pengaruh bobot awal bibit terhadap pertumbuhan, …
TRANSCRIPT
PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, KANDUNGAN SERAT, DAN KANDUNGAN ABU
ANGGUR LAUT (Caulerpa lentillifera) PADA WADAH TERKONTROL
SKRIPSI
NURHANA L221 13 001
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
ii
PENGARUH BOBOT AWAL BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN, KANDUNGAN KAROTENOID, KANDUNGAN SERAT, DAN KANDUNGAN ABU
ANGGUR LAUT (Caulerpa lentillifera) PADA WADAH TERKONTROL
Oleh : NURHANA
Skripsi Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
pada Departemen Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin Makassar
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
iii
ABSTRAK
NURHANA. L22113001. Pengaruh Bobot Awal Bibit Terhadap Pertumbuhan,
Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, dan Kandungan abu Anggur Laut
(Caulerpa lentillifera) pada Wadah Terkontrol. Dibawah bimbingan Hasni
Yulianti Azis dan Badraeni .
Penelitian ini bertujuan menentukan bobot awal bibit untuk menghasilkan pertumbuhan bibit, kandungan karotenoid, kandungan serat, kandungan abu dari Caulerpa lentillifera yang maksimal. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2017 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Wadah penelitian yang digunakan yaitu Sterofom berukuran 40x25 cm yang berjumlah 12 buah dan diisi air sebanyak 15 L dengan salinitas 30 ppt. Rumput laut uji yang digunakan adalah jenis C. lentillifera yang berasal dari Desa Puntondo Kecamatan Manggara’ Bombang Kabupaten Takalar. Penelitian di desain dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan masing-masing mempunyai 3 ulangan. Perlakuan yang diujikan yaitu bobot awal bibit 200 g, 300 g, 400 g, dan 500 g yang dipelihara selama 30 hari. Data pertumbuhan C. lentilliera yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan kandungan karotenoid, kandungan serat, kandungan abu yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa bahan uji pada suatu perlakuan yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan C. lentillifera. Perlakuan bobot awal bibit 200 g memiliki kandungan karotenoid tertinggi senilai 1.565 gr/l dan yang terendah berada pada perlakuan bobot awal bibit 400 g yaitu sebesar 1.101 gr/l, kandungan serat tertinggi berada pada perlakuan bobot awal bibit 200 g senilai 5.75 %, dan yang terendah berada pada perlakuan bobot awal bibit 400 g senilai 5.38 % dan kandungan abu tertinggi berada pada perlakuan bobot awal bibit 400 g senilai 61.87 %, dan yang terendah berada pada perlakuan bobot awal bibit 200 g yaitu sbesar 47.12 %. Kata kunci : Caulerpa lentillifera, Pertumbuhan, Kandungan karotenoid, Kandungan serat, kandungan abu.
iv
ABSTRACT
NURHANA. L22113001.The Effect of Initial Weight on Seeds to Growth, Carotenoid Content, Fiber Content, and Ash Content of Sea Grape (Caulerpa lentillifera) in Controlled Container. Under the guidance of Hasni Yulianti Azis and Badraeni.
The study aimed to determine the initial weight of seedlings to produce seed growth, carotenoid content, fiber content, ash content from maximumCaulerpa lentillifera. This research was conducted in July - August 2017 at Brackish Water Aquaculture Center of Takalar Mappakalompo Village of Galesong District of Takalar Regency, South Sulawesi Province. Research container used is Sterofom measuring 40x25 cm which amounts to 12 pieces and filled with water as much as 15 L with salinity 30 ppt. The Test seaweed used is type C. lentillifera from Puntondo Village of Manggara'Bombang District of
Takalar Regency. The study was designed using a completely randomized design (RAL) consisting of 4 treatments and each having 3 replications. The tested treatment was the initial weight of 200 g, 300 g, 400 g, and 500 g seedlings maintained for 30 days. The growth data of C. lentilliera obtained were
analyzed by analysis of variance and carotenoid content, fiber content, ash content obtained was analyzed descriptively. Variation analysis results (ANOVA) showed that the test material at a different treatment did not have a significant effect on the growth of C. lentillifera.The initial seedling treatment of 200 g has
the highest carotenoid content of 1,565 g/l and the lowest was in the initial weight treatment of 400 g seeds which was 1,101 g/l, the highest fiber content was in the initial weight treatment of 200 g worth 5.75%, and the lowest was in the initial weight treatment of seeds of 400 g worth 5.38% and the highest ash content was in the initial weight treatment of seeds 400 g worth 61.87%, and the lowest was in the initial seedling treatment of 200 g is in the amountof 47.12%.
Keywords: Caulerpa lentillifera, Growth, Carotenoid content, Fiber content, Ash content.
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tarakan, pada Tanggal 21 Oktober
1993. Diberi nama Nurhana oleh Ayahanda Alm
Sannung dan Ibunda Alm Sappe, sebagai anak keempat
dari enam bersaudara. Pertama kali mengenyam
pendidikan formal di SDN 032 Pantai Amal dan lulus pada
tahun 2007. Pada tahun 2010 penulis menamatkan sekolah di SMP Negeri 10
Tarakan. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMK Negeri 3 Tarakan hingga
tamat pada tahun 2013. Di tahun yang sama penulis berhasil diterima melalui
jalur SNMPTN sebagai Mahasiswi di program studi Budidaya Perairan, Jurusan
Perikanan, Fakultas Iilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.
Penulis aktif dalam organisasi Aquatic Study Club Of Makassar (ASCM) di
bidang divisi Kewirausahaan.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb. Segala puji penulis panjatkan ke hadirat Allah
S.W.T yang telah memberikan nikmat-Nya, Shalawat dan salam juga
tercurahkan kepada Nabiullah Muhammad SAW. Alhamdulillah atas izin dan
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan berhasil
menulis skripsi yang berjudul “Pengaruh Bobot Awal Bibit Terhadap
Pertumbuhan, Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, dan Kandungan abu
Anggur Laut (Caulerpa lentillifera) Pada Wadah Terkontrol.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian penulis lakukan di Balai
Perikanan Budidaya Air Payau Takalar dari bulan juli sampai Agustus 2017.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak menemukan berbagai rintangan
dan kesulitan, namun berkat pertolongan Allah, kerja keras dan dorongan dari
berbagai pihak menjadikan semua kesulitan itu menjadi anugerah yang harus
penulis syukuri. Untuk itu melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya:
1. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Alm Sannung dan Ibunda
Alm Sappe yang selalu memberikan dukungan sekaligus penyemangat
serta Doanya kepada penulis.
2. Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar
Bapak Ir. Nono Hartanto, M.Aq yang telah memberikan fasilitas yang baik
selama dalam pelaksanaan penelitian.
3. Bapak Iman Sudrajat, S.Pi selaku koordinator kegiatan divisi lawi-lawi
yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan selama penelitian
berlangsung.
viii
4. Ibu Dr. Ir, Siti Aslamyah, MP selaku Ketua Program Studi Budidaya
Perairan sekaligus Pembimbing Akademik dan sebagai penguji yang telah
banyak memberi nasehat serta masukan kepada penulis.
5. Ibu Dr.Ir. Hasni Yulianti Azis, MP selaku Pembimbing Utama dan Ibu Ir.
Badraeni, MP selaku pembimbing anggota yang selama ini dengan sabar
mendukung, memberikan petunjuk dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Ir. Muhlis Syamsuddin, MP dan Bapak Prof. Dr. Ir. Rajuddin
Syamsuddin, M.Sc selaku Penguji yang telah banyak memberikan saran.
7. Seluruh Staf Akademik Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin yang telah banyak membantu
6. Kepada Saudara saya Basri, Sahani, Dewi Satria, Nur Amir Arif dan
Muh. Hasiman yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada
saya.
7. Kepada teman seperjuangan saya Nirmala dan Dinda Kusuma Putri
sekaligus teman kamar yang selalu menemani dalam suka maupun duka.
8. Terima kasih yang tak terhingga buat sahabat-sahabat saya Hardiati
Marding, Agustina, Sarnita, Anggun Canrika, Julianti, Fitri, Windasari,
Sri Kuspiati dan Wisnu wardhana, serta teman Pengurus Aquatic
Study Club Makassar, BDP #13 dan KKN 93 Desa Lembang
Gantarangkeke, yang senantiasa memberi dukungan, semangat, nasehat
dan doanya selama penulis melaksanakan penelitian.
ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini mungkin masih terdapat kesalahan
baik dari segi penyusunan dan tata bahasa. Oleh karena itu, penulis mohon
saran dan kritik yang membangun guna melengkapi dan menyempurnakan
skripsi ini. Atas semua perhatian dari segala pihak, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Makassar, Oktober 2017
Nurhana
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................... ii
ABSTRACT ...................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang .............................................................................................. 1
Tujuan............................................................................................................ 2
Kegunaan ...................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
Morfologi dan Klasifikasi Caulerpa lentillifera ............................................... 3
Habitat dan Penyebaran ............................................................................... 4
Pertumbuhan ................................................................................................ 6
Cahaya dan Pigmen Fotosintesis ................................................................. 6
Karotenoid ..................................................................................................... 8
Serat ............................................................................................................ 10
Abu .............................................................................................................. 11
Kualitas Air .................................................................................................... 12
III. METODE PENELITIAN............................................................................... 14
xi
Waktu dan Tempat ........................................................................................ 14
Prosedur Penelitian ....................................................................................... 15
Perlakuan dan Rancangan Percobaan......................................................... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 22
Pertumbuhan ................................................................................................ 22
Kandungan Karotenoid ................................................................................. 24
Kandungan serat ........................................................................................... 25
Kandungan abu ............................................................................................. 26
Kualitas Air .................................................................................................... 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 30
Kesimpulan .................................................................................................... 30
Saran ............................................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Morfologi Caulerpa lentillifera .................................................................... 3
2. Wadah Penelitian ....................................................................................... 16
3. Tata letak wadah-wadah percobaan setelah pengacakan ........................ 17
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ....................................................... 14
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian .................................................. 15
3. Laju Pertumbuhan Mutlak C. lentillifera ..................................................... 22
4. Laju Pertumbuhan Spesifik C. lentillifera ................................................... 23 5. Kandungan Karotenoid C. lentillifera ......................................................... 24
6. Kandungan Serat C. lentillifera .................................................................. 25 7. Kandungan Abu C. lentillifera .................................................................... 26
8. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air C. lentillifera ............................ 27
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya C. lentillifera ..................................... 37-39
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumput laut merupakan makro alga yang termasuk dalam divisi
Thallophyta, yaitu tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka tubuh yang
terdiri dari batang/thallus dan tidak memiliki daun serta akar, demikian juga
dengan salah satu jenis rumput laut strain Caulerpa. Caulerpa dikenal dengan
sebutan lawi-lawi (Sulawesi) atau latoh (Jawa), merupakan salah satu komoditas
perikanan bernilai ekonomis tinggi. Dikenal dan digemari oleh sebagian
masyarakat di Indonesia khususnya di kabupaten Takalar, bahkan di beberapa
Negara, antara lain Jepang dan Philiphina, telah menjadikan Caulerpa sebagai
salah satu komoditas perikanan budidaya.
Menurut Hasbullah dkk. (2013) kendala utama dalam pengembangan
budidaya rumput laut lawi-lawi (Caulerpa) yaitu kurangnya ketersediaan bibit
yang berkualitas karena ketergantungan bibit alam, bibit yang diperoleh tidak
berkesinambungan dan sangat tergantung pada musim, sehingga memiliki
kualitas yang rendah. Hal ini karena bibit yang digunakan adalah bibit turun
temurun dari hasil kegiatan budidaya, sehingga menyebabkan menurunya
kualitas dan hasil panen tidak maksimal. Dari segi budidaya, yang perlu
diperhatikan adalah asal bibit dan bobot bibit, karena erat kaitannya dengan
produksi dan kualitas lawi-lawi (Caulerpa) yang dihasilkan.
Hal ini sangat berkaitan dengan persaingan setiap individu rumput
laut dalam mendapatkan unsur hara sebagai makanannya. Sesuai dengan
pernyataan Soegiarto dkk. (1989) dalam Iskandar dkk. (2015), bahwa bobot
bibit merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
rumput laut karena hubungannya dengan penyerapan unsur hara sangat
2
berkaitan. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan
budidaya lawi-lawi (Caulerpa), sehingga dapat ditentukan budidaya yang baik
untuk bibit dan faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap produksi dan
pertumbuhan lawi-lawi (Caulerpa).
Penelitian tentang penggunaan karotenoid telah dilakukan oleh
Burhanuddin (2014), dan Supriadi (2016). Hasil-hasil penelitian tersebut
memperlihatkan bahwa karotenoid mempengaruhi pertumbuhan beberapa jenis
rumput laut. Diduga penambahan karotenoid pada rumput laut strain Caulerpa/
lawi-lawi dapat menghasilkan pertumbuhan rumput laut yang tinggi.
Melihat kenyataan bahwa informasi tentang penelitian dan percobaan
budidaya rumput laut jenis Caulerpa masih sedikit, maka perlu dilakukan
penelitian dan percobaan tentang pengaruh bobot awal bibit terhadap
pertumbuhan, dan seberapa besar kandungan karotenoid, kandungan serat dan
kandungan abu bagi rumput laut jenis Caulerpa belum diketahui secara pasti
oleh sebab itu guna menentukan kandungan caulerpa itu sendiri maka penelitian
tentang hal tersebut perlu dilakukan.
B. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Bobot Bibit yang terbaik
untuk menghasilkan pertumbuhan bobot bibit, Kandungan Karotenoid,
Kandungan Serat, dan Kandungan Abu dari C. lentillifera yang maksimal.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang
teknologi budidaya Caulerpa lentillifera bagi masyarkat pesisir. Selain itu,
sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Morfologi dan Klasifikasi Anggur Laut (Caulerpa lentillifera)
Caulerpa lentilifera mempunyai Tallus dengan cabang bulat yang
merambat dan cabang-cabang seperti anggur halus. Seluruh bagian
cabangnya menutup rapat, bentuk blade bulat, jumlah ramuli 17-31 buah dengan
diameter 1.26 mm. Memiliki warna hijau tua, holdfast (akar) tempat melekat
pada substrat yang berfungsi mengambil nutrisi atau makanan (Tampubolon,
2013).
Ciri secara umum dari Caulerpa adalah secara keseluruhan tubuhnya
terdiri dari satu sel dengan bagian bawah yang menjalar menyerupai stolon
yang mempunyai rhizoid sebagai alat perekat pada substrat serta bagian
yang tegak. Selain itu Caulerpa jenis ini merupakan salah satu favorit dari Genus
Caulerpa yang dapat dimakan, oleh karena teksturnya yang lembut dan berair
Pulukadang dkk. (2013).
Bagian yang tegak disebut asimilator yang berfungsi sebagai tempat
terjadinya fotosintesis. Stolon dan rhizoid bentuknya hampir sama dari jenis ke
jenis, sedangkan asimilator mempunyai bentuk bermacam-macam tergantung
jenisnya. Asimilator pada C. lentillifera berbentuk bulat dan bertangkai panjang
(Saptasari, 2010).
Gambar 1. Anggur laut (Caulerpa lentillifera) (Dokumentasi pribadi, 2017)
4
Klasifikasi C. lentillifera menurut Trono (1988), adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi :Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Caulerpales
Family : Caulerpaceae
Genus : Caulerpa
Spesies : Caulerpa lentillifera
B. Habitat Dan Penyebaran
Marga caulerpa banyak dijumpai pada daerah pantai yang mempunyai
rataan terumbu karang. Tumbuh pada substrat karang mati, pecahan karang
mati, pasir- lumpur dan lumpur. Kebanyakan jenis ini tidak tahan terhadap
kekeringan, tumbuh pada kedalaman perairan yang pada saat pasang surut
terendah dan masih tergenang oleh air (Sedjati, 1999).
C. lentillifera tersebar luas di perairan beriklim tropis dan dangkal. Pada
tahun 1926 bentuk baru dari alga itu dilaporkan dari Tunisia, mungkin seorang
imigran dari Laut Merah, dan ini kemudian menyebar ke banyak bagian Timur
Laut Mediterania. Pada tahun 1990, bentuk, baru yang lebih besar dengan
dua baris vertikal cabang di sisi berlawanan dari batang itu ditemukan dari Libya.
ini menyebar luas, menyerang banyak Laut Mediterania dan menjadi lebih luas
daripada spesies invasif, C taxifolia. Hal ini dikenal sebagai C. racemosa var.
Cylindracea dan mungkin berasal dari perairan Australia. Di Amerika C.
racemosa ditemukan di perairan dangkal di Laut Karbia, sekitar Bermuda dan
sepanjang pesisir timur Amerika dari Florida Brasil (Nirwana, 2013).
Beberapa karakteristik biologi spesies Caulerpa meliputi:
1. Kecepatan pertumbuhan yang tinggi
5
fragmentasi tampaknya menjadi faktor kritis bagi spesies caulerpa
mengkolonisasi area yang baru (Smith 1999). Jumlah meristem stolon C.
lentillifera yang tumbuh di Pelabuhan Hotigon, California adalah 555+182 per
meter persegi. Tingginya kepadatan meristem ini menunjukkan kemampuan
untuk melintasi sedimen dan melewati organisme.
2. Kemampuan membelah diri
Implikasi ekologi dari reproduksi membela diri adalah adanya
gangguan seperti badai atau pemangsaan oleh hewan herbivora dapat
menghasilkan fragmen-fragmen yang dapat menyebar dan menjadi caulerpa
yang baru. Kemampuan spesies untuk membela diri dapat menjadi
keuntungan dalam berkompetisi dengan makhluk hidup multiseluler yang
bereproduksi secara seksual.
3. Kemampuan mengambil nutrien dari sedimen
Kebanyakan makroalga yang menempel pada sedimen dan mengambil
nutrient dari kolom air, spesies dari genus Caulerpa memiliki rhizoid yang
dapat masuk kedalam sedimen dan mengambil nutrien dari sedimen. Rhizoid
dari C. taxifolia yang menyerupai akar dari tanaman berpembuluh dapat
secara langsung mengikat karbon, nitrogen, dan fosfor dari substrat.
Kemampuan mengakses nutrient dari substrat membuat Caulerpa menjadi
kompotitor unggulan di lingkungan yang miskin nutrient.
4. Kemampuan mentolerir temperatur air yang rendah
Spesies Caulerpa adalah salah satu alga yang dapat menyebar luas
baik di perairan tropis ataupun subtropis (Silva, 2003). Kemampuan
spesies Caulerpa untuk bertahan pada temperatur yang relatif rendah
menyebabkan spesies ini dapat mengeksploitasi tempat hidup yang baru
jika mereka diintroduksi. Penelitian yang di lakukan pada tahun 2001
6
menunjukkan bahwa 12 dari 14 spesies Caulerpa yang biasa tersedia untuk
di perdagangkan di Californian selatan memiliki distribusi alami yang luas
hingga ke perairan tropis.
5. Konsumen herbivor
Vetebrata dan invetebrata di daerah subtropis di temukan mudah sekali
terkena senyawa toksin dari Caulerpa (caulerpenyne) sehingga mereka tidak
dapat memangsa caulerpa (Paul, 1986)
C. Pertumbuhan
Pertumbuhan yaitu perubahan rumput laut dalam bobot, ukuran, maupun
panjang dan volume seiring dengan berubahnya waktu. Pertumbuhan rumput
laut dipengaruhi oleh faktor internal seperti jenis, bagian tallus dan umur. Faktor
eksternal yang meliputi sifat fisika dan kimiawi perairan, ruang gerak dan
ketersediaan makanan. Pertumbuhan rumput laut juga sangat sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kualitas air, iklim dan faktor biologis
lainnya. Fakor teknis juga sangat mempengaruhi produksi rumput laut caulerpa
(Kamlasi, 2008).
Laju pertumbuhan rumput laut yang dianggap cukup mengguntungkan
adalah pertambahan 3% berat per hari. Pertumbuhan rumput laut dikategorikan
dalam pertumbuhan somatik dan pertumbuhan fisiologi. Pertumbuhan somatik
merupakan pertumbuhan yang diukur berdasarkan pertambahan berat,
sedangkan pertumbuhan fisiologi dilihat berdasarkan reproduksi dan
kandungan koloidnya (Kamlasi, 2008).
D. Cahaya dan Pigmen Fotosintesis
Cahaya merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap laju fotosintesis. Caulerpa melakukan fotosintesis untuk mendapatkan
energi dan mensintesa makanannya sehingga cahaya merupakan syarat mutlak
7
bagi pertumbuhan (Burhanuddin, 2014). Keberhasilan tanaman menyerap
cahaya tergantung pada intensitasnya. Cahaya yang masuk kedalam
perairan, akan ditangkap oleh klorofil yang terdapat pada kloroplas
tumbuhan. Sintesis klorofil sangat dipengaruhi oleh cahaya. Apabila
tanaman disinari dengan cahaya yang cukup maka pembentukan klorofil
akan lebih sempurna dan apabila intensitas cahaya matahari sangat rendah
maka pertumbuhan rumput laut akan lambat (Iskandar dkk, 2014).
Tingkat pertumbuhan alga secara langsung dikontrol oleh cahaya.
Cahaya memegang peranan yang sangat penting bagi alga dalam
menyediakan energi untuk proses fotosintesis. Alga tidak dapat tumbuh
dengan baik tanpa adanya cahaya yang cukup. Selain itu, penurunan
intensitas cahaya dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas respirasi pada
organisme berklorofil yang lebih besar dari pada fotosintesis, sehingga
dapat mengurangi bobotnya. Variasi intensitas sinar yang diterima thallus
secara sempurna merupakan faktor utama dalam fotosintesa yang akan
menunjang laju pertumbuhan alga. Namun, jika peningkatan intensitas cahaya
melebihi batas optimum diduga dapat mempengaruhi suhu lingkungan, sehingga
mempengaruhi fungsi fisiologis rumput laut C. lentillifera seperti respirasi,
metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi (Amalia, 2013)
Fotosintesis adalah penggabungan karbon dioksida dan air secara kimiawi
dalam klorofil untuk membentuk karbohidrat dengan bantuan cahaya matahari
sebagai sumber energi. Proses fotosintesis terjadi melalui daun, dilakukan oleh
klorofil dengan bantuan energi cahaya. Secara alami fotosintesis berlangsung
dengan bantuan energi cahaya matahari untuk penyusunan glukosa/pembuatan
makanan. Berikut adalah reaksi fotosintesis pada daun :
6 CO2 + 6 H2O Energi Matahari C6 H12 O6 + 6O
8
Fotosintesis bagi tumbuhan, seperti alga, bergantung pada adanya cahaya
matahari. Laju fotosintesis tinggi apabila intensitas cahaya tinggi dan sebaliknya.
Penetrasi cahaya dalam air sangat dipengaruhi oleh intensitas dan sudut datang
cahaya pada permukaan air, kondisi permukaan air, dan bahan-bahan terlarut
dan tersuspensi di dalam air. Makin kecil sudut datang cahaya akan
mempengaruhi penetrasi cahaya ke dalam air. Sebaliknya makin tegak lurus
sudutnya maka semakin sedikit cahaya yang dipantulkan (Amalia, 2013 ).
Semua tumbuhan tanpa kecuali memerlukan intensitas cahaya tertentu
bagi terlaksananya proses fotosintesis. kebutuhan cahaya berbeda-beda pada
setiap jenis makroalga. Spektrum cahaya yang digunakan dalam fotosintesis
berkisar 350-700 nm. Fotosistesis dan pola metabolisme berubah oleh
kedalaman tetapi perubahan tergantung pada kecerahan dan pertikel alami yang
terlarut.
E. Karotenoid
karotenoid dikategorikan sebagai senyawa alami yang larut lemak yang
tersebar luas diseluruh bagian tanaman. Karotenoid ini umumnya berlokasi di
dalam sistem membran dari sel dimana salah satu fungsi utama dari senyawa
tersebut bersangkutan dengan fotosintesis dan bertanggung jawab terhadap
warna merah,orange dan kuning pada daun dan tallus. Karotenoid tersusun
atas ß-karoten, likopen, lutein, zeaxanthin dan cryptoxanthin. ß-karoten
merupakan salah satu dari 600 komponen karotenoid yang banyak
ditemukan pada rumput laut. Karotenoid jenis ß-karoten merupakan senyawa
isoprenoid C40 dan tetraterpenoid yang terdapat dalam plastid jaringan
rumput laut yang melakukan fotontesis. Selain itu, dalam kloropas karotenoid
berfungsi sebagai pigmen asesoris dalam pengambilan cahaya. juga berfungsi
9
melindungi klorofil dari reaksi foto-oksidasi dengan mengikat molekul oksigen
bebas yang dihasilkan dalam proses hidrolisis (Merdekawati dan Susanto, 2009).
Pada tumbuhan alga, karotenoid memegang peranan penting dalam
proses fotosintesis bersama dengan klorofil. Berdasarkan beberapa hasil
penelitian, alga merupakan salah satu penghasil karotenoid terbesar. Karotenoid
alga menunjukkan keragaman struktur dan sekitar 100 karotenoid yang berbeda
telah ditemukan pada alga.
Klorofil a pada rumput laut Caulerpa dilengkapi dengan pigmen
pendukung yaitu klorofil b, c atau d dan karotenoid berfungsi melindungi klorofil a
dari fotooksidasi. Selain klorofil pigmen lain yang membantu rumput laut caulerpa
melakukan fotosintesis adalah karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen
penunjang yang berfungsi menangkap energi cahaya pada panjang gelombang
yang tidak dapat ditangkap klorofil untuk ditransfer ke kloroplas, kemudian
digunakan dalam proses fotosintesis (Irawati, 2015).
Rumput laut hijau jenis caulerpa ini secara umum mengandung
senyawa klorofil a dan b serta senyawa karoten yang dapat berfungsi sebagai
antioksidan dimana antioksidan ini dapat mencegah proses oksidasi radikal
bebas. Dengan fungsi tersebut karotenoid bermanfaat bagi kesehatan manusia,
dapat membantu mengurangi terbentuknya radikal bebas yang dapat merugikan
kesehatan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel dan memodulasi ekspresi
gen dan respon kekebalan tubuh. Dengan potensi ini rumput laut dapat dijadikan
sebagai bahan pangan fungsional yang bermanfaat untuk kesehatan manusia.
Selain itu, pada rumput laut hijau di dalam antioksidan terdapat terdapat
flavonoid, dimana flavonoid merupakan salah satu golongan fenol yang
mengandung anti virus dan aktivitas antioksidan yang menguntungkan terhadap
kesehatan. Antioksidan juga membantu menghasilkan warna pada tanaman,
10
dan membantu penyembuhan daun atau jaringan yang rusak melalui
pembentukan pigmen (Kepel, 2001).
F. Kadar Serat
Kandungan serat pada Caulerpa terdapat pada sel caulerpa yang
memiliki kandungan polisakarida. Serat adalah bagian dari karbohidrat dimana
serat merupakan produk utama hasil dari fotosintesis organisme berklorofil. Serat
hubunganya dengan rumput laut (alga hijau) sebagai penyusun dinding sel
rumput laut berupa selulosa. Salah satu bahan makanan yang merupakan
sumber serat adalah rumput laut. Komponen dari serat kasar ini tidak
mempunyai nilai gizi akan tetapi serat ini sangat penting untuk proses
memudahkan dalam pencernaan didalam tubuh agar proses pencernaan
tersebut lancar.
Kandungan serat pada rumput laut dipengaruhi oleh habitat, musim,
dan jenis spesies. Hal ini didukung oleh Ortiz, dkk (2006) bahwa kandungan
serat rumput laut dipengaruhi oleh musim, lokasi geografi, jenis spesies, umur
panen, dan kondisi lingkungan. Kepel (2001) menyatakan bahwa Caulerpa
mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi, antara lain protein (10,7 %) dan
karbohidrat (27,2 %), dan lemaknya bersifat fiktuatif yaitu sekitar 0,3 %,
kandungan air antara 16-20% serta kandungan serat antara 4,4% -15,5%
sedangkan menurut (Chaidir, 2007 dalam Irawati, 2015), kandungan serat
rumput laut adalah 9,62% dari 100 gram berat kering. Asmara, (2015),
menyatakan bahwa apabila serat tinggi dapat disebabkan oleh tingginya
polisakarida pada sel rumput laut, yang berfungsi sebagai dietary fiber dan
fungsional fiber. Sanchez, dkk (2004) menyatakan bahwa kandungan
karbohidrat pada rumput laut umumnya berbentuk serat yang tidak bisa dicerna
11
oleh enzim pencernaan manusia, sehingga hanya memberikan sedikit asupan
kalori dan cocok sebagai makanan diet.
Oritz, dkk (2006) menyatakan bahwa rumput laut dikenal sebagai sumber
serat dan dapat digunakan sebagai makanan fungsional untuk mencegah
obesitas dan penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif disebabkan oleh akibat
kurangnya konsumsi serat.
G. Kadar Abu
Kadar abu erat hubungannya dengan mineral yang terkandung
dalam suatu bahan karena mengandung mineral dan nutrisi yang
diperlukan oleh tubuh dalam jumlah sedikit. Putra, (2015), mengatakan tinggi
dan rendahnya kadar abu dipengaruhi oleh unsur mineral dalam rumput
laut caulerpa. Mineral yang terdapat dalam rumput laut meliputi Na, Ca, K.
Kadar abu dalam rumput laut caulerpa tidak lebih dari 8,4 - 43,6 berat
kering, sehingga dikatakan normal karena masih berada di bawah kisaran
baku mutu Food and Nutrition Board (US). Kadar abu pada rumput laut jauh
lebih besar bila dibandingkan dengan kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar
abu pada rumput laut terdiri dari makro-mineral dantrace element (Mayer et
al.,2011).
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran suatu bahan organik.
Sebenarnya sisa pembakaran yang tertinggi merupakan unsur mineral yang
terdapat dalam suatu bahan makanan yang dalam proses pengabuan, unsur-
unsur itu membentuk oksida atau bergantung dengan radikal negatif seperti
fosfat ,sulfat, nitrat dan klorida, sedangkan bahan organik lain dalam proses ini
akan habis terbakar (Pearson, 1970). Menurut Winarno (1991) rumput laut kaya
akan mineral dimana unsur mineral dikenal sebagai kadar abu, sehingga bila
kadar abu tepung rumput laut tinggi maka kadar mineral yang terkandung
didalamnya juga tinggi.
12
Mineral merupakan substansi yang mempunyai peranan yang penting
dalam nilai nutrisi makanan, dan mineral ini terdapat dalam jumlah sedikit, tetapi
keberadaanya sangat penting. Mineral berada dalam bentuk garam, logam atau
kombinasi dengan senyawa organik seperti fosfat dan enzim yang
mengandung logam (Sedjati, 1999).
H. Kualitas Air
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Caulerpa lentillifera hidup di pantai pada
suhu air hangat dan menyesuaikan daur hidupnya. (Piazzi 2002) dalam Iskandar
(2015) menyatakan bahwa dalam budidaya Rumput Laut Caulerpa lentillifera
sebaiknya temperatur air dikelola pada 250C-31oC untuk produksi yang optimum.
Temperatur lingkungan berperan penting dalam proses fotosintesis,
dimana semakin tinggi intensitas matahari dan semakin optimum kondisi
temperatur, maka akan semakin sistematik hasil fotosintesisnya. Temperatur air
juga mempengaruhi beberapa fungsi fisiologis rumput laut seperti fotosintesis,
respirsi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi. rumput laut caulerpa
mempunyai kisaran temperatur yang spesifik karena adanya enzim pada rumput
laut yang tidak dapat berfungsi pada temperatur yang terlalu dingin maupun
terlalu panas (Amalia, 2013).
2. Salinitas
Parameter kimia lain yang sangat berperan dalam budidaya
rumput laut adalah salinitas. Salinitas merupakan faktor yang penting
bagi pertumbuhan rumput laut. Kisaran salinitas yang rendah dapat
menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal. C.lentillifera
berada di perairan yang tenang dengan salinitas antara 25 - 35 (Nana, 2012).
13
Parameter kualitas air yang sangat berperan terhadap pertumbuhan,
pembetukan tallus dan perkembangan morfogenetik rumput laut adalah
salinitas, karena terkait langsung dengan osmoregulasi yang terjadi di
dalam sel. Kepekatan yang berbeda antara cairan di dalam dan di luar
sel, mendorong badan golgi untuk terus berusaha menyeimbangkan hingga
menjadi isotonis. Hal tersebut berdampak pada pemanfaatan energi yang
lebih besar sehingga berpengaruh terhadap rendahnya pertumbuhan dan
perkembangan rumput laut (Yuliana, 2015).
3. Derajat Keasaman air (pH)
Derajat keasaman atau pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap
tumbuhan air sehingga digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau
buruknya suatu perairan keseimbangan antara asam dan basa air. pH juga
merupakan faktor lingkungan yang mengendalikan fitoplankton dalam proses
pengambilan nutrient, keseimbangan nutrien (karbondioksida, fosfat, dan
nitrogen) sangat sensitif terhadap perubahan pH menurut (Amalia, 2013 dalam
Supriadi, 2016). Perairan asam akan kurang produktif, malah akan dapat
mematikan organisme budidaya pada pH rendah (keasaman yang tinggi)
kandungan oksigen terlarut akan berkurang. Menurut Yuliana, (2015) kisaran pH
yang sesuai untuk budidaya rumput laut (C. lentillifera) adalah berkisar antara pH
7 -8,3.
4. Karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida yang dihasilkan oleh tanaman melalui proses
fotosintesis juga segera dapat terikat dengan unsur hidrogen membentuk
asam bikarbonat (H2CO3) yang merupakan senyawa yang berperang pada sifat
buffer air laut dalam mencegah perubahan atau fluktuasi pH diperairan
(Rusliani, 2011).
14
5. Phosfat (PO4)
Fosfat merupakan fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.
Fosfat merupakan kunci metabolik nutrien, Fosfat sangat dibutuhkan untuk
tumbuh, berkembang dan bereproduksi. Menurut Kapraun (2016), kisaran ion
fosfat yang layak untuk pertumbuhan Caulerpa adalah 0,1-0,35 ppm. Kisaran
fosfat yang optimal untuk menunjang pertumbuhan alga adalah berkisar antara
0,1-3,5 ppm.
6. Nitrat (NO3)
Nitrat adalah bentuk nitrogen utama dalam perairan alami dan
merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan alga. Kadar nitrat yang dapat
ditoleransi oleh alga adalah berkisar antara 0,9 - 3,50 ppm (Supriadi, 2016).
7. Ammonium (NH4)
Ammonium merupakan senyawa produk utama nitrogen dalam perairan
yang berasal dari organisme akuatik. Menurut (Andarias, 1992 dalam Supriadi,
2016), kadar amonium yang baik untuk kelangsungan. hidup alga laut adalah
0,1-0,5 ppm. Dengan kadar ammonium seperti ini, kematian tidak akan terjadi.
15
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus
2017 di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Takalar, Desa
Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar. Parameter Kualitas
Air, Kandungan Karotenoid, Kandungan Serat, dan Kandungan Abu di Analisis di
Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada Tabel
1 dan 2 :
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian beserta fungsi
No. Alat Kegunaan
1 Alat Tulis Mencatat semua data-data penelitian
2 Sterofom Wadah penelitian
3 Refraktometer Alat mengukur salinitas
4 Thermometer Alat mengukur suhu
5 pH meter Alat mengukur pH
6 Baskom/ember Wadah penganti air
7 Batu aerasi Untuk mengatur gelembung udara
8 Selang kecil Untuk pergantian air
9 Timbangan elektrik Alat penimbang caulerpa
10 Blower Sebagai saluran oksigen
11 Bak fiber Sebagai penampungan air laut
12 Kamera Sebagai pengambilan dokumentasi
16
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsi
No Bahan Kegunaan
1 Caulerpa lentillifera Sebagai bahan uji penelitian
2 Kertas label Penanda perlakuan
3 Tissu Sebagai pembersih alat/meresapkan air
4 Air tawar Sebagai bahan pencuci
5 Pecahan karang Sebagai substrat
6 Pasir Sebagai substrat
7 Air laut Sebagai media pemeliharaan
Persiapan Bibit
Rumput laut yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
Anggur laut Caulerpa lentillifera yang diambil langsung dari tambak pembudidaya
di Laikang Kabupaten Takalar. Bibit yang telah di ambil di masukkan ke dalam
bak beton yang berisi air laut sesuai dengan salinitas di alam. Hal ini dilakukan
sebagai proses adaptasi selama penelitian berlangsung.
Wadah
Wadah yang digunakan pada metode penelitian ini adalah Sterofom
dengan ukuran 40cm x 25cm. Sebelum pengisian substrat, terlebih dahulu
Sterofom dicuci menggunakan air laut bertujuan untuk mensterilkan Sterofom,
kemudian diisi dengan substrat pasir di campur pecahan karang yang telah
dicuci terlebih dahulu serta direndam beberapa saat menggunakan larutan
klorin untuk proses sterilisasi, setelah itu, substrat dicuci kembali
menggunakan air laut lalu direndam menggunakan air laut yang diberi aerasi
selama 24 jam agar sisa klorin dalam pasir menguap, kemudian pasir dicuci
kembali dan dijemur menggunakan panas sinar matahari. Wadah yang
digunakan selama penelitian seperti pada (Gambar 2).
17
Gambar 2. Wadah Penelitian
Media
Air digunakan sebagai media pemeliharaan dalam penelitian ini yakni air
laut melalui sistem sumur atau penggalian dasar laut kemudian dimasukkan pipa
ke dalam galian tersebut yang sudah dibungkus dengan saringan ijuk pada
ujung pipa, kemudian dialirkan melewati filter fisik setelah itu di tampung di
tendon.
Penanaman Bibit
Bibit yang ditanam terlebih dahulu dipilah-pilah lalu ditimbang sesuai
perlakuan yang digunakan dengan menggunakan timbangan elektrik, setiap
perlakuan masing-masing ditimbang dengan bobot awal 200 gram, 300 gram,
400 gram dan 500 gram. pengisian substrat kedalam setiap wadah, substrat
terlebih dahulu dikering anginkan, kemudian dilakukan penanaman rumput laut
C. lentillifera. Pemasangan aerasi setelah 2 hari penanaman rumput laut C.
lentillifera dengan tujuan agar akar menempel dan tidak mengapung
dipermukaan air.
Pemeliharaan
C. lentillifera yang sudah ditebar di dalam suatu wadah secara rutin
dikontrol untuk mengetahui kondisi perkembangannya, begitu juga kondisi
kualitas air dicek secara rutin dan perlu diketahui bahwa pada salinitas dibawah
18
20 ppt warna akan berubah menjadi kuning dan lama kelamaan akan
menyebabkan kematian massal. Sehingga harus dijaga serta dipastikan
salinitas/kadar garamnya dipastikan diatas 25 ppt, pergantian airnya dilakukan
satu kali dalam dua hari terlebih dahulu air di dalam sterofom dikeluarkan
sebanyak 80% dengan cara di sifon menggunakan selang yang berukuran kecil
lalu kemudian air yang baru dimasukkan ke dalam sterofom menggunakan
selang kecil.
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan. Masing-masing perlakuan 3
kali ulangan, sehingga jumlah satuan percobaan ialah 12 unit. Adapun perlakuan
yang di ujikan adalah sebagai berikut :
a. Bibit dengan bobot awal 200 g
b. Bibit dengan bobot awal 300 g
c. Bibit dengan bobot awal 400 g
d. Bibit dengan bobot awal 500 g
Penempatan unit-unit percobaan tersebut dilakukan secara acak
berdasarkan pola rancangan acak lengkap (Gaspers, 1991). Adapun tata letak
satuan percobaan setelah pengacakan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 3. Tata letak satuan penelitian setelah pengacakan
D1 A2 C3 B3
B1 D2 A3
D3 A1 C2 C1
B2
19
Parameter Peubah
1. Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak Caulerpa dihitung dengan menggunakan rumus
Effendi (1997), berikut :
W = Wt - Wo
Keterangan :
W = pertumbuhan mutlak (g) Wt = berat akhir caulerpa (g) W0 = berat awal caulerpa (g)
2. Laju Pertumbuhan Spesifik harian
Laju pertumbuhan spesifik harian caulerpa dihitung dengan, rumus yang
dikemukakan oleh Fortes (1999).
SGR = InWt – InWo × 100%
t
Keterangan :
SGR = laju pertumbuhan harian Caulerpa (% /hari) Wt = bobot akhir Caulerpa (g) W0 = bobot awal Caulerpa (g)
t = lama pemeliharaan (hari)
3. Pengukuran Karotenoid, Serat dan abu
Pengukuran Karotenoid, Serat dan abu dilakukan satu kali yakni pada
akhir penelitian dengan cara mengambil sampel lawi-lawi Caulerpa lentillifera
masing-masing dari empat perlakuan tersebut kemudian dimasukkan kedalam
wadah yang telah disediakan kemudian dibawah ke laboratorium untuk
dilakukan pengukuran.
20
a. Kadar Karotenoid Pada Caulerpa
Pengukuran kadar karotenoid pada caulerpa dilakukan dengan cara
mengambil sampel yang sudah dicuci dengan air tawar kemudian dimasukkan ke
dalam botol sampel sebanyak 2.088 untuk dilarutkan dengan larutan aseton
sebanyak 10 mL. Selanjutnya di shaker selama 1 jam dengan kecepatan 200
rpm, kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu
dilakukan proses centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Nilai
absorbansi ekstrak karotenoid diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 460 nm. Pengukuran kadar Karotenoid dilakukan sebelum dan
sesudah pengkayaan.
Konsentrasi karotenoid dihitung dengan menggunakan formula menurut
Shahidi dkk., (1998) sebagai berikut :
𝑪 (𝒑𝒑𝒎) = 𝑨𝟒𝟔𝟎 × 𝑽 𝒆𝒌𝒔𝒕𝒓𝒂𝒌
𝑬𝟏% 𝟏 𝒄𝒎 × 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍
Keterangan :
C = Konsentrasi pigmen karotenoid total (ppm) V = Volume ekstrak (ml) E = Koefisien exstension (absorbansi) dari 1% standart dalam
aseton dan dalam 1 cm tabung kuvet = 2200 B = Berat sampel yang diekstrak (g berat basah) b. Pengukuran Serat pada Caulerpa
Pengukuran Serat pada Caulerpa dilakukan dengan cara mengambil
sampel kemudian ditimbang kurang lebih 0,5 gram ke dalam gelas piala setelah
itu tambahkan 30 ml H2SO4 0,3 N refluks selama 30 menit. Tambahkan 15 mi
NaOH 1,5 N refluks selama 30 menit kemudian saring ke dalam sintered glas no.
1 sambil diisap dengan pompa vacuum setelah itu cuci berturut-turut dengan 50
cc air panas, 50 cc H2SO4 o,3 N, 50 cc air panas dan 50 cc alkohol setelah itu
21
keringkan dalam oven selama 8 jam atau dibiarkan bermalam dan di dinginkan
dalam desikator selama ½ jam kemudian timbang (a’ gram). Abukan dalam tanur
listrik selama 3 jam pada suhu 500 0C biarkan agak dingin kemudian masukkan
dalam desikator selama ½ jam kemudian timbang (b gram). Kadar serat di
hitung menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑲𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒔𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒌𝒂𝒔𝒂𝒓 =𝐚 − 𝐛
𝐁𝐞𝐫𝐚𝐭 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐞𝐥 × 𝟏𝟎𝟎%
Keterangan:
a = Sintered glass setelah di oven dan desikator
b = Sintered glass dari tanur + desikator
c. Pengukuran Kadar abu pada Caulerpa
Cawan perselin bersama contoh dalam penetapan kadar air dimasukkan
ke dalam tanur listrik dengan suhu 600 0C kemudian dibiarkan selama 3 jam
sampai menjadi abu betul (untuk mempercepat proses pengabuan sekali-kali
tanur dibuka) dibiarkan agak dingin selama 30 menit setelah itu masukkan ke
dalam eksikator selama ½ jam kemudian timbang (d gram). Kadar abu di hitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑨𝒃𝒖 =(𝐝 − 𝐚)
(𝐛 − 𝐚) × 𝟏𝟎𝟎%
Keterangan:
a = berat cawan kosong pada penetapan kadar air
b = berat cawan + contoh pada penetapan kadar air
c = cawan + sampel setelah tanur
22
4. Pengukuran Kualitas Air
Sebagai data penunjang selama penelitian berlangsung, maka dilakukan
pengukuran kualitas air seperti: suhu, pH, salinitas. Suhu diukur dengan
menggunakan termometer, pH diukur dengan pH meter dan Salinitas diukur
dengan refraktometer. Pengukuran ini dilakukan dua kali dalam sehari yaitu
pada pagi dan siang hari. sedangkan pengukuran Nitrat (NO3), Posfat (PO4),
Amoniak (NH3), Karbondioksida (CO2) dilakukan 2 kali yaitu pada awal dan akhir
penelitian dan dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, Jurusan perikanan,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam
(ANOVA). Sebagai alat bantu untuk uji statistik tersebut di gunakan piranti lunak
program SPSS versi 16.0. Adapun parameter karotenoid, serat, abu, dan
kualitas air dianalisis secara deskriptif berdasarkan kelayakan pertumbuhan
Caulerpa lentillifera.
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan Mutlak
Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan pertumbuhan mutlak (Lampiran 1)
C. lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian, sedangkan laju
pertumbuhan mutlak C. lentillifera yang dipelihara selama 30 hari pemeliharaan
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pertumbuhan mutlak C. lentillifera selama 30 hari pemeliharaan
Perlakuan Bobot Rata-rata pertumbuhan mutlak (g) ± SD
A 200 g 5,42 ± 0,92 B 300 g 5,01 ± 0,88 C 400 g 3,48 ± 0,87 D 500 g 4,27 ± 1,02
Keterangan: Tidak berbeda nyata hasil perlakuan pada taraf 5% (P>0,05).
Hasil analisis ragam (ANOVA) lampiran 3, terlihat bahwa laju
pertumbuhan pada suatu perlakuan yang berbeda tidak memberikan pengaruh
yang nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan bobot awal bibit
yang berbeda yang disajikan tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan
terhadap pertumbuhan C. lentillifera, artinya semua bobot awal bibit yang
dicobakan menghasilkan pertumbuhan C. lentillifera yang sama.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan mutlak
C. lentillifera didapatkan pertumbuhan mutlak pada perlakuan bobot awal 200 g
sebesar 5,42 g, bobot awal 300 g sebesar 5,01 g, bobot awal 500 g sebesar
4,27 g, dan pertumbuhan mutlak pada perlakuan bobot awal 400 g sebesar
3,48 g. perlakuan yang yang didapatkan tidak memberikan hasil disebabkan
bobot awal yang digunakan sudah melebihi bobot awal yang maksimal, sehingga
penambahan bobot awal tidak berpengaruh.
24
B. Laju Pertumbuhan Spesifik
Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan pertumbuhan spesifik harian
(Lampiran 4) C. lentillifera pada setiap perlakuan selama penelitian, sedangkan
laju pertumbuhan spesifik C. lentillifera yang dipelihara selama 30 hari
pemeliharaan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Laju pertumbuhan spesifik C. lentillifera selama 30 hari pemeliharaan
Perlakuan Bobot Rata-rata Pertumbuhan Spesifik Harian (%/Hari)
A 200 g 0,98 ± 0,17 B 300 g 0,88 ± 0,16 C 400 g 0,59 ± 0,20 D 500 g 0,75 ± 0,20
Keterangan: Tidak berbeda nyata hasil perlakuan pada taraf 5% (P>0,05).
Hasil analisis ragam (ANOVA) lampiran 6 pada pertumbuhan bobot
spesifik harian tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05). Sehingga tidak
dilakukan uji lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan bobot awal berbeda,
yang dicobakan memberikan pengaruh yang sama terhadap tingkat pertumbuhan
spesifik harian C. lentillifera. Artinya keempat perlakuan tersebut tidak ada
perbedaan interaksi.
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik
harian C. lentillifera didapatkan laju pertumbuhan harian pada perlakuan bobot
awal 200 g sebesar 0,98 (%/hari), 300 g sebesar 0,88 (%/hari), 500 g sebesar
0,75 (%/hari), dan laju pertumbuhan harian pada perlakuan bobot awal 400 g
sebesar 0,59 (%/hari). Menurunnya laju pertumbuhan spesifik harian dikarenakan
kepadatan C. lentillifera yang terlalu tinggi. Kepadatan yang tinggi dapat
mempengaruhi pertumbuhan C. lentillifera sehingga rumput laut sulit untuk
menyerap unsur hara sebagai asupan makanannya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Iskandar dkk. (2015), bahwa kepadatan yang tinggi dapat
menyebabkan ruang gerak padat menjadi sempit, sehingga C. lentillifera sulit
25
untuk berkembang. Dan dapat dilihat pada tabel 4, pertumbuhan spesifik
terendah terdapat pada perlakuan bobot awal 400 g dikarenakan adanya lumut
pada wadah pemeliharaan, ditandai dengan perubahan warna keputihan pada
tallus dan anggur lepas pada tallus walaupun demikian masih mensisakan
potongan-potongan tallus yang masih terdapat pada wadah pemeliharaan
sehingga menyebabkan pertumbuhan C. lentillifera semakin menurun. Selain
itu, diduga ketersediaan unsur hara pada tallus dan anggur C. lentillifera
sudah berkurang sehingga terjadi penurunan bobot. Hal ini sesuai dengan
pendapat Azizah (2006) bahwa laju pertumbuhan C.lentillifera semakin
menurun dengan bertambahnya umur pemeliharaan dan pertumbuhan berjalan
cepat pada awal percobaan dan lama kelamaan semakin lambat seiring dengan
bertambahnya umur pemeliharaan.
C. Karotenoid
Data hasil analisis kandungan karotenoid Caulerpa lentillifera pada setiap
perlakuan dapat dilihat pada (Tabel 5).
Perlakuan Kandungan Karotenoid (mg/g)
Bobot Awal 200 gram 1.565
Bobot Awal 300 gram 1.420
Bobot Awal 400 gram 1.101
Bobot Awal 500 gram 1.411
Tabel 5. Kandungan karotenoid C. lentillifera setiap perlakuan selama 30
hari penelitian.
Kandungan karotenoid pada C. lentillifera tertinggi pada perlakuan bobot
awal 200 g yaitu sebesar 1.565 mg/g, bobot awal 300 g yaitu sebesar 1,42 mg/g,
bobot awal 500 g yaitu sebesar 1.411 mg/g, dan yang terendah pada perlakuan
bobot awal 400 g dengan nilai 1.101 mg/g. Terjadinya perbedaan kandungan
karotenoid setiap perlakuan karena adanya perbedaan padat penebaran yang
menyebabkan adanya persaingan unsur hara pada media pemeliharaan
C.lentillifera, sebagai sumber energi untuk mendukung pertumbuhan.
Kandungan karotenoid yang terdapat dalam tubuh C. Lentillifera pada
26
perlakuan bobot awal 200 gram yaitu 1.565 mg/g selama pemeliharaan
kepadatan caulerpa yang di hasilkan tidak padat , sehingga unsur hara yang ada
pada media pemeliharaan tercukupi untuk mendukung pertumbuhan dan
penyerapan cahaya merata. Sesuai dengan pernyataan Pongaraang dkk. (2013)
dalam Iskandar dkk. (2015), bahwa pemenuhan unsur hara sangat
mempengaruhi pertumbuhan C. lentillifera. Diduga kepadatan rumput laut yang
rendah menyebabkan penyerapan unsur hara dalam proses metabolisme rumput
laut tersebut dapat bekerja dengan maksimal. Dan dapat dilihat pada tabel 5,
kandungan karotenoid terendah terdapat pada perlakuan bobot awal 400 g
dikarenakan terdapatnya lumut pada wadah pemeliharaan sehingga
menghambat proses fotosintesis dari C. lentillifera dan menyebabkan kandungan
karotenoid yang terdapat di C. lentillifera rendah.
D. Kandungan Serat
Data hasil analisis Kandungan serat kasar C. lentillifera pada setiap
perlakuan dapat dilihat pada (Tabel 6).
Perlakuan Komposisi
Serat Kasar (%)
Bobot Awal 200 gram 5,75
Bobot Awal 300 gram 5,73
Bobot Awal 400 gram 5,38
Bobot Awal 500 gram 5,55
Tabel 6. Kandungan serat C. lentillifera setiap perlakuan selama 30
hari penelitian.
Tabel di atas menunjukkan bahwa Kandungan serat kasar pada C.
lentillifera tertinggi terdapat pada perlakuan bobot awal 200 gram dengan nilai
5.75 %, bobot awal 300 gram dengan nilai 5,73 %, bobot awal 500 gram dengan
nilai 5,55 %, dan yang terendah terdapat pada perlakuan Bobot Awal 400 gram
dengan nilai 5,38%. Menurut (Chaidir, 2007 dalam Irawati, 2015), kandungan
serat rumput laut adalah 9,62% dari 100 gram berat kering sedangkan menurut
27
Kepel, (2001), kandungan serat antara 4,4% -15,5%. Asmara, (2015), bahwa
tingginya serat dapat disebabkan oleh tingginya polisakarida pada sel rumput
laut, jumlah serat kasar merupakan jumlah dietry fiber dan fungsional fiber.
Kebiasaan mengkonsumsi fiber sangat bermanfaat bagi manusia yang menderita
obesitas dan diabetes mellitus.
E. Kandungan Kadar Abu
Data hasil analisis Kandungan kadar abu C. lentillifera pada setiap
perlakuan dapat dilihat pada (Tabel 7)
Perlakuan Komposisi Kadar Abu (%)
Bobot Awal 200 gram 47,12
Bobot Awal 300 gram 50.02
Bobot Awal 400 gram 61,87
Bobot Awal 500 gram 51,36
Tabel 7. Kandungan kadar abu C. lentillifera setiap perlakuan selama 30
hari penelitian.
Tabel di atas menunjukkan bahwa Kandungan kadar abu C. lentillifera
tertinggi terdapat pada perlakuan bobot awal 400 gram dengan nilai 61,87%,
bobot awal 500 gram dengan nilai 51,36 %, bobot awal 300 gram dengan nilai
50,02 %, dan yang terendah terdapat pada perlakuan bobot awal 200 gram
dengan nilai 47,12 %. Ma’ruf dkk. (2013), bahwa mayoritas nilai nutrisi yang ada
di rumput laut Caulerpa adalah kadar abu dengan jumlah antara 8,4 - 43,6
berat kering. Jumlah kadar abu pada jenis rumput laut diatas sesuai dengan
pendapat Ma’ruf dkk. (2013), bahwa Kadar abu pada rumput laut lebih besar
bila dibandingkan dengan kadar abu pada tumbuhan darat. Kadar abu pada
rumput laut terdiri dari makro-mineral dan trace element (Ma’aruf, dkk.,2013).
Tingginya kadar abu pada perlakuan berhubungan dengan cara
penyerapan hara mineralnya, disamping sebagai bentuk adaptasi terhadap
kondisi lingkungan perairan laut yang mengandung berbagai mineral dengan
konsentrasi tinggi. Selain itu, Penyerapan hara mineral pada rumput laut
28
dilakukan melalui seluruh permukaan tallus, sehingga banyaknya hara yang
diserap mempengaruhi kadar abu pada jaringan rumput laut, sehingga kadar abu
rumput laut menjadi tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Chaidir (2006)
bahwa, semakin tinggi nilai kadar abu maka semakin banyak kandungan bahan
anorganik yang terdapat dalam suatu bahan diantaranya kalsium, kalium, fosfor,
besi, magnesium dan lain-lain.
F. Parameter Kualitas Air
Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air selama penelitian
dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air sebelum dan
sesudah penelitian.
No Parameter Hasil pengukuran Kisaran
yang layak
Referensi
Awal Akhir
1 Suhu (ºc) 26 ºc – 30 ºc 25 ºc – 31 ºc Iskandar, 2015
2 Salinitas (ppt) 30 – 35 25 – 35 Nana, 2012
3 pH 7- 8,1 7– 8,3 Yuliana, 2015
4 Nitrat (ppm) 0,127 0,029 0,9 – 3,5 Supriadi, 2016
5 Posfat (ppm) tt tt 0,1 – 3,5 Supriadi, 2016
6 CO2 tt tt 0,03 – 0,06 Rianawati, 2009
7 Ammonium 0,007 0,003 0,1 – 0,5 Andrias, 1992
1. Suhu
Berdasarkan data yang diperoleh, suhu air media selama penelitian
berlangsung berkisar antara 26 oC – 30 oC, kisaran tersebut masih dianggap
layak untuk mendukung kehidupan C. lentillifera. Hal ini sesuai dengan pendapat
Iskandar dkk, (2015), kisaran suhu yang optimal untuk mendukung pertumbuhan
C. lentillifera berkisar antara 25 oC – 31 oC. Suhu merupakan faktor yang sangat
penting untuk pembentukan rhizoids dan stolons.
29
2. Salinitas
Kisaran salinitas yang diperoleh selama penelitian berkisar 30 - 35 ppt,
nilai kisaran ini masih layak untuk pertumbuhan C. lentillifera, hal ini sesuai yang
dikemukakan oleh Nana, (2012), bahwa C. lentillifera dapat tumbuh dengan baik
pada perairan yang tenang dengan kisaran salinitas 25-35 ppt.
3. pH
Derajat keasaman (pH) air merupakan indikator yang digunakan untuk
menentukan keasaman dan kebasahan air. pH air media yang terukur selama
penelitian berkisar antara 7,0-8,1, kisaran ini masih berada dalam batas normal
untuk mendukung pertumbuhan C. lentillifera. Hal ini dipertegas oleh Yuliana,
(2015) kisaran pH yang sesuai untuk budidaya rumput laut (C. lentillifera) adalah
berkisar antara pH 7-8,3.
4. Fospat (PO4)
Fosfat sangat dibutuhkan oleh C. lentillifera untuk tumbuh,
berkembang dan bereproduksi. Kisaran fosfat yang optimal untuk menunjang
pertumbukan alga adalah berkisar 0,1 – 3,5 ppm (Kapraun, 1987 dalam
Supriadi, 2016), Namun setelah dilakukan pengukuran kualitas air selama
penelitian adapun fosfat yang terdeteksi nilainya sangat rendah hingga tidak
terdeteksi atau di bawah rata-rata, setelah sampel air diuji di laboratorium
kualitas air. Hal ini bisa terjadi karena tingkat ketelitian alat yang digunakan
cukup rendah sehingga sulit untuk mendeteksi kandungan fosfat dalam
sampel air.
5. Amonium (NH4)
Pasokan unsur hara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan rumput laut. Unsur hara dapat diserap seperti nitrogen diserap oleh
30
rumput laut dalam bentuk ammonium dan nitrat, dimana ammonium lebih disukai
dari pada nitrat. Sumber ammonium dalam perairan berasal dari pemecahan
nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam
tanah dan air berasal dari komposisi organik (Efendi, 2000).
Ammonium merupakan senyawa produk utama nitrogen dalam
perairan yang berasal dari organisme akuatik. Berdasarkan data amonium yang
diperoleh pada penelitian ini yaitu berkisar 0,007 – 0,003. Kisaran tersebut
termasuk dalam kategori yang rendah. Menurut Supriadi, (2016), kadar amonium
yang baik untuk kelangsungan. hidup alga laut adalah 0,1- 0,5 ppm. Dengan
kadar amonium seperti ini, kematian tidak akan terjadi.
6. Nitrat (NO3)
Berdasarkan data nitrat yang diperoleh pada penelitian ini yaitu
berkisar 0,127 - 0,029. Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen diperairan
alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Kadar nitrat
yang dapat ditoleransi oleh alga adalah berkisar antara 0,9 - 3,50 ppm (Supriadi,
2016). Pengukuran nitrat pada akhir penelitian cenderung mengalami
penurunan. Menurunnya kadar nitrat dikarenakan C. lentillifera mampu menyerap
nitrat dan posfat. Budiyani, dkk (2012) menyatakan bahwa menurunnya
konsentrasi nitrat dan fosfat menunjukkan adanya penyerapan unsur hara yang
cukup baik untuk pertumbuhan. Berdasarkan pernyataan Kushartono, dkk (2009)
Nitrat merupakan bagian dari nitrogen yang sangat penting untuk merangsang
pertumbuhan suatu tumbuhan sehingga dapat berkembang pesat dan apabila
kekurangan nitrogen maka menghambat pertumbuhan karena proses fotosintesis
terganggu. Sedangkan Budiyani, dkk (2012) menyatakan semakin tinggi
konsetrasi nitrogen membuat rumput laut menjadi tidak segar dan thallus mudah
patah sehingga menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi terhambat.
31
7. Karbon dioksida (CO2 )
Karbon dioksida selama penelitian ini tidak terdeteksi atau di bawah
rata-rata, setelah diuji di laboratorium kualitas air. Salah satu sebab kandungan
karbon dioksida (CO2) di perairan sulit terdeteksi karena karbon dioksida segera
di pakai atau diserap oleh rumput laut Caulerpa, termasuk saat berlangsung
fotosintesis pada siang hari. Hal ini bisa terjadi karena tingkat ketelitian alat yang
di gunakan cukup rendah sehingga sulit untuk mendeteksi kandungan CO2
dalam sampel air.
32
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa perbedaan
bobot awal yang diujikan tidak menyebabkan adanya perbedaan respon
terhadap pertumbuhan , kandungan karotenoid, kandungan serat dan kandungan
abu pada caulerpa lentillifera
Saran
Pemeliharaan rumput laut C. lentilifera pada skala laboratorium belum
bisa memberikan pertumbuhan yang sesuai dengan pertumbuhan di alam,
berkaitan dengan hasil penelitian disarankan menggunakan wadah selain
sterofom.
33
DAFTAR PUSTAKA
Asmara, D. A. 2015. Kandungan Senyawa Fenol Anggur Laut (Caulerpa.sp)
Segar dan Rebus Dari Perairan Tual, Maluku. Departemen Teknologi
Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Amalia, D. R. 2013. Efek Temperatur Terhadap Pertumbuhan Gracillaria
verrucosa. [Skripsi]. Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Jember.
Azizah, R. 2006. Percobaan Berbagai Macam Metode Budidaya Latoh (Caulera
racemosa) Sebagai Upaya Menunjang Kontinuitas Produksi. Jurusan
Ilmu Kelautan. FPIK. Universitas Diponegoro. Semarang. Vol. 11. No. 2.
Juni 2006.
Budi, I. M. 2001. Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisiko Kimia Berbagai
Jenis Minyak Buah Merah (Pondanus Conoideus).
Budiyani, F. B., K. Suwartimah, dan Sunaryo. (2012). Pengaruh Penambahan
Nitrogen dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Laju
Pertumbuhan Rumput Laut Caulerpa racemosa Var. uvifera. Journal of
Marine Research, 1 (1), 10-18.
Burhanuddin. 2014. Respon Warna Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan
Kandungan Karotenoid Anggur Laut (Caulerpa racemosa) Pada Wadah
Terkontrol. Jurnal BalikDiwa. Vol. 5. No. 1, Januari 2014.
Chaidir, A. 2007. Kajian Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Alternatif untuk
Minuman Berserat. Thesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Darmawati, Andi Niartiningsih; Rajuddin Syamsuddin; Jamaluddin Jompa. 2016.
Analisis Kandungan Karotenoid Rumput Laut Caulerpa. Sp. Yang
Dibudidayakan Di Berbagai Jarak Dan Kedalaman. Seminar Nasional.
Unmas Denpasar.
Efendi, M. I. 1991. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka.
Efendi H, 2000. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
Ekawati, S. R. 2008. Peningkatan Sintasan dan Pertumbuhan Rumput Laut dan
Komoditas Potensial Lainnya. Tessis Program Pascasarjana. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
34
Fitrah, I. 2015. Pengaruh Intensitas Cahaya Matahari Terhadap Produksi
Biomassa Dan Kualitas Caulerpa racemosa. [Skripsi]. Fakultas Ilmu
Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Hasbullah, S. P, M. Si. ; Suggeng Raharjo, A. Pi ; Jumriadi, S. Pi dan Dr. Hartina Agusanti. 2014. Perkembangan Teknologi Budidaya Lawi-Lawi (Caulerpa.Sp) Sebagai sumber peningkatan ekonomi masyarakat pesisir. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar. Takalar.
Hasbullah, D. S. Raharjo; M. Syaichudin. 2013. Rekayasa Teknologi Budidaya
Rumput Laut Strain Lawi-Lawi (Caulerpa.Sp). Kementrian Kelautan dan
Perikanan BBAP Takalar. Takalar.
Iskandar, sri rejeki.; Titik Susiloswati. 2015. Pengaruh Bobot Awal yang Berbeda
Terhadap Pertumbuhan Caulerpa lentillifera yang Dibudidayakan
Dengan Metode Longline Di Tambak Bandeng, Jepara. Vol. 4. No. 4. Hal
21-27.
Irawati. 2015. Pengaruh Perbedaan Bobot Tallus Terhadap Pertumbuhan
Rumput Laut Kappaphycus alvarezi Strain Coklat yang Dikayakan
[Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Kamlasi, Y. 2008. Kajian Ekologi Biologi Untuk Pengembangan Budidaya
Rumput Laut (Eucheuma cottonni) Di Kecamatan Kupang Barat
Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kushartono, E. W., Suryono, dan Setyaningrum, E. (2009). Aplikasi Perbedaan
Komposisi N, P dan K pada Budidaya Eucheuma cottoni di Perairan
Teluk Awur, Jepara. Jurnal Ilmu Kelautan, 14 (3), 164-169.
Ma’ruf, W. F. ; Ratna Ibrahim; Eko Nurcahya Dewi; Eko Susanto; Ulfah Amalian.
2013. Profil Rumput Laut Caulerpa Racemosa dan Gracillaria Verrucosa
SEBAGAI EDIBLE FOOD. Jurnal Saintek Perikanan. Laboratorium
Teknologi Hasil Perikanan. Jurusan Perikanan. FPIK. Universitas
Diponegoro. Semarang. Vol. 9, No. 1.
Merdekawati dan A. B. Susanto. 2009. Kandungan Dan Komposisi Pigmen
Rumput Laut Serta Potensinya Untuk Kesehatan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Vol. 4. No. 2, Agustus 2009.
Nana. S.S.U. Putra, Dasep Hasbullah.,Jumriadi., Michael A. Rimmer., Sugeng
Raharjo. 2015. Budidaya Rumput Laut Lawi-Lawi (Caulerpa.Sp) Di
Tambak Sebagai Upaya Diverifikasi Budidaya Perikanan.
35
Nirwana. 2013. Optimasi Suhu Terhadap Pertumbuhan Lawi-Lawi Caulerpa. Sp
Pada Wadah Terkontrol. Prodi Budidaya. Fakultas Pertanian. Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Oritz, J, Romero N, Robert P, Araya J, Lopez HJ, Bozzo C, Navarrete E, Ozorio
A, Rios A. 2006. Dietry fiber, amino acid, fatty acid and tocopherol
contents of the edible seaweeds Ulva lactuca and Durvilaea antartcica.
Food Chemistry 99:98-104.
Pearson, D. 1970. The Chemical Analisys of Food, J & A Churchili New York.
Pulukadang, I., Rene Ch. Keppel, dan Grevo. S. Genung. 2013. Kajian
Bioekologi Alga Makro Genus Caulerpa di Perairan Minahasa Utara.
Universitas Sam Ratulangi. Sulawesi Utara. Vol. 1. No. 1, April 2013.
Putra, B. A. 2015. Aktivitas Antioksidan Rumput Laut Caulerpa sp. Segar dan
Rebus. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian. Bogor.
Putra, B. D., Riris Aryawati dan Isnaini. 2011. Laju Pertumbuhan Rumput Laut
Gracillaria Sp. Dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan
Kalianda, Lampung Selatan. Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA,
Universitas Sriwijaya, Indralaya. Indonesia.
Rusliani. 2011. 4_Studi Kondisi Kualitas Air Budidaya Rumput Laut.
Sanchez, MDJ, Lopez C, Lopez HJ, Paseiro LP. 2004. Fatty acids, total lipid,
protein and ashcontens of processed of edible seaweeds. Food Chimestry
85-439-444.
Shahidi, F., Metusalada and J. A. Brown. 1998. Carotenoid Pigments in Seafood
and Aquakulture. Crit. Rev. Food Sci. Nutr. 38 : 1-67.
Saptasari, M. 2010. Variasi Ciri Morfologi dan Potensi Makro Alga Jenis Caulerpa
Di Pantai Kondang Merak. Malang. Vol. 1 No. 2, Maret 2010.
Sedjati, S. 1999. Kadar Proksimat Rumput Laut Caulerpa racemosa dan C.
Serrulata Di Perairan Teluk Awur. Jepara. Makalah Ilmiah. FPIK.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Silva, Paul C. 2003. Historical overview of the genus Caulerpa. Cryptogamie
Algologie 24 (1) : 33-50.
Supriadi, Rajuddin Syamsuddin ; Abustang ; Inayah Yasir. 2015. Pertumbuhan
dan Karotenoid Lawi-Lawi Caulerpa racemosa yang Ditumbuhkan Pada
Tipe Substrat Berbeda. Jurnal Rumput Laut Indonesia. Vol. 1. No. 2,
Desember 2016.
36
Tompubolon, Grevo S., Gerung., Billy Wagey. 2013. Biodiversitas Alga Makro di
Lagun Pulau Pasige. Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Sitaro. Jurnal
Pesisir dan Laut Tropis. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Vol. 2. No.
1. Tahun 2013.
Trono, G. C. 1988. Manual O Seaweed Culture 2. Pond Culture Of Caulerpa
And3. Pond Culture Of Gracilaria. ASEAN/UNDP/FAO Regional Small-
Scale Coastal Fisheries Development Project Manila. Marine Science Ins
titute, College of Science University of the Philippines Diliman, Quezon C
ity Philippines. No. 3, Desember 1998.
Widyanto. 1997. Pencemaran Oleh Logam Berat dan Hubungannya Dengan
Enceng Gondok. SEAMO- Biotrop. Departemen PUTI. Bogor.
Yuliana, A., Sri Rejeki., Lestari Lakshni Windowati. 2015. Pengaruh Salinitas yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Latoh (Caulerpa lentillifera) Di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai (LPWP) Jepara. Vol. 4. No. 4. Tahun 2015. Hal 61-6
37
Lampiran
Lampiran 1. Pertumbuhan mutlak (g) Caulerpa lentillifera
Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) W
A1 200 220 20,00
A2 200 230 30,00
A3 200 240 40,00
Rata-rata 200 230,00 30,00
B1 300 316 16,00
B2 300 332 32,00
B3 300 329 29,00
Rata-rata 300 325,67 25,67
C1 400 408 8,00
C2 400 410 10,00
C3 400 420 20,00
Rata-rata 400 412,66 12,67
D1 500 520 20,00
D2 500 527 27,00
D3 500 510 10,00
Rata-rata 500 519,00 19,00
Lampiran 2. Tabel Hasil Transformasi Data pertumbuhan mutlak (g)
Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) W (g) Transformasi
A1 200 220 20,00 4,47
A2 200 230 30,00 5,47
A3 200 240 40,00 6,32
Rata-rata 200 230,00 30,00 5,42
B1 300 316 16,00 4,00
B2 300 332 32,00 5,65
B3 300 329 29,00 5,38
Rata-rata 300 325,67 25,67 5,01
C1 400 408 8,00 2,82
C2 400 410 10,00 3,16
C3 400 420 20,00 4,47
Rata-rata 400 412,66 12,67 3,48
D1 500 520 20,00 4,47
D2 500 527 27,00 5,19
D3 500 510 10,00 3,16
Rata-rata 500 519,00 19,00 4,27
38
Lampiran 3. Analisis Ragam (ANOVA) Pertumbuhan Mutlak C. lentillifera
Sumber
keragaman JK db KT F.hitung Sig.
Perlakuan 6.310 3 2.103 2.910 0.110
Galat 5.059 8 0.723
Total 11.369 11
Keterangan: Tidak berbeda nyata hasil perlakuan pada taraf 5% (P>0,05).
Lampiran 4. Laju Pertumbuhan Spesifik Harian C. lentillifera
Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) SGR (%/hari)
A1 200 220 0,67
A2 200 230 1,00
A3 200 240 1,33
Rata-rata 200 230,00 1,00
B1 300 316 0,50
B2 300 332 1,06
B3 300 329 0,90
Rata-rata 300 325,67 0,82
C1 400 405 0,16
C2 400 410 0,33
C3 400 420 0,67
Rata-rata 400 411,67 0,39
D1 500 520 0,60
D2 500 527 0,90
D3 500 510 0,30
Rata-rata 500 519,00 0,60
39
Lampiran 5. Tabel Hasil Transformasi Data pertumbuhan Spesifik Harian C. lentillifera
Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) SGR (%/hari) Transformasi
A1 200 220 0,67 0,81
A2 200 230 1,00 1,00
A3 200 240 1,33 1,15
Rata-rata 200 230,00 1,00 0,98
B1 300 316 0,50 0,70
B2 300 332 1,06 1,02
B3 300 329 0,90 0,94
Rata-rata 300 325,67 0,82 0,88
C1 400 405 0,16 0,4
C2 400 410 0,33 0,57
C3 400 420 0,67 0,81
Rata-rata 400 411,67 0,39 0,59
D1 500 520 0,60 0,77
D2 500 527 0,90 0,94
D3 500 510 0,30 0,54
Rata-rata 500 519,00 0,60 0,75
Lampiran 6. Analisis Ragam (ANOVA) Pertumbuhan Spesifik Harian C. lentillifera
Sumber
keragaman JK db KT F.hitung Sig.
Perlakuan 0.262 3 0.087 2.509 0.133
Galat 0.279 8 0.035
Total 0.541 11
Keterangan: Tidak berbeda nyata hasil perlakuan pada taraf 5% (P>0,05).