penerapan model pembelajaran kooperatif tipe...
TRANSCRIPT
1
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES
TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR
IPA SISWA KELAS 5 SEMESTER 2 SEKOLAH DASAR NEGERI
KALIGENTONG 01 TAHUN PELAJARAN 2015/2016
ARTIKEL
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
oleh :
Nur Aeni Ratna Dewi
292012006
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
2
3
4
5
6
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS
GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN PROSES DAN
HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 5 SEMESTER 2 SD NEGERI
KALIGENTONG 01
TAHUN PELAJARAN
2015/2016
Nur Aeni Ratna Dewi1, Nyoto Harjono
2
Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Kristen Satya Wacana, 2016
Jl. Diponegoro No. 52-60, Salatiga, Jawa Tengah 50711
E-mail: [email protected]
1Mahasiswa PGSD
2Dosen Pembimbing
ABSTRAK
Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah masih rendahnya
proses dan hasil belajar IPA siswa yang dikarenakan pada saat pembelajaran
cenderung berpusat pada guru atau teacher centered selain itu pembelajaran
IPA yang disampaikan oleh guru lebih banyak menggunakan metode
konvensional, keadaan ini membuat siswa menjadi kesulitan untuk memahami
materi pelajaran sehingga dalam pembelajaran IPA siswa kurang antusias, siswa
menjadi pasif, sehingga hasil belajar IPA siswa kurang optimal. Hal ini
ditunjukkan dengan perolehan nilai ulangan harian IPA siswa kelas 5 semester 1
masih dibawah KKM (75) sebanyak 72%.Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas 5 semester 2 melalui
penerapan model kooperatif tipe Teams Games Tournament di SD Negeri
Kaigentong 01 tahun pelajaran 2015/2016.Jenis penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas Kolaboratif dengan menggunakan desain penelitian menurut
Kemmis dan MC Taggart yang terdiri dari tiga tahap, yaitu perencanaan,
pelaksanaan dan observasi, refleksi. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, setiap
siklus dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa kelas 5 SDN Kaligentong 01 yang berjumlah 25 siswa, terdiri dari laki-laki
10 siswa dan 15 siswa perempuan dengan karakteristik yang heterogen. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah teknik tes dan non
tes. Teknik tes berupa lembar evaluasi yang dilaksanakan pada akhir
pembelajaran sedangkan teknik non tes berupa observasi dan dokumentasi.
Dalam penelitian ini, pembelajaran mengacu pada langkah-langkah model
pembelajaran TGT yang terdir atas enam tahapan yaitu penyampaian tujuan
pembelajaran, penyajian materi, tim, permainan, turnamen, dan penghargaan
7
kelompok.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran TGT
dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas 5. Hal ini
ditunjukkan dengan peningkatan proses dan hasil belajar siswa dari kondisi awal,
siklus I dan siklus II. Pada kondisi awal lembar observasi kinerja siswa dan
kinerja guru yaitu 58% dan 60%, pada siklus I lembar observasi kinerja siswa
dan kinerja guru yaitu 89,5% dan 89%, sedangkan pada siklus II lembar
observasi kinerja siswa dan kinerja guru meningkat menjadi 98% dan 96%.
Dengan meningkatnya proses belajar hasil belajar siswa juga meningkat dari
kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada kondisi awal nilai rata-rata siswa yaitu
67,17 memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=75) berjumlah 7 siswa
(28%) dan yang belum memenuhi KKM berjumlah 18 siswa (72%). Pada siklus I
dengan menerapkan model pembelajaran TGT, siswa yang nilainya sudah
memenuhi KKM meningkat menjadi 20 siswa (80%) sedangkan yang nilainya
belum memenuhi KKM berjumlah 5 siswa (20%). Pada siklus II siswa yang sudah
memenuhi KKM berjumlah 24 siswa (96%) dan siswa yang belum memenuhi
KKM berjumlah 1 siswa (4%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran TGT dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas
5 semester 2 SDN Kaligentong 01 tahun pelajaran 2015/2016.
Kata Kunci: Model Pembelajaran TGT, Proses dan Hasil Belajar IPA
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sekarang di Indonesia sudah mengalami perubahan paradigma belajar dari
teacher centered menjadi student centered. Namun guru cenderung mengajarkan
IPA secara teoretis dan konsepnya saja. Konsep-konsep yang abstrak membuat
kebingungan dalam diri siswa, sehingga siswa menganggap IPA adalah pelajaran
hafalan. Guru terkadang tidak sadar menyampaikan materi secara verbalisme. Hal
ini terjadi jika guru terlalu banyak menggunakan kata-kata, memberikan contoh-
contoh dan ilustrasi. Jika situasi ini terus terjadi maka dapat merusak konsentrasi
siswa. Akibatnya siswa akan cepat bosan dalam proses pembelajaran.
Menurut hasil wawancara dengan guru kelas 5 Sekolah Dasar Negeri
Kaligentong 01 Kabupaten Boyolali, model pembelajaran yang sering digunakan
dalam pembelajaran IPA adalah ceramah. Sikap siswa terhadap model
pembelajaran yang digunakan bervariatif. Karena siswa dalam satu kelas memiliki
kemampuan intelegensi yang berbeda. Sikap yang bervariatif itu seperti ada yang
8
menerima dengan antusias, ada yang bersikap malas dan ada yang membuat
gaduh di kelas. Kendala yang dihadapi guru dalam proses belajar mengajar antara
lain: siswa terkesan malas dan pasif di kelas, ada beberapa siswa yang datang
terlambat, tidak mengerjakan tugas, tidak senang belajar dan ramai sendiri
dikelas.
Menurut Sukandi (2003) “Pembelajaran yang konvensional ditandai
dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan
kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk
melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak
mendengarkan”. Sedangkan Menurut Saptono (2003:12) “pembelajaran yang
berpusat pada guru (teacher centered learning) akan membawa dampak dominasi
proses pembelajaran ada pada diri guru, hal ini yang akan mengakibatkan
proses pembelajaran ada pada diri guru, hal ini akan mengakibatkan proses
pembelajaran berjalan statis sehingga peserta didik akan merasa cepat bosan
terhadap pola pembelajaran yang dikembangkan”. Sehingga menyebabkan rasa
ingin tahu siswa tentang pelajaran IPA rendah, terlihat dari sedikit sekali siswa
yang bertanya dan menjawab pertanyaan, siswa kesulitan dalam menjawab tes
evalusi belajar. Beberapa siswa justru bermain sendiri, berbicara sendiri dengan
teman sebangku tanpa memperhatikan penjelasan materi yang disampaikan guru.
Akibatnya hasil belajar siswa menjadi rendah, hal ini ditunjukkan pada hasil
belajar IPA semester 1 siswa yang mencapai KKM (75) hanya 7 siswa sedangkan
siswa yang tidak mencapai KKM (75) sebanyak 18 siswa.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan
masalahnya adalah Bagaimana menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament dalam meningkatkan proses belajar IPA pada KD 7.4
Mendeskripsikan proses daur dan kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhinya. Dan KD 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di
Indonesia dan dampaknya bagi mahluk hidup dan lingkungan siswa kelas 5 SD
Negeri Kaligentong 01 pada mata pelajaran IPA. Apakah Peningkatan proses
belajar siswa kelas 5 SD Negeri Kaligentong 01 menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament dapat meningkatkan
9
hasil belajar IPA KD 7.4 Mendeskripsikan proses daur dan kegiatan manusia
yang dapat mempengaruhinya. Dan KD 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang
terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi mahluk hidup dan lingkungan siswa
kelas 5 SD Negeri Kaligentong 01 secara signifikan.Tujuan yang dicapai adalah
untuk Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament
dalam meningkatkan proses belajar IPA KD 7.4 Mendeskripsikan proses daur
dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya. Dan KD 7.6
Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi
mahluk hidup dan lingkungan siswa kelas 5 SD Negeri Kaligentong 01 pada mata
pelajaran IPA . Meningkatkan hasil belajar siswa melalui peningkatan proses
belajar siswa kelas 5 SD Negeri Kaligentong 01 menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament.
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Mapel IPA
James Conant (dalam Samatowa 2010:1) menyatakan “Sains sebagai
suatu deretan konsep serta skema konseptual yang berhubungan satu sama lain,
dan yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, serta berguna untuk
diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut”. Selain itu Winaputra (dalam
Samatowa 2010:3) berpendapat bahwa “IPA merupakan ilmu yang berhubungan
dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara
teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan
eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam sistem,
tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan
sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku
umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau
beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil
yang sama atau konsisten”.
10
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa IPA
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam yang berkaitan erat
dengan kehidupan sehari-hari.
Hasil Belajar yang Diharapkan
Dimyati dan Mudjiono (2002:32) mengemukakan bahwa “Hasil belajar
adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindakan dan biasanya
ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru”. Sehingga tes dijadikan
sebagai alat ukur hasil belajar. Menurut Clark (dalam Sudjana 1989:39) “ Hasil
belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan”. Maka pencapaian hasil belajar siswa dapat
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan lingkungan.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses
pembelajaran. Yang dimaksud hasil belajar IPA adalah nilai tes formatif yang
diperoleh siswa dalam mata pelajaran IPA setelah proses belajar mengajar.
Proses Belajar yang Ideal
Menurut Sudjana (1989:2) “Proses belajar terjadi manakala ada
interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa”. Sudjana
(1989:37) menyatakan bahwa “Keberhasilan proses belajar banyak dipengaruhi
oleh variabel yang datang dari pribadi siswa sendiri, usaha guru dalam
menyediakan dan menciptakan kondisi pengajaran, serta variabel lingkungan
terutama sarana dan iklim yang memadai untuk tumbuhnya proses pengajaran”.
Sudjana (1989:3) mengemukakan bahwa “Belajar tidak semata-mata berorientasi
kepada hasil (by product), tetapi juga berorientasi kepada proses (by process)
dengan harapan, makin tinggi proses, makin tinggi pula hasil yang dicapai”.
Pembelajaran IPA sendiri pada hakikatnya menyajikan hal-hal yang nyata
yang berkaitan erat dengan kehidupan yang dialami siswa sehari-hari sehingga
proses pembelajarannya pun juga harus memberikan pengalaman langsung kepada
11
siswa agar siswa dapat mengerti fakta dan konsep yang ada dan dihubungkan
dengan peristiwa yang dialami siswa sehari-hari.
Sehingga pembelajaran IPA yang sesuai dengan hakikat IPA diatas dapat
dilakukan dengan cara penggunaan beberapa model pembelajaran yang tepat
yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA. Model-model pembelajaran
kooperatif seperti STAD, TGT, JIGSAW, dan GI dirasa lebih berpotensi untuk
dapat meningkatkan hasil belajar IPA dan sesuai dengan hakikat pembelajaran
IPA karena dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa dan dapat
malatih siswa berpikir kritis, dan melatih kerjasama dan keaktifan siswa.
Model Pembelajaran Kooperatif
Beberapa model pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (73-89):
a. STAD (Student Teams Achievement Division), yaitu tipe kooperatif yang
menekankan pada aktivitas dan interaksi antar siswa untuk saling memotivasi
dan membantu menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi maksimal.
Pada proses pembelajaran tipe STAD memiliki lima tahapan meliputi: (1)
penyajian materi (2) kegiatan kelompok (3) tes individual (4) penghitungan
skor perkembangan individu (5) pemberian penghargaan kelompok.
b. Jigsaw, yaitu mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai
materi pelajaran untuk mencapai prestasi maksimal. Dalam penyelenggaraan
siswa dikelompokkan dalam bentuk kelompok kecil yang dapat dilakukan guru
berdasarkan pertimbangan tertentu.
c. TGT, yaitu salah satu model pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa
yang mengandung unsur permainan.
d. Group Investigation (GI), siswa diberi control dan pilihan penuh untuk
merencanakan apa yang ingin dipelajari dan di investigasi. Siswa ditempatkan
dalam kelompok kecil untuk berdiskusi dan menentukan informasi yang akan
dikumpulkan, bagaimana mengolahnya, menelitinya, dan menyajikan hasil
penelitiannya di depan kelas.
Dari model-model pembelajaran kooperatif, peneliti memilih model
kooperatif TGT karena mengandung unsur permainan, kerjasama, dan
12
persaingan positif, sehingga guru lebih variatif, siswa antusias, tidak mudah
bosan, membantu menguasai materi dan meningkatkan pencapaian belajar.
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament
Menurut Hamdani (2011:92) “Kooperatif model TGT adalah salah satu
tipe atau model kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh
siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor
sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement”. Menurut Slavin
(2010:13) “TGT adalah model dimana siswa memainkan game akademik dengan
anggota tim lain untuk mengumpulkan poin bagi timnya”. Berdasarkan
pemaparan para ahli dapat disimpulkan bahwa Teams Games Tournament adalah
pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa dalam kegiatan belajar
secara berkelompok dan adanya tournament akademik yang berguna untuk
mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Kaligentong 01 terletak di dusun
Mekarsari, Kelurahan Kaligentong, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei semester II
tahun pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 5 SD Negeri
Kaligentong 01. Jumlah siswanya 25 siswa, yang tediri dari laki-laki 10 siswa dan
15 siswa perempuan. Sebagian besar siswa tersebut orang tuanya bekerja sebagai
buruh, karyawan swasta dan ada beberapa yang orang tuanya bekerja sebagai
pegawai negeri sipil.
Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel terikat dan
variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah proses belajar dan
hasil belajar IPA. Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas kolaboratif karena
PTK ini dilaksanakan dengan guru kelas 5 SD Negeri kaligentong 01 alasannya
13
karena peneliti belum menjadi guru. Pada penelitian ini peneliti menerapkan
desain model penelitian dari Kemmis dan Mc Taggart.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan observasi dan tes.
Instrument pengumpulan data dalam penelitian ini berupa lembar observasi proses
belajar yang meliputi lembar observasi kinerja guru dan lembar observasi kinerja
siswa. Dan lembar tes hasil belajar.
Indikator keberhasilan dalam penelitian terdiri dari dua yaitu indikator
keberhasilan proses belajar dan hasil belajar. Indikator proses dalam penelitian ini
adalah keterlaksanaan sintaks pembelajaran kooperatif tipe TGT yang dilakukan
oleh guru dan siswa. Proses pembelajran dapat tercapai apabila guru dan siswa
dapat menerapkan pembelajaran secara optimal. Sedangkan indikator pada hasil
belajar IPA ditetapkan 80% dari jumlah siswa mencapai ketuntasan belajar
dengan KKM 75 dilihat dari hasil tes evaluasi setelah kegiatan pembelajaran
dilakukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pra Siklus
Pra siklus dilakukan sebelum diadakannya siklus I dan II, tujuan dari
diadakannya pra siklus ini agar mengetahui bagaimana proses belajar dan hasil
belajar siswa sebelum diterapkan pembelajaran Teams Games Tournament. Hasil
dari pra siklus dapat dibandinngkan dengan hasil dari siklus I dan II dengan tujuan
agar mengetahui adanya peningkatan atau tidak. Hasil pra siklus didapatkan dari
wawancara langsung kepada guru kelas 5 dan pengamatan langsung ketika
melakukan observasi ke SD. Observer melakukan wawancara dan pengamatan
langsung terhadap guru kelas 5 dengan mengamati kinerja duru dan kinerja siswa
dalam proses belajar IPA dan hasil belajar IPA siswa. Dari hasil wawancara dan
observasi diperoleh hasil observasi kondisi awal (prasiklus) dengan indikator
penilaian kinerja guru total skor 60, dengan persentase 60% dan pada hasil
observasi kinerja siswa kondisi awal (prasiklus) dengan indikator penilaian
kinerja siswa total skor 51, dengan persentase 58%.
14
Sedangkan hasil belajar siswa dari 25 siswa 18 siswa (72%) belum
mencapai KKM (75) dan 7 siswa (28%) sudah mencapai KKM (75). Hal ini
menunjukkan bahwa proses dan hasil belajar IPA siswa masih rendah untuk itu
perlu diadakan peningkatan dalam proses pembelajaran agar hasil belajar siswa
meningkat. Berikut ini disajikan ketuntasan hasil tes IPA pra siklus pada Tabel
4.5
Tabel 4.5
Ketuntasan Belajar Kondisi Awal
No. Ketuntasan
Belajar
Jumlah Siswa
Jumlah Persentase (%)
1. Tuntas 7 72
2. Belum tuntas 18 28
Jumlah 25 100
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang mengalami
ketuntasan diatas KKM lebih sedikit daripada jumlah siswa yang tidak tuntas.
Ketuntasan belajar siswa pada tabel 4.5 dapat dilihat pada diagram 4.6 berikut:
Diagram 4.6 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Kondisi Awal
28%
72%
Tuntas Belum tuntas
15
Siklus I
Pada siklus I terdiri dari 3 kali pertemuan yaitu pertemuan pertama, kedua
dan ketiga. Tes evaluasi dilakukan pada petemuan ketiga. Hasil observasi siklus I
pertemuan pertama dengan indikator penilaian kinerja guru total skor 85, dengan
persentase 85% dan pada hasil observasi kinerja siswa siklus I pertemuan pertama
dengan indikator penilaian kinerja siswa total skor 78, dengan persentase 88%.
Sedangkan hasil observasi siklus I pertemuan kedua dengan indikator penilaian
kinerja guru total skor 92, dengan persentase 92% dan pada hasil observasi kinerja
siswa siklus I pertemuan kedua dengan indikator penilaian kinerja siswa total skor
80, dengan persentase 91%. Ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat
dijelaskan bahwa siswa yang memiliki nilai kurang dari Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM=75) sebanyak 5 siswa atau 20%, sedangkan yang sudah mencapai
ketuntasan minimal sebanyak 20 siswa dengan persentase 80%. Data hasil
perolehan nilai siklus I dapat disajikan dalam bentuk tabel 4.13 berikut:
Tabel 4.13
Ketuntasan Belajar Siklus I
No. Ketuntasan
Belajar
Jumlah Siswa
Jumlah Persentase (%)
1. Tuntas 20 80
2. Belum tuntas 5 20
Jumlah 25 100
Ketuntasan belajar siswa pada tabel 4.13 dapat dilihat pada diagram 4.14 berikut:
Diagram 4.14 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus I
80%
20%
Tuntas Belum tuntas
16
Siklus II
Pada siklus II terdiri dari 3 kali pertemuan yaitu pertemuan pertama, kedua
dan ketiga. Tes evaluasi dilakukan pada petemuan ketiga. Hasil observasi siklus II
pertemuan pertama dengan indikator penilaian kinerja guru total skor 95, dengan
persentase 95% dan pada hasil observasi kinerja siswa siklus II pertemuan
pertama dengan indikator penilaian kinerja siswa total skor 85, dengan persentase
97%. Sedangkan hasil observasi siklus II pertemuan kedua dengan indikator
penilaian kinerja guru total skor 97, dengan persentase 97% dan pada hasil
observasi kinerja siswa siklus II pertemuan pertama dengan indikator penilaian
kinerja siswa total skor 87, dengan persentase 99%. Ketuntasan belajar siswa
pada siklus II dapat dijelaskan bahwa siswa yang memiliki nilai kurang dari
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=75) sebanyak 1 siswa atau 4%, sedangkan
yang sudah mencapai ketuntasan minimal sebanyak 24 siswa dengan persentase
96%. Data hasil perolehan nilai siklus II dapat disajikan dalam bentuk tabel 4.21
berikut:
Tabel 4.21
Ketuntasan Belajar Siklus II
No. Ketuntasan
Belajar
Jumlah Siswa
Jumlah Persentase (%)
1. Tuntas 24 96
2. Belum tuntas 1 4
Jumlah 25 100
Ketuntasan belajar siswa pada tabel 4.21 dapat dilihat pada diagram 4.22 berikut:
17
Diagram 4.22 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus II
Analisis Komparatif
Pada analisis komparatif ini akan diuraikan tentang perbandingan proses
belajar, hasil belajar dan ketuntasan belajar IPA siswa kelas 5 dari kondisi awal,
sikus I, dan siklus II untuk mengetahui peningkatan proses dan hasil belajar.
Perbandingan proses belajar berupa observasi kinerja guru dan kinerja siswa dari
kondisi awal, siklus I, dan siklus II ditunjukkan pada tabel 4.23 berikut ini:
Tabel 4.23
Perbandingan proses belajar berupa observasi kinerja guru dan kinerja
siswa dari kondisi awal, siklus I, dan siklus II
Tindakan
Kondisi Awal Siklus I Siklus II
Jumlah
(%)
Rata-rata
jumlah
Pertemuan
1,2
Rata-rata
(%)
Pertemuan
1,2
Rata-rata
jumlah
Pertemuan
1,2
Rata-rata
(%)
Pertemua
n 1,2
Kinerja
guru
60 60 89 89 96 96
Kinerja
siswa
51 58 89,50 89,50 98 98
96%
4%
Tuntas Belum tuntas
18
Selanjutnya perbandingan hasil belajar IPA kondisi awal, siklus I dan
siklus II ditunjukkan pada tabel 4.25 berikut ini:
Tabel 4.25
Perbandingan Nilai Hasil Belajar IPA
Kondisi awal, Siklus I, dan Siklus II
No. Ketuntasan
Belajar
Nilai
(X)
Kondisi awal Siklus I Siklus II
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Tidak Tuntas < 75 18 72 5 20 1 4
2. Tuntas 75 7 28 20 80 24 96
Jumlah 25 100 25 100 25 100
Nilai tertinggi 91 93 100
Nilai terendah 56 67 73
Rata-rata 67,17 80,08 87,6
19
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan analisis data pada bab IV dalam penelitian yang telah
dilaksanakan di kelas 5 SDN Kaligentong 01 maka dapat disimpulkan bahwa
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam pembelajaran
IPA dapat meningkatkan proses dan hasil belajar IPA siswa kelas 5 Semester 2
SDN Kaligentong 01 Tahun Pelajaran 2015/2016. Peningkatatan hasil belajar
disebabkan oleh kinerja guru dan kinerja siswa yang lebih baik. Model
pembelajaran TGT ini dapat membuat siswa menjadi aktif, bekerja sama dengan
baik dan antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini dapat dilihat
dari meningkatnya persentase skor observasi kinerja guru dan kinerja siswa. Pada
hasil observasi kinerja guru siklus I pertemuan pertama memperoleh skor 85%
dan pada pertemuan kedua memperoleh skor 92%. Pada siklus II pertemuan
pertama memperoleh skor 95% dan pada pertemuan kedua memperoleh skor 97%.
Selanjutnya kinerja siswa juga mengalami peningkatan yaitu pada siklus I
pertemuan pertama memperoleh skor 88% dan pada pertemuan kedua
memperoleh skor 91%. Pada siklus II pertemuan pertama memperoleh skor 97%
dan pada pertemuan kedua memperoleh skor 99%.
Kinerja siswa dalam pembelajaran yang meningkat memberi pengaruh
terhadap hasil belajar IPA yang ikut meningkat. Hal ini dapat dilihat dari hasil
belajar siswa pada pembelajaran kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada kondisi
awal nilai rata-rata hasil tes IPA kelas 5 SDN Kaligentong 01 adalah 67,17
dengan persentase ketuntasan 28%. Setelah diterapkan model pembelajaran TGT,
hasil belajar IPA siswa kelas 5 pada pembelajaran Siklus I nilai rata-ratanya
adalah 80,08 dengan persentase ketuntasan 80% sedangkan pembelajaran pada
Siklus II nilai rata-rata tes IPA adalah 87,6 dengan persentase ketuntasan
mencapai 96%.
20
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti
mengemukakan saran sehubungan dengan pengaruh penggunaan model
pembelajaran TGT terhadap proses dan hasil belajar IPA, sebagai berikut:
1) Sebagai seorang guru hendaknya dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
dapat melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran.
2) Guru hendaknya dapat memberikan ganjaran yang positif atau memberikan
penghargaan agar dapat memacu siswa untuk aktif bertanya dan memberikan
pendapat sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
3) Guru hendaknya memanfaatkan kit pembelajaran/ alat peraga sehingga siswa
tidak berpikir abstrak, lebih mudah memahami pelajaran, dan hasil belajar dapat
meningkat.
4) Bagi siswa sebaiknya dapat lebih giat belajar dan berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran agar hasil belajar meningkatkan.
5) Dengan penelitian ini, seyogyanya dapat menjadi referensi dalam upaya
memperbaiki strategi pembelajaran di SDN Kaligentong 01 dan dapat
dikembangkan untuk pembelajaran pada mata pelajaran yang lain.
21
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. dkk. 2012 . Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Rineka Cipta.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: Pustaka Setia.
Isjoni. 2010. Pembelajaran Cooperative Meningkatkan Kecerdasan
Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Musfiqon. 2012. Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan.
Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.
Nana Sudjana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses
Belajar Mengajar. Bandung: CV Sinar Baru.
Ruskandi. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Saptono, Sigit. 2003. Paparan Kuliah Strategi Belajar Mengajar Biologi.
Semarang: Jurusan Biologi FMIPA UNNES.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
22