penerbit polgov

80

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penerbit PolGov
Page 2: Penerbit PolGov
Page 3: Penerbit PolGov

3Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Kata PengantarPenerbit PolGov merupakan satu divisi dari Knowledge Center di bawah naungan Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan (Jurusan Politik dan Pemerintahan) Fisipol UGM. Sesuai lembaga payung kami, kami berfokus pada tema-tema terkait dengan ilmu politik dan ilmu pemerintahan yang terbagi dalam lima kluster, yakni: 1) tata kelola perbatasan, 2) tata kelola pemilu, 3) tata kelola industri ekstraktif, 4) politik desentralisasi, 5) kekuasaan, kesejahteraan, dan demokrasi.

Kami menghadirkan hasil-hasil penelitian terpilih dari para civitas academica jurusan ini -baik mahasiswa, dosen, mapupun para peneliti yang tergabung dalam lembaga riset PolGov. Terbitan kami hadir dalam bentuk buku dan monograf.

Kami juga menerbitkan jurnal ilmiah PCD yang menyajikan hasil-hasil kajian para ahli khusus dalam tema Power, Conflict, and Democracy. Sebagai sebuah jurnal internasional, PCD hadir dalam bahasa inggris.

Selain sebagai handout perkuliahan, terbitan-terbitan kami juga dikemas sebagai bahan rujukan para peneliti khususnya dalam bidang ilmu politik dan pemerintahan. Selain itu, terbitan kami juga cocok bagi masyarakat umum yang tertarik pada pergerakan politik, khususnya di Indonesia dan Asia Tenggara.

Penerbit PolGovRuang 403 Lt. 4 Gedung BA Fisipol UGM

Jl. Sosio Yustisia, Bulaksumur, Yogyakarta, 55281Kontak Kami:

Mahesti (+62 811 2515 863)Surel: [email protected] | [email protected]

Fanpage: Departemen Politik dan Pemerintahanpolgov.fisipol.ugm.ac.id

Page 4: Penerbit PolGov

Daftar Isi

Kata PengantarDaftar Isi

StateCivil SocietyIntermediary

DemocracyBuku Populer, Jurnal, Monograf

Paket Buku

0506073353627379

Page 5: Penerbit PolGov

State

A nation which expect to be ignorant and free, in a state of civilization, expects that which never was and never will be

- Thomas Jefferson

Page 6: Penerbit PolGov

6

//State

Kompleksitas Persoalan

Otonomi Daerah di Indonesia

• Editor: Abdul Gaffar Karim (ed.). • Halaman/Tahun: 402 hlm+xxxv (2003)• Penerbit: Pustaka Pelajar, bekerja

sama dengan Jurusan Ilmu Pemerin-tahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM

• Harga: Rp ,- (Habis)

Seluruh isi buku ini didedikasikan untuk menyoroti pasang-surut politik yang kadang-kadang bekerja dalam logika

yang sangat kompleks dan spesifik. Sama dengan pengalaman-pengalaman sejarah sebelumnya, politik seperti ini merupakan bentuk eksperimen Indonesia dalam proses konsolidasi menuju sebuah negara-bangsa modern. Mungkin bisa juga kita pahami, proses ini merupakan proses pencarian jati diri bangsa Indonesia. Tentu saja dengan harapan, bangsa ini segera belajar bahwa setiap permasalahan yang sering dihadapinya seringkali harus menemukan solusi di tingkat lokal. Eksperimen yang selama ini berjalan senantiasa menjadikan Jakarta sebagai ruang pencarian solusi bagi segala persoalan, dalam selama itu pulalah kita senantiasa gagal menemukan solusi yang utuh dan komprehensif. Kalau untuk seluruh semangat tulisan dalam buku ini perlu dirumuskan sebuah kalimat yang sederhana, frase ini mungkin mewakili: all politics is local.

Page 7: Penerbit PolGov

7Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Menembus Ortodoksi Kajian Kebijakan Publik

• Pengarang: Purwo Santoso, Hasrul Hanif, Rachmad Gustomy

• Editor: Purwo Santoso, Hasrul Hanif, Rachmad Gustomy (eds.)

• Halaman/Tahun: (2004)• Penerbit: Seri Kajian Sosial-Politik

Kontemporer Fisipol UGM• Harga: Rp ,- (Habis)

Bila kajian kebijakan publik mengacu pada konstruksi pikir yang khas dipakai terus menerus, maka hal

itu akan menjadi suatu ortodoksi. Hal ini tercermin nyata dalam kajian kebijakan publik negeri ini. Dalam kurun waktu yang begitu panjang, kajian kebijakan pada umumnya menggunakan konstruksi berpikir pejabat negara. Lalu, bagaimana “sosok” kebijakan publik kalau dikonstruksi ulang dari benak para “korban” kebijakan? Seperti apakah dinamika kebijakan publik yang bisa diungkap kalau pengkaji kebijakan tidak mengenakan lensa negara atau penguasa? Serangkaian argumen pada berbagai tulisan dalam buku ini hendak menjawab pertanyaan pelik tersebut dengan mengedepankan dua pertaruhan. Di satu sisi, ada keinginan untuk semakin memapankan kecenderungan ortodoksi dalam kajian kebijakan publik. Di sisi lain, muncul “kenakalan-kenakalan analisis” untuk menembus ortodoksi. Buku ini berusaha untuk memetakan derajat kenakalan analisis secara berbeda.

Page 8: Penerbit PolGov

8

//State

Kekuasaan Elit: Suatu Bahasan

Pengantar• Pengarang: Haryanto• Halaman/Tahun: 189 hlm+xii (2005)• Penerbit: Program Pascasarjana (S2)

Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM

• Harga: Rp ,- (Habis)

Dalam khazanah ilmu politik dikenal beberapa model yang membahas perihal distribusi kekuasaan di

masyarakat. Model-model tersebut menawarkan pandangan yang berlainan tentang sebaran kekuasaan di masyarakat. Adakah model elitis yang menyodorkan gagasan bahwa kekuasaan terdistribusi secara tidak merata yang pada gilirannya memunculkan kelompok elit dan kelompok massa. Tawaran yang berbeda datang dari model pluralis yang menyatakan bahwa kekuasaan tidak terbagi secara tidak merata sebagaimana dinyatakan model elitis, tetapi kekuasaan terdistribusi di antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat Sementara itu, model populis memandang kekuasaan dengan mendasarkan pada asumsi bahwa setiap individu yang ada di masyarakat mempunyai hak dan harus terlibat dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan; dan karena itu, kekuasaan harus didistribusikan kepada setiap individu tanpa terkecuali.

Page 9: Penerbit PolGov

9Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Involusi Politik: Esai-esai

Transisi Indonesia

• Pengarang: Cornelis Lay• Editor: Umi Lestari, Novadona Bayo• Halaman/Tahun: 303 hlm+xiii (2006)• Penerbit: Program S2 Politik Lokal dan

Otonomi Daerah UGM (PLOD)• Harga: Rp 50.000,- (Tersedia)

Buku ini adalah buku tentang keterjebakan, keterpenjaraan, tentang involusi Indonesia dalam tahun-

tahun pertama Reformasi. Pada fase inilah penulis buku ini, Cornelis Lay, teringat pada penggambaran Geertz yang suram mengenai petani Jawa dan Bali yang terjebak dalam involusi tanpa berkesudahan. Pengalaman tahun-tahun awal transisi kita mengungkapkan, lebih luas dari yang digambarkan Geertz, Indonesia sedang menghadapi involusi di sembarang sektor dan di sembarang ruang di republik ini. Dan hasilnya pun sangat nyata, “kemiskinan” dan “distribusi kemiskinan” di berbagai sektor. Di ranah politik, ia menjadi kemiskinan politik. Namun, apakah keterjebakan ini akan berlangsung terus selamanya? Buku ini akan menggiring pembaca untuk berefleksi lebih dalam menyelami involusi politik melalui esai-esainya dengan bahasa tajam dan bernas.

Page 10: Penerbit PolGov

10

//State

Kaukus Parlemen

Bersih: Media Pembelajaran

Parlemen Lokal• Pengarang: Abdur Rozaki, Dati

Fatimah, Purwo Santoso, Sutoro Eko• Halaman/Tahun: 173 hlm+vii (2006)• Penerbit: Konsorsium Kaukus

Parlemen Bersih DIY -Program S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM -Center for Policy Studies -Rifka Annisa -Lembaga Penelitian dan Pengembangan Aisyiyah”

• Harga: Rp 40.000,- (Tersedia)

Konsorsium Kaukus Parlemen Bersih DIY adalah gabungan masyarakat sipil di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta yang sedang melakukan advokasi untuk menekan korupsi. Dengan menyadari pentingnya parlemen sebagai garda depan pemberantasan korupsi, konsorsium ini mengajak anggota-anggota DPRD di DIY untuk menjadi bagian inti dari gerakan membangun parlemen bersih. Untuk menciptakan lembaga negara yang kuat dengan karakter kinerja yang handal, khususnya institusi parlemen, diperlukan sebuah inovasi baru untuk mematangkan kapasitas kelembagaannya. Kaukus parlemen adalah bentuk networking governance, yang mampu menjadi alternatif penguatan kelembagaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kaukus parlemen, sebagaimana terekam dalam buku ini, adalah sebuah model pelembagaan yang mampu memanfaatkan jaringan dalam upaya penguatan lembaga parlemen.

Page 11: Penerbit PolGov

11Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Perjuangan Menuju Puncak

• Pengarang: Cornelis Lay, Purwo Santoso (ed.)

• Editor: Drs. Cornelis Lay & Dr. Purwo Santoso, M.A.

• Halaman/Tahun:147 hlm+xiv (2006)• Penerbit: Program S2 Politik Lokal dan

Otonomi Daerah UGM (UGM) dengan Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya

• Harga: Rp 40.000,- (Tersedia)

Kajian ini merupakan telaah akademis terhadap gagasan untuk mendirikan pemerintahan daerah baru, yakni

pemerintahan Kabupaten Puncak sebagai pemekaran dari Kabupaten Puncak Jaya, Provinsi Papua. Isu pemekaran daerah sedang banyak diperbincangkan di banyak kalangan dan Papua adalah daerah paradoksal: kaya akan sumber daya alam, tetapi masyarakatnya rata-rata hidup miskin. Pengalaman tersebut memastikan bahwa pembentukan pemerintahan daerah baru menghadapi masalah dari berbagai bidang. Dalam bidang pemerintahan, persoalan tersebut di antaranya keterbatasan sumberdaya aparatur, sumberdaya fiskal, infrastruktur fisik pendukung proses pemerintahan, dan keterbatasan pengalaman lembaga dalam menjalankan fungsi pemerintahan yang sangat terbatas serta ketiadaan kebijakan daerah. Dalam bidang ekonomi, masalah-masalah seperti kelangkaan, distribusi, dan keuangan (lembaga keuangan bank dan non-bank), dan

keterbatasan infrastuktur pendukung pembangunan ekonomi—transportasi, komunikasi, dan relasi dengan pelaku ekonomi dari luar, serta persoalan lainnya, kesemuanya dikupas dengan mendalam pada kajian ini.

Page 12: Penerbit PolGov

12

//State

Revitalisasi Peran Ninik

Mamak• Pengarang: Betty Sumarty• Editor: Nur Azizah• Halaman/Tahun: 132 hlm+xx (2007)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 35.000,- (Tersedia)

Sebuah nagari akan maju bila semua unsur dalam negeri ini bisa bersatu, terutama ninik mamak sebagai

pemimpin bagi anak kemenakan dalam sebuah nagari. Bila hanya mengandaikan wali nagari beserta aparat nagari semata dalam menggerakkan pembangunan di nagara, tentu hal ini adalah pekerjaan yang sulit. Realitanya, selama pemerintahan desa diberlakukan, hubungan ninik mamak dengan kepala desa saling bertentangan: mereka masing-masing merasa berkuasa dan tidak saling bekerja sama, karena pada dasarnya sistem pemerintahan desa tidak mengenal pembagian kekuasaan, semua kekuasaan menumpuk di tangan kepala desa. Antara ninik mamak sebagai pemimpin informal dan kepala desa sebagai pemimpin formal berjalan sendiri-sendiri. Persandingan ninik mamak dengan pemerintahan nagari akan membawa warna baru dalam format pengaturan pemerintahan daerah. Meski telah mengalamai pergeseran nilai karena telah mengalami pasang surut pengaruh dalam

masyarakat, ninik mamak tetap merupakan pemimpin yang akan dipatuhi dan disegani anak kemenakan selagi dia tidak menyimpang dari tugasnya sebagai seorang penghulu, contoh panutan yang bisa ditiru anak nagari.

Page 13: Penerbit PolGov

13Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Membangun NKRI dari Bumi Tambun Bungai

Kalimantan Tengah

• Pengarang: AAGN Ari Dwipayana, Arie Ruhyanto, Bambang Purwoko, Bayu Dardias Kurniadi, Cornelis Lay, Haryanto, Nanang Indra Kurniawan, Pratikno, Purwo Santoso, Ratnawati, Wawan Mas’udi

• Editor: Cornelis Lay• Halaman/Tahun: 230 hlm+xx (2007)• Penerbit: -• Harga: Rp ,- (Habis)

Kalimantan Tengah memiliki kawasan hutan terluas ketiga di Indonesia. Sumber dan cadangan batubara

dan gas alam masih tersimpan dalam jumlah masif dalam perut bumi Tambun Bungai. Kesemuanya adalah modal sangat berharga untuk mewujudkan mimpi-mimpi para pendiri provinsi ini. Oleh gubernur-wagub Kalimantan Tengah periode 2005-2010, Teras-Narang, buku ini diberi label “Membangun NKRI dari Bumi Tambun Bungai Kalimatan Tengah”. Sebuah label yang dipakai untuk menggantikan judul sebelumnya “50 Tahun Kalteng: Merubut Masa Depan”; sebuah label yang ingin mempertegas pilihan ideologis gubernur Teras Narang mengenai tanggung-jawab nasional daerah dalam kerangka ke-Indonesia-an. Secara eklektik, buku ini memungut penggalan-penggalan penting perjalanan Kalimantan Tengah, menapis isu-isu strategis, dan mengevaluasi kebijakan paling strategis dengan tujuan yang sangat sederhana: mengajak rakyat dan pemimpin Kalimantan Tengah berefleksi bersama

untuk menilai apakah perjalanan yang ditempuh hingga saat ini masih berada di jalan setapak yang telah dirintis para pendiri provinsi? Dan apakah pemimpin dan rakyat Kalimantan Tengah telah menata langkah yang kuat untuk merebut masa depan?

Page 14: Penerbit PolGov

14

//State

UU No. 10 Tahun Tentang Pemilu:

Anggota DPR, DPD, DPRD

• Pengantar: Pratikno• Halaman/Tahun: 201 hlm+xii (2008)• Penerbit: Program S2 Politik Lokal dan

Otonomi Daerah UGM• Harga: Rp ,- (Habis)

Buku ini menjelaskan beberapa perubahan pokok tentang penyelenggaraan Pemilihan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perubahan pokok ini berkaitan dengan penguatan persyaratan peserta pemilu, sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka terbatas; dan penetapan calon terpilih, serta penyelesaian sengketa pemilu. Perubahan-perubahan ini dilakukan untuk memperkuat lembaga perwakilan rakyat melalui langkah mewujudkan sistem multipartai sederhana yang selanjutnya akan menguatkan pula sistem pemerintahan presidensiil sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 15: Penerbit PolGov

15Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Globalisasi dan Negara

Kesejahteraan: Perspektif

Institusionalisme• Pengarang: Nanang Indra Kurniawan• Halaman/Tahun: 184 hlm+viii (2009)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 45.000,- (Tersedia)

Buku ini mendiskusikan salah satu isu penting dalam kajian ilmu politik, yaitu perubahan institusional. Lebih

mengerucut lagi, buku ini berbicara tentang peran faktor lingkungan, dalam hal ini globalisasi, terhadap perubahan institusi negara kesejahteraan. Dalam banyak kajian yang dilakukan para globalis tentang negara kesejahteraan disebutkan bahwa globalisasi membawa proses homogenisasi di berbagai negara menuju model ‘negara kesejahteraan liberal’. Buku ini memberi kritik atas pendekatan globalis yang percaya bahwa meningkatnya keterbukaan dari globalisasi ekonomi cenderung akan menurunkan kemampuan negara untuk mengontrol ekonomi nasional. Bagi mereka, ekonomi global kini semakin berjalinan dan saling bergantung. Akibatnya, negara kesejahteraan dianggap makin kesulitan mengelola ekonomi yang berorientasi nasional serta mempertahankan kebijakan kesejahteraan sosial. Dengan mengambil kasus negara kesejahteraan Norwegia, buku ini ditujukan untuk studi yang menegaskan

bahwa derajat pengaruh globalisasi erhadap perubahan institusional negara kesejahteraan sangat bergantung pada karakter institusi domestik yang ada di sebuah negara. Buku ini diharapkan akan memperkaya kajian institusionalisme dalam ilmu politik.

Page 16: Penerbit PolGov

16

//State

Kalimantan Tengah:

Membangun dari Pedalaman

dan Membangun dengan

Komitmen• Pengarang: Purwo Santoso, Haryanto,

Ratnawati, AAGN Ari Dwipayana, Wawan Mas’udi, Nanag Indra Kurniawan, Sigit Pamungkas, Nur Azizah, Abdul Gaffar Karim, Erwin Endaryanta, Uswah Prameswari, Joash Tapiheru, Titik Widayanti, Eko Agus Wibisono

• Halaman/Tahun: 244 hlm+xvi (2009)• Penerbit: Kerjasama Jurusan Ilmu

Pemerintahan, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, dan The ATN Center

• Harga: Rp 45.000,- (Tersedia

Dalam sebuah talk show, Gubernur Kalteng periode 2005-2010, Agustin Teras Narang (ATN), menyatakan

bahwa komitmennya dalam memimpin provinsi adalah untuk membangun dari daerah. Dalam batas-batas otonomi yang dimilikinya, dan secara simultan dengan kiprah pemerintah kabupaten/kota se-provinsi, ATN berusaha mengoptimalkan segala potensi untuk memajukan Kalteng. Dalam batas kewenangannya sebagai penyelenggaran kewenangan presiden di daerah, ATN berusaha menopang otonomi daerah dengan berbagai sumberdaya. Buku ini merupakan hasil kajian yang mengukur capaian Teras bersama wakilnya, Diran, dalam memimpin Kalimantan Tengah.

Buku ini merangkum visi kepemimpinan Teras-Diran. Secara kritis, buku ini juga mengurai persoalan terkait kapasitas politis dan teknokratis yang dimiliki pemerintah provinsi yang merupakan prasyarat dasar bagi terpenuhinya optimisme dalam menembus isolasi daerah. Hasil kajian ini disusun berdasarkan riset lapangan yang dilakukan di Kalimantan Tengah, Kota Palangkaraya, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Lamandau, dan Kabupaten Murung Raya.

Page 17: Penerbit PolGov

17Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Berlayar Menuju Pulau Harapan

Biak Numfor

• Pengarang: Bambang Purwoko (ed.)• Editor: Bambang Purwoko• Halaman/Tahun: 191 hlm+xii (2010)• Penerbit: Program S2 Politik Lokal

dan Otonomi Daerah (PLOD) dengan Pemerintah Kabupaten Biak Numfor

• Harga: Rp 45.000,- (Tersedia)

Masyarakat Pulau Numfor, Provinsi Papua adalah bagian dari mereka yang selama ini sangat merindukan

kehadiran negara dalam bentuknya yang paling mendasar, pelayanan publik dan pembangunan ekonomi yang berkeadilan. Pulau Numfor adalah wilayah terpencil dan terisolir. Kelangkaan sarana transportasi menjadi salah satu penyebab rendahnya kepedulian pemerintah daerah terhadap kehidupan masyarakat di pulau itu. Mereka merasa terlupakan, dan mereka merasa bahwa negara belum sepenuhnya hadir dan menjalankan tugas sebagaimana konstitusi. Mudah dimengerti jika kemudian muncul aspirasi dari mereka untuk membentuk kabupaten baru, memisahkan diri dari kabupaten induknya, Biak Numfor. Tampaknya aspirasi tersebut mendapatkan dukungan cukup kuat, termasuk dari pejabat pemerintah kabupaten induk, Kabupaten Biak Numfor. Pemerintah Daerah meminta PLOD melakukan studi kelayakan pembentukan Kabupaten Numfor. Sebagai lembaga dengan pengalaman lapangan

dalam studi terkait, pihak PLOD berusaha menemukan kebijakan terobosan karena pembentukan kabupaten baru bukan satu-satunya solusi bagi cita-cita peningkatan kesejahteraan masyarakat. Buku ini merangkum pertanyaan-pertanyaan yang berkembang selama penelitian, dengan tidak semata hanya memetakan opini masyarakat, tetapi juga melalui penjabaran empirik tentang apa yang penduduk Numfor alami.

Page 18: Penerbit PolGov

18

//State

Negara Menata Umat

• Pengarang: Rachmad Gustomy• Editor: Utan Parlindungan• Halaman/Tahun: 242 hlm+xx (2010)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)

Pemikiran di balik buku ini melihat betapa selama ini proses pembacaan “masyarakat Islam” adalah sekadar

mendefinisikan wacana tokoh besar yang diwawancarai. Baik ilmuwan, cendekia, ulama atau tokoh Islam yang dijadikan sampling analisis penelitian yang selama ini seakan-akan mewakili “Rakyat Islam Indonesia”. Hal itu memunculkan refleksi serius bagi Rachmad Gustomy untuk melihat konstruksi masyarakat Islam dalam relasi kekuasaan dengan negara. Rachmad menemukan celah kecil, meminjam psikoanalisis pada identifikasi proses bawah sadar (sub-consciousness) yang ternyata membentuk pola tertentu. Dalam konstruksi pemerintahan, yang tidak selalu menempatkan negara dan masyarakat hanya dalam relasi dominasi atau korporasi, tetapi mengarahkan pandangan pada bagaimana negara dan masyarakat membentuk suatu mekanisme kekuasaan masing-masing.

Page 19: Penerbit PolGov

19Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Securing The Pace and The

Direction of Indonesian

Democratization• Pengarang: Purwo Santoso, Hasrul

Hanif, AE Priyono • Halaman/Tahun: 90 hlm (2016)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 50.000,- (Tersedia)

This concise book lays down a framework to seek alternative models of democracy, which seemingly

satisfies two contradicting requirements. This book is organized into four chapters. The first chapter discuss the necessity of involvement from among the epistemic communities organization. The deep exploration on the efforts in constructing a newly welfare-based democracy model appears in chapter two. The following chapter seeks to provide initial identification to set up new democracy assessment models that are aware of welfare and enviromental dimension. The fourth chapter would be a conclusive statement and reflection of the overall studies on power, welfare and democracy.

Page 20: Penerbit PolGov

20

//State

Analisis Kebijakan Publik

• Pengarang: Purwo Santoso• Editor: Utan Parlindungan• Halaman/Tahun: 194 hlm+xiv (2010)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp ,- (Habis)

Selama ini, ada kecenderungan dominasi perspektif modernis rasional-komprehensif dalam kajian

analisis kebijakan. Sayangnya, dominasi perspektif ini telah mencapai level mendekati hegemonik sehingga menutup mata sebagian besar publik awam tentang keberadaan berbagai perspektif alternatif. Selama ini, analisis kebijakan identik dengan kerumitan dan kompleksitas yang hanya bisa diatasi oleh mereka yang “ahli”. Mitos inilah yang ingin digugat melalui modul ini. Selain menjabarkan langkah-langkah praktis dalam menganalisis proses kebijakan, terlebih dahulu mengajak para pembaca untuk back to basic dalam melakukan analisis. Pemahaman metodologis, model, dan posisi yang dipilih seorang analis merupakan hal mendasar dan krusial dalam membangun analisis yang berkualitas dan berkarakter, di samping kepiawaian dalam menggunakan berbagai metode dan instrumen analisis.

Page 21: Penerbit PolGov

21Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Konfrontasi Militer Merebut

Irian Barat• Pengarang: Ferry Valdano Akbar• Editor: Rachmad Gustomy• Halaman/Tahun: 148 hlm+xxii (2011)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 40.000,- (Tersedia)

Pada 10 tahun perjanjian KMB, pembicaraan mengenai status wilayah Irian Barat antara pihak Indonesia

dan Belanda masih menemui jalan buntu. Padahal, dalam perjanjian KMB 1949 masalah Irian Barat akan diselesaikan tidak lebih dari 1 tahun. Hal ini terjadi karena masing-masing pihak bersikukuh mengklaim wilayah Irian Barat sebagai miliknya. Baik Belanda dan Indonesia memiliki kepentingan nasional masing-masing. Bagi Belanda yang negerinya mengalami kemunduran pasca Perang Dunia II, wilayah Irian Barat menjadi harapan baru bagi sumber daya untuk kembali membangun perekonomian negara. Sedangkan, bagi Indonesia, hilangnya wilayah ini berarti sebuah serangan telak terhadap kedaulatan dan eksistensi NKRI sebab amanat dari Proklamasi 17 Agustus 1945 menetapkan wilayah NKRI dari rentang Sabang hingga Merauke. Jika wilayah Irian Barat lepas, maka NKRI tiada lagi. Bagi Bung Karno, Presiden Indonesia pada masa itu, perundingan yang berlarut-larut sudah tidak memiliki arti sebab Belanda tidak akan

melepas wilayah Irian Barat. Bung Karno kemudian memilih untuk beralih memaksa Belanda menyerahkan wilayah Irian Barat dengan kekuatan bersenjata. Sejak itulah, Indonesia melakukan pembangunan kekuatan militer besar-besaran untuk merealisasikannya. Puluhan pesawat tempur tercanggih, kapal-kapal perang, kapal selam, hingga pesawat pengebom didatangkan untuk memperkuat angkatan bersenjata Indonesia sebagai bagian dari persiapan merebut Irian Barat melalui jalur militer. Hingga pada puncaknya, kekuatan militer Indonesia dikatakan sebagai yang terkuat di belahan bumi bagian selatan dengan satu tujuan: mengembalikan Irian Barat untuk Indonesia.

Page 22: Penerbit PolGov

22

//State

Analisis Hubungan

Pemerintahan Pusat dan

Daerah• Pengarang: Josef Riwu Kaho • Editor: Longgina Novadona Bayo, Utan

Parlindungan, dan Ulya Niami Efrina Jamson

• Halaman/Tahun: 353 hlm+v (2012)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 75.000,- (Tersedia)

Agaknya, kutipan berikut telah cukup tepat mewakili isi buku ini: “lain daripada itu, dalam Negara yang

menganut paham demokrasi seharusnya diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk ikut serta dalam pemerintahan.” Semboyan daripada demokrasi ialah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kalau semboyan ini benar-benar hendak direalisasikan, maka tidaklah cukup dengan melaksanakannya pada tingkat Nasional atau Pusat saja tetapi juga pada tingkat Daerah. Hal ini berhubungan langsung dengan kenyataan bahwa di dalam wilayah Negara itu terdapat masyarakat-masyarakat setempat yang masing-masing diliputi oleh keadaan khusus setempat sehingga masing-masing masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan/kepent ingan-kepent ingan khusus yang berbeda dari Daerah ke Daerah. Mengusahakan, menyelenggarakan kepentingan masyarakat setempat itu (mengurus rumah tangga daerah)

sebaiknya diserahkan kepada rakyat daerah itu sendiri. Jadi dasar, maksud, alasan, dan tujuan kedua bagi adanya Pemerintahan Daerah adalah: pelaksanaan demokrasi, khususnya demokrasi di/dari bawah (grass roots democracy).

Page 23: Penerbit PolGov

23Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Dilema Kesetaraan

Gender• Pengarang: Sri Djoharwinarlien• Editor: Purwo Santoso dan Joash

Tapiheru• Halaman/Tahun: 131 hlm+iii (2012)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 35.000,- (Tersedia)

Ada sejumlah kontradiksi yang secara faktual dihadapi oleh perempuan Indonesia, terlepas dari klaim

dukungan negara dan masyarakat terhadap peran serta kontribusi perempuan bagi kehidupan publik. Kontradiksi tersebut antara lain inkonsistensi penegakan aturan formal yang menempatkan perempuan sebagai subyek warga negara yang setara dengan partner-nya. Masih bertahannya pandangan sebagian besar publik Indonesia yang melihat asosiasi antara perempuan dan kerja wilayah domestik sebagai bagian dari “hukum alam” dibarengi dengan pandangan yang melihat kerja wilayah domestik merupakan subordinat dari kerja di wilayah publik. Dalam situasi tersebut, di satu sisi ide emansipasi perempuan telah relatif diterima sebagai norma masyarakat Indonesia modern. Namun, di sisi lain ada sejumlah ide serta praktik sosial lama yang masih secara kuat menstruktur alam pikir dan perilaku masyarakat Indonesia, tidak hanya laki-laki tetapi juga para perempuan itu sendiri.

Page 24: Penerbit PolGov

24

//State

Human Security dan Politik

Perbatasan• Pengarang: Yohanes Sanak• Editor: Miftah Adhi Ikhsanto dan Wigke

Capri Arti• Halaman/Tahun: 222 hlm+xx (2012)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 60.000,- (Tersedia)

Perbatasan adalah konsepsi sekaligus elemen empiris dari konstruksi negara-bangsa yang menjadi penanda bagi

bekerjanya otoritas kedaulatan dan identitas kebangsaan dari suatu negara-bangsa. Dalam ranah politik, hal ini selalu menjadi titik perdebatan serius manakala rezim politik negara berhadapan dengan non-derogable human right principles seperti hak untuk hidup, bebas dari rasa takut maupun hak untuk berasosiasi, yang belakangan menjadi titik pijak substansial dalam human security dan pengembangan tata kelola soft border regime Dalam kenyataan di lapangan, Negara hadir dalam bentuk lain. Seringkali rezim politik berkelindan untuk menggunakan hak privilege negara dalam penggunaan kekerasan untuk melayani kepentingan rezim politik semata. Corak hard border regime yang ditunjukkan melalui kehirauan Negara dalam menjaga keamanan perbatasan melalui representasi militer maupun proses elitis membawa proses pemiskinan sosial ekonomi dan kekerasan di tengah warga masyarakat perbatasan.

Page 25: Penerbit PolGov

25Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Kronik Suksesi Kraton Jawa

1755-1989• Pengarang: Susilo Harjanto• Editor: Wigke Capri Arti• Halaman/Tahun: 162 hlm+xvii (2012)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)

Sakralisasi Keraton Jawa mengakibatkan sangat sedikit informasi mengenai suksesi

pemerintahan di lingkungan Keraton. Meskipun demikian, Susilo Harjono mampu merangkum data dari dokumen rahasia maupun wawancara secara mendalam dengan pihak-pihak internal Keraton terkait realitas suksesi raja-raja Ngayogyakarta dari tahun 1755 hingga 1989. Temuan dari buku ini adalah kenyataan bahwa suksesi raja-raja bersifat sangat cair. Ini artinya, suksesi pemimpin tidak pernah saklek atau tertumpu pada aturan tertentu (paugeran) tetapi menyesuaikan dengan situasi dan kondisi politik ekonomi saat itu. Detail temuan ini diuraikan penulis melalui gambar-gambar sederhana yang kemudian dijelaskan secara terperinci.

Page 26: Penerbit PolGov

26

//State

Amir Sjarifoeddin:

Nasionalis yang Tersisih

• Pengarang: Yema Siska Purba• Editor: Dewi Kharisma Michellia• Halaman/Tahun: 150 hlm+xxx (2012)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 45.000,- (Tersedia)

Amir Sjarifoeddin menjadi korban dari Revolusi Indonesia yang turut ia gagas. Perjuangannya tidak dihargai

dengan pantas dan sejarah resmi negara melupakan perannya dalam memerdekakan bangsa. Pun, perjuangannya kandas sebelum terwujud. Ia dieksekusi mati oleh regu tembak di Ngalihan bersama sekian orang tanpa nama yang ikut serta dalam Peristiwa Madiun 1948. Tidak seperti rekan-rekan seperjuangannya—Hatta, Sukarno, dan Sjahrir yang menerima bintang jasa—sosok Amir tenggelam. Banyak dari buku yang memaparkan peranan Amir dalam perjuangan kemerdekaan dimusnahkan dan dilarang beredar. Dengan demikian, buku pertama dengan bentuk biografi yang diterbitkan oleh PolGov ini menjadi sebuah upaya penanding, demi mengangkat kembali impian dan semangat nasionalisme Amir. Semangatnya menyeluruh untuk segala bidang, di antaranya dalam bidang bahasa, etnis, peran negara melawan nekolim (neokolonialisme dan imperialisme), usaha mengerahkan kekuatan massa, pertahanan

nasional dan diplomasi internasional, urgensi peran buruh dan petani dalam revolusi, serta perannya yang besar dalam menghegemoni pembentukan partai dan gerakan-gerakan. Buku ini juga secara terperinci menuturkan riwayat hidup, relasi keluarga, dan karier politik serta gerakan perjuangan yang digagasnya. Semua hal itu, termasuk prinsip dan ideologinya, mengantarkan Amir pada pemikiran yang matang untuk konsepsi nasionalisme Indonesia

Page 27: Penerbit PolGov

27Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Politik Pemerintahan

Desa di Indonesia

• Pengarang: Mashuri Maschab• Editor: Rachmad Gustomy dan Utan

Parlindungan• Halaman/Tahun: 328 hlm+viii (2012)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 75.000,- (Tersedia)

Desa sebagai organisasi pemerintahan formal dalam struktur kekuasaan politik berada pada posisi yang paling

rendah. Meskipun demikian, perkembangan negara-negara modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari tumbuh dan berkembangnya desa-desa di berbagai belahan dunia. Desa dengan huruf “D” besar merupakan entitas politik yang ribuan tahun berdialektika menjadi representasi komunitas masyarakat mandiri, yang di sisi lain juga dilihat sebagai komunitas ekonomi dan komunitas sosiologis. Desa dalam banyak hal telah memberikan pondasi bagi karakter peradaban masyarakat yang mewarisi dunia, bahkan yang paling maju sekalipun. Sebab, Desa memiliki otonomi asli yang tidak diberikan oleh negara, tetapi embedded sepanjang sejarah perkembangan desa Di era modern dewasa ini, seiring meningkatnya kualitas hidup, peran negara semakin signifikan untuk mengatur masyarakat dalam koridor kebijakan politik. Namun signifikansi peran negara mengandung sejumlah kontradiksi, salah satunya adalah

menyebabkan desa berada pada posisi yang paling lemah. Setiap kebijakan yang menyentuh pemerintahan desa selalu dilihat dalam konteks modernisasi dan perubahan kultur dalam jargon “pembangunanisme”. Semua hal di desa yang dianggap kolot, lantas dilabeli sebutan “kampungan”. Desa kemudian tidak lagi dianggap sebagai rujukan norma dan perilaku bagi negara untuk mengatur masyarakatnya. Kepentingan-kepentingan supra-struktur, terutama pasar telah menggeser paradigma pembangunan desa menjadi penghancuran nilai-nilai lokal (local wisdom) yang seharusnya dirawat dan dilestarikan. Akibatnya, kebijakan politik pun tidak lepas dari dimensi kepentingan pasar dan ideologi negara. Melalui pendekatan historical-institutionalism, buku ini dalam kaca mata politis menempatkan kajian tentang pemerintahan desa menjadi semakin menarik. Bukan saja sekadar berisi uraian kritis atas determinasi, pendekatan yuridis-formali atau administratif, tetapi lebih jauh lagi, memberikan satu kajian alternatif dalam memahami persoalan-persoalan yang menyangkut desa.

Page 28: Penerbit PolGov

28

//State

Ekonomi Politik Kolonialisme

• Pengarang: Mahesti Hasanah• Editor: Dewi Kharisma Michellia• Halaman/Tahun: 176 hlm+xvi (2015)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 45.000,- (Tersedia)

Industri Gula menjadi salah satu industri yang penting bagi pemerintah Hindia Belanda karena mendatangkan banyak

keuntungan melimpah. Mangkunegaran sendiri adalah daerah vorstenlanden dan memiliki pemimpin yang berpikir modern sehingga menerima pembangunan industri tersebut dengan terbuka. Dalam perjalanannya, pemimpin tersebut sebenarnya memiliki kewenangan mengatur kegiatan ekonomi Mangkunegaran. Namun, pemerintah kolonial Hindia Belanda yang kemudian memegang kendali semua proses ekonomi. Penetrasi pemerintah kolonial dimulai ketika terjadi krisis keuangan di Mangkunegaran. Dengan dalih menyelamatkan Mengkunegaran, pemerintah kolonial menempatkan residen sebagai pemimpin industri gula. Setelah keuangan sudah stabil, kepemimpinan memang sempat kembali kepada Prangwedana (Mangkunegaran). Namun, pemerintah kolonial tidak langsung lepas tangan karena kemudian di bentuk

Komisi Dana MIlik Mangkunegaran dan superinntendet (orang Belanda) memiliki peranan penting sebagai pelaksana sehari-hari. Selanjutnya penetrasi pemerintah Hindia Belanda berpengaruh kepada desa, elit desa, dan masyarakat. Desa diubah menjadi bagian birokrasi yang diatur oleh pemerintah untuk perluasan kekuasaan. Untuk kepentingan itu, elit desa, bekel dan perusahaan (pemerintah) menggiring rakyat agar bersedia menyewakan tanahnya kepada perusahaan dan bekerja sebagai buruh upah di perusahaan. Dengan begitu, pemerintah mengendalikan semua faktor produksi Mangkunegaran.

Page 29: Penerbit PolGov

29Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Reclaiming The State:

Overcoming Problems of

Democracy in Post-Soeharto

Indonesia• Editor: Amalinda Savirani & Olle

Törnquist• Halaman/Tahun: 250 hlm (2015)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 95.000,- (Tersedia)

This is a report on the state of democracy and democratisation in Indonesia. It provides recently

assembled, critical accounts on the achievements toward, as well as challenges to democratisation in the country. In doing so, it offers a point of reference for individuals who are positioned to secure Indonesia’s transformation to a truly democratic political system. The assessment weaves together perspective from two groups contributing to this transformation: theoretically oriented democracy researches and action-oriented pro-democracy activists. Thus, this report aims to ensure that democratisation is not only moving forward, but that it also is headed steadily in the right direction. While research for this report has been carried out in compliance with the highest standards for a scientific assessment, the resulting report is intended to equip activists and political practitioners with the tools to more effectively contribute to democratisation.

Page 30: Penerbit PolGov

30

//State

Mitos Tambang untuk

Kesejahteraan• Pengarang: Hendra Try Ardianto• Editor: Dwicipta• Halaman/Tahun: 262 hlm (2016)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 75.000,- (Tersedia)

Secara garis besar, buku ini memaparkan cerita tentang berlangsungnya sebuah kebijakan berlabel “janji kesejahteraan”

yang malah menghabisi kesejahteraan warganya sendiri. Namun, buku ini tidak sedang menjelaskan bagaimana sebuah kebijakan mengalami kegagalan dalam memenuhi janjinya. Sebaliknya, buku ini memberi titik tekan secara serius pada bagaimana “janji kesejahteraan” bukanlah sesuatu yang tulus, netral, dan tanpa kepentingan. Sebab, “janji kesejahteraan” adalah bagian dari artikulasi yang sangat politis dan penuh tautan kepentingan yang rumit dan saling berkelindan.

Page 31: Penerbit PolGov

Civil

You don’t have to stand up for your rights to get justice,

sometimes you can sit for your rights like Rosa Parks

- Harmon Okinyo

Society

Page 32: Penerbit PolGov

32

//Civil Society

Komnas HAM 1993-1997 Pergulatan

Dalam Otoritarianisme

• Pengarang: Pratikno dan Cornelis Lay• Halaman/Tahun: 184 hlm+xii (2002)• Penerbit: Fisipol UGM, didukung oleh

The Asia Foundation dan USAID• Harga: Rp ,- (Habis)

Tatkala dibentuk pada 1993, Komnas HAM dilihat oleh banyak pihak sebagai perluasan otoritarianisme

Orde Baru. Lembaga ini diramalkan tidak akan berbeda dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan bentukan negara (state corporatist institutions) lainnya, seperti PWI dan SPSI pada waktu itu. Lembaga yang seharusnya mewakili kepentingan masyarakat, justru menjamin instrumen negara untuk mengontrol masyarakat. Dugaan semacam ini sangat beralasan. Komnas HAM dibentuk oleh pemerintah yang sangat otoriter dengan landasan hukum yang lemah (Keputusan Presiden) dan dengan sumber dana yang mudah dikendalikan eksekutif (anggaran Sekretariat Negara). Lembaga ini diketuai oleh seorang pensiunan Jenderal yang sangat dekat dengan Presiden Suharto. Anggota lembaga ini dibentuk sendiri oleh pemerintah tanpa keterlibatan pihak luar. Apalagi, ada kecurigaan kuat bahwa pembentukan lembaga ini sekadar untuk merespons tekanan internasional yang

sangat kuat terhadap pemerintah Indonesia dalam isu penegakan HAM. Karena itu, peranan Komnas HAM diprediksikan hanya akan mengabsahkan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara dengan segenap aparatusnya yang berlangsung masif sejak 1965. Adalah mengejutkan ketika Komnas HAM pada periode 1993-1997 justru menunjukkan prestasi yang mengagumkan. Buku ini berusaha menyajikan informasi di bawah permukaan untuk mengungkap rahasia fenomena tersebut, yang diperkaya pula dengan studi lapangan terhadap kasus tersebut.

Page 33: Penerbit PolGov

33Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Komnas Ham 1998-2001: Pergulatan

Dalam Otoritarianisme

Perjalanan Komnas HAM dalam sejarah politik dan penegakan HAM di Indonesia diwarnai sejumlah ironi. Saat

dibentuk oleh dan tumbuh dalam rezim Orde Baru yang otoriter, Komnas HAM periode 1993-1997 telah menunjukkan prestasi yang mengagumkan. Namun, pasca 1998, ketika posisi yuridis dan politis lembaga semakin menguat dengan berjalannya proses demokratisasi politik dan ditetapkannya UU No. 39/1999, reputasi dan kinerja Komnas HAM justru mengalami kemerosotan yang mengkhawatirkan. Beberapa kasus penting pelanggaran HAM pada periode ini, seperti konflik di Maluku, Sampit, dan Tragedi Semanggi, tidak tertangani secara optimal oleh Komnas HAM. Bahkan lembaga ini justru terjerembab sepanjang 2000-2001, sebagaimana tercermin dalam kasus KPP Tim-Tim, rekrutmen anggota dan posisi sekjen lembaga ini. Buku ini berusaha menyingkap ironi tersebut. Elaborasi dalam buku ini diangkat dari penelitian lapangan yang dilakukan pada tahun 2001.

• Pengarang: Pratikno dan Cornelis Lay• Halaman/Tahun: 305 hlm+x (2002)• Penerbit: Fisipol UGM, didukung oleh

The Asia Foundation dan USAID• Harga: Rp ,- (Habis)

Page 34: Penerbit PolGov

34

//Civil Society

Gerwani, Stigmasi dan

Orde Baru• Pengarang: Ratna Mustika Sari• Halaman/Tahun: 214 hlm+xx (2007)• Editor: Wawan Mas’udi• Penerbit: PolGov• Harga: Rp ,- (Habis)

Warna ideologi komunis yang melekat dalam gerakan Gerwani akhirnya menjadi pembunuh dari

gerakan perempuan ini sendiri, yaitu ketika peristiwa September 1965 meletus, dan secara politik PKI dipandang sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Akibat dari peristiwa tersebut, semua sayap organisasi atau onderbouw PKI dilibas dan diberangus pemerintah saat itu. Secara organisasi, mereka dibekukan, secara ideologi, mereka dilarang, dan para aktivisnya harus menghadapi kejaran amuk dan kemarahan massa yang pada waktu itu mengarah tunggal ke komunis. Penderitaan aktivis komunis bahkan terus berlanjut sepanjang kekuasaan Orde Baru tertanam di Indonesia. Buku ini menjelaskan bentuk-bentuk stigmatisasi yang dikembangkan oleh Orde Baru terhadap, khususnya eks Gerwani dan mereka yang di-Gerwani-kan.

Page 35: Penerbit PolGov

35Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Politik Air di Indonesia:

Penjarahan Si Gendhang oleh

Korporasi Aqua-Danone

• Pengarang: Erwin Endarianta• Editor: Nanang Indra Kurniawan• Halaman/Tahun: 224 hlm+xxiv (2007)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp ,- (Habis)

Buku ini berkisah tentang bekerjanya penetrasi global ke level lokal dengan fasilitasi dari aktor-aktor negara. Di sini

ditunjukkan bahwa ekspansi bisnis air global telah menjarah masuk ke tata sosial ekonomi masyarakat melalui pola hubungan yang timpang antara swasta dan negara. Dengan mengambil kasus pemberian izin pengelolaan mata air Si Gedhang di Klaten kepada PT Tirta Investama Danone (Aqua-Danone), Erwin Endaryanta berkesimpulan bahwa telah terjadi perubahan nalar dari public good ke private good serta adanya dominasi kuasa modal atas kebijakan publik. Melalui investigasi yang dilakukan penulis, didapatkan berbagai informasi penting tentang bagaimana aktor-aktor negara baik di level nasional, kabupaten maupun desa membuka ruang eksploitasi sumber air karena adanya motif-motif pragmatis-ekonomis. Kebutuhan untuk menangguk keuntungan ekonomis jangka pendek semacam inilah yang kemudian menutup mata pelaku-pelaku negara terhadap potensi efek-efek sosial, ekonomi, dan juga ekologi yang ditimbulkannya.

Page 36: Penerbit PolGov

36

//Civil Society

Genjer-Genjer• Pengarang: Utan Parlindungan• Editor: Nanang Indra Kurniawan• Halaman/Tahun: 186 hlm+xxii (2007)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp ,- (Habis)

Genjer-genjer adalah bukan sembarang lagu rakyat populer. Ia mengandung isyarat tentang pemberontakan

Gestapu 1965. Secarik kertas yang berisi syair lagu Genjer-genjer dapat dijadikan indikasi kuat untuk melakukan pemberontakan berdarah di Lubang Buaya, Jakarta. Banyak teori menjelaskan kronologi peristiwa 1965, tapi hal tersebut tampaknya menjurus ke satu aktor tunggal, yaitu PKI. Substansi sejarah kembali digoyahkan dengan spekulatif baru, bahwa peristiwa 1965 adalah rekayasa yang melibatkan banyak aktor hegemonik dengan desain atau model politik begitu terorganisir. Semua jalinan kompleks peristiwa itu membentuk gerakan tunggal: kontestasi makna. Lagu Genjer- genjer diproyeksikan sedemikian rupa menjadi arena kontestasi kekuasaan. Dalam terminologi Barthesian, ada upaya pembengkolan sejarah dan pemutarbalikan fakta. Strategi yang ditempuh adalah dengan membentuk simbol yang dibangun melalui produksi-produksi mitos. Skema politis ini tidak akan

terwujud tanpa dukungan peran media. Kontrol elite atas media massa membantu menjelaskan bahwa ada dualitas makna dalam Genjer-genjer. Konsekuensinya, Genjer-genjer mengalami pengasingan morfologis, terdapat kontestasi kekuasaan untuk memenangkan pertarungan. Genjer-genjer kehilangan jati diri sebagai lagu rakyat populer, kendati rezim Oder Baru ambruk pada 21 Mei 1998.”

Page 37: Penerbit PolGov

37Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Politik Subaltern: Pergulatan

Identitas Waria• Pengarang: Titik Widayanti• Editor: Utan Parlindungan• Halaman/Tahun: 148 hlm+xx (2009)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 40.000,- (Tersedia)

Masih minimnya kajian subaltern di Indonesia menginspirasi penulis untuk menghadirkan studi tentang

Pergulatan Identitas Waria yang dibingkai dalam politik subaltern. Keberadaannya sebagai komunitas subaltern sebenarnya memiliki berbagai dimensi yang sangat menarik untuk dikaji baik dari segi politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Konsep tentang identitas dan politik identitas, pola relasi kekuasaan dalam komunitas waria dan konsep subaltern yang dikontekskan dengan keberadaan komunitas waria di Yogyakarta akan mengisi bagian awal dari buku ini. Bab selanjutnya berisi tentang pembentukan dan pergulatan identitas waria. Identitas waria dibentuk dan dikuatkan dengan hasil pelacakan dari berbagai budaya di ranah global sampai lokal yang berkaitan dengan identitas waria.

Page 38: Penerbit PolGov

38

//Civil Society

The Decline Bourgeoise:

Runtuhnya Kelompok

Dagang Pribumi Kotagede XVII-XX• Pengarang: David Efendi• Editor: Utan Parlindungan• Halaman/Tahun: 276 hlm+xxvi (2009)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 45.000,- (Tersedia)

Perjalanan dan dinamika pedagang di Nusantara menjadi penting untuk melacak keberadaan borjuasi yang

muncul pada abad ke-19 dan ke-20. Kelompok borjuis ini lahir dan bermunculan di beberapa daerah (borjuasi elitis) yang kemudian bertemu dalam perdagangan Nusantara sebagai akibat dari perkembangan perdagangan dari pelayaran. Pelacakan kelas borjuasi ini juga dapat diawali dengan pembacaan terhadap kategorisasi Clifford Geetz yang memilah tiga kelompok dalam masyarakat; yaitu golongan Abangan sebagai penduduk desa, kaum Santri sebagai kaum pedagang, dan Priyayi sebagai keturunan bangsawan atau birokrat. Di Indonesia, akademisi paling “alfa” untuk mengkaji terma elit dan proses formasi kelas borjuis yang terjadi dalam kurun waktu yang lama sehingga tema elit merupakan tema kajian yang sangat menantang untuk terus menerus diteliti dan dijadikan agenda riset yang berkesinambungan. Di Nusantara ini dengan kondisi majemuk, plural dengan keanekaragaman suku, adat, agama, ras,

golongan, bahasa daerah, partai politik, dan letak geografis, kajian elit terutama dalam hal pemetaan elit akan menjadi sangat menarik, terutama bila kemudian dikembangkan secara luas.

Page 39: Penerbit PolGov

39Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Politik Subaltern: Pergulatan

Identitas Gay• Pengarang: Wigke Capri Arti• Editor: Utan Parlindungan• Halaman/Tahun: 162 hlm+xvi (2010)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 45.000,- (Tersedia)

Lebih dari dua puluh tiga tahun lalu, organisasi Gay pertama di Indonesia didirikan di Yogyakarta. Organisasi

tersebut memberi warna berbeda bagi dunia gerakan di Yogyakarta yang telah diisi dengan berbagai organisasi. Organisasi tersebut bernama PGY, Persaudaraan Gay Yogyakarta. Buku ini melacak tentang gerakan Gay di Yogyakarta dari awal mula terciptanya gerakan hingga sekarang. Buku ini juga memotret pertarungan wacana Gay dengan wacana kuasa agama dan negara yang telah berlangsung selama ratusan abad.

Page 40: Penerbit PolGov

40

//Civil Society

Transformasi Strategi Gerakan

Petani• Pengarang: Rizza Kamajaya• Editor: Utan Parlindungan• Halaman/Tahun: 192 hlm+xiv (2010)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 50.000,- (Tersedia)

Pasca jatuhnya rezim otoritarian Orde Baru, konstelasi politik di Indonesia diwarnai dengan munculnya berbagai

organisasi rakyat dalam berbagai sektor, seperti buruh, nelayan, kaum miskin kota dan tentunya petani. Partisipasi politik yang macet selama kurun waktu 32 tahun telah menemukan momentum kebangkitannya. Dalam hal ini, kehadiran organisasi rakyat yang dapat dimaknai sebagai sebuah bentuk aktualisasi gerakan bawah tanah yang hidup secara sembunyi-sembunyi sewaktu rezim Orde Baru berkuasa. Gerakan Petani Batang menjadi salah satu kasus yang muncul di era transisi demokrasi. Melalui sebuah wadah kolektif perjuangan yang bernama Forum Perjuangan Petani Batang atau disingkat FPPB, para petani Batang berusaha mengambil alih kembali tanah mereka yang diakuisisi negara ketika rezim Orde Baru berkuasa. Strategi reclaiming menjadi titik tolak petani untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Bagi forum Perjuangan Petani Batang, transformasi ini kemudian termanifestasikan dalam suatu

skema gerakan politik formal. Gerakan yang nantinya berusaha merebut kepemimpinan politik pemerintahan di tingkat lokal, baik lembaga eksekutif (mulai dari Pemerintahan Desa hingga Pemerintahan Kabupaten), maupun lembaga legislatif (DPRD Kabupaten). Peranan baru yang dimainkan organisasi ini tak lain dan tak bukan diorientasikan sebagai usaha untuk merepresentasikan kepentingan petani dalam struktur pemerintahan yang dengan sendirinya juga akan terakomodasi dalam produk-produk kebijakan pemerintah. Hal ini diharapkan menjadi titik tolak bagi penyelesaian secara tuntas kasus sengketa tanah petani anggota FPPB.

Page 41: Penerbit PolGov

41Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Politik dan Grafiti

• Pengarang: Rias Fitriana• Editor: Wigke Capri Arti• Halaman/Tahun: 146 hlm+xxiv (2011)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 40.000,- (Tersedia)

Belum banyak orang menyadari bahwa politik tidak saja berada dalam ranah lembaga-lembaga formal seperti

negara, tapi juga sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, politik sebenarnya bersifat sangat cair, termasuk dalam hal strategi penyampaian aspirasi politik yang dapat dilakukan melalui media gambar. Perspektif daily politics ini digunakan untuk melacak fenomena grafiti di Yogyakarta. Grafiti sebenarnya merupakan media komunikasi politik sehari-hari yang berisi berbagai masalah sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Keberadaan grafiti pada tembok jalanan yang notabene merupakan ruang publik juga mengandung relasi kuasa antar berbagai aktor. Studi ini menemukan indikasi bahwa ternyata dunia grafiti telah “dimanfaatkan” oleh para pemilik modal, kelompok sosial dan budaya yang dominan, serta negara. Dengan kata lain, dunia grafiti telah mengalami “kromonisasi” atau penjinakan (domestication). Sebagai konsekuensinya, grafiti bukan sekadar

media dan representasi realitas sehari-hari versi grafiti, tetapi juga telah menjadi media dari representasi kelompok-kelompok dominan.

Page 42: Penerbit PolGov

42

//Civil Society

Denizenship: Kontestasi

dan Hibridasi Ideologi di Indonesia

• Pengarang: Vegitya Ramadhani Putri• Editor: Utan Parlindungan• Halaman/Tahun: 210 hlm+xx (2012)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)

Model citizenship di Indonesia adalah hibridasi-oposisional antara nilai-nilai liberal dan komunitarian

sehingga tepat jika disebut sebagai model denizenship. Arena model denizenship di Indonesia dikatakan berlangsung dalam logic-framework perumus kebijakan publik, dan lebih spesifik lagi pada arena politik “subsidi energi”. Berdasarkan pelacakan, ditemukan bahwa bekerjanya structural adjustment program—yang berkorelasi terhadap pengetatan APBN dan reduksi subsidi—dapat dijadikan bukti bahwa liberalisme menjadi orientasi nalar perumus kebijakan dalam memaknai relasi kuasa antara negara dan warga negara. Nalar liberal bekerja dengan meminimalisir peran negara kepada warga negara, sekaligus mengintegrasikan warga negara kepada pasar global. Privatisasi sektor migas adalah bagian dari paket liberalisasi melalui deregulasi sektor tersebut. Akibatnya, terjadi transformasi posisi energi sebagai komoditas strategis yang merupakan bagian dari amanat UUD 1945. Sumberdaya

energi yang didedikasikan bagi ‘hajat hidup orang banyak’ dan harus ‘dikuasai negara’, menjadi komoditas komersil yang diserahkan kepada mekanisme pasar. Karena itu, Indonesia menghibridasi paradigma liberal dan komunitarian yang keduanya sejatinya bekerja dengan logika yang saling berkebalikan. Dengan model denizenship— yaitu mempekerjakan dan dipekerjakan oleh regime of knowledge yang saling berkontestasi dan tak terdamaikan, jelaslah kausa berbagai polemik dan dilema dalam relasi kuasa antara negara dan warga negara di Indonesia.

Page 43: Penerbit PolGov

43Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Dislokasi Wacana Kewarga-negaraan

• Pengarang: Ignasius Suru• Editor: Ali Minanto• Halaman/Tahun: 147 hlm+xii (2013)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 50.000,- (Tersedia)

Ada seorang opsir Jerman yang sering mengunjungi Picasso di studionya di Paris selama Perang Dunia II. Dia

melihat Guernica dan kaget pada lukisan “modernis Chaos” itu. Sang perwira bertanya kepada Picasso, “Apakah kamu yang melakukan ini?” dengan tenang Picasso menjawab, “Tidak, kamulah yang melakukan ini!” Jawaban yang mengusik kesadaran reflektif terhadap realitas itu menjadi ilustrasi sederhana dari isi buku ini. Buku ini dipahami sebagai langkah “menuju dua arah”: pertama, mendekonstruksi wacana Kewarganegaraan Liberal; dan kedua, mengkonstruksi identitas baru kewarganegaraan. Mendekonstruksi tapi sekaligus mengkonstruksi adalah wujud dislokasi dari wacana kewarganegaraan. Identifikasi berbagai elemen demokratis yang tersimbolisasi dalam wacana Kewarganegaraan Liberal melahirkan subversi terhadap tatanan simbolik tersebut. Subversi terhadap Liberalisme secara positif mendorong terjalinnya artikulasi elemen-elemen demokratis dalam wacana kewarganegaraan agonistik.

Page 44: Penerbit PolGov

44

//Civil Society

Merebut Kewarga-

negaraan Inklusif• Pengarang: Nilam Hamid• Editor: Wigke Capri Arti dan Rangga

Herdiseno• Halaman/Tahun: 145 hlm+xv (2013)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 50.000,- (Tersedia)

Dominasi bahasan mengenai kewarganegaraan dewasa ini telah melangkah lebih jauh dari sekadar

relasi antara hak dan kewajiban. Konsep kewarganegaraan kini harus menghadapi berbagai kritik yang muncul seiring dinamika sosial, kultural, dan ekonomi di era global posmodern. Konsepsi kewarganegaraan modern yang semata-mata dinilai sebagai status hukum di bawah otoritas negara telah berkembang dan melibatkan berbagai tuntutan akan pengakuan sosial dan politik serta redistribusi ekonomi. Di Indonesia, pemenuhan hak warga negara selama ini selalu dimaknai dalam koridor redistribusi ekonomi, sehingga bentuk tuntutan yang seringkali muncul ekonomi. Di Indonesia, pemenuhan hak warga negara selama ini selalu dimaknai dalam koridor redistribusi ekonomi, sehingga bentuk tuntutan yang seringkali muncul adalah mengenai redistribusi yang tidak adil dan munculnya kelas-kelas sosial. Perlunya redefinisi warga negara di Indonesia terjadi akibat pergeseran paradigma dari isu ketidakadilan ekonomi menjadi isu ketidakadilan berbasis identitas warga negara.

Page 45: Penerbit PolGov

45Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Nyanyian Bangsa

• Pengarang: Irfan R Darajat• Editor: Dewi Kharisma Michellia• Halaman/Tahun: 132 hlm+xxviii (2014)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 45.000,- (Tersedia)

Persoalan identitas dan karakter bangsa barangkali telah dianggap usang dewasa ini, tetapi tentulah tidak ada

habisnya untuk dibahas. Hal ini disebabkan oleh pertanyaan terkait identifikasi musik modern Indonesia yang terkesan tidak berkesinambungan. Atau, para pemusik seperti tidak pernah memiliki strategi branding kebudayaan yang dapat membawa mereka untuk menjadi dikenal dunia. Ketika musik dari negara lain dapat menjadi fenomenal, di manakah musik Indonesia? Sujiwo Tejo merupakan dalang yang konsisten menerbitkan karya musik yang sarat akan identitas dan karakter bangsa. Hal tersebut dapat dilihat dari lirik, instrumen musik dan nada-irama yang dimainkan. Apa yang dilakukannya sekurangnya menjawab bagaimana representasi diskursus kebangsaan dapat muncul dalam suatu karya musik. Karena itulah, buku ini hendak mendalami bagaimana kekuasaan dari luar dan dalam Sujiwo Tejo bekerja dan diterjemahkan ke dalam musik-musiknya.

Page 46: Penerbit PolGov

46

//Civil Society

Gerakan Mahasiswa

sebagai Kelompok

Penekan• Pengarang: Luthfi Hamzah Husin• Editor: Dewi Kharisma Michellia• Halaman/Tahun: 168 hlm+ xx (2014)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 42.000,- (Tersedia)

Gerakan mahasiswa selalu terlibat dalam setiap peristiwa-peristiwa politik penting, di antaranya gerakan

kesadaran kebangkitan nasional pra-kemerdekaan, gerakan ‘66, dan gerakan Reformasi 1998. Fenomena keterlibatan mereka dalam politik dinilai konstan hingga sekarang, dan yang membedakannya hanyalah pergantian ideologi dan kebijakan dari elit pemerintah. Namun, ketika lebih dalam mencermati peranan tersebut, gerakan mahasiswa kerap dilihat tidak dari segi ideologi gerakannya. Padahal, ideologi bisa jadi adalah kunci gerakan tersebut. Gerakan mahasiswa di Indonesia secara struktural dengan studi kasus buku ini, yakni KMUGM, selalu diperhitungkan dalam melakukan tekanan pada sistem politik. Dalam skema gerakan mahasiswa di tingkat nasional, di tahun 1950, gerakan para mahasiswa UGM mampu menghadirkan suatu format kelembahaan mahasiswa pertama yang menaungi seluruh kelompok dan merepresentasikan universitas dalam payung besar Keluarga Mahasiswa dengan

Dewan Mahasiswa sebagai lembaga perwakilannya. Format tersebut yang kemudian disebut oleh Arbi Sanit (1999) sebagi student government. Pembentukan dewan mahasiswa tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dan kepentingan ideologi dominan pada saat itu.

Page 47: Penerbit PolGov

47Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Warga Negara dan Penjara

• Pengarang: Ayya Sofia Annisa• Editor: Umi Nurun Ni’mah• Halaman/Tahun: 134 hlm+xiv (2014)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 45.000,- (Tersedia)

Kekuasaan tidak hanya bisa dilihat sebagai suatu hal yang berkenaan dengan masalah pertentangan atau kepemilikan.

Kekuasaan juga berkenaan dengan masalah strategi dan teknik pelaksanaannya. Karena itu, ia dapat hadir dan berlangsung di mana saja dalam kehidupan sosial kita. Dalam hal ini, praktik kekuasaan berlangsung ketika individu menjadi medan keberlangsungannya, sehingga individu merupakan efek dari kuasa sekaligus elemen artikulasinya. Secara khusus, tulisan ini menunjukkan begaimana hal itu terjadi sehari-hari dalam sebuah lembaga pemasyarakatan. Alih-alih menunjukkan dominasi, tulisan ini menunjukkan bahwa dalam lembaga pemasyarakatan, kekuasaan bersifat produktif meskipun juga mengandung sisi represi. Di sana, kekuasaan tidak lagi terpusat, melainkan menyebar dan memfokuskan diri pada cara paling efektif untuk menciptakan individu “baru”. Dengan demikian, kekuasaan merupakan alat penting yang dapat berlangsung dengan tujuan agar narapidana mampu kembali menjadi bagian dari masyarakat sebagai warga negara yang baik.

Page 48: Penerbit PolGov

48

//Civil Society

Berebut Kontrol Atas

Kesejahteraan: Politisasi Kasus-Kasus Politisasi

Demokrasi di Tingkat Lokal

• Pengarang: Carolina Paskarina, Mariatul Asi’ah, Otto Gusti Madung (ed.)

• Halaman/Tahun: 402 hlm+xx (2015)• Penerbit: PolGov dan PCD Press• Harga: Rp ,- (Habis)

Demokrasi dan kesejahteraan seharusnya menjadi keniscayaan yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Tetapi,

ada jalan panjang dan berliku yang harus ditempuh untuk menghubungkan keduanya. Pengelolaan kesejahteraan adalah proses politik yang ditentukan oleh konstruksi relasi kekuasaan. Karena itu, demokratisasi seyogianya juga peka terhadap struktur dan praktik kekuasaan yang selama ini menentukan distribusi kesejahteraan. Ketika elit menggunakan populisme, patronase, dan primordialisme sebagai strategi untuk menentukan siapa yang berhak mengakses sumber-sumber daya, yang terutama dituntut dari publik adalah kapasitas representasi dan kontrol untuk menyeimbangkan relasi kekuasaan. Buku ini mengajak pembaca melihat demokrasi dan demokratisasi dari arah yang berlawanan, dengan melihat praktik-praktik kontekstual yang perlu dan bisa dilakukan dari berbagai penjuru untuk menjadikan kesejahteraan sebagai isu politik. Yang ingin digalang bukan hanya merangkul berbagai segmen

pro-demokrasi, melainkan juga berbagai pengalaman dan keterampilan untuk mempercepat perguliran ke arah itu. Buku ini adalah kumpulan narasi tentang perjuangan aktor-aktor pro-demokrasi mempolitisasikan demokrasi dengan beragam strategi demi mengarahkan demokratisasi kepada kesejahteraan. Kelima belas kasus dari berbagai daerah menunjukkan bahwa demokrasi yang mensejahterakan tidak mungkin terwujud tanpa kontrol publik atas pengelolaan kesejahteraan.

Page 49: Penerbit PolGov

49Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Pathok Negoro Menghadapi

Perubahan Zaman

• Pengarang: Yenny Retno Mallany• Editor: Umi Nurun Ni’mah• Halaman/Tahun: 214 hlm+xiv (2016)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)

Berangkat dari pemahaman bahwa ruang sesungguhnya bukan sesuatu yang terberi, tulisan ini fokus pada

dua substansi besar yang saling berkaitan. Pertama, pembentukan ruang Pathok Negoro. Dalam hal ini Pathok Negoro dilihat dari fungsinya terhadap Keraton Yogyakarta, yakni sebagai batas fisik, kultural, maupun filosif. Kedua, pembentukan identitas yang didasarkan atas perkembangan dan dinamisasi ruang. Pathok Negoro mengalami perubahan hampir pada seluruh aspek kehidupan, terutama politik, sosial dan budaya. Hal tersebut mempengaruhi aspek tata ruang, dan sebaliknya terjadinya hal-hal tersebut juga dipengaruhi oleh perubahan ruang. Maka dari perspektif ilmu politik, tulisan ini menunjukkan baahwa kebijakan atas tata ruang adalah kebijakan politis.

Page 50: Penerbit PolGov

50

//Civil Society

Extractive Industry, Policy Innovations and

Civil Society Movement in

Southeast Asia: An Introduction

• Editor: Amalinda Savirani, Hasrul Hanif, dan Poppy S Winanti

• Halaman/Tahun: 208 hlm+xx (2016)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 75.000,- (Tersedia)

This book is intended to document various Asia Pasific Publish What You Pay (PWYP) advocacy network

efforts towards enhancing transparency and accountability (among others) in Indonesia and neighbouring countries in Southeast Asia. Documenting and publishing these works is important to several reasons. First is the need to broaden alliances and thus increase the leverage of those demanding reform in Southeast Asia. Second is the need to facilitate dialogue among relevant stakeholders and crucial communities. Third is the need for capacity building so that local actors can critically engage and monitor the government and companies.

Page 51: Penerbit PolGov

Intermediary

You don’t have to wait till your party’s in power to have an impact on life at home and around the world

- Bill Clinton

Page 52: Penerbit PolGov

52

//Intermediary

Gereja dan Pemilu

• Pengarang: Agustina Rukmindani Trisrini

• Editor: Longgina Novadona Bayo• Halaman/Tahun: 188 hlm+xx (2007)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 40.000,- (Tersedia)

Sebagai sebuah institusi sosial, Gereja Katolik dipandang lamban merespons perkembangan politik di negara

ini. Gereja Katolik dianggap sangat pasif menyikapi serta mengikuti dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih pada masa Orde Baru. Namun, suatu langkah berani kemudian diambil oleh Gereja Katolik Indonesia pada bulan Maret 1997 dengan dikeluarkannya Surat Gembala Prapaskah oleh KWI yang bertajuk: “Keprihatinan dan Harapan”, sebagai sebuah bentuk resistensi Gereja terhadap rezim Suharto yang selama ini membungkam aspirasi. Memasuki era reformasi, Gereja mulai menampakkan sikap dan eksistensinya di tengah masyarakat, salah satunya dengan melihat keterlibatan Gereja dalam ranah Pemilu. Dalam situasi bangsa yang sedang bergerak mencari identitasnya kembali, Gereja harus hadir memberikan tuntunan kepada umatnya, karena Gereja memiliki tanggung jawab moral untuk berperan dalam mewujudkan Pemilu yang demokratis. Sebagai salah satu bentuk konkret partisipasi politik Gereja Katolik dalam

Pemilu 2004 adalah dengan melakukan sosialisasi Pemilu 2004 terhadap masyarakat umum dan masyarakat Kristiani pada khususnya. Dalam kaitannya dengan proses sosialisasi Pemilu 2004 tersebut, buku ini hadir untuk memberikan gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang proses sosialisasi Pemilu 2004 yang secara gencar dilakukan oleh Gereja Katolik di Lingkungan Provinsi DIY.

Page 53: Penerbit PolGov

53Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Perihal Pemilu• Pengarang: Sigit Pamungkas• Halaman/Tahun: 158 hlm+xiv (2009)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp ,- (Habis)

Buku ini mengantarkan pembaca untuk memahami konsep-konsep dasar dalam pemilu dan pemilu-pemilu yang

berlangsung di Indonesia. Pembahasan dilakukan secara sederhana dan ringkas dengan tetap menjaga kualitas substansi. Bagian pertama buku ini membahas posisi pemilu dalam negara demokrasi, unsur-unsur sistem pemilu, hingga penyelenggaraan pemilu. Pada bagian kedua, dibahas tentang pemilu-pemilu di Indonesia, seperti Pemilu 1965, pemilu pada masa Orde Baru, dan pada Reformasi. Di setiap pembahasan, terdapat penjelasan tentang pemilih dan peserta pemilu, sistem, hasil, dan implikasi dari setiap pemilu.

Page 54: Penerbit PolGov

54

//Intermediary

Melawan Negara: PDI 1973-1986

• Pengarang: Cornelis Lay• Editor: Utan Parlindungan• Halaman/Tahun: 300 hlm+xvi (2010)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)

Perkembangan politik Indonesia selalu mencerminkan kondisi yang tampak diarahkan untuk bersegera tunduk di

hadapan kuasa negara. Mencitrakan negara sebagai magnet yang menarik setiap elemen apa pun yang kuat berwatak besi, bahkan “mereka” yang berkarat untuk bersanding dengannya, dan lalu mengokohkan hegemoni negara. Namun, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di satu episode silam, 1973-1986, yang secara merinci dikisahkan buku ini, berkembang menjadi sebuah kutub yang tidak saja melawan kecenderungan, tetapi juga menguras lebih banyak energi penguasa lebih dari satu dasawarsa. Kajian spesifik tentang PDI ini mengungkapkan secara terang-terangan karakter sesungguhnya dari suatu negara. Tidak hanya membongkar masa lalu, tetapi juga melawan limitasi teori dan perdebatan- perdebatan politik pada zaman Orde Baru yang telanjur “mafhum” dipahami dari sudut pandang sentralitas yang mengandaikan negara kohesif dan solid. Hasil studi ini justru berkata sebaliknya. Negara jauh dari kuat, ataupun otonom, dan

barangkali mudah dimasuki oleh kekuatan (politik) di luar dirinya. Sesungguhnya di dalam dirinya, negara cenderung berwatak reaktif dan mudah terfragmentasi.

Page 55: Penerbit PolGov

55Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Partai Aceh, Transformasi

GAM?• Pengarang: Arya Budi• Editor: Wigke Capri Arti• Halaman/Tahun: 288 hlm+xvi (2012)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)

Kajian kepartaian belakangan ini dipenuhi analisis kompetisi dan dinamika struktur internal partai

politik di ranah nasional. Tatanan demokrasi yang mendunia akhirnya tidak mampu lagi menghadirkan sebuah studi lahirnya partai politik dalam konteks lokal. Di titik inilah, buku ini menghadirkan kekosongan tersebut dari fakta kemunculan dan praktik penyelenggaraan partai politik lokal di Indonesia. Hadirnya Partai Aceh sebagai praktik partai lokal pertama di Indonesia setelah empat dekade sejak Pemilu 1955 perlu kita lihat lebih jauh sebagai penampakan baru politik di Indonesia. Banyak pengamat, politisi, dan pemerhati kepartaian melihat hadirnya partai lokal sebagai sebuah alternatif atas kejumudan politik yang diperankan oleh partai-partai di parlemen. Namun, apakah kemunculannya memang sebuah gambaran alternatif? Lantas, atas dasar apa dan dalam bentuk seperti apa partai lokal hadir dalam dekade pasca Suharto? Studi dengan mengambil Partai Aceh sebagai refleksi partai politik

lokal di Indonesia berusaha menjawab pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana” Partai Aceh hadir dan kemudian menjadi leading party dalam praktik politik lokal pasca pemilu 2009.

Page 56: Penerbit PolGov

56

//Intermediary

Politik Uang di Indonesia:

Patronase dan Klientelisme Pada Pemilu

Legislatif 2014

• Pengarang: Edward Aspinall dan Mada Sukmajati (ed.)

• Halaman/Tahun: 562 hlm+xviii(2015)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 125.000,- (Tersedia)

Kebanyakan studi di Indonesia hanya mendeskripsikan pola dan tren kinerja partai politik di tingkat nasional. Kajian ini

berbeda karena fokus pada fenomena elektoral di tingkatan akar rumput. Buku ini menjelaskan bahwa patronase dan klientelisme menjadi strategi kampanye yang dipilih oleh hampir semua caleg. Patronase di antaranya diwujudkan dalam bentuk pembelian suara (vote buying), pemberian barang kepada kelompok-kelompok tertentu (club good), penyediaan beragam pelayanan sosial, dan pemanfaatan dana publik untuk kepentingan elektoral (pork barrel politic). Selain itu, para caleg mengandalkan jaringan informal perantara (broker)- biasanya disebut sebagai ‘tim sukses’-untuk menjangkau pemilih. Secara umum, buku ini mengeksplorasi pola kampanye pemilu, bentuk relasi caleg dengan pemilih, bagaimana bentuk relasi itu diperlancar oleh patronase dan dibentuk oleh klientelisme, dan bagaimana para caleg menggunakan mekanisme, jaringan, dan teknik tertentu untuk meraih sebanyak-banyaknya suara pemilih.

Page 57: Penerbit PolGov

57Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Politik Kain Timur

• Pengarang: Haryanto• Editor: Dewi Kharisma Michelia• Halaman/Tahun: 228 hlm+ xxiv (2015)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 60.000,- (Tersedia)

Temuan kajian ini menunjukkan bahwa mobilisasi dukungan ditentukan oleh kemampun aktor (kandidat)

memanfaatkan tradisi pertukaran kain timur. Kemampuan aktor (kandidat) dalam memanfaatkan tradisi pertukaran tersebut ditentukan oleh sumber daya yang dimilikinya. Dalam Pilkada Sorong Selatan tahun 2010, aktor (kandidat) yang memenangkan kontestasi pemilihan beretnis non-Papua, berstatus sebagai kandidat petahana dan memiliki sumber daya normatif, personal dan keahlian yang berasal dari ranah negara serta masyarakat. Berbekal sumber daya tersebut, aktor (kandidat) memanfaatkan tradisi pertukaran kain timur sedemikian rupa untuk menghadirkan mobilisasi dukungan dalam aktivitas pemerintahan dan kemasyarakatan sekaligus aktivitas elektoral (pemilihan). Studi ini menyatakan bahwa tradisi yang bisa dimanfaatkan sebagai instrumen untuk menghadirkan dukungan adalah tradisi pertukaran. Tradisi pertukaran, sebagaimana halnya tradisi pertukaran kain timur, menghadirkan pola hubungan timbal-

balik (reciprocal) bercorak patronage antara pihak pemberi dengan pihak penerima. Dalam posisinya sebagai patron, pihak pemberi menjamin kelangsungan hidup pihak pertama dengan pemberian yang dilakukannya; sementara itu, pihak penerima dalam posisinya sebagai client menunjukkan loyalitas atas pemberian yang diterima. Mobilisasi dukungan mengalir sebagai bentuk loyalitas client terhadap patron.

Page 58: Penerbit PolGov

58

//Intermediary

Politik Ambivalensi:

Nalar Elit di Balik Pemenangan

Pilkada• Pengarang: Guno Tri Tjahjoko• Editor: Umi Nurun Ni’mah• Halaman/Tahun: 234 hlm (2016)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)

Sesungguhnya, kontestasi elite dalam pilkada merupakan cerminan kualitas dan keberhasilan partai politik dalam

menempatkan pemimpin yang berintegritas dan berkualitas. Selain itu, ajang kontestasi pilkada juga merupakan ‘perang’ strategi politik untuk dimenangkan. Dalam buku ini, penulis memaparkan bagaimana elite mampu memadukan dua nalar, yakni nalar aktivis dan nalar politis, dan dengan pemaduan itu, elite tersebut mampu memenangkan kontestasi dalam pilkada. Pengelolaan atas dua nalar bertentangan tersebut diistilahkan dengan ‘politik ambivalensi’. Di satu sisi, elite memanfaatkan nalar kebangsawanannya yang mewujud dalam relasi patron-klien untuk memengaruhi masyarakat kota (urban), ia merekayasa aspek sosial dengan menawarkan isu ‘musuh bersama’ dalam rangka menciptakan rasa kekitaan. Yang menarik dalam buku ini, penulis menawarkan pemikiran alternatif tentang normalisasi dan rekonspetualisasi money politics dalam pilkada.

Page 59: Penerbit PolGov

59Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Dilemmas of Populist

Transactionalism• Pengarang: Luky Djani, Olle Törnquist,

Osmar Tanjung & Surya Tjandra• Halaman/Tahun: 96 hlm (2017)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 50.000,- (Tersedia)

Why is Indonesia by late 2016 suddenly so far from Jokowi’s Solo model of negotiating social

contracts, which even produced a president in favour of change? And, why are we now so far from the board alliances of unions, CSOs and progressive politicians that produced a universal social insurance system? Why have the dynamics of Jakarta rather become more reminiscent of Donald Trump and European right-wing populist politicians ability to gain substantial support from not just extremists and racists but also the neglected working class? And what are the prospects, then, if any, for popular politics? The answers in this timely essay are based on close analyses of the attempts at new popular politics since 2005. The transactional character of not only elitist but also populist politics that have put recent advances at risk must be transformed by way of policy proposals that foster broader alliances and by initiating institutionalised forms of representation of citizen participation as well as progressive interest and issue organization.

Page 60: Penerbit PolGov
Page 61: Penerbit PolGov

Democracy

Everyone living under the social contract we call democracy has a duty to act responsibly, to obey the laws, and to abandon certain types of self-interested behaviors that conflict with the general good

- Simon Mainwaring

Page 62: Penerbit PolGov

62

//Democracy

Demokrasi Mencari Bentuk

• Pengarang: Bambang Purwoko (ed.)• Halaman/Tahun: 189 hlm+xii (2005)• Penerbit: Program Pascasarjana (S2)

Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM

• Harga: Rp ,- (Habis)

Artikel-artikel dalam buku ini pernah dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat periode 2002-2005, mencakup isu

aktual dari level lokal hingga nasional di mana dalam kurun waktu tersebut perubahan-perubahan besar dalam bidang sosial-politik tengah terjadi, terutama perihal transisi menuju demokrasi yang stabil. Tahun 2002-2003 adalah kurun waktu ketika tahapan instalasi otonomi daerah tengah berlangsung, sebagai kelanjutan dari tahapan inisiasi yang terjadi setahun sebelumnya. Sedangkan 2004-2005 merupakan tahapan di mana otonomi daerah dikonsolidasikan. Sementara itu, di tahun 2004, masyarakat Indonesia juga tengah berkonsentrasi menentukan pemimpin nasional, melalui pemilihan presiden langsung, yang merupakan kelanjutan dari konsolidasi demokrasi. Melalui analisisnya, Purwoko juga membahas tentang dinamika politik lokal dan kultur masyarakat Yogyakarta melalui aspek komunikasi politik yang bersumber pada budaya politik lokal,

dengan mengetengahkan simbol-simbol budaya seperti penggunaan istilah pasemon, esem, dan sasmita.

Page 63: Penerbit PolGov

63Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

PKS dan HTI: Genealogi dan

Pemikiran Demokrasi

• Pengarang: Arief Ihsan Rathomy• Editor: Sigit Pamungkas• Halaman/Tahun: 236 hlm+ xxii (2007)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp ,- (Habis)

Setelah kekuasaan Orde Baru, muncul berbagai gerakan keagamaan, terutama Islam, dengan berbagai

perspektifnya. Gerakan tersebut seolah-olah hendak menggambarkan penolakan mereka terhadap monisxe ideologi yang pernah diusung Orde Baru. Tidak tanggung tanggung, gerakan-gerakan itu juga langsung bersentuhan dengan aktivitas politik. Di antara mereka, ada yang langsung terlibat dan membentuk instrumen untuk merebut kekuasaan melalui jalur konstitusional, seperti pendirian partai politik Islam atau melalui jalur organisasi sosial-keagamaan. Buku ini memotret dua gerakan Islam di Indonesia, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang keduanya memiliki karakter berbeda. Persamaannya mereka merepresentasikan diri sebagai Islam politik, didukung pegiat-pegiat organisasi dari kalangan muda dan berbasiskan kampus; memiliki metode pengkaderan yang khas (halaqoh), serta bertemu pada akar pemikiran yang sama

yaitu Ikwanul Muslimin (IM) meski HTI kemudian menarik diri dari garis pemikiran itu. Yang dipotret dari kedua gerakan tersebut adalah pandangan mereka tentang demokrasi.

Page 64: Penerbit PolGov

64

//Democracy

Aceh: Peran Demokrasi Bagi Perdaiaman dan

Rekonstruksi (bhs. Ind)

• Pengarang: Olle Tornquist, Stanley Adi Prasetyo, Teresa Birks (ed.)

• Halaman/Tahun: 573 hlm+xiii (2011)• Penerbit: PCD Press• Harga: Rp 80.000,- (Tersedia)

Ketika Tsunami pada akhir Desember 2004 semakin memperuncing perang sipil di Sri Langka, Aceh

justru mengalami transisi yang luar biasa dari situasi konflik dan bencana ke arah perdamaian. Provinsi di ujung Pulau Sumatera, yang telah berpuluh tahun berusaha memisahkan diri dari Indonesia itu, kini memulai era baru dalam pembangunan. Yang menarik, sebagaimana dituturkan buku ini, keajaiban itu dimungkinkan oleh adanya proses demokratisasi. Untuk kali pertama, kombinasi intervensi internasional dan kesepakatan di tingkat lokal, akhirnya membuahkan hasil. Mengapa hal itu bisa terjadi? Bagaimana proses tersebut bisa berlangsung? Dalam buku ini, para ilmuwan senior, serta para peneliti berpengalaman berupaya menyajikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Perubahan di Aceh yang begitu menjanjikan itu menggugurkan aneka pendapat dan prediksi teoretis konvensional. Berbagai dinamika yang terjadi dalam kasus ini justru mematahkan pendapat umum

para ahli, lembaga donor, dan politisi, di antaranya, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menekankan perlunya membatasi demokrasi. Pasalnya, mereka berpendapat, pemberian ruang yang “terlalu lebar bagi kebebasan dan penyelenggaraan pemilu”, akan memunculkan konflik dan penyalahgunaan kekuasaan. Namun, perkembangan di Aceh juga tak serta-merta memperkuat gagasan bahwa perdamaian tercipta berkat kebijakan yang pro-pasar dan pelaksanaan demokrasi liberal. Sebaliknya, buku ini menunjukkan bahwa perdamaian di Aceh berkarakter “sosial demokrat”. Perdamaian itu berlandaskan proses politik yang kokoh, pengaturan bidang-bidang usaha yang besar proses transformasi konflik dalam kerangka yang demokratis, serta kemampuan masyarakat untuk menggunakan dan memperkuat institusi-institusi demokrasi yang baru.

Page 65: Penerbit PolGov

65Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Quo Vadis Demokrasi Indonesia

• Pengarang: Riswandha Imawan• Editor: Utan Parlindungan• Halaman/Tahun: 276 hlm+xxii (2011)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)

Bab-bab dalam buku ini adalah kumpulan artikel Riswandha Imawan yang menuturkan tentang dinamika partai

politik, serta kontestasi yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu. Selain itu, terdapat bab yang menganalisis proses legislasi, relasi-relasi antar aktor politik serta hubungan antar lembaga negara, pelaku pasar dan civil society. Secara ringkas, buku ini hendak menjelaskan betapa pembahasan atau isu demokrasi dan sistem kepartaian dan pemilu di Indonesia—hingga kini pun—bukan saja masih tetap menarik untuk diperbincangkan, tapi sekaligus menyediakan medan jelajah yang luas bagi para ilmuwan politik.

Page 66: Penerbit PolGov

66

//Democracy

Demokrasi di Atas Pasir

• Pengarang: Willy Purna Samadhi, Nicolaas Warouw (ed.)

• Halaman/Tahun: 235 hlm+ix (2013)• Penerbit: Demos dan PCD Press• Harga: Rp ,- (Habis)

Adalah benar bahwa kebanyakan aktor politik di Indonesia telah menyesuaikan diri terhadap aturan dan perundang-

undangan yang berlaku dalam prosedur demokrasi. Namun, dengan memberikan prioritas kepada hasil (outcome) dan kebiasaan-kebiasaan umum (budaya), banyak yang mengabaikan kelayakan infrastruktur demokrasi. Para aktor alternatif khususnya memiliki kapasitas yang kurang dalam menggunakan dan memajukan perangkat-perangkat demokrasi. Demokrasi dan khususnya sistem representasi dimonopoli oleh elit berkuasa. Buku ini didasarkan atas survei yang menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia, selain memperlihatkan kemajuan-kemajuan, juga memperlihatkan beberapa kemunduran. Adalah benar bahwa rakyat sudah bebas menggunakan hak suara mereka dalam pemilu, tetapi kaum perempuan (yang kebanyakan tidak memiliki jaringan yang bagus), kaum miskin dan kelompok marjinal, secara de facto terhalang untuk maju sebagai kandidat dan bahkan kadangkala untuk memilih.

Upaya untuk mengembangkan representasi populer terhambat. Isu-isu mendasar seperti persamaan hak-hak sipil dan politik, serta pemenuhan hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya juga menghadapi tantangan serupa. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk mengembangkan blok politik demokratis yang terorganisasikan dengan baik dan tidak didominasi atau dipengaruhi oleh partai. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan pengaruh masyarakat (demos) yang independen ke dalam aktivitas-aktivitas politik yang terorganisir; untuk mengubah relasi-relasi kekuasaan yang ada melalui representasi dan partisipasi yang lebih merakyat; untuk meningkatkan posisi tawar yang mengarah pada tercapainya kompromi-kompromi yang lebih baik bagi pembangunan yang berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Page 67: Penerbit PolGov

67Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Keluar dari Demokrasi

Populer• Pengarang: Amin Tohari• Editor: Umi Nurun Ni’mah• Halaman/Tahun: 150 hlm+xxx (2013)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 75.000,- (Tersedia)

Demokrasi semestinya tidak bisa dilepaskan dari masalah kesejahteraan yang secara harfiah dihadapi

masyarakat luas. Bila demokrasi hanya difokuskan pada masalah pertarungan, kontestasi, dan kandidasi, maka demokrasi hanya akan menjadi wahana selebrasi para elit. Mengaitkan dinamika demokrasi dengan ketimpangan struktur agraria merupakan salah satu upaya untuk terus mendialogkan demokrasi dengan masalah-masalah nyata yang dialami masyarakat luas. Spektrumnya masih harus diperluas lagi ke isu-isu lainnya, seperti kerawanan pangan, kerusakan ekologi, pengurangan kemiskinan, perburuhan, lapangan kerja, hingga beragam konflik. Penulis menduga kuat bahwa pengabaian diskursus demokrasi—di kalangan para akademisi sekalipun terhadap persoalan-persoalan riil itulah yang membuat masyarakat luas melihat bahwa praktik demokrasi selama ini tidak ada hubungannya dengan nasib mereka. Demokrasi yes, dan kesejahteraan itu mesti!

Page 68: Penerbit PolGov

68

//Democracy

Klanisasi Demokrasi

• Pengarang: Haryanto• Editor: Umi Nurun Ni’mah• Halaman/Tahun: 280 hlm+xvi (2014)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)

Klanisasi Demokrasi” barangkali adalah istilah baru dan asing bagi para penikmat politik di Indonesia.

Sebuah realita politik kontemporer yang menyadarkan kita bahwa demokrasi Indonesia adalah “an engaging blend of modernity and traditionalism.” Kesimpulan yang diajukan tersebut semakin mengajak kita untuk memahami bahwa demokrasi adalah sesuatu yang “lunak.” Dalam banyak hal, demokrasi harus menyesuaikan diri dengan praktik sosial tertentu dimana ia berada. Buku ini merupakan kajian terbaru yang lebih fokus pada masyarakat untuk melihat bagaimana klan dapat hadir dalam politik lokal di Indonesia dan pengaruhnya terhadap demokrasi. Buku ini menguraikan bagaimana norma dan nilai yang dikandung dalam struktur dan budaya dipandang sebagai sistem aturan dan desakan, yang didalamnya, aktor politik berusaha untuk memaksimalkan kegunaan mereka. Tujuannya adalah mendialokan bagaimana pola relasi kuasa dalam politik klan terkait dengan sumber daya yang mereka gunakan

dan implikasinya terhadap masa depan demokrasi Indonesia. Dengan menguraikan hadirnya politik klan, khususnya di tingkat lokal, buku ini diharapkan mampu memberikan update bagi pemahaman fenomena politik lokal dalam demoktasi yang berkembang pasca reformasi di Indonesia yang selama ini dikenal dengan istilah bossisme, local strongman, dan dinasti politik.

Page 69: Penerbit PolGov

69Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Blok Politik Kesejahteraan:

Merebut Kembali Demokrasi

• Pengarang: Willy Purna Samadhi• Halaman/Tahun: 106 hlm+xxii (2016)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 38.000,- (Tersedia)

Demokratisasi tidak dapat dilihat secara sederhana sebagai sebuah proses di atas spektrum yang membentang dari ekstrem

otoritarian ke arah demokrasi. Ada banyak dimensi yang bekerja secara kompleks dan berpengaruh, dan karena itu perlu diperhatikan, di tengah-tengah proses itu. Demokrasi dan demokratisasi merupakan “proses menjadi” yang dinamis, tak pernah berhenti, dan senantiasa membutuhkan campur tangan para aktor yang terlibat di dalamnya. Karena itu, memahami perkembangan demokrasi berarti memahami berbagai permasalahan yang muncul di tengah proses pergeseran politik, serta cara aktor mengaktualisasikan kapasitas politik yang dimiliki untuk menghadapinya. Buku ini mengkaji demokratisasi dalam kerangka politik transformatif. Buku ini tidak membahas baik atau buruknya situasi demokrasi di Indonesia, melainkan menelaah berbagai masalah dan peluang yang dihadapi para aktor gerakan demokrasi. Dengan cara itu kajian ini menawarkan strategi alternatif untuk mengembangkan dan memajukan demokrasi di Indonesia.

Page 70: Penerbit PolGov

70

//Democracy

Media Sosial dan Demokrasi:

Transformasi Aktivitas

Media Sosial ke Gerakan

Nyata Bali Tolak Reklamasi

• Pengarang: I Gusti Agung Ayu Kade Galuh

• Editor: Fitria Nurhayati• Halaman/Tahun: 190 hlm+xxii (2017)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)Tulisan ini mengkaji bagaimana

sesungguhnya media sosial bermakna bagi aktivis gerakan. Penelitian ini tidak

berbicara mengenai peran media sosial sebagai saluran komunikasi di antara aktivis. Sebaliknya, media sosial justru dipandang sebagai salah satu startegi gerakan untuk mencapai tuntutannya. Dengan kata lain, penelitian ini melihat bagaimana proses demokrasi terjadi dalam level grassroots di Indonesia melalui media sosial. Lebiih jauh, kajian ini juga menjawab bagaimana proses transformasi aktivitas media sosial menjaid gerakan nyata di Indonesia. Adapun, proses transformasi tersebut dibaca sebagai bagian dari strategi gerakan Bali Tolak Reklamasi. Jelasnya, tesis ini tentang media sosial sebaga strategi gerakan dalam konteks demokrasi.

Page 71: Penerbit PolGov

71Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Demokrasi Sebagai Siasat:

Tapak Politik Sultan Hamengku

Buwono IX• Pengarang: Bastian Widyatama• Editor: Diaz Prasongko• Halaman/Tahun: 216 hlm (2017)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp 55.000,- (Tersedia)

Dalam konteks sistem pemerintahan, raja sebagai pemilik kekuasaan yang absolut semakin tergeser posisinya

di era demokratisasi yang terjadi sejak era 1940-an. Bahkan banyak negara dengan sistem pemerintahan monarki harus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yaitu dengan mengadopsi sistem demokrasi. Di Indonesia, masuknya nilai-nilai demokrasi justru dibawa oleh sosok feodal yang dinilai bertentangan dengan demokrasi yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Raja Keraton Yogyakarta. Berdasarkan fenomena menarik tersebut, maka fokus permasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah bagaimana penafsiran tapak politik demokrasi Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang notabene merupakan seorang raja. Selain itu, penelitian ini juga akan menguak faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan politik Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mempertahankan eksistensi kekuasaan yang dimilikinya.

Page 72: Penerbit PolGov

Buku Populer,Jurnal,dan Monograf

The only motive that can keep politics pure is the motive of doing good for one’s country

and it’s people- Henry Ford

Page 73: Penerbit PolGov

73Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

Menulis Itu Mudah dan

Menyenangkan• Pengarang: Sigit Pamungkas, Nur

Azizah, Aini Firdaus, Astri Noor Marlina, Idil Akbar

• Editor: Purwo Santoso• Halaman/Tahun: 152 hlm+xiv (2006)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp ,- (Habis)

Menulis merupakan pekerjaan yang dapat disebut mudah sekaligus sulit. Mudah, karena tidak sedikit

orang yang mampu membuat sebuah karya intelektual ke dalam berjilid-jilid buku. Sulit, karena banyak kaum terdidik di negeri ini tetapi sangat sedikit yang menghasilkan karya, dalam hal ini karya tulis. Bahkan tidak jarang seseorang menunggu waktu berjam jam hanya untuk menuangkan satu gagasan dalam satu paragraf. Pada dasarnya, proses menulis adalah kegiatan berkomunikasi yaitu bagaimana seseorang menyampaikan pendapat kepada orang lain, tetapi dalam bentuk tulisan. Dalam komunikasi jenis ini, penggunaan bahasa secara benar, lugas, tegas dan jelas menjadi penting karena selain memudahkan dalam mencerna, bahasa yang tepat akan menjadikan ide yang disampaikan tidak dipahami secara keliru oleh orang lain. Sebab, kesalahan dalam komunikasi jenis ini tidak dapat dengan serta merta dikoreksi seperti halnya ketika berkomunikasi secara oral dengan orang lain. Beberapa persoalan yang

menjadi sebab adalah: pertama, adanya bayangan bahwa menulis adalah suatu pekerjaan yang berat dan sulit. Dengan kata lain, komunikasi lewat tulisan tidak dimaknai sebagai suatu kesenangan seperti halnya ketika mereka berdiskusi, orasi, atau merumpi. Kedua, tidak dikuasainya teknik berkomunikasi melalui tulisan secara baik. Ketiga, lemahnya sense of problem atas sebuah realitas sehingga berbagai realitas dibiarkan berlalu begitu saja tanpa ada keinginan untuk menjelaskan. Atas dasar itu, modul ini muncul. Sesuai dengan judul yang disandang, modul ini disusun dengan sesederhana mungkin agar memenuhi kriterianya: untuk menjadikan kegiatan menulis mudah dan menyenangkan.

Page 74: Penerbit PolGov

74

//Buku Populer, Jurnal, dan Monograf

Praktek Penelitian Kualitatif:

Pengalaman dari UGM

• Pengarang: Bayu Dardias Kurniadi • Halaman/Tahun: 310 hlm+xxii (2011)• Penerbit: PolGov• Harga: Rp ,- (Habis)

Pada semester lima, mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan (JPP) Fisipol UGM diberikan tugas untuk mencatat

proses perkuliahan dengan detail. Tugas-tugas tersebut digunakan sebagai salah satu penilaian akhir dalam Mata Kuliah Metode Analisis Kualitatif yang diampu Bayu Dardias Kurniadi, M.Sc. bersama Arie Ruhyanto, M.Sc. Dalam mata kuliah tersebut, mahasiswa dituntut untuk mampu melakukan dua hal, pertama, memahami prinsip dan konsep dasar metode penelitian kualitatif dan kedua, mampu mengaplikasikan konsep-konsep tersebut ke dalam penelitian yang sebenarnya. Salah satu hal penting yang dicatat dalam pembacaan terhadap buku ini adalah kesadaran bahwa metode penelitian kualitatif tidak hanya dilihat dari bagian awal tentang metodologi penelitian, tetapi dapat dilacak dari pembacaan terhadap seluruh hasil penelitian. Artinya, ini adalah mengenai bagaimana peneliti bertanya, menganalisis, dan menuliskan hasil penelitiannya termasuk wujud penelitian kualitatif yang sesungguhnya. Pada akhirnya, metode

penelitian memang tidak dimaksudkan untuk menciptakan sebuah pola yang seragam, tetapi justru memberikan ruang bagi setiap penelitian dengan karakter berbeda.

Page 75: Penerbit PolGov

75Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

NO Judul Buku Penulis Terbitan Stok Harga 1 Jurnal

Transformasi Vol 1 September 2003: Kuldesak Kajian Pemerintahan

Josef Riwu Kaho, Pratikno, AAGN Ari Dwipayana, Riswanda Imawan, Purwo Santoso, Amalinda Savirasni, Sutoro Eko, AMT Supriatma, Abdul Gaffar Karim, Ichsanul Amal, Idham Samawi, Mada Sukmajati

2003 Habis

2 Jurnal Transformasi Vol 1 Februari 2004: Nasionalisme Subversif

Rachmad Gustomy, Wawan Mas’udi, Nanang Indra Kurniawan, Yos Soetiyoso, Arie Styaningrum, Fahmi Idris, Yando Zakaria

2004 Habis

3 PCD Journal Vol. I 2009

Nicolas Warouw (ed.In-chief) 2009 Habis

4 PCD Journal Vol. II 2010

Nicolas Warouw (ed.In-chief) 2010 Tersedia Rp 50.000,-

5 PCD Journal Vol. III 2011

Nicolas Warouw (ed.In-chief) 2011 Tersedia Rp 50.000 ,-

6 PCD Journal Vol. IV No 1-2 2012

Nicolas Warouw (ed.In-chief) 2012 Tersedia Rp 50.000,-

7 PCD Journal Vol. V No. 1 2017

Eric Hiariej (ed. In chief)2017 Tersedia Rp 50.000,-

8 Jurnal Prisma Spesial Edisi “Negara, Kesejahteraan, dan Demokrasi”

2017 Tersedia Rp 100.000,-

Jurnal

Page 76: Penerbit PolGov

76

//Buku Populer, Jurnal, dan Monograf

MonografNo Judul Buku Penulis Terbitan Stok Harga

1 Monograph on Politics & Government, Asosiasi Antar Daerah Dalam Tata Pemerintahan Indonesia: Evaluasi Terhadap APEKSI, APKASI, APPSI, ADEKSI, ADKASI dan ADEPSI dalam Kerjasama Horisontal dan Bargaining Vertikal, Vol.1 No.1

Cornelis Lay, Pratikno, AAGN Ari Dwipayana, Purwo Santoso, Haryanto, Wawan Mas’udi, Bambang Purwoko, Josef Riwu Kaho, I Ketut Putra Erawan

2007 Habis  

2 Monograph on Politics & Government, Keterlibatan Publik Dalam Desentralisasi Tata Pemerintahan: Studi Tentang Problema, Dinamika, dan Prospek Civil Society Organization di Indonesia Vol.1 No.2

Cornelis Lay, Pratikno, AAGN Ari Dwipayana, Purwo Santoso, Haryanto, Wawan Mas’udi, Bambang Purwoko, Josef Riwu Kaho, I Ketut Putra Erawan

2007 Habis  

3 Monograph on Politics & Government, PKS’s Policy Behavior: Metamorfosa PKS dalam Kancah Politik Indonesia Vol.2 No.2

Agus Wibisono, Erwin Endaryanta, Joash Tapiheru, Rafif P. Imawan, Ratna Mustika Sari

2008 Habis  

4 Monograph: Keistimewaan Yogyakarta

Cornelis Lay, AAGN Ari Dwipayana, Purwo Santoso, Haryanto, Wawan Mas’udi, Bambang Purwoko, Josef Riwu Kaho, Marcus Priyo Sunanto, Andi Sandi ATTL

2008 Tersedia Rp 35.000,-

Page 77: Penerbit PolGov

77Edisi Juni 2017

Penerbit PolGov

5 Monograph: Menuju Berkerjanya Tata Pemerintahan Lokal Yang Baik: Partisipasi, Transparansi dan Akuntabilitas Vol.3 No.1

Bayu Dardias Kurniadi, Hasrul Hanif, I Ketut Putra Erawan, Longgina Novadona Bayo, Miftah Adi Ikhsanto, Nanang Indra Kurniawan, Nur Azizah, Sigit Pamungkas

2009 Habis  

6 Monograph: Memutuskan Interaksi Patron Client

Hendra Tri Ardianto, Yoga Putra Prameswari, M. Lubabun Ni’am A.S.

2009 Tersedia Rp 35.000,-

7 Monograph on Politics & Governemnt, Sinergi Pengembangan Ilmu Pemerintahan dengan Pembaharuan Tata Pemerintahan Loka, Vol. 4, No. 1

Penulis: Purwo Santoso, Nanang Indra Kurniawan, Joash Tapiheru, Zarah Ika.

2010 Tersedia Rp 35.000,-

8 Monograf: Sinergi Pengembangan Ilmu Pemerintahan dan Tata Kelola Pemerintahan Daerah

Purwo Santoso, Nur Azizah, Nanang Indra Kurniawan, Joash Tapiheru, Zarah Ika

2014 Tersedia Rp 35.000,-

9 Monograf Sejarah Politik Kewargangeraan Indonesia

Eric Hiariej, Risky Alif Alvian, Muhammad Irfan Ardhani, Agustinus Moruk Taek

2016 Tersedia Rp 35.000,-

Monograf

Page 78: Penerbit PolGov

78

//Buku Populer, Jurnal, dan Monograf

No Nama Judul Buku Harga 1 Demokrasi Melawan Negara; Quo Vadis Rp 40.000,-2 Pemilu dan Parlemen Gereja dan Pemilu; Partai Aceh; Politik Kain

Timur Rp 75.000,-

3 Pengembangan Wilayah Lokal

Berlayar Menuju Pulau Harapan; Perjuangan Menuju Puncak; Kalteng: membangun dari Pedalaman & Membangun dengan Komitmen Perjuangan Menuju Puncak Rp 45.000,-

4 Negara Globalisasi dan Negara Kesejahteraan: Perspektif Institusionalisme; Negara Menata Umat

Rp 35.000,-

5 Identitas dan Praktik Politik

Politik dan Grafiti; Nyanyian BangsaRp 45.000,-

6 Politik Subaltern Gay; Waria; Dilema Kesetaraan Gender Rp 50.000,-7 Kekuasaan Revitalisasi Peran Ninik Mamak Dalam

Pemerintahan Negara; Politik Pemerintahan Desa

Rp 65.000,-

8 Gerakan Rakyat Transformasi Strategi Gerakan Petani; Gera-kan Mahasiswa Rp 50.000,-

9 Aceh Aceh versi Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia Rp 90.000,-

10 Kewarganegaraan Dislokasi Wacana Kewarganegaraan; Merebut Kewarganegaraan Inklusif; Warga Negara dan Penjara

Rp 75.000,-

11 Demokrasi Klanisasi Demokrasi; Keluar dari Demokrasi Populer; Rp 80.000,-

12 Perdagangan dan Militer

The Decline of Bourgeisie; Konfrontasi Militer Merebut Irian Barat Rp 40.000,-

PaketBuku

Page 79: Penerbit PolGov

Informasi

Buku Penerbit PolGov dapat diperoleh dengan cara:

Pembelian langsung di Penerbit PolGov di Lt. 4 Gedung Fisipol UGM, Jl. Sosio Yustisia, Bulaksumur, Yogyakarta.

Pembelian melalui kontak kami telepon/SMS/WhatsApp (+62 811 2515 863) atau surel [email protected] | [email protected]

Cara Pemesanan:

• Kirimkan judul buku yang akan dipesan melalui kontak atau surel Penerbit PolGov.

• Kami akan melakukakan pengecekan ketersediaan buku yang dipesan. • Kami akan mengirimkan faktur kepada anda dan jika sudah menerima

faktur anda dapat melakukan pembayaran dengan melakukan pembayaran dengan melakukan transfer uang ke rekening kami.

• Bukti pembayaran harap Anda kirimkan melalui surel atau aplikasi WhatsApp (disertai alamat lengkap tujuan pengiriman buku).

• Buku akan segera kami kirim setelah menerima bukti pembayaran Anda (bukti pengiriman akan kami kirimkan kembali melalui saluran pemesanan Anda).

Cara pembayaran melalui transfer ke rekening:

Bank Mandiri | Rekening No. 1370011991839 a. n. Mada Sukmajati.

Keterangan:

Harga buku belum termasuk ongkos kirim.(Ongkos kirim disesuaikan dengan jumlah kilo barang dan alamat serta penggunaan jasa).

Page 80: Penerbit PolGov