pengaruh periode pelukaan pada penyadapan … · dpm e 2011-2012, panitia bcr tahun 2010, panitia...
TRANSCRIPT
PENGARUH PERIODE PELUKAAN PADA PENYADAPAN
GETAH PINUS DENGAN METODE BOR DI HUTAN
PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI
JAWA BARAT
LINDA LESTARI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PENGARUH PERIODE PELUKAAN PADA PENYADAPAN
GETAH PINUS DENGAN METODE BOR DI HUTAN
PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI
JAWA BARAT
LINDA LESTARI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
Linda Lestari. E14080014. Pengaruh Periode Pelukaan Pada Penyadapan Getah
Pinus Dengan Metode Bor di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten
Sukabumi Jawa Barat. Dibimbing oleh GUNAWAN SANTOSA
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, permintaan getah pinus
pun semakin meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan berbagai cara untuk
meningkatkan produktivitas getah pinus tersebut, diantaranya adalah
penyempurnaan teknik sadapan. Selama ini teknik penyadapan yang sering
digunakan di Indonesia khususnya Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah teknik
penyadapan metode koakan. Metode ini masih memiliki banyak kekurangan baik
dilihat dari segi produktivitas getah, kelestarian pohon dan kualitas getah terutama
jika dilihat dari kadar kotorannya.
Salah satu penyempurnaan teknik sadapan adalah dengan menggunakan
metode bor. Metode ini banyak memberi keuntungan diantaranya hasil
produktivitas getah yang tinggi, kualitas getah yang bersih dari kotoran dan luka
sadap yang berukuran kecil sehingga dapat meminimalisir serangan hama dan
penyakit dan kelestarian pohon dapat terjaga. Penggunaan stimulansia ETRAT
yang selama ini telah digunakan juga sangat diperlukan karena berfungsi untuk
merangsang dan memperlancar keluarnya getah.
Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan A
dengan periode pelukaan 3 hari tanpa diberi ETRAT, perlakuan B dengan periode
pelukaan 3 hari diberi ETRAT, perlakuan C dengan periode pelukaan 5 hari diberi
ETRAT dan perlakuan D dengan periode pelukaan 7 hari diberi ETRAT. Pohon
contoh yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah sebanyak 20 pohon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode pelukaan memberikan
pengaruh nyata terhadap produktivitas rata-rata getah pinus pada selang
kepercayaan 95% (α=0,05). Produktivitas rata-rata tertinggi pada perlakuan
periode pelukaan 3 hari diberi ETRAT sebesar 20,93 gram/bor/hari dan
produktivitas rata-rata terendah adalah pada periode pelukaan 7 hari diberi
ETRAT sebesar 16,12 gram/bor/hari. Sehingga terpilih waktu periode pelukaan
terbaik adalah 3 hari dengan diberi ETRAT.
Kata kunci : metode bor, periode pelukaan, produktivitas
SUMMARY
Linda Lestari. E14080014. Effects of Tapping Periods in Tapping Pine Resin with
a Drill Method in Gunung Walat University Forest Sukabumi, West Java.
Supervised by GUNAWAN SANTOSA
Along with the population increase, the demand for pine resin is also
increasing. Therefore, it is necessary to find ways to increase the productivity of
pine resin, such as improving tapping techniques. All this time, the tapping
technique that is often used in Indonesia, particularly in Gunung Walat University
Forest is the tapping technique of quarre method. However, this method still has
many shortcomings not only in terms of resin productivity but also the
sustainability of the trees and quality of the resin, especially when viewed from
the dirt content.
One of the improved tapping techniques is by using the drill method. This
method gives many advantages such as high resin productivity, resin quality
which is free from dirt and tap wounds so that pests and diseases can be
minimized and the preservation of trees can be maintained. The use of stimulant
ETRAT which has always been used so far is also very necessary as it serves to
stimulate and smoothens the release of the resin.
This research used four different treatments: treatment A with a period of 3
days without the addition of ETRAT, treatment B with a period of 3 days with the
addition of ETRAT, treatment C with a period of 5 days with the addition of
ETRAT, and treatment D with a period of 7 days with the addition of ETRAT.
The tree samples for each treatment used 20 trees.
The research result showed that the tapping period had a significant effect
on the productivity of the average pine resin at 95% confidence interval (a = 0,
05). The average productivity was the highest in the treatment of 3-day-tapping
period with the addition of ETRAT of 20.93 gram / drill / day and the lowest in
the period of 7 days with the addition of ETRAT of 16.12 g / drill / day.
Therefore, the optimal treatment that can be implemented at Gunung Walat
University Forest is 3 days tapping period with ETRAT.
Keywords: drill method, tapping period, productivity
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya ilmiah berjudul Pengaruh Periode
Pelukaan Pada Penyadapan Getah Pinus Dengan Metode Bor di Hutan Pendidikan
Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat adalah benar-benar hasil karya
saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan
sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua
sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2012
Linda Lestari
E14080014
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengaruh Periode Pelukaan Pada Penyadapan Getah Pinus
Dengan Metode Bor Di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat
Nama : Linda Lestari
NIM : E14080014
Departemen : Manajemen Hutan
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Gunawan Santosa, M.S
NIP. 19641102 198803 1 002
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Didik Suharjito, M.S
NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai tugas
akhir yang berjudul Pengaruh Periode Pelukaan Pada Penyadapan Getah Pinus
Dengan Metode Bor di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi
Jawa Barat dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu
persyaratan kelulusan program mayor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Karya ini merupakan hasil penelitian di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Sukabumi pada bulan Mei 2012 sampai dengan Juli 2012. Kebutuhan akan getah
pinus semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu, untuk itu dibutuhkan
hasil sadapan getah pinus yang tinggi pula. Namun, peningkatan kuantitas getah
pinus ini juga harus diimbangi dengan cara penyadapannya yang tidak merusak
atau mematikan pohon pinus itu sendiri. Sehingga dipilihlah metode bor dengan
pemberian stimulansia organik dalam penyadapan getah pinus pada penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan yang dimiliki. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, November 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Januari 1990 di Biak, Kabupaten Biak
Numfor, Provinsi Papua. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara,
pasangan bapak Dukut dan ibu Isparmini. Penulis memulai pendidikan Sekolah
Dasar Negeri Inpres Angkasa Biak pada tahun 1996 dan lulus tahun 2002.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Biak pada tahun
2002 sampai tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA
Negeri 1 Biak pada tahun 2005 sampai tahun 2008, selanjutnya pada tahun yang
sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Manajemen Hutan,
Fakultas Kehutanan.
Selain aktif diperkuliahan, penulis juga aktif disejumlah organisasi
kemahasiswaan, yakni sebagai Sekretaris Komisi Informasi dan Komunikasi
DPM E 2011-2012, Panitia BCR tahun 2010, Panitia TM tahun 2010 dan sebagai
Asisten Praktikum Pengelolaan Hutan 2012 di Hutan Pendidikan Gunung Walat.
Selama pendidikan, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem
Hutan (PPEH) di Sancang dan Kamojang, Jawa Barat, Praktek Pengelolaan Hutan
(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat serta Praktek
Kerja Lapang (PKL) di PT. Suka Jaya Makmur Ketapang-Melawi, Kalimantan
Barat selama periode Februari-April sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi
dengan judul Pengaruh Periode Pelukaan Pada Penyadapan Getah Pinus Dengan
Metode Bor di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat
dibimbing oleh Dr. Ir. Gunawan Santosa, M.S.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirabbil’alamin penulis memanjatkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir. Penulis menyadari
bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda Dukut dan Ibunda
Isparmini, kakak Wahyuni Purwo Irjayanti, SE, adik Dody Setyawan dan sahabat
Grace Riani yang senantiasa memberikan inspirasi, dorongan moral dan material,
rasa kasih sayang serta do’anya. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Ir. Gunawan Santosa, M.S selaku dosen pembimbing serta atas arahan,
nasehat dan bimbingannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
2. Dr. Ir. Emi Karminarsih, M.S selaku moderator pada seminar hasil
penelitian, Dr. Ir. Achmad, M.S selaku dosen penguji sidang komprehensif
dan Dr. Ir. M. Buce Saleh, M.S selaku ketua sidang komprehensif atas
keluangan waktu dan saran yang telah diberikan.
3. Seluruh karyawan Hutan Pendidikan Gunung Walat yang telah memberikan
bantuan dalam pelaksanaan penelitian.
4. Supendi dan Uus Suhendar, S.Pd yang telah membantu dalam proses
pengambilan data.
5. Ika Nugraha Darmastuti, S.Hut dan Yaya Prudi Triyana yang telah
membantu dan memberikan semangat dalam peneltian.
6. Teman-teman satu bimbingan penelitian Eharapenta Tarigan, Nani
Wahyuni, Nidya Bella dan M. Zainur yang selalu memberikan semangat,
bantuan dan dukungan dalam penelitian.
7. Semua teman-teman seperjuangan Manajemen Hutan dan FAHUTAN
angkatan 45 yang telah memberikan bantuan, semangat dan dukungannya.
8. Itoh Khitotul, Willi Wulandari, Ulya Zulfa, Egi Mariah dan semua keluarga
kost Wisma Bintang B atas dukungan semangat dan kasih sayangnya.
9. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Bogor, November 2012
Penulis
KATA PENGANTAR……………………………………………...........
DAFTAR ISI................................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................
1.2 Tujuan ......................................................................................................................
1.3 Manfaat ....................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Pohon Pinus merkusii ..............................................................
2.2 Pinus sebagai Penghasil Getah ..............................................................................
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Getah Pinus .....................................
2.4 Sistem Penyadapan Getah Pada Pinus ..................................................................
2.5 Peranan Zat Stimulansia .........................................................................................
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3. 1 Waktu dan Tempat .................................................................................................
3. 2 Alat dan Bahan .......................................................................................................
3. 3 Metode Pengumpulan Data ...................................................................................
3.3.1 Metode Pengumpulan Data Sekunder .......................................................
3.3.2 Metode Pengumpulan Data Primer ...........................................................
3.3.3 Penyadapan Pinus Dengan Metode Bor ....................................................
3.3.4 Rancangan Percobaan ...............................................................................
3.3.5 Analisis Data .............................................................................................
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat ......................................
4.2 Letak Geografis .......................................................................................................
4.3 Kondisi Fisik............................................................................................................
4.4 Kondisi Biotik .........................................................................................................
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian ....................................................................
5.2 Produktivitas Getah Pinus Selama Penelitian……………………....
5.3 Pemilihan Periode Pembaharuan Luka .................................................................
DAFTAR ISI
Halaman
i
iv
vi
vii
viii
1
2
2
3
4
4
7
10
12
12
12
12
12
13
15
16
18
18
19
20
21
22
27
v
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ..............................................................................................................
6.2 Saran .........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
LAMPIRAN…………………………………………………………......
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ..............................................................................................................
6.2 Saran .........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
LAMPIRAN………………………………………………………….......
29
31
31
32
34
31
31
32
34
29
29
30
32
v
1. Bagan rancangan percobaan ............................................................................
2. Analisys of Variance (ANOVA) ......................................................................
3. Analisis ragam pengaruh berbagai perlakuan periode pelukaan
dan pemberian ETRAT ....................................................................................
4. Hasil Uji Duncan pengaruh berbagai perlakuan periode
pembaharuan luka dengan pemberian ETRAT ................................................
5. Analisis biaya setiap perlakuan penyadapan getah pinus ................................
Bagan rancangan percobaan ....................................................................... 16
6. Analisys of Variance (ANOVA) .................................................................. 16
7. Produktivitas rata-rata penyadapan pinus dengan empat
perlakuan (gram/bor/hari) .............................Error! Bookmark not defined.
8. Analisis ragam pengaruh berbagai perlakuan periode pelukaan
dan pemberian ETRAT .................................Error! Bookmark not defined.
9. Hasil Uji Duncan pengaruh berbagai perlakuan periode
pembaharuan luka dan pemberian ETRAT ..Error! Bookmark not defined.
10. Analisis biaya setiap perlakuan penyadapan getah pinusError! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
16
16
26
27
28
v
1. Teknik Penyadapan dengan Metode Bor ..........................................................
2. Lokasi penelitian dan pohon contoh penelitian di Blok
Cikatomas .........................................................................................................
3. Produktivitas rata-rata penyadapan getah pinus pada 4
perlakuan (gram/bor/hari) .................................................................................
4. Kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus setiap
panennya pada berbagai periode pelukaan (gram/bor/hari) .............................
5. Getah pinus pada berbagai periode pembaharuan luka ....................................
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
14
21
23
24
25
v
1. Produktivitas rata-rata penyadapan getah pinus pada 4
perlakuan (gram/bor/hari) ...............................................................................
2. Hasil Analisis dan Uji Duncan.........................................................................
3. Dokumentasi Penelitian ...................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
33
34
35
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan negara dan bangsa, baik
ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Hingga saat ini masih
banyak masyarakat yang sumber penghidupannya masih bergantung pada hutan,
oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian hutan sangat bergantung pada
tindakan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya hutan tersebut.
Pemanfaatan sumber daya hutan baik Hasil Hutan Kayu maupun Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK) harus dikelola sebaik-baiknya agar mendapatkan
hasil yang maksimal. Getah Pinus merupakan salah satu HHBK yang memiliki
permintaan dan nilai jual yang cukup tinggi. Hasil olahan getah pinus terdiri dari
gondorukem dan terpentin. Gondorukem memiliki banyak kegunaan, antara lain
sebagai bahan pembuat sabun, bahan pelapis, tinta printer, batik dan cat
sedangkan terpentin dapat digunakan sebagai bahan pengencer cat, vernis dan
pembersih lantai.
Produksi gondorukem yang dihasilkan di Indonesia pada tahun 2011 adalah
90.000 ton. Produksi ini akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah
penduduk hal ini didukung oleh target produksi gondorukem pada tahun 2013
sebesar 102.000 ton (Wdidhi 2012). Pemenuhan target ini diikuti dengan
meningkatnya permintaan getah pinus. Oleh karena itu, dibutuhkan cara untuk
meningkatkan produktivitas getah pinus antara lain adalah dengan
penyempurnaan teknik sadapan. Teknik penyadapan yang selama ini dilakukan di
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) adalah penyadapan getah pinus dengan
metode koakan (quarre). Metode koakan masih memiliki banyak kekurangan baik
dilihat dari segi produktivitas getah, kelestarian pohon pinus dan kualitas getah
terutama jika dilihat dari kadar kotorannya maka diperlukan penyempurnaan
metode sadapan dengan metode bor.
Penggunaan metode bor pada sadapan pinus ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan industri pengguna getah pinus dan dapat menjaga kelestarian pohon
pinus karena menurut Soetomo (1971) kualitas getah yang dihasilkan lebih baik
daripada sistem koakan demikian juga dengan kuantitasnya, sistem bor
2
menghasilkan 20 gram/lubang/hari, interval sadapan lebih panjang dari sistem
koakan, tidak rentan penyakit karena luka yang dibuat lebih kecil, selain itu
penambahan stimulansia ETRAT pada luka sadap yang selama ini digunakan di
HPGW juga sangat diperlukan karena stimulansia ini berfungsi untuk merangsang
dan memperlancar keluarnya getah.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui produktivitas penyadapan getah pinus menggunakan
metode bor dengan pemberian stimulansia ETRAT
2. Mengetahui pengaruh periode pelukaan terhadap produktivitas
penyadapan getah pinus dengan metode bor
1.3 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif suatu teknik
penyadapan getah pinus untuk menjaga kelestarian produksi getah dan pohon
pinus selain itu diharapkan dapat memberi solusi kepada penyadap pinus agar
pendapatan dari hasil sadapan pinus dapat meningkat karena kuantitas dan
kualitas getah yang didapat lebih tinggi. Bagi pengelola Hutan Pendidikan
Gunung Walat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menjadi
bahan masukan dalam pemilihan metode penyadapan getah pinus dan pemilihan
periode pelukaan yang tepat. Bagi peneliti penelitian ini diharapkan berguna
sebagai informasi dan sebagai bahan acuan dalam mengambil suatu keputusan
untuk suatu kasus nyata yang terkait atau lainnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Pohon Pinus merkusii
Pinus merkusii termasuk dalam famili Pinaceae dengan nama lainnya Pinus
sumatrana Jungh. Pinus memiliki nama lokal yang berbeda-beda diantaranya
tusam (Indonesia), uyam (Aceh), son son bai (Thailand), mindero pine (Philipina)
dan tenasserim pine (Inggris) (Hidayat dan Hansen 2001).
Pinus merkusii Jung et de Vriese pertama kali ditemukan dengan nama
tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang ahli botani Jerman–Dr. F.
R. Junghuhn–pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak
membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan
satu-satunya jenis pinus yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa
sampai melewati 2 ° LS (Harahap 1995).
Tinggi Pinus merkusii Jungh et de Vriese dapat mencapai 20-40 meter.
Daunnya dalam berkas dua dan berkas jarum (sebetulnya adalah tunas yang
sangat pendek yang tidak pernah tumbuh) pada pangkalnya dikelilingi oleh suatu
sarung dari sisik yang berupa selaput tipis panjangnya sekitar 0,5 cm. Bunga
jantan panjangnya sekitar 2 cm, pada pangkal tunas yang muda, bertumpuk seperti
bulir. Bunga betina berkumpul dalam jumlah kecil pada ujung tunas muda,
silindris dan sedikit berbangun telur, kerapkali bengkok. Sisik kerucut buah
dengan perisai ujung berbentuk jajaran genjang, akhirnya merenggang, kerucut
buah panjangnya 7−10 cm. Biji pipih berbentuk bulat telur, panjangnya 6−7 mm,
pada tepi luar dengan sayap besar, mudah lepas (Steenis 2003).
Jenis Pinus merkusii memiliki bentuk batang bulat, lurus dengan kulit
berwarna coklat tua, kasar dan beralur dalam serta memiliki tekstur halus dan licin
saat diraba, memiliki permukaan mengkilap berwarna coklat kuning muda dan
memiliki serat lurus dan memiliki tinggi rata-rata 25−35 m dengan tajuk bundar.
Berdasarkan karakteristik tempat tumbuhnya, Pinus merkusii dapat tumbuh pada
ketinggian bervariasi antara 200−2000 mdpl dan dapat tumbuh dengan baik pada
ketinggian diatas 400 mdpl dengan rata-rata curah hujan 1500−4000 mm/th. Jenis
Pinus merkusii dapat tumbuh pada tempat kering maupun basah dengan iklim
4
panas atau dingin dan dapat tumbuh secara optimal pada daerah yang memiliki
curah hujan sepanjang tahun (Siregar 2000, diacu dalam Natalia 2010).
2.2 Pinus sebagai Penghasil Getah
Getah pinus adalah semacam oleoresin yaitu campuran senyawa komplek
resin dan terpentin berupa cairan kental dan lengket, bening atau buram. Oleoresin
ini larut dalam alkohol, benzene, eter dan banyak pelarut lainnya, tetapi tidak larut
dalam air (Sumadiwangsa et al. 1999).
Menurut Wibowo (2006) getah pinus merupakan campuran asam-asam
resin yang larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti eter
dan heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin (interseluler). Pada kayu daun
jarum terdapat dua macam saluran resin, yaitu saluran resin normal dan saluran
resin traumatis yang terbentuk akibat pelukaan dalam kayu. Getah pinus terdapat
pada saluran resin atau celah-celah antar sel. Saluran tersebut sering disebut
saluran interseluler. Saluran ini terbentuk baik ke arah memanjang batang
diantara sel-sel trakeida maupun ke arah melintang dalam jaringan jari-jari kayu.
Fakultas kehutanan IPB (1989) menyatakan bahwa getah atau resin
terbentuk sebagai akibat proses metabolisme sekunder dalam pohon. Getah
berfungsi untuk melindungi sel-sel yang sedang tumbuh, memacu aktivitas
pertumbuhan untuk penutupan luka mekanis jika terjadi serangan hama serta
penyakit.
Getah pinus mampu menghasilkan manfaat berupa gondorukem dan
terpentin. Kegunaan dari gondorukem adalah sebagai bahan vernis, bahan
pembuat sabun, bahan pembuat batik, bahan solder, tinta printer, cat dan lain-lain.
Terpentin bisa digunakan sebagai bahan pengencer cat dan vernis, bahan pelarut
lilin dan bahan pembuatan kamper sintesis.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Getah Pinus
Menurut Sumadiwangsa (2000), faktor yang mempengaruhi produktivitas
getah pinus adalah:
a. Faktor dalam (genotip, umur, kondisi dan diameter pohon)
b. Faktor luar yaitu elevasi, bonita (kesuburan), iklim (curah hujan, suhu,
kelembaban), kelerengan dan lingkungan jarak tanam
5
c. Faktor perlakuan seperti metode penyadapan, jumlah pembaharuan luka,
pemakaian bahan stimulan (kadar dan dosis), keterampilan penyadap
kebijaksanaan dan Sumber Daya Manusia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ternyata bahwa pohon pinus
umur 16 tahun dengan kadar stimulan 20% dapat meningkatkan produksi getah
sebesar 33%, sedangkan untuk umur 26 tahun kadar stimulan 15% dapat
meningkatkan produksi getah sebanyak 50% (Yusnita dan Setyawan 2000).
Produktivitas getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
faktor dari dalam pohon itu sendiri seperti jenis, diameter dan umur tegakan.
Menurut Wibowo (2006) pengaruh getah pohon pinus berhubungan dengan
diameter pohon. Dengan adanya pertumbuhan diameter pohon, maka volume
kayu gubal semakin besar. Oleh karena itu semakin besar volume kayu gubal,
maka saluran getah yang terkandung pada pohon pinus akan semakin banyak dan
produksi getah pinus akan semakin meningkat. Produktivitas getah pinus juga
dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh pohon dan perlakuan yang diberikan
terhadap pohon seperti cara penyadapannya
Berdasarkan penelitian Litbang Kehutanan (1996), getah pinus sebagai hasil
dari proses metabolisme pohon, produksinya sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang berpengaruh terhadap pohon itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara
lain:
1. Faktor Biologi Pohon
a. Jenis pohon
Produksi getah berbeda menurut jenis, misalnya Pinus caribaea
menghasilkan getah yang lebih banyak dengan kerak yang menempel
pada pohon lebih sedikit daripada Pinus palustris. Pinus khasya dapat
memproduksi getah sebanyak 7 kg/pohon/tahun, sedangkan Pinus
merkusii 6 kg/pohon/tahun.
b. Umur tegakan
Menurut Priyanto (1994) diacu dalam penelitian Litbang Kehutanan
(1996), umur dan bonita tegakan mempunyai pengaruh nyata terhadap
produksi getah pinus. Perum Perhutani juga baru melaksanakan
penyadapan setelah pohon umur 10 tahun (kelas umur III) dan
6
dinyatakan bahwa produksi getah pada kelas umur V-VI telah mulai
menurun.
c. Diameter dan tinggi pohon
Bidang dasar atau diameter pohon, tinggi pohon dan jarak antar pohon
(populasi) berpengaruh nyata terhadap produksi getah Pinus merkusii.
Dari ketiga peubah tersebut, diameter pohon mempunyai pengaruh
paling besar.
2. Faktor Tempat Tumbuh
Proses fisiologis internal dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
silvikultur serta potensi keturunan pohon.
a. Ketinggian tempat
Tinggi tempat dari permukaan laut mempengaruhi produksi getah
Pinus merkusii. Tinggi tempat mempengaruhi suhu dan intensitas
cahaya semakin tinggi tempatnya dari permukaan laut, suhu semakin
rendah demikian juga intensitas cahaya. Rendahnya intensitas cahaya
ini karena kelerengan dan adanya awan yang sering menutupi
matahari. Hal yang demikian, akan mempengaruhi laju metabolisme
dan asimilasi untuk selanjutnya akan mempengaruhi produksi getah.
b. Iklim
Musim panas akan memberikan hasil yang lebih tinggi karena suhu
dan intensitas cahaya lebih besar, tetapi karena panas yang terus
menerus menyebabkan getah cepat kering dan aliran getah dapat
berhenti. Cuaca yang dingin dapat memperlambat aliran getah, karena
saluran getah dapat tersumbat oleh getah yang beku.
3. Faktor Perlakuan Terhadap Pohon
Produksi getah pinus dipengaruhi oleh perlakuan manusia terhadap
pohon maupun tegakannya, seperti sistem penyadapan, arah sadap dan
penggunaan larutan kimia sebagai perangsang dalam penyadapan. Perlakuan
terhadap tegakan yang mempengaruhi produksi getah adalah penjarangan.
a. Metode Sadapan
Penyadapan tanpa asam (stimulansia), lebih baik daripada dengan
menggunakan asam sulfat dalam penyadapan sistem quarre.
7
Penggunaan asam hanya dapat mempengaruhi waktu pembaharuan
koakan (quarre) dari tiga hari menjadi enam hari dan bukan untuk
meningkatkan produksi. Kerusakan pada pemakaian asam dapat
terlihat jelas dalam penyadapan bentuk koakan yaitu pada kayu yang
mengering dan kulit yang merekah terpisah antara kayu dan kulitnya.
b. Arah Sadapan
Koakan yang menghadap ke timur akan menghasilkan getah yang
lebih banyak karena mendapatkan cahaya yang lebih cepat dan lebih
lama. Karena suhu yang lebih tinggi dengan intensitas cahaya yang
lebih banyak maka getah tidak cepat menggumpal.
c. Penjarangan Pohon
Penjarangan adalah perlakuan silvikultur terhadap tegakan hutan yang
dibangun untuk menghasilkan kondisi pohon dalam pertumbuhan
yang baik. Pada kondisi pohon yang baik akan menghasilkan kayu
maupun getah pinus yang baik pula sehingga yang menjadi perhatian
utama adalah tegakan dan bukan hasil produksi penjarangan.
Pohon yang ditebang saat penjarangan adalah pohon yang terserang
hama atau penyakit, bentuknya jelek, tertekan, yang abnormal,
jaraknya terlalu rapat dengan pohon lain dan tanaman selain pokok
yang mengganggu tanaman pokok. Pada umumnya penjarangan
dilakukan setiap 5 tahun sekali.
2.4 Sistem Penyadapan Getah Pada Pinus
Soetomo (1971) menyatakan ada tiga sistem penyadapan yang digunakan
dalam menyadap getah pinus, yaitu:
1. Sistem koakan (quarre system)
Keuntungan dalam sistem koakan antara lain:
a. Alat yang digunakan mudah didapat, murah dan mudah diaplikasikan
b. Pelaksanaan kerja lebih efisien
Kerugian dalam sistem koakan antara lain:
a. Mengingat bentuk dan ukuran alat yang besar dan kasar dengan
penanganan oleh pekerja yang tidak tetap koakan umumnya terlalu
dalam dan lebar sehingga membahayakan kelestarian produksi
8
b. Getah yang dihasilkan tercampur kotoran karena penampung selalu
terbuka
c. Luka yang lebar mudah terserang penyakit
2. Sistem bor
Keuntungan sistem bor ini antara lain:
a. Kualitas getah yang dihasilkan lebih baik daripada sistem koakan
demikian juga dengan kuantitasnya. Sistem bor menghasilkan 20
gram/lubang/hari
b. Interval sadapan lebih panjang dari sistem koakan
c. Tidak rentan penyakit, karena luka yang dibuat lebih kecil
Sedangkan untuk kekurangan dari sistem bor ini adalah:
a. Tenaga yang diperlukan lebih banyak dari sistem koakan
b. Alat yang diperlukan lebih mahal
3. Sistem Amerika
Penyadapan getah pinus dengan menggunakan sistem Amerika
dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem Amerika dengan perlakuan
permukaan dan sistem Amerika asam sulfat.
Perbedaan sistem Amerika asam sulfat dengan sistem Amerika
dengan perlakuan permukaan terletak pada kedalaman luka dan
penggunaan bahan kimia, yaitu asam sulfat (H2SO4). Luka sadap
berbentuk V pada sistem Amerika dengan perlakuan permukaan memiliki
kedalaman luka 2-5 cm sedangkan untuk sistem Amerika asam sulfat
hanya 1 cm.
Sistem penyadapan getah pinus di Indonesia yang biasa digunakan adalah
dengan menggunakan sistem penyadapan koakan dengan jumlah koakan lebih
dari satu dalam satu pohon, namun sistem penyadapan dengan menggunakan
sistem koakan masih memiliki kelemahan, diantaranya produktivitas rata-rata
getah yang dihasilkan rendah yaitu 8,30 gram/quarre/hari data berdasarkan
penelitian Darmastuti (2011), bagian luka yang terbuka relatif besar, getah yang
tertampung banyak terdapat kotoran karena tempurung penampung yang selalu
terbuka dan kualitas gondorukem yang dihasilkan rendah. Selain itu menurut Adhi
(2006), kelemahan-kelemahan lain dalam sistem koakan ini adalah alat sadap
9
yang sederhana dan tenaga yang berbeda-beda menyebabkan luka terlalu dalam,
dikhawatirkan kelestarian produksi getah dan pohon kurang terjaga.
Berdasarkan alasan tersebut maka digunakan metode bor pada penyadapan
pinus yang memiliki keunggulan, diantaranya bagian luka sadap yang terbuka
relatif kecil, sehingga diharapkan dapat meminimalisir terserangnya bahaya
penyakit atau hama dan kebakaran dan kelestarian produksi getah dan pohon lebih
terjamin serta produktivitas rata-rata getah yang dihasilkan dengan metode bor
lebih besar dari pada dengan menggunakan sistem koakan. Menurut Wibowo
(2006) dengan menggunakan metode bor getah yang keluar akan lebih cepat
karena getah-getah tersebut tidak beraksi dengan udara bebas sehingga
pembekuan getah dapat dikurangi.
Disamping memiliki keunggulan, penggunaan metode bor dalam penelitian
ini juga memiliki kelemahan diantaranya alat penyadapan yang masih manual
sehingga tenaga yang dibutuhkan untuk menyadap harus besar, serta tenaga
penyadap harus merupakan tenaga yang tetap karena dibutuhkan keahlian khusus
dalam menyadap untuk mengurangi tingkat kerusakan mata bor yang digunakan,
selain itu alat bor manual yang susah didapat dan harganya yang relatif mahal dan
pengaplikasian alat bor manual yang susah di lapang.
Menurut Sumantri dan Endom (1989) dalam upaya peningkatan produksi
getah pinus, Perum Perhutani secara intensif terus melakukan sadapan baru
disamping melakukan juga percobaan baru untuk mencari sistem sadap yang lebih
tepat, dalam arti penyadapan yang dilakukan mampu mendapatkan hasil getah
yang lebih banyak sedang kerusakan batang akibat sadapan sekecil mungkin.
Dengan pola sadapan seperti itu diharapkan batang pohon yang diperoleh masih
dalam keadaan mulus di saat pemanenan dan dengan demikian dapat memberikan
nilai yang tinggi.
Penyadapan getah tusam pada umumnya dilakukan dengan cara koakan
(quarre) baik dengan maupun tanpa bahan perangsang (stimulant). Selain itu,
telah banyak dilakukan percobaan penyadapan dengan cara lain, seperti cara rill
dan cara bor. Agaknya suatu cara atau teknik penyadapan belum tentu cocok
secara menyeluruh pada semua lokasi penyadapan. Sebagai contoh di daerah
Sumedang dan Sukabumi, cara koakan memberi hasil sadap yang lebih tinggi
10
dibanding cara rill (Mardikanto dan Tobing 1996, diacu dalam Sudrajat et al.
2002).
2.5 Peranan Zat Stimulansia
Menurut Sumadiwangsa (2000) dalam penyadapan getah pinus bahan
perangsang yang digunakan macamnya adalah beragam, tetapi komponen
utamanya adalah asam sulfat atau asam nitrat atau campurannya. Kedua asam
tersebut termasuk asam kuat dan oksidator kuat yang dapat merusak kulit
manusia, kayu dan lingkungan. Campuran kedua asam tersebut akan
mengeluarkan ion natrium (NO2+) dan mono hidrogen sulfat (HSO4
-). Kedua ion
ini selain mengganggu lingkungan juga diduga (terutama bila overdosis) akan
mengganggu kelangsungan hidup pohon dan akan mengubah komponen kimia
getah. Karenanya penggunaan asam ini patut dikaji ulang penggunaan sebagai
bahan perangsang.
Penggunaan stimulansia dapat berfungsi sebagai perangsang terbentuknya
ethylene pada tanaman dan selanjutnya menaikkan tekanan osmosis serta tekanan
turgor yang menyebabkan aliran getah bertambah cepat dan lebih lama. Ethylene
pada hakekatnya adalah suatu hormon pertumbuhan yang banyak berperan dalam
perubahan suatu tanaman, antara lain terjadi perubahan dalam membran yang
permeabel dari dinding saluran getah sehingga selama ada aliran getah, air masuk
saluran getah dan jaringan-jaringan disekitarnya. ETRAT mengandung Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) yaitu ethylene dan stimulansia organik dalam satu
larutan (asam organik). Ethylene adalah senyawa berbentuk gas, senyawa ini
dapat memaksa pematangan buah menyebabkan daun tanggal dan penuaan.
Tanaman sering meningkatkan produksi ethylene sebagai respon terhadap stress
dan sebelum mati. Penggunaan stimulan tidak meningkatkan kandungan getah
yang ada, tetapi membuat celah dinding sel yang terhidrolisis dan akibat pelukaan
tetap terbuka sehingga getah terus mengalir keluar (Santosa 2011).
Produksi getah dalam pohon dapat ditingkatkan dengan memberikan
rangsangan terhadap proses metabolisme dalam sel dan struktur jaringan lainnya.
Bahan-bahan yang dapat berfungsi memberi rangsangan tadi bisa berupa bahan-
bahan kimiawi atau bentuk perlakuan mekanis pada pohon. Peranan stimulansia
dalam hal ini adalah membantu produksi resin sehingga jumlahnya dalam pohon
11
meningkat, namun adakalanya stimulansia tersebut menimbulkan dampak yang
kurang menguntungkan baik terhadap jumlah dan kualitas resin yang keluar
maupun terhadap kondisi jaringan sel-sel penghasil resin itu sendiri (Fakultas
Kehutanan IPB 1989).
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 dan
bertempat di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat.
3. 2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bor manual,
mata bor berukuran 5/8 inchi, plastik ukuran 12x30 cm, sprayer, pipa paralon
berukuran 5/8 inchi, paku, palu, golok, timbangan digital, pita ukur 150 cm, tali
rafia, fiber, tally sheet, alat tulis, spidol permanen, kalkulator, Software SAS v9,
pohon Pinus (Pinus merkusii ) dan ETRAT 12.40.
3. 3 Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Metode Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data penelitian berupa sejarah Hutan Pendidikan Guning
Walat, letak dan luas areal, keadaan lokasi serta kondisi tegakan. Pengumpulan
data ini diperoleh dari hasil wawancara dan informasi berupa arsip dari pihak
pengelola HPGW.
3.3.2 Metode Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara menyadap 80 pohon pinus
dengan menggunakan metode bor dan pemberian ETRAT selama 35 hari. Pohon
contoh dibagi ke dalam empat perlakuan, yaitu:
a. Perlakuan A: periode pelukaan 3 hari tanpa pemberian ETRAT sebanyak
20 pohon
b. Perlakuan B: periode pelukaan 3 hari dengan pemberian ETRAT sebanyak
20 pohon
c. Perlakuan C: periode pelukaan 5 hari dengan pemberian ETRAT sebanyak
20 pohon
d. Perlakuan D: periode pelukaan 7 hari dengan pemberian ETRAT sebanyak
20 pohon
Penyemprotan ETRAT pada luka bidang sadap dilakukan berdasarkan
periode pelukaan untuk masing masing perlakuan sebanyak 1ml/pelukaan. Total
13
sadapan yang diperoleh selama 35 hari akan diperhitungkan dalam satuan
gram/bor/hari.
Penentuan pohon contoh dilakukan dengan pertimbangan:
a. Diameter pohon pinus > 30 cm
b. Keadaan topografi tempat tumbuh pohon pinus seragam atau berada pada
satu hamparan yang sama
c. Pohon contoh yang layak digunakan dalam penelitian, yaitu:
Penentuan pohon contoh yang layak digunakan diperoleh melalui pengamatan
pendahuluan. Pengamatan pendahuluan ini dilakukan dengan memberikan
perlakuan periode pelukaan dan pengambilan getah setiap 3 hari tanpa
pemberian stimulansia ETRAT selama 10 hari. Pengamatan pendahuluan ini
menggunakan 100 pohon pinus yang kemudian akan ditentukan 80 pohon
pinus yang layak digunakan pada 4 perlakuan dalam penelitian ini, sehingga
untuk setiap perlakuan mempunyai 20 pohon contoh. Penentuan 80 pohon
contoh dilakukan dengan cara mengurutkan produktivitas rata-rata getah
pinus 100 pohon pinus dari yang terkecil sampai yang terbesar kemudian
menghilangkan 20 pohon contoh yang memiliki produktivitas rata-rata cukup
ekstrim karena produktivitas yang dihasilkan terlalu kecil atau terlalu besar.
Selanjutnya 80 pohon contoh yang akan digunakan tersebut disebar secara
sistematis dan merata ke semua perlakuan sehingga masing-masing perlakuan
mewakili setiap kelas produktivitas getah pinus dari yang terkecil sampai
yang terbesar.
3.3.3 Penyadapan Pinus Dengan Metode Bor
Prosedur kerja dibagi kedalam beberapa tahapan utama yaitu:
1. Persiapan lokasi penyadapan, alat dan bahan
a. Persiapan alat-alat sadap yaitu bor manual, mata bor, plastik, pipa
paralon, tali rafia, pita ukur, sprayer, ETRAT dan alat tulis
b. Pembersihan lapangan sekitar pohon pinus dan pengikisan kulit
batang pohon pinus yang akan disadap
c. Pemberian nomor urut pohon pinus yang akan disadap dengan fiber
2. Penyadapan pinus dengan menggunakan metode bor
14
Langkah-langkah teknis pelaksanaan penyadapan pinus dengan metode
bor adalah sebagai berikut:
a. Pengeboran awal pada batang pinus dengan ketinggian 20 cm di atas
permukaan tanah
b. Pada saat melakukan pengeboran kedalaman yang harus dicapai dari
hasil pengeboran adalah 2−3 cm pada bagian gubal kayu dengan
kemiringan pengeboran sebesar 30 °
c. Penyemprotan ETRAT untuk beberapa perlakuan pada bidang sadap
yang telah dilukai
d. Pemasangan pipa paralon dan plastik bening sebagai wadah hasil
sadapan. Plastik bening kosong/bersih yang akan digunakan sebagai
wadah terlebih dahulu dilakukan penimbangan
e. Pembuatan luka sadapan baru pada ketinggian 5 cm di atas luka
sadapan lama dengan metode pengeboran sama seperti di awal. Hal ini
dilakukan agar luka sadapan baru tidak bersinggungan dengan luka
sadapan sebelumnya
Gambar 1 Teknik Penyadapan dengan Metode Bor.
3. Perlakuan yang diberikan pada masing-masing pohon
Periode pelukaan dengan pemberian ETRAT disesuaikan dengan
perlakuan yang diberikan untuk masing-masing pohon contoh, pemberian
ETRAT untuk 1 luka sadapan sebanyak 1 ml
4. Pengukuran berat getah pinus
15
Getah yang dihasilkan dalam plastik penampung ditimbang dengan
menggunakan alat timbangan digital lalu dilakukan perhitungan berat
bersih getah pinus dengan formulasi sebagai berikut:
BG = BGP – BP
Keterangan:
BG = Berat bersih getah pinus (gram)
BGP = Berat getah pinus dalam plastik (gram)
BP = Berat bersih plastik (gram)
3.3.4 Rancangan Percobaan
Adapun rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomize Design) dimana
respon tersebut terdiri dari berbagai 4 macam periode pelukaan yaitu:
a. Perlakuan A: periode pelukaan 3 hari tanpa pemberian ETRAT
b. Perlakuan B: periode pelukaan 3 hari dengan pemberian ETRAT
c. Perlakuan C: periode pelukaan 5 hari dengan pemberian ETRAT
d. Perlakuan D: periode pelukaan 7 hari dengan pemberian ETRAT
Model persamaan rancangan acak lengkap yang digunakan sebagai berikut:
Yij = µ + τ + εij
Keterangan:
i = perlakuan A, B, C dan D
j = 1, 2, 3,... sd 20
Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan pohon contoh ke-j
µ = nilai rataan umum
τ = pengaruh perlakuan ke-i
εijk = pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
16
Tabel 1 Bagan rancangan percobaan
Ulangan
Pohon Contoh
Periode Pembaharuan Luka Sadapan
A B C D
1 YA1 YB1 YC1 YD1
2 YA2 YB2 YC2 YD2
3 YA3 YB3 YC3 YD3
4 YA4 YB4 YC4 YD4
5 YA5 YB5 YC5 YD5
…. …. …. …. ….
20 YA20 YB20 YC20 YD20
Total YA YB YC YD
Rata-rata YA/Σj YB/Σj YC/Σj YD/Σj
3.3.5 Analisis Data
Pengaruh faktor perlakuan berdasarkan periode pembaharuan luka terhadap
peningkatan produktivitas getah pinus dapat dilakukan dengan analisis ragam atau
Analysis of Variance (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).
Tabel 2 Analisys of Variance (ANOVA)
Sumber
Keragaman
Derajat Bebas
(dB)
Jumlah Kuadrat
(JK)
Kuadrat Tengah
(KT) Fhit
Perlakuan t-1 JKR KTR KTR/KTS
Sisa t(r-1) JKS KTS
Total tr-1 JKT
Hipotesis:
Pengujian terhadap pengaruh periode pembaharuan luka
H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0
H1 : sekurangnya ada satu τi ≠ 0
Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05)
Terima H1 : Sekurangnya ada taraf perlakuan yang memberikan pengaruh nyata
terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05)
17
Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel
pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah:
1. Jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga perlakuan
memberikan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas getah pinus pada
selang kepercayaan 95% (α = 0,05)
2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga perlakuan
memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang
kepercayaan 95% (α = 0,05)
Apabila perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah
pinus, maka dilakukan pengujian kembali dengan Uji Duncan menggunakan
Software SAS v9 untuk mengetahui perlakuan mana yang paling baik digunakan
dalam meningkatkan produktivitas getah pinus.
18
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Pengelolaan Hutan Pendidikan Gunung Walat
Pada tahun 1963 merupakan tahun berdirinya Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor bersamaan dengan berdirinya Institut Pertanian Bogor (IPB).
Pada tahun 1967 dilakukan kerjasama antara IPB dan Pemerintah Daerah Tingkat
I Jawa Barat, Direktorat Jenderal Kehutanan dan Departemen Pertanian untuk
mengusahakan areal Gunung Walat menjadi hutan pendidikan yang dibina oleh
Fakultas Kehutanan IPB.
Pada tahun 1969 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan
Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 7041/IV/69 tertanggal 14 Oktober 1969 yang
menyatakan bahwa Kompleks Hutan Gunung Walat seluas 359 ha ditunjuk
sebagai Hutan Pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada IPB.
Pada tahun 1973 diterbitkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan
No. 291/DS/73 tertanggal 24 Januari 1973 tentang Pengelolaan Hutan Pendidikan
Gunung Walat dan tanggal 9 Februari dilakukan penandatanganan surat perijinan
pinjam pakai tanah hutan Gunung Walat sebagai Hutan Pendidikan oleh Kepala
Dinas Kehutanan Jawa Barat dengan Rektor IPB.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 008/Kpts/DII/73
maka kemudian IPB mendapat hak pakai atas Komplek Hutan Pendidikan
Gunung Walat dan pada tahun 1992 Menteri Kehutanan menerbitkan Surat
Keputusan No. 687/Kpts-II/92 tentang penunjukan Komplek Hutan Gunung
Walat menjadi Hutan Pendidikan.
Pada tahun 2005, Menteri Kehutanan menerbitkan Surat Keputusan No.
188/Menhut-II/2005 tertanggal 8 Juli 2005 tentang penunjukan dan penetapan
kawasan Hutan Produksi Terbatas Kompleks Hutan Pendidikan Gunung Walat
seluas 359 ha sebagai kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) untuk
jangka waktu 20 tahun.
4.2 Letak Geografis
Secara geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak antara
6°53’35” sampai 6°55’10” Lintang Selatan dan 106°47’50” sampai 106°51’30”
Bujur Timur. Secara administrasi pemerintahan terletak dalam wilayah
19
Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi, sedangkan secara administratif
kehutanan termasuk dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Gede
Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Sukabumi, Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat dan Banten dengan luas wilayah 359 ha, terdiri dari tiga blok yaitu Blok
Timur (Cikatomas) seluas 120 ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 ha, dan Blok
Tengah (Tangkalak) seluas 114 ha.
Batas wilayah Hutan Pendidikan Gunung Walat antara lain :
Utara : Desa Batununggul dan Desa Sekarwangi
Timur : Desa Cicantayan dan Cijati
Selatan : Desa Hegarmanah
Barat : Desa Hegarmanah
4.3 Kondisi Fisik
Menurut Fakultas Kehutanan (2010) berdasarkan peta tanah Gunung Walat
skala 1 : 10.000 tahun 1981, jenis tanah Gunung Walat adalah keluarga lotosol
merah kekuningan, latosol coklat, podsolik merah kekuningan dan Latosol.
Keadaan ini menunjukkan bahwa tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat
bersifat heterogen. Tanah latosol merah kekuningan adalah jenis tanah yang
terbanyak sedangkan di daerah berbatu hanya terdapat tanah latosol, dan di daerah
lembah terdapat tanah podsolik.
Klasifikasi iklim Hutan Pendidikan Gunung Walat menurut Schmidt dan
Ferguson termasuk tipe iklim hujan B (basah) dengan nilai Q = 14,3 %-33%, suhu
udara minimum 20° pada malam hari dan suhu maksimum 30° pada siang hari
dengan rata-rata curah hujan tahunan 1600-4400 mm. Topografi bervariasi dari
landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan bagian utara
memiliki topografi yang semakin berat.
Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan bagian dari pegunungan yang
berderet dari timur ke barat. Bagian selatan merupakan daerah yang bergelombang
mengikuti punggung-punggung bukit yang memanjang dan melandai dari utara ke
selatan. Bagian tengah terdapat puncak dengan ketinggian 676 mdpl dengan
topografi agak curam (15-25%) sampai sangat curam (>40%).
Daerah aliran sungai yang terdapat di areal Hutan Pendidikan Gunung
Walat antara lain anak sungai Cipereu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan
20
Legok Pusar. Pada bagian selatan dari areal Gunung Walat terdapat anak sungai
yang terus mengalir.
4.4 Kondisi Biotik
Di dalam Hutan Pendidikan Gunung Walat terdapat hutan tanaman yang
dibangun sejak tahun 1951/1952 dengan jenis tanaman damar (Agathis
loranhtifolia). Saat ini penutupan hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat telah
mencapai lebih dari 95 % dengan berbagai jenis tanaman, yaitu damar (Agathis
lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), kayu afrika
(Maesopsis eminii), mahoni (Swietenia macrophylla), rasamala (Altingia excelsa),
sono (Dalbergia latifolia), Gliricidae sp, jeunjing (Paraserianthes falcataria),
meranti (Shorea sp) dan mangium (Acacia mangium) (Fakultas Kehutanan IPB
2012).
Menurut Fakultas Kehutanan IPB (2010), Potensi hutan tanaman
berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 1984 adalah sebanyak 10.855 m3
kayu agathis lorantifolia (Damar), 9.471 m3 kayu Pinus merkusii (Pinus), 464 m
3
Schima wallichii (puspa), 132 m3 Paraserianthes falcataria (sengon) dan 88 m
3
kayu Swietenia macrophylla (mahoni). Tanaman Damar dan Pinus merkusii telah
menghasilkan getah kopal dan getah pinus.
Jenis-jenis satwa liar yang banyak dijumpai antara lain musang, monyet
ekor panjang (Macaca fascicularis), bajing, babi hutan (Sus scrofa) dan beberapa
jenis burung seperti elang jawa, empirit dan kutilang serta jenis reptilian seperti
ular dan bunglon. Di kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat terdapat gua alam
yang terbentuk dari batuan karst yang dikembangkan sebagai objek rekreasi
spesiologi.
21
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam satu blok, yaitu di petak penelitian permanen
teknologi penyadapan getah pinus (blok Cikatomas) dengan total luas areal 2,5 ha
dan pada ketinggian 726−737 mdpl. Keadaan topografi dipilih sama atau seragam
untuk semua perlakuan.
Gambar 2 Lokasi penelitian dan pohon contoh penelitian di blok Cikatomas.
Keadaan pohon untuk masing-masing perlakuan sudah pernah disadap
sebelumnya. Pemilihan pohon dirancang secara acak untuk setiap perlakuan
dengan komposisi produktivitas getah beragam mulai dari terkecil hingga terbesar
yang disebar secara sistematis dan merata untuk setiap perlakuan. Pemilihan
pohon berdasarkan kelas diameter yang telah ditentukan, yaitu >30 cm dan
merupakan pohon sehat. Dalam pemilihan pohon contoh dilakukan penelitian
pendahuluan untuk mengetahui kemampuan pohon dalam mengeluarkan getah
yang akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan pohon contoh. Penelitian
pendahuluan dilakukan sebanyak 3 kali panen dengan periode pelukaan 3 hari
tanpa diberi ETRAT selama 10 hari dan menggunakan 100 pohon contoh. Getah
yang didapat untuk setiap kali panen ditimbang dengan menggunakan timbangan
digital, setelah 3 kali panen produktivitas getah dihitung rata-ratanya perpohon.
Apabila ada pohon yang sedikit sekali mengeluarkan getah atau terlalu banyak
mengeluarkan getah maka pohon tersebut tidak akan terpilih sebagai pohon
contoh. Jumlah pohon yang digunakan sebanyak 20 pohon contoh untuk masing-
masing perlakuan sehingga total pohon yang digunakan adalah 80 pohon pinus.
22
5.2 Produktivitas Getah Pinus Selama Penelitian
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 perlakuan
berdasarkan perbedaan periode pelukaan, yaitu perlakuan A dengan periode
pelukaan 3 hari tanpa diberi ETRAT (kontrol), perlakuan B dengan periode
pelukaan 3 hari dengan diberi ETRAT, perlakuan C dengan periode pelukaan 5
hari dengan diberi ETRAT dan perlakuan D dengan periode pelukaan 7 hari
dengan diberi ETRAT. Masing-masing periode menunjukkan jumlah hari pada
saat getah akan dipanen. Penelitian ini dilakukan selama 35 hari sehingga untuk
periode 3 hari pelukaan dilakukan 11 kali panen, untuk periode pelukaan 5 hari
dilakukan 7 kali panen dan untuk periode pelukaan 7 hari dilakukan 5 kali panen.
Meskipun pengulangan panennya berbeda-beda, namun satuan yang menjadi
acuan dalam perhitungan adalah gram/bor/hari.
Selain menggunakan metode bor peningkatan hasil sadapan getah pinus
dapat dilakukan dengan penambahan ETRAT yang selama ini sudah digunakan di
HPGW. Penambahan ETRAT dilakukan dengan cara menyemprotkan ETRAT ke
luka sadap pada setiap kali pengeboran. Menurut Santosa (2011) ETRAT
merupakan formulasi terbaru, dimana formulasi tersebut mengandung ZPT
(ethylene) dan asam organik dalam satu larutan. Dengan demikian ETRAT
mempunyai dua fungsi, yaitu merangsang keluarnya getah dan memperlancar
keluarnya getah. ETRAT 12.40 yang digunakan dalam penelitian ini diproduksi
oleh CV. Permata Hijau Lestari dengan komposisi 100 ppm ethylene dan 150 ppm
asam sitrat dan dijual dengan harga Rp 12.000/liter. Bahan kimia yang terkandung
dalam ETRAT 12.40 ini tidak berbahaya baik bagi kesehatan para penyadap,
kondisi pohon yang disadap dan lingkungan sekitar (Putri 2011).
Hasil penelitian menunjukkan produktivitas getah pinus yang berbeda-beda
pada setiap perlakuannya. Secara umum produktivitas rata-rata penyadapan getah
pinus berdasarkan perlakuan dan periode waktu pembaharuan luka dapat dilihat
pada Gambar 3.
23
12.31
0
5
10
15
20
25
A B C D
A = Kontrol
B = Pelukaan 3 hari
C = Pelukaan 5 hari
D = Pelukaan 7 hari
Gambar 3 Produktivitas rata-rata penyadapan getah pinus pada 4 perlakuan
(gram/bor/hari).
Berdasarkan Gambar 3 terlihat rata-rata produktivitas hasil sadapan getah
pinus yang paling banyak adalah periode pelukaan 3 hari dengan diberi ETRAT
yaitu sebesar 20,93 gram/bor/hari. Produktivitas rata-rata getah terendah dengan
pemberian ETRAT didapat pada periode pelukaan 7 hari yaitu 16,12
gram/bor/hari dan untuk produksi getah pinus rata-rata terendah adalah perlakuan
kontrol periode pelukaan 3 hari tanpa pemberian ETRAT dengan rata-rata
produktivitas getah sebanyak 12,31 gram/bor/hari. Periode pelukaan 3 hari dengan
pemberian ETRAT menghasilkan produktivitas rata-rata getah yang tinggi
dibanding dengan periode lainnya. Hal ini dikarenakan pelukaan dengan
pemberian ETRAT yang lebih sering dilakukan.
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu periode
pembaharuan luka maka semakin menurun rata-rata produktivitas getah pinus
yang didapat. Berdasarkan data Gambar 3 terjadi peningkatan produktivitas getah
pinus pada periode pelukaan yang sama yaitu 3 hari dengan perlakuan diberi dan
tidak diberi tambahan stimulansia ETRAT atau kontrol sebesar 70,02%.
Berdasarkan hasil penelitian penyadapan pinus dengan menggunakan
metode bor menghasilkan getah yang berkualitas bagus berdasarkan penampakan
fisiknya karena tidak terdapat kotoran sehingga kualitas gondorukem yang
dihasilkan nantinya juga bagus. Getah yang keluar dari batang langsung
disalurkan oleh pipa paralon kedalam wadah penampung plastik sehingga kadar
kotoran yang bercampur dengan getah sedikit bahkan tidak ada. Lubang sadap
20.93
17.40 16.12
12,31
24
yang diberi pipa paralon ini bertujuan agar udara tidak langsung kontak dengan
bidang sadapannya sehingga getah akan mengalir lebih lama kedalam wadah
plastik penampung getah karena suhu udara akan mempengaruhi cepat lambatnya
pembekuan getah. Suhu yang rendah akan menghambat aliran getah pada bidang
sadapan dikarenakan getah yang cepat membeku.
Pelukaan awal pada pohon pinus menyebabkan stress pada batang yang
mempengaruhi metabolisme sekunder. Metabolisme sekunder ini akan
merangsang keluarnya getah untuk memperbaiki sel-sel yang luka atau untuk
menutup luka. Produktivitas rata-rata getah yang dihasilkan dalam setiap
panennya berbeda-beda. Untuk mengetahui grafik kecenderungan produktivitas
rata-rata penyadapan getah pinus dalam setiap panennya dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4 Kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus setiap panennya
pada berbagai periode pelukaan (gram/bor/hari).
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa produktivitas rata-rata getah untuk
setiap kali panennya dari masing-masing periode pelukaan berbeda-beda. Terlihat
bahwa terjadi pola kecenderungan peningkatan dan penurunan produktivitas getah
pinus yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan proses kerja stimulansia ETRAT
yang diberikan dan proses metabolisme sekunder pohon pinus itu sendiri.
Menurut Santosa (2011) produktivitas yang masih rendah pada awal periode
penyadapan sampai dengan 12 hari disebabkan pemberian Zat Pengatur Tumbuh
25
memerlukan waktu untuk mempengaruhi metabolisme sekunder. Ethylene yang
terkandung dalam Zat Pengatur Tumbuh membutuhkan waktu untuk merubah
bentuk dari cair menjadi gas di dalam jaringan tanaman. Setelah itu proses untuk
membangkitkan ethylene di dalam tanaman pun memerlukan waktu hingga
tercapainya proses metabolisme sekunder (pembentukan getah) dapat berjalan
dengan stabil.
Produksi getah pada perlakuan periode pelukaan 3 hari dengan disemprot
ETRAT menunjukkan hasil yang tinggi dan penurunan produksi getahnya pun
tidak terlalu besar dari produksi sebelumnya untuk setiap kali panennya jika
dibandingkan dengan hasil produksi getah per panen ketiga perlakuan lainnya.
Kontrol Periode pelukaan 3 hari
Periode pelukaan 5 hari Periode pelukaan 7 hari
Gambar 5 Getah pinus pada berbagai periode pelukaan.
26
Pada Gambar 5 terlihat pebedaan warna untuk setiap perlakuan. Semakin
lama waktu periode pelukaan maka warna getah akan semakin putih dan
bertekstur menggumpal seperti gula pasir. Hal ini menunjukkan adanya
pembekuan atau penggumpalan jika getah disimpan terlalu lama dalam suatu
wadah.
Menurut Santosa (2011) getah yang dihasilkan oleh Pinus merkusii
digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam-asam resin (asam
abietat, asam pimarat dan lainnya) hasil metabolisme sekunder di dalam tanaman.
Fungsi getah di dalam tanaman adalah:
1. Perlindungan terhadap sel-sel yang sedang tumbuh
2. Memacu aktivitas pertumbuhan untuk penutupan luka mekanis maupun
jika terjadi serangan hama serta penyakit
Untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan periode pembaharuan luka
dengan pemberian ETRAT terhadap produktivitas penyadapan getah pinus, maka
dilakukan pengolahan statistik terhadap data hasil pengukuran. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan analisis ragam untuk rancangan acak lengkap
satu faktor yaitu faktor perlakuan dengan ulangan yang sama.
Tabel 3 Analisis ragam pengaruh berbagai perlakuan periode pelukaan dan
pemberian ETRAT
Sumber
keragaman db Jumlah kuadrat
(JK)
Kuadrat tengah
(KT) Fhit F0,05
Perlakuan 3 759,59 253,19 *5,24 2,75
Sisa 76 3670,02 48,29
Total 79 4429,62 *Nyata = Fhitung > Ftabel
Hasil pengujian analisis ragam atau Analysis Of Variance (ANOVA)
menunjukkan bahwa setiap perlakuan mempunyai pengaruh nyata terhadap rata-
rata produktivitas getah pinus yang dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95% (α =
0,05). Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung sebesar 5,24 lebih besar daripada
F tabel pada tingkat nyata 0,05 yang bernilai 2,75. Oleh karena pengaruh periode
pembaharuan luka dan pemberian ETRAT berpengaruh nyata terhadap
produktivitas getah pinus, maka analisis dilanjutnya dengan Uji Duncan yang
disajikan pada Tabel 4.
27
Tabel 4 Hasil Uji Duncan pengaruh berbagai perlakuan periode pembaharuan
luka dengan pemberian ETRAT
No Perlakuan Rata-rata Produktivitas
(gram/bor/hari)
Hasil Uji Duncan
1 Kontrol 12,31
c
2 Pelukaan 3 hari 20,93
a
3 Pelukaan 5 hari 17,40
b
4 Pelukaan 7 hari 16,12
b
Hasil Uji Duncan membandingkan pengaruh antar perlakuan dilihat dari
produktivitas rata-rata getah. Pada Tabel 4 hasil Uji Duncan menunjukkan bahwa
perlakuan 3, 5 dan 7 hari pelukaan sangat berbeda nyata dengan perlakuan kontrol
yang memiliki nilai produktivitas rata-rata paling rendah. Akan tetapi, pada
perlakuan 5 dan 7 hari pelukaan berada pada hasil Uji Duncan yang sama, hasil
ini menunjukkan bahwa antar kedua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata.
5.3 Pemilihan Periode Pembaharuan Luka
Berdasarkan Tabel 4 hasil Uji Duncan terlihat bahwa periode pelukaan 3
hari dengan ETRAT hasilnya lebih nyata dibandingkan dengan ketiga perlakuan
lainnya. Produktivitas rata-rata yang dihasilkannya juga sangat besar, yaitu 20,93
gram/bor/hari sangat berbeda jauh dengan produktivitas rata-rata pada perlakuan 3
hari tanpa ETRAT sebesar 12,32 gram/bor/hari.
Selain Uji Duncan terhadap produktivitas rata-rata getah pinus perhitungan
analisis biaya juga perlu dilakukan untuk mengatahui pendapatan dari masing-
masing perlakuan. Hasil analisis biaya untuk setiap perlakuan berbeda-beda
tergantung dari hasil sadapan getah yang didapat. Dalam menghitung analisis
biaya, data yang dibutuhkan adalah harga stimulansia ETRAT yang digunakan,
upah penyadap yang diberikan dan hasil penjualan getah. Berikut akan disajikan
tabel analisis biaya untuk setiap perlakuan penyadapan getah pinus.
28
Tabel 5 Analisis biaya setiap perlakuan penyadapan getah pinus
Perlakuan
Total getah
pinus selama
penelitian
(gram)
Upah
Penyadap
(Rp)
Penggunaan
ETRAT
(ml)
Biaya
ETRAT
(Rp)
Penjualan
Getah
(Rp)
Pendapatan
(Rp)
1 2 3 4 5
A 8.128 13.004 0 0 65.024 52.019
B 13.816 22.105 220 2.640 110.528 85.782
C 12.182 19.491 140 1.680 97.456 76.284
D 11.285 18.056 100 1.200 90.280 71.024
Keterangan:
1 = upah penyadap Rp 1.600/kg x total getah yang didapat selama penelitian/1000
2 = penggunaan ETRAT 12.40 selama penelitian
3 = penggunaan ETRAT/1.000 x harga ETRAT 12.40 Rp 12.000/liter
4 = total getah yang didapat selama penelitian/1.000 x harga jual getah pinus Rp 8.000/kg
5 = penjualan getah – (Biaya ETRAT + Upah penyadap)
Dari Tabel 5 analisis biaya setiap perlakuan periode pembaharuan luka
menunjukkan bahwa perlakuan B dengan waktu pembaharuan luka 3 hari dengan
diberi ETRAT memiliki nilai pendapatan yang tinggi, yaitu Rp 85.782 karena
pada perlakuan ini memiliki produktivitas rata-rata getah pinus paling tinggi.
Pendapatan terendah dengan penggunaan ETRAT didapat pada perlakuan D
dengan periode pelukaan 7 hari sebesar Rp 71.024 sedangkan pendapatan paling
rendah didapat pada perlakuan A atau kontol dengan periode pelukaan 3 hari
tanpa pemberian ETRAT sebesar Rp 52.019. Dari segi uji visual, getah yang
disimpan terlalu lama akan menyebabkan getah menggumpal dan berwarna putih
seperti gula pasir. Getah yang menggumpal ini akan lebih sulit untuk dipindahkan
kedalam tong-tong penampung getah.
29
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Periode pelukaan dengan metode bor dan pemberian stimulansia ETRAT
memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus. Produktivitas
penyadapan getah pinus dengan ETRAT terbesar yaitu pada periode pelukaan
3 hari sebesar 20,93 gram/bor/hari dan produktivitas penyadapan getah pinus
terkecil dengan ETRAT yaitu pada periode pelukaan 7 hari sebesar 16,12
gram/bor/hari sedangkan untuk produktivitas getah pinus paling rendah yaitu
pada periode 3 hari tanpa ETRAT sebesar 12,31 gram/bor/hari
2. Semakin lama periode pelukaan yang dilakukan maka produktivitas getah
pinus semakin menurun
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jumlah maksimal pelukaan
dengan metode bor dalam satu pohon
2. Perlu dilakukan pengamatan mengenai waktu penutupan luka dengan metode
bor
3. Perlu dilakukan pengamatan lebih lanjut mengenai waktu maksimal
penyadapan getah dengan metode bor
4. Dalam menerapkan penyadapan getah pinus dengan metode bor di Hutan
Pendidikan Gunung Walat maka perlu adanya penggunaan alat atau mesin
bor mekanis agar lebih efisien dalam pengerjaannya
30
DAFTAR PUSTAKA
Adhi YA. 2008. Pengaruh Jumlah Sadapan Terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus
merkusii) dengan Metode Koakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat
Kabupaten Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.
Darmastuti IN. 2011. Pengaruh Penggunaan Stimulansia Organik dan Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) Terhadap Produktivitas Penyadapan Getah Pinus di
Hutan Pendidikan Gunung Walat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.
Fakultas Kehutanan IPB. 1989. Penyempurnaan Cara Penyadapan getah Pinus
untuk Peningkatan Produksi Getah. Laporan Penelitian Fakultas Kehutanan
IPB dan Perum Perhutani.
Fakultas Kehutanan IPB. 2010. Kondisi Umum Hutan Pendidikan Gunung Walat.
http://fahutan.ipb.ac.id/id/kondisi-umum [14 Nov 2012]
Fakultas Kehutanan IPB 2012. Profil Hutan Pendidikan Gunung Walat.
http://www.gunungwalat.net/id/content/profil [14 Nov 2012]
Harahap RMS. 1995. Keragaman Sifat dan Uji Asal Benih Pinus merkusii di
Sumatera. Buletin Penelitian Kehutanan. Pematang Siantar. 11(3):295-307.
Haqiqi N. 2011. Pengaruh Periode Pembaharuan Luka Terhadap Produktivitas
dan Kualitas Penyadapan Kopal di Hutan Pendidikan Gunung Walat.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Hidayat J dan Hansen CP. 2001. Informasi Singkat Benih. Direktorat Perbenihan
Tanaman Hutan.
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/Pinus_merkusii.pdf [6 Nov
2006]
Litbang Kehutanan. 1996. Kajian Teknis Ekonomis Pengolahan Gondorukem
Dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah Studi Kasus PGT Paninggaran
dan PGT Cimanggu. Laporan Akhir Penelitian. Kerjasama Badan Penelitian
dan Pengembangan Departemen Kehutanan dan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Tidak diterbitkan.
Natalia LH. 2010. Penentuan Waktu Standar Penyadapan Getah Pinus di Hutan
Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Nurkhairani. 2008. Pengaruh Pemberian Berbagai Jenis Stimulansia Terhadap
Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii Jung et de Vriese) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Putri IOA. 2011. Pengaruh Cara Pemberian ETRAT 1240 Terhadap Produktivitas
Penyadapan Kopal di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi
Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
31
Santosa G. 2006. Pengembangan Metode Penyadapan Kopal Melalui Penerapan
Teknik Sayatan [disertasi]. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB.
Santosa G. 2011. Pengaruh Pemberian ETRAT terhadap peningkatan
Produktivitas Penyadapan Getah Pinus (Studi Kasus di KPH Sukabumi
Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Laporan Penelitian. Bogor:
Fakultas Kehutanan IPB.
Soetomo. 1971. Pemungutan dan Pengolahan Getah Pinus. KPH Pekalongan
Timur.
Steenis CGGJ van. 2003. Flora : untuk Sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita.
Jakarta. Hlm. 102.
Sudrajat R, Setyawan D, Sumadiwangsa S. 2002. Pengaruh Diameter Pohon,
Umur dan Kadar Stimulan Terhadap Produktivitas Getah Tusam (Pinus
merkusii Jungh et. de. Vries). Buletin Penelitian Hasil Hutan Vol. 20 No.2
Th. 2002: 143-158.
Sumadiwangsa S, Lestari NH, Bratamiharja S. 1999. Pengaruh Kadar Stimulan
dan Penutupan Luka Sadap pada Penyadapan Pinus (Pinus merkusii). Duta
Rimba September 1999. Hlm: 35−38.
Sumadiwangsa ES. 2000. Pemanfaatan Resin Untuk Meningkatkan Pendapatan
Masyarakat Sekitar Hutan. di dalam : Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan
Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu; Bogor, 7 Des 2000. Bogor: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Hlm: 123−124.
Sumantri I dan Endom W. 1989. Penyadapan Getah Pinus merkusii dengan
Menggunakan Beberapa Pola Sadap dan Tingkat Konsentrasi Zat Perangsang.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 6, No.3 (1989) pp.: 152−159.
Wibowo P. 2006. Produktifitas Penyadapan Getah Pinus merkusii Jungh. Et de
Vriese dengan Sistem Koakan (QUARRE SYSTEM) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Wdidhi S. Oktober 2012. Perhutani Menuju Era Getah Bersih. Bina:2.
http://www.petakhutan.wordpress.com [2 Nov 2012]
Yusnita E dan Setyawan D. 2000. Modifikasi Teknik Penyadapan Tusam (Pinus
merkusii Jungh et.de.Vriese) untuk Meningkatkan Produksi Getah. di dalam :
Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Kayu dan Hasil Hutan Bukan Kayu;
Bogor, 7 Des 2000. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Hlm: 387-395.
32
LAMPIRAN
33
Lampiran 1 Produktivitas rata-rata penyadapan getah pinus pada 4 perlakuan
(gram/bor/hari)
Pohon Perlakuan (gram/bor/hari)
Contoh ke- A B C D
1 8,94 8,58 8,94 19,66
2 6,36 18,58 9,03 12,74
3 11,18 36,79 10,46 14,89
4 11,12 11,52 16,69 14,60
5 17,88 25,94 11,49 28,43
6 13,91 11,42 18,91 29,03
7 10,73 32,91 9,14 10,54
8 11,33 36,94 16,80 14,97
9 27,61 17,42 14,43 21,51
10 13,55 16,52 12,57 9,54
11 10,12 21,12 20,26 14,94
12 16,67 21,42 28,77 7,29
13 10,06 20,58 32,86 13,20
14 17,61 14,82 8,51 13,80
15 8,55 22,55 20,20 13,69
16 7,55 16,09 17,49 15,03
17 3,52 28,70 27,69 12,69
18 5,58 7,55 19,29 22,23
19 12,36 18,73 21,09 12,06
20 21,70 30,52 23,46 21,60
Total 246,30 418,67 348,06 322,43
Rata-rata 12,31 20,93 17,40 16,12
34
Lampiran 2 Hasil Analisis ANOVA dan Uji Duncan
1. ANOVA
The ANOVA Procedure
Dependent Variable: data
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value
Model 3 759.597414 253.199138 5.24
Error 76 3670.023755 48.289786
Corrected Total 79 4429.621169
2. Uji Duncan
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping Mean N perlk
A 20.935 20 B
A
B A 17.404 20 C
B
B C 16.122 20 D
C
C 12.317 20 A
35
Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Penomoran Pohon Proses Pengeboran
Pemasangan Pipa dan wadah plastik Pemanenan Getah
Penimbangan Getah Penampang Luka Bekas Sadapan