pengaruh komunikasi, sumber daya, disposisi dan …digilib.unila.ac.id/57174/3/tesis tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENGARUH KOMUNIKASI, SUMBER DAYA, DISPOSISI DAN
STRUKTUR BIROKRASI TERHADAP PARTISIPASI KB MEDIS
OPERASI PRIA DI KOTA BANDAR LAMPUNG
(Studi Pada Model Implementasi Kebijakan George Edward III)
(Tesis)
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Oleh
RAHMA DIANI SORMIN
ABSTRAK
PENGARUH KOMUNIKASI, SUMBER DAYA, DISPOSISI DAN
STRUKTUR BIROKRASI TERHADAP PARTISIPASI KB MEDIS
OPERASI PRIA DI KOTA BANDAR LAMPUNG
(Studi Pada Model Implementasi Kebijakan George Edward III)
Oleh:
Rahma Diani Sormin
Program KB di Kota Bandar Lampung hingga saat ini masih terkesan bias
gander, hal ini dibuktikan dari pencapaian akseptor KB yang masih di mayoritasi
oleh kalangan wanita dibandingkan pria. KB MOP merupakan KB pria yang
pencapaian akseptornya paling rendah dan mengalami penurunan dalam lima
tahun bekangan ini. Permasalahan KB MOP yang terjadi di lapangan tidak
terlepas dari cara pengimplementasian. Menurut Edward III ada empat variabel
yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan implementasi yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Empat variabel
menurut Edward III ini digunakan peneliti sebagai variabel independen. Tujuan
dari penelitian ini adalah ingin melihat besaran pengaruh yang diperoleh dari
setiap variabel independen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode asosiatif dengan pendekatan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel komunikasi memperoleh besaran
pengaruh sebesar 4,4% dan variabel disposisi memperoleh besaran 4,3%, kedua
variabel ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi KB
MOP di Kota Bandar Lampung. Sedangkan variabel sumber daya memperoleh
besaran pengaruh sebesar 21,1% dan variabel struktur birokrasi besaran 25,6%,
kedua variabel ini telah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi
KB MOP di Kota Bandar Lampung. Jika di uji secara simultan ternyata keempat
variabel tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap partisipasi KB MOP di
Kota Bandar Lampung dan besaran pengaruh yang di peroleh sebesar 25,1% dan
74,9% dipengaruhi faktor lain. Meskipun demikian, perlu dilakukan pembenahan
pada tiap variabel dalam pelaksanaan KB MOP yaitu variabel komunikasi harus
lebih ditingkatkan dengan cara menggunakan alat bantu berupa audio visual
(video) dan memperbaiki dalam penggunaan bahasa pada saat sosialisasi,
kemudian pada variabel disposisi harus ditingkatkan pengetahuan PLKB tentang
KB MOP, memperbaiki perekrutaan PLKB serta memperbaiki pemberina insentif.
Selanjutnya pada variabel sumber daya dan struktur birokrasi dalam pelaksanaan
KB MOP di Kota Bandar Lampung harus tetap dipertahankan.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Program Keluarga Berencana, KB
Medis Operasi Pria.
ABSTRACT
THE EFFECT OF COMMUNICATION, RESOURCES, DISPOSITION
AND BUREAUCRACY STRUCTURE ON MEDICAL PARTICIPATION
OF MEN OPERATIONS IN CITY OF BANDAR LAMPUNG
(Study on George Edward III's Policy Implementation Model)
By:
Rahma Diani Sormin
The KB program in Bandar Lampung City still seems to be biased by gander, this
is evidenced by the achievement of family planning acceptors who are still being
majority among women compared to men. KB MOP is the male birth control that
attains the lowest acceptor and decreases in these five years. Problems with MOP
family planning that occur in the field are inseparable from how they are
implemented. According to Edward III, there are four variables that can be used to
assess the success of implementation, namely communication, resources,
disposition and bureaucratic structure. Four variables according to Edward III are
used by researchers as independent variables. The purpose of this study is to see
the magnitude of the influence obtained from each independent variable. The
method used in this study is an associative method with a quantitative approach.
The results showed that the communication variable obtained a magnitude of
influence of 4.4% and the disposition variable obtained a magnitude of 4.3%,
these two variables did not have a significant effect on KB MOP participation in
Bandar Lampung City. While the resource variable has a magnitude of influence
of 21.1% and a bureaucratic structure variable of 25.6%, these two variables have
a significant influence on KB MOP participation in Bandar Lampung City. If it is
tested simultaneously, it turns out that the four variables have a significant
influence on KB MOP participation in Bandar Lampung City and the magnitude
of the influence obtained is 25.1% and 74.9% influenced by other factors. Even
so, it is necessary to reform each variable in the implementation of KB MOP, that
is, the communication variable must be improved by using audio visual (video)
tools and improving language usage during socialization, then the PLKB
knowledge about KB MOP must be increased. , improve the PLKB recruitment as
well as improve incentive promoters. Furthermore, in the resource variable and
bureaucratic structure in implementing KB MOP in Bandar Lampung City mustbe
maintained.
Keywords: Policy Implementation, Family Planning Program, KB Male
Medical Operation.
PENGARUH KOMUNIKASI, SUMBER DAYA, DISPOSISI DAN
STRUKTUR BIROKRASI TERHADAP PARTISIPASI KB MEDIS
OPERASI PRIA DI KOTA BANDAR LAMPUNG
(Studi Pada Model Implementasi Kebijakan George Edward III)
Oleh
RAHMA DIANI SORMIN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
Pada
Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Rahma Diani Sormin, lahir di
Gedung Ram, pada tanggal 26 Oktober 1995. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Jasinaungan Sormin dan Ibu Masnin Harahap.
Pendidikan yang ditempuh oleh penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak (TK) di
TK Dharma Wanita Gedung Ram pada tahun 2000-2001. Kemudian penulis
melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 01 Gedung Ram
pada tahun 2001-2007. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) penulis
tempuh di MTS Negeri 01 Simpang Pematang pada tahun 2007-2010. Setelah itu,
penulis meneruskan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN 1
(Model) Bandar Lampung pada tahun 2010-2013.
Tahun 2013 penulis menempuh pendidikan S1 di Universitas Lampung Jurusan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Jurusan Ilmu Administrasi Negara.
Dan pada Tahun 2017 penulis lulus sebagai Sarjana Ilmu Administrasi Negara
(S.A.N) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung serta pada
tahun yang sama penulis langsung melanjutkan pendidikan Magister dengan
jurusan Ilmu Administarsi di Universitas dan Fakultas yang serupa.
MOTTO
“Barang siapa bertakwa kepada Alloh niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberikannya rezki dari arah yang tiada di sangka-sangka. Dan barang siapa yang
bertawakal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupi keperluannya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan yang
dikehendakiNya. Sesungguhnya Alloh telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.
(QS. Ath-Thalaq: 2-3)
“Tiada kesusahan yang kekal, tiada kegembiraan yang
abadi, tiada kefakiran yang lama dan tiada kemakmuran yang lestari”
“Bila kau tak tahan lelahnya belajar, maka kau harus tahan
menanggung perihnya kebodohan”. (Imam Syafie)
“Terkadang Yang Maha Kuasa menciptakan situasi sulit agar kita dapat menyadari keberadaanNya, kembali padaNya, menyadari kesalahan kita dan menjadi orang yang ikhlas”.
(Mufti Ismail)
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan
kesempatan sehingga dapat kuselesaikan sebuah karya ilmiah ini
dan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang selalu
kita harapkan Syafaatnya di hari akhir kelak.
Aku persembahkan karya ini kepada:
Kedua orang tuaku:
Ayahanda Jasinaungan Sormin dan Ibunda Masnin Harahap
yang selalu mencintai, menyayangi, mengasihi serta
mendoakanku dengan tulus dan sebagai penyemangat dalam
hidupku sehingga aku bisa menyelesaikan studi masterku dengan
tepat waktu.
Serta adikku tersayang Deliana Sari Sormin yang senantiasa
memberikan dukungan kepadaku sehingga tesis ini dapat
terselesaikan.
Untuk keluarga besarku, sahabat-sahabatku dan juga teman-
teman seperjuangan yang selalu memberikan dukungan dan
motivasi serta menemaniku dalam suka maupun duka dalam
mencapai keberhasilanku.
Almamaterku tercinta
UNIVERSITAS LAMPUNG
SAN WACANA
Assalamuala’ikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, karunia, dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Komunikasi, Sumber Daya,
Disposisi dan Struktur Birokrasi Terhadap Partisipasi KB Medis Operasi
Pria di Kota Bandar Lampung (Studi Pada Model Implementasi Kebijakan
George Edward III)”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar Magister (S2) pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya pada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa
karya ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu penulis selalu mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pihak pembaca yang arif guna tugas
selanjutnya di masa yang akan datang. Pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orangtuaku tercinta, yang telah membimbing dan membesarkanku
dengan kasih sayang dan kesabaran tiada batas. Terima kasih atas semua
kasih sayang, do’a, dukungan, ketulusan, pengorbanan, didikan dan
semuanya yang selama ini kalian berikan dan ajarkan kepada rahma,
sehingga rahma bisa melewati semua permasalahan-permasalahan yang
selama ini menghampiri dengan sukacita, terkhusus pada saat menyelesaikan
penyusunan tesis ini. Terima kasih atas keparcayaan dan amanat yang telah
kalian berikan kepada rahma dalam menyelesaiakan masa studi S2 sehingga
rahma saat ini bisa mencapai gelar Magister Ilmu Administrasi Negara.
Semoga dengan mendapatkan gelar master ini rahma bisa membahagiakan
kalian, menjadi orang sukses dan dapat membantu banyak orang.
2. Adikku tersayang, Deliana Sari Sormin. Terimakasih adek yang sudah mau
mendengarkan keluh kesah, mendukung dan mendoakan kakak selama ini
terutama dalam menyelesaikan tesis hehe.... Semoga kelak kita menjadi
orang-orang yang sukses dan selalu menjadi kebanggaan orang tua. Amin....
3. Bapak Prof. Dr. Yulianto, M.S selaku dosen pembimbing utama yang
senantiasa meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan,
nasehat, saran, motivasi serta semangat. Terimakasih atas bimbingannya
selama ini Prof sehingga rahma mampu menyelesaikan tesis ini dengan tepat
waktu meskipun masih banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam tesis ini
hehe... namun kekurangan ini bisa jadi bahan pelajaran bagi rahma ketika
penyusunan karya ilmiah selanjutnya.
4. Bapak Dr. Dedy Hermawan M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada rahma serta
memberikan saran, motivasi, dukungan dan kritikan dalam penulisan tesis
ini. Terimakasiah bapak, dengan semua dukungan dan motivasi yang telah
diberikan kepada rahma dan pada akhirnya rahma bisa menyelesaikan teisis
ini dengan tepat waktu.
5. Bapak Dr. Bambang Utoyo selaku dosen pembahas dan penguji dan selaku
Ketua Prodi Magister Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung. Terima kasih Bapak telah memberikan
banyak arahan, kritikan, nasihat, saran, serta masukan yang sangat
bermanfaat dan juga telah banyak membantu rahma dalam menyelesaikan
tesis ini. Rahma mampu menyelesaikan tesis tepat pada waktunya juga
berkat bantuan dari bapak.
6. Bapak Dr. Syarief Makya, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Lampung.
7. Bapak Dr. Noverman Duadji selaku dosen Pembimbing Akademik (PA),
terima kasih bapak yang turut membantu memberikan kemudahan dalam
menyelesaikan masa perkuliahan selama ini.
8. Seluruh dosen Magister Ilmu Administrasi, terima kasih atas semua ilmu
yang berharga yang telah penulis peroleh selama proses perkuliahan
berlangsung. Semoga ilmu yang sudah didapat menjadi bekal yang berharga
dan bermanfaat dalam kehidupan penulis kedepannya.
9. Mba Nisa selaku Staf Administrasi jurusan magister Ilmu Administrasi yang
telah memberikan pelayanan dan kelancaran administrasi kepada penulis
sampai penyelesaian tesis ini.
10. Seluruh Bapak/Ibu Karyawan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Lampung.
11. Segenap informan penelitian peneliti yaitu ibu/bapak PLKB di setiap
Kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung, Ibu Nurleli, Bapak Ferdi dan
kepada pihak yang telah membantu penulis di kantor Dinas PP dan KB Kota
Bandar Lampung. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu
atas informasi dan juga data-data, bantuan, izin, dan juga waktu luang yang
telah diberikan kepada penulis, penulis merasa sangat terbantu dengan
bantuannya dalam proses turlap, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini.
12. Keluarga besar, nenek, tulang, nantulang, bouk, amangboru, uwak, etek,
udak, abang-abang, kakak-kakak dan adik-adikku semua terimakasih untuk
semua dukungan dan doa yang telah kalian berikan kepadaku hingga aku
bisa menyelesaikan tesis dengan lancar.
13. Sahabatku Omea (Situ Nur Rohmah). Makasih Mea sudah mau meluangkan
waktu untuk mendengarkan keluh kesah aku dan tiada henti memberi
semangat serta mengajarkan aku untuk terus sabar dan ikhlas dalam
menghadapi segala cobaan. Jarak tidak jadi penghambat kita untuk tetap
bersahabat ya Mea. Miss You Omea.
14. Adik-Adikku tersayang Devi, Aida, Suci, Desi dan Nur Terimakasih atas
canda tawa dan pengalaman yang selama ini kalian berikan dan ajarkan
kepada mbak yaa hehe. Semoga suatu hari nanti kita bisa kumpul bareng-
bareng terutama dihari bahagia mba ya haha...
15. Sahabat-sahabat cantikku, Fitri, Elak, Nca dan Mey. Terimakasih sayang-
sayang aku atas dukungan, doa, motivasi, pengalaman dan juga telah
bersedia mendengarkan keluh kesah rahma hehe.... Banyak sekali perbedaan
diantara kita, tetapi perbedaan itu menjadi penguat persahabatan kita, karena
selalu ada cara untuk kita menyatukan perbedaan itu. Meskipun saat ini telah
memiliki kesibukan masing-masing dan jarak yang terpaut jauh satu sama
lain, namun komunikasi harus tetap kita jaga. Semoga persahabatan kita ini
kekal sampai kita tua nanti dan semoga kita menjadi orang-orang sukses.
Miss you all
16. Teman-Teman seperjuangan semasa perkuliahan yaitu Fitri, Yara, Icel, Mba
Dewi, Mba Yeen, Mba Mona, Mba Nisa, Mba ayu, Mba Nana, Bunda
Jumiati, Mba Irma, Bang Anas, Bang Zaky, Bang Redy, Bang Imam, Bang
Woro dan Bang Jufri, Okka. Thank you so much gengs sudah mewarnai
kehidupanku terutama disetiap hari sabtu haha... semoga cita-cita kita
tercapai dan semoga kita semua menjadi orang yang sukses yaaa... Tetap
terjaga komunikasi dengan baik yaa gengs.
17. Wanita-wanita sholehah akuh, kak rani dan Ara, makasih sayang-sayang
aku yang selalu siap mendengarkn keluh kesah dalam segi apapun dan
tetap support aku untuk tidak menyerah dari permasalahan yang
menghampiri. Sayang kalian pokoknya hehe..
18. Keluarga Besar Universitas Lampung yang telah membantu saya selama
saya belajar di Universitas Lampung.
19. Semua Pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas bantuannya.
Bandar Lampung, April 2019
Penulis
Rahma Diani Sormin
1726061005
Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis
mendapat balasan dari Allah SWT dan penulis meminta maaf apabila ada
kesalahan yang disengaja ataupun tidak disengaja. Semoga tesis ini bermanfaat.
Amin.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 10
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 11
D. Kegunaan atau Manfaat Penelitian ........................................................ 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13
A. Konsep Tentang Implementasi Kebijakan .............................................. 13
1. Pengertian Implementasi Kebijakan ................................................ 13
2. Model-Medel Implementasi Kebijakan ........................................... 18
a. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn .......... 20
b. Model Implementasi Kebijakan Mazmanian dan Sabatier ........... 24
c. Model Implementasi Kebijakan Grindle ............................................ 26
d. Model Implementasi Kebijakan Charles O. Jones ........................ 29
e. Model Implementasi Kebijakan Model Elmore, dkk ......................... 30
f. Model Implementasi Kebijakan George Edward III .................... 31
B. Konsep Tentang Komunikasi ................................................................. 36
1. Pengertian Komunikasi ................................................................... 36
2. Dimensi-Dimensi Komunikasi ........................................................ 37
3. Fungsi Komunikasi .......................................................................... 39
C. Konsep Tentang Sumber Daya ............................................................... 40
1. Pengertian Sumber Daya ................................................................. 40
2. Dimensi Sumber Daya ..................................................................... 41
D. Konsep Disposisi .................................................................................... 44
1. Pengertian Disposisi ........................................................................ 44
2. Komponen Disposisi ....................................................................... 45
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap ...................................... 47
E. Konsep Tentang Struktur Birokrasi ........................................................ 48
1. Pengertian Struktur Birokrasi .......................................................... 48
2. Karakteristik Struktur Birokrasi ...................................................... 50
F. TinjauanTentang Program Keluarga Berencana ..................................... 51
1. Program Keluarga Berencana ......................................................... 51
............................................................................... 1
A. Latar Belakang
................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTRA GAMBAR ...................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
ii
2. Manfaat Program Keluarga Berencana............................................ 53
3. Jenis-Jenis Alat Kontasepsi Program Keluarga Berencana ............. 54
G. Partisipasi KB Pria .................................................................................. 55
H. Tinjauan Tentang KB Medis Operasi Pria (Vasektomi) ......................... 58
1. KB Medis Opersi Pria ..................................................................... 58
2. Kelebihan dan Kekurangan KB Medis Operasi Pria ....................... 60
3. Syarat-Syarat Menjadi Peserta KB Medis Operasi Pria .................. 61
I. Penelituan Terdahulu .............................................................................. 61
J. Kerangka Pikir ....................................................................................... 64
K. Hipotesis ................................................................................................. 67
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 69
A. Tipe dan Pendekatan Penelitian ............................................................. 69
B. Definisi Konsep dan Definisi Operasional ............................................ 70
1. Definisi Konsep ............................................................................... 70
2. Definisi Operasional ........................................................................ 72
C. Populasi Dan Sampel ............................................................................. 74
1. Populasi ........................................................................................... 74
2. Sampel ............................................................................................. 74
D. Tehnik Pemberian Skor .......................................................................... 75
E. Sumber Data ........................................................................................... 76
F. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 77
G. Teknik Pengelolahan Data .................................................................... 78
H. Uji Instrumen .......................................................................................... 79
1. Uji Validitas ..................................................................................... 78
2. Uji Reliabilitas ................................................................................. 83
I. Teknik Analisis Data Kuantitatif ........................................................... 85
1. Analisis Statistik Deskriftif ............................................................. 86
2. Analisis Statistik Inferensial ............................................................ 86
a. Analisis Regresi Linier Berganda ............................................. 87
b. Uji Hipotesis ............................................................................. 88
c. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 90
d. Uji Interpretasi Data ................................................................. 92
BAB VI GAMBARAN UMUM ..................................................................... 94
A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung .............................................. 94
1. Kota Bandar Lampung..................................................................... 94
2. Kondisi Topografi dan Demografi Kota Bandar Lampung ............. 95
3. Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung .......................................... 97
4. Para Walikota Bandar Lampung ..................................................... 98
B. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bandar
Lampung ................................................................................................. 99
1. Sejarah Singkat Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Kota Bandar Lampung ................................................... 99
2. Visi dan Misi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Kota Bandar Lampung ................................................... 100
3. Tujuan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Kota Bandar Lampung ................................................... 100
iii
4. Tugas dan Fungsi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Kota Bandar Lampung ................................................... 101
5. Strategi Kebijakan ........................................................................... 102
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 105
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 105
1. Karakteristik Responden.................................................................. 105
2. Analisis Data ................................................................................... 108
a. Analisis Statistik Deskriftif ........................................................... 108
1) Analisis Deskriftif Variabel Komunikasi ................................. 108
2) Analisis Deskriftif Variabel Sumber Daya .............................. 111
3) Analisis Deskriftif Variabel Disposisi ..................................... 115
4) Analisis Deskriftif Variabel Struktur Birokrasi ....................... 118
5) Analisis Deskriftif Variabel Partisipasi KB MOP ................... 121
b. Analisis Statistik Inferensial.......................................................... 124
1) Analisis Regresi Linier ............................................................. 124
2) Hubungan Antara Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan
Struktu Birokrasi terhadap Partisipasi KB MOP di Kota Bandar
Lampung ................................................................................... 126
3) Uji Hipotesis ............................................................................. 128
a) Uji t .................................................................................... 128
b) Uji Determina .................................................................... 130
c) Uji F ................................................................................... 130
4) Asumsi Klasik .......................................................................... 131
a) Uji Normalitas ................................................................... 132
b) Uji Multikolinieritas .......................................................... 133
c) Uji Heteroskedatisitas ........................................................ 134
B. Pembahasan ............................................................................................ 136
1. Besaran Pengaruh Komunikasi Terhadap Partisipasi KB MOP di
Kota Bandar Lampung..................................................................... 136
2. Besaran Pengaruh Sumber Daya Terhadap Partisipasi KB MOP di
Kota Bandar Lampung..................................................................... 141
3. Besaran Pengaruh Disposisi Terhadap Partisipasi KB MOP di
Kota Bandar Lampung..................................................................... 145
4. Besaran Pengaruh Struktur Birokrasi Terhadap Partisipasi KB MOP
di Kota Bandar Lampung ................................................................ 150
5. Besaran Pengaruh Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, Struktur
Organisasi Terhadap Partisipasi KB MOP di Kota Bandar
Lampung .......................................................................................... 153
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 157
A. Kesimpulan ............................................................................................. 157
B. Saran ....................................................................................................... 159
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Data Jumlah Kependudukan di Kota Bandar Lampung 2013-2017 ......... 2
2. Pencapaian Akseptor KB Menurut Jenis Kontrasepsi Per-Kecamatan
Kota Bandar Lampung Tahun 2013-2017 ................................................ 5
3. Teori Implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van
Horn .......................................................................................................... 20
4. Model Implementasi Kebijakan Menurut Edward III .............................. 32
5. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 62
6. Definisi Operasional ................................................................................. 72
7. Rating Scala .............................................................................................. 76
8. Hasil Uji Validitas Variabel Komunikasi ................................................. 81
9. Hasil Uji Validitas Variabel Sumber Daya ............................................... 81
10. Hasil Uji Validitas Variabel Disposisi ...................................................... 82
11. Hasil Uji Validitas Variabel Struktur Organisasi ...................................... 82
12. Hasil Uji Validitas Variabel Partisipasi KB MOP .................................... 83
13. Hasil Uji Reliabilitas ................................................................................. 85
14. Interpretasi Data ........................................................................................ 93
15. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Berdasarkan Jenis Kelamin ... 96
16. Nama-Nama Walikota Bandar Lampung Dari Tahun Ketahun ................ 98
17. Jumlaah PLKB yang Terdapat di setiaap kecamaatan Kota Bandar
Lampung ................................................................................................... 102
18. Struktur Organisasi Dinas PP dan KB Kota Bandar Lampung ................. 104
19. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .............................. 105
20. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Usia ..................................... 106
21. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ................................... 106
22. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Kerja .................................. 107
23. Uji Statistik Deskriftif ............................................................................... 108
24. Variabel Komunikasi ................................................................................ 109
25. Variabel Sumber Daya .............................................................................. 112
26. Variabel Disposisi ..................................................................................... 116
27. Variabel Struktur Organisasi ..................................................................... 119
28. Variabel Partisipasi KB MOP ................................................................... 122
29. Analisis Regresi Linier Berganda ............................................................. 124
30. Hubungan Antar Variabel ......................................................................... 126
31. Uji t ........................................................................................................... 128
32. Koefisien Determinasi .............................................................................. 130
33. Uji F .......................................................................................................... 131
34. Uji Multikolieniritas .................................................................................. 133
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Persentase Keberhasilan Kebijakan .......................................................... 18
2. Model Implementasi Van Matter dan Van Hord ...................................... 23
3. Model Charles O. Jones ............................................................................ 30
4. Model Implementasi George Edward III .................................................. 35
5. Kerangka Pikir .......................................................................................... 66
6. Diagram Batang Variabel Komunikasi ..................................................... 110
7. Diagram Batang Variabel Sumber Daya ................................................... 113
8. Diagram Batang Variabel Disposisi .......................................................... 117
9. Diagram Batang Variabel Struktur Birokrasi ........................................... 120
10. Diagram Batang Variabel Partisipasi KB MOP di Kota Bandar
Lampung ................................................................................................... 123
11. Grafik Normal Probabiliti Plot .................................................................. 132
12. Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................................................... 134
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Bandar Lampung menjadi pusat aktivitas pemerintahan dan perekonomian
karena Kota Bandar Lampung merupakan ibu Kota Provinsi Lampung. Namun
berkembangnya Kota Bandar Lampung sebagai aktivitas pemerintahan dan
perekonomian, membuat kota ini tidak luput dari masalah publik salah satunya
adalah masalah kependudukan. Meningkatnya jumlah penduduk di Kota Bandar
Lampung dalam beberapa tahun belakangan ini menjadi masalah yang cukup
sulit diatasi oleh pemerintah Kota Bandar Lampung. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung Tahun 2017, jumlah
penduduk di Kota Bandar Lampung mengalami kenaikan dalam lima tahun
belakangan ini. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut:
2
Tabel 1.1. Jumlah Penduduk di Kota Bandar Lampung
Tahun 2013-2017
(Sumber: https://bandarlampungkota.bps.go.id, Tahun 2017)
Dari tabel diatas dapat di jelaskan bahwa jumlah penduduk berjenis kelamin
laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan dan dalam lima tahun belakangan
ini yaitu dari tahun 2013-2017 jumlah penduduk di Kota Bandar Lampung
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2013 jumlah
penduduk di Kota Bandar Lampung tercatat mencapai 942. 039 jiwa dan
mengalami peningkatan sebesar 18.656 pada tahun 2014 dan menjadi 960.695,
selanjutnya pada tahun 2015 mengalami peningkatan juga menjadi sebanyak
979.287 jiwa, kemudian pada tahun 2016 jumlah penduduk bertambah
sebanyak 18.441 jiwa dan tahun 2017 kembali mengalami peningkatan
menjadi 1.015.910 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk di Kota Bandar
Lampung ini harus segera di atasi karena jika dibiarkan akan terjadi ledakan
jumlah penduduk yang tidak terkendali.
Fertilitas menjadi salah satu faktor penyebab utama meningkatnya jumlah
pertumbuhan penduduk di Kota Bandar Lampung. Hal ini di buktikan dengan
banyaknya angka Pasangan Usia Subur (PUS) di Kota Bandar Lampung. PUS
No
Tahun Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1 2013 475.039 467.000 942.039
2 2014 484.215 476.480 960.695
3 2015 493.411 485.876 979.287
4 2016 502.418 495.310 997.728
5 2017 511.371 504.539 1.015.910
3
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas secara langsung
karena PUS termasuk pasangan suami-istri yang produktif dan masih berusia 15-
49 tahun dan juga berpotensi menghasilkan keturunan. Berdasarkan data dari
Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bandar Lampung
pada tahun 2017, PUS di Kota Bandar Lampung berjumlah 168.093 jiwa.
Tingginya angka PUS tahun 2017 sangat mempengaruhi tingkat fertilitas di
Kota Bandar Lampung.
Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinas PP dan KB)
Kota Bandar Lampung terus melakukan upaya dalam hal pengendalian angka
kelahiran yaitu salah satunya dengan cara menekan Program Keluarga
Berencana (KB) di Kota Bandar Lampung. Sejak dikeluarkannya Undang-
Undang Nomor 52 Tahun 2009, Program KB di Kota Bandar Lampung telah di
implementasikan dengan berbasis kesetaraan gender yang artinya bahwa
program KB di Kota Bandar Lampung tidak hanya di lakukan oleh para wanita
atau istri saja tetapi para lelaki atau suami juga sudah memiiki kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama dalam ber-KB. Adanya keterlibatan pria dalam
program KB diharapkan dapat miningkatkan keberhasilan program KB dengan
menurunkan angka kelahiran.
Pemerintah Kota Bandar Lampung telah melaksanakan program KB yang
berorientasi pada kesetaraan gender, namun realita yang terjadi di lapangan
penggunaan program KB di Kota Bandar Lampung hingga saat ini masih
terdapat kendala yaitu masih terkesan bias gender karena peranserta KB ini
4
masih di dominasi oleh kalangan wanita atau para istri sedangkan peranserta
pria atau para suami dalam ber-KB masih sangat rendah sekali. Hal ini di
dukung dengan data yang tercatat di Dinas PP dan KB Kota Bandar Lampung
pada tahun 2017, PUS di Kota Bandar Lampung berjumlah 168.093 orang dan
dari jumlah tersebut sebanyak 121.750 tercatat sebagai Peserta Aktif (PA) KB.
Bila lebih di spesifikkan, Peserta Aktif (PA) KB wanita mencapai jumlah
116.792 akseptor, sedangkan Peserta Aktif (PA) pria hanya berjumlah 4.958
akseptor.
Jika lebih dirinci lagi dari 4.955 akseptor KB pria di Kota Bandar Lampung,
Peserta Aktif (PA) pria yang menggunakan KB kondom mencapai 3.921
akseptor, sedangkan peserta aktif pria yang menggunakan KB Medis Operasi
Pria (MOP) atau vasektomi hanya mencapai 1.037 akseptor saja. Rincian data
tentang KB pria di atas dapat di simpulkan bahwa peserta aktif KB pria masih
sangat rendah sekali, terutama yang menggunakan KB MOP di Kota Bandar
Lampung.
Rendahnya jumlah akseptor yang menggunakan KB MOP di Kota Bandar
Lampung ini ternyata hampir terjadi diseluruh Kecamatan yang ada di Kota
Bandar Lampung. Kemudian tidak hanya itu angka pencapaian akseptor KB
MOP juga mengalami penurunan dalam lima tahun belakangan ini yaitu dari
tahun 2013-2017. Hal ini didukung dengan data yang didapatkan oleh peneliti di
Dinas Pengendalain Penduduk dan Keluarga Kota Bandar Lampung. Berikut ini
adalah data yang menjelaskan lebih rinci tentang jumlah akseptor Peserta Aktif
5
(PA) KB di setiap Kecamatan Kota Bandar Lampung dan dirincikan berdasarkan
jenis KB yang di gunakan dalam lima tahun belakangan ini. Hal tersebut dapat
dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut:
Tabel 1.2. Pencapaian Akseptor KB Menurut Jenis Kontrasepsi
Per-Kecamatan Kota Bandar Lampung Tahun 2013-2017
No
Pencapaian Akseptor Keluarga Berencana (KB) Aktif menurut Jenis Kontrasepsi per-
Kecamatan di Kota Bandar Lampung Tahun 2013-2017
Kecamatan Jenis Kontrasepsi / Kind of Contraceptive
Subdistrict IUD MOW MOP Kondom Suntik Pil Implan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Teluk Betung Selatan 532 152 35 108 1.889 1.564 564
2 Teluk Betung Utara 1.192 254 74 226 1.408 1.408 861
3 Tanjung Karang Timur 494 97 66 77 1.927 1.389 467
4 Tanjung Karang Barat 1.531 101 86 109 2.537 2.360 582
5 Tanjung Karang Pusat 1.300 122 97 143 2.506 2.139 521
6 Teluk Betung Barat 349 102 37 533 1.308 1.240 951
7 Kedaton 1.010 161 31 188 1.786 1.424 563
8 Sukarame 943 236 6 181 2.330 2.106 680
9 Panjang 486 88 111 143 3.708 4.205 488
10 Kemiling 2.914 110 140 150 3.060 2.284 1.682
11 Sukabumi 1.185 71 56 113 2.520 2.187 896
12 Tanjung Seneng 1.362 118 47 207 1.299 1.596 826
13 Rajabasa 935 130 24 462 1.721 1.815 1.361
14 Bumi Waras 1.063 232 35 148 1.264 1.426 1.982
15 Kedamaian 870 105 39 142 1.676 2.070 755
16 Enggal 521 234 26 138 1.138 908 350
17 Teluk Betung Timur 356 46 36 142 1.945 1.634 600
18 Labuhan Ratu 609 12 6 100 1.105 1.511 256
19 Langkapura 930 48 49 100 1.720 1.260 594
20 Way Halim 1.572 223 36 151 3.067 2.834 743
2017 20. 154 2. 642 1. 037 3. 921 40. 914 37. 360 15. 722
2016 18. 356 2. 485 1. 060 3. 906 38. 877 37. 622 13. 380
2015 17. 834 2. 323 1. 047 3. 738 38. 669 37. 282 12 801
2014 16. 634 2. 233 1. 094 3. 527 38. 926 37. 709 10 696
2013 16. 378 2. 277 1. 439 3. 181 39. 947 37. 582 9 593
(Sumber: Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bandar
Lampung, Tahun 2017).
6
Berdasarkan tabel di atas menyatakan bahwa jumlah Peserta Aktif (PA) KB di
Kota Bandar Lampung dari tahun 2013-2017 mengalami kenaikan, namun
kenaikan Peserta Aktif (PA) KB di Kota Bandar Lampung ini masih di dominasi
oleh KB wanita yaitu suntik, pil, IUD dan implen. Sedangkan Peserta Aktif (PA)
KB pria mengalami penurunan, terutama KB MOP yang jumlah akseptornya
mengalami penurunan dalam lima tahun belakangan ini. Hal ini terbukti pada
tahun 2013 mencapai 1.439 akseptor dan pada tahun 2014 menurun menjadi
1.194 akseptor, kemudian menurun lagi pada tahun 2015 menjadi 1.047 akseptor
dan pada tahun 2016 pengguna KB MOP mengalami kenaikan 0,013 yaitu
menjadi 1,060 akan tetapi pada tahun 2017 mengalami penurunan kembali yaitu
menjadi 1.037 akseptor.
Peserta Aktif (PA) KB Pria yang menggunakan MOP masih terlihat sangat rendah
sekali terutama di Kecamatan Sukarema dan Labuhan Ratu, dimana jumlah
akseptor KB MOP hanya terdapat 6 orang saja. Berbeda dengan Kecamatan
Sukarame dan Labuhan Ratu, Kecamatan Kemiling menjadi kecamatan terbesar
dalam pencapaian akseptor KB MOP di Kota Bandar Lampung yaitu mencapai
140 dan kecamatan Panjang juga sudah mencapai 111 akseptor MOP. Namun
besarnya jumlah akseptor KB MOP di Kecamatan Kemiling dan Panjang ini belum
sebanding dengan jumlah Peserta Aktif (PA) KB yang tercatat di Kecamatan
Kemiling dan Panjang. Dari penjabaran diatas dapat diartikan bahwa partisipasi
KB baru di Kota Bandar Lampung hingga saat ini masih didominasi oleh kalangan
wanita dibandingkan laki-laki.
7
Rendahnya partisipasi pria khususnya KB MOP di Kota Bandar Lampung saat ini
bisa jadi karena dipengaruhi oleh masih banyaknya masyarakat Kota Bandar
Lampung yang belum mengetahui adanya KB pria khusnya KB MOP, sehingga
kebanyakan pria menyerahkan tanggung jawab KB sepenuhnya kepada wanita
atau istrinya. Kemudian tidak hanya itu, adanya persepsi-persepsi negatif terhadap
KB MOP yang beredar di masyarakat seperti KB MOP sama dengan di kebiri,
dapat menurunkan daya tahan tubuh pria yang menggunakan MOP pada saat
bekerja, hasrat seksualitas pria terganggu dan masih banyak lagi persepsi-persepsi
negatif lainnya yang beredar di masyarakat. Hal ini juga sangat berdampak
terhadap partisipasi masyarakat dalam menggunakan KB MOP di Kota Bandar
Lampung. (Hasil Pra-Riset di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana dengan Ibu Nurleli sebagai Kabid Keluarga Berencana Kota Bandar
Lampung, 28 September 2018).
Sumber daya yang tersedia dalam memberikan pelayanan juga dapat
mempengaruhi keikutsertaan masyarakat dalam ber-KB MOP di Kota Bandar
Lampung. Jika sumber daya memiliki keterbatasan dalam pelaksanaan suatu
kebijakan atau program maka akan berdampak terhadap perolehan hasil yang
kurang maksimal, pernyataan ini sejalan dengan pendapat Edward III dalam
Agustino (2006:152). Dari hasil pra-riset yang dilakukan oleh peneliti dengan ibu
Nurleli sebagai Kepala Bidang KB di Dinas PP dan KB Kota Bandar Lampung,
beliau mengatakan bahwa dalam pelaksanaan KB MOP tenaga medis atau dokter
spesialis yang khusus menangani KB MOP di Kota Bandar Lampung ini masih
8
terbatas dan belum tersedia di setiap kecamatan seperti tenaga medis untuk
pelayanan KB lainnya.
Dinas PP dan KB Kota Bandar Lampung sudah memiliki bidang khusus
penanganan KB pria, tetapi masih memiliki keterbatasan jumlah pegawai untuk
melaksanakan KB pria kesetiap kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung.
Jadi guna memberikan pelayanan yang lebih baik, efektif dan efisien kepada
masyarakat baik dalam melaksanakan sosialisas khusus tentang KB pria (kondom
dan MOP) dan konsultasi serta pelayanan-pelayanan lainnya yang berkaitan
tentang KB pria, maka dari itu Dinas PP dan KB Kota Bandar Lampung ini
menyerahkan sepenuhnya pelayanan tentang KB pria kepada Petugas Lapangan
Keluarga Berencana (PLKB) yang ada di setiap kecamatan yang tersebar di Kota
Bandar Lampung. Setipa kelurahan sebaiknya terdapat satu PLKB yang khusus
melaksanakan dan bertanggungjawab tentang program KB baik KB wanita
maupun pria, namun pada kenyataannya PLKB di Kota Bandar Lampung ini
hanya terdapat 85 PLKB dari 126 kelurahan yang tersebar di Kota Bandar
Lampung. (Hasil Pra-Riset di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana dengan bapak Ferdi sebagai sekbid Keluarga Berencana Kota Bandar
Lampun, 28 September 2018).
Ketika masyarakat Kota Bandar Lampung ingin melakukan KB MOP, maka
masyarakat terlebih dahulu harus melapor ke Petugas Lapangan Keluarga
Berencana (PLKB) yang ada di kecamatan tempat mereka tinggal guna untuk
diantar ke Dinas PP dan KB Kota Bandar Lampung. Setelah akseptor diantar ke
9
Dinas PP dan KB, akseptor tidak langsung memperoleh pelayanan KB MOP di
sana tetapi harus diantar antarkan ke tempat dokter spesialis MOP yang telah
bekerjasama dengan dinas PP dan KB. Namun ada juga beberapa kecamatan yang
PLKBnya bisa langsung datang ke dokter KB MOP tanpa perantara Dinas PP dan
KB. Maka dari itu dapat diartikan bahwa alur untuk mendapatkan pelayanan KB
MOP di Kota Bandar Lampung ini masih terkesan membingungkan, rumit dan
membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Setiap kebijakan atau program harus diimplementasikan dengan baik karena
implementasi menjadi hal yang urgent dalam pencapaian suatu tujuan. Menurut
Nugroho (2018: 736), implementasi kebijakan memiliki porsi 60 persen dan itu
artinya bahwa implementasi adalah tahapan yang paling sulit dibandingkan
tahapan lainnya. Menurut Edward III dalam Agustino (2006:156), terdapat empat
variabel untuk mengukur keberhasilan implementasi kebijakan yaitu komunikasi,
sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Jika implementasi telah dilakukan
dengan baik maka tujuan dari suatu program biasanya akan tercapai juga,
begitupun sebaliknya jika implementasi tidak dilakukan dengan baik maka akan
sulit untuk mancapai tujuan yang telah direncanakan.
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dipaparkan pada latar belakang
diatas, penulis ingin melakukan riset tentang pengaruh dari masing-masing
variabel model implementasi menurut Edward III terhadap partisipasi KB Medis
Operasi Pria di Kota Bandar Lampung, karena peneliti ingin melihat apakah
rendahnya keikutsertaan atau partisipasi pria KB MOP di Kota Bandar Lampung
10
ini disebabkan oleh implementasi yang dilakukan oleh implementornya atau
memang masyarakat yang enggan untuk berpartisipasi terhadap KB MOP. Maka
dari itu peneliti tertarik untuk melakukan riset dengan judul “Pengaruh
Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi Terhadap
Partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung (Studi Pada Model
Implementasi Kebijakan George Edward III)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dikemukakan diatas, maka dapat di rumusan
beberapa masalah yang di ambil dalam penelitian ini adalah :
1. Seberapa besar pengaruh komunikasi terhadap partisipasi KB Medis Operasi
Pria di Kota Bandar Lampung ?
2. Seberapa besar pengaruh sumber daya terhadap partisipasi KB Medis
Operasi Pria di Kota Bandar Lampung ?
3. Seberapa besar pengaruh disposisi terhadap partisipasi KB Medis Operasi
Pria di Kota Bandar Lampung ?
4. Seberapa besar pengaruh struktur birokrasi terhadap partisipasi KB Medis
Operasi Pria di Kota Bandar Lampung ?
5. Seberapa besar pengaruh komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur
birokrasi terhadap partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar
Lampung ?
11
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui besaran pengaruh komunikasi terhadap partisipasi KB
Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung.
2. Untuk mengetahui besaran pengaruh sumberdaya terhadap partisipasi KB
Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung.
3. Untuk mengetahui besaran pengaruh disposisi terhadap partisipasi KB Medis
Operasi Pria di Kota Bandar Lampung.
4. Untuk mengetahui besaran pengaruh struktur birokrasi terhadap partisipasi
KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung.
5. Untuk mengetahui besaran pengaruh komunikasi, sumber daya, disposisi dan
struktur birokrasi berencana terhadap partisipasi KB MOP di Kota Bandar
Lampung.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
manfaat secara praktis, barikut adalah penjelasannya yaitu :
1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangan pemikiran dan
perkembangan ilmu pengetahuan dalam kajian Ilmu Administrasi Negara
khususnya di bidang implementasi kebijakan yang merupakan salah satu
konsep dari kebijakan publik, serta diharapkan penelitian dapat
12
mengaplikasikan materi-materi pengajaran mengenai implementasi
kebijakan publik.
2 Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermanfaat dan gambaran nyata khususnya kepada Dinas Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bandar Lampung dan tentang
implementasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung. Serta para
pembaca dan bagi warga masyarakat semoga dapat bermanfaat. Kemudian
sebagai salah satu syarat menyelesaikan akademisi dan mendapatkan gelar
Magister di Program Ilmu Administarsi Publik Universitas Lampung.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Tentang Implementasi Kebijakan
1. Pengertian Implementasi Kebijakan
Kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah guna mengatasi masalah-masalah
publik tidak bisa terlepas dari tahapan pelaksanaan atau implementasi karena
implementasi merupakan salah satu tahapan yang paling penting dalam
menentukan keberhasilan suatu kebijakan. Implementasi kebijakan dipahami
sebagai kegiatan penyaluran kebijakan yang dilakukan oleh para implementor
kepada kelompok sasaran guna untuk mewujudkan kebijakan. Namun
sesungguhnya implementasi kebijakan bukan sekedar bersangkutpaut dengan
mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin
lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan juga menyangkut masalah konflik,
keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu
Wahab dalam Anggara (2012: 530), menyebutkan bahwa implementasi kebijakan
merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan.
14
Implementasi kebijakan merupakan kegiatan lanjutan dari proses perumusan
kebijakan dan sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan. Menurut
Wibawa dalam Anggara (2012: 535), menyatakan bahwa tahapan kebijakan yang
mengikuti rekomendasi kebijakan setelah diputuskan atau dibuatnya kebijakan
berdasarkan rekomendasi tersebut adalah implementasi kebijakan. kebijakan
apabila tidak diikuti oleh implementasi, tidak akan menghasilkan tujuan yang
diharapkan karena tidak akan berpengaruh terhadap permasalahan yang dihadapi.
Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Rusli (2015:215), mengungkapkan
bahwa “those actions by public or private individuals (or groups) that are
directed at the achievement of objectives set forth in prior polcy decisions”.
Dengan kata lain proses implementasi dirumuskan sebagai tindakan-tindakan
yang dilakukan, baik oleh individu / pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah maupun swasta yang diarahkan pada mencapai tujuan-tujuan yang
telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Sementara itu Van Meter dan Van
Horn membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu-individu pemerintah maupun swasta yang diarahkan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam kepurusan-keputusan
kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk
mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan oprasional dalam
kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk
mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-
keputusan kebijakan.
15
Tachjan dalam Tahir (2015:53), mengemukakan bahwa implementasi kebijakan
publik, disamping dapat dipahami sebagaisalah satu aktifitas dari administrasi
publik sebagai institusi (birokrasi) dalam proses kebijakan publik, dapat
dipahami pula sebagai salah satu lapangan studi administrasi publik sebagai ilmu.
Pandangan tersebut mengarahkan kita bahwa produk kebijakan apapun yang
akan diimplemetasikan haruslah mengedepankan pemahaman terhadap kebijakan
publik tersebut, baik dari prospektif politik maupun dari prospekif administratif
secara berimbang. Hal ini sebagai pertimbangan mendasar yang prinsip dan
subtansial bahwa setiap kebijakan sejak dirumuskan, diimplementasikan sampai
tahap evaluasi pasti bersinggungan dengan perbedaan kepentingan dalam tataran
politik, akan tetapi harus membuat kita proaktif dalam mewujudnyatakan
pelaksanaan kebijakan berdasarkan sistem, prosedur, dan mekanisme serta
kemampuan para pejabat publik sebagai wujud kehandalan dalam prospektif
administrative kebijakan itu sendiri.
Mazmanian & Paul Sabatier dalam Agustino (2006:153), mengemukakan bahwa
(Implementation is the carrying out of basic policy decision usually
incorporated in a statute but which can also take the form of important
executive orders or court decisions) atau “implementasi adalah pelaksanaan
keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun bisa
pula berbentuk perintah atau petunjuk eksekutif atau keputusan badan
peradilan.” Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang
16
ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai
dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.
Sedangkan Ripley dan Franklin dalam Winarno (2012:148), berpendapat bahwa
implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan dan
memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis
keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi dipandang secara luas
mempunyai makna pelaksanaan undang-undang di mana berbagai aktor,
organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan
kebijakan atau program-program. Sementara itu Pressman dan Wildavsky
dalam Kartiwa (2012:114), merumuskan bahwa implementasi adalah (“a
process of interaction between setting of gools and the action geared to
achieving them...” dan “A set of activities directed toward putting a
program into effect”) proses interaksi antara penetapan tujuan dan tindakan
yang diarahkan untuk mencapainya dan satu set kegiatan yang diarahkan
untuk menjalankan program.
Dunn dalam Tahir (2015:53), memberikan argumen tentang implementasi
kebijakan sebagai berikut: policy implementation is essentially a practical
acivity, as distinguished from policy formulation, which is essentilly theoretical.
Sehubung sifat praktis yang ada dalam proses implementasi kebijakan, maka hal
yang wajar bahwa implementasi ini berkaitan dengan prose politik dan
administrasi. Hal tersebut disebabkan karena ia terkait dengan tujuan
diadakannya kebijakan (policy goal) dan jika diihat dari konteks implementasi
17
kebijakan maka hal ini akan berkaitan dengan kekuasaan atau power,
kepentingan dan strategi dan para pelaku kebijakan, disamping karakteristik
lembaga dan rezim serta izin pelaksanaan dan respon terhaadap kebijakan.
Dengan demikian konteks implementasi kebijakan baru akan terlihat
berpengaruh setelah kebijakan tersebut dilaksanakan.
Menurut Chief J.O. Udoji dalam Agustino (2006:154) mengatakan bahwa
pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih
penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar
berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan. Sedangkan menurut Winarno (2012: 164) berpendapat
bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang krusial dalam proses
proses kebijakan publik. Suatu progam kebijakan harus di implementasikan agar
mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.
Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa tahap implementasi kebijakan adalah tahapan yang paling
penting karena sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suau kebijakan yang
telah dibuat. Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh
implementor atau aktor pelaksana untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan
dalam suatu kebijakan. Sebuah kebijakan tanpa dilakukan implementasikan,
maka kebijakan tersebut tidak akan mencapai tujuan yang telah direncanakan,
namun sebaliknya jika implementor melaksanakan sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan maka kebijakan dapat mencapai tujuan dengan baik. Dalam
18
penelitian ini, peneliti akan berfokus melakukan penelitian tentang proses
implementasi program keluarga berencana khususnya KB Medis Operasi Pria
(MOP) di Kota Bandar Lampung.
2. Model-Model Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Nugroho (2018: 736), menyatakan bahwa perumusan rencana kebijakan
(rencana) hanya memiliki porsi 20% keberhasilan, sedangkan implementasi
memiliki 60%, sedangkan sisanya 20% adalah bagaimana kita mengendalikan
implementasi. Itu artinya, implementasi adalah proses yang paling berat, karena
di sini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep mucul di
lapangan. Selain itu, ancaman utamanya adalah konsistensi implementasi.
Gambar 2.1. Persentase Keberhasilan Kebijakan
(Sumber: Nugroho, 2018: 736)
19
Menurut Peter Deleon dan Linda Deleon dalam Nugroho (2018:736), pendekatan-
pendekatan dalam implementasi kebijakan publik dapat dikelompokkan menjadi
tiga generasi yaitu pertama: memahami implementasi kebijakan sebagai masalah-
masalah yang terjadi diantara kebijakan dan eksekusinya. Kedua:
mengembangkan pendekatan implemenatsi kebijakan yang bersifat “dari atas
kebawah atau top-downerperspective dan pada bersamaan muncul pendekatan
bootom-upper. ketiga: memperkenalkan penilaian bahwa variabel perilaku dari
aktor pelaksana implementasi kebijakan.
Sedangkan menurut Agustino (2006;155), ada dua pendekatan untuk memahami
implementasi kebijakan secara sederhana yaitu pendekatan top down dan
pendekatan bottom up. Pendekatan “top-down” merupakan pendekatan
implementasi kebijakan publik yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari
aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil dari tingkat pusat. Pendekatan
top down bertitik tolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik
(kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan
oleh administrator-administrator atau birokrat-birokrat pada level bawahnya.
Sedangkan pendekatan model “bottom up” merupakan pendekatan yang
menyoroti pelaksanaan kebijakan yang terformulasi dari inisiasi warga
masyarakat setempat. Asusmsi ini dapat dimengerti bahwa argumentasi masalah
dilevel daerah hanya di mengerti secara baik oleh warga setempat.
20
Ada berbagai macam model-model implementasi kebijakan yang dikemukakan
oleh para ahli, berikut penjabaran beberapa model implementasi yang dapat
digunakan untuk mengkaji lebih dalam tentang pelaksanaan kebijakan menurut
para ahli, yaitu sebagai berikut :
a. Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn
Model pertama adalah model implementasi kebijakan yang dirumuskan
Van Meter dan Van Horn. Model ini mengandaikan bahwa implementasi
kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan
kinerja kebijakan publik. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Nugroho
(2018:737) beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang
memengaruhi kebijakan publik adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas implementasi dan komunikasi antarorganisasi.
2. Karakteristik agen pelaksana atau implementor.
3. Kondisi ekonomi, sosial dan politik.
4. Kecenderungan (disposition) dari pelaksana atau implementor.
Berikut ini ada tabel tentang teori implemenatsi kebijakan menurut Van Meter
dan van Horn yang dapat digunakan untuk mengukur implementasi kebijakan:
Tabel 2.1. Model Implementasi Menurut Van Meter dan Van Horn
No Variabel Indikator Catatan
1 Standar dan
Sasaran
Kebijakan
Realistis versus utopis Para pelaksana memahami standar dan
tujuan kebijakan karena standar dan
tujuan kebijakan berhubungan dengan
sikap para pelaksana
21
Variabel Indikator Catatan
2 Sumber Daya Kemampuan memanfaatkan
sumber daya yang tersedia
Sumber daya manusia, uang, dan
waktu
3 Karakteristik
organisasi
pelaksana
Prosedur-prosedur kerja
standar (SOP) dan
pragmentasi
Pragmentasi adalah kondisi akibat
tekanan lingkungan birokrasi,
termasuk lingkungan politik hingga
konstitusi
4 Komunikasi
antar
organisasi
terkait dan
kegiatan-
kegiatan
pelaksanaan
Adanya kejelasan dan
konsistensi serta
keseragaman terhadap suatu
standar dan tujuan kebijakan
Para pelaksana kebijakan dapat
mengetahui apa yang diharapkan
darinya dan tahu apa yang harus
dilakukan. Keberhasilan implementasi
kebijakan ditentukan oleh komunikasi
yang akurat dan konsisten (accuracy
and consistency)
5 Sikap para
pelaksana
Penerimaan persus
penolakan, bergantung pada
pengaruh kebijakan itu
terhadap kepentingan
pribadi dan organisasinya
Kebijakan publik biasanya bersifat top
dwon yang sangat mungkin para
pengambil keputusan tidak mengetahui
bahkan tidak mampu menyentuh
kebutuhan, keinginanatau permasalahn
yang harus diselesaikan. 6 Lingkungan,
ekonomi,
sosial dan
politik
Lingkungan eksternal
kebijakan publik:
mendukung versus menekan
Kondisivitas lingkungan sosial
ekonomi dan politik
(Sumber: Nugroho, 2018: 738)
Sedangkan menurut Van Meter Van Horn dalam Agustino (2006: 161),
proses implementasi merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu
pengejawantahan kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan
untuk meraih kinerja implemetasi kebijakan publik yang tinggi dan
berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Ada enam variabel yang
mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut menurut Van Meter Van
Horn, yaitu sebagai berikut :
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika
dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan
22
sosio-kultur yang mengada dilevel pelaksana kebijakan. Ketika ukuran
kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan di level
warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga
titik yang dapat dikatakan berhasil.
2. Sumber Daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia
merupakan sumberdaya yang tersedia, manusia merupakan sumberdaya
yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi
kebijakan.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan
publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan
publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok
dengan para agen pelaksanaanya.
4. Sikap atau kecenderungan (dispotion) para pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat
banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja impelementaasi
kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan
yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang
menganal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.
23
5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-
pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya
kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Dan begitu pula
sebaliknya.
6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan
publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial ekonomi dan politik yang
tidak kondusif dapat menjadi biangkeladi dari kegagalan kinerja
implementasi kebijakaan.
Gambar 2 . 2 . Model Pendekatan Van Metter dan Van Horn
(Sumber: Agustino, 2006:163)
24
b. Model Mazmanian dan Sabatier
Model implementasi kebijakan yang di kembangkan oleh Daniel Mazmanian
dan Paul A. Sabatier dalam Nugoroho (2018:739), mengemukakan bahwa
proses implementasi merupakan upaya untuk melaksanakan keputusan
kebijakan. Model Mazmanian dan Sabatier ini disebut juga model kerangka
analisis implementasi dan mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan
ke dalam tiga variabel, yaitu:
1. Variabel independen yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang
berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksana, keragaman
objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.
2. Variabel intervening yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan
konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi
sumberdana, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana, aturan
pelaksana dari lembaga pelaksana dan kerekrutan pejabat pelaksana dan
keterbukaan kepada pihak luar dan variabel di luar kebijakan yang
mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator
kondisi sosial-ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis,
dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen kualitas dari pejabat
pelaksana.
3. Variabel dependen yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima
tahapan yaitu pemahan dari lembaga pelaksanaan dalam bentuk susunan
kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan hasil nyata
25
tersebut, dan akhirnya mengarah pada revisi atas kebijakan yang dibuat dan
dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang mendasar.
Sedangkan menurut Tahir (2014:77), model Daniel Mazmanian dan Paul A.
Sabatier ini bersifat sentralistik (dariatas kebawah) dan berada dimekanisme
pasar. Ada tiga kelompok yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
dalam model Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier, yaitu:
1. Variabel independen yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang
berkenaan dengan indikator dukungan teori dan teknologi, keragaman
perilaku kelompok sasaran, tingkat perubahan perilaku yang dikehendaki,
variabel ini disebut juga dengan karakteriatik dan masalah.
2. Variabel intervening yaitu variabel yang kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proes implementasi dengan indikator kejelasan dan
konsistensi dan tujuan dipergunakannya teori kasual, ketepatan alokasi
sumberdana, keterampilan heirarkis diantara pelaksana, aturan dan lembaga
pelaksana dan perekrutan pelajaran, pelaksana dan keterbukaan kepada
pihak luar variabel ini disebut dengan karakteristik kebijakan.
3. Variabel diluar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi atas
kebijakan yang berkenaan dengan indicator, kondisi sosial-ekonomi dan
teknomogi, dukungan publik, sikap dari konstituen, dukungan pejabat yang
lebih tinggiserta komitmen dan kualitas kepemimpinandan pejabat
pelaksana.
26
c. Model Grindle
Menurut Nugroho (2018:745), model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan
dan konteks kebijakannya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan
ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilan
ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan
tersebut mencakup hal-hal berikut ini:
1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan.
2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan.
3. Derajat perubahan yang diinginkan.
4. Kedudukan pembuat kebijakan.
5. (Siapa) pelaksana program.
6. Sumber daya yang dikerahkan.
Wibawa dalam Nugroho (2018: 745) menyatakan bahwa terdapat tiga konteks
implementasinya menurut Grindel yaitu :
1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga dan penguasa
3. Kepatuhan dan responsivitas kelompok
Namun demikian, jika kita memahami model Grindle kita dapat memahami
bahwa keunikan model Gridle terletak pada pemahaman yang komprehensif
akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut implementor,
penerimaan implementasi dan arena konflik yang memungkinkan terjadi
27
diantara para aktor implementasi serta kondisi-kondisi sumber daya
implementasi yang di perlukan.
Sedangkan model implementasi kebijakan menurut Grindle dalam Agustino
(2006:167), ada dua variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan
yaitu dilihat dari prosesnya dan pencapaian ketujuan kebijakan tercapai.
Keberhasilan implemetasi kebijakan publik juga menurut Grindel sangat
ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri
atas content of policy dan context of policy.
Content of policy menurut Grindle dalam Agustino (2006:168) adalah
sebagai berikut:
1. Interest Affected (Kepentingan-Kepentingan yang Mempengaruhi)
Interest affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang
mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini beragumen
bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak
kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa
pengaruh terhadap implementasinya.
2. Type of Benefits (Tipe Manfaat)
Menurut poin ini dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis
manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh
pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.
28
3. Extent of Change Envision (Derajat Perubahan yang Ingin Dicapai)
Menurut Extent of change envision setiap kebijakan mempunyai target
yang ingin dicapai. Content of policy yang ingin dijelaskan pada poin ini
adalah bahwa seberapa bgesar perubahan yang ingin dicapai melaui
suatu implementasi kebijakan harus memiliki skala yang jelas
4. Site of Decision Making (Letak Pengambilan Keputusan)
Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan
penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada pengambilan
keputusan harus dijelaskan letak pengambilan keputusan dari suatu
kebijakan yang akan diimplementasikan.
5. Program Implementer (Pelaksana Program)
Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan
adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi
keberhasilan suatu kebijakan.
6. Resources Commited (Sumber Daya yang Digunakan)
Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumberdaya-
sumberdaya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
Context of policy menurut Grindle dalam Agustino (2006:169) adalah sebagai
berikut:
1. Power, Interest, and Strategy of Actor Involved (Kekuasaan,
Kepentingan- Kepentingan, dan Strategi dari Aktor yang Terlibat)
29
Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau
kekuasaan, kepentingan serta strategi yang digunakan para aktor yang
terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi
kebijakan.
2. Institution and Regime Characteristic (Karakteristik Lembaga dan
Rezim yang Berkuasa)
Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan juga
berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin
dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga yang akan
turut mempengaruhi suatu kebijakan.
3. Compliance an Responsiveness (Tingkat Kepatuhan dan Adanya
Respon dari Pelaksana)
Pada poin ini ingin dijelaskan sejauhmana kepatuhan dan respon
dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.
d. Model Charles O. Jones
Jones dalam Tahir (2015:81), mengatakan bahwa implementasi kebijakan
adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoprasikan sebuah
program dengan memperhatikan tiga aktivitas utama kegiatan. Menurut Jones
ketiga aktivitas tersebut dapat mempengaruhi implemenatsi kebijakan. Tiga
dimaksud adalah:
1. Organisasi, pembentukan atau penataan kembali sumberdaya, unit-unit,
serta metode untuk menunjang agar program berjalan.
30
2. Interpretasi, menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan
yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan
3. Aplikasi (penerapan), berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan rutin yang
meliputi penyediaan barang dan jasa.
Gambar 2 . 3 . Model Charles O. Jones
(Sumber: Tahir, 2015: 81)
e. Model Elmore, dkk
Model Elmore, dkk dalam Nugroho (2018: 746), ini adalah model yang
dikembangkan secara terpisah oleh Richard Elmero. Model ini dimulai dari
mengidentifikasikan jaringan aktor yang terlibat didalam proses pelayanan
dan menanyakan kepada mereka tujuan, stategis, aktifitas, dan kontak-kontak
yang mereka miliki. Model implemenatsi ini didasarkan pada jenis kebijaakan
publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi
atau masih melibatkan pejabat pemerintah, namun hanya ditataran rendah.
karena ini kebijakan yang harus dibuat sesuai dengan harapan dan keinginan
31
publik yang menjadi target atau kliennya dan sesuai pula dengan
pejabateselon rendah yang menjadi pelaksananya. Kebijakan model ini
biasanya di prakarsa oleh masyarakat baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga nirlaba kemasyarakatan.
f. Model George Edward III
George Edward III dalam Nugroho (2018: 747), menegaskan bahwa masalah
utama dari administrasi publik adalah lack of attention to implementation.
Dikatakannya, without effective implementation the decission of policymakers
will not be carried out succsessfully. Edward III mempunyai empat variabel
yang sangat menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan dan
keempat variabel ini saling memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam
mencapai tujuan dan sasaran program/kebijakan. Semuanya saling bersinergi
dalam mencapai tujuan dan satu variabel akan sangat mempengaruhi variabel
yang lain. Empat variabel menurut Edward III yaitu:
1. Komunikasi
2. Sumberdaya
3. Disposisi
4. Struktur Birokrasi
Penjelasan dari setiap masing-masing dari variabel model implementasi
menurut Edward III dalam Nuggroho telah dipaparkan dalam bentuk tabel
berikut ini :
32
Tabel 2.2. Model Implementasi Kebijakan Menurut Edward III
(Sumber: Nugroho, 2018: 748)
Sama halnya dalam Agustino (2006:157), Edward menyatakan implementasi
atau pelaksanaan kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Berikut ini adalah
penjelasan dari masing-masing variabel, yaitu:
No Variabel Indikator / Pengukuran
1 Komunikasi 1. Ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami
oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam
pencapaian tujuan kebijakan.
2 Sumber Daya 2. Jumlah Staf
3. Keahlian dari para pelaksana
4. Informasi yang relevan dan cukup untuk
mengimplemantasikan kebijakan dan pemenuhan
sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program
5. Adanya kewenangan yang menjamin bahwa program
dapat dilaksanakan kepada sebagaimana yang
diharapkan
6. Adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat
dipakai untuk melaksanakan kegiatan program seperti
dana dan sarana prasarana.
3 Disposisi 7. Respon implementor terhadap kebijakan 8. Kesadaran pelaksana, petunjuk / arahan pelaksana
untuk merespon program kearah penerimaan atau penolakan
9. Intensitas respon.
4 Struktur Birokrasi 10. Kesesuaian karakteristik dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan
11. Kesesuaian norma-norma dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan
12. Kesesuaian pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan.
33
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan dari pelaksanaan atau implementasi suatu kebijakan
publik. Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat
keputusan sudah mengetahui apa yang mereka kerjakan. Pengetahuan atas
apa yang akan mereka kerjakan baru dapat berjalan manakala komunikasi
berlangsung dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan
peraturan implementasi harus di transmisikan kepada para personalia yang
tepat. Selain itu kebijakan yang dikomunikasikan harus tepat, akurat dan
konsisten. Komunikasi dibuat agar para implementor dan pembuat
keputusan semakin konsisten dalam melaksanakan setipa kebijakan yang
akan diterapkan dimasyarat. Ada tiga aspek dalam komunikasi yang harus
diperhatikan yaitu transmisi informasi yang baik, kejelasan informasi yang
diberikan serta konsistensi terhadap informasi yang diberikan.
2. Sumber Daya.
Meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten,
akan tetapi pelaksana atau implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan kebijakan, maka implementasi tidak akan berjalan secara
efektif. Sumber daya adalah faktor penting untuk pelaksanaan program agar
efektif, dimana tanpa sumber daya maka kebijakan hanya sekedar kertas
dokumen. Edward III dalam Agustino (2008:152) menyatakan bahwa
empat indikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumberdaya
dapat berjalan dengan baik, yaitu staf, informasi, wewenang dan fasilitas.
34
3. Disposisi atau Attitudes (Sikap).
Disposisi atau sikap implementor kebijakan sangat mempengaruhi
keberhasilan implementasi yang sedang dijalankan karena jika
implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor akan
menjalankan kebijakan seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan,
namun sebaliknya apabila implementor memiliki sikap yang berbeda
dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan atau
program juga menjadi tidak efektif. Faktor yang menjadi perhatian Edward
III mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari dua yaitu
pengangkatan birokrat dan insentif.
4. Struktur Birokrasi
Menurut Edward III dalam Agustino (2006: 160), mengatakan yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik salah
satunya adalah struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks
menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak
kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan
sumberdaya-sumber daya tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan.
Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung
kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan
koordinasi dengan baik. Menurut Edward III dalam Agustino (2006: 160),
ada dua karakteristik yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi
kearah yang lebih baik yaitu melakukan Standar Operating Procedure
(SOP) dan pelaksanaan fragmentasi.
35
Gambar 2.4. Model Implementation George Edward III
(Sumber: Agustino, 2006: 157)
Dari beberapa macam model implementasi kebijakan menurut masing-masing
para ahli yang telah dipaparkan diatas, peneliti disini berfokus pada satu model
implementasi kebijakan yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu model
implementasi menuru Edward III dalam Agustino (2006:157). Peneliti
menggunakan model Edward III yang terdiri dari empat variabel yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi karena peneliti
menemukan kecocokan dengan masalah yang ditemukan pada saat pra-riset di
Dinas PP dan KB Kota Bandar Lampung tentang KB MOP. Keempat variabel
menurut Edward III ini dijadikan variabel independen guna menilai besaran
pengaruh dari masing-masing variabel terhadap partisipasi KB MOP di Kota
Bandar Lampung yang telah dijalankan sejak tahun 2009 hingga saat ini.
36
B. Konsep Tentang Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Secara etimologi istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communication dan
perkataan ini bersumber pada kata communis. Arti communis disini adalah sama
dalam arti kata sama makna mengenai suatu hal. Kesamaan makna dalam proses
komunikasi sangat penting karena dengan adanya kesamaan makna antara
komunikan dengan komunikator maka komunikasi dapat berlangsung dan saling
memahami. Komunikasi merupakan aktivitas yang amat penting dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Menurut Laswell dalam Zamroni (2009:5),
mengatakan bahwa komunikasi adalah “who says to whom in what channel with
what effect” (komunikasi sebagai suatu proses penyampaian pesan dari
komunikator yang ditujukan kepada komunikan melalui media atau saluran yang
menimbulkan efek tertentu).
Miller dalam Sofyandi (2007:154) mendefinisikan bahwa komunikasi adalah
kegiatan dengan mana seseorang (sumber) secara sungguh-sungguh memindakan
stimuli guna mendapatkan tanggapan. Karenanya dengan melihat unsur
kesungguhan dalam komunikaasi, maka definisi ini cenderung berpandangan
bahwa semua komunikasi pada dasarnya adalah persuasif. Sedangkan menurut
Warrem Weaver dalam Zamroni (2009: 5) mengatakan bahwa “communication
is all of the prosedure by which one mind can effect another”
37
Sedangkan jika dilihta dari segi implementai kebijakan, Edward III dalam
Agustino (2006:157) mengatakan komunikasi memiliki peran penting dalam
pelaksanaan karena komunikasi merupakan suatu hal yang sangat menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan dari pelaksanaan atau implementor kebijakan.
Harvold dalam Effendy (2009:10) mengatakan komunikasi adalah proses
mengubah prilaku orang lain (communication is teh process to modify the
behavior of other individuals). Dari beberapa pendapat yang telah dijabarkan
diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan
yang dilakukan komunikator kepada kominikan dengan menggunakan berbagai
cara agar informasi yang diberikan dapat mempengaruhi orang lain dalam
mencapai tujuan.
2. Dimensi-Dimensi Komunikasi
Untuk menilai keberhasilan suatu komunikasi, Edward III dalam Agustino
(2006:157) mengemukakan bahwa terdapat tiga indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur keberhasilan komunikasi yaitu:
a. Transmisi
Penyampaian komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu hasil
implementasi atau pelaksanaan yang baik pula. Seringkali yang terjadi
dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian, hal ini terjadi
karena komunikasi pelaksanaan tersebut telah melalui beberapa tingkatan
birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan. Menurut
Shannon dan Weaver dalam Sofyandi (2007: 156), mengatakan bahwa
38
transmisi adalah pengubahan data ke dalam pesan dan mengirimnya kepada
sipenerima. Bentuk utama dari proses pengubahan adalah bahasa yang
diartikan sebagai pola tanda-tanda, lambang atau sinyal.
Cara penyampaian pesan kepada komunikan dapat dilakukan dengan
menggunakan dua metode yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Sejalan dengan pendapat Effendy (2009:11), untuk menyampaikan
informasi dapat dilakukan dengan menggunakan dua tahap yaitu secara
primer dan skunder. Tahap komunikasi secara primer adalah proses
penyampaian pemikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai
media media primer dalam tahapan adalah bahasa (kata), gambar, isyarat,
warna ataupun menggunakan objek lainnya yang secara langsung mampu
menterjemahkan pemikiran atau prasaan komunikator kepada komunikan.
Penyampaian komunikasi secara primer ini dilakukan secara langsung atau
tatap muka. Kemudian tahap komunikasi secara sekunder adalah
penyampaian pesan kepada orang lain dengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua seperti TV, radio, banner dan lain sebagianya.
b. Kejelasan
Informasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak
membingungkan para pelaksana. Ketidak jelasan informasi kebijakan tidak
selalu menghalangi pelaksanaan kebijakan, tetapi pada tataran tertentu para
pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Pada
39
tataran yang lain maka hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan
yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.
c. Konsistensi
Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah jelas
dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang
diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan
bagi pelaksana di lapangan.
Pada penelitian ini, untuk mengukur besaran pengaruh komunikasi terhadap
partisipasi KB MOP di Kota Bandar Lampung peneliti menggunakan tiga
indikator menurut Edward III dalam Agustino (2006:157) yang telah dijabarkan
diatas yaitu meliputi transmisi, kejelasan dan konsistensi. Dan dalam indikator
transmisi disini peneliti masih menggunakan sub-indikator untuk mengukur
indikator transmisi dengan menggunakan dukungan pendapat lain. Sub
indikator-trasnmisi yang digunakan peneliti disini adalah penyampaian
informasi secara primer dan skunder yang dikemukakan oleh Effendy (2009:11).
3. Fungsi Komunikasi
Menurut Sofyandi (2007:1570), mengatakan bahwa komunikasi dalam
organisasi penting sekali dan dapat dipakai untuk melaksanakan fungsi-fungsi
sebagai berikut:
a. Fungsi Kontrol.
Komunikasi dapat dipakai untuk mengontrol atau mengendalikan prialaku
seseorang maupun anggota yang ada di dalam organisasi.
40
b. Fungsi Motivasi.
Komunikasi dapat juga digunakan sebagai cara menjelaskan bagaimana
pekerjaan seharusnya di lakukan agar dapat meningkatkan kemampuan
seseorang ataupun anggota yang ada di dalam organisasi tersebut.
c. Fungsi Informasi.
Pengambilan keputusan sangat memerlukan informasi maka dari itu
komunikasi sangat berfungsi untuk menyampaikan informasi dan
memudahkan seseorang membuat keputusan.
C. Konsep Tentang Sumber Daya
1. Pengertian Sumber Daya
Secara umum sumber daya dapat didefinisikan sebagai suatu yang dipandnag
memiliki nilai ekonomi. Dan dapat juga dikatakan bahwa sumber daya adalah
komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat
bagi kebutuhan manusia. Menurut Robbins (2005:255), mengatakan bahwa
sumber daya adalah aset organisasi yang mencakup keuangan (uang, ekuitas,
laba danlainsebagainya), fisik (peralatan, gedung, bahan mentah dan
lainsebagainya), manusia (pengalaman, keahlian, pengetahuan dan kompetensi),
takidak terwujud (nama merk, hak paten, reputasi, merek dagang dan
lainsebagainya), dan struktur atau budaya (sejarah, budaya, sistem kerja,
hubungan kerja dan lain sebagainya).
41
Sumber daya atau resources menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary
adalah “1). A supply of somethink that a contry, an organization or an individual
has and can us, especially to increase wealth, 2). A thing that gives help, support
or comfrort when needed, 3). The ability to find quick, clever and efficient ways
of doing things”.
Sedangkan menurut Edward III dalam Agustino (2006: 158) mengatakan bahwa
sumber daya merupakan hal penting dalam mengimplentasikan kebijakan dengan
baik. Sejalan dengan pendapat Van Matter Van Horn (2006:161), mengatakan
bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan
sumberdaya yang tersedia, manusia merupakan sumberdaya yang terpenting
dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi kebijakan. Dari
pendapat diatas dapa disimpulkan bahwa sumber daya dapat berbentuk fisik
maupun non-fisik dan ketersediaan sumber daya juga sangat menentukan
keberhasilan dalam implementasi untuk pencapauan tujuan yang telah ditetapkan.
2. Dimensi Sumber Daya
Terbatasnya sumber daya dalam organisasi pada saat melaksanakan suatu
kebijakan akan berdampak pada hasil yang akan diperoleh. Maka dari itu sangat
penting sekali untuk mengukur sumber daya yang ada dalam organisasi. Edward
dalam Agustino (2006:158), berpendapat bahwa terdapat empat indikator untuk
menilai apakah sumber daya sudah memadai atau belum dalam organisasi, yaitu:
42
a. Staff
Menurut Edward III, staf adalah sumberdaya utama dalam
mengimplementasikan kebijakan. Kegagalan yang seiring terjadi dalam
implementasi kebijakan salah satunya adalah disebabkan oleh staf yang
tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten di bidangnya. Maka
dari itu ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam memenejemen sumber
daya yaitu:
1) Jumlah staff
Kekurangan jumlah staf merupakan hambatan dalam implementasi
kebijakan karena sebagian kebijakan biasanya melibatkan aktifitas
yang tersebar dibanyak bidang. Maka dari itu jumlah staf yang
memadai merupakan al penting dalam melaksanakn sesuatu.
2) Skill atau keterampilan staff
Jumlah staf yang memadai saja tidak cukup untuk memperoleh
keberhasilan dalam implementasi kebijakan, tetapi skill dan
kemampuan yang dimiliki staf juga sangat penting dalam
mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang
diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
b. Informasi
Informasi dalam implementasi kebijakan mempunyai dua bentuk, yaitu
pertama, informasi yang berhubungan dengan cara pelaksanaan kebijakan.
Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat
mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasi
43
mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan
regulasi pemerintah yang telah tetapkan.
c. Wewenang
Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat
dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para
pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.
Ketika wewenang itu nihil maka kekuatan para implementor dimata publik
tidak terlegitimasi sehingga dapat menggagalkan proses implementasi
kebijakan.
d. Fasilitas
Fasilitas fisik juga penting dalam implementasi kebijakan. Implementor
mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus
dilakukannya dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya,
tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka
implemetasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
Empat indikator yang dikemukkan oleh Edward III dalam Agustino (2006:158)
yang telah dipaparkan diatas yaitu indikator staff, informasi, wewenang dan
struktur birokrasi akan dijadikan peneliti sebagai landasan pengukuran besaran
pengaruh yang diperoleh darivariabel sumber daya terhadap partisiapsi KB
MOP di Kota Bandar Lampung.
44
D. Konsep Tentang Disposisi
1. Pengertian Disposisi atau Sikap
Disposisi atau sikap merupakan terjemahan dari kata attitued yang mempunyai
arti sikap terhadap objek tertentu yang dapat merubah pandangan atau perasaan
seseorang. Menurut Lapierre dalam Azwar (2013: 5), mendefinisikan bahwa
sikap sebagai sutu pola perilaku, tendesi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi
untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara sederhana sikap adalah
respon terhadap stimulisosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut
Luthans (2006:236), sikap sering digunakan untuk mendeskripsikan orang dan
menjelaskan perilaku mereka. Sikap ditandai dengan tiga cara yaitu sikap
cenderung bertahan kecuali ada suatu yang mengubahnya, sikap dapat mencakup
rangkaian dari yang sangat di sukai dan sampai yang sangat tidak disukai dan
sikap diarahkan pada beberapa objek dimana orang memiliki perasaan (kadang-
kadang disebut “pengaruh”).
Pendapat lain tentang sikap juga dikemukakan oleh Natoatmodjo (2005:96),
mengatakan bahwa sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang-tidak senang, baik-tidak baik dan lain sebagainya).
Kemudian menurut Berkowitz dalam Azwar (2013: 5), menyebutkan bahwa sikap
seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorebel) maupun merasa tidak mendukung atau memihak (unfavorabel) pada
objek tersebut. Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah respon
45
seseorang baik mendukung maupun tidak mendukung atau senang atau tidak
senang terhadap suatu objek tertentu.
Jika di lihat dari segi pelaksanaan kebijakan, sikap implementor sangat
berpengaruh terhadap hasil implementasi. Pernyatan ini sejalan dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Edward III dalam Agustino (2006:159) mengatakan
bahwa sikap implementasi merupakan faktor penting dalam pendekatan
mengenai pelaksanaan suatu kebijakan. Ketika pelaksanaan suatu kebijakan ingin
efektif maka para pelaksana kebijakan tidak hanya mengetahui apa yang akan
dilakukan tetapi tetapi memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sehingga
dalam peraktiknya tidak terjadi bias.
2. Komponen Disposisi atau Sikap
Menurut Azwar (2013:33) sikap yang ditunjukkan seseorang terhadap objek
memiliki struktur yang terdiri dari beberapa komponen yaitu:
a. Komponen Kognitif
Komponen kognitif yaitu menyangkut kepercayaan dan pemahaman
seseorang kepada suatu objek memalui proses penglihatan, pendengaran atau
perasa. Kepercayaan dan pemahaman yang terbentuk memberikan informasi
dan pengetahuan mengenai objek tersebut.
b. Komponen Afektif
Komponen yang berhubungan dengan permasalahan emosional subjeltif
individu terhadap sesuatu.
46
c. Komponen Konatif
Komponen konatif ini kecenderungan perilaku seorang individu terhadap
objek yang dihadapinya.
Menurut Edward III dalam Agustino (2006: 159), ada dua hal penting yang harus
dicermati pada variabel disposisi atau sikap dalam implementasi kebijakan yaitu:
a. Pengangkata Birokrat.
Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan
yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak
menjalankan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang
diatasnya. Karena itu pengangkatan dan pemilihan personil pelaksana
kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan
yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga.
b. Insentif
Insentif adalah salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah
kecenderungan para pelaksana adalah dengan manipulasi insentif. Pada
umumnya, orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka
memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi
tindakan para elaksana kebijakan. Dengan cara menambahkan keuntungan
atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat
para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dnegan baik.
Dari penjabaran komponen sikap yang dikemukakan oleh Azwar (2013:33) dan
Edward III dalam Agustino (2006:159), peneliti disini menjadikan komponen ini
47
sebagai dimensi pengukuran pada variabel disposisi. Komponen kognitif, afektif,
konatif, pengangkatan birokrat dan insenstif akan dijadikan indikator untuk
melihat besara pengaruh yang di peroleh dari variabel disposisi terhadap
partisipasi KB MOP di Kota Bandar Lampung.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Menurut Azwar (2013: 17), faktor-faktor yang mempengaruhi sikap yang
ditimbulakan seseorang terhadap suatu objek antara lain:
a. Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadikan dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi
haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Oleh karena itu sikap akan lebih
mudah terbentuk jika pengalaman pribadi seseorang melibatkan faktor
emosional.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu cenderung memiliki sifat yang konfermis atau searang dengan sikap
yang orang yang dianggap penting.
c. Pengaruh Kebudayaan
Tanpa disadari budaya telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap
berbagai masalah
d. Media Massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio, berita secara faktual
disampaikan secara objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya,
akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
48
e. Lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan
Konsep moral dan ajaran dari pendidikan dan ajaran agama menentukan
sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika konsep tersebut
mempengaruhi sikap.
f. Faktor Emosional
Kadang kala pembentukan suatu sikap merupakan pernyataan yang didasari
emosi sebagai penyaluran prustasi atau pengalihan bentuk pertahanan ego.
E. Konsep Tentang Struktur Birokrasi
1. Pengertian Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi sangat penting untuk keberlangsungan suatu organisasi dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat
Edward dalam Agustino (2006:160), yang menyatakan bahwa struktur birokrasi
berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan. Meskipun sumber-
sumber untuk melaksanakan kebijakan tersedia dan para pelaksana juga sudah
mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi kemungkinan kebijakan itu tidak
dapat terlaksana atau terealisasikan karena terdapat kelemahan dalam struktur
birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak
orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia,
maka hal ini akan menyebabkan sumber daya-sumber daya tidak efektif dan
menghambat jalannya kebijakan.
49
Max Weber dalam Thoha (2014: 11) mengatakan bahwa struktur birokrasi adalah
organisasi. Karena itu definisi struktur birokrasi erat kaitannya dengan definisi
organisasi. Menurut Robbins dalam Kusdi (2011:168) struktur organisasi dapat
didefinisikan “how tasks are allocated, who reports to whom, and the formal
coordinating mechanisms and interaction patterns that will be follow”
(Bagaimana tugas-tugas dialokasikan, siapa melapor kepada siapa, serta
mekanisme-mekanisme koordinasi formal dan pola-pola interaksi yang
menyertainya). Robbins juga berpendapat bahwa struktur oranisasi memiliki tiga
komponen yaitu :
1) Kompleksitas merupakan tingkat diferensiasi atau pembagian kerja yang ada
dalam organisasi baik secara hirarki maupun unit-unit organisasi yang
tersebar secara geografis. Kompleksitas juga adalah sejumlah perbedaan
pekerjaan atau sejumlah aktifitas fungsi yang dilaksanakan oleh organisasi.
Semakin kompleks organisasi maka semakin sulit dalam mengelola pekerjaan
manajerial karena terdapat ketik samaan baik dalam unit/kelompok tugas
maupun pekerjaan individu.
2) Formalisasi ialah penggunaan peraturan dan prosedur yang tertulis untuk
menstandarisasi beberapa operasi organisasi. Selain itu formalisasi mengacu
pada perluasan ekspetasi kerja, aturan-aturan, dan kebijakan-kebijakan
perilaku yang diharapkan dan dinyatakan dalam bentuk tertulis.
3) Sentralisasi merupakan letak dari pusat pengambilan keputusan dalam suatu
organisasi. Sentralisasi terkait dengan partisiapsi dan otonomi, yang dalam
50
praktik sulit untuk dikenali karen keputusan dapat dibuat oleh setiap individu
dalam organisasi.
2. Karakteristik Struktur Birokrasi
Menurut Edward dalam Agustino (2006:160), ada dua karakteristik yang dapat
mendongkrak struktur birokrasi atau organisasi, yaitu :
a. Standar Operating Procedure (SOP).
SOP adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai (atau
pelaksana kebijakan atau administratur atau birokrat) untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam
cara-cara rutin dari suatu organisasi, maka semakin besar probabilitas SOP
menghambat implementasi. Pendapat Edward III tentang SOP yang dapat
mendongkrak struktur birokrasi dalam implementasi juga diperkuat
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Robbins dalam Kusdi
(2011:172), tentang komponen formalisasi yang mengatakan bahwa
penggunaan peraturan dan prosedur yang tertulis untuk menstandarisasi
beberapa operasi organisasi. Selain itu formalisasi mengacu pada perluasan
ekspetasi kerja, aturan-aturan, dan kebijakan-kebijakan perilaku yang
diharapkan dan dinyatakan dalam bentuk tertulis contohnya seperti SOP.
b. Fragmentasi.
Fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan
atau aktivitas-aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja. Sedangkan
51
menurut Robbins dalam Kusdi (2010:68-168) komponen kompleksitas,
sama saja dengan diferensiasi atau pembagian kerja yang ada dalam
organisasi baik secara hirarki maupun unit-unit organisasi yang tersebar
secara geografis. Kompleksitas juga adalah sejumlah perbedaan pekerjaan
atau sejumlah aktifitas fungsi yang dilaksanakan oleh organisasi. Semakin
kompleks organisasi maka semakin sulit dalam mengelola pekerjaan
manajerial karena terdapat ketiksamaan baik dalam unit/kelompok tugas
maupun pekerjaan individu. Maka perlu dilakukan pendeskripsian tugas,
pengawasan dan koordinasi yang baik.
F. Tinjauan Tentang Program Keluarga Berencana
1. Program Keluarga Berencana
Program KB merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam
rangka upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk dengan cara pengaturan
kelahiran. Program KB ini diarahkan untuk membantu keluarga, termasuk
individu agar mengerti hak dan kewajiban dalam berkeluarga. Menurut World
Health Organization atau biasa disingkat dengan WHO mendefinisikan keluarga
berencana atau KB sebagai tindakan yang membantu individu atau pasangan
suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran
yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan,
mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam
hubungan dengan umur suami dan istri dan menentukan jumlah anak dalam
keluarga.
52
Sedangkan menurut Purwoastuti, Endang dan Elisabeth Sri Walyani (2014:184),
menyatakan bahwa keluarga berencana merupakan usaha suami isteri untuk
mengukur jumlah anak dan jarak anak yang diinginkan. Usaha yang dimaksud
termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga.
Prinsip dasar metode konrasepsi adalah mencegah sperma laki-laki mencapai dan
membuahi sel telur atau mencegah telur yang sudah dibuahi berimplantasi
(melekat) dan berkembang didalam rahim.
Berdasarkan UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, KB adalah upaya peningkatan kepedulian dan
peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan
kehamilan, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan
keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Sama halnya
dengan UU. N0. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk dan
Pembangunan Keluarga, menyatakan bahwa KB adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui
promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Keluarga Berencana juga memberikan keuntungan ekonomi pada pasangan
suami isteri, kelurga dan masyarakat. perencanaan KB haus dimiliki oleh setiap
keluarga termasuk calon pengantin misalnya kapan usia ideal untuk melahirkan,
berapa jumlah anak dan jarak kelahiran idea. Maka dari beberapa pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa program KB salah satu cara untuk menekan angka
53
kelahiran yang tidak dinginkan dalam keluarga dengan menggunakan alat-alat
kontrasepsi KB yang telah disediakan. Program KB ini di lakukan oleh pasangan
suami isteri yang masih memasuki usia produktif atau pasangan usia subur.
2. Manfaat Keluarga Berencana
Menurut Soeroso dalam Putri (2017: 7), menyatakan bahwa keluarga Berencana
merupakan salah satu progam untuk menekan laju pertumbuhan penduduk di
Indonesia. KB dapat mencegah munculnya bahaya-bahaya akibat:
a. Kehamilan terlalu dini.
Wanita hamil yang usianya belum mencapai 17 tahun sangat beresiko
mengalami komplikasi hingga kematian saat persalinan. Organ tubuhnya
belum sepenuhnya siap untuk mengandung dan melahirkan bayi.
b. Kehamilan terlalu terlambat.
Wanita yang usianya sudah terlalu tua untuk mengandung dan melahirkan
terancam banyak bahaya, terutama wanita yang memiliki masalah kesehatan
lain, atau sudah terlalu sering hamil dan melahirkan dimana jarak
kelahirannya berdekatan.
c. Terlalu sering hamil dan melahirkan.
Wanita yang sudah memiliki lebih dari 4 akan memiliki resiko mengalami
perdarahan hingga terjadi komplikasi.
54
3. Jenis-Jenis Alat Kontrasepsi Keluarga Berencana
Menurut Purwoastuti, Endang dan Elisabeth Sri Walyani (2014:184), terdapat
berbagai alat Kontrasepsi Keluarga Berencana yang telah disediakan oleh
pemerintah Indonesia, baik alat kontasepsi untuk wanita maupun pria yaitu
berikut adalah jenis-jenis alat konrasepsi yang telah di sediakan yaitu :
a. MOP atau Vasektomi
Vasektomi adalah tindakan operasi ringan dengan cara mengikat dan
memotong saluran sperma sehingga sperma tidak dapat lewat dan air mani
tidak mengandung spermatozoa, dengan demikian tidak terjadi pembuahan.
b. Kondom
Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah
dipakai dan diperoleh. Kondom terbuat dari bahan karet atau lateks,
berbentuk tabung tidak tembus cairan, dimana salah satu ujungnya tertutup
rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma.
c. Pil
Pil dapat berupa pil kombinasi ataupun berisi progestogen saja. Pil kontrasepsi
bekerja dengan cara mencegah terjadinya ovulasi dan mencegah terjadinya
dinding rahim.
d. Suntik
Suntik yang biasa tersedia adalah Depo-provera yang hanya mengandung
Progestin dan diberikan tiap 3 bulan. Cara kerja kontrasepsi suntik yaitu
55
dengan mencegah ovulasi, mengentalkan lerndir serviks dan menghambat
perkembangan siklis endometrium.
e. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK/susuk)
Susuk yang sering digunakan adalah Norplant. Susuk adalah kontrasepsi
sub dermal yang mengandung levonorgestrel (LNG sebagai bahan
aktifnya). Mekanisme kerja Norplant yang pasti belum dapat dipastikan
tetapi mungkin sama seperti metode lain yang hanya mengandung Progestin.
f. AKDR
AKDR adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral atau
berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus
oleh dokter atau paramedis lain yang terlatih.
g. Medis Operasi Wanita (MOW)
MOW adalah tindakan operasi minor untuk mengikat atau memotong kedua
tubafalopi sehingga ovum dari overium tidak akan mencapai uterus dan
tidak akan bertemu dengan spermatozoa.
G. Partisipasi KB Pria
Partisipasi dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta
berpartisipasi secara konstruktif. Setiap pemerintah, swasta dan civil society
memiliki hak untuk berpartisipasi, maka dengan begitu perlu diupayakan bahwa
setiap instansi/lembaga pemerintahan, swasta dan civil society dapat ikut
berpartisipasi secara aktif dalam merealisasikan berbagai kebijakan atau
kegiatan-kegiatan yang telah disepakati. Partisipasi juga menjadi salah satu
56
bagian penting dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi yang ada di negara ini.
Dalam berbagai literatur banyak terdapat definisi mengenai partisipasi, akan
tetapi memiliki makna yang sama yaitu ikut berperanserta.
Partisipasi secara umum dapat ditangkap dari istilah keikutsertaan seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu kegiatan. Menurut Made Pidarta dalam
Dwiningrum (2011:50), partisipasi adalah pelibatan seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan
emosi serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya
(berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung
pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan.
Sedangkan menurut Theodorson dan Raharjo dalam Mardikanto (2013:81),
mendefinisikan bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang didalam
kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakat, di luar
kerjaan atau profesinya sendiri. Keikutsertaan tersebut, dilakukan sebagai akibat
dari terjadinya interaksi sosial antar individu yang bersangkutan dengan anggota
masyarakat yang lain. Dari penjabaran beberapa konsep diatas tentang partisipasi
dapat disimpulkan bahwa partisipasi memiliki makna yang cukup laus dan
beragam, namun secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa adalah
partisipasi adalah suatu wujud dari peran serta individu atau kelompok dalam
kegiatan atau aktivitas tertentu.
57
Sama halnya jika ingin mengetahui partisipasi pria dalam program KB, yaitu
partisipasi pria bisa dilihat dari keikutsertaan pria tersebut terhadap kegiatan atau
aktivitas yang dijalankan oleh agen pelaksana atau implementor. Menurut
Ekarini (2008:74), mengemukakan bahwa partisipasi pria dalam KB diwujudkan
melalui perannya berupa dukungan terhadap KB dan penggunaan alat
kontrasepsi serta merencanakan jumlah anak dalam keluarga, guna untuk
merealisasikan tujuan terciptanya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
Partisipasi pria dalam keluarga berencana adalah tanggungjawab pria dalam
kesertaan ber-KB, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya
dan pasangan atau keluarganya.
Ada dua bentuk partisipasi pria dalam ber-KB yaitu partisiapsi pria secara
langsung dan partisipasi pria secara tidak langsung, berikut adalah
penjelasannya:
1. Partisipasi pria secara langsung adalah kesertaan pria dalam kegiatan-
kegiatan dan juga kesertaan pria dalam menggunakan salah satu cara atau
metode pencegahan kehamilan, seperti :
a. Kondom
b. Medis Operasi Pria / Vasektomi
c. Metode sanggah terputus
d. Metode pantang berkala / sistem kalender
2. Partisipasi pria secara tidak langsung yaitu:
a. Sebagai motivator
58
b. Merencanakan jumlah anak
Dalam penelitian ini peneliti lebih berfokus pada partisipasi langsung terhadap
KB MOP di Kota Bandar Lampung. Partisipasi langsung tentang KB MOP disini
tidak hanya peranserta pria dalam menggunakan KB MOP saja tetapi dilihat juga
dari peranserta atau keikutsertannya dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh implementor tentang KB MOP. Fokus peneliti lebih kepada KB MOP ini
karena KB MOP merupakan KB jangka panjang satu-satunya yang dimiliki laki-
laki, maka dari itu peneliti disini tertarik ingin melihat besaran pengaruh dari
variabel komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria atau vasektomi di Kota Bandar Lampung.
H. Tinjauan Tentang KB Medis Operasi Pria (Vasektomi)
1. Medis Operasi Pria (Vasektomi)
Medis Operasi Pria atau vasektomi adalah tindakan penutupan (pemotongan,
pengikatan dan penyumbatan) kedua saluran mani pria sebelah kanan dan
kiriyang terdapat dalam kantong buah zakar, sehingga pada waktu ejakulasi
cairan mani yang dikeluarkan tidak lagi dapat membuahi sel telur yang
mengakibatkan tidak terjadi kehamilan. Tindakan yang dilakukan adalah lebih
ringan dibandingkan sunat pria dan pada umumnya dilakukan sekitar 15-45
menit, (Dila dalam Anggraini, 2018: 23-24 ).
59
Vasektomi adalah istilah dalam ilmu bedah yang terbentuk dari dua kata yaitu vas
dan ektomi. Vas atau vasa deferensia artinya adalah saluran benih yaitu saluran
yang menyalurkan sel benih jantan (spermatozoa) keluar dari buah zakar (testis)
yaitu tempat sel benih itu diproduksi menuju kantung mani (vesikulaseminalis)
sebagai tempat penampungan sel benih jantan sebelum dipancarkan keluar pada
saat ejakulasi. Ektomi atau ektomia artinya pemotongan sebagian. Jadi vasektomi
artinya adalah pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm) saluran benih sehingga
terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran benih
bagian sisi lainya yang masih tersisa dan pada masing-masing kedua ujung
saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan sehingga saluran menjadi
buntu atau tersumbat, (Anggraini, 2018: 23 ).
Menurut Hartanto dalam Hardiani (2013: 3),vasektomi adalah suatu metode
kontrasespis KB pria yang dilakukan secara operatif minor yang sangat aman,
sederhana dan sangat efektif, waktu operasi yang sangat singkat dan tidak
memerlukan anestasi umum. Vasektomi merupakan tindakan operasi ringan
dengan cara mengikat dan memotong saluran sperma sehingga sperma tidak
dapat lewat dan air mani tidak mengandung spermatozoa, dengan demikian tidak
terjadi pembuahan, operasi berlangsung kurang lebih 15 menit dan pasien tidak
perlu dirawat. Operasi dapat dilakukan di Puskesmas, tempat pelayanan
kesehatan dengan fasilitas dokter ahli bedah, pemerintah dan swasta, dan karena
tindakan vasektomi murah dan ringan sehingga dapat dilakukan di lapangan.
Seorang pria yang sudah divasektomi, volume air maninya sekitar 0,15 cc yang
60
tertahan tidak ikut keluar bersama ejakulasi karena scrotum yang mengalirkannya
sudah dibuat buntu. Sperma yang sudah dibentuk tidak akan dikeluarkan oleh
tubuh, tetapi diserap & dihancurkan oleh tubuh.
2. Kelebihan Dan Kelemahan Medis Operasi Pria (Vasektomi)
Medis Operasi Pria (Vasektomi) mempunyai kelebihan antara lain sebagai
berikut :
a. Efektivitas sangat tinggi, kemungkinan gagal kecil sekali (0,15%) jika
tindakan medis dilakukan secara benar
b. Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah
c. Biaya lebih murah karena membutuhkan satu kali tindakan saja
d. Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 15-45 menit
e. Tidak mengganggu hubungan seksual setelah vasektomi
f. Lebih aman, keluhan lebih sedikit dibandingkan dengan kontrasepsi lain.
Medis Operasi Pria (Vasektomi) mempunyai keterbatasan antara lain sebagai
berikut:
a. Harus dilakukan dengan tindakan operasi
b. Karena dilakukan dengan tindakan medis/pembedahan maka masih
memungkinkan terjadi komplikasi, seperti pendarahan, nyeri dan infeksi
jika tidak melalui prosedur yang benar
c. Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual seperti HIV dan
AIDS
61
d. Harus menggunakan kondom selama 12-15 kali senggama agar sel mani
menjadi negatif
e. Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin memiliki anak
3. Syarat-Syarat Menjadi Akseptor Medis Operasi Pria (vasektomi)
Pria atau suami yang boleh menjadi peserta MOP adalah suami dari pasangan
usia subur dengan syarat sebagai berikut:
a. Harus sukarela dan telah mendapatkan konseling tentang vasektomi
b. Mendapat persetujuan dari istri
c. Jumlah anak yang ideal dalam arti tidak ingin menambah jumlah anak
d. Umur istri sekurang-kurangnya 25 tahun dan calon akseptor MOP tidak
kurang dari 30 tahun
e. Mengetahui prosedur vasektomi dan akibatnya
f. Menandatangi formulir persetujuan
g. Telah memiliki anak minimal 2 dan anak yang terkecil harus diatas 2
tahun.
I. Penelitian Terdahulu
Peneliti melampirkan penelitan-penelitian terdahulu dibawah ini untuk
menemukan titik perbedaan dan persamaan dengan peneliti-peneliti yang
dilakukan sebelumnya guna menjaga keaslian penelitian yang akan dilakukan,
maka peneliti sengaja mencantumkan penelitiaan-penelitian terdahulu sebagai
berikut:
62
Tabel 2.3. Penelitian-Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti
Judul Peneliti Hasil Penelitian
1 Sartika Putri
Anggraini
(2018, Skripsi)
Hubungan Tingkat
Pendidikan dan
Pengetahuan Vasektomi
dengan kemampuan
Negosiasi Istri dalam
Pengambilan Keputusan
Penggunaan Vasektomi di
Kota Bandar Lampung
Hasil Penelitian dapat disimpulkan
bahwa tingkat pendidikan
mempuanyai hubungan yang
signifikan dengan kemampuan
negosiasi. Pengetahuan Vasektomi
mempunyai hubungan yang signifikan
dengan kemampuan negosiasi artinya
semakin tinggi pengetahuan
vasektomi maka kemampuan
negosiasi juga tinggi
2
Paramita,
Winda (2012,
Tesis)
Analisis Faktor
Komunikasi, Sumber
Daya, Disposisi dan
Struktur Birokrasi pada
Implementasi Kebijakan
Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana
Bidang Pendidikan
Kabupaten TasikMalaya
dan Cianjur
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa komunikasi, sumber daya,
disposisi dan struktur organisas
masuk kategori sedang yang artinya
bahwa pelaksanaan implementasi
penanggulangan benacan di bidang
pendidikan masih perlu di tingkatkan
agar lebih maksimal dan efektif
sehingga dapat menimbulkan
kesadaran masyarakat untuk lebih
mandiri didalam menanggulangi
bencana bidang pendidikan.
3 Afnita Ayu
Rizkitama dan
Fitri Indrawati
(2015, Jurnal)
Hubungan Pengetahuan,
Persepsi, Sosial Budaya
dengan Peran Aktif Pria
dalam Vasektomi di
Kecamatan Paguyangan
Kabupaten Brebes Tahun
2011-2012
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa semakin positif persepsi dan
sosial budaya memiliki hubungan
yang bermakna terhadap tinggi
partisipasi aktif pria dalam program
vasektomi. Namun tidak ada
hubungan antara pengetahuan tentang
program vasektomi dengan
partisipasi aktif pria dalam program
vasektomi, tingginya pengetahuan
tidak mempengaruhi tingginya
partisipasi aktif pria dalam program
vasektomi.
4 Suwarta
(Jurnal)
Pengaruh Faktor
Komunikasi, Sumber Daya,
Disposisi dan Struktur
Birokrasi Dalam
Implementasi Kebijakan
Sistem Informasi
Administrasi Kependudukan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa komunikasi, sumber daya,
disposisi dan struktur birokrasi dalam
implementasi SIAK berpengaruh besar
terhadap efektifitas pembuatan KTP di
Kecamatan sesambi Kota Cirebon.
63
No Nama
Peneliti
Judul Peneliti Hasil Penelitian
(SIAK) Terhadap Efektifitas
Pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP)
Dikecamatan Kesambi Kota
Cirebon.
5 Febriani,
Yulanda Datu
dan Fitri
Indrawati
(2016, Jurnal)
Persepsi Pria dan
Hubungannya dalam
Ikutsertaan Program KB
Metode Operasi Pria di
Kecamatan Semarang
Barat Kota Semarang
Hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa persepsi informan dengan
mengikuti KB MOP dapat bermanfaat
bagi keluarganya, dari segi kesehtan
dan segi ekonomi. Informan juga
menyatakan tidak mengalami
hambatan apapun dalam mengikuti
KB MOP baik dari segi agama,
pembiayaan, seksualitas, dan keluhan
medis serta mendapat dukungan dari
kelurga dan istri.
(Sumber: Dikelola oleh peneliti, 2018)
Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah dijabarkan diatas, peneliti
menemukan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian
yang akan dilakukan akan fokus membahas tentang besaran pengaruh dari
masing-masing variabel komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur
brokrasi terhadap partisipasi KB MOP di Kota Bandar Lampung. Teori
implementasi yang digunakan oleh peneliti yaitu berfokus pada teori model
implementasi menurut Edward III dalam Agustino (2006: 157), teori ini belum
pernah di lakukan riset untuk menilai besaran pengaruh partisipasi KB MOP di
Kota Bandar Lampung.
64
J. Kerangka Pikir
Sejak di keluarkannya Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, program KB di
Kota Bandar Lampung ini sudah menerapkan berbasis kesetaraan gender yang
artinya program KB tidak hanya digalakkan untuk perempuan atau para istri saja
tetapi laki-laki atau suami juga sudah bisa ikut ber-KB. Namun realitanya
hingga saat ini Program KB masih terkesan bias gender atau lebih banyak
terfokus kepada jenis kelamin perempuan. Hal ini dibuktikan dengan data yang
tercatat di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bandar
Lampung tahun 2017, dari 121.750 peserta aktif KB di Kota Bandar Lampung
hanya 4.958 akseptor yang menjadi Peserta Aktif KB pria. Peserta Aktif KB
kondom mencapai 3.921 dan Peserta Aktif KB MOP hanya mencapai 1.037
akseptor.
KB Medis Operasi Pria atau vasektomi merupakan KB jangka panjang laki-laki
yang kegagalannya paling kecil dibandingkan KB lainnya. Namun realitanya
dilapangan menyatakan bahwa partisipasi KB MOP ini masih rendah
dibandingkan KB lainnya dan dalam lima tahun belakangan ini yang
berpartisipasi dalam KB MOP di Kota Bandar Lampung ini mengalami
penurunan. Rendahnya partisipasi KB MOP di Kota Bandar Lampung ternyata
tidak terlepas dari masalah implementasi yang dilakukan oleh implementor KB
di Kota Bandar Lampung. Menurut Edward III dalam Agustino (2006:157),
keberhasilan kebijakan dapat dinilai menggunakan empat variabel yaitu
65
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasinya. Maka dari itu
untuk melihat besarnya keberhasilan implementasi KB MOP di Kota Bandar
Lampung, peneliti disini menggunakan empat variabel yang dikemukakan oleh
Edward III untuk dijadikan variabel independen dalam penelitian yaitu variabel
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.
Keempat variabel tersebut telah memiliki masing-masing indikator yang dapat
digunakan sebagai pengukuran pencapaian keberhasilan dalam implementasi KB
MOP di Kota Bandar Lampung. Seperti variabel komunikasi menurut Edward III
dalam Agustino (2006:157), dapat diukur dengan menggunakan 3 indikator yaitu
transmisi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang diberikan. Untuk
variabel sumber daya dapat diukur menggunakan staff, informasi, wewenang dan
fasilitas pendukung. Sedangkan variabel disposisi disini peneliti mengukur
dengan mengkombinasikan pendapat Edward III dalam Agustino (2006:158) dan
Azwar (2013:33), dan terdapat lima indikator yaitu insentif, pengangkatan
birokrat, kognitif, afektif dan konatif. Dan yang terakhir variabel struktur
birokrasi, dimana variabel struktur birokrasi ini dapat diukur dengan
menggunakan dua karakteristik yaitu SOP dan fregmentasi yang ada dalam
organisasinya. Jadi didalam penelitian ini terdapat lima variabel yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi sebagai variabel
independen dan partisiapsi KB MOP sebagai variabel dependen. Adapun skema
kerangka pemikiran peneliti dapat di lihat pada gambar dibawah ini:
66
Gambar 2.5. Kerangka Pikir
Komunikasi (X1)
Struktur Birokrasi (X4)
Sumberdaya (X2)
Partisipasi KB MOP di Kota
Bandar Lampung (Y)
Disposisi (X3)
Model Implementasi Kebijakan
Menurut Edward III dalam
Agustino (2006: 157)
67
K. Hipotesis
Menurut Sugiono (2018: 99), hipotesis adalah pernyataan sementara rumusan
masalah peneliti. Dikatakan sementara karena jawabannya yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diproleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan
sebagai jawaban teoritis terhadap perumusan masalah penelitian, sebelum
jawaban yang empirik. Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pikir
diatas peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Ha : Komunikasi memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung
Ho : Komunikasi tidak memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung
2. Ha : Sumberdaya memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung
Ho : Sumberdaya tidak memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung
3. Ha : Disposisi memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung
Ho : Disposisi tidak memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung
4. Ha : Struktur birokrasi memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung
68
Ho : Struktur birokrasi tidak memiliki besaran pengaruh yang signifikan
terhadap partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung.
5. Ha : Komunikaasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi secara
simultan memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi KB
Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung
Ho : Komunikaasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi secara
simultan tidak memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung.
69
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif, menurut Sugiyono
(2018:15), penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan. Filsafat positivisme memandang bahwa realitas atau fenomena
yang diteliti dapat diamati, diukur, diklasifikasikan, bersifat kasual, bebas nilai
dan relatif tetap.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode deskriftif dan asosiatif. Sugiyono (2018: 48),
mengemukakan bahwa penelitian asosiatif adalah penelitian bertujuan untuk
mencari pengaruh ataupun hubungan diantara dua variable atau lebih. Alasan
peneliti memilih metode asosiatif adalah untuk mengkaji hipotesis awal dalam
70
hal ini adalah untuk melihata besaran pengaruh implementasi program keluarga
berencana terhadap partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung.
B. Definisi Konsep dan Definisi Operasional
1. Definisi Konsep
Menurut Singarimbun dan Efendi (2008: 43), definisi konseptual adalah
pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan peneliti untuk
mengoperasikan konsep tersebut di lapangan. Definisi Konsep adalah batasan-
batasan terhadap variabel yang dijadikan pedoman dalam penelitian, sehingga
tujuan dan arah penelitian tidak menyimpang. Dalam penelitian ini terdapat
empat variabel, berikut adalah penjelasan setiap variabel:
a. Variabel Independen atau variabel Bebas (X) adalah sebagai berikut:
1) Variabel Komunikasi (X1): Komunikasi adalah proses penyampaian
pesan yang dilakukan komunikator kepada kominikan untuk
mempengaruhi sipenerima. Dari segi implementasi komunikasi
merupakan suatu hal yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian
tujuan dari pelaksanaan atau implementasi suatu kebijakan. Terdapat
tiga indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan komunikasi
yaitu transmisi atau penyampaian informasi, kejelasan dan konsistensi
informasi yang disampaikan.
2) Variabel Sumber daya (X2): Sumber daya adalah faktor penting untuk
pelaksanaan program agar efektif, dimana tanpa sumberdaya maka
program atau kebijakan hanya sekedar kertas dokumen. Terdapat
71
empat indikator untuk mengukur keberhasilan sumber daya yaitu: staf,
informasi, wewenang dan fasilitas.
3) Variabel Disposisi (X3): Variabel Disposisi (X3): Disposisi atau sikap
adalah respon seseorang baik mendukung atau tidak mendukung
terhadap suatu objek. Dalam implementasi kebijakan, disposisi
implementor juga mempengaruhi keberhasilan implementasi yang
sedang dijalankan karena jika implementor memiliki disposisi yang
baik, maka implementor akan menjalankan kebijakan sesuai dengan
seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan atau program,
begitupun sebaliknya. Indikator yang digunakan untuk mengukur
disposisi adalah kognisi, afektif, konasi, pengangkatan birokrat dan
insentif.
4) Variabel Struktur Birokrasi (X4): Struktur birokrasi adalah yang
berkenaan dengan kesesuaian atau kejelasan organisasi birokrasi yang
menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Struktur
organisasi dalam implementasi kebijakan juga sangat menentuka
keberhasilan dalam mencapai tujuan kebijakan. Ada dua karakteristik
yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi kearah yang lebih
baik yaitu Standar Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi yang
ada dalam organisasi.
b. Variabel dependen atau variabel terikat (Y) adalah partisipasi KB Medis
Operasi Pria di Kota Bandar Lampung. Partisipasi pria dalam KB
diwujudkan melalui perannya berupa dukungan terhadap KB dan
72
penggunaan alat kontrasepsi serta merencanakan jumlah anak dalam
keluarga. Terdapat dua bentuk partisipasi pria yaitu partisiapsi langsung dan
tidak langsung. Dalam penelitian ini peneliti lebih berfokus pada partisipasi
langsung terhadap KB MOP di Kota Bandar Lampung. Partisipasi langsung
tentang KB MOP disini tidak hanya peranserta pria yang menggunakan KB
MOP saja tetapi dilihat juga dari peranserta pria dalam menghadiri kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh implementor terkait KB MOP .
2. Definisi Operasional
Menurut Sugiyono (2018: 55), definisi operasional adalah penentuan konstrak
atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat diukur.
Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti
dan mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain
untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau
mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik. Untuk lebih
mengoperasikan konsep-konsep yang digunakan maka selanjutnya konsep-
konsep tersebut di operasikan dengan definisi operasional sebagai berikut:
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Indikator Item Skala
Komunikasi (X1) 1. Transmisi
a. Sosialisasi langsung tentang KB MOP
b. Sosialisasi tidak langsung tentang KB
MOP
c. Penggunaan bahasa pada saat sosialisasi
d. Pemberian informasi Dinas PP dan KB
kepada PLKB
1-10 rating scale
73
Variabel Indikator Item Skala
e. Hubungan komunikasi antar sesama PLKB
2. Kejelasan informasi
a. Petunjuk mengenai pelaksanaan KB MOP
b. Sasaran terhadap KB MOP
c. Keunggunlan dari KB MOP
d. Penggunaan media dalam melakukan
sosialisasi KB MOP
3. Konsistensi informasi
a. Konsistensi informasi yang diberikan
Sumberdaya (X2) 4. Staff
a. Jumlah PLKB
b. Jumlah Tenaga Medis KB MOP
c. Skill yang dimiliki PLKB
5. Informasi
a. Pelatihan yang diberikan kepada PLKB
b. Pemahaman terhadap peraturan KB MOP
6. Wewenang
a. Kewenangan yang dimiliki setiap PLKB
b. Ikut andil dalam pengambilan keputusan
7. Fasilitas.
a. Ketersediaan dana
b. Akses mendapat pelayanan
c. Fasilitas pendukung (sarana dan prasarana)
11-20 rating scale
Disposisi (X3) 8. Komponen kognitif a. Pemahaman PLKB mengenai KB MOP
9. Komponen afektif a. Komitmen terhadap tugas dan tanggung
jawab 10. Komponen Konatif
a. Inisiatif meningkatkan pengetahuan PLKB b. Pengimbangi nilai dan norma masyarakat
11. Pengangkatan Birokrat a. Rekrutmen PLKB
12. Insentif a. Pemberina gaji b. Pemberian insentif
21-27 rating scale
Struktur Birokrasi
(X4)
13. Standar Operating Procedure (SOP)
a. Ketersediaan SOP
b. Kejelasan SOP guna pelaksanaan KB MOP
c. SOP sebagai landasan PLKB dalam
melaksanakan KB MOP
14. Pelaksanaan Fragmentasi.
a. Job description setiap PLKB
b. Hubungan PLKB dengan Dinas PP dan KB
dalam pelaksanaan KB MOP
c. Kordinasi dalam pelaksanaan KB MOP
d. Pengawasan terhadap pelaksanaan KB MOP
28-34 rating scale
74
Variabel Indikator Item Skala
Partisiapsi KB
MOP di Kota
Bandar Lampung
(Y)
15. Keikutsertaan pria dalam mewujudkan KB
MOP di Kota Bandar Lampung.
a. Kehadiran pada saat sosialisasi KB MOP
b. Keaktifan dalam bertanya
c. Konsultasi
d. Pencapain target MOP
35-39 rating scale
(Sumber: Diolah oleh Peneliti, 2018)
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2018:130) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian. Sedangkan menurut
Purwanto (2017: 37) populasi adalah semua individu atau unit-unit yang jadi
target peneliti. Jadi populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian. Populasi
dari penelitian ini adalah seluruh implementor dalam pelaksana program KB di
Kota Bandar Lampung yaitu petugas pelaksana keluarga berencana (PLKB) di 20
kecamatan Kota Bandar Lampung yang berjumlah 85 orang PLKB.
2. Sampel
Menurut Sugiono (2018:131) sampel adalah sebagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini, populasi
yaitu petugas pelaksana keluarga berencana (PLKB) Kota Bandar Lampung yang
berjumlah 85 orang. Menurut Arikunto (2012:104), jika jumlah populasi kurang
dari 100 orang maka jumlah sampelnya diambil secara keseluruhan, jika
75
populasinya lebih besar dari 100 orang maka bisa diambil 10-15% atau 20-25%
dari jumlah populasinya. Maka dari itu dalam penelitian ini sampel yang akan
digunakan oleh peneliti adalah seluruh jumlah populasi yang ada yaitu 85 orang
PLKB di Kota Bandar Lampung.
D. Teknik Pemberian Skor
Instrumen dalam penelitian ini berupa daftar pernyataan kuesioner dengan
menggunakna rating scale. Menurut Sugiono (2018:159), rating scale adalah
digunakan untuk mengukur data yang diperoleh secara kualitatif dan kemudian
dikuantitatifkan. Tetapi rating scale adalah data mentah yang diperoleh berupa
angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. Responden menjawab
senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, pernah atau tidak pernah
adalah data kualitatif. Dalam skala model rating scale, responden tidak akan
menjawab salah satu jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab
salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan. Oleh karena itu, rating scale
ini lebih fleksibel, tidak terbatas untuk mengukur sikap saja tetapi untuk
mengukur persepsi responden terhadap fenomenanya seperti skala untuk
mengukur status sosial, ekonomi, kelembagaan, pengetahuan, kemampuan,
proses kegiatan, dan lain sebagainya. Yang penting bagi penyusun instrumen
dengan scala rating ini adalah harus dapat mengerti setiap angka yang diberikan
pada alternatif jawawan pada setiap item instrumen. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan scala rating dengan tiga kategori penilaian yaitu baik (3),
cukup (2) dan tidak baik (1), berikut peneliti jabarkan dalam bentuk tabel yaitu:
76
Tabel 3.2. Rating Scala
No Kategori Lebel
1 Tidak Baik 1
2 Cukup 2
3 Baik 3
Untuk menentukan jawaban dari setiap kuesioner tergolong baik, cukup dan
tidak baik, maka peneliti disini dapat menentukan kelas intervalnya yaitu dengan
rumus :
Nilai Maksimal – Nilai Minimal
Banyak Kategori
E. Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data yang bersifat kuantitatif
karena dinyatakan dengan angka-angka yang menunjukkan nilai terhadap
besaran atas variabel yang diwakilinya. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti.
Sugiyono (2018: 213) menyatakan bahwa Sumber primer adalah sumber
data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dalam
penelitian ini data primer yang diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan
kepada petugas pelaksana lapangan keluarga berencana atau PLKB di setiap
kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung.
77
b. Data Sekunder
Menurut Sugiyono (2018: 213) data sekunder adalah sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang
lain atau lewat dokumen. Data sekunder antara lain disajikan dalam bentuk
dokumen, tabel-tabel mengenai topik penelitian dan merupakan data yang
berhubungan secara langsung dengan penelitian yang dilaksanakan. Seperti
data jumlah penduduk dari BPS Kota Bandar Lampung, data Perseta Aktif
KB Tahun 2017 yang di dapat di Dinas Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana Kota Bandar Lampung.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengupulan data adalah cara yang dilakukan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya. Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang
dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan kuesioner (angket). Menurut Sugiono
(2018:219) kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberikan seperangkat pertanyaan dan pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
efisien bila peneliti tahu pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa
diharapkan dari responden. Selain itu kuesioner juga cocok digunakan bila
jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner
dapat berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan
kepada respoden secara langsung atau dikirim melalui pos atau lewat internet.
Bila penelitian dilakukan pada lingkup yang tidak terlalu luas, sehingga
78
kuesioner dapat diantarkan langsung dalam waktu tidak terlalu lama, maka
pengiriman angket pada responden tidak perlu memalui pos atau internet. Dalam
penelitian ini, peneliti akan membagikan kuesioner secara langsung tanpa
melalui pos atau internet.
G. Teknik Pengolahan Data
Setelah mengumpulkan data dari lapangan, maka tahap selanjutnya yang
dilakukan oleh peneliti adalah mengadakan pengolahan data dengan teknik-
teknik editing, koding dan tabulasi (Purwanto, 2017:97). Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing teknik, yaitu :
a. Editing
Tahap paling awal dari pengelolaan data adalah editing. Pada tahap ini yang
dilakukan adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diisi oleh
responden.tujun editing adalah meminimalisir kesalahan yang mungkin
terjadi saat wawancara sehingga apabisa masih bisa diulang maka di ulang
pengambilan data. Editing dalam penelitian ini yaitu mengecek atau
mengoreksi kuesioner penelitian yang telah disebar.
b. Koding
Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk
dalam katagori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk
angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu
informasi atau data yang akan dianalisis.
79
c. Tabulasi
Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi
kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan tabulasi
diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Tabulasi dalam penelitian
ini yaitu jawaban dari kuesioner yang telah disebar di masukkan ke dalam
tabel sesuai dengan analisis tabulasi karakteristik responden yang meliputi
usia, jenis kelamin, pendidikan terahir dan lama masa kerja.
H. Uji Istrumen
1. Uji Validitas
Menurut Sugiono (2018: 192), instrumen yang valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid adalah instrumen
tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Konsep
valid ini secara sederhana mencakup pengertian bahwa skala atau instrumen yang
digunakan dapat mengukur atau mengungkapkan hal-hal yang seharusnya diukur
atau diungkapkan. Dalam artian, suatu penelitian dianggap valid jika hasilnya
memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi dengan kondisi nyata di masyarakat. Uji
validitas dilakukan dengan melakukan korelasi Pearson Product Moment antara
skor tiap butir pertanyaan dengan skor total. Formula yang digunakan untuk itu
adalah sebagai berikut:
80
Rumusnya adalah sebagai berikut:
rxy = 𝑛 ∑ 𝑥𝑖𝑦𝑖−(∑ 𝑥𝑖)−(∑ 𝑦1)
√{𝑛 ∑ 𝑥𝑖2(∑ 𝑥𝑖)2}{𝑛 ∑ 𝑦𝑖
2(∑ 𝑦𝑖)2}
(Sumber : Sugiono, 2018: 273)
Keterangan:
rxiyi = Koefisien Korelasi item total (bivariate pearson)
Xi = Skor Item
Yi = Skor Total
n = Jumlah subyek
Uji validitas diukur melalui kriteria :
a. Jika nilai r hitung > r tabel maka butir soal kuesioner dinyatakan valid.
Sebaliknya, jika r hitung < r tabel maka butir soal kuesioner dinyatakan tidak
valid.
b. Jika probabilitas (sig.) ≤ 0,05 maka butir soal kuesioner dinyatakan valid.
Sebaliknya, jika probabilitas (sig.) ≥ 0,05 maka butir soal kuesioner
dinyatakan tidak valid.
Untuk menguji validitas instrumen penelitian, sebuah pernyataan dapat dikatakan
valid atau tidak valid dengan membandingkan nilai r-hitung masing-masing item
pertanyaan dengan nilai r-tabel pada 𝑛 = 85 dengan taraf signifikan 5% sebesar
yaitu sebesar. 0,2133. Nilai 0,2133 didapat dari tabel penolong nilai r Pearson
Moment dalam menentukan nilai r bila r hitung ≤ 0,2133 maka dapat
disimpulkan item pertanyaan tidak valid. Berdasarkan hasil perhitungan dengan
bantuan SPSS 22, diketahui bahwa variabel komunikasi terdapat 10 item
81
pertanyaan terhadap variabel komunikasi dengan skor total dapat dilihat sebagai
berikut :
Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Komunikasi (X1)
No Item r hitung r tabel Keputusan
1 0,439** 0,2133 Valid
2 0,125 0,2133 Tidak Valid
3 0,391** 0,2133 Valid
4 0,375** 0,2133 Valid
5 0,489** 0,2133 Valid
6 0,478** 0,2133 Valid
7 0,532** 0,2133 Valid
8 0,421** 0,2133 Valid
9 0,485** 0,2133 Valid
10 0,469** 0,2133 Valid
Berdasarkan tabel 3.3 diatas dapat diketahui bahwa dari 10 item pertanyaan
tentang variabel komunikasi, terdapat 9 item pertanyaan dinyatakan valid yaitu
nilai r hitung ≥ dari r tabel dan 1 item pertanyaan dinyatakan tidak valid karena
nilai r hitung ≤ dari r tabel. Maka untuk melakukan uji lanjut, dalam variabel
komunikasi yang digunakan peneliti hanya 9 item pertanyaan saja guna dianalisis
sebagai data peneliti.
Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas Variabel Sumber Daya (X2)
No Item r hitung r tabel Keputusan
1 0,546** 0,2133 Valid
2 0,376** 0,2133 Valid
3 0,485** 0,2133 Valid
4 0,531** 0,2133 Valid
5 0,438** 0,2133 Valid
6 0,374** 0,2133 Valid
7 0,434** 0,2133 Valid
8 0,541** 0,2133 Valid
82
9 0,377** 0,2133 Valid
10 0,440** 0,2133 Valid
Berdasarkan tabel 3.4 diatas dapat diketahui bahwa terdapat 10 item pertanyaan
tentang variabel sumber daya dan semunya dinyatakan valid. Semua item
pertanyaan dikatakan valid karena nilai r hitung ≥ dari r tabel, sehingga
pernyataan ini dapat digunakan untuk bahan kuesioner selanjutnya guna
dianalisis sebagai data peneliti.
Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas Variabel Disposisi (X3)
No Item r hitung r tabel Keputusan
1 0,505** 0,2133 Valid
2 0,559** 0,2133 Valid
3 0,496** 0,2133 Valid
4 0,684** 0,2133 Valid
5 0,728** 0,2133 Valid
6 0,650** 0,2133 Valid
7 0,564** 0,2133 Valid
Berdasarkan tabel 3.5 diatas dapat diketahui bahwa terdapat 7 item pertanyaan
tentang variabel disposisi dan semunya dinyatakan valid. Semua item pertanyaan
dikatakan valid karena nilai r hitung ≥ dari r tabel, sehingga pernyataan ini dapat
digunakan untuk bahan kuesioner selanjutnya guna dianalisis sebagai data
peneliti.
Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Variabel Struktur Birokrasi (X4)
No Item r hitung r tabel Keputusan
1 0,434** 0,2133 Valid
2 0,570** 0,2133 Valid
3 0,484** 0,2133 Valid
83
4 0,263* 0,2133 Valid
5 0,624** 0,2133 Valid
6 0,685** 0,2133 Valid
7 0,507** 0,2133 Valid
Berdasarkan tabel 3.6 diatas dapat diketahui bahwa terdapat 7 item pertanyaan
tentang variabel struktur organisasi dan semunya dinyatakan valid. Semua item
pertanyaan dikatakan valid karena nilai r hitung ≥ dari r tabel, sehingga
pernyataan ini dapat digunakan untuk bahan kuesioner selanjutnya guna
dianalisis sebagai data peneliti.
Tabel 3.7. Hasil Uji Validitas Variabel KB MOP (Y)
No Item r hitung r tabel Keputusan
1 0,434** 0,2133 Valid
2 0,570** 0,2133 Valid
3 0,484** 0,2133 Valid
4 0,263* 0,2133 Valid
5 0,624** 0,2133 Valid
Berdasarkan tabel 3.7 diatas dapat diketahui bahwa terdapat 5 item pertanyaan
tentang variabel KB MOP dan semunya dinyatakan valid. Semua item
pertanyaan dikatakan valid karena nilai r hitung ≥ dari r tabel, sehingga
pernyataan ini dapat digunakan untuk bahan kuesioner selanjutnya guna
dianalisis sebagai data peneliti.
2. Uji Reabilitas
Menurut Sugiono (2018: 193), reabilitas merupakan ketepatan atau dapat
dipercaya, artinya instrumen yanga akan digunakan dalam penelitian ini akan
memberikan hasil yang sama meskipun diulang-ulang dan dilakukan oleh
84
siapapun dan kapan saja. Untuk mengetahui reabilitas instrumen harus di uji coba
berkali-kali. Hasil percobaan dilihat apakah menunjukkan adanya ketepatan dan
keseragaman. Formula yang digunakan untuk menghitung koefisien reliabilitas
dalam penelitian ini adalah rumus Alpha yang diusulkan oleh Cronbach.
Dengan rumus sebagai berikut:
(Sumber : Sugiono, 2018: 275)
Keterangan:
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan
= Jumlah varian butir
= Varian total.
Pengujian reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama
dengan kedua. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen
tersebut dinyatakan reliable. Hasil penelitian disebut reliable apabila nilai alpha
cronbach > 0,5. Untuk menguji reabilitas instrumen penelitian, reliabilitas diukur
berdasarkan data dari 85 responden dari kuesioner tahap pertama yaitu variabel
komunikasi terdapat 9 item pertanyaan, variabel sumber daya terdapat 10 item
pertanyaan, variabel disposisi terdapat 7 item pertanyaan, variabel struktur
organisasi terdapat 7 item pertanyaan dan KB MOP terdapat 5 item pertanyaan.
Instrumen penelitian dikatakan reliabel apabila r hitung ≥ dari r tabel dengan
85
taraf signifikan 5%. Keseluruhan hasil uji reliabilitas yang dengan bantuan SPSS
22 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.8. Hasil Uji Reliabilitas Terhadap Variabel
No Variabel Cronbach’s Alpha Keputusan
1 Komunikasi 0,520 Reliabel
2 Sumber Daya 0,574 Reliabel
3 Disposisi 0,705 Reliabel
4 Struktur Birokrasi 0,551 Reliabel
5 Partisipasi KB MOP 0,614 Reliabel
Berdasarkan hasil perhitungan yang dapat dilihat pada tabel 3.9 diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian ini adalah reliabel karena nilai
koefisien dari setiap variabel lebih besar dari r hitung ≥ 0,5 yaitu bisa dilihat pada
tabel diatas bahwa komunikasi mendapatkan nilai 0,520, sumber daya
memperoreh nilai 0,574, disposisi 0,705, struktur birokrasi 0,551 dan partisipasi
KB MOP 0,614. Maka dari itu dapat di simpulkan bahwa berdasarkan uji coba
instrumen, semua variabel dalam penelitian ini sudah reliabel.
I. Teknik Analisis Data Kuantitatif
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari
seluruh responden terkumpul. Menurut Sugiono (2018: 226), teknik analsisi data
dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Terdapat dua macam statistik
yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian kuantitatif yaitu statistik
deskriftif dan statistik inferensial. Dalam penelitian ini, teknik analisis data
kuantitatif yang digunakan adalah kedua-duanya yaitu statistik deskriftif dan
86
statistik inferensial. Program yang digunakan untuk menganalisis data dalam
penelitian ini adalalam menggunakan program SPSS versi 22. dengan
menggunakan program SPSS.
1. Analisis Statistik Deskriftif
Menurut Sugiono (2818: 227), analisis statistik deskriftif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Teknik
analisis statistik deskriftif antara lain adalah penyajian data melalui beberapa
bentuk yaitu bisa dalam bentuk tabel, grafik, diagram lingkaran, picgtogram,
perhitungan modus, median, mean, perhitungan desil, persentil perhitungan
penyebaran penghitungan data melalui perhitungan rata-rata dan standar
deviasi serta perhitungan prosentase. Fungsinya adalah menyederhanakan
atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga
kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna.
2. Analisis Statistik Inferensial
Sedangkan statistik inferensial menurut Sugiono (2818: 228), adalah teknik
statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya
diberlakukan untuk populasi dimana sampel diambil. Pemberlakukan bagi
populasi ini biasanya disebut juga penggeneralisasian. Generalisasi adalah
penarikan kesimpulan dari data statistik dengan melakukan pengujian regresi,
pengujian hipotesis, permodelan pengaruh atau hubungan, prediksi dan lain
87
sebagainya. Sesuai dengan hipotetis yang telah dirumuskan, maka dalam
penelitian ini analisis data statistik inferensial diukur dengan menggunakan
program SPSS mulai dari uji regresi linier berganda, uji hipotesis (uji t, uji R2
dan uji F), uji asumsi klasik dan uji lainnya.
a. Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi berganda adalah pengembangan dari analisis regresi
sederhana. Kegunaannya yaitu untuk meramalkan nilai variabel terikat
(Y) apabila variabel bebas (X) minimal dua atau lebih (Sugiono, 2018).
Analisis regresi berganda ialah suatu alat analisis peramalan nilai
pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap variabel terikat untuk
membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsi atau hubungan kausal
antara dua variabel bebas atau lebih dengan satu variabel terikat. Model
persamaan regresi ganda dengan empat variabel bebas dirumuskan yaitu:
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + e
(Sumber: Sugiono, 2018:308)
Keterangan :
Y = Partisipasi KB MOP
a = Parameter (intercept)
b = Koefisien Regresi
x1 = Komunikasi
x2 = Sumber daya
x3 = Disposisi
x4 = Struktur Birokrasi
e = Standar Error
88
b. Uji Hopotesis
1) Uji Signifikasi (Uji t)
Uji t digunakan untuk menghitung signifikasi masing-masing
variabel. Uji t ini juga digunakan untuk menguji hipotesis nol (Ho)
bahwa masing-masing koefisien dari model regresi sama dengan nol,
kemudian hipotesis alternatifnya (Ha) adalah jika masing-masing
koefisien dari model regresi tidak sama dengan nol. Untuk menguji
signifikansi variabel dapat menggunakan rumus, sebagai berikut :
t hitung = 𝑟 √𝑛−2
√1− 𝑟2
Keterangan :
t = Penguji koefisien determinasi
n = Jumlah responden
r = Koefisien korelasi
Kriteria uji t, sebagai berikut :
1) Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya variabel memiliki pengaruh yang signifikan.
Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya variabel memiliki pengaruh yang tidak signifikan.
2) Jika t probabilitas > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak
Jika t probabilitas < 0,05 maka Ho di tolak dan Ha di terima
89
2) Koefisien Determinasi (R2)
Analisis determinasi (R²) pada dasarnya digunakan untuk mengukur
seberapa besar kemampuan model menjelaskan variasi variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi dikatakan besar apabila nilai
R² dapat mendekati angka 100% yang berarti semua variabel
independen dalam model dapat memberikan semua informasi yang
diperlukan untuk memprediksi variabel dependennya. Sebaliknya,
nilai koefisien dikatakan kecil apabila nilainya mendekati nol yang
berarti semakin kecil juga pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependennya.
Setelah dilakukan uji korelasi dengan product moment, kemudian
hasil penelitian tersebut dimasukkan ke dalam rumus koefisien
determinasi (R2). Koefisien determinasi digunakan untuk
mengetehaui jumlah presentase pengaruh variabel independen (X)
terhadap variabel (Y), dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
R2 = ( rXY )2 X 100%
Keterangan :
R2 : Koefisien Determinasi
rxy : Korelasi Suatu Butir
90
3) Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat. Pengujian ini
dilakukan dengan uji F pada tingkat kepercayaan 95%. Rumus F
hitung sebagai berikut:
Fh = 𝑅 𝑘⁄
(1− 𝑅(𝑛−𝑘−1)⁄
Keterangan :
R = Koefisien korelasi
N = Jumlah sampel
K = Jumlah variabel independen
Kriteria Pengujiannya:
a. Ho ditolak dan Ha diterima jika F hitung > F tabel
b. Ho diterima dan Ha ditolak jika F hitung < F tabel
c. Uji Asumsi Klasik
Menurut Umar (2008:77), setelah data berhasil dikumpulkan selanjutnya
data akan diuji untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak,
memiliki sifat multikolonieritas atau tidak dan memiliki sifat
heteroskedastisitas atau tidak. Sebelum dilakukan uji statistik langkah
awal yang dilakukan adalah memastikan setiap variabel berdistribusi
normal dan independen. Asusmsi ini dapat diuji dengan melihat
normalitas, multikolonieritas dan heterorkedastisitas.
91
1) Uji Normalitas
Uji Normalitas data bertujuan untuk menguji apakah variabel
dependen, independen atau keduanya berdistribusi normal, mendekati
normal, atau tidak (Umar, 2008: 77). Mendeteksi apakah data
berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan
menggambarkan penyebaran data melalui sebuah grafik. Jika data
menyebab di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonalnya, model regresi memenuhi asumsi normalitas. Data di
analisis dengan bantuan komputer program SPSS. Dasar pengambilan
keputusan berdasarkan probabilitas > 0,05 maka data penelitian
berdistribusi normal.
2) Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas berguna untuk mengetahui apakah pada model
regresi yang diajukan telah ditemukan korelasi kuat antar variabel
independen (Umar, 2008:80). Model regresi yang seharusnya tidak
menjadi korelasi antar variabel independen. Untuk mengetahui
adanya multikolonieritas dapat dilihat dari nilai toleransinya dan
lawannya atau varian inflation factor (VIF). Jika VIF kurang dari 10
dan nilai toleransi lebih dari 0,1 maka regresi bebas dari
multikolonieritas.
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
92
pengamatan lain. Pada penelitian ini cara mendeteksi ada atau
tidaknya masalah heterokedastisitas adalah dengan menggunakan
grafik scatterplot. Dasar analisis untuk menentukan ada atau tidaknya
heterokedastisitas yaitu :
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasi telah terjadi heterokedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan
dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heterokedastisitas.
d. Uji Interpretasi Data
Setelah kuesioner uji kelayakan dan keandalannya melalui uji validitas
dan reliabilitas dan dinyatakan valid serta reliabel, semua data
dikumpulkan dan kemudian dianalisis secara kualitatif selanjutnya
diuraikan dalam bentuk statistik parametrik yang menggunakan data
interval dan ratio dengan persyaratan tertentu (Riduan dan Akdon
2015:124). Dalam interpretasi data terdapat suatu proses perubahan
simbol seperti dari angka ke dalam bentuk kata-kata atau kalimat, tapi
tidak merubah makna yang terkandung dalam simbol tersebut. Hasil dari
perhitungan uji korelasi dan uji regresi yang selanjutnya di interpretasikan
nilai sebagai berikut:
93
Tabel 3.9. Interpretasi Data
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00-0,199 Sangat Rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,00 Sangat Kuat
Sumber : Riduan dan Akdon (2015:124)
94
BAB IV
GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung
1. Kota Bandar Lampung
Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi Lampung yang merupakan
pusat pemerintahan, sosial, politik, kebudayaan, dan pusat kegiatan ekonomi,
perdagangan, industri serta pariwisata. Secara geografis kota Bandarlampung
berada terletak pada kedudukan 5020’ sampai dengan 5030’ lintang
selatan dan 105028 sampai dengan 105037’ bujur timur. Kota
Bandarlampung memiliki luas wilayah 197,22 km2, yang terdiri dari 20
kecamatan dan 126 kelurahan, dengan batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Natar, Kabupaten
Lampung Selatan
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Lampung
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang,
Kabupaten Lampung Selatan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gedungtataan dan
Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.
95
2. Kondisi Topografi dan Demografi Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung sebagian besar terletak di ketinggian 0 sampai 700
meter di atas permukaan laut dengan topografi yang terdiri dari :
a. Daerah pantai yaitu Telukbetung dan Panjang
b. Daerah perbukitan yaitu sekitar Telukbetung bagian utara
c. Daerah dataran tinggi serta sedikit bergelombang terdapat di
sekitar Tanjungkarang bagian barat yang dipengaruhi oleh gunung
Balau serta perbukitan batu serampok di bagian timur selatan
d. Teluk Lampung dan pulau-pulau kecil bagian selatan.
Kota Bandar Lampung juga terdapat beberapa aliran sungai yang bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat, diantaranya Way Awi, Way Balau, Way
Kuala, Way Simpur dan lain-lain, yang bisa digunakan oleh masyarakat
seperti pertanian dan kegiatan keseharian masyarakat. Dimana panjang
sungai-sungai di Bandar Lampung umumnya tidak begitu panjang antara
2-14 Km. Selain itu wilayah Bandarlampung merupakan perbukitan
diantaranya, Gunung Klutum, Gunung Kunyit, Gunung Kapuk dan lain-lain.
Secara demografis, kota Bandar Lampung terdiri dari banyak etnik, sehingga
bisa dibilang kota Bandar Lampung bersifat heterogen, dengan jumlah
penduduk sebesar 979.287 jiwa pada tahun 2015, dengan data perkecamatan
sebagai berikut :
96
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Berdasarkan Jenis
Kelamin di Setiap Kecamatan
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah
Subdistrict Male Female Total
(1) (2) (3) (4)
1 Teluk Betung Barat 15 363 14 436 29 799
2 Teluk Betung Timur 21 396 20 249 41 645
3 Teluk Betung Selatan 19 960 19 393 39 353
4 Bumi Waras 28 949 27 793 56 742
5 Panjang 37 936 36 570 74 506
6 Tanjung Karang Timur 18 520 18 588 37 108
7 Kedamaian 26 584 26 008 52 592
8 Teluk Betung Utara 25 300 25 293 50 593
9 Tanjung Karang Pusat 25 263 25 863 51 126
10 Enggal 13 684 14 400 28 084
11 Tanjung Karang Barat 27 724 26 986 54 710
12 Kemiling 32 683 32 954 65 637
13 Langkapura 17 129 16 815 33 944
14 Kedaton 24 495 24 560 49 055
15 Rajabasa 24 472 23 555 48 027
16 Tanjung Senang 22 900 22 875 45 775
17 Labuhan Ratu 22 606 22 237 44 843
18 Sukarame 28 487 28 434 56 921
19 Sukabumi 29 348 27 986 57 334
20 Way Halim 30 612 30 881 61 493
2015 493 411 485 876 979 287
2014 484 215 476 480 960 695
2013 475 039 467 000 942 039
2012 456 620 446 265 902 885
2011 450 802 440 572 891 374
(Sumber: https://bandarlampungkota.bps.go.id, tahun 2017)
Berdasarkan pada tabel diatas, bisa dilihat sebaran penduduk Kota Bandar
Lampung berdasarkan jenis kelamin, yang terpadat adalah Kecamatan
Panjang sebesar 74 506 jiwa, sementara jumlah penduduk paling sedikit
adalah Kecamatan Enggal dengan jumlah sebesar 28 084 jiwa, dari jumlah
penduduk kota Bandar Lampung.
97
3. Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung
Secara Administratif Bandar Lampung terbentuk pada tanggal 17 Juni 1983
sebagai bagian dawi wilayah kota dalam pembentukan keresidenan propinsi
Lampung, yang ditetapkan berdasarkan peraturan Pemerintah nomor 3 tahun
1964. Kota Bandar Lampung pada awalnya adalah Kota Praja Tanjung
Karang-Teluk Betung yang berstatus sebagai kota kecil. Kemudian pada
tahun 1975, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1982 tentang perubahan wilayah,
maka Bandar Lampung diperluas dengan pemekaran dari semula 4
kecamatan dan 30 kelurahan menjadi 9 kecamatan dengan 58 kelurahan, dan
sekarang menjadi 20 kecamtan dan 126 kelurahan yaitu:
1. Kecamatan Kedaton
2. Kecamatan Sukarame
3. Kecamatan Tanjung Karang Barat
4. Kecamatan Tanjung Karang Pusat
5. Kecamatan Tanjung Karang Timur
6. Kecamatan Teluk Betung Utara
7. Kecamatan Teluk Betung Barat
8. Kecamatan Teluk Betung Selatan
9. Kecamatan Teluk Betung Timur
10. Kecamatan Bumi Waras
11. Kecamatan Kedamaian
12. Kecamatan Enggal
13. Kecamatan Langkapura
98
14. Kecamatan Panjang
15. Kecamatan Kemiling
16. Kecamatan Labuhan Ratu
17. Kecamatan Sukabumi
18. Kecamatan Tanjung Senang
19. Kecamatan Rajabasa
20. Kecamatan Wayhalim
4. Para Walikota Bandar Lampung
Sampai saat ini, tercatat sudah 11 orang putra terbaik Lampung
menjadi pemimpin di Kota Bandar Lampung, sebagaimana tabel berikut ini :
Tabel 4.2. Nama-Nama Walikota Bandar Lampung dari Tahun ke
Tahun
No Nama Periode
1. Sumarsono 1956 – 1957
2. H. Zainal Abidin Pagar Alam 1957 – 1963
3. Alimudin Umar, Sh 1963 – 1969
4. Drs. H.M. Thabranie Daud 1969 – 1976
5. Drs. H. Fauzi Saleh 1976 – 1981
6. Drs. Zulkarnain Subing 1981 – 1986
7. Drs. Nurdin Muhayat 1986 – 1991
8. Drs. Suharto 1996 – 2005
9. Drs. Eddy Sutrisno, M.Pd. 2005 – 1010
10. Drs. H. Herman Hn, MM 2010 – Sekarang
(Sumber: https://bandarlampungkota.bps.go.id)
99
B. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bandar
Lampung
1. Sejarah Singkat Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Kota Bandar Lampung
Menurut Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 pada Pasal 53 ayat (2)
menyebutkan bahwa Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) merupakan lembaga pemerintah nonkementerian yang
berkedudukan di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden
yang memiliki tugas melaksanakan pengendalian penduduk dan
menyelenggarakan keluarga berencana. Pada Pasal 54 ayat (1)
menyebutkan dalam rangka pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
keluarga berencana di daerah, pemerintah daerah membentuk Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Daerah yang disingkat BKKBD ditingkat
Provinsi dan Kabupaten atau Kota.
Di Kota Bandar Lampung BKKBN mengalami perubahan nama serta
beberapa tugas dan fungsi yang sedikit berbeda. Sebelum menjadi Dinas
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, instansi ini memiliki nama
Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
(BKKBPP). Setelah disahkannya Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung
No 7 tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota
Bandar Lampung dan Peraturan Walikota Bandar Lampung No 44 Tahun
2016 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pengendalian Penduduk
dan Keluarga Berencana Kota Bandar Lampung BKKBPP berubah nama
menjadi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana yang mana
100
instansi ini berfokus pada hal pengendalian penduduk dan pemberdayaan
keluarga berencana di Kota Bandar Lampung.
2. Visi dan Misi Dinas Pengendalian Penduduk dan keluarga Berencana
Kota Bandar Lampung
Dinas Pengendalian Penduduk dan keluarga Berencana Kota Bandar
Lampung memiliki visi dan misi jelas yaitu :
a. VISI
“Mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang dan Keluarga Berkualitas
Tahun 2021”.
b. MISI
a) Mengarusutamakan Pembangunan Berwawasan Kependudukan
b) Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
c) Memfasilitasi Pembangunan Keluarga Yang Berkualitas
d) Mengembangkan Jejaring Kemitraan dalam Pengelolaan
Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga
3. Tujuan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Program Pengendalian Penduduk yang diperkuat dengan Undang-Undang RI
Nomor 52 Tahun 2009 Pasal 18 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga secara jelas tujuan pengendalian penduduk,
yaitu Pengendalian kuantitas penduduk dilakukan untuk mewujudkan
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara jumlah penduduk dengan
lingkungan hidup baik yang berupa daya dukung alam maupun daya
101
tampung lingkungan serta kondisi perkembangan sosial ekonomi dan
budaya.
Sedangkan pada Pasal 20 disebutkan teknis pengendalian penduduk tersebut,
Untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas,
Pemerintah menetapkan kebijakan keluarga berencana melalui
penyelenggaraan program keluarga berencana.
4. Tugas dan Fungsi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana
Tugas dan Fungsi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 44 Tahun 2016 tentang Tugas,
Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Kota Bandar Lampung adalah merupakan unsur pelaksana otonom
daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pengendalian
penduduk dan keluarga berencana dan bertanggung jawab kepada walikota
melalui sekretaris daerah. Adapun Tugas Dinas Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana dalam pasal 3 yaitu membantu walikota melaksanakan
penyususunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengendalian
penduduk, keluarga berencana dan ketahanan keluarga Sesuai bunyi pasal 4
dalam melaksanakan tugas tersebut Dinas Pengendalian Penduduk dan
Keluarga Berencana menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis dibidang Pengendalian Penduduk
dan Keluarga Berencana.
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai
dengan lingkup tugasnya.
102
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya.
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
5. Strategi dan Kebijakan
Strategi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana dalam
menghadapi masalah dan melaksanakan pembangunan yang berwawasan
kependudukan, responsif gender dan peduli anak adalah:
a. Penguatan dan pemaduan kebijakan pelayanan KB yang merata
dan berkualitas
b. Penyediaan sarana dan prasarana serta alat kontrasepsi yang memadai
di setiap faskes KB.
c. Peningkatan intensitas pelayanan KB secara statis di wilayah
perkotaan, dan pelayanan KB secara mobile di wilayah sulit.
d. Peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas tenaga lapangan
KB (PLKB) dan tenaga medis pelayanan KB (dokter bidan), serta
penguatan lembaga di tingkat masyarakat untuk mendukung
penggerakan dan penyuluhan KB. PLKB telah terdapat disetiap
kecamatan yang ada di Kota Bandar Lampung dengan jumlah 85
PLKB.
Tabel 4.3. PLKB di Setiap Kecamatan Kota Bandar Lampung
No Kecamatan Jumlah PLKB
1 Kec. Panjang 6
2 Kec. Tanjung karang Barat 5
3 Kec. Kedaton 4
4 Kec. Labuhan Ratu 3
5 Kec. Teluk Betung Selatan 5
6 Kec. Bumi Waras 4
103
No Kecamatan Jumlah PLKB
7 Kec. Teluk Betung Utara 3
8 Kec. Teluk Betung Timur 4
9 Kec. Teluk Betung Barat 4
10 Kec. Rajabasa 5
11 Kec. Tanjung Seneng 4
12 Kec. Sukabumi 3
13 Kec. Tanjung Karang Pusat 4
14 Kec. Enggal 5
15 Kec. Kedamaian 4
16 Kec. Tanjung Karang Timur 4
17 Kec. Sukarame 5
18 Kec. Way Halim 4
19 Kec. Kemiling 8
20 Kec. Langkapura 3
Total Jumlah PLKB 85
(Sumber: Dinas PP dan KB Kota Bandar Lampung, tahun 2017)
e. Peningkatan kebijakan dan strategi yang komprehensif dan
terpadu, tentang KIE dan konseling kesehatan reproduksi remaja
dengan melibatkan orang tua, teman sebaya, tokoh agama/tokoh
masyarakat, sekolah dengan memperhatikan perubahan paradigma
masyarakat akan pemahaman nilai-nilai pernikahan dan penanganan
kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja untuk mengurangi aborsi.
f. Peningkatan fungsi dan peran, serta kualitas dan kuantitas
kegiatan kelompok remaja (PIK KRR) dengan mendorong remaja untuk
mempunyai kegiatan yang positif dengan meningkatkan status
kesehatan, memperoleh pendidikan, dan meningkatkan jiwa
kepemimpinan.
g. Pengembangan dan peningkatan fungsi dan peran kegiatan
kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) sebagai wahana untuk
meningkatkan kepedulian keluarga dan pengasuhan kepada anak - anak
remaja mereka.
h. Penyediaan data kependudukan yang akurat dan tepat waktu.
NBIDANG PENYULUHAN &
BIDANG KELUARGA BERENCANA BIDANG KETAHANAN & BIDANG PENGENDALIAN
PENGGERAKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA PENDUDUK
Nidawati,SE,MM. Pembina (IV/a)
NurlailyMansyur, SH
Pembina (IV/a) LiliHuzaini, S.Sos, MM.
Pembina (IV/a)
Agustam,SH
PenataTK.I (III.d)
104
LAMPIRAN : PERATURAN WALIKOTA BANDAR LAMPUNG KEPALA DINAS NOMOR : 44 TAHUN 2016
Ir. Yurida, MSi TANGGAL
TENTANG
: 01 NOPEMBER 2016
: TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS
Pembina UtamaMuda (IV/c) PENGENDALIANPENDUDUK DAN KELUARGA
BERENCANA KOTA BANDAR LAMPUNG
KLP JAB FUNGS. SEKRETARIS
SUTIANA, SH.
SUB BAG. PROGRAM & INFORMASI
SUB BAG. UMUM DAN KEPEGAWAIAN
SUB BAG. KEUANGAN & ASET
Adzari Anandito, SIP Penata (III/c)
Mastuti, S.A.N
Penata Muda TK. I (III/b)
Misra, SIP PenataTk.I (III/d)
SEKSIPENYULUHAN DAN
KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI
Budi Kurniawan,SE
PenataTK.I (III.d)
SEKSIADVOKASI DAN
PERGERAKAN
IdawatiH,SH PenataTK.I (III.d)
SEKSIPENDAYAGUNAANPKB/PL
KB DAN IMP
RizkarRais,SE Penata (III.c)
SEKSIPENGENDALIANDAN PENDISTRIBUSIAN ALAT
KONTRASEPSI
FerdyFirmanSagani,SH,MH
SEKSIJAMINANPELAYANAN
KB
SitiDawanah,SE Penata Tk. I (III.d)
SEKSIPEMBINAAN DAN
PENINGKATANKESERTAAN KB
NurAhsanty,S.Sos
UPT
SEKSIPEMBERDAYAANKELUAR GA SEJAHTERA
DewiWindayani,SE Pembina (IV.a)
SEKSIBINAKETAHANANKELUAR GABALITA, ANAK, DAN LANSIA
TajaronAuladi,ST. Penata TK. I (III.d)
NIP. 19670321 199203 1 006
SEKSIBINAKETAHANANREMAJA
Dra. Nuralina Penata TK. I (III.d)
NIP. 19600108 199203 2 001
SEKSI PEMADUAN DAN SINKRONISASI KEBIJAKAN
PENGENDALIAN PENDUDUK
MeiviFitriantiRosana,SH,MH.
SEKSIPEMETAANPERKIRAANPE
NGENDALIANPENDUDUK
Hanna Mauliya,S.IP,MM. Penata (III.c)
NIP. 19871118 200701 2 001
SEKSI DATA DAN INFORMASI
Sri PujiAstuti,S.Sos,M.Si Pembina (IV/a)
NIP. 19700525 1995032 002
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
157
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai pengaruh komunikasi, sumber
daya, disposisi dan struktur birokrasi terhadap partisipasi KB Medis Operasi
Pria di Kota Bandar Lampung, maka kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian ini adalah:
1. Masing-masing variabel dalam penelitian ini yaitu komunikasi, sumber
daya, disposisi, struktur birokrasi dan partisipasi KB MOP telah di lakukan
analisis deskriftif dan memperoleh hasil dari setiap variabel, yaitu sebagai
berikut:
a. Komunikasi dalam pelaksanaan KB MOP di Kota Bandar Lampung
sudah di dilakukan oleh implementor dan masuk kategori cukup baik.
b. Sumber daya dalam pelaksanaan KB MOP di Kota Bandar Lampung
sudah masuk kategori cukup dan mendekati kategori baik
c. Disposisi dalam pelaksanaan KB MOP di Kota Bandar Lampung masuk
kategori cukup namun mendekati kategori tidak baik
d. Struktur birokrasi dalam pelaksanaan KB MOP di Kota Bandar Lampung
masuk kategori cukup dan mendekati kategori baik
e. Partisipasi KB MOP di Kota Bandar Lampung sudah masuk kategori
cukup baik.
158
2. Setiap variabel independen yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan
struktur birokrasi memiliki besaran pengaruh terhadap partisipasi KB MOP
di Kota Bandar Lampung, berikut adalah penjabarannya pengaruh dari
masing-masing variabel yaitu sebagai berikut:
a. Komunikasi memiliki besaran pengaruh terhadap partisipasi KB Medis
Operasi Pria di Kota Bandar Lampung, pengaruh yang dimiliki hanya
mencapai 4,4%.
b. Sumber daya memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung, besaran
pengaruh yang diperoleh yaitu telah mencapai 21,1%.
c. Disposisi memiliki besaran pengaruh terhadap partisipasi KB Medis
Operasi Pria di Kota Bandar Lampung dan pengaruh yang dimiliki hanya
sebesar sebesar 4,3%.
d. Struktur birokrasi memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung, besaran
pengaruh yang diperoleh variabel struktur organisasi yaitu sebesar
25,6%.
e. Variabel komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi
secara simultan memiliki besaran pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi KB Medis Operasi Pria di Kota Bandar Lampung, pengaruh
yang diperoleh dari implementasi ini yaitu sebesar 25,1% dan 74,9%
disebebkan oleh faktor lain yang tidak dianalisis oleh peneliti.
159
B. Saran
1. Perlu ditingkatkan komunikasi dalam pelaksanaan KB MOP di Kota
Bandar Lampung, terutama kejelasan informasi yang diberikan pada saat
sosialisasi yaitu dengan cara menggunakan alat bantu berupa audio visual
dalam melakukan sosialisasi tentang KB MOP dan juga cara penyampaian
informasi kepada masyarakat harus menggunakan bahasa yang jelas serta
mudah dicerna dan dipahami.
2. Mempertahankan sumber daya dalam pelaksanaan KB MOP di Kota
Bandar Lampung, baik sumber daya staff, informasi, wewenang dan
fasilitas-fasilitas yang telah mendukung dalam pelaksanaan KB MOP di
Kota Bandar Lampung.
3. Perlu ditingkatkan disposisi PLKB dalam melaksanakan KB MOP di Kota
Bandar Lampung dengan cara meningkatkan pengetahuaan PLKB tentang
KB MOP, memperbaiki cara perekrutan PLKB di Kota Bandar Lampung
dan meningkatkan pemberian insentif kepada PLKB yang telah mencapai
target sasarannya.
4. Mempertahankan struktur organisasi dalam pelaksanaan KB MOP di Kota
Bandar Lampung baik dari segi fregmentasi maupun Standar Operating
Procedure (SOP) yang telah ada.
5. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian
lanjutan mengenai implementasi program Keluarga Berencana terhdap
partisipasi KB MOP di Kota Bandar Lampung.
160
DAFTAR PUSTAKA
Anggara, Sahya. 2012. Ilmu Administrasi Negara (Kajian Konsep, Teori, dan
Fakta dalam Upaya Menciptakan Good Governance). Bandung: CV
Pustaka Setia
Agustino. 2006. Politik & Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung.
Arikunto, Suharsimi. 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Renika Cipta
Azwar, Saifudin. 2013. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:
pustaka Pelajar
Dwiningrum, Siti Irene Astuti. 2011. Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat
dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Effendy, Onong Uchjana. 2009. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Kartiwa dan Nugraha. 2012. Mengelola Kewenangan Pemerintah. Jakarta:
Lepsindo
Kusdi. 2011. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salema Humanika
Luthans, Fred. 2006. Prilaku Organisasi Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Andi
Publisher
Mardikanto, Toto dan Poerwoko Soebianto. 2013. Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Persepektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nugroho. 2018. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
Purwoastuti, Endang dan Eisabeth SiwiWilyani. 2015. Panduan Materi
Reproduksi Dan Keluarga Brencana. Yogyakarta: Pustaka Barupress
161
Purwanto, Erwan Agus dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2017. Metode Penelitian
Kuantitatif Untuk Administrasi Publik dan Masalah-masalah Sosial.
Yogyakarta: Gava Media
Robbins, P. Stephen dan Mary Coulter. 2005. Manajemen Edisi Kedelapan.
Indonesia: PT. Macanan Jaya cemerlang
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2008. Metode Penelitian Survai.
Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia
Sofyandi, Herman dan Iwa Garniwa. 2007. Perilaku Organisasi. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif Kuantitatif. Bandung : Alfabeta.
Tahir, Arifin. 2015. Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Bandung: Alfabeta
Thoha, Miftah. 2014. Perilaku Organisasi Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Umar, Husein. 2008. Desain Penelitian MSDM dan PerilakuKaryawan, Seri
Desain Penelitian Bisnis. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Rusli, Budiman. 2015. Isu –Isu Krusial Administrasi Publik Kontemporer (Edisi
Revisi). Bandung: Mega Rancage Press
Winarno. 2012. Kebijakan Publik, Teori, Proses dan Studi Kasus Edisi & Revisi
Terbaru. Yogyakarta: CAPS
Zamroni, Muhammad. 2009. Fitsafat Komunikasi Pengantar Ontologis,
Epistimologis, Aksiologis. Yogyakarta: Graha Ilmu
Jurnal Atau Skripsi
Anggraini, Sartika Putri. 2018. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan
Vasektomi dengan Kemampuan Negosiasi Istri dalam Pengambilan
Keputusan Penggunaan Vasektomi di Kota Bandar Lampung. Universitas
Lampung: Skripsi
Ekarini, Sri Madya Bhakti. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana Di Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali. Universitas Diponegoro: Jurnal
Hardiani, Ratna Sari dan Mayang Anggun Pertiwi. 2013. Pendidikan Kesehatan
Terhadap Sikap Suami Tentang Vasektomi (The Health Education Toward
Attitudes Of Husband On Vasectomy). Universitas Jember: Jurnal
162
Nurrita, Maria. 2012. Pengetahuan dan Sikap Suami Terhadap Kontrasepsi
mantap Vasektomi di Kecamatan Rancaekek. Universitas Padjajaran: Jurnal
Paramita, Winda. 2012. Analisis Faktor Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan
Struktur Birokrasi pada Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana Bidang Pendidikan Kabupaten Tasik Malaya dan
Cianjur. Universitas Indonesia: Tesis
Putri, Rani Pratama. 2017. Perbandingan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penggunaan Kontrasepsi Intra Uterine Devices (Iud) Dan Implant Pada
Wanita Usia Subur Di Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung. Bandar
Lampung: Universitas Lampung
Rizkitama, Afnita Ayu dan Fitri Indrawati. 2015. Hubungan Persepsi, Pengetahuan,
Sosial Budaya Deangan Peran Aktif Pria dalam Vasektomi di
KecamatanPaguyangan Kabupaten Brebes Tahun 2011-2012. Semarang:
Universitas Negeri Semarang
Suwarta. Pengaruh Faktor Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur
Birokrasi Dalam Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan (SIAK) Terhadap Efektifitas Pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP) Dikecamatan Kesambi Kota Cirebon. Unswagati: Jurnal
Dokumen
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Sejahtera
Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga
Data dari Dinas PP dan KB Kota Bandar Lampung tentang Pencapaian Akseptor
KB Menurut Jenis Kontrasepsi Per kecamatan Kota Bandar Lampung
Tahun 2013-2017.
Buku Saku Kependudukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Provinsi Tahun 2014
https://bandarlampungkota.bps.go.id. Tahun 2017, Diakses pada tanggal 27
September 2018, pukul 20.30 WIB