penerapan model pembelajaran search, solve, create, and...
TRANSCRIPT
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 1
Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Peserta
Didik Kelas X IPS 1 SMA Negeri 4 Bandung
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Mata Pelajaran Geografi Materi Hakekat Geografi)
Anita Novianti, Epon Ningrum, Mamat Ruhimat
[email protected] , [email protected] , [email protected]
Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada
indikator translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi melalui penerapan model pembelajaran
Search, Solve, Create, and Share (SSCS) serta untuk mengidentifikasi kendala penerapan
model pembelajaran SSCS. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas
(Classroom Action Research) dengan melibatkan peserta didik kelas X IPS 1 SMA Negeri
4 Bandung yang berjumlah 30 orang peserta didik terdiri atas 12 orang laki-laki dan 18
orang perempuan. Analisis data yang didapat dari lembar observasi, tes, dan lembar kerja
peserta didik (LKS) menggunakan rata-rata dan persentase (untuk data kuantitatif) dan
merefleksi setiap pelaksanaan tindakan (untuk data kualitatif). Hasil penelitian
menunjukkan: (1) Penerapan model pembelajaran SSCS dapat meningkatkan proses
pembelajaran sehingga mendukung efektivitas pembelajaran yang mencerminkan langkah-
langkah kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari tindakan pertama, kedua, dan ketiga
mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik. (2) Pemahaman konsep pada peserta
didik mengalami peningkatan. Hal itu ditunjukan dengan perolehan rata-rata nilai
pemahaman konsep pada setiap indikatornya yang terus meningkat pada setiap tindakan.
Pada tindakan pertama, rata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep peserta didik pada
indikator translasi adalah 40,2, pada indikator interpretasi adalah 35,3, dan pada indikator
ekstrapolasi adalah 38,4. Kemudian di tindakan kedua, pada indikator translasi adalah 49,3,
pada indikator interpretasi adalah 48, dan pada indikator ekstrapolasi adalah 51,8, dan di
tindakan ketiga, pada indikator translasi adalah 58,7, pada indikator interpretasi adalah
53,3, dan pada indikator ekstrapolasi adalah 57. (3) Kendala penerapan model
pembelajaran SSCS, antara lain alokasi waktu yang dibutuhkan dalam penerapan model
pembelajaran SSCS relatif lama, guru belum terbiasa dalam menerapkan model
pembelajaran SSCS, dan peserta didik mengalami kesulitan dalam membuat pertanyaan-
pertanyaan pada fase search yang disebabkan oleh kurang terbiasanya dalam
mengungkapkan masalah dalam bentuk pertanyaan secara tertulis dengan bahasa sendiri.
Kata Kunci: Model Pembelajaran SSCS, Pemahaman Konsep,
1. Pendahuluan
2 | Anita Novianti, dkk.
Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …
Pembelajaran merupakan sebuah
upaya yang dilakukan untuk memperoleh
kompetensi atau berupa pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperlukan
dalam melakukan suatu pekerjaan. Upaya
untuk meningkatkan efektivitas proses
pembelajaran selalu dilakukan tanpa
henti.
Belajar dan mengajar merupakan dua
konsep yang saling berhubungan dan
tidak dapat dipisahkan guna mencapai
tujuan pembelajaran yang efektif. Dua
konsep tersebut menjadi terpadu
manakala terjadi interaksi antara guru
dengan peserta didik dan antara peserta
didik dengan peserta didik pada saat
pembelajaran itu berlangsung. Hal ini
seperti yang disampaikan oleh Sudjana
(2010) bahwa “interaksi guru – peserta
didik sebagai makna utama proses
pembelajaran memegang peranan
penting untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang efektif”. Sehingga,
guru dan peserta didik adalah penentu
terjadinya atau tidak terjadinya proses
pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran terdapat
komponen-komponen yang saling
berpengaruh dan mempengaruhi satu
sama lain. “Sebagai suatu sistem, tentu
saja kegiatan pembelajaran mengandung
sejumlah komponen yang meliputi
tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar
mengajar, metode, alat dan sumber, serta
evaluasi” (Djamarah dan Zain, 2006).
Kelemahan yang ada pada satu
komponen dapat melemahkan komponen
lainnya. “Dalam kegiatan belajar
mengajar melibatkan semua komponen
pembelajaran, kegiatan belajar akan
menentukan pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan” (Djamarah dan Zain,
2006). Semua komponen diupayakan
secara maksimal agar dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Proses pembelajaran di sekolah saat
ini dapat dikatakan masih lemah, karena
belum ditetapkannya standar yang
menjadi pedoman rujukan bagaimana
seharusnya proses pembelajaran itu
berlangsung. Dewasa ini, proses
pembelajaran yang terjadi di dalam kelas
dilaksanakan tergantung dengan
kemampuan dan selera guru. Tidak ada
standar yang jelas dan tegas yang wajib
dipedomani oleh semua guru di sekolah
secara nasional, sehingga hasil dari
proses pembelajaran tersebut tidak
efisien, tidak efektif, dan tidak produktif.
Guru memiliki peranan yang penting
dalam mengembangkan suasana belajar
yang dapat menarik perhatian peserta
didik. Sehingga peserta didik dapat
mengekspresikan ide-ide dan
kreativitasnya dalam pembelajaran.
Selain itu, guru juga berperan sebagai
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 3
model bagi peserta didik, dimana
wawasan dan pengetahuan guru akan
mengantarkan peserta didik untuk dapat
berpikir secara kritis dan kreatif dalam
menyelesaikan masalah yang
dihadapinya, sehingga peserta didik
dapat memahami isi dari materi pelajaran
dengan baik.
Berdasarkan hasil pengamatan kelas
yang dilakukan oleh peneliti di SMA
Negeri 4 Bandung tanggal 14 September
2012 di kelas X-1 pada pembelajaran
geografi materi Hakekat Geografi sub
materi Prinsip-prinsip geografi,
kemudian berdasarkan kegiatan
wawancara kepada guru dan peserta didik
yang dilakukan setelah selesai
pelaksanaan kegiatan pembelajaran
mengugkapkan bahwa dalam
pelaksanaan pembelajaran geografi
dinilai masih kurang efektif, memiliki
kecenderungan pada metode tertentu, dan
kadang-kadang tidak memperhatikan
tingkat kemampuan peserta didik dalam
memahami informasi yang disampaikan.
Selain itu, peserta didik kurang aktif
dalam proses belajar, peserta didik lebih
banyak mendengar dan menulis,
menyebabkan isi pelajaran sebagai
hafalan sehingga peserta didik tidak
memahami konsep yang sebenarnya,
pembelajaran lebih berpusat pada guru
sehingga peserta didik kurang kreatif,
materi serta sumber belajar yang
digunakan masih kurang, serta
penggunaan media pembelajaran yang
kurang optimal.
Selain itu, berdasarkan pengalaman
mengajar guru mata pelajaran geografi,
guru menilai bahwa materi Hakekat
Geografi merupakan materi yang
dianggap paling sulit oleh peserta didik
dalam mempelajari pelajaran geografi.
Hal itu karena melihat perolehan nilai
peserta didik dalam ulangan harian materi
Hakekat Geografi yang mendapat nilai
rata-rata dibawah Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) dan secara keseluruhan
tidak ada satu orang pun peserta didik
yang mendapat nilai diatas KKM.
Pernyataan guru tersebut didukung
dengan data sekunder yang dimiliki guru
mengenai nilai ulangan harian peserta
didik, baik pada tahun ajaran 2011-2012
maupun pada tahun ajaran 2012-2013.
Pada hasil yang diperoleh oleh peserta
didik pada ulangan harian mata pelajaran
geografi materi Hakekat Geografi, dapat
terjelaskan bahwa pada tahun pelajaran
2011-2012 dengan KKM 70, didapat nilai
dengan rata-rata 45,97 dan pada tahun
pelajaran 2012 -2013 dengan KKM 75,
didapat nilai dengan rata-rata 49,78. Hal
demikian mengungkapkan bahwa
perolehan nilai peserta didik masih jauh
dibawah KKM yang telah ditetapkan oleh
sekolah. Perolehan nilai ulangan geografi
yang masih di bawah KKM dan masih
4 | Anita Novianti, dkk.
Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …
adanya peserta didik yang mendapatkan
nilai dibawah KKM menunjukkan bahwa
peserta didik kurang paham tentang
materi pelajaran. Hasil pengamatan data
sekunder tersebut menunjukkan bahwa
peserta didik masih kesulitan dalam
memahami konsep geografi sehingga
berpengaruh pada hasil belajar yang
dicapainya.
Materi Hakekat Geografi merupakan
materi yang diberikan pada awal
pelajaran geografi di SMA dan
merupakan dasar dalam memahami ilmu
geografi yang berisi pengertian geografi,
konsep-konsep geografi, pendekatan
geografi, aspek-aspek geografi, prinsip-
prinsip geografi dan manfaat ilmu
geografi. Seperti yang dikemukakan oleh
Waluya (2009), bahwa “dengan
mempelajari tentang hakekat geografi
sebagai disiplin ilmu dan manfaatnya
bagi kehidupan manusia di permukaan
bumi, diharapkan peserta didik
memahami berbagai konsep, pendekatan,
dan prinsip yang digunakan dalam ilmu
geografi, serta ruang lingkup yang
menjadi kajiannya”.
Selain itu, materi Hakekat Geografi
merupakan materi yang dapat
mengarahkan peserta didik untuk lebih
memahami gejala-gejala yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Hal tersebut
sesuai dengan tujuan dalam pembelajaran
geografi yang dilihat dari aspek
keterampilan yaitu mengembangkan
keterampilan mengumpulkan, mencatat
data dan informasi yang berkaitan dengan
aspek-aspek keruangan serta mampu
mengembangkan keterampilan analisis,
sintesis dan kecenderungan dan hasil-
hasil interaksi berbagai gejala geografis
(Depdiknas: 2004).
Maka dari itu, keterampilan dalam
memahami konsep materi pelajaran
geografi perlu diterapkan dalam
pembelajaran geografi agar peserta didik
cepat tanggap dan dapat memecahkan
masalah dalam pembelajaran.
Kemampuan memahami konsep
materi pelajaran diperlukan karena
kemampuan tersebut dapat memberikan
arahan yang tepat dalam berpikir dan
bekerja sehingga mendapat pemecahan
masalah yang akurat. Orang yang dapat
memahami suatu konsep dengan baik
mampu memberikan argumen yang logis
berdasarkan pengetahuan yang
dimilikinya sehingga mampu
menghadapi berbagai tantangan yang
dihadapinya dalam kehidupan di
lingkungan sekolah, masyarakat maupun
negara.
Kondisi seperti diatas tidak dapat
dibiarkan secara terus menerus, untuk itu
diperlukan upaya yang harus dilakukan
agar pembelajaran lebih mengutamakan
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 5
kemampuan peserta didik dalam
memahami konsep geografi, bukan hanya
menghafal materi pelajaran seperti yang
dikemukakan oleh peserta didik. Hal ini
menunjukkan perlu adanya usaha guru
untuk lebih meningkatkan kualitas
pembelajaran geografi. Salah satunya
dengan memilih model pembelajaran
yang bisa mengatasi permasalahan
peserta didik yang kesulitan dalam
memahami materi pelajaran. Model
pembelajaran yang dipilih adalah model
pembelajaran yang benar-benar
menekankan pada aspek pemahaman
konsep sehingga peserta didik dapat
memahami materi pelajaran dengan baik.
Dalam upaya memahami konsep tersebut
diharapkan peserta didik sendirilah yang
dengan aktif membentuknya bukan hasil
dari meniru atau menghapal apa yang
dijelaskan oleh guru. Peserta didik
memperoleh pengetahuan berupa
pemahaman konsep melalui pengenalan
konsep pada benda atau fenomena yang
konkrit dan pengalaman mereka sendiri
yang dapat berupa kegiatan mengenali,
mengeksplorasi, dan kemudian
mengaplikasikan konsep tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Model pembelajaran yang memiliki
kriteria seperti yang dikemukakan diatas
adalah model pembelajaran Search,
Solve, Create, and Share (SSCS). Oleh
karena itu, pada penelitian ini, peneliti
akan melakukan penelitian pada
pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran Search, Solve,
Create, and Share (SSCS). Model
pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) adalah model pembelajaran
yang menggunakan pendekatan problem
solving (Ramson: 2010). Model ini
didesain untuk meningkatkan
pemahaman terhadap konsep ilmu.
Model pembelajaran Search, Solve,
Create, and Share (SSCS) melibatkan
peserta didik dalam menyelidiki sesuatu,
membangkitkan minat bertanya serta
memecahkan masalah nyata. Pizzini
(Ramson, 2010) menjelaskan bahwa
“terdapat empat tahapan dalam model ini,
yaitu tahapan Search, tahapan Solve,
tahapan Create, dan tahapan Share”.
Pada tahap search peserta didik
mengajukan pertanyaan-pertanyaan
penyelidikan tentang topik yang mereka
sukai untuk diselidiki. Selanjutnya pada
tahap solve peserta didik membuat desain
untuk rancangan yang akan digunakan
untuk penyelidikan tersebut. Setelah
melakukan penyelidikan, peserta didik
melakukan analisa dan
menginterpretasikan data yang
diperolehnya. Peserta didik selanjutnya
menentukan cara yang akan digunakan
untuk mengkomunikasikan temuannya,
dan tahap ini merupakan tahap create.
Tahap terakhir dalam model
6 | Anita Novianti, dkk.
Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …
pembelajaran SSCS adalah share. Pada
tahap ini peserta didik membagi atau
memberikan hasil dan evaluasi dari
penyelidikan yang dilakukannya.
Model pembelajaran SSCS ini sudah
dikaji oleh Ramson (2010), dalam
skripsinya yang berjudul “Model
Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep dan Keterampilan
Berpikir Kritis Peserta didik SMP Pada
Topik Cahaya”, yang menunjukkan
bahwa penerapan model pembelajaran
SSCS berpengaruh lebih baik terhadap
kemampuan pemahaman konsep dan
berpikir kritis peserta didik dari pada
pembelajaran secara konvensional.
Selain itu, Rifani (2013) juga mengkaji
dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh
Model Pembelajaran Learning Cycle dan
Model Pembelajaran Search, Solve,
Create, and Share (SSCS) terhadap
Pemahaman Konsep Pada Pembelajaran
Geografi di SMA (Studi Eksperimen
Kelas XI di SMAN 1 Cihaurbeuti,
Ciamis)” mengungkapkan bahwa
penerapan model pembelajaran Search,
Solve, Create, and Share (SSCS) dapat
meningkatkan pemahaman konsep
peserta didik dan meningkatkan
efektifitas aktifitas peserta didik dalam
pembelajaran yang tercermin dalam
pertemuan kesatu, kedua, dan ketiga yang
mengalami perkembangan ke arah yang
lebih baik.
Salah satu penelitian yang dapat
memberikan perbaikan pada proses
belajar mengajar adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) menerapkan suatu
bentuk penelitian yang bersifat reflektif
sehingga mendorong untuk dilakukannya
perbaikan, tindakan perbaikan yang tepat
dan didukung melalui suatu model yang
dapat mendukung upaya peningkatan
pemahaman konsep pada peserta didik.
Namun, yang menjadi permasalahan
adalah bagaimana penerapan Model
Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) pada proses pembelajaran
geografi di kelas X IPS 1? dan apakah
penggunaan Model Pembelajaran Search,
Solve, Create, and Share (SSCS) dapat
meningkatkan pemahaman konsep
peserta didik kelas X IPS 1 pada indikator
translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi?.
2. Model Pembelajaran
Secara umum istilah “model”
diartikan sebagai kerangka konseptual
yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan suatu kegiatan. Dalam
pengertian lain, “model” juga diartikan
sebagai barang atau benda tiruan dari
benda yang sesungguhnya, seperti
“globe” adalah model dari bumi tempat
hidup kita. Selanjutnya, istilah model
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 7
digunakan untuk menunjukkan
pengertian yang pertama sebagai
kerangka konseptual.
Atas dasar pemikiran tersebut, seperti
yang dikemukakan oleh Suherman
(1993) maka yang dimaksud dengan
model pembelajaran adalah
Kerangka konseptual yang
melukisakan prosedur yang
sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu, dan berfungsi
sebagai pedoman pagi perancang
pengajaran dan para guru dalam
merencanakan dan melaksanakan
aktifitas pembelajaran. Dengan
demikian aktivitas pembelajaran
benar-benar merupakan kegiatan
bertujuan yang bertata secara
sistematis.
Model pembelajaran merupakan
“Suatu rencana atau pola yang digunakan
untuk merancang pembelajaran tatap
muka di dalam ruangan kelas dan untuk
menyusun materi pengajaran” (Wiranata,
1992). Setiap model pembelajaran akan
membantu didalam merancang program
pembelajaran sehingga setiap peserta
didik akan tertolong dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran.
Pengertian model pembelajaran
dikemukakan pula oleh Sukmawati
(2013), bahwa “Model pembelajaran
merupakan cara/teknik penyajian yang
digunakan guru dalam proses
pembelajaran agar tercapai tujuan
pembelajaran”.
Sehingga pengertian model
pembelajaran dapat diartikan sebagai
cara, contoh, maupun pola, yang
mempunyai tujuan meyajikan pesan
kepada peserta didik yang harus
diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu
dengan cara membuat suatu pola atau
contoh dengan bahan-bahan yang dipilih
oleh para pendidik/guru sesuai dengan
materi yang diberikan dan kondisi di
dalam kelas.
3. Pemahaman Konsep
Secara umum kemampuan intelektual
dan keterampilan yang ditekankan pada
peserta didik di sekolah adalah
pemahaman. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Bloom (1979),
“Probably the largest general class of
intellectual abilities and skills
emphasized in schools dan colleges are
those which involve comphrehension.”
Pemahaman didefinisikan sebagai
kemampuan untuk menyerap arti dari
materi atau bahan yang dipelajari.
Pemahaman merupakan hasil proses
belajar mengajar yang mempunyai
indikator individu dapat menjelaskan
atau mendefinisikan suatu unit informasi
dengan kata-kata sendiri (Bloom, 1979).
Dari pernyataan ini, peserta didik dituntut
tidak sebatas mengingat kembali
pelajaran, namun lebih dari itu peserta
didik mampu mendefinisikan. Hal ini
8 | Anita Novianti, dkk.
Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …
menunjukan peserta didik telah
memahami pelajaran walau dalam bentuk
susunan kalimat berbeda tapi kandungan
makna tidak berubah. Selanjutnya Bloom
(1979) menyatakan bahwa “pemahaman
konsep adalah kemampuan menangkap
pengertian-pengertian seperti mampu
mengungkapkan suatu materi yang
disajiakan ke dalam bentuk yang lebih
difahami, mampu memberikan
interpretasi, dan mampu
mengaplikasikannya”.
Istilah konsep sering didengar tetapi
belum ada suatu kesepakatan dalam
mendefinisikan konsep. Menurut Rosser
(Dahar, 1989) konsep adalah ”suatu
abstraksi yang mewakili satu kelas objek-
objek, kejadian kejadian, kegiatan-
kegiatan, atau hubungan-hubungan yang
mempunyai atribut-atribut yang sama”.
Gagne (Dahar, 1989) berpendapat bahwa
konsep adalah ”Ide abstrak yang
memungkinkan kita dapat
mengelompokan benda-benda, simbol-
simbol, atau peristiwa tertentu ke dalam
contoh dan bukan contoh dari ide abstrak
tersebut itu”. Dahar (1989) berpendapat
bahwa ”Konsep merupakan penyajian-
penyajian internal dari sekelompok
stimulus. Konsep-konsep tidak dapat
diamati, konsep-konsep harus
disimpulkan dari perilaku.
Konsep merupakan dasar bagi proses
mental yang lebih tinggi untuk
merumuskan prinsip-prinsip dan
generalisasi". Dengan demikian konsep
merupakan buah pemikiran seseorang
atau sekelompok orang yang dinyatakan
dalam definisi sehingga melahirkan
produk pengetahuan meliputi prinsip,
hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari
fakta, peristiwa, pengalaman, melalui
generalisasi dan berpikir abstrak.
Pemahaman suatu konsep dengan baik
sangatlah penting bagi peserta didik,
karena dalam memecahkan masalah
peserta didik harus mengetahui aturan-
aturan yang relevan dan aturan-aturan ini
didasarkan pada konsep-konsep yang
diperolehnya. Peserta didik dikatakan
telah memahami suatu konsep jika
peserta didik dapat menjelaskan suatu
informasi dengan kata-katanya sendiri.
Dalam hal ini peserta didik dituntut tidak
hanya sebatas mengingat sesuatu bahan
pelajaran tetapi juga mampu menjelaskan
kembali informasi yang diperoleh dengan
menggunakan kata-katanya sendiri
meskipun penjelasan tersebut susunan
kata-katanya tidak sama dengan apa yang
diberikan kepada peserta didik akan
tetapi kandungan maknanya tetap sama.
Agar dapat memahami suatu konsep,
peserta didik harus membentuk konsep
sesuai dengan stimulus yang diterimanya
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 9
dari lingkungan atau sesuai dengan
pengalaman yang diperoleh dalam
perjalanan hidupnya. Pengalaman-
pengalaman yang harus dilalui oleh
peserta didik merupakan serangkaian
kegiatan pembelajaran yang dapat
menunjang terbentuknya konsep-konsep
tersebut. Karena itu guru harus bisa
menyusun pembelajaran yang
didalamnya berisi kegiatan-kegiatan
belajar peserta didik yang sesuai dengan
konsep-konsep yang akan dibentuknya.
4. Indikator Pemahaman Konsep
Dalam memahami suatu konsep ilmu,
peserta didik tidak serta merta berada
pada tingkat pemahaman yang tinggi,
namun bertahap, kontinu, dan
berkembang. Bloom (1979) menjelaskan
tedapat tiga tipe pemahaman, antara lain
traslasi, interpretation, dan ekstrapolasi.
Pertama adalah translasi (traslation) yang
berarti seorang individu dalam
berkomunikasi dapat menafsirkan
informasi yang didapatnya kedalam
bahasa, bentuk, atau bagian yang
berbeda kemudian dapat memberi arti
atau makna pada bagian yang berbeda
dari ide-ide yang muncul. Kedua adalah
Interpretasi (Interpretation), dimana
dalam hal ini peserta didik dapat
membedakan dan menafsirkan antara
kesimpulan yang diperlukan dengan yang
tidak diperlukan, yang dianggap penting
dengan yang tidak penting. Selain itu,
peserta didik dapat melihat hubungan
atau relevansi suatu konsep dengan
konsep lainnya. Ketiga adalah
Ekstrapolasi (Extrapolation) dimana
dalam hal ini peserta didik membuat
estimasi atau prediksi berupa pengertian,
kecenderungan, atau pernyataan kondisi
dalam suatu komunikasi.
Indikator pemahaman konsep
menurut Bloom diatas, lebih jelas dapat
dilihat pada penjelasan berikut ini:
a. Translasi, meliputi dua
keterampilan yaitu (1)
menerjemahkan sesuatu dari
bentuk abstrak ke dalam bentuk
yang lebih konkrit, (2)
menerjemahkan suatu simbol ke
dalam bentuk lain seperti
menerjemahkan tabel, grafik, dan
simbol matematika dan sebagainya.
b. Interpretasi, meliputi tiga
keterampilan yaitu (1)
membedakan antara kesimpulan
yang diperlukan dengan yang tidak
diperlukan, (2) memahami
kerangka suatu pekerjaan secara
keseluruhan, (3) memahami dan
menafsirkan isi berbagai macam
bacaan.
c. Ekstrapolasi, meliputi tiga
keterampilan yaitu (1)
menyimpulkan dan menyatakan
lebih eksplisit, (2) memprediksi
10 | Anita Novianti, dkk.
Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …
konsekuensi-konsekuensi dari
tindakan yang akan digambarkan
dari sebuah komunikasi, (3) sensitif
atau peka terhadap faktor yang
mungkin membuat prediksi
menjadi akurat.
5. Model Pembelajaran SSCS
Pandangan konstruktivisme dalam
pembelajaran menerangkan bagaimana
pengetahuan dibangun dalam diri
manusia. Berdasarkan faham tersebut,
dalam proses pembelajaran, guru bukan
hanya mentransfer pengetahuan kepada
peserta didik dalam bentuk yang
sempurna, tetapi peserta didik harus
membangun pengetahuan itu berdasarkan
pengalamannya masing-masing.
Sesuai dengan teori belajar
konstruktivisme yang telah dipaparkan di
atas maka guru diharapkan dapat menjadi
fasilitator sehingga peserta didik dapat
membangun pengetahuan yang dia miliki
dan tidak hanya mendapat transfer
pengetahuan dari guru.
Salah satu model pembelajaran yang
dilandasi pandangan konstuktivisme
yaitu Model Pembelajaran Search, Solve,
Create, and Share (SSCS). Model
Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) adalah suatu model
pembelajaran dengan menggunakan pola
tertentu, yakni terdapat empat tahapan
dalam proses pembelajaran, antara lain
tahap Search, tahap Solve, tahap Create,
dan tahap Share.
Menurut Baroto (Ramson, 2010),
“Search, Solve, Create, and Share (SSCS)
adalah model pembelajaran yang
memakai pendekatan Problem Solving,
didesain untuk mengembangkan
keterampilan berpikir kritis dan
meningkatkan pemahaman terhadap
konsep ilmu”.
Model pembelajaran SSCS
melibatkan peserta didik dalam
menyelidiki sesuatu, membangkitkan
minat bertanya, mengungkapkan
argumen atau jawaban sementara, serta
memecahkan masalah-masalah yang
nyata. Hal ini dijelaskan pula oleh Pizzini
dalam Hadayani (2012) bahwa :
The SSCS Problem Solving Model is
designed to expand and apply science
concepts and critical thinking skills,
using a holistic problem solving
model. SSCS involves students in
exploring new situations, considering
intriguing questions, and solving
realistic problems. Using the SSCS
problem solving model,student
become actively involved in the
aplication of content, concepts and
higher order thinking skills. The
SSCS model establishes a context for
the develpment and use of higher
order thinking skills and results in the
conditions necessary for the transfer
of thinking skills from one subject
area to another.
Model Pembelajaran Search, Solve,
Create, and Share (SSCS) memiliki
empat tahap didalam proses
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 11
pembelajaran. Pizzini (Ramson, 2010)
menjelaskan “empat tahapan atau fase
yang terdapat dalam model pembelajaran
ini, antara lain fase search, fase solve,
fase create, dan fase share”.
Kemudian Pizzini dalam (Handayani,
2012) mengemukakan penjelasan
mengenai empat fase tersebut, antara
lain:
1. Search
Fase Search meliputi kegiatan
penyelidikan awal tentang suatu
masalah yang diberikan kepada
mereka. Selama fase pencarian ini,
peserta didik dapat meletakkan ide-
ide mereka dalam sebuah daftar apa
yang diketahui dan apa yang
ditanyakan sebagai hasil dari
penyelidikan mereka secara
mendalam terhadap masalah yang
ada. Peserta Didik juga dapat
mempersempit daftar dan memilih
satu pada dua pertanyaan guna
penyelidikan lebih lanjut.
2. Solve
Pada fase solve ini, peserta didik
menghasilkan dan melaksanakan
rencana untuk mencari solusi dari
soal yang ada atau membuat soal
sendiri, mengembangkan
pemikiran kritis dan keterampilan
kreatif, membentuk hipotesis yang
dalam hal ini berupa dugaan
jawaban, memilih metode untuk
memecahkan masalah,
mengumpulkan data dan
menganalisis, serta
menyelesaikannya.
3. Create
Pada fase ini, peserta didik
menciptakan produk yang berupa
solusi masalah berdasarkan dugaan
yang telah dipilih pada fase
sebelumnya. Pada tahap ini peserta
didik menguji dugaan yang dibuat
apakah benar atau salah. Di
samping itu, peserta didik
menampilkan hasil yang sekreatif
mungkin dan jika perlu peserta
didik dapat menggunakan grafik,
poster atau model.
4. Share
Fase ini merupakan fase terakhir
dari model pembelajaran ini. Pada
fase ini peserta didik
berkomunikasi dengan guru dan
teman sekelompok atas temuan,
solusi atau kesimpulan yang
mereka peroleh. Peserta Didik
dapat menggunakan media
rekaman, video, poster, laporan,
dan media lainnya. Pada fase ini
peserta didik dapat saling membagi
ide, cara penyelesaian dan
sebagainya, guna menambah
pemahaman peserta didik sendiri.
Ditambahkan oleh Awang dan
Ramly dalam Handayani (2012),
bahwa pada fase ini peserta didik
mengartikulasikan pemikiran
mereka, menerima umpan balik dan
mengevaluasi solusi. Dengan
adanya diskusi ini, peserta didik
akan menguji hasil temuan serta
mengembangkan argumennya
dalam membuktikan suatu
pernyataan.
Model pembelajaran SSCS ini sudah
dikaji oleh Ramson (2010), dalam
skripsinya yang berjudul “Model
Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep dan Keterampilan
Berpikir Kritis Peserta didik SMP Pada
Topik Cahaya”, yang menunjukkan
bahwa penerapan model pembelajaran
SSCS berpengaruh lebih baik terhadap
kemampuan pemahaman konsep dan
12 | Anita Novianti, dkk.
Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …
berpikir kritis peserta didik dari pada
pembelajaran secara konvensional.
6. Penutup
Proses pembelajaran yang dilakukan
dalam penelitian ini berkenaan dengan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran
yang direncanakan, dilaksanakan, dan
dievaluasi secara sistematis sehingga
peserta didik dapat mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien
sesuai dengan alokasi waktu yang
disediakan untuk setiap kegiatannya
(Komalasari, 2011).
Untuk mencapai pembelajaran yang
efektif dan efisien tidak terlepas dari
permasalahan pembelajaran yang terjadi
pada saat peneliti melakukan observasi
awal. Tindak lanjut hal tersebut dan
pengembangan pembelajaran yang
dilaksanakan dimaksudkan untuk
memperbaiki pembelajaran ke arah yang
lebih baik. Upaya tersebut diantaranya
dilakukan melalui penelitian tindakan
kelas (PTK).
Penelitian tindakan kelas ini
menggunakan model PTK John Elliot
(Hopkins, 2011). Model PTK John Elliot
terdiri dari tiga tindakan dalam satu
siklus. Masing-masing tindakan terdiri
dari empat tahap kegiatan, antara lain
perencanaan, pelaksanaan dan observasi,
serta refleksi. Penentuan banyaknya
tindakan berdasarkan banyaknya sub
pokok bahasan dalam materi (Priatna,
2012). Penelitian ini sudah
mencerminkan hal tersebut, yakni pada
bahasan materi Hakekat Geografi yang
terdiri dari sub pokok bahasan pengertian
geografi dan konsep-konsep geografi
pada tindakan pertama, sub pokok
bahasan pendekatan geografi dan prinsip-
prinsip geografi pada tindakan kedua, dan
sub pokok bahasan aspek-aspek geografi,
objek studi geografi, ilmu penunjang
geografi, dan manfaat ilmu geografi pada
tindakan ketiga.
Hal tersebut telah dilakukan dengan
menggunakan model pembelajaran
Search, Solve, Create, and Share (SSCS)
pada pembelajaran geografi untuk
membahas materi Hakekat Geografi.
Tindakan tersebut untuk meningkatkan
pemahaman konsep peserta didik dalam
memahami materi pelajaran karena salah
satu permasalahan yang penting untuk
segera diatasi adalah rendahnya
pemahaman konsep peserta didik.
Pemahaman konsep peserta didik dilihat
dari tiga indikator pemahaman konsep,
yakni translasi, interpretasi, dan
ekstrapolasi (Bloom, 1979). Pemilihan
tindakan tersebut dilakukan melalui
kolaborasi dengan guru mata pelajaran.
Artinya, penelitian ini telah menunjukkan
karakteristiknya sebagai PTK, yakni pada
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 13
aspek kolaboratif dengan guru (Aqib,
2011).
Penggunaan model pembelajaran
SSCS dalam membahas materi pelajaran
sebagai tindakan yang dipilih, telah
menunjukkan ciri dan fungsinya sebagai
model pembelajaran, yakni memiliki
dampak langsung dengan tercapainya
tujuan pembelajaran, maupun dampak
tidak langsung yang berhubungan dengan
hasil belajar jangka panjang dalam hal ini
yaitu pemahaman konsep peserta didik
(Sukmawati, 2013). Penerapan model
pembelajaran tersebut dilakukan melalui
empat fase, antara lain fase Search, fase
Solve, fase Create, dan fase Share
(Ramson, 2010).
Penerapan model pembelajaran SSCS
telah menunjukkan manfaatnya dalam
meningkatkan pemahaman peserta didik
terhadap konsep ilmu (Baroto dalam
Ramson, 2010). Selain itu, mampu
melibatkan peserta didik dalam
menyelidiki sesuatu, membangkitkan
minat bertanya, mengungkapkan
argumen atau jawaban sementara, serta
memecahkan masalah-masalah yang
nyata (Pizzini dalam Handayani, 2012).
Hal ini dapat ternyatakan dalam aktifitas
peserta didik pada proses pembelajaran
dan pencapaian kompetensi peserta didik
yang mengalami peningkatan pada setiap
tindakannya.
Pembelajaran dinyatakan berhasil
ketika peserta didik mendapatkan
pengalaman belajar dan mencapai
kompetensi yang diharapkan (KKM).
Pencapaian kompetensi tersebut
dinyatakan dalam perolehan angka atau
nilai sebagai kemampuan pemahaman
peserta didik dalam memahami materi
pelajaran. Dalam mengetahui
ketercapaian kompetensi dan
pemahaman peserta didik tersebut
berkaitan dengan alat ukur yang
digunakan atau instrumen penilaian.
Efektivitas pembelajaran dinyatakan
dengan kemampuan pemahaman konsep
peserta didik. Penerapan model
pembelajaran SSCS pada materi hakekat
geografi menunjukkan efektivitasnya
dalam meningkatkan pemahaman konsep
peserta didik. Dalam penelitian ini,
kemampuan pemahaman konsep peserta
didik disamakan artinya dengan prestasi
belajar peserta didik, yaitu sebagai
perubahan perilaku dan pribadi peserta
didik setelah mengalami dan melalui
proses belajar (Sudjana, 2010).
Pemahaman peserta didik diukur
dengan menggunakan tes tulis dan non-
tes (Sudjana, 2010). Tes yang dijadikan
sebagai instrumen penilaian adalah soal
dalam bentuk pilihan ganda dengan
jumlah lima belas soal yang terdiri dari
lima soal indikator translasi, lima soal
indikator interpretasi, dan lima soal
14 | Anita Novianti, dkk.
Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …
indikator ekstrapolasi (Manurung, 2010;
Ramson, 2010) sedangkan non tes dalam
bentuk tugas kelompok atau LKS. Kedua
instrumen tersebut dipilih berdasarkan
kepentingan pemahaman peserta didik
dalam memahami materi pelajaran.
Pemahaman konsep yang dicapai oleh
peserta didik menunjukkan peningkatan
dengan menggunakan model
pembelajaran SSCS. Hal ini terbukti
dengan adanya peningkatan pemahaman
konsep peserta didik pada indikator
translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi
pada setiap tindakannya. Selain itu, dapat
dilihat pula pada ketercapaian KKM yang
diperoleh peserta didik pada setiap
tindakannya. Artinya, peserta didik
mengalami peningkatan dalam
memahami materi pelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran
SSCS.
Pemahaman peserta didik terhadap
materi pelajaran dinyatakan dengan
angka-angka atau nilai-nilai yang dicapai
oleh setiap peserta didik setelah proses
pembelajaran berlangsung yang menjadi
tolak ukur keberhasilan pembelajaran
(Syah dalam Ningrum, Yani, dan
Nurmala, 2010).
Namun demikian, keberhasilan peserta
didik memahami materi pelajaran tidak
semata-mata karena faktor penerapan
model pembelajaran SSCS, melainkan
dipengaruhi juga oleh faktor lain, yaitu
kondisi internal dan eksternal peserta
didik (Syah, 2004). Selain itu,
peningkatan terutama terjadi pada upaya
guru dalam mempersiapkan bahan
pembelajaran, memotivasi peserta didik
dalam setiap pertemuan dan menciptkan
diskusi kelompok yang efektif
(Nurhasanah, 2010). Keberhasilan
meningkatkan pemahaman konsep
peserta didik dengan menerapkan model
pembelajaran SSCS melalui kegiatan
penelitian tindakan kelas ini telah
memperhatikan faktor-faktor tersebut.
Hal ini dinyatakan dalam penciptaan
kondisi belajar dengan
mengimplementasikan perencanaan
pembelajaran dan perangkatnya yang
disusun oleh peneliti secara kolaboratif
dengan guru.
Berdasarkan pembahasan yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa penelitian tindakan
kelas ini dinyatakan berhasil dan dapat
mencapai target indikator keberhasilan
serta permasalahan sudah dapat teratasi.
Dengan demikian, indikator keberhasilan
dalam penelitian telah terpenuhi serta
menjawab hipotesis atas tindakan yang
dilakukan yaitu Penggunaan Model
Pembelajaran Search, Solve, Create, and
Share (SSCS) dapat meningkatkan
pemahaman konsep peserta didik pada
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2 September 2013 | 15
indikator traslasi, interpretasi, dan
ekstrapolasi terhadap materi pelajaran
geografi di kelas X IPS 1 SMA Negeri 4
Bandung.
7. Daftar Pustaka
Aqib, Z. (2007). Penelitian Tindakan
Kelas untuk Guru. Bandung :
Yrama Widiya.
Bloom, B. (1979). Taxonomy of
Educational Objectives, The
Classification of Educational
Goals, Hand Book 1: Cognitive
Domain. USA : Longman Inc.
Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar.
Jakarta: Erlangga.
Depdiknas. (2004). Kurikulum
Pendidikan Dasar. Jakarta:
Depdiknas.
Djamarah, S. dkk. 2006. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Handayani. (2012). Pengaruh Metode
Pembelajaran Pemecahan
Masalah Tipe SSCS Terhadap
Perilaku Kreatif Peserta Didik :
Studi Quasi Eksperimen Pada
Pembelajaran Ekonomi Kelas X di
SMAN 3 Sumedang. Tesis Pada SPs
UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Hopkins, D. (2011). Panduan Guru
Penelitian Tindakan Kelas (A
Teacher’s Guide To Classroom
Research). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Komalasari, K. (2011). Pembelajaran
Kontekstual Konsep dan Aplikasi.
Bandung: PT. Refika Aditama
Ningrum, E., Yani, A., dan Nurmala, D.
(2012). Optimalisasi Penggunaan
Globe dan Media Audio Visual
untuk Meningkatkan Hasil Belajar
pada Materi Jagat Raya, Tata
Surya, dan Bumi bagi Peserta
Didik Kelas X-A SMA Sekolah
Percontohan UPI. Laporan
Penelitian Tindakan Kelas.
Bandung: Tidak diterbitkan.
Nurhasanah. (2010). Dampak
Pembelajaran Visual Auditorial
Kinestetik (VAK) Terhadap
Peningkatan Kemampuan
Pemahaman dan Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa
Sekolah Dasar. Disertasi Pada SPs
UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Priatna, D. E. 2012. Penerapan Metode
Quantum Learning Dengan
Learning Style Vak (Visual,
Auditorial Dan Kinesthetik) Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas X-2 Madrasah Aliyah Negeri
2 Bandung (Penelitian Tindakan
Kelas Pada Pelajaran Geografi).
Skripsi Sarjana, Fakultas
Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung, 2012.
Ramson. (2010). Model Pembelajaran
Search, Solve, Create and Share
(SSCS) untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep dan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
SMP Pada Topik Cahaya. Tesis
Pada SPs UPI Bandung : tidak
diterbitkan.
Rifani, I. (2013). Pengaruh Model
Pembelajaran Learning Cycle dan
Model Pembelajaran Seacrh,
Solve, Create, and Share terhadap
Pemahaman Konsep Pada
Pembelajaran Geografi di SMA
(Studi Eksperimen Kelas XI di
SMAN 1 Cihaurbeuti Ciamis).
Tesis pada Pada SPs UPI Bandung
: tidak diterbitkan.
16 | Anita Novianti, dkk.
Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share …
Sudjana. (2010). Dasar-Dasar Proses
Belajar dan Mengajar. Bandung :
Sinar Baru Algensindo.
Suherman, E. dan Winataputra, U.
(1993). Strategi Belajar Mengajar
Matematika. Jakarta: Depdikbud
Sukmawati, D. (2013). Model-model
Pembelajaran. Tersedia:
http://panduanguru.com/model-
model-pembelajaran-
pengertiannya/. [9 September
2013].
Waluya, B. 2009. Memahami Geografi
SMA/MA Untuk Kelas X, Semester
1 dan 2. Jakarta: Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional.
Wiranata, U. (1992). Strategi Belajar
Mengajar IPA. Jakarata:
Depdikbud Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah.