongan atau retribusi biaya

lelang adalah sebesar 5% dari raman kotor yang berasal dari nelayan sebesar 2%

dan dari bakul/pembeli sebesar 3%. Potongan atau retribusi ongkos lelang

berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) KUD Mandiri Mina Fajar Sidik

tahun 2008 adalah sebesar 3% dari raman kotor dan simpanan sukarela anggota

sebesar 2%, untuk perinciannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Kebutuhan solar untuk melaut di PPI Blanakan telah disediakan oleh unit

Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) yang diresmikan pada tanggal 28 Februari

2003 oleh Menteri Kelautan dan Perikanan pada saat itu dan mulai beroperasi

pada tanggal 13 Maret 2003. Kapasitas solar yang disediakan oleh Unit SPDN ini

adalah sebanyak 8.000 liter/hari dengan nilai Rp 12.000.000.000 pada tahun 2009.

30  

 

Tabel 3 Persentase potongan pelelangan bagi nelayan maupun bakul di TPI Blanakan

No. Jenis Potongan Lelang Persentasea. Potongan lelang berdasarkan PERDA No.5 Tahun 2005 1 Penerimaan pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten

atau kota 1,60%

2 Biaya pembinaan atau pengawasan oleh pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten atau kota

0,30%

3 Biaya pembangunan daerah perikanan 0,30% 4 Biaya operasional PUSKUD Mina 0,15% 5 Biaya operasional TPI 1,65% 6 Tabungan nelayan 0,35% 7 Asuransi nelayan 0,15% 8 Dana paceklik 0,25% 9 Dana sosial 0,10% 10 Dana keamanan 0,10% 11 Dana bantuan kas desa 0,05% Jumlah 5% b. Potongan lelang berdasarkan Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2008 12 Dana kesejahteraan pengurus/karyawan 1,60% 13 Dana bantuan pembangunan desa 0,20% 14 Dana pembangunan wilayah kerja KUD 0,20% 15 Tabungan nelayan 0,50% 16 Dana lain-lain 0,50% Jumlah 3% Jumlah total potongan lelang 8%

Sumber: KUD Mandiri Mina Fajar Sidik, 2009 (diolah kembali)

Gambar 3 Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN).

Unit usaha pabrik es KUD Inti Mina Fajar Sidik dikelola oleh pihak

swasta yaitu PT. TIRTA RATNA sejak tahun 2000. Hal ini dilakukan karena

semakin berat beban biaya yang harus ditanggung oleh pabrik es serta kondisi

teknis pabrik yang semakin menurun. Jangka waktu kontrak antara KUD Inti

31  

 

Mina Fajar Sidik dengan PT. TIRTA RATNA adalah 12 tahun dengan nilai

kontrak sebesar Rp 1.400.000.000 dengan cara pembayaran diangsur.

Gambar 4 Gedung pabrik es PPI Blanakan.

4.4.2 Perkembangan produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan

Perkembangan volume produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan dari

tahun 2002-2008 cukup fluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari volume produksi yang

mengalami kenaikan dan penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, volume

produksi mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 1,79% dan nilai

produksi mengalami penurunan sebesar Rp 1.106.440.000. Pada tahun 2004

volume produksi mengalami peningkatan sebesar 0,88% dari tahun sebelumnya

dan nilai produksi juga meningkat sebesar Rp 2.923.368.500.

Tabel 4 Perkembangan volume produksi dan nilai produksi di TPI Blanakan tahun 2002-2008

Tahun Volume Produksi (Rp) Nilai Produksi (Kg) % Volume

Produksi % Nilai

Produksi 2002 5.559.672 25.650.308.500 18,98 16,85 2003 5.035.876 24.543.868.500 17,19 16,12 2004 5.294.010 27.467.237.000 18,07 18,04 2005 3.917.940 21.273.731.000 13,37 13,98 2006 2.994.785 17.349.948.000 10,22 11,40 2007 3.124.200 17.282.733.000 10,66 11,35 2008 3.370.470 18.648.828.000 11,50 12,25 Total 29.296.953 152.216.654.000

Sumber: KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik (diolah kembali)

32  

 

Tahun 2005 volume produksi mengalami penurunan yang cukup besar

dibandingkan tahun 2003 yaitu sebesar 4.7% dan nilai produksi mengalami

penurunan Rp 6.193.506.000. Hal ini dikarenakan pada tahun 2005, jumlah kapal

yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI Blanakan berkurang. Tahun 2006

volume produksi masih mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dan

merupakan volume produksi terendah yaitu sebesar 2.994.785 kg, namun nilai

produksi terendah dicapai pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp 17.282.733.000. Pada

tahun 2008 volume produksi di TPI Blanakan telah mengalami peningkatan

sebesar 246.270 kg dengan volume produksi Rp 18.648.828.000.

4.4.3 Perkembangan alat tangkap di TPI Blanakan

Pada tahun 2008 jumlah alat tangkap cantrang adalah 42 unit. Alat tangkap

yang dominan di PPI Blanakan adalah jaring udang atau Trammel net sebanyak 97

unit.

Tabel 5 Jumlah alat tangkap dan trip penangkapan ikan di Kabupaten Subang tahun 2008

Unit alat tangkap Trip Penangkapan Jumlah

Payang 3.636 105Dogol/cantrang 702 50Jaring arad 16.808 120Jaring insang hanyut 585 30Jaring insang klitik 36.210 180Jaring insang tetap 31.082 160Pancing 24.974 130Perangkap lainnya/tegur 6.550 30Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang (2008)

Alat tangkap yang dominan di Kabupaten Subang adalah jaring insang

klitik yaitu sebanyak 180 unit dengan trip penangkapan sebanyak 36.210 kali.

Keberadaan cantrang di Kabupaten Subang hanya 50 unit.

Jumlah alat tangkap yang terdapat di PPI Blanakan dari tahun 2004-2007

mengalami penurunan, namun pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebanyak

17 unit. Perkembangan jumlah cantrang yang beroperasi di PPI Blanakan

33  

 

mengalami penurunan dalam kurun waktu 2004-2007, namun pada tahun 2008

mengalami peningkatan sebesar 3 unit (Tabel 6).

Tabel 6 Perkembangan alat tangkap di PPI Blanakan

No. Jenis alat tangkap Unit penangkapan 2004 2005 2006 2007 2008

1 Pukat Cincin/Purse seine 48 37 30 30 32 2 Cantrang/Seine net 62 48 39 39 42 3 Jaring Udang/Trammel net 145 112 91 90 97 4 Jaring Bondet/Beach seine net 15 12 10 10 11 5 Jaring Tegur 12 9 7 7 8 6 Pancing/Hook and Lines 49 38 31 30 32 7 Jaring Sotong 11 9 7 7 8

Total 342 265 215 213 230 Sumber: KUD Mandiri Inti Mina Fajar Sidik

4.4.4 Daerah penangkapan ikan

Penentuan daerah penangkapan ikan (Fishing Ground) merupakan salah

satu faktor penentu keberhasilan dalam penangkapan ikan. Daerah penangkapan

ikan merupakan suatu wilayah perairan yang digunakan sebagai tempat

pelaksanaan kegiatan penangkapan atau daerah yang diduga terdapat gerombolan

ikan. Daerah penangkapan ikan bagi kapal cantrang di PPI Blanakan adalah

daerah Perairan Kalimantan, daerah Perairan Sumatera, dan Laut Jawa. Penentuan

fishing ground cantrang oleh nelayan PPI Blanakan biasanya menggunakan GPS

atau fishfinder, informasi melalui radio dan pengalaman.

 

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Deskripsi unit penangkapan cantrang

Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknik dalam suatu operasi

penangkapan ikan yang terdiri atas alat tangkap, kapal, dan nelayan. Unit

penangkapan cantrang terdiri atas alat tangkap cantrang, kapal motor, dan nelayan

cantrang.

1) Alat tangkap cantrang

Alat tangkap cantrang yang berbasis di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat termasuk unit penangkapan cantrang

berukuran besar karena ukuran kapal yang digunakan berukuran 15-29 GT. Trip

penangkapan yang dilakukan oleh nelayan cantrang di PPI Blanakan antara 7-15

hari dengan daerah penangkapan sekitar Laut Jawa, Perairan Sumatera, dan

Perairan Kalimantan. Alat tangkap cantrang terdiri atas tiga bagian utama yaitu

sayap, badan, dan kantong. Selain itu alat tangkap ini dilengkapi dengan tali ris

atas, tali ris bawah, pemberat, dan pelampung. Penjelasan lebih rinci mengenai

bagian-bagian cantrang yang terdapat di PPI Blanakan dijelaskan sebagai berikut:

(1) Sayap/kaki (wings)

Bagian sayap jaring terdiri atas dua bagian yaitu sayap atas dan sayap bawah

yang memiliki ukuran dan bahan material yang sama. Bagian sayap terbuat dari

bahan polyetilen multifilament dengan diameter benang jaring 18 mm. Ukuran

mata jaring (meshsize) pada bagian sayap adalah 7-8 inch dengan panjang 20-50

meter. Bagian sayap berfungsi untuk menghalau ikan dan menggiring ikan menuju

badan jaring.

(2) Badan jaring (body)

Badan jaring merupakan bagian cantrang yang terdapat di antara mulut dan

kantong. Bagian badan jaring terbuat dari bahan PE multifilament. Ukuran mata

jaring (meshsize) dari bagian depan badan sampai bagian badan sebelum kantong

semakin kecil yaitu, dari 6 inch sampai 2 inch. Panjang bagian badan adalah 30-40

35

 

meter. Bagian badan berfungsi untuk menggiring hasil tangkapan menuju bagian

kantong.

(3) Kantong (cod end)

Bagian kantong merupakan bagian yang berfungsi sebagai tempat

berkumpulnya hasil tangkapan. Bagian kantong jaring terbuat dari bahan PE

multifilament dengan diameter benang jaring 21 mm. Ukuran mata jaring

(meshsize) kantong adalah 0,5 – 1 inch dengan panjang kantong 5-8 meter. Pada

bagian ujung kantong diikat dengan simpul cod end agar memudahkan nelayan

mengeluarkan hasil tangkapan.

(4) Tali selambar

Tali selambar merupakan bagian yang terpenting dari alat tangkap cantrang.

Tali selambar berfungsi untuk menghubungkan alat tangkap cantrang dengan

perahu/kapal. Tali ini dikaitkan pada gardan dan ditarik menggunakan gardan.

Bahan material tali selambar adalah polyamide multifilament yang berdiameter

28-30 mm. Panjang total tali selambar pada salah satu sisi sayap kurang lebih

1000 meter. Bentuk tali selambar yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Tali selambar.

(5) Tali ris atas

Tali ris atas terbuat dari bahan plastik dengan diameter 18 mm. bahan ini

digunakan karena merupakan bahan yang mudah terapung di air sehingga bagian

mulut jaring dapat terbuka secara sempurna Panjang tali ris atas adalah 60 meter.

Gambar tali ris atas dapat dilihat pada Gambar 6.

36

 

Gambar 6 Tali ris atas.

(6) Tali ris bawah

Tali ris bawah terbuat dari bahan yang sama dengan tali selambar, yaitu

polyamide dengan diameter benang 30 mm. Panjang tali ris bawah sama dengan

panjang tali ris atas yaitu 60 meter.

(7) Pelampung (float)

Pelampung pada cantrang terdiri dari tiga jenis, yaitu pelampung tanda,

pelampung besar, dan pelampung kecil. Pelampung tanda terbuat dari bahan

gabus dan diberi tiang bendera. Untuk pelampung kecil terbuat dari bahan karet

berbentuk elips berwarna putih terletak di sepanjang tali ris atas. Pelampung

besar terbuat dari bahan plastik berbentuk bulat berjumlah 3 buah yang diletakkan

pada bagian tengah tali ris atas. Gambar pelampung besar dapat dilihat pada

Gambar 7.

Gambar 7 Pelampung besar.

37

 

(8) Pemberat (sinker)

Pemberat pada cantrang terbuat dari timah hitam sebanyak 40 buah dengan

masing-masing berat 200 gram yang diletakkan di sepanjang tali ris bawah. Selain

itu terdapat batu yang digunakan sebagai pemberat yang terletak di bagian

kantong dengan berat 10 kg. Peletakkan pemberat di bagian kantong bertujuan

agar kantong tetap berada di dasar perairan untuk memudahkan ikan target masuk

ke dalamnya. Selain pemberat yang terletak pada tali ris bawah dan bagian

kantong, terdapat juga pemberat pada bagian mulut terbuat dari batu sebanyak 4

buah dengan masing-masing berat 8 kg.

(9) Alat bantu

Alat bantu operasi penangkapan pada alat tangkap cantrang adalah gardan

dengan mesin berkekuatan 20-23 PK yang digunakan untuk menarik tali selambar

ke arah kapal pada saat hauling dalam operasi penangkapan ikan.

Gambar 8 Jaring cantrang di PPI Blanakan Subang.

Bagian-bagian jaring cantrang terdiri atas sayap, badan, kantong, tali ris, tali

selambar dan gardan sebagai alat bantu penangkapan pada saat hauling.

Spesifikasi alat tangkap cantrang disajikan pada Tabel 7.

38

 

Tabel 7 Spesifikasi alat tangkap cantrang di PPI Blanakan

Komponen Alat Tangkap Keterangan

Sayap Bahan : PE multifilament Mesh size : 7-8 inch Diameter benang jaring : 18 mm Panjang : 20-50 meter

Badan Bahan : PE multifilament Mesh size : 6 inch mengecil sampai 2 inch ke arah kantong Diameter benang jaring : 18 mm Panjang : 30-40 meter

Kantong Bahan : PE multifilament Mesh size : 0,5 - 1 inch Diameter benang jaring : 21 mm Panjang : 5-8 meter

Tali Selambar Bahan : PA (polyamide multifilament) Panjang : 1000 meter Diameter: 28-30 mm

Tali Ris Atas Bahan : Plastik Panjang : 60 meter Diameter : 18 mm

Tali Ris Bawah Bahan : Polyamide (PA) Panjang : 60 meter Diameter : 30 mm

Pemberat Bahan: 1. Timah hitam sebanyak 40 buah dengan masing-

masing berat 200 gram yang diletakkan di sepanjang tali ris bawah.

2. Batu (pemberat pada bagian kantong dengan berat 10 kg dan pada bagian mulut sebanyak 4 buah dengan berat 8 kg)

Pelampung 1. Pelampung tanda: terbuat dari gabus 2. Pelampung besar: terbuat dari bahan plastik

diletakkan pada bagian tengah tali ris atas berjumlah 3 buah

3. Pelampung kecil: terbuat dari karet terletak di sepanjang tali ris atas

Alat Bantu Gardan dengan mesin berkekuatan 20-23 PK

2) Kapal cantrang

Kapal yang digunakan untuk alat tangkap cantrang yang ada di PPI

Blanakan merupakan jenis kapal motor yang berukuran 15-29 GT. Jenis tenaga

penggerak yang digunakan menggunakan mesin inboard 80-200 PK bermerk

39

 

Mitsubishi berbahan bakar solar. Selain mesin utama, cantrang juga dilengkapi

dengan mesin bantu untuk menggerakkan gardan berkekuatan 20-23 PK bermerk

dongfeng. Untuk menyimpan hasil tangkapan agar tetap segar, kapal dilengkapi

dengan palka berinsulasi sebanyak 3-6 lubang berukuran panjang 1,5 meter, lebar

1 meter, dan dalam 1,5 meter. Kapal cantrang terbuat dari kayu jati (Tectona

grandis), berukuran panjang 11-16 meter, lebar 4-5 meter, dan dalam 1,6-3 meter.

Kapal cantrang yang terdapat di PPI Blanakan sebagian besar didatangkan dari

Brebes, Tegal, Indramayu, dan Batang. Gambar salah satu kapal yang terdapat di

PPI Blanakan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Kapal cantrang di PPI Blanakan.

40

 

Gambar 10 Konstruksi kapal cantrang di PPI Blanakan.

3) Nelayan cantrang

Nelayan memiliki peranan penting dalam operasi penangkapan ikan.

Kemampuan dan keahlian dalam operasi penangkapan merupakan salah satu

faktor utama keberhasilan penangkapan ikan. Jumlah nelayan atau anak buah

kapal (ABK) cantrang berjumlah 11-19 orang tergantung dari ukuran kapal

cantrang yang digunakan. Semakin besar ukuran kapal dan alat tangkap, semakin

banyak pula jumlah ABK dalam kapal tersebut. Setiap ABK memiliki tugas

masing-masing, seperti juru mudi atau fishing master, motoris atau juru mesin,

juru masak. Juru mudi biasanya bertindak sebagai fishing master yang memiliki

tugas memimpin trip penangkapan, mengemudikan kapal, menentukan tempat

atau daerah penangkapan ikan. Juru mudi biasanya memiliki kekerabatan yang

erat dengan pemilik kapal atau orang kepercayaan pemilik kapal. Pemilik kapal

sebagian besar adalah berasal dari Indramayu dan Brebes. Motoris atau juru mesin

memiliki tugas merawat mesin selama operasi, baik itu mesin utama maupun

41

 

mesin tambahan. Juru masak atau koki memiliki tugas menyiapkan makanan

untuk ABK lain selama dalam trip. ABK yang lain bertugas langsung dalam

pengoperasian cantrang yaitu melakukan setting, hauling, menarik tali selambar,

sortir hasil tangkapan, dan memperbaiki alat tangkap.

4) Metode pengoperasian cantrang

Operasi penangkapan ikan dengan menggunakan cantrang di PPI Blanakan,

Kabupaten Subang dilakukan dengan pola trip mingguan karena ukuran kapal

yang digunakan oleh nelayan cantrang merupakan ukuran kapal besar yaitu, 15-29

GT sehingga mampu menampung perbekalan dan hasil tangkapan yang banyak.

Kapal trip mingguan biasanya berangkat dari fishing base pada pagi hari yaitu

sekitar pukul 08.00-10.00 WIB dan tiba di fishing ground pada malam harinya

atau keesokan harinya tergantung dari jarak dari fishing base ke fishing ground.

Pada umumnya setiap hari dilakukan setting sebanyak 10-12 kali, sehingga satu

kali trip setting dapat dilakukan sebanyak 100-120 kali. Rata-rata waktu yang

dibutuhkan untuk satu kali hauling adalah 1 jam atau 60 menit.

Metode pengoperasian cantrang terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap

persiapan, tahap setting atau pemasangan dan penurunan alat tangkap, dan tahap

hauling atau pengangkatan jaring. Pada tahap persiapan, ABK mempersiapkan

perbekalan melaut, jaring, tali selambar, dan pelampung tanda. Tahap setting

dilakukan setelah sampai di fishing ground dan setelah kapten kapal atau fishing

master telah memerintahkan kepada ABK untuk mempersiapkan jaring. Tahap

setting dimulai ketika fishing master memerintahkan ABK untuk menurunkan

pelampung tanda yang berbendera ke laut dan kapal melingkar searah jarum jam

sambil diikuti oleh penurunan tali selambar dan sayap jaring bagian kanan.

Gerakan kapal membentuk setengah lingkaran dengan memposisikan kantong

jaring tepat berada di tengah perputaran kapal. Setelah itu menurunkan badan

jaring, kemudian tali selambar dan sayap jaring sebelah kiri diturunkan, diakhiri

dengan bagian kantong. Setelah seluruh bagian jaring diturunkan kapal bergerak

menuju pelampung tanda dengan melanjutkan penurunan tali selambar bagian

kiri. Setelah kapal berhasil sampai di pelampung tanda, kemudian ABK

mengangkat pelampung tanda tersebut dan tali selambar dikaitkan pada gardan.

42

 

Pada pengoperasian cantrang, penentuan arah arus dan angin merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan. Kesalahan dalam

memperhitungkan arus dapat menyebabkan jaring terbelit dan tidak terpasang

secara sempurna.

Ketika tahap hauling, ABK menghidupkan mesin gardan untuk menarik tali

selambar dan mesin kapal tetap hidup namun tidak dalam keadaan maksimum.

Setelah seluruh tali selambar berhasil ditarik oleh mesin gardan, kemudian

dilakukan penarikan jaring ke atas kapal oleh ABK secara manual sambil

merapikan jaring untuk memudahkan operasi selanjutnya.

Hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong dengan membuka tali pada bagian

ujung kantong. Hasil tangkapan kemudian disortir menurut jenis dan ukuran ikan

kemudian disimpan ke dalam palka. Untuk hasil tangkapan yang bernilai

ekonomis tinggi, dipisahkan dengan menggunakan kantong plastik terlebih dahulu

agar pada saat dijual harga ikan tetap tinggi.

5) Hasil tangkapan dan daerah penangkapan ikan

Hasil tangkapan alat tangkap cantrang adalah sumberdaya ikan damersal.

Hasil tangkapan alat tangkap cantrang diantaranya ialah pepetek (Leiognathus

sp.), biji nangka (Upeneus sulphureus), kapasan (Gerres kapas), kurisi (Upeneus

vittatus), swanggi (Priacanthus tayenus), kakap merah (Lutjanus spp.), kerapu

(Cephalopholis sp.), ikan sebelah (Psettodes erumei), buntal (Tetradon sp.), kwee

(Caranx sp.), pari (Aetobatus spp.), cumi-cumi (Loligo spp.), ikan lidah

(Cynoglosus lingua), sotong (Sepiella maindroni) , dan beloso (Synodus sp.).

Ikan yang dominan tertangkap antara lain pepetek (Leiognathus sp.), biji

nangka (Upeneus sulphureus) atau kuniran (bahasa lokal), kurisi (Upeneus

vittatus), dan kapasan (Gerres kapas). Ikan pepetek (Leiognathus sp.) merupakan

ikan yang paling dominan dan biasanya apabila terlalu banyak dibuang kembali

oleh nelayan karena memiliki nilai ekonomis yang rendah.

Daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan cantrang PPI Blanakan

cukup jauh sehinnga trip operasi penangkapan dilakukan 7-15 hari. Berdasarkan

hasil wawancara, daerah yang biasa dikunjungi oleh nelayan cantrang PPI

Blanakan diantaranya adalah Perairan Sumatera dengan jarak tempuh lebih dari

43

 

100 mil dan waktu tempuh lebih dari 30 jam dari PPI Blanakan, Perairan

Kalimantan dengan jarak tempuh lebih dari 150 mil dengan waktu lebih dari 45

jam dari PPI Blanakan, Perairan Jakarta dengan waktu tempuh 12 jam, dan sekitar

Laut Utara Jawa seperti, Indramayu, Cirebon, dan Karawang.

5.1.2 Struktur biaya unit penangkapan cantrang

1) Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang umumnya dikeluarkan pada awal

kegiatan. Biaya investasi usaha perikanan cantrang meliputi pembelian kapal, alat

tangkap, mesin,serta perlengkapan lain.

Persentase terbesar untuk investasi adalah untuk pembelian kapal yaitu

sebesar 63,83% - 86,21% dengan nilai Rp 120.000.000 – Rp 215.000.000. Seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya, nelayan cantrang PPI Blanakan membeli kapal

dari daerah Brebes, Tegal, Indramayu, dan Batang karena harga yang murah

dengan kualitas yang baik. Nilai investasi mesin utama lebih besar daripada alat

tangkap cantrang. Nilai investasi mesin utama sebesar Rp 15.000.000 – Rp

37.000.000 dan untuk alat tangkap sebesar Rp 5.000.000 – Rp 18.000.000. Total

biaya investasi usaha perikanan cantrang adalah sebesar Rp 188.000.000 – Rp

275.100.000 (Lampiran 4). Pada Tabel 8 akan disajikan biaya investasi cantrang

per kapal dan untuk lebih jelas rincian biaya investasi dapat dilihat pada Lampiran

4.

Tabel 8 Investasi usaha perikanan cantrang per kapal Nama Kapal Ukuran kapal (GT) Nilai investasi (Rp)

KM Alung Jaya 15 206.700.000KM Ade dan Mas 18 263.500.000KM Bhakti Jaya 23 217.600.000KM Malinda 24 232.000.000KM Fajar Asih 26 275.100.000KM Selat Mandiri 29 188.000.000Sumber: Data primer diolah, 2010

2) Biaya operasional

Biaya operasional terbagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya

tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik kapal, baik kapal itu

beroperasi maupun tidak beroperasi. Komponen biaya tetap usaha perikanan

44

 

cantrang meliputi biaya penyusutan kapal, penyusutan mesin, penyusutan alat

tangkap, pemeliharaan kapal, pemeliharaan mesin, pemeliharaan alat tangkap, dan

SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan). Rincian biaya tetap usaha perikanan cantrang

disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 9 Total biaya operasional unit usaha cantrang PPI Blanakan per tahun Nama Kapal Biaya tetap (Rp) Biaya variabel (Rp) Biaya total (Rp)

KM Alung Jaya 50.483.300 458.397.000 508.880.333KM Ade dan Mas 57.112.500 595.800.000 652.912.500KM Bhakti Jaya 61.720.000 796.500.000 858.220.000KM Malinda 43.066.700 618.660.000 661.726.667KM Fajar Asih 60.487.500 590.346.000 650.833.500KM Selat Mandiri 57.900.000 759.313.500 817.213.500Sumber: Data primer diolah, 2010

Biaya tetap yang harus dikeluarkan setiap tahun oleh pemilik usaha

perikanan cantrang berkisar antara Rp 43.066.700 – Rp 61.720.000.00. Biaya

pemeliharaan terbesar adalah biaya pemeliharaan mesin dengan nilai Rp

12.000.000 – Rp 24.000.000 dengan kontribusi sebesar 27,86% - 42,02% dari

total biaya tetap yang harus dikeluarkan. Biaya penyusutan terbesar adalah biaya

penyusutan kapal yaitu berkisar antara Rp 6.000.000 – Rp 10.750.000 dengan

umur teknis 20 tahun.

Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan setiap kali akan melakukan

trip penangkapan ikan dan besarnya biaya dapat berubah-ubah (tidak tetap). Biaya

variabel usaha perikanan cantrang meliputi konsumsi ABK, solar, oli, air tawar, es

balok, retribusi, dan bagi hasil. Besarnya biaya variabel rata-rata yang harus

dikeluarkan adalah Rp 636.502.750 per tahun dengan kisaran Rp 458.397.000 –

Rp 796.500.000. Rincian komponen biaya variabel usaha perikanan cantrang

dapat dilihat pada Lampiran 6. Solar merupakan komponen biaya variabel yang

sangat penting dan berpengaruh terhadap kegiatan operasional penangkapan ikan

karena merupakan biaya variabel terbesar yang harus dikeluarkan oleh pemilik

kapal yaitu Rp 129.600.000 – Rp 378.000.000 dengan kontribusi rata-rata 42,42%

dari total biaya variabel tiap tahun.

45

 

5.1.3 Penerimaan unit usaha cantrang

Penerimaan pemilik usaha cantrang diperoleh dari penjualan hasil

tangkapan. Penjualan hasil tangkapan di Blanakan dilakukan melalui lelang

murni, tidak melalui tengkulak. Penerimaan pemilik usaha cantrang dipengaruhi

oleh dua musim, yaitu musim puncak (banyak ikan) dan musim paceklik (sedikit

ikan). Musim puncak terjadi pada bulan Agustus-Maret sedangkan musim

peceklik terjadi pada bulan April-Juli. Total penerimaan yang diperoleh pemilik

usaha cantrang berkisar Rp 605.340.000 – Rp 967.200.000. Pada musim puncak

jumlah trip sebanyak 16 trip, sedangkan musim paceklik jumlah trip sebanyak 8

trip. Total penerimaan rata-rata usaha yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang

sebesar Rp 800.820.000 per tahun sebelum dikurangi total biaya variabel dan

biaya tetap. Peneriman yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang disajikan pada

Tabel 10.

Tabel 10 Penerimaan usaha unit perikanan cantrang

Nama Kapal Musim Puncak (Rp)

Musim Paceklik (Rp)

Total Penerimaan

KM Alung Jaya 396.960.000 208.380.000 605.340.000KM Ade dan Mas 471.200.000 268.000.000 739.200.000KM Bhakti Jaya 615.200.000 352.000.000 967.200.000KM Malinda 540.000.000 235.200.000 775.200.000KM Fajar Asih 547.200.000 223.440.000 770.640.000KM Selat Mandiri 662.400.000 284.940.000 947.340.000Sumber: Data primer diolah, 2010

Penerimaan pada tabel di atas diperoleh dari penjualan ikan melalui

pelelangan. Ikan-ikan yang dominan dan selalu tertangkap di setiap trip, yaitu

pepetek (Leiognathus sp.), biji nangka (Upeneus sulphureus) atau kuniran (bahasa

lokal), kurisi (Upeneus vittatus), kapasan (Gerres kapas), cumi-cumi (Loligo

spp.), dan sotong (Sepiella maindroni). Ikan lain yang dimaksud (pada Lampiran

7) antara lain adalah swanggi (Priacanthus tayenus), kakap merah (Lutjanus spp.),

kerapu (Cephalopholis sp.), ikan sebelah (Psettodes erumei), buntal (Tetradon

sp.), kwee (Caranx sp.), pari (Aetobatus spp.), ikan lidah (Cynoglosus lingua),

sotong (Sepiella maindroni) , beloso (Synodus sp.), dan berbagai macam udang.

46

 

Ikan atau udang tersebut jumlahnya tidak banyak dan belum tentu tertangkap di

setiap trip. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Berdasarkan penerimaan tersebut dapat diketahui bahwa pendapatan atau

keuntungan bersih (π) per tahun yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang

setelah dikurangi total biaya (Total Cost) berkisar antara Rp 86.287.500 – Rp

130.126.500 dengan pendapatan rata-rata Rp 109.322.250 per tahun. Pada Tabel

11 akan disajikan pendapatan bersih usaha perikanan cantrang berdasarkan ukuran

kapal.

Pendapatan atau keuntungan bersih yang diperoleh setiap kapal berbeda-

beda. Perbedaan itu dapat disebabkan beberapa faktor, diantaranya ukuran kapal

yang berbeda, keahlian fishing master untuk menentukan DPI, keahlian para ABK

untuk mengoperasikan alat, teknologi alat yang digunakan.

Tabel 11 Pendapatan bersih usaha perikanan cantrang berdasarkan ukuran kapal Nama Kapal Ukuran Kapal (GT) Keuntungan (Rp)

KM Alung Jaya 15 96.459.700KM Ade dan Mas 18 86.287.500KM Bhakti Jaya 23 109.780.000KM Malinda 24 113.473.300KM Fajar Asih 26 119.806.500KM Selat Mandiri 29 130.126.500

Sumber: Data Primer Diolah, 2010

Gambar 11 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan keuntungan.

47

 

5.1.4 Analisis kriteria investasi

Analisis kriteria investasi unit usaha perikanan cantrang meliputi Net

Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP),

analisis imbangan penerimaan dan biaya (revenue – cost ratio). Tabel 12

menyajikan tabel kriteria investasi usaha penangkapan ikan dengan cantrang di

PPI Blanakan.

Tabel 12 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang di PPI Blanakan

Sumber: Data primer diolah, 2010

Berdasarkan perhitungan, Net Present Value (Lampiran 8) pada tingkat

suku bunga (discount rate) 20% berkisar antara Rp 769.249.600 – Rp

3.457.411.500 dan nilai NPV rata- rata sebesar Rp 1.931.196.200. KM Selat

Mandiri memiliki nilai IRR terbesar yaitu 73% dan nilai IRR terkecil dimiliki oleh

KM Ade dan Mas. Waktu pengembalian investasi atau payback period paling

lama terjadi pada KM Ade dan Mas yaitu 3,05 tahun sedangkan KM selat mandiri

memiliki payback period paling cepat yaitu 1,44 tahun. Nilai NPV pada discount

rate 20% berdasarkan ukuran kapal dapat dilihat pada Gambar 12.

Nama Kapal Discount Rate (20%)

NPV IRR PP R/C

KM Alung Jaya (15 GT) 769.249.600 40% 2,14 1,19

KM Ade dan Mas (18 GT) 2.521.800.600 29% 3,05 1,13

KM Bhakti Jaya (23 GT) 1.229.534.900 45% 2,00 1,13

KM Malinda (24 GT) 1.389.241.900 47% 1,99 1,17

KM Fajar Asih (26 GT) 3.457.411.500 42% 2,30 1,18

KM Selat Mandiri (29 GT) 2.219.938.400 73% 1,44 1,16

48

 

Gambar 12 Nilai Net Present Value (NPV) berdasarkan ukuran kapal cantrang.

Gambar 12 menunjukkan bahwa ukuran kapal tidak berpengaruh terhadap

NPV. Kapal berukuran 26 GT memiliki nilai NPV paling tinggi dibandingkan

dengan nilai NPV kapal lain. Nilai NPV terendah terjadi pada kapal yang

berukuran 15 GT yang merupakan ukuran kapal terkecil.

5.1.5 Analisis sensitivitas usaha perikanan cantrang

Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan

yang berubah-ubah terhadap hasil suayu kelayakan. Keadaan yang berubah

tersebut dapat berupa perubahan harga. Kenaikan harga input seperti solar atau

pun penurunan harga output seperti hasil tangkapan dapat mempengaruhi

kelayakan suatu usaha. Dalam hal ini akan dilihat seberapa besar sensitivitas suatu

usaha apabila terjadi kenaikan input, yaitu solar. Solar merupakan input terbesar

yang dibutuhkan (42,42%).

Pada perhitungan sensitivitas usaha cantrang dengan discount rate 20%

(Lampiran 9), nilai sensitivitas usaha perikanan cantrang berkisar 58% - 148,85%

dengan sensitivitas rata-rata 88,22%. Hal itu berarti bahwa usaha tersebut masih

layak dijalankan apabila kenaikan harga solar maksimal 88,22%. Apabila

kenaikan harga solar melebihi nilai sensitivitas maka usaha tersebut tidak dapat

lagi mendapatkan keuntungan.

Nilai sensitivitas pada tiap-tiap kapal dapat berbeda-beda. Pada Tabel 13

akan disajikan nilai sensitivitas (discount rate 20%) berdasarkan ukuran kapal.

49

 

Sementara itu nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal juga dapat dilihat dalam

bentuk diagram agar lebih jelas dan dapat dilihat pada Gambar 13.

Tabel 13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal

Nama kapal Ukuran kapal (GT) Sensitivitas (%) KM alung Jaya 15 148,85KM Ade dan Mas 18 66,57KM Bhakti Jaya 23 58,00KM Malinda 24 75,04KM Fajar Asih 26 100,74KM Selat Mandiri 29 80,09

Sumber: Data Primer Diolah, 2010

Gambar 13 Nilai sensitivitas berdasarkan ukuran kapal cantrang.

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa nilai sensitivitas terkecil

terjadi pada kapal cantrang berukuran 23 GT yaitu 58% yang berarti bahwa kapal

tersebut lebih sensitif terhadap perubahan harga solar. Ukuran kapal 15 GT

memiliki nilai sensitivitas terbesar yaitu 148,85%. Untuk melihat hubungan antara

ukuran kapal dengan sensitivitas dapat dilihat pada Gambar 14.

50

 

Gambar 14 Grafik hubungan ukuran kapal cantrang dengan sensitivitas.

Berdasarkan grafik hubungan tersebut, diketahui bahwa derajat hubungan atau R2

sebesar 0,221 dengan nilai korelasi 0,4701. Hal ini berarti bahwa hubungan

ukuran kapal dengan sensitivitas tidak erat.

5.1.6 Pengaruh struktur biaya terhadap trip

Biaya penangkapan merupakan salah satu komponen penting dalam

kegiatan operasional penangkapan ikan. Seringkali biaya menjadi pembatas para

nelayan atau pemilik kapal untuk melakukan penangkapan ikan (trip), karena akan

berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh berupa keuntungan atau

dapat juga menimbulkan kerugian. Solar merupakan komponen biaya terbesar

yang harus dikeluarkan (42,42%). Solar dapat mempengaruhi kegiatan

penangkapan ikan. Harga solar sering mengalami perubahan, baik itu kenaikan

harga ataupun penurunan harga. Untuk lebih jelasnya perubahan harga solar pada

tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada Tabel 14.

51

 

Tabel 14 Perkembangan harga solar tahun 2005-2009 Tahun Harga Solar (Rp)

2005 Januari – Februari 1.650 Maret – September 2.100 Oktober – Desember 4.300 2006 4.300 2007 4.300 2008 Januari – April 4.300 Mei – Desember 5.500 2009 4.500

Sumber: Pertamina, 2010

Tahun 2005, harga solar mengalami kenaikan harga sebanyak dua kali,

kenaikan harga solar pertama yaitu dari Rp 1.650 menjadi Rp 2.100, sedangkan

kenaikan harga solar kedua yaitu dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300. Kenaikan harga

solar yang kedua ini mencapai 100%. Pada tahun 2006 dan 2007, harga solar

stabil, tidak mengalami kenaikan dan penurunan harga solar. Tahun 2008, harga

solar kembali mengalami peningkatan yaitu dari harga Rp 4.300 menjadi Rp

5.500. Tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan sebanyak Rp 1.000. pada

tahun 2009, harga solar kembali stabil, artinya tidak ada perubahan. Berikut akan

disajikan tabel jumlah trip cantrang di PPI Blanakan pada tahun 2005 dan 2008.

Tabel 15 Jumlah trip dan harga solar tahun 2005 Tahun 2005 Harga Solar (Rp) Jumlah Trip

Januari 1.650 220Februari 1.650 217Maret 2.100 213April 2.100 184Mei 2.100 178Juni 2.100 182Juli 2.100 187Agustus 2.100 208September 2.100 214Oktober 4.300 146November 4.300 134Desember 4.300 141Jumlah 2224Sumber: KUD Inti Mina Fajar sidik dan Pertamina,2009

52

 

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hubungan antara harga solar

dengan jumlah trip dengan menggunkan regresi sederhana yang akan disajikan

pada Gambar 15.

Gambar 15 Grafik Hubungan harga solar dengan trip tahun 2005.

Grafik di atas dapat menunjukkan persamaan regresi Y = -0,026X + 254,2 + ε

dengan R2 = 0,831 dan nilai korelasi sebesar 0,9116. Berdasarkan perhitungan

dapat diketahui bahwa standar error persamaan tersebut adalah sebesar 13,3363.

Hubungan antara harga solar dengan jumlah trip juga dapat dilihat pada Gambar

16.

Gambar 16 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005.

53

 

Perubahan harga solar pun terjadi pada tahun 2008, yaitu pada bulan

Januari-April harga tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu Rp

4.300. Namun pada bulan Mei-Desember, harga solar naik menjadi Rp 5.500.

Pada Tabel 16 akan disajikan perubahan harga solar beserta jumlah trip tahun

2008.

Tabel 16 Jumlah trip dan harga solar tahun 2008

Tahun 2008 Harga Solar (Rp) Jumlah Trip Januari 4.300 103Feb 4.300 129Mar 4.300 159Apr 4.300 146Mei 5.500 134Jun 5.500 142Jul 5.500 137Ags 5.500 171Sep 5.500 151Okt 5.500 128Nov 5.500 165Des 5.500 174 Jumlah 1739

Sumber: KUD Inti Mina Fajar Sidik dan Pertamina,2009

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui hubungan antara harga solar

dengan jumlah trip cantrang dengan menggunkan regresi sederhana yang akan

disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17 Grafik hubungan harga solar dengan trip tahun 2008.

54

 

Grafik hubungan di atas menunjukkan nilai persamaan regresi Y= 0,013X + 76,91

+ ε dengan R2 sebesar 0,146 dimana variabel X adalah harga solar dan variabel Y

adalah jumlah trip cantrang. Standar error dari persamaan tersebut adalah sebesar

19,9255. Nilai korelasi dari persamaan regresi tersebut adalah 0,831. Trip

cantrang pada harga solar mengalami peningkatan pada awalnya mengalami

penurunan yang tidak signifikan dan dapat kembali stabil. Hubungan antara harga

solar dengan jumlah trip pada tahun 2008 juga dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2008.

Diagram diatas menunjukkan bahwa jumlah trip cantrang sangat

berfluktuatif dan tidak tergantung terhadap harga solar, namun hanya pada

awalnya saja mengalami penurunan yang tidak signifikan. Jumlah trip cantrang

pada tahun tersebut dapat dipengaruhi oleh musim, yaitu musim puncak dan

paceklik, trip terbanyak terjadi pada bulan November dan bulan Desember dimana

bulan tersebut adalah bulan musim puncak bagi nelayan cantrang. Namun trip

terendah terjadi pada bulan Januari, dimana bulan tersebut merupakan musim

puncak bagi nelayan cantrang. Hal ini terjadi karena pada bulan tersebut cuaca

tidak mendukung aktifitas penangkapan ikan, yaitu merupakan musim barat

sehingga angin dan gelombang sedang tinggi.

Sementara itu, untuk mengetahui pengaruh harga solar dari tahun 2005 –

2009, maka dibuat persamaan regresi dengan jumlah trip cantrang per tahun dan

harga solar per tahun. Lebih jelasnya akan disajikan pada Tabel 17.

55

 

Tabel 17 Jumlah trip cantrang dan harga solar tahun 2005 – 2009

Tahun Harga solar (Rp) Trip cantrang 2005 2.100 2.2242006 4.300 1.7502007 4.300 1.7422008 5.500 1.7392009 4.500 1.715

Sumber: KUD Inti Mina Fajar Sidik dan Pertamina, 2009

Tahun 2005, jumlah trip cantrang sebanyak 2.224, namun pada saat terjadi

kenaikan solar sebesar 100% (dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300) mengalami

penurunan kukup drastis sekitar 50%, sehingga jumlah trip cantrang sebanyak

1.750. Hal ini sangat dirasakan oleh nelayan karena penerimaan tidak dapat

menutupi biaya total yang meningkat secara drastis dan membuat pemilik usaha

mengalami kerugian sehingga tidak melakukan trip. Grafik hubungan dan

persamaan regresi serta keeratan hubungan harga solar dengan kegiatan

operasional penangkapan ikan (trip) tahun 2005 – 2009 dapat dilihat pada Gambar

19.

Gambar 19 Grafik hubungan harga solar dengan jumlah trip cantrang tahun 2005

– 2009.

Grafik di atas menunjukkan persamaan regresi Y = 2499 – 0,16X + ε

dengan R2 sebesar 0,839 dimana variabel X adalah harga solar merupakan

variabel bebas, sedangkan variabel Y adalah trip cantrang yang merupakan

variabel tak bebas. Nilai korelasi dari persamaan regresi tersebut adalah sebesar

0,916. Nilai a pada persamaan tersebut adalah 2.499, nilai b adalah -0,16,

56

 

sedangkan standar error sebesar 101,0957. Hubungan antara harga solar dengan

jumlah trip pada tahun 2005 – 2009 juga dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20 Diagram harga solar dan jumlah trip tahun 2005 – 2009

Diagram di atas menunjukkan bahwa jumlah trip pada tahun 2005

merupakan jumlah trip terbanyak dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Tahun

2006 – 2009 jumlah trip cukup stabil. Namun, pada saat penurunan harga solar

dari Rp 5.500 menjadi Rp 4.500 tidak menyebabkan kenaikan jumlah trip, tetapi

mengalami penurunan trip. Hal ini disebabkan karena penurunan armada unit

usaha cantrang di PPI Blanakan.

5.2 Pembahasan

Analisis usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan merupakan suatu

perhitungan keuangan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu usaha

yang sudah berjalan dan untuk mengetahui kelanjutan usaha tersebut di waktu

yang akan datang sehingga pemilik usaha dapat membuat suatu perhitungan dan

merencanakan langkah untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan

usahanya. Biaya penangkapan ikan terdiri dari biaya investasi, biaya tetap (fix

cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya investasi merupakan biaya yang

umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan. Menurut Nurmalina et al (2009), biaya

investasi selain dikeluarkan di awal tahun bisnis, juga dapat dikeluarkan pada

beberapa tahun setelah bisnis berjalan, missal untuk mengganti komponen atau

peralatan investasi yang umurnya sudah habis namun operasional bisnisnya masih

57

 

berjalan. Dalam hal ini, pembelian jaring cantrang lebih banyak dilakukan karena

umur teknisnya hanya 3 tahun.

Biaya investasi setiap kapal berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 8 dapat

diketahui bahwa ukuran kapal tidak mempengaruhi nilai investasi usaha

penangkapan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barani (2005) bahwa biaya

investasi sangat bergantung pada jenis alat tangkap dan kapal yang akan

digunakan serta umur ekonomis sarana tersebut. Hal ini juga dapat dipengaruhi

oleh tahun pembelian barang-barang investasi berbeda dikarenakan adanya

pengaruh waktu terhadap nilai uang (time value of money). Menurut Nurmalina et

al (2009), nilai uang berubah dengan berjalannya waktu ada beberapa alasan,

yakni inflasi, konsumsi, dan produktivitas. Biaya investasi usaha perikanan

cantrang berkisar antara Rp 188.000.000 – Rp 275.100.000 dengan kontribusi

terbesar dalah untuk pembelian kapal (63,83% - 86,21%). Jumlah investasi

tersebut cukup besar sehingga nelayan atau orang yang akan berinvestasi dalam

dunia perikanan tangkap harus benar-benar memahami usaha penangkapan

cantrang agar tidak menimbulkan kerugian.

Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa biaya tetap terbesar yang

dikeluarkan adalah pemeliharaan mesin sebesar Rp 12.000.000.00 – Rp

24.000.000.00 (Lampiran 5), karena pemeliharaan mesin penting agar operasi

penangkapan ikan berjalan dengan lancar, selain itu juga setelah melakukan trip

biasanya mesin mengalami kerusakan. Biaya penyusutan kapal, mesin, dan alat

tangkap merupakan pengeluaran yang tidak nyata karena pengeluaran ini hanya

merupakan penilaian yang tidak pasti, yang dilakukan disini hanya merupakan

taksiran kasar.

Berdasarkan perhitungan dapat diketahui bahwa biaya variabel terbesar

yang harus dikeluarkan adalah biaya untuk pembelian solar yang memberikan

kontribusi rata-rata sebesar 42,42% dari total biaya variabel (Lampiran 6).

Besarnya pemakaian solar tergantung dari daerah penangkapan ikan (fishing

ground) yang dituju serta lama trip yang dilakukan. Selain itu, dalam

pengoperasian cantrang, kapal bergerak aktif mengelilingi suatu area perairan

sehingga pemakaian solar lebih besar dibandingkan pengoperasian alat tangkap

dengan kapal pasif. Solar yang dibutuhkan untuk setipa kali trip dilakukan adalah

58

 

800 – 3.500 liter. Bagi hasil dan retribusi termasuk biaya variabel karena besarnya

ditentukan oleh hasil tangkapan yang didapatkan berbeda-beda setiap trip

sehingga penerimaan yang diperoleh oleh pemilik kapal pun berbeda-beda.

Menurut Mulyadi (2005), upah/gaji awak nelayan yang umumnya bersifat bagi

hasil merupakan pengeluaran nyata yang tidak kontan karena dibayar sesudah

hasil tangkapan dijual. Besarnya bagi hasil nelayan cantrang PPI Blanakan adalah

50% untuk pemilik kapal dan 50% untuk nelayan buruh setelah hasil lelang

dikurangi biaya perbekalan melaut. Setiap ABK menerima upah yang berbeda

sesuai dengan posisi ABK. Pembagian dengan system ini merupakan kesepakatan

antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh atau ABK. Jumlah pendapatan

pemilik usaha cukup menguntungkan. Nahkoda atau juru mudi mendapat bagian

paling besar diantara ABK yang lain, yaitu dua bagian karena memiliki tugas yang

lebih berat daripada ABK yang lain. Besarnya retribusi adalah 5% seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya.

Keuntungan nelayan pemilik kapal cantrang didapatkan dari selisih antara

total revenue (TR) dengan total cost (TC). Besarnya keuntungan berkisar antara

Rp 86.287.500 – Rp 130.126.500. Penelitian yang dilakukan oleh Rodiana (2006)

juga menyebutkan bahwa keuntungan yang diperoleh nelayan cantrang rata-rata

sebesar Rp 115.317.446 per tahun. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa

semakin besar ukuran kapal cantrang, maka akan semakin besar pendapatan yang

diperoleh. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan kapal untuk menampung

hasil tangkapan lebih besar untuk kapal yang berukuran lebih besar. Namun tidak

semua seperti itu, dalam tabel di atas pendapatan kapal cantrang berukuran 15 GT

lebih dari 18 GT. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu keahlian

fishing master dalam menentukan DPI berbeda-beda, kemampuan

mengoperasikan alat, dan lain-lain. Suhery (2010) menjelaskan bahwa faktor yang

berpengaruh terhadap keberhasilan penangkapan ikan dengan alat tangkap

cantrang karena adanya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

meliputi kekuatan dan ketahanan jaring dan tali selambar, kemampuan fishing

master dalam membaca dan menentukan posisi penangkapan serta kinerja ABK,

kemampuan olah gerak kapal dalam proses setting dan ketahanan kapal selama

proses penarikan tali selambar. Faktor eksternal meliputi sumberdaya ikan, cuaca

59

 

dan musim, arus, dan substrat perairan karena cantrang beroperasi di dasar

perairan.

Ukuran kapal dan keuntungan memiliki hubungan yang erat (Gambar 11).

Hal ini ditunjukkan dengan nilai R2 sebesar 0,854 dan nilai korelasi sebesar

0,9241. Produktivitas kapal ikan ditetapkan dengan mempertimbangkan ukuran

tonase kapal, jenis bahan kapal, kekuatan mesin kapal, jenis alat tangkap yang

digunakan, jumlah trip operasi penangkapan per tahun, kemampuan tangkap rata-

rata per trip, dan wilayah penangkapan ikan. Semakin tinggi produktivitas kapal

ikan, maka makin tinggi pula keuntungan yang akan diperoleh oleh kapal tersebut

(Anonim, 2008).

Berdasarkan perhitungan analisis kriteria investasi yaitu dari nilai Net

Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP), dan

R/C, maka usaha penangkapan ikan dengan cantrang memenuhi kriteria kelayakan

investasi dan usaha sehingga usaha penangkapan cantrang di PPI Blanakan layak

untuk dijalankan dan menguntungkan. Nilai kriteria investasi berhubungan dengan

penerimaan, biaya operasional, dan biaya investasi setiap kapal cantrang sehingga

nilai kriteria investasi setiap kapal cantrang akan berbeda-beda. Ukuran kapal

tidak mempengaruhi nilai kriteria investasi usaha penangkapan cantrang karena

penerimaan, biaya operasional, dan biaya investasi setiap kapal pun tidak

konsisten terhadap ukuran kapal.

Analisis sensitivitas merupakan analisis yang penting dalam usaha

perikanan guna mengatasi dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah

terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk

memprediksi hasil analisis kelayakan usaha apabila terjadi perubahan di dalam

perhitungan biaya (Nurmalina, et al., 2009). Dalam kegiatan penangkapan ikan

dengan cantrang, faktor yang sering berubah adalah BBM (solar). Nilai

sensitivitas dihitung dengan cara meningkatkan harga input (solar) dari harga

yang berlaku tahun 2009 dalam satuan persen. Nilai sensitivitas diperoleh dari

nilai NPV positif terkecil dan usaha masih mendapatkan keuntungan setelah

dilakukan kenaikan harga solar. Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa nilai

sensitivitas tertinggi sebesar 148,85%, artinya bahwa armada yang memiliki nilai

sensitivitas tersebut tidak sensitif terhadap kenaikan harga solar, yaitu KM Alung

60

 

Jaya. Hal itu disebabkan karena kebutuhan terhadap solar KM Alung Jaya lebih

kecil dibandingkan dengan armada lain. KM Alung Jaya memiliki waktu trip yang

lebih pendek dibandingkan dengan armada lain, yaitu 7 hari. Armada tersebut

masih bisa menjalankan usahanya dengan baik sampai perubahan harga solar

maksimum 148,85%, yaitu Rp 11.198 dari harga yaitu Rp 4.500.00. Nilai

sensitivitas terkecil sebesar 58% yang dimiliki oleh KM Bhakti Jaya.

Selanjutnya, untuk mengatasi pengaruh perubahan solar terhadap jumlah

trip, telah dilakukan analisis regresi antara jumlah trip dan perubahan harga solar.

Hasil analisis ini menunjukkan hubungan yang negatif. Hal ini disebabkan apabila

harga solar mengalami kenaikan dengan jumlah hasil tangkapan yang sama akan

menambah beban biaya operasional sehingga para nelayan mengurangi kegiatan

penangkapan ikan (trip). Berdasarkan persamaan regresi sederhana tersebut dapat

diketahui nilai R2 yaitu 0,839 hal ini berarti bahwa 83,9% diantara keragaman

dalam nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan X. Nilai

korelasi (r) diperoleh sebesar 0,916 yang artinya bahwa hubungan antara harga

solar dengan jumlah trip cantrang sangat erat. Hal ini disebabkan karena solar

merupakan komponen biaya terbesar yang harus dikeluarkan oleh nelayan pemilik

usaha cantrang. Daerah penangkapan ikan (fishing ground) cantrang memiliki

jarak yang cukup jauh dari Blanakan, bahkan sampai ke luar Pulau Jawa (Perairan

Sumatera dan Perairan Kalimantan) sehingga solar merupakan komponen biaya

yang sangat penting untuk mencapai tempat tujuan, selain itu dalam operasi

penangkapan pun kapal bergerak aktif sehingga membutuhkan solar lebih banyak.

Berdasarkan uji t, keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 yang berarti

bahwa harga solar dapat mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan

cantrang. Hal ini sesuai dengan kriteria yang dinyatakan oleh Walpole (1995)

yaitu jika r ≥ 0,7 dan r ≤ - 0,6 berarti korelasi erat dan jika -0,6 < r < 0,7 berarti

bahwa korelasi tidak erat dan t hitung berada pada wilayah kritis sehingga tolak

H0. Berdasarkan wawancara, banyak kapal cantrang yang berbasis di Blanakan

pada saat kenaikan harga solar, tidak mendaratkan ikan di Blanakan dikarenakan

jarak yang agak jauh sehinnga para nelayan menghemat bahan bakar. Para

nelayan mendaratkan ikannya ke TPI yang lebih dekat dari fishing ground yang

mereka datangi atau kembali ke daerah asal mereka seperti, Indramayu.

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di PPI Blanakan dapat

disimpulkan bahwa:

1. Biaya investasi usaha perikanan cantrang meliputi pembelian kapal, alat

tangkap, mesin, serta perlengkapan lain. Besarnya biaya investasi usaha

perikanan cantrang berkisar antara Rp 188.000.000 – Rp 275.100.000.

2. Biaya variabel usaha perikanan cantrang meliputi konsumsi ABK, solar, oli,

air tawar, es balok, retribusi, dan bagi hasil. Besarnya biaya variabel yang

harus dikeluarkan berkisar antara Rp 458.397.000 – Rp 796.500.000 per

tahun.

3. Komponen biaya tetap usaha perikanan cantrang meliputi biaya penyusutan

kapal, penyusutan mesin, penyusutan alat tangkap, pemeliharaan kapal,

pemeliharaan mesin, pemeliharaan alat tangkap, dan SIUP (Surat Izin Usaha

Perikanan). Biaya tetap rata-rata yang harus dikeluarkan setiap tahun oleh

pemilik usaha perikanan cantrang adalah sebesar Rp 55.128.300 dengan

kisaran antara Rp 43.066.700 – Rp 61.720.000

4. Total penerimaan yang diperoleh pemilik usaha cantrang berkisar Rp

605.340.000 – Rp 967.200.000. Total penerimaan rata-rata usaha yang

diperoleh oleh pemilik usaha cantrang sebesar Rp 800.820.000 per tahun

sebelum dikurangi total biaya variabel dan biaya tetap. Keuntungan bersih (π)

per tahun yang diperoleh oleh pemilik usaha cantrang setelah dikurangi total

biaya (Total Cost) berkisar antara Rp 86.287.500 – Rp 130.126.500 dengan

pendapatan rata-rata Rp 109.322.300.

5. Berdasarkan perhitungan persamaan regresi sederhana, hubungan harga solar

dengan jumlah trip cantrang adalah Y = 2499 – 0,16X + ε dengan standar

error 101,0957. Nilai R2 yaitu 0.839 dan nilai korelasi sebesar 0,916 yang

artinya bahwa hubungan antara harga solar dengan jumlah trip cantrang

sangat erat. Berdasarkan uji t, struktur biaya (solar) dapat mempengaruhi

kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang di PPI Blanakan.

62  

6.2 Saran

1. Penambahan variabel X dapat dilakukan untuk mengetahui lebih jauh faktor

yang mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan dengan cantrang sehingga

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut karena perikanan cantrang ini

merupakan usaha perikanan yang menghasilkan keuntungan yang besar.

2. Perikanan cantrang sebaiknya lebih dikembangkan lagi di PPI Blanakan

karena usaha ini memiliki prospek yang cerah.

 

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2008. Juklak Perhitungan Produktivitas Kapal Perikanan. [terhubung tidak berkala]. http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/01/juklak-perhitungan-produktifitas-kapal-perikanan/ . [6 Mei 2010]

Bambang, N. 2006. Petunjuk pembuatan dan Pengoperasian Cantrang dan Rawai Dasar Pantai Utara Jawa Tengah. Semarang: Balai Besar Pengembangan Penangkapan ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. 14 hal.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Bentuk Baku Konstruksi Pukat Tarik Cantrang. [terhubung tidak berkala]. www.sni.or.id. [11 April 2010]

[DKP Kab. Subang] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang. 2005. Evaluasi Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Subang. 120 hal.

Desa Blanakan Subang. 2009. Pendataan Profil Desa/Kelurahan Blanakan. Subang: Pemerintah Kabupaten Subang. 89 hal.

Barani, HM. 2005. Profil Pendapatan Usaha Penangkapan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di Perairan Sulsel Bagian Selatan. Buletin PSP vol XIV No.2 oktober. 90 hal.

Dzamin Z. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. Jakarta: Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 167 hal.

Horngren, Datar, dan Foster. 2005. Akuntansi Biaya: penekanan manajerial jilid 1. Edisi kesebelas. Jakarta: Indeks kelompok gramedia. 572 hal.

Kadariah, Lien K, dan Clive G. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 181 hal.

Mahardika, D. 2008. Pengaruh Jenis Alat Tangkap Terhadap Tingkat Kesejahteraan Nelayan di Kelurahan Tegalsari dan Muarareja, Tegal, Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 110 hal.

Monintja, D. 1989. Perikanan Tangkap di Indonesia: Suatu Pengantar. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 49 hal.

Mulyadi, S. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 223 hal.

Mulyanto, RB dan Syahasta. 2006. Petunjuk Teknis Identifikasi Sarana Perikanan Tangkap Kapal Perikanan (Fishing Vessel). Semarang: Balai Besar Pengembangan Penangkapan ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. DKP. 53 hal.

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 622 hal.

64  

Nurmalina, R, dkk. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. 183 hal.

[ PERTAMINA] . 2010. Perkembangan Harga BBM. [terhubung tidak berkala] www.pertamina.com [ 1 April 2010]

Prado, J dan PY Dremiere. 2006. Panduan Teknis Usaha Penangkapan Ikan (Fisherman’s Workbook). Semarang: Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan. 238 hal.

Rodiana, Y. 2006. Analisis Teknologi Penangkapan Ikan Tepat Guna yang berbasis di Blanakan Kabupaten Subang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 110 hal.

Subagyo, A. 2007. Studi Kelayakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Elex Media Komputindo. 258 hal.

Subani W. dan HR Barus, 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. 248 hal.

Suhery, N. 2010. Kajian Teknis Pengoperasian Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 81 hal.

Tjahjono, A. dan Sulastiningsih. 2003. Akuntansi: Pengantar Pendekatan Terpadu. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 372 hal.

Tunggal, HA. 2006. Undang-Undang Perikanan: UU RI Nomor 31 Tahun 2004. Jakarta: Harvarindo. 88 hal.

Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 488 hal

Usman, H. dan R. Purnomo SA. 2003. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara. 323 hal

Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 516 hal.

Walter, N. 1991. Teori Mikroekonomi: Prinsi Dasar dan Perluasan. Edisi kelima. Daniel Wirajaya, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. 520 hal.

Yustiarani, A. 2008. Kajian Pendapatan Nelayan dari usaha penangkapan ikan dan bagian retribusi pelelangan ikan di PPI Muara Angke [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 112 hal.

65  

 

LAMPIRAN

66

 

 

 

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

66

67

 

 

Lampiran 2 Peta kecamatan kabupaten Subang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kab.Subang, 2006

Keterangan: 1. Kecamatan Blanakan 2. Kecamatan Legonkulon 3. Kecamatan Pusakanagara 4. Kecamatan Ciasem 5. Kecamatan Sukasari 6. Kecamatan Pamanukan 7. Kecamatan Pusaka Jaya 8. Kecamatan Patokbeusi 9. Kecamatan Cikaum 10. Kecamatan Tambakdahan 11. Kecamatana Binong 12. Kecamatan Compreng 13. Kecamatan Pabuaran 14. Kecamatan Purwadadi 15. Kecamatan Pagaden Barat

16. Kecamatan Pagaden 17. Kecamatan Cipunagara 18. Kecamatan Ciupendeuy 19. Kecamatan Kalijati 20. Kecamatan Dawuan 21. Kecamatan Subang 22. Kecamatan Cibogo 23. Kecamatan Serang Panjang 24. Kecamatan Sagalaherang 25. Kecamatan Jalancagak 26. Kecamatan Cijambe 27. Kecamatan Ciater 28. Kecamatan Kasomalang 29. Kecamatan Cisalak 30. Kecamatan Tanjungsiang

68

 

 

Lampiran 3 Contoh perhitungan analisis usaha

No Uraian Unit Satuan Harga Jumlah A INVESTASI 1. Kapal 1 unit 200.000.000 200.000.000

2. Mesin (utama dan bantu) 1 unit 39.500.000 39.500.000

3. Jaring cantrang 3 unit 5.500.000 16.500.000 4. Gardan 1 unit 3.000.000 3.000.000 5. Perlengkapan lain 4.500.000 4.500.000 Total Investasi 263.500.000

B BIAYA TETAP 1. SIUP 1 tahun 500.000 500.000 2. Biaya Penyusutan - kapal 1 tahun 10.000.000 10.000.000

- Mesin 1 tahun 5.312.500

5.312.500

- Jaring 3 tahun 1.833.333 5.500.000 3. Biaya Pemeliharaan - Perahu 1 tahun 7.000.000 7.000.000 - Mesin 1 tahun 24.000.000 24.000.000 - Jaring 1 tahun 4.800.000 4.800.000 Total Biaya Tetap 57.112.500

C BIAYA VARIABEL 1. Ransum 24 trip 4.000.000 96.000.000 2. Solar 57.600 liter 4.500 259.200.000 3. Oli 60 liter 24.000 1.440.000 4. Air tawar 24 trip 50,000 1,200,000 5. es balok 4.800 balok 12.000 57.600.000 6. Biaya retribusi 5% persen 739.200.000 36.960.000 7. Bagi hasil 50% persen 286.800.000 143.400.000 Total Biaya Variabel 595.800.000 TOTAL BIAYA 652.912.500

D PENERIMAAN 1. Musim Timur (puncak) 471.200.000 2. Musim Barat (paceklik) 268.000.000 TOTAL PENERIMAAN 739.200.000

E KEUNTUNGAN 86.287.500F R/C 1,13G Payback Period (tahun) 3,05

69

 

 

Lampiran 4 Rincian biaya investasi unit usaha cantrang PPI Blanakan

KM Alung Jaya (15 GT) Investasi Nilai (Rp) Persentase (%)

Kapal 150.000.000 72,57 Mesin utama 30.000.000 14,51 Mesin bantu 5.200.000 2,52 Alat tangkap cantrang 15.000.000 7,26 Gardan 3.000.000 1,45 Perlengkapan lainnya 3.500.000 1,69 Total investasi 206.700.000 KM Ade dan Mas (18 GT) Kapal 200.000.000 75,90 Mesin utama 33.000.000 12,52 Mesin bantu 6.500.000 2,47 Alat tangkap cantrang 16.500.000 6,26 Gardan 3.000.000 1,14 Perlengkapan lainnya 4.500.000 1,71 Total investasi 263.500.000 KM Bhakti Jaya (23 GT) Kapal 150.000.000 68,93 Mesin utama 30.000.000 13,79 Mesin bantu 10.600.000 4,87 Alat tangkap cantrang 18.000.000 8,27 Gardan 4.000.000 1,84 Perlengkapan lainnya 5.000.000 2,30 Total investasi 217.600.000 KM Malinda (24 GT) Kapal 200.000.000 86,21 Mesin utama 15.000.000 6,47 Mesin bantu 5.500.000 2,37 Alat tangkap cantrang 5.000.000 2,16 Gardan 3.000.000 1,29 Perlengkapan lainnya 3.500.000 1,51 Total investasi 232.000.000 KM Fajar Asih (26 GT) Kapal 215.000.000 78,15 Mesin utama 23.000.000 8,36 Mesin bantu 10.600.000 3,85 Alat tangkap cantrang 18.000.000 6,54 Gardan 3.500.000 1,27 Perlengkapan lainnya 5.000.000 1,82 Total investasi 275.100.000 KM Selat Mandiri (29 GT)Kapal 120.000.000 63,83 Mesin utama 37.000.000 19,68

70

 

 

Mesin bantu 4.500.000 2,39 Alat tangkap cantrang 18.000.000 9,57 Gardan 3.500.000 1,86 Perlengkapan lainnya 5.000.000 2,66 Total investasi 188.000.000

Sumber : Data Primer Diolah, 2010

71

 

 

Lampiran 5 Rincian biaya tetap unit usaha cantrang PPI Blanakan

KM Alung Jaya (15 GT)

Biaya tetap Nilai (Rp/tahun) Persentase (%)

SIUP 500.000 0,99Penyusutan kapal 7.500.000 14,86Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 9.550.000 18,92Penyusutan alat tangkap 5.000.000 9,90Pemeliharaan kapal 7.000.000 13,87Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)

13.733.333 27,20

Pemeliharaan alat tangkap 200.000 0,4Total Biaya Tetap (Fixed cost) 50.483.333 KM Ade dan Mas (18 GT) SIUP 500.000 0,88Penyusutan kapal 10.000.000 17,51Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 5.312.500 9,30Penyusutan alat tangkap 5.500.000 9,63Pemeliharaan kapal 7.000.000 12,26Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)

24.000.000 42,02

Pemeliharaan alat tangkap 4.800.000 8,40Total Biaya Tetap (Fixed cost) 57.112.500 KM Bhakti Jaya (23 GT) SIUP 500.000 0,81Penyusutan kapal 7.500.000 12,15Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 8.920.000 14,45Penyusutan alat tangkap 6.000.000 9,72Pemeliharaan kapal 10.000.000 16,20Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)

24.000.000 38,89

Pemeliharaan alat tangkap 4.800.000 7,78Total Biaya Tetap (Fixed cost) 61.720.000 KM Malinda (24 GT) SIUP 500.000 1,16Penyusutan kapal 10.000.000 23,22Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 4.100.000 9,52Penyusutan alat tangkap 1.666.667 3,87Pemeliharaan kapal 10.000.000 23,22Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)

12.000.000 27,86

Pemeliharaan alat tangkap 4.800.000 11,15Total Biaya Tetap (Fixed cost) 43.066.667 KM Fajar Asih (26 GT) SIUP 500.000 0,83Penyusutan kapal 10.750.000 17,77

72

 

 

Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 4.637.500 7,67Penyusutan alat tangkap 3.600.000 5,95Pemeliharaan kapal 5.000.000 8,27Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)

24.000.000 39,68

Pemeliharaan alat tangkap 12.000.000 19,84Total Biaya Tetap (Fixed cost) 60.487.500 KM Selat Mandiri (29 GT) SIUP 500.000 0,86Penyusutan kapal 6.000.000 10,36Penyusutan mesin (mesin utama dan mesin bantu) 9.000.000 15,54Penyusutan alat tangkap 6.000.000 10,36Pemeliharaan kapal 10.000.000 17,27Pemeliharaan mesin (mesin utama dan mesin bantu)

24.000.000 41,45

Pemeliharaan alat tangkap 2.400.000 4,15Total Biaya Tetap (Fixed cost) 57.900.000 Sumber : Data Primer Diolah, 2010

73

 

 

Lampiran 6 Rincian biaya variabel usaha unit penangkapan cantrang

KM Alung Jaya (15 GT) Biaya variabel Nilai (Rp/tahun) Persentase (%)

Ransum (konsumsi ABK) 57.600.000 12,57Solar 129.600.000 28,27Oli 4.320.000 0,94Air tawar 1.800.000 0,39Es balok 57.600.000 12,57Retribusi 30.267.000 6,60Bagi hasil 177.210.000 38,66Total Biaya Variabel 458.397.000KM Ade dan Mas (18 GT)Ransum (konsumsi ABK) 96.000.000 16,11Solar 259.200.000 43,50Oli 1.440.000 0,24Air tawar 1.200.000 0,20Es balok 57.600.000 9,67Retribusi 36.960.000 6,20Bagi hasil 143.400.000 24,07Total Biaya Variabel 595.800.000KM Bhakti Jaya (23 GT) Ransum (konsumsi ABK) 96.000.000 12,05Solar 378.000.000 47,46Oli 1.440.000 0,18Air tawar 1.200.000 0,15Es balok 100.800.000 12,66Retribusi 48.360.000 6,07Bagi hasil 170.700.000 21,43Total Biaya Variabel 796.500.000KM Malinda (24 GT) Ransum (konsumsi ABK) 48.000.000 7,76Solar 302.400.000 48,88Oli 5.760.000 0,93Air tawar 1.200.000 0,19Es balok 66.000.000 10,67Retribusi 38.760.000 6,27Bagi hasil 156.540.000 25,30Total Biaya Variabel 618.660.000KM Fajar Asih (26 GT) Ransum (konsumsi ABK) 84.000.000 14,23Solar 226.800.000 38,42Oli 1.440.000 0,24Air tawar 1.200.000 0,20Es balok 58.080.000 9,84Retribusi 38.532.000 6,53

74

 

 

Bagi hasil 180.294.000 30,54Total Biaya Variabel 590.346.000KM Selat Mandiri (29 GT)Ransum (konsumsi ABK) 108.000.000 14,22Solar 324.000.000 42,67Oli 4.320.000 0,57Air tawar 1.200.000 0,16Es balok 86.400.000 11,38Retribusi 47.367.000 6,24Bagi hasil 188.026.500 24,76Total Biaya Variabel 759.313.500Sumber : Data Primer Diolah, 2010

75

 

 

Lampiran 7 Penerimaan usaha unit penangkapan cantrang PPI Blanakan

KM Alung Jaya (15 GT) Hasil Tangkapan Jumlah/tahun (Kg) Harga

(Rp) Nilai (Rp)

Musim Puncak (Agusutus – Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) 1.800 kg/trip x 24 trip

= 43.200 1.500 64.800.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

1.600 kg/trip x 24 trip = 38.400

1.250 48.000.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 160 kg/trip x 24 trip = 3.840

5.000 19.200.000

Kapasan (Gerres kapas) 800 kg/trip x 24 trip = 19.200

1.750 33.600.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 24 trip = 9.600

15.000 144.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 200 kg/trip x 24 trip = 4.800

10.000 48.000.000

Ikan dan udang lainnya 310 kg/trip x 24 trip = 7.440

39.360.000

Sub jumlah 5.270 kg/trip x 24 trip = 126.480

396.960.000

Musim Paceklik (April-Juli) Pepetek (Leiognathus sp.) 1.000 kg/trip x 12 trip

= 12.0002.000 24.000.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

800 kg/trip x 12 trip = 9.600

2.000 19.200.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 80 kg/trip x 12 trip = 960

10.000 9.600.000

Kapasan (Gerres kapas) 400 kg/trip x 12 trip = 4.800

3.000 14.400.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 600 kg/trip x 12 trip = 7.200

15.000 108.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 80 kg/trip x 12 trip = 960

13.000 12.480.000

Ikan dan udang lainnya 210 kg/trip x 12 trip = 2.520

20.700.000

Sub jumlah 3.170 kg/trip x 12 trip = 38.040

208.380.000

Total Penerimaan 164.520 605.340.000KM Ade dan Mas (18 GT) Musim Puncak (Agusutus – Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) 4.000 kg/trip x 16 trip

= 64.0001.500 96.000.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

2.000 kg/trip x 16 trip = 32.000

1.250 40.000.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 100 kg/trip x 16 trip = 1.600

5.000 8.000.000

76

 

 

Kapasan (Gerres kapas) 3.000 kg/trip x 16 trip = 48.000

1.750 84.000.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 16 trip = 6.400

15.000 144.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 400 kg/trip x 16 trip = 6.400

10.000 70.400.000

Ikan dan udang lainnya 400 kg/trip x 16 trip = 6.400

28.800.000

Sub jumlah 10.300 kg/trip x 16 trip = 164.800

471.200.000

Musim Paceklik (April-Juli) Pepetek (Leiognathus sp.) 2.000 kg/trip x 8 trip

= 16.0002.000 32.000.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

800 kg/trip x 8 trip = 6.400

2.000 16.000.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 40 kg/trip x 8 trip = 320

10.000 3.200.000

Kapasan (Gerres kapas) 1.000 kg/trip x 8 trip = 8.000

3.000 24.000.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 600 kg/trip x 8 trip = 4.800

15.000 108.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 600 kg/trip x 8 trip = 4.800

13.000 72.000.000

Ikan lainnya 200 kg/trip x 8 trip = 1.600

12.800.000

Sub jumlah 5.240 kg/trip x 8 trip = 41.920

268.000.000

Total Penerimaan 206.720 739.200.000KM Bhakti Jaya (23 GT) Musim Puncak (Agusutus – Maret)

Pepetek (Leiognathus sp.) 3.500 kg/trip x 16 trip = 56.000

1.500 84.000.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

4.400 kg/trip x 16 trip = 70.400

1.250 88.000.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 80 kg/trip x 16 trip = 1.280

5.000 6.400.000

Kapasan (Gerres kapas) 4.000 kg/trip x 16 trip = 64.000

1.750 112.000.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 16 trip = 6.400

15.000 144.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 400 kg/trip x 16 trip = 6.400

10.000 70.400000

Ikan lainnya 2.200 kg/trip x 16 trip = 35.200

110.400.000

Sub jumlah 14.980 kg/trip x 16 trip = 239.680

615.200.000

Musim Paceklik (April-Juli)

77

 

 

Pepetek (Leiognathus sp.) 2.400 kg/trip x 8 trip = 19.200

2.000 38.400.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

2.200 kg/trip x 8 trip = 17.600

2.000 44.000.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 40 kg/trip x 8 trip = 320

10.000 3.200.000

Kapasan (Gerres kapas) 2.000 kg/trip x 8 trip = 16.000

3.000 48.000.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 600 kg/trip x 8 trip = 4.800

15.000 108.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 600 kg/trip x 8 trip = 4.800

13.000 72.000.000

Ikan dan udang lainnya 1.100 kg/trip x 8 trip = 8.800

38.400.000

Sub jumlah 8.940 kg/trip x 8 trip = 71.520

352.000.000

Total Penerimaan 311.200 967.200.000KM Malinda (24 GT) Musim Puncak (Agusutus – Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) 2.000 kg/trip x 16 trip

= 32.000 1.500 48.000.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

1.600 kg/trip x 16 trip = 25.600

1.250 32.000.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 1.800 kg/trip x 16 trip = 28.800

5.000 144.000.000

Kapasan (Gerres kapas) 1.800 kg/trip x 16 trip = 28.800

1.750 50.400.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 16 trip = 6.400

15.000 96.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 600 kg/trip x 16 trip = 9.600

10.000 76.800.000

Ikan dan udang lainnya 1.400 kg/trip x 16 trip = 22.400

92.800.000

Sub jumlah 9.600 kg/trip x 16 trip = 153.600

540.000.000

Musim Paceklik (April-Juli) Pepetek (Leiognathus sp.) 1.200 kg/trip x 8 trip

= 9.6002.000 19.200.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

1.000 kg/trip x 8 trip = 8.000

2.000 20.000.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 800 kg/trip x 8 trip = 6.400

10.000 64.000.000

Kapasan (Gerres kapas) 1.000 kg/trip x 8 trip = 8.000

3.000 24.000.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 600 kg/trip x 8 trip = 4.800

15.000 57.600.000

Sotong (Sepiella maindroni) 400 kg/trip x 8 trip = 13.000 25.600.000

78

 

 

3.200Ikan lainnya 800 kg/trip x 8 trip =

6.400 24.800.000

Sub jumlah 5.800 kg/trip x 8 trip = 46.400

235.200.000

Total Penerimaan 200.000 775.200.000KM Fajar Asih (26 GT) Musim Puncak (Agusutus – Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) 3.600 kg/trip x 16 trip

= 57.6001.500 86.400.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

4.000 kg/trip x 16 trip = 64.000

1.250 80.000.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 40 kg/trip x 16 trip = 640

5.000 3.200.000

Kapasan (Gerres kapas) 5.000 kg/trip x 16 trip = 80.000

1.750 140.000.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 300 kg/trip x 16 trip = 4.800

15.000 108.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 500 kg/trip x 16 trip = 8.000

10.000 96.000.000

Ikan dan udang lainnya 600 kg/trip x 16 trip = 9.600

33.600.000

Sub jumlah 14.040 kg/trip x 16 trip = 224.640

547.200.000

Musim Paceklik (April-Juli) Pepetek (Leiognathus sp.) 80 kg/trip x 8 trip =

6402.000 1.280.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

2.000 kg/trip x 8 trip = 16.000

2.000 40.000.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 10 kg/trip x 8 trip = 80

10.000 560.000

Kapasan (Gerres kapas) 3.000 kg/trip x 8 trip = 24.000

3.000 72.000.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 8 trip = 3.200

15.000 72.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 400 kg/trip x 8 trip = 3.200

13.000 25.600.000

Ikan dan udang lainnya 240 kg/trip x 8 trip = 1.920

12.000.000

Sub jumlah 6.130 kg/trip x 8 trip = 49.040

223.440.000

Total Penerimaan 273.680 770.640.000KM Selat Mandiri (29 GT) Musim Puncak (Agusutus – Maret) Pepetek (Leiognathus sp.) 4.000 kg/trip x 16 trip

= 64.0001.500 96.000.000

Biji nangka (Upeneus 5.000 kg/trip x 16 trip 1.250 120.000.000

79

 

 

Sumber : Data Primer Diolah, 2010

sulphureus) = 80.000Kurisi (Upeneus vittatus) 200 kg/trip x 16 trip

= 3.2005.000 32.000.000

Kapasan (Gerres kapas) 5.000 kg/trip x 16 trip = 80.000

1.750 140.000.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 400 kg/trip x 16 trip = 6.400

15.000 144.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 800 kg/trip x 16 trip = 12.800

10.000 84.000.000

Ikan dan udang lainnya 620 kg/trip x 16 trip = 9.920

46.400.000

Sub jumlah 16.020 kg/trip x 16 trip = 256.320

662.400.000

Musim Paceklik (April-Juli) Pepetek (Leiognathus sp.) 2.500 kg/trip x 8 trip

= 20.000 40.000.000

Biji nangka (Upeneus sulphureus)

2.000 kg/trip x 8 trip = 16.000

32.000.000

Kurisi (Upeneus vittatus) 80 kg/trip x 8 trip = 640

8.320.000

Kapasan (Gerres kapas) 3.000 kg/trip x 8 trip = 24.000

72.000.000

Cumi-cumi (Loligo sp.) 450 kg/trip x 8 trip = 3.600

81.000.000

Sotong (Sepiella maindroni) 500 kg/trip x 8 trip = 4.000

36.000.000

Ikan dan udang lainnya 273 kg/trip x 8 trip = 2.184

15.620.000

Sub jumlah 8.803 kg/trip x 8 trip = 70.424

284.940.000

Total Penerimaan 326.744 947.340.000

Lampiran 8 Contoh perhitungan analisis cashflow unit usaha cantrang PPI Blanakan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 A. inflow 1. nilai penjualan ht

739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000

2.nilai sisa 128.200.000 Total Inflow 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 739.200.000 867.400.000 B. Outflow Investasi 1. kapal 204.500.000 2. Mesin (utama dan bantu)

42.500.000

3. Jaring cantrang

16.500.000 16.500.000 16.500.000

Total Investasi

263.500.000 0 0 0 16.500.000 0 0 16.500.000 0

Biaya Tetap 1. SIUP 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 2. Biaya Penyusutan

- Perahu 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000 - Mesin 5.312.500 5.312.500 5.312.500 5.312.500 5.312.500 5.312.500 5.312.500 5.312.500 - Jaring 5.500.000 5.500.000 5.500.000 5.500.000 5.500.000 5.500.000 5.500.000 5.500.000 3. Biaya Pemeliharaan

- Perahu 7.000.000 7.000.000 7.000.000 7.000.000 7.000.000 7.000.000 7.000.000 7.000.000

80

81

 

 

 

- Mesin 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 24.000.000 - Jaring 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 4.800.000 Total Biaya Tetap

57.112.500 57.112.500 57.112.500 57.112.500 57.112.500 57.112.500 57.112.500 57.112.500

Biaya Variabel

1. Ransum 96.000.000 96.000.000 96.000.000 96.000.000 96.000.000 96.000.000 96.000.000 96.000.000 2. Solar 259.200.000 259.200.000 259.200.000 259.200.000 259.200.000 259.200.000 259.200.000 259.200.000 3. Oli 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 1.440.000 4. Air tawar 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000 5. es balok 57.600.000 57.600.000 57.600.000 57.600.000 57.600.000 57.600.000 57.600.000 57.600.000 6. Biaya retribusi

36.960.000 36.960.000 36.960.000 36.960.000 36.960.000 36.960.000 36.960.000 36.960.000

7. Bagi hasil 143.400.000 143.400.000 143.400.000 143.400.000 143.400.000 143.400.000 143.400.000 143.400.000 Total Biaya Variabel

595.800.000 595.800.000 595.800.000 595.800.000 595.800.000 595.800.000 595.800.000 595.800.000

Total Outflow

263.500.000 652.912.500 652.912.500 652.912.500 669.412.500 652.912.500 652.912.500 669.412.500 652.912.500

NET BENEFIT

(263.500.000) 86.287.500 86.287.500 86.287.500 69.787.500 86.287.500 86.287.500 69.787.500 214.487.500

DISCOUNT FACTOR (20%)

1 1,25 1,5625 1,953125 2,44140625 3,051757813 3,814697266 4,768371582 5,960464478

 81

PRESENT VALUE

(263.500.000) 107.859.375 134.824.219 168.530.273 170.379.639

263.328.552 329.160.690 332.772.732 1.278.445.125

PV(+) 2.785.300.605 PV (-) (263.500.000) NPV 2.521.800.605

NET BC 10,57040078

IRR 29%

82

83

 

 

Lampiran 9 Contoh analisis usaha dan cashflow setelah perhitungan sensitivitas

1) Analisis usaha

No Uraian Unit Satuan Harga Jumlah

A

INVESTASI 1. kapal+GPS+gardan 1 unit 207.500.000 207.500.0002. Mesin 190 PK + 23 PK 1 unit 39.500.000 39.500.0003. Jaring cantrang 3 unit 5.500.000 16.500.000

Total Investasi 263.500.000

B

BIAYA TETAP

1. SIUP 1 tahun 500.000 500.0002. Biaya Penyusutan - kapal 1 tahun 10.375.000 10.375.000 - Mesin 1 tahun 4.937.500 4.937.500 - Jaring 3 tahun 1.833.333 5.500.0003. Biaya Pemeliharaan - Perahu 1 tahun 7.000.000 7.000000 - Mesin 1 tahun 24.000.000 24.000.000 - Jaring 1 tahun 4.800.000 4.800.000

Total Biaya Tetap 57.112.500C

BIAYA VARIABEL 1. Ransum 24 trip 4.000.000 96.000.0002. Solar 57,600 liter 7.496 431.749.4403. Oli 60 liter 24.000 1.440.0004. Air tawar 24 trip 50.000 1.200.0005. es balok 4,800 balok 12.000 57.600.0006. Biaya retribusi 5% persen 739.200.000 36.960.0007. Bagi hasil 50% persen 114.250.560 57.125.280

Total Biaya Variabel 682.074.720

TOTAL BIAYA 739.187.220D

PENERIMAAN 1. Musim Timur (puncak) 471.200.0002. Musim Barat (paceklik) 268.000.000

TOTAL PENERIMAAN 739.200.000E Keuntungan 12.780F R/C 1,00G Payback Period (tahun) 20.618,15

2) Analisis Cashflow 0 1 2 3 4 5 6 7 8

A. inflow

1. nilai penjualan ht

739.200.000

739.200.000

739.200.000

739.200.000

739.200.000

739.200.000

739.200.000

739.200.000

2.nilai sisa

130.000.000

Total Inflow

739.200.000

739.200.000

739.200.000

739.200.000

739.200.000

739.200.000

739.200.000

869.200.000 B. Outflow Investasi

1. kapal

207.500.000 2. Mesin 120 PK + mesin 23 PK

39.500.000

3. Jaring cantrang

16.500.000

16.500.000

16.500.000

Total Investasi

263.500.000

-

-

-

16.500.000 0

- 16500000 0 Biaya Tetap

1. SIUP

500.000

500.000

500.000

500.000

500.000

500.000 500.000 500.000 2. Biaya Penyusutan

- Perahu

10.375.000

10.375.000

10.375.000

10.375.000 10.375.000

10.375.000

10.375.000

10.375.000

- Mesin

4.937.500

4.937.500

4.937.500

4.937.500

4.937.500

4.937.500

4.937.500

4.937.500

- Jaring

5.500.000

5.500.000

5.500.000

5.500.000

5.500.000

5.500.000

5.500.000

5.500.000 84

85

 

 

 

3. Biaya Pemeliharaan

- Perahu

7.000.000

7.000.000

7.000.000

7.000.000

7.000.000

7.000.000

7.000.000

7.000.000

- Mesin

24.000.000

24.000.000

24.000.000

24.000.000

24.000.000

24.000.000

24.000.000

24.000.000

- Jaring

4.800.000

4.800.000

4.800.000

4.800.000

4.800.000

4.800.000

4.800.000

4.800.000

Total Biaya Tetap

57.112.500

57.112.500

57.112.500

57.112.500

57.112.500

57.112.500

57.112.500

57.112.500 Biaya Variabel

1. Ransum

96.000.000

96.000.000

96.000.000

96.000.000

96.000.000

96.000.000

96.000.000

96.000.000

2. Solar

431.749.440

431.749.440

431.749.440

431.749.440

431.749.440

431.749.440

431.749.440

431.749.440

3. Oli

1.440.000

1.440.000

1.440.000

1.440.000

1.440.000

1.440.000

1.440.000

1.440.000

4. Air tawar

1.200.000

1.200.000

1.200.000

1.200.000

1.200.000

1.200.000

1.200.000

1.200.000

5. es balok

57.600.000

57.600.000

57.600.000

57.600.000

57.600.000

57.600.000

57.600.000

57.600.000

6. Biaya retribusi

36.960.000

36.960.000

36.960.000

36.960.000

36.960.000

36.960.000

36.960.000

36.960.000

7. Bagi hasil

57.125.280

57.125.280

57.125.280

57.125.280

57.125.280

57.125.280

57.125.280

57.125.280 Total Biaya Variabel

682.074.720

682.074.720

682.074.720

682.074.720

682.074.720

682.074.720

682.074.720

682.074.720

Total Outflow

263.500.000

739.187.220

739.187.220

739.187.220

755.687.220

739.187.220

739.187.220

755.687.220

739.187.220 NET BENEFIT

 

85

86

 

 

 

(263.500.000) 12.780 12.780 12.780 (16.487.220) 12.780 12.780 (16.487.220) 130.012.780 DISCOUNT FACTOR (20%) 1 1,25 1,5625 1,953125 2,44140625 3,051757813 3,81469726 4,76837158 5,96046447

PRESENT VALUE

(263,500,000)

15,975

19,969

24,961

(40,252,002)

39,001

48.752

(78.617.191)

774.936.557

PV(+)

656.216.022

PV (-)

(263.500.000)

NPV

392.716.022 NET BC 2,490383383 IRR -11%

 

86

87

 

 

Lampiran 10 Hasil tangkapan cantrang PPI Blanakan

Pepetek (Leioghnatus sp.) Kurisi (Upeneus vittatus)

Ikan lidah (Cynoglosus lingua) Ikan sebelah (Psettodes erumei)

Cumi-cumi (Loligo sp.) Sotong (Sepiella maindroni)

88

 

 

Kakap merah (Lutjanus sp.) Pari (Aetobatus sp.)

Lampiran 11 Excel output persamaan regresi

a. Hubungan harga solar dan trip tahun 2005

Regression Statistics Multiple R 0.911579 R Square 0.830977 Adjusted R Square 0.814074 Standard Error 13.33633 Observations 12

ANOVA df SS MS F Significance F

Regression 1 8744.09 8744.090239 49.16342 3.66372E-05Residual 10 1778.576 177.8576427 Total 11 10522.67

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0%

Upper 95.0%

Intercept 254.2213 10.55213 24.0919311 3.45E-10 230.7096803 277.7329225 230.7096803 277.7329225

X Variable 1 -0.02675 0.003815 -7.011663241 3.66E-05 -

0.035253948 -0.01825127-

0.035253948 -0.01825127

89

90

 

 

 

b. Hubungan harga solar dan trip tahun 2008

Regression Statistics Multiple R 0.383038 R Square 0.146718 Adjusted R Square 0.06139 Standard Error 19.92549 Observations 12

ANOVA

df SS MS F Significance

F Regression 1 682.6667 682.6666667 1.719455 0.219072394Residual 10 3970.25 397.025 Total 11 4652.917

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95.0%

Upper 95.0%

Intercept 76.91667 52.17576 1.474184058 0.171203-

39.33816033 193.1714937-

39.33816033 193.1714937

X Variable 1 0.013333 0.010168 1.311279953 0.219072-

0.009322788 0.035989455-

0.009322788 0.035989455

90

91

 

 

 

c. Hubungan harga solar dan trip tahun 2005 – 2009

Regression Statistics Multiple R 0.916137445 R Square 0.839307819 Adjusted R Square 0.785743759 Standard Error 101.0957175 Observations 5

ANOVA df SS MS F Significance F

Regression 1 160145 160145 15.66923 0.028784Residual 3 30661.03 10220.34 Total 4 190806

Coefficients Standard

Error t Stat P-value Lower 95%

Upper 95%

Lower 95.0%

Upper 95.0%

Intercept 2499.796512 174.1672 14.35285 0.000733 1945.519 3054.074 1945.519 3054.074

X Variable 1 -

0.160820413 0.040627 -3.95844 0.028784 -0.29011 -0.03153 -0.29011 -0.03153

91