penerapan pembelajaran learning cycle 5e...
TRANSCRIPT
PENERAPAN PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5E UNTUK
MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI KALOR SISWA DI
SMAN9 MALANG
Zaidatul Inaiyah(1)
, Dwi Haryoto dan Sutopo
Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5, Malang 65145.Telp.(0341) 551-312 (1)
email: [email protected]
ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran learning
cycle 5E pada materi kalor. Efektivitas pembelajaran dilihat dari aspek penguasaan siswa
terhadap materi kalor. Respon siswa terhadap pembelajaran juga digunakan sebagai salah
satu indikator. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasi experiment one
group pretest posttest yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Subjek penelitian adalah
siswa kelas X IPA 5 SMAN 9 Malang yang terdiri atas 14 siswa laki-laki dan 15 siswa
perempuan. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan pretest dan posttest,
observasi, lembar kerja siswa, dan angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembelajaran learning cycle 5E dapat meningkatkan skor penguasaan konsep siswa tentang
kalor dengan efek size lebih besar dari standart yaitu 2,89 dan dengan N-gain dalam
kategori medium tinggi, yaitu 0.61. Berdasarkan respon siswa, siswa menjadi lebih mudah
memahami materi kalor. Kegiatan praktikum juga lebih bisa menarik minat siswa dalam
mempelajari kalor
Kata Kunci: Learning Cycle 5E, Efektivitas, Kalor, Penguasaan Konsep
Dalam Permendiknas No 22 tahun 2006, salah satu tujuan mata pelajaran fisika adalah
peserta didik mampu menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan
mengembangkan pengetahuannya sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang
yang lebih tinggi. Pendidikan IPA, termasuk Fisika, diarahkan untuk mencari tahu dan
berbuat sehingga dapat membantu peserta didik memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang alam sekitar. Sesuai dengan sifatnya, maka orientasi pendidikan IPA lebih
ke arah perluasan pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, pengembangan keterampilan
berpikir dan pengembangan keterampilan sains (Depdiknas,2006). Pernyataan tersebut sesuai
dengan Permendiknas No 63 (2013) yang menyatakan bahwa salah satu aspek yang
dikembangkan dalam kurikulum 2013 adalah aspek pendalaman materi. Hal ini menunjukkan
bahwa siswa dituntut untuk menguasai konsep fisika. Berdasarkan paparan tersebut,
pembelajaran fisika di sekolah perlu dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Salah satu strategi pembelajaran yang diperkirakan dapat mengoptimalkan dan meningkatkan
penguasaan konsep adalah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis. Model learning cycle
adalah salah satu model pembelajaran yang juga menggunakan pendekatan konstruktivis
sebagaimana pendidikan di dunia (Ergin, 2012).
Learning cycle adalah model pembelajaran berbasis konstruktivistik, peserta didik
mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dari dunia sekitar (Iskandar, 2010). Learning Cycle
pertama kali dikembangkan oleh Science Curriculum Improvement Study (SCIS) tahun 1967
dengan menggunakan tiga fase yaitu fase eksploration, fase invention, dan fase discovey.
Kemudian dalam perkembangannya istilah fase pada siklus belajar ini mengalami perubahan,
yaitu eksplorasi (eksploration), fase pengenalan konsep (concept introduction), dan fase
aplikasi konsep (concept application). Pada tahun 1980, Rodger W.Bybee mengembangkan
model pembelajaran learning cycle menjadi 5 fase yaitu: engagement, exploration,
explanation, elaboration dan evaluation. Setiap fase “E” secara urut memberikan pengalaman
belajar kepada siswa dalam menghubungkan pengetahuan sebelumnya dengan konsep baru
(Kurnaz, 2008). Kelima fase ini kemudian dikenal dengan learning cycle 5E. Dalam
perkembangannya, model learning cycle 5E mengalami perubahan menjadi learning cycle
7E. Penambahan siklus pada learning cycle 7E yaitu elicite dan extend. Dalam learning cycle
7E, engagement dikembangkan ke dalam eliciting dan engaging. Elaboration dan evaluation
dikembangkan menjadi elaborating, evaluating dan extending sehingga learning cycle 7E
memiliki tahapan elicit, engage, explore, explain, elaborate, evaluate dan extend (Eisenkraft,
2003).
Kurnas (2008) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa siswa dan guru menemukan
kesulitan dalam merancang dan menerapkan “elaborasi”. Langkah ini merupakan langkah
keempat dalam learning cycle 5E. Learning cycle 7E merupakan pengembangan dari learning
cycle 5E, oleh sebab itu “elaborasi” menjadi sulit pada langkah kelima sampai ketujuh yaitu
elaborating, evaluating, dan extending. Dari pendapat Nas, pemilihan 5E dapat
meminimalisir kesulitan dalam pembelajaran. Kurnaz (2008) juga mengemukakan bahwa
learning cycle 5E merupakan versi populer dari learning cycle. Berdasarkan paparan tersebut,
peneliti menggunakan learning cycle 5E dalam membelajarkan materi kalor.
Kelebihan model learning cycle 5E antara lain dapat merangsang siswa untuk
membuat pengalaman belajar masa lalu dan sekarang, mengekspos konsepsi siswa,
memberikan suatu kegiatan agar siswa dapat mengidentifikasi konsep yang dimilikinya
sehingga dapat memfasilitasi dalam perubahan konsep, memberikan kesempatan bagi guru
untuk memperkenalkan suatu konsep dan keterampilan melalui pengalaman baru sehingga
untuk menilai pemahaman dan kemampuan mereka. Learning cycle 5E juga dapat
memberikan kesempatan bagi guru untuk mengevaluasi kemajuan siswa dalam mencapai
tujuan pendidikan (Bybee, 2006). Dalam pembelajaran fisika penerapan learning cycle 5E
dapat menyebabkan: 1) prestasi kemampuan fisika lebih baik; 2) penguasaan konsep lebih
baik; 3) peningkatan sikap positif terhadap pelajaran fisika; 4) peningkatan sikap positif
terhadap proses pembelajaran fisika; 5) peningkatan kemampuan penalaran dan 6)
keterampilan proses yang lebih unggul (Ergin, 2012).
Berdasarkan wawancara terbatas dengan siswa kelas X IPA 5 SMAN 9 Malang,
sebagian besar siswa menyatakan pernah mendapatkan materi kalor di jenjang pendidikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Beberapa siswa yang menjawab pernah mendapatkan
materi kalor juga menyatakan belum memahami materi yang diajarkan. Materi yang kurang
dipahami oleh kebanyakan siswa pada materi kalor adalah konsep kalor, kapasitas kalor dan
membaca grafik pengaruh kalor yeng diberikan terhadap suhu selama proses perubahan
wujud. Siswa juga masih ada yang beranggapan bahwa pada saat terjadi proses perubahan
wujud, suhu juga ikut meningkat karena diberi kalor. Siswa juga masih beranggapan bahwa
benda yang bersuhu lebih tinggi mengandung kalor lebih banyak. Berdasarkan hasil
observasi, siswa juga masih menganggap bahwa kapasitas kalor sama dengan daya tampung
sehingga kalor bisa disimpan. Berdasarkan paparan tersebut maka dapat diketahui bahwa
tingkat penguasaan konsep fisika pada materi kalor siswa kelas X IPA 5 masih perlu
ditingkatkan kembali.
Materi kalor dapat diajarkan melalui model pembelajaran learning cycle 5E. Topik
yang bisa diajarkan yaitu pengaruh kalor terhadap perubahan suhu, pengaruh kalor terhadap
perubahan wujud dan konduktivitas termal suatu bahan. Ketiga materi tersebut dapat
dilakukan dengan praktikum sehingga dapat mendukung pembelajaran. Adanya alat yang
cukup memadai di SMAN 9 Malang juga mendukung dilaksanakannya pembelajaran kalor
dengan menggunakan model learning cycle 5E.
METODE
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian quasi experiment one group pretest
posttest yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-5
SMAN 9 Malang yang terdiri atas 14 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Pengambilan
data dilakukan dengan menggunakan pretest dan posttest, observasi, lembar kerja siswa, dan
angket. Sebelum diberikan perlakuan siswa diberi pretest untuk mengetahui kemampuan
awal siswa. Pada penelitian ini peneliti memberikan perlakuan kepada subjek peneliti berupa
pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model learning cycle 5E. Setelah
perlakuan diberikan, kemudian diadakan posttest. Soal pretest dan posttest terdiri dari 19 soal
pilihan ganda.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pembelajaran,
penguasaan konsep tentang kalor dan respon siswa terhadap pembelajaran. Jenis data
meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa angka yang diperoleh dari
hasil pretest dan posttest. Sedangkan data kualitatif berupa penjelasan dalam kalimat-kalimat
yang diperoleh dari catatan observer dan peneliti selama proses pembelajaran. Selain itu data
kualitatif juga didukung oleh angket respon siswa.
Rincian pelaksanaan pembelajaran dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
kalimat-kalimat yang diuraikan secara lengkap. Kejadian-kejadian selama proses
pembelajaran berlangsung juga dijelaskan secara deskriptif dan runtut. Data ini bersumber
dari catatan pembelajaran learning cycle 5E yang sudah dilakukan dan catatan pada lembar
observasi yang dilakukan oleh observer serta didukung oleh dokumentasi foto.
Analisis data penguasaan konsep didapat dari hasil pretest dan posttest. Skor pretest
dan posttest diuji dengan statistik deskriptif frekuensi. Statistik deskristif ini meliputi mean,
median, standart devisasi, sknewness dan persentiles. Nilai Skewness digunakan untuk
menentukan uji beda yanga akan digunakan pada tahap selanjutnya. Uji t-test digunakan
untuk menentukan perbedaan antara pretest dan posttest. Penelitian ini menggunakan uji
paired sample t-test. Besarnya peningkatan skor dari pretest ke posttest dianalisis dengan
menggunakan Cohen’s d-effect size (Morgan, 2004). Selain menggunakan Cohen’s d-effect
size, besarnya peningkatan skor dari pretest dan posttest juga diukur dengan menggunakan
rata-rata gain ternormalisasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penguasaan Konsep pada Materi Kalor
Berdasarkan hasil analisis, didapatkan hasil nilai rata-rata pretest siswa sebesar 40,75
(SD =11,55) nilai rata-rata posttest siswa sebesar 75,93 (SD=12,77). Skor posttest ini secara
signifikan lebih tinggi daripada skor pretest. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi
kurang dari 0,50 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai posttest lebih tinggi daripada nilai
pretest. Besarnya peningkatan nilai pretest ke nilai posttest juga dapat dilihat dari effect size
yang besar yaitu 2,96 dan masuk ke dalam kategori lebih besar sekali dari standart. Besarnya
peningkatan nilai posttest juga dapat dilihat dari N-gainnya. Nilai N-gainnya termasuk dalam
kategori medium-atas.
N-gain tersebut termasuk dalam medium-atas, meskipun demikian masih ada
kemungkinan untuk meningkatkan N-gainnya sehingga bisa mencapai kategori tinggi. N-
gainnya belum maksimal dikarenakan pada soal nomor 6 mengalami penurunan persentase
siswa yang menjawab benar. Pada soal nomor 8, persentase siswa yang menjawab benar juga
masih sedikit daripada nomor soal yang lain. Peningkatan Persentase jawaban siswa per butir
soal dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Grafik Peningkatan Persentase Skor Tiap Nomor dari Pretest ke Posttest
Pada soal nomor 6, persentase skor jawaban siswa mengalami penurunan. Soal nomor
6 menanyakan tentang pengertian kapasitas kalor. Pilihan jawaban terdiri dari a,b,c, d dan e.
Pilihan jawaban a menjelaskan bahwa kapasitas kalor adalah kemampuan benda untuk
menyimpan kalor. Pilihan jawaban b menjelaskan bahwa kapasitas kalor adalah kemampuan
benda untuk menaikkan atau menurunkan suhu benda sebesar 1 serajat. Pilihan jawaban c
menjelaskan bahwa kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan 1 kg benda
untuk menaikkan suhunya sebesar 1 derajat. Pilihan jawaban d menjelaskan bahwa kapasitas
kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu sebesar 1 derajat.
Pilihan jawaban e menjelaskan bahwa kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang
diperlukan/dilepas untuk menaikkan/menurunkan suhu benda sebesar 1 derajat. Berdasarkan
analisis, sebagian besar siswa menjawab d. Pilihan jawaban d temasuk benar, tetapi di dalam
pilihan jawaban lain ada yang lebih benar yaitu pilihan jawaban e. Pada pilihan jawaban d
memang benar jika kapasitas kalor adalah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu
benda sebesar 1 derajat. Tetapi masih ada pilihan jawaban yang lebih lengkap yaitu pilihan
jawaban e yang menyatakan kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan/dilepas
untuk menaikkan/menurunkan suhu benda sebesar 1 derajat. Kesalahan siswa dalam
menjawab soal ini dikarenakan siswa belum jeli dalam menganalisis setiap butir pilihan yang
disajikan.
0
20
40
60
80
100
120
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Pe
rse
nta
se J
awab
an s
isw
a
Nomor Soal
PRETEST
POSTTEST
Berdasarkan pembelajaran yang sudah dilakukan oleh guru, pembahasan mengenai
kapasitas kalor termasuk sangat sedikit yaitu pada saat pembahasan lembar kerja siswa
melalui diskusi kelas. Pembahasan kapasitas kalor ini diberikan secara langsung oleh guru
melalui penjelasan secara lisan. Meskipun penjelasan tentang kapasitas kalor sudah diberikan
oleh guru ternyata siswa masih kesulitan dalam menjawab pertanyaan nomor 6, hal ini
dikarenakan guru tidak menjelaskan secara rinci tentang pengertian kapasitas kalor. Guru
hanya membeikan penjelasan singkat yang mungkin masih membingungkan bagi siswa. Hal
inilah yang menyebabkan rendahnya persentase jawaban siswa dan turunnya persentase
jawaban siswa dari pretest ke posttest.
Pada soal nomor 8, persentase jawaban siswa termasuk dalam kategori rendah
daripada nomor soal yang lain. Soal nomor 8 juga membahas tentang kapasitas kalor yaitu
siswa diminta untuk membandingkan jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu
pada benda yang memiliki kapasitas kalor kecil dan pada benda yang memiliki kapasitas
kalor besar. Berdasarkan hasil analisis jawaban siswa, sebagian besar siswa menjawab kalor
yang dibutuhkan oleh benda yang memiliki kapasitas kalor kecil lebih banyak daripada benda
yang memiliki kapasitas kalor besar. Peningkatan jawaban siswa dari pretest ke posttest juga
tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan siswa belum mampu memahami konsep kapasitas
kalor secara mendalam. Penyebab utama siswa belum mampu memahami konsep kapasitas
kalor secara mendalam adalah pada saat pembelajaran konsep kapasitas kalor ini tidak
dikupas secara mendalam. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa siswa lemah pada
konsep kapasitas kalor. Oleh karena itu perlu adanya pembahasan tersendiri tentang konsep
kapasitas kalor. Berdasarkan kurikulum SMAN 9 Malang pembahasan tentang kapasitas
kalor juga dibelajarkan pada materi Asas Black. Hal ini memungkinkan siswa untuk
mempelajari konsep kapasitas kalor secara lebih mendalam.
Berdasarkan paparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, model pembelajaran
learning cycle mampu meningkatkan penguasaan konsep fisika pada materi kalor. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hiiccan (2008) yang menyatakan bahwa
penggunaan learning cycle memiliki pengaruh signifikan pada pengetahuan konseptual dan
prosedural. Nuhoglu dan Yalcin (2006) juga menyatakan bahwa learning cycle dapat
membuat pengetahuan seseorang bertahan lama. Penelitian Kurnaz (2008) juga menyatakan
bahwa learning cycle 5E dapat merubah konsep siswa pada materi kalor.
Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran yang sudah dilakukan secara umum berjalan secara lancar sesuai
dengan tahapan dalam model pembelajaran learning cycle 5E. Pada pertemuan pertama yang
membahas tentang pengaruh kalor terhadap perubahan suhu, ada satu tahapan yang tidak
terlaksana. Hal ini dikarenakan kurangnya waktu. Tahapan yang tidak terlaksana pada
pertemuan pertema adalah fase elaborasi. Pembelajaran kedua membahas tentang pengaruh
kalor terhadap perubahan wujud. Secara umum, pembelajaran berlangsung sesuai dengan
tahapannya dan seluruh tahapan dalam model learning cycle 5E dapat berjalan lancar. Pada
masing-masing fase berjalan sesuai dengan rencana, hanya ada sedikit penambahan waktu
pada saat praktkum dan diskusi. Pengalaman dalam pembelajaran pertama membuat
pembelajaran ini lebih lancar. Hal ini dikarenakan siswa sudah mulai terbiasa dengan model
learning cycle.
Pembelajaran ketiga tentang konduktivitas termal suatu bahan. Pembelajaran ini juga
berjalan lancar sesuai dengan tahapan pada model learning cycle 5E. Semua tahapan pada
pembelajaran kali ini dapat terlaksana dengan lancar. Seperti pembelajaran sebelumnya,
penambahan waktu selalu tejadi pada saat praktikum dan diskusi Berdasarkan paparan di atas
dapat disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran learning cycle 5E sudah dilaksanakan
sesuai tahapan dengan lancar meskipun pada pembelajaran yang pertama fase elaborasi tidak
terlaksana. Paparan pelaksanaan pembelajaran ini sesuai dengan sintaks menurut Bybee
(2006).
Respon Siswa terhadap Pembelajaran
Berdasarkan hasil analisis data mengenai respon siswa terhadap pembelajaran dapat
diketahui bahwa sebagian besar siswa kelas X IPA 5 SMAN 9 Malang menyukai
pembelajaran fisika. Hal ini merupakan modal yang sangat besar dalam membelajarkan
fisika. Sebagian besar siswa menyatakan bahwa pembelajaran learning cycle cocok
digunakan dalam pembelajaran pada materi kalor. Sebagian besar siswa juga menyatakan
bahwa pembelajaran learning cycle lebih menyenangkan daripada pembelajaran
konvensional. Siswa juga lebih tertarik belajar dengan menggunakan model pembelajaran
learning cycle daripada konvensional. Ketertarikan siswa pada pembelajaran inilah yang
menyebabkan siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kulsum (2011) yang menyatakan bahwa model learning cycle dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Whilder dan Shuttleworth (2004) menyatakan bahwa model pembelajaran learning cycle 5
fase mampu memotivasi siswa.
Berdasarkan hasil analisis, kelemahan pembelajaran adalah pada saat melakukan
praktikum siswa mengalami kesulitan sehingga menghabiskan banyak waktu. Hal ini
dikarenakan siswa belum terbiasa dengan kegiatan praktikum. Selain itu, kesulitan yang
dialami siswa pada saat praktikum juga disebabkan penjelasan tentang langkah praktikum
yang kurang jelas. Meskipun pada lembar kerja siswa sudah diberikan langkah kerja secara
jelas, pada kenyataananya siswa perlu penjelasan lagi dari guru. Kelemahan dari penjelasan
guru adalah guru hanya memberikan penjelasan tetapi tidak memperagakan langkah kerja
secara langsung sehingga pada saat praktikum siswa masih bertanya lagi. Kelemahan lain
yang diutarakan siswa pada saat praktikum adalah banyaknya barang yang berserakan di atas
meja sehingga membuat meja berantakan dan akhirnya membuat siswa tidak fokus dalam
praktikum. Hal ini dikarenakan alat-alat yang akan digunakan untuk praktikum tidak ditata
terlebih dahulu di masing-masing meja. Sehingga ketika siswa mengambil sendiri alat-
alatnya dan kemusian ditaruh diatas meja, alat tersebut tidak ditata dengan rapi.
Ketidakrapian tersebut akhirnya membuat siswa tidak fokus dengan praktikum yang
dilakukannya.
Kelebihan model pembelajaran learning cycle yang diutarakan siswa adalah membuat
siswa lebih memahami konsep secara mendiri dan membuat siswa terampil melakukan
praktikum. Ini sesuai dengan hasil peningkatan penguasaan konsep yang sudah dipaparkan.
Pengakuan siswa bahwa pembelajaran learning cycle lebih mampu membuat siswa
memahami materi, lebih menyenangkan dan lebih menarik tidak boleh diabaikan begitu saja.
Hal ini perlu diperhatikan dan dijadikan pertimbahan untuk membelajarkan siswa pada materi
kalor.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Pembelajaran learning cycle 5 E efektif untuk digunakan pada materi kalor. Efektivitas
pembelajaran ini dilihat dari penguasaan konsep dan respon siswa. Penguasaan konsep
siswa pada materi kalor mengalami peningkatan dari pretest ke posttest dengan nilai
signifikansi 0.00. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai posttest lebih
tinggi daripada pretest. Kekuatan peningkatan skor dari pretest ke posttest berdasarkan
perhitungan Cohen’s d-effect size menunjukkan hasil 2, 89 yang masuk kategori lebih
besar skali dari standart. Berdasarka perhitungan rata-rata gain ternormalisasi (N-gain)
menunjukkan hasil sebesar 0, 61 yang termasuk dalam medium atas. Pembelajaran
learning cycle 5 E juga mendapatkan respon positif dari peserta didik.
2. Pelaksanaan pembelajaran learning cycle 5 E berjalan dengan lancar dan sesuai dengan
sintaks dalam learning cycle 5 E yaitu engagement, eksploration, eksplanation,
elaboration dan evaluation. Pembelajaran pertama fase elaborasi tidak terlaksa karena
keterbatasan waktu, pembelajaran kedua dan ketiga seluruh tahapan terlaksana dengan
baik. Persentase keterlaksanaan sintaks learning cycle 5E pada pertemuan pertama
sebesar 80% sedangkan pertemuan pertemuan kedua dan ketiga sebesar 100%.
3. Respon siswa terhadap pembelajaran learning cycle 5E sangat positif yaitu pembelajaran
ini membuat siswa lebih mandiri dalam memahami fisika, pembelajaran ini juga
membuat siswa lebih tertarik dan membuat pembelajaran lebih menyenangkan. Siswa
juga merasa cocok jika pembelajaran ini diterapkan dalam materi kalor.
Saran
1. Bagi Guru Fisika
Guru disarankan untuk menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E dalam
membelajarkan materi kalor. Guru dapat menggunakan model learning cycle 5E agar
siswa lebih memahami materi dan tertarik dengan pembelajaran.
2. Bagi Lembaga
Lembaga disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang model
pembelajaran learning cycle 5E.
3. Bagi Guru lain
Guru mata pelajaran lain disarankan untuk mencoba menggunakan model pembelajaran
learning cycle 5E.
DAFTAR PUSTAKA
Bybee, R. W., Taylor,J.A., Gardner,A., Van Scotter, P., Powell, J.C., Westbrook, A., dan
Landes, N. 2006. The BSCD 5Einstructional Model: Origins and
Effectivitiness.(Online). Tersedia:www.bscs.org (diakses 20 April 2014).
Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standasrt Isi Sekolah
Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2013. Permendiknas Nomor 63 Tahun 2013 Tentang Kurikulum 2013. Jakarta:
Depdiknas.
Ergin, I. (2012). “Constructivist Approach Based 5E Model and Usability Instructional
Physics”. Latin American Journal Physics Education. 6, (1), 14-20.
Hiccan, B. (2008). In Pulat, S. (2009). Impact of 5E learning cycle on sixth grade students’
mathematics achievement and attitude towards mathematics. M.Sc Thesis of Middle
East Technical University.
Hirca, N., Calik, M., dan Seven, S. (2011).”Effect of Guide Materials Based on 5E Model on
Students’ Conseptual Change and Their Attitudes towards Physics: A Case for “Work
Power and Energi Unit”.Journal of Turkish Science Education. 8, (1), 153-158.
Iskandar, S.M. 2010. Strategi Pembelajaran Konstruktivistik dalam Kimia. Malang: FMIPA
Universitas Negeri Malang.
Kulsum, U & Hindarto, N. 2011. Penerapan Model Learning Cycle Pada Sub Pokok Bahasan
Kalor Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia. 7 (2011): 128-133
Kurnaz, M.A. dan Calik, M. (2008). “Using Different Conceptual Change Methods
Embedded Within the 5E Model: A Sample Teaching for Heat and
Temperatur”.Journal of Physics Teacher Education.5, (1), 1-25.
Nouholu, H & Yalcin, N.2006. The Effectiveness of The Learning Cycle Model to Increase
Student Achievement In The Physics Laboratory. Journal of Turkish Science
Education.
Wilder, M. & Shuttleworth, P. (2004). Cell inquiry: A 5E learning cycle lesson. Science
Activities, 41 (1): 25 – 31.