rancangan undang-undang republik indonesia … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan,...

62
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia paling utama, karena itu pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas; b. bahwa negara berkewajiban menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan keamanan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga secara merata diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal; c. bahwa dalam perkembangannya, pembangunan pangan di Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar rakyatnya bermata pencaharian sebagai petani dan pernah menjadi negara swasembada beras, namun akhir-akhir ini Indonesia lebih dikenal sebagai salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia; d. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya), pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia; e. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan masih bersifat sangat umum dan sangat menitikberatkan kepada sektor industri pangan, sehingga dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kendala dalam hal penegakan hukum, menyangkut penerapan sanksi yang relatif masih rendah, dan tidak sesuai lagi dengan era otonomi daerah serta perkembangan di masyarakat, sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru; f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pangan;

Upload: vandien

Post on 13-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR... TAHUN... TENTANG

PANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia

paling utama, karena itu pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas;

b. bahwa negara berkewajiban menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan keamanan konsumsi pangan yang

cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga secara merata diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia

sepanjang waktu, dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal;

c. bahwa dalam perkembangannya, pembangunan pangan

di Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar rakyatnya bermata pencaharian

sebagai petani dan pernah menjadi negara swasembada beras, namun akhir-akhir ini Indonesia lebih dikenal sebagai salah satu negara pengimpor beras terbesar di

dunia;

d. bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya), pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia;

e. bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan masih bersifat sangat umum dan sangat menitikberatkan kepada sektor industri pangan,

sehingga dalam pelaksanaannya ditemui beberapa kendala dalam hal penegakan hukum, menyangkut

penerapan sanksi yang relatif masih rendah, dan tidak sesuai lagi dengan era otonomi daerah serta perkembangan di masyarakat, sehingga perlu diganti

dengan undang-undang yang baru;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan

huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pangan;

Page 2: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-2-

Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PANGAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, serta air baik yang diolah maupun tidak diolah yang

diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia.

2. Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara

mandiri dapat menentukan kebijakan Pangannya, yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi

masyarakatnya untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

3. Kemandirian Pangan adalah kemampuan produksi Pangan yang

beranekaragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat individu, baik jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang

sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.

4. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara

sampai dengan individu, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, dan budaya, untuk dapat

hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

5. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta ketidaksesuaian dengan keyakinan agama

dan budaya, sehingga aman untuk dikonsumsi.

6. Ketersediaan Pangan adalah tersedianya Pangan yang beranekaragam dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional,

Page 3: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-3-

dan/atau pemasukan Pangan dari luar negeri.

7. Cadangan Pangan Nasional adalah persediaan Pangan di seluruh

pelosok wilayah Indonesia untuk konsumsi manusia, bahan baku industri, dan untuk menghadapi keadaan darurat.

8. Cadangan Pangan Pemerintah adalah Ketersediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah.

9. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi adalah persediaan Pangan

yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah Provinsi.

10. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah persediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

11. Cadangan Pangan Pemerintah Desa adalah persediaan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh Pemerintah Desa.

12. Penyelenggaraan Pangan adalah kegiatan perencanaan, penyediaan, keterjangkauan, penganekaragaman, keamanan, kelembagaan, dan pembiayaan Pangan serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan

terpadu.

13. Pangan Pokok adalah makanan sehari-hari yang menjadi sumber zat

gizi utama sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.

14. Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.

15. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

16. Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta

keluarganya yang melakukan usaha tani di bidang tanaman Pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.

17. Nelayan adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan penangkapan ikan dan/atau budidaya perikanan.

18. Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk Pangan.

19. Perdagangan Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan/atau pembelian Pangan,

termasuk penawaran untuk menjual Pangan, dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan Pangan dengan memperoleh imbalan.

20. Peredaran Pangan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Pangan kepada masyarakat, baik

diperdagangkan maupun tidak.

21. Sanitasi Pangan adalah upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik

pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak Pangan dan membahayakan kesehatan manusia.

22. Persyaratan Sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus dipenuhi sebagai upaya mematikan atau mencegah hidupnya

Page 4: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-4-

jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya agar Pangan yang dihasilkan dan dikonsumsi tidak

membahayakan kesehatan dan jiwa manusia.

23. Iradiasi Pangan adalah metode penyinaran terhadap Pangan baik

dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan serta membebaskan Pangan dari jasad renik patogen.

24. Rekayasa Genetika Pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru

yang mampu menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul.

25. Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi

dan/atau membungkus Pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan Pangan maupun tidak.

26. Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria

keamanan dan kandungan gizi Pangan.

27. Gizi Pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan

yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

28. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

29. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden

Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

30. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

31. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pangan.

BAB II

ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP PENGATURAN

Pasal 2

Penyelenggaraan Pangan dilakukan dengan berdasarkan asas:

a. kedaulatan;

b. kemandirian;

c. ketahanan;

d. keamanan;

e. manfaat dan lestari;

f. pemerataan;

g. keadilan; dan

h. berkelanjutan.

Page 5: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-5-

Pasal 3

Penyelenggaraan Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil dan merata berdasarkan

Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat.

Pasal 4

Penyelenggaraan Pangan bertujuan untuk:

a. meningkatkan kemampuan melakukan Produksi Pangan secara mandiri;

b. menyediakan Pangan yang beranekaragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat;

c. mewujudkan tingkat kecukupan Pangan dengan harga yang wajar dan

terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat;

d. meningkatkan Ketahanan Pangan masyarakat rawan Pangan;

e. menjadikan manusia yang sehat dan aktif;

f. mempermudah akses Pangan bagi masyarakat;

g. meningkatkan daya saing komoditas Pangan Indonesia di tingkat

internasional; dan

h. menciptakan kesejahteraan bagi produsen Pangan.

Pasal 5

Lingkup pengaturan Penyelenggaraan Pangan meliputi:

a. perencanaan Pangan;

b. Ketersediaan Pangan;

c. keterjangkauan Pangan;

d. penganekaragaman Pangan;

e. Keamanan Pangan;

f. kelembagaan;

g. pembiayaan; dan

h. peran serta masyarakat.

BAB III

Page 6: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-6-

PERENCANAAN

Pasal 6

Perencanaan Pangan dilakukan untuk merancang Penyelenggaraan Pangan ke arah Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan.

Pasal 7

Perencanaan Pangan harus memperhatikan:

a. pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi;

b. daya dukung sumber daya alam dan kelestarian lingkungan;

c. pengembangan sumber daya manusia produsen Pangan;

d. kebutuhan sarana dan prasarana Produksi Pangan;

e. potensi Pangan di daerah;

f. rencana tata ruang wilayah; dan

g. rencana pembangunan nasional dan daerah.

Pasal 8

(1) Perencanaan Pangan harus terintegrasi dalam rencana pembangunan nasional, rencana pembangunan daerah, dan rencana pembangunan

sektoral.

(2) Perencanaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dengan

melibatkan masyarakat.

(3) Perencanaan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun ditingkat nasional, provinsi, dan/atau kabupaten/kota.

(4) Perencanaan Pangan ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana

tahunan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 9

(1) Perencanaan Pangan tingkat nasional dilakukan dengan

memperhatikan rencana pembangunan nasional serta kebutuhan dan usulan provinsi.

(2) Perencanaan Pangan tingkat provinsi dilakukan dengan

memperhatikan rencana pembangunan provinsi serta kebutuhan dan usulan kabupaten/kota.

(3) Perencanaan Pangan tingkat kabupaten/kota dilakukan dengan

memperhatikan rencana pembangunan kabupaten/kota.

Pasal 10

Page 7: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-7-

(1) Perencanaan Pangan diwujudkan dalam bentuk rencana Pangan.

(2) Rencana Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. rencana Pangan nasional;

b. rencana Pangan provinsi; dan

c. rencana Pangan kabupaten/kota.

(3) Rencana Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun oleh Presiden, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

Rencana pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sekurang-kurangnya memuat:

a. Produksi Pangan dan kebutuhan konsumsi;

b. cadangan Pangan;

c. pemasukan Pangan ke wilayah Negara Republik Indonesia;

d. pengeluaran Pangan dari wilayah Negara Republik Indonesia;

e. penganekaragaman Pangan;

f. distribusi, perdagangan, dan pemasaran Pangan;

g. pengendalian harga;

h. Keamanan Pangan;

i. penelitian dan pengembangan Pangan;

j. pembiayaan;

k. kelembagaan; dan

l. aspek peningkatan kesejahteraan produsen Pangan.

Pasal 12

(1) Rencana Pangan nasional menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan Pangan provinsi.

(2) Rencana Pangan provinsi menjadi pedoman untuk menyusun perencanaan Pangan kabupaten/kota.

(3) Rencana Pangan kabupaten/kota menjadi pedoman untuk

pengembangan Pangan setempat.

(4) Rencana Pangan nasional, rencana Pangan provinsi, dan rencana

Pangan kabupaten/kota menjadi pedoman bagi semua pihak dalam pengembangan Pangan.

BAB IV

Page 8: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-8-

KETERSEDIAAN PANGAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 13

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Ketersediaan Pangan.

(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas

Ketersediaan Pangan di daerah dan pengembangan Produksi Pangan Lokal di daerah.

(3) Dalam mewujudkan Ketersediaan Pangan melalui pengembangan

Pangan Lokal, Pemerintah Daerah menetapkan jenis Pangan Lokalnya.

(4) Pemerintah menetapkan sentra Produksi Pangan Lokal sesuai usulan

Pemerintah Daerah.

(5) Penyediaan Pangan diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi Pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan individu secara

berkelanjutan.

(6) Upaya mewujudkan ketersediaan Pangan dilakukan dengan:

a. mengembangkan Produksi Pangan yang bertumpu pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal;

b. mengembangkan efisiensi sistem usaha Pangan;

c. mengembangkan teknologi produksi dan penyimpanan Pangan;

d. mengembangkan sarana dan prasarana produksi dan penyimpanan Pangan;

e. mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif: dan

f. membangun kawasan sentra Produksi Pangan.

Pasal 14

Pemerintah mengamankan harga Pangan Pokok, pengelolaan cadangan

Pangan Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok kepada masyarakat untuk menjamin Ketersediaan Pangan.

Pasal 15

(1) Sumber penyediaan Pangan berasal dari Produksi Pangan dalam

negeri, cadangan Pangan, dan pemasukan Pangan dari luar negeri.

(2) Sumber penyediaan Pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diutamakan berasal dari Produksi Pangan dalam negeri.

Pasal 16

(1) Pemerintah mengutamakan Produksi Pangan untuk pemenuhan

Page 9: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-9-

kebutuhan konsumsi Pangan.

(2) Dalam kondisi ketersediaan cadangan Pangan sudah tercukupi,

Produksi Pangan dapat digunakan untuk kepentingan lain.

Bagian Kedua

Produksi Pangan Dalam Negeri

Paragraf 1

Potensi Produksi Pangan

Pasal 17

Potensi Produksi Pangan terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya

alam, teknologi, dan penelitian pengembangan Pangan.

Pasal 18

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melindungi dan memberdayakan Petani dan Nelayan sebagai produsen Pangan.

Pasal 19

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengatur alokasi lahan pertanian untuk pemenuhan Pangan Pokok, memberikan penyuluhan,

menghilangkan berbagai pungutan yang mengurangi daya saing, dan melakukan pengalokasian anggaran.

Pasal 20

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban mengembangkan

teknologi untuk peningkatan Produksi Pangan.

Pasal 21

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mendorong dan memfasilitasi penggunaan dan pengembangan sarana dan prasarana dalam upaya

untuk meningkatkan Produksi Pangan berkelanjutan.

Paragraf 2

Ancaman Produksi Pangan

Pasal 22

(1) Ancaman Produksi Pangan merupakan kejadian yang dapat menimbulkan gagalnya Produksi Pangan yang disebabkan oleh:

a. perubahan iklim;

b. organisme pengganggu;

c. bencana alam;

d. bencana sosial;

Page 10: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-10-

e. teknologi;

f. rekayasa genetika;

g. kompetisi komoditas; dan/atau

h. alih fungsi penggunaan lahan.

(2) Pemerintah berkewajiban menanggulangi ancaman Produksi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui bantuan teknologi, pembiayaan, dan regulasi.

Bagian Ketiga

Cadangan Pangan Nasional

Pasal 23

(1) Dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan, Pemerintah

menetapkan cadangan Pangan nasional.

(2) Cadangan Pangan nasional merupakan upaya penyediaan Pangan untuk konsumsi masyarakat di seluruh wilayah Negara Republik

Indonesia.

(3) Cadangan Pangan nasional terdiri dari cadangan Pangan Pemerintah

dan cadangan Pangan masyarakat.

Pasal 24

Cadangan Pangan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan Pangan, kelebihan Pangan, gejolak harga, dan/atau untuk menghadapi keadaan darurat.

Pasal 25

(1) Cadangan Pangan nasional merupakan jumlah Pangan yang harus tersedia setiap saat di wilayah Negara Republik Indonesia, dan dapat segera dikonsumsi masyarakat.

(2) Pemerintah mengembangkan pola kemitraan yang setara antara Pemerintah, sektor swasta, perguruan tinggi, dan elemen masyarakat dalam cadangan Pangan dan pengembangan mutu.

Pasal 26

(1) Jumlah Pangan yang harus tersedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), ditetapkan sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat paling singkat untuk jangka waktu 6 (enam) bulan.

(2) Ketentuan mengenai jumlah Pangan yang harus tersedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 27

Cadangan Pangan nasional bersumber dari Produksi Pangan dalam negeri

Page 11: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-11-

dan pemasukan Pangan dari luar negeri.

Paragraf 2

Cadangan Pangan Pemerintah

Pasal 28

(1) Dalam mewujudkan Cadangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pemerintah menetapkan cadangan Pangan Pemerintah.

(2) Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Cadangan Pangan Pemerintah Desa;

b. Cadangan Pangan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan

c. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi.

Pasal 29

(1) Dalam mewujudkan Cadangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pemerintah menetapkan jenis dan jumlah Pangan tertentu sebagai cadangan Pangan Pemerintah.

(2) Selain cadangan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Desa, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Provinsi dapat menetapkan jenis dan jumlah cadangan Pangan Pokok

sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakat setempat.

Pasal 30

(1) Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikelola oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(2) Cadangan Pangan Pemerintah ditetapkan secara berkala dengan memperhitungkan tingkat kebutuhan nyata Pangan masyarakat dan Ketersediaan Pangan.

(3) Cadangan Pangan Pemerintah dapat dilakukan melalui pembelian Pangan Pokok pada saat panen raya oleh Pemerintah dan/atau

Pemerintah Daerah.

(4) Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memiliki cadangan Pangan Pokok.

(5) Ketentuan mengenai besaran cadangan pokok diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 31

(1) Untuk mewujudkan cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan dengan:

a. menginventarisasi cadangan Pangan;

Page 12: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-12-

b. melakukan prakiraan kekurangan Pangan dan/atau keadaan darurat; dan/atau

c. menyelenggarakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan Pangan.

(2) Cadangan Pangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan secara berkala dan dilakukan secara terkoordinasi mulai dari penetapan cadangan Pangan Pemerintah Desa, Pemerintah

Kabupaten/Kota, Pemerintah Propinsi , Pemerintah Pusat.

Pasal 32

(1) Penyaluran cadangan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf c dilakukan untuk menanggulangi masalah Pangan.

(2) Penyaluran cadangan Pangan Pemerintah dilakukan dengan:

a. mekanisme yang disesuaikan dengan kondisi wilayah dan rumah tangga; dan

b. tidak merugikan masyarakat konsumen dan produsen.

Pasal 33

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menugaskan badan usaha yang bergerak di bidang penyimpanan dan distribusi Pangan untuk mengadakan dan mengelola cadangan Pangan tertentu yang bersifat

pokok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 34

(1) Masyarakat mempunyai hak dan kesempatan seluas-luasnya dalam

upaya mewujudkan cadangan Pangan masyarakat.

(2) Cadangan Pangan masyarakat merupakan persediaan Pangan yang

dikelola atau dikuasai oleh masyarakat.

(3) Cadangan Pangan masyarakat dikelola di tingkat pedagang, komunitas, dan rumah tangga.

Bagian Keempat

Pemasukan Pangan ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

Pasal 35

(1) Pemasukan Pangan merupakan kegiatan memasukkan Pangan dari luar negeri melalui darat, laut dan udara ke dalam wilayah Negara

Republik Indonesia.

(2) Pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, wajib memenuhi persyaratan keamanan, mutu, gizi, nutrisi, dan higienis.

(3) Pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum tanggal kedaluwarsa

Page 13: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-13-

sejak Pangan tiba di wilayah Negara Republik Indonesia.

(4) Pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

dilakukan apabila Produksi Pangan dalam negeri dan cadangan Pangan nasional tidak mencukupi atau tidak diproduksi di dalam

negeri.

(5) Kecukupan Produksi Pangan dalam negeri dan cadangan Pangan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh menteri

yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang pertanian.

(6) Tata cara pemasukan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(7) Ketentuan mengenai persyaratan keamanan, mutu, gizi, dan higienis Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Pengeluaran Pangan dari Wilayah Negara Republik Indonesia

Pasal 36

Pengeluaran Pangan dari wilayah Negara Republik Indonesia hanya dapat

dilakukan setelah terpenuhinya kebutuhan konsumsi Pangan dan cadangan Pangan di dalam negeri.

Pasal 37

Setiap orang yang mengeluarkan Pangan dari wilayah Negara Republik Indonesia bertanggung jawab atas keamanan, mutu, gizi, nutrisi, dan

higienis Pangan.

Pasal 38

Ketentuan mengenai persyaratan keamanan, mutu, gizi, nutrisi, dan

higienis Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam

Penganekaragaman Pangan

Pasal 39

Penganekaragaman Pangan merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan mutu gizi makanan dengan

pola konsumsi yang lebih beragam serta mengoptimalkan potensi Pangan Lokal yang beragam.

Pasal 40

(1) Penganekaragaman Pangan diselenggarakan untuk meningkatkan

Ketersediaan Pangan dengan memperhatikan sumberdaya,

Page 14: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-14-

kelembagaan, dan budaya Pangan Lokal.

(2) Penganekaragaman Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan:

a. menetapkan penganekaragaman Pangan;

b. penelitian dan pengembangan;

c. optimalisasi Pangan Lokal;

d. meningkatkan keanekaragaman Pangan.

e. mengembangkan pengindustrian berbasis Pangan Lokal;

f. mempromosikan penganekaragaman Pangan; dan

g. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka

ragam Pangan dengan prinsip gizi seimbang.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penganekaragaman Pangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketujuh

Krisis Pangan

Pasal 41

(1) Pemerintah berkewajiban mengambil tindakan untuk mengatasi krisis Pangan.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:

a. pengadaan dan penyaluran Pangan;

b. manajemen cadangan Pangan;

c. pengembangan teknologi untuk mengantisipasi pencemaran lingkungan; dan/atau

d. memberikan ganti rugi akibat gagal panen.

Pasal 42

(1) Penetapan status krisis Pangan dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan skala krisis.

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk skala nasional dilakukan oleh Presiden, skala provinsi dilakukan oleh gubernur, dan

skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.

BAB V

KETERJANGKAUAN PANGAN

Bagian Kesatu

Page 15: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-15-

Umum

Pasal 43

(1) Pemerintah bertanggungjawab untuk menjamin keterjangkauan Pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan/atau individu.

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

melalui kebijakan di bidang:

a. distribusi;

b. perdagangan;

c. pengendalian harga;

d. pemasaran, dan/atau

e. konsumsi Pangan.

Bagian Kedua

Distribusi Pangan

Pasal 44

(1) Distribusi Pangan dilakukan untuk memenuhi pemerataan Ketersediaan Pangan keseluruh wilayah Negara Republik Indonesia secara berkelanjutan.

(2) Distribusi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran Pangan untuk menjamin agar setiap individu dapat memperoleh Pangan dalam

jumlah, mutu, aman, merata, dan keanekaragaman, dengan harga yang terjangkau.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap distribusi Pangan sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 45

(1) Distribusi Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dilakukan

melalui:

a. pengembangan sistem distribusi Pangan yang menjangkau seluruh wilayah secara efisien;

b. pengelolaan sistem distribusi Pangan yang dapat mempertahankan keamanan, mutu dan Gizi Pangan; dan

c. penjaminan keamanan distribusi Pangan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai distribusi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 46

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin kelancaran

distribusi, dengan mengutamakan pelayanan transportasi yang efektif

Page 16: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-16-

dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan prioritas untuk

kelancaran bongkar muat produk Pangan.

(3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban menyediakan

sarana dan prasarana distribusi Pangan.

(4) Pemerintah Daerah berkewajiban mengembangkan lembaga distribusi Pangan masyarakat.

Bagian Ketiga

Perdagangan Pangan

Pasal 47

Perdagangan Pangan merupakan kegiatan atau serangkaian kegiatan meliputi penjualan dan/atau pembelian Pangan, termasuk penawaran

untuk menjual Pangan, dan/atau kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan Pangan dengan memperoleh imbalan.

Pasal 48

(1) Pemerintah berkewajiban mengatur Perdagangan Pangan.

(2) Pengaturan Perdagangan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan:

a. pengendalian harga Pangan dan inflasi;

b. manajemen cadangan Pangan; dan

c. menciptakan iklim usaha Pangan yang sehat.

Pasal 49

(1) Pemerintah menetapkan jumlah Pangan Pokok yang boleh disimpan

oleh setiap orang kecuali mendapatkan izin dari yang berwenang.

(2) Ketentuan mengenai izin penyimpanan Pangan Pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri yang

menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang pertanian.

Pasal 50

(1) Setiap orang dilarang melakukan penyimpanan atau penimbunan

Pangan Pokok dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang mengakibatkan harga pangan pokok menjadi mahal atau melambung

tinggi.

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi pidana dan sanksi admnistratif.

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau

peredaran;

Page 17: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-17-

c. pencabutan izin.

Pasal 51

(1) Setiap orang yang melakukan pembelian Pangan Pokok dengan

jumlah tertentu untuk pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah atau untuk diperdagangkan wajib mempunyai izin.

(2) Izin pembelian Pangan Pokok diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dari daerah di mana pembeli Pangan Pokok itu

bertempat tinggal, menurut peraturan dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan

Pemerintahan di bidang perdagangan.

Bagian Keempat

Pengendalian Harga

Pasal 52

(1) Pengendalian harga Pangan dilakukan untuk menjaga stabilitas

harga Pangan.

(2) Pengendalian harga Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan tujuan:

a. menyejahterakan Petani dan Nelayan;

b. menghindari terjadinya gejolak harga Pangan;

c. menghadapi keadaan darurat karena bencana atau paceklik yang

berkepanjangan;

d. mencapai swasembada Pangan;

e. menjaga kestabilan harga; dan

f. memperhatikan daya beli masyarakat.

Pasal 53

(1) Untuk melakukan pengendalian harga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), Pemerintah menetapkan jenis Pangan yang berdampak pada inflasi.

(2) Pengendalian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan penyaluran cadangan Pangan Pemerintah.

Pasal 54

(1) Pada saat Produksi Pangan melimpah, Pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang menghasilkan harga Pangan yang

menguntungkan bagi Petani dan Nelayan.

Page 18: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-18-

(2) Pada saat Produksi Pangan sangat terbatas, Pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang menghasilkan harga Pangan yang tidak

memberatkan bagi masyarakat.

Pasal 55

(1) Pemerintah melakukan pengendalian harga Pangan Pokok untuk menghindari terjadinya gejolak harga.

(2) Pengendalian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. pengelolaan dan pemeliharaan cadangan Pangan Pemerintah;

b. pengaturan dan pengelolaan pasokan Pangan;

c. penetapan kebijakan pajak dan/atau tarif; dan

d. pengaturan kelancaran distribusi Pangan.

Pasal 56

(1) Pemerintah Daerah berwenang menentukan harga indikatif Pangan Lokal melalui penetapan harga minimum regional.

(2) Penentuan harga indikatif Pangan Lokal masing-masing daerah diatur dengan Peraturan Daerah.

Pasal 57

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian harga Pangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 56 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Pemasaran Pangan

Pasal 58

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pembinaan kepada pihak yang melakukan pemasaran Pangan.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar setiap pihak mempunyai kemampuan menerapkan tata cara

pemasaran yang baik.

Pasal 59

(1) Pemasaran Pangan dapat dilakukan melalui promosi Pangan serta penyebarluasan informasi pasar, di tingkat nasional dan/atau internasional.

(2) Promosi Pangan di tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar masyarakat lebih menggunakan produk Pangan Lokal.

(3) Promosi Pangan di tingkat internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan perolehan devisa di sektor

Page 19: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-19-

Pangan.

Bagian Keenam

Konsumsi Pangan

Pasal 60

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban meningkatkan konsumsi Pangan masyarakat melalui:

a. penetapan dan sosialisasi produk Pangan dan penganekaragaman Pangan;

b. penetapan target pencapaian angka konsumsi Pangan per kapita per

tahun sesuai dengan standar kesehatan; dan

c. penyediaan Pangan yang bermutu dan bergizi seimbang.

BAB VI

KEAMANAN PANGAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 61

(1) Keamanan Pangan diselenggarakan untuk menjaga Pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi dan tidak bertentangan dengan keyakinan.

(2) Keamanan Pangan dilakukan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, tidak

terpenuhi standar mutu dan komposisi, serta kedaluwarsa yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

Pasal 62

(1) Dalam mewujudkan Keamanan Pangan, Pemerintah menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan.

(2) Dalam mewujudkan Keamanan Pangan, produsen Pangan wajib menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pemerintah Daerah wajib mengawasi pelaksanaan penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria Keamanan Pangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2).

Pasal 63

Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan dengan:

a. melakukan Sanitasi Pangan;

b. melakukan pengawasan terhadap bahan tambahan Pangan;

Page 20: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-20-

c. melakukan pengawasan terhadap rekayasa genetika dan Iradiasi Pangan;

d. menjamin mutu dan melakukan pemeriksaan laboratorium;

e. memberikan sertifikasi Mutu Pangan;

f. menentukan standar Kemasan Pangan;

g. mencantumkan label pada produk Pangan; dan/atau

h. mencantumkan jaminan produk halal.

Pasal 64

Pemberian sertifikasi Mutu Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

63 huruf e dilakukan secara bertahap.

Bagian Kedua

Sanitasi Pangan

Pasal 65

(1) Sanitasi Pangan dilakukan terhadap Pangan yang dapat merusak dan

membahayakan kesehatan manusia, agar Pangan aman untuk dikonsumsi.

(2) Sanitasi Pangan dilakukan dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau Peredaran Pangan.

(3) Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus

memenuhi persyaratan standar kebersihan dan kesehatan.

(4) Persyaratan standar kebersihan dan kesehatan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

a. sarana dan/atau prasarana Pangan;

b. penyelenggaraan kegiatan; dan

c. orang perseorangan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan standar kebersihan dan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Pasal 66

(1) Setiap orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi penyimpanan, pengangkutan, dan atau Peredaran Pangan, dalam

rangka Sanitasi Pangan wajib:

a. memenuhi Persyaratan Sanitasi;

b. menjamin keamanan dan/atau keselamatan manusia; dan

c. menyelenggarakan program pemantauan dan pengawasan secara berkala.

(2) Ketentuan mengenai Persyaratan Sanitasi, jaminan keamanan

Page 21: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-21-

dan/atau keselamatan, dan menyelenggarakan program pemantauan dan pengawasan secara berkala diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 67

Setiap orang wajib mencegah berkembangbiaknya jasad renik pembusuk

dan/atau patogen dalam makanan, minuman, peralatan serta bangunan sarana Produksi Pangan yang jika dikonsumsi membahayakan manusia.

Pasal 68

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 66 ayat (1) dikenai sanksi administratif.

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif.

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/atau

e. pencabutan izin.

Bagian Ketiga

Bahan Tambahan Pangan

Pasal 69

Bahan tambahan Pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam

Pangan untuk mempengaruhi sifat, rasa, warna, kandungan gizi, keawetan, dan/atau bentuk Pangan.

Pasal 70

(1) Pemerintah berkewajiban memeriksa keamanan bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan Pangan yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia dalam kegiatan atau proses

Produksi Pangan untuk diedarkan.

(2) Pemeriksaan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan untuk mendapatkan izin peredaran.

Pasal 71

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan,

dilarang menggunakan bahan tambahan Pangan melampaui ambang

Page 22: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-22-

batas maksimal yang ditetapkan dan/atau bahan yang dapat merusak kesehatan manusia.

(2) Ketentuan mengenai ambang batas maksimal dan bahan yang dapat merusak kesehatan manusia diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 72

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 71 ayat (1) dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/atau

e. pencabutan izin.

Bagian Keempat

Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan

Paragraf 1

Rekayasa Genetika

Pasal 73

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan, menggunakan bahan baku, menggunakan bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan yang dihasilkan

dari proses rekayasa genetika, harus terlebih dahulu memeriksakan Keamanan Pangan sebelum diedarkan.

(2) Pemeriksaan Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah untuk mendapatkan izin peredarannya.

(3) Ketentuan mengenai pemeriksaan Keamanan Pangan, persyaratan prinsip penelitian dan pengujian, pengembangan, dan pemanfaatan metode rekayasa genetika dalam kegiatan atau proses Produksi

Pangan yang dihasilkankan dari proses rekayasa genetika diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 74

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada

Pasal 73 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

Page 23: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-23-

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/atau

e. pencabutan izin.

Paragraf 2

Iradiasi Pangan

Pasal 75

(1) Pengolahan Pangan dapat dilakukan melalui iradiasi dengan metode

penyinaran terhadap Pangan, baik dengan menggunakan zat radio aktif maupun akselerator.

(2) Iradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk

mencegah terjadinya pembusukan, kerusakan, dan membebaskan Pangan dari jasad renik patogen.

Pasal 76

(1) Iradiasi hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Menteri

yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang pertanian.

(2) Izin Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan kesehatan, prinsip pengolahan, dosis, teknik

dan peralatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin Keamanan Pangan, keselamatan

kerja, dan kelestarian lingkungan.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan kesehatan, prinsip pengolahan, dosis, teknik dan peralatan, penanganan limbah dan penanggulangan

bahaya bahan radioaktif untuk menjamin Keamanan Pangan, dan kelestarian lingkungan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Kemasan Pangan

Pasal 77

(1) Kemasan Pangan berfungsi untuk mencegah terjadinya pembusukan, kerusakan, serta membebaskan Pangan dari jasad renik patogen.

(2) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan dalam kemasan, wajib menggunakan bahan Kemasan Pangan yang tidak merugikan dan/atau membahayakan kesehatan manusia.

Pasal 78

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan,

dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.

(2) Pengemasan Pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata

Page 24: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-24-

cara yang dapat menghindarkan terjadinya kerusakan dan atau pencemaran.

(3) Ketentuan mengenai Kemasan Pangan, tata cara pengemasan Pangan, dan bahan yang dilarang digunakan sebagai Kemasan Pangan diatur

dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 79

(1) Setiap orang dilarang membuka kemasan akhir Pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan.

(2) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

berlaku terhadap Pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembali dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih

lanjut.

Pasal 80

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 77 ayat (2) dan Pasal 78 ayat (1) dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau

peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/atau

e. pencabutan izin.

Bagian Keenam

Standar Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium

Pasal 81

(1) Pemerintah menetapkan standar Mutu Pangan dan pemeriksaan laboratorium pada setiap produk Pangan.

(2) Setiap pengadaan dan Peredaran Pangan harus dilakukan pengawasan

sesuai standar Mutu Pangan dan pemeriksaan laboratorium.

(3) Pengadaan Pangan yang dibuat atau dimasukkan untuk diedarkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus memenuhi standar

mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 82

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diperdagangkan

wajib memenuhi standar Mutu Pangan dan pemeriksaan laboratorium.

(2) Pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar Pangan terlebih

Page 25: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-25-

dahulu diuji di laboratorium sebelum diedarkan.

(3) Pengujian secara laboratoris, sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

dilakukan di laboratorium yang ditunjuk oleh dan/atau telah memperoleh akreditasi dari Pemerintah.

(4) Ketentuan mengenai standar mutu dan persyaratan pengujian laboratorium diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 83

Setiap orang dilarang memperdagangkan Pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan.

Pasal 84

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) dan Pasal 83 dikenai sanksi pidana dan sanksi

administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/atau

e. pencabutan izin.

Bagian Ketujuh

Gizi Pangan

Pasal 85

Gizi Pangan merupakan zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan

yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

Pasal 86

(1) Pemerintah menetapkan dan menyelenggarakan kebijakan di bidang gizi bagi perbaikan status gizi masyarakat.

(2) Pemerintah dapat menetapkan persyaratan khusus mengenai komposisi Pangan, untuk meningkatkan kandungan Gizi Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan.

(3) Dalam hal terjadinya kekurangan dan atau penurunan status gizi

masyarakat, Pemerintah dapat menetapkan persyaratan bagi perbaikan atau pengayaan Gizi Pangan tertentu yang diedarkan.

Pasal 87

Page 26: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-26-

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan, wajib memenuhi persyaratan tentang gizi yang ditetapkan.

(2) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu untuk diperdagangkan wajib melaksanakan tata cara pengolahan Pangan

yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku Pangan yang digunakan.

Pasal 88

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dikenai sanksi administratif berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/atau

e. pencabutan izin.

Pasal 89

Ketentuan mengenai persyaratan khusus mengenai komposisi Pangan, persyaratan bagi perbaikan atau pengayaan Gizi Pangan dan tata cara pengolahan Pangan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan

Pangan Tercemar

Pasal 90

(1) Setiap orang dilarang mengedarkan Pangan tercemar.

(2) Pangan tercemar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Pangan

yang:

a. mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat

merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia;

b. mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan;

c. mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan;

d. mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau

mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan Pangan tidak layak

dikonsumsi manusia; dan/atau

e. sudah kedaluwarsa.

Page 27: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-27-

Pasal 91

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau

peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/atau

e. pencabutan izin.

Pasal 92

(1) Pemerintah mengawasi dan mencegah tercemarnya Pangan.

(2) Pengawasan dan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menetapkan ambang batas maksimal cemaran yang

diperbolehkan.

(3) Ketentuan mengenai ambang batas maksimal cemaran yang

diperbolehkan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VII

LABEL DAN IKLAN PANGAN

Pasal 93

Pemberian label pada Pangan yang dikemas, agar masyarakat yang

membeli dan/atau mengkonsumsi Pangan memperoleh informasi yang benar dan jelas tentang setiap produk Pangan yang dikemas, baik menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan

lain yang diperlukan sebelum memutuskan akan membeli dan/atau mengkonsumsi Pangan.

Pasal 94

(1) Ketentuan mengenai label berlaku bagi Pangan yang telah melalui proses pengemasan akhir dan siap untuk diperdagangkan

(2) Ketentuan label tidak berlaku bagi Perdagangan Pangan yang dibungkus dihadapan pembeli.

Pasal 95

(1) Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan Pangan ke dalam wilayah Indonesia yang dikemas untuk diperdagangkan, wajib mencantumkan label, di dalam, dan/atau di Kemasan Pangan.

(2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-

Page 28: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-28-

kurangnya keterangan mengenai:

a. nama produk;

b. bahasa dan huruf;

c. daftar bahan yang digunakan ;

d. berat bersih atau isi bersih;

e. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan Pangan ke dalam wilayah Indonesia.

f. keterangan tentang halal;

g. tanggal dan nomor produksi;

h. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa; dan

i. keterangan asal usul bahan Pangan.

Pasal 96

(1) Keterangan pada label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ditulis, dicetak, atau ditampilkan secara tegas dan jelas sehingga dapat

mudah dimengerti oleh masyarakat.

(2) Keterangan pada label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditulis,

dicetak, atau ditampilkan dengan menggunakan bahasa Indonesia.

(3) Penggunaan istilah asing, selain dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan sepanjang tidak ada padanannya, tidak dapat diciptakan

padanannya, atau digunakan untuk kepentingan Perdagangan Pangan ke luar negeri.

Pasal 97

Setiap orang dilarang mengganti, melabel kembali, dan/atau menukar

tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan.

Pasal 98

(1) Setiap label dan/atau iklan tentang Pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai Pangan dengan benar dan tidak

menyesatkan.

(2) Setiap orang dilarang memberikan label atau iklan apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan/atau menyesatkan.

(3) Pemerintah mengatur, mengawasi, dan melakukan tindakan yang diperlukan agar iklan tentang Pangan yang diperdagangkan tidak memuat keterangan yang dapat menyesatkan.

Pasal 99

(1) Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa

Pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran

pernyataannya berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut.

Page 29: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-29-

(2) Label tentang Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan, wajib memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan atau

keterangan lain yang perlu diketahui mengenai dampak Pangan terhadap kesehatan manusia.

Pasal 100

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagai mana dimaksud

dalam Pasal 95 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis dengan kewajiban mengembalikan Pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia ke negara asal.

(2) Jika tidak dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai denda administratif yang dihitung berdasarkan besaran biaya

yang harus dikeluarkan untuk pengembalian pangan ke negara asal.

(3) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, Pasal 98 ayat (2), dan Pasal 99 ayat (2) dikenai sanksi

pidana dan sanksi administratif.

(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:

a. denda administratif;

b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran;

c. penarikan Pangan dari peredaran oleh produsen;

d. ganti kerugian; dan/atau

e. pencabutan izin.

Pasal 101

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pencantuman label, iklan

Pangan, kriteria Pangan Olahan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIII

SISTEM INFORMASI PANGAN

Pasal 102

Sistem informasi Pangan mencakup pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data dan

informasi tentang Pangan.

Pasal 103

(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban membangun, menyusun, dan mengembangkan sistem informasi Pangan yang

terintegrasi.

(2) Sistem informasi sekurang-kurangnya digunakan untuk:

Page 30: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-30-

a. perencanaan;

b. pemantauan dan evaluasi;

c. pengelolaan pasokan dan permintaan produk Pangan; dan

d. pertimbangan penanaman modal.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban mengumumkan harga-harga komoditas Pangan secara nasional.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengumuman harga komoditas

Pangan secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang perdagangan.

Pasal 104

(1) Sistem informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) dilaksanakan oleh pusat data dan informasi.

(2) Pusat data dan informasi wajib melakukan pemutakhiran data dan

informasi.

(3) Pusat data dan informasi dapat diakses dengan mudah dan cepat oleh

pelaku usaha dan masyarakat.

(4) Pusat data dan informasi sekurang-kurangnya menyediakan data dan informasi mengenai:

a. jenis produk Pangan;

b. neraca Pangan;

c. letak, luas wilayah, kawasan Produksi Pangan;

d. permintaan pasar;

e. peluang dan tantangan pasar;

f. cadangan Pangan;

g. perkiraan produksi;

h. perkiraan harga;

i. perkiraan pasokan;

j. perkiraan musim tanam dan musim panen;

k. prakiraan iklim;

l. ketersediaan sarana dan prasarana;

m. varietas Pangan unggul;

n. pemutakhiran data; dan

o. kebutuhan pangan setiap daerah.

Pasal 105

(1) Pelaku usaha di bidang Pangan wajib memberikan keterangan kepada yang berwenang tentang banyaknya Ketersediaan Pangan yang

dimiliki.

(2) Untuk mengetahui banyaknya Ketersediaan Pangan, Pemerintah

Page 31: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-31-

berhak memeriksa gudang-gudang penyimpanan Pangan.

BAB IX

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PANGAN

Pasal 106

Penelitian dan pengembangan Pangan diarahkan untuk:

a. memajukan teknologi sistem budidaya tanaman Pangan yang tahan terhadap perubahan iklim dan hama penyakit;

b. menciptakan produk Pangan Lokal yang dapat mensubtitusi Pangan

Pokok dengan melihat kesesuaian kandungan vitamin dan zat lain di dalamnya;

c. memajukan sistem budidaya tanaman Pangan secara organik yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat; dan

d. menciptakan produk Pangan yang berdaya saing di tingkat lokal,

nasional, dan internasional.

Pasal 107

Penelitian dan pengembangan Pangan wajib dilakukan secara terus-menerus oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, lembaga penelitian,

lembaga pendidikan, pelaku usaha, dan/atau masyarakat secara sendiri-sendiri atau dalam bentuk kerja sama.

Pasal 108

Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 dapat dilakukan di dalam dan di luar negeri, dengan tidak

membahayakan kesehatan manusia, merusak keanekaragaman hayati, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pasal 109

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban memfasilitasi

pemanfaatan dan publikasi hasil penelitian yang bermanfaat bagi pengembangan Pangan.

Pasal 110

(1) Orang perseorangan dan/atau badan hukum asing dapat melakukan penelitian Pangan untuk kepentingannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Orang perseorangan dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan penelitian wajib:

a. bekerja sama dengan lembaga penelitian dalam negeri;

b. melaksanakan alih teknologi dan pengetahuan dalam kegiatan

Page 32: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-32-

penelitian; dan

c. menyerahkan laporan hasil penelitian kepada Pemerintah selambat-

lambatnya tiga bulan setelah penelitian selesai dilakukan beserta hasil penelitian.

Pasal 111

(1) Hasil penelitian yang dilakukan orang perseorangan dan/atau badan

hukum asing untuk kepentingannya merupakan milik bersama dengan mitra kerja samanya dan Pemerintah.

(2) Pengeluaran, penggunaan, dan publikasi hasil penelitian yang dilakukan oleh orang perseorangan dan/atau badan hukum asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan

tertulis dari Menteri terkait.

Pasal 112

Pemerintah memberikan perlindungan hak atas kekayaan intelektual terhadap hasil penelitian di bidang Pangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB X

KELEMBAGAAN

Pasal 113

(1) Dalam menyelenggarakan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan, Pemerintah membentuk

badan otoritas Pangan.

(2) Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi:

a. merumuskan kebijakan Pangan nasional; dan

b. menjamin Ketersediaan Pangan nasional.

(3) Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibukota negara dan dapat dibentuk di tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 114

Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 bertugas

dan berwenang:

a. menyusun dan melaksanakan kebijakan Pangan yang terintegrasi antarwilayah, antarkomoditi, dan antarwaktu;

b. mengendalikan laju konsumsi Pangan masyarakat dan

penganekaragaman Pangan;

c. merencanakan anggaran bagi seluruh kebijakan Pangan nasional; dan

Page 33: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-33-

d. menetapkan jenis Pangan tertentu yang perlu diintervensi Pemerintah.

e. melaksanakan dan/atau mengoordinasikan produksi, pengadaan,

penyediaan, penyimpanan, distribusi, dan pengendalian harga Pangan tertentu;

f. mewujudkan kecukupan sekaligus juga menyelamatkan kecukupan Pangan;

g. menjamin Ketersediaan Pangan yang cukup baik jumlah, mutu, gizi,

nutrisi, higienis, dan keamanannya;

h. menciptakan sistem dan mekanisme distribusi yang adil dan merata; dan

i. menjamin ketersediaan dan stabilitas harga Pangan yang terjangkau daya beli masyarakat.

Pasal 115

Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113

merupakan lembaga Pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 116

(1) Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dapat

menugaskan badan usaha milik negara di bidang Pangan untuk melaksanakan produksi, pengadaan, penyediaan, penyimpanan, dan/atau distribusi Pangan.

(2) Badan usaha milik negara dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan masyarakat.

Pasal 117

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan organisasi dan

mekanisme kerja badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 sampai dengan Pasal 116 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XI

TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 118

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan.

Bagian Kedua

Page 34: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-34-

Pemerintah

Pasal 119

Pemerintah dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan bertugas dan berwenang:

a. mengatur, mengawasi dan membina peningkatan ketersediaan dan keragaman Pangan;

b. mengatur dan mengoordinasi cadangan Pangan Pemerintah dan

melakukan pembinaan cadangan Pangan masyarakat;

c. mengatur dan mendorong peningkatan akses Pangan untuk

masyarakat miskin dan rawan Pangan;

d. meningkatkan sarana dan prasarana distribusi dan koordinasi pengendalian stabilitas harga Pangan tertentu;

e. membina peningkatan keragaman konsumsi, mutu, gizi, nutrisi, higienis, dan Keamanan Pangan; dan

f. melindungi dan mendaftarkan Pangan unggulan lokal.

Bagian Ketiga

Pemerintah Provinsi

Pasal 120

Pemerintah Provinsi dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan bertugas dan berwenang:

a. mencegah dan mengendalikan masalah Pangan akibat menurunnya Ketersediaan Pangan didaerah;

b. mencegah dan menanggulangi masalah Pangan sebagai akibat

menurunnya mutu, gizi, nutrisi, higienis, dan Keamanan Pangan;

c. meningkatkan dan mencegah penurunan akses Pangan masyarakat;

d. mengembangkan, mengatur, dan mengendalikan cadangan Pangan Pemerintah Provinsi dan masyarakat serta cadangan Pangan Pokok tertentu provinsi;

e. menangani dan mengendalikan kerawanan Pangan di wilayah provinsi; dan

f. menetapkan dan mengembangkan Pangan unggulan lokal untuk didaftarkan.

Bagian Keempat

Pemerintah Kabupaten/Kota

Pasal 121

Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan Pangan

Page 35: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-35-

bertugas dan berwenang:

a. melakukan identifikasi kelompok rawan Pangan, potensi sumber daya

Produksi Pangan, dan cadangan Pangan masyarakat;

b. melakukan penanganan penyaluran Pangan untuk kelompok rawan

Pangan tingkat kabupaten;

c. melakukan pencegahan dan pengendalian serta penanggulangan masalah Pangan sebagai akibat penurunan akses Pangan, mutu, gizi,

nutrisi, higienis, ketersediaan, dan Keamanan Pangan;

d. menyusun pengaturan dan pengembangan penganekaragaman produk Pangan Pokok tertentu/strategis;

e. melakukan pembinaan dan monitoring cadangan Pangan masyarakat;

f. melakukan pengumpulan dan analisis informasi Ketahanan Pangan

Kabupaten/Kota sebagai masukan bagi penyusunan kebijakan Ketahanan Pangan tingkat provinsi dan nasional;

g. mengembangkan, mengatur, dan mengendalikan cadangan Pangan

Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat serta cadangan Pangan Pokok tertentu Kabupaten; dan

h. mengembangkan Pangan unggulan lokal.

BAB XII

PEMBIAYAAN

Pasal 122

(1) Pembiayaan Penyelenggaraan Pangan yang dilakukan oleh Pemerintah

bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

(2) Pembiayaan Penyelenggaraan Pangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 123

(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat membantu pembiayaan pengembangan usaha Pangan yang dilakukan oleh pelaku

usaha yang mendukung program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

(2) Bantuan pembiayaan di bidang Pangan meliputi:

a. subsidi teknologi;

b. sarana dan prasarana Ketersediaan Pangan;

c. penurunan tarif ekspor; dan

d. penetapan harga dasar.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan pengembangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Page 36: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-36-

Pasal 124

Pemerintah menjamin kemudahan pembiayaan kegiatan sebelum dan

sesudah Produksi Pangan yang dilakukan oleh Petani dan Nelayan.

Kemudahan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa

penyediaan fasilitas kredit bagi Petani dan Nelayan.

Pasal 125

(1) Pengembangan usaha Pangan dapat dilakukan oleh pelaku usaha asing.

(2) Pelaku usaha asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

menanamkan modal di luar budidaya Pangan.

(3) Penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diutamakan melalui penanaman modal dalam negeri.

BAB XIII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 126

Masyarakat berhak berperan serta dalam mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan, Ketahanan Pangan, dan Keamanan

Pangan.

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mendorong peran serta masyarakat sebagaimana di maksud pada ayat (1).

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. melaksanakan produksi, distribusi, perdagangan, konsumsi, perlindungan dan pengawasan Pangan;

b. menyelenggarakan cadangan Pangan masyarakat;

c. melakukan pencegahan dan penanggulangan rawan Pangan;

d. memberikan informasi dan pendidikan;

e. membantu kelancaran penyelenggaraan Ketersediaan Pangan, Keterjangkauan Pangan, dan Keamanan Pangan; dan/atau

f. meningkatkan Kemandirian rumah tangga.

Pasal 127

(1) Masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan, dan/atau

cara pemecahan mengenai hal-hal di bidang Pangan, untuk menyempurnakan dan meningkatkan keamanan, mutu, dan Gizi

Pangan.

(2) Penyampaian permasalahan, masukan, dan/atau cara pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara

langsung atau tidak langsung kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Page 37: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-37-

(3) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian permasalahan, masukan, dan/atau cara pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 128

Setiap orang yang dengan sengaja menyimpan atau menimbun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang mengakibatkan harga pangan pokok

menjadi mahal atau melambung tinggi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 129

(1) Setiap orang yang dengan sengaja membiarkan berkembangbiaknya jasad renik pembusuk dan/atau patogen dalam makanan, minuman, peralatan serta bangunan sarana Produksi Pangan yang

membahayakan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau

denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat atau membahayakan nyawa orang, maka pelaku dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

matinya orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 130

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan dengan menggunakan bahan tambahan Pangan melampaui

ambang batas maksimal yang ditetapkan, dan/atau dapat merusak kesehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) yang jika dikonsumsi mengakibatkan terganggunya kesehatan orang,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

luka berat atau membahayakan nyawa orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling

banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling

lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Page 38: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-38-

Pasal 131

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan dalam kemasan, yang dengan sengaja menggunakan bahan Kemasan Pangan yang

merugikan dan/atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka atau membahayakan nyawa orang, maka pelaku dipidana dengan

pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 132

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan yang

dengan sengaja menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 78 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat atau membahayakan nyawa orang, maka pelaku dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

matinya orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 133

Setiap orang yang dengan sengaja membuka kemasan akhir Pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

bulan atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 134

(1) Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diperdagangkan, yang dengan sengaja tidak memenuhi standar Mutu Pangan dan

pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat atau membahayakan nyawa orang, maka pelaku dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling

Page 39: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-39-

banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

matinya orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 135

Setiap orang yang dengan sengaja memperdagangkan Pangan dengan mutu berbeda atau tidak sama dengan Mutu Pangan yang dijanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satudua miliar rupiah).

Pasal 136

Setiap orang yang mengedarkan Pangan tercemar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, dipidana dengan pidana penjara paling 1 (satu) tahun

atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 137

(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengganti, melabel kembali, atau

menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa Pangan yang diedarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahayakan

kesehatan atau nyawa orang, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 138

Setiap orang yang memberikan label atau iklan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98, padahal diketahui bahwa keterangan atau pernyataan

tersebut tidak benar atau menyesatkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 139

Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan Olahan tertentu, yang tidak memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan

atau keterangan lain yang perlu diketahui mengenai dampak Pangan terhadap kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 140

Setiap tindak pidana di bidang Pangan yang melibatkan pejabat, pidananya diperberat dengan menambah 1/3 (satu pertiga) dari ancaman

Page 40: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-40-

pidana pokok.

Pasal 141

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 sampai dengan Pasal 139 dilakukan oleh korporasi yang berbadan hukum, maka

selain pidana penjara dan pidana denda terhadap pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan terhadap badan hukum berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda terhadap orang.

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 142

(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a. Dewan Ketahanan Pangan yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan;

b. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian; dan

c. Badan Urusan Logistik yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik,

yang sudah ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini tetap menjalankan tugasnya sampai dengan terbentuknya badan otoritas

pangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

(2) Badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) harus telah terbentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-

Undang ini diundangkan.

(3) Dengan terbentuknya badan otoritas pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian,

Dewan Ketahanan Pangan, dan Badan Urusan Logistik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilebur dalam badan otoritas pangan.

Pasal 143

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling

lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 144

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai Pangan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti atau tidak bertentangan dengan

Undang-Undang ini.

Page 41: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-41-

Pasal 145

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3656), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 146

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta, pada tanggal ...

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

Page 42: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-42-

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR … TAHUN …

TENTANG

PANGAN

I. UMUM

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat

Indonesia secara adil dan merata dalam segala aspek kehidupan serta diselenggarakan secara terpadu, terarah, dan berkelanjutan dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik

material maupun spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi

setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh

daya beli masyarakat. Untuk mencapai semua itu, perlu diselenggarakan suatu sistem Pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi Pangan, serta tidak

bertentangan dengan keyakinan masyarakat.

Sumber daya manusia yang berkualitas selain merupakan unsur terpenting yang perlu memperoleh prioritas dalam pembangunan, juga

sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan, antara lain, oleh kualitas Pangan yang dikonsumsinya. Kegiatan atau proses

Produksi Pangan untuk diedarkan atau diperdagangkan harus memenuhi ketentuan tentang Sanitasi Pangan, bahan tambahan Pangan,

residu cemaran, dan Kemasan Pangan. Hal lain yang patut diperhatikan oleh setiap orang yang melakukan Produksi Pangan adalah penggunaan metode tertentu dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan yang

memiliki kemungkinan timbulnya resiko yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, seperti rekayasa genetika atau iradiasi, harus dilakukan berdasarkan persyaratan tertentu.

Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk

diperdagangkan perlu memperhatikan ketentuan mengenai mutu dan Gizi Pangan yang ditetapkan. Pangan tertentu yang diperdagangkan

dapat diwajibkan untuk terlebih dahulu diperiksa di laboratorium sebelum diedarkan. Dalam upaya meningkatkan kandungan Gizi Pangan Olahan tertentu, Pemerintah berwenang untuk menetapkan persyaratan

tentang komposisi Pangan tersebut.

Setiap orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan perlu dibebani tanggung jawab, terutama apabila Pangan yang

diproduksinya menyebabkan baik kerugian pada kesehatan manusia maupun kematian orang yang mengkonsumsi Pangan tersebut. Dalam

Page 43: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-43-

hal itu, Undang-undang ini secara spesifik mengatur tanggung jawab industri Pangan untuk memberikan ganti rugi kepada pihak yang

dirugikan. Disamping tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud di atas, Undang-undang ini juga menetapkan

ketentuan sanksi lainnya, baik yang bersifat administratif maupun pidana terhadap para pelanggarnya.

Dalam kegiatan Perdagangan Pangan, masyarakat yang mengkonsumsi perlu diberikan sarana yang memadai agar memperoleh

informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu ditetapkan ketentuan mengenai label dan iklan tentang Pangan. Dengan demikian, masyarakat yang mengkonsumsi Pangan

dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang akurat sehingga tercipta Perdagangan Pangan yang jujur dan bertanggung

jawab, yang pada gilirannya menumbuhkan persaingan yang sehat di kalangan para pengusaha Pangan. Khusus menyangkut label atau iklan tentang Pangan yang mencantumkan pernyataan bahwa Pangan telah

sesuai dengan persyaratan atau kepercayaan tertentu, maka orang yang membuat pernyataan tersebut bertanggung jawab terhadap kebenaran

pernyataan dimaksud. Pengusaha kecil di bidang Pangan pada tahap-tahap awal mungkin mengalami kesulitan untuk memenuhi keseluruhan persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-undang ini. Untuk mengatasi

hal ini, diperlukan pembinaan secara berkelanjutan agar pengusaha kecil tersebut dapat memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan Gizi Pangan. Berkenaan dengan itu, pelaksanaan ketentuan-ketentuan

tersebut dilakukan secara bertahap.

Ketentuan mengenai keamanan, mutu, dan Gizi Pangan, serta label dan iklan Pangan tidak hanya berlaku bagi Pangan yang diproduksi dan

atau diedarkan di wilayah Indonesia, tetapi juga bagi Pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia. Dalam hal-hal tertentu bagi Produksi Pangan nasional yang akan diedarkan di luar negeri,

diberlakukan ketentuan yang sama. Sebagai komoditas dagangan, Pangan memiliki peranan yang sangat besar dalam peningkatan citra

Pangan nasional di dunia internasional dan sekaligus penghasil devisa. Oleh karena itu, Produksi Pangan nasional harus mampu memenuhi standar yang berlaku secara internasional dan memerlukan dukungan

Perdagangan Pangan yang dapat memberi peluang bagi pengusaha di bidang Pangan, baik yang besar, menengah maupun kecil, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pengaturan mengenai Pangan juga

diarahkan untuk mewujudkan Ketahanan Pangan yang mencakup ketersediaan dan cadangan Pangan, serta terjangkau sesuai dengan

kebutuhan konsumsi masyarakat. Pemerintah bersama masyarakat perlu memelihara cadangan Pangan nasional. Di samping itu, Pemerintah dapat mengendalikan harga Pangan tertentu, baik untuk

tujuan stabilisasi harga maupun untuk mengatasi keadaan apabila terjadi kekurangan Pangan atau keadaan darurat lainnya.

Undang-Undang tentang Pangan dimaksudkan sebagai landasan

hukum bagi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi, peredaran, dan/atau Perdagangan Pangan. Disamping itu, dalam rangka mengakomodir perkembangan sistem

ketatanegaraan khususnya sistem desentralisasi, Undang-Undang

Page 44: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-44-

tentang Pangan diarahkan untuk mengatur tentang peran dan tanggungjawab antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah khususnya

yang berkaitan dengan upaya mewujudkan Ketahanan Pangan berbasis Kemandirian serta dalam rangka mewujudkan tingkat kecukupan

Pangan di dalam negeri dan penganekaragaman Pangan yang dikonsumsi secara tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat dengan tetap memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem Pangan nasional, serta

perkembangan yang terjadi baik secara regional maupun internasional.

Berdasarkan perkembangan jaman dan teknologi serta sistem ketatanegaraan dan perkembangan global dewasa ini, maka perlu dibentuk sebuah Undang-Undang tentang Pangan yang baru.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kedaulatan” adalah bahwa Negara mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri kebijakan tentang Pangan.

Huruf b Yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah bahwa pengaturan,

pembinaan, dan pengawasan Pangan harus menjamin dan melindungi segenap bangsa dan setiap rakyat untuk memenuhi kebutuhan Pangan secara mandiri.

Huruf c Yang dimaksud dengan “ketahanan” adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi suatu negara sampai dengan individu baik jumlah

maupun mutunya. Huruf d

Yang dimaksud dengan “keamanan” adalah bahwa setiap produk Pangan yang dihasilkan dengan tujuan untuk di konsumsi harus aman, halal dan bebas dari cemaran apapun.

Huruf e Yang dimaksud dengan “manfaat dan lestari” adalah bahwa

pembangunan di bidang Pangan harus memberikan manfaat dan kelestarian bagi kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat, baik lahir maupun bathin, dimana manfaat tersebut dapat dinikmati

oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata dengan tetap bersandarkan pada daya dan potensi yang berkembang di dalam negeri.

Huruf g Yang dimaksud dengan “keadilan” bahwa Penyelenggaraan

Pangan harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional kepada semua warga negara.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “berkelanjutan” bahwa Penyelenggaraan Pangan harus dilaksanakan secara konsisten dan

Page 45: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-45-

berkesinambungan dengan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam yang menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat

untuk masa kini dan masa depan. Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Masyarakat rawan Pangan termasuk didalamnya masyarakat miskin, masyarakat yang terkena bencana, dan/atau masyarakat

yang berada di kondisi geografis yang tidak terjangkau akses Pangan.

Huruf e Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas. Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h Produsen Pangan termasuk didalamnya Petani, Nelayan, dan

pelaku usaha yang bergerak di bidang Produksi Pangan. Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Daya dukung sumber daya alam antara lain ketersediaan lahan,

iklim, air, dan genetika. Huruf c

Cukup jelas. Huruf d

Yang dimaksud sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai

sebagai alat untuk meningkatkan Produksi Pangan, antara lain berupa bibit, benih, pupuk, pakan, dan/atau bahan pengendali organisme pengganggu.

Yang dimaksud prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama untuk meningkatkan Produksi Pangan, antara lain berupa jaringan irigasi, jaring, kapal, jalan penghubung,

gudang berpendingin, gudang yang memenuhi persyaratan teknis,

Page 46: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-46-

dan/atau pelabuhan.

Huruf e

Potensi Pangan di daerah termasuk didalamnya tentang budaya Pangan dan ketersediaan lahan untuk Produksi Pangan.

Huruf f Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas. Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1) Cukup usaha.

Ayat (2)

Cukup usaha. Ayat (3)

Cukup usaha.

Ayat (4) Yang dimaksud dengan “semua pihak” antara lain adalah

Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha, masyarakat. Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan lain” misalnya untuk bahan baku energi dan untuk ekspor.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Page 47: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-47-

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Huruf a Yang dimaksud dengan “perubahan iklim” adalah iklim yang tidak menentu seperti suhu dan curah hujan yang

mengakibatkan kekeringan atau banjir. Huruf b

Yang dimaksud dengan “organisme pengganggu” adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan atau hewan.

Huruf c Yang dimaksud dengan “bencana alam” adalah bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah

longsor. Huruf d

Yang dimaksud dengan “bencana sosial” adalah bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar

kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Huruf e

Yang dimaksud dengan “teknologi” adalah ancaman terhadap

Produksi Pangan karena terjadinya kegagalan dalam penerapan berbagai teknologi.

Huruf f Yang dimaksud dengan “rekayasa genetika” adalah kegagalan dalam penerapan teknik-teknik genetika molekuler untuk

mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “kompetisi komoditas” antara lain, kompetisi penggunaan lahan untuk komoditas Pangan dengan

komoditas lainnya, instabilitas komoditas, dan daya saing Huruf h

Yang dimaksud dengan “alih fungsi penggunaan lahan” adalah

perubahan fungsi lahan pertanian menjadi bukan lahan pertanian, baik secara tetap maupun sementara.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 23 Ayat (1)

Page 48: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-48-

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cadangan Pangan nasional diupayakan berada di dalam negeri dan harus senantiasa cukup untuk mengatasi masalah kekurangan Pangan, atau terjadinya berbagai kebutuhan yang mendadak akibat

bencana, atau pengaruh fluktuasi harga. Berbagai kekuatan ekonomi seperti pengusaha, pedagang, atau koperasi didorong untuk mengelola cadangan Pangan agar pemenuhan kebutuhan

Pangan rakyat Indonesia senantiasa dapat dipenuhi.

Pasal 24

Yang dimaksud dengan "keadaan darurat" dalam ketentuan ini adalah terjadinya peristiwa bencana alam, paceklik yang hebat, dan

sebagainya yang terjadi di luar kemampuan manusia untuk mencegah atau menghindarinya meskipun dapat diperkirakan.

Pasal 25

Ayat (1) Yang dimaksud dengan “dapat segera dikonsumsi masyarakat”

adalah Pangan tersebut mudah diperoleh dengan harga yang tidak merugikan produsen Pangan dan sesuai dengan daya beli

masyarakat. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Pangan tertentu merupakan Pangan yang diproduksi dan/atau

dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dan yang apabila ketersediaan dan harganya terganggu dapat mempengaruhi

stabilitas ekonomi dan menimbulkan gejolak sosial di masyarakat.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Page 49: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-49-

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "cadangan Pangan masyarakat" dalam ketentuan ini adalah cadangan Pangan yang dikelola atau dikuasai oleh masyarakat, termasuk Petani, koperasi, pedagang, dan

industri rumah tangga. Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 35

Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “nutrisi” adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh sebagai energi, membangun, dan memelihara

jaringan tubuh, yang didapatkan dari makanan dan cairan yang selanjutnya diasimilasi oleh tubuh.

Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7)

Cukup jelas. Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Krisis Pangan merupakan kondisi atau keadaan kritis, tidak menentu yang mengancam situasi Pangan masyarakat dimana setiap orang mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan

akan Pangan sehingga memerlukan tindakan serba cepat dan tepat diluar prosedur biasa.

Page 50: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-50-

Krisis Pangan merupakan akibat dari kemiskinan, konflik, pencemaran lingkungan, produktivitas rendah, kurangnya penerapan teknologi, kurangnya lahan produksi, gagal panen,

kesalahan perencanaan Pangan, bencana alam, dan/atau perubahan iklim.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 42 Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1) Keterjangkauan Pangan merupakan kondisi kemudahan

masyarakat, rumah tangga, dan/atau individu memperoleh Pangan.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan “sarana dan prasarana distribusi Pangan” antara lain, gudang, pelabuhan dan jalan produksi.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Huruf a

Yang dimaksud “pengendalian harga Pangan” antara lain melalui tarif, subsidi, penetapan harga dasar, dan kuota impor.

Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Cukup jelas. Pasal 49

Cukup jelas.

Page 51: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-51-

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Ayat (1)

“Gejolak harga” diakibatkan antara lain adanya keresahan masyarakat, keadaan darurat karena bencana, dan/atau paceklik yang berkepanjangan.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 56 Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pihak” antara lain adalah pelaku usaha,

badan usaha, atau masyarakat. Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Yang termasuk dalam “bahan tambahan Pangan” antara lain rempah-rempah, gula, garam, penyedap rasa, dan pewarna.

Page 52: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-52-

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Huruf e Sertifikasi adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam proses pengawasan Mutu Pangan, yang penyelenggaraannya dapat

dilakukan secara laboratoris atau cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi. Sertifikasi mutu diberlakukan untuk lebih memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa Pangan

yang dibeli telah memenuhi standar mutu tertentu, tanpa mengurangi tanggung jawab pihak yang melakukan Produksi

Pangan untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.

Huruf f

Cukup jelas Huruf g

Cukup jelas Huruf h

Cukup jelas

Pasal 64

Yang dimaksud dengan secara bertahap adalah pemberian sertifikasi

Mutu Pangan disesuaikan dengan kesiapan pelaku usaha Pangan.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Ayat (1)

Huruf a Dalam pengertian "Persyaratan Sanitasi" sudah tercakup pula pengertian persyaratan higienis.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 67 Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Yang dimaksud dengan "bahan tambahan Pangan" antara lain, bahan

pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.

Pasal 70 Cukup jelas.

Page 53: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-53-

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Ayat (1) "Bahan baku" adalah bahan utama yang dipakai dalam kegiatan

atau proses Produksi Pangan. Bahan baku dapat berupa bahan mentah, bahan setengah jadi, atau bahan jadi.

"Bahan bantu lain" adalah bahan yang tidak termasuk dalam pengertian baik bahan baku maupun bahan tambahan Pangan dan

berfungsi untuk membantu mempercepat atau memperlambat proses rekayasa genetika.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Prinsip penelitian dalam ruang lingkup rekayasa genetika merupakan hal yang sangat spesifik dan mempunyai dampak terhadap keselamatan manusia, etika, moral, dan keyakinan

masyarakat sehingga perlu pengaturan oleh Pemerintah untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang mungkin merugikan masyarakat.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2)

Ketentuan ini mewajibkan setiap orang yang melakukan Produksi Pangan yang akan diedarkan untuk melakukan pengemasan atau

melaksanakan tata cara pengemasan secara benar sehingga dapat dihindari terjadinya pencemaran terhadap Pangan. Benar tidaknya pengemasan yang dilakukan atau tata cara pengemasan

yang dilaksanakan, antara lain, dapat diukur dari tingkat kehati-hatian yang diterapkan pada saat melakukan pengemasan, jenis komoditas Pangan yang dikemas, perlakuan khusus yang

diperlukan bagi Pangan tersebut, serta kebutuhan untuk melindungi kemungkinan tercemarnya Pangan sejak proses

produksi sampai dengan siap dikonsumsi.

Page 54: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-54-

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 79

Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kemasan akhir Pangan" adalah kemasan final terhadap produk Pangan yang lazim dilakukan pada tahap

akhir proses atau kegiatan produksi yang siap diperdagangkan bagi konsumsi manusia. Ketentuan ini bersifat preventif karena tidak jarang suatu produk Pangan tercemar oleh bahan yang

dapat merugikan atau membahayakan kesehatan manusia karena tindakan pengemasan kembali tersebut.

Ayat (2) Pengadaan Pangan dalam jumlah besar yang lazimnya tidak dikemas secara final dan dimaksudkan untuk diperdagangkan

(diecer) lebih lanjut dalam kemasan yang lebih kecil tidak tunduk pada ketentuan ayat (1). Kelaziman tersebut disesuaikan dengan

kebiasaan yang berlaku bagi komoditas Pangan yang bersangkutan atau kebiasaan masyarakat setempat.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "standar Mutu Pangan" dalam ketentuan ini adalah spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan

tentang Mutu Pangan, misalnya, dari segi bentuk, warna, atau komposisi yang disusun berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

aspek lain yang terkait. Standar Mutu Pangan tersebut mencakup baik Pangan Olahan maupun Pangan yang tidak diolah. Dalam pengertian yang lebih luas, standar yang berlaku bagi

Pangan mencakup berbagai persyaratan Keamanan Pangan, gizi, mutu, dan persyaratan lain dalam rangka menciptakan

Perdagangan Pangan yang jujur, misalnya, persyaratan tentang label dan iklan. Berbagai standar tersebut tidak bertentangan satu sama lain atau berdiri sendiri, tetapi justru merupakan satu

kesatuan yang bulat, yang penjabarannya lebih lanjut diatur oleh Pemerintah.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas. Pasal 82

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Upaya mewujudkan Ketersediaan Pangan yang aman dapat ditempuh melalui pengujian secara laboratoris atas Pangan yang

diproduksi. Persyaratan pemeriksaan laboratorium ini terutama diperuntukkan bagi Pangan tertentu yang diperdagangkan.

Ayat (3)

Page 55: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-55-

Laboratorium yang melaksanakan pengujian dimaksud harus memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan dan melaksanakan

pengujian berdasarkan tata cara yang telah dibakukan. Ketentuan ini memberi kemungkinan bagi laboratorium-laboratorium yang

bukan milik Pemerintah untuk melakukan pengujian itu. Misalnya, laboratorium milik setiap orang yang melakukan Produksi Pangan, atau yang merupakan bagian dari sistem

jaminan mutu yang diterapkan, atau laboratorium milik pihak ketiga selama laboratorium tersebut telah diperiksa kelainkannya dan memperoleh akreditasi dari instansi Pemerintah yang

bertanggung jawab, baik secara teknis perlengkapan laboratorium tersebut maupun berkenaan dengan pemenuhan persyaratan lain

berdasarkan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya. Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Cukup jelas.

Pasal 86

Ayat (1)

Perbaikan status gizi masyarakat pada ayat ini sudah termasuk di dalamnya pengertian peningkatan status dan mutu gizi

masyarakat. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "Pangan Olahan tertentu" pada ayat ini

adalah Pangan Olahan untuk konsumsi bagi kelompok tertentu, misalnya, susu formula untuk bayi, Pangan yang diperuntukkan bagi ibu hamil atau menyusui, Pangan khusus bagi penderita

penyakit tertentu, atau Pangan lain sejenis yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan kualitas kesehatan

manusia. Yang dimaksud dengan "komposisi" adalah kandungan zat-zat serta jumlahnya, yang harus terdapat di dalam Pangan tersebut, baik berupa zat gizi maupun non gizi.

Ayat (3) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menanggulangi keadaan

kekurangan dan atau penurunan status gizi masyarakat, yang lazimnya dilakukan untuk sementara waktu dan atau di wilayah tertentu sampai keadaan tersebut dapat ditanggulangi. Pangan

yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat kemungkinan besar dapat digunakan sebagai sarana untuk memperbaiki status gizi masyarakat dengan cara menambahkan zat gizi yang diperlukan

dalam jenis Pangan tersebut. Pasal 87

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2)

Page 56: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-56-

Kandungan gizi bahan baku Pangan yang digunakan dalam kegiatan atau proses Pangan sangat menentukan mutu Gizi

Pangan yang dihasilkan. Namun, pada dasarnya kandungan gizi bahan baku Pangan dapat mengalami penurunan dalam proses

pengelolaan Pangan yang pada akhirnya mempengaruhi kandungan Gizi Pangan yang dihasilkan. Penurunan kandungan gizi tidak dapat dihindarkan, tetapi hal tersebut dapat ditekan

seminimal mungkin melalui pola pengelolaan Pangan yang tepat. Tata cara tersebut dimulai sejak pemilihan bahan baku, penyiapan, penyimpanan, pembuatan dan kegiatan atau proses

lain sehingga menjadi produk jadi yang siap diperdagangkan. Bagi Pangan tertentu yang diproduksi secara masal yang mempunyai

jangkauan yang luas Pemerintah mewajibkan penyelenggaraan tata cara pengelolaan yang dimaksud di atas.

Pasal 88 Cukup jelas.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a Cukup jelas.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas. Huruf d

Yang dimaksud dengan:

a) "bahan yang kotor" adalah bahan yang bercampur dengan kotoran seperti tanah, pasir, atau bahan lain;

b) "bahan yang busuk" adalah bahan yang bentuk, rupa, atau baunya sudah tidak sesuai dengan keadaan normal bahan tersebut.

c) "bahan yang tengik" adalah bahan yang bau atau aromanya sudah berbeda dari bau atau aroma normal yang

antara lain disebabkan oleh terjadinya proses oksidasi; d) "bahan yang terurai" adalah bahan yang rupa atau

bentuknya telah berubah dari keadaan normal;

e) "bahan yang mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit" adala bahan nabati atau hewani yang mengandung penyakit yang dapat menular kepada

manusia, misalnya, ikan atau udang yang mengandung bibit penyakit kolera atau daging yang mengandung cacing;

f) "bangkai" adalah bahan hewani yang mati secara alamiah atau matinya tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi sebagai Pangan, misalnya, ayam yang mati bukan karena

sengaja dipotong untuk dikonsumsi sebagai Pangan. Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan ini harus senantiasa

Page 57: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-57-

memperhatikan fakta yang ditemukan, tolok ukur objektif dalam menentukan tingkat kelayakan Pangan sebagai

makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia, dan keamanan terhadap kesehatan dan jiwa manusia yang

mengkonsumsi Pangan tersebut. Huruf e

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92

Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas. Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas. Huruf f

Keterangan halal untuk suatu produk Pangan sangat penting

bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam. Namun, pencantumannya pada label Pangan baru

merupakan kewajiban apabila setiap orang yang melakukan Produksi Pangan dan atau memasukkan Pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan bahwa

Pangan yang bersangkutan adalah halal bagi umat Islam. Adapun keterangan tentang halal dimaksudkan agar

masyarakat terhindar dari mengkonsumsi Pangan yang tidak halal (haram). Dengan pencantuman halal pada label Pangan, dianggap telah

terjadi pernyataan dimaksud dan setiap orang yang membuat pernyataan tersebut bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan itu.

Huruf g Cukup jelas.

Huruf h Cukup jelas.

Huruf i

Page 58: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-58-

Yang dimaksud dengan “keterangan asal usul” adalah keterangan yang menjelaskan apakah suatu Pangan berasal dari hasil antara lain melalui rekayasa genetika, proses Iradiasi

Pangan, atau ionisasi.

Pasal 96

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "istilah asing" adalah bahasa, angka atau

huruf selain bahasa Indonesia, angka Arab atau huruf Latin, serta istilah teknis atau ilmiah, misalnya, rumus kimia untuk

menyebutkan suatu jenis bahan yang digunakan dalam komposisi Pangan.

Pasal 97 Yang dimaksud dengan "mengganti" dalam ketentuan ini adalah

kegiatan menghapus, mencabut, menutup, atau mengganti label, baik sebagian maupun seluruhnya.

Pasal 98

Ayat (1) Suatu "keterangan dianggap tidak benar" apabila keterangan tersebut bertentangan dengan kenyataan sebenarnya atau tidak

memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang

Pangan. Yang dimaksud dengan "keterangan yang menyesatkan" adalah pernyataan yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat, harga,

bahan, mutu, komposisi, manfaat, atau Keamanan Pangan yang meskipun benar, dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan

pemahaman mengenai Pangan yang bersangkutan. Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 99 Ayat (1)

Dalam ketentuan ini, benar tidaknya suatu pernyataan halal dalam label atau iklan tentang Pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku Pangan, bahan tambahan Pangan, atau bahan

bantu lain yang dipergunakan dalam melakukan Produksi Pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya.

Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 100 Cukup jelas.

Page 59: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-59-

Pasal 101

Cukup jelas.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103

Cukup jelas.

Pasal 104

Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b Cukup jelas.

Huruf c Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas. Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f Yang dimaksud dengan cadangan Pangan termasuk cadangan

Pangan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h Cukup jelas.

Huruf i Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas. Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l Cukup jelas.

Huruf m Cukup jelas.

Huruf n

Cukup jelas. Huruf o

Cukup jelas. Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Page 60: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-60-

Cukup jelas.

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Cukup jelas.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.

Pasal 113

Cukup jelas.

Pasal 114

Cukup jelas.

Pasal 115 Cukup jelas.

Pasal 116

Cukup jelas. Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118 Cukup jelas.

Pasal 119 Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas. Pasal 121

Cukup jelas.

Pasal 122 Cukup jelas.

Pasal 123 Cukup jelas.

Pasal 124 Cukup jelas.

Pasal 125 Cukup jelas.

Pasal 126

Cukup jelas. Pasal 127

Ayat (1)

Cukup jelas.

Page 61: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-61-

Ayat (2) Masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan, dan

atau pemecahan masalah dalam rangka penyempurnaan dan peningkatan sistem Pangan kepada Pemerintah, baik langsung

maupun tidak langsung antara lain melalui media cetak, media elektronik, atau seminar, baik secara individu, kelompok, maupun organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Khusus

yang menyangkut perlindungan anggota masyarakat yang dirugikan dan yang ingin mengajukan gugatan dapat dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga, atau organisasi bantuan hukum

dengan surat kuasa dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 128

Cukup jelas.

Pasal 129

Cukup jelas.

Pasal 130

Cukup jelas.

Pasal 131

Cukup jelas.

Pasal 132

Cukup jelas.

Pasal 133

Cukup jelas.

Pasal 134

Cukup jelas.

Pasal 135

Cukup jelas.

Pasal 136

Cukup jelas.

Pasal 137

Cukup jelas.

Pasal 138

Cukup jelas.

Pasal 139

Cukup jelas.

Pasal 140

Cukup jelas.

Pasal 141

Page 62: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA … · produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, ... dari hasil produksi dalam negeri, cadangan Pangan nasional, -3-

-62-

Cukup jelas.

Pasal 142

Cukup jelas.

Pasal 143

Cukup jelas.

Pasal 144

Cukup jelas.

Pasal 145

Cukup jelas.

Pasal 146

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …