penganggaran dengan kondisi khusus

31
PENGANGGARAN DENGAN KONDISI KHUSUS Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara, antara lain untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan untuk menjamin agar manfaat pembangunan tersebut dapat diterima semua pihak adalah melalui upaya pemberdayaan potensi SDM daerah setempat, yaitu melalui otonomi daerah. Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi, dimana kepada daerah diserahkan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Melalui desentralisasi diharapkan kemampuan pemerintah daerah untuk manajemen pembangunan menjadi lebih lincah, akurat, dan tepat. Urusan pemerintahan yang diserahkan atau didistribusikankepada daerah tersebut disertai pula dengan penyerahan atau transfer keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah.

Upload: razuki-ridwan

Post on 23-Oct-2015

574 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

SISTEM ANGGARAN DAN PERBENDAHARAAN NEGARA

TRANSCRIPT

PENGANGGARAN DENGAN KONDISI KHUSUS

Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara, antara lain untuk menciptakan

kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan untuk menjamin agar

manfaat pembangunan tersebut dapat diterima semua pihak adalah melalui upaya

pemberdayaan potensi SDM daerah setempat, yaitu melalui otonomi daerah.

Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan

desentralisasi, dimana kepada daerah diserahkan urusan, tugas dan wewenang untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Melalui

desentralisasi diharapkan kemampuan pemerintah daerah untuk manajemen

pembangunan menjadi lebih lincah, akurat, dan tepat. Urusan pemerintahan yang

diserahkan atau didistribusikankepada daerah tersebut disertai pula dengan

penyerahan atau transfer keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara

pusat dan daerah.

Salah satu bentuk hubungan keuangan pusat dan daerah adalah Dana Alokasi

Khusus (DAK), dimana dana yang bersumber dari pendapatan APBN,

dialokasikan/ditransfer kepada daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang

merupakan urusan daerah dan merupakan prioritas nasional, sehingga dapat

membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh

pemerintah daerah.

A. Desentralisasi dan Dana Alokasi Khusus (DAK)

Latar Belakang Pencanangan Program DAK Dua peraturan perundangan

tentang desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu UU No.32/2004 dan UU No.33/2004

saat ini menjadi dasar bagi penerapan struktur politik dan administrasi pemerintahan,

khususnya keuangan (fiskal) di Indonesia. UU No. 32/2004 mengatur pelimpahan

penyelenggaraan sebagian besar urusan pemerintahan menjadi kewenangan daerah,

sementara UU No.33/2004 menata kebijakan perimbangan keuangan sebagai

konsekuensi atas pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah

Daerah didanai dari dan atas beban APBD. Namun, di lain sisi kemampuan asli

sebagian besar daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya

mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD. Oleh karena itu,

kekurangannya harus

dibantu oleh Pemerintah Pusat melalui mekanisme dana perimbangan yang terdiri dari

DBH, DAU, dan DAK yang satu sama lain saling mengisi dan melengkapi. Kajian

berikut

akan mendeskripsikan bagaimana penganggaran, penyaluran, pemanfaatan, dan

pertanggungjawaban Dana Alokasi Khusus.

Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan

Daerah, yang menyebutkan bahwa:

“Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBNyang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerahdan sesuai

dengan prioritas nasional.”

Pasal 162 UU No.32/2004 menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN

untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk (1) membiayai

kegiatan KHUSUS yang ditentukan Pemerintah Pusatatas dasar prioritas nasional dan

(2) membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerahtertentu.

Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak

dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan

yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Berdasarkan ketentuan Pasal 162

Ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengamanatkan agar DAK ini diatur lebih

lanjut dalam bentuk PP, Pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 55 Tahun 2005

tentang Dana Perimbangan.

Pelaksanaan DAK sendiri diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan,

pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan

masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik

penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal. Sebagai contoh, penggunaan DAK

bidang pendidikan meliputi:

1. Rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas,

2. Pengadaan/rehabilitasi sumber dan sanitasi air bersih serta kamar mandi dan WC,

3. Pengadaan/perbaikan meubelair ruang kelas dan lemari perpustakaan,

4. Pembangunan/rehabilitasi rumah dinas penjaga/guru/kepala sekolah, dan

5. Peningkatan mutu sekolah dengan pembangunan/penyediaan sarana dan prasarana

perpustakaan serta fasilitas pendidikan lainnya di sekolah.

DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan

kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas seperti pelaksanaan

penyusunan rencana dan program, pelaksanaan tender pengadaan kegiatan fisik,

kegiatan penelitian dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan fisik, kegiatan

perjalanan pegawai daerah dan kegiatan umum lainnya yang sejenis.

Untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawabnya, daerah penerima wajib

mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari jumlah

DAK yang diterimanya. Untuk daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak

diwajibkan menyediakan dana pendamping yakni daerah yang selisih antara

Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya samadengan nol atau negatif.

Namun, dalam pelaksanaannya tidak ada daerah penerima DAK yang

mempunyaiselisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama

dengan nol atau negatif.

Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa latar belakang

pencanangan program DAK disebabkan adanya kebutuhan untuk membiayai kegiatan

khusus, yang merupakan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum

dengan menggunakan rumusan DAU. Dilain sisi, kemampuan asli sebagian besar

daerah yang tercermin dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya mampu

mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai APBD.

Unsur-unsur DAK dapat disimpulkan sebagai berikut:

Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN;

Dialokasikan kepada daerah tertentu;

Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah;

Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas

nasional/fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN;

DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah tertentu;

DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat dengan

umur ekonomis yang panjang.

2. Kebijakan Dana Alokasi Khusus

Kebijakan DAK dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu (i) penetapan

program dan kegiatan, (ii) penghitungan alokasiDAK, (iii) arah kegiatan dan

penggunaan DAK, dan (iv) administrasi pengelolaan DAK

a) Penetapan Program dan Kegiatan

Pasal 52 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan bahwa

program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah

(RKP) tahun anggaran bersangkutan. Sementara itu, menteri teknis mengusulkan

kegiatan khusus yang akan di danai dari DAK dan ditetapkan setelah berkoordinasi

dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Perencanaan

Pembangunan Nasional, sesuai dengan RKP. Selanjutnya, menteri teknis

menyampaikan ketetapan mengenai kegiatan khusus tersebut kepada Menteri

Keuangan, yang akan dipergunakan oleh Menteri Keuangan untuk melakukan

perhitungan alokasi DAK. Mekanisme Penetapan Program dan Kegiatan.

b) Penghitungan Alokasi DAK

Pasal 54 PP Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK

dilakukan melalui 2 tahap, yaitu:

1) penentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan

2) penentuan besaran aloksi DAK masing-masing daerah.

Adapun penentuan daerah tertentu tersebut harus memenuhi kriteria umum,

kriteria khusus, dan kriteria teknis. Sedangkan besaran alokasi untuk masing-masing

daerah ditentukan dengan perhitungan indeksberdasarkan kriteria umum, kriteria

khusus, dan kriteria teknis. Penentuan masing-masing kriteria sebagai berikut:

Kriteria Umum

Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang

tercermin dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil

Daerah (Pasal 55 PP No. 55/2005). Dalam bentuk formula, kriteria umum tersebut

dapat ditunjukkan pada beberapa persamaan di bawah ini:

Kemampuan Keuangan Daerah = Penerimaan Umum APBD – Belanja

Pegawai Daerah

Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH – DBHDR)

Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD

Keterangan:

PAD = Pendapatan Asli Daerah

APBD = Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

DAU = Dana Alokasi Umum

DBH = Dana Bagi Hasil

DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi

PNSD = Pegawai Negeri Sipil Daerah

Untuk menjaga peruntukan DAK agar tepat sasaran, maka alokasi DAK

ditentukan dengan melihat keberadaan dana lainnya di daerah yang bersangkutan,

seperti DBH, dan DAU.

Kriteria Khusus

Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-

undangan yang mengatur otonomi khusus dan karakteristik daerah. Untuk perhitungan

alokasi DAK, kriteria khusus yang digunakan yaitu:

a) Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan

daerah tertinggal/terpencil.

b) Karakteristik daerah yang meliputi: daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah

perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah yang masuk

dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata.

Dari hal ini, seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Papua Barat, dan

daerah tertinggal/terpencil diprioritaskan untuk mendapatkan alokasi DAK. Sementara

itu, untuk perhitungan alokasi DAK Provinsi digunakan kriteria khusus yang perhitungan

alokasi DAK kabupaten/kota sebagaimana pada huruf b di atas.

Kriteria Teknis

Kriteria Teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat

menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, dan tingkat kinerja pelayanan

masyarakat serta pencapaian teknis pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Kriteria

teknis kegiatan DAK dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis terkait, yakni:

Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan;

Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan;

Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum dan

Senitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum;

Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam Negeri;

Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan

Perikanan;

Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian;

Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup;

Bidang Keluarga Berencana dirumuskanoleh Kepala Badan Koordinator

Keluarga Berencana Nasional;

Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan;

Bidang Sarana dan Prasaranan Pedesaandirumuskan oleh Menteri Negara

Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan

Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan.

c) Arah dan Penggunaan DAK

Kami mengambil contok Arah Kebijakan DAK Tahun 2012, yaitu:

1. Mendukung pencapaian prioritas nasional, termasuk program-program prioritas

nasional yang bersifat lintas sektor/kewilayahan sesuai dengan kerangka

pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) dan

penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting);

2. membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah

dalam membiayai pelayanan publik dalam rangka pemerataan pelayanan dasar

dan mendorong pencapaian standar Pelayanan Minimal (sPM).

3. meningkatkan kualitas perhitungan alokasi DAK, serta mempercepat

penyusunan petunjuk teknis penggunaan DAK yang ditujukan untuk mendorong

penyusunan APBD yang efektif, efisien, dan tepat waktu.

4. meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK secara utuh dan terpadu di pusat dan

daerah sehingga terwujud sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan lain yang

didanai dari sumber-sumber pendanaan lainnya.

5. meningkatkan penyediaan data-data teknis yang akurat sebagai basis kebijakan

kementerian dan lembaga dalam rangka meningkatkan keserasian dan

menghindari duplikasi kegiatan antar Bidang DAK.

6. mendorong penggunaan kinerja pelaporan sebagai salah satu pertimbangan

dalam penyusunan kriteria pengalokasian DAK.

DAK Tahun 2012 digunakan untuk mendanai kegiatan di 19 bidang, yaitu: (1)

Pendidikan; (2) Kesehatan; (3) Infrastruktur Jalan; (4) Infrastruktur Irigasi; (5)

Infrastruktur Air Minum; (6) Infrastruktur sanitasi; (7) Prasarana Pemerintahan Daerah;

(8) Kelautan dan Perikanan; (9) Pertanian; (10) lingkungan Hidup; (11) Keluarga

Berencana; (12) Kehutanan; (13) sarana Perdagangan; (14) sarana dan Prasarana

daerah tertinggal; (15) listrik Perdesaan; (16) Perumahan dan Kawasan Permukiman;

(17) Keselamatan Transportasi Darat; (18) Transportasi Perdesaan; serta (19) sarana

dan Prasarana Kawasan Perbatasan.

d) Administrasi Pengelolaan DAK

1. Dana Pendamping

untuk menyatakan komitmen dan tanggung jawab daerah dalam pelaksanaan

program yang didanai DAK, daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana

Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari nilai DAK yang

diterimanya untuk mendanai kegiatan fisik. Dana Pendamping tersebut wajib

dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan. Jika daerah tidak menganggarkan

Dana Pendamping, pencairan DAK tidak dapat dilakukan. Dana Pendamping juga

dicantumkan dalam Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA-sKPD) atau dokumen

pelaksana anggaran sejenis lainnya.untuk daerah dengan kemampuan keuangan

tertentu, yaitu selisih antara penerimaan umum APBD dan Belanja Pegawainya sama

dengan 0 (nol) atau negatif maka tidak diwajibkan menganggarkan Dana Pendamping.

2. Penganggaran

untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan yang dapat dibiayai dari DAK, Menteri

Teknis menetapkan Petunjuk Teknis pelaksanaan kegiatan DAK untuk masing-masing

bidang. selanjutnya, pelaksanaan kegiatan didanai DAK harus selesai paling lambat 31

Desember tahun anggaran berjalan dan hasil dari kegiatan yang didanai DAK harus

sudah dapat dimanfaatkan pada akhir tahun anggaran tesebut.sesuai dengan PMK

Nomor 216/PMK.07/2010 diatur bahwa daerah wajib menyampaikan rencana

penggunaan DAK kepada Menteri/Kepala Badan terkait dengan tembusan Menteri

Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan, yang memuat pilihan kegiatan, volume

dan besaran, serta dana pendamping.

sementara itu, berdasarkan PMK No. 6/PMK.07/2012 tentang Pelaksanaan dan

Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah Pasal 29, daerah penerima DAK dapat

melakukan optimalisasi penggunaan DAK dengan merencanakan dan menganggarkan

kembali kegiatan DAK dalam APBD Perubahan tahun berjalan apabila akumulasi nilai

kontrak pada suatu bidang DAK lebih kecil dari pagu bidang DAK tersebut. optimalisasi

penggunaan DAK tersebut dilakukan untuk kegiatan-kegiatan pada bidang DAK yang

sama dan sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan. Dalam hal terdapat sisa DAK

pada kas daerah saat tahun anggaran berakhir, daerah dapat menggunakan sisa DAK

tersebut untuk mendanai kegiatan DAK pada bidang yang sama tahun anggaran

berikutnya sesuai dengan petunjuk teknis tahun anggaran sebelumnya dan/atau tahun

berjalan. sisa DAK tidak dapat digunakan untuk dana pendamping DAK.

3. Pemantauan dan Pengawasan

Pemantauan dan pengawasan dari kegiatan yang dibiayai melalui Dana Alokasi

Khusus ini melibatkan tiga hal penting, yaitu pemantauan teknis, pelaksanaan kegiatan

dan administrasi keuangan serta penilaian terhadap manfaat kegiatan yang dibiayai

oleh DAK tersebut. Menteri Teknis melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap

pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK sesuai dengan

kewenangan masing-masing.Pengawasan fungsional/pemeriksaan pelaksanaan

kegiatan dan administrasi keuangan DAK dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa

Keuangan dan/atau aparat pengawasan intern pemerintah daerah. Apabila dalam

pemeriksaan tersebut terdapat penyimpangan dan/atau penyalahgunaan, BPK dan/atau

aparat pengawas intern pemerintah daerah menindaklanjutinya sesuai dengan

peraturan perundang- undangan yang berlaku. Daerah sendiri melalui tim koordinasi

melakukan evaluasi terhadap manfaat pelaksanaan DAK yang melibatkan pihak terkait

setempat. sementara itu, untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan DAK di daerah

dalam kaitannya dengan penyempurnaan kebijakan DAK, telah diterbitkan surat Edaran

Bersama (sEB) Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Nomor 0239/M.PPN/11/2008, sE

1722/MK.07/2008, 900/3556/sJ Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis

Pelaksanaan Dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK). sEB dimaksud

lebih banyak mengatur tata hubungan dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi

DAK yang dilaksanakan antar tingkat pemerintahan.

D. Pelaporan

Daerah menyampaikan laporan triwulanan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan

dan penggunaan DAK kepada Menteri/Kepala Badan terkait dengan tembusan Menteri

Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan, meliputi gambaran, rencana kegiatan,

sasaran, hasil yang telah dicapai, hambatan, serta jumlah realisasi dana.selanjutnya,

Menteri Teknis menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK pada akhir tahun

anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pembangunan

Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam Negeri

2.3.4. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian

Dana otonomi Khusus (Dana otsus) adalah dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang diberikan kepada daerah yang telah ditetapkan Kebijakan

Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai daerah otonomi khusus berdasarkan

undang-undang otonomi khusus. Ada dua undang-undang yang mengatur otonomi

Khusus, yaitu uuNo. 21/2001 tentang otonomi Khusus Papua (jo) uuNo. 35/2008 dan

uuNo. 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Alokasi Dana otsus bagi Provinsi Papua

dan Provinsi Papua Barat besarnya adalah 2% dari Pagu DAU Nasional, dengan

pembagian 70% untuk Provinsi Papua dan 30% untuk Provinsi Papua Barat. selain

dana otsus, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat juga mendapatkan alokasi

alokasi Dana Tambahan Infrastruktur yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan

keuangan negara dan tambahan porsi DBH sDA Minyak Bumi dan DBH sDA gas Bumi

masing-masing sebesar 55% dan 40% dari PNBP sDA Minyak bumi dan gas Bumi yang

berasal dari wilayah provinsi yang bersangkutan.

Dana otonomi Khusus Provinsi Aceh berlaku untuk jangka waktu 20 tahun sejak

2008, yang alokasinya dibedakan menjadi dua, yakni : (i) untuk tahun pertama s.d

tahun ke lima belas, besarnya setara dengan 2% plafon DAU Nasional, dan (ii) untuk

tahun keenam belas s.d tahun kedua puluh, besarnya setara dengan 1% plafon

DAuNasional. sedangkan tambahan porsi DBH sDA Migas dalam rangka otsus

besarnya sama dengan untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yakni masing-

masing sebesar 55% dan 40% dari PNBP sDA Minyak bumi dan gas Bumi yang berasal

dari wilayah provinsi yang bersangkutan.

Dana Penyesuaian dialokasikan dari pendapatan APBN untuk mendukung

pelaksanaan bidang pendidikan dan bidang lainnya yang menjadi prioritas nasional di

daerah. Alokasi dana penyesuaian yang terkait dengan bidang pendidikan adalah:

1. Dana Tunjangan Profesi guru PNSD; dialokasikan untuk memberikan tunjangan

profesi kepada daerah guru PNsdi daerah. Alokasi dana Hubungan Keuangan Pusat

dan Daerah tersebut dihitung berdasarkan jumlah guru PNSD yang telah memiliki

sertifikasi profesi dan besarnya gaji pokok guru yang bersangkutan sesuai dengan

jenjang kepangkatan dan golongan.

2. Dana Tunjangan Tambahan Penghasilan guru PNsD; dialokasikan untuk

memberikan tambahan penghasilan kepada daerah guru PNsdi daerah yang belum

memiliki sertifikasi profesi. Alokasi dana tersebut dihitung berdasarkan jumlah guru

PNsD yang belum memiliki sertifikasi profesi dan besarnya tambahan penghasilan yang

ditetapkan, yakni sebesar Rp250 ribu per guru per bulan tanpa memperhatikan jenjang

kepangkatan dan golongan.

3. Dana Bantuan operasional sekolah (Bos); dialokasikan terutama untuk mendanai

kebutuhan biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana

program wajib belajar dan dapat dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain

sesuai petunjuk teknis yang ditetapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dana

Bosdialokasikan berdasarkan jumlah siswa sekolah dasar dan sekolah menengah

pertama dan penetapan besarnya tarif bantuan per siswa per tahun.

4. Dana Insentif Daerah (DID); dialokasikan kepada beberapa daerah sebagai insentif

atas prestasi yang dicapai dalam kinerja pengelolaan keuangan, pendidikan, ekonomi

dan kesejahteraan. Alokasi DID bertujuan untuk mendorong daerah agar selalu

berupaya mengelola keuangannya secara lebih baik yang ditunjukkan dari perolehan

opini Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan

dapat menetapkan APBD secara tepat waktu. Daerah yang menerima DID dapat

menggunakan dana tersebut untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang

menjadi tanggungjawab pemerintah daerah.

Dekonsentrasi (Dekon) & Tugas

PEmbantuan (TP)

Definisi :

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai Wakil

Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur

sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka

pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat

di daerah.

Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari

pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten,

atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan

mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

Dana Tugas Pembantuan (TP) adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh

daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan

tugas pembantuan. 

 

Dasar Hukum :

1. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah.

3. PP No. 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.

4. PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga.

5. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

6. PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

 

Penyelenggaraan Dekonsentrasi meliputi :

1. 6 (enam) urusan pemerintahan yang bersifat mutlak yaitu: Politik Luar Negeri,

Pertahanan, kemanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal, serta agama, yang dilimpahkan

kepada instansi vertikal di daerah (Kanwil/Kandep). 

2. Di luar 6 urusan pemerintahan yang bersifat mutlak yang dilimpahkan kepada instansi

vertikal tertentu di daerah (LPND).

3. Urusan pemerintahan (di luar poin  a dan b) di atas dilimpahkan kepada Gubernur selaku

wakil Pemerintah.

4. Pendanaan Dekonsentrasi yang diatur dalam PP No. 7/2008 hanya terkait dengan

pelimpahan urusan kepada Gubernur;

5. Urusan Pemerintahan yang akan dilimpahkan tertuang dalam program dan

kegiatanmelalui Renja-KL;

6. Dasar hukum pelimpahan urusan dituangkan dalam Peraturan Menteri/ Pimpinan

Lembagasetiap tahun setelah ditetapkannya RKA-KL;

7. Pelimpahan urusan dari K/L kepada Gubernur tidak boleh dilimpahkan lagioleh Gubernur

kepada Bupati/Walikota;

8. Urusan pemerintahan yang dilimpahkan dapat dilakukan penarikan.

 

Penyelenggaraan TP meliputi :

TP dari Pemerintah Pusat kepada Kepala Daerah dan Desa (APBN)

TP dari Provinsi kepada Kabupaten/ Kota dan Desa (APBD)

TP dari Kabupaten/ Kota ke Desa (APBD)

1. Urusan Pemerintahan yang ditugaskan dari Pemerintah tertuang dalam program dan

kegiatan K/L;

2. Urusan Pemerintahan yang ditugaskan dari Provinsi/Kabupaten/Kota tertuang dalam

program dan kegiatan SKPD

3. Penugasan urusan dari K/L kepada Gubernur tidak boleh ditugaskan lagi kepada Bupati/

Walikota;

4. Penugasan urusan dari K/ L kepada Bupati/ Walikota tidak boleh ditugaskan lagi kepada

Kepala Desa;

5. Dasar hukum penugasan urusan dituangkan dalam Peraturan Menteri/ Pimpinan Lembaga

setiap tahun setelah ditetapkannya RKA- KL;

6. Penyelenggaraan TP dari Pemerintah kepada Desa dilakukan dengan persetujuan

Presiden

7. Urusan pemerintahan yang ditugaskan dapat dihentikan.

 

Pengalokasian Dekon

Rencana lokasi dan anggaran untuk program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan

dan/atau ditugaskan disusun dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, 

Keseimbangan  pendanaan di daerah dan kebutuhan pembangunan di daerah.m Kemampuan

keuangan negara  :

Pengalokasian disesuaikan dengan kemampuan APBN dalam mendanai urusan pemerintah pusat

melalui bagian anggaran K/L

Keseimbangan pendanaan di daerah  :

Pengalokasian mempertimbangkan kemampuan fiskal daerah yang terdiri dari besarnya transfer

ke daerah dan kemampuan keuangan daerah

Kebutuhan pembangunan daerah :

Pengalokasian disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional dan prioritas pembangunan

daerah 

Penyaluran :

1. Penyaluran Dana Dekon/TP dilakukan melalui Rekening Kas Umum Negara.

2. DIPA yang telah disahkan disampaikan kepada SKPD penerima dana Dekon/TP sebagai

dasar dalam penerbitan SPM

3. Penerbitan SPM oleh SKPD selaku KPAdidasarkan pada alokasi dana yang tersedia

dalam DIPA

4. Kepala SKPD penerimaDana Dekon/TPmenerbitkan dan menyampaikan SPM kepada

KPPN

5. Setelah menerima SPM dari SKPD, KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah

Pencairan Dana (SP2D)

6. Penerimaan sebagai akibat pelaksanaan Dekon/TP merupakan penerimaan negara dan

wajib disetor ke Rekening Kas Umum Negara.

7. Dalam hal pelaksanaan Dekon/TP terdapat saldo kaspada akhir tahun anggaran harus

disetor ke Rekening Kas Umum Negara.

8. Proses pencairan dan penyaluran dana Dekon/TP berpedoman pada Peraturan Dirjen

Perbendaharaan yang mengatur mengenai mekanisme pembayaran atas beban APBN

 

PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN DEKONSENTRASI/TP

Aspek Manajerial

1. Perkembangan realisasi penyerapan dana

2. Pencapaian target keluaran

3. Kendala yang dihadapi

4. Saran tindak lanjut

 

Aspek Akuntabilitas

1. Laporan Realisasi Anggaran

2. Neraca

3. Catatan Atas Laporan Keuangan

4. Laporan Barang

 

PELAPORAN KEUANGAN TAHUNAN DEKON/TP

1. Menteri/pimpinan lembagamenyampaikan laporan keuangan setiap berakhirnya tahun

anggaran kepada Presiden melalui Menkeu;

2. Kepala Daerah melampirkanlaporan keuangan tahunan Dekon/TP dalam Laporan

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD;

3. Laporan keuangan tahunan Dekon/TP tersebut bukan merupakan satu kesatuan dari

LPJ-APBD, sehingga mekanisme penyampaiannya ke DPRD dapat dilakukansecara

bersama-sama atau terpisah.  

PENATAUSAHAAN DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN

1. Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Dekon dilakukan secara terpisah dari

penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan dan Desentralisasi;

2. Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan secara

terpisah dari penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan Dekon dan Desentralisasi;

 

PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA HASIL PELAKSANAAN DEKON/TP

1. Semua barang yang diperoleh dari pelaksanaan Dana Dekon/TP merupakan barang

milik Negara dan dapat dihibahkan kepada daerah.

2. SKPD Prov/Kab/Kota wajib melakukan penatausahaan barang milik negara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Dalam hal barang sudah dihibahkan, penatausahaan, penggunaan dan pemanfaatannya

dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai barang milik daerah.

 

Ditjen Bina Bangda mengelola 2 bidang TP dan 5 bidang dekonsentrasi :

1. TP SARPRASPEM

2. TP PENATAAN LAHAN KRITIS

3. DEKON SIPD

4. DEKON PELAPORAN DAK

5. DEKON PESISIR

6. DEKON LAHAN KRITIS

7. DEKON PTSP