pengaruh konsentrasi pupuk pelengkap cair …unpal.ac.id/userfiles/e-jurnal - prospek agroteknologi,...
TRANSCRIPT
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
1
PENGARUH KONSENTRASI PUPUK PELENGKAP CAIR TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TOMAT RANTI (Lycorpercium pimpinelifolium)
Marlina1), Efriandi2) 1)Fakultas Pertanian Universitas Palembang
2)Balitbangnovda Provinsi Sumatera Selatan [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Februari 2013 sampai dengan Bulan Mei 2013 di
Kelurahan Mariana Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Banyuasin. Penelitian ini
menggunakan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
dengan 6 perlakuan dan ulangan sebanyak 4 kali serta 4 contoh tanaman. Analisis data hasil
pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (ansira). Adapun parameter yang diamati
pada penelitian ini yaitu 1) Tinggi Tanaman (cm), 2) Jumlah Cabang (cabang), 3) Jumlah
Buah Per Tanaman (buah), 4) Berat Buah Per Tanaman (g), 5) Berat Berangkasan Basah (g),
dan 6) Berat Berangkasan Kering (g). Perlakuan konsentrasi pupuk pelengkap cair 3 ml per
liter air merupakan perlakuan terbaik dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman tomat ranti dimana dapat dilihat adanya peningkatan tinggi tanaman (66,92 cm),
jumlah cabang (11,58 cabang), jumlah buah per tanaman (91,26 buah), berat buah per
tanaman (832,08 g), berat berangkasan basah (430,17 g), berat berangkasan kering (96,67 g).
Pupuk pelengkap cair didalam melakukan penanaman tanaman tomat ranti sehingga unsur
hara yang diperlukan oleh tanaman baik unsur hara makro dan mikro dapat terpenuhi didalam
peningkatan produksi dan produktivitas tanaman.
Kata kunci: Lahan Pasang Surut, Irigasi Bawah Tanah, Pipa Berlubang
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia negara tropika
mempunyai potensi yang besar dalam
pengembangan hortikultura. Berdasarkan
agroklimatnya, Indonesia mempunyai dua
tipe wilayah yaitu wilayah basah dan
kering, mempunyai dataran rendah dan
tinggi sehingga hampir semua komoditas
hortikultura dapat dikembangkan. Selain
mempunyai peluang ekspor luar negeri.
Hal ini ditujukan dengan semakin
terbukanya pasar dan hubungan
internasional melalui udara dan pelabuhan
lainnya.
Tanaman tomat merupakan salah
satu komoditas hortikultura yang banyak
dikonsumsi orang karena rasanya enak,
segar, sedikit asam serta sumber vitamin A,
C, dan sedikit vitamin B. Selain dimasak
sebagai campuran sayur, dibuat saus, selai,
juga enak dimakan mentah.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
2
Tomat Ranti (Lycorpercium
pimpinelifolium) adalah tumbuhan dari
keluarga Solanacoae, tumbuhan asli
Amerika Tengah dan Selatan serta dari
Meksiko sampai Peru. Produksi tanaman
tomat di Indonesia sangat rendah, oleh
sebab itu untuk memaksimalkan produksi
tanaman tomat dapat dilakukan dengan
pemupukan. Pupuk bisa diberikan melalui
tanah dan daun (disemprot). Pupuk yang
disemprotkan ke daun diserap tanaman
melalui stomata daun secara otomatis dan
difusi. Oleh sebab itu penggunaannya
harus tepat konsentrasinya agar unsur hara
yang terdapat dalam pupuk tersebut dapat
diserap oleh tanaman.
Pupuk Venta Gro merupakan salah
satu formula berbentuk larutan yang
mengandung unsur hara makro dan mikro
organik serta unsur organik yang
menguntungkan tanaman. Kandungan
unsur hara makro dan mikro serta unsur
organik. Pupuk Venta Gro mengandung
Makro N = 6,531%, P2O5 = 12,205%, K2O
= 8,154%. Mikro Zn = 0,131%, B =
0,091%, CU = 0,0004%, Mn = 0,211%,
MO = 0,0012%, CO = 0,0004%. Unsur
organik : Kadar protein, Zat organik,
Kadar lemak. Dosis anjuran Pupuk Venta
Gro yaitu 2-4 ml per liter air. Berdasarkan
hal tersebut perlu kiranya dilakukan
penelitian tentang pengaruh konsentrasi
pupuk pelengkap cair terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman tomat.
Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan konsentrasi pupuk pelengkap
cair yang tepat terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman tomat ranti. Adapun
hipotesis dari penelitian ini yaitu diduga
pemberian pupuk pelengkap cair 3 ml per
liter air memberikan pengaruh paling baik
terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman tomat ranti.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dari
Bulan Februari 2013 sampai dengan Bulan
Mei 2013 di Jalan Sabar Jaya Kelurahan
Mariana Kecamatan Banyuasin I
Kabupaten Banyuasin. Adapun bahan yang
digunakan yaitu benih Tomat Ranti, pupuk
pelengkap cair Venta Gro, polibag
berukuran 20x50, pupuk kandang, dan abu
jerami sedangkan untuk alat yang
digunakan yaitu cangkul, parang,
handsprayer, ember, meteran, mistar ukur,
serta alat tulis.
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok
dengan 6 perlakuan dan ulangan sebanyak
4 kali serta 4 contoh tanaman. Perlakuan
dalam penelitian ini sebagai berikut :
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
3
Konsentrasi pupuk pelengkap cair (C)
C0 = 0 ml per liter air
C3 = 3 ml per liter air
C1 = 1 ml per liter air
C4 = 4 ml per liter air
C2 = 2 ml per liter air
C5 = 5 ml per liter air
Analisis data hasil pengamatan
dianalisis menggunakan analisis ragam
(ansira). Untuk melihat pengaruh
perlakuan terhadap peubah yang diamati,
uji nyata keragaman dilakukan pada taraf
uji 5% dengan ketentuan jika F hitung
lebih besar dari F tabel pada uji 5% maka
perlakuan berpengaruh nyata, jika F hitung
lebih kecil atau sama dengan F tabel pada
taraf uji 5%, maka perlakuan berpengaruh
tidak nyata. Apabila F hitung lebih besar
dari F tabel maka untuk menentukan
perlakuan terbaik diuji dengan
menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
sedangkan untuk melihat tingkat ketelitian
percobaan digunakan Koefisien
Keragaman (KK).
Kemudian cara kerja dari penelitian
ini dimulai dengan 1) Persiapan
Persemaian, 2) Persiapan Media Tanam, 3)
Penanaman, 4) Pemupukan Tanaman, 5)
Pemeliharan Tanaman dan yang terakhir
dilakukan 6) Panen.
Parameter yang diamati yaitu 1)
Tinggi Tanaman (cm), 2) Jumlah Cabang
(cabang), 3) Jumlah Buah Per Tanaman
(buah), 4) Berat Buah Per Tanaman (g), 5)
Berat Berangkasan Basah (g), dan 6) Berat
Berangkasan Kering (g).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Hasil analisis keragaman parameter yang diamati dari tanaman
No. Parameter yang diamati F Hitung KK (%)
1
2
3
4
5
6
Tinggi tanaman (cm)
Jumlah cabang (cabang)
Jumlah buah per tanaman (buah)
Berat buah per tanaman (g)
Berat berangkasan basah (g)
Berat berangkasan kering (g)
5.20*
4.53**
3.56*
3.56*
208.76**
3.33*
5.57
6.24
5.09
5.11
5.57
5.05
Keterangan
* = Beda Nyata
** = Beda Sangat Nyata
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
4
1. Tinggi Tanaman
Berdasarkan hasil analisis
keragaman, pemberian pupuk pelengkap
cair menunjukkan pengaruh sangat nyata
terhadap tinggi tanaman. Hasil uji Beda
Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan bahwa
tinggi tanaman pada C3 berbeda sangat
nyata dengan perlakuan C5, tetapi berbeda
tidak nyata dengan perlakuan lainnya
(Tabel 2).
Tabel 2. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
terhadap tinggi tanaman (cm)
Perlakuan Rata-
rata
BNJ
0.005 =
6.13
BNJ
0.01 =
7.88
C0
C1
C2
C3
C4
C5
66.3
67.50
67.75
71.80
70.35
61.55
ab
bc
bc
c
b
c
AB
B
B
B
B
A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti
huruf yang sama berarti
beda tidak nyata
2. Jumlah Cabang
Berdasarkan hasil analisis
keragaman, pemberian pupuk pelengkap
cair menunjukkan pengaruh sangat nyata
terhadap jumlah cabang tanaman. Hasil uji
Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan
bahwa jumlah cabang tanaman pada C3
berbeda nyata dengan perlakuan C0 dan
C5, tetapi berbeda tidak nyata dengan
perlakuan lainnya (Tabel 3).
Tabel 3. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
terhadap jumlah cabang tanaman
Perlakuan Rata-
rata
BNJ
0.005 =
1.66
BNJ
0.01 =
2.09
C0
C1
C2
C3
C4
C5
10.75
11.25
12.00
12.50
12.25
10.75
a
ab
ab
b
ab
a
A
A
A
A
A
A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti
huruf yang sama berarti
beda tidak nyata
3. Jumlah Buah per Tanaman
Berdasarkan hasil analisis
keragaman, pemberian pupuk pelengkap
cair menunjukkan pengaruh sangat nyata
terhadap jumlah buah per tanaman. Hasil
uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan
bahwa jumlah buah per tanaman pada C3
berbeda nyata dengan perlakuan C5, tetapi
berbeda tidak nyata dengan perlakuan
lainnya (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
terhadap jumlah cabang tanaman
Perlakuan Rata-
rata
BNJ
0.005 =
10.66
BNJ
0.01 =
13.45
C0
C1
C2
C3
C4
C5
90.94
91.50
92.00
97.25
92.25
83.13
ab
ab
ab
b
ab
a
AB
AB
AB
B
AB
A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti
huruf yang sama berarti
beda tidak nyata
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
5
4. Berat Buah per Tanaman
Berdasarkan hasil analisis
keragaman, pemberian pupuk pelengkap
cair menunjukkan pengaruh sangat nyata
terhadap berat buah per tanaman. Hasil uji
Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan
bahwa berat buah per tanaman pada C3
berbeda sangat nyata dengan perlakuan
lainnya, tetapi berbeda tidak nyata dengan
perlakuan C4 (Tabel 5).
Tabel 5. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
terhadap berat buah per tanaman
Perlakuan Rata-
rata
BNJ
0.005 =
4.59
BNJ
0.01 =
5.79
C0
C1
C2
C3
C4
C5
785.00
795.00
830.00
980.00
867.50
745.50
ab
ab
ab
c
b
a
A
A
A
B
B
A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti
huruf yang sama berarti
beda tidak nyata
5. Berat Berangkasan Basah
Berdasarkan hasil analisis
keragaman, pemberian pupuk pelengkap
cair menunjukkan pengaruh sangat nyata
terhadap berat berangkasan basah tanaman.
Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
menunjukkan bahwa berat berangkasan
basah tanaman pada C3 berbeda sangat
nyata dengan perlakuan lainnya, tetapi
berbeda tidak nyata dengan perlakuan C4
(Tabel 6).
Tabel 6. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
terhadap berat berangkasan basah
Perlakuan Rata-
rata
BNJ
0.005 =
55.00
BNJ
0.01 =
69.38
C0
C1
C2
C3
C4
C5
367.50
399.50
410.50
537.00
495.00
371.00
a
a
a
b
b
a
A
A
A
B
B
A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti
huruf yang sama berarti
beda tidak nyata
6. Berat Berangkasan Kering
Berdasarkan hasil analisis keragaman,
pemberian pupuk pelengkap cair
menunjukkan pengaruh nyata terhadap
berat berangkasan kering tanaman. Hasil
uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menunjukkan
bahwa berat berangkasan kering tanaman
pada C3 berbeda sangat nyata dengan
perlakuan lainnya, tetapi berbeda tidak
nyata dengan perlakuan C4 (Tabel 7).
Tabel 7. Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
terhadap berat berangkasan kering
Perlakuan Rata-
rata
BNJ
0.005 =
9.69
BNJ
0.01 =
12.22
C0
C1
C2
C3
C4
C5
90.50
92.50
94.00
121.50
100.00
87.50
a
ab
ab
c
b
a
AB
AB
AB
C
C
A
Keterangan: Angka-angka yang diikuti
huruf yang sama berarti
beda tidak nyata
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
6
Hasil uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
menunjukkan bahwa perlakuan pupuk
pelengkap cair dengan konsentrasi 3 ml per
liter air (C3) merupakan perlakuan terbaik
terhadap pertumbuhan dan produksi tomat
ranti bila dibandingkan dengan perlakuan
konsentrasi pupuk pelengkap cair lainnya
seperti terlihat dari tinggi tanaman (66,92
cm), jumlah cabang (11,58 cabang),
jumlah buah per tanaman (91,26 buah),
berat buah per tanaman (832,08 g), berat
berangkasan basah (430,17 g), berat
berangkasan kering (96,67 g). Hal ini
disebabkan kerena perlakuan pupuk
pelengkap cair dengan konsentrasi 3 ml per
liter air merupakan konsentrasi tinggi yang
cukup bagi pertumbuhan dan produksi
tanaman tomat ranti. Pupuk pelengkap cair
ini mengandung unsur hara N, P, K dan
unsur hara lainnya. Oleh sebab itu tanaman
untuk tumbuh dan berkembang
memerlukan unsur hara K dalam jumlah
banyak. Tetapi pada budidaya tanaman
tomat pemberian pupuk K (Kalium) sangat
penting, mengingat tingkat kehilangan
unsur tersebut sangat tinggi (Soegiman,
1992).
Selain unsur Kalium unsur hara
essensial lain yang sangat diperlukan oleh
pertumbuhan tanaman tomat yaitu unsur N
(Nitrogen). Nitrogen merupakan penyusun
semua protein dan asam nukleat, sehingga
merupakan penyusun protoplasma secara
keseluruhan (Sumaryo, 1986). Menurut
Lingga (1994), Nitrogen berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan tanaman secara
keseluruhan, khususnya batang, cabang
dan daun serta membentuk protein, lemak,
dan berbagai persenyawaan organik
lainnya. Nitrogen berfungsi meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan dapat
menyehatkan pertumbuhan daun dan
meningkatkan kualitas tanaman. Diperjelas
pula oleh Rinsema (1993) bahwa nitrogen
besar pengaruhnya dalam menaikkan
potensi pembentukan akar, mempercepat
pertumbuhan tanaman, serta mempercepat
pembungaan dan pemasakan buah.
Unsur hara yang penting juga
didalam pertumbuhan tanaman tomat
adalah unsur Fosfor. Unsur Fosfor
merupakan unsur hara esensial yang
mempengaruhi pertumbuhan dan
reproduksi. Tanaman memerlukan Fosfor
pada semua tingkat pertumbuhan terutama
pada awal pertumbuhan. Pada umumnya,
Fosfor diserap tanaman sebagai ortho
fosfor primer (H2PO4) atau
sekunder(HPO42-). Kemasaman tanah
sangat menentukan rasio serapan H2PO4-
dan HPO42- (Suriatna, 1988).
Pertumbuhan dan produksi tanaman
tomat ranti pada perlakuan konsentrasi 2
ml per liter kurang baik dibandingkan
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
7
konsentrasi pupuk pelengkap cair 3 ml per
liter air. Hal ini disebabkan konsentrasi
tersebut menunjukkan knsentrasi yang
rendah, sehingga ketersediaan unsur hara
yang terdapat dalam pupuk cair sedikit
dimanfaatkan oleh tanaman tomat ranti.
Perlakuan pupuk pelengkap cair dengan
konsentrasi 5 ml per liter air dari semua
parameter menunjukkan hasil yang rendah.
Hal ini dapat dilihat pada semua perubahan
yang diamati seperti dari tinggi tanaman
(61,55 cm), jumlah cabang (10,75 cabang),
berat buah per tanaman (83,33 buah), berat
berangkasan basah (371,00 g), berat
berangkasan kering (87,50 g). Hal ini
disebabkan karena konsentrasi pupuk
pelengkap cair 5 ml per liter air merupakan
konsentrasi yang pekat bagi tanaman tomat
ranti.
Dengan konsentrasi yang pekat dapat
menghambat pertumbuhan dan produksi
tomat ranti sedangkan untuk perlakuan
tanpa konsentrasi pupuk pelengkap cair 0
ml per liter air menunjukkan pertumbuhan
dan produksi yang rendah. Hal ini
dimungkinkan karena tanaman hanya
memanfaatkan unsur hara yang ada
didalam media jadi pertumbuhan dan
produksi tanaman tomat ranti sedikit.
Pemberian pupuk cair melalui daun
mempunyai keuntungan antara lain : dapat
menghindari kompetisi unsur hara di
dalam tanah dan pencucian, tetapi
pemupukan lewat daun bukan merupakan
pengganti pemupukan lewat tanah
melainkan melengkapi unsur hara yang
tersedia (Sutrapraja dan Haliman, 1994).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil
pada penelitian ini adalah:
Perlakuan konsentrasi pupuk
pelengkap cair 3 ml per liter air merupakan
perlakuan terbaik dalam mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman tomat
ranti dimana dapat dilihat adanya
peningkatan tinggi tanaman (66,92 cm),
jumlah cabang (11,58 cabang), jumlah
buah per tanaman (91,26 buah), berat buah
per tanaman (832,08 g), berat berangkasan
basah (430,17 g), berat berangkasan kering
(96,67 g).
Saran
Disarankan untuk menggunakan
pupuk pelengkap cair didalam melakukan
penanaman tanaman tomat ranti sehingga
unsur hara yang diperlukan oleh tanaman
baik unsur hara makro dan mikro dapat
terpenuhi didalam peningkatan produksi
dan produktivitas tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, K.A. Rancangan Percobaan.
Teori dan Aplikasi. Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya
Palembang. Rajawali Press. Jakarta.
Lingga, P. 1994. Petunjuk Penggunaan
Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
8
Rinsema, W.T. 1993. Pupuk dan Cara
Pemupukan. Diterjemahkan oleh
Saleh, H.H. Bharatara. Jakarta.
Soegiman. 1992. Ilmu Tanah. Terjemahan
Buckman H.O and N.C Brady,
1962, The Nature and Properties of
Soil. Bhattara Karya Aksara.
Jakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.
Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sumarjono, H. 1997. Budidaya Tomat. IPB.
Bogor.
Sumaryo. 1986. Pengantar Ilmu Kesuburan
Tanah. Fakultas Pertanian UNS.
Surakarta
Suriatna, S. 1988. Pupuk dan Pemupukan.
Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Sutapraja, S dan Haliman Y. 1994.
Pengaruh Konsentrasi Pupuk Daun
Trees terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Bawang Putih
(Allium sativum l.). 26 (2)
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
9
Aplikasi Bio Urine dan Pupuk Nitrogen pada Tanaman Jagung Manis
(Zea mays sacharata) di Lahan Rawa
Applications Bio Urine and Nitrogen Fertilizer on Sweet Corn plants
( Zea mays sacharata ) in Swamp Land
Samsul Bahri*1), John Bimasri2)
1,2) Univeristas Musi Rawas Fakultas Pertanian *)Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. +0733451744 /+6285267159880
email: [email protected]
ABSTRACT
This research has been conducted in the Faculty of Agriculture experiment station Musi
Rawas This study aims to look at the effect of giving cows Bio Urine and various doses of
nitrogen fertilizer on the growth and yield of sweet corn in swamp land. This study uses a
randomized block design consisting of 2 factors were repeated 3 times. Each treatment unit in
a grid with a size of 2 m x 1 m. The treatment in this study are as follows: the first factor
treatment biourine B1 = 25 ml / liter of water, B2 = 75 ml / liter of water and B3 = 100 ml /
liter of water and treatment factors both doses of nitrogen fertilizer N1 = 100 kg / ha, N2 =
150 kg / ha, and N3 = 250 kg / ha. The results showed the treatment biourine 75 ml / liter of
water (B2) showed the best results on plant height. While treatment biourine as much as 100
ml / liter of water (B3) showed the best results at the variable length of the cob, cob diameter,
heavy crop cob, cob heavy perplot, heavy wet upper canopy, and wet weight roots. For the
dosage of nitrogen fertilizer dose of 150 kg / ha (N2) showed the best results on plant height,
weight wet canopy top, ear length, ear cropping weight and cob weight per plot. While the
dose of 200 kg / ha (N3) give the best results at the variable wet weight root and ear diameter.
Key words : corn , bio urine , nitrogen fertilizer , Cow Bio Urine, swamp land
ABSTRAK
Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Musi
Rawas Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian Bio Urine sapi dan
berbagai dosis pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis di
lahan rawa. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 2 faktor
perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Setiap unit perlakuan berupa petakan dengan ukuran
2 m x 1 m. Perlakuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : faktor pertama perlakuan
biourine B1 = 25 ml/liter air, B2 = 75 ml/liter air dan B3 = 100 ml/liter air dan faktor
perlakuan kedua dosis pupuk nitrogen N1 = 100 kg/ha, N2 = 150 kg/ha, dan N3= 200 kg/ha.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan biourine 75 ml/liter air (B2) menunjukan hasil
terbaik pada tinggi tanaman. Sementara perlakuan biourine sebanyak 100 ml/liter air (B3)
menunjukan hasil terbaik pada peubah panjang tongkol, diameter tongkol, berat tongkol
pertanaman, berat tongkol perpetak, berat berangkasan basah tajuk atas, dan berat basah
berangkasan akar. Untuk perlakuan dosis pupuk nitrogen dosis 150 kg/ha (N2) menunjukan
hasil terbaik pada tinggi tanaman, berat berangkasan basah tajuk atas, panjang tongkol, berat
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
10
tongkol pertanaman, dan berat tongkol perpetak. Sedangkan pada dosis 200 kg/ha (N3)
memberikan hasil terbaik pada peubah berat basah berangkasan akar dan diameter tongkol.
Kata Kunci: jagung, bio urine, pupuk nitrogen, Biourine Sapi, lahan rawa
PENDAHULUAN
Jagung (Zea Mays L) merupakan
salah satu komoditas pertanian yang
diminati di Amerika Serikat dan Kanada.
Konsumsinyapun mengalami peningkatan
di Asia, Eropa dan Amerika. Jagung manis
mulai di kenal di Indonesia sejak tahun
1970-an (Syukur, M dan Aziz.R. 2013).
Jagung manis lebih diminati karena
rasanya lebih manis dibandingkan dengan
varietas lainnya, permintaan pasar
terhadap jagung manis terus meningkat
namun tingkat produksi belum dapat
dipenuhi (Lestari et.al., 2010). Adapun
beberapa hal yang menyebabkan
rendahnya produktifitas tanamanan jagung
manis diataranya harga benih unggul yang
cukup mahal sehingga hanya sedikit
petani yang membudidayakannya (Alfarisi.
N. dan Toyo M. 2015). Selain itu juga
disebabkan oleh semakin berkurangnya
lahan-lahan potensial sebagai akibat dari
konversi penggunaan lahan.
Salah satu upaya peningkatan
produksi jagung yakni dengan perluasan
areal tanam yang tidak hanya
mememanfaatkan lahan-lahan yang subur
tetapi juga diarahkan pada lahan-lahan
suboptimal, diantaranya diusahakan pada
lahan kering masam dan lahan rawa.
Menurut Mujiyati dan Muslihat (2003)
Lahan rawa dicirikan dengan kondisi tanah
yang selalu tergenang dalam waktu periode
tertentu baik yang berasal dari luapan air
sungai, danau, pasang surut air laut, atau
dapat juga terbentuk karena irigasi yang
terhambat.
Menurut Puslitnak (2000)
menyatakan bahwa luasan lahan rawa
34,31 juta hektar yang terdiri lahan gambut
seluas 13,20 juta hektar dan tanah mineral
basah seluas 21,11 juta hektar. Subagyo
(2010) menyatakan bahwa lahan rawa
merupakan salah satu alternatif pertanian
dimasa depan, sebagian besar terdapat
diluar pulau jawa yakni Pulau Sumatera,
Kalimantan, dan Papua, serta sebagian
kecil di Pulau Sulawesi. Di Sumatera,
penyebaran lahan rawa secara dominan
terdapat di dataran rendah sepanjang pantai
timur, terutama di Provinsi Riau, Sumatera
Selatan, dan Jambi, serta dijumpai lebih
sempit di Provinsi Sumatera Utara dan
Lampung. Di pantai barat, lahan rawa
menempati dataran pantai sempit, terutama
di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(sekitar Meulaboh dan Tapaktuan),
Sumatera Barat (Rawa Lunang, Kabupaten
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
11
Pesisir Selatan), dan Bengkulu (selatan
kota Bengkulu).
Potensi pemanfaatan lahan rawa
sebagai areal perluasan pengembangan
tanaman jagung di sumatera selatan sangat
memungkinkan disamping luasnya sebaran
lahan rawa juga karakteristik tanaman
jagung yang dapat tumbuh pada kondisi
tanah masam. Namun demikian, dalam
pemanfaatan lahan rawa diperlukan
pasokan hara dari luar mengingat
rendahnya kesuburan tanah sebagai akibat
kahat hara yang terikat dalam ikatan matrik
tanah.
Pemupukan Nitrogen dan
penggunaan biourine merupakan salah satu
alternatif guna mengatasi kahat hara.
Lingga dan Marsono (2001) menyatakan
bahwa, pupuk merupakan kunci dari
kesuburan tanah karena berisi satu atau
lebih unsur untuk menggantikan unsur
yang habis diserap tanaman.
Kriswantoro.et.al,. (2016) menyatakan
bahwa salah satu faktor pembatas
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung
manis adalah tercukupinya unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman.
Nihayati dan Damhuri (2004)
mengemukakan bahwa salah satu hara
yang penting untuk menunjang
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung
manis adalah nitrogen. Nitrogen berfungsi
sebagai pembentukan pertumbuhan
vegetatif tanaman seperti, daun, akar, dan
batang.
Syarifudin (2015) menyatakan
bahwa dalam penentuan kebutuhan
nitrogen selain ditentukan dengan analisis
tanah juga dapat ditentukan berdasarkan
target hasil yang dicapai. Standar
pemupukan untuk memperoleh hasil
minimal 5-6 t/ha adalah 60 kg N/ha bila
kandungan C-organik tanah rendah, 33 kg
N/ha bila kandungan C-organik tanah
sedang, dan 5 kg N/ha bila kandungan C-
organik tanah tinggi.
Selain pemupukan nitrogen
penambahan bahan organik urine sapi
dapat dijadikan salah satu bahan pupuk
organik yang cukup potensial sebagai
sumber hara bagi tanaman seperti N, P dan
K. Cairan urine sapi memiliki kandungan
hara yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kotoran padatnya (Lingga, 1999).
Selain terdapat kandungan hara, urine sapi
juga terdapat Indole Asetat Asid (IAA)
sebanyak 704,26 mg L-1 (Sutari, 2010).
Penggunaan urine sapi dalam keadaan
segar jarang dilakukan karena
menimbulkan bau yang kurang sedap,
sehingga perlu dilakukan proses fermentasi
selama satu atau dua minggu dengan
tujuan untuk mengurangi bau serta untuk
meningkatkan kualitas urine sapi yang
digunakan (Muwardo, 2004)
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
12
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh dosis biourine dan
pupuk urea terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung manis.
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antaralain : benih jagung
manis varietas bonanza, pupuk kandang /
kotoran ternak kambing, pupuk urea, SP-
46 dan KCL. Sedangkan alat-alat yang
digunakan adalah : cangkul, arit, meteran,
timbangan, ember, tali, handsprayer, dan
alat-alat tulis.
Penelitian ini menggunakan metode
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang
disusun secara faktorial dengan 2 faktor
perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali.
Adapun faktor perlakuan yang dicobakan
adalah sebagai berikut :
1). Perlakuan biourine
B1 = 25 ml/liter air
B2 = 75ml liter air
B3 = 100 ml/liter air
2). Perlakuan nitrogen (perlakuan kedua)
N1 = Dosis pupuk nitrogen 100 kg /ha
N2 = Dosis pupuk nitrogen 150 kg /ha
N3 = Dosis pupuk nitrogen 200 kg /ha
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil ansira menunjukan
bahwa perlakuan biourine berpengaruh
tidak nyata terhadap semua peubah yang
diamati, tetapi secara tabulasi perlakuan
aplikasi biourine biourine 75 ml/liter air
(B2) menunjukan hasil terbaik pada tinggi
tanaman. Sementara perlakuan biourine
sebanyak 100 ml/liter air (B3) menunjukan
hasil terbaik pada peubah panjang tongkol,
diameter tongkol, berat tongkol
pertanaman, berat tongkol perpetak, berat
berangkasan basah tajuk atas, dan berat
basah berangkasan akar. Untuk perlakuan
dosis pupuk nitrogen dosis berpengaruh
nyata pada berat berangkasan basah tajuk
akar dan produksi perpetak. Secara tabulasi
dosis pupuk nitrogen 150 kg/ha (N2)
menunjukan hasil terbaik pada tinggi
tanaman, berat berangkasan basah tajuk
atas, panjang tongkol, berat tongkol
pertanaman, dan berat tongkol perpetak.
Sedangkan pada dosis 200 kg/ha (N3)
memberikan hasil terbaik pada peubah
berat basah berangkasan akar dan diameter
tongkol.aplikasi biourine terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung
disajikan pada tabel berikut.
Berdasarkan data pada tabel 1
terlihat bahwa aplikasi biourine pada
sebanyak 100 ml/l air (B3) menghasilkan
berat basah berangkasan tajuk atas dan
berat berangkasan akar tertinggi.
sementara pada perlakuan 75 ml/l air (B2)
menghasilkan tinggi tanaman tertinggi.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
13
Tabel. 1. Hasil Tabulasi Pengaruh Aplikasi Biourine terhadap Peubah Pertumbuhan
Tanaman Jagung Manis
Perlakuan
Bio urine
Tinggi
Tanaman (cm)
Berat Basah
berangkasan Tajuk
Atas (g)
Berat basah
berangkasan Akar
(g)
B1 : 25 ml/ l air 2,47 182,78 75,67
B2 : 75 ml/l air 2,37 199,56 60,89
B3 : 100 ml/l air 2,41 229,89 87,89
Tabel. 2. Hasil Tabulasi Pengaruh Aplikasi Biorine terhadap Peubah Produksi
Tanaman Jagung Manis
Perlakuan
Bio urine
Panjang
tongkol
(cm)
Diameter
Tongkol (cm)
Berat Tongkol
pertanaman
(g)
Berat Tongkol
perpetak
(g)
B1 : 25 ml/ l air 24,96 45,88 188,67 1.877,41
B2 : 75 ml/l air 24,61 47,72 205,07 2.012,74
B3 : 100 ml/l air 25,94 48,2 235,56 2.355,56
Berdasarkan data pada tabel 2
terlihat bahwa semakin tinggi biourine
yang digunakan semakin meningkat juga
panjang tongkol, diameter tongkol, berat
tongkol pertanaman dan berat tongkol
perpetak. Sementara pada peubah panjang
tongkol hasil terbaik pada B3 dan terendah
pada B2.
Tabel. 3. Hasil Tabulasi dan Uji BNJ Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen terhadap Peubah
Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis
Perlakuan
Nitrogen
Tinggi
Tanaman
(cm)
Berat Basah
berangkasan
Tajuk Atas (g)
Berat basah berangkasan
Akar
(g)
N1 : 100 kg/ha 2,39 161,44 a 69,44
N2 : 150 kg/ha 2,46 229,56 b 70,44
N3 : 200 kg/ha 2,39 221,22 b 84,56
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti
berbeda tidak nyata taraf uji 5 %
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
14
Berdasarkan data tabel 3 terlihat
bahwa dosis nitrogen berpengaruh nyata
terhadap berat basah berangkasan tajuk
atas dan berbeda tidak nyata dengan tinggi
tanaman dan berat basah berangkasan akar.
Tabel. 4. Hasil Tabulasi dan BNJ Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen terhadap Peubah
Produksi Tanaman Jagung Manis
Perlakuan
Nitrogen
Panjang
tongkol
(cm)
Diameter
Tongkol
(cm)
Berat Tongkol
pertanaman
(g)
Berat Tongkol
perpetak
(g)
N1 : 100 kg/ha 23,74 45,4 171,96 1.672,37 a
N2 : 150 kg/ha 26,26 46,92 239,37 2.393,70 b
N3 : 200 kg/ha 25,51 49,48 217,96 2.179,63 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti
berbeda tidak nyata taraf uji 5 %
Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa
dosis pupuk nitrogen berpengaruh nyata
dengan berat tongkol perpetak dan berbeda
tidak nyata dengan peubah panjang
tongkol, diameter tongkol, dan berat
tongkol pertanaman. Secara tabulasi Dosis
150 kg/ha menunjukan hasil terbaik pada
peubah panjang tongkol, berat tongkol
pertanaman dan berat tongkol perpetak.
Sementara perlakuan dosis nitrogen
sebanyak 200 kg/ha menghasikan diameter
tongkol terbaik.
Tabel. 5. Hasil Tabulasi Kombinasi Aplikasi Biourine dan Pupuk Nitrogen terhadap
Peubah Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis
Perlakuan
Tinggi
Tanaman (cm)
Berat Basah
berangkasan Tajuk
Atas (g)
Berat basah berangkasan
Akar
(g)
B1N1 2,41 157,00 80,33
B1N2 2,56 200,67 47,67
B1N3 2,44 190,67 63,00
B2N1 2,35 157,67 49,33
B2N2 2,40 204,67 99,00
B2N3 2,37 236,33 83,67
B3N1 2,42 169,67 53,00
B3N2 2,43 283,33 117,00
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
15
B3N2 2,37 236,67 74,67
Berdasarkan tabel 5 diatas tinggi
tanaman terbaik pada kombinasi perlakuan
B1N2, sedangkan pada peubah berat basah
berangkasan tajuk atas dan berat
berangkasan basah akar terbaik pada
kombinasi perlakuan B3N2. Hasil terendah
pada peubah tinggi tanaman pada
kombinasi perlakuan B2N1, sementara
kombinasi perlakuan terendah terlihat pada
peubah berat basah berangkasan tajuk atas
yakni pada kombinasi perlakuan B1N1 dan
pada peubah berat berangkasan akar pada
kombinasi perlakuan B1N2.
Tabel. 6. Hasil Tabulasi Pengaruh Kombinasi Biourine dan Pupuk Nitrogen terhadap
Peubah Produksi Tanaman Jagung Manis
Perlakuan
Panjang
tongkol (cm)
Diameter
Tongkol
(cm)
Berat
Tongkol
pertanaman
(g)
Berat Tongkol
perpetak
(g)
B1N1 24,56 43,90 145,89 1.431,11
B1N2 24,89 44,90 217,89 2.178,89
B1N3 25,42 48,83 202,22 2.022,22
B2N1 23,56 45,96 172,67 1.612,67
B2N2 24,61 46,40 210,22 2.102,22
B2N3 25,67 50,80 232,33 2.323,33
B3N1 23,11 46,33 197,33 1.973,33
B3N2 29,28 49,46 290,00 2.900,00
B3N2 25,44 48,82 219,33 2.193,33
Berdasarkan tabel 6 terlihat bahwa
hasil terbaik pada peubah panjang tongkol
yakni pada kombinasi perlakuan B3N2,
selanjutnya pada peubah diameter tongkol
terbaik pada kombinasi perlakuan B2N3,
sementara pada peubah berat tongkol
pertanaman dan berat tongkol perpetak
terbaik pada kombinasi perlakuan B3N2.
Sedangkan hasil terendah pada peubuah
panjang tongkol pada kombinasi perlakuan
B3N1, sementara hasil terendah pada
peubah diameter tongkol, berat tongkol
perpetak dan berat tongkol pertanaman
pada kombinasi perlakuan B1N1.
PEMBAHASAN
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
16
Berdasarkan hasil analisis sidik
ragam bahwa aplikasi biourine belum
menunjukan pengaruh yang signifikan
terhadap semua peubah yang diamati,
namun aplikasi biourine menunjukan
respon positif terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman, aplikasi biourine relatif
menujukan respon yang relatif seragam.
Aplikasi biourine sebanyak 100 ml/l air
(B3) menunjukan respon terbaik terhadap
beberapa peubah pertumbuhan dan
produksi tanaman. Pada peubah
pertumbuhan diantaranya pada peubah
berat basah berangkasan tajuk atas dan
berat berangkasan akar selanjutnya pada
peubah produksi yakni pada peubah
panjang tongkol, diameter tongkol dan
berat tongkol perpetak. Sedangkan pada
peubah tinggi tanaman dan berat tongkol
pertanaman terbaik pada perlakuan 75 ml/l
air. Dari hasil perlakuan tunggal aplikasi
biourine menunjukan penambahan dosis
biourine yang diaplikasikan menghasilkan
respon pertumbuhan dan produksi tanaman
jangung cenderung meningkat. Musnawar
(2003) menyatakan bahwa biourine sapi
tidak hanya mengandung unsur hara makro
seperti N, P, K, Ca, Mg dan S tetapi juga
mengandung unsur hara mikro seperti Mn,
Zn, Fe, Cu, Cl. Selain terdapat kandungan
hara, urine sapi juga terdapat Indole Asetat
Asid (IAA) sebanyak 704,26 mg L-1
(Sutari, 2010).
Berdasarkan hasil analisis sidik
ragam terlihat bahwa perlakuan dosis
pupuk nitrogen berpengaruh nyata
terhadap berat basah berangkasan tajuk
atas dan berpengaruh nyata terhadap berat
tongkol perpetak serta berpengaruh tidak
nyata dengan peubah lainnya. Secara
tabulasi dosis pupuk nitrogen sebanyak
150 kg/ha menunjukan respon terbaik
peubah tinggi tanaman, berat berangkasan
tajuk atas, panjang tongkol, berat tongkol
pertanaman dan berat tongkol perpetak.
Sedangkan dosis pupuk nitrogen 200 kg/ha
menunjukan hasil terbaik pada berat
berangkasan akar dan diameter tongkol.
Menurut Marsono (2001) nitrogen
berperan pertumbuhan tanaman secara
keseluruhan, selain itu nitrogen juga
berperan dalam pembentukan protein dan
lemak.
Dosis pupuk pupuk nitrogen belum
berpengaruh terhadap beberapa parameter
pertumbuhan dan produksi tanaman karena
diduga disebabkan oleh faktor lahan yang
merupakan lahan rawa sehingga
memungkinkan tercucinya unsur hara N,
yang pada akhirnya hara diserap oleh
tanaman kurang optimal. Cassman et al.,
(2002) menyatakan bahwa pemanfaatan
pupuk N oleh tanaman kurang optimal atau
hanya 50 % dari total hara N yang
diberikan faktor penyebab utamanya ialah
hilangnya unsur hara N dari zona rizosfer
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
17
melalui pencucian, limpasan, erosi,
denitrifikasi, penguapan NH3 atau emisi
gas N2O.
Pada interaksi perlakuan dosis
biourine dan pupuk nitrogen belum
memberikan pengaruh yang nyata, secara
tabulasi terlihat bahwa kombinasi
perlakuan biourine dan pupuk nitrogen
memberikan pengaruh yang relatif seragam.
Menurut Lakitan (1993) selain dipengaruhi
oleh faktor lingkungan perkembangan
tanaman juga dipengaruhi oleh faktor
genetik.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat
disimpulkan antara lain :
1. Aplikasi biourine 100 ml/ l air
menghasilkan hasil terbaik pada
peubah pertumbuhan dam produksi
tanaman jagung manis pada lahan
rawa
2. Dosis pupuk nitrogen 150 kg/ha yang
diaplikasikan dengan pupuk biorine
menunjukan respon yang fositif
3. Kombinasi aplikasi biourine dan
pupuk nitrogen terbaik pada perlakuan
B3N2 atau pada aplikasi biourine sapi
sebanyak 100 ml/l air dan dosis
pupuk nitrogen sebanyak 150 kg/ha
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada Kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada Dekan
Pertanian dan Rektor Univeristas Musi
Rawas yang telah memberikan bantuan
serta dukungan sehingga riset ini dapat
terselenggara.
DAFTAR PUSTAKA
Alfarisi, Nurcholis danToyo Manurung
Pengaruh Pemberian Pupuk Urin Sapi
terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Jagung Manis (Zea mays saccharata)
dengan Penggunaan EM4. Jurnal
Biosains Vol. 1 No. 3 Desember 2015.
Hal : 93-99
http://www.suaramerdeka.com/barisan
/0408/19/slo.
Cassman, K.G., A. Dobermann, and D.T.
Walters. 2002. Agroecosystems,
nitrogen use efficiency, and
nitrogen management. AMBIO: J.
Hum. Environ. 31: 132–138.
Kriswantoro, H, Safriani, E, Bahri.S. 2016.
Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk
NPK pada Tanaman Jagung Manis
(Zea Mays saccharata Sturt). Jurnal
Klorofil. Volume XI No. 1. Hal 1-6
Lakitan, B. 1993. Dasar – dasar Fisiologi
Tumbuhan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Lestari, A.P., Sarman S dan E. Indraswari.
2010. Substitusi Pupuk Anorganik
dengan Kompos Sampah Kota
Tanaman Jagung Manis ( Zea mays
saccharata Sturt). Jurnal Penelitian
Universitas Jambi Seri Sains Vol. 12
No. 2 Hal: 01-06
Lingga, P., 1999. Petunjuk penggunaan
pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murdowo, J. 2004. Urin sapi sebelum dan
sesudah difermentasi. Diunduh dari
Puslittanak (Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat). 2000. Atlas
Sumberdaya Tanah Eksplorasi
Indonesia. Skala 1:1.000.000. Badan
Litbang Pertanian, Dep. Pertanian.
Musnamar, E. I. 2003. Pupuk Organik;
Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi.
Cetakan Pertama. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
18
Subagyo, H. 2002. Penyebaran dan potensi
tanah gambut di Indonesia untuk
Pengembangan pertanian. h. 197-227.
Dalam CCFPI (Climate Change,
Forests and Peatlands in
Indonesia). 2003. Sebaran Gambut di
Indonesia. Seri Prosiding 02. Wetlands
International-Indonesia Programme
dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.
Sutari, W.S., 2010. Uji kualitas Bio-Urine
Hasil Fermentasi Dengan Mikroba
Yang Berasal Dari Bahan Tanaman
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Sawi Hijau (Brassica juncea
L.). Tesis Universitas Udayana,
Denpasar. Bali.
Syukur, M dan Aziz Rifianto. 2013.
Jagung Manis. Penebar Swadaya.
Jakarta
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
19
KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA DI EKOSISTEM TANAMAN PADI RATUN
YANG DIAPLIKASIKAN BIOINSEKTISIDA Beauveria bassiana
Sumini1*), Siti Herlinda2 dan Chandra Irsan2
1*)Dosen Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas
2)Dosen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
*) Corresponding Author : [email protected]
Hp. 081272143030
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman arthropoda di ekosistem tanaman
padi ratun yang diaplikasikan bioinsektisida Beauveria bassiana. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Agustus - Oktober 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimental dengan menggunakan dua perlakuan dan empat ulangan. Pengambilan
artropoda di tajuk dilakukan dengan menggunakan jaring serangga yang dilakukan 15 kali
ayunan ganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa populasi hama dari umur 1-8 minggu
setelah potong menunjukan hasil yang berfluktuasi. Hasil analisis dengan menggunakan uji
chi-square populasi hama antara petak yang diaplikasikan bioinsektisida dengan petak kontrol
tidak berbeda nyata. Persentase serangan hama di tanaman padi ratun akibat serangga hama
meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Persentase serangan tanaman padi ratun
tertinggi pada umur 7-8 msp. Indeks keanekaragaman ditajuk tertinggi pada petak kontrol,
namun di permukaan tanah tertinggi terjadi di petak yang diaplikasikan bioinsektisida.
Kata kunci : Keanekaragaman, Arthropoda, Bioinsektisida, Padi
PENDAHULUAN
Padi (Oryza sativa L) merupakan
tanaman pangan utama yang banyak
dibudidayakan petani, karena sebagian
besar masyarakat indonesia mengkonsumsi
beras sebagai makanan pokoknya.
Sehingga upaya peningkatan produktivitas
padi terus dilakukan dengan cara
memanfaatkan tunggul jerami padi atau
yang dikenal dengan istilah ratun. Padi
ratun merupakan hasil dari pemanfaatan
tunggul jerami padi yang ditanam pada
musim sebelumnya dan dapat
menghasilkan malai kembali. Padi ratun
akan mengeluarkan anakan baru dan dapat
dipanen kembali setelah 45 hari dari
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
20
pemotongan batang padi utama (Suwandi
et al., 2012).
Pemanfaatan ratun dapat
memberikan keuntungan bagi petani,
karena tanaman tersebut dapat dipanen
kembali dari tanaman padi utama. Menurut
Susilawati et al., (2010) memanfaatkan
ratun dapat mencapai hasil 50% dari panen
pertama. Selain itu juga pemanfaatan
ratun juga dapat menghemat biaya
penanaman dan tenaga kerja (Suwandi et
al., 2012). Tunggul padi yang tersisa akan
mengeluarkan tunas-tunas baru yang
tumbuh menjadi anakan dan akan
membentuk malai. Padi ratun
produktivitasnya lebih rendah dari pada
padi utama, untuk itu upaya peningkatan
produktivitas terus dilakukan, termasuk
diantaranya adalah melindungi padi ratun
dari serangan hama dan penyakit.
Petani umumnya masih
menggunakan insektisida sintetik dalam
mengendalikan serangga hama di
pertanaman padi. Penggunaan insektisida
sintetik dapat mencemari lingkungan,
resistensi hama dan mempengaruhi
kelimpahan musuh alami. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut
diperlukan suatu alternatif pengendalian
menggunakan pestisida hayati yang
mengandung jamur entomopatogen.
Herlinda et al. (2008) mengemukakan
bahwa penggunaan agens hayati jamur
Beauveria bassiana (Bals.) Vuill
(Deuteromycetes: Moniliaceae) menjadi
alternatif untuk mengurangi penggunaan
pestisida sintetik. Penggunaan pestisida
hayati relatif aman terhadap lingkungan,
mampu menekan populasi serangga hama
dan memberikan dampak positif terhadap
kelimpahan musuh alami (Radianto et al.,
2010).
Jamur B. bassiana mampu
menginfeksi serangga hama yang
tergolong ke dalam ordo Hemiptera
(Herlinda et al., 2006), Lepidoptera
(Prayogo et al., 2005), Homoptera dan
Coleoptera (Prayogo, 2006). Penelitian ini
menggunakan bioinsektisida yang
berbahan aktif B. bassiana dengan
formulasi cair yang bahan pembawanya
EKKU (ekstrak kompos kulit udang) steril.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keanekaragaman artropoda di
ekosistem tanaman padi ratun yang
diaplikasikan bioinsektisida Beauveria
bassiana.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di sentra
pertanaman padi sawah lebak Pemulutan,
Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan
pada bulan Agustus-Oktober 2013.
Identifikasi serangga di tajuk dan di
permukaan tanah dilakukan di
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
21
Laboratorium Entomologi Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya Inderalaya.
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah botol vial, gelas
plastik, jaring serangga, karet gelang,
knapsack sprayer 15 L, kuas, mikroskop,
plastik bening, saringan berpori 1 mm,
paralon dan pompa air. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini ialah benih
padi varietas Situbagendit, alkohol 70%,
dan formalin 40%.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimental
dengan menggunakan dua perlakuan dan
empat ulangan. Penelitian menggunakan
bioinsektisida cair yang terbaik dari
penelitian sebelumnya yaitu bioinsektisida
berbahan aktif jamur Beauveria bassiana
dan dilihat pengaruhnya pada tanaman
padi ratun. Lahan yang digunakan untuk
tanaman ratun seluas 2 ha. Dalam 1 ha
dibagi menjadi 2 petakan dan dibuat
subpetak dengan ukuran 10x10 m.
Pengamatan pengaruh aplikasi
bioinsektisida pada tanaman ratun
dilakukan sejak tanaman berumur 1-8
minggu setelah pemotongan (panen).
Pengamatan serangan hama
dilakukan dengan mengamati dan
menghitung serangannya pada rumpun
padi pada tanaman sampel (25 rumpun per
subpetak). Pengambilan artropoda di
tajuk dilakukan dengan menggunakan
jaring serangga yang dilakukan 15 kali
ayunan ganda. Penjaringan dilakukan pada
pagi hari dari pukul 06.00-08.00 WIB.
Artropoda yang tertangkap selanjutnya
diidentifikasi di Laboratorium Entomologi
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.
Pengambilan artropoda di
permukaan tanah menggunakan lubang
jebakan. Lubang jebakan yang dipasang
ada 4 unit/100m2 dan dipasang selama 2 x
24 jam. Artropoda predator yang
tertangkap dibersihkan dan diawetkan
dalam botol vial yang berisi alkohol 70%,
selanjutnya dilakukan identifikasi.
Populasi serangga hama dan
serangannya dianalisis dengan
menggunakan uji chi-square. Aspek yang
diamati dalam menganalisis
keanekaragaman hayati antara lain, yaitu
kelimpahan jumlah spesies dan jumlah
individu, indeks keanekaragaman, indeks
dominasi, dan indeks kemerataan.
PEMBAHASAN
1. Populasi dan persentase serangan
serangga hama
Hasil penelitian menunjukan bahwa
populasi hama dari umur 1-8 minggu
setelah potong menunjukan hasil yang
berfluktuasi. Hasil analisis dengan
menggunakan uji chi-square populasi
hama antara petak yang diaplikasikan
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
22
bioinsektisida dengan petak kontrol tidak
berbeda nyata (Tabel. 1). Prayogo (2006)
menyatakan bahwa keefektifan jamur
entomopatogen dalam menginfeksi
serangga hama jika kelembaban diatas
90%. Kelembaban yang tinggi sangat
dibutuhkan oleh jamur entomopatogen
untuk berkembang. Selain itu keefektifan
jamur entomopatogen ditentukan oleh sinar
matahari yang dapat merusak konidia
jamur dan menghambat perkembangan
konidia (Prayogo, 2005).
Rata-rata populasi hama wereng
dan walang sangit pada petak yang
diaplikasikan bioinsektisida B. bassiana
lebih rendah dari kontrol. Herlinda et
al.(2012) mengemukakan bahwa lahan
yang diaplikasikan bioinsektisida B.
bassiana rata-rata populasi nimfa A.
gossypii lebih rendah dari lahan tanpa
aplikasi bioinsektisida. Menurut Khodijah
(2013) bahwa bioinsektisida yang
diaplikasikan ke lapangan dapat menekan
populasi serangga hama.
Populasi hama selain dipengaruhi
aplikasi bioinsektisida juga adanya peran
musuh alami di lapangan. Irsan (2003)
mengemukakan bahwa penggunaan musuh
alami terbukti efektif dalam
mengendalikan hama kutu daun.
Memanfaatkan musuh alami di lapangan
dapat menjaga keseimbangan ekosistem
disekitar pertanaman. Radianto et al.
(2010) mengemukakan bahwa
pengendalian hama dengan memanfaatkan
musuh alami dapat menjaga populasi
serangga hama tetap berada di bawah
ambang ekonomi.
Serangga hama yang ditemukandi
lahan penelitian terlihat lamban bergerak.
Hal itu disebabkan jamur B. bassiana
masih terkandung di dalam jaringan
tanaman dan mampu bertahan hidup
didalam tanah sehingga dapat menginfeksi
serangga hama yang datang pada musim
tanam berikutnya. Deciyanto dan
Indrayani (2008) mengemukakan bahwa
konidia B. bassiana yang mampu bertahan
hidup didalam tanah dalam kurun waktu
yang cukup lama akan menjadi inokulum
sumber infeksi bagi generasi hama
berikutnya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa
persentase serangan hama di tanaman padi
ratun akibat serangga hama meningkat
dengan bertambahnya umur tanaman.
Persentase serangan tanaman padi ratun
tertinggi pada umur 7-8 msp (Tabel. 2).
Bioinsektisida yang diaplikasikan
berpengaruh pada persentase serangan
hama. Hal tersebut diketahui pada petak
yang diaplikasikan bioinsektisida
persentase serangan lebih rendah
dibandingkan petak kontrol. Herlinda et
al.(2012) melaporkan bahwa bioinsektisida
berbahan aktif B. bassiana dapat
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
23
menurunkan persentase serangan hama
secara signifikan. Bioinsektisida yang
diberikan secara kontinu akan menekan
serangan hama (Manuwoto dan Indriyani,
1994).
Bioinsektisida yang telah
diaplikasikan berpengaruh pada populasi
serangga hama dan tingkat serangan hama.
Herlinda (2006) mengemukakan bahwa
beauvericin dan bassianolid yang
dihasilkan jamur B. bassiana mampu
melemahkan system kekebalan tubuh
serangga. Deciyanto dan Indrayani (2008)
melaporkan bahwa serangga hama yang
terinfeksi B. bassiana imunitasnya akan
menurun dan akan berhenti makan.
Kelimpahan artropoda predator di
tajuk antara petak yang diaplikasikan
boinsektisida dengan kontrol tertinggi pada
lahan kontrol. Tingginya jumlah individu
dan spesies artropoda predator pada petak
kontrol dikarenakan serangga hama yang
ada pada petak tersebut berlimpah.
Radianto et al. (2010) mengemukakan
bahwa adanya kaitan yang erat antara
keanekaragaman spesies predator dengan
kelimpahan populasi serangga hama.
Tabel 1. Populasi hama pada padi ratun umur 1-8 minggu setelah potong (msp)
Umur
Padi
(msp)
Spesies
Populasi Hama
Pengamatan Visual
Ujichi-
square
PengamatanJaring
Ujichi-
square
(ekor/100 rumpun) (ekor/60 ayunanganda)
Bioinsektisid
a Kontrol
Bioinsektisid
a Kontrol
1
Nilavarphatalugens 2 6
5a 8a 0,40
Nephotettixverescens 2 3
2 4
Racilliadorsalis 3 4
4 7
Leptocorisaacuta 0 0
0 0
2
Nilavarphatalugens 3 4
3 5
Nephotettixverescens 2 5
5a 12a 0,08
Racilliadorsalis 3 5
4 6
Leptocorisaacuta 0 0
0 0
3
Nilavarphatalugens 4 6
3 6
Nephotettixverescens 3 4
6a 7a 0,78
Racilliadorsalis 5 6
5a 6a 0,76
Leptocorisaacuta 0 0
0 0
4
Nilavarphatalugens 2 2
4 5
Nephotettixverescens 3 4
3 5
Racilliadorsalis 4 4
5a 7a 0,56
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
24
Leptocorisaacuta 0 0
0 0
5
Nilavarphatalugens 1 4
2 4
Nephotettixverescens 2 3
1 5
Racilliadorsalis 2 5
3 5
Leptocorisaacuta 8a 12a 0,37 9a 12a 0,51
6
Nilavarphatalugens 4 6
9a 16a 0,16
Nephotettixverescens 4 6
4 6
Racilliadorsalis 2 5
2 5
Leptocorisaacuta 9a 13a 0,39 11a 13a 0,68
7
Nilavarphatalugens 2 5
6a 13a 0,10
Nephotettixverescens 2 5
2 4
Racilliadorsalis 3 3
3 5
Leptocorisaacuta 8a 10a 0,63 8a 10a 0,63
8
Nilavarphatalugens 2 5
7a 9a 0,61
Nephotettixverescens 2 5
2 5
Racilliadorsalis 3 6
4 6
Leptocorisaacuta 13a 15a 0,70 13a 15a 0,70
Total
Nilavarphatalugens 20a 38a 0,01 39a 66b 0,008
Nephotettixverescens 20a 35a 0,04 25a 48b 0,007
Racilliadorsalis 25a 38a 0,10 30a 47a 0,85
Leptocorisaacuta 38a 50a 0,20 41a 50a 0,34
Keterangan : Angka-angka yang diikutiolehhuruf yang samapadabaris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji chi-square
Tabel 2. Persentase serangan hama wereng dan walang sangit pada padi ratun di petak yang
diaplikasikan bioinsektisida dan kontrol
UmurTanaman
(msp)
Perlakuan
Rata-rata persentaseseranganhama (%)
Wereng
Uji
chi-square Walangsangit
Uji
chi-square
1 Bioinsektisida 0,40
0,00
Kontrol 0,60
0,00
2
Bioinsektisida 0,57
0,00
Kontrol 0,69
0,00
3
Bioinsektisida 0,62
0,00
Kontrol 0,73
0,00
4 Bioinsektisida 1,09
0,00
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
25
Kontrol 1,15
0,00
5
Bioinsektisida 1,15
1,05
Kontrol 1,19
1,10
6
Bioinsektisida 1,20
1,30
Kontrol 1,29
1,48
7
Bioinsektisida 1,29
1,39
Kontrol 1,39
1,48
8
Bioinsektisida 1,29
1,39
Kontrol 1,39
1,48
Total
Bioinsektisida 7,61a 0,83
5,13a 0,90
Kontrol 8,43a 5,54a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata pada uji chi-square
Keterangan: ( ): Petak yang diaplikasikan bioinsektisid ( ): Petak tanpa aplikasi
(kontrol), ( ): Simpangan deviasi
Gambar 1. Perbandingan jumlah spesies di tajuk padi ratun (a), perbandingan jumlah
spesies di permukaan tanah padi ratun (b)
1. Keanekaragaman komunitas
artropoda di tajuk dan permukaan
tanah
Aplikasi bioinsektisida dapat mempengaruhi
kelimpahan artropoda predator. Indeks
keanekaragaman, indeks kemerataan dan
indeks dominasi artropoda predator di tajuk
tertinggi terjadi di petak kontrol (Tabel. 3).
Tingginya keanekargaman artropoda predator
di tajuk tanaman padi ratun di petak control
disebabkan di petak tersebut masih alami.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
26
Selain itu tingginya keanekragaman itu juga
dapat dipengaruhi oleh ekologi disekitar
persawahan. Thalib et al. (2010)
mengemukakan bahwa makin tinggi vegetasi
lain yang tumbuh disekitar pertanaman, maka
makin tinggi keanekaragaman artropoda pada
suatu ekosistem. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Riyanto et al. (2011)
bahwa habitat disekitar pertanaman akan
mempengaruhi keberadaan serangga predator.
Di permukaan tanah indeks
keanekaragaman dan indeks dominasi
tertinggi terjadi di petak yang diaplikasikan
bioinsektisida, tetapi indeks dominasi
tertinggi terjadi di petak kontrol (Tabel. 4).
Tingginya indeks keanekaragaman di petak
yang diaplikasikan bioinsektisida diduga
bahwa bioinsektisida yang diaplikasikan di
petak tersebut tidak mempengaruhi
kehidupan artropoda predator yang ada atau
hidup di permukaantanah. Menurut Khadijah
(2013) bahwa kelimpahan artropoda predator
di permukaan tanah tidak dipengaruhi oleh
bioinsektisida B. bassiana.
Semakin tingginya keanekaragaman
artropoda predator pada suatu ekosistem
maka semakin tinggi kestabilan populasi
serangga di suatu ekosistem.
Tabel 3. Karakteristik komunitas artropoda predator di tajuk pada lahan yang diaplikasikan
bioinsektisida dan kontrol di sawah lebak.
Karakteristik Komunitas di
Tajuk
Umur Tanaman (minggu setelah potong)
1 2 3 4 5 6 7 8
Bioinsektisida
JumlahIndividu
Indeks Keragaman (H’)
Indeks Dominasi (d)
Indeks Kemerataan (E)
117
2,47
0,30
0,82
106
2,31
0,30
0,78
111
2,34
0,27
0,86
114
2,54
0,18
0,83
89
2,57
0,25
0,92
92
2,46
0,22
0,89
93
2,17
0,31
0,78
103
2,47
0,28
0,89
Kontrol
Jumlah Individu
Indeks Keragaman (H’)
Indeks Dominasi (d)
Indeks Kemerataan (E)
137
2,89
0,21
0,93
132
2,56
0,32
0,83
125
2,47
0,28
0,85
137
2,86
0,15
0,94
132
2,70
0,28
0,88
118
2,50
0,24
0,86
129
2,54
0,24
0,86
142
2,52
0,23
0,84
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
27
Tabel 4. Karakteristik komunitas artropoda predator permukaan tanah pada lahan yang
diaplikasikan bioinsektisida dan kontrol di sawah lebak.
Karakteristik Komunitas di
Permukaan Tanah.
Umur Tanaman(minggu setelah potong)
1 2 3 4 5 6 7 8
Bioinsektisida
Jumlah Individu
Indeks Keragaman (H’)
Indeks Dominasi (d)
Indeks Kemerataan (E)
46
2,29
0,23
0,89
30
1,82
0,36
0,79
37
1,42
0,32
0,79
39
1,94
0,25
0,88
36
1,91
0,38
0,83
35
1,85
0,28
0,84
38
1,87
0,31
0,81
35
1,72
0,37
0,78
Kontrol
Jumlah Individu)
Indeks Keragaman (H’)
Indeks Dominasi (d)
Indeks Kemerataan (E)
47
2,11
0,21
0,88
35
1,80
0,34
0,82
36
1,74
0,33
0,84
35
1,75
0,71
0,90
38
1,53
0,34
0,73
40
1,80
0,27
0,82
41
2,07
0,19
0,94
39
1,69
0,30
0,81
KESIMPULAN
1. Aplikasi bioinsektisida berbahan aktif
jamur entomopatogen B. bassiana
tidak berpengaruh terhadap populasi
hama di tanaman padi ratun.
Persentase serangan serangga hama
ditanaman padi ratun tertinggi terjadi
pada petak kontrol ialah pada umur 7-
8 msp.
2. Indeks keanekaragaman, indeks
kemerataan dan indeks dominasi
artropoda predator di tajuk tertinggi
terjadi di petak kontrol. Di permukaan
tanah indeks keanekaragaman dan
indeks dominasi tertinggi terjadi di
petak yang diaplikasikan
bioinsektisida, tetapi indeks dominasi
tertinggi terjadi di petak kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Deciyanto S dan Indrayani IGAA. 2008.
Jamur entomopatogen Beauveria
bassiana: Potensi dan prospeknya
dalam pengendalian hama tungau.
Perspektif. 8(2):65-73.
Herlinda S, Hamadiyah, Adam T dan
Thalib R. 2006. Toksisitas isolat-
isolat Beauveria bassiana (Bals.)
Vuill. terhadap nimfa Eurydema
pulchrum (Westw.)
(Hemiptera:Pentatomidae). Agria
2(2):34-37.
Herlinda. S, S.I. Mulyati, dan Suwandi.
2008. Jamur Entomopatogen
berformulasi Cair Sebagai
Bioinsektisida untuk pengendali
wereng coklat. Jurnal Agritrop
27(3):119-126.
Herlinda S, Hartono, Irsan C. 2008. Efikasi
Bioinsektisida Formulasi Cair
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
28
Berbahan Beauveria bassiera dan
Metarhizium.sp pada wereng
punggung putih (sogatella furcifera)
Seminar Nasioanal dan Kongres
PATPI 2008. Palembang 14-16
oktober 2008.
Herlinda S, Hertati D, Irsan C, Pujiastuti Y,
Adam T, dan Khadijah. 2012.
Keanekaraman spesies dan
kelimpahan serangga entomofaga
pada tanaman cabai yang
diaplikasikan Beauveria bassiana
untuk mengendalikan Aphis gossypii.
Prosiding Seminar Nasional Menuju
pertanian Berdaulat. Bengkulu, 12
September 2012.
Irsan C. 2003. Predator, Parasitoid dan
Hiperparasitoid yang Berasosiasi
dengan Kutudaun
(Homoptera:Aphididae) pada
Tanaman Talas. J.Hayati. 10(2):81-
84.
Khodijah. 2013. Keanekaragaman
komunitas artropoda predator
tanaman padi yang aplikasi
bioinsektisida berbasis jamur
entomopatogen daerah rawa lebak
sumatera selatan. Jurnal Lahan
Suboptimal 2(1):43-49.
Manuwoto S dan Indriyani N. 1994.
Perkembangan kelangsungan hidup
dan reproduksi wereng coklat pada
empat jenis varietas padi. Ballitan-
HPT. IPB. 64 p.
Prayogo,Y.,W.Tengkano & Marwoto.
2005. Prospek cendawan
entomopatogen Metarhizium
anisopliae untuk mengendalikan ulat
grayak Spodoptera litura pada
kedelai. J. Litbang. Pertanian
24(1):19-26.
Prayogo Y. 2006. Upaya Mempertahankan
ke Efektifan Cendawan
Entomopatogen untuk
Mengendalikan Hama Tanaman
Pangan. Jurnal Litbang Pertanian
25(2):47-54.
Radianto I, Sodiq M, dan Nurcahyani NM.
2010. Keanekaragaman serangga dan
musuh alami pada lahan pertanaman
kedelai di kecamatan balong-
Ponorogo. Jurnal Entomologi
Indonesia. 7(2):116-121.
Riyanto, Herlinda S, Irsan C, dan Umayah
A. 2011. Kelimpahan dan
keanekaragaman spesies serangga
predator dan parasitoid Aphis
gossypii di Sumatera Selatan. J. HPT
Tropika. 11(1):57-68.
Susilawati, Purwako B, Aswindinnor H
dan Santosa G. 2012. Tingkat
Produksi Ratun Berdasarkan Tinggi
Pemotongan Batang Padi Sawa Saat
Panen. J. Agron. Indonesia 40(1):1-7
Suwandi, Ammar A dan Irsan C. 2012.
Aplikasi ekstrak kompos
meningkatkan hasil dan menekan
penyakit pada sistem ratun di sawah
pasang surut Kabupaten Banyuasin.
Jurnal Lahan Suboptimal. 1(2):116-
122.
Thalib R, Hety U, Herlinda S, Effendy,
Irsan C. 2010. Komunitas artropoda
predator pada ekosistem padi dan
lahan pinggir Sumatera Selatan.
Seminar Nasional PEI, Jogjakarta 2
Oktober 2010.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
29
RESPON PEMBERIAN PUPUK BOKASHI PADA TANAH ULTISOL
TERHADAP PRODUKSI TANAMAN SAWI HIJAU
(Brassica juncea L) DI DALAM POLYBAG
Novianto1*), John Bimasri 2), Verro Afrius Pratama3)
1*) Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas Kota Lubuklinggau 31628 2) Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas Kota Lubuklinggau 31628
3) Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas Kota Lubuklinggau 31628
* Coresponden/Author: Telp. (0733) 451744
Email. [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pemberian pupuk bokashi pada tanah
Ultisol terhadap produksi tanaman sawi hijau (Brassica juncea L) dalam polybag. Penelitian
ini telah dilaksanakan di Kelurahan Air Kuti Kecamatan Lubuklinggau Timur I Kota
Lubuklinggau, pada bulan Maret sampai Mei 2017, dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) non faktorial, dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang
diuji coba dalam penelitian ini adalah : B0 = Tanpa Pupuk Bokashi, B1 = Pupuk Bokashi 5
gram/polybag setara 1 ton/ha, B2 = Pupuk Bokashi 10 gram/polybag setara 2 ton/ha, B3 =
Pupuk Bokashi 15 gram/polybag setara 3 ton/ha, B4 = Pupuk Bokashi 20 gram/ polybag
setara 4 ton/ha, B5 = Pupuk Bokashi 25 gram/polybag setara 5 ton/ha. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pemberian pupuk bokashi sebanyak 25 gram/polybag setara dengan 5
ton/ha (B5) mampu meningkatkan hasil pertumbuhan tanaman sawi hijau yang terbaik pada
tanah Ultisol.
Kata Kunci: Bokashi, Sawi Hijau, Tanah Ultisol.
PENDAHULUAN
Upaya peningkatan produksi
hortikultura di Indonesia saat ini
meningkat seiring dengan meningkatnya
kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan
akan gizi. Hal ini disebabkan oleh tingkat
pengetahuan dan pemahaman masyarakat
yang tinggi dan tingkat pendapatan
masyarakat yang semakin baik. Kebutuhan
akan gizi ini salah satunya dapat dipenuhi
dengan mengkonsumsi sayuran (Eny et al.,
2007).
Sawi adalah salah satu tanaman
hortikultura yang memiliki nilai komersial
dan prospek yang cukup baik. Seiring
bertambahnya jumlah penduduk Indonesia,
serta meningkatnya kesadaran akan
kebutuhan gizi, sehingga menyebabkan
semakin bertambahnya permintaan akan
sayuran terutama sawi. Hal ini disebabkan
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
30
karena sawi memiliki kandungan gizi yang
cukup tinggi. Setiap 100 g sawi terdapat
protein 2,30 g, lemak 0,30 g, karbohidrat
4,00 g, Ca 220,00 mg, P 38,00 mg, Fe
2,90 mg, vitamin A 1,94 mg, vitamin B
0,09 mg dan vitamin C 102 mg (Yulia et
al., 2011).
Menurut Margiyanto (2008), manfaat
sawi sangat baik untuk menghilangkan
rasa gatal di tenggorokan pada penderita
batuk, penyembuh sakit kepala, bahan
pembersih darah, memperbaiki fungsi
ginjal, serta memperbaiki dan
memperlancar pencernaan. Daun Brassica
juncea berkhasiat untuk peluruh air seni,
akarnya berkhasiat sebagai obat batuk,
obat nyeri pada tenggorokan dan peluruh
air susu, bijinya berkhasiat sebagai obat
sakit kepala.
Tanaman sawi menghendaki tanah
yang subur, gembur dan banyak
mengandung bahan organik (humus), tidak
tergenang, tata aerasi dalam tanah berjalan
dengan baik. Derajat kemasaman (pH)
tanah yang optimum untuk
pertumbuhannya adalah antara pH 6
sampai pH 7 (Haryanto et al., 2006).
Tanah yang memiliki kandungan unsur
hara yang rendah dapat dilakukan
pemupukan dengan menambahkan unsur
hara pada tanah tersebut. Pemupukan dapat
dilakukan dengan memperhatikan jenis-
jenis pupuk yang digunakan. Jenis-jenis
pupuk yaitu pupuk anorganik dan juga
pupuk organik (Suleman et al., 2013).
Bokashi merupakan salah satu jenis pupuk
yang mampu menggantikan kehadiran
pupuk kimia buatan untuk meningkatkan
kesuburan tanah sekaligus memperbaiki
kerusakan sifat-sifat tanah akibat
pemakaian pupuk anorganik secara
berlebihan. Bokashi merupakan hasil
fermentasi bahan organik dari limbah
pertanian (pupuk kandang, jerami, sampah,
sekam serbuk gergaji) dengan
menggunakan EM-4 (Gao et al., 2012;
Atikah, 2013). EM-4 (Efektif
Microorganisme-4) merupakan bakteri
pengurai dari bahan organik yang
digunakan untuk proses pembuatan
bokashi, yang dapat menjaga kesuburan
tanah sehingga berpeluang untuk
meningkatkan dan menjaga kestabilan
produksi (Tola et al., 2007 dalam Ruhukail,
2011).
Tanah Ultisol sangat berpotensi
untuk dikembangkan menjadi lahan
pertanian seperti tanaman hortikultura
contohnya tanaman sawi, tetapi sifat tanah
Ultisol yang kurang baik menjadi kendala
yang cukup penting. Menurut Wahyuaskari
(2005) tanah Ultisol merupakan tanah
yang kurang subur, tanah Ultisol umumnya
mempunyai nilai kejenuhan basa kurang
dari 35%, kapasitas tukar kation kurang
dari 16 cmol/kg liat, Reaksi tanah Ultisol
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
31
pada umumnya masam hingga sangat
masam (pH 5 sampai 3,10) tetapi
sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk
dijadikan lahan pertanian potensial, dengan
melakukan pengelolaan dengan cara
pemberian pupuk bokashi.
Menurut Susilawati (2000), bahwa
pupuk bokashi sama seperti pupuk kompos
lainnya, dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kandungan material organik
pada tanah yang keras seperti tanah Ultisol
sehingga dapat meningkatkan aerasi tanah
dan mengurangi bulk density tanah.
Berdasarkan hasil penelitian Muzayyanah
(2009), menunjukan bahwa pemberian
bokashi 2 ton /ha memberikan
pertumbuhan yang baik pada tanaman sawi.
Berdasarkan latar belakang diatas
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan tujuan untuk mengetahui
respon pemberian pupuk bokashi pada
tanah Ultisol terhadap produksi tanaman
sawi hijau (Brassica juncea L) di dalam
polybag.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan di
Kelurahan Air Kuti Kecamatan
Lubuklinggau Timur, I Kota Lubuklinggau
dengan ketinggian tempat penelitian 100 m
dpl, sedangkan waktu penelitian dimulai
pada bulan Maret sampai Mei 2017.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalah : 1) Benih Sawi Varietas Tosakan, 2)
Pupuk Bokashi , 3) Tanah Ultisol, 4) Paku,
5) Paranet, 6) Polybag ukuran 30 cm x 40
cm, 7) pupuk NPK dan 8) Pestisida . Alat
yang di gunakan dalam penelitian ini
meliputi : 1) Gergaji, 2) Palu, 3) Meteran,
4) Pisau, 5) Tali, 6) Timbangan, 7)
Gembor, 8 ) Neraca analitik, 9) Oven
Listrik, 10) Ember, dan 11) Alat tulis.
Penelitian ini menggunakan Metode
Eksperimental dengan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) non faktorial, enam
perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan
yang akan dicobakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
B0 = Tanpa perlakuan pupuk bokashi
B1= Pupuk Bokashi 5 gram/polybag setara
1 ton/ha
B2= Pupuk Bokashi 10 gram/polybag
setara 2 ton/ha
B3= Pupuk Bokashi 15 gram/polybag
setara 3 ton/ha
B4= Pupuk Bokashi 20 gram/polybag
setara 4 ton/ha
B5= Pupuk Bokashi 25 gram/polybag
setara 5 ton/ha
Perlakuan yang diuji coba sebanyak
6 level perlakuan yang diulang 4 kali
terdapat 24 unit percobaan, dengan
masing-masing unit percobaan terdiri dari
5 populasi yang semuanya dijadikan
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
32
sebagai sampel. Untuk mengetahui repon
pemberian pupuk bokashi pada tanah
Ultisol terhadap produksi dan hasil
tanaman sawi hijau dalam polybag dengan
menggunakan analisis keragaman
rancangan acak kelompok non faktorial
disajikan pada Tabel 2. 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis
keragaman respon pemberian pupuk
bokashi pada tanah Ultisol terhadap
produksi tanaman sawi hijau terhadap
semua peubah yang diamati tertera pada
Tabel 3.2.
Tabel 2. 1. Analisis Keragaman RAK Non Faktorial
Sumber
keragaman (SK)
Derajat
Bebas (DB)
Jumlah
Kuadrat
(JK)
Kuadrat
Tengah
(KT)
F-Hitung
F-tabel
5 %
1 %
Kelompok r-1 =V1 JKK JKK/V1 KTK/KTG
Perlakuan t-1 =V2 JKP JKP/V2 KTP/KTG
Galat (r.t-1)-(r-1)- (t-1) = V3
JKG JKG/V3 -
Total (r.t)-1 =Vt JKT - -
Sumber : Gaspersz (1994)
Tabel 3.1. Hasil Analisis Keragaman Respon Pemberian Pupuk Bokashi pada Tanah
Ultisol terhadap Produksi Tanaman Sawi Hijau.
No Peubah yang diamati B KK (%)
1.
2.
3.
4.
5.
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Daun (helai)
Panjang Akar (cm)
Berat Basah Berangkasan (g)
Berat Kering Berangkasan (g)
2,17 tn
6,32 **
0,72 tn
4,06 *
4,41 *
7,02
5,78
19,95
16,01
12,48
Keterangan : B = Perlakuan pupuk bokashi ** = Berpengaruh sangat nyata
* = Berpengaruh nyata tn = berpengaruh tidak nyata
KK = Koefisien Keragaman
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
33
Tabel 3. 2. Hasil Uji BNJ dan Tabulasi Perlakuan Pemberian Pupuk Bokashi terhadap semua
Peubah yang Diamati
No Peubah yang diamati Perlakuan Pupuk Bokashi (B) BNJ
5%
BN
J
1% B0 B1 B2 B3 B4 B5
1. Tinggi Tanaman (cm) 30,24 31,25 33,54 30,35 31,05 34,05 - -
2. Jumlah Daun (helai) 8,18aA 8,80a
A
9,48b
A
9,00aA 9,50bB 10,10cB 1,03 1,3
0
3. Panjang Akar (cm) 17,40 18,75 18,74 17,55 18,00 21,70 - -
4. Berat Basah Berangkasan (g) 55,58a 63,65
a
74,51
ab
56,80a 61,35ab 82,40b 20,38 -
5. Berat Kering Berangkasan (g) 5,25a 5,65a 6,81b 5,40a 5,95a 7,20b 1,46 -
Berdasarkan hasil analisis
keragaman menunjukkan bahwa
pemberian pupuk bokashi berpengaruh
sangat nyata terhadap jumlah daun,
berpengaruh nyata terhadap berat basah
berangkasan, berat kering berangkasan
serta berpengaruh tidak nyata terhadap
tinggi tanaman dan panjang akar. Hasil uji
BNJ dan tabulasi perlakuan pupuk bokashi
terhadap semua peubah yang diamati
tertera pada Tabel 3.2.
Pengaruh nyata dan sangat nyata
pada pemberian perlakuan pupuk bokashi
(B) terhadap jumlah daun, berat basah
berangkasan dan berat kering berangkasan,
karena pemberian pupuk bokashi mampu
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman sawi. Pemberian pupuk bokashi
mampu menyediakan unsur hara dan
mampu meningkatkan kesuburan tanah,
sehingga memberikan pertumbuhan yang
baik untuk tanaman sawi hijau. Menurut
Salam, (2008) bahwa bokashi dapat
diaplikasikan sebagai pupuk dasar, dosis
yang dianjurkan adalah sebesar 2 ton/ha
yang ditaburkan secara merata saat lahan
selesai dibajak, bokashi merupakan
sebuah persamaan dari bahan organik
yang kaya sumber hara yang
menghasilkan bahan-bahan organik yang
telah difermentasi oleh EM-4,
Sedangkan menurut Hamzah,
(2007) menyatakan bahwa bokashi
memberikan pengaruh yang sangat nyata
pada pertumbuhan tanaman karena
bokashi berasal dari pupuk kandang
yang mengandung unsur hara dan bahan
organik yang mampu memperbaiki
tekstur , pH dan mikroorganisme tanah.
Ketersediaan hara dalam tanah, struktur
tanah dan tata udara tanah yang baik
sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan akar serta meningkatkan
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
34
kemampuan akar tanaman dalam
menyerap unsur hara. Perkembangan
sistem perakaran yang baik akan
menentukan pertumbuhan vegetatif
tanaman.
Pengaruh tidak nyata perlakuan
pupuk bokashi (B) terhadap tinggi tanaman
dan panjang akar disebabkan adanya faktor
lain yang menyebabkan pertumbuhan
tanaman sawi kurang berkembang, salah
satunya diakibatkan kurangnya intesitas
cahaya yang dibutuhkan untuk proses
fotosintesis dan tanaman tidak mampu
berkembang dengan baik sehingga
berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan
panjang akar. Sedangkan Fahrudin (2009),
menyatakan daun memiliki klorofil yang
berperan dalam melakukan fotosintesis.
Semakin banyak jumlah daun, maka
tempat untuk melakukan proses
fotosintesis lebih banyak dan hasilnya
lebih banyak.
Purwani et al., (1997) menyatakan
bahwa pupuk bokashi mampu
mengaktifkan aktivitas sel-sel jaringan
meristematik tanaman sehingga akan
menghasilkan anakan produktif yang
optimal. Soplanit dan Soplanit (2012) juga
menyatakan bahwa pupuk bokashi
mengandung mikroorganisme bermanfaat
yang merupakan bagian integral dari tanah,
mampu menyediakan hara tanaman
melalui proses daur ulang serta
membentuk struktur tanah yang sesuai
untuk pertumbuhan tanaman.
Hasil uji BNJ dan tabulasi
perlakuan pupuk bokashi 25
gram/polybag (B5) memberikan hasil
tertinggi pada semua peubah yang diamati.
Hal ini karena kandungan unsur hara yang
diberikan pada bokashi (B5) ini memberi
respon sesuai dengan kebutuhan tanaman
tersebu, sehingga mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman sawi
hijau. Menurut Adianto (1993) dalam
Arinong (2005) bokashi memiliki
kandungan hara mikro dalam jumlah
yang cukup dan sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman dengan
karakteristik berupa hara yang berasal
dari bahan organik terdapat mikroba
untuk merubah dari bentuk ikatan
kompleks organik yang tidak dapat
dimanfaatkan oleh tanaman dan akan
dibentuk menjadi senyawa organik dan
anorganik sederhana yang mampu
diserap oleh tanaman tersebut.
Pengunaan bokashi mampu
meningkatkan konsentrasi hara di dalam
tanah. Selain itu, bokashi juga mampu
memperbaiki tata udara dan air tanah.
Selanjutnya, perakaran tanaman akan
berkembang dengan baik dan mampu
menyerap unsur hara yang lebih banyak,
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
35
terutama unsur hara nitrogen yang akan
meningkatkan pembentukan klorofil,
sehingga aktivitas fotosintesis lebih
meningkat dan dapat meningkatkan
jumlah dan luas daun. Hal tersebut
berkaitan dengan kemampuan bahan
organik dalam memperbaiki sifat (tekstur
dan struktur) tanah dan biologi tanah
sehingga tercipta lingkungan yang lebih
baik bagi perakaran tanaman
(Pangaribuan et al., 2008). Sedangkan
pupuk bokashi, menurut Wididana et al.
(1996) dapat memperbaiki sifat fisika,
kimia, dan biologi tanah, meningkatkan
produksi tanaman dan menjaga kestabilan
produksi tanaman, serta menghasilkan
kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang
berwawasan lingkungan.
Hasil Uji BNJ dan tabulasi tanpa
perlakuan pupuk bokashi B0, memberikan
hasil terendah terhadap semua peubah
yang diamati. Hal tersebut disebabkan
karena media tanam yang tidak diberikan
pupuk bokashi kurang mampu
menyediakan udara yang cukup serta
ketersediaan unsur haranya rendah,
sehingga menyebabkan penurunan
produksi yang diakibatkan oleh akar
tanaman yang sulit berkembang pada
media karena media kurang gembur.
Menurut Hakim et al., (1986) tanah ultisol
memiliki kemasaman kurang dari 5,5.
Berdasarkan hasil riset ahli menunjukkan
bahwa pemberian bahan organik mampu
menambah unsur hara dan menghambat
penguapan lengas tanah serta mampu
menekan kemasaman tanah.
Menurut Subowo et al, (1990),
bahwa tanah Ultisol umumnya peka
terhadap erosi serta mempunyai pori aerasi
dan indeks stabilitas rendah sehingga tanah
mudah menjadi padat. Akibatnya
pertumbuhan akar tanaman terhambat
karena daya tembus akar ke dalam tanah
menjadi berkurang. Bahan organik selain
dapat meningkatkan kesuburan tanah juga
mempunyai peran penting dalam
memperbaiki sifat fisik tanah. Bahan
organik dapat meningkatkan agregasi tanah,
memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta
membuat struktur tanah menjadi lebih
remah dan mudah diolah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa pemberian
pupuk bokashi sebanyak 25 gram/polybag
setara dengan 5 ton/ha (B5) mampu
meningkatkan hasil pertumbuhan tanaman
sawi hijau yang terbaik pada tanah Ultisol.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti
menyarankan bahwa untuk budidaya
tanaman sawi hijau ditanah Ultisol
menggunakan pupuk bokashi dengan dosis
25 gram/ polybag atau setara dengan 5 ton/
ha.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
36
DAFTAR PUSTAKA
Arinong. 2005. Aplikasi berbagai pupuk
organik pada tanaman dilahan
kering. Jurnal Sains dan Teknologi.
Agustus 2005. Vol.5. No.2: 65-72.
Atikah. TA. 2013. Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Terung Ungu Varietas
Yumi F1 dengan Pemberian
Berbagai Bahan Organik dan Lama
Inkubasi pada Tanah Berpasir.
Anterior Jurnal. 12(2): 6-12
Eny Dyah Y. Ivan K dan Ira Y. 2007.
Pemberian Berbagai Konsentrasi
Algifert Sebagai Upaya Peningkatan
Hasil Tanaman Brokoli.
Fahrudin, F., 2009. Budidaya Caisim
(Brassica Juncea L.) Menggunakan
Ekstrak Teh dan Pupuk Kascing.
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Gao, M, Li J, and Zhang X. 2012.
Responses Opsoil Fauna Structure
and Leaf Litter Decompositin to
Effective Microorganism
Treathments in Dahinggan
Mountains, China. Chinese
Geographical Science, 22(6): 647-
658
Gaspersz. V. 1994. Metode Rancangan
Percobaan Untuk Ilmu-Ilmu
Pertanian, Ilmu-Ilmu Teknik dan
Biologi. Bandung: CV. Armico
Hakim, L. dan M. Sediyarsa. 1986.
Percobaan perbandingan beberapa
sumber pupuk fosfat alam di daerah
Lampung Utara. hlm. 179− 194.
Dalam U. Kurnia, J. Dai, N. Suharta,
I.P.G. Widjaya-Adhi, J. Sri
Adiningsih, S. Sukmana, J.
Prawirasumantri (Ed.). Prosiding
Pertemuan Teknis Penelitian Tanah,
Cipayung, 10−13 November 1981.
Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Haryanto, W., T. Suhartini dan E. Rahayu.
2006. Sawi dan Selada. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Hamzah, F. 2007. Pengaruh penggunaan
pupuk bokashi kotoran sapi terhadap
pertumbuhan jagung. Diakses pada
tanggal 20 Juli 2017.
Margiyanto, E. 2008. Budidaya Tanaman
Sawi.http://zuldesains.wordpress.co
m. ( Diakes pada tanggal 14 Januari
2017).
Muzayyanah. 2009. Pengaruh Pemberian
Pupuk Bokashi terhadap
pertumbuhan tanaman sawi. Jurnal.
Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi.Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim. Malang.
(Diakses pada tanggal 15 Januari
2017).
Pangaribuan, Darwin dan Pujisiswanto,
Hidayat. 2008. Pemanfaatan
Kompos Jerami untuk
Meningkatkan Produksi dan
kualitas Buah Tomat. Prosiding
Seminar Nasional Sains dan
Teknologi-II 2008 Universitas
Lampung. Lampung pada Tanggal
17-18 November 2008.
Purwani JT, Prihatini S, Komariah,
Kentjanasari A. 1997. Pemanfaatan
EM4 pada Dekomposisi Bahan
Organik di Lahan Sawah. Laporan
Penelitian Pusat Penelitian tanah
dan Agroklimat. Bogor.
Ruhukail, N.L. 2011. Pengaruh
penggunaan EM-4 yang
dikulturkan pada bokashi dan
pupuk anorganik terhadap produksi
tanaman kacang tanah (Archis
hypogaea L.) di Kampung
Wanggar Kabupaten Nabire. Jurnal
Agroforestri.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
37
Salam. A. 2008. Aplikasi Bokashi untuk
Tanaman Sawi. (Diakses pada
tanggal 20 Juni 2017).
Soplanit, M. C dan R. Soplanit. 2012.
Pengaruh Bokashi Ela Sagu pada
Berbagai Tingkat Kematangan dan
Pupuk SP 36 terhadap Serapan P
dan Pertumbuhan Jagung (Zea
mays L.) pada Tanah Ultisol. Jurnal
Agrologia. 1(1): 60-68.
Subowo, J. Subaga, dan M. Sudjadi. 1990.
Pengaruh bahan organik terhadap
pencucian hara tanah Ultisol
Rangkasbitung, Jawa Barat.
Pemberitaan Penelitian Tanah dan
Pupuk 9: 26−31
Suleman.D, Cindra, Nelson .P, dan Nurmi .
2013. Pertumbuhan Dan Produksi
Tanaman Sawi (Brassica juncea L.)
Dengan Pemberian Dosis Pupuk
Organik Kotoran Ayam. Jurnal.
Fakultas pertanian Universitas
Gorontalo.
Susilawati, R. 2000. Penggunaan Media
Kompos Fermentasi (Bokashi) dan
Pemberian Effective
Microorganism - 4 (EM-4) Pada
Tanah Podzolik Merah Kuning
Terhadap Pertumbuhan Semai
Acacia mangium Wild, sebuah
skripsi. Dalam IPB Repository.
Wididana, G.N, K. Riyalmu. dan T. Higa.
1996. Tanya Jawab Teknologi
Efektif Mikroorganisme
Departemen Kehutanan, Jakarta.
Wahyuaskari. 2005. Tanah Ultisol.
http://wahyuaskari.wordpre ss.com/
literatur/tanahultisol. ( Diakses
pada tanggal 14 Januari 2017).
Yulia, A.E., Murniati dan Fatimah. 2011.
Aplikasi pupuk organik pada
tanaman caisim untuk dua kali
penanaman. Jurnal Sagu.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
38
UJI ADAPTASI PERTUMBUHAN VEGETATIF BEBERAPA GENOTIPE
TANAMAN JAGUNG (Zea mays. L) PADA BERBAGAI
KONDISI TERNAUNGI
ADAPTATION TEST OF VEGETATIVE GROWTH OF SOME GENOTYPE OF
MAIZE (Zea mays. L) AT VARIOUS SHADED CONDITIONS
Iqbal Effendy1*) 1 Dosen Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas
Jl. Pembangunan Kompleks Perkantoran Pemkab Mura, Lubuklinggau,
Tlp / Fax 0733-451321
*) Penulis untuk korespondensi: Telp. 081373562110
email: [email protected]
ABSTRACT
The aims of this research was to evaluate aduptation ability of some maize varieties
planted in tidal wetland in the condition of low light intensity against vegetative growth.
The research was conducted at the Suka Tani Vallage, Tanjung Lago Subdistrict,
Banyuasin District, South Sumatera Province, Indonesia. Split plot Design was used in this
experiment by 22 varieties were tested as subplot and four levels of light intensity as main
plots, each of treatment repeated three times. Result showed that light intensity
significantly imfluence number of seed growing, number of leaves and heihgt of plant 45
days after planted. The most seed growing and number of leaves occured on C3
treatment (light intensity 360-400 µmol m-2
s-1
) and local variety Air Sugihan and B-41
variety. While light intensity 760-800 µmol m-2
s-1
,and variety B-26 give the highest of
plant height.
Key words : aduptation, maize and shading
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan adaptasi beberapa varietas jagung
yang ditanam di lahan rawa pasang surut dengan intensitas cahaya rendah pada fase
pertumbuhan vegetatif. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Tani Kecamatan Tanjung
Lago, Kabupaten Banyuasin, provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Rancangan Petak
Terpisah digunakan dalam penelitian ini dengan menguji 22 varietas jagung sebagai anak
petak dan 4 taraf intensitas cahaya sebagai petak utama, masing masing perlakuan diulang
tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang nyata terhadap
jumlah benih tumbuh, jumlah daun 45 hst dan tinggi tanaman 45 hst. Jumlah benih tumbuh
terbanyak terlihat pada perlakuan C3 (intensitas cahaya 360-400 µmol m-2
s-1
) dan varietas
lokal Air Sugihan. Jumlah daun terbanyak terlihat pada perlakuan C3 (intensitas cahaya
360-400 µmol m-2
s-1
) dan varietas B-41 dan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan C1
(intensitas cahaya760-800 µmol m-2
s-1
) dan vrietas B-26.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
39
Kata Kunci : adaptasi, jagung dan naungan
PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays L.) merupakan
salah satu tanaman pangan yang
digunakan sebagai makanan pokok kedua
setelah padi di Indonesia Yuwariah et al.
(2017). Sementara Suarni dan Yasin
(2011) memaparkan bahwa jagung
merupakan sumber protein yang penting
bagi masyarakat. Jagung mengandung
serat pangan yang dibutuhkan tubuh
seperti asam lemak esensial, isoflavon,
mineral (Ca, Mg, K, Na, P, Ca dan Fe),
antosianin, betakaroten, komposisi asam
amino esensial, dan lainnya.
Jagung merupakan salah satu
tanaman penghasil karbohidrat yang
terpenting di dunia. Selain padi, jagung
digunakan sebagai makanan pokok bagi
manusia, ternak, dan sebagai bahan baku
industri bir. Disamping tingginya
kandungan karbohidrat, jagung
mempunyai kandungan gizi yang lebih
lengkap dibanding tanaman serealia yang
lain, kandungan proteinnya lebih tinggi
dari padi dan kandungan lemaknya lebih
tinggi dari gandum, sorgum dan padi,
serta mengandung mineral yang cukup
baik (Yusuf et al., 2014)
Produksi jagung Indonesia dalam
lima tahun terakhir mengalami jumlah
produksi yang pasang surut. Pada tahun
2015, produksi jagung mencapai 19,6 juta
ton atau naik 0,66 juta ton (8,72%)
dibandingkan tahun 2014 dan merupakan
produksi tertinggi selama lima tahun
terakhir. Pencapaian tertinggi kedua
adalah pada tahun 2012 dengan produksi
sebesar 19 juta ton. Produksi jagung
terendah dialamai pada tahun 2011,
dimana untuk produksi jagung hanya
sebesar 17,2 juta ton
Menyempitnya areal budidaya
tanaman pangan pada sentra-sentra
produksi, menyebabkan beralihnya pola
intensifikasi ke ekstensifikasi lahan
tanaman pangan ke daerah marginal
seperti daerah pasang surut. Upaya
Pemerintah untuk mengembangan lahan
pasang surut sebagai penyangga produksi
pangan kembali terancam oleh fenomena
alih fungsi lahan pangan menjadi lahan
perkebunan sawit maupun karet. Menurut
Mentan (2012), alih fungsi lahan sawah
mencapai 100.000 hektar per tahun baik
oleh kegiatan perkebunan maupun non
perkebunan. Fenomena ini tentu saja
menjadi ancaman besar terhadap
ketahanan pangan nasional dan upaya
pemerintah dalam pencapaian
swasembada pangan. Untuk menekan
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
40
alih fungsi lahan pangan ke lahan non
pangan ini, perlu dikembangkan pola
tanam polikultur antara tanaman sawit
dengan tanaman jagung untuk memenuhi
keinginan petani untuk memiliki
perkebunan sawit dan sekaligus mampu
menghasil produk tanaman pangan.
Pengembangan pola tanam
polikultur sawit dengan tanaman jagung
terkendala oleh berbagai faktor teknis
diantaranya adalah rendahnya cahaya
matahari di bawah kenopi sawit, yang
berakibat pada rendahnya produktivitas
lahan. Rendahnya intensitas cahaya yang
diterima tanaman sela dibawah kenopi
dalam sistem budidaya campuran
menjadi penghambat produktivitas
tanaman karena cahaya yang diterima
tanaman rendah (Gardner et al., 1991 dan
Yuan et.al., 2012). Kondisi kekurangan
cahaya ini akan meghambat laju
metabolisma tanaman dan pada akhirnya
menghambat laju fotosintesis dan sintesis
karbohidrat (Chowdury et al.,1994;
Sopandie et al., 2003), Sementara itu
Faktor dominan penyebab rendahnya
produktivitas tanaman pangan menurut
Adiningsih et al. (1994) adalah (a)
Penerapan teknologi budidaya di
lapangan yang masih rendah, (b) Tingkat
kesuburan lahan yang terus menurun, dan
(c) Eksplorasi potensi genetik yang masih
belum optimal (Kush, 2002).
Salah satu upaya yang dapat
dikembangkan adalah dengan melakukan
penanaman berbasis pola tanam
polikultur. Sebagaimana dikemukakan
juga oleh Ananto et al. (1998), bahwa
hasil biologis dan ekonomis dari suatu
lahan sangat terkait dengan jenis dan
populasi tanaman yang ditanam dalam
satu kesatuan sistem budidaya atau pola
tanam.
Kendala lain adalah belum
tersedianya benih jagung yang mampu
beradaptasi dengan kondisi lahan pasang
surut dan kondisi cahaya intensitas
rendah. Kemampuan tanaman untuk
beradaptasi akan dimulai dari proses
pertumbuhan awal tanaman, yaitu proses
perkecambahan benih. daya tumbuh dan
vigoritas kecambah akan ditentukan oleh
kualitas benih dan kondisi lingkungan
yang spesifik. Seperti dikemukan oleh
Yusuf et al. (2014) bahwa
perkecambahan benih merupakan proses
bagi setiap tanaman untuk dapat
berkembang menjadi bibit tanaman
secara optimal yang akan menghasilkan
hasil biji yang lebih banyak.
Perkecambahan benih yang baik akan
ditentukan oleh ukuran besar kecilnya
benih. Tingginya persentase
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
41
perkecambahan dan cepatnya
pertumbuhan bibit sangat ditentukan oleh
ketersediaan cadangan makanan pada
benih untuk pertumbuhan dan
perkembangan bibit, dimana bibit yang
berasal dari benih yang berukuran lebih
besar akan tumbuh lebih baik dibanding
dengan benih berukuran kecil (Mckersie
dan Thomas, 1999). Keberhasilan
peningkatan produktivitas tanaman
jagung ini tidak saja ditentukan oleh
faktor lingkungan yang optimal, begitu
juga faktor genetis sangat menentukan,
hal ini sejalan dengan pendapat Cinta et
al. (2010) yang mengatakan perbaikan
sifat genetik merupakan pilihan yang
harus menjadi pertimbangan untuk
meningkatkan dan mempertahankan hasil
varietas yang ditanam pada daerah
kekurangan air.
Berdasarkan uraian diatas, maka
diperlukan penelitian yang bertujuan
untuk mendapatkan benih genotipe
jagung yang adaptif terhadap cahaya
rendah untuk dikembangkan di
gawangan kelapa sawit, dengan harapan
dapat memberikan sumbangan positif
dalam program pengembangan inovasi
teknologi budidaya polikultur tanaman
jagung dan tanaman kelapa sawit.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakasanakan di Desa
Suka Tani, kecamatan Tanjung Lago,
Kabupaten Banyuasin, dari bulan Juli
hingga Oktober 2014 dan dilanjutkan di
Laboratorium Fisiologi Tanaman Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : 22 genotipe
jagung, pupuk kotoran ayam, kapur
Dolomit, pupuk NPK Phonska, pupuk
Urea, insektisida, fungisida, paranet,
waring, kayu gelam, kawat, paku, kertas
lebel, kantong plastik dan kertas tulis.
Sedangkan Alat-alat yang digunakan: alat
pengukur intensitas cahaya (quantum
meter) model MQ-200, termometer, pH
meter, alat ukur kelembaban, mikroskop,
timbangan analitik, cangkul, klorofil
meter, meteran, leaf area meter, oven dan
alat-alat tulis.
Percobaan ini mengunakan
Rancangan Petak Terpisah (Split plot
design), dengan 4 faktor intensitas
cahaya sebagai petak utama, yang
disimulasikan dengan penggunaan
paranet dan waring, masing-masing
perlakuan diulang tiga kali sehingga
terdapat 92 unit plot percobaan untuk
masing-masing ulangan. Empat faktor
intensitas cahaya sebagai petak utama
terdiri atas : K =100 % cahaya (1900 -
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
42
2000 µmol m-2
s-1
) sebagai kontrol, C1 =
Simulasi dengan paranet (760-800 µmol
m-2
s-1
), C2 = Simulasi dengan waring
(1500-1600 µmol m-2
s-1
cahaya masuk),
C3 = Simulsi dengan Paranet + waring
(360-400 µmol m-2
s-1
) cahaya masuk).
Sedangkan anak petak adalah 22
genotipe jagung , yaitu :V1 = B-41, V2 =
L-164, V3 = S-201, V4 = Pioneer-4, V5
= Varietas Sukmaraga, V6 = Pioneer-27,
V7 = varietas Bisi-2, V8 = Nt – 105, V9
= varietas Lamuru, V10 = Air Sugihan,
V11 = Tg Lago, V12 = A-4, V13 = A-25,
V14 = A-37, V15 = B-2, V16 = B-5,
V17= B-26, V218 = B-38, V19 = C-3,
V20 = C-6, V21 = C-21 dan V22 = C-42.
Pengelolaan lahan dilakukan
secara mekanisasi, dibajak, digaru dan
dibuat petakan percobaan dengan ukuran
2 x 1,5 meter, Benih ditanam dengan
cara ditugal sebanyak 1 benih/lubang
tanam dengan menggunakan jarak tanam
75 cm x 25 cm, masing-masing petakan
berisi 18 tanaman. Kegiatan
pemeliharaan tanaman meliputi:
pemberian kapur Dolomit dengan takaran
2 ton per hektar, pupuk kandang (kotoran
ayam) 2,5 ton per hektar, pupuk NPK
Phonska Gresik 300 kg per hektar dan
pupuk Urea 200 kg per hektar. Pemberian
pupuk pertama diberikan sebanyak 100
kg NPK Phonska ditambah 50 kg Urea
per hektar atau 45 gram campuran NPK
Phonska dan Urea per petak percobaan (2
x 1.5 m) yang diberikan pada umur
tanaman 10 HST. Pemupukan kedua
pada saat tanaman berumur 35 HST
berupa campuran pupuk NPK Phonska
200 kg per ha ditambah 100 kg Urea per
ha atau 90 gram campuran NPK Phonska
dan Urea per petak percobaan.
Pemupukan ke tiga diberikan pada saat
tanaman berumur 50 HST berupa pupuk
Urea sebanyak 50 kg per hektar atau 15
gram urea per petak. Pupuk tersebut
diberikan secara larikan berjarak 5 – 10
cm disisi barisan tanaman.
Pengamatan pada masa
pertumbuhan vegetatif tanaman
dilakukan terhadap 3 tanaman contoh
dari setiap petak percobaan. Karakter
yang diamati meliputi jumlah
benih yang tumbuh (batang), tinggi
tanaman (cm), jumlah daun (helai).
Analisis data dilakukan secara manual
untuk melihat pengaruh perlakuan
dengan membandingkan F hitung
terhadap F tabel pada taraf 5 %.
Perlakuan yang berpengaruh yang nyata
dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur
(BNJ) pada taraf kepercayaan 5%.
(Gomes and Gomes, 1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
43
Hasil
Hasil analisis keragaman pada
Tabel 1, menunjukkan bahwa intensitas
cahaya dan varietas berpengaruh nyata
terhadap peubah jumlah benih yang
tumbuh, tinggi tanaman dan jumlah daun
tanaman. Sementara Interaksi intensistas
cahaya dengan varietas mnunjukkan
perbedaan yang tidak nyata untuk semua
peubah yang diamati.
Tabel 1. Hasil analisis ragam pengaruh intensitas cahaya dan varietas tanaman jagung
terhadap peubah yang diamati
Peubah Perlakuan Koefisien
keragaman
(%) Intensitas
cahaya
Genotipe Interaksi
Jumlah benih tumbuh 16,39 * 5,51* 0,59tn 27,85
Tinggi tanaman (45
HST)
2,91* 2,02* 1,25tn 12,47
Jumlah daun (45
HST)
4,30* 2,77* 1,06tn 13,87
F-tabel 2,69 1,58 1,35
Keterangan : * = berbeda nyata, tn = berbeda tidak nyata
Hasil analisis BNT pada Tabel 2,
menunjukkan adanya perbedaan yang
nyata terhadap jumlah benih jagung yang
tumbuh, jumlah daun 45 hst dan tinggi
tanaman jagung 45 hst. Jumlah benih
tumbuh terbanyak terlihat pada perlakuan
simulasi paranet dan waring dengan
intensitas cahaya masuk sebesar 360-400
µmol m-2
s-1
dan yang terendah pada
perlakuan kontrol (tanpa naungan) dengan
intensitas cahaya 1900-2000 µmolm-2
s-1
.
Jumlah daun terbanyak terlihat pada
perlakuan silmulasi paranet + waring
dengan intensitas cahaya masuk (360-400
µmol m-2
s-1
) dan tinggi tanaman jagung
tertinggi pada perlakuan simulasi paranet
dengan intensitas cahaya masuk sebesar
760-800 µmol m-2
s-1.
Tabel 2. Pengaruh intensitas cahaya terhadap peubah yang diamati
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
44
Intensitas cahaya Jumlah benih
tumbuh
Jumlah daun (45
HST)
Tinggi tanaman (45 HST)
Paranet C1 13,82 b 9,49 a 160,87 b
Waring C2 14,06 b 9,84 ab 159,33 b
Waranet C3 14,09 b 10,01 b 155,51 ab
Kontrol K 10,45 a 9,49 a 148,63 a
BNT 0,05= 1,24 0,42 7,51
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti
berbeda tidak nyata
Pengaruh berbagai genotipe
tanaman jagung yang diuji pada kondisi
intensitas cahaya rendah terhadap jumlah
benih tumbuh, jumlah daun dan tinggi
tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 3.
Jumlah benih yang paling banyak tumbuh
adalah dari varitas lokal Air Sugihan
dengan angka rata-rata 16,42, jumlah daun
terbanyak pada varietas B- 41 dan tinggi
tanaman tertinggi pada varietas B-26
masing-masing 10,74 helai daun dengan
tinggi 175,15 cm.. Rata-rata diameter
Tabel 3. Pengaruh varietas/ tanaman jagung terhadap peubah yang diamati
Varietas/galur Jumlah benih
tumbuh
Jumlah daun
(45 HST)
Tinggi tanaman (45 HST)
V1 = B-41 15,08 bc 10,74 b 167,41 b
V2 = L-164 15,33 c 9,07 a 155,14 a
V3 = S-201 13,75 bc 10,11 b 167,56 b
V4 = Pioneer-4 13,08 b 9,59 a 148,15 a
V5 = Sukmaraga 14,00 bc 10,46 b 163,55 b
V6 = Pioneer-27 11,58 bc 9,57 a 138,51 a
V7 = Bisi-2 9,42 a 9,51 a 140,21 a
V8 = Nt-105 12,67 ab 9,27 a 139,66 a
V9 = Lamuru 13,64 bc 9,54 a 145,62 a
V10 = Sugihan 16,42 c 10,25 a 160,37 b
V11 = Tg. Lago 13,83 bc 9,69 b 158,69 b
V12 = A-4 13,25 b 9,62 a 161,82 b
V13 = A-25 13,25 b 9,79 b 159,02 b
V14 = A-37 14,00 bc 9,10 a 155,69 a
V15 = B-2 14,83 bc 9,46 a 162,65 b
V16 = B-5 13,58 bc 10,08 b 168,91 b
V17 = B-26 13,33 b 10,26 b 175,15 b
V18 = B-38 13,42 b 9,76 a 151,73 a
V19 = C-1 11,91 ab 9,58 a 160,41 b
V20 = C-6 12,33 ab 8,83 a 149,39 a
V21 = C-21 14,17 bc 10,34 b 161,08 b
V22 = C-42 13,92 bc 9,10 a 153,43 a
BNT=0,05 2,99 0,99 19,49 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
berarti berbeda tidak nyata (menggunakan BNT 0,05)
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
45
Hasil analisis BNT pada Tabel 2,
menunjukkan bahwa intensitas cahaya
dan varietas memberikan pengaruh yang
nyata terhadap jumlah benih yang
tumbuh. Jumlah benih tumbuh terbanyak
terlihat pada perlakuan simulasi paranet
+ waring dengan intensitas cahaya
masuk paling rendah diantara perlakuan
intensitas cahaya lainnya yaitu 360-400
µmol m-2
s-1
dan jumlah benih tumbuh
terkecil pada perlakuan kontrol atau tanpa
naungan. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi intensitas cahaya yang rendah
menyebabkan kondisi suhu dan
kelembaban permukaan tanah optimal
untuk terjadinya proses perkecambahan
dimana benih jagung akan berkecambah
jika kadar air benih pada saat di dalam
tanah meningkat >30%.
Soltani et al. (2002) mencatat
bahwa ukuran biji yang lebih besar
mempunyai persentase kecambah yang
lebih tinggi dengan waktu yang lebih
singkat. Biji yang besar mempunyai
keuntungan yang berkaitan dengan
ukuran embryo dan kapasitas energi
tersedia yang lebih besar.
Proses perkecambahan benih
jagung, mula-mula benih menyerap air
melalui proses imbibisi dan benih
membengkak yang diikuti oleh kenaikan
aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi
(McWilliams et al., 1999). Dari 22
genotipe jagung yang diuji terlihat benih
terbanyak tumbuh terdapat pada varietas
lokal Air Sugihan (V12), benih ini
berasal kebun rakyat di daerah pasang
surut Air Sugihan yang masih
mempunyai viabilitas yang tinggi dan
cocok dengan kondisi lokasi penelitian
yang juga merupakan daerah pasang surut,
sehingga dapat tumbuh dan berkecambah
dengan baik. Hasil analisis BNT pada
Tabel 2, intensitas cahaya yang masuk
dengan simulasi paranet + waring
memberikan jumlah daun terbanyak
sementara tinggi tanaman tertinggi
terlihat pada perlakuan simulasi paranet.
Masing-masing 10,41 helai dan 160,87
cm pada umur 45 hst. Keadaan ini
menunjukkan intensitas cahaya
memberikan perbedaan pengaruhnya
terhadap perlakuan tanpa naungan
(intensitas cahaya penuh 1900-2000 µmol
m-2
s-1
). Pada kondisi ternaungi atau pada
kondisi intensitas cahaya yang rendah,
tanaman akan berupaya meningkatkan
laju fotosintesisnya sebagai upaya
adaptasinya dengan melakukan
perubahan morphologi tanaman seperti
meningkatkan tinggi tanaman (etiolasi),
memaju pertumbuhan keatas (hiponasti),
menambah luas daun dan jumlah daun.
Hal ini sejalan dengan berbagai hasil
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
46
penelitian yang berkaitan dengan
rendahnya intensitas cahaya, diantaranya
seperti pendapat Duan et al. (2013) dan
Franklin, (2008) yang mengatakan
tanaman yang tumbuh pada lingkungan
dengan intensitas radiasi yang rendah
akan menghasilkan pemanjangan ruas
dan menyebabkan etiolasi semakin
dominan. Mekanisme ini dipicu oleh
perubahan keseimbangan cahaya merah
dengan cahaya merah jauh. Hal ini sesuai
dengan pernyataan de Wit et al. (2012)
sebagai respon mengatasi pengaruh
cahaya yang dipicu oleh rendahnya ratio
cahaya merah : cahaya merah jauh (R:FR
ratio), ini akan terlihat pada peningkatan
etiolasi dan hiponesti untuk mengabsopsi
cahaya seefisien mungkin. Banyaknya
jumlah daun pada kondisi intensitas
cahaya terendah menunjukkan bahwa
kemungkinan tanaman jagung melakukan
adaptasi melalui mekanisme
penghindaran yaitu memperluas area
penangkapan cahaya dengan manambah
jumlah daun (Levitt, 1980).
Pengaruh varietas terhadap
peubah jumlah benih tumbuh, jumlah
daun dan tinggi tanaman pada Tabel 3,
menunjukkan dari 22 genotipe yang diuji
terlihat benih terbanyak tumbuh terdapat
pada varietas lokal Air Sugihan (V12)
yaitu 16,42 , benih ini berasal kebun
rakyat di daerah pasang surut Air
Sugihan yang masih mempunyai
viabilitas yang tinggi dan cocok dengan
kondisi lokasi penelitian yang juga
merupakan daerah pasang surut, sehingga
dapat tumbuh dan berkecambah dengan
baik. Variatas V1 (B-41) memberikan
jumlah daun terbanyak yaitu 10,74 helai
dan tinggi tanaman terlihat pada varietas
V19 (B-26) yaitu 175,15 cm pada umur
tanaman 45 hst. Jumlah daun terbanyak
pada varietas B-41 dan tinggi tanaman
tertinggi pada B-26, diduga merupakan
sifat bawaan dari genotipe dengan vigor
yang cocok dengan kondisi marginal
lahan pasang surut yang miskin hara, hal
ini sesuai dengan pendapat Yopie (2012)
yang mengatakan galur atau varietas ini
cocok untuk dikembangkan pada lahan
miskin hara. Selanjutnya Tekrony dan
Egli (1991) menyatakan bahwa
pertumbuhan kecambah yang lambat dan
pertumbuhan tanaman yang beragam
merupakan indikasi rendahnya mutu
benih. Faktor yang berpengaruh terhadap
vigor benih antara lain genetik, nutrisi
tanaman induk, kondisi lingkungan
tumbuh cuaca, waktu, cara panen,
pengeringan, prosesing, perlakuan benih,
dan penyimpanan (Hallion 1986;
Adetunji 1991 dan Castillo et al., 1994).
.
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
47
SIMPULAN
Untuk sementara dapat
disimpulkan, hingga fase pertumbuhan
vegetatif (sampai fase tasseling umur 45
hst), tanaman jagung yang terlihat mampu
beradaptasi pada kondisi cahaya rendah
360-400 µmol m-2
s-1
adalah varietas B-41,
B-26 dan varietas lokal Air Sugihan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman dan E.E.Ananto. 2000.
Konsep Pengembangan Pertanian
Berkelanjutan di Lahan Rawa untuk
mendukung ketahanan Pangan dan
Pengembangan Agribisnis. Seminar
Nasional Penelitian dan
Pengembangan Pertanian di Lahan
Rawa. Bogor, 25 – 27 Juli 2000.23
hlm
Adetunji, L.A. 1991. Effect of harvest date
on seed quality and viability of
sunflower in semi-and tropics. Seed
Science and Technology 19: 571-580.
Castillo, A.G., J.G. Hampton, and P.
Coolbear. 1994. Effect of sowing
date and harvest timing on seed
vigour in garden pea Pisum sativum
L.). New Zealand Journal of Crop
and Horticultural Science 22:91-95.
Chowdury PK, Thangaraj M, and
Jayapragasam. 1994. Biochemical
Changes in Low Irradiance Tolerant
and Succeptible Rice Cultivars. Biol.
Plantarum. 36(2): 237-242.
Cinta R M, R A Malvar, L Campo, A
Alvarez, G J Moreno, A Ordás, P
Revilla (2010) Climatic and
genotypic effects for grain yield in
maize under stress conditions. Crop
Science 50: 51-58.
Cruz P. 1997. Effect of Shade on the
Growth and Mineral Nutrition of C4
Perennial Grass Under Field
Conditions. Plant and Soil 188:227-
237
Castillo, A.G., J.G. Hampton, and P.
Coolbear. 1994. Effect of sowing
date and harvest timing on seed
vigour in garden pea (Pisum sativum
L.). New Zealand Journal of Crop
and Horticultural Science 22:91-95.
De Wit, M., Kegge, W., Evers, J. B.,
Vergeer-van Eijk, M. H., Gankema,
P., Voesenek, L. A. C. J., & Pierik, R.
(2012). Plant neighbor detection
through touching leaf tips precedes
phytochrome signals. Proceedings of
the National Academy of Sciences,
109(36), 14705–14710.
Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan
Hortikultura. 1996. Kebijakan
pengembangan tanaman benih
langsung padi sawah. Makalah
Seminar Nasional
Duan, R., Huang, M., Wang, Z., Zhang, Z.,
& Fan, W. (2013). Effects of shading
stress and light recovery on the
photosynthesis characteristic and
chlorophyll fluorescence
characteristic of Fragaria ananassa
Duch. cv. Toyonoka. Advance
Journal of Food Science and
Technology, 5(6), 787–792.
Franklin, K. A. (2008). Shade avoidance.
New Phytologist, 179(4), 930–944.
Gardner FP, Pearce RB, and Mitchell RL.
1991. Physiology of Crop Plants.
Diterjemahkan oleh H.Susilo. Jakarta.
Universitas Indonesia Press.
Gomez KA, Gomez A.A. 1995. Prosedur
Statistik untuk Penelitian Pertanian.
Edisi Kedua. (Diterjemahkan oleh
Endang Sjamsuddin dan Yustika S
Prospek Agroteknologi, Volume 7, No.1 Juli 2018
48
Baharsjah). Jakarta. Universitas
Indonesia Press.
Hallion, J.M. 1986. Microorganisms and
seed deterioration. In Physiology of
seed deterioration . (eds. M.B.
McDonald Jr. And C.J. Nelson), pp.
89-99, CS SA Special Publication,
No. 11. Crop Science Society of
America, Madison, WI, USA.
Levitt. J. 1980. Response of Plants to
Environmental Stresses. 2nd Edition.
Academic Press. A subsidiary of
Harcourt brace Jovanovich,
Publisher. New York.
Mckersie, B, O dan D.T. Thomas. 1999.
Effect of seed size on germinating
seedling vigour electrolyte leakage
and establishment in wheat in
Canadian. Journal of
Plant Science (61) : 337-343.
Mc Williams, D.A., D.R. Berglund, and
G.J. Endres. 1999. Corn growth and
management quick
guide.www.ag.ndsu.edu.
Mohr, H. Schopfer P. 1995. Plant
Physiology. Translated by Gudrun
and D.W. Lawlor. Springer.
Pérez, C. F. J, T L Córdova, V. A.
Santacruz, G. F. Castillo, S E
Cárdenas, A. A Delgado. (2007)
Relación entre vigor inicial,
rendimiento y sus componentes en
poblaciones de maíz chalqueño.
Agricultura Técnica en México 33
(1):
5-16.
Soltani A, E Zeinali, S Galeshi, N Latifi
(2002) Germination, seed reserve
utilization
and seedling growth of chickpea as
affected by salinity and seed size.
Seed Science and Technology 30:
51-60.
Suarni, and M. Yasin. 2011. Jagung
sebagai sumber pangan fungsional.
Iptek Tanam. Pangan 6 (1) : 41–56.
Taiz L and Zeiger E. 1991. Plant
Physiology. Tokyo. The
Benyamin/Cumming Publishing
Company Inc. p: 219-247.
Tekrony, D. M. And D. B. Egli. 1991.
Relationship of seed vigor to crop
yield : A. Review . Crop Science
31 : 816-822.
Yopie, M, M. Umar Harun, Munandar,
Renih Hayati dan Nuni Gofar. 2012.
Pemanfaatan Berbagai Jenis Pupuk
Hayati pada Budidaya Tanaman
Jagung(Zea mays. L) Efisien Hara di
Lahan Kering Marginal. Jurnal
Lahan Suboptimal. ISSN 2252-
6188 Vol. 1, No.1: 31-39
Yuan, L, J., Tang, X. Wang, and C., Li.
2012. QTL Analysis of Shading
Sensitive Related Traits in Maize
under Two Shading Treatments.
PLoS ONE
7(6):e38696.doi:10.1371/journal.pon
e.0038696
Yusuf, C. S., N. Makate and R. Jacob.
2014. Effect of seed size on
germination and early growth of
maize (Zea maiys). International
Journal of Scientific and Reseaech
Publications. (4) 10 : 1- 3. ISSN
2250-3153. www.ijsrp.org
Yuwariah, Y, D. Ruswandi A.W. Irwan.
2017. Pengaruh pola tanam
tumpangsari jagung dan kedelai
terhadap pertumbuhan dan hasil
jagung hibrida dan evaluasi
tumpangsari di Arjasari Kabupaten
Bandung. Jurnal Kultivasi (16) 3 :
514-521
PROSPEK AGROTEKNOLOGI Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi
Volume 7 No 1 Juli 2018 ISSN 2303-0291
Daftar Isi
Pengaruh Konsentrasi Pupuk Pelengkap Cair Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi
Tomat Ranti (Lycorpercium Pimpinelifolium)
Marlina, Efriandi…………………. ............................................................................. 1 – 8
Aplikasi Bio Urine dan Pupuk Nitrogen pada Tanaman Jagung Manis
(Zea mays sacharata) di Lahan Rawa
Samsul Bahri, John Bimasri .. ………........................................................................... 9 – 18
Keanekaragaman Arthropoda Di Ekosistem Tanaman Padi Ratun Yang Diaplikasikan
Bioinsektisida Beauveria Bassiana
Sumini, Siti Herlinda, Chandra Irsan.........................................................................................19 – 28
Respon Pemberian Pupuk Bokashi Pada Tanah Ultisol Terhadap Produksi Tanaman
Sawi Hijau (Brassica Juncea L) Di Dalam Polybag
Novianto, John Bimasri, Verro Afrius Pratama…............................................... 29 – 37
Uji Adaptasi Pertumbuhan Vegetatif Beberapa Genotipe Tanaman Jagung
(Zea Mays. L) Pada Berbagai Kondisi Ternaungi
Iqbal Effendy…………………………………………............................. ..................38 – 48
Respon Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea Brasilliensis Muell. Arg) Asal
Stum Mata Tidur pada Pemberian Mikoriza
Asmawati, Neni Marlina, Nurbaiti.......................................................................... 49 – 58
Pengaruh Takaran Pupuk Organik Hayati Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Sawi (Brassica Juncea L) Di Polibag
Ida Aryani, Musbik………....................................................................…............ 59 – 69
Pengaruh Jenis Dan Takaran Pupuk Organik Hayati Terhadap Pertumbuhan Dan
Hasil Tanaman Seledri (Apium Graveolens L.)
Rastuti Kalasari…………………………………………......................................... 70– 80
PROSPEK AGROTEKNOLOGI ISSN: 2303-0291
PELINDUNG
Rektor Universitas Palembang
PENANGGUNG JAWAB
Dekan Fakultas Pertanian
WAKIL PENANGGUNG JAWAB
Pembantu Dekan I
Pembantu Dekan II
Pembantu Dekan II
MITRA BESTARI
Prof. Dr. Ir. Supli E. Rahim, M.Sc
Prof. Dr. Ir. Nurhayati Damiri, M.Si. (Unsri)
Dr. Dewi Meidalima, SP., MP. (Stiper Sriwigama Palembang)
DEWAN REDAKSI
Ir. Burlian Hasani, MP. Ir. Joni Philep Rompas, MP.
Ir. Yani Purwanti, M.Si. Ir. Fitri Yetty Zairani, MP
Ir. Dali, MP. Ida Aryani, SP., M.Si
PEMIMPIN REDAKSI
Dr. Ir. Asmawati, M.Si
SEKRETARIS REDAKSI
Rastuti Kalasari, SP., M.Si.
DEWAN PENYUNTING
Ir. Akhmad Junaedy, MS. Ir. Gamal Abdul Nasser, M.Si.
Ir. Laili Nisfuriah, M.Si. Ir. Haris Kriswantoro, M.Si.
STAF REDAKSI
Musbik, SP, Deni Yulianto, SP.MSi
PENERBIT
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
ALAMAT REDAKSI:
Fakultas Pertanian Universitas Palembang
Jl. Dharmapala No.1.A Bukit Besar Palembang
Phone: (0711)440300; Fax.: (0711)440300
E-mail: [email protected] website: www.unpal.ac.id
KATA PENGANTAR
Jurnal Ilmiah merupakan dokumen Publikasi hasil penelitian dan pengabdian yang
pada dasarnya merupakan wahana untuk mensosialisasikan hasil-hasil penelitian maupun
hasil kajian ilmiah yang pernah dilaksanakan oleh peneliti di perguruan tinggi, terutama di
Universitas Palembang dan juga perguruan tinggi lainnya. Publikasi menjadikan sarana untuk
merekomendasikan suatu temuan atas hasil suatu penelitian dan pengkajian kepada yang
memerlukannya. Temuan tersebut selanjutnya dapat dipakai sebagai rujukan dan pembanding
terhadap persoalan-persoalan ilmiah yang akan diteliti.
Salah satu media yang dapat digunakan untuk mensosialisasikan hasil-hasil penelitian
dimaksud, Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Universitas Palembang berusaha
mengakomodir hasil-hasil penelitian/pengabdian tersebut melalui Jurnal Ilmiah Prospek
Agroteknologi ini. Adapun Jurnal Ilmiah pada Volume 7 Nomor 1 Bulan Juli 2018 ini
menyajikan delapan (8) artikel publikasi ilmiah atas hasil penelitian yang dilakukan oleh
dosen peneliti Fakultas Pertanian Universitas Palembang, Universitas Muhammadyah
Palembang, Universitas Musirawas (Unmura) dan Peneliti dari Balitbangnovda Provinsi
Sumatera Selatan.
Akhirnya, redaksi mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, terutama para
penulis yang telah mengirimkan artikelnya ke dewan redaksi, Redaksi juga tetap mengundang
para peneliti dari Universitas Palembang dan Perguruan Tinggi lain untuk dapat mengirimkan
hasil penelitiannya pada edisi-edisi jurnal yang berikutnya.
Palembang, Juli 2018
Redaksi
PANDUAN PENULISAN NASKAH JURNAL
1. Artikel dapat diangkat dari hasil penelitian, pengabdian masyarakat atau kajian analitis di
bidang Pertanian yang terkait dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris minimal 7 dan maksimal 15 halaman
dalam ukuran kertas Kwarto (21,6 cm x 28 cm) dengan 1,5 spasi, abstrak diketik 1 spasi,
margin kiri 2,5 cm, margin kanan 2,5 cm, atas 3 cm dan bawah 2,5 cm. Menggunakan
Times New Roman font 12.
3. Artikel diketik dengan computer program Ms.Word. Penulis dimohon mengirimkan satu
print out “Hard Copy” dan satu compact disk/CDR (1,44 MB) yang berisi artikel.
4. Artikel dilengkapi abstrak (maksimum 250 kata) dan kata-kata kunci. Biodata singkat
penulis dan identitas penelitian dicantumkan sebagai catatan kaki pada halaman pertama
artikel.
5. Penulisan Daftar Rujukan mengikuti urutan (a) nama akhir, nama depan, nama tengah, (b)
tahun penerbitan, (c) judul buku (huruf miring), (d) kota penerbitan, dan (e) nama penerbit
(bila buku) atau judul artikel, judul jurnal, beserta volume, nomor edisi, dan halaman (bila
artikel). Contoh :
Syarief., S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan. Bina Aksara, Jakarta
Winarso, .S. 2005. Kesuburan Tanah, Dasar .Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gaya
Media. Yogyakarta
Tola, Faisal Hamzah, Dahlan, dan Kaharuddin. 2007. Pengaruh Penggnaan Dosis
Pupuk Bokashi Kotoran Sapi terhadap pertumbuhan dan produksi Tanaman
Jagung. Jurnal Agrisistem, 3( 1): 1-8.
6. Sistem Penulisan Artikel hasil penelitian memuat :
Judul
Nama Penulis dilengkapi dengan email dan alamat penulis.
Abstrak (beserta Kata-kata Kunci)
Pendahuluan (memuat latar belakang masalah, dan sedikit tinjauan pustaka, serta
masalah/tujuan penelitian)
Metode Penelitian
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka (berisi pustaka yang betul-betul dirujuk dalam naskah)
Lampiran (bila ada)
7. Sistem Penulisan Artikel yang berupa pengkajian dari penelitian atau pengabdian
masyarakat atau kajian di bidang Pertanian dapat disesuaikan dengan sistem penulisan
pada poin 6 dengan variasi penambahan bahasan yang tetap efektif, ringkas dan jelas.
8. Artikel dikirim ke Redaksi paling lambat 1,5 bulan sebelum bulan penerbitan.
9. Isi naskah publikasi di luar tanggung jawab penerbit.