pengaruh indikator keuangan daerah dan …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_ie_seabc_yuniar...

29
Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 402 PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN PENGAWASAN TERHADAP KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN / KOTA DI SUMATERA SELATAN Yuniar Mitsulia Alumni Magister Ilmu Ekonomi FE Unsri ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk melihat pengaruh indikator keuangan daerah dan pengawasan terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten / kota di Sumatera Selatan. Analisa indikator keuangan difokuskan tingkat kekayaan daerah, tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat, dan penyediaan fasilitas infrastruktur daerah. Studi ini menggunakan data panel dan alat analisis Least Square Dummy Variabel (LSDV) atau dikenal juga sebagai Random Effect Model (REM). Populasi dalam penelitian ini yaitu kabupaten / kota di Provinsi Sumatera Selatan dari tahun 2009-2013. Total sampel penelitian ini 75 pemerintah daerah. Hasil studi dari pengujian regresi terdapat dua variabel independen dinilai signifikan karena kurang dari 0,05% yaitu variabel Penyediaan Fasilitas Infrastruktur Daerah (PFI) (Prob 0,0025), terdapat pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sedangkan Pengawasan Keuangan Daerah (PINPTRT) (Prob 0,032) terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Variabel Tingkat Kekayaan Daerah (TKD) dan Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat (TKP) (Prob 0,16 dan 0,37) dengan pengaruh positif dan tidak signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah harus berupaya menggali potensi kekayaan daerah dan meminimalisir tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga harus mampu melakukan perencanaan, pengambilan keputusan dan atau kewenangan administrasi atas pelimpahan wewenang yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Kata Kunci: Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Indikator Keuangan Daerah, Pengawasan, Random Effect Model (REM). I. PENDAHULUAN Perubahan pengelolaan keuangan daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota menyebabkan peranan pemerintah daerah dalam penyediaan layanan umum dan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan nasional menjadi semakin besar. Hubungan hak dan kewajiban daerah yang berupa hubungan antara penggunaan sumber daya (input) dengan keluaran (output) dan hasil (outcome) harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah secara efisien dan efektif (Purnomo, 2008: 5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan daerah otonom berhak, berwenang, dan sekaligus berkewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah seperti politik luar negeri, keamanan, pertahanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah pemerintah daerah menjalankan otonomi daerah yang seluasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Namun, pada kenyataannya kebijakan otonomi yang diterapkan oleh pemerintah pusat belum dapat berjalan baik karena relatif masih banyak kesenjangan yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut antara lain disebabkan karena

Upload: vandan

Post on 11-Apr-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 402

PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN PENGAWASAN TERHADAPKINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN / KOTA DI SUMATERA SELATAN

Yuniar Mitsulia

Alumni Magister Ilmu Ekonomi FE Unsri

ABSTRAKStudi ini bertujuan untuk melihat pengaruh indikator keuangan daerah danpengawasan terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten / kotadi Sumatera Selatan. Analisa indikator keuangan difokuskan tingkat kekayaan daerah,tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat, dan penyediaan fasilitas infrastrukturdaerah. Studi ini menggunakan data panel dan alat analisis Least Square DummyVariabel (LSDV) atau dikenal juga sebagai Random Effect Model (REM). Populasidalam penelitian ini yaitu kabupaten / kota di Provinsi Sumatera Selatan dari tahun2009-2013. Total sampel penelitian ini 75 pemerintah daerah.

Hasil studi dari pengujian regresi terdapat dua variabel independen dinilaisignifikan karena kurang dari 0,05% yaitu variabel Penyediaan Fasilitas InfrastrukturDaerah (PFI) (Prob 0,0025), terdapat pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sedangkan Pengawasan Keuangan Daerah(PINPTRT) (Prob 0,032) terdapat pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Variabel Tingkat Kekayaan Daerah (TKD)dan Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat (TKP) (Prob 0,16 dan 0,37)dengan pengaruh positif dan tidak signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah harus berupayamenggali potensi kekayaan daerah dan meminimalisir tingkat ketergantungan kepadapemerintah pusat. Pemerintah daerah juga harus mampu melakukan perencanaan,pengambilan keputusan dan atau kewenangan administrasi atas pelimpahanwewenang yang dilakukan oleh pemerintah pusat.

Kata Kunci: Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Indikator KeuanganDaerah, Pengawasan, Random Effect Model (REM).

I. PENDAHULUANPerubahan pengelolaan keuangan daerah, baik tingkat provinsi maupunkabupaten/kota menyebabkan peranan pemerintah daerah dalam penyediaan layananumum dan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan nasional menjadi semakin besar.Hubungan hak dan kewajiban daerah yang berupa hubungan antara penggunaansumber daya (input) dengan keluaran (output) dan hasil (outcome) harus dilaksanakanoleh pemerintah daerah secara efisien dan efektif (Purnomo, 2008: 5)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerahmenegaskan daerah otonom berhak, berwenang, dan sekaligus berkewajibanmengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahanyang menjadi urusan pemerintah seperti politik luar negeri, keamanan, pertahanan,yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangandaerah pemerintah daerah menjalankan otonomi daerah yang seluasnya untukmengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dantugas pembantuan. Namun, pada kenyataannya kebijakan otonomi yang diterapkanoleh pemerintah pusat belum dapat berjalan baik karena relatif masih banyakkesenjangan yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut antara lain disebabkan karena

Page 2: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 403

pembangunan antar daerah dan sumbangan akan hasil eksploitasi yang tidak merata.(Adi, 2005: 2).

Pemerintah daerah dituntut untuk pandai menyelenggarakanpemerintahannya sehingga dapat terwujud tata kelola pemerintahan yang bersih,bertanggungjawab serta mampu menjawab tuntutan perubahan sesuai dengan prinsiptata pemerintahan yang baik. Sehingga, evaluasi yang berkala atas capaianpemerintah daerah sangat dibutuhkan dengan pengukuran kinerja yang sistematisuntuk mengukur kemajuan Pemerintah Daerah dalam mencapai pemerintahan yangbaik (Halacmi, 2005: 15).

Terkait dengan hal itu, dalam lampiran penjelasan atas PeraturanPemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang LaporanPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, LaporanKeterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan RakyatDaerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepadaMasyarakat Kepala Daerah wajib melaporkan penyelenggaraan pemerintahan daerahyang dapat dijadikan salah satu bahan evaluasi untuk keperluan pembinaan terhadappemerintah daerah. Ruang Lingkup LPPD mencakup penyelenggaraan urusandesentralisasi, tugas pembantuan dan tugas umum pemerintahan.

Sejalan dengan hal itu, pemerintah berkewajiban mengevaluasi kinerjapemerintahan daerah atau disebut Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah(EPPD) untuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentangPedoman Evaluasi Penyelenggaran Pemerintah Daerah Pasal 2 menjelaskan bahwaEvaluasi Penyelenggaran Pemerintah Daerah meliputi Evaluasi KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD).

Pedoman pelaksanaan EKPPD diatur dalam Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 73 Tahun 2009 tentang Tatacara Pelaksanaan Evaluasi KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah pada Pasal 5 menjelaskan sumber utamaEKKPD adalah LPPD yang difokuskan pada informasi capaian kinerja pada tataranpengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan menggunakan Indikator KinerjaKunci. Indikator Kinerja Kunci (IKK) berisikan data capaian kinerja yang diisi olehmasing-masing SKPD dengan tugas fungsinya dan disampaikan kepada KepalaDaerah melalui Tim Penilai. Hasil EKPPD dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeriyang terdiri atas: Laporan Hasil Evaluasi Individu untuk masing-masing daerah, danLaporan Hasil Pemeringkatanan dan Status Daerah secara nasional.

II. STUDI PUSTAKA

Sistem Pengelolaan Keuangan DaerahSalah satu unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan pemerintah danpembangunan di daerah adalah sistem pengelolaan keuangan daerah. Hal ini pentingdan mendasar untuk memperbaiki berbagai kelemahan dan kekurangan yang adaserta upaya untuk mengakomodasi berbagai tuntutan dan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 tahun 2000tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah menyebutkan, bahwayang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerahdalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang akan dinilai dengan uangtermasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut, dalam kerangkaAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pasal 4 dan 5 menyebutkan,bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturanperundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan, dan bertanggungjawabdengan memperhatikan azas keadilan dan kepatutan sehingga anggaran pendapatandan belanja daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahunanggaran tertentu.

Page 3: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 404

Devas, et al (1989: 56) mengemukakan, bahwa pengelolaan keuangan daerahberarti mengurus dan mengatur keuangan daerah dengan prinsip pengelolaankeuangan sebagai berikut.

Tanggung jawab (Accountability). Pemerintah daerah harusmempertanggungjawabkan tugas keuangannya kepada lembaga atau orang yangberkepentingan yang sah. Lembaga atau orang itu adalah pemerintah pusat, DPRD,kepala daerah, dan masyarakat umum.

Memenuhi kewajiban keuangan. Keuangan daerah harus ditata sedemikianrupa, sehingga mampu melunasi semua ikatan keuangan, jangka pendek dan jangkapanjang (termasuk pinjaman jangka panjang).

Hasil guna (effectiveness) dan daya guna (efficiency). Tata cara menguruskeuangan daerah harus sedemikian rupa, sehingga memungkinkan program dapatdirencanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerahdengan biaya serendah-rendahnya dan dalam waktu secepat-cepatnya.

Mardiasmo (1999: 11) mengemukakan, bahwa salah satu aspek daripemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaankeuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah atau APBD merupakaninstrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumenkebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangankapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas

dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan denganperaturan daerah (Permendagri No. 13 Tahun 2006, 2006:8). APBD merupakandokumen yang mencerminkan kondisi keuangan pemerintah daerah yang di dalamnyatercantum informasi mengenai pendapatan, belanja, dan pembiayaan (Yuwono, 2005:68).

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 29 tahun 2002 sertaPeraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2005, struktur APBD adalah sebagai berikut:1. Pendapatan Daerah

Pendapatan Daerah yaitu pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungutberdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan UU No. 33/2004. Pendapatan daerahterdiri atas: (a) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari hasil pajak daerah,hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, dan sumber-sumber PAD lain yang sah. (b) Dana Perimbangan yang terdiri dari: Dana Bagi Hasilyang terbagi atas: Bagi Hasil Pajak (BHP), Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP), dan BagiHasil Sumber Daya Alam.

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBNdialokasikan untuk daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuanganantardaerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari APBNdialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanaikegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerahselain PAD dan dana perimbangan yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lainpendapatan yang ditetapkan pemerintah.

2. Belanja DaerahBelanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai

pengurang nilai kekayaan bersih dalam tahun periode anggaran yang bersangkutan(UU No. 33/2004). Belanja daerah meliputi semua pengeluaran yang merupakankewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang akan menjadi pengeluaran kas

Page 4: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 405

daerah. Belanja daerah terdiri dari: belanja aparatur (belanja operasi), belanjapelayanan publik (belanja modal), belanja bagi hasil dan bantuan keuangan (belanjatransfer) dan belanja tidak terduga.

Belanja aparatur adalah bagian belanja yang berupa: belanja administrasiumum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan yangdialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dandampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik). Belanjapelayanan publik adalah bagian belanja yang berupa: belanja administrasi umum,belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan yangdialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dandampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik). Belanja bagi hasildan bantuan keuangan adalah pengeluaran uang oleh pemerintah daerah dengantidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa seperti dalam pembelian danpenjualan, tidak mengharapkan dibayar kembali seperti pada suatu pinjaman dan tidakmengharapkan hasil pendapatan seperti layaknya pada kegiatan investasi. Belanjatidak tersangka adalah pengeluaran yang disediakan untuk kejadian-kejadian luarbiasa seperti bencana alam, pengembalian penerimaan yang bukan haknya daerah.

3. Pembiayaan DaerahPembiayaan meliputi transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk

memanfaatkan surplus atau selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerahyang meliputi penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan (UU No. 33tahun 2004).

Berdasarkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 pasal 3 ayat 4 disebutkanbahwa APBD memiliki fungsi sebagai berikut:1. Otorisasi: anggaran menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja

pada tahun yang bersangkutan.2. Perencanaan: anggaran menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan

kegiatan pada tahun yang bersangkutan.3. Pengawasan: anggaran menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan

penyelenggaraan dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi danefektivitas perekonomian.

4. Stabilisasi: anggaran menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakankeseimbangan fundamental perekonomian.

Prinsip penyusunan APBD menurut Menteri Negara Otonomi Daerah RI danPAU-SE UGM (2000: 5-8) sebagai berikut:1. Keadilan Anggaran

Keadilan anggaran merupakan salah satu misi utama yang diemban pemerintahdaerah dalam melakukan berbagai kebijakan, khususnya yang berkaitan denganpengelolaan anggaran daerah. Pelayanan umum akan meningkatkan kesempatankerja yang akan semakin bertambah, apabila fungsi alokasi belanja maupunmekanisme perpajakan serta retribusi yang lebih adil dan trasnparan. Hal tersebutmengharuskan pemerintah daerah untuk me-rasionalkan pengeluaran atau belanjasecara adil untuk dapat dinikmati hasilnya secara proporsional oleh para wajib pajak,retribusi maupun masyarakat luar. Penetapan besaran pajak daerah dan retribusidaerah harus mampu menggambarkan nilai-nilai rasional yang transparan dalammenentukan tingkat layanan bagi masyarakat daerah.2. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Hal yang perlu diperhatikan dalam prinsip ini adalah bagaimana memanfaatkanuang sebaik mungkin agar dapat menghasilkan perbaikan pelayanan kesejahteraanyang maksimal guna kepentingan masyarakat. Secara umum, kelemahan yang sangatmenonjol dari anggaran selama ini adalah keterbatasan daerah untukmengembangkan instrumen teknis perencanaan anggaran yang berorientasi pada

Page 5: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 406

kinerja, bukan pendekatan incremental yang sangat lemah landasan pertimbangannya.Oleh karenanya, dalam penyusunan anggaran harus memperhatikan tingkat efisiensialokasi dan efektivitas kegiatan dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang jelas.Berkenaan dengan itu, maka penetapan standar kinerja proyek dan kegiatan sertaharga satuannya, akan merupakan faktor penentu dalam meningkatkan efisiensi danefektivitas angaran.3. Anggaran Berimbang dan Defisit

Penetapan prinsip ini agar alokasi belanja yang dianggarkan sesuai dengankemampuan penerimaan daerah yang realistis, baik berasal dari Pendapatan AsliDaerah (PAD), dana perimbangan keuangan maupun pinjaman daerah. Di sisi lain,kelebihan target penerimaan tidak harus selalu dibelanjakan, tetapi dicantumkan dalamperubahan anggaran dalam pasal cadangan atau pengeluaran tidak tersangka,sepanjang tidak ada rencana kegiatan mendesak yang harus segera dilaksanakan.4. Disiplin Anggaran

Struktur anggaran harus disusun dan dilaksanakan secara konsisten. APBDadalah rencana pendapatan dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan danpembangunan daerah untuk 1 (satu) tahun anggaran tertentu. Bila terdapat kegiatanbaru yang harus dilaksanakan dan belum tersedia kredit anggarannya , makaperubahan APBD dapat disegerakan dan dipercepat dengan memanfaatkan pasalpengeluaran tak tersangka, bila masih memungkinkan. Anggaran yang tersedia padasetiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran, oleh karenanya tidakdibenarkan melaksanakan kegiatan /proyek melampaui batas kredit anggaran yangtelah ditetapkan.

Transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan anggaran, penetapananggaran, perubahan anggaran dan perhitungan anggaran merupakan wujudpertanggungjawaban pemerintah daerah kepada masyarakat. Sejalan dengan Code ofGood Practices On Fiscal Transparancy yang diperkenalkan oleh IMF, maka dalamproses pengembangan wacana publik di daerah sebagai salah satu instrumen kontrolpengelolaan anggaran daerah perlu diberikan keleluasaan masyarakat untukmengakses informasi tentang kinerja dan akuntabilitas anggaran. Oleh karena itu,anggaran daerah harus mampu memberikan informasi yang lengkap, akurat dan tepatwaktu untuk kepentingan masyarakat, pemerintah daerah, pemerintah pusat dalamformat yang akomodatif dalam kaitannya dengan pengawasan dan pengendaliananggaran daerah. Sejalan dengan hal tersebut, maka perencanaan, pelaksanaan danpelaporan proyek dan kegiatan harus dilaksanakan secara terbuka dan dapatdipertanggungjawabkan secara teknis maupun ekonomis kepada pihak legislatif,masyarakat maupun pihak-pihak independen lain yang memerluknan

Teori Keuangan DaerahDesentralisasi fiskal merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat untukmengambil keputusan dan pengelolaan fiskal kepada pemerintah daerah. Pelimpahanwewenang tersebut selanjutnya dipertanggungjawabkan secara transparan kepadamasyarakat yang bersangkutan (Boex, 2001: 13). Desentralisasi fiskal terdiri dariempat pilar (Boex, 2001: 14) yaitu:

1. Pengeluaran, mengatur mengenai fungsi dan tanggung jawab pengeluaranuntuk masing-masing tingkat pemerintahan.

2. Pendapatan, berkenaan dengan sumber-sumber penerimaan objek pajak ataunon pajak yang menjadi wewenang pemerintah daerah.

3. Transfer, berkenaan dengan pendapatan yang berasal dari pemerintah pusatdan;

4. Pembiayaan, sebagai penyeimbang antara pendapatan dan pengeluarandaerah.

Page 6: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 407

Dari penjelasan diatas teori Boex dapat digunakan sebagai dasar dari variabeltingkat kekayaan daerah, yang dilihat dari peningkatan Pendapatan Asli Daerah(PAD).

Keuangan Daerah menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor. 59Tahun 2007 adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangkapenyelenggaraan pemerintah daerah, yang dapat dinilai dengan uang, termasukdidalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajibandaerah tersebut. Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dankewajiban yang dapat dinilai dengan uang, juga segala satuan, baik berupa uangmaupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belumdimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lainsesuai ketentuan/peratuaran perundangan yang berlaku.

Pendapatan DaerahMenurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah pendapatan daerahadalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersihdalam periode tahun bersangkutan. Sumber pendapatan daerah bersumber dari :1. Pendapatan Asli Daerah2. Dana Perimbangan3. Lain-lain pendapatan

Dapat dikatakan sumber pendapatan daerah meliputi semua penerimaanuang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar,yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayarkembali oleh daerah. Pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah(PAD), dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah.

Pendapatan Asli DaerahMenurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pendapatan AsliDaerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yangdipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah bersumber dari:a. Pajak Daerah;b. Retribusi Daerah;c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dand. lain-lain PAD yang sah.Lain-lain PAD yang sah meliputi:a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;b. jasa giro;c. pendapatan bunga;d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dane. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau

pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

Kemudian menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Bab V Pendapatan AsliDaerah Pasal 7 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat danPemerintahan Daerah dikatakan bahwa dalam upaya meningkatkan PAD, daerahdilarang:a. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi

biaya tinggi; danb. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas

penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor.

Page 7: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 408

Oleh karena itu pendapatan asli daerah yang merupakan sumberpenerimaan daerah untuk terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagianbeban belanja yang diperlukan dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunanyang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi secara bertanggungjawab dapat dilaksanakan.

Teori DesentralisasiTeori ini untuk menjelaskan variabel tingkat ketergantungan pada pusat yang

diwujudkan dalam bentuk penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU). Danaperimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yangdialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangkapelaksanaan desentralisasi yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangankeuangan antara pusat dan daerah (Darise, 2007: 37).

Desentralisasi sebagai transfer perencanaan, pengambilan keputusan danatau kewenangan administrasi dari pemerintah pusat kepada organisasi pusat didaerah, unit administrasi lokal, organisasi semi otonomi dan parastatal(perusahaan), pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah (Rondinelli danCheema, 1983) dalam (Taufiz, 2010: 6).

Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan DaerahTugas dan wewenang kepala daerah yaitu memberikan laporan sebagai salah

satu alat pertanggungjawaban kinerja penyelenggaran pemerintahan daerah. Bentuklaporan pertanggungjawaban yang lebih rinci dijelaskan dalam PP Nomor 3 Tahun2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) kepadaPemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah kepadaDPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (ILPPD) kepadaMasyarakat. Muatan informasi ILPPD merupakan ringkasan LPPD. Kinerja merupakanhasil/keluaran dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungandengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur (PP Nomor 8Tahun 2006). Kinerja Penyelengaraan Pemerintahan Daerah adalah capaian ataspenyelenggararaan urusan pemerintahan daerah yang diukur dari masukan, proses,keluaran, hasil, manfaat, dan atau dampak (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73Tahun 2009) (Arifianti dkk, 2013: 2481)

Kemudian, tujuan utama dilaksanakannya evaluasi, adalah untuk menilaikinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upaya peningkatan kinerja untukmendukung pencapaian tujuan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan prinsiptata kepemerintahan yang baik. EPPD meliputi evaluasi kinerja penyelenggaraanpemerintahan daerah (EKPPD), evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomidaerah (EKPOD), dan evaluasi daerah otonom baru (EDOB). EKPPD dilakukandengan cara menilai kinerja tingkat pengambilan keputusan, yaitu Kepala Daerah danDPRD, dan tingkat pelaksanaan kebijakan daerah, yaitu satuan kerja perangkat daerah(SKPD). Sumber informasi utama EKPPD adalah Laporan PenyelenggaraanPemerintahan Daerah (LPPD) yang disampaikan kepala daerah kepada Pemerintah.Selain itu apabila dipandang perlu, evaluasi dapat juga menggunakan sumberinformasi tambahan dari laporan lain baik yang berasal dari sistem informasipemerintah, laporan pemerintahan daerah atas permintaan Pemerintah, tanggapanatas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ), maupunlaporan dari masyarakat. EKPPD dilaksanakan dengan mengintegrasikan pengukurankinerja yang dilaksanakan oleh Tim Nasional EPPD dan Tim Daerah EPPD, sertapengukuran oleh pemerintahan daerah (pengukuran kinerja mandiri, self assessment)yang dilaksanakan oleh Tim Penilai (Subagyo, 2009: 3).Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 menyebutkan bahwa salah satu evaluasipenyelenggaraan pemerintahan daerah adalah berupa evaluasi kinerjapenyelenggaraan pemerintahan daerah (EKPPD). Setelah itu dilengkapi dengan

Page 8: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 409

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 tentang tata carapelaksanaan evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dan PeraturanMenteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2009 tentang pedoman pemberianpenghargaan kepada penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal 5 Peraturan MenteriDalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 ini disebutkan bahwa EKPPD menggunakanLPPD sebagai sumber informasi utama. Metode EKPPD dilakukan dengan menilaitotal indeks komposit kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Total Indekskomposit kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan penjumlahan hasilpenilaian yang meliputi indeks capaian kinerja dan indeks kesesuaian materi. Indekscapaian kinerja diukur dengan menilai IKK pada aspek tataran pengambil kebijakandan pelaksanaan kebijakan (Sudharsanah dan Rahardjo, 2013: 4).

Penelitian TerdahuluAda banyak penelitian terdahulu mengenai analisis Pengaruh Indikator

Keuangan Daerah dan pengawasan terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahdaerah yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu dengan menggunakanalat analisa yang berbeda. Namun hanya beberapa penelitian yang dijadikan penelitisebagai referensi pada penelitian ini.

Arifianti, dkk (2013: 2477) menganalisis pengaruh pemeriksaan danpengawasan keuangan daerah terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahandaerah. Penelitian ini menggunakan alat analisis multiple regression dengan metodepurposive sampling diambil 197 Kabupaten/Kota di Indonesia . Hasil dari penelitian inimembuktikan bahwa pengawasan ekstern yang dilakukan oleh masyarakat dan hasilpemeriksaan oleh BPK terkait kelemahan sistem pengendalian intern, ketidakpatuhanterhadap ketentuan perundang-undangan, dan tindak lanjut atas temuan pemeriksaanyang sesuai dengan rekomendasi digunakan dengan baik oleh pemerintah daerahsebagai sarana perbaikan atas kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yangakan datang. Sementara itu, fungsi pengawasan intern yang dilakukan oleh DPRDtidak memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja penyelenggaraanpemerintahan daerah yang akan datang. Hal ini mengindikasikan bahwa anggotadewan masih lebih mementingkan partainya daripada kinerja daerahnya.

Sudarsana dan Rahardjo, (2013: 1) meneliti tentang karakteristik suatupemerintah daerah (ukuran pemerintah daerah, tingkat kekayaan daerah, tingkatketergantungan pada pemerintah pusat ) dan temuan audit terhadap kinerjapenyelenggaraan pemerintahan daerah dilihat dari skor kinerja EvaluasiPenyenyelenggaraan Pemerintah Daerah. Populasi penelitian ini adalahKabupaten/Kota di Indonesia selama tahun 2010. Dengan total sampel 367pemerintahan daerah. Berdasarkan hasil peneitian, maka dapat diambil kesimpulanbahwa variabel ukuran pemerintah daerah dengan proksi total aset, variabel tingkatketergantungan daerah kepada pemerintah pusat dengan proksi DAU dibanding totalpendapatan dan variabel belanja modal dengan proksi belanja modal dibanding totalrealisasi belanja terbukti tidak berpengaruh secara signifikan terhadap skor kinerjaPemda kabupaten/kota. Sedangkan, variabel temuan audit BPK dengan proksi temuanaudit dibanding total anggaran belanja, variabel tingkat kekayaan daerah denganproksi PAD dibanding total pendapatan berpengaruh secara signifikan terhadap skorkinerja Pemda kabupaten/kota di Indonesia.

Mustikarini dan Fitriasari, (2012: 12) menganalisis karakteristik suatupemerintah daerah dan temuan audit BPK memiliki pengaruh terhadap skor kinerjaPemerintah Daerah kabupaten/kota untuk tahun 2007. Total sampel 275pemerintahan daerah. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa semua variabelkarakteristik Pemerintah Daerah dan juga temuan audit BPK berpengaruh signifikanterhadap variabel independen dengan arah yang sesuai dengan hipotesis kecualiuntuk variabel belanja daerah. Variabel ukuran daerah, kekayaan daerah dan tingkatketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat berpengaruh positif terhadap skor

Page 9: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 410

kinerja pemerintah daerah sedangkan variabel belanja daerah dan temuan audit BPKberpengaruh negatif terhadap skor kinerja pemerintah daerah.

Marfiana dan Kurniasih, (2012: 11) Menguji karakteristik pemerintah daerahdan hasil pemeriksaan audit BPK terhadap kinerja keuangan pemerintah daerahdengan kesimpulan: Ukuran pemerintah daerah; tingkat kekayaan daerah; dan opiniaudit tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah diPulau Jawa. Sedangkan tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat dan jumlahbelanja daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintahdaerah, serta ukuran legislatif dan temuan audit berpengaruh negatif signifikanterhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Pulau Jawa.

Primadona, (2010: 1) melakukan penelitian untuk mengetahui besarpengaruh pegawasan intern dan pengelolaan keuangan daerah terhadap pelaksanaankinerja pemerintahan daerah baik secara parsial maupun simultan pada PemerintahKota Bandung. Populasi penelitian sebanyak 14 (empat belas) ditujukan pada KepalaDinas pada SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Hasil dari penelitian inipengelolaan keuangan daerah di Pemerintah Kota Bandung sudah berjalan denganbaik, namun masih memiliki kelemahan yaitu kemampuan pegawai dalam mengelolakeuangan daerah masih kurang, karena terbatasnya jumlah personel pemerintahdaerah yang memahami pengelolaan keuangan daerah.

Kerangka PemikiranKerangka pemikiran dalam penelitian ini disusun seperti dalam bagan berikut ini

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Pengaruh Indikator Keuangan Daerah dapat dilakukan dengan melihat tingkatkekayaan daerah, tingkat ketergantungan pada pusat dan penyediaan fasilitasinfrastruktur. Untuk mengidentifikasi kekayaan daerah dapat dilihat dari perbandinganpendapatan asli daerah dengan total pendapatan. Selanjutnya untuk menentukantingkat ketergantungan pada pusat dilihat dari perbandingan Dana Alokasi Umumdengan Total Pendapatan, untuk penyediaan fasilitas infrastruktur dilihat dariperbandingan belanja modal dengan realisasi belanja.

Kemudian dilakukan penelitian dengan melihat pengawasan keuangan daerahdengan menggunakan indikator variabel pengawasan inspektorat dilihat dari jumlahtemuan BPK yang ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi. Sedangkan variabelmenggunakan hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahun2009 – 2013.

HipotesisBerdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, hipotesis penelitian

yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:

IndikatorKeuangan Daerah :1. Tingkat Kekayaan Daerah2. Tingkat Ketergantungan pada

Pemerintah Pusat3. Penyediaan Fasilitas Infrastruktur

Pengawasan Keuangan Daerah:Pengawasan Inspektorat

KinerjaPenyelenggaraan

PemerintahanDaerah

Kabupaten/Kota

Page 10: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 411

Tingkat kekayaan daerah, Tingkat ketergantungan pada Pemerintah Pusat,Penyediaan fasilitas infrastruktur, dan Pengawasan Inspektorat berpengaruh positifterhadap Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

III. METODE PENELITIANRuang Lingkup PenelitianRuang lingkup penelitian ini hanya menguji Pengaruh Indikator Keuangan Daerah yaitukekayaan daerah (Pendapatan Asli Daerah), ketergantungan pada pemerintah pusat(Dana Alokasi Umum), fasilitas infrastruktur (Belanja modal) dan pengawasankeuangan daerah yang dilihat dari pengawasan oleh Inspektorat terhadap kinerjapenyelenggaraan pemerintahan daerah. Penelitian ini mengambil sampel dari 15 (limabelas) Kabupaten/ Kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan dari tahun 2009sampai dengan 2013.

Populasi dan SampelPopulasi adalah keseluruhan orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti

investigasi sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah anggotayang dipilih dari populasi (Sekaran, 2009). Populasi dan sampel dalam penelitian iniadalah seluruh kabupaten/ kota di Sumatera Selatan pada tahun 2009 -2013. Totalpopulasi adalah 75 (tujuh puluh lima) yakni 15 (lima belas) kabupaten/ kota pada 5(lima) tahun.

Jenis dan Sumber DataData yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu data yang

telah disediakan oleh pihak ketiga, dan tidak berasal dari sumber langsung. Datatersebut berupa Penetapan Peringkat dan Status Kinerja PenyelenggaraanPemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun 2009-2013 yang dipublikasikan mealuiwebsite Kementrian Dalam Negeri, Kabupaten Dalam Angka dan Sumatera SelatanDalam Angka.

Adapun sumber data yang diperoleh berasal dari beberapa sumber, yakni:a. Kementerian Dalam Negeri, berupa data skor Kinerja Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah.b. Inspektorat Provinsi Sumatera Selatan, data berupa junlah tindak lanjut temuan

BPK yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan rekomendasi.c. BPS Provinsi Sumatera Selatan, data berupa Pendapatan Asli Daerah, Dana

Alokasi Umum, Total Pendapatan, Belanja Modal dan Realisasi Belanjad. Dinas/ Instansi lain yang terkait berupa data keuangan yang kurang pada BPS

Provinsi Sumatera Selatan.

Metode Pengumpulan DataMetode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi

yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menggunakan jurnal-jurnal, buku-buku,serta melihat dan mengambil data-data yang diperoleh dari situs resmi instansi yangterkait dalam penelitian ini.Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini menggunakan variabel dependen berupa kinerjapenyelenggaraan pemerintah daerah dan variabel independen yang terdiri dari;keuangan daerah dimensinya adalah pendapatan asli daerah, dana alokasi umum,belanja modal, serta fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pengawasan inspektoratberupa tindak lanjut temuan pemeriksaan yang sesuai dengan rekomendasi. Selain itujuga menggunakan variabel kontrol berupa ukuran daerah. Variabel danpengukurannya secara lengkap dapat disajikan dalam Tabel 4 berikut ini.

Page 11: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 412

Tabel 4.Operasionalisasi Variabel Penelitian

No. Variabel Definisi Indikator Skala1. Pertumbuhan

EkonomiVariabel yangmerupakan peningkatanproduksi barang-barangdan jasa-jasa yangberlangsung dalam kurunwaktu tertentu. Dalampenelitian inipertumbuhan ekonomidiukur dari pertumbuhanPDRB dengan hargakonstan. Pertumbuhanekonomi ini dilandasiTeori ModelPertumbuhan EkonomiNeo-Klasik.

PDRB hargakonstan

Rasio

2. KemandirianKeuanganDaerah

Variabel yangmenunjukkankemampuan pemerintahdaerah dalam membiayaisendiri kegiatanpemerintahan danpembangunan daerahdengan PAD.

Realisasi PADPenerimaan

(Pendapatan)Daerah

Rasio

3. EfektivitasKeuanganDaerah

Variabel yangmenunjukkanperbandingan antararealisasi pendapatandaerah dengan targetpendapatan yangditetapkan dalam APBD.

Realisasipendapatan

daerahTarget anggaran

pendapatandaerah

Rasio

4. EfisiensiKeuanganDaerah

Variabel yang melihatperbandingan antararealisasi pengeluaran(belanja) daerah dengantotal pendapatan daerah(APBD).

Realisasi BelanjaDaerah

RealisasiPendapatan

Daerah

Rasio

5. PertumbuhanPendapatanDaerah

Variabel yangmenghitung rasiopersentase pertumbuhanpendapatan daerah

RealisasiPendapatan

daerah

Rasio

6. PertumbuhanBelanja Modal

Belanja modal adalahkomponen belanjadaerah yang merupakanbelanja langsung untukpembelian assetpembangunan sertauntuk membiayaiprogram-programpembangunan.

Belanja modalAPBD KotaPalembang

Rasio

Page 12: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 413

No Variabel Definisi Indikator Skala7. Pertumbuhan

BelanjaBantuan Sosial

Belanja bantuan sosialadalah salah satukomponen belanjadaerah yaitu belanja taklangsung yang berupapemberian bantuanuang/barang kepadamasyarakat dengantujuan untukmewujudkan keadilandan pemerataanpembangunan

Belanja bantuansosial APBD

Kota Palembang

Rasio

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah di Kabupaten/ Kota di SumateraSelatanTujuan utama dilaksanakannya evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah,adalah untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam upayapeningkatan kinerja untuk mendukung pencapaian tujuan penyelenggaraan otonomidaerah berdasarkan prinsip tata kepemerintahan yang baik. EPPD meliputi evaluasikinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah (EKPPD), evaluasi kemampuanpenyelenggaraan otonomi daerah (EKPOD), dan evaluasi daerah otonom baru(EDOB). Perkembangan skor kinerja Pemda kabupaten/kota yang berasal dariLaporan Hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah atas LPPDtahun 2009 sampai 2013 tingkat nasional dengan range nilai 0 - 1 dengan statuskinerja Rendah, 1 - 2 dengan status kinerja Sedang, 2 - 3 dengan status kinerjaTinggi dan 3 - 4 dengan status kinerja Sangat Tinggi, dapat terlihat pada gambar dibawah ini.

Daerah dengan rata-rata skor kinerja penyelenggaraan pemerintah tertinggiterdapat di Kabupaten Muara Enim sebesar 2,7567 dengan status Tinggi. Hal inidisebabkan pemerintah daerah dalam pemanfaatan alokasi, pencairan danpenyerapan DAU, DAK, dan Bagi Hasil dilakukan lebih transparan, serta penggaliansumber-sumber pendapatan asli daerah dilakukan dengan intensitas, efektivitas, dantransparansi.

Skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah rata-rata dalam kurunwaktu 2009 sampai dengan 2013 terendah terdapat pada Kabupaten Ogan KomeringUlu sebesar 2,246 dengan status Tinggi. Hal ini disebabkan pemerintah daerahKabupaten OKU belum optimal dalam menggunakan sumber dana baik daripemerintah pusat ataupun penggalian potensi-potensi pendapatan asli daerah.

Page 13: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 414

Gambar 5Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota Sumsel

Sumber : Kemendagri Laporan Peringkat dan Status Kinerja PenyelenggaraanPemerintahan Secara Nasional data diolah

Perkembangan Tingkat Kekayaan Daerah di Kabupaten/ Kota di SumselDaerah (PAD). Peningkatan PAD sebenarnya merupakan akses dari

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan yang positif akan mendorong investasi yang jugamendorong peningkatan perbaikan infrastruktur daerah. Peningkatan infrastrukturdaerah dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik yang mencerminkan kinerjapemerintah daerah. Pendapatan Asli Daerah yang besar dapat meningkatkan kinerjapemerintah daerah begitupun dengan kinerja keuangan daerah. Tabel di bawah inimenunjukkan perkembangan tingkat kekayaan daerah yang didapat dari perbandinganpendapatan asli daerah dengan pendapatan pada kabupaten/kota di ProvinsiSumatera Selatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.

Gambar 6Rasio Tingkat Kekayaan Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Selatan Tahun 2009 Sampai Dengan Tahun 2013

Sumber : djpk-depkeu Indonesia (diolah) Tingkat kekayaan daerah di setiapKabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Selatan tampak berfluktuasi, peningkatan rata-rata cukup tinggi terjadi padatahun 2012 untuk Kota Palembang sebesar 0,229 dan Kabupaten lahat sebesar0,0739 di urutan kedua. Hal ini dapat terlihat dengan banyak pertumbuhan baik itu

Page 14: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 415

ruko, hotel, maupun tempat rekreasi di Kota Palembang, dengan banyaknyapembangunan infrastruktur yang baru dapat mendorong peningkatan pendapatandaerah dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah. Sedangkan pada tahun 2009rata-rata kabupaten dan kota mengalami penurunan sebesar 0,1986, penurunan yangpaling tinggi terjadi pada Kabupaten Ogan Komering Ulu timur sebesar 0,015 danKabupaten Ogan Komering Ulu Selatan sebesar 0,010. Hal ini disebabkan pemerintahdaerah kurang menggali potensi daerah baik dari segi potensi pajak daerah maupunpotensi retribusi daerah.

Rasio antara pendapatan asli daerah terhadap pendapatan seperti yangdisajikan pada gambar di atas menunjukkan seberapa besar kemampuan daerah untukmenggali sumber-sumber pendapatan keuangan sendiri yang merupakan sumberkekayaan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah. Daerahyang mempunyai pendapatan asli daerah yang besar akan mempunyai posisi yanglebih baik dari pada yang masih tergantung dengan pemerintah pusat.

Perkembangan Tingkat Kemandirian/Ketergantungan pada Pemerintah PusatKabupaten/ Kota di Sumatera Selatan

Tingkat kemandirian pemerintah pusat tergambar dari seberapa besar danaalokasi umum yang diterima oleh kabupaten/kota, jika semakin besar menunjukkantingkat ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin besarbegitupun sebaliknya. Daerah yang memiliki anggaran dana alokasi umum sedikitmaka dpat dikatakan pendapatan asli daerah tersebut cukup besar. Adapun tingkatkemandirian pada pemerintah pusat dapat dilihat dari perbandingan Dana AlokasiUmum dengan total pendapatan.

Besarnya rasio Dana Alokasi Umum terhadap total pendapatan daerah masing-masing kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan ditunjukkan pada tabel dibawah ini.

Gambar 7 Rasio Tingkat Kemandirian Daerah pada Kabupaten/Kota di ProvinsiSumatera Selatan Tahun 2009 Sampai Dengan Tahun 2013

Sumber : DJPK Depkeu Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahKabupaten/ Kota di Indonesia (diolah)

Gambar di atas menunjukkan rasio Dana Alokasi Umum terhadap totalpendapatan daerah kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Selatan, apabila dilihatsecara keseluruhan, rata-rata persentase tingkat kemandirian daerah tiap tahunnyatertinggi pada tahun 2012 terdapat di Kabupaten Ogan Komring Ulu Selatan sebesar0,6614 dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Tmur sebesar 0,6540. Tingkatkemandirian daerah yang tinggi dapat diartikan bahwa daerah tersebut belum dapatmemenuhi kebutuhan daerahnya sendiri, serta penerimaan dari sektor pendapatan asli

Page 15: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 416

daerah masih sangat rendah, hal ini dapat disebabkan karena Kabupaten OganKomering Ulu Selatan merupakan daerah pemekaran. Sedangkan untuk persentasetingkat kemandirian terendah terjadi pada tahun 2010 pada Kabupaten Musi Banyuasinsebesar 0,0587, hal ini antara lain disebabkan kemampuan keuangan pemerintahdaerah dalam memenuhi pengeluaran daerah dapat dibiayai sendiri oleh daerahtersebut atau dengan kata lain tidak terlalu besar tergantung dengan pemerintah pusat.Seperti terlihat pada tabel di atas tingkat kemandirian pemerintah kabupaten/kota diProvinsi Sumatera Selatan hampir meningkat tiap tahunnya walaupun ada di tahun2010 dan 2013 yang mengalami penurunan. Akan tetapi jika dibandingkan denganrasio tingkat kekayaan daerah masih sangat besar hal ini menunjukkan tingginyaketergantungan kabupaten/ kota di Sumatera Selatan terhadap pemerintah pusat, danmembuktikan bahwa kaupaten/kota tersebut belum mampu meningkatkan pendapatanasli daerah masing-masing dan menggali potensi pendapatan daerah.

Perkembangan Penyediaan Fasilitas Infrastruktur Daerah pada Kabupaten/ Kotadi Sumatera Selatan

Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah menceminkan porsi belanjadaerah yang dibelanjakan untuk belanja modal. Belanja modal ditambah denganbelanja barang dan jasa, merupakan belanja pemerintah yang memiliki pengaruhsignifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah selain dari sektor swasta,rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu, semakin tinggi angka rasionya,semakin baik pengaruhnya terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.Sebaliknya, semakin rendah angka rasionya semakin rendah juga pengaruhnyaterhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Berikut tabel penyediaan fasilitasinfrastruktur daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan:

Gambar 8Penyediaan Fasilitas Infrastruktur Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2009 Sampai Dengan Tahun 2013Sumber : DJPK Depkeu Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten/ Kota di Indonesia (diolah)

Berdasarkan gambar di atas rasio belanja modal terhadap total belanja daerahyang paling tinggi ada pada Kabupaten Muara Enim tahun 2013 sebesar 7,3120 hal inidisebabkan besarnya komposisi belanja modal pada tahun tersebut pemerintahdaerah mengalokasikan untuk peningkatan pembangunan infrastruktur jalan danjembatan di Kabupaten Muara Enim, sedangkan daerah yang terendah di tahun 2013adalah Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan sebesar 2,0900, ini dikarenakan pada

Page 16: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 417

tahun 2013 belanja daerah kabupaten melonjak sangat tinggi sedangkan belanjamodalnya rendah.

Perkembangan Pengawasan Keuangan Daerah pada pemerintah daerah diKabupaten/ Kota di Sumatera Selatan

Perkembangan pengawasan keuangan daerah dalam hal ini yang dilakukanoleh Inspektorat yaitu pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerahadapun tugasnya yaitu Pemantauan dan Tindak Lanjut Hasil Pengawasan atastemuan yang dilakukan oleh BPK. Dalam pelaksanaan pemantauan dan tindak lanjuthasil pengawasan fungsional hasil pemeriksaan oleh BPK, masih terdapatrekomendasi/saran yang belum ditindaklanjuti oleh auditan.

Besarnya rasio tindak lanjut temuan BPK sesuai dengan rekomendasi untukmasing-masing daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan ditunjukkan padatabel di bawah ini.

Gambar 9Pengawasan Keuangan Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2009 - 2013Sumber : DJPK Depkeu Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten/ Kota di Indonesia

Berdasarkan gambar di atas rasio temuan BPK yang ditindak lanjutiberdasarkan rekomendasi yang paling tinggi ada pada Kabupaten Musi Banyuasin,Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur danKabupaten Ogan Komering Ulu Selatan di tahun 2011 masing-masing sebesar 1,0090sedangkan daerah yang terendah di tahun 2011 adalah Kabupaten Ogan KomeringUlu sebesar 0,000. Hal ini disebabkan sulitnya menangani tindak lanjut hasilpengawasan fungsional tersebut antara lain pihak ke tiga/rekanan sudah berpindahalamat, pimpinan instansi sudah pindah/mutasi, adanya dokumen yang hilang, adanyasanggahan yang terlambat, pegawai yang terkait sudah meninggal, serta hasilpengawasan kurang jelas.

Model Pemilihan Data PanelUji Chow

Untuk mengetahui model data panel yang akan digunakan, maka digunakan ujiChow atau uji F-restriced dengan pedoman yang akan digunakan dalam pengambilankesimpulan uji Chow adalah sebagai berikut:Jika nilai probability F ≥0,05 artinya Ho diterima; maka model common effect.Jika nilai probability F < 0,05 artinya Ho ditolak; maka model fixed effect. Denganpengujian hipotesa sebagai berikut:Ho : digunakan model common effect (model pool)Ha : digunakan model fixed effects

Page 17: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 418

Dari hasil regresi berdasarkan metode Fixed Effects Model dan Pooled Least Squaredibawah ini:

Tabel 7. Uji ChowRedundant Fixed Effects TestsPool: POOL1Test cross-section fixed effects

Effects TestStatistic

d.f. Prob.

Cross-section F1.20624

3(14,56) 0.2970Cross-section Chi-square

19.767305 14 0.1377

Sumber: data diolah

Berdasarkan hasil dari uji Chow diperoleh bahwa untuk uji F dilakukan denganmelihat nilai probabilitas (p-value) dari nilai statistik cross-section F, dimanamempunyai nilai probabilitas sebesar 0,2970. Dengan tingkat α = 0,05, maka p-valuecross-section F lebih besar dari 0,05 (p-value ˃ 0,05), sehingga Ha yang menyatakanbahwa estimasi menggunakan Fixed Effects Model ditolak. Dengan demikian,keputusan sementara adalah menggunakan metode Pooled Least Square.

Uji HausmanSelanjutnya untuk mengetahui apakah model fixed effect atau random effect

yang dipilih maka digunakan Uji Hausman Test dengan membuat hipotesis:Ho : Model Random effectHa : Model fixed effectPedoman yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji Hausmanadalah sebagai berikut:Jika Nilai probability Chi-Square ≥ 0,05, maka Ho diterima, yang artinya model randomeffect. Jika Nilai probability Chi-Square < 0,05, maka Ho diterima, yang artinya modelfixed effect.

Dari hasil regresi berdasarkan metode Random effect diperoleh nilai Chi-Square Statistic sebagai berikut.

Tabel 8. Uji HausmanCorrelated Random Effects - HausmanTestPool: POOL1Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. StatisticChi-Sq.

d.f. Prob.

Cross-sectionrandom 7.562406 4 0.1090

Sumber: data diolah

Pada perhitungan yang dilakukan, dapat dilihat bahwa nilai probabilitas sebesar0,1090 berarti probability Chi-Square ≥ 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha

Page 18: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 419

ditolak dan model terbaik yang dapat digunakan untuk model penelitian adalahRandom Effect Model.

Pemilihan Model AkhirPemilihan model akhir yang digunakan dalam penelitian ini ialah antara model

Random Effec dan model Pooled Least Square. Pemilihan model awal didasarkanpada bagaimana individu (cross section) diambil. Jika individu diambil dengan dipilihatau ditentukan oleh peneliti sendiri, maka model awalnya adalah model Pooled LeastSquare. Jika individu diambil secara acak dari populasi, maka model awalnya adalahmodel efek acak (random effect model). (Baltagi, 2008: 299) dan (Park, 2011:16-17).

Menurut Nachrowi (2006) mengatakan dalam bukunya tentang saran dalammemilih antara model Random Effect dan model Pooled Least Square secara teoritisdan sampel data bukanlah sesuatu yang mutlak. Sehingga dilakukan perbandingannilai statistik masing-masing metode. Berikut ini tabel perbandingan output keduametode tersebut:

Tabel 9Perbandingan Koefisien Determinasi Random Effect dan Pooled Least Square

Model RandomEffect

Pooled LeastSquare

R-Squared 0.234719 -2.227848Adjusted R-Squared

0.190989 -2,364236

Prob (F-statistic) 0.000791 -Sumber: data diolah

Dalam pengujian yang dilakukan sebelumnya, estimasi parameter dalam datapanel menurut Uji Chow akan lebih tepat menggunakan model Pooled Least Squaretetapi jika dengan Uji Hausman yang menggunakan model Random Effect. Namunapabila dilihat dari tabel di atas mode Random Effect nilai adjusted R-Squarednyahanya 0,190989 memberikan interpretasi yang baik jika dibandingkan dengan modelPooled Least Square yaitu sebesar -2,364236. Koefisien determinan tersebutmenunjukkan seberapa jauh model dalam menerangkan variabel dependen secarastatistik, sehingga model yang akan dipilih adalah model Random Effect.

Uji Asumsi KlasikUji Normalitas

Grafik 1. Uji Normalitas

0

1

2

3

4

-0.100 -0.075 -0.050 -0.025 -0.000 0.025 0.050

Series: ResidualsSample 2009 2013Observations 5

Mean 0.002657Median 0.034832Maximum 0.047480Minimum -0.090525Std. Dev. 0.057871Skewness -0.933550Kurtosis 2.292912

Jarque-Bera 0.830425Probability 0.660200

Sumber: data diolahUji normalitas bertujuan untuk melihat bahwa suatu data berdistribusi normal atau

tidak. Untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukandengan uji Jarque-Bera. Hasil uji uji Jarque-Bera dapat dilihat gambar di atas.

Page 19: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 420

Untuk melihat nilai residual berdistribusi normal atau tidak dilihat dari nilai Jarque-Bera (JB Test) ˂ nilai χ² (Chi Square) tabel. Dengan df = (n-k) = 75- 4 = 71, makadiperoleh nilai χ² (Chi Square) tabel 91,670224. Dibandingkan dengan nilai Jarque-Bera pada gambar sebesar 0,830425, dapat disimpulkan bahwa probabilitas gangguanμi regresi tersebut berdistribusi normal karena nilai Jarque-Bera lebih kecildibandingkan dengan nilai χ² (Chi Square) tabel.

Uji MultikoleniaritasPengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antara variabel independen. Untuk melihat adanya keberadaanmultikolineritas, salah satunya adalah dengan cara melihat adanya keberadaanmultikolineritas, salah satunya adalah dengan cara melihat R-squarednya. Apabilanilai R-squarednya tinggi maka sedikit rasio t yang siginifikan maka diduga terdapatgejala multikolineritas Gujarati (2006:68).

Tabel 10. Uji Multikolineritas

X1 X2 X3 X4

X11.0000

00 0.0009460.490868 -0.084582

X20.0009

46 1.000000

-0.2066

54 -0.034587

X30.4908

68 -0.2066541.000000 -0.480364

X4

-0.08458

2 -0.034587

-0.4803

64 1.000000

Sumber: data diolah

Dari hasil output diatas dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan antara variabeldengan nilai lebih dari 0,9 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolineritasantar variabel bebas dalam model regresi.

Uji HeterokedastisitasUntuk mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan uji White

Heteroskedasticity Test yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Uji HeterokedastisitasHeteroskedasticity Test: White

Page 20: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 421

F-statistic 0.674971 Prob. F(3,1) 0.6895

Obs*R-squared 3.347059Prob. Chi-

Square(3) 0.3411Scaled explainedSS 0.296129

Prob. Chi-Square(3) 0.9608

Test Equation:Dependent Variable: RESID^2Method: Least SquaresDate: 03/30/15 Time: 17:10Sample: 2009 2013Included observations: 5

VariableCoeffici

ent Std. Error t-Statistic Prob.

C

-0.01336

1 0.014887-

0.897469 0.5344

X1^27.80550

0 10.54195 0.740423 0.5943

X2^20.04314

8 0.058464 0.738014 0.5952

X3^20.00013

6 0.000312 0.435794 0.7384

R-squared0.66941

2Mean dependent

var 0.002686

Adjusted R-squared

-0.32235

3S.D. dependent

var0.00315

8

S.E. ofregression

0.003632

Akaike infocriterion

-8.40750

1

Sum squaredresid

1.32E-05 Schwarz criterion

-8.71995

1

Log likelihood25.0187

5Hannan-Quinn

criter.

-9.24608

5

F-statistic0.67497

1Durbin-Watson

stat1.66510

4

Prob(F-statistic)0.68945

3

Sumber: data diolah

Ho : tidak ada heteroskedastisitasH1 : ada heteroskedastisitas

Dari uji heterokedastistas diatas menunjukkan bahwa hasil output menunjukkannilai Obs*R-squared adalah sebesar 3,347059 sedangkan nilai probabilitas (chi-square) adalah 0,3411 (lebih besar daripada α = 0,05), dengan demikian kita dapatmenerima hipotesis nol bahwa data tidak mengandung masalah heteroskedastisitas.

Page 21: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 422

Uji AutokorelasiUji yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji durbinwatson

Gujarati, (2007:121). Adapun untuk melihat ada tidaknya autokorelasi dalam hasilregres dapat melihat nilai Durbin-Watson statistiknya. Apabila nilai DW lebih kecil darinilai dL, berarti memiliki autokorelasi. Dari hasil perolehan regresi nilai DW = 2.072562dengan n = 75 dan k = 4 maka diperoleh nilai dari tabel dL = 1,5151 dU = 1,7390sehingga 1,7390 ˂ 2.072562 ˂ 2,4849, sehingga dapat disimpulkan bahwa modelregresi ini ada tidak terdapat masalah autokorelasi.

Tabel 12Uji Autokorelasi

R-squared0.234

719Mean

dependent var2.487

642Adjusted R-squared

0.190989

S.D.dependent var

0.294215

S.E. ofregression

0.264632

Akaike infocriterion

0.243387

Sum squaredresid

4.902103

Schwarzcriterion

0.397886

Log likelihood

-4.126

998Hannan-

Quinn criter.0.305

076

F-statistic5.367

418Durbin-

Watson stat2.072

562Prob(F-statistic)

0.000791

Sumber: data diolah

Hasil Estimasi Regresi Data Panel dengan Metode REMUji Simultan (Uji F)

Hasil regresi pengaruh tingkat kekayaan daerah, tingkat ketergantungan padapemerintah pusat, penyediaan fasilitas infrastruktur dan pengawasan keuangan daerahterhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah di kabupaten/ kota di ProvinsiSumatera Selatan tahun 2009-2013 dengan menggunakan taraf keyakinan 95 persen(α = 5 persen), dengan df=75, dapat dilihat berdasarkan uji F,nilai F statistik sebesar5,367418 lebih besar dari nilai nilai F kritis (F tabel) pada α = 5%, df = 75 yaitu sebesar3,12. Artinya, seluruh variabel bebas yaitu tingkat kekayaan daerah, tingkatketergantungan pada pemerintah pusat, penyediaan fasilitas infrastruktur danpengawasan keuangan daerah dalam model memiliki pengaruh yang nyata terhadapvariabel terikat yaitu kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah pada tingkatkeyakinan 95%, atau bahkan 99%. Signifikansi keempat variabel bebas ditunjukkanjuga oleh nilai probabilitas F = 0,000971 ˂ 0,05 (yakni nilai α = 5 persen) atau bahkanprobabilitas F = 0,000971 ˂ 0,01 (yakni nilai α = 1 persen).

Berdasarkan uji simultan dapat dijelaskan bahwa keempat variabelindependen yaitu tingkat kekayaan daerah, tingkat ketergantungan pada pemerintahpusat, penyediaan fasilitas infrastruktur dan pengawasan keuangan daerah memilikipengaruh yang kuat terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secaraumum kinerja tingkat kekayaan daerah yang dilihat dari pendapatan asli daerah (PAD),serta besarnya ketergantungan pada pemerintah pusat yang dilihat dari dana alokasiumum (DAU) merupakan sumber pendanaan yang dilakukan pemerintah daerah dalam

Page 22: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 423

rangka membiayai pembangunan daerah yang berimplikasi pada pelayanan yangdiberikan kepada masyarakat. Begitupun dengan penyediaan fasiitas infrastrukturdalam bentuk sarana dan fasilitas umum untuk menunjang kebutuhan masyarakat.Kemudian pengawasan keuangan daerah harus diawasi untuk memastikan bahwapengelolaan keuangan pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan peraturan danketentuan yang berlaku.

Uji Signifikansi Parsial (Uji t)Berdasarkan output estimasi regresi data panel metode REM di atas maka hasil

estimasi tersebut dapat diringkas sebagaimana pada tabel di bawah ini.

Tabel 13Tabel Nilai t-statistik

Variable CoefficientStd. Error t-Statistic Prob.

C 2.3025000.150345 15.31475 0.0000X1? 0.4529460.319324 1.418456 0.1605X2? -0.2302060.258099-0.891929 0.3755X3? 0.0624990.019943 3.133888 0.0025X4? 0.2511050.082195 3.055008 0.0032

F-statistic 5.367418Prob(F-statistic) 0.000791Adjusted R-

squared 0.190989

Sumber: data diolahIolah

Dari tabel 13 di atas maka persamaan regresi yang ada adalah:KPPDit = α+ ß1 TKDit-1 + ß2 TKPit-1 + ß3PFIit-1 + ß4 PINPTRT it-1 + εi

KPPDit = 2,302500 + 0,452946 TKDit-1 – 0,230206 TKPit-1 + 0,062499 PFIit-1 +0,251105 PINPTRT it-1 + εi

Nilai t-α semua variabel, ternyata lebih kecil dari t-hitung pada α=5% yaitu 1,99394 (df-4), maka H0 ditolak yang artinya semua variabel bebas yaitu tingkat kekayaan daerah,tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat, penyediaan fasilitas infrastruktur danpengawasan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraanpemerintahan daerah.

Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa konstanta sebesar 2,302500menunjukan jika ada variabel independen (nilai=0), maka kinerja penyelenggaraanpemerintahan daerah tetap akan ada sebesar 2,102500%. Koefisien TKD adalah0,452946 positif yang mengidentifikasikan bahwa setiap penambahan rasio tingkatkekayaan daerah sebesar 1% maka kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerahakan bertambah 0,452946%. Koefisien TKP adalah 0,230206 negatifmengidentifikasikan bahwa setiap penambahan rasio tingkat ketergantungan padapemerintah pusat sebesar 1% maka kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerahakan berkurang 0,230206%. Koefisien PFI adalah 0,062499 positifmengidentifikasikan bahwa setiap penambahan rasio penyediaan fasilitas infrastruktursebesar 1% maka kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah akan bertambah0,062499%. Koefisien PINPTRT adalah 0,251105 positif mengidentifikasikan bahwasetiap penambahan rasio peengawasan keuangan daerah sebesar 1% makan kinerjapenyelenggaraan pemerintahan daerah akan bertambah 0,251105%.

Uji Koefisien Determinan (Adjusted R2)

Page 23: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 424

Hasil koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kamampuan modeldalam menerangkan variasi dependen secara statistik dengan nilai koefisiendeterminasi (R2) = 0, 190989 hal ini berarti bahwa hanya 19 persen kinerjapenyelenggaraan pemerintah daerah di 15 (lima belas) kabupaten/ kota di SumateraSelatan dapat dijelaskan oleh variabel tingkat kekayaan daerah, tingkatketergantungan pada pemerintah pusat, penyediaan fasilitas infrastruktur danpengawasan keuangan daerah. Sedangkan 81 persen variasi dijelaskan oleh variasilain di luar model atau faktor- faktor lain di luar penelitian.

Analisis Hipotesis

Pengaruh Tingkat Kekayaan Daerah Terhadap Kinerja PenyelenggaraanPemerintahan Daerah

Pada hasil regresi data panel menunjukkan bahwa variabel tingkat kekayaandaerah untuk rasio pendapatan asli daerah dengan total pendapatan dalam jangkapendek mempunyai arah hubungan yang positif namun tidak signifkan (0,1605). Haltersebut tidak sesuai dengan hipotesis atau hipotesis ditolak yang digunakan dalampenelitian, dimana rasio pendapatan asli pemerintah dengan total pendapatanberpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dankota di Provinsi Sumatera Selatan. Asumsi semakin tinggi tingkat kekayaan daerahmaka akan semakin tinggi skor kinerja daerah tersebut tidaklah sesuai.

Hasil tersebut bermakna bahwa peran Pendapatan Asli Daerah dalammeningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah belum dapat berfungsidengan semestinya. Namun hal ini dapat diterima karena mengingat besarnya porsiketergantungan pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Selatan terhadap transferdana dari pemerintah pusat.

Berdasarkan penelitian penulis pemerintah daerah belum mampu memberikankinerja yang baik kepada masyarakat. Pengeloalaan pendapatan asli daerah yangdilakukan oleh pemerintah daerah belum efektif dan efisien, banyak potensi daerahyang belum tergali dengan lebih baik. Kemudian, besarnya ketergantungan pemerintahdaerah terhadap pemerintah pusat menyebabkan skor kinerja pemerintah daerahmasih rendah. Seharusnya pemerintah daerah dengan kekayaan yang besar namunkinerja efisiensinya dinilai masih buruk maka pemerintah daerah tersebut harusinstropeksi dan melakukan perbaikan ke depannya. Karena logikanya pemerintahdaerah dengan aset dan kekayaan yang besar pasti memiliki tekanan yang lebih besarpula dari masyarakat untuk lebih baik dalam mengelola dan menggunakan segalasumber daya yang dimilikinya itu guna perbaikan kinerja.

Hasil penelitian yang dilakukan penulis tidak signifikan variabel tingkatkekayaan daerah antara lain disebabkan pendapatan dari sektor pajak daerah danretribusi daerah yang diterima oleh pemerintah daerah masih sangat rendah.Banyaknya pajak atas pertambahan nilai kendaraan bermotor yang tidak tertagih danpendapatan asli daerah dari komponen retribusi daerah yang belum maksimal.Kemudian rendahnya komponen pendapatan asli daerah dari sektor lain-lainpendapatan asli daerah yang sah mencakup penerimaan atas pendapatan denda,pendapatan denda pajak, denda retribusi, hasil eksekusi atas jaminan, pendapatandari pengembalian, fasilitas sosial dan umum, pendapatan dari penyelenggaraanpendidikan dan pelatihan, dan pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. Sertamasih banyak keputusan yang di keluarkan oleh pemerintah daerah belum didukungoleh pihak terkait dalam upaya untuk peningkatan kekayaan daerah.

Penelitian yang dilakukan penulis ini sejalan dengan penelitian yang dilakukanoleh Marfiana dan Kurniasih, (2012: 11) yang mengemukakan bahwa tingkat kekayaandaerah tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah.

Menurut Boex (2001) bahwa desentralisasi fiskal merupakan pelimpahanwewenang dari pemerintah pusat untuk mengambil keputusan dan pengelolaan fiskal

Page 24: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 425

kepada pemerintah daerah disamping dapat secara langsung berpengaruh terhadapkinerja peyelenggaraan pemerintah daerah.

Pengaruh Tingkat Ketergantungan kepada Pemerintah Pusat Terhadap KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah salah satu bentuk dari dana perimbanganadalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepadadaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasiyang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara pusat dan daerah(Darise, 2007).

Pada penelitian ini hasil dari regresi data panel diketahui bahwa variabel tingkatketergantungan pada pemerintah pusat memiliki arah hubungan positif terhadapkinerja penyelenggaraan pemerintah daerah di kabupaten/kota di Provinsi SumateraSelatan tetapi tidak signifikan (0,3755). Hasil yang diperoleh tidak sesuai denganhipotesis yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Rodinelli (2002) teoridesentralisasi fiskal bertujuan untuk memperbaiki kinerja keuangan melaluipeningkatan keputusan dalam menciptakan penerimaan dan pengeluaran yangrasional.

Hasil penelitian yang dilakukan penulis secara umum pemerintah daerah perlumengatur kembali pengeluaran, dan penerimaan atas transfer Dana Alokasi Umumguna guna memberikan pelayana kepada masyarakat secara lebih baik. Kemudianarah koefisien yang negatif menunjukkan bahwa jika tingkat ketergantunganpemerintah daerah tinggi terhadap pemerintah pusat maka kinerja penyelenggaraanpemerintah daerah tersebut akan rendah, hal ini dimungkinkan karena pemerintahdaerah belum dapat melakukan perencanaan, pengambilan keputusan dan ataukewenangan administrasi atas pelimpahan wewenang yang dilakukan oleh pemerintahpusat.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudarsana danRahardjo, (2013: 1) yang menyatakan bahwa variabel tingkat ketergantungan denganpemerintah pusat tidak berpengaruh signifikan terhadap skor kinerja penyelenggaraanpemerintahan daerah.

Pengaruh Penyediaan Fasilitas Infrastruktur Terhadap KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Tersedianya prasarana/ infrastruktur yang cukup merupakan salah satu faktorpenting berjalannya dengan baik proses pembangunan suatu daerah. Pembangunansuatu daerah sangat tergantung kepada sarana infrastruktur seperti perumahan, jalan,jembatan, lalu lintas barang dan jasa-jasa serta mobilitas faktor produksi yangsemuanya sangat tergantung oleh prasarana/infrastruktur yang ada.

Pada penelitian hasil regresi data panel diketahui bahwa penyediaan fasilitasinfrastruktur mempunyai hubungan positif dan signifikan (0,0025) terhadap skor kinerjapenyelenggaraan pemerintah daerah di Provinsi Suamatera Selatan. Hal tersebutmenunjukkan rata-rata pengeluaran untuk belanja modala di setiap kabupaten dankota di Provinsi Sumatera Selatan telah dilaksanakan secara efektif dan efisien.Dengan arah hubungan yang positif mengindikasikan semakin besar belanja modalmaka semakin tinggi skor kinerja yang dimiliki oleh daerah tersebut. Hal ini juga dapatmengindikasikan bahwa anggaran belanja daerah untuk penyediaan fasilitasinfrastruktur pemerintah daerah sudah direalisasikan untuk penggunaan perbaikankinerja ke arah yang lebih baik.

Belanja daerah baik itu belanja yang sifatnya rutin maupun belanja modal daninfrastruktur dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah kepada masyarakat.

Page 25: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 426

Pemerintah daerah tentunya dituntut harus mampu untuk mengelola pengeluaran-pengeluaran yang dapat meningkatkan kinerjanya kepada publik. Belanja modaldalam hal ini belanja infrastruktur daerah digunakan atas prinsip optimalisasipemanfaatan dana untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan. Pengeluaranpemerintah harus mampu mencapai beberapa sasaran, seperti peningkatanproduktivitas kerja aparatur pemerintah, perluasan jangkauan dan peningkatan kualitaspelayanan kepada masyarakat, pembinaan dan pengawasan pelaksanaanpembangunan serta terpeliharanya berbagai aset negara dan hasil-hasilpembangunan.

Hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori Darise (2007: 42-47) bahwapengeluaran pemerintah yang termasuk dalam kelompok belanja langsung terdiri dari:belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal.

Penelitian yang dilakukan penulis ini sejalan dengan penelitian yang dilakukanoleh Marfiana dan Kurniasih, (2012: 11) yang mengemukakan bahwa pengeluaranpemerintah berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyelenggaran pemerintahdaerah. Serta penelitian yang dilakukan oleh Mustikarini dan Fitriasari, (2012: 12)variabel belanja daerah, penelitian ini juga berhasil membuktikan bahwa variabel iniberpengaruh terhadap skor kinerja Pemda kabupaten/kota pada tingkat keyakinan99%.

Pengaruh Pengawasan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja PenyelenggaraanPemerintahan Daerah

Pada penelitian ini hasil regresi data panel diketahui bahwa pengawasankeuangan daerah mempunyai hubungan positif dan signifikan (0,0032) terhadap skorkinerja penyelenggaraan pemerintah daerah di Provinsi Sumatera Selatan. Haltersebut menunjukkan bhwa tindak lanjut temuan BPK yang sesuai denganrekomendasi yang dilakukan oleh inspektorat daerah berkorelasi terhadap kinerjapenyelenggaraan pemerintah daerah.

Proses penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan mendefinisikan prosesmanajemen kinerja yang mampu memperbaiki dan mengembangkan kinerja maupunkompetensi aparat pemerintah, baik sebagai individu maupun sebagai tim untukmeningkatkan efektivitas institusi secara keseluruhan. Karena pada dasarnya Tujuanpemeriksaan tersebut berguna untuk mendeteksi ada tidaknya kecurangan (fraud)dalam pencatatan apakah sudah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, danbukan berdasarkan jumlah atau nominal dari data keuangan tersebut .Penelitian yang dilakukan penulis ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan olehHermin Arifianti, Payamta, dan Sutaryo, (2013: 2496) yang mengemukakan bahwatindak lanjut rekomendasi atas temuan audit berpengaruh positif signifikan terhadapkinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Serta penelitian yang dilakukanPrimadona, (2010: 1) yang mengemukakan bahwa pengawasan keuangan daerahberpengaruh signifikan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

V. KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanBerdasarkan hasil dari analisa dan pembahasan data, penulis memperoleh kedimpulanyang dapat diambil dari penelitian mengenai Pengaruh Indikator Keuangan Daerah danPengawasan Terhadap Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten /Kota di Sumatera Selatan Tahun 2009-2013, sebagai berikut:1. Tingkat Kekayaan Daerah (TKD)

Page 26: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 427

Berdasarkan estimasi Tingkat Kekayaan Daerah (TKD) berpengaruh positifterhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dan tidak signifikandengan tingkat koefisiennya 0,452946 yang berarti bahwa apabila ada rasiopendapatan asli daerah dengan pendapatan meningkat 1 juta, maka akanmeningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah sebesar 45,2946%.

2. Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat (TKP)Berdasarkan estimasi Tingkat Ketergantungan pada Pemerintah Pusat (TKP)

berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja penyelenggaraanpemerintahan daerah dimana nilai koefisiennya 0,230206 yang berarti bahwaapabila ada rasio dana alokasi umum dengan pendapatan meningkat sebesar 1juta , maka akan menurunkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerahsebesar 23,0206%.

3. Penyediaan Fasilitas Infrastruktur Daerah (PFI)Berdasarkan estimasi Penyediaan Fasilitas Infrastruktur (PFI) berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerahdengan nilai koefisien sebesar 0,062499 yang berarti bahwa apabila rasio belanjamodal dengan total belanja meningkat sebesar 1 juta, maka akan meningkatkankinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah sebesar 62,499%.

4. Pengawasan Keuangan Daerah (PINPTRT)Berdasarkan estimasi Pengawasan Keuangan Daerah (PINPTRT) berpengaruh

positih dan signifikan terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerahdengan nilai koefisiennya 0,251105 yang berarti bahwa rasio apabilapenyelesaian tindak lanjut temuan pengawasan sesuai dengan rekomendasimeningkat sebesar 1 juta, maka akan menaikan kinerja penyelenggaraanpemerintahan daerah sebesar 25,1105%.

5. Berdasarkan Model REMHasil pengujian regresi diperoleh hasil untuk dua variabel independen yaitu

Penyediaan Fasilitas Infrastruktur Daerah (PFI) dan Pengawasan KeuanganDaerah (PINPRT) berpengaruh positif dan signifikan terhadap KinerjaPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah kurang dari 0,05 yaitu PenyediaanFasilitas Infrastruktur Daerah (PFI) 0,0025 dan Pengawasan Keuangan Daerah(PINPRT) sebesar 0,0032. Variabel Tingkat Kekayaan Daerah (TKD) berpengaruhpositif tidak signifikan seebsar 0,1605 dan Tingkat Ketergantungan padaPemerintah Pusat (TKP) berpengaruh negatif tidak signifikan sebesar 0,3755.

SaranDari kesimpulan di atas penulis mencoba mengungkapkan beberapa sarandiantaranya sebagai berikut:1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat belanja modal dalam rangka

penyediaan infrastruktur dan pengawasan keuangan daerah menunjukkanhubungan yang positif dan signifikan. Sedangkan kekayaan daerah, dan tingkatketergantungan pada pemerintah pusat, belum dapat mempengaruhi skor kinerjapenyelenggaraan pemerintah daerah, hal ini menunjukkan bahwa pemerintahdaerah harus berupaya menggali potensi kekayaan daerah dan meminimalisirtingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat.

2. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan variabel yang lain sepertimisalnya tingkat pertumbuhan, leverage, jumlah penduduk, jumlah pegawai danjumlah fasilitas umum. Atau bisa juga menggunakan variabel-variabel yangmenjadi indikator kinerja kunci (IKK) dan menjadi komponen dalam penilaian skorkinerja seperti misalnya terkait dengan kinerja keuangan Pemda dan kinerjabidang urusan wajib yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Serta

Page 27: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 428

penelitian selanjutnya disarankan menggunakan data skor kinerja untuk beberapatahun karena penilaian skor kinerja ini dilakukan secara rutin oleh KementerianDalam Negeri setiap tahun.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Adi, Hari Priyo. 2005. “Dampak Desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi(Studi pada Kabupaten dan Kota se Jawa-Bali)”. Jurnal Interdispliner KritisUniversitas Kristen Stya Wacana (Terakreditasi).

. 2012. “Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Era Otonomi dnRelevansinya Dengan Pertumbuhan Ekonomi (Studi pada Kabupaten dan Kotase Jawa-Bali)”. Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin KRITIS Volume XXI,Nomor 1 Tahun 2012 Halaman 1-19.

.2006. “Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Pembangunandan Pendapatan Asli Daerah”. Proceddding Simposium Nasional Akuntansi IX,Padang.

Arifianti, Hermin dan Payamta dan Sutaryo. 2013. “Pengaruh Pemeriksaan danPengawasan Keuangan Daerah terhadap Kinerja PenyelenggaraanPemerintahan Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota diIndonesia)”. Simposium Nasional Akuntansi XVI. Manado, 25-28 September2013.

Aryanto, Rudi. 2011. “Analisis Kemandirian Keuangan Daerah dan PertumbuhanEkonomi Kabupaten/ Kota di Sumatera Selatan”. Jurnal ILMIAH Volume IIINomor 2 Tahun 2011. ISSN: 1970-0759

Baltagi, B. H. (2008), “Econometrics Analysis Of Data Panel ” 3th edition, John Wiley &sons Ltd. Chichcester, England.

Boex, Jameson. 2001. “An Inductory Overvie of Intergovermental Fiscal Relation”,Word Bank Institute.

Boediono, 2001. Ekonomi Makro: “Seri SinopsisPengantar Ilmu Ekonomi No. 2”,BPFEYogyakarta

Cheema G, Shabir and Rondinelli, Deniis A. 1983. Implementing DecentralizationPolicies : An Introduction in Decentralization and Development, PolicyImplementation in Developing Countries. Sage Publication. Beverly Hills.

Darise, Nurlan. 2007. “Pengelolaan Keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah(SKPD)”, PT. Indeks. Jakarta.

Efendi, David dan Wuryani, Sri. 2011. “Analisis Perkembangan Kemampuan KeuanganDaerah Dalam Mendukung Pelaksanaan OTODA Di Kabupaten Nganjuk”.Seminar Nasional Ilmu Ekonomi Terapan. Fakultas Ekonomi UniversitasMuhammadiyah Ponorogo.

Fisher R.C, 1996, State and Local Public Finance, IrwinGhozali. Imam. 2005. “Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”. Badan Penerbit

Universitas Diponegoro. Semarang.Gujarati. 2003. “Ekonometrika Dasar”. Penerbit Erlangga. Jakarta.Halachmi, Arie. 2005. “Performance measurement is only one way of managing

performance”. International Journal of Productivity and PerformanceManagement. Vol. 54: 502-516.

Halim, Abdul. 2004. “Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah”. UPP AMP YKPN.Yogyakarta.

Iskandar, Irham. 2012. “Flypaper Effect pada Unconditional Grant”. Jurnal EkonomiPembangunan. Volume 3 Nomor 1 Juni 2012, Halaman 113-131. UniversitasPadjadjaran Bandung.

Page 28: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 429

Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of the firm: Managerial Behavior,Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of financial Economic 3. Hal.305-360.

Kuncoro, Mudrajad. 2003. “Metoda Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi”. Jakarta:Erlangga.

Mangkoesoebroto, Guritno. 1993. Ekonomi Publik. Yogyakarta :BPF3.Manzilati, Asfi dan Maftuch dan Fadli, M. 2011. “Penguatan Fungsi Legislatif dan

Evaluasi Kinerja Bidang Penganggaran (Studi di DPRD Kota Batu)”. Journal ofIndonesian Applied Economics. Volume 5 Nomor 2 Oktober 2011, Halaman252-268. Universitas Brawijaya.

Marfiana, Nadya dan Kurniasih, Lulus. 2013. “Pengaruh Karakteristik PemerintahDaerah dan Hasil Pemeriksaan Audit BPK Terhadap Kinerja KeuanganPemerintah Daerah Kabupaten Kota”. Jurnal Fakultas Ekonomi UniversitasSebelas Maret.

Mifti, Sri. Lestariyo, Nugroho Budi dan Kowanda, Anacostia. 2009. “PengawasanInternal dan Kinerja”. Jurnal Ekonomi Bisnis. Nomor 3 Voume 14 Agustus 2009.Universitas Gunadarma.

Mustikarini, Widya Astuti dan Fitriasari, Debby. 2012. “Pengaruh KarakteristikPemerintah Daerah Dan Temuan Audit BPK Terhadap Kinerja PemerintahDaerah Kabupaten/ Kota di Indonesia Tahun Anggaran 2007”. SimposiumNasional Akuntansi XV. [Internet].[diunduh tanggal 14 Januari 2014]. Tersedia:http//www.sna.akuntansi.unikal.ac.id.

Musgrave, R.A. dan Musgrave. P.B. 1993. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek(Terjemahan), edisi kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta

Musgrave,Richard.A.(1959) The Thoery of Public Finance, New Tork McGrawhill.Nuh, H. Muhammad Syarif. 2013. “Hakikat Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah

dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”. Jurnal Fakultas Hukum UniversitasMuslim Indonesia Makasar.

Nachrowi D Nachrowi. 2006, Ekonometrika, untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan,Cetakan Pertama, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.

Oates, Wallece E., Fiscal Federalism. New York : Harcourt Brace Jovanovich,1972.(www.competition-regulation.org.uk).

Park, J.S., Shin, K.H, park, J.B., Lee, S. dan Hwang, S.J. (2007). DisintegratingBehaviour of A Rapidly Disintegra ting Famotidine Tablet Formulation. Kor.Pharm. Sci . 37(5): 275-280.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang “Pedoman PengelolaanKeuangan Daerah”. Jakarta : Kementrian Dalam Negeri.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 tentang “TatacaraPelaksanaan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah”. Jakarta :Kementrian Dalam Negeri

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang “Laporan PenyelenggaraanPemerintah daerah kepada Pemerintah, Laporan KeteranganPertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan RakyatDaerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerahkepada Masyarakat. Jakarta : Kementrian Dalam Negeri”.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang “Pedoman EvaluasiPenyelenggaraan Pemerintahan Daerah”.

Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 35 Tahun 2012 tentang “Uraian Tugasdan Fungsi Inspektorat Prvinsi Sumatera Selatan ”.

Primadona, Almanda. 2010. “Pengaruh Pengawasan Intern dan PengelolaanKeuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah’ (Penelitian padaPemerintah Kota Bandung)”. Jurnal Akuntansi. Universitas Komputer Indonesia.

Page 29: PENGARUH INDIKATOR KEUANGAN DAERAH DAN …seabc.unsri.ac.id/seabc2017/2015/33_IE_SEABC_Yuniar Mitsulia.pdf · Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015 Call for Papers

Proceeding Sriwijaya Economic and Business Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 430

Purnomo, K. 2008. “Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Jalan BaruMenuju Terwujudnya Good Governence”. Jurnal Administrasi PemerintahanDaerah 2 (7): 105-116.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang “PemerintahanDaerah”.

Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang “PerimbanganAntara Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah”.

Ridho, Irvan Nur dan Domai, Tjahjanulin dan Wachid, Abdul. 2013. “Analisis KinerjaPada Bidang Pendapatan Dalam Mengelola Pendapatan Asli Daerah (Studipada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah KabupatenPonorogo)”. Jurnal Administrasi Publik (JAP) Universitas Brawijaya Malang,Volume 1 Nomor 2 Halaman 97-106.

Rondinelli, Dennis A. 2002. What Is Decentralization? A Decentralization BriefingNotes. World Bank Institute. Washongton DC

Yana Rohmana. 2010. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Eviews. Bandung:Laboratorium Ekonomi dan Koperasi.

Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business : “Metodologi Penelitian untukBisnis”. Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat.

Subagyo, Agus. 2010 . “Evaluasi Penyelenggaraan Pemerinahan Daerah: TinjauanEKPPD, EKPOD dan EDOB”. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UniversitasJenderall Akhmad Yani. [Internet]. [diunduh tanggal 23 Januari 2014].Tersedia: http://jipsi.fisip.unikom.ac.id/_s/data/jurnal/volume-02/agus-subagyo.pdf/pdf/agus-subagyo.pdf.

Sudarsana, Hafidh Susila dan Rahardjo, Shiddiq Nur. 2013. “Pengaruh KarakteristikPemerintah Daerah dan Temuan Audit BPK Terhadap Kinerja PemerintahDaerah (Studi pada Pemerintah Kabupaten/ Kota di Indonesia)”. DiponegoroJournal of Accounting. Volume 2 Nomor 4 Tahun 2013. Halaman 1-13.[Internet]. [diunduh tanggal 20 Februari 2014]. Tersedia: http//ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/accounting. ISSN: 2337-3806.

Sukirno, Sadono, 2006. “Makro Ekonomi: Teori Pengantar”, PT. Raja GrafindoPersada. Jakarta

Sugiyono. 2006. “Metode Penelitian Bisnis”. CV Alfabeta.Taryono. 2011. “Analisis Kemandirian Fiskal Dalam Upaya Mendukung Pelaksanaan

Urusan Pemerintahan Daerah Di Kabupaten Indragiri Hulu”. Jurnal SosialEkonomi Pembangunan. Universitas Riau. Tahun 1 Nomor 2 Maret 2011.

Taufiz, Ahmad Burhanudin. 2010. “Analisis Belanja Publik dan Penerapan StandardCosting pada Manajemen Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU) SuatuKajian Alternatif Pendekatan Transfer Fiskal”. Tesis. Universitas Indonesia(tidak diublikasikan).

Tiebout,Charles, (1956) A Pure Theory Of Public Expenditure Journal Of PoliticalEconomy ,LXIV. (October,1956). Universitas Indonesia (tidak dipublikasikan).

Vaillancourt, Francois and Bird, Richard M, 2000, Desentralisai Fiskal di Negara-negara Berkembang (terjemahan), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Werimon, Simson. 2005. “Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan TransparansiKebijakan Publik Terhadap Hubungan Antara Pengetahuan Dewan TentangAnggaran Dengan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD) (Studi Empiris diProvinsi Papua)”. Tesis. Universitas Diponegoro (tidak diublikasikan).