pengaruh budaya luar terhadap perkembangan …

13
Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 117 Pengaruh Budaya Luar terhadap Perkembangan Masyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129 PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN MASYARAKAT BULUNGAN: STUDI PENDAHULUAN* Nugroho Nur Susanto** Abstrak. Bulungan terletak pada kawasan geografis yang dilalui oleh Sungai Kayan. Sungai tersebut adalah urat nadi lalu lintas yang sangat penting dalam melancarkan interaksi manusia, budaya, dan perdagangan pada masa lampau. Intensitas interaksi dengan kebudayaan dari luar dan ekskpansi politiklah yang pada akhirnya mendorong adanya perubahan-perubahan pada aspek sosial-budaya, ideologi, dan politik. Kajian ini dilakukan melalui studi pustaka dan pengamatan langsung di lapangan. Hasil kajian menunjukkan kedatangan Islam telah mengubah perspektif sosial-budaya masyarakat asli Bulungan dan sistem pemerintahan yang berlandaskan Islam. Di lain pihak, kedatangan Belanda di Bulungan dilandasi oleh tujuan eksploitasi dan penguasaan tambang minyak bumi, yang akhirnya melemahkan kekuasaan politik Kaselutanan Bulungan. Kata kunci: Makulit, Kayan, Kenyah, Tunjung, Tidung, Sungai Kayan, religi asli, Islam, imperialisme, Belanda, Brunei Artikel masuk pada 26 Agustus 2012 Artikel selesai disunting pada 23 September 2011 Abstract. THE INFLUENCE OF FOREIGN CULTURES ON THE DEVELOPMENT OF BULUNGAN’S SOCIETY: PRELIMINARY STUDIES. Bulungan lies in the geographic region sliced by the Kayan River. The river is the vital traffic artery to accelerate interaction of humans, cultures and trades in the past. The intensity of interaction with foreign cultures and political expansion ultimately pushed the changes in the socio-cultural, ideological, and political aspects of the Bulungan people. The research was conducted by literature study field observations. The results indicate the arrival of Islam has changed the socio-cultural perspective of indigenous people of Bulungan and convert the government system which based on Islam. On the other hand, the arrival of the Dutch in Bulungan was derived from the intention of exploiting and controling the petroleum mining, which ultimately had weaken the political power of Kesultanan Bulungan. Keywords: Makulit, Kayan, Kenyah, Tunjung, Tidung, Kayan River, indigenous religion, Islam, imperialism, Dutch, Brunei * Makalah pernah diseminarkan dalam Evaluasi HasilPenelitian Arkeologi di Solo pada tanggal 3-7 September 2012 Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan; Telepon (0511) 4781716; Facsimile (0511) 4781716 ** Penulis adalah Peneliti Madya pada Balai Arkeologi Banjarmasin, email: [email protected]

Upload: others

Post on 28-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 117

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGANMASYARAKAT BULUNGAN: STUDI PENDAHULUAN*

Nugroho Nur Susanto**

Abstrak. Bulungan terletak pada kawasan geografis yang dilalui oleh Sungai Kayan. Sungai tersebut adalah urat

nadi lalu lintas yang sangat penting dalam melancarkan interaksi manusia, budaya, dan perdagangan pada masa

lampau. Intensitas interaksi dengan kebudayaan dari luar dan ekskpansi politiklah yang pada akhirnya mendorong

adanya perubahan-perubahan pada aspek sosial-budaya, ideologi, dan politik. Kajian ini dilakukan melalui studi

pustaka dan pengamatan langsung di lapangan. Hasil kajian menunjukkan kedatangan Islam telah mengubah

perspektif sosial-budaya masyarakat asli Bulungan dan sistem pemerintahan yang berlandaskan Islam. Di lain

pihak, kedatangan Belanda di Bulungan dilandasi oleh tujuan eksploitasi dan penguasaan tambang minyak bumi,

yang akhirnya melemahkan kekuasaan politik Kaselutanan Bulungan.

Kata kunci: Makulit, Kayan, Kenyah, Tunjung, Tidung, Sungai Kayan, religi asli, Islam, imperialisme, Belanda,

Brunei

Artikel masuk pada 26 Agustus 2012 Artikel selesai disunting pada 23 September 2011

Abstract. THE INFLUENCE OF FOREIGN CULTURES ON THE DEVELOPMENT OF BULUNGAN’S

SOCIETY: PRELIMINARY STUDIES. Bulungan lies in the geographic region sliced by the Kayan River. The river

is the vital traffic artery to accelerate interaction of humans, cultures and trades in the past. The intensity of

interaction with foreign cultures and political expansion ultimately pushed the changes in the socio-cultural,

ideological, and political aspects of the Bulungan people. The research was conducted by literature study field

observations. The results indicate the arrival of Islam has changed the socio-cultural perspective of indigenous

people of Bulungan and convert the government system which based on Islam. On the other hand, the arrival of

the Dutch in Bulungan was derived from the intention of exploiting and controling the petroleum mining, which

ultimately had weaken the political power of Kesultanan Bulungan.

Keywords: Makulit, Kayan, Kenyah, Tunjung, Tidung, Kayan River, indigenous religion, Islam, imperialism, Dutch,

Brunei

* Makalah pernah diseminarkan dalam Evaluasi HasilPenelitian Arkeologi di Solo pada tanggal 3-7 September 2012

Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan;Telepon (0511) 4781716; Facsimile (0511) 4781716

** Penulis adalah Peneliti Madya pada Balai Arkeologi Banjarmasin, email: [email protected]

Page 2: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin118

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

A. Pendahuluan

Masyarakat Bulungan adalah merekayang diikat oleh satu keturunan yang berasaldari etnis Hupan atau Dayak Kayan, yang telahbercampur dan dipengaruhi oleh tradisiagama Islam dan bernaung di bawah institusikekuasaan Kesultanan Bulungan. Gelar bagibangsawan keturunan Kesultanan Bulunganadalah Datu’, misalnya Datu’ Mansyur danDatu’ Makmun. Pusat pemukiman keturunanSultan Bulungan berada tidak jauh dari aliranSungai Kayan.

Sungai Kayan (576 Km) mengalir di tigawilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Malinau,Kabupaten Bulungan, dan Kabupaten TanaTidung (Tim Badan Pusat Statistik KabupatenBulungan 2010, 3). Peran penting SungaiKayan sebagai jalur transportasi sangat terasapada saat belum dikenalnya jalan daratsebagai penghubung antara daerah luar pulaudengan daerah pedalaman. Berkat SungaiKayan terjadilah perkenalan antarkomunitas,interaksi antarbudaya, dan pertukaran hasilbumi. Aktivitas kemajuan budaya pun sangattergantung dengan intensitas interaksimanusianya dan usaha penaklukan alam.Lebatnya hutan belantara, derasnya arus, danbanyaknya riam, khususnya di bagian hulu,setidaknya telah menghambat arustransportasi. Ini merupakan tantangan alamyang menjadi salah satu faktor menghambat,sehingga masuknya arus budaya dari luarlambat..

Folklore asal-usul nenek moyangmasyarakat Bulungan memberikan gambaranbahwa perubahan itu terjadi karena dua ataulebih komunitas bertemu, yaitu komunitasterdahulu yang asli ( indegeneus) dan

1 Jauwiru meninggalkan tiga benda magis yang perlu selalu dipelihara, yaitu (1) dayang; (2) kedabang atau penutup kepala;dan (3) kerkepan atau alat untuk mengambil padi (ani-ani). Lahai berusaha mendapatkan dan membawanya ke hilir.

pendatang. Jauh sebelum kemunculanKerajaan Bulungan ada legenda mengenainenek moyang masyarakat Bulungan.Berdasarkan cerita rakyat, masyarakatBulungan berasal dari etnis Kayan yangmenyebut kelompoknya sendiri sebagai etnisHupan. Semula, mereka bermukim di LongPayang, yaitu salah satu cabang dari LongPujungan yang sekarang menjadi wilayahadministrasi Kabupaten Malinau.Perkampungan itu dulunya hanya berupa duabuah Lamin (rumah panjang) yang dihuni olehsekitar 100 orang. Dalam komunitas inihiduplah sepasang suami-istri, yang bernamaKuanyi. Suami-istri ini sudah lamamenginginkan anak, tetapi belum jugadikaruniai anak. Pada saat berburu, iadikejutkan oleh suara tangisan bayi laki-lakiyang berasal dari ruas bambu besar (betung)yang kemudian beri nama Jauwiru, danseorang bayi perempuan yang berasal darisebutir telur yang kemudian diberi namaLemlai Suri. Sebagai pasangan suami-istriyang sekaligus menjadi tetua kampung, halini tentu sangat membahagiakan. Kedua anakyang didapat secara gaib itu kelak dijodohkandan memimpin komunitasnya. Pada saatKuwanyi meninggal Jauwirulah penggantinya.Pasangan Jauwiru dan Lemlai Suri dikaruniaianak yang bernama Paran Anyi. Selanjutnya,dalam perkawinannya, Paran Anyi tidakmemiliki putra laki-laki, tetapi memiliki anakperempuan yang bernama Lahai Bara, yangkemudian dinikahi oleh Wan Paren1 (Anonim1976). Kisah lainnya menyebutkan bahwaLahai Bara menikah dengan Jau Anyi. TokohLahai Bara, menjadi awal perubahan dimanaia berusaha keluar dari komunitasnya.

Page 3: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 119

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

Sebelum meninggal Jau Anyi berpesan untukmembawa lungun ke hilir Sungai Payang. Haltersebut dicegah oleh saudara-saudaranya.Namun, karena suatu amanat maka pesantetap dilaksanakan. Lahai Bara mengikuti arussungai menuju hilir, atas kesaktiannya munculpulau di tengah sungai yang disebut busangmanyun (Pulau Hanyut). Tidak jauh dari PulauHanyut, di sebelah hilir terdapat peninggalanyang seperti “menhir”, konon peninggalan iniadalah makam Lahai Bara2 (Foto 1).

2 Di Long Pelban, wilayah Kecamatan Peso, di tepian aliran Sungai Kayan, Tim Balai Arkeologi Banjarmasin pada tahun2012 masih dapat menemukan batu tegak dua buah, tetapi dalam keadaan terpenggal. Menurut narasumber, pada 1990-an di depan batu tegak ini terdapat dua buah patung. Pada saatsurvei dilakukan, kedua patung tersebut telah hilang karenadicuri.

Lebih lanjut diceritakan, dari perkawinanLahai Bara dan Wan Paren lahirlah Si Baraudan seorang putri bernama Simun Luwang.Simun Luwanglah yang membawa lungunLahai Bara, sehingga dimakamkan di LongPelban. Hal tersebut mendapat tantangan dariSi Barau, saudaranya. Oleh karena itu,keturunan Simun Luwang (masyarakatBulungan) tidak boleh mengujungi MakamLahai Bara di Long Pelban. Hal tersebut masihdipercaya hingga saat ini (Anonim 1976).

Simun Luang yang dianggap telahmeninggalkan komunitasnya, terus menuju kearah hilir hingga sampai di Baratan. Ia punmenikah dengan Sadang. Dari perkawinan ini,lahirlah tokoh Asung Luwang. Pada saat AsungLuwang beranjak dewasa, ada seorangbangsawan Brunei bernama Datuk Mencang,yang saat itu sedang menyusuri Sungai Kayandan berlabuh. Datuk Mancang berhasilmemperistri Asung Luwang. Di komunitas itu,Datuk Mencang membangun sistempemerintahan yang teratur dan maju. Olehkarena itu, Datuk Mencang (1555-1594)dianggap sebagai peletak dasar Kesultanan

Bulungan. Raja-raja awal ini kemudianbergelar Wira (ksatria), pemerintahan yangmulai teratur ini dilanjutkan oleh menantuDatuk Mencang, bernama Singa Laut, karenaperkawinan Datuk Mencang dengan AsungLuwang tidak dikaruniai anak laki-laki. DatuSinga Laut konon berasal dari Zulu (Filipina),memerintah dari tahun 1594-1618. PengaruhIslam pun dominan dan menguat ke dalamsistem pemerintahan, dan pada akhirnyapenguasa tertinggi bergelar sultan.

B. Situasi Sosial Budaya di Daerah AliranSungai Kayan

Perubahan dalam suatu komunitas akanterjadi disebabkan oleh dua hal. Pertama,adanya inovasi yaitu penciptaan, modifikasiatau peningkatan daya cipta, dan kreasi yangterjadi di dalam internal kelompok masyarakat.Jenis faktor perubahan ini dimungkinkanakibat dari hasil olah budi, pemikiran, danperilaku yang berulang-ulang, baik secaraindividu, maupun secara komunal. Proses initerjadi di dalam kelompok mereka sendiri.Kedua, proses difusi atau penyebarankebudayaan, yaitu perubahan yang terjadiakibat pengaruh eksternal, yang kemungkinandisebabkan oleh kedatangan atau pergaulandengan komunitas lain. Pengaruh ini dapatterjadi baik secara individu atau kelompok.Perubahan dapat secara sepihak ataupunterjadi secara timbal balik antarmasyarakatdengan budaya atau komunitas lain. Hal inidapat terjadi dengan cara damai atau punakibat invasi. Penaklukan atau perebutan

Page 4: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin120

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

3 Ani-ani merupakan alat memotong padi, walau kurang efisien dibandingkan sabit, tetapi sangat popular di Asia Tenggara.Berdasarkan cerita rakyat, alat ini lebih berkenan bagi Dewi Sri (Dewi Padi). Di samping itu, ani-ani memiliki fungsipraktis, khususnya untuk padi di perbukitan. Petani dapat menuai batang-batang padi yang telah masak dan membiarkannya,hingga waktu tertentu sesuai keinginan (Reid 2011, 32-33)

suatu daerah kekuasaan sering terjadi dimasyarakat pada zaman dahulu dan menjadisalah satu bentuk interaksi.

Hasil dari proses inovasi dan difusi iniberpengaruh dalam berbagai aspek budayadan cara hidup. Perubahan itu misalnyadalam hal tingkah laku kehidupan sehari-hari,kebiasaan pola konsumsi, dan dalamberpakaian, hingga pada hal yang lebihkompleks. Pengaruh budaya luar telahmengubah jenis makanan pokok masyarakatyang semula sagu hutan menjadi berasgunung. Dulu, masih banyak tanaman saguhutan, umbut tanaman tertentu yang biasadikonsumsi, ikan air tawar, dan binatangburuan. Berbeda dengan sekarang, saguhanya dikonsumsi oleh sebagian kecilmasyarakat, misalnya komunitas DayakBerusu, di daerah Sekatak. Pada saat ini, sagutidak lagi menjadi makanan pokok, tetapihanya sebagai makanan tambahan saja. Halyang lebih kompleks terlihat pada perubahantradisi dan agama, yaitu perubahan yangdibawa oleh para penyiar agama Islam dankedatangan bangsa Barat yang membawaajaran agama Nasrani.

Sosial budaya masyarakat DAS (daerahaliran sungai) Kayan banyak mengandalkanhasil bumi dan kondisi kekayaan alamnya.Dalam perdagangan tentu membutuhkanlokasi tempat untuk bertemu, antara pedagangdan pembeli atau dua pihak yang tukar-menukar komoditas (barter), sedangkansarana transportasi yang memadai sulitdipenuhi. Dengan kondisi sungai yang tidakmendukung ini, sektor pertanian dan

perladangan mendominasi cara hidup danmata pencaharian masyarakatnya. Namundemikian, hingga saat ini belum ada dataertanggalan yang menguatkan kapan terjadiperubahan pola konsumsi makanan pokok,dari sagu gunung ke makanan pokok beras diDAS Kayan. Namun demikian, cerita-ceritarakyat dapat dihubungkan dengan perkenalanawal domestifikasi padi melalui alat-alatpertanian, misalnya tugal, ani-ani, dan lesung,serta lumbung padi. Pada saat Lahai Barameninggalkan saudara-saudaranya, ada tigabenda penting yang dibawa, yaitu ani-ani,dayung, dan topi pandan, selain lungun orangtuanya3. Benda-benda demikian umumnyasarat dengan cerita mistik, serta dihormati.

Adapun perubahan juga dirasakanterhadap jenis bahan pakaian mereka, yangsemula berbahan serat kulit kayu menjadibahan sejenis kain. Hal ini masih dapat dirunutdari laporan-laporan perjalanan orangBelanda dan orang Inggris sekitar abad 18Masehi (Carl Box dan Wallace). Pada acaraadat, mereka kadang masih menggunakanpakaian berbahan serat kayu hinggasekarang. Dahulu, kebutuhan akan papanatau perumahan biasanya dipenuhi dalambentuk bangunan komunal berupa rumahlamin, sebutan masyarakat adat di KalimantanTimur, atau rumah betang, sebutan rumahpanjang pada masyarakat adat di KalimantanTengah atau rumah panjang untuk sebutanrumah komunal bagi masyarakat adat diKalimantan Barat. Bentuk bangunan rumahtersebut terkait dengan faktor keamanan,kebersamaan, dan jiwa gotong royong dalam

Page 5: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 121

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

mengatasi permasalahan keseharian,pekerjaan berkala, misalnya dalamperladangan, pertanian dan ritual upacara.Dahulu, penyerangan antarkelompokmerupakan hal biasa dan sering terjadi.Rumah lamin dibuat panggung dengan tiangtinggi dan tangga rumah pun dibuat tidakpermanen sehingga dapat dipindahkan-pindahkan. Selain itu, bangunan panggungjuga bertujuan untuk menghindari seranganbinatang buas dan menghindari jangkauantombak musuh. Ruang dalam rumah panjangdibuat berderet untuk mempermudahpengorganisasian pekerjaan secarabersama-sama, baik dalam berburu,pengerjaan sawah atau huma maupunpelaksanaan upacara adat. Pada kegiatan testpit penelitian eksplorasi di Long Ampung,ditemukan juga sisa-sisa lamin (Gunadi 2006).Sementara itu, penelitian eksplorasi padatahun 2012 ini mendapatkan informasimengenai lamin yang terdapat di Long Pelban,di wilayah Kecamatan Peso’ dan di BukitPejangan, berdekatan dengan Gua Pejanganyang menjadi lokasi penguburan masyarakatDayak Kayan. Hingga saat ini, di seberangBukit Pejangan ini masih banyak pendudukKayan yang bermukim di Desa Mara,Kecamatan Tanjung Palas Barat.

Selain pengaruh terhadap aspekkehidupan pokok sehari-hari, pengaruh dariluar atau komunitas lain juga terjadi padasesuatu yang sulit berubah, yaitu sistem religi,kepercayaan atau agama.

C. Religi di Daerah Aliran Sungai KayanReligi atau kepercayaan merupakan

aspek budaya yang paling penting, sekaligussulit untuk berubah. Kepercayaan memilikikedudukan yang penting, karena unsurbudaya ini akan mewarnai dalam segala

kegiatan dan tingkah laku dalam kehidupansehari-hari atau dalam upacara-upacara daurhidup. Namun demikian, dengan cara damaidan perjalanan waktu yang panjang, lambatlaun aspek religi atau kepercayaan ini bisaberubah. Perubahan ini tentu tidak serta mertadan menyeluruh, tetapi bersifat sporadis danparsial. Data arkeologi menunjukkan hal-haldemikian. Pada situasi tertentu unsur religi asli,kadang muncul dan mewarnai dalamkehidupan sehari-hari.

Pada sekitar 1930, Schneebergermengunjungi daerah Long Pujungan, LongPelung, dan Long Brini dalam rangka surveigeologi. Dalam survei ini, Schneebergermelaporkan adanya urn-dolmen. Pada tahun1987, Baier melaporkan peninggalan kuburbatu di Long Pujungan, yang sekarang masukdalam wilayah Kabupaten Malinau, sertasejumlah sarkofagus dan tempayan dolmendi daerah Apo Kayan (Sellato 1999, 397-398).Mulai tahun 1991, hingga 1996 BernardSellato mengadakan beberapa survei denganpendekatan multidisipliner di Long Pujungan,Kerayan, dan hulu Sungai Kayan. Di antaranyamelibatkan Karina Arif in dan beberapaarkeolog dari Universitas Indonesia. Penelitiandi Apau Ping, daerah Sungai Lurahmenemukan situs kubur batu, dolmen, menhir,dan peninggalan penting lainnya. DiKecamatan Kerayan, Sellato dan Karinamenemukan situs temuan menhir, pahatanmanusia, terupun, dan lesung batu (Sellato1999, 398-436). Pada aliran Sungai Kayandiperoleh data sebelum orang Kenyah datang,daerah di hulu Kayan ditinggali olehkomunitas masyarakat “kayan”. Tercatat ada45 situs. Tiga puluh situs di antaranyamerupakan situs sebelum kedatanganmasyarakat Kenyah, dan selebihnyamendapat pengaruh Kenyah, 12 situs kuburan

Page 6: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin122

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

batu, 5 situs terdapat batu berukir.Berdasarkan informasi dari Bernard Sellato,sebagian situs ini telah dikunjungi olehSiereverd pada 1929, Tilema pada 1938,Harison pada tahun1959, dan Baier padatahun 1992. Sellato sendiri mengadakankunjungan pada 1992 sampai 1999 (Sellato1999, 403).

Pada tahun 2006 Gunadi dkk dari BalaiArkeologi Banjarmasin mengadakan surveiuntuk menemukenali kembali situs yangdisebutkan Sellato, antara lain, mengunjungiLidung Payau, situs Batu Tukung di huluSungai Kayan4, situs di Long Uro’ dan JumanLawang di Long Nawang (Gunadi 2006, 2-9).Pada survei di Desa Long Ampung, pinggir

4 Di Lidung Payau, sekarang terkumpul batu pahat dari berbagai situs di sekitarnya, yaitu dari Long Sungan (Gambarmanusia dipahat pada batu), dan dari situs Sawah Angen (batu tegak). Hal ini dilakukan untuk mempermudahpengamanan. Batu –batu ini sempat dicuri hingga dibawa ke Tarakan dengan menumpang pesawat terbang, beruntungmasih ada petugas yang menyelamatkannya. Dan dikembalikan di Lidung Payau, hulu Sungai Kayan.

Foto 1. Makam Lahai Bara di hulu Long Pelban,Kecamatan Peso (dok. Balai Arkeologi

Banjarmasin 2012)

Foto 2. Erang Dau di Desa Long Ampung (dok.Balai Arkeologi Banjarmasin 2006)

Foto 3. Salung Ipui di Desa Long Lejuh,Kecamatan Peso (dok. Balai Arkeologi

Banjarmasin 2012)

Foto 4. Situasi di dalam Gua Pejangan, DesaMara, Kecamatan Tanjung Palas Barat (dok.

Balai Arkeologi Banjarmasin 2012)

Page 7: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 123

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

Sungai Kayan, tim menemukan situs yangluput dari pengamatan peneliti terdahulu, yaitubatu Erang Dau. Situs ini oleh masyarakat,sengaja dirahasiakan, karena tidak sejalandengan iman agama Kristen (dogma gereja),dan dianggap sebuah kepercayaanpaganisme. Batu Erang Dau adalah batutegak, mirip profil manusia, terbuat dari batumonolit, berukuran tinggi 70-an cm (sebagaiinduk), dan disertai tiga batu bulat, seperti telur(sebagai anaknya) dengan diameter bervariasiantara 7-12 cm (Foto 2).

Pada kegiatan eksplorasi peninggalan diDAS Kayan tahun 2012 ini ditemukan dua jenispenguburan di tiga wilayah yang berbeda.Jenis penguburan pertama, menggunakanlungun yang dikumpulkan dalam sebuahrumah-rumahan yang khas, disebut sebagaisalung. Sistem penguburan ini ditemukan diLong Gelo dan di Long Lejuh (Foto 3), yaitu didaerah hilir dari Long Pelban, hulu dari LongBia di wilayah Kecamatan Peso. Lokasi keduasalung tersebut berada di pinggir SungaiKayan. Menurut informasi penduduk, sistempenguburan ini milik masyarakat adat DayakMakulit. Bangunan salung ditopang oleh tiangyang berjumlah sembilan buah dan dilengkapigong sebagai alat penanda. Jenis penguburanyang kedua ditemukan di seberang DesaMara, di Bukit Pejangan, yaitu penguburandengan lungun yang diletakkan di dalam gua(Foto 4). Di Gua Pejangan inilah komunitasDayak Kayan menempatkan lungun-lungunnya, tradisi ini masih dilaksanakanhingga 1960-an.

Tidak diragukan lagi bahwa manusiaselalu ingin mencari hakekat kehidupan. Halyang termasuk hakekat dan selalu aktual untukdipertanyakan adalaha apa tujuan hidup,untuk apa ia hidup, dan atas pertolongansiapa untuk keluar dari kesulitan hidup. Salah

satu media penyalurannya tergambar dalamsistem religi, yang diaktualisasikan dengantradisi megalitik. Dengan demikian, tidakmengherankan jika tradisi megalitik yanghampir tersebar di seluruh duniamenggambarkan sistem religi dan menjawabpertanyaan tersebut. Premis dasar dari setiapreligi adalah kepercayaan akan adanya jiwa,sesuatu yang bersifat supranatural, dankekuatan supernatural. Lebih lanjut, religimempunyai fungsi di antaranya mengurangikegelisahan dan menjawab atas hal-hal di luarjangkauan pikirannya, seperti bencana,penyakit, dan kematian (Thomas 1979 videPrasetyo 2004, 1-3). Komunitas etnis dipedalaman Kalimantan, khususnya daerahaliran Sungai Kayan menggambarkan tradisireligi, antara lain dalam hal pemujaan danpenguburan yang merupakan salah satuaspek upacara daur hidup dan mati. Sellatotelah mendeskripsikan berbagai peninggalandan komunitas yang mendiami daerah utara,antara lain Long Brini, Kayan Mentarang, dansekitar Long Bahau. Wujud dari gagasandalam religi diaktualisasikan dalam benda,misalnya dalam bentuk tinggalan megalitik.Sebagai objek yang dipuja, seperti erang daudan wadah kubur materialisasi dari upacarapenguburan.

Pada saat ini, kemudahan transportasidan keinginan menjelajah ke luar daerahmenyebabkan telah terjadi polarisasipenduduk. Selain Dayak Makulit dan DayakKayan di sepanjang DAS Kayan, banyak pulakomunitas lain, seperti Dayak Kenyah, DayakTunjung, dan Tidung. Meskipun demikian,aspek religi di daerah hulu Sungai Kayan relatifkuat dan dipertahankan dari generasi kegenerasi sehingga sulit berubah. Pergeseranterjadi sedikit demi sedikit, yaitu darikepercayaan agama tradisi ke agama

Page 8: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin124

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

monotheistik, pada sekitar 1970-an semenjakdatangnya para misionaris agama Kristen.

Di Long Ampung, wilayah Malinau untukmisi agama mengandalkan transportasiudara, yaitu melalui penerbanganMAF(Mission Aviation Fellowship). Daerahhulu Kayan terdapat banyak jeram, sehinggatidak memungkinkan dikembangkantransportasi sungai, sedangkan transportasidarat sulit dilakukan karena menembus hutanrimba. Wilayah Kecamatan Long Peso’, yaituwilayah di perbatasan antara KabupatenMalinau dengan Bulungan misi penyebaranagamanya masih memungkinkanmenggunakan transportasi sungai. MelaluiGereja Kemah Injil di Long Bia, kepercayaanlama lambat laun digantikan olehkepercayaan agama Kristen. Peran sungaisebagai jalur transportasi penyebarankepercayaan baru, rupanya juga dilakukanoleh penyebar agama Islam. Adanya tinggalanbatu tegak di Long Pelban, hulu Long Peso’menimbulkan pertanyaan adakah hubunganatau kaitan dengan nisan seperti tradisi Islam?Hal tersebut perlu penelitian lebih lanjut.

Dahulu, Lokasi gereja di Long Ampungmerupakan bekas tempat penguburanmasyarakat Kayan, mungkin seperti salung,yang didasarkan pada ciri f isik yangdisebutkan oleh tetua adat pada saat proseswawancara (Gunadi 2006). Bangunan inikemudian dihilangkan dan diratakan dengantanah. Sebagai simbol kemenangan agamabaru atas kepercayaan setempat, maka lokasitersebut yang merupakan puncak sebuahbukit, kemudian diperuntukkan sebagai lokasigereja. Tidak jauh dari lokasi gereja ini,masyarakat masih menyimpan Erang Dao.Pihak gereja melarang memunculkan

D. Interaksi dengan Pendatang

Komunitas di daerah jalur perdaganganinternasional atau kota pantai, misalnya diSumatera atau Jawa pada abad 15 Masehi,sudah begitu maju. Perkenalan dan interaksiperdagangan dengan bangsa lain sudahberjalan intensif dan lancar. Berita paramusafir dunia pun sering mengabarkantentang pengalaman mereka danmendeskripsikan semua yang dilihat. Akantetapi, lain halnya dengan daerah pedalamanyang hanya dapat ditembus oleh sungai, tidakbegitu ramai, berarus deras, dan hampir tidakmempunyai komoditas yang penting, sepertihalnya Sungai Kayan.

Reid menyebutkan bahwa periode antaratahun 1450 hingga 1680 adalah kurunperniagaan. Di kawasan Asia Tenggara,interaksi dagang berjalan dengan relatifdamai walaupun tidak berarti tanpapeperangan, dan berjalan dengan intensifdalam pemenuhan kebutuhan. Kebudayaanmengalami perkembangan denganmunculnya kota-kota niaga. Akan tetapi,‘revolusi niaga’ pada pertengahan abad ke-17 Masehi secara radikal merosot,perniagaan internasional kalah denganmonopoli dagang Belanda dan atau Inggris(Reid 2011, 264-278).

Pada kurun niaga tersebut, di PulauBorneo atau Kalimantan, telah mucul kota-kota niaga terpenting, yang berkonotasidengan institusi kekuasaan, antara lainBrunei, Banjarmasin, Sukadana, dan Kutai(Reid 2011, 12). Kota niaga tetangga yang

kembali kepercayaan lama ini, karenadianggap mencemari keimanan.

Page 9: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 125

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

5 Pada abad 14 Masehi institusi kekuasaan di Brunei telah terorganisasi, yaitu dimulai oleh Sultan Muhammad Shah yangmemerintah dari tahun 1363 - 1402. Semula ia bernama Alalak Betatar. Berturut-turut digantikan Sultan Abdul Majid Hasan(1402 - 1408), Sultan Ahmad (1408 - 1425), Sultan Sharif Ali (1425 - 1432), Sultan Sulaiman (1432 - 1485), Sultan Bolkiah(1485 - 1524). Sultan Abdul Kahar (1524 - 1530), dan Sultan Saiful Rizal (1533 - 1581). Pada tahun 1578, Brunei diserangoleh Spanyol di Manila (Sumber: kakniam.wordpres.com/2011/07/28/sejarah-brunei-darusalam). Sedangkan KesultananSulu juga lebih awal muncul, memiliki pemerintahan teratur dan telah mengenal Islam, yaitu sejak abad 13 Masehi.Perkembangan awal agama Islam di Filipina memiliki sejarah panjang, sebagaimana kedatangan Islam ke kawasan AsiaTenggara secara umum, hampir bersamaan di Sumatera dan Jawa. Menurut cendekiawan Muslim Filipina, AhmedAlonto, berdasarkan bukti-bukti sejarah, Islam datang ke Filipina pada tahun 1280. Muslim pertama yang datang adalahSherif Macdum (Sharif Karim al-Makhdum) yang merupakan seorang ahli fikih. Kedatangannya kemudian diikuti olehpara pedagang Arab dan pendakwah. Pada mulanya dia tinggal di kota Bwansa, di mana rakyat setempat dengansukarela membangun masjid dan banyak yang ikut meramaikan masjid. Secara bertahap beberapa kepala suku setempatmenjadi Muslim. Kemudian dia juga mengunjungi beberapa pulau lain. Makamnya dipercaya terdapat di Pulau Sibutu.Selain orang Arab, umat Islam India, Iran, dan Melayu datang ke Filipina, menikah dengan penduduk lokal dan mendirikanpemerintahan di kepulauan Filipina. Salah seorang pendiri pemerintahan itu adalah Sherif Abu Bakar, yang berasal dariHadramaut yang datang ke kepulauan Sulu melalui Palembang dan Brunei. Dia menikah dengan putri Pangeran Bwansa,Raja Baginda, yang sudah beragama Islam. Ayah mertuanya menunjuknya sebagai pewaris. Setelah menggantikanmertuanya, dia menjalankan pemerintahan dengan hukum Islam serta dengan memperhatikan adat istiadat setempat.Dengan demikian, dia bisa disebut sebagai pendiri kesultanan Sulu (Sumber: Suku Moro.wikipedia-bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas; diunduh 23 Januari 2013)

Datu Mencang, yang merupakan seorangbangsawan Brunei telah berjasa dalammemajukan peradaban dan mengubahbentuk organisasi sosial yang semulaberdasar adat, menjadi sistem pemerintahanyang lebih maju dan rasional. Menurutperkiraan sejarawan tradisional, masakedatangan dan kemudian memegangtampuk pemerintahan sekitar tahun 1555hingga 1594, kemudian dilanjutkan olehmenantunya yang bernama Singa Laut. TokohSinga laut, seperti halnya Datu Mencangmendapat kekuasaan karena perkawinan.Diceritakan Singa Laut adalah anak daribangsawan Kerajaan Sulu di Filipina yangmenikahi Kenawai Luwang putri dari DatuMencang dengan Simun Luwang, seorangputri asli Kayan atau etnis Hupan (Anonim1976, 2).

Awal kedatangan Islam ke Bulungan,diperkirakan telah terjadi ketika pusatpemerintahan berada di Baratan. Hal iniditandai dengan adanya makam Sultan AmirilMukminin atau disebut juga sebagai Wira Amir,yang memerintah sekitar tahun 1731-1777Masehi. Namun demikian, secara resmipemakaian gelar Sultan dipakai ketika anakdari Wira Amir, yaitu Sultan Muhammad‘Alimuddin naik tahta. Menurut sejarah yangdipercayai masyarakat, pengislaman kerajaanBulungan tidak lepas dari peran ulama SayidAbdurrahman bin Abdullah Billfaqih, seorangUlama dari Hadramaud, yang yang singgahdahulu di Demak.

Datuk Mencang telah berjasa dalammemperbaiki sistem pemerintahan yangbersifat lebih maju, semula mendasarkanpada adat, kemudian berdasar padapengorganisasian yang turun-temurun. Pusatpemerintahan berada di Baratan, berlangsung

berdekatan dengan wilayah Kalimantanbagian utara adalah Sulu (Filipina)5.

Page 10: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin126

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

dari Datuk Mencang, hingga Wira Amir atauSultan Amiril Mukminin. Atas prakarsa sultanini pula pusat pemerintahan dipindahkan keSalim Batu. Sultan berikutnya adalah SultanMuhammad Alimuddin, anak dari SultanAmiril. Pada saat itu, hubungan sultan denganpenyebaran agama Islam sangat erat, apalagipengaruh Sayid Abdurrahman bin AbdullahBilfaqih sangat kuat, dan belakangan banyakulama dari Arab yang mengajar di daerahSalim Batu. Di antara ulama itu antara lainadalah Syeh Mahgribi. Kedatangan penyiaragama Islam di pantai sisi timur bagian utara

Adapun pemindahan pusat kekuasaandari Salim Batu ke Tanjung Palas terjadi padamasa pemerintahan Sultan Kaharuddin,setelah mengalahkan lanun-lunun dari Sulu.Lambat laun, pengaruh Belanda di TanjungSelor semakin menguat. Sultan Alimuddinmempunyai dua istri, yang pertama berasaldari putri bangsawan Berau, dan isteri keduaadalah keturunan orang terpandang dari

Foto 5. Makam Wira Amir, dianggap sultanpertama memeluk Islam secara resmi (dok.

Balai Arkeologi Banjarmasin 2012)

Foto 6. Makam Sayid Abdurrahman binAbdullah Bilfaqih, meninggal 1820 Masehi(dok. Balai Arkeologi Banjarmasin 2012)

Foto 7. Sisa-sisa rumah Belanda di TanjungSelor (dok. Zarkasi 2000)

Kalimantan ini diperkirakan ada hubunganerat dengan penyiar agama Islam dari Bruneidan Sulu, yang lebih awal menerima Islam.

Tidung. Keturunan Sultan Alimuddin denganputri dari Berau yang bernama Pengian Intanadalah Sultan Muhammad Kaharuddin, yangmemerintah tahun 1817-1861, danpemerintahan kedua 1866-1873. Hasilperkawinan Sultan Alimuddin dengan putri dariTidung yang bernama Aji Aisyah adalah Sul-tan Khalifatul Alam Muhammad Adil, yangmemerintah pada 1873-1875. Periodepemerintahan antara tahun 1862 hingga 1866dipegang oleh Sultan Jalaluddin yangmerupakan anak dari Sultan MuhammadKaharuddin.

Page 11: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 127

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

Pada abad ke-15 Masehi, penjelajahanbangsa Spanyol dan Portugis telah sampai diKepulauan Asia Tenggara. Pada tahun 1578,Brunei diserang Spanyol yang telah kokohmenancapkan hegemoninya di Manila,Filipina. Interaksi antarbangsa tersebut telahmembuat rasa saling curiga, dan membuatrelasi hubungan antarperadaban terganggu,bahkan imbas terburuk terjadi dalam suatuinstitusi internal kekuasaan sepertiKesultanan Bulungan. Para bangsawanmemiliki hubungan dengan bangsa asing diluar komunitasnya, yang sekiranya dapatmenyokong hegemoninya. Di sisi lain,masing-masing komunitas atau kelompoknegara imperalis telah memilki agendanya.Spanyol dan Portugis, telah mengawalinya,kemudian disusul Inggris, Belanda danAmerika di kemudian hari ikut masuk kewilayah utara Kalimantan dan sekitarnya.Selain sebagai wilayah penanaman ideologi,sebagaimana Spanyol dengan PerangSalibnya, atau dikuasai sebagai daerahpemasaran produksi, seperti dilakukan olehInggris, serta ada upaya eksploitasi kekayaanalam yang memang kaya sumber alamnya,membuat wilayah ini terpecah belah dansaling curiga. Belanda cukup jelimemanfaatkan keadaan, dan padapenghujung abad ke- 18 Masehi penguasaantambang minyak bumi atas Pulau Tarakan danPulau Bunyu diawalinya dengan melemahkankekuasaan politik dan legitimasi KesultananBulungan.

Dalam keadaan dualisme keturunansilsi lah Kesultanan Bulungan, Belandamendapat kesempatan untuk mempengaruhipemerintahan dan situasi politiknya. Semula,kedatangan Belanda pada sekitar 1817adalah sebagai pedagang, kemudian mulaimembangun pengamanan kongsinya di

Tanjung Selor dan mempersenjatainya.Dalam situasi politik yang penuh persaingan,maka ditandatangani perjanjian kontrak politikpada tanggal 12 November 1850 yang sangatmerugikan Kesultanan Bulungan dansemakin memperkokoh posisi Belanda diTanjung Selor.

E. Penutup

Sungai Kayan merupakan sungai yangdaerah hulunya berdekatan dengan batasnegara, terletak di bagian utara Kalimantan.Keadaan sungai ini hampir sama pentingnyadengan Sungai Iwan, Sungai Luran, KayanMentarang, dan Long Brini. Menurut analisisSellato, hal tersebut terkait dengan arusmigrasi. Peran penting Sungai Kayan sebagaiurat nadi perubahan dari daerah tertutup dipedalaman ke daerah hilir, mendekati pantai.Berkat sungai ini terjadilah kontakantarkomunitas, antarbudaya, dan pertukaranbarang. Interaksi antarkomunitasmenyebabkan kemajuan dalam peradaban,teknologi, sistem pemerintahan, dankekerabatan, serta mulai mengenalperdagangan sebagai akibat adanyaperbedaan hasil bumi. Kemajuan danperubahan budaya pun sangat tergantungpada intensitas interaksi manusianya danusaha penaklukan alam. Bagian utaraKalimantan, dari pesisir hingga pedalamanmeninggalkan jejak arkeologi yang beragam.Peninggalan menhir, dolmen, dan kubur batuserta peninggalan lainnya merupakaninformasi penting tentang arus migrasi danmerupakan studi etnografi yang penting diKalimantan. Sellato dan Karina Arifin telahmengawalinya, tetapi akan lebih baik jikaPusat Arkeologi Nasional dan jajarannyamelanjutkannya dengan penelitian secaralebih intensif.

Page 12: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin128

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

Menurut Sellato, di Long Pujungankuburan umumnya berbentuk tempayandolmen dari batu, dengan variasi temuanmenhir. Di Kerayan dikenal batu terupun dansejenis kubur tempayan dolmen danwadahnya berupa guci keramik serta menhir.Di Malinau, sejauh ini belum ditemukan kuburbatu, terdapat kubur dari kayu/lungun, sertakeramik. Di Kayan hulu, wadah kubur batuyang paling sering ditemukan berbentukpalung, persegi empat memanjang (Sellato1995, 412 ).

Menurut informasi masyarakat Kenyahyang sekarang mendiami daerah SungaiBahau dan Long Pujungan, bangunan kuburtempayan dolmen (megalitik) yang banyakditemukan di daerah ini dibuat oleh etnisNgorek. Dari sejarah yang direkonstruksi olehSellato, diduga masyarakat awal ini berasaldari Sungai Baram di Serawak. Peperangandengan etnis Kelabit menyebabkan sebagianmasyarakat Ngorek berpindah ke Kalimantanbagian timur sekitar tahun 1700-1750an.Masyarakat Ngrorek mendiami daerah huluSungai Lurah dan Sungai Bahau. Padapertengahan abad ke-18 Masehi, persekutuanetnis Modang, Kayan, dan Kenyah menyerangmasyarakat Ngorek. Mereka kalah danbangunan kubur tersebut diperkirakan berasaldari abad ke-17 Masehi, dan termuda dariawal abad ke-19 Masehi (Sellato 1996, 397).

Proses Islamisasi di Bulunganmenyimpan kisah yang mendasar dalammengubah sistem pemerintahan. Hal tersebutmenggambarkan bagaimana terjadinyahubungan antarkomunitas, di manamasyarakat Dayak menerima ataumengadopsi pengaruh baru. Melalui prosesdifusi, unsur kebudayaan berubah danberkembang. Hal tersebut juga merupakan

salah satu cara dalam pengayaan identitas.Adapun pengaruh yang datang kemudian,mengusung kolonialisme, yaitu interaksi yangtidak dilandasi oleh semangat kesetaraan danpersamaan hak. Kepincangan interaksi initerjadi karena satu pihak berkedudukansebagai penjajah yang bersifat menguasai,pihak yang lain sebagai bangsa terjajah, yangdikuasi. Masa tersebut disebut pula sebagaiera imperialisme, yang diperankan olehBelanda dan perusahaan Inggris terhadapKesultanan Bulungan. Jenis interaksi ini tidaklepas dari eksploitasi kekayaan alam,sebagaimana penguasaan tambang minyakbumi atas Pulau Tarakan dan Pulau Bunyu,yang diawali dengan melemahkan kekuasaanpolitik dan legitimasi Kesultanan Bulungan.

Sungai Kayan memiliki peran pentingsebagai alur transportasi sekaligus modalperubahan. Sungai ini telah membawasemangat penaklukan alam dan menjadilambang etos menuju kemajuan danpeningkatan harkat budayanya. Perubahanhanya dapat terjadi oleh keinginan yang kuatdari individu atau sebagian komunitas, yangtak ingin terkungkung oleh tradisinya. Di sisilain, ada individu atau sebagian komunitasdari luar yang ingin mengobati rasakeingintahuan dan keinginan meluaskanpengaruhnya ke masyarakat lain. DatukMencang, seorang bangsawan Brunei danSinga Laut menggambarkan tokoh-tokohtersebut. Hal ini sesuai dengan pengetahuanBangsa Eropa yang melihat Brunei sebagaikerajaan di Kalimantan pada awal abad ke-16 Masehi, di samping kerajaan lainnya, yaituBanjarmasin, Pontianak, Sukadana, danSambas. Bahkan nama Borneo diduga darikata Brune, Berunai/Brunei yang dahulumerupakan suatu desa di sebelah utara Pulau

Page 13: PENGARUH BUDAYA LUAR TERHADAP PERKEMBANGAN …

Naditira Widya Vol. 6 No. 2/2012- Balai Arkeologi Banjarmasin 129

Pengaruh Budaya Luar terhadap PerkembanganMasyarakat Bulungan: Studi Pendahuluan 117-129

Penelian eksploratif di atas belummenjangkau seluruh permasalahan arkeologidi bagian utara Kalimantan. Usaha tersebutperlu dilanjutkan ke dalam penelitian yanglebih intensif, sehingga dapat menjawabpermasalahan migrasi, keragaman budayaserta etnoarkeologi.

Kalimantan dan sekarang menjadi namanegara tetangga Indonesia. Kesultanan Bruneidan Kesultanan Sulu, Filipina kemungkinantelah mendapat pengaruh lebih awal Islamdari wilayah utara, dan kemudian Islamdibawa masuk melalui lintas sungai. Beratnyamedan rupanya telah menghambatnya,sehingga tidak sampai ke pedalaman. Sayang

sekali informasi sejarah ini belum didukungdata arkeologi.

Referensi

Anonim. 1976. Monografi daerah tingkat IIBulungan. Jakarta: ProyekPengembangan Kebudayaan.

___________. 2010. Bulungan dalam angkaBulungan: Badan Pusat StatistikKabupaten Bulungan.

Arianto, Sugeng. 2003. Kerajaan Bulungan1555-1959. Skripsi. Malang:Fakultas Sastra UniversitasNegeri Malang.

Atmojo, Bambang Sakti Wiku. 2000. Penelitianarsitektur makam raja-raja diKesultanan Bulungan danBerau, Kalimantan Timur.Laporan Penelitian Arkeologi.Banjarbaru: Balai ArkeologiBanjarmasin.

Arifin, Karina dan Bernard Sellato. 1999. Survaidan penyelidikan arkeologi diempat kecamatan LongPujungan, Kerayan, LongMentarang, Malinau, dan KayanHulu. Jakarta: Ford Foundation.

Eghenter, Ed dan Bernard Sellato. 1999.Kebudayaan dan pelestarianalam, penelitian interdisiplinerdi pedalaman Kalimantan.Jakarta: The Ford Foundation.

Gunadi. 2006. Penelitian arkeologi prasejarahdi Kabupaten Malinau,Kalimantan Timur. Banjarbaru:Balai Arkeologi Banjarmasin.

Prasetyo, Bagyo dkk. 2004. Religi padamasyarakat prasejarah diIndonesia. Jakarta: AsistenDeputi Urusan ArkeologiNasional.

Reid, Anthony. 2011. Asia Tenggara dalamkurun niaga 1450-1680. Jakarta:Yayasan Obor.

Susanto, Nugroho Nur. 2012. Penelitianeksplorasi di KabupatenBulungan, Kalimantan Timur.Laporan Penelitian Arkeologi.Banjarbaru: Balai ArkeologiBanjarmasin. Belum diterbitkan.