penerapan konsep maslahah mursalah dalam...

114
PENERAPAN KONSEP MAS LAH AH MURSALAH DALAM WAKAF (TINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO.41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF) Skripsi Di ajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh : Hadiratush Sholihah NIM: 105043101274 K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N M A Z H A B F I Q I H PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

Upload: vuongdung

Post on 07-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

PENERAPAN KONSEP MASLAH AH MURSALAH DALAM WAKAF

(TINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO.41 TAHUN 2004

TENTANG WAKAF)

Skripsi

Di ajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

Hadiratush Sholihah NIM: 105043101274

K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N M A Z H A B F I Q I H

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M

Page 2: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM

WAKAF (TINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004

TENTANG WAKAF) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Maret 2010.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah

(S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum Konsentrasi Perbandingan

Mazhab Fiqih.

Jakarta, 15 Maret 2010

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.

NIP.195505051982031012

PANITIA UJIAN

1. Ketua :Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA . (........................)

NIP. 195703120985031003

2. Sekretaris :Dr. H. Muhammad Taufiki, M. Ag. (........................)

NIP. 196511191998031002

3. Pembimbing I :Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, M. Ag. (........................)

Page 3: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

NIP. 195003061976031001

4. Pembimbing II :Drs. H. Hamid Farihi, MA. (........................)

NIP. 195811191986031001

5. Penguji I :Dr. H. Fuad Thohari, M. Ag. (........................)

NIP. 197003232000031001

6. Penguji II :Nahrowi, SH, MH. (........................)

NIP. 197302151999031002

Page 4: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang
Page 5: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang
Page 6: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang
Page 7: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 1 Maret 2010

Hadiratush Sholihah

Page 8: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang setinggi-tingginya penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang

Maha kuasa, Zat yang menjadi sandaran vertikal bagi setiap insan yang

mengharapkan ridlo-Nya.

Shalawat teriring salam senantiasa tercurah keharibaan rasul-Nya tercinta,

Muhammad saw, sosok manusia paripurna yang menjadi standar moral bagi manusia

dalam mengarungi bahtera kehidupannya.

Setelah sekian lama penulis berusaha menyelesaikan penulisan skripsi ini,

hanya syukur yang dapat penulis untaikan melalui tulisan ini, karena atas hidayah dan

inayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada

waktunya. Ini berarti sebagian dari syarat-syarat dan tugas untuk mencapai gelar

sarjana pada jurusan Perbandingan Mazhab Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat terpenuhi.

Sehubungan dengan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-

dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Drs. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM. Selaku Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, M. Ag dan Bapak Drs. H. Hamid Farihi, Ma.,

selaku Dosen pembimbing skripsi, yang telah memberikan pengarahan, petunjuk,

Page 9: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

serta bimbingan dalam menyelesaiikan penulisan skripsi ini dengan penuh

kesabaran.

3. Bapak Dr. H. Ahmad Mukri Aji, Ma dan bapak Dr. H . Muhammad Taufiki, M.

Ag., selaku ketua dan sekretaris jurusan Perbandingan Mazhab Hukum, yang

sangat membantu penulis dalam menyelesaikan persoalan akademik dan

administrasi di Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Seluruh staf Dosen Fakultas Syariah dan hukum yang telah mendidik dan

membimbing penulis dalam menuntut ilmu selama menjadi mahasiswi dikampus

tercinta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh staf perpustakaan Utama, dan staf perpustakaan Syariah yang telah

membantu penulis dalam melayani peminjaman buku-buku, sehingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua Orang Tua saya, Bapak H. Muhammad Nalim dan Ibu Hj. Sarwati yang

telah mendidik dan membesarkan sang putri, dan juga tidak pernah lelah

membantu memberikan motivasi dan juga do’anya sehingga saya dapat

menyelesaikan skripsi ini.

7.

Page 10: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 10

D. Metode Penelitian ........................................................................ 11

E. Review Studi Terdahulu .............................................................. 13

F. Sistematika Penelitian ................................................................. 15

BAB II MASLAHAH MURSALAH ............................................................. 17

A. Pengertian Maslahah Mursalah dan Dasar Hukumnya ............... 15

B. Macam-Macam Maslahah ........................................................... 26

C. Syarat Berhujjah dengan Maslahah Mursalah ............................. 32

D. Metode Analisa Maslahah Mursalah ........................................... 36

E. Objek dan Contoh Penggunaan Maslahah Mursalah ................... 40

BAB III WAKAF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ....................... 45

A. Pengertian dan Dasar Hukum Wakaf .......................................... 45

B. Rukun dan Syarat Wakaf ............................................................. 52

Page 11: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

v

C. Macam-Macam, Fungsi dan Tujuan Wakaf ................................ 57

D. Sejarah Singkat Lahirnya Undang-Undang Wakaf No.41

Tahun 2004 tentang Wakaf ......................................................... 61

BAB IV KANDUNGAN MASLAHAH MURSALAH ................................ 67

A. Orientasi Maslahah ...................................................................... 67

B. Maslahah Mursalah dalam Undang-Undang Wakaf No. 41

Tahun 2004 tentang Wakaf ......................................................... 68

C. Analisis Penulis .......................................................................... 86

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 93

A. Kesimpulan .................................................................................. 93

B. Saran ............................................................................................ 94

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 97

Page 12: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Komitmen bangsa dan negara Indonesia dalam membina hukum nasional

yang menjadi bagian garapan pembangunannya menempatkan hukum Islam

memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu bahan pokok yang sangat

diperlukan dalam membina hukum Nasional.

Hukum Islam sejak kedatangannya di bumi nusantara Indonesia hingga saat

ini tergolong hukum yang hidup (Living Law) dan dinamis di dalam masyarakat

Indonesia,1hukum Islam adalah suatu peraturan (syariat) yang diturunkan Allah

SWT untuk kemaslahatan umat manusia agar dapat hidup tenang, damai, tentram

dan bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Allah SWT dengan rahmat-Nya

tidak meninggalkan manusia dalam kegelapan. Dia mengutus para Rasul-Nya di

berbagai bangsa dan sepanjang waktu untuk menjelaskan dan menunjukan kepada

umat jalan yang ma’ruf dan jalan yang mungkar, yang benar dan yang salah.

Semua ajaran secara bertahap dibawa oleh para Rasul-Nya saling memperkuat

hingga ajaran terakhir yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

Ajaran-ajaran tersebut berupa aturan dan ketentuan yang akan dipedomani dan

diamalkan oleh manusia dalam mencari kebahagiaan. Ajaran itulah yang akan

1Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara Kritik atas Politik Hukum Islam di

Indonesia, (Yogyakarta ,LkiS,2001), h.81.

Page 13: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

2

membimbing manusia kejalan yang benar menuju kepuasan hakiki yang diridhai

oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua upaya dan cara untuk mencapai kepuasan itu

adalah maslahah, mempertahankan, memelihara dan meningkatkan mutunya juga

merupakan maslahah. Oleh karena itu, ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad

saw yang berupa syariat Islam adalah agama yang berorientasi pada

kemaslahatan.2

Kesempurnaan dan kelengkapan yang mendapat restu ilahi itu adalah

termasuk hukum yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari agama secara

keseluruhan. Sungguhpun demikian manusia dengan segala kondisinya senantiasa

berubah seiring dengan perkembangan zaman yang terjadi. Dalam hal seperti ini

ajaran Islam termasuk aspek hukum di dalamnya, tentunya mampu merespons

segala perubahan yang terjadi, karena kesempurnaan agama Islam yang ditegaskan

dalam al-Qur’an menjadikan ajaran Islam dan segala aspeknya selalu sesuai

dengan kondisi zaman dan tempat dimana umat manusia berada. Begitu pula

sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun”Hal ihwal umat manusia, adat

kebiasaan dan peradabannya tidaklah pada suatu gerak dan kekuatan yang tetap,

melainkan berubah dan berbeda-beda sesuai dengan perubahan zaman dan

keadaan”.3

2Siti Musrifah, “Konsep Maslahah mursalah dalam Dunia Bisnis dengan Sistem Franchise:

Waralaba”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h.2.

3Sobhi Mahmasani, alih bahasa Ahmad Sudjono, Filsafat Hukum dalam Islam, (Bandung: PT

Al-Ma’arif, 1976), h.214.

Page 14: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

3

Sebagaimana kita ketahui, bahwa pada dasarnya hukum Islam itu hanya

bersumber dari al-Qur’an dan Hadits. Namun, setelah Islam semakin berkembang,

maka timbullah berbagai macam istilah-istilah dalam penggalian hukum Islam

(metode istinbath) yang dimunculkan oleh para mujtahid, sehingga dikenallah

istilah sebagai hukum primer dan hukum sekunder. Hukum primer yaitu hukum-

hukum yang telah disepakati oleh jumhur ulama (al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan

Qiyâs), dan sumber hukum sekunder, yaitu sumber-sumber hukum yang masih

diperselisihkan pemakaiannya dalam menetapkan hukum Islam oleh para ulama

(al-Istihsân, al-Maslahah al-Mursalah, al-Urf, al-Istishâb, Madzâhib Sahâbi, dan

al-Syar’u man qablanâ).4

Salah satu dari sumber hukum sekunder dalam Islam akan dibahas secara

lebih detail, yaitu maslahah mursalah. Secara umum maslahah mursalah adalah

hukum yang ditetapkan karena tuntutan maslahat yang tidak didukung maupun

diabaikan oleh dalil khusus, tetapi masih sesuai dengan Maqâsid al-Syarî’ah al-

‘Ammah (tujuan umum hukum Islam)5

Maslahah mursalah merupakan jalan yang ditempuh hukum Islam untuk

menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang tidak

ada nashnya. Disamping itu maslahah mursalah juga menjadi jalan dalam

menetapkan aturan yang harus ada dalam perjalanan hidup umat manusia agar

4Wahidul Kahar, “Efektifitas Mashlahah Mursalah dalam Penetapan Hukum Syara’”, (Tesis

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2003), h.5. 5Ibid., h. 5-6.

Page 15: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

4

sesuai dengan Maqâsid al-Syarî’ah al-‘Ammah, dalam rangka menarik

kemaslahatan, menolak kemafsadatan dan menegakkan, kehidupan sesempurna

mungkin.6 Konsep maslahah mursalah tidak hanya terbatas pada masalah ibadah

tetapi juga masalah muamalah. Dan kali ini penulis berusaha menyoroti konsep

maslahah mursalah dari sisi muamalah, dalam hal ini lebih ditekankan pada

kegiatan perwakafan khususnya mengenai Undang-Undang No. 41 tahun 2004

tentang Wakaf.

Dalam sejarah Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat

Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia. sebagai suatu lembaga Islam, wakaf

telah menjadi salah satu penunjang perkembangan masyarakat Islam dan juga

merupakan sarana dan modal yang amat penting dalam memajukan perkembangan

agama.7

Di Indonesia, legalisasi wakaf mengalami perkembangan cukup penting,

perwakafan pernah diatur dalam Undang-Undang No.5 tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dimana negara secara resmi menyatakan

perlindungan terhadap harta wakaf. Dalam pasal 49 ayat 3 dikatakan bahwa

perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur menurut peraturan pemerintah yakni

Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah, lalu terbitnya

Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

6Musthafa Ahmad al-Dzarqa, Hukum Islam dan Perubahan Sosial, Alih Bahasa: Ade Dedi Rohaya, ( Jakarta: Riora Cipta, 2000), h. 33

7Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia,(Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006) h. 1

Page 16: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

5

Peraturan ini tergolong sebagai peraturan yang pertama yang memuat unsur-unsur

subtansi dan teknis perwakafan, kemudian hadirnya intruksi presiden No. 1 tahun

1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, aturan ini membawa beberapa

pembaharuan dalam pengelolaan wakaf, pembaharuan ini pada dasarnya

merupakan elaborasi dan prinsip pembaharuan yang terdapat pada Peraturan

Pemerintah (PP) No. 28 tahun 1977 tentang Perwakafan tanah miik.

Perkembangan terakhir adalah dengan disahkanya Undang-Undang No. 41 tahun

2004 tentang Wakaf pada tanggal 20 Oktober 2004 serta Peraturan Pemerintah

tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Hal ini

mengindikasikan bahwa pemerintah Indonesia menaruh perhatian serius terhadap

lembaga wakaf serta mensiratkan kesungguhan pemerintah untuk memperkokoh

lembaga hukum Islam menjadi hukum nasional dalam bentuk transformasi

hukum.8

Lahirnya Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf ini mungkin

terkait dengan motif politik, ekonomi, dan tertib hukum sekaligus. Selain

bermaksud untuk mengakomodasi kepentingan sosial-religius umat Islam,

pemerintah menyadari bahwa berkembangnya lembaga wakaf dapat meningkatkan

kesejahteraan sosial masyarakat Islam. Karenanya, tidaklah mengherankan

pemerintah, diwakili oleh Departemen Agama, memainkan peranan yang

8 Tuti A. Najib, Ridwaan al-Makassary, Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan: Studi

tentang Wakaf dalam Perpektif Keadilan Sosial di Indonesia, Jakarta, Center for the Study of religion and Culture (CSRC), 2006, Cet. Pertama, h. 86-89

Page 17: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

6

signifikan dalam memfasilitasi lahirnya Undang-Undang No. 41 tahun 2004

tentang Wakaf.9

Keterlibatan pemerintah untuk mengatur masalah perwakafan merupakan atas

dasar kepentingan kemaslahatan (al-Maslahah al-Mursalah). Karena hal tersebut

sudah menyangkut kepentingan umum (masyarakat banyak) jika tidak akan

menimbulkan ketidaktertiban, sesuai kaidah fiqhiyah “Pemerintah berkewajiban

mengatur kepentingan masyarakat berdasarkan kemaslahatan.”10

Sebagai hukum Islam yang bercorak khas Indonesia, sudah tentu kaidah

hukum maupun pola pikir yang mendasari Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun

2004 tentang Wakaf akan menunjukan beberapa perbedaan dengan hukum Islam

yang diberlakukan di negara-negara lain, sekalipun sifat dasar dan subtansi

hukumnya tetap sama bersumber pada al-Qur’an dan sunnah. karena pada

dasarnya fleksibelitas ajaran Islam terletak pada nilai-nilai dasar dan prinsip-

prinsip umum yang terkandung dalam sumber ajarannya. Begitu pula sebagaimana

yang dijelaskan oleh Abdul Wahab Khalaf dalam usul fiqhnya bahwa nash telah

mensyariatkan hukum terhadap berbagai macam undang-undang, baik mengenai

perdata, pidana, ekonomi, dan undang-undang dasar telah sempurna dengan

adanya nash-nash yang menetapkan prinsip-prinsip umum dan qanun-qanun

tasyrik yang kullî yang tidak terbatas terhadap suatu cabang undang-undang, al-

9 Ibid., h. 84 10Abdul Salam, Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, artikel diakses pada 20 Desember 2009

dari http://www.pkesinteraktif.com/content/view/2330/36/lang,ar/.

Page 18: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

7

Qur’an membatasi diri untuk menerangkan dasar-dasar yang menjadi sendi bagi

tiap-tiap undang-undang agar membuahkan hukum.11

Keluesan dan keelastisan hukum nash-nash al-Qur’an itu merupakan koleksi

membentuk undang-undang yang terdiri dari dasar-dasar dan prinsip-prinsip

umum yang membantu ahli undang-undang dalam usaha mewujudkan keadilan

dan kemaslahatan umat disetiap masa dan tidak bertentangan dengan setiap

undang-undang yang adil yaitu mewujudkan kemaslahatan masyarakat.12

Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan itu pada dasarnya

dilandasi oleh asas kemaslahatan, begitu halnya Undang-Undang No.41 tahun

2004 tentang Wakaf juga dilandasi oleh kemaslahatan yang sesuai dengan sosio

kultural umat Islam Indonesia. dengan demikian materi hukum yang ada dalam

Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf mengandung hal-hal

yang dianggap “ketentuan baru” yang tidak didapat dalam rumusan para ulama

fiqh terdahulu, dengan kata lain banyak dimasuki unsur siyasah syar’iyah yang

dalam kajian ushul fiqh didasarkan kepada maslahah mursalah.

Pada dasarnya peraturan-peraturan mengenai wakaf sudah cukup berkembang.

Namun dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf terdapat

berbagai macam aturan yang tidak didapati dalam Peraturan Pemerintah No. 28

tahun 1977 dan Instruksi Presiden No. 1 tahun 1999 Buku III sehingga dalam

11Muchlis Usman, Kaidah-kaidah Istinbath Hukum Islam (kaidah-kaidah ushuliyyah dan

fiqhiyyah ). (Jakarta: Pt Raja Grapindo Persada, 1996), h.103. 12Ibid., h.104.

Page 19: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

8

Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf terdapat banyak paradigma

baru wakaf agar praktek wakaf semakin berkembang, oleh karenanya perlulah

dilakukan peninjauan dalam hal tersebut.

Mengingat hal di atas, perlulah kiranya tinjauan secara khusus terhadap

materi-materi dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf yang

aplikasinya didasarkan atas maslahat berdasarkan kaidah-kaidah hukum Islam.

Sebagaimana telah diketahui, bahwa tujuan utama pensyariatan ajaran-ajaran yang

dibawa oleh Nabi Muhammad saw, adalah demi kemaslahatan umat manusia itu

sendiri, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Anbiyaa’ (21):107

نيلمة للعمحإال ر كلنسآ أرم٢١:١٠۷/األنبياء(و(

Artinya :” Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat

bagi semesta alam”

Dengan latar belakang permasalahan ini, penulis merasa tertarik dan perlu

membahas secara spesifik tentang bagaimana penerapan konsep maslahah

mursalah yang terdapat dalam materi Undang-undang Wakaf yakni Undang-

Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Atas dasar itu, penulis menyusun

skripsi ini dengan judul : “Penerapan Konsep Maslahah Mursalah dalam Wakaf

(Tinjauan Terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf”).

Page 20: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

9

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan Skripsi ini berdasarkan latar belakang masalah

diatas, penulis membatasi permasalahan hanya pada penerapan konsep

maslahah mursalah dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang

Wakaf. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan tidak keluar dari pokok

pembahasan, disamping karena terbatasnya wawasan dan pengetahuan penulis

sendiri.

2. Perumusan Masalah

Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang Wakaf yang dilandasi oleh

kemaslahatan mengandung hal-hal yang dianggap “ketentuan baru” yang tidak

didapat dalam rumusan para ulama fiqh terdahulu, dengan kata lain banyak

dimasuki unsur siyâsah syar’iyah yang dalam kajian ushul fiqh didasarkan

kepada maslahah mursalah. Dengan demikian perlu kiranya peninjauan

bagaimana penerapan konsep maslahah mursalah dalam Undang-Undang No.

41 tahun 2004 tentang Wakaf.

Untuk mempermudah dalam penulisan skripsi ini, penulis menentukan

rumusan permasalahan sebagai berikut :

a. Apa yang dimaksud dengan konsep maslahah mursalah dan bagaimana

kedudukannya dalam syariat Islam

b. Bagaimana penerapan konsep maslahah mursalah dalam Undang-Undang

No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf

Page 21: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

10

c. Bagaimana implementasi Maslahah Mursalah dalam pasal-pasal Undang-

Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ilmiah bertujuan untuk menemukan,

mengembangkan dan menguji kebenaran suatu objek penelitian. Menemukan

berarti mendapatkan dan melahirkan suatu hal baru yang sebelumnya tidak ada,

mengembangkan berarti memperluas atau mngkaji lebih dalam yang sudah ada

sedangkan menguji kebenaran dilakukan jika terdapat keraguan terhadap apa

yang sudah ada sebelumnya. Oleh karenanya, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konsep maslahah mursalah dan

bagaimana kedudukan dalam syariat Islam.

2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan konsep maslahah mursalah dalam

Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf

3. Mencoba memberikan dukungan normatif atas implementasi maslahah

mursalah dalam pasal-pasal Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang

Wakaf

Adapun manfaat dari penelitian ini bagi penulis secara umum adalah

menyumbangkan pemikiran berupa gagasan buah pikir sebagai hasil kegiatan

penelitian berdasarkan prosedur, ilmiah serta melatih kepekaan penulis sebagai

mahasiswa terhadap masalah-masalah yang berkembang dilingkungan sekitar,

sedangkan lebih khusus lagi pentingnya melakukan penelitian ini adalah untuk:

Page 22: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

11

1. Kegunaan teoritis, dapat menambah khazanah keilmuan di bidang hukum

perdata khususnya dalam lingkup perwakafan. Memberi informasi lebih

tentang maslahah mursalah dalam ushul fiqh yang dapat menjadi hujjah

dalam penyelesaian masalah-masalah mua’malah khususnya masalah wakaf.

2. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan

pelajar, mahasiswa, akademis lainnya dan terutama para pelaku yang terkait

dengan penelitian ini.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis Penelitian yang penulis gunakan adalah Penelitian

kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan yaitu mencari data-data yang diperoleh dari

literatur-literatur dan referensi yang berhubungan dengan judul Skripsi diatas.

Referensi diambil dari al-Qur’an dan Hadits, juga kitab-kitab Fiqh klasik dan

kontemporer yang berkaitan dengan materi Penelitian, kemudian buku-buku

ushul fiqh baik yang langsung maupun tidak langsung membahas mengenai

maslahah mursalah, dan buku-buku yang berkaitan dengan Wakaf, Undang-

Undang diantaranya Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf,

Peraturan Perundang-undangan dan peraturan pemerintah mengenai Wakaf,

serta bahan-bahan lainnya yang dapat mendukung judul skripsi ini.

Page 23: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

12

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penyusunan Penelitian, Penulis menggunakan Metode

Normatif yaitu pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan informasi

yang berbentuk sebuah peraturan-peraturan atau undang-undang, buku-buku

yang berkaitan dengan judul Penelitian, serta dokumen-dokumen yang penulis

anggap penting sebagai landasan penulisan Penelitian.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang penulis gunakan terdiri dari dua

sumber yakni:

a) Sumber Primer, yaitu berupa dokumen-dokumen, buku-buku yang

menyangkut mengenai Maslahah Mursalah, Wakaf serta Undang-undang

No. 41 tahun 2004.

b) Sumber Sekunder, yakni memberikan penjelasan dan menguatkan data

primer yang mencakup karya tulis berupa Makalah, Koran, Majalah, dan

lain-lain dengan mengambil materi yang relevan dengan pembahasan

Skripsi ini.

4. Tekhnik Pengolahan Data

Dalam Penelitian yang menggunakan Metode Library Research ini

dalam pengolahan data digunakan Metode Kualitatif, yakni dengan cara

pengumpulan data sebanyak-banyaknya kemudian diolah menjadi

satukesatuan data untuk mendeskripsikan permasalahan yang akan dibahas

dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan lalu di

Page 24: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

13

komparasikan. Yaitu berupa dokumen-dokumen, buku-buku ushul fiqh yang

membahas mengenai Maslahah mursalah, wakaf, serta Undang-undang wakaf

yaitu Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang Wakaf serta peraturan

perundang-undangan dan peraturan pemerintah mengenai wakaf.

5. Tehnik Analisa Data

Metode Analisis data dalam Skripsi ini adalah Kualitatif Normatif,

yakni pengumpulan data dari berbagai dokumen-dokumen, buku-buku yang

berkaitan dengan permasalahan dalam Skripsi ini.

Selain itu dalam penulisan Skripsi ini, penulis juga menggunakan

Metode Analisis Induktif, yaitu dengan cara menganalisa data yang bertitik

tolak dari data yang bersifat khusus kemudian ditarik pada kesimpulan umum.

6. Penulisan Skripsi

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman

penulisan Skripsi tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Review Studi Terdahulu

Dalam kajian ini penulis, membahas tentang konsep maslahah secara umum,

secara lebih spesifik membahas kandungan maslahah mursalah serta aplikasinya

di dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini khususnya Peraturan

Perundang-undangan No.41 tahun 2004 tentang Wakaf yang akan dibahas dalam

kajian ini.

Page 25: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

14

Dalam Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang Wakaf ini banyak

didapati paradigma baru dalam praktik wakaf yang tidak ada dalam aturan fiqh

terdahulu, sehingga dengan kata lain Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang

Wakaf ini banyak dimasuki unsur siyasah syar’iyah yang dalam kajian ushul fiqh

didasarkan kepada maslahah mursalah

Sepanjang pengetahuan penulis topik penelitian yang sama dengan topik

yang penulis teliti baik dalam katalog perpustakaan utama ataupun perpustakaan

fakultas syariah dan hukum, belum pernah diteliti oleh peneliti lainnya, namun ada

beberapa judul tesis dan skripsi yang mendekati permasalahan bahasan penulis.

Diantaranya adalah tesis wahidul kahhar (UIN Syarif Hidayatullah. 2003),

dengan judul “Efektifitas al-Mashlahah al-Mursalah dalam Penetapan Hukum

Syara’”. Skripsi Didin Najmudin (UIN Syarif Hidayatullah. Fakultas Syariah dan

Hukum tahun 2000 SJAS), dengan judul “Tinjauan Kaidah Fiqhiyyah Tentang

Konsep Maslahat dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia”

Selain itu penulis juga meriview kajian tentang wakaf, yaitu skripsi dari

Fikri Amin Hulaifi (UIN Syarif Hidayatullah. Fakultas Sayriah dan Hukum tahun

2009 SJAS), dengan judul “ Politik Hukum Filantropi Islam di Indonesia Studi

Tentang Paradigma Wakaf Dalam PP No.28 tahun 1977 Tentang Perwakafan

Tanah Milik, KHI,dan UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Dari beberapa judul karya ilmiah tersebut, belum ada yang menjelajahi tema

yang penulis angkat dalam skripsi ini. Yaitu Penerapan Konsep Maslahah

Page 26: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

15

Mursalah dalam Wakaf, Tinjauan terhadap Undang-Undang No. 41 tahun 2004

tentang Wakaf.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi pembahasan materi dalam

bagian-bagian atau bab-bab dan sub-sub bab dengan menguraikan pembahasan

setiap bab secukupnya.

Adapun secara garis besar isi dari setiap bab adalah sebagai berikut.

BAB I : Merupakan bab pendahuluan dari skripsi ini. Dalam pendahuluan ini

penulis menguraikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi

terdahulu serta sistematika dalam penulisan skripsi ini.

BAB II : Merupakan isi dari skripsi ini berisi tentang tinjauan umum mengenai

maslahah mursalah yang meliputi pengertian maslahah mursalah dan dasar

hukumnya, macam-macam maslahah, syarat berhujjah dengan maslahah

mursalah, metode analisa maslahah mursalah serta objek dan contoh penggunaan

maslahah mursalah

BAB III : Merupakan isi dari skripsi ini, berisi tentang sekilas mengenai Wakaf

dan Undang-undang No. 41 tahun 2004 yang meliputi ruang lingkup wakaf yang

berisi pengertian, dasar hukum, rukun, syarat,macam-macam, fungsi dan tujuan

wakaf menurut hukum Islam dan Undang-Undang Wakaf No.41 tahun 2004

tentang Wakaf, sejarah singkat lahirnya Undang-Undang No.41 tahun 2004

tentang Wakaf.

Page 27: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

16

BAB IV : Juga merupakan isi skripsi ini, berisi tentang kandungan maslahah

mursalah, yang meliputi orientasi maslahah, penerapan konsep Maslahah

mursalah yang terdapat di dalam materi pasal-pasal Undang-Undang No.41 tahun

2004 tentang wakaf serta analisis penulis mengenai penerapan konsep maslahah

mursalah dalam Undang-undang Wakaf.

BAB V : Merupakan penutup dari skripsi ini. Dalam bab ini penulis membaginya

dalam dua sub bab, yaitu kesimpulan dan saran

Page 28: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

17

Page 29: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

17

BAB II

MASLAHAH MURSALAH

A. Pengertian Maslahah Mursalah dan Dasar Hukumnya

Untuk memahami maslahah mursalah secara baik, terlebih dahulu perlu

diketahui makna dalam kajian ushul fiqh. Secara etimologis term ”maslahah

mursalah” terdiri atas dua suku kata, yaitu maslahah dan mursalah

Secara etimologi, kata maslahah berasal dari kata ‘salaha’ atau ‘saluha’

yang berarti baik. Kata ini adalah antonim dari kata ‘fasada’ yang berarti rusak.

Dengan demikian kata maslahah adalah kebalikan dari kata mafsadah

(kerusakan).

Kata maslahah itu merupakan bentuk tunggal (mufrad) dari kata masalih.

Pengarang kamus”Lisan al-Arab” menjelaskan pengertian maslahat dari dua

arah, yaitu maslahah yang mempunyai arti ‘al-shalah’ dan maslahah sebagai

bentuk tunggal (mufrad) dari kata ‘al-mashalih’ semuanya mengandung arti

adanya manfaat baik secara asal maupun melalui proses, seperti menghasilkan

kenikmatan dan faedah, ataupun pencegahan dan penjagaan.1

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa maslahah

mempunyai arti “sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah dan guna”

1Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih. (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999), cet. ke-1 h.117.

Page 30: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

18

sedangkan kemaslahatan berarti kegunaan, kebaikan, manfaat kepentingan.2

Dalam arti yang umum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia,

baik dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan dan

ketenangan, atau dalam arti menolak atau menghindarkan seperti menolak

kemudharatan atau kerusakan. Sehingga setiap yang mengandung manfaat patut

disebut maslahah.

Sedangkan kata mursalah merupakan bentuk isim maf’ul dari kata : arsala-

yursilu-irsal yang artinya: ‘adam al-taqyid (tidak terikat); atau yang berarti juga:

al-mutlaqah (bebas atau lepas)3

Kemudian pengertian maslahah secara terminologi, terdapat beberapa

definisi maslahah yang dikemukakan ulama ushul fiqh, tetapi seluruh definisi

tersebut mengandung esensi yang sama. Imam al-Ghazali misalnya,

mengemukakan bahwa pada prinsipnya maslahah adalah “mengambil manfaat

dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’4

Tujuan syara’ yang harus dipelihara tersebut ada lima bentuk, yaitu:

memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Apabila seseorang

melakukan sesuatu perbuatan yang pada intinya untuk memelihara kelima aspek

2Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta:Balai

Pustaka, 1996), cet. ke-2 h.634. 3Ahmad Mukri Aji, Pandangan al-Ghazali Tentang Maslahah Mursalah, Jurnal Ahkam, IV,

08, (Jakarta:2002), h.38. 4Ma’ruf Amin, fatwa dalam sistem hukum islam, (Jakarta:Paramuda Advertising, 2008), cet.

ke-1,h.152.

Page 31: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

19

tujuan syara’ tersebut maka dinamakan maslahah, dan upaya untuk menolak

segala bentuk kemudharatan yang berkaitan dengan kelima aspek tujuan syara’

tersebut juga dinamakan maslahah.5

Dalam kaitan dengan ini, Imam al-Syâthibi mengatakan bahwa kemaslahatan

tidak dibedakan antara kemaslahatan dunia maupun kemaslahatan akhirat, karena

kedua kemaslahatan tersebut apabila bertujuan untuk memelihara kelima tujuan

syara’ termasuk kedalam konsep maslahah. Dengan demikian, menurut al-

Syâthibi, kemaslahatan dunia yang dicapai seorang hamba Allah harus bertujuan

untuk kemaslahatan diakhirat6

Sedangkan definisi maslahah menurut said Ramadhan al-Buthi adalah:

املنفعة التي قصدها الشارع احلكيم لعباده من حفظ دينهم و نفوسهم : املصلحة ٧وعقولهم وتسلهم واموالهم طبق ترتيب فيما بينها

Artinya:”al-maslahah adalah manfaat yang ditetapkan syar’i untuk para hambanya yang meliputi pemeliharaan agama, diri, akal, keturunan&harta mereka sesuai dengan ukuran tertentu diantaranya.”

Dari definisi tersebut, tampak yang menjadi tolak ukur maslahah adalah

tujuan syara’ atau berdasarkan ketetapan syar’i. Inti kemaslahatan yang

5Ibid., h.153. 6Abu Ishak Ibrahim ibn Musa ibn Muhammad al-Syâtibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah,

(t,t:Dar ibn Affan, 1997) cet, ke-1 jilid 2,h. 17-18. Lihat juga Ma’ruf Amin, fatwa dalam sistem hukum Islam, (Jakarta:Paramuda Advertising, 2008),cet. ke-1,h.153.

7Said Ramadhan al-Buthi, Dwabit al-Maslahah Fi al-Syari’ah al-Islamiyah.(Beirut:Muassah

al-Risalah,1990),cet. Ke-3, h.27.

Page 32: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

20

ditetapkan syar’i adalah pemeliharaan lima hal pokok (kulliyat al-Khamsah),

semua bentuk tindakan seseorang yang mendukung pemeliharaan kelima aspek

ini adalah maslahah. Begitu pula segala upaya yang berbentuk tindakan menolak

kemudharatan terhadap kelima hal ini juga disebut maslahah.8

Sifat dasar dari maqâsid al-syari’ah adalah pasti, dan kepastian disisni

merujuk pada otoritas maqâsid al-syari’ah itu sendiri. Dengan demikian

eksistensi maqâsid al-syari’ah pada setiap ketentuan hukum syariat menjadi hal

yang tidak terbantahkan baik yang bersifat perintah wajib ataupun larangan.9

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa al-Ghazali mengajukan

teori maqâsid al-syari’ah ini dengan membatasi pemeliharaan syariah pada

kulliat al-khamsah. Konsep pemeliharaan tersebut dapat diimplementasikan

dalam dua metode: pertama, metode konstruktif (bersifat membangun) dan

kedua, metode preventif (bersifat mencegah). Dalam metode konstruktif,

kewajiban-kewajiban Agama dan berbagai aktifitas sunat yang baik dilakukan

dapat dijadikan contoh dalam metode ini. Sedangkan berbagai larangan pada

semua perbuatan bisa dijadikan sebagai contoh preventif kedua metode tersebut

bertujuan mengukuhkan elemen maqâsid al-syari’ah sebagai jalan menuju

kemaslahatan

8Firdaus, Ushul Fiqh Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensi,

(Jakarta:Zikrul Hakim,2004). Cet, ke-1, h.81. 9Hasbi Umar, Nalar Fiqh Kontemporer.( Jakarta: Gaung Persada Pers ,2007), cet. ke-1 h.129.

Page 33: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

21

Dari beberapa definisi tentang maslahah dengan rumusan yang berbeda

tersebut dapat disimpulkan bahwa maslahah itu adalah sesuatu yang dipandang

baik oleh akal sehat karena mendatangkan kebaikan dan menghindarkan

kerusakan pada manusia, sejalan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan

hukum.10

Sedangkan secara terminologi Ada beberapa rumusan definisi yang berbeda

tentang maslahah mursalah ini, namun masing-masing memiliki kesamaan dan

berdekatan pengertiannya. Diantara definisi tersebut adalah:

1. Al-Ghazali merumuskan maslahah mursalah sebagai berikut: “ Apa-apa

(maslahah) yang tidak ada bukti baginya dari syara’ dalam bentuk nas tertentu

yang membatalkannya dan tidak ada yang memperhatikannya.”11

2. Abdul Wahab Khalaf memberi rumusan berikut :

“Maslahah Mursalah ialah maslahat yang tidak ada dalil syara’ datang untuk

mengakuinya atau menolaknya.”12

3. Muhammad Abu Zahra memberi definisi :

“Maslahah yang selaras dengan tujuan syariat Islam dan tidak ada petunjuk

tertentu yang membuktikan tentang pengakuannya atau penolakannya.”13

10Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008), cet.

ke- 4, h.325. 11 Al-Ghazali, al-mustashfa, (Beirut:Dar- al-Fikr,tt.), h.286. 12 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung:Gema Risalah Press, 1996), cet. 7,h.

142.

Page 34: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

22

Dalam kaitannya dengan ini Wahbah Zuhaili14 mengemukakan bahwa yang

dimaksud dengan maslahah mursalah adalah beberapa sifat yang sejalan dengan

tindakan dengan tujuan syara’, tetapi tidak ada dalil tertentu dari syara yang

membenarkan atau menggugurkan, dan dengan ditetapkan hukum padanya akan

tercapai kemaslahatan dan tertolak kerusakan dari padanya, sejalan dengan hal

ini Ahmad Munif Suratmaputra15 juga mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

maslahah mursalah adalah maslahat yang sejalan dengan tindakan syara’ dan

tidak ada dalil tertentu yang membenarkan atau membatalkanya.

Dari beberapa rumusan definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang

hakikat dari maslahah mursalah tersebut, sebagai berikut:

a. Ia adalah sesuatu yang baik menurut akal dengan pertimbangan dapat

mewujudkan kebaikan atau menghindarkan keburukan bagi manusia

b. Apa yang baik menurut akal itu, juga selaras dan sejalan dengan tujuan

syara’ dalam menetapkan hukum

c. Apa yang baik menurut akal dan selaras pula dengan tujuan syara’ tersebut

tidak ada petunjuk syara’ secara khusus yang mengakuinya.16

13Muhammad Abu Zahrah penerjemah Saefullah Ma’sum dkk, Ushul Fiqih, (Jakarta:Pustaka

Firdaus, 2008), cet.ke-11, h.427.

14Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh al Islam, (Bairut:Dar al-Fikr,1986), h.757 15Ahmad Munif Suramaputra, filsafat Hukum Islam al-Ghazali Maslahah Mursalah &

Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), cet. ke- 1, h.71 16 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, h.334

Page 35: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

23

Pada perkembangan selanjutnya penggunaan term maslahah mursalah telah

terjadi perbedaan dikalangan ulama Ushul Fiqh. Sebagian ulama ada yang

menyebutkan dengan istilah: al-munâsib al-mursal, al-istidlâl al-mursal, al-

Qiyâs al-Maslahi, sedangkan Imam al-Ghazali menyebutnya dengan nama”al-

istislâh”.17

Para ulama ushul fiqh sepakat menyatakan bahwa maslahah al-mu’tabarah

dapat dijadikan sebagai dalil hukum dalam menetapkan hukum. Kemaslahatan

seperti ini termasuk dalam metode qiyas. Adapun mengenai maslahah mursalah

pada prinsipnya jumhur ulama menerimanya sebagai salah satu alasan dalam

menetapkan hukum syara’, sekalipun dalam penerapan dan penempatan

syaratnya mereka berbeda pendapat.18

Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa untuk menjadikan maslahah mursalah

sebagai dalil disyaratkan maslahah tersebut berpengaruh pada hukum. artinya,

ada ayat, hadits atau ijma’ yang menunjukakan bahwa sifat yang dianggap

sebagai kemaslahatan itu merupakan ‘illât (motivasi hukum) dalam penetapan

suatu hukum, atau jenis sifat yang menjadi motivasi hukum tersebut digunakan

oleh nash sebagai motivasi suatu hukum. Misal jenis sifat yang dijadikan

motivasi dalam suatu hukum adalah, dalam sebuah Hadits diterangkan

(“Rasulullah saw Melarang pedagang menghambat para petani di perbatasan kota

17Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqih, h.118. 18Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Ciputat: Logos Publishing House, 1996), cet I, h.120, lihat

juga Ma’ruf Amin, fatwa dalam sistem hukum islam, h.160

Page 36: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

24

dengan maksud untuk membeli barang mereka, sebelum para petani itu

memasuki pasar”). Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari”kemudharatan

bagi petani” dengan terjadinya penipuan harga oleh para pedagang yang membeli

barang petani tersebut dibatas kota, dan menolak kemudharatan itu meruapakan

konsep al-maslahah al-mursalah.19

Dengan demikian ulama Hanafiyah menerima maslahah mursalah sebagai

dalil dalam menetapkan hukum; dengan syarat sifat kemaslahatan itu terdapat

dalam nash dan ijma’ dan jenis sifat kemaslahatan itu sama dengan jenis sifat

yang didukung oleh nash atau ijma’. Dan penerapan konsep maslahah al-

mursalah dikalangan Hanafiyah terlihat secara luas dalam metode istihsân.20

Ulama Malikiyah dan Hanabillah menerima maslahah mursalah sebagai

dalil dalam menetapkan hukum, bahkan mereka dianggap sebagai ulama fiqh

yang paling banyak dan luas menerapkannya. Menurut mereka maslahah

mursalah merupakan induksi dari logika sekumpulan nash, bukan dari nash yang

rinci seperti yang berlaku dalam qiyâs. Bahkan Imam Syâthibi mengatakan

bahwa keberadaan dan kualitas maslahah mursalah itu bersifat pasti (qat’i),

sekalipun dalam penerapannya bersifat zanni (relatif).21

Begitu halnya dengan ulama golongan Syafi’iyyah pada dasarnya, juga

menjadikan maslahah sebagai salah satu dalil syara’, akan tetapi Imam al-Syafi’I

19Ibid., h. 121. 20Ibid., h.120-121.

21Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, h.121-122.

Page 37: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

25

memasukkannya kedalam qiyâs, namun salah satu pengikut mazhab ini Imam al-

Ghazali, bahkan secara luas dalam kitab-kitab ushul fiqhnya membahas

permasalahan maslahah mursalah, walaupun beliau menyebutnya dengan istilah

al-istislâh. Dengan demikian, jumhur ulama sebenarnya menerima maslahah

mursalah sebagai salah satu metode dalam mengistinbathkan hukum Islam.22

Adapun penggunaan maslahah dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan

hukum oleh jumhur ulama ini didasarkan pada sejumlah alasan sebagai berikut:

1. Hasil induksi terhadap ayat atau hadits menunjukkan bahwa setiap hukum

mengandung kemaslahatan bagi umat manusia. Dalam hubungan ini, Allah

berfirman:

نيلمة للعمحإال ر كلنسآ أرم٢١:١٠۷/األنبياء(و(

Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh manusia. (QS. Al-Anbiya 21:107)

Ketentuan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah Rasulullah, seluruhnya

dimaksudkan untuk mencapai kemaslahatan umat manusia, di dunia dan

akhirat. Oleh sebab itu, memberlakukan maslahah terhadap hukum-hukum

lain yang juga mengandung kemaslahatan adalah legal.

2. Kemaslahatan manusia akan senantiasa dipengaruhi perkembangan tempat,

zaman, dan lingkungan mereka sendiri. Apabila syari’at Islam terbatas pada

hukum-hukum yang ada saja, akan membawa kesulitan.

22Ibid.,h.123.

Page 38: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

26

3. Jumhur ulama juga beralasan dengan merujuk kepada beberapa perbuatan

sahabat, seperti Abu Bakar mengumpulkan al-Qur’an atas saran ‘Umar bin al-

Khatab, sebagai salah satu kemaslahatan untuk melestarikan al-Qur’an dan

menuliskan al-Qur’an pada satu bahasa di zaman ‘Utsman bin‘Affan demi

memelihara tidak terjadinya perbedaan bacaan al-Qur’an itu sendiri.23

B. Macam-Macam Maslahah

Para pakar ushul fiqh membagi maslahah dalam beberapa bagian, antara lain

adalah :

1. Dari segi eksistensinya/ keberadaan maslahah menurut syara’ terbagi kepada

tiga macam, yaitu:24

a. Maslahah Mu’tabarah

Maslahah Mu’tabarah, yaitu kemaslahatan yang terdapat nash secara

tegas menjelaskan dan mengakui keberadaannya, dengan kata lain

kemaslahatan yang diakui syar’i secara tegas dengan dalil yang khusus baik

langsung maupun tidak langsung yang memberikan petunjuk pada adanya

maslahah yang menjadi alasan dalam menetapkan hukum. Contohnya untuk

memelihara kelangsungan hidup manusia, disyariatkanlah hukum qisas

terhadap pelaku pembunuhan dengan sengaja. Untuk memelihara

kehormatan manusia, disyariatkanlah hukum dera bagi penuduh dan pelaku

23Ma’ruf Amin. fatwa dalam sistem hukum islam, h.164-165. 24Romli, Muqaranah Mazahib fil Ushul, (Jakarta:Gaya Media Pratama, 1999), cet. ke-1,

h.162.

Page 39: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

27

zina. Untuk memelihara harta benda, disyariatkanlah hukum potong tangan

bagi pencuri, baik laki-laki maupun perempuan

b. Maslahah Mulgâh

Maslahah Mulgâh, yaitu kemaslahatan yang berlawanan dengan

ketentuan nash. Dengan kata lain, kemaslahatan yang tertolak karena ada

dalil yang menunjukan bahwa ia bertentangan dengan ketentuan dalil yang

jelas.

Contoh dari maslahah mulgâh ialah menyamakan pembagian seorang

anak perempuan dengan bagian anak laki-laki dalam hal harta warisan,

penyamaan pembagian “jatah” harta waris antara anak perempuan dengan

bagian anak laki-laki secara sepintas memang terlihat ada kemaslahatanya,

tetapi berlawanan dengan ketentuan dalil nash yang jelas dan rinci,

sebagaimana firman Allah SWT dalam Quran surat an-Nisaa/4:1125

كميص ولذكر يل كملدى أوف ن اللهيثيظ األنثل حساء(م٤:١١/الن (

Artinya:”Allah telah menetapkan bagi kamu(tentang pembagian harta pusaka) untuk anak-anak kamu, yaitu bagi seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.”(Q.S.an-Nisaa/4:11)

c. Maslahah Mursalah

Maslahah Mursalah, yang juga biasa disebut dengan istishlâh, yaitu

maslahah yang secara eksplisit tidak ada satu dalil pun baik yang

mengakuinya maupun yang menolaknya. Secara lebih tegas maslahah

25Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, h.331-332.

Page 40: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

28

mursalah ini termasuk jenis maslahat yang didiamkan oleh nash. Diakui

dalam kenyataannya maslahat jenis ini terus tumbuh dan berkembang

seiring dengan perkembangan masyarakat Islam yang dipengaruhi oleh

perbedaan kondisi dan tempat.26

Dan istishlâh atau maslahah mursalah inilah yang akan menjadi pokok

bahasan dalam skripsi ini.

2. Maslahah ditinjau dari segi esensi dan kualitasnya

Ditinjau dari segi esensi dan kualitasnya, maslahah terdiri dari tiga macam,

yaitu maslahah darûriyyah, maslahah hâjiyyah, dan maslahah tahsîniyyah.27

a. Maslahah Darûriyah

Maslahah darûriyyah adalah kemaslahatan yang berhubungan dengan

kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan akhirat, yakni kemaslahatan

yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh kehidupan manusi artinya,

kehidupan manusia tidak ada apa-apa bila satu saja dari prinsip yang lima itu

tidak ada. Segala usaha yang secara langsung menjamin atau menuju pada

keberadaan lima prinsip (agama, jiwa, akal, keturunan dan harta) tersebut

adalah baik atau maslahah dalam tingkat darûri.28

Segala usaha atau tindakan yang secara langsung menuju pada atau

menyebabkan lenyap atau rusaknya satu diantara lima pokok tersebut adalah

26Romli, Muqaranah Mazahib fil Ushul, h.164. 27 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid 2 ,h.327-328. 28 Ibid, h.327.

Page 41: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

29

buruk, karena itu Allah melarangnya. Meninggalkan dan menjauhi larangan

Allah tersebut adalah baik atau maslahah dalam tingkat darûri. Dalam hal

ini Allah melarang murtad untuk memelihara Agama; melarang membunuh

untuk memelihara jiwa; melarang minum minuman keras untuk memelihara

akal; melarang berzina untuk memelihara keturunan; dan melarang mencuri

untuk memelihara harta.29

b. Maslahah Hâjiyyah

Maslahah hâjiyyah adalah kemaslahatan yang tingkat hidup manusia

kepadanya tidak berada pada tingkatan darûri. Bentuk kemaslahatannya

tidak secara langsung bagi pemenuhan kebutuhan pokok yang lima (darûri),

tetapi secara tidak langsung menuju kearah sana, seperti dalam hal yang

memberi kemudahan bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Sehingga

dapat diartikan kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan

kemaslahatan pokok (mendasar) sebelumnya yang berbentuk keringanan

untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan mendasar manusia.30

Seperti dalam bidang ibadah, orang yang sedang sakit atau dalam

perjalanan jauh (musafir) dalam bulan ramadhan, diberi keringanan atau

rukhsah oleh syariat untuk tidak berpuasa dengan kewajiban mengganti

29Baharuddin Ahmad, Hukum Perkawinan Di Indonesia (Studi Historis Metodologis),

(Jakarta:Gaung Persada Press, 2008), h. 20. 30Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, h.116.

Page 42: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

30

puasa yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain setelah ia sembuh atau

setelah kembali dari perjalananya.

Firman Allah dalam al-Quran surat Al-baqarah/2:184:

)۲:١۸٤/البقرة...(أخرفمن كان منكم مريضا أو على سفر فعد ة من أيام ...Artinya:“…Dan siapa saja diantara kamu yang sakit atau sedang dalam perjalanan(musafir) hendaklah ia berpuasa di hari-hari yang lain…”

Demikian pula dalam bidang muamalah diperbolehkannya berburu

binatang dan memakan makanan yang baik-baik, dibolehkan melakukan jual

beli pesanan (bay’ al-salâm), kerjasama dalam pertanian (muzâra’ah) dan

perkebunan (musaqah). Semuanya disyariatkan oleh Allah untuk

mendukung kebutuhan mendasar al-Maslahah al-Khamsah diatas.

c. Maslahah Tahsîniyah

Maslahah tahsîniyah adalah maslahah yang kebutuhan hidup manusia

kepadanya tidak sampai tingkat darûri, juga tidak sampai tingkat hâjîy,

namun kebutuhan tersebut perlu dipenuhi dalam rangka memberi

kesempurnaan dan keindahan bagi hidup manusia. Maslahah dalam bentuk

tahsînî tersebut, juga berkaitan dengan lima kebutuhan pokok manusia.31

Tiga bentuk maslahah tersebut, secara berurutan menggambarkan

tingkatan peringkat kekuatanya, yang kuat adalah maslahah darûriyah,

kemudian maslahah hâjiyah dan berikutnya maslahah tahsîniyah. Darûriyah

yang lima juga ada berbeda tingkat kekuatannya, yang secara berurutan

31Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid 2, h.328.

Page 43: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

31

adalah: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Perbedaan tingkat kekuatan

ini terlihat bila terjadi perbenturan kepentingan antara sesamanya, dalam hal

ini harus didahulukan darûri atas hâjiy dan didahulukan hâjiy atas tahsîni.32

3. maslahah ditinjau dari segi kandunganya

dilihat dari segi kandungan maslahah, para ulama ushul fiqh membagi

maslahah kepada:

a. Maslahah al-Ammah

Mashlahah al-Ammah, yaitu kemaslahatan umum yang menyangkut

kepentingan orang banyak. Kemaslahatan umum itu tidak berarti untuk

kepentingan semua orang, tetapi bisa berbentuk kepentingan mayoritas umat

atau kebanyakan umat.

Misalnya, para ulama membolehkan membunuh penyebar bid’ah yang

dapat merusak ‘aqidah umat, karena menyangkut kepentingan orang banyak.

b. Maslahah al-Khasah

Maslahah al-Khasah, yaitu kemaslahatan pribadi dan ini sangat jarang

sekali, seperti kemaslahatan yang berkaitan dengan pemutusan hubungan

perkawinan seseorang yang dinyatakan hilang (mafqud)33

Pentingnya pembagian kedua kemaslahatan ini berkaitan dengan

prioritas mana yang harus didahulukan apabila antara kemaslahatan umum

32Ibid., h.328-329.

33 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh , h.116-117

Page 44: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

32

bertentangan dengan kemaslahatan pribadi. Dalam pertentangan kedua

kemaslahatan ini, Islam mendahulukan kemaslahatan umum dari pada

kemaslahatan pribadi.

4. Maslahah diinjau dari segi berubah atau tidaknya.

Dilihat dari segi berubah atau tidaknya maslahah, ada dua bentuk, yaitu:34

a. al-Maslahah al-Tsabitah, yaitu kemaslahatan yang bersifat tetap tidak

berubah sampai akhir zaman. Misalnya, kewajiban ibadah, seperti shalat,

puasa, zakat dan haji.

b. al-Maslahah al-mutaghayyirah, yaitu kemaslahatan yang berubah-ubah

sesuai dengan perubahan tempat, waktu, dan subjek hukum. Kemaslahatan

seperti ini berkaitan dengan permasalahan mua’malah dan adat kebiasaan,

seperti dalam masalah makanan yang berbeda-beda antara satu daerah

dengan daerah lainnya. Perlunya pembagian ini, dimaksudkan untuk

memberikan batasan kemaslahatan mana yang bisa berubah dan yang tidak.

C. Syarat berhujjah dengan Maslahah Mursalah

Ulama dalam memakai dan mempergunakan maslahah mursalah sebagai

hujjah sangat berhati-hati dan memberikan syarat-syarat yang begitu ketat, karena

dikwatirkan akan menjadi pintu bagi pembentukan hukum syariat menurut hawa

nafsu dan keinginan perorangan, bila tidak ada batasan-batasan dalam

mepergunakannya. Adapun syarat-syarat tersebut antara lain:

34Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, h156, Lihat juga:Nasrun Haroen, Ushul

Fiq , h.117.

Page 45: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

33

1. Berupa maslahah yang sebenarnya, bukan maslahah yang bersifat dugaan.

Yang dimaksud dengan ini, yaitu agar dapat direalisasi pembentukan hukum

suatu kejadian itu dan dapat mendatangkan keuntungan, manfaat atau menolak

madarat. Adapun dugaan semata bahwa pembentukan hukum itu

mendatangkan keuntungan-keuntungan tanpa pertimbangan diantara maslahah

yang dapat didatangkan oleh pembentukan hukum itu, maka ini berarti adalah

didasarkan atas maslahah yang bersifat dugaan. Contoh maslahah ini ialah

maslahah yang didengar dalam hal merampas hak suami untuk menceraikan

istrinya, dan menjadikan hak menjatuhkan talak itu bagi hakim saja dalam

segala keadaan.

2. Berupa maslahah yang bersifat umum, bukan maslahah yang bersifat

perorangan. Yang dimaksud dengan ini yaitu, agar dapat direalisir bahwa

dalam pembentukan hukum suatu kejadian dapat mendatangkan manfaat

kepada umat manusia, atau dapat menolak madarat dari mereka, dan bukan

hanya memberikan manfaat kepada seseorang atau beberapa orang saja.

Apabila demikian maka hal tersebut tidak dapat disyariatkan sebagai sebuah

hukum.

3. Pembentukan hukum bagi maslahah ini tidak bertentangan dengan hukum atau

prinsip yang telah ditetapkan oleh nash atau ijma’ dalam artian bahwa

maslahah tersebut adalah maslahah yang hakiki dan selalu sejalan dengan

tujuan syara’ serta tidak berbenturan dengan dalil-dalil syara’ yang telah ada.

Page 46: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

34

4. Diamalkan dalam kondisi yang memerlukan, yang seandainya masalahnya tidak

diselesaikan dengan cara ini, maka umat akan berada dalam kesempitan hidup,

dengan arti harus ditempuh untuk menghindarkan umat dari kesulitan.35

Imam Ghazali, dalam mempergunakan pemakaian maslahah mursalah

sebagai salah satu metode penetapan hukum, beliau tidak begitu saja

mempergunakanya dengan mudah, namun beliau memakai syarat-syarat yang

begitu ketat. Syarat-syarat tersebut antara lain:

1. Maslahah itu haruslah satu dari lima kebutuhan pokok. Apabila hanya

kebutuhan kedua atau pelengkap maka tidak dapat dijadikan landasan

2. Maslahah itu haruslah bersifat semesta, yakni kemaslahatan kaum muslim

secara utuh, bukan hanya sebagian orang atau hanya relevan dalam keadaan

tertentu.

3. Maslahah tersebut harus bersifat qath’î (pasti) atau mendekati itu.36

Sedangkan Imam Syatibi tidak mengharuskan hal-hal yang disyaratkan oleh

Imam Ghazali, tetapi mengemukakan tiga hal yang harus diperhatikan dalam

ketika memutuskan hukum berdasarkan maslahah mursalah, yaitu:

1. Harus masuk akal, sehingga ketika disampaikan kepada akal, akal dapat

menerimanya. Namun tidak boleh menyangkut hal-hal ibadah.

35Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqhh. 145-146, Lihat Amir Syarifuddin,Ushul Fiqh,

h.337, Lihat juga: Mukri Aji, Jurnal Ahkam, h.41-42, dan Lihat: Romli, Muqaranah mazahib, h.165-166.

36Yusuf Qardhawi. Keluwesan dan Keluasan Syari’at Islam: Dalam Menghadapi Perubahan Zaman (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), cet I, h.24.

Page 47: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

35

2. Secara keseluruhan, harus sesuai dengan tujuan-tujuan syariat, yang mana tidak

menghilangkan satu dasarpun dari dasar-dasar agama, dan satu dalilpun dari

dalil-dalil yang qath’i. Tetapi ia harus sesuai dengan maslahat-maslahat yang

menjadi tujuan dari syariat, meskipun tidak ditemukan dalil khusus yang

menerangkannya.

3. Maslahah mursalah harus selalu mengacu kepada pemeliharaan hal-hal yang

bersifat vital atau menghilangkan kesulitan dan hal-hal yang memberatkan di

dalam agama.37

Selanjutnya Imam Malik, dalam mempergunakan pemakaian maslahah

mursalah sebagai salah satu metode penetapan hukum, beliau tidak begitu saja

mempergunakanya dengan mudah, namun beliau memakai syarat-syarat yang

begitu ketat, syarat-syarat tersebut antara lain:

1. Adanya kesesuaian antara mashlahat yang diperhatikan dengan maqasid al-

syariah, dimana maslahat tersebut tidak bertentangan dengan dasar dan dalil

syara’ meskipun hanya satu.

2. Mashlahat tersebut berkaitan dengan perkara-perkara yang ma’qulat (rasional),

yang menurut syara’ didasarkan kepada pemeliharaan terhadap maslahat,

sehingga tidak ada tempat untuk maslahat dalam maslahah ta’abbudiyah dan

perkara-perkara syara’ yang sepertinya.

37Yusuf Qardhawi alih bahasa Zuhairi Misraw, M. Imdadun Rahmah. Fikih Taysir Metode

Praktis Mempelajari Fikih .(Jakarta: Pustaka al-Kautsar , 2001), cet. I h.91.

Page 48: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

36

3. hasil dari maslahah mursalah dikembalikan kepada pemeliharaan tehadap

perkara yang darûri (primer) menurut syara’ dan meniadakan kesempitan

dalam agama.38

Bila kita perhatikan syarat-syarat maslahah mursalah diatas terlihat bahwa

ulama yang memakai dan menggunakan maslahah mursalah dalam berhujjah

cukup hati-hati dalam menggunakannya. Karena bagaimanapun juga apa yang

dilakukan ulama ini adalah keberanian menetapakan suatu hukum dalam hal-hal

yang pada waktu itu tidak ditemukan petunjuk hukum.39

D. Metode Analisa Maslahah Mursalah

Sebagaimana halnya metode analisa yang lain, maslahah juga merupakan

metode pendekatan istinbath (penetapan hukum) yang persoalannya tidak diatur

secara ekplisit dalam al-Qur’an dan Hadits. Hanya saja metode ini lebih

menekankan pada aspek maslahat secara langsung. Maslahah mursalah adalah

kajian hukum dengan mempertimbangkan aspek kemaslahatan serta menghindari

kebinasaan, untuk suatu perbuatan yang tidak diungkapkan secara ekplisit dalam

al-Qur’an, akan tetapi masih terjangkau oleh prinsip-prinsip ajaran yang

diungkapkan secara induktif oleh al-Qur’an dalam suatu perbuatan yang berbeda-

beda. Dalam konteks ini, ayat al-Qur’an tidak berperan sebagai dalail yang

menunjukkan norma hukum tertentu, tapi menjadi saksi atas kebenaran fatwa-

38Wahidul Kahar,” Efektifitas Maslahah Mursalah Dalam Penetapan Hukum Syara’”,

(Thesis. Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah ,Jakarta: 2003), h.35-36.

39Ibid., h. 36.

Page 49: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

37

fatwa hukumnya tersebut. Dengan demikian, sistem analisa tersebut dibenarkan

karena sesuai dengan kecendrungan syara dalam penetapan hukumnya.40

Pendekatan maslahah mursalah dalam metode kajian hukum dimulai dengan

perumusan kaidah-kaidahnya yang dilakukan melalui sistem analisa induktif

terhadap dalil-dalil hukum suatu perbuatan yang berbeda satu sama lain namun

memperlihatkan subtansi ajaran yang sama. Kesamaan pada dimensi subtansinya

itulah yang dijadikan premis-premis dalam perumusan kesimpulan induktifnya,

sehingga dapat dirumuskan menjadi kaidah-kaidah maslahah mursalah yang

merupakan kaidah kulli.41

Husein Hamid Hasan menyimpulkan, bahwa sistem analisa maslahah

mursalah tiada lain adalah aplikasi makna kulli terhadap furu’ yang juz’î. Dengan

demikian, sistem analisanya sama dengan sistem analisa qiyâs, bahkan lebih kuat

dari qiyâs, karena pola qiyâs adalah menganalogikan furu’ pada asal yang hanya

didukung oleh satu ayat atau nash. Sedangkan pada sistem analisa maslahah

mursalah hukum asalnya didukung oleh beberapa ayat atau nash akan tetapi nash

atau ayat tersebut bukan dijadikan sebagai dalil terhadap ketetapan hukumnya

namun dijadikan sebagai saksi atas kebenaran fatwa hukum tersebut. Selain

diambil makna subtansi ajarannya sebagai premis-premis dalam pengambilan

40Hasbi Umar, Nalar Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007) h.113. 41 Ibid., h. 115

Page 50: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

38

kesimpulan induktifnya untuk merumuskan kaidah-kaidah kulliyah tentang

maslahah mursalah tersebut.42

Pada dasarnya mayoritas ahli ushul fiqh menerima pendekatan maslahah

dalam metode kajian hukumnya43. Namun pendekatan ini cendrung telah menjadi

identitas fiqh mazhab maliki, dimana fatwa-fatwa hukum yang dikeluarkan

senantiasa beranjak dari pertimbangan kemaslahatan. Ada beberapa argumentsi

yang dikemukakan para ulama Malikiyah tentang penggunaan pendekatan

maslahah dalam metode kajian hukumnya, yaitu:44

1) Bahwa para sahabat Nabi saw. Memperlihatkan sikap orientasi kemaslahatan

dalam berbagai tindakan dan perbuatan keagamaannya, seperti menghimpun

dan menulis kembali ayat-ayat al-Qur’an secara utuh kedalam mushaf-

mushaf, serta meyebarluaskannya pada masyarakat.

2) Bahwa selama maslahah berjalan selaras dengan maksud syar’I dalam

penetapan hukum, maka ia akan sesuai pula dengan kehendak syar’I terhadap

para mukallaf. Dengan demikian, mengabaikan kemalahatan sama artinya

mengabaikan kehendak syar’I.

3) Jika penetapan hukum tidak mempertimbangkan aspek kemalahatan, maka

setiap mukallaf akan menghadapi berbagai kesukaran dalam kehidupannya.

42 Dede Rosyada, metode kajian hukum Dewan Hisbah Persis, (Jakarta:Logos, 1999) cet. I, h.

71 43 Mustafa Zaid, al-Maslahah fi al-Fiqh al-Islami wa Najmu al-Din al-Thufi, kaherah, dar al-

Fikr al-Arabi, 1964 hal. 48 44 Dede Rosyada, metode kajian hukum, h. 68

Page 51: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

39

Mustafa Zaid mengemukakan beberapa argumentasi penggunaan maslahah

mursalah dalam kajian hukum, sebagai berikut:45

1) Bahwa tujuan diturunkannya Syariat adalah agar para mukallaf tidak

melakukan suatu tindakan atau perbuatan mengikuti hawa nafsunya, karena

jika hawa nafsu yang menjadi landasan perbuatan, maka mereka akan

dihadapkan pada mafsadat (kerusakan).

2) Para ulama sepakat bahwa dalam setiap perbuatan dan tindakan selalu terdapat

aspek maslahat atau mafsadat. Memelihara atau mewujudkan aspek maslahat

merupakan bagian terpenting untuk memperoleh kehidupan yang baik di

dunia dan di akhirat.

3) Kebanyakan maslahat atau mafsadat di pengaruhi oleh perkembangan

kondisional. Oleh karena itu, kajian maslahah harus dilakukan secara kontinyu

dengan senantiasa memperhatikan perkembangan kondisi masyarakat.

Sedangkan menurut Imam Syatibi, sebagaimana dikutif oleh Husein Hamid

Hasan, ada beberapa kaidah yang bisa digunakan oleh para ulama dalam

melakukan analisa maslahah mursalah,46 yaitu:

1) Hukum perbuatan sama dengan hukum musababnya. Kaidah ini dirumuskan

setelah memperhatikan beberapa ketentuan hukum, antara lain Allah SWT

mengharamkan setiap mukallaf untuk mendekati zina (khalwat). Kedudukan

hukum khalwat yang merupakan penyebab terjadinya perzinaan, dalam

45 Mustafa Zaid, al-Maslahah fi al-Fiqh al-Islami, h. 50 46Husein Hamid Hasan, Nazariyat al-Maslahah fi al-Fiqh al-Islami, (Beirut, Dar al-Nahdah

al-arabiyah, 197), h.65-92, lihat juga Hasbi Umar, Nalar Fiqih Kontemporer, h.115-116

Page 52: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

40

konteks ini, sama dengan hukum perbuatan zina itu sendiri yang merupakan

musabab dari khalwat.

2) Mendahulukan kemaslahatan umum dari pada kemaslahatan khusus. Kaidah

ini dirumuskan dengan memperhatikan beberapa norma hukum antara lain,

larangan terhadap orang kota untuk membeli barang produk-produk orang

desa di desa mereka, jika orang desa tersebut tidak mengetahui perkembangan

harga pasar.

3) Menghindari kemudharatan yang lebih besar. Kaidah ini dirumuskan setelah

memperhatikan beberapa ayat atau nash yang memerintahkan uamat islam

untuk berjihad di jalan Allah, meskipun harus melalui peperangan.

4) Memelihara jiwa. Kaidah ini di rumuskan setelah memperhatikan berbagai

norma hukum yang mewajibkan orang islam membayar zakat untuk

didistribusikan pada fakir miskin. Secara subtansial kaidah tersebut

merefleksikan semangat ajaran Islam untuk memelihara jiwa dan kehidupan.

5) Menutup peluang-peluang untuk melakukan tindak kejahatan. Kaidah ini

dirumuskan sebagai implikasi dari kaidah-kaidah maslahah mursalah yang

telah dirumuskan diatas.

E. Objek Maslahah Mursalah

Tidak seorangpun yang menyangkal bahwa syari’at Islam dimaksudkan untuk

kemaslahatan umat manusia. Syari’at itu membawa manusia kepada kebaikan dan

kebahagian serta mencegah kejahatan dan menolak kebinasaan.

Page 53: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

41

Pokok dan prinsip kemaslahatan itu sudah digariskan dalam teks syari’at

dengan lengkap dan telah berakhir sejak wafat Nabi Muhammad saw. Alat dan

cara untuk memperoleh kemaslahatan itu berkembang dan beraneka ragam,

seirama dengan perkembangan sejarah dan peradaban manusia itu sendiri.

Kemaslahatan hidup manusia yang ada hubungannya dengan situasi dan kondissi

di zaman Nabi, langsung mendapat pengakuan dan pengesahan teks syari’at kalau

itu dibenarkan dan dibatalkan kalau tidak dibenarkan. Maslahat yang dibatalkan

berarti tidak dianggap sebagai maslahat oleh syariat.47

Yang menjadi masalah ialah kemaslahatan yang dirasakan atau dialami orang

setelah Nabi wafat, sedang teks sayari’at tidak pernah menyinggung masalah yang

seperti itu. Inilah objek atau lapangan penggunaan maslahah mursalah yaitu

kemaslahatan hidup manusia menurut yang dilami dan dirasakan oleh manusia itu

sendiri yang tidak dapat di qiyaskan pada maslahat yang pernah dibenarkan atau

dibatalkan oleh teks syari’at (nash).48

Objek atau ruang lingkup penerapan maslahah mursalah menurut ulama yang

menggunakannya itu menetapkan batas wilayah dan penggunaannya, yaitu hanya

untuk masalah diluar wilayah ibadah seperti mua’malah dan adat. Dalam masalah

ibadah (dalam arti khusus) sama sekali maslahah tidak dapat dipergunakan secara

keseluruhan. Alasannya karena maslahah itu didasarkan pada pertimbangan akal

47 Chatib Muardi. Maslahah Mursalah Sebagai Pertimbangan Ijtihad Mengembangkan Hukum yang Relevan dengan Kebutuhan Masa Kini. (Disertasi, Pascasarjana IAIN Jakarta, 1994), h.366.

48Wahidul Kahar, “Efektifitas Maslahah Mursalah Dalam Penetapan Hukum Syara’, h.42.

Page 54: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

42

tentang baik buruk suatu maslahah, sedangkan akal tidak dapat melakukan hal itu

untuk masalah ibadah.49

Segala bentuk perbuatan ibadah ta’abudî dan tawqîfî, yang mempunyai

pengertian kita hanya mengikuti secara apa adanya sesuai dengan pertunjukan

syar’I dalam nash. Dan akal sama sekali tidak dapat mengetahui kenapa demikian,

misalnya mengenai shalat dzuhur 4 rakaat dan dilakukan setelah tergelincir

matahari, tidak dapat dinilai akal apakah itu baik atau buruk.50Sedangkan segala

bentuk perbuatan diluar wilayah ibadah, meskipun diantaranya ada yang tidak

dapat diketahui alasan hukumnya, namun secara umum bersifat ta’aqqulî

(rasional) dan oleh karenanya dapat dinilai baik dan buruknya oleh akal,

umpamanya minum khamr itu adalah buruk karena merusak akal, penetapan

sanksi atas pelanggar hukum itu baik karena dengan begitu umat bebas dari

kerusakan akal yang dapat mengarah pada tingkat kekerasan.51

Contoh penggunaan maslahah mursalah antara lain: Sahabat Utsman bin

Affan mengumpulkan al-Qur’an kedalam beberapa mushaf, padahal hal ini tak

pernah dilakukan dimasa Rasulullah saw. Alasan yang mendorong mereka

melakukan pengumpulan-pengumpulan itu tidak lain semata-mata maslahat, yaitu

49Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid 2 ,h.340.

50 Ibid., h. 340. 51Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid 2 ,h. 340- 341, lihat pula Sulaiman Abdullah, Sumber

Hukum Islam Permasalahan dan Fleksibilitasnya, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h. 154; Departemem Agama RI, Ushul Fiqh I (t.th) h,. 149.

Page 55: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

43

menjaga Al-Qur’an dari kepunahan atau kehilangan kemutawatirannya karena

meninggalnya sejumlah besar hafidz dari generasi sahabat.52

Selanjutnya jika kita bisa memperhatikan produk-produk hukum ulama-ulama

saat ini, maka akan didapatkan bahwa produk-produk hukum tersebut banyak

dilandasi pertimbangan maslahah mursalah, seperti fatwa-fatwa MUI, misalnya;

fatwanya tentang keharusan “sertifikat halal” bagi produk makanan, minuman dan

kosmetik. Hal yang seperti ini tidak pernah ada teks nash yang menyinggungnya

secara langsung, namun dilihat dari ruh syariat sangat baik sekali dan hal ini

merupakan langkah positif dalam melindungi umat manusia (khususnya umat

Islam) dari makanan, minuman dan obat-obatan serta kosmetika yang tidak halal

untuk dikonsumsi, dan masih banyak lagi yang lainnya.53

Contoh lainnya dari penerapan maslahah mursalah dalam problematika

kontemporer yang belum ditunjukkan hukumnya oleh nas al-Qur’an dan al-

Sunnah, yakni mengenai pencatatan perkawinan dalam kitab-kitab fiqh, tentang

pencatatan perkawinan tidak termasuk syarat sahnya perkawinan. Kemungkinan

besar, para ulama’ pada saat itu belum menganggap pencatatan perkawinan itu

penting dan bermanfaat. Di sisi lain, pencatatan perkawinan tidak dilarang dalam

Islam, bahkan mendatangkan maslahat yang banyak seperti untuk ketertiban,

kepastian hukum, dan mencegah terjadinya perkawinan monogami atau poligami

52 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 222. 53Wahidul Kahar, “Efektifitas Maslahah Mursalah Dalam Penetapan Hukum Syara’, h. 46-

47.

Page 56: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

44

yang liar. Oleh karena dengan pertimbangan maslahah mengharuskan adanya

pencatatan perkawinan seperti tersebut dalam UU No. 1 tahun 1974, Pasal 2 ayat

(2) dan Pasal 5 ayat (1) KHI. Dalam Pasal 5 ayat (1) KHI jelas-jelas disebutkan

“Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan

harus dicatat”.54

Bila di perhatikan produk-produk hukum yang dihasilkan oleh para sahabat,

tabiin dan ulama-ulama itu, semuanya adalah merupakan hasil ijtihâd dengan

pertimbangan maslahah mursalah meskipun mereka tidak menggunakan istilah

tersebut.55

54Nur Kholis, Antisipasi Hukum Islam dalam Menjawab Problematika Kontemporer(kajian

terhadap pemikiran maslahah mursalah al-ghazali) h. 4 artikel diakses pada tanggal 27 Feb 2010 07:35:39 http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/antisipasi-hukum-islam-dalam-menjawab-problematika-kontemporer/

55 Wahidul Kahar, “Efektifitas Maslahah Mursalah Dalam Penetapan Hukum Syara’, h. 49.

Page 57: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

45

BAB III

WAKAF DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Dasar Hukum Wakaf

Kata “wakaf” atau “waqf” berasal dari bahasa Arab “waqafa”. Asal kata

“waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau “tetap

berdiri”. Kata “waqafa-yaqifu-waqfan” sama artinya dengan “habasa-yahbisu-

tahbisan”.1

Sedangkan menurut terminologi atau istilah syara’ para ahli fiqh dalam tataran

pengertian wakaf yang lebih rinci terdapat beragam pengertian, di antaranya yaitu:

1. Menurut Abu Hanifah

Abu Hanifah mendefinisikan, “wakaf adalah menahan materi harta yang tetap

menjadi milik wakif dan menyedekahkan manfaatnya untuk tujuan-tujuan

kebaikan pada waktu seketika atau pada waktu yang akan datang”.2

2. Menurut Imam Malik

Wakaf adalah menjadikan manfaat benda yang dimiliki baik yang berupa sewa

atau hasilnya untuk diserahkan kepada yang berhak (mauquf alaih) dalam

1Sayyid Sabiq. alih bahasa oleh kamaluddin A., Marzuki, dkk Fikih Sunnah, (Bandung:Al-

Ma’arif,1996), Jilid ke-14, cet. ke-8.h.148. 2Ismail Muhammad Syah, dkk, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1992), cet. ke-2,

h.243-244.

Page 58: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

46

bentuk penyerahan yang berjangka waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki

oleh orang yang dikehendaki oleh orang yang mewakafkan (wakif).

3. Menurut Imam Syafi’I dan Ahmad bin Hambal

Definisi wakaf menurut Imam Syafi’I dan Ahmad bin Hambal adalah

melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna

prosedur perwakafan.3

4. Menurut Mazhab Imamiyyah

Definisi wakaf menurut mazhab ini hampir sama dengan definisi wakaf

menurut Imam Syafi’I dan Ahmad bin Hambal, namun mereka berbeda dari

segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf

a’laih (yang diberi wakaf), meskipun mauquf a’laih tidak berhak melakukan

suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau

menghibahkannya.4

Selain definisi yang terdapat menurut fiqh klasik, khusus di Negara kita

Indonesia ini terdapat rumusan wakaf menurut hukum positif diuraikan sebagai

berikut:

Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria Bagian XI pasal 49 ayat 3 telah disebutkan bahwa:

“ perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah”.

3Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Para

Digma Baru Wakaf di Indonesia,(Jakarta:Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), h.3.

4Ibid ., h.3-4.

Page 59: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

47

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik

telah dicantumkan dalam Bab I pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa, “wakaf adalah

perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari

harta kekayaan yang berupa tanah mililk dan melembagakannya untuk selama-

lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai

dengan ajaran agama Islam”.

Begitu pula dalam Kompilasi Hukum Islam yang terdapat pada Bab I Pasal

215 ayat 1 disebutkan bahwa, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau

kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda

miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah

atau kepentingan umum lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam.

Sedangkan definisi wakaf menurut Undang-Undang No. 41 tahun 2004

tentang Wakaf pasal 1 ayat(1). Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan

wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan

sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya guna keperluan

ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Selain itu, Majelis Ulama Indonesia juga telah mengeluarkan fatwa tentang

wakaf melalui rapat komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 11 mei

2002, bahwa wakaf adalah: “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap

bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap

Page 60: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

48

benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan

(hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada”.5

Dari definisi diatas pada dasarnya mengandung makna yang sama, yaitu

eksistensi benda wakaf itu haruslah bersifat tetap, artinya biarpun faedah atau

manfaat benda itu diambil, zat benda tersebut masih tetap ada selamanya,

sedangkan hak kepemilikanya berakhir, tidak boleh dijual, diwariskan, dihibahkan,

serta harta tersebut dipersembahkan oleh si wakif (orang yang mewakafkan) untuk

tujuan amal saleh guna mendapatkan keridhaan Allah SWT. Dengan melepaskan

harta wakaf itu menjadi milik Allah SWT sehingga tidak dapat dimiliki atau

dipindah tangankan kepada siapapun dan dengan cara bagaimanapun juga.

Dalil yang menjadi dasar disyari’atkannya ajaran wakaf bersumber dari

pemahanman teks ayat al-Qur’an dan juga Sunnah. Tidak ada dalam ayat al-

Qur’an yang secara tegas menjelaskan tentang ajaran wakaf. Namun yang ada

adalah pemahaman konteks terhadap ayat al-Qur’an yang dikategorikan sebagai

amal kebaikan. Ayat-ayat yang dijadikan landasan hukum adanya wakaf adalah

sebagai berikut:6

وحفلت لكملع ريا الخلووفع كمبا رودباعا وودجاسا ووكعا ارونءام نيا الذهأ ين ي )۲۲:۷۷/احلج(

5Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia,(Jakarta:Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), h.163

6Ibid., h. 23-24

Page 61: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

49

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, rukulah kamu, sujudlah kamu, sembahlah tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan”(Qs: Al-Haj/22:77)

ال (تنا لوا البر حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شىء فإن الله به عليم نل

)۳:۹۲/عمرن

Artinya: “kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan(yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui”.(QS al-Imran/3:92)

ون امقوفني نيثل الذل لامبيى سف مائة هم لةبنى كل سابل فنس عبس تتبأن ةبثل حكم الله

)۲:۲٦١/البقرة(و الله واسع عليم حبة و الله يضعف لمنيشآArtinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir menumbuhkan seratus biji. Allah melipat gandakan(ganjaran) bagi siapa saja yang dia kehendaki. Dan Allah maha kuasa(karunianya) Lagi Maha Menngetahui”.(QS al- Baqarah/2:261)

Pemahaman konteks atas ajaran wakaf juga diambilkan dari beberapa Hadits

Nabi yang menyinggung masalah shadaqah jariyah. Dalam sebuah hadits Nabi

Muhammad saw disebutkan bahwa :

اذا ما ت ابن :ى اهللا عليه وسلم قا للسو ل اهللا صان ر رضي الله عنه عن ا بي هريرةا لهمع قطعنا مالاد ثال ث نجا, م قةدرصةي ,او به فعتنلم يع او و له وعدح يصال لد

٧)رواه مسلم(

7Imam Abu al-Husain Muslim al-Hijaj, Shahih Muslim, (Mesir: Dar al-Hadits al-Qahirah, 1994), jilid 6, cet.ke-1, h.95.

Page 62: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

50

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Apabila anak adam(manusia) meninggal dunia maka terputuslah semua amal perbuatannya kecuali tiga hal yaitu shadaqah jariah(wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendo’akan orang tuanya”. (HR. Muslim)

Adapun penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikemukakan

didalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan

wakaf. Sebab pahala wakaf akan tetap mengalir walaupun pewakaf tersebut telah

meninggal dunia selama harta wakaf tersebut masih ada dan digunakan sesuai

dengan keinginan si wakif.8

Selain ada hadits Nabi yang dipahami secara tidak langsung terkait masalah

wakaf, ada beberapa hadits Nabi yang secara tegas menyinggung dianjurkannya

ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang

ada di khabair:

ر فأتي النبي صلى اهللا بارضا بخي عمر ا صا ب: عن ابن عمر ر ضي اهللا عنهما قا ل أ متسي لمس و هليها فقا لعيف هي ا:رن ل هللا اوسيا رضا بخار تبما ال ص باص لم ربي

ان : اهللا صلى اهللا عليه وسلمين به فقال له رسول هو انفس عندي منه فما تأمر قطسبح ئتشلها واص بهات قتدصت .باعالي هأن رمبهاع قدصقال فت لها والاصتبياع

قال فتصدق عمر في الفقراء وىف القرىب وىف الرقاب وىف سبيل اهللا . واليهبواليرث مطعي او ف رعلمها بانأكل مها ان ييلو نم لىع احنال ج فيالضل وبين السابو

٩)رواه مسلم(ري متول فيه صديقا غ

8Imam Muhammad Ismail Kahlani, Subulus Salam, (Bandung:Dahlan, 1982) jilid 3 h 87. 9Muhammad Nashirudin al-Albani, Mukhtasar Shahih Muslim, (Beirut:al-Maktab al-

Islami,t.t) no hadits 1003, h. 701.

Page 63: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

51

Artinya: “ Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar ra. Memperoleh sebidang tanah di khabair, kemudian dia menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah saya mendapatkan sebidang tanah di khabair, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan sedekah hasil tanah tersebut dengan syarat tanahnya tidak boleh dijual, tidak boleh dibeli, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar : Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik(sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta dan memberimakan kepada temannya sekedarnya”. (HR. Muslim).

Dalam sebuah hadits lain disebutkan:

قال عمر للنبي صلى اهللا عليه و سلم ان ما ئة شهم ا لتي لي : عن ابى عمر قا ل قدصان ات تدار ها قدنم ليا جبالا قط اعم باص لم ربيابخلي , بهبي صفقا ل الن

لمس و هلياهللا ع : هت رل ثمبس ا ولهاص بسحرواه البخري و مسلم(ا(

Artinya: Dari Ibnu Umar, ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi SAW, saya mempunyai seratus dirham saham di khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkan. Nabi SAW mengatakan kepada umar: tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya (modal pokok) dan jadikan buahnya sedekah fi sabilillah”.(HR. Bukhari dan Muslim).10

Dilihat dari beberapa ayat al-Qur’an dan hadits Nabi yang menyinggung

tentang wakaf tersebut Nampak tidak terlalu tegas. Karena itu sedikit sekali

hukum-hukum wakaf yang ditetapkan berdasarkan kedua sumber hukum tersebut.

Sehingga ajaran wakaf ini diletakkan pada wilayah yang bersifat ijtihâdi, bukan

10Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Para

Digma Baru Wakaf di Indonesia, h.26.

Page 64: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

52

ta’âbudi, khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis wakaf, syarat,

peruntukan dan lain-lain Oleh sebab itu sebagian besar hukum-hukum wakaf

dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan metode ijtihad

seperti qiyâs, maslahah mursalah dan lain-lain. Khusus pada skripsi ini metode

ijtihad yang digunakan adalah maslahah mursalah.11

Sedangkan mengenai dasar hukum wakaf menurut undang-undang no. 41

tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan dalam Bab II Dasar-dasar wakaf pasal 2 dan

pasal 3 yang bunyinya sebagai berikut: pasal 2 wakaf sah apabila dilaksanakan

menurut syariah. Pada pasal 3 wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.

Dari pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar hukum wakaf

Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf sesuai dengan dasar hukum

menurut hukum Islam yang telah dipaparkan diatas.

B. Rukun dan Syarat Wakaf

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukun wakaf. Perbedaan

tersebut merupakan implikasi dari perbedaan mereka dalam memandang subtansi

wakaf. Pengikut Hanafi memandang bahwa rukun wakaf hanyalah sebatas shigat

(lafal) yang menunjukan makna/subtansi wakaf. Karena itu, Ibn Najm pernah

11Ibid., h. 27.

Page 65: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

53

mengatakan bahwa rukun wakaf adalah lafal-lafal yang menunjukan terjadinya

wakaf.12

Berbeda dengan Hanafiyah. Pengikut Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah dan

Hanabilah memandang bahwa rukun wakaf terdiri dari:13

1. Waqif (orang yang berwakaf)

2. Mauquf ‘alaih (orang yang menerima wakaf)

3. Harta yang diwakafkan

4. Lafal atau ungkapan yang menunjukan proses terjadinya wakaf

Berkaitan dengan hal ini, Al-Khurasyi mengatakan bahwa rukun wakaf ada

empat, yaitu barang yang diwakafkan, shigat (lafal), wakif, dan mauquf alaih.

Sedangkan menurut Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf

dalam pasal 6 disebutkan bahwa wakaf dilaksanakan apabila telah memenuhi

unsur wakaf sebagai berikut:

1. Wakif

2. Nazhir

3. Harta benda wakaf

4. Ikrar wakaf

5. Peruntukan harta benda wakaf

6. Jangka waktu.

12Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf:Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta, Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf diterjemahkan dari Hikam al-Waqf Fi al-Syari’ah Islamiyah, (Jakarta:IIMaN, 2004), cet. ke-1, h.86

13Ibid., h.87

Page 66: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

54

a. Wakif

Para ulama mazhab sepakat bahwa, sehat akal merupakan syarat sah

melakukan wakaf. Selain itu mereka juga sepakat bahwa, baligh merupakan

persyaratan lainnya. Ditambah lagi dengan syarat orang yang merdeka (bukan

budak) dan memiliki kemampuan untuk bertindak hukum atas harta (cakap

hukum)14. Wakaf juga harus dilakukan secara suka rela, tidak karena dipaksa.15

Menurut Undang-undang no. 41 tahun 2004, pasal 1 ayat (2), yang

dimaksud dengan wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya,

wakif meliputi:

1) Perseorangan

Wakif perseorangan hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi

persyaratan:

a. Dewasa

b. Berakal sehat

c. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

d. Pemilik sah harta benda wakaf

2) Organisasi

14Juhaya S. Praja, perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan

Perkembangannya, ( Bandung: Yayasan Piara, 1995), h. 54 15Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Jakarta:Wijaya, 1954), h. 304-305

Page 67: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

55

Wakif organisasi hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi

ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi

sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan

3) Badan hukum

Wakif badan hukum hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi

ketentuan badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang

bersangkutan.

b. Nazhir

Pasal 1 ayat (4) mengatakan bahwa, yang disebut sebagai nazhir adalah

pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan

dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir meliputi:

a) Perseorangan

Perseorangan hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:

1. Warga Negara Indonesia

2. Beragama Islam

3. Dewasa

4. Amanah

5. Mampu secara jasmani dan rohani

6. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

b) Organisasi

Organisasi hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:

Page 68: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

56

1. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir

perseorangan

2. Organisasi yang bergerak dibidang social, pendidikan, kemasyarakatan,

dan/atau keagamaan Islam

c) Badan hukum

Badan hukum hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:

1. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir

perseorangan

2. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku; dan

3. Badan hukum yang bergerak dibidang social, pendidikan,

kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam

c. Harta Benda Wakaf

Dalam pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa, harta benda wakaf adalah harta

benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta

mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif.

Disyaratkan pula dalam pasal 15 bahwa harta benda wakaf hanya dapat

diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah.

d. Ikrar wakaf

Menurut pasal 1 ayat (3), yang dimaksud dengan ikrar wakaf adalah

pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada

nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.

Page 69: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

57

Sedangkan dalam pasal 17di katakan bahwa, ikrar wakaf dilaksanakan oleh

wakif kepada nazhir dihadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 orang saksi

dan dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar

wakaf oleh PPAIW. Dalam ikrar wakaf, saksi harus memenuhi persyaratan:

1. Dewasa

2. Beragama Islam

3. Berakal sehat

4. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

e. Peruntukan Harta Benda Wakaf

Dalam pasal 22 undang-undang wakaf disebutkan bahwa, dalam rangka

mencapai tujuan dan fungsi, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:

a. Sarana kegiatan ibadah

b. Sarana dan kegiatan pendidikan dan kesehatan

c. Bantuan kepada fakir miskin, anak telantar, yatim piatu, beasiswa

d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau

e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan

syariah dan peraturan perundang-undangan

C. Macam-macam, Fungsi dan Tujuan Wakaf

1. Macam-macam Wakaf

Sepanjang perjalanan sejarah Islam, Wakaf terbagi kepada dua macam, yaitu

wakaf Ahli yang disebut juga wakaf keluarga, dan wakaf Khairi atau wakaf

umum.

Page 70: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

58

a. Wakaf Ahli

Wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu

seorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf jenis ini (wakaf

ahli) diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan

keluarga (famili), lingkungan kerabat sendiri.16

Pada perkembangannya selanjutnya, wakaf ahli untuk saat ini

dianggap kurang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum,

karena sering menimbulkan kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan

wakaf oleh keluarga yang diserahkan harta wakaf. Dibeberapa negara

tertentu, seperti Mesir, Turki, Maroko dan Al-jazair, wakaf untuk keluarga

(ahli) telah dihapuskan, karena pertimbangan dan berbagai segi, tanah-tanah

wakaf dalam bentuk ini dinilai tidak produktif.17 Untuk itu, dalam

pandangan Ahmad Azhar Basyir bahwa keberaadaan jenis wakaf ahli ini

sudah selayaknya ditinjau kembali untuk dihapuskan.18

b. Wakaf Khairi

Yang dimaksud dengan wakaf khairi adalah wakaf yang diperuntukan

untuk amal kebaikan secara umum atau maslahah ‘ammah, yakni wakaf

yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) atau

kemasyarakatan (kebajikan umum).

16Sayyid Sabiq, Fiqhu sunnah, (Lebanon:Dar al-Arabi,1971), h 378 17Majalah pembimbing, No. 13/1977, h. 31 lihat juga Asaf AA Fyzee, 1966 h.79 18Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Depag

RI. Fiqih Wakaf, (Jakarta:Depag RI, 2006), h.15

Page 71: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

59

Wakaf ini di tujukan kepada umum dengan tidak terbatas

penggunaanya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan

kesejahteraan umat manusia pada umumnya. Kepentingan umum tersebut

bisa untuk jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan

dan lain-lain. Misalnya mewakafkan sebidang tanah untuk membangun

masjid, rumah sakit, panti asuhan, atau mewakafkan suatu harta untuk

kepentingan sosial ekonomi orang-orang yang membutuhkan seumpama

fakir miskin, anak yatim, dan sebagainya.

Dan jika ditinjau dari penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak

manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak

terbatasnya pihak-pihak yang ingin mengambil manfaat.

2. Fungsi wakaf

Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf pasal 5

dijelaskan bahwa fungsi wakaf adalah mewujudkan potensi dan manfaat

ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan

kesejahteraan umum.

Wakaf merupakan tindakan hukum suka rela yang amat dianjurkan sebagai

manifestasi rasa syukur atas anugerah rezeki yang diterima oleh seseorang dan

difungsikan untuk kepentingan sosial dan keagamaan. Dalam pelaksanaannya,

agar fungsi wakaf sesuai dengan tujuan wakaf, maka objek wakaf hendaknya

didaya gunakan dengan sebaik-baiknya dalam pengelolaannya. Untuk itu

Page 72: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

60

diperlukan nazhir yang professional dibidangnya dengan mengedepankan

prinsip ajaran Islam.

Dengan adanya nazhir yang professional tersebut diharapkan objek wakaf

yang masih banyak terbengkalai serta belum optimal pemanfaatannya dapat

lebih produktif sehingga dapat memberikan sumbangan bagi kesejahteraan

masyarakat dan pembangunan bangsa serta dapat mencegah timbulnya

permaslahan atau sengketa yang dapat timbul di kemudian hari.

3. Tujuan wakaf

Wakaf adalah berdasarkan ketentuan agama dengan tujuan taqarrub

kepada Allah SWT untuk mendapatkan kebaikan dan ridha-Nya. Mewakafkan

harta benda jauh lebih utama dan lebih besar pahalanya dari pada bersedekah

biasa, karena sifatnya kekal dan manfaatnya pun lebih besar, pahalanya akan

terus mengalir kepada wakifnya meskipun dia telah meninggal. Peranan harta

wakaf sangat besar bagi pembangunan Negara.19 Tujuan wakaf berdasarkan

hadits yang berasal dari ibnu Umar ra. Dapat dipahami ada dua macam yakni:

pertama, untuk mencari keridhaan Allah SWT. Kedua, untuk kepentingan

masyarakat.

Sedangkan tujuan wakaf yang dimaksud oleh Undang-undang Nomor 41

tahun 2004 tentang Wakaf yang dijelaskan pada pasal 4, bahwa wakaf bertujuan

untuk memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.

19Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf,(Jakarta:UI Press, 1998), cet.

ke-2, h.45

Page 73: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

61

Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf ditambahkan dalam pasal

22 Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, bahwa harta benda

wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:

a. Sarana dan kegiatan ibadah

b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan

c. Bantuan kepada fakir misikn, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa

d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat ; dan atau

e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan

syariah dan peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, penetapan peruntukan harta benda

wakaf dilakukan oleh wakif pada saat pelaksanaan ikrar wakaf. Sedangkan

dalam hal wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, nazhir dapat

menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan

tujuan dan fungsi wakaf.

D. Sejarah Singkat Lahirnya Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun 2004

Gagasan dasar

Undang-undang ini lahir pada awalnya dilatar belakangi atas bergulirnya

wakaf tunai yang digagas dan didengungkan oleh Prof. M. A. Mannan (pakar

ekonomi Bangladesh), dimana wakaf tunai sebagai financial instrument, social

Page 74: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

62

finance and voluntary sector bangking.20 Wacana wakaf tunai ini kemudian

berbuah inisiatif dari Derektorat pengembangan Zakat dan Wakaf Depag RI untuk

kemudian mengirim surat bernomor: Dt.III/5/BA.03.2/2772/2002 tertanggal 26

April 2002 kepada MUI mengenai perihal istifta tentang wakaf tunai. Pada tanggal

11 Mei 2002 MUI mengeluarkan fatwa bahwa wakaf tunai/uang hukumnya jawaz

(boleh.21)

Pasca lahirnya fatwa MUI tentang wakaf uang, pengembangan wakaf semakin

mendapat peluang legitimasi, paling tidak pada tataran landasan hukum

keagamaan ditandai dengan dimulainya wacana keberanjakan wakaf modern dari

fiqh klasik, bahkan dalam tataran lingkungan birokrasi pemerintahan yang ditandai

dengan political will dari Depag RI, dalam hal ini Derektorat Pengembangan Zakat

dan Wakaf kemudian mengusulkan pembentukan Badan wakaf Indonesia(BWI).22

Ide pembentukan BWI diusulkan oleh Mentri Agama secara langsung kepada

Presiden RI pada waktu itu, Hj. Megawati Soekarnoputri melalui surat No.

MA/320/2002 tertanggal 5 september 2002. Inisiatif pembentukan BWI berbuah

usulan dari Sekretariat Negara agar Depag RI mengirim surat izin prakarsa untuk

menyusun draft RUU Wakaf.

20Direktorak Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam

Departemen Agama, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. (Jakarta:DEPAG RI, 2006),h.1.

21Ibid.,h.9-15. 22Ibid.,h.15-16.

Page 75: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

63

Langkah yang kemudian disiapkan oleh Direktorat Pengembangan zakat dan

wakaf cq. Mentri Agama adalah mengirim surat bernomor: MA/451/2002 tanggal

27 Desember 2002 kepada Mentri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia perihal izin

prakarsa RUU Wakaf. Di samping itu Mentri Agama juga mengirimkan surat

kepada Presiden bernomor: MA/25/2003 tertanggal 24 Januari 2003 perihal

permohonan perersetujuan prakarsa RUU Wakaf. Baik MenKehHAM pada

tanggal 10 Februari 2003 maupun Presiden pada tanggal 7 Maret 2003, menyetujui

prakarsa RUU Wakaf tersebut.23

Pengajuan RUU Wakaf Kepada Presiden

Setelah semua konsep RUU Wakaf disempurnakan, maka RUU Wakaf

dikirim ke Presiden RI tahap pertama tanggal 18 juni 2003 dan tahap kedua

tanggal 5 Januari 2004. Dua tahap ini terjadi akibat dalam prosesnya di Seketariat

Negara beberapa kali RUU Wakaf ini dikembalikan untuk digodok dan dikaji

ulang, agar lebih matang sebelum diajukan ke DPR RI.

Dalam surat yang pertama, Mentri Agama menyampaikan telah disiapkannya

RUU Wakaf oleh Tim yang terdiri dari unsur Depag, Depkeh , HAM, Sekretariat

Negara, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bank Indonesia (BI), Universitas

Indonesia (UI), dan para pakar diberbagai bidang. Kemudian dalam surat yang

kedua disebutkan RUU Wakaf telah disiapkan oleh Tim yang lebih lengkap

dengan tambahan: Mahkamah Agung, Depkeu (Ditjen Pajak), Depdagri, Depsos,

23Ibid.,h.20-35.

Page 76: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

64

Menko Kesra, PBNU, PP Muhamadiyah dan MUI Pusat. Setelah semua konsep

RUU Wakaf dirumuskan ulang dan dikirim kembali ke Presiden RI, Presiden

kemudian mengeluarkan amanatnya berdasarkan surat nomor: R.16/PU/VII/2004

tertanggal 9 Juli 2004 yang ditunjukan kepada Depag RI, dan menugaskan Mentri

Agama RI, Prof. Dr. H. Said Agil Husin Al- Munawar, MA. Guna mewakili

pemerintah dalam pembahasan RUU Wakaf di DPR RI.24

Proses Pembahasan dan Pengesahan di DPR RI

DPR RI, dalam hal ini panitia kerja (panja) dari komisi VI25yang ditugaskan

menggodok RUU Wakaf, melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Ormas Islam; MUI Pusat, NU,

Muhammadiyah, Persis, dan Al-Washliyah, tanggal 26 agustus 2004.

2. Rapat Dengar Pendapat umum (RDPU) dengan BAZNAS/LAZNAS;

BAZNAS, LAZ Dompet Dhuafa Republika, LAZ Al-Falah, LAZ Pos Keadilan

Peduli Umat (PKPU).

3. Rapat Kerja dengan Menag RI, tanggal 6 September 2004.26

Pembahasan di Tingkat Panja Komisi VI DPR RI

Peserta pembahasan RUU wakaf terdiri dari tiga unsur: 1) Anggota Panja

Komisi VI DPR RI; 2) Pihak pemerintah adalah Depag RI, dalam hal ini adalah

24Ibid.,h.79-83 25Salah satu komisi di DPR RI periode 1999-2004 yang membidangi keagamaan,

pendidikan,social kemasyarakatan, dan olah raga.

26Ibid.,h.85-99.

Page 77: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

65

Direktorat Jendral Pengembangan Zakat dan Wakaf (Bangzawa), dan Kepala

subdit Direktorat Pemberdayaan Wakaf; 3) Tim pendamping pemerintah; NU,

Muhammadiyah, MUI Pusat, Universitas Indonesia, Depkeh HAM, Bank

Indonesia, Badan pertanahan Nasional, notaries, dan ahli bahasa.27

Dalam setiap pembahasan dipimpin oleh salah seorang dari unsur pimpinan

komisi VI, yaitu: H. Taufiqurrahman saleh, SH (Ketua Komisi), Prof. Dr. H.

Anwar Arifin, Dra. Hj. Soepami, dan Dra. Hj. Khadijah Saleh (Wakil Ketua).

Mekanismenya adalah pimpinan rapat membacakan pasal perpasal dan ayat per

ayat untuk kemudian memberikan kesempatan kepada fraksi-fraksi untuk

berpendapat atau memberikan usulan. Namun, jika dalam proses perdebatan

fraksi-fraksi mengalami perselisihan yang membutuhkan penjelasan, maka

pimpinan sidang mempersilahkan wakil pemerintah untuk menguraikan maksud

dan subtansi yang dimaksud.28

Berikut beberapa isu yang menjadi perdebatan diantara para anggota fraksi:

a. Posisi pemerintah yang tidak boleh berperan terlalu besar;

b. Wakaf ahli/dzurri dan Wakaf khairi;

c. Syarat-syarat nazhir yang berbentuk organisasi;

d. Benda wakaf bergerak berupa uang dan selain uang;

e. Peran LKS;

f. Peran notaries;

g. Hak istimewa BWI;

27Untuk lebih rinci lagi lihat ibid.,h.116-117. 28Ibid.,h.117-118

Page 78: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

66

h. Pembinaan dan pegawasan;

i. Ketentuan pidana

Rapat Paripurna DPR RI dalam Pengambilan Keputusan RUU Wakaf

Berikut penulis lampiran pandangan berbagai fraksi dalam rapat paripurna

DPR RI terhadap RUU Wakaf; Fraksi-fraksi yang setuju RUU Wakaf menjadi

UU, adalah: Fraksi Partai Golkar(FPG), Fraksi Partai Demokrasi Indonesi

Perjuangan (FPDIP), Faraksi Partai Persatuan Pembanguna (FPP), Fraksi

Reformasi (FR), Fraksi Partai Bulan Bintang (FPBB), Fraksi TNI/POLRI, Fraksi

Persatuan Daulat Umat (FPDU), Fraksi Kesatuan dan Kebangsaan Indonesia

(FKKI). Adapun Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) menyatakan setuju, dengan

beberapa catatan.29

Pengundang Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf

Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf ini disahkan oleh Presiden

Dr. H. Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 27 Oktober 2004 dan

diundangkan oleh Mensesneg, Prof. Dr. Yusril Ihza mahendra yang dicatat dalam

Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor kepemimpinan,159.30Undang-Undang

ini selama proses penyusunan, penyempurnaan, pengajuan, pembahasan di DPR

RI, dan pengesahan oleh Presiden RI memakan waktu selama satu setengah tahun

dengan proses pembahasan sebanyak 48 kali.

29Catatan dari FKB:1) Masalah pengelolaan dan pendayagunaan harta wakaf harus mendapatkan perhatian yang serius;2) semua pihak yang terelibat dan berkompeten dengan urusan wakaf , dapat meneysuaikan diri dengan ketenyuan yang baru;3)Pemerintah segera mensosialisasikan UU ini; 4) Diperlukan keterlibatan dan partisipasi dari semua pihak kalangan professional. Ibid.,h.196-197.

30Ibid., h.217.

Page 79: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

67

Page 80: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

67

BAB IV

KANDUNGAN MASLAHAH MURSALAH

A. Orientasi Maslahah

Sebagaimana telah di kemukakan dalam pendahuluan skripsi ini, bahwa

materi dalam Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf banyak

mengandung unsur siyasah syar’iyyah yang berlandaskan istislâh (metode

maslahah mursalah), hal mana Undang-Undang wakaf ini memuat aturan-aturan

yang tidak secara tegas di tunjukan oleh nash, baik al-Qur’an maupun sunnah, juga

tidak didapati dalam literatur fiqh. Secara materil pasal-pasal tersebut hanya

didasarkan pada pertimbangan dalam rangka mewujudkan dan memelihara

kemaslahatan semata.

Setelah penulis mempelajari dan menganalisa pasal-pasal dalam Undang-

Undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, maka penulis mendapatkan beberapa

pasal yang berorientasi kepada maslahat tersebut, yaitu:

1. Penentuan persyaratan nazhir (pasal 10 )

2. Persyaratan dua orang saksi dalam ikrar wakaf (pasal 17 ayat (1) ) Pencatatan

ikrar wakaf ( pasal 17 ayat (2) ) dan (pada pasal 21)

3. Peruntukan harta benda wakaf (pasal 22)

4. Bentuk benda yang dapat diwakafkan (pasal 16) Wakaf uang dan sertifikat

wakaf uang (pasal 28 dan pasal 29)

5. Sertifikasi tanah wakaf (pendaftaran tanah wakaf) pada pasal 32

Page 81: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

68

6. Perubahan Status Tanah Wakaf (pasal 41)

7. Lahirnya lembaga wakaf BWI (Badan Wakaf Indonesia) pasal 47

B. Maslahah Mursalah dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang

Wakaf

Secara konsepsi ajaran, wakaf di lihat dari beberapa ayat al-Quran dan Sunnah

Nabi tidak ada secara eksplisit menyebut tentang ajaran wakaf. Jika ada bersifat

umum. Sehingga ajaran wakaf ini diletakkan pada wilayah yang bersifat ijtihâdi,

bukan ta'âbbudi, khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis

wakaf, syarat, peruntukan dan lain-lain.1

Meskipun demikian, ayat al-Quran dan Sunnah yang sedikit itu mampu

menjadi pedoman para ahli fikih Islam. Sejak masa Khulafa’ur Rasyidun sampai

sekarang, dalam membahas dan mengembangkan hukum-hukum wakaf dengan

menggunakan metode penggalian hukum (ijtihâd) mereka. Sebab itu sebagian

besar hukum-hukum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihâd, dengan

menggunakan metode ijtihâd seperti qiyâs, maslahah mursalah dan lain-lain.2

Oleh karenanya, ketika suatu hukum (ajaran) Islam yang masuk dalam

wilayah ijtihâdi, maka hal tersebut menjadi sangat fleksibel, terbuka terhadap

1Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Para

Digma Baru Wakaf di Indonesia,(Jakarta:Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), h.26.

2Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia,(Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006), h.63.

Page 82: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

69

penafsiran-penafsiran baru, dinamis, futuristik (berorientasi pada masa depan).

Sehingga dengan demikian, ditinjau dari aspek ajaran saja, wakaf merupakan

sebuah potensi yang cukup besar untuk bisa dikembangkan sesuai dengan

kebutuhan zaman. Apalagi ajaran wakaf ini termasuk bagian dari mua’malah yang

memiliki jangkauan yang sangat luas, khususnya dalam pengembangan ekonomi

lemah.3

Keterlibatan pemerintah untuk mengatur masalah perwakafan dalam bentuk

perundang-undangan yakni Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun 2004 tentang

Wakaf adalah merupakan keniscayaan atas dasar kepentingan kemaslahatan (al-

maslahah al-mursalah). Karena hal tersebut sudah menyangkut kepentingan

umum (masyarakat banyak) jika tidak akan menimbulkan ketidaktertiban, ini

sesuai dengan kaidah fiqih “Pemerintah berkewajiban mengatur kepentingan

masyarakat berdasarkan kemaslahatan.” begitu pula materi dalam Undang-

Undang ini yang banyak dimasuki unsur siyasah syar’iyyah yang berlandaskan

istislâh (maslahah mursalah) yang akan dibahas lebih lanjut.4

Sebagaimana telah disebutkan bahwa orientasi maslahat dalam Undang-

Undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf meliputi:

1. Adanya persyaratan nazhir. Kehadiran nadzhir sebagai pihak yang diberikan

kepercayaan dalam pengelolaan harta wakaf sangatlah penting. Walaupun pada

3Ibid., h.63-64. 4Abdul Salam, Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, artikel diakses pada 20 Desember 2009

dari http://www.pkesinteraktif.com/content/view/2330/36/lang,ar/

Page 83: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

70

umumnya, kitab-kitab fiqh tidak mencantumkan nazhir wakaf sebagai salah

satu rukun wakaf. Ini dapat dimengerti, karena wakaf adalah ibadah tabarru’

(perbuatan derma), namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk

nazhir wakaf, baik yang bersifat perorangan maupun kelembagaan (badan

hukum)5

Nazhir sebagai pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi

wakaf mempunyai kedudukan yang penting dalam perwakafan, sehingga

berfungsi tidaknya benda wakaf tergantung dari nazhir itu sendiri. Untuk itu

sebagai instrument penting dalam perwakafan, nazhir harus memenuhi syarat-

syarat yang memungkinkan, agar wakaf bisa diberdayakan sebagaimana

mestinya.6 Dalam kitab al-fiqh al-Islâmî wa a’dillâtuhû, Wahbah Zuhaili

mengemukakan syarat-syarat nazhir adalah:adil, cakap (mampu melakukan

perbuatan hukum) dan Islam. Sedangkan menurut al-Khatib as-Sarbini dalam

kitabnya fathul mu’în syarat-syarat nazhir wakaf itu adalah: adil, dan mampu.

Memang mengenai syarat nazhir sudah dibahas oleh ulama fiqih terdahu

Namun syarat-syarat yang disebutkan oleh ulama fiqh terdahulu jika mengacu

pada konteks kekinian kurang relevan karena jika syarat nazhir hanya itu tanpa

dibekali dengan kemampuan yang cukup maka belum mencukupi agar nazhir

wakaf bisa menjadi nazhir professional yang direkrut berdasarkan keahlian

5Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Para

Digma Baru Wakaf di Indonesia., h.50. 6Ibid., h.50

Page 84: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

71

dalam bidang masing-masing yang akan mengembangkan wakaf. Oleh karena

itu dalam Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf di atur

syarat-syarat nazhir baik yang berbentuk perseorangan, organisasi atau badan

hukum pada pasal 10 Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf7.

Untuk lebih jelasnya, persyaratan nadzhir wakaf itu dapat diungkapkan

sebagai berikut:8

(a). Syarat moral

� Paham tentang hukum wakaf dan ZIS, baik dalam tinjauan syari’ah

maupun perundang-undangan Negara RI

� Jujur, amanah dan adil sehingga dapat dipercaya dalam proses

pengelolaan dan pentasharrufan kepada sasaran wakaf

� Tahan godaan, terutama menyangkut perkembangan usaha

� Pilihan, sungguh-sungguh dan suka tantangan

� Punya kecerdasan, baik emosional maupun spiritual

(b). Syarat manajemen

� Mempunyai kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam leadership

� Visioner

� Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual social dan

pemberdayaan

7Untuk lebih jelasnya lihat Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf pasal 10. 8Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Para

Digma Baru Wakaf di Indonesia, h.52.

Page 85: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

72

� Professional dalam bidang pengelolaan harta

� Ada masa bakti nazhir

� Memiliki program kerja yang jelas

(c). Syarat Bisnis

� Mempunyai keinginan

� Mempunyai pengalaman dan atau siap untuk dimagangkan

� Punya ketajaman melihat peluang usaha sebagaimana layaknya

entrepreneur

Dari persyaratan yang telah di kemukakan di atas menunjukkan bahwa

nazhir menempati pada pos yang sangat sentral dalam pengelolaan harta wakaf,

dan dengan dipenuhinya syarat-syarat yang di sebutkan di atas diharapkan

nazhir wakaf yang selama ini tradisional mengarah pada nazhir professional

yang direkrut berdasarkan keahlian dalam bidang masing-masing.9

2. Adanya 2(dua) orang saksi wakaf dalam ikrar wakaf dan pencatatan ikrar

wakaf. Disamping nazhir wakaf, hal yang tidak banyak dibicarakan dalam

kitab-kitab fiqh adalah mengenai masalah pentingnya saksi dalam wakaf dan

pencatatan wakaf. Boleh jadi pertimbangan para ulama, memandang wakaf

adalah ibadah tabarru’(derma), yang tidak perlu disaksikan oleh orang banyak.

Mengenai masalah pencatatan wakaf tidak/belum mendapat perhatian para

9Ibid., h.53.

Page 86: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

73

ulama fiqh terdahulu ini dapat dipahami karena problema hukum waktu itu

tidak seperti kenyataan pada saat ini.10

Kebiasaan masyarakat Indonesia sebelum adanya UU No. 5 tahun 1960,

PP No. 28 tahun 1977, KHI buku III, dan Undang-Undang No. 41 tahun 2004

tentang Wakaf, dalam ikrar wakaf hanya menggunakan pernyataan lisan saja

yang didasarkan pada adat kebiasaan keberagaman yang bersifat lokal, umat

Islam Indonesia lebih banyak mengambil pendapat dari golongan Syafiiyah

sebagaimana mereka mengikuti mazhabnya, menurut pandangan as-Syafi’i

pernyataan lisan secara jelas (sharih) termasuk bentuk dari pernyataan wakaf

yang sah, pernyataan wakaf harus menggunakan kata-kata yang jelas seperti

waqaftu, habastu atau sabbaltu atau kata-kata kiasan yang di barengi dengan

niat wakaf secara tegas, sedang ulama fiqh yang lainnya tidak mensyaratkan

pernyataan wakaf secara lisan. Namun dari pandangan as-Syafi’i tersebut

kemudian ditafsirkan secara sederhana bahwa pernyataan wakaf cukup dengan

lisan saja, namun bukan berarti orang yang hendak mewakafkan hartanya

dengan tulisan wakafnya tidak syah justtru pernyataan tulisan mewakafkan

sesuatu bisa menjadi bukti yang kuat bahwa si wakif telah melakukan

wakafnya.11

10Didin Najmudin, Tinjauan Kaidah fiqhiyyah tentang konsep maslahat dalam Kompilasi

hukum Islam di Indonesia(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 200), h.74-75.

11Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia, h.38-39.

Page 87: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

74

Dalam konteks kehidupan saat ini, suatu tindakan hukum seperti wakaf,

apabila tidak dibuktikan dengan surat-surat atau akta otentik, akan membuka

peluang yang lebih besar untuk disalah gunakan oleh oknum-oknum yang tidak

bertanggung jawab. Oleh karena itu, sudah seharusnya wakif memperhatikan

upaya-upaya tertib hukum dan administrasi dalam rangka lebih

mengoptimalkan niat dan pelaksanaan wakaf itu sendiri yang sudah diatur

dalam Undang-Undang wakaf no. 41 tahun 2004 pada pasal 17 dan 21.

Urgensi saksi ini, pada hakekatnya untuk mengatantisipasi hal-hal yang

tidak diinginkan di kemudian hari yang pada gilirannya dapat merugikan semua

pihak yang terkait dalam masalah wakaf.

3. Peruntukan harta benda wakaf. Secara garis umum, pihak yang menerima

wakaf adalah kebajikan umum dan tidak ditentukan secara lebih jelas oleh nash,

begitu pula halnya dengan peruntukan harta wakaf, namun wakaf itu sendiri

harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan oleh

syariat.12

Dalam kitab fiqih terdahulu tidak ada aturan mengenai peruntukan harta

wakaf, harta wakaf hanya ditujukan untuk kebajikan. Pada umumnya wakaf di

Indonesia digunakan untuk sarana ibadah seperti masjid, musholla, sekolah,

ponpes, yatim piatu, makam dan sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara

produktif dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi

12Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Para

Digma Baru Wakaf di Indonesia., h.58.

Page 88: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

75

pihak-pihak yang memerlukan khususnya kaum fakir miskin. Apabila

peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal tersebut tanpa diimbangi dengan

wakaf yang dikelola secara produktif, maka kesejahteraan sosial ekonomi

masyarakat yang diharapkan dari lembaga wakaf, tidak akan dapat terealisasi

dengan optimal, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No.41

tahun 2004 tentang Wakaf mengenai peruntukan harta wakaf.13

Dapat terlihat dengan jelas dalam Undang-Undang ini bahwasanya

peruntukan harta wakaf tidak hanya terbatas untuk sarana kegiatan ibadah saja,

tetapi juga untuk yang lainnya, wakaf juga bisa dijadikan sebagai lembaga

ekonomi yang potensial untuk dikembangkan selama bisa dikelola secara

optimal. Karena institusi perwakafan merupakan salah satu aset kebudayaan

nasional dari aspek sosial yang perlu mendapat perhatian sebagai penopang

hidup dan harga diri bangsa.14

4. Berkembangnya bentuk benda yang dapat diwakafkan, bolehnya wakaf uang

dan sertifikat wakaf tunai, berbicara mengenai benda yang di wakafkan. Dalam

prakteknya wakaf pada sebagian besar umat Islam baru terbatas pada

perwakafan benda tak bergerak yang lebih banyak dipergunakan untuk

kepentingan konsumtif, seperti tanah yang diperguanakan untuk bangunan

13UU Wakaf No. 41 tahun 2004, pasal 22. 14Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia,h.3.

Page 89: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

76

masjid, tempat pendidikan, rumah sakit, dan lain-lain atau hasil tanah itu untuk

pemeliharaan bangunan-bangunan tersebut.15

Mereka mempunyai pendirian yang kuat bahwa benda wakaf itu haruslah

benda yang tidak habis pakai, yang kekal abadi (tidak hancur). Mereka

berpendirian seperti itu karena sebagian besar umat Islam Indonesia berpegang

pada mazhab Syafi’i, walaupun Ulama’ Syafi’iyah pada dasarnya

memperbolehkan wakaf berupa benda bergerak dan tidak bergerak asal tidak

cepat habis (hancur) jika digunakan.16 Namun seiring dengan berkembangnya

zaman saat ini sedang berkembang wacana wakaf bergerak, seperti wakaf uang,

logam mulia, saham atau surat-surat berharga lainnya, kendaraan, hak kekayaan

intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai ketentuan syariah, seperti

yang diatur dalam Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang Wakaf.17

Pada saat ini, obyek wakaf, baik itu berupa wakaf benda tetap atau benda tak

tetap, sudah saatnya untuk lebih diberdayakan agar lebih produktif, misalnya

wakaf yang berupa tanah atau rumah diberdayakan untuk disewakan, wakaf

hewan untuk diternakkan, dan wakaf uang untuk modal investasi, sehingga

diharapkan kelaknya dapat menciptakan kemaslahatan umat yang lebih luas jika

disertai pengelolaan nazhir yang profesional. Hasilnya untuk dana

15Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Para

Digma Baru Wakaf di Indonesia., h.102. 16Abu Zahra, Ushul Fiqh I, h.104. 17UU Wakaf No. 41 tahun 2004, pasal 16 yat (1,2 dan 3)

Page 90: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

77

pembangunan seperti untuk pembangunan jalan-jalan, selokan, tempat ibadah,

memajukan dunia pendidikan, dan untuk memperbaiki kesejahteraan hidup

masyarakat.18

Subtansi wakaf tunai sebenarnya telah lama muncul, bahkan dalam kajian

fiqh klasik sekalipun seiring dengan munculnya ide revatilisasi fiqh muamalah

dalam perspektif maqâsid al-syarî’ah (filosofi dan tujuan syarit) yang dalam

pandangan Umar Capra bermuara pada maslahah mursalah (kemaslahatan

universal) termasuk upaya mewujudkan kesejahteraan sosial melalui keadilan

distribusi pendapatan dan kekayaan.19

Wakaf dalam bentuk uang di kalangan ahli fiqih klasik merupakan persoalan

ikhtilaf (masih diperdebatkan). Perdebatan ini tidak terlepas dari kebiasaan

yang lazim ditengah masyarakat. Ketika itu wakaf hanya menyangkut

harta/benda yang tetap saja. Ibn Abidin (1994) mengungkapkan, berdasarkan

kebiasaan yang lazim, sebahagian ulama masa silam merasa aneh saat

mendengar Muhammad bin Abdullah al-Anshari berfatwa tentang bolehnya

berwakaf dalam bentuk uang tunai baik dalam bentuk dinar atau dirham.

Bahkan dalam bentuk komiditas yang ditimbang atau ditakar (seperti bahan

sandang dan bahan pangan) juga boleh diwakafkan. Lebih lanjut al-Anshari

18Nur Kholis, Antisipasi Hukum Islam dalam Menjawab Problematika Kontemporer(kajian

terhadap pemikiran maslahah mursalah al-ghazali) h. 4 artikel diakses pada tanggal 27 Feb 2010 07:35:39 http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/antisipasi-hukum-islam-dalam-menjawab-problematika-kontemporer/

19Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia.h.112.

Page 91: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

78

menambahkan dana wakaf itu diinvestasikan dengan cara mudhârabah, dan

labanya dishadaqahkan. Sedangkan komoditas dijual, dan harga penjualan yang

diperoleh diinvestasikan dan hasilnya dishadaqahkan.20

Disamping itu Ibnu Qudamah (tt), menemukan pendapat yang tidak

membuka peluang sama sekali untuk berwakaf dalam bentuk uang. Ibnu

Qudamah mengemukakan, sebahagian besar ulama yang tidak membolehkan

wakaf uang beralasan bahwa uang akan lenyap ketika dibayarkan. Sehingga

tidak ada lagi wujud asli wakaf tersebut. Ibnu Qudamah juga mendapati alasan

lain tidak dibolehkannya wakaf uang. Beliau mengemukakan dengan

mempersewakan uang untuk ditarik manfaatnya sama halnya dengan merubah

fungsi utama uang sebagai alat tukar. Sama pula halnya mewakafkan pohon

untuk jemuran, padahal fungsi utama pohon bukan untuk tempat menjemur

pakaian.21

Mengenai kebolehan wakaf dalam bentuk uang ini diungkapkan oleh Ibnu

Taimiyah (2000) dalam karyanya berjudul Majmu’ al Fatawa. Ibnu Taimiyah

mendapati ada satu pendapat dari kalangan Hanabilah yang secara tegas

membolehkan wakaf dalam bentuk uang. Pendapat serupa ditemukan oleh

Imam Bukhari (1994). Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Imam az Zuhri

(wafat 124 H), salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-

20Suharwardi K Lubis, Wacana Wakaf Produktif dan Wakaf Uang. Artikel di akses pada 20

januari 2010 dari http://suhrawardilubis.multiply.com/journal/item/19, h.1 21Ibid., h.2

Page 92: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

79

Hadits, memberikan fatwanya untuk berwakaf dengan Dinar dan Dirham agar

dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembangunan, dakwah, sosial, dan

pendidikan umat Islam. Cara yang dilakukan adalah dengan menjadikan uang

tersebut sebagai modal usaha (modal produktif) kemudian menyalurkan

keuntungannya sebagai wakaf. Kebolehan wakaf tunai juga dikemukakan oleh

Mazhab Hanafi dan Maliki. Bahkan sebagian ulama Mazhab Syafi’iy juga

membolehkan wakaf tunai sebagaimana yang disebut Al-Mawardy, ”Abu Tsaur

meriwayatkan dari Imam Syafi’iy tentang kebolehan wakaf dinar dan

dirham”22. Pendapat inilah yang dikutip Komisi fatwa MUI (2002) dalam

melegitimasi wakaf tunai. Di Indonesia saat ini, persoalan boleh tidaknya wakaf

uang, sudah tidak ada masalah lagi. Hal itu diawali sejak dikeluarkannya fatwa

MUI pada tanggal 11 Mei 2002.

Anwar Ibrahim menjelaskan bahwa MUI Pusat telah mengesahkan wakaf

uang berdasarkan keputusan Komisi Fatwa MUI Pusat tanggal 11 Mei 2002.

dalam fatwanya dikemukakan bahwa wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan

seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum, dalam bentuk uang

tunai, termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. Hukum

wakaf dengan uang itu dibolehkan (jaiz) asalkan nilai pokok wakaf uang itu

22 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.108-

109

Page 93: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

80

tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan dan penggunaannya harus untuk

hal-hal yang dibolehkan oleh syara’.23

Selanjutnya dalam kaitan ini, bahkan M. Anwar Ibrahim lebih menekankan

pemberdayaan wakaf dengan uang, karena manfaatnya lebih besar dari pada

wakaf tradisional yang berupa benda tak bergerak atau benda bergerak. Di

samping itu, wakaf dengan uang lebih banyak dapat dilakukan. Jika wakaf uang

dapat dikelola secara profesional oleh nazhir sebagai lembaga pengelola wakaf,

maka akan menjadi modal usaha yang besar.24

Dengan demikian diaturnya benda wakaf bergerak seperti yang diatur dalam

Undang-Undang No.41 tahun 2004 tentang Wakaf pasal 15-16 dan pengaturan

wakaf uang pada pasal 28-31, diharapkan bisa menggerakkan seluruh potensi

wakaf untuk kesejahteraan masyarakat luas.

5. Sertifikasi tanah wakaf (pendaftaran tanah wakaf), pada mulanya syariat Islam

tidak mengatur secara konkrit tentang adanya pendaftaran tanah wakaf. Begitu

juga dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia, belum adanya aturan

pemerintah untuk pendaftaran tanah wakaf.

23 Nur Kholis, Antisipasi Hukum Islam dalam Menjawab Problematika Kontemporer(kajian

terhadap pemikiran maslahah mursalah al-ghazali) h. 4 artikel diakses pada tanggal 27 Feb 2010 07:35:39 http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/antisipasi-hukum-islam-dalam-menjawab-problematika-kontemporer/

24 Sebagaimana dikutip Barmawi Mukri dari Tabloid Jumat yang terbit tanggal 4 April 2003,

hlm. 4 dalam “Peranan Maslahah Mursalah dan Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia”, Jurnal UNISIA, No. 48/XXVI/II/2003. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, h.208.

Page 94: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

81

Sebelum adanya peraturan peundang-undang wakaf, perubahan status tanah

yang diwakafkan dapat dilakukan secara sepihak oleh nazhirnya, hal ini

disebabkan karena adanya beraneka ragam bentuk perwakafan,25 dan tidak

adanya keharusan mendaftarkan harta kepada pemerintah. Selain itu dalam

kondisi dimana nilai dan penggunaan tanah semakin besar dan meningkat,

maka tanah wakaf yang tidak memiliki surat-surat dan tidak jelas secara

hukum, sering mengundang kerawanan dan peluang terjadinya penyimpangan

dan hakikat dari tujuan perwakafan sesuai dengan ajaran agama.26

Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan zaman yang kian pesat dan

atas dasar pertimbangan kemaslahatan, maka hukum perwakafan di Indonesia

menuntut keharusan pendaftaran tanah wakaf. sebagaimana yang diatur dalam

Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf pasal 32-39 , Pendaftaran

tanah wakaf ini bertujuan untuk mewujudkan ketertiban administrasi

perwakafan sehingga tanah-tanah wakaf tersebut memiliki status hukum yang

jelas dan dapat menjadi bukti otentik yang bisa menguatkan secara adminstratif

(hukum) apabila terjadi sengketa dikemudian hari tentang tanah yang

diwakafkan. Pendaftaran tanah wakaf sangat jelas mendatangkan maslahat bagi

tegaknya praktik wakaf, karena untuk menjaga sesuatu yang tidak diinginkan

25 Beraneka ragam bentuk perwakafan yang dimaksud adalah:wakaf keluarga, dan wakaf

umum. 26 Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia.h.90-91.

Page 95: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

82

dikemudian hari, yang pada akhirnya merugikan salah satu pihak yang

bersengketa.27

6. Perubahan status tanah wakaf, dalam hal ini pertukaran benda wakaf, mengenai

boleh tidaknya pertukaran benda wakaf terjadi perbedaan pendapat ulama

dalam hal ini. Golongan Malikiyah berpendapat “tidak boleh” menukar harta

wakaf yang terdiri dari benda tak bergerak, walaupun benda itu akan rusak atau

tidak menghasilkan sesuatu. Tapi sebagian dari mereka ada yang “boleh” asal

diganti dengan benda tak bergerak lainnya jika dirasakan bahwa benda itu

sudah tidak bermanfaat lagi. Sedangkan untuk benda bergerak, golongan

Malikiyah “membolehkan”, sebab dengan adanya pertukaran maka benda

wakaf itu tidaka akan sia-sia.28 Imam Syafi’i berpendapat “tidak boleh” menjual

masjid secara mutlak, sekalipun masjid itu roboh. Tapi golongan Syafi’iyah

berbeda pendapat tentang benda wakaf benda tak bergerak yang tidak

memberikan manfaat sama sekali: sebagian menyatakan “boleh” ditukar agar

harta wakaf itu ada manfaatnya, dan sebagian lain menolaknya.29

Sementara itu kalangan mazhab Hanbali memperbolehkan penukaran harta

wakaf dalam kondisi yang sangat diperlukan. Yakni apabila hasil harta wakaf

itu telah berkurang dan ada kemungkinan untuk ditukarkan dengan yang lain

27Ibid., h.92. 28Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia.h.67. 29Ibid .,h.67-68.

Page 96: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

83

yang lebih bermanfaat dan produktif, tetapi tetap tidak boleh dijual. Dalam

kondisi lain, mereka membolehkan menjual masjid yang tidak memenuhi

kapasitas jumlah jamaah, sudah hancur, tidak dipergunakan lagi dan hasil

penjualannya dipergunakan untuk membangun masjid yang lain yang lebih

baik.30 Sedangkan mazhab Hanafi memperbolehkan penukaran harta wakaf.

Pendapat Imam Malik beserta pendukungnya dan Imam Syafi’i, nampaknya

menyebabkan kurang fleksibelnya pandangan masyarakat Indonesia yang

sampai saat ini banyak yang bersikukuh memeganginya. Akibatnya, banyak

benda wakaf yang hanya dijaga eksistensinya tanpa pengelolaan yan baik,

meskipun telah usang dimakan usia atau karena tidak strategis dan tidak

memberi manfaat apa-apa kepada masyarakat.31

Padahal kalau kita mau meninjau ulang terhadap maksud hadits Nabi s.a.w

yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari ibn Umar bahwa

“harta wakaf tidak boleh dijual atau ditukarkan, dihibbahkan dan diwariskan

kepada orang lain (ahli waris)” adalah agar bagaimana harta yang telah

disedekahkan (diwakafkan) dapat memberikan manfaat untuk kepentingan

masyarakat banyak. Seperti pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin

Hanbal, yang membolehkan menukar atau menjual harta wakaf yang sudah

tidak memilki nilai manfaat. Sehingga memberikan peluang terhadap

30 Hasbi, Umar, Nalar Fiqh Kontemporer, ( Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), h.149-150 31 Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia,h.68

Page 97: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

84

pemahaman baru, bahwa wakaf itu seharusnya lebih tepat disandarkan pada

aspek kemanfaatannya untuk kebajikan umum dibandingkan hanya menjaga

benda-benda tersebut tanpa memiliki kemanfaatan lebih nyata.32

Mengamati sejumlah pendapat diatas, pada prinsipnya para ulama

sependapat bahwa harta wakaf itu boleh ditukar atau di jual jika keadaan

menghendakinya, hanya saja di antara mereka ada yang membatasi secara ketat

yakni Imam Malik beserta pendukungnya dan juga kalangan Syafi’iyah, dan

ulama yang membatasi secara longgar yaitu mazhab Hanbali, sedangkan

kalangan Hanafiyah memberikan kelonggaran secara luas.33

Menurut PP No. 28 Tahun 1977 Bab IV Bagian Pertama, Pasal 11 ayat (2)

dan ditegaskan lagi dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

Bab IV Pasal 41 sebenarnya memberikan legalitas terhadap tukar menukar

benda wakaf setelah terlebih dahulu meminta ijin dari Mentri Agama RI dengan

dua alasan yaitu: karena tidak sesuai dengan tujuan wakaf dan demi

kepentingan umum. Secara subtansial, benda-benda wakaf boleh diberdayakan

secara optimal untuk kepentingan umum dengan jalan tukar menukar.34

Dan pada dasarnya kebolehan penukaran wakaf ini didasarkan pada prinsip

kemaslahatan (maslahah) yaitu meninggalkan ketentuan sunnah yang

32 Ibid.,h.68-69. 33Hasbi, Umar, Nalar Fiqh Kontemporer, h.150-151. 34 Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Para

Digma Baru Wakaf di Indonesi, h.99-100.

Page 98: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

85

menegaskan larangan menjual, atau menukarkan, menghibahkan atau

mewariskan, dan pengamalan prinsip-prinsip umum maqâsid al-syarî’ah yakni

memperbolehkan menjual barang wakaf untuk kepentingan yang lain lebih

manfaat, dan sesuai dengan situasi yang ada. At-Tuhfi dalam teori maslahahnya

menegaskan bahwa, apabila nash atau ijma bertentangan dengan kepentingan

masyarakat (maslahah) maka didahulukan maslahah dengan cara takhsis nash

tersebut (pengkhususan hukum) dan bayan (perincian dan penjelasan).35

7. Lahirnya Lembaga Wakaf Indonesia (BWI), jika selama ini wakaf hanya di

kelola oleh nazhir baik perseorang atau badan hukum, kali ini pemerintah dalam

hal ini yang tertuang dalam Undang-Undang No.41 tahun 2004 Wakaf,

membuat suatu inovasi membentuk lembaga wakaf nasional yang disebut

dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang telah diatur dalam Undang-

Undang ini dari pasal 47-61. BWI yang diamanatkan Undang-Undang

merupakan lembaga independen, yang akan berkedudukan di ibukota dan dapat

membentuk perwakilan di provinsi dan atau kabupaten/kota sesuai dengan

kebutuhan.36

Pembentukan BWI bertujuan untuk menyelenggarakan administrasi

pengelolaan secara nasional untuk membina para Nazhir yang sudah ada agar

lebih profesional, mengelola sendiri harta wakaf yang dipercayakan kepadanya,

35 Hasbi, Umar, Nalar Fiqh Kontemporer, h.151-152. 36 Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia.h. 97.

Page 99: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

86

dan promosi program yang diadakan oleh BWI dalam rangka sosialisasi kepada

umat Islam dan masyarakat. Sehingga BWI kelak akan menduduki peran kunci,

selain Nazhir wakaf yang telah ada, dalam pengembangan wakaf di tanah air.37

Dari kesemua reformulasi konsep wakaf, pengembangan dan pembaharuan

yang telah dilakukan bukan berarti keluar dari koridor dan frame syariat.

Reformulasi yang demikian kalau mengutip pendapatnya Tahir Mahmood

disebut sebagai refurmulasi kategori extra doctrinal reform, yakni melakukan

pengembangan dan pembaharuan hukum Islam yang beranjak dari fiqh Mazhab

dengan mengutamakan prinsip al-maslahah al-mursalah (kemaslahatan) dan

siyasah syar’iyah (investasi negara).38

C. Analisis Penulis

Salah satu poin dari keistimewaan hukum Islam adalah bahwa hukum Islam

itu diterapkan berdasarkan kemaslahatan manusia baik di dunia maupun

diakhirat. Penalaran ijtihad yang menggunakan corak maslahah mursalah atas

dasar kemaslahatan yang tidak diakui dan juga tidak di tolak keberadaannya ini

banyak terjadi dalam masyarakat, sehingga seorang mujtahid dituntut untuk

menyelesaikan persoalan sebagai upaya pengembangan hukum. Maslahah

mursalah diakui jika berkaitan dengan maqâsid syarî’ah seperti syarat yang

ditetapkan oleh imam al-Ghazali, bahwa harus ada kesesuaian antara keduanya,

37 Ibid., h.104-105 38 Tahir Mahmood, Family Law Reform In The Muslim World, (New Delhi: The Indian Law

Institute, 1972). h. 267-269 lihat juga M. Atho Muadzar dan Khairuddin Nasution (ed), Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern.h.208

Page 100: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

87

dan maslahah itu harus logis dan bertujuan menghilangkan kesulitan umat

manusia.

Masyarakat berkembang selalui mengikuti perubahan zaman, karena itu

untuk mengantisipasi perubahan dan perkembangan masyarakat, Islam datang

membawa ajaran dan prinsip dasar yang bisa ditafsirkan dan dikembangkan,

agar hukum Islam mampu merespon dan memelihara kemaslahatan hidup

masyarakat yang menjadi tujuan syariat Islam. Sebaliknya jika ajaran dan prinsip

itu tidak bisa dikembangkan dan ditafsirkan pada perkembangan masyarakat,

maka hukum Islam akan terkesan statis.

Wakaf diletakkan pada wilayah yang bersifat ijtihâdi, bukan ta'abbûdi,

khususnya yang berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis wakaf, syarat,

peruntukan dan lain-lain. Oleh karenanya, ketika suatu hukum (ajaran) Islam

yang masuk dalam wilayah ijtihâdi, maka hal tersebut menjadi sangat fleksibel,

terbuka terhadap penafsiran-penafsiran baru, dinamis, futuristik (berorientasi

pada masa depan). Sehingga dengan demikian, ditinjau dari aspek ajaran saja,

wakaf merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk bisa dikembangkan

sesuai dengan kebutuhan zaman. Apalagi ajaran wakaf ini termasuk bagian dari

muamalah yang memiliki jangkauan yang sangat luas, khususnya dalam

pengembangan ekonomi lemah.

Dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf, terdapat banyak

paradigma baru mengenai wakaf yang didasarkan kepada kemaslahatan, yang

Page 101: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

88

mungkin dalam kitab-kitab fiqh terdahulu belum diatur mengenai peraturannya

dikarenakan belum berkembangnya, aspek wakaf itu sendiri. Sebagaimana telah

disebutkan diawal pembahasan bab ini pada dasarnya hadirnya Undang-Undang

No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf itu sendiri merupakan penerapan dari

maslahah mursalah, oleh karena itu penulis ingin mencoba membahas beberapa

kandungan maslahah mursalah dalam UU Wakaf ini yang didasarkan atas asas

maslahah (kemaslahatan).

Adanya persyaratan nazhir. Seperti telah disebutkan sebelumnya nazhir

wakaf merupakan pos yang sangat sentral dalam pengelolaan harta wakaf. oleh

karena itu dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf hal tersebut

diatur dan diperketat dengan persyaratan nazhir yang tercantum pada pasal 10

tentang Nazhir. Menurut penulis adanya nazhir serta persyaratannya merupakan

ijtihâd ulama indonesia yang berlandaskan maslahah mursalah karena memang

tidak terdapat dalam nash secara ekplisit yang mengatur hal tersebut.

Sama halnya dengan persyaratan nadzir tidak ada nash atau hadits yang

mengatur mengenai masalah pentingnya adanya 2 orang saksi dalam ikrar wakaf

dan pencatatan ikrar wakaf, serta tidak banyak dibicarakan dalam kitab-kitab

fiqh. Namun Islam juga tidak melarang adanya peraturan tersebut, dalam

Undang-Undang Wakaf ini diatur pada pasal 17 ayat (1) dan (2) dan pada pasal

21. Adanya aturan tersebut berlandaskan atas prinsip kemaslahatan, dan pada

hakekatnya agar mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari

Page 102: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

89

yang pada gilirannya dapat merugikan semua pihak yang terkait dalam wakaf.

sehingga terjadinya tertib hukum dan administrasi dalam perwakafan

Tidak jauh berbeda dengan syarat 2 orang saksi dalam ikrar wakaf dan

pencatatan ikrar wakaf Sertifikasi tanah wakaf, atau pendaftaran tanah wakaf

dalam kitab-kitab fiqh terdahulu belum diatur. Kemungkinan besar, para ulama’

pada saat itu belum menganggap pendaftaran tanah wakaf itu penting dan

bermanfaat. Di sisi lain, pendaftaran tanah wakaf tidak dilarang dalam Islam,

bahkan mendatangkan maslahat yang banyak seperti untuk ketertiban

administrasi dan, kepastian hukum dan mencegah terjadinya hal-hal yang tidak

diinginkan dikemudian hari yang pada gilirannya dapat merugikan semua pihak

yang terkait dalam wakaf

Dalam hal syarat 2 orang saksi dalam ikrar wakaf dan pencatatan ikrar

wakaf, penulis berpendapat ini merupakan ijtihâd ulama agar terjadinya tertib

hukum dalam perwakafan berlandaskan maslahah mursalah karena memang

tidak terdapat dalam nash secara ekplisit yang mengatur hal tersebut.

Peruntukan harta wakaf, berkembangnya objek wakaf membawa dampak

pula bagi peruntukan harta wakaf, pada dasarnya tidak ada aturan secara jelas

dalam fiqh tentang peruntukan harta wakaf, sebagaimana telah diuraikan pada

point sebelumnya, dalam fiqh peruntukan harta wakaf selama untuk kebajikan

dan tidak keluar dari koridor syariat Islam itu dibolehkan, akan tetapi karena

objek wakaf dulu yang terkesan hanya berupa tanah atau bangunan (benda tidak

bergerak) maka peruntukan harta wakaf hanya bisa digunakan untuk sarana

Page 103: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

90

ibadah saja seperti, mushola, masjid, madrasah, pesantren dan sebagainya.

Padahal jika kita lihat dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf

pasal 22. Peruntukan harta wakaf telah diatur dengan jelas sehingga harta wakaf

bisa berguna tidak hanya untuk aspek ibadah saja melainkan kesehatan,

pendidikan, kesejahteraan ekonomi, dll, dan adanya peraturan peruntukan harta

wakaf ini tidak dilarang oleh Islam, bahkan mendatangkan maslahat yang

banyak, sehingga penulis menganggap adanya peraturan peruntukan harta wakaf

ini merupakan ijtihâd ulama Indonesia (pembuat UU Wakaf) yang berlandaskan

maslahah mursalah.

Berkembangnya bentuk benda yang dapat di wakafkan serta kebolehannya

wakaf uang dan sertifikat wakaf uang. Permasalahan seperti ini dalam ayat

alQur’an dan Hadits tidak diatur secara ekplisit tetapi dalam pandangan ulama

fiqh termasuk yang di ikhtilafkan, alasan boleh tidak bolehnya wakaf tunai

berkisar pada wujudnya, apakah wujud uang itu setelah digunakan atau

dibayarkan masih ada seperti semula, terpelihara, dan menghasilkan keuntungan

lagi pada jangka waktu yang lama atau tidak, sebagaimana telah dijelaskan diatas

bahwa penulis sendiri setuju dengan dasar berkembangnya objek wakaf yakni

benda bergerak dan dibolehkannya wakaf uang (cash waqf), tentu saja ini

merupakan terebosan yang cukup signifikan dalam dunia perwakafan karena

wakaf seperti uang, saham atau surat berharga lainnya merupakan variable

penting dalam pengembangan ekonomi, dan dengan melihat kenyataan

masyarakat perkotaan saat ini tidak mungkin banyak tanah, maka dengan tidak

Page 104: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

91

menunggu sebagai tuan tanah dulu, sehingga aturan ini membuka peluang bagi

mereka untuk mudah mewakafkan sebagian harta mereka, dan menurut penulis

adanya aturan ini berlandaskan atas kemaslahatan yang dalam kajian ushul

fiqhnya disebut maslahah mursalah.

Perubahan status tanah wakaf. Baik pertukaran benda wakaf ataupun

pertukaran fungsi dari benda wakaf itu sendiri. Mengenai hal ini dalam ayat al-

Qur’an tidak dijelaskan secara ekplisit, namun dalam hadits hadits Nabi s.a.w

dijelaskan yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari ibn

Umar bahwa “harta wakaf tidak boleh dijual atau ditukarkan, dihibbahkan dan

diwariskan kepada orang lain (ahli waris)” akan tetapi dalam pandangan fiqh

termasuk yang di ikhtilafkan, namun seperti yang telah dijelaskan pada poin

sebelumnya jika ditinjau ulang maksud dari hadits tersebut adalah agar

bagaimana harta yang telah disedekahkan (diwakafkan) dapat memberikan

manfaat untuk kepentingan masyarakat banyak, oleh karena itu penulis setuju

dengan adanya pengecualian bolehnya berubahnya status tanah wakaf baik itu

bertukarnya benda wakaf ataupun berubahnya fungsi dari benda wakaf itu

sendiri, sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang No. 41 tahun 2004

tentang Wakaf pasal 41 tentang pengecualian perubahan status tanah wakaf,

dalam hal ini ulama indonesia (pembuat UU Wakaf) dalam membuat aturan ini,

mengambil jalan dengan teori kebolehan sebagai jalan kemaslahatan. Sehingga

menurut penulis bahwa rumusan yang dikemas oleh para ulama ini berlandaskan

atas dasar maslahah mursalah.

Page 105: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

92

Lahirnya Lembaga independen wakaf, jika selama ini wakaf hanya di kelola

oleh nazhir baik perseorang atau badan hukum, kali ini pemerintah membuat

suatu inovasi membentuk lembaga wakaf nasional yang disebut dengan Badan

Wakaf Indonesia(BWI) yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 41 tahun

2004 tentang Wakaf dari pasal 47-61. Pada dasarnya pembentukan lembaga ini

tidak ada aturannya dalam fiqh ataupun dilarang oleh Islam, atas dasar itu penulis

menganggap hadirnya lembaga indevenden ini justru akan membawa banyak

maslahat bagi perkembangan perwakafan indonesia.

Dari beberapa paradigma baru dalam wakaf yang terdapat dalam Undang-

Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf No. 41 tahun 2004 diatas, menurut

hemat penulis banyak dimasuki oleh unsur siyasah syariyyah, yang berlandaskan

maslahah mursalah, sehingga dapat disimpulkan banyak terdapat penerapan

konsep maslahah mursalah dalam pasal-pasal Undang-Undang No. 41 tahun

2004 tentang wakaf.

Dengan demikian, tindakan pemerintah yang mengatur masalah wakaf yang

dituangkan dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ini banyak

didasari pada semangat maslahah pada prinsipnya sejalan dengan kaidah

fiqhiyyah yang universal yaitu:

ما م على الرعيته منوط باملصلحةإل لتصرف ا

Artinya: “segala kebijakan Imam (pemerintah) terhadap rakyat yang dipimpinnya, terkait sepenuhnya dengan kemaslahatan.”

Page 106: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

93

Page 107: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

93

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah memaparkan seluruh pembahasan, maka di bagian akhir skripsi ini ,

penulis menyimpulkan isi seluruh pembahasan tersebut sebagai berikut:

1. Salah satu metode pembentukan hukum yang banyak berperan dalam

pembentukan/perumusan undang-undang (qanun) dalam konteks nation state

adalah metode maslahah mursalah, maslahah mursalah adalah kemaslahatan

yang keberadaannya tidak disinggung oleh dalil-dalil tertentu, baik dalil-dalil

yang mendukungnya maupun yang menolaknya secara rinci, namun demikian

kemaslahatan tersebut sejalan dengan tujuan syara’ dan makna dari

sekumpulan nash (al-Qur’an atau al-Hadits). Sedangkan mengenai

kedudukan maslahah mursalah, pada dasarnya jumhur ulama sepakat bahwa

maslahah mursalah dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum syara’

walaupun mereka berbeda pendapat dalam penerapan dan penempatan syarat

maslahah mursalah tersebut.

2. Adapun pasal-pasal Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf yang

didasari atas maslahah mursalah baik itu pemalingan hukum dari Qiyâs yaitu

perubahan status tanah wakaf (pertukaran benda wakaf ataupun pertukaran

fungsi benda wakaf) dan adanya wakaf tunai. Serta memang dalam nash atau

dalam kitab-kitab fiqh terdahulu belum diatur mengenai aturan tersebut, yaitu

Page 108: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

94

meliputi adanya nazhir dan persyaratannya, adanya 2 orang saksi dalam ikrar

wakaf dan pencatatan ikrar wakaf, berkembangnya objek benda wakaf,

sertifikasi tanah wakaf, dan lahirnya Lembaga Wakaf Indonesia, yang disebut

BWI (Badan Wakaf Indonesia).

3. Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf secara materiil banyak

dimasuki unsur siyasah syar’iyyah yang berlandaskan maslahah mursalah,

oleh karena itu perlu ditinjau secara kritis, bagaimana penerapan maslahah

mursalah dalam materi undang-undang ini, dan dalam tinjauan tersebut

ternyata pasal-pasal Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

memang didasarkan kemaslahatan (maslahah mursalah), dan mendapat

pengukuhan dan dukungan normatif untuk di aplikasikan dan di

implementasikan.

B. Saran

Dalam bagian akhir skripsi ini, penulis ingin memberikan saran-saran

sehubungan dengan kehadiran Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang

Wakaf ditengah masyarakat Islam Indonesia serta dalam mewarnai pembangunan

hukum nasional di Indonesia.

Saran-saran ini penulis tunjukan kepada berbagai pihak baik perumus

Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf, para hakim Pengadilan

Agama, civitas akademis, maupun masyarakat Islam secara umum, yaitu:

1. Sebagai peraturan yang diciptakan manusia, sudah pasti Undang-Undang No.

41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengandung kekurangan dan kelemahan. Oleh

Page 109: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

95

karena itu, kepada para perumus Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang

Wakaf, baik Mahkamah Agung, Pemerintah c.q. Departemen Agama, maupun

para ulama yang terlibat dalam perumusan Undang-Undang ini, seyogyanya

dapat meninjau kembali materi (pasal-pasal) dalam Undang-Undang No. 41

Tahun 2004 tentang Wakaf secara keseluruhan, serta merevisinya jika

memang dianggap perlu dan mungkin untuk dilaksanakan demi kesempurnaan

Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf serta kemaslahatan umat

Islam Indonesia.

2. Kepada para hakim Pengadilan Agama, hendaknya dapat semaksimal

mungkin menjadikan UU Wakaf sebagai rujukan dalam perkara yang menjadi

kewenangannya (perwakafan), hal ini penting agar demi terciptanya unifikasi

dan terciptanya kepastian hukum.

3. Kepada selutuh civitas akademika, khususnya Fakultas Syari’ah baik UIN

maupun perguruan tinggi swasta, hendaknya lebih concern terhadap Undang-

Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, melalui seminar maupun kajian-

kajian lainnya demi mendapatkan metode yang efektif dalam

mensosialisasikan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf di

tengah masyarakat Islam Indonesia.

4. Diperlukan evaluasi secara intensif keefektifan Undang-Undang No. 41 Tahun

2004 tentang Wakaf oleh Departemen Agama khususnya dan umat Islam

umumnya.

Page 110: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

96

5. Perlu adanya sosialisasi mengenai Undang-Undang N0. 41 Tahun 2004

tentang Wakaf kepada masyarakat, baik dari media elektronik maupun cetak,

ataupun melalui seminar-seminar dan penyuluhan, karena sampai saat ini

belum banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui adanya peraturan

Perundang-undangan ini.

Page 111: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

97

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Baharuddin. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada Press, 2008.

Aji, Ahmad Mukri. Pandangan al-Ghazali Tentang Maslahah Mursalah, Jurnal

Ahkam, IV,No. 08, (Jakarta:2002): h 37-45 al-Albani, Muhammad Nashirudin. Mukhtasar Shahih Muslim. Beirut: al-Maktab al-

Islami,t.t al-Buthi, Said Ramadhan. Dwabit al-Maslahah Fi al-Syari’ah al-Islamiyah. Beirut:

Muassah al-Risalah,1997. Cet. III. al-Ghazali, al-Mustashfa, Beirut: Dar al-Fikr, tt. Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press,

1998. Cet. II Amin, Ma’ruf. Fatwa dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta:Paramuda Advertising,

2008. Cet. I. Daly, Peunoh dan Shihab,Quaraisy, (ed), Ushul Fiqh, Qaidah-qaidah Istinbath dan

Ijtihad(Metode Penggalian Hukum Islam). Jakarta:Dirjen Bimas Islam Depag, 1986

Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta : Depag, 1985 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. kamus besar bahasa Indonesia.

Jakarta:Balai Pustaka, 1996. Cet. II. Djazuli, A. kaidah-kaidah Fikih : Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan

Masalah-masalah yang Praktis. Jakarta : Kencana, 2007. Cet. II Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam

Depag RI. Fiqih Wakaf, Jakarta: Depag RI ,2006 -------------, Proses Lahirnya Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

Jakarta: Depag RI, 2006

Page 112: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

98

Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Para Digma Baru Wakaf di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006

-------------, perkembangan pengelolaan Wakaf di Indonesia. Jakarta: Direktorat

Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, 2006 Dzarqa, Al-, Musthafa Ahmad Alih Bahasa: Ade Dedi Rohaya . Hukum Islam dan

Perubahan Sosial, Jakarta: Riora Cipta, 2000 Fathi, Osman, Mohamed. Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan. Jakarta:

Yayasan Paramadina, 2006, Firdaus. Ushul Fiqh Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif. Jakarta:Zikrul Hakim,2004. . Cet. I

Hasan, Bisri, Cik. Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem

Hukum Nasional. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999 Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh 1. Ciputat: Logos Publishing House, 1996. Cet. I. Hijaj, al-,Imam Abu al-Husain Muslim. Shahih Muslim, Mesir: Dar al-Hadits al-

Qahirah, 1994, jilid 6. Cet.I. Kahar,Wahidul, “Efektifitas Maslahah Mursalah Dalam Penetapan Hukum Syara’”,

Thesis. Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah ,Jakarta: 2003 Kahlani, Imam Muhammad Ismail. Subulus Salam, Bandung: Dahlan, 1982, jilid 3 Khabisi, al-,Muhammad Abid Abdullah. Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer

Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta, Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf diterjemahkan dari Hikam Al-Waqf Fi Al-Syari’ah Islamiyah. Jakarta:IIMaN, 2004, Cet. I.

Khalaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung : Gema Risalah Press, 1996. Cet.

VII. Kholis, Nur. Antisipasi Hukum Islam dalam Menjawab Problematika

Kontemporer(kajian terhadap pemikiran maslahah mursalah al-ghazali) Artikel diakses pada 30 Oktober 2009 dari http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/antisipasi-hukum-islam-dalam-menjawab-problematika-kontemporer/

Page 113: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

99

Mahmasani, Sobhi. alih bahasa:Ahmad Sudjono Filsafat Hukum dalam Islam. Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1976

Manan, Abdul. Reformasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada, 2006. Munawar, Said Agil Husin Al-. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial. Jakarta:

Penamadani, 2004. Cet. I Najib,Tuti A. dan al-Makassary, Ridwaan. Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan:

Studi tentang Wakaf dalam Perpektif Keadilan Sosial di Indonesia, Jakarta, Center for the Study of religion and Culture (CSRC), 2006.

Praja, Juhaya S. Perwakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum dan

Perkembangannya. Bandung: Yayasan Piara, 1995. Qardhawi, Yusuf alih bahasa Zuhairi Misraw, M. Imdadun Rahmah. Fikih Taysir

Metode Praktis Mempelajari Fikih . Jakarta: Pustaka Al-Kutsar , 2001. Cet. I Qardhawi, Yusuf. Keluwesan dan Keluasan Syari’at Islam: Dalam Menghadapi

Perubahan Zaman. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996. Cet I Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. Jakarta: Wijaya, 1954 Romli. Muqaranah Mazahib fil Ushul. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999. Cet.I Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, alih bahasa oleh kamaluddin A., Marzuki, dkk.

Bandung : Al-Ma’arif, 1996. Jilid ke-14. Cet. VIII Sabiq, Sayyid. Fiqhu as-sunnah, Lebanon : Dar al-Arabi,1971 Suramaputra, Ahmad Munif. filsafat Hukum Islam al-Ghazali Maslahah Mursalah &

Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.

Syafe’I, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999. Syah, Ismail Muhammad, dkk. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

Cet. II al-Syatibi, Abu Ishak Ibrahim ibn Musa ibn Muhammad. Al-Muwafaqat fi Ushul al-

Syariah, Dar ibn Affan, 1997, jilid 2.

Page 114: PENERAPAN KONSEP MASLAHAH MURSALAH DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3275/1... · menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru yang

100

Umar, Hasbi. Nalar Fiqh Kontemporer. Jakarta: Gaung Persada Pers ,2007. Cet. I Usman, Muchlis. Kaidah-kaidah Istinbath Hukum Islam (kaidah-kaidah ushuliyah

dan fiqhiyah). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996 Usman, Rachmadi, Hukum Perwakafan Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2009 Wahid, Marzuki dan Rumadi. Fiqh Madzhab Negara Kritik atas Politik Hukum Islam

di Indonesia. Jakarta : LKIS, 2001 Zahra, Muhammad Abu Penerjemah Saefullah Ma’shum, dkk.. Ushul Fiqh.

Penerjemah Saefullah Ma’shum, dkk. Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008. Cet, XI.

Zuhaili, Wahbah. Ushul al-Fiqh al Islam, Bairut, London: Dar al-Fikr a muasir,1986