“pengaruh pilot project pembangunan sistem ketahanan...

25
“Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan Lingkungan Terhadap Kebakaran (SKKL), Pemeriksaan Sewaktu-waktu Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan dan Penanggualangan Kebakaran Terhadap Tingkat Kerugian Akibat Bencana Kebakaran Pada Kecamatan Tambora, Jakarta Barat” Diah Widowati Abstrak: Kata Kunci: Pilot Project, Value For Money, Regresi Berganda. Penelitian ini meniliti pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan Lingkungan Terhadap Kebakaran (SKKL), Pemeriksaan Sewaktu-waktu Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran terhadap Tingkat Kerugian Akibat Bencana Kebakaran. Penelitian ini memiliki tujuan : 1) Mengukur pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu- waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung, dan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran terhadap tingkat kerugian akibat bencana kebakaran pada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. 2) Mengevaluasi kinerja kegiatan pada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Hasil menunjukkan bahwa dalam pengukuran penyerapan anggaran menghasilkan kinerja yang baik yang dibuktikan dengan berhasilnya anggaran yang telah terserap namun dalam pengujian signifikansi ketiga kegiatan tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kerugian kebakaran. I. PENDAHULUAN Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan pembahasan yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping adanya pengaruh globalisasi. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (LAN dan BPKP 2000). Pengukuran kinerja merupakan alat yang bermanfaat dalam upaya mencapai tujuan, melalui pengukuran kinerja dapat dilakukan proses penilaian terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan pengukuran kinerja dapat memberikan penilaian yang objektif dalam pengambilan keputusan manajemen. Jadi pengukuran kinerja dapat membantu meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya yang timbul dari kegiatan pemerintah (LAN, 2000). Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah itu merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan

Upload: buidung

Post on 02-Mar-2019

255 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

“Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan Lingkungan

Terhadap Kebakaran (SKKL), Pemeriksaan Sewaktu-waktu Keselamatan

Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan dan

Penanggualangan Kebakaran Terhadap Tingkat Kerugian Akibat Bencana

Kebakaran Pada Kecamatan Tambora, Jakarta Barat”

Diah Widowati

Abstrak:

Kata Kunci: Pilot Project, Value For Money, Regresi Berganda.

Penelitian ini meniliti pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan Lingkungan

Terhadap Kebakaran (SKKL), Pemeriksaan Sewaktu-waktu Keselamatan Kebakaran Bangunan

Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran terhadap Tingkat

Kerugian Akibat Bencana Kebakaran. Penelitian ini memiliki tujuan : 1) Mengukur pilot project

pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-

waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung, dan penyuluhan pencegahan dan

penanggulangan kebakaran terhadap tingkat kerugian akibat bencana kebakaran pada Dinas

Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. 2)

Mengevaluasi kinerja kegiatan pada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana,

Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Hasil menunjukkan bahwa dalam pengukuran penyerapan

anggaran menghasilkan kinerja yang baik yang dibuktikan dengan berhasilnya anggaran yang

telah terserap namun dalam pengujian signifikansi ketiga kegiatan tidak terdapat pengaruh yang

signifikan terhadap tingkat kerugian kebakaran.

I. PENDAHULUAN

Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan pembahasan yang paling

mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan

oleh masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang

baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, di samping adanya

pengaruh globalisasi. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi bagi tatanan

masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan

sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan yang

terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik (LAN dan BPKP 2000).

Pengukuran kinerja merupakan alat yang bermanfaat dalam upaya mencapai tujuan, melalui

pengukuran kinerja dapat dilakukan proses penilaian terhadap pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan dan pengukuran kinerja dapat memberikan penilaian yang objektif dalam

pengambilan keputusan manajemen. Jadi pengukuran kinerja dapat membantu meningkatkan

kualitas dan menurunkan biaya yang timbul dari kegiatan pemerintah (LAN, 2000).

Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pemerintah itu merupakan perwujudan

kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan

Page 2: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan, telah ditetapkan Tap MPR-RI nomor

XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan

Neopotisme dan Undang-undang nomor 28 tahun 1999 dengan judul yang sama sebagai tindak

lanjut Tap MPR tersebut, Inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah, Sebagai tindak lanjut dari produk hukum tersebut telah diterbitkan Keputusan

Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor : 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman

Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Kinerja instansi pemerintah banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini, terutama sejak timbulnya iklim

yang lebih demokratis dalam pemerintahan. Rakyat mulai mempertanyakan akan nilai yang mereka

peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Walaupun anggaran rutin dan

pembangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah semakin banyak, nampaknya masyarakat belum puas

atas kualitas jasa maupun barang yang diberikan oleh instansi pemerintah.

Di samping itu, selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi

pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk dilakukan secara objektif.

Kesulitan ini disebabkan belum pernah disusunnya suatu sistim pengukuran kinerja yang dapat

menginformasikan tingkat keberhasilan suatu organisasi (LAN, 2000).

Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kecamatan Tambora, Jakarta

Barat yang berfungsi sebagai salah satu instansi teknis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang

melayani di bidang pemadam kebakaran dan penanggulangan bencana yang memiliki tugas

melaksanakan pencegahan, pemadam kebakaran dan penanggulangan bencana. Maka dengan

demikian peranan Dinas Pemadam dan Penanggulangan Kebakaran Provinsi DKI Jakarta sangat

penting bagi pemerintah daerah karena berfungsi secara langsung melayani masyarakat. Akan

tetapi, selama ini para pengelola pemerintahan dalam hal ini para pengguna anggaran sering

mempunyai mindset bahwa pengukuran keberhasilan suatu instansi pemerintahan hanya

ditekankan pada kemampuan instansi tersebut dalam menyerap anggaran. Jadi, dapat dikatakan

bahwa suatu instansi dapat dinyatakan berhasil jika dapat menyerap 100% anggaran pemerintah

walaupun hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih jauh di

bawah standar. Sementara masyarakat mengharapkan keberhasilan instansi pemerintah sebagai

tindakan nyata untuk meningkatkan kesejahteraan, melindungi, dan mengayomi masyarakat.

Masalah ini dapat diartikan adanya perbedaan harapan atau kesenjangan harapan (expectation

gap) yang bisa menimbulkan ketidakharmonisan anatara instansi pemerintah dengan masyarakat.

Oleh karena itu, instansi pemerintah dipertimbangkan untuk dapat memperbaiki kinerja

pemerintah dengan memperhatikan seluruh aktivitas yang tidak semata-mata diukur hanya pada input dari program instansi tetapi lebih ditekankan pada output, manfaat dan dampak bagi

kesejahteraan masyarakat. Saat ini pengukuran kinerja organisasi sektor publik atau instansi

pemerintah masih difokuskan pada tiga konsep dasar yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.

Melalui suatu pengukuran kinerja, keberhasilan suatu instansi pemerintah akan lebih dilihat dari

kemampuan instansi berdasarkan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang sesuai

dengan rencana yang telah dituangkan dalam perencanaan strategis.

Page 3: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

II. LANDASAN TEORI

Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 menyebutkan bahwa agar terselenggaranya good

governance di Indonesia diperlukan akuntabilitas kinerja pada setiap instansi pemerintah.

Akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan tersebut merupakan perwujudan penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan agar dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna,

bersih, bertanggungjawab, dan transparan. Dengan demikian kegiatan penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan akan terkontrol dan selalu dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat melalui laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP). Kinerja adalah

gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan

sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. Daftar apa yang ingin dicapai tertuang dalam

perumusan skema (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan

bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu

(Bastian, 2010). Menurut pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah, pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau

kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam

rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil

dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indicator

kinerja kegiatan yang berupa indicator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak.

1.1 Tujuan Pengukuran Kinerja

Secara umum, tujuan sistem pengukuan kinerja adalah:

a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up).

b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat

ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.

c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah

serta memotivasi untuk mencapai tujuan.

d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan

kemampuan kolektif yang rasional.

1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja

a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja

manajemen.

b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.

c. Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan

target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.

d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment)

serta obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran

kinerja yang telah disepakati.

Page 4: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki

kinerja organisasi.

f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

g. Membantu memahami proses kegiatan instans pemerintah;dan

h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.

1.3 Prinsip Pemilihan Pengukuran Kinerja

Pemilihan ukuran kinerja untuk instansi mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai

berikut:

1. Evaluasi kembali ukuran yang ada

2. Mengukur kegiatan yang penting, tidak hanya hasil keseluruhan

3. Pengukuran harus memotivasi tim kerja untuk pencapaian tujuan. (Goal driven

teamwork)

4. Proses pengukuran merupakan perangkat yang terintegrasi

5. Fokus pengukuran harus melibatkan akuntabilitas publik

Agar pengukuran kinerja dapat dilaksanakan dengan baik, perlu diperhatikan hal-hal

sebagai berikut:

a. Membuat suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya dengan segera.

Instansi sesegera mungkin memulai upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu

mengharap pengukuran kinerja akan langsung sempurna. Nantinya, perbaikan atas

pengukuran kinerja yang telah disusun akan dilakukan.

b. Perlakuan pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan (on-going

process).

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses yang bersifat interaktif. Proses ini

merupakan suatu cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya memperbaiki

kinerja.

c. Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi.

Organisasi harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan besarnya

organisasi, budaya, visi, tujuan, sasaran, dan struktur organisasi.

1.4 Sistem Pengumpulan Data Kinerja

Menurut pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas akuntabilitas kinerja instansi

pemerintah, pengumpulan data kinerja untuk indikator kinerja kegiatan yang terdiri dari

indikator-indikator masukan, keluaran, dan hasil dilakukan pada setiap tahun untuk mengukur

Page 5: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

kehematan, efektivitas, efisiensi, dan kualitas pencapaian sasaran. Sedangkan pengumpulan data

kinerja untuk indikator manfaat atau dampak dapat diukur pada akhir periode selesainya suatu

program atau dalam rangka mengukur pencapaian tujuan-tujuan organisasi.

1.5 Cara Pengukuran Kinerja

Beberapa cara atau metode pengukuran kinerja yang dapat dikemukakan di sini adalah

sebagai berikut:

a. Membandingkan antara rencana dengan realisasinya.

b. Membandingkan antara realisasi tahun ini dengan realisasi tahun sebelumnya.

c. Membandingkan dengan organisasi lain yang sejenis dan dianggap terbaik dalam

bidangnya (benchmarking).

d. Membandingkan antara realisasi dengan standar.

1.6 Value For Money

Value for money merupakan ekspresi pelaksanaan lembaga sektor publik yang

mendasarkan pada tiga elemen dasar yaitu ekonomi, efisien dan efektivitas, untuk itu maka

pengelolaan keuangan daerah merupakan issue utama dalam pencapaian tujuan pemerintahan

yang bersih (clean goverment), dan manajemen pengelolaan keuangan daerah yang baik adalah

yang mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, tansparasi

dan akuntabel. Value for money merupakan tolak ukur dalam anggaran belanja suatu organisasi,

baik organisasi yang berorientasi laba (swasta) maupun organisasi nonprofit (sektor publik) yang

meliputi penilaian efisiensi, efektivitas, dan ekonomis.( Bastian:2006). Selanjutnya ekonomis

(hemat cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisien (berdaya guna) dalam

penggunaan sumber daya dalam arti penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan

(maximizing benefits and minimizing costs), serta efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai

tujuan dan sasaran. (Mardiasmo:2002).

Value for money yaitu indikator yang memberikan informasi kepada kita apakah

anggaran (dana) yang dibelanjakan menghasilkan suatu nilai tertentu bai masyarakat. Dalam

konsep ini, indikator yang dimaksud adalah ekonomi, efisien, dan efektif. (Nordiawan,

Hertianti:2010).

Value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Kinerja

pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi output yang dihasilakan saja, akan tetapi harus

mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama-sama. Permasalahan yang sering

dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya mengukur

output, karena output yang dihasilkan tidak selalu berupa output yang berwujud, akan tetapi

lebih banyak berupa intangible output.

Indikator kinerja dalam suatu organisasi yang menggunakan value for money harus

menggambarkan pencapaian tingkat pelayanan pada biaya ekonomis yang terbaik (economical

cost). Ini berarti unit biaya yang terendah tidak selalu menggambarkan value for money yang

terbaik, karena dengan biaya termurah tidak selalu merupakan yang terbaik. Konsep value for

money (VFM) sangat penting bagi pemerintah sebagai pelayan masyarakat, karena implementasi

konsep tersebut memberikan manfaat:

1. efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan tepat sasaran;

2. meningkatkan mutu pelayanan publik;

Page 6: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

3. biaya pelayanan yang murah karena hilangnya inefisiensi dan pemghematan dalam

penggunaan resources;

4. alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; dan

5. meningkatkan public cost awareness sebagai pelaksanaan pertnggungjawaban publik.

1.6.1 Tiga Pokok Bahasan dalam Indikator Value For Money

Berikut ini akan dijelaskan mengenai konsep value for money atau yang dikenal dengan

tiga pilar utama (3E) yaitu:

b. Efisiensi adalah hubungan antara input dan output di mana barang dan jasa yang dibeli

oleh organisasi digunakan untuk mencapai output tertentu.

c. Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan, di mana efektivitas diukur

berdasarkan seberapa jauh tingkat output, kebijakan, dan prosedur organisasi mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

d. Ekonomis adalah hubungan antara pasar dan input di mana barang dan jasa dibeli pada

kualitas yang diinginkan pada harga terbaik yang dimungkinkan.

Dari penjelasan diatas ketiga pokok bahasan dalam value for money sangat terkait satu

dengan yang lainnya. Ekonomi membahas mengenai masukan (input), efisiensi membahas

masukan (input) dan keluaran (output), dan efektivitas membahas mengenai keluaran (output)

dan dampak (outcome). Hubungan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengukuran Value For Money

NILAI

INPUT (RP)INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME TUJUAN

EKONOMI

(hemat)

EFISIENSI

(berdaya guna)

EFEKTIVITAS

(berhasil guna)

Cost-Effectiveness

Gambar 2.1

Pengukuran Value for Money

1.6.2 Langkah-langkah Pengukuran Value For Money

a. Pengukuran Ekonomi

Pengukuran efektivitas hanya memperhatikan keluaran yang didapat, sedangkan

pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan.

b. Pengukuran Efisiensi

Efesiensi diukur dengan rasio antara output dengan input, semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.

Efisiensi = Output

Input

Efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran dan masukan, maka perbaikan

efisiensi dapat dilakukan dengan cara:

Page 7: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

1. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama.

2. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan

input.

3. Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.

4. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan output.

Pengukuran kinerja value for money, efisiensi dibagi menjadi dua:

1. Efisiensi alokasi (efisiensi 1) terkait dengan kemampuan untuk mendayagunakan sumber

daya input pada tingkat kapasitas optimal.

2. Efisiensi teknis (efisiensi 2) terkait dengan kemampuan mendayagunakan sumber daya

input pada tingkat output tertentu.

c. Pengukuran Efektivitas

Ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Efektivitas terkait

dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.

Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar kontribusi

output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, dan

kegiatan. Jika ekonomi berfokus pada input dan efisiensi pada output atau proses, maka

efektivitas berfokus pada outcome (hasil). Karena output yang dihasilkan organisasi

sektor publik lebih banyak bersifat output tidak berwujud (intangible) yang tidak mudah

dikuantifikasi, pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan, Karena pencapaian

hasil (outcome) dapat diketahui dalam jangka panjang setelah program berakhir. Jadi,

ukuran efektivitas biasanya dinyatakan secara kualitatif dalam bentuk pernyataan saja

(judgment). Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan

berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Efektivitas

hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Populasi dan Sampel Penelitian

1.1.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Dinas Pemadam Kebakaran dan

Penanggulangan Bencana Kecamatan Tambora Jakarta Barat.

1.1.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga program (program

peningkatan kinerja penanggulangan bencana, program peningkatan pengelolaan

bahaya kebakaran, dan program diklat dan evakuasi bencana) serta Sembilan kegiatan

(Pengadaan mobil operasional, pengadaan fireman suits, pengadaan selang

kebakaran, Pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap

kebakaran (SKKL), Pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan

gedung, Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, Diklat fire rescue

(dasar), Diklat manajemen penanggulangan bencana dan Diklat pemadam kebakaran )

pada Tahun Anggaran 2006 samapai Tahun Anggaran 2010.

Page 8: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

1.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variable menurut Cooper dalam terjemahannya buku berbahasa

Indonesia adalah “konsep yang diberi lebih dari satu nilai yang berfungsi sebagai pembeda,

saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lain”.

Variable-variable tersebut adalah sebagai berikut:

a. Variable Bebas (X)

Variable bebas adalah variable yang menjadi sebab-sebab terjadinya atau

terpengaruhnya variable terikat yang dikonotasikan dengan X. Dalam penelitian ini, yang

menjadi variable bebas adalah kegiatan dalam program peningkatan pengelolaan bahaya

kebakaran yaitu kegiatan pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan

terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran gedung

dan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

b. Variable Tidak Bebas atau Terikat (Y)

Variable terikat adalah variable yang nilainya dipengaruhi oleh variable bebas yang

dinotasikan dengan Y. Variable terikat dalam penelitian ini adalah taksiran kerugian

kebakaran.

1.3 Jenis Data

Penelitian dalam skripsi ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer

yaitu sumber data diperoleh dengan observasi (pengamatan), sedangkan data sekunder diperoleh

dengan studi kepustakaan, laporan tahunan Dinas DAMKAR-PB, dan DPA Tahun Anggaran

2006 sampai dengan 2010 Dinas DAMKAR-PB.

1.4 Teknik Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data seperti

yang disebutkan di bawah ini:

1.4.1 Penelitian Kepustakaan

Penulisan menggunakan metode ini untuk mencari aspek-aspek teoritis yaitu

dengan cara membaca literatur-literatur dan dokumen-dokumen yang mendukung

dan berhubungan dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis.

1.4.2 Penelitian Lapangan

Penulis melakukan penelitian secara langsung terhadap obyek penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari Dinas DAMKAR-PB

Kecamatan Tambora, Jakarta Barat untuk memperoleh data penelitian sebagai

dasar pengambilan keputusan.

Page 9: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

3.5 Jenis Penelitian

Berdasarkan karakteristik masalah yang diteliti, penelitian ini menggunakan data skunder

dan data primer. Data primer, dengan menggunakan data dari dokumen-dokumen yang ada pada

tempat penelitian. Data sekunder, dengan menggunakan data berupa jurnal-jurnal penelitian

sejenis.

3.5.1 Teknik Analisis Data

a. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini

menggunakan value for money atau 3 E (efisiensi, efektivitas, dan ekonomi).

b. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah

regresi berganda dengan tiga prediktor atau variabel bebas. Untuk memperoleh data

yang lebih akurat dan mempermudah pengolahan data maka penulis menggunakan

program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 for windows.

3.5.2 Analisis Regresi Ganda

Pengantar Statistika, Setiady, 2003 :

Regresi ganda untuk meramalkan pengaruh dua variabel prediktor atau lebih terhadap

satu variabel kriterium atau untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional antara

dua buah variabel bebas (X) atau lebih dengan sebuah variabel terikat (Y).

Statistik Itu Mudah, Gujarati, 2006 :

Analisis regresi ganda sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut

sebagai variabel yang diterangkan (the explained variable) dengan satu atau dua variabel yang

menerangkan (the explanatory).

Analisis regresi berganda adalah suatu metode analisis regresi untuk lebih dari dua

variabel, karena itu termaksud dalam analisis multivariat. Namun karena dalam analisis regresi

ganda juga dianalisis hubungan antar satu variabel bebas X dengan variabel terikat Y manakala

variabel bebas X lainnya dianggap konstan, maka dalam analisisnya juga masih bisa digunakan

metode kuadrat terkecil. Karena itu analisis regresi ganda merupakan jembatan penghubung

antara analisis regresi sederhanan yang bersifat bivariate, dengan model analisis regresi yang

bersifat multivariate. Analisis regresi merupakan studi dalam menjelaskan dan mengevaluasi

hubungan antara suatu peubah bebas (independent variabel) dengan satu peubah tak bebas

(dependent variabel) dengan tujuan untuk mengestimasi atau meramalkan nilai peubah tak bebas

didasarkan pada nilai peubah bebas yang diketahui (Widarjono, 2005).

Pola hubungan-hubungan regresi ganda yang akan dibahas, di antaranya:

a. Masing-masing variabel bebas berdiri sendiri dalam mempengaruhi variabel terikat. Dalam

kondisi ini antar varibel bebas tidak terdapat hubungan yang signifikan. Jika kondisi ini yang

Page 10: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

dijumpai, maka hasil perhitungan kuadrat koefisien merupakan jumlah sumbangan/kontribusi

variabel bebas terhadap variabel terikat.

b. Masing-masing variabel bebas tidak berdiri sendiri, tetapi antar mereka mempunyai

kebersamaan dalam mempengaruhi variabel terikat. Walaupun ada unsur kebersamaan tetapi

masih ada sifat mandirinya dalam memberikan kontribusi terhadap variabel terikat. Kalau

sifat mandirinya variabel tersebut tidak ada, maka dengan menghilangkan variabel bebas

tersebut tidak akan mempengaruhi besarnya kontribusi. Hal ini disebabkan oleh karena

kontribusi variabel bebas yang tidak mempunyai sifat mandiri telah diwakili oleh variabel

bebas lainnya.

c. Variabel bebas dalam mempengaruhi variabel terikat tidak langsung, sehingga ada variabel

antar yang menjembatani hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Apabila yang dihadapi adalah kondisi (pola) pertama, maka analisisnya akan sederhana.

Sebaliknya jika yang kita hadapi adalah pola kedua, maka kita harus melihat besarnya

kontribusi bersama maupun yang benar-benar terpisah. Lain halnya jika tujuan kita tidak akan

melihat kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat, tetapi hanya sekadar untuk

melakukan prediksi atas nilai variabel terikat dengan dasar variabel bebas. Tujuan yang terakhir

ini kurang mempunyai sumbangan dalam pengambilan kebijakan. Sebaiknya kita dapat

menggunakan analisis statistik (khususnya regresi ganda) semaksimal mungkin. Semakin

banyak variabel bebas yang dilibatkan dalam perhitungan (tentunya sesuai dengan teori yang

mendasari penelitian) semakin baik keputusan yang dapat diambil.

Persamaan Regresi Ganda

Bentuk persamaan garis regresi ganda adalah seperti berikut ini:

nn33221 10

33221 10

221 10

b....bbb b :Prediktor n Untuk

bbb b :Prediktor 3Untuk

bb b :Prediktor 2Untuk

Keterangan :

Y = variabel terikat (dependent)

X1= variabel bebas (independent) (i=1,2,3,…..n)

b0 = intersept

b1= koefisien regresi (i=1,2,3,…..n)

Uji Kecocokan Model

Koefisien determinasi merupakan besaran yang lazim digunakan untuk mengukur

kelayakan model yang dikenal dengan besaran R2. Koefisien determinasi digunakan untuk

mengetahui proporsi varians variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel bebas secara

bersama-sama ata secara verbal R2. Mengukur proporsi atau persentase total variansi dalam

Y yang dijelaskan oleh model regresi. R2 terletak antara 0 dan 1. Jika R

2 = 1, berarti suatu

kecocokan sempurna. Jika R2

= 0, berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dan

variabel bebas. Semakin besar nilai R2 maka model semakin baik regresinya.

Page 11: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

Interpretasi lain ialah bahwa r2

diartikan sebagai proporsi variasi tanggapan yang

diterangkan oleh regresor (variabel bebas / X) dalam model. Dengan demikian, jika r2

= 1 akan

mempunyai arti bahwa model yang sesuai menerangkan semua variabilitas dalam variabel Y.

jika r2

= 0 akan mempunyai arti bahwa tidak ada hubungan antara regresor (X) dengan variabel

Y. Dalam kasus misalnya jika r2 = 0,8 mempunyai arti bahwa sebesar 80% variasi dari variabel Y

(variabel tergantung / response) dapat diterangkan dengan variabel X (variabel bebas /

explanatory); sedang sisanya 0,2 dipengaruhi oleh variabel-variabel yang tidak diketahui atau

variabilitas yang inheren. (Rumus untuk menghitung koefesien determinasi (KD) adalah KD = r2

x 100%) Variabilitas mempunyai makna penyebaran / distribusi seperangkat nilai-nilai tertentu.

Dengan menggunakan bahasa umum, pengaruh variabel X terhadap Y adalah sebesar 80%;

sedang sisanya 20% dipengaruhi oleh faktor lain.

Dalam hubungannya dengan korelasi, maka r2

merupakan kuadrat dari koefesien korelasi

yang berkaitan dengan variabel bebas (X) dan variabel Y (tergantung). Secara umum dikatakan

bahwa r2

merupakan kuadrat korelasi antara variabel yang digunakan sebagai predictor (X) dan

variabel yang memberikan response (Y). Dengan menggunakan bahasa sederhana r2

merupakan

koefesien korelasi yang dikuadratkan. Oleh karena itu, penggunaan koefesien determinasi dalam

korelasi tidak harus diinterpretasikan sebagai besarnya pengaruh variabel X terhadap Y

mengingat bahwa korelasi tidak sama dengan kausalitas. Secara bebas dikatakan dua variabel

mempunyai hubungan belum tentu variabel satu mempengaruhi variabel lainnya. Lebih lanjut

dalam konteks korelasi antara dua variabel maka pengaruh variabel X terhadap Y tidak nampak.

Kemungkinannya hanya korelasi merupakan penanda awal bahwa variabel X mungkin

berpengaruh terhadap Y. Sedang bagaimana pengaruh itu terjadi dan ada atau tidak kita akan

mengalami kesulitan untuk membuktikannya. Hanya menggunakan angka r2

kita tidak akan

dapat membuktikan bahwa variabel X mempengaruhi Y.

Pengujian Parameter

Pengujian penduga parameter memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat keberartian

penduga parameter yang digunakan melalui pengujian hipotesis. Jika hipotesis ditolak maka

dapat disimpulkan bahwa penduga parameter tersebut signifikan atau berarti.

Statistik Uji f, Uji t dan Signifikan (Analysis of variance)

Pengujian parameter dengan statistik F menjelaskan semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel

terikat.

Kriteria Uji:

jika Fhitung > Ftabel Ho ditolak H1 diterima

jika Fhitung < Ftabel Ho diterima H1 ditolak

jika signifikansi α < Ho ditolak H1 diterima

jika signifikansi α > Ho diterima H1 ditolak

Page 12: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

jika t hitung > t table Ho ditolak; H1 diterima

jika t hitung < t table Ho diterima; H1 ditolak

Hitung Ftabel dengan menggunakan rumus:

Ftabel = F (1-α)(dkpembilang, dkpenyebut)

dkpembilang = m

dkpenyebut = n-m-1

Kemudian lihat table F sehingga diperoleh Ftabel

Interprestasi Koefisien Korelasi

Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi, Menurut Gulford (2006):

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

Tabel 3.1 Interpretasi Koefisien Korelasi

Penafsiran koefisien korelasi menurut Sarwono, 2009 dapat dijelaskan dalam dua tanda. Nilai

korelasi bisa bertanda positif dan bisa juga bertanda negatif. Menghitung seluruh koefisien

jalur variabel X secara parsial terhadap Y, diperoleh interpretasi criteria korelasi menurut

Gulford.

Interpretasi kriteria korelasi menurut Sarwono sebagai berikut:

Jika angka koefesien korelasi menunjukkan 0, maka kedua variabel tidak mempunyai

hubungan

Jika angka koefesien korelasi mendekati 1, maka kedua variabel mempunyai

hubungan semakin kuat

Jika angka koefesien korelasi mendekati 0, maka kedua variabel mempunyai

hubungan semakin lemah

Jika angka koefesien korelasi sama dengan 1, maka kedua variabel mempunyai

hubungan linier sempurna positif.

Jika angka koefesien korelasi sama dengan -1, maka kedua variabel mempunyai

hubungan linier sempurna negatif.

Page 13: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Objek Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana

Provinsi DKI Jakarta

a. Masa sebelum kemerdekaan

Menurut buku "DARI BRANDWEER BATAVIA KE DINAS

KEBAKARAN DKI JAKARTA" urusan pemadam kebakaran di kota jakarta

mulai diorganisir pada tahun 1873 oleh pemerintah Hindia Belanda. Urusan

pemadaman kebakaran ini secara hukum dibentuk oleh resident op batavia

melalui ketentuan yang disebut sebagai: "Reglement op de Brandweer in de

Afdeeling stad Vorsteden Van Batavia". Suatu kejadian penting yang patut dicatat

adalah terjadinya kebakaran besar di kampung Kramat-Kwitang. Kebakaran

tersebut tak dapat teratasi oleh pemerintah kota pada saat itu. Peristiwa itu

mendorong pemerintah atau Gemeente of de Brandweer, pada tanggal 25 januari

1915 mengeluarakn "Reglement of de Brandweer (Peraturan tentang Pemadam

Kebakaran); namun tak lama kemudian, yakni pada tanggal 4 oktober 1917,

pemerintah mengeluarkan peraturan baru yakni melalui ketentuan yang disebut

staadsblad 1917 No. 602"

Hal penting yang perlu dicatat dari kententuan ini adalah pembagian urusan

pemadam kebakaran, yakni menjadi Pemadam Kebakaran Sipil dan Pemadam

Kebakaran Militer. Suatu Kejadian penting yang patut selalu diingat adalah

peristiwa diberikannya suatu tanda penghargaan kepada Brandweer Batavia oleh

mereka yang mengatasnamakan kelompok orang betawi. Tanda penghargaan

tersebut diberikan dalam bentuk "Prasasti" pada tanggal 1 maret 1929. Tanda

penghargaan tersebut diberikan masyarakat betawi pada waktu itu adalah sebagai

wujud rasa terimakasih mereka atas darma bakti para petugas pemadam

kebakaran. Tanda prasasti tersebut sampai sekarang masih tersimpan baik di

kantor Dinas Pemadam Kebakaran. Berikut ini salinan tulisan selengkapnya

prasasti tersebut diantaranya:

1. Tanda Peringatan Brandweer Batavia 1919-1929

2. Betawi, 1 Maret 1929

b. Sebelum 1957 - 1969.

Masa ini adalah dimana masa organisasi pemadam kebakaran masih

menggunakan nomenklatur "barisan pemadam kebakaran (BPK)". Pada tahun

1957 telah dikeluarkan peraturan daerah yang dimuat dalam lembaran kota praja

Page 14: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

Jakarta No. 22/1957, tanggal 14 Agustus 1957 yang disahkan oleh Menteri Dalam

Negeri tanggal 21 Desember 1957. Namun Walikota Praja Jakarta Raya, Sudiro

menetapkan masih memberlakukan Staadblad Van Nederlandsche Indie No. 602,

4 Oktober 1917.

c. MASA 1969 - 1974 Pada tahun 1969, melalui Surat Keputusan Gubernur KDH DKI Jakarta No.

ib.3/3/15/1969 nomenklatur Barisan Pemadam Kebakaran dirubah menjadi Dinas

Pemadam Kebakaran. Perubahan pada masa ini tidak saja merupakan perubahan

nomenklatur, tetapi juga perubahan pada tugas pokok dan fungsi DPK, yakni

dengan penambahan nomenklatur Bagian Pencegahan.

d. MASA 1975 - 1980 Perubahan berikutnya terjadi dengan diterbitkannya Surat Keputusan

Gubernur KDH DKI Jakarta No. BIII-b.3/1/5/1975, tenatng perubahan

nomenklatur Dinas Pemadam Kebakaran menjadi Dinas Kebakaran. Penghapusan

kata "Pemadam" bukan semata-mata ingin mempersingkat nomenklatur

organisasi, tetapi dimaksudkan untuk lebih menegaskan bahwa tugas pokok Dinas

Kebakaran tidak hanya pada bidang pemadaman saja tetapi juga pada aspek

pencegahan kebakaran dan penyelamatan korban jiwa dan akibat kebakaran dan

bencana lainnya.

e. Masa setelah kemerdekaan : MASA 1980 – 2002

Perubahan nomenklatur organisasi pemadam kebakaran berikutnya terjadi

pada tahun 1980, yakni dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 9 tahun 1980,

tentang struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebakaran DKI Jakarta.

Perubahan penting pada periode ini, selain semakin dikembangkannya aspek

pencegahan dan pemberdayaan masyarakat melalui keberadaan Sudinas

Pencegahan, Sudinas Peran Serta masyarakat, Pusat Latihan Kebakaran, dan Unit

Laboratorium, adalah juga mengenai pembagian wilayah pelayanan Dinas

kebakaran ke dalam 5 wilayah asministratif: Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan,

dan Timur.

f. MASA 2002 – 2008

Masa tahun 2002 ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Gubernur

Provinsi DKI Jakarta No.9 tahun 2002, tanggal 15 Januari 2002 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi DKI Jakarta.

g. MASA 2008 - Sekarang

Terbitnya Perda No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Satuan Perangkat

Daerah dan Dewan Permusyawaratan Rakyat Daerah serta Surat Keputusan

Gubernur (Skep. Gub) Provinsi DKI Jakarta No. 96 Tahun 2009 menandai

terjadinya perubahan dan sekaligus pengembangan fungsi organisasi ini.

Organisasi yang pada masa sebelum ini menggunakan nomenklatur Dinas

Page 15: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

Pemadam Kebakaran, selanjutnya berubah menjadi : Dinas Pemadam Kebakaran

dan Penanggulangan Bencana. Dengan bertambahnya fungsi penanggulangan

bencana, maka tugas pokok dan fungsi organisasi ini menjadi semakin luas.

Organisasi DPK-PB sesuai dengan namanya, tidak saja diberi tanggung jawab

dalam masalah penanggulangan kebakaran, tetapi juga menangani masalah

bencana lainnya.

VISI :

Terciptanya rasa aman masyarakat dari kebakaran dan bencana lain.

MISI:

Memberikan pelayanan prima dalam bidang pencegahan, pemadaman, dan

penyelamatan.

Meningkatkan ketahanan lingkungan bersama masyarakat.

Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait.

Page 16: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

4.1.2 Struktur Organisasi

4.1 Gambar Struktur Organisasi

Page 17: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

4.2 Analisis Korelasi antar Variabel

Pada bagian ini peneliti akan menganalisis hubungan fungsional yang signifikan antara

kegiatan pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL),

Pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung dan Penyuluhan

pencegahan dan penanggulangan kebakaran dengan taksiran kerugian kebakaran Tahun

Anggaran 2006 hingga tahun 2010.

Diketahui data sebagai berikut:

Tahun 1 2 X3

2006 92.258.000 28.212.625 32.282.075 28.459.850.000

2007 144.787.000 30.000.000 39.994.350 33.735.024.000

2008 120.418.500 27.110.150 62.195.850 42.609.744.000

2009 104.219.750 38.135.750 67.915.680 55.718.992.000

2010 107.409.602 48.758.300 74.550.000 41.569.845.000

Tabel 4.1 Data Anggaran Tahun 2006 – 2010

Keterangan:

X1 = Pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL)

X2 = Pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung

X3 = Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran

Y = Taksiran kerugian kebakaran

1. Ho : Tidak Terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara variabel 1 , 2 dan X3

dengan variabel Y .

H1 : Terdapat pengaruh fungsional yang signifikan antara variabel 1 , 2 dan X3 dengan

variabel Y.

H2 : Terdapat pengaruh fungsional yang signifikan antara variabel 1 , 2 dan X3 dengan

variabel Y.

H3 : Terdapat pengaruh fungsional yang signifikan antara variabel 1 , 2 dan X3 dengan

variabel Y.

Page 18: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

2. Model Penelitian

X1

X2

X3

Taksiran Kerugian

Pilot Project, Pemeriksaan, Penyuluhan

Gambar 4.2 Model Penelitian

3. 0 :3,21.y.x0 x

0: 321 ,.y.x1 xx

Tabel 4.2

Model Summary

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .835a .698 -.210 1.138E10 3.256

a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2

b. Dependent Variable: Ê

Dari table Model Summary, diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,835 hal ini

menunjukkan adanya hubungan yang cukup erat. Untuk mengetahui seberapa besar kualitas

model regresi linier berganda yang terbentuk, perhatikan nilai koefisien determinasi (R square) =

60%. Nilai tersebut menunjukkan informasi bahwa 60% nilai dari besarnya taksiran kerugian

kebakaran telah dipengaruhi oleh kegiatan pilot project pembangunan sistem ketahanan

lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), Pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran

bangunan gedung dan Penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Sedangkan

sisanya 40% informasi mengenai besarnya taksiran kerugian kebakaran belum dapat dijelaskan

oleh variabel-variabel bebas tersebut.

Page 19: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

Tabel 4.3

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.985E20 3 9.950E19 .769 .663a

Residual 1.294E20 1 1.294E20

Total 4.279E20 4

a. Predictors: (Constant), X3, X1, X2

b. Dependent Variable: Y

Tabel ANOVA digunakan untuk menguji model persamaan, signifikansi <

α (0,05) maka Ho ditolak H1 diterima. Jika signifikansi > α (0,05) maka Ho

diterima H1 ditolak. Uji ANOVA menghasilkan angka signifikansi (angka

probabilitas) sebesar 0,663. Karena angka probabilitas 0,663 > α (0,05), maka Ho

diterima yaitu Tidak Terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara

variabel 1 , 2 dan X3 dengan variabel Y .

Tabel 4.4 Coefficients

a

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 2.518E10 4.472E10 .563 .674

X1 -34.347 294.440 -.066 -.117 .926

X2 -393.262 933.395 -.346 -.421 .746

X3 590.267 452.684 1.045 1.304 .417

a. Dependent Variable: Ê

Dari table di atas diperoleh informasi bahwa taksiran nilai parameter dari regresi linier

berganda dengan hubungan X mempengaruhi Y adalah:

b0 = 2.518E10

Angka konstan yang dalam penelitian ini sebesar 2.518E10. Angka ini berupa angka

konstan yang mempunyai arti jika setiap satu penambahan pilot project pembangunan sistem

ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan

kebakaran bangunan gedung, dan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran maka

taksiran kebakaran tidak akan langsung meningkat sebesar 2.518E10.

Page 20: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

b1 = -34.347

Angka koefisien regresi sebesar -34.347. Angka ini mempunyai arti jika tidak ada

tambahan satu penambahan pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap

kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung, dan

penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran maka taksiran kebakaran tidak akan

langsung berkurang sebesar -34.347.

b2 = -393.262

Angka koefisien regresi sebesar -393.262. Angka ini mempunyai arti jika tidak ada

tambahan satu penambahan pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap

kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung, dan

penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran maka taksiran kebakaran tidak akan

langsung berkurang sebesar -393.262.

b3 = 590.267

Angka koefisien regresi sebesar 590.267. Angka ini berupa angka tersebut mempunyai

arti setiap satu penambahan pilot project pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap

kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung, dan

penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran maka taksiran kebakaran tidak akan

langsung bertambah sebesar 590.267.

sehingga model taksiran regresi linier berganda adalah:

Ý = 2.518E10 - 34.347X1 -393.262 X2 + 590.267 X3

Pengujian parameter B (nilai parameter X1) adalah:

Langkah 1. Ho:B1 ≠ 0

H1:B1 = 0

Langkah 2. Nilai Signifikan 0,926 dengan nilai α = 5%. Nilai signifikansi 0,926 > α (0,05); maka

Ho diterima, artinya nilai koefisien B untuk α = 5% tidak mempengaruhi nilai taksiran dari Y

dalam menganalisis regresi linier berganda. Hal ini menunjukkan bahwa pilot project

pembangunan sistem ketahanan lingkungan terhadap kebakaran (SKKL) tidak mempengaruhi

taksiran kerugian kebakaran.

Pengujian parameter B (nilai parameter X2) adalah:

Langkah 1. Ho:B2 ≠ 0

H1:B2 = 0

Langkah 2. Nilai signifikansi 0,746 dengan nilai α = 5%. Nilai signifikansi 0,746 > α (0,05);

maka Ho diterima, artinya nilai koefisien B untuk α = 5% tidak mempengaruhi nilai taksiran dari

Y dalam menganalisis regresi linier berganda. Hal ini menunjukkan bahwa pemeriksaan

Page 21: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

sewaktu-waktu keselamatan kebakaran bangunan gedung tidak mempengaruhi taksiran kerugian

kebakaran.

Pengujian parameter B (nilai parameter X3) adalah:

Langkah 1. Ho:B3 ≠ 0

H1:B3 = 0

Langkah 2. Nilai signifikansi 0,417 dengan nilai α = 5%. Nilai signifikansi 0,417 > α (0,05);

maka H0 diterima, artinya nilai koefisien B untuk α = 5% tidak mempengaruhi nilai taksiran Y

dalam menganalisis regresi linier berganda. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluhan pencegahan

dan penanggulangan kebakaran tidak mempengaruhi taksiran kerugian kebakaran.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Hasil pengujian signifikansi dari kegiatan pilot project pembangunan sistem ketahanan

lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan kebakaran

bangunan gedung, dan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran terhadap tingkat

kerugian akibat bencana kebakaran menunjukkan hasil tidak signifikansi terhadap bencana

kebakaran. Walaupun hasil data penyerapan anggaran selama lima tahun dapat dikatakan baik

namun setelah dilakukan pengujian parameter dari ketiga kegiatan menunjukkan hasil yang tidak

signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti tidak adanya pergantian dalam

peserta balakar, kurangnya partisipasi masyarakat, peralatan dan perlengkapan pendukung yang

diberikan oleh Dinas DAMKAR&PB tidak dirawat sebagai mestinya, tidak adanya sistem

komputerisasi yang dapat mengetahui batas akhir sertifikasi untuk dilakukan pemeriksaan

berkala, kurangnya partisipasi dari para pengelola gedung untuk melaporkan agar diajukan untuk

pemeriksaan berkala, peserta undangan tidak menghadiri penyuluhan dan tidak mungkin

menggagalkan acara hanya dikarenakan beberapa peserta yang tidak hadir, penyuluhan pada

pemukiman padat penduduk kurang diintensifkan dan kurang diprioritaskan, penggunaan bahasa

pada isi materi sebaiknya disesuaikan dengan peserta yg diundang agar isi materi dapat

dimengerti dengan baik oleh peserta undangan dan faktor selanjutnya mungkin pelaksanaan

kegiatan tersebut tidak dijalankan sesuai dengan prosedur yang telah termuat dalam Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA), proses kemajuan administrasi kegiatan tetap dibuat untuk

penyerapan anggaran walaupun pelaksanaanya tidak sesuai dengan target, output dan rincian

kegiatan yang telah ditetapkan di dalam DPA.

Page 22: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

1.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disampaikan beberapa saran yang kiranya dapat

dipertimbangkan oleh Dinas Damkar&PB Provinsi DKI Jakarta sebagai berikut:

1. Pengukuran kinerja sebaiknya tidak hanya dilihat dari besarnya persentase penyerapan

anggaran kegiatan tetapi juga dilakukan perhitungan dengan menggunakan pengujian

signifikansi agar dampak yang dicapai dari keberhasilan kegiatan dapat dilihat secara

menyeluruh dan dirasakan oleh masyarakat.

2. Pelaksanaan kegiatan khususnya pada kegiatan pilot project pembangunan sistem ketahanan

lingkungan terhadap kebakaran (SKKL), pemeriksaan sewaktu-waktu keselamatan

kebakaran bangunan gedung, dan penyuluhan pencegahan dan penanggulangan kebakaran

lebin diupayakan secara optimal dalam input, output, dan outcome agar pencapaian

keberhasilan dari setiap kegiatan yang ada memberikan hasil penyerapan yang baik,

mempunyai manfaat dan pengaruh kepada masyarakat dengan adanya kegiatan tersebut.

3. Untuk pelaksanaan penelitian berikutnya diharapkan agar melakukan perhitungan selisih

anggaran dari persentase anggaran setiap tahun, agar dapat dijadikan pedoman untuk

pengambilan keputusan untuk rencana strategik dinas dan kebijakan lainnya yang berkaitan

dengan anggaran program atau kegiatan yang akan dijalankan.

Page 23: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

Daftar Pustaka

Bastian Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Erlangga: Jakarta.

Harinaldi. 2005. Prinsip-prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Erlangga: Jakarta.

Irianto Agus. Statistik, Konsep Dasar & Aplikasinya. 2004. Prenade Media: Jakarta.

Mardiasmo. Akuntansi Sektor Publik. 2004. Andi: Yogyakarta.

Nurkhamid Muh. Implementasi Inovasi Sistem Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah, Jurnal

Akuntansi Pemerintah, Oktober 2008, Vol. 3, No. 1, Hal. 45-76.

Nordiawan Deddi dan Ayuningtyas Hertianti. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2. Salemba Empat:

Jakarta.

Sadjiarto Arja. Akuntabilitas & Pengukuran Kinerja Pemerintahan, Jurnal Akuntansi &

Keuangan, 2000, Vol. 2, No. 2.

Sarwono Jonathan. 2009. Statistik itu mudah SPSS 16. Andi: Yogyakarta.

Solikin Akhmad. Perkembangan & Permasalahan Pengukuran Kinerja, Jurnal Akuntansi

Pemerintah, November 2006, Vol. 2, No. 2, Hal 1-5.

YuyunWahyuni. 2011. Dasar-dasar Statistik Deskriptif. Nuha Medika: Jakarta.

Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 239/IX/6/8/2003 Tentang Perbaikan

Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah.

Page 24: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi Nomor 29

Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja & Pelaporan Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah.

http://www.stialanbandung.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=201:penguk

uran-kinerja-di-sektor-publik&catid=25:volume-ii-no-1-tahun-2005&Itemid=63

http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008050577/jurnal-akuntansi-pemerintah/pewujudan-

transparansi-dan-akuntabilitas-publik-melalui-akuntansi-sektor-publik/sistem-pengukuran-

kinerja.html

http://andietri.tripod.com/jurnal/Pengukuran_KL_k.PDF

Page 25: “Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem Ketahanan ...publication.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/1026/1/27209031.pdf · Kebakaran Bangunan Gedung, dan Penyuluhan Pencegahan