pengaruh penerapan model pembelajaran …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal...

73
ISSN. 2355-0813 Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 1 PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013 Jati Aurum Asfaroh dan Hidayati Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta Abstract According to descriptive study, the research is intended to know the inclination of the result of IPA learning in class VII grade at SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan by using jigsaw, Think Pair Share (TPS) and conventional model. According to comparative study is to know the difference of the result of IPA learning on the VII grade students by using the learning models. The research conducted in class VII grade of SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan in Academic 2012/2013. The research population included all students of the VII grade of SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatanin academic 2012/2013 which consists of 4 classes with totaling 88 students. The samples were taken 3 classes by random sampling with class VII B and class VII C as experiment class and class VII D as control class. The collecting data by using documentation techniques to obtain the first skill of the students and using test technique to obtain data of the result of IPA learning. Validity of the questions were looked for by using product moment correlation. The question reliability was looked for using the KR-20 formula; the result is 0.72 rtt was explained was reliable. The data analysis techniques was calculated using the F or ANOVA test A, but previously conducted analysis of requirement test, including test distribution normality and homogenity of variance test. According to descriptive study, the result showed that the tendency of the result of IPA learning on class VII grade of SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan in Academic 2012/2013 which using the model of cooperative learning (jigsaw in very high categories, Think Pair Share (TPS), and conventional models ware high categories. In the F test using the dk a = 2 and db d = 52 obtained F hitung = 7,07 whereas in table of The F values were 3.164 at significance level of 5 % and 4.98 at 1% significance level. Because the result of F hitung > F 1%, there were significant difference of the result of IPA learning on the class VII grade of SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan in academic 2012/2013 between the learning presses using jigsaw and Think Pair Share (TPS) cooperative learning models. From the result of Shceffe test described that jigsaw was higher than Think Pair Share (TPS) cooperative leaning models, Think Pair Share (TPS) was higher than conventional cooperative learning models. The teacher must be increase quality of learning outcomes besides using jigsaw and Think Pair Share (TPS) models to get maximal learning outcomes. Key Words: jigsaw and Think Pair Share (TPS) learning models and learning result

Upload: duongkhanh

Post on 05-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 1

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE JIGSAW DAN TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP HASIL BELAJAR

IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN

AJARAN 2012/2013

Jati Aurum Asfaroh dan Hidayati

Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Abstract

According to descriptive study, the research is intended to know the inclination of

the result of IPA learning in class VII grade at SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan by

using jigsaw, Think Pair Share (TPS) and conventional model. According to comparative

study is to know the difference of the result of IPA learning on the VII grade students by

using the learning models. The research conducted in class VII grade of SMP Taman

Dewasa Ibu Pawiyatan in Academic 2012/2013. The research population included all

students of the VII grade of SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatanin academic 2012/2013

which consists of 4 classes with totaling 88 students. The samples were taken 3 classes by

random sampling with class VII B and class VII C as experiment class and class VII D as

control class. The collecting data by using documentation techniques to obtain the first

skill of the students and using test technique to obtain data of the result of IPA learning.

Validity of the questions were looked for by using product moment correlation. The

question reliability was looked for using the KR-20 formula; the result is 0.72 rtt was

explained was reliable. The data analysis techniques was calculated using the F or

ANOVA test A, but previously conducted analysis of requirement test, including test

distribution normality and homogenity of variance test. According to descriptive study, the

result showed that the tendency of the result of IPA learning on class VII grade of SMP

Taman Dewasa Ibu Pawiyatan in Academic 2012/2013 which using the model of

cooperative learning (jigsaw in very high categories, Think Pair Share (TPS), and

conventional models ware high categories. In the F test using the dka = 2 and dbd = 52

obtained Fhitung = 7,07 whereas in table of The F values were 3.164 at significance level of

5 % and 4.98 at 1% significance level. Because the result of Fhitung > F 1%, there were

significant difference of the result of IPA learning on the class VII grade of SMP Taman

Dewasa Ibu Pawiyatan in academic 2012/2013 between the learning presses using jigsaw

and Think Pair Share (TPS) cooperative learning models. From the result of Shceffe test

described that jigsaw was higher than Think Pair Share (TPS) cooperative leaning

models, Think Pair Share (TPS) was higher than conventional cooperative learning

models. The teacher must be increase quality of learning outcomes besides using jigsaw

and Think Pair Share (TPS) models to get maximal learning outcomes.

Key Words: jigsaw and Think Pair Share (TPS) learning models and learning result

Page 2: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 2

A. PENDAHULUAN

Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari oleh

siswa SMP. Ilmu Pengetahuan Alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam

secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang

berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu

proses penemuan. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar

secara ilmiah. IPA diarahkan untuk berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk

memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Pembelajaran IPA

sebaiknya dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif untuk menumbuhkan

kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai

aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA yang dilaksanakan di

SMP hendaknya menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui

penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP, 2006: 1).

Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang tidak menuntut hafalan, tetapi

pembelajaran yang banyak memberikan latihan untuk mengembangkan cara berfikir yang

sehat dan masuk akal berdasarkan kaidah-kaidah IPA. Tidak dapat disangkal, bahwa

konsep merupakan suatu hal yang sangat penting. Pentingnya pemahaman konsep dalam

proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara

memecahkan masalah. Untuk itu yang terpenting dari belajar yang bermakna dan tidak

hanya seperti menuang air dalam gelas pada siswa. Dalam kondisi demikian, maka

kompetensi guru dituntut untuk mampu meramu wawasan pembelajaran yang lebih

menarik dan disukai oleh siswa.

Berdasarkan hasil observasi di kelas VII SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan tahun

ajaran 2012/2013 menunjukkan bahwa pada saat proses pembelajaran IPA masih sering

dijumpai adanya kecenderungan siswa tidak memperhatikan pada saat guru menjelaskan

pelajaran dan tidak mau bertanya apabila ada bagian yang tidak jelas. Ketika guru

menanyakan bagian mana yang belum mengerti seringkali siswa hanya diam, dan setelah

guru memberikan soal latihan barulah guru mengerti bahwa sebenarnya ada bagian dari

materi yang belum dimengerti siswa. Siswa cenderung pasif dalam pembelajaran, seperti

kurangnya aktivitas bertanya, dan mengemukakan gagasan dari siswa. Siswa hanya

menerima informasi dari guru. Pembelajaran minim dengan aktivitas siswa sehingga

mengakibatkan pembelajaran menjadi tidak bermakna dan belum mencapai beberapa

tujuan pembelajaran IPA.

Sebagian besar siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka

pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan/diaplikasikan pada

situasi baru. Siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep

tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep

yang dimiliki/dikuasai. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masih rendahnya daya serap

siswa terhadap pelajaran, yang tampak dari rerata hasil belajar siswa yang masih

memprihatinkan. Hasil belajar tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai Ujian Tengah

Semester di SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 yang

relatif rendah dibanding dengan mata pelajaran lain.

Tabel 1. Data Nilai Ujian Tengah Semester

Mata pelajaran Nilai

Bahasa Inggris 78

IPA 63

IPS 65

Page 3: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 3

Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan pembenahan dalam

pembelajaran sehingga dapat mengaktifkan siswa. Model pembelajaran yang diperlukan

saat ini adalah model pembelajaran yang inovatif dan kreatif yang memberikan iklim

kondusif dalam pengembangan daya nalar dan kreatifitas siswa. Salah satunya adalah

dengan menerapkan pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran dengan menggunakan

kelompok kecil yang saling bekerjasama dalam menyelesaikan tugas. Siswa dalam

kelompok kooperatif belajar diskusi, saling membantu, dan mengajak satu sama lain untuk

mengatasi masalah belajar (Isjoni, 2012: 20).

Pembelajaran kooperatif diantaranya adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

dan tipe Think Pair Share (TPS). Pembelajaran tipe jigsaw merupakan suatu pembelajaran

kooperatif yang mengutamakan kerjasama dan saling ketergantungan antara siswa serta

didasarkan pada pandangan kontruktivisme dimana pengetahuan dibangun dari

pengetahuan siswa itu sendiri. Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa bekerja

dalam kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok mereka sendiri (asal) dan dalam

kelompok ahli. Pembelajaran tipe Think Pair Share (TPS), model pembelajaran ini

menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan

oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Pembelajaran kooperatif

Think Pair Share (TPS) memiliki prosedur pembelajaran yaitu guru memberikan

pertanyaan kepada kelas.Siswa diminta memikirkan sebuah jawaban dari mereka sendiri,

lalu berpasangan dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan terhadap

jawaban. Akhirnya guru meminta para siswa untuk berbagi jawaban yang telah mereka

sepakati denga seluruh kelas (Robert E. Slavin, 2005: 257).

B. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan tahun

ajaran 2012/2013. Penelitian ini termasuk jenis penelitian quasi eksperimen. Desain

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Matched Group Pre Test Post Test

Design” (Suharsimi Arikunto, 2002: 78). Model yang dimaksud terdiri dari kelompok

eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada kelas VII B

yang terdiri dari 18 siswa (10 putri dan 8 putra) dan tipe Think Pair Share (TPS) pada kelas

VII C yang terdiri dari 19 siswa (9 putri dan 10 putra) sedangkan kelompok kontrol pada

kelas VII D yang terdiri dari 18 siswa (10 putri dan 8 putra) menggunakan model

pembelajaran konvensional. Ketiga kelompok diberi pretest (T1) sebelum perlakuan

diberikan. Pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Setelah perlakuan,

ketiga kelompok diberi postest (T2) untuk mengetahui hasil belajar siswa. Variabel

penelitian adalah sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti (Sugiyono, 2013: 60). Variabel penelitian meliputi:

model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share (TPS), dan hasil belajar siswa.

Data penelitian dikumpulkan melalui teknik dokumentasi untuk memperoleh nilai

tes berupa nilai ulangan tengah semester sebagai nilai kemampuan awal dan tes hasil

belajar (Sugiyono, 2008: 240). Penggunaan tes hasil belajar dimaksudkan untuk mengukur

hasil belajar siswa tiap kelompok setelah masing-masing kelompok diajar dengan

menggunakan model pembelajaran yang tidak sama tetapi materi yang sama (Sukardi,

2005: 138). Bentuk tes yang digunakan adalah pilihan ganda berjumlah 30 butir.

C. HASIL PENELITIAN

Sebelum melakukan proses uji hipotesis perlu dilaksanakan terlebih dahulu uji

normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas sebaran dari data yang diperoleh

Page 4: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 4

meliputi tiga kelompok yaitu kelompok yang pembelajarannya dengan model

pembelajaran jigsaw , Think Pair Share (TPS) dan konvensional. Hasil uji normalitas

sebaran data hasil belajar IPA adalah sebagai berikut.

Tabel. 2 Uji Normalitas Sebaran

Kelompok Dk 𝒳²hitung 𝒳²tabel 5% Status

jigsaw 3 2,350 5,991 Distribusi normal

TPS 3 4,860 5,991 Distribusi normal

Konvensional 3 2,760 5,991 Distribusi normal

Memperhatikan tabel di atas, tampak bahwa 𝒳 hitung < 𝒳 tabel, dengan demikian berarti bahwa ketiga kelompok tersebut sebaran data berdistribusi normal (Sugiyono,

2013: 241). Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal

dari populasi yang homogen atau tidak (Sudjana, 1976:263). Dari data hasil penelitian

diperoleh S² = 17,28 dan B = 64,35 sedangkan hasil selanjutnya dapat dilihat pada tabel 3

berikut.

Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Varian

Sampel Dk 1/dk Si2 Log Si2 dk Log Si2

1 17 0.058 12,53 1,09 18,53

2 18 0.055 14,59 1,16 20,88

3 17 0.058 24,90 1,39 23,63

Jumlah 63,04

Dari data penelitian diperoleh harga 𝒳 ² = 3,016 sedangkan dari daftar tabel

distribusi chi-kuadrat, jika α = 0.05 dan dk = k – 1 = 3 – 1 = 2, maka nilai 𝒳² = 5,991

dengan demikian 𝒳 ² hitung <𝒳 ² tabel sehingga hipotesis yang menyatakan tidak ada pengaruh varians antara kelompok 1, 2 dan 3 dapat diterima berarti varian dari ketiga

kelompok tersebut homogen.

Untuk mengetahui kecenderungan hasil belajar IPA yang pembelajarannya dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan tipe Think Pair Share (TPS),

terlebih dahulu dihitung rata-rata observasinya. Untuk menganalisis data secara deskriptif

yang perlu dicari terlebih dahulu adalah skor terendah, skor tertinggi rata-rata, simpangan

baku dari setiap variabel kemudian dibandingkan dengan kurva normal ideal (Saifuddin

Azwar, 2009:108). Pada penelitian ini diperoleh skor maksimal ideal = 26 skor minimal

ideal = 0 maka M = 0,5(26+0)= 13 dan SD = 2,17 sehingga dapat disusun kriteria sebagai

berikut: 16,26 – 26,00 (Sangat tinggi), 14,09 – 16,25 (Tinggi), 11,92 – 14,08 (Sedang),

9,75 – 11,91 (Rendah), dan 0,00 – 9,74 (Sangat Rendah).

Hasil belajar IPA yang pembelajarannya dengan menggunakan model pembelajaran

jigsaw, diperoleh rata-rata = 19,37. Dengan melihat hasil rata-rata dan dibandingkan

dengan kriteria di atas, rata-rata kelompok ini berada pada interval 16,25 – 26,00 maka

hasil belajar IPA yang pembelajarannya dengan menggunakan model pembelajaran jigsaw

siswa kelas VII semester II SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta tahun ajaran

2012/2013 termasuk kategori sangat tinggi.

Hasil belajar IPA yang pembelajaranya dengan menggunakan model pembelajaran

Think Pair Share (TPS), diperoleh rata-rata = 16,20. Dengan melihat hasil rata-rata dan

dibandingkan dengan kriteria di atas, rata-rata kelompok ini berada pada interval 14,09 –

16,25 maka hasil belajar IPA yang pembelajarannya dengan menggunakan model

pembelajaran Think Pair Share (TPS) siswa kelas VII semester II SMP Taman Dewasa Ibu

Pawiyatan Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 termasuk kategori tinggi.

Page 5: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 5

Hasil belajar IPA yang pembelajarannya dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional, diperoleh rata-rata = 14,50. Dengan melihat hasil rata-rata dan dibandingkan

dengan kriteria di atas, rata-rata kelompok ini berada pada interval 14,08 – 16,25, maka

hasil belajar IPA yang pembelajarannya dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional siswa kelas VII semester II SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta

tahun ajaran 2012/2013 termasuk kategori tinggi.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar

IPA siswa kelas VII SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan tahun ajaran 2012/2013 antara

pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan model pembelajaran

konvensional. Untuk menjawab hipotesis apakah ada perbedaan hasil belajar IPA siswa

antara pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe jigsaw, model kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS), dan model pembelajaran konvensional, digunakan analisis varians

satu jalur (ANAVA). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh harga F hitung = 7,07. Ftabel

pada taraf signifikansi 5% dengan dk pembilang 2 dan dk penyebut 52 adalah 3,164

sedangkan Ftabel pada taraf signifikansi 1% = 4,98 karena Fhitung> Ftabel 1%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: ada perbedaan yang sangat signifikan

hasil belajar IPA antara yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw, tipe Think Pair Share (TPS) dan konvensional, untuk lebih jelasnya

dapat dilihat di tabel 4 berikut.

Tabel 4. Ringkasan ANAVA Data Penelitian

Sumber

variasi Dk JK RJK Fh Ft

Keterangan

Rerata 1 18620 185620

7,07

3.164 (5%)

4.98 (1%) Sangat

Signifikan

Antar kel 2 323,43 161,72

Dalam kel 52 1189,30 22,87

Total 55

Untuk menentukan model pembelajaran yang lebih baik dengan menggunakan uji

Scheffe, dengan terlebih dahulu diurutkan harga rata-rata dari ketiga model pembelajaran

tersebut, dari hasil perhitungan diperoleh harga rata-rata dari ketiga model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw > model pembelajaraan kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) >

harga rata-rata model pembelajaran konvensional (X1> X2> X3).

1. Membandingkan antara model pembelajaran jigsaw dengan Think Pair Share (TPS)

Hasil perhitungan, α = 0.05 serta dk = 52 diperoleh ttabel = 1,675 dengan demikian

bahwa diperoleh thitung> ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari pada model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).

2. Membandingkan antara model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model

pembelajaran konvensional

Hasil perhitungan, α = 0.05 serta dk = 52 diperoleh ttabel = 1,675 dengan demikian

bahwa diperoleh thitung> ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari pada model

pembelajaran konvensional.

3. Membandingkan antara model pembalajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)

dengan model pembelajaran konvensional

Page 6: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 6

Hasil perhitungan, α = 0.05 serta dk = 52 diperoleh ttabel = 1,675 dengan demikian

bahwa diperoleh thitung> ttabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) lebih tinggi

dari pada model pembelajaran konvensional.

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari model pembelajaran

koopearif tipe Think Pair Share (TPS) dan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

Share (TPS) lebih tinggi dari pada model pembelajaran konvensional, maka model

pembelajaran jigsaw lebih tinggi dari model konvensional. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa: hasil belajar IPA menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw lebih tinggi dari model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS),

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) lebih tinggi dari model

pembelajaran konvensional.

D. PEMBAHASAN

Berdasarkan data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecenderungan hasil

belajar yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

yang diikuti 19 siswa memperoleh skor rata-rata = 19,37 sedangkan rata-rata ideal = 13

dan SD = 3,82 sehingga dalam kurva normal berada dalam kategori sangat tinggi. Hal ini

disebabkan dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa akan lebih aktif dalam

kerja tim, dapat mengembangkan hubungan antar pribadi positif di antara siswa yang

memiliki kemampuan belajar berbeda, menerapkan bimbingan sesama teman, rasa harga

diri siswa yang lebih tinggi, penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar,

pemahaman materi lebih mendalam, meningkatkan motivasi belajar dan menguasai

pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba

untuk mempelajari semua materi sendirian (Mitahul Huda, 2013: 121).

Kecenderungan hasil belajar yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) yang diikuti 18 siswa memperoleh

skor rata-rata = 16,20 sedangkan rata-rata ideal = 13 dan SD = 3,54 sehingga dalam kurva

normal berada dalam kategori tinggi. Karena dalam model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS) memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang pembelajarannyakan karena secara tidak

langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh

kesempatan untuk memikirkan materi yang pembelajarannyakan, siswa akan terlatih

menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan temannya untuk

mendapatkan kesepakaatan dalam memecahkan masalah, siswa lebih aktif dalam

pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, siswa memperoleh

kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide

yang ada menyebar, memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam

proses pembelajaran.

Kecenderungan hasil belajar yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran konvensional yang diikuti 18 siswa memperoleh skor rata-rata = 14,50

sedangkan rata-rata ideal = 13 dan SD = 4,99 sehingga dalam kurva normal berada dalam

kategori tinggi. Karena dalam model pembelajaran konvensional yang aktif adalah guru

sedangkan siswa pasif maka konsep yang diperoleh tidak akan bertahan lama dalam

ingatan. Siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan

melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada siswa. Proses belajar

mengajar berjalan monoton sehingga membosankan dan membuat siswa pasif karena

kurangnya kesempatan yang di berikan, siswa lebih terfokus membuat catatan, siswa akan

lebih cepat lupa, pengetahuan dan kemampuan siswa hanya sebatas pengetahuan yang

diberikan oleh guru. Pembelajaran yang terjadi pada model konvensional berpusat pada

Page 7: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 7

guru, dan tidak terjadi interaksi yang baik antara siswa dengan siswa. Siswa tidak bisa

menilai apa yang dipelajarinya, tidak bisa menyusun fakta dan mengambil kesimpulan

karena mereka tidak memperoleh hasil belajar yang lebih tahan lama tertanam dalam

memorinya.

Dalam pengujian hipotesis disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan

hasil belajar IPA antara yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw, model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan

model pembelajaran konvensional konsep ekosistem siswa kelas VII semester genap SMP

Taman Dewasa Ibu Pawiyatan tahun ajaran 2012/2013. Hal ini ditunjukan oleh Fhitung >

Ftabel pada taraf signifikansi 1%.Ini berarti ada pengaruh yang positif dan sangat signifikan

antara model pembelajaran terhadap hasil belajar. Tiga kelompok yang memiliki

kemampuan awal yang sama, setelah diberi perlakuan yang berbeda ternyata memberikan

hasil belajar yang berbeda pula. Ini menunjukkan bahwa perlakuan dalam hal ini

penggunaan model pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar. Hasil yang diperoleh

dari ketiga kelompok tersebut menunjukkan adanya perbedaan.

Untuk menentukan model pembelajaran yang lebih baik digunakan uji Scheffe.

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh t21 = 2,02 > dari ttabel dengan dk 52 = 1.675 ini

berarti hasil belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari hasil belajar yang pembelajarannya menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Untuk hasil t13= 1,750 > dari

ttabel dengan dk 52 = 1.675 ini berarti hasil belajar IPA yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) lebih tinggi dari

hasil belajar yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional.

Untuk hasil t23= 3,09 > dari ttabel dengan dk 52 = 1.675 ini berarti hasil belajar IPA yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi

dari hasil belajar yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional.

Hasil belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan model jigsaw lebih tinggi

dari pada hasil belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan model Think Pair Share

(TPS). Ini berarti bahwa model jigsaw lebih baik dari pada Think Pair Share (TPS). Hasil

belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS) lebih tinggi dari pada hasil belajar menggunakan model

pembelajaran konvensional. Hal tersebut terjadi karena siswa yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih aktif dalam pembelajaran,

dapat mengembangkan hubungan antar pribadi positif di antara siswa yang memiliki

kemampuan belajar berbeda, menerapkan bimbingan sesama teman, rasa harga diri siswa

yang lebih tinggi, penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar, pemahaman materi

lebih mendalam, meningkatkan motivasi belajar dan menguasai pengetahuan secara

mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari

semua materi sendirian. Siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) tidak semuanya aktif, dan hanya siswa yang aktif

yang dapat menemukan konsep sendiri.

Pada model pembelajaran konvensional, siswa kurang aktif dalam mengerjakan apa

yang diperintahkan guru sehingga tidak dapat menemukan konsep sendiri. Siswa hanya

sebagai pendengar dan hanya mencatat hal-hal yang penting dari keterangan guru. Jika

dibandingkan antara model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan model pembelajaran konvensional ternyata

model konvensional lebih rendah. Hal ini dimungkinkan karena yang aktif hanya gurunya

saja, sedangkan siswanya pasif. Dengan demikian hasil belajar IPA konsep ekosistem

apabila dalam pembelajarannya diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan

Page 8: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 8

atau model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), maka hasil belajarnya

akan meningkat.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan hasil belajar

IPA yang pembelajarannya dengan menggunakan model kooperatif tipe jigsaw siswa kelas

VII semester genap SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta tahun ajaran

2012/2013 adalah sangat tinggi. Kecenderungan hasil belajar IPA yang pembelajarannya

dengan menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) siswa kelas VII

semester genap SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013

adalah tinggi. Kecenderungan hasil belajar IPA yang pembelajarannya dengan

menggunakan model konvensional konsep ekosistem siswa kelas VII semester genap SMP

Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 adalah tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

yang sangat signifikan hasil belajar IPA siswa kelas VII SMP Taman Dewasa Ibu

Pawiyatan Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013, antara pembelajarannya menggunakan

model kooperatif tipe jigsaw, tipe Think Pair Share (TPS), dan model pembelajaran

konvensional. Dari hasil uji Shceffe didapat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw lebih tinggi dari model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) lebih tinggi dari model

pembelajaran konvensional.

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti memberikan saran untuk guru dapat

meningkatkan kualitas mengajar antara lain dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw dan tipe Think Pair Share (TPS) agar diperoleh hasil belajar yang

maksimal. Siswa dibiasakan untuk diskusi kelompok agar dapat berperan aktif dalam

pembelajaran sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk

mendengarkan, berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang

bermakna.

F. DAFTAR PUSTAKA

BSNP.2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPA untuk

SMP/MTs.Tidak diterbitkan. Jakarta.

Isjoni. 2012. Pembelajaran kooperatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Miftahul Huda. 2013. Cooperative Learning, metode, teknik, struktur, dan model

penerapan.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Robert E. Slavin. 2005.Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik.Bandung :Nusa

Media.

Saifuddin, Azwar. 2008. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sudjana. 1976. Metode statistik.Bandung : Tarsino.

Sugiyono. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto. 2002. Evaluasi Pendidikan.Jakarta : Rineka Cipta.

Sukardi.2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.Jakarta :

Bumi Aksara.

Page 9: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 9

UPAYA PENINGKATAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA

KELAS VIII SMP NEGERI 12 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

Chairin Najemi dan Hidayati Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Abstract

The purpose of this research was to determine the constructivism learning model in

order to increase interest in science learning and achievement of class VIII C of SMP

Negeri 12 Yogyakarta in the Academic Year 2012/2013. This type of research is

Classroom Action Research (CAR) or Clasroom Action Research (CAR) conducted

collaboratively. Subjects in this study were students of class VIII C, amounting to 34

students. Objects in this research is of interest, science learning achievement and learning

constructivism. The data collecting technique is conducted by observation, interview,

questionnaires engineering, documentation and test. Techniques of data analysis

conducted qualitative descriptions. Achievement test data analysis is done by calculating

the average and the percentage of successful products. The results showed that after the

implementation of this constructivism learning students' interest in learning has increased.

Seen before action students just passively listening to the teacher explain the matter but

after being given the actions they have started actively to ask, and discuss with friends.

Percentage of student interest obtained from the questionnaire on pre-action that is

63.81%, while the percentage obtained in the first cycle of 71.55%, and the second cycle is

obtained percentage of 78.34%. The students also experienced an increase of value

average 56.65 initial capability, increased in the first cycle to 68.7, and the second cycle

increased to 75.92. It can be said that the interest in constructivism learning model and

student achievement VIII Class C SMP Negeri 12 Yogyakarta can be improved.

Keywords: Learning Constructivism, Interests, Learning Achievement.

A. PENDAHULUAN

Menurut Dimyati (2009:7), pendidikan adalah proses interaksi guru dengan siswa,

yang bertujuan meningkatkan perkembangan mental sehingga mandiri dan utuh. Hal ini

membuat siswa mempunyai peran belajar serta guru sebagai fasilitator, motivator, dan

sekaligus evaluator dalam kegiatan belajar mengajar. Peran guru sebagai fasilitator dalam

kegiatan pembelajaran, antara lain menyediakan kemudahan kepada siswa dalam belajar.

Peran guru sebagai motivator dalam kegiatan pembelajaran antara lain memberikan

rangsangan bagi pengembangan inisiatif dan kreatifitas para siswa serta mendorong siswa

untuk menerapkan ide/gagasan barunya. Peran guru yang lain adalah sebagai evaluator atau

penilai, artinya guru harus mampu menilai kemajuan belajar siswa baik.

Menurut Munjid Nur Alamsyah (2003:1), kenyataan yang terjadi di lapangan, guru

cenderung dominan dalam mengajarkan konsep atau materi pelajaran di kelas sehingga

siswa semakin tergantung pada inisiatif guru. Dalam hal ini semua kegiatan di kelas berpusat

pada guru, apabila keadaan ini berlangsung secara terus menerus, maka upaya untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran tidak akan mengalami perubahan. Pembelajaran yang

dilaksanakan miskin aktivitas sehingga siswa merasa bosan dan pada akhirnya kemampuan

berpikir tidak berkembang, hal tersebut mengakibatkan pembelajaran menjadi tidak

Page 10: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 10

bermakna. Dari hal tersebut akan secara otomatis mengurangi ketertarikan siswa terhadap

pelajaran IPA. Padahal pelajaran IPA bukanlah pelajaran yang sulit. Hal seperti di atas juga

terjadi di kelas VIII C SMP Negeri 12 Yogyakarta. Ketertarikan siswa terhadap

pembelajaran IPA masih rendah. Sebagaimana data yang diperoleh dari hasil nilai rata-rata

ulangan IPA akhir semester 1 kelas VIII C SMP Negeri 12 Yogyakarta Tahun Pelajaran

2012/2013 sebesar 56,65. Artinya dalam Kriteria Ketuntusan Minimal (KKM) belum

memenuhi standar dari sekolah tersebut yang nilainya sebesar 70. Kondisi ini sangat

memperhatinkan dan perlu upaya konkrit sejak dini untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada tanggal 14 Maret 2013 di kelas

VIII C SMP Negeri 12 Yogyakarta pada pelajaran IPA, suasana belajar-mengajar masih

berpusat pada guru sehingga menjadikan siswa kurang komunikatif dalam kegiatan belajar

mengajar. Rasa ingin tahu siswa terhadap pelajaran IPA serta motivasi siswa untuk

menyelesaikan soal masih kurang. Siswa terkesan takut dan kurang percaya diri

mengemukakan idenya apalagi ketika guru meminta menyelesaikan soal di depan kelas.

Untuk menumbuhkan minat dan ketertarikan belajar IPA, guru harus berani menggunakan

model-model pembelajaran inovatif. Salah satu model pembelajaran yang berpusat pada

siswa yaitu model pembelajaran kontruktivisme.

Von Glaserfeld dan Matthews yang dikutip dalam Paul Suparno (1997:18),

menyatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat pengetahuan yang

menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pada

pendekatan konstruktivisme, pengetahuan adalah bukan suatu fakta yang tinggal ditemukan,

melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Para

konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang

mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke

kepala orang lain (siswa). Langkah-langkah model pembelajaran konstruktivisme menurut

Tyler dalam Sumatowa (2006:55), dibagi dalam 3 fase sebagai berikut, 1) Fase Eksplorasi

yaitu guru memancing pengetahuan awal siswa mengenai materi yang akan dipelajari pada

saat itu, 2) Fase Klarifikasi, Pada fase ini informasi berupa pengetahuan awal siswa di

perdalam agar bisa menambah pengetahuan siswa mengenai materi yang dipelajari, dan 3)

Fase Aplikasi, Pada fase ini guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dipelajari

agar bisa mengetahui apakah perencanaan sesuai dengan pelaksanaan. Belajar merupakan

proses konstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan mental siswa secara aktif, juga

merupakan proses yang menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengalaman-

pengalaman yang dimiliki seseorang sehingga pengetahuannya mengenai objek tertentu

menjadi lebih kokoh. Siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan untuk dirinya sendiri,

dan bukan pengetahuan yang datang dari guru “diserap” oleh siswa. Ini berarti bahwa setiap

siswa akan mempelajari sesuatu yang sedikit berbeda dengan pelajaran yang diberikan

(Muijs dan Reynolds, 2011:97). Menurut Syaiful Bahri D dan Aswan Zain (1996:95), model

pembelajaran konstruktivisme memiliki kelebihan antara lain sebagai berikut. 1) Dapat

membina siswa dengan kebiasaan menerapkan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara

terpadu, 2) Dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru, 3) Dapat

merangsang dan mengembangkan kreatifitas siswa dalam bentuk ide, gagasan dan terobosan

dalam memecahkan suatu masalah, dan 4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengemukakan pendapatnya dengan bahasa sendiri. Kekurangan model pembelajaran

konstruktivisme sebagai berikut. 1) Memerlukan waktu yang cukup lama, 2) Tidak mudah

merangsang siswa dengan memberikan pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikirnya

siswa, 3) Tidak semua siswa ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran melalui

percobaan, dan 4) Jumlah alat yang disediakan harus disesuaikan dengan jumlah siswa, jika

hal tersebut tidak dipenuhi maka akan menimbulkan hasil yang kurang memuaskan.

Page 11: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 11

Pembelajaran konstruktivisme merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada

proses pembelajaran, dimana dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk aktif dalam

membangun sendiri pengetahuannya sehingga siswa mampu berpikir mandiri. Pada

pembelajaran ini guru tidak mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, akan tetapi

guru berperan sebagai fasilitator untuk membantu agar proses pengkonstruksian

pengetahuan oleh siswa dapat berjalan lancar. Dalam kegiatan pembelajaran, model

pembelajaran konstruktivisme dapat membangkitkan minat karena siswa dituntut aktif

dalam membangun sendiri pengetahuannya yang kemudian siswa mampu berpikir mandiri,

maka penerapan model pembelajaran konstruktivisme dilakukan sebagai salah satu upaya

untuk meningkatkan minat siswa terhadap materi yang dipelajari melalui interaksinya

terhadap alam melalui pengalaman langsung, sehingga prestasi belajar siswa dapat

meningkat. Pembelajaran IPA melalui pendekatan konstruktivisme diharapkan siswa dapat

terlihat aktif dalam pelajaran sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan

yang dimilikinya dengan pengetahuan ilmiah yang baru ditemukan. Dari latar belakang di

atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah: bagaimana upaya meningkatkan minat

siswa dalam pembelajaran IPA melalui model pembelajaran konstrukstivisme dan

bagaimana upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui

model pembelajaran konstruktivisme. Aplikasi model pembelajaran konstruktivisme dalam

materi mata pelajaran IPA diharapkan dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar IPA.

B. METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII C SMP Negeri 12 Yogyakarta tahun ajaran

2012/2013. Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas. Menurut Suharmi

Arikunto (2009:2), Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian tindakan (action

research) yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran di kelas.

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII C SMP Negeri 12 Yogyakarta berjumlah 34

siswa. Objek dalam penelitian ini adalah minat, prestasi belajar IPA, dan model

pembelajaran konstruktivisme.Teknikpengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dengan lembar observasi, angket, tes hasil belajar, catatan lapangan, lembar

wawancara, dan dokumentasi.

Data penelitian dikumpulkan melalui observasi langsung oleh peneliti dan

kolaborator pada saat pembelajaran berlangsung yang terdiri dari lembar observasi keaktifan

siswa, lembar observasi aktivitas guru dalam proses belajar mengajar. Angket untuk

mengetahui minat siswa terhadap pembelajaran konstruktivisme, tes digunakan untuk

mengetahui hasil belajar sedangkan dokumentasi digunakan untuk memperoleh data

kemampuan awal siswa.

Indikator keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur

tercapainya peningkatan prestasi belajar siswa, yaitu sebagai berikut. 1) Tindakan yang telah

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam model pembelajaran konstruktivisme, 2)

Meningkatnya minat belajar IPA siswa minimal 5% dilihat dari hasil angket yang diberikan

pada saat pra siklus, siklus I dan siklus II, dan 3) Setelah tindakan nilai rata-rata tes prestasi

belajar siswa dikatakan meningkat bila dari pra tindakan ke siklus I naik minimal 5%,

kemudian dari siklus I ke akhir siklus II naik minimal 5% dan mencapai kategori tinggi

(61% - 80%) sesuai dengan tabel tingkat keberhasilan prestasi belajar siswa.

Page 12: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 12

C. HASIL PENELITIAN

Proses pembelajaran pada penelitian tindakan kelas ini dalam 2 siklus.

Siklus pertama terdiri dari 3 pertemuan dan siklus kedua terdiri dari 3 pertemuan

dengan menerapkan modelpembelajaran konstruktivisme.

Siklus I

Pada siklus I dilaksanakan dalam 3 pertemuan, membahas tentang materi

bahan kimia dalam rumah tangga. Langkah-langkah dalam pembelajaran ini

sebagai berikut. Pada fase eksplorasi pembelajaran diawali dengan kegiatan

merangsang dan memancing pengetahuan siswa untuk mengungkapkan idenya

mengenai materi yang akan dibahas. Tugas guru dalam proses ini lebih

menekankan untuk merangsang pemikiran siswa, memberikan persoalan, dan

membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan konsepnya, serta kritis menguji

konsep yang dibentuk siswa. Untuk memancing pemikiran dan ide siswa maka guru

memberikan beberapa soal tanya jawab mengenai materi yang akan dibahas. Ketika

guru melakukan tanya jawab hanya beberapa siswa saja yang aktif menjawab

pertanyaan yang diberikan guru. Setelah itu untuk memudahkan siswa membentuk

ide dan konsep baru kemudian guru mengenalkan berbagai macam contoh baik

berupa benda maupun gambar. Yang terpenting dalam tahap ini adalah menghargai

dan menerima pemikiran siswa apa pun adanya. Dengan tetap mengarahkan apakah

pemikiran atau ide tersebut jalan atau tidak.Dalam fase klarifikasi guru lebih

memperdalam lagi informasi berupa pengetahuan awal siswa dengan kegiatan

diskusi. Sebelum diskusi dimulai guru membentuk beberapa kelompok siswa yang

masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 siswa. Pada awalnya siswa banyak

yang kurang setuju dengan pembagian kelompok tersebut. Guru kemudian

membujuk siswa kembali ke kelompok semula. Guru membimbing kelompok

dalam melakukan kegiatan diskusi. Pada waktu berdiskusi guru berkeliling

membimbing siswa jika mengalami kesulitan, selain itu guru juga bertugas

mengarahkan siswa jika terjadi kesalahan konsep. Guru mengamati kerja

kelompok 3 dan 4 yang terlihat ramai sendiri. Mereka masih terlihat bingung dalam

bekerjasama dengan kelompok. Kemudian guru menanyakan apa kesulitan mereka.

siswa masih malu untuk menanyakan kepada guru. Berbeda dengan dengan

kelompok 5 dan 7 mereka justru terlihat aktif mengerjakan LKS. Mereka bahkan

sudah berbagi tugas untuk mencari informasi tentang materi tersebut. Setelah

selesai berdiskusi dengan kelompok, kemudian guru memberikan kesempatan

untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Dari sinilah minat siswa

mulai terlihat jelas dari pertemuan sebelumnya. Ketika menyarankan untuk

presentasi di depan, 4 dari 7 kelompok mengangkat tangan berharap kelompok

merekalah yang dipersilahkan maju ke depan. Setelah semua anggota kelompok

presentasi kemudian guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan hasil diskusi

yang telah dibahas. Guru juga memberikan penguatan terhadap materi yang

dianggap penting supaya tidak terjadi kesalahpahaman konsep. Dalam fase aplikasi

guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan

evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah perencanaan pembelajaran sesuai

dengan yang dilaksanakan. Guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran dengan

memberikan tes.

Pada siklus I, guru secara umum sudah melaksanakan proses pembelajaran

sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun akan tetapi keaktifan

siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung masih belum sepenuhnya tampak.

Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus I dapat

Page 13: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 13

disimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran

konstruktivisme sudah sesuai dengan prosedur yang direncanakan. Meskipun

demikian, terdapat beberapa permasalahan yang muncul pada siklus I antara lain: 1)

Masih banyak siswa yang belum terlihat aktif berdiskusi dengan kelompok, 2)

Siswa masih cenderung malu untuk bertanya, 3) Siswa belum terbiasa belajar

secara kelompok sehingga kerjasama dalam kelompok masih kurang optimal, 4)

Siswa masih belum siap presentasi ketika ditunjuk untuk maju, dan 5) Beberapa

siswa ada yang kurang memperhatikan ketika kelompok lain presentasi di depan. 5)

Masih membutuhkan waktu yang lama untuk berdiskusi.

Siklus II

Berdasarkan refleksi yang dilakukan terhadap siklus I, masih terdapat

beberapa permasalahan yang harus diselesaikan sehingga pada siklus II dapat

diperbaiki. Hal-hal yang masih perlu dilakukan dalam memperbaiki kelemahan

dan kekurangan pada siklus I untuk diperbaiki pada siklus II, dilaksanakan dengan

cara sebagai berikut. 1) Guru memberikan motivasi secara intensifkepada siswa

agar berperan aktif dalam proses pembelajaran. 2) Guru lebih intensif dalam

melakukan pendampingan dalam kelompok supaya bisa bekerjasama secara

optimal. 3) Guru memberikan waktu yang cukup untuk persiapan terlebih dahulu

kepada kelompok yang akan presentasi. 4) Dalam pelaksanaan pembelajaran guru

lebih bersikap tegas dan efisien terhadap waktu agar pembelajaran lebih efektif. 5)

Guru mengingatkan dan memberikan teguran kepada siswa agar memperhatikan

ketika penyampaian materi. 6) Guru lebih memberikan kesempatan kepada siswa

untuk bertanya. Pada awal siklus II, guru membuka pertemuan dengan mengucap

salam. Sebelum pembelajaran dimulai guru mengumumkan hasil evaluasi dan

memberikan penghargaan kepada kelompok atas keberhasilannya. Siswa terlihat

senang dan termotivasi untuk lebih meningkatkan nilainya pada evaluasi

selanjutnya. Materi yang dibahas pada siklus ini yaitu gerak pada tumbuhan.

Pada fase eksplorasi guru menyampaikan indikator yang akan dicapai

sebelum pelajaran dimulai. Sesuai dengan pembelajaran konstruktivisme guru

mencoba memancing pengetahuan siswa tentang gerak pada tumbuhan. Guru

melakukan tanya jawa kepada siswa mengenai materi tersebut. Tidak seperti pada

siklus I, pada siklus ini ketika guru melakukan tanya jawab banyak siswa yang

menanggapi pertanyaan tersebut. Keaktifan siswa siswa mulai terlihat

perkembanganya. Mereka sudah tidank cangung lagi untuk menjawab pertanyaan

dari guru, begitupula untuk menanggapi. Guru memberikan beberapa contoh

gambar tumbuhan yang sering terlihat disekeliling kita setiap hari. Ada beberapa

siswa yang cepat memahami contoh tersebut dan ada juga siswa yang lambat.

Beberapa ide yang diungkapkan siswa beranekaragam. Mereka sudah aktif untuk

mencari informasi tentang materi yang disajikan dari berbagai sumber. Misalnya

buku-buku refrensi, internet, bertanya kepada teman, dan lain sebagainya. Berbeda

dengan siklus I siswa masih malu untuk bertanya bahkan mengungkapkan idenya

ketika guru memberikan kesempatan. Pada fase klarifikasi siswa kembali

memposisikan diri untuk duduk bergabung dengan teman sekelompoknya.

kemudian guru membagikan LKS kepada siswa untuk didiskusikan. Kemudian

kegiatan diskusi dimulai dengan membahas materi tentang gerak pada tumbuhan.

Masing-masing kelompok mulai mempelajari materi dan mendiskusikan LKS yang

dibagikan. Kegiatan diskusi pada pertemuan ini sudah terlihat berjalan dengan baik.

Guru selalu berkeliling kelas mengamati perkembangan tiap-tiap kelompok. Guru

Page 14: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 14

juga terus memberikan motivasi kepada kelompok yang kurang aktif. Menanyakan

tentang kesulitan yang dihadapi mereka. mereka harus berani dan aktif

mengemukakan pendapatnya serta menunjukkan sikap saling berbagi dan

bekerjasama dalam berdiskusi. Guru memberikan waktu kepada kelompok terlebih

dahulu untuk persiapan. Pada presentasi kali ini terlihat berbeda dengan siklus I.

Hampir semua kelompok berani mengangkat tangan untuk maju ke depan tanpa

ditunjuk oleh guru terlebih dahulu. Mereka sudah tidak canggung dan ragu lagi

untuk berbicara di depan. Seperti kelompok 3 yang sebelumnya hanya 1 orang saja

yang berbicara, namun sekarang semua anggotanya sudah berani berbicara sesuai

dengan tugasnya masing-masing. Pada siklus II ini kegiatan diskusi mulai terlihat

perkembangan dari siklus I. Keaktifan siswapun terlihat ketika mereka berani

berbicara di depan kelas dan mengemukakan pendapatnya. Selain itu mereka juga

mampu menangapi hasil presentasi dari kelompok lain. Dalam fase aplikasi guru

mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dipelajari agar bisa mengetahui

apakah perencanaan sesuai dengan pelaksanaan. Seperti pada siklus I kegiatan

evaluasi dilakukan dengan memberikan tes. Tes ini dilaksanakan secara individu,

maka setiap siswa harus mengerjakanya sendiri tanpa bertanya kepada siapapun.

Kemudian setelah siswa selesai mengerjakan guru kembali membagikan angket

untuk diisi oleh siswa. Berdasarkan observasi selama pembelajaran siklus II, minat

dan prestasi belajar siswa sudah meningkat. Peningkatan tersebut tidak hanya

dilihat dari nilai yang diperoleh siswa, namun juga dilihat dari perubahan sikap

siswa.

D. PEMBAHASAN

Pada siklus I, pelaksanaan belajar kelompok belum dapat optimal karena

masih terlihat beberapa siswa kurang percaya diri untuk aktif dalam mengikuti

pembelajaran, masih ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan materi yang

disampaikan, dan siswa masih enggan untuk berdiskusi dengan kelompoknya.

Sedangkan pada siklus II, pelaksanaan belajar kelompok dapat berjalan dengan

lebih baik. Siswa sudah aktif dan lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran

disebabkan siswa sudah bisa membangun kerjasama dalam kelompok belajar,

berani mengemukakan pendapat, memperhatikan penjelasan yang diberikan dan

hampir semua siswa sudah terlibat dalam kerja kelompok.

Hasil lembar observasi keaktifan siswa dari tiap indikator mengalami

peningkatan dari siklus I dan siklus II. Jumlah rerata persentase yang diperoleh

siswa pada siklus I adalah 65,90% dan mengalami peningkatan pada siklus II

menjadi 79,54% sehingga indikator keberhasilan tindakan dapat tercapai. keaktifan

siswa yang mengalami kenaikan terletak pada indikator persiapan sebelum mulai

pembelajaran, hal ini terlihat saat guru sebelum memulai pelajaran siswa terlebih

dahulu sudah mempersiapkan buku dan alat tulis. Pada indikator kerjasama dalam

kelompok juga mengalami peningkatan, dimana pada saat bekerjasama dalam

kelompok siswa juga aktif mencari informasi. Untuk indikator presentasi hasil

diskusi juga mengalami peningkatan, terlihat adanya perubahan cara

menyampaikan hasil diskusi pada tahap pengorganisasian kelompok dan

menanggapi pendapat dari kelompok lain. Selama proses pembelajaran siswa

terlihat

Page 15: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 15

Lebih semnagat dibandingkan pada siklus sebelumnya. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa kelas VIII C SMP Negeri 12 meningkat.

Hasil lembar observasi pengamatan aktivitas guru dalam proses belajar mengajar

dengan menggunakan model pembelajaran tutor sebaya mengalami peningkatan

pada siklus I dan siklus II. Jumlah rerata pada siklus I sebesar 78,12% dan

meningkat pada siklus II menjadi 89,06%. Pada umumnya guru sudah

melaksanakan tugasnya dengan baik. Selain mengawasi jalannya pembelajaran

guru juga membimbing setiap kelompok untuk menyiapkan strategi untuk

mempresentasikan materi yang baru dipelajarinya bersama teman sekelompoknya

serta membantu menyiapkan media pengajaran yang diperlukan.

Berdasarkan hasil angket minat siswa, persentase angket yang

dikelompokkan dalam 4 indikator pada siklus I sebesar 71,55% dan meningkat

pada siklus II menjadi 78,34%. Persentase minat siswa pada siklus I ke siklus II

mengalami kenaikan tertinggi pada indikator aktivitas dalam kegiatan belajar IPA

dengan kenaikan 9,07 poin dari 68,94% menjadi 77,94%, hal ini disebabkan

karena banyaknya anggota kelompok yang aktif berdiskusi, lancar bertanya,

mengeluarkan pendapat ataupun menyanggah pendapat anggota yang lain dan

apabila ada anggota yang mengalami kesulitan maka tidak segan untuk bertanya

kepada anggota yang sudah paham. Sedangkan yang mengalami kenaikan paling

rendah indikator dapat rasa tertarik dalam belajar IPA yaitu mengalami kenaikan

sebesar 5,18 poin dari 79,96% menjadi 85,14%. Hal ini disebabkan karena pada

waktu mempersentasikan hasil pekerjaan kelompok mereka tidak mau maju untuk

mempersentasikan di depan kelas atau kemauan sendiri, tetapi hanya mau maju

apabila ditunjuk oleh guru. Prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan. Hal

tersebut dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan nilai rata-rata tes untuk kemampuan

awal adalah 56,65, meningkat pada siklus I menjadi 68,7 dan meningkat lagi pada

siklus II menjadi 75,92. Banyak siswa yang mencapai KKM pada pra tindakan

adalah 7 orang dengan persentase sebesar 28,6%. Pada siklus I meningkat menjadi

52,9% dengan 18 orang siswa mencapai KKM. Dan pada siklus II, yang mencapai

KKM sebanyak 22 siswa dengan persentase pencapaian sebesar 64,7%. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar IPA siswa kelas VIII C SMP

Negeri 12 Yogyakarta meningkat sehingga indikator keberhasilan dapat tercapai.

E. KESIMPULAN

Pelaksanaan pembelajaran di kelas VIII C SMP Negeri 12 Yogyakarta

sudah sesuai dengan rencana pembelajaran dengan model pembelajaran

konstruktivisme. Dalam pembelajaran ini guru terlebih dahulu memancing

pengetahuan awal siswa mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi. Hal

ini dilakukan untuk membangun pengetahuan baru siswa yang dibentuk dari

pengetahuan awal yang sudah diperoleh. Kemudian untuk mengkonfirmasinya guru

Jumlah Pra Tindakan Siklus I Siklus II

Nilai Tertinggi 90 92,86 100

Nilai Terendah 0 35,71 31,25

Banyak Siswa Tuntas 7 18 22

Banyak Siswa Tidak

Tuntas

27 16 12

Rata-Rata Kelas 56,65 68,7 75,92

Page 16: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 16

memberikan soal tanya jawab kepada siswa supaya ada respon dari siswa tersebut.

Untuk lebih mempermudah siswa dalam memahami materi kemudian guru

memberikan beberapa contoh benda ataupun gambar yang berhubungan dengan

materi tersebut. Siswa dibentuk dalam beberapa kelompok untuk melaksanakan

diskusi. Selama kegiatan diskusi guru berkeliling kelas untuk mengamati kegiatan

diskusi. Jika ada siswa yang merasa kesulitan maka guru memberikan bantuan,

setelah selesai diskusi maka guru memberikan kesempatan kepada tiap kelompok

untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan. Guru harus terus membimbing

dan mengarahkan apabila terjadi perbedaan pendapat antara kelompok satu dengan

yang lainya. Setelah semua kelompok melaksanakan tugas, guru dan siswa

bersama-sama menyimpulkan tentang apa yang mereka pelajari.

Model pembelajaran konstruktivisme dapat mengatasi permasalahan yang

ada di dalam kelas. Melalui model pembelajaran konstruktivisme, guru mampu

menciptakan suasana pembelajaran di kelas yang lebih kondusif dan interaktif. Hal

tersebut berdampak pada minat belajar IPA siswa kelas VIII C SMP Negeri 12

Yogyakarta mengalami peningkatan pada pra tindakan mendapatkan hasil sebesar

63,81%, dan naik sebesar 7,74% menjadi 71,55% pada akhir siklus I, kemudian

naik sebesar 6,79% menjadi 78,34% pada akhir siklus II. Berdasarkan hasil tes

prestasi belajar siswa kelas VIII C SMP Negeri 12 Yogyakarta mengalami

peningkatan, hal ini dilihat dari rata-rata kelas siswa pada nilai kemampuan awal

sebesar 56,65 naik 12,05 poin menjadi 68,7 pada siklus I dan naik lagi sebesar 7,22

poin menjadi 75,92 pada siklus II. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,

maka siswa diharapkan agar mampu membiasakan diri mengikuti proses belajar

dengan model pembelajaran konstruktivisme atau model pembelajaran lainnya

sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar IPA dan dapat mengembangkan daya

berpikir secara mandiri. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, sebaiknya

guru melakukan perincian waktu yang digunakan sangat penting agar proses

pembelajaran model konstruktivisme berjalan secara efektif. Model pembelajaran

konstruktivisme yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 12 Yogyakarta,

diharapkan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan agar keaktifan siswa dalam

pembelajaran IPA semakin berkembang sehingga berpengaruh terhadap minat

belajar siswa. Untuk peneliti yang bermaksud melakukan penelitian sejenis,

hendaknya direncanakan dengan matang sehingga diperoleh hasil sesuai yang

diharapkan.

F. DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rhineka Cipta

Muijs, Daniel, dan Reynolds David. 2011. Effective Teaching, Teori dan Praktek.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Munjid Nur Alamsyah. 2003. Permasalahan yang Dihadapi Guru dalam Upaya

Meningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA di SMU. Yogyakarta: UNY.

Paul Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

Samatowa Usna. 2006. Bagaimana Membelajarkan IPA Sekolah Dasar. Jakarta: Prestasi

Pustaka.

Trianto. 2007. Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Jakarta :

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat

Ketenagaan.

Page 17: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 17

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK

MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS

VIII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN

TAHUN AJARAN 2012/2013

Deni Afriani dan Astuti Wijayanti

Jurusan/Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Abstract

This research purposes to increase student liveliness and learning outcomes

at the eighth grade student through peer teaching at SMP Taman Dewasa Ibu

Pawiyatan in academic year 2012/2013. It is because of some learning problems at

class VIII A SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan such as: 1). Teacher face come

constraints in applying the concept to student, 2) there is assumption that science is

hard because of its formula which is must be remembered, 3) too many material to

be learned in school which make student are not interested, 4) they tend to cluster

with certain student, 5) students are not active in the class, 6) the low value of

student learning outcome in science. This research is an action research that is

conducted collaboratively. The subjects of this research are 20 students in class

VIII A of SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Tamansiswa. The object of this

research is learning through peer teaching, liveliness, and students learning

outcomes. The data collecting technique is conducted by observation, interview,

documentation and test. Data analysis technique of observation sheet or

questionnaire are conducted by calculating the total value of each indicator and

learning outcome test is conducted by searching the median of test and counting

the percentage that fulfill the passing grade. The reasult shows that after applying

peer teaching in class VIII A of SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Tamansiswa,

the liveliness and learning outcomes of science subject go up. It is proven by the

enhancement of average percentage of student liveliness observation worksheet for

each cycle; the average of liveliness indicator in cycle 1 is 69,875%. It increases

8,9575% to 78,8325% in cycle 2. The average learning outcomes of science in pre-

action is 55,7 increase to 65,7 in cycle 1 and 76,3 in cycle 2. The numbers of

student that pass the passing grade in the pre-action are 5 students with a

percentage of 25%. In cycle 1, it increases to 60% with 12 students passing the

passing grade and it becomes 70% in cycle 2 with 14 students. Based on the result

of research conducted, the researcher advices science teacher to apply peer

teaching as a variation of the learning model.

Keywords: Liveliness, Learning Outcome Dan Peer Teaching.

A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan proses yang berfungsi membimbing siswa dari tidak

tahu menjadi tahu dan membimbing perkembangan diri sesuai dengan tugas-tugas

perkembangan yang harus dijalankan oleh siswa. Dalam keseluruhan proses

pendidikan, kegiatan belajar mengajar adalah proses pokok yang harus dilalui oleh

seorang guru. Berhasil tidaknya suatu tujuan pendidikan bergantung kepada

bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan disajikan. Guru secara langsung

Page 18: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 18

mempengaruhi, membimbing, dan mengembangkan siswa menjadi pribadi yang

cerdas, terampil, dan bermoral tinggi.

Dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas, guru masih merasa

kesulitan bagaimana menanamkan konsep-konsep mata pelajaran IPA pada siswa.

Guru harus dapat mendorong siswa aktif dalam melakukan kegiatan yang dapat

memberikan pengalaman langsung sehingga belajar merupakan proses aktif siswa

dalam membangun pengetahuannya sendiri. Banyaknya materi yang harus

dipelajari siswa di sekolah dan adanya anggapan bahwa mata pelajaran IPA susah

dipahami karena banyak rumus yang harus dihafalkan menjadi salah satu penyebab

rendahnya hasil belajar IPA siswa SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan. Ketika guru

menerangkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran di kelas, siswa hanya

mencatat apa yang guru tuliskan di papan tulis. Dalam pembentukan kelompok,

siswa cenderung memilih sendiri anggota kelompoknya dan hanya mau

berkelompok dengan siswa tertentu. Siswa yang pandai di kelas VIII A cenderung

bersikap individualis terhadap siswa yang kurang pandai. Mereka enggan

berkumpul bersama, sehingga siswa yang kurang pandai merasa minder. Berbagai

kendala yang muncul dalam proses pembelajaran tersebut berakibat pada

rendahnya nilai siswa. Rata-rata nilai ujian pelajaran IPA kelas VIII adalah 64,55

dan belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Salah satu cara

mengatasi berbagai permasalahan tersebut adalah dengan diterapkannya model

pembelajaran yang dapat mengaktifkan belajar siswa. Model pembelajaran

merupakan unsur yang penting untuk menjalankan kegiatan belajar siswa di

sekolah. Karena dengan model pembelajaran yang baik, guru akan mudah untuk

mengajar dan terjadi proses belajar pada diri siswa. Pembelajaran merupakan aspek

kegiatan manusia yang kompleks yang pada hakikatnya merupakan suatu usaha

sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya dalam rangka mencapai

tujuan yang diharapkan (Trianto, 2012: 17).

Pembelajaran tutor sebaya melatih siswa untuk memiliki keterampilan baik

keterampilan berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill)

seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran, dan

masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan dan mengurangi timbulnya

perilaku menyimpang dalam kehidupan. Siswa dapat memperoleh pengetahuan,

kecakapan, sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan, serta berbuat dan

berpartisipasi sosial. Tutor sebaya merupakan salah satu model pembelajaran untuk

membantu memenuhi kebutuhan siswa. Tutor sebaya dikenal dengan pembelajaran

teman sebaya atau antar siswa, siswa yang lebih mampu menyelesaikan

pekerjaannya sendiri kemudian membantu siswa lain yang kurang mampu. Tutor

dapat berperan sebagai pemimpin dalam kegiatan kelompok dalam hal tertentu ia

dapat berperan sebagai pengganti guru.

Menurut Moh. Surya (Kusumah Wijaya, 2010: 211), tutor sebaya adalah

seorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk membantu

siswa-siswa tertentu yang mengalami kesulitan belajar. Bantuan yang diberikan

oleh teman sebaya pada umumnya dapat memberikan hasil yang lebih baik.

Hubungan antar siswa terasa lebih dekat dibandingkan dengan hubungan siswa

dengan guru. Hubungan antara tutor dengan temannya adalah hubungan antar

kakak-adik atau antar kawan sehingga kekakuan seperti yang ada pada guru dapat

dihilangkan (Muntasir, 1985: 58) ”. Tutor sebaya adalah siswa yang pandai

memberikan bantuan kepada siswa yang kurang pandai. Bantuan tersebut dapat

Page 19: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 19

diberikan kepada teman sekelasnya di sekolah atau kepada teman sekelasnya di luar

kelas (Conny Semiawan, 1985: 70).

Menurut Mel Silberman (2006: 185), langkah-langkah dalam mengajarkan

kepada teman sebaya adalah sebagai berikut. : (a) Membagi siswa menjadi

kelompok–kelompok kecil sebanyak segmen materi yang akan disampaikan, (b)

Masing-masing kelompok kecil diberi tugas untuk mempelajari satu topik materi,

kemudian mengajarkannya kepada kelompok lain. Topik-topik yang diberikan

harus yang saling berhubungan, (c) Setiap kelompok menyiapkan strategi untuk

menyampaikan materi kepada teman-teman sekelas. Sarankan kepada mereka

untuk tidak menggunakan metode ceramah atau seperti membaca laporan. Guru

dapat mengadakan variasi dalam pembelajaran seperti menggunakan alat bantu

visual, menyiapkan media pengajaran yang diperlukan, (d) Memberi waktu yang

cukup untuk persiapan, baik di dalam maupun di luar kelas, (e) Setiap kelompok

menyampaikan materi sesuai tugas yang telah diberikan, (f)Setelah semua

kelompok melaksanakan tugas, beri kesimpulan dan klarifikasi sekiranya ada yang

perlu diluruskan dari pemahaman siswa.

Dengan mengajar teman sebaya dapat memberikan kesempatan kepada

siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang sama, menjadi

narasumber bagi yang lain serta mendapatkan pengetahuan dan pengalaman.

Dengan adanya pelajaran teman sebaya memberikan bantuan kepada para guru

apabila mengajar dilakukan oleh para siswa. Rusman (2012: 204) menegaskan

bahwa “Pembelajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) lebih efektif daripada

pembelajaran oleh guru”. Menurut Mel Silberman (1996: 166), “Pembelajaran

dengan teman sebaya adalah sebuah pembelajaran “peer teaching” dalam kelas dan

yang menerima seluruh tanggung jawab untuk mengajar para siswa sebagai anggota

kelas”. Peran guru adalah mengawasi kelancaran pelaksanaan dengan memberi

pengarahan dan lain-lain.

Pembelajaran di kelas menuntut guru agar dapat memberikan kesempatan

belajar kepada siswa untuk mengoptimalkan keaktifan belajarnya. Kesempatan

yang diberikan guru akan menuntut siswa selalu aktif mencari, memperoleh, dan

mengolah perolehan belajarnya. Dalam proses belajar-mengajar siswa mampu

mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta,

menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan. Menurut Thorndike,

“Keaktifan siswa dalam belajar sesuai dengan hukum “law of exercise“ yang

menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan” (Dimyati Mujiono,

2009: 45). Menurut Sardiman (2001: 98), keaktifan adalah kegiatan yang bersifat

fisik maupun mental yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang tidak

dapat dipisahkan. Dalam proses pembelajaran, siswa mengaktifkan berbagai

macam inderanya untuk dapat menyerap dan mencapai hasil belajar yang

maksimal. Keaktifan belajar siswa ini akan mempengaruhi hasil belajar yang ia

peroleh. Semakin tinggi tingkat keaktifan diharapkan semakin besar hasil yang

diperoleh.

Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil

yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Nana Sudjana

(1996: 82), hasil belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan

dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah

diajarkan. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Winarno Surakhmad (1986: 66)

mengatakan “Hasil belajar adalah suatu proses yang tidak terpisah dan

Page 20: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 20

menghasilkan pola tingkah laku yang dituju semula”. Pola tingkah laku tersebut

terlihat pada perbuatan reaksi dan sikap siswa secara fisik maupun mental.

Dari latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

bagaimana upaya meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA melalui

model pembelajaran tutor sebaya dan bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar

siswa dalam pembelajaran IPA melalui model pembelajaran tutor sebaya. Aplikasi

model pembelajaran tutor sebaya dalam materi mata pelajaran IPA diharapkan

dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA.

B. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII A SMP Taman Dewasa Ibu

Pawiyatan tahun ajaran 2012/2013. Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan

kelas. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain yang

dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (Suharsimi Arikunto, 2008: 16). Adapun

model yang dimaksud terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan

tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan

sebanyak 2 siklus. Siklus pertama terdiri dari 3 pertemuan dan siklus kedua terdiri

dari 4 pertemuan. Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai guru. Subyek

penelitian adalah 20 siswa, dengan siswa laki-laki sebanyak 10 siswa dan siswa

perempuan sebanyak 10 siswi. Variabel penelitian meliputi: keaktifan siswa, hasil

belajar siswa dan model pembelajaran tutor sebaya. Instrumen penelitian meliputi

lembar observasi, angket, tes, dokumentasi dan wawancara.

Data penelitian dikumpulkan melalui observasi langsung oleh peneliti dan

kolaborator pada saat pembelajaran berlangsung yang terdiri dari lembar observasi

keaktifan siswa, lembar observasi aktivitas guru dalam proses belajar mengajar dan

lembar observasi pengamatan tutor dalam membantu teman sebayanya. Angket

untuk mengetahui kepuasan siswa terhadap pengajaran tutor, tes digunakan untuk

mengetahui hasil belajar sedangkan angket dan dokumentasi digunakan sebagai

pedoman peneliti dalam menentukan siswa yang akan dijadikan tutor.

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini dapat dilihat dari tingkat

keaktifan siswa pada mata pelajaran IPA mengalami peningkatan yakni dilihat dari

rekapitulasi indikator lembar observasi keaktifan siswa dalam proses belajar

mengajar dan adanya peningkatan hasil belajar IPA siswa setelah menggunakan

model pembelajaran tutor sebaya dengan pencapaian nilai rata-rata kelas di atas

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yakni 65.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Siklus I

Pada siklus I materi yang diajarkan adalah materi getaran dan gelombang.

Pokok materi tekanan dipecah menjadi 5 submateri yang saling berhubungan.

Kelompok pertama mendapat tekanan pada benda padat, kelompok kedua

mendapat tekanan hidrostatis, kelompok ketiga mendapat bejana berhubungan dan

Hukum Boyle, kelompok keempat mendapat Hukum Pascal, kelompok kelima

mendapat Hukum Archimedes.

Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

tutor sebaya adalah berikut. Sebelum pembelajaran guru dan kolaborator

mengucapkan salam kepada siswa, berdoa serta mengecek kehadiran siswa.

Sebelum memulai pembelajan, guru terlebih dahulu menjelaskan tujuan

pembelajaran, apersepsi dan memotivasi siswa. Sebelum melaksanakan tindakan,

Page 21: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 21

guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4

orang dengan 1 siswa sebagai tutor. Pada awalnya siswa cenderung tidak mau

berkumpul dengan teman sekelompoknya, mereka ingin memilih sendiri dan hanya

mau berkelompok dengan siswa tertentu saja. Guru kemudian membagikan materi

dan LKS yang berbeda kepada masing-masing kelompok.

Guru meminta masing-masing kelompok untuk berdiskusi mempelajari

materi sesuai yang dibagikan dan menyuruh tutor membantu teman sebayanya yang

mengalami kesulitan dengan menjelaskan materi sesuai dengan petunjuk guru.

Guru kemudian mengkonfirmasi siswa berkaitan dengan tugas yang diberikan serta

mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan berkaitan dengan

materi yang dipelajari. Pada awalnya siswa masih enggan untuk bertanya kepada

tutor bila ada yang belum dimengerti. Tutor pun masih terlihat enggan membantu

teman-temannya bila tidak diminta terlebih dahulu.

Guru membimbing tiap kelompok untuk menyiapkan strategi untuk

mempresentasikan materi yang baru dipelajarinya beserta teman sekelompoknya

dan menyampaikan ke teman–teman sekelas dengan menggunakan alat bantu

visual, alat peraga serta menggunakan contoh–contoh yang relevan. Guru

memberikan kesempatan kepada salah satu kelompok untuk mempresentasikan

hasil diskusinya. Setiap kelompok menyampaikan materi sesuai dengan petunjuk

dalam LKS dengan menggunakan alat bantu yang relevan. Setiap anggota yang

ditunjuk wajib menyampaikan kepada teman-teman sekelas tanpa membaca

laporan. Kelompok yang lain memperhatikan dan wajib menanggapi presentasi dari

kelompok yang di depan.

Guru memberikan waktu kepada kelompok untuk melakukan persiapan.

Pada saat kelompok 1 mendapat giliran pertama untuk mempresentasikan

pekerjaannya, anggota yang ditunjuk terlihat belum siap dan terlihat kebingungan.

Tutor pun terlihat malu-malu saat membantu menjelaskan kepada teman-teman

sekelasnya. Guru kemudian meminta kelompok lain untuk bersiap menanggapi,

akan tetapi tidak ada yang mau menanggapi sampai peneliti menunjuk kelompok

lain untuk menanggapi. Siswa masih terlihat ragu-ragu dan takut mengemukakan

pendapatnya. Guru kemudian memberikan penguatan kepada siswa yang aktif dan

memotivasi siswa yang kurang aktif, Berbeda dengan kelompok 3 yang terlihat siap

ketika mempresentasikan hasil pekerjaaannya. Anggotanya pun terlihat lancar

dalam menjelaskan kepada teman sekelasnya dengan menggunakan alat bantu

visual. Penjelasan yang diberikan juga jelas dan menggunakan bahasa yang mudah

dimengerti. Tutor juga menguasai materi dengan disertai contoh-contoh yang

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam melakukan pengamatan selama

tindakan berlangsung kolaborator menggunakan instrumen lembar observasi

keaktifan siswa, lembar observasi pengamatan aktivitas guru dalam proses belajar

mengajar dan lembar observasi pengamatan tutor dalam membantu teman

sebayanya. Guru juga menggunakan angket kepuasan siswa terhadap pengajaran

tutor. Kolaborator dalam penelitian ini adalah teman sejawat peneliti yaitu Yanuarti

Pradikta. Pada siklus I, guru secara umum sudah melaksanakan proses

pembelajaran sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun akan

tetapi keaktifan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung masih belum

sepenuhnya tampak.

Hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus I menunjukan

bahwa pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran tutor sebaya

sudah sesuai dengan prosedur yang telah direncanakan. Meskipun demikian,

Page 22: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 22

terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan pada pembelajaran di siklus I di

antaranya adalah : (a)Masih banyak siswa yang kurang terlibat aktif dalam kegiatan

diskusi bersama teman sekelompoknya, (b)Kerjasama antar kelompok masih belum

optimal, (c)Keberanian siswa bertanya masih kurang, mereka cenderung malu

untuk bertanya, (d)Kelompok masih harus ditunjuk terlebih dahulu agar maju ke

depan untuk menyampaikan hasil diskusinya, (e)Masih terdapat beberapa

kelompok yang belum siap ketika ditunjuk, (f)Tutor masih terlihat enggan dalam

membantu temannya bila tidak diminta terlebih dahulu, (g)Tutor belum dapat

menjalankan tugasnya dengan baik sehingga masih membutuhkan bimbingan dari

guru.

Pada saat pelaksaaan tindakan siklus II, guru kembali melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran tindakan siklus II

berdasarkan masukan dari refleksi di siklus I. Berdasarkan hasil evaluasi dan

refleksi, maka tindakan pada siklus II yang perlu dilakukan adalah (a)Guru

menambah intensif pendampingan dan lebih sering memberi motivasi kepada siswa

agar dapat lebih baik dalam bekerja sama, (b) Guru memberikan waktu yang cukup

agar kelompok melakukan persiapan terlebih dahulu sebelum maju untuk

menyampaikan hasil diskusinya, (e)Guru memberikan materi tambahan kepada

tutor agar dapat dipelajari di rumah, (f) Guru harus dapat mengoptimalkan peran

tutor, (g)Guru juga harus menciptakan suasana kelas yang lebih kondusif sehingga

keaktifan siswa dapat lebih ditingkatkan.

2. Siklus II

Berdasarkan refleksi yang dilakukan terhadap siklus I, masih terdapat

beberapa permasalahan yang harus diselesaikan sehingga pada siklus II dapat

diperbaiki. Hal-hal yang masih perlu dilakukan dalam memperbaiki kelemahan dan

kekurangan pada siklus I untuk diperbaiki pada siklus II di antaranya guru harus

bersikap tegas kepada siswa yang tidak mau memperhatikan penjelasan guru dan

tidak mau bekerja sama dengan teman sekelompoknya. Setiap siswa dalam

kelompok diberikan tanggung jawab untuk menguasai LKS yang diberikan agar

setiap siswa siap ditunjuk untuk mempresentasikan hasilnya ke seluruh kelas. Guru

juga akan berkeliling pada saat tahapan menyiapkan strategi untuk membimbing

tiap kelompok apabila mengalami kesulitan. Peran tutor pun akan lebih

dioptimalkan serta tutor akan dibekali dengan materi tambahan.

Pada awal siklus II, guru membuka pertemuan dengan mengucap salam.

Sebelum pembelajaran dimulai guru mengumumkan hasil evaluasi dan memberikan

penghargaan kepada tutor atas keberhasilannya dalam membimbing teman-

temannya. Tutor dan anggotanya terlihat senang dan termotivasi untuk lebih

meningkatkan nilainya pada evaluasi selanjutnya. Guru menyampaikan

pembelajaran pada pokok pembelajaran selanjutnya yaitu getaran dan gelombang.

Selanjutnya guru meminta siswa agar berkelompok kembali seperti pada pertemuan

sebelumnya. Masing-masing kelompok beserta tutor berkumpul menjadi satu, guru

kemudian membagikan materi yang berbeda kepada masing-masing kelompok akan

tetapi saling berhubungan.

Pokok materi getaran dan gelombang dipecah menjadi 5 submateri yang

saling berhubungan. Kelompok pertama mendapat pengertian getaran dan periode

getaran, kelompok kedua mendapat frekuensi getaran dan hubungan antara

frekuensi dan periode, kelompok ketiga mendapat pengertian gelombang dan jenis-

jenis gelombang, kelompok keempat mendapat periode frekuensi dan cepat rambat

gelombang, kelompok kelima mendapat pemantulan dan penerapan konsep

Page 23: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 23

gelombang. Guru meminta siswa agar berdiskusi bersama-sama berkaitan dengan

tugas yang diberikan. Masing-masing kelompok mempelajari materi sesuai yang

dibagikan dan tugas setiap tutor membantu teman sebayanya yang mengalami

kesulitan dengan menjelaskan materi sesuai dengan petunjuk guru. Pada siklus II,

siswa yang belum paham segera bertanya kepada tutor. Bahkan tanpa diminta tutor

menanyakan sendiri kepada para anggotanya yang belum paham dan segera

membantunya. Apabila tutor merasa kesulitan tutor segera menanyakan kepada

guru. Pada pertemuan pertama pada siklus II setiap kelompok segera menyiapkan

strategi untuk menyampaikan ke teman-teman sekelas dengan menggunakan alat

bantu visual, alat peraga serta menggunakan contoh-contoh yang relevan. Guru

berkeliling untuk membimbing kelompok yang mengalami kesulitan. Pada

sebagian besar kelompok, siswa sudah terlihat banyak yang mau berdiskusi

bersama. Mereka juga lebih aktif bertanya kepada tutor. Guru terus memotivasi

agar siswa bersikap berani dan aktif dalam mengemukakakan pendapat serta

menunjukkan sikap saling berbagi dan bekerjasama antar anggota kelompok. Tutor

juga melaksanakan tugasnya dengan baik.

Setiap kelompok menyampaikan materi dengan menggunakan alat bantu

yang relevan. Setiap anggota yang ditunjuk wajib menyampaikan kepada teman-

teman sekelas tanpa membaca laporan. Kelompok yang lain memperhatikan dan

wajib menanggapi presentasi dari kelompok yang di depan. Guru memberikan

waktu kepada kelompok untuk melakukan persiapan. Ketika guru akan menunjuk

kelompok yang mendapat giliran pertama untuk maju menyampaikan hasil diskusi

ke depan, kelompok-kelompok yang lain segera mengacungkan jarinya. Kelompok

yang pertama yang menawarkan diri segera maju ke depan dan mempresentasikan

hasil diskusi bersama teman sekelompoknya dengan penuh rasa percaya diri.

Kelompok lain pun tanpa diminta, berebutan untuk menanggapi. Keaktifan siswa

pun terlihat ketika siswa sudah berani mengemukakan pendapat serta dengan penuh

percaya diri menyampaikan hasil diskusinya. Setelah semua kelompok

melaksanakan tugas, peneliti bersama siswa memberi kesimpulan tentang apa yang

mereka pelajari dan klarifikasi bila ada yang salah dari pemahaman siswa.

Selanjutnya guru memberikan LKS yang berisi tentang percobaan guna

menyelidiki getaran pada bandul sederhana kepada setiap kelompok.

Pada waktu mengerjakan LKS kelompok 2 terlihat paling bersemangat.

Tutor segera membantu temannya yang belum paham, kelompok 2 menyelesaikan

percobaan paling cepat. Setelah selesai mereka berinisiatif untuk membantu teman

dari kelompok yang lain yang masih merasa kebingungan. Siswa menyelesaikan

tugas tang diberikan guru tepat sesuai waktu yang diberikan. Pada pelaksanan

siklus II, beberapa tutor terlihat sudah mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Tutor membantu teman sebayanya yang mengalami kesulitan dalam mempelajari

materi. Pada siklus II, siswa yang belum paham segera bertanya kepada tutor.

Bahkan tanpa diminta tutor menanyakan sendiri kepada para anggotanya yang

belum paham dan segera membantunya. Apabila tutor merasa kesulitan tutor segera

menanyakan kepada guru. Guru tidak harus menunjuk siswa yang akan mendapat

giliran menyampaikan hasil diskusinya, siswa terlebih dahulu menawarkan diri.

Pada siklus II, guru secara umum sudah melaksanakan proses pembelajaran sesuai

rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun. Guru memberikan modul

tambahan kepada tutor. Guru juga memberikan waktu yang cukup kepada tiap

kelompok untuk melakukan persiapan. Keaktifan siswa dan kinerja tutor pun

mengalami peningkatan.

Page 24: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 24

3. Perbandingan Hasil Tindakan Antar Siklus

Pada siklus I, pelaksanaan belajar kelompok belum dapat optimal karena

ada beberapa siswa yang enggan bertanya kepada tutor bila ada yang belum

dimengerti. Tutor pun enggan membantu jika tidak diminta terlebih dahulu serta

beberapa siswa belum terlibat aktif dalam kelompoknya, sedangkan pada siklus II

pelaksanaan belajar dengan tutor dapat berjalan dengan lebih baik. Mereka lebih

aktif bertanya kepada tutor. Guru terus memotivasi agar siswa bersikap berani dan

aktif dalam mengemukakakan pendapat serta menunjukkan sikap saling berbagi

dan bekerjasama antar anggota kelompok. Tutor juga melaksanakan tugasnya

dengan baik.

Hasil lembar observasi keaktifan siswa dari tiap indikator mengalami

peningkatan dari siklus I dan siklus II. Jumlah rerata persentase yang diperoleh

siswa pada siklus I adalah 69,875% dan mengalami peningkatan pada siklus II

menjadi 78,8325% sehingga indikator keberhasilan tindakan dapat tercapai.

Persentase keaktifan siswa yang mengalami kenaikan paling rendah terletak pada

indikator saat mengerjakan soal dan tugas. Hal ini terlihat dengan adanya beberapa

siswa yang harus dibimbing langsung oleh guru saat mengerjakan LKS. Persentase

keaktifan siswa yang mengalami kenaikan paling tinggi terletak pada indikator

kerjasama dengan teman sekelompoknya. Hal ini dapat terlihat dari saat mereka

merencanakan presentasi topik maupun saat melaksanakan percobaan. Dari

keseluruhan persentase rata-rata skor siklus II, keaktifan siswa termasuk dalam

kualifikasi baik. Dengan demikian dapat disimpulkan keaktifan siswa kelas VIII A

SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan meningkat.

Berdasarkan hasil lembar observasi pengamatan terhadap kinerja tutor,

persentase rata-rata yang diperoleh siswa pada siklus I sebesar 65% dan meningkat

pada siklus II menjadi 76,78%. Pada siklus II tutor terlihat lebih sabar dalam

membimbing teman sebayanya yang mengalami kesulitan dalam memahami

materi. Tutor membantu tanpa diminta terlebih dahulu. Kemampuan tutor dalam

memberikan penjelasan pada siklus II lebih baik dibandingkan pada siklus I. Hasil

lembar observasi pengamatan aktivitas guru dalam proses belajar mengajar dengan

menggunakan model pembelajaran tutor sebaya mengalami peningkatan pada

siklus I dan siklus II. Jumlah rerata pada siklus I sebesar 78,94% dan meningkat

pada siklus II menjadi 94,73%. Pada umumnya guru sudah melaksanakan tugasnya

dengan baik. Selain mengawasi jalannya pembelajaran guru juga membimbing

setiap kelompok untuk menyiapkan strategi untuk mempresentasikan materi yang

baru dipelajarinya bersama teman sekelompoknya serta membantu menyiapkan

media pengajaran yang diperlukan.

Berdasarkan hasil angket kepuasan siswa terhadap pengajaran

tutor,persentase angket yang dikelompokkan dalam 5 indikator pada siklus I

sebesar 68,56% dan meningkat pada siklus II menjadi 82,878%. Persentase angket

siswa yang mengalami kenaikan paling rendah terletak pada indikator 2 yaitu sikap

tutor pada teman sebayanya. Hal ini terlihat dengan adanya beberapa tutor yang

dalam membantu teman sebayanya yang masih belum paham, tutor terlihat kesal

dan kurang sabar. Persentase angket siswa yang mengalami kenaikan paling tinggi

terletak pada indikator 5 yaitu motivasi belajar bersama tutor. Sebagian besar siswa

terlihat bersemangat untuk belajar bersama lagi dengan tutor, rasa saling

menghargai dan mengerti dibina di antara peserta didik yang bekerja bersama.

Siswa yang terlibat tutor sebaya merasa bangga atas perannya dan juga belajar dari

Page 25: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 25

pengalamannya sehingga membantu memperkuat apa yang telah dipelajari dan

diperolehnya atas tanggung jawab yang dibebankan kepadanya

Hasil belajar IPA siswa juga meningkat, hal ini dilihat pada tabel berikut.

Perbandingan Hasil Belajar IPA Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II

Persentase dan Kualifikasi Hasil Observasi Keaktifan Siswa

Siklus I dan Siklus II

No Indikator

Keaktifan

Siklus I Kualifikasi Siklus II Kualifikasi

1. Interaksi dengan

peneliti dan teman

62% Kurang 74% Cukup

2 Kerjasama dengan

teman sekelompok

61,67% Kurang 80,83% Baik

3 Mengerjakan soal

dan tugas

70,83% Cukup 73% Cukup

4 Motivasi dalam

mengikuti

pembelajaran

85% Baik 87,5% Baik

Rata-rata 69,875% 78,0825%

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan rata-

rata kelas siswa pada pra tindakan sebesar 55,7 menjadi 65,7 pada siklus I dan

meningkat kembali menjadi 76,3 pada siklus II. Banyak siswa yang mencapai

KKM pada pra tindakan adalah 5 orang dengan persentase sebesar 25%. Pada

siklus I meningkat menjadi 60% dengan 12 orang siswa mencapai KKM. Dan pada

siklus II, yang mencapai KKM sebanyak 14 siswa dengan persentase pencapaian

sebesar 70%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA siswa

kelas VIII A SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta meningkat sehingga

indikator keberhasilan dapat tercapai.

D. SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran di

kelas VIII A SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan sudah sesuai dengan rencana pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran tutor sebaya. Kendala yang

ada dalam pelaksanaan model pembelajaran tutor sebaya antara lain: pemilihan strategi

yang tepat yang akan digunakan dalam menyampaikan materi ke teman sekelas dan

pengoptimalan peran tutor, (3) Melalui model pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran tutor sebaya guru mampu menciptakan suasana pembelajaran di kelas yang

lebih kondusif dan interaktif, siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran IPA.

No Jumlah Pra Tindakan Siklus I Siklus II

1. Nilai Tertinggi 73 100 100

2. Nilai Terendah 40 27 33

3. Banyak Siswa Tuntas 5 12 14

4. Banyak Siswa Tidak Tuntas 15 8 6

5. Rata-Rata Kelas 55,7 65,7 76,3

Page 26: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 26

Keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran meningkat dari siklus I ke siklus II. Rata-

rata persentase pada siklus I sebesar 69,875% dan meningkat 8,9575% menjadi 78,8325%

pada siklus II. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada tahap pra tindakan sebesar 55

meningkat menjadi 65,7 pada siklus I dan meningkat menjadi 76,3 pada siklus II. Guru

hendaknya membiasakan siswa untuk diskusi kelompok dalam pembelajaran IPA agar

dapat berperan aktif dalam pembelajaran sehingga siswa dapat mengembangkan

kemampuan yang lebih baik untuk mendengarkan, berkonsentrasi, dan memahami apa

yang dipelajari dengan cara yang bermakna,

E. DAFTAR PUSTAKA

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta.Melvin

Silberman. 2006. Active Learning : 101 Strategi Pembelajaran Aktif.

Yogyakarta: Bumimedia.

Nana Sudjana.1996. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Ngalim Purwanto. 2010. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya Offset.

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.

Jakarta: Rajawali Pres.

Saleh Muntasir. 1985. Pengajaran Terprogram Teknologi Pendidikan Dengan

Pengandalan Tutor. Jakarta: Rajawali Pres

Suharsimi Arikunto.2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Trianto. 2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Bumi

Aksara.

Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama,Dedi. 2010. Mengenal Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta: PT Indeks.

Winarno Surahmad. 1986. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar Dasar dan Teknik

Metodologi Pengajarani. Bandung: Tarsito.

Sardiman. 2001. Pengertian Keaktifan Siswa diunduh dari

http://www.buatskripsi.com/201/01pengertian-keaktifan-belajar-siswa.html

Diakses pada tanggal 10 Maret 2013

Page 27: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 27

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP

HASIL BELAJAR IPA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PRAMBANAN KLATEN

TAHUN AJARAN 2013/2014

Wahyuni dan Astuti Wijayanti

Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Abstract According to descriptive study, the research is intended to know the

inclination of the result of IPA learning in class VIII grade at SMP NEGERI 1

Prambanan Klaten in academic 2012/2013 by using inquiry model, direct

instruction, and the learn motivation of the student. According to comparative

study is to know the difference of the result of IPA learning on the VIII grade at

SMP NEGERI 1 Prambanan Klaten students with the learn using inquiry model and

direct instruction consederation from the learn motivation of the student. The research

conducted at the eight grade of SMP NEGERI 1 Prambanan Klaten. The research

population included all students of the eight grade students of 7 classes. The removal

of sample by random sampling. From the result lottery get class VIII C as experiment

sample and class VIII D as control sample. The collecting data by using

documentation techniques to obtain the first skill of the students, angket techniques to

obtain the learn motivation and the test techniques to obtain learning outcomes of the

students Validity of the questions were looked for by using product moment

correlation. The question reliability was looked for using the KR-20 formula. The

question reliability angket was looked for using the Alpha Cronbach formula.

According to descriptive study, the result showed that the tendency of the result of IPA

learning on SMP NEGERI 1 Prambanan Klaten in 2012/2013 which using the model

of learning inquiry in high categories with mean 23,18 on the interval 18,09- 23,26,

and direct instruction models high categories with mean 21,07 on the interval 18,09-

23,26. The tendency of the result of IPA learning on motivation which using the model

of learning inquiry in high categories with mean 83,3 on the interval 76,6- 92,03, and

direct instruction models high categories with mean 81,69 on the interval 76,68-92,03.

In comparative there were significant difference of the result of ipa learning in using

inquiry model n direct instruction consederation from the learn motivation of the

student. From the result of anacova test before control motivation get value F 17,023

and after control motivation get value F 15,875 it means decrease 1,148 it means get

removal the variable control is accurated. The teacher must be increase quality of

learning outcomes beside using inquiry models to get maximal outcomes.

Key words: inquiry models, motivation, and learning result.

A. PENDAHULUAN Mutu pendidikan IPA di Indonesia saat ini masih dianggap rendah. Indikator

rendahnya mutu pendidikan tersebut ditandai dengan hasil penelitian mutu

akademik negara-negara Asia melalui Programme for International Student

Assessment (PISA) pada tahun 2003. Hasil menunjukkan bahwa dari 41 negara yang

disurvei untuk bidang IPA, Indonesia menempati peringkat ke-38 (Ida Bagus, 2012:

2). Rendahnya mutu pendidikan dapat diartikan sebagai kurang efektifnya proses

Page 28: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 28

pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari proses belajar IPA yang dilakukan di kelas.

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menuntut siswa untuk

terlibat aktif selama pembelajaran berlangsung. Pembelajaran yang dilakukan harus

menumbuhkan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya,

mempertanyakan dan mengemukakan gagasan mereka (Suprijono, 2012: 10). Hal itu

memungkinkan dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Siswa yang aktif

dalam pembelajaran akan lebih mudah memahami pelajaran yang diberikan oleh guru

dibandingkan dengan siswa yang hanya mendengarkan penjelasan dari guru. Ada

kecenderungan bahwa siswa akan lebih mudah memahami suatu pelajaran apabila

mereka itu melakukan dan mengalami sendiri hal tersebut. Pembelajaran yang hanya

berlandaskan teori saja hanya akan membuat siswa dapat mengingat pelajaran dalam

jangka waktu pendek. Berbeda dengan pembelajaran yang melibatkan siswa secara

langsung mereka akan dapat mengingat apa yang telah mereka lakukan dari pada

apa yang telah mereka pelajari dan menjadi ingatan jangka panjang (long term

memory). Kualitas hasil belajar siswa dipengaruhi oleh bagaimana cara guru

mengajar di kelas.

Untuk dapat menyampaikan pelajaran dengan efektif dan efisien, guru

perlu mengenal berbagai model belajar mengajar sehingga dapat memilih model

yang paling tepat untuk suatu bidang pelajaran. Model tersebut dimaksudkan

sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suasana lingkungan yang

memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar, agar tujuan pembelajaran yang

dirumuskan dapat tercapai dan berhasil guna (Isriani, 2012: 2). Pada dasarnya

pembelajaran IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara

sistematis. IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam

dan interaksi di dalamnya. Pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan konsep

atau kumpulan pengetahuan yang merupakan fakta atau prinsip saja, tetapi juga

merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA di SMP menekankan pada

pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa

mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar. Untuk itu, guru perlu

mengembangkan suatu strategi dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan

motivasi siswa sehingga keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar

meningkat. Bruner (2008: 32) menyatakan bahwa pengalaman belajar yang

diberikan kepada siswa harus bersifat penemuan yang memungkinkan siswa dapat

memperoleh informasi dan keterampilan baru dari pelajaran sebelumnya. Pendapat

tersebut memberikan gambaran bahwa belajar hendaknya lebih banyak melibatkan

siswa daripada guru. Guru berfungsi sebagai fasilitator yang memfasilitasi

kebutuhan belajar siswa.

Motivasi belajar siswa terhadap bidang studi IPA sangat berpengaruh pada

proses dan hasil belajar yang diraih siswa. Motivasi belajar adalah proses yang

memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku (Suprijono, 2012: 163).

Menurut Rusyan (1994: 93), motivasi adalah dorongan yang tumbuh karena tingkah

laku dan kegiatan manusia. Belajar membutuhkan motivasi yang secara konstan

tetap tinggi dari para siswanya. Hamalik (2008: 65) menyatakan bahwa motivasi

yang dimiliki siswa dalam setiap kegiatan pembelajaraan sangat berperan untuk

meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu. Siswa yang bermotivasi

tinggi dalam belajar memungkinkan akan memperoleh hasil belajar yang tinggi pula,

artinya semakin tinggi motivasinya, semakin kuat usaha yang dilakukan, maka

semakin tinggi hasil belajar yang diperolehnya. Semakin rendah motivasi belajar

Page 29: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 29

siswa maka semakin rendah pula hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP Negeri 1 Prambanan

Klaten dalam pembelajaran IPA masih mengalami kendala dalam pembelajaran,

antara lain metode pembelajaran yang digunakan guru adalah ceramah dan

demonstrasi. Guru lebih mendominasi pembelajaran dengan menjelaskan materi

pokok yang sedang dipelajari, dan siswa mendengarkan apa yang disampaikan oleh

guru. Metode ceramah hanya mengutamakan produk atau hasilnya saja. Padahal

dalam pembelajaran IPA, proses dan produk sama pentingnya serta tidak dapat

dipisahkan. Metode ceramah tidak dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan

ide mereka dalam memecahkan permasalahan selama proses pembelajaran

berlangsung. Pada saat guru melakukan demonstrasi, siswa hanya melihat

demonstrasi yang dilakukan kemudian mencatat apa yang didapatkan dari

penjelasan tersebut. Kedua metode tersebut dirasa kurang efektif untuk

meningkatkan kualitas hasil belajar IPA sehingga hasil belajar yang dicapai siswa

tidak maksimal. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar IPA siswa yang masih di

bawah standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria Ketuntasan Minimal

yang harus dicapai oleh siswa adalah 72. Hasil selengkapnya seperti pada tabel

berikut.

Tabel 1. Data Hasil Belajar IPA Siswa

Kelas Nilai rata-rata kelas pelajaran IPA VIII A 70 VIII B 71 VIII C 65 VIII D 64 VIII E 70 VIII F 63 VIII G 69

Rendahnya hasil belajar IPA ini dipengaruhi oleh kurangnya motivasi

belajar siswa selama proses pembelajaran. Siswa hanya memperoleh informasi yang

disampaikan oleh guru. Siswa belum mampu untuk bertanya, mempertanyakan dan

mengemukakan gagasannya sendiri atas suatu permasalahan yang sedang mereka

hadapi. Akibatnya pemahaman atas apa yang mereka dapatkan belum tentu sesuai

dengan apa yang sebenarnya tersirat dalam materi yang telah mereka pelajari. Oleh

karena itu, penggunaan metode dan model pembelajaran yang tepat dan bervariasi

diharapkan akan meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Menanggapi hal tersebut, maka terdapat satu model pembelajaran inovatif yang

dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi dan hasil belajar siswa yaitu

model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuiri menekankan pada

pengalaman belajar aktif yang berpusat pada siswa (student centered learning).

Inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal

seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis,

logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan

penuh percaya diri (Isriani, 2012: 70). Model pembelajaran ini berupaya

menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses

pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas

dalam memecahkan masalah. Sunaryo (2005: 95) menambahkan bahwa model

pembelajaran inkuiri melibatkan siswa dalam tanya jawab, menjawab informasi, dan

melakukan penyelidikan.

Pembelajaran inkuiri berorientasi pada keterlibatan siswa secara maksimal

dalam proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal dalam proses

Page 30: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 30

kegiatan belajar, mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang

ditemukan dalam proses inkuiri. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subyek dan

objek dalam belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan model inkuiri adalah

sebagai pembimbing dan fasilitator.

Model pembelajaran inkuiri terbimbing menurut Sund dan Trowbrigde

(Mulyasa, 2005: 9) mempunyai langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut. 1)

Menyajikan pertanyaan atau masalah: Guru membimbing siswa mengidentifikasi

masalah dan masalah dituliskan di papan tulis. Guru membagi siswa dalam

kelompok; 2) Membuat hipotesis: Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk

curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam

menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan

hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan; 3) Merancang percobaan: Guru

memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai

dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan

langkah-langkah percobaan; 4) Mengumpulkan dan menganalisis data: Guru

memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan

data yang terkumpul; 5) Membuat kesimpulan: Guru membimbing siswa dalam

membuat kesimpulan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui: (1) kecenderungan hasil belajar IPA siswa kelas VIII

SMP Negeri 1 Prambanan Klaten yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran inkuiri, (2) kecenderungan hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP

Negeri 1 Prambanan Klaten yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran langsung (direct instruction), (3) kecenderungan motivasi belajar

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Prambanan Klaten yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran inkuiri, (4) kecenderungan motivasi belajar

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Prambanan Klaten yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran langsung (direct instruction) dan secara

komparatif untuk perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP Negeri 1

Prambanan Klaten antara pembelajaran menggunakan model inkuiri dan pembelajaran

langsung (direct instruction) ditinjau dari motivasi belajar siswa.

B. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk dalam kategori kuasi eksperimen, yaitu penelitian yang

mendekati eksperimen semu (Cholid Narbuko, 2003: 53). Dalam penelitian ini terdapat

tiga macam variabel meliputi variabel bebas yaitu model pembelajaran (A) yang

terdiri dari model pembelajaran inkuiri (A1) dan model pembelajaran langsung

(direct instruction) (A2), variabel sertaan/kovariat (X) yaitu motivasi belajar siswa

dan variabel terikat (Y) yaitu hasil belajar IPA. Populasi penelitian ini adalah seluruh

kelas VIII yang terdiri dari 7 kelas (A, B, C, D, E, F dan G) dengan jumlah siswa

238. Pengambilan sampel dengan teknik random sampling dengan cara diundi.

Dari hasil pengundian terambil kelas VIII C yang terdiri dari 34 siswa (21 putri

dan 13 putra) sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII D yang terdiri dari 33

siswa (25 putri dan 8 putra) sebagai kelas kontrol. Pengambilan data dilakukan

dengan teknik dokumentasi untuk mengetahui kemampuan awal siswa, teknik angket

untuk mengetahui motivasi belajar siswa, dan teknik tes untuk mengetahui hasil

belajar IPA siswa.

Ujicoba instrumen yaitu uji validitas butir soal dicari dengan rumus korelasi

Product Moment. Butir soal yang valid ditetapkan sebagai item yang akan

Page 31: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 31

digunakan untuk soal postes hasil belajar siswa yaitu sejumlah 30 soal. Uji reliabilitas

soal menggunakan KR-20. Uji reliabilitas angket menggunakan rumus Alpha

Cronbach. Teknik analisis data meliputi uji persyaratan analisis yang terdiri dari uji

normalitas sebaran dengan Chi-Kuadrat, uji homogenitas varian dan uji linieritas

hubungan dengan menggunakan uji F. Analisis secara deskriptif dibandingkan

dengan kriteria kurva normal. Analisis secara komparatif dengan menggunakan

ANACOVA 1 jalur. Metode ANACOVA digunakan untuk mengetahui ada dan

tidaknya hubungan antara variabel kovariat dengan hasil belajar IPA. Asumsi

analisis kovarian, bahwa data berdistribusi normal, varian homogen dan linieritas antar

kovariat sudah terpenuhi.

C. HASIL PENELITIAN

Deskripsi data tentang hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan

model inkuiri dan model pembelajaran langsung (direct instruction) ditinjau dari

motivasi belajar siswa disajikan pada tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Data Hasil Belajar dan Motivasi Belajar Siswa

Hasil Belajar IPA

Model

N

Mean

SD

Skor

Minimu

m

Skor

Maksimu

m Inkuiri 34 23,12 2,22 21 28

Pembelajaran

Langsung

33

21,07

1,17

20

25

Motivasi Belajar Siswa

Model

N

Mean

SD

Skor

Minimu

m

Skor

Maksimu

m Inkuiri 34 83,3 9,50 58 99

Pembelajaran

Langsung

33

81,69

16,72

57

97

Deskripsi statistik hasil analisis data diperoleh gambaran bahwa rata-rata skor

hasil belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan model inkuiri dan model

pembelajaran langsung (direct instruction) masing-masing sebesar 23,13 dan 21,07.

Skor motivasi belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model inkuiri dan

model pembelajaran langsung (direct instruction) sebesar 83,3 dan 81,69. Hasil uji

prasyarat data, yaitu normalitas sebaran,homogenitas varians, dan linieritas

hubungan menunjukkan bahwa skor pretest dan posttes memenuhi syarat untuk

dilakukan uji analisis ANACOVA yaitu data berdistribusi normal, varians dari kedua

kelompok tersebut homogen dan hubungan antar variabel tersebut linier. Dari hasil

analisis regresi diperoleh hubungan Y= 47,738 + 0,352X dengan koefisien korelasi

0,000 lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0,05. Hal ini berarti ada hubungan

yang positif dan signifikan antara motivasi belajar siswa dengan hasil belajar IPA.

Berikut adalah grafik hubungan antara motivasi belajar siswa dengan hasil belajar

IPA.

Page 32: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 32

Gambar 1. Grafik Hubungan antara Motivasi Belajar Siswa dengan Hasil

Belajar IPA

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar IPA antara

pembelajaran dengan model inkuiri dan model pembelajaran langsung (direct

instruction) ditinjau dari motivasi belajar siswa digunakan analisis kovarians satu

jalur (ANACOVA). Dari hasil perhitungan uji hipotesis nihil diperoleh angka F

sebesar 1,199 dengan nilai probabilitas sebesar 0,278. Jika angka probabilitas ini

dibandingkan dengan angka signifikansi kategorik yaitu 0,05, maka terlihat

bahwa angka ini jauh lebih besar sehingga dapat dipastikan bahwa hipotesis nihil

dapat diterima dan hipotesis alternatif ditolak. Hal ini berarti bahwa varian

variabel terikat adalah sama (homogen). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji Hipotesis Nihil

F df1 df2 Sig.

1.199

1

65

0.278

Dari hasil analisis ini, sebelum motivasi belajar dikendalikan diperoleh F

hitung sebesar 17,023 dan 0,265 untuk angka signifikansi. Besarnya angka

signifikansi adalah 0,265 lebih besar dari 0,05. Ketentuan yang berlaku adalah

jika sig (p) > 0,05 maka hipotesis nihil diterima sedangkan jika sig (p) < 0,05

maka hipotesis nihil ditolak. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sig (p) =

0,265 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil belajar IPA

yang pembelajarannya menggunakan jenis model yang berbeda, dengan

melakukan kontrol terhadap hasil belajar sebelum perlakuan diberikan. Setelah

motivasi belajar dikendalikan, diperoleh F hitung sebesar 15,875 dan 0,000 untuk

angka signifikansi. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa sig (p) = 0,000 <

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil

belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran inkuiri dan

model pembelajaran langsung (direct instruction) ditinjau dari motivasi belajar

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Prambanan Klaten tahun ajaran 2013/2014. Hasil

perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4. Hasil Perhitungan ANACOVA

Source

Type III

Sum of

Squares

df

Mean

Square

F

Sig

. Corrected

Model

437.32

6a

2 218.663

15.875

.000 Intercept 3557.19

6

1 3557.196

154.32

8

.000 model *

motivasi

437.32

6

2 218.663

15.875

.000

Page 33: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 33

Error 1475.17

5

64 23.050

Total 376017.6

10

67

Corrected Total 1912.50

2

66

Untuk menentukan model pembelajaran yang lebih baik antara model

pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran langsung digunakan uji-t. Dari hasil

uji-t diperoleh t hitung sebesar 20,845 dan nilai sig. (p) = 0,000 ≤ 0,05 maka hipotesis

diterima dan signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran inkuiri lebih baik dari pada model pembelajaran langsung/direct

instruction. Sumbangan kontribusi variabel terikat (model pembelajaran) terhadap

hasil belajar IPA hanyalah 0,16 % sementara kontribusi variabel kovariat/sertaan

(motivasi belajar) terhadap hasil belajar sebesar 99,84 %.

D. PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini hasil analisis menunjukkan bahwa kecenderungan hasil

belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan model inkuiri termasuk dalam

kategori tinggi. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran dengan menggunakan model

inkuiri siswa terlibat langsung dalam pembelajaran. Model pembelajaran inkuiri

melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan

menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat

merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.

Model pembelajaran ini berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir ilmiah pada

diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri,

mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa tidak hanya diam

mendengarkan penjelasan dari guru melainkan siswa berperan aktif dalam

mengembangkan ide-ide mereka untuk memecahkan permasalahan dan mengambil

kesimpulan. Dengan demikian pemahaman dan ingatan yang diperoleh tidak

mudah hilang dan akan menjadi ingatan jangka panjang (long term memory)

karena mereka terlibat langsung dalam pembelajaran. Begitu juga dengan

kecenderungan motivasi belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model

inkuiri termasuk ke dalam kategori tinggi. Hal ini terlihat dari antusias siswa ketika

mereka berpendapat dan mulai dapat mengembangkan ide-ide mereka dalam

memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Mereka juga terlihat aktif

dalam pembelajaran. Siswa mulai berani berhipotesis terhadap masalah-masalah yang

diberiakn oleh guru.

Berbeda dengan hasil belajar yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran langsung meskipun termasuk ke dalam kategori tinggi akan tetapi

masih mempunyai skor rata-rata di bawah siswa yang pembelajarannya menggunakan

model pembelajaran inkuiri. Hal ini disebabkan karena guru terlibat aktif dalam

pembelajaran sehingga siswa cenderung pasif. Guru kurang memberikan pelatihan

awal, mengajarkan keterampilan dasar sehingga siswa sangat bergantung dari guru

dan keberhasilan yang dicapai siswa sangat bergantung pada gaya komunikasi guru.

Jadi model pembelajaran langsung/direct instruction kurang efektif untuk diterapkan

dalam pembelajaran karena siswa belum cukup memahami informasi yang

disampaikan oleh guru sehingga ilmu yang diperoleh akan mudah hilang dari

ingatan. Kecenderungan motivasi belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan

model pembelajaran langsung termasuk dalam kategori tinggi tetapi rata-ratanya

masih di bawah siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

inkuiri. Hal ini terlihat dari keaktifan siswa selama proses pembelajaran

berlangsung. Hanya siswa yang aktif saja yang mau bertanya dan mengeluarkan

Page 34: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 34

pendapat. Siswa yang pasif hanya diam mendengarkan penjelasan dari guru. Dari

hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan

signifikan antara motivasi belajar siswa dengan hasil belajar IPA siswa kelas VIII

SMP Negeri 1 Prambanan Klaten tahun ajaran 2013/2014. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan dengan cepat

menguasai materi. Siswa yang motivasinya rendah akan menangkap materi dengan

lebih lambat.

Dalam pengujian hipotesis disimpulkan bahwa ada perbedaan yang

signifikan hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Prambanan Klaten antara

pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran langsung

(direct instruction) ditinjau dari motivasi belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan

nilai p = 0,000 berarti p ≤ 0,05. Karena F hitung > F tabel pada taraf signifikan 5%

atau p (sig) < 0,05, ini bearti ada pengaruh yang positif dan signifikan antara model

pembelajaran terhadap hasil belajar IPA. Sebelum diberi perlakuan siswa berangkat

dari kemampuan awal yang sama akan tetapi setelah diberi perlakuan yaitu dengan

menggunakan model pembelajaran yang berbeda ternyata kedua kelompok tersebut

mempunyai hasil belajar yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa model

pembelajaran berpengaruh pada hasil belajar siswa. Untuk menentukan model

pembelajaran yang lebih baik, dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata

hasil belajar yang diperoleh kedua kelompok tersebut. Nilai rata-rata kelas yang

pembelajarannya menggunakan model inkuiri adalah 77,06 sedangkan hasil belajar

dengan model pembelajaran langsung adalah 70,19. Jika dilihat dari skor rata-rata

dari masing-masing model, maka skor rata-rata hasil belajar IPA yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran inkuiri lebih besar dari skor

rata-rata hasil belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

langsung. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri lebih baik dari

pada model pembelajaran langsung. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar IPA yang pembelajarannnya menggunakan model pembelajaran inkuiri

lebih tinggi dari pada hasil belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran langsung. Ini berarti bahwa model pembelajaran inkuiri lebih baik

dari pada model pembelajaran langsung.

Siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran inkuiri lebih

aktif dan kreatif dalam mengembangkan ide-ide mereka dalam memecahkan

permasalahan. Mereka mulai berani bertanya, mengeluarkan pendapat dan

mengambil kesimpulan. Model pembelajaran inkuiri juga mengajarkan siswa untuk

dapat menemukan konsep sendiri karena mereka mempunyai peranan yang penuh

secara keseluruhan dalam pembelajaran. Hal ini akan menjadikan ingatan yang lebih

tahan lama dan mudah dimengerti artinya pengetahuan yang diperoleh akan sulit

hilang dari ingatan. Sementara siswa yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran langsung (direct instruction) tidak semua siswa dapat berpendapat

mengembangkan ide-ide mereka dalam memecahkan masalah. Hanya siswa yang aktif

yang mau berpendapat dalam memecahkan permasalahan. Siswa yang lain hanya

pasif mendengarkan penjelasan dari guru. Hal ini disebabkan guru berperan aktif

dalam mengusung pelajaran dalam pembelajaran di kelas sehingga siswa hanya

mendapatkan teori dari guru saja. Pembelajaran yang hanya berlandaskan teori

saja hanya akan membuat siswa dapat mengingat pelajaran dalam jangka waktu

pendek.

Model pembelajaran inkuiri meningkatkan motivasi belajar siswa. Siswa

merasa tertarik dengan hal-hal yang mereka temukan melalui proses inkuiri. Mereka

Page 35: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 35

tidak hanya diam mendengarkan penjelasan guru saja, melainkan mereka harus

berhipotesis dan melakukan percobaan untuk membuktikan hipotesis mereka. Hal

tersebut yang memotivasi siswa selama proses pembelajaran. Bearti dapat dikatakan

bahwa model pembelajaran berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa. Jika

dibandingkan antara model pembelajaran inkuiri dan model pembelajaran langsung,

ternyata model pembelajaran langsung lebih rendah. Hal ini dimungkinkan dalam

pembelajaran ini yang aktif bukan siswanya melainkan guru. Dengan demikian hasil

belajar IPA apabila dalam pembelajarannya diterapkan model pembelajaran

inkuiri, maka hasil belajarnya akan meningkat.

E. SIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kecenderungan hasil belajar

IPA siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Prambanan Klaten tahun ajaran 2013/2014 yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran inkuiri adalah tinggi. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai rata-rata = 23,117 dan berada pada interval 18,09 – 23,26.

Kecenderungan motivasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Prambanan Klaten

tahun ajaran 2013/2014 yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

inkuiri adalah tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata yang diperoleh

yaitu 83,3 dan terletak pada interval 76,68 – 92,03.

Kecenderungan hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Prambanan

Klaten tahun ajaran 2013/2014 yang pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran langsung (direct instruction) adalah tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan

nilai rata-rata = 21,069 dan berada pada interval 18,09 – 23,26. Kecenderungan

motivasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Prambanan Klaten tahun ajaran

2013/2014 yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran langsung

(direct instruction) adalah tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata yang

diperoleh yaitu 81,697 dan terletak pada interval 76,68 – 92,03.

Secara komparatif ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa

kelas VIII SMP Negeri 1 Prambanan Klaten tahun ajaran 2013/2014 antara

pembelajaran dengan model inkuiri dan model pembelajaran langsung (direct

instruction) ditinjau dari motivasi belajar siswa. Dilihat dari reratanya ternyata hasil

belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran inkuiri lebih

tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan

model pembelajaran langsung. Berarti ada pengaruh model pembelajaran inkuiri

terhadap hasil belajar IPA ditinjau dari motivasi belajar siswa kelas VIII SMP

Negeri 1 Prambanan Klaten tahun ajaran 2013/2014.

Berdasarkan hasil penelitian di SMP Negeri 1 Prambanan Klaten tahun

ajaran 2013/2014, maka diharapkan guru dapat meningkatkan kualitas mengajar

dengan cara memilih model pembelajaran yang tepat agar diperoleh hasil belajar

yang maksimal yaitu dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri dalam

membelajarkan IPA. Selain itu hendaknya siswa meningkatkan keaktifannya dalam

kegiatan pembelajaran dengan cara terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga

siswa dapat mengemukakan pendapat dan mengembangkan ide-ide mereka dalam

memecahkan suatu permasalahan.

F. DAFTAR PUSTAKA Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Sinar Grafika

Hardini, Isriani & Puspitasari, Dewi. 2012. Strategi Pembelajaran Terpadu:

Teori, Konsep dan Implementasi. Yogyakarta: Familia.

Page 36: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 36

Narbuka, Cholid. 2003. Model Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sudjana, Nana. 1990. Teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia.

Sunaryo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Dalam Pengajaran IPS. Jakarta:

FPIPS IKIP Malang.

Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi

PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tabrani, Rusyan. at.al. 1994. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.

Bandung: Rosdakarya.

Page 37: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 37

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN

KECAKAPAN SOSIAL (SOCIAL SKILLS) DAN HASIL BELAJAR IPA

SISWA KELAS VIIIE DI SMP NEGERI 12 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2012/2013

Rizky Ridha Syafika dan Astuti Wijayanti

Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Abstract

This research was to improve social skills and the result of scientific of

students study with aplication of cooperative learning model Teams Games

Tournament (TGT) type. This was because there was learning problem in the class

of VIII E Junior High School 12 Yogyakarta. That was 1) the result of scientific of

students study was low; 2) students antusiasm in the learning activity was low; 3)

interaction student with student and student with teacher was low; 4) students was

pasive; and 5) the students social skills in the case of empatic, cooperative, and

solidarity communication was low. The learning metode that was applied was the

result of class action. In this result teacher o researcher and to be observer. The

subject o this research was the student o class VIII E Junior High School 12

Yogyakarta which has 32 students. The object this research was coperative

learning model TGT, social skills, and the result of students study. After using

cooperative learning model TGT, this research was down in 2 cycle ang it every

cycle consist of planning, acting, observation, and reflection. The technic data

collection through observation sheet, interview, westionair, field note, test, and

documentation. The research result indicated that social skills ang the result of

scientific students study can improve after giving action. Social skills had increase

which was indicated with by its appearing student social skills in every cycle as

case of empatic, cooperative, and solidarity skills. The improvement result of

scientific student amount was achieve minimum thoroughness criteria > 65% and

improvement average at evaluation value in every cycle it was from 70,14 at first

cycle to be 84,38 at second cycle. The efforts was down the teacher need impove

assistance on group, study group with intensive in order to the student can to

cooperative, to empatic, and to solidarity, and the teacher need giving motivation

in order to students have believe in with capability students.

Keywords : Cooperative, TGT, Social Skills, Student Result

A. Pendahuluan

Perkembangan bangsa-bangsa di dunia memiliki perbedaan antara satu

dengan yang lain. Setiap bangsa dan negara memiliki kemampuan sendiri-sendiri

dalam membangun negaranya. Pembangunan suatu negara tidak ditentukan oleh

seberapa banyak potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat diolah, tetapi

kemajuan pembangunan ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

yang mampu mengolah, merancang strategi, merancang metode serta melaksanakan

tugas pembangunan itu (Triyono, 2005: 1). Pembentuk SDM berkualitas dapat

menjadi motor penggerak pembangunan. Salah satu upaya peningkatan SDM dapat

dilakukan melalui peningkatan mutu pendidikan.

Page 38: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 38

Persoalan yang kini dihadapi oleh banyak negara, termasuk Indonesia

adalah bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan

umumnya dikaitkan dengan tinggi rendahnya prestasi yang ditunjukkan dengan

kemampuan siswa mendapat skor dalam tes, kemampuan lulusan mendapatkan dan

melaksanakan pekerjaan. Kualitas pendidikan dianggap penting karena sangat

menentukan gerak laju pembangunan di suatu negara. Oleh karena itu, hampir

semua negara di dunia menghadapi tantangan untuk melaksanakan pembaharuan

pendidikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dari data hasil

survei Depdiknas (2002: 2) menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia

kurang menggembirakan. Hasil studi the International Mathematics and Science

Study-Repeat (TIMSS-R 1999) melaporkan bahwa siswa SLTP Indonesia

menempati peringkat 32 untuk IPA dan 34 untuk matematika dari 38 negara yang

survai di Asia, Australia, dan Afrika.

Indonesia telah lama berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Berbagai inovasi dan program pendidikan telah dilaksanakan, antara lain

penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku ajar, dan buku referensi lainnya,

peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan lainnya melalui berbagai pelatihan

dan peningkatan kualifikasi pendidikan, peningkatan manajemen pendidikan, serta

pengadaan fasilitas lainnya. Depdiknas (2002: 1) menyatakan bahwa keberhasilan

program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga

pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu siswa, kurikulum,

tenaga kependidikan, biaya, sarana, dan prasarana serta faktor lingkungan.

Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi sudah tentu akan

memperlancar proses belajar mengajar, yang akan menunjang pencapaian hasil

belajar yang maksimal dan kualitas kecakapan siswa yang pada akhirnya akan

meningkatkan mutu pendidikan. Delors (Anwar, 2004: 5) menyatakan bahwa

UNESCO merekomendasikan adanya “empat pilar pembelajaran”, yaitu program

pembelajaran yang diberikan hendaknya mampu memberikan kesadaran kepada

masyarakat sehingga mau dan mampu belajar (learning to know or learning to

learn). Bahan ajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan suatu pekerjaan

alternatif kepada siswanya (learning to do), dan mampu memberikan motivasi

untuk hidup dalam era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan

(learning to be). Pembelajaran tidak cukup hanya diberikan dalam bentuk

keterampilan untuk dirinya sendiri, tetapi juga keterampilan untuk hidup

bertetangga, bermasyarakat, berbangsa, dan hidup dalam pergaulan antar bangsa-

bangsa dengan semangat kesamaan dan kesejajaran (learning to live together).

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah

memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas. IPA

merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara ilmiah. Menurut

Trianto (2010: 141), hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari

gejala-gejala melalui serangkaian proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap

ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga

komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara

universal. Pada kenyataan di sekolah, pelajaran IPA merupakan salah satu pelajaran

yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Siswa kurang meminati mata

pelajaran IPA bahkan memandang bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah sesuatu

yang tidak bersahabat, membosankan, banyak hitungan dan hafalan. Oleh karena

itu, guru IPA perlu menerapkan model pembelajaran yang bervariasi dalam proses

Page 39: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 39

pembelajaran IPA sehingga IPA tidak lagi menjadi hal yang sulit akan tetapi

menarik dan menyenangkan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran

IPA kelas VIII E di SMP Negeri 12 Yogyakarta diketahui bahwa terdapat kendala

dalam pelaksanaan pembelajaran IPA. Kendala yang dihadapi yaitu: 1) penguasaan

materi IPA oleh siswa masih tergolong rendah; 2) kurangnya antusias siswa untuk

belajar; 3) kurangnya interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru;

4) siswa lebih cenderung menerima yang disampaikan oleh guru, diam, dan enggan

dalam mengemukakan pertanyaan maupun pendapat. Kendala tersebut

menyebabkan hasil belajar siswa menjadi kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat

pada hasil rata-rata nilai UTS dan UAS siswa kelas VIII E pada mata pelajaran

IPA.

Kendala lain yang tampak saat observasi yaitu pada kelas VIII E kecakapan

sosial siswa pada pembelajaran IPA yang masih rendah. Kecakapan sosial ini

belum terlihat ketika pembelajaran dengan kerja kelompok. Pada saat kerja

kelompok, anggota belum mampu bekerjasama. Interaksi dengan siswa yang lain

melalui komunikasi langsung masih kurang, baik secara lisan maupun tulisan,

selain itu juga dalam kerja kelompok belum ada keterbukaan dan kepercayaan,

saling empati, dan tanggung jawab demi tujuan bersama. Siswa masih cenderung

ramai, belum fokus pada masalah yang harus dipecahkan pada diskusi kelompok

dan keterlibatan siswa dalam diskusi kelompok masih kurang. Satu atau dua orang

siswa yang memiliki kemampuan tinggi lebih dominan dalam diskusi kelompok.

Untuk meningkatkan kecakapan sosial dan hasil belajar siswa perlu

dikembangkan suatu model pembelajaran yang memberikan lingkungan yang

kondusif bagi siswa untuk bertukar pendapat atau informasi, bekerja sama dengan

teman, berinteraksi dengan guru, merespon pemikiran siswa lain, dapat membina

kebersamaan, peduli satu sama lain, dan tenggang rasa. Salah satu model

pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif dapat mengubah pembelajaran yang semula teacher

centered menjadi student centered. Siswa akan lebih aktif dan kegiatan belajar akan

maksimal serta lebih bermakna.

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa untuk

mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam

suasana belajar yang terbuka, siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran namun

dapat berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya. Pembelajaran ini didahului

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk

pemahaman materi siswa, kemudian untuk mengulang kembali materi digunakan

model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Menurut Slavin (2008: 166),

pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu presentasi

kelas (class presentation), belajar kelompok (teams), permainan (games),

pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (teams recognition).

Presentasi kelas (class presentation) merupakan tahap dimana siswa

mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas. Tahap ini melatih

kecakapan berkomunikasi siswa dan kepercayaan diri siswa serta tanggungjawab

yang dibebankan kepada siswa oleh guru. Belajar dalam kelompok siswa belajar

bersama dengan anggota kelompoknya untuk menyelesaikan masalah dan tugas

yang diberikan guru. Siswa diberikan kebebasan untuk belajar bersama dan saling

membantu teman kelompok untuk pemahaman materi. Siswa diharapkan dapat

berinteraksi dengan siswa lain, saling berbagi ide, dan bekerjasama.

Page 40: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 40

Permainan dan pertandingan dilakukan untuk mengetahui pengetahuan dan

pemahaman siswa setelah melakukan presentasi kelas dan diskusi kelompok, siswa

bermain dan bertanding dalam menjawab kartu soal dan menyumbangkan poin

untuk kelompoknya. Kegiatan ini mampu memotivasi siswa untuk selalu

meningkatkan hasil belajar siswa. Penghargaan kelompok dalam pembelajaran

diberikan berdasarkan keberhasilan yang diperoleh kelompok yang ditentukan oleh

keberhasilan masing-masing anggotanya dalam game dan tournament.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah 1) Bagaimana upaya menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) untuk

meningkatkan kecakapan sosial (social skills) siswa kelas VIII E di SMP Negeri

12 Yogyakarta?; dan 2) Bagaimana upaya menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) untuk meningkatkan hasil belajar

IPA siswa kelas VIII E di SMP Negeri 12 Yogyakarta?

B. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 12 Yogyakarta yang berlokasi di

Jalan Tentara Pelajar No. 9 Bumijo, Jetis Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan

pada semester genap tahun ajaran 2012/2013 yaitu pada tanggal 4 Maret s/d 22

Agustus 2013. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII E SMP Negeri

12 Yogyakarta yang berjumlah 32 siswa, sedangkan objek dalam penelitian ini

adalah model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament, kecakapan

sosial, dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe Teams Games Tournament.

Penelitian ini berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan

melalui siklus yang terdiri dari 4 langkah, yaitu plan (perencanaan), action

(tindakan), observation (observasi), dan reflection (refleksi) (Wijaya dan Dedi,

2010:39). Rancangan tindakan pada siklus pertama adalah sebagai berikut. Tahap

perencanaan, mencakup kegiatan mempersiapkan lembar observasi guru, siswa dan

angket keterampilan sosial; menyiapkan perangkat pembelajaran dan merancang

RPP pembelajaran IPA dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Tournament; membentuk kelompok TGT dan menyiapkan tes hasil belajar. Tahap

pelaksanaan, dilakukan dengan mengadakan pembelajaran sesuai langkah-langkah

TGT. Pembelajaran dilakukan oleh guru kelas, sedangkan mahasiswa berperan

sebagai observer. Tahap observasi dilakukan observer dengan mengamati proses

pembelajaran IPA (akivitas guru dan siswa).

Observasi diarahkan pada poin-poin dalam pedoman yang telah disiapkan

peneliti. Selain itu, untuk memperoleh data yang akurat, peneliti juga melakukan

wawancara dengan para siswa mengenai poin-poin tertentu yang perlu ditanyakan

dan angket siswa untuk memperoleh data yang lengkap. Tahap refleksi dilakukan

guru dan peneliti dengan cara menganalisis hasil pekerjaan siswa, hasil observasi,

wawancara, angket, dan catatan lapangan. Dengan demikian, analisis dilakukan

terhadap proses dan hasil pembelajaran. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh

rekomendasi fase mana yang perlu diperbaiki atau disempurnakan dan fase mana

yang telah memenuhi target. Perbaikan tersebut digunakan sebagai tindakan siklus

berikutnya.

Page 41: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 41

Tabel 1. Data Persentase Kecakapan Sosial Siswa Siklus I

No Aspek Kecakapan Sosial Persentase

1 Kecakapan Berkomunikasi dengan Empati 80%

2 Kecakapan Bekerjasama 75%

3 Kecakapan Bersolidaritas 50%

Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa kecakapan sosial siswa dilihat dari

aspek siswa dalam bersolidaritas menunjukkan persentase yang paling rendah

(50%). Hal ini dikarenakan siswa belum menunjukkan antusiasme dalam

pembelajaran dan masih mengganggu diskusi kelompok lain. Selanjutnya disusul

siswa yang cakap dalam bekerjasama (75%), dalam pembelajaran keaktifan siswa

dalam bekerjasama masih kurang maksimal dan belum menunjukkan kekompakan

kelompok. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa dalam kerja kelompok. Pada

kecakapan berkomunikasi dengan empati (80%), dalam pembelajaran siswa belum

menunjukkan antusias dalam kegiatan diskusi dan presentasi.

Hasil belajar IPA siswa kelas VIII E pada siklus I materi bunyi yang telah

diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat diketahui hasilnya. Hasil

belajar ini diperoleh hasil evaluasi tes siklus 1, dimana terdapat 7 siswa yang belum

tuntas. Rata-rata nilai hasil belajar siklus I yaitu sebesar 70,14 dan dengan nilai

KKM sebesar 70. Nilai terendah yaitu 58,33, sedangkan nilai tertinggi yaitu 100.

Keseluruhan kegiatan pembelajaran pada siklus I ini mengalami beberapa kendala

antara lain: 1) pada saat pembagian kelompok siswa terlihat gaduh dan beberapa

siswa menolak untuk bergabung dengan kelompok yang telah ditentukan guru; 2)

pada saat kegiatan diskusi kelompok siswa belum menunjukkan kerjasama dalam

kelompok, hal ini terlihat beberapa siswa masih mengobrol dan tidak ikut dalam

diskusi kelompok; 3) pada saat presentasi kelas siswa belum menunjukkan

kepercayaan diri dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok; 4) pada saat

game dan tournament siswa terlihat ramai dan tidak mematuhi aturan TGT yang

telah disepakati; dan 5) hasil belajar beberapa siswa masih belum memenuhi KKM.

Beberapa kendala pada pembelajaran TGT siklus I tersebut direfleksi dan

dicarikan solusi agar pada pembelajaran TGT siklus II tidak ditemukan kendala-

kendala tersebut. Upaya yang dilakukan yaitu antara lain: 1) seorang guru

menambah intensif pendampingan dan lebih sering memberikan motivasi kepada

siswa terutama pada siswa yang belum tuntas; 2) seorang guru memberikan

dorongan kepada siswa agar berani mengungkapkan pendapat dalam kelompoknya;

3) dalam pelaksanaan pembelajaran TGT maupun belajar kelompok, guru harus

lebih bersikap tegas, agar mereka bekerjasama dalam mengerjakan tugas yang

diberikan guru; 4) guru menjelaskan kembali aturan TGT yang telah disepakati; 5)

guru menghimbau kembali setelah kartu jawaban dibacakan untuk dapat membahas

soal secara bersama-sama jika terdapat perbedaan jawaban; dan 6) guru

memberikan batasan waktu pelaksanaan TGT secara jelas.

2. Siklus II

Pada pelaksanaan tindakan siklus II ini, guru berusaha melaksanakan

pembelajaran agar sesuai dengan rekomendasi tindakan dari refleksi siklus I.

Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran

yang hendak dicapai dengan maksud agar siswa memiliki gambaran jelas tentang

pengetahuan yang akan diperoleh setelah proses pembelajaran berlangsung. Guru

juga melakukan tindakan perbaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Pada

Page 42: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 42

siklus II siswa sudah menunjukkan keaktifan dalam pembelajaran dan diskusi, hal

ni dikarenakan siswa mulai terbiasa dengan kegiatan ini.

Pada saat pembagian kelompok, siswa langsung menempatkan diri untuk

bergabung dengan kelompok mereka. Guru kemudian memberikan bahan diskusi

berupa LKS tentang materi cahaya kepada setiap kelompok. Guru mengkonfirmasi

kesiapan kelompok dalam melakukan diskusi dan mengkondisikan siswa untuk

melakukan diskusi dan mengerjakan tugas LKS. Tiap siswa diberi kesempatan oleh

guru untuk berdiskusi. Pada saat mengerjakan, beberapa siswa mulai menunjukkan

keikutsertaan dan keaktifan mereka dalam kegiatan diskusi. Siswa terlihat sudah

mampu berpendapat, bertanya dan menghargai jawaban teman yang lainnya.

Setelah siswa melakukan diskusi kelompok, guru memberikan kesempatan kepada

salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. Tanpa

menunggu lama, salah satu siswa sudah berani tampil ke depan kelas

mempresentasikan hasil diskusi kelompok siswa. Siswa yang mempresentasikan

sudah terlihat percaya diri. Guru kemudian memberikan kesempatan kepada

kelompok lain untuk menanggapi. Siswa yang berada paling depan mengangkat

tangan dan menanggapi hasil presentasi siswa. Begitu pula pada saat game dan

tournament siswa terlihat aktif dan antusias. Siswa telah dapat melaksanakan

aturan TGT yang telah disepakati dan berusaha dengan sungguh-sungguh dalam

TGT.

Kecakapan sosial siswa pada siklus II mengalami peningkatan. Dalam

berkomunikasi dengan guru dan teman, siswa menunjukkan rasa empati yaitu

melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, menghargai pendapat orang lain,

menyatakan pendapat, dan mampu mengajukan pertanyaan. Hasil observasi

kecakapan sosial siswa dalam kelompok pada siklus II dapat dilihat pada tabel 2

berikut.

Tabel 2. Data Persentase Kecakapan Sosial Siswa Siklus II

No Aspek Kecakapan Sosial Persentase

1 Kecakapan Berkomunikasi dengan Empati 87,5%

2 Kecakapan Bekerjasama 83,3%

3 Kecakapan Bersolidaritas 75%

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa kecakapan sosial siswa dilihat dari

aspek siswa dalam bersolidaritas menunjukkan persentase yang paling rendah

(75%), disusul siswa yang cakap dalam bekerjasama (83,3%), dan siswa yang

dalam mampu berkomunikasi dengan empati (87,5%) dengan persentase tertinggi.

Berikut disajikan diagram persentase kecakapan sosial siswa siklus I dan II,

sehingga terlihat peningkatan kecakapan kecakapan sosial siswa.

0

20

40

60

80

100

siklus I siklus II

Pro

sen

tase

Kec

ak

ap

an

Sosi

al

Hasil Observasi Kecakapan Sosial

kecakapan

berkomunikasi

dengan empati

kecakapan

bekerjasama

kecakapan

bersolidaritas

Page 43: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 43

Gambar 1. Grafik Kecakapan Sosial Siswa pada Siklus I dan Siklus II

Pembelajaran yang telah dilakukan pada siklus II dapat diketahui

peningkatan hasil belajar IPA materi cahaya yang diajar dengan pembelajaran

kooperatif tipe TGT. Hasil yang diperoleh terdapat 4 siswa yang belum tuntas dan

sisanya sudah memenuhi KKM. Rata-rata nilai evaluasi siswa pada siklus II setelah

pelaksanaan pembelajaran TGT adalah 84,38 dengan nilai KKM sebesar 70. Nilai

terendah yaitu 64. Sedangkan nilai tertinggi yaitu 100.

Hasil belajar berasal dari kemampuan awal yaitu dari nilai mid semester

genap, nilai evaluasi setelah tindakan TGT siklus I dan siklus II. Berikut

perbandingan antara kemampuan awal, nilai siklus I dan siklus II.

Tabel 3. Perbandingan Antara Kemampuan Awal, Nilai Siklus I dan Siklus II

Keterangan/Nilai Kemampuan

Awal Siklus I Siklus II

Jumlah peserta tes 32 32 32

Rata-rata 67,72 70,14 84,38

Σ nilai ≥70 19 25 28

Berdasarkan tabel di atas, terlihat peningkatan nilai rata-rata ulangan harian

dan jumlah siswa yang sudah memenuhi KKM pada tiap siklusnya. Pada

kemampuan awal nilai rata-rata ulangan harian sebesar 67,72 dan jumlah siswa

yang KKM sebanyak 19 siswa. Pada siklus I nilai rata-rata ulangan harian sebesar

70,14 dan jumlah siswa yang KKM sebanyak 25 siswa. Pada siklus II nilai rata-rata

ulangan harian sebesar 84,38 dan jumlah siswa yang KKM sebanyak 28 siswa.

Hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Hal ini

dikarenakan salah satu tahapan dalam pembelajaran TGT adalah game dan

tournament. Setiap kelompok berlomba dan bekerjasama untuk mengumpulkan

poin sebanyak-banyaknya agar kelompoknya menjadi yang terbaik. Dengan kata

lain, setiap siswa akan termotivasi untuk belajar dan memperhatikan pelajaran

dengan baik karena setiap anggota kelompok memiliki tanggungjawab yang sama

dalam keberhasilan kelompok. Selain itu, hasil belajar ini dapat mengalami

peningkatan dikarenakan salah satu kelebihan dari TGT yaitu meningkatkan

pemahaman dan keterampilan siswa dalam mengaplikasikan solusi/jawaban yang

tepat untuk permasalahan tertentu. Berikut peningkatan nilai siswa sebelum

tindakan dan setelah dilakukan tindakan.

Gambar 2. Grafik Pencapaian Nilai Kemampuan Awal, Siklus I dan Siklus II

0

50

100

150

200

250

300

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31

Nilai Kemampuan Awal Nilai Siklus I Nilai Siklus II

Page 44: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 44

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat peningkatan pencapaian nilai

siswa dari kemampuan awal, siklus I, dan pada siklus II. Dengan demikian dapat

disimpulkan hasil belajar IPA siswa kelas VIII E SMP Negeri 12 Yogyakarta

meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari lembar observasi, catatan

lapangan, nilai game dan tournament, dapat disimpulkan bahwa kecakapan sosial

siswa dan hasil belajar IPA dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif

tipe TGT di kelas VIII E SMP Negeri 12 Yogyakarta mengalami peningkatan.

F. Simpulan

Secara ringkas, simpulan hasil penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut. Pelaksanaan pembelajaran di kelas VIII E SMP N 12 Yogyakarta sudah

sesuai dengan rencana pembelajaran yaitu dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT. Upaya yang dilakukan seorang guru adalah

perlu 1) menambah intensif pendampingan dan lebih sering memberikan motivasi

kepada siswa terutama pada siswa yang belum tuntas; 2) memberikan dorongan

kepada siswa agar berani mengungkapkan pendapat dalam kelompoknya; 3) dalam

pelaksanaan pembelajaran TGT maupun belajar kelompok, guru harus lebih

bersikap tegas, agar mereka bekerjasama dalam mengerjakan tugas yang diberikan

guru; 4) guru menjelaskan kembali aturan TGT yang telah disepakati; 5) guru

menghimbau kembali setelah kartu jawaban dibacakan untuk dapat membahas soal

secara bersama-sama jika terdapat perbedaan jawaban; dan 6) guru memberikan

batasan waktu pelaksanaan TGT secara jelas. (c) Melalui pembelajaran kooperatif

tipe TGT, siswa dapat berkelompok secara intensif, siswa dapat belajar

bekerjasama, berempati dan bersolidaritas, siswa memiliki kepercayaan diri

terhadap kemampuan dirinya, siswa merasa tertantang dan antusias dalam belajar.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament

(TGT) dapat meningkatkan kecakapan sosial siswa kelas VIII E. Hal ini

ditunjukkan dengan munculnya beberapa aspek kecakapan sosial ketika

pembelajaran berlangsung yaitu kecakapan berkomunikasi dengan empati,

kecakapan bekerjasama, dan kecakapan bersolidaritas, (b)Penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe teams games tournament (TGT) dapat meningkatkan

hasil belajar IPA siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil belajar IPA siswa kelas

VIII E SMP Negeri 12 Yogyakarta yang mengalami peningkatan dari nilai rata-rata

67,72 pada kemampuan awal menjadi 70,14 pada siklus I dan pada siklus II

meningkat menjadi 84,38. Berdasarkan nilai belajar IPA yang diperoleh pada siklus

I dan siklus II, siswa yang memperoleh nilai mengalami peningkatan dari 25 siswa

(66,67%) pada siklus I menjadi 28 siswa (87,5%) pada siklus II. Dengan kata lain

siswa telah mencapai ketuntasan secara perorangan.

G. Daftar Pustaka Anita Lie. 2002. Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di

Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Gramedia

Anwar . 2004. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta.

Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui

Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas Broad Based Education (BBE). Jakarta

http://kireyinha.blogspot.com/2011/07/model-pembelajaran-kooperatif-tipe-tgt.html

diakses tanggal 1 April 2013.

Page 45: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 45

http://mustofasmp2.wordpress.com/2009/02/07/pentingnya-ketrampilan-sosial/ diakses

tanggal 18 Maret 2013 pukul 23:43.

Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar

Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muslimin Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.

Robert E. Slavin. 2008. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktis. Boston: Allyn

and Bacon.

Rochiati Wiriaatmadja. 2007. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara

Triyono. 2005. Analisis Kecakapan Sosial (Social Skills) Siswa Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) Muhammadiyah Prambanan Yogyakarta. Skripsi: UNY

Wijaya dan Dedi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Indeks.

W. J. S. Poerwadarminta. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Zainal Arifin. 2011. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Page 46: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 46

STUDI KORELASI KUALITAS SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER MATA

KULIAH BIOLOGI DASAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA

PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN ALAM FKIP UST SEMESTER

GASAL TAHUN AJARAN 2010/2011

Widowati Pusporini

Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

ABSTRACT

Testing of the student’s ability is required to know the success of the learning

activity process. The purpose of the study is to describe the characteristic of the final term

examination test quality of Basic Biology Course of Natural Science study Program FKIP

UST on the odd term in Academic Year of 2010/2011 reviewed from the theorical and

empirical aspect. he study aimed to determine the relationship of the final term

examination test quality of basic Biology course. The process are blue print establishment,

optional objective test determination, assessment criteria, examination, revision, and trial.

The test characteristic clarified as follows: good content validity, content validity resulted

through item examination by practitioners and experts.. The responses of the student are

analyzed quantitavely to obtain the psychometric characteristic of the test. This study was

carried out in the Natural Science Education Study Program FKIP UST Yogyakarta. The

sample of research are 46 students of Natural Science Education Study Program FKIP

UST attended the Basic Biology Course on the odd term in Academic Year of 2010/2011

Result of the analysis using ITEMAN shows the test have alpha reliability coefficient

0,697 and SEM 2,488. The Analysis result using Iteman shows that this test instrument has

a quite good item difficulty level, good item discrimination, and good distracter affectivity.

Overall examination question is good, but still to be revised in determining the language

distractor and construction so the testee can understand the question easily. Suggestions

for this research are to be widely used, the test should not be carried out once, the

samples should be taken from the wider scope. This examination should be supported with

performance test to measure the real students ability.

Keywords: examination, difficulty level, item discrimination, distractor effectivity,

reliability.

A. Pendahuluan

Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan

perwujudan diri individu, serta bagi pembangunan bangsa dan negara. Hal ini dapat dilihat

dari kemajuan di berbagai sektor pembangunan yang semuanya merupakan dampak dari

hasil pendidikan. Kemajuan suatu negara sangatlah bergantung pada cara negara itu

mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia, serta perhatiannya

terhadap kualitas pendidikan yang diberikan kepada masyarakat. Evaluasi merupakan salah

satu rangkain kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja atau produktivitas suatu

lembaga dalam melaksanakan programnya Djemari Mardapi (2008: 8). Oleh karena itu,

evaluasi merupakan salah satu subsistem yang penting dalam sistem pendidikan. Dalam

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, evaluasi

diatur dalam Bab XVI Pasal 57, 58, dan 59. Pelaksanaan evaluasi bertujuan untuk

Page 47: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 47

mengukur dan mengendalikan mutu pendidikan. Menyusun soal yang baik menyangkut

lebih dari sekedar menanyakan pemahaman yang sulit kepada mahasiswa. Banyak

pendidik tidak mendapatkan pelatihan formal dalam mendesain dan menyusun soal.

Penyusunan soal sebenarnya adalah usaha yang membutuhkan kecakapan tinggi.

Kenyataannya tidak semua soal buatan pendidik (dosen) diciptakan sama. Apabila

pendidik (dosen) tidak bisa mengenali kualitas soal, maka metode evaluasi dari pendidik

tersebut rawan untuk dipertanyakan (Shirran, 2008:80).

Selaras dengan pendapat diatas, Jejen, Harsoyo, dan Rusmawan (2009:358)

menyatakan bahwa apa yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar sering

disebut sebagai prestasi belajar. Winkel (1999:164) menyatakan bahwa siswa yang

berorientasi pada keberhasilan, memiliki nilai tinggi sebagai hasil yang maksimal dan

memandang kemampuan sebagai suatu yang selalu dapat ditingkatkan, dia menetapkan

suatu sasaran belajar untuk mengangkat diri lebih jauh. Secara sederhana Allen & Yen

(1979: 1) menyebut tes sebagai “a test is device for obtaining a sample of an individual’s

behavior”. Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Gronlund (1985: 5) yang

mendefinisikan tes sebagai instrumen atau prosedur sistematis untuk mengukur perilaku

sampel. Tes yang merupakan alat ukur dalam dunia pendidikan lebih dikenal dengan istilah

ujian. Di dalam ujian, yang hendak diukur adalah kompetensi peserta didik sebagai

pengakuan prestasi belajar dan atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Sebagai

alat yang digunakan dalam pengukuran, seharusnya tes disusun dengan prosedur serta

aturan dan metode tertentu yang jelas dan sistematis.

Prosedur dan metode dalam penyusunan tes dimaksudkan agar kesalahan dalam

pengukuran yang disebabkan oleh alat ukur tersebut sekecil mungkin. Pengukuran dengan

alat ukur berupa tes, sesungguhnya merupakan upaya mengestimasi kesalahan yang

mungkin muncul dari respons peserta didik terhadap tes yang diberikan. Jenis atau

klasifikasi tes bukan hanya satu macam, melainkan banyak macamnya. Agar mudah

mengenalnya beberapa pakar mencoba membuat klasifikasi tes, diantaranya (Gronlund,

1982: 19) yang membedakan klasifikasi tes menjadi empat yaitu: 1) tes penempatan, 2) tes

formatif, 3) tes diagnostik, dan 4) tes sumatif. Tes juga dapat dibedakan menjadi

achievement test atau tes prestasi belajar dan learning outcome test atau tes hasil belajar

(Tim Puslitbang Sisjian, 1999: 15). Dalam tes prestasi belajar, yang hendak diukur ialah

tingkat kemampuan seorang siswa dalam menguasai bahan pelajaran yang diajarkan

kepadanya. Oleh karenanya, kedudukan tes prestasi dalam pengambilan keputusan sangat

penting.

Penggunaan bentuk soal dalam tes prestasi belajar, secara umum dapat

dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: 1) tes uraian, terdiri dari uraian bebas, uraian

terbatas atau isian singkat, uraian berstruktur, dan 2) tes objektif, terdiri dari pilihan benar-

salah, pilihan ganda, dan menjodohkan. Setiap bentuk tes, memiliki keunggulan dan

keterbatasan. Saifuddin Azwar (1998: 75) secara garis besar menyebutkan keunggulan tes

yang terdiri dari soal-soal bentuk pilihan ganda yakni: (1) komprehensif, karena dalam

waktu tes yang singkat dapat memuat lebih banyak item, (2) pemeriksaan jawaban dan

pemberian skornya mudah dan cepat, (3) penggunaan lembar jawaban menjadikan tes

efisien dan hemat bahan, (4) kualitas item dapat dianalisis secara empirik, (5)

objektifitasnya tinggi, dan (6) umumnya memiliki reliabilitas yang memuaskan.

Keterbatasan tes pilihan ganda antara lain: (1) pembuatannya sulit dan memakan banyak

waktu dan tenaga, (2) tidak mudah ditulis untuk mengungkapkan tingkat kompetensi

tinggi, dan (3) ada kemungkinan jawaban benar semata-mata karena tebakan.

Validitas dan reliabilitas pada perangkat tes digunakan untuk menentukan kualitas

tes. Kriteria lain yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas tes adalah indeks

Page 48: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 48

kesukaran dan daya pembeda. Syarat tes yang baik adalah sahih dan handal ( Pujiyati

Suyata, 2005: 2), sahih baik dari isi, konstruk, dan daya prediksi. Kehandalan sebuah tes

dapat diketahui dari data hasil ujicoba, indeks kehandalan tes berkisar antara 0 sampai 1.

Indeks kehandalan dapat digunakan untuk menghitung besarnya kesalahan pengukuran.

B. Metode Penelitian

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas soal ujian akhir

semester mata kuliah Biologi Dasar di FKIP Prodi IPA semester gasal Tahun ajaran

2010/2011, merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Peneliti dengan bantuan ahli

menganalisis naskah soal secara kualitatif untuk mendeskripsikan kualitas tes berdasarkan

aspek materi, konstruksi, bahasa. Respon mahasiswa dianalisis secara kuantitatif guna

memperoleh karakteristik psikometris soal dan mengkorelasikan dengan indeks prestasi

mahasiswa. Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

selama 6 bulan. Sampel penelitian ini adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Pengetahuan

Alam FKIP UST semester gasal Tahun Ajaran 2010/2011, berjumlah 46 orang mahasiswa

yang mengikuti mata kuliah Biologi Dasar.

Bagan Alur Penelitian

Mengkaji Silabus dan

SAP Biologi Dasar

Mengkaji Silabus dan

SAP Biologi DasarMembuat

dan merakit soal

Membuat

dan merakit soal

Uji CobaUji CobaAnalisisAnalisis

Validasi AhliValidasi Ahli

Dokumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini antara lain:

Lembar telaah butir soal, lembar respon mahasiswa (lembar jawab dan nilai), dan output

hasil program ITEMAN. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : SAP mata

kuliah Biologi Dasar Program Studi Ilmu Pengetahuan Alam FKIP UST Semester Gasal

Tahun Ajaran 2010/2011, lembar soal dan respon mahasiswa, dan lembar telaah butir soal

Validasi dilakukan dengan cara telaah butir dan menentukan kehandalan diuji

menggunakan program ITEMAN. Indeks reliabilitas ditunjukkan dengan besarnya nilai

alpha pada lampiran output ITEMAN.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini, selanjutnya dianalisis secara kualitatif

(teoritis) dan secara kuantitatif (empiris). Analisis secara kualitatif dilakukan melalui

telaah butir soal (item review) berdasarkan pertimbangan professional (expert judgment).

Tahapan ini dimaksudkan untuk melihat perilaku soal yang diharapkan, ditinjau dari aspek

materi, konstruksi, dan bahasa. Analisis butir soal pilihan ganda dengan pendekatan teori

tes klasik dilakukan dengan bantuan program Item and Test Analysis (ITEMAN) Versi

3.00. Tujuan analisis butir soal pilihan ganda dengan program ITEMAN adalah untuk

mengetahui karakteristik dan kualitas empirik soal ujian akhir semester mata kuliah

Biologi Dasar Program Studi Ilmu Pengetahuan Alam FKIP UST Semester Gasal Tahun

Ajaran 2010/2011.

Page 49: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 49

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

Statistik perangkat soal memberikan informasi meliputi: Jumlah butir soal,

jumlah mahasiswa, rerata, distribusi jawaban benar, standar deviasi, skor minimum

mahasiswa, skor maksimum mahasiswa, indeks keandalan (kualitas soal), dan estimasi

kesalahan pengukuran adalah sebagai berikut

Statistik Perangkat Soal dengan Program ITEMAN

N of Items

N of Examinees

Mean

Variance

Std. Dev.

Skew

Kurtosis

Minimum

35

46

21.717

20.420

4.519

-0.441

-0.092

9.000

Maximum

Median

Alpha

SEM

Mean P

Mean Item-Tot.

Mean Biserial

30.000

22.000

0.697

2.488

0.624

0.302

0.428

Nilai alpha menunjukkan reliabilitas/keandalan perangkat soal sebesar 0,697.

Besarnya Indeks ini menggambarkan mutu soal. Semakin besar nilainya maka

perangkat soal ujian semakin bagus. Hasil analisis menggunakan ITEMAN

menunjukkan, terdapat 10 butir dari 35 butir soal yang ada memiliki tingkat kesukaran

kategori sangat baik, 7 butir memiliki kategori baik, terdapat 10 butir memiliki

kategori cukup baik, dan terdapat 8 butir memiliki kategori tidak baik. Menurut daya

pembeda 35 butir soal yang ada memiliki kategori sangat baik, 7 butir memiliki

kategori baik, terdapat 10 butir memiliki kategori cukup baik, dan terdapat 8 butir

memiliki kategori tidak baik. Data menunjukkan 34 butir soal yang memiliki distraktor

yang baik dalam artian, 97,14% distraktor perangkat soal ujian adalah baik, hanya 1

soal memiliki keefektifan distraktor dibawah 2%.

2. Pembahasan

Hasil analisis teori tes klasik menunjukkan jumlah butir yang baik untuk soal

ujian akhir Biologi Dasar terdapat 20 butir dari 35 butir soal yang ada. Secara rinci

dapat dilihat bahwa 12 butir memiliki tingkat kesukaran lebih besar dari 0,70 (kategori

mudah), 20 butir memiliki tingkat kesukaran antara 0,30 dan 0,70 (kategori sedang)

dan 3 butir memiliki tingkat kesukaran kurang dari 0,30 (kategori sukar). Berikut ini

disajikan tabel tingkat kesukaran butir tes kompetensi membaca, menulis, dan

berhitung. Butir terlalu mudah atau terlalu sukar merupakan butir yang tidak baik,

butir yang baik adalah butir dengan tingkat kesukaran kategori sedang. Butir soal yang

mudah disebabkan karena distraktor butir soal tidak berfungsi sedangkan butir soal

yang sukar diprediksi akibat belum tuntasnya pembelajaran pada materi tersebut,

sehingga kompetensi minimum yang harus dikuasai mahasiswa belum tercapai.

Berdasarkan kriteria indeks daya pembeda berdasar korelasi point biserial yang

dianalisis dengan menggunakan program Iteman (tm) Version 3.00, dapat diperoleh

informasi perangkat soal ujian akhir Biologi Dasar. Terdapat 10 butir dari 35 butir soal

yang ada memiliki kategori sangat baik, 7 butir memiliki kategori baik, terdapat 10

butir memiliki kategori cukup baik, dan terdapat 8 butir memiliki kategori tidak baik.

Berikut ini disajikan tabel daya pembeda butir soal soal ujian akhir Biologi Dasar Data

menunjukkan 34 butir soal yang memiliki distraktor yang baik dalam artian, 97,14%

distraktor perangkat soal ujian adalah baik, hanya 1 soal memiliki keefektifan

Page 50: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 50

distraktor dibawah 2%. Distraktor yang tidak berfungsi tersebut mengakibatkan butir

soal menjadi mudah. Hasil analisis butir soal menurut teori tes klasik ini juga memiliki

beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut diantaranya, karakteristik butir soal dapat

berubah jika karakteristik subjek, dalam hal ini peserta tes berubah. Meski demikian

setidaknya informasi ini dapat menjadi acuan untuk pembuatan soal ujian yang

berkualitas.

D. Simpulan dan saran

Hasil analisis menggunakan Iteman menunjukkan perangkat tes ini memiliki

tingkat kesukaran cukup baik 20 butir soal dalam tes yang memiliki tingkat kesukaran

sedang, 12 butir terlalu mudah, dan 3 butir soal terlalu sukar. Perangkat tes ini

memiliki daya beda yang baik, sebanyak 30 butir-butir soal dalam tes berada dalam

kisaran daya beda cukup baik dan sangat baik. Efektivitas distraktor baik, 34 soal

termasuk dalam kategori baik. Reliabilitas soal ujian akhir semester Biologi Dasar

secara keseluruhan adalah baik (handal). Berdasarkan hasil analisis butir soal dengan

menggunakan Iteman, perangkat soal ujian biologi dasar memiliki koefisien

reliabilitas alpha sebesar 0,697 dan SEM 2,488. Semakin kecil indeks kesalahannya,

semakin besar indeks keandalan ini maka semakin tinggi mutu tes. Saran untuk

penelitian ini adalah :

1. Agar dapat dipakai secara luas sebaiknya, uji coba tak hanya dilakukan sekali dan

mengambil sampel dalam lingkup yang lebih luas, tidak hanya mahasiswa

pendidikan IPA .

2. Supaya hasil uji coba lebih beragam, maka memerlukan peserta ujian lebih banyak.

3. Perlu kontrol yang ketat dalam pelaksanaan tes. Tata ruang dan pengaturan tempat

duduk ketika pelaksanaan ujian.

4. Ujian ini sebaiknya didukung dengan performance test agar mampu mengukur

kemampuan mahasiswa yang sebenarnya.

5. Perlu dilakukan penelitian dengan melibatkan psikologi behavioristik dan

humanistik, agar dapat menjelaskan kecerdasan yang lebih kompleks (multiple

inteligence).

E. Daftar Pustaka

Djemari Mardapi. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta:

Mitra Cendikia Press.

Djaali. (2006). Hasil belajar evaluasi dalam evaluasi pendidikan: Konsep dan aplikasi.

Jakarta: Uhamka Press.

Gronlund, N.E. (1982). Constructing achievement test. (3rd ed). New York: Prentice Hall,

Inc., Englewood Cliffs.

____________. (1985). Measurement and evaluation in teaching. (5th ed). New York:

Macmillan Publishing Co., Inc.

Jejen, Harsoyo, & Rusmawan. (2009). Peningkatan belajar siswa dengan model

pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan pada mata pelajaran IPS di

kelas VI SDN Jagabaya )01 kecaatan Parung Panjang Kabupaten Bogor Tahun

Pelajaran 2008/2009.

Shirran, Alex. (2008). Evaluating Students. Jakarta : Grasindo.

Winkel. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.

Page 51: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 51

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA 2 UNTUK

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP IPA YANG TERINTEGRASI

MAHASISWA PENDIDIKAN IPA FKIP UST

Septi Ambarwati

Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Abstact

The aim of this study is to develop IPA 2 learning Module for the topic of The

Microscope that can improve the 2012/2013 class students at the Department of Science

Education Yogyakarta Sarjanawiyata Tamansiswa University in understanding the

concept of integrated science. This study was a research and development study by using

the design of the 4-D model consisting of defining, designing, developing, and

disseminating stages. Subjects were 27 students of 4th semester at the 2012/2013 class of

Department of Science Education Yogyakarta Sarjanawiyata Tamansiswa University. The

results form an integrated IPA 2 learning modules to enhance the 4th semester student at

Department of Science Education Yogyakarta Sarjanawiyata Tamansiswa University in

understanding the science concepts. Media validation, material validation, testing one-on-

one, small group testing, and field trials obtained good in overall criteria. The concept

understanding of the students has increased significantly, derived from the value of

midsemester and endsemester examination.

Keywords: modules, IPA 2

A. Pendahuluan Hasil observasi awal, pembelajaran IPA 2 di Program Pendidikan IPA FKIP UST

menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran masih berpaku pada konsep dasar dari

masing-masing bidang ilmu IPA yaitu Fisika, Kimia, dan Biologi. Perangkat pembelajaran

juga masih sangat terbatas, karena dosen menggunakan buku referensi dari masing-masing

bidang ilmu tersebut. Hal tersebut dapat mengidentifikasikan bahwa perangkat

pembelajaran yang digunakan pun masih terbatas pada buku paket dan lembar kerja siswa

(LKS) dari penerbit. Indikasi tersebut memberi gambaran bahwa keberadaan perangkat

pembelajaran IPA terintegrasi di tingkat perguruan tinggi masih sangat terbatas. Wina

Sanjaya (2007: 52) mengungkapkan bahwa setiap guru memiliki pengalaman,

pengetahuan, kemampuan, gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar.

Perbedaan potensi lingkungan yang ada menuntut guru lebih kreatif dalam membuat

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga tujuan pembelajaran sains dapat tercapai,

terutama dalam kaitannya memahamkan mahasiswa untuk lebih bisa memahami konsep

IPA 2 secara terintegrasi.

Peneliti berencana untuk mengembangkan modul kuliah dengan menggunakan

pendekatan yang besifat induktif atau deduktif. Pendekatan, metode, maupun strategi yang

tepat sangat diperlukan agar pembuatan petunjuk ini memiliki kemanfaatan yang baik

untuk membantu mahasiswa dalam belajar sains. Diharapkan dengan dihasilkan produk

berupa modul dapat memberi kontribus nyata dalam mewujudkan pembelajaran IPA 2

yang terintegrasi.

Page 52: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 52

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi persoalan sebagai

berikut :

1. Pembelajaran IPA 2 masih belum terintegrasi.

2. Belum tersedia Modul pembelajaran IPA 2 terintegrasi

C. Pembatasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah subjek penelitian mengambil

mahasiswa semester 2 tahun angkatan 2012/2013 Prodi Pendidikan IPA FKIP UST.

Pengembangan Modul pembelajaran yaitu terbatas Modul dengan materi Mikroskop, yang

bertujun untuk meningkatkan pemahaman konsep IPA 2 terintegrasi melalui uji validitasi..

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah, yaitu

bagaimana mengembangkan Modul pembelajaran IPA 2 Terintegrasi dengan tema

Mikroskop yang layak bagi mahasiswa IPA 2 Semester 2 Prodi IPA FKIP UST tahun

angkatan 2012/2013 dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep IPA 2

terintegrasi.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah menghasilkan

produk modul pembelajaran IPA 2 sebagai sumber belajar mahasiswa Prodi Pendidikan

IPA FKIP UST tahun angkatan 2012/2013 untuk meningkatkan pemahaman konsep IPA 2

terintegrasi.

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang diharapkan dari penelitian ini berupa Modul IPA 2 dengan materi

Mikroskop. Sebagai produk hasil pengembangan Modul Pembelajaran mengandung 3

komponen, yaitu: (a) rasionalisasi pengembangan, (b) teori pendukung, (c) pengembangan

Modul Pembelajaran melalui tahap ujicoba hingga memperoleh naskah jadi yang layak

digunakan.

G. Manfaat Penelitian

Pengembangan perangkat pembelajaran ini dinilai penting, karena bermanfaat bagi

beberapa pihak, diantaranya :

1. Bagi mahasiswa, produk Modul membantu mahasiswa dalam menerima dan

memahami materi pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar,

menjadikan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan sehingga mahasiswa

termotivasi untuk aktif belajar, membiasakan pola berfikir mahasiswa tentang

konsep sains yang ada di alam secara terintegrasi.

2. Bagi dosen, produk Modul pembelajaran dapat memotivasi dosen untuk

3. Bagi lembaga, produk Modul pembelajaran dapat memberikan referensi sebagai

Bahan Ajar IPA 2 yang terintegrasi. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan

sebagai salah satu inspirasi dalam melakukan inovasi pembelajaran pada mata

pelajaran yang lain dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran.

H. Metode Penelitian 1. Tempat dan waktu penelitian : Penelitian ini di lakukan di Prodi Pendidikan IPA

FKIP UST khususnya mahasiswa angkatan 2011.

2. Jenis Penelitian : Penelitian Pengembangan

3. Desain Penelitian : Penelitian ini menggunakan rancangan dan pendekatan

penelitian pengembangan Research and Development (R & D) termasuk dalam

penelitian pengembangan. Pada penelitian ini akan dikembangkan Modul

Pembelajaran dengan materi Mikroskop dan Keselamata Laboratorium, yang

hasilnya diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep IPA terintegrasi

Page 53: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 53

mahasiswa prodi pendidikan IPA angkatan tahun 2011. Pada penelitian ini prosedur

pelaksanaan penelitian R & D diformulasikan dengan penelitian pengembangan

menjadi model siklus 4-D (Four-D Models). Tahapan pengembagan tersebut

adalah: (a) Tahapan Pendahuluan (define), (b) Tahapan Perencanaan (design), (c)

Tahapan Pengembangan (develop), (d) Tahapan desiminasi (desiminate).

4. Subjek dan Objek Penelitian : Subjek penelitian adalah mahasiswa Program

Studi Pendidikan IPA FKIP UST tahun akademik 2012/2013 yang menempuh mata

kuliah IPA 2.

5. Instrumen Teknik Pengumpulan data : Untuk menghasilkan produk

pengembangan yang berkualitas diperlukan instrumen yang mampu menggali data

yang diperlukan dalam pengembangan produk perangkat pembelajaran. Instrumen

yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini berupa lembar

validasi ahli, lembar observasi dan kuesioner. Lembar observasi digunakan untuk

mencatat kejadian-kejadian penting dan respon mahasiswa selama proses ujicoba

produk berlangsung. Lembar validasi digunakan untuk mengukur/mengevaluasi

kualitas produk yang dikembangkan dari aspek pembelajaran/materi oleh ahli

materi, dari aspek media instruksional dari ahli media. Lembar kuesioner

digunakan untuk mengukur/mengevaluasi kualitas produk aspek

materi/pembelajaran dan aspek perangkat oleh mahasiswa. Sesuai keperluan di

atas, kemudian dikembangkan indikator-indikator kualitas perangkat pembelajaran

baik dari aspek pembelajaran, tampilan dan isi/materi dengan mengacu pada teori

dan pendapat sesuai bidangnya. Berdasarkan kisi-kisi tersebut kemudian

dikembangkan instrumen penelitian.

6. Teknik analisis data : Data hasil penelitian ini berupa tanggapan ahli media

instruksional, ahli materi dan mahasiswa terhadap kualitas produk yang telah

dikembangkan ditinjau dari aspek tampilan, pembelajaran dan isi atau materi. Data

berupa komentar, saran revisi dan hasil pengamatan peneliti selama proses ujicoba

dianalisis secara deskriptif kualitatif, dan disimpulkan sebagai masukan untuk

memperbaiki atau merevisi produk yang telah dikembangkan. Sementara, data

berupa skor tanggapan ahli media, ahli materi dan mahasiswa yang diperoleh

melalui kuesioner, dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan teknik persentase

dan kategorisasi. Langkah-langkah yang digunakan untuk menentukan kriteria

kualitas produk yang telah dikembangkan, sebagai berikut: (a) Konversi jenis data.

Data yang diperoleh dari kuesioner tentang tanggapan mahasiswa diubah dulu

menjadi data interval. Dalam kuesioner diberikan lima pilihan untuk memberikan

tanggapan tentang produk, yaitu: sangat baik (5), baik (4), cukup (3), kurang (2)

dan sangat kurang (1). Apabila siswa memberi tanggapan ”sangat baik” pada suatu

butir pertanyaan/pernyataan, maka skor butir pertanyaan tersebut adalah ”5”,

demikian seterusnya. (b) Mengkonversi skor yang diperoleh menjadi data kualitatif

Skor yang diperoleh, kemudian dikonversikan menjadi data kualitatif skala lima,

dengan acuan rumus yang dikutip dari Sukardjo (2008: 101) sebagai berikut:

Tabel 1. Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif dengan Skala Lima

Skor Kriteria

Rumus Perhitungan

X > X + 1,80SBi X > 4,21 Sangat baik

X + 0,60SB < X < X +1,80SBi ,40 < X < 4,21 Baik

X − 0,60SB < X < X + 0,60SBi 60 < X < 3,40 Cukup

X −1,80SB < X < X − 0,60SBi 1,79 < X < 2,60 Kurang

X < X −1,80SBi X < 1,79 Sangat kurang

Page 54: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 54

Dengan :

X = Skor responden atau skor aktual

MI = Mean ideal yang dapat dicapai responden

Sbi = Simpangan baku ideal yang dapat dicapai responden

Nilai kelayakan produk minimal pada penelitian ini adalah dengan kategori

“cukup”, sebagai hasil penilaian baik dari ahli media instruksional, ahli materi maupun

mahasiswa. Jika hasil penilaian akhir (keseluruhan) pada aspek perangkat pembelajaran

dan aspek pembelajaran/materi dengan nilai minimal “cukup” oleh para ahli, dan jika hasil

penilaian akhir (keseluruhan) pada aspek perangkat dan aspek pembelajaran/materi dengan

nilai minimal “cukup” oleh mahasiswa, maka produk hasil pengembangan tersebut sudah

dianggap layak digunakan sebagai sumber belajar. Menentukan tingkat kecenderungan

dilakukan dengan kategorisasi tingkat kecenderungan pada variabel. Oleh karena itu, perlu

ditentukan dahulu mean ideal (MI), simpangan baku ideal (Sbi) serta skor tertinggi ideal

dan skor terendah ideal masing-masing subvariabel sebagai kriteria. Perhitungan mean

ideal, simpangan baku ideal mengacu pada Djemari Mardapi (2008: 123), sebagai berikut:

Mean ideal (MI) = 1/2 × (skor tertinggi ideal + skor terendah ideal)

Simpangan Baku ideal = 1/6 (skor tertinggi ideal - skor terendah ideal)

Skor tertinggi ideal = Σ butir kriteria × skor tertinggi

Skor terendah ideal = Σ butir kriteria × skor terendah

Keterlaksanaan perangkat pembelajaran

Instrumen ini digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran sains,

keterlaksanaan dilihat melalui reliabilitas instrumen berdasarkan rumus:

𝑹 = (𝟏 −𝑨 − 𝑩

𝑨 + 𝑩) 𝑿 𝟏𝟎𝟎 %

Dengan :

R : Reliabilitas Instrumen

A : Frekuensi aspek aktivitas siswa yang teramati oleh pengamat yang memberikan

frekuensi yang lebih.

B : Frekuensi aspek aktivitas siswa yang teramati oleh pengamat yang memberikan

frekuensi lebih rendah.

I. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Analisis Data Validasi Ahli Media : Berdasarkan data pada Tabel 2 tentang hasil

validasi ahli media terhadap kualitas produk ditinjau dari aspek media

pembelajaran diketahui bahwa rata-rata skor penilaian ahli media sebesar 3,62.

Angka ini menurut tabel konversi data kuantitatif ke data kualitatif Skala 5 (tabel 1)

tergolong pada kriteria baik. Dari data penilaian ahli media tersebut persentase baik

sebesar (80 %). Berdasarkan hasil penilaian dari ahli media, modul yang

dikembangkan dinyatakan layak untuk diujicobakan di lapangan. Meskipun

demikian produk pembelajarn ini masih perlu penyempurnaan sesuai dengan saran

dari ahli media dan hasil revisi dapat dilihat pada pembahasan revisi produk.

2. Analisis Data Validasi Ahli Materi : Berdasarkan data pada Tabel 3 tentang hasil

penilaian ahli materi terhadap kualitas produk ditinjau dari aspek pembelajaran

diketahui bahwa rata-rata skor penilaian ahli materi sebesar 3,25. Angka ini

menurut tabel konversi data kuantitatif ke data kualitatif skala 5 tergolong pada

kriteria " baik". Persentase kriteria baik dari penilaian ahli materi adalah sebesar 78

%. Sesuai saran dari ahli materi untuk penyempurnaan modul, telah dilakukan

revisi dan hasil revisi dapat dilihat pada pembahasan revisi produk. Berdasarkan

Page 55: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 55

hasil validasi dari ahli materi pada aspek pembelajaran, maka produk awal produk

yang dikembangkan "layak" untuk diujicobakan di lapangan.

3. Analisis Ujicoba Satu-Satu (One to One Evaluation) : Ada dua aspek yang

dianalisis dalam ujicoba satu-satu yaitu aspek media pembelajaran dan aspek materi

pembelajaran. Sesuai dengan data pada tabel 3 diketahui bahwa rata-rata skor

tanggapan mahasiswa untuk aspek media pembelajaran sebesar 3,66. Angka ini

menurut Tabel konversi data kuantitatif ke data kualitatif 3,41 skala 5 tergolong

pada kriteria " baik", dan skor rata-rata keseluruhan untuk aspek materi

pembelajaran 3,66 setelah dikonversikan pada skala 5 berarti termasuk kategori

“baik”. Jumlah skor rata-rata keseluruhan untuk aspek media pembelajaran dan

aspek materi pembelajaran 3,76 setelah dikonversikan pada skala 5 berarti

termasuk kategori “baik”.

Tabel 8. Hasil skor rata-rata tanggapan mahasiswa pada Ujicoba Satu-Satu

Aspek Rata-rata Kategori

Media 3,66 Baik

Pembelajaran 3,41 Baik

Skor rata-rata

keseluruhan

3,53 baik

4. Analisis Data Ujicoba Kelompok Kecil (Small Group Evaluation) : Berdasarkan

tabel 5 data skor penilaian kelompok kecil, terdapat dua aspek yang dianalisis

dalam ujicoba yaitu aspek media dan aspek pembelajaran. Sesuai dengan data

tersebut, diketahui bahwa rata-rata skor tanggapan siswa untuk aspek media sebesar

3,62. Angka ini menurut Tabel konversi data kuantitatif ke data kualitatif skala 5

(Tabel 1) tergolong pada kategori "baik", dan skor rata-rata untuk aspek

pembelajaran 3,54 setelah dikonversikan pada skala 5 berarti termasuk kategori

“baik”. Jumlah skor rata-rata keseluruhan untuk aspek media dan aspek

pembelajaran adalah 3,83 setelah dikonversikan pada skala 5 berarti termasuk

kategori “baik”. Secara jelas ujicoba kelompok kecil diperlihatkan pada Tabel 9

berikut.

Tabel 9. Hasil skor rata-rata tanggapan mahasiswa uji kelompok kecil

Aspek Rata-rata Kategori

Media 3,62 Baik

Pembelajaran 3,54 Baik

Skor rata-rata

keseluruhan

3,58 baik

5. Analisis Data Ujicoba Lapangan (Field Trial) : Pada penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep IPA 2 mahasiswa Program

Studi Pendidikan IPA semester 3 UST. Adapun data yang diperoleh untuk

mengetahui peningkatan pemahaman konsep dari nilai hasil pretest dan posttest

adapun data tersebut tersaji dalam diagram berikut ini :

Page 56: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 56

Gambar 1. Grafik hasil pretest dan posttest

6. Revisi Ahli Media : Berdasarkan rekomendasi ahli media untuk perbaikan produk

agar layak digunakan sebagai media pembelajaran, maka ada beberapa saran yang

diberikan kepada peneliti untuk dilakukan revisi sebelum dilakukan tahapan

ujicoba produk pada siswa. Peneliti melakukan revisi berdasarkan saran-saran

sebagai berikut : (a)Gambar yang tidak sesuai dengan materi yang sajikan

dihilangkan saja, atau diganti dengan gambar yang relevan, (b) Tulisan dibuat

seragam, jangan terlalu banyak model tulisan, (c) Letak gambar dibuat lebih rapi,

agar mahasiswa tertarik untuk membaca modul dan memahaminya, (d) Kombinasi

warna pada modul jangan terlalu banyak, cukup beberapa warna yang menarik

perhatian mahasiswa.

7. Revisi Ahli Materi : Berdasarkan hasil validasi ahli materi yang dituangkan dalam

kuesioner, dikatakan bahwa modul yang dikembangkan sudah layak di ujicobakan

dengan revisi sesuai saran dari ahli materi. Dengan menggunakan produk yang

dikembangkan dapat membantu mahasiswa dalam memahami materi IPA,

perbaikan dan saran dari ahli materi terhadap produk yang dikembangkan adalah

sebagai berikut : (a) Bahasa diperbaiki, (b) Materi yang tersaji dalam modul

diringkas lagi, jangan terlalu banyak, singkat, padat dan jelas, (c) Pertanyaan dan

petunjuk kegiatan dibuat tidak ambigu, sehingga mahasiswa tidak bingung

melaksanakan kegiatan, (d) Pertanyaan pada pojok diskusi dibuat lebih luas, agar

mahasiswa bisa lebih aplikatif.

8. Revisi ujicoba satu-satu : Berdasarkan hasil ujicoba satu-satu ditinjau dari aspek

media dan aspek pembelajaran mendapatkan hasil dengan kategori baik. Dengan

demikian modul yang dikembangkan sudah layak di ujicobakan pada tahapan

berikut yaitu pada ujicoba kelompok kecil. Meskipun demikian masih terdapat

masukan yang diberikan yaitu bahasa yang digunakan masih membingungkan, dan

masih terdapat pertanyaan yang ambigu.

9. Revisi ujicoba kelompok kecil : Hasil ujicoba kelompok kecil ditinjau dari aspek

media dan aspek pembelajaran mendapatkan hasil dengan kategori baik. Dengan

demikian produk perangkat pembelajaran Sains yang dikembangkan sudah layak di

ujicobakan pada tahapan berikut yaitu ujicoba lapangan. Meskipun demikian masih

terdapat masukan yang diberikan berupa materi disederhanakan lagi, masih terlalu

banyak dan panjang.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27

Pretest

Posttest

Page 57: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 57

10. Revisi ujicoba lapangan : Berdasarkan hasil ujicoba lapangan ditinjau dari aspek

media dan aspek pembelajaran mendapatkan hasil dengan kategori baik. Dengan

demikian produk Modul pembelajaran IPA 2 yang dikembangkan sudah layak di

gunakan sebagai Bahan ajar. Meskipun demikian masih terdapat masukan yang

diberikan berupa, gambar yang tidak relevan lebih baik dihilangkan saja atau

diganti dengan gambar yang sesuai. Peneliti kemudian memilih untuk

menghilangkan gambar yang tidak sesuai, dalam hal ini adalah gambar monyet

disebelah kolom judul. Berdasarkan hasil ujicoba lapangan setelah pengembang

mengamati proses pemanfaatan produk yang dikembangkan, maka dapat

disimpulkan bahwa produk ini dapat dipakai sebagai sumber belajar.

11. Kajian Produk Akhir : Melalui validasi aspek media oleh ahli media dan aspek

pembelajaran oleh ahli materi, maupun ujicoba satu-satu, ujicoba kelompok kecil

dan ujicoba lapangan telah diperoleh produk perangkat pembelajaran yang

diharapkan. Berdasarkan hasil analisis data pada ujicoba menunjukkan bahwa

penilaian terhadap Modul pembelajaran hasil pengembangan pada aspek materi

dengan kategori baik, aspek media dengan kategori baik. Hasil ujicoba diperoleh

skor rata-rata keseluruhan dengan kategori baik. Dengan demikian Modul

pembelajaran ini sudah layak untuk dipergunakan sebagai sumber belajar dan dapat

disebarluaskan kepada pengguna.

Sebagai produk hasil pengembangan, dalam bentuk naskah jadi memiliki

kelemahan dan kelebihan. Kelebihannya adalah: produk modul ini memuat materi

baru yang tersaji dengan gambar-gambar yang menarik, bahasa yang sederhana,

dan variasi pokok bahasanya yang disesuaikan dengan materi mata kuliah IPA 2 di

Prodi Pendidikan IPA. Hal tersebut sesuai dengan tujuan peneliti dalam

mengembangkan modul pembelajaran IPA 2 yang menarik dan dapat digunakan

sebagai bahan ajar yang dapat membantu mahasiswa untuk memahami konsep IPA

2. Merupakan suatu kepuasan tersendiri bagi peneliti apabila produk ini diterima

oleh mahasiswa maupun dosen. Hal ini berarti bahwa Modul pembelajaran yang

dikembangkan untuk meningkatkan pemahaman konsep IPA mahasiswadapat

tercapai.

J. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan, dapat disimpulkan bahwa Modul

IPA 2 telah dikembangkan sesuai dengan prosedur pengembangan. Evaluasi terhadap IPA

2 melalui tahap validasi ahli materi pembelajaran dan ahli media pembelajaran, uji coba

satu-satu, uji coba kelompok kecil, dan uji coba lapangan melalui ujicoba satu dan ujicoba

dua, serta analisis dan revisi sehingga menjadi produk akhir yang layak digunakan sebagai

sumber belajar dan dapat meningkatkan pemahaman konsep IPA mahasiswa Prodi

Pendidikan IPA UST.

K. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan penelitian ini adalah keterbatasan biaya, waktu, tenaga

peneliti dalam proses penelitian ini dan analisis yang dilakukan masih bersifat klasikal dan

keterbatasan dalam mengintreprestasikan hasil penelitian secara lengakap.

Page 58: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 58

L. Saran Pemanfaatan Produk, Diseminasi, dan Pengembangan Produk Lebih

Lanjut

1. Saran Pemanfaatan Produk : Modul IPA 2 tentang materi Mikroskop dan

Keselamatan Kerja Laboratorium diharapkan dapat dimanfaatkan secara maksimal

oleh pengguna.

2. Desiminasi : Untuk pemanfaatan secara luas, Modul pembelajaran ini dapat

disosialisasikan kepada dosen dan mahasiswa untuk dapat dipakai sebagai salah

satu sumber belajar.

3. Pengembangan Produk Lebih Lanjut : Untuk pengembangan lebih lanjut, perlu

dikembangkan Modul IPA 2 dengan Materi lain dalam mata kuliah IPA 2.

M. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman. (2007). Meaningful learning re-invensi kebermaknaan pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : BNSP.

Carin, A.A & Sund, R.B (1985). Teaching science through discovery (5th ed). Ohio: A Bell

& Howell Company.

Depdiknas. (2004-a). Pedoman pemilihan dan pemanfaatan bahan ajar. Jakarta:

Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Depdiknas. (2004-c). Materi pelatihan terintegrasi sains. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen.

Gulo. W. (2002). Strategi belajar mengajar. Jakarta: PT Grasindo Widiasarana Indonesia.

Hendro Darmojo, Jenny Kaligis. (1991). Pendidikan IPA II. Jakarta: Depdikbud.

Lorin, Kratwohl. (2001). A taxonomy for learning, teaching and Assesing. New York:

Longman.

NRC. 2007. Taking science to school: Learning and teaching science in grades K–8.

Washington, DC: National Academies Press

Oemar Hamalik. (2003). Proses belajar mengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Sharon J. Sherman dan Robert S. Sherman. (2004). Science and Science Teaching.

USA: Houghton Mifflin Company. Sukardjo. (2008). Handout mata kuliah evaluasi pembelajaran sains. Yogyakarta: Universitas

Negeri Yogyakarta.

Trianto. (2007). Model pembelajaran terpadu dalam teori dan praktek. Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher.

Victor Sampson, Jonathon Grooms, and Joi Walker (2009). Jurnal The Science Teacher.

Full peer-review sheet: www.nsta.org/highschool/connections.aspx

Wina Sanjaya. (2007). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan.

Jakarta: Kencana.

Page 59: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 59

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT

DIVISIONS (STAD) PADA MATA KULIAH ILMU LINGKUNGAN SEBAGAI

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR

MAHASISWA PRODI PENDIDIKAN IPA FKIP UST

TAHUN AKADEMIK 2010/2011

Tias Ernawati

Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Abstract This research has been done to know how STAD as a model of study could

increase activity and achievement the students of natural science education department

on 2010/2011 of academic year and also to know the statement according to the model.

This research was begun on observing class condition to identify problems. This was a

class action research which had cycles to improve class condition. Each cycle was

consist of planning, doing and observing, reflecting. Planning action used STAD

model. The model included announcing model’s aim, studying college’s topics,

grouping, tasking of groups, individual evaluating and rewarding the winner group.

The winner was the most of points. Total points were equals of discuss point and

average of total individual evaluating points in group. The instruments of this research

were lecture-observing papers, students-observing papers, evaluating papers and

statements papers. The research’s result showed increasing of students’ activity. At

first discussion on first cycles, there were 38.7% students active, at last discussion on

second cycles there were 90.3% students active. Average of students’ achievement has

increased 20.6 points, i.e. from 61.8 to 82.4. According to the students’ statements of

model showed that they liked STAD because they could get the topics easier and

improve students’ activity by making life-class in order to increase achievement.

A. Pendahuluan

Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan

kehidupan bangsa dan kualitas manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat maju,

serta dapat mengembangkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Salah satu

masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses

pembelajaran. Oleh karena itu inovasi serta variasi proses pembelajaran dalam dunia

pendidikan merupakan kebutuhan keyakinan yang pasti terjadi selaras dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Beberapa proses pembelajaran masih kurang meningkatkan keaktifan dan

kreatifitas mahasiswa. Masih ada yang menggunakan metode konvensional secara

monoton dalam kegiatan pembelajaran, sehingga suasana belajar terkesan kaku.

Mahasiswa kurang termotivasi untuk bertanya dan berdiskusi di kelas guna

memecahkan suatu permasalahan dalam materi perkuliahan. Dengan demikian,

suasana pembelajaran menjadi kurang kondusif sehingga mahasiswa cenderung

menjadi pasif. Kurangnya antusiasme mahasiswa dalam proses pembelajaran

memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap hasil belajar mahasiswa. Mahasiswa

hanya mengandalkan apa yang sudah diberikan oleh dosen. Kesulitan-kesulitan yang

dialami mahasiswa dalam pemahaman materi biasanya tetap tersimpan, kemudian

pada akhirnya mahasiswa akan membiarkan ketidaktahuannya. Akibatnya prestasi

belajar mahasiswa menjadi kurang memuaskan dan cenderung turun.

Page 60: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 60

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan

temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu

memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan

kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif (Trianto

2007:41).

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang berorientasi pada

siswa. Pembelajaran kooperatif ini memiliki beberapa variasi, antara lain : Student

Teams-Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Investigasi kelompok menggunakan

Teams Games Tournaments, Pendekatan struktural yang meliputi Think Pair Share

dan Numbered Head Together. Pembelajaran kooperatif model STAD merupakan

salah satu variasi dari pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-

kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang mahasiswa secara

heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi

perkuliahan, kegiatan kelompok, evaluasi individual dan penghargaan kelompok.

Gagasan utama STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya saling

mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang

diajarkan oleh guru (Slavin 2008:12). Pembelajaran kooperatif model STAD

mendorong mahasiswa untuk aktif di kelas. Mahasiswa yang aktif diharapkan dapat

memiliki prestasi belajar yang baik. Penulis juga berharap adanya respon positif dari

mahasiswa ketika diadakan STAD di dalam kelas baik proses maupun hasil.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Program Studi Pendidikan IPA FKIP UST. pada

semester genap tahun akademik 2010/2011. Penelitian ini merupakan jenis penelitian

tindakan kelas, yang terdiri dari dua siklus yang dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu (1)

perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi dan (4) refleksi.

Gambar 1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Instrumen yang digunakan adalah: lembar observasi untuk dosen, lembar

observasi untuk mahasiswa, lembar tes prestasi belajar Ilmu Lingkungan, dan lembar

angket yang telah dikonsultasikan dengan ahli. Teknik analisis data meliputi

keberhasilan proses dan keberhasilan produk. Keberhasilan proses meliputi presentase

skor keaktifan kegiatan pembelajaran model STAD dosen dan mahasiswa berdasarkan

observasi observer, yang dihitung dengan rumus:

% 𝑆𝑇𝐴𝐷 = 𝑋

𝑌 𝑥 100%

Keterangan:

% 𝑆𝑇𝐴𝐷 : persentase kegiatan pembelajaran model STAD

X : jumlah butir centangan pada kolom “ya”

Y : jumlah butir keseluruhan

Page 61: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 61

Presentase skor pelaksanaan kegiatan pembelajaran model STAD selanjutnya

dibandingkan dengan kriteria menurut Arikunto (2007:76). Penelitian ini menggunakan

angket dengan 4 kategori pilihan, yaitu : SS (Sangat Setuju) bernilai 4, S (Setuju)

bernilai 3, TS (Tidak Setuju) bernilai 2, STS (Sangat Tidak Setuju) bernilai 1, dimana

tiap-tiap kategori berjarak 25.

Skor angket tiap butirnya dihitung dengan rumus :

% 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟 𝑎𝑛𝑔𝑘𝑒𝑡 = 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙𝑥 100%

Keterangan :

Skor butir : hasil kali skor semua kolom dalam satu baris

Skor total : skor maksimum x banyaknya responden

C. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian

a. Keaktifan Dosen dan Mahasiswa : Aktifitas dosen peneliti dan mahasiswa

pada pembelajaran model STAD berdasarkan hasil observasi kolaborator di tiap

siklus disajikan dalam tabel 1. Keaktifan mahasiswa ketika berdiskusi dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3.

Tabel 1 Prosentase Aktifitas Dosen dan Mahasiswa

Berdasarkan Lembar Observasi Kolaborator

Siklus Prosentase Keaktifan

Dosen Mahasiswa

I 100% 71,4%

II 100% 85,7%

Tabel 2 Prosentase Keaktifan Mahasiswa dalam Diskusi Siklus I

Diskusi Jumlah mahasiswa aktif pada kelompok

Prosentase I II III IV V VI VII

I 2 2 2 1 2 1 2 38,7%

II 3 3 3 3 3 3 3 67,7%

III 3 4 4 3 3 3 4 77,4%

Tabel 3 Prosentase Keaktifan Mahasiswa dalam Diskusi Siklus II

Diskusi Jumlah mahasiswa aktif pada kelompok

Prosentase I II III IV V VI VII

I 3 3 4 3 3 4 4 77,4%

II 4 4 4 4 3 4 4 87,1%

III 4 5 4 4 3 4 4 90,3%

2. Prestasi Belajar

Prestasi belajar mahasiswa disajikan dalam tabel di bawah ini.

a. Prestasi kelompok

Tabel 4 Skor Prestasi Kelompok

Diskusi Nilai kelompok (skor) Rata-rata

(skor) I II III IV V VI VII

Siklus I 70 80 70 75 70 70 85 74,3

Page 62: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 62

Siklus II 82 89 77 88 97 83 90 87,6

b. Prestasi individu

Tabel 5 Skor Rerata Tes Evaluasi Individual Mahasiswa

Indikator Nilai

Terendah

Nilai

Tertinggi

Rerata

Tes penempatan 32 80 61,8

Tes evaluasi individual siklus I 45 88 69,1

Tes evaluasi individual siklus II 68 93 82,4

2 Pembahasan

a. Kondisi Awal Penelitian Tindakan Kelas : Subyek penelitian dipilih

berdasarkan observasi penulis, selaku dosen peneliti, yang dilakukan

sebelum penelitian dimulai. Subyek cenderung pasif dan tidak termotivasi

dalam kegiatan pembelajaran. Prestasi belajar subyek cenderung pas-pasan.

Sehubungan dengan keragaman latar belakang subyek maka diadakan tes

penempatan sebagai dasar pengelompokkan mahasiswa. Hasil tes diperoleh

skor tertinggi 80 dan skor terendah 32. Sedangkan rata-rata skor tes adalah

61,8. Setelah mengerjakan tes, banyak siswa yang merasa tidak puas akan

hasilnya.

b. Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus I : (a) Perencanaan : Kegiatan

perencanaan diawali dengan menyusun rencana pembelajaran dengan

menerapkan model STAD pada mata kuliah Ilmu Lingkungan, soal tes

penempatan, materi perkuliahan, bahan diskusi serta soal evaluasi

individual. Langkah berikutnya adalah menentukan kelompok STAD

berdasarkan hasil tes penempatan. Ada 7 kelompok STAD. Kelompok I, II

dan III terdiri dari 5 mahasiswa, sedangkan kelompok IV, V, VI dan VII

terdiri dari 4 mahasiswa. Selama penelitian, penulis dibantu kolaborator.

Hasil observasi penulis dan kolaborator akan dianalisis sebagai dasar untuk

menentukan langkah berikutnya, (b) Pelaksanaan dan Observasi :

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran menggunakan model STAD diawali

dengan penjelasan tentang pembelajaran model STAD yang akan

digunakan pada perkuliahan dan diikuti pengumuman nama-nama

kelompok. Kegiatan berikutnya adalah menyampaikan indikator yang harus

dicapai mahasiswa dilanjutkan pemberian materi pengantar ilmu

lingkungan, atmosfer, pencemaran udara, dan. Pemberian materi

berlangsung dalam 3 kali pertemuan. Selama penyampaian materi dosen

memberikan kesempatan bagi mahasiswa dalam kelompok untuk bertanya.

Pada pertemuan kesatu dan kedua tidak dijumpai pertanyaan dari

mahasiswa. Pertemuan ketiga ada 2 mahasiswa yang bertanya karena

tertarik untuk belajar lebih lanjut mengenai materi pencemaran udara.

Pertemuan ketiga, keempat dan kelima digunakan untuk diskusi tahap I, II

dan III. Pada tahapan diskusi terlihat bahwa masih ada beberapa mahasiswa

yang diam, tidak ikut berpendapat, cenderung mengandalkan teman untuk menyelesaikan permasalahan dalam kelompok dan bahkan ada yang tidak

kebagian tugas. Mahasiswa juga ada yang enggan untuk berinteraksi

dengan kawannya. Dalam hal ini penulis berupaya sebagai mediator agar

mahasiswa berkomunikasi lebih baik dengan sesama anggota kelompok.

Penulis akan memberikan pertanyaan tambahan. Mahasiswa tersebut akan

memerlukan bantuan dari kelompoknya, sehingga penulis benar-benar

Page 63: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 63

melihat sendiri ketika mahasiswa tersebut berinteraksi dengan anggota

kelompoknya. Keaktifan mahasiswa dalam tiga tahapan diskusi teramati

dan dapat dihitung prosentasenya. Berdasarkan hasil observasi, prosentase

keaktifan mahasiswa pada tiap tahapan diskusi mengalami kenaikan, yaitu

38,7% , 67,7% dan 77,4%. Pada pertemuan keenam diadakan evaluasi

individual. Perolehan skor individu kemudian direrata dengan anggota

kelompoknya. Hasil rataan dijumlahkan dengan skor diskusi masing-

masing kelompok. Pada pertemuan ketujuh mahasiswa mengisi angket

respon pembelajaran STAD. Berikutnya penulis mengumumkan kelompok

pemenang dan memberikan penghargaan untuk kelompok pemenang.

Pemenang dalam siklus I adalah kelompok VII.. (c) Refleksi : Keaktifan

dan peningkatan prestasi belajar mahasiswa menjadi penentu keberhasilan

proses. Berdasarkan lembar observasi kolaborator, keberhasilan proses

yang dilihat dari sudut pandang keaktifan mahasiswa adalah sebesar 71,4%.

Berdasarkan teori keberhasilan-proses menurut Arikunto, nilai ini masuk

dalam kategori baik. Prosentasi keaktifan mahasiswa dalam diskusi tahap I

sampai tahap III naik sebesar 38,7%. Sedangkan rata-rata skor tes evaluasi

individu terhadap tes penempatan naik sebesar 7,3 poin. Penelitian

tindakan kelas siklus II perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari siklus I.

Beberapa kondisi yang perlu diperbaiki dalam siklus I antara lain: (1) Ada

mahasiswa yang tidak ikut mengerjakan tes evaluasi kelompok karena ada

beberapa yang mendominasi pekerjaan, (2) Ada mahasiswa yang kurang

bisa berinteraksi dengan sesama anggota kelompok, (3) Ada mahasiswa

yang enggan bertanya apabila merasakan kesulitan dalam menyelesaikan

tugas, (4) Ada mahasiswa yang tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran,

hanya diam dan mengandalkan temannya Berdasarkan kesepakatan dengan

kolaborator, beberapa kondisi di atas dicoba diatasi dengan : (1) Lebih

memotivasi mahasiswa agar lebih aktif dalam perkuliahan, (2) Memberikan

perhatian yang lebih pada mahasiswa-mahasiswa yang pasif, (3)

Mempersiapkan beberapa pertanyaan tambahan supaya semua mahasiswa

dalam kelompok mempunyai tugas.

c. Hasil Penelitian Tindakan Kelas Siklus II : (a) Perencanaan :

Perencanaan penelitian tindakan kelas siklus II yaitu mempersiapkan

lembar observasi, merancang materi perkuliahan berikutnya, membuat

bahan diskusi, membuat soal evaluasi individual serta mempersiapkan

angket respon mahasiswa terhadap pembelajaran STAD. Selama kegiatan,

penulis tetap dibantu oleh seorang kolaborator untuk observasi pelaksanaan

pembelajaran model STAD, (b) Pelaksanaan dan Observasi : Pertemuan

pertama diawali dengan mengumumkan pelaksanaan pembelajaran model

STAD siklus II dengan peraturan yang sama. Berikutnya adalah pemberian

materi siklus hidrologi, reaksi kimia dalam air dan pencemaran air.

Pemberian materi berlangsung selama 3 kali pertemuan. Indikator yang

harus dicapai mahasiswa disampaikan pada pertemuan pertama. Selama

penyampaian materi, dosen tetap memberikan kesempatan bertanya bagi

mahasiswa. Ketika penyampaian materi berlangsung, tidak ada mahasiswa

yang bertanya. Dari kondisi ini dapat diambil kesimpulan sementara, yaitu

mahasiswa cukup memahami materi. Untuk lebih memantapkan kondisi

mahasiswa, pada pertemuan ketiga setelah selesai materi dilanjutkan

Page 64: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 64

dengan sesi diskusi. Diskusi ini berlanjut hingga pertemuan keempat dan

kelima. Selama berdiskusi, penulis berkeliling untuk memberi motivasi dan

perhatian yang lebih pada mahasiswa yang dianggap pasif. Beberapa

mahasiswa diarahkan untuk membagi pekerjaan dengan kawan sesama

kelompoknya agar tidak terjadi dominasi. Penulis dan kolaborator mendata

mahasiswa yang aktif selama kegiatan diskusi berlangsung. Skor yang

diperoleh kelompok diakumulasi dan dicatat oleh penulis. Pada pertemuan

keenam diadakan tes evaluasi individu. Skor yang diperoleh masing-

masing mahasiswa direrata dengan kelompoknya kemudian diakumulasi

dengan skor diskusi. Kegiatan pada pertemuan ketujuh adalah pengisian

angket respon mahasiswa dan pemberian penghargaan untuk kelompok

dengan skor tertinggi. Pada penelitian tindakan kelas siklus II ini kelompok

V keluar sebagai pemenang., (c) Refleksi : Pembelajaran Ilmu Lingkungan

dengan model STAD yang dikemas dalam penelitian tindakan kelas siklus

II dapat dikatakan berjalan dengan baik. Keberhasilan proses ditinjau dari

sisi keaktifan mahasiswa selama pembelajaran berdasarkan observasi

kolaborator menunjukkan prosentase sebesar 85,7%. Jika mengikuti kriteria

keberhasilan proses menurut Arikunto, nilai ini masuk ke dalam kategori

sangat baik. Prosentase keaktifan mahasiswa dalam diskusi tahap I sampai

dengan tahap III naik sebesar 12,9%. Kenaikan ini tidak terlalu tinggi,

namun apabila dibandingkan dengan kondisi awal maka diperoleh kenaikan

sebesar 51,6%. Sedangkan rata-rata skor diskusi mengalami kenaikan

sebesar 13,3 poin, dari 74,3 menjadi 87,6. Rata-rata hasil tes evaluasi

individual juga mengalami kenaikan sebesar 13,3 poin terhadap rata-rata

tes evaluasi individual siklus I. Namun jika dibandingkan dengan rata-rata

tes penempatan akan diperoleh kenaikan sebesar 20,6 poin. Berdasarkan

analisis kondisi siklus II telah dapat dikatakan bahwa penerapan model

pembelajaran STAD pada mata kuliah Ilmu Lingkungan sebagai upaya

meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar mahasiswa Prodi Pendidikan

IPA FKIP UST Tahun Akademik 2010/2011 berhasil mencapai tujuan

daripada penelitian ini. Sehingga penelitian tindakan kelas berhenti pada

siklus II.

3. Pembahasan Hasil Penelitian

a. Keaktifan Mahasiswa : Keaktifan mahasiswa bila ditinjau dari lembar

observasi penulis maupun kolaborator menunjukkan hasil ada peningkatan

keaktifan mahasiswa dari siklus I ke siklus II sebesar 14,3%. Jumlah

mahasiswa yang aktif pada diskusi siklus I maupun siklus II juga

mengalami kenaikan. Jumlah mahasiswa yang aktif diawali pada skor

38,7% pada siklus I dan menjadi 90,3% pada akhir siklus II. Rata-rata skor

prestasi kelompok juga mengalami kenaikan yaitu sebesar 13,3 poin.

Nampak ada antusiasme mahasiswa mengikuti model pembelajaran STAD.

Hasil analisis prestasi belajar sehubungan dengan keaktifan mahasiswa

menunjukkan ada 8 mahasiswa yang mengalami penurunan nilai setelah tes

evaluasi I. Hal ini disebabkan kurangnya antusiasme mahasiswa untuk

mencari informasi materi. Mahasiswa lebih banyak pasif pada diskusi siklus

I. Penulis berupaya mengarahkan agar mahasiswa lebih aktif. Hasil

pantauan terhadap ke-8 mahasiswa tersebut akhirnya memberikan hasil

Page 65: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 65

positif. Pada siklus II mereka lebih aktif. Nilai evaluasi II mengalami

kenaikan.

b. Prestasi Belajar Mahasiswa : Penelitian ini diawali dengan tes penempatan,

tes evaluasi individu untuk siklus I dan siklus II. Dari hasil tes diperoleh

data sebagai berikut :

Tabel IV.7 Rekap Nilai Mahasiswa

Rentang

Nilai

Jumlah Mahasiswa

Tes Penempatan Tes Evaluasi

Individual I

Tes Evaluasi

Individual II

30 - 39 3 0 0

40 - 49 1 5 0

50 - 59 6 5 0

60 - 69 9 5 3

70 - 79 11 3 5

80 - 89 1 13 13

90 - 100 0 0 10

Jumlah 31 31 31

Berdasarkan tabel teramati bahwa terjadi peningkatan prestasi belajar.

Keaktifan mahasiswa berperan penting dalam upaya peningkatan prestasi

belajar.

c. Respon Mahasiswa terhadap Model Pembelajaran STAD : Dari angket yang

telah disebar kepada mahasiswa, diperoleh beberapa kesimpulan antara lain

mahasiswa menyukai pembelajaran model STAD karena memudahkan

untuk memahami materi. Model pembelajaran STAD dapat meningkatkan

keaktifan mahasiswa dengan membuat suasana kelas lebih hidup dan

kondusif sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. Model

pembelajaran STAD sesuai untuk diterapkan pada mata kuliah Ilmu

Lingkungan dan berharap dapat pula diterapkan pada mata kuliah lain.

D. Kesimpulan Dan Saran

a. Kesimpulan, Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Ada

peningkatan keaktifan mahasiswa Prodi Pendidikan IPA FKIP UST Tahun Ajaran

2010/2011 setelah diterapkannya penelitian tindakan kelas dengan menggunakan

pembelajaran model STAD baik di siklus I maupun siklus II, (2) Ada peningkatan

prestasi belajar mahasiswa Prodi Pendidikan IPA FKIP UST Tahun Ajaran

2010/2011 setelah diterapkan pembelajaran model STAD, (3) Ada respon yang

baik dari mahasiswa terhadap pembelajaran model STAD.

b. Saran : (1) Para dosen diharapkan mencoba pembelajaran model STAD untuk

menghidupkan suasana kelas guna meningkatkan prestasi belajar mahasiswa, (2)

Mahasiswa hendaknya lebih aktif mencari informasi dalam kegiatan pembelajaran

baik ketika diskusi maupun ketika belajar sendiri.

E. Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan untuk Guru, Kepala Sekolah dan

Pengawas Yogyakarta: Aditya Media

Connel, Des W. dan Miller, Gregory J. 2006. Terjemahan : Kimia dan Ekotoksikologi

Pencemaran. Jakarta : UI Press

Page 66: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 66

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik Konsep,

Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta : Prestasi Pustaka

Publisher

Slavin, Robert. E. 1995. Cooperative Learning Theory Research dan Practice 2nd ed.

Washington D.C.: National Education Association

Slavin, Robert. E. 1991. Student Team Learning 3rd ed. Boston: Allyn and

Bacon

Sugianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Modul PLPG. Surakarta: Panitia

Sertifikasi Guru Rayon 13

Page 67: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 67

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING TERHADAP

HASIL BELAJAR IPA DI TINJAU DARI KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TEPUS GUNUNGKIDUL

TAHUN AJARAN 2013/2014

Susi Murtini dan Astuti Wijayanti

Program Studi Pendidikan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Abstract

The research aims to know the result of learning natural science of SMP Negeri 1

Tepus Gunungkidul school year 2013/2014 which through quantum teaching learning and

direct instruction. In comparative term in the research to determine the differences in the

result of learning natural science eight grade student in SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul

school year 2013/2014 at the between used quantum teaching learning and direct

instruction in terms of critical thinking skill. This research did in SMP Negeri 1 Tepus

Gunungkidul in academic 2013/2014. The population in the research was 126 students at

the eight grade from four classes. This research in clude on descriptive comparatif. Was

like “quasi eksperiment”. The sample got random sampling technical where two classes

take a randomly from four classes there, VIII C as control class and VIII D as eksperiment

class. The quetion validity tested with. Product moment corelation. The instrument

reliability tested with KR-20 formula and got the reliabel criteria rt = 0,6924. The analysis

technical used anakova test after this tested with analysis requirement induded disreminate

normality test, variance homogenity, and connection linierity test. Descritively, the result

of the study showed that propensity of learning natural science result at the eight grade

student in SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul scool year 2013/2014 which through with

quantum teaching learning and direct instruction included of high category. Inclination of

critical thinking skill students with quantum teaching included very high category and

while with direct instructionincluded high category. Comparatively there was significanly

deference of science learning outcomer at the eight grade student in SMP Negeri 1 Tepus

Gunungkidul in academic year 2013/2014 between used quantum teaching learning and

direct instruction observed from critical thinking skill.

Keywords: quantum teaching, direct instruction, the result, critical thinking skill.

A. Pendahuluan

Dalam era globalisasi dewasa ini, tantangan peningkatan mutu dalam berbagai

aspek kehidupan tidak dapat ditawar lagi. Pesatnya perkembangan iptek dan tekanan

globalisasi mempersyaratkan setiap bangsa untuk mengerahkan pikiran dan seluruh

potensi sumber daya yang dimilikinya untuk mampu bertahan dan dapat memenangkan

persaingan global. Perlu adanya peningkatan sikap kompetitif secara sistematik dan

berkelanjutan terhadap sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan dan pelatihan.

Pendidikan dewasa ini harus diarahkan pada peningkatan daya saing bangsa agar

mampu berkompetisi dalam persaingan global. Hal ini bisa tercapai jika pendidikan di

sekolah diarahkan tidak semata-mata pada penguasaan dan pemahaman konsep-konsep

ilmiah, tetapi juga pada peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa,

khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu keterampilan berpikir kritis

(http://edukasi.kompasiana.com).

Page 68: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 68

Dalam dunia pendidikan, khususnya kegiatan belajar mengajar, strategi sangat

diperlukan. Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif yang di

dalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa (Hardini & Puspitasari, 2012: 1).

Strategi yang perlu dilakukan oleh seorang guru adalah menerapkan model

pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam kelas sangat

berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar. Untuk mengatasi rendahnya hasil

belajar diperlukan pembelajaran yang efektif dan efisien yaitu diperlukannya suatu

model belajar yang baik. Menurut Trianto (2012: 154), pembelajaran IPA di sekolah

sebaiknya: 1) Memberikan pengalaman kepada siswa sehingga kompeten dalam

melakukan pengukuran berbagai besaran fisis; 2) Menanamkan pentingnya pengamatan

empiris dalam uji hipotesis; 3) Melatih berpikir kuantitatif dan 4) Memperkenalkan

dunia teknologi.

Banyak anggapan bahwa mata pelajaran IPA termasuk pelajaran yang sulit

dipelajari bagi siswa, mereka sering mengeluh karena pelajaran IPA yang terdiri dari

Fisika, Kimia, dan Biologi itu sulit dipahami. Pembelajaran yang monoton menjadikan

siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, sulit memahami materi yang

disampaikan oleh guru, susah dalam mengerjakan soal-soal latihan serta mengerjakan

PR sehingga nilai mata pelajaran IPA masih rendah. Berdasarkan hasil pengamatan di

SMP Negeri 1 Tepus bahwa saat kegiatan belajar mengajar di kelas VIII: 1) siswa

kurang antusias, dan 2) kurang aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan dari

guru. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan dan keterampilan berpikir kritis

siswa SMP 1 Tepus masih kurang atau belum berkembang dengan baik. Hal tersebut

dikarenakan pembelajaran IPA masih berpusat pada guru sehingga membuat siswa

kurang aktif dalam pembelajaran.

Pembelajaran IPA di kelas VIII masih didominasi oleh penggunaan metode

ceramah dan pembelajaran langsung. Aktivitas siswa yang teramati yaitu siswa hanya

mendengarkan penjelasan guru dan mencatat hal-hal yang dianggap penting sehingga

keterampilan berpikir kritis siswa kurang berkembang dengan baik. Siswa cenderung

hanya menghafal apa yang telah disampaikan oleh guru. Padahal seharusnya

membahas IPA tidak cukup hanya menekankan pada produk, tetapi yang lebih penting

adalah proses untuk membuktikan atau mendapatkan suatu teori atau hukum. Hasil

belajar IPA kelas VIII saat ini masih rendah, Siswa SMP Negeri 1 Tepus memperoleh

nilai rata-rata IPA yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), nilai

rata-rata siswa 62,12 sedangkan untuk nilai KKM IPA 71. Hal ini dapat dilihat dari

perolehan nilai ujian semester 2 di SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul yang belum

semua mencapai batas nilai KKM yang ditetapkan. Dari berbagai permasalahan yang

ada tentunya guru harus dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kualitas belajar

IPA di dalam kelas yang dapat menciptakan siswa mampu mengembangkan

kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan hasil belajar siswa.

Banyak pengajar menyatakan bahwa mereka telah mengajarkan kepada para

siswanya tentang “bagaimana berpikir”, sebagian besar mengatakan bahwa mereka

melakukannya secara tidak langsung atau secara implisit, yaitu sembari menyampaikan

isi materi pelajaran mereka. Lambat laun, para pendidik mulai meragukan efektivitas

mengajarkan “keterampilan-keterampilan berpikir” dengan cara ini, karena hampir

sebagian siswa sama sekali tidak memahami keterampilan-keterampilan berpikir yang

dibicarakan (Fisher, 2009: 1) John Dewey menganjurkan agar sekolah mengajarkan

cara berpikir kritis yang benar pada siswanya. Menurut Reggiero (Johnson: 187),

berpikir merupakan segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau

memecahkan masalah, membuat keputusan atau memenuhi keinginan untuk

Page 69: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 69

memahami sebuah pancaran jawaban, dan sebuah pencapaian makna. Senada dengan

pendapat Johnson (2008: 185) bahwa pentingnya berpikir kritis dalam kehidupan saat

ini adalah memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran di tengah banjir kejadian

dan informasi yang mengelilingi mereka setiap hari.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam mengajar diupayakan agar siswa

tidak lagi menemukan kejenuhan bahkan kesulitan dalam memahami materi yang

diajarkan di sekolah. Model pembelajaran yang baik dan menarik akan menjadikan

siswa mampu mengembangkan keterampilan berpikir kritis serta mampu belajar

dengan baik sehingga hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Salah satu upaya yang

dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil

belajar IPA di kelas yaitu dengan menggunakan model pembelajaran quantum

teaching. Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala

nuansanya. Quantum teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan

yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada hubungan

dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan untuk belajar

(Bobbi Deporter, 2008: 3).

Asas utama quantum teaching adalah “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan

antarkan dunia kita ke dunia mereka” (Bobbi Deporter, 2008: 6). Asas ini terletak pada

kemampuan guru untuk mampu menjembatani antara dua dunia yaitu guru dengan

siswa. Artinya tidak ada yang dapat membatasi interaksi antara guru dengan siswa

sehingga mereka mampu berinteraksi dengan baik. Seorang guru diharapkan mampu

memahami karakter siswa, minat, motivasi, bakat dan setiap pikiran siswa, dengan

demikian guru mampu masuk ke dunia siswa. Selain memiliki asas utama quantum

teaching juga memiliki prinsip atau kebenaran tetap. Menurut Bobbi Deporter (2008: 7-

8), prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut.

1. Segalanya Berbicara : Segalanya dari lingkungan kelas berbicara. Segala hal yang

ada di dalam kelas mengirim pesan tentang belajar. Aspek yang perlu diperhatikan

dalam menata kelas yaitu suasana, landasan dan rancangan.

2. Segalanya Bertujuan : Semua yang kita lakukan mempunyai tujuan. Semua yang

terjadi dalam skenario pembelajaran mempunyai tujuan. Pembelajaran yang

dilakukan guru harus mempunyai tujuan, yaitu agar siswa mencapai kompetensi

yang diharapkan yang nantinya dapat bermanfaat dalam kehidupan siswa.

3. Pengalaman Sebelum Pemberian Nama Otak manusia berkembang pesat dengan

adan: ya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh

karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami

informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari.

4. Akui Setiap Usaha : Belajar mengandung resiko. Belajar berarti melangkah keluar

dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat

pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.

5. Jika Layak Dipelajari, maka Layak Pula Dirayakan : Perayaan adalah sarapan

pelajar juara. Perayaan mengenai umpan balik mengenai kemajuan dan

meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

Kerangka perencanaan quantum teaching yang lebih dikenal dengan ungkapan

TANDUR (Bobbi Deporter, 2008: 10). Komponen kerangka rancangan TANDUR

sebagai berikut :

1. Tumbuhkan, menumbuhkan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaat Bagiku”

(AMBAK), dan manfaatkan kehidupan siswa.

2. Alami, menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti

oleh semua siswa.

Page 70: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 70

3. Namai, mengandung makna bahwa dalam menamai kegiatan yang akan dilakukan

selama proses belajar mengajar dengan menyediakan kata kunci, konsep, model,

rumus, strategi atau sebuah masukan.

4. Demonstrasikan, memberi kesempatan bagi siswa untuk mendemonstrasikan apa

yang telah mereka pelajari dan ketahui (menunjukkan bahwa mereka tahu);

5. Ulangi, menunjuk beberapa siswa untuk menglangi materi yang telah diketahui,

dipelajari dan menegaskan, (Aku tahu bahwa aku memang tahu ini).

6. Rayakan, merayakan atas keberhasilan yang sudah dilakukan oleh siswa sebagai

pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu

pengetahuan Pengetahuan.

Sintaks quantum teaching dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.

Kegiatan Keterangan

- Menyampaikan salam, berdo’a, presens siswa dan

mengingatkan agar siswa duduk memperhatikan

kegiatan yang akan diberikan.

Tanamkan

- Guru membagi kelompok dan menjelaskan tugas

untuk setiap kelompok

- Guru memberikan lembar pengamatan serta

memberikan konfirmasi tugas yang akan dikerjakan

oleh setiap kelompok.

- Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk

melakukan percobaan sesuai waktu yang telah

ditentukan.

- Guru membimbing siswa dalam percobaan.

- Siswa melakukan percobaan secara berkelompok.

Alami

- Guru memberikan kesempatan kepada kelompok

untuk berdiskusi membahas percobaan yang telah

dilakukan.

Namai

- Guru memberi kesempatan pada kelompok untuk

mempresentasikan hasil diskusi.

- Guru memberikan kesempatan pada kelompok lain

untuk menanggapi hasil diskusi kelompok.

Demonstrasikan

- Guru mengkonfirmasi hasil diskusi kelas. Ulangi

- Guru bersama-sama siswa membuat kesimpulan

tentang materi yang telah dipelajari.

- Guru memberikan umpan balik atas keberhasilan

belajar siswa.

Rayakan

Dalam melaksanakan pembelajaran IPA dengan pendekatan quantum teaching

hendaknya guru memahami dan melaksanakan secara utuh kerangka TANDUR

(Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan) dan guru lebih

kreatif dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran sehingga proses dan hasil

pembelajaran meningkat (Afif Rifa’i, 2012: 7).

B. Metodologi

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII C dan VIII D SMP Negeri 1 Tepus tahun

ajaran 2013/2014. Penelitian ini termasuk jenis penelitian quasi eksperimen. Desain

penelitian ini terdiri dari model pembelajaran quantum teaching (A1); model

pembelajaran langsung/direct instruction (A2) sebagai variabel bebas, keterampilan

Page 71: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 71

berpikir kritis (X) sebagai variabel sertaan atau kovariant, dan hasil belajar (Y) sebagai

variabel terikat. Variabel penelitian meliputi: model pembelajaran quantum teaching,

model pembelajaran langsung, hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester ganjil SMP Negeri 1

Tepus Gunungkidul tahun ajaran 2013/2014 dengan jumlah siswa 126 yang terbagi

dalam 8 kelas. Teknik pengambilan sampel menggunakan random sampling. Dari

empat kelas diambil dua kelas yaitu kelas VIII C sebagai kelas kontrol dan kelas VIII

D sebagai kelas eksperimen.

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi

dan tes. Tes terdiri dari 40 soal pilihan ganda yang terdiri dari 4 pilihan jawaban,

terdapat 26 soal yang valid kemudian soal digunakan untuk penelitian selanjutnya.

Analisis butir soal menggunakan program iteman diperoleh reliabilitas 0,692. Lembar

observasi digunakan untuk menilai dan mengukur siswa dalam berpikir kritis pada saat

pembelajaran berlangsung. Analisis data secara deskriptif dihitung dengan melihat

hasil belajar yang dibandingkan pada kategori kurva normal. Selain itu, dilakukan uji

persyaratan analisis yang meliputi uji normalitas sebaran menggunakan rumus uji chi

kuadrat, uji homogenitas varian menggunakan uji F, uji linieritas menggunakan teknik

anareg dan uji hipotesis menggunakan uji anakova A (satu jalur) kemudian diuji t.

Dalam melakukan analisis data peneliti menggunakan program SPSS 16.

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil belajar dan

keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA berkembang dengan baik

yakni dilihat dari hasil belajar IPA yang berada pada kategori tinggi (rerata 19,5) dan

keterampilan berpikir kritis pada kategori sangat tinggi (rerata 81%) setelah

menggunakan model pembelajaran quantum teaching sedangkan hasill belajar IPA

(rerata 17,00) dan keterampilan berpikir kritis (rerata 69%) pada kategori tinggi setelah

menggunakan model pembelajaran langsung (direct instruction) dalam proses belajar

mengajar.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Setelah analisis butir soal, 26 butir soal valid sehingga berlaku ketentuan skor

maksimal idealnya adalah 26 skor minimal idealnya adalah 0 sehingga menurut kriteria

kurva normal adalah sebagai berikut:

19,513 < 𝑥 26 = sangat tinggi

15,171 ≤ 𝑥 < 19,513 = tinggi

10,829 ≤ 𝑥 < 15,171 = sedang

6,487 ≤ 𝑥 < 10,829 = rendah

0,00 < 6,487 = sangat rendah

Dari data tes hasil belajar IPA kelas VIII SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul

Tahun Ajaran 2013/2014 diperoleh data sebagai berikut : Kelompok siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran quantum teaching diperoleh data

hasil belajar IPA sebagai berikut: skor tertinggi = 23; skor terendah = 14; nilai rata-rata

19,5 dan simpangan baku 2,437. Dari hasil penelitian diperoleh skor rata-rata 19,5 jika

dibandingkan dengan kriteria kurva normal, kelompok ini berada pada interval 15,171

≤ �̅� 19,513 termasuk kategori tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa kecenderungan hasil belajar IPA siswa SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul Tahun

Ajaran 2013/2014 termasuk kategori tinggi. Dari data hasil belajar IPA yang diberi

perlakuan dengan model pembelajaran quantum teaching diperoleh hasil skor tertinggi

= 22, skor terendah = 14 dari simpangan baku 2,160 dan nilai rata-rata 17 dengan

melihat kriteria di atas berati hasil belajar IPA yang diajar dengan model quantum

Page 72: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 72

teaching siswa SMP Negeri 1 Tepus tahun ajaran 2013/2014 termasuk kategori tinggi.

Dalam semua aspek keterampilan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen rata-rata

memiliki kategori sangat tinggi yaitu pada interval 80.00 – 100% sedangkan kelas

kontrol rata-rata berada dalam kategori tinggi yaitu pada interval 60,00 – 69,00%.

Pengujian persyaratan analisis dalam penelitian ini meliputi uji normalitas

sebaran, uji homogenitas varian dan uji linieritas varian. Uji normalitas ini bertujuan

untuk mengetahui apakah data pada penelitian ini terdistribusi normal atau tidak.

Berdasarkan hasil uji normalitas sebaran menggunakan Kolmogrorov-Smirnova

diperoleh bahwa siginifikansi kelas kontrol adalah 0,136 dan kelas eksperimen 0,136.

Karena signifikansi kedua kelompok tersebut lebih besar dari 0,05 maka kedua

kelompok tersebut terdistribusi normal. Uji homogenitas varian digunakan untuk

mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam penelitian berasal dari populasi yang

homogen atau tidak. Berdasarkan analisis data diperoleh besarnya F 0,440 dengan

signifikansi 0,510. Karena signifikansi lebih besar dari 0,05, maka kedua kelompok

homogen. Uji linieritas varian digunakan untuk mengetahui status linier tidaknya suatu

distribusi data penelitian. Berdasarkan analisis data yang diperoleh sebesar F 0,655

dengan signifikansi 0,685. Signifikansi yang diperoleh lebih besar daripada 0,05, maka

kedua kelompok linier.

Model pembelajaran quantum teaching lebih efektif dari pada model

pembelajaran langsung (direct instruction). Berdasarkan uji anakova sebelum

keterampilan berpikir kritis dikendalikan diperoleh Fhitung sebesar 18,539 dan 0,000

untuk angka signifikansi. Sedangkan setelah keterampilan berpikir kritis dikendalikan

diperoleh F hitung sebesar 17,595 dan 0,000 untuk angka signifikansi, dari hasil

perhitungan menunjukkan bahwa sig. 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa

ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA yang pembelajarannya menggunakan

model pembelajaran quantum teaching dan model pembelajaran langsung (direct

instruction) ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa Kelas VIII SMP Negeri 1

Tepus Gunungkidul tahun ajaran 2013/2014.

Berdasarkan uji t diperoleh bahwa bahwa thitung sebesar 8,228 dan nilai sig./ p =

0,000 ≤ 0,05 maka hipotesis diterima dan signifikan. Berdasarkan analisis tersebut

dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran quantum teaching dengan model

pembelajaran langsung (direct instruction) ditinjau dari keterampilan berpikir kritis

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul Tahun Ajaran 2013/2014.

D. Simpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan disimpulkan sebagai berikut. Kecenderungan

hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul Tahun Pelajaran

2013/2014 yang menggunakan model pembelajaran quantum teaching dalam kategori

tinggi. diperoleh rerata sebesar 19,50 dan berada pada interval 15,171 – 19,513.

Kecenderungan hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul

Tahun Pelajaran 2013/2014 yang menggunakan model pembelajaran langsung (direct

instruction) dalam kategori tinggi. diperoleh rerata sebesar 17.00 dan berada pada

interval 15,171 – 19,513. Kecenderungan keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIII

SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul Tahun Pelajaran 2013/2014 yang menggunakan

model pembelajaran quantum teaching dalam kategori sangat tinggi. Diperoleh rerata

prosentase sebesar 81% dan berada pada interval 80,00 – 100%. Kecenderungan

keterampilan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul Tahun

Pelajaran 2013/2014 yang menggunakan model pembelajaran langsung (direct

Page 73: PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN …journal.ustjogja.ac.id/download/jurnal nat edit hal 9.pdf · IPA SISWA KELAS VII SMP TAMAN DEWASA IBU PAWIYATAN TAHUN AJARAN 2012/2013

ISSN. 2355-0813

Jurnal Pendidikan IPA NATURAL Volume 1 No. 1 tahun 2014 73

instruction) dalam kategori tinggi. Diperoleh rerata prosentase sebesar 69% dan berada

pada interval 60,00 – 79,00%.

Secara komparatif ada perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa kelas VIII

SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul Tahun Pelajaran 2013/2014 antara yang

menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dan model pembelajaran

Langsung (direct instruction) ditinjau dari keterampilan berpikir kritis. Dengan melihat

reratanya ternyata hasil belajar IPA yang menggunakan model pembelajaran quantum

teaching lebih tinggi daripada yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

langsung (direct instruction). Berarti ada pengaruh model pembelajaran quantum

teaching terhadap hasil belajar IPA ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa kelas

VIII SMP Negeri 1 Tepus Gunungkidul tahun pelajaran 2013/2014.

Berdasarkan kesimpulan yang terdapat pada penelitian di atas maka diharapkan: 1)

Model pembelajaran quantum teaching dapat diterapkan dalam pembelajaran IPA dan

dapat dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan

hasil belajar siswa; 2) Pengelompokan antara siswa yang berkemampuan sedang dan

tinggi perlu dibiasakan agar mampu berdiskusi sehingga keterampilan berpikir kritis

siswa berkembang ketika pembelajaran berlangsung, dan 3) Siswa dibiasakan tertib

dalam mengemukakan pendapat didalam kelas agar suasana tidak gaduh dan

pembelajaran berjalan dengan lancar.

E. Daftar Pustaka

Afif Rifa’i, dkk. 2012. Penerapan Pendekatan Quantum Teaching Dalam

Pembelajaran Ipa Di Kelas V Sdn 2 Jogomertan. Jurnal ilmiah:

Alec Fisher. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga

Bobbi DePorter, dkk. 2001. Quantum Teaching : Mempraktekkan Quantum Learning

di Ruang-Ruang Kelas. Bandung : Kaifa.

Elaine B Johnson. 2008. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan

kegiatanBelajar Mengajar Mengasyikkan dan Beramakna. Bandung: Mizan

Learning Center.

Isriani Hardini & Dewi Puspitasari. 2012. Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori,

Konsep & Implementasi). Yogyakarta: Famillia (Group Relasi Inti Media).

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatf-Progresif: Konsep Landasan,

dan Implementasinyapada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Jakarta: Kencana.

Turmudzi. 2013. Mengajarkan Keterampilan Berpikir Kritis Pada Siswa.

http://edukasi.kompasiana.com (diakses 12 Juli 2013)