penerapan metoda used soil lost equation (usle)...

25
1 PENERAPAN METODA USED SOIL LOST EQUATION (USLE) DALAM PENENTUAN ZONA POTENSI LONGSOR/EROSI BERBASIS ANALISIS SPASIAL DI KABUPATEN BANDUNG BARAT BAGIAN SELATAN Oleh : Adang Saputra 1) , Emi Sukiyah 2) 1) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Geologi, 2) Universitas Padjadjaran Bandung ABSTRAK Kawasan Penelitian Bandung Barat bagian selatan merupakan bentang alam berupa daerah perbukitan berelief datar hingga perbukitan berelief kasar. Secara geomorfologi dapat dibedakan menjadi 5 satuan, yaitu daerah pedataran, perbukitan berelief halus, perbukitan berelief sedang, perbukitan berelief agak kasar, dan perbukitan berelief kasar. Dengan kondisi di atas maka diperkirakan daerah tersebut merupakan daerah yang rawan bencana seperti longsor, erosi maupun gempabumi. Hasil perhitungan besaran erosi dengan metoda USLE diperoleh luasan berdasarkan prosentase, dimana yang masuk kedalam kelas rawan I (Sangat rendah erosi) sebesar 24,164 % tersebar di wilayah Bunijaya, Ciwidey bagian timur, Batujajar dan Padalarang timur dengan luas 192518786,1 m 2 , kelas rawan II (Rendah erosi) sebesar 3,957% m 2 tersebar di Rongga, Ciranjang Bagian Barat dan Batujajar , kelas rawan III (Erosi sedang) sebesar 19,464 m2 dengan 155069174,00 m 2 tersebar di Sindangkerta, Pasir Jambu, Campaka Mulya dan Gunung Halu,, kelas rawan IV (Erosi tinggi) sebesar 51,424 % dengan luas 409698011,5 m 2 tersebar 75% di sebagian wilayah kajian bagian barat, dan kelas rawan V (Erosi sangat tinggi) sebesar 1,323 % dengan luas 7884848,66 m 2 tersebar di sebagian besar Cilili, Gn. Halu, Cipongkor, Pasir Jambu dan Cipatat hingga Padalarang. Dengan demikian di wilayah penelitian 51 % lebih wilayahnya merupakan daerah yang berisiko erosinya tinggi. ABSTRACT The research area of the southern part of West Bandung is a landscape of flat to hilly terrain rugged hills. In geomorphology can be divided into five units, namely the plain area, smooth hills, the hills were, the hills a bit rough, and rugged hills. With the above conditions, the estimated area is an area that is prone to disasters such as landslides, erosion and earthquakes. Results calculated the amount of erosion by USLE method obtained extents based on a percentage, which are entered into the vulnerable class I ( very low erosion ) of 24.164 % spread in the Bunijaya, Ciwidey the east , Batujajar and east with extensive Padalarang 192,518,786.1 m 2 , prone class II ( Low erosion )

Upload: vodiep

Post on 07-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PENERAPAN METODA USED SOIL LOST EQUATION (USLE) DALAM

PENENTUAN ZONA POTENSI LONGSOR/EROSI BERBASIS ANALISIS

SPASIAL DI KABUPATEN BANDUNG BARAT BAGIAN SELATAN

Oleh :

Adang Saputra 1), Emi Sukiyah 2)

1)Pusat Pendidikan dan Pelatihan Geologi,

2)Universitas Padjadjaran Bandung

ABSTRAK

Kawasan Penelitian Bandung Barat bagian selatan merupakan bentang alam

berupa daerah perbukitan berelief datar hingga perbukitan berelief kasar. Secara

geomorfologi dapat dibedakan menjadi 5 satuan, yaitu daerah pedataran, perbukitan

berelief halus, perbukitan berelief sedang, perbukitan berelief agak kasar, dan

perbukitan berelief kasar. Dengan kondisi di atas maka diperkirakan daerah tersebut

merupakan daerah yang rawan bencana seperti longsor, erosi maupun gempabumi. Hasil perhitungan besaran erosi dengan metoda USLE diperoleh luasan

berdasarkan prosentase, dimana yang masuk kedalam kelas rawan I (Sangat

rendah erosi) sebesar 24,164 % tersebar di wilayah Bunijaya, Ciwidey bagian

timur, Batujajar dan Padalarang timur dengan luas 192518786,1 m2, kelas rawan

II (Rendah erosi) sebesar 3,957% m2 tersebar di Rongga, Ciranjang Bagian Barat

dan Batujajar , kelas rawan III (Erosi sedang) sebesar 19,464 m2 dengan

155069174,00 m2 tersebar di Sindangkerta, Pasir Jambu, Campaka Mulya dan

Gunung Halu,, kelas rawan IV (Erosi tinggi) sebesar 51,424 % dengan luas

409698011,5 m2 tersebar 75% di sebagian wilayah kajian bagian barat, dan kelas

rawan V (Erosi sangat tinggi) sebesar 1,323 % dengan luas 7884848,66 m2

tersebar di sebagian besar Cilili, Gn. Halu, Cipongkor, Pasir Jambu dan Cipatat

hingga Padalarang. Dengan demikian di wilayah penelitian 51 % lebih

wilayahnya merupakan daerah yang berisiko erosinya tinggi.

ABSTRACT

The research area of the southern part of West Bandung is a landscape

of flat to hilly terrain rugged hills. In geomorphology can be divided into five

units, namely the plain area, smooth hills, the hills were, the hills a bit rough, and

rugged hills. With the above conditions, the estimated area is an area that is prone to disasters

such as landslides, erosion and earthquakes.

Results calculated the amount of erosion by USLE method obtained

extents based on a percentage, which are entered into the vulnerable class I ( very

low erosion ) of 24.164 % spread in the Bunijaya, Ciwidey the east , Batujajar and

east with extensive Padalarang 192,518,786.1 m2 , prone class II ( Low erosion )

2

of 3.957 % m2 spread Ciwidey , Ciranjang Western and Batujajar , prone class III

( moderate erosion ) of 19.464 m2 with 155,069,174.00 spread Sindangkerta ,

Pasir Jambu , Campaka Mulya and Gunung Halu, prone class IV ( high erosion )

of 51.424 % with 409,698,011.5 m2 wide spread 75 % in the most western part of

the study area , and prone class V ( very high erosion ) of 1.323 % with an area of

7,884,848.66 m2 spread over most of Cilili, Gn . Halu , Cipongkor , Pasir Jambu

and Cipatat to Padalarang . Thus in the region of 50 % over the study area is an

area of high erosion risk.

Latar Belakang

Bentukan bentang alam suatu daerah merupakan ekspresi hasil proses

aktivitas tektonik dan erosi dalam waktu yang cukup lama. Pengaruh tektonik

yang sangat berperan pada suatu daerah, salah satunya adalah sesar aktif.

Geomorfologi Kawasan Bandung Selatan, khususnya daerah Wilayah penelitian,

Kabupaten Bandung berupa perbukitan yang dikontrol struktur geologi.

Perbukitan yang membentang arah barat-timur menjadi yang dicerminkan oleh

sesar-sesar aktif, seperti jalur sesar Cimandiri, sesar Lembang dan sesar lokal.

Salah satu yang dihasilkan dengan adanya sesar tersebut adalah getaran.

Adanya getaran akan berpengaruh terhadap tatanan geologi, khususnya di daerah

penelitian. Salah satu efek yang ditimbulkan dari getaran adalah hancurnya /

retaknya batuan, walaupun akan tergantung pada keras atau lunaknya batuan.

Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap terjadinya bencana alam, khususnya

erosi di wilayah kajian, apalagi ditunjang dengan kondisi morfologi wilayah,

dimana berupa pegunungan dan perbukitan sebagian besar memiliki sudut

kemiringan lereng sedang hingga terjal.

Latar belakang wilayah yang cukup kompleks memerlukan pengelolaan

yang khusus. Pengembangan dan penataan ruang di wilayah tersebut perlu dikaji

secara komprehensif. Salah satu penelitian yang dapat mendukung adalah dengan

melakukan kajian terhadap kekuatan batuan, yang dikaji melalui rekahan

batuannya. Dengan kajian tersebut diharapkan pengembangan, perencanaan dan

penataan ruang di wilayah tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi alam yang

ada, dan terhindar dari risiko bencana alam atau kerusakan akibat bencana

tersebut dapat di minimalisir.

3

Maksud dan Tujuan

Maksud dari kajian ini adalah untuk melakukan kajian hubungan dan

pengaruh rekahan dengan besaran risiko erosi yang terjadi diwilayah Kabupaten

Bandung Barat, Bagian Selatan.

Sedangkan tujuannya adalah memberikan rumusan, solusi, informasi dan

rekomendasi kepada pemeritah daerah dalam rangka penyusunan Rencana Umum

Tata Ruang Wilayah yang aman dari risiko bencana alam, khususnya bencana

erosi dan longsor di wilayah kajian.

Lokasi dan Waktu Kajian

Lokasi Penelitian meliputi Kecamatan Gunung Halu dan sekitarnya, yang

secara geografis daerah penelitian terletak di antara 6o50’00” – 7o40’00” Lintang

Selatan dan 107o15’00 di Wilayah penelitian, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Untuk lebih jelasnya lokasi penelitian dapat dilihat pada Jadwal Penelitian dapat

dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Peta lokasi kajian

4

Kegunaan Kajian

Kegunaan kajian adalah sebagai berikut :

a. Bagi pemerintah daerah, hasil dari kajian ini dapat digunakan sebagai dasar

kebijakan dalam penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah di wilayah.

b. Bagi masyarakat setempat, hasil dari pengkajian ini dapat digunakan sebagai

salah satu dasar informasi untuk menyusun aksi praktis dalam rangka

kesiapsiagaan menghadapat risiko bencana alam, khususnya risiko

erosi/longsor di wilayahnya.

d. Sebagai informasi risiko kebencanaan geologi khususnya erosi/longsor bagi

masyarakat dan pemerintah Daerah dalam rangka mendukung pengembangan

Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RUTW) di wilayah tersebut.

DASAR TEORI

1). Erosi

Erosi merupakan proses di permukaan bumi yang berlangsung secara

radial diakibatkan oleh aktivitas air, angin dan salju (SCSA, 1976, dalam El-

Swaify dkk., 1982; Field & Engel, 2004). Arnoldus (1974, dalam El-Swaify

dkk.,1982) mengusulkan klasifikasi erosi menjadi erosi geologi (geological

erosion) dan erosi yang dipercepat (accelerated erosion). Erosi geologi terjadi

secara alami dan berlangsung dalam kurun waktu geologi (jutaan tahun). Erosi

yang dipercepat diakibatkan oleh aktivitas manusia, pada umumnya bersifat

mengubah kondisi alami secara drastis.

Morgan (1979; dalam Sutedjo & Kartasapoetra, 1987) mengklasifikasikan

bentuk erosi menjadi empat macam, yaitu erosi permukaan (sheet erosion), erosi

alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion), dan erosi tebing sungai (stream

bankerosion). Sementara itu, van Zuidam (1983) membagi erosi menjadi empat

jenis, yaitu erosi percikan (splash erosion), erosi permukaan, erosi alur, dan erosi

parit. Erosi percikan disebabkan oleh energi yang ditimbulkan ketika tetes-tetes

hujan jatuh ke permukaan batuan atau tanah (Gambar 2.).

5

Gambar 2.. Ilustrasi (a) erosi percikan dan (b) erosi permukaan (modifikasi dari

Anthoni, 2000)

Besarnya material yang tererosi akan setara dengan energi yang dihasilkan

oleh percikan air hujan tersebut. Erosi lembaran didefinisikan sebagai

perpindahan serentak material fragmen batuan atau tanah membentuk lapisan tipis

mengikuti arah kemiringan lahan. Erosi alur adalah bentuk erosi yang paling

umum, terjadi ketika material fragmen batuan dan/atau tanah dipindahkan oleh air

yang menyisakan bentuk alur di permukaan. Erosi parit merupakan

pengembangan erosi alur (Gambar. 2.23)

6

Gambar 3. Ilustrasi erosi, A. erosi selokan dan B. erosi alur (El-Swaify dkk.,

1982)

3). Perhitungan Besaran Erosi

Perhitungan besaran erosi dalam kajian ini dilakukan dengan

menggunakan persamaan erosi Used Soil Lost Equation (USLE) yang merupakan

salah satu persamaan erosi yang banyak digunakan untuk prediksi tahunan jumlah

material yang hilang akibat erosi (Ambar, 1986). Model persamaan erosi tersebut

secara umum disajikan di bawah ini (Persamaan 1). (Wischmeier & Smith, 1962,

1965, 1978; dalam El-Swaify dkk., 1982; Mitasova, 1999; Stone, 2000):

A = R . K . L . S . C . P

...................................................... ( 1 )

7

dengan A = jumlah rata-rata material tanah yang hilang pada suatu lokasi setiap

tahun (ton/ha); R = indeks erosivitas aliran permukaan; K = indeks erodibilitas

tanah; LS = indeks topografi, L: panjang lereng, S: kemiringan lereng; C = indeks

penggunaan lahan untuk tanaman; P = indeks tindakan pengolahan tanah.

Indeks erosivitas hujan dapat diperoleh dengan menghitung energi kinetik

hujan (Ek), yang ditimbulkan oleh intensitas hujan maksimum selama 30 menit

(EI30). Dalam kajian ini, erosivitas hujan dihitung dengan menggunakan

persamaan dari Wiersum dan Ambar (1979; dalam Ambar; 1986), yaitu:

EI30 tahunan = 0,41 R 1,09

………......................…………...… (2)

dengan EI30 = Indeks erosivitas hujan dan R = intensitas curah hujan tahunan

(mm). Harga intensitas curah hujan diperoleh dari data curah hujan yang

dipublikasikan oleh BMG setelah dianalisis dengan menggunakan metode

Thiesen.

Indeks erodibilitas tanah untuk menghitung erosi menggunakan USLE,

diperoleh dari publikasi Departemen Kehutanan (1985) yang kriterianya

ditampilkan pada Tabel 1. Beberapa publikasi terdahulu menyatakan bahwa

erodibilitas tanah dapat diperoleh dengan beberapa metode, diantaranya adalah

rasio lempung (Bouyoucos, 1935) dan rasio transportabilitas terhadap stabilitas

(Kuron & Jung, 1957

Tabel 1. Indeks erodibilitas tanah (K) berdasarkan tekstur tanah

(Departemen Kehutanan, 1985)

No Tekstur tanah Kriteria K

1. Lempung Halus 0,02

2. Loam lempungan Agak halus 0,04

3. Loam pasiran Sedang 0,30

4. Pasir halus Agak kasar 0,20

8

5. Pasir Kasar 0,70

Indeks panjang dan kemiringan lereng menggunakan kriteria dari

Departemen Kehutanan (1986). Besarnya nilai LS tercantum dalam Tabel 2.

Tabel 2. Indeks panjang dan kemiringan lereng (LS) berdasarkan kemiringan

lereng (Departemen Kehutanan, 1986)

No Kemiringan lereng (%) LS

1. 0 – 5 0,25

2. 5 – 15 1,20

3. 15 - 35 4,25

4. 35 - 50 7,50

5. > 50 12,0

Indeks penggunaan dan pengelolaan lahan juga mengacu pada kriteria dari

Departemen Kehutanan (1985) seperti ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Indeks penggunaan dan pengolahan lahan

(Departemen Kehutanan, 1985)

No Penggunaan lahan CP

1. Permukiman 0,60

2. Kebun campuran / belukar 0,30

3. Sawah 0,05

4. Tegalan 0,75

5. Perkebunan 0,40

6. Hutan 0,03

Hasil prediksi erosi menggunakan metode USLE, selanjutnya digunakan

untuk penyusunan model erosi pada daerah kajian. Besaran erosi pada suatu

wilayah dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan. Tujuan klasifikasi

9

tersebut biasanya untuk memudahkan visualisasi secara spasial. Beberapa

klasifikasi tingkat erosi telah dipublikasikan, diantaranya oleh Dangler dkk.

(1975; dalam Sutedjo & Kartasapoetra, 1987) dan Departemen Kehutanan RI

(1985, 1998) seperti tercantum pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Distribusi tingkat erosi berdasarkan RKLT 1985,

Buku II (Dep. Kehutanan, 1985)

No Erosi (ton/ha/th) Kelas Tingkat Erosi Kriteria

1. 0 – 20 I Sangat rendah Sangat baik

2. 20 – 50 II Rendah Baik

3. 50 – 250 III Sedang Sedang

4. 250 – 1000 IV Tinggi Jelek

5 > 1000 V Sangat tinggi Sangat jelek

Tahapan Pengolahan

Metoda yang digunakan dalam penentuan Zona Potensi Kerentanan

Longsor / Erosi di daerah kajian tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data/Peta

2. Mengidentifikasi daerah potensi gerakan tanah sebagai hasil analisis Sistem

Informasi Geografis (SIG) dan pengecekan lapangan.

3. Penentuan Indeks setiap layer peta

4. Melakukan overlay antar peta dengan aplikasi SIG

5. Melakukan perhitungan besaran Erosi dengan metoda USLE

6. Mentukan Range batasan zona potensi longsor/erosi

7. Membuat peta Zona Potensi Longsor / Erosi berdasarkan langkah 6.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan/Data Kajian

Bahan atau data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

peta-peta, data statistik, dan data lainnya yang mendukung terhadap penelitian.

Bahan atau data tersebut seperrti disajikan pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Bahan atau Data Penelitian

NO JENIS PETA/DATA SKALA TAHUN SUMBER

1. Peta/Data geologi Regional 1 : 100.000 1996 Badan Geologi

2. Peta/Data geologi Lokal 1 : 50.000 2005 Badan Geologi

3. Peta/Data seismotektonik 1 : 100.000 2009 Badan Geologi

4. Peta/Data Zona Intensitas Gempabumi 1 : 50.000 2005 Badan Geologi

5. Peta/Data Tata Guna Lahan 1 : 50.000 2011 PEMKAB

Bandung Barat

6. Peta/Data Curah Hujan 1 : 50.000 2011 PEMKAB

Bandung Barat

7. Peta/Data Kelas Lereng 1 : 50.000 2011 PEMKAB

Bandung Barat

9. Peta/Data Hidrogeologi 1 : 100.000 2011 Badan Geologi

10. Data Citra :

Landsat ETM, 2 Dimensi (2D) dan 3

Dimensi (3D), Resolusi 90 x 90m

Data Citra SRTM/ASTER, 2 Dimensi

(2D) dan 3 Dimensi (3D), Resolusi 30 x

30 m

Data Terrasar X, 2 Dimensi (2D) dan 3

Dimensi (3D), Resolusi 7.5 x 7.5 m

2005

2010

2012

Badan Geologi

Badan Geologi

Badan Geologi

11. Peta Rupa Bumi 1 : 50.000 2009 Badan Informasi

Geospasial

11

Pengolahan Dan Analisis

1). Perhitungan USLE dan Penyusunan Tiap Layer Peta

a. Perhitungan dan Penyusunan layer peta indeks erosivitas hujan (R)

Layer indeks erosivitas hujan dibuat dari peta sebaran curah hujan

tahunan, dimana petanya diperoleh dari BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika)

Bandung pada tahun 2011.Nilai indeks erosivitas hujan diperoleh dengan

menghitung besarnyaenergi kinetik hujan (Ek) yang ditimbulkan oleh intensitas

hujan maksimum selama 30 menit (EI30). Dalam penelitian ini, erosivitas hujan

dihitung menggunakan persamaan 3 (Wiersum dan Ambar, 1979; dalam Ambar,

1986) dalam bab III. Intensitas curah hujan diperoleh dari data curah hujan yang

dipublikasikanoleh BMG, setelah dianalisis menggunakan metode Thiessen.

Perhitungan indeks erosivitas hujan (R) langsung dilakukan dalam

perangkat lunak SIG, dan dapat juga dilakukan pengolahannya tabelnya pada

perangkat lunak MS Excel 2007. Distribusi spasial indeks erosivitas curah hujan

di daerah penelitian ditampilkan dalam gambar 4 di bawah ini. Sedangkan hasil

perhitungan indeks Erosivitas hujannya, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

(Kolom Indeks Erosivitas Hujan(IE30)).

12

Gambar 4. Peta Sebaran Indeks Erosivitas Hujan di Wilayah Penelitian

b. Penyusunan Indeks erodibilitas tanah (K)

Indeks erodibilitas tanah diperoleh dari publikasi Departemen

Kehutanan(1985) yang kriterianya ditampilkan dalam Tabel 2. Erodibilitas tanah

juga ditentukan oleh jenis batuan yang menjadi sumber material pelapukannya.

Hasil konversi formasi geologi menjadi indeks erodibilitas secara spasial tersebut

sebarannya disajikan pada gambar 5 di bawah ini, dan nilai indeks erodibilitas

tanahnya dapat dilihat pada lampiran (Kolom Erodibilitas Tanah (K)).

13

Gambar 5. Peta Sebaran Indeks Erodibilitas Tanah (K) di Wilayah Penelitian

134

c. Penyusunan Indeks Topografi (LS)

Penentuan Indeks topografi (LS) digunakan berdasarkan kriteria yang di

publikasikan oleh Departemen Kehutanan (1986) yang kriterianya ditampilkan

pada tabel 3 di atas. Kondisi bentangalam di daerah penelitian juga berperan

dalam penentuan indeks topografi. Kemiringan lereng terendah di daerah

penelitian 0% dan tertinggi 55% lebih maka harga indeks LS berkisar dari 0,25

sampai dengan 12. Peta sebaran indeks LS ditampilkan dalam gambar peta

(Gambar 6) di bawah ini, dan hasil konversi indeks LS selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran di bawah (Kolom Indeks Topografi (LS).

14

Gambar 6. Peta Sebaran Indeks Topografi (LS) di Wilayah Penelitian

d. Penyusunan Indeks penggunaan dan pengelolaan lahan (CP)

Penentuan Indeks penggunaan dan pengelolaan lahan (CP), indeksnya

mengacu pada kriteriayang dipublikasikan oleh Departemen Kehutanan (1985),

seperti ditampilkan pada Tabel 4di atas. Harga beragam indeks faktor erosi

dikaitkan dengan data spasial pada masing-masing layer atau file (dalam

perangkat lunak ArcGIS 10). Konversi data indeks CP dilakukan menggunakan

fasilitas “open atribut table” yang ada dalam perangkat lunak ArcGIS. Distribusi

spasial hasil konversi tiap luasan indeks ditampilkan dalam gambar peta (gambar

7) di bawah ini. Sedangkan hasil konversi indeks CP selengkapnya disajikan pada

Lampiran (Kolom Indeks CP).

15

Gambar 7. Peta Sebaran Indek Penggunaan dan Pengolahan Lanah (CP) di

wilayah penelitian

e. Perhitungan USLE dan Overlay Peta

Dari hasil perhitungan dan konversi indeks tiap layer peta yang telah di

uraikan di atas, selanjutnya layer-layer tersebut digabungkan menjadi satu layer

dengan metoda intersect atau union yang dapat dilakukan pada software ArcGIS.

Setelah menggabung seluruh layer peta indeks, selanjutnya pada dialog menu

atribut table (ArcGIS) dilakukan perkalian seluruh indeks (Indeks Erosivitas

hujan x Indeks Erodibilitas tanah x indeks LS x indeks CP). Hasil perhitungan

seluruh nilai indeks antar layer peta tersebut selengkapnya disajikan pada

lampiran kajian ini.

16

Hasil perkalian di atas selanjunya dikelompokkan distribusi tingkat potensi

risiko erosinya, dimana pengelompokkan mengacu pada kriteria pengelompokkan

distribusi tingkat erosi berdasarkan RKLT 1985, Buku II Departemen Kehutanan

Tahun 1985 yang telah diuraikan sebelumnya.

Dari hasil pengelompokkan tersebut dapat dilihat bahwa distribusi kelas

rawan erosi I adalah 24,164% (19251,87861 Ha), distribusi kelas rawan erosi II

adalah 3,957% (3153,156885 Ha), distribusi kelas rawan erosi III adalah 19,463

(15506,9174 Ha), distribusi kelas rawan erosi IV adalah 51,424% (40969,80115

Ha), dan distribusi kelas rawan erosi V adalah 1,323% (788,484866 Ha). Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar wilayah penelitian merupakan

wilayah rawan erosinya tinggi (kelas tingkat rawan IV).

Hasil perhitungan prosentasi sebaran besaran Erosi berdasarkan luas

tersebut di atas selengkapnya dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Prosentasi Luas Sebaran Berdasarkan Besaran Erosi di Wilayah

Penelitian

NO. KLS

RAWAN TINGKAT

KERAWANAN

LUAS PROSENTASI

LUAS (%) WILAYAH SEBARAN

METER (m2)

HEKTAR (Ha)

1 I Sangat

Rendah Erosi 192518786,1 19251,87861 24,164

Meliputi bebagian besar Batujajar, Ciwidey, Ciranjang, Sebagian kecil Cililin

2 II Redah Erosi 31531568,85 3153,156885 3,957 Meliputi sebagian besar Bojong picung, sebagian kecil Batujajar, Gn Halu dan Ciwidey

3 III Sedang Erosi 155069174 15506,9174 19,464

Meliputi sebagian kecil Sindangkerta, Gn. Halu, Pasir Jambu, Rancabali, Cipatat, Bojongpicung, Campakamulya, Pagelaran

4 IV Tinggi Erosi 409698011,5 40969,80115 51,424

Meliputi sebagian besar Cililin, Gn. Halu, Cipatat, Bojongpicung, Rongga, Pagelaran, Ranca Bali dan Pasir Jambu

5 V Sangat Tinggi

Erosi 7884848,66 788,484866 1,323

Meliputi sebagian kecilr Cililin, Gn. Halu, Cipatat, Bojongpicung, Rongga, Pagelaran, Ranca Bali dan Pasir Jambu.

Untuk lebih jelasnya sebaran wilayah sebaran potensi rawan risiko erosi

ini selengkapnya akan di uraikan dalam peta penyusunan peta potense kerawanan

erosi di bawah ini.

17

f. Penyusunan Peta Zona Risiko Potensi Erosi berdasarkan hasil perhitungan

USLE

Dari hasil perhitungan USLE dan penditribusian kelas erosi pada peta hasil

tumpang susun (overlay) dari semua layer di atas, selanjutnya dapat dibuat peta

sebaran zona tingkat potensi risiko erosi berdasarkan hasil klasifikasi zona

potensi risiko erosi tersebut. Sistem GIS dengan perangkat lunak ArcGIS 10

memiliki fungsi dalam membantu mempermudah kita dalam mengolah dan

menganalisis data spasial berbentuk peta. Gambaran tahapan pengolahan dari

awal hingga akhir (output), selengkapnya dapat dilihat pada gambar 8 di bawah

ini.

Gambar 8. Kegiatan Tahapan Analisis Zona Besaran longsor/Erosi di Wilayah

Wilayah Penelitian

Hasil pengolahan dan analisis spasial di atas tersebut berupa peta zona

potensi risiko bencana longsor/erosi diwilayah kajian seperti disajikan pada

gambar 9 di bawah ini.

18

19

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Kawasan Penelitian Bandung Barat bagian selatan merupakan bentang alam

berupa daerah perbukitan berelief datar hingga perbukitan berelief kasar. Secara

geomorfologi dapat dibedakan menjadi 5 satuan, yaitu daerah pedataran, perbukitan

berelief halus, perbukitan berelief sedang, perbukitan berelief agak kasar, dan

perbukitan berelief kasar.

Hasil perhitungan besaran erosi dengan metoda USLE diperoleh luasan

berdsarkan prosentase, dimana yang masuk kedalam kelas rawan I (Sangat rendah

erosi) sebesar 24,164 % dengan luas 192518786,1 m2, kelas rawan II (Rendah

erosi) sebesar 3,957% m2 dengan luas , kelas rawan III (Erosi sedang) sebesar

19,464 m2 dengan 155069174,00 m2, kelas rawan IV (Erosi tinggi) sebesar

51,424 % dengan luas 409698011,5 m2, dan kelas rawan V (Erosi sangat tinggi)

sebesar 1,323 % dengan luas 7884848,66 m2. Dengan demikian di wilayah

penelitian 51 % lebih wilayahnya merupakan daerah yang berisiko erosinya tinggi

seperti diperlihatkan pada gambar 9 di atas.

Dari sejarah kegempaan didaerah ini pun tercatat adanya titik kegempaan

meskipun kekuatannya kecil. Tetapi kondisi morfologi memperlihatkan adanya

tektonik aktif pada perbukitan segitiga yang diduga merupakan jalur patahannya

dengan gawir sesar berupa triangular facet. Sehingga jika gawir ini merupakan

jalur patahan aktif maka daerah kajian bagian tengah sampai selatan merupakan

daerah yang rawan aktivitas gempa bumi dan gerakan tanah.

Rekomendasi

Hasil analisis spasial memperlihatkan bahwa di daerah kajian sebagian

besar merupakan daerah rawan longsor/erosi sedang hingga tinggi, apalagi pada

alur patahan aktif, maka daerah yang dilalui jalur ini sebaiknya mendapat

perhatian yang khusus dalam pengembangan wilayahnya dan disarankan pada

masyarakat disarankan tidak bermukim pada zona merah (zona erosi sangat

tinggi).

20

DAFTAR PUSTAKA

Ambar, Supriyo. 1986. Aspek Vegetasi dan Tataguna Lahan dalam Proses Erosi

di Daerah Tampung Waduk Jatiluhur Jawa Barat. Bandung: Disertasi,

Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. 301 h.

Anthoni, J. Floor. 2000. Soil: erosion and conservation. Melalui

<www.seafriends.org.nz/enviro/soil/erosion.htm> [02/01/2006].

Aronoff, Stan. 1989. Geographic Information Systems: A Management

Perspective. Ottawa: WDL Publications. 294 p.

Bouyoucos, G.J. 1935. The Clay Ratio as a Criterion of Susceptibility of Soil to

Erosion. Journal of The American Society of Agronomy 27: 738-741.

El-Swaify, S. A., Dangler, E. W. & Armstrong, C. L. 1982. Soil Erosion by Water

in the Tropics. Honolulu: Department of Agronomy and Soil Science,

University of Hawai.

Edi Hidayat, Puguh Dwi Raharjo 2009, Penggunaan Data SRTM untuk Analisis

Geomorfologi Tektonik Sesar Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,

Prosiding Simposium Sains Geoinformasi - I : Meningkatkan Peran dan

Kualitas Data Spasial untuk Melayani Masyarakat, PUSPICS Fakultas

Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 17-18 November 2009.

ISBN 978-979-98521-3-7.

ESRI, 1994, Arc/Info Data Management : Concept, Data Models, Databasae

design, and Storage,USA: Environmental System Research Institute, Inc.

Haryanto, Edi Tri. 1994. Erosion Mapping and Monitoring Using Remote Sensing

and GIS Techniques. Enschede: Master of Science in Applied

Geomorphology and Engineering Geology, ITC.

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No : 1452 K/10/MEM/2000

Tentang Pedoman Teknis Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah.

Koesmono, M. Kusnama, Suwarna, N. 1993. Peta Geologi Lembar

Sindangbarang dan Bandarwaru Sekala 1 : 100.000. Bandung : Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Sabins, Floyd F. 1986. Remote Sensing: Principles and Interpretation. New York:

W.H. Freeman and Company, 2nd Edition. 449 p.

Sjafrudin, Achmad. 2003. Erosion and Aquatic Weeds Problems in The Saguling

Dam West Java. Mathematica et Natura Acta, Vol. 2, No. 3: 22-38.

Sugalang, 2011. Bahaya Gerakan Tanah di Indonesia (Kasus Jabar). Bandung :

Puslitbang Geologi.

Sutedjo, Mul Mulyani dan Kartasapoetra, A.G. 1987. Pengantar IlmuTanah,

Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Jakarta: PT. Bina Aksara. 152 h.

1

LAMPIRAN

HASIL PERHITUNGAN BESARAN EROSI DENGAN MENGGUNAKAN METODA USLE

ID ERODIBILITAS TANAH (K)

INDEKS TOPOGRAFI (LS)

INDEKS EROSIVITAS HUJAN (IE30) INDEKS CP POTENSI KERAWANAN EROSI ( USLE )

Simbol Nm_Batuan USCS K SLOPE LS RATA2-CURAH

HUJAN/TH IE30 LAND_USE CP

EROSI (Ton/Ha/Th)

KLS_EROSI TK_EROSI

1 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Loam Lempungan 0,040 35-50% 7,500 3500 2991,011 Belukar/Semak 0,300 269,1910 IV Tinggi Erosi

2 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Loam Lempungan 0,040 35-50% 7,500 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 35,8921 II Rendah Erosi

3 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Loam Lempungan 0,040 >50% 12,000 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 57,4274 III Sedang Erosi

4 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Loam Lempungan 0,040 >50% 12,000 3500 2991,011 Belukar/Semak 0,300 430,7056 IV Tinggi Erosi

5 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Loam Lempungan 0,040 >50% 12,000 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 57,4274 III Sedang Erosi

6 Qvpb_1 Lava dan lahar G. Powek Loam Lempungan 0,040 0-5% 0,250 3500 2991,011 Belukar/Semak 0,300 8,9730 I Sangat Rendah Erosi

7 Danau Danau/Air Lempung 0,020 35-50% 7,500 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 17,9461 I Sangat Rendah Erosi

8 Danau Danau/Air Lempung 0,020 >50% 12,000 3500 2991,011 Gedung 0,600 430,7056 IV Tinggi Erosi

9 Danau Danau/Air Lempung 0,020 >50% 12,000 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 28,7137 II Rendah Erosi

10 Danau Danau/Air Lempung 0,020 0-5% 0,250 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 0,5982 I Sangat Rendah Erosi

11 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3500 2991,011 Belukar/Semak 0,300 4710,8423 V Sangat Tinggi Erosi

12 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 628,1123 IV Tinggi Erosi

13 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3500 2991,011 Pemukiman 0,600 9421,6847 V Sangat Tinggi Erosi

14 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3500 2991,011 Tegalan/Ladang 0,750 11777,1058 V Sangat Tinggi Erosi

15 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3400 2897,983 Belukar/Semak 0,300 4564,3232 V Sangat Tinggi Erosi

16 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 35-50% 7,500 3400 2897,983 Kebun/Perkebunan 0,040 608,5764 IV Tinggi Erosi

17 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 5-15% 1,200 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 100,4980 III Sedang Erosi

2

18 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 5-15% 1,200 3500 2991,011 Pemukiman 0,600 1507,4695 V Sangat Tinggi Erosi

19 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 5-15% 1,200 3500 2991,011 Tegalan/Ladang 0,750 1884,3369 V Sangat Tinggi Erosi

20 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 5-15% 1,200 3400 2897,983 Kebun/Perkebunan 0,040 97,3722 III Sedang Erosi

21 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 15-35% 4,250 3400 2897,983 Belukar/Semak 0,300 2586,4498 V Sangat Tinggi Erosi

22 Qvpl_3 Lahar G. Patuha Pasir 0,700 15-35% 4,250 3400 2897,983 Kebun/Perkebunan 0,040 344,8600 IV Tinggi Erosi

23 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Hutan 0,030 683,5933 IV Tinggi Erosi

24 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Kebun/Perkebunan 0,040 911,4578 IV Tinggi Erosi

25 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3300 2805,201 Hutan 0,030 706,9107 IV Tinggi Erosi

26 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3300 2805,201 Kebun/Perkebunan 0,040 942,5475 IV Tinggi Erosi

27 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 15-35% 4,250 3300 2805,201 Hutan 0,030 250,3642 IV Tinggi Erosi

28 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 15-35% 4,250 3300 2805,201 Kebun/Perkebunan 0,040 333,8189 IV Tinggi Erosi

29 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 15-35% 4,250 3300 2805,201 Tegalan/Ladang 0,750 6259,1047 V Sangat Tinggi Erosi

30 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Hutan 0,030 637,1571 IV Tinggi Erosi

31 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Kebun/Perkebunan 0,040 849,5427 IV Tinggi Erosi

32 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Hutan 0,030 614,0421 IV Tinggi Erosi

33 Qlkd ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFAT TUFAAN Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Kebun/Perkebunan 0,040 818,7228 IV Tinggi Erosi

34 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 35-50% 7,500 2900 2436,675 Kebun/Perkebunan 0,040 511,7018 IV Tinggi Erosi

35 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 35-50% 7,500 2900 2436,675 Pemukiman 0,600 7675,5263 V Sangat Tinggi Erosi

36 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 35-50% 7,500 2900 2436,675 Sawah Tadah Hujan 0,050 639,6272 IV Tinggi Erosi

37 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Hutan 0,030 233,8710 III Sedang Erosi

38 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Kebun/Perkebunan 0,040 311,8280 IV Tinggi Erosi

39 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Pemukiman 0,600 4677,4194 V Sangat Tinggi Erosi

3

40 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Tegalan/Ladang 0,750 5846,7742 V Sangat Tinggi Erosi

41 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Sawah Tadah Hujan 0,050 389,7849 IV Tinggi Erosi

42 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3200 2712,672 Hutan 0,030 242,1060 III Sedang Erosi

43 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2900 2436,675 Hutan 0,030 217,4732 III Sedang Erosi

44 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2900 2436,675 Kebun/Perkebunan 0,040 289,9643 IV Tinggi Erosi

45 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2900 2436,675 Pemukiman 0,600 4349,4649 V Sangat Tinggi Erosi

46 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2900 2436,675 Sawah Tadah Hujan 0,050 362,4554 IV Tinggi Erosi

47 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2800 2345,234 Hutan 0,030 209,3121 III Sedang Erosi

48 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2800 2345,234 Kebun/Perkebunan 0,040 279,0828 IV Tinggi Erosi

49 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2800 2345,234 Pemukiman 0,600 4186,2427 V Sangat Tinggi Erosi

50 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 2800 2345,234 Sawah Tadah Hujan 0,050 348,8536 IV Tinggi Erosi

51 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Hutan 0,030 637,1571 IV Tinggi Erosi

52 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Kebun/Perkebunan 0,040 849,5427 IV Tinggi Erosi

53 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Tegalan/Ladang 0,750 15928,9263 V Sangat Tinggi Erosi

54 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3000 2528,401 Sawah Tadah Hujan 0,050 1061,9284 V Sangat Tinggi Erosi

55 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Belukar/Semak 0,300 7537,3477 V Sangat Tinggi Erosi

56 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Gedung 0,600 15074,6954 V Sangat Tinggi Erosi

57 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Hutan 0,030 753,7348 IV Tinggi Erosi

58 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Kebun/Perkebunan 0,040 1004,9797 V Sangat Tinggi Erosi

59 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Pemukiman 0,600 15074,6954 V Sangat Tinggi Erosi

60 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3500 2991,011 Tegalan/Ladang 0,750 18843,3693 V Sangat Tinggi Erosi

61 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Hutan 0,030 614,0421 IV Tinggi Erosi

62 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Kebun/Perkebunan 0,040 818,7228 IV Tinggi Erosi

63 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Pemukiman 0,600 12280,8420 V Sangat Tinggi Erosi

4

64 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Tegalan/Ladang 0,750 15351,0525 V Sangat Tinggi Erosi

65 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2900 2436,675 Sawah Tadah Hujan 0,050 1023,4035 V Sangat Tinggi Erosi

66 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2800 2345,234 Kebun/Perkebunan 0,040 787,9986 IV Tinggi Erosi

67 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2800 2345,234 Pemukiman 0,600 11819,9794 V Sangat Tinggi Erosi

68 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2800 2345,234 Tegalan/Ladang 0,750 14774,9742 V Sangat Tinggi Erosi

69 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 2800 2345,234 Sawah Tadah Hujan 0,050 984,9983 IV Tinggi Erosi

70 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3100 2620,403 Hutan 0,030 660,3416 IV Tinggi Erosi

71 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3100 2620,403 Kebun/Perkebunan 0,040 880,4554 IV Tinggi Erosi

72 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3100 2620,403 Pemukiman 0,600 13206,8311 V Sangat Tinggi Erosi

73 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3100 2620,403 Tegalan/Ladang 0,750 16508,5389 V Sangat Tinggi Erosi

74 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3100 2620,403 Sawah Tadah Hujan 0,050 1100,5693 V Sangat Tinggi Erosi

75 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Belukar/Semak 0,300 6835,9334 V Sangat Tinggi Erosi

76 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Hutan 0,030 683,5933 IV Tinggi Erosi

77 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Kebun/Perkebunan 0,040 911,4578 IV Tinggi Erosi

78 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3200 2712,672 Tegalan/Ladang 0,750 17089,8336 V Sangat Tinggi Erosi

79 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3300 2805,201 Belukar/Semak 0,300 7069,1065 V Sangat Tinggi Erosi

80 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3300 2805,201 Hutan 0,030 706,9107 IV Tinggi Erosi

81 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3300 2805,201 Kebun/Perkebunan 0,040 942,5475 IV Tinggi Erosi

82 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3400 2897,983 Belukar/Semak 0,300 7302,9172 V Sangat Tinggi Erosi

83 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3400 2897,983 Hutan 0,030 730,2917 IV Tinggi Erosi

84 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3400 2897,983 Kebun/Perkebunan 0,040 973,7223 IV Tinggi Erosi

85 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 >50% 12,000 3400 2897,983 Tegalan/Ladang 0,750 18257,2929 V Sangat Tinggi Erosi

86 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3100 2620,403 Hutan 0,030 233,8710 III Sedang Erosi

87 Qlk_1 Lahar dan Lava G. Kendeng Pasir 0,700 15-35% 4,250 3200 2712,672 Hutan 0,030 242,1060 III Sedang Erosi

5

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...

3934 Ql ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFATA TUFAAN

Loam Lempungan 0,040 5-15% 1,200 1900 1536,828 Sawah Irigasi 0,050 3,6884 I Sangat Rendah Erosi

3935 Ql ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFATA TUFAAN

Loam Lempungan 0,040 5-15% 1,200 1900 1536,828 Air Tawar 0,050 3,6884 I Sangat Rendah Erosi

3936 Ql ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFATA TUFAAN

Loam Lempungan 0,040 5-15% 1,200 1900 1536,828 Sawah Irigasi 0,050 3,6884 I Sangat Rendah Erosi

3937 Ql ENDAPAN-ENDAPAN DANAU BERSIFATA TUFAAN

Loam Lempungan 0,040 5-15% 1,200 1900 1536,828 Air Tawar 0,050 3,6884 I Sangat Rendah Erosi

Catatan :

Keseluruhan data hasil perhitungan besaran erosi tiap zona potensi erosi/longsor pada tabel di atas baik hardcopy maupun

softcopy selengkapnya ada pada dokumen penulis.