pengaruh bubuk daun cincau hijau premna oblongifolia … · pengukuran volume jaringan kanker...
TRANSCRIPT
PENGARUH BUBUK DAUN CINCAU HIJAU (Premna oblongifolia Merr.) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI, SERTA EKSPRESI PROTEIN PROAPOPTOSIS DAN ANTIAPOPTOSIS PADA ADENOCARCINOMA MAMMAE MENCIT C3H
MUTIARA PRIHATINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Bubuk Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) terhadap Gambaran Histopatologi, Serta Ekspresi Protein Proapoptosis dan Antiapoptosis Adenocarcinoma Mammae Mencit C3H adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012
Mutiara Prihatini F251080301
ABSTRACT
MUTIARA PRIHATINI. The Influence of Green Cincau Leaf (Premna oblingifolia Merr.) Powder on Cancer Tissue Histopatology and Expression of Proapototic and Antiapoptotic Proteins on Adenocarcinoma Mammae in C3H Mice. Supervised by FRANSISKA RUNGKAT-ZAKARIA and PUSPITA EKA WUYUNG.
Cancer is very closely associated with food consumption. Natural foods such as fruits and vegetables have been proven to have many benefit effects to body health. Bioactive compound from plants have antitumor activity. Green leaf of P.oblongifolia Merr. had been proven to have activity on tumor growth resistance in C3H mice. The purposes of this study were to know the influence of green P.oblongifolia Merr. leaf powder as anti cancer activity on C3H mice by analyzing tumor tissue histopatology, expression of JNK 1/2 and caspase-7 as proapoptosis protein and expression of ERK 1/2 and COX-2 as antiapoptosis protein.
C3H mice (n=25) were devided into 5 groups. The first is a standard negatif group (A) and the second group was a positif control group (B), both were treated with standard diet containing 0% green leaf powder. Group C, D and E were given standart diet containing green leaf powder 0,88%, 1,76%, and 2,64%. The diets were given for 30 days. At 31st day the mice in groups B,C, D and E were transplanted with MMTV cancer cells. The diet was continued to 52nd day and at 53rd day all mice were terminated to obtain the cancer tissue.
Parameters observed covering consumption of diet, body weight, tumor growth latent period, volume and weight of cancer tissue. Histopatology analysis was comprised of hematoxilin eosin (HE) and imunohistochemical (IHC) staining. The IHC were done using four antibodies which are anti-phospho-JNK 1/2, anti-COX-2, anticaspase-7, and anti-phospho-ERK 1/2.
Delta of mice body weight before and after transplantation was not significantly different (p>0,05). Cancer latency period was not significanly different (p>0,05). Cancer volume increased significantly in positif control group (p<0,05). Cancer tissue weight of groups D and E were significantly lower compared to the other groups (p<0,05). The results showed that the mice that given green leaf powder (P. oblongifolia Merr.) exhibited less development of cancer growth mainly in groups D and E, which was supported by HE score. The HE staining showed that the cancer tissues of groups D and E have the least average differentiation and mitotic scores. In this study IHC staining for proapoptotic markers as JNK 1/2 and caspase-7 and for antiapoptotic markers as ERK 1/2 and COX-2 have not yet indicated positive expression.
Keywords : C3H mice, green cincau leaf powder, Premna oblongifolia Merr,
Caspase-7, JNK1/2, ERK 1/2, and COX-2.
RINGKASAN
MUTIARA PRIHATINI. Pengaruh Bubuk Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) terhadap Gambaran Histopatologi, Serta Ekspresi Protein Proapoptosis dan Antiapoptosis pada Adenocarsinoma Mammae Mencit C3H. Dibimbing oleh FRANSISKA RUNGKAT-ZAKARIA dan PUSPITA EKA WUYUNG.
Faktor eksternal menyebabkan penyakit kanker sebesar 90-95%, dimana 30-35% berasal dari makanan. Hal ini menunjukkan bahwa kanker merupakan penyakit yang dapat dicegah. Salah satu upaya pencegahan kanker adalah dengan memperbaiki pola konsumsi menjadi diet sehat. Konsumsi buah dan sayur merupakan langkah kongkrit memperbaiki pola diet. Komponen bioaktif dalam sayur dan buah memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi, imunomodulator dan antikanker yang berpengaruh positif bagi kesehatan. Penelitian mengenai cincau hijau yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa cincau hijau memiliki aktivitas antikanker dengan kemampuan menghambat perkembangan jaringan kanker pada mencit C3H yang diberi bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr pada pakannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui daya hambat bubuk daun cincau hijau Premna oblongifolia Merr. terhadap pertumbuhan sel kanker pada mencit C3H; (2) mengetahui profil jaringan kanker berdasarkan analisa pewarnaan hematoksilin-eosin (HE); (3) mengetahui ekspresi protein JNK-1/2 dan kaspase-7 sebagai penanda proapoptosis sel kanker; (4) mengetahui ekspresi protein ERK-1/2 dan COX-2 sebagai penanda antiapoptosi sel kanker.
Pengujian aktivitas antikanker pada penelitian ini menggunakan mencit C3H sebagai hewan coba. Mencit C3H sebanyak 25 ekor dibagi menjadi lima kelompok yang terdiri atas lima individu pada setiap kelompok. Kelompok A adalah kelompok kontrol negatif yang diberi pakan standar (0% bubuk daun cincau) dan tidak ditransplantasi sel kanker payudara. Kelompok B adalah kelompok kontrol positif yang diberi pakan standar (0% bubuk daun cincau) dan ditransplantasi sel kanker payudara. Kelompok C, D dan E adalah kelompok perlakuan yang diberi pakan dengan penambahan bubuk daun cincau masing-masing sebesar 0,88%, 1,76% dan 2,64% serta diberi perlakuan transplantasi sel kanker payudara.
Pemberian pakan coba dilakukan selama 52 hari, dimana pada hari ke-1 sampai hari ke-30 belum dilakukan proses transplantasi. Pada hari ke-31 dilakukan proses transplantasi sel kanker payudara pada kelompok B,C,D dan E. Pemberian pakan dilanjutkan sampai hari ke-52. Pada hari ke-53 dilakukan proses terminasi, dan pengambilan jaringan kanker pada mencit. Parameter yang diamati meliputi berat badan mencit, konsumsi pakan, masa laten, volume jaringan kanker dan berat jaringan kanker. Berat badan mencit ditimbang dua kali dalam sepekan. Pengamatan masa laten dilakukan setiap hari setelah proses transplantasi dilakukan dengan cara perabaan menggunakan tangan. Pengukuran volume jaringan kanker dilakukan dua kali sepekan menggunakan jangka sorong. Jaringan kanker diambil dan ditimbang pada saat terminasi. Jaringan kanker diproses lebih
lanjut untuk dibuat sediaan histopatologi untuk keperluan uji pewarnaan jaringan meliputi pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) dan imunohistokimia (IHK). Pengamatan histologi hasil pewarnaan HE meliputi diferensiasi sel yang terdiri atas kepadatan sel, pleomorfisme sel dan mitosis sel. Pewarnaan IHK digunakan untuk mengetahui ekspresi protein proapoptosis menggunakan antibodi antikaspase-7 dan antiphospho-JNK 1/2, serta ekspresi protein antiapoptosis menggunakan antiphospho-ERK 1/2 dan anti-COX2.
Data pada penelitian ini dianalisa menggunakan analisis ragam dengan rancangan percobaan rancang acak lengkap (RAL). Sebelumnya, data dianalisis normalitas dan homogenitasnya kemudian dilanjutkan dengan uji sidik ragam (ANOVA), jika hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Hasil pewarnaan jaringan kanker menggunakan metode IHK dianalisa secara deskriptif.
Hasil uji sidik ragam terhadap konsumsi pakan sebelum transplantasi menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol negatif (A) dan keempat kelompok lainnya (p<0,05), konsumsi pakan kelompok A sebesar 2,24 ±0,28 g/hari relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok B (1,78±0,19 g/hari),C (1,77±0.21 g/hari), D (1,80±0,31 g/hari) dan E (1,83±0,13 g/hari). Konsumsi pakan pada masa setelah transplantasi yaitu hari ke-31 sampai dengan hari ke 52 pada kelompok B mengalami penurunan yaitu 1,66±0,25 g/hari. Hasil uji sidik ragam terhadap konsumsi pakan setelah transplantasi menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05). Konsumsi pakan kelompok perlakuan yang diberi bubuk daun cincau yaitu C, D dan E lebih tinggi dari pada kelompok kontrol positif (B) yang tidak diberi bubuk daun cincau pada pakannya.
Perkembangan berat badan sebelum transplantasi (hari 1 sampai dengan hari 30) secara keseluruhan mengalami kenaikan berat badan, walaupun pada pengukuran awal terjadi penurunan. Berat badan mencit kelompok A adalah 19,6±1,7 g; B 19,5±2,0 g; C 21,1±1,6g; D 20,8±1,4 g dan E 17,2±1,0 g. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa berat badan mencit kelompok C tidak berbeda nyata dengan D, namun keduanya nyata lebih besar dari kelompok A dan B. Mencit kelompok E nyata lebih kecil terhadap kelompok A, C dan D. Pengamatan berat badan setelah transplantasi secara umum mengalami kenaikan dengan nilai kelompok A adalah 22,7±1,4 g; B 21,2±0,5 g; C 22,5±0,5g; D 22,0±0,4 g dan E 18,4±1,3 g. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa mencit kelompok A, C, dan D memiliki berat badan yang tidak berbeda nyata.
Pengamatan masa laten kelompok B adalah 4,6 hari, C 5,4 hari, D 4 hari, dan E 4,8 hari. Volume jaringan kanker dari kelompok B, C, D, dan E masing-masing adalah 0,55±0,69 cm3; 0,21±0,11 cm3, 0,15±0,08 cm3 dan 0,20±0,06 cm3. Pengamatan volume jaringan kanker menunjukkan bahwa pertumbuhan volume jaringan kanker secara umum mengalami kenaikan. Peningkatan volume jaringan kanker secara jelas terlihat pada mencit kelompok kontrol positif dengan cincau hijau 0% (B) setelah hari ke-44. Pengukuran berat jaringan kanker dilakukan setelah terminasi pada hari ke-52. Hasil uji sidik ragam terhadap berat jaringan kanker menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05). Berat jaringan kanker kelompok perlakuan D dan E yang diberikan cincau 1,76% dan 2,64% pada pakannya menunjukkan berat jaringan kanker yang lebih kecil dibandingkan kelompok B dan C.
Hasil uji sidik ragam pada tingkat HE untuk setiap kelompok mencit perlakuan menunjukkan bahwa kepadatan sel tumor pada kelompok kontrol positif (B) berbeda nyata (p<0,05) dengan kelompok perlakuan lainnya. Nilai rata-rata kepadatan sel tumor kelompok B sebesar 2,5±0,469. Parameter pleomorfisme sel walaupun skor rata-rata kelompok B paling besar yaitu 1,8±0,74, tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan yang lain (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semua kelompok perlakuan, selnya sudah mengalami perubahan bentuk sel dari sel asal, komposisi perbandingan antara sitoplasma dan inti sel sudah terjadi, serta perubahan warna inti sel.
Hasil uji IHK menggunakan empat jenis antibodi primer yaitu antiphospho-JNK 1/2, anti-COX-2, antikaspase-7, dan antiphospho-ERK 1/2. Pada penelitian ini sediaan jaringan kanker yang diuji dengan IHK adalah jaringan kanker yang memiliki berat yang terkecil dan terbesar dari masing-masing kelompok perlakuan.
Pewarnaan menggunakan IHK memiliki spesifitas yang lebih baik dibandingkan dengan pewarnaan HE, namun pewarnaan IHK menuntut ketelitian yang cukup tinggi. Hasil pengamatan histopatologis pada sampel yang telah diwarnai menggunkan teknik pewarnaan IHK menunjukkan lesi yang mengarah pada lesi kanker, dan ekspresi protein penanda proapoptosis dan protein penanda antiapoptosis namun menunjukkan hasil negatif secara imunohistokimia, karena ekspresi warna coklat yang terbentuk tampak belum terlalu kontras. Ekspresi warna coklat yang nampak belum tentu merupakan hasil dari ekspresi dari protein target (false positif).
Kata kunci: mencit C3H, cincau hijau, Premna oblongifolia Merr, HE, IHK, JNK 1/2, COX-2, kaspase-7 dan ERK 1/2.
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH BUBUK DAUN CINCAU HIJAU (Premna oblongifolia Merr.) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI, SERTA EKSPRESI PROTEIN PROAPOPTOSIS DAN ANTIAPOPTOSIS PADA ADENOCARSINOMA MAMMAE MENCIT C3H
MUTIARA PRIHATINI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar
Magister Sains pada Program Mayor Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis:
Dr. Dra. Suliantari, M.S
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian :Pengaruh Bubuk Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) terhadap Gambaran Histopatologi Serta Ekspresi Protein Proapotosis dan Antiapoptosis pada Adenocarsinoma Mammae Mencit C3H.
Nama : Mutiara Prihatini NRP : F251080301 Program Studi : Ilmu Pangan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M.Sc Ketua Anggota
Dra. Puspita Eka Wuyung, M.S
Diketahui
Ketua Program Mayor Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 31 Juli 2012 Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas
semua kemudahan, berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun tesis
dengan judul “Pengaruh Bubuk Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia
Merr.) terhadap Gambaran Histopatologi, Serta Ekspresi Protein
Proapoptosis dan Antiapoptosis pada Adenocarsinoma Mammae Mencit
C3H”.
Penelitian ini dibiayai oleh dana Hibah Kompetisi Dikti tahun 2008. Dalam proses
penyusunan tesis ini ada berbagai hambatan yang dihadapi penulis, namun atas
bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak Alhamdulillah tesis ini
dapat diselesaikan. Oleh karena itu perkenankan penulis menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M.Sc, selaku dosen pembimbing
pertama yang telah memberi perhatian, masukan dan saran selama proses
penelitian.
2. Dra. Puspita Eka Wuyung, M.S, selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberi perhatian, masukan dan saran selama proses penelitian.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia yang telah memberi kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan S2.
4. Dr. Dra. Suliantari, M.S, selaku penguji atas masukan dan saran untuk
kesempurnaan tesis ini.
5. Prof. drh. Bambang Pontjo Priyosoeryanto, Ph.D, AP.Vet, yang telah
memberikan banyak masukan terkait teknik analisis imunohistokimia di
Laboratorium Patologi FKH IPB.
6. dr.Nurjati Chairani Siregar, PhD, Sp.PA(K) Departemen Patologi Anatomik
FK UI, yang telah memberikan bimbingan pembacaan sediaan HE.
7. Keluarga besar: Program Mayor Ilmu Pangan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan Fateta IPB, SEAFAST Centre IPB, Departemen Patologi
Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB, Laboratorium Patologi
Eksperimental, Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
8. Alm.Bapak, Ibu, Mas Andi suamiku tercinta, Banyubening dan Jenar buah
hatiku, Lik Tati, Mbak Intan, Berlian adikku, atas dukungan materi dan moril,
do’a dan semangat yang tak hentinya selalu dicurahkan padaku.
9. Teman-teman terbaik : Nindira, Anto, Anas, Zatil, Bu Emma, Pak Slamet,
Mbak Nelis, Mbak Elisa dan Mbak Nunung.
10. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penulisan tesis ini, hingga tidak
dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini.
Saran dan kritik sangat penulis harapkan, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2012
Mutiara Prihatini
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Mutiara Prihatini, dilahirkan di Ogan Komering
Ulu, Sumatera Selatan, pada tanggal 9 Februari 1980, sebagai anak kedua dari
pasangan Bapak R.Basuki Soepriadhy (Alm, kembali ke rahmatullah pada
19 Oktober 2010) dan Ibu Siti Aminah. Penulis adalah istri dari Andi
Krisyunianto,ST dan memiliki dua anak yaitu Banyubening Adwa’ Bhadrika dan
Jenar Widhi Ramadhani.
Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri I Karawang. Tahun 1998-
2001 penulis melanjutkan pendidikan di Poltekkes Depkes Jurusan Gizi di
Yogyakarta. Kemudian melanjutkan ke jenjang S-1 jurusan Gizi Kesehatan pada
tahun 2003-2005 di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Penulis
bekerja sebagai staf di Pusat Penelitian Gizi dan Makanan sejak tahun 2006, yang
kemudian menjadi Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik
pada tahun 2011. Kesempatan melanjutkan pendidikan ke program Pascasarjana
pada program studi Ilmu Pangan diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan
diperoleh dari Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii 1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1. 1. Latar Belakang ........................................................................................... 4 1.2. Rumusan Masalah ………………………………………………………… 4 1. 3. Hipotesis. .................................................................................................... 4
1.4. Tujuan ......................................................................................................... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 7
2. 1. Tanaman Pangan Anti Kanker..................................................................... 7 2. 2. Tanaman Cincau Hijau ……....................................................................... 8 2. 3. Khasiat Biologis Cincau Hijau…………………………………………..... 10 2. 4. Siklus Sel ..................................................................................................…...... 11 2. 5. Kanker………………………………………………………...... ............... 13
2. 5. 1.Karsinogenesis......................................................……………… 14 2. 5. 2.Jalur Sinyal Transduksi...................................................................... 16 2. 5. 3. Jalur Sinyal Apoptosis ..................................................................... 18 2. 5. 4. Peranan COX-2 pada Apoptosis dan Proliferasi............................. 21
2.6. Mencit (Mus musculus L) C3H ................................................................... 23 2. 7. Metode Analisa Histopatologi…….....……………………………………. 24 2.7.1. Metode Hematoksilin Eosin…......…………………………………. 24 2.7.2. Metode Imunohistokimia…..…....…………………………………. 25
3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ....................................................... 27 3. 1. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 27 3. 2. Bahan dan Alat .......................................................................................... 27 3. 3. Tahapan Penelitian ..................................................................................... 29
3. 3. 1. Pembuatan bubuk daun cincau hijau............................................... 29 3. 3. 2. Pembuatan pakan uji......................................................................... 30 3. 3. 3. Pemeliharaan mencit........................................................................ 31 3. 3. 4. Transplantasi................................................................................... 32 3. 3. 5. Pengamatan konsumsi pakan dan monitorin berat badan mencit..... 33 3. 3. 6. Pengamatan masa laten dan volume jaringan kanker..................... 33 3. 3. 7. Terminasi dan penimbangan jaringan kanker................................. 34 3. 3. 8. Pembuatan preparat histologi.......................................................... 35 3. 3. 9. Pewarnaan HE................................................................................ 35 3. 3.10. Pewarnaan IHK.............................................................................. 37
3. 4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ……………………................ 40 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 41
4. 1. Pakan Mencit C3H ..................................................................................... 41 4. 2. Perkembangan Berat Badan dan Jaringan Kanker Mencit C3H................. 41 4. 2. 1. Berat Badan Mencit ..................................................................... 41 4. 2. 2. Masa Laten …….......................................................................... 46 4. 2. 3. Volume Jaringan Kanker .............................................................. 47 4. 2. 4. Berat Jaringan Kanker ................................................................... 49 4. 2. 5. Gambaran Histopatologi Jaringan Kanker Menggunakan
Pewarnaan HE............................................................................... 50
4. 2. 6. Gambaran Histopatologi Jaringan Kanker Menggunakan Pewarnaan IHK ............................................................................
53
5. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 57 5. 1. Simpulan ............................................................................................ 57 5. 2. Saran ................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 59 LAMPIRAN ...................................................................................................... 67
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kandungan gizi daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. ....................... 9
2 Komposisi mineral pakan mencit C3H..................................................... 28
3 Komposisi pakan standar dan pakan uji……………………………….. 30
4 Rincian hasil pewarnaan HE mencit C3H……………………………… 50
5 Hasil skoring IHK………………………………………………………. 53
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Cincau hijau P. oblongifolia Merr. ........................................................... 9
2 Siklus sel (Alberts et al. 2002)…………................................................ 12
3 Skema utama karsinogenesis zat kimia (Hodgoson & Levi 2000)........ 15
4 Jalur sinyal kaskade MAPK (Takekawa et al. 2011)............................... 17
5 Jalur apoptosis ekstrensik dan intrinsik (Elmore 2007)........................... 19
6 Proses transplantasi sel kanker C3H…………………………………….. 33
7 Proses pengukuran berat badan, volume jaringan kanker dan jaringan kanker segar mencit C3H.......................................................................... 34
8 Proses terminasi dan pembedahan……………………………………… 35
9 Grafik pertumbuhan berat badan mencit……………………………….. 42
10 Grafik ukuran volume jaringan kanker mencit C3H...……………......... 47
11 Grafik berat jaringan kanker mencit C3H...................………........…….. 49
12 Contoh hasil pewarnaan HE jaringan kanker......................................... 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir proses pembuatan bubuk daun cincau hijau........................ 67
2 Uji normalitas berat badan mencit sebelum transplantasi........................ 68
3 Uji homogenitas berat badan mencit sebelum transplantasi..................... 68
4 Tabel berat badan mencit sebelum transplantasi (g) ............................... 69
5 Analisis statistik berat badan mencit sebelum transplantasi..................... 71
6 Uji sidik ragam rata-rata delta pertumbuhan berat badan mencit............. 72
7 Tabel berat badan mencit sebelum transplantasi...................................... 73
8 Uji sidik ragam jumlah pakan yang dikonsumsi sebelum transplantasi.... 74
9 Uji korelasi delta berat badan dan konsumsi pakan sebelum transplantasi.............................................................................................. 75
10 Tabel jumlah pakan yang dimakan sebelum transplantasi........................ 76
11 Analisis statistik berat badan mencit setelah transplantasi (g).................. 78
12 Uji sidik ragam rata-rata delta pertumbuhan berat badan setelah transplantasi.............................................................................................. 79
13 Tabel jumlah pakan yang dikonsumsi setelah transplantasi..................... 80
14 Uji sidik ragam jumlah pakan yang dikonsumsi setelah transplantasi .... 82
15 Uji korelasi delta berat badan dan konsumsi pakan setelah transplantasi. 83
16 Uji normalitas berat badan setelah transplantasi...................................... 84
17 Uji homogenitas berat badan setelah transplantasi................................... 84
18 Tabel masa laten ...................................................................................... 85
19 Uji sidik ragam masa laten........................................................................ 85
20 Tabel volume jaringan kanker mencit (cm3 86 ).............................................
21 Analisis statistik volume jaringan kanker mencit (cm3 86 )...........................
22 Tabel berat jaringan kanker mencit........................................................... 87
23 Analisis statistik berat jaringan kanker mencit (g).................................... 87
24 Uji korelasi delta berat badan akhir dan berat jaringan kanker................. 88
25 Uji sidik ragam HE dengan kepadatan sel................................................. 89
26 Uji sidik ragam HE dengan pleomorfisme.............................................. 90
27 Uji sidik ragam HE dengan mitosis.......................................................... 91
28 Contoh perhitungan dosis bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr 92
29 Reagen yang digunakan untuk pewarnaan HE......................................... 93
30 Reagen yang digunakan untuk pewarnaan IHK........................................ 94
31 Contoh hasil pewarnaan dan skoring IHK................................................. 95
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker payudara merupakan keganasan pada wanita. Kanker payudara
ditemukan diseluruh dunia, diperkirakan lebih dari 1,2 juta jiwa menderita kanker
payudara. Di Indonesia kanker payudara menduduki urutan ke dua tertinggi
setelah kanker leher rahim. Sampai saat ini kanker payudara masih menjadi
masalah kesehatan dan menjadi salah satu penyebab kematian di dunia.
Kanker payudara merupakan tumor ganas pada jaringan payudara.
Kanker payudara terjadi karena adanya perubahan pada gen pengatur
pertumbuhan, diferensiasi dan apoptosis, sehingga pertumbuhan dan perkembang
biakan sel tidak dapat dikendalikan. Etiologi dan patogenesis kanker payudara
sampai saat ini belum jelas, namun beberapa penelitian menunjukkan pengaturan
regulasi jalur mitogen activated protein kinase (MAPK) turut berperan.
MAPK adalah jalur transduksi sinyal ekstraseluler yang diperantarai
melalui thyrosin kinase-growth factor dan G protein-linked reseptor untuk
meregulasi faktor transkripsi yang dapat mengontrol pertumbuhan, proliferasi,
diferensiasi, migrasi dan apoptosis. Terdapat tiga subfamili protein yang termasuk
dalam MAPK yaitu : JNK/SAPK (c-jun-NH2
Beberapa penelitian melaporkan ekspresi cyclooxigenase-2 (COX-2)
meningkat pada kanker korektal, pankreas, tulang dan payudara. Overekspresi
COX-2 pada kanker payudara menunjukkan tingkat agresifitas yang tinggi.
COX-2 memainkan peranan berbeda pada setiap tahapan progresi dari kanker,
dengan meningkatkan proliferasi dari sel yang termutasi (Cao dan Prescott 2002).
-kinase / stress-activated protein
kinase), p38 dan ERK (extraselullar signal regulated kinase). ERK 1/2 adalah
subfamili MAPK yang diaktivasi untuk merespon faktor pertumbuhan. ERK 1/2
berkontribusi pada pembentukan kanker (McCubrey et al. 2007). JNK dan p38
merupakan anggota MAPK lain yang dapat diaktifkan dalam menanggapi
berbagai tekanan selular dan stress seperti perubahan osmolaritas atau
metabolisme, kerusakan DNA, heat shock, iskemia, peradangan, sitokin, shear
stress, ultaviolet, iradiasi, atau stres oksidatif yang dapat menyebabkan
differensiasi dan kematian sel (Zhou 2006 dan Takekawa et al. 2011).
2
Induksi COX-2 berhubungan dengan peningkatan produksi PGE2, yang
merupakan salah satu produk mayor dari COX-2 yang diketahui memiliki peranan
memodulasi proliferasi sel, kematian sel, invasif kanker pada beberapa jenis
kanker seperti kanker kolon, tulang dan payudara.
Tingginya COX-2 membuat sel kanker resisten terhadap apoptosis.
Peningkatan COX-2 dapat diinduksi oleh tumor, sitokin, faktor pertumbuhan dan
inflamasi (Wendum 2004). Peningkatan COX-2 dapat menghambat apotosis
melalui peningkatan ekspresi gen antiapoptosis (Bcl2) dan menurunkan ekspresi
gen proapoptosis yaitu Bax. Kadar COX-2 yang meningkat juga memiliki korelasi
positif dengan ukuran tumor dan peningkatan laju proliferasi sel terutama pada
tumor padat seperti prostat, korektal dan payudara (Singh et al. 2007).
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan gangguan keseimbangan antara
kecepatan proliferasi dan apoptosis. Gangguan yang terjadi pada jalur apoptosis
menyebabkan sel tumor bertahan hidup untuk waktu yang lebih lama dan
akumulasi kelainan genetik. Selain itu mekanisme apoptosis juga berperan dalam
resistensi terapi dengan cara membuaat sel menjadi sulit untuk mati akibat
kemoterapi atau radiasi. Apoptosis merupakan salah satu target dalam penanganan
kanker. Kaspase merupakan protease sitokin seluler yang berperan penting pada
proses apoptosis. Kaspase-7 adalah salah satu jenis kaspase efektor yang berperan
dalam proses proteolitik selama proses apoptosis. Apoptosis melalui jalur
mitokondria melibatkan protein kinase yaitu JNK untuk meregulasi apoptosis.
JNK akan mengaktifkan gen Bcl-2 dan Bcl-xL untuk menghasilkan protein, di
mana protein tersebut akan merusak membran mitokondia dan menyebabkan
sitokrom-C keluar dari mitokondria dan membentuk molekul komplek dengan
Apaf-1 yang selanjutnya mengaktivasi kaspase-9 menuju kaspase efektor, yaitu
kaspase-3 dan kaspase-7 dan akhirnya terjadi apoptosis (Wada & Peninger 2004).
Kanker dapat disebabkan 90-95% oleh faktor eksternal dan 30-35%
diantaranya berhubungan dengan asupan diet (WHO 2008). Diet sehat dan
seimbang berpengaruh terhadap kejadian penyakit termasuk kanker. Pengurangan
konsumsi pangan hewani terutama daging merah dan lemak hewan serta
meningkatkan konsumsi sayur dan buah merupakan diet sehat yang dianjurkan
(WCRF/AICR 2008). Hal ini memperlihatkan adanya korelasi positif antara pola
3
konsumsi pangan dengan status kesehatan. Selain itu beberapa penelitain
memperlihatkan pencegahan kanker dapat dilakukan dengan cara mengontrol diet.
Namun hubungan antara diet dengan kanker masih banyak diperdebatkan, ada
yang melaporkan diet mempunyai efek preventif, imunomodulator atau sitotoksik.
Upaya pencegahan kanker melalui konsumsi sayuran dan buah merupakan cara
yang aman karena tanaman mengandung senyawa kimia yang memiliki khasiat
bagi kesehatan tubuh. Komponen bioaktif pada tumbuhan memiliki aktivitas
antioksidan , anti-inflamasi, antibakteri, imunomodulator, dan aktivitas lainnya.
Beberapa jenis tanaman yang memiliki aktivitas antikanker adalah kunyit
(Curcuma longa) (James & Muhtar 2007), mengkudu (Morinda citrifolia L)
(Winarti dan Nurdjanah 2005), kedelai (Farina et al. 2006), pinang
(Areca catechu L) (Meiyanto et al. 2008), brokoli (Brassica oleracea)
(Brandi et al. 2004), teh hijau (Camellia sinensis) (Nugroho 2009) dan cincau
hijau (Cyclea barbata L Miers dan Premna oblingifolia Merr) (Chalid 2003,
Pranoto 2003).
Cincau hijau merupakan salah satu minuman yang umum dikonsumsi
sebagai minuman segar, dan secara tradisional diyakini memiliki khasiat untuk
penyakit panas dalam dan penurun demam. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan memperlihatkan cincau hijau dapat meningkatkan jumlah limfosit
(Setiawati 2003), ekstrak batang dan daun cincau hijau dapat meningkatkan sistim
imun dengan meningkatnya proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro
(Koessitoresmi 2002), menurunkan kadar sitokrom P-420 dan meningkatkan
enzim S-transferase (Nugraheni 2003), mengandung betakaroten dan memiliki
aktivitas antioksidan (Jacobus 2003), tidak toksik bagi tubuh (Arisudana 2003),
bioaviabilitas klorofil pada tikus sparague daeley (SD) (Hendriyani 2003),
bioaviabilitas flavonoid pada tikus SD (Raharjo 2004) dan bersifat antikanker
(Pranoto 2003, Chalid 2003).
Sifat antikanker cincau hijau telah diteliti secara in vitro pada galur sel
kanker K-562 dan Hela di mana ekstrak cincau hijau memiliki efek toksik dan
menghambat proliferasi sel kanker (Ananta 2000). Chalid (2003) menguji
aktivitas antikanker cincau hijau Cyclea barbata L.Miers dan
P.oblingifolia Merr. pada mencit C3H, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
4
bubuk gel daun cincau hijau yang ditambahkan pada pakan mampu menghambat
pertumbuhan volume jaringan kanker payudara. Daun cincau hijau
Cyclea barbata L.Miers memiliki kandungan zat utama turunan alkaloid seperti
limasin, thalrugosin, homoaromlin, tetrandin, cycleapeltin (Saxena et al. 2003).
Sedangkan sifat antikanker cincau hijau P.oblingifolia Merr. karena mengandung
bioaktif alkaloid, fenol dan tanin (Aryudhani 2011).
1.2. Rumusan Masalah
Dari penelitian terdahulu yang menunjukkan bubuk daun cincau hijau
P.oblongifolie Merr dan Cyclea barbata L Miers dapat menghambat pertumbuhan
adenocarsinoma mammae mencit C3H, maka pada penelitian ini ingin diketahui
apakah pemberian bubuk daun cincau hijau P.oblogifolia Merr dapat menghambat
proliferasi dan meningkatkan apoptosis pada adenocarsinoma mammae mencit
C3H ?
1.3. Hipotesis
Hipotesis yang disajikan pada penelitian ini adalah :
1) bubuk daun cincau hijau P.oblingifolia Merr. memicu apoptosis pada sel
kanker dengan peningkatan ekspresi JNK 1/2 dan kaspase-7 pada
adenocarsinoma mammae mencit C3H.
2) bubuk daun cincau hijau P.oblingifolia Merr. menghambat proliferasi pada
sel kanker dengan penurunan ekspresi ERK 1/2 dan COX-2 pada
adenocarsinoma mammae mencit C3H.
1.4. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme
antikanker cincau hijau melalui induksi apoptosis dan penghambatan proliferasi
dengan cara :
1) analisis profil jaringan kanker berdasarkan pewarnaan HE
(hematoksilin-eosin).
5
2) analisis ekspresi enzim kaspase-7 dan protein kinase JNK 1/2 sebagai
penanda proapoptosis sel kanker dengan metode analisa
imunohistokimia (IHK).
3) analisis ekspresi protein kinase ERK-1/2 dan enzim COX-2 sebagai penanda
antiapoptosis sel kanker dengan metode analisa imunohistokimia (IHK).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Pangan Antikanker
Fungsi pangan yang utama bagi manusia adalah untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi tubuh sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan
berat badan. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan hidup
sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan adalah untuk memperoleh
tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal.
Bahan pangan yang banyak diminati, selain memiliki komposisi gizi
yang baik, serta penampakan dan citarasa yang menarik, juga harus memiliki
fungsi fisiologis bagi tubuh, seperti menurunkan tekanan darah, menurunkan
kadar kolesterol dan menurunkan kadar gula darah. Hal ini dinyatakan oleh
Golberg (1994) bahwa pemilihan bahan pangan bertumpu pada kandungan gizi,
kelezatan, serta pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Bahan pangan yang dapat
menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari suatu penyakit dikenal
dengan pangan fungsional. Kandungan gizi dan non gizi pada pangan fungsional
memiliki khasiat untuk kesehatan dan kebugaran tubuh atau sebagai pencegah
penyakit termasuk kanker.
Makanan yang tidak sehat dengan kandungan gizi tidak seimbang dapat
memicu timbulnya penyakit. Makanan dengan lemak tinggi, minuman beralkohol,
daging merah, makanan yang dibakar, serta makanan yang mengandung zat
karsinogen dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kanker
(Wijayakusuma 2005). Anan et al. (2008) menyatakan pangan yang dikonsumsi
memiliki andil pada kejadian kanker sebesar 30-35%. Sebagai contoh, konsumsi
daging merah meningkatkan kejadian kanker saluran cerna, prostat, empedu dan
payudara. Begitu juga dengan bahan tambahan pangan seperti nitrat dan nitrit
pada daging olahan merupakan karsinogen kuat.
Konsumi pangan berbasis tanaman dapat mencegah penyakit, menurut
WHO (2008) konsumsi buah dan sayur minimal 400 gr/hari atau lima kali
penyajian dapat mencegah penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes dan
kanker. Keberadaan komponen bioaktif yang terdapat dalam sayuran diduga
berhubungan dengan induksi enzim detoksifikasi, penghambatan proses
8
karsinogenesis, efek antioksidan, dan pengikatan karsinogen oleh serat pada
saluran cerna (Brandi et al. 2004).
Beberapa jenis tumbuhan diantaranya brokoli (Brassika oleracea)
memiliki sifat antikanker (Brandi et al. 2004). Ekstrak mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa) dapat menghambat laju perkembangan kanker yang
bekerja melalui mekanisme imunostimulator dan sitotoksik pada mencit C3H
(Suryanto 2007). Teh hijau (L-theanin) dapat menghambat pertumbuhan kanker
payudara pada mencit C3H yang ditunjukkan oleh peningkatan skor porfirin dan
indeks apoptosis (Nugroho 2009). Selain itu, kurkumin yang berasal dari kunyit
dapat menghambat pertumbuhan dan menginduksi aktivasi apoptosis melalui
kaspase-3 pada galur sel T47D (Yadav 2011).
2.2. Tanaman Cincau Hijau
Cincau telah dikenal secara luas di Indonesia. Jenis cincau hijau yang
digunakan masyarakat ada dua yaitu Cyclea barbata L. Miers dan
Premna Oblongifolia Merr. Kedua tanaman cincau hijau tersebut berbeda
Cyclea berbata L.Miers merupakan tanaman merambat dari famili
Menispermaceae (de Padua & Bunyapraphatsara 1990), sedangkan tanaman
cincau hijau P. oblongifolia Merr. dari famili Vebernaceae termasuk tanaman
perdu (Sosef & Hong 1998).
Tanaman cincau hijau Premna Oblongifolia Merr. berasal dari Asia
Tenggara dan tersebar dari dataran rendah hingga ketinggian 800 m di atas
permukaan laut (Kusharto et al. 2008). Cincau hijau jenis P. oblongifolia Merr
merupakan tumbuhan semak-semak, pohon tegak atau liana yang dapat tumbuh
mencapai tinggi 4 meter. Tumbuhan P. oblongifolia Merr. memiliki daun
berbentuk oval, dengan panjang daun kurang lebih 1,5 kali lebarnya. Tulang daun
membujur (oblong) atau bulat telur berujung runcing. Gambar cincau hijau
Premna oblongifolia Merr. disajikan pada Gambar 1.
9
Berikut adalah klasifikasi P. oblongifolia Merr. (Sosef & Hong 1998).
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Premna
Spesies : P. oblongifolia Merr.
Gambar 1. Tanaman cincau hijau P. oblongifolia Merr. (Sumber : Dokumentasi pribadi)
Secara tradisional, daun tanaman cincau hijau digunakan untuk membuat
makanan sejenis gel (hidrikoloid) dan banyak dijual sebagai bahan pengisi
minuman segar. Kandungan gizi daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan gizi daun cincau hijau Premna oblongifolia Merr.
Komponen Bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr (%) b/k Jacobus (2003) Chalid (2003) Pranoto (2003)
Kadar protein 18,17 17,64 18,08 Kadar air daun segar 79,45 79,45 - Kadar air bubuk daun 2,93 2,45 2,51 Kadar serat kasar 52,55 51,01 52,00 Kadar lemak 2,15 2,12 2,14 Kadar abu 8,11 8,11 8,31
10
2.3. Khasiat Biologis Cincau Hijau P.oblongifolia Merr.
Pada cincau hijau Cyclea barbata mengandung alkaloid isoquinolines yaitu
tetandrin yang berkhasiat dan digunakan sebagai pengobatan penyakit Malaria
(Plasmodium falcifarum I) (Saxena et al. 2003). Daun cicau hijau Cyclea barbata
juga mengandung beberapa jenis bis-benzyl-isoquinoline alkaloid seperti
berbamine, chondocurine, alpha dan beta cyclanoline, fangchinoline,
homoaromoline, isochondocurine, isotetrandine, lemacine dan tetrandine
(Tantisewie 1986 diacu dalam Siregar 2011). Premna odorata Blanco
mengandung senyawa fitokimia yang bersifat antiinflamasi, serta flavonoid yang
dapat digunakan sebagai agen kemoterapeutik yaitu diosmetin dan acacetin
(Pinzon et al. 2011), selain itu daun Premna integrifolia Linn mengandung
verbascoiside dan tiga monoacyl-6-0-alpha-Lrhamnopyranosylcatalpols yang
memiliki aktivitas antibakteri (Karmakar et al. 2011).
Cincau hijau P. oblongifolia Merr. mengandung klorofil yang relatif tinggi
(1.709 ppm) dibanding dengan jenis daun lainnya seperti murbei (884 ppm),
katuk (1.509 ppm) dan pegagan (832 ppm) (Kusharto et al. 2008). Kadar serat
pada cincau hijau Premna oblongifolia Merr. lebih tinggi dibandingkan
C. barbata L. Miers. Hal ini menjadikan cincau hijau P. oblongifolia Merr. lebih
berpotensi sebagai bahan pembuatan minuman instan berserat. Penelitian
mengenai kandungan serat cincau hijau P. oblongifolia Merr juga dilakukan oleh
Nurdin et al. (2005) yang menyatakan bahwa cincau hijau P. oblongifolia Merr
merupakan sumber serat yang potensial dijadikan sumber pengayaan pangan.
Selain kandungan seratnya lebih tinggi, cincau hijau P. oblongifolia Merr. juga
mengandung beta karoten yang dapat berfungsi sebagai prekursor vitamin A dan
antioksidan dengan cara menghambat peroksidase lipid secara nonenzimatik
(Jacobus 2003).
Ananta (2000) menyatakan bahwa ekstrak daun cincau hijau
C. barbata L. Miers. mengandung senyawa polar terdiri atas komponen fenol,
protein dan alkaloid. Senyawa polar tersebut mampu menghambat proliferasi sel
kanker galur sel kanker K-562 dan Hela. Sedangkan Aryudhani (2011) melakukan
uji fitokimia pada bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. Hasil penelitian
11
tersebut menunjukkan bahwa kandungan alkaloid pada daun P. oblongifolia Merr.
baik segar maupun bubuk menunjukkan hasil yang positif.
Alkaloid merupakan kelompok besar metabolit sekunder tanaman yang
terdiri dari berbagai jenis senyawa kimia yang berbeda dengan diversivitas
sifatnya sebagai obat. Alkaloid memiliki struktur cincin dengan substansi yang
mengandung nitrogen (Jiang & Hu 2009). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Meiyanto et al. (2008) bahwa alkaloid merupakan senyawa yang dapat berperan
sebagai antikanker. Hasil penelitian Setiawati (2003) menunjukkan bahwa cincau
hijau dapat meningkatkan limfosit. Cincau hijau mengandung alkaloid sejenis
scopolamin dan alkaloid semipolar sejenis tropic acid yang keduanya tidak
bersifat toksik pada tubuh manusia (Arisudana 2003).
Nugraheni (2003) menyatakan bahwa cincau hijau P.oblongifolia Merr.
mampu menurunkan kadar sitokrom p-420 sebesar 0,20 nmol/mg dan
meningkatkan aktivitas glutation peroksidase pada darah sebesar 12,72
nmol/min/mg protein. Penelitian secara in vivo yang dilakukan Chalid (2003)
memperlihatkan bahwa aktivitas antikanker cincau hijau P.oblongifolia Merr.
dan C. barbata L. Miers. dapat menghambat laju pertumbuhan kanker yang
dicerminkan dari volume jaringn kanker yang lebih rendah dibandingkan dengan
pembanding yang diberi pakan tidak mengandung ekstrak daun cincau hijau.
2.4. Siklus Sel
Siklus sel adalah serangkaian proses pembelahan sel menjadi dua. Proses
proliferasi sel diawali adanya stimulus eksternal seperti faktor pertumbuhan untuk
memasuki G1, satu sel akan mengalami replikasi sampai akhir G1 kemudian
faktor pertumbuhan akan menetap menjadi faktor pertumbuhan yang menginduksi
atau penghambat faktor pertumbuhan seperti TGFβ. Perubahan tersebut
tergantung dari protein yang mengatur siklus sel. Mitogen dan faktor
pertumbuhan menginduksi sel untuk memasuki siklus sel melalui kontrol poin G1.
Proses pembelahan sel menjadi dua sel identik melalui dua proses utama
yaitu replikasi DNA yang dikenal sebagai fase S dan penggandaan kromosom
menjadi dua sel, yang dikenal dengan fase M. Pembelahan sel secara umum dapat
dibagi menjadi dua tahap yaitu Mitosis (M) dan Interfase. Tahap mitosis terdiri
atas profase, metafase, anafase dan telofase, sedangkan tahap interfase terdiri atas
12
fase G1, S dan G2. Hal yang mendasari siklus sel menjadi empat fase yaitu fase
presynthetic growth phase I (G1), fase sintesis DNA (S), premitotic growth phase
(G2) dan fase mitosis (M) (Vermeulen et al. 2003). Pada siklus sel terdapat pula
fase quiescent cells atau fase istirahat yang dibut G0. Siklus sel disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Siklus Sel (Alberts et al. 2002).
Fase G adalah “gap” antara fase M dan fase S. Terdapat dua fase G yaitu
G1 dan G2 yang berfungsi sebagai penundaan waktu pertumbuhan sel. Fase G
juga menyediakan waktu untuk sel memonitor keadaan internal maupun eksternal
untuk memastikan bahwa kondisi memungkinkan dan cocok untuk melakukan
perbanyakan pada fase S dan pembelahan pada fase M. Fase G1 memiliki peran
sangat penting pada masa ini. Jika kondisi ekstraseluler tidak menguntungkan,
maka sel akan memasuki fase G0 di mana sel berhenti berkembang. Jika kondisi
lingkungan mendukung dan terdapat sinyal untuk tumbuh maka sel akan memulai
proses perkembangan pada fase G1. Fase G1 merupakan fase terpanjang setelah
sel mengalami mitosis. Selama fase ini sel menyiapkan diri untuk sintesis DNA
dan biosintesis RNA dan protein.
Fase G1 akan dilanjutkan dengan fase S. Pada fase S terjadi proses
replikasi DNA dengan bantuan enzim DNA polimerase dan sintesa histone, pada
fase akhir DNA mengandung sel ganda dan replikasi kromosom. Selanjutnya sel
memasuki fase G2, pada fase ini terjadi pembentukan RNA, protein serta enzim
13
untuk persiapan fase M sebagai fase berikutnya. Jika terjadi kerusakan DNA atau
DNA tidak bereplikasi dengan sempurna, maka proliferasi sel menuju fase M
diberhentikan pada fase G2. Jika pada fase G2 tidak terjadi hambatan, maka sel
akan memasuki fase M yang terdiri dari profase, metafase, anafase dan telofase,
sehingga satu sel membelah menjadi dua sel identik (Alberts et al. 2002).
G0 adalah fase istirahat, tidak ada mitogen, sel matur/akhir diferensiasi.
Keluar dan masuknya sel kedalam siklus sel dikontrol oleh perubahan
tingkatan dan aktivitas protein yang disebut cyclins. Protein yang berhubungan
dengan siklus sel yaitu cyclins dependent kinase (CDKs) dan cyclin-dependent
kinase inhibitor (CKIs). Cyclins memiliki peranan penting pada sinyal transduksi
dan koordinasi pada tiap fase siklus sel. Sintesis dan degradasi dari CDKs diatur
oleh ikatan CDK inhibitors, hal ini penting untuk pengaturan cek poin pada siklus
sel (G1 S dan G2 M) yang berfungsi untuk menahan siklus sel bila terjadi
kerusakan DNA supaya tidak terjadi replikasi.
Cek poin pada siklus sel berfungsi untuk merespon kerusakan DNA,
proses ini penting untuk menjaga integritas sel. Pada siklus sel terdapat beberapa
cek poin yaitu cek poin G1 pada fase S, cek poin G2 menahan siklus sel sebagai
respon kerusakan DNA yang tidak bereplikasi selama fase S, cek poin M untuk
menginaktifkan chromosomal segregation sebagai respon dari misalignment
pada mitotic spindel. Gangguan fungsi pada cek poin akan mengakibatkan mutasi
pada sel yang dapat menginduksi karsinogenesis.
Pada kanker terjadi perubahan genetik yang mendasar dalam mengontrol
pembelahan sel, sehingga menghasilkan proliferasi sel yang tidak terkendali.
Perubahan genetik tersebut disebabkan oleh mutasi pada protoonkogen maupun
tumor supresor gen. Mutasi pada protoonkogen menjadi onkogen memicu
pertumbuhan tumor, sedangkan inaktivasi tumor supresor gen menghasilkan
disfungsi protein yang terlibat dalam menghambat progresi siklus sel
(Vermeulen et al. 2003).
2.5. Kanker
Kanker adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh sel yang telah
kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami
pertumbuhan yang tidak terkendali. Pertumbuhan sel kanker tidak mengikuti pola
14
sel yang normal (Kumar et al. 1997). Pertumbuhan sel abnormal diklasifikasikan
sebagai pertumbuhan nonneoplastik dan neoplastik. Kanker mengikuti pola
pertumbuhan neoplastik dimana memiliki ciri anaplasia. Pola pertumbuhan
neoplastik bersifat nonreversibel. Pertumbuhan neoplastik dibagi menjadi
neoplasma benigna dan neoplasma maligna. Neoplasma benigna meliputi
papiloma atau kutil, sedangkan neoplasma maligna meliputi tumor padat dan
leukemia.
Kanker adalah istilah umum untuk semua neoplasma maligna. Sifat
mikroskopik dari sel kanker adalah pleomorfisme di mana sel kanker bervariasi
ukuran dan bentuknya, hiperkromatin, polimorfisme, dan aneuploidi. Pada kanker
payudara penamaannya mengikuti tempat dan bentuk jaringan. Kanker payudara
termasuk tumor jaringan epitel, dengan susunan sel berbentuk epitel glandular
maka diberi nama adenocarsinoma (Otto 2003).
2. 5. 1 Karsinogenesis
Karsinogenesis adalah proses perubahan sel normal menjadi sel
kanker, proses ini memerlukan waktu yang lama. Pada umumnya kanker timbul
karena paparan karsinogen secara berlebihan yang menyebabkan kerusakan DNA.
Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga tahap utama yaitu inisiasi, promosi dan
progresi (Gambar 3). Tahap inisiasi berlangsung cepat. Karsinogen yang masuk
ke dalam tubuh akan berikatan dengan DNA, menyebabkan DNA mengalami
mutasi (Hodgson & Levi 2000).
Pada akhir tahap inisiasi belum terlihat perubahan histologis dan
biokimiawi, hanya terlihat nekrosis dan peningkatan proliferasi sel
(Hejmadi 2010). Sel berusaha mengoreksi mutasi yang terjadi. Jika perbaikan
DNA mengalami kegagalan, maka sel yang termutasi merupakan cikal bakal
kanker dan menandai dimulainya tahap promosi (Zakaria 2001).
15
Gambar 3. Skema utama karsinogenesis zat kimia (Hodgson & Levi 2000).
Sel terinisiasi yang terpapar promotor akan memperpendek masa laten
dan mempercepat pembentukan tumor. Selanjutnya, induksi promotor pada sel
terinisiasi, menyebabkan sel kehilangan kontrol terhadap pertumbuhan, sehingga
sel mengalami pertumbuhan tidak normal. Tahap promosi adalah proses yang
menyebabkan sel termutasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus
promotor (lihat Gambar 3). Senyawa karsinogenik, senyawa hasil oksidasi selama
proses detoksifikasi dan senyawa polutan dapat berperan sebagai promotor.
Tahap promosi berlangsung bertahun-tahun dan reversibel sebelum
terbentuknya sel tumor yang otonom. Sel prenoeplasma dapat tumbuh terus,
sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. Sel preneoplasma lebih tahan
terhadap lingkungan dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih besar dari
pada sel normal. Pada tahap ini sebagian sel mengalami perkembangan progresif
Pembentukan tumor
Aktivasi metabolik
Zat kimia karsinogen Reaksi detoksifasi (konjugasi, dsb)
Karsinogen utama Detoksifikasi selular (berikatan dengan nukleofil yang lain)
Berikatan dengan DNA (INISIASI)
Perubahan DNA
Perbaikan DNA
Replikasi
Sel tumor laten
Pertumbuhan (PROMOSI)
PROGRESI
Kanker (Malignan)
Metastasis
16
menjadi sel neoplasma yang ireversibel (Hejmadi 2010). Pada akhir tahap
promosi terdapat gambaran histologis dan biokimiawi yang abnormal.
Sel neoplasma yang ireversibel masuk pada fase progresi, pada fase ini
terjadi ekspansi populasi sel secara spontan. Akibatnya, sel menjadi kurang
responsif terhadap sistim imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada akhir fase ini
gambaran histologis dan klinis menunjukkan keganasan. Sel kanker terus
berkembang dan menuju tahap metastasis.
Metastasis adalah migrasi sel kanker dari lokasi inti ke jaringan atau
organ lain yang melibatkan proses biologis kompleks pada tingkat molekuler
(Hejmadi 2010). Metastasis diawali dengan invasi lokal. Invasi lokal adalah
proses sel kanker memisahkan diri melalui membran barier, kemudian berlanjut
pada tahapan intravasion dimana sel kanker akan menembus dinding kapiler dari
limfatik dan ikut sirkulasi limfatik. Transportasi sel kanker dalam tubuh dapat
menggunakan sirkulasi darah atau sirkulasi limfatik, sel kanker dapat beredar ke
seluruh bagian tubuh. Tahap akhir dari migrasi sel kanker adalah ekstravasion.
Tahap ini sesungguhnya mirip dengan tahap intravasion, hanya saja pada tahap
ini perpindahan sel kanker terjadi dari sirkulasi limfatik menembus dinding
kapiler untuk berkembanag biak pada jaringan atau organ yang baru
(Hejmadi 2010). Setelah melalui fase ekstravasion, sel kanker reaktif terhadap
jalur proliferasi dan mulai membentuk massa tumor yang baru, baik pada lumen
maupun kapiler melalui pembuluh darah (Hodgson & Levi 2000).
2. 5. 2 Jalur Sinyal Transduksi
Ketidakseimbangan antara proliferasi dan apoptosis pada sel yang
termutasi merupakan penanda yang cukup signifikan pada kejadian kanker.
Pertumbuhan dan proliferasi sel adalah dua hal yang berkaitan pada fenomena
koordinasi biologis sel. Kendali pertumbuhan yang penting adalah penginduksian
sel istirahat (resting cell) pada fase G0 ke siklus sel.
Aktivasi protein kinase merupakan mekanisme dari transduksi sinyal
pada berbagai proses seluler. Jalur transduksi sinyal MAPK memodulasi banyak
peristiwa seluler baik apoptosis, diferensiasi, proliferasi dan metabolisme sel
(Imajo et al. 2006). Jalur sinyal transduksi merupakan jalur komunikasi sel yang
17
komplek. Transduksi sinyal berlangsung dalam beberapa tahap yang disebut
dengan kaskade. Sinyal intraseluler kaskade adalah jalur komunikasi utama antara
membran sel dengan target pada kompartemen intraseluler.
Deregulasi sinyal sel merupakan bagian penting pada perkembangan
kanker. Tirosin kinase, faktor pertumbuhan dan protein G-reseptor/reseptor-G
merupakan perantara bagi MAPK dalam jalur sinyal transduksi ekstraseluler, hal
ini berperan untuk meregulasi faktor transkripsi yang dapat mengontrol
diferensiasi, pertumbuhan dan apoptosis pada sel (Takekawa et al. 2011).
Tiga famili protein yang termasuk dalam MAPK yaitu : stress-activated
protein kinase (SAPK/c-jun-NH2
Aktivator utama ERK 1/2 adalah rangsangan mitogen yang berupa faktor
pertumbuhan, ERK 1/2 yang teraktivasi menyebabkan pertumbuhan dan
kelangsungan hidup sel. Sedangkan, JNK dan p38 diaktifkan oleh reaksi ultra
violet, kerusakan DNA dan hidrogen peroksida. JNK dan p38 yang
teraktivasi menyebabkan sel mengalami apoptosis (Zhou et al. 2006 dan
Takekawa et al. 2011).
-kinase (JNK), p38 dan extraselullar signal
regulated kinase (ERK). Mekanisme aktivasinya melalui fosforilasi baik treonin
maupun residu tirosin. Perbedaan stimulus yang mengaktivasi peristiwa reaksi
MAPK kaskade mengakibatkan perbedaan respon yang bisa ditimbulkan yaitu
proliferasi, differensiasi dan apoptosis. Perbedaan stimulus yang mengaktivasi
jalur MAPK disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Jalur sinyal MAPK kaskade (Takekawa et al. 2011).
18
Pada Gambar 4. ERK 1/2 teraktivasi oleh mitogen. Jalur ERK dikenal
juga dengan mitogen kinase kaskade klasik karena dipengaruhi oleh stimulus
faktor pertumbuhan (Roux 2004). ERK 1/2 diaktifkan oleh berbagai faktor
pertumbuhan dapat menginduksi sel saat berada pada fase istirahat (G0), menuju
siklus sel, proliferasi, diferensiasi dan migrasi sel. Aktivasi ERK 1/2 merupakan
proses penting pada pertumbuhan kanker. Beberapa jenis faktor pertumbuhan
seperti EGF (epidermal growth factor), FGF (fibroblast growth factor), PDGF
(platelet derived growth factor) dan VGFG (vaskuler endotilial growth factor)
setelah berikatan dengan reseptor tirosin kinase yang spesifik, kemudian bekerja
melalui ERK 1/2 kinase dan menyebabkan proliferasi (Brandon et al. 1997).
Sebagai contoh EGF ketika berikatan dengan reseptor EGF, akan menyebabkan
reseptor melakukan otofosforilasi pada residu tirosin dan mengikat komplek
Grb2-Sos untuk mengaktivasi ligan pada membran sel yang berikatan dengan Ras,
yang selanjutnya akan mengaktivasi Ras/Raf-Mek1/2-ERK 1/2 kinase kaskade
(Takekawa et al. 2011).
Peranan JNK pada sel tumor terjadi melalui induksi Ras yang
membutuhkan c-Jun, sehingga menjadi komplek yang terfosforilasi oleh JNK.
JNK yang telah aktif menginduksi Bcl-2 yang kemudian akan mengaktivasi Bax
yang menyebabkan membran mitokondria rusak. Kerusakan membran
mitokondria ini akan menyebabkan Sitokrom C (sebagai protein proapoptosis)
keluar dari mitokondria. Bersamaan dengan pelepasan sitokrom C, energi ATP
terbentuk menjadi kompleks molekul Apaf-1. Kompleks tersebut akan
mengaktifkan kaspase-9 sebagai protein inisiator. Aktivasi kaspase-9 bekerja
bersama kompleks sitokrom-C, ATP dan Apaf-1 membentuk apoptosom, yang
akan mengaktifkan kaspase-3 dan kaspase-7, kaspase-3 dan kaspase-7 ini
merupakan protein efektor yang akan mendegradasi sel menuju apoptosis
(Wada & Penninger 2004).
2. 5. 3 Jalur Sinyal Apoptosis
Apoptosis merupakan jalur kematian sel yang dipacu oleh mekanisme
pengaturan intraseluler. Sel yang akan mati mengaktifkan enzim untuk
mendegradasi DNA inti dan protein sitoplasma. Pada apoptosis, membran plasma
masih utuh, tetapi terjadi perubahan struktur menjadi sel apoptosis yang akan
19
menjadi target fagositosis oleh makrofag. Apoptosis dapat diamati pada
perubahan sel baik secara morfologi dan biokimiawi.
Aktivasi apoptosis akan menyebabkan reaksi enzimatis intraseluler.
Stimulus yang dapat menginduksi apotosis bisa berasal dari luar maupun dalam
sel. Stimulus apoptosis diantaranya adalah terbentuknya ligan pada reseptor
permukaan sel, faktor pertumbuhan, kerusakan DNA, paparan radiasi, obat-obatan
kemoterapi dan stres (Gewies 2003). Proses apotosis bisa terjadi melalui dua jalur,
yaitu jalur intrinsik (mitochondrial pathways) dan jalur ekstrinsik (death
resceptor-initiated pathways), sebagaimana disajikan pada Gambar 5
(Huang & Manel 2010).
Gambar 5. Jalur apoptosis ekstrinsik dan intrinsik (Elmore 2007).
Kaspase merupakan homolog cystein protease, sebagai pusat sinyal
apoptosis yang mengaktifkan mayoritas kejadian pada apoptosis. Kaspase-2, -3,
-6, -7, -8, -9 dan -10 telah dikenal memiliki peran penting pada jalur sinyal
apoptosis. Proapoptosis kaspase dikelompokkan menjadi kaspase inisiator yang
terdiri dari kaspase -2, -8, -9 dan -10 dan kaspase yang termasuk dalam kelompok
eksekusioner yaitu kaspase-3,-6 dan -7. Proses apoptosis terdiri atas fase inisiasi
20
dan fase eksekusi. Pada fase inisiasi, kaspase menjadi aktif secara katalitik, pada
fase eksekusi terdapat enzim-enzim yang berperan pada proses kematian sel.
Inisiasi apoptosis terjadi karena terdapat sinyal dari dua jalur yang berbeda, yaitu
sinyal jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik (Gewies 2003).
Pada Gambar 5, terlihat bahwa proses apoptosis melibatkan proses
berbagai tingkatan sel. Pada jalur ekstrinsik, molekul sinyal dikenal sebagai ligan
yang dilepas oleh sel. Ligan tersebut akan berikatan dengan reseptor kematian
pada membran sel target dan akan menginduksi apoptosis melalui kaspase
kaskade. Selanjutnya, jalur apoptosis ekstrinsik disebut juga jalur reseptor
kematian. Jalur ini diinisiasi oleh pengikatan reseptor kematian pada membran sel
yang membentuk ligan. Ligan FADD (fas-associated via death domain) dan
TRADD (tumor necrosis factor reseptor-1-associated death domain) yang
berinteraksi mengaktifkan prokaspase-8 menjadi kaspase-8 melalui death
domain. Kaspase-8 mengaktifkan prokaspase-3 menjadi kaspase-3 sehingga
terjadi kaspase kaskade yang berujung pada apoptosis sel (Gewies 2003).
Jalur intrinsik dipicu oleh stres seluler khususnya stress mitokondria
yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kerusakan DNA dan stres
oksidatif. Protein antiapoptosis yaitu Bcl-2 dean Bcl-X pada keadaan normal
berada disekitar membran mitokondria dan sitoplasma. Ketika sel kehilangan
kemampuan mempertahankan diri atau mengalami stres, maka Bcl-2 dan atau
Bcl-X akan menghilang dari membran mitokondria dan digantikan oleh kelompok
protein pro-apoptosis seperti Bax, Bak dan Bim. Ketika Bcl-2 dan Bcl-X sudah
tidak berada disekitas membran, maka akan terjadi peningkatan permeabilitas
membran mitokondria yang menyebabkan mitokondria akan mengeluarkan
protein yang akan mengaktifkan kaspase kaskade. Salah satu dari protein tersebut
adalah sitokrom-C yang akan membentuk komplek dengan apoptotic-protease-
activating factor-1 (apaf-1) dan prokaspase-9 membentuk apoptosom. Proses ini
akan mengaktivasi prokaspase-9 menjadi kaspase-9 yang selanjutnya akan
mengaktivasi kelompok kaspase eksekusioner (kaspase-3 dan kaspase-7) yang
selanjutnya akan melepaskan substrat protein spesifik untuk menghasilkan sinyal
kematian menuju apoptosis ( Gewies 2003).
21
Sel yang sudah mengalami apoptosis memiliki tanda molekul pada
permukaan, yang membuat sel tersebut dapat dikenali oleh sel didekatnya untuk
difagosit. Makrofag reseptor akan berikatan dengan sel apoptosis yang
menyebabkan sel apoptosis dapat difagositosis. Proses fagositosis ini efisien
untuk menghilangkan sel yang mati tanpa menimbulkan proses inflamasi.
2. 5. 4 Peranan COX-2 Pada Apoptosis dan Proliferasi
Proses apoptosis pada kanker dapat dihambat salah satunya dengan
induksi enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Pada keadaan normal COX-2 tidak
terekspresi secara signifikan. Metabolisme asam arakidonat melalui jalur
siklooksigenase (COX) menghasilkan eicosanoids yang berimplikasi pada
patogenesis penyakit pada manusia, termasuk kanker (Hu at al. 2003). COX
adalah enzim pertama pada jalur ini yang memproduksi prostaglandin (PG) dan
tromboksan (Tx) dari asam arakidonat. Enzim siklooksigenase (COX) terdapat
dalam dua isoform, yaitu COX-1 dan COX-2. Kedua enzim tersebut mengkatalisis
reaksi dan menghasilkan produk yang sama, yaitu prostaglandin, tetapi dengan
fungsi biologis yang berbeda.
COX-1 merupakan enzim konstitutif yang diekspresikan pada hampir
semua jaringan yang mengkatalisis pembentukan prostanoid regulatoris pada
berbagai jaringan, terutama pada selaput lendir traktus gastrointestinal,
ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. COX-1 menyebabkan
pembekuan/penggumpalan darah secara normal. Sebaliknya COX-2
tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimulus oleh
berbagai faktor antara lain tumor promotor, sitokin, faktor pertumbuhan dan
stimuli inflamasi, viral onkogen dan mitogen (Kujubu 1991, Bahkle 2001,
Howe & Dannenberg 2003, Wendum et al. 2004, Nakamura et al. 2004).
COX-2 dikenal sebagai prostaglandin H2 synthase-2 (PGHS-2). Enzim
ini berperan pada katalisasi awal saat terjadi proses oksidasi dari asam arakidonat
menjadi prostaglandin yang terlibat pada reaksi inflamasi dan rasa nyeri. COX-2
merupakan protein yang biasanya tidak ada pada keadaan sel normal, namun
jumlahnya akan meningkat secara cepat (2-4 jam) jika sel mengalami gejala
patologis seperti inflamasi (Bakhle 2001).
22
COX-2 terekspresi secara kuat sebagai respon dari faktor pertumbuhan
dan beberapa endotoksin. COX-2 memainkan peranan penting pada proses
tumorgenesis. Selain terinduksi pada proses inflamasi, ekspresi COX-2 secara
berlebih juga ditemukan pada banyak tipe premalignan dan neoplasma malignan
pada manusia dan organisme lain, seperti pada kanker prostat, payudara dan liver
(Hu et al. 2003), dan kolorektal (Moore & Simmons 2000). Prostaglandin hasil
aktivitas COX-2 terlibat dalam karsinogenesis melalui stimulus dari proses
proliferasi sel, angiogenesis dan penghambatan apoptosis(Koki & Masferrer 2002,
Singh et al. 2007).
COX-2 berkontribusi pada perkembangan berbagai jenis tumor
(Juuti et al. 2006). Peningkatan kadar PGE2
Howe & Dannenberg (2003), Wendum et al. (2004), menyatakan bahwa
COX-2 pada kanker payudara memiliki peranan pada beberapa proses seperti
berikut :
telah diduga memiliki hubungan
dengan kanker payudara (Liu & Rose 1996) dan merupakan indikator dari
metastasis/keganasan kanker ( Lin et al. 2009). Peningkatan COX-2 dan
produksi PG diinduksi oleh viral dan transformasi Ras termediasi dari sel epitel
payudara (Liu & Rose 1996). Pada mencit model transgenik, ekspresi COX-2
berlebih dalam sel epitel payudara merupakan indikasi bahwa COX-2
menginduksi tumorgenesis kanker payudara (Lane & Hla 2001). Pada tikus model
metastasis kanker payudara, kadar prostaglandin (PG) memiliki korelasi positif
dengan kejadian tumorigenesis dan potensial metastasis (Kundu et al. 2001,
Lin et al. 2009).
1. Penghambatan apoptosis dengan cara induksi PGE2, yang kemudian akan
meningkatkan ekspresi protein anti apoptosis Bcl2
2. Meningkatkan angiogenesis melalui peningkatan kadar PGE2, yang diikuti
dengan peningkatan VEGF, endotelin-1 dan produksi PDGF.
dan menurunkan ekpresi
protein proapoptosis yaitu Bax dan melemahkan sinyal NO (nitrit oksida).
3. Peningkatan invasif melalui ekspresi berlebih dari CD44.
4. Meningkatkan perkembangan sel melalui aktivasi reseptor estrogen.
5. Produksi mutagen dengan cara memetabolisme asam arakidonat.
23
Induksi COX-2 pada kanker berhubungan dengan peningkatan produksi
PGE-2, dimana PGE-2 merupakan salah satu produk mayor dari COX-2 yang
dikenal memiliki peran dalam proliferasi sel. Prostaglandin E2 beraksi melalui
reseptor membran yang berbeda yaitu EP reseptor. Terdapat empat jenis EP
reseptor yaitu : EP1, EP2, EP3 dan EP4. Reseptor ini terletak pada permukaan sel.
PGE-2 memodulasi pertumbuhan kanker tulang ( Yamaki et al. 2004). Pada
penelitian tersebut memperlihatkan bahwa aktivitas PGE-2 sarkoma (Scr) kinase
pada sel A549 yang memodulasi proliferasi sel. Sel ini mengekspresikan EP3
yang mengaktivasi Scr kinase. Scr menginduksi aktivasi secara fosforilasi dari
STAT3 yang merupakan faktor transkripsi yang dikenal meregulasi cyclin D1
transkripsi, yang memegang peranan pada proses proliferasi sel. Apoptosis dapat
dihambat oleh regulasi STAT3 yang mengatur transkripsi dari Bcl-XL yang
merupakan protein anti-apoptosis. Selain itu, Scr memfosforilasi p27 yang
merupakan protein penghambat siklus sel terutama pada fase G1 menuju fase S.
Protein ini memiliki fungsi ganda sebagai bentuk unphosphorilated p27
menghambat siklus sel sekaligus memiliki peran pada proliferasi sel. PGE-2
meningkatkan proliferasi sel melalui fosforilasi p27 lewat EP4 reseptor.
2. 6. Mencit C3H
Mencit C3H berasal dari WE Heston National Cancer Institute di
Amerika Serikat. Mencit ini berwarna abu-abu tua. Mencit galur ini memiliki
insiden tumor kelenjar susu yang tinggi yaitu 81% pada mencit betina yang
beranak. Kanker payudara pada mencit C3H pertama kali ditemukan oleh Bittner
(1936). Mencit tersebut mengandung virus yang dikenal sebagai milk transmitter
mouse mamary tumor virus (MMTV). Virus tersebut dapat dipindahkan pada
keturunannya melalui air susu ibunya. Kanker payudara pada galur mencit ini
tidak bergantung pada hormon (Fantozzi & Gergard 2006).
Tumor kelenjar susu mencit C3H dapat ditransplantasikan secara
berulang. Tumor hasil transplantasi tetap tumbuh progresif sampai tahap tertentu,
kemudian mengalami regresi spontan secara berangsur-angsur. Hal ini dapat pula
terjadi secara sebaliknya. Tumor tidak diregresi namun tetap tumbuh progresif
dan membunuh inangnya. Besarnya persentase regresi spontan tergantung dari
jumlah sel tumor yang ditransplantasikan (Busch 1967).
24
2. 7. Metode Analisa Histopatologi
2. 7. 1 Hematoksilin-Eosin (HE)
Teknik pewarnaan jaringan merupakan proses pemberian warna pada
jaringan, sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati dengan
mikroskop (Stevens & Bancroft 1990). Salah satu teknik pewarnaan jaringan
adalah hematoksilin-eosin (HE). Pewarnaan jaringan dengan HE melibatkan dua
macam zat pewarna, yaitu Hematoksilin Mayer atau Elrich dan Eosin alkohol.
Hematoksilin adalah bahan pewarna yang merupakan ekstrak dari pohon
longwood.
Pengolahan jaringan terdiri dari beberapa proses yang saling menentukan
satu dengan yang lain dimulai dengan urutan fiksasi, dehidrasi, penjernihan,
parafinisasi, perendaman dalam parafin, pemotongan, deparafinisasi, dan
pewarnaan. Masing-masing tindakan memiliki tujuan untuk menghasilkan
jaringan yang dapat dipotong dan diwarnai dengan pewarnaan tertentu.
Hematoksilin berfungsi untuk memberi warna biru pada inti sel,
sedangkan eosin digunakan untuk mewarnai sitoplasma sel menjadi warna merah
muda. Prinsip dari penggunaan teknik ini adalah afinitas sifat asam dan basa dari
sitoplasma dan inti sel untuk memberi warna pada berbagai macam dan struktur
jaringan.
Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa, artinya zat ini mewarnai
unsur basofilik jaringan. Hematoksilin memulas inti dan struktur asam lainnya
dari sel (seperti bagian sitoplasma yang kaya-RNA dan matriks tulang rawan)
menjadi biru. Eosin bersifat asam akan memberikan warna pada komponen
asidofilik jaringan, seperti mitokondria, granula sekretoris dan kolagen. Tidak
seperti hematoksilin, eosin mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi warna
merah muda (Junqueira 2007).
Hematoksilin akan mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila
ditambahkan senyawa lainnya seperti alumunium, besi, krom dan tembaga.
Pewarnaan dengan metode HE hanya dapat digunakan untuk mengamati
sitoplasma dan nukleus dari jaringan yang diamati (Leeson et al. 1996). Dengan
menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin dapat diamati profil dari jaringan,
25
baik yang menunjukkan kenormalan maupun yang menunjukkan ketidaknormalan
pada jaringan yang sedang diamati.
Pewarnaan dengan menggunakan HE biasa digunakan oleh laboratorium
patologi-anatomi dan histologi. Teknik ini juga bisa digunakan untuk semua
spesimen dan merupakan inti dari semua diagnosis secara mikroskopik. Hal
tersebut karena semua pewarnaan khusus pada umumnya didasarkan pada
diagnosis dari jaringan yang diwarnai dengan pewarnaan HE terlebih dahulu. Para
ahli patologi-anatomis menggunakan HE untuk mendiagnosis penyakit,
mengidentifikasi kanker, mengkonfirmasi kesalahan metabolisme dan
mengidentifikasi jenis jaringan.
Penggunaan campuran dari pewarna tersebut merupakan variasi dari
teknik pewarnaan irisan jaringan. Adakalanya pewarnaan HE dilengkapi dengan
teknik pewarnaan yang lain. Jika pewarnaan HE tidak cukup digunakan sebagai
data pada diagnosis kanker, maka teknik lain seperti histokimia, pengamatan
dengan mikroskop elektron, imunohistokimia, dan flow cytometry bisa digunakan.
2. 7. 2 Imunohistokimia (IHK)
Imunohistokimia adalah metode pewarnaan untuk mendeteksi protein di
dalam sel suatu jaringan dengan prinsip ikatan antara antibodi dan antigen.
Pewarnaan imunohistokimia banyak digunakan pada pemeriksaan sel abnormal
seperti sel kanker. Pada prosesnya, molekul spesifik akan mewarnai sel-sel
tertentu seperti sel yang membelah atau sel yang mati sehingga dapat dibedakan
dari sel normal (Robinson et al. 1990).
Imunohistokimia adalah salah satu metode pewarnaan jaringan kuantitatif
untuk mendeteksi reaksi ikatan antigen-antibodi. Pada reaksi imunohistokimia ini
sifatnya sangat spesifik karena bahan yang ingin dideteksi akan direaksikan
dengan antibodi spesifik yang dilabel dengan enzim. Enzim yang digunakan untuk
melabel antibodi tersebut antara lain peroksidase, alkali fosfatase dan
b-galaktosidase. Imunohistokimia merupakan metode alternatif yang baik,
spesifik dan sensitif dan relatif cepat. Imunohistokimia telah menjadi metode
terpercaya untuk diagnosis rutin dan aktivitas penelitian (Damayanti et al. 2005).
26
Imunohistokimia terdiri atas dua metode dasar, yaitu metode langsung
dan metode tidak langsung. Metode langsung melibatkan satu tahap pewarnaan
dan antibodi yang berlabel bereaksi dengan antigen dalam bagian jaringan. Teknik
ini hanya menggunakan satu macam antibodi, sehingga prosedurnya pendek dan
cepat. Metode ini kurang sensitif karena hanya menampilkan sedikit sinyal.
Selanjutnya, metode tidak langsung adalah metode yang menggunakan dua jenis
antibodi. Antibodi pertama adalah antibodi primer sebagai antibodi yang tidak
berlabel. Antibodi ini digunakan pada lapisan pertama. Pada prosesnya, antibodi
ini bereaksi dengan antigen jaringan. Antibodi kedua adalah antibodi sekunder
sebagai antibodi yang berlabel. Antibodi ini digunakan pada lapisan kedua yang
bereaksi dengan antibodi primer. Kompleks yang terbentuk dapat divisualisasikan
dengan menginkubasi potongan jaringan pada substrat kromogen yang cocok
(Robinson et al. 1990).
3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3. 1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret 2009 sampai dengan
Februari 2011. Analisis proksimat bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr.
dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fateta, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pakan hewan coba mencit
C3H dilaksanakan di Pilot Plant SEAFAST Centre, Institut Pertanian Bogor.
Pewarnaan hematokxilin-eosin (HE) dilakukan di Laboratorium Patologi
Eksperimental, Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Pewarnaan imunohistokimia (IHK) untuk melihat ekspresi enzim
kaspase-7 dan protein kinase JNK1/2 sebagai penanda proapoptosis dan ekspresi
protein kinase ERK 1/2 dan COX-2 sebagai penanda antiapoptosis dari jaringan
kanker payudara mencit C3H dilakukan di Laboratorium Riset Patologi, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3. 2. Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman cincau
hijau P. oblongifolia Merr. yang diperoleh dari daerah Balumbang Jaya,
Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat. Bahan untuk membuat pakan mencit terdiri
dari bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr. tepung kasein sebagai sumber
protein, minyak jagung sebagai sumber lemak, tepung maizena (alpha corn
starch) merk Honig sebagai sumber energi, dan carboxyl methyl cellulose (CMC)
sebagai sumber serat. Sumber vitamin yang digunakan adalah vitamin (merk
Fitkom) yang pada tiap tabletnya mengandung vitamin A 1500 SI, 1 mg tiamin,
0,5mg riboflavin, 0,5mg piridoksin, 10mg niasin, 5mg vitamin B, 0,5 mg asam
folat, 0,5 mg vitamin B12 , 25 mg vitamin C, vitamin B5 dan vitamin D2
150 SI.
Mineral mix diperoleh dari Laboratorium Biokimia Pangan dan Gizi, Fakultas
Teknologi Pertanian IPB dengan komposisi seperti pada Tabel 2 berikut ini :
28
Tabel 2 Komposisi mineral pada ransum mencit C3H.
Jenis mineral Jumlah (dalam 100 g) NaCl 139,30 KI 0,79 KH2PO 389 4 MgSO4.7H2 57,30 O CaCO 381,40 3 FeSO4. 7H2 27 O MnSO4. 7H2 4,01 O ZnSO4. 7H2 0,55 O CuSO4. 5H2 0,48 O CoCl2. 6H2 0,02 O
Peralatan dalam pembuatan pakan meliputi: drum dyer, blender, freezer,
plastik kiloan, wadah (baskom), spatula, kantong plastik klip, oven, grinder, dan
timbangan.
Hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) strain C3H
sebanyak 25 ekor sebagai resepien dengan umur kurang lebih dua bulan dengan
berat badan 20-22 gr dan tiga ekor mencit donor yang diperoleh dari laboratorium
Patologi Eksperimental, Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia
Bahan yang digunakan untuk analisa HE dan IHK adalah jaringan kanker
payudara mencit C3H. Bahan kimia yang digunakan untuk pengolahan jaringan
adalah buffer formalin 10%, paraffin cair/histoplast, xylol, alkohol, hematoksilin
dan eosin. Peralatan untuk pengolahan jaringan meliputi oven, base mould dan
cassette base, forsep, lemari pendingin serta gelas objek dan penutupnya.
Bahan kimia yang digunakan untuk analisa IHK pada penelitian ini
meliputi, xylol, alkohol absolut, metanol, phosphate buffer saline (PBS),
hematoksilin, eosin, neofren, hidrophobic marker, citrat buffer, destilated water
(DW), Tween 20 0,1%, dan H2O2
Antibodi primer yang digunakan meliputi antiphospho-JNK1/2 (SAPK)
yang berasal dari manusia dikembangkan pada kelinci dari Sigma (nomor produk
J4644) dan anti COX-2 yang berasal dari kelinci dikembangkan pada tikus dari
Cayman Chemical (nomor katalog 160116), antibodi primer antikaspase-7 yang
berasal dari manusia dikembangkan pada kelinci dari Sigma (nomor produk
C7724), antiphospho-ERK1/2 yang berasal dari manusia yang dikembangkan
3%.
29
pada kelinci dari Sigma (nomor produk E7028). Antibodi sekunder IgG kambing
anti kelinci yang dilabeli dengan enzim HRP dari Cell Signaling Technology
(nomor katalog 7074) dan substrat DAB (diaminobenzidine).
Peralatan untuk pewarnaan IHK meliputi gelas objek dan kaca penutup,
gelas piala, pipet, mikropipet, pemanas air, mikrotom, inkubator, alat penghitung
waktu (timer), lemari pendingin, lembar protokol IHK dan mikroskop.
3. 3. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama meliputi preparasi
sampel daun cincau hijau P.oblogifolia Merr, pembuatan bubuk daun cincau hijau
dan pembuatan pakan yang digunakan untuk uji pada mencit C3H. Tahap kedua
merupakan pengujian aktivitas antikanker dari bubuk daun cincau hijau
P. oblongifolia Merr. pada mencit C3H, meliputi tahapan penerapan pakan uji,
transplantasi, dan terminasi. Tahap ketiga merupakan analisis histopatologis
secara HE dan tahap deteksi ekspresi enzim kaspase-7 dan protein kinase JNK-1/2
sebagai protein penanda proapoptosis dan enzim COX-2 dan protein kinase
ERK 1/2 sebagai protein penanda antiapoptosis dari jaringan kanker payudara
mencit C3H dengan menggunakan metode IHK.
3. 3. 1. Pembuatan Bubuk Daun Cincau Hijau (Chalid 2003)
Pembuatan pakan mencit diawali dengan pembuatan bubuk daun cincau
hijau P. oblongifolia Merr. Pembuatan bubuk daun cincau hijau diawali sortasi
agar didapatkan daun yang bersih dari tangkai dan batang daun. 200 g daun cincau
hijau yang telah bersih dicuci dan ditiriskan, setelah itu dilakukan penghalusan
menggunakan blender dengan perbandingan antara daun cincau dan air 1:3. Bubur
daun cincau yang dihasilkan sampai menghasilkan gel, didiamkan semalam
dilemari es. Keesokan harinya gel dikeringkan menggunakan drum dryer,
sehingga diperoleh bubuk daun cincau hijau kasar. Bubuk kasar daun cincau hijau
yang diperoleh dihaluskan menggunakan blender maka diperoleh bubuk daun
cincau hijau P. oblongifolia Merr. halus yang siap digunakan sebagai campuran
pada pakan mencit. Tahapan pembuatan tersebut secara lebih detil dapat dilihat
pada Lampiran 1.
30
3.3.2. Pembuatan Pakan Mencit C3H (AIN 1976)
Pakan mencit yang digunakan pada penelitian ini merujuk pada penelitian
Chalid (2003) dengan modifikasi pada persentase bubuk daun cincau yang
ditambahkan pada pakan mencit seperti yang telah dilaporkan oleh
Widyanto (2010) dan Aryudhani (2011). Kelompok hewan coba yang diberi
bubuk daun cincau pada pakannya adalah kelompok C (0,88%), D (1,76%) dan
E (2,64%).
Komposisi pakan secara lengkap disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi pakan standar dan pakan uji mencit C3H (Chalid 2003).
Komponen Komposisi (AIN1976)
(%)
Kelompok mencit perlakuan
A (gr) B (gr) C (gr) D (gr) E (gr)
Bubuk gel daun cincau hijau 0 0 0 0,88 1,76 2,64
Kasein 20 21,90 21,90 21,74 21,57 21,40 Lemak (minyak jagung merek Mazola) 5,0 4,95 4,95 4,93 4,91 4,90
Selulosa (carboxyl methyl cellulose) 5,0 5,0 5,0 4,55 4,10 3,65
Mineral mix 3,50 2,85 2,85 3,28 3,21 3,14 Vitamin mix (vitamin merek Fitkom) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
Air 10,0 8,31 8,31 8,29 8,28 8,26
Karbohidrat (maizena merek Honig)
Untuk membuat
100 55,99 55,99 55,33 55,17 55,02
Pembuatan pakan mencit sesuai dengan komposisi pada Tabel 3, diawali
dengan proses pencampuran bahan yang komposisinya paling kecil, yaitu vitamin
dan mineral, kemudian ditambahkan selulosa (CMC) dan kasein secara berurutan.
Sementara itu pada wadah yang lain dilakukan pencampuran air dan tepung
maizena yang kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu 2/3 bagian disebut basis
air dan 1/3 bagian disebut basis minyak. Pencampuran selanjutnya adalah vitamin,
mineral dan CMC dicampurkan pada basis minyak, diaduk sampai rata dan
homogen, baru kemudian dilanjutkan dengan menyampurkan basis air. Setelah
tercampur rata kemudian dibuat pelet dan dikeringkan menggunakan cabinet
dryer selama 4-5 jam.
31
3.3.3. Pemeliharaan Mencit
Pengujian pada mencit C3H merupakan kerja tim yang terdiri dari empat
orang peneliti, yaitu Emma Rochima, Nindira Aryudhani, Rachmat Widyanto dan
Mutiara Prihatini. Pemeliharaan mencit dilakukan selama 52 hari. Mencit C3H
yang digunakan sebanyak 25 ekor mencit umur ±2 bulan. Mencit dibagi menjadi 5
kelompok perlakuan dimana setiap kelompok terdiri dari 5 individu. Hal ini sesuai
dengan jumlah minimum ulangan untuk setiap perlakuan dengan rumus Federer :
Dimana t : jumlah perlakuan
n : jumlah ulangan minimum yang diperlukan
Sehingga untuk 5 kelompok perlakuan minimum ulangan yang diperlukan adalah
5 ekor mencit. Setiap individu menempati satu kandang yang terbuat dari plastik.
Setiap kelompok ditempatkan dalam rak bersusun. Semua hewan coba diletakkan
dalam ruang yang telah diatur siklus udara dan cahaya. Mencit dikelompokkan
dengan perlakuan sebagai berikut :
Kelompok Keterangan
A = Kontrol negatif, yaitu mencit diperi pakan standar (0% bubuk daun cincau hijau) dan tidak ditransplantasi tumor.
B = Kontrol positif, yaitu mencit diperi pakan standar (0% bubuk daun cincau hijau) dan ditransplantasi tumor
C,D,E = Kelompok mencit perlakuan yang pada pakannya ditambahkan bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr 0,88%, 1,76% dan 2,64% serta ditransplantasi tumor
Masa uji pada penelitian ini berlangsung selama 52 hari. Pada hari ke-1
sampai hari ke-30 semua hewan coba sudah diberi perlakuan pakan uji namun
belum dilakukan proses transplantasi sel kanker. Proses transplantasi sel kanker
dilakukan pada hari ke-31. Pemeliharaan hewan coba dilanjutkan sampai hari
ke-52 dan pada hari ke-53 dilakukan terminasi.
Pada penelitian ini tidak dilakukan masa adaptasi karena pemeliharaan
hewan coba yang digunakan tidak mengalami perubahan yaitu berasal dari
Laboratorium Patologi Eksperimental, Departemen Patologi Anatomik, Fakultas
32
Kedokteran Universitas Indonesia dan pada masa uji masih dipelihara di tempat
yang sama. Selain itu, pakan uji yang digunakan telah digunakan oleh Chalid
(2003) dan tidak memberikan dampak negatif pada hewan coba.
Pemberian pakan uji sebelum transplantasi dilakukan selama 30 hari.
Jumlah pakan yang diberikan ± 5g/ekor/hr. Pemberian pakan dilakukan tiap hari
antara pukul 07.00-09.00 WIB. Banyaknya pakan yang dikonsumsi dihitung
berdasarkan jumlah sisa pakan. Pada masa sebelum transplantasi ini dilakukan
pengamatan meliputi jumlah pakan yang dikonsumsi perhari, pengukuran berat
badan dua kali dalam sepekan.
3.3.4. Transplantasi
Proses transplantasi dari mencit donor ke mencit resepien disesuaikan
dengan metode yang biasa digunakan di Laboratorium Patologi Anatomi FKUI
(Liebelt dan Liebelt 1967). Transplantasi suspensi sel kanker dilakukan pada hari
ke-31 setelah diberi pakan uji. Proses transplantasi dilakukan dengan cara
menyuntikan suspensi sel kanker yang berasal dari mencit C3H donor ke mencit
resepien. Mencit donor yang digunakan untuk proses transplantasi ini adalah
mencit yang sudah mencapai tahap pasasi ke-13.
Proses transplantasi diawali dengan mematikan mencit donor
menggunakan eter, kemudian mencit ditelentangkan pada papan fiksasi dengan
menggunakan jarum. Pada permukaan tubuh mencit diusap menggunakan alkohol
70%, kemudian dibuat sayatan dengan gunting lurus untuk mengeluarkan jaringan
kanker. Jaringan kanker diambil menggunakan gunting dan pinset steril yang
berbeda dengan yang digunakan pada proses pembedahan.
Jaringan kanker selanjutnya dibersihkan menggunakan larutan PBS di
gelas arloji yang diletakkan di atas es, kemudian dilakukan pencacahan
menggunakan gunting steril sambil menambahkan larutan PBS sebanyak
volume jaringan kanker dan diaduk hingga homogen. Homogenasi dilakukan
sampai terbentuk suspensi jaringan kanker. Suspensi jaringan kanker yang
dihasilkan kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel dengan menggunakan
petroff-hauser counting chamber atau haemocytometer dan tripan biru kemudian
diamati di bawah mikroskop dan dihitung jumlah sel hidupnya setiap 0,20 ml
33
suspensi mengandung ± 106
sel tumor hidup. Sel yang hidup terlihat berwarna
bening sedangkan yang mati berwarna biru. Suspensi jaringan kanker yang telah
dihitung siap disuntikkan di aksila kanan mencit menggunakan jarum trokar
sebanyak 0,2 ml. Proses transplantasi sel kanker dilakukan seperti terlihat pada
Gambar 6.
Mencit donor Pengambilan
jaaringan kanker
Jaringan kanker
Proses Homogenasi jaringan kanker
Suspensi sel kanker yang digunakan untuk transplantasi
Proses transplantasi
Gambar 6. Proses transplantasi sel kanker pada mencit C3H resepien.
Setelah proses transplantasi, pemberian pakan dilanjutkan kembali sampai
hari ke-52 untuk selanjutnya dilakukan terminasi, pengambilan jaringan kanker
untuk dilakukan analisa selanjutnya.
3.3.5. Pengamatan Konsumsi Pakan dan Monitoring Berat Badan Mencit
Monitoring konsumsi pakan tetap dilakukan setiap hari dan pengukuran
berat badan tetap dilakukan dua kali dalam sepekan baik pada masa sebelum
transplantasi maupun pada masa setelah transplantasi sampai saat terminasi yaitu
hari ke-52.
3.3.6. Pengamatan Masa Laten dan Volume Jaringan Kanker
Pengukuran parameter lain setelah proses transplantasi adalah masa laten,
volume jaringan kanker dan berat jaringan kanker. Masa laten adalah waktu
pertumbuhan kanker pada individu baru dari awal transplantasi hingga jaringan
kanker dapat diraba dengan tangan. Pengamatan masa laten dilakukan pada
mencit resepien menggunakan perabaan pada subkutan aksila kanan, tempat
transplantasi dilakukan. Pengamatan masa laten ini dilakukan setiap hari. Setelah
jaringan kanker pada inang baru dapat diraba dengan tangan, selanjutnya
34
pengukuran volume jaringan kanker dapat dilakukan menggunakan jangka
sorong digital. Volume jaringan kanker diukur dengan menggunakan jangka
sorong digital untuk mengukur panjang (cm), lebar (cm) dan tinggi kanker (cm)
dan dihitung berdasarkan rumus ( Coletta et al.2004) :
Berat badan mencit ditimbang dengan neraca OHAUS. Pengukuran berat badan,
volume jaringan kanker dilakukan seperti pada Gambar 7.
(a) (b)
(Sumber : dokumentasi probadi) Gambar 7. Proses pengukuran berat badan (a) dan volume jaringan kanker (b).
3.3.7. Terminasi dan Penimbangan Jaringan Kanker
Pengukuran berat jaringan kanker dilakukan pada akhir masa perlakuan
diawali dengan terminasi mencit dan kemudian jaringan kanker diambil dan
ditimbang.
Kemudian mencit ditelentangkan pada papan fiksasi dan keempat kakinya
difiksasi dengan jarum. Penelentangan mencit bertujuan memudahkan
pengambilan jaringan kanker. Selanjutnya, kulit mencit pada tubuh bagian
bawah diusap dengan alkohol 70%. Pengambilan jaringan kanker dilakukan
dengan menggunakan gunting steril. Proses pembedahan mencit dilakukan
sebagaimana Gambar 8.
Proses terminasi mencit dilakukan dengan secara fisik (dislokasi
vertebral) yaitu perusakan hubungan antara tulang leher dan kepala yang
menyebabkan rusaknya jaringan syaraf pengatur kesadaran seperti tampak pada
Gambar 8.
Volume jaringan kanker (cm2) = p x l2 x 0,52
35
(a) (b) (c) (d)
Gambar 8. Proses pembedahan/pengambilan jaringan kanker mencit meliputi terminasi (a), peletakan mencit di papan fiksasi (b), proses pengambilan jaringan kanker (c) dan jaringan kanker (d).
(Sumber : dokumentasi pribadi).
Jaringan kanker yang diambil kemudian dibungkus menggunakan
aluminium foil yang sebelumnya dilakukan penimbangan. Jaringan kanker yang
telah ditimbang kemudian dimasukkan dalam larutan buffer formalin 10% selama
24 jam untuk selanjutnya dibuat preparat histologi.
3.3.8 Pembuatan Preparat Histologi
Proses pembuatan preparat dan pewarnaan histologi ini disesuaikan
dengan metode yang biasa digunakan di Laboratorium Patologi Anatomi FKUI
(Stevens & Bancroft 1990). Pemrosesan jaringan untuk dibuat menjadi preparat
histopatologi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: fiksasi jaringan, dehidrasi,
clearing, infiltrasi, embedding, trimming.
Jaringan kanker difiksasi dengan cara direndam dalam larutan formalin,
kemudian dilakukan dehidrasi, penjernihan, infiltrasi lalu dibuat blok paraffin
melalui proses yang disebut embedding agar jaringan yang sudah dalam bentuk
blok parafin dapat dipotong menggunakan microtom rotary. Proses pemotongan
jaringan dalam bentuk blok paraffin disebut dengan trimming. Sampel yang telah
dipotong dengan ketebalan ± 4µm dilekatkan pada gelas objek, sampel dapat
digunakan untuk proses pewarnaan seperti HE.
3.3.9. Pewarnaan HE (Stevens & Bancroft 1990)
Blok sampel jaringan dipotong, kemudian sampel siap digunakan untuk
pewarnaan HE. Proses pewarnaan HE dimulai dengan penjernihan menggunakan
36
xylol, kemudian rehidrasi menggunakan alkohol dengan konsentrasi menurun dari
100% sampai 70%, kemudian direndam aquades selama 5 menit.
Pewarnaan inti dimulai dengan perendaman menggunakan hematoxylin
selama 5-10 menit, kemudian dibilas dengan air mengalir. Hematoxylin akan
mewarnai inti sel pada sampel jaringan dengan warna biru. Pewarnaan dilanjutkan
dengan alkohol asam jika terlalu biru, dibilas dengan air mengalir, dan dilanjutkan
dengan litium karbonat untuk memperjelas warna biru yang terbentuk.
Pewarnaan dilanjutkan dengan pewarnaan sitosol pada jaringan
menggunakan eosin, setelah tahap ini sampel melalui tahapan rehidrasi
menggunakan alkohol dengan konsentrasi meningkat dari 70% sampai 100%,
setelah itu dilakukan penjernihan menggunakan xylol, dan sampel jaringan
ditutup dengan gelas penutup dan direkatkan dengan entellan. Sampel
histopatologi siap diamati di bawah mikroskop dan difoto untuk selanjutnya
dianalisa.
Pembacaan sampel yang telah diwarnai menggunakan metode HE
dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 200x dengan bimbingan
dokter spesialis patologi anatomi. Perubahan sel yang diamati meliputi
diferensiasi sel. Diferensiasi sel adalah perubahan bentuk sel dari bentuk aslinya.
Diferensiasi dikatakan baik jika bentuk sel atau struktur penyusun sel menyerupai
bentuk aslinya, dan dikatakan buruk jika sedikit atau bahkan tidak ada lagi sel
yang menyerupai bentuk aslinya. Mitosis menunjukkan pembelahan sel yang
terjadi pada jaringan kanker yang sedang diamati sedang aktif membelah.
Gambaran mikroskopis secara keseluruhan dilakukan dengan melihat 5x bidang
lapang pandang dengan pembesaran 200x hasilnya dirata-rata. Berikut merupakan
keterangan skoring terhadap pewarnaan HE (Elston & Ellis 1991). Skor derajat
diferensiasi merupakan penjumlahan dari tiga kategori yang meliputi tingkat
kepadatan sel, pleomorfisme sel dan mitosis sel.
Klasifikasi dari skor derajat diferensiasi setelah dijumlahkan meliputi
derajat diferensiasi antara 3-5, maka jaringan kanker termasuk dalam kelompok
terdiferensiasi baik. Jika skor derajat diferensiasi sel antara 6-7, maka jaringan
termasuk ke dalam kelompok diferensiasi sedang. Jika skor derajat diferensiasi
antara 8-9, maka jaringan termasuk dalam kelompok diferensiasi buruk yang
37
berarti bahwa bentuk sel sama sekali tidak mirip dengan sel asal.
Rincian kriteria penilaian skor derajat diferensiasi dijelaskan sebagai
berikut :
a. Tingkat Kepadatan Sel Tumor :
Skor 1 : tingkat kepadatan sel tumor rendah, ruang antar sel terlihat kurang
rapat.
Skor 2 : tingkat kepadatan sel tumor sedang, ruang antar sel terlihat cukup
rapat.
Skor 3 : tingkat kepadatan sel tumor tinggi, ruang antar sel terlihat sangat rapat.
b. Tingkat Mitosis Sel :
Skor 1 : sel yang mitosis dengan jumlah sedikit (5-10 sel)
Skor 2 : sel yang mitosis dengan jumlah sedang (6-10 sel)
Skor 3 : sel yang mitosis dengan jumlah banyak (≥ 11 sel)
c. Pleomorfisme Inti Sel :
Skor 1 : Bentuk sel beragam dan dapat dibedakan satu dengan yang lain,
ukuran sitoplasma besar, inti sel berukuran kecil, warna inti sel pada
bagian dalam mulai lebih gelap pada bagian lain masih berwarna
lebih terang.
Skor 2 : Bentuk sel mulai seragam, ukuran sitoplasma mulai mengecil, inti
sel mulai membesar dan semakin jelas duplikasidi dalam sel, warna
inti sel semakin gelap.
Skor 3 : Bentuk sel seragam, ukuran sitoplasma mengecil, inti sel berukuran
sangat besar, terlihat jelas duplikasi di dalam sel dan warna inti sel
gelap.
3.3.10. Pewarnaan Imunohistokimia (Robinson et al. 1990)
Pada pewarnaan imunohistokimia ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan sebelum pewarnaan IHK dilakukan, yaitu preparasi gelas obyek disebut
pelapisan (coating) yang digunakan untuk penempelan sampel menggunakan
gelatin seperti pada Lampiran 31, pengirisan (sectioning) sediaan blok
embeding menggunakanan microtom rotary dengan ketebalan ± 4 µm, selanjutnya
dilanjutkan dengan proses penempelan (affixing) sampel ke gelas obyek dan
38
kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan imunohistokimia.
Metode IHK meliputi tiga langkah utama yaitu deparaffinisasi (rehidrasi),
antigen unmasking dan pewarnaan (staining). Proses penjernihan dilakukan
sebelum proses rehidrasi menggunakan xylol. Rehidrasi diawali dengan
perendaman pro-analysis dengan konsentrasi menurun dari 100% sampai 70%.
Proses rehidrasi diakhiri dengan perendaman menggunakan aquades. Proses
selanjutnya adalah antigen unmasking. Pada proses ini dilakukan perebusan
menggunakan larutan buffer natrium sitrat (lampiran 31) yang bertujuan untuk
membuka epitop antigen. Suhu perebusan dijaga sekitar 850
Proses pewarnaan IHK diawali dengan perendaman sampel dengan
aquades, pada proses ini penggunaan pap-pen yang mengandung 1-bromopropan
untuk membatasi jaringan yang akan diwarnai. Hal ini agar larutan perendam
tidak tercecer dan jaringan yang akan dianalisa dipastikan terendam oleh larutan.
Proses selanjutnya gelas objek tidak lagi direndam melainkan ditetesi
menggunakan pipet tetes. Proses ini dilakukan di box yang dialasi menggunakan
tissu yang dibasahi agar dapat mempertahankan kelembaban supaya jaringan tidak
cepat kering.
C selama 10 menit
kemudian dilakukan proses pendinginan.
Proses selanjutnya inkubasi menggunakan larutan 3% H2O2 dalam dH2
Kemudian proses inkubasi dengan antibodi primer dilakukan pada suhu
4
O
selama 10 menit dengan cara diteteskan. Kemudian proses pencucian
menggunakan larutan PBS (phosphate buffer saline), pada larutan PBS tidak lupa
ditambahkan Tween 20 yang bertujuan untuk menyatukan PBS dan protein target
serta membersihkan protein-protein lain bukan menjadi target. Jaringan pada gelas
obyek ditetesi dengan larutan protein pemblok (skim milk dalam PBS) sebanyak
100 - 400 µL selama 60 menit pada suhu ruang.
0C selama semalam. Volume larutan antibodi primer yang diteteskan adalah
100-400 μL dengan pengenceran 1:100. Penetesan larutan antibodi primer
dilakukan dengan mikropipet. Perendaman ini bertujuan mengefektifkan reaksi
antara antigen yang terdapat pada jaringan dengan antibodi primer
(reaksi Ag-Ab). Pada penelitian ini, antibodi primer yang digunakan ada empat
macam, yaitu antiphospho-JNK1/2 yang berasal dari manusia dikembangkan
39
pada kelinci dari Sigma (nomor produk J4644) dan anti COX-2 yang berasal dari
kelinci dikembangkan pada tikus dari Cayman Chemical (nomor katalog 160116),
antibodi primer antikaspase-7 yang berasal dari manusia dikembangkan pada
kelinci dari Sigma (nomor produk C7724), antiphospho-ERK1/2 yang berasal dari
manusia yang dikembangkan pada kelinci dari Sigma (nomor produk E7028).
Setelah diinkubasi selama semalam, larutan antibodi primer dilarutkan
menggunakan larutan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing selama 5 menit.
Perendaman selanjutnya adalah perendaman jaringan dalam larutan antibodi
sekunder dengan proses inkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Perendaman
dengan antibodi sekunder dilakukan dengan cara diteteskan tepat di atas jaringan.
Volume larutan antibodi sekunder yang diteteskan adalah 100-400 μL dengan
pengenceran 1:1000. Pada penelitian ini, antibodi sekunder yang digunakan
adalah antibodi sekunder IgG kambing anti kelinci yang dilabel dengan enzim
HRP (horseradish peroxidase). Selanjutnya, jaringan diinkubasi dengan larutan
DAB (diaminobenzidine) sebagai substrat bagi enzim HRP. Reaksi antara DAB
dan enzim HRP menghasilkan warna coklat.
Selanjutnya dilakukan pencucian menggunakan aquades, kemudian
dilakukan perendaman menggunakan hematoksilin untuk mewarnai inti dan
jaringan terfiksasi dengan warna ungu. Perendaman dilanjutkan dengan proses
rehidrasi, clearing, dan mounting.
Sampel selanjutnya siap diamati di bawah mikroskop dan direkam dengan
foto digital. Pengamatan terhadap sampel dengan pewarnaan IHK adalah
menghitung jumlah sel yang positif yang telah diwarnai dengan antibodi primer
antiphospho-JNK 1/2, anti-COX-2, antikaspase-7 dan antiphospho-ERK 1/2
diberi skor secara terpisah oleh peneliti dengan dua kali pembacaan pada waktu
yang berbeda dan dilakukan secara semikuantitatif.
Skor IHK mengikuti cara Esteva et al. (2004). Distribusi sel yang positif
dan intensitas warna dievaluasi sebagai berikut:
0= tidak terdapat area berwarna coklat.
1= < 10% sel yang positif
2= 10-50% sel yang positif
3= >50% sel yang positif
40
3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan untuk penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan perlakuan adalah prosentase bubuk cincau hijau yang
diberikan pada pakan hewan coba, yaitu 0,88%, 1,76% dan 2,64%. Analisis data
pada penelitian ini menggunakan analisis sidik ragam dan analisa deskriptif. Uji
statistik terhadap data terdiri dari uji homogenitas data menggunakan uji Barletts,
dan uji Kolmogorov Smirnov untuk uji normalitas pada taraf 5%. Analisa sidik
ragam (ANOVA) satu arah dilakukan untuk melihat beda antara perlakuan. Jika
tingkat signifikansi < 0,05 pada uji ANOVA maka kemudian dilanjutkan dengan
DMRT (duncan’s multiple range test) untuk melihat perlakuan yang memberikan
perbedaan nyata.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. Pakan Mencit C3H
Pakan pada penelitian ini menggunakan pakan standar AIN (1976). Pada
penelitian Chalid (2003) digunakan dua jenis perlakuan pakan uji yaitu perlakuan
bubuk cincau hijau dan seduhan cincau hijau dari C.berbata L.Miers dan
P.oblongifolia Merr. masing-masing jenis cincau dan perlakuan uji menggunakan
prosentase penambahan 0,88% baik pada bubuk daun cincau hijau maupun pada
pakan dengan seduhan daun cincau hijau.
Pada penelitian ini digunakan satu jenis cincau hijau yaitu
P.oblongifolia Merr. dengan prosentase bertingkat pada bubuk daun cincau hijau
pada perlakuan pakan uji yaitu : 0,88%, 1,76% dan 2,64%. Pemilihan jenis cincau
ini berdasar pada penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr. memiliki beberapa kelebihan jika
dibanding dengan bubuk daun cincau hijau C.barbata L.Miers. Bentuk bubuk
daun dipilih karena lebih mudah disimpan. Komposisi dosis sendiri dibuat untuk
mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh peningkatan dosis terhadap
perkembangan jaringan kanker payudara mencit C3H.
4. 2. Perkembangan Berat Badan dan Jaringan Kanker Mencit C3H
Parameter yang diamati untuk pertumbuhan mencit pada penelitian ini
meliputi berat badan mencit, masa laten, volume jaringan kanker dan berat
jaringan kanker. Untuk masing-masing parameter yang telah disebutkan
sebelumnya, perlu dilakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu
sebelum dilakukan uji beda.
4. 2. 1. Berat Badan Mencit
Berat badan hewan coba diukur dua kali dalam sepekan selama perlakuan
pakan uji sebelum transplantasi yaitu selama 30 hari. Pada penelitian ini tidak
dilakukan masa adaptasi, karena hewan coba yang digunakan tidak mengalami
perubahan tempat pemeliharaan yaitu Laboratorium Patologi Eksperimental,
Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
42
Masa adaptasi untuk pakan uji juga tidak dilakukan karena pada penelitan Chalid
(2003) dengan menggunakan pakan uji yang diberi bubuk daun cincau hijau
P.oblongifolia Merr. tidak memberi dampak negatif bagi hewan coba dan disukai,
yang dibuktikan dengan data konsumsi pakan. Mencit menjalani masa uji sebelum
transplantasi selama 30 hari. Pergantian pakan dilakukan setiap hari agar mencit
selalu mendapat makanan yang segar dan untuk mengetahui jumlah konsumsi
pakan mencit setiap harinya.
Data berat badan mencit baik pada kelompok kontrol maupun kelompok
uji sebelum mendapat perlakuan dilakukan uji normalitas menggunakan
Kolmogorov-Smirnov, hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,5)
secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 2. Setelah diuji normalitas,
dilakukan pula pengujian homogenitas menggunakan metode Bartlett – Levene,
hasil analisis data memperlihatkan berat badan mencit homogen ditunjukkan oleh
nilai p>0,5 (Lampiran 3).
Pada masa sebelum transplantasi setiap kelompok mencit mengalami
variasi kenaikan berat badan, rata-rata semua mencit pada kelompok perlakuan
mengalami kenaikan berat badan hal ini dapat dilihat dari delta kenaikan berat
badan pada awal perlakuan (Lampiran 4). Hasil uji sidik ragam berat badan
mencit pada masa sebelum transplantasi memperlihatkan bahwa pada kelompok C
21,147±1,60 g dan D 20,818±1,40 g secara nyata lebih besar daripada mencit
kelompok kontrol A (19,567±1,70 g) dan B (19,531±2,00 g). Mencit kelompok E
memiliki rata-rata berat badan sebesar 17,227±1,00 g yang nyata lebih kecil
dibandingkan dengan kelompok kontrol, maupun kelompok perlakuan yaitu
kelompok C dan D secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 5. Grafik berat
badan mencit tersaji pada Gambar 9.
=kel kontrol
negatif = kel kontrol
positif = kel 0,88% = kel 1,76% = kel 2,64%
Gambar 9. Grafik pertumbuhan berat badan mencit C3H selama penelitian
0,05,0
10,015,020,025,030,0
1 6 9 13 16 20 23 27 30 31 34 37 41 44 48 52
Ber
at b
adan
(g)
Hari ke-
A
B
C
D
E
43
Berat badan mencit pada masa sebelum trasnplantasi, mengalami
perkembangan berat badan yang fluktuatif. Pada pengukuran hari ke-6 dan ke-9
rata-rata berat badan menurun, namun pada pengukuran berat badan hari ke-13
sampai hari ke-30 berat badan mecit mengalami peningkatan. Penurunan berat
badan yang terjadi disebabkan karena pengaruh adaptasi mencit terhadap pakan
yang diberikan, hal ini ditunjang oleh data delta berat badan yaitu selisih angka
rata-rata berat badan mencit pada pengukuran hari ke-30 dikurangi rata-rata berat
badan mencit pada pengukuran pertama, semua kelompok mencit percobaan
mengalami kenaikan berat badan. Rata-rata delta berat badan mencit pada awal
perlakuan kelompok A (1,30g), B (1,30g), C (1,80g), D (2,10g) dan E (2,10g)
secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 4.
Hasil analisis sidik ragam terhadap delta pertumbuhan berat badan
mencit pada masa sebelum transplantasi (Lampiran 6) menujukkan hasil yang
tidak beda nyata (p = 0,697). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bubuk daun
cincau hijau tidak memberikan pengaruh terhadap kenaikan berat badan mencit,
hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan mencit melalui pengukuran berat badan
yang diberi pakan dengan bubuk daun cincau hijau 0% yang merupakan
kelompok kontrol (mencit kelompok A dan B), maupun kelompok perlakuan yang
meliputi 0,88% (mencit kelompok C), 1,76% (mencit kelompok D) serta 2,64%
(mencit kelompok E) semua mengalami peningkatan berat badan pada awal
perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan dan kenaikan berat badan pada
pertumbuhan mencit C3H pada awal perlakuan merupakan hal yang normal dan
pada masa ini semua kelompok mencit belum dilakukan proses transplantasi sel
kanker.
Pertumbuhan mencit melalui pengukuran berat badan tersebut didukung
dengan hasil perhitungan jumlah konsumsi pakan. Rata-rata jumlah pakan yang
dikonsumsi mencit perlakuan kelompok C, D dan E secara berturut-turut adalah
1,77±0,21 g, 1,80±0,31 g dan 1,83±0,13 g dan mencit kontrol A dan B secara
berurutan adalah 2,24±0,28 g dan 1,78±0,19 g (Lampiran 7).
Jumlah konsumsi pakan tidak berbeda nyata dengan prosentasi bubuk
daun cincau hijau yang meningkat. Hasil uji sidik ragam terhadap jumlah
konsumsi pakan pada masa sebelum transplantasi tidak beda nyata antara
44
kelompok kontrol B dengan kelompok perlakuan C,D dan E. Pada kelompok A
konsumsi pakan paling besar yaitu sebesar 2,24±0,28 g (Lampiran 8) dibanding
kelompok lainnya namun jika diuji lebih lanjut menggunakan uji korelasi Pearson
antara delta kenaikan berat badan mencit pada masa sebelum transplantasi dan
rata-rata konsumsi pakan masa sebelum transplantasi tidak memiliki hubungan
yang signifikan dengan ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,386
(Lampiran 9). Hal ini menegaskan bahwa bubuk daun cincau yang ditambahkan
pada kelompok uji C, D dan E tidak mempengaruhi konsumsi pakan mencit
kelompok tersebut, karena tidak beda nyata dengan kelompok B dan A yang
diberi pakan standar tanpa penamhan bubuk daun cincau hijau.
Pada hari ke-31 dilakukan proses transplantasi sel kanker dari mencit
donor kepada mencit kelompok perlakuan (C,D dan E) dan kontrol positif (B),
pada masa ini tetap dilakukan monitoring perkembangan berat badan dua kali
dalam satu minggu.
Berat badan mencit secara umum mengalami peningkatan pada masa
setelah transplantasi sel kanker (Lampiran 10) karena pada masa ini terjadi
pertumbuhan jaringan kanker. Pengukuran berat badan berarti melakukan
pengukuran berat badan mencit ditambah dengan berat jaringan kanker. Hal ini
didukung dengan pernyataan Chalid (2003), yang menyatakan bahwa
pertambahan berat badan mencit diduga ditunjang oleh pertumbuhan jaringan
kanker yang juga membesar.
Rata-rata berat badan mencit pada pengukuran pada hari ke-31, yaitu hari
pertama setelah proses transplantasi meliputi mencit kelompok A sebesar
22,7+1,4 g , B (21,2+0,5g), C (22,5+0,5 g), D (22,0+0,4g) dan E (18,4+1,3g)
pada akhir perlakuan ini, sedangkan rata-rata delta berat badan mencit meliputi
mencit kelompok A (3,3 g), B (1,2g), C (1,3g), D (-1,3 g) dan E (2,5 g). Tanda
negatif pada nilai rata-rata delta menunjukkan terjadinya penurunan berat badan,
sedangkan tanda positif pada nilai rata-rata delta menunjukkan terjadinya
peningkatan berat badan.
Hasil uji sidik ragam pertumbuhan berat badan setelah transplantasi secara
detil dapat dilihat pada Lampiran 11. Mencit kelompok D memiliki berat badan
yang tidak berbeda nyata baik dengan kelompok kontrol negatif (A), kelompok
45
kontrol positif (B). Rata-rata berat badan mencit kelompok kontrol negatif (A),
dan kelompok kontrol positif (B) dan kelompok perlakuan D (1,76%)
secara berturut-turut adalah 22,731±1,40g, 22,220±0,50g dan 22,037±0,40g.
Pertumbuhan berat badan pada kelompok E adalah yang paling kecil yaitu
sebesar 18,429±1,3 g, dan berbeda nyata dengan keempat kelompok lainnya
Meskipun demikian jika dilihat dari perkembangan berat badan mencit
percobaan, dihitung dari delta kenaikan berat badan mencit pada masa setelah
transplantasi yaitu dengan cara menghitung selisih kenaikan berat badan mencit
pada akhir perlakuan dengan berat badan pada hari pertama setelah dilakukan
transplantasi, pada mencit kelompok D (1,76%) mengalami penurunan berat
badan sebesar 1,3 g sedangkan mencit kelompok lainnya mengalami kenaikan
berat badan. Kenaikan berat badan yang paling besar terjadi pada kelompok
kontrol negatif (A) yaitu sebesar 3,3 g. Kenaikan berat badan pada kelompok
kontrol negatif ini didukung dengan data konsumsi pakan pada kelompok A
setelah perlakuan sebesar 2,45±0,58 g merupakan rata-rata konsumsi pakan
mencit yang paling besar. Analisis sidik ragam dari rata-rata delta berat badan
mencit baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata (p>0,05) tersaji pada Lampiran 12.
Konsumsi pakan mencit pada masa setelah transplantasi secara detil dapat
dilihat pada Lampiran 13. Rata-rata jumlah konsumsi pakan mencit kelompok
kontrol negatif (A) dan kontrol positif (B) berturut-turut adalah 2,45±0,58 g dan
1,66±0,25 g. Rata-rata jumlah konsumsi pakan pada mencit kelompok perlakuan
C, D dan E tidak berbeda nyata pada akhir perlakuan (Lampiran 14). Rata-rata
jumlah pakan yang dikonsumsi mencit kelompok C, D dan E secara berturut-turut
adalah 1,91±0,05 g, 1,83±0,23 g dan 1,91±0,21 g. Jumlah konsumsi pakan tidak
berbeda nyata dengan prosentase bubuk daun cincau hijau semakin meningkat.
Konsumsi pakan kelompok kontrol negatif (A) berbeda nyata dengan konsumsi
pakan kontrol positif (B) hal ini disebabkan karena pada masa ini kelompok B
sudah diberikan perlakuan transplantasi sedangkan kelompok A tidak. Perbedaan
inilah yang menyebabkan perbedaan konsumsi pakannya, walaupun pada kedua
kelompok tersebut sama-sama tidak diberikan bubuk daun cincau hijau pada
pakannya (0%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa transplantasi sel kanker
46
memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah konsumsi pakan dan
pertumbuhan mencit setelah transplantasi sel kanker. Hal ini ditunjang oleh hasil
uji korelasi antara delta berat badan akhir dan konsumsi pakan setelah
transplantasi (Lampiran 15) yang menunjukkan nilai p-value sebesar 0,023.
Terdapat korelasi positif dan signifikan antara delta berat badan setelah
transplantasi dan konsumsi pakan akhir.
Perbedaan delta berat badan mencit pada masa setelah transplantasi ini
kemungkinan disebabkan oleh interaksi antara metabolit sekunder yang
terkandung dalam cincau hijau dengan sel kanker yang di transplantasikan pada
mencit. Menurut Nahrstedt dan Butterweck (1997) kandungan metabolit sekunder
dari tumbuhan sangat bervariasi dalam jenis dan jumlahnya tergantung dari
lingkungan sekitar dimana tumbuhan itu hidup. Hasil uji fitokimia terhadap bubuk
daun cincau hijau dilakukan oleh Aryudhani (2011) yang menyatakan bahwa pada
bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr. memiliki hasil uji positif pada
alkaliod, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict dan tanin.
4. 2. 2. Masa Laten
Masa laten adalah waktu pertumbuhan kanker dari awal transplantasi
sampai jaringan kanker dapat diraba dengan menggunakan kepekaan tangan
(Liebelt & Liebelt 1967). Masa laten bisa berbeda-beda pada setiap individu.
Masa laten yang terdeteksi pada penelitian ini merupakan rata-rata dari waktu
pertama kali terasa munculnya benjolan jaringan kanker pada mencit dalam
hitungan hari. Perabaan untuk mengetahui munculnya benjolan tersebut mulai
dilakukan pada hari pertama setelah transplantasi sampai jaringan kenker dapat
diraba.
Masa laten jaringan kanker pada penelitian ini (Lampiran 18), sedangkan
hasil Analisis sidik ragam terhadap masa laten jaringan kanker pada semua
kelompok mencit tersaji pada Lampiran 19, hasil uji sidik menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata (p>0,05), sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan
Chalid (2003).
Masa laten pada kelompok B (kontrol positif) adalah 4,6 hari. Jaringan
kanker pada mencit dengan bubuk cincau hijau 0,88% (C) memiliki masa laten
47
5,4 hari, jaringan kanker pada mencit dengan bubuk cincau hijau 1,76% (D)
memiliki masa laten 4 hari, dan jaringan kanker pada kelompok mencit dengan
bubuk cincau hijau 2,64% (E) memiliki masa laten 4,8 hari. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa walaupun secara uji statistik tidak beda nyata namun, secara
umum bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. yang diberikan pada mencit
memiliki kemampuan menghambat munculnya pertumbuhan jaringan kanker pada
mencit. Mencit kelompok C (0,88%) dan E (2,64%) memiliki masa laten yang
lebih lama dari pada mencit kelompok kontrol positif (B), secara berturut-turut
masa laten nya adalah 5,4 hari, 4,8 hari dan 4,6 hari.
4. 2. 3. Volume Jaringan Kanker
Pertumbuhan jaringan kanker secara umum cenderung naik, kecuali pada
mencit kelompok E yang mengalami penurunan. Peningkatan pertumbuhan
jaringan kanker secara jelas terlihat pada mencit kelompok B (Gambar 10). Rata-
rata volume jaringan kanker secara berturut-turut dari mencit B, C, D, dan E
adalah 0,55±0,69 cm3, 0,21±0,11 cm3, 0,15±0,08 cm3 dan 0,20±0,06 cm3
(Lampiran 20). Hal ini sesuai dengan pernyataan Setiawati (2003), bahwa mencit
yang telah mengkonsumsi cincau tetap mengalami pertumbuhan pada jaringan
kankernya karena interaksi sel kanker di dalam tubuh sangat kompleks. Grafik
ukuran volume jaringan kanker disajikan pada Gambar 10.
= kel kontrol positif = kel 0,88 % = kel 1,76 % = kel 2,64%
Gambar 10. Grafik ukuran volume jaringan kanker menvit C3H yang diberi bubuk daun cincau hijau.
0,00,20,40,60,81,01,21,41,61,8
34 37 41 44 48 52
Volu
me
jarin
gan
kank
er (c
m3 )
Hari ke-
B
C
D
E
48
Gambar 10 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan
pada pertumbuhan jaringan kanker antara mencit kelompok B dan mencit
kelompok perlakuan lain (C, D dan E). Volume jaringan kanker mencit B
meningkat secara signifikan pada 11 hari setelah tranplantasi sel kanker. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Pranoto (2003), bahwa sel kanker yang
ditransplantasikan dari mencit donor sudah berada dalam tahap propagasi atau
mungkin metastasis. Pada tahap tersebut sel kanker bisa beredar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah maupun limfatik sehingga sulit untuk dicegah. Walaupun
hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pertambahan volume jaringan
kanker pada mencit kontrol (B) dan perlakuan C, D dan E tidak berbeda nyata
(p>0,05) (Lampiran 21), namun jika dilihat dari data pengukuran volume jaringan
kanker (Lampiran 20) terlihat bahwa kelompok B memiliki volume jaringan
kanker dua kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan C,
D dan E.
Ukuran volume jaringan kanker pada penelitian ini menunjukkan adanya
kemungkinan pengaruh konsumsi bubuk daun cincau hijau dalam menghambat
pertambahan volume jaringan kanker pada mencit perlakuan, sehingga diduga
bubuk daun cincau hijau mengandung senyawa atau komponen yang mampu
mengganggu pertumbuhan jaringan kanker yang dapat menghambat pertambahan
volume jaringan kanker. Sejalan dengan Chalid (2003) yang menyatakan bahwa
pemberian cincau hijau pada pakan mampu menekan pertumbuhan jaringan
kanker. Selain itu Pranoto (2003) melaporkan bahwa cincau hijau mampu
meningkatkan jumlah limfosit T dan B serta memiliki daya sitotoksik yang baik.
Komponen atau senyawa kimia seperti antioksidan, termasuk senyawa
fitokimia pada tanaman, menunjukkan kemampuan selektif dalam hal membunuh
sel kanker dengan cara apoptosis, serta mengambat angiogenesis tumor dan
metastasis (Borek 2004). Alkaloid yang terdapat pada tomat, baik hijau maupun
merah, menunjukkan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker.
Ekstrak tomat hijau aktif melawan semua galur sel kanker dan lebih mampu
menghambat sel kanker dibandingkan tomat merah. Komponen alkaloid yang
diduga bertanggung jawab dalam efek antikarsinogenik adalah glikoalkaloid, yang
memiliki mekanisme antikanker berbeda dengan likopen pada tomat
49
(Friedman et al. 2009). Reaksi biokimia kompleks juga berperan mempengaruhi
metabolisme seperti enzim pencernaan, senyawa pembawa untuk absorbsi, sistem
transportasi, dan gangguan metabolisme pada penderita kanker (Almatsier 2001).
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa adanya senyawa atau komponen yang
mampu mengganggu pertumbuhan jaringan kanker dapat menghambat
pertambahan volume jaringan kanker.
4. 2. 4. Berat Jaringan Kanker
Data berat jaringan kanker diperoleh pada akhir penelitian (pada akhir
masa pemeliharaan mencit) melalui proses terminasi mencit. Berat jaringan
kanker mencit kelompok B, C, D dan E secara berturut-turut adalah 0,87±0,81 g,
1,17±0,12 g, 0,15±0,09 g dan 0,27±0,28 g (Lampiran 22). Analisa sidik ragam
berat jaringan kanker secara lengkap tersaji pada Lampiran 23, hasil uji sidik
ragam menyatakan beda nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Grafik berat jaringan kanker mencit disajikan pada Gambar 11.
Kelompok Mencit
Keterangan : A= kelompok kontrol negatif; B= kelompok kontrol positif; C= kelompok 0,88% cincau hijau; D= kelompok 1,76% cincau hijau; E= kelompok 2,64% cincau hijau.
Gambar 11. Grafik berat jaringan kanker mencit C3H.
Berat jaringan kanker pada kelompok perlakuan D dan E yang diberikan
prosentase bubuk daun cincau hijau meningkat secara berturut-turut 1,76% dan
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1,4
B C D E
Bera
tjar
inga
nka
nker
(g)
50
2,64% menunjukkan berat jaringan kanker yang beda nyata dengan berat jaringan
kanker kelompok B (0%) dan C (0,88%).
Pada kelompok mencit yang diberikan bubuk cincau hijau pada pakan
sebanyak 0,88% belum bisa memberikan daya hambat yang signifikan terhadap
perkembangan jaringan kanker, hal ini didukung oleh hasil analisa sidik ragam
yang menyatakan bahwa tidak beda antara berat jaringan kanker kelompok mencit
C dan berat jaringan kanker kelompok mencit B. Daya hambat pertumbuhan
jaringan kanker secara nyata terjadi pada mencit yang diberikan bubuk daun
cincau hijau 1,76% (D) dan 2,64% (E). Hal tersebut menunjukkan bahwa telah
terjadi aktivitas penghambatan pertumbuhan jaringan kanker dengan prosentase
bubuk daun cincau yang digunakan.
4. 2. 5. Gambarn Histopatologis Jaringan Kanker Menggunakan Pewarnaan HE
Penentuan derajat diferensiasi jaringan kanker hasil pewarnaan HE
meliputi kepadatan sel tumot, tingkat mitosis sel dan tingkat pleomorfisme sel.
Profil umum jaringan kanker mencit C3H dianalisa menggunakan pewarnaan
hematoksilin eosin (HE) kemudian, diberi skor dan secara rinci disajikan pada
Tabel 4. Berikut ini merupakan keterangan terhadap skor yang diberikan pada
hasil pewarnaan HE :
Tabel 4 Rincian hasil pewarnaan HE jaringan kanker mencit C3H
Kelompok Mencit
Jumlah lapang
pandang
Derajat diferensiasi Skor
rata-rata
kepadatan sel tumor
rata-rata pleomorfisme
inti sel
rata-rata tingkat mitosis sel
B (5) 5 2,5 1,8 2
6,3 Stdev 0,469 0,374 0,616
C (5) 5 1,6 1,6 1,6
4,8 Stdev 0,316 0,268 0,409
D(5)
5 1,4 1,5 1,4 4,3
Stdev 0,414 0,219 0,296
E(5) 5 1,4 1,3 1,3
4 Stdev 0,296 0,279 0,228
Hasil pewarnaan HE dinilai dengan cara memberikan skor berupa angka
terhadap jaringan kanker berdasarkan derajat diferensiasi (Elston & Ellis 1991).
51
Diferensiasi pada sel kanker menunjukkan seberapa banyak kemiripan sel kanker
dengan sel asal yang normal, baik dalam hal morfologi maupun fungsi sel.
Diferensiasi pada sel kanker menunjukkan semakin tidak berdiferensiasi (beda
dengan sel asal) maka akan semakin mendekati keganasan. Sel yang tidak
berdiferensasi disebut dengan anaplasia. Perbedaan bentuk sel (pleomorfis) bisa
diamati dari hiperkromatik dimana sel akan berwarna lebih gelap dari sel normal,
bentuk dan ukuran inti sel tidak teratur, dan terjadi banyak mitosis.
Pada penelitian ini derajat diferensiasi menggunakan tiga parameter
meliputi kepadatan sel, pleomorfisme dan mitosis. Contoh hasil pewarnaan HE
pada kelompok B tersaji pada Gambar 12.
Gambar 12. Contoh hasil pewarnaan HE jaringan kanker mencit C3H perbesaran 200 kali.
Kelompok kontrol positif Kelompok 0,88% cincau hijau
Kelompok 1,76% cincau hijau
Kelompok 2,64% cincau hijau
B C
D E
52
Hasil analisa uji sidik ragam pada pewarnaan HE untuk setiap kelompok
mencit perlakuan menunjukkan hasil bahwa kepadatan sel kanker pada kelompok
kontrol positif (B) berbeda nyata dengan kelompok perlakuan lainnya yaitu C,D
dan E. Nilai rata-rata setiap kelompok adalah sebagai berikut : B (2,5±0,5),
C (1,6±0,3), D (1,4±0,14) dan E (1,5±1,22). Hal ini menunjukkan bahwa pada
jaringan kanker kelompok B merupakan jaringan kanker yang solid dan padat, hal
ini merupakan salah satu indikasi keganasan pada kanker. Hal ini diperkuat
dengan hasil skor pleomorfisme atau variasi nyata dalam bentuk maupun ukuran
sel, walaupun hasil uji sidik ragam tidak berbeda nyata namun skor pleomorfisme
kelompok kontrol positif (B) paling tinggi yaitu 1,8±0,4 dibandingkan kelompok
perlakuan C, D dan E. Keganasan pada kanker juga dapat dilihat dari banyaknya
pembelahan sel (mitosis). Prosentase bubuk daun cincau hijau pada pakan mencit
tidak berpengaruh nyata terhadap skor mitosis HE pada mencit, namun mitosis
terjadi lebih banyak pada kelompok B ditunjukkan dengan skor mitosis paling
tinggi yaitu 2±0,6 dibandingkan dengan kelompok C, D dan E.
Skor derajat diferensiasi pada jaringan kanker mencit kelompok B adalah
6,3 dimana skor tersebut termasuk dalam kelompok diferensiasi sedang. Pada
kelompok perlakuan (C, D dan E) memiliki skor derajat diferensiasi yang
termasuk dalam kelompok berdiferensiasi baik (nilai derajat diferensiasi 3-5)
dengan tren semakin menurun. Skor derajat diferensiasi pada kelompok perlakuan
secara berturut-turut adalah sebagai berikut, skor derajat diferensiasi untuk
kelompok C adalah 4,8, kelompok D adalah 4,3 dan kelompok E adalah 4. Hal ini
menunjukkan bahwa bertambahnya prosentase bubuk daun cincau hijau yang
ditambahkan pada pakan memiliki korelasi positif skor derajat diferensiasi
jaringan kanker.
Pada kelompok B dimana skor derajat diferensiasi termasuk dalam
kelompok sedang, ditandai dengan kepadatan sel kanker yang tinggi dan
pleomorfime sedang ke buruk karena ukuran dan bentuk sel tidak beraturan, serta
teridentifikasi banyak terjadi mitosis. Persentase bubuk daun cincau hijau yang
ditambahkan pada pakan mencit mampu mempertahankan derajat diferensiasi
pada kelompok D dan E lebih baik dibanding kelompok kontrol postif (B) dan
kelompok C.
53
4. 2. 6. Gambaran Histopatologis Jaringan Kanker Menggunakan Pewarnaan IHK
Untuk analisa IHK digunakan empat jenis antibodi primer yaitu
antiphospho-JNK 1/2, antikaspase-7, anti-COX-2, dan antiphospho-ERK 1/2,
namun tidak semua jaringan mencit digunakan hanya sediaan jaringan kanker
yang memiliki berat paling kecil dan yang paling besar pada setiap kelompok
perlakuan. Data hasil uji IHK dianalisa secara deskriptif.
Perubahan histopatologi yang terlihat pada jaringan berdasarkan
pewarnaan IHK dikelompokkan berdasarkan warna coklat DAB yang tersekpresi
pada setiap bidang pandang. Warna coklat DAB dihitung berdasarkan analisis
semikuantitatif. Hal ini dilakukan dengan memberikan skor terhadap tingkat
kepekatan warna coklat pada area yang terbentuk (Esteva et al. 2004). Skor
tersebut meliputi 0 (tidak terdapat area berwarna coklat, 0%), 1= <10% sel yang
positif, 2=10-50% sel yang positif, 3=> 50% sel positif. Data hasil uji IHK
dianalisa secara deskriptif. Data hasil uji IHK tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Profil hasil analisa IHK jaringan kanker mencit C3H
Kelompok
mencit
Berat
tumor
(g)
Rata-rata skor
JNK ½ Kaspase-7 COX-2 ERK 1/2
B 1 0,10 0,00+0,00 1,29+0,49 1,20+0,35 1,60+0,70
2 2,15 0,00+0,00 1,71+1,25 1,53+ 0,24 1,88+0,62
C 1 1,17 1,00+0,29 0,57+0,54 1,30+0 2,20+0,79 ,52
2 1,19 0,00+0,00 1,80+0,45 1,82+0,32 1,07+0,78
D 1 0,06 1,00+0 1,00,28 +0 0,00+0,00 ,55 1,00+0,00
2 0,29 1,50+0 2,50,33 +0 0,38,18 +0 1,00+0,00 ,06
E 1 0,09 0,00+0,00 1,83+0,98 0,44+0,07 1,33+0
2
,58
0,77 0,00+0,00 1,17+0,75 0,38+0,04 1,38+0,92
Pengujian ekspresi kaspase-7 bertujuan untuk melihat ekspresi protein
penanda proapoptosis sebagai indikasi terjadinya apoptosis pada sel kanker yang
dipicu oleh bubuk daun cincau hijau. Hasil pengukuran IHK pada sediaan
menggunakan antibodi antikaspase-7 dan antiphospho-JNK 1/2 sebagai protein
penanda proapoptosis pada sediaan kelompok D memiliki skor 1,25 ±0,33 untuk
54
kaspase-7 dan 1,25 ±0,36 untuk JNK 1/2. Skor IHK penanda proapotosis pada
kelompok D merupakan yang paling baik karena kombinasi lainnya tidak sebaik
hasil yang diperoleh pada kelompok D. Hal ini membuktikan bahwa bubuk daun
cincau hijau berpotensi sebagai pangan dengan aktivitas antikanker yang dapat
memicu terjadinya apotosis melalui aktivasi kaspase-7.
Keberadaan ERK 1/2 pada jaringan kanker menunjukkan bahwa telah
terjadi proses fosforilasi. Proses fosforilasi memiliki dua peran penting yaitu
sebagai molekul pemulai atau penghenti suatu kaskade seluler dan sebagai
pengikat antara dua protein. Oleh karena itu, kinase berperan penting pada sistem
sinyal penghantar informasi antar dan di dalam sel. Gangguan ekspresi kedua
enzim ini berperan dalam pembentukan kanker dan penyakit proliferasi lain. Hal
ini diperkuat dengan laporan Takekawa et al. (2011) yang menyatakan bahwa
jalur MAPK p44/42 (ERK1/2) merupakan kelompok protein kinase serin/treonin
yang terlibat dalam program seluler seperti proliferasi, diferensiasi, motilitas dan
kematian. Pada penelitian ini ekspresi protein kinase ERK 1/2 tidak beda nyata
pada setiap kelompok, rata-rata memiliki skor 1 yang artinya hanya terdapat
<20% sel yang mengespresikan warna coklat sebagai gambaran ekspresi ERK 1/2.
Hasil ekspresi ERK 1/2 yang rendah seiring dengan ekspresi COX-2 yang rendah,
hanya pada kelompok B dan C terekpresi < 20% dengan skor rata-rata 1,
sedangkan pada kelompok D dan E ekspresi COX-2 sedikit sekali.
Penghambatan perkembangan jaringan kanker oleh bubuk daun cincau
hijau kemungkinan besar disebabkan oleh kandungan komponen biokatif yang
dimiliki cincau seperti alkaloid yang bekerja menekan perumbuhan sel kanker
dengan cara menginduksi apotosis yang terbukti dengan ekspresi kaspase-7 dan
menghambat proliferasi sel kanker dengan ekspresi ERK 1/2 dan COX-2 tidak
terekpresi dengan baik pada kelompok D dan E.
Pewarnaan IHK memiliki menuntut kualitas yang tinggi untuk reagen
yang digunakan, yakni dimulai dari saat pengambilan sampel, perlakuan sampel
pada saat dibuat blok hingga saat dilakukan pengujian. Beberapa sampel yang
dilalukan pewarrnaan menggunakan HE secara histopatologis mempunyai lesi
yang mengarah pada lesi kanker, namun penanda apoptosis dan proliferasi
menggunakan metode pewarnaan imunohistokimia menunjukan hasil negatif.
55
Kemungkinan antigen pada sediaan mencit perlakuan sudah mengalami degradasi
protein sehingga antibodi primer yang digunakan tidak bisa mengenali protein
target pada sediaan dan dimungkinkan terjadi false positif. Walaupun pada
beberapa bagian terlihat ekspresi warna coklat sebagai manifestasi dari warna
DAB namun secara keseluruhan belum dapat dikatakan positif.
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Pada pengujian aktivitas bubuk daun cincau hikau P.oblongifolia Merr.
secara in vivo, maka dapat disimpulkan bahwa bubuk daun cincau hijau
P.oblongifolia Merr. memiliki aktivitas penghambatan pekembangan jaringan
kanker payudara pada mencit C3H yang ditrasnplantasi sel kanker MMTV. Hal
ini dibuktikan dengan data berat jaringan kanker pada kelompok perlakuan lebih
kecil dari kelompok kontrol yang tidak diberi bubuk daun cincau hijau pada
pakannya. Hasil pewarnaan HE menyatakan bahwa mencit kelompok perlakuan D
dan E memiliki profil diferensiasi yang lebih baik dibanding kelompok B dan C.
Selanjutnya, skor IHK untuk penanda apoptosis pada tahap awal yang
menggunakan JNK 1/2 dan kaspase-7 sebagai protein penanda proapoptosis
memiliki hasil negatif. Walaupun penanda proapoptosis pada sampel dapat
mengespresikan JNK 1/2 dan kaspase-7 terdapat ekspresi perubahan warna coklat
sebagai manifestasi warna DAB namun intensitas warna yang terbentuk belum
cukup kuat sehingga belum dapat dikatakan hasilnya positif.
Begitu juga dengan penanda antiapoptosis yang menggunakan penanda
antiapoptosis yaitu ERK 1/2 dan COX-2 menghasilkan warna coklat namun
belum terkspresi dengan kontras dan nyata, sehingga belum dapat dikatakan
positif. Dengan demikian hendaknya penelitian secara in vivo dapat diulang
dengan parameter yang lebih spesifik.
5. 2. Saran
Saran yang dapat disajikan dari penelitian ini adalah perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan menggunakan parameter protein penanda yang
berbeda dan lebih spesifik sebagai penanda antikanker pada jaringan kanker
dengan teknik pengerjaan yang lebih kuantitatif.
DAFTAR PUSTAKA
[AIN] American Institute of Nutrition. 1976. Report of the American Institute of
Nutrition ad-hoc committe for nutrition studies. J Nutr 107:1340-1348.
Alberts B, Johnson A, Lewis J et al. Molecular Biology of the Cell. 2002. 4th edition. New York: Garland Science; http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK26869/#A3181
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Anand P, Kunnumakara AB, Sundaram C, Harikumar KB, Tharakan ST, Lai OS, Sung B, Aggarwal BB. 2008. Cancer is a Preventable Disease that Recquires Major Lifestyle Changes. Pharm Res 25(9): 2097-2116.
Ananta E. 2000. Pengaruh ekstrak cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers.)
terhadap proliferasi alur sel kanker K-562 dan Hela [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Arisudana IG. 2003. Mempelajari toksisitas subkronis bubuk gel daun cincau
hijau (Cylcea barbata L. Miers dan Premna oblongifolia Merr.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Aryudhani N. 2011. Mekanisme Aktivitas Antitumor Bubuk Daun Cincau Hijau
(Premna oblongofolia Merr.) Pada Mencit C3H yang ditransplantasi sel tumor payudara. [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bakhle YS. 2001. COX-2 and Cancer : a New Approach to an Old Problem. Brit
J Pharmacol 134:1137-1150. Borek C. 2004. Dietary antioxidants and human cancer. Integr Canc Ther 3(4):
333-341
Brandi G et al. 2004. Mechanisms of Action and Antiproliferative Properties of Brassica oleracea Juice in Human Breast Cancer Cell Lines. J Nutr 135:1503-1509.
Brandon EP, Idzerda RL, McKnight GS.1997. PKA isoforms, neural pathways,
and behaviour: making the connection. Curr Opin Neurol 7:397-403. Busch H, 1967. Methods In Cancer Research. Vol 1. Academic Press. New York
London. hlm143-226.
60
Cao Y, Prescott SM. 2002. Many action of cyclooxigenase-2 in cellular dynamics and in cancer. J Cellular Physio 190 (3):279-286.
Chalid SY. 2003. Pengaruh ekstrak daun cincau hijau Cyclea barbata L. Miers dan Premna oblongifolia Merr. terhadap aktivitas enzim antioksidan dan pertumbuhan tumor kelenjar susu mencit C3H [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Coletta RD et al. 2004. The six1 homeoprotein stimulates tumorgenesis by reactivation of cyclin A1. Proceeding of the National academy of Science 101(17):6478-6483.
Damayanti R, Indriani A,Wiyono, Adjid A.2005. Monitorin Kasus Penyakit Avian Influenza Berdasarkan Deteksi Antigen Virus Subtipe H5N1 secara Imunohistokimiawi.Balai Penelitian Veteriner.Bogor. 2:25-31.
De Padua LS, Banyapraphatsara N. 1999. PROSEA Plant Resources of South East Asia-12 (1) Medicinal and Poisonous Plants 1. Backuys Publisher, Leiden, the Netherlands. hlm 221-223.
Elmore S. 2007. Apoptosis: A review of programmed cell death. Toxicol Pathol 35:495-516.
Elston CW, Ellis IO. 1991. Pathological pronostic factor in breast cancer I. The
value of histopathological grade in breast cancer:experience from a large study with longterm follow up. Histopathology 19:403-410.
Esteva F J et al. 2004. Prognostic significance of phosphorylated p38 mitogen
activated protein kinase and HER-2 expression in lymph node-positive breast carcinoma. .Am Cancer Society 100(3):499-505.
Fantozzi A, Gerhard C. 2006. Mouse models of breast cancer metastasis. Breast Cancer Res 8:212.
Farina HG, Pomies M, Alonso DF, Gomez DE. 2006. Antitumor and antiangiogenic activity of soy isoflavone genistein in mouse models of melanoma and breast cancer. Oncol Rep 16:885-891.
Friedman M, Levin CE, Lee SU, Kim HJ, Lee IS, Byun JO, Kozukue N. 2009.
Tomatine-containing green tomato extracts inhibit growth of human breast, colon, liver, and stomach cancer cells. J Agric Food Chem 57:5727-5733.
Gewies A. 2003. Introduction to Apoptosis. ApoReview. http:// www.celldeath.de/encyclo/aporev/aporev.htm (diakses 3 Augustus 2011)
61
Golberg I. 1994. Functional Foods, Designer foods, Pharmafoods, Nutraceutical. Newyork: Chapmal and Hall,Inc.
Hejmadi M.2010. Introduction to cancer biology. Ventus Publishing ApS. ISBN
978-87-761-47-6.http://grammars.grlmc.com/wsmbio2012/Download/Slides/Xu/introduction-to-cancer-biology.pdf
Hendriyani D. 2003. Kajian bioaviabilitas klorofil daun cincau hijau (Cyclea
barbata L.Mier) pada hati dan plasma tikus (Rattus norvegicus).[skipsi].Bogor:Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hodgson E, Levi PE. 2000. A textbook of modern toxicology. MacGrew Hill,
Singapore. Howe LR, Dannenberg AJ. 2003. COX-2 inhibitors for the prevention of breast
cancer. J Mammary Gland Biol 8:31-43.
Hu K, Yu C, Mineyama Y, McCracken JD, Hillebrand DJ, Hasan M. 2003. Inhibited proliferation of cyclooxygenase-2 expressing human hepatoma cells by NS-398, a selective COX-2 inhibitor. Int J Oncol 22:757-763.
Huang THM, Manel E. 2010. Chromatin Remodelling in Mammary Gland
Differentiation and Breast Tumorgenesis.Cold Spring Harb Sym (2): 415-420.
Imajo M, Tsuchiya Y, Nishida E. 2006. Regulatory mechanisms and functions of
MAP kinase signaling pathways. IUBMB Life 58(5):312-317. Jacobus A. 2003. Pengaruh konsumsi bubuk gel daun cincau hijau Cyclea
barbata L. Miers dan Premna oblongifolia Merr. terhadap kadar β-carotene dalam hati tikus percobaan [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
James JJ, Mukhtar H. 2007. Curcumin for chemoprevention of colon cancer.
Letter 255:170-181. Jiang J, Hu C. 2009. Evodiamine: A Novel Anti-Cancer Alkaloid from Evodia
rutaecarpa. Molecules 14:1852-1859. Junqueira LC. 2007. Persiapan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. Edisi 10.
Histology Dasar: teks dan atlas. Jakarta : EGC. hlm 3 – 5.
Juuti A, Louhimo J, Nordling S, Ristimaki A, Haglund C. 2006. Cyclooxygenase2 expression correlates with poor prognosis in pancreatic cancer. J Clin Pathol 59:382-386.
62
Karmakar UK, Pramanik S, Sadhu SK, Shill MC, Biswas SK. 2011. Assessment of analgesic and antibacterial activity of Premna Integrifolia Linn (Family : Verbenaceae) Leaves. IJPSR 2(6):1430-1435.
Koessitoresmi A. 2002. Kapasitas antioksidan ekstrak batang dan daun cincau
hijau Cyclea barbata L.Mier pada sel limfosit manusia secara in vitro. [skripsi].Bogor:Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Koki AT, Masferrer JL. 2002. Celecoxib: A Specific COX-2 Inhibitor with Anti
Cancer Properties. Cancer Control 9(2):28-35. Kujubu DA, Fletcher BS, Varnum BC, Lim RW, Herschmen HR. 1991. TIS10, a
phorbol ester tumor promoter-inducible mRNA from Swiss 3T3 cells, encodes a novel prostaglandin synthase/cyclo-oxygenase homologue. J Biol Chem 266:12866-12872.
Kumar V, Cotran RZ, Robbins SL. 1997. Basic Pathology. Ed-6. Philadelphia
London Newyork : W.B.Saunders Company. Kundu N, Yang Q, Dorsey R, Fulton AM. 2001. Increased cyclooxygenase-2
expression and activity in a murine model of metastatic breast cancer. Int J Cancer 93:681–686.
Kusharto C M, Tanziha I, Januwati M. 2008. Produk ekstrak klorofil dari berbagai daun tanaman untuk meningkatkan respon imun dan aplikasinya sebagai antiaterosklerosis [laporan penelitian]. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor.
Lane TF, Hla T. 2001. Overexpression of cyclooxygenase-2 is sufficient to induce
tumorigenesis in transgenic mice. J Biol Chem 276:18563–18569.
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. Buku Ajar Histologi.1996. Ed-6. Jakarta:EGC.
Liebelt AG, Liebelt RA.1967. Transplantation of Tumor. Dalam Methode in Cancer Research. Vol-I:160-197. Academic Press. New York.London.
Lin HY et al. 2009.The pro-apoptotic action of stilbene-induced COX-2 in cancer cells Convergence with the anti-apoptotic effect of thyroid hormone. Cell Cycle 8(12):1877-1882.
Liu X, Rose D. 1996. Differential expression and regulation of cyclooxygenase-1 and -2 in two human breast cancer cell lines. Cancer Res 56:5125–5127.
McCubrey JA et al. 2007. Roles of the Raf/MEK/ERK pathway in cell growth, malignant transformation and drug resistance. Biochim Biophys Acta 1773:1263-1284.
63
Meiyanto E, Susidarti EA, Handayani S, Rahmini F. 2008. Ekstrak etanolik biji buah pinang (Areca catechu L.) mampu menghambat proliferasi dan memicu apoptosis sel MCF-7. Farmasi Indonesia 19(1):12-19.
Moore BC, Simmons DL. 2000. Cox-2 Inhibition, Apoptosis, and
Chemoprevention by Nonsteroidal Anti-inflamatory Drugs. Curr Med Chem 7:1131-1144.
Nakamura S et al. 2004. COX-2 independent induction of apotosis by etodolac in
leukemia cells in vitro and growth inhibition of leukemia cells in vivo. Cancer Ther 2:153-166.
Nugraheni D. 2003. Pengaruh seduhan teh cincau cijau Cyclea barbata L.Mier
dan Premna oblongifolia Merr. terhadap kadar sitokrom P-420 dan aktivitas glutation S-transferase dari hati mencit C3H [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Nugroho HA. 2009. Pengaruh pemberian teh hijau terhadap ekspresi perforin dan
indekspoptosis adenokarsinoma mamma mencit C3H. [Tesis]. Pasca Sarjana.Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis-I Ilmu Bedah, Universitas Diponegoro, Semarang.
Nurdin SU, Zuidar S, Suharyono. 2005. Dried extract from green cincau leaves as
potential fiber sources for food enrichment. African Crop Science Conference Proceedings 7:655-658.
Otto SE. 2003. Buku Saku Kepeerawatan Onkologi, Alih bahasa : Jane Freyana
Budi,S.Kep,MappSc. EGC. Jakarta. hlm 3-19. Pinzon LC, Mylene M, Sze KH, Wang M, Chu IK. 2011. Isolation and
characterization of antimicrobial, anti-inflamatory and chemopreventive flafones from Premna odorata Blanco. J Med Plant Res 5(13):2729-2735.
Pranoto BA. 2003. Aktivitas antitumor dan imunomodulator dari produk cincau
hujai Cyclea barbata L.Mier dan Premna oblingifolia Merr. terhadap pertumbuhan tumor kelenjar susu mencit C3H [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institu Pertanian Bogor.
Raharjo PC. 2004. Ketersediaan hayati flavonoid bubuk gel daun cincau hijau
(Cyclea barbata L.Miers) pada hati dan plasma darah tikus (Rattus norvegicus) yang diberi diet dengan atau tanpa vitamin A.[skripsi].Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Robinson G, Ellis IO, MacLennan KA. 1990. Immunocytochemistry dalam
Theory and Practise of Histological Techniques. 3rd Ed. Edinburgh London Melbourne and Newyork : Churcill Livingstone. hlm 413-428.
64
Roux PP.2004. ERK ang p38 MAPK-Activated ProteinKinases : a Family of Protein Kinases with Diverse Biological Functions. Microb and Mol Biol Rev 1:320-344.
Saxena S, Pant N Jain DC, Bhakuni. 2003. Antimalarial agents from plant
sources.Curr Sci 8(9):1312-1329. Setiawati R. 2003. Pengaruh produk daun cincau hijau Cyclea barbata L. Miers
dan Premna oblongifolia Merr terhadap kapasitas antioksidan limfosit mencit C3H bertumor kelenjar susu [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Singh B, Berry JA, Shoher A, Ayers GD, Wei C, Lucci A. 2007. COX-2
involvement in breast cancer metastasis to bone. Oncogene 26:3789–3796.
Siregar IM, Miladiyah I. 2011. Protective effect of Cyclea barbata Miers leaves against aspirin-induced gastric ulcer in mice. Universa Medicina 30(2):88-94.
Sosef MSM, Hong LT. 1989. PROSEA Plants Resources of South East Asia-5
(3) Timber trees: lesser-known timbers. Backhys publisher, Netherland. hlm 470-472.
Stevens A, Bancroft JD. 1990. Theory and Practise of Histological Techniques.
Ed-3. Churchill Livingstone Edinburgh London.
Suryanto T. 2007. Pengaruh pemberian ekstrak phaleria macrocarpa terhadap indeks apoptosis sel adenokarsinoma mamma dan perkembangan massa tumor payudara mencit C3H. [Tesis]. Pasca Sarjana.Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Bedah, UNDIP Semarang.
Takekawa M, Kubota Y, Nakamura T, Ichikawa K .2011. Regulation of stress-
activated Map Kinase Pathway During cell fate decisions. Nagoya J Med Sci 73:1-14.
Vermeulen K, Dirk R. Van Bockstaele., Zwi N. Berneman. 2003. The cell cycle: a
review of regulation, deregulation and therapeutic targets in cancer. Cell Proliferat 36:131-149.
Wada T, Penninger JM. 2004. Mitogen-activated protein kinases in apoptosis
regulation. Oncogen 23:2838-2949.
65
WCRF/AICR. 2008. The World Cancer Reseach Fund & The American Institute of Cancer Research. Food, nutrition, physical activity and prevention of cancer: A global perspective. The American Institute of Cancer Research, Washington.
[WHO] World Health Organization. 2008. The Scene for a Global Approach to
Health Equity. Switzerland: WHO Press. Wendum D, Masliah J, Trugnan G, Flejou JF. 2004. Cyclooxygenase-2 and its
Roe in Colorectal Cancer Development. Virchows Arch 445:327-333. Widyanto R. 2010. Pengaruh pemberian bubuk daun cincau hijau (Premna
oblongifolia Merr) terhadap gambaran histopatologis jaringan hati mencit C3H yang ditransplantasi sel tumor kelenjar susu. [sripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wijayakusuma MH. 2005. Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Jakarta:
PuspaSwara. Winarti C, Nurdjanah N. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber
pangan fungsional. Jurnal Litbang Pertanian 24(2):47-55. Yadav BD. 2011. Studi of new curcumin analogs for the treatment of Erα negatif
breast cancers. [Thesis]. Otago University, Dunedin. New Zealand. Yamaki et al. 2004.Prostaglandin E2 activities Src signaling in lung
adenocarsinoma cell via EP3. Cancer Lett 214(1):114-120 Zakaria FR. 2001. Pangan dan pencegahan kanker. J Teknol dan Industri Pangan
12(2):171-177. Zhou JY, Liu Y, Wu GS. 2006. The Role of Mitogen-Activated Protein Kinase
Phosphatase-1 in Oxidative Damage–Induced Cell Death. Cancer Res 66:4888-4894.
95 mpiran 31. Contoh hasil pewarnaan dan skoring IHK
Kel ERK 1/2 Skor COX-2 Skor B1
1
2
B2
0
1
C1
0
2
C2
1
2
96
D1
0
1
D2
2
3
E1
0
0
E2
0
1
97
Sediaan JNK 1/2 Skor Caspase-7 Skor
1
2
B2
0
0
C1
0
2
C2
0
1
98
D1
0
0
D2
0
2
E1
0
0
E2
1
1
67
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram alir proses pembuatan bubuk daun cincau hijau
(Chalid 2003)
daun cincau hijau segar
buang tangkai daun
cuci bersih dengan air
tiriskan
timbang 200 g
disobek-sobek
dimasukkan ke dalam blender
ditambahkan air dengan perbandingan 1:3 (600 ml)
Dibekukan (frezer)
dikeringkan dengan drum dryer
bubuk daun cincau hijau kasar
dihaluskan dengan blender kering
bubuk daun cincau hijau siap digunakan sbg campuran pakan
68
Lampiran 2. Uji Normalitas Berat mencit sebelum transplantasi
Bbawal
Perc
ent
3025201510
99.9
99
9590
80706050403020
10
5
1
0.1
Mean
>0.150
19.66StDev 2.781N 225KS 0.048P-Value
Probability Plot of BbawalNormal
Lampiran 3. Uji Homogenitas Berat mencit sebelum transplantasi
peng
ukur
an-k
e
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
9
8
7
6
5
4
3
2
1
5.04.54.03.53.02.52.01.5
Bartlett's Test
0.808
Test Statistic 4.51P-Value 0.809
Levene's Test
Test Statistic 0.56P-Value
Test for Equal Variances for Bbawal
69
Lampiran 4.Tabel berat badan mencit pada masa sebelum transplantasi (g)
Kelp berat tiap ulangan (g) rata-rata berat tiap
ulangan (g) rata-rata
Kelp Delta berat
badan stdev 1 2 3 4 5
A
18,1 20,8 20,0 19,8 19,8 19,7
19,6 1,3 1,7
17,5 18,4 18,6 17,6 17,0 17,8 17,8 17,3 20,3 16,1 15,7 17,4 18,5 18,9 20,0 14,9 14,3 17,3 17,5 19,4 19,8 20,5 19,1 19,3 19,5 21,1 21,6 20,7 19,8 20,5 20,0 21,6 22,4 21,8 21,0 21,4 19,9 22,0 22,1 22,7 21,4 21,6 19,9 21,7 21,5 21,4 20,7 21,0
B
21,3 20,0 22,5 18,0 18,7 20,1
19,5 1,3 2,0
17,0 16,8 18,0 17,8 14,8 16,9 16,7 18,2 18,5 13,5 17,0 16,8 16,2 20,5 19,4 13,8 19,9 18,0 19,1 19,4 21,0 16,4 19,5 19,1 21,7 20,0 22,8 17,4 19,5 20,3 23,7 21,5 23,8 18,5 20,4 21,6 23,7 21,4 24,3 18,8 20,3 21,7 23,6 20,0 24,3 19,2 20,0 21,4
C
21,6 20,0 24,0 18,5 19,5 20,7
21,1 1,8 1,6
21,8 16,7 19,8 14,9 15,1 17,7 22,2 19,7 23,0 17,4 15,7 19,6 23,4 21,2 24,6 18,4 18,4 21,2 23,0 21,3 24,0 19,0 19,6 21,4 22,7 21,8 25,3 19,5 21,5 22,2 23,5 22,3 25,7 18,8 21,5 22,4 23,7 22,2 25,8 19,7 22,0 22,7 23,8 22,0 26,0 19,5 21,5 22,6
D
20,5 21,0 24,5 18,5 19,0 20,7
20,8 2,1 1,4
20,4 21,1 19,4 17,3 19,1 19,5 21,3 20,8 16,2 18,5 20,0 19,4 20,8 21,0 14,0 18,9 20,5 19,0 21,3 20,8 19,5 18,8 21,2 20,3 21,0 21,4 23,3 19,4 21,7 21,4 20,4 20,2 25,2 19,8 21,2 21,4 22,0 21,9 28,8 20,0 21,9 22,9 22,4 21,5 28,3 20,0 22,0 22,8
E 14,9 22,7 15,7 16,4 15,0 16,9
17,2 2,1 1,0 14,8 20,7 14,9 15,5 15,0 16,2
70
Kelp berat tiap ulangan (g) rata-rata berat tiap
ulangan (g) rata-rata
Kelp Delta berat
badan stdev 1 2 3 4 5
14,8 19,4 15,1 15,6 15,5 16,1 15,1 19,5 15,4 14,9 15,9 16,2 16,3 21,5 15,6 16,5 16,5 17,3 16,7 19,7 17,0 17,2 16,9 17,5 16,7 19,9 17,0 17,6 16,8 17,6 17,7 19,6 17,9 18,3 18,0 18,3 18,0 21,9 17,9 18,8 18,4 19,0
71
Lampiran 5. Uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan berat badan mencit pada masa sebelum transplantasi
Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan 427,367 4 106,842 21,742 ,000
Sisaan 1061,423 216 4,914
Total 88678,220 225
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada berat badan mencit sebelum tranplantasi.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada berat badan mencit sebelum tranplantasi.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 <0,05, maka H0
ditolak dan dilanjutkan menggunakan uji Duncan.
Duncan Kelompok mencit N Rerata Kehomogenan
A 45 19,567 B
B 45 19,531 B
C 45 21,147 C
D 45 20,818 C
E 45 17,227 A
Keterangan : huruf yang sama pada kolom kehomogenan menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5%.
72
Lampiran 6. Uji sidik ragam rata-rata delta pertumbuhan berat badan mencit pada masa sebelum transplantasi
Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan 5.549 4 1.387 0.554 0.697 Sisaan 100.138 40 2.503
Total 105.716 45
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada rata-rata delta pertumbuhan berat badan mencit pada sebelum transplantasi.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada rata-rata delta pertumbuhan berat badan mencit pada sebelum trasnplantasi.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5% probalititas (sig.) >0,05, maka H0
diterima, artinya rata-rata delta pertumbuhan berat badan mencit tidak berbeda nyata antara kelompok mencit dan tidak perlu dilakuakn uji lanjut Duncan.
73
Lampiran 7. Tabel berat badan mencit pada masa setelah transplantasi (g)
Kelp berat tiap ulangan (g) rata-rata
berat tiap ulangan (g)
rata-rata Delta berat badan
stdev 1 2 3 4 5
A
19,2 20,8 22,8 23,0 21,0 21,4
22,7 3,3 1,4
18,0 21,8 22,6 23,7 21,1 21,4 18,8 21,5 23,0 21,4 23,9 21,7 17,0 21,9 24,8 25,3 22,3 22,3 20,1 24,3 24,9 24,8 23,9 23,6 21,0 25,0 25,0 24,7 24,6 24,1 22,7 24,7 25,9 24,9 25,2 24,7
B
23,0 19,8 24,3 18,1 19,0 20,8
21,2 1,2 0,5
22,3 20,3 24,5 18,2 18,8 20,8 22,4 20,3 24,2 18,0 18,0 20,6 22,2 20,8 25,0 18,2 19,5 21,1 22,6 21,2 24,8 18,2 19,6 21,3 24,3 20,5 26,0 18,7 20,0 21,9 23,4 20,6 26,3 19,2 20,4 22,0
C
24,5 20,5 25,4 19,5 20,3 22,0
22,5 1,3 0,5
23,8 21,2 25,0 19,9 20,4 22,1 24,4 21,4 25,0 19,7 20,6 22,2 24,1 21,7 25,2 20,0 20,0 22,2 24,7 22,1 25,6 19,8 20,3 22,5 25,0 23,9 25,5 20,1 21,5 23,2 24,9 23,8 25,4 20,7 21,8 23,3
D
22,5 21,1 28,0 19,2 22,0 22,6
22,0 -1,3 0,4
21,8 20,3 27,1 19,2 21,3 21,9 22,1 20,4 26,5 19,2 21,0 21,8 22,3 20,3 26,8 19,5 21,3 22,0 22,0 21,4 27,0 19,5 21,2 22,2 21,8 21,4 27,0 20,0 21,5 22,3 21,0 21,5 26,4 19,8 17,9 21,3
E
16,5 20,0 17,0 17,0 16,5 17,4
18,4 2,5 1,3
16,0 19,0 16,2 16,4 16,0 16,7 16,3 20,0 17,0 17,5 16,4 17,4 17,4 20,4 18,4 18,2 16,3 18,1 17,7 22,5 19,3 19,8 18,8 19,6 18,6 23,1 19,4 18,2 19,6 19,8 20,0 23,7 20,3 15,5 20,0 19,9
74
Lampiran 8. Uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan jumlah pakan yang dikonsumsi pada masa sebelum transplantasi.
Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan 24.361 4 6.090 15.415 .000 Sisaan 294.328 745 .395 Total 2982.703 750
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada jumlah pakan yang dikonsumsi pada masa sebelum tranplantasi.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada jumlah pakan yang dikonsumsi pada masa sebelum tranplantasi.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 <0,05, maka H0
ditolak dan dilanjutkan menggunakan uji Duncan.
Duncan Kelompok mencit N Rerata Kehomogenan
A 150 2.2426 B
B 150 1.7766 A
C 150 1.7739 A
D 150 1.7967 A
E 150 1.8335 A
Keterangan : huruf yang sama pada kolom kehomogenan menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5%.
75
Lampiran 9. Uji Korelasi Delta Berat Badan dan Konsumsi Pakan Sebelum Transplantasi
Konsumsi Pakan
Delta Berat Badan Sebelum Transplan
Pearson Correlation .386 Sig. (2-tailed) .056 N 25
Hipotesis : H0
H
: Delta berat badan mencit sebelum transplantasi tidak berhubungan dengan
konsumsi pakan sebelum transplantasi
1
: Delta berat badan mencit sebelum transplantasi berhubungan dengan
konsumsi pakan sebelum transplantasi
Pengambilan Keputusan : - Jika p-value >0,05 , maka Ho
- Jika p-value <0,05, maka H
diterima
o
ditolak
Kesimpulan : p-value 0.56 > 0.05 maka terima H0
, artinya tidak terdapat hubungan signifikan
antara delta berat badan sebelum trasnplantasi dengan konsumsi pakan sebelum
transplantasi.
71
Lampiran 10. Tabel jumlah pakan yang dimakan mencit sebelum transplantasi
hari mencit
A B C D E 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 1.73 1.98 2.69 2.75 2.38 0.00 2.08 0.62 0.00 2.49 1.78 1.84 1.89 1.11 1.40 0.46 1.04 0.00 0.43 1.16 1.58 2.89 1.24 1.34 2.02
2 1.65 1.61 2.07 2.36 3.01 0.12 1.72 1.20 0.40 2.21 1.05 1.56 1.62 0.82 1.55 0.63 0.71 0.00 0.94 0.90 1.12 1.96 1.08 1.58 2.16
3 1.80 1.30 2.22 2.44 2.19 1.51 2.74 2.21 0.85 2.66 1.42 1.97 2.27 1.79 2.64 1.12 1.67 0.00 1.79 1.09 1.73 1.84 1.60 1.54 1.26
4 1.72 2.30 1.76 2.33 2.67 2.21 2.33 2.63 2.54 1.68 1.69 2.20 2.21 2.24 2.85 1.90 2.01 0.81 1.69 1.77 1.57 1.66 1.22 1.09 1.35
5 1.73 1.91 1.86 1.03 3.11 2.09 1.44 2.84 1.95 2.25 1.55 1.60 1.73 1.36 2.44 1.51 1.66 1.24 1.60 1.43 1.53 2.12 1.34 1.11 1.34
6 1.00 1.95 1.89 2.37 3.50 1.91 0.98 2.45 1.84 1.76 1.47 1.57 1.75 1.04 1.97 1.64 1.57 2.13 1.49 1.58 1.22 2.18 1.36 2.28 1.63
7 2.87 1.94 1.24 1.90 2.04 2.44 1.74 2.06 2.02 2.10 1.77 1.56 1.98 2.40 2.22 1.50 2.01 2.86 1.90 1.45 1.04 2.22 1.45 1.24 1.63
8 1.98 1.67 1.76 2.38 2.09 2.44 2.14 2.62 1.56 1.95 1.79 1.40 1.78 1.21 2.33 1.45 2.04 2.27 1.55 1.33 1.56 2.11 1.88 1.44 0.99
9 1.66 2.46 1.65 1.96 3.57 2.42 1.41 2.10 2.53 2.02 1.48 1.55 2.10 1.60 2.48 1.20 1.62 3.14 1.36 1.32 1.13 2.57 1.54 1.31 1.37
10 2.01 1.67 1.22 2.22 3.48 2.00 1.57 1.63 1.63 1.72 1.84 1.53 1.45 1.03 1.64 1.49 1.44 2.97 1.57 1.57 1.72 1.83 1.09 1.73 1.48
11 1.46 2.09 1.70 1.59 3.31 1.74 1.27 1.20 1.16 0.79 0.88 0.96 1.29 1.09 0.62 1.32 1.02 2.31 1.27 1.37 1.23 1.14 1.39 2.21 0.99
12 3.11 1.56 1.64 1.70 2.60 2.89 2.48 3.24 1.62 2.42 2.34 1.92 2.16 2.14 1.90 2.23 2.26 2.97 2.73 1.69 0.94 0.71 1.14 2.92 1.48
13 1.48 2.10 1.71 1.60 3.32 1.36 1.41 1.58 1.45 1.73 1.43 1.60 1.76 2.08 1.78 1.71 1.80 1.66 1.75 1.60 1.22 1.18 1.36 2.22 0.99
14 5.00 2.11 2.29 2.20 2.62 2.55 2.26 2.78 2.47 1.76 1.49 1.37 2.70 1.56 2.41 1.02 1.96 4.28 1.42 1.70 3.00 1.19 2.29 2.03 1.74
15 1.82 1.59 1.79 1.89 1.14 1.70 1.18 2.14 1.82 1.22 1.52 1.52 1.82 1.74 1.61 1.37 2.14 3.68 1.79 1.38 2.02 0.14 2.02 2.03 2.39
16 2.00 2.02 1.89 1.87 1.98 2.19 1.84 2.04 1.67 1.46 1.74 1.10 2.01 1.37 1.96 2.26 1.33 3.47 1.76 1.85 1.66 0.97 1.64 2.69 1.75
17 4.51 1.97 1.28 2.64 1.87 2.19 1.88 1.50 1.12 1.52 1.64 1.59 2.08 1.18 2.07 1.51 1.68 2.66 1.42 1.37 2.49 3.32 1.72 2.56 1.13
18 4.38 1.79 3.01 2.08 2.13 1.71 1.29 2.15 1.86 1.70 1.58 1.29 1.73 1.21 2.18 1.87 1.78 2.69 1.37 1.46 1.64 2.37 2.37 1.81 2.15
19 4.82 2.23 1.90 2.16 2.15 1.44 1.26 1.53 1.03 1.41 1.71 1.50 2.24 1.33 1.97 1.26 1.79 2.52 1.52 1.97 2.18 2.61 2.83 1.41 1.76
20 4.40 1.78 3.00 2.08 2.16 2.32 2.30 2.91 1.14 1.44 2.28 2.22 3.26 1.04 1.64 1.42 2.56 3.59 2.61 1.70 1.64 2.36 2.39 1.81 2.15
21 2.63 2.23 2.52 2.26 2.21 1.75 1.31 1.51 1.08 1.50 2.16 0.96 1.50 1.14 1.26 1.38 1.65 1.94 1.72 1.57 3.93 2.80 2.64 1.73 1.67
76
72
hari mencit
A B C D E 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
22 2.24 1.97 3.09 1.78 1.64 1.41 1.90 1.94 1.41 1.39 2.09 1.54 2.43 1.56 1.71 1.66 1.97 2.74 1.86 1.76 1.74 1.65 1.96 1.79 0.92
23 2.12 1.48 1.95 1.96 1.98 2.01 1.78 1.81 1.45 1.63 1.69 1.84 1.71 1.99 1.63 2.42 1.66 2.40 1.56 2.20 2.06 0.78 1.63 1.67 1.64
24 1.68 2.83 2.75 2.58 1.67 1.46 1.78 1.97 0.97 1.68 1.79 1.55 2.25 1.86 2.09 1.50 2.14 2.68 2.03 1.51 1.85 2.60 1.65 2.37 2.21
25 3.44 1.64 1.78 2.10 1.27 1.72 1.81 2.38 1.70 1.89 2.36 1.83 2.28 1.33 1.65 1.53 1.93 2.74 1.82 1.94 3.89 1.56 1.70 2.21 1.83
26 3.75 2.22 1.89 1.73 2.15 1.43 2.13 1.78 1.61 2.11 1.75 1.42 2.42 1.41 1.18 2.44 1.78 1.85 1.65 1.84 2.72 1.90 1.85 1.83 1.85
27 3.24 1.99 2.53 2.19 1.49 0.99 0.85 1.53 1.77 1.77 1.34 1.51 2.15 1.01 1.26 1.09 1.59 0.90 1.19 0.90 1.67 1.98 1.56 2.01 1.88
28 2.24 2.58 2.08 2.39 2.15 0.89 1.24 2.97 2.14 3.00 2.35 2.57 2.30 2.63 3.50 2.79 2.73 4.39 2.96 2.47 1.90 2.86 1.83 2.24 2.70
29 4.21 1.82 2.11 2.48 2.40 1.60 1.61 1.85 1.85 1.75 2.38 1.70 2.28 1.94 1.54 1.76 2.30 2.60 2.19 1.79 3.15 1.62 2.02 2.50 1.35
30 3.45 2.58 2.94 3.16 2.22 1.90 1.79 2.25 1.48 2.03 2.05 1.95 2.57 1.76 1.79 2.19 1.52 2.76 1.74 1.92 2.39 3.59 3.97 1.48 1.05
rerata ulangan 2.67 1.98 2.07 2.14 2.35 1.75 1.72 2.05 1.54 1.83 1.75 1.62 2.06 1.53 1.91 1.59 1.78 2.34 1.69 1.59 1.92 1.96 1.79 1.87 1.63
rerata kelomp
ok 2.24 1.78 1.77 1.80 1.83
st.dev 0.28 0.19 0.21 0.31 0.13
77
78
Lampiran 11. Uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan berat badan mencit pada masa setelah transplantasi
Sumber keragaman JK Db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan 429,165 4 107,291 18,669 0,000 Sisaan 954,022 166 5,747
Total 81417,190 175
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada berat badan mencit setelah tranplantasi.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada berat badan mencit setelah tranplantasi.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) <0,05, maka H0
ditolak, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.
Duncan
Kelompok mencit N Rerata Kehomogenan
A 35 22,731 c
B 35 21,220 b
C 35 22,506 c
D 35 22,037 bc
E 35 18,429 a
Keterangan : huruf yang sama pada kolom kehomogenan menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5%.
79
Lampiran 12. Uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan rata-rata delta pertumbuhan berat badan mencit pada masa setelah transplantasi
Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan 1.707 4 .427 2.036 .114 Sisaan 6.287 30 .210 Total 7.994 34
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada rata-rata delta pertumbuhan berat badan mencit setelah tranplantasi.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada rata-rata delta pertumbuhan berat badan mencit setelah tranplantasi.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) >0,05, maka H0
diterima, maka tidak perlu dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
76
Lampiran 13. Tabel jumlah pakan yang dimakan mencit pada masa setelah transplantasi
hari mencit
A B C D E 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 3.81 1.77 3.44 3.04 3.32 0.70 1.59 1.83 0.69 0.88 1.43 1.72 1.02 1.67 0.90 2.10 1.59 1.13 0.50 1.19 2.82 0.60 0.30 1.19 0.17
2 2.69 1.59 1.76 2.51 3.78 0.35 1.16 1.70 0.65 0.63 1.46 1.00 1.67 2.17 1.16 0.89 1.74 1.20 1.17 0.89 2.40 1.35 1.55 1.85 0.97
3 2.31 0.20 3.44 3.94 4.65 1.45 1.58 2.38 1.69 1.33 1.65 1.58 1.49 1.67 1.61 1.31 1.78 1.26 1.73 1.12 1.75 1.63 1.22 2.04 1.33
4 3.39 2.38 3.09 5.00 4.76 1.40 1.64 1.82 1.36 0.94 1.68 1.25 1.39 1.62 1.43 1.40 1.43 1.30 1.50 1.62 2.02 2.23 1.38 2.84 3.88
5 2.84 1.98 3.03 3.54 3.67 1.85 2.32 2.91 1.62 1.85 2.50 2.23 2.17 2.42 2.17 2.03 1.63 2.19 2.20 1.35 1.65 1.24 1.36 1.10 2.35
6 2.20 1.90 2.90 2.03 3.97 1.20 2.05 1.81 1.31 1.68 1.73 2.37 2.37 2.20 2.03 1.94 1.81 1.53 1.89 1.42 2.45 2.03 2.33 2.64 2.14
7 2.05 1.27 2.39 1.25 4.78 2.25 1.25 1.33 1.31 1.39 1.94 1.45 1.24 1.73 1.65 1.26 1.90 1.52 1.92 1.57 1.93 2.28 1.86 2.02 1.69
8 3.03 2.06 1.64 1.37 4.40 2.24 2.49 2.99 1.52 2.15 2.68 1.91 2.77 1.86 2.25 2.08 2.52 2.22 2.14 0.99 2.25 2.14 1.62 2.75 1.93
9 2.59 0.37 1.77 1.14 3.80 1.28 1.48 1.43 1.19 1.55 1.77 1.37 1.76 2.01 1.81 1.56 1.56 1.76 1.99 1.81 2.01 2.37 1.89 1.87 1.96
10 2.54 1.87 2.15 0.09 4.41 1.60 2.65 2.63 1.75 2.59 2.41 2.13 3.10 2.29 1.93 2.07 2.27 2.54 1.88 2.05 2.14 1.50 1.54 1.63 1.75
11 3.04 2.66 3.18 1.53 4.09 1.73 1.58 1.84 1.44 1.68 1.25 1.58 1.84 1.44 1.68 1.65 1.66 1.47 2.25 1.58 1.93 1.51 1.48 2.10 2.04
12 2.67 2.97 0.93 1.73 4.34 1.02 2.57 2.33 2.14 1.63 1.74 2.30 2.00 2.56 2.35 2.24 2.58 2.91 2.63 1.55 3.46 2.10 2.47 1.83 3.59
13 2.64 4.20 1.60 1.63 3.35 1.43 1.59 1.95 1.36 1.66 2.00 1.73 1.61 1.27 2.04 1.80 1.78 1.12 1.45 1.15 2.90 2.06 2.92 2.22 2.72
14 3.27 4.26 0.22 1.75 3.38 1.24 2.75 1.91 2.33 2.95 2.69 2.47 2.54 2.57 1.94 2.83 3.07 2.95 3.03 2.34 1.61 2.22 0.99 2.45 2.35
15 2.79 0.80 2.07 2.29 3.75 1.51 2.08 2.07 1.52 1.74 1.95 1.72 1.87 1.72 2.11 1.81 2.53 2.22 1.90 1.93 3.76 2.94 0.97 1.71 1.97
16 2.20 1.90 2.90 2.03 3.97 1.70 2.27 2.03 1.94 2.16 1.29 1.78 1.97 1.57 1.64 1.67 2.07 1.50 1.62 1.71 2.45 2.03 2.33 2.64 2.14
17 3.23 2.52 1.31 2.36 1.51 0.72 1.85 1.51 1.82 1.85 2.24 2.16 2.34 2.48 2.93 1.74 2.88 3.06 2.29 1.75 1.69 1.86 1.94 1.38 1.71
18 2.29 1.63 1.47 2.00 1.57 2.00 1.76 1.70 0.95 1.65 2.00 2.27 1.59 2.02 1.61 2.36 1.16 1.77 1.91 1.53 1.75 1.55 1.93 0.35 1.55
19 2.85 2.33 1.37 1.70 2.08 1.03 1.53 1.63 1.75 2.38 2.05 2.82 2.59 1.57 1.70 1.58 2.68 2.94 2.33 2.44 1.73 2.37 1.39 1.73 1.97
20 2.00 2.13 2.08 2.02 1.85 1.06 1.06 1.57 1.42 1.69 1.57 1.91 2.35 1.90 1.99 1.87 2.32 2.25 2.03 1.13 1.92 1.82 1.37 0.92 1.46
21 2.23 1.77 1.38 1.69 1.12 1.09 1.47 1.99 1.64 1.87 1.83 2.41 1.97 2.14 1.93 1.74 2.62 1.76 2.01 0.76 1.78 1.91 1.32 1.04 1.79
80
77
hari mencit
A B C D E 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
22 2.11 1.57 1.58 1.81 1.46 0.43 1.26 1.71 1.61 1.31 1.80 1.98 1.82 1.63 1.44 1.44 2.31 1.26 1.67 0.58 1.92 1.90 1.34 3.56 1.13
rerata ulangan 2.67 2.01 2.08 2.11 3.36 1.33 1.82 1.96 1.50 1.71 1.89 1.92 1.98 1.93 1.83 1.79 2.09 1.90 1.91 1.48 2.20 1.89 1.61 1.90 1.94
rerata kelomp
ok 2.45 1.66 1.91 1.83 1.91
st.dev 0.58 0.25 0.05 0.23 0.21
81
82
Lampiran 14. Uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan jumlah pakan yang dikonsumsi pada masa setelah transplantasi.
Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan 38.015 4 9.504 20.372 .000 Sisaan 254.252 545 .467 Total 2387.817 550
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada jumlah pakan yang dikonsumsi pada masa setelah tranplantasi.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada jumlah pakan yang dikonsumsi pada masa setelah tranplantasi.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 <0,05, maka H0
ditolak dan dilanjutkan menggunakan uji Duncan.
Duncan
Kelompok mencit N Rerata Kehomogenan
A 110 2.4460 C
B 110 1.6627 A
C 110 1.9098 B
D 110 1.8329 Bc
E 110 1.9083 B
Keterangan : huruf yang sama pada kolom kehomogenan menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5%.
83
Lampiran 15. Uji Korelasi Delta Berat Badan Setelah Transplantasi dan Konsumsi Pakan Setelah Transplantasi
Konsumsi Pakan
Delta Berat Badan Setelah Transplan
Pearson Correlation .454 Sig. (2-tailed) .023 N 25
Hipotesis : H0
H
: Delta berat badan mencit setelah transplan tidak berhubungan dengan
konsumsi pakan setelah transplantasi
1
: Delta berat badan mencit setelah transplan berhubungan dengan konsumsi
pakan setelah transplantasi
Pengambilan Keputusan : - Jika p-value >0,05 , maka Ho
- Jika p-value <0,05, maka H
diterima
o
ditolak
Kesimpulan : p-value 0.023 < 0.05 maka tolak H0
, artinya terdapat hubungan signifikan antara
delta berat badan setelah transplantasi dan konsumsi pakan setelah transplantasi.
84
Lampiran 16. Uji normalitas BB setelah transplantasi
bbakhir
Perc
ent
262422201816
99
95
90
80
70
60504030
20
10
5
1
Mean
0.040
21.38StDev 1.822N 35KS 0.155P-Value
Probability Plot of bbakhirNormal
Lampiran 17. Uji homogenitas BB setelah transplantasi
BBak
h
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
E
D
C
B
A
43210
Bartlett's Test
0.009
Test Statistic 13.37P-Value 0.010
Levene's Test
Test Statistic 4.11P-Value
Test for Equal Variances for bbakhir
85
Lampiran 18. Tabel masa laten jaringan kanker (hari)
Mencit Kelompok Mencit
B C D E 1 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 7 4 4 4 4 4 11 4 4 5 4 4 4 8
Rata-rata 4,6 5,4 4 4,8 SD 1,3 3,1 0,0 1,8
Lampiran 19. Uji sidik ragam Masa Laten Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan 5,000 3 1,667 ,450 ,720
Sisaan 59,200 16 3,700
Total 64,200 19
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada masa laten pertumbuhan jaringan kanker mencit.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada masa laten pertumbuhan jaringan kanker mencit.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) >0,05, maka H0
diterima, maka tidak perlu dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
86
Lampiran 20. Tabel volume jaringan kanker mencit (cm3
pengukuran ke-
) Kelompok mencit
B C D E 1 0,0654 0,1001 0,0635 0,1449 2 0,0599 0,1279 0,0727 0,2056 3 0,1258 0,1482 0,1120 0,3164 4 0,1949 0,2538 0,2544 0,2211 5 1,2649 0,2367 0,1922 0,1559 6 1,5848 0,3994 0,2137 0,1624
rata-rata 0,5493 0,2110 0,1514 0,2010 stdev 0,6875 0,1106 0,0795 0,0639
Lampiran 21. Uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan volume jaringan
kanker mencit (cm3
)
Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan ,600 3 ,200 1,616 ,217
Sisaan 2,476 20 ,124 Total 3,076 23
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada volume jaringan kanker mencit.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada volume jaringan kanker mencit.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) >0,05, maka H0
diterima, maka tidak perlu dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
87
Lampiran 22. Tabel berat jaringan kanker mencit (g)
mencit Kelompok Mencit
B C D E 1 2,1504 1,2089 0,2940 0,1614 2 0,6462 1,1683 0,1607 0,1747 3 1,1424 1,1888 0,1504 0,0872 4 0,0993 0,9897 0,1063 0,7653 5 0,3252 1,3341 0,0595 0,1859
rata-rata 0,8727 1,1780 0,1542 0,2749 st dev 0,8146 0,1235 0,0878 0,2768
Lampiran 23. Uji sidik ragam dan uji lanjut Duncan berat jaringan kanker
mencit (g)
Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan 3,556 3 1,185 6,213 ,005 Sisaan 3,053 16 ,191
Total 6,609 19
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada berat jaringan kanker mencit.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada berat jaringan kanker mencit.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) <0,05, maka H0
ditolak, perlu dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
Duncan Kelompok mencit N Rerata Kehomogenan
B 5 0,8727 b
C 5 1,1780 b
D 5 0,1542 a
E 5 0,2749 a
Keterangan : huruf yang sama pada kolom kehomogenan menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5%.
88
Lampiran 24. Uji Korelasi Delta Berat Badan Setelah Transplantasi dan Berat Jaringan Kanker
Berat Kanker Delta Berat Badan Sesudah
Pearson Correlation .625 Sig. (2-tailed) .003 N 20
Hipotesis : H0
H
: Delta berat badan mencit setelah transplan tidak berhubungan dengan berat
jaringan kanker.
1
: Delta berat badan mencit setelah transplan berhubungan dengan berat
jaringan kanker
Pengambilan Keputusan : - Jika p-value >0,05 , maka Ho
- Jika p-value <0,05, maka H
diterima
o
ditolak
Kesimpulan : p-value 0.03 < 0.05 maka tolak H0
, artinya terdapat hubungan signifikan antara
delta berat badan setelah transplantasi dan berat jaringan kanker.
89
Lampiran 25. Uji sidik ragam HE dengan tingkat kepadatan sel
Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan 3,902 3 1,301 13,270 ,000
Sisaan 1,568 16 ,098
Total 66,370 20
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada kepadatan sel kanker pada masa setelah tranplantasi.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada kepadatan sel kanker pada masa setelah tranplantasi.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 <0,05, maka H0
ditolak dan dilanjutkan menggunakan uji Duncan.
Duncan
Kelompok mencit N Rerata Kehomogenan
B 5 2,5 A
C 5 1,6 B
D 5 1,4 B
E 5 1,48 B
Keterangan : huruf yang sama pada kolom kehomogenan menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5%.
90
Lampiran 26. Uji sidik ragam HE dengan pleomorfisme sel
Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan ,520 3 ,173 1,605 ,228
Sisaan 1,728 16 ,108
Total 49,680 20
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada pleomorfisme sel pada masa setelah tranplantasi.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada pleomorfisme pada masa setelah tranplantasi.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 > 0,05, maka H0
diterima dan dilakukan uji lanjut Duncan.
91
Lampiran 27. Uji sidik ragam HE dengan mitosis
Sumber keragaman JK db KT F Sig.
Dosis bubuk CH pada pakan 1,078 3 ,359 2,444 ,102
Sisaan 2,352 16 ,147
Total 57,880 20
Hipotesis : H0
H
: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada mitosis sel pada masa setelah tranplantasi.
1
: Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh mitosis sel pada masa setelah tranplantasi.
Pengambilan Keputusan : - Jika probabilitas >0,05, maka H0- Jika probabilitas <0,05, maka H
diterima 0
ditolak
Kesimpulan : Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 > 0,05, maka H0
diterima dan dilakukan uji lanjut Duncan.
92
Lampiran 28. Contoh perhitungan dosis bubuk daun cincau hijau P, oblongifolia Merr.
Perhitungan ini didasarkan pada asumsi konsumsi gel cincau per hari sebagai dosis yang ditambahkan ke dalam pakan mencit, Dosis tersebut didasarkan pada dosis manusia yang telah dikonversi. Gel cincau hijau di pada penelitian ini dibuat dengan cara mencampur cincau dengan air 1:3 Kebutuhan rata-rata manusia dewasa per hari adalah satu gelas yang volumenya setara dengan 250 g gel:
= asumsi berat badan rata-rata manusia dewasa = 50 kg
= 5 g gel per kg BB
untuk mencit dengan berat badan rata-rata = 20 g:
=
= 0,1 g gel cincau = 100 mg gel cincau
Dengan demikian mencit yang mengkonsumsi 100 mg gel setara dengan manusia mengkonsumsi satu gelas gel cincau.Pada penelitian ini menggunakan pembuatan gel cincau hijau dengan perbandingan 1:3. Pembuatan 100 mg gel membutuhkan 33,3 mg daun cincau (bb/berat basah) dan 100 ml air.
Selanjutnya pengujian dilakukan pada dosis 3,78 kali konsumsi normal yaitu 125 mg daun cincau (bb) dengan mempertimbangkan faktor kerusakan bahan akibat pengolahan dan penyerapan zat gizi. Faktor kerusakan diperhitungkan 2 kali dan faktor penyerapan diperhitungkan minimal 40%, Berdasarkan analisis kadar air terhadap daun cincau hijau P, oblongifolia Merr, umumnya mengandung kadar air 79,4% sehingga 125 mg daun cincau berat basah setara dengan:
Jumlah P, oblongifolia Merr, = – = 25,75 mg daun (bk)
Jumlah bubuk daun cincau hijau P, oblongifolia Merr, (kadar air 2,85%) yang setara dengan 25,75 mg daun (bk) adalah:
Jumlah bubuk daun cincau hijau P, oblongifolia Merr,
= –
= 26,50 mg
Dosis bubuk daun cincau hijau P, oblongifolia Merr, dibuat dengan mempertimbangkan konsumsi pakan harian mencit dan berdasarkan pengamatan pendahuluan terhadap jumlah rata-rata pakan harian yang dimakan mencit adalah 3 g:
Dosis dalam pakan = = 088%
93
Lampiran 29. Reagen yang digunakan untuk pewarnaan HE (Alum Hematoxylin Mayer’s)
1. Hematoxylin 1 gr
2. Air destilasi 1000 cm
3. Potassium alum 50 gr
3
4. Asam sitrat 1 gr
5. Choral hydrat 50 gr
6. Sodium iodate 0,2 gr
Cara pembuatan : Hematoksilin, potasium alum dan sodium iodiat
dilarutkan dalam air terdestilasi dengan stirer dan dihangatkan, atau
didiamkan pada suhu ruang selama semalam. Choral hydrat dan asam
sitrat ditambahkan dan dicampur serta didihkan selama lima menit,
kemudian dinginkan dan saring. Larutan Hematoksilin siap digunakan.
94
Lampiran 30. Reagen yang digunakan untuk pewarnaan IHK
1. Coating : Pelapisan gelas objek
Menggunakan gelatin. 2,5g-3g gelatin dalam 300-400 ml air panas
(suhu 600C) dinginkan hingga mencapai suhu ruang. Tambahkan 0,25g
kromium potasium sulfat (CrK(SO4)2) dan homogenasi. Tambahkan
H2
Gelas objek yang telah dibersihkan diinkubasi pada larutan gelatin
selama 15-30 menit. Setelah kering gels objek disimpan dalam oven
dengan suhu 60
O sampai mencapai volume 500 ml.
0
2. Buffer Natrium Sitrat untuk perebusan pada saat antigen unmasking.
C untuk menghindari kotoran menempel pada gelas
objek.
2,94g C6H5Na3O7 . 2 H2O dalam 1 liter aquades.
3. DAB (3-3´-diaminobenzine tetrahydrochloride)
Tambahkan 5 gr DAB ke 10cm3 0,05 M TBS pH 7.6 dan campurkan
sampai rata. Tambahkan 0,1 cm3
4. Pap-pen (merk DAKO pen code no.S20002) mengandung :
1-Bromopropane (non polar / tdk larut air)
atau 1 % hidrogen peroksida. Harus
digunakan dan disiapkan dalam keadaan segar.
5. Blocking Solution :
0,1% skim milk in PBS.
6. 3% H2O2 : 10 ml H2O2 30% larutkan dalam 90 ml dH2O.
7. Xylene (C6H4(CH3)) Hidrokarbon non polar
8. Buffer Sitrat (Tri sodium sitrat)
2,94 gr C6H5Na3O7. 2H2O 1 liter dH2O pH 6