pengaruh kecerdasan emosi, religiusitas dan jenis...

131
PENGARUH KECERDASAN EMOSI, RELIGIUSITAS DAN JENIS KELAMIN TERHADAP ALTRUISME PADA RELAWAN SOSIAL MUDA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Oleh : Farin Fitria 11150700000036 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2019 M

Upload: others

Post on 14-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH KECERDASAN EMOSI, RELIGIUSITAS

DAN JENIS KELAMIN TERHADAP ALTRUISME

PADA RELAWAN SOSIAL MUDA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh :

Farin Fitria

11150700000036

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2019 M

2.

aJ.

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di

Uni.rersitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatuliah Jakarta.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau mempakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarla.

J akarta, I 3 Septemb er 2019

Farin FitriaNIM: 11150700000036

ilt

iv

Motto

THERE IS NO LIMIT OF STRUGGLING

“FIGHTING, PRAYING, AND LET ALLAH MAKES THE

DECISSIONS”

Persembahan

Karya ini saya persembahkan untuk keluarga saya yang tercinta,

abah, mamah dan kakak, serta teman-teman yang selalu menyayangi,

mendukung dan tanpa lelah mendo’akan saya

dalam menyelesaikan karya ini.

v

ABSTRAK

A. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

B. September 2019

C. Farin Fitria

D. Pengaruh Kecerdasan Emosi, Religiusitas, dan Jenis Kelamin terhadap

Altruisme pada Relawan Sosial Muda

E. xii + 110 halaman + lampiran

F. Setiap manusia membutuhkan bantuan orang lain dalam segala aspek

kehidupannya, karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial

yang tidak bisa hidup sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh kecerdasan emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap

altruisme pada relawan sosial muda. Selain itu pada penelitian ini

diharapkan melihat berapa pengaruh masing-masing dimensi dari

kecerdasan emosi, religiusitas, dan jenis kelamin terhadap altruisme pada

relawan sosial muda.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis

regresi berganda pada taraf signifikansi 0.05 atau 5%. Sampel berjumlah

215 relawan sosial muda yang diambil dengan teknik non-probability

sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan The Self-Report

Altruism scale (SRA) yang dikembangkan oleh J. P. Rushton (1981),

Wong and Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS) yang

dikembangkan oleh Wong & Law (2002), dan The Centrality of

Religiosity Scale yang dikembangkan oleh Huber (2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

dari variabel kecerdasan emosi, religiusitas, dan jenis kelamin terhadap

perilaku altruisme dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 atau p < 0.05.

Berdasarkan hasil penelitian ini, ada pengaruh yang signifikan kecerdasan

emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap altruisme pada mahasiswa

relawan sosial dengan sumbangan sebesar 42.0%. Hasil uji hiopotesis

minor yang menguji pengaruh sepuluh independent variable, hanya ada

empat dimensi yang berpengaruh signifikan, yaitu dimensi self emotional

appraisal, others emotional appraisal, religious experience, dan jenis

kelamin, sedangkan dimensi regulation of emotion, use of emotion,

ideology, intellectual, public practice, private practice tidak berpengaruh

terhadap altruisme.

G. Bahan bacaan: 47; buku: 13 + jurnal: 29 + disertasi: 1 + artikel: 4

vi

ABSTRACT

A) Faculty of Psychology, Syarif Hidayatullah State Islamic University,

Jakarta

B) September 2019

C) Farin Fitria

D) The Influence of Emotional Intelligence, Religiousity, and Gender to

Altruism of Young Social Volunteers

E) xii + 109 pages + appendix

F) Every human being needs help from others in all aspects of his life,

because basically humans are social creatures who cannot live alone. This

study aims to find the influence of emotional intelligence, religiousity and

gender to altruism of young social volunteers. Besides, this research is

expected to see how each dimentions influence emotional intelligence,

religiousity and gender to altruism.

This research used quantitative approach with multiple regression analysis

method at significance level of 0.05 or 5%. The sample are 215 social

volunteer students taken with non-probability sampling technique, that is

accidental sampling. The data collection instrument used The Self-Report

Altruisme Scale (SRA) developed by JP Rushton (1981), Wong and Law

Emotional Intelligence Scale (WLEIS) developed by Wong and Law

(2002), and The Centrality of Religiosity Scale developed by Huber

(2012).

The results of this study indicate that there is a significant influence of

emotional intelligence, religiousity, and gender to altruism with a

significant value of 0.000 or p < 0.05. Based on the results of this study,

there is a significant influence of emotional intelligence, religiousity, and

gender to altruism with charity value of 42.0%. The result of the test of the

minor hypothesis examining the influence of eight independent variables,

there are only four dimentions that have significant influence, namely is

self emotional appraisal, others emotional appraisal, religious experience

and gender, while the regulation of emotion, use of emotion, ideology,

intellectual, public practice, private practice against the behavior of

altruism.

G) Reading material: 47; books: 13 + journals: 29 + thesis: 1 + article: 4

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya

peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, sholawat dan salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita

jalan yang lurus yaitu ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah

serta rahmat bagi seluruh alam semesta. Terselesaikannya skripsi ini tentunya

tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini

peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua peneliti yang tercinta, Abah Muhamad dan Mamah

Nurjahan, serta Kakak tersayang Khodijah Rahma yang selalu

memberikan doa, kasih sayang, cinta, perhatian, motivasi serta dukungan

moril maupun materil yang tak pernah putus dan padam.

2. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HIdayatullah Jakarta, beserta

jajarannya.

3. Bapak Dr. Rachmat Mulyono, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing

seminar proposal dan pembimbing skripsi, yang dengan kesabaran dan

kemurahan hati telah memberikan banyak saran, kritik, dukungan,

perhatian, serta motivasi kepada peneliti. Terima kasih atas bimbingan dan

waktu yang diberikan kepada peneliti selama ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

telah banyak memberikan ilmu serta pelajaran berharga kepada peneliti.

viii

5. Seluruh responden penelitian mahasiswa anggota relawan sosial. Karena

kesedian dari kalian maka penelitian ini dapat diselesaikan.

6. Sahabat-sahabat peneliti tersayang, Falah, Karin, Vania, Khusnul, Lita

yang telah berjuang bersama-sama, yang selalu ada saat kapanpun, yang

selalu saling mengingatkan, serta memberikan dukungan pribadi maupun

motivasi. Dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada seluruh sahabat-

sahabat lainnya yang tidak peneliti sebutkan namanya satu per satu.

Terima kasih untuk semuanya dan segalanya.

7. Seluruh mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta angkatan 2015.

8. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak

dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala kebaikannya.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda, sebagai

balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan. Akhir kata,

peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Karena itu, peneliti memohon saran dan kritik yang sifatnya

membangun demi kesempurnaannya dan peneliti berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat untuk peneliti, semua yang membacanya, dan masyarakat

umum. Aamiin.

Jakarta, 13 September 2019

Peneliti

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

ABSTRACT ............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 9

1.2.1. Pembatasan Masalah ................................................................. 6

1.2.2. Rumusan Masalah ................................................................... 10

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 12

1.3.1. Tujuan Penelitian .................................................................... 12

1.3.2. Manfaat Penelitian .................................................................. 12

BAB 2. LANDASAN TEORI

2.1. Altruisme ........................................................................................... 14

2.1.1. Definisi Altruisme ................................................................... 14

2.1.2. Dimensi Altruisme .................................................................. 16

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Altruisme ......................... 17

2.1.4. Pengukuran Altruisme ............................................................. 25

2.2. Kecerdasan Emosi ............................................................................. 26

2.2.1. Definisi Kecerdasan Emosi ..................................................... 26

2.2.2. Dimensi Kecerdasan Emosi .................................................... 28

2.2.3. Pengukuran Kecerdasan Emosi ............................................... 29

2.3. Religiusitas ........................................................................................ 31

2.3.1. Definisi Religiusitas ................................................................ 31

2.3.2. Dimensi Religiusitas ............................................................... 33

2.3.3. Pengukuran Religiusitas .......................................................... 35

2.4. Faktor Demografis ............................................................................. 37

2.4.1. Jenis Kelamin .......................................................................... 37

2.5. Kerangka Berfikir .............................................................................. 38

2.6. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 44

2.6.1 Hipotesis mayor ........................................................................ 44

2.6.2 Hipotesis minor......................................................................... 44

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ........................ 46

3.2. Variabel Penelitian ........................................................................... 47

3.2.1 Identifikasi Variable Penelitian ................................................ 47

3.3.2 Definisi Operasional Variabel .................................................. 47

3.3. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................... 49

x

3.3.1 Skala Altruisme ........................................................................ 49

3.3.2 Skala Kecerdasan Emosi .......................................................... 50

3.3.3 Skala Religiusitas ..................................................................... 51

3.4.UJi Validitas Konstruk ....................................................................... 52

3.4.1 Uji Validitas Konstruk Skala Altruisme .................................. 54

3.4.2 Uji Validitas Konstruk Skala Kecerdasan Emosi..................... 56

3.4.2.1 Uji Validitas Konstruk Self emotional Appraisal............... 57

3.4.2.2 Uji Validitas Konstruk Others emotional Appraisal .......... 58

3.4.2.3 Uji Validitas Konstruk Regulation of Emotion .................. 60

3.4.2.4 Uji Validitas Konstruk Use of Emotion ............................. 62

3.4.3 Uji Validitas Konstruk Skala Religiusitas ............................... 64

3.4.3.1 Uji Validitas Konstruk Intellectual .................................... 64

3.4.3.2 Uji Validitas Konstruk Ideology ........................................ 66

3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Public Practice ............................. 67

3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Private Practice ............................ 69

3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Religious Experience .................... 70

3.5. Teknik Analisis Data ......................................................................... 72

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Subyek Penelitian............................................................. 79

4.2. Hasil Analisis Deskriptif ................................................................... 80

4.2.1. Kategorisasi Skor Variabel .................................................. 81

4.3. Uji Hipotesis Penelitian ..................................................................... 83

4.3.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian .................................... 83

4.3.2. Pengujian proporsi varians ................................................... 91

BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 94

5.2. Diskusi ............................................................................................... 95

5.3. Saran ................................................................................................ 102

5.3.1. Saran teoritis.......................................................................... 102

5.3.2. Saran Praktis.......................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 107

LAMPIRAN ........................................................................................................ 111

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Skala Altruisme ............................................................... 50

Tabel 3.2 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi.................................................. 51

Tabel 3.3 Blue Print Skala Religiusitas ............................................................ 52

Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Skala Altruisme ................................................ 56

Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Dimensi Self Emotional Appraisal ................... 58

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Dimensi Others Emotional Appraisal .............. 60

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Dimensi Regulation of Emotion ....................... 62

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Dimensi Use of Emotion .................................. 64

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

Tabel

3.9

3.10

3.11

3.12

3.13

Muatan Faktor Item Dimensi Intellectual ......................................... 65

Muatan Faktor Item Dimensi Ideology ............................................. 67

Muatan Faktor Item Dimensi Public Practice .................................. 68

Muatan Faktor Item Dimensi Private Practice ................................. 70

Muatan Faktor Item Dimensi Religious Experience ......................... 72

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ............................................................. 79

Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif ................................................................... 80

Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor ................................................................ 82

Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel ............................................................... 82

Tabel 4.5 R Square Model Summary ................................................................ 84

Tabel 4.6 Anova ................................................................................................ 85

Tabel 4.7 Koefisien Regresi .............................................................................. 86

Tabel 4.8 Proporsi Varians ................................................................................ 91

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian ....................................................... 43

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ................................................................... 111

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ................................................................... 112

Lampiran 3

Lampiran 4

Input Data Mentah ....................................................................... 113

Syntax Lisrel dan Path Diagram ................................................. 113

Lampiran 5 Output Analisis Regresi .............................................................. 117

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Melakukan tindakan prososial adalah hal penting yang harus ada pada tiap-tiap

diri individu. Karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang

tidak bisa hidup sendiri. Artinya manusia membutuhkan bantuan orang lain dalam

segala aspek kehidupannya. Kebutuhan akan kehadiran orang lain disebabkan

karena manusia pada hakekatnya memiliki keterbatasan dalam mengatasi

kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diatasinya sendiri. Sebagai makhluk sosial,

manusia dididik untuk mematuhi serangkaian peraturan dan norma dalam

menjalani hidupnya. Salah satu hal yang selalu diajarkan sejak kecil kepada

kebanyakan orang adalah kebiasaan untuk menolong orang lain. Perilaku

menolong orang lain tersebut biasa disebut perilaku altruisme (Baron & Byrne,

2008).

Bentuk prososial dalam kehidupan masyarakat membawa dampak positif

bagi pengembangan diri, masyarakat serta seluruh aspek kehidupan di dalamnya.

Berkowitz dan Daniels (dalam Bierhoff, 2004) menunjukkan bahwa tanggung

jawab sosial sebagai variabel perbedaan individu berkorelasi positif dengan

perilaku menolong. Perilaku menolong tanpa mementingkan diri sendiri, dan

dilakukan dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan apapun disebut dengan

altruisme.

Menurut Peterson & Selingman, pertolongan yang diberikan kepada orang lain

memiliki berbagai macam jenis dan juga berbagai macam bentuk motif. Ada

2

beberapa pemikiran yang muncul bahwa orang menolong karena ingin merasa

puas, merasa bahagia, feeling good, pemenuhan serta pengembangan jati diri,

kesehatan mental dan fisik, kesejahteraan diri, dan motif lainnya (dalam Nawawi,

2007). Memberikan pertolongan atau menolong termasuk ke dalam bentuk

perilaku prososial. Perilaku prososial mengacu pada tindakan sukarela yang

dilakukan untuk kepentingan orang lain.

Banyak orang secara sukarela dan ikhlas meluangkan waktu dan tenaganya

untuk dapat membantu disaat terjadi bencana alam dan bahkan mereka biasa

menyebut dirinya sebagai sukarelawan yang senantiasa siap sedia jika dibutuhkan.

Mereka diwadahi dari beberapa lembaga kerelawanan seperti Korps Sukarela

Palang Merah Indonesia, Aksi Cepat Tanggap, Taruna Siaga Bencana, Basarnas

dan lembaga sosial lainnya. Dari data yang didapat dari sebuah Komunitas

Relawan yaitu Aksi Cepat Tanggap (ACT) menunjukkan bahwa dari tahun 2005,

total keseluruhan relawan ACT di Indonesia sebanyak 39.398 relawan, dengan

total aksi 560 kali, total pelatihan 281 kali, dan total dukungan dari masyarakat

sebanyak 110 kali (https://relawan.id).

Untuk menjadi seorang relawan tidaklah mudah, relawan merupakan sebuah

istilah yang mengacu pada pengertian rela atau ikhlas. Maka, seorang relawan

adalah sosok yang melakukan tugasnya dengan ikhlas. Keterikatan antara istilah

relawan dengan altruisme adalah sama-sama menunjukkan perilaku menolong

dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan orang lain yang dilakukan

dengan sukarela tanpa disadari oleh keinginan untuk mendapatkan reward

eksternal. Alasan untuk menjadi relawan lainnya yaitu adanya keinginan

3

menolong orang lain dan mengeskpresikan nilai-nilai yang dianut, serta para

relawan berkesempatan untuk mendapat keterampilan baru, bertemu dengan orang

baru, dan menambah pengalaman juga bisa jadi alasan utama (Taylor, Peplau, &

Sears, 2009).

Namun seiring perubahan zaman yang menjadi era globalisasi pada saat ini,

menyebabkan berkurangnya tingkat keperdulian dan sikap tolong-menolong antar

sesama serta hanya mengutamakan kepentingan dirinya sendiri tanpa melihat

lingkungan sekitar. Altruisme merupakan sifat gotong royong yang dapat

bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan dapat menunjang kebersamaan untuk

kesejahteraan. Akan tetapi altruisme tidak mudah muncul begitu saja di

masyarakat, apalagi dengan ditambahnya perkembangan teknologi yang melatih

individu untuk bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain.

Hal tersebutlah yang mengakibatkan sudah berkurangnya rasa empati terhadap

sesama, individu cenderung memikirkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan

orang lain. Hal ini diperkuat oleh hasil studi pendahuluan peneliti terhadap

beberapa komunitas keanggotaan relawan sosial di Jakarta yang membuktikan

telah berkurangnya tingkat kepedulian anggota relawan sosial khususnya remaja.

Hasilnya menunjukan bahwa banyak mahasiswa relawan sosial yang sudah

mengundurkan diri dan sudah tidak aktif lagi didalam kegiatan sosial, dikarenakan

banyaknya kepentingan lain diluar dari kegiatan sosial ini.

Berkurangnya sikap altruistik secara psikologis dimulai dari remaja yang

berada pada fase transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal, yang

4

digambarkan sebagai seseorang yang egosentris dan mementingkan diri sendiri

(Santrock, 2013). Sikap tolong-menolong pada remaja mengalami penurunan

sehingga yang tampak adalah perwujudan kepentingan diri sendiri dan rasa

individualis, sehingga perilaku yang ditampilkan adalah apatisme. Sikap

individualistik yang muncul mengakibatkan pertimbangan untung atau rugi dalam

setiap perbuatan yang dilakukannya, termasuk sikap tolong-menolong (Sears,

1994).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Fatimah (2015)

yang menyatakan bahwa mahasiswa pada saat ini lebih menggunakan konsep

hidup menyenangkan diri sendiri dahulu baru orang lain, dilihat dari situasi

sehari-hari yang dialami, seperti saat seseorang membutuhkan bantuan orang lain

sebagian akan langsung membantu orang yang membutuhkan bantuan tanpa

memikirkan diri sendiri lalu sebagian orang tidak akan berbuat apa-apa meskipun

orang tersebut mampu untuk membantu.

Berdasarkan studi hasil observasi lapangan, penulis mendapatkan contoh

perilaku yang menggambarkan ketidakpedulian remaja yaitu adalah ketika ada

seorang lansia yang berdiri di angkutan umum yang penuh, sedangkan ada

seseorang remaja yang masih sehat disamping lansia tersebut yang tetap acuh dan

tidak memberikan tempat duduknya dan remaja tersebut hanya asik memainkan

smartphone (Sears, Peplau & Taylor, 2009). Dari kejadian tersebut, dapat

diketahui bahwa individu sudah tidak peduli lagi dengan individu lainnya, tidak

menghormati orang yang lebih tua, dan tidak mau berkorban. Sangat disayangkan

5

siswa yang diharapkan menjadi generasi pembawa perubahan yang lebih baik

justru menjadi bagian dari permasalahan bangsa.

Hasil penelitian Eisenberg & Fabes (1998) menemukan bahwa semakin

bertambah dewasa, anak pada umumnya lebih sering menunjukkan perilaku

prososial. Pada masa remaja, idealnya perkembangan perilaku prososial

mengalami peningkatan. Perilaku prososial sangat bermanfaat dalam interaksi

sosial remaja, selain untuk mengantisipasi perilaku antisosial, perilaku prososial

juga bermanfaat untuk meningkatkan hubungan dengan anggota masyarakat

(Eisenberg, 2006).

Dengan melihat fenomena-fenomena berkurangnya altruisme yang sudah

terjadi, ada beberapa faktor yang dapat mendukung serta meningkatkan perilaku

altruistik. Perilaku altruistik dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor

eksternal, dimana faktor internal bisa dari kecerdasan emosi dan tingkat

religiusitas yang dimiliki oleh orang tersebut. Dan faktor eksternal terkait dengan

jenis kelamin orang yang ditolong maupun penolongnya juga mempengaruhi

munculnya altruisme (Sears, Peplau & Taylor, 2009).

Diawali dengan penelitian yang dilakukan oleh Goleman (2005), yang

menjelaskan bahwa kecerdasan emosi mempengaruhi altruisme dan salah satu

aspeknya adalah others emotional appraisal dan regulation of emotion. Mengenali

emosi orang lain merupakan kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri

emosional dan juga keterampilan bergaul. Seseorang yang memiliki kecerdasan

emosi tinggi berkemampuan sosial tinggi dalam bentuk empati, dan memiliki

kepribadian altruistik. Empati dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai kemampuan

6

memahami dan merasakan apa yang terjadi pada orang lain dan merupakan

potensi dasar yang penting bagi tumbuhnya sikap menolong, yang dalam hal ini

relawan dapat menyediakan bantuan berupa dukungan emosional.

Dalam penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa kecerdasan emosi dapat

menjadi pondasi dalam membangun relasi sosial yang baik dengan orang lain.

Dengan kecerdasan emosi yang tinggi ini mampu menurunkan perilaku negatif

dan perilaku anti sosial, melainkan individu memiliki kemampuan berempati,

bersedia untuk bekerjasama dan menjadikan remaja memiliki kepribadian

altruistik (Farid, 2011). Dalam penelitian lain dari (Lee, 2013) di Korea Selatan,

dijelaskan bahwa dimensi kecerdasan emosi mempengaruhi perilaku altruistik.

Hasil penelitian dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua faktor dari

kecerdasan emosi secara signifikan dan positif mempengaruhi perilaku altruistik.

Melihat dari beberapa penelitian terdahulu bahwa dikatakan dimensi

kecerdasan emosi mempengaruhi perilaku altruisme. Dan kecerdasan emosi

beserta dengan dimensi-dimensinya dikataan berkorelasi positif terhadap

altruisme, serta mempunyai pengaruh yang signifikan. Semakin tinggi kecerdasan

emosi seseorang maka akan semakin tinggi altruisme pada diri sesorang, begitu

juga sebaliknya jika semakin rendah kecerdasan emosi sesorang maka akan

semakin rendah pula altruisme pada diri sesorang.

Faktor yang berkaitan erat lainnya dengan terjadinya altruisme adalah

religiusitas. Religiusitas berhubungan dengan terbentuknya perilaku altruistik.

Individu yang mempunyai tingkat religiusitas tinggi tidak hanya melakukan ritual-

ritual keagamaan saja, tetapi hal lain yang juga harus dilakukan adalah menjalin

7

hubungan dan selalu berusaha berbuat baik kepada orang lain dengan menolong

sesamanya dan berperilaku altruis.

Pada tahun 2000, ilmuwan dan profesor politik, Robert Putnam melakukan

survey 200 organisasi relawan dimana hasilnya menunjukkan ada hubungan

positif antara religiusitas dan keanggotaan organisasi relawan (Tzortzis, 2012).

Pada The Index of Global Philanthropy, di tahun 2007 menyatakan: “Orang

beragama lebih dermawan daripada yang tidak beragama. Bagaimanapun kita

dituntut untuk selalu membantu sesame tanpa mengharapkan imbalan apapun

kecuali keridhaan Allah.

Berdasarkan penelitian sebelumnya banyak faktor yang mempengaruhi

moral remaja, namun dari semua faktor-faktor diatas faktor perilaku altruisme

dan religiusitas sangat menarik untuk diteliti. Meskipun data survei selain

hubungan moral dengan religiusitas, perilaku prososial menunjukkan sangat

terkait dengan religiusitas (Harrell, 2010). Karena hampir semua teori-teori sosial

psikologis agama menganggap agama yang positif berdampak pada perilaku

prososial (Haryati, T. D., 2013).

Menurut Malhotra (2010), religiusitas merupakan pengaruh utama seseorang

melakukan perilaku altruistik, karena orang yang religius berkarakteristik lebih

stabil, sehingga spontanitas mereka untuk beramal lebih tinggi. Hal ini jelas dapat

mendukung dan membuktikan bahwa ada kemungkinan pengaruh dari religiusitas

terhadap sikap altrusitik yang dialami dan dilakukan oleh individu. Dalam

beberapa hal, konsep altruisme dan agama saling terkait. Altruisme dimotivasi

8

oleh keinginan untuk melakukan perbuatan baik atau membantu orang lain, tanpa

ekspektasi imbalan, timbal balik, atau pengakuan (Neusner & Chilton, 2005).

Kemudian faktor yang selanjutnya adalah jenis kelamin. Karakteristik individu

juga mempengaruhi seseorang berperilaku altruistik, yaitu diantaranya adalah

jenis kelamin. Menurut Becker dan Eagly (dalam Sears, Peplau & Taylor, 2009)

disebutkan bahwa perempuan lebih cenderung sering melakukan tindakan

kemanusiaan seperti menolong orang lain.

Selain itu penelitian demografis yang dilakukan oleh Kee Lee Chou (1998)

yang mengukur tentang faktor demografis seperti jenis kelamin terhadap perilaku

altruisme pada etnis Chineese di Hongkong yang mengungkapkan bahwa jenis

kelamin berpengaruh signifikkan terhadap altruisme. Dari penelitian Eisenberg

(Schmitt, 2016) menyatakan bahwa wanita lebih memiliki rasa menolong yang

tinggi dari pada laki-laki, yang disebabkan karena wanita lebih memiliki rasa

empati yang tinggi dan mampu merasakan apa yang orang lain rasakan.

Pentingnya memiliki perilaku altruisme dikarenakan banyaknya manfaat yang

didapatkan dari perilaku altruisme tersebut, seperti membantu dalam

mensejahterakan kehidupan orang-orang disekitar kita untuk mendapatkan

kehidupan yang lebih baik dan menyenangkan bagi semuanya. Melihat remaja-

remaja yang akan menjadi penerus generasi bangsa yang selanjutnya, maka perlu

ditanamkan sikap altruisme pada mereka untuk kemajuan bangsa dalam

mensejahterkan kehidupan bangsa ini. Dan yang membedakan penelitian ini dari

9

penelitian-penelitian sebelumnya adalah terdapat pada sampel yang digunakan

secara spesifik kepada suatu instansi relawan sosial.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosi, Religiusitas

Dan Jenis Kelamin Terhadap Altruisme Pada Relawan Sosial Muda”.

1.1 Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

1.1.1 Pembatasan Masalah

Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku altruisme. Namun masalah utama

yang menjadi fokus utama pada penelitian ini adalah pengaruh kecerdasan emosi,

religiusitas dan jenis kelamin terhadap altruisme pada mahasiswa relawan sosial,

yang pengertiannya sebagai berikut:

1. Altruisme merupakan perilaku sosial yang dilakukan untuk mencapai hasil

positif bagi orang lain dari pada dirinya sendiri. Dan dapat dikatakan

bahwa altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau

sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan

imbalan apapun (kecuali mungkin perasaan telah melakukan kebaikan),

dalam penelitian ini penliti menggunakan pendapat dari Rushton (1981).

2. Kecerdasan emosi merupakan suatu kemampuan untuk memahami

perasaan dirinya sendiri dan perasaan orang lain, dan serta memiliki

kemampuan untuk mengkontrol emosinya dengan baik, yang dalam

penelitian ini penliti menggunakan pendapat dari Salovey dan Mayer

(1997).

10

3. Religiusitas merupakan wujud keyakinan atau keberagamaan individu

yang meliputi pengetahuan individu tentang agama yang dianut

(intellectual), keyakinan mengenai ajaran yang dianut (ideology), praktik

keagamaan yang bersifat komunal (public practice), praktik keagamaan

yang bersifat pribadi (private practice), dan pengalaman kontak

komunikasi dengan Tuhan (religious experience), yang dalam penelitian

ini penliti menggunakan pendapat dari Huber (2012).

4. Jenis kelamin merupakan responden yang tertera pada angket penelitian.

5. Subjek penelitian adalah mahasiswa yang menjadi anggota relawan sosial.

1.1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel kecerdasan emosi, variabel

religiusitas, dan jenis kelamin terhadap altruisme pada relawan sosial

muda?

2. Apakah ada pengaruh self-emotional appraisal terhadap altruisme pada

relawan sosial muda?

3. Apakah ada pengaruh other’s emotional appraisal terhadap altruisme pada

relawan sosial muda?

4. Apakah ada pengaruh regulation of emotions terhadap altruisme pada

relawan sosial muda?

5. Apakah ada pengaruh use of emotions terhadap altruisme pada relawan

sosial muda?

6. Apakah ada pengaruh pengetahuan individu tentang agama yang dianut

(intelectual) terhadap altruisme pada relawan sosial muda?

11

7. Apakah ada pengaruh keyakinan mengenai keberadaan sesuatu yang Ilahi

(ideology) terhadap altruisme pada relawan sosial muda?

8. Apakah ada pengaruh praktik keagamaan yang bersifat publik (public

practice) terhadap altruisme pada relawan sosial muda?

9. Apakah ada pengaruh praktik keagamaan yang bersifat pribadi (private

practice) terhadap altruisme pada relawan sosial muda?

10. Apakah ada pengaruh pengalaman keterhubungan dengan Tuhan (religious

experience) terhadap altruisme pada relawan sosial muda?

11. Apakah ada pengaruh jenis kelamin terhadap altruisme pada relawan sosial

muda?

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.2.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Pengaruh variabel kecerdasan emosi, variabel religiusitas, dan faktor

demografi yaitu jenis kelamin terhadap altruisme pada relawan sosial

muda.

2. Pengaruh kecerdasan emosi terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

3. Pengaruh religiusitas terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

4. Pengaruh jenis kelamin terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

12

1.2.2 Manfaat Penelitian

1.2.2.1 Manfaat teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan, wacana dan

kajian tentang kecerdasan emosi, religiusitas, jenis kelamin dan perilaku

altruisme. Dan diharapkan juga penelitian ini dapat berguna untuk para generasi

muda yang menjadi relawan sosial agar lebih memperdalam dan menyebarluaskan

ilmunya. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan kontribusi perkembangan

ilmu pengetahuan pada mahasiswa, terutama berguna untuk memperkaya

penelitian di bidang psikologi sosial.

1.2.2.2 Manfaat Praktis

Penelitian secara praktis diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang pengaruh

kecerdasan emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap perilaku altruisme pada

relawan sosial muda, serta dapat memberikan informasi dan pemahaman tentang

keterkaitan kecerdasan emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap altruisme

pada relawan sosial muda untuk bisa menumbuhkan rasa keharmonisan antar

sesama.

14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Altruisme

2.1.1 Pengertian Altruisme

Istilah alturisme kadang-kadang digunakan secara bergantian dengan

tingkah laku prososial. Altruisme adalah keadaan motivasional seseorang yang

bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain (Batson, 2008). Sementara itu

Taylor, Peplau dan Sears, (2009) menyebutkan altruisme adalah tindakan suka

rela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk

apapun (kecuali mungkin perasaan telah melakukan perbuatan baik atau sekedar

ingin beramal baik) yang dapat disebut juga tindakan tanpa pamrih. Bahkan

terkadang perilaku altruistik dan prososial melibatkan resiko bagi si penolong

(Baron & Branscombe, 2012).

Kata altruisme sering digunakan secara bergantian dengan sejumlah orang

lain, termasuk membantu, sukarela, dan perilaku prososial (Dovidio, Piliavin,

Schroeder, & Penner, dalam Elizabeth, Anthony, Samuel 2012). Namun

demikian, altruisme adalah konstruksi yang berbeda, yang dapat dipandang

sebagai sub kategori perilaku prososial. Dalam perilaku prososial, ada niat untuk

membantu yang lain. Dalam altruisme, bentuk perilaku yang relatif jarang terjadi,

yaitu niat untuk membantu adalah berorientasi lain daripada egoistik. Altruisme

dilakukan tanpa memikirkan keuntungan ekstrinsik yang diharapkan (Midlarsky,

Piliavin & Charng, dalam Elizabeth er. Al., 2012).

15

Altruisme menurut Rushton (1981) yaitu perilaku sosial yang dilakukan

untuk mencapai hasil positif bagi orang lain dari pada dirinya sendiri. Altruisme

sejati didefinisikan oleh niat seseorang, kita bertindak altruistik hanya ketika kita

membantu tanpa pamrih yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan untuk

kebaikan orang lain.

Myers (2012) mendefinisikan altruisme adalah suatu tindakan atau motif

untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri dan salah

satu tindakan altruisme dengan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan orang

lain tanpa ada kesadaran akan timbal balik (imbalan). Jadi, pandangan umum

adalah bahwa untuk memastikan bahwa suatu tindakan bersifat altruistik,

seseorang harus membuktikan bahwa ia tidak benar-benar egois (Batson et. al.,

dalam Elizabeth et. al., 2012).

Berdasarkan beberapa definisi para tokoh, peneliti menggunakan definisi

Rushton (1981) yang mengatakan bahwa altruisme merupakan perilaku sosial

yang dilakukan untuk mencapai hasil positif bagi orang lain dari pada dirinya

sendiri. Dengan niat seutuhnya membantu tanpa pamrih dan tanpa mementingkan

dirinya sendiri.

2.1.2 Dimensi Altruisme

Menurut Rushton, Chirsjohn, dan Fakken (1981) terdapat lima dimensi altruisme

yaitu sebagai berikut:

1. Peduli (caring), yaitu suatu tindakan yang disadari pada keprihatinan

terhadap masalah orang lain. Peduli adalah cara yang memiliki makna dan

16

memotivasi tindakan. Peduli juga didefinisikan sebagai tindakan yang

bertujuan memberikan bantuan fisik dan memperhatikan emosi sambil

meningkatkan rasa aman dan keselamatan.

2. Penolong (helpful), yaitu suatu tindakan yang bertujuan untuk memberikan

sesuatu yang dibutuhkan orang lain. Perilaku menolong biasanya

mengikuti pola tertentu, seperti orang lebih suka menolong orang yang

menarik dan disukai si penolong. Orang bisa melakukan dengan

membantu orang yang membutuhkan, tetapi orang juga dapat

melakukannya dengan menghindari situasi tersebut atau mengabaikan

penderitaan disekitarnya.

3. Perhatian kepada orang lain (considerate of others) yaitu sikap yang

didasari pada kepedulian terhadap orang lain. Perhatian adalah pemusatan

tenaga psikis tertuju suatu objek.

4. Penuh perasaan (feelings) merupakan sikap yang selalu melibatkan

perasaan empati sebagai dasar kemampuan untuk memahami orang lain.

Dalam psikologi perasaan sering diartikan untuk pengalaman subjektif

mengenai emosi.

5. Rela berkorban (Willing to make sacrifice) merupakan tindakan yang

didasari oleh sesuatu keinginan yang besar demi memberikan

kesejahteraan terhadap orang lain. Tindakan ini semata-mata dilakukan

untuk kepentingan orang lain, bahkan rela mengorbankan nilai-nilai

kejujuran dan keadilan yang ada pada dirinya.

17

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Altruisme

Menurut Sears (1994) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang

berperilaku altruisme, yaitu:

1. Faktor intrinsik (faktor dalam diri)

a. Faktor perasaan (mood), seseorang dapat merasakan manfaat dari

perilaku menolong yang telah dilakukannya dan bisa merasakan

perasaan orang lain yang membutuhkan pertolongan. Selain itu

biasanya orang bersedia menolong apabila sedang dalam keadaan good

mood. Memberikan bantuan pertolongan juga dapat menjadikan diri

merasa lebih baik lagi (memperbaiki mood) dan mengevaluasi dirinya

sendiri.

b. Faktor sifat, seseorang menolong orang lain tanpa mengharapkan

imbalan sama sekali, kemungkinan karena adanya sifat yang sudah

tertanam dalam kepribadian seseorang. Dan orang yang mempunyai

pemantauan diri akan cenderung memberikan pertolongan karena ada

pernghargaan tersendiri saat memberikan pertolongan. Bierhoff

menyatakan bahwa orang-orang yang perasa dan berempati tinggi

dengan sendirinya akan lebih memikirkan orrang lain dan lebih

menolong. Demikian pula dengan orang yang mempunyai self

monitoring yang tinggi akan cenderung lebih penolong karena dengan

menjadi penolong ia memperoleh penghargaan sosial yang lebih

tinggi.

18

c. Faktor agama dan moral. Faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

menolong sangat tergantung dari penghayatan terhadap nilai-nilai

agama dan moral yang mendorong dalam melakukan pertolongan.

Dalam setiap ajaran agama manapun juga ditekankan tentang

altruisme, dimana kita harus saling menolong, dan saling mengasihi.

Seseorang yang memiliki religiusitas yang tinggi (patuh dan taat

terhadap agama) akan selalu berusaha berbuat baik dan

mengaplikasikan ajaran agama dengan menolong sesamanya serta

berperilaku altruis. Menurut penelitian yang dilakukan Sappington &

Baker, yang berpengaruh pada perilaku menolong bukanlah seberapa

kuatnya ketaatan beragama itu sendiri melainkan bagaimana

kepercayaan dan keyakinan orang yang bersangkutan tentang

pentingnya menolong yang lemah seperti yang diajarkan oleh agama.

Seseorang yang patuh dan taat terhadap agama akan mengaplikasikan

ajaran agama islam tersebut untuk saling tolong-menolong terhadap

sesama. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dikatakan bahwa

salah satu faktor utama yang mempengaruhi altruisme adalah

religiusitas, tingkat keyakinan agama yang dimiliki seseorang. Semua

mazhab (teks) agama besar secara eksplisit mendorong altruisme, oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin kuat keyakinan agama

seseorang, maka orang tersebut akan semakin bersikap altruistic (Zhao,

2012).

19

2. Faktor ekstrinsik (faktor situasional)

a. Kehadiran orang lain (Bystander), faktor yang berpengaruh pada

perilaku menolong atau tindakan menolong orang lain yang kebetulan

berada bersama kita ditempat kejadian. Jadi, semakin banyak orang

lain, semakin kecil kecenderungan seseorang untuk menolong.

Sebaliknya orang yang cenderung sendirian lebih bersedia untuk

menolong.

b. Menolong jika orang lain menolong. Hal tersebut sesuai dengan

prinsip timbal balik dalam teori norma sosial, adanya seseorang yang

sedang menolong orang lain akan memicu yang lain untuk ikut

menolong juga.

c. Desakan waktu, biasanya orang yang sedang sibuk memiliki

kecenderungan menolongnya lebih sulit untuk meluangkan waktunya,

jika dibandingkan dengan orang yang memiliki waktu luang.

d. Kemampuan yang dimiliki, jika seseorang merasa mampu maka ia

akan cenderung melakukan tindakan menolong, dan sebaliknya jika ia

merasa bahwa tidak mampu, maka ia tidak akan menolong.

Berdasarkan literature review jurnal, diperoleh faktor-faktor lain yang

dapat mempengaruhi munculnya altruisme. Faktor-faktor tersebut terdiri dari :

1. Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi menjadi salah satu faktor dari altruisme. Hal tersebut

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2014) yang

20

menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh terhadap perilaku

altruisme pada mahasiswa Uin Jakarta. Penelitian lain yang dilakukan oleh Jayanti

puspita menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan

perilaku altruistik pada siswa siswi anggota pramuka. Selain itu, salah satu

dimensi kecerdasan emosional, yaitu kemampuan mengenali emosi orang lain,

erat kaitannya dengan empati menurut definisi Salovey & Mayer. Yang

mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah jenis kecerdasan sosial yang

melibatkan kemampuan untuk memantau emosi seseorang dan orang lain.

Emosi juga sangat mempengaruhi kehidupan manusia ketika mengambil

keputusan. Tidak jarang suatu keputusan diambil melalui emosinya. Keputusan

seseorang lebih banyak ditentukan oleh emosi daripada akal sehat. Emosi yang

terkendali menyebabkan seseorang mampu berpikir secara baik, melihat persoalan

secara objektif (Walgito, 2004). Sehingga dengan kecerdasan emosi yang

dimilikinya, individu mampu memberikan atau berperilaku prososial sesuai

dengan yang diharapkan.

Sze, Gyurak, Goodkind dan Levenson pada tahun 2016 melakukan sebuah

studi penelitian yang melihat pengaruh empati emosional terhadap perilaku

menolong. Empati emosional merupakan salah satu dimensi empati selain empati

kognitif. Kecerdasan emosi dan empati menjadi faktor penting dalam

memunculkan perilaku prososial, jika seseorang memiliki empati yang tinggi

berarti ia telah dapat memahami keadaan yang dialami oleh orang lain sehingga

dapat mendorong dirinya untuk bertindak prososial (Davis dalam Amarina dan

Azmi, 2017).

21

2. Faktor Demografis

Selain faktor dari dalam diri, terdapat faktor lain yang berasal dari luar diri

individu. Salah satu faktor tersebut adalah faktor demografis jenis kelamin.

Peranan jenis kelamin terhadap kecenderungan seseorang menolong sangat

bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki

cenderung lebih mau terlibat dalam aktivitas menolong pada situasi darurat yang

membahayakan, misalnya menolong seseorang dalam kebakaran. Hal ini terkait

dengan peran tradisional laki-laki yang dipandang lebih kuat dan lebih

mempunyai keterampilan untuk melindungi diri. Sedangkan perempuan lebih

cenderung menolong pada situasi yang bersifat memberi dukungan emosi,

merawat, dan mengasuh (Deaux, Dane, & Wrightsman, dalam Sarwono &

Meinarno, 2009).

3. Personal dan Situasional

Faktor personal dan situasional sangat mungkin berpengaruh dalam

perilaku menolong, seseorang lebih suka menolong orang yang disukainya,

memiliki kesamaan dengan dirinya dan membutuhkan pertolongan, faktor-faktor

diluar diri suasana hati, pencapaian reward pada perilaku sebelumnya dan

pengamatan langsung tentang derajat kebutuhan yang ditolong. Kesedihan

personal juga dapat menimbulkn reaksi emosional individu terhadap penderitaan

orang lain.

22

4. Empati

Empati adalah kontributor afektif yang penting terhadap altruisme. Empati

merupakan perasaan simpati dan perhatian kepada orang lain, khususnya pada

orang yang menderita. Empati terjadi ketika pengamat berfokus pada kebutuhan

dan emosi dari korban. Riset menunjukkan bahwa emosi yang diakibatkkan oleh

empati mungkin diiringi dengan reaksi fisiologis tertentu, seperti detak jantung

meningkat dan ekspresi wajah. Faktor empati lah yang biasanya memotivasi

individu untuk menolong, karena tujuan dari empati adalah memperbaiki keadaan

orang lain, yang merupakan motif altruistik (Sears).

Banyak studi yang dilakukan di Amerika dan negara lain menunjukkan

bahwa empati meningkatkan perilaku prososial (Batson, 1998; Hoffman, 2000).

Riset juga mengidentifikasi beberapa faktor yang cenderung mendorong empati;

Individu lebih mungkin berempati kepada seseorang yang mirip dengan orang

yang dibantunya. Individu juga berempati kepada orang yang penderitaannya

berasal dari faktor yang tak dapat dikontrol atau tak terduga (sakit’kecelakaan),

daripada faktor malas. Dan yang terakhir, empati dapat ditingkatkan dengan fokus

pada perasaan seseorang yang membutuhkan, bukan pada fakta objektif dari

situasi (Miller, Kozu & Davis, 2001). Oleh karena itu, empati dan kecerdasan

emosi sangatlah berkesinambungan. Didalam empati terdapat proses emosi yaitu

bentuk kasih sayang dan simpati terhadap apa yang telah dialami oleh orang lain

serta empati merupakan respon emosional yang berhubungan dengan perasaan

orang lain.

23

Sarwono (2002) juga menyimpulkan bahwa altruisme akan mudah terjadi

dengan adanya :

1. Social responsibility, seseorang merasa memiliki tanggung jawab

sosial dengan yang terjadi disekitarnya. Individu merasa memiliki

kewajiban menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun

dimasa mendatang.

2. Disstress-Inner reward, kepuasan pribadi tanpa ada faktor eksternal,

yaitu individu memutuskan untuk menolong karena tindakan tersebut

meningkatkan perasaan positif (seperti perasaan menjadi enak,

keberhargaan diri, ketenangan dan kehangatan) atau menurunkan

perasaan negative (seperti stress).

3. Kin selection, ada satu karakteristik dari korban yang hamper sama

seeprti satu gen/kerabat, kesamaan jenis kelamin, satu suku, satu

agama, satu negara, perasaan senasib dan lain-lain.

Dari beberapa faktor diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan altruisme yaitu, faktor

eksternal (situasi) dan faktor internal. Namun pada penelitian ini peneliti

menggunakan variabel kecerdasan emosi, variabel religiusitas, beserta faktor

demografis (jenis kelamin) terhadap altruisme, yang mana disebutkan pada

penelitian sebelumnya bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi,

maka ia akan berkemampuan sosial yang tinggi pula dalam bentuk empati,

kesediaan bekerjasama dan memiliki kepribadian altruistik (Goleman, 2005).

Variabel lain yang menjadi faktor yang mempengaruhi altruisme yaitu religiusitas,

24

yang mana dikatakan pada penelitian sebelumnya bahwa seseorang yang

mengalami pengalaman religius merasa memiliki komunikasi dengan Tuhan

sehingga terpanggilnya rasa untuk saling tolong-menolong dan berbuat baik antar

sesama (Stark & Glock, 1974). Serta faktor usia dan jenis kelamin dalam hal ini

juga turut mempengaruhi perilaku altruisme yang mana pola pemikiran setiap

individu dari mulai anak-anak, remaja, dewasa dan lansia pasti memiliki

pemahaman tentang kehidupan sosial yang berbeda dan pandangan hidup serta

pola pikir laki-laki dan perempuan yang juga berbeda-beda (Pujiyanti, 2012).

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menggunakan variabel kecerdasan emosi,

religiusitas, dan jenis kelamin terhadap altruisme.

2.1.4 Pengukuran Altruisme

Ada beberapa instrument untuk mengukur altruisme, yaitu:

1. Self-Report Altruism Scale (SRA) oleh Rushton, Chisjohn dan Fakken

(1981). SRA merupakan alat ukur yang paling popular dan selalu

digunakan untuk mengukur altruisme. SRA oleh Rushton, Chisjohn dan

Fakken (1981) yang terdiri atas 20 item dan mengukur altruisme dengan 5

aspek, yaitu: peduli, penolong, perhatian kepada orang lain, penuh

perasaan, dan rela berkorban.

2. Self-Report Altruism Scale (SRA) oleh Rushton, Chisjohn dan Fakken

(1981) di adaptasi dan telah dimodifikasi kemudian oleh Krueger, Hicks

dan McGue (2001) menjadi 45 item yang terdiri dari 4 konten klasifikasi,

yaitu terhadap teman, kenalan, orang asing dan organisasi.

25

Altruisme dalam penelitian ini mengacu pada alat ukur Self-Report Altruism

Scale (SRA) yang dikembangkan oleh Rushton, Chisjohn dan Fakken (1981).

Alat ukur ini juga digunakan Taylor, Peplau dan Sears (2009) dalam teorinya.

Disamping itu alat ukur ini juga merupakan alat ukur asli yang masih relevan

digunakan dalam penelitian ini. Alat ukur ini diadaptasi ke dalam bahasa

Indonesia dan terdiri atas 20 item. Aspek yang diukur dalam penelitian ini

yaitu peduli (caring), penolong (helpfull), perhatian kepada orang lain

(considerate of others), penuh perasaan (feelings), dan rela berkorban (willing

to make sacrifice). Peneliti memilih alat ukur ini dengan alasan alat ukur

tersebut memiliki tingkat reliabilitas yakni dengan koefisien Alpha Cronbach

sebesar 0,86 dan alat ukur tersebut sesuai dengan aspek-aspek yang ingin

diteliti.

2.2 Kecerdasan Emosi

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi adalah jenis kecerdasan sosial yang melibatkan

kemampuan untuk memantau emosi seseorang dan orang lain, untuk membedakan

di antara mereka, dan menggunakan informasi untuk membimbing pemikiran dan

tindakan seseorang (Salovey & Mayer, 1990). Goleman, 1995 mengadopsi

definisi Salovey dan Mayer, menyatakan bahwa kecerdasan emosi melibatkan

kemampuan yang bisa dikategorikan sebagai kesadaran diri, mengelola emosi,

memotivasi diri sendiri, empati, dan menangani hubungan (dalam Wong & Law,

2002).

26

Kecerdasan emosi juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk

mengenali, menggunakan, memahami, dan mengelola emosi (Salovey & Mayer,

dalam Kong, 2014). Menurut Goleman (2003) mendefinisikan kecerdasan emosi

adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain,

kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi dengan baik

pada diri sendiri maupun hubungan dengan orang lain (Bitmis&Ergeneli, 2014).

Kecerdasan emosi menurut Salovey & Mayer (1997) merupakan

kemampuan untuk memahami emosi, untuk mengakses dan menghasilkan emsoi

sehingga dapat membantu pikiran agar dapat memahami emosi dan pengetahuan

emosional, dan secar reflektif mengatur emosi sehingga dapat menunjukkan

pertumbuhan emosi dan intelektual. Dengan kata lain, kecerdasan emosional

mengacu pada kemampuan seseorang untuk memahami dan mempengaruhi emosi

seseorang dan orang lain serta mengendalikan konten emosional yang tertanam

dalam berbagai situasi (Salovey & Mayer; Golernan, dalam Danelle and Adelheid,

2002).

Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai serangkaian kemampuan

kompetensi, dan keterampilan nonkognitif yang mempengaruhi kemampuan

sesorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Yang

termasuk didalamnya adalah kemampuan untuk memahami emosi sesorang,

berempati dengan orang lain, dan mampu mendorong orang lain untuk melakukan

hal yang sama. Orang yang cerdas secara emosional juga terampil secara sosial,

memiliki pandangan positif, inovatif, dan mampu beradaptasi terhadap perubahan

(BarOn, 2004).

27

Berdasarkan beberapa definisi para tokoh, pada penelitian ini peneliti

menggunakan definisi Salovey dan Mayer yang mendefinisikan kecerdasan emosi

merupakan kemampuan individu dalam mengontrol emosi, mengelola dan

mengendalikan emosi dirinya sendiri dan juga orang lain melalui pikiran dan

tindakan dengan baik (Salovey&Mayer, 1997).

2.2.2 Dimensi Kecerdasan Emosi

Menurut Salovey & Mayer (dalam Wong & Law,2002) terdapat empat dimensi

kecerdasan emosi, yaitu Self-emotional appraisal, Other’s emotional appraisal,

Regulation of emotion dan Use of emotion. Berikut adalah penjelasan dari masing-

masing dimensinya :

1. Self-emotional appraisal (mengenali emosi diri)

Self-emotional appraisal adalah kemampuan individu untuk memahami

emosinya dengan baik dan mengekspresikannya secara alami. Contohnya,

individu mampu memahami penyebab rasa senang yang dia rasakan dan

mampu mengekspresikan rasa senangnya tersebut dengan baik. Individu yang

memiliki kemampuan tinggi pada dimensi ini akan mampu merasakan dan

memahami emosi mereka lebih baik dibandingkan dengan individu lainnya.

2. Other’s emotional appraisal (mengenali emosi orang lain)

Other’s emotional appraisal adalah kemampuan individu untuk mengetahui dan

memahami emosi orang-orang di sekitar mereka. Contohnya, individu

mampu merasakan kesedihan ataupun kesenangan yang dialami oleh individu

28

lain. Individu memiliki rasa simpati dan empati yang baik. Individu yang

memiliki kemampuan tinggi pada dimensi ini akan lebih sensitif terhadap

perasaan emosi individu lain dan cenderung mampu membaca pikiran

mereka.

3. Regulation of emotion (mengatur emosi)

Regulation of emotion adalah kemampuan individu untuk mengatur dan

mengelola emosi mereka ketika mengalami masalah emosional, seperti marah

ataupun stres. Contohnya, individu mampu menenangkan diri dengan cepat

ketika sedang marah. Individu yang memiliki kemampuan tinggi pada dimensi

ini akan mampu mengontrol perilakunya dengan baik ketika emosi mereka

sedang tidak baik.

4. Use of emotion (penggunaan emosi)

Use of emotion adalah kemampuan individu menggunakan emosinya

untuk mengarahkan individu dalam beraktivitas dan bekerja. Emosi dapat

mempengaruhi pikiran individu dalam bertindak dan memecahkan suatu masalah.

Contohnya, dalam memilih pekerjaan individu terkadang memilih pekerjaan

yang sesuai dengan kenyamanan hatinya.

2.2.3 Pengukuran Kecerdasan Emosi

Adapun skala yang dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan

emosional adalah sebagai berikut :

29

1. Bar’on Emotional Quotient Inventory digunakan untuk

mengukur kecerdasan emosional seseorang yang terdiri dari 133 item

pernyataan, 15 sub skala dan 5 faktor, yaitu intrapersonal,

interpersonal, adaptation, stress management dan general mood.

Reliabilitas alat ukur ini berada pada nilai 0,85.

2. Wong Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS). Skala ini

mengacu pada teori Salovey&Mayer (1997), alat ukur ini terdiri dari

16 item pernyataan yang mengukur 4 komponen kecerdasan emosi

dari Mayer dan Salovey. Adapun dimensinya adalah self emotions

appraisal, other’s emotions appraisal, regulation of emotions dan use

of emotions. Reliabilitas alat ukur ini berkisar antara 0,76 sampai 0,89.

3. Emotional Competence Inventory (ECI). Instrumen yang digunakan

untuk mengevaluasi model Goleman, yang didasarkan pada

metodologi 360º dan menunjukkan bukti validitas dan reliabilitas

(Boyatzis dalam Pablo Fernández-Berrocal and Natalio Extremera,

2006). instrumen hanya memiliki penerapan di tempat kerja dan

bidang organisasi. ECI terdiri dari 110 item, di mana 3 item adalah

angka minimum untuk mengevaluasi setiap kompetensi. ECI terdiri

dari dua cara evaluasi: ukuran yang dilaporkan sendiri di mana orang

diminta untuk memperkirakan kinerja mereka di masing-masing

kompetensi, dan evaluasi oleh penilai eksternal, seperti rekan kerja

atau atasan.

30

Dari pemaparan alat ukur di atas, pengukuran kecerdasan emosi

yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Wong Law Emotional

Intelligence Scale (WLEIS) dengan alasan : 1) Alat ukur konsisten dan mengacu

pada teori definisi kecerdasan emosional menurut Mayer dan Salovey (1997). 2)

Skala ini memiliki Reliabilitias tinggi sebesar 0.89 pada dimensi self emotional

appraisal, others emotional appraisal sebesar 0.85, regulation of emotion sebesar

0.76, dan use of emotion sebesar 0.88. 3) Skala ini lebih mudah digunakan

dengan sasaran subjek remaja karena lebih mudah dipahami dan jumlah item

tidak terlalu banyak.

2.3 Religiusitas

2.3.1 Pengertian Religiusitas

Glock & Stark (1996) sebagai ahli psikologi agama memberikan definisi

agama sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku

yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang

dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Religiusitas adalah

keadaan dimana individu merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi

yang menaungi manusia, serta hanya kepada-Nya manusia bergantung dan

berserah diri (Glock & Stark, 1996).

Menurut Huber (2012) religiusitas merupakan wujud keyakinan atau

keberagamaan individu yang meliputi pengetahuan individu tentang agama yang

dianut (intelectual). keyakinan mengenai ajaran yang dianut (ideology), praktik

keagamaan yang bersifat komunal (public practice), praktik keagamaan yang

31

bersifat pribadi (private practice), dan pengalaman kontak komunikasi dengan

Tuhan (religious experience) (Huber, 2012).

Selain itu, menurut Johnson (2001) religiusitas merupakan sejauh mana

seorang individu berkomitmen terhadap agama yang ia anut dan ajarannya, seperti

sikap dan perilaku individu yang mencerminkan komitmen tersebut. Sedangkan

menurut Fetzer (1999) mendefinisikan religiusitas merupakan seberapa sanggup

penganut agama merasakan pengalaman beragama dalam keseharian (daily

spiritual experience), memiliki kebermaknaan hidup dengan agama (religion

meaning), mengekspresikan agama yang dianut sebagai sebuah nilai (value),

menyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan

praktek agama secara pribadi (private religious practice), agama sebagai tempat

menyelesaikan masalah (religious/spiritual coping), mendapatkan dukungan dari

sesama penganut agama (religious support), mengalami sejarah keagamaan

(religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti

kegiatan keagamaan (organizational religiouness) dan menyakini pilihan agama

yang dianutnya (religious preference).

Ancok dan suroso (2001) mendefinisikan religiusitas sebagai

keberagamaan yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan

hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga

ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.

Sumber jiwa keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of

depend).

32

Berdasarkan beberapa definisi yang dijelaskan sebelumnya peneliti

memilih untuk menggunakan teori dari Huber (2012) yang mendefinisikan

religiusitas sebagai wujud keyakinan atau keberagamaan individu yang meliputi

pengetahuan individu tentang agama yang dianut (intelectual), keyakinan

mengenai keberadaan sesuatu yang Ilahi (ideology), praktik keagamaan yang

bersifat publik (public practice), praktik keagamaan yang bersifat pribadi (private

practice), dan pengalaman keterhubungan dengan Tuhan (religious experience).

2.3.2 Dimensi Religiusitas

Dalam artikel yang berjudul The Centrality of Religiosity Scale (CRS),

Huber (2012) mengembangkan dimensi yang telah dirumuskan oleh Glock &

Stark dengan menggabungkan perspektif psikologi kepribadian yang

dikembangkan oleh Allport, Ross, dan Kelly dan mengklasifikasikan menjadi

lima dimensi yang terdiri dari :

1. Intelektual (intelectual)

Dimensi intelektual mengacu pada pengetahuan yang

dimiliki individu tentang agama, dan mereka dapat menjelaskan

pandangan mereka tentang transendensi, agama, dan religiusitas.

Dalam konstruk religius pribadi, dimensi ini merepresentasikan

ketertarikan, kemampuan penafsiran, serta cara berpikir sebagai

bagian dari pengetahuannya tentang agama. Indikator umum

dimensi ini adalah frekuensi berpikir tentang masalah agama.

33

2. Dimensi ideologi (ideology)

Dimensi ideologi mengacu pada keyakinan mengenai

eksistensi dan esensi dari realitas Tuhan dan hubungan antara

Tuhan dengan manusia. Dalam konstruk religius pribadi, dimensi

ini merepresentasikan keyakinan dengan menggunakan pola yang

“masuk akal”. Indikator umum dimensi ini hanya berfokus pada

aspek yang “masuk akal” dari keberadaan realitas transenden.

Seperti misalnya “sejauh mana anda percaya pada keberadaan

Tuhan atau sesuatu yang ilahi”. Keyakinan dasar ini umum bagi

kebanyakan tradisi keagamaan.

3. Dimensi praktik publik (public practice)

Dimensi praktik publik mengacu pada sejauh mana

seseorang terlibat dalam komunitas keagamaan dan berpartisipasi

dalam aktivitas keagamaan. Dalam kontruk religius pribadi,

dimensi ini direpresentasikan sebagai keterlibatan dan rasa

kepemilikan terhadap agama, komunitas, aktivitas sosial, serta

ibadah berjamaahnya.

4. Dimensi praktik privat (private practice)

Dimensi ini mengacu pada keterlibatan seseorang secara

pribadi dengan Tuhannya. Dalam konstruk religius pribadi,

dimensi ini direpresentasikan sebagai pola dan cara seseorang

mengekspresikan hubungannya dengan Tuhan secara pribadi,

seperti berdzikir dan shalat malam.

34

5. Dimensi pengalaman religius (religious experience)

Dimensi ini mengacu pada pengalaman religius seperti

keterhubungan seseorang dengan realitas Tuhan yang

mempengaruhi mereka secara emosional. Dalam konstruk religius

pribadi, dimensi ini direpresentasikan sebagai pola persepsi religius

sebagai bagian dari perasaan dan pengalaman religius.

2.3.3 Pengukuran Religiusitas

Ada beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur religiusitas, antara lain:

a. Religious Orientation Scale. Dikembangkan oleh Allport dan Ross (1967)

yang membagi religiusitas menajdi dua orientasi yaitu orientasi intrinsic

dan orientasi ekstrinsik. Terdapat 21 (dua puluh satu) item dalam skala ini

dan menggunakan model skala likert.

b. Alat ukur yang dikembangkan Raiya (2008) dinamakan Psychological

Measure of Islamic Religiousness (PMIR). PMIR terdiri dari 7 faktor

yaitu: Islamic belief, Islamic ethical principles & universality, Islamic

ethical religious struggle, Islamic religious duty, obligation & exclusivism,

islamic positive religious coping & identification and punishing Allah

reappraisal. Jumlah item dari PMIR adalah 70 item.

c. The Centrality of Religiousness Scale (CRS). Dikembangkan oleh Huber

(2012) berdasarkan modifikasi dari dimensi religusitas Glock dan Stark

dengan Allport dan Ross, Huber menyatakan bahwa dimensi religiusitas

ada lima, yaitu dimensi intelektual, ideologi, praktik publik, praktik privat,

dan pengalaman agama.

35

d. Multidimensional Measurement of Religiousness/Spirituality yang

berasalkan dari Fetzer institute (1999). Dalam skala ini terdapat dua belas

sub skala pengukuran, yaitu: pengalaman spiritual harian, makna hidup,

nilai-nilai, keyakinan, pemaafan, praktik keberagamaan pribadi, religiuis

coping, dukungan religius, sejarah spiritual, komitmen, organisasi religius,

dan pilihan religius.

Dari pemaparan alat ukur di atas, pengukuran religiusitas yang digunakan

dalam penelitian ini, peneliti menggunakan The Centrality of Religiousity Scale

(CRS) yang dikembangkan oleh Huber 2012 berdasarkan modifikasi dari Glock

dan Stark dengan Allport dan Ross. Skala ini memiliki tiga item untuk mengukur

masing-masing dimensinya. Adapun dimensi yang diukur melalui skala ini adalah

mengukur aspek pengetahuan individu tentang agama yang dianut (intelectual),

keyakinan mengenai ajaran yang dianut (ideology), praktik keagamaan yang

bersifat komunal (public practice), praktik keagamaan yang bersifat pribadi

(private practice), dan pengalaman kontak komunikasi dengan Tuhan (religious

experience).

2.4 Jenis Kelamin

Peranan gender terhadap perilaku menolong sangat bergantung pada

situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki cenderung lebih

menolong pada situasi darurat yang membahayakannya, misalnya menolong orang

pada saat adanya kecelakaan, membantu kendaraan yang sedang mogok. Hal ini

sesuai dengan peran genetik laki-laki yang dipandang lebih mempunyai kekuatan

ekstra dan mempunyai kemampuan lebih untuk melindungi diri. Yang sementara

36

jika dibandingkan dengan perempuan itu cenderung tampil menolong pada situasi

yang bersifat psikis, yaitu dengan memberikan dukungan emosi seperti

menasehati (Deaux, Dane, Wrightsman 1993).

Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Redzo Mujcic dan Paul

Frijters (2011) tentang perilakumemberi atau membantu orang lain, mereka

membuktikan bahwa tingkat altruisme dipengaruhi oleh jenis kelamin. Yang

didalam penelitiannya menyebutkan bahwa laki-laki memiliki tingkat altruisme

lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.

Berbeda dengan penelitian yang lain, Menurut Becker dan Eagly (dalam

Sears, Peplau & Taylor, 2009) disebutkan bahwa perempuan lebih cenderung

sering melakukan tindakan kemanusiaan seperti menolong orang lain. Penelitian

yang dilakukan oleh Eisenberg (Schmitt, 2016) juga menyatakan bahwa wanita

lebih memiliki rasa menolong yang tinggi dari pada laki-laki, yang disebabkan

karena wanita lebih memiliki rasa empati yang tinggi dan mampu merasakan apa

yang orang lain rasakan.

2.5 Kerangka Berfikir

Pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial memiliki suatu hubungan

yang erat dengan manusia lainnya. Hal itu membuat sesama manusia melakukan

tolong menolong demi memenuhi kebutuhannya. Perilaku altruisme diharapkan

ada pada setiap diri remaja yang merupakan generasi penerus bangsa, yang pada

tahap usia remaja ini mereka diharapkan dapat mengembangkan pribadinya sesuai

dengan nilai etika dan moral dalam bentuk perilaku altruisme. Dalam hal ini ada

37

beberapa faktor yang mempengaruhi altruisme diantaranya adalah kecerdasan

emosi dan religiusitas. Faktor pertama yang mempengaruhi altruisme dalam Sears

(1994) adalah faktor perasaan dalam diri seseorang (emosi). Penelitian yang

berkaitan dengan altruisme antara lain penelitian dari Hoffman yang membuktikan

bahwa empati meningkatkan perilaku menolong orang lain (Sears, 1994).

Kecerdasan emosi yang tinggi akan membantu idividu untuk mampu mengenali

emosi sendiri, mengenali emosi orang lain, mengelola emosi, dan mampu

menggunakan emosinya dengan baik.

Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Lee (2013) di Korea

Selatan, yang didalam penelitian tersebut telah dijelaskan bahwa kecerdasan

emosi mempengaruhi perilaku altruisme. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

ada pengaruh dimensi-dimensi dari variabel kecerdasan emosi secara signifikkan

dan positif mempengaruhi perilaku altruisme. Seperti yang dikatakan oleh Baron

& Byne (2005) bahwa suasana hati yang baik akan meningkatkan peluang

terjadinya tingkah laku menolong orang lain, sedangkan jika dengan kondisi hati

yang tidak baik akan menghambat pertolongan.

Selain kecerdasan emosi, faktor intrinsik yang mempengaruhi perilaku

altruisme lainnya yang peniliti gunakan ialah religiusitas yaitu Religiusitas

menjadi bagian yang sama pentingnya sebagai faktor yang mempengaruhi dalam

altruisme. Religiusitas yang meliputi pengetahuan individu tentang agama yang

dianut (intelectual). keyakinan mengenai ajaran yang dianut (ideology), praktik

keagamaan yang bersifat komunal (public practice), praktik keagamaan yang

bersifat pribadi (private practice), dan pengalaman kontak komunikasi dengan

38

Tuhan (religious experience) akan memperdalam tingkat altruisme dalam diri

seseorang.

Agama mengajarkan umatnya untuk melakukan kebaikan, seperti saling

tolong menolong antar sesama umat manusia, tidak bertindak kasar kepada orang

lain, sopan santun terhadap orang yang usianya lebih tua, sabar dalam arti mampu

mengendalikan emosi ketika mendapat stimulus yang tidak menyenangkan dari

lingkungan, dan lain sebagainya. Ketika seseorang yakin terhadap ajaran

agamanya tersebut, maka individu tersebut akan melaksanakan kebaikan-kebaikan

dan akan berusaha untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk. Dengan

demikian akan mempengaruhi meningkatnya perilaku altruisme yang ada di dalam

diri seseorang.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bonner, Koven dan dan

Patrick (2003) yang menemukan bahwa religiusitas secara umum berkorelasi

positif dengan perilaku prososial. Mereka berpendapat bahwa ini karena

keyakinan keagamaan seseorang dapat membantu individu merasa lebih terpenuhi

secara pribadi dan layak memimpin mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan

yang meningkatkan level aktualisasi diri, termasuk perilaku prososial (Bonner et

al., 2003). Dari hasil penelitian tersebut menandakan bahwa ketaatan dalam

beragama memberikan keyakinan kepada seseorang untuk pentingnya menolong

yang lemah seperti yang terlah diajarkan oleh agama.

Menurut Malhotra (2010), religiusitas merupakan pengaruh utama

seseorang melakukan perilaku altruistik, karena orang yang religius

39

berkarakteristik lebih stabil, sehingga spontanitas mereka untuk beramal lebih

tinggi. Hal ini jelas dapat mendukung dan membuktikan bahwa ada kemungkinan

pengaruh dari religiusitas terhadap sikap altrusitik yang dialami dan dilakukan

oleh individu. Dalam beberapa hal, konsep altruisme dan agama saling terkait.

Altruisme dimotivasi oleh keinginan untuk melakukan perbuatan baik atau

membantu orang lain, tanpa ekspektasi imbalan, timbal balik, atau pengakuan

(Neusner & Chilton, 2005).

Faktor selanjutnya yaitu adalah jenis kelamin. Karakteristik individu juga

mempengaruhi seseorang berperilaku altruistik, yaitu diantaranya adalah jenis

kelamin. Menurut Becker dan Eagly (dalam Sears, Peplau & Taylor, 2009)

disebutkan bahwa perempuan lebih cenderung sering melakukan tindakan

kemanusiaan seperti menolong orang lain. Dari penelitian Eisenberg (Schmitt,

2016) juga menyatakan bahwa wanita lebih memiliki rasa menolong yang tinggi

dari pada laki-laki, yang disebabkan karena wanita lebih memiliki rasa empati

yang tinggi dan mampu merasakan apa yang orang lain rasakan.

Peranan gender terhadap perilaku menolong sangat bergantung pada

situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki cenderung lebih

menolong pada situasi darurat yang membahayakannya, misalnya menolong orang

pada saat adanya kecelakaan, membantu kendaraan yang sedang mogok. Yang

sementara jika dibandingkan dengan perempuan itu cenderung tampil menolong

pada situasi yang bersifat psikis, yaitu dengan memberikan dukungan emosi

seperti menasehati (Deaux, Dane, Wrightsman 1993).

40

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Gembeck et, al., (2005) bahwa

ditemukannya kecenderungan untuk menolong pada anak remaja lebih besar pada

remaja perempuan dibandingkan dengan remaja laki-laki (Sarlito, 2009), dari

penelitian tersebut peneliti akan memasukkan jenis kelamin sebagai faktor

demografi untuk mengetahui apakah jenis kelamin berpengaruh terhadap

altruisme.

Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peneliti ingin melihat

pengaruh kecerdasan emosi, religiusitas dan faktor demografis yaitu jenis kelamin

terhadap altruisme. Dalam penelitian ini dependent variable yaitu perilaku

altruisme. Sedangkan independent variable yaitu kecerdasan emosi, religiusitas,

dan jenis kelamin. Adapun penjelasan dimensi kecerdasan emosi dalam penelitian

ini terdiri atas self emotional appraisal, others emotional appraisal, regulation of

emotion, dan use of emotion. Religiusitas dalam penelitian ini dimensinya terdiri

dari intellectual, ideology, public practice, private practice, dan religious

experience.

Penulis menyajikan kerangka teoritis untuk mempemudah memahami

permasalahan yang sedang diteliti. Perkiraan kerangka teoritis ini disajikan dalam

bentuk skema atau gambar yang menunjukkan hubungan masing-masing variabel

sebagai berikut :

41

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir Penelitian

2.6 Hipotesis Penelitian

2.6.1 Hipotesis Mayor

Ha: Ada pengaruh yang signifikan variabel kecerdasan emosi (self

emotional appraisal, other’s emotional appraisal, regulation of emotions,

use of emotions), variabel religiusitas (intellectual, ideology, public

practice, private practice, dan religious experience), dan variabel jenis

kelamin terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

42

2.6.2 Hipotesis Minor

H1: Ada pengaruh yang signifikan self-emotional appraisal pada variabel

kecerdasan emosi terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

H2: Ada pengaruh yang signifikan other’s emotional appraisal pada variabel

kecerdasan emosi terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

H3: Ada pengaruh yang signifikan regulation of emotions pada variabel

kecerdasan emosi terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

H4: Ada pengaruh yang signifikan use of emotions pada variabel kecerdasan

emosi terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

H5: Ada pengaruh yang signifikan intelectual pada variabel religiusitas

terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

H6: Ada pengaruh yang signifikan ideology pada variabel religiusitas terhadap

altruisme pada relawan sosial muda.

H7: Ada pengaruh yang signifikan public practice pada variabel religiusitas

terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

H8: Ada pengaruh yang signifikan private practice pada variabel religiusitas

terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

H9: Ada pengaruh yang signifikan religious experience pada variabel

religiusitas terhadap altruisme pada relawan sosial muda.

43

H10: Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap altruisme pada

relawan sosial muda.

46

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi keseluruhan pada anggota relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jakarta

berkisar sebanyak 11 ribu orang, populasi yang digunakan yaitu anggota relawan

sosial ACT yang ada pada generasi muda dengan rentang usia 18-25 tahun, dan

pernah ikut serta turun langsung ke lapangan, yaitu sebanyak 290 relawan. Pada

penelitian ini, peneliti mendapatkan sampel sebanyak 215 relawan remaja yang

masih berperan aktif dalam keanggotaan dan ikut serta pada saat pembagian

kuesioner penelitian ini.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik non-probability sampling dengan metode accidental sampling. Hal ini

dikarenakan tidak semua individu dalam populasi memiliki kesempatan untuk

terpilih menjadi sampel dalam penelitian.

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Pada penelitian ini variabel yang menjadi fokus pembahasan adalah altruisme,

sedangkan yang lainnya adalah kecerdasan emosi (dengan beberapa dimensi,

yaitu: self emotional appraisal, others emotional appraisal, regulation of emotion,

dan use of emotion) dan religiusitas (dengan beberapa dimensi, yaitu: ideology,

intellectual, public practice, private practice, religious experience).

47

3.2.2 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Altruisme merupakan perilaku sosial yang dilakukan untuk mencapai hasil

positif bagi orang lain dari pada dirinya sendiri. Dan dapat dikatakan bahwa

altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok

orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun,

kecuali mungkin perasaan telah melakukan kebaikan (Rushton, 1981).

Altruisme dalam penelitian ini diukur menggunakan alat ukur Self-Report

Altruism Scale (SRA) yang dikembangkan oleh Rushton, Chisjohn dan

Fakken. Terdiri dari 5 dimensi yaitu peduli, penolong, perhatian kepada orang

lain, penuh perasaan, dan rela berkorban.

2. Kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan untuk memahami perasaan

dirinya sendiri dan perasaan orang lain, dan serta memiliki kemampuan untuk

mengontrolnya dengan baik, yang dalam penelitian ini peneliti menggunakan

pendapat dari Salovey dan Mayer (1997). Kemudian, kecerdasan emosi dalam

penelitian ini diukur menggunakan Wong and Law Emotional Intelligence

Scale (WLEIS) yang mengacu pada teori definisi kecerdasan emosional

menurut Mayer dan Salovey. Terdiri dari 4 dimensi yaitu:

a) Self emotional appraisal adalah kemampuan individu untuk memahami

emosi dirinya sendiri dengan baik.

b) Other’s emotional appraisal adalah kemampuan individu untuk

mengetahui serta memahami emosi orang lain yang berada di sekitarnya.

48

c) Regulation of emotions adalah kemampuan individu untuk mengatur dan

mengelola emosi ketika mengalami masalah emosional.

d) Use of emotions adalah kemampuan individu menggunakan emosinya

untuk mengarahkan aktivitas dan bekerja.

3. Religiusitas adalah kemampuan untuk meyakini dalam diri individu sebagai

terhadap ajaran agamanya yang dapat direalisasikan dalam perilaku sehari-

hari. Selanjutnya, religiusitas dalam penelitian ini diukur menggunakan

adaptasi dari alat ukur The Centrality of Religiosity Scale yang dikembangkan

oleh Huber (2012). Terdiri dari 5 dimensi yaitu:

a) Intellectual adalah pengetahuan yang dimiliki individu tentang agama,

serta berkemampuan dalam menjelaskan pandangannya tentang

transendensi, agama, dan religiusitas.

b) Ideology adalah keyakinan individu tentang eksistensi dan esensi dari

Tuhan serta hubungan antara Tuhan dengan manusia.

c) Public practice adalah keterlibatan individu dalam komunitas keagamaan

dan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan.

d) Private practice adalah keterlibatan individu secara pribadi dengan

Tuhannya.

e) Religious experience adalah keterhubungan individu dengan realitas

Tuhan yang mempengaruhinya secara emosional.

4. Jenis kelamin merupakan responden pada angket penelitian yang terdiri dari

laki-laki dan perempuan.

49

3.3 Instrumen pengumpulan data

Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan alat ukur dari masing-masing

variabel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket atau

kuesioner. Kemudian, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini menggunakan model skala Likert. Pernyataan atau item dibuat dengan dua

kategori yaitu pernyataan positif (favorable) dan (unfavorable). Untuk pernyataan

favorable, skor tertinggi diberikan pada pilihan jawaban “Sangat Sesuai” dan skor

terendah diberikan pada pilihan jawaban “Sangat Tidak Sesuai”. Kemudian

sebaliknya, untuk pernyataan unfavorable, skor tertinggi diberikan pada pilihan

jawaban “Sangat Tidak Sesuai” dan skor terendah diberikan pada pilihan jawaban

“Sangat Sesuai”.

Pilihan Pernyataan

Favorable Unfavorable

Sangat Sesuai (SS) 4 1

Sesuai (S) 3 2

Tidak Sesuai (TS) 2 3

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

3.3.1 Skala Altruisme

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala yang sudah ada yang disusun

berdasarkan Self Report Altruism Scale (SRA) yang dikembangkan oleh Rushton,

Chrisjohn dan Fakken (1981). Alat ukur tersebut mengukur altruisme yang terdiri

dari 5 dimensi yaitu peduli, penolong, perhatian kepada orang lain, penuh

perasaan, dan rela berkorban. Skala ini terdiri dari 20 item dengan model likert

skala 1 sampai 4 (Sangat Tidak Sesuai, Tidak Sesuai, Sesuai, Sangat Sesuai) yang

50

terdapat lima dimensi variabel didalamnya yaitu peduli, penolong, perhatian

kepada orang lain, penuh perasaan, dan rela berkorban.

Tabel 3.1

Tabel Blue Print Skala Altruisme

Dimensi Indikator Item

Favorable

Item

Unfavorable

Jumlah

Peduli Prihatin terhadap masalah orang lain

1, 3 2, 4 4

Penolong Memberikan sesuatu

yang dibutuhkan

orang lain

5, 7, 8 6, 9 4

Perhatian kepada

orang lain

Tidak acuh terhadap orang lain

10 11, 12 4

Penuh

perasaan Empati dan mampu

memahami perasaan

orang lain

13, 14, 15 16 4

Rela

berkorban

Keinginan untuk memberikan

kesejahteraan

terhadap orang lain

17, 19, 20 18 4

Jumlah 12 8 20

3.3.2 Skala Kecerdasan Emosi

Dalam penelitian ini, peneliti mengukur kecerdasan emosi dengan menggunakan

alat ukur yang dikembangkan oleh Salovey dan Mayer (1997). Kecerdasan emosi

terdapat empat dimensi variabel yaitu Alat ukur tersebut mengukur kecerdasan

emosi yang terdiri dari 4 dimensi yaitu self emotions appraisal (penilaian emosi

diri), other’s emotions appraisal (penilaian emosi orang lain), regulation of

51

emotions (pengaturan emosi), dan use of emotions (penggunaan emosi) dengan

model likert skala 1 sampai 4.

Tabel 3.2

Tabel Blue Print Skala Kecerdasan Emosi

Dimensi Indikator No. Item Jumlah

Self

Emotional

Appriasal

Mengekspresikan emosi secara

alami

Memahami emosi terdalam

1, 4

11, 12

4

Others’

Emotional

Appraisal

Memahami emosi orang-orang disekitar

Merasakan emosi orang lain

5, 8

13, 16

4

Regulation of

Emotion Mengatur emosi

Mendorong pemulihan distress psikologis

2, 3

9, 15

4

Use of

Emotion Menggunakan emosi untuk

beraktifitas

Menggunakan emosi untuk

bekerja konstruktif

6, 7

10, 14

4

Jumlah 16

3.3.3 Skala Religiusitas

Skala religiusitas yang disusun oleh peneliti menggunakan pengukuran religiusitas

dari Huber (2012), yaitu The Centrality of Religiousity Scale (CRS). Skala ini

memiliki tiga item untuk mengukur masing-masing dimensinya. Adapun dimensi

yang diukur yaitu ideology (ideologi), intellectual (intelektual), public practice

(praktik publik), private practice (praktik privat), dan religious experience

(pengalaman religius).

52

Tabel 3.3

Tabel Blue Print Skala Religiusitas

Dimensi Indikator No. Item Jumlah

Intelectual Memikirkan rumor masalah

keagamaan di lingkungan

Mempelajari tema religius

1, 11

6

3

Ideology Mempercayai keberadaan yang Ilahi

Mempercayai ajaran agama

2, 12

7

3

Public

practice Berpartisipasi dalam kegiatan

komunitas agama

Sikap terhadap kegiatan komunitas agama

3

8, 13

3

Private

practice Melakukan kegiatan ibadah secara

personal

Sikap terhadap kegiatan beribadah

4, 14

9

3

Religious

experience Keterhubungan dengan realitas

Tuhan

5, 10, 15 3

3.4 Uji Validitas Konstruk

Sebelum melakukan analisis data, peneliti menggunakan pengujian terhadap

validitas instrumen yang dipakai. Instrumen yang digunakan yaitu skala altruisme,

skala kecerdasan emosi dan religiusitas. Pengujian validitas konstruk alat ukur

yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Confirmatory Factor Analysis

(CFA) dengan bantuan Software Lisrel 8.7 (Linear Structural Relationship).

Adapun langkah-langkah dalam menguji CFA menurut (Umar, 2012) adalah

sebagai berikut:

Jumlah 15

53

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang

didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan

atau pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor,

sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis

terhadap respon atas item-itemnya.

2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun

juga tiap subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item

maupun subtes bersifat unidimensional.

3. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar

item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.

Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan

dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori

tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan

antara matriks ∑ dengan matriks S dan dapat dinyatakan ∑ - S = 0.

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji

dengan chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p>0,05),

maka hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya, teori

unidimensional tersebut dapat diterima bahwa item maupun subtest

instrument hanya dapat mengukur satu faktor saja.

5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya yaitu menguji apakah item

signifikan atau tidak untuk mengukur apa yang akan di ukur, dengan

menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item

tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur,

54

sebaiknya item yang demikian di drop. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan taraf kepercayaan 95% sehingga item yang dikatakan

signifikan adalah item yang memiliki t-value lebih dari 1,96 (t>1,96).

6. Terakhir, jika dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan

faktornya negatif maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini

tidak sesuai dengan sifat item yang bersifat positif (favorable).

Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan

menggunakan software LISREL 8.70.

3.4.1 Uji Validitas Konstruk Altruisme

Penulis menguji apakah 20 item dari skala altruisme yang bersifat unidimensional,

yang artinya benar-benar hanya mengukur altruisme. Berdasarkan hasil awal

analisi CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan

Chi-Square = 1749.74, df = 170, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.208 Oleh karena

itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran

pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi

sebanyak 97 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 91.42, df = 73,

P-value = 0.07128, RMSEA = 0.034. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value >

0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat

diterima dimana selutuh item mengukur satu faktor saja yaitu altruisme.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang

perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang

55

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran

altruisme disajikan pada tabel 3.4

Tabel 3.4

Muatan Faktor Item Skala Altruisme

No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

Item 1 0.16 0.07 2.32 √

Item 2 0.72 0.06 12.22 √

Item 3 0.42 0.07 6.33 √

Item 4 0.70 0.06 11.21 √

Item 5 0.16 0.07 2.46 √

Item 6 0.84 0.06 15.12 √

Item 7 0.52 0.07 7.69 √

Item 8 0.51 0.06 7.93 √

Item 9 0.65 0.06 10.53 √

Item 10 0.55 0.07 8.23 √

Item 11 0.89 0.05 16.42 √

Item 12 0.87 0.06 15.71 √

Item 13 0.68 0.06 11.37 √

Item 14 0.61 0.06 10.06 √

Item 15 0.76 0.06 13.27 √

Item 16 0.83 0.06 14.69 √

Item 17 0.43 0.07 6.41 √

Item 18 0.34 0.07 5.01 √

Item 19 0.49 0.07 7.36 √

Item 20 0.35 0.07 5.15 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel diatas, tidak ada muatan faktor negatif pada salah satu item dan

t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat digunakan dalam

mengestimasi skor faktor untuk skala altruisme.

56

3.4.2 Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosi

Penulis menguji apakah 16 item yang terdiri dari 4 dimensi kecerdasan emosi

yaitu self emotional appraisal, other’s emotional appraisal, regulation of emotion,

dan use of emotion yang artinya benar-benar hanya mengukur kecerdasan emosi.

3.4.2.1 Uji Validitas Konstruk Dimensi Self Emotional Appraisal

Penulis menguji apakah 4 item dari dimensi Self Emotional Appraisal bersifat

unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur self emotional appraisal.

Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata

tidak fit dengan Chi-Square = 17.27, df = 2, P-value = 0.00018, RMSEA = 0.189.

Setelah melakukan 1 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square = 0.22, df = 1, P-value = 0.63849, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu

faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu faktor

saja yaitu self emotional appraisal.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien faktor untuk item pengukuran Self

Emotional Appraisal seperti pada tabel 3.5

57

Tabel 3.5

Muatan Faktor Item Dimensi Self Emotional Appraisal

No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

Item 1 0.76 0.07 10.71 √

Item 2 0.58 0.07 7.95 √

Item 3 0.59 0.07 8.10 √

Item 4 0.75 0.07 10.65 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel 3.5, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor

negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item

tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi self

emotional appraisal.

3.4.2.2 Uji Validitas Konstruk Dimensi Others Emotional Appraisal

Penulis menguji apakah 4 item dari dimensi others emotional appraisal bersifat

unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur others emotional appraisal.

Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata

tidak fit dengan Chi-Square = 22.76, df = 2, P-value = 0.00001, RMSEA = 0.220.

Setelah melakukan 2 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu

faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu faktor

saja yaitu others emotional appraisal.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

58

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran others emotional appraisal, seperti pada tabel 3.6

Tabel 3.6

Muatan Faktor Item Dimensi Others Emotional Appraisal

No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

Item 1 0.55 0.07 8.01 √

Item 2 0.77 0.07 10.53 √

Item 3 0.84 0.07 12.38 √

Item 4 0.86 0.07 12.61 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel 3.6, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor

negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item

tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi others

emotional appraisal.

3.4.2.3 Uji Validitas Konstruk Dimensi Regulation of Emotion

Penulis menguji apakah 4 item dari dimensi regulation of emotion bersifat

unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur regulation of emotion.

Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata

tidak fit dengan Chi-Square = 51.52, df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.340.

Setelah melakukan 2 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai

Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan

59

satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu

faktor saja yaitu regulation of emotion.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran regulation of emotion, seperti pada tabel 3.7

Tabel 3.7

Muatan Faktor Item Dimensi Regulation of Emotion

No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

Item 1 0.87 0.06 14.41 √

Item 2 0.83 0.06 13.59 √

Item 3 0.71 0.06 11.14 √

Item 4 0.61 0.07 8.76 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel 3.7, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor

negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item

tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi

regulation of emotion.

3.4.2.4 Uji Validitas Konstruk Dimensi Use of Emotion

Penulis menguji apakah 4 item dari dimensi use of emotion bersifat

unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur use of emotion. Berdasarkan

hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit

dengan Chi-Square = 25.11, df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.232. Setelah

60

melakukan 2 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu

faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu faktor

saja yaitu use of emotion.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran use of emotion, seperti pada tabel 3.8

Tabel 3.8

Muatan Faktor Item Dimensi Use of Emotion

No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

Item 1 0.58 0.07 8.51 √

Item 2 0.78 0.07 11.51 √

Item 3 0.89 0.07 13.15 √

Item 4 0.76 0.07 10.15 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel 3.8, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor

negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item

tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi use of

emotion.

61

3.4.3 Uji Validitas Konstruk Religiusitas

Penulis menguji apakah 15 item yang terdiri dari 5 dimensi religiusitas yaitu

intelectual, ideology, public practice, private practice, dan religious practice

bersifat unidimensional yang artinya benar-benar hanya mengukur religiusitas

3.4.3.1 Uji Validitas Konstruk Dimensi Intelectual

Penulis menguji apakah 3 item dari dimensi intelectual bersifat unidimensional,

artinya benar-benar hanya mengukur intelectual. Berdasarkan hasil analisis CFA

yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata model telah fit dengan Chi-

Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square

menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu faktor saja

yaitu intelectual.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran intelectual, seperti pada tabel 3.9

62

Tabel 3.9

Muatan Faktor Item Dimensi Intellectual

No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

Item 1 0.72 0.08 9.34 √

Item 2 0.59 0.07 7.96 √

Item 3 0.74 0.08 9.55 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel 3.9, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor

negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item

tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi

intelectual.

3.4.3.2 Uji Validitas Konstruk Dimensi Ideology

Penulis menguji apakah 3 item dari dimensi ideology bersifat unidimensional,

artinya benar-benar hanya mengukur ideology. Berdasarkan hasil analisis CFA

yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata model telah fit dengan Chi-

Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square

menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu faktor saja

yaitu ideology.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran ideology, seperti pada tabel 3.10

63

Tabel 3.10

Muatan Faktor Item Dimensi Ideology

No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

Item 1 0.69 0.06 11.02 √

Item 2 0.92 0.06 16.06 √

Item 3 0.86 0.06 14.48 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel 3.10, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor

negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item

tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi ideology.

3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Dimensi Public Practice

Penulis menguji apakah 3 item dari dimensi public practice bersifat

unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur public practice.

Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata

model telah fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA =

0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu public practice.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran public practice, seperti pada tabel 3.11

64

Tabel 3.11

Muatan Faktor Item Dimensi Public Practice

No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

Item 1 0.75 0.06 11.69 √

Item 2 0.84 0.06 13.49 √

Item 3 0.78 0.06 12.23 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel 3.11, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor

negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item

tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi public

practice.

3.4.3.4 Uji Validitas Konstruk Dimensi Private Practice

Penulis menguji apakah 3 item dari dimensi private practice bersifat

unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur private practice.

Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata

model telah fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA =

0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu private practice.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran private practice, seperti pada tabel 3.12

65

Tabel 3.12

Muatan Faktor Item Dimensi Private Practice

No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

Item 1 0.65 0.07 9.21 √

Item 2 0.65 0.07 9.22 √

Item 3 0.86 0.07 11.79 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel 3.12, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor

negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item

tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi private

practice.

3.4.3.5 Uji Validitas Konstruk Dimensi Religious Experience

Penulis menguji apakah 3 item dari dimensi religious experience bersifat

unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur religious experience.

Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata

model telah fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA =

0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu religious experience.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat

nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran religious experience, seperti pada tabel 3.13

66

Tabel 3.13

Muatan Faktor Item Dimensi Religious Experience

No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

Item 1 0.68 0.06 10.77 √

Item 2 0.92 0.06 15.67 √

Item 3 0.86 0.06 14.36 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel 3.13, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor

negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item

tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi religious

experience.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data digunakan untuk menguji hipotesis penelitian mengenai

pengaruh kecerdasan emosi, religiusitas, dan jenis kelamin terhadap altruisme

pada mahasiswa relawan. Teknik analisis data yang digunakan peneliti dalam

mengolah data adalah Multiple Regression Analysis atau analisis regresi berganda.

Analisis regresi berganda merupakan analisis regresi dengan satu variabel

dependen dan lebih dari satu variabel independen.

Rumus regresi berganda pada penelitian ini adalah:

Y = a + + + + + + + + +

+ + e

Keterangan :

Y = Nilai prediksi Y (Altruisme)

a = Intercept (konstan)

67

b = Koefisien regresi

= Self emotional dari kecerdasan emosi

= Others emotional dari kecerdasan emosi

= Regulation of emotion dari kecerdasan emosi

= Use of emotion dari kecerdasan emosi

= Intelectual dari religiusitas

= Ideology dari religiusitas

= Public practice dari religiusitas

= Private practice dari religiusitas

= Religious experience dari religiusitas

= Jenis kelamin dari faktor demografis

e = Residu

Penilaian terhadap model regresi yang dihasilkan ditinjau pada beberapa

pengujian berikut:

1. (Koefisien Determinasi)

Nilai menunjukkan besarnya proporsi pengaruh independent variable

terhadap dependent variable. Dalam melihat proporsi, dikalikan dengan 100%

sehingga didapatkan nilai proporsi pengaruh dalam bentuk persen. Sisa dari

persentasi merupakan faktor lain yang mempengaruhi dependent variable yang

68

tidak diuji dalam penelitian ini. Tabel modal summary dalam SPSS juga

menunjukkan nilai Standart Error of Estimate dimana semakin kecil nilai SEE,

maka model regresi semakin tepat dalam memprediksi dependent variable. Nilai

diperoleh dari rumus berikut:

=

2. Uji F

Pada tabel ANOVA akan diperoleh nilai F dan nilai signifikasi (sig.). Nilai

Sig < 0.05 menunjukkan bahwa keseluruhan independent variable secara simultan

memiliki pengaruh terhadap dependent variable. Nilai Sig < 0.05 juga

menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi ( signifikan. Rumus dalam

perhitungan nilai F sebagai berikut:

F =

K merupakan jumlah IV dan N merupakan jumlah sampel.

3. Uji t

Interpretasi koefisen parameter independent variable dapat dilakukan

dengan menggunakan unstandardized coefficients maupun standardized

coeffiecients. Nilai koefisien yang didapatkan dari masing-masing dimensi pada

variabel menunjukka arah hubungan serta besaran koefisien masing-masing

dimensi pada model regresi. Adapun terdapat nilai signifikansi untuk mengetahui

apakah masing-masing dimensi berpengaruh secara signifikan terhadap dependent

variable. Uji t dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

t =

69

Nilai b pada rumus tersebut adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard error

dari b.

79

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah relawan sosial muda yang telah bergabung

menjadi anggota kerelawanan sosial. Untuk mempermudah perhitungan maka

penulis mengkategorikan usia responden menjadi 3 kategori, yaitu (17-20 tahun)

sebagai kategori pertama, dan (20-22 tahun) sebagai kategori kedua, kemudian

(23-25 tahun) sebagai kategori ketiga. Gambaran subjek dalam penelitian ini dapat

dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1

Tabel Gambaran Subjek Penelitian

Kategori Jumlah Presentase

Jenis kelamin Laki-laki 77 35.8%

Perempuan 138 64.2%

Usia 17 – 19 tahun 44 20.47%

20 – 22 tahun 92 42.79%

23 – 25 tahun 79 36.74%

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa untuk mengetahui gambaran subjek

penelitian, yang hasilnya adalah responden dalam penelitian ini didominasi oleh

relawan sosial muda dengan rentang usia 20 – 22 tahun (42.79%), diikuti oleh

relawan sosial muda dengan rentang usia 23 – 25 tahun (36.74%), kemudian

paling sedikit relawan sosial muda dengan rentang usia 17 – 19 tahun (20.47%).

Berdasarkan tabel 4.1 juga dapat diketahui bahwa jumlah responden laki-

laki memiliki persentase sebesar 35.8% (77 orang) dan responden perempuan

dengan persentase 64.2% (138 orang).

80

4.2 Hasil Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif pada penelitian ini menggunakan t-score. Data mentah

penelitian yang didapatkan atau raw score diubah menjadi t-score bertujuan untuk

menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Pada z-score masih

terdapat bilangan yang bermuatan negatif, untuk menghilangkan bilangan negatif,

maka z-score diubah menjadi t-score yang semuanya menjadi bilangan positif,

menggunakan rumus :

T = 50 + (10 * z). Data yang sudah dirubah menjadi t-score berada pada satuan

yang sama dengan mean = 50, sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan hasil

deskriptif variabel pada penelitian ini. Perhitungan analisis deskriptif akan

dilakukan menggunakan software SPSS 20, dengan hasil deskriptif penelitian

pada tabel 4.2.

Tabel 4.2

Tabel Hasil Analisis Deskriptif

Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Altruisme 215 15.75 63.53 50.0000 9.47383

Self Emotional Appraisal 215 22.84 63.57 50.0000 8.38699

Others Emotional

Appraisal 215 26.66 68.23 50.0000 8.73585

Regulation of Emotion 215 19.75 65.95 50.0000 8.89677

Use of Emotion 215 27.84 68.51 50.0000 8.79509

Intelectual 215 27.31 61.24 50.0000 7.92834

Ideology 215 8.95 57.76 50.0000 8.77892

Public Practice 215 5.40 57.57 50.0000 8.59677

Private Practice 215 4.41 58.77 50.0000 8.31718

Religious Experience 215 5.59 58.19 50.0000 9.04185

Valid N (listwise) 215

Berdasarkan data pada tabel 4.2 diatas dapat diketahui pertama bahwa nilai

minimum dari variable altruisme = 15.75, dengan nilai maksimum = 63.53, mean

= 50.0000, dan SD = 9.47383. Kedua, self emotional appraisal dengan nilai

81

minimum = 22.84, nilai maksimum = 63.57, mean = 50.0000 dan SD = 8.38699.

Ketiga, others emotional appraisal memiliki nilai minimum = 26.66, nilai

maksimum = 68.23, mean = 50.0000 dan SD = 8.73585. Keempat, regulation of

emotion dengan nilai minimum = 19.75, nilai maksimum = 65.95, mean =

50.0000 dan SD = 8.89677. Kelima, use of emotion dengan nilai minimum =

27.84, nilai maksimum = 68.51, mean = 50.0000 dan SD = 8.79509. Keenam,

intellectual dengan nilai minimum = 27.31, nilai maksimum = 61.24, mean =

50.0000 dan SD = 7.92834. Ketujuh, Ideology dengan nilai minimum = 8.95, nilai

maksimum = 57.76, mean = 50.0000 dan SD = 8.77892. Kedelapan, public

practice dengan nilai minimum = 5.40, nilai maksimum = 57.57, mean = 50.0000

dan SD = 8.59677. Kesembilan, private practice dengan nilai minimum = 4.41,

nilai maksimum = 58.77, mean = 50.0000 dan SD = 8.31718. Kesepuluh,

religious experience dengan nilai minimum = 5.59, nilai maksimum = 58.19,

mean = 50.0000 dan SD = 9.04185.

4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel

Kategorisasi skor variabel penelitian bertujuan untuk menempatkan subjek ke

dalam kelompok-kelompok yang terpisah berdasarkan skor pada variabel yang

diukur apakah subjek tergolong kelompok dengan skor rendah atau skor tinggi.

Kategorisasi skor variabel dilakukan dengan menggunakan norma tertentu. Pada

penelitian ini, peneliti menggunakan norma rendah dan tinggi seperti yang tertera

pada tabel 4.3 berikut:

82

Tabel 4.3

Tabel Pedoman Interpretasi Skor

Kategori Rumus

Rendah X < Mean

Tinggi X ≥ Mean

Keterangan dari penormaan sebagai berikut: X (skor yang diperoleh

masing-masing individu), Mean (nilai rata-rata skor keseluruhan). Setelah

penetapan norma, maka akan diperoleh nilai presentasi kategori masing-masing

variabel penelitian, masing-masing variabel akan dikategorisasikan menjadi

rendah dan tinggi. Uraian gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi dan

rendahnya tiap variabel yang telah disesuaikan dengan norma disajikan pada tabel

4.4

Tabel 4.4

Tabel Kategorisasi Skor Variabel

Variabel

Rendah Tinggi

Altruisme 94 (43.7%) 121 (56.3%)

Self Emotional Appraisal 123 (57.2%) 92 (42.8%)

Others Emotional Appraisal 132 (61.4%) 83 (38.6%)

Regulation of Emotion 127 (59.1%) 88 (40.9%)

Use of Emotion 145 (67.4%) 70 (32.6%)

Intelectual 126 (58.6%) 89 (41.4%)

Ideology 78 (36.3%) 137 (63.7%)

Public Practice 99 (46.0%) 116 (54.0%)

Private Practice 79 (36.7%) 136 (63.3%)

Religious Experience 92 (42.8%) 123 (57.2%)

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa, responden pada penelitian

ini cenderung bervariasi pada setiap variabelnya yaitu dengan kategori tinggi

Altruisme berjumlah 121 orang atau 56.3%, dengan kategori rendah Self Emotional

83

Appraisal berjumlah 123 orang atau 57.2%, dengan kategori rendah Others

Emotional Appraisal 132 orang atau 61.4%, dengan kategori rendah Regulation of

Emotion berjumlah 127 orang atau 59.1%, dengan kategori rendah Use of Emotion

berjumlah 145 orang atau 67.4%, dengan kategori rendah Intelectual berjumlah

126 orang atau 58.6%, dengan kategori tinggi Ideology berjumlah 137 orang atau

63.7%, dengan kategori tinggi Public Practice 116 orang atau 54.0%, dengan

kategori tinggi Private Practice berjumlah 136 orang atau 63.3%, dengan kategori

tinggi Religious Experience berjumlah 123 orang atau 57.2%.

4.3 Uji Hipotesis Penelitian

4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian

Pada tahapan uji hipotesis penelitian, penulis menggunakan teknik analisis regresi

dengan software SPSS 20 seperti yang sudah dijelaskan pada bab 3. Dalam regresi

ada tiga hal yang dilihat, pertama melihat R-Square untuk mengetahui presentase

(%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable, kedua

apakah keseluruhan independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap

dependent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien

regresi dari masing-masing independent variable. Langkah pertama peneliti

melihat besaran R-Square untuk mengetahui presentase (%) varians dependent

variable yang dijelaskan oleh independent variable. Selanjutnya untuk tabel R-

Square, dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:

84

Tabel 4.5

Tabel R Square Model Summary

Model R R Square Adjudted R Square Std. Erros of the Estimete

1. .648a .420 .391 7.39109

a. Predictors: (Constant), JK, regulationofemotion, intelectual, othersemotionalappraisal,

privatepractice, ideology, Selfemotionalappraisal, useofemotion, publicpractice,

religiousexperience

Berdasarkan data pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa R-Square sebesar

0.420 atau 42.0%. Artinya, proporsi varian variabel altruisme yang dijelaskan oleh

variabel kecerdasan emosi (self emotional appraisal, others emotional appraisal,

regulation of emotion, dan use of emotion) dan variabel religiusitas (intellectual,

ideology, public practice, private practice, dan religious experience) sebagai

independent variable dalam penelitian ini sebesar 42.0% sedangkan 58.0%

sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.

Langkah kedua peneliti menguji apakah seluruh independent variable

kecerdasan emosi dan religiusitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

dependent variable yaitu altruisme. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6

berikut:

Tabel 4.6

Tabel Anova

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 8063.077 10 806.308 14.760 .000b

Residual 11144.142 204 54.628

Total 19207.219 214

a. Dependent Variable: Altruisme

85

b. Predictors: (Constant), JK, regulationofemotion, intelectual, othersemotionalappraisal,

privatepractice, ideology, Selfemotionalappraisal, useofemotion, publicpractice,

religiousexperience

Berdasarkan uji F pada table 4.6, dapat dilihat bahwa taraf signifikansi (p)

pada kolom paling kanan adalah p = 0.000 dengan nilai p < 0.05. Berdasarkan hal

tersebut, dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi “tidak ada pengaruh

kecerdasan emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap altruisme” ditolak.

Artinya ada pengaruh yang signifikan dari independen variabel yaitu kecerdasan

emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap dependen variabel yaitu altruisme.

Langkah selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-

masing independen variabel. Jika p < 0.05 maka koefisien regresi tersebut

signifikan yang berarti variabel kecerdasan emosi (self emotional appraisal,

others emotional appraisal, regulation of emotion, dan use of emotion) dan

variabel religiusitas (intellectual, ideology, public practice, private practice, dan

religious experience) tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

dependen variabel yaitu altruisme. Adapun besarnya koefisien regresi dari

masing-masing independen varibel terhadap altruisme dapat dilihat pada tabel 4.7.

86

Tabel 4.7

Tabel Koefisien Regresi

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

(Constant) 6.815 4.380 1.556 .121

Self emotional appraisal .283 .089 .250 3.180 .002*

Others emotional

apraisal .213 .085 .197 2.518 .013*

Regulation of emotion .079 .079 .074 1.007 .315

Use of emotion -.107 .089 -.099 -

1.208 .229

Intellectual .124 .080 .104 1.555 .121

Ideology -.055 .087 -.051 -.636 .526

Public practice .086 .099 .078 .872 .384

Private practice -.043 .094 -.038 -.457 .648

Religious experience .304 .095 .290 3.210 .002*

JK -2.891 1.087 -.147 -

2.660 .008*

a. Dependent Variable: Altruisme

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dipaparkan persamaan regresi sebagai berikut:

(*signifikan)

Altruismeˡ = 6.815 + 0.283 (self emotional appraisal)* + 0.213 (others

emotional appraisal)* + 0.079 (regulation of emotion) - 0.107 (use of emotion)

+ 0.124 (intellectual) - 0.055 (ideology) + 0.086 (public practice) - 0.043 (private

practice) + 0.304 (religious experience)* - 2.891 (jenis kelamin)*

Dari persamaan regresi tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat empat

variabel dalam penelitian ini memiliki nilai koefisien regresi yang signifikan,

yaitu : (1) self emotional appraisal; (2) others emotional appraisal; (3) religious

experience; (4) jenis kelamin. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang

diperoleh masing-masing independen variabel adalah sebagai berikut:

1. Variabel kecerdasan emosi dimensi self emotional appraisal memiliki

nilai koefisien regresi sebesar 0.283 dan nilai P sebesar 0.002 (p <

87

0.05). Dengan demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada

pengaruh kecerdasan emosi dimensi self emotional appraisal terhadap

altruisme” diterima, sehingga ada pengaruh yang signifikan antara

variabel kecerdasan emosi dimensi self emotional appraisal terhadap

altruisme. Arah hubungan yang positif menandakan bahwa semakin

tinggi self emotional appraisal maka semakin tinggi pula altruisme.

2. Variabel kecerdasan emosi dimensi others emotional appraisal

memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.213 dan nilai P sebesar 0.013

(p < 0.05). Dengan demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada

pengaruh kecerdasan emosi dimensi others emotional appraisal

terhadap altruisme” diterima, sehingga ada pengaruh yang signifikan

antara variabel kecerdasan emosi dimensi others emotional appraisal

terhadap altruisme. Arah hubungan yang positif menandakan bahwa

semakin tinggi others emotional appraisal maka semakin tinggi pula

altruisme.

3. Variabel kecerdasan emosi dimensi regulation of emotion memiliki

nilai koefisien regresi sebesar 0.079 dan nilai P sebesar 0.315 (p >

0.05). Dengan demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada

pengaruh kecerdasan emosi dimensi regulation of emotion terhadap

altruisme” ditolak, sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan antara

variabel kecerdasan emosi dimensi regulation of emotion terhadap

altruisme.

88

4. Variabel kecerdasan emosi dimensi use of emotion memiliki nilai

koefisien regresi sebesar -0.107 dan nilai P sebesar 0.229 (p > 0.05).

Dengan demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh

kecerdasan emosi dimensi use of emotion terhadap altruisme” ditolak,

sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel

kecerdasan emosi dimensi use of emotion terhadap altruisme.

5. Variabel religiusitas dimensi intelectual memiliki nilai koefisien

regresi sebesar 0.124 dan nilai P sebesar 0.121 (p > 0.05). Dengan

demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh religiusitas

dimensi intellectual terhadap altruisme” ditolak, sehingga tidak ada

pengaruh yang signifikan antara variabel religiusitas dimensi

intelectual terhadap altruisme.

6. Variabel religiusitas dimensi ideology memiliki nilai koefisien regresi

sebesar -0.055 dan nilai P sebesar 0.526 (p > 0.05). Dengan demikian,

hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh religiusitas dimensi

ideology terhadap altruisme” ditolak, sehingga tidak ada pengaruh

yang signifikan antara variabel religiusitas dimensi ideology terhadap

altruisme.

7. Variabel religiusitas dimensi public practice memiliki nilai koefisien

regresi sebesar 0.086 dan nilai P sebesar 0.384 (p > 0.05). Dengan

demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh religiusitas

dimensi public practice terhadap altruisme” ditolak, sehingga tidak ada

89

pengaruh yang signifikan antara variabel religiusitas dimensi public

practice terhadap altruisme.

8. Variabel religiusitas dimensi private practice memiliki nilai koefisien

regresi sebesar -0.043 dan nilai P sebesar 0.648 (p > 0.05). Dengan

demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh religiusitas

dimensi private practice terhadap altruisme” ditolak, sehingga tidak

ada pengaruh yang signifikan antara variabel religiusitas dimensi

private practice terhadap altruisme.

9. Variabel religiuistas dimensi religious experience memiliki nilai

koefisien regresi sebesar 0.304 dan nilai P sebesar 0.002 (p < 0.05).

Dengan demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh

kecerdasan emosi dimensi religious experience terhadap altruisme”

diterima, sehingga ada pengaruh yang signifikan antara variabel

kecerdasan emosi dimensi religious experience terhadap altruisme.

Arah hubungan yang positif menandakan semakin tinggi religious

experience maka semakin tinggi pula altruisme.

10. Variabel jenis kelamin memiliki nilai koefisien regresi sebesar -2,891

dan nilai P sebesar 0.008 (p < 0.05). Dengan demikian, hipotesis minor

yang menyatakan “ada pengaruh jenis kelamin terhadap altruisme”

diterima, sehingga ada pengaruh yang signifikan antara variabel jenis

kelamin terhadap altruisme. Nilai koefisien regresi jenis kelamin

bernilai negatif, maka altruisme lebih tinggi pada perempuan

dibandingkan dengan laki-laki.

90

4.3.2 Pengujian proporsi varian

Selanjutnya penulis ingin mengetahui sumbangan proporsi varians dari masing-

masing independen variabel (self emotional appraisal, others emotional

appraisal, regulation of emotion, dan use of emotion, intellectual, ideology, public

practice, private practice, dan religious experience) terhadap dependen variabel

yaitu altruisme. Maka dari itu, penulis melakukan analisis regresi berganda

dengan cara menambahkan satu independen variabel setiap melakukan regresi.

Kemudian, penulis dapat melihat penambahan R2 (R-Square Change) setiap

melakukan analisis regresi dan dapat melihat signifikansi dari penambahan R2

tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8

Tabel Proporsi Varians

Model R R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change

df1 df2 Sig. F

Change

1 .476a .227 .223 8.34927 .227 62.529 1 213 .000*

2 .514b .265 .258 8.16282 .038 10.842 1 212 .001*

3 .524c .275 .264 8.12539 .010 2.957 1 211 .087

4 .529d .279 .266 8.11833 .005 1.367 1 210 .244

5 .572e .327 .311 7.86532 .047 14.728 1 209 .000*

6 .583f .339 .320 7.81083 .012 3.926 1 208 .049*

7 .602g .362 .341 7.69121 .023 7.520 1 207 .007*

8 .606h .367 .343 7.67949 .005 1.632 1 206 .203

9

10

.632i

.648j

.400

.420

.373

.391

7.49977

7.39109

.032

.020

10.991

7.073

1

1

205

204

.001*

.008*

a. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal b. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal c. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion d. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion e. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual f. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology

91

g. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice h. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice i. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice, religiousexperience j. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice, religiousexperience, JK

Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Variabel self emotional appraisal memberikan sumbangan sebesar 22.7%

dalam varian altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik

dengan F = 62.529, df1 = 1, df2 = 213 dan sig F change = 0.000 (p <

0.05).

2. Variabel others emotional appraisal memberikan sumbangan sebesar

3.8% dalam varian altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara

statistik dengan F = 10.842, df1 = 1, df2 = 212 dan sig F change = 0.001

(p < 0.05).

3. Variabel regulation of emotion memberikan sumbangan sebesar 1% dalam

varian altruisme. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik

dengan F = 2.957, df1 = 1, df2 = 211 dan sig F change = 0.087 (p > 0.05).

4. Variabel use of emotion memberikan sumbangan sebesar 0.5% dalam

varian altruisme. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik

dengan F = 1.367, df1 = 1, df2 = 210 dan sig F change = 0.244 (p > 0.05).

5. Variabel intelectual memberikan sumbangan sebesar 4.7% dalam varian

altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =

14.728, df1 = 1, df2 = 209 dan sig F change = 0.000 (p < 0.05).

92

6. Variabel ideology memberikan sumbangan sebesar 1.2% dalam varian

altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =

3.926, df1 = 1, df2 = 208 dan sig F change = 0.049 (p < 0.05).

7. Variabel public practice memberikan sumbangan sebesar 2.3% dalam

varian altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F

= 7.520, df1 = 1, df2 = 207 dan sig F change = 0.007 (p < 0.05).

8. Variabel private practice memberikan sumbangan sebesar 0.5% dalam

varian altruisme. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik

dengan F = 1.632, df1 = 1, df2 = 206 dan sig F change = 0.203 (p > 0.05).

9. Variabel religious experience memberikan sumbangan sebesar 3.2%

dalam varian altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik

dengan F = 10.991, df1 = 1, df2 = 205 dan sig F change = 0.001 (p <

0.05).

10. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 2% dalam varian

altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =

7.073, df1 = 1, df2 = 204 dan sig F change = 0.008 (p < 0.05).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa urutan independent variable

yang signifikan memberikan sumbangan dari yang terbesar hingga yang

terkecil adalah variabel self emotional appraisal dengan R2Change 22.7%,

variabel intellectual dengan R2Change 4.7%, variabel others emotional

appraisal dengan R2Change 3.8%, variabel religious experience dengan

R2Change 3.2%, variabel public practice dengan R

2Change 2.3%, variabel

93

jenis kelamin dengan R2Change 2%, dan variabel ideology dengan R

2Change

1.2%.

94

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi (self emotional appraisal,

others emotional appraisal, regulation of emotion, dan use of emotion),

religiusitas (intellectual, ideology, public practice, private practice, dan religious

experience), dan jenis kelamin terhadap perilaku altruisme pada relawan sosial

muda. Kemudian dari seluruh dimensi yang diuji diperoleh empat yang

dinyatakan signifikan yang mempengaruhi perilaku altruisme, yaitu self emotional

appraisal, others emotional appraisal, religious experience, dan jenis kelamin.

Sedangkan untuk dimensi regulation of emotion, use of emotion, intellectual,

ideology, public practice, dan private practice tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap perilaku altruisme.

Berdasarkan tabel 4.9, sumbangan kontribusi pada masing-masing

independent variable (IV) terdapat tujuh dimensi yang signifikan dalam penelitian

ini dengan nilai terbesar sampai terkecil yaitu dimensi self emotional appraisal

dengan R2Change 22.7%, dimensi intellectual dengan R

2Change 4.7%, dimensi

others emotional appraisal dengan R2Change 3.8%, dimensi religious experience

dengan R2Change 3.2%, dimensi public practice dengan R

2Change 2.3%, dimensi

jenis kelamin dengan R2Change 2%, dan dimensi ideology dengan R

2Change

1.2%.

95

5.2 Diskusi

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka diperoleh hasil yang menyatakan bahwa

terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi (self emotional

appraisal, others emotional appraisal, regulation of emotion, use of emotion),

religiusitas (intellectual, ideology, public practice, private practice, religious

experience), dan jenis kelamin terhadap perilaku altruisme dengan signifikansi

sebesar 0.000 dan nilai kontribusi independent variable (IV) terhadap dependent

variable (DV) sebesar 0.420 atau 42.0%. Hasil yang telah didapatkan

menunujukkan bahwa proporsi varians dari altruisme yang dijelaskan oleh semua

independent variable (self emotional appraisal, others emotional appraisal,

regulation of emotion, use of emotion, intellectual, ideology, public practice,

private practice, religious experience) adalah sebesar 42.0%, sedangkan 58.0%

lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.

Hasil penelitian berdasarkan koefisien regresi pada masing-masing

independent variable (IV) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan antara self emotion appraisal, others emotional appraisal, religious

experience dan jenis kelamin terhadap perilaku altruisme. Sedangkan dimensi

regulation of emotion, use of emotion, intellectual, ideology, public practice, dan

private practice tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku

altruisme.

Dalam penelitian ini, variabel kecerdasan emosi memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap altruisme. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang

96

dilakukan Salarzehil et., all (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “A Survey

of Relationship Between Emotional Intelligence and Organizational Citizenship

Behavior in Iran” menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memiliki hubungan

yang positif terhadap variabel altruisme. Karyawan yang memiliki kecerdasan

emosi yang baik dan dapat membantu pekerja lainnya yang sedang berada dalam

masalah, bahkan dapat meningkatkan energi yang baik dalam kualitas kinerjanya.

Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Hyung Jung Lee (2013) yang

berjudul “The Relationship Between Emotional Intelligence and Altruism Among

South Korean Central” menyatakan bahwa dalam penelitian tersebut didapati

bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku

altruisme. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa relawan yang dengan

kecerdasan emosi tinggi cenderung akan melakukan perilaku altruisme, karena

relawan yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan melakukan tindakan

yang baik pula dan dapat memahami kondisi lingkungannya untuk saling tolong

menolong. Menurut Sarwono 2009, emosi seseorang dapat mempengaruhi

kecenderungannya untuk menolong orang lain. Orang dengan suasana hati yang

baik akan lebih mau mebantu dari pada mereka yang sedang dalam perasaan

(mood) negatif. Penelitian ini berfokus pada kecerdasan emosi, yang meliputi

kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan juga perasaan orang lain

(Feldmen 2011).

Dalam penelitian ini, variabel kecerdasan emosi memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap perilaku altruisme. Hasil dalam penelitian ini didapati hanya

97

dua dimensi yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku altruisme, yaitu

self emotional appraisal dan others emotional appraisal. Sedangkan dimensi

regulation of emotion dan use of emotion memiliki p-value > 0.05 yang artinya

tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan perilaku altruisme.

Dimensi self emotional appraisal pada penelitian ini diperoleh nilai

koefisien regresi sebesar 0.283 dengan nilai signifikansi 0.002 (sig < 0.05). Dari

hasil tersebut menunjukan bahwa variabel kecerdasan emosi berpengaruh secara

signifikan dan mengarah positif terhadap altruisme, artinya relawan muda yang

memiliki self emotional appraisal (mengenali emosi diri) yang tinggi juga

memiliki keinginan untuk menolong yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan

penilitian Goleman, Boyatzis & McKee (2002) yang menjelaskan bahwa emosi

yang ada pada diri individu itu sendiri yang sangat penting dan berpengaruh

ketika hendak memberikan pertolongan atau bantuan. Relawan yang memiliki

kemampuan untuk mengenali emosi diri yang tinggi dianggap mempunyai

keyakinan kuat dari dalam dirinya untuk berperilaku tanpa dipengaruhi orang lain

maupun faktor lainnya.

Kemudian variabel kecerdasan emosi yang signifikan lainnya adalah

dimensi others emotional appraisal (mengenali emosi orang lain). Didapatkan

hasil yang signifikan dengan arah yang positif yaitu semakin tinggi others

emotional appraisal maka semakin tinggi altruisme pada dirinya. Ketika individu

dapat mengenali emosi orang lain dengan baik, maka individu tersebut dapat

memahami pula kondisi dirinya dengan baik, serta dapat memahami kondisi orang

98

lain, sehingga orang lain akan lebih memiliki perasaan positif terhadap diri dan

memunculkan perilaku empati juga rasa ingin menolong ketika mendapati

seseorang yang sedang dalam kesusahan.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Goleman (2005) yang

mengatakan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi

dengan altruisme, seseorang yang memiliki kecerdasan emosi pada dimensi

pengelolaan emosi yang baik itu lebih altruistik dibandingkan dengan individu

yang tidak memiliki pengelolaan emosi yang baik. Tetapi dalam penilitian ini

hanya ditemukan dua dimensi saja yang berpengaruh signifikan. Pada dimensi

regulation of emotion dan use of emotion didapatkan hasil yang tidak signifikan

dikarenakan faktor kesibukan masing-masing individu akan tugas sebagai relawan

yang lebih berat jika dibandingkan dengan relawan lainnya, sehingga tidak dapat

mengatur waktu akan kesibukannya tersebut. Hal ini juga disebabkan subjek

dalam penelitian ini termasuk kedalam perkembangan dewasa awal dimana

menurut Hurlock (Hurlock, 1994) mengungkapkan bahwa fase dewasa awal

merupakan masa ketegangan emosi, artinya bahwa pada fase ini individu belum

bisa mengelola emosinya dengan baik.

Variabel lain yang memiliki pengaruh signifikan dengan arah hubungan

positif terhadap perilaku altruisme dalam penelitian ini adalah religiusitas dengan

dimensi religious experience. yang berarti bahwa pengalaman beragama

seseorang mempengaruhi tingkat altruisme orang tersebut. Mahasiswa relawan

yang memiliki banyak pengalaman tentang beragama dan sering ikut turun

99

langsung untuk mempraktikan apa yang sudah dipelajari mengenai agama, akan

lebih banyak berperilaku tolong menolong atau altruisme. Sebagian besar

mahasiswa relawan pada penelitian ini pernah mengalami pengalaman dibantu

oleh orang lain dan sesamanya kerika mengalami kesusahan, maka dari itu mereka

merasa harus ada timbal balik antar sesamanya. Seseorang yang mengalami

pengalaman religius akan merasa memiliki komunikasi dengan Tuhan sehingga

terpanggilnya rasa untuk saling tolong menolong dan berbuat baik antar sesama

(Stark & Glock, 1974).

Adapun variabel lainnya yang tidak signifikan pada penelitian ini antara

lain adalah dimensi intellectual, ideology, public practice, dan private practice,

dimana pada tiap dimensi mendapatkan p-value > 0.05. Dimensi intelektual pada

penelitian ini tidak berpengaruh signifikan, yang mungkin dikarenakan oleh

pengetahuan para relawan tentang keagamaan yang tidak terlalu menonjol

sehingga tidak memberikan pengaruh yang berarti pada penelitian ini, padahal

pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa individu yang memiliki pengetahuan

akan religiusitasnya akan tergerak hatinya untuk berperilaku altruisme (Stark &

Glock, 1974). Variabel selanjutnya yang tidak signifikan pada penelitian ini

adalah ideology, hal ini mungkin dikarenakan kepercayaan atau keyakinan para

relawan tentang keagamaan yang tidak terlalu menonjol, padahal dikatakan pada

penelitian sebelumnya oleh Batson, Schoenrade dan Ventis dalam Norenyazan

(2007) bahwa semakin kuat keyakinan agama seseorang, maka aorang tersebut

kan semakin bersikap altruistik.

100

Dimensi selanjutnya dari variabel religiusitas yang tidak signifikan adalah

public practice (praktik publik), hal ini justru menjadi fenomena yang menarik

dimana sebagian besar relawan pernah terlibat dalam kegiatan keagamaan yang

sering dilakukan secara rutin (terlebih pada kegiatan di bulan Ramadhan). Mereka

juga sering melakukan survey langsung ketempat-tempat korban bencana alam

untuk memberikan pertolongan dan ke lokasi tempat tinggal orang-orang kecil

untuk membantunya, serta acara-acara lainnya yang banyak unsur keagamaan

didalamnya. Menurut Stark dan Glock (1974), ritual keagamaan menjadikan

setiap individu menjadi pribadi yang baik dan suka membantu sesamanya.

Kemudian dimensi selanjutnya yang tidak signifikan adalah private

practice (praktik privat), hal ini mungkin disebabkan oleh para mahasiswa

relawan yang masih tergolong lemah keyakinan agamanya atau tidak terlalu

mengedepankan sikap agamis pada dirinya. Hal ini bertolak belakang dengan

penelitian sebelumnya oleh Pichon, Boccato, dan Saroglou (2007) yang

mengatakan bahwa ketika individu yang intensif dalam praktik ibadahnya secara

privat, maka mereka akan menjadi individu yang prima dengan konsep positif dari

agama dan menjadi lebih altruistik.

Pada penelitian ini masih terdapat satu variabel yang signifikan dengan

altruisme, yaitu faktor demografis jenis kelamin yang diperoleh nilai koefisien

regresi sebesar -2,891 dan nilai P sebesar 0.008 (p < 0.05). Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kee Lee Chou (1998),

bahwa faktor demografis seperti jenis kelamin itu berpengaruh signifikan terhadap

101

altruisme. Temuan ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Redzo Mujcic dan Paul Frijters (2011) tentang perilaku memberi atau

membantu orang lain, dengan hasil bahwa tingkat altruisme dipengaruhi oleh

gender. Dalam penelitiannya menyebutkan bahwa laki-laki memiliki tingkat

altruisme lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Berbeda dengan

penelitian yang penulis lakukan yang memiliki hasil bahwa perempuan lah yang

memiliki tingkat altruisme lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, yang

dikarenakan oleh banyaknya jumlah perempuan yang berada dalam anggota

kerelawanan sosial yang peneliti teliti.

Dari hasil diskusi yang telah penulis jelaskan, ditemukan adanya

perbedaan hasil penelitian dengan penelitian yang terdahulu. Hal ini terjadi

dikarenakan adanya beberapa keterbatasan dalam penelitian, antara lain adalah

responden yang kurang teliti dan serius ketika mengisi kuesioner, kondisi dan

situasi yang tidak mendukung seperti alasan beberapa responden relawan yang

harus segera menyelesaikan pekerjaan wajib lainnya dan tidak mempunyai waktu

luang banyak. Adanya keterbatasan penelitian ini diharapkan untuk penelitian

yang selanjutnya akan lebih baik lagi.

102

5.3 Saran

5.3.1 Saran Teoritis

1. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh variabel bebas yang diteliti memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap altruisme sebesar 42.0%, sedangkan

sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Penulis

menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti serta menganalisis

pengaruh variabel psikologis lain, seperti: konsep diri, big five personality,

empati, pengaruh teman sebaya, dan konformitas yang dikaitkan dengan

perilaku altruisme.

2. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengukuran kecerdasan emosi

dengan skala WLEIS (Wong & Law, 2002) yang terdiri dari 4 dimensi,

yaitu self emotional appraisal (mengenali emosi diri), others emotional

appraisal (mengenali emosi orang lain), regulation of emotion (mengatur

emosi), use of emotion (mengelola emosi). Untuk penelitian selanjutnya,

diharapkan peneliti dapat menggunakan skala pengukuran dengan tokoh

lain, seperti Schutte (2009), Goleman (2005) agar mendapatkan hasil yang

lebih bervariasi lagi.

3. Pada penelitian ini ditemukan terdapat empat variabel yang memiliki

pengaruh signifikan terhadap perilaku altruisme, yaitu self emotional

appraisal, others emotional appraisal, religious experience, dan jenis

kelamin, sehingga penulis menyarankan agar variabel tersebut dapat

dijadikan referensi dalam penelitian selanjtunya.

103

4. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk memperhatikan proporsi

sampel antara laki-laki dan perempuan. Karena dengan perbandingan

sampel yang seimbang, maka akan mendapatkan hasil yang lebih akurat.

5. Pada penelitian ini kriteria sampel penelitian tidak dibatasi sesuai dengan

domisilinya, penulis hanya menggunakan dua tempat instansi kerelawanan

sosial saja (ACT dan Sekolah Relawan). Saran untuk penelitian

selanjutnya yaitu dapat meneliti dalam cakupan yang lebih luas lagi yang

memiliki karakteristik tersendiri, seperti gabungan anggota kerelawanan

sosial se-Indonesia, yang disesuaikan dengan jumlah responden penelitian.

6. Berdasarkan penelitian ini terdapat penulisan item-item yang memiliki

kalimat tidak jelas ataupun ambigu, dikarenakan berasal dari skala baku

berbahasa inggris. Saran untuk penelitian selanjutnya, diharapkan lebih

memperhatikan kosakata pada tiap-tiap item yang akan digunakan dalam

penelitian, seperti skala baku yang berbahasa inggris. Hal ini penting

karena untuk memudahkan responden dalam memahami isi pertanyaan

maupun pernayataan dalam kuesioner penelitian yang jika terdapat ada

kata-kata yang ambigu, agar pengisian yang dilakukan responden dapat

dipahami dan efektif dalam pengisiannya.

5.3.2 Saran Praktis

Berdasarkan hasil penelitian terdapat empat variabel yang memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap perilaku altruisme pada mahasiswa relawan sosial, yaitu:

self emotional appraisal (mengenali emosi diri), others emotional appraisal

104

(mengenali emosi orang lain), religious experience (pengalaman beragama), dan

jenis kelamin.

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kecerdasan emosi yaitu

self emotional appraisal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

perilaku altruisme pada mahasiswa relawan sosial. Dengan ini mahasiswa

relawan perlu meningkatkan self emotional appraisal yang sudah ada pada

dirinya serta meningkatkan pengaturan emosi diri yang dilakukan dengan

cara menenangkan dirinya ketika menemukan sebuah masalah dan

bersikap lebih tenang, sehingga dapat membantu lebih banyak lagi orang

lain disekitarnya yang lebih membutuhkan dirinya jika emosi sendiri

tersebut telah terkontrol dan dipahami dengan baik.

2. Pada penelitian ini hasilnya menunjukkan bahwa variabel kecerdasan

emosi yaitu dimensi others emotional appraisal memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap perilaku altruisme pada mahasiswa relawan sosial.

Dengan ini mahasiswa relawan perlu meningkatkan others emotional

appraisal lagi dan meningkatkan kepekaan terhadap perasaan orang-orang

yang berada disekitarnya, sehingga akan menciptakan kehidupan yang

lebih harmonis, saling menyayangi dan menghormati satu sama lain.

Disarankan juga bagi mahasiswa relawan untuk menjalin hubungan yang

baik antar sesama, karena dengan memahami emosi-emosi orang lain akan

mempengaruhi individu untuk saling tolong-menolong jika dihadapi suatu

situasi atau kondisi yang tidak terduga.

105

3. Pada penelitian ini variabel religiusitas pada dimensi religious experience

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku altruisme pada

mahasiswa relawan sosial. Disarankan agar para mahasiswa meningkatkan

pengalaman beragama yang sudah dimilikinya serta mengeksplor

pengalamannya mengenai masalah agama kepada orang lain dalam

perbuatan tolong-menolong. Relawan dengan pengalaman beragama yang

baik, akan senantiasa ingin membantu serta memberikan pertolongan

kepada yang membutuhkan ketika ia merasa mampu, karena dengan

memiliki pengalaman beragama yang tinggi akan merasa terhubung

langsung dengan apa yang diperintahkan oleh agamanya. Oleh karena itu

peneliti menyarankan agar setiap individu untuk senantiasa selalu

mendekatkan diri kepada Allah dan individu mampu mempraktikan apa

yang telah menjadi pengalaman beragamanya pada kehidupan sehari-

harinya. Karena hubungan personal seseorang dengan Tuhannya sangatlah

penting dan sangat besar pengaruhnya kepada sikap dan perilaku

seseorang.

107

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, J., Fuad A. S. 2001. Psikologi Islam : Solusi Islam Atas Problema

Problema Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Arifin, B. S., 2015. Psikologi sosial. Bandung: Pustaka Setia.

Baron, Robert A., & Byrne, Donn. (2005). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga

Baron, R., Branscombe, N., & Byrne, D. (2008). Social psychology. Twelfth

edition. USA: Pearson

Baron, R., & Branscombe, N. (2012). Social Psychology (13th

ed.). USA: Pearson.

Batson, C., Daniel. (2008). Empathy-induced altruistic motivation. Departement

of Psychology. University of Kansas.

Bierhoff, H.-W., & Rohmann, E. (2004). Altruistic personality in the context of

the empathy–altruism hypothesis. European Journal of Personality, 18(4),

351 - 365.

Bitmiş, M. G., & Ergeneli, A. (2014). Emotional Intelligence: Reassessing the

Construct Validity. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 150, 1090

1094. doi:10.1016/j.sbspro.2014.09.123

Deaux, S., Dane., & Wrightsman, B. (1993). The Psychology of Gender. New

Jersey: Prentice Hall International.

Eisenberg, N., & Lennon, R. (1983). Sex differences in empathy and related

capacities. Psychological Bulletin, 94 (1), 100-131. doi:10.1037/0033-

2909.94.1.100

Elizabeth Midlarsky, Anthony S. J. Mullin, Samuel H. Barkin. (2012). Religion,

Altruism, and Prosocial Behavior: Conceptual and Empirical Approaches.

In book: The Oxford Handbook of Psychology and Spirituality, Chapter:

9, Publisher: Oxford University Press, Editors: Lisa J Miller, pp.138-150.

Fatimah. (2014). Pengaruh kecerdasan emosi dan konsep diri terhadap perilaku

altruisme pada mahasiswa UIN Jakarta. Skripsi. Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Fatimah, S. (2015). Hubungan antara empati dengan perilaku altruisme pada

mahasiswa psikologi univetsitas muhammadiyah Surakarta. Skripsi.

Univetsitas Muhammadiyah Surakarta.

Fitri, A. (2018). Pengaruh kecerdasan emosi, locus of control, dan jenis kelamin

terhadap perilaku altruisme mahasiswa. Skripsi. Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

108

Feldman, R. S. (2011). Understanding Psychology (10th

ed.). University of

Massachusetts. McGraw-Hill Book Company.

Fetzer, J. E. (1999). Multidimensional measurement of religiousness/spirituality

for use in health. Kalamazo: John E. Fetzer Institute.

Goleman, D. (2005). Emotional intelligence. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama

Harrell, A. (2010). Religion, rewards, and prosocial behavior (Doctoral

dissertation, University of South Carolina).

Hude, M. D. (2006). Emosi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Hur, Y.-M. (2013). J.P. Rushton’s contributions to the study of altruism.

Personality and Individual Differences, 55(3), 247–250.

doi:10.1016/j.paid.2012.05.016

Huber, S., Huber, S. 2012. The Centrality of Religiosity Scale (CRS). Religions.

3, 710-724.

Jeffries, V., Johnston, B. V., Nichols, L. T., Oliner, S. P., Tiryakian, E., &

Weisnten, J, (2006). Altruism and social solidarity: envisioning a fiels

of specialization. Journal od The Indian Academy of Applied

Psychology, 38, 44-53.

Karmakar, R., & Gosh, A. (2012). Altruistic behavior of adolescents of different

region of india. Journal of the Indian academy of applied psychology, 38,

44-53.

Kee Lee Chou (1998). Influence Age, gender, and activity volunteer concerning

adolescent ethnic Chinese in Hong Kong. The Journal of Generic

Psychology, 59(2), 195-201.

Kong, D. T. (2014). Mayer–Salovey–Caruso Emotional Intelligence Test

(MSCEIT/MEIS) and overall, verbal, and nonverbal intelligence: Meta

analytic evidence and critical contingencies. Personality and Individual

Differences, 66, 171–175. doi:10.1016/j.paid.2014.03.028

Kumar, R. (2011). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners,

SAGE Publications Ltd, 2011

Law, K. S., Wong, C.-S., & Song, L. J. (2004). The Construct and Criterion

Validity of Emotional Intelligence and Its Potential Utility for

Management Studies. Journal of Applied Psychology, 89(3), 483–496.

doi:10.1037/0021- 9010.89.3.483

Lee, H. J. (2013). The relationship between emotional intelligence and altruism

among south Korean central government officials. Social Behavior and

Personality, 41(10), 1667-1680.

109

Litvack-Miller, Willa, et al. "The structure of empathy during middle childhood

and its relationship to prosocial behavior." Genetic, Social, and

General Psychology Monographs, vol. 123, no. 3, 1997, p. 303+.

Academic OneFile, Accessed 2 Oct. 2018.

Malhotra, D. (2010). When are religious people nicer? Religious salience and the

“Sunday effect” on pro-social behavior. Judgment and Decision Making.

5, 138-143.

Mayer, J. D., & Salovey, P. (1997). What is emotional intelligence. Emotional

Development and Emotional Intelligence. (pp. 3-34). New York. Basic

Books.

Mayer, J. D., & Salovey, P. (1995). Emotional intelligence and the construction

and regulation of feelings. Applied and Preventive Psychology, 4(3),

197–208. doi:10.1016/s0962-1849(05)80058-7.

Mayer, J. D., & Geher, G. (1996). Emotional intelligence and the identification of

emotion. Intelligence, 22(2), 89–113. doi:10.1016/s0160-2896(96)90011

2.

Mayer, D.J., Caruso., R.D., Salovey, P., & Sitarenios, G. (2001). Emotional

intelligence as a standard intelligence. Emotion, 1(3), 232-242.

Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika.

Pujiyanti, A. (2012). Kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa

siswi sma negeri 1 setu bekasi. Fakultas Psikologi Universitas

Gunadarma.

Rudyanto, E. (2010). Hubungan antara keecerdasan emosi dan kecerdasan

spiritual dengan perilaku prososial pada perawat. Skripsi. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret.

Rushton, J. P., Chrisjohn, R. D., & Fekken, G. C. (1981). The altruistic

personality and the self report altruism scale. Person individual diff, 2,

293-302.

Sabiq, D., & Djalali, M. A. (2012). Kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual dan

perilaku prososial santri pondok pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan.

Jurnal Psikologi Indonesia, 1(2), 53-65.

Salarzehil, Yaghoubi, Naroei, Sin. (2011). Surcey of relationship between

emotional intelligence and organizational citizenship behavior in Iran.

International Business and Management, 3(1), 130-135.

Santrock, J. W. (2013). Adolescence (15th

ed.). Texas: Mc-Graw Hill Companies,

Inc. Alih Bahasa: Shinto B & Sherly S. Jakarta: Erlangga.

110

Sarwono, Sarlito W. & Meinarno, Eko A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta :

Penerbit Salemba Humanika.

Schmitt, David P (2016). Are Men More Helpful, Altruistic, or Chivalrous Than

Women? Diunduh tanggal 26 Oktober 2018 dari

https://www.psychologytoday.com/blog/sexual-personalities/201603.

Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (1994). Psikologi Sosial (ed. 5). M.

Adryanto (Terj.). Jakarta: Erlangga.

Sears, D., Peplau, L., Taylor, S. (2009). Social Psychology (12th

ed.). Alih bahasa:

Tri Wibowow. Jakarta: Kencana.

Sesardic N. (1999). Altruism. Social-psychological Perspective. 50, 457-466.

Oxford: University Press.

Stark, R., & Glock, C. Y. (1974). American piety: the nature of religious

commitment. California: The Regents of the University of California.

Sutaryo. https://archive.act.id/id/about-us (diunduh pada 15 Desember 2018)

Taufik. (2012). Koleksi buku 2012 : Empati. Pendekatan Psikologi Sosial.

Jakarta: Raja Grafindo Persada. Universitas Negeri Malang.

Taylor, S., Peplau, L., Sears, D. (2009). Social Psychology (12th

ed.). Alih bahasa

Tri Wibowow. Jakarta: Kencana.

Toni, S. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43068202 (diunduh pada 30

November 2018).

Umar, J. (2012). Alat Ukur Psikologi. Jurnal Pengukuran Psikologi dan

Pendidikan Indonesia, II(2), 115-116. ISSN: 2089-6247.

Wong, C.-S., & Law, K. S. (2002). The effects of leader and follower emotional

intelligence on performance and attitude. The Leadership Quarterly, 13(3),

243–274. doi:10.1016/s1048-9843(02)00099-1

Zhao, L. (2012). Exploring religiousity’s effects on altruistic behavior. Social :

research report. Department of Psychology. University of British,

Columbia.

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43068202 (diunduh pada 30 November

2018).

Zhaqi, M. https://relawan.id (diunduh pada 28 November 2018).

110

LAMPIRAN

111

Lampiran 1

Surat Izin Penelitian

112

Lampiran 2

Kuesioner Penelitian

INFORMED CONSENT

Responden yang terhormat,

Saya Farin Fitria, mahasiswi Program Strata-1 (S1) Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk memenuhi

tugas akhir (skripsi) yang berkaitan dengan kerelawanan. Adapun kuesioner ini

hanya dapat diisi oleh relawan dengan kriteria sebagai mahasiswa atau remaja

akhir maupun dewasa awal, pernah ikut dalam permasalahan sosial, serta

bergabung dengan lembaga sosial/kerelawanan. Dengan ini saya meminta

kesediaan Anda untuk menjawab dengan jujur dan terbuka sesuai dengan keadaan

serta pengalamam Anda. Silahkan mengisi kuesioner dengan mengikuti petunjuk

pengisian yang diberikan dan dalam hal ini tidak ada jawaban benar maupun

salah. Informasi dan data yang Anda berikan, baik data pribadi maupun jawaban

Anda dipastikan kerahasiaannya dan hanya digunakan peneliti untuk

kepentingan penelitian. Atas perhatian dan kesediaan waktunya saya

mengucapkan terima kasih.

Hormat Peneliti,

Farin Fitria

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Nama/Inisial :

Usia :

Jenis Kelamin : P / L

Banyaknya ikut serta turun ke lapangan :

Lamanya bergabung dalam keanggotaan :

Jakarta, 2019

TTD

Responden

113

KUESIONER PENELITIAN

Petunjuk Pengisian

Saudara/i diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan sesuai dengan

diri saudara/i pada kolom jawaban dengan memberi tanda Checklist (√) pada tabel

yang sudah disediakan. Tidak ada jawaban benar dan salah dalam kuesioner ini.

Adapun pilihan jawaban sebagai berikut:

SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai

S : Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai

Contoh :

No Penyataan SS S TS STS

1 Saya suka menolong √

SKALA 1 - Altruisme

No Penyataan SS S TS STS

1 Saya terjun langsung ke lokasi untuk mengevakuasi

korban bencana alam

2 Saya tidak peduli jika lingkungan sekitar

membutuhkan bantuan

3 Jika ada rekan terlihat lelah, saya akan membantu

menyelesaikan sebagian pekerjaannya

4 Menurut saya kerja bakti membersihkan lingkungan

sekitarnya adalah pekerjaan yang tidak

menyenangkan

5 Saya secara periodik mendonorkan darah untuk

menolong korban kecelakaan

6 Saya malas ikut dalam acara pengumpulan dana bagi

penyandang cacat

7 Saya ikut dalam acara amal untuk mengumpulkan

sumbangan bagi korban bencana alam

8 Saya menolong siapapun yang meminta bantuan

9 Jika terjadi peristiwa pencopetan, saya memilih diam

dari pada menolong korban

10 Saya bersedia menjelaskan rute perjalanan pada

seseorang yang tersesat dijalan

11 Saya keberatan jika diminta untuk mendorong kursi

roda untuk lansia

12 Saya tidak bersedia memberikan tempat duduk saya,

meski saya melihat ada orang lain yang lebih

membutuhkan

114

13 Saya merasa bahagia jika dapat membuat para

korban bencana tertawa

14 Saya berusaha memahami seperti apa rasanya bila

mendapat musibah

15 Saya ingin para korban bencana merasa nyaman

untuk berbagi cerita tentang perasaannya pada saya

16 Saya tidak merasa tergugah untuk membantu ketika

melihat korban bencana

17 Saya menyumbangkan sebagian penghasilan untuk

diberikan kepada fakir miskin dan anak terlantar

18 Saya memilih pakaian yang kurang layak untuk

disumbangkan dibandingkan pakaian yang lain

19 Saya terkadang harus menunda jadwal makan demi

mengurusi korban bencana meski perut saya terasa

lapar

20 Saya tulus meninggalkan keluarga selama menjadi

relawan di daerah terpencil

Petunjuk Pengisian

Saudara/i diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan sesuai dengan

diri saudara/i pada kolom jawaban dengan memberi tanda Checklist (√) pada tabel

yang sudah disediakan. Tidak ada jawaban benar dan salah dalam kuesioner ini.

Adapun pilihan jawaban sebagai berikut:

SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai

S : Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai

Contoh :

No Penyataan SS S TS STS

1 Saya suka menolong √

SKALA 2 – Kecerdasan Emosi

No Penyataan SS S TS STS

1 Saya memiliki kepekaan yang baik dalam mengatur

perasaan

2 Saya adalah orang yang dapat memotivasi diri

sendiri

3 Saya selalu mendorong diri untuk mencoba yang terbaik

4 Saya selalu tahu apakah saya bahagia atau tidak

5 Saya tahu emosi teman-teman saya dari perilaku

115

mereka

6 Saya mampu mengendalikan kesabaran dan

mengatasi kesulitan dengan rasional

7 Saya memiliki kontrol yang baik terhadap emosi

saya

8 Saya memahami emosi orang-orang disekitar saya

9 Saya selalu menetapkan tujuan untuk diri sendiri,

lalu mencoba yang terbaik untuk mencapainya

10 Saya selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa saya

orang yang kompeten

11 Saya memiliki pemahaman yang baik tentang emosi

saya sendiri

12 Saya sangat mengerti apa yang sedang saya rasakan

13 Saya memahami dengan baik emosi orang lain

14 Saya cukup mampu mengendalikan emosi saya

sendiri

15 Saya selalu bisa tenang dengan cepat saat saya

sangat marah

16 Saya peka terhadap perasaan dan emosi orang lain

Petunjuk Pengisian

Saudara/i diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan sesuai dengan

diri saudara/i pada kolom jawaban dengan memberi tanda Checklist (√) pada tabel

yang sudah disediakan. Tidak ada jawaban benar dan salah dalam kuesioner ini.

Adapun pilihan jawaban sebagai berikut:

SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai

S : Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai

Contoh :

No Penyataan SS S TS STS

1 Saya suka menolong √

SKALA 3 - Religiusitas

No Penyataan SS S TS STS

1 Saya suka berpikir tentang masalah agama

2 Saya sering percaya bahwa Tuhan itu ada

3 Saya sering mengambil bagian dalam kegiatan

keagamaan

4 Saya melakukan sholat 5 waktu setiap harinya

5 Saya sering mengalami situasi di mana saya

116

memiliki perasaan bahwa Tuhan itu turut campur

tangan dalam kehidupan saya

6 Saya tertarik mempelajari lebih banyak tentang topik

agama

7 Saya percaya akan kehidupan setelah kematian

8 Menurut saya penting untuk ikut aktif dalam

kegiatan keagamaan

9 Menurut saya melakukan doa untuk diri pribadi

adalah penting

10 Saya sering mengalami situasi di mana saya

memiliki perasaan bahwa Tuhan itu ingin

berkomunikasi atau mengungkapkan sesuatu kepada

saya

11 Saya selalu mendapat informasi tentang pertanyaan

agama melalui radio, televisi, internet, koran, atau

buku

12 Saya meyakini adanya kekuatan besar melebihi akal

manusia

13 Penting bagi saya untuk terhubung dengan suatu

komunitas agama

14 Saya sering berdoa secara spontan ketika

memikirkan situasi sehari-hari

15 Saya sering mengalami situasi di mana saya

memiliki perasaan akan kehadiran Tuhan

-Terima Kasih-

117

Lampiran 4

Syntax Lisrel dan Path Diagram

1. Syntax Altruisme

UJI VALIDITAS KONSTRUK ALTRUISME

DA NI=20 NO=215 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20

PM SY FI=ALTRUISME.COR

MO NX=20 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

ALTRUISME

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 LX 11 1

LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19 1 LX 20 1

FR TD 20 19 TD 15 14 TD 20 12 TD 8 3 TD 12 4 TD 12 7 TD 9 2 TD 13 6 TD 17 11 TD 14

13 TD 14 9 TD 14 11 TD 11 5 TD 12 3 TD 12 8 TD 4 2 TD 10 4 TD 8 7 TD 8 6 TD 15 6 TD

17 4 TD 19 6 TD 18 6 TD 16 9 TD 17 14 TD 20 17 TD 17 15 TD 8 2 TD 5 1 TD 5 3 TD 15

13 TD 19 7 TD 14 4 TD 15 4 TD 18 16 TD 20 7 TD 18 17 TD 18 2 TD 19 17 TD 17 7 TD

18 1 TD 19 10 TD 7 1 TD 12 10 TD 18 8 TD 19 2 TD 4 3 TD 15 10 TD 16 5 TD 17 10 TD

13 3 TD 16 7 TD 9 7 TD 16 10 TD 19 8 TD 20 8 TD 11 10 TD 6 2 TD 13 4 TD 17 6 TD 11

9 TD 15 9 TD 19 16 TD 14 10 TD 13 10 TD 10 2 TD 15 7 TD 20 15 TD 2 1 TD 12 1 TD 17

1 TD 20 1 TD 17 12 TD 19 1 TD 8 4 TD 15 3 TD 19 15 TD 10 7 TD 7 5 TD 19 3 TD 4 1 TD

7 4 TD 19 12 TD 9 1 TD 13 2 TD 11 1 TD 8 1 TD 3 1 TD 16 3 TD 6 3 TD 16 13 TD 20 14

TD 20 3 TD 7 3 TD 17 3 TD 17 8 TD 19 11

PD

OU SS TV MI

118

2. Syntax Self emotional appraisal

UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF EMOTIONAL APPRIASAL

DA NI=4 NO=215 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4

PM SY FI=SELFEMOTIONALAPPRIASAL.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

SELFEMOTIONAL

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1

FR TD 3 2

PD

OU SS TV MI

3. Syntax Others emotional appraisal

UJI VALIDITAS KONSTRUK OTHERS EMOTIONAL APPRIASAL

DA NI=4 NO=215 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4

PM SY FI=OTHEREMOTIONALAPPRIASAL.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

OTHEREMOTIONALAPPRIASAL

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1

FR TD 2 1 TD 4 2

PD

OU SS TV MI

119

4. Syntax Regulation of emotion

UJI VALIDITAS KONSTRUK REGULATION OF EMOTION

DA NI=4 NO=215 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4

PM SY FI=REGULATIONOFEMOTION.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

REGULATIONOFEMOTION

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1

FR TD 4 3 TD 4 2

PD

OU SS TV MI

120

5. Syntax Use of emotion

UJI VALIDITAS KONSTRUK USE OF EMOTION

DA NI=4 NO=215 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4

PM SY FI=USEOFEMOTION.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

USEOFEMOTION

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1

FR TD 4 1 TD 4 3

PD

OU SS TV MI

6. Syntax Intellectual

UJI VALIDITAS KONSTRUK INTELECTUAL

DA NI=3 NO=215 MA=PM

LA

X1 X2 X3

PM SY FI=INTELECTUAL.COR

MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

INTELECTUAL

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1

PD

OU SS TV MI

121

7. Syntax Ideology

UJI VALIDITAS KONSTRUK IDEOLOGY

DA NI=3 NO=215 MA=PM

LA

X1 X2 X3

PM SY FI=IDEOLOGY.COR

MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

IDEOLOGY

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1

PD

OU SS TV MI

8. Syntax Public practice

UJI VALIDITAS KONSTRUK PUBLIC PRACTICE

DA NI=3 NO=215 MA=PM

LA

X1 X2 X3

PM SY FI=PUBLICPRACTICE.COR

MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

122

LK

PUBLICPRACTICE

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1

PD

OU SS TV MI

9. Syntax Private practice

UJI VALIDITAS KONSTRUK PRIVATE PRACTICE

DA NI=3 NO=215 MA=PM

LA

X1 X2 X3

PM SY FI=PRIVATEPRACTICE.COR

MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

PRIVATEPRACTICE

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1

PD

OU SS TV MI

123

10. Syntax Religious experience

UJI VALIDITAS KONSTRUK RELIGIOUS EXPERIENCE

DA NI=3 NO=215 MA=PM

LA

X1 X2 X3

PM SY FI=RELIGIOUSEXPERIENCE.COR

MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

RELIGIOUSEXPERIENCE

FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1

PD

OU SS TV MI

124

Lampiran 5

Tabel SPSS

1. Tabel Analisis Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation

Altruisme 215 15,75 63,53 50,0000 9,47383

Selfemotionalappraisal 215 22,84 63,57 50,0000 8,38699

othersemotionalappraisal 215 26,66 68,23 50,0000 8,73585

regulationofemotion 215 19,75 65,95 50,0000 8,89677

useofemotion 215 27,84 68,51 50,0000 8,79509

intelectual 215 27,31 61,24 50,0000 7,92834

ideology 215 8,95 57,76 50,0000 8,77892

publicpractice 215 5,40 57,57 50,0000 8,59677

privatepractice 215 4,41 58,77 50,0000 8,31718

religiousexperience 215 5,59 58,19 50,0000 9,04185

Valid N (listwise) 215

2. Tabel Kategorisasi Skor Variabel Altruisme

Statistics

altruismee

selfemotional

othersemotional

regulationemotion

useemotion

intelectuall

ideologyy

publicpracticee

privatepracticee

religiousexperiencee

N

Valid

215 215 215 215 215 215 215 215 215 215

Missing

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Percentiles

100 2,0000

2,0000

2,0000

2,0000

2,0000 2,0000 2,0000

2,0000

2,0000

2,0000

125

Altruisme

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

RENDAH 94 43,7 43,7 43,7

TINGGI 121 56,3 56,3 100,0

Total 215 100,0 100,0

Selfemotionalappraisal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

RENDAH 123 57,2 57,2 57,2

TINGGI 92 42,8 42,8 100,0

Total 215 100,0 100,0

Othersemotionalappraisal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

RENDAH 132 61,4 61,4 61,4

TINGGI 83 38,6 38,6 100,0

Total 215 100,0 100,0

Regulationofemotion

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

RENDAH 127 59,1 59,1 59,1

TINGGI 88 40,9 40,9 100,0

Total 215 100,0 100,0

126

Useofemotion

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

RENDAH 145 67,4 67,4 67,4

TINGGI 70 32,6 32,6 100,0

Total 215 100,0 100,0

Intelectual

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

RENDAH 126 58,6 58,6 58,6

TINGGI 89 41,4 41,4 100,0

Total 215 100,0 100,0

Ideology

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

RENDAH 78 36,3 36,3 36,3

TINGGI 137 63,7 63,7 100,0

Total 215 100,0 100,0

Publicpractice

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

RENDAH 99 46,0 46,0 46,0

TINGGI 116 54,0 54,0 100,0

Total 215 100,0 100,0

Privatepractice

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

RENDAH 79 36,7 36,7 36,7

TINGGI 136 63,3 63,3 100,0

Total 215 100,0 100,0

127

Religiousexperience

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

RENDAH 92 42,8 42,8 42,8

TINGGI 123 57,2 57,2 100,0

Total 215 100,0 100,0

3. Tabel R-Square

Model Summary

Mode

l

R R

Squar

e

Adjuste

d R

Square

Std.

Error of

the

Estimat

e

Change Statistics

R

Square

Chang

e

F

Chang

e

df

1

df2 Sig. F

Chang

e

1 ,648

a ,420 ,391 7,39109 ,420 14,760 10

20

4 ,000

a. Predictors: (Constant), JK, regulationofemotion, intelectual,

othersemotionalappraisal, privatepractice, ideology, Selfemotionalappraisal,

useofemotion, publicpractice, religiousexperience

4. Tabel Anova

ANOVAa

Model Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

1

Regression 8063,077 10 806,308 14,760 ,000b

Residual 11144,142 204 54,628

Total 19207,219 214

a. Dependent Variable: Altruisme

b. Predictors: (Constant), JK, regulationofemotion, intelectual,

othersemotionalappraisal, privatepractice, ideology, Selfemotionalappraisal,

useofemotion, publicpractice, religiousexperience

128

5. Tabel Koefisien Regresi

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std.

Error

Beta

1

(Constant) 6,815 4,380 1,556 ,121

Selfemotionalappraisal ,283 ,089 ,250 3,180 ,002

othersemotionalappraisal ,213 ,085 ,197 2,518 ,013

regulationofemotion ,079 ,079 ,074 1,007 ,315

useofemotion -,107 ,089 -,099 -

1,208 ,229

intelectual ,124 ,080 ,104 1,555 ,121

ideology -,055 ,087 -,051 -,636 ,526

publicpractice ,086 ,099 ,078 ,872 ,384

privatepractice -,043 ,094 -,038 -,457 ,648

religiousexperience ,304 ,095 ,290 3,210 ,002

JK -2,891 1,087 -,147 -

2,660 ,008

a. Dependent Variable: Altruisme

129

6. Tabel Proporsi Varians

Model Summary

Model R R

Square

Adjusted

R

Square

Std.

Error of

the

Estimate

Change Statistics

R

Square

Change

F

Change

df1 df2 Sig. F

Change

1 .476a .227 .223 8.34927 .227 62.529 1 213 .000*

2 .514b .265 .258 8.16282 .038 10.842 1 212 .001*

3 .524c .275 .264 8.12539 .010 2.957 1 211 .087

4 .529d .279 .266 8.11833 .005 1.367 1 210 .244

5 .572e .327 .311 7.86532 .047 14.728 1 209 .000*

6 .583f .339 .320 7.81083 .012 3.926 1 208 .049*

7 .602g .362 .341 7.69121 .023 7.520 1 207 .007*

8 .606h .367 .343 7.67949 .005 1.632 1 206 .203

9

10

.632i

.648j

.400

.420

.373

.391

7.49977

7.39109

.032

.020

10.991

7.073

1

1

205

204

.001*

.008*

a. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal b. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal c. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion d. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion e. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual f. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology g. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice h. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice i. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice, religiousexperience j. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice, religiousexperience, JK