pengaruh self-esteem, self-consciousness, dan social...
TRANSCRIPT
PENGARUH SELF-ESTEEM, SELF-CONSCIOUSNESS, DAN SOCIAL SUPPORT TERHADAP INAUTHENTIC
SELF-PRESENTATION PENGGUNA INSTAGRAM
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
Cahaya Asyifa 11150700000118
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1440 H /2019 M
v
MOTTO
There is no point looking for an easy life, one without adversity.
The only way you’ll get ahead is to find a goal that you want to struggle for.
— Mark Manson
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta B) Mei 2019 C) Cahaya Asyifa D) Pengaruh Self-Esteem, Self-Consciousness, dan Social Support terhadap
Inauthentic Self-Presentation Pengguna Instagram E) xiv+ 87 halaman + lampiran F) Instagram dinilai merupakan media sosial yang memiliki dampak negatif
terbesar pada kesehatan remaja usia 14 hingga 24 tahun. Dampak negatif yang dirasakan oleh remaja ini diduga disebabkan karena unggahan foto atau video yang diunggah di Instagram cenderung bukanlah refleksi sebenarnya dari kehidupan remaja tersebut. Fenomena ini dinamai dengan istilah inauthentic self-presentation. Tujuan dari penelitian ini adalah un-tuk mengetahui pengaruh dari self-esteem, self-consciousness, dan social support terhadap perilaku inauthentic self-presentation pengguna Insta-gram.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis regresi berganda. Sampel pada penelitian ini merupakan 323 pengguna Instagram yang berusia dari 15 hingga 24 tahun yang diambil dengan teknik non-probability sampling, yakni convenient sampling. Da-lam penelitian ini peneliti mengadaptasi dan memodifikasi instrumen pengumpulan data yaitu Self-Presentation on Facebook Questionnaire (SPFBQ) oleh Michikyan et al. (2015), The Self-Liking/Self-Competence Scale (SLCS) oleh Tafarodi & Swann Jr (2001), The Self-Consciousness Scale: A Revised Version for Use with General Populations yang dikem-bangkan oleh Carver & Scheier (1985) dan The MOS Social Support Sur-vey oleh Sherbourne & Stewart (1991). Uji validitas instrument dilakukan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA).
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari self-esteem, self-consciousness, dan social support terhadap inauthen-tic self-presentation pengguna Instagram. Kemudian dari tiga variabel ter-sebut, peneliti mengukur masing-masing pengaruh dari dimensi tiap varia-bel tersebut, yang berjumlah seluruhnya delapan dimensi, terhadap inau-thentic self-presentation pengguna Instagram dan ditemukan dua dimensi yang memiliki nilai koefisien regresi yang signifikan, yaitu: self-liking, yang merupakan dimensi dari self-esteem dan public self-consciouness yang merupakan dimensi dari self-consciousness.
Peneliti merekomendasikan penelitian selanjutnya dapat lebih mempertimbangkan untuk menguji pengaruh variabel lain seperti self-criticism atau self-concept clarity.
G) Bahan bacaan: 47; 6 buku + 37 artikel jurnal + 4 artikel
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology of Syarif Hidayatullah State Islamic University Ja-karta
B) May 2019 C) Cahaya Asyifa D) Effect of Self-Esteem, Self-Consciousness, and Social Support on Insta-
gram User’s Inauthentic Self-Presentation E) xiv+ 87 pages + appendixes F) Instagram is considered as social media with the most significant negative
impact on the health of teenagers aged 14 to 24 years. The negative impact felt by adolescents is allegedly prompted by uploading pictures or videos on Instagram those have a tendency not to be an accurate reflection of the teenager's life. This phenomenon is called inauthentic self-presentation. The purpose of this study was to determine the effect of self-esteem, self-consciousness, and social support on Instagram's inauthentic self-presentation user behavior.
The sample in this study were 323 Instagram users aged from 15 to 24 years who were chosen by non-probability sampling technique, namely convenient sampling. In this study, researcher adapted and modified the data collection instrument, namely Self-Presentation on Facebook Ques-tionnaire (SPFBQ) by Michikyan et al. (2015), The Self-Liking / Self-Competence Scale (SLCS) by Tafarodi & Swann Jr (2001), The Self-Consciousness Scale: A Revised Version for Use with General Populations developed by Carver & Scheier (1985) and The MOS Social Support Sur-vey by Sherbourne & Stewart (1991). To test the validity of the instru-ment, researcher was using Confirmatory Factor Analysis (CFA).
The results showed that there was a significant influence from self-esteem, self-consciousness, and social support Instagram users’ inauthen-tic self-presentation. From these three variables, then researcher measured each impact from the aspects of each variable, which totalled to eight as-pects, on Instagram users' self-presentation and found two aspects that had significant regression coefficients, namely: self-liking, which is the aspect of self-esteem and public self-consciousness, which is the aspect of self-consciousness.
Based on the findings of this study, it is recommended for further research to examine the influence of other variables such as self-criticism or self-concept clarity.
G) Reading materials: 47; 6 books + 37 journal articles + 4 articles
viii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, peneliti
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Self-Esteem,
Self-Consciousness, dan Social Support terhadap Inauthentic Self-Presentation
Pengguna Instagram”. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada
Nabi besar Muhammad SAW beserta para pengikutnya.
Peneliti menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari
dukungan serta bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkanlah peneliti
mengucapkan rasa terimakasih kepada:
1. Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Solicha, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah selalu mem-
berikan dukungan dan arahan selama perkuliahan dari awal semester hing-
ga akhir.
3. Ilmi Amalia, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Kedua orangtua peneliti, serta adik Ghina Khairunnisa yang tak hentinya
memberikan doa dan dukungan berupa materi dan moral yang sangat
membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi kehidupan peneliti.
ix
6. Teman-teman selama perkuliahan Izzah Karimah, Ameilia, Nurul Hi-
dayah, dan Imay Mustika, serta teman seperjuangan skripsi Anisa Hasbi-
ya, Maulidya, Safinatunnajah, dan Santi Susanti yang selalu bersedia un-
tuk memberikan bantuan dan dukungannya. Tak lupa juga seluruh teman-
teman mahasiswa psikologi UIN Jakarta angkatan 2015 lainnya, yang
tanpa mengurangi rasa hormat dan terimakasih peneliti, tak bisa peneliti
sebutkan satu-satu namanya. Tanpa kalian masa kuliah dan skripsi ten-
tunya akan terasa lebih berat.
7. Dila, Novi, Riri, Linda, Eryl, Maura dan Sekar yang tidak pernah absen
untuk menghibur dan menyemangati di masa-masa yang sangat sulit bagi
peneliti.
8. 323 responden pada penelitian ini yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu melancarkan penelitian ini.
9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berkontri-
busi dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih sebesar-besarnya.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan se-
hingga peneliti menerima saran dan kritik atas penelitian yang dilakukan. Besar
harapan peneliti agar skripsi ini dapat memberi manfaat bagi siapa saja yang
membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih lanjut.
Jakarta, 15 Mei 2019
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..i LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................................iiLEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................iiiLEMBAR PERNYATAAN........................................................................................ivMOTTO...........................................................................................................................vABSTRAK.....................................................................................................................viABSTRACT.................................................................................................................viiKATA PENGANTAR..............................................................................................viiiDAFTAR ISI..................................................................................................................xDAFTAR TABEL......................................................................................................xiiDAFTAR GAMBAR................................................................................................xiiiDAFTAR LAMPIRAN............................................................................................xivBAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1-11
1.1.Latar Belakang...................................................................................................11.2.Pembatasan dan Rumusan Masalah.............................................................8
1.2.1. Pembatasan masalah........................................................................................81.2.2. Rumusan masalah.............................................................................................9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................................................101.3.1 Tujuan penelitian............................................................................................101.3.2 Manfaat penelitian..........................................................................................11
BAB 2 LANDASAN TEORI..............................................................................12-382.1.Inauthentic Self-Presentation.......................................................................12
2.1.1 Pengertianinauthenticself-presentation............................................122.1.2 Aspek-aspekinauthenticself-presentation........................................132.1.3 Faktoryangmempengaruhiinauthenticself-presentation.........142.1.4 Pengukuraninauthenticself-presentation.........................................18
2.2.Self-Esteem.......................................................................................................192.2.1 Pengertian self-esteem...................................................................................192.2.2 Aspek-aspek self-esteem..............................................................................212.2.3 Pengukuran self-esteem................................................................................22
2.3. Self-Consciousness..........................................................................................232.3.1 Pengertian self-consciousness....................................................................232.3.2 Aspek-aspek self-consciousness................................................................242.3.3 Pengukuran self-consciousness..................................................................25
2.4.Social Support.................................................................................................26
xi
2.4.1 Pengertian social support............................................................................262.4.2 Aspek-aspek social support........................................................................272.4.3 Pengukuran social support..........................................................................28
2.3.Kerangka Berpikir.........................................................................................292.4.Hipotesis............................................................................................................37
BAB 3 METODE PENELITIAN......................................................................39-603.1Populasi dan Sampel.......................................................................................393.2Variabel Penelitian..........................................................................................393.3Instrumen Pengumpulan Data......................................................................423.4Uji Validitas Konstruk....................................................................................46
3.4.1. Ujivaliditaskonstrukinauthenticself-presentation......................473.4.2. UjiValiditaskonstrukself-esteem..........................................................483.4.3. Ujivaliditaskonstrukself-consciousness............................................513.4.4. Ujivaliditaskonstruksocialsupport....................................................55
3.5Teknik Analisis Data.......................................................................................583.6Prosedur Penelitian.........................................................................................59
BAB 4 HASIL PENELITIAN............................................................................61-724.1 Gambaran Subjek Penelitian...................................................................614.2 Hasil Analisis Deskriptif............................................................................624.3 Kategorisasi Skor Variabel.......................................................................644.4 Uji Hipotesis Penelitian.............................................................................654.5 Pengujian Proposi Varians Independent Variable...............................70
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN........................................73-825.1Kesimpulan.......................................................................................................735.2Diskusi................................................................................................................735.3Saran...................................................................................................................80
5.3.1. Saran teoritis....................................................................................................805.3.2. Saran praktis.....................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................83LAMPIRAN................................................................................................................88
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Tabel Bobot Nilai Jawaban Skala Likert........................................................42Tabel 3. 2 Tabel Blue Print Skala Inauthentic Self-Presentation...............................43Tabel 3. 3 Tabel Blue Print Skala Self-Esteem..................................................................44Tabel 3. 4 Tabel Blue Print Skala Self-Consciousness...................................................45Tabel 3. 5 Tabel Blue Print Skala Social Support............................................................46Tabel 3. 6 Muatan Faktor Item Inauthentic Self-Presentation.....................................48Tabel 3. 7 Muatan Faktor Item Self-Competence.............................................................49Tabel 3. 8 Muatan Faktor Item Self-Liking.........................................................................50Tabel 3. 9 Muatan Faktor Item Private Self-Consciousness.........................................52Tabel 3. 10 Muatan Faktor Item Public Self-Consciousness...........................................53Tabel 3. 11 Muatan Faktor Item Social Anxiety..................................................................54Tabel 3. 12 Muatan Faktor Item Emotional-Informational Support.............................56Tabel 3. 13 Muatan Faktor Item Affectionate.......................................................................57Tabel 3. 14 Muatan Faktor Item Positive Social Interaction..........................................58Tabel 4. 1 Subjek Penelitian....................................................................................................61Tabel 4. 2 Hasil Deskriptif.......................................................................................................63Tabel 4. 3 Norma Skor..............................................................................................................64Tabel 4. 4 Kategorisasi Skor Variabel..................................................................................64Tabel 4. 5 Model Summary Analisis Regresi....................................................................66Tabel 4. 6 ANOVA Analisis Regresi...................................................................................66Tabel 4. 7 Koefisien Regresi...................................................................................................67Tabel 4. 8 Hasil Model Summary Proporsi Varians........................................................71
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir..................................................................................................36
xiv
DAFTAR LAMPIRAN INFORMED CONSENT GOOGLE FORM RESPONSES KUESIONER SYNTAX & OUTPUT CFA HASIL UJI REGRESI
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Media sosial merupakan sebuah revolusi (Wiederhold, 2018). Kehadirannya me-
nyediakan banyak peluang bagi individu untuk mengekspresikan diri dan terhub-
ung dengan jejaring sosialnya melalui cara-cara yang inovatif (Wiederhold, 2018).
Penelitian membuktikan bahwa kaum muda, yaitu mereka yang lahir pada era dig-
ital, merasa lebih senang berkomunikasi melalui Internet daripada berkomunikasi
tatap muka (Pierce, 2009). Maka, tidak mengejutkan bahwa survei yang diadakan
pada awal tahun 2018 mengungkap pengguna terbanyak dua media sosial yang
paling populer yaitu Facebook dan Instagram kelompok usia 18 hingga 34 tahun
(Kemp, 2018).
Instagram merupakan situs jejaring sosial untuk berbagi foto yang se-
makin meningkat populeritasnya sejak pertama kali diliris pada tahun 2010
(Jackson & Luchner, 2017). Berbeda dengan situs jejaring sosial lainnya, seperti
Facebook yang memiliki lebih banyak fitur untuk berinteraksi dengan teman, ak-
tivitas utama pada Instagram ialah berbagi foto dan video singkat atau melakukan
visual self-presentation (Hu, Manikoda, & Kambhampati, 2014; Dumas,
Maxwell-Smith, Davis, & Giulietti, 2017).
2
Delamater, Myers, & Collett (2015) meyakini bahwa citra atau identitas
diri yang ditampilkan pada media sosial seringkali merupakan identitas diri yang
ideal atau imagined self. Dengan kata lain, citra diri yang ditampilkan pada media
sosial seringkali merupakan gambaran diri yang telah dimodifikasi agar terlihat
lebih indah (Delamater, Myers, & Collett, 2015). Modifikasi yang dimaksud dapat
berupa pemilihan pose-pose foto yang dapat membuat tubuh menjadi tampak
lebih langsing atau bahkan menggunakan fitur yang dapat membuat tampilan
wajah menjadi tampak lebih muda.
Teori ini dibuktikan oleh eksperimen yang dilakukan oleh Carolyn Stritch,
wanita asal Inggris yang memilki akun Instagram dengan jumlah pengikut 189
ribu (pada Maret, 2018). Carolyn melakukan modifikasi pada foto-foto yang
diunggah pada akun Instagram-nya, sehingga membuat dirinya terlihat 10 tahun
lebih muda dari usia sesungguhnya dan sedang berada di tempat yang belum
pernah ia kunjungi sebelumnya. Eksperimen ini dilakukan oleh Carolyn karena Ia
merasa bahwa Instagram penuh dengan tampilan diri yang sempurna, seperti
tubuh yang langsing, pribadi yang sukses, bahagia, dan populer. Carolyn bahkan
mengaku bahwa ia merasa adanya keharusan untuk membereskan perabotan di
rumahnya sebelum mengambil foto agar dinilai sebagai pribadi yang rapi
(Anindyakirana, 2018; Gizauskas, 2018; Ritschel, 2018).
Pemilihan pose untuk dapat memperlihatkan bentuk tubuh yang di-
inginkan serta modifikasi tampilan wajah agar terlihat lebih muda merupakan con-
toh-contoh usaha yang individu dalam melakukan self-presentation di media so-
3
sial. Usaha individu untuk menampilkan citra diri yang ideal dan palsu di media
sosialnya seringkali disebut dengan istilah inauthentic self-presentation (Twomey
& O’Reilly, 2017). Citra diri yang ideal dipahami sebagai menampilkan atribut-
atribut yang merupakan harapan atau aspirasi yang dimiliki oleh individu
mengenai dirinya, seperti bentuk tubuh yang ideal. Sedangkan, citra diri palsu
merupakan penampilan diri yang tidak sesuai gambaran diri yang sesungguhnya
(real self) seperti tampil lebih muda atau tua daripada usia sesungguhnya.
Perilaku inauthentic self-presentation ini pun berkembang di kalangan
pengguna Instagram, termasuk pada pengguna usia 14 hingga 24 tahun. Namun,
hasil survei yang dilakukan pada tahun 2017 oleh The Royal Society for Public
Health (RSPH) dan Young Health Movement (YHM) yang kemudian menerbitkan
laporan berjudul #StatusOfMind meneliti mengenai efek positif dan negatif media
sosial pada kesehatan individu usia 14 hingga 24 tahun (Wiederhold, 2018). Dari
hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa Instagram merupakan platform media
sosial yang memiliki dampak negatif terbesar pada kesehatan remaja (Wiederhold,
2018).
Dalam editorialnya, Wiederhold (2018) menuliskan bahwa Instagram
berdampak negatif terhadap kesehatan remaja disebabkan karena cenderung
digunakan oleh penggunanya sebagai highlight reel atau kumpulan gambar dan
video yang hanya menampilkan sisi positif dari kehidupan penggunanya dan
bukan refleksi sebenarnya dari kehidupan sehari-hari mereka. Hasil ini didukung
oleh penelitian Yau & Reich (2018) yang melakukan penelitian kualitatif untuk
4
mengungkap gambar seperti apa yang pantas untuk diunggah ke Facebook dan
Instagram menurut siswa sekolah menengah pertama dan atas.
Dari hasil penelitian Yau & Reich (2018), terbukti bahwa remaja
menganggap adanya norma yang berlaku untuk menjaga citra diri yang positif di
media sosialnya, seperti harus terlihat berkepribadian dan berpenampilan menarik
serta mudah disukai. Instagram pun menjadi tempat bagi remaja untuk mendapat-
kan penerimaan dari teman-temannya (peer acceptance). Dengan adanya fitur
likes atau comments, remaja dapat mendapatkan umpan balik dari teman-
temannya mengenai tampilan dirinya secara instan dan terus-menerus (Yau &
Reich, 2018). Hal ini dapat memudahkan remaja untuk mengukur kedudukan so-
sialnya diantara kumpulan pertemanannya dan berkemungkinan membahayakan
rasa keberhargaan dirinya. Studi Harter et al (dalam Yau & Reich, 2018)
menemukan bahwa 31% remaja merasa bahwa harga diri mereka bergantung pada
opini dari teman-teman sebayanya mengenai diri mereka. Sehingga, apabila rema-
ja merasa tampilan dirinya di Instagram tidak mendapatkan likes atau komentar
positif dari teman-temannya maka dirinya tidak berharga dan tidak lebih baik
dibandingkan temannya yang mendapatkan likes atau komentar positif pada akun
Instagram-nya.
Selain itu, inauthentic self-presentation juga ditemui dapat berpengaruh
negatif terhadap kesejahteraan subjektif dan psikologis individu, khususnya bila
dilakukan secara konsisten dan tidak fleksibel (Gil-Or et al., 2015). Gil-or et al.,
(2015) juga menemukan bahwa dengan melakukan inauthentic self-presentation
di media sosial dapat mengembangkan adiksi penggunaan media sosial. Temuan-
5
temuan tersebut melatarbelakangi keputusan peneliti untuk menguji pengaruh
faktor-faktor psikologis terhadap perilaku inauthentic self-presentation.
Faktor yang telah beberapa kali diuji pengaruhnya terhadap inauthentic
self-presentation ialah self-esteem atau harga diri (Gil-Or et al., 2015; Y. Kim &
Baek, 2014; Michikyan et al., 2015). Self-esteem, menurut Tafarodi & Swann Jr
(2001), adalah fenomena yang memiliki dua unsur nilai yang direfleksikan oleh
individu melalaui kompentesi personal (self-competence) serta penampilan, karak-
ter, dan identitas sosial (self-liking). Kebutuhan untuk menjaga atau meningkatkan
self-esteem diri merupakan kebutuhan dasar manusia (Krämer & Winter, 2008).
Krämer & Winter (2008) menyimpulkan bahwa individu akan berusaha
untuk mempresentasikan dirinya secara positif dan melakukan usaha besar untuk
mendesain foto-foto yang diunggahnya. Namun, hasil penelitiannya tidak mem-
buktikan adanya pengaruh signifikan dari tinggi rendahnya self-esteem individu
terhadap inauthentic self-presentation yang ditunjukan pada media sosialnya.
Hasil ini berbanding terbalik dengan penelitian lain yang dilakukan oleh
Mehdizadeh (2010) yang membuktikan bahwa pengguna Facebook dengan self-
esteem yang rendah cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di Facebook
dan mengunggah foto-foto yang telah dimodifikasi agar terlihat lebih indah untuk
melakukan promosi diri atau self-promotional.
Perbedaan bukti empiris hasil penelitian mengenai pengaruh self-esteem
terhadap inauthentic self-presentation ini menjadi motivasi peneliti untuk kembali
meneliti pengaruhnya pada pengguna Instagram. Selain itu, penelitian sebe-
lumnya kebanyakan mendefinisikan self-esteem sebagai variabel yang bersifat
6
unidimensional. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk menguji
self-esteem sebagai konstruk multidimensional sesuai dengan definisi yang
diungkapkan oleh Tafarodi & Swann Jr (2001).
Selain self-esteem, faktor yang diyakini memiliki pengaruh dengan
inauthentic self-presentation ialah tendensi untuk mengarahkan atensi terhadap
aspek-aspek diri, baik ke luar maupun ke dalam yang disebut dengan self-
consciousness (Doherty & Schlenker, 1991). Secara umum, terdapat dua tipe self-
consciousness: publik dan privat (Lee-Won, Shim, Joo, & Park, 2014). Public
self-consciousness mengacu pada kesadaran diri mengenai bagaimana penampilan
diri di depan publik (Greenwald, Bellezza, & Banaji, 1988; Scheier & Carver,
1985 dalam Lee-Won, Shim, Joo, & Park, 2014). Sedangkan private self-
consciousness mengacu pada kesadaran yang berorientasi akan introspeksi diri
yang berpusat pada aspek diri yang tidak dapat langsung diobservasi oleh orang
lain (Doherty & Schlenker, 1991).
Hasil penelitian Fenigstein, Scheier, & Buss pada tahun 1975 dan Scheier,
Buss, & Buss pada tahun 1978 membuktikan bahwa individu dengan
kecendurungan memiliki public self-consciousness yang tinggi akan lebih
perhatian dengan bagaimana mereka dipandang oleh orang lain sehingga akan
berperilaku yang sesuai dengan ekspektasi publik. Sedangkan mereka yang
cenderung memiliki private self-consciousness yang tinggi akan lebih perhatian
terhadap dunia internalnya dan berperilaku berbasis dengan keyakinan, nilai-nilai,
dan perasaan terhadap dirinya sendiri.
7
Penelitian-penelitian pada remaja sebelumnya membuktikan bahwa remaja
memiliki self-consciousness yang tinggi, dan hal ini dipercaya dapat
mengakibatkan perasaan bahwa dirinya sedang diamati dan dievaluasi (Yau &
Reich, 2018). Kondisi ini diyakini oleh Yau & Reich (2018) merupakan penyebab
remaja meyakini pentingnya melakukan inauthentic self-presentation pada media
sosialnya. Tetapi peneliti hanya menemukan dua studi, Lee-Won et al. (2014) dan
Shim, Lee-Won, & Park (2016), yang menguji pengaruh antara self-consciousness
terhadap self-presentation di Facebook. Keterbatasan literatur menarik peneliti
untuk meneliti pengaruh self-consciousness terhadap inauthentic self-presentation
pada pengguna Instagram.
Faktor lainnya ialah faktor dukungan sosial (social support) yang diterima
pada kehidupan sehari-hari atau offline. Studi yang dilakukan oleh Leung (2011)
yang menguji pengaruh eksperimen identitas online dalam memperkuat hubungan
antara dukungan sosial terhadap interaksi di media sosial. Cobb (dalam Leung,
2011) mendefinisikan social support sebagai informasi yang menyebabkan subjek
meyakini bahwa dirinya dipedulikan dan dicintai, dihargai, dan diterima dalam
kelompok sosial. Pada penelitiannya, Leung (2011) membuktikan bahwa
dukungan sosial merupakan prediktor yang signifikan terhadap eksperimen
identitas. Hasil penelitiannya juga membuktikan bahwa eksperimen identitas di
media sosial merupakan mediator bagi para individu yang merasa kesepian dan
kekurangan social support di kehidupan sehari-harinya untuk melakukan interaksi
sosial di media sosial (Leung, 2011).
8
Eksperimen identitas menurut Michikyan et al., (2015) merupakan salah
satu komponen dari inauthentic self-presentation. Leung (2011) menyebutkan
bahwa sebagai kompensasi kurangnya social support dalam kehidupan individu,
individu termotivasi untuk mencari social support di media sosial dengan
melakukan inauthentic self-presentation saat membina interaksi secara online.
Sedangkan, individu yang merasa menerima social support dalam kehidupan
sehari-harinya cenderung tidak merasa perlu untuk melakukan eksperimen
identitas di media sosial. Oleh sebab itu, peneliti pun tertarik untuk menguji
apakah ada pengaruh langsung dari social support terhadap perilaku inauthentic
self-presentation di Instagram.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memutuskan untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Self-Esteem, Self-Consciousness, dan Social
Support terhadap Inauthentic Self-Presentation pada Pengguna Instagram”
1.2. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan masalah
Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi
hal-hal berikut:
a. Inauthentic self-presentation adalah presentasi identitas diri (self) yang
palsu dan ideal (Twomey & O’Reilly, 2017).
b. Self-esteem adalah fenomena yang memiliki dua unsur nilai yang dire-
fleksikan oleh individu melalui diantaranya (1) kompentesi personal (self-
competence), serta (2) penampilan, karakter, dan identitas sosial (self-
liking) (Tafarodi & Swann Jr, 2001).
9
c. Self-Consciousness adalah tendensi individu untuk mengarahkan per-
hatiannya ke dalam atau ke luar dirinya, yang terdiri dari tiga aspek, dian-
taranya (1) private self-consciousness, (2) public self-consciousness, (3)
social anxiety (Fenigstein, Scheier, & Buss, 1975).
d. Social support adalah persepsi individu mengenai tersedianya dukungan-
dukungan-dukungan yang bersifat fungsional yang terdiri dari beberapa
aspek, diantaranya (1) emotional-informational support, (2) affectionate,
dan (3) positive social interaction (Sherbourne & Stewart, 1991). Pada
penelitian ini dibatasi dukungan-dukungan fungsional yang diterima pada
kehidupan sehari-hari.
e. Subjek pada penelitian ini dibatasi dengan kriteria meliputi: (1) memiliki
akun Instagram, (2) Usia 14 hingga 24 tahun, (3) pernah mengunggah fo-
to, video, atau Instastories pada akun Instagram-nya, dan (4) mengakses
akun Instagram-nya minimal satu kali setiap harinya.
1.2.2. Rumusan masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut maka perumusan masalah yang di-
ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari self-esteem, self-consciousness,
dan social support terhadap perilaku inauthentic self-presentation pada
pengguna Instagram?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari self-competence terhadap perilaku
inauthentic self-presentation pada pengguna Instagram?
10
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari self-liking terhadap perilaku inau-
thentic self-presentation pada pengguna Instagram?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari public self-consciousness ter-
hadap perilaku inauthentic self-presentation pada pengguna Instagram?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari private self-consciousness ter-
hadap perilaku inauthentic self-presentation pada pengguna Instagram?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari social anxiety terhadap perilaku
inauthentic self-presentation pada pengguna Instagram?
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari emotional-informational support
terhadap perilaku inauthentic self-presentation pada pengguna Instagram?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari affectionate terhadap perilaku
terhadap perilaku inauthentic self-presentation pada pengguna Instagram?
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari positive social interaction ter-
hadap terhadap perilaku inauthentic self-presentation pada pengguna Insta-
gram?
10. Apabila ada pengaruh, variabel mana yang memiliki pengaruh signifikan dan
paling kuat pengaruhnya terhadap perilaku inauthentic self-presentation pa-
da pengguna Instagram?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh dari self-esteem, self-
consciousness, dan social support terhadap perilaku inauthentic self-presentation
pada pengguna Instagram.
11
1.3.2 Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih wacana penge-
tahuan bagi kalangan akademisi ilmu psikologi untuk mengungkap fenomena
inauthentic self-presentation pada pengguna Instagram.
2. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong munculnya
kesadaran pada pengguna Instagram akan perilaku self-presentation yang tidak
autentik. Diharapkan dengan menyadari hal ini pengguna Instagram dapat
menggunakan Instagram dengan lebih positif dan bermanfaat.
12
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Inauthentic Self-Presentation
2.1.1 Pengertian inauthentic self-presentation
Presentasi diri atau self-presentation mengacu pada teori klasik “dramartugi” yang
dikemukakan oleh Erving Goffman yang menetapkan satu pandangan mengenai
impression management yang kemudian memberikan para peneliti istilah self-
presentation (Jones & Pittman, 1982).
Goffman (1959, dalam Hogg & Vaughan, 2010) mengumpamakan proses
self-presentation ini dengan teater, dimana individu memainkan berbagai peran
berbeda di hadapan audiensi yang berbeda. Tujuan utama dari dari pertunjukan
atau permainan peran di depan audiensi, menurut Goffman (1959, dalam Twomey
& O’Reilly, 2017), adalah untuk menampilkan kesan yang diinginkan dari identi-
tas individu yang dianggap dapat diterima dan dipercaya oleh audiensi.
Sedangkan, Delamater et al. (2015) mendefinisikan self-presentation se-
bagai proses dimana individu berusaha untuk mengelola impresi atau kesan yang
dibentuk oleh orang lain mengenai dirinya pada interaksi sosial. Delamater et al.
(2015) membedakan self-presentation berdasarkan macam-macam strategi indi-
vidu dalam melakukan self-presentation, yaitu authentic self-presentation, tactical
self-presentation, dan ideal self-presentation.
Delamater et al. (2015) menyebutkan bahwa self-presentation yang
umumnya dilakukan oleh pengguna media sosial ialah ideal self-presentation.
13
Delamater et al. (2015) menyatakan bahwa individu melakukan ideal self-
presentation untuk menetapkan citra diri di muka umum yang konsisten dengan
karakteristik diri yang ingin dimiliki oleh individu (ideal self).
Gil-Or et al. (2015) menggunakan istilah false self-presentation untuk
menjelaskan inauthentic self-presentation, khususnya pada pengguna Facebook.
False menurut Gil-Or et al. (2015) adalah koleksi sinyal atau tanda-tanda, yang
umumnya berupa foto-foto yang diunggah di media sosial, yang diberikan oleh
pengguna media sosial kepada komunitas media sosialnya. Facebook false
seringkali dimanifestasikan dengan perilaku individu yang secara selektif memilih
foto yang yang menunjukkan usaha implisit individu untuk memperindah fotonya
di mata jejaring sosialnya di media sosial, walaupun apa yang ditampilkannya
berbeda dengan identitas dirinya yang sesungguhnya (Gil-Or et al., 2015).
Dari beberapa definisi mengenai inauthentic self-presentation di atas,
peneliti mengambil pengertian dari Twomey & O’Reilly (2017) yaitu presentasi
identitas diri yang palsu dan ideal karena dianggap sesuai dengan fenomena yang
melatarbelakangi penelitian.
2.1.2 Aspek-aspek inauthentic self-presentation
Twomey & O’Reilly (2017) mengungkapkan dua aspek dalam inauthentic self-
presentation, diantaranya:
1. Presentasi diri yang palsu (false self). Menurut Michikyan et al. (2015),
false self adalah perasaan dan tindakan yang tidak sesuai dengan karakter-
istik diri sesungguhnya yang dapat terjadi karena berbagai motivasi, seper-
ti deception (mempresentasikan informasi mengenai diri yang tidak
14
benar), exploration (mencoba berbagai aspek dari identitas diri yang ber-
beda), dan impressing others (menyesuaikan presentasi diri terhadap per-
sepsi diri akan ekspektasi orang lain).
2. Presentasi diri yang ideal (ideal self). Menurut Michikyan et al. (2015)
dapat dipahami sebagai karakteristik-karakteristik ideal (cita-cita, harapan,
atau aspirasi yang dimiliki) yang ingin diperlihatkan kepada orang lain.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi inauthentic self-presentation
Faktor-faktor yang mempengaruhi inauthentic self-presentation berdasarkan hasil
penelitian sebelumnya, diantaranya
1. Self-esteem yang rendah
Mehdizadeh (2010) dalam penelitiannya berhipotesis bahwa individu dengan
self-esteem rendah akan berkorelasi dengan konten promosi diri di laman
media sosial mereka. Zhao, Grasmuck, & Martin (2008) menyebutkan bahwa
media online menyediakan tempat efektif bagi individu untuk
mengaktualisasikan identitas yang mereka harapkan atau ideal self, tetapi
tidak dapat dicapai dalam interaksi tatap muka.
2. Public self-consciousness
Public self-consciousness diyakini sebagai prediktor dari self-presentation
(Lee-Won et al., 2014). Penelitian telah mengindikasikan bahwa individu
yang memiliki public self-consciousness yang tinggi cenderung memiliki
kekhawatiran yang lebih besar akan penolakan oleh orang lain dan membuat
impresi yang baik. Karenanya, mereka lebih mungkin terlibat dalam ideal
self-presentation (Lee-Won, Shim, Joo, & Park, 2014).
15
3. Self-concept clarity yang rendah
Fullwood, James, & Chen-Wilson (2016) meyakini bahwa remaja yang
memiliki self-concept clarity atau konsep diri yang stabil akan menampilkan
dirinya di media online konsisten dengan bagaimana kehidupan sehari-
harinya atau authentic self-presentation. Hasil penelitian Fullwood, James, &
Chen-Wilson (2016) ini pun membuktikan bahwa remaja dengan self-concept
clarity yang rendah cenderung melakukan ideal self-presentation dan
menampilkan diri di media online yang tidak sesuai dengan kehidupan sehari-
harinya atau inauthentic self-presentation.
4. Self-criticism
Jackson & Luchner (2017) membuktikan adanya pengaruh antara self-
criticism dengan inauthentic self-presentation pada penggunaan Instagram.
Individu yang memiliki kecenderungan untuk mengkritik dirinya sendiri,
seringkali memprioritaskan kebutuhan untuk self-definition atau kebutuhan
untuk memiliki identitas diri yang independen daripada kebutuhan untuk
mempertahankan relasi interpersonal yang sehat (Luyten & Blatt, 2013).
Individu yang dimotivasi oleh kebutuhan self-definition yang maladaptif
memiliki kecenderungan untuk menciptakan versi palsu dari identitasnya
utnuk mencari validasi dan dukungan dari orang lain (Jackson & Luchner,
2017).
5. Kepribadian neurotik
Michikyan, Subrahmanyam, & Dennis (2014) dalam penelitiannya
membuktikan bahwa individu yang berkepribadian neurotik cenderung
16
mempresentasikan informasi yang tidak seluruhnya sesuai dengan kenyataan
atau bahkan berbohong (false self-deception) dan menggunakan perbadingan
sosial (false self-compare), serta mempresentasikan aspek atribut diri yang
diinginkan (ideal self).
6. Kepribadian introvert
Dari hasil penelitian Michikyan, Subrahmanyam, & Dennis (2014) ditemukan
ada hubungan asosiasi negatif antara kepribadian ekstrovert dengan authentic
self-presentation, khususnya false self: exploration. Temuan ini
mengindikasikan bahwa remaja yang rendah tendensi ekstraversi atau
memiliki kepribadian introvert bertendensi melakukan perilaku eksplorasi
identitas pada media online. Sedangkan, remaja yang cenderung
berkepribadian extrovert bertendensi menggunakan media sosial sebagai
perpanjangan dari kehidupan sehari-hari. Menurut Seidman (2013), hal ini
disebabkan karena individu yang extrovert cenderung lebih nyaman
mengekspresikan perasaan yang merefleksikan aspek diri yang autentik
daripada introvert.
7. Kepribadian narsisistik
Mehdizadeh (2010) yang dalam penelitiannya menemukan adanya asosiasi
positif antara kepribadian narsisistik dengan konten promosi diri pada laman
profil media sosialnya. Temuan ini dapat dijelaskan dengan teori yang
menyebutkan bahwa media online merupakan media yang dapat memenuhi
kebutuhan dari narsisitik yang memiliki kebutuhan yang besar untuk tampil
populer, sukses dan menarik (ideal self) namun tidak menginginkan
17
hubungan interpersonal yang lebih intim (Mehdizadeh, 2010). Dengan media
sosial, individu dapat memilih foto-foto yang menarik sehingga dapat
memudahkan mereka untuk mendapatkan banyak jaringan pertemanan dan
memotivasi pandangan narsistik diri individu (Mehdizadeh, 2010) .
8. Social support yang rendah
Leung (2011) dalam penelitiannya membuktikan bahwa remaja dengan
tingkat offline social support yang lebih rendah menemukan eksperimen
identitas di media online sebagai kegiatan yang dapat memenuhi
kebutuhannya. Hasil ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki
dukungan emosional dan kasih sayang yang kurang pada kehidupan sehari-
harinya cenderung memiliki keinginan yang kuat untuk bereksperimen
dengan identitas mereka, “melarikan diri” dari identitas autentik, atau
menjalani fantasi online atau melakukan inauthentic self-presentation (Leung,
2011).
9. Imagined audience
Baumeister & Hutton (1987) menyatakan salah satu motivasi individu
melakukan self-presentation ialah untuk memenuhi ekspektasi audiensi
(pleasing the audience). Baumeister & Hutton (1987) juga mengungkapkan
bahwa motivasi untuk melakukan self-presentation dihasilkan oleh kehadiran
orang lain. Pada media sosial, audiensi yang ada ialah imagined audience.
Boyd, Hargittai, Schultz, & Palfrey (2011) menyebutkan bahwa pada konteks
media sosial, imagined audience inilah yang mengarahkan norma-norma
perilaku. Pengguna media sosial memodifikasi self-presentation dirinya agar
18
sesuai dengan norma dari sekumpulan imagined audience. Walaupun
fokusnya hanya kepada teman dekat dan keluarga, pengguna media sosial
juga cenderung memodifikasi self-presentation dirinya agar sesuai dengan
ekspektasi publik dalam lingkup besar dan tak terbatas (Schau & Gilly,
2003).
2.1.4 Pengukuran inauthentic self-presentation
Perbedaan istilah yang digunakan dalam menjelaskan fenomena inauthentic self-
presentation menyebabkan bervariasinya alat ukur yang digunakan oleh peneliti.
Gil-Or et al. (2015) menggunakan False Facebook Self-Questionnaire (POFSP)
yang dikembangkan oleh Weir & Jose (2010, dalam Gil-Or et al., 2015). Alat
ukur ini dikembangkan untuk mengukur perbedaan persepsi akan day-to-day self
atau identitas diri yang ditampilkan sehari-hari dengan persepsi akan facebook self
atau persepsi akan identitas diri yang ditampilkan di Facebook (Gil-Or et al.,
2015). Semakin besar perbedaannya, maka semakin tidak autentik self-
presentation yang dilakukan (Gil-Or et al., 2015). Skala ini terdiri dari 21 item
pernyataan dan dinilai dengan sistem 5-poin skala Likert (Gil-Or et al., 2015).
Kim & Lee (2011) yang mendefinisikan inauthentic self-presentation
sebagai positive self-presentation dimana individu hanya menampilkan aspek-
aspek yang positif dalam kehidupannya mengembangkan alat ukur Positive Self-
Presentation yang berjumlah enam item pernyataan dengan sistem nilai 7-poin
skala Likert.
Sebagian peneliti (Krämer & Winter, 2008; Mehdizadeh, 2010) meneliti
inauthentic self-presentation dengan melihat tampilan akun media sosial
19
partisipan. Mehdizadeh (2010) mengukur perilaku self-promotion yang
didefinisikan dengan tampilan yang memperlihatkan atribut ideal dari partisipan
dengan melihat laman 5 laman pada akun Facebook partisipan, diantaranya: Main
photo, About me, Photos of Me, Notes, dan Status Updates.
Dalam pengukuran inauthentic self-presentation pada penelitian ini,
peneliti menggunakan Self-Presentation on Facebook Questionnaire (SPFBQ;
Michikyan et al., 2015) yang terdiri dari 17 item pernyataan dengan skala Likert
5-poin untuk mengukur berbagai dimensi diri (real, ideal, dan false self) yang
ditampilkan pada akun Facebook remaja akhir. Peneliti mememilih untuk
menggunakan alat ukur ini karena dimensi pengukurannya sesuai dengan definisi
yang diungkapkan oleh Twomey & O’Reilly (2017).
Namun, karena penelitian ini dibatasi pada pengukuran inauthentic self-
presentation maka peneliti hanya menggunakan dua dimensi pengukuran dari tiga
dimensi yang terdapat pada alat ukur tersebut, sehingga dari 17 item pernyataan,
peneliti hanya menggunakan 12 item penyataan yang mengukur, diantaranya (1)
self-presentation berhubungan dengan ideal self (α = .70), (2) self-presentation
berhubungan dengan false self-: deception (α = .79), exploration (α = .72), dan
compare/impress (α = .65).
2.2. Self-Esteem
2.2.1 Pengertian self-esteem
Rosenberg (1965) mengungkapkan bahwa self-esteem adalah sikap positif atau
negatif terhadap dirinya sendiri. Self-esteem, menurut Rosenberg (1965) memiliki
dua konotasi yang berbeda, konotasi pertama mengenai individu dengan self-
20
esteem yang tinggi ialah seseorang yang berpikir bahwa dirinya sangat baik mem-
iliki konotasi yang berbeda dengan individu yang berpikir bahwa dirinya cukup
baik. Menurut Rosenberg (1965) sangat memungkinkan apabila seseorang ber-
pikir bahwa dirinya lebih unggul dibandingkan orang lain, namun merasa dirinya
tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam beberapa standar tertentu yang
ditetapkan sendiri olehnya.
Tafarodi & Swann Jr (2001) menyebutkan bahwa self-esteem adalah fe-
nomena yang memiliki dua unsur nilai yang jika diterapkan pada manusia dire-
fleksikan melalui kompentesi personal, serta penampilan, karakter, dan identitas
sosial. Individu menilai dirinya berdasarkan apa yang dapat mereka lakukan dan
apa yang dilihat oleh orang lain akan dirinya. Hal ini seringkali diekspresikan
dengan perbedaan antara menghormati diri sendiri atau self-respect dan menyukai
diri sendiri atau self-liking. Self-respect didasarkan pada kemampuan yang dapat
diamati, keterampilan, dan bakat (competence) sedangkan self-liking didasarkan
pada moral, daya tarik, dan aspek lain yang berhubungan dengan nilai sosial
(Tafarodi & Swann Jr, 2001).
Self-esteem menurut Baumeister, Campbell, Krueger, & Vohs (2003)
merupakan bagaimana individu memberi nilai keberhagaan dirinya sendiri. Self-
esteem merupakan komponen evaluatif dari self-knowledge atau pengetahuan akan
diri sendiri. Self-esteem tinggi mengacu pada evaluasi umum akan diri yang posi-
tif, sedangkan self-esteem yang rendah mengacu pada definisi yang tidak positif
terhadap diri sendiri (Baumeister, Campbell, Krueger, & Vohs, 2003).
21
Pada penelitian ini definisi yang digunakan oleh peneliti ialah pengertian
dari Tafarodi & Swann Jr (2001) menyebutkan bahwa self-esteem adalah fenome-
na yang memiliki dua unsur nilai yang direfleksikan oleh individu melalaui
kompentesi personal atau yang seringkali dijelaskan dengan istilah (self-
competence) serta penampilan, karakter, dan identitas sosial (self-liking).
2.2.2 Aspek-aspek self-esteem
Heatherton & Polivy (1991) menyebutkan bahwa self-esteem terdiri dari tiga
komponen utama:
1. Performance self-esteem, yaitu penilaian diri mengenai kompetensi dirinya
dalam berbagai bidang
2. Social self-esteem, yaitu keyakinan diri individu mengenai pandangan orang
lain terhadap dirinya
3. Physical self-esteem, yaitu pandangan individu mengenai kondisi fisik
tubuhnya.
Tafarodi & Swann Jr (2001) menjelaskan self-esteem dengan dua komponen,
diantaranya:
1. Self-competence adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri se-
bagai individu yang memiliki intensi yang mampu memperoleh hasil
yang diinginkannya dengan melaksanan intensinya tersebut
2. Self-liking adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri sebagai
objek sosial, yang seringkali disederhanakan menjadi orang baik atau
tidak baik (good or bad person). Penilaian ini yang memunculkan rasa
22
berharga diri yang memiliki signifikansi sosial. Penilaian ini seringkali
didasarkan oleh penampilan, karakter, dan identitas sosial.
Sedangkan, Rosenberg (1965) meyakini bahwa self-esteem merupakan
konsep yang bersifat unidimensional, sehingga self-esteem individu diyakini be-
rada di suatu kontinum yang berkisar dari individu dengan self-esteem yang
tingga hingga individu dengan self-esteem yang rendah.
2.2.3 Pengukuran self-esteem
Self-esteem umumnya diukur dengan menggunakan skala self-report. Salah satu
skala pengukuran yang paling terkernal dan seringkali digunakan oleh penelitian-
penelitian sebelumnya yaitu Rosenberg Self-Esteem Scale (1965). Rosenberg Self-
Esteem Scale (RSE) merupakan alat ukur yang terdiri dari 10 item pernyataan
yang didesain untuk mengoptimalkan kemudahan administrasi alat ukur,
ekonomis, waktu, unidimensional, dan validitas muka (Blascovich dan Tomaka
dalam Donellan, Trzenieswki, & Robins, 2015).
Alat ukur lainnya yang dapat digunakan untuk mengukur self-esteem ialah
Self-Liking and Self-Competence Questionnaires (SLCS) dikembangkan oleh Ta-
farodi & Swann (1995) dilatarbelakangi oleh keyakinan mengenai pentingnya
membedakan kedua komponen self-esteem, secara teoritis dan praktis. SLCS
terdiri dari 10 item pernyataan yang dikonstruksi untuk mengukur self-competence
dan self-liking,
Terdapat banyak alat ukur lainnya yang telah dibuktikan validitasnya dalam
mengukur self-esteem, diantaranya The Series of Harter Self-Perception Profiles,
Self-Esteem Inventory dan The Series of Self-Description Questionnaires (Harter
23
& Pike, 1988; Coopersmith, 1967; Marsh, 1992 dalam Donellan, Trzenieswki, &
Robins, 2015).
Pada penelitian ini, dengan mempertimbangkan definisi yang digunakan
oleh peneliti untuk menjelaskan self-esteem, peneliti memutuskan untuk
menggunakan skala pengukuran Self-Liking and Self-Competence Questionnaires
(SLCS) yang dikembangkan oleh Tafarodi & Swann (1995).
2.3. Self-Consciousness
2.3.1 Pengertian self-consciousness
Mead (1934, dalam Fenigstein, Scheier, & Buss, 1975) mengartikan self-
consciousness yaitu ketika individu menjadi sadar akan pandangan orang lain
yang kemudian menyebabkan individu tersebut memandang dirinya sebagai objek
sosial. Sedangkan, Fenigstein, Scheier, & Buss (1975) mendefinisikan self-
consciousness dengan mencari persamaan antara teori-teori self-awareness dan
terapi Rogerian, yang memiliki kesamaan yaitu terjadinya proses individu fokus
pada pikiran, perasaan, perilaku atau penampilannya, ketika berefleksi, berfantasi,
atau berkhayal mengenai dirinya sendiri atau ketika membuat keputusan yang
berhubungan dengan dirinya. Fenigstein, Scheier, & Buss (1975) menyimpulkan
bahwa self-consciousness merupakan kecenderungan individu yang secara konsis-
ten mengarahkan atensinya ke dalam atau ke luar dirinya.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menggunakan pengertian dari
oleh Fenigstein, Scheier, & Buss (1975) bahwa self-consciousness merupakan ke-
cenderungan individu yang secara konsisten mengarahkan atensinya ke dalam
atau ke luar dirinya.
24
2.3.2 Aspek-aspek self-consciousness
Fenigstein, Scheier, & Buss (1975) pada awalnya mengidentifikasi perilaku-
perilaku yang merupakan indikator dari self-consciousness yang kemudian ter-
konstruksi menjadi tujuh macam perilaku. Kemudian, dilakukan penelitian pilot
yang menghasilkan kesimpulan adanya tiga aspek dari self-consciousness, melipu-
ti:
(1) Private self-consciousness yaitu aspek yang menunjukkan kecenderungan in-
dividu untuk fokus terhadap pikiran dan perasaannya. Konsep ini serupa dengan
teori Jung mengenai introversi. Pribadi introvert umumnya berorientasi terhadap
dunia yang ada di dalam dirinya yang terdiri dari ide dan gagasan. Namun perbe-
daannya, individu dengan private self-consciousness yang tinggi secara spesifik
memfokuskan ide dan gagasannya hanya pada dirinya sendiri (the self).
(2) Public self-consciousness didefinisikan sebagai kesadaran diri sebagai objek
sosial yang memiliki efek terhadap orang lain. Konsep ini berhubungan dengan
konsep self-consciousness yang diungkap oleh Mead (1934, dalam Fenigstein,
Scheier,& Buss, 1975). Maka disimpulkan bahwa public self-consciousness
merupakan individu yang menyadari pandangan orang lain sehingga mampu me-
mandang dirinya sebagai objek sosial.
(3) Social anxiety merupakan ketidaknyamanan terhadap kehadiran orang lain.
Berbeda dengan dua aspek sebelumnya yang merupakan proses pengarahan fokus
atensi individu, social anxiety merupakan reaksi terhadap proses tersebut. Ketika
atensi mengarah ke dalam diri, seseorang dapat menemukan suatu hal yang mem-
buat Ia menjadi cemas. Sedangkan, ketika individu menjadi lebih peka terhadap
25
dirinya sebagai objek sosial, individu cenderung akan mengevaluasi dirinya dan
menjadi cemas terhadap pandangan orang lain terhadap dirinya.
2.3.3 Pengukuran self-consciousness
Self-consciousness dapat diukur menggunakan Self-Consciousness Scale
(Fenigstein, Scheier,& Buss, 1975) yang merupakan kuesioner yang terdiri dari 23
item pernyataan yang mengukur perbedaan individu dalam private dan public self-
consciousness. Dalam mengukur kedua perbedaan tersebut, skala ini juga
menambahkan dimensi social anxiety yang dianggap sebagai reaksi dari proses
self-consciousness (Fenigstein, Scheier,& Buss, 1975).
Namun, skala pengukuran ini dianggap terlalu membingungkan bagi
partisipan yang bukan merupakan mahasiswa, sehingga Carver & Scheier (1985)
mengembangkan The Self-Consciousness Scale: A Revised Version for Use with
General Populations. Terdapat beberapa perubahan yang dilakukan oleh Carver &
Scheier (1985), diantaranya mengubah istilah-istilah yang sulit dimengerti istilah
yang lebih sederhana dan juga memodifikasi kalimat agar lebih sesuai mengukur
aspek yang ingin diukur. The Self-Consciousness Scale: A Revised Version for
Use with General Populations terdiri dari 22 item pernyataan dengan
menggunakan format jawaban 3=sangat sesuai, 2=cukup sesuai, 1=Tidak terlalu
sesuai dan 0=sama sekali tidak sesuai. Ketiga komponen yang diukur memiliki
reliabilitas masing-masing private self-consciousness (α = .75), public self-
consciousness (α = .84), dan social anxiety (α = .79 ).
26
Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan The Self-
Consciousness Scale: A Revised Version for Use with General Populations yang
dikembangkan oleh Carver & Scheier (1985).
2.4. Social Support
2.4.1 Pengertian social support
Dean & Lin (1977, dalam Pearson, 1986) menyatakan bahwa literatur mengenai
social support tidak memiliki kesepakatan bersama mengenai pengertian social
support. Social support dikonseptualisasikan oleh Gore (1973, dalam Pearson,
1986) sebagai peran sosial yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan tanpa ke-
hilangan rasa harga diri.
Sedangkan Cobb (1976) mendefinisikan social support sebagai informasi
yang mengarahkan individu untuk meyakini bahwa dirinya dipedulikan, dicintai,
dihargai, dan merupakan anggota dari suatu jejaring komunikasi dan memiliki ob-
ligasi bersama. Sherbourne & Stewart (1991, dalam Leung, 2011) mendefinisikan
social support sebagai persepsi individu mengenai tersedianya dukungan-
dukungan yang bersifat fungsional. Dukungan fungsional mengacu pada sejauh
mana relasi interpersonal yang dimiliki oleh individu dapat memenuhi fungsi-
fungsi tertentu (Sherbourne & Stewart, 1991). Leung (2011) mengungkapkan
bahwa dukungan fungsional merupakan jenis dukungan yang paling penting untuk
diterima oleh individu.
Sehingga, berdasarkan uraian tersebut peneliti menggunakan pengertian
social support, menurut Sherbourne & Stewart (1991) adalah persepsi individu
mengenai tersedianya dukungan-dukungan yang bersifat fungsional. Dalam
27
penelitian ini dukungan yang dimaksud ialah yang didapat pada kehidupan sehari-
hari dari orang-orang terdekat individu.
2.4.2 Aspek-aspek social support
Weiss (1974, dalam Cutrona & Russell, 1987) menjelaskan enam fungsi (provision)
berbeda yang dapat diperoleh dari hubungan dengan orang lain. Keenam fungsi
diperlukan bagi individu untuk merasa didukung secara memadai dan untuk
menghindari kesepian, namun tiap fungsi mungkin penting dalam keadaan tertentu
atau pada tahapan siklus hidup yang berbeda. Keenam fungsi tersebut ialah:
1. Guidance, yaitu bimbingan berupa nasihat atau informasi. Umumnya diberikan
oleh guru atau figur orangtua,
2. Reliable alliance, yaitu keyakinan adanya orang lain yang dapat dipercaya untuk
dapat memberikan bantuan. Umumnya diberikan oleh anggota keluarga,
3. Reassurance of worth, yaitu pengakuan atas kompetensi, kemampuan, serta
keberhargaan dirinya terhadap orang lain,
4. Opportunity for nurturance, yaitu keyakinan bahwa adanya individu lain yang
membutuhkannya untuk kelangsungan hidup mereka,
5. Attachment, yaitu kedekatan emosional dari individu lain yang memberikan rasa
aman,
6. Social integration, yaitu merasa tergabung dalam kelompok yang memiliki
ketertarikan yang serupa dan dapat melakukan hal menyenangkan bersama.
Sherbourne & Stewart (1991) menyebutkan empat aspek dari social
support, diantaranya
28
1. Emotional-Informational support berupa tersedianya dukungan berupa ungkapan
emosi positif, pemahaman yang bersifat empatik, dorongan untuk pengungkapan
perasaan, serta penawaran berupa nasihat, informasi, panduan, atau saran.
2. Tangible support yaitu tersedianya bantuan material atau bantuan fisik
3. Positive social interaction berupa tersedianya orang lain untuk melakukan
aktivitas menyenangkan bersama,
4. Affectionate support berupa ungkapan cinta dan kasih sayang.
Berbeda dengan tokoh lain, Sherbourne & Stewart (1991) membedakan
emotional support dengan affectionate support karena dianggap memikiki
pengaruh yang berbeda terhadap individu, terutama pada kesehatan pasien dengan
penyakit kronis.
Aspek-aspek tersebut kemudian dimodifikasi oleh Leung (2011) sehingga
lebih sesuai dengan konteks penelitian berhubungan dengan social support yang
diterima oleh pengguna media sosial ketika sedang tidak aktif di dunia maya
(offline). Leung (2011) menghapus aspek tangible support pada penelitiannya
karena diyakini hanya sesuai jika digunakan dalam konteks medis.
2.4.3 Pengukuran social support
Pengembangan pengukuran social support telah banyak dilakukan, khususnya
pada bidang kesehatan, diantaranya (Wills & Shinar, 2000).:
1. International Support Evaluation List (ISEL) oleh Cohen et al. (1985)
merupakan alat ukur self-report yang terdiri dari 40 butir pernyataan yang
mengukur empat aspek social support berupa dukungan emotional,
instrumental, companionship, dan validation.
29
2. Social Provision Scale (SPS) oleh Cutrona & Russell (1987) merupakan
alat ukur self-report yang terdiri dari 24 butir pernyataan yang mengukur
aspek social support berupa dukungan berupa attachment, social
integration, reassurance of worth, reliable alliance, guidance, dan
nurturance.
Kemudian, Sherbourne & Stewart (1991) mengembangkan alat ukur
Medical Outcome Study (MOS) Support Survey yang merupakan 19 butir
pernyataan survei mengenai social support yang merepresentasikan berbagai
dimensi social support. Pernyataan pada skala ini relatif singkat, sederhana, dan
mudah dimengerti.
Berdasarkan pertimbangan mengenai kesesuaian konteks dan efektivitas
pengukuran pada penelitian ini, peneliti memutuskan untuk mengadaptasi alat
ukur Sherbourne & Stewart (1991).
2.3. Kerangka Berpikir
Instagram hadir sebagai situs jejaring sosial yang menarik perhatian kalangan
muda. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee, Lee, Moon, & Sung
(2015) ketertarikan kalangan muda terhadap Instagram diyakini karena
pengungkapan diri menggunakan visual foto dinilai dapat mempresentasikan
kepribadian dan gaya hidupnya Tetapi kenyatanya, penggunaan Instagram tidak
sepenuhnya memberikan dampak positif terhadap kesehatan penggunanya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Royal Society for Public Health
(RSPH) dan Young Health Movement (YHM) menunjukkan bahwa Instagram
merupakan platform media sosial yang memiliki dampak negatif terbesar pada
30
kesehatan mental remaja dibandingkan media sosial lainnya seperti youtube
(Wiederhold, 2018). Salah satu penyebabnya, diyakini oleh Wiederhold (2018)
ialah tidak autentiknya presentasi visual yang ditunjukkan oleh remaja pada akun
Instagramnya. Anggapan ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya yang te-
lah membuktikan bagaimana perilaku yang autentik (authenticity) memiliki
pengaruh positif pada kesejahteraan subjektif dan kesehatan mental individu (Gil-
Or et al., 2015) sehingga apabila menampilkan presentasi yang tidak autentik akan
berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan subjektif dan kesehatan mental.
Peneliti meyakini bahwa perilaku remaja dalam menampilkan presentasi
diri yang tidak autentik sesuai dengan definisi inauthentic self-presentation
menurut Twomey & O’Reilly (2017) yaitu presentasi identitas diri (self) yang
yang palsu dan ideal. Teori mengenai presentasi diri atau self-presentation yang
awalnya dipelopori oleh Erving Goffman ini pun mulai kembali menarik per-
hatian peneliti, khususnya peneliti yang tertarik pada bidang cyberpsychology.
Telah diketahui sebelumnya bahwa media sosial memberikan kebebasan
bagi penggunanya untuk memilih informasi yang ingin disampaikan pada tiap
unggahannya dan informasi yang ingin dihilangkan. Long & Zhang (2014) secara
spesifik membandingkan perbedaan antara offline dan online self-presentation pa-
da situs jejaring sosial, dan menemui perbedaanya terletak pada lebih besarnya
kemampuan individu untuk mengendalikan bagaimana Ia menampilkan dirinya.
Sehingga, tidak heran jika banyak pengguna media sosial, khususya Insta-
gram, yang menampilkan citra diri yang berbeda dengan tampilan kesehariannya.
Namun, hasil penelitian Back et al. (2010) membuktikan bahwa tidak seluruh
31
pengguna media sosial memanfaatkan fitur-fitur yang tersedia untuk menampil-
kan inauthentic self-presentation pada akunnya.
Melihat perbedaan yang terungkap dalam berbagai peneitian-penelitian
sebelumnya, peneliti meyakini adanya perbedaan faktor-faktor psikologis yang
dimiliki oleh tiap pengguna media sosial yang dapat mempengaruhi jenis self-
presentation yang digunakannya, baik authentic atau inauthentic self-
presentation. Pada penelitian ini, berdasarkan banyaknya dampak negatif yang
dirasakan oleh remaja pengguna Instagram, peneliti pun lebih tertarik untuk fokus
meneliti apa saja faktor psikologis yang mempengaruhi inauthentic self-
presentation.
Salah satu faktor psikologis yang diyakini merupakan prediktor dari per-
ilaku self-presentation adalah self-esteem. Self-esteem adalah fenomena yang
memiliki dua unsur nilai yang direfleksikan oleh individu melalui kompentesi
personal (self-competence) serta penampilan, karakter, dan identitas sosial (self-
liking) (Tafarodi & Swann Jr, 2001).
Self-competence diartikan oleh Tafarodi & Swann Jr (2001) sebagai
orientasi positif atau negatif terhadap kekuatan dan kemampuan diri. Definisi ini
diperjelas dengan contoh bahwa apabila seorang koki memiliki keyakinan penuh
terhadap kemampuan memasaknya, maka cenderung Ia akan mampu
mewujudkannya pada hasil masakannya.
Diterapkan pada media sosial, Zhao et al. (2008) membuktikan bahwa
media sosial menyediakan tempat bagi individu untuk mengaktualisasikan
identitas yang mereka harapkan atau ideal self yang tidak dapat dicapai dalam
32
interaksi tatap muka. Individu yang memiliki tingkat self-competence yang
rendah, merasa tidak yakin akan kemampuan yang dimilikinya. Sehingga, besar
kemungkinannya bagi mereka untuk memiliki wujud ideal self yang dianggap
tidak mampu untuk diwujudkan pada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
Instagram merupakan media yang dapat membantu mereka untuk menampilkan
wujud ideal self nya dengan hanya menunggah foto yang seolah memperlihatkan
kemampuan dirinya pada suatu kompetensi tanpa harus membuktikannya di
kehidupan sehari-hari. Sehingga, peneiliti berasumsi bahwa individu dengan self-
competence yang rendah akan terlibat dalam perilaku inauthentic self-presentation
di Instagram.
Aspek lain dari self-esteem ialah self-liking. Pada interaksi di kehidupan
sehari-hari, fitur-fitur fisik yang dianggap negatif oleh individu dengan self-
esteem yang rendah akan lebih sulit untuk dimanipulasi daripada di media sosial,
terutama di Instagram. Instagram menyediakan fitur-fitur yang mempermudah
penggunanya untuk memanipulasi bentuk tubuhnya dan menutupi jerawat-jerawat
di mukanya. Oleh sebab itu, peneliti berasumsi bahwa individu dengan self-liking
yang rendah akan terlibat dalam perilaku inauthentic self-presentation di
Instagram sebagai usahanya untuk meningkatkan self-esteem.
Selain self-esteem, faktor lainnya yang diyakini peneliti memiliki
pengaruh terhadap perilaku inauthentic self-presentation pengguna Instagram
ialah self-consciousness. Fenigstein, Scheier, & Buss (1975) mengartikan self-
consciousness sebagai kecenderungan individu yang secara konsisten
mengarahkan atensinya ke dalam atau ke luar dirinya. Individu yang memiliki ke-
33
cenderungan public self-consciousnessnya tinggi, sangat peka terhadap peran
dirinya sebagai objek sosial, sehingga mereka cenderung mempresentasikan citra
diri yang memiliki kemungkinan besar untuk mendapat penerimaan dan mengu-
rangi penolakan dari orang lain (Doherty & Schlenker, 1991). Dari penjelasan ter-
sebut peneliti mengasumsikan bahwa individu dengan public self-consciousness
yang tinggi akan berusaha untuk menampilkan citra diri yang positif dan dapat
diterima oleh publik walaupun citra diri tersebut tidak sesuai dengan kepribadian
yang sesungguhnya.
Sedangkan, individu yang cenderung lebih fokus terhadap apa yang ada di
dalam dirinya (private self-consciousness) akan cenderung berperilaku sesuai
dengan keyakinan yang dipegang olehnya sendiri dan ingin dinilai oleh orang lain
sebagai individu yang independen (Doherty & Schlenker, 1991). Sehingga, kecil
kemungkinan bagi mereka untuk berperilaku mengikuti dengan apa yang diang-
gap sesuai oleh mata publik. Maka, peneliti asumsikan bahwa jika seseorang
memiliki kecenderungan private self-consciousness yang tinggi akan mengurangi
keinginannya untuk melakukan inauthentic self-presentation sehingga peneliti
mengasumsikan bahwa private self-consciousness memiliki pengaruh terhadap
kecenderungan melakukan inauthentic self-presentation di Instagram.
Aspek lain dari self-consciousness ialah social anxiety. Social anxiety atau
kecemasan sosial yang didefinisikan sebagai ketidaknyamanan akan kehadiran
orang lain (Fenigstein, Scheier, & Buss, 1975). Bodroža & Jovanović (2016)
menemukan bahwa social anxiety merupakan prediktor perilaku self-presentation
pada Facebook. Hal ini diyakini karena adanya kemungkinan untuk memperkuat
34
dan meningkatkan citra diri pada komunikasi di media sosial menarik individu
yang mengalami masalah berkomunikasi di kehidupan sehari-hari. Maka, peneliti
mengasumsikan bahwa ada pengaruh positif antara social anxiety terhadap
inauthentic self-presentation.
Faktor terakhir yang ingin peneliti uji pengaruhnya terhadap inauthentic
self-presentation pada pengguna Instagram adalah social support. Leung (2011)
dalam penelitiannya membuktikan bahwa remaja yang kurang atau bahkan tidak
menerima emotional-informational support yang berupa dukungan emosi positif
atau pemahaman empatik dari orang-orang yang memiliki peran dalam kehidupan
sehari-harinya akan mencari dukungan tersebut pada media sosial. Namun, karena
merasa bahwa dirinya yang autentik tidak pantas untuk mendapatkan emotional-
informational support tersebut, individu akan melakukan eksperimen identitas
atau karakteristik demi mendapatkan emotional-informational support dari
sesama pengguna media sosial. Sehingga, peneliti meyakini ada pengaruh dari
kurangnya emotional-informational support terhadap perilaku inauthentic self-
presentation pengguna Instagram.
Begitu juga dengan bentuk social support yang kedua yaitu affectionate
yang merupakan ungkapan atau ekspresi kasih sayang. Individu yang jarang atau
bahkan tidak pernah menerima ungkapan kasih sayang dari orang sekitarnya maka
cenderung akan mencari ungkapan tersebut pada media sosial. Di media sosial,
ungkapan sayang bisa diterima dari banyaknya likes yang diberikan pada
unggahannya. Penelitian Yau & Reich (2018) menunjukkan bahwa remaja meya-
kini bahwa untuk mendapatkan banyak likes pada unggahannya, maka Ia harus
35
menampilkan citra diri yang atraktif atau ideal. Oleh sebab itu, peneliti meyakini
adanya pengaruh affectionate terhadap perilaku inauthentic self-presentation.
Aspek ketiga dari social support ialah positive social interaction. Positive
social interaction merupakan adanya individu lain yang dapat diajak untuk
melakukan aktivitas bersama. Individu yang merasa dirinya tidak memiliki
positive social interaction atau teman bermain di kehidupan sehari-harinya, akan
cenderung menghabiskan waktu luangnya di media online untuk berkomunikasi
dengan teman-teman di dunia mayanya. Maka akan lebih tinggi
kecenderungannya bagi individu yang merasa tidak memiliki positive social
interaction di kehidupan sehari-hari untuk terlibat pada perilaku inauthentic self-
presentation di Instagram.
Secara singkat, peneliti ingin meneliti faktor psikologis yang
menyebabkan seseorang melakukan inauthentic self-presentation. Faktor
psikologis tersebut adalah self-esteem, self-consciousness, dan social support.
36
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat diilustrasikan dalam gambar bagan
berikut:
Self-consciousness
Publicself-consciousness
Privateself-consciousness
SocialAnxiety
Socialsupport
Emotional-informationalsup-
port
Affectionate
PositiveSocialInter-action
Self-esteem
Self-competence
Self-liking
InauthenticSelf-
Presentation
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
37
2.4. Hipotesis
Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
H1: Ada pengaruh yang signifikan dari self-esteem, self-consciousness, dan
social support terhadap perilaku inauthentic self-presentation
pengguna Instagram.
H2: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi self-competence terhadap
perilaku inauthentic self-presentation pengguna Instagram.
H3: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi self-liking terhadap per-
ilaku inauthentic self-presentation pengguna Instagram.
H4: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi public self-consciousness
terhadap perilaku inauthentic self-presentation pengguna Instagram.
H5: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi private self-consciousness
terhadap perilaku inauthentic self-presentation pengguna Instagram.
H6: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi social anxiety terhadap
perilaku inauthentic self-presentation pengguna Instagram.
H7: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi emotional-informational
support terhadap perilaku inauthentic self-presentation pengguna In-
stagram.
H8: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi affectionate terhadap per-
ilaku inauthentic self-presentation pengguna Instagram.
38
H9: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi positive social interaction
terhadap perilaku inauthentic self-presentation pengguna Instagram.
39
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah individu dengan kategori usia 14 hingga 24
tahun yang merupakan pengguna media sosial Instagram. Metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah non-probability sampling dimana tidak semua
individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sam-
pel karena peneliti tidak mengetahui secara pasti jumlah individu usia 14 hingga
24 tahun di Indonesia yang menggunakan Instagram. Teknik sampling yang
digunakan adalah convenient sampling dimana peneliti memberikan kuesioner
kepada individu yang ditemui pada saat penyebaran kuesioner dan bersedia un-
tuk menjadi responden penelitian. Adapun karakteristik responden pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Usia 14-24 tahun
2. Memiliki akun Instagram
3. Pernah mengunggah foto, video, atau Instastories pada akun Instagram-nya
4. Mengakses akun Instagram-nya sekurang-kurangnya satu kali setiap harinya
3.2 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari sembilan variabel, yaitu satu variabel
terikat (dependent variable), dan delapan variabel bebas (independent variable),
diantaranya:
40
Y = Perilaku inauthentic self-presentation
X = Self-esteem
X1 = Self-competence
X2 = Self-liking
X = Self-consciousness
X3 = Public self-consciousness
X4 = Private self-consciousness
X5 = Social anxiety
X = Social Support
X6 = Emotional-informational support
X7 = Affectionate
X8 = Positive social interaction
Adapun definisi operasional dari variabel tersebut adalah:
1. Inauthentic self-presentation adalah presentasi identitas diri (self) yang
palsu dan ideal (Twomey & O’Reilly, 2017) ditandai dengan,
(1) Presentasi diri yang palsu: Menampilkan karakteristik yang tidak
sama pada media sosialnya layaknya dalam kehidupan sehari-hari
(offline), menampilkan beberapa karakteristik berbeda di media so-
sial, membandingkan diri dengan orang lain di media sosialnya, dan
menampilkan karakteristik yang dianggap dapat memberi kesan ter-
tentu kepada orang lain (Michikyan et al., 2015).
41
(2) Presentasi diri yang ideal: Menampilkan karakteristik diri yang ingin
dimiliki namun tidak dapat dicapai dalam kehidupan sehari-hari
(Michikyan et al., 2015).
2. Self-esteem adalah fenomena yang memiliki dua unsur nilai yang dire-
fleksikan oleh dua aspek (Tafarodi & Swann Jr, 2001), yaitu:
(1) Self-competence adalah penilaian individu sebagai individu berintensi
yang mampu memperoleh hasil yang diinginkannya dengan
melaksanakan intensinya tersebut.
(2) Self-liking adalah penilaian keseluruhan individu mengenai dirinya
sendiri sebagai individu yang berharga yang memiliki signifikansi so-
sial.
3. Self-Consciousness adalah tendensi individu untuk mengarahkan per-
hatiannya ke dalam atau ke luar dirinya (Fenigstein, Scheier, & Buss,
1975) yang dibedakan ke dalam tiga aspek, yaitu :
(1) Private self-consciousness ditandai terhadap perilaku fokus terhadap
pikiran dan perasaan diri sendiri (Fenigstein, Scheier, & Buss, 1975).
(2) Public self-consciousness ditandari dengan kesadaran diri sebagai ob-
jek sosial yang memiliki pengaruh pada orang lain (Fenigstein,
Scheier, & Buss, 1975).
(3) Social anxiety ditandai dengan ketidaknyamanan dengan kehadiran
orang lain (Fenigstein, Scheier, & Buss, 1975).
4. Social support adalah persepsi individu mengenai tersedianya dukungan-
dukungan-dukungan yang bersifat fungsional yang diterima dalam ke-
42
hidupan sehari-hari yang terdiri dari beberapa aspek (Sherbourne &
Stewart, 1991), diantaranya:
(1) Emotional-informational support tersedianya dukungan berupa
pemahaman yang bersifat empatik, dorongan untuk pengungkapan
perasaan, serta penawaran berupa nasihat, informasi, atau saran.
(2) Affectionate yaitu menerima ungkapan cinta atau kasih sayang.
(3) Positive social interaction yaitu tersedianya orang lain untuk
melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner. Kuesioner yang
digunakan pada penelitian ini memiliki skala model Likert yang terdiri dari empat
skala, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak set-
uju (STS). Subjek diminta untuk memilih satu dari tiap pilihan jawaban yang
menunjukkan kesesuaian antara item pernyataan yang tertera pada kuesioner
dengan kondisi subjek. Model skala Likert ini terdiri dari pernyataan yang men-
gukur sesuai dengan skala (unreversed item) dan yang berlawanan dengan skala
yang diukur (reversed item). Adapun perhitungan skor tiap pilihan jawaban adalah
sebagai berikut:
Tabel 3. 1 Tabel Bobot Nilai Jawaban Skala Likert
Kategori Unreversed item Reversed item Sangat Setuju (SS) 4 1 Setuju (S) 3 2 Tidak Setuju (TS) 2 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
43
Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi dan memodifkasi instrumen
pengukuran yang dikembangkan oleh peneliti-preneliti sebelumnya. Terdapat
empat alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Skala perilaku Inauthentic self-presentation
Alat ukur yang digunakan merupakan adaptasi dari alat ukur yang
dikembangkan oleh Michikyan et al., (2015) Self-Presentation on Facebook
Questionnaire (SPFBQ) yang mengukur tiga dimensi dari self-presentation di
Facebook. Pada penelitian ini, peneliti mengadaptasi dan memodifikasi alat ukur
ini agar lebih sesuai dengan konteks pengguna Instagram dan hanya
menggunakan dua dari tiga dimensi dan terdiri dari 12 item pernyataan yang
mengukur inauthentic self-presentation sesuai dengan definisi Twomey &
O’Reilly (2017). Blue print alat ukut digambarkan pada tabel 3.2.
Tabel 3. 2 Tabel Blue Print Skala Inauthentic Self-Presentation
DIMENSI INDIKATOR ITEM NO.
CONTOH ITEM
Presentasi diri yang palsu (false self)
Menampilkan karakteristik yang tidak sama pada media sosialnya layaknya dalam kehidupan sehari-hari (offline),
7,8,10,12 Terkadang, saya mencoba untuk menjadi orang lain di Instagram dibanding dengan menjadi diri sendiri Menampilkan beberapa karakter-
istik yang berbeda di Instagram 1,2,3
Menampilkan karakteristik yang dianggap dapat memberi kesan tertentu kepada orang lain
6,11
Membandingkan diri dengan orang lain di Instagram
4
Presentasi diri yang ideal (ideal self)
Menampilkan karakteristik diri yang ingin dimiliki namun tidak dapat dicapai dalam kehidupan sehari-hari
5,9 Saya mengunggah sesuatu yang menunjukkan hal-hal yang saya ingin miliki, namun belum tercapai dalam kehidupan nyata
Jumlah 12
44
2. Skala self-esteem
Alat ukur yang digunakan merupakan The Self-Liking/Self-Competence Scale
(SLCS; Tafarodi & Swann Jr, 2001). Alat ukur ini meyakini bahwa adanya dua
aspek dalam memandang self-esteem, yaitu self-competence dan self-liking. Alat
ukur ini terdiri dari 16 butir pernyataan yang mengukur kedua aspek dari self-
esteem. Dalam penelitian ini, alat ukur diterjemahkan ke dalam bahasa Indone-
sia. Blue print alat ukut digambarkan pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Tabel Blue Print Skala Self-Esteem
DIMENSI INDIKATOR ITEM NO. CONTOH ITEM Self-competence
Menilai dirinya sebagai individu yang memiliki intensi yang mampu memperoleh hasil yang diinginkannya dengan melaksanakan intensi tersebut
2,4,8*,10*, 12,13,14,16*
Saya merupakan seseorang yang san-gat bertalenta pada aktivitas yang saya lakukan
Self-liking Menilai dirinya sendiri sebagai individu yang berharga yang memiliki signif-ikansi sosial
1*,3,5,6*, 7*,9,11,15
Saya merasa sangat nyaman dengan keadaan diri saya saat ini
Jumlah 16 *)Reversed item
3. Skala self-consciousness
Alat ukur yang digunakan merupakan The Self-Consciousness Scale: A Revised
Version for Use with General Populations (Carver & Scheier, 1985) yang meru-
pakan revisi dari teori dan alat ukur yang diungkapkan oleh Fenigstein, Scheier,
& Buss (1975) dan terdiri dari 22 item pernyataan. Dalam penelitian ini alat
ukur diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Blue print alat ukut digam-
barkan pada tabel 3.4.
45
Tabel 3. 4 Tabel Blue Print Skala Self-Consciousness
DIMENSI INDIKATOR ITEM NO. CONTOH
ITEM Private self-consciousness
Fokus terhadap pikiran yang dipikirkan oleh diri sendiri
1,4,6,8*, 14,17,21
Saya selalu berusaha untuk memahami alasan saya dalam melakukan se-tiap hal
Fokus terhadap perasaan yang dirasakan oleh diri sendiri
12,19
Public self-consciousness
Menyadari diri sebagai objek so-sial yang memiliki pengaruh ter-hadap orang lain
2,5,10,13, 16,18,20
Saya mengkhawatir-kan pandangan orang lain mengenai cara saya dalam melakukan sua-tu pekerjaan
Social anxiety Tidak nyaman akan kehadiran orang lain
9, 11*, 15,22 Saya membu-tuhkan waktu untuk menghilangka rasa malu da-lam situasi yang baru
Jumlah 22
*) Reversed item
4. Skala social support
Alat ukur yang digunakan merupakan adaptasi dari alat ukur The MOS Social
Support Survey Sherbourne & Stewart (1991). Dari keempat dimensi yang dapat
diukur melalui skala ini, peneliti memilih untuk hanya mengukur tiga dimensi
agar lebih sesuai untuk mengukur penelitian di bidang cyberpsychology. Alat
ukur ini mengukur seberapa sering setiap bentuk dukungan diterima pada
kesehariannya (offline). Alat ukur ini terdiri dari 15 item pernyataan. Dalam
46
penelitian ini alat ukur diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Blue print alat
ukut digambarkan pada tabel 3.5.
Tabel 3. 5 Tabel Blue Print Skala Social Support
DIMENSI INDIKATOR ITEM NO.
CONTOH ITEM
Emotional-informational sup-port
Menerima pemahaman em-patik dari seseorang
14 Saya memiliki seseorang dalam hidup saya selalu dapat memahami permasalahan yang saya hadapi
Menerima dukungan untuk pengungkapan perasaan dari seseorang
1,6,11
Menerima penawaran berupa nasihat dari seseorang
2,9
Menerima penawaran berupa informasi dari seseorang
5
Menerima penawaran berupa saran dari seseorang
12
Affectionate Menerima ungkapan cinta dari seseorang
3,7,15 Saya memiliki seseorang dalam hidup saya yang selalu memeluk saya ketika saya membutuhkannya
Positive social inter-action
Adanya seseorang untuk melakukan aktivitas me-nyenangkan bersmaa
8,10,13 Saya memiliki seseorang dalam hidup saya yang selalu mampu membuat hari saya menjadi lebih me-nyenangkan keti-ka bersamanya
Jumlah 15
3.4 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian validitas
konstruk tiap alat ukur. Uji validitas konstruk dilakukan untuk mengetahui
seberapa jauh alat ukur yang disusun terkait secara teoritik mengukur konsep
yang ingin diukur pada penelitian ini. Untuk menguji validitas konstruk pada
penelitian ini digunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA).
47
3.4.1. Uji validitas konstruk inauthentic self-presentation
Peneliti menguji apakah ke 12 item ada yang bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur inauthentic self-presentation. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang tidak fit dengan chi-
square= 415,09, df=54, P-value=0,000, RMSEA=0,144. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada be-
berapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan enam belas
kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square= 50.36, df=38, P-
value=0,08643 RMSEA= 0,032.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu inauthentic self-presentation. Kemudian peneliti melihat apakah item
tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujian dilakukan
dengan melihat nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang
tertera pada tabel 3.6
48
Tabel 3. 6 Muatan Faktor Item Inauthentic Self-Presentation
No.Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0,11 0,06 1,87 Tidak valid
2 0,39 0,06 6,86 Valid
3 0,40 0,06 6,57 Valid
4 0,47 0,06 8,27 Valid
5 0,34 0,06 5,69 Valid
6 0,65 0,07 9,47 Valid
7 0,72 0,06 12,20 Valid
8 0,54 0,07 8,13 Valid
9 0,41 0,06 7,19 Valid
10 0,63 0,06 10,40 Valid
11 0,43 0,06 7,62 Valid
12 0,37 0,06 6,06 Valid Item dinyatakan valid dalam mengukur apa yang hendak diukur apabila
item memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96). Berdasarkan tabel di atas, maka
dapat dilihat bahwa item ke-1 memiliki t-value kurang dari 1,96, sehingga item
tersebut harus didrop pada penelitian ini. Maka, terdapat 11 item yang akan di-
analisis dalam perhitungan skor faktor.
3.4.2. Uji Validitas konstruk self-esteem
3.4.2.1 Uji validitas konstruk self-competence
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur self-competence. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, diperoleh model yang tidak fit dengan chi-square=
318,69, df=20, P-value=0,000, RMSEA=0,215. Oleh sebab itu, peniliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada be-
berapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan sebelas
49
kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square= 14,19, df=9, P-
value=0,11562, dan RMSEA= 0,042.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu self-competence. Kemudian peneliti melihat apakah item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menen-
tukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujian dilakukan dengan
melihat nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang tertera
pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. 7 Muatan Faktor Item Self-Competence
No.Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
2 4
0.31 0.27
0.06 0.07
4.90 4.06
Valid Valid
8 0.71 0.06 12.51 Valid
10 0.66 0.06 11.62 Valid
12 0.36 0.07 5.45 Valid
13 0.67 0.06 11.37 Valid
14 -0.27 0.07 -4.06 Tidak Valid
16 0.40 0.06 6.38 Valid Item dinyatakan valid dalam mengukur apa yang hendak diukur apabila
item memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96). Berdasarkan tabel di atas, maka
dapat dilihat bahwa item nomor 14 memiliki t-value kurang dari 1,96, sehingga
item tersebut harus didrop pada penelitian ini. Maka, terdapat 7 item yang akan
dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
50
3.4.2.2 Uji validitas konstruk self-liking
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur self-liking. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, diperoleh model yang tidak fit dengan chi-square= 158.53,
df=20, P-value=0,000, RMSEA=0,147. Oleh sebab itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan lima kali pembebasan
item, diperoleh model fit dengan chi-square= 24.83, df=15, P-value=0,05225,
dan RMSEA= 0,045.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu self-liking. Kemudian peneliti melihat apakah item tersebut men-
gukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujian dilakukan dengan
melihat nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang tertera
pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. 8 Muatan Faktor Item Self-Liking
No.Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.71 0.05 13.19 Valid
3 0.55 0.06 9.85 Valid
5 0.59 0.06 9.93 Valid
6 0.54 0.06 9.04 Valid
7 0.67 0.06 11.89 Valid
9 0.48 0.06 8.41 Valid
11 0.37 0.06 6.48 Valid
15 0.65 0.05 12.19 Valid
51
Item dinyatakan valid dalam mengukur apa yang hendak diukur apabila
item memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96). Berdasarkan tabel di atas, maka
dapat dilihat bahwa seluruh item memiliki t-value yeng lebih besar dari 1,96.
Maka, terdapat 8 item yang akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
3.4.3. Uji validitas konstruk self-consciousness
3.4.3.1 Uji validitas konstruk private self-consciousness
Peneliti menguji apakah 9 item ada yang bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur Private self-consciousness. Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang tidak fit
dengan chi-square= 337,09, df=27, P-value=0,000, RMSEA=0,189. Oleh
sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah
dilakukan sepuluh kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-
square= 27.16, df=17, P-value=0,05577, dan RMSEA= 0,043.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu Private self-consciousness. Kemudian peneliti melihat apakah
item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan
sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujian
dilakukan dengan melihat nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor,
seperti yang tertera pada tabel 3.9.
52
Tabel 3. 9 Muatan Faktor Item Private Self-Consciousness
No.Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.69 0.05 13.42 Valid
4 0.60 0.05 11.35 Valid
6 0.77 0.05 14.23 Valid
8 0.29 0.06 5.14 Valid
12 0.34 0.06 5.58 Valid
14 0.66 0.06 11.37 Valid
17 0.60 0.05 11.39 Valid
19 0.31 0.06 5.04 Valid
21 0.32 0.06 5.15 Valid Item dinyatakan valid dalam mengukur apa yang hendak diukur apabila
item memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96). Berdasarkan tabel di atas,
maka dapat dilihat bahwa seluruh item memiliki t-value yeng lebih besar dari
1,96. Maka, terdapat 9 item yang akan dianalisis dalam perhitungan skor
faktor.
3.4.3.2 Uji validitas konstruk public self-consciousness
Peneliti menguji apakah 7 item ada yang bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur Public self-consciousness. Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang tidak fit
dengan chi-square= 3349.18, df=14, P-value=0,000, RMSEA=0,272. Oleh
sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain.
Setelah dilakukan delapan kali pembebasan item, diperoleh model fit dengan
chi-square= 5.07, df=6, P-value=0,53513, dan RMSEA= 0,000.
53
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu Public self-consciousness. Kemudian peneliti melihat apakah
item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan
sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujian
dilakukan dengan melihat nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor,
seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. 10 Muatan Faktor Item Public Self-Consciousness
No.Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
2 0.56 0.06 9.28 Valid
5 1.06 0.07 14.26 Valid
10 1.37 0.14 9.98 Valid
13 0.44 0.06 7.80 Valid
16 0.50 0.06 8.42 Valid
18 0.81 0.08 9.78 Valid
20 0.44 0.06 7.95 Valid Item dinyatakan valid dalam mengukur apa yang hendak diukur apabila
item memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96). Berdasarkan tabel di atas,
maka dapat dilihat bahwa seluruh item memiliki t-value yeng lebih besar dari
1,96. Maka, terdapat 7 item yang akan dianalisis dalam perhitungan skor
faktor.
3.4.3.3 Uji validitas konstruk social anxiety
Peneliti menguji apakah 6 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur social anxiety. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, diperoleh model yang tidak fit dengan chi-square= 74.58,
54
df=9, P-value=0,000, RMSEA=0,150. Oleh sebab itu, peneliti melakukan modi-
fikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan tiga kali pembebasan
item, diperoleh model fit dengan chi-square= 9.27, df=6, P-value=0,15873 , dan
RMSEA= 0,041.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu social anxiety. Kemudian peneliti melihat apakah item tersebut men-
gukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujian dilakukan dengan melihat
nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang tertera pada tabel
di bawah ini.
Tabel 3. 11 Muatan Faktor Item Social Anxiety
No.Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
3 0.80 0.05 16.19 Valid
7 0.52 0.05 9.63 Valid
9 0.82 0.05 17.19 Valid
11 0.65 0.05 12.13 Valid
15 0.79 0.05 16.21 Valid
22 0.84 0.05 17.19 Valid Item dinyatakan valid dalam mengukur apa yang hendak diukur apabila
item memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96). Berdasarkan tabel di atas, maka
dapat dilihat bahwa seluruh item memiliki t-value yeng lebih besar dari 1,96.
Maka, terdapat 9 item yang akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
55
3.4.4. Uji validitas konstruk social support
3.4.4.1 Uji validitas konstruk emotional-infomational support
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur emotional-informational support. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang tidak fit dengan chi-
square= 312.66, df=20, P-value=0,000, RMSEA=0,213. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada be-
berapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan tiga kali
pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square= 8.85, df=10, P-
value=0,54597, dan RMSEA= 0,000.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu
faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
emotional-informational support. Kemudian peneliti melihat apakah item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujian dilakukan dengan melihat
nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang tertera pada tabel
3.12,
56
Tabel 3. 12 Muatan Faktor Item Emotional-Informational Support
No.Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
1 0.87 0.04 19.40 Valid
2 0.86 0.05 18.91 Valid
5 0.89 0.04 20.12 Valid
6 0.85 0.05 19.08 Valid
9 0.75 0.05 15.79 Valid
11 0.96 0.05 22.66 Valid
12 0.86 0.04 19.28 Valid
14 0.86 0.04 19.35 Valid Item dinyatakan valid dalam mengukur apa yang hendak diukur apabila
item memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96). Berdasarkan tabel di atas, maka
dapat dilihat bahwa seluruh item memiliki t-value yeng lebih besar dari 1,96.
Maka, terdapat 8 item yang akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
3.4.4.2 Uji validitas konstruk affectionate
Peneliti menguji apakah 3 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur affectionate. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, diperoleh model yang fit dengan chi-square= 0.00, df=0, P-
value=1.00, RMSEA=0,000. Oleh sebab itu, peneliti tidak melakukan modifikasi
terhadap model.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu
faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu affec-
tionate. Kemudian peneliti melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t (t-value) bagi
setiap koefisien muatan faktor, seperti yang tertera pada tabel 3.13.
57
Tabel 3. 13 Muatan Faktor Item Affectionate
No.Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
3 0.87 0.05 17.68 Valid
7 0.69 0.05 13.53 Valid
15 0.87 0.05 17.84 Valid Item dinyatakan valid dalam mengukur apa yang hendak diukur apabila
item memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96). Berdasarkan tabel di atas, maka
dapat dilihat bahwa seluruh item memiliki t-value yeng lebih besar dari 1,96.
Maka, terdapat 3 item yang akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
3.4.4.3 Uji validitas konstruk positive social interaction
Peneliti menguji apakah 4 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur positive social interaction.. Dari hasil analisis CFA yang dil-
akukan dengan model satu faktor, diperoleh model yang tidak fit dengan chi-
square= 10.51, df=2, P-value=0,00523, RMSEA=0,115. Oleh sebab itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada be-
berapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan dua kali
pembebasan item, diperoleh model fit dengan chi-square= 0.00, df=0, P-
value=1.000 , dan RMSEA= 0,000.
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu
faktor yaitu positive social interaction.. Kemudian peneliti melihat apakah item
tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Pengujian dilakukan
58
dengan melihat nilai t (t-value) bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang
tertera pada tabel 3.14.
Tabel 3. 14 Muatan Faktor Item Positive Social Interaction
No.Item Lambda Standard Error t-value Keterangan
4 0.75 0.05 15.26 Valid
8 0.93 0.05 20.66 Valid
10 0.86 0.05 18.34 Valid
13 0.86 0.05 17.22 Valid Item dinyatakan valid dalam mengukur apa yang hendak diukur apabila
item memiliki t-value lebih dari 1,96 (t > 1,96). Berdasarkan tabel di atas, maka
dapat dilihat bahwa seluruh item memiliki t-value yeng lebih besar dari 1,96.
Maka, terdapat 4 item yang akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
3.5 Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan peneliti untuk menguji hipotesis penelitian
mengenai self-esteem, self-consciousness, dan social support yang
mempengaruhi individu pengguna Instagram melakukan inauthentic self-
presentation adalah dengan menggunakan teknik multiple regression analysis
(analisis regresi berganda). Berikut merupakan persamaan multiple regression
dalam penelitian ini:
Y = a + b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7 +b8X8 +e
Keterangan:
Y = Perilaku inauthentic self-presentation
a = intercept (konstan)
b = koefisien regresi yang distandarisasikan untuk masing-masing X
X1== Self-competence
59
X2= Self-liking
X3= Public self-consciousness
X4= Private self-consciousness
X5 =Social anxiety
X6= Emotional-informational support
X7 = Affectionate
X8 = Positive social interaction
e = Residu
3.6 Prosedur Penelitian
Pada tahap awal, peneliti mengidentifikasi masalah-masalah yang dialami
masyarakat Indonesia. Peneliti tertarik dengan fenomena yang terjadi di salah
satu media sosial, Instagram, yang ditetapkan sebagai media sosial yang paling
negatif dampaknya terhadap kesehatan mental remaja usia 14 hingga 24 tahun.
Tahap kedua, peneliti melakukan kajian pustaka yang berkaitan dengan
fenomena dan menemukan konstruk psikologi yang disebut dengan inauthentic
self-presentation. Kemudian, peneliti mencari berbagai artikel jurnal penelitian
yang sebelumnya telah meniliti konstruk tersebut untuk menemukan faktor-
faktor psikologis apa saya yang telah terbukti mempengaruhi inauthentic self-
presentation.
Tahap ketiga, peneliti membatasi faktor-faktor yang ingin diteliti serta
menentukan tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini. Tahap
keempat, peneliti menyusun latar belakang penelitian, landasan teori, dan
metode penelitian yang akan digunakan. Ketika menyusun metode penelitian,
60
peneliti menerjemahkan dan memodifikasi alat ukur yang akan digunakan dalam
penelitian ini serta menyusun kuesioner untuk disebarkan.
Tahap kelima, peneliti melakukan pengambilan data dengan menyebarkan
kuesioner dalam bentuk form online yang disebarkan kepada teman dan kenalan
yang sesuai dengan kriteria penelitian. Pengambilan data dilakukan pada 26
hingga 30 Maret 2019. Tahap keenam, peneliti melakukan input data untuk
menguji validitas alat ukur instrumen dan menentukan item yang layak dan tidak
layak untuk dianalisis.
Tahap ketujuh, peneliti melakukan analisis hasil menggunakan program
SPSS yang dilanjutkan dengan menyimpulkan hasil penelitian, mengkaitkan
hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya, serta mengusulkan saran teoritis
dan praktis.
61
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Total subyek pada penelitian ini berjumlah 323 orang yang merupakan
pengguna Instagram berusia 15 hingga 24 tahun. Berikut adalah gambaran
umum dari subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, intensitas
menggunakan dan mengunggah Instagram, dan preferensi privasi akun Insta-
gram.
Tabel 4. 1 Subjek Penelitian
Kategori Frekuensi Persentase Jenis Kelamin
Laki-Laki 56 17,3% Perempuan 267 82,7%
Usia 15-19 tahun 103 31,8% 20- 24 tahun 220 68,2%
Intensi Menggunakan 1-3 kali per hari 64 19,8% 4-6 kali per hari 100 31% Lebih dari 6 kali per hari 159 49,2%
Intensi Mengunggah (3 bulan terakhir) Tidak sama sekali 37 11,5% 1-3 Unggahan 129 39,9% 4-6 Unggahan 48 14,9% Lebih dari 6 Unggahan 109 33,7%
Preferensi Privasi Akun Private 175 54,2%
Public 148 45,8%
Total Responden 323 100%
62
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas
subjek penelitian berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 82,7% atau
sejumlah 267 orang. Mayoritas usia subjek berusia 21 tahun yaitu sejumlah 93
orang atau 28,8%. subjek 49,2% subjek penelitian menggunakan Instagram
lebih dari 6 kali tiap harinya dan 39,9% subjek penelitian mengunggah 1 hing-
ga 3 unggahan dalam durasi 3 bulan terakhir. Kemudian, 175 subjek atau
54,2% subjek penelitian memilih untuk mengaktifkan fitur privasi pada akun
Instagram-nya sedangkan 148 subjek lainnya atau 45,8% subjek penelitian
memilih untuk tidak mengaktifkan fitur privasi dan mengizinkan akun Insta-
gram-nya untuk dapat dilihat oleh setiap orang yang membuka profil Insta-
gram-nya.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data
penelitian. Skor yang dianalisis pada penelitian ini merupakan skor murni (t-
score) yang merupakan hasil konversi dari raw score. Proses ini dilakukan un-
tuk memudahkan melakukan perbandingan hasil skor antar variabel penelitian
sehingga semua raw score harus diletakkan pada skala yang sama. Untuk
memperoleh deskripsi statistik, item-item yang valid sesuai uji validitas sebe-
lumnya dikonversi menjadi factor score. Setelah didapatkan factor score,
kemudian dikonversi menjadi T-score. Setelah data sudah merupakan data t-
score, peneliti melakukan perhitungan analisis deskriptif menggunakan soft-
ware SPSS. Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan nilai minimum,
63
maksimum, mean, dan standar deviasi variabel penelitian. Gambaran hasil an-
alisis deskriptif adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 2 Hasil Deskriptif
Variabel N Mean SD Varians Min Max Inauthentic Self-Presentation 323 50,00 8,72 76,09 28,28 81,64 Self-Competence 323 50,00 8,25 68,11 24,79 80,91 Self-Liking 323 50,00 8,77 77,04 21,69 70,87 Private Self-Consciousness 323 50,00 8,49 72,09 12,03 70,64 Public Self-Consciousness 323 50,00 9,02 81,42 19,09 70,11 Social Anxiety 323 50,00 9,32 86,89 23,38 67,72 Emotional-Informational Sup-port
323 50,00 9,66 93,32 13,74 64,01
Affectionate 323 50,00 9,00 81,11 19,03 61,57 Positive Social Interaction 323 50,00 9,49 90,12 19,82 63,49 Valid N (listwise) 323
Pada penelitian ini, peneliti menetapkan nilai mean sebesar 50 untuk
setiap variabel penelitian sebagai usaha untuk meletakkan raw score pada
skala yang sama. Selain nilai mean, dari tabel 4.2 di atas dapat diketahui
bahwa variabel inauthentic self-presentation memiliki nilai minimum 28,28
dan nilai maksimum 81,64. Variabel self-competence memiliki nilai mini-
mum 24,79 dan nilai maksimum 80,91. Variabel self-liking memiliki nilai
minimum 21,69 dan nilai maksimum 70,87. Variabel private self-
consciousness memiliki nilai minimum 12,03 dan nilai maksimum 70,64.
Variabel public self-consciousness memiliki nilai minimum 19,09 dan nilai
maksimum 70,11. Variabel social anxiety memiliki nilai minimum 23,38 dan
maksimum 67,22. Variabel emotional-informational support memiliki nilai
miniumum 13,74 dan nilai maksimum 64,01. Variabel affectionate memiliki
nilai minimum 19,03 dan nilai maksimum 61,57. Kemudian, variabel positive
social interaction memiliki nilai minimum 19,82 dan nilai maksimum 63,49.
64
4.3 Kategorisasi Skor Variabel
Setelah melakukan deskripsi statistik dari tiap variabel penelitian, maka hal
yang perlu dilakukan adalah pengkategorisasian terhadap penelitian dengan
menggunakan standar deviasi dan mean dari t-score. Dalam hal ini, ditetapkan
norma seperti pada tabel berikut
Tabel 4. 3 Norma Skor
Norma Kategori X ≤ M–1 SD Rendah
M–1 SD < X < M+ 1 SD Sedang X ≥ M + 1 SD Tinggi
Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi dan ren-
dahnya tiap variabel disajikan pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4. 4 Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi (%)
Rendah Sedang Tinggi
Inauthentic self-presentation 49 (15,2%) 229 (70,9%) 45 (13,9%)
Self-competence 27 (8,4%) 248 (76,8%) 48 (14,9%)
Self-liking 51 (15,8%) 225 (69,7%) 47 (14,6%)
Private self-consciousness 30 (9,3%) 241 (74,6%) 52 (16,1%)
Private self-consciousness 45 (13,9%) 221 (68,4%) 57 (17,6%)
Social anxiety 61 (18,9%) 205 (63,5%) 57 (17,6%)
Emotional-informational support 48 (14,9%) 195 (60,4%) 80 (24,8%)
Affectionate 41 (12,7%) 199 (61,6%) 83 (25,7%)
Positive social interaction 54 (16,7%) 194 (60,1%) 75 (23,2%)
Berdasarkan data pada tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa seluruh
kategorisasi skor variabel pada penelitian ini berada di kategori sedang.
65
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
Langkah berikutnya ialah uji hipotesis dilakukan untuk mengettahui pengaruh
tiap independent variable terhadap dependent variable dalam penelitian ini,
analisisnya dilakukan dengan teknik multiple regression analysis. Data yang
dianalisis merupakan factor score yang diperoleh dari hasil analisis faktor. La-
lu peneliti memindahkan skala factor score tersebut menjadi T-score dengan
alasan unutk menghindari dampak negatif dari kesalahan pengukuran dan juga
agar tidak ada responden yang mendapatkan nilai negatif. Pada tahapan ini
peneliti menguji hipotesis dengan multiple regression analysis dengan
menggunakan software SPSS. Dalam melakukan analisis regresi, ada 3 hal
yang dapat diketahui, yaitu:
1. Besaran R2 (R square) untuk mengetahui berapa persen varians de-
pendent variable yang dijelaskan oleh independent variable
2. Apakah secara keseluruhan independent variable berpengaruh secara
signifikan terhadap dependent variable
3. Signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari tiap independent varia-
ble
Pengujian hipotesis dilakukan dengan beberapa tahapan. Langkah pertama
peneliti melihat besaran R2 untuk mengetahui berapa persen varians dependent
variable yang dijelaskan oleh independent variable yang dapat dilihat pada tabel
Model Summary Analisis Regresi pada SPSS.
66
Tabel 4. 5 Model Summary Analisis Regresi
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,463a ,215 ,195 7,82758
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat perolehan R2 sebesar 0,215 atau
21,5%. Artinya proporsi varians dari inauthentic self-presentation dijelaskan
oleh variabel self-esteem (self-competence dan self-liking), self-consciousness
(public self-consciousness, private self-consciousness, dan social anxiety), social
support (emotional-informational support, affectionate, dan positive social in-
teraction) sebesar 21,5% sedangkan 78,5% lainnya dipengaruhi oleh variabel
yang tidak diteliti oleh peneliti.
Langkah kedua ialahmenganalisis dampak dari seluruh independent
variableterhadapdependentvariableyangbisadilihatdarihasilujiFatau
tabelANOVApadaSPSS.
Tabel 4. 6 ANOVA Analisis Regresi
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5263,510 8 657,939 10,738 ,000b Residual 19239,110 314 61,271 Total 24502,620 322
Berdasarkan pada tabel di atas diketahui bahwa nilai sig, pada kolom ter-
akhir adalah sebesar 0.000 (sig. <0.05), dengan demikian diketahui bahwa
hipotesis penelitian yang menyatakan “ada pengaruh yang signifikan dari di-
mensi variabel self-esteem (self-competence dan self-liking), self-consciousness
(public self-consciousness, private self-consciousness, dan social anxiety), social
support (emotional-informational support, affectionate, dan positive social in-
67
teraction) terhadap inauthentic self-presentation” diterima. Maka, dapat disim-
pulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari dimensi variabel self-esteem
(self-competence dan self-liking), self-consciousness (public self-consciousness,
private self-consciousness, dan social anxiety), social support (emotional-
informational support, affectionate, dan positive social interaction) terhadap in-
authentic self-presentation.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari tiap independent
variable. Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan, dapat melalui kolom Sig. pada tabel coefficients di SPSS. Jika
Sig.<0.05 maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya ter-
hadap inauthentic self-presentation, begitupun sebaliknya.
Tabel 4. 7 Koefisien Regresi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std.
Error Beta
1
(Constant) 61,575 6,096 10,101 ,000 Self_Competence ,035 ,066 ,033 ,527 ,599 Self_Liking -,398 ,060 -,400 -6,655 ,000* Private_Selfconsciousness ,011 ,062 ,010 ,173 ,863 Public_Selfconsciousness ,203 ,059 ,210 3,474 ,001* Social_Anxiety -,005 ,054 -,006 -,101 ,920 Emotional_Information_Support -,017 ,080 -,019 -,209 ,835 Affectionate ,039 ,073 ,040 ,533 ,595
Positive_Social_Interaction -,099 ,076 -,108 -1,302 ,194 a. Dependent Variable: Inauthentic_SelfPresentation
Keterangan (*): Signifikan
68
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui persamaan regresi sebagai beri-
kut: Inauthentic self-presentation’ = 61.575 + 0.035 (self-competence) – 0.398
(self-liking) + 0.011 (private self-consciousness) + 0.203 (public self-
consciousness) – 0.005 (social anxiety) – 0.017 (emotional-informational sup-
port) + 0.039 (affectionate) – 0.099 (positive social interaction).
Hasil yang didapat menunjukkan adanya dua koefisien regresi yang signif-
ikan (sig.<0.05), yakni self-liking dan public self-consciousness. Sedangkan enam
variabel lainnya yaitu self-competence, private self-consciousness, social anxiety,
emotional-informational support, affectionate, dan positive social interaction tid-
ak menunjukkan nilai koefisien regresi yang signifikan.
Adapun penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh dari tiap independ-
ent variable sebagai berikut:
a) Variabel self-competence
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.035 dengan nilai signifikansi 0.599
(sig.>0.05). Sehingga, dapat diartikan bahwa self-competence tidak ber-
pengaruh secara signifikan terhadap inauthentic self-presentation pengguna
Instagram.
b) Variabel self-liking
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.398 dengan nilai signifikansi
0.000 (sig.<0.05). Sehingga, dapat diartikan bahwa self-liking berpengaruh
secara signifikan terhadap inauthentic self-presentation pengguna Instagram.
Koefisien regresi bertanda negatif artinya semakin tinggi self-liking, maka
semakin rendah perilaku inauthentic self-presentation pengguna Instagram.
69
c) Variabel private self-consciousness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.011 dengan nilai signifikansi 0.863
(sig.>0.05). Sehingga, dapat diartikan bahwa private self-consciousness tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap inauthentic self-presentation
pengguna Instagram.
d) Variabel public self-consciousness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.203 dengan nilai signifikansi 0.001
(sig.<0.05). Sehingga, dapat diartikan bahwa public self-consciousness ber-
pengaruh secara signifikan terhadap inauthentic self-presentation pengguna
Instagram. Koefisien regresi bertanda positif artinya semakin tinggi public
self-consciousness, maka semakin tinggi perilaku inauthentic self-
presentation pengguna Instagram.
e) Variabel social anxiety
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.005 dengan nilai signifikansi
0.920 (sig.>0.05). Sehingga, dapat diartikan bahwa social anxiety tidak ber-
pengaruh secara signifikan terhadap inauthentic self-presentation pengguna
Instagram.
f) Variabel emotional-informational support
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.017 dengan nilai signifikansi
0.835 (sig.>0.05). Sehingga, dapat diartikan bahwa emotional-informational
support tidak berpengaruh secara signifikan terhadap inauthentic self-
presentation pengguna Instagram.
70
g) Variabel affectionate
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.039 dengan nilai signifikansi 0.595
(sig.>0.05). Sehingga, dapat diartikan bahwa affectionate tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap inauthentic self-presentation pengguna Instagram.
h) Variabel positive social interaction
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.099 dengan nilai signifikansi
0.194(sig.>0.05). Sehingga, dapat diartikan bahwa positive social interaction
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap inauthentic self-presentation
pengguna Instagram.
4.5 Pengujian Proposi Varians Independent Variable
Pada tahap ini peneliti ingin mengetahui sumbangan proporsi varians dari se-
tiap independent variable terhadap inauthentic self-presentation. Sumbangan
proporsi varians dapat dilihat pada kolom R-square change pada tabel 4.8.
Nilai r-square change merupakan nilai murni varians dependent variable dari
tiap independent variable yang dianalisis satu persatu. Kemudian, untuk
mengetahui signifikansi R-Square Change (p<0.05) dapat dilihat pada kolom
Sig. Change pada tabel 4.8.
71
Tabel 4. 8 Hasil Model Summary Proporsi Varians
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Er-ror of
the Es-timate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1 df2 Sig. F Change
1 ,174a ,030 ,027 8,60329 ,030 10,042 1 321 ,002*
2 ,409b ,167 ,162 7,98414 ,137 52,716 1 320 ,000*
3 ,423c ,179 ,171 7,94342 ,011 4,289 1 319 ,039*
4 ,454d ,206 ,196 7,82302 ,027 10,894 1 318 ,001*
5 ,454e ,206 ,193 7,83530 ,000 ,004 1 317 ,947
6 ,459f ,210 ,195 7,82443 ,005 1,881 1 316 ,171
7 ,459g ,211 ,193 7,83620 ,000 ,051 1 315 ,821
8 ,463h ,215 ,195 7,82758 ,004 1,694 1 314 ,194
a. Predictors: (Constant), Self_Competence, Self_Liking, Private_Selfconsciousness, Pub-lic_Selfconsciousness, Social_Anxiety, Emotional_Information_Support, Affectionate, Posi-tive_Social_Interaction
Keterangan (*): Signifikan Berdasarkan data pada tabel di atas dapat disampaikan informasi sebagai beri-
kut:
a) Variabel self-competence memberikan sumbangan sebesar 3,0% terhadap
varians inauthentic self-presentation. Sumbangan tersebut signifikan
dengan Sig. F change = 0.002 (Sig.F Change < 0.05)
b) Variabel self-liking memberikan sumbangan sebesar 13,7% terhadap vari-
ans inauthentic self-presentation. Sumbangan tersebut signifikan dengan
Sig. F change = 0.000 (Sig.F Change < 0.05)
72
c) Variabel private self-consciousness memberikan sumbangan sebesar 1,1%
terhadap varians inauthentic self-presentation. Sumbangan tersebut signif-
ikan dengan Sig. F change = 0.039 (Sig.F Change < 0.05)
d) Variabel public self-consciousness memberikan sumbangan sebesar 2,7%
terhadap varians inauthentic self-presentation. Sumbangan tersebut signif-
ikan dengan Sig. F change = 0.001 (Sig.F Change < 0.05)
e) Variabel social anxiety sama sekali tidak memberikan sumbangan (0,00%)
terhadap varians inauthentic self-presentation. Sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan Sig. F change = 0.947 (Sig.F Change > 0.05)
f) Variabel emotional-information support memberikan sumbangan sebesar
0,05% terhadap varians inauthentic self-presentation. Sumbangan tersebut
tidak signifikan dengan Sig. F change = 0.171 (Sig.F Change > 0.05)
g) Variabel affectionate sama sekali tidak memberikan sumbangan (0,00%)
terhadap varians inauthentic self-presentation. Sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan Sig. F change = 0.821 (Sig.F Change > 0.05)
h) Variabel emotional-information support memberikan sumbangan sebesar
0,04% terhadap varians inauthentic self-presentation. Sumbangan tersebut
tidak signifikan dengan Sig. F change = 0.194 (Sig.F Change > 0.05)
Berdasarkan informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat
variabel, yaitu variabel self-competence, self-liking, private self-consciousness,
dan public self-consciousness, yang memberikan sumbangan signfikan pada var-
iabel inauthentic self-presentation.
73
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan, didapatkan dua kesimpulan.
Kesimpulan yang pertama adalah diterimanya hipotesis penelitian yang menya-
takan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari self-esteem (self-competence dan
self-liking), self-consciousness (private self-consciousness, public self-
consciousness, dan social anxiety), dan social support (emotional-informational
support, affectionate, dan positive social interaction) terhadap inauthentic self-
presentation pengguna Instagram.
Kesimpulan yang kedua ialah bahwa dari delapan variabel yang diuji
pengaruhnya, terdapat dua variabel penelitian yang memiliki pengaruh signif-
ikan terhadap inauthentic self-presentation pengguna Instagram diantaranya,
self-liking dan public self-consciousness.
5.2 Diskusi
Pada awal penelitian, peneliti mengkaji berbagai literatur dan penelitian-
penelitian yang relevan pada topik ini dan menemukan hipotesis bahwa ada
pengaruh yang signifikan dari self-esteem (self-competence dan self-liking), self-
consciousness (private self-consciousness, public self-consciousness, dan social
anxiety), dan social support (emotional-informational support, affectionate, dan
positive social interaction) terhadap inauthentic self-presentation pengguna In-
stagram. Dari hasil uji hipotesis yang dilakukan menggunakan metode regresi
74
menunjukan bahwa hipotesis tersebut diterima. Ditemukan bahwa secara bersa-
ma-sama, variabel-variabel tersebut memprediksi 21,5% perilaku inauthentic
self-presentation pengguna Instagram. Tetapi, ketika melihat signifikansi dari
setiap dimensi, hanya terdapat dua dari delapan variabel yang nilai koefisien re-
gresinya signifikan berpengaruh terhadap perilaku inauthentic self-presentation
pengguna Instagram, yaitu: self-liking dan public self-consciousness.
Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa self-liking berpengaruh
secara signifikan dengan arah negatif terhadap inauthentic self-presentation.
Dari hasil ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat self-liking yang di-
miliki oleh pengguna Instagram maka akan semakin rendah kecenderungan in-
dividu untuk melakukan inauthentic self-presentation pada akun Instagram-nya.
Self-liking didefinisikan oleh Tafarodi & Swann Jr (2001) ialah penilaian indi-
vidu secara keseluruhan terhadap dirinya sendiri yang seringkali ditarik kes-
impulan menjadi pribadi yang baik atau tidak baik.
Dari hasil analisis dan definisi di atas, maka dapat diartikan bahwa
pengguna instagram yang merasa dirinya merupakan individu yang tidak baik
atau tidak disukai sebagai objek sosial akan lebih rentan untuk menampilkan
aspek diri yang diidamkan dan palsu pada akun Instagram-nya. Hasil penelitian
ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mehdizadeh
(2010) yang membuktikan bahwa individu yang menilai dirinya memiliki pen-
ampilan fisik yang tidak menarik akan melakukan berbagai usaha untuk me-
nutupi fitur-fitur penampilan dirinya yang dinilai tidak menarik sehinggga dapat
75
menampilkan diri yang dinilai oleh individu disukai oleh orang lain pada foto-
foto di media sosialnya.
Selain dimensi self-liking, penelitian ini juga membuktikan adanya
pengaruh signifikan dimensi public self-consciousness dengan arah positif ter-
hadap perilaku inauthentic self-presentation pengguna Instagram. Dari hasil ini
dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat public self-consciousness yang di-
miliki oleh pengguna Instagram maka akan semakin tinggi pula kecenderungan
individu untuk melakukan inauthentic self-presentation pada akun Instagram-
nya. Public self-consciousness didefinisikan oleh Fenigstein, Scheier, & Buss
(1975) sebagai individu yang memiliki yang mengarahkan atensinya terhadap
hal-hal yang terdapat di luar dirinya. Individu dengan public self-consciousness
yang tinggi ini sangat menyadari perannya sebagai objek sosial sehingga sering-
kali menghkhawatirkan pandangan orang lain terhadap dirinya.
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa pengguna Instagram
yang memiliki kesadaran tinggi akan peran dirinya sebagai objek sosial yang
memiliki pengaruh pada tiap orang yang melihat atau mengikuti akun Insta-
gramnya akan cenderung menampilkan aspek diri yang diidamkan dan bahkan
palsu pada akun Instagram-nya. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian Doherty & Schlenker (1991) yang menyebutkan bahwa individu
dengan tingkat public self-consciousness yang tinggi cenderung melakukan
strategi self-presentation yang disengaja untuk menciptakan identitas sosial yang
menarik. Hasil ini sesuai dengan asumsi peneliti bahwa individu dengan public
self-consciousness yang tinggi akan berusaha untuk menampilkan citra diri yang
76
positif dan dapat diterima oleh publik walaupun citra diri tersebut tidak sesuai
dengan kepribadian yang sesungguhnya.
Variabel lainnya dalam penelitian ini ialah self-competence yang
merupakan dimensi dari variabel self-esteem memiliki koefisien regresi 0.035
dengan nilai signifikansi 0.599 (sig>0.05) sehingga dinyatakan bahwa self-
competence tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku inauthentic
self-presentation. Self-competence menurut Tafarodi & Swann Jr (2001) meru-
pakan penilaian diri sendiri sebagai individu yang memiliki intensi yang mampu
memperoleh hasil yang diinginkannya dengan melaksanakan intensinya tersebut.
Dari hasil penelitian ini dibuktikan bahwa memiliki keyakinan individu akan
kemampuannya untuk mengendalikan hal-hal yang terjadi dalam hidupnya tidak
mempengaruhi keputusan individu tersebut untuk menampilkan aspek diri yang
diidamkan atau palsu pada akun Instagram-nya.
Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis peneliti yang mengasumsikan
bahwa semakin individu merasa tidak yakin akan kemampuan yang dimilikinya,
semakin besar kemungkinannya baginya untuk memiliki wujud ideal self yang
selama ini tidak mampu untuk diwujudkan pada kehidupan sehari-hari namun
dapat dengan mudahnya diwujudkan dengan media sosial Instagram. Perbedaan
ini peneliti duga karena perbedaaan cara mengukur self-esteem dalam penelitian
ini. Penelitian-penelitian sebelumnya, tidak membedakan self-esteem menjadi
self-liking dan self-competence. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti memilih
untuk mengikuti pandangan Tafarodi & Swann yang membagi self-esteem
menjadi dimensi self-liking dan self-competence.
77
Kemudian, dimensi private self-consciousness yang juga tidak ber-
pengaruh signifikan terhadap inauthentic self-presentation. Private self-
consciousness, menurut Fenigstein, Scheier, & Buss (1975), ditandai dengan
fokus terhadap pikiran dan perasaan diri sendiri. Individu dengan tingkat private
self-consciousness yang tinggi cenderung lebih peka terhadap hal-hal yang ter-
jadi pada dirinya sendiri dan akan berperilaku sesuai dengan keyakinan, nilai,
dan perasaan yang dimiliki olehnya. Dari penelitian ini ditemukan bahwa tingkat
kepekaan yang tinggi atau rendah terhadap pikiran dan perasaannya tidak mem-
iliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku inauthentic self-presentation
pengguna Instagram. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lee-Won et al. (2014) yang menemukan bahwa private self-consciousness tidak
secara signifikan dapat memprediksi perilaku positive self-presentation
pengguna Facebook.
Sesuai dengan penelitian Doherty & Schlenker (1991) yang menyebutkan
bahwa individu yang tinggi private self-consciousness tidak dipengaruhi oleh
pandangan audiensi terhadap dirinya dan memiliki motivasi yang berbeda
dengan individu yang tinggi public self-consciousness dalam melakukan self-
presentation. Sehingga, dapat diartikan bahwa private self-consciousness tidak
mempengaruhi signifikan perilaku inauthentic self-presentation karena adanya
perbedaan motivasi dalam melakukan self-presentation yang berbeda dengan
jenis self-presentation yang diukur pada penelitian ini.
Social anxiety merupakan dimensi dari self-consciousness yang juga tidak
berpengaruh signfikan terhadap perilaku inauthentic self-presentation pengguna
78
Instagram. Individu dengan tingkat social anxiety yang tinggi, menurut
Fenigstein, Scheier, & Buss, (1975) cenderung merasa tidak nyaman akan ke-
hadiran orang lain. Dari hasil analisis data, peneliti menemukan bahwa perasaan
tidak nyaman akan situasi sosial tidak memiliki pengaruh yang signifikan ter-
hadap presentasi diri yang palsu atau ideal di Instagram. Temuan ini dapat di-
jelaskan dengan pernyataan Schlenker & Leary (1982) yang meyakini bahwa
walaupun social anxiety yang tinggi memang dapat menyebabkan munculnya
keinginan untuk memberikan kesan tertentu dalam mempresentasikan diri di ma-
ta publik namun di sisi lain, mereka juga cenderung merasa tidak akan mampu
menerima reaksi yang diinginkan dari orang lain sehingga akhirnya memutuskan
untuk tidak melakukan inauthentic self-presentation..
Variabel selanjutnya yang tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap in-
authentic self-presentation pengguna Instagram ialah dimensi-dimensi dari vari-
abel social support. Dimensi emotional-informational support atau tersedianya
dukungan berupa ungkapan emosi positif, pemahaman, serta nasihat pada
penelitian ini tidak berpengaruh signifikan terhadap perilaku inauthentic self-
presentation di Instagram. Begitu juga dengan dimensi affectionate yang berupa
ungkapan cinta dan kasih sayang yang juga tidak memiliki pengaruh yang sig-
nifikan. Dimensi positive social interaction atau tersedianya orang lain untuk
melakukan aktivitas menyenangkan bersama yang juga ditemukan tidak mem-
iliki pengaruh yang signifikan.
Hasil ini berlawanan dengan hasil penelitian Leung (2011) yang
menemukan bahwa mereka yang tidak menerima dukungan berupa pemahan dan
79
nasihat atau ungkapan cinta dan kasih sayang dalam kehidupan sehari-harinya
memiliki keinginan yang lebih kuat untuk melakukan eksperimen identitas di
media sosial dan tidak menampilkan diri yang sesungguhnya. Hasil yang ber-
beda dari penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya diduga karena
adanya variabel psikologis perantara yang dapat menyebabkan adanya pengaruh
social support terhadap inauthentic self-presentation.
Namun, hasil penelitian ini memiliki beberapa hal yang menjadi keterbata-
san dan kelemahan yang harus dipertimbangkan. Pertama, item-item pada alat
ukur inauthentic self-presentation pada penelitian ini belum cukup spesifik da-
lam mengukur perilaku yang dimaksud. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pembatasan dan perbedaan yang jelas antara perilaku yang menunjukkan presen-
tasi diri yang ideal dan yang palsu. Kedua, teknik pengumpulan data
menggunakan formulir online yang memiliki kelemahan tidak hadirnya peneliti
saat subjek mengisi kuesioner yang berakibat tidak terjaminnya keaslian data
dan juga menambah kemungkinan subjek penelitian untuk mengalami ke-
bingungan dan menjawab sembarangan. Ketiga, metode pemilihan sampling
yang tidak representative. Keempat, hasil regresi yang menunjukan bahwa han-
ya terdapat dua dimensi penelitian yang signifikan dari delapan dimensi yang
diuji mengindikasikan masih banyaknya dimensi lain yang tidak diukur pada
penelitian ini yang merupakan prediktor dari perilaku inauthentic self-
presentation.
80
Peneliti menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian yang te-
lah dilakukan ini, sehingga dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut untuk
melengkapi kekurangan dan keterbatasan dari penelitian ini.
5.3 Saran
Berdasarkan penelitian ini, peneliti menyadari masih banyaknya hal-hal yang
dapat diperbaiki pada penelitian-penelitian selanjutnya. Maka dari itu, peneliti
memiliki beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk lebih
menyempurnakan penelitian selanjutnya terkait dengan penelitian mengenai in-
authentic self-presentation pengguna Instagram.
5.3.1. Saran teoritis
Bagi peneliti lainnya yang tertarik dan berminat untuk meneliti hal yang serupa
disrankan untuk:
1. Pada penelitian ini, kedelapan independent variable secara bersama mem-
berikan sumbangan sebesar 21,5% terhadap dependent variable (inauthen-
tic self-presentation) sedangkan 78,5% lainnya dipengaruhi oleh variabel
yang tidak diteliti pada penelitian ini. Disarankan pada penelitian selan-
jutnya untuk dapat meneliti variabel lain seperti self-criticism atau self-
concept clarity. Selain itu, disarankan untuk meneliti variabel yang dapat
menjadi variabel moderator dari social support terhadap inauthentic self-
presentation.
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat mengurangi kelema-
han-kelemahan penelitian ini dengan memberikan perbedaan dan pembat-
81
asan yang jelas antara presentasi diri yang ideal dan palsu yang dilakukan
oleh pengguna Instagram, sehingga dapat mengembangkan alat ukur yang
lebih sesuai dan spesifik dalam mengukur perilaku tersebut.
5.3.2. Saran praktis
Berdasarkan hasil penelitian terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh signif-
ikan terhadap inauthentic self-presentation pengguna Instagram diantaranya, self-
liking dan public self-consciousness. Terdapat beberapa hal dari hasil tersebut
yang dapat diterapkan oleh pengguna Instagram, yaitu
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel self-esteem, lebih spe-
sifiknya dimensi self-liking memiliki pengaruh signifikan dalam mengu-
rangi kecenderungan perilaku inauthentic self-presentation pengguna In-
stagram. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa individu yang menilai
dirinya sebagai individu yang berharga memiliki kecenderungan yang
lebih rendah untuk melakukan inauthentic self-presentation. Sehingga,
disarankan pada pengguna Instagram untuk lebih positif dalam menilai
keberhargaan dirinya serta tidak menggantungkan harga diri terhadap ban-
yaknya likes atau comments positif yang diterima pada unggahan di Insta-
gram. Terdapat banyak cara yang dapat dipraktikkan untuk memperbaiki
cara pengguna Instagram khususnya yang berusia usia 14 hingga 24 tahun
dalam menilai keberhargaan dirinya, kegiatan-kegiatan tersebut dapat di-
baca dalam buku yang ditulis oleh Lisa Schab yang berjudul “The Self-
Esteem Workbook for Teens: Activities to Help You Build Confidence and
Achieve your Goals.”
82
2. Berdasarkan penelitian, diketahui dimensi public self-consciousness mem-
iliki pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan untuk menampil-
kan diri yang tidak autentik di Instagram. Sehingga, peneliti menyarankan
pada pengguna Instagram untuk mengurangi kebiasaan terlalu mengkha-
watirkan pandangan orang lain terhadap dirinya karena kenyataannya tidak
ada yang mampu untuk mengkontrol penilaian orang lain terhadap diri.
Salah satu hal yang dianjurkan oleh Laura Johnson yang merupakan
penemu Cognitive Behavior Therapy Center di Saratoga, California ialah
mempraktikkan Mindfulness untuk mengurangi self-consciousness.
Dengan menerapkan hal ini, diharapkan pengguna Instagram dapat lebih
merasa nyaman dalam menggunakan Instagram dan tidak merasakan
dampak-dampak negatif yang dapat muncul dari perilaku inauthentic self-
presentation ini.
3. Bagi orangtua, disarankan untuk lebih menaruh perhatian akan per-
ilakunya di Instagram untuk memantau perilaku-perilaku yang tidak
sesuai dengan kehidupan sehari-harinya yang ditunjukkan. Bagi sekolah,
disarankan untuk mengadakan pelatihan-pelatihan terkait seperti pelatihan
“Jumlah Likes Tidak Sama dengan Harga Diri” yang dapat mengajarkan
siswa-siswi remajanya untuk lebih positif dalam menilai keberhargaan diri
mereka dan untuk bisa lebih positif dalam menggunakan media sosialnya.
83
DAFTAR PUSTAKA
Anindyakirana, F. (2018). Bikin foto fake, blogger ini tunjukkan kehidupan
sosmed seringkali palsu. Retrieved November 22, 2018, from https://www.vemale.com/ragam/112845-bikin-foto-fake-blogger-ini-tunjukkan-kehidupan-sosmed-seringkali-palsu.html
Baumeister, R. F., Campbell, J. D., Krueger, J. I., & Vohs, K. D. (2003). Does
high self-esteem cause better performance, interpersonal success,happiness, or healthier lifestyles? Psychological Science in the Public Interest, 4(1), 1–44.
Baumeister, R. F., & Hutton, D. G. (1987). Self-presentation theory: Self-
construction and audience pleasing. In B. Mullen & G. George (Eds.), Theories of group behavior (SSPP) (pp. 71–88). New York: Springer, NY.
Bodroža, B., & Jovanović, T. (2016). Validation of the new scale for measuring behaviors of
Facebook users: Psycho-Social Aspects of Facebook Use (PSAFU). Computers in Human Behavior, 54, 425–435. https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.07.032
Boyd, D., Hargittai, E., Schultz, J., & Palfrey, J. (2011). Why parents help their
children lie to Facebook about age: Unintended consequences of the Children’s Privacy Protection Act. First Monday, 16(11). Retrieved from https://journals.uic.edu/ojs/index.php/fm/article/view/3850/30
Carver, M., & Scheier, C. (1985). The Self-Consciousness Scale: A revised
version for use with general populations. Journal of Applied Social Psychology, 15(8), 687–699.
Chambers, D. (2013). Self-presentation online. In Social media and personal
relationship: Online intimacies and networked friendship (pp. 61–81). Springer.
Cobb, S. (1976). Social support as a moderator of life stress. Psychomatic
Medicine, 38(5), 300–314. https://doi.org/10.1097/00006842-197609000-00003
Cutrona, C. E., & Russell, D. W. (1987). The provisions of social relationships
and adaptation to stress. Advances in Personal Relationship, 1, 37–67. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
84
Delamater, J. D., Myers, D. J., & Collett, J. L. (2015). Social Psychology (8th
ed.). Boulder: Westview Press. Doherty, K., & Schlenker, B. R. (1991). Self-consciousness and strategic self-
presentation. Journal of Personality, 59(1), 1–18. Donellan, M. B., Trzenieswki, K. H., & Robins, R. W. (2015). Measures of self-
esteem. In G. Boyle, D. Saklofske, & G. Matthews (Eds.), Measures of Personality and Social Psychological Constructs (pp. 131–157). San Diego: Elsevier Inc.
Dumas, T. M., Maxwell-Smith, M., Davis, J. P., & Giulietti, P. A. (2017). Lying
or longing for likes? Narcissism, peer belonging, loneliness and normative versus deceptive like-seeking on Instagram in emerging adulthood. Computers in Human Behavior, 71, 1–10. https://doi.org/10.1016/j.chb.2017.01.037
Fenigstein, A., Scheier, M. F., & Buss, A. H. (1975). Public and private self-
consciousness: Assessment and theory. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 43(4), 522–527. https://doi.org/10.1037/h0076760
Fullwood, C., James, B. M., & Chen-Wilson, J. (2016). Self-concept clarity and
online self-presentation in adolescents. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 1–5. https://doi.org/10.1089/cyber.2015.0623
Gil-Or, O., Levi-Belz, Y., & Turel, O. (2015). The “ Facebook-self ”:
Characteristics and psychological predictors of false self-presentation on Facebook. Frontiers in Psychology, 6, 1–10. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2015.00099
Gizauskas, R. (2018). British blogger Carolyn Stritch fakes a trip to Disneyland
for her Instagram fans - and even her family are fooled. Retrieved November 22, 2018, from https://www.thesun.co.uk/travel/5862655/british-blogger-carolyn-stritch-fakes-disneyland-trip-instagram/
Heatherton, T. F., & Polivy, J. (1991). Development and validation of a scale for
measuring state self-esteem. Journal of Personality and Social Psychology, 60(6), 895–910. https://doi.org/10.1037/0022-3514.60.6.895
Hogg, M. A., & Vaughan, G. M. (2010). Essentials of Social Psychology. Harlow:
Pearson Education Limited.
85
Hu, Y., Manikoda, L., & Kambhampati, S. (2014). What we instagram: A first
analysis of instagram photo content and user types. ICWSM. Jackson, C. A., & Luchner, A. F. (2017). Self-presentation mediates the
relationship between self-criticism and emotional response to Instagram feedback. Personality and Individual Differences, 133, 1–6. https://doi.org/10.1016/j.paid.2017.04.052
Jones, E. E., & Pittman, T. S. (1982). Toward a general theory of strategic self-
presentation. In J. Suls (Ed.), Psychological Perspectives on the Self (Vol. 1, pp. 231–262). Hilsdale: Lawrence Erlbaum.
Kemp, S. (2018). Digital in 2018: World’s Internet Users Pass The 4 Billion
Mark. Retrieved November 22, 2018, from https://wearesocial.com/blog/2018/01/global-digital-report-2018
Kim, J., & Lee, J. R. (2011). The Facebook paths to happiness : Effects of the
number of Facebook friends and self-presentation on subjective well-being. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 14(6), 359–364. https://doi.org/10.1089/cyber.2010.0374
Kim, Y., & Baek, Y. M. (2014). When is selective self-presentation effective? An
investigation of the moderation effects of self-esteem and social trust. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 17(11), 697–701. https://doi.org/10.1089/cyber.2014.0321
Krämer, N. C., & Winter, S. (2008). Impression management 2.0: The
relationship of self-esteem, extraversion, self-efficacy, and self-presentation within social networking sites. Journal of Media Psychology, 20(3), 106–116. https://doi.org/10.1027/1864-1105.20.3.106
Lee-Won, R. J., Shim, M., Joo, Y. K., & Park, S. G. (2014). Who puts the best
“face” forward on Facebook?: Positive self-presentation in online social networking and the role of self-consciousness, actual-to-total Friends ratio, and culture. Computers in Human Behavior, 39, 413–423. https://doi.org/10.1016/j.chb.2014.08.007
Lee, E., Lee, J.-A., Moon, J. H., & Sung, Y. (2015). Picture speak louder than
words: Motivations for using Instagram. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 18(9), 552–556. https://doi.org/10.1089/cyber.2015.0157
86
Leung, L. (2011). Loneliness, social support, and preference for online social interaction: The mediating effects of identity experimentation online among children and adolescents. Chinese Journal of Communication, 4(4), 381–399. https://doi.org/10.1080/17544750.2011.616285
Long, K., & Zhang, X. (2014). The role of self-construal in predicting self-
presentational motives for online social network use in the UK and Japan. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 17(7), 454–459. https://doi.org/10.1089/cyber.2013.0506
Luyten, P., & Blatt, S. J. (2013). Interpersonal relatedness and self-definition in
normal and disrupted personality development. American Psychologist, 68(3), 172–183.
Mehdizadeh, S. (2010). Self-presentation 2.0: Narcissism and self-esteem on
Facebook. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 13(4), 357–364. https://doi.org/10.1089/cyber.2009.0257
Michikyan, M., Dennis, J., & Subrahmanyam, K. (2015). Can you guess who I am? Real,
ideal, and false self-presentation on Facebook among emerging adults. Emerging Adulthood, 3(1), 55–64. https://doi.org/10.1177/2167696814532442
Michikyan, M., Subrahmanyam, K., & Dennis, J. (2014). Can you tell who i am?
Neuroticism, extraversion, and online self-presentation among young adults. Computers in Human Behavior, 33, 179–183. https://doi.org/10.1016/j.chb.2014.01.010
Pearson, J. (1986). The definition and measurement of social support. Journal of
Counseling & Development, 64(6), 390–395. https://doi.org/10.1002/j.1556-6676.1986.tb01144.x
Ritschel, C. (2018). Blogger fakes entire trip to Disneyland to prove how easy it
is. Retrieved November 22, 2018, from https://www.independent.co.uk/life-style/blogger-disneyland-fake-reality-instagram-carolyn-stritch-a8265781.html
Rosenberg, M. (1965). Society and The Adolescent Self-Image. New Jersey:
Princeton University Press. Schau, H. J., & Gilly, M. (2003). We are what we post? Self-presentation in
personal web space. Journal of Consumer Research, 30, 385–404.
87
Schlenker, B. R., & Leary, M. R. (1982). Social anxiety and self-presentation: A conceptualization model. Psychological Bulletin, 92(3), 641–669. https://doi.org/10.1037/0033-2909.92.3.641
Seidman, G. (2013). Self-presentation and belonging on Facebook: How personality
influences social media use and motivations. Personality and Individual Differences, 54(3), 402–407. https://doi.org/10.1016/j.paid.2012.10.009
Sherbourne, C., & Stewart, A. (1991). The MOS social support survey. Social Science
& Medicine, 32(6), 705–714. https://doi.org/10.1016/0277-9536(91)90150-B Shim, M., Lee-Won, R. J., & Park, S. H. (2016). The self on the Net: The joint effect of
self-construal and public self-consciousness on positive self-presentation in online social networking among South Korean college students. Computers in Human Behavior, 63, 530–539. https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.05.054
Tafarodi, R. ., & Swann Jr, W. . (2001). Two-dimensional self-esteem: Theory
and measurement. Personality and Individual Differences, 31, 653–673. https://doi.org/10.1016/S0191-8869(00)00169-0
Twomey, C., & O’Reilly, G. (2017). Associations of self-presentation on
Facebook with mental health. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 20(10). https://doi.org/10.1089/cyber.2017.0247
Wiederhold, B. K. (2018). The tenuous relationship between Instagram and teen
self-identity. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 21(4), 215–216. https://doi.org/10.1089/cyber.2018.29108.bkw
Wills, T. A., & Shinar, O. (2000). Measuring perceived and received social
support. In S. Cohen, L. G. Underwood, & B. H. Gottlieb (Eds.), Social Support Measurement and Intervention: A guide for health and social scientist (pp. 86–135). New York: Oxford University Press. https://doi.org/10.1093/med:psych/9780195126709.003.0004
Yau, J. C., & Reich, S. M. (2018). “It’s just a lot of work”: Adolescents’ self-
presentation norms and practices on Facebook and Instagram. Journal of Research on Adolescence, 1–14. https://doi.org/10.1111/jora.12376
Zhao, S., Grasmuck, S., & Martin, J. (2008). Identity construction on Facebook:
Digital empowerment in anchored relationships. Computers in Human Behavior, 24(5), 1816–1836. https://doi.org/10.1016/j.chb.2008.02.012
88
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
INFORMED CONSENT
89
LAMPIRAN 2
GOOGLE FORM RESPONSES
90
LAMPIRAN 3
KUESIONER
Selamat Pagi/Siang/Malam
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Perkenalkanlah saya Cahaya Asyifa (Mahasiswi Strata-1 Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta). Saat ini saya sedang melakukan penelitian sebagai
bagian dari skripsi. Oleh karena itu, saya mengharapkan bantuan Anda untuk
menjadi responden dalam penelitian ini.
Dalam menjawab angket ini tidak ada jawaban salah atau benar. Maka Anda
bebas menentukan jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda pa-
da saat ini. Adapun informasi berupa data dan setiap jawaban yang Anda berikan
akan terjamin kerahasiannya dan hanya digunakan untuk kepentingan
penelitian ini saja.
Sebelum mulai mengerjakan, mohon baca petunjuk pengisian terlebih dahulu
dan teliti kembali jawaban Anda agar tidak ada pernyataan yang tidak ter-
jawab atau terlewati.
Terimakasih atas kesediaan dan kerjasamanya, semoga kebaikan Anda men-
jadi nilai ibadah dan mendapat balasan kebaikan. Aamiin.
Wasalamu’alaikum Wr.Wb
Contact Person Peneliti:
WA: 0878-2415-1538
91
DATA RESPONDEN
Inisial :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Usia :
Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/DIPLOMA/S1/………
Seberapa sering Anda menggunakan Instagram?
a. 1-3 kali per hari
b. 4-6 kali per hari
c. Lebih dari 6 kali per hari
Dalam 3 bulan terakhir, berapa banyak konten berupa foto atau video
(berupa post dan/atau story) yang Anda unggah (upload) pada akun Insta-
gram Anda?
a. Tidak sama sekali
b. 1-3 Unggahan
c. 3-6 Unggahan
d. Lebih dari 6
Jumlah followers akun Instagram Anda:
Followers Instagram Anda meliputi:
(Diperbolehkan menjawab lebih dari satu, sesuai dengan berapa banyak pilihan
jawaban yang merupakan followers Anda di Instagram)
a. Orangtua
b. Pimpinan perusahaan tempat bekerja/guru/dosen
c. Teman yang dikenal di kehidupan sehari-hari (offline)
d. Kenalan yang tidak pernah bertemu secara langsung
e. Lainnya, ……………………………………………
Apakah Anda mengaktifkan fitur privasi pada akun Instagram Anda (private
account)? (Lingkari jawaban Anda) Ya / Tidak
Jumlah posts pada akun Instagram Anda:
Jumlah likes terbanyak yang pernah didapat pada salah satu foto:
92
PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner ini berisi pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah.
Sebelum mengisi pernyataan tersebut, baca dan pahamilah terlebih dahulu dan
kemudian berilah tanda checklist (√) pada salah satu dari keempat kolom yang
tersedia di samping kanan setiap pernyataan
Adapun pilihan jawaban sebagai berikut:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Pilihlah pernyataan yang paling menggambarkan diri Anda dengan memberikan
tanda checklist (√) pada salah satu dari keempat kolom di samping kanan pern-
yataan.
Contoh:
No Pernyataan Pilihan Jawaban
STS TS S SS
1 Saya membandingkan diri saya terhadap orang lain
di Instagram √
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa:
Anda setuju dengan pernyataan bahwa “Saya membandingkan diri saya ter-
hadap orang lain di Instagram”
93
BAGIAN PERTAMA
Pernyataan di bawah ini menggambarkan bagaimana Anda menilai diri Anda saat
ini. Gunakan skala berikut untuk menunjukkan tingkat kesesuaian atau ketidaks-
esuaian dengan kondisi Anda pada setiap pernyataan.
(STS = Sangat tidak setuju, TS = Tidak setuju, S = Setuju, SS = Sangat Setuju)
No Pernyataan Pilihan Jawaban
STS TS S SS
1
MelaluiInstagram,Sayadapatlebihbebasuntuk
mencobamenampilkanberbagaimacamkarakter-
istikdirisayadaripadayangdapatsayatampilkan
dikehidupansehari-hari
2
SayamengubahfotoprofilsayadiInstagramuntuk
menunjukkanberbagaiaspekberbedapadadiri
saya
3
Sayamerasamemilikiberbagaisisiberbedapada
dirisayadansayamenunjukkannyamelaluiungga-
hanInstagramsaya
4 Sayamembandingkandirisayaterhadaporanglain
diInstagram
5
SayamengunggahsesuatudiInstagramyang
menunjukkanhal-halyangsayainginmilikinamun
belumatautidakterwujuddalamkehidupannyata
6
Sayaberusahauntukmembuatoranglainterkesan
denganfotoatauvideoyangsayaunggahdiInsta-
gram
7 Terkadang,sayamencobauntukmenjadioranglain
diInstagramdibandingdenganmenjadidirisendiri
94
8
ApayangsayatampilkandiInstagramsamasekali
tidaksesuaidenganbagaimanakeadaansayadi
kehidupansehari-hari
9
Sayamemilikistandartersendirimengenaicitradiri
(image)yangidealyangtergambarkanpada
unggahan-unggahansayadiInstagram
10 Sayamengunggahinformasimengenaidirisayadi
Instagramyangtidaksesuaidengankenyataannya
11 DiInstagram,Sayahanyamenampilkansisidiri
sayayangsayayakinioranglainakanmenyukainya
12
Terkadang,sayamerasaharusmenjagaimageter-
tentupadasetiapunggahanInstagramyangsaya
lakukan
BAGIAN KEDUA
Pernyataan di bawah ini menggambarkan bagaimana Anda menilai diri Anda saat
ini. Gunakan skala berikut untuk menunjukkan tingkat kesesuaian atau ketidaks-
esuaian dengan kondisi Anda pada setiap pernyataan.
(STS = Sangat tidak setuju, TS = Tidak setuju, S = Setuju, SS = Sangat Setuju)
No Pernyataan Pilihan Jawaban
STS TS S SS
1 Seringkali, saya tidak menghargai diri saya sendiri
2 Saya merupakan orang yang sangat efektif dalam
mengerjakan setiap aktivitas yang saya lakukan
3 Saya merasa sangat nyaman dengan keadaan diri
saya saat ini
4 Saya hampir selalu dapat mencapai apa yang saya
usahakan
95
5 Saya memiliki rasa harga diri yang cukup baik
6 Terkadang, tidak menyenangkan bagi saya untuk
memikirkan mengenai diri saya sendiri
7 Saya memiliki sikap yang negatif terhadap diri saya
sendiri
8 Terkadang, saya merasa kesulitan untuk mencapai
hal-hal yang penting bagi saya
9 Saya merasa diri saya merupakan manusia yang he-
bat
10 Terkadang, saya tidak mampu mengatasi tantangan
dengan baik
11 Saya tidak memiliki keraguan mengenai harga diri
saya
12 Saya memiliki kemampuan yang baik pada banyak
hal
13 Terkadang, saya gagal dalam mencapai tujuan-
tujuan yang saya miliki
14 Saya merupakan seseorang yang sangat bertalenta
pada aktivitas yang saya lakukan
15 Saya tidak memiliki rasa hormat yang cukup ter-
hadap diri saya sendiri
16 Saya berandai-andai untuk bisa dapat lebih terampil
dalam setiap aktivitas yang saya lakukan
96
BAGIAN KETIGA
Pernyataan di bawah ini menggambarkan bagaimana Anda menilai diri Anda saat
ini. Gunakan skala berikut untuk menunjukkan tingkat kesesuaian atau ketidaks-
esuaian dengan kondisi Anda pada setiap pernyataan.
(STS = Sangat tidak setuju, TS = Tidak setuju, S = Setuju, SS = Sangat Setuju)
No Pernyataan Pilihan Jawaban
STS TS S SS
1 Saya selalu mencoba untuk memahami diri saya
sendiri
2
Saya mengkhawatirkan pandangan orang lain
mengenai cara saya dalam melakukan suatu peker-
jaan
3 Saya membutuhkan waktu untuk menghilangkan
rasa malu dalam situasi yang baru
4 Saya seringkali memikirkan tentang diri saya
sendiri
5 Saya sangat peduli mengenai bagaimana saya men-
ampilkan diri saya di hadapan orang lain
6 Saya sering mengkhayal mengenai diri saya sendiri
7 Sulit bagi saya untuk melakukan suatu hal ketika
orang lain mengamati saya
8 Saya tidak pernah mencoba mengkritik diri saya
sendiri
9 Saya mudah merasa malu
10 Saya sangat memperhatikan penampilan saya
11 Mudah bagi saya untuk berbicara terhadap orang
yang tidak dikenal
12 Saya peka terhadap perasaan yang saya rasakan se-
tiap saatnya
97
13 Saya biasanya khawatir mengenai bagaimana cara
membuat kesan yang baik di depan orang lain
14 Saya selalu berusaha untuk memahami alasan saya
dalam melakukan setiap hal
15 Saya merasa gugup ketika berbicara di depan kum-
pulan orang banyak
16 Saya memeriksa bagaimana penampilan saya sebe-
lum saya meninggalkan rumah
17
Terkadang, saya merenungkan masa lalu untuk
mencoba menyadari perubahan-perubahan yang ter-
jadi pada diri saya
18 Saya peduli mengenai apa yang orang lain pikirkan
mengenai diri saya
19 Saya dapat dengan cepat mendeteksi perubahan
suasana hati saya
20 Saya biasanya peka terhadap bagaimana penampi-
lan saya
21 Saya memahami bagaimana cara otak saya bekerja
dalam memecahkan suatu masalah
22 Berada di antara banyak orang membuat saya mera-
sa gugup
98
BAGIAN KEEMPAT
Pernyataan di bawah ini menggambarkan bagaimana Anda menilai diri Anda saat
ini. Gunakan skala berikut untuk menunjukkan tingkat kesesuaian atau ketidaks-
esuaian dengan kondisi Anda pada setiap pernyataan.
(STS = Sangat tidak setuju, TS = Tidak setuju, S = Setuju, SS = Sangat Setuju)
No Pernyataan Pilihan Jawaban
STS TS S SS
1
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selalubersediamendengarkansayaketikaber-
bicaramengenaimasalahyangsedangsayahadapi
2
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selalumemberikannasihatketikasayasedang
menghadapimasalah
3
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selalumenunjukkanrasacintadankasihsayangnya
terhadapsaya
4
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selalumampumembuatharisayamenjadilebih
menyenangkanketikabersamanya
5
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selaludapatmemberikaninformasiuntukmem-
bantumemahamisituasiyangsayasedanghadapi
6
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selalusayapercayaiuntukberbicaramengenaidiri
sayadanmasalahyangsayahadapi
7 Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayangselalumemberikanpelukanketikasayamembu-tuhkannya
8 Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
99
selalumenyediakanwaktuuntukmelakukan
kegiatanyangmenyenangkanbersama
9 Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selalusayainginkannasihatnya
10
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selalumenemanisayamelakukankegiatanyang
dapatmembuatsayasejenakmelupakanmasalah
yangsayahadapi
11
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selalumerupakantempatberbagikekhawatiran
danketakutansaya
12
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selalusayamintasarannyamengenaibagaimana
harusmengatasiberbagaisituasiyangdihadapi
13
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selalumenemanisayamelakukanhal-halyangsaya
sukai
14
Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
selaludapatmemahamipermasalahanyangse-
dangsayahadapi
15 Sayamemilikiseseorangdalamhidupsayayang
sayacintaidanmembuatsayamerasadiinginkan
Terima kasih atas partisipasi Anda
100
LAMPIRAN 4
SYNTAX & OUTPUT CFA
A. Inauthentic Self-Presentation UJI VALIDITAS KONSTRUK INAUTHENTIC SELF PRESENTATION DA NI=12 NO=323 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 PM SY FI=SELFPRES323.COR MO NX=12 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK SELFPRES FR TD 10 8 TD 3 2 TD 12 11 TD 12 9 TD 10 6 TD 8 7 TD 9 8 TD 12 10 TD 3 1 FR TD 2 1 TD 12 3 TD 8 6 TD 7 5 TD 10 3 TD 11 2 TD 7 6 PD OU SS TV MI
101
B. Self-Competence UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF COMPETENCE DA NI=8 NO=323 MA=PM LA ITEM2 ITEM4 ITEM8 ITEM10 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM16 PM SY FI=COMP323.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK COMP FR TD 7 5 TD 5 2 TD 6 5 TD 2 1 TD 7 4 TD 3 2 TD 5 1 TD 7 1 TD 7 2 FR TD 8 7 TD 8 5 PD OU SS TV MI
102
C. Self-Liking UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF LIKING DA NI=8 NO=323 MA=PM LA ITEM1 ITEM3 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM9 ITEM11 ITEM15 PM SY FI=LIKING323.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK LIKING FR TD 5 3 TD 4 3 TD 2 1 TD 6 1 TD 5 4 PD OU SS TV MI
103
D. Private Self-Consciousness UJI VALIDITAS KONSTRUK PRIVATE SELF CONSCIOUSNESS DA NI=9 NO=323 MA=PM LA ITEM1 ITEM4 ITEM6 ITEM8 ITEM12 ITEM14 ITEM17 ITEM19 ITEM21 PM SY FI=PRIVATE323.COR MO NX=9 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK PRIVATE FR TD 9 8 TD 6 3 TD 8 5 TD 9 5 TD 4 2 TD 5 3 TD 8 6 TD 7 4 TD 9 3 TD 8 1 PD OU SS TV MI
104
E. Public Self-Consciouness
UJI VALIDITAS KONSTRUK PUBLIC SELF CONSCIOUSNESS DA NI=7 NO=324 MA=PM LA ITEM2 ITEM5 ITEM10 ITEM13 ITEM16 ITEM18 ITEM20 PM SY FI=PUBLIC323.COR MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY AD=OFF LK PUBLIC FR TD 7 5 TD 3 1 TD 6 3 TD 4 3 TD 3 2 TD 4 1 TD 6 2 TD 6 5 PD OU SS TV MI
105
F. Social Anxiety UJI VALIDITAS KONSTRUK SOCIAL ANXIETY DA NI=6 NO=323 MA=PM LA ITEM3 ITEM7 ITEM9 ITEM11 ITEM15 ITEM22 PM SY FI=SOCANX323.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK SOCANX FR TD 6 5 TD 6 1 TD 4 1 PD OU SS TV MI
106
G. Emotional-Informational Support
UJI VALIDITAS KONSTRUK EMOTIONAL INFORMATIONAL SUPPORT DA NI=8 NO=323 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM5 ITEM6 ITEM9 ITEM11 ITEM12 ITEM14 PM SY FI=EMOINF323.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK EMOINF FR TD 2 1 TD 7 5 TD 5 3 TD 7 1 TD 6 2 TD 8 2 TD 6 3 TD 6 1 TD 8 4 TD 7 3 PD OU SS TV MI
107
H. Affectionate UJI VALIDITAS KONSTRUK AFFECTIONATE DA NI=3 NO=323 MA=PM LA ITEM3 ITEM7 ITEM15 PM SY FI=AFFECT323.COR MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK AFFECT PD OU SS TV MI
108
I. Positive Social Interaction
UJI VALIDITAS KONSTRUK POSITIVE SOCIAL INTERACTION DA NI=4 NO=323 MA=PM LA ITEM4 ITEM8 ITEM10 ITEM13 PM SY FI=POSOCINT323.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK POSOCINT FR TD 4 1 TD 4 2 PD OU SS TV MI
109
LAMPIRAN 5
HASIL UJI REGRESI
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 ,463a ,215 ,195 7,82758
a. Predictors: (Constant), Positive_Social_Interaction, Social_Anxiety, Private_Selfconsciousness,
Self_Liking, Public_Selfconsciousness, Self_Competence, Affectionate,
Emotional_Information_Support
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 5263,510 8 657,939 10,738 ,000b
Residual 19239,110 314 61,271
Total 24502,620 322
a. Dependent Variable: Inauthentic_SelfPresentation
b. Predictors: (Constant), Positive_Social_Interaction, Social_Anxiety, Private_Selfconsciousness,
Self_Liking, Public_Selfconsciousness, Self_Competence, Affectionate,
Emotional_Information_Support
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 61,575 6,096 10,101 ,000
Self_Competence ,035 ,066 ,033 ,527 ,599
Self_Liking -,398 ,060 -,400 -6,655 ,000
Private_Selfconsciousness ,011 ,062 ,010 ,173 ,863
Public_Selfconsciousness ,203 ,059 ,210 3,474 ,001
Social_Anxiety -,005 ,054 -,006 -,101 ,920
Emotional_Information_Support -,017 ,080 -,019 -,209 ,835
Affectionate ,039 ,073 ,040 ,533 ,595
Positive_Social_Interaction -,099 ,076 -,108 -1,302 ,194
a. Dependent Variable: Inauthentic_SelfPresentation
110
PROPORSIVARIANS
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 ,174a ,030 ,027 8,60329 ,030 10,042 1 321 ,002
2 ,409b ,167 ,162 7,98414 ,137 52,716 1 320 ,000
3 ,423c ,179 ,171 7,94342 ,011 4,289 1 319 ,039
4 ,454d ,206 ,196 7,82302 ,027 10,894 1 318 ,001
5 ,454e ,206 ,193 7,83530 ,000 ,004 1 317 ,947
6 ,459f ,210 ,195 7,82443 ,005 1,881 1 316 ,171
7 ,459g ,211 ,193 7,83620 ,000 ,051 1 315 ,821
8 ,463h ,215 ,195 7,82758 ,004 1,694 1 314 ,194
a. Predictors: (Constant), Self_Competence
b. Predictors: (Constant), Self_Competence, Self_Liking
c. Predictors: (Constant), Self_Competence, Self_Liking, Private_Selfconsciousness
d. Predictors: (Constant), Self_Competence, Self_Liking, Private_Selfconsciousness,
Public_Selfconsciousness
e. Predictors: (Constant), Self_Competence, Self_Liking, Private_Selfconsciousness,
Public_Selfconsciousness, Social_Anxiety
f. Predictors: (Constant), Self_Competence, Self_Liking, Private_Selfconsciousness,
Public_Selfconsciousness, Social_Anxiety, Emotional_Information_Support
g. Predictors: (Constant), Self_Competence, Self_Liking, Private_Selfconsciousness,
Public_Selfconsciousness, Social_Anxiety, Emotional_Information_Support, Affectionate
h. Predictors: (Constant), Self_Competence, Self_Liking, Private_Selfconsciousness,
Public_Selfconsciousness, Social_Anxiety, Emotional_Information_Support, Affectionate,
Positive_Social_Interaction