pengaruh kecerdasan emosi, religiusitas dan jenis...
TRANSCRIPT
PENGARUH KECERDASAN EMOSI, RELIGIUSITAS
DAN JENIS KELAMIN TERHADAP ALTRUISME
PADA RELAWAN SOSIAL MUDA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Farin Fitria
11150700000036
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2019 M
2.
aJ.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di
Uni.rersitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatuliah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau mempakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarla.
J akarta, I 3 Septemb er 2019
Farin FitriaNIM: 11150700000036
ilt
iv
Motto
THERE IS NO LIMIT OF STRUGGLING
“FIGHTING, PRAYING, AND LET ALLAH MAKES THE
DECISSIONS”
Persembahan
Karya ini saya persembahkan untuk keluarga saya yang tercinta,
abah, mamah dan kakak, serta teman-teman yang selalu menyayangi,
mendukung dan tanpa lelah mendo’akan saya
dalam menyelesaikan karya ini.
v
ABSTRAK
A. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. September 2019
C. Farin Fitria
D. Pengaruh Kecerdasan Emosi, Religiusitas, dan Jenis Kelamin terhadap
Altruisme pada Relawan Sosial Muda
E. xii + 110 halaman + lampiran
F. Setiap manusia membutuhkan bantuan orang lain dalam segala aspek
kehidupannya, karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial
yang tidak bisa hidup sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh kecerdasan emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap
altruisme pada relawan sosial muda. Selain itu pada penelitian ini
diharapkan melihat berapa pengaruh masing-masing dimensi dari
kecerdasan emosi, religiusitas, dan jenis kelamin terhadap altruisme pada
relawan sosial muda.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis
regresi berganda pada taraf signifikansi 0.05 atau 5%. Sampel berjumlah
215 relawan sosial muda yang diambil dengan teknik non-probability
sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan The Self-Report
Altruism scale (SRA) yang dikembangkan oleh J. P. Rushton (1981),
Wong and Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS) yang
dikembangkan oleh Wong & Law (2002), dan The Centrality of
Religiosity Scale yang dikembangkan oleh Huber (2012).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dari variabel kecerdasan emosi, religiusitas, dan jenis kelamin terhadap
perilaku altruisme dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 atau p < 0.05.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada pengaruh yang signifikan kecerdasan
emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap altruisme pada mahasiswa
relawan sosial dengan sumbangan sebesar 42.0%. Hasil uji hiopotesis
minor yang menguji pengaruh sepuluh independent variable, hanya ada
empat dimensi yang berpengaruh signifikan, yaitu dimensi self emotional
appraisal, others emotional appraisal, religious experience, dan jenis
kelamin, sedangkan dimensi regulation of emotion, use of emotion,
ideology, intellectual, public practice, private practice tidak berpengaruh
terhadap altruisme.
G. Bahan bacaan: 47; buku: 13 + jurnal: 29 + disertasi: 1 + artikel: 4
vi
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology, Syarif Hidayatullah State Islamic University,
Jakarta
B) September 2019
C) Farin Fitria
D) The Influence of Emotional Intelligence, Religiousity, and Gender to
Altruism of Young Social Volunteers
E) xii + 109 pages + appendix
F) Every human being needs help from others in all aspects of his life,
because basically humans are social creatures who cannot live alone. This
study aims to find the influence of emotional intelligence, religiousity and
gender to altruism of young social volunteers. Besides, this research is
expected to see how each dimentions influence emotional intelligence,
religiousity and gender to altruism.
This research used quantitative approach with multiple regression analysis
method at significance level of 0.05 or 5%. The sample are 215 social
volunteer students taken with non-probability sampling technique, that is
accidental sampling. The data collection instrument used The Self-Report
Altruisme Scale (SRA) developed by JP Rushton (1981), Wong and Law
Emotional Intelligence Scale (WLEIS) developed by Wong and Law
(2002), and The Centrality of Religiosity Scale developed by Huber
(2012).
The results of this study indicate that there is a significant influence of
emotional intelligence, religiousity, and gender to altruism with a
significant value of 0.000 or p < 0.05. Based on the results of this study,
there is a significant influence of emotional intelligence, religiousity, and
gender to altruism with charity value of 42.0%. The result of the test of the
minor hypothesis examining the influence of eight independent variables,
there are only four dimentions that have significant influence, namely is
self emotional appraisal, others emotional appraisal, religious experience
and gender, while the regulation of emotion, use of emotion, ideology,
intellectual, public practice, private practice against the behavior of
altruism.
G) Reading material: 47; books: 13 + journals: 29 + thesis: 1 + article: 4
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, sholawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita
jalan yang lurus yaitu ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah
serta rahmat bagi seluruh alam semesta. Terselesaikannya skripsi ini tentunya
tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua peneliti yang tercinta, Abah Muhamad dan Mamah
Nurjahan, serta Kakak tersayang Khodijah Rahma yang selalu
memberikan doa, kasih sayang, cinta, perhatian, motivasi serta dukungan
moril maupun materil yang tak pernah putus dan padam.
2. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HIdayatullah Jakarta, beserta
jajarannya.
3. Bapak Dr. Rachmat Mulyono, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing
seminar proposal dan pembimbing skripsi, yang dengan kesabaran dan
kemurahan hati telah memberikan banyak saran, kritik, dukungan,
perhatian, serta motivasi kepada peneliti. Terima kasih atas bimbingan dan
waktu yang diberikan kepada peneliti selama ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah banyak memberikan ilmu serta pelajaran berharga kepada peneliti.
viii
5. Seluruh responden penelitian mahasiswa anggota relawan sosial. Karena
kesedian dari kalian maka penelitian ini dapat diselesaikan.
6. Sahabat-sahabat peneliti tersayang, Falah, Karin, Vania, Khusnul, Lita
yang telah berjuang bersama-sama, yang selalu ada saat kapanpun, yang
selalu saling mengingatkan, serta memberikan dukungan pribadi maupun
motivasi. Dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada seluruh sahabat-
sahabat lainnya yang tidak peneliti sebutkan namanya satu per satu.
Terima kasih untuk semuanya dan segalanya.
7. Seluruh mahasiswa/i Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2015.
8. Untuk semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala kebaikannya.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda, sebagai
balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan. Akhir kata,
peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Karena itu, peneliti memohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaannya dan peneliti berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat untuk peneliti, semua yang membacanya, dan masyarakat
umum. Aamiin.
Jakarta, 13 September 2019
Peneliti
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
ABSTRACT ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................. 9
1.2.1. Pembatasan Masalah ................................................................. 6
1.2.2. Rumusan Masalah ................................................................... 10
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 12
1.3.1. Tujuan Penelitian .................................................................... 12
1.3.2. Manfaat Penelitian .................................................................. 12
BAB 2. LANDASAN TEORI
2.1. Altruisme ........................................................................................... 14
2.1.1. Definisi Altruisme ................................................................... 14
2.1.2. Dimensi Altruisme .................................................................. 16
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Altruisme ......................... 17
2.1.4. Pengukuran Altruisme ............................................................. 25
2.2. Kecerdasan Emosi ............................................................................. 26
2.2.1. Definisi Kecerdasan Emosi ..................................................... 26
2.2.2. Dimensi Kecerdasan Emosi .................................................... 28
2.2.3. Pengukuran Kecerdasan Emosi ............................................... 29
2.3. Religiusitas ........................................................................................ 31
2.3.1. Definisi Religiusitas ................................................................ 31
2.3.2. Dimensi Religiusitas ............................................................... 33
2.3.3. Pengukuran Religiusitas .......................................................... 35
2.4. Faktor Demografis ............................................................................. 37
2.4.1. Jenis Kelamin .......................................................................... 37
2.5. Kerangka Berfikir .............................................................................. 38
2.6. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 44
2.6.1 Hipotesis mayor ........................................................................ 44
2.6.2 Hipotesis minor......................................................................... 44
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ........................ 46
3.2. Variabel Penelitian ........................................................................... 47
3.2.1 Identifikasi Variable Penelitian ................................................ 47
3.3.2 Definisi Operasional Variabel .................................................. 47
3.3. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................... 49
x
3.3.1 Skala Altruisme ........................................................................ 49
3.3.2 Skala Kecerdasan Emosi .......................................................... 50
3.3.3 Skala Religiusitas ..................................................................... 51
3.4.UJi Validitas Konstruk ....................................................................... 52
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Skala Altruisme .................................. 54
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Skala Kecerdasan Emosi..................... 56
3.4.2.1 Uji Validitas Konstruk Self emotional Appraisal............... 57
3.4.2.2 Uji Validitas Konstruk Others emotional Appraisal .......... 58
3.4.2.3 Uji Validitas Konstruk Regulation of Emotion .................. 60
3.4.2.4 Uji Validitas Konstruk Use of Emotion ............................. 62
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Skala Religiusitas ............................... 64
3.4.3.1 Uji Validitas Konstruk Intellectual .................................... 64
3.4.3.2 Uji Validitas Konstruk Ideology ........................................ 66
3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Public Practice ............................. 67
3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Private Practice ............................ 69
3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Religious Experience .................... 70
3.5. Teknik Analisis Data ......................................................................... 72
BAB 4. HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Subyek Penelitian............................................................. 79
4.2. Hasil Analisis Deskriptif ................................................................... 80
4.2.1. Kategorisasi Skor Variabel .................................................. 81
4.3. Uji Hipotesis Penelitian ..................................................................... 83
4.3.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian .................................... 83
4.3.2. Pengujian proporsi varians ................................................... 91
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 94
5.2. Diskusi ............................................................................................... 95
5.3. Saran ................................................................................................ 102
5.3.1. Saran teoritis.......................................................................... 102
5.3.2. Saran Praktis.......................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 107
LAMPIRAN ........................................................................................................ 111
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Skala Altruisme ............................................................... 50
Tabel 3.2 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi.................................................. 51
Tabel 3.3 Blue Print Skala Religiusitas ............................................................ 52
Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Skala Altruisme ................................................ 56
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Dimensi Self Emotional Appraisal ................... 58
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Dimensi Others Emotional Appraisal .............. 60
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Dimensi Regulation of Emotion ....................... 62
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Dimensi Use of Emotion .................................. 64
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
3.9
3.10
3.11
3.12
3.13
Muatan Faktor Item Dimensi Intellectual ......................................... 65
Muatan Faktor Item Dimensi Ideology ............................................. 67
Muatan Faktor Item Dimensi Public Practice .................................. 68
Muatan Faktor Item Dimensi Private Practice ................................. 70
Muatan Faktor Item Dimensi Religious Experience ......................... 72
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ............................................................. 79
Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif ................................................................... 80
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor ................................................................ 82
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel ............................................................... 82
Tabel 4.5 R Square Model Summary ................................................................ 84
Tabel 4.6 Anova ................................................................................................ 85
Tabel 4.7 Koefisien Regresi .............................................................................. 86
Tabel 4.8 Proporsi Varians ................................................................................ 91
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian ....................................................... 43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ................................................................... 111
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ................................................................... 112
Lampiran 3
Lampiran 4
Input Data Mentah ....................................................................... 113
Syntax Lisrel dan Path Diagram ................................................. 113
Lampiran 5 Output Analisis Regresi .............................................................. 117
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Melakukan tindakan prososial adalah hal penting yang harus ada pada tiap-tiap
diri individu. Karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang
tidak bisa hidup sendiri. Artinya manusia membutuhkan bantuan orang lain dalam
segala aspek kehidupannya. Kebutuhan akan kehadiran orang lain disebabkan
karena manusia pada hakekatnya memiliki keterbatasan dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan yang tidak dapat diatasinya sendiri. Sebagai makhluk sosial,
manusia dididik untuk mematuhi serangkaian peraturan dan norma dalam
menjalani hidupnya. Salah satu hal yang selalu diajarkan sejak kecil kepada
kebanyakan orang adalah kebiasaan untuk menolong orang lain. Perilaku
menolong orang lain tersebut biasa disebut perilaku altruisme (Baron & Byrne,
2008).
Bentuk prososial dalam kehidupan masyarakat membawa dampak positif
bagi pengembangan diri, masyarakat serta seluruh aspek kehidupan di dalamnya.
Berkowitz dan Daniels (dalam Bierhoff, 2004) menunjukkan bahwa tanggung
jawab sosial sebagai variabel perbedaan individu berkorelasi positif dengan
perilaku menolong. Perilaku menolong tanpa mementingkan diri sendiri, dan
dilakukan dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan apapun disebut dengan
altruisme.
Menurut Peterson & Selingman, pertolongan yang diberikan kepada orang lain
memiliki berbagai macam jenis dan juga berbagai macam bentuk motif. Ada
2
beberapa pemikiran yang muncul bahwa orang menolong karena ingin merasa
puas, merasa bahagia, feeling good, pemenuhan serta pengembangan jati diri,
kesehatan mental dan fisik, kesejahteraan diri, dan motif lainnya (dalam Nawawi,
2007). Memberikan pertolongan atau menolong termasuk ke dalam bentuk
perilaku prososial. Perilaku prososial mengacu pada tindakan sukarela yang
dilakukan untuk kepentingan orang lain.
Banyak orang secara sukarela dan ikhlas meluangkan waktu dan tenaganya
untuk dapat membantu disaat terjadi bencana alam dan bahkan mereka biasa
menyebut dirinya sebagai sukarelawan yang senantiasa siap sedia jika dibutuhkan.
Mereka diwadahi dari beberapa lembaga kerelawanan seperti Korps Sukarela
Palang Merah Indonesia, Aksi Cepat Tanggap, Taruna Siaga Bencana, Basarnas
dan lembaga sosial lainnya. Dari data yang didapat dari sebuah Komunitas
Relawan yaitu Aksi Cepat Tanggap (ACT) menunjukkan bahwa dari tahun 2005,
total keseluruhan relawan ACT di Indonesia sebanyak 39.398 relawan, dengan
total aksi 560 kali, total pelatihan 281 kali, dan total dukungan dari masyarakat
sebanyak 110 kali (https://relawan.id).
Untuk menjadi seorang relawan tidaklah mudah, relawan merupakan sebuah
istilah yang mengacu pada pengertian rela atau ikhlas. Maka, seorang relawan
adalah sosok yang melakukan tugasnya dengan ikhlas. Keterikatan antara istilah
relawan dengan altruisme adalah sama-sama menunjukkan perilaku menolong
dengan tujuan untuk meringankan beban penderitaan orang lain yang dilakukan
dengan sukarela tanpa disadari oleh keinginan untuk mendapatkan reward
eksternal. Alasan untuk menjadi relawan lainnya yaitu adanya keinginan
3
menolong orang lain dan mengeskpresikan nilai-nilai yang dianut, serta para
relawan berkesempatan untuk mendapat keterampilan baru, bertemu dengan orang
baru, dan menambah pengalaman juga bisa jadi alasan utama (Taylor, Peplau, &
Sears, 2009).
Namun seiring perubahan zaman yang menjadi era globalisasi pada saat ini,
menyebabkan berkurangnya tingkat keperdulian dan sikap tolong-menolong antar
sesama serta hanya mengutamakan kepentingan dirinya sendiri tanpa melihat
lingkungan sekitar. Altruisme merupakan sifat gotong royong yang dapat
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan dapat menunjang kebersamaan untuk
kesejahteraan. Akan tetapi altruisme tidak mudah muncul begitu saja di
masyarakat, apalagi dengan ditambahnya perkembangan teknologi yang melatih
individu untuk bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain.
Hal tersebutlah yang mengakibatkan sudah berkurangnya rasa empati terhadap
sesama, individu cenderung memikirkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan
orang lain. Hal ini diperkuat oleh hasil studi pendahuluan peneliti terhadap
beberapa komunitas keanggotaan relawan sosial di Jakarta yang membuktikan
telah berkurangnya tingkat kepedulian anggota relawan sosial khususnya remaja.
Hasilnya menunjukan bahwa banyak mahasiswa relawan sosial yang sudah
mengundurkan diri dan sudah tidak aktif lagi didalam kegiatan sosial, dikarenakan
banyaknya kepentingan lain diluar dari kegiatan sosial ini.
Berkurangnya sikap altruistik secara psikologis dimulai dari remaja yang
berada pada fase transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal, yang
4
digambarkan sebagai seseorang yang egosentris dan mementingkan diri sendiri
(Santrock, 2013). Sikap tolong-menolong pada remaja mengalami penurunan
sehingga yang tampak adalah perwujudan kepentingan diri sendiri dan rasa
individualis, sehingga perilaku yang ditampilkan adalah apatisme. Sikap
individualistik yang muncul mengakibatkan pertimbangan untung atau rugi dalam
setiap perbuatan yang dilakukannya, termasuk sikap tolong-menolong (Sears,
1994).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Fatimah (2015)
yang menyatakan bahwa mahasiswa pada saat ini lebih menggunakan konsep
hidup menyenangkan diri sendiri dahulu baru orang lain, dilihat dari situasi
sehari-hari yang dialami, seperti saat seseorang membutuhkan bantuan orang lain
sebagian akan langsung membantu orang yang membutuhkan bantuan tanpa
memikirkan diri sendiri lalu sebagian orang tidak akan berbuat apa-apa meskipun
orang tersebut mampu untuk membantu.
Berdasarkan studi hasil observasi lapangan, penulis mendapatkan contoh
perilaku yang menggambarkan ketidakpedulian remaja yaitu adalah ketika ada
seorang lansia yang berdiri di angkutan umum yang penuh, sedangkan ada
seseorang remaja yang masih sehat disamping lansia tersebut yang tetap acuh dan
tidak memberikan tempat duduknya dan remaja tersebut hanya asik memainkan
smartphone (Sears, Peplau & Taylor, 2009). Dari kejadian tersebut, dapat
diketahui bahwa individu sudah tidak peduli lagi dengan individu lainnya, tidak
menghormati orang yang lebih tua, dan tidak mau berkorban. Sangat disayangkan
5
siswa yang diharapkan menjadi generasi pembawa perubahan yang lebih baik
justru menjadi bagian dari permasalahan bangsa.
Hasil penelitian Eisenberg & Fabes (1998) menemukan bahwa semakin
bertambah dewasa, anak pada umumnya lebih sering menunjukkan perilaku
prososial. Pada masa remaja, idealnya perkembangan perilaku prososial
mengalami peningkatan. Perilaku prososial sangat bermanfaat dalam interaksi
sosial remaja, selain untuk mengantisipasi perilaku antisosial, perilaku prososial
juga bermanfaat untuk meningkatkan hubungan dengan anggota masyarakat
(Eisenberg, 2006).
Dengan melihat fenomena-fenomena berkurangnya altruisme yang sudah
terjadi, ada beberapa faktor yang dapat mendukung serta meningkatkan perilaku
altruistik. Perilaku altruistik dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor
eksternal, dimana faktor internal bisa dari kecerdasan emosi dan tingkat
religiusitas yang dimiliki oleh orang tersebut. Dan faktor eksternal terkait dengan
jenis kelamin orang yang ditolong maupun penolongnya juga mempengaruhi
munculnya altruisme (Sears, Peplau & Taylor, 2009).
Diawali dengan penelitian yang dilakukan oleh Goleman (2005), yang
menjelaskan bahwa kecerdasan emosi mempengaruhi altruisme dan salah satu
aspeknya adalah others emotional appraisal dan regulation of emotion. Mengenali
emosi orang lain merupakan kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri
emosional dan juga keterampilan bergaul. Seseorang yang memiliki kecerdasan
emosi tinggi berkemampuan sosial tinggi dalam bentuk empati, dan memiliki
kepribadian altruistik. Empati dalam hal ini dapat dijelaskan sebagai kemampuan
6
memahami dan merasakan apa yang terjadi pada orang lain dan merupakan
potensi dasar yang penting bagi tumbuhnya sikap menolong, yang dalam hal ini
relawan dapat menyediakan bantuan berupa dukungan emosional.
Dalam penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa kecerdasan emosi dapat
menjadi pondasi dalam membangun relasi sosial yang baik dengan orang lain.
Dengan kecerdasan emosi yang tinggi ini mampu menurunkan perilaku negatif
dan perilaku anti sosial, melainkan individu memiliki kemampuan berempati,
bersedia untuk bekerjasama dan menjadikan remaja memiliki kepribadian
altruistik (Farid, 2011). Dalam penelitian lain dari (Lee, 2013) di Korea Selatan,
dijelaskan bahwa dimensi kecerdasan emosi mempengaruhi perilaku altruistik.
Hasil penelitian dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua faktor dari
kecerdasan emosi secara signifikan dan positif mempengaruhi perilaku altruistik.
Melihat dari beberapa penelitian terdahulu bahwa dikatakan dimensi
kecerdasan emosi mempengaruhi perilaku altruisme. Dan kecerdasan emosi
beserta dengan dimensi-dimensinya dikataan berkorelasi positif terhadap
altruisme, serta mempunyai pengaruh yang signifikan. Semakin tinggi kecerdasan
emosi seseorang maka akan semakin tinggi altruisme pada diri sesorang, begitu
juga sebaliknya jika semakin rendah kecerdasan emosi sesorang maka akan
semakin rendah pula altruisme pada diri sesorang.
Faktor yang berkaitan erat lainnya dengan terjadinya altruisme adalah
religiusitas. Religiusitas berhubungan dengan terbentuknya perilaku altruistik.
Individu yang mempunyai tingkat religiusitas tinggi tidak hanya melakukan ritual-
ritual keagamaan saja, tetapi hal lain yang juga harus dilakukan adalah menjalin
7
hubungan dan selalu berusaha berbuat baik kepada orang lain dengan menolong
sesamanya dan berperilaku altruis.
Pada tahun 2000, ilmuwan dan profesor politik, Robert Putnam melakukan
survey 200 organisasi relawan dimana hasilnya menunjukkan ada hubungan
positif antara religiusitas dan keanggotaan organisasi relawan (Tzortzis, 2012).
Pada The Index of Global Philanthropy, di tahun 2007 menyatakan: “Orang
beragama lebih dermawan daripada yang tidak beragama. Bagaimanapun kita
dituntut untuk selalu membantu sesame tanpa mengharapkan imbalan apapun
kecuali keridhaan Allah.
Berdasarkan penelitian sebelumnya banyak faktor yang mempengaruhi
moral remaja, namun dari semua faktor-faktor diatas faktor perilaku altruisme
dan religiusitas sangat menarik untuk diteliti. Meskipun data survei selain
hubungan moral dengan religiusitas, perilaku prososial menunjukkan sangat
terkait dengan religiusitas (Harrell, 2010). Karena hampir semua teori-teori sosial
psikologis agama menganggap agama yang positif berdampak pada perilaku
prososial (Haryati, T. D., 2013).
Menurut Malhotra (2010), religiusitas merupakan pengaruh utama seseorang
melakukan perilaku altruistik, karena orang yang religius berkarakteristik lebih
stabil, sehingga spontanitas mereka untuk beramal lebih tinggi. Hal ini jelas dapat
mendukung dan membuktikan bahwa ada kemungkinan pengaruh dari religiusitas
terhadap sikap altrusitik yang dialami dan dilakukan oleh individu. Dalam
beberapa hal, konsep altruisme dan agama saling terkait. Altruisme dimotivasi
8
oleh keinginan untuk melakukan perbuatan baik atau membantu orang lain, tanpa
ekspektasi imbalan, timbal balik, atau pengakuan (Neusner & Chilton, 2005).
Kemudian faktor yang selanjutnya adalah jenis kelamin. Karakteristik individu
juga mempengaruhi seseorang berperilaku altruistik, yaitu diantaranya adalah
jenis kelamin. Menurut Becker dan Eagly (dalam Sears, Peplau & Taylor, 2009)
disebutkan bahwa perempuan lebih cenderung sering melakukan tindakan
kemanusiaan seperti menolong orang lain.
Selain itu penelitian demografis yang dilakukan oleh Kee Lee Chou (1998)
yang mengukur tentang faktor demografis seperti jenis kelamin terhadap perilaku
altruisme pada etnis Chineese di Hongkong yang mengungkapkan bahwa jenis
kelamin berpengaruh signifikkan terhadap altruisme. Dari penelitian Eisenberg
(Schmitt, 2016) menyatakan bahwa wanita lebih memiliki rasa menolong yang
tinggi dari pada laki-laki, yang disebabkan karena wanita lebih memiliki rasa
empati yang tinggi dan mampu merasakan apa yang orang lain rasakan.
Pentingnya memiliki perilaku altruisme dikarenakan banyaknya manfaat yang
didapatkan dari perilaku altruisme tersebut, seperti membantu dalam
mensejahterakan kehidupan orang-orang disekitar kita untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik dan menyenangkan bagi semuanya. Melihat remaja-
remaja yang akan menjadi penerus generasi bangsa yang selanjutnya, maka perlu
ditanamkan sikap altruisme pada mereka untuk kemajuan bangsa dalam
mensejahterkan kehidupan bangsa ini. Dan yang membedakan penelitian ini dari
9
penelitian-penelitian sebelumnya adalah terdapat pada sampel yang digunakan
secara spesifik kepada suatu instansi relawan sosial.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosi, Religiusitas
Dan Jenis Kelamin Terhadap Altruisme Pada Relawan Sosial Muda”.
1.1 Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah
1.1.1 Pembatasan Masalah
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku altruisme. Namun masalah utama
yang menjadi fokus utama pada penelitian ini adalah pengaruh kecerdasan emosi,
religiusitas dan jenis kelamin terhadap altruisme pada mahasiswa relawan sosial,
yang pengertiannya sebagai berikut:
1. Altruisme merupakan perilaku sosial yang dilakukan untuk mencapai hasil
positif bagi orang lain dari pada dirinya sendiri. Dan dapat dikatakan
bahwa altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan
imbalan apapun (kecuali mungkin perasaan telah melakukan kebaikan),
dalam penelitian ini penliti menggunakan pendapat dari Rushton (1981).
2. Kecerdasan emosi merupakan suatu kemampuan untuk memahami
perasaan dirinya sendiri dan perasaan orang lain, dan serta memiliki
kemampuan untuk mengkontrol emosinya dengan baik, yang dalam
penelitian ini penliti menggunakan pendapat dari Salovey dan Mayer
(1997).
10
3. Religiusitas merupakan wujud keyakinan atau keberagamaan individu
yang meliputi pengetahuan individu tentang agama yang dianut
(intellectual), keyakinan mengenai ajaran yang dianut (ideology), praktik
keagamaan yang bersifat komunal (public practice), praktik keagamaan
yang bersifat pribadi (private practice), dan pengalaman kontak
komunikasi dengan Tuhan (religious experience), yang dalam penelitian
ini penliti menggunakan pendapat dari Huber (2012).
4. Jenis kelamin merupakan responden yang tertera pada angket penelitian.
5. Subjek penelitian adalah mahasiswa yang menjadi anggota relawan sosial.
1.1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel kecerdasan emosi, variabel
religiusitas, dan jenis kelamin terhadap altruisme pada relawan sosial
muda?
2. Apakah ada pengaruh self-emotional appraisal terhadap altruisme pada
relawan sosial muda?
3. Apakah ada pengaruh other’s emotional appraisal terhadap altruisme pada
relawan sosial muda?
4. Apakah ada pengaruh regulation of emotions terhadap altruisme pada
relawan sosial muda?
5. Apakah ada pengaruh use of emotions terhadap altruisme pada relawan
sosial muda?
6. Apakah ada pengaruh pengetahuan individu tentang agama yang dianut
(intelectual) terhadap altruisme pada relawan sosial muda?
11
7. Apakah ada pengaruh keyakinan mengenai keberadaan sesuatu yang Ilahi
(ideology) terhadap altruisme pada relawan sosial muda?
8. Apakah ada pengaruh praktik keagamaan yang bersifat publik (public
practice) terhadap altruisme pada relawan sosial muda?
9. Apakah ada pengaruh praktik keagamaan yang bersifat pribadi (private
practice) terhadap altruisme pada relawan sosial muda?
10. Apakah ada pengaruh pengalaman keterhubungan dengan Tuhan (religious
experience) terhadap altruisme pada relawan sosial muda?
11. Apakah ada pengaruh jenis kelamin terhadap altruisme pada relawan sosial
muda?
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh variabel kecerdasan emosi, variabel religiusitas, dan faktor
demografi yaitu jenis kelamin terhadap altruisme pada relawan sosial
muda.
2. Pengaruh kecerdasan emosi terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
3. Pengaruh religiusitas terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
4. Pengaruh jenis kelamin terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
12
1.2.2 Manfaat Penelitian
1.2.2.1 Manfaat teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan, wacana dan
kajian tentang kecerdasan emosi, religiusitas, jenis kelamin dan perilaku
altruisme. Dan diharapkan juga penelitian ini dapat berguna untuk para generasi
muda yang menjadi relawan sosial agar lebih memperdalam dan menyebarluaskan
ilmunya. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan kontribusi perkembangan
ilmu pengetahuan pada mahasiswa, terutama berguna untuk memperkaya
penelitian di bidang psikologi sosial.
1.2.2.2 Manfaat Praktis
Penelitian secara praktis diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang pengaruh
kecerdasan emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap perilaku altruisme pada
relawan sosial muda, serta dapat memberikan informasi dan pemahaman tentang
keterkaitan kecerdasan emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap altruisme
pada relawan sosial muda untuk bisa menumbuhkan rasa keharmonisan antar
sesama.
14
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Altruisme
2.1.1 Pengertian Altruisme
Istilah alturisme kadang-kadang digunakan secara bergantian dengan
tingkah laku prososial. Altruisme adalah keadaan motivasional seseorang yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain (Batson, 2008). Sementara itu
Taylor, Peplau dan Sears, (2009) menyebutkan altruisme adalah tindakan suka
rela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk
apapun (kecuali mungkin perasaan telah melakukan perbuatan baik atau sekedar
ingin beramal baik) yang dapat disebut juga tindakan tanpa pamrih. Bahkan
terkadang perilaku altruistik dan prososial melibatkan resiko bagi si penolong
(Baron & Branscombe, 2012).
Kata altruisme sering digunakan secara bergantian dengan sejumlah orang
lain, termasuk membantu, sukarela, dan perilaku prososial (Dovidio, Piliavin,
Schroeder, & Penner, dalam Elizabeth, Anthony, Samuel 2012). Namun
demikian, altruisme adalah konstruksi yang berbeda, yang dapat dipandang
sebagai sub kategori perilaku prososial. Dalam perilaku prososial, ada niat untuk
membantu yang lain. Dalam altruisme, bentuk perilaku yang relatif jarang terjadi,
yaitu niat untuk membantu adalah berorientasi lain daripada egoistik. Altruisme
dilakukan tanpa memikirkan keuntungan ekstrinsik yang diharapkan (Midlarsky,
Piliavin & Charng, dalam Elizabeth er. Al., 2012).
15
Altruisme menurut Rushton (1981) yaitu perilaku sosial yang dilakukan
untuk mencapai hasil positif bagi orang lain dari pada dirinya sendiri. Altruisme
sejati didefinisikan oleh niat seseorang, kita bertindak altruistik hanya ketika kita
membantu tanpa pamrih yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan untuk
kebaikan orang lain.
Myers (2012) mendefinisikan altruisme adalah suatu tindakan atau motif
untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri dan salah
satu tindakan altruisme dengan alasan untuk meningkatkan kesejahteraan orang
lain tanpa ada kesadaran akan timbal balik (imbalan). Jadi, pandangan umum
adalah bahwa untuk memastikan bahwa suatu tindakan bersifat altruistik,
seseorang harus membuktikan bahwa ia tidak benar-benar egois (Batson et. al.,
dalam Elizabeth et. al., 2012).
Berdasarkan beberapa definisi para tokoh, peneliti menggunakan definisi
Rushton (1981) yang mengatakan bahwa altruisme merupakan perilaku sosial
yang dilakukan untuk mencapai hasil positif bagi orang lain dari pada dirinya
sendiri. Dengan niat seutuhnya membantu tanpa pamrih dan tanpa mementingkan
dirinya sendiri.
2.1.2 Dimensi Altruisme
Menurut Rushton, Chirsjohn, dan Fakken (1981) terdapat lima dimensi altruisme
yaitu sebagai berikut:
1. Peduli (caring), yaitu suatu tindakan yang disadari pada keprihatinan
terhadap masalah orang lain. Peduli adalah cara yang memiliki makna dan
16
memotivasi tindakan. Peduli juga didefinisikan sebagai tindakan yang
bertujuan memberikan bantuan fisik dan memperhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan.
2. Penolong (helpful), yaitu suatu tindakan yang bertujuan untuk memberikan
sesuatu yang dibutuhkan orang lain. Perilaku menolong biasanya
mengikuti pola tertentu, seperti orang lebih suka menolong orang yang
menarik dan disukai si penolong. Orang bisa melakukan dengan
membantu orang yang membutuhkan, tetapi orang juga dapat
melakukannya dengan menghindari situasi tersebut atau mengabaikan
penderitaan disekitarnya.
3. Perhatian kepada orang lain (considerate of others) yaitu sikap yang
didasari pada kepedulian terhadap orang lain. Perhatian adalah pemusatan
tenaga psikis tertuju suatu objek.
4. Penuh perasaan (feelings) merupakan sikap yang selalu melibatkan
perasaan empati sebagai dasar kemampuan untuk memahami orang lain.
Dalam psikologi perasaan sering diartikan untuk pengalaman subjektif
mengenai emosi.
5. Rela berkorban (Willing to make sacrifice) merupakan tindakan yang
didasari oleh sesuatu keinginan yang besar demi memberikan
kesejahteraan terhadap orang lain. Tindakan ini semata-mata dilakukan
untuk kepentingan orang lain, bahkan rela mengorbankan nilai-nilai
kejujuran dan keadilan yang ada pada dirinya.
17
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Altruisme
Menurut Sears (1994) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang
berperilaku altruisme, yaitu:
1. Faktor intrinsik (faktor dalam diri)
a. Faktor perasaan (mood), seseorang dapat merasakan manfaat dari
perilaku menolong yang telah dilakukannya dan bisa merasakan
perasaan orang lain yang membutuhkan pertolongan. Selain itu
biasanya orang bersedia menolong apabila sedang dalam keadaan good
mood. Memberikan bantuan pertolongan juga dapat menjadikan diri
merasa lebih baik lagi (memperbaiki mood) dan mengevaluasi dirinya
sendiri.
b. Faktor sifat, seseorang menolong orang lain tanpa mengharapkan
imbalan sama sekali, kemungkinan karena adanya sifat yang sudah
tertanam dalam kepribadian seseorang. Dan orang yang mempunyai
pemantauan diri akan cenderung memberikan pertolongan karena ada
pernghargaan tersendiri saat memberikan pertolongan. Bierhoff
menyatakan bahwa orang-orang yang perasa dan berempati tinggi
dengan sendirinya akan lebih memikirkan orrang lain dan lebih
menolong. Demikian pula dengan orang yang mempunyai self
monitoring yang tinggi akan cenderung lebih penolong karena dengan
menjadi penolong ia memperoleh penghargaan sosial yang lebih
tinggi.
18
c. Faktor agama dan moral. Faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
menolong sangat tergantung dari penghayatan terhadap nilai-nilai
agama dan moral yang mendorong dalam melakukan pertolongan.
Dalam setiap ajaran agama manapun juga ditekankan tentang
altruisme, dimana kita harus saling menolong, dan saling mengasihi.
Seseorang yang memiliki religiusitas yang tinggi (patuh dan taat
terhadap agama) akan selalu berusaha berbuat baik dan
mengaplikasikan ajaran agama dengan menolong sesamanya serta
berperilaku altruis. Menurut penelitian yang dilakukan Sappington &
Baker, yang berpengaruh pada perilaku menolong bukanlah seberapa
kuatnya ketaatan beragama itu sendiri melainkan bagaimana
kepercayaan dan keyakinan orang yang bersangkutan tentang
pentingnya menolong yang lemah seperti yang diajarkan oleh agama.
Seseorang yang patuh dan taat terhadap agama akan mengaplikasikan
ajaran agama islam tersebut untuk saling tolong-menolong terhadap
sesama. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dikatakan bahwa
salah satu faktor utama yang mempengaruhi altruisme adalah
religiusitas, tingkat keyakinan agama yang dimiliki seseorang. Semua
mazhab (teks) agama besar secara eksplisit mendorong altruisme, oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin kuat keyakinan agama
seseorang, maka orang tersebut akan semakin bersikap altruistic (Zhao,
2012).
19
2. Faktor ekstrinsik (faktor situasional)
a. Kehadiran orang lain (Bystander), faktor yang berpengaruh pada
perilaku menolong atau tindakan menolong orang lain yang kebetulan
berada bersama kita ditempat kejadian. Jadi, semakin banyak orang
lain, semakin kecil kecenderungan seseorang untuk menolong.
Sebaliknya orang yang cenderung sendirian lebih bersedia untuk
menolong.
b. Menolong jika orang lain menolong. Hal tersebut sesuai dengan
prinsip timbal balik dalam teori norma sosial, adanya seseorang yang
sedang menolong orang lain akan memicu yang lain untuk ikut
menolong juga.
c. Desakan waktu, biasanya orang yang sedang sibuk memiliki
kecenderungan menolongnya lebih sulit untuk meluangkan waktunya,
jika dibandingkan dengan orang yang memiliki waktu luang.
d. Kemampuan yang dimiliki, jika seseorang merasa mampu maka ia
akan cenderung melakukan tindakan menolong, dan sebaliknya jika ia
merasa bahwa tidak mampu, maka ia tidak akan menolong.
Berdasarkan literature review jurnal, diperoleh faktor-faktor lain yang
dapat mempengaruhi munculnya altruisme. Faktor-faktor tersebut terdiri dari :
1. Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi menjadi salah satu faktor dari altruisme. Hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2014) yang
20
menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh terhadap perilaku
altruisme pada mahasiswa Uin Jakarta. Penelitian lain yang dilakukan oleh Jayanti
puspita menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan
perilaku altruistik pada siswa siswi anggota pramuka. Selain itu, salah satu
dimensi kecerdasan emosional, yaitu kemampuan mengenali emosi orang lain,
erat kaitannya dengan empati menurut definisi Salovey & Mayer. Yang
mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah jenis kecerdasan sosial yang
melibatkan kemampuan untuk memantau emosi seseorang dan orang lain.
Emosi juga sangat mempengaruhi kehidupan manusia ketika mengambil
keputusan. Tidak jarang suatu keputusan diambil melalui emosinya. Keputusan
seseorang lebih banyak ditentukan oleh emosi daripada akal sehat. Emosi yang
terkendali menyebabkan seseorang mampu berpikir secara baik, melihat persoalan
secara objektif (Walgito, 2004). Sehingga dengan kecerdasan emosi yang
dimilikinya, individu mampu memberikan atau berperilaku prososial sesuai
dengan yang diharapkan.
Sze, Gyurak, Goodkind dan Levenson pada tahun 2016 melakukan sebuah
studi penelitian yang melihat pengaruh empati emosional terhadap perilaku
menolong. Empati emosional merupakan salah satu dimensi empati selain empati
kognitif. Kecerdasan emosi dan empati menjadi faktor penting dalam
memunculkan perilaku prososial, jika seseorang memiliki empati yang tinggi
berarti ia telah dapat memahami keadaan yang dialami oleh orang lain sehingga
dapat mendorong dirinya untuk bertindak prososial (Davis dalam Amarina dan
Azmi, 2017).
21
2. Faktor Demografis
Selain faktor dari dalam diri, terdapat faktor lain yang berasal dari luar diri
individu. Salah satu faktor tersebut adalah faktor demografis jenis kelamin.
Peranan jenis kelamin terhadap kecenderungan seseorang menolong sangat
bergantung pada situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki
cenderung lebih mau terlibat dalam aktivitas menolong pada situasi darurat yang
membahayakan, misalnya menolong seseorang dalam kebakaran. Hal ini terkait
dengan peran tradisional laki-laki yang dipandang lebih kuat dan lebih
mempunyai keterampilan untuk melindungi diri. Sedangkan perempuan lebih
cenderung menolong pada situasi yang bersifat memberi dukungan emosi,
merawat, dan mengasuh (Deaux, Dane, & Wrightsman, dalam Sarwono &
Meinarno, 2009).
3. Personal dan Situasional
Faktor personal dan situasional sangat mungkin berpengaruh dalam
perilaku menolong, seseorang lebih suka menolong orang yang disukainya,
memiliki kesamaan dengan dirinya dan membutuhkan pertolongan, faktor-faktor
diluar diri suasana hati, pencapaian reward pada perilaku sebelumnya dan
pengamatan langsung tentang derajat kebutuhan yang ditolong. Kesedihan
personal juga dapat menimbulkn reaksi emosional individu terhadap penderitaan
orang lain.
22
4. Empati
Empati adalah kontributor afektif yang penting terhadap altruisme. Empati
merupakan perasaan simpati dan perhatian kepada orang lain, khususnya pada
orang yang menderita. Empati terjadi ketika pengamat berfokus pada kebutuhan
dan emosi dari korban. Riset menunjukkan bahwa emosi yang diakibatkkan oleh
empati mungkin diiringi dengan reaksi fisiologis tertentu, seperti detak jantung
meningkat dan ekspresi wajah. Faktor empati lah yang biasanya memotivasi
individu untuk menolong, karena tujuan dari empati adalah memperbaiki keadaan
orang lain, yang merupakan motif altruistik (Sears).
Banyak studi yang dilakukan di Amerika dan negara lain menunjukkan
bahwa empati meningkatkan perilaku prososial (Batson, 1998; Hoffman, 2000).
Riset juga mengidentifikasi beberapa faktor yang cenderung mendorong empati;
Individu lebih mungkin berempati kepada seseorang yang mirip dengan orang
yang dibantunya. Individu juga berempati kepada orang yang penderitaannya
berasal dari faktor yang tak dapat dikontrol atau tak terduga (sakit’kecelakaan),
daripada faktor malas. Dan yang terakhir, empati dapat ditingkatkan dengan fokus
pada perasaan seseorang yang membutuhkan, bukan pada fakta objektif dari
situasi (Miller, Kozu & Davis, 2001). Oleh karena itu, empati dan kecerdasan
emosi sangatlah berkesinambungan. Didalam empati terdapat proses emosi yaitu
bentuk kasih sayang dan simpati terhadap apa yang telah dialami oleh orang lain
serta empati merupakan respon emosional yang berhubungan dengan perasaan
orang lain.
23
Sarwono (2002) juga menyimpulkan bahwa altruisme akan mudah terjadi
dengan adanya :
1. Social responsibility, seseorang merasa memiliki tanggung jawab
sosial dengan yang terjadi disekitarnya. Individu merasa memiliki
kewajiban menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun
dimasa mendatang.
2. Disstress-Inner reward, kepuasan pribadi tanpa ada faktor eksternal,
yaitu individu memutuskan untuk menolong karena tindakan tersebut
meningkatkan perasaan positif (seperti perasaan menjadi enak,
keberhargaan diri, ketenangan dan kehangatan) atau menurunkan
perasaan negative (seperti stress).
3. Kin selection, ada satu karakteristik dari korban yang hamper sama
seeprti satu gen/kerabat, kesamaan jenis kelamin, satu suku, satu
agama, satu negara, perasaan senasib dan lain-lain.
Dari beberapa faktor diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan altruisme yaitu, faktor
eksternal (situasi) dan faktor internal. Namun pada penelitian ini peneliti
menggunakan variabel kecerdasan emosi, variabel religiusitas, beserta faktor
demografis (jenis kelamin) terhadap altruisme, yang mana disebutkan pada
penelitian sebelumnya bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi,
maka ia akan berkemampuan sosial yang tinggi pula dalam bentuk empati,
kesediaan bekerjasama dan memiliki kepribadian altruistik (Goleman, 2005).
Variabel lain yang menjadi faktor yang mempengaruhi altruisme yaitu religiusitas,
24
yang mana dikatakan pada penelitian sebelumnya bahwa seseorang yang
mengalami pengalaman religius merasa memiliki komunikasi dengan Tuhan
sehingga terpanggilnya rasa untuk saling tolong-menolong dan berbuat baik antar
sesama (Stark & Glock, 1974). Serta faktor usia dan jenis kelamin dalam hal ini
juga turut mempengaruhi perilaku altruisme yang mana pola pemikiran setiap
individu dari mulai anak-anak, remaja, dewasa dan lansia pasti memiliki
pemahaman tentang kehidupan sosial yang berbeda dan pandangan hidup serta
pola pikir laki-laki dan perempuan yang juga berbeda-beda (Pujiyanti, 2012).
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menggunakan variabel kecerdasan emosi,
religiusitas, dan jenis kelamin terhadap altruisme.
2.1.4 Pengukuran Altruisme
Ada beberapa instrument untuk mengukur altruisme, yaitu:
1. Self-Report Altruism Scale (SRA) oleh Rushton, Chisjohn dan Fakken
(1981). SRA merupakan alat ukur yang paling popular dan selalu
digunakan untuk mengukur altruisme. SRA oleh Rushton, Chisjohn dan
Fakken (1981) yang terdiri atas 20 item dan mengukur altruisme dengan 5
aspek, yaitu: peduli, penolong, perhatian kepada orang lain, penuh
perasaan, dan rela berkorban.
2. Self-Report Altruism Scale (SRA) oleh Rushton, Chisjohn dan Fakken
(1981) di adaptasi dan telah dimodifikasi kemudian oleh Krueger, Hicks
dan McGue (2001) menjadi 45 item yang terdiri dari 4 konten klasifikasi,
yaitu terhadap teman, kenalan, orang asing dan organisasi.
25
Altruisme dalam penelitian ini mengacu pada alat ukur Self-Report Altruism
Scale (SRA) yang dikembangkan oleh Rushton, Chisjohn dan Fakken (1981).
Alat ukur ini juga digunakan Taylor, Peplau dan Sears (2009) dalam teorinya.
Disamping itu alat ukur ini juga merupakan alat ukur asli yang masih relevan
digunakan dalam penelitian ini. Alat ukur ini diadaptasi ke dalam bahasa
Indonesia dan terdiri atas 20 item. Aspek yang diukur dalam penelitian ini
yaitu peduli (caring), penolong (helpfull), perhatian kepada orang lain
(considerate of others), penuh perasaan (feelings), dan rela berkorban (willing
to make sacrifice). Peneliti memilih alat ukur ini dengan alasan alat ukur
tersebut memiliki tingkat reliabilitas yakni dengan koefisien Alpha Cronbach
sebesar 0,86 dan alat ukur tersebut sesuai dengan aspek-aspek yang ingin
diteliti.
2.2 Kecerdasan Emosi
2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi adalah jenis kecerdasan sosial yang melibatkan
kemampuan untuk memantau emosi seseorang dan orang lain, untuk membedakan
di antara mereka, dan menggunakan informasi untuk membimbing pemikiran dan
tindakan seseorang (Salovey & Mayer, 1990). Goleman, 1995 mengadopsi
definisi Salovey dan Mayer, menyatakan bahwa kecerdasan emosi melibatkan
kemampuan yang bisa dikategorikan sebagai kesadaran diri, mengelola emosi,
memotivasi diri sendiri, empati, dan menangani hubungan (dalam Wong & Law,
2002).
26
Kecerdasan emosi juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengenali, menggunakan, memahami, dan mengelola emosi (Salovey & Mayer,
dalam Kong, 2014). Menurut Goleman (2003) mendefinisikan kecerdasan emosi
adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri maupun hubungan dengan orang lain (Bitmis&Ergeneli, 2014).
Kecerdasan emosi menurut Salovey & Mayer (1997) merupakan
kemampuan untuk memahami emosi, untuk mengakses dan menghasilkan emsoi
sehingga dapat membantu pikiran agar dapat memahami emosi dan pengetahuan
emosional, dan secar reflektif mengatur emosi sehingga dapat menunjukkan
pertumbuhan emosi dan intelektual. Dengan kata lain, kecerdasan emosional
mengacu pada kemampuan seseorang untuk memahami dan mempengaruhi emosi
seseorang dan orang lain serta mengendalikan konten emosional yang tertanam
dalam berbagai situasi (Salovey & Mayer; Golernan, dalam Danelle and Adelheid,
2002).
Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai serangkaian kemampuan
kompetensi, dan keterampilan nonkognitif yang mempengaruhi kemampuan
sesorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Yang
termasuk didalamnya adalah kemampuan untuk memahami emosi sesorang,
berempati dengan orang lain, dan mampu mendorong orang lain untuk melakukan
hal yang sama. Orang yang cerdas secara emosional juga terampil secara sosial,
memiliki pandangan positif, inovatif, dan mampu beradaptasi terhadap perubahan
(BarOn, 2004).
27
Berdasarkan beberapa definisi para tokoh, pada penelitian ini peneliti
menggunakan definisi Salovey dan Mayer yang mendefinisikan kecerdasan emosi
merupakan kemampuan individu dalam mengontrol emosi, mengelola dan
mengendalikan emosi dirinya sendiri dan juga orang lain melalui pikiran dan
tindakan dengan baik (Salovey&Mayer, 1997).
2.2.2 Dimensi Kecerdasan Emosi
Menurut Salovey & Mayer (dalam Wong & Law,2002) terdapat empat dimensi
kecerdasan emosi, yaitu Self-emotional appraisal, Other’s emotional appraisal,
Regulation of emotion dan Use of emotion. Berikut adalah penjelasan dari masing-
masing dimensinya :
1. Self-emotional appraisal (mengenali emosi diri)
Self-emotional appraisal adalah kemampuan individu untuk memahami
emosinya dengan baik dan mengekspresikannya secara alami. Contohnya,
individu mampu memahami penyebab rasa senang yang dia rasakan dan
mampu mengekspresikan rasa senangnya tersebut dengan baik. Individu yang
memiliki kemampuan tinggi pada dimensi ini akan mampu merasakan dan
memahami emosi mereka lebih baik dibandingkan dengan individu lainnya.
2. Other’s emotional appraisal (mengenali emosi orang lain)
Other’s emotional appraisal adalah kemampuan individu untuk mengetahui dan
memahami emosi orang-orang di sekitar mereka. Contohnya, individu
mampu merasakan kesedihan ataupun kesenangan yang dialami oleh individu
28
lain. Individu memiliki rasa simpati dan empati yang baik. Individu yang
memiliki kemampuan tinggi pada dimensi ini akan lebih sensitif terhadap
perasaan emosi individu lain dan cenderung mampu membaca pikiran
mereka.
3. Regulation of emotion (mengatur emosi)
Regulation of emotion adalah kemampuan individu untuk mengatur dan
mengelola emosi mereka ketika mengalami masalah emosional, seperti marah
ataupun stres. Contohnya, individu mampu menenangkan diri dengan cepat
ketika sedang marah. Individu yang memiliki kemampuan tinggi pada dimensi
ini akan mampu mengontrol perilakunya dengan baik ketika emosi mereka
sedang tidak baik.
4. Use of emotion (penggunaan emosi)
Use of emotion adalah kemampuan individu menggunakan emosinya
untuk mengarahkan individu dalam beraktivitas dan bekerja. Emosi dapat
mempengaruhi pikiran individu dalam bertindak dan memecahkan suatu masalah.
Contohnya, dalam memilih pekerjaan individu terkadang memilih pekerjaan
yang sesuai dengan kenyamanan hatinya.
2.2.3 Pengukuran Kecerdasan Emosi
Adapun skala yang dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan
emosional adalah sebagai berikut :
29
1. Bar’on Emotional Quotient Inventory digunakan untuk
mengukur kecerdasan emosional seseorang yang terdiri dari 133 item
pernyataan, 15 sub skala dan 5 faktor, yaitu intrapersonal,
interpersonal, adaptation, stress management dan general mood.
Reliabilitas alat ukur ini berada pada nilai 0,85.
2. Wong Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS). Skala ini
mengacu pada teori Salovey&Mayer (1997), alat ukur ini terdiri dari
16 item pernyataan yang mengukur 4 komponen kecerdasan emosi
dari Mayer dan Salovey. Adapun dimensinya adalah self emotions
appraisal, other’s emotions appraisal, regulation of emotions dan use
of emotions. Reliabilitas alat ukur ini berkisar antara 0,76 sampai 0,89.
3. Emotional Competence Inventory (ECI). Instrumen yang digunakan
untuk mengevaluasi model Goleman, yang didasarkan pada
metodologi 360º dan menunjukkan bukti validitas dan reliabilitas
(Boyatzis dalam Pablo Fernández-Berrocal and Natalio Extremera,
2006). instrumen hanya memiliki penerapan di tempat kerja dan
bidang organisasi. ECI terdiri dari 110 item, di mana 3 item adalah
angka minimum untuk mengevaluasi setiap kompetensi. ECI terdiri
dari dua cara evaluasi: ukuran yang dilaporkan sendiri di mana orang
diminta untuk memperkirakan kinerja mereka di masing-masing
kompetensi, dan evaluasi oleh penilai eksternal, seperti rekan kerja
atau atasan.
30
Dari pemaparan alat ukur di atas, pengukuran kecerdasan emosi
yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Wong Law Emotional
Intelligence Scale (WLEIS) dengan alasan : 1) Alat ukur konsisten dan mengacu
pada teori definisi kecerdasan emosional menurut Mayer dan Salovey (1997). 2)
Skala ini memiliki Reliabilitias tinggi sebesar 0.89 pada dimensi self emotional
appraisal, others emotional appraisal sebesar 0.85, regulation of emotion sebesar
0.76, dan use of emotion sebesar 0.88. 3) Skala ini lebih mudah digunakan
dengan sasaran subjek remaja karena lebih mudah dipahami dan jumlah item
tidak terlalu banyak.
2.3 Religiusitas
2.3.1 Pengertian Religiusitas
Glock & Stark (1996) sebagai ahli psikologi agama memberikan definisi
agama sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku
yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang
dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Religiusitas adalah
keadaan dimana individu merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi
yang menaungi manusia, serta hanya kepada-Nya manusia bergantung dan
berserah diri (Glock & Stark, 1996).
Menurut Huber (2012) religiusitas merupakan wujud keyakinan atau
keberagamaan individu yang meliputi pengetahuan individu tentang agama yang
dianut (intelectual). keyakinan mengenai ajaran yang dianut (ideology), praktik
keagamaan yang bersifat komunal (public practice), praktik keagamaan yang
31
bersifat pribadi (private practice), dan pengalaman kontak komunikasi dengan
Tuhan (religious experience) (Huber, 2012).
Selain itu, menurut Johnson (2001) religiusitas merupakan sejauh mana
seorang individu berkomitmen terhadap agama yang ia anut dan ajarannya, seperti
sikap dan perilaku individu yang mencerminkan komitmen tersebut. Sedangkan
menurut Fetzer (1999) mendefinisikan religiusitas merupakan seberapa sanggup
penganut agama merasakan pengalaman beragama dalam keseharian (daily
spiritual experience), memiliki kebermaknaan hidup dengan agama (religion
meaning), mengekspresikan agama yang dianut sebagai sebuah nilai (value),
menyakini ajaran agamanya (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan
praktek agama secara pribadi (private religious practice), agama sebagai tempat
menyelesaikan masalah (religious/spiritual coping), mendapatkan dukungan dari
sesama penganut agama (religious support), mengalami sejarah keagamaan
(religious/spiritual history), komitmen beragama (commitment), mengikuti
kegiatan keagamaan (organizational religiouness) dan menyakini pilihan agama
yang dianutnya (religious preference).
Ancok dan suroso (2001) mendefinisikan religiusitas sebagai
keberagamaan yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan
hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga
ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.
Sumber jiwa keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of
depend).
32
Berdasarkan beberapa definisi yang dijelaskan sebelumnya peneliti
memilih untuk menggunakan teori dari Huber (2012) yang mendefinisikan
religiusitas sebagai wujud keyakinan atau keberagamaan individu yang meliputi
pengetahuan individu tentang agama yang dianut (intelectual), keyakinan
mengenai keberadaan sesuatu yang Ilahi (ideology), praktik keagamaan yang
bersifat publik (public practice), praktik keagamaan yang bersifat pribadi (private
practice), dan pengalaman keterhubungan dengan Tuhan (religious experience).
2.3.2 Dimensi Religiusitas
Dalam artikel yang berjudul The Centrality of Religiosity Scale (CRS),
Huber (2012) mengembangkan dimensi yang telah dirumuskan oleh Glock &
Stark dengan menggabungkan perspektif psikologi kepribadian yang
dikembangkan oleh Allport, Ross, dan Kelly dan mengklasifikasikan menjadi
lima dimensi yang terdiri dari :
1. Intelektual (intelectual)
Dimensi intelektual mengacu pada pengetahuan yang
dimiliki individu tentang agama, dan mereka dapat menjelaskan
pandangan mereka tentang transendensi, agama, dan religiusitas.
Dalam konstruk religius pribadi, dimensi ini merepresentasikan
ketertarikan, kemampuan penafsiran, serta cara berpikir sebagai
bagian dari pengetahuannya tentang agama. Indikator umum
dimensi ini adalah frekuensi berpikir tentang masalah agama.
33
2. Dimensi ideologi (ideology)
Dimensi ideologi mengacu pada keyakinan mengenai
eksistensi dan esensi dari realitas Tuhan dan hubungan antara
Tuhan dengan manusia. Dalam konstruk religius pribadi, dimensi
ini merepresentasikan keyakinan dengan menggunakan pola yang
“masuk akal”. Indikator umum dimensi ini hanya berfokus pada
aspek yang “masuk akal” dari keberadaan realitas transenden.
Seperti misalnya “sejauh mana anda percaya pada keberadaan
Tuhan atau sesuatu yang ilahi”. Keyakinan dasar ini umum bagi
kebanyakan tradisi keagamaan.
3. Dimensi praktik publik (public practice)
Dimensi praktik publik mengacu pada sejauh mana
seseorang terlibat dalam komunitas keagamaan dan berpartisipasi
dalam aktivitas keagamaan. Dalam kontruk religius pribadi,
dimensi ini direpresentasikan sebagai keterlibatan dan rasa
kepemilikan terhadap agama, komunitas, aktivitas sosial, serta
ibadah berjamaahnya.
4. Dimensi praktik privat (private practice)
Dimensi ini mengacu pada keterlibatan seseorang secara
pribadi dengan Tuhannya. Dalam konstruk religius pribadi,
dimensi ini direpresentasikan sebagai pola dan cara seseorang
mengekspresikan hubungannya dengan Tuhan secara pribadi,
seperti berdzikir dan shalat malam.
34
5. Dimensi pengalaman religius (religious experience)
Dimensi ini mengacu pada pengalaman religius seperti
keterhubungan seseorang dengan realitas Tuhan yang
mempengaruhi mereka secara emosional. Dalam konstruk religius
pribadi, dimensi ini direpresentasikan sebagai pola persepsi religius
sebagai bagian dari perasaan dan pengalaman religius.
2.3.3 Pengukuran Religiusitas
Ada beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur religiusitas, antara lain:
a. Religious Orientation Scale. Dikembangkan oleh Allport dan Ross (1967)
yang membagi religiusitas menajdi dua orientasi yaitu orientasi intrinsic
dan orientasi ekstrinsik. Terdapat 21 (dua puluh satu) item dalam skala ini
dan menggunakan model skala likert.
b. Alat ukur yang dikembangkan Raiya (2008) dinamakan Psychological
Measure of Islamic Religiousness (PMIR). PMIR terdiri dari 7 faktor
yaitu: Islamic belief, Islamic ethical principles & universality, Islamic
ethical religious struggle, Islamic religious duty, obligation & exclusivism,
islamic positive religious coping & identification and punishing Allah
reappraisal. Jumlah item dari PMIR adalah 70 item.
c. The Centrality of Religiousness Scale (CRS). Dikembangkan oleh Huber
(2012) berdasarkan modifikasi dari dimensi religusitas Glock dan Stark
dengan Allport dan Ross, Huber menyatakan bahwa dimensi religiusitas
ada lima, yaitu dimensi intelektual, ideologi, praktik publik, praktik privat,
dan pengalaman agama.
35
d. Multidimensional Measurement of Religiousness/Spirituality yang
berasalkan dari Fetzer institute (1999). Dalam skala ini terdapat dua belas
sub skala pengukuran, yaitu: pengalaman spiritual harian, makna hidup,
nilai-nilai, keyakinan, pemaafan, praktik keberagamaan pribadi, religiuis
coping, dukungan religius, sejarah spiritual, komitmen, organisasi religius,
dan pilihan religius.
Dari pemaparan alat ukur di atas, pengukuran religiusitas yang digunakan
dalam penelitian ini, peneliti menggunakan The Centrality of Religiousity Scale
(CRS) yang dikembangkan oleh Huber 2012 berdasarkan modifikasi dari Glock
dan Stark dengan Allport dan Ross. Skala ini memiliki tiga item untuk mengukur
masing-masing dimensinya. Adapun dimensi yang diukur melalui skala ini adalah
mengukur aspek pengetahuan individu tentang agama yang dianut (intelectual),
keyakinan mengenai ajaran yang dianut (ideology), praktik keagamaan yang
bersifat komunal (public practice), praktik keagamaan yang bersifat pribadi
(private practice), dan pengalaman kontak komunikasi dengan Tuhan (religious
experience).
2.4 Jenis Kelamin
Peranan gender terhadap perilaku menolong sangat bergantung pada
situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki cenderung lebih
menolong pada situasi darurat yang membahayakannya, misalnya menolong orang
pada saat adanya kecelakaan, membantu kendaraan yang sedang mogok. Hal ini
sesuai dengan peran genetik laki-laki yang dipandang lebih mempunyai kekuatan
ekstra dan mempunyai kemampuan lebih untuk melindungi diri. Yang sementara
36
jika dibandingkan dengan perempuan itu cenderung tampil menolong pada situasi
yang bersifat psikis, yaitu dengan memberikan dukungan emosi seperti
menasehati (Deaux, Dane, Wrightsman 1993).
Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Redzo Mujcic dan Paul
Frijters (2011) tentang perilakumemberi atau membantu orang lain, mereka
membuktikan bahwa tingkat altruisme dipengaruhi oleh jenis kelamin. Yang
didalam penelitiannya menyebutkan bahwa laki-laki memiliki tingkat altruisme
lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
Berbeda dengan penelitian yang lain, Menurut Becker dan Eagly (dalam
Sears, Peplau & Taylor, 2009) disebutkan bahwa perempuan lebih cenderung
sering melakukan tindakan kemanusiaan seperti menolong orang lain. Penelitian
yang dilakukan oleh Eisenberg (Schmitt, 2016) juga menyatakan bahwa wanita
lebih memiliki rasa menolong yang tinggi dari pada laki-laki, yang disebabkan
karena wanita lebih memiliki rasa empati yang tinggi dan mampu merasakan apa
yang orang lain rasakan.
2.5 Kerangka Berfikir
Pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial memiliki suatu hubungan
yang erat dengan manusia lainnya. Hal itu membuat sesama manusia melakukan
tolong menolong demi memenuhi kebutuhannya. Perilaku altruisme diharapkan
ada pada setiap diri remaja yang merupakan generasi penerus bangsa, yang pada
tahap usia remaja ini mereka diharapkan dapat mengembangkan pribadinya sesuai
dengan nilai etika dan moral dalam bentuk perilaku altruisme. Dalam hal ini ada
37
beberapa faktor yang mempengaruhi altruisme diantaranya adalah kecerdasan
emosi dan religiusitas. Faktor pertama yang mempengaruhi altruisme dalam Sears
(1994) adalah faktor perasaan dalam diri seseorang (emosi). Penelitian yang
berkaitan dengan altruisme antara lain penelitian dari Hoffman yang membuktikan
bahwa empati meningkatkan perilaku menolong orang lain (Sears, 1994).
Kecerdasan emosi yang tinggi akan membantu idividu untuk mampu mengenali
emosi sendiri, mengenali emosi orang lain, mengelola emosi, dan mampu
menggunakan emosinya dengan baik.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Lee (2013) di Korea
Selatan, yang didalam penelitian tersebut telah dijelaskan bahwa kecerdasan
emosi mempengaruhi perilaku altruisme. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh dimensi-dimensi dari variabel kecerdasan emosi secara signifikkan
dan positif mempengaruhi perilaku altruisme. Seperti yang dikatakan oleh Baron
& Byne (2005) bahwa suasana hati yang baik akan meningkatkan peluang
terjadinya tingkah laku menolong orang lain, sedangkan jika dengan kondisi hati
yang tidak baik akan menghambat pertolongan.
Selain kecerdasan emosi, faktor intrinsik yang mempengaruhi perilaku
altruisme lainnya yang peniliti gunakan ialah religiusitas yaitu Religiusitas
menjadi bagian yang sama pentingnya sebagai faktor yang mempengaruhi dalam
altruisme. Religiusitas yang meliputi pengetahuan individu tentang agama yang
dianut (intelectual). keyakinan mengenai ajaran yang dianut (ideology), praktik
keagamaan yang bersifat komunal (public practice), praktik keagamaan yang
bersifat pribadi (private practice), dan pengalaman kontak komunikasi dengan
38
Tuhan (religious experience) akan memperdalam tingkat altruisme dalam diri
seseorang.
Agama mengajarkan umatnya untuk melakukan kebaikan, seperti saling
tolong menolong antar sesama umat manusia, tidak bertindak kasar kepada orang
lain, sopan santun terhadap orang yang usianya lebih tua, sabar dalam arti mampu
mengendalikan emosi ketika mendapat stimulus yang tidak menyenangkan dari
lingkungan, dan lain sebagainya. Ketika seseorang yakin terhadap ajaran
agamanya tersebut, maka individu tersebut akan melaksanakan kebaikan-kebaikan
dan akan berusaha untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk. Dengan
demikian akan mempengaruhi meningkatnya perilaku altruisme yang ada di dalam
diri seseorang.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bonner, Koven dan dan
Patrick (2003) yang menemukan bahwa religiusitas secara umum berkorelasi
positif dengan perilaku prososial. Mereka berpendapat bahwa ini karena
keyakinan keagamaan seseorang dapat membantu individu merasa lebih terpenuhi
secara pribadi dan layak memimpin mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan
yang meningkatkan level aktualisasi diri, termasuk perilaku prososial (Bonner et
al., 2003). Dari hasil penelitian tersebut menandakan bahwa ketaatan dalam
beragama memberikan keyakinan kepada seseorang untuk pentingnya menolong
yang lemah seperti yang terlah diajarkan oleh agama.
Menurut Malhotra (2010), religiusitas merupakan pengaruh utama
seseorang melakukan perilaku altruistik, karena orang yang religius
39
berkarakteristik lebih stabil, sehingga spontanitas mereka untuk beramal lebih
tinggi. Hal ini jelas dapat mendukung dan membuktikan bahwa ada kemungkinan
pengaruh dari religiusitas terhadap sikap altrusitik yang dialami dan dilakukan
oleh individu. Dalam beberapa hal, konsep altruisme dan agama saling terkait.
Altruisme dimotivasi oleh keinginan untuk melakukan perbuatan baik atau
membantu orang lain, tanpa ekspektasi imbalan, timbal balik, atau pengakuan
(Neusner & Chilton, 2005).
Faktor selanjutnya yaitu adalah jenis kelamin. Karakteristik individu juga
mempengaruhi seseorang berperilaku altruistik, yaitu diantaranya adalah jenis
kelamin. Menurut Becker dan Eagly (dalam Sears, Peplau & Taylor, 2009)
disebutkan bahwa perempuan lebih cenderung sering melakukan tindakan
kemanusiaan seperti menolong orang lain. Dari penelitian Eisenberg (Schmitt,
2016) juga menyatakan bahwa wanita lebih memiliki rasa menolong yang tinggi
dari pada laki-laki, yang disebabkan karena wanita lebih memiliki rasa empati
yang tinggi dan mampu merasakan apa yang orang lain rasakan.
Peranan gender terhadap perilaku menolong sangat bergantung pada
situasi dan bentuk pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki cenderung lebih
menolong pada situasi darurat yang membahayakannya, misalnya menolong orang
pada saat adanya kecelakaan, membantu kendaraan yang sedang mogok. Yang
sementara jika dibandingkan dengan perempuan itu cenderung tampil menolong
pada situasi yang bersifat psikis, yaitu dengan memberikan dukungan emosi
seperti menasehati (Deaux, Dane, Wrightsman 1993).
40
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Gembeck et, al., (2005) bahwa
ditemukannya kecenderungan untuk menolong pada anak remaja lebih besar pada
remaja perempuan dibandingkan dengan remaja laki-laki (Sarlito, 2009), dari
penelitian tersebut peneliti akan memasukkan jenis kelamin sebagai faktor
demografi untuk mengetahui apakah jenis kelamin berpengaruh terhadap
altruisme.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peneliti ingin melihat
pengaruh kecerdasan emosi, religiusitas dan faktor demografis yaitu jenis kelamin
terhadap altruisme. Dalam penelitian ini dependent variable yaitu perilaku
altruisme. Sedangkan independent variable yaitu kecerdasan emosi, religiusitas,
dan jenis kelamin. Adapun penjelasan dimensi kecerdasan emosi dalam penelitian
ini terdiri atas self emotional appraisal, others emotional appraisal, regulation of
emotion, dan use of emotion. Religiusitas dalam penelitian ini dimensinya terdiri
dari intellectual, ideology, public practice, private practice, dan religious
experience.
Penulis menyajikan kerangka teoritis untuk mempemudah memahami
permasalahan yang sedang diteliti. Perkiraan kerangka teoritis ini disajikan dalam
bentuk skema atau gambar yang menunjukkan hubungan masing-masing variabel
sebagai berikut :
41
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir Penelitian
2.6 Hipotesis Penelitian
2.6.1 Hipotesis Mayor
Ha: Ada pengaruh yang signifikan variabel kecerdasan emosi (self
emotional appraisal, other’s emotional appraisal, regulation of emotions,
use of emotions), variabel religiusitas (intellectual, ideology, public
practice, private practice, dan religious experience), dan variabel jenis
kelamin terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
42
2.6.2 Hipotesis Minor
H1: Ada pengaruh yang signifikan self-emotional appraisal pada variabel
kecerdasan emosi terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
H2: Ada pengaruh yang signifikan other’s emotional appraisal pada variabel
kecerdasan emosi terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
H3: Ada pengaruh yang signifikan regulation of emotions pada variabel
kecerdasan emosi terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
H4: Ada pengaruh yang signifikan use of emotions pada variabel kecerdasan
emosi terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
H5: Ada pengaruh yang signifikan intelectual pada variabel religiusitas
terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
H6: Ada pengaruh yang signifikan ideology pada variabel religiusitas terhadap
altruisme pada relawan sosial muda.
H7: Ada pengaruh yang signifikan public practice pada variabel religiusitas
terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
H8: Ada pengaruh yang signifikan private practice pada variabel religiusitas
terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
H9: Ada pengaruh yang signifikan religious experience pada variabel
religiusitas terhadap altruisme pada relawan sosial muda.
46
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi keseluruhan pada anggota relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jakarta
berkisar sebanyak 11 ribu orang, populasi yang digunakan yaitu anggota relawan
sosial ACT yang ada pada generasi muda dengan rentang usia 18-25 tahun, dan
pernah ikut serta turun langsung ke lapangan, yaitu sebanyak 290 relawan. Pada
penelitian ini, peneliti mendapatkan sampel sebanyak 215 relawan remaja yang
masih berperan aktif dalam keanggotaan dan ikut serta pada saat pembagian
kuesioner penelitian ini.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik non-probability sampling dengan metode accidental sampling. Hal ini
dikarenakan tidak semua individu dalam populasi memiliki kesempatan untuk
terpilih menjadi sampel dalam penelitian.
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian
Pada penelitian ini variabel yang menjadi fokus pembahasan adalah altruisme,
sedangkan yang lainnya adalah kecerdasan emosi (dengan beberapa dimensi,
yaitu: self emotional appraisal, others emotional appraisal, regulation of emotion,
dan use of emotion) dan religiusitas (dengan beberapa dimensi, yaitu: ideology,
intellectual, public practice, private practice, religious experience).
47
3.2.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Altruisme merupakan perilaku sosial yang dilakukan untuk mencapai hasil
positif bagi orang lain dari pada dirinya sendiri. Dan dapat dikatakan bahwa
altruisme adalah tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun,
kecuali mungkin perasaan telah melakukan kebaikan (Rushton, 1981).
Altruisme dalam penelitian ini diukur menggunakan alat ukur Self-Report
Altruism Scale (SRA) yang dikembangkan oleh Rushton, Chisjohn dan
Fakken. Terdiri dari 5 dimensi yaitu peduli, penolong, perhatian kepada orang
lain, penuh perasaan, dan rela berkorban.
2. Kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan untuk memahami perasaan
dirinya sendiri dan perasaan orang lain, dan serta memiliki kemampuan untuk
mengontrolnya dengan baik, yang dalam penelitian ini peneliti menggunakan
pendapat dari Salovey dan Mayer (1997). Kemudian, kecerdasan emosi dalam
penelitian ini diukur menggunakan Wong and Law Emotional Intelligence
Scale (WLEIS) yang mengacu pada teori definisi kecerdasan emosional
menurut Mayer dan Salovey. Terdiri dari 4 dimensi yaitu:
a) Self emotional appraisal adalah kemampuan individu untuk memahami
emosi dirinya sendiri dengan baik.
b) Other’s emotional appraisal adalah kemampuan individu untuk
mengetahui serta memahami emosi orang lain yang berada di sekitarnya.
48
c) Regulation of emotions adalah kemampuan individu untuk mengatur dan
mengelola emosi ketika mengalami masalah emosional.
d) Use of emotions adalah kemampuan individu menggunakan emosinya
untuk mengarahkan aktivitas dan bekerja.
3. Religiusitas adalah kemampuan untuk meyakini dalam diri individu sebagai
terhadap ajaran agamanya yang dapat direalisasikan dalam perilaku sehari-
hari. Selanjutnya, religiusitas dalam penelitian ini diukur menggunakan
adaptasi dari alat ukur The Centrality of Religiosity Scale yang dikembangkan
oleh Huber (2012). Terdiri dari 5 dimensi yaitu:
a) Intellectual adalah pengetahuan yang dimiliki individu tentang agama,
serta berkemampuan dalam menjelaskan pandangannya tentang
transendensi, agama, dan religiusitas.
b) Ideology adalah keyakinan individu tentang eksistensi dan esensi dari
Tuhan serta hubungan antara Tuhan dengan manusia.
c) Public practice adalah keterlibatan individu dalam komunitas keagamaan
dan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan.
d) Private practice adalah keterlibatan individu secara pribadi dengan
Tuhannya.
e) Religious experience adalah keterhubungan individu dengan realitas
Tuhan yang mempengaruhinya secara emosional.
4. Jenis kelamin merupakan responden pada angket penelitian yang terdiri dari
laki-laki dan perempuan.
49
3.3 Instrumen pengumpulan data
Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan alat ukur dari masing-masing
variabel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket atau
kuesioner. Kemudian, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan model skala Likert. Pernyataan atau item dibuat dengan dua
kategori yaitu pernyataan positif (favorable) dan (unfavorable). Untuk pernyataan
favorable, skor tertinggi diberikan pada pilihan jawaban “Sangat Sesuai” dan skor
terendah diberikan pada pilihan jawaban “Sangat Tidak Sesuai”. Kemudian
sebaliknya, untuk pernyataan unfavorable, skor tertinggi diberikan pada pilihan
jawaban “Sangat Tidak Sesuai” dan skor terendah diberikan pada pilihan jawaban
“Sangat Sesuai”.
Pilihan Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat Sesuai (SS) 4 1
Sesuai (S) 3 2
Tidak Sesuai (TS) 2 3
Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
3.3.1 Skala Altruisme
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala yang sudah ada yang disusun
berdasarkan Self Report Altruism Scale (SRA) yang dikembangkan oleh Rushton,
Chrisjohn dan Fakken (1981). Alat ukur tersebut mengukur altruisme yang terdiri
dari 5 dimensi yaitu peduli, penolong, perhatian kepada orang lain, penuh
perasaan, dan rela berkorban. Skala ini terdiri dari 20 item dengan model likert
skala 1 sampai 4 (Sangat Tidak Sesuai, Tidak Sesuai, Sesuai, Sangat Sesuai) yang
50
terdapat lima dimensi variabel didalamnya yaitu peduli, penolong, perhatian
kepada orang lain, penuh perasaan, dan rela berkorban.
Tabel 3.1
Tabel Blue Print Skala Altruisme
Dimensi Indikator Item
Favorable
Item
Unfavorable
Jumlah
Peduli Prihatin terhadap masalah orang lain
1, 3 2, 4 4
Penolong Memberikan sesuatu
yang dibutuhkan
orang lain
5, 7, 8 6, 9 4
Perhatian kepada
orang lain
Tidak acuh terhadap orang lain
10 11, 12 4
Penuh
perasaan Empati dan mampu
memahami perasaan
orang lain
13, 14, 15 16 4
Rela
berkorban
Keinginan untuk memberikan
kesejahteraan
terhadap orang lain
17, 19, 20 18 4
Jumlah 12 8 20
3.3.2 Skala Kecerdasan Emosi
Dalam penelitian ini, peneliti mengukur kecerdasan emosi dengan menggunakan
alat ukur yang dikembangkan oleh Salovey dan Mayer (1997). Kecerdasan emosi
terdapat empat dimensi variabel yaitu Alat ukur tersebut mengukur kecerdasan
emosi yang terdiri dari 4 dimensi yaitu self emotions appraisal (penilaian emosi
diri), other’s emotions appraisal (penilaian emosi orang lain), regulation of
51
emotions (pengaturan emosi), dan use of emotions (penggunaan emosi) dengan
model likert skala 1 sampai 4.
Tabel 3.2
Tabel Blue Print Skala Kecerdasan Emosi
Dimensi Indikator No. Item Jumlah
Self
Emotional
Appriasal
Mengekspresikan emosi secara
alami
Memahami emosi terdalam
1, 4
11, 12
4
Others’
Emotional
Appraisal
Memahami emosi orang-orang disekitar
Merasakan emosi orang lain
5, 8
13, 16
4
Regulation of
Emotion Mengatur emosi
Mendorong pemulihan distress psikologis
2, 3
9, 15
4
Use of
Emotion Menggunakan emosi untuk
beraktifitas
Menggunakan emosi untuk
bekerja konstruktif
6, 7
10, 14
4
Jumlah 16
3.3.3 Skala Religiusitas
Skala religiusitas yang disusun oleh peneliti menggunakan pengukuran religiusitas
dari Huber (2012), yaitu The Centrality of Religiousity Scale (CRS). Skala ini
memiliki tiga item untuk mengukur masing-masing dimensinya. Adapun dimensi
yang diukur yaitu ideology (ideologi), intellectual (intelektual), public practice
(praktik publik), private practice (praktik privat), dan religious experience
(pengalaman religius).
52
Tabel 3.3
Tabel Blue Print Skala Religiusitas
Dimensi Indikator No. Item Jumlah
Intelectual Memikirkan rumor masalah
keagamaan di lingkungan
Mempelajari tema religius
1, 11
6
3
Ideology Mempercayai keberadaan yang Ilahi
Mempercayai ajaran agama
2, 12
7
3
Public
practice Berpartisipasi dalam kegiatan
komunitas agama
Sikap terhadap kegiatan komunitas agama
3
8, 13
3
Private
practice Melakukan kegiatan ibadah secara
personal
Sikap terhadap kegiatan beribadah
4, 14
9
3
Religious
experience Keterhubungan dengan realitas
Tuhan
5, 10, 15 3
3.4 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, peneliti menggunakan pengujian terhadap
validitas instrumen yang dipakai. Instrumen yang digunakan yaitu skala altruisme,
skala kecerdasan emosi dan religiusitas. Pengujian validitas konstruk alat ukur
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Confirmatory Factor Analysis
(CFA) dengan bantuan Software Lisrel 8.7 (Linear Structural Relationship).
Adapun langkah-langkah dalam menguji CFA menurut (Umar, 2012) adalah
sebagai berikut:
Jumlah 15
53
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang
didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan
atau pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor,
sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis
terhadap respon atas item-itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun
juga tiap subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item
maupun subtes bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar
item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.
Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan
dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori
tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan
antara matriks ∑ dengan matriks S dan dapat dinyatakan ∑ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji
dengan chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p>0,05),
maka hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya, teori
unidimensional tersebut dapat diterima bahwa item maupun subtest
instrument hanya dapat mengukur satu faktor saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya yaitu menguji apakah item
signifikan atau tidak untuk mengukur apa yang akan di ukur, dengan
menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item
tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur,
54
sebaiknya item yang demikian di drop. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan taraf kepercayaan 95% sehingga item yang dikatakan
signifikan adalah item yang memiliki t-value lebih dari 1,96 (t>1,96).
6. Terakhir, jika dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini
tidak sesuai dengan sifat item yang bersifat positif (favorable).
Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan
menggunakan software LISREL 8.70.
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Altruisme
Penulis menguji apakah 20 item dari skala altruisme yang bersifat unidimensional,
yang artinya benar-benar hanya mengukur altruisme. Berdasarkan hasil awal
analisi CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan
Chi-Square = 1749.74, df = 170, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.208 Oleh karena
itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi
sebanyak 97 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 91.42, df = 73,
P-value = 0.07128, RMSEA = 0.034. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value >
0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima dimana selutuh item mengukur satu faktor saja yaitu altruisme.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
55
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
altruisme disajikan pada tabel 3.4
Tabel 3.4
Muatan Faktor Item Skala Altruisme
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.16 0.07 2.32 √
Item 2 0.72 0.06 12.22 √
Item 3 0.42 0.07 6.33 √
Item 4 0.70 0.06 11.21 √
Item 5 0.16 0.07 2.46 √
Item 6 0.84 0.06 15.12 √
Item 7 0.52 0.07 7.69 √
Item 8 0.51 0.06 7.93 √
Item 9 0.65 0.06 10.53 √
Item 10 0.55 0.07 8.23 √
Item 11 0.89 0.05 16.42 √
Item 12 0.87 0.06 15.71 √
Item 13 0.68 0.06 11.37 √
Item 14 0.61 0.06 10.06 √
Item 15 0.76 0.06 13.27 √
Item 16 0.83 0.06 14.69 √
Item 17 0.43 0.07 6.41 √
Item 18 0.34 0.07 5.01 √
Item 19 0.49 0.07 7.36 √
Item 20 0.35 0.07 5.15 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, tidak ada muatan faktor negatif pada salah satu item dan
t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item tersebut dapat digunakan dalam
mengestimasi skor faktor untuk skala altruisme.
56
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Kecerdasan Emosi
Penulis menguji apakah 16 item yang terdiri dari 4 dimensi kecerdasan emosi
yaitu self emotional appraisal, other’s emotional appraisal, regulation of emotion,
dan use of emotion yang artinya benar-benar hanya mengukur kecerdasan emosi.
3.4.2.1 Uji Validitas Konstruk Dimensi Self Emotional Appraisal
Penulis menguji apakah 4 item dari dimensi Self Emotional Appraisal bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur self emotional appraisal.
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
tidak fit dengan Chi-Square = 17.27, df = 2, P-value = 0.00018, RMSEA = 0.189.
Setelah melakukan 1 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.22, df = 1, P-value = 0.63849, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu self emotional appraisal.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien faktor untuk item pengukuran Self
Emotional Appraisal seperti pada tabel 3.5
57
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Dimensi Self Emotional Appraisal
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.76 0.07 10.71 √
Item 2 0.58 0.07 7.95 √
Item 3 0.59 0.07 8.10 √
Item 4 0.75 0.07 10.65 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.5, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor
negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item
tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi self
emotional appraisal.
3.4.2.2 Uji Validitas Konstruk Dimensi Others Emotional Appraisal
Penulis menguji apakah 4 item dari dimensi others emotional appraisal bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur others emotional appraisal.
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
tidak fit dengan Chi-Square = 22.76, df = 2, P-value = 0.00001, RMSEA = 0.220.
Setelah melakukan 2 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu others emotional appraisal.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
58
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran others emotional appraisal, seperti pada tabel 3.6
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Dimensi Others Emotional Appraisal
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.55 0.07 8.01 √
Item 2 0.77 0.07 10.53 √
Item 3 0.84 0.07 12.38 √
Item 4 0.86 0.07 12.61 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.6, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor
negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item
tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi others
emotional appraisal.
3.4.2.3 Uji Validitas Konstruk Dimensi Regulation of Emotion
Penulis menguji apakah 4 item dari dimensi regulation of emotion bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur regulation of emotion.
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
tidak fit dengan Chi-Square = 51.52, df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.340.
Setelah melakukan 2 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan
59
satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu
faktor saja yaitu regulation of emotion.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran regulation of emotion, seperti pada tabel 3.7
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Dimensi Regulation of Emotion
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.87 0.06 14.41 √
Item 2 0.83 0.06 13.59 √
Item 3 0.71 0.06 11.14 √
Item 4 0.61 0.07 8.76 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.7, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor
negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item
tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi
regulation of emotion.
3.4.2.4 Uji Validitas Konstruk Dimensi Use of Emotion
Penulis menguji apakah 4 item dari dimensi use of emotion bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur use of emotion. Berdasarkan
hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit
dengan Chi-Square = 25.11, df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.232. Setelah
60
melakukan 2 kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu use of emotion.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran use of emotion, seperti pada tabel 3.8
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Dimensi Use of Emotion
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.58 0.07 8.51 √
Item 2 0.78 0.07 11.51 √
Item 3 0.89 0.07 13.15 √
Item 4 0.76 0.07 10.15 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.8, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor
negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item
tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi use of
emotion.
61
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Religiusitas
Penulis menguji apakah 15 item yang terdiri dari 5 dimensi religiusitas yaitu
intelectual, ideology, public practice, private practice, dan religious practice
bersifat unidimensional yang artinya benar-benar hanya mengukur religiusitas
3.4.3.1 Uji Validitas Konstruk Dimensi Intelectual
Penulis menguji apakah 3 item dari dimensi intelectual bersifat unidimensional,
artinya benar-benar hanya mengukur intelectual. Berdasarkan hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata model telah fit dengan Chi-
Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu intelectual.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran intelectual, seperti pada tabel 3.9
62
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Dimensi Intellectual
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.72 0.08 9.34 √
Item 2 0.59 0.07 7.96 √
Item 3 0.74 0.08 9.55 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.9, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor
negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item
tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi
intelectual.
3.4.3.2 Uji Validitas Konstruk Dimensi Ideology
Penulis menguji apakah 3 item dari dimensi ideology bersifat unidimensional,
artinya benar-benar hanya mengukur ideology. Berdasarkan hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata model telah fit dengan Chi-
Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu ideology.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran ideology, seperti pada tabel 3.10
63
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Dimensi Ideology
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.69 0.06 11.02 √
Item 2 0.92 0.06 16.06 √
Item 3 0.86 0.06 14.48 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.10, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor
negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item
tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi ideology.
3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Dimensi Public Practice
Penulis menguji apakah 3 item dari dimensi public practice bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur public practice.
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
model telah fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA =
0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu public practice.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran public practice, seperti pada tabel 3.11
64
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Dimensi Public Practice
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.75 0.06 11.69 √
Item 2 0.84 0.06 13.49 √
Item 3 0.78 0.06 12.23 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.11, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor
negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item
tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi public
practice.
3.4.3.4 Uji Validitas Konstruk Dimensi Private Practice
Penulis menguji apakah 3 item dari dimensi private practice bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur private practice.
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
model telah fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA =
0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu private practice.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran private practice, seperti pada tabel 3.12
65
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Dimensi Private Practice
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.65 0.07 9.21 √
Item 2 0.65 0.07 9.22 √
Item 3 0.86 0.07 11.79 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.12, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor
negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item
tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi private
practice.
3.4.3.5 Uji Validitas Konstruk Dimensi Religious Experience
Penulis menguji apakah 3 item dari dimensi religious experience bersifat
unidimensional, artinya benar-benar hanya mengukur religious experience.
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
model telah fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA =
0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (signifikan), yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima dimana seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu religious experience.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu untuk di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil
tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran religious experience, seperti pada tabel 3.13
66
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Dimensi Religious Experience
No. Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
Item 1 0.68 0.06 10.77 √
Item 2 0.92 0.06 15.67 √
Item 3 0.86 0.06 14.36 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel 3.13, setelah dilakukan pengujian CFA, tidak ada muatan faktor
negatif pada salah satu item dan t-value diatas 1.96 (t > 1.96), maka seluruh item
tersebut dapat digunakan dalam mengestimasi skor faktor untuk dimensi religious
experience.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data digunakan untuk menguji hipotesis penelitian mengenai
pengaruh kecerdasan emosi, religiusitas, dan jenis kelamin terhadap altruisme
pada mahasiswa relawan. Teknik analisis data yang digunakan peneliti dalam
mengolah data adalah Multiple Regression Analysis atau analisis regresi berganda.
Analisis regresi berganda merupakan analisis regresi dengan satu variabel
dependen dan lebih dari satu variabel independen.
Rumus regresi berganda pada penelitian ini adalah:
Y = a + + + + + + + + +
+ + e
Keterangan :
Y = Nilai prediksi Y (Altruisme)
a = Intercept (konstan)
67
b = Koefisien regresi
= Self emotional dari kecerdasan emosi
= Others emotional dari kecerdasan emosi
= Regulation of emotion dari kecerdasan emosi
= Use of emotion dari kecerdasan emosi
= Intelectual dari religiusitas
= Ideology dari religiusitas
= Public practice dari religiusitas
= Private practice dari religiusitas
= Religious experience dari religiusitas
= Jenis kelamin dari faktor demografis
e = Residu
Penilaian terhadap model regresi yang dihasilkan ditinjau pada beberapa
pengujian berikut:
1. (Koefisien Determinasi)
Nilai menunjukkan besarnya proporsi pengaruh independent variable
terhadap dependent variable. Dalam melihat proporsi, dikalikan dengan 100%
sehingga didapatkan nilai proporsi pengaruh dalam bentuk persen. Sisa dari
persentasi merupakan faktor lain yang mempengaruhi dependent variable yang
68
tidak diuji dalam penelitian ini. Tabel modal summary dalam SPSS juga
menunjukkan nilai Standart Error of Estimate dimana semakin kecil nilai SEE,
maka model regresi semakin tepat dalam memprediksi dependent variable. Nilai
diperoleh dari rumus berikut:
=
2. Uji F
Pada tabel ANOVA akan diperoleh nilai F dan nilai signifikasi (sig.). Nilai
Sig < 0.05 menunjukkan bahwa keseluruhan independent variable secara simultan
memiliki pengaruh terhadap dependent variable. Nilai Sig < 0.05 juga
menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi ( signifikan. Rumus dalam
perhitungan nilai F sebagai berikut:
F =
K merupakan jumlah IV dan N merupakan jumlah sampel.
3. Uji t
Interpretasi koefisen parameter independent variable dapat dilakukan
dengan menggunakan unstandardized coefficients maupun standardized
coeffiecients. Nilai koefisien yang didapatkan dari masing-masing dimensi pada
variabel menunjukka arah hubungan serta besaran koefisien masing-masing
dimensi pada model regresi. Adapun terdapat nilai signifikansi untuk mengetahui
apakah masing-masing dimensi berpengaruh secara signifikan terhadap dependent
variable. Uji t dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
t =
79
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah relawan sosial muda yang telah bergabung
menjadi anggota kerelawanan sosial. Untuk mempermudah perhitungan maka
penulis mengkategorikan usia responden menjadi 3 kategori, yaitu (17-20 tahun)
sebagai kategori pertama, dan (20-22 tahun) sebagai kategori kedua, kemudian
(23-25 tahun) sebagai kategori ketiga. Gambaran subjek dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Tabel Gambaran Subjek Penelitian
Kategori Jumlah Presentase
Jenis kelamin Laki-laki 77 35.8%
Perempuan 138 64.2%
Usia 17 – 19 tahun 44 20.47%
20 – 22 tahun 92 42.79%
23 – 25 tahun 79 36.74%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa untuk mengetahui gambaran subjek
penelitian, yang hasilnya adalah responden dalam penelitian ini didominasi oleh
relawan sosial muda dengan rentang usia 20 – 22 tahun (42.79%), diikuti oleh
relawan sosial muda dengan rentang usia 23 – 25 tahun (36.74%), kemudian
paling sedikit relawan sosial muda dengan rentang usia 17 – 19 tahun (20.47%).
Berdasarkan tabel 4.1 juga dapat diketahui bahwa jumlah responden laki-
laki memiliki persentase sebesar 35.8% (77 orang) dan responden perempuan
dengan persentase 64.2% (138 orang).
80
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif pada penelitian ini menggunakan t-score. Data mentah
penelitian yang didapatkan atau raw score diubah menjadi t-score bertujuan untuk
menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Pada z-score masih
terdapat bilangan yang bermuatan negatif, untuk menghilangkan bilangan negatif,
maka z-score diubah menjadi t-score yang semuanya menjadi bilangan positif,
menggunakan rumus :
T = 50 + (10 * z). Data yang sudah dirubah menjadi t-score berada pada satuan
yang sama dengan mean = 50, sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan hasil
deskriptif variabel pada penelitian ini. Perhitungan analisis deskriptif akan
dilakukan menggunakan software SPSS 20, dengan hasil deskriptif penelitian
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Tabel Hasil Analisis Deskriptif
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Altruisme 215 15.75 63.53 50.0000 9.47383
Self Emotional Appraisal 215 22.84 63.57 50.0000 8.38699
Others Emotional
Appraisal 215 26.66 68.23 50.0000 8.73585
Regulation of Emotion 215 19.75 65.95 50.0000 8.89677
Use of Emotion 215 27.84 68.51 50.0000 8.79509
Intelectual 215 27.31 61.24 50.0000 7.92834
Ideology 215 8.95 57.76 50.0000 8.77892
Public Practice 215 5.40 57.57 50.0000 8.59677
Private Practice 215 4.41 58.77 50.0000 8.31718
Religious Experience 215 5.59 58.19 50.0000 9.04185
Valid N (listwise) 215
Berdasarkan data pada tabel 4.2 diatas dapat diketahui pertama bahwa nilai
minimum dari variable altruisme = 15.75, dengan nilai maksimum = 63.53, mean
= 50.0000, dan SD = 9.47383. Kedua, self emotional appraisal dengan nilai
81
minimum = 22.84, nilai maksimum = 63.57, mean = 50.0000 dan SD = 8.38699.
Ketiga, others emotional appraisal memiliki nilai minimum = 26.66, nilai
maksimum = 68.23, mean = 50.0000 dan SD = 8.73585. Keempat, regulation of
emotion dengan nilai minimum = 19.75, nilai maksimum = 65.95, mean =
50.0000 dan SD = 8.89677. Kelima, use of emotion dengan nilai minimum =
27.84, nilai maksimum = 68.51, mean = 50.0000 dan SD = 8.79509. Keenam,
intellectual dengan nilai minimum = 27.31, nilai maksimum = 61.24, mean =
50.0000 dan SD = 7.92834. Ketujuh, Ideology dengan nilai minimum = 8.95, nilai
maksimum = 57.76, mean = 50.0000 dan SD = 8.77892. Kedelapan, public
practice dengan nilai minimum = 5.40, nilai maksimum = 57.57, mean = 50.0000
dan SD = 8.59677. Kesembilan, private practice dengan nilai minimum = 4.41,
nilai maksimum = 58.77, mean = 50.0000 dan SD = 8.31718. Kesepuluh,
religious experience dengan nilai minimum = 5.59, nilai maksimum = 58.19,
mean = 50.0000 dan SD = 9.04185.
4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel
Kategorisasi skor variabel penelitian bertujuan untuk menempatkan subjek ke
dalam kelompok-kelompok yang terpisah berdasarkan skor pada variabel yang
diukur apakah subjek tergolong kelompok dengan skor rendah atau skor tinggi.
Kategorisasi skor variabel dilakukan dengan menggunakan norma tertentu. Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan norma rendah dan tinggi seperti yang tertera
pada tabel 4.3 berikut:
82
Tabel 4.3
Tabel Pedoman Interpretasi Skor
Kategori Rumus
Rendah X < Mean
Tinggi X ≥ Mean
Keterangan dari penormaan sebagai berikut: X (skor yang diperoleh
masing-masing individu), Mean (nilai rata-rata skor keseluruhan). Setelah
penetapan norma, maka akan diperoleh nilai presentasi kategori masing-masing
variabel penelitian, masing-masing variabel akan dikategorisasikan menjadi
rendah dan tinggi. Uraian gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi dan
rendahnya tiap variabel yang telah disesuaikan dengan norma disajikan pada tabel
4.4
Tabel 4.4
Tabel Kategorisasi Skor Variabel
Variabel
Rendah Tinggi
Altruisme 94 (43.7%) 121 (56.3%)
Self Emotional Appraisal 123 (57.2%) 92 (42.8%)
Others Emotional Appraisal 132 (61.4%) 83 (38.6%)
Regulation of Emotion 127 (59.1%) 88 (40.9%)
Use of Emotion 145 (67.4%) 70 (32.6%)
Intelectual 126 (58.6%) 89 (41.4%)
Ideology 78 (36.3%) 137 (63.7%)
Public Practice 99 (46.0%) 116 (54.0%)
Private Practice 79 (36.7%) 136 (63.3%)
Religious Experience 92 (42.8%) 123 (57.2%)
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa, responden pada penelitian
ini cenderung bervariasi pada setiap variabelnya yaitu dengan kategori tinggi
Altruisme berjumlah 121 orang atau 56.3%, dengan kategori rendah Self Emotional
83
Appraisal berjumlah 123 orang atau 57.2%, dengan kategori rendah Others
Emotional Appraisal 132 orang atau 61.4%, dengan kategori rendah Regulation of
Emotion berjumlah 127 orang atau 59.1%, dengan kategori rendah Use of Emotion
berjumlah 145 orang atau 67.4%, dengan kategori rendah Intelectual berjumlah
126 orang atau 58.6%, dengan kategori tinggi Ideology berjumlah 137 orang atau
63.7%, dengan kategori tinggi Public Practice 116 orang atau 54.0%, dengan
kategori tinggi Private Practice berjumlah 136 orang atau 63.3%, dengan kategori
tinggi Religious Experience berjumlah 123 orang atau 57.2%.
4.3 Uji Hipotesis Penelitian
4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, penulis menggunakan teknik analisis regresi
dengan software SPSS 20 seperti yang sudah dijelaskan pada bab 3. Dalam regresi
ada tiga hal yang dilihat, pertama melihat R-Square untuk mengetahui presentase
(%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable, kedua
apakah keseluruhan independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap
dependent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien
regresi dari masing-masing independent variable. Langkah pertama peneliti
melihat besaran R-Square untuk mengetahui presentase (%) varians dependent
variable yang dijelaskan oleh independent variable. Selanjutnya untuk tabel R-
Square, dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
84
Tabel 4.5
Tabel R Square Model Summary
Model R R Square Adjudted R Square Std. Erros of the Estimete
1. .648a .420 .391 7.39109
a. Predictors: (Constant), JK, regulationofemotion, intelectual, othersemotionalappraisal,
privatepractice, ideology, Selfemotionalappraisal, useofemotion, publicpractice,
religiousexperience
Berdasarkan data pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa R-Square sebesar
0.420 atau 42.0%. Artinya, proporsi varian variabel altruisme yang dijelaskan oleh
variabel kecerdasan emosi (self emotional appraisal, others emotional appraisal,
regulation of emotion, dan use of emotion) dan variabel religiusitas (intellectual,
ideology, public practice, private practice, dan religious experience) sebagai
independent variable dalam penelitian ini sebesar 42.0% sedangkan 58.0%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua peneliti menguji apakah seluruh independent variable
kecerdasan emosi dan religiusitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
dependent variable yaitu altruisme. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6
berikut:
Tabel 4.6
Tabel Anova
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 8063.077 10 806.308 14.760 .000b
Residual 11144.142 204 54.628
Total 19207.219 214
a. Dependent Variable: Altruisme
85
b. Predictors: (Constant), JK, regulationofemotion, intelectual, othersemotionalappraisal,
privatepractice, ideology, Selfemotionalappraisal, useofemotion, publicpractice,
religiousexperience
Berdasarkan uji F pada table 4.6, dapat dilihat bahwa taraf signifikansi (p)
pada kolom paling kanan adalah p = 0.000 dengan nilai p < 0.05. Berdasarkan hal
tersebut, dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi “tidak ada pengaruh
kecerdasan emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap altruisme” ditolak.
Artinya ada pengaruh yang signifikan dari independen variabel yaitu kecerdasan
emosi, religiusitas dan jenis kelamin terhadap dependen variabel yaitu altruisme.
Langkah selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-
masing independen variabel. Jika p < 0.05 maka koefisien regresi tersebut
signifikan yang berarti variabel kecerdasan emosi (self emotional appraisal,
others emotional appraisal, regulation of emotion, dan use of emotion) dan
variabel religiusitas (intellectual, ideology, public practice, private practice, dan
religious experience) tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
dependen variabel yaitu altruisme. Adapun besarnya koefisien regresi dari
masing-masing independen varibel terhadap altruisme dapat dilihat pada tabel 4.7.
86
Tabel 4.7
Tabel Koefisien Regresi
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 6.815 4.380 1.556 .121
Self emotional appraisal .283 .089 .250 3.180 .002*
Others emotional
apraisal .213 .085 .197 2.518 .013*
Regulation of emotion .079 .079 .074 1.007 .315
Use of emotion -.107 .089 -.099 -
1.208 .229
Intellectual .124 .080 .104 1.555 .121
Ideology -.055 .087 -.051 -.636 .526
Public practice .086 .099 .078 .872 .384
Private practice -.043 .094 -.038 -.457 .648
Religious experience .304 .095 .290 3.210 .002*
JK -2.891 1.087 -.147 -
2.660 .008*
a. Dependent Variable: Altruisme
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dipaparkan persamaan regresi sebagai berikut:
(*signifikan)
Altruismeˡ = 6.815 + 0.283 (self emotional appraisal)* + 0.213 (others
emotional appraisal)* + 0.079 (regulation of emotion) - 0.107 (use of emotion)
+ 0.124 (intellectual) - 0.055 (ideology) + 0.086 (public practice) - 0.043 (private
practice) + 0.304 (religious experience)* - 2.891 (jenis kelamin)*
Dari persamaan regresi tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat empat
variabel dalam penelitian ini memiliki nilai koefisien regresi yang signifikan,
yaitu : (1) self emotional appraisal; (2) others emotional appraisal; (3) religious
experience; (4) jenis kelamin. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang
diperoleh masing-masing independen variabel adalah sebagai berikut:
1. Variabel kecerdasan emosi dimensi self emotional appraisal memiliki
nilai koefisien regresi sebesar 0.283 dan nilai P sebesar 0.002 (p <
87
0.05). Dengan demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada
pengaruh kecerdasan emosi dimensi self emotional appraisal terhadap
altruisme” diterima, sehingga ada pengaruh yang signifikan antara
variabel kecerdasan emosi dimensi self emotional appraisal terhadap
altruisme. Arah hubungan yang positif menandakan bahwa semakin
tinggi self emotional appraisal maka semakin tinggi pula altruisme.
2. Variabel kecerdasan emosi dimensi others emotional appraisal
memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.213 dan nilai P sebesar 0.013
(p < 0.05). Dengan demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada
pengaruh kecerdasan emosi dimensi others emotional appraisal
terhadap altruisme” diterima, sehingga ada pengaruh yang signifikan
antara variabel kecerdasan emosi dimensi others emotional appraisal
terhadap altruisme. Arah hubungan yang positif menandakan bahwa
semakin tinggi others emotional appraisal maka semakin tinggi pula
altruisme.
3. Variabel kecerdasan emosi dimensi regulation of emotion memiliki
nilai koefisien regresi sebesar 0.079 dan nilai P sebesar 0.315 (p >
0.05). Dengan demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada
pengaruh kecerdasan emosi dimensi regulation of emotion terhadap
altruisme” ditolak, sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan antara
variabel kecerdasan emosi dimensi regulation of emotion terhadap
altruisme.
88
4. Variabel kecerdasan emosi dimensi use of emotion memiliki nilai
koefisien regresi sebesar -0.107 dan nilai P sebesar 0.229 (p > 0.05).
Dengan demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
kecerdasan emosi dimensi use of emotion terhadap altruisme” ditolak,
sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel
kecerdasan emosi dimensi use of emotion terhadap altruisme.
5. Variabel religiusitas dimensi intelectual memiliki nilai koefisien
regresi sebesar 0.124 dan nilai P sebesar 0.121 (p > 0.05). Dengan
demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh religiusitas
dimensi intellectual terhadap altruisme” ditolak, sehingga tidak ada
pengaruh yang signifikan antara variabel religiusitas dimensi
intelectual terhadap altruisme.
6. Variabel religiusitas dimensi ideology memiliki nilai koefisien regresi
sebesar -0.055 dan nilai P sebesar 0.526 (p > 0.05). Dengan demikian,
hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh religiusitas dimensi
ideology terhadap altruisme” ditolak, sehingga tidak ada pengaruh
yang signifikan antara variabel religiusitas dimensi ideology terhadap
altruisme.
7. Variabel religiusitas dimensi public practice memiliki nilai koefisien
regresi sebesar 0.086 dan nilai P sebesar 0.384 (p > 0.05). Dengan
demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh religiusitas
dimensi public practice terhadap altruisme” ditolak, sehingga tidak ada
89
pengaruh yang signifikan antara variabel religiusitas dimensi public
practice terhadap altruisme.
8. Variabel religiusitas dimensi private practice memiliki nilai koefisien
regresi sebesar -0.043 dan nilai P sebesar 0.648 (p > 0.05). Dengan
demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh religiusitas
dimensi private practice terhadap altruisme” ditolak, sehingga tidak
ada pengaruh yang signifikan antara variabel religiusitas dimensi
private practice terhadap altruisme.
9. Variabel religiuistas dimensi religious experience memiliki nilai
koefisien regresi sebesar 0.304 dan nilai P sebesar 0.002 (p < 0.05).
Dengan demikian, hipotesis minor yang menyatakan “ada pengaruh
kecerdasan emosi dimensi religious experience terhadap altruisme”
diterima, sehingga ada pengaruh yang signifikan antara variabel
kecerdasan emosi dimensi religious experience terhadap altruisme.
Arah hubungan yang positif menandakan semakin tinggi religious
experience maka semakin tinggi pula altruisme.
10. Variabel jenis kelamin memiliki nilai koefisien regresi sebesar -2,891
dan nilai P sebesar 0.008 (p < 0.05). Dengan demikian, hipotesis minor
yang menyatakan “ada pengaruh jenis kelamin terhadap altruisme”
diterima, sehingga ada pengaruh yang signifikan antara variabel jenis
kelamin terhadap altruisme. Nilai koefisien regresi jenis kelamin
bernilai negatif, maka altruisme lebih tinggi pada perempuan
dibandingkan dengan laki-laki.
90
4.3.2 Pengujian proporsi varian
Selanjutnya penulis ingin mengetahui sumbangan proporsi varians dari masing-
masing independen variabel (self emotional appraisal, others emotional
appraisal, regulation of emotion, dan use of emotion, intellectual, ideology, public
practice, private practice, dan religious experience) terhadap dependen variabel
yaitu altruisme. Maka dari itu, penulis melakukan analisis regresi berganda
dengan cara menambahkan satu independen variabel setiap melakukan regresi.
Kemudian, penulis dapat melihat penambahan R2 (R-Square Change) setiap
melakukan analisis regresi dan dapat melihat signifikansi dari penambahan R2
tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Tabel Proporsi Varians
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .476a .227 .223 8.34927 .227 62.529 1 213 .000*
2 .514b .265 .258 8.16282 .038 10.842 1 212 .001*
3 .524c .275 .264 8.12539 .010 2.957 1 211 .087
4 .529d .279 .266 8.11833 .005 1.367 1 210 .244
5 .572e .327 .311 7.86532 .047 14.728 1 209 .000*
6 .583f .339 .320 7.81083 .012 3.926 1 208 .049*
7 .602g .362 .341 7.69121 .023 7.520 1 207 .007*
8 .606h .367 .343 7.67949 .005 1.632 1 206 .203
9
10
.632i
.648j
.400
.420
.373
.391
7.49977
7.39109
.032
.020
10.991
7.073
1
1
205
204
.001*
.008*
a. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal b. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal c. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion d. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion e. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual f. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology
91
g. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice h. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice i. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice, religiousexperience j. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice, religiousexperience, JK
Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel self emotional appraisal memberikan sumbangan sebesar 22.7%
dalam varian altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F = 62.529, df1 = 1, df2 = 213 dan sig F change = 0.000 (p <
0.05).
2. Variabel others emotional appraisal memberikan sumbangan sebesar
3.8% dalam varian altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistik dengan F = 10.842, df1 = 1, df2 = 212 dan sig F change = 0.001
(p < 0.05).
3. Variabel regulation of emotion memberikan sumbangan sebesar 1% dalam
varian altruisme. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F = 2.957, df1 = 1, df2 = 211 dan sig F change = 0.087 (p > 0.05).
4. Variabel use of emotion memberikan sumbangan sebesar 0.5% dalam
varian altruisme. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F = 1.367, df1 = 1, df2 = 210 dan sig F change = 0.244 (p > 0.05).
5. Variabel intelectual memberikan sumbangan sebesar 4.7% dalam varian
altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =
14.728, df1 = 1, df2 = 209 dan sig F change = 0.000 (p < 0.05).
92
6. Variabel ideology memberikan sumbangan sebesar 1.2% dalam varian
altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =
3.926, df1 = 1, df2 = 208 dan sig F change = 0.049 (p < 0.05).
7. Variabel public practice memberikan sumbangan sebesar 2.3% dalam
varian altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F
= 7.520, df1 = 1, df2 = 207 dan sig F change = 0.007 (p < 0.05).
8. Variabel private practice memberikan sumbangan sebesar 0.5% dalam
varian altruisme. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik
dengan F = 1.632, df1 = 1, df2 = 206 dan sig F change = 0.203 (p > 0.05).
9. Variabel religious experience memberikan sumbangan sebesar 3.2%
dalam varian altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik
dengan F = 10.991, df1 = 1, df2 = 205 dan sig F change = 0.001 (p <
0.05).
10. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 2% dalam varian
altruisme. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =
7.073, df1 = 1, df2 = 204 dan sig F change = 0.008 (p < 0.05).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa urutan independent variable
yang signifikan memberikan sumbangan dari yang terbesar hingga yang
terkecil adalah variabel self emotional appraisal dengan R2Change 22.7%,
variabel intellectual dengan R2Change 4.7%, variabel others emotional
appraisal dengan R2Change 3.8%, variabel religious experience dengan
R2Change 3.2%, variabel public practice dengan R
2Change 2.3%, variabel
94
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi (self emotional appraisal,
others emotional appraisal, regulation of emotion, dan use of emotion),
religiusitas (intellectual, ideology, public practice, private practice, dan religious
experience), dan jenis kelamin terhadap perilaku altruisme pada relawan sosial
muda. Kemudian dari seluruh dimensi yang diuji diperoleh empat yang
dinyatakan signifikan yang mempengaruhi perilaku altruisme, yaitu self emotional
appraisal, others emotional appraisal, religious experience, dan jenis kelamin.
Sedangkan untuk dimensi regulation of emotion, use of emotion, intellectual,
ideology, public practice, dan private practice tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku altruisme.
Berdasarkan tabel 4.9, sumbangan kontribusi pada masing-masing
independent variable (IV) terdapat tujuh dimensi yang signifikan dalam penelitian
ini dengan nilai terbesar sampai terkecil yaitu dimensi self emotional appraisal
dengan R2Change 22.7%, dimensi intellectual dengan R
2Change 4.7%, dimensi
others emotional appraisal dengan R2Change 3.8%, dimensi religious experience
dengan R2Change 3.2%, dimensi public practice dengan R
2Change 2.3%, dimensi
jenis kelamin dengan R2Change 2%, dan dimensi ideology dengan R
2Change
1.2%.
95
5.2 Diskusi
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka diperoleh hasil yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi (self emotional
appraisal, others emotional appraisal, regulation of emotion, use of emotion),
religiusitas (intellectual, ideology, public practice, private practice, religious
experience), dan jenis kelamin terhadap perilaku altruisme dengan signifikansi
sebesar 0.000 dan nilai kontribusi independent variable (IV) terhadap dependent
variable (DV) sebesar 0.420 atau 42.0%. Hasil yang telah didapatkan
menunujukkan bahwa proporsi varians dari altruisme yang dijelaskan oleh semua
independent variable (self emotional appraisal, others emotional appraisal,
regulation of emotion, use of emotion, intellectual, ideology, public practice,
private practice, religious experience) adalah sebesar 42.0%, sedangkan 58.0%
lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Hasil penelitian berdasarkan koefisien regresi pada masing-masing
independent variable (IV) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara self emotion appraisal, others emotional appraisal, religious
experience dan jenis kelamin terhadap perilaku altruisme. Sedangkan dimensi
regulation of emotion, use of emotion, intellectual, ideology, public practice, dan
private practice tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
altruisme.
Dalam penelitian ini, variabel kecerdasan emosi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap altruisme. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang
96
dilakukan Salarzehil et., all (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “A Survey
of Relationship Between Emotional Intelligence and Organizational Citizenship
Behavior in Iran” menunjukkan bahwa kecerdasan emosi memiliki hubungan
yang positif terhadap variabel altruisme. Karyawan yang memiliki kecerdasan
emosi yang baik dan dapat membantu pekerja lainnya yang sedang berada dalam
masalah, bahkan dapat meningkatkan energi yang baik dalam kualitas kinerjanya.
Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Hyung Jung Lee (2013) yang
berjudul “The Relationship Between Emotional Intelligence and Altruism Among
South Korean Central” menyatakan bahwa dalam penelitian tersebut didapati
bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
altruisme. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa relawan yang dengan
kecerdasan emosi tinggi cenderung akan melakukan perilaku altruisme, karena
relawan yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan melakukan tindakan
yang baik pula dan dapat memahami kondisi lingkungannya untuk saling tolong
menolong. Menurut Sarwono 2009, emosi seseorang dapat mempengaruhi
kecenderungannya untuk menolong orang lain. Orang dengan suasana hati yang
baik akan lebih mau mebantu dari pada mereka yang sedang dalam perasaan
(mood) negatif. Penelitian ini berfokus pada kecerdasan emosi, yang meliputi
kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan juga perasaan orang lain
(Feldmen 2011).
Dalam penelitian ini, variabel kecerdasan emosi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku altruisme. Hasil dalam penelitian ini didapati hanya
97
dua dimensi yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku altruisme, yaitu
self emotional appraisal dan others emotional appraisal. Sedangkan dimensi
regulation of emotion dan use of emotion memiliki p-value > 0.05 yang artinya
tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan perilaku altruisme.
Dimensi self emotional appraisal pada penelitian ini diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar 0.283 dengan nilai signifikansi 0.002 (sig < 0.05). Dari
hasil tersebut menunjukan bahwa variabel kecerdasan emosi berpengaruh secara
signifikan dan mengarah positif terhadap altruisme, artinya relawan muda yang
memiliki self emotional appraisal (mengenali emosi diri) yang tinggi juga
memiliki keinginan untuk menolong yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan
penilitian Goleman, Boyatzis & McKee (2002) yang menjelaskan bahwa emosi
yang ada pada diri individu itu sendiri yang sangat penting dan berpengaruh
ketika hendak memberikan pertolongan atau bantuan. Relawan yang memiliki
kemampuan untuk mengenali emosi diri yang tinggi dianggap mempunyai
keyakinan kuat dari dalam dirinya untuk berperilaku tanpa dipengaruhi orang lain
maupun faktor lainnya.
Kemudian variabel kecerdasan emosi yang signifikan lainnya adalah
dimensi others emotional appraisal (mengenali emosi orang lain). Didapatkan
hasil yang signifikan dengan arah yang positif yaitu semakin tinggi others
emotional appraisal maka semakin tinggi altruisme pada dirinya. Ketika individu
dapat mengenali emosi orang lain dengan baik, maka individu tersebut dapat
memahami pula kondisi dirinya dengan baik, serta dapat memahami kondisi orang
98
lain, sehingga orang lain akan lebih memiliki perasaan positif terhadap diri dan
memunculkan perilaku empati juga rasa ingin menolong ketika mendapati
seseorang yang sedang dalam kesusahan.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Goleman (2005) yang
mengatakan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosi
dengan altruisme, seseorang yang memiliki kecerdasan emosi pada dimensi
pengelolaan emosi yang baik itu lebih altruistik dibandingkan dengan individu
yang tidak memiliki pengelolaan emosi yang baik. Tetapi dalam penilitian ini
hanya ditemukan dua dimensi saja yang berpengaruh signifikan. Pada dimensi
regulation of emotion dan use of emotion didapatkan hasil yang tidak signifikan
dikarenakan faktor kesibukan masing-masing individu akan tugas sebagai relawan
yang lebih berat jika dibandingkan dengan relawan lainnya, sehingga tidak dapat
mengatur waktu akan kesibukannya tersebut. Hal ini juga disebabkan subjek
dalam penelitian ini termasuk kedalam perkembangan dewasa awal dimana
menurut Hurlock (Hurlock, 1994) mengungkapkan bahwa fase dewasa awal
merupakan masa ketegangan emosi, artinya bahwa pada fase ini individu belum
bisa mengelola emosinya dengan baik.
Variabel lain yang memiliki pengaruh signifikan dengan arah hubungan
positif terhadap perilaku altruisme dalam penelitian ini adalah religiusitas dengan
dimensi religious experience. yang berarti bahwa pengalaman beragama
seseorang mempengaruhi tingkat altruisme orang tersebut. Mahasiswa relawan
yang memiliki banyak pengalaman tentang beragama dan sering ikut turun
99
langsung untuk mempraktikan apa yang sudah dipelajari mengenai agama, akan
lebih banyak berperilaku tolong menolong atau altruisme. Sebagian besar
mahasiswa relawan pada penelitian ini pernah mengalami pengalaman dibantu
oleh orang lain dan sesamanya kerika mengalami kesusahan, maka dari itu mereka
merasa harus ada timbal balik antar sesamanya. Seseorang yang mengalami
pengalaman religius akan merasa memiliki komunikasi dengan Tuhan sehingga
terpanggilnya rasa untuk saling tolong menolong dan berbuat baik antar sesama
(Stark & Glock, 1974).
Adapun variabel lainnya yang tidak signifikan pada penelitian ini antara
lain adalah dimensi intellectual, ideology, public practice, dan private practice,
dimana pada tiap dimensi mendapatkan p-value > 0.05. Dimensi intelektual pada
penelitian ini tidak berpengaruh signifikan, yang mungkin dikarenakan oleh
pengetahuan para relawan tentang keagamaan yang tidak terlalu menonjol
sehingga tidak memberikan pengaruh yang berarti pada penelitian ini, padahal
pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa individu yang memiliki pengetahuan
akan religiusitasnya akan tergerak hatinya untuk berperilaku altruisme (Stark &
Glock, 1974). Variabel selanjutnya yang tidak signifikan pada penelitian ini
adalah ideology, hal ini mungkin dikarenakan kepercayaan atau keyakinan para
relawan tentang keagamaan yang tidak terlalu menonjol, padahal dikatakan pada
penelitian sebelumnya oleh Batson, Schoenrade dan Ventis dalam Norenyazan
(2007) bahwa semakin kuat keyakinan agama seseorang, maka aorang tersebut
kan semakin bersikap altruistik.
100
Dimensi selanjutnya dari variabel religiusitas yang tidak signifikan adalah
public practice (praktik publik), hal ini justru menjadi fenomena yang menarik
dimana sebagian besar relawan pernah terlibat dalam kegiatan keagamaan yang
sering dilakukan secara rutin (terlebih pada kegiatan di bulan Ramadhan). Mereka
juga sering melakukan survey langsung ketempat-tempat korban bencana alam
untuk memberikan pertolongan dan ke lokasi tempat tinggal orang-orang kecil
untuk membantunya, serta acara-acara lainnya yang banyak unsur keagamaan
didalamnya. Menurut Stark dan Glock (1974), ritual keagamaan menjadikan
setiap individu menjadi pribadi yang baik dan suka membantu sesamanya.
Kemudian dimensi selanjutnya yang tidak signifikan adalah private
practice (praktik privat), hal ini mungkin disebabkan oleh para mahasiswa
relawan yang masih tergolong lemah keyakinan agamanya atau tidak terlalu
mengedepankan sikap agamis pada dirinya. Hal ini bertolak belakang dengan
penelitian sebelumnya oleh Pichon, Boccato, dan Saroglou (2007) yang
mengatakan bahwa ketika individu yang intensif dalam praktik ibadahnya secara
privat, maka mereka akan menjadi individu yang prima dengan konsep positif dari
agama dan menjadi lebih altruistik.
Pada penelitian ini masih terdapat satu variabel yang signifikan dengan
altruisme, yaitu faktor demografis jenis kelamin yang diperoleh nilai koefisien
regresi sebesar -2,891 dan nilai P sebesar 0.008 (p < 0.05). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kee Lee Chou (1998),
bahwa faktor demografis seperti jenis kelamin itu berpengaruh signifikan terhadap
101
altruisme. Temuan ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Redzo Mujcic dan Paul Frijters (2011) tentang perilaku memberi atau
membantu orang lain, dengan hasil bahwa tingkat altruisme dipengaruhi oleh
gender. Dalam penelitiannya menyebutkan bahwa laki-laki memiliki tingkat
altruisme lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Berbeda dengan
penelitian yang penulis lakukan yang memiliki hasil bahwa perempuan lah yang
memiliki tingkat altruisme lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, yang
dikarenakan oleh banyaknya jumlah perempuan yang berada dalam anggota
kerelawanan sosial yang peneliti teliti.
Dari hasil diskusi yang telah penulis jelaskan, ditemukan adanya
perbedaan hasil penelitian dengan penelitian yang terdahulu. Hal ini terjadi
dikarenakan adanya beberapa keterbatasan dalam penelitian, antara lain adalah
responden yang kurang teliti dan serius ketika mengisi kuesioner, kondisi dan
situasi yang tidak mendukung seperti alasan beberapa responden relawan yang
harus segera menyelesaikan pekerjaan wajib lainnya dan tidak mempunyai waktu
luang banyak. Adanya keterbatasan penelitian ini diharapkan untuk penelitian
yang selanjutnya akan lebih baik lagi.
102
5.3 Saran
5.3.1 Saran Teoritis
1. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh variabel bebas yang diteliti memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap altruisme sebesar 42.0%, sedangkan
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini. Penulis
menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti serta menganalisis
pengaruh variabel psikologis lain, seperti: konsep diri, big five personality,
empati, pengaruh teman sebaya, dan konformitas yang dikaitkan dengan
perilaku altruisme.
2. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengukuran kecerdasan emosi
dengan skala WLEIS (Wong & Law, 2002) yang terdiri dari 4 dimensi,
yaitu self emotional appraisal (mengenali emosi diri), others emotional
appraisal (mengenali emosi orang lain), regulation of emotion (mengatur
emosi), use of emotion (mengelola emosi). Untuk penelitian selanjutnya,
diharapkan peneliti dapat menggunakan skala pengukuran dengan tokoh
lain, seperti Schutte (2009), Goleman (2005) agar mendapatkan hasil yang
lebih bervariasi lagi.
3. Pada penelitian ini ditemukan terdapat empat variabel yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap perilaku altruisme, yaitu self emotional
appraisal, others emotional appraisal, religious experience, dan jenis
kelamin, sehingga penulis menyarankan agar variabel tersebut dapat
dijadikan referensi dalam penelitian selanjtunya.
103
4. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk memperhatikan proporsi
sampel antara laki-laki dan perempuan. Karena dengan perbandingan
sampel yang seimbang, maka akan mendapatkan hasil yang lebih akurat.
5. Pada penelitian ini kriteria sampel penelitian tidak dibatasi sesuai dengan
domisilinya, penulis hanya menggunakan dua tempat instansi kerelawanan
sosial saja (ACT dan Sekolah Relawan). Saran untuk penelitian
selanjutnya yaitu dapat meneliti dalam cakupan yang lebih luas lagi yang
memiliki karakteristik tersendiri, seperti gabungan anggota kerelawanan
sosial se-Indonesia, yang disesuaikan dengan jumlah responden penelitian.
6. Berdasarkan penelitian ini terdapat penulisan item-item yang memiliki
kalimat tidak jelas ataupun ambigu, dikarenakan berasal dari skala baku
berbahasa inggris. Saran untuk penelitian selanjutnya, diharapkan lebih
memperhatikan kosakata pada tiap-tiap item yang akan digunakan dalam
penelitian, seperti skala baku yang berbahasa inggris. Hal ini penting
karena untuk memudahkan responden dalam memahami isi pertanyaan
maupun pernayataan dalam kuesioner penelitian yang jika terdapat ada
kata-kata yang ambigu, agar pengisian yang dilakukan responden dapat
dipahami dan efektif dalam pengisiannya.
5.3.2 Saran Praktis
Berdasarkan hasil penelitian terdapat empat variabel yang memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku altruisme pada mahasiswa relawan sosial, yaitu:
self emotional appraisal (mengenali emosi diri), others emotional appraisal
104
(mengenali emosi orang lain), religious experience (pengalaman beragama), dan
jenis kelamin.
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kecerdasan emosi yaitu
self emotional appraisal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku altruisme pada mahasiswa relawan sosial. Dengan ini mahasiswa
relawan perlu meningkatkan self emotional appraisal yang sudah ada pada
dirinya serta meningkatkan pengaturan emosi diri yang dilakukan dengan
cara menenangkan dirinya ketika menemukan sebuah masalah dan
bersikap lebih tenang, sehingga dapat membantu lebih banyak lagi orang
lain disekitarnya yang lebih membutuhkan dirinya jika emosi sendiri
tersebut telah terkontrol dan dipahami dengan baik.
2. Pada penelitian ini hasilnya menunjukkan bahwa variabel kecerdasan
emosi yaitu dimensi others emotional appraisal memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perilaku altruisme pada mahasiswa relawan sosial.
Dengan ini mahasiswa relawan perlu meningkatkan others emotional
appraisal lagi dan meningkatkan kepekaan terhadap perasaan orang-orang
yang berada disekitarnya, sehingga akan menciptakan kehidupan yang
lebih harmonis, saling menyayangi dan menghormati satu sama lain.
Disarankan juga bagi mahasiswa relawan untuk menjalin hubungan yang
baik antar sesama, karena dengan memahami emosi-emosi orang lain akan
mempengaruhi individu untuk saling tolong-menolong jika dihadapi suatu
situasi atau kondisi yang tidak terduga.
105
3. Pada penelitian ini variabel religiusitas pada dimensi religious experience
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku altruisme pada
mahasiswa relawan sosial. Disarankan agar para mahasiswa meningkatkan
pengalaman beragama yang sudah dimilikinya serta mengeksplor
pengalamannya mengenai masalah agama kepada orang lain dalam
perbuatan tolong-menolong. Relawan dengan pengalaman beragama yang
baik, akan senantiasa ingin membantu serta memberikan pertolongan
kepada yang membutuhkan ketika ia merasa mampu, karena dengan
memiliki pengalaman beragama yang tinggi akan merasa terhubung
langsung dengan apa yang diperintahkan oleh agamanya. Oleh karena itu
peneliti menyarankan agar setiap individu untuk senantiasa selalu
mendekatkan diri kepada Allah dan individu mampu mempraktikan apa
yang telah menjadi pengalaman beragamanya pada kehidupan sehari-
harinya. Karena hubungan personal seseorang dengan Tuhannya sangatlah
penting dan sangat besar pengaruhnya kepada sikap dan perilaku
seseorang.
107
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, J., Fuad A. S. 2001. Psikologi Islam : Solusi Islam Atas Problema
Problema Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Arifin, B. S., 2015. Psikologi sosial. Bandung: Pustaka Setia.
Baron, Robert A., & Byrne, Donn. (2005). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga
Baron, R., Branscombe, N., & Byrne, D. (2008). Social psychology. Twelfth
edition. USA: Pearson
Baron, R., & Branscombe, N. (2012). Social Psychology (13th
ed.). USA: Pearson.
Batson, C., Daniel. (2008). Empathy-induced altruistic motivation. Departement
of Psychology. University of Kansas.
Bierhoff, H.-W., & Rohmann, E. (2004). Altruistic personality in the context of
the empathy–altruism hypothesis. European Journal of Personality, 18(4),
351 - 365.
Bitmiş, M. G., & Ergeneli, A. (2014). Emotional Intelligence: Reassessing the
Construct Validity. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 150, 1090
1094. doi:10.1016/j.sbspro.2014.09.123
Deaux, S., Dane., & Wrightsman, B. (1993). The Psychology of Gender. New
Jersey: Prentice Hall International.
Eisenberg, N., & Lennon, R. (1983). Sex differences in empathy and related
capacities. Psychological Bulletin, 94 (1), 100-131. doi:10.1037/0033-
2909.94.1.100
Elizabeth Midlarsky, Anthony S. J. Mullin, Samuel H. Barkin. (2012). Religion,
Altruism, and Prosocial Behavior: Conceptual and Empirical Approaches.
In book: The Oxford Handbook of Psychology and Spirituality, Chapter:
9, Publisher: Oxford University Press, Editors: Lisa J Miller, pp.138-150.
Fatimah. (2014). Pengaruh kecerdasan emosi dan konsep diri terhadap perilaku
altruisme pada mahasiswa UIN Jakarta. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fatimah, S. (2015). Hubungan antara empati dengan perilaku altruisme pada
mahasiswa psikologi univetsitas muhammadiyah Surakarta. Skripsi.
Univetsitas Muhammadiyah Surakarta.
Fitri, A. (2018). Pengaruh kecerdasan emosi, locus of control, dan jenis kelamin
terhadap perilaku altruisme mahasiswa. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
108
Feldman, R. S. (2011). Understanding Psychology (10th
ed.). University of
Massachusetts. McGraw-Hill Book Company.
Fetzer, J. E. (1999). Multidimensional measurement of religiousness/spirituality
for use in health. Kalamazo: John E. Fetzer Institute.
Goleman, D. (2005). Emotional intelligence. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Harrell, A. (2010). Religion, rewards, and prosocial behavior (Doctoral
dissertation, University of South Carolina).
Hude, M. D. (2006). Emosi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Hur, Y.-M. (2013). J.P. Rushton’s contributions to the study of altruism.
Personality and Individual Differences, 55(3), 247–250.
doi:10.1016/j.paid.2012.05.016
Huber, S., Huber, S. 2012. The Centrality of Religiosity Scale (CRS). Religions.
3, 710-724.
Jeffries, V., Johnston, B. V., Nichols, L. T., Oliner, S. P., Tiryakian, E., &
Weisnten, J, (2006). Altruism and social solidarity: envisioning a fiels
of specialization. Journal od The Indian Academy of Applied
Psychology, 38, 44-53.
Karmakar, R., & Gosh, A. (2012). Altruistic behavior of adolescents of different
region of india. Journal of the Indian academy of applied psychology, 38,
44-53.
Kee Lee Chou (1998). Influence Age, gender, and activity volunteer concerning
adolescent ethnic Chinese in Hong Kong. The Journal of Generic
Psychology, 59(2), 195-201.
Kong, D. T. (2014). Mayer–Salovey–Caruso Emotional Intelligence Test
(MSCEIT/MEIS) and overall, verbal, and nonverbal intelligence: Meta
analytic evidence and critical contingencies. Personality and Individual
Differences, 66, 171–175. doi:10.1016/j.paid.2014.03.028
Kumar, R. (2011). Research Methodology: A Step-by-Step Guide for Beginners,
SAGE Publications Ltd, 2011
Law, K. S., Wong, C.-S., & Song, L. J. (2004). The Construct and Criterion
Validity of Emotional Intelligence and Its Potential Utility for
Management Studies. Journal of Applied Psychology, 89(3), 483–496.
doi:10.1037/0021- 9010.89.3.483
Lee, H. J. (2013). The relationship between emotional intelligence and altruism
among south Korean central government officials. Social Behavior and
Personality, 41(10), 1667-1680.
109
Litvack-Miller, Willa, et al. "The structure of empathy during middle childhood
and its relationship to prosocial behavior." Genetic, Social, and
General Psychology Monographs, vol. 123, no. 3, 1997, p. 303+.
Academic OneFile, Accessed 2 Oct. 2018.
Malhotra, D. (2010). When are religious people nicer? Religious salience and the
“Sunday effect” on pro-social behavior. Judgment and Decision Making.
5, 138-143.
Mayer, J. D., & Salovey, P. (1997). What is emotional intelligence. Emotional
Development and Emotional Intelligence. (pp. 3-34). New York. Basic
Books.
Mayer, J. D., & Salovey, P. (1995). Emotional intelligence and the construction
and regulation of feelings. Applied and Preventive Psychology, 4(3),
197–208. doi:10.1016/s0962-1849(05)80058-7.
Mayer, J. D., & Geher, G. (1996). Emotional intelligence and the identification of
emotion. Intelligence, 22(2), 89–113. doi:10.1016/s0160-2896(96)90011
2.
Mayer, D.J., Caruso., R.D., Salovey, P., & Sitarenios, G. (2001). Emotional
intelligence as a standard intelligence. Emotion, 1(3), 232-242.
Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika.
Pujiyanti, A. (2012). Kontribusi empati terhadap perilaku altruisme pada siswa
siswi sma negeri 1 setu bekasi. Fakultas Psikologi Universitas
Gunadarma.
Rudyanto, E. (2010). Hubungan antara keecerdasan emosi dan kecerdasan
spiritual dengan perilaku prososial pada perawat. Skripsi. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Rushton, J. P., Chrisjohn, R. D., & Fekken, G. C. (1981). The altruistic
personality and the self report altruism scale. Person individual diff, 2,
293-302.
Sabiq, D., & Djalali, M. A. (2012). Kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual dan
perilaku prososial santri pondok pesantren Nasyrul Ulum Pamekasan.
Jurnal Psikologi Indonesia, 1(2), 53-65.
Salarzehil, Yaghoubi, Naroei, Sin. (2011). Surcey of relationship between
emotional intelligence and organizational citizenship behavior in Iran.
International Business and Management, 3(1), 130-135.
Santrock, J. W. (2013). Adolescence (15th
ed.). Texas: Mc-Graw Hill Companies,
Inc. Alih Bahasa: Shinto B & Sherly S. Jakarta: Erlangga.
110
Sarwono, Sarlito W. & Meinarno, Eko A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta :
Penerbit Salemba Humanika.
Schmitt, David P (2016). Are Men More Helpful, Altruistic, or Chivalrous Than
Women? Diunduh tanggal 26 Oktober 2018 dari
https://www.psychologytoday.com/blog/sexual-personalities/201603.
Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau, L. A. (1994). Psikologi Sosial (ed. 5). M.
Adryanto (Terj.). Jakarta: Erlangga.
Sears, D., Peplau, L., Taylor, S. (2009). Social Psychology (12th
ed.). Alih bahasa:
Tri Wibowow. Jakarta: Kencana.
Sesardic N. (1999). Altruism. Social-psychological Perspective. 50, 457-466.
Oxford: University Press.
Stark, R., & Glock, C. Y. (1974). American piety: the nature of religious
commitment. California: The Regents of the University of California.
Sutaryo. https://archive.act.id/id/about-us (diunduh pada 15 Desember 2018)
Taufik. (2012). Koleksi buku 2012 : Empati. Pendekatan Psikologi Sosial.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. Universitas Negeri Malang.
Taylor, S., Peplau, L., Sears, D. (2009). Social Psychology (12th
ed.). Alih bahasa
Tri Wibowow. Jakarta: Kencana.
Toni, S. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43068202 (diunduh pada 30
November 2018).
Umar, J. (2012). Alat Ukur Psikologi. Jurnal Pengukuran Psikologi dan
Pendidikan Indonesia, II(2), 115-116. ISSN: 2089-6247.
Wong, C.-S., & Law, K. S. (2002). The effects of leader and follower emotional
intelligence on performance and attitude. The Leadership Quarterly, 13(3),
243–274. doi:10.1016/s1048-9843(02)00099-1
Zhao, L. (2012). Exploring religiousity’s effects on altruistic behavior. Social :
research report. Department of Psychology. University of British,
Columbia.
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43068202 (diunduh pada 30 November
2018).
Zhaqi, M. https://relawan.id (diunduh pada 28 November 2018).
112
Lampiran 2
Kuesioner Penelitian
INFORMED CONSENT
Responden yang terhormat,
Saya Farin Fitria, mahasiswi Program Strata-1 (S1) Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk memenuhi
tugas akhir (skripsi) yang berkaitan dengan kerelawanan. Adapun kuesioner ini
hanya dapat diisi oleh relawan dengan kriteria sebagai mahasiswa atau remaja
akhir maupun dewasa awal, pernah ikut dalam permasalahan sosial, serta
bergabung dengan lembaga sosial/kerelawanan. Dengan ini saya meminta
kesediaan Anda untuk menjawab dengan jujur dan terbuka sesuai dengan keadaan
serta pengalamam Anda. Silahkan mengisi kuesioner dengan mengikuti petunjuk
pengisian yang diberikan dan dalam hal ini tidak ada jawaban benar maupun
salah. Informasi dan data yang Anda berikan, baik data pribadi maupun jawaban
Anda dipastikan kerahasiaannya dan hanya digunakan peneliti untuk
kepentingan penelitian. Atas perhatian dan kesediaan waktunya saya
mengucapkan terima kasih.
Hormat Peneliti,
Farin Fitria
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Nama/Inisial :
Usia :
Jenis Kelamin : P / L
Banyaknya ikut serta turun ke lapangan :
Lamanya bergabung dalam keanggotaan :
Jakarta, 2019
TTD
Responden
113
KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk Pengisian
Saudara/i diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan sesuai dengan
diri saudara/i pada kolom jawaban dengan memberi tanda Checklist (√) pada tabel
yang sudah disediakan. Tidak ada jawaban benar dan salah dalam kuesioner ini.
Adapun pilihan jawaban sebagai berikut:
SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai
S : Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai
Contoh :
No Penyataan SS S TS STS
1 Saya suka menolong √
SKALA 1 - Altruisme
No Penyataan SS S TS STS
1 Saya terjun langsung ke lokasi untuk mengevakuasi
korban bencana alam
2 Saya tidak peduli jika lingkungan sekitar
membutuhkan bantuan
3 Jika ada rekan terlihat lelah, saya akan membantu
menyelesaikan sebagian pekerjaannya
4 Menurut saya kerja bakti membersihkan lingkungan
sekitarnya adalah pekerjaan yang tidak
menyenangkan
5 Saya secara periodik mendonorkan darah untuk
menolong korban kecelakaan
6 Saya malas ikut dalam acara pengumpulan dana bagi
penyandang cacat
7 Saya ikut dalam acara amal untuk mengumpulkan
sumbangan bagi korban bencana alam
8 Saya menolong siapapun yang meminta bantuan
9 Jika terjadi peristiwa pencopetan, saya memilih diam
dari pada menolong korban
10 Saya bersedia menjelaskan rute perjalanan pada
seseorang yang tersesat dijalan
11 Saya keberatan jika diminta untuk mendorong kursi
roda untuk lansia
12 Saya tidak bersedia memberikan tempat duduk saya,
meski saya melihat ada orang lain yang lebih
membutuhkan
114
13 Saya merasa bahagia jika dapat membuat para
korban bencana tertawa
14 Saya berusaha memahami seperti apa rasanya bila
mendapat musibah
15 Saya ingin para korban bencana merasa nyaman
untuk berbagi cerita tentang perasaannya pada saya
16 Saya tidak merasa tergugah untuk membantu ketika
melihat korban bencana
17 Saya menyumbangkan sebagian penghasilan untuk
diberikan kepada fakir miskin dan anak terlantar
18 Saya memilih pakaian yang kurang layak untuk
disumbangkan dibandingkan pakaian yang lain
19 Saya terkadang harus menunda jadwal makan demi
mengurusi korban bencana meski perut saya terasa
lapar
20 Saya tulus meninggalkan keluarga selama menjadi
relawan di daerah terpencil
Petunjuk Pengisian
Saudara/i diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan sesuai dengan
diri saudara/i pada kolom jawaban dengan memberi tanda Checklist (√) pada tabel
yang sudah disediakan. Tidak ada jawaban benar dan salah dalam kuesioner ini.
Adapun pilihan jawaban sebagai berikut:
SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai
S : Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai
Contoh :
No Penyataan SS S TS STS
1 Saya suka menolong √
SKALA 2 – Kecerdasan Emosi
No Penyataan SS S TS STS
1 Saya memiliki kepekaan yang baik dalam mengatur
perasaan
2 Saya adalah orang yang dapat memotivasi diri
sendiri
3 Saya selalu mendorong diri untuk mencoba yang terbaik
4 Saya selalu tahu apakah saya bahagia atau tidak
5 Saya tahu emosi teman-teman saya dari perilaku
115
mereka
6 Saya mampu mengendalikan kesabaran dan
mengatasi kesulitan dengan rasional
7 Saya memiliki kontrol yang baik terhadap emosi
saya
8 Saya memahami emosi orang-orang disekitar saya
9 Saya selalu menetapkan tujuan untuk diri sendiri,
lalu mencoba yang terbaik untuk mencapainya
10 Saya selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa saya
orang yang kompeten
11 Saya memiliki pemahaman yang baik tentang emosi
saya sendiri
12 Saya sangat mengerti apa yang sedang saya rasakan
13 Saya memahami dengan baik emosi orang lain
14 Saya cukup mampu mengendalikan emosi saya
sendiri
15 Saya selalu bisa tenang dengan cepat saat saya
sangat marah
16 Saya peka terhadap perasaan dan emosi orang lain
Petunjuk Pengisian
Saudara/i diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan sesuai dengan
diri saudara/i pada kolom jawaban dengan memberi tanda Checklist (√) pada tabel
yang sudah disediakan. Tidak ada jawaban benar dan salah dalam kuesioner ini.
Adapun pilihan jawaban sebagai berikut:
SS : Sangat Sesuai TS : Tidak Sesuai
S : Sesuai STS : Sangat Tidak Sesuai
Contoh :
No Penyataan SS S TS STS
1 Saya suka menolong √
SKALA 3 - Religiusitas
No Penyataan SS S TS STS
1 Saya suka berpikir tentang masalah agama
2 Saya sering percaya bahwa Tuhan itu ada
3 Saya sering mengambil bagian dalam kegiatan
keagamaan
4 Saya melakukan sholat 5 waktu setiap harinya
5 Saya sering mengalami situasi di mana saya
116
memiliki perasaan bahwa Tuhan itu turut campur
tangan dalam kehidupan saya
6 Saya tertarik mempelajari lebih banyak tentang topik
agama
7 Saya percaya akan kehidupan setelah kematian
8 Menurut saya penting untuk ikut aktif dalam
kegiatan keagamaan
9 Menurut saya melakukan doa untuk diri pribadi
adalah penting
10 Saya sering mengalami situasi di mana saya
memiliki perasaan bahwa Tuhan itu ingin
berkomunikasi atau mengungkapkan sesuatu kepada
saya
11 Saya selalu mendapat informasi tentang pertanyaan
agama melalui radio, televisi, internet, koran, atau
buku
12 Saya meyakini adanya kekuatan besar melebihi akal
manusia
13 Penting bagi saya untuk terhubung dengan suatu
komunitas agama
14 Saya sering berdoa secara spontan ketika
memikirkan situasi sehari-hari
15 Saya sering mengalami situasi di mana saya
memiliki perasaan akan kehadiran Tuhan
-Terima Kasih-
117
Lampiran 4
Syntax Lisrel dan Path Diagram
1. Syntax Altruisme
UJI VALIDITAS KONSTRUK ALTRUISME
DA NI=20 NO=215 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20
PM SY FI=ALTRUISME.COR
MO NX=20 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
ALTRUISME
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 LX 11 1
LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19 1 LX 20 1
FR TD 20 19 TD 15 14 TD 20 12 TD 8 3 TD 12 4 TD 12 7 TD 9 2 TD 13 6 TD 17 11 TD 14
13 TD 14 9 TD 14 11 TD 11 5 TD 12 3 TD 12 8 TD 4 2 TD 10 4 TD 8 7 TD 8 6 TD 15 6 TD
17 4 TD 19 6 TD 18 6 TD 16 9 TD 17 14 TD 20 17 TD 17 15 TD 8 2 TD 5 1 TD 5 3 TD 15
13 TD 19 7 TD 14 4 TD 15 4 TD 18 16 TD 20 7 TD 18 17 TD 18 2 TD 19 17 TD 17 7 TD
18 1 TD 19 10 TD 7 1 TD 12 10 TD 18 8 TD 19 2 TD 4 3 TD 15 10 TD 16 5 TD 17 10 TD
13 3 TD 16 7 TD 9 7 TD 16 10 TD 19 8 TD 20 8 TD 11 10 TD 6 2 TD 13 4 TD 17 6 TD 11
9 TD 15 9 TD 19 16 TD 14 10 TD 13 10 TD 10 2 TD 15 7 TD 20 15 TD 2 1 TD 12 1 TD 17
1 TD 20 1 TD 17 12 TD 19 1 TD 8 4 TD 15 3 TD 19 15 TD 10 7 TD 7 5 TD 19 3 TD 4 1 TD
7 4 TD 19 12 TD 9 1 TD 13 2 TD 11 1 TD 8 1 TD 3 1 TD 16 3 TD 6 3 TD 16 13 TD 20 14
TD 20 3 TD 7 3 TD 17 3 TD 17 8 TD 19 11
PD
OU SS TV MI
118
2. Syntax Self emotional appraisal
UJI VALIDITAS KONSTRUK SELF EMOTIONAL APPRIASAL
DA NI=4 NO=215 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=SELFEMOTIONALAPPRIASAL.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SELFEMOTIONAL
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
FR TD 3 2
PD
OU SS TV MI
3. Syntax Others emotional appraisal
UJI VALIDITAS KONSTRUK OTHERS EMOTIONAL APPRIASAL
DA NI=4 NO=215 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=OTHEREMOTIONALAPPRIASAL.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
OTHEREMOTIONALAPPRIASAL
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
FR TD 2 1 TD 4 2
PD
OU SS TV MI
119
4. Syntax Regulation of emotion
UJI VALIDITAS KONSTRUK REGULATION OF EMOTION
DA NI=4 NO=215 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=REGULATIONOFEMOTION.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
REGULATIONOFEMOTION
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
FR TD 4 3 TD 4 2
PD
OU SS TV MI
120
5. Syntax Use of emotion
UJI VALIDITAS KONSTRUK USE OF EMOTION
DA NI=4 NO=215 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=USEOFEMOTION.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
USEOFEMOTION
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
FR TD 4 1 TD 4 3
PD
OU SS TV MI
6. Syntax Intellectual
UJI VALIDITAS KONSTRUK INTELECTUAL
DA NI=3 NO=215 MA=PM
LA
X1 X2 X3
PM SY FI=INTELECTUAL.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
INTELECTUAL
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1
PD
OU SS TV MI
121
7. Syntax Ideology
UJI VALIDITAS KONSTRUK IDEOLOGY
DA NI=3 NO=215 MA=PM
LA
X1 X2 X3
PM SY FI=IDEOLOGY.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
IDEOLOGY
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1
PD
OU SS TV MI
8. Syntax Public practice
UJI VALIDITAS KONSTRUK PUBLIC PRACTICE
DA NI=3 NO=215 MA=PM
LA
X1 X2 X3
PM SY FI=PUBLICPRACTICE.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
122
LK
PUBLICPRACTICE
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1
PD
OU SS TV MI
9. Syntax Private practice
UJI VALIDITAS KONSTRUK PRIVATE PRACTICE
DA NI=3 NO=215 MA=PM
LA
X1 X2 X3
PM SY FI=PRIVATEPRACTICE.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
PRIVATEPRACTICE
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1
PD
OU SS TV MI
123
10. Syntax Religious experience
UJI VALIDITAS KONSTRUK RELIGIOUS EXPERIENCE
DA NI=3 NO=215 MA=PM
LA
X1 X2 X3
PM SY FI=RELIGIOUSEXPERIENCE.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
RELIGIOUSEXPERIENCE
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1
PD
OU SS TV MI
124
Lampiran 5
Tabel SPSS
1. Tabel Analisis Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Altruisme 215 15,75 63,53 50,0000 9,47383
Selfemotionalappraisal 215 22,84 63,57 50,0000 8,38699
othersemotionalappraisal 215 26,66 68,23 50,0000 8,73585
regulationofemotion 215 19,75 65,95 50,0000 8,89677
useofemotion 215 27,84 68,51 50,0000 8,79509
intelectual 215 27,31 61,24 50,0000 7,92834
ideology 215 8,95 57,76 50,0000 8,77892
publicpractice 215 5,40 57,57 50,0000 8,59677
privatepractice 215 4,41 58,77 50,0000 8,31718
religiousexperience 215 5,59 58,19 50,0000 9,04185
Valid N (listwise) 215
2. Tabel Kategorisasi Skor Variabel Altruisme
Statistics
altruismee
selfemotional
othersemotional
regulationemotion
useemotion
intelectuall
ideologyy
publicpracticee
privatepracticee
religiousexperiencee
N
Valid
215 215 215 215 215 215 215 215 215 215
Missing
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Percentiles
100 2,0000
2,0000
2,0000
2,0000
2,0000 2,0000 2,0000
2,0000
2,0000
2,0000
125
Altruisme
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RENDAH 94 43,7 43,7 43,7
TINGGI 121 56,3 56,3 100,0
Total 215 100,0 100,0
Selfemotionalappraisal
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RENDAH 123 57,2 57,2 57,2
TINGGI 92 42,8 42,8 100,0
Total 215 100,0 100,0
Othersemotionalappraisal
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RENDAH 132 61,4 61,4 61,4
TINGGI 83 38,6 38,6 100,0
Total 215 100,0 100,0
Regulationofemotion
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RENDAH 127 59,1 59,1 59,1
TINGGI 88 40,9 40,9 100,0
Total 215 100,0 100,0
126
Useofemotion
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RENDAH 145 67,4 67,4 67,4
TINGGI 70 32,6 32,6 100,0
Total 215 100,0 100,0
Intelectual
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RENDAH 126 58,6 58,6 58,6
TINGGI 89 41,4 41,4 100,0
Total 215 100,0 100,0
Ideology
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RENDAH 78 36,3 36,3 36,3
TINGGI 137 63,7 63,7 100,0
Total 215 100,0 100,0
Publicpractice
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RENDAH 99 46,0 46,0 46,0
TINGGI 116 54,0 54,0 100,0
Total 215 100,0 100,0
Privatepractice
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RENDAH 79 36,7 36,7 36,7
TINGGI 136 63,3 63,3 100,0
Total 215 100,0 100,0
127
Religiousexperience
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
RENDAH 92 42,8 42,8 42,8
TINGGI 123 57,2 57,2 100,0
Total 215 100,0 100,0
3. Tabel R-Square
Model Summary
Mode
l
R R
Squar
e
Adjuste
d R
Square
Std.
Error of
the
Estimat
e
Change Statistics
R
Square
Chang
e
F
Chang
e
df
1
df2 Sig. F
Chang
e
1 ,648
a ,420 ,391 7,39109 ,420 14,760 10
20
4 ,000
a. Predictors: (Constant), JK, regulationofemotion, intelectual,
othersemotionalappraisal, privatepractice, ideology, Selfemotionalappraisal,
useofemotion, publicpractice, religiousexperience
4. Tabel Anova
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1
Regression 8063,077 10 806,308 14,760 ,000b
Residual 11144,142 204 54,628
Total 19207,219 214
a. Dependent Variable: Altruisme
b. Predictors: (Constant), JK, regulationofemotion, intelectual,
othersemotionalappraisal, privatepractice, ideology, Selfemotionalappraisal,
useofemotion, publicpractice, religiousexperience
128
5. Tabel Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std.
Error
Beta
1
(Constant) 6,815 4,380 1,556 ,121
Selfemotionalappraisal ,283 ,089 ,250 3,180 ,002
othersemotionalappraisal ,213 ,085 ,197 2,518 ,013
regulationofemotion ,079 ,079 ,074 1,007 ,315
useofemotion -,107 ,089 -,099 -
1,208 ,229
intelectual ,124 ,080 ,104 1,555 ,121
ideology -,055 ,087 -,051 -,636 ,526
publicpractice ,086 ,099 ,078 ,872 ,384
privatepractice -,043 ,094 -,038 -,457 ,648
religiousexperience ,304 ,095 ,290 3,210 ,002
JK -2,891 1,087 -,147 -
2,660 ,008
a. Dependent Variable: Altruisme
129
6. Tabel Proporsi Varians
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R
Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .476a .227 .223 8.34927 .227 62.529 1 213 .000*
2 .514b .265 .258 8.16282 .038 10.842 1 212 .001*
3 .524c .275 .264 8.12539 .010 2.957 1 211 .087
4 .529d .279 .266 8.11833 .005 1.367 1 210 .244
5 .572e .327 .311 7.86532 .047 14.728 1 209 .000*
6 .583f .339 .320 7.81083 .012 3.926 1 208 .049*
7 .602g .362 .341 7.69121 .023 7.520 1 207 .007*
8 .606h .367 .343 7.67949 .005 1.632 1 206 .203
9
10
.632i
.648j
.400
.420
.373
.391
7.49977
7.39109
.032
.020
10.991
7.073
1
1
205
204
.001*
.008*
a. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal b. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal c. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion d. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion e. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual f. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology g. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice h. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice i. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice, religiousexperience j. Predictors: (Constant), Selfemotionalappraisal, othersemotionalappraisal, regulationofemotion, useofemotion, intelectual, ideology, publicpractice, privatepractice, religiousexperience, JK