pengaruh independensi dan kompetensi pengawas...
TRANSCRIPT
2
PENDAHULUAN
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank sekunder yang berfungsi
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang berupa deposito
berjangka atau tabungan serta pemberian kredit (Sukmadi, 1994 : 17). Dalam
pemberian kredit BPR dituntut untuk mampu meningkatkan produktivitas agar
tidak terjadi kredit macet atau gagal bayar, serta dapat bersaing dengan lembaga
keuangan lainnya dan melakukan kebijakan dari BI supaya tetap menjaga
pertumbuhan kredit.
Salah satu kebijakan yang diambil oleh manajemen BPR adalah
meningkatkan efektivitas pengendalian internal pada bank (Desyanti, 2006:1).
Pengendalian internal adalah tanggung jawab seluruh pegawai dalam organisasi,
namun pegawas intern adalah pihak yang menjamin efektivitas pengendalian
internal dapat tercapai (Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank
Umum, 2003). Konsep efektivitas yang dimaksudkan lebih melihat mengenai
pengukuran atas hasil yang dicapai.
Pengawas intern diangkat oleh direksi dengan persetujuan dewan
komisaris dan dilaporkan kepada otoritas pengawas bank yang melakukan control
atau pengawasan terhadap kinerja manajemen BPR (Pedoman GCG perbankan
Indonesia : 2004). Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap direksi dan
dewan komisaris maka pengawas intern harus independen dan kompetensi.
Seorang auditor yang memiliki independensi dan kompetensi dalam penerapannya
akan terkait dengan etika auditor.
Kasus yang sering terjadi di BPR adalah kepala bagian merangkap jabatan
sebagai pengawas intern, sehingga dalam melakukan pengendalian internal
pengawas tersebut menjadi tidak independen. Seperti yang diungkapkan Libby
(1995) dalam artikel Koroy (2005:917) menyatakan bahwa pekerjaan auditor
adalah pekerjaan yang melibatkan keahlian (expert). Semakin berpengalaman
seorang internal auditor maka semakin mampu menghasilkan kinerja yang lebih
baik dalam tugas-tugas yang semakin kompleks, termasuk dalam melakukan
pengawasan dan pemeriksaan terhadap penerapan struktur pengendalian internal.
3
Karena luasnya ruang lingkup organisasi perbankan mengakibatkan
pimpinan dan pihak manajemen tidak dapat secara langsung mengawasi semua
aktivitas, baik aktivitas intern maupun aktivitas eksternal yang terjadi pada bank
tersebut. Sehingga dalam manajemen bank memerlukan pengawas intern yang
memiliki sikap independensi dan kompetensi dalam menilai efektivitas
pengendalian internal. Hal ini menarik untuk diteliti melihat begitu vital peran dan
tanggung jawab dari pengawas intern di BPR.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang akan
diteliti adalah “Pengaruh Independensi dan Kompetensi Pengawas Intern terhadap
Efektivitas Pengendalian Internal pada BPR di Kota dan Kabupaten Semarang”.
Persoalan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah apakah
independensi dan kompetensi pengawas intern berpengaruh terhadap efektivitas
pengendalian internal pada BPR di Kota dan Kabupaten Semarang.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh independensi dan kompetensi pengawas intern terhadap
efektivitas pengendalian internal pada BPR di Kota dan Kabupaten Semarang.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi pihak BPR untuk selalu meningkatkan pengendalian internnya dengan
cara meningkatkan kualitas pengawas intern. Salah satu cara dengan menjaga
independensi dan meningkatkan kompetensi dari individu tersebut.
2. Dari segi akademis, diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada
mahasiswa, dosen dan akademisi lain tentang pentingnya independensi dan
kompetensi seorang pengawas intern dalam menjalankan Sistem Pengendalian
Internal (SPI) di suatu perusahaan atau organisasi.
TELAAH TEORITIS DAN MODEL PENELITIAN
Berdasarkan persoalan penelitian dalam penelitian ini terdapat tiga konsep
yang akan dikaji yaitu Efektivitas Pengendalian Internal, Independensi, dan
Kompetensi.
4
1. Efektivitas Pengendalian Internal
Efektivitas (or result of operations) berkaitan dengan seberapa jauh suatu
aktivitas telah mencapai tujuan atau manfaat yang diinginkan, selain itu
efektivitas lebih melihat mengenai pengukuran atas hasil yang dicapai (BPKP
1995, Reider 2002). Dalam lingkup manajemen efektivitas merupakan suatu
keadaan yang menujukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Komarudin, 1992 : 269).
Menurut Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum
tahun 2003, pengendalian internal merupakan suatu mekanisme pengawasan yang
ditetapkan oleh manajemen bank secara berkesinambungan (on going basis),
guna: (1) menjaga dan mengamankan harta kekayaan Bank; (2) menjamin
tersedianya laporan yang lebih akurat; (3) meningkatkan kepatuhan terhadap
ketentuan yang berlaku; (4) mengurangi dampak kerugian, penyimpangan,
termasuk kecurangan/ fraud dan pelanggaran aspek kehati-hatian; (5)
meningkatkan efektivitas organisasi dan meningkatkan efisiensi biaya.
Mulyadi & Kanaka P (1998) berpendapat bahwa pengendalian internal
adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan
personel lain, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan berikut:
1. Keandalan pelaporan keuangan
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
3. Efektivitas dan efisiensi operasi
Efektivitas pengendalian internal adalah penerapan yang memadai dari
suatu kebijakan dan prosdur pengendalian internal yang telah ditetapkan. Dalam
pelaksanaan perlu memperhatikan perihal kepatuhan, aspek kehati-hatian,
ketelitian sehingga laporan yang dihasilkan lebih akurat.
2. Independensi
Sikap independensi sangat mempengaruhi suatu keputusan yang akan
diambil. Jika seorang auditor tidak independen terhadap kliennya, maka opini
tidak akan memberikan suatu tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993:246
5
dalam skripsi Gulson Ruthini, 2010). Serta mampu membebaskan diri dari
berbagai pihak yang berkaitan dengan penugasan audit, sehingga mampu
menimbulkan perilaku objektif seorang auditor (Boynton, et al 2004).
Menurut Abdul Halim (2001 : 21) ada tiga aspek independensi seorang
auditor, yaitu sebagai berikut. (1) Independence in fact (independensi senyatanya)
yakni auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi. (2) Independence in
appearance (independensi dalam penampilan) yang merupakan pandangan pihak
lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Auditor harus
menjaga kedudukannya sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai
sikap independensi dan objektivitasnya. (3) Independence in competence
(independensi dari sudut keahlian) yang berhubungan erat dengan kompetensi
atau kemampuan auditor dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.
Independensi merupakan sikap seseorang untuk bertindak jujur, tidak
memihak, bertanggung jawab dan melaporkan temuan-temuan hanya berdasarkan
bukti yang ada. Independensi merupakan faktor penting dalam menjalankan
profesi sebagai auditor.
3. Kompetensi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) dalam Lasmahadi (2002)
kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang
memungkinkan untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini
mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
Kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan
menghasilkan kinerja. Susanto (2000) definisi tentang kompetensi yang sering
dipakai adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk
mencapai kinerja superior. Kompetensi juga merupakan pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta
kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi
kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman
(Mayangsari, 2003).
Ashton (1991) menunjukkan bahwa dalam literatur psikologi, pengetahuan
spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan
6
kompetensi. Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup
hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam
pembuatan keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah
unsur lain di selain pengalaman. Pendapat ini didukung oleh Schmidt et al. (1988)
yang memberikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara pengalaman
bekerja dengan kinerja dimoderasi dengan lama pengalaman dan kompleksitas
tugas.
Penelitian yang dilakukan oleh Tubbs (1992), menunjukkan bahwa subyek
yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak, maka akan menemukan
kesalahan yang lebih banyak dan item-item kesalahannya lebih besar
dibandingkan auditor yang pengalaman auditnya lebih sedikit.
Maka kompetensi adalah tingkat pengetahuan pengawas intern dalam
melakukan pemeriksaan dan pengawasan yang ditunjang dengan pengalaman
kerja, keterampilan, dan ketelitian.
Model Penelitian
Dalam penelitian ini akan menguji pengaruh tiga variabel. Variable yang
akan diuji adalah (1) Independensi, (2) Kompetensi, (3) Efektivitas pengendalian
internal.
Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa independensi, keahlian
profesianal dan pengalaman kerja pengawas intern terhadap efektivitas penerapan
struktur pengendalian internal di BPR Kabupaten Badung (Desyanti, 2006). Jika
independensi, keahlian profesional dan pengalaman kerja pengawas intern baik
secara simultan ataupun parsial berpengaruh signifikan terhadap efektivitas
penerapan struktur pengendalian internal pada BPR di Kabupaten Badung.
Model konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah independensi dan
kompetensi pengawas intern berpengaruh positif terhadap efektivitas
pengendalian internal.
7
Independensi
Efektivitas Pengendalian
Internal
Kompetensi
METODE PENELITIAN
Definisi Operasional Variabel
Konsep yang akan diuji ada tiga, yaitu Efektivitas pengendalian internal,
Independensi, dan Kompetensi auditor. Berikut akan dipaparkan sekilas definisi
operasional supaya dapat menjadi dasar penyusunan indikator empiris.
Konsep Definisi Indikator empiris
Tingkat kepatuhan terhadap peraturan,
etika, kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan
Efisiensi operasi untuk mengurangi
kecurangan
Tingkat ketelitian dan kebenaran laporan
keuangan
Sikap auditor saat mengaudit (jujur,
tanggung jawab, objektif)
Ada/ tidak hubungan kerabat/ keuangan
dengan staf/ manajer yang di audit
Pengetahuan tentang SPI bank
Pengalaman dalam bidangnya
Kepekaan adanya kesalahan dalam
melakukan audit
Pendidikan lanjut
Efektivitas
Pengendalian
Internal
Penerapan yang memadai dari
suatu kebijakan dan prosedur
pengendalian internal yang telah
ditetapkan
Independensi
Sikap seseorang untuk
bertindak jujur, tidak memihak,
bertanggung jawab dan
melaporkan temuan-temuan
hanya berdasarkan bukti yang
ada
Kompetensi
Tingkat pengetahuan pengawas
intern dalam melakukan
pemeriksaan dan pengawasan
yang ditunjang dengan
pengalaman kerja,
keterampilan, dan ketelitian
8
Populasi dan Sample
Penelitian ini dilakukan di Bank Perkreditan Rakyat Kota dan Kabupaten
Semarang yang memiliki potensi besar dalam penyedian kredit bagi masyarakat.
Di Kota dan Kabupaten Semarang terdapat BPR yang cukup banyak. Populasi
dalam penelitian ini adalah BPR di Kota dan Kabupaten Semarang. Dengan
kriteria BPR di Kota dan Kabupaten Semarang yang berstatus kantor pusat,
memiliki staf pengawas intern dan memiliki rata-rata tiga staf kepala bagian.
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini konsep yang digunakan diukur dengan aras interval,
indikator empiris dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Terdapat 5 kategori
jawaban serta diberi skor menurut skala likert. Kategori yang paling berpengaruh
mendapat nilai tertinggi. Jawaban yang didapat diklasifikasikan dengan tehnik
skoring sebagai berikut :
Sangat setuju sekali : 5
Sangat setuju : 4
Setuju : 3
Tidak setuju : 2
Sangat tidak setuju : 1
Untuk mendapatkan data primer yang akan diolah, penulis menggunakan
metode wawancara dan kuesioner yang akan dilaksanakan pada bulan Februari
2012. Kuesioner nantinya akan dibagikan kepada pengawas intern dan manajer
tertinggi BPR.
Tehnik dan Langkah-langkah Analisis
Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda.
Karena penelitian ini menguji variabel dan berganda, pengujian dilakukan pada
variabel yang lebih dari satu. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
efektivitas pengendalian internal, sedangkan variabel independen adalah
independensi dan kompetensi auditor.
9
Model regresi dapat dinyatakan sebagai berikut :
Dimana:
Y = Efektivitas pengendalian internal
a = Konstanta
b = Koefisien regresi
= Variabel independensi
= Variabel kompetensi
Langkah analisis yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Setelah kuesioner didapatkan dari semua responden, dilakukan skoring
menggunakan skala likert. Sehingga mendapat data mentah untuk diolah
lebih lanjut.
2) Data kemudian diuji validasi dan reliabilitas. Validitas menujukkan
kemampuan instrumen dalam mengukur apa yang harus diukur, tergantung
taraf signifikansinya. Dengan membandingkan r hitung dan r table. Jika r
hitung lebih besar dari r table maka data tersebut valid (Nurgiyanto,
Gunawan, Marzuki; 2000). Sedangkan pengujian dengan relibilitas
konsistensi hasil ukur akan diketahui. Uji validitas menggunakan korelasi
pearson dan uji reliabilitas menggunakan cronbach alpha.
3) Setelah melakukan pengujian validitas dan reliabilitas, dilakukan
pengujian dengan asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik ini
menggunakan tiga pengujian asumsi, yaitu:
a. Uji normalitas, pengujian ini dilakukan untuk memenuhi asumsi
dalam statistik (Supramono, 2003). Pengujian ini menggunakan
analisis kolmogorov-smirnov dengan kriteria asymp.sig > 0,05.
b. Uji heterokedastisitas, pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi
adanya gejala korelasi antara varibel satu dengan yang lainnya
(Supramono, 2003). Pengujian ini menggunakan uji scatterplot.
Jika pola titik yang ditunjukkan berantakan maka variabel tersebut
merupakan variabel homokedastisitas.
10
c. Uji multikolinearitas, digunakan untuk mendeteksi apakah ada
korelasi antar variabel independen (Supramono, 2003). Pengujian
ini menggunakan uji VIF, semakin mendekati nilai 1 maka
semakin bebas multikol.
4) Selanjutnya melakukan analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis
yang dibuat, tingkat signifikansi yang dipakai adalah 0,05. Pengujian ini
membandingkan t hitung dengan t table. Penerimaan atau penolakan
hipotesis dipengaruhi oleh signifikansi p-value > α, hipotesis alternative
ditolak dan sebaliknya.
5) Setelah selesai melakukan pengujian dan analisis regresi berganda,
disusun kesimpulan berdasar hasil uji regrasi berganda dan jawaban
persoalan penelitian.
ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum BPR
Dari 44 kuesioner yang dibagikan kepada 44 responden di 11 BPR
diperoleh hasil 40 kuesioner yang terisi, karena ada 4 kuesioner di satu BPR tidak
bisa diambil. Responden yang mengisi kuesioner terdiri dari direktur, SKAI, SPI,
dan kepala bagian. Setelah diseleksi tinggal 34 kuesioner yang layak diolah,
sedangkan 6 kuesioner tidak diisi secara lengkap oleh responden. Dari 34
kuesioner sebagian besar diisi oleh Kepala Bagian yaitu 16 orang, 7 orang SPI, 8
orang Direktur, dan 3 orang SKAI. Dengan kata lain tingkat pengembalian
(respon rate) sebesar 77,3%. Di samping data tersebut, diperoleh juga data
publikasi laporan keuangan triwulan ke 3 pada bulan September 2011 untuk 10
BPR yang didapat dari website Bank Indonesia.
Dari dua sumber data tersebut, pertama-tama disajikan gambaran umum
BPR dari dimensi aset, dana pihak ketiga, serta penyaluran kredit. Suatu bank
memiliki kinerja keuangan yang baik ditandai dengan meningkatnya aset, dana
pihak ketiga, dan penyaluran kredit tiap tahunnya (Lampiran 2). Sebagai contoh,
dari laporan keuangan PT BPR Weleri Makmur yang berkantor pusat di Kota
Semarang untuk tahun 2010 aset yang dimiliki sebesar 148.046,9 dan pada tahun
11
2011 meningkat menjadi 190.325,7. Hal ini dikarenakan BPR Weleri Makmur
dapat mengelola keuangan dan pengendalian internal audit yang baik. Bahkan dari
10 BPR yang diteliti PT BPR Weleri Makmur merupakan BPR yang memiliki
aset tertinggi. Sedangkan untuk aset terendah dimiliki oleh PT BPR Inti
Ambarawa Sejahtera yang berkantor pusat di Kabupaten Semarang yaitu sebesar
7.334,8. Suatu BPR dengan aset yang tinggi memungkinkan BPR memiliki
Satuan Kerja Audit Intenal (SKAI). Seperti BPR Weleri Makmur yang memiliki 4
SKAI untuk membantu meningkatkan pengendalian internal.
Untuk penyaluran kredit kondisi keuangan bank, kecukupan modal bank
serta batas aman pemberian kredit menjadi pertimbangan manajemen. Selain itu
menghimpun dana dari pihak ketiga (masyarakat) dalam bentuk tabungan dan
deposito juga mempengaruhi penyaluran kredit. Menurut Bank Indonesia kualitas
kredit digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu : kredit lancar, kredit kurang lancar,
kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit bermasalah atau non performing loan
(NPL) adalah kredit yang mengalami kesulitan dalam pelunasan. Kredit
bermasalah dapat diukur dari jumlah kredit bermasalah (kriterianya kredit kurang
lancar, diragukan, dan macet) terhadap jumlah kredit yang disalurkan oleh bank.
Dari data laporan keuangan BPR yang diteliti, NPL tertinggi dimiliki oleh
PT BPR Kusuma Palagan Ambarawa yang berkantor pusat di Kabupaten
Semarang yaitu sebesar 21,85% dan NPL terendah dimiliki oleh PT BPR Restu
Artha Makmur yaitu 2,62%. Jika dilihat dari penyaluran kredit dan tingkat kredit
macet, tingginya penyaluran kredit tidak menjamin rendahnya tingkat kredit
macet suatu bank. Sebagai contoh PT BPR Rudo Indobank yang berkantor pusat
di Kota Semarang memiliki tingkat penyaluran kredit yang cukup tinggi yaitu
sebesar 93,45%, tetapi tingkat gagal bayar kreditnya juga tinggi yaitu sebesar
18,62%. Sehingga diperlukan penanganan terhadap kredit bermasalah untuk BPR
dengan NPL tinggi. Sebaliknya jika tingkat kredit macet rendah maka jumlah
kredit yang disalurkan akan semakin banyak.
12
Independensi, Kompetensi, dan Efektivitas Pengendalian Internal
Di bawah ini dibahas bagaimana pengaruh independensi dan kompetensi
pengawas intern terhadap efektivitas pengendalian internal. Data mentah
kuesioner yang disajikan dengan skala likert menunjukkan nilai minimum,
maksimum, dan rata-rata dari total poin untuk tiap variabel.
Tabel 1
Deskriptif Skor Independensi, Kompetensi, dan Efektivitas
Pengendalian Internal
No Variabel Minimum Maximum Mean
1 Independen Pengawas Intern 31 43 37
2 Kompetensi Pengawas Intern 23 31 27
3 Efektivitas Pengendalian Internal 28 40 34
Sumber : Data yang diolah 2012
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden memiliki independensi
yang tinggi dan lebih besar dari kompetensi. Data hasil kuesioner yang diolah,
diperoleh hasil pengujian validasi dan reliabilitas, semua indikator empirik
dikatakan valid dan reliabel. Karena nilai korelasi yang lebih dari 0,3 dan
signifikansi kurang dari 0,05 (5%) dan cronbach’s alpha memiliki nilai lebih besar
dari 0,6 (Lihat pada lampiran 5).
Setelah pengujian validitas dan reliabilitas kemudian dilakukan pengujian
dengan asumsi klasik. Berdasakan uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov
dihasilkan data yang menunjukkan bahwa ketiga variabel nilai Kolomogorov-
Smirnov dan probabilitasnya lebih dari signifikan pada 0,05 yaitu 0,761 dan
0,608. Hal ini mengindikasikan data residual terdistribusi normal, hasil uji ini
konsisten dengan gafik Scatterplot menunjukkan pola titik tersebar secara acak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresinya baik. Namun variabel
independensi pengawas intern dan kompetensi pengawas intern memiliki
pengaruh yang kecil terhadap efektivitas pengendalian internal. Karena nilai
13
toletansi yang mendekati 1 dan VIF yang kurang dari 10 (Lihat pada lampiran 6).
Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya pengalaman kerja pengawas intern,
sehingga efektivitas pengendalian internal kurang maksimal.
Dalam perhitungan regresi berganda diperoleh nilai koefisien determinasi
(R square) sebesar 0,458 atau 45,8%. Artinya variabel independensi dan
kompetensi pengawas intern mampu menjelaskan 45,8% variabel efektivitas
pengendalian internal dan sisanya sebesar 54,2% dijelaskan oleh variabel lain
(Lihat pada lampiran 7). Variabel independensi dan kompetensi pengawas intern
dapat digunakan untuk memprediksi variabel efektivitas pengendalian internal
dapat diterima atau tidak, dengan melihat Std. deviasi pada tabel statistik
deskriptif. Semakin besar std. deviasi maka semakin besar variasi datanya, artinya
semakin tinggi tingkat independensi pengawas intern dan kompetensi pengawas
intern maka semakin efektif tingkat pengendalian internal di BPR Kota dan
Kabupaten Semarang (Lihat pada lampiran 6).
Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen maka digunakan analisis regresi berganda dengan menggunakan
program SPSS 16.0 yang secara rinci dapat dilihat pada lampiran 7. Besarnya
pengaruh independensi pengawas intern dan kompetensi pengawas intern
terhadap pengendalian internal (Y).
Tabel 2
Koefisien Regresi Independensi dan Kompetensi Pengawas Intern Terhadap
Efektivitas Pengendalian Internal
Variabel Penelitian Koefisien t Sig.
α (Konstan) 0,762 0,119 0,906
X1 Independensi Pengawas Intern 0,000 0,004 0,997
X2 Kompetensi Pengawas Intern 1,190 4,277 0,000
Sumber : Data yang diolah 2012
14
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa independensi pengawas intern
tidak berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian internal karena nilai
koefisiennya 0,000 dan tingkat signifikansi sebesar 0,997. Berarti independensi
pengawas intern di BPR Kota dan Kabupaten Semarang tidak berpengaruh
terhadap efektivitas pengawas internal. Tidak berpengaruhnya independensi dari
hasil pengujian bukan berarti dalam kondisi nyata independensi pengawas intern
pada BPR di Kota dan Kabupaten Semarang berpengaruh terhadap efektivitas
pengendalian internal. dari hasil kuesioner (tabel 1) menunjukkan variabel
independensi memiliki pengaruh yang tinggi, dengan direktur, kepala bagian,
SKAI, SPI sebagai responden. Sikap yang dimiliki pengawas intern pada saat
melakukan audit diterapkan dengan baik di BPR. Yaitu dengan mengemukakan
temuan-temuan sesua bukti yang ada, bertindak jujur, bertanggung jawab, dan
objektif, tidak adanya hubungan kerabat/ keuangan oleh klien. Hal ini
menunjukkan pengawas intern di BPR Kota dan Kabupaten Semarang bukan
hanya memegang aspek Independence in appearance yang baik, tetapi juga aspek
Independence in fact yang baik. Seperti yang dipaparkan pada kuesioner nomor 2,
5, 6 (Lihat pada lampiran 3).
Sedangkan kompetensi pengawas intern berpengaruh terhadap efektivitas
pengendalian internal karena nilai koefisiennya 1,190 dan tingkat signifikansi
yang dihasilkan sebesar 0,000. Hal ini berarti semakin besar pengetahuan
pengawas, semakin berpengalaman, maka semakin kecil pengawas melakukan
kesalahan audit, semakin tinggi tingkat ketaatan terhadap peraturan dan semakin
peka dalam mendeteksi kesalahan secara signifikan meningkatkan kepatuhan,
ketelitian dan efisiensi operasi untuk mengurani kecurangan di BPR Kota dan
Kabupaten Semarang. Walaupun masih ada beberapa pengawas dengan tingkat
pengalaman yang kurang dalam bidang audit, tetapi hal ini ditutup dengan latar
belakang audit yang memadai. Ditunjukkan kuesioner nomor 1, 2, 3, 4, 5 (Lihat
pada lampiran 3).
Menurut pendapat Abdul Halim menyatakan bahwa terdapat 3 aspek
independensi seorang auditor, yaitu Independence in fact, Independence in
appearance, Independence in competence. Sikap independensi pengawas intern
15
berhubungan erat dengan kompetensi atau kemampuan auditor dalam
melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.
Hasil analisis terhadap efektivitas pengendalian internal pada BPR,
mendorong BPR di Kota dan Kabupaten Semarang mampu meningkatkan
efektivitas pengendalian internal. Efektivitas terjadi pada tingkat kepatuhan,
efisiensi operasi, dan tingkat ketelitian yang bagus meliputi kebijakan yang
diciptakan manajemen BPR bagus. Ini berarti dalam kebijakan dan prosedur
pengendalian yang dibuat BPR di Kota dan Kabupaten Semarang sudah baik serta
diterapkan dengan baik dan efisien.
KESIMPULAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN
Setelah dilakukan beberapa pengujian dapat disimpulkan bahwa
independensi pengwas intern tidak berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian
internal. Tetapi dari hasil penelitian pengawas intern pada BPR di Kota dan
Kabupaten Semarang memiliki sikap independensi yang tinggi dan diterapkan
dengan baik. Sedangkan kompetensi pengawas intern memiliki pengaruh terhadap
efektivitas pengendalian internal. Hal ini berarti pengetahuan, ketaatan terhadap
kode etik, prosedur yang ada dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas
audit dilakukan dengan sangat baik oleh BPR.
Adanya hubungan antara sikap independensi pengawas intern dengan
kompetensi dalam meningkatkan pengendalian internal pada BPR. Menjadikan
pengendalian internal BPR semakin baik dan efektif.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan perimbangan
bagi Bank Perkreditan Rakyat untuk meningkatkan pengendalian internal melalui
peningkatan kualitas pengawas intern BPR. Pengawas intern yang baik adalah
pengawas intern yang mampu menjaga sikap jujur, bertanggung jawab, dan
obyektif dalam segala hal (independensi) dan terus meningkatkan kompetensinya.
Dalam penelitian ini tidak semua target obyek penelitian terpenuhi, karena
ada satu BPR yang menolak untuk diteliti. Proses pengisian kuesioner yang
dilakukan oleh responden terdapat rentang waktu yang cukup lama dan tidak
dalam pengawasan peneliti, maka jawaban dari responden bisa dibuat tidak sesuai
16
dengan kondisi BPR. Ini merupakan keterbatasan yang dimiliki peneliti dan
responden yakni keterbatasan waktu. Jumlah pengawas intern di BPR yang minim
(hanya satu) menyebabkan peneliti mencari obyek lain yang relevan, seperti
kepala bagian dan direktur, ini merupakan keterbatasan dalam penelitian.
Dengan sikap independensi yang berhubungan erat dengan kompetensi,
dalam penelitian ini, peneliti menduga bahwa variabel independensi lebih cocok
sebagai variebel yang memoderisasi variabel kompetensi dalam meningkatkan
efektivitas pengendalian internal BPR. Sehingga untuk penelitian selanjutnya
disarankan untuk mengukur independensi dan kompetensi penawas intern dengan
melihat hasil audit yang disampaikan. Di samping itu, apabila peneliti lain ingin
melanjutkan atau mengembangkan penelitian ini, maka peneliti tersebut
hendaknya mengubah model penelitian. Dari model konsep yang dipakai dalam
penelitian ini menjadi variabel kompetensi yang dimoderasi variabel independensi
berpengauh positif terhadap efektivitas pengendalian internal.
17
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia, 2012, Laporan BPR. http://bi.go.id/biweb/Templates/
Statistik/New_LaporanBPR.aspx? 24 Februari 2012.
Desyanti & Ratnadi. 2011. Pengarauh independensi, keahlian professional, dan
pengalaman kerja pengawas intern terhadap efektivitas penerapan struktur
pengendalian intern pada Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Badung.
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankkan. 2003. Pedoman Standar
Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum. Bank Indonesia.
Gulson, Ruthini. 2010. Persepsi auditor mengenai faktor-faktor (kompetensi,
independensi, dan keterlibatan komite audit) yang mempengaruhi kualitas
audit. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen
Satya Wacana (tidak dipublikasikan).
Ibrahim, Hadiasman. 2008. Analisis Regrasi. http://eprints.undip.ac.id/17480/1/
Hadiasman_Ibrahim.pdf. 20 Maret 2012
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. 2004. Pedoman Good
Corporate Governance Perbankan Indonesia.
Koroy, Tri Ramaraya. 2005. Pendeteksian Kecenderungan (Fraud) Laporan
Keuangan oleh Auditor Eksternal. Banjarmasin: STIE Nasional.
Kusmayadi, Dedi. 2009. Pengaruh Audit Operasional terhadap Implementasi
Strategi dan Dampaknya pada Laba Operasi (Sensus pada Bank
Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya). Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
Vol. XV, No.1 Maret : 55-67 (jurnal diterbitkan).
18
Oktaviana, Linda. 2011. Pengaruh efektivitas Sistem Pengendalian Intern
terhadap kualitas kredit Bank Perkreditan Rakyat di Kota Pati. Skripsi
Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (dipublikasikan).
Pradewa, Akbar. 2010. Pengaruh independensi dan kompetensi pengawas intern
terhadap efektivitas pengendalian intern pada Bank Perkreditan Rakyat
Kota dan Kabupaten Semarang. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana (tidak dipublikasikan).
Sawyer, Dittenhofer, Scheiner. 2006. Internal Auditing Buku 5,Edisi 5. Jakarta:
Salemba Empat.
Supramono & Sugiarto. 2003. Statistika. Yogyakarta : Andi Offset.
Supramono dan Utami, Intiyas. 2003. Desain Proposal Penelitian Studi
Akuntansi dan Keuangan. Salatiga : FE UKSW.