pengaruh faktor sosial dan personal terhadap sikap dan niat beli
TRANSCRIPT
i
TESIS
PENGARUH FAKTOR SOSIAL DAN PERSONAL
TERHADAP SIKAP DAN NIAT BELI KONSUMEN
UNTUK BARANG FASHION PALSU DI KOTA
DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG
TOMMY HENDRO TRISDIARTO
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
i
TESIS
PENGARUH FAKTOR SOSIAL DAN PERSONAL
TERHADAP SIKAP DAN NIAT BELI KONSUMEN
UNTUK BARANG FASHION PALSU DI KOTA
DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG
TOMMY HENDRO TRISDIARTO
NIM: 0990662032
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
ii
PENGARUH FAKTOR SOSIAL DAN PERSONAL
TERHADAP SIKAP DAN NIAT BELI KONSUMEN
UNTUK BARANG FASHION PALSU DI KOTA
DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Manajemen
Program Pascasarjana Universitas Udayana
TOMMY HENDRO TRISDIARTO
NIM: 0990662032
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 27 JANUARI 2012
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,
Prof. Dr. Ketut Rahyuda, SE,MSIE. I.G.A.K Gede Suasana, SE, MM
NIP. 19500130 198303 1 001 NIP. 19600521 198603 1 021
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Manajemen Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana
Dr. Ida Bagus Anom Purbawangsa, SE.,MM Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 19620922 198702 1 002 NIP. 19590215 198510 2 001
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal : 27 Januari 2012
Panitia Penguji Tesis, berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
No : 2055/UN14.4/HK/2011, Tanggal 30 November 2011
Ketua : Prof. Dr. Ketut Rahyuda, SE, MSIE
Sekretaris : I.G.A.K Gede Suasana, SE, MM
Anggota : Prof. Dr. Ni Wayan Sri Suprapti, SE, M.Si.
Dr. I Putu Gde Sukaatmadja, SE, MP
Drs. I Ketut Nurcahya, MM
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Tommy Hendro Trisdiarto
NIM : 0990662032
Program Studi : Magister Manajemen
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR SOSIAL DAN PERSONAL
TERHADAP SIKAP DAN NIAT BELI KONSUMEN
UNTUK BARANG FASHION PALSU DI KOTA
DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Januari 2012
Yang membuat pernyataan
(Tommy Hendro Trisdiarto)
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah dipanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada
kesempatan ini dihaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr.
Ketut Rahyuda, SE, MSIE. sebagai pembimbing utama yang dengan penuh
perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama
mengikuti program Magister Manajemen, khususnya dalam penyelesaian tesis ini.
Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada I.G.A.K Gede
Suasana, SE, MM, sebagai Pembimbing Pendamping yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini
juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang
dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang
diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih
kepada Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE, MS., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana atas ijin yang diberikan untuk mengikuti
pendidikan Program Magister Manajemen.
vii
Pada kesempatan ini, terima kasih dihaturkan pula kepada Prof. Dr. Made
Wardana, SE,MP, Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana dan kepada Dr. Ida Bagus Anom Purbawangsa, SE,MM, Ketua Program
Studi Magister Manajemen Universitas Udayana. Ungkapan terima kasih
disampaikan pula kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. Ni Wayan Sri
Suprapti, SE, M.Si., Dr. I Putu Gde Sukaatmadja, SE, MP., Drs. I Ketut
Nurcahya, MM. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi
sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada seluruh guru yang telah
membimbing, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis
ucapkan terima kasih kepada keluarga dan sahabat tercinta yang telah
memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta
lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya disampaikan terima
kasih kepada teman-teman angkatan XXIII khususnya konsentrasi Manajemen
Pemasaran yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Denpasar, Januari 2012
Penulis
viii
ABSTRAK
PENGARUH FAKTOR SOSIAL DAN PERSONAL TERHADAP SIKAP
DAN NIAT BELI KONSUMEN UNTUK BARANG FASHION PALSU DI
KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor sosial,
personal, dan sikap konsumen terhadap pemalsuan barang fashion di Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dengan desain kuesioner yang
dirancang menggunakan skala numerik dengan skala 1-5, dan dilakukan di Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung melalui metode "mal mencegat". Teknik
statistik SEM digunakan untuk menganalisis data. Populasi penelitian ini adalah
masyarakat umum di Bali yang berbelanja barang palsu di Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung, dimana penelitian ini mengambil sampel sebanyak 112 orang.
Penelitian ini hanya merujuk pada barang fashion palsu, dan temuan dalam
penelitian ini adalah bahwa Faktor Sosial memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap sikap konsumen dan juga terhadap niat beli konsumen, begitu
juga dengan Faktor Personal yang memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap sikap konsumen dan niat beli konsumen. Terakhir adalah sikap
konsumen juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli konsumen.
Keterbatasan Penelitian hanya terbatas untuk konsumen di Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung yang tidak dapat digeneralisir di seluruh Indonesia atau pasar
internasional lainnya.
Konteks budaya lain dan kategori produk harus diselidiki di masa depan.
Implikasi Praktis penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang sikap
konsumen di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung terhadap pemalsuan barang
fashion. Temuan penelitian dapat digunakan untuk merumuskan strategi untuk
akademisi, praktisi, dan lebih penting, para pembuat kebijakan untuk membantu
memberantas kegiatan pemalsuan. Studi sebelumnya banyak dibuat pada
pemalsuan dan pembajakan musik, media, dan lainnya, sedangkan penelitian ini
difokuskan secara eksklusif pada barang fashion.
Kata Kunci : Perilaku konsumen, Pemalsuan barang, Faktor Sosial dan Personal,
Sikap konsumen, Niat Beli
ix
ABSTRACT
THE EFFECT OF SOCIAL AND PERSONAL FACTOR TOWARDS
ATTITUDE AND PURCHASE INTENTION ON FASHION
COUNTERFEIT PRODUCTS IN DENPASAR CITY
AND BADUNG REGION
This study is having a purpose of analyzing the effect of social factor,
personal factor, and attitudes towards the counterfeit of fashion product, and
analyze the effect of both variables towards purchase intention
The type of this study is descriptif, with a questionaire design using a
numeric scale with 1-5 scale, and conducted in Denpasar City and Badung Region
through a mall intercept method. SEM is being used as the statistic method to
analyze the data. The population is the people living in Bali who shop counterfet
products in Denpasar City and Badung Region, and from the population, the study
is taking 112 people as the sample.
The study is focusing only to counterfeit fashion products, and the findings
in this study are as follow; social factor has a positif and significant effect towards
the consumer‟s attitudes and purchase intention. The same result happens for
personal factor which has a positive and significant effect to consumer‟s attitudes
and purhase intention. The last one is the consumer‟s attitudes which also has a
positive and significant effect towards the purchase intention. The limitation of
this study is that it is applied only for consumers in Denpasar City and Badung
Region and can not be generalized to all region in Indonesia or any other
international market.
Other cultural context and product category should be studied in the
future. The practical implication of this study is to give a deep understanding
about consumer‟s attitude in Denpasar City and Badung Region towards
counterfeiting of fashion products. The findings can be used to formalized
strategies for people in academic, practioners, and most importantly, to the policy
maker so that they can eradicate counterfeiting. Previous study has also been
made in other industries such as music, media, and others, while this study is
exclusive only for fashion products.
Keywords: Consumer behavior, Counterfeiting, Social and Personal Factor,
Conusumer‟s Attitude, Purchase Intention
x
DAFTAR ISI
Isi Halaman
SAMPUL DALAM ...................................................................................... i
PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJIAN .......................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. v
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................ vi
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 12
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 12
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pemalsuan ............................................................................ 15
2.2 Faktor Sosial ........................................................................ 18
2.3 Faktor Personal .................................................................... 20
2.4 Sikap Terhadap Pemalsuan .................................................. 23
2.5 Niat Beli - Theory of Planned Behaviour ............................ 26
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir ................................................................ 27
3.2 Kerangka Konseptual ........................................................... 29
3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................. 30
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Ruang Lingkup Penelitian .................................... 35
4.2 Variabel Penelitian ............................................................... 37
4.2.1 Identifikasi dan klasifikasi konstruk ........................ 37
xi
4.2.2 Definisi operasional variabel ................................... 38
4.3 Prosedur Pengumpulan Data ............................................... 42
4.3.1 Jenis data .................................................................. 43
4.3.2 Populasi dan sampel ................................................. 43
4.3.3 Metode pengumpulan data ....................................... 44
4.4 Instrumen Penelitian............................................................. 44
4.4.1 Skala pengukuran ..................................................... 45
4.5 Metode Analisis Data .......................................................... 46
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian ...................................................................... 52
5.1.1 Deskripsi responden penelitian .................................. 52
5.1.2 Hasil analisis persepsi konsumen ............................... 53
5.1.3 Uji normalitas ............................................................. 61
5.1.4 Uji multikolinearitas................................................... 62
5.1.5 Analisis faktor konfirmatori ....................................... 62
5.1.6 Unidimensionalitas variabel laten faktor sosial ......... 63
5.1.7 Unidimensionalitas variabel laten faktor personal ..... 64
5.1.8 Unidimensionalitas variabel laten sikap konsumen ... 66
5.1.9 Unidimensionalitas variabel laten niat beli ................ 68
5.1.10 Uji reliabilitas ............................................................. 70
5.1.11 Model persamaan struktural ....................................... 73
5.2 Pembahasan ........................................................................... 74
5.2.1 Pengaruh faktor sosial terhadap sikap konsumen ...... 75
5.2.2 Pengaruh faktor sosial terhadap niat beli konsumen .. 76
5.2.3 Pengaruh faktor personal terhadap sikap konsumen .. 76
5.2.4 Pengaruh faktor personal terhadap niat beli
konsumen ................................................................... 77
5.2.5 Pengaruh sikap konsumen terhadap niat beli
konsumen ................................................................... 78
5.2.6 Pengaruh antar variabel penelitian ............................. 79
xii
5.2.7 Pengaruh total antar variabel penelitian ..................... 80
5.2.8 Keterbatasan penelitian .............................................. 81
5.3 Implikasi Penelitian ................................................................ 81
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan ................................................................................ 83
6.2 Saran ....................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 85
LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 90
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Kerugian Total 12 Industri Indonesia Karena Pemalsuan ................... 6
4.1 Rincian Kegiatan Penelitian................................................................. 36
4.2 Identifikasi dan Klasifikasi Konstruk.................................................. 38
4.3 Goodness of-fit Indices ........................................................................ 50
5.1 Tabulasi Silang Pendapatan dan Pekerjaan ......................................... 52
5.2 Distribusi Frekuensi Variabel-variabel pada Faktor Sosial ................ 54
5.3 Distribusi Frekuensi Variabel-variabel pada Faktor Personal ............ 56
5.4 Distribusi Frekuensi Variabel-variabel pada Sikap terhadap Barang
Palsu .................................................................................................... 58
5.5 Distribusi Frekuensi Variabel-variabel pada Niat Beli ....................... 59
5.6 Uji normalitas Variabel Laten ............................................................. 61
5.7 Uji Multikolinearitas ........................................................................... 62
5.8 Goodness of fit Variabel Laten Faktor Sosial ..................................... 63
5.9 Loading factor dan t-value Variabel Faktor Sosial ............................. 64
5.10 Goodness of fit Variabel Laten Faktor Personal ................................. 65
5.11 Loading factor dan t-value Variabel Faktor Personal ......................... 66
5.12 Goodness of fit Variabel Laten Sikap.................................................. 67
5.13 Loading factor dan t-value Variabel Sikap ......................................... 67
5.14 Goodness of fit Variabel Laten Niat Beli ............................................ 68
5.15 Loading factor dan t-value Variabel Niat Beli .................................... 69
5.16 Uji Reliabel Faktor Sosial ................................................................... 71
5.17 Uji Reliabel Faktor Personal ............................................................... 71
5.18 Uji Reliabel Sikap Konsumen ............................................................. 72
5.19 Uji Reliabel Niat Beli .......................................................................... 72
5.20 Goodness of fit Full Model SEM ........................................................ 73
5.21 Uji Hipotesis Full Model SEM ........................................................... 74
5.22 Pengaruh Langsung Antar Variabel .................................................... 79
5.23 Pengaruh Tidak Langsung Antar Variabel .......................................... 80
5.24 Pengaruh Total Antar Variabel ........................................................... 80
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Kerangka Konseptual............................................................................ . 30
4.1 Alur Konsepsi (Conception Path) .......................................................... 48
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ................................................................ 90
Lampiran 2 Data Responden ....................................................................... 94
Lampiran 3 Output SPSS, Tabulasi Silang Karakteristik Responden ......... 96
Lampiran 4 Output SPSS, Hasil Analisis Persepsi Responden ................... 98
Lampiran 5 Uji Multikolinearitas ................................................................ 110
Lampiran 6 Uji normalitas “Macro Minitab” .............................................. 111
Lampiran 7 Output Uji Validitas “Faktor Sosial” Dengan Menggunakan
AMOS ..................................................................................... 113
Lampiran 8 Output Uji Validitas “Faktor Personal” Dengan
Menggunakan AMOS ............................................................. 115
Lampiran 9 Output Uji Validitas “Sikap Konsumen” Dengan
Menggunakan AMOS ............................................................. 118
Lampiran 10 Output Uji Validitas “Niat Beli Konsumen” Dengan
Menggunakan AMOS ............................................................. 120
Lampiran 11 Full Model SEM ....................................................................... 122
xvi
DAFTAR ISTILAH
ARDIN : Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor
Indonesia
IACC : International Anti Counterfeiting Coalition
LPEM FEUI : Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
MIAP : Hasil Studi Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan
TPB : Theory of Planned Behaviour
USTR : United States Trades Room
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemalsuan barang bermerek memang sudah menjadi fenomena yang luar
biasa dan terjadi di seluruh belahan dunia. Bahkan pemalsuan barang fashion
sudah dianggap menjadi sebuah epidemik dan merugikan jutaan dollar Amerika
bagi industri fashion (Cheek and Easterling, 2008). Banyak alasan kenapa
seseorang membeli barang fashion palsu, dan alasan-alasan tersebut sudah dapat
ditemukan di beberapa literatur-literatur internasional. Pembeli barang palsu
memberikan alasan bahwa mereka membeli barang palsu, karena hal tersebut
tidak memberikan dampak langsung yang merugikan bagi mereka, harga barang
palsu jauh lebih murah sehingga mereka merasa seolah-olah sebagai wise
shoppers. Alasan lain yang diberikan oleh konsumen barang palsu adalah mereka
menganggap pembelian barang palsu tersebut tidak akan merugikan pemilik
merek asli (Ha and Lennon dalam Cheek and Easterling, 2008). Bloch et al.,
1993, menyatakan bahwa konsumen membeli barang palsu karena alasan kondisi
keuangan yang sangat minim. Sedangkan Cordel et al (1996) menyatakan bahwa
permintaan akan produk palsu karena performa dari produk palsu sudah tidak jauh
berbeda dibandingkan dengan produk aslinya.
International Anti Counterfeiting Coalition (IACC) telah memperkirakan
bahwa pemalsuan barang (counterfeiting) bertanggungjawab pada kerugian
sebesar 200 triliun dollar Amerika di seluruh dunia. Kerugian tersebut termasuk
2
hilangnya pekerjaan, hilangnya pajak, dan penjualan (Furnham and Valgeirsson,
2007). Namun hal tersebut bukan hanya terjadi di Amerika, juga di seluruh dunia
termasuk Indonesia. Pertumbuhan dari pemalsuan dapat dikatakan sebagai akibat
dari meningkatnya perdagangan global dan munculnya pasar-pasar baru, majunya
perkembangan teknologi, dan meningkatnya barang-barang yang dianggap
bernilai untuk dipalsukan (Wee et al., 1995; Bloch et al., 1993; Alcock et al.,
2003). Merek barang mewah mudah dipalsukan karena barang-barang tersebut
mudah untuk dijual dan tidak menciptakan biaya produksi yang tinggi (Shultz and
Soporito, 1996; Gentry et al., 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa demand dari
konsumen pun meningkat dikarenakan konsumen mengejar status dan berharap
dianggap sadar akan fashion (Chang, 1998; Eisend and Schuchert-Guler, 2006).
Hingga saat ini, masih banyak konsumen secara sadar tetap membeli barang
bermerek palsu terlepas dari adanya hukuman yang dapat dibebankan kepada si
penjual dan pembeli (Block et al., 1993; Cordell et al., 1996; Prendergast et al.,
2007).
Sejak tahun 2004, pemalsuan merek barang hampir bernilai 512 juta US
Dollar (Eisend and Schubert-Guler, 2006) dan angka tersebut semakin bertambah.
Pertumbuhan dari pemalsuan barang ini tentunya memiliki dampak yang tidak
baik bagi pemilik merek yang asli. Dampak yang sangat tidak baik ini seharusnya
dapat dimengerti oleh konsumen, namun demikian meningkatnya pemalsuan
barang, tentu juga karena adanya permintaan dari konsumen terhadap barang-
barang palsu tersebut.
3
Kamar Dagang dan Industri Amerika Serikat atau United States Trades
Room (USTR) juga merilis daftar pasar di beberapa negara yang diduga
memperdagangkan barang-barang bajakan atau palsu di dunia melalui internet.
Termasuk dalam negara yang diduga menjual barang-barang bajakan dan palsu itu
adalah Indonesia. Menurut USTR, Indonesia dimasukkan pada daftar pasar yang
banyak memperdagangkan barang bajakan dan palsu bersama beberapa negara
seperti Ekuador, Paraguay, Argentina, Hongkong, India, Ukraina, Filipina,
Thailand, Meksiko, Pakistan, dan Kolombia.
Pada pertemuan yang membahas perdagangan internasional yang
dilakukan di Jepang, delegasi sejumlah negara maju mencapai kesepakatan dasar
atas pemalsuan barang. Pertemuan atas pembahasan perjanjian ini diadakan di
Tokyo, Jepang, pada Tahun 2009, dengan melibatkan 10 negara Uni Eropa,
termasuk Jepang dan Amerika Serikat. Perjanjian tersebut akan menjadi kekuatan
dan kontrol terhadap penyebaran barang palsu bermerek, serta pelanggaran hak
cipta. Isi dari perjanjian perdagangan internasional tersebut adalah siapa pun yang
tertangkap memperdagangkan barang palsu bermerek akan dituntut dengan
hukuman penjara. Salah satu perjanjian yang telah disepakati itu berupa panggilan
inspeksi wajib untuk pemalsuan barang bermerek yang dijadikan komoditi ekspor
dan impor. Negara-negara anggota juga berusaha membujuk negara berkembang
di Asia, Timur Tengah, dan di negara lain, tempat di mana pemalsuan barang
bermerek dan pelanggaran hak cipta banyak beredar. Namun demikian, perjanjian
yang dibuat di tahun 2010 tersebut juga tidak banyak memiliki dampak hingga
saat ini (website Liputan 6 SCTV, 2010).
4
Pemerintah Indonesia apabila ingin mengambil langkah serius dalam
menangani pemalsuan, maka dibutuhkan keterlibatan semua level, dari tingkat
nasional sampai daerah. Namun demikian, sampai sekarang belum ada tindakan
yang kohesif untuk menghadapi tantangan dari problem pemalsuan.
Fenomena kegiatan pemalsuan di Indonesia yang semakin tahun semakin
meningkat ini sebenarnya sudah berusaha ditahan oleh pemerintah lewat undang-
undang, namun sepertinya undang-undang relatif tidak sukses dalam menahan laju
bisnis barang palsu. Aturan sudah ada mulai Tahun 1961, yakni Undang-Undang
Nomor 21 tahun 1961 menggunakan sistem deklaratif. Karena dipandang tidak
sesuai lagi, maka sistem deklaratif tersebut diubah menjadi sistem konstitutif,
dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Kemudian, aturan
hukum tentang merek dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 serta
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 (konsolidasi) tentang Merek dianggap
telah tidak sesuai lagi dan untuk itu kemudian diubah dalam Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang selanjutnya disebut Undang-undang Merek.
UU Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek memberikan definisi
sebagai berikut:
“Merek sebuah barang dapat berupa gambar, nama, huruf, kata-kata,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang dan jasa”.
Hasil Studi Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) dengan
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia (LPEM FEUI) melakukan penelitian terhadap 12 sektor industri pada
5
periode 2002-2005. Hasil penelitian menyebutkan, tindakan pemalsuan di industri
sepatu, tekstil, pakaian jadi, rokok, dan pestisida selama periode tersebut
menimbulkan kerugian mencapai Rp 4,4 triliun. Hal ini belum termasuk
pemalsuan terhadap produk software yang menimbulkan kerugian Rp 3,6 triliun.
Segala tindakan pemalsuan tersebut telah menghilangkan potensi lapangan
pekerjaan sebanyak 124 ribu orang. Menurut MIAP peredaran barang-barang
palsu masih terbilang tinggi di Indonesia. Hasil studi dampak ekonomi yang
dilakukan untuk 12 sektor industri dan dilakukannya pemusnahan 2,18 juta keping
produk cakram optik oleh Polda Metro Jaya 15 Desember Tahun 2010
membuktikan bahwa pasar Indonesia masih menjadi surga bagi barang-barang
palsu dan barang bajakan. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menekan
peredaran barang-barang palsu harus terus dilakukan oleh seluruh pemangku
kepentingan, baik oleh aparat penegak hukum maupun oleh masyarakat yang
peduli atas keaslian suatu produk yang akan dikonsumsinya.
Berdasarkan sebuah artikel yang dikeluarkan oleh MIAP di Tahun 2011,
dibandingkan dengan kejadian pemalsuan barang di Tahun 2004 maka bisa
dikatakan bahwa pada Tahun 2010 terjadi peningkatan pemalsuan barang
sebanyak 9 (sembilan) kali lipat. Hal tersebut adalah temuan MIAP bersama
dengan LPEM FEUI. Bahkan lebih lanjut disebutkan bahwa sebanyak 12 (dua
belas) sektor industri mengalami kerugian sekitar Rp 37 Triliun. Kedua belas
sektor industri tersebut adalah: kosmetik, pestisida, obat-obatan, minuman non-
alkohol, produk kulit, perlengkapan kantor, elektronik, suku cadang otomotif,
produk fashion, pompa air, lampu, dan pelumas mesin.
6
Seperti dinyatakan dalam website resmi Harian Nasional Kompas
(www.kompas.com) data kerugian per tahun dari Tahun 2004-2010 memang sulit
dikumpulkan, dikarenakan pendataan baru dimulai dari Tahun 2005, dan
pengumpulan data akhirnya dilakukan oleh LPEM FEUI, dan hasilnya merupakan
rangkuman seperti Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Kerugian Total 12 Industri Indonesia karena Pemalsuan,
Periode 2004-2010
No Tahun Kerugian
1 2004 Rp 4,4 Triliun
2 2010 Rp 37 Triliun
Sumber : MIAP dan LPEM FEUI
Salah satu contoh dari kedua belas industri yang dikatakan di atas yaitu
industri suku cadang otomotif. Menurut sebuah artikel dalam majalah Trust di
Tahun 2004 dinyatakan bahwa pemalsuan barang di Indonesia benar-benar sudah
mencapai tingkat meresahkan. Hampir semua dipalsukan di Indonesia. PT. Astra
Daihatsu Motor, sebagaimana diakui oleh Wakil Presiden Direkturnya, Noertjahjo
Darmadji, juga dilanda pemalsuan onderdil atau suku cadang yang gila-gilaan.
Pemalsuan ini sampai menggerogoti 20 persen pendapatan Daihatsu Motor. Bila
pendapatan Daihatsu Motor sebesar Rp 180 miliar setahun, berarti pemalsuan
onderdilnya sebesar Rp 36 miliar per tahun.
Harian Bisnis Indonesia pada bulan Mei 2004 menyatakan bahwa
berdasarkan data yang dihimpun dari Kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat, dalam kurun setahun terakhir perkara merek masih menempati porsi
7
terbesar dibandingkan dengan perkara hak kekayaan intelektual lainnya seperti
desain industri, hak cipta, dan paten. Sepanjang Tahun 2009, sebanyak 86 persen
perkara hak kekayaan intelektual yang masuk ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
adalah gugatan pembatalan maupun penghapusan merek. Sementara, perkara hak
cipta, desain industri, dan paten, berturut-turut hanya sekitar 2,32 persen, 8,14
persen, dan 3,48 persen.
Hidayat dan Phau (2003) menyatakan bahwa di Indonesia, termasuk di Bali,
berbelanja produk tiruan adalah hal yang biasa dan lumrah, karena perilaku
tersebut seolah-olah sudah dilegitimasi oleh masyarakat. Salah satu produk yang
sering banyak dipalsukan dan dibeli konsumen adalah produk mode atau fashion.
Di Bali sendiri banyak sekali toko atau outlet yang menjual barang fashion
bermerek palsu. Salah satu contoh produk fashion yang banyak sekali dipalsukan
di Bali adalah Louis Vuitton. Louis Vuitton atau sering disingkat sebagai LV
merupakan salah satu merek yang paling banyak dipalsu di dunia fashion karena
citranya sebagai simbol status. Hanya sebagian kecil dari produk yang
menyandang inisial LV di populasi umum adalah otentik. Ironisnya, tanda tangan
Monogram Canvas diciptakan untuk mencegah pemalsuan. Pada tahun 2004,
Louis Vuitton palsu menyumbang 18 persen dari aksesoris palsu. Perusahaan LV
mengambil langkah menurunkan tingkat pemalsuan dengan serius. Di Amerika,
LV mempekerjakan tim pengacara dan lembaga investigasi khusus, aktif mengejar
pelaku melalui pengadilan di seluruh dunia, dan mengalokasikan sekitar setengah
dari anggaran komunikasi untuk melawan pembajakan.
8
Bagaimana dengan pemalsuan barang fashion bermerek lainnya yang terjadi
di Bali? Saat ini bisa ditemukan begitu banyak barang-barang palsu yang dijual di
beberapa daerah yang sangat strategis dan terpapar dengan umum. Pebisnis barang
palsu bahkan sepertinya tidak takut akan sanksi hukum yang ada, terbukti dari
jumlah outlet yang terus bertambah di Bali. Barang-barang palsu tersebut bukan
hanya sukses diniati oleh pasar lokal namun juga turis mancanegara.
Penelitian ini berusaha mengupas pemalsuan barang fashion bermerek dalam
kategori aksesoris antara lain tas, kacamata, jam tangan, sepatu, dikarenakan
adanya fenomena mengenai peningkatan bisnis barang fashion palsu tersebut. Di
Bali, sudah banyak sekali keluhan akan adanya pemalsuan barang yang dilakukan
terhadap barang fashion terkenal, bahkan aparat Poltabes Denpasar Bali
membongkar sindikat pemalsuan baju bermerek senilai puluhan juta rupiah baru-
baru ini di tahun 2011. Dalam operasinya, sindikat tersebut kerap memasok hasil
kejahatannya untuk diekspor ke luar negeri (www.indosiar.com) namun tetap saja
pemalsuan barang berjalan dengan sangat marak. Beberapa keluhan dari merek-
merek fashion ternama di Bali juga masuk ke dalam pemberitahuan pada harian-
harian di Bali.
Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (ARDIN)
Provinsi Bali pada tahun 2010 juga menyatakan dalam website resminya bahwa,
salah satu produk fashion di Bali, Quicksilver mengalami pemalsuan merek. Dari
semua lokasi razia ditemukan ratusan barang yang diduga palsu dengan
menggunakan merek dagang Quiksilver, Roxy dan DC, berupa baju kaos, celana
9
pendek, celana, celana surfing, topi, dompet, ikat pinggang, tas ransel, rok anak,
sepatu, serta sandal jepit yang diperjualbelikan secara ilegal dari tiga toko. Ketiga
toko tersebut yakni MB beralamat di Popies Lane II Benesari Kuta, Toko F
beralamat di Kapten Agung Denpasar, Toko JA beralamat di Kuta Square Kuta,
dan Toko C di Kuta Square Kuta. Website resmi televisi nasional Indosiar, juga
menyatakan bahwa di Bali terjadi pemalsuan baju bermerek berskala besar dam
bernilai puluhan juta rupiah yang dikirim ke luar negeri. Merek fashion lain yang
juga banyak menjadi korban pemalsuan adalah Volcom, karena berbagai kaos,
celana, dan barang lainnya dijual dengan harga 80 persen lebih murah dari harga
aslinya.
Fenomena meningkatnya bisnis pemalsuan barang ini memang terkait
dengan perilaku konsumen yang berhubungan erat dengan proses pengambilan
keputusan dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhannya. (Kotler dan Amstrong, 2009) Perilaku konsumen
dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dan faktor-faktor internal. Salah satu
faktor eksternal adalah keinginan konsumen untuk terlihat sama dengan role
model mereka. Seperti misalnya, seorang wanita yang memiliki role model
seorang selebriti yang sering menggunakan barang fashion mewah, maka wanita
tersebut pun ingin memiliki barang fashion mewah yang sama, namun apabila
kemampun belinya rendah, maka membeli barang fashion palsu menjadi jalan
keluarnya. Kondisi ini menyuburkan pemalsuan. Dari sinilah muncul peluang
bisnis untuk menjual barang fashion palsu. Semakin besar keinginan konsumen,
10
maka semakin tinggi pula jumlah perusahaan yang menghasilkan dan menjual
barang fashion palsu. Lewat pemikiran tersebut, maka penelitian ini dilakukan.
Penelitian ini menggunakan acuan utama dari penelitian pada tahun 2009
berjudul Devil Wears (counterfeiting) Prada: a study of antecedents and outcomes
of attitudes towards counterfeits of luxury brands (Phau dan Teah, 2009).
Penelitian tersebut lebih banyak membahas perilaku konsumen terhadap barang
palsu yang banyak terjadi di Cina. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya
2 (dua) faktor yang mempengaruhi sikap dan niat konsumen pada barang fashion
palsu, yaitu faktor sosial dan faktor personal. Penelitian tersebut juga memiliki
kemiripan dengan penelitian-penelitian empiris sebelumnya.
(Nia dan Zaichkowsky, 2000) menyatakan bahwa konsumen semakin
bersifat positif terhadap barang palsu karena merasa bahwa barang palsu tidak
akan merugikan barang asli dan bahwa barang palsu akan selalu menjadi produk
yang bersifat inferior terhadap produk aslinya. Kemudian Prendergast, Chuen, dan
Phau (2002), menyatakan bahwa pembelian produk palsu didorong oleh referensi
dari keluarga dan teman. Pembelian juga didorong dengan adanya fakta bahwa
produk palsu tersebut semakin memiliki kualitas yang baik. Hidayat dan Phau
(2003) menyatakan bahwa negara-negara Timur yang dikenal memiliki budaya
kolektivisme sangat mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan
pribadi. Di pihak lain, kebudayaan barat memiliki budaya individualisme yang
harus dihormati dan ini tentunya berhubungan dengan lebih baiknya penghargaan
kepada individualisme termasuk di dalamnya penghargaan kepada kepemilikan
intelektual. Chang (1998) membukt ikan bahwa budaya Barat dan Timur
11
menunjukkan perbedaan sangat signifikan dan nampaknya sulit dipertemukan.
Skala dimensi Amerika Serikat (Barat) menunjukkan berbanding terbalik dengan
China (Timur) dari keempat aspek yang ada, baik power distance, uncertainty
avoidance, individualism dan masculinity. Dari sisi personal, bisa dapatkan juga
pernyataan dari Wee et al. (1995) yang meneliti 3600 konsumen di Asia yang
membeli barang palsu. Konsumen tersebut melihat pembelian barang palsu
sebagai sesuatu yang kurang beresiko dan kurang beretika, memiliki value-
conscious, dan memiliki pendapatan yang rendah dibanding mereka yang tidak
membeli barang palsu. Cheung dan Predendergast (2006) melakukan penelitian
mengenai korelasi antara demographic dari 1152 orang dewasa di Asia dengan
perilaku pembelian barang palsu. Di penelitian ini keluarga middle dan high
income, pria, white collar, dan konsumen lulusan SMU dan single lebih banyak
membeli barang palsu. Kaum pria embeli CD palsu, sedangkan kaum wanita
membeli pakaian palsu. Phau dan Teah (2009) yang mencatat bahwa status
consumption dan integrity merupakan pengaruh yang kuat pada minta pembelian
barang palsu, dimana normative dan information susceptibility, personal
fratification, value consciousness, dan novelty seeking memiliki pengaruh yang
lemah. Sikap terhadap barang fashion palsu memang mempengaruhi niat beli.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yaitu bagaimana Faktor Sosial dan
Faktor Personal mempengaruhi sikap konsumen dan juga niat beli konsumen,
maka dapat disusun rumusan masalah berkaitan dengan judul penelitian:
12
1) Bagaimana pengaruh faktor sosial terhadap sikap konsumen pada pemalsuan
barang di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung ?
2) Bagaimana pengaruh faktor sosial terhadap niat beli konsumen pada barang
fashion palsu di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung ?
3) Bagaimana pengaruh faktor personal terhadap sikap konsumen pada
pemalsuan barang di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung ?
4) Bagaimana pengaruh faktor personal terhadap niat beli konsumen pada barang
fashion palsu di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung ?
5) Bagaimana pengaruh sikap konsumen pada pemalsuan barang terhadap niat
beli konsumen di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang, pokok permasalahan, dan judul
penelitian, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui pengaruh faktor sosial terhadap sikap konsumen pada
pemalsuan barang di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
2) Untuk mengetahui pengaruh faktor sosial terhadap niat beli konsumen di Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung.
3) Untuk mengetahui pengaruh faktor personal terhadap sikap konsumen pada
pemalsuan barang di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
4) Untuk mengetahui pengaruh faktor personal terhadap niat beli konsumen di
Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
13
5) Untuk mengetahui pengaruh sikap konsumen pada pemalsuan barang terhadap
niat beli konsumen di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun serangkaian manfaat yang ingin diraih pada penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Manfaat teoritis
a. Untuk mengkonfirmasi penelitian yang umumnya dilakukan dengan
menggunakan responden pembeli dan pengguna barang palsu
b. Memberikan masukan berharga bagi bahan pembelajaran mengenai
perilaku konsumen dalam hubungannya dengan pemalsuan barang
2. Manfaat praktis
a. Menjadi masukan bagi produsen barang-barang fashion dengan merek asli
untuk lebih mendalami sikap konsumen terhadap pemalsuan barang
sehingga perusahaan dapat membuat langkah-langkah mengurangi angka
pemalsuan barang dan menjadikan sikap positif terhadap pemalsuan
barang menjadi sebaliknya, atau menjadi sikap tidak positif
b. Membantu Pemerintah khususnya yang menangani isu pemalsuan barang
(departemen perdagangan) dalam melihat dan menyikapi fenomena
pemalsuan barang yang semakin meningkat jumlahnya di Kota Denpasar
dan Kabupaten Badung, sehingga dapat membuat peraturan-peraturan
yang berhubungan dengan pembuatan juga pembelian barang palsu, serta
melakukan kegiatan edukasi agar masyarakat mendapatkan informasi lebih
14
banyak seputar pemalsuan barang dan semakin peduli terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka yang diambil untuk penelitian ini diambil dari berbagai
macam sumber jurnal dan buku yang tentunya berhubungan dengan penelitian ini.
Definisi dan pengertian tentang pemalsuan, faktor sosial, faktor personal, sikap,
dan niat beli dijelaskan sebagai berikut:
2.1 Pemalsuan
Pemalsuan adalah suatu aksi reproduksi dari sebuah merek yang sudah
memiliki trademark (Cordell et al., 1996), yang mana sangat mirip dengan barang
aslinya. Hal ini termasuk dalam hal packaging, labeling, dan trademark, dimana
sengaja dilakukan untuk benar-benar dapat dianggap mirip dengan barang aslinya
(Kay, 1990; Ang et al., 2001; Chow, 2000).
Lai dan Zaichkowsky (1999) mengatakan bahwa pemalsuan dan
pembajakan pada dasarnya adalah merupakan hal yang sama, karena pemalsuan
dan pembajakan adalah reproduksi dari barang yang identikal dari sebuah barang
asli. Dua terminologi (pemalsuan dan pembajakan) sering digunakan bergantian
(Wee et al., 1995; Kwong et al., 2003). Namun demikian, pembajakan lebih
sering digunakan untuk barang software dan fixed medium content seperti
misalnya film dan musik (Chow, 2000; Cheung and Prendergast, 2006).
Riset telah mengidentifikasikan bahwa ada dua macam konsumen dalam
pemalsuan produk. Pertama adalah korban, yang tidak tahu dan tidak bermaksud
16
untuk untuk membeli barang palsu dikarenakan miripnya barang palsu tersebut
dengan produk aslinya (Grossman and Shapiro, 1988; Bloch et al., 1993; Mitchell
and Papavassilliou, 1997; Tom et al., 1998). Sedangkan yang kedua adalah
konsumen yang memang bersedia berpartisipasi dalam membeli barang palsu
walaupun sadar bahwa hal tersebut adalah kegiatan illegal (Bloch et al., 1993;
Cordell et al., 1996; Prendergast et al., 2002).
Pemalsuan barang atau counterfeiting adalah sebuah pemalsuan yaitu
memproduksi suatu produk yang menyalin atau meniru penampakan fisik suatu
produk asli sehingga menyesatkan para konsumen bahwa ini adalah produk dari
pihak lain. Produk yang melanggar merek dagang, pelanggaran hak cipta,
peniruan kemasan, label dan merek merupakan bagian dari pemalsuan.
Penggolongan barang palsu menurut para ahli bisa dibedakan menjadi 4
(empat) golongan, berdasarkan pada tingkat pelanggaran (Masyarakat Anti
Pemalsuan Barang, 2009) yaitu:
1) Produk palsu sejati (true counterfeit product), yaitu pemalsuan yang dilakukan
dengan meng-copy 100 persen persis dengan yang aslinya.
2) Produk palsu yang tampak serupa (look-alike), yaitu melakukan pemalsuan
yang dibedakan sedikit dari aslinya. Bisa dalam bentuk label dan packaging.
3) Reproduksi, yaitu melakukan pemalsuan seperti dalam bidang seni, contohnya
adalah lukisan dan foto. Dalam hal ini, konsumen sebenarnya sudah diberitahu
bahwa produk adalah reproduksi.
17
4) Imitasi yang tak meyakinkan, adalah sebuah pemalsuan yang terlihat secara
kasat mata, bahwa proses pemalsuan dilakukan dengan sangat buruk (poor)
dan tentunya menimbulkan pertanyaan pada konsumen.
Peredaran barang palsu akibat pemalsuan merek di Indonesia sungguh
memprihatinkan. Sebab dari empat kategori produk pemalsuan di atas yakni
produk palsu sejati (true counterfeit product), produk palsu yang tampak serupa
(look-alike), reproduksi, dan imitasi yang tak meyakinkan, seluruhnya ada di
Indonesia (Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan, 2009).
Grossman and Shapiro (1988) menyatakan ada penggolongan yang
berdasarkan konsumen tentang produk yang bersangkutan, yakni:
1) Deceptive counterfeiting (pemalsuan yang bersifat memperdayai), yaitu ketika
pemalsuan yang dilakukan adalah tanpa sepengetahuan konsumen, bahwa
pemalsuan dilakukan untuk menipu, memperdayai dan bahkan berbohong
dengan mengatakan bahwa barang yang mereka jual adalah barang asli.
2) Non-deceptive counterfeiting (pemalsuan yang tidak bersifat memperdayai)
terjadi ketika barang palsu dijual memang diakui sebagai barang palsu, dan
informasi tersebut diberikan kepada konsumen yang memiliki niat untuk
melakukan pembelian.
Pemalsuan adalah proses pembuatan, beradaptasi, meniru atau benda,
statistik, atau dokumen-dokumen, dengan maksud untuk menipu. Kejahatan yang
serupa dengan penipuan adalah kejahatan memperdaya yang lain, termasuk
melalui penggunaan benda yang diperoleh melalui pemalsuan. Menyalin,
pengganda, dan mereproduksi tidak dianggap sebagai pemalsuan, meski pun
18
mungkin mereka nanti dapat menjadi pemalsuan selama mengetahui dan
berkeinginan untuk tidak dipublikasikan. Dalam hal penempaan uang atau mata
uang itu lebih sering disebut pemalsuan. Barang konsumen tetapi juga meniru
ketika mereka tidak diproduksi atau yang dihasilkan oleh manufaktur atau
produsen diberikan pada label atau merek dagang tersebut ditandai oleh simbol.
2.2 Faktor Sosial
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor sosial. Beberapa contoh faktor
sosial adalah kelompok kecil, keluarga serta peranan dan status sosial konsumen.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Definisi kelompok
adalah dua orang atau lebih yang berhubungan untuk mencapai tujuan bersama.
Keluarga dapat pempengaruhi perilaku pembelian. Keluarga adalah organisasi
pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Faktor sosial
merujuk kepada efek yang diberikan dari seseorang kepada sikap konsumen
individu lainnya (Ang et al., 2001). Dua bentuk yang biasanya muncul adalah
information susceptibility dan normative susceptibility (Bearden et al., 1989;
Wang et al., 2005).
Information susceptibility terjadi ketika sebuah keputusan pembelian
terjadi berdasarkan opini seseorang yang ahli (expert’s opinion) (Ang et al., 2001;
Wang et al., 2005). Opini dari orang lain tentunya menjadi sangat berguna bagi
seorang konsumen yang memiliki pengetahuan sangat terbatas mengenai suatu
produk. Apabila seorang konsumen berada pada lingkungan yang sangat mengerti
perbedaan antara barang asli dan barang palsu, dan mereka memiliki pandangan
19
yang negatif terhadap pemalsuan, maka konsumen tersebut juga kemungkinan
besar memiliki sikap yang negative terhadap pemalsuan.
Sedangkan normative susceptibility adalah sebuah keputusan pembelian
berdasarkan harapan untuk dapat memikat orang lain (Ang et al., 2001; Wang et
al., 2005; Penz and Stottinger, 2005). Dikarenakan image seseorang memegang
peranan penting, maka membeli barang palsu malah akan membuat image
seseorang menjadi buruk, oleh karena itu sikap konsumen terhadap barang palsu
akan menjadi tidak baik (unfavorable).
Ada juga dalam penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa derajat
dari collectivism berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain, tergantung pada
lokasinya (Koch and Koch, 2007). Lebih jauh dikatakan bahwa collectivism
adalah target-specifik (Hui et al., 1991). Bisa dikatakan bahwa seorang individu
merasa lebih terkumpul pada satu group tertentu dan menjadi lebih individualistik
terhadap group lainnya. Hofstede (1991) juga mengatakan bahwa negara yang
banyak memiliki collectivism adalah negara yang memiliki pembangunan
ekonomi yang cukup lambat.
Collectivism telah banyak didiskusikan sebagai salah satu faktor dalam
lingkukan Asia yang banyak mempengaruhi sikap konsumen terhadap barang
palsu. Oleh karena itu kemungkinannya di Indonesia, konsumen memiliki sikap
yang positif terhadap pemalsuan barang.
20
2.3 Faktor Personal
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh faktor pribadi seperti umur
dan tahapan daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian
dan konsep diri pembeli. Umur sangat mempengaruhi keputusan seorang
konsumen dalam melakukan pembelian barang atau jasa. Tentunya seorang anak
yang belum bekerja tidak akan melakukan pembelian secara berlebihan.
Sebaliknya, seorang yang sudah bekerja dan mempunyai penghasilan lebih
berpotensi untuk melakukan pembelian yang lebih besar. Selain umur, pekerjaan
juga mempengaruhi pembelian seorang konsumen. Uang adalah sebuah alat untuk
melakukan pembelian. Seseorang yang bekerja dengan penghasilan lebih besar
tentunya lebih berpotensi untuk melakukan pembelian yang lebih besar
dibandingkan dengan seseorang yang bekerja dengan penghasilan yang lebih
kecil. Situasi ekonomi juga mempengaruhi tingkat pembelian di sebuah negara.
Negara yang sedang mengalami krisis akan berdampak pada menurunnya tingkat
ekonomi masyarakatnya. Uang akan menjadi barang langka yang tentunya tidak
akan digunakan untuk keperluan yang tidak mendesak. Hal ini menyebabkan
tingkat pembelian akan cenderung menurun. Pengaruh gaya hidup konsumen
sangat tergantung pada konsumen itu sendiri.
Kebanyakan pembeli barang mewah asli mencari nilai untuk merek,
prestige, dan juga image namun tidak bersedia untuk membayar harga yang mahal
(Bloch et al., 1993). Untuk harga yang lebih rendah dan kualitas yang sedikit
lebih rendah dari standard, barang palsu masih dianggap sebagai value for money
(Bloch et al., 1993; Lichtenstein et al., 1990; Ang et al., 2001; Wang et al., 2005)
21
Sebagai barang palsu, mereka tetap memberikan fungsional yang sama dengan
barang aslinya, tapi hanya dengan sebagian kecil harga barang aslinya, maka
barang palsu cukup disukai. Untuk konsumen yang sangat peka dengan arti
sebuah nilai produk, maka sikap konsumen tersebut terhadap barang palsu
menjadi positif.
Pencarian novelty adalah sebuah rasa penasaran dari konsumen untuk
mencari varian dan perbedaan (Hawkins et al., 1980; Wang et al., 2005).
Konsumen yang memiliki tendensi untuk mencoba berbagai produk baru
kemungkinan besar memiliki sikap yang positif terhadap barang palsu. Konsumen
yang mencari Novelty tentunya sangat tertarik kepada produk yang memiliki
resiko pembelian yang kecil (low purchase risk). Oleh Karena itu, harga yang
murah dari barang palsu sangat cocok dan dapat memuaskan mereka yang suka
bereksperimen (Wee et al., 1995).
Berdasarkan teori Kohlberg akan moral competency theory (1976)
perilaku konsumen akan dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi mereka. Nilai-nilai
seperti integrity akan mempengaruhi mereka dalam melakukan kegiatan yang
tidak beretika dan tidak legal (Steenhaut and Van Kenhove, 2006). Integrity
ditentukan oleh standar etika pribadi dan kepatuhan terhadap hukum. Bila
konsumen melihat integritas adalah sesuatu yang penting, maka mereka akan
melihat barang palsu sebagai sesuatu yang negatif (Ang et al., 2001; Wang et al.,
2005).
Personal gratification adalah kebutuhan seseorang untuk merasa sukses
dan berhasil, mendapatkan pengakuan dari masyarakat, dan keinginan untuk
22
menikmati yang terbaik dalam hidup (Ang et al., 2001; Wang et al., 2005).
Konsumen yang meiliki personal gratification yang tinggi akan menjadi lebih
sadar untuk memiliki penampilan yang sangat bailk Oleh karena itu, ada
kemungkinan besar kalau mereka sangat tidak suka untuk membeli barang dengan
standar rendah dan tentunya memiliki pandangan yang negatif dalam melakukan
pembelian barang palsu.
Status consumption telah lama didefinisikan sebagai pembelian,
penggunaan, dan konsumsi dari barang dan jasa untuk meningkatkan status
(Mason, 1981; Scitovsky 1992; Eastman et al., 1997). Status memerlukan adanya
rasa menghargai dan rasa iri yang datang dari orang lain, dan mewakili tujuan dari
sebuah budaya. Lebih lanjut, hal ini meliputi adanya ranking sosial atau
pengakuan sebuah komunitas terhadap individu (Dawson and Cavell, 1986;
Scitovsky, 1992; Eastman, 1997). Adalah sangat tidak akurat untuk mengatakan
bahwa hanya mereka yang kaya yang melakukan status consumption (Freedman,
1991; Miller, 1991; Eastman et al., 1997; Shipman, 2004). Status consumption
dilakukan oleh konsumen yang mencari kepuasan pribadi dan ingin
memperlihatkan prestige dan status mereka kepada lingkungan sekitar, biasanya
lewat bukti-bukti yang terlihat (Eastmen et al., 1997). Status consumers mencari
merek-merek yang memiliki simbol yang dapat menaikkan status mereka. Oleh
karena itulah konstruk dari status consumptin akan menggunakan scale yang
dipakai oleh Eastmen et al. (1997) karena dapat mengukur apakah konsumen yang
peduli akan status akan tertarik pada barang palsu. Walaupun status consumers
23
ingin memperlihatkan keberhasilan mereka, bisa saja sikap mereka terhadap
barang palsu adalah negatif.
2.4 Sikap Terhadap Pemalsuan Barang
Ajzen (1988) mendefinisikan sikap sebagai predisposisi yang dipelajari
individu untuk memberikan respon suka atau tidak suka secara konsisten terhadap
objek sikap, dimana objek tersebut bisa berupa orang, peristiwa, barang,
perusahaan, dan juga merek. Respon suka atau tidak suka itu merupakan hasil
proses evaluasi terhadap keyakinan-keyakinan individu terhadap objek sikap
(Fishbein dan Ajzen, 1975)
Sikap merupakan suatu ekspresi perasaaan seseorang yang merefleksikan
kesukan atau ketidaksukaannya terhadap suatu obyek. Karena sikaop seseorang
merupakan hasil dari suatu proses psikologis, maka hal itu tidak dapat diamati
secara langsung tetapi harus disimpulkan dari apa yang dikatakan atau
dilakukannya (Suprapti, 2010).
Produk palsu menghilangkan nilai simbolik dari barang (mewah) asli dan
menyamarkan brand equity (Zhou and Hui, 2003). Oleh karena barang palsu itu
adalah versi murah dari barang aslinya, maka ada kemungkinan bahwa tidak akan
terlihat persepsi yang berbeda dalam hal kualitas (Gentry et al., 2006), yang akan
menghasilkan erosi dari ekuitas barang asli tersebut (Grossman and Shapiro,
1988; Jacobs et al., 2001; Zhou and Hui, 2003).
Menurut Tom et al. (1998), konsumen lebih tertarik untuk membeli barang
dengan komponen fashion yang menempel pada produk tersebut, seperti halnya
24
dengan barang-barang fashion mewah. Konsumen bersedia untuk membayar
untuk atribut visual dan fungsi tanpa harus membayar kualitas yang sebenarnya
(Grossman dan Shapiro, 1988; Cordell et al., 1996). Konsumen juga diharapakan
membeli barang palsu yang memiliki merek terkenal yang menempel di barang
palsu tersebut (Cordell et al., 1996). Hal ini mendorong pemikiran bahwa hanya
barang fashion bermerek saja yang berharga untuk dipalsukan dan menjadi target
untuk terjadinya produksi ilegal (Eisend dan Schuchert-Guler, 2006).
Penelitian empiris telah membahas faktor ekonomi, kualitas, legal, atau
faktor etika yang membentuk dan mempengaruhi sikap dari konsumen (Cordell et
al., 1996; Ang et al., 2001; Wang et al., 2005). Pada akhirnya, fungsi menjadi
penting ketika membeli barang bermerek palsu. Namun lebih besar lagi keinginan
untuk memiliki prestise dan simbol status dari sebuah merek terkenal (Cordell et
al., 1996; Chadha, 2007). Biasanya harga juga merupakan refleksi dari sikap
konsumen terhadap nilai dari barang palsu. Pemalsuan barang-barang bermerek
secara sengaja dibuat untuk mendapatkan keuntungan dari fakta bahwa harga
mereka jauh lebih murah dan sangat kompetitif (Gentry et al., 2006). Masih dalam
catatan yang sama, ada juga sebuah ketertarikan yang adiktif berdasarkan sikap
bahwa konsumen mau membeli barang mewah namun tidak ingin membayar haga
mahal yang berasosiasi dengan barang mewah tersebut (Cordell et al., 1996).
Persepsi umum adalah bahwa adanya risiko finansial yang kecil yang merupakan
added value bagi konsumen untuk membeli barang palsu, dikarenakan harga
barang palsu memang sangat menguntungkan. Sebagai tambahan, dikarenakan
harga barang palsu sangat rendah, maka harapan akan kualitas tentunya tidak
25
setinggi harapan pada barang aslinya. Selama fungsi dasar dari barang tersebut
dapat terpenuhi dan dicapainya nilai simbolik, maka konsumen akan terpuaskan
(Eisend dan Schuchert-Guler, 2006).
Namun, kualitas produk dari barang palsu selalu meningkat tiap tahunnya
dikarenakan adanya kemajuan teknologi, yang menjadikan barang palsu tersebut
memiliki competitive advantage dibandingkan barang aslinya (Nill dan Shultz,
1996). Beberapa produk bahkan dapat dicoba sebelum membeli dan hal ini
menambah keberanian konsumen untuk membeli barang palsu (Cordell et al.,
1996; Bian dan Veloutsou, 2007). Namun demikian, tidak seperti barang asli,
maka barang palsu dijual tanpa adanya jaminan, di mana hal ini merupakan resiko
financial saat membeli (De Matos et al., 2007). Telah ditemukan, bahwa bila
atribut produk yang dipersepsikan antara barang asli dan barang palsu adalah
sangat mirip dalam hal kualitas, maka niat beli akan semakin tinggi (Wee et al.,
1995; Penz dan Stottinger, 2005).
Konsumen yang dihadapi oleh situasi etika akan memberikan alasan
kepada diri mereka sendiri bahwa ketika mereka membeli barang palsu, mereka
hanya sedikit bertindak unethical dan sedikit bertindak ilegal (Cordell et al., 1996;
Albers-Miller, 1999; Gupta et al., 2004), dan karena itulah konsumen tidak begitu
merasa bertanggung jawab dalam peranan mereka dalam membeli barang palsu.
Walaupun ada ukuran yang berbeda untuk mengukur sikap dan pembelian
terhadap barang bajakan (Kwong et al., 2003; Wang et al., 2005), menguji sikap
konsumen terhadap pemalsuan barang fashion mewah dapat dikatakan dalam
26
tahap awal (Ang et al., 2001). Studi dapat berfokus pada pengujian sikap
individual terhadap barang palsu (Wee et al., 2995).
2.5 Niat Beli - Theory of Planned Behaviour
Menurut Theory of Planned Behaviour (TPB), perilaku membeli
ditentukan oleh niat pembelian, di mana hal tersebut ditentukan oleh sikap
(Fishbein and Ajzen, 1975). Sikap terhadap perilaku dibanding sikap terhadap
produk dianggap sebagai indikator yang yang lebih baik dibanding perilaku (Yi,
1990). Walau demikian TPB juga mengatakan bahwa opportunities dan resources
seperti misalnya akses terhadap barang palsu, harus sudah ada sebelum perilaku
membeli dapat terjadi. Tanpa situasi tersebut, terlepas dari adanya sikap yang
sangat positif, maka akan sangat sulit untuk terjadi pembelian (Chang, 1998).
Keputusan yang tidak beretika seperti misalnya membeli barang palsu
dapat dijelaskan lewat sikap, terlepas dari kelas produk (product class) tersebut
(Wee et al., 1995; Chang, 1998; Ang et al., 2001). Adanya sikap yang lebih
positif dari konsumen terhadap barang palsu maka akan meningkatkan pembelian
akan barang palsu tersebut. Sama halnya dengan semakin negatifnya sikap
konsumen terhadap barang palsu, maka akan kecil kemungkinan bagi konsumen
tersebut untuk melakukan pembelian (Wee et al., 1995).
Sebagai tambahan, faktor sosial dan personal telah lama dianggap sebagai
pengaruh kepada konsumen dalam mengambil keputusan (Miniard and Cohen,
1983) terhadap niat pembelian.
27
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Indonesia sebagai salah satu negara yang sudah disebut namanya oleh
USTR sebagai negara yang banyak melakukan aktifitas pembajakan memang
harus mulai berbenah diri dan melihat fenomena ini sebagai suatu ancaman. Bali
sebagai salah satu provinsi dari Indonesia juga tidak terlepas dari maraknya bisnis
pemalsuan barang, terutama barang fashion. Hal ini tentunya merupakan
fenomena yang harus diperhatikan oleh semua stakeholder. Kepentingan pebisnis
barang asli tentunya harus diperhatikan, terlebih kerugian yang di derita di tahun
2010 mencapai Rp 37 triliun, ini adalah angka yang sangat luar biasa dan
merupakan bukti laju cepatnya pemalsuan barang (dibandingkan dengan kerugian
sebesar Rp 4,4 trilliun yang dicatat pada tahun 1994).
Pada berbagai surat kabar di Bali, sudah banyak keluhan akan adanya
pemalsuan barang yang dilakukan terhadap barang fashion terkenal. Walaupun
aparat Poltabes Denpasar Bali membongkar sindikat pemalsuan baju bermerek
senilai puluhan juta rupiah di tahun 2011.
Berbicara mengenai jenis pemalsuan, Hidayat dan Phau pada tahun 2003
mengatakan bahwa terdapat beberapa jenis pemalsuan atau pembajakan yang ada
di dunia. Pertama adalah counterfeiting, adalah pemalsuan produk yang dibuat
28
persis dengan aslinya (mengkopi 100 persen) bertujuan untuk mengelabui
konsumen yang tidak sadar bahwa itu adalah barang palsu (Bamossy, 1995; Lai
and Zaickowsky, 1999). Contohnya adalah jam tangan, pemalsuan uang, dan
spare part pesawat terbang. Kedua adalah Piracy, yaitu hampir sama dengan
counterfeiting dengan perbedaan pada pembeli yang sadar bahwa produk yang
dibeli adalah palsu karena adanya perbedaan harga yang signifikan (Wee et al.,
1995). Contohnya adalah membeli jam Rolex dengan harga sangat murah di
pinggir jalan. Ketiga adalah Imitation Brands, yaitu pemalsuan dengan bentuk
yang dibedakan sedikit dari yang aslinya, bisa bungkusnya, label aslinya, atau
materialnya. Sebagai contoh adalah jam tangan Cimega untuk mengimitasi
Omega. Ke-empat adalah Grey Area, yaitu pabrikan pemegang merek asli
memproduksi dari yang seharusnya dibutuhkan tanpa dipasang label aslinya dan
dijual secara illegal. Contohnya adalah penjualan produk tanpa merek dari
perusahaan pemegang merek tersebut. Kelima adalah custom made copies, yaitu
meniru produk aslinya dengan cara meminta tolong kepada pengrajin, biasanya
merek tidak ada, tapi produk bisa sama persis karena dibuat dari produk
berkualitas. Contohnya meniru sepatu Adidas lewat tukang sepatu. Keenam
adalah shop lifting, yaitu mengkopi software tanpa ijin, cara ini terjadi saat
seseorang mengkopi software dari temannya. Ketujuh dinamakan Commercial
Piracy, yaitu ketika seseorang mengkopi software dengan tujuan menjual
kembali. Sebagai contoh seseorang mengkopi software dan memperbanyak untuk
dijual. Kedelapan adalah Corporate Piracy, yaitu mengkopi software untuk
29
kepentingan kantor. Contoh: seseorang mengkopi software dan diperbanyak untuk
lingkungan kantor. Kesembilan dinamakan Garage Piracy, yaitu mengkopi
software dalam skala kecil melalui media internet. Contohnya seseorang
men-download lagu di internet tanpa ijin.
Faktor sosial dan faktor personal menjadi dua unsur yang mempengaruhi
sikap dan niat beli konsumen pada barang palsu. Penelitian sebelumnya banyak
dilakukan pada negara Cina, namun dengan karakteristik negara timur, maka
peneliti bermaksud untuk melihat bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi
niat dan sikap konsumen di Bali.
3.2 Kerangka Konseptual
Penelitian ini memiliki empat variabel laten (konstruk) yaitu social factor
(X1), personal factor (X2), sikap terhadap pemalsuan barang (Y1), dan niat beli
(Y2). Penelitian ini menganalisis bagaimana social factor (yang memiliki 4
indikator, yaitu 1 indikator Information susceptibility, 1 indikator Normative
Susceptibility, dan 2 indikator Collectivism) dan personal factor (yang memiliki 5
indikator yaitu value consciousness, integrity, personal gratification, novelty
seeking, dan status consumption) mempengaruhi sikap konsumen terhadap
pemalsuan barang (yang memiliki 3 indikator yaitu sikap terhadap niat pembelian
barang palsu, sikap terhadap barang palsu, dan sikap terhadap konsekuensi sosial
dan hukum) dan bagaimana sikap konsumen tersebut mempengaruhi niat beli.
Dari kerangka konseptual ini, maka dijelaskan pula pengaruh Social factor (X1)
30
Faktor Sosial
Faktor
Personal
Sikap
Terhadap
Pemalsuan
Niat Beli
Barang
Fashion
Palsu
H1
H2
H5
H3
H4
terhadap niat beli (Y2), serta pengaruh personal factor (X2) terhadap niat beli (Y2).
Berikut disajikan adalah gambar kerangka konseptual
Gambar 3.1 Gambar Kerangka Konseptual
3.3 Hipotesis Penelitian
Pengaruh sosial mengacu pada efek yang lain pada perilaku seorang
konsumen individu (Ang et al.., 2001). Dua bentuk umum kerentanan konsumen
untuk pengaruh sosial adalah kerentanan informasi dan kerentanan normatif
(Bearden et al., 1989;. Wang et al., 2005.). Kerentanan informasi adalah ketika
sebuah keputusan pembelian didasarkan pada pendapat pakar lain (Ang et al.,
31
2001; Wang et al., 2005). Jaminan pendapat orang lain memainkan peranan
penting sebagai acuan, terutama bila konsumen memiliki sedikit pengetahuan dari
produk yang bersangkutan. Jika teman sebaya atau kelompok referensi memiliki
pengetahuan tentang perbedaan antara asli dan palsu (seperti dalam kualitas
produk), maka akan ada konsekuensi negatif dalam membeli barang fashion palsu.
Oleh karena itu, konsumen akan memiliki sikap negatif terhadap pemalsuan
barang fashion. Di sisi lain, kekhawatiran kerentanan normatif, yaitu adanya
keputusan pembelian yang didasarkan pada harapan untuk dapat memberikan
kesan pada orang lain (Ang et al., 2001;. Wang et al., 2005;. Penz dan Stottinger,
2005). Saat citra diri memainkan peranan besar, maka pembelian barang fashion
palsu tidak meningkatkan atau menggambarkan kesan yang baik. Sedangkan
kolektivisme telah dibahas sebagai salah satu faktor dalam masyarakat Asia yang
secara positif mempengaruhi sikap konsumen terhadap produk bajakan dan palsu.
Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa konsumen di Indonesia akan memiliki
sikap yang positif terhadap pemalsuan barang fashion. Berdasarkan penelitian
empiris di atas, maka bisa dirumuskan hipotesis pertama:
H1 : Faktor sosial berpengaruh positif terhadap sikap konsumen pada
pemalsuan barang
Anteseden sosial telah lama dikatakan untuk memiliki pengaruh pada
pengambilan keputusan konsumen terhadap niat beli (Miniard dan Cohen, 1983).
Norma subyektif juga merupakan faktor sosial yang mengarah kepada situasi
dimana konsumen akan membeli barang palsu atau tidak (Fishbein dan Ajzen,
1975). Konsumen akan rentan terhadap informasi ketika ada orang lain yang
32
bertindak sebagai expert dan mempengaruhi keputusan mereka (misalnya dalam
kualitas produk) dan juga rentan terhadap norma ketika konsumen lebih tertarik
untuk membuat impresi yang baik kepada orang disekitarnya (Bearden et al.,
1989). Terkait dengan pemalsuan, teman dan keluarga dapat menjadi inhibtor atau
contributor terhadap konsumsi barang palsu. Oleh karena itu, dirumuskan
hipotesis kedua berikut ini.
H2 : Faktor sosial berpengaruh positif terhadap niat beli barang fashion
palsu
Pengaruh personal mengacu pada beberapa hal. Kebanyakan pembeli
merek mewah asli mengejar nilai untuk merek, gengsi dan citra, tapi mungkin
tidak bersedia membayar harga tinggi untuk itu (Bloch et al., 1993.). Untuk harga
yang lebih rendah dan kualitas sedikit di bawah standar, barang palsu masih
dianggap sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan (Bloch et al., 1993;.
Lichtenstein et al., 1990;. Ang et al., 2001; Wang et al., 2005). Barang palsu
biasanya memberikan manfaat fungsional yang sama seperti aslinya, namun hanya
memiliki sebagian kecil harga produk asli, oleh karena itu barang palsu masih
dianggap baik. Untuk konsumen yang sadar nilai, mereka akan memiliki sikap
positif terhadap pemalsuan merek mewah. Mencari pembaharuan adalah
keingintahuan individu untuk mencari variasi dan perbedaan (Hawkins et al.,
1980; Wang et al., 2005). Seorang konsumen yang cenderung untuk mencoba
produk baru mungkin akan memiliki sikap positif terhadap pemalsuan merek
mewah. Konsumen yang mencari Novelty (Novelty seeking consumen) biasanya
mencari produk dengan risiko pembelian yang rendah. Oleh karena itu barang
33
palsu yang berharga rendah dapat memuaskan keingin-tahuan dan rasa penasaran
mereka (Wee et al., 1995). Pengaruh integritas akan mempengaruhi penilaian
untuk melakukan kegiatan yang tidak etis seperti membeli barang palsu
(Steenhaut dan Van Kenhove, 2006). Integritas ditentukan oleh standar etika
pribadi dan ketaatan kepada hukum. Jika konsumen melihat integritas sebagai
elemen penting, kemungkinan mereka melihat barang palsu sebagai sesuatu yang
negatif (Ang et al., 2001; Wang et al., 2005). Kepuasan pribadi adalah kebutuhan
untuk memenuhi rasa keberhasilan, pengakuan sosial, dan keinginan untuk
menikmati hal-hal yang lebih baik dalam hidup (Ang et al., 2001; Wang et al.,
2005). Konsumen dengan kepuasan pribadi yang tinggi lebih sadar akan
penampilan dan visibilitas produk-produk fashion. akan memiliki sikap negatif
terhadap pemalsuan merek. Sedangkan status konsumsi (status consumption) telah
lama didefinisikan sebagai perilaku membeli untuk dapat membuat kesan yang
lebih tinggi akan diri mereka (Mason, 1981; Scitovsky, 1992; Eastman dkk,
1997). Selain itu, melibatkan peringkat sosial atau pengakuan kelompok akan
penghargaan kepada individu (Dawson dan Cavell, 1986; Scitovsky, 1992;
Eastman dkk, 1997), yang terlepas dari tingkat sosial dan pendapatan. Tidak
akurat untuk menganggap bahwa hanya orang kaya cenderung untuk melakukan
konsumsi status (Freedman, 1991; Miller, 1991; Eastman dkk, 1997;. Shipman,
2004). Konsumen pencari status berusaha untuk memiliki merek yang
memancarkan simbol-simbol merek yang mencerminkan identitas diri mereka.
Oleh karena itu dirumuskan hipotesis ketiga sebagai berikut:
34
H3 : Faktor personal berpengaruh positif terhadap sikap konsumen pada
pemalsuan barang
Selain anteseden sosial, anteseden personal juga telah lama dikatakan
untuk memiliki pengaruh pada pengambilan keputusan konsumen terhadap niat
beli (Miniard dan Cohen, 1983). Vitell dan Muncy (1992) meneliti bagaimana sisi
personal juga mempengaruhi keputusan pembelian (secara tidak beretika), dimana
dalam studi ini dikatakan bahwa individu yang memiliki sikap lebih positif
terhadap bisnis dan tindakan ilegal, kemungkinan besar akan melakukan kegiatan-
kegiatan konsumen yang tidak baik atau dipertanyakan. Faktor personal meliputi
collectivism, value consciousness, integrity, personal gratification, novelty
seeking, dan status consumption dan dinyatakan memiliki hubungan yang erat
dengan terjadi atau tidak terjadinya konsumsi barang palsu (Wang et al., 2005).
Oleh karena itu, dirumuskan hipotesis keempat berikut ini.
H4 : Faktor personal berpengaruh positif terhadap niat beli barang
fashion palsu
Pengambilan keputusan ber-etika seperti pembelian palsu dapat dijelaskan
oleh sikap, terlepas dari kelas produk (Wee et al., 1995; Chang, 1998; Ang et al.,
2001.). Jika sikap konsumen lebih favorable terhadap pemalsuan, semakin tinggi
kemungkinan bahwa konsumen akan membeli merek palsu. Demikian pula, sikap
konsumen terhadap pemalsuan lebih unfavorable, semakin kecil kemungkinan
terjadinya pembelian (Wee et al.., 1995). Oleh karena itu dirumuskan hipotesis
kelima berikut ini.
H5 : Sikap konsumen pada pemalsuan barang berpengaruh positif
terhadap niat beli barang fashion palsu
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan survey.
Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagi proses pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek dan obyek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada. Pelaksanaan penelitian deskriptif tidak
terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan
intrepretasi tentang data tersebut. Data dan informasi dalam penelitian
dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner.
Sugiyono (2008:73), menyatakan bahwa penelitian survey adalah
penelitian yang dilakukan pada populasi besar dan kecil, tetapi data yang
dipelajari adalah data sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga
ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan antar variabel.
Penelitian survey biasanya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari
pengamatan yang tidak mendalam, tetapi generalisasi yang dilakukan bisa lebih
akurat bila digunakan sampel yang representatif.
Penelitian ini menggunakan studi penjelasan (explanatory research) yang
menjelaskan suatu hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.
Jenis penelitian ini dipilih karena tujuan dari penelitian adalah usaha yang
menjelaskan hubungan yang terjadi antar variabel dengan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpul data primer.
36
Lokasi penelitian dilakukan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung
dengan alasan bahwa subyek yang diteliti adalah mengenai pengaruh faktor sosial
dan faktor personal terhadap sikap dan niat beli konsumen pada barang fashion
palsu yang lokasi penjualan memang berada dalam daerah tersebut.
Penelitian ini direncanakan selama 6 (enam) bulan yaitu mulai dari Juni
sampai dengan November 2011, dengan perincian (termasuk pembuatan proposal)
sebagai berikut:
Tabel 4.1 Rincian Kegiatan Penelitian
No Rincian Kegiatan Jun Jul Agu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Literatur (telusur)
Proposal (tulis)
Seminar Proposal
Revisi Proposal
2 Survey Lapangan
Entry Data
3 Analisa Hasil
No Rincian Kegiatan Sep Okt Nov
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Literatur (telusur)
Proposal (tulis)
Seminar Proposal
Revisi Proposal
2 Survey Lapangan
Entry Data
3 Analisa Hasil
37
4.2 Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini didasarkan atas pengidentifikasian
tentang pengaruh faktor sosial dan personal terhadap sikap dan niat beli konsumen
pada merek palsu berpedoman pada teori, data responden yang diperoleh dengan
menyebarkan kuesioner, dan penelitian terdahulu.
4.2.1 Identifikasi dan klasifikasi konstruk
Konstruk Eksogen pada penelitian ini adalah faktor sosial (X1) dan faktor
personal (X2) disusun berdasarkan studi yang dilakukan sebelumnya yang terdiri
atas sembilan indikator: information susceptibility (X1.1), normative susceptibility
(X1.2), collectivism (X1.3 dan X1.4), value consciousness (X2.1), integrity (X2.2),
personal gratification (X2.3), novelty seeking (X2.4), status consumption (X2.5),
dibangun berdasarkan studi yang dilakukan sebelumnya (Wang et al., 2005).
Konstruk Endogen dalam penelitian ini adalah sikap konsumen (Y1) dan
niat beli (Y2). Variabel sikap konsumen (Y1) dan niat beli (Y2), dibangun
berdasarkan teori dan studi yang dilakukan sebelumnya (Wang et al., 2005).
38
Tabel 4.2 Identifikasi dan Klasifikasi Konstruk
Klasifikasi
Konstruk Konstruk Indikator Sumber
Eksogen
Faktor Sosial
(X1)
Kerentanan informasi (X1.1) Wang et al.,
2005
Phau and
Teah, 2009
Bearden et
al., 1989
Kerentanan normatif (X1.2)
Kolektivisme (X1.3 dan X1.4)
Faktor Personal
(X2)
Kesadaran akan nilai barang
(X2.1)
Wang et al.,
2005
Phau and
Teah, 2009
Eastman et
al., 1997
Bearden et
al., 1989
Integritas (X2.2)
Pengakuan pribadi (X2.3)
Rasa penasaran (X2.4)
Pembelian demi status (X2.5)
Endogen
Sikap
Konsumen
terhadap
pemalsuan
barang (Y1)
Sikap terhadap niat beli (Y1.1)
Wang et al.,
2005
Phau and
Teah, 2009
Sikap terhadap barang palsu
(Y1.2)
Sikap terhadap konsekuensi
Sosial (Y1.3)
Sikap terhadap konsekuensi
hukum (Y1.4)
Niat Beli
barang fashion
palsu (Y2)
Ingin membeli (Y2.1) Wang et al.,
2005
Phau and
Teah, 2009
Eisend and
schuchert-
Guler, 2006
Ingin membeli dan tidak
peduli dengan tempat membeli
yang sembarangan (Y2.2)
Rekomendasi kepada orang
lain (Y2.3)
Membelikan untuk orang lain
(Y2.4)
4.2.2 Definisi operasional konstruk
Definisi operasional variabel tentunya diambil dari berbagai sumber yaitu
Wang et al (2005), Phau dan Teah (2009), dan juga Eisend and Schuhert-Guler
(2006). Definisi dari masing-masing variabel adalah seperti yang dijelaskan
dibawah ini:
39
1. Faktor sosial (X1) adalah faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang
dalam perilakunya dan memiliki indikator sebagai berikut:
a. Kerentanan informasi (X1.1)
Konsumen bergantung kepada opini orang lain yang memang ahli
mengenai produk yang ingin dibeli. Ketergantungan ini akan semakin
besar ketika konsumen sama sekali tidak memiliki informasi dan
pengetahuan tentang produk tertentu.
b. Kerentanan normatif (X1..2)
Kerentanan ini terjadi karena konsumen memiliki persepsi tentang apa
yang akan membuat orang lain berkesan atas pilihan produk-produk yang
akan dibeli oleh mereka.
c. Kolektivisme (X1.3 dan X 1.4)
Merupakan bentuk kekeluargaan atau kelompok yang dapat
mempengaruhi sikap konsumen. Konsumen di Asia di percaya sangat
memiliki rasa kekeluargaan/pertemanan yang lebih besar dari rasa
individualisme-nya. Kolektivisme bisa saja berbeda di setiap negara.
2. Faktor personal (X2) adalah faktor yang dapat mempengaruhi sikap seseorang
dalam perilakunya dan memiliki indikator sebagai berikut:
d. Kesaradan akan nilai barang (X2.1)
Merupakan kesadaran konsumen akan nilai dari barang yang mereka
konsumsi. Konsumen memastikan bahwa uang yang mereka keluarkan
untuk membeli sebuah produk harus sesuai dengan nilai dari produk
tersebut.
40
e. Integritas (X2.2)
Merupakan sebuah integritas yang memperlihatkan sudut pandang
konsumen terhadap etika dan hukum. Apakah mereka sadar atau malah
tidak perduli dengan implikasi hukum yang akan menimpa mereka ketika
mereka membeli barang palsu.
f. Pengakuan pribadi (X2.3)
Merupakan kebutuhan dari konsumen untuk mendapatkan pengakuan
sosial lewat sebuah pembelian barang dan memperlihatkan (merek) yang
mereka beli kepada orang lain.
g. Rasa penasaran (X2.4)
Merupakan sebuah rasa penasaran konsumen untuk mencoba variasi dan
berbagai merek. Perasaaan ini membuat konsumen ingin selalu menjadi
yang pertama dalam membeli produk-produk baru dari merek-merek
ternama.
h. Pembelian demi status (X2.5)
Pembelian yang dilakukan konsumen untuk menaikkan status mereka, dan
juga bertujuan untuk menjadi sama (statusnya) dengan orang yang mereka
anggap luar biasa (role model)
3. Sikap terhadap pemalsuan barang (Y1)
Sikap terhadap pemalsuan barang adalah atribut-atribut dalam sikap konsumen
terhadap pemalsuan barang. Variabel Sikap terhadap pemalsuan barang (Y1)
terdiri atas:
41
a. Sikap terhadap barang fashion palsu (Y1.1)
Merupakan respon suka atau tidak suka yang diberikan seseorang secara
konsisten terhadap barang fashion palsu. Salah satu cara untuk mengecek
respon tersebut, dinyatakan dengan pernyataan apakah barang palsu
memiliki kualitas yang mirip dan fungsi yang sama dengan barang aslinya,
sehingga mereka menyukai barang fashion palsu.
b. Sikap terhadap perilaku pembelian (Y1.2)
Adalah respon suka atau tidak suka yang diberikan seseorang secara
konsisten terhadap perilaku pembelian barang fashion palsu. Salah satu
cara untuk mengecek respon tersebut, dinyatakan dengan pernyataan
apakah konsumen menganggap perilaku membeli barang palsu tersebut
dianggap tidak merugikan pihak lain, yaitu pihak pembuat barang asli.
c. Sikap terhadap konsekuensi sosial (Y1.3)
Sikap tidak takut terhadap konsekuensi sosial seperti misalnya dikucilkan
oleh masyarakat karena dianggap telah melakukan kegiatan yang tidak
beretika
d. Sikap terhadap konsekuensi hukum (Y1.4)
Sikap konsumen yang tidak takut terhadap konsekuensi hukum yaitu ada
kemungkinan untuk ditangkap oleh pihak yang berwajib dikarenakan telah
melakukan kegiatan terlarang dan melawan hukum
4. Niat beli barang palsu (Y2)
Niat beli barang palsu, dibentuk oleh tiga hal berikut ini:
42
a. Keinginan konsumen untuk membeli barang palsu (Y2.1)
Adanya kehendak yang kuat dari seseorang untuk membeli barang fashion
palsu.
b. Keinginan konsumen untuk membeli barang palsu di penjaja (penjual)
pinggir jalan (Y2.2)
Niat untuk membeli barang palsu di tempat yang masuk dalam kategori
‟sembarangan‟ sehingga keaslian barang tersebut memang sudah pasti
tidak bisa dijamin.
c. Merekomendasikan seseorang untuk membeli barang palsu (Y2.3)
Memberitahu dan menganjurkan kepada seseorang seseorang, baik itu
teman atau keluarga bahwa membeli barang palsu itu tidak apa-apa,
bahkan lebih menguntungkan daripada membeli barang aslinya
d. Membelikan seorang teman barang palsu saat yang bersangkutan menitip
(Y2.3)
Tidak berkeberatan saat ada seorang teman yang meminta (menitip)
dibelikan barang palsu.
4.3 Prosedur Pengumpulan Data
Menurut Simamora (2004) data adalah fakta-fakta atau ukuran suatu
fenomena yang terekam. Data adalah informasi mentah (raw information) yang
tersedia, yang diperoleh melalui kuesioner, dan data sekunder.
43
4.3.1 Jenis data
Menurut sifatnya, data dapat dibedakan menjadi data kuantitatif adalah
representasi realitas yang disimbolkan secara numerik (dengan angka-angka),
seperti jumlah sampel yang dipergunakan, dan data kualitatif, yaitu data yang
tidak berbentuk angka-angka dan tidak dapat diukur, tetapi berupa keterangan
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dalam bentuk uraian kalimat,
seperti penjelasan tentang variabel atmosfir (Simamora, 2004).
Menurut sumbernya, penelitian ini menggunakan sumber data primer dan
sekunder sebagai tambahan. Simamora (2004:45), mengatakan data primer adalah
data yang belum tersedia sehingga untuk menjawab pertanyaan penelitian, data
harus diperoleh dari sumber aslinya. Data primer pada penelitian ini meliputi
jawaban responden melalui penyebaran kuesioner dan hasil wawancara.
Sedangkan data sekunder adalah data yang berupa jumlah dan kenaikan
pemalsuan barang yang terjadi di Indonesia, yang berhasil dihimpun dari berbagai
sumber.
4.3.2 Populasi dan sampel
Simamora (2004:48) menyatakan populasi adalah kumpulan dari seluruh
elemen (unit atau individu) sejenis yang dapat dibedakan menjadi obyek
penyelidikan/penelitian. Populasi penelitian ini adalah masyarakat umum di Bali
yang sudah pernah membeli barang fashion palsu, dimana merek barang fashion
sudah ditentukan pada kuesioner. Pembelian barang fashion palsu tersebut
dilakukan tempat-tempat yang sudah ditentukan di kuesioner juga. Hal ini
dilakukan dikarenakan penelitian di lakukan di negara Asia yang artinya ada etika
yang harus diutamakan, sehingga kuesioner tidak akan berkesan menghakimi
44
mereka sebagai pembeli barang fashion palsu. Sedangkan sampel yang disasar
adalah hanya sebanyak 112 responden. Sebenarnya jumlah responden yang
disasar menggunakan teori bahwa ukuran sampel terbaik adalah 5 sampai 10
variabel untuk setiap estimasi parameter (Solimun, 2005). Dalam penelitian ini
ukurannya adalah 17 x 7 = 119 responden, namun dari 119 kuesioner yang
terkumpul, yang dapat digunakan hanyalah sebesar 112 eksemplar. Jumlah ini
masih masuk dalam jumlah yang memenuhi persyaratan dalam menggunakan alat
SEM.
4.3.3 Metode pengumpulan data
Pengumpulan data dengan dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang
berisi daftar pertanyaan mengenai judul penelitian ini kepada responden sehingga
didapat jawaban yang akan dipergunakan sebagai data dalam riset ini. Kuesioner
dibuat dalam bentuk yang sopan, mengingat topik penelitian, yaitu pemalsuan,
yang merupakan topik sensitif bagi beberapa responden.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data primer berupa kuesioner yang berisikan
pernyataan dan pertanyaan yang dipersiapkan sebelumnya. Materi pertanyaan
berhubungan dengan unsur-unsur penting dari penelitian ini, yaitu yang
berhubungan dengan faktor sosial, faktor personal, sikap terhadap barang fashion
palsu, dan juga niat beli terhadap barang fashion palsu
45
4.4.1 Skala pengukuran
Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan skala numerik. Skala
numerik merupakan salah satu rating scale. Rating scale adalah rangkaian pilihan
jawaban dimana responden diminta untuk menggunakannya dalam menunjukkan
respon/sikap (Johnson dan Christensen, 2008:179). Johnson dan Christensen
(2008:179) mengemukakan rating scale telah digunakan oleh banyak peneliti
sejak lama, dalam kajian awal sejarah rating scale Guilford memberikan banyak
contoh penggunaan rating scale dari awal tahun 1805 sampai setelah tahun 1900.
Beberapa tokoh penting pengembang rating scale, yaitu : Sir Francis Galton
(1822-1911), Karl Pearson (1857-1936), dan Rensis Likert (1903-1981).
Skala pengukuran numerik terdiri dari serangkaian angka yang memiliki
titik awal dan akhir, di mana ketika menentukan sebuah titik awal dan akhir titik
tersebut harus dilabeli dengan deskripsi tertulis (Johnson dan Christensen,
2008:179). Serangkaian angka adalah seperti di bawah ini:
angka 1 : tidak setuju
angka 2 : kurang setuju
angka 3 : cukup setuju
angka 4 : setuju
angka 5 : sangat setuju
Skala numerik pada dasarnya tidak berbeda dengan skala semantic
differential, perbedaannya terletak pada ruang semantik yang telah diisi dengan
angka-angka, dengan kata sifat berkutub dua pada kedua ujungnya, skala numerik
juga merupakan skala interval (Sekaran, 2006:33). Skala numerik menggunakan
angka-angka (skor-skor) untuk menunjukkan gradasi-gradasi, disertai penjelasan
singkat pada masing-masing kutub. Skala Numerik merupakan metode yang
terdiri atas beberapa alternatif nomor untuk mengukur sikap responden terhadap
subjek, objek, atau kejadian tertentu (Churchill, 2005:466). Skala ini digunakan
sa Sangat tidak setuju
46
untuk mengukur sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda atau checklist, tetapi
tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban sangat positif terletak di bagian
kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri garis. Jenis
data yang dihasilkan oleh skala numerik adalah interval. Dalam penelitian ini
responden diberikan kebebasan untuk memberikan penilaian atau menentukan
pendapat sesuai dengan pengalaman mengenai indikator-indikator pada kuesioner
dengan memilih salah satu dari lima rentang nilai yang tersedia.
4.5 Metode Analisis Data
Analisis data dan interpretasi hasil penelitian ditujukan untuk menjawab
tujuan penelitian dalam rangka mengungkap fenomena sosial tertentu. Analisis
data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan diimplementasikan. Metode yang dipilih untuk menganalisis data
harus sesuai dengan pola penelitian dan variabel yang akan diteliti. Untuk
menganalisis data digunakan The Structural Equation Modeling (SEM) dari paket
software statistik AMOS dalam model dan pengkajian hipotesis. Model
persamaan struktural, Structural Equation Model (SEM) adalah sekumpulan
teknik-teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian
hubungan relatif “rumit” secara simultan (Ferdinand, 2002:181).
Tampilnya model yang rumit membawa dampak bahwa dalam
kenyataannya proses pengambilan keputusan manajemen adalah sebuah proses
yang yang rumit atau merupakan sebuah proses yang multidimensional dengan
berbagai pola hubungan kausalitas yang berjenjang. Oleh karenanya dibutuhkan
sebuah model sekaligus alat analisis yang mampu mengakomodasi penelitian
multidimensional itu.
47
Keunggulan aplikasi SEM dalam penelitian manajemen adalah karena
kemampuannya untuk mengkonfirmasi dimensi-dimensi dari sebuah konsep atau
faktor yang sangat lazim digunakan dalam manajemen serta kemampuannya untuk
mengukur pengaruh hubungan-hubungan yang secara teoritis ada (Ferdinand,
2000:5). Untuk membuat pemodelan yang lengkap, perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Pengembangan model berbasis teori
Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau
pengembangan model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Seorang
peneliti harus melakukan serangkaian telaah pustaka yang intens guna
mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan.
2. Pengembangan diagram alur (path diagram) untuk menunjukkan hubungan
kausalitas.
Path diagram akan mempermudah peneliti melihat hubungan-hubungan
kausalitas yang ingin diuji. Peneliti biasanya bekerja dengan konstruk atau
faktor yaitu konsep-konsep yang memiliki pijakan teoritis yang cukup untuk
menjelaskan berbagai bentuk hubungan. Konstruk-konstruk yang dibangun
dalam diagram alur dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu konstruk
eksogen dan konstruk endogen. Konstruk eksogen dikenal sebagai source
variables atau independent variables yang tidak diprediksi oleh variabel yang
lain dalam model. Konstruk endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh
satu atau beberapa konstruk eksogen lainnya, tetapi konstruk eksogen hanya
dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen.
48
Gambar 4.1 Alur Konsepsi
3. Konversi diagram alur ke dalam serangkaian persamaan struktural dan
spesifikasi model pengukuran.
Setelah teori model teoritis dikembangkan dan digambarkan dalam sebuah
diagram alur, peneliti dapat mulai mengkonversi spesifikasi model tersebut ke
dalam rangkaian persamaan. Persamaan yang akan dibangun terdiri dari
(Ferdinand, 2002) :
a. RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation), yang
menunjukkan goodness of fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi
dalam populasi (Hair et al., 1995:175). Nilai RMSEA yang lebih kecil atau
49
sama dengan 0,08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang
menunjukkan sebuah close fit dari model yang berdasarkan degrees of
freedom (Browne & Cudeck, 1993 dalam Ferdinand, 2002).
b. GFI (Goodness of Fit Index), adalah ukuran non statistical yang
mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit).
Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah better fit.
c. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), dimana tingkat penerimaan yang
direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau
lebih besar dari 0,90 (Hair et al., 1995, Hulland et al., 1996 dalam
Ferdinand, 2002).
d. CMIN/DF, adalah The Minimum Sample Discrepancy Function yang
dibagi dengan degree of freedom. CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi
square 2 relatif. Bila nilai 2 relatif kurang dari 2.0 atau 3.0 adalah
indikasi dari acceptable fit antara model dan data (Arbuckle, 1997 dalam
Ferdinand, 2002).
e. TLI (Tucker Lewis Index), merupakan incremental index yang
membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model,
dimana nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya
sebuah model adalah > 0,95 (Hair et al., 1995:175 dalam Ferdinand, 2002)
dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit (Arbuckle, 1997
dalam Ferdinand, 2002).
50
f. CFI (Comparative Fit Index), dimana bila mendekati 1, mengindikasi
tingkat fit yang paling tinggi (Arbuckle, 1997 dalam Ferdinand, 2002).
Nilai yang direkomendasikan adalah CFI lebih besar atau sama dengan
0,95.
Sebuah model dinyatakan layak jika masing-masing indeks tersebut
mempunyai cut of value seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Goodness of-fit Indices
Goodness of-fit index Cut-off Value
c2-Chi-square < chi square table
1. Significance Probability ≥ 0.05
2. RMSEA ≤ 0.08
3. GFI ≥ 0.90
4. AGFI ≥ 0.90
5. CMIN/DF ≤ 2.00 ≤ 2.00
6. TLI ≥ 0.95 ≥ 0.95
7. CFI ≥ 0.95 ≥ 0.95
Sumber: Ferdinand (2002)
4. Pemilihan data input dan teknik estimasi
Tujuannya adalah menetapkan data input yang digunakan dalam pemodelan
dan teknik estimasi model.
5. Evaluasi masalah identifikasi model
Tujuannya adalah untuk mendeteksi ada tidaknya masalah identifikasi
berdasarkan evaluasi terhadap hasil estimasi yang dilakukan program
komputer.
6. Evaluasi asumsi dan kesesuaian model
Tujuannya adalah untuk mengevaluasi pemenuhan asumsi yang disyaratkan
SEM, dan kesesuaian model berdasarkan kriteria goodness of fit tertentu.
51
7. Interpretasi dan modifikasi model
Tujuannya adalah untuk memutuskan bentuk perlakuan lanjutan setelah
dilakukan evaluasi asumsi dan uji kesesuaian model. Langkah terakhir dalam
SEM adalah menginteprestasikan dan memodifikasi model, khususnya bagi
model-model yang tidak memenuhi syarat dalam proses pengujian yang
dilakukan. Setelah model diestimasi, residualnya haruslah kecil atau
mendekati nol dan distribusi frekuensi dari kovarians residual harus bersifat
simetrik (Tabachnick dan Fidell, 1997 dalam Ferdinand, 2002).
52
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi responden penelitian
Karakteristik responden dalam penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut
dengan menggunakan metode statistik deskriptif.
Tabel 5.1 Tabulasi Silang Umur dan Pendapatan
Pendapatan Umur
Jenis Kelamin
Total Laki-
Laki Perempuan
1-3 jt
20-25 th 21% 53% 74%
26-30 th 16% 8% 24%
31-35 th 0% 3% 3%
Total 37% 63% 100%
3-5 jt
20-25 th 5% 19% 25%
26-30 th 14% 30% 44%
31-35 th 7% 23% 30%
≥ 36 th 0% 2% 2%
Total 26% 74% 100%
> 5 jt
20-25 th 0% 6% 6%
26-30 th 12% 47% 59%
31-35 th 18% 18% 35%
Total 29% 71% 100%
Sumber: Data Primer diolah, 2012
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa konsumen yang mempunyai pendapatan
sebesar 1-3 juta paling banyak pada usia 20-25 tahun yaitu laki-laki sebesar 21
persen dan perempuan sebesar 53 persen, konsumen yang mempunyai pendapatan
sebesar >3-5 juta paling banyak pada usia 26-30 tahun yaitu laki-laki sebesar 14
persen dan perempuan sebesar 30 persen, dan konsumen yang mempunyai
53
pendapatan sebesar di atas 5 juta paling banyak pada usia 26-30 tahun adalah
perempuan sebesar 47 persen dan laki – laki sebesar 12 persen
Oleh karena itu, diketahui bahwa jumlah sampel responden laki-laki lebih
sedikit dibandingkan perempuan yaitu responden laki-laki sebanyak 30 persen,
sedangkan responden perempuan sebanyak 70 persen karena kecenderungan
perempuan yang lebih banyak membeli barang-barang fashion bermerk palsu di
Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
5.1.2 Hasil analisis persepsi responden
Untuk mengetahui persepsi konsumen pada setiap variabel. Analisis
dilakukan dengan tabel distribusi frekuensi dan perhitungan nilai rata-rata (mean).
Distribusi frekeunsi digunakan untuk menghitung besarnya frekuensi data dari
masing-masing kategori data. Sedangkan nilai rata-rata (mean) digunakan sebagai
dasar untuk melakukan perbandingan antara dua kelompok nilai/lebih dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan Supranto (1994):
n
xfMean
ii
Dimana:
if : jumlah frekuensi
ix : nilai/ bobot variabel
n : jumlah responden
Pengelompokan setiap indikator dihitung berdasarkan pemberian bobot nilai
yang diperoleh dari hasil kuesioner dengan cara perhitungan rentang skala yang
diperoleh sebagai berikut:
Nilai tertinggi = total responden x bobot tertinggi = 100 x 5 = 500
54
Nilai terendah = total responden x bobot terendah = 100 x 1 = 100
Rentang skala 805
100500
kelas
terendahnilaitertingginilai
Interpretasi hasil perhitungan rata-rata:
4.21-5.00 = Sangat Setuju (SS)
3.41-4.20 = Setuju (S)
2.61-3.40 = Cukup Setuju (CS)
1.81-2.60 = Kurang Setuju (KS)
1.00-1.80 = Tidak Setuju (TS)
1. Faktor Sosial
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Variabel-variabel pada Faktor Sosial
Persepsi X1 X2 X3 X4
Frek (%) Frek (%) Frek (%) Frek (%)
Tidak Setuju 3 3% 5 4% 1 1% 2 2%
Kurang Setuju 6 5% 16 14% 22 20% 16 14%
Cukup Setuju 45 40% 40 36% 40 36% 36 32%
Setuju 34 30% 28 25% 30 27% 31 28%
Sangat Setuju 24 21% 23 21% 19 17% 27 24%
Mean 3.63 3.43 3.39 3.58
Sumber: Data Primer diolah, 2012
Distribusi frekuensi yang tercantum pada Tabel 5.2 di atas dengan total 112
responden menunjukkan bahwa:
a. Variabel X1
Persepsi tertinggi yaitu 45 orang responden atau 40% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.63. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat disimpulkan mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa bila saya kurang memiliki informasi yang cukup tentang
sebuah produk, saya meminta pendapat teman/keluarga akan meminta
pendapat teman/keluarga.
55
b. Variabel X2
Persepsi tertinggi yaitu 40 orang responden atau 36% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.43. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa penting bagi saya untuk orang lain menyukai merek
yang saya beli.
c. Variabel X3
Persepsi tertinggi yaitu 40 orang responden atau 36% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.39. Angka
ini berada dalam interval 2.61-3.40 yang berarti responden kurang setuju.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden kurang
setuju dengan pernyataan bahwa saya suka berbagi dengan orang lain.
d. Variabel X4
Persepsi tertinggi yaitu 36 orang responden atau 32% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.58. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa saya berharap orang lain mau berbagi dengan saya.
56
2. Faktor Personal
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Variabel-variabel pada Faktor Personal
Persepsi X5 X6 X7 X8 X9
Frek (%) Frek (%) Frek (%) Frek (%) Frek (%)
Tidak Setuju 0 0% 2 2% 1 1% 2 2% 2 2%
Kurang Setuju 12 11% 11 10% 9 8% 11 10% 12 11%
Cukup Setuju 35 31% 34 30% 27 24% 35 31% 34 30%
Setuju 29 26% 33 29% 39 35% 31 28% 29 26%
Sangat Setuju 36 32% 32 29% 36 32% 33 29% 35 31%
Mean 3.79 3.73 3.89 3.73 3.74
Sumber: Data Primer diolah, 2012
Distribusi frekuensi yang tercantum pada Tabel 5.3 di atas dengan total 112
responden menunjukkan bahwa:
a. Variabel X5
Persepsi tertinggi yaitu 36 orang responden atau 32% menyatakan sangat
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.79. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa saya memastikan bahwa uang yang saya keluarkan
untuk membeli produk, benar-benar sesuai dengan nilainya.
b. Variabel X6
Persepsi tertinggi yaitu 34 orang responden atau 30% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.73. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
57
pernyataan bahwa saya ingin menjadi yang pertama dalam membeli
produk bermerek.
c. Variabel X7
Persepsi tertinggi yaitu 39 orang responden atau 35% menyatakan setuju
dan perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.89. Angka ini berada
dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan demikian
dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan pernyataan
bahwa saya menghargai kejujuran.
d. Variabel X8
Persepsi tertinggi yaitu 35 orang responden atau 31% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.73. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa sebuah rasa keberhasilan penting bagi saya.
e. Variabel X9
Persepsi tertinggi yaitu 35 orang responden atau 31% menyatakan sangat
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.74. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa membeli merek terkenal akan dapat menaikkan derajat
hormat dan status sosial.
58
3. Sikap Terhadap Barang Palsu
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Variabel-variabel pada Sikap terhadap
Barang Palsu
Persepsi Y11 Y12 Y13 Y14
Frek (%) Frek (%) Frek (%) Frek (%)
Tidak Setuju 5 4% 5 4% 4 4% 0 0%
Kurang Setuju 19 17% 8 7% 14 13% 21 19%
Cukup Setuju 26 23% 40 36% 27 24% 35 31%
Setuju 36 32% 31 28% 43 38% 25 22%
Sangat Setuju 26 23% 28 25% 24 21% 31 28%
Mean 3.53 3.62 3.62 3.59
Sumber: Data Primer diolah, 2012
Distribusi frekuensi yang tercantum pada Tabel 5.4 di atas dengan total 112
responden menunjukkan bahwa:
a. Variabel Y11
Persepsi tertinggi yaitu 36 orang responden atau 32% menyatakan setuju
dan perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.53. Angka ini berada
dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan demikian
dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan pernyataan
bahwa barang palsu memiliki kualitas dan fungsi yang mirip dengan
barang asli.
b. Variabel Y12
Persepsi tertinggi yaitu 40 orang responden atau 36% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.62. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa pemalsuan barang merugikan pihak lain.
59
c. Variabel Y13
Persepsi tertinggi yaitu 43 orang responden atau 38% menyatakan setuju
dan perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.62. Angka ini berada
dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan demikian
dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan pernyataan
bahwa saya tidak khawatir dengan sanksi sosial karena membeli barang
palsu.
d. Variabel Y14
Persepsi tertinggi yaitu 35 orang responden atau 31% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.59. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa saya tidak khawatir dengan sanksi hukum karena
membeli barang palsu.
4. Niat Beli
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Variabel-variabel pada Niat Beli
Persepsi Y21 Y22 Y23 Y24
Frek (%) Frek (%) Frek (%) Frek (%)
Tidak Setuju 4 4% 5 4% 4 4% 4 4%
Kurang Setuju 10 9% 13 12% 9 8% 12 11%
Cukup Setuju 37 33% 35 31% 41 37% 43 38%
Setuju 26 23% 28 25% 29 26% 26 23%
Sangat Setuju 35 31% 31 28% 29 26% 27 24%
Mean 3.70 3.60 3.63 3.54
Sumber: Data Primer diolah, 2012
60
Distribusi frekuensi yang tercantum pada Tabel 5.5 di atas dengan total 112
responden menunjukkan bahwa:
a. Variabel Y21
Persepsi tertinggi yaitu 37 orang responden atau 33% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.70. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa saya memiliki minat membeli barang bermerk pada
tempat-tempat yang sudah disebut di atas.
b. Variabel Y22
Persepsi tertinggi yaitu 35 orang responden atau 31% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.60. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa saya tidak takut untuk membeli barang bermerk di
tempat yg sudah disebut di atas.
c. Variabel Y23
Persepsi tertinggi yaitu 41 orang responden atau 37% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.63. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa saya akan merekomendasikan barang bermerek yang
dijual di tempat di atas kepada teman dan keluarga.
61
d. Variabel Y24
Persepsi tertinggi yaitu 43 orang responden atau 38% menyatakan cukup
setuju. Tetapi, perhitungan nilai mean menghasilkan angka 3.54. Angka
ini berada dalam interval 3.41-4.20 yang berarti responden setuju. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa mayoritas responden setuju dengan
pernyataan bahwa saya akan membelikan teman barang bermerek di
tempat (di atas) apabila teman tersebut menitip beli barang tersebut.
5.1.3 Uji normalitas
Tabel 5.6 berikut adalah hasil uji multinormalitas dengan menggunakan
bantuan macro Minitab.
Tabel 5.6 Uji normalitas Variabel Laten
Variabel Laten Nilai Dibawah
Daerah Kurva Kesimpulan
Faktor Sosial 0.955 (95%) Distribusi Normal
Faktor Personal 0.938 (94%) Distribusi Normal
Sikap Konsumen 0.946 (95%) Distribusi Normal
Niat Beli Konsumen 0.946 (95%) Distribusi Normal
Pengujian hipotesis untuk multinormalitas adalah sebagai berikut :
H0 : Data mengikuti distribusi normal.
H1 : Data tidak mengikuti distribusi normal
Data mengikuti distribusi multinormal jika daerah dibawah kurva2
lebih
besar dari 50 persen. Pada Tabel 5.6 dilihat bahwa semua variabel laten mengikuti
distribusi multinormal, karena nilai daerah dibawah kurva2
lebih dari 50 persen.
62
5.1.4 Uji multikolinearitas
Hasil pengujian multikolinearitas dengan perhitungan determinan matrik
korelasi variabel penyebab tiap variabel laten terdapat pada Tabel 5.3 sebagai
berikut.
Tabel 5.7 Uji Multikolinearitas
Variabel Laten |R| Kesimpulan
Faktor Sosial 0.72 Bebas Multikolinearitas
Faktor Personal 0.89 Bebas Multikolinearitas
Sikap Konsumen 0.78 Bebas Multikolinearitas
Niat Beli Konsumen 0.67 Bebas Multikolinearitas
Pengujian hipotesis untuk multikolinearitas adalah sebagai berikut:
H0 : Terjadi kasus multikolinearitas
H1 : Tidak terjadi kasus multikolinearitas
Jika |R| mendekati nol, maka gagal tolak H0, artinya dapat diidentifikasi adanya
kasus multikolinearitas. Berdasarkan Tabel 5.7 di atas dapat diketahui bahwa nilai
|R| tiap variabel laten lebih besar dari nol, sehingga tolak H0, artinya semua
variabel laten bebas kasus multikolinearitas.
5.1.5 Analisis faktor konfirmatori
Berdasarkan keempat variabel laten yang digunakan pada penelitian ini,
akan dilakukan uji unidimensionalitas variabel dengan menggunakan metode
Analisis Faktor Konfirmatori untuk masing-masing variabel laten guna
mengetahui validitas, reliabilitas, serta kontribusi yang diberikan masing-masing
variabel indikator dalam menyusun variabel latennya.
63
5.1.6 Unidimensionalitas variabel laten faktor sosial
Variabel laten Faktor Sosial terdiri atas 4 variabel obeservasi. Untuk
mengetahui unidimensionalitas variabel maka dilakukan Confirmatory Factor
Analysis (CFA). Identifikasi model berdasarkan derajat kebebasan (negree of
freedom (df)) didapatkan model dengan df = 2 yang menunjukkan model over-
identifed.
Karena model over-identified, sehingga estimasi dan penilaian model perlu
dilakukan. Model dikatakan baik jika nilai kesesuaian model (goodness of fit)
sesuai dengan kriteria. Pada output Amos, diperoleh nilai goodness of fit untuk
variabel Faktor Sosial pada Tabel 5.8 berikut.
Tabel 5.8 Goodness of fit Variabel Laten Faktor Sosial
Goodness of fit
Index
Cut off
Value Hasil Model Keterangan
Chi-Square 3.399 Expected small
P-value ≥ 0.05 0.183 Good Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.079 Goof Fit
GFI ≥ 0.9 0.985 Good Fit
AGFI ≥ 0.9 0.926 Good Fit
CFI ≥ 0.9 0.977 Good Fit
Berdasarkan tabel 5.8 dapat dijelaskan bahwa semua kriteria menyatakan
model sudah baik, sehingga dapat dinyatakan bahwa model sudah baik. Dengan
demikian, dapat dijelaskan bahwa model pengukuran variabel Faktor Sosial
dengan 4 indikator dalam penelitian ini sudah berada pada kondisi
unidimensional.
64
Tahap selanjutnya adalah melakukan identifikasi signifikansi loading
factor indikator yang menyusun variabel laten, yang mana juga dapat dijadikan
ukuran validitas. Nilai loading factor dari model dapat dilihat pada Tabel 5.9
berikut.
Tabel 5.9 Loading factor dan t-value Variabel Faktor Sosial
Hubungan Loading
Factor t-value t-tabel p-value Keterangan
X1 ← Faktor
Sosial 0.496
1.96
Signifikan
X2 ← Faktor
Sosial 0.740 4.089 0.000 Signifikan
X3 ← Faktor
Sosial 0.382 2.764 0.006 Signifikan
X4 ← Faktor
Sosial 0.674 3.624 0.000 Signifikan
Validitas indikator dapat diketahui dari nilai t-value. Berdasarkan Tabel
5.9 dapat dilihat bahwa nilai t-value untuk masing-masing indikator lebih besar
dari 1.96 pada tingkat 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel
indikator valid. Loading factor terbesar adalah indikator X2 dengan nilai 0.740.
Hal ini menjelaskan bahwa faktor sosial yang paling banyak dipertimbangkan
oleh responden adalah penting bagi saya untuk orang lain menyukai merek yang
saya beli.
5.1.7 Unidimensionalitas Variabel Laten Faktor Personal
Variabel laten Faktor Personal terdiri atas 5 variabel obeservasi. Untuk
mengetahui unidimensionalitas variabel maka dilakukan Confirmatory Factor
Analysis (CFA). Identifikasi model berdasarkan derajat kebebasan (negree of
65
freedom(df)) didapatkan model dengan df = 5 yang menunjukkan model over-
identifed.
Karena model over-identified, sehingga estimasi dan penilaian model perlu
dilakukan. Model dikatakan baik jika nilai kesesuaian model (goodness of fit)
sesuai dengan kriteria. Pada output Amos, diperoleh nilai goodness of fit untuk
variabel Faktor Personal pada Tabel 5.10 berikut.
Tabel 5.10 Goodness of fit Variabel Laten Faktor Personal
Goodness of fit
Index
Cut off
Value Hasil Model Keterangan
Chi-Square 5.818 Expected small
P-value ≥ 0.05 0.324 Good Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.038 Good Fit
GFI ≥ 0.9 0.978 Good Fit
AGFI ≥ 0.9 0.934 Good Fit
CFI ≥ 0.9 0.994 Good Fit
Berdasarkan tabel 5.10 dapat dijelaskan bahwa semua kriteria menyatakan
model sudah baik, sehingga dapat dinyatakan bahwa model sudah baik. Dengan
demikian, dapat dijelaskan bahwa model pengukuran variabel Faktor Personal
dengan 5 indikator dalam penelitian ini sudah berada pada kondisi
unidimensional.
Tahap selanjutnya adalah melakukan identifikasi signifikansi loading
factor indikator yang menyusun variabel laten, yang mana juga dapat dijadikan
ukuran validitas. Nilai loading factor dari model dapat dilihat pada Tabel 5.11
berikut.
66
Tabel 5.11 Loading factor dan t-value Variabel Faktor Personal
Hubungan Loading
Factor t-value t-tabel p-value Keterangan
X9 ← Faktor Personal 0.525
1.96
Signifikan
X8 ← Faktor Personal 0.736 4.468 0.000 Signifikan
X7 ← Faktor Personal 0.648 4.543 0.000 Signifikan
X6 ← Faktor Personal 0.723 4.868 0.000 Signifikan
X5 ← Faktor Personal 0.586 4.137 0.000 Signifikan
Validitas indikator dapat diketahui dari nilai t-value. Dari Tabel 5.11 dapat
dilihat bahwa nilai t-value untuk masing-masing indikator lebih besar dari 1.96
pada tingkat 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel indikator
valid. Loading factor terbesar adalah indikator X8 dengan nilai 0.736. Hal ini
menjelaskan bahwa faktor personal yang paling banyak dipertimbangkan oleh
responden adalah sebuah rasa keberhasilan penting bagi saya.
5.1.8 Unidimensionalitas variabel laten sikap konsumen
Variabel laten Sikap Konsumen terdiri atas 4 variabel obeservasi. Untuk
mengetahui unidimensionalitas variabel maka dilakukan Confirmatory Factor
Analysis (CFA). Identifikasi model berdasarkan derajat kebebasan (negree of
freedom(df)) didapatkan model dengan df = 2 yang menunjukkan model over-
identifed.
Karena model over-identified, sehingga estimasi dan penilaian model perlu
dilakukan. Model dikatakan baik jika nilai kesesuaian model (goodness of fit)
sesuai dengan kriteria. Pada output Amos, diperoleh nilai goodness of fit untuk
variabel Sikap Konsumen pada Tabel 5.12 berikut.
67
Tabel 5.12 Goodness of fit Variabel Laten Sikap
Goodness of fit
Index
Cut off
Value Hasil Model Keterangan
Chi-Square 0.486 Expected small
P-value ≥ 0.05 0.784 Good Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.000 Good Fit
GFI ≥ 0.9 0.998 Good Fit
AGFI ≥ 0.9 0.989 Good Fit
CFI ≥ 0.9 1.000 Good Fit
Berdasarkan tabel 5.12 dapat dijelaskan bahwa semua kriteria menyatakan
model sudah baik, sehingga dapat dinyatakan bahwa model sudah baik. Dengan
demikian, dapat dijelaskan bahwa model pengukuran variabel Sikap Konsumen
dengan 4 indikator dalam penelitian ini sudah berada pada kondisi
unidimensional.
Tahap selanjutnya adalah melakukan identifikasi signifikansi loading
factor indikator yang menyusun variabel laten, yang mana juga dapat dijadikan
ukuran validitas. Nilai loading factor dari model dapat dilihat pada Tabel 5.13
berikut.
Tabel 5.13 Loading factor dan t-value Variabel Sikap
Hubungan Loading
Factor t-value t-tabel p-value Keterangan
Y13 ← Sikap 0.588 4.286
1.96
0.000 Signifikan
Y12 ← Sikap 0.495 3.689 0.000 Signifikan
Y11 ← Sikap 0.679 4.317 0.000 Signifikan
Y14 ← Sikap 0.629 Signifikan
Validitas indikator dapat diketahui dari nilai t-value. Berdasarkan Tabel
5.13 dapat dijelaskan bahwa nilai t-value untuk masing-masing indikator lebih
besar dari 1.96 pada tingkat 5%. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa
68
semua variabel indikator valid. Loading factor terbesar adalah indikator Y11
dengan nilai 0.679. Hal ini menjelaskan bahwa sikap yang paling banyak
dipertimbangkan oleh responden adalah barang palsu memiliki kualitas dan fungsi
yang mirip dengan barang asli.
5.1.9 Unidimensionalitas variabel laten niat beli
Variabel laten Niat Beli terdiri atas 4 variabel obeservasi. Untuk
mengetahui unidimensionalitas variabel maka dilakukan Confirmatory Factor
Analysis (CFA). Identifikasi model berdasarkan derajat kebebasan (negree of
freedom(df)) didapatkan model dengan df = 2 yang menunjukkan model over-
identifed.
Karena model over-identified, sehingga estimasi dan penilaian model perlu
dilakukan. Model dikatakan baik jika nilai kesesuaian model (goodness of fit)
sesuai dengan kriteria. Pada output Amos, diperoleh nilai goodness of fit untuk
variabel Niat Beli pada Tabel 5.14 berikut.
Tabel 5.14 Goodness of fit Variabel Laten Niat Beli
Goodness of fit
Index
Cut off
Value Hasil Model Keterangan
Chi-Square 3.293 Expected small
P-value ≥ 0.05 0.193 Good Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.076 Good Fit
GFI ≥ 0.9 0.985 Good Fit
AGFI ≥ 0.9 0.925 Good Fit
CFI ≥ 0.9 0.987 Good Fit
69
Berdasarkan tabel 5.14 dapat dijelaskan bahwa semua kriteria menyatakan
model sudah baik, sehingga dapat dinyatakan bahwa model sudah baik. Dengan
demikian, dapat dijelaskan bahwa model pengukuran variabel Niat Beli dengan 4
indikator dalam penelitian ini sudah berada pada kondisi unidimensional.
Tahap selanjutnya adalah melakukan identifikasi signifikansi loading
factor indikator yang menyusun variabel laten, yang mana juga dapat dijadikan
ukuran validitas. Nilai loading factor dari model dapat dilihat pada Tabel 5.15
berikut.
Tabel 5.15 Loading factor dan t-value Variabel Niat Beli
Hubungan Loading
Factor t-value t-tabel p-value Keterangan
Y22 ← Niat Beli 0.681 5.033
1.96
0.000 Signifikan
Y21 ← Niat Beli 0.705 5.552 0.000 Signifikan
Y23 ← Niat Beli 0.593 4.557 0.000 Signifikan
Y24 ← Niat Beli 0.661 Signifikan
Validitas indikator dapat diketahui dari nilai t-value. Berdasarkan Tabel
5.15 dapat dijelaskan bahwa nilai t-value untuk masing-masing indikator lebih
besar dari 1,96 pada tingkat 5%. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa
semua variabel indikator valid. Loading factor terbesar adalah indikator Y21
dengan nilai 0.705. Hal ini menjelaskan bahwa Niat Beli yang paling banyak
dipertimbangkan oleh responden adalah mereka memiliki niat membeli barang
bermerk pada tempat-tempat yang sudah disebut di atas.
70
5.1.10 Uji Reliabilitas
Setelah menguji keempat variabel laten di atas dengan CFA yang
menghasilkan model dengan indikator pembentuk dengan signifikan untuk
masing-masing varibel laten, maka tahap selanjutnya adalah menguji reliabilitas.
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan reliabilitas
konstruk (construct reliability). Variabel laten dikatakan reliabel jika nilai
reliabilitas konstruk lebih besar dari 0.70. Adapun perhitunganya adalah sebagai
berikut.
ejloadingdardizeds
loadingdardizedsCR
2
2
tan
tan
Reliabilitas dari variabel Faktor Sosial yang disusun berdasarkan empat
indikator dapat dihitung dengan menggunakan rumus di atas sebagai berikut.
266.1)61.01()08751()547.01()702.01(1
292.2674.0382.074.0496.0tan
2
ej
loadingdardizeds
80.0266.1292.2
292.22
2
CR
Karena nilai CR Faktor Sosial lebih besar dari 0.70, maka dapat dijelaskan bahwa
variabel Faktor Sosial dikatakan memiliki reliabilitas yang baik. Secara rinci
pengujian reliabilitas pada masing-masing dimensi yang mengukur variabel laten
Faktor Sosial, Faktor Perilaku, Sikap Konsumen, dan Niat Beli dapat disajikan
pada Tabel 5.16 berikut.
71
Tabel 5.16 Uji Reliabel Faktor Sosial
Hubungan Loading
Factor 2
21 Keterangan
X1 ← Faktor Sosial 0.496 0.702 0.298
Reliabel
X2 ← Faktor Sosial 0.740 0.547 0.453
X3 ← Faktor Sosial 0.382 0.875 0.125
X4 ← Faktor Sosial 0.674 0.610 0.390
Jumlah 2.292 1.266
CR 7.080.0266.1292.2
292.22
2
Hasil pengujian reliabel pada Tabel 5.16, dapat dijelaskan bahwa variabel
Faktor Sosial memberikan nilai CR sebesar 0.80 di atas nilai cut-off nya sebesar
0.70 sehingga dapat dikatakan variabel Faktor Sosial reliabel.
Tabel 5.17 Uji Reliabel Faktor Personal
Hubungan Loading
Factor 2
21 Keterangan
X9 ← Faktor Personal 0.525 0.825 0.175
Reliabel
X7 ← Faktor Personal 0.736 0.500 0.500
X8 ← Faktor Personal 0.648 0.553 0.447
X6 ← Faktor Personal 0.723 0.511 0.489
X5 ← Faktor Personal 0.586 0.670 0.330
Jumlah 3.218 1.941
CR 7.084.0941.1218.3
218.32
2
Hasil pengujian reliabel pada Tabel 5.17, dapat dijelaskan bahwa variabel
Faktor Personal memberikan nilai CR sebesar 0.84 di atas nilai cut-off-nya sebesar
0.70 sehingga dapat dikatakan variabel Faktor Personal reliabel.
72
Tabel 5.18 Uji Reliabel Sikap Konsumen
Hubungan Loading
Factor 2
21 Keterangan
Y13 ← Sikap 0.588 0.739 0.298
Reliabel
Y12 ← Sikap 0.495 0.866 0.453
Y11 ← Sikap 0.679 0.711 0.125
Y14 ← Sikap 0.629 0.707 0.390
Jumlah 2.391 0.977
CR 7.085.0977.0391.2
391.22
2
Hasil pengujian reliabel pada Tabel 5.18, terlihat bahwa variabel Sikap
Konsumen memberikan nilai CR sebesar 0.85 di atas nilai cut-off nya sebesar 0.70
sehingga dapat dikatakan variabel Sikap Konsumen reliabel.
Tabel 5.19 Uji Reliabel Niat Beli
Hubungan Loading
Factor 2
21 Keterangan
Y22 ← Niat Beli 0.681 0.694 0.306
Reliabel
Y21 ← Niat Beli 0.705 0.619 0.381
Y23 ← Niat Beli 0.593 0.731 0.269
Y24 ← Niat Beli 0.661 0.653 0.347
Jumlah 2.640 1.303
CR 7.084.0303.1640.2
640.22
2
Hasil pengujian reliabel pada Tabel 5.19, terlihat bahwa variabel Niat Beli
memberikan nilai CR sebesar 0.84 di atas nilai cut-off nya sebesar 0.70 sehingga
dapat dikatakan variabel Niat Beli reliabel.
73
5.1.11 Model persamaan struktural
Analisis selanjutnya adalah analisis Structural Equation Model (SEM) secara
full model, setelah dilakukan analisis terhadap tingkat validitas dari indikator-
indikator pembentuk variabel laten yang diuji dengan confirmatory factor analysis.
Analisis hasil pengolahan data pada tahap full model SEM dilakukan dengan
melakukan uji kesesuaian dan uji statistik.
Uji terhadap hipotesis model menunjukkan bahwa model ini sesuai dengan
data atau fit terhadap data yang digunakan dalam penelitian adalah seperti terlihat
pada Tabel 5.20:
Tabel 5.20 Goodness of fit Full Model SEM
Goodness of fit
Index
Cut off
Value Hasil Model Keterangan
Chi-Square 133.67 Expected small
P-value ≥ 0.05 0.101 Good Fit
RMSEA ≤ 0.08 0.039 Good Fit
GFI ≥ 0.90 0.881 Marginal Fit
AGFI ≥ 0.90 0.841 Marginal Fit
CFI ≥ 0.90 0.956 Good Fit
Hasil analisis pengolahan data terlihat bahwa semua variabel laten yang
digunakan untuk membentuk sebuah model penelitian, pada proses analisis full
model SEM telah memenuhi kriteria goodness of fit yang telah ditetapkan. Nilai
probability pada analisis ini menunjukkan nilai di atas batas signifikansi yaitu
sebesar 0.101 atau di atas 0.05, nilai ini menunjukkan tidak adanya perbedaan
antara matriks kovarian sampel dengan matriks kovarian populasi yang diestimasi.
Walaupun ukuran goodness of fit menunjukkan pada kondisi yang Marginat Fit
karena GFI dan AGFI tidak mencapai nilai dibawah 0.90 tetapi ukuran marginal
74
fit masih masuk dalam ukuran kecocokan yang bisa diterima. Lalu dalam batasan
struktural sudah menunjukkan good fit, dan Hal ini bsa dilihat dari kriteria
RMSEA yang kurang dari 0.08. Menurut Brown (1993) dalam Ghozali & Fuad
(2005) RMSEA merupakan indikator yang paling informatif dibandingkan yang
lainnya.
Uji statistik terhadap hubungan antar variabel nantinya digunakan sebagai
dasar untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah diajukan. Uji statistik hasil
pengolahan dengan SEM dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi hubungan
antar variabel yang ditampakkan melalui nilai Probabilitas (p) dan dan Critical
Ratio (CR) masing-masing hubungan antar variabel.
Tabel 5.21 Uji Hipotesis Full Model SEM
Hubungan Estimate S.E C.R p-value Keterangan
Sikap ← Faktor
Personal 0.545 0.182 3.000 0.003 Signifikan
Sikap ← Faktor
Sosial 0.501 0.213 2.354 0.019 Signifikan
Niat
Beli ← Sikap 0.427 0.198 2.162 0.031 Signifikan
Niat
Beli ←
Faktor
Sosial 0.443 0.221 2.004 0.045 Signifikan
Niat
Beli ←
Faktor
Personal 0.395 0.188 2.100 0.036 Signifikan
5.2 Pembahasan
Berdasarkan Tabel 5.21 di atas menunjukkan bahwa semua hipotesis dapat
diterima model teoritis telah diuji dan kriteria Goodness Of Fit. Penelitian ini
mengembangkan 5 hipotesis yang akan dibuktikan dengan data yang diperoleh.
Hasil yang diperoleh dari uji masing-masing hipotesis adalah sebagai berikut :
75
5.2.1 H1: Pengaruh faktor sosial terhadap sikap konsumen
Faktor Sosial memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap Sikap
Konsumen. Hal ini ini terlihat dari koefisien jalur yang bertanda positif sebesar
0.501 dengan nilai C.R sebesar 2.354 dan probabilitas signifikansi (p) sebesar
0.019 yang lebih kecil dari taraf signifikansi (α) yang ditentukan sebesar 0.05.
Dengan demikian berarti semakin kuat faktor sosial seseorang maka akan semakin
positif sikap orang tersebut terhadap pemalsuan barang fashion. Sikap tersebut
ditentukan oleh kerentanan terhadap informasi, kerentanan normatif, dan juga
kolektivisme. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa konsumen memang
sangat bergantung kepada komunitas mereka untuk membuat sebuah keputusan.
Kerentanan terhadap informasi membuat konsumen selalu bergantung kepada
keluarga dan teman untuk pendapat mengenai barang yang akan dibeli. Keinginan
konsumen agar orang lain menyukai merek yang mereka beli juga meningkatkan
keinginan untuk membeli barang fashion palsu. Penelitian ini melihat hubungan
yang sangat kuat antara seseorang dan komunitasnya dengan sikap mereka
terhadap pemalsuan barang
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Phau dan
Teah (2009) yang menyatakan bahwa faktor sosial (kerentanan informasi)
memiliki pengaruh yang positif terhadap sikap konsumen. Sedangkan Wang et al
(2005) juga menyatakan bahwa faktor sosial (kerentanan normatif dan
kolektivisme) memiliki pengaruh positif terhadap sikap terhadap pemalsuan
barang.
76
5.2.2 H2: Pengaruh faktor sosial terhadap niat beli konsumen
Faktor Sosial memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap Niat Beli
Konsumen. Hal ini ini terlihat dari koefisien jalur yang bertanda positif sebesar
0.443 dengan nilai C.R sebesar 2.004 dan probabilitas signifikansi (p) sebesar
0.045 yang lebih kecil dari taraf signifikansi (α) yang ditentukan sebesar 0.05.
Dengan demikian berarti semakin kuat faktor sosial seseorang maka akan semakin
positif niat orang tersebut untuk membeli barang fashion palsu. Sikap tersebut
ditentukan oleh kerentanan terhadap informasi, kerentanan normatif, dan juga
kolektivisme.
Hasil penelitian ini mirip dengan penelitian yang dilakukan Ian Phau dan
Min Teah yang membuktikan bahwa faktor sosial berpengaruh positif terhadap
niat beli konsumen pada barang fashion palsu.
5.2.3 H3: Pengaruh faktor personal terhadap sikap konsumen
Faktor Personal memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap Sikap
Konsumen. Hal ini ini terlihat dari koefisien jalur yang bertanda positif sebesar
0.545 dengan nilai C.R sebesar 3.000 dan probabilitas signifikansi (p) sebesar
0.003 yang lebih kecil dari taraf signifikansi (α) yang ditentukan sebesar 0.05.
Dengan demikian berarti semakin kuat faktor personal seseorang, maka semakin
positif sikap mereka terhadap pemalsuan barang. Sikap tersebut ditentukan oleh
rasa penasaran dalam mencoba produk baru, pembelian yang dikarenakan status
dan pengakuan pribadi, integritas dan kesadaran pada nilai. Penelitian ini
menemukan fakta bahwa konsumen menghargai kejujuran, namun sikap mereka
tetaplah positif terhadap pemalsuan barang. Penelitian memperlihatkan betapa
77
faktor sosial tetap memiliki peranan yang penting dan kritikal walaupun ada
indikator dalam faktor personal yang memperlihatkan bahwa konsumen sangat
menghargai kejujuran.
Hasil penelitian ini memiliki persamaan beberapa penelitian empiris
sebelumnya, misalnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Phau dan Teah
(2009) yang menyatakan bahwa bahwa faktor personal (integritas, pengakuan
pribadi, dan pembelian karena status) mempengaruhi sikap konsumen terhadap
pemalsuan barang. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wang et al (2005)
menyatakan bahwa faktor personal (integritas, pengakuan pribadi, kesadaran akan
nilai produk, dan pencarian sesuatu yang baru) berpengaruh secara positif
terhadap sikap pemalsuan barang.
5.2.4 H4: Pengaruh faktor personal terhadap niat beli konsumen
Faktor Personal memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap Niat
Beli Konsumen. Hal ini ini terlihat dari koefisien jalur yang bertanda positif
sebesar 0.395 dengan nilai C.R sebesar 2.100 dan probabilitas signifikansi (p)
sebesar 0.036 yang lebih kecil dari taraf signifikansi (α) yang ditentukan sebesar
0.05. Dengan demikian semakin kuat faktor personal seseorang, maka akan
semakin positif (tinggi) niat mereka untuk membeli barang fashion palsu. Niat
membeli barang fashion palsu itu ditentukan oleh rasa penasaran dalam mencoba
produk baru, pembelian yang dikarenakan status dan pengakuan pribadi, integritas
dan kesadaran pada nilai.
78
Hasil penelitian ini mirip dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
Ian Phau dan Min Teah yang membuktikan bahwa sikap konsumen berpengaruh
positif terhadap niat beli konsumen pada barang fashion palsu.
5.2.5 H5: Pengaruh sikap konsumen terhadap niat beli konsumen
Sikap Konsumen memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap Niat
Beli Konsumen. Hal ini ini terlihat dari koefisien jalur yang bertanda positif
sebesar 0.427 dengan nilai C.R sebesar 2.162 dan probabilitas signifikansi (p)
sebesar 0.031 yang lebih kecil dari taraf signifikansi (α) yang ditentukan sebesar
0.05. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin kuatnya sikap seseorang
terhadap pemalsuan barang, maka semakin tinggi niat mereka untuk membeli
barang fashion palsu. Niat membeli barang fashion palsu itu ditentukan oleh sikap
terhadap barang fashion palsu, sikap terhadap perilaku pembelian barang palsu,
dan sikap terhadap konsekuensi sosial dan hukum. Penelitian ini memperlihatkan
konsumen yang tidak khawatir akan sanksi sosial dan sanksi hukum yang
menimpa mereka bila mereka membeli barang fashion palsu. Konsumen bahkan
tetap memiliki niat beli barang fashion palsu walaupun mereka menyatakan
bahwa pemalsuan barang merugikan pihak lain, yaitu pihak produsen barang
fashion asli.
Hasil penelitian ini sama dengan beberapa penelitian empiris sebelumnya
seperti misalnya penelitian milik Phau dan Teah (2009) yang menyatakan bahwa
Sikap konsumen mempengaruhi niat beli konsumen, begitu juga dengan penelitian
yang pernah dilakukan oleh Wang et al (2005) yang menyatakan hal serupa bahwa
Sikap konsumen mempengaruhi niat beli konsumen.
79
5.2.6 Pengaruh antar variabel penelitian
Dalam analisis persamaan struktural sangat berguna untuk mengetahui
kekuatan pengaruh antar variabel, baik secara langsung atau tidak langsung dan
pengaruh total. Pengaruh tersebut terbagi menjadi dua yaitu pengaruh langsung
dan tidak langsung.
Hubungan langsung terjadi antara variabel laten Eksogen Faktor Sosial
dan Faktor Personal dengan variabel laten Endogen Sikap Konsumen dan Niat
Beli. Tabel 5.22 menyajikan hasil direct (pengaruh langsung) mengenai hubungan
langsung yang terjadi antara variabel-variabel laten Eksogen dan Endogen.
Tabel 5.22 Pengaruh Langsung Antar Variabel
Endogen Variabel
Eksogen Variabel
Faktor Sosial Faktor Personal Sikap Konsumen
Sikap Konsumen 0.501 0.545 0.000
Niat Beli 0.443 0.395 0.427
Berdasarkan Tabel 5.22 dapat dijelaskan bahwa besar pengaruh langsung
(direct effects) dari variabel laten Eksogen terhadap variabel laten Endogen.
Faktor Sosial memberikan pengaruh langsung terbesar pada Sikap Konsumen dan
memberikan pengaruh langsung terhadap Niat Beli Konsumen. Faktor Personal
memberikan pengaruh langsung terbesar pada Sikap Konsumen dan pengaruh
langsung dengan Niat Beli Konsumen. Sedangkan Sikap Konsumen memberikan
pengaruh langsung dengan Niat Beli Konsumen
Hubungan tidak langsung terjadi antara variabel laten Eksogen dan
Endogen. Tabel 5.23 menyajikan hasil indirect mengenai hubungan tidak
langsung yang terjadi diantara variabel-variabel laten Eksogen dan Endogen.
80
Tabel 5.23 Pengaruh Tidak Langsung Antar Variabel
Endogen Variabel
Eksogen Variabel
Faktor Sosial Faktor Personal Sikap Konsumen
Sikap Konsumen 0.000 0.000 0.000
Niat Beli 0.233 0.214 0.000
Berdasarkan Tabel 5.23 dapat dijelaskan bahwa besar pengaruh tidak
langsung (indirect effects) dari variabel laten Eksogen terhadap variabel laten
Eksogen. Faktor Sosial memberikan efek tidak langsung terbesar pada Niat Beli
Konsumen dan Faktor Personal memberikan efek tidak langsung terbesar pada
Niat Beli Konsumen.
5.2.7 Pengaruh total antar variabel penelitian
Pengaruh total merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan tidak
langsung antara variabel-variabel laten Eksogen dengan variabel laten Endogen.
Tabel 5.24 Pengaruh Total Antar Variabel
Endogen Variabel
Eksogen Variabel
Faktor Sosial Faktor Personal Sikap Konsumen
Sikap Konsumen 0.501 0.545 0.000
Niat Beli 0.657 0.627 0.427
Berdasarkan Tabel 5.24 dapat dijelaskan bahwa besar pengaruh total antar
variabel laten Eksogen terhadap variabel laten Endogen. Faktor Sosial
memberikan total efek terbesar pada Niat Beli Konsumen sebesar 0.657 dan
terhadap Sikap Konsumen sebesar 0.501. Selanjutnya Faktor Personal
memberikan pengaruh total pada Sikap Konsumen sebesar 0.545 dan terhadap
Niat Beli Konsumen mempunyai pengaruh total terbesar yaitu 0.627. Sedangkan
81
Sikap Konsumen mempunyai pengaruh total sebasar 0.427 terhadap Niat Beli
Konsumen.
5.2.8 Keterbatasan penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
1. Penelitian ini hanya dilakukan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, jadi
belum bisa dikatakan menggambarkan keadaan umum di Bali secara utuh.
2. Responden umum dengan gaya ‟mall intercept‟ bisa saja diperluas di tempat-
tempat lainnya.
3. Responden yang digunakan adalah umum, namun akan menarik juga untuk
mengetahui bagaimana penelitian ini dilakukan pada target yang berbeda
seperti misalnya target remaja dan ibu rumah tangg.a
4. Responden yang terkumpul adalah mereka yang memiliki pekerjaan yang
sama, yaitu sebagai pegawai swasta, namun akan menarik melihat bagaimana
perbedaan antara kelompok pekerjaan.
5. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan melakukan tambahan
penelitian bersifat kualitatif, penjelasan sikap dan niat beli konsumen pada
barang fashion palsu dapat lebih dieksplorasi.
5.3 Implikasi Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosial dan faktor personal
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap sikap dan niat beli konsumen
pada barang fashion palsu. Kerentanan informasi dan kerentanan normatif
82
memperlihatkan bahwa perlu adanya perhatian dari produsen barang fashion
mewah, adanya kelompok konsumen yang ingin agar orang lain menyukai produk
yang mereka beli, sedangkan merek yang disukai oleh kelompok mereka adalah
barang fashion palsu, dimana harga menjadi hambatan bagi mereka untuk
membeli. Bisa saja strategi ekstensi produk dilakukan seperti misalnya Giorgio
Armani yang membuat Armani Exchange dengan harga lebih terjangkau, sehingga
konsumen membeli Armani exchange dan masih mendapatkan prestise. Namun
demikian strategi ini harus sangat hati-hati dilakukan jangan sampai merusak
merek. Informasi juga harus diberikan oleh produsen lewat serangkaian marketing
komunikasi mengenai kualitas produk yang jauh berbeda, bahwa barang fashion
palsu bisa bertahan sangat lama dan bahkan menjadi „collectible item‟ yang
memiliki nilai lebih tinggi di masa depan.
Sikap konsumen juga berpengaruh positif terhadap niat beli. Ditemukan
bahwa konsumen banyak yang tidak begitu perduli terhadap sanksi sosial dan juga
hukum, dikarenakan memang komunitas pencinta barang palsu yang semakin
berkembang, dan adanya sifat permisif bagi mereka yang membeli dan
menggunakan barang fashion palsu. Peranan pemerintah sangat penting dalam
menjalankan fungsi hukum. Fakta bahwa konsumen tidak takut akan adanya
sanksi hukum, dikarenakan memang tidak pernah ada contoh berarti dimana
seorang konsumen terkena denda atau masa tahanan dikarenakan membeli barang
fashion palsu, karena yang biasanya terkena hukuman adalah produsen barang
fashion palsu tersebut.
83
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasasarkan hasil pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1) Faktor Sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap konsumen
pada pemalsuan barang.
2) Faktor Sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli konsumen
pada barang fashion palsu.
3) Faktor Personal berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap konsumen
pada pemalsuan barang.
4) Faktor Personal berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat beli
konsumen pada barang fashion palsu.
5) Sikap konsumen pada pemalsuan barang berpengaruh positif dan signifikan
terhadap niat beli konsumen pada barang fashion palsu.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka saran-saran yang dapat
diberikan adalah sebagai berikut:
1) Untuk produsen barang asli, harus melakukan komunikasi untuk menekankan
pesan bahwa produk asli tetap lebih baik dibandingkan dengan produk palsu.
Beberapa hal yang juga bisa dilakukan adalah dengan menambah tahun
84
garansi dari barang asli. Kalau biasanya garansi diberikan hanya paling lama 2
(dua) tahun, maka bisa juga ditambah hingga dengan 4 (empat) tahun, hal ini
akan menambah nilai dari barang asli.
2) Pemerintah harus dapat mengingatkan dan mengedukasi konsumen lewat
serangkaian komunikasi dan pendidikan terhadap masyarakat tentang
bahayanya memproduksi, dan membeli barang palsu. Karena hal ini memang
merugikan produsen barang asli dan juga pemerintah. Salah satu bentuk
pendidikan juga bisa dilakukan di sekolah-sekolah. Seperti misalnya
pendidikan etika bisnis di universitas-universitas yang ada di Indonesia, yang
harus memuat fenomena pemalsuan barang sebagai salah satu jalan mencari
uang yang salah atau melakukan bisnis yang bertentangan dengan etika dan
juga hukum.
3) Penelitian selanjutnya dapat melakukannya pada tempat yang berbeda diluar
dari Kota Denpasar dan Kabupaten Badung dengan sampel berbeda pula,
diantara lainnya adalah pelajar dan ibu rumah tangga.
85
DAFTAR PUSTAKA
Albers-Miller, N.D. 1999. “Consumer Misbehaviour: Why People Buy Illicit
Goods”. Journal of Consumer Marketing. Vol. 16 No.3 pp.273-87.
Alcock, L., Chen, P., Ch‟ng, H.M., Hodson, S. 2003. “Counterfeiting: Tricks and
Trends”. Brand Management. Vol. 11 No.2 pp.133-6.
Ang, S.H., Cheng, P.S., Lim, E.A.C., Tambyah, S.K. 2001. “Spot the Difference:
Consumer Responses Towards Counterfeits”. Journal of Consumer
Marketing. Vol. 18 No.3 pp.219-35.
Bamossy, G., Scammon, D.L. 1985. “Product Counterfeiting: Consumers and
Manufacturers Beware”. Advances in Consumer Research. Vol. 12
pp.334-9.
Bearden, W.O., Netemeyer, R.G., Teel, J.E. 1989. “Measurement of Consumer
Susceptibility to Interpersonal Influence”. Journal of Consumer Research.
Vol. 15 No. 4 pp.473-81.
Bian, X., Veloutsou, C. 2007. “Consumers‟ Attitudes Regarding Non-Deceptive
Counterfeit Brands in the UK and China”. Brand Management. Vol. 14
No. 3 pp.211-22.
Bloch, P.H., Bush, R.F., Campbell, L. 1993. “Consumer „Accomplices‟ in Product
Counterfeiting: a Demand-side Investigation”. Journal of Consumer
Marketing. Vol. 10 No.2 pp.27-36.
Chadha, R. 2007. “From Mao suits to Armani”. Journal Advertising Age. Vol. 78
No. 2 pp.27.
Chang, M.K. 1998. “Predicting Unethical Behaviour: a Comparison of the Theory
of Reasoned Action and the Theory of Planned Behaviour”. Journal of
Business Ethics. Vol. 17 pp.1825-34.
Cheek and Easterling, 2008. “Fashion counterfeiting: Consumer Behavior Issues”
Journal of Family and Consumer Science
Cheung, W.L., Prendergast, G. 2006. “Buyers‟ Perceptions of Pirated Products in
China”. Journal Marketing Intelligence & Planning. Vol. 24 No.5
pp.446-62.
Chow, D.C.K. 2000. “Enforcement Against Counterfeiting in the People‟s
Republic of China”. Northwestern Journal of International Law &
Business. Vol. 20 No.3 pp.447.
86
Churchill, Gilbert. A. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran. Edisi 4. Jilid 1.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Cordell, V.V., Wongtada, N., Kieschnick, R.L. Jr. 1996. “Counterfeit Purchase
Intentions: Role of Lawfulness Attitudes and Product Traits as
Determinants”. Journal of Business Research. Vol. 35 pp.41-53.
Dawson, S., Cavell, J. 1986. “Status Recognition in the 1980s: Invidious
Distinction Revisited” in Wallendorf, M., Anderson, P. (Eds). Advances in
Consumer Research. Association for Consumer Research, Provo, UT, Vol.
14 pp.487-91.
De Matos, C.A., Ituassu, C.T., Rossi, C.A.V. 2007. “Consumer Attitudes Toward
Counterfeits: a Review and Extension”. Journal of Consumer Marketing.
Vol. 24 No.1, pp.36-47.
Eastman, J.K., Fredenberger, B., Campbell, D., Calvert, S. 1997. “The
Relationship Between Status Consumption and Materialism: a Cross-
cultural Comparison of Chinese, Mexican, and American Students”.
Journal of Marketing Theory and Practice. Vol. Winter.
Eisend, M., Schuchert-Güler, P. 2006. “Explaining Counterfeit Purchases: a
Review and Preview”. Academy of Marketing Science Review. Vol. 2006
No.12.
Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen.
Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Fishbein, M., Ajzen, I. 1975, Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An
Introduction to Theory of Research. Addison-Wesley. Reading, MA.
Freedman, A.M. 1991. “Little Wishes form the Big Dream: the American Way of
Buying”. Wall Street Journal. September pp.4-10.
Furnham, A. and Valgeirsson, H. 2007. “The Effect of Life Values and
Materialism on Buying Counterfeit Products”. The Journal of Socio-
Economics. Vol. 36 pp.677-85.
Gentry, J.W., Putrevu, S., Shultz, C.J. II . 2006. “The Effects of Counterfeiting on
Consumer Search”. Journal of Consumer Behaviour. Vol. 5 No. 3
pp.245-56.
Gentry, J.W., Putrevu, S., Shultz, C. II, Commuri, S. 2001. “How Now, Ralph
Lauren? The Separation of Brand and Product in a Counterfeit Culture”.
Advances in Consumer Research. Vol. 28 No.1 pp.258-65.
Ghozali.I. 2008, Model Persamaan Struktural : Konsep dan Aplikasi dengan
Program AMOS 16.0 Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
87
Ghozali dan Fuad, 2005, Structural Equation Modelling : Teori, Konsep, dan
Aplikasi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Grossman, G.M., Shapiro, C. 1988. “Foreign Counterfeiting of Status Goods”.
Quarterly Journal of Economics. Vol. February pp.79-100.
Gupta, P.B., Gould, S.J., Pola, B. 2004. “„To Pirate or Not to Pirate?‟ A
Comparative Study of the Ethical Versus Other Influences on the
Consumer‟s Software Acquisition-Mode Decision”. Journal of Business
Ethics. Vol. 55 pp.255-74.
Hawkins, D.I., Coney, K.A., Best, R.J. 1980. Consumer Behavior: Implications
for Marketing Strategy. Dalass, Texas: Business Publications
Hidayat dan Phau, 2003. Pembajakan Produk: Dilema antara Barat dan Timur
Kajian Literatur Pada Sisi Permintaan. Jurnal Siasat Bisnis. Hal.189-217
Hofstede, G. 1991. Cultures and Organizations: Software of the Mind. London:.
McGraw-Hill,
Hui, C.H., Triandis, H.C., Yee, C. 1991. “Cultural Differences in Reward
Allocation: is Collectivism the Explanation?”. British Journal of Social
Psychology. Vol. 30 pp.145-57.
Johnson and Christensen. 2008. Educational Research; quantitative, qualitative,
and Mixed Approaches. Sage Publications
Kay, H. 1990. “Fake‟s Progress”. Management Today. Vol. July pp.54-8.
Koch, J.B., Koch, P.T. 2007. “Collectivism, Individualism, and Outgroup
Cooperation in a Segmented China”. Asia Pacific Journal of Management.
Vol. 24 No. 2 pp.207-25.
Kwong, K.K., Yau, O.H.M., Lee, J.S.Y., Sin, L.Y.M., Tse, A.C.B. 2003. “The
Effects of Attitudinal and Demographic Factors on Intention to Buy
Pirated CDs: the Case of Chinese Consumers”. Journal of Business Ethics.
Vol. 47 No. 3 pp.223-35.
Lai, K.K.Y., Zaichkowsky, J.L. 1999. “Brand Imitation: do the Chinese Have
Different Views?”. Asia Pacific Journal of Management. Vol. 16 No. 2
pp.179-92.
Lichtenstein, D.R., Netemeyer, R.G., Burton, S. 1990. “Distinguishing Coupon
Proneness from Value Consciousness: an Acquisition-Transaction Utility
Theory Perspective”. Journal of Marketing. Vol. 54 No. 3 pp.54-67.
88
Marron, D.B., Steel, D.G. 2000. “Which Countries Protect Intellectual Property?
The Case of Software Piracy”. Journal Economic Inquiry. Vol. 38 No. 2,
pp.159-74.
Mason, R.S. 1981. Conspicuous Consumption: A Study of Exceptional Consumer
Behavior. New York: St Martin‟s Press.
Miller, C. 1991. “Luxury Goods Still Have Strong Market Despite New Tax”.
Marketing News. Vol. 25 pp.1-7.
Miniard, P.W., Cohen, J.B. 1983. “Modeling Personal and Normative Influences
on Behavior”. Journal of Consumer Research. Vol. 10 No.2.
Mitchell, V.W., Papavassiliou, V. 1997. “Exploring Consumer Confusion in the
Watch Market”. Marketing Intelligence & Planning. Vol. 15 No. 4
pp.164-72.
Nia, A., Zaichkowsky, J.L. 2000. “Do Counterfeits Devalue the Ownership of
Luxury Brands?”. Journal of Product & Brand Management. Vol. 9 No.7
pp.485-97.
Nill, A., Shultz, C.J. 1996. “The Scourge of Global Counterfeiting”. Business
Horizons. Vol. 39 No. 6 pp.37-43.
Penz, E., Stöttinger, B. 2005. “Forget the „Real‟ Thing-Take the Copy! An
Explanatory Model for the Volitional Purchase of Counterfeit Products”.
Advances in Consumer Research. Vol. 32 pp. 568-75.
Phau, Ian; Teah, Min. 2009. “Devil wears (counterfeit) Prada: a study of
antecedents and outcomes of attitudes towards counterfeits of luxury
brands”. Curtin University of Technology, Perth, Australia. Journal of
consumer marketing .pp. 15-27.
Prendergast, G., Chuen, L.H., Phau, I. 2002. “Understanding Consumer Demand
for Non-deceptive Pirated Brands”. Marketing Intelligence & Planning.
Vol. 20 No.7 pp.405-16.
Rangkuti, Freddy. 2009. Riset Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Ekonomi IBII.
Santoso, Singgih dan Fandy Tjiptono. 2001. Riset Pemasaran (Konsep dan
Aplikasi dengan SPSS). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Scitovsky, T. 1992. The Joyless Economy: The Psychology of Human Satisfaction,
Revised. Oxford: Oxford University Press
Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Edisi 4 Jilid 2. Jakarta :
Penerbit Salemba Empat.
89
Shipman, A. 2004. “Lauding the Leisure Class: Symbolic Content and
Conspicuous?”
Shultz, C.J. and Soporito, B. 1996. “Protecting Intellectual Property Strategies and
Recommendations to Deter Counterfeiting and Brand Piracy in Global
Markets”. Columbia Journal of World Business. Vol. 31 No. Spring
pp.18-28.
Simamora, Bilson. 2004. Riset Pemasaran, Falsafah, Teori dan Aplikasi. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Solimun. 2005. Structural Equation Modeling. Surabaya: Universitas Katolik
Widya Mandala.
Steenhaut, S., van Kenhove, P. 2006. “An Empirical Investigation of the
Relationships Among a Consumer‟s Personal Values, Ethical Ideology and
Ethical Beliefs”. Journal of Business Ethics. Vol. 64 pp.137-55.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan kesepuluh. Bandung: CV
Alfabeta
Suprapti, Ni Wayan Sri. 2010. Perilaku Konsumen. Denpasar : Udayana Press.
Supranto. 1994. Statistik, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tom, G., Garibaldi, B., Zeng, Y., Pilcher, J. 1998. “Consumer Demand for
Counterfeit Goods”. Psychology & Marketing. Vol. 15 No.5, pp.405-21.
UU Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek
Vitell and Muncy, 1992. Understanding Ethical Decision-Making by Consumers
Wang, F., Zhang, H., Zang, H., Ouyang, M. 2005. “Purchasing Pirated Software:
an Initial Exaniation of Chinese Consumers”. Journal of Consumer
Marketing. Vol. 22 No.6, pp.340-51.
website Liputan 6 SCTV, 2010.
Wee, C.H., Tan, S.J., Cheok, K.H. (1995), “Non-price Determinants of Intention
to Purchase Counterfeit Goods: an Exploratory Study”. International
Marketing Review. Vol. 12 No.6, pp.19-46.
Yi, Y. 1990. “The Indirect Effects of Advertisements Designed to Change Product
Attribute Beliefs”. Psychology & Marketing. Vol. 7 pp.47-64.
Zhou, L., Hui, M.K. 2003. “Symbolic Value of Foreign Products in the People‟s
Republic of China”. Journal of International Marketing. Vol. 11 No.2,
pp.36-58.
90
90
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH FAKTOR SOSIAL DAN PERSONAL
TERHADAP SIKAP DAN NIAT BELI KONSUMEN
PADA BARANG FASHION PALSU DI KODYA DENPASAR
DAN KABUPATEN BADUNG
Dengan hormat,
Saya Mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
sedang mengadakan penelitian tentang pengaruh faktor sosial dan personal terhadap
sikap dan niat beli konsumen pada barang fashion palsu di Kodya Denpasar dan
Kabupaten Badung.
Nama : Tommy Hendro Trisdiarto
NIM : 0990662032
Jurusan : Manajemen Pemasaran
Bersama ini bermaksud untuk mengumpulkan data melalui penyebaran kuesioner
yang terkait dengan topik penelitian yang akan dilakukan. Sehubungan dengan hal
tersebut, mohon bantuan Bapak/Ibu agar berkenan mengisi kuesioner ini dengan lengkap,
jujur dan tanpa pengaruh dari pihak manapun. Angket kuesioner ini semata-mata hanya
untuk kepentingan ilmiah, di mana kerahasiaan jawaban yang diberikan dijamin
sepenuhnya.
Atas kerjasama dan bantuannya, saya ucapkan terima kasih.
Denpasar, Agustus 2011
Peneliti
Identitas Responden
1) Nama :
2) Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
3) Usia :
a. 17-26 tahun
b. 27-36 tahun
c. 37-46 tahun
d. 46-56 tahun
e. Di atas 56 tahun
91
LAMPIRAN 1 (Lanjutan)
4) Pekerjaan:
a. Mahasiswa
b. Karyawan swasta
c. PNS
d. Wiraswasta
5) Pendapatan individu perbulan:
a. < 1 juta rupiah
b. 1 < 3 juta rupiah
c. 3 > 5 juta rupiah
d. 5 juta rupiah keatas
6) Pernahkah anda membeli salah satu barang bermerek dibawah ini, bila iya, harap
lingkari pilihan dibawah ini. Pilihan bisa lebih dari satu.
a. Louis Vitton (LV)
b. Dolce & Gabbana (D&G)
c. Channel
d. Gucci
e. Prada
f. Burberry
g. Hermes
92
LAMPIRAN 1 (Lanjutan)
7) Pernahkah anda membeli barang bermerek (di atas) di salah satu tempat dibawah
ini, bila iya, tolong lingkari pilihan dibawah ini. Pilihan bisa lebih dari satu.
a. Discovery Shopping Mal (Centro), Kuta
b. Mal Bali Galeria, Kuta
c. Pertokoan area Kuta Square dan Kuta Centre
d. Ramayana Mal, Denpasar
e. Matahari Duta Plaza, Denpasar
f. Carrefour, Sunset Road, Kuta
g. Bali Collection, Nusa Dua
Berikanlah pendapat Anda tentang pernyataan di bawah ini.
Berikan nilai pada kolom sangat tidak setuju - sangat setuju sesuai dengan penilaian
Anda.
Keterangan:
TS : Tidak Setuju
KS : Kurang Setuju
CS : Cukup Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
No Pernyataan TS KS CS S SS
1 2 3 4 5
Faktor Sosial
1
Bila saya kurang memiliki informasi yang
cukup tentang sebuah produk, saya meminta
pendapat teman/keluarga
2 Penting bagi saya untuk orang lain
menyukai merek yang saya beli
3 Saya suka berbagi dengan orang lain
4 Saya berharap orang lain mau berbagi
dengan saya
Faktor Personal
5
Saya memastikan bahwa uang yang saya
keluarkan untuk membeli produk, benar-
benar sesuai dengan nilainya
6 Saya ingin menjadi yang pertama dalam
membeli produk bermerek
7 Saya menghargai kejujuran
93
No Pernyataan TS KS CS S SS
1 2 3 4 5
8 Sebuah rasa keberhasilan penting bagi saya
9 Membeli merek terkenal akan dapat
menaikkan derajat hormat dan status sosial
Sikap Terhadap Pemalsuan Barang
10 Barang palsu memiliki kualitas dan fungsi
yang mirip dengan barang asli
11 Pemalsuan barang merugikan pihak lain
12 Saya tidak khawatir dengan sanksi sosial
karena membeli barang palsu
13 Saya tidak khawatir dengan sanksi hukum
karena membeli barang palsu
Niat Beli
14
Saya memiliki niat membeli barang bermerk
pada tempat-tempat yang sudah disebut di
atas, yaitu di Discovery Shopping Mal
(Centro), Mal Bali Galeria, Pertokoan area
Kuta Square dan Kuta Centre, Ramayana
Mal, Matahari Duta Plaza, Carrefour Sunset
Road, Bali Collection Nusa Dua
15
Saya tidak takut untuk membeli barang
bermerk di tempat yg sudah disebut di atas,
yaitu di Discovery Shopping Mal (Centro),
Mal Bali Galeria, Pertokoan area Kuta
Square dan Kuta Centre, Ramayana Mal,
Matahari Duta Plaza, Carrefour Sunset
Road, Bali Collection Nusa Dua
16
Saya akan merekomendasikan kepada teman
dan keluarga, barang bermerek yang dijual
di tempat yang sudah disebut di atas, yaitu
di Discovery Shopping Mal (Centro), Mal
Bali Galeria, Pertokoan area Kuta Square
dan Kuta Centre, Ramayana Mal, Matahari
Duta Plaza, Carrefour Sunset Road, Bali
Collection Nusa Dua.
17
Saya akan membelikan teman barang
bermerek apabila mereka menitip beli
barang tersebut di tempat yang sudah
disebuat di atas, yaitu di Discovery
Shopping Mal (Centro), Mal Bali Galeria,
Pertokoan area Kuta Square dan Kuta
Centre, Ramayana Mal, Matahari Duta
Plaza, Carrefour Sunset Road, Bali
Collection Nusa Dua.
TERIMAKASIH
LAMPIRAN 1 (Lanjutan)
94
LAMPIRAN 2
DATA RESPONDEN
95
LAMPIRAN 2 (Lanjutan)
96
LAMPIRAN 3
Output SPSS, Tabulasi Silang Karakteristik Responden
97
LAMPIRAN 3 (Lanjutan)
Tabulasi Silang SES dan Pekerjaan
SES Pekerjaan
Persentase Swasta
1-3 juta 38 33,93%
3-5 juta 57 50,89%
> 5 juta 17 15,18%
Total 112 100,00%
98
LAMPIRAN 4
Persepsi Konsumen (Faktor Sosial)
99
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
100
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
Persepsi Konsumen (Faktor Personal)
101
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
102
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
103
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
104
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
Persepsi Konsumen (Sikap terhadap Barang Palsu)
105
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
106
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
107
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
Persepsi Konsumen (Niat Beli)
108
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
109
LAMPIRAN 4 (LANJUTAN)
110
LAMPIRAN 5
Uji Multikolinearitas
Matrix Determinan Korelasi Faktor Sosial X1 X2 X3 X4
1 0,404 0,197 0,283
0,404 1 0,226 0,5
0,197 0,226 1 0,329
0,283 0,5 0,329 1
Matrix Determinan Korelasi Faktor Personal X5 X6 X7 X8 X9
1 0,392 0,34 0,515 0,249
0,392 1 0,502 0,504 0,43
0,34 0,502 1 0,463 0,351
0,515 0,504 0,463 1 0,363
0,249 0,43 0,351 0,363 1
Matrix Determinan Korelasi Sikap Konsumen Y11 Y12 Y13 Y14
1 0,36 0,385 0,425
0,36 1 0,286 0,288
0,385 0,286 1 0,391
0,425 0,288 0,391 1
Matrix Determinan Korelasi Niat Beli Konsumen Y21 Y22 Y23 Y24
1 0,448 0,404 0,51
0,448 1 0,467 0,438
0,404 0,467 1 0,34
0,51 0,438 0,34 1
111
LAMPIRAN 6
Uji normalitas “Macro Minitab”
macro
input x.1-x.jmlcol n
mconstant i j n jcol totskor luas const
mcolumn di p qq rata2 x.1-x.jmlcol y.1-y.n skor
mmatrix vek vektran vmean mat cov hasil
Let n=count(x.1)
copy x.1-x.jmlcol mat
trans mat mat
cova x.1-x.jmlcol cov
invers cov cov
copy mat y.1-y.n
Rmean y.1-y.n rata2
copy rata2 vmean
do i=1:n
copy y.i vek
subtract rata2 vek vek
trans vek vektran
multi vektran cov hasil
multi hasil vek hasil
copy hasil y.i
enddo
copy y.1-y.n mat
trans mat mat
copy mat di
print di
do i=1:n
let p(i)=(i-1/2)/n
enddo
InvCdf p qq;
chis jmlcol.
let di=sort(di)
InvCdf 0.95 const;
chisquare jmlcol.
do i=1:n
if di(i)<=const
112
let skor(i)=1
else
Let skor(i)=0
endif
enddo
let totskor=sum(skor)
let luas=totskor/n
Note Ho : data berdistribusi multinormal
Note H1 : data tidak berdistribusi multinormal
# name luas='daerah dibawah kurva chi-square (%)='
print luas
if luas > 0.5
Note gagal Tolak Ho
Note Dan dapat disimpulkan bahwa data mengikuti distribusi
multinormal
else
Note tolak Ho
Note dan dapat disimpulkan bahwa data tidak mengikuti distribusi
multinormal
endIf
plot qq*di;
Title "Plot Uji
Multinormal"endMacro.
Normal Q-Q Plot of QQ
Standardized Observed Value
3210-1-2-3
Expe
cted
Nor
mal
Val
ue
3
2
1
0
-1
-2
-3
LAMPIRAN 6 (Lanjutan)
113
LAMPIRAN 7
Output Uji Validitas “Faktor Sosial” Dengan Menggunakan AMOS
Estimates (Group number 1 - Default model)
Scalar Estimates (Group number 1 - Default model)
Maximum Likelihood Estimates
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
X1 <--- Social Factors 1,000
X2 <--- Social Factors 1,700 ,416 4,089 *** par_1
X3 <--- Social Factors ,808 ,292 2,764 ,006 par_2
X4 <--- Social Factors 1,490 ,411 3,624 *** par_3
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate
X1 <--- Social Factors ,496
X2 <--- Social Factors ,740
X3 <--- Social Factors ,382
X4 <--- Social Factors ,674
Variances: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
Social Factors ,229 ,099 2,307 ,021 par_4
e1 ,702 ,110 6,407 *** par_5
e2 ,547 ,164 3,342 *** par_6
e3 ,875 ,129 6,797 *** par_7
e4 ,610 ,141 4,319 *** par_8
114
LAMPIRAN 7 (Lanjutan)
Total Effects (Group number 1 - Default model) Social Factors
X4 1,490
X3 ,808
X2 1,700
X1 1,000
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
Social Factors
X4 1,490
X3 ,808
X2 1,700
X1 1,000
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
Social Factors
X4 ,000
X3 ,000
X2 ,000
X1 ,000
Model Fit Summary RMR, GFI Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model ,038 ,985 ,926 ,197
Saturated model ,000 1,000
Independence model ,288 ,743 ,572 ,446
Baseline Comparisons
Model NFI
Delta1
RFI
rho1
IFI
Delta2
TLI
rho2 CFI
Default model ,949 ,848 ,979 ,932 ,977
Saturated model 1,000 1,000 1,000
Independence model ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
RMSEA Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model ,079 ,000 ,220 ,267
Independence model ,303 ,241 ,371 ,000
115
LAMPIRAN 8
Output Uji Validitas “Faktor Personal” Dengan Menggunakan AMOS
Estimates (Group number 1 - Default model)
Scalar Estimates (Group number 1 - Default model)
Maximum Likelihood Estimates
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
X9 ← Personal Factors 1,000
X8 ← Personal Factors 1,372 ,295 4,648 *** par_1
X7 ← Personal Factors 1,130 ,249 4,543 *** par_2
X6 ← Personal Factors 1,338 ,275 4,868 *** par_3
X5 ← Personal Factors 1,057 ,256 4,137 *** par_4
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate
X9 ← Personal Factors ,525
X8 ← Personal Factors ,736
X7 ← Personal Factors ,648
X6 ← Personal Factors ,723
X5 ← Personal Factors ,586
116
LAMPIRAN 8 (Lanjutan)
Variances: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
Personal Factors ,313 ,119 2,642 ,008 par_5
e9 ,825 ,123 6,684 *** par_6
e8 ,500 ,102 4,889 *** par_7
e7 ,553 ,092 5,988 *** par_8
e6 ,511 ,100 5,093 *** par_9
e5 ,670 ,106 6,334 *** par_10
Total Effects (Group number 1 - Default model) Personal Factors
X5 1,057
X6 1,338
X7 1,130
X8 1,372
X9 1,000
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
Personal Factors
X5 1,057
X6 1,338
X7 1,130
X8 1,372
X9 1,000
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
Personal Factors
X5 ,000
X6 ,000
X7 ,000
X8 ,000
X9 ,000
Model Fit Summary RMR, GFI Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model ,037 ,978 ,934 ,326
Saturated model ,000 1,000
Independence model ,360 ,587 ,381 ,392
117
LAMPIRAN 8 (Lanjutan)
Baseline Comparisons
Model NFI
Delta1
RFI
rho1
IFI
Delta2
TLI
rho2 CFI
Default model ,959 ,917 ,994 ,987 ,994
Saturated model 1,000 1,000 1,000
RMSEA Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model ,038 ,000 ,142 ,478
Independence model ,343 ,294 ,395 ,000
118
LAMPIRAN 9
Output Uji Validitas “Sikap Konsumen” Dengan Menggunakan AMOS
Maximum Likelihood Estimates
Regression Weights: (Group number 1 - Default model) Estimate S.E. C.R. P Label
Y13 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands ,918 ,214 4,286 *** par_1
Y12 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands ,779 ,211 3,689 *** par_2
Y11 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands 1,147 ,266 4,317 *** par_3
Y14 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands 1,000
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate
Y13 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of Luxury Brands ,588
Y12 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of Luxury Brands ,495
Y11 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of Luxury Brands ,679
Y14 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of Luxury Brands ,629
Variances: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
Attitudes towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands ,464 ,158 2,931 ,003 par_4
e12 ,739 ,131 5,657 *** par_5
e11 ,866 ,136 6,388 *** par_6
E10 ,711 ,157 4,533 *** par_7
E13 ,707 ,135 5,220 *** par_8
119
LAMPIRAN 9 (Lanjutan)
Total Effects (Group number 1 - Default model) Attitudes towards_Counterfeits_Of Luxury Brands
Y14 1,000
Y11 1,147
Y12 ,779
Y13 ,918
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
Attitudes towards_Counterfeits_Of Luxury Brands
Y14 1,000
Y11 1,147
Y12 ,779
Y13 ,918
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
Attitudes towards_Counterfeits_Of Luxury Brands
Y14 ,000
Y11 ,000
Y12 ,000
Y13 ,000
Model Fit Summary RMR, GFI Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model ,016 ,998 ,989 ,200
Saturated model ,000 1,000
Independence model ,334 ,720 ,534 ,432
Baseline Comparisons
Model NFI
Delta1
RFI
rho1
IFI
Delta2
TLI
rho2 CFI
Default model ,993 ,979 1,023 1,072 1,000
Saturated model 1,000 1,000 1,000
Independence model ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
RMSEA Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model ,000 ,000 ,122 ,831
Independence model ,307 ,244 ,374 ,000
120
LAMPIRAN 10
Output Uji Validitas “Niat Beli Konsumen” Dengan Menggunakan AMOS 18
Estimates (Group number 1 - Default model)
Scalar Estimates (Group number 1 - Default model)
Maximum Likelihood Estimates
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
Y22 ← Purchase Intention 1,089 ,216 5,033 *** par_1
Y21 ← Purchase Intention 1,098 ,198 5,552 *** par_2
Y23 ← Purchase Intention ,884 ,194 4,557 *** par_3
Y24 ← Purchase Intention 1,000
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate
Y22 ← Purchase Intention ,681
Y21 ← Purchase Intention ,705
Y23 ← Purchase Intention ,593
Y24 ← Purchase Intention ,661
Variances: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
Purchase Intention ,506 ,152 3,334 *** par_4
e15 ,694 ,135 5,124 *** par_5
e14 ,619 ,127 4,882 *** par_6
e16 ,731 ,121 6,033 *** par_7
e17 ,653 ,119 5,479 *** par_8
121
LAMPIRAN 10 (Lanjutan)
Total Effects (Group number 1 - Default model) Purchase Intention
Y24 1,000
Y23 ,884
Y21 1,098
Y22 1,089
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
Purchase Intention
Y24 1,000
Y23 ,884
Y21 1,098
Y22 1,089
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
Purchase Intention
Y24 ,000
Y23 ,000
Y21 ,000
Y22 ,000
Model Fit Summary RMR, GFI Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model ,038 ,985 ,925 ,197
Saturated model ,000 1,000
Independence model ,409 ,635 ,392 ,381
Baseline Comparisons
Model NFI
Delta1
RFI
rho1
IFI
Delta2
TLI
rho2 CFI
Default model ,968 ,903 ,987 ,960 ,987
Saturated model 1,000 1,000 1,000
Independence model ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
RMSEA Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model ,076 ,000 ,218 ,278
Independence model ,379 ,317 ,446 ,000
122
LAMPIRAN 11
Full Model SEM
123
LAMPIRAN 11 (Lanjutan)
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
Attitudes
towards_Counterfeits
_Of Luxury Brands
← Personal Factors ,545 ,182 3,000 ,003 par_7
Attitudes
towards_Counterfeits
_Of Luxury Brands
← Social Factors ,501 ,213 2,354 ,019 par_8
Purchase Intention ←
Attitudes
towards_Counterfei
ts_Of Luxury
Brands
,427 ,198 2,162 ,031 par_9
Purchase Intention ← Social Factors ,443 ,221 2,004 ,045 par_10
Purchase Intention ← Personal Factors ,395 ,188 2,100 ,036 par_11
X1 ← Social Factors 1,000
X2 ← Social Factors 1,851 ,445 4,159 *** par_1
X3 ← Social Factors ,737 ,281 2,626 ,009 par_2
X9 ← Personal Factors 1,000
X8 ← Personal Factors 1,427 ,301 4,733 *** par_3
X7 ← Personal Factors 1,174 ,255 4,593 *** par_4
X6 ← Personal Factors 1,317 ,273 4,818 *** par_5
X5 ← Personal Factors 1,047 ,253 4,137 *** par_6
Y13 ←
Attitudes
towards_Counterfei
ts_Of Luxury
Brands
,979 ,211 4,647 *** par_12
Y12 ←
Attitudes
towards_Counterfei
ts_Of Luxury
Brands
,824 ,207 3,989 *** par_13
Y11 ←
Attitudes
towards_Counterfei
ts_Of Luxury
Brands
1,190 ,241 4,936 *** par_14
Y22 ← Purchase Intention 1,115 ,197 5,653 *** par_15
Y21 ← Purchase Intention 1,049 ,178 5,880 *** par_16
Y23 ← Purchase Intention ,858 ,174 4,919 *** par_17
Y14 ←
Attitudes
towards_Counterfei
ts_Of Luxury
Brands
1,000
Y24 ← Purchase Intention 1,000
X4 ← Social Factors 1,512 ,397 3,803 *** par_18
124
LAMPIRAN 11 (Lanjutan)
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate
Attitudes
towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands
← Personal Factors ,474
Attitudes
towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands
← Social Factors ,366
Purchase Intention ← Attitudes towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands ,393
Purchase Intention ← Social Factors ,298
Purchase Intention ← Personal Factors ,316
X1 ← Social Factors ,480
X2 ← Social Factors ,780
X3 ← Social Factors ,338
X9 ← Personal Factors ,517
X8 ← Personal Factors ,754
X7 ← Personal Factors ,663
X6 ← Personal Factors ,702
X5 ← Personal Factors ,572
Y13 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands ,591
Y12 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands ,492
Y11 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands ,666
Y22 ← Purchase Intention ,690
Y21 ← Purchase Intention ,665
Y23 ← Purchase Intention ,565
Y14 ← Attitudes towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands ,593
Y24 ← Purchase Intention ,652
X4 ← Social Factors ,662
125
LAMPIRAN 11 (Lanjutan)
Variances: (Group number 1 - Default model) Estimate S.E. C.R. P Label
Z1 ,215 ,093 2,311 ,021 par_19
Z2 ,304 ,116 2,626 ,009 par_20
Z3 ,258 ,095 2,712 ,007 par_21
Z4 ,216 ,076 2,828 ,005 par_22
e1 ,716 ,107 6,678 *** par_23
e2 ,474 ,156 3,044 ,002 par_24
e3 ,908 ,129 7,034 *** par_25
e9 ,834 ,123 6,773 *** par_26
e8 ,469 ,096 4,880 *** par_27
e7 ,533 ,090 5,935 *** par_28
e6 ,543 ,097 5,575 *** par_29
e5 ,686 ,105 6,527 *** par_30
e12 ,717 ,119 6,003 *** par_31
e11 ,855 ,130 6,592 *** par_32
e10 ,712 ,134 5,307 *** par_33
e15 ,651 ,119 5,490 *** par_34
e14 ,659 ,115 5,758 *** par_35
e16 ,746 ,115 6,473 *** par_36
e13 ,741 ,124 5,977 *** par_37
e17 ,642 ,109 5,867 *** par_38
e4 ,628 ,134 4,697 *** par_39
Total Effects (Group number 1 - Default model)
Personal
Factors
Social
Factors
Attitudes
towards_Counter
feits_Of Luxury
Brands
Purchase
Intention
Attitudes
towards_Counterfeits_
Of Luxury Brands
,545 ,501 ,000 ,000
Purchase Intention ,627 ,657 ,427 ,000
X4 ,000 1,512 ,000 ,000
Y24 ,627 ,657 ,427 1,000
Y14 ,545 ,501 1,000 ,000
Y23 ,538 ,564 ,367 ,858
Y21 ,658 ,690 ,448 1,049
Y22 ,699 ,733 ,476 1,115
Y11 ,648 ,596 1,190 ,000
126
Personal
Factors
Social
Factors
Attitudes
towards_Counter
feits_Of Luxury
Brands
Purchase
Intention
Y12 ,449 ,413 ,824 ,000
Y13 ,533 ,491 ,979 ,000
X5 1,047 ,000 ,000 ,000
X6 1,317 ,000 ,000 ,000
X7 1,174 ,000 ,000 ,000
X8 1,427 ,000 ,000 ,000
X9 1,000 ,000 ,000 ,000
X3 ,000 ,737 ,000 ,000
X2 ,000 1,851 ,000 ,000
X1 ,000 1,000 ,000 ,000
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
Personal
Factors
Social
Factors
Attitudes
towards_Counte
rfeits_Of
Luxury Brands
Purchase
Intention
Attitudes
towards_Counterfeits_
Of Luxury Brands
,545 ,501 ,000 ,000
Purchase Intention ,395 ,443 ,427 ,000
X4 ,000 1,512 ,000 ,000
Y24 ,000 ,000 ,000 1,000
Y14 ,000 ,000 1,000 ,000
Y23 ,000 ,000 ,000 ,858
Y21 ,000 ,000 ,000 1,049
Y22 ,000 ,000 ,000 1,115
Y11 ,000 ,000 1,190 ,000
Y12 ,000 ,000 ,824 ,000
Y13 ,000 ,000 ,979 ,000
X5 1,047 ,000 ,000 ,000
X6 1,317 ,000 ,000 ,000
X7 1,174 ,000 ,000 ,000
X8 1,427 ,000 ,000 ,000
X9 1,000 ,000 ,000 ,000
X3 ,000 ,737 ,000 ,000
X2 ,000 1,851 ,000 ,000
X1 ,000 1,000 ,000 ,000
LAMPIRAN 11 (Lanjutan)
127
LAMPIRAN 11 (Lanjutan)
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
Personal
Factors
Social
Factors
Attitudes
towards_Counter
feits_Of Luxury
Brands
Purchase
Intention
Attitudes
towards_Counterfeits_Of
Luxury Brands
,000 ,000 ,000 ,000
Purchase Intention ,233 ,214 ,000 ,000
X4 ,000 ,000 ,000 ,000
Y24 ,627 ,657 ,427 ,000
Y14 ,545 ,501 ,000 ,000
Y23 ,538 ,564 ,367 ,000
Y21 ,658 ,690 ,448 ,000
Y22 ,699 ,733 ,476 ,000
Y11 ,648 ,596 ,000 ,000
Y12 ,449 ,413 ,000 ,000
Y13 ,533 ,491 ,000 ,000
X5 ,000 ,000 ,000 ,000
X6 ,000 ,000 ,000 ,000
X7 ,000 ,000 ,000 ,000
X8 ,000 ,000 ,000 ,000
X9 ,000 ,000 ,000 ,000
X3 ,000 ,000 ,000 ,000
X2 ,000 ,000 ,000 ,000
X1 ,000 ,000 ,000 ,000
Model Fit Summary
RMR, GFI
Model RMR GFI AGFI PGFI
Default model ,099 ,881 ,841 ,657
Saturated model ,000 1,000
Independence model ,289 ,462 ,394 ,410
128
LAMPIRAN 11 (Lanjutan)
Baseline Comparisons
Model NFI
Delta1
RFI
rho1
IFI
Delta2
TLI
rho2 CFI
Default model ,769 ,725 ,958 ,947 ,956
Saturated model 1,000 1,000 1,000
Independence model ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
RMSEA
Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model ,039 ,000 ,065 ,729
Independence model ,171 ,157 ,186 ,000