pengaruh bobot awal bibit terhadap pertumbuhan, …

53
PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, KANDUNGAN SERAT, DAN KANDUNGAN ABU ANGGUR LAUT (Caulerpa lentillifera) PADA WADAH TERKONTROL SKRIPSI NURHANA L221 13 001 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, KANDUNGAN SERAT, DAN KANDUNGAN ABU

ANGGUR LAUT (Caulerpa lentillifera) PADA WADAH TERKONTROL

SKRIPSI

NURHANA L221 13 001

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2017

Page 2: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

ii

PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, KANDUNGAN SERAT, DAN KANDUNGAN ABU

ANGGUR LAUT (Caulerpa lentillifera) PADA WADAH TERKONTROL

Oleh : NURHANA

Skripsi Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

pada Departemen Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin Makassar

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

Page 3: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

iii

ABSTRAK

NURHANA. L22113001. Pengaruh Bobot Awal Bibit Terhadap Pertumbuhan,

Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, dan Kandungan abu Anggur Laut

(Caulerpa lentillifera) pada Wadah Terkontrol. Dibawah bimbingan Hasni

Yulianti Azis dan Badraeni .

Penelitian ini bertujuan menentukan bobot awal bibit untuk menghasilkan pertumbuhan bibit, kandungan karotenoid, kandungan serat, kandungan abu dari Caulerpa lentillifera yang maksimal. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2017 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Wadah penelitian yang digunakan yaitu Sterofom berukuran 40x25 cm yang berjumlah 12 buah dan diisi air sebanyak 15 L dengan salinitas 30 ppt. Rumput laut uji yang digunakan adalah jenis C. lentillifera yang berasal dari Desa Puntondo Kecamatan Manggara’ Bombang Kabupaten Takalar. Penelitian di desain dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan masing-masing mempunyai 3 ulangan. Perlakuan yang diujikan yaitu bobot awal bibit 200 g, 300 g, 400 g, dan 500 g yang dipelihara selama 30 hari. Data pertumbuhan C. lentilliera yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan kandungan karotenoid, kandungan serat, kandungan abu yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa bahan uji pada suatu perlakuan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan C. lentillifera. Perlakuan bobot awal bibit 200 g memiliki kandungan karotenoid tertinggi senilai 1.565 gr/l dan yang terendah berada pada perlakuan bobot awal bibit 400 g yaitu sebesar 1.101 gr/l, kandungan serat tertinggi berada pada perlakuan bobot awal bibit 200 g senilai 5.75 %, dan yang terendah berada pada perlakuan bobot awal bibit 400 g senilai 5.38 % dan kandungan abu tertinggi berada pada perlakuan bobot awal bibit 400 g senilai 61.87 %, dan yang terendah berada pada perlakuan bobot awal bibit 200 g yaitu sbesar 47.12 %. Kata kunci : Caulerpa lentillifera, Pertumbuhan, Kandungan karotenoid, Kandungan serat, kandungan abu.

Page 4: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

iv

ABSTRACT

NURHANA. L22113001.The Effect of Initial Weight on Seeds to Growth, Carotenoid Content, Fiber Content, and Ash Content of Sea Grape (Caulerpa lentillifera) in Controlled Container. Under the guidance of Hasni Yulianti Azis and Badraeni.

The study aimed to determine the initial weight of seedlings to produce seed growth, carotenoid content, fiber content, ash content from maximumCaulerpa lentillifera. This research was conducted in July - August 2017 at Brackish Water Aquaculture Center of Takalar Mappakalompo Village of Galesong District of Takalar Regency, South Sulawesi Province. Research container used is Sterofom measuring 40x25 cm which amounts to 12 pieces and filled with water as much as 15 L with salinity 30 ppt. The Test seaweed used is type C. lentillifera from Puntondo Village of Manggara'Bombang District of

Takalar Regency. The study was designed using a completely randomized design (RAL) consisting of 4 treatments and each having 3 replications. The tested treatment was the initial weight of 200 g, 300 g, 400 g, and 500 g seedlings maintained for 30 days. The growth data of C. lentilliera obtained were

analyzed by analysis of variance and carotenoid content, fiber content, ash content obtained was analyzed descriptively. Variation analysis results (ANOVA) showed that the test material at a different treatment did not have a significant effect on the growth of C. lentillifera.The initial seedling treatment of 200 g has

the highest carotenoid content of 1,565 g/l and the lowest was in the initial weight treatment of 400 g seeds which was 1,101 g/l, the highest fiber content was in the initial weight treatment of 200 g worth 5.75%, and the lowest was in the initial weight treatment of seeds of 400 g worth 5.38% and the highest ash content was in the initial weight treatment of seeds 400 g worth 61.87%, and the lowest was in the initial seedling treatment of 200 g is in the amountof 47.12%.

Keywords: Caulerpa lentillifera, Growth, Carotenoid content, Fiber content, Ash content.

Page 5: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …
Page 6: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Tarakan, pada Tanggal 21 Oktober

1993. Diberi nama Nurhana oleh Ayahanda Alm

Sannung dan Ibunda Alm Sappe, sebagai anak keempat

dari enam bersaudara. Pertama kali mengenyam

pendidikan formal di SDN 032 Pantai Amal dan lulus pada

tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menamatkan sekolah di SMP Negeri 10

Tarakan. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMK Negeri 3 Tarakan hingga

tamat pada tahun 2013. Di tahun yang sama penulis berhasil diterima melalui

jalur SNMPTN sebagai Mahasiswi di program studi Budidaya Perairan, Jurusan

Perikanan, Fakultas Iilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

Penulis aktif dalam organisasi Aquatic Study Club Of Makassar (ASCM) di

bidang divisi Kewirausahaan.

Page 7: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb. Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah

S.W.T yang telah memberikan nikmat-Nya, Shalawat dan salam juga

tercurahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW. Alhamdulillah atas izin dan

petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan berhasil

menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Bobot Awal Bibit Terhadap

Pertumbuhan, Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, dan Kandungan abu

Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) Pada Wadah Terkontrol.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis lakukan di Balai

Perikanan Budidaya Air Payau Takalar dari bulan juli sampai Agustus 2017.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak menemukan berbagai rintangan

dan kesulitan, namun berkat pertolongan Allah, kerja keras dan dorongan dari

berbagai pihak menjadikan semua kesulitan itu menjadi anugerah yang harus

penulis syukuri. Untuk itu melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya:

1. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Alm Sannung dan Ibunda

Alm Sappe yang selalu memberikan dukungan sekaligus penyemangat

serta Doanya kepada penulis.

2. Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar

Bapak Ir. Nono Hartanto, M.Aq yang telah memberikan fasilitas yang baik

selama dalam pelaksanaan penelitian.

3. Bapak Iman Sudrajat, S.Pi selaku koordinator kegiatan divisi lawi-lawi

yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan selama penelitian

berlangsung.

Page 8: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

viii

4. Ibu Dr. Ir, Siti Aslamyah, MP selaku Ketua Program Studi Budidaya

Perairan sekaligus Pembimbing Akademik dan sebagai penguji yang telah

banyak memberi nasehat serta masukan kepada penulis.

5. Ibu Dr.Ir. Hasni Yulianti Azis, MP selaku Pembimbing Utama dan Ibu Ir.

Badraeni, MP selaku pembimbing anggota yang selama ini dengan sabar

mendukung, memberikan petunjuk dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Ir. Muhlis Syamsuddin, MP dan Bapak Prof. Dr. Ir. Rajuddin

Syamsuddin, M.Sc selaku Penguji yang telah banyak memberikan saran.

7. Seluruh Staf Akademik Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas

Hasanuddin yang telah banyak membantu

6. Kepada Saudara saya Basri, Sahani, Dewi Satria, Nur Amir Arif dan

Muh. Hasiman yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada

saya.

7. Kepada teman seperjuangan saya Nirmala dan Dinda Kusuma Putri

sekaligus teman kamar yang selalu menemani dalam suka maupun duka.

8. Terima kasih yang tak terhingga buat sahabat-sahabat saya Hardiati

Marding, Agustina, Sarnita, Anggun Canrika, Julianti, Fitri, Windasari,

Sri Kuspiati dan Wisnu wardhana, serta teman Pengurus Aquatic

Study Club Makassar, BDP #13 dan KKN 93 Desa Lembang

Gantarangkeke, yang senantiasa memberi dukungan, semangat, nasehat

dan doanya selama penulis melaksanakan penelitian.

Page 9: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

ix

Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih terdapat kesalahan

baik dari segi penyusunan dan tata bahasa. Oleh karena itu, penulis mohon

saran dan kritik yang membangun guna melengkapi dan menyempurnakan

skripsi ini. Atas semua perhatian dari segala pihak, penulis ucapkan terima kasih.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Makassar, Oktober 2017

Nurhana

Page 10: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

ABSTRAK ......................................................................................................... ii

ABSTRACT ...................................................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. iv

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

DAFTAR ISI...................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

Latar Belakang .............................................................................................. 1

Tujuan............................................................................................................ 2

Kegunaan ...................................................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3

Morfologi dan Klasifikasi Caulerpa lentillifera ............................................... 3

Habitat dan Penyebaran ............................................................................... 4

Pertumbuhan ................................................................................................ 6

Cahaya dan Pigmen Fotosintesis ................................................................. 6

Karotenoid ..................................................................................................... 8

Serat ............................................................................................................ 10

Abu .............................................................................................................. 11

Kualitas Air .................................................................................................... 12

III. METODE PENELITIAN............................................................................... 14

Page 11: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

xi

Waktu dan Tempat ........................................................................................ 14

Prosedur Penelitian ....................................................................................... 15

Perlakuan dan Rancangan Percobaan......................................................... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 22

Pertumbuhan ................................................................................................ 22

Kandungan Karotenoid ................................................................................. 24

Kandungan serat ........................................................................................... 25

Kandungan abu ............................................................................................. 26

Kualitas Air .................................................................................................... 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 30

Kesimpulan .................................................................................................... 30

Saran ............................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Morfologi Caulerpa lentillifera .................................................................... 3

2. Wadah Penelitian ....................................................................................... 16

3. Tata letak wadah-wadah percobaan setelah pengacakan ........................ 17

Page 13: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Alat yang digunakan dalam penelitian ....................................................... 14

2. Bahan yang digunakan dalam penelitian .................................................. 15

3. Laju Pertumbuhan Mutlak C. lentillifera ..................................................... 22

4. Laju Pertumbuhan Spesifik C. lentillifera ................................................... 23 5. Kandungan Karotenoid C. lentillifera ......................................................... 24

6. Kandungan Serat C. lentillifera .................................................................. 25 7. Kandungan Abu C. lentillifera .................................................................... 26

8. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air C. lentillifera ............................ 27

Page 14: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya C. lentillifera ..................................... 37-39

Page 15: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumput laut merupakan makro alga yang termasuk dalam divisi

Thallophyta, yaitu tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka tubuh yang

terdiri dari batang/thallus dan tidak memiliki daun serta akar, demikian juga

dengan salah satu jenis rumput laut strain Caulerpa. Caulerpa dikenal dengan

sebutan lawi-lawi (Sulawesi) atau latoh (Jawa), merupakan salah satu komoditas

perikanan bernilai ekonomis tinggi. Dikenal dan digemari oleh sebagian

masyarakat di Indonesia khususnya di kabupaten Takalar, bahkan di beberapa

Negara, antara lain Jepang dan Philiphina, telah menjadikan Caulerpa sebagai

salah satu komoditas perikanan budidaya.

Menurut Hasbullah dkk. (2013) kendala utama dalam pengembangan

budidaya rumput laut lawi-lawi (Caulerpa) yaitu kurangnya ketersediaan bibit

yang berkualitas karena ketergantungan bibit alam, bibit yang diperoleh tidak

berkesinambungan dan sangat tergantung pada musim, sehingga memiliki

kualitas yang rendah. Hal ini karena bibit yang digunakan adalah bibit turun

temurun dari hasil kegiatan budidaya, sehingga menyebabkan menurunya

kualitas dan hasil panen tidak maksimal. Dari segi budidaya, yang perlu

diperhatikan adalah asal bibit dan bobot bibit, karena erat kaitannya dengan

produksi dan kualitas lawi-lawi (Caulerpa) yang dihasilkan.

Hal ini sangat berkaitan dengan persaingan setiap individu rumput

laut dalam mendapatkan unsur hara sebagai makanannya. Sesuai dengan

pernyataan Soegiarto dkk. (1989) dalam Iskandar dkk. (2015), bahwa bobot

bibit merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

rumput laut karena hubungannya dengan penyerapan unsur hara sangat

Page 16: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

2

berkaitan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan

budidaya lawi-lawi (Caulerpa), sehingga dapat ditentukan budidaya yang baik

untuk bibit dan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap produksi dan

pertumbuhan lawi-lawi (Caulerpa).

Penelitian tentang penggunaan karotenoid telah dilakukan oleh

Burhanuddin (2014), dan Supriadi (2016). Hasil-hasil penelitian tersebut

memperlihatkan bahwa karotenoid mempengaruhi pertumbuhan beberapa jenis

rumput laut. Diduga penambahan karotenoid pada rumput laut strain Caulerpa/

lawi-lawi dapat menghasilkan pertumbuhan rumput laut yang tinggi.

Melihat kenyataan bahwa informasi tentang penelitian dan percobaan

budidaya rumput laut jenis Caulerpa masih sedikit, maka perlu dilakukan

penelitian dan percobaan tentang pengaruh bobot awal bibit terhadap

pertumbuhan, dan seberapa besar kandungan karotenoid, kandungan serat dan

kandungan abu bagi rumput laut jenis Caulerpa belum diketahui secara pasti

oleh sebab itu guna menentukan kandungan caulerpa itu sendiri maka penelitian

tentang hal tersebut perlu dilakukan.

B. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Bobot Bibit yang terbaik

untuk menghasilkan pertumbuhan bobot bibit, Kandungan Karotenoid,

Kandungan Serat, dan Kandungan Abu dari C. lentillifera yang maksimal.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang

teknologi budidaya Caulerpa lentillifera bagi masyarkat pesisir. Selain itu,

sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Page 17: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Morfologi dan Klasifikasi Anggur Laut (Caulerpa lentillifera)

Caulerpa lentilifera mempunyai Tallus dengan cabang bulat yang

merambat dan cabang-cabang seperti anggur halus. Seluruh bagian

cabangnya menutup rapat, bentuk blade bulat, jumlah ramuli 17-31 buah dengan

diameter 1.26 mm. Memiliki warna hijau tua, holdfast (akar) tempat melekat

pada substrat yang berfungsi mengambil nutrisi atau makanan (Tampubolon,

2013).

Ciri secara umum dari Caulerpa adalah secara keseluruhan tubuhnya

terdiri dari satu sel dengan bagian bawah yang menjalar menyerupai stolon

yang mempunyai rhizoid sebagai alat perekat pada substrat serta bagian

yang tegak. Selain itu Caulerpa jenis ini merupakan salah satu favorit dari Genus

Caulerpa yang dapat dimakan, oleh karena teksturnya yang lembut dan berair

Pulukadang dkk. (2013).

Bagian yang tegak disebut asimilator yang berfungsi sebagai tempat

terjadinya fotosintesis. Stolon dan rhizoid bentuknya hampir sama dari jenis ke

jenis, sedangkan asimilator mempunyai bentuk bermacam-macam tergantung

jenisnya. Asimilator pada C. lentillifera berbentuk bulat dan bertangkai panjang

(Saptasari, 2010).

Gambar 1. Anggur laut (Caulerpa lentillifera) (Dokumentasi pribadi, 2017)

Page 18: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

4

Klasifikasi C. lentillifera menurut Trono (1988), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi :Chlorophyta

Kelas : Chlorophyceae

Ordo : Caulerpales

Family : Caulerpaceae

Genus : Caulerpa

Spesies : Caulerpa lentillifera

B. Habitat Dan Penyebaran

Marga caulerpa banyak dijumpai pada daerah pantai yang mempunyai

rataan terumbu karang. Tumbuh pada substrat karang mati, pecahan karang

mati, pasir- lumpur dan lumpur. Kebanyakan jenis ini tidak tahan terhadap

kekeringan, tumbuh pada kedalaman perairan yang pada saat pasang surut

terendah dan masih tergenang oleh air (Sedjati, 1999).

C. lentillifera tersebar luas di perairan beriklim tropis dan dangkal. Pada

tahun 1926 bentuk baru dari alga itu dilaporkan dari Tunisia, mungkin seorang

imigran dari Laut Merah, dan ini kemudian menyebar ke banyak bagian Timur

Laut Mediterania. Pada tahun 1990, bentuk, baru yang lebih besar dengan

dua baris vertikal cabang di sisi berlawanan dari batang itu ditemukan dari Libya.

ini menyebar luas, menyerang banyak Laut Mediterania dan menjadi lebih luas

daripada spesies invasif, C taxifolia. Hal ini dikenal sebagai C. racemosa var.

Cylindracea dan mungkin berasal dari perairan Australia. Di Amerika C.

racemosa ditemukan di perairan dangkal di Laut Karbia, sekitar Bermuda dan

sepanjang pesisir timur Amerika dari Florida Brasil (Nirwana, 2013).

Beberapa karakteristik biologi spesies Caulerpa meliputi:

1. Kecepatan pertumbuhan yang tinggi

Page 19: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

5

fragmentasi tampaknya menjadi faktor kritis bagi spesies caulerpa

mengkolonisasi area yang baru (Smith 1999). Jumlah meristem stolon C.

lentillifera yang tumbuh di Pelabuhan Hotigon, California adalah 555+182 per

meter persegi. Tingginya kepadatan meristem ini menunjukkan kemampuan

untuk melintasi sedimen dan melewati organisme.

2. Kemampuan membelah diri

Implikasi ekologi dari reproduksi membela diri adalah adanya

gangguan seperti badai atau pemangsaan oleh hewan herbivora dapat

menghasilkan fragmen-fragmen yang dapat menyebar dan menjadi caulerpa

yang baru. Kemampuan spesies untuk membela diri dapat menjadi

keuntungan dalam berkompetisi dengan makhluk hidup multiseluler yang

bereproduksi secara seksual.

3. Kemampuan mengambil nutrien dari sedimen

Kebanyakan makroalga yang menempel pada sedimen dan mengambil

nutrient dari kolom air, spesies dari genus Caulerpa memiliki rhizoid yang

dapat masuk kedalam sedimen dan mengambil nutrien dari sedimen. Rhizoid

dari C. taxifolia yang menyerupai akar dari tanaman berpembuluh dapat

secara langsung mengikat karbon, nitrogen, dan fosfor dari substrat.

Kemampuan mengakses nutrient dari substrat membuat Caulerpa menjadi

kompotitor unggulan di lingkungan yang miskin nutrient.

4. Kemampuan mentolerir temperatur air yang rendah

Spesies Caulerpa adalah salah satu alga yang dapat menyebar luas

baik di perairan tropis ataupun subtropis (Silva, 2003). Kemampuan

spesies Caulerpa untuk bertahan pada temperatur yang relatif rendah

menyebabkan spesies ini dapat mengeksploitasi tempat hidup yang baru

jika mereka diintroduksi. Penelitian yang di lakukan pada tahun 2001

Page 20: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

6

menunjukkan bahwa 12 dari 14 spesies Caulerpa yang biasa tersedia untuk

di perdagangkan di Californian selatan memiliki distribusi alami yang luas

hingga ke perairan tropis.

5. Konsumen herbivor

Vetebrata dan invetebrata di daerah subtropis di temukan mudah sekali

terkena senyawa toksin dari Caulerpa (caulerpenyne) sehingga mereka tidak

dapat memangsa caulerpa (Paul, 1986)

C. Pertumbuhan

Pertumbuhan yaitu perubahan rumput laut dalam bobot, ukuran, maupun

panjang dan volume seiring dengan berubahnya waktu. Pertumbuhan rumput

laut dipengaruhi oleh faktor internal seperti jenis, bagian tallus dan umur. Faktor

eksternal yang meliputi sifat fisika dan kimiawi perairan, ruang gerak dan

ketersediaan makanan. Pertumbuhan rumput laut juga sangat sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kualitas air, iklim dan faktor biologis

lainnya. Fakor teknis juga sangat mempengaruhi produksi rumput laut caulerpa

(Kamlasi, 2008).

Laju pertumbuhan rumput laut yang dianggap cukup mengguntungkan

adalah pertambahan 3% berat per hari. Pertumbuhan rumput laut dikategorikan

dalam pertumbuhan somatik dan pertumbuhan fisiologi. Pertumbuhan somatik

merupakan pertumbuhan yang diukur berdasarkan pertambahan berat,

sedangkan pertumbuhan fisiologi dilihat berdasarkan reproduksi dan

kandungan koloidnya (Kamlasi, 2008).

D. Cahaya dan Pigmen Fotosintesis

Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh

terhadap laju fotosintesis. Caulerpa melakukan fotosintesis untuk mendapatkan

energi dan mensintesa makanannya sehingga cahaya merupakan syarat mutlak

Page 21: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

7

bagi pertumbuhan (Burhanuddin, 2014). Keberhasilan tanaman menyerap

cahaya tergantung pada intensitasnya. Cahaya yang masuk kedalam

perairan, akan ditangkap oleh klorofil yang terdapat pada kloroplas

tumbuhan. Sintesis klorofil sangat dipengaruhi oleh cahaya. Apabila

tanaman disinari dengan cahaya yang cukup maka pembentukan klorofil

akan lebih sempurna dan apabila intensitas cahaya matahari sangat rendah

maka pertumbuhan rumput laut akan lambat (Iskandar dkk, 2014).

Tingkat pertumbuhan alga secara langsung dikontrol oleh cahaya.

Cahaya memegang peranan yang sangat penting bagi alga dalam

menyediakan energi untuk proses fotosintesis. Alga tidak dapat tumbuh

dengan baik tanpa adanya cahaya yang cukup. Selain itu, penurunan

intensitas cahaya dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas respirasi pada

organisme berklorofil yang lebih besar dari pada fotosintesis, sehingga

dapat mengurangi bobotnya. Variasi intensitas sinar yang diterima thallus

secara sempurna merupakan faktor utama dalam fotosintesa yang akan

menunjang laju pertumbuhan alga. Namun, jika peningkatan intensitas cahaya

melebihi batas optimum diduga dapat mempengaruhi suhu lingkungan, sehingga

mempengaruhi fungsi fisiologis rumput laut C. lentillifera seperti respirasi,

metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi (Amalia, 2013)

Fotosintesis adalah penggabungan karbon dioksida dan air secara kimiawi

dalam klorofil untuk membentuk karbohidrat dengan bantuan cahaya matahari

sebagai sumber energi. Proses fotosintesis terjadi melalui daun, dilakukan oleh

klorofil dengan bantuan energi cahaya. Secara alami fotosintesis berlangsung

dengan bantuan energi cahaya matahari untuk penyusunan glukosa/pembuatan

makanan. Berikut adalah reaksi fotosintesis pada daun :

6 CO2 + 6 H2O Energi Matahari C6 H12 O6 + 6O

Page 22: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

8

Fotosintesis bagi tumbuhan, seperti alga, bergantung pada adanya cahaya

matahari. Laju fotosintesis tinggi apabila intensitas cahaya tinggi dan sebaliknya.

Penetrasi cahaya dalam air sangat dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang

cahaya pada permukaan air, kondisi permukaan air, dan bahan-bahan terlarut

dan tersuspensi di dalam air. Makin kecil sudut datang cahaya akan

mempengaruhi penetrasi cahaya ke dalam air. Sebaliknya makin tegak lurus

sudutnya maka semakin sedikit cahaya yang dipantulkan (Amalia, 2013 ).

Semua tumbuhan tanpa kecuali memerlukan intensitas cahaya tertentu

bagi terlaksananya proses fotosintesis. kebutuhan cahaya berbeda-beda pada

setiap jenis makroalga. Spektrum cahaya yang digunakan dalam fotosintesis

berkisar 350-700 nm. Fotosistesis dan pola metabolisme berubah oleh

kedalaman tetapi perubahan tergantung pada kecerahan dan pertikel alami yang

terlarut.

E. Karotenoid

karotenoid dikategorikan sebagai senyawa alami yang larut lemak yang

tersebar luas diseluruh bagian tanaman. Karotenoid ini umumnya berlokasi di

dalam sistem membran dari sel dimana salah satu fungsi utama dari senyawa

tersebut bersangkutan dengan fotosintesis dan bertanggung jawab terhadap

warna merah,orange dan kuning pada daun dan tallus. Karotenoid tersusun

atas ß-karoten, likopen, lutein, zeaxanthin dan cryptoxanthin. ß-karoten

merupakan salah satu dari 600 komponen karotenoid yang banyak

ditemukan pada rumput laut. Karotenoid jenis ß-karoten merupakan senyawa

isoprenoid C40 dan tetraterpenoid yang terdapat dalam plastid jaringan

rumput laut yang melakukan fotontesis. Selain itu, dalam kloropas karotenoid

berfungsi sebagai pigmen asesoris dalam pengambilan cahaya. juga berfungsi

Page 23: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

9

melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi dengan mengikat molekul oksigen

bebas yang dihasilkan dalam proses hidrolisis (Merdekawati dan Susanto, 2009).

Pada tumbuhan alga, karotenoid memegang peranan penting dalam

proses fotosintesis bersama dengan klorofil. Berdasarkan beberapa hasil

penelitian, alga merupakan salah satu penghasil karotenoid terbesar. Karotenoid

alga menunjukkan keragaman struktur dan sekitar 100 karotenoid yang berbeda

telah ditemukan pada alga.

Klorofil a pada rumput laut Caulerpa dilengkapi dengan pigmen

pendukung yaitu klorofil b, c atau d dan karotenoid berfungsi melindungi klorofil a

dari fotooksidasi. Selain klorofil pigmen lain yang membantu rumput laut caulerpa

melakukan fotosintesis adalah karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen

penunjang yang berfungsi menangkap energi cahaya pada panjang gelombang

yang tidak dapat ditangkap klorofil untuk ditransfer ke kloroplas, kemudian

digunakan dalam proses fotosintesis (Irawati, 2015).

Rumput laut hijau jenis caulerpa ini secara umum mengandung

senyawa klorofil a dan b serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai

antioksidan dimana antioksidan ini dapat mencegah proses oksidasi radikal

bebas. Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan manusia,

dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat merugikan

kesehatan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel dan memodulasi ekspresi

gen dan respon kekebalan tubuh. Dengan potensi ini rumput laut dapat dijadikan

sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat untuk kesehatan manusia.

Selain itu, pada rumput laut hijau di dalam antioksidan terdapat terdapat

flavonoid, dimana flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang

mengandung anti virus dan aktivitas antioksidan yang menguntungkan terhadap

kesehatan. Antioksidan juga membantu menghasilkan warna pada tanaman,

Page 24: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

10

dan membantu penyembuhan daun atau jaringan yang rusak melalui

pembentukan pigmen (Kepel, 2001).

F. Kadar Serat

Kandungan serat pada Caulerpa terdapat pada sel caulerpa yang

memiliki kandungan polisakarida. Serat adalah bagian dari karbohidrat dimana

serat merupakan produk utama hasil dari fotosintesis organisme berklorofil. Serat

hubunganya dengan rumput laut (alga hijau) sebagai penyusun dinding sel

rumput laut berupa selulosa. Salah satu bahan makanan yang merupakan

sumber serat adalah rumput laut. Komponen dari serat kasar ini tidak

mempunyai nilai gizi akan tetapi serat ini sangat penting untuk proses

memudahkan dalam pencernaan didalam tubuh agar proses pencernaan

tersebut lancar.

Kandungan serat pada rumput laut dipengaruhi oleh habitat, musim,

dan jenis spesies. Hal ini didukung oleh Ortiz, dkk (2006) bahwa kandungan

serat rumput laut dipengaruhi oleh musim, lokasi geografi, jenis spesies, umur

panen, dan kondisi lingkungan. Kepel (2001) menyatakan bahwa Caulerpa

mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi, antara lain protein (10,7 %) dan

karbohidrat (27,2 %), dan lemaknya bersifat fiktuatif yaitu sekitar 0,3 %,

kandungan air antara 16-20% serta kandungan serat antara 4,4% -15,5%

sedangkan menurut (Chaidir, 2007 dalam Irawati, 2015), kandungan serat

rumput laut adalah 9,62% dari 100 gram berat kering. Asmara, (2015),

menyatakan bahwa apabila serat tinggi dapat disebabkan oleh tingginya

polisakarida pada sel rumput laut, yang berfungsi sebagai dietary fiber dan

fungsional fiber. Sanchez, dkk (2004) menyatakan bahwa kandungan

karbohidrat pada rumput laut umumnya berbentuk serat yang tidak bisa dicerna

Page 25: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

11

oleh enzim pencernaan manusia, sehingga hanya memberikan sedikit asupan

kalori dan cocok sebagai makanan diet.

Oritz, dkk (2006) menyatakan bahwa rumput laut dikenal sebagai sumber

serat dan dapat digunakan sebagai makanan fungsional untuk mencegah

obesitas dan penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif disebabkan oleh akibat

kurangnya konsumsi serat.

G. Kadar Abu

Kadar abu erat hubungannya dengan mineral yang terkandung

dalam suatu bahan karena mengandung mineral dan nutrisi yang

diperlukan oleh tubuh dalam jumlah sedikit. Putra, (2015), mengatakan tinggi

dan rendahnya kadar abu dipengaruhi oleh unsur mineral dalam rumput

laut caulerpa. Mineral yang terdapat dalam rumput laut meliputi Na, Ca, K.

Kadar abu dalam rumput laut caulerpa tidak lebih dari 8,4 - 43,6 berat

kering, sehingga dikatakan normal karena masih berada di bawah kisaran

baku mutu Food and Nutrition Board (US). Kadar abu pada rumput laut jauh

lebih besar bila dibandingkan dengan kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar

abu pada rumput laut terdiri dari makro-mineral dantrace element (Mayer et

al.,2011).

Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran suatu bahan organik.

Sebenarnya sisa pembakaran yang tertinggi merupakan unsur mineral yang

terdapat dalam suatu bahan makanan yang dalam proses pengabuan, unsur-

unsur itu membentuk oksida atau bergantung dengan radikal negatif seperti

fosfat ,sulfat, nitrat dan klorida, sedangkan bahan organik lain dalam proses ini

akan habis terbakar (Pearson, 1970). Menurut Winarno (1991) rumput laut kaya

akan mineral dimana unsur mineral dikenal sebagai kadar abu, sehingga bila

kadar abu tepung rumput laut tinggi maka kadar mineral yang terkandung

didalamnya juga tinggi.

Page 26: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

12

Mineral merupakan substansi yang mempunyai peranan yang penting

dalam nilai nutrisi makanan, dan mineral ini terdapat dalam jumlah sedikit, tetapi

keberadaanya sangat penting. Mineral berada dalam bentuk garam, logam atau

kombinasi dengan senyawa organik seperti fosfat dan enzim yang

mengandung logam (Sedjati, 1999).

H. Kualitas Air

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses

kehidupan dan penyebaran organisme. Caulerpa lentillifera hidup di pantai pada

suhu air hangat dan menyesuaikan daur hidupnya. (Piazzi 2002) dalam Iskandar

(2015) menyatakan bahwa dalam budidaya Rumput Laut Caulerpa lentillifera

sebaiknya temperatur air dikelola pada 250C-31oC untuk produksi yang optimum.

Temperatur lingkungan berperan penting dalam proses fotosintesis,

dimana semakin tinggi intensitas matahari dan semakin optimum kondisi

temperatur, maka akan semakin sistematik hasil fotosintesisnya. Temperatur air

juga mempengaruhi beberapa fungsi fisiologis rumput laut seperti fotosintesis,

respirsi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi. rumput laut caulerpa

mempunyai kisaran temperatur yang spesifik karena adanya enzim pada rumput

laut yang tidak dapat berfungsi pada temperatur yang terlalu dingin maupun

terlalu panas (Amalia, 2013).

2. Salinitas

Parameter kimia lain yang sangat berperan dalam budidaya

rumput laut adalah salinitas. Salinitas merupakan faktor yang penting

bagi pertumbuhan rumput laut. Kisaran salinitas yang rendah dapat

menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal. C.lentillifera

berada di perairan yang tenang dengan salinitas antara 25 - 35 (Nana, 2012).

Page 27: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

13

Parameter kualitas air yang sangat berperan terhadap pertumbuhan,

pembetukan tallus dan perkembangan morfogenetik rumput laut adalah

salinitas, karena terkait langsung dengan osmoregulasi yang terjadi di

dalam sel. Kepekatan yang berbeda antara cairan di dalam dan di luar

sel, mendorong badan golgi untuk terus berusaha menyeimbangkan hingga

menjadi isotonis. Hal tersebut berdampak pada pemanfaatan energi yang

lebih besar sehingga berpengaruh terhadap rendahnya pertumbuhan dan

perkembangan rumput laut (Yuliana, 2015).

3. Derajat Keasaman air (pH)

Derajat keasaman atau pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap

tumbuhan air sehingga digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau

buruknya suatu perairan keseimbangan antara asam dan basa air. pH juga

merupakan faktor lingkungan yang mengendalikan fitoplankton dalam proses

pengambilan nutrient, keseimbangan nutrien (karbondioksida, fosfat, dan

nitrogen) sangat sensitif terhadap perubahan pH menurut (Amalia, 2013 dalam

Supriadi, 2016). Perairan asam akan kurang produktif, malah akan dapat

mematikan organisme budidaya pada pH rendah (keasaman yang tinggi)

kandungan oksigen terlarut akan berkurang. Menurut Yuliana, (2015) kisaran pH

yang sesuai untuk budidaya rumput laut (C. lentillifera) adalah berkisar antara pH

7 -8,3.

4. Karbon dioksida (CO2)

Karbon dioksida yang dihasilkan oleh tanaman melalui proses

fotosintesis juga segera dapat terikat dengan unsur hidrogen membentuk

asam bikarbonat (H2CO3) yang merupakan senyawa yang berperang pada sifat

buffer air laut dalam mencegah perubahan atau fluktuasi pH diperairan

(Rusliani, 2011).

Page 28: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

14

5. Phosfat (PO4)

Fosfat merupakan fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.

Fosfat merupakan kunci metabolik nutrien, Fosfat sangat dibutuhkan untuk

tumbuh, berkembang dan bereproduksi. Menurut Kapraun (2016), kisaran ion

fosfat yang layak untuk pertumbuhan Caulerpa adalah 0,1-0,35 ppm. Kisaran

fosfat yang optimal untuk menunjang pertumbuhan alga adalah berkisar antara

0,1-3,5 ppm.

6. Nitrat (NO3)

Nitrat adalah bentuk nitrogen utama dalam perairan alami dan

merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan alga. Kadar nitrat yang dapat

ditoleransi oleh alga adalah berkisar antara 0,9 - 3,50 ppm (Supriadi, 2016).

7. Ammonium (NH4)

Ammonium merupakan senyawa produk utama nitrogen dalam perairan

yang berasal dari organisme akuatik. Menurut (Andarias, 1992 dalam Supriadi,

2016), kadar amonium yang baik untuk kelangsungan. hidup alga laut adalah

0,1-0,5 ppm. Dengan kadar ammonium seperti ini, kematian tidak akan terjadi.

Page 29: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

15

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus

2017 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar, Desa

Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Parameter Kualitas

Air, Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, dan Kandungan Abu di Analisis di

Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada Tabel

1 dan 2 :

Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian beserta fungsi

No. Alat Kegunaan

1 Alat Tulis Mencatat semua data-data penelitian

2 Sterofom Wadah penelitian

3 Refraktometer Alat mengukur salinitas

4 Thermometer Alat mengukur suhu

5 pH meter Alat mengukur pH

6 Baskom/ember Wadah penganti air

7 Batu aerasi Untuk mengatur gelembung udara

8 Selang kecil Untuk pergantian air

9 Timbangan elektrik Alat penimbang caulerpa

10 Blower Sebagai saluran oksigen

11 Bak fiber Sebagai penampungan air laut

12 Kamera Sebagai pengambilan dokumentasi

Page 30: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

16

Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsi

No Bahan Kegunaan

1 Caulerpa lentillifera Sebagai bahan uji penelitian

2 Kertas label Penanda perlakuan

3 Tissu Sebagai pembersih alat/meresapkan air

4 Air tawar Sebagai bahan pencuci

5 Pecahan karang Sebagai substrat

6 Pasir Sebagai substrat

7 Air laut Sebagai media pemeliharaan

Persiapan Bibit

Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

Anggur laut Caulerpa lentillifera yang diambil langsung dari tambak pembudidaya

di Laikang Kabupaten Takalar. Bibit yang telah di ambil di masukkan ke dalam

bak beton yang berisi air laut sesuai dengan salinitas di alam. Hal ini dilakukan

sebagai proses adaptasi selama penelitian berlangsung.

Wadah

Wadah yang digunakan pada metode penelitian ini adalah Sterofom

dengan ukuran 40cm x 25cm. Sebelum pengisian substrat, terlebih dahulu

Sterofom dicuci menggunakan air laut bertujuan untuk mensterilkan Sterofom,

kemudian diisi dengan substrat pasir di campur pecahan karang yang telah

dicuci terlebih dahulu serta direndam beberapa saat menggunakan larutan

klorin untuk proses sterilisasi, setelah itu, substrat dicuci kembali

menggunakan air laut lalu direndam menggunakan air laut yang diberi aerasi

selama 24 jam agar sisa klorin dalam pasir menguap, kemudian pasir dicuci

kembali dan dijemur menggunakan panas sinar matahari. Wadah yang

digunakan selama penelitian seperti pada (Gambar 2).

Page 31: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

17

Gambar 2. Wadah Penelitian

Media

Air digunakan sebagai media pemeliharaan dalam penelitian ini yakni air

laut melalui sistem sumur atau penggalian dasar laut kemudian dimasukkan pipa

ke dalam galian tersebut yang sudah dibungkus dengan saringan ijuk pada

ujung pipa, kemudian dialirkan melewati filter fisik setelah itu di tampung di

tendon.

Penanaman Bibit

Bibit yang ditanam terlebih dahulu dipilah-pilah lalu ditimbang sesuai

perlakuan yang digunakan dengan menggunakan timbangan elektrik, setiap

perlakuan masing-masing ditimbang dengan bobot awal 200 gram, 300 gram,

400 gram dan 500 gram. pengisian substrat kedalam setiap wadah, substrat

terlebih dahulu dikering anginkan, kemudian dilakukan penanaman rumput laut

C. lentillifera. Pemasangan aerasi setelah 2 hari penanaman rumput laut C.

lentillifera dengan tujuan agar akar menempel dan tidak mengapung

dipermukaan air.

Pemeliharaan

C. lentillifera yang sudah ditebar di dalam suatu wadah secara rutin

dikontrol untuk mengetahui kondisi perkembangannya, begitu juga kondisi

kualitas air dicek secara rutin dan perlu diketahui bahwa pada salinitas dibawah

Page 32: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

18

20 ppt warna akan berubah menjadi kuning dan lama kelamaan akan

menyebabkan kematian massal. Sehingga harus dijaga serta dipastikan

salinitas/kadar garamnya dipastikan diatas 25 ppt, pergantian airnya dilakukan

satu kali dalam dua hari terlebih dahulu air di dalam sterofom dikeluarkan

sebanyak 80% dengan cara di sifon menggunakan selang yang berukuran kecil

lalu kemudian air yang baru dimasukkan ke dalam sterofom menggunakan

selang kecil.

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan. Masing-masing perlakuan 3

kali ulangan, sehingga jumlah satuan percobaan ialah 12 unit. Adapun perlakuan

yang di ujikan adalah sebagai berikut :

a. Bibit dengan bobot awal 200 g

b. Bibit dengan bobot awal 300 g

c. Bibit dengan bobot awal 400 g

d. Bibit dengan bobot awal 500 g

Penempatan unit-unit percobaan tersebut dilakukan secara acak

berdasarkan pola rancangan acak lengkap (Gaspers, 1991). Adapun tata letak

satuan percobaan setelah pengacakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3. Tata letak satuan penelitian setelah pengacakan

D1 A2 C3 B3

B1 D2 A3

D3 A1 C2 C1

B2

Page 33: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

19

Parameter Peubah

1. Pertumbuhan Mutlak

Pertumbuhan mutlak Caulerpa dihitung dengan menggunakan rumus

Effendi (1997), berikut :

W = Wt - Wo

Keterangan :

W = pertumbuhan mutlak (g) Wt = berat akhir caulerpa (g) W0 = berat awal caulerpa (g)

2. Laju Pertumbuhan Spesifik harian

Laju pertumbuhan spesifik harian caulerpa dihitung dengan, rumus yang

dikemukakan oleh Fortes (1999).

SGR = InWt – InWo × 100%

t

Keterangan :

SGR = laju pertumbuhan harian Caulerpa (% /hari) Wt = bobot akhir Caulerpa (g) W0 = bobot awal Caulerpa (g)

t = lama pemeliharaan (hari)

3. Pengukuran Karotenoid, Serat dan abu

Pengukuran Karotenoid, Serat dan abu dilakukan satu kali yakni pada

akhir penelitian dengan cara mengambil sampel lawi-lawi Caulerpa lentillifera

masing-masing dari empat perlakuan tersebut kemudian dimasukkan kedalam

wadah yang telah disediakan kemudian dibawah ke laboratorium untuk

dilakukan pengukuran.

Page 34: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

20

a. Kadar Karotenoid Pada Caulerpa

Pengukuran kadar karotenoid pada caulerpa dilakukan dengan cara

mengambil sampel yang sudah dicuci dengan air tawar kemudian dimasukkan ke

dalam botol sampel sebanyak 2.088 untuk dilarutkan dengan larutan aseton

sebanyak 10 mL. Selanjutnya di shaker selama 1 jam dengan kecepatan 200

rpm, kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu

dilakukan proses centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Nilai

absorbansi ekstrak karotenoid diukur dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 460 nm. Pengukuran kadar Karotenoid dilakukan sebelum dan

sesudah pengkayaan.

Konsentrasi karotenoid dihitung dengan menggunakan formula menurut

Shahidi dkk., (1998) sebagai berikut :

𝑪 (𝒑𝒑𝒎) = 𝑨𝟒𝟔𝟎 × 𝑽 𝒆𝒌𝒔𝒕𝒓𝒂𝒌

𝑬𝟏% 𝟏 𝒄𝒎 × 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍

Keterangan :

C = Konsentrasi pigmen karotenoid total (ppm) V = Volume ekstrak (ml) E = Koefisien exstension (absorbansi) dari 1% standart dalam

aseton dan dalam 1 cm tabung kuvet = 2200 B = Berat sampel yang diekstrak (g berat basah) b. Pengukuran Serat pada Caulerpa

Pengukuran Serat pada Caulerpa dilakukan dengan cara mengambil

sampel kemudian ditimbang kurang lebih 0,5 gram ke dalam gelas piala setelah

itu tambahkan 30 ml H2SO4 0,3 N refluks selama 30 menit. Tambahkan 15 mi

NaOH 1,5 N refluks selama 30 menit kemudian saring ke dalam sintered glas no.

1 sambil diisap dengan pompa vacuum setelah itu cuci berturut-turut dengan 50

cc air panas, 50 cc H2SO4 o,3 N, 50 cc air panas dan 50 cc alkohol setelah itu

Page 35: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

21

keringkan dalam oven selama 8 jam atau dibiarkan bermalam dan di dinginkan

dalam desikator selama ½ jam kemudian timbang (a’ gram). Abukan dalam tanur

listrik selama 3 jam pada suhu 500 0C biarkan agak dingin kemudian masukkan

dalam desikator selama ½ jam kemudian timbang (b gram). Kadar serat di

hitung menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒔𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒌𝒂𝒔𝒂𝒓 =𝐚 − 𝐛

𝐁𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 × 𝟏𝟎𝟎%

Keterangan:

a = Sintered glass setelah di oven dan desikator

b = Sintered glass dari tanur + desikator

c. Pengukuran Kadar abu pada Caulerpa

Cawan perselin bersama contoh dalam penetapan kadar air dimasukkan

ke dalam tanur listrik dengan suhu 600 0C kemudian dibiarkan selama 3 jam

sampai menjadi abu betul (untuk mempercepat proses pengabuan sekali-kali

tanur dibuka) dibiarkan agak dingin selama 30 menit setelah itu masukkan ke

dalam eksikator selama ½ jam kemudian timbang (d gram). Kadar abu di hitung

menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑨𝒃𝒖 =(𝐝 − 𝐚)

(𝐛 − 𝐚) × 𝟏𝟎𝟎%

Keterangan:

a = berat cawan kosong pada penetapan kadar air

b = berat cawan + contoh pada penetapan kadar air

c = cawan + sampel setelah tanur

Page 36: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

22

4. Pengukuran Kualitas Air

Sebagai data penunjang selama penelitian berlangsung, maka dilakukan

pengukuran kualitas air seperti: suhu, pH, salinitas. Suhu diukur dengan

menggunakan termometer, pH diukur dengan pH meter dan Salinitas diukur

dengan refraktometer. Pengukuran ini dilakukan dua kali dalam sehari yaitu

pada pagi dan siang hari. sedangkan pengukuran Nitrat (NO3), Posfat (PO4),

Amoniak (NH3), Karbondioksida (CO2) dilakukan 2 kali yaitu pada awal dan akhir

penelitian dan dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, Jurusan perikanan,

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.

5. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam

(ANOVA). Sebagai alat bantu untuk uji statistik tersebut di gunakan piranti lunak

program SPSS versi 16.0. Adapun parameter karotenoid, serat, abu, dan

kualitas air dianalisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan pertumbuhan

Caulerpa lentillifera.

Page 37: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Mutlak

Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan pertumbuhan mutlak (Lampiran 1)

C. lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian, sedangkan laju

pertumbuhan mutlak C. lentillifera yang dipelihara selama 30 hari pemeliharaan

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pertumbuhan mutlak C. lentillifera selama 30 hari pemeliharaan

Perlakuan Bobot Rata-rata pertumbuhan mutlak (g) ± SD

A 200 g 5,42 ± 0,92 B 300 g 5,01 ± 0,88 C 400 g 3,48 ± 0,87 D 500 g 4,27 ± 1,02

Keterangan: Tidak berbeda nyata hasil perlakuan pada taraf 5% (P>0,05).

Hasil analisis ragam (ANOVA) lampiran 3, terlihat bahwa laju

pertumbuhan pada suatu perlakuan yang berbeda tidak memberikan pengaruh

yang nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan bobot awal bibit

yang berbeda yang disajikan tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan

terhadap pertumbuhan C. lentillifera, artinya semua bobot awal bibit yang

dicobakan menghasilkan pertumbuhan C. lentillifera yang sama.

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan mutlak

C. lentillifera didapatkan pertumbuhan mutlak pada perlakuan bobot awal 200 g

sebesar 5,42 g, bobot awal 300 g sebesar 5,01 g, bobot awal 500 g sebesar

4,27 g, dan pertumbuhan mutlak pada perlakuan bobot awal 400 g sebesar

3,48 g. perlakuan yang yang didapatkan tidak memberikan hasil disebabkan

bobot awal yang digunakan sudah melebihi bobot awal yang maksimal, sehingga

penambahan bobot awal tidak berpengaruh.

Page 38: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

24

B. Laju Pertumbuhan Spesifik

Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan pertumbuhan spesifik harian

(Lampiran 4) C. lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian, sedangkan

laju pertumbuhan spesifik C. lentillifera yang dipelihara selama 30 hari

pemeliharaan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Laju pertumbuhan spesifik C. lentillifera selama 30 hari pemeliharaan

Perlakuan Bobot Rata-rata Pertumbuhan Spesifik Harian (%/Hari)

A 200 g 0,98 ± 0,17 B 300 g 0,88 ± 0,16 C 400 g 0,59 ± 0,20 D 500 g 0,75 ± 0,20

Keterangan: Tidak berbeda nyata hasil perlakuan pada taraf 5% (P>0,05).

Hasil analisis ragam (ANOVA) lampiran 6 pada pertumbuhan bobot

spesifik harian tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05). Sehingga tidak

dilakukan uji lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan bobot awal berbeda,

yang dicobakan memberikan pengaruh yang sama terhadap tingkat pertumbuhan

spesifik harian C. lentillifera. Artinya keempat perlakuan tersebut tidak ada

perbedaan interaksi.

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik

harian C. lentillifera didapatkan laju pertumbuhan harian pada perlakuan bobot

awal 200 g sebesar 0,98 (%/hari), 300 g sebesar 0,88 (%/hari), 500 g sebesar

0,75 (%/hari), dan laju pertumbuhan harian pada perlakuan bobot awal 400 g

sebesar 0,59 (%/hari). Menurunnya laju pertumbuhan spesifik harian dikarenakan

kepadatan C. lentillifera yang terlalu tinggi. Kepadatan yang tinggi dapat

mempengaruhi pertumbuhan C. lentillifera sehingga rumput laut sulit untuk

menyerap unsur hara sebagai asupan makanannya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Iskandar dkk. (2015), bahwa kepadatan yang tinggi dapat

menyebabkan ruang gerak padat menjadi sempit, sehingga C. lentillifera sulit

Page 39: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

25

untuk berkembang. Dan dapat dilihat pada tabel 4, pertumbuhan spesifik

terendah terdapat pada perlakuan bobot awal 400 g dikarenakan adanya lumut

pada wadah pemeliharaan, ditandai dengan perubahan warna keputihan pada

tallus dan anggur lepas pada tallus walaupun demikian masih mensisakan

potongan-potongan tallus yang masih terdapat pada wadah pemeliharaan

sehingga menyebabkan pertumbuhan C. lentillifera semakin menurun. Selain

itu, diduga ketersediaan unsur hara pada tallus dan anggur C. lentillifera

sudah berkurang sehingga terjadi penurunan bobot. Hal ini sesuai dengan

pendapat Azizah (2006) bahwa laju pertumbuhan C.lentillifera semakin

menurun dengan bertambahnya umur pemeliharaan dan pertumbuhan berjalan

cepat pada awal percobaan dan lama kelamaan semakin lambat seiring dengan

bertambahnya umur pemeliharaan.

C. Karotenoid

Data hasil analisis kandungan karotenoid Caulerpa lentillifera pada setiap

perlakuan dapat dilihat pada (Tabel 5).

Perlakuan Kandungan Karotenoid (mg/g)

Bobot Awal 200 gram 1.565

Bobot Awal 300 gram 1.420

Bobot Awal 400 gram 1.101

Bobot Awal 500 gram 1.411

Tabel 5. Kandungan karotenoid C. lentillifera setiap perlakuan selama 30

hari penelitian.

Kandungan karotenoid pada C. lentillifera tertinggi pada perlakuan bobot

awal 200 g yaitu sebesar 1.565 mg/g, bobot awal 300 g yaitu sebesar 1,42 mg/g,

bobot awal 500 g yaitu sebesar 1.411 mg/g, dan yang terendah pada perlakuan

bobot awal 400 g dengan nilai 1.101 mg/g. Terjadinya perbedaan kandungan

karotenoid setiap perlakuan karena adanya perbedaan padat penebaran yang

menyebabkan adanya persaingan unsur hara pada media pemeliharaan

C.lentillifera, sebagai sumber energi untuk mendukung pertumbuhan.

Kandungan karotenoid yang terdapat dalam tubuh C. Lentillifera pada

Page 40: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

26

perlakuan bobot awal 200 gram yaitu 1.565 mg/g selama pemeliharaan

kepadatan caulerpa yang di hasilkan tidak padat , sehingga unsur hara yang ada

pada media pemeliharaan tercukupi untuk mendukung pertumbuhan dan

penyerapan cahaya merata. Sesuai dengan pernyataan Pongaraang dkk. (2013)

dalam Iskandar dkk. (2015), bahwa pemenuhan unsur hara sangat

mempengaruhi pertumbuhan C. lentillifera. Diduga kepadatan rumput laut yang

rendah menyebabkan penyerapan unsur hara dalam proses metabolisme rumput

laut tersebut dapat bekerja dengan maksimal. Dan dapat dilihat pada tabel 5,

kandungan karotenoid terendah terdapat pada perlakuan bobot awal 400 g

dikarenakan terdapatnya lumut pada wadah pemeliharaan sehingga

menghambat proses fotosintesis dari C. lentillifera dan menyebabkan kandungan

karotenoid yang terdapat di C. lentillifera rendah.

D. Kandungan Serat

Data hasil analisis Kandungan serat kasar C. lentillifera pada setiap

perlakuan dapat dilihat pada (Tabel 6).

Perlakuan Komposisi

Serat Kasar (%)

Bobot Awal 200 gram 5,75

Bobot Awal 300 gram 5,73

Bobot Awal 400 gram 5,38

Bobot Awal 500 gram 5,55

Tabel 6. Kandungan serat C. lentillifera setiap perlakuan selama 30

hari penelitian.

Tabel di atas menunjukkan bahwa Kandungan serat kasar pada C.

lentillifera tertinggi terdapat pada perlakuan bobot awal 200 gram dengan nilai

5.75 %, bobot awal 300 gram dengan nilai 5,73 %, bobot awal 500 gram dengan

nilai 5,55 %, dan yang terendah terdapat pada perlakuan Bobot Awal 400 gram

dengan nilai 5,38%. Menurut (Chaidir, 2007 dalam Irawati, 2015), kandungan

serat rumput laut adalah 9,62% dari 100 gram berat kering sedangkan menurut

Page 41: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

27

Kepel, (2001), kandungan serat antara 4,4% -15,5%. Asmara, (2015), bahwa

tingginya serat dapat disebabkan oleh tingginya polisakarida pada sel rumput

laut, jumlah serat kasar merupakan jumlah dietry fiber dan fungsional fiber.

Kebiasaan mengkonsumsi fiber sangat bermanfaat bagi manusia yang menderita

obesitas dan diabetes mellitus.

E. Kandungan Kadar Abu

Data hasil analisis Kandungan kadar abu C. lentillifera pada setiap

perlakuan dapat dilihat pada (Tabel 7)

Perlakuan Komposisi Kadar Abu (%)

Bobot Awal 200 gram 47,12

Bobot Awal 300 gram 50.02

Bobot Awal 400 gram 61,87

Bobot Awal 500 gram 51,36

Tabel 7. Kandungan kadar abu C. lentillifera setiap perlakuan selama 30

hari penelitian.

Tabel di atas menunjukkan bahwa Kandungan kadar abu C. lentillifera

tertinggi terdapat pada perlakuan bobot awal 400 gram dengan nilai 61,87%,

bobot awal 500 gram dengan nilai 51,36 %, bobot awal 300 gram dengan nilai

50,02 %, dan yang terendah terdapat pada perlakuan bobot awal 200 gram

dengan nilai 47,12 %. Ma’ruf dkk. (2013), bahwa mayoritas nilai nutrisi yang ada

di rumput laut Caulerpa adalah kadar abu dengan jumlah antara 8,4 - 43,6

berat kering. Jumlah kadar abu pada jenis rumput laut diatas sesuai dengan

pendapat Ma’ruf dkk. (2013), bahwa Kadar abu pada rumput laut lebih besar

bila dibandingkan dengan kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar abu pada

rumput laut terdiri dari makro-mineral dan trace element (Ma’aruf, dkk.,2013).

Tingginya kadar abu pada perlakuan berhubungan dengan cara

penyerapan hara mineralnya, disamping sebagai bentuk adaptasi terhadap

kondisi lingkungan perairan laut yang mengandung berbagai mineral dengan

konsentrasi tinggi. Selain itu, Penyerapan hara mineral pada rumput laut

Page 42: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

28

dilakukan melalui seluruh permukaan tallus, sehingga banyaknya hara yang

diserap mempengaruhi kadar abu pada jaringan rumput laut, sehingga kadar abu

rumput laut menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Chaidir (2006)

bahwa, semakin tinggi nilai kadar abu maka semakin banyak kandungan bahan

anorganik yang terdapat dalam suatu bahan diantaranya kalsium, kalium, fosfor,

besi, magnesium dan lain-lain.

F. Parameter Kualitas Air

Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air selama penelitian

dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air sebelum dan

sesudah penelitian.

No Parameter Hasil pengukuran Kisaran

yang layak

Referensi

Awal Akhir

1 Suhu (ºc) 26 ºc – 30 ºc 25 ºc – 31 ºc Iskandar, 2015

2 Salinitas (ppt) 30 – 35 25 – 35 Nana, 2012

3 pH 7- 8,1 7– 8,3 Yuliana, 2015

4 Nitrat (ppm) 0,127 0,029 0,9 – 3,5 Supriadi, 2016

5 Posfat (ppm) tt tt 0,1 – 3,5 Supriadi, 2016

6 CO2 tt tt 0,03 – 0,06 Rianawati, 2009

7 Ammonium 0,007 0,003 0,1 – 0,5 Andrias, 1992

1. Suhu

Berdasarkan data yang diperoleh, suhu air media selama penelitian

berlangsung berkisar antara 26 oC – 30 oC, kisaran tersebut masih dianggap

layak untuk mendukung kehidupan C. lentillifera. Hal ini sesuai dengan pendapat

Iskandar dkk, (2015), kisaran suhu yang optimal untuk mendukung pertumbuhan

C. lentillifera berkisar antara 25 oC – 31 oC. Suhu merupakan faktor yang sangat

penting untuk pembentukan rhizoids dan stolons.

Page 43: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

29

2. Salinitas

Kisaran salinitas yang diperoleh selama penelitian berkisar 30 - 35 ppt,

nilai kisaran ini masih layak untuk pertumbuhan C. lentillifera, hal ini sesuai yang

dikemukakan oleh Nana, (2012), bahwa C. lentillifera dapat tumbuh dengan baik

pada perairan yang tenang dengan kisaran salinitas 25-35 ppt.

3. pH

Derajat keasaman (pH) air merupakan indikator yang digunakan untuk

menentukan keasaman dan kebasahan air. pH air media yang terukur selama

penelitian berkisar antara 7,0-8,1, kisaran ini masih berada dalam batas normal

untuk mendukung pertumbuhan C. lentillifera. Hal ini dipertegas oleh Yuliana,

(2015) kisaran pH yang sesuai untuk budidaya rumput laut (C. lentillifera) adalah

berkisar antara pH 7-8,3.

4. Fospat (PO4)

Fosfat sangat dibutuhkan oleh C. lentillifera untuk tumbuh,

berkembang dan bereproduksi. Kisaran fosfat yang optimal untuk menunjang

pertumbukan alga adalah berkisar 0,1 – 3,5 ppm (Kapraun, 1987 dalam

Supriadi, 2016), Namun setelah dilakukan pengukuran kualitas air selama

penelitian adapun fosfat yang terdeteksi nilainya sangat rendah hingga tidak

terdeteksi atau di bawah rata-rata, setelah sampel air diuji di laboratorium

kualitas air. Hal ini bisa terjadi karena tingkat ketelitian alat yang digunakan

cukup rendah sehingga sulit untuk mendeteksi kandungan fosfat dalam

sampel air.

5. Amonium (NH4)

Pasokan unsur hara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan rumput laut. Unsur hara dapat diserap seperti nitrogen diserap oleh

Page 44: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

30

rumput laut dalam bentuk ammonium dan nitrat, dimana ammonium lebih disukai

dari pada nitrat. Sumber ammonium dalam perairan berasal dari pemecahan

nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam

tanah dan air berasal dari komposisi organik (Efendi, 2000).

Ammonium merupakan senyawa produk utama nitrogen dalam

perairan yang berasal dari organisme akuatik. Berdasarkan data amonium yang

diperoleh pada penelitian ini yaitu berkisar 0,007 – 0,003. Kisaran tersebut

termasuk dalam kategori yang rendah. Menurut Supriadi, (2016), kadar amonium

yang baik untuk kelangsungan. hidup alga laut adalah 0,1- 0,5 ppm. Dengan

kadar amonium seperti ini, kematian tidak akan terjadi.

6. Nitrat (NO3)

Berdasarkan data nitrat yang diperoleh pada penelitian ini yaitu

berkisar 0,127 - 0,029. Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen diperairan

alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Kadar nitrat

yang dapat ditoleransi oleh alga adalah berkisar antara 0,9 - 3,50 ppm (Supriadi,

2016). Pengukuran nitrat pada akhir penelitian cenderung mengalami

penurunan. Menurunnya kadar nitrat dikarenakan C. lentillifera mampu menyerap

nitrat dan posfat. Budiyani, dkk (2012) menyatakan bahwa menurunnya

konsentrasi nitrat dan fosfat menunjukkan adanya penyerapan unsur hara yang

cukup baik untuk pertumbuhan. Berdasarkan pernyataan Kushartono, dkk (2009)

Nitrat merupakan bagian dari nitrogen yang sangat penting untuk merangsang

pertumbuhan suatu tumbuhan sehingga dapat berkembang pesat dan apabila

kekurangan nitrogen maka menghambat pertumbuhan karena proses fotosintesis

terganggu. Sedangkan Budiyani, dkk (2012) menyatakan semakin tinggi

konsetrasi nitrogen membuat rumput laut menjadi tidak segar dan thallus mudah

patah sehingga menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi terhambat.

Page 45: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

31

7. Karbon dioksida (CO2 )

Karbon dioksida selama penelitian ini tidak terdeteksi atau di bawah

rata-rata, setelah diuji di laboratorium kualitas air. Salah satu sebab kandungan

karbon dioksida (CO2) di perairan sulit terdeteksi karena karbon dioksida segera

di pakai atau diserap oleh rumput laut Caulerpa, termasuk saat berlangsung

fotosintesis pada siang hari. Hal ini bisa terjadi karena tingkat ketelitian alat yang

di gunakan cukup rendah sehingga sulit untuk mendeteksi kandungan CO2

dalam sampel air.

Page 46: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

32

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan

bobot awal yang diujikan tidak menyebabkan adanya perbedaan respon

terhadap pertumbuhan , kandungan karotenoid, kandungan serat dan kandungan

abu pada caulerpa lentillifera

Saran

Pemeliharaan rumput laut C. lentilifera pada skala laboratorium belum

bisa memberikan pertumbuhan yang sesuai dengan pertumbuhan di alam,

berkaitan dengan hasil penelitian disarankan menggunakan wadah selain

sterofom.

Page 47: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

33

DAFTAR PUSTAKA

Asmara, D. A. 2015. Kandungan Senyawa Fenol Anggur Laut (Caulerpa.sp)

Segar dan Rebus Dari Perairan Tual, Maluku. Departemen Teknologi

Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Amalia, D. R. 2013. Efek Temperatur Terhadap Pertumbuhan Gracillaria

verrucosa. [Skripsi]. Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas Jember.

Azizah, R. 2006. Percobaan Berbagai Macam Metode Budidaya Latoh (Caulera

racemosa) Sebagai Upaya Menunjang Kontinuitas Produksi. Jurusan

Ilmu Kelautan. FPIK. Universitas Diponegoro. Semarang. Vol. 11. No. 2.

Juni 2006.

Budi, I. M. 2001. Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisiko Kimia Berbagai

Jenis Minyak Buah Merah (Pondanus Conoideus).

Budiyani, F. B., K. Suwartimah, dan Sunaryo. (2012). Pengaruh Penambahan

Nitrogen dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Laju

Pertumbuhan Rumput Laut Caulerpa racemosa Var. uvifera. Journal of

Marine Research, 1 (1), 10-18.

Burhanuddin. 2014. Respon Warna Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan

Kandungan Karotenoid Anggur Laut (Caulerpa racemosa) Pada Wadah

Terkontrol. Jurnal BalikDiwa. Vol. 5. No. 1, Januari 2014.

Chaidir, A. 2007. Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif untuk

Minuman Berserat. Thesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Darmawati, Andi Niartiningsih; Rajuddin Syamsuddin; Jamaluddin Jompa. 2016.

Analisis Kandungan Karotenoid Rumput Laut Caulerpa. Sp. Yang

Dibudidayakan Di Berbagai Jarak Dan Kedalaman. Seminar Nasional.

Unmas Denpasar.

Efendi, M. I. 1991. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka.

Efendi H, 2000. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Ekawati, S. R. 2008. Peningkatan Sintasan dan Pertumbuhan Rumput Laut dan

Komoditas Potensial Lainnya. Tessis Program Pascasarjana. Universitas

Hasanuddin. Makassar.

Page 48: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

34

Fitrah, I. 2015. Pengaruh Intensitas Cahaya Matahari Terhadap Produksi

Biomassa Dan Kualitas Caulerpa racemosa. [Skripsi]. Fakultas Ilmu

Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hasbullah, S. P, M. Si. ; Suggeng Raharjo, A. Pi ; Jumriadi, S. Pi dan Dr. Hartina Agusanti. 2014. Perkembangan Teknologi Budidaya Lawi-Lawi (Caulerpa.Sp) Sebagai sumber peningkatan ekonomi masyarakat pesisir. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar. Takalar.

Hasbullah, D. S. Raharjo; M. Syaichudin. 2013. Rekayasa Teknologi Budidaya

Rumput Laut Strain Lawi-Lawi (Caulerpa.Sp). Kementrian Kelautan dan

Perikanan BBAP Takalar. Takalar.

Iskandar, sri rejeki.; Titik Susiloswati. 2015. Pengaruh Bobot Awal yang Berbeda

Terhadap Pertumbuhan Caulerpa lentillifera yang Dibudidayakan

Dengan Metode Longline Di Tambak Bandeng, Jepara. Vol. 4. No. 4. Hal

21-27.

Irawati. 2015. Pengaruh Perbedaan Bobot Tallus Terhadap Pertumbuhan

Rumput Laut Kappaphycus alvarezi Strain Coklat yang Dikayakan

[Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Kamlasi, Y. 2008. Kajian Ekologi Biologi Untuk Pengembangan Budidaya

Rumput Laut (Eucheuma cottonni) Di Kecamatan Kupang Barat

Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pascasarjana.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kushartono, E. W., Suryono, dan Setyaningrum, E. (2009). Aplikasi Perbedaan

Komposisi N, P dan K pada Budidaya Eucheuma cottoni di Perairan

Teluk Awur, Jepara. Jurnal Ilmu Kelautan, 14 (3), 164-169.

Ma’ruf, W. F. ; Ratna Ibrahim; Eko Nurcahya Dewi; Eko Susanto; Ulfah Amalian.

2013. Profil Rumput Laut Caulerpa Racemosa dan Gracillaria Verrucosa

SEBAGAI EDIBLE FOOD. Jurnal Saintek Perikanan. Laboratorium

Teknologi Hasil Perikanan. Jurusan Perikanan. FPIK. Universitas

Diponegoro. Semarang. Vol. 9, No. 1.

Merdekawati dan A. B. Susanto. 2009. Kandungan Dan Komposisi Pigmen

Rumput Laut Serta Potensinya Untuk Kesehatan. Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Vol. 4. No. 2, Agustus 2009.

Nana. S.S.U. Putra, Dasep Hasbullah.,Jumriadi., Michael A. Rimmer., Sugeng

Raharjo. 2015. Budidaya Rumput Laut Lawi-Lawi (Caulerpa.Sp) Di

Tambak Sebagai Upaya Diverifikasi Budidaya Perikanan.

Page 49: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

35

Nirwana. 2013. Optimasi Suhu Terhadap Pertumbuhan Lawi-Lawi Caulerpa. Sp

Pada Wadah Terkontrol. Prodi Budidaya. Fakultas Pertanian. Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Oritz, J, Romero N, Robert P, Araya J, Lopez HJ, Bozzo C, Navarrete E, Ozorio

A, Rios A. 2006. Dietry fiber, amino acid, fatty acid and tocopherol

contents of the edible seaweeds Ulva lactuca and Durvilaea antartcica.

Food Chemistry 99:98-104.

Pearson, D. 1970. The Chemical Analisys of Food, J & A Churchili New York.

Pulukadang, I., Rene Ch. Keppel, dan Grevo. S. Genung. 2013. Kajian

Bioekologi Alga Makro Genus Caulerpa di Perairan Minahasa Utara.

Universitas Sam Ratulangi. Sulawesi Utara. Vol. 1. No. 1, April 2013.

Putra, B. A. 2015. Aktivitas Antioksidan Rumput Laut Caulerpa sp. Segar dan

Rebus. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Institut Pertanian. Bogor.

Putra, B. D., Riris Aryawati dan Isnaini. 2011. Laju Pertumbuhan Rumput Laut

Gracillaria Sp. Dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan

Kalianda, Lampung Selatan. Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA,

Universitas Sriwijaya, Indralaya. Indonesia.

Rusliani. 2011. 4_Studi Kondisi Kualitas Air Budidaya Rumput Laut.

Sanchez, MDJ, Lopez C, Lopez HJ, Paseiro LP. 2004. Fatty acids, total lipid,

protein and ashcontens of processed of edible seaweeds. Food Chimestry

85-439-444.

Shahidi, F., Metusalada and J. A. Brown. 1998. Carotenoid Pigments in Seafood

and Aquakulture. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 38 : 1-67.

Saptasari, M. 2010. Variasi Ciri Morfologi dan Potensi Makro Alga Jenis Caulerpa

Di Pantai Kondang Merak. Malang. Vol. 1 No. 2, Maret 2010.

Sedjati, S. 1999. Kadar Proksimat Rumput Laut Caulerpa racemosa dan C.

Serrulata Di Perairan Teluk Awur. Jepara. Makalah Ilmiah. FPIK.

Universitas Diponegoro. Semarang.

Silva, Paul C. 2003. Historical overview of the genus Caulerpa. Cryptogamie

Algologie 24 (1) : 33-50.

Supriadi, Rajuddin Syamsuddin ; Abustang ; Inayah Yasir. 2015. Pertumbuhan

dan Karotenoid Lawi-Lawi Caulerpa racemosa yang Ditumbuhkan Pada

Tipe Substrat Berbeda. Jurnal Rumput Laut Indonesia. Vol. 1. No. 2,

Desember 2016.

Page 50: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

36

Tompubolon, Grevo S., Gerung., Billy Wagey. 2013. Biodiversitas Alga Makro di

Lagun Pulau Pasige. Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Sitaro. Jurnal

Pesisir dan Laut Tropis. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Vol. 2. No.

1. Tahun 2013.

Trono, G. C. 1988. Manual O Seaweed Culture 2. Pond Culture Of Caulerpa

And3. Pond Culture Of Gracilaria. ASEAN/UNDP/FAO Regional Small-

Scale Coastal Fisheries Development Project Manila. Marine Science Ins

titute, College of Science University of the Philippines Diliman, Quezon C

ity Philippines. No. 3, Desember 1998.

Widyanto. 1997. Pencemaran Oleh Logam Berat dan Hubungannya Dengan

Enceng Gondok. SEAMO- Biotrop. Departemen PUTI. Bogor.

Yuliana, A., Sri Rejeki., Lestari Lakshni Windowati. 2015. Pengaruh Salinitas yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Latoh (Caulerpa lentillifera) Di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai (LPWP) Jepara. Vol. 4. No. 4. Tahun 2015. Hal 61-6

Page 51: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

37

Lampiran

Lampiran 1. Pertumbuhan mutlak (g) Caulerpa lentillifera

Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) W

A1 200 220 20,00

A2 200 230 30,00

A3 200 240 40,00

Rata-rata 200 230,00 30,00

B1 300 316 16,00

B2 300 332 32,00

B3 300 329 29,00

Rata-rata 300 325,67 25,67

C1 400 408 8,00

C2 400 410 10,00

C3 400 420 20,00

Rata-rata 400 412,66 12,67

D1 500 520 20,00

D2 500 527 27,00

D3 500 510 10,00

Rata-rata 500 519,00 19,00

Lampiran 2. Tabel Hasil Transformasi Data pertumbuhan mutlak (g)

Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) W (g) Transformasi

A1 200 220 20,00 4,47

A2 200 230 30,00 5,47

A3 200 240 40,00 6,32

Rata-rata 200 230,00 30,00 5,42

B1 300 316 16,00 4,00

B2 300 332 32,00 5,65

B3 300 329 29,00 5,38

Rata-rata 300 325,67 25,67 5,01

C1 400 408 8,00 2,82

C2 400 410 10,00 3,16

C3 400 420 20,00 4,47

Rata-rata 400 412,66 12,67 3,48

D1 500 520 20,00 4,47

D2 500 527 27,00 5,19

D3 500 510 10,00 3,16

Rata-rata 500 519,00 19,00 4,27

Page 52: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

38

Lampiran 3. Analisis Ragam (ANOVA) Pertumbuhan Mutlak C. lentillifera

Sumber

keragaman JK db KT F.hitung Sig.

Perlakuan 6.310 3 2.103 2.910 0.110

Galat 5.059 8 0.723

Total 11.369 11

Keterangan: Tidak berbeda nyata hasil perlakuan pada taraf 5% (P>0,05).

Lampiran 4. Laju Pertumbuhan Spesifik Harian C. lentillifera

Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) SGR (%/hari)

A1 200 220 0,67

A2 200 230 1,00

A3 200 240 1,33

Rata-rata 200 230,00 1,00

B1 300 316 0,50

B2 300 332 1,06

B3 300 329 0,90

Rata-rata 300 325,67 0,82

C1 400 405 0,16

C2 400 410 0,33

C3 400 420 0,67

Rata-rata 400 411,67 0,39

D1 500 520 0,60

D2 500 527 0,90

D3 500 510 0,30

Rata-rata 500 519,00 0,60

Page 53: PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, …

39

Lampiran 5. Tabel Hasil Transformasi Data pertumbuhan Spesifik Harian C. lentillifera

Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) SGR (%/hari) Transformasi

A1 200 220 0,67 0,81

A2 200 230 1,00 1,00

A3 200 240 1,33 1,15

Rata-rata 200 230,00 1,00 0,98

B1 300 316 0,50 0,70

B2 300 332 1,06 1,02

B3 300 329 0,90 0,94

Rata-rata 300 325,67 0,82 0,88

C1 400 405 0,16 0,4

C2 400 410 0,33 0,57

C3 400 420 0,67 0,81

Rata-rata 400 411,67 0,39 0,59

D1 500 520 0,60 0,77

D2 500 527 0,90 0,94

D3 500 510 0,30 0,54

Rata-rata 500 519,00 0,60 0,75

Lampiran 6. Analisis Ragam (ANOVA) Pertumbuhan Spesifik Harian C. lentillifera

Sumber

keragaman JK db KT F.hitung Sig.

Perlakuan 0.262 3 0.087 2.509 0.133

Galat 0.279 8 0.035

Total 0.541 11

Keterangan: Tidak berbeda nyata hasil perlakuan pada taraf 5% (P>0,05).