penerapan model pembelajaran search, solve, create, and...

16
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 1 Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Peserta Didik Kelas X IPS 1 SMA Negeri 4 Bandung (Penelitian Tindakan Kelas Pada Mata Pelajaran Geografi Materi Hakekat Geografi) Anita Novianti, Epon Ningrum, Mamat Ruhimat [email protected] , [email protected] , [email protected] Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAK Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada indikator translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi melalui penerapan model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) serta untuk mengidentifikasi kendala penerapan model pembelajaran SSCS. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan melibatkan peserta didik kelas X IPS 1 SMA Negeri 4 Bandung yang berjumlah 30 orang peserta didik terdiri atas 12 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Analisis data yang didapat dari lembar observasi, tes, dan lembar kerja peserta didik (LKS) menggunakan rata-rata dan persentase (untuk data kuantitatif) dan merefleksi setiap pelaksanaan tindakan (untuk data kualitatif). Hasil penelitian menunjukkan: (1) Penerapan model pembelajaran SSCS dapat meningkatkan proses pembelajaran sehingga mendukung efektivitas pembelajaran yang mencerminkan langkah- langkah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari tindakan pertama, kedua, dan ketiga mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. (2) Pemahaman konsep pada peserta didik mengalami peningkatan. Hal itu ditunjukan dengan perolehan rata-rata nilai pemahaman konsep pada setiap indikatornya yang terus meningkat pada setiap tindakan. Pada tindakan pertama, rata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep peserta didik pada indikator translasi adalah 40,2, pada indikator interpretasi adalah 35,3, dan pada indikator ekstrapolasi adalah 38,4. Kemudian di tindakan kedua, pada indikator translasi adalah 49,3, pada indikator interpretasi adalah 48, dan pada indikator ekstrapolasi adalah 51,8, dan di tindakan ketiga, pada indikator translasi adalah 58,7, pada indikator interpretasi adalah 53,3, dan pada indikator ekstrapolasi adalah 57. (3) Kendala penerapan model pembelajaran SSCS, antara lain alokasi waktu yang dibutuhkan dalam penerapan model pembelajaran SSCS relatif lama, guru belum terbiasa dalam menerapkan model pembelajaran SSCS, dan peserta didik mengalami kesulitan dalam membuat pertanyaan- pertanyaan pada fase search yang disebabkan oleh kurang terbiasanya dalam mengungkapkan masalah dalam bentuk pertanyaan secara tertulis dengan bahasa sendiri. Kata Kunci: Model Pembelajaran SSCS, Pemahaman Konsep, 1. Pendahuluan

Upload: hadien

Post on 06-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 1

Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Peserta

Didik Kelas X IPS 1 SMA Negeri 4 Bandung

(Penelitian Tindakan Kelas Pada Mata Pelajaran Geografi Materi Hakekat Geografi)

Anita Novianti, Epon Ningrum, Mamat Ruhimat

[email protected] , [email protected] , [email protected]

Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada

indikator translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi melalui penerapan model pembelajaran

Search, Solve, Create, and Share (SSCS) serta untuk mengidentifikasi kendala penerapan

model pembelajaran SSCS. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas

(Classroom Action Research) dengan melibatkan peserta didik kelas X IPS 1 SMA Negeri

4 Bandung yang berjumlah 30 orang peserta didik terdiri atas 12 orang laki-laki dan 18

orang perempuan. Analisis data yang didapat dari lembar observasi, tes, dan lembar kerja

peserta didik (LKS) menggunakan rata-rata dan persentase (untuk data kuantitatif) dan

merefleksi setiap pelaksanaan tindakan (untuk data kualitatif). Hasil penelitian

menunjukkan: (1) Penerapan model pembelajaran SSCS dapat meningkatkan proses

pembelajaran sehingga mendukung efektivitas pembelajaran yang mencerminkan langkah-

langkah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari tindakan pertama, kedua, dan ketiga

mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. (2) Pemahaman konsep pada peserta

didik mengalami peningkatan. Hal itu ditunjukan dengan perolehan rata-rata nilai

pemahaman konsep pada setiap indikatornya yang terus meningkat pada setiap tindakan.

Pada tindakan pertama, rata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep peserta didik pada

indikator translasi adalah 40,2, pada indikator interpretasi adalah 35,3, dan pada indikator

ekstrapolasi adalah 38,4. Kemudian di tindakan kedua, pada indikator translasi adalah 49,3,

pada indikator interpretasi adalah 48, dan pada indikator ekstrapolasi adalah 51,8, dan di

tindakan ketiga, pada indikator translasi adalah 58,7, pada indikator interpretasi adalah

53,3, dan pada indikator ekstrapolasi adalah 57. (3) Kendala penerapan model

pembelajaran SSCS, antara lain alokasi waktu yang dibutuhkan dalam penerapan model

pembelajaran SSCS relatif lama, guru belum terbiasa dalam menerapkan model

pembelajaran SSCS, dan peserta didik mengalami kesulitan dalam membuat pertanyaan-

pertanyaan pada fase search yang disebabkan oleh kurang terbiasanya dalam

mengungkapkan masalah dalam bentuk pertanyaan secara tertulis dengan bahasa sendiri.

Kata Kunci: Model Pembelajaran SSCS, Pemahaman Konsep,

1. Pendahuluan

Page 2: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

2 | Anita Novianti, dkk.

Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …

Pembelajaran merupakan sebuah

upaya yang dilakukan untuk memperoleh

kompetensi atau berupa pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang diperlukan

dalam melakukan suatu pekerjaan. Upaya

untuk meningkatkan efektivitas proses

pembelajaran selalu dilakukan tanpa

henti.

Belajar dan mengajar merupakan dua

konsep yang saling berhubungan dan

tidak dapat dipisahkan guna mencapai

tujuan pembelajaran yang efektif. Dua

konsep tersebut menjadi terpadu

manakala terjadi interaksi antara guru

dengan peserta didik dan antara peserta

didik dengan peserta didik pada saat

pembelajaran itu berlangsung. Hal ini

seperti yang disampaikan oleh Sudjana

(2010) bahwa “interaksi guru – peserta

didik sebagai makna utama proses

pembelajaran memegang peranan

penting untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang efektif”. Sehingga,

guru dan peserta didik adalah penentu

terjadinya atau tidak terjadinya proses

pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran terdapat

komponen-komponen yang saling

berpengaruh dan mempengaruhi satu

sama lain. “Sebagai suatu sistem, tentu

saja kegiatan pembelajaran mengandung

sejumlah komponen yang meliputi

tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar

mengajar, metode, alat dan sumber, serta

evaluasi” (Djamarah dan Zain, 2006).

Kelemahan yang ada pada satu

komponen dapat melemahkan komponen

lainnya. “Dalam kegiatan belajar

mengajar melibatkan semua komponen

pembelajaran, kegiatan belajar akan

menentukan pencapaian tujuan yang

telah ditetapkan” (Djamarah dan Zain,

2006). Semua komponen diupayakan

secara maksimal agar dapat mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

Proses pembelajaran di sekolah saat

ini dapat dikatakan masih lemah, karena

belum ditetapkannya standar yang

menjadi pedoman rujukan bagaimana

seharusnya proses pembelajaran itu

berlangsung. Dewasa ini, proses

pembelajaran yang terjadi di dalam kelas

dilaksanakan tergantung dengan

kemampuan dan selera guru. Tidak ada

standar yang jelas dan tegas yang wajib

dipedomani oleh semua guru di sekolah

secara nasional, sehingga hasil dari

proses pembelajaran tersebut tidak

efisien, tidak efektif, dan tidak produktif.

Guru memiliki peranan yang penting

dalam mengembangkan suasana belajar

yang dapat menarik perhatian peserta

didik. Sehingga peserta didik dapat

mengekspresikan ide-ide dan

kreativitasnya dalam pembelajaran.

Selain itu, guru juga berperan sebagai

Page 3: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 3

model bagi peserta didik, dimana

wawasan dan pengetahuan guru akan

mengantarkan peserta didik untuk dapat

berpikir secara kritis dan kreatif dalam

menyelesaikan masalah yang

dihadapinya, sehingga peserta didik

dapat memahami isi dari materi pelajaran

dengan baik.

Berdasarkan hasil pengamatan kelas

yang dilakukan oleh peneliti di SMA

Negeri 4 Bandung tanggal 14 September

2012 di kelas X-1 pada pembelajaran

geografi materi Hakekat Geografi sub

materi Prinsip-prinsip geografi,

kemudian berdasarkan kegiatan

wawancara kepada guru dan peserta didik

yang dilakukan setelah selesai

pelaksanaan kegiatan pembelajaran

mengugkapkan bahwa dalam

pelaksanaan pembelajaran geografi

dinilai masih kurang efektif, memiliki

kecenderungan pada metode tertentu, dan

kadang-kadang tidak memperhatikan

tingkat kemampuan peserta didik dalam

memahami informasi yang disampaikan.

Selain itu, peserta didik kurang aktif

dalam proses belajar, peserta didik lebih

banyak mendengar dan menulis,

menyebabkan isi pelajaran sebagai

hafalan sehingga peserta didik tidak

memahami konsep yang sebenarnya,

pembelajaran lebih berpusat pada guru

sehingga peserta didik kurang kreatif,

materi serta sumber belajar yang

digunakan masih kurang, serta

penggunaan media pembelajaran yang

kurang optimal.

Selain itu, berdasarkan pengalaman

mengajar guru mata pelajaran geografi,

guru menilai bahwa materi Hakekat

Geografi merupakan materi yang

dianggap paling sulit oleh peserta didik

dalam mempelajari pelajaran geografi.

Hal itu karena melihat perolehan nilai

peserta didik dalam ulangan harian materi

Hakekat Geografi yang mendapat nilai

rata-rata dibawah Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) dan secara keseluruhan

tidak ada satu orang pun peserta didik

yang mendapat nilai diatas KKM.

Pernyataan guru tersebut didukung

dengan data sekunder yang dimiliki guru

mengenai nilai ulangan harian peserta

didik, baik pada tahun ajaran 2011-2012

maupun pada tahun ajaran 2012-2013.

Pada hasil yang diperoleh oleh peserta

didik pada ulangan harian mata pelajaran

geografi materi Hakekat Geografi, dapat

terjelaskan bahwa pada tahun pelajaran

2011-2012 dengan KKM 70, didapat nilai

dengan rata-rata 45,97 dan pada tahun

pelajaran 2012 -2013 dengan KKM 75,

didapat nilai dengan rata-rata 49,78. Hal

demikian mengungkapkan bahwa

perolehan nilai peserta didik masih jauh

dibawah KKM yang telah ditetapkan oleh

sekolah. Perolehan nilai ulangan geografi

yang masih di bawah KKM dan masih

Page 4: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

4 | Anita Novianti, dkk.

Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …

adanya peserta didik yang mendapatkan

nilai dibawah KKM menunjukkan bahwa

peserta didik kurang paham tentang

materi pelajaran. Hasil pengamatan data

sekunder tersebut menunjukkan bahwa

peserta didik masih kesulitan dalam

memahami konsep geografi sehingga

berpengaruh pada hasil belajar yang

dicapainya.

Materi Hakekat Geografi merupakan

materi yang diberikan pada awal

pelajaran geografi di SMA dan

merupakan dasar dalam memahami ilmu

geografi yang berisi pengertian geografi,

konsep-konsep geografi, pendekatan

geografi, aspek-aspek geografi, prinsip-

prinsip geografi dan manfaat ilmu

geografi. Seperti yang dikemukakan oleh

Waluya (2009), bahwa “dengan

mempelajari tentang hakekat geografi

sebagai disiplin ilmu dan manfaatnya

bagi kehidupan manusia di permukaan

bumi, diharapkan peserta didik

memahami berbagai konsep, pendekatan,

dan prinsip yang digunakan dalam ilmu

geografi, serta ruang lingkup yang

menjadi kajiannya”.

Selain itu, materi Hakekat Geografi

merupakan materi yang dapat

mengarahkan peserta didik untuk lebih

memahami gejala-gejala yang ada dalam

kehidupan sehari-hari. Hal tersebut

sesuai dengan tujuan dalam pembelajaran

geografi yang dilihat dari aspek

keterampilan yaitu mengembangkan

keterampilan mengumpulkan, mencatat

data dan informasi yang berkaitan dengan

aspek-aspek keruangan serta mampu

mengembangkan keterampilan analisis,

sintesis dan kecenderungan dan hasil-

hasil interaksi berbagai gejala geografis

(Depdiknas: 2004).

Maka dari itu, keterampilan dalam

memahami konsep materi pelajaran

geografi perlu diterapkan dalam

pembelajaran geografi agar peserta didik

cepat tanggap dan dapat memecahkan

masalah dalam pembelajaran.

Kemampuan memahami konsep

materi pelajaran diperlukan karena

kemampuan tersebut dapat memberikan

arahan yang tepat dalam berpikir dan

bekerja sehingga mendapat pemecahan

masalah yang akurat. Orang yang dapat

memahami suatu konsep dengan baik

mampu memberikan argumen yang logis

berdasarkan pengetahuan yang

dimilikinya sehingga mampu

menghadapi berbagai tantangan yang

dihadapinya dalam kehidupan di

lingkungan sekolah, masyarakat maupun

negara.

Kondisi seperti diatas tidak dapat

dibiarkan secara terus menerus, untuk itu

diperlukan upaya yang harus dilakukan

agar pembelajaran lebih mengutamakan

Page 5: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 5

kemampuan peserta didik dalam

memahami konsep geografi, bukan hanya

menghafal materi pelajaran seperti yang

dikemukakan oleh peserta didik. Hal ini

menunjukkan perlu adanya usaha guru

untuk lebih meningkatkan kualitas

pembelajaran geografi. Salah satunya

dengan memilih model pembelajaran

yang bisa mengatasi permasalahan

peserta didik yang kesulitan dalam

memahami materi pelajaran. Model

pembelajaran yang dipilih adalah model

pembelajaran yang benar-benar

menekankan pada aspek pemahaman

konsep sehingga peserta didik dapat

memahami materi pelajaran dengan baik.

Dalam upaya memahami konsep tersebut

diharapkan peserta didik sendirilah yang

dengan aktif membentuknya bukan hasil

dari meniru atau menghapal apa yang

dijelaskan oleh guru. Peserta didik

memperoleh pengetahuan berupa

pemahaman konsep melalui pengenalan

konsep pada benda atau fenomena yang

konkrit dan pengalaman mereka sendiri

yang dapat berupa kegiatan mengenali,

mengeksplorasi, dan kemudian

mengaplikasikan konsep tersebut dalam

kehidupan sehari-hari.

Model pembelajaran yang memiliki

kriteria seperti yang dikemukakan diatas

adalah model pembelajaran Search,

Solve, Create, and Share (SSCS). Oleh

karena itu, pada penelitian ini, peneliti

akan melakukan penelitian pada

pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran Search, Solve,

Create, and Share (SSCS). Model

pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) adalah model pembelajaran

yang menggunakan pendekatan problem

solving (Ramson: 2010). Model ini

didesain untuk meningkatkan

pemahaman terhadap konsep ilmu.

Model pembelajaran Search, Solve,

Create, and Share (SSCS) melibatkan

peserta didik dalam menyelidiki sesuatu,

membangkitkan minat bertanya serta

memecahkan masalah nyata. Pizzini

(Ramson, 2010) menjelaskan bahwa

“terdapat empat tahapan dalam model ini,

yaitu tahapan Search, tahapan Solve,

tahapan Create, dan tahapan Share”.

Pada tahap search peserta didik

mengajukan pertanyaan-pertanyaan

penyelidikan tentang topik yang mereka

sukai untuk diselidiki. Selanjutnya pada

tahap solve peserta didik membuat desain

untuk rancangan yang akan digunakan

untuk penyelidikan tersebut. Setelah

melakukan penyelidikan, peserta didik

melakukan analisa dan

menginterpretasikan data yang

diperolehnya. Peserta didik selanjutnya

menentukan cara yang akan digunakan

untuk mengkomunikasikan temuannya,

dan tahap ini merupakan tahap create.

Tahap terakhir dalam model

Page 6: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

6 | Anita Novianti, dkk.

Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …

pembelajaran SSCS adalah share. Pada

tahap ini peserta didik membagi atau

memberikan hasil dan evaluasi dari

penyelidikan yang dilakukannya.

Model pembelajaran SSCS ini sudah

dikaji oleh Ramson (2010), dalam

skripsinya yang berjudul “Model

Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep dan Keterampilan

Berpikir Kritis Peserta didik SMP Pada

Topik Cahaya”, yang menunjukkan

bahwa penerapan model pembelajaran

SSCS berpengaruh lebih baik terhadap

kemampuan pemahaman konsep dan

berpikir kritis peserta didik dari pada

pembelajaran secara konvensional.

Selain itu, Rifani (2013) juga mengkaji

dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh

Model Pembelajaran Learning Cycle dan

Model Pembelajaran Search, Solve,

Create, and Share (SSCS) terhadap

Pemahaman Konsep Pada Pembelajaran

Geografi di SMA (Studi Eksperimen

Kelas XI di SMAN 1 Cihaurbeuti,

Ciamis)” mengungkapkan bahwa

penerapan model pembelajaran Search,

Solve, Create, and Share (SSCS) dapat

meningkatkan pemahaman konsep

peserta didik dan meningkatkan

efektifitas aktifitas peserta didik dalam

pembelajaran yang tercermin dalam

pertemuan kesatu, kedua, dan ketiga yang

mengalami perkembangan ke arah yang

lebih baik.

Salah satu penelitian yang dapat

memberikan perbaikan pada proses

belajar mengajar adalah Penelitian

Tindakan Kelas (PTK). Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) menerapkan suatu

bentuk penelitian yang bersifat reflektif

sehingga mendorong untuk dilakukannya

perbaikan, tindakan perbaikan yang tepat

dan didukung melalui suatu model yang

dapat mendukung upaya peningkatan

pemahaman konsep pada peserta didik.

Namun, yang menjadi permasalahan

adalah bagaimana penerapan Model

Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) pada proses pembelajaran

geografi di kelas X IPS 1? dan apakah

penggunaan Model Pembelajaran Search,

Solve, Create, and Share (SSCS) dapat

meningkatkan pemahaman konsep

peserta didik kelas X IPS 1 pada indikator

translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi?.

2. Model Pembelajaran

Secara umum istilah “model”

diartikan sebagai kerangka konseptual

yang digunakan sebagai pedoman dalam

melakukan suatu kegiatan. Dalam

pengertian lain, “model” juga diartikan

sebagai barang atau benda tiruan dari

benda yang sesungguhnya, seperti

“globe” adalah model dari bumi tempat

hidup kita. Selanjutnya, istilah model

Page 7: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 7

digunakan untuk menunjukkan

pengertian yang pertama sebagai

kerangka konseptual.

Atas dasar pemikiran tersebut, seperti

yang dikemukakan oleh Suherman

(1993) maka yang dimaksud dengan

model pembelajaran adalah

Kerangka konseptual yang

melukisakan prosedur yang

sistematik dalam

mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan

belajar tertentu, dan berfungsi

sebagai pedoman pagi perancang

pengajaran dan para guru dalam

merencanakan dan melaksanakan

aktifitas pembelajaran. Dengan

demikian aktivitas pembelajaran

benar-benar merupakan kegiatan

bertujuan yang bertata secara

sistematis.

Model pembelajaran merupakan

“Suatu rencana atau pola yang digunakan

untuk merancang pembelajaran tatap

muka di dalam ruangan kelas dan untuk

menyusun materi pengajaran” (Wiranata,

1992). Setiap model pembelajaran akan

membantu didalam merancang program

pembelajaran sehingga setiap peserta

didik akan tertolong dalam upaya

mencapai tujuan pembelajaran.

Pengertian model pembelajaran

dikemukakan pula oleh Sukmawati

(2013), bahwa “Model pembelajaran

merupakan cara/teknik penyajian yang

digunakan guru dalam proses

pembelajaran agar tercapai tujuan

pembelajaran”.

Sehingga pengertian model

pembelajaran dapat diartikan sebagai

cara, contoh, maupun pola, yang

mempunyai tujuan meyajikan pesan

kepada peserta didik yang harus

diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu

dengan cara membuat suatu pola atau

contoh dengan bahan-bahan yang dipilih

oleh para pendidik/guru sesuai dengan

materi yang diberikan dan kondisi di

dalam kelas.

3. Pemahaman Konsep

Secara umum kemampuan intelektual

dan keterampilan yang ditekankan pada

peserta didik di sekolah adalah

pemahaman. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Bloom (1979),

“Probably the largest general class of

intellectual abilities and skills

emphasized in schools dan colleges are

those which involve comphrehension.”

Pemahaman didefinisikan sebagai

kemampuan untuk menyerap arti dari

materi atau bahan yang dipelajari.

Pemahaman merupakan hasil proses

belajar mengajar yang mempunyai

indikator individu dapat menjelaskan

atau mendefinisikan suatu unit informasi

dengan kata-kata sendiri (Bloom, 1979).

Dari pernyataan ini, peserta didik dituntut

tidak sebatas mengingat kembali

pelajaran, namun lebih dari itu peserta

didik mampu mendefinisikan. Hal ini

Page 8: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

8 | Anita Novianti, dkk.

Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …

menunjukan peserta didik telah

memahami pelajaran walau dalam bentuk

susunan kalimat berbeda tapi kandungan

makna tidak berubah. Selanjutnya Bloom

(1979) menyatakan bahwa “pemahaman

konsep adalah kemampuan menangkap

pengertian-pengertian seperti mampu

mengungkapkan suatu materi yang

disajiakan ke dalam bentuk yang lebih

difahami, mampu memberikan

interpretasi, dan mampu

mengaplikasikannya”.

Istilah konsep sering didengar tetapi

belum ada suatu kesepakatan dalam

mendefinisikan konsep. Menurut Rosser

(Dahar, 1989) konsep adalah ”suatu

abstraksi yang mewakili satu kelas objek-

objek, kejadian kejadian, kegiatan-

kegiatan, atau hubungan-hubungan yang

mempunyai atribut-atribut yang sama”.

Gagne (Dahar, 1989) berpendapat bahwa

konsep adalah ”Ide abstrak yang

memungkinkan kita dapat

mengelompokan benda-benda, simbol-

simbol, atau peristiwa tertentu ke dalam

contoh dan bukan contoh dari ide abstrak

tersebut itu”. Dahar (1989) berpendapat

bahwa ”Konsep merupakan penyajian-

penyajian internal dari sekelompok

stimulus. Konsep-konsep tidak dapat

diamati, konsep-konsep harus

disimpulkan dari perilaku.

Konsep merupakan dasar bagi proses

mental yang lebih tinggi untuk

merumuskan prinsip-prinsip dan

generalisasi". Dengan demikian konsep

merupakan buah pemikiran seseorang

atau sekelompok orang yang dinyatakan

dalam definisi sehingga melahirkan

produk pengetahuan meliputi prinsip,

hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari

fakta, peristiwa, pengalaman, melalui

generalisasi dan berpikir abstrak.

Pemahaman suatu konsep dengan baik

sangatlah penting bagi peserta didik,

karena dalam memecahkan masalah

peserta didik harus mengetahui aturan-

aturan yang relevan dan aturan-aturan ini

didasarkan pada konsep-konsep yang

diperolehnya. Peserta didik dikatakan

telah memahami suatu konsep jika

peserta didik dapat menjelaskan suatu

informasi dengan kata-katanya sendiri.

Dalam hal ini peserta didik dituntut tidak

hanya sebatas mengingat sesuatu bahan

pelajaran tetapi juga mampu menjelaskan

kembali informasi yang diperoleh dengan

menggunakan kata-katanya sendiri

meskipun penjelasan tersebut susunan

kata-katanya tidak sama dengan apa yang

diberikan kepada peserta didik akan

tetapi kandungan maknanya tetap sama.

Agar dapat memahami suatu konsep,

peserta didik harus membentuk konsep

sesuai dengan stimulus yang diterimanya

Page 9: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 9

dari lingkungan atau sesuai dengan

pengalaman yang diperoleh dalam

perjalanan hidupnya. Pengalaman-

pengalaman yang harus dilalui oleh

peserta didik merupakan serangkaian

kegiatan pembelajaran yang dapat

menunjang terbentuknya konsep-konsep

tersebut. Karena itu guru harus bisa

menyusun pembelajaran yang

didalamnya berisi kegiatan-kegiatan

belajar peserta didik yang sesuai dengan

konsep-konsep yang akan dibentuknya.

4. Indikator Pemahaman Konsep

Dalam memahami suatu konsep ilmu,

peserta didik tidak serta merta berada

pada tingkat pemahaman yang tinggi,

namun bertahap, kontinu, dan

berkembang. Bloom (1979) menjelaskan

tedapat tiga tipe pemahaman, antara lain

traslasi, interpretation, dan ekstrapolasi.

Pertama adalah translasi (traslation) yang

berarti seorang individu dalam

berkomunikasi dapat menafsirkan

informasi yang didapatnya kedalam

bahasa, bentuk, atau bagian yang

berbeda kemudian dapat memberi arti

atau makna pada bagian yang berbeda

dari ide-ide yang muncul. Kedua adalah

Interpretasi (Interpretation), dimana

dalam hal ini peserta didik dapat

membedakan dan menafsirkan antara

kesimpulan yang diperlukan dengan yang

tidak diperlukan, yang dianggap penting

dengan yang tidak penting. Selain itu,

peserta didik dapat melihat hubungan

atau relevansi suatu konsep dengan

konsep lainnya. Ketiga adalah

Ekstrapolasi (Extrapolation) dimana

dalam hal ini peserta didik membuat

estimasi atau prediksi berupa pengertian,

kecenderungan, atau pernyataan kondisi

dalam suatu komunikasi.

Indikator pemahaman konsep

menurut Bloom diatas, lebih jelas dapat

dilihat pada penjelasan berikut ini:

a. Translasi, meliputi dua

keterampilan yaitu (1)

menerjemahkan sesuatu dari

bentuk abstrak ke dalam bentuk

yang lebih konkrit, (2)

menerjemahkan suatu simbol ke

dalam bentuk lain seperti

menerjemahkan tabel, grafik, dan

simbol matematika dan sebagainya.

b. Interpretasi, meliputi tiga

keterampilan yaitu (1)

membedakan antara kesimpulan

yang diperlukan dengan yang tidak

diperlukan, (2) memahami

kerangka suatu pekerjaan secara

keseluruhan, (3) memahami dan

menafsirkan isi berbagai macam

bacaan.

c. Ekstrapolasi, meliputi tiga

keterampilan yaitu (1)

menyimpulkan dan menyatakan

lebih eksplisit, (2) memprediksi

Page 10: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

10 | Anita Novianti, dkk.

Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …

konsekuensi-konsekuensi dari

tindakan yang akan digambarkan

dari sebuah komunikasi, (3) sensitif

atau peka terhadap faktor yang

mungkin membuat prediksi

menjadi akurat.

5. Model Pembelajaran SSCS

Pandangan konstruktivisme dalam

pembelajaran menerangkan bagaimana

pengetahuan dibangun dalam diri

manusia. Berdasarkan faham tersebut,

dalam proses pembelajaran, guru bukan

hanya mentransfer pengetahuan kepada

peserta didik dalam bentuk yang

sempurna, tetapi peserta didik harus

membangun pengetahuan itu berdasarkan

pengalamannya masing-masing.

Sesuai dengan teori belajar

konstruktivisme yang telah dipaparkan di

atas maka guru diharapkan dapat menjadi

fasilitator sehingga peserta didik dapat

membangun pengetahuan yang dia miliki

dan tidak hanya mendapat transfer

pengetahuan dari guru.

Salah satu model pembelajaran yang

dilandasi pandangan konstuktivisme

yaitu Model Pembelajaran Search, Solve,

Create, and Share (SSCS). Model

Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) adalah suatu model

pembelajaran dengan menggunakan pola

tertentu, yakni terdapat empat tahapan

dalam proses pembelajaran, antara lain

tahap Search, tahap Solve, tahap Create,

dan tahap Share.

Menurut Baroto (Ramson, 2010),

“Search, Solve, Create, and Share (SSCS)

adalah model pembelajaran yang

memakai pendekatan Problem Solving,

didesain untuk mengembangkan

keterampilan berpikir kritis dan

meningkatkan pemahaman terhadap

konsep ilmu”.

Model pembelajaran SSCS

melibatkan peserta didik dalam

menyelidiki sesuatu, membangkitkan

minat bertanya, mengungkapkan

argumen atau jawaban sementara, serta

memecahkan masalah-masalah yang

nyata. Hal ini dijelaskan pula oleh Pizzini

dalam Hadayani (2012) bahwa :

The SSCS Problem Solving Model is

designed to expand and apply science

concepts and critical thinking skills,

using a holistic problem solving

model. SSCS involves students in

exploring new situations, considering

intriguing questions, and solving

realistic problems. Using the SSCS

problem solving model,student

become actively involved in the

aplication of content, concepts and

higher order thinking skills. The

SSCS model establishes a context for

the develpment and use of higher

order thinking skills and results in the

conditions necessary for the transfer

of thinking skills from one subject

area to another.

Model Pembelajaran Search, Solve,

Create, and Share (SSCS) memiliki

empat tahap didalam proses

Page 11: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 11

pembelajaran. Pizzini (Ramson, 2010)

menjelaskan “empat tahapan atau fase

yang terdapat dalam model pembelajaran

ini, antara lain fase search, fase solve,

fase create, dan fase share”.

Kemudian Pizzini dalam (Handayani,

2012) mengemukakan penjelasan

mengenai empat fase tersebut, antara

lain:

1. Search

Fase Search meliputi kegiatan

penyelidikan awal tentang suatu

masalah yang diberikan kepada

mereka. Selama fase pencarian ini,

peserta didik dapat meletakkan ide-

ide mereka dalam sebuah daftar apa

yang diketahui dan apa yang

ditanyakan sebagai hasil dari

penyelidikan mereka secara

mendalam terhadap masalah yang

ada. Peserta Didik juga dapat

mempersempit daftar dan memilih

satu pada dua pertanyaan guna

penyelidikan lebih lanjut.

2. Solve

Pada fase solve ini, peserta didik

menghasilkan dan melaksanakan

rencana untuk mencari solusi dari

soal yang ada atau membuat soal

sendiri, mengembangkan

pemikiran kritis dan keterampilan

kreatif, membentuk hipotesis yang

dalam hal ini berupa dugaan

jawaban, memilih metode untuk

memecahkan masalah,

mengumpulkan data dan

menganalisis, serta

menyelesaikannya.

3. Create

Pada fase ini, peserta didik

menciptakan produk yang berupa

solusi masalah berdasarkan dugaan

yang telah dipilih pada fase

sebelumnya. Pada tahap ini peserta

didik menguji dugaan yang dibuat

apakah benar atau salah. Di

samping itu, peserta didik

menampilkan hasil yang sekreatif

mungkin dan jika perlu peserta

didik dapat menggunakan grafik,

poster atau model.

4. Share

Fase ini merupakan fase terakhir

dari model pembelajaran ini. Pada

fase ini peserta didik

berkomunikasi dengan guru dan

teman sekelompok atas temuan,

solusi atau kesimpulan yang

mereka peroleh. Peserta Didik

dapat menggunakan media

rekaman, video, poster, laporan,

dan media lainnya. Pada fase ini

peserta didik dapat saling membagi

ide, cara penyelesaian dan

sebagainya, guna menambah

pemahaman peserta didik sendiri.

Ditambahkan oleh Awang dan

Ramly dalam Handayani (2012),

bahwa pada fase ini peserta didik

mengartikulasikan pemikiran

mereka, menerima umpan balik dan

mengevaluasi solusi. Dengan

adanya diskusi ini, peserta didik

akan menguji hasil temuan serta

mengembangkan argumennya

dalam membuktikan suatu

pernyataan.

Model pembelajaran SSCS ini sudah

dikaji oleh Ramson (2010), dalam

skripsinya yang berjudul “Model

Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep dan Keterampilan

Berpikir Kritis Peserta didik SMP Pada

Topik Cahaya”, yang menunjukkan

bahwa penerapan model pembelajaran

SSCS berpengaruh lebih baik terhadap

kemampuan pemahaman konsep dan

Page 12: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

12 | Anita Novianti, dkk.

Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …

berpikir kritis peserta didik dari pada

pembelajaran secara konvensional.

6. Penutup

Proses pembelajaran yang dilakukan

dalam penelitian ini berkenaan dengan

langkah-langkah kegiatan pembelajaran

yang direncanakan, dilaksanakan, dan

dievaluasi secara sistematis sehingga

peserta didik dapat mencapai tujuan

pembelajaran secara efektif dan efisien

sesuai dengan alokasi waktu yang

disediakan untuk setiap kegiatannya

(Komalasari, 2011).

Untuk mencapai pembelajaran yang

efektif dan efisien tidak terlepas dari

permasalahan pembelajaran yang terjadi

pada saat peneliti melakukan observasi

awal. Tindak lanjut hal tersebut dan

pengembangan pembelajaran yang

dilaksanakan dimaksudkan untuk

memperbaiki pembelajaran ke arah yang

lebih baik. Upaya tersebut diantaranya

dilakukan melalui penelitian tindakan

kelas (PTK).

Penelitian tindakan kelas ini

menggunakan model PTK John Elliot

(Hopkins, 2011). Model PTK John Elliot

terdiri dari tiga tindakan dalam satu

siklus. Masing-masing tindakan terdiri

dari empat tahap kegiatan, antara lain

perencanaan, pelaksanaan dan observasi,

serta refleksi. Penentuan banyaknya

tindakan berdasarkan banyaknya sub

pokok bahasan dalam materi (Priatna,

2012). Penelitian ini sudah

mencerminkan hal tersebut, yakni pada

bahasan materi Hakekat Geografi yang

terdiri dari sub pokok bahasan pengertian

geografi dan konsep-konsep geografi

pada tindakan pertama, sub pokok

bahasan pendekatan geografi dan prinsip-

prinsip geografi pada tindakan kedua, dan

sub pokok bahasan aspek-aspek geografi,

objek studi geografi, ilmu penunjang

geografi, dan manfaat ilmu geografi pada

tindakan ketiga.

Hal tersebut telah dilakukan dengan

menggunakan model pembelajaran

Search, Solve, Create, and Share (SSCS)

pada pembelajaran geografi untuk

membahas materi Hakekat Geografi.

Tindakan tersebut untuk meningkatkan

pemahaman konsep peserta didik dalam

memahami materi pelajaran karena salah

satu permasalahan yang penting untuk

segera diatasi adalah rendahnya

pemahaman konsep peserta didik.

Pemahaman konsep peserta didik dilihat

dari tiga indikator pemahaman konsep,

yakni translasi, interpretasi, dan

ekstrapolasi (Bloom, 1979). Pemilihan

tindakan tersebut dilakukan melalui

kolaborasi dengan guru mata pelajaran.

Artinya, penelitian ini telah menunjukkan

karakteristiknya sebagai PTK, yakni pada

Page 13: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 13

aspek kolaboratif dengan guru (Aqib,

2011).

Penggunaan model pembelajaran

SSCS dalam membahas materi pelajaran

sebagai tindakan yang dipilih, telah

menunjukkan ciri dan fungsinya sebagai

model pembelajaran, yakni memiliki

dampak langsung dengan tercapainya

tujuan pembelajaran, maupun dampak

tidak langsung yang berhubungan dengan

hasil belajar jangka panjang dalam hal ini

yaitu pemahaman konsep peserta didik

(Sukmawati, 2013). Penerapan model

pembelajaran tersebut dilakukan melalui

empat fase, antara lain fase Search, fase

Solve, fase Create, dan fase Share

(Ramson, 2010).

Penerapan model pembelajaran SSCS

telah menunjukkan manfaatnya dalam

meningkatkan pemahaman peserta didik

terhadap konsep ilmu (Baroto dalam

Ramson, 2010). Selain itu, mampu

melibatkan peserta didik dalam

menyelidiki sesuatu, membangkitkan

minat bertanya, mengungkapkan

argumen atau jawaban sementara, serta

memecahkan masalah-masalah yang

nyata (Pizzini dalam Handayani, 2012).

Hal ini dapat ternyatakan dalam aktifitas

peserta didik pada proses pembelajaran

dan pencapaian kompetensi peserta didik

yang mengalami peningkatan pada setiap

tindakannya.

Pembelajaran dinyatakan berhasil

ketika peserta didik mendapatkan

pengalaman belajar dan mencapai

kompetensi yang diharapkan (KKM).

Pencapaian kompetensi tersebut

dinyatakan dalam perolehan angka atau

nilai sebagai kemampuan pemahaman

peserta didik dalam memahami materi

pelajaran. Dalam mengetahui

ketercapaian kompetensi dan

pemahaman peserta didik tersebut

berkaitan dengan alat ukur yang

digunakan atau instrumen penilaian.

Efektivitas pembelajaran dinyatakan

dengan kemampuan pemahaman konsep

peserta didik. Penerapan model

pembelajaran SSCS pada materi hakekat

geografi menunjukkan efektivitasnya

dalam meningkatkan pemahaman konsep

peserta didik. Dalam penelitian ini,

kemampuan pemahaman konsep peserta

didik disamakan artinya dengan prestasi

belajar peserta didik, yaitu sebagai

perubahan perilaku dan pribadi peserta

didik setelah mengalami dan melalui

proses belajar (Sudjana, 2010).

Pemahaman peserta didik diukur

dengan menggunakan tes tulis dan non-

tes (Sudjana, 2010). Tes yang dijadikan

sebagai instrumen penilaian adalah soal

dalam bentuk pilihan ganda dengan

jumlah lima belas soal yang terdiri dari

lima soal indikator translasi, lima soal

indikator interpretasi, dan lima soal

Page 14: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

14 | Anita Novianti, dkk.

Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …

indikator ekstrapolasi (Manurung, 2010;

Ramson, 2010) sedangkan non tes dalam

bentuk tugas kelompok atau LKS. Kedua

instrumen tersebut dipilih berdasarkan

kepentingan pemahaman peserta didik

dalam memahami materi pelajaran.

Pemahaman konsep yang dicapai oleh

peserta didik menunjukkan peningkatan

dengan menggunakan model

pembelajaran SSCS. Hal ini terbukti

dengan adanya peningkatan pemahaman

konsep peserta didik pada indikator

translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi

pada setiap tindakannya. Selain itu, dapat

dilihat pula pada ketercapaian KKM yang

diperoleh peserta didik pada setiap

tindakannya. Artinya, peserta didik

mengalami peningkatan dalam

memahami materi pelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran

SSCS.

Pemahaman peserta didik terhadap

materi pelajaran dinyatakan dengan

angka-angka atau nilai-nilai yang dicapai

oleh setiap peserta didik setelah proses

pembelajaran berlangsung yang menjadi

tolak ukur keberhasilan pembelajaran

(Syah dalam Ningrum, Yani, dan

Nurmala, 2010).

Namun demikian, keberhasilan peserta

didik memahami materi pelajaran tidak

semata-mata karena faktor penerapan

model pembelajaran SSCS, melainkan

dipengaruhi juga oleh faktor lain, yaitu

kondisi internal dan eksternal peserta

didik (Syah, 2004). Selain itu,

peningkatan terutama terjadi pada upaya

guru dalam mempersiapkan bahan

pembelajaran, memotivasi peserta didik

dalam setiap pertemuan dan menciptkan

diskusi kelompok yang efektif

(Nurhasanah, 2010). Keberhasilan

meningkatkan pemahaman konsep

peserta didik dengan menerapkan model

pembelajaran SSCS melalui kegiatan

penelitian tindakan kelas ini telah

memperhatikan faktor-faktor tersebut.

Hal ini dinyatakan dalam penciptaan

kondisi belajar dengan

mengimplementasikan perencanaan

pembelajaran dan perangkatnya yang

disusun oleh peneliti secara kolaboratif

dengan guru.

Berdasarkan pembahasan yang telah

dikemukakan di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa penelitian tindakan

kelas ini dinyatakan berhasil dan dapat

mencapai target indikator keberhasilan

serta permasalahan sudah dapat teratasi.

Dengan demikian, indikator keberhasilan

dalam penelitian telah terpenuhi serta

menjawab hipotesis atas tindakan yang

dilakukan yaitu Penggunaan Model

Pembelajaran Search, Solve, Create, and

Share (SSCS) dapat meningkatkan

pemahaman konsep peserta didik pada

Page 15: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 15

indikator traslasi, interpretasi, dan

ekstrapolasi terhadap materi pelajaran

geografi di kelas X IPS 1 SMA Negeri 4

Bandung.

7. Daftar Pustaka

Aqib, Z. (2007). Penelitian Tindakan

Kelas untuk Guru. Bandung :

Yrama Widiya.

Bloom, B. (1979). Taxonomy of

Educational Objectives, The

Classification of Educational

Goals, Hand Book 1: Cognitive

Domain. USA : Longman Inc.

Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar.

Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2004). Kurikulum

Pendidikan Dasar. Jakarta:

Depdiknas.

Djamarah, S. dkk. 2006. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Handayani. (2012). Pengaruh Metode

Pembelajaran Pemecahan

Masalah Tipe SSCS Terhadap

Perilaku Kreatif Peserta Didik :

Studi Quasi Eksperimen Pada

Pembelajaran Ekonomi Kelas X di

SMAN 3 Sumedang. Tesis Pada SPs

UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Hopkins, D. (2011). Panduan Guru

Penelitian Tindakan Kelas (A

Teacher’s Guide To Classroom

Research). Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Komalasari, K. (2011). Pembelajaran

Kontekstual Konsep dan Aplikasi.

Bandung: PT. Refika Aditama

Ningrum, E., Yani, A., dan Nurmala, D.

(2012). Optimalisasi Penggunaan

Globe dan Media Audio Visual

untuk Meningkatkan Hasil Belajar

pada Materi Jagat Raya, Tata

Surya, dan Bumi bagi Peserta

Didik Kelas X-A SMA Sekolah

Percontohan UPI. Laporan

Penelitian Tindakan Kelas.

Bandung: Tidak diterbitkan.

Nurhasanah. (2010). Dampak

Pembelajaran Visual Auditorial

Kinestetik (VAK) Terhadap

Peningkatan Kemampuan

Pemahaman dan Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa

Sekolah Dasar. Disertasi Pada SPs

UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Priatna, D. E. 2012. Penerapan Metode

Quantum Learning Dengan

Learning Style Vak (Visual,

Auditorial Dan Kinesthetik) Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Kelas X-2 Madrasah Aliyah Negeri

2 Bandung (Penelitian Tindakan

Kelas Pada Pelajaran Geografi).

Skripsi Sarjana, Fakultas

Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial Universitas Pendidikan

Indonesia, Bandung, 2012.

Ramson. (2010). Model Pembelajaran

Search, Solve, Create and Share

(SSCS) untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep dan

Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

SMP Pada Topik Cahaya. Tesis

Pada SPs UPI Bandung : tidak

diterbitkan.

Rifani, I. (2013). Pengaruh Model

Pembelajaran Learning Cycle dan

Model Pembelajaran Seacrh,

Solve, Create, and Share terhadap

Pemahaman Konsep Pada

Pembelajaran Geografi di SMA

(Studi Eksperimen Kelas XI di

SMAN 1 Cihaurbeuti Ciamis).

Tesis pada Pada SPs UPI Bandung

: tidak diterbitkan.

Page 16: Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and ...antologi.upi.edu/file/PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_SEARCH,_SOLVE... · Berdasarkan hasil pengamatan kelas yang dilakukan

16 | Anita Novianti, dkk.

Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …

Sudjana. (2010). Dasar-Dasar Proses

Belajar dan Mengajar. Bandung :

Sinar Baru Algensindo.

Suherman, E. dan Winataputra, U.

(1993). Strategi Belajar Mengajar

Matematika. Jakarta: Depdikbud

Sukmawati, D. (2013). Model-model

Pembelajaran. Tersedia:

http://panduanguru.com/model-

model-pembelajaran-

pengertiannya/. [9 September

2013].

Waluya, B. 2009. Memahami Geografi

SMA/MA Untuk Kelas X, Semester

1 dan 2. Jakarta: Pusat Perbukuan,

Departemen Pendidikan Nasional.

Wiranata, U. (1992). Strategi Belajar

Mengajar IPA. Jakarata:

Depdikbud Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah.