“pengaruh pilot project pembangunan sistem ketahanan...
TRANSCRIPT
“Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan Lingkungan
Terhadap Kebakaran (SKKL), Pemeriksaan Sewaktu-waktu Keselamatan
Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan dan
Penanggualangan Kebakaran Terhadap Tingkat Kerugian Akibat Bencana
Kebakaran Pada Kecamatan Tambora, Jakarta Barat”
Diah Widowati
Abstrak:
Kata Kunci: Pilot Project, Value For Money, Regresi Berganda.
Penelitian ini meniliti pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan Lingkungan
Terhadap Kebakaran (SKKL), Pemeriksaan Sewaktu-waktu Keselamatan Kebakaran Bangunan
Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran terhadap Tingkat
Kerugian Akibat Bencana Kebakaran. Penelitian ini memiliki tujuan : 1) Mengukur pilot project
pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-
waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung, dan penyuluhan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran terhadap tingkat kerugian akibat bencana kebakaran pada Dinas
Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. 2)
Mengevaluasi kinerja kegiatan pada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana,
Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Hasil menunjukkan bahwa dalam pengukuran penyerapan
anggaran menghasilkan kinerja yang baik yang dibuktikan dengan berhasilnya anggaran yang
telah terserap namun dalam pengujian signifikansi ketiga kegiatan tidak terdapat pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat kerugian kebakaran.
I. PENDAHULUAN
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan pembahasan yang paling
mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan
oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang
baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping adanya
pengaruh globalisasi. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi bagi tatanan
masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan
sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang
terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (LAN dan BPKP 2000).
Pengukuran kinerja merupakan alat yang bermanfaat dalam upaya mencapai tujuan, melalui
pengukuran kinerja dapat dilakukan proses penilaian terhadap pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan dan pengukuran kinerja dapat memberikan penilaian yang objektif dalam
pengambilan keputusan manajemen. Jadi pengukuran kinerja dapat membantu meningkatkan
kualitas dan menurunkan biaya yang timbul dari kegiatan pemerintah (LAN, 2000).
Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah itu merupakan perwujudan
kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan, telah ditetapkan Tap MPR-RI nomor
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Neopotisme dan Undang-undang nomor 28 tahun 1999 dengan judul yang sama sebagai tindak
lanjut Tap MPR tersebut, Inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, Sebagai tindak lanjut dari produk hukum tersebut telah diterbitkan Keputusan
Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor : 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman
Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Kinerja instansi pemerintah banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini, terutama sejak timbulnya iklim
yang lebih demokratis dalam pemerintahan. Rakyat mulai mempertanyakan akan nilai yang mereka
peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Walaupun anggaran rutin dan
pembangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah semakin banyak, nampaknya masyarakat belum puas
atas kualitas jasa maupun barang yang diberikan oleh instansi pemerintah.
Di samping itu, selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi
pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk dilakukan secara objektif.
Kesulitan ini disebabkan belum pernah disusunnya suatu sistim pengukuran kinerja yang dapat
menginformasikan tingkat keberhasilan suatu organisasi (LAN, 2000).
Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kecamatan Tambora, Jakarta
Barat yang berfungsi sebagai salah satu instansi teknis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang
melayani di bidang pemadam kebakaran dan penanggulangan bencana yang memiliki tugas
melaksanakan pencegahan, pemadam kebakaran dan penanggulangan bencana. Maka dengan
demikian peranan Dinas Pemadam dan Penanggulangan Kebakaran Provinsi DKI Jakarta sangat
penting bagi pemerintah daerah karena berfungsi secara langsung melayani masyarakat. Akan
tetapi, selama ini para pengelola pemerintahan dalam hal ini para pengguna anggaran sering
mempunyai mindset bahwa pengukuran keberhasilan suatu instansi pemerintahan hanya
ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Jadi, dapat dikatakan
bahwa suatu instansi dapat dinyatakan berhasil jika dapat menyerap 100% anggaran pemerintah
walaupun hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih jauh di
bawah standar. Sementara masyarakat mengharapkan keberhasilan instansi pemerintah sebagai
tindakan nyata untuk meningkatkan kesejahteraan, melindungi, dan mengayomi masyarakat.
Masalah ini dapat diartikan adanya perbedaan harapan atau kesenjangan harapan (expectation
gap) yang bisa menimbulkan ketidakharmonisan anatara instansi pemerintah dengan masyarakat.
Oleh karena itu, instansi pemerintah dipertimbangkan untuk dapat memperbaiki kinerja
pemerintah dengan memperhatikan seluruh aktivitas yang tidak semata-mata diukur hanya pada input dari program instansi tetapi lebih ditekankan pada output, manfaat dan dampak bagi
kesejahteraan masyarakat. Saat ini pengukuran kinerja organisasi sektor publik atau instansi
pemerintah masih difokuskan pada tiga konsep dasar yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
Melalui suatu pengukuran kinerja, keberhasilan suatu instansi pemerintah akan lebih dilihat dari
kemampuan instansi berdasarkan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang sesuai
dengan rencana yang telah dituangkan dalam perencanaan strategis.
II. LANDASAN TEORI
Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 menyebutkan bahwa agar terselenggaranya good
governance di Indonesia diperlukan akuntabilitas kinerja pada setiap instansi pemerintah.
Akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan tersebut merupakan perwujudan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan agar dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna,
bersih, bertanggungjawab, dan transparan. Dengan demikian kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan akan terkontrol dan selalu dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat melalui laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP). Kinerja adalah
gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Daftar apa yang ingin dicapai tertuang dalam
perumusan skema (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan
bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu
(Bastian, 2010). Menurut pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah, pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam
rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil
dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indicator
kinerja kegiatan yang berupa indicator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak.
1.1 Tujuan Pengukuran Kinerja
Secara umum, tujuan sistem pengukuan kinerja adalah:
a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up).
b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat
ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.
c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah
serta memotivasi untuk mencapai tujuan.
d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional.
1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja
a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen.
b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.
c. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan
target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.
d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment)
serta obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran
kinerja yang telah disepakati.
e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki
kinerja organisasi.
f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
g. Membantu memahami proses kegiatan instans pemerintah;dan
h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
1.3 Prinsip Pemilihan Pengukuran Kinerja
Pemilihan ukuran kinerja untuk instansi mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Evaluasi kembali ukuran yang ada
2. Mengukur kegiatan yang penting, tidak hanya hasil keseluruhan
3. Pengukuran harus memotivasi tim kerja untuk pencapaian tujuan. (Goal driven
teamwork)
4. Proses pengukuran merupakan perangkat yang terintegrasi
5. Fokus pengukuran harus melibatkan akuntabilitas publik
Agar pengukuran kinerja dapat dilaksanakan dengan baik, perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Membuat suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya dengan segera.
Instansi sesegera mungkin memulai upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu
mengharap pengukuran kinerja akan langsung sempurna. Nantinya, perbaikan atas
pengukuran kinerja yang telah disusun akan dilakukan.
b. Perlakuan pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan (on-going
process).
Pengukuran kinerja merupakan suatu proses yang bersifat interaktif. Proses ini
merupakan suatu cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya memperbaiki
kinerja.
c. Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi.
Organisasi harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan besarnya
organisasi, budaya, visi, tujuan, sasaran, dan struktur organisasi.
1.4 Sistem Pengumpulan Data Kinerja
Menurut pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah, pengumpulan data kinerja untuk indikator kinerja kegiatan yang terdiri dari
indikator-indikator masukan, keluaran, dan hasil dilakukan pada setiap tahun untuk mengukur
kehematan, efektivitas, efisiensi, dan kualitas pencapaian sasaran. Sedangkan pengumpulan data
kinerja untuk indikator manfaat atau dampak dapat diukur pada akhir periode selesainya suatu
program atau dalam rangka mengukur pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
1.5 Cara Pengukuran Kinerja
Beberapa cara atau metode pengukuran kinerja yang dapat dikemukakan di sini adalah
sebagai berikut:
a. Membandingkan antara rencana dengan realisasinya.
b. Membandingkan antara realisasi tahun ini dengan realisasi tahun sebelumnya.
c. Membandingkan dengan organisasi lain yang sejenis dan dianggap terbaik dalam
bidangnya (benchmarking).
d. Membandingkan antara realisasi dengan standar.
1.6 Value For Money
Value for money merupakan ekspresi pelaksanaan lembaga sektor publik yang
mendasarkan pada tiga elemen dasar yaitu ekonomi, efisien dan efektivitas, untuk itu maka
pengelolaan keuangan daerah merupakan issue utama dalam pencapaian tujuan pemerintahan
yang bersih (clean goverment), dan manajemen pengelolaan keuangan daerah yang baik adalah
yang mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, tansparasi
dan akuntabel. Value for money merupakan tolak ukur dalam anggaran belanja suatu organisasi,
baik organisasi yang berorientasi laba (swasta) maupun organisasi nonprofit (sektor publik) yang
meliputi penilaian efisiensi, efektivitas, dan ekonomis.( Bastian:2006). Selanjutnya ekonomis
(hemat cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisien (berdaya guna) dalam
penggunaan sumber daya dalam arti penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan
(maximizing benefits and minimizing costs), serta efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai
tujuan dan sasaran. (Mardiasmo:2002).
Value for money yaitu indikator yang memberikan informasi kepada kita apakah
anggaran (dana) yang dibelanjakan menghasilkan suatu nilai tertentu bai masyarakat. Dalam
konsep ini, indikator yang dimaksud adalah ekonomi, efisien, dan efektif. (Nordiawan,
Hertianti:2010).
Value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Kinerja
pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi output yang dihasilakan saja, akan tetapi harus
mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama-sama. Permasalahan yang sering
dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya mengukur
output, karena output yang dihasilkan tidak selalu berupa output yang berwujud, akan tetapi
lebih banyak berupa intangible output.
Indikator kinerja dalam suatu organisasi yang menggunakan value for money harus
menggambarkan pencapaian tingkat pelayanan pada biaya ekonomis yang terbaik (economical
cost). Ini berarti unit biaya yang terendah tidak selalu menggambarkan value for money yang
terbaik, karena dengan biaya termurah tidak selalu merupakan yang terbaik. Konsep value for
money (VFM) sangat penting bagi pemerintah sebagai pelayan masyarakat, karena implementasi
konsep tersebut memberikan manfaat:
1. efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan tepat sasaran;
2. meningkatkan mutu pelayanan publik;
3. biaya pelayanan yang murah karena hilangnya inefisiensi dan pemghematan dalam
penggunaan resources;
4. alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; dan
5. meningkatkan public cost awareness sebagai pelaksanaan pertnggungjawaban publik.
1.6.1 Tiga Pokok Bahasan dalam Indikator Value For Money
Berikut ini akan dijelaskan mengenai konsep value for money atau yang dikenal dengan
tiga pilar utama (3E) yaitu:
b. Efisiensi adalah hubungan antara input dan output di mana barang dan jasa yang dibeli
oleh organisasi digunakan untuk mencapai output tertentu.
c. Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan, di mana efektivitas diukur
berdasarkan seberapa jauh tingkat output, kebijakan, dan prosedur organisasi mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
d. Ekonomis adalah hubungan antara pasar dan input di mana barang dan jasa dibeli pada
kualitas yang diinginkan pada harga terbaik yang dimungkinkan.
Dari penjelasan diatas ketiga pokok bahasan dalam value for money sangat terkait satu
dengan yang lainnya. Ekonomi membahas mengenai masukan (input), efisiensi membahas
masukan (input) dan keluaran (output), dan efektivitas membahas mengenai keluaran (output)
dan dampak (outcome). Hubungan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Pengukuran Value For Money
NILAI
INPUT (RP)INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME TUJUAN
EKONOMI
(hemat)
EFISIENSI
(berdaya guna)
EFEKTIVITAS
(berhasil guna)
Cost-Effectiveness
Gambar 2.1
Pengukuran Value for Money
1.6.2 Langkah-langkah Pengukuran Value For Money
a. Pengukuran Ekonomi
Pengukuran efektivitas hanya memperhatikan keluaran yang didapat, sedangkan
pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan.
b. Pengukuran Efisiensi
Efesiensi diukur dengan rasio antara output dengan input, semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.
Efisiensi = Output
Input
Efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran dan masukan, maka perbaikan
efisiensi dapat dilakukan dengan cara:
1. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama.
2. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan
input.
3. Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.
4. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan output.
Pengukuran kinerja value for money, efisiensi dibagi menjadi dua:
1. Efisiensi alokasi (efisiensi 1) terkait dengan kemampuan untuk mendayagunakan sumber
daya input pada tingkat kapasitas optimal.
2. Efisiensi teknis (efisiensi 2) terkait dengan kemampuan mendayagunakan sumber daya
input pada tingkat output tertentu.
c. Pengukuran Efektivitas
Ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Efektivitas terkait
dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.
Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi
output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, dan
kegiatan. Jika ekonomi berfokus pada input dan efisiensi pada output atau proses, maka
efektivitas berfokus pada outcome (hasil). Karena output yang dihasilkan organisasi
sektor publik lebih banyak bersifat output tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah
dikuantifikasi, pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan, Karena pencapaian
hasil (outcome) dapat diketahui dalam jangka panjang setelah program berakhir. Jadi,
ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif dalam bentuk pernyataan saja
(judgment). Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan
berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Efektivitas
hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1.1 Populasi dan Sampel Penelitian
1.1.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Dinas Pemadam Kebakaran dan
Penanggulangan Bencana Kecamatan Tambora Jakarta Barat.
1.1.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga program (program
peningkatan kinerja penanggulangan bencana, program peningkatan pengelolaan
bahaya kebakaran, dan program diklat dan evakuasi bencana) serta Sembilan kegiatan
(Pengadaan mobil operasional, pengadaan fireman suits, pengadaan selang
kebakaran, Pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap
kebakaran (SKKL), Pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan
gedung, Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, Diklat fire rescue
(dasar), Diklat manajemen penanggulangan bencana dan Diklat pemadam kebakaran )
pada Tahun Anggaran 2006 samapai Tahun Anggaran 2010.
1.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variable menurut Cooper dalam terjemahannya buku berbahasa
Indonesia adalah “konsep yang diberi lebih dari satu nilai yang berfungsi sebagai pembeda,
saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lain”.
Variable-variable tersebut adalah sebagai berikut:
a. Variable Bebas (X)
Variable bebas adalah variable yang menjadi sebab-sebab terjadinya atau
terpengaruhnya variable terikat yang dikonotasikan dengan X. Dalam penelitian ini, yang
menjadi variable bebas adalah kegiatan dalam program peningkatan pengelolaan bahaya
kebakaran yaitu kegiatan pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan
terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran gedung
dan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
b. Variable Tidak Bebas atau Terikat (Y)
Variable terikat adalah variable yang nilainya dipengaruhi oleh variable bebas yang
dinotasikan dengan Y. Variable terikat dalam penelitian ini adalah taksiran kerugian
kebakaran.
1.3 Jenis Data
Penelitian dalam skripsi ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
yaitu sumber data diperoleh dengan observasi (pengamatan), sedangkan data sekunder diperoleh
dengan studi kepustakaan, laporan tahunan Dinas DAMKAR-PB, dan DPA Tahun Anggaran
2006 sampai dengan 2010 Dinas DAMKAR-PB.
1.4 Teknik Pengumpulan Data
Penulisan skripsi ini penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data seperti
yang disebutkan di bawah ini:
1.4.1 Penelitian Kepustakaan
Penulisan menggunakan metode ini untuk mencari aspek-aspek teoritis yaitu
dengan cara membaca literatur-literatur dan dokumen-dokumen yang mendukung
dan berhubungan dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis.
1.4.2 Penelitian Lapangan
Penulis melakukan penelitian secara langsung terhadap obyek penelitian.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari Dinas DAMKAR-PB
Kecamatan Tambora, Jakarta Barat untuk memperoleh data penelitian sebagai
dasar pengambilan keputusan.
3.5 Jenis Penelitian
Berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti, penelitian ini menggunakan data skunder
dan data primer. Data primer, dengan menggunakan data dari dokumen-dokumen yang ada pada
tempat penelitian. Data sekunder, dengan menggunakan data berupa jurnal-jurnal penelitian
sejenis.
3.5.1 Teknik Analisis Data
a. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini
menggunakan value for money atau 3 E (efisiensi, efektivitas, dan ekonomi).
b. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah
regresi berganda dengan tiga prediktor atau variabel bebas. Untuk memperoleh data
yang lebih akurat dan mempermudah pengolahan data maka penulis menggunakan
program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 for windows.
3.5.2 Analisis Regresi Ganda
Pengantar Statistika, Setiady, 2003 :
Regresi ganda untuk meramalkan pengaruh dua variabel prediktor atau lebih terhadap
satu variabel kriterium atau untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional antara
dua buah variabel bebas (X) atau lebih dengan sebuah variabel terikat (Y).
Statistik Itu Mudah, Gujarati, 2006 :
Analisis regresi ganda sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut
sebagai variabel yang diterangkan (the explained variable) dengan satu atau dua variabel yang
menerangkan (the explanatory).
Analisis regresi berganda adalah suatu metode analisis regresi untuk lebih dari dua
variabel, karena itu termaksud dalam analisis multivariat. Namun karena dalam analisis regresi
ganda juga dianalisis hubungan antar satu variabel bebas X dengan variabel terikat Y manakala
variabel bebas X lainnya dianggap konstan, maka dalam analisisnya juga masih bisa digunakan
metode kuadrat terkecil. Karena itu analisis regresi ganda merupakan jembatan penghubung
antara analisis regresi sederhanan yang bersifat bivariate, dengan model analisis regresi yang
bersifat multivariate. Analisis regresi merupakan studi dalam menjelaskan dan mengevaluasi
hubungan antara suatu peubah bebas (independent variabel) dengan satu peubah tak bebas
(dependent variabel) dengan tujuan untuk mengestimasi atau meramalkan nilai peubah tak bebas
didasarkan pada nilai peubah bebas yang diketahui (Widarjono, 2005).
Pola hubungan-hubungan regresi ganda yang akan dibahas, di antaranya:
a. Masing-masing variabel bebas berdiri sendiri dalam mempengaruhi variabel terikat. Dalam
kondisi ini antar varibel bebas tidak terdapat hubungan yang signifikan. Jika kondisi ini yang
dijumpai, maka hasil perhitungan kuadrat koefisien merupakan jumlah sumbangan/kontribusi
variabel bebas terhadap variabel terikat.
b. Masing-masing variabel bebas tidak berdiri sendiri, tetapi antar mereka mempunyai
kebersamaan dalam mempengaruhi variabel terikat. Walaupun ada unsur kebersamaan tetapi
masih ada sifat mandirinya dalam memberikan kontribusi terhadap variabel terikat. Kalau
sifat mandirinya variabel tersebut tidak ada, maka dengan menghilangkan variabel bebas
tersebut tidak akan mempengaruhi besarnya kontribusi. Hal ini disebabkan oleh karena
kontribusi variabel bebas yang tidak mempunyai sifat mandiri telah diwakili oleh variabel
bebas lainnya.
c. Variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat tidak langsung, sehingga ada variabel
antar yang menjembatani hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Apabila yang dihadapi adalah kondisi (pola) pertama, maka analisisnya akan sederhana.
Sebaliknya jika yang kita hadapi adalah pola kedua, maka kita harus melihat besarnya
kontribusi bersama maupun yang benar-benar terpisah. Lain halnya jika tujuan kita tidak akan
melihat kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat, tetapi hanya sekadar untuk
melakukan prediksi atas nilai variabel terikat dengan dasar variabel bebas. Tujuan yang terakhir
ini kurang mempunyai sumbangan dalam pengambilan kebijakan. Sebaiknya kita dapat
menggunakan analisis statistik (khususnya regresi ganda) semaksimal mungkin. Semakin
banyak variabel bebas yang dilibatkan dalam perhitungan (tentunya sesuai dengan teori yang
mendasari penelitian) semakin baik keputusan yang dapat diambil.
Persamaan Regresi Ganda
Bentuk persamaan garis regresi ganda adalah seperti berikut ini:
nn33221 10
33221 10
221 10
b....bbb b :Prediktor n Untuk
bbb b :Prediktor 3Untuk
bb b :Prediktor 2Untuk
Keterangan :
Y = variabel terikat (dependent)
X1= variabel bebas (independent) (i=1,2,3,…..n)
b0 = intersept
b1= koefisien regresi (i=1,2,3,…..n)
Uji Kecocokan Model
Koefisien determinasi merupakan besaran yang lazim digunakan untuk mengukur
kelayakan model yang dikenal dengan besaran R2. Koefisien determinasi digunakan untuk
mengetahui proporsi varians variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel bebas secara
bersama-sama ata secara verbal R2. Mengukur proporsi atau persentase total variansi dalam
Y yang dijelaskan oleh model regresi. R2 terletak antara 0 dan 1. Jika R
2 = 1, berarti suatu
kecocokan sempurna. Jika R2
= 0, berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dan
variabel bebas. Semakin besar nilai R2 maka model semakin baik regresinya.
Interpretasi lain ialah bahwa r2
diartikan sebagai proporsi variasi tanggapan yang
diterangkan oleh regresor (variabel bebas / X) dalam model. Dengan demikian, jika r2
= 1 akan
mempunyai arti bahwa model yang sesuai menerangkan semua variabilitas dalam variabel Y.
jika r2
= 0 akan mempunyai arti bahwa tidak ada hubungan antara regresor (X) dengan variabel
Y. Dalam kasus misalnya jika r2 = 0,8 mempunyai arti bahwa sebesar 80% variasi dari variabel Y
(variabel tergantung / response) dapat diterangkan dengan variabel X (variabel bebas /
explanatory); sedang sisanya 0,2 dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak diketahui atau
variabilitas yang inheren. (Rumus untuk menghitung koefesien determinasi (KD) adalah KD = r2
x 100%) Variabilitas mempunyai makna penyebaran / distribusi seperangkat nilai-nilai tertentu.
Dengan menggunakan bahasa umum, pengaruh variabel X terhadap Y adalah sebesar 80%;
sedang sisanya 20% dipengaruhi oleh faktor lain.
Dalam hubungannya dengan korelasi, maka r2
merupakan kuadrat dari koefesien korelasi
yang berkaitan dengan variabel bebas (X) dan variabel Y (tergantung). Secara umum dikatakan
bahwa r2
merupakan kuadrat korelasi antara variabel yang digunakan sebagai predictor (X) dan
variabel yang memberikan response (Y). Dengan menggunakan bahasa sederhana r2
merupakan
koefesien korelasi yang dikuadratkan. Oleh karena itu, penggunaan koefesien determinasi dalam
korelasi tidak harus diinterpretasikan sebagai besarnya pengaruh variabel X terhadap Y
mengingat bahwa korelasi tidak sama dengan kausalitas. Secara bebas dikatakan dua variabel
mempunyai hubungan belum tentu variabel satu mempengaruhi variabel lainnya. Lebih lanjut
dalam konteks korelasi antara dua variabel maka pengaruh variabel X terhadap Y tidak nampak.
Kemungkinannya hanya korelasi merupakan penanda awal bahwa variabel X mungkin
berpengaruh terhadap Y. Sedang bagaimana pengaruh itu terjadi dan ada atau tidak kita akan
mengalami kesulitan untuk membuktikannya. Hanya menggunakan angka r2
kita tidak akan
dapat membuktikan bahwa variabel X mempengaruhi Y.
Pengujian Parameter
Pengujian penduga parameter memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat keberartian
penduga parameter yang digunakan melalui pengujian hipotesis. Jika hipotesis ditolak maka
dapat disimpulkan bahwa penduga parameter tersebut signifikan atau berarti.
Statistik Uji f, Uji t dan Signifikan (Analysis of variance)
Pengujian parameter dengan statistik F menjelaskan semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
terikat.
Kriteria Uji:
jika Fhitung > Ftabel Ho ditolak H1 diterima
jika Fhitung < Ftabel Ho diterima H1 ditolak
jika signifikansi α < Ho ditolak H1 diterima
jika signifikansi α > Ho diterima H1 ditolak
jika t hitung > t table Ho ditolak; H1 diterima
jika t hitung < t table Ho diterima; H1 ditolak
Hitung Ftabel dengan menggunakan rumus:
Ftabel = F (1-α)(dkpembilang, dkpenyebut)
dkpembilang = m
dkpenyebut = n-m-1
Kemudian lihat table F sehingga diperoleh Ftabel
Interprestasi Koefisien Korelasi
Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi, Menurut Gulford (2006):
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
Tabel 3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi
Penafsiran koefisien korelasi menurut Sarwono, 2009 dapat dijelaskan dalam dua tanda. Nilai
korelasi bisa bertanda positif dan bisa juga bertanda negatif. Menghitung seluruh koefisien
jalur variabel X secara parsial terhadap Y, diperoleh interpretasi criteria korelasi menurut
Gulford.
Interpretasi kriteria korelasi menurut Sarwono sebagai berikut:
Jika angka koefesien korelasi menunjukkan 0, maka kedua variabel tidak mempunyai
hubungan
Jika angka koefesien korelasi mendekati 1, maka kedua variabel mempunyai
hubungan semakin kuat
Jika angka koefesien korelasi mendekati 0, maka kedua variabel mempunyai
hubungan semakin lemah
Jika angka koefesien korelasi sama dengan 1, maka kedua variabel mempunyai
hubungan linier sempurna positif.
Jika angka koefesien korelasi sama dengan -1, maka kedua variabel mempunyai
hubungan linier sempurna negatif.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana
Provinsi DKI Jakarta
a. Masa sebelum kemerdekaan
Menurut buku "DARI BRANDWEER BATAVIA KE DINAS
KEBAKARAN DKI JAKARTA" urusan pemadam kebakaran di kota jakarta
mulai diorganisir pada tahun 1873 oleh pemerintah Hindia Belanda. Urusan
pemadaman kebakaran ini secara hukum dibentuk oleh resident op batavia
melalui ketentuan yang disebut sebagai: "Reglement op de Brandweer in de
Afdeeling stad Vorsteden Van Batavia". Suatu kejadian penting yang patut dicatat
adalah terjadinya kebakaran besar di kampung Kramat-Kwitang. Kebakaran
tersebut tak dapat teratasi oleh pemerintah kota pada saat itu. Peristiwa itu
mendorong pemerintah atau Gemeente of de Brandweer, pada tanggal 25 januari
1915 mengeluarakn "Reglement of de Brandweer (Peraturan tentang Pemadam
Kebakaran); namun tak lama kemudian, yakni pada tanggal 4 oktober 1917,
pemerintah mengeluarkan peraturan baru yakni melalui ketentuan yang disebut
staadsblad 1917 No. 602"
Hal penting yang perlu dicatat dari kententuan ini adalah pembagian urusan
pemadam kebakaran, yakni menjadi Pemadam Kebakaran Sipil dan Pemadam
Kebakaran Militer. Suatu Kejadian penting yang patut selalu diingat adalah
peristiwa diberikannya suatu tanda penghargaan kepada Brandweer Batavia oleh
mereka yang mengatasnamakan kelompok orang betawi. Tanda penghargaan
tersebut diberikan dalam bentuk "Prasasti" pada tanggal 1 maret 1929. Tanda
penghargaan tersebut diberikan masyarakat betawi pada waktu itu adalah sebagai
wujud rasa terimakasih mereka atas darma bakti para petugas pemadam
kebakaran. Tanda prasasti tersebut sampai sekarang masih tersimpan baik di
kantor Dinas Pemadam Kebakaran. Berikut ini salinan tulisan selengkapnya
prasasti tersebut diantaranya:
1. Tanda Peringatan Brandweer Batavia 1919-1929
2. Betawi, 1 Maret 1929
b. Sebelum 1957 - 1969.
Masa ini adalah dimana masa organisasi pemadam kebakaran masih
menggunakan nomenklatur "barisan pemadam kebakaran (BPK)". Pada tahun
1957 telah dikeluarkan peraturan daerah yang dimuat dalam lembaran kota praja
Jakarta No. 22/1957, tanggal 14 Agustus 1957 yang disahkan oleh Menteri Dalam
Negeri tanggal 21 Desember 1957. Namun Walikota Praja Jakarta Raya, Sudiro
menetapkan masih memberlakukan Staadblad Van Nederlandsche Indie No. 602,
4 Oktober 1917.
c. MASA 1969 - 1974 Pada tahun 1969, melalui Surat Keputusan Gubernur KDH DKI Jakarta No.
ib.3/3/15/1969 nomenklatur Barisan Pemadam Kebakaran dirubah menjadi Dinas
Pemadam Kebakaran. Perubahan pada masa ini tidak saja merupakan perubahan
nomenklatur, tetapi juga perubahan pada tugas pokok dan fungsi DPK, yakni
dengan penambahan nomenklatur Bagian Pencegahan.
d. MASA 1975 - 1980 Perubahan berikutnya terjadi dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Gubernur KDH DKI Jakarta No. BIII-b.3/1/5/1975, tenatng perubahan
nomenklatur Dinas Pemadam Kebakaran menjadi Dinas Kebakaran. Penghapusan
kata "Pemadam" bukan semata-mata ingin mempersingkat nomenklatur
organisasi, tetapi dimaksudkan untuk lebih menegaskan bahwa tugas pokok Dinas
Kebakaran tidak hanya pada bidang pemadaman saja tetapi juga pada aspek
pencegahan kebakaran dan penyelamatan korban jiwa dan akibat kebakaran dan
bencana lainnya.
e. Masa setelah kemerdekaan : MASA 1980 – 2002
Perubahan nomenklatur organisasi pemadam kebakaran berikutnya terjadi
pada tahun 1980, yakni dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 9 tahun 1980,
tentang struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebakaran DKI Jakarta.
Perubahan penting pada periode ini, selain semakin dikembangkannya aspek
pencegahan dan pemberdayaan masyarakat melalui keberadaan Sudinas
Pencegahan, Sudinas Peran Serta masyarakat, Pusat Latihan Kebakaran, dan Unit
Laboratorium, adalah juga mengenai pembagian wilayah pelayanan Dinas
kebakaran ke dalam 5 wilayah asministratif: Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan,
dan Timur.
f. MASA 2002 – 2008
Masa tahun 2002 ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta No.9 tahun 2002, tanggal 15 Januari 2002 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi DKI Jakarta.
g. MASA 2008 - Sekarang
Terbitnya Perda No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Satuan Perangkat
Daerah dan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah serta Surat Keputusan
Gubernur (Skep. Gub) Provinsi DKI Jakarta No. 96 Tahun 2009 menandai
terjadinya perubahan dan sekaligus pengembangan fungsi organisasi ini.
Organisasi yang pada masa sebelum ini menggunakan nomenklatur Dinas
Pemadam Kebakaran, selanjutnya berubah menjadi : Dinas Pemadam Kebakaran
dan Penanggulangan Bencana. Dengan bertambahnya fungsi penanggulangan
bencana, maka tugas pokok dan fungsi organisasi ini menjadi semakin luas.
Organisasi DPK-PB sesuai dengan namanya, tidak saja diberi tanggung jawab
dalam masalah penanggulangan kebakaran, tetapi juga menangani masalah
bencana lainnya.
VISI :
Terciptanya rasa aman masyarakat dari kebakaran dan bencana lain.
MISI:
Memberikan pelayanan prima dalam bidang pencegahan, pemadaman, dan
penyelamatan.
Meningkatkan ketahanan lingkungan bersama masyarakat.
Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait.
4.1.2 Struktur Organisasi
4.1 Gambar Struktur Organisasi
4.2 Analisis Korelasi antar Variabel
Pada bagian ini peneliti akan menganalisis hubungan fungsional yang signifikan antara
kegiatan pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL),
Pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung dan Penyuluhan
pencegahan dan penanggulangan kebakaran dengan taksiran kerugian kebakaran Tahun
Anggaran 2006 hingga tahun 2010.
Diketahui data sebagai berikut:
Tahun 1 2 X3
2006 92.258.000 28.212.625 32.282.075 28.459.850.000
2007 144.787.000 30.000.000 39.994.350 33.735.024.000
2008 120.418.500 27.110.150 62.195.850 42.609.744.000
2009 104.219.750 38.135.750 67.915.680 55.718.992.000
2010 107.409.602 48.758.300 74.550.000 41.569.845.000
Tabel 4.1 Data Anggaran Tahun 2006 – 2010
Keterangan:
X1 = Pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL)
X2 = Pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung
X3 = Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Y = Taksiran kerugian kebakaran
1. Ho : Tidak Terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara variabel 1 , 2 dan X3
dengan variabel Y .
H1 : Terdapat pengaruh fungsional yang signifikan antara variabel 1 , 2 dan X3 dengan
variabel Y.
H2 : Terdapat pengaruh fungsional yang signifikan antara variabel 1 , 2 dan X3 dengan
variabel Y.
H3 : Terdapat pengaruh fungsional yang signifikan antara variabel 1 , 2 dan X3 dengan
variabel Y.
2. Model Penelitian
X1
X2
X3
Taksiran Kerugian
Pilot Project, Pemeriksaan, Penyuluhan
Gambar 4.2 Model Penelitian
3. 0 :3,21.y.x0 x
0: 321 ,.y.x1 xx
Tabel 4.2
Model Summary
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .835a .698 -.210 1.138E10 3.256
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2
b. Dependent Variable: Ê
Dari table Model Summary, diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,835 hal ini
menunjukkan adanya hubungan yang cukup erat. Untuk mengetahui seberapa besar kualitas
model regresi linier berganda yang terbentuk, perhatikan nilai koefisien determinasi (R square) =
60%. Nilai tersebut menunjukkan informasi bahwa 60% nilai dari besarnya taksiran kerugian
kebakaran telah dipengaruhi oleh kegiatan pilot project pembangunan sistem ketahanan
lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), Pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran
bangunan gedung dan Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Sedangkan
sisanya 40% informasi mengenai besarnya taksiran kerugian kebakaran belum dapat dijelaskan
oleh variabel-variabel bebas tersebut.
Tabel 4.3
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.985E20 3 9.950E19 .769 .663a
Residual 1.294E20 1 1.294E20
Total 4.279E20 4
a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2
b. Dependent Variable: Y
Tabel ANOVA digunakan untuk menguji model persamaan, signifikansi <
α (0,05) maka Ho ditolak H1 diterima. Jika signifikansi > α (0,05) maka Ho
diterima H1 ditolak. Uji ANOVA menghasilkan angka signifikansi (angka
probabilitas) sebesar 0,663. Karena angka probabilitas 0,663 > α (0,05), maka Ho
diterima yaitu Tidak Terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara
variabel 1 , 2 dan X3 dengan variabel Y .
Tabel 4.4 Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.518E10 4.472E10 .563 .674
X1 -34.347 294.440 -.066 -.117 .926
X2 -393.262 933.395 -.346 -.421 .746
X3 590.267 452.684 1.045 1.304 .417
a. Dependent Variable: Ê
Dari table di atas diperoleh informasi bahwa taksiran nilai parameter dari regresi linier
berganda dengan hubungan X mempengaruhi Y adalah:
b0 = 2.518E10
Angka konstan yang dalam penelitian ini sebesar 2.518E10. Angka ini berupa angka
konstan yang mempunyai arti jika setiap satu penambahan pilot project pembangunan sistem
ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan
kebakaran bangunan gedung, dan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran maka
taksiran kebakaran tidak akan langsung meningkat sebesar 2.518E10.
b1 = -34.347
Angka koefisien regresi sebesar -34.347. Angka ini mempunyai arti jika tidak ada
tambahan satu penambahan pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap
kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung, dan
penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran maka taksiran kebakaran tidak akan
langsung berkurang sebesar -34.347.
b2 = -393.262
Angka koefisien regresi sebesar -393.262. Angka ini mempunyai arti jika tidak ada
tambahan satu penambahan pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap
kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung, dan
penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran maka taksiran kebakaran tidak akan
langsung berkurang sebesar -393.262.
b3 = 590.267
Angka koefisien regresi sebesar 590.267. Angka ini berupa angka tersebut mempunyai
arti setiap satu penambahan pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap
kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung, dan
penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran maka taksiran kebakaran tidak akan
langsung bertambah sebesar 590.267.
sehingga model taksiran regresi linier berganda adalah:
Ý = 2.518E10 - 34.347X1 -393.262 X2 + 590.267 X3
Pengujian parameter B (nilai parameter X1) adalah:
Langkah 1. Ho:B1 ≠ 0
H1:B1 = 0
Langkah 2. Nilai Signifikan 0,926 dengan nilai α = 5%. Nilai signifikansi 0,926 > α (0,05); maka
Ho diterima, artinya nilai koefisien B untuk α = 5% tidak mempengaruhi nilai taksiran dari Y
dalam menganalisis regresi linier berganda. Hal ini menunjukkan bahwa pilot project
pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL) tidak mempengaruhi
taksiran kerugian kebakaran.
Pengujian parameter B (nilai parameter X2) adalah:
Langkah 1. Ho:B2 ≠ 0
H1:B2 = 0
Langkah 2. Nilai signifikansi 0,746 dengan nilai α = 5%. Nilai signifikansi 0,746 > α (0,05);
maka Ho diterima, artinya nilai koefisien B untuk α = 5% tidak mempengaruhi nilai taksiran dari
Y dalam menganalisis regresi linier berganda. Hal ini menunjukkan bahwa pemeriksaan
sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung tidak mempengaruhi taksiran kerugian
kebakaran.
Pengujian parameter B (nilai parameter X3) adalah:
Langkah 1. Ho:B3 ≠ 0
H1:B3 = 0
Langkah 2. Nilai signifikansi 0,417 dengan nilai α = 5%. Nilai signifikansi 0,417 > α (0,05);
maka H0 diterima, artinya nilai koefisien B untuk α = 5% tidak mempengaruhi nilai taksiran Y
dalam menganalisis regresi linier berganda. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluhan pencegahan
dan penanggulangan kebakaran tidak mempengaruhi taksiran kerugian kebakaran.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Hasil pengujian signifikansi dari kegiatan pilot project pembangunan sistem ketahanan
lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran
bangunan gedung, dan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran terhadap tingkat
kerugian akibat bencana kebakaran menunjukkan hasil tidak signifikansi terhadap bencana
kebakaran. Walaupun hasil data penyerapan anggaran selama lima tahun dapat dikatakan baik
namun setelah dilakukan pengujian parameter dari ketiga kegiatan menunjukkan hasil yang tidak
signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti tidak adanya pergantian dalam
peserta balakar, kurangnya partisipasi masyarakat, peralatan dan perlengkapan pendukung yang
diberikan oleh Dinas DAMKAR&PB tidak dirawat sebagai mestinya, tidak adanya sistem
komputerisasi yang dapat mengetahui batas akhir sertifikasi untuk dilakukan pemeriksaan
berkala, kurangnya partisipasi dari para pengelola gedung untuk melaporkan agar diajukan untuk
pemeriksaan berkala, peserta undangan tidak menghadiri penyuluhan dan tidak mungkin
menggagalkan acara hanya dikarenakan beberapa peserta yang tidak hadir, penyuluhan pada
pemukiman padat penduduk kurang diintensifkan dan kurang diprioritaskan, penggunaan bahasa
pada isi materi sebaiknya disesuaikan dengan peserta yg diundang agar isi materi dapat
dimengerti dengan baik oleh peserta undangan dan faktor selanjutnya mungkin pelaksanaan
kegiatan tersebut tidak dijalankan sesuai dengan prosedur yang telah termuat dalam Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA), proses kemajuan administrasi kegiatan tetap dibuat untuk
penyerapan anggaran walaupun pelaksanaanya tidak sesuai dengan target, output dan rincian
kegiatan yang telah ditetapkan di dalam DPA.
1.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disampaikan beberapa saran yang kiranya dapat
dipertimbangkan oleh Dinas Damkar&PB Provinsi DKI Jakarta sebagai berikut:
1. Pengukuran kinerja sebaiknya tidak hanya dilihat dari besarnya persentase penyerapan
anggaran kegiatan tetapi juga dilakukan perhitungan dengan menggunakan pengujian
signifikansi agar dampak yang dicapai dari keberhasilan kegiatan dapat dilihat secara
menyeluruh dan dirasakan oleh masyarakat.
2. Pelaksanaan kegiatan khususnya pada kegiatan pilot project pembangunan sistem ketahanan
lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan
kebakaran bangunan gedung, dan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran
lebin diupayakan secara optimal dalam input, output, dan outcome agar pencapaian
keberhasilan dari setiap kegiatan yang ada memberikan hasil penyerapan yang baik,
mempunyai manfaat dan pengaruh kepada masyarakat dengan adanya kegiatan tersebut.
3. Untuk pelaksanaan penelitian berikutnya diharapkan agar melakukan perhitungan selisih
anggaran dari persentase anggaran setiap tahun, agar dapat dijadikan pedoman untuk
pengambilan keputusan untuk rencana strategik dinas dan kebijakan lainnya yang berkaitan
dengan anggaran program atau kegiatan yang akan dijalankan.
Daftar Pustaka
Bastian Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Erlangga: Jakarta.
Harinaldi. 2005. Prinsip-prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Erlangga: Jakarta.
Irianto Agus. Statistik, Konsep Dasar & Aplikasinya. 2004. Prenade Media: Jakarta.
Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. 2004. Andi: Yogyakarta.
Nurkhamid Muh. Implementasi Inovasi Sistem Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah, Jurnal
Akuntansi Pemerintah, Oktober 2008, Vol. 3, No. 1, Hal. 45-76.
Nordiawan Deddi dan Ayuningtyas Hertianti. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2. Salemba Empat:
Jakarta.
Sadjiarto Arja. Akuntabilitas & Pengukuran Kinerja Pemerintahan, Jurnal Akuntansi &
Keuangan, 2000, Vol. 2, No. 2.
Sarwono Jonathan. 2009. Statistik itu mudah SPSS 16. Andi: Yogyakarta.
Solikin Akhmad. Perkembangan & Permasalahan Pengukuran Kinerja, Jurnal Akuntansi
Pemerintah, November 2006, Vol. 2, No. 2, Hal 1-5.
YuyunWahyuni. 2011. Dasar-dasar Statistik Deskriptif. Nuha Medika: Jakarta.
Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 239/IX/6/8/2003 Tentang Perbaikan
Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi Nomor 29
Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja & Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
http://www.stialanbandung.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=201:penguk
uran-kinerja-di-sektor-publik&catid=25:volume-ii-no-1-tahun-2005&Itemid=63
http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008050577/jurnal-akuntansi-pemerintah/pewujudan-
transparansi-dan-akuntabilitas-publik-melalui-akuntansi-sektor-publik/sistem-pengukuran-
kinerja.html
http://andietri.tripod.com/jurnal/Pengukuran_KL_k.PDF