penerapan undang-undang perkebunan terhadap pelaku

12
SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap) 88 Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Saiful Asmuni Harahap Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara E-mail: [email protected] Abstract Kejahatan yang paling kuno hingga saat ini masih eksis dan terus terjadi didalam masyarakat salah satunya adalah kejahatan pencurian. Para pelaku biasanya mendalilkan diri melakukan pencurian dikarenakan himpitan ekonomi yang menimpa kehidupan diri dan keluarganya. Tidak menemukan solusi dari permasalahan yang menimpanya maka para pelaku mengambil jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melakukan kejahatan pencurian, jalan pintas yang sering dilakukan dengan mencuri hasil kebun diwilayah perkebunan, seperti buah kelapa sawit, selain mudah untuk dicuri ternyata buah kelapa sawit juga mudah untuk dijual kembali. Namun bagaimana jika pencuri di wilayah perkebunan ternyata tidak diterapkan sebagaimana yang terdapat didalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan..Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang diambil dari data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan tindak pidana perkebunan sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan ketika adanya pencurian di lahan perkebunan bukan merupakan dakwaan alterntif terhadap semua kasus pencurian hasil kebun. Tidak semua kasus pencurian di wilayah perkebunan diterapkan Undang-undang Nomor 39 tahun 2014.Tidak diterapkannya Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 sebagai lex specialist ternyata terdapat hambatan yaitu dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2012 tentang Penyesuain Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP Kata Kunci: Undang-Undang Perkebunan, Pencurian, Perkebunan How to cite: Harahap,S.A.,(2020), “Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb). Vol 1(2),88-99. A. Pendahuluan Hukum pidana merupakan hukum tertua diantara hukum-hukum lainnya. Hukum pidana berusia sama seperti usia peradaban manusia. Hukum pidana hidup dan berkembang mengikuti peradaban kehidupan manusia. Hukum pidana bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada manusia agar dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari tanpa rasa takut dalam berinteraksi dengan orang lain. Hakikat hukum pidana telah dikenal bersamaan dengan manusia mulai mengenal hukum, walaupun pada saat itu belum dikenal pembagian bidang-bidang hukum dan sifatnya juga masih tidak tertulis. Adanya peraturan-peraturan, adanya perbuatan-perbuatan yang tidak disukai oleh masyarakat adanya orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan, dan adanya tindakan dari masyarakat terhadap pelaku dari perbuatan-perbuatan sedemikian, merupakan awal lahirnya hukum pidana dalam masyarakat yang bersangkutan. Munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang lebih terorganisasi dengan baik serta kelompok cendikia di dalamnya, yang pada akhirnya melahirkan negara, makin menegaskan adanya bidang hukum pidana disamping bidang-bidang hukum lainnya. Perkembangan hukum pidana mulai dari masyarakat sederhana sampai pada masyarakat modern sekarang ini tidaklah mengubah hakikat hukum pidana, melainkan hanya makin menegaskan sifat dan luasnya bidang hukum pidana. Oleh karenanya, baik untuk masyarakat dahulu kala maupun masyarakat sekarang, hukum pidana dapat didefenisikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan yang pelaku-pelakunya seharusnya dipidana dan pidana-pidana yang seharusnya dikenakan (Frans Maramis, 2012: 2). Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945

Upload: others

Post on 30-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

88

Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di

Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb)

Saiful Asmuni Harahap

Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana

Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

E-mail: [email protected]

Abstract

Kejahatan yang paling kuno hingga saat ini masih eksis dan terus terjadi didalam masyarakat salah satunya adalah kejahatan

pencurian. Para pelaku biasanya mendalilkan diri melakukan pencurian dikarenakan himpitan ekonomi yang menimpa kehidupan diri dan keluarganya. Tidak menemukan solusi dari permasalahan yang menimpanya maka para pelaku

mengambil jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melakukan kejahatan pencurian, jalan pintas yang

sering dilakukan dengan mencuri hasil kebun diwilayah perkebunan, seperti buah kelapa sawit, selain mudah untuk dicuri

ternyata buah kelapa sawit juga mudah untuk dijual kembali. Namun bagaimana jika pencuri di wilayah perkebunan ternyata tidak diterapkan sebagaimana yang terdapat didalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan..Penelitian

yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang diambil dari data sekunder

dengan mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Berdasarkan hasil

penelitian dipahami bahwa pengaturan tindak pidana perkebunan sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan ketika adanya pencurian di lahan perkebunan bukan merupakan dakwaan alterntif terhadap semua kasus

pencurian hasil kebun. Tidak semua kasus pencurian di wilayah perkebunan diterapkan Undang-undang Nomor 39 tahun

2014.Tidak diterapkannya Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 sebagai lex specialist ternyata terdapat hambatan yaitu

dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2012 tentang Penyesuain Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

Kata Kunci:

Undang-Undang Perkebunan, Pencurian, Perkebunan

How to cite:

Harahap,S.A.,(2020), “Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb). Vol 1(2),88-99.

A. Pendahuluan

Hukum pidana merupakan hukum tertua diantara hukum-hukum lainnya. Hukum pidana berusia

sama seperti usia peradaban manusia. Hukum pidana hidup dan berkembang mengikuti peradaban

kehidupan manusia. Hukum pidana bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada

manusia agar dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari tanpa rasa takut dalam berinteraksi

dengan orang lain. Hakikat hukum pidana telah dikenal bersamaan dengan manusia mulai mengenal

hukum, walaupun pada saat itu belum dikenal pembagian bidang-bidang hukum dan sifatnya juga

masih tidak tertulis. Adanya peraturan-peraturan, adanya perbuatan-perbuatan yang tidak disukai oleh

masyarakat adanya orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan, dan adanya tindakan dari

masyarakat terhadap pelaku dari perbuatan-perbuatan sedemikian, merupakan awal lahirnya hukum

pidana dalam masyarakat yang bersangkutan.

Munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang lebih terorganisasi dengan baik serta kelompok

cendikia di dalamnya, yang pada akhirnya melahirkan negara, makin menegaskan adanya bidang

hukum pidana disamping bidang-bidang hukum lainnya. Perkembangan hukum pidana mulai dari

masyarakat sederhana sampai pada masyarakat modern sekarang ini tidaklah mengubah hakikat

hukum pidana, melainkan hanya makin menegaskan sifat dan luasnya bidang hukum pidana. Oleh

karenanya, baik untuk masyarakat dahulu kala maupun masyarakat sekarang, hukum pidana dapat

didefenisikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan yang

pelaku-pelakunya seharusnya dipidana dan pidana-pidana yang seharusnya dikenakan (Frans Maramis,

2012: 2). Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Dasar 1945

Page 2: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

89

dalam Pasal 1 ayat (3), yang berbunyi bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga ketika

terjadi pelanggaran maupun kejahatan aparat penegak hukum bekerja menjalankan fungsi

sebagaimana semestinya untuk melindungi kepentingan negara dan warganya.

Kejahatan yang paling kuno hingga saat ini masih eksis dan terus terjadi didalam masyarakat

salah satunya adalah kejahatan pencurian. Para pelaku biasanya mendalilkan diri melakukan pencurian

dikarenakan himpitan ekonomi yang menimpa kehidupan diri dan keluarganya. Tidak menemukan

solusi dari permasalahan yang menimpanya maka para pelaku mengambil jalan pintas untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melakukan kejahatan pencurian. Pencurian merupakan suatu

tindakan kejahatan yang dapat dipidana. Kejahatan sebenarnya terbagi dalam dua perspektif. Namun,

akan dicantumkan saja dari satu perspektif yaitu kejahatan dalam perspektif hukum (a crime from the

legal point of view). Batasan kejahatan dari sudut pandang ini adalah setiap tingkah laku yang

melanggar hukum pidana. Bagaimanapun jeleknya suatu perbuatan sepanjang perbuatan itu tidak

dilarang di dalam perundang-undangan pidana, perbuatan itu tetap sebagai perbuatan yang bukan jahat

(A.S.Salam dan Amir Ilyas, 2018: 30).

Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu

hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan cirri tertentu pada

peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa

yang konkret dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang

bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai

sehari-hari dalam kehidupan masyarakat (Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili, 2015: 5).

Tindak pidana pencurian secara umum diatur dalam Buku Kedua Bab XXII Pasal 362-367 KUHP.

Pasal 362 KUHP yang mengatur tentang pencurian biasa berbunyi: Barangsiapa mengambil sesuatu

barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki

barnag itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya

lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-(sembilan ratus rupiah).

Secara khusus tindak pidana pencurian juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun

2014 tentang Perkebunan yang mengatur tentang tindak pidana pencurian yang dilakukan diwilayah

suatu perkebunan. Sedangkan pengaturan mengenai nominal kerugian dalam suatu tindak pidana

pencurian di atur melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012. Menurut Ediwarman

terdapat dua sumber penyebab terjadinya tindakan kejahatan baik itu kejahatan mencuri dan kejahatan

lainnya. Dua sumber tersebut yaitu: (Ediwarman, 2017: 24-26)

1. Faktor intern (faktor yang berdampak pada individu itu sendiri) di mana faktor ini dapat

dilihat secara khusus dari individu itu sendiri dan juga hal-hal yang mempunyai hubungan

dengan perbuatannya. Faktor extern (faktor-faktor yang berada di luar individu) faktor

ekstern ini berpokok pangkal dipengaruhi di luar diri individu itu sendiri yaitu lingkungan

(lingkunganlah yang menyebabkan seseorang itu melakukan kejahatan), masalah faktor

extern ini juga meliputi waktu dan tempat di mana kejahatan itu dilakukan oleh seseorang

2. Faktor Extern ini disebabkan antara lain:

a. Faktor lingkungan menurut Rousseau menyatakan bahwa faktor lingkungan adalah

merupakanibu dari suatu kejahatan. Karena menekankan pada sosial ekonomi seseorang

sebagai penyebab utama dari kejahatan. Bertitik tolak dari perndapat tersebut jelas yang

mempengaruhi seseorang menjadi perilaku sebagai penjahat adalah dipengaruhi oleh

keadaan individu maupun sosial lingkungannya

b. Faktor sosial ekonomi keadaan perekonomian merupakan salah satu faktor yang secara

langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola-pola kehidupan masyarakat,

keadaan ini juga mempengaruhi cara-cara kehidupan (way of life) seseorang. Dalam

kondisi-kondisi pergolakan mudah sekali terjadi kriminalitas yang disebabkan adanya

ketegangan maupun insecuritypada masyarakatnya misalnya level dari penghasilan sosial

yang rendah, keadaan perumahan, kesehatan dan sebagainya kurang/tidak mendapat

perhatian. Akibatnya, kriminalitas akan meningkat.

c. Faktor keturunan, menurut David Abraham dalam Ediwarman setitik berat sebab

kejahatan itu adalah faktor keturunan, karena keturunan itu memegang peranan penting

dalam masalah timbulnya kejahatan walaupun lingkungan turut mempengaruhinya.

Page 3: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

90

Kejahatan terus berkembang pesat seiring dengan perubahan kecanggihan teknologi, pola

pikir manusia, keadaaan sosial, dan globalisasi yang menyeluruh. Sehingga jenis-jenis kejahatan saat

ini sudah dikelompokkan kedalam kejahatan khusus yang lebih spesifikasi. Sebagai contoh jenis

kejahatan pencurian yang dahulunya hanya diatur didalam Pasal 362-367 Kitab Undang-undang

Hukum Pidana saat ini sudah diatur lebih spesifikasi dan lebih khusus didalam Undang-undang khusus

seperti Tindak Pidana Korupsi yang diatur didalam Undang-undang Tipikor, Pencurian di wilayah

perkebunan diatur secara khusus didalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang

Perkebunan. Maka dari itu kejahatan khusus didakwa dengan undang-undang khusus pula.

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan adalah segala

kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi

daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait Tanaman Perkebunan. Dalam ketentuan Undang-

undang Nomor 39 Tahun 2014 juga mengatur tentang ketentuan pidana yaitu dalam Pasal 107 yang

berbunyi: “Setiap Orang secara tidak sah yang:

1. Mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Lahan Perkebunan;

2. Mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau

Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan;

3. Melakukan penebangan tanaman dalam kawasan Perkebunan; atau

4. Memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan;

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4

(empat) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Berdasarkan

Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan tersebut maka sudah seharusnya aturan

yang diterapkan adalah undang-undang perkebunan. Kendatipun demikian, adanya kerugian yang

diderita kebun kelapa sawit tersebut sangat kecil sehingga menyebabkan hakim harus memberlakukan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana

Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP.

Ada sebuah kejanggalan dalam suatu kasus yang terjadi di PengadilanNegeriStabat, yaitu

penerapan Pasal pencurian didalam KUHP pada kasus pencurian kelapa sawit diwilayah perkebunan.

Hal ini tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertentangan dengan azas

Lex Specialis Derogat Lex Generalis dimana seharusnya aturan khusus mengenyampingkan aturan

yang umum. Kronologis kasus pencurian dalam Putusan Nomor 211/Pid.B/2015/PN.Stb bahwa dalam

putusan tersebut para terdakwa didakwakan melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan

yang diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP yang berbunyi Denganhukuman penjara selama-

lamanya tujuh tahun, dihukum pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih.

Putusan tersebut merangkup dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dalam dakwaanya

menerangkan Bahwa Terdakwa Billy Angga Siregar bersama dengan Tersangka Yan (DPO), pada hari

Selasa tanggal 10 Januari 2015 sekira pukul 17.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain

dalam bulan Januari 2015, bertempat di Arela Sido Selamat Afd II TM 1994 Perk Kebun Bekiun

Kec.Kuala Kab. Langkat atau di suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Stabat,

“Mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud

untuk dimiliki secara melawan hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu”,

yang dilakukan dengan cara:

Terdakwa Billi Angga Siregar bersama YAN (DPO) berangkat dari sebuah warung kopi yang

tidak jauh dari tempat kejadian, pada saat itu terdakwa Billy terlebih dahulu pulang kerumah orang tua

yang tidak jauh dari lokasi kejadian untuk mengembalikan motor orangtua terdakwa Billy, sedangkan

Yan (DPO) menggunakan sepeda motor Honda CB tanpa plat miliknya ketempat kejadian, tidak lama

kemudian terdakwa berjalan kaki menuju kandang lembu milik terdakwa yang berjarak kurang lebih 5

meter dari tempat kejadian di areal Sido Selamat Afd II TM. 1994 Perk. Kebiun Kec. Kuala Kab.

Langkat, pada saat itu terdakwa bertemu dengan Yan (DPO) yang sedang mengikat egrek sawit di

ujung sebuah bambu, setelah itu Yan (DPO) memberikan egrek sawit tersebut kepada terdakwa Billy,

setelah itu Terdakwa Billy mengarahkan ujung egrek tersebut ke pangkal buah kelapa sawit yang

masih lengket di pohonya, setelah ujung egrek sawit tersebut menempel di pangkal buah kelapa sawit

kemudian terdakwa menarik gagang egrek sawit dengan kedua tanganya dengan kuat hingga buah

kelapa sawit tersebut terlepas dari pohonya dan jatuh ketanah, setelah kelapa sawit terjatuh, Yan

Page 4: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

91

(DPO) memikul buah kelapa sawit tersebut ke Peringgan Perk. Bekiun begitulah seterusnya hingga

sekira pukul 17.00 Wib.

Perbuatan terdakwa Billy dan Yan (DPO) diketahui oleh pihak PerkebunanBekiun sehingga

dilakukan pengejaran terhadap terdakwa dan Yan, lalu Yan menjatuhkan dan meninggalkan buah

kelapa sawit yang dipikulnya dan 1(satu) unit motor honda CB tanpa plat tersebut ditempat kejadian

dan terdakwa meninggalkan egrek sawit bergagang bamboo tersebut di tempat kejadian, lalu mereka

melarikan diri hingga terdakwa dapat ditangkap oleh pihak kepolisian Polsek Kuala. Berdasarkan

dakwaan tersebut hingga pada akhirnya hakim memutuskan yang amarnya berbunyi:

1. Menyatakan terdakwa Billy Angga Siregar alias Billi terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian dalam keadaan memberatkan" sebagaimana

dalam dakwaan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP jo.Perma No 2 tahun 2012;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karenaitu dengan pidana penjara selama 2

(dua) bulan dan 15 (lima belas) hari;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan barang bukti berupa:

a. 3 (tiga) tandan buah kelapasawit dikembalikan kepada PT LNK Kebun Bekiun

b. 1 (satu) buah egrek sawit bergagang bamboo Dirampas untuk dimusnahkan

c. 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda tanpa plat Dikembalikan kepada terdakwa.

5. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp 2000,-(dua ribu rupiah).

Menarik untuk ditelaah secara mendalam terkait penerapan hukum yang dilakukan, sebab ada

dua catatan yang penting dalam perkara tersebut yang pertama pencurian dilakukan di suatu lahan

perkebunan, dan yang kedua akibat dari perbuatan pencurian yang dilakukan terdakwa menyebabkan

PT LNK Bekiun mengalami kerugian sekitar Rp 75.000,-(tujuh puluh lima ribu rupiah). Berkaitan

dengan hal di atas, maka tidak terdapat korelasi antara penerapan undang-undang yang umum dan

undang-undang yang khususseperti yang diketahui bersama adanya asas Lex specialist derogate legi

generalyang maksudnya hukum yang khusus lebih diutamakan daripada hukum yang umum Suatu

ketentuan yang bersifat mengatur secara umum dapat dikesampingkan oleh ketentuan yang lebih

khusus mengatur hal yang sama (Marwan Mas, 2004: 97).

Berdasarkan perkara tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Beberapa pertanyaan yang muncul menjadi alasan penulis melakukan penelitian ini, alasan apa yang

mendasari penyidik kepolisian dan kejaksaan menerapkan Pasal 363 sebagai dasar perbuatan pidana

yang dilakukan terdakwa, sedangkan perbuatan terdakwa dilakukan diwilayah perkebunan. Apakah

undang-undang perkebunan tidak bisa diterapkan dalam kasus tersebut atau adakah faktor lain yang

menyebabkanpenyidik tidak menerapkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang perkebunan

sebagai dasar penyidikan hingga penuntutan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapatlah

dtentukan judul penelitian ini adalah “Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan(Analisis Putusan Nomor : 211/Pid.B/2015/PN.Stb)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditari pokok permasalahan yaitu:

1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Perkebunan menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun

2014 tentang Perkebunan ketika adanya Pencurian di Lahan Perkebunan?

2. Bagaimana Penerapan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dalam

Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/PN.Stb?

3. Bagaimana hambatan dalam Penerapan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang

Perkebunan terhadap pelaku pencurian kelapa sawit di wilayah perkebunan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Pengaturan Tindak Pidana Perkebunan menurut Undang-undang Nomor 39

Tahun 2014 tentang Perkebunan ketika adanya Pencurian di Lahan Perkebunan

2. Untuk mengetahui Penerapan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunun

dalamPutusan Nomor 211/Pid.B/2015/PN.Stb.

Page 5: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

92

3. Untuk mengetahui Hambatan dalam Penerapan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014

tentang Perkebunan terhadap pelaku pencurian kelapa sawit di wilayah perkebunan

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif atau seperti yang

dikatakan Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji yaitu penelitian hukum kepustakaan (Soerjono

Soekanto, 2014: 7).

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah adalah dengan melakukan pendekatan hasil kajian empiris teoritik dengan

melihat berbagai pendapat para ahli, penulis dan kajian-kajian terhadap peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan pencurian di perkebunan.

E. Pembahasan

1. Pengaturan Tindak Pidana Perkebunan menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun

2014 tentang Perkebunan ketika adanya Pencurian di Lahan Perkebunan

Hukum pidana sebagai salah satu bagian dari hukum pada umumnya, memang tidak

menunjukkan adanya suatu perbedaan dengan hukum-hukum lain, yaitu bahwa semua hukum tersebut

memuat sejumlah ketentuan-ketentuan untuk menjamin agar norma-norma yang diakui di dalam

hukum itu benar-benar akan ditaati orang. Pada dasarnya semua hukum bertujuan untuk menciptakan

suatu keadaan dalam pergaulan hidup bermasyarakat, baik dalam lingkungan yang kecil maupun

dalam lingkungan yang lebih besar, agar didalamnya terdapat suatu keserasian, suatu ketertiban, suatu

kepastian hukum dan lain-lain sebagainya. Akan tetapi di dalam suatu hal hukum pidana itu

menunjukkan adanya sutau perbedaan dari hukum-hukum yang lain pada umumnya, yaitu bahwa

didalamnyaorang mengenal adanya suatu kesengajaan untuk memberikan suatu akibat hukum berupa

bijzondere leed atau suatu penderitaa yang bersifat khusus dalam bentuk suatu hukuman kepada

mereka yang telah melakukan suatu pelanggaran terhadap keharusan-keharusan ataularangan-larangan

yang telah ditentukan didalamnya (P.A.F. Lamintang, 2016: 16).

Hukum pidana berfungsi ketika terjadi suatu peristiwa pidana, yaitu seseorang melakukan suatu

perbuatan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di negara ini. Negara

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tertuang didalam Pasala 1 ayat (3) Undang-undang

Dasar Kesatuan Republik Indonesia. Setiap perbuatan harus sesuai dengan aturan yang berlaku, dan

jika melanggar maka akan mendapatkan sanksi. Hukum Pidana menganut azas legalitas yangtertuang

didalam bunyi Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yaitu “Suatu perbuatan tidak

dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.

Maksudnya ialah tidak ada satu perbuatan pun yang dapatdihukum, kecuali berdasarkan ketentuan

perundang-undangan pidana yang telah diatur terlebih dahulu daripada perbuatannya itu”.

Bahwa penyelenggaraan perkebunan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2004

tentang Perkebunan sudah tidak sesuai dengan dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat, belum

mampu memberikan hasil yang optimal, serta belum mampu meningkatkan nilai tambah usaha

perkebunan nasional sehingga perlu diganti dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang

Perkebunan. Tindak pidana pencurian sawit lazim terjadi, apalagi para pelakunya biasanya penduduk

yang bertempat tinggal di dekat wilayah perkebunan. Hasil panen kelapa sawit mudah untuk dijual,

harga yang lumayan tinggi menjadikan kelapa sawit sasaran empuk bagi para pencuri. Jika terus

menerus dibiarkan maka perusahaan yang menanam buah kelapa sawit akan terus mengalami

kerugian, hal ini berdampak bagi kesehatan dan pendapatan perusahaan. Maka diperlukan tindakan

untuk memberantas tindak pidana pencurian buah kelapa sawit tersebut.

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan mendefenisikan

Perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana

produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan dan pemasaran terkait tanaman perkebunan.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 terbentuk berdasarkan pertimbangan bahwa bumi, air, dan

kekayaan alam yang terkandung didalam wilayah negara Republik Indonesia merupakan anugerah

Page 6: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

93

Tuhan Yang Maha Esa untuk dimanfaatkan dan dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan terdiri dari XIX (sembilan belas)

Bab, 118 Pasal dan diantara Pasal-Pasal tersebut ada diatur tentang perbuatan tindak pidana pencurian

yang dilakukan diwilayah perkebunan. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang

Perkebunan,menjelaskanIndonesia sebagai negara agraris memiliki sumber daya alam melimpah,

terdiri dari bumu, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Potensi tersebut merupakan

karunia dan amanat Tuhan yang Maha Esa,yang harus dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan

umum dan kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Potensi sumber daya alam dimaksud, sangat penting digunakan untuk

pengembangan Perkebunan di Indonesia.

Ketentuan pidana dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan diatur

secara khusus didalam Bab XVII tentang Ketentuan Pidana, yaitu terdapat dalam Pasal 103 sampai

dengan Pasal 113. Pemberlakukan ketentuan pidana terhadap bentuk-bentuk tindak pidana perkebunan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan bagian dari upaya penegakan

hukum untuk mencegah terjadinya tindak pidana dan penghukuman terhadap pihak-pihak yang telah

terbukti secara sah melakukan tindak pidana sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang

baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Oleh

karena itu, negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar

lingkungan hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia

serta makhluk hidup lain.

Pencegahan terjadinya perbuatan-perbuatan pidana dalam kegiatan usaha perkebunan tentunya

memerlukan peningkatan peran pemerintah dalam melakukan pembinaan dan pengawasan baik yang

dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, karena kegiatan usaha perkebunan dapat

berpengaruh terhadap pelestarian lingkungan hidup apabila terjadi bentuk-bentuk perbuatan pidana

sebagimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. Khusunya

mengenai perbuatan tindak pidana pencurian diatur di dalam Pasal 107 yang berbunyi “Setiap Orang

secara tidak sah yang:

a. Mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Lahan Perkebunan;

b. Mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau

Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan;

c. Melakukan penebangan tanaman dalam kawasan Perkebunan; atau

d. Memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan; Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak

Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Tindak pidana perkebunan telah diatur secara khusus dalam Undang-undang Nomor 39 tahun

2014 tentang Perkebunan, sehingga mekanisme peradilanpidananya dan pemberlakuan sanksi

pidananya perlu disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku.

2. Penerapan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunun dalam Putusan

Nomor 211/Pid.B/2015/PN.Stb

Membahas mengenai penerapan hukum pidaa materiil terhadap pelaku tindak pidana

pencurian di wilayah perkebunan pada yang sedang diteliti, maka penerapan hukum pidana materill

ditemukan pada data dalam putusan perkara Nomor211/Pid.B/2015/PN.Stb Mulai dari tahap dakwaan,

tuntutan, fakta hukum, pertimbangan dan putusan. Bahwa Terdakwa BILLY ANGGA SIREGAR

bersama dengan Tersangka YAN (DPO), pada hari Selasa tanggal 10 Januari 2015 sekitar pukul 17.00

Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain dalam bulan Januari 2015, bertempat di Arela Sido

Selamat Afd II TM 1994 Perk Kebun Bekiun Kec Kuala Kab. Langkat atau di suatu tempat dalam

daerah hukum Pegadilan Negeri Stabat, “Mengambil barangsesuatu yang seluruhnya atau sebagian

kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum yang dilakukan oleh dua

oranng atau lebih dengan bersekutu”, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Page 7: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

94

a. Bahwa bermula pada hari Sabtu tanggal 10 Januari 2015 sekitar pukul 16.00 Wib terdakwa BILLI

ANGGA SIREGAR bersama YAN (DPO) berangkat dari sebuah warung kopi yang tidak jauh dari

tempat kejadian, pada saat itu terdakwa BILLY terlebih dahulu pulang kerumah orang tua yang

tidak jauh dari lokasi kejadian untuk mengembalikan motor orangtua terdakwa BILLY, sedangkan

YAN (DPO) menggunakan sepeda motor Honda CB tanpa plat,miliknya ketempat kejadian di

areal Sido Selamet Afd II TM. 1994 Perk. Kebiun Kec. Kuala Kab. Langkat, pada saat itu

terdakwa bertemu dengan YAN (DPO) yang sedang mengikat egrek sawit di ujung aebuah bambu,

setelah itu YAN (DPO) memberikan egrek sawit tersebut kepada terdakwa BILLY, setelah itu

Terdakwa BILLY mengarahkan ujung egrek tersebut ke pangkal buah kelapa sawit yang masih

lengket di pohonnya, setelah ujung egrek sawit tersebut menempel di pangkal buah kelapa sawit

kemudian terdakwa manarik gagang egrek sawit dengan kedua tangannya dengan kuat hingga

buah kelapa sawit tersebut terlepas dari pohonnya dan jatuh ketanah, setelah buah kelapa sawit

jatuh, YAN (DPO) memikul buah kelapa sawit tersebut ke Peringgan Perk. Bekiun begitulah

seterusnya hingga sekira pukul 17.00 Wib. Perbuatan terdakwa BILLI dan YAN (DPO) diketahui

oleh pihak Perk Kebun Bekiun sehingga dilakukan pengejaran terhadap terdakwa dan YAN, lalu

YAN menjatuhkan dan meninggalkan buah kelapa sawit yang dipikulnya dan 1 (satu) unit motor

honda CB tanpa plat tersebut ditempat tersbut ditempat kejadian dan terdakwa meninggalkan

egrek sawit bergagang bambu tersebut di tempa kejadian, lalu mereka melarikan diri hingga

terdakwa dapat ditangkap oleh pihak kepolisian Polsek Kuala.

b. Bahwa kemudian terdakwa beserta barang bukti yang menimbulkan dibawa ke POlsek Kuala

untuk diproses labih lanjut.

c. Bahwa terdakwa tidak ada izin dari Pihak korban PT. LNK Perk Bekiun untuk mengambil bauh

kelapa sawit tersebut.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana sesuaiPasal 363 Ayat (1) ke-4

KUHPidana berbunyi: Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun:

a. Pencurian ternak

b. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut,

gunung meletus, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau

bahaya perang.

c. Pencurian diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada

rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak

dikehendaki oleh yang berhak;

d. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;

e. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada

barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan

memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakai jabatan palsu

Selanjutnya dalam tunttan jaksa penuntut umum yang dibacakan dan diserahkan dalam

persidanga yang pada pokoknya menuntut terdakwa sebagai berikut:

a. Menyatakan terdakwa “BILLY ANGGA SIREGAR ALIAS BILLI” Bersalah melakukan

tindak pidana “Pencurian Dengan Pemberatan” sebagaimana diatur dan di ancam dalam

Pasal 363 ayat (1) ke-4KUHP;

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa “BILLY ANGGA SIREGARALIASBILLI”

dengan pidana penjara selama 5 (lima) bulan potong tahanan dengan perintah untuk tetap

ditahan

c. Menyatakan barang bukti berupa:

1) 3 (tiga) tandan buah kelapa sawit Dikembalikan kepada PT LNK Kebun Bekiun

2) 1 (satu) buah egrek sawit bergagangbambu Dirampas untukdimusnahkan

3) 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda tanpaplat Dikembalikan kepada terdakwa

d. Menetapkan agar terdakwa supaya dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

1.000,-(seribu rupiah).

Putusan:

a. Menyatakan terdakwa Billy Angga Siregar alias Billi terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan “sebagaimana

dalam dakwaan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP Jo Perma Nomor 2 Tahun 2012;

Page 8: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

95

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua)

bulan dan 15 (lima belas) hari;

c. Menetapkan masa penangkapan dan penahan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

d. Menetapkan barang bukti berupa:

1) 3 (tiga) tandan buah kelapa sawit dikembalikan kepada PT LNK Kebun Bekiun

2) 1 (satu) buah egrek sawit bergagang bambu dirampas untuk dimusnahkan

3) 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda tanpa plat dikembalikan kepada terdakwa

e. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2000,-(dua ribu rupiah).

Pada Putusan Nomor:211/Pid.B/2015/Pn.Stb menyatakan terdakwa Billi Angga Siregar alias

Billi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dalam keadaan

memberatkan “sebagaimana dalam dakwaan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP Jo.Perma Nomor 2 Tahun

2012. Berdasarkan fakta dipersidangan terdakwa Billi melakukan pencurian diwilayah perkebunan PT

LNK Kebun Bekiun dengan cara mengarahkan ujung egrek tersebut ke pangkal buah kelapa sawit

yang masih lengket di pohonnya, setelah ujung egrek sawit tersebut menempel di pangkal buah kelapa

sawit kemudian terdakwa manarik gagang egrek sawit dengan kedua tangannya dengan kuat hingga

buah kelapa sawit tersebut terlepas dari pohonnya dan jatuh ketanah, setelah buah kelapa sawit jatuh,

YAN (DPO) memikul buah kelapa sawit tersebut ke Peringgan Perk. Bekiun begitulah seterusnya

hingga sekira pukul 17.00 Wib. Perbuatan terdakwa BILLI dan YAN (DPO) diketahui oleh pihak Perk

Kebun Bekiun sehingga dilakukan pengejaran terhadap terdakwa dan YAN, lalu YAN menjatuhkan

dan meninggalkan buah kelapa sawit yang dipikulnya dan 1 (satu) unit motor honda CB tanpa plat

tersebut ditempat tersbut ditempat kejadian dan terdakwa meninggalkan egrek sawit bergagang bambu

tersebut di tempa kejadian, lalu mereka melarikan diri hingga terdakwa dapat ditangkap oleh pihak

kepolisian Polsek Kuala.

Merujuk pada Pasal 107 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014tentang Perkebunan

menyatakan setiap orang secara tidak sah yang:

a. Memngerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai lahan perkebunan

b. Mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai tanah masyarakat atau

tanah hak ulayat masyarakat hukum adat dengan maksud untuk usaha perkebunan

c. Melakukan penebangan tanaman dalam kawasan perkebunan, atau

d. Memanen dan/atau memungut hasil perkebunan.Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak

Rp. 4.0000.000.000,-(empat milyar rupiah).

Perbuatan terdakwa Billy Angga Siregar merupakan perbuatan yang telah melanggar

ketentuan yang terdapat didalam Pasal 107 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentan Perkebunan.

Hukum pidana menganut azas lex specialis derogat lex generalis, harusnya perbuatan terdakwa

tersebut didakwa dengan undang-undang perkebunan berdasarkan azas hukum pidana tersebut.

Kenyataan terdakwa divonis dengan Pasal 363 ayat (1) ke -4 KUHP tidak bersesuaian dengan hukum

yang berlaku. Bukankah penerapan hukum akan menentukan penerapan sanksi yang akan diterima

oleh terdakwa. Dalam perkara tindak pidana ini, telah terjadi ketidaksesuaian penerapan peraturan

perundang-undangan terhadap pelaku tindak pidana pencurian diwilayah perkebunan.

Merujuk pada putusan berbeda dengan kasus yang sama yaitu pencurian kelapa sawit di

wilayah perkebunandan sama-sama di sidangkan di pengadilan yang sama, terlihat jelas perbedaan

penerapan Undang-undang. Dalam Putusan Nomor 39/Pid.Sus/2017/PN.Stb atas nama Deddy

Ramayudan, Laki-laki, sebagai buruh harian lepas PT. Megah Pusa Andalas terbukti meyakinkan

bersalah melanggar Pasal 107 huruf d UURI No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 ayat

(1) KUHP.

3. Hambatan dalam Penerapan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan

terhadap pelaku pencurian kelapa sawit di wilayah perkebunan

Azas merupakan pundamen atau suatu alam pikiran dasar yang melatarbelakangi

pembentukan normahukum, norma hukum itu dipergunakan sebagai pedoman bagi setiap apartur

penegak hukum yang meliputi segala macam peraturan yang terdapat di dalam Undang-undang.

Aparatur penegak hukum wajib mentaati norma-norma hukum seperti norma kemanusiaan, norma

keadilan, norma kepatutan (equality), dan norma kejujuran, tetapi dalam praktik hukum pidana

Page 9: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

96

kadang-kadang bertentangan dengan norma-norma yang seharusnya. Dalam penegakan hukum pidana

banyak dijumpai orang yang tidak bersalah dihukum dengan hukuman yang berat,orang yang

melakukan kesalahan berat dihukum dengan hukuman yang ringan, bahkan orang yang bersalah dapat

tidak dihukum dengan alasan bahwa oerbuatan yang dilakukan bukan merupakan perbuatan hukum

pidana. Ironis memang sistem penegakan hukum di Negara ini.

Proses penegakan hukum pidana (Criminal Law Enforcement Process), saling berkaitan

dengan kriminologi , karena kriminologi dapat memberikan masukan kepada hukum pidana.

Berdasarkan kriminologi itu akan dapat membantu kepada penegakan hukum pidana yang sedang di

proses di Pengadilan. Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab akibat,

perbaikan dan pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun sumbangan-

sumbangan berbabagi ilmu pengetahuan. Dalam hal ini kriminologi merupakan batang tubuh suatu

fenomena sosial. Fenomena yang tergambar didalam penegakan hukum yang dilakukan oleh aparatur

penegakhukum dimana dalam praktek masih rendahnya komitmen aparatur penegak hukum dalama

memberantas kejahatan sehingga dalam penegakannya selalu terjadi penyimpangan-penyimpangan

dalam penegakan hukum pidana (Soedjono Soekanto, 1979: 5).

Jika dianalisis dalam perspektif kriminologi ada 5 (lima) faktor penyebab yang mempengaruhi

penegakan hukum pidana di Indonesia, yiatu:

a. Faktor Hukum

Semakin baik suatu perauran hukum yang ada akan semakin memungkinkan

penegakannya. Sebaliknya semakin tidak baik suatu peraturan hukum akan semakin

sukurlah penegakannya. Secara umum peraturan yang baik itu adalah peraturan hukum

yang berlaku secara juridis, sosiologis dan filosofis. Peraturan hukum secara juridis

menurut Hans Kelsen apabila peraturan hukumtersebut penentuannya dibuat berdasarkan

kaidah-kaidah yang lebih tinggi tingkatannta, ini berhubungan dengan teori “Stufenbau”

dan Hans Kelsen. Dalam hal ini perlu diperhatikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) yang berlaku sekarang yang maishmerupakan produk kolonial Belanda, yang

umurnya sudah lebih 100 tahun seharusnya perlu dilkukan pembaharuan yang

komprehensif sehingga tidak terjadi carut marut dalam penegakkan hukum pidana.

b. Faktor Penegakan Hukum

Faktor penegak hukum yang terkait langsung dalam prosespenegakan hukum adalah

kepolisian, kejaksaan, pengadilan, pengacara dan notaris yang mempunyai peranan yang

sangat penting bagi keberhasilan penegakan hukum bagi masyarakat. Penegakan hukum

dapat dilakukan apabila para penegak hukum tersebut adalah seorang yang

profesionalisme, bermental tangguh dan mempunyai integritas moral, etika yang tinggi.

Bahwa jika aparatur penegak hukum melakukan penyimpangan atau salah dalam

penegakkan hukum sampai saat sekarang belum ada sanksi yang tegas, tetapi menurut

Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang No.48 Tahun

2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman setiap pejabat yang melakukan penangkapan,

penahanan, penuntutan atau diadili tidak berdasarkan kepada undang-undang atau terdapat

kekeliruan dalam menegakan hukumdapat dipidana dan menurut ganti rugi, tetapi dalam

praktek penegakan hukum pidana di Indonesia, aparatur hukum dalam menegakan hukum

hanya bersumber kepada undang-undang saja. Kalau hal ini yang terjadi menurut

Montesqiu apaatur yang demikian merupakan corong undang-undang sedangkan sumber

hukum itu bukan undang-undang saja. Sumber hukum dalam arti formal yaitu tertulis,

yang tertulis adalah Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Kepres

dan lain-lain sedangkan yang tidak tertulis adalah Jurisprudence, hukum kebiasaan,

hukum adat, traktat, dokrin, perjanjian, asas-asas hukum internasional dan lain-lain.

Sedangkan dalam arti materiil adalah: Pancasila. Kemudian kapankah sumber hukum

dalam arti formal dan materiil menjadi hukum? Jika sumber-sumber tersebut dijadikan

dasar untuk memecahkan permasalahan hukum yang dihadapi. Tetapi karena pendidikan

hukum aparatur penegak hukum masih rendah, maka sulit baginya berfikir berdasarkan

sumber-sumber hukum tersebut diatas untuk mengaplikasikannya ke dalam masalah

hukum yang sedang diproses di dalam praktek.

c. Faktor sarana dan prasarana

Page 10: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

97

Tanpa adanya sarana yang memadai terhapat penegakan hukum maka tidak mungkin

penegakan hukum akan benjalan sebagaimana mestinya. Sarana tersebut antara lain

mencakup skill dan manusia yang berpendidikan hukum dan terampil, peralatan yang

memadai, keuangan yang cukup dan lain-lain. Jika hal ini tidak terpenuhi mustahil

penegakan hukum akan tercapai sesuai tujuannya. Misalnya proses pemeriksaan perkara

di pengadilan berjalan sangat lamban, demikian juga pemeriksaan perkara pada tingkat

Kasasi di Mahkamah Agung yang sampai saat ini ribuan perkara masih menumpuk. Hal

ini disebabkan karena jumlah Hakim yang tidak sebanding dengan jumlah perkara yang

harus diperiksa dan diputuskan serta masih kurangnya sarana fasilitas lain untuk

menunjung pelaksanaan peradilan yang baik. Demikian pula pihak Kepolisian, Kejaksaan

belum mempunyai peralatan yangcanggih untuk mendeteksi mengakibatkan banyak

kejahatan perampokan Bank di Medan baru-baru ini. Untuk membuktikan secara pasti

pelaku kejahatan oleh pihak kepolisian, karena tidak mempunyai peralatan yang cukup,

terpaksa dibawa ke Jakarta.

d. Faktor Masyarakat

Faktor masyarakat dapat dipengaruhi penegakan hukum pidana itu sendiri, sebab

penegakan hukum pidana berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian dalam masyarakat. Dalam hal ini yang penting adalah kesadaran hukum

masyarakat, semakin tinggi kesadaran hukum masyrakat, semakin baik pula penegak

hukum. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka semakin

sulit melaksanakan penegakan hukum pidana yang baik. Yang dimaksud dengan

kesadaran hukum antara lain adalah pengetahuan tentang hukum. Penghayatan fungsi

hukum, ketaatan terhadap hukum. Kesadaran hukum merupakan pandangan hukum dalam

masyarakat tentang apa hukm itu. Pandangan itu berkembang dan dipengaruhi oleh

berbagai faktor yaitu agama, ekonomi, politik dan sebagainya.

e. Faktor Budaya

Faktor budaya pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku,

nilai nilai mana yang merupakan konsepsi abstark mengenai apa yang dianggap baik dan

apa yang dianggap buruk, maka budaya Indonesia merupakan dasar atau mendasari

hukum adat yang berlaku. Hukum adat tersebut merupakan dasar atau mendasari hukum

adat yang berlaku. Hukum adat tersebut merupakan kebiasaan yang berlaku dikalangan

rakyat banyak. Akan tetapi di samping itu yang berlaku pula hukum tertulis (perundang-

undangan) yang dibentuk oleh pemeintah. Hukum itu harus dapat mencerminkan nilai-

nilai yang menjadi dasar dari hukum adat itu dapat berjalansecara efektif.

Dalam penjelasan umumPeraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan

banyaknya perkara-perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil yang kini diadili di pengadilan

cukup mendapatkan sorotan masyarakat. Masayarakat umumnya menilai bahwa sangatlah tidak adil

jika perkara-perkara tersebut diancam dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun sebagaimana diatur

dalam Pasal 362 KUHP oleh karena tidak sebanding dengan nilai barang yang dicurinya. Banyaknya

perkara-perkara tersebut yang masuk di pengadiln juga telah membebani pengadilan, baik dari segi

anggaran maupun dari segi persepsi publik terhadap pengadilan. Umumnya masyarakat tidak

memahami bagaimana proses jalannya perkara pidana sampai bisamasuk ke pengadilan, pihak-pihak

mana saja yang memiliki kewenangan dalam setiap tahapan, dan masyarakat pun umumnya hanya

mengetahui ada tidaknya suatu perkara pidana hanya pada saat perkara tersebut disidangkan di

pengadilan. Dan oleh karena sudah sampai tahap persidangan di pengadilan sorotan masyarakat

kemudian hanya tertuju ke pengadilan, dan menuntut agar pengadilan mempertimbangkan rasa

keadilan masyarakat.

Banyakanya perkara-perkara pencurian ringan sangatlah tidak tepat di dakwa dengan

menggunakan Pasal 362 KUHP yang ancaman pidananya palong lama 5 (lima) tahun. Perkara-perkara

pencurian ringan seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan (lichte misdrijven) yang

mana seharusnya lebih tepat di dakwa dengan Pasal 364 KUHP yang diancam pidananya paling lama

3 (tiga) bulan penjara atau denda paling banyak Rp. 250,-(dua ratus lima puluh rupiah.

Hasil dari pencurian yangtidak sebanding dengan hukuman akan dirasa tidak adil bagi

terdakwa dan keluarga, namun hal terebut akan memberikan efek preventif bagi masyarakat yang

Page 11: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

98

lainnya untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. melihat, meneliti dan menggali lebih dalam

alasan dari pencurian yang dilakukan terdakwa merupakan hal yang penting dalam proses acara

pidana. Agar kebenaran materiil dalam hukum pidana dapat terlaksana. Namun, memanjakan

masyarakat dengan menerapkan Pasal 363 KUHP Juncto Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun

2012 juga bukanlah hal yang efektif ketika para pencuri memiliki fisik, keadaan mental yang baik

untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Dalam Kitab Undang-undnag Hukum Pidana ada Pasal-

pasal untuk meringankan dan memberatkan bahkan Pengahpusan hukuman kepada para terdakwa,

namun didalam Pasal tersebut juga diatur mengenai siapa saja dan apa saja syarat dari perbuatan yang

dilakukan mendapatkan peringanan, pemberantan bahkan penghapusan hukuman dalam hukum

pidana.

Keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan hukm tergantung dari palu hakim memutuskan

suatu perkara. Kemerdekaan kekuasaan kehamikan merupakan persyaratan agar hakim lebih leluasa

dalam menjalankan fungsi utamanya yaitu menerapkan cita hukum (Rechstidee) dalam perkara-

perkara konkret. Artinyakekuasaan kehakiman dalam menjalankan fungsinya haus menjadikan cita

hukum sebagai patokan dasar mengenai adil dan tidak adil dan karenanya dapat mengesampingkan

segala peraturan produk kesusasaan negara lainnya jika diyakini bertentangan dengan cita hukum. E. Penutup

1. Kesimpulan

Pengaturan Tindak Pidanapencurian secara umum diatur di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP), serta diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun

2012, akan tetapi secara khusus mengenai Pencurian yang dilakukan di wilayah perkebunan

diatur pula di dalam Pasal 107 huruf (h) Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang

Perkebunan. Penerapan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan

dalamPutusan Nomor 211/Pid.B/2015/PN.Stbtidak sesuai, berdasarkan analisis yang

dilakukan penulis terdapat beberapa kejanggalan yaitu dikesampingkannya azas lex specialis

derogat lex generalisdibuktikan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang mendakwa

terdakwadengan Pasal 363 KUHP bukan didakwa dengan Pasal 107 hurup (h) Undang-undang

Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunansehinngga menimbulkan pelanggaran bagi sistem

hukum yang ada serta menimbulkan ketidak pastian hokum. Hambatan dalam Penerapan

Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan terhadap pelaku pencurian kelapa

sawit di wilayah perkebunandisebabkan 2(dua) Faktor yaitu faktor penegakan hukum dan

penerapan Peraturan MA No 2 Tahun 2012.

2. Saran

Pengaturan Tindak Pidana Perkebunan Sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014

tentang Perkebunan ketika adanya pencurian di Lahan Perkebunantelah mengatur secara rinci

mengenai proses penyidikan akan tetapi pada praktiknya banyak ditemukan kejanggalan

termasuk dalam perkara Nomor 211/Pid.B/2015/Pn.Stb, oleh karena itu seharusnya peraturan-

peraturan yang dibuat harus diterapkan secara proporsional. Penerapan Undang-undang

Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dalamPutusan Nomor

211/Pid.B/2015/PN.Stb.seharusnya dapat diterapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-

undangan dan azas-azas hukum yang berlaku di negara ini. Untuk menciptkan cita-cita hukum

yang selalu didambakan oleh semua masyarakat. Melihat, meneliti, menggali lebih

dalammengenai alasan-alasan pelaku melakukan tindak pidana, keadaan fisik, sosial,

kemampuan dari terdakwa untuk memperoleh suatu hasil yang lebih baik dari mencuri harus

menjadi pertimbangan bagi aparat penegak hukum untuk menerapkan Undang-undang Nomor

39 Tahun 2014 tentang Perkebunan kepada pelaku tindak pidana pencurian di wilayah

perkebunan. Diharap hambatan dalam Penerapan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014

tentang Perkebunan terhadap pelaku pencurian kelapa sawit di wilayah perkebunandapat

diatasi dengan menerapkan Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 kepada pelaku tindak

pidana pencurian.

Page 12: Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap Pelaku

SOSEK: Jurnal Sosial dan Ekonomi Penerapan Undang-Undang Perkebunan Terhadap

Pelaku Pencurian Kelapa Sawit Di Wilayah Perkebunan (Analisis Putusan Nomor: 211/Pid.B/2015/Pn.Stb) Volume 1 Issue 2 Years 2020 (Saiful Asmuni Harahap)

99

Refrensi

Ediwarman. 2017. Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminologi. Cetakan Kedua.

Yogyakarta: Genta Publishing

Maramis Frans. 2012. Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Mas Marwan. 2004. Pengantar Ilmu HukumJakarta: Penerbit Ghalia Indonesia

Mertokusumo Sudikno. 2010. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta

P.A.F Lamintang.1997. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Adhitya Bakti, Bandung

Salam A. S. dan Amir Ilyas. 2018. Kriminologi Suatu Pengantar. Edisi Pertama. Cetakan

Kesatu.Jakarta: Kencana

Soekanto Soerjono. 2014. Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Jakarta: Universitas

Indonesia (UI-Press)

Arifin Ali Mustofa, “Tinjauan Asas Keadilan, Kepastian Hukum, Dan Kemanfaatan Dalam Putusan

Hakim Terhadap Pembagian Harta Bersama Dalam Kasus Perceraian (Studi Putusan Pengadilan

Agama Sukoharjo)”, SkripsiFakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana

Ringan Dan Jumlah Denda Dalam KUHP