pengaruh kecepatan arus terhadap erosi sungai...

8
Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018 ISBN: 978-602-60286-1-7 AR - 189 PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP EROSI SUNGAI SIAK DAN KERUSAKAN DINDING PENAHAN TANAH Fitridawati Soehardi 1 dan Marta Dinata 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Lancang kuning, Jl.Yos Sudarso Km.8 Rumbai Pekanbaru Email: [email protected] 2 Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Lancang Kuning, Jl. Yos Sudarso Km.8 Rumbai Pekanbaru Email: [email protected] ABSTRAK Sungai siak mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana trasportasi barang maupun penumpang bagi masyarakat dan perusahaan sekitar dalam transportasi bahan baku dan hasil produksi yang menghubungkan kota pekanbaru, kabupaten siak dan Kabupaten lainnya. Akibat aktifitas menimbulkan erosi pada tebing sungai siak dan kualitas air mengalami penurunan fungsinya. Penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-Faktor yang mempengaruhi Erosi Tanah dan Kerusakan Dinding Penahan Tanah di pinggiran Sungai Siak ditinjau dari Kecepatan Arus sungai siak. Hasil dari penelitian ini ditargetkan dapat teridentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi tanah dan kerusakan dinding penahan tanah di pinggiran sungai siak (studi kasus Kecamatan Tualang Kabupaten siak). Sehingga dapat menjadi informasi bagi masyarakat dalam menghadapi bahaya erosi pada tebing sungai siak dan bagi pihak yang berkepentingan sebagai referensi dalam penanganan erosi tanah. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kondisi erosi tebing sungai dan kerusakan pengaman tebing di pingir sungai siak. Data yang diperlukan adalah data kecepatan arus sungai, Data curah hujan diperlukan untuk menghitung intensitas hujan dan Data kondisi tebing sungai dan Pengaman Tebing dipinggiran Sungai Siak. Kemudian dianalisis sehingga menghasilkan data yang dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi erosi tebing sungai dan kerusakan pengaman tebing di pingir sungai siak. Dari hasil pengamatan ditemukan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan erosi adalah akibat hempasan gelombang dari kapal yang melewati sungai siak sehingga mengakibatkan terkikisnya tebing tanah dan pengaman tebing sungai siak. Kata kunci: Kecepatan Arus, Erosi, Sungai Siak 1. PENDAHULUAN Sungai Siak merupakan sungai terdalam di Indonesia yang memiliki karakteristik unik. Sungai ini panjangnya mencapai ± 345 km dengan debit aliran berkisar antara 594-7859 m3/detik (antara tahun 1981-1992). Panjang Sungai Siak yang dapat dilayari mencapai 200 Km. Lebar Sungai Siak bervariasi dari 20-200 m dan kedalaman antara 6-26 m, dengan penampang dasar berbentuk V. Saat ini debit minimum Sungai Siak sekitar 45 m3/ detik dan debit maksimum rata-rata 1700 m3/detik, sedangkan debit normal sebesar 200 m3/detik. Rasio debit musim kemarau terhadap debit musim hujan dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan, karena semakin rusaknya daerah tangkapan air yang disebabkan oleh tingginya alih guna lahan hutan menjadi lahan perkebunan. Perubahan fungsi hidro-orologis tersebut akhirnya mengakibatkan kurang idealnya pola ketersediaan air (Iskandar.dkk,2012). Sungai siak merupakan salah satu sungai terbesar di Provinsi Riau dan mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakatnya. Sungai Siak dipergunakan sebagai sarana trasportasi barang maupun penumpang bagi masyarakat dan perusahaan sekitar dalam mengangkut bahan baku dan hasil produksi dan jalur yang menghubungkan antara kota pekanbaru, kabupaten siak dan Kabupaten lainnya. Akibat aktifitas transportasi tersebut menimbulkan terjadinya erosi pada tebing sungai siak dan mengalami penurunan fungsi kualitas air. Bantaran Sungai Siak telah mengalami kerusakan yang ditandai dengan semakin melebarnya badan sungai. Pada 20 tahun yang lalu tidak lebih dari 100 m, sekarang sudah mencapai 150 m. Lahan di bantaran sungai termasuk vegetasi diatasnya hilang tergerus gelombang yang disebabkan lalu lintas kapal bertonase tinggi. Kerusakan bantaran sungai juga disebabkan hilangnya green belt di pinggiran sungai yang disebabkan hempasan gelombang juga keracunan oleh bahan bahan pencemar. Laju erosi tebing Sungai Siak sekitar 2 cm per hari (Menteri Lingkungan Hidup, 2005). Selain itu dengan adanya perkembangan yang pesat di DAS Siak, membuat DAS Siak semakin kritis. Di DAS Siak terdapat 47 kegiatan pabrik dan penambangan minyak bumi skala besar. Kunjungan kapal di dermaga sepanjang Sungai Siak untuk kepentingan sendiri tahun 200 sebanyak 10.450 buah (Zainal, 2005).

Upload: buiphuc

Post on 10-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP EROSI SUNGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-22-281.pdfKemudian dianalisis sehingga menghasilkan data yang ... Salah satu akibat dari

Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018

ISBN: 978-602-60286-1-7 AR - 189

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP EROSI SUNGAI SIAK DAN

KERUSAKAN DINDING PENAHAN TANAH

Fitridawati Soehardi1 dan Marta Dinata2

1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Lancang kuning, Jl.Yos Sudarso Km.8 Rumbai Pekanbaru

Email: [email protected] 2Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Lancang Kuning, Jl. Yos Sudarso Km.8 Rumbai Pekanbaru

Email: [email protected]

ABSTRAK

Sungai siak mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana trasportasi barang

maupun penumpang bagi masyarakat dan perusahaan sekitar dalam transportasi bahan baku dan hasil

produksi yang menghubungkan kota pekanbaru, kabupaten siak dan Kabupaten lainnya. Akibat aktifitas

menimbulkan erosi pada tebing sungai siak dan kualitas air mengalami penurunan fungsinya. Penelitian

ini untuk mengidentifikasi faktor-Faktor yang mempengaruhi Erosi Tanah dan Kerusakan Dinding

Penahan Tanah di pinggiran Sungai Siak ditinjau dari Kecepatan Arus sungai siak. Hasil dari penelitian

ini ditargetkan dapat teridentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi tanah dan

kerusakan dinding penahan tanah di pinggiran sungai siak (studi kasus Kecamatan Tualang Kabupaten

siak). Sehingga dapat menjadi informasi bagi masyarakat dalam menghadapi bahaya erosi pada tebing

sungai siak dan bagi pihak yang berkepentingan sebagai referensi dalam penanganan erosi tanah.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kondisi erosi tebing sungai dan kerusakan pengaman tebing

di pingir sungai siak. Data yang diperlukan adalah data kecepatan arus sungai, Data curah hujan

diperlukan untuk menghitung intensitas hujan dan Data kondisi tebing sungai dan Pengaman Tebing

dipinggiran Sungai Siak. Kemudian dianalisis sehingga menghasilkan data yang dapat mengidentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi erosi tebing sungai dan kerusakan pengaman tebing di pingir

sungai siak. Dari hasil pengamatan ditemukan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan erosi adalah

akibat hempasan gelombang dari kapal yang melewati sungai siak sehingga mengakibatkan terkikisnya

tebing tanah dan pengaman tebing sungai siak.

Kata kunci: Kecepatan Arus, Erosi, Sungai Siak

1. PENDAHULUAN

Sungai Siak merupakan sungai terdalam di Indonesia yang memiliki karakteristik unik. Sungai ini panjangnya

mencapai ± 345 km dengan debit aliran berkisar antara 594-7859 m3/detik (antara tahun 1981-1992). Panjang Sungai

Siak yang dapat dilayari mencapai 200 Km. Lebar Sungai Siak bervariasi dari 20-200 m dan kedalaman antara 6-26

m, dengan penampang dasar berbentuk V. Saat ini debit minimum Sungai Siak sekitar 45 m3/ detik dan debit

maksimum rata-rata 1700 m3/detik, sedangkan debit normal sebesar 200 m3/detik. Rasio debit musim kemarau

terhadap debit musim hujan dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan, karena semakin rusaknya daerah

tangkapan air yang disebabkan oleh tingginya alih guna lahan hutan menjadi lahan perkebunan. Perubahan fungsi

hidro-orologis tersebut akhirnya mengakibatkan kurang idealnya pola ketersediaan air (Iskandar.dkk,2012).

Sungai siak merupakan salah satu sungai terbesar di Provinsi Riau dan mempunyai peranan penting dalam kehidupan

masyarakatnya. Sungai Siak dipergunakan sebagai sarana trasportasi barang maupun penumpang bagi masyarakat

dan perusahaan sekitar dalam mengangkut bahan baku dan hasil produksi dan jalur yang menghubungkan antara kota

pekanbaru, kabupaten siak dan Kabupaten lainnya. Akibat aktifitas transportasi tersebut menimbulkan terjadinya erosi

pada tebing sungai siak dan mengalami penurunan fungsi kualitas air.

Bantaran Sungai Siak telah mengalami kerusakan yang ditandai dengan semakin melebarnya badan sungai. Pada 20

tahun yang lalu tidak lebih dari 100 m, sekarang sudah mencapai 150 m. Lahan di bantaran sungai termasuk vegetasi

diatasnya hilang tergerus gelombang yang disebabkan lalu lintas kapal bertonase tinggi. Kerusakan bantaran sungai

juga disebabkan hilangnya green belt di pinggiran sungai yang disebabkan hempasan gelombang juga keracunan oleh

bahan – bahan pencemar. Laju erosi tebing Sungai Siak sekitar 2 cm per hari (Menteri Lingkungan Hidup, 2005).

Selain itu dengan adanya perkembangan yang pesat di DAS Siak, membuat DAS Siak semakin kritis. Di DAS Siak

terdapat 47 kegiatan pabrik dan penambangan minyak bumi skala besar. Kunjungan kapal di dermaga sepanjang

Sungai Siak untuk kepentingan sendiri tahun 200 sebanyak 10.450 buah (Zainal, 2005).

Page 2: PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP EROSI SUNGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-22-281.pdfKemudian dianalisis sehingga menghasilkan data yang ... Salah satu akibat dari

AR - 190

ISBN: 978-602-60286-1-7

Salah satu akibat dari pengelolaan DAS dan pengaturan lahan yang tidak dilakukan secara benar dan tidak terencana

dengan baik, dapat mempengaruhi proses terjadinya erosi. Erosi adalah proses terkikisnya dan terangkutnya tanah

atau bagian-bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Erosi dapat mempengaruhi produktivitas lahan yang

biasanya mendominasi DAS bagian hulu dan dapat memberikan dampak negatif pada DAS bagian hilir (sekitar muara

sungai) yang berupa hasil sedimen (Anwar.dkk, 2009).

Untuk mengetahui lebih lanjut kondisi Sungai Siak perlu dilakukannya penyelidikan untuk mengatasi permasalahan

pada Sungai Siak. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-Faktor yang mempengaruhi Erosi Tanah

dan Kerusakan Dinding Penahan Tanah di pinggiran Sungai Siak ditinjau dari Kecepatan Arus sungai siak.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini diawali dengan melakukan pengamatan lapangan untuk memperoleh gambaran dan identifikasi lokasi

pengambilan sampel tanah yang tererosi, selanjutnya ;

1. Menghitung besaran debit banjir sungai berdasarkan data curah hujan di daerah tersebut.

2. Melakukan pengukuran kecepatan arus sungai siak pada tidga lokasi yaitu Ferry Perawang, Pasar Minggu dan

Jembatan Maredan, setiap lokasi dilakukan pengukuran terhadap tiga pias ( sub bagian) Penampang melintang

sungai seperti pada gambar 1, hal ini bertujuan untuk mengertahui perbedaan nilai kecepatan arus di masing-

masing pias.

Gambar 1. Pengukuran kecepatan arus di tiga pias penampang sungai

3. Memperkirakan besarnya erosi tanah permukaan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Curah Hujan

Sifat hujan yang terpenting yang mempengaruhi besarnya erosi adalah curah hujan. Intensitas hujan menunujukan

banyaknya curah hujan per satuan waktu (mm/jam atau cm/jam). Kekuatan menghancurkan tanah dari curah hujan

jauh lebih besar dibandingkan dengan kekuatan pengangkut dari aliran permukaan (Hardjowigeno, 1995). Hujan yang

turun sampai ke permukaan tanah memiliki energi kinetik yang dapat menghancurkan tanah (butir-butir tanah),

sehingga bagian-bagian tanah terhempas, hilang, dan hanyut oleh aliran permukaan. Hilang atau terkikisnya lapisan

tanah inilah yang disebut erosi. Data curah hujan maksimum dapat dianalisa dengan menggunakan beberapa

metodeyaitu metode distribusi Normal, log normal, Log pearson Tipe III dan Metode Gumbel Tipe Idan iwa

kadoya. Dalam penelitian ini, data curah hujan yang dgunakan adalah data curah hujan stasiun Tualang, data hujan

yang didapat dianalisa terlebih dahulu untuk mendapatkan data hujan rata –rata, data curah hujan dapat dilihat pada

gambar 2.

Gambar 2. Grafik curah hujan harian maksimum

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa curah hujan paling tinggi terjadi pada tahun 2017 dengan curah hujan sebesar 150

mm dan curah hujan paling rendah terjadi pada tahun 1989, tahun 1996 dengan curah hujan sebesar 54 mm. Dari data

0

50

100

150

200

1985

1986

1987

1988

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

Cu

rah

Hu

jan

(m

m)

Tahun

Curah Hujan, x (mm)

Perahu A Perahu C Perahu B

Page 3: PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP EROSI SUNGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-22-281.pdfKemudian dianalisis sehingga menghasilkan data yang ... Salah satu akibat dari

AR - 191

ISBN: 978-602-60286-1-7

curah hujan yang ada kemudian dianalisa menggunakan metode distribusi Gumbel, Distribusi Log Person II dan

Distribusi Iwai Kadoya. Curah hujan maksimum dengan intensitas yang tinggi kemungkinan makin jarang terjadi,

dari hasil perhitungan dengan metode Iway Kadoya kejadian hujan dengan intensitas 183,71 mm/dtk artinya hujan

dengan intensitas 183,71 mm/dtk kemungkinan terjadinya hanya sekali dalam kurun waktu 100 tahun, dengan peluang

kejadian sebesar 1 %(Soehardi,dkk, 2018).

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut

berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada

masa lampau. Menurut Dr. Mononobe jika data curah hujan yang ada hanya curah hujan harian. Rumus yang

digunakan:

𝐼 =𝑅24

24. (

24

𝑡𝑐)

2

3 (1)

Untuk menentukan intensitas curah hujan menggunakan metode Dr. Mononobe dengan menggunakan data hasil

perhitungan dengan metode Iway Kadoya kejadian hujan dengan frekuensi curah hujan 183,71 mm/dtk. S ehingga

diperoleh nilai intensitas curah hujan sebesar 15,17 mm/jam.

Hasil Pengukuran Indikator Fisika- Kimia Perairan

Parameter-parameter fisika yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi cahaya, suhu, kecerahan dan

kekeruhan, warna, konduktivitas, padatan total, padatan terlarut, padatan tersuspensi, dan saliinitas. Parameter kimia

adalah parameter yang sangat penting untuk menentukan air tersebut dikatakan baik atau tidak dalam budidaya

perikanan. Parameter kimia meliputi DO, pH, amoniak, nitrat, nitrit, TAN, TOM, fospor, BOD, COD, alkalinitas,

kesadahan, CO2 dan lain-lain.

Tabel 1. Fisika-kimia perairan

No Lokasi

Indikator Fisika-Kimia Perairan

Ph Suhu

Air

Kecepatan

Arus Kekeruhan Kedalaman

Lebar

Sungai

1 Turap 1 4-5 31,2 0C 3,2 – 3,4 50–100 NTU 9,1 – 10,7 m

182 m 2 Turap 2 5 – 6 32,3 0C 3,4 – 3,9 50 NTU 14,7 – 15 m

3 Turap 3 4 – 5 29,2 0C 2,2 – 3,0 50 NTU 5,1 – 7,0 m

4 Pasar Minggu 1 3,5 – 4,5 32,4 0C 3,4 – 3,7 50–100 NTU 8,3 – 9,4 m

194 m 5 Pasar Minggu 2 4,5 – 5,5 32,8 0C 3,5 – 3,8 50–100 NTU 14,9 – 15,2 m

6 Pasar Minggu 3 3,5 – 4,5 30,2 0C 3,1 – 3,4 50–100 NTU 4,8 – 7,2 m

7 Maredan 1 3,0 – 4,0 32,2 0C 3,2 – 3,5 50–100 NTU 3,7 – 7,8 m

174 m 8 Maredan 2 4,0 – 5,0 32,6 0C 3,3 – 3,6 50–100 NTU 8,7 – 11 m

9 Maredan 3 3,0 – 4,0 30 0C 2,9 – 3,2 50–100 NTU 3,8 – 7,6 m

Berdasarkan Tabel 1 diatas tampak bahwa beberapa faktor fisika-kimia air memperlihatkan kecenderungan dari Turap

ke Maredan seperti kecepatan arus dan O2 menurun dari Turap ke Maredan, TSS dan BOD meningkat, pH, CO2, dan

suhu air bervariasi.

Analisa Suhu

Hasil pengukuran suhu pada masing-masing lokasi cenderung sama. Suhu air berkisar antara 29,2 oC – 32,8 oC dapat

dilihat pada Tabel 1. Suhu air tertinggi ditemukan pada lokasi Pasar Minggu 2 yaitu 32,8 oC , dan suhu air terendah

ditemukan pada lokasi Turap 3 yaitu 29,2 oC. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbedanya luas permukaan perairan

sungai dan juga pengaruh ketinggian dari masing-masing lokasi tersebut. Selain itu perbedaan suhu air yang

didapatkan disebabkan oleh faktor waktu dan kondisi cuaca saat pengukuran.

Page 4: PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP EROSI SUNGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-22-281.pdfKemudian dianalisis sehingga menghasilkan data yang ... Salah satu akibat dari

AR - 192

ISBN: 978-602-60286-1-7

Gambar 3. Pengukuran suhu

Menurut Sedana (1996) bahwa perbedaan suhu air yang terukur erat kaitannya dengan waktu pengukuran dan

kemampuan penetrasi cahaya. Nyibaken (1992), menyatakan bahwa suhu air dipengaruhi oleh komposisi substrat,

luas permukaan perairan yang langsung mendapat sinar matahari dan suhu perairan yang menerima rembesan serta

masuknya air hujan ke dalam perairan, dan Allan (1995) mengatakan bahwa suhu dalam air dapat meningkat atau

sebaliknya menurun disebabkan oleh aktivitas metabolisme organisme akuatik yang tinggi seperti proses penguraian

bahan organik dan respirasi.

Suhu air yang diukur pada lokasi penelitian masih berada dalam kisaran normal. Menurut (Parkins, 1974 cit Kausch

dan Lampert, 1994) suhu perairan yang baik untuk kehidupan dan perkembangan organisme berkisar antara 25 oC -

32 oC. Suhu di lingkungan akuatik sering menjadi faktor pembatas yang cukup besar terhadap kehidupan akuatik,

sebab hewan akuatik tidak tahan terhadap perubahan suhu yang tinggi (Odum, 1994).

Analisa Kecepatan Arus

Arus merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme akuatik di dalam ekosistem sungai terutama komunitas

bentik untuk mempertahankan substrat dasar perairan agar tidak terjadi erosi. Dalam sungai yang memiliki kecepatan

arus relatif konstan dan substrat yang stabil lebih memungkinkan komunitas bentik dapat melekat dengan baik dan

bertahan hidup lebih lama dari pada sungai yang memiliki kecepatan arus yang selalu berubah-ubah (Lowe, 2000 dan

Allan, 1995).

Sungai dibagi menjadi dua zona berdasarkan aliran sungainya yaitu zona air deras dan zona air tenang. Zona air deras

adalah daerah yang dangkal dimana kecepatan arusnya cukup tinggi sehingga menyebabkan dasar sungai bersih dari

endapan dan materi lain yang lepas sehingga dasarnya keras dan berbatu. Zona air tenang adalah bagian sungai yang

dalam dimana kecepatan arus sudah berkurang maka lumpur dan materi cenderung mengendap di dasar perairan

sehingga endapannya lunak.

Pada kondisi demikian dihuni oleh organisme bentik tertentu atau organisme yang dapat beradaptasi. Pada sungai

berarus kuat atau deras lebih dari dari 1 m/dt sebagian besar substrat dasar sungai berupa batu besar dan kerikil. Pada

kondisi arus deras akan dihuni oleh komunitas bentik tertentu pula pada umumnya memiliki tipe tubuh yang “stream

line” dan mempunyai alat pelekat yang kuat, sehingga mempertahankan substrat didasar perairan yang mencegah

adanya erosi atau pengikisan substrat dasar perairan tersebut (Hynes,1971 dan Allan, 1995).

Page 5: PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP EROSI SUNGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-22-281.pdfKemudian dianalisis sehingga menghasilkan data yang ... Salah satu akibat dari

AR - 193

ISBN: 978-602-60286-1-7

Gambar 4. Lokasi pengukuran kecepatan arus

Hasil pengukuran kecepatan arus selama pengamatan di ketiga lokasi yang diamati tampak bahwa kecepatan arus

menurun dari lokasi 1 ke lokasi 3. Lokasi Pasar Minggu memiliki kecepatan arus lebih tinggi dari lokasi Turap dan

Maredan (Tabel 1), dikarenakan adanya aktivitas warga setempat yang aktif menggunakan kapal pompong dan speed

boat yang berkontribusi mempengaruhi kecepatan arus pada lokasi pengamatan. Menurut Hynes (1971) sungai yang

memiliki kecepatan arus rata-rata kurang dari 0,2 m/dt termasuk kategori sungai berarus sangat lemah atau sama

dengan kolam, kecepatan arus 0,2-0,4 m/dt termasuk sungai berarus lemah, 0,5-1 m/dt berarus sedang, dan sedangkan

lebih dari 1 m/dt termasuk sungai berarus sangat kuat atau deras (Welch, 1980). Berdasarkan kriteria tersebut

kecepatan arus sungai di lokasi Turap, Pasar Minggu dan Maredan tergolong berarus kuat atau deras.

Total Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Total Suspended Solid atau total zat padat tersuspensi merupakan banyaknya atau jumlah bahan-bahan yang

tersuspensi dan tidak larut dalam air, berupa partikel-partikel abiotik seperti lumpur atau detritus yang terdapat dalam

air (abioseston) dan dapat juga berupa bahan biotik seperti organisme yang hidup sebagai planktonik (bioseston)

(Allan, 1995)

Hasil pengukuran TSS pada ketiga strata yang diamati memperlihatkan bahwa nilai TSS dari Turap ke Maredan

meningkat. Pada Lokasi Maredan memiliki nilai TSS yang relatif lebih tinggi dari lokasi Turap dan Pasar Minggu

(Tabel 1). Hal ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas manusia ke arah Maredan, input terbesar terhadap nilai

TSS diduga berasal dari pengambilan galian C di dalam sungai, aktivitas pertanian dan limbah rumah tangga.

Page 6: PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP EROSI SUNGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-22-281.pdfKemudian dianalisis sehingga menghasilkan data yang ... Salah satu akibat dari

AR - 194

ISBN: 978-602-60286-1-7

Gambar 5. Pengambilan sampel TSS

Air yang keruh biasanya banyak terdapat partikel lumpur atau kaloid dan bahan lain yang mengambang dalam air.

Banyak bahan ini dapat pula mempengaruhi kehidupan organisme air, karena dapat menghambat penetrasi cahaya

yang masuk ke dalam air sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetasi sungai. Pada daerah yang kurang

berarus (berarus lemah) bahan-bahan tersebut mudah terendapkan ke dasar perairan sehingga dapat mempengaruhi

kondisi substrat dasar, kehidupan organisme aquatik dan juga vegetasi tumbuhan yang hidup menempel pada substrat.

Batu-batu yang ditutupi lumpur menghalangi organisme termasuk vegetasi tumbuhan yang melekatkan akarnya pada

substrat dasar perairan. Sumber utama bahan-bahan tersuspensi ini umumnya berasal dari allochtonous (terrestrial)

seperti bahan-bahan tererosi dari proses “land clearing”, bahan buangan rumah tangga, limbah pertanian, limbah

pertambangan, bahan buangan industri dan blooming alga (Goldman and Horne, 1983 Allan, 1995).

Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas utama bagi kehidupan akuatik karena dibutuhkan untuk proses

pernafasan organisme akuatik. Hasil pengukuran oksigen terlarut menunjukkan kisaran antara 7,1 - 8,0 ppm yang

mengalami penurunan dari Maredan ke Turap. Kandungan oksigen terlarut tertinggi ditemukan pada Lokasi Turap

dan terendah ditemukan pada Lokasi Pasar Minggu dan Maredan.

Gambar 6. Pengambilan sampel DO dan BOD5

Tingginya kadar oksigen terlarut pada lokasi Turap diduga disebabkan oleh tingginya proses fotosintesis dan suhu air

yang rendah. Rendahnya kadar oksigen terlarut pada Lokasi Pasar Minggu dan Maredan diduga karena tingginya

penggunaan oksigen untuk proses respirasi, yang berkaitan dengan beban yang diterima sungai makin ke Maredan

makin bertambah, sehingga terjadi endapan pasir dan lumpur yang tebal yang mengandung endapan material organik

yang dapat menyebabkan proses dekomposisi meningkat dan menipiskan kandungan oksigen di perairan.

Page 7: PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP EROSI SUNGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-22-281.pdfKemudian dianalisis sehingga menghasilkan data yang ... Salah satu akibat dari

AR - 195

ISBN: 978-602-60286-1-7

Goldman and Horne (1983) dan Allan (1995) mengatakan bahwa pada sungai berarus relatif cepat seperti di hulu

kontribusi O2 ke dalam air akan lebih besar dari sungai berarus lambat, karena terjadi turbulensi air sehingga O2 lebih

mudah terdifusi dari udara kedalam air. Sebaliknya pada sungai berarus lambat proses difusi oksigen dari udara ke

dalam air lebih lambat sehingga kadar O2 pada bagian hulu yang relatif lebih tenang mempunyai nilai O2 yang rendah.

Kandungan O2 yang didapatkan dari penelitian ini masih berada dalam kisaran yang masih dapat ditolerir oleh vegetasi

tumbuhan dan organisme aquatik lainnya.

Karbondioksida Bebas

Karbondioksida berasal dari proses respirasi organisme dan dari udara bebas (atmosfer). Karbondioksida berperan

sebagai sumber karbon terbesar dalam proses fotosintesis bagi tumbuhan (Holden and Raitt, 1974 dan Goldman and

Horne, 1983).

Aktivitas metabolisme akuatik yang tinggi seperti respirasi dan proses penguraian bahan organik dapat menyebabkan

konsumsi O2 meningkat, sehingga konsentrasi O2 dalam air cenderung berkurang dan CO2 merupakan hasil

metabolisme tersebut cenderung meningkat. CO2 bebas yang ada dalam air berguna sebagai bahan dasar dalam proses

pembentukan senyawa organik melalui proses fotosintesis organisme berklorofil dalam badan air tersebut (Michael,

1984). Hasil pengukuran Karbondioksida bebas ketiga lokasi bervariasi dari lokasi Turap ke Maredan yaitu 8,9-15,0

ppm. Batas konsentrasi karbondioksida bebas yang aman bagi kehidupan organism 12 mg/l (Prescott, 1978).

Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan yang merupakan faktor pembatas bagi

kehidupan organisme perairan. Nilai pH pada ketiga lokasi bervariasi dari Turap ke Maredan yaitu 3-6 (Tabel 1). Hasil

pengukuran pH di ketiga lokasi yang diamati tampak masih dalam kisaran pH normal dan masih berada pada nilai

ambang baku mutu air untuk kebanyakan perairan yaitu antara 5-7.

Pada umumnya setiap organisme akuatik memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap pH. Nilai pH dalam perairan

sangat tergantung pada kapasitas penyangga (“buffer”). Pada umumnya kapasitas penyangga tersebut disebabkan

adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang berfungsi untuk memperkecil perubahan pH dalam air

keseimbangan garam-garam ini dapat dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 dan proses fotosintesis vegetasi akuatik.

Fotosintesis vegetasi akuatik yang lebih aktif akan membutuhkan CO2 yang banyak, kondisi ini menyebabkan

bikarbonat (HCO3-) akan terurai menjadi karbonat (CO3

-2) sehingga nilai pH akan meningkat (Allan, 1995). Ismail

dan Muhammad (1955) menyatakan bahwa, pada perairan tawar nilai pH terutama ditentukan oleh hubungan antara

kepekatan karbondioksida bebas, bikarbonat dan ion bikarbonat.

Biochemical Oxygen Deman (BOD)

BOD5 dapat digunakan untuk menaksir oksigen yang terpakai dalam proses dekomposisi oksidatif oleh bakteri aerob

didalam perairan dan merupakan ukuran banyaknya kandungan bahan organik yang terlarut dalam perairan, yang

menggambarkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik secara

biokimia dalam perairan (Michael, 1984).

Hasil pengukuran BOD5 dari ketiga lokasi yang diamati tampak bahwa pada ketiga lokasi memperlihatkan nilai BOD5

yang hampir sama. Dari Turap sampai ke Maredan nilai BOD5 di ketiga lokasi mengalami peningkatan. Secara Implisit

dapat dikatakan bahwa makin ke arah hilir menunjukan beban sungai tampak semakin besar. Lee et al (1978) dan

Welch and Lindell (1980) mengemukakan gambaran kuallitas air berdasarkan nilai BOD, yaitu perairan belum

tercemar biasanya memperlihatkan nilai BOD5 kurang dari 5 mg/l.

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan erosi adalah kecepatan arus serta

hempasan gelombang dari kapal yang melewati sungai siak yang mengakibatkan terkikisnya tebing tanah dan

pengaman tebing sungai siak.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan Penelitian Dosen

Pemula, semoga dengan hasil Penelitian ini dapat membantu dalam perencanaan Bangunan air dan penanganan Erosi

di Kecamatan Tualang.

Page 8: PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP EROSI SUNGAI …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-22-281.pdfKemudian dianalisis sehingga menghasilkan data yang ... Salah satu akibat dari

AR - 196

ISBN: 978-602-60286-1-7

DAFTAR PUSTAKA

Allan, J. D. 1995. Stream Ekologi: structure and function of running waters. Kluwer Academic Publisher. London.

Anwar, M Ruslin.Pudyono and M, Sahiruddin. (2009). “Penanggulangan Erosi Secara Struktural pada aliran Sungai

Bango”. Jurnal Rekayasa Teknik Sipil, Vol. 3 No.1, 51-63.

Arfiadi, Y. and Hadi, MNS. (2006). “Continuous bounded controller for active control of structures”. Computers and

Structures, Vol. 84, 798-807

Asdak, C. (2002). “Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dewobroto, W. (2005). Aplikasi rekayasa konstruksi dengan Visual Basic 6.0 : analisis dan desain penampang beton

bertulang sesuai SNI 03-2847-2002. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta

Frans, R. dan Arfiadi, Y. (2015). “Judul Artikel Konferensi”. Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9, Makassar,

7-8 Oktober 2016, 871-877

Goldman, C.R., and A.J. Horne. 1983. Limnology. McGraw Hill Book Company,

New York-Toronto-Tokyo.

Haerdjowigeno, S. (1995). Ilmu Tanah. Akademika Presindo, Jakarta

Holland, J. H. (1992). Adaptation in natural and artificial systems. MIT Press, Mass

Holden M.J. and D.F.S. Raitt. 1974. Manual of Fisheries Science. Part 2. Methods of Resource Investigation and

Their Application. FAO Fish. Tech. Pap., (15), Rev, 1, Rome. 214 p.

Hynes. H. B. N. 1971. The ecology of running water. Liverpool University Press. Ontorio.

Iskandar.J and Dahiyat. Y (2012). “Keanekaragaman Ikan Di Sungai Siak Riau”. Bionatura-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati

dan Fisik, Vol. 14 No.1, 51-58

Ismail, A dan Mohammad, A. B. 1995. Ekologi Air Tawar. DBP. Kuala Lumpur.

Kausch and W. Lampert. 1994. Algae and Water Polution. E. Schweizebart’sche Verlagsbuchhandlung. Stuttgart.

Lee. C. D, Wang, S. B, and C. L. Kuo. 1978. Benthic macro-invertebrate and fish as biological indicator of water

quality; with reference to community diversity index. In : International Conference Water Pollution Control in

Developing Countries. Bangkok. P:233-238.

Lowe, R.X. 2000. Phytobenthic Ecology and Regulated Stream. In: Biological indicator of water quality. Eds: A.

James and L. Evison. John Wiley and Sons. Toronto.

Menteri Negara Lingkungan Hidup.(2005).”Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Kaitannya Dengan

Pengelolaan DAS”.Prosiding Seminar Penyelamatan Dan Pelestarian Daerah Aliran Sungai Siak. Unri Press,

Pekanbaru.

Michael, P. 1984. Ecological Method For Field and Laboratory Investigation. Tata Mc graww-hill publisher. New

Delhi.

Nyibakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia. Jakarta.

Pangestu,Hendar. and Haki,Helmi. (2012). “Analisa Angkutan Sedimen Total Pada Sungai Dawas Kabupaten Musi

Banyu Asin”. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, Vol. 1 No.1, 103-109

Prescot, G.W. 1978. How to Know Fresh Water Algae. 3rd ed. WMC Brown Company Publisher. Lowa.

Sarraf, M. And Bruneau, M. (1998). “Ductile sismic retrofit of steel deck-truss bridges, II: Design applications.”. J.

Struct. Engrg., ASCE, 124(11), 1263-1271

Sedana, I. P. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Kualitas Air dan Pengelolaannya. Fakultas Perikanan. Universitas Bung

Hatta.

Soehardi.F dan Dinata.M.(2017).”Recent Analysis of Maximum Rain Period”, International Journal of Engineering

&Technology, Vol.2 No.3, 63-67

Soong, T. T. and Dargush, G. F. (1997). Passive energy dissipation systems in structural engineering. John Wiley &

Sons, Chichester, England.

Sudjati, J. J., Tarigan, R. A., dan Tresna, I. B. M. (2015). Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9, Makassar, 7-

8 Oktober 2016, 887-892

Welch, E. B, and T. Lindell. 1980. Ecological Effect of Waste Water. Cambridge University Press. Cambridge, New

York.

Zainal, R. (2005).” Kebijakan Pemerintah Propinsi Riau Dalam Pengelolaan DAS”. Prosiding Seminar Penyelamatan

Dan Pelestarian Daerah Aliran Sungai Siak. Unri Press, Pekanbaru.