penerapan e-procurement sebagai upaya meminimalisir praktek korupsi, kolusi dan nepotisme pada...
DESCRIPTION
ArtikelTRANSCRIPT
Pendahuluan
Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) bukanlah merupakan suatu hal yang
lazim yang terjadi dalam suatu bangsa. Menurut Transparency International,
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara
tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak
jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian
yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala
urusannya menjadi lancar. Di Indonesia, kolusi paling sering terjadi dalam proyek pengadaan
barang dan jasa tertentu (umumnya dilakukan pemerintah). Nepotisme berarti lebih memilih
saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini
biasanya digunakan dalam konteks derogatori. Dalam prakteknya, ketiga hal ini saling berkaitan
dan mengakibatkan kerugian financial yang besar terhadap suatu negara. Parktek KKN yang
terjadi dalam penyelenggaraan negara dilakukan pada berbagai sektor-sektor dalam negara,
seperti; pendidikan, kesehatan, pemberdayaan, dll.
Jasa konstruksi merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam pembangunan
suatu bangsa. Hasil-hasil kemajuan yang dihasilkan melalui sektor ini berupa infrastruktur, baik
umum maupun pribadi, seperti; jalan tol, jembatan, rel kereta api, bangunan tinggi, jembatan, dll.
Sektor ini menekankan pada pembangunan fisik suatu wilayah. Hal ini secara periodik akan
berdampak pada kemajuan ekonomi dan sosial wilayah tersebut. Melalui infarstruktur yang
dibangun, terjadi permebrdayaan masyarakat serta peningkatan kualitas hidup. Semua ini
mengacu pada sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Dalam makalah ini, penulis berfokus pada penanggulangan praktek KKN yang terjadi
pada sektor industri jasa konstruksi melalui penerapan e-procurement dibuktikan melalui hasil-
hasil survei terhadap menurunya angka praktek KKN yang terjadi sebagai dampak dari
penerapan sistem tersebut.
Permasalahan
Berdasarkan UU No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi pada pasal empat, bab tiga
menjelaskan bahwa jenis usaha konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi,
pelaksanaan konstruksi serta pengawasan . Perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa
perencanaan dalam kegiatan konstruksi, meliputi studi pengembangan sampai dengan
penyusunan dokumen kontrak kerja. Tahap pelaksanaan memberikan layanan jasa yang meliputi
rangkaian kegiatan dari penyiapan lapangan hingga penyerahan hasil akhir kerja konstruksi.
Pekerjaan pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan, baik secara
keseluruhan maupun sebagian mulai dari penyiapan lapangan hingga penyerahan hasil akhir
kerja konstruksi. Ketiga usaha jasa ini saling berkaitan satu sama lain serta memiliki fungsi
saling mempengaruhi.
Mengacu pada kompleksitas sektor jasa konstruksi karena melibatkan banyak pihak
terkait, penyediaan keamanan sangatlah diperlukan untuk menunjang berjalannya kegiatan ini
dengan baik. Isu-isu krusial yang terjadi pada sektor jasa konstruksi telah menjadi suatu rahasia
umum. Telah terjadi sejumlah kegiatan-kegiatan illegal, seperti kasus korupsi, penyuapan, dan
lain sebagainya yang terjadi di hampir semua bagian di Indonesia. Mengingat jasa konstruksi
bertujuan untuk penyediaan infrastruktur umum, sehingga seringkali kepentingan publik
dijadikan terobosan bagi perseorangan maupun sekelompok orang tertentu untuk mencari
keuntungan. Di Indonesia, telah tercatat bahwa 70 persen pengadaan jasa konstruksi melibatkan
praktek-praktek KKN.
Dalam rangka mewujud nyatakan Undang Undang RI No.31 tahun 1999 mengenai
Pemberantasan Tindak Korupsi serta terwujudnya kegiatan jasa konstruksi yang kondusif dan
bersih, suatu sistem baru, e-procurement diterapkan. Diharapkan bahwa melalui suatu sistem
yang baru ini, dapat memngurangi angka praktek KKN di bidang jasa konstruksi. Spekulasi-
spekulasi bermunculan terkain dengan hal ini. Perlu dipertanyakan; Apa itu sistem e-
procurement? Bagaimana sistem ini dapat mengurangi praktek KKN yang terjadi di sektor jasa
konstruksi? Apakah kelebihan dan kekurangan sistem ini dibandingkan dengan sistem pengadaan
barang dan jasa umumnya?
Analisa Data
Berikut ini penulis akan memperlihatkan laporan-laporan serta tulisan-tulisan dari
beberapa sumber sebagai acuan analisa terhadap sistem e-procurement dalam usaha-usaha
pemberantasan korupsi di Indonesia.
1. Dahlan: Kontraktor BUMN Paling Rawan Korupsi
Senin, 4 Juni 2012 | 17:47 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan
mengatakan, BUMN yang bergerak sebagai kontraktor di bidang konstruksi rawan
terlibat kasus dugaan korupsi. Hal tersebut merupakan permasalahan yang harus dicari
jalan keluarnya.
Dahlan mengatakan, permainan uang cenderung dilakukan BUMN mengingat sulitnya
mendapatkan proyek. "Serunya mendapat proyek, sulitnya rebutan proyek, saya tahu
sehingga, memang, bagaimana caranya BUMN kontraktor enggak terseret masalah
korupsi, tetapi tetap dapat proyek? Tanpa nyogok, enggak dapat (proyek). Nyogok, masuk
penjara," kata Dahlan dalam diskusi bertajuk "Peran dan Komitmen BUMN/BUMD
dalam Memerangi Praktik Bisnis Koruptif" yang digelar di Gedung Komisi
Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Senin (4/6/2012). Hadir dalam diskusi tersebut, Wakil
Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Erman Rajagukguk.
Menurut Dahlan, permainan uang di BUMN biasa dilakukan melalui pihak lain, seperti
perusahaan subkontraktor atau pihak konsultan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan
Kementerian BUMN, kata Dahlan, hanya 30 persen kontraktor dalam BUMN yang
mengaku bermain bersih dalam mendapatkan proyek. "Selebihnya hanya lewat
permainan. Mereka khawatir kalau mereka yang dibersihkan, tetapi pemilik proyek
enggak dibersihkan, mereka enggak bakal dapat proyek," kata Dahlan.
Dahlan berpendapat, bukan hanya BUMN yang harus "bersih-bersih" diri dalam
mencegah tindak pidana korupsi. Pemilik proyek pun, yakni pihak kementerian,
diharapkannya ikut bermain bersih. "Konsekuensinya itu di pemilik proyeknya. Saat
tender, pemilik proyek boleh tentukan apa pun, bisa tentukan apakah proyek ini bersih
apa tidak. Kalau ada keinginan kuat pemilik proyek buat tender bersih, bisa!" ujarnya.
Sejumlah BUMN yang bergerak di bidang konstruksi kerap disebut terlibat dalam kasus
yang ditangani KPK. Sebut saja PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya, atau PT
Pembangunan Perumahan (PT PP). Adhi Karya dan Wijaya Karya merupakan BUMN
penggarap proyek pembangunan pusat pelatihan olahraga Hambalang, Jawa Barat, yang
tengah diselidiki KPK.
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mengatakan bahwa
Adhi Karya menggelontorkan uang pelicin miliaran rupiah untuk menjadi rekanan proyek
Hambalang. Uang dari Adhi Karya tersebut, kata Nazaruddin, mengalir ke Ketua Umum
DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Menteri Pemuda dan Olahraga Andi
Mallarangeng, serta ke Komisi X DPR. Tudingan ini dibantah oleh Anas dan Andi.
Selain Adhi Karya dan Wijaya Karya, BUMN lain yang disebut dalam kasus dugaan
korupsi adalah PT Pembangunan Perumahan. Kasus dugaan suap pembahasan perubahan
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Dana Pengikatan Tahun Jamak
Pembangunan Venue PON 2012 Riau, misalnya, melibatkan pegawai PT PP, Rahmat
Syaputra. KPK menetapkan Rahmat sebagai tersangka karena diduga ikut menyuap
anggota DPRD Riau dalam rangka memuluskan rencana penambahan anggaran
pembangunan fasilitas PON di Riau.
Sumber : Kompas.com (diakses pada 11 April 2015, pukul 18:07)
2. Machfud Suroso Didakwa Merugikan Keuangan Negara Rp 464,5
Miliar
Kamis, 18 Desember 2014 | 18:12 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud
Suroso, didakwa melakukan korupsi dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan,
Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Jaksa penuntut umum
Komisi Pemberantasan Korupsi menganggap Machfud melakukan tindakan melawan
hukum bersama-sama Kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya Teuku Bagus
Mokhamad Noor dengan memengaruhi Kuasa Pengguna Anggaran dan panitia
pengadaan dalam proyek tersebut.
"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi," ujar jaksa Fitroh Rohcahyanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis
(18/12/2014).
Jaksa mengatakan, perbuatan Machfud telah merugikan keuangan negara sebesar Rp
464.514.294.145,91. Dalam surat dakwaan, Machfud menginginkan agar perusahaannya
dijadikan sub-kontraktor oleh PT Adhi Karya yang ikut serta dalam lelang proyek
P3SON Hambalang. Machfud kemudian memberikan uang sebesar Rp 3 miliar kepada
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam agar PT Adhi Karya
menang tender.
Teuku, menurut dakwaan, juga menyuap Wafid sebesar Rp 2 miliar untuk memuluskan
lelang tersebut. Ternyata, bos Grup Permai Muhammad Nazaruddin juga mengincar
proyek tersebut dan telah mengeluarkan uang sebesar Rp 10 miliar untuk pengurusan
proyek Hambalang. Dakwaan jaksa menjelaskan, sebagian uang tersebut diberikan
kepada mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng melalui adik Andi, Choel
Mallarangeng, sebesar 550 ribu dollar Amerika dan diberikan juga kepada Komisi X
DPR RI sebesar Rp 2 miliar.
"Atas permasalahan tersebut, terdakwa (Machfud) meminta bantuan Anas Urbaningrum
agar Nazaruddin mundur dari proyek Hambalang," kata Jaksa.
Menurut surat dakwaan, Machfud dan Teuku terus melakukan pendekatan yang gencar
terhadap panitia pengadaan proyek sehingga Adhi-Wika memenangkan proses lelang
tanpa adanya pelaksanaan proses lelang sebagaimana semestinya.
Adhi-Wika yang dipimpin oleh Teuku Bagus merupakan bentuk kerjasama operasi antara
PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya. Diketahui nilai kontrak pembangunan proyek
P3SON di Hambalang sebesar Rp 1,077 triliun. "Setelah kontrak ditandatangani,
perusahaan terdakwa PT DCL ditunjuk KSO Adhi-Wika menjadi subkontrak pekerjaan
mekanikal elektrikal dengan harga yang digelembungkan," kata jaksa.
Dalam pelaksanaan pembangunan proyek P3SON Hambalang, KSO Adhi-Wika telah
menerima pembayaran dan Kemenpora sebesar Rp 453.274.231.090,45. Sebagian dana
tersebut digunakan untuk membayar PR DCL sebesar Rp 171.580.224.894. Machfud juga
disebut menerima pembayaran dari PT Adhi Karya Divisi Konstruksi I sebesar Rp 12,5
miliar.
"Sehingga total uang yang diterima terdakwa sebesar Rp 185.580.224.894," kata Jaksa.
Namun, dari sejumlah uang yang diterima Machfud untuk proyek Hambalang, hanya
sebesar Rp 89,150 miliar yang digunakan sebagaimana mestinya. Sedangkan sisanya
dibagi-bagi oleh Machfud untuk sejumlah pihak untuk memuluskan keterlibatan PT DCL
dalam proyek itu.
Atas perbuatannya, Machfud disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo
Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sumber: Kompas.com (diakses pada 11 April 2015, pukul 15:34)
3. Sebanyak 55% Kasus Korupsi Terkait Pengadaan Barang dan Jasa
Laporan oleh: Artanti Hendriyana
[Unpad.ac.id, 26/07] Pengadaan barang dan jasa di lingkungan organisasi
kepemerintahan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam rangkaian kegiatan
kenegaraan. Melalui kegiatan pengadaan barang dan jasa baik, berbagai kebutuhan
negara dalam rangka pembangunan negara untuk kesejahteraan rakyat dapat dicukupi
dengan baik pula. Untuk itu, dibutuhkan proses pengaturan agar kegiatan ini berhasil
dijalankan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan e-procurement.
“Besarnya dimensi dan aktivitas sebuah negara membutuhkan proses pengadaan barang
dan jasa yang jauh lebih teratur dan didukung oleh banyak lembaga atau organisasi
pemasok atau penyedia barang dan jasa. Tapi pada kenyataannya, pengadaan barang dan
jasa di organisasi kepemerintahan ini menghadapi berbagai kendala yang kompleks.
Negara seringkali dirugikan dalam proses pengadaan barang dan jasa dilingkungan
organisasi kepemerintahan ini,” tutur Cahyana Ahmadjayadi saat mempresentasikan
disertasinya yang berjudul “Aspek Hukum Pengadaan Barang/Jasa Di Instansi
Pemerintah Secara Elektronik (E-Procurement) untuk Mewujudkan Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik” pada Sidang Terbuka Promosi Doktor di Ruang Sidang
Gedung Pascasarjana Unpad, Jln. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Senin (26/07).
Dalam penelitiannya, Cahyana menemukan betapa buruknya pengelolaan barang dan jasa
di organisasi kepemerintahan di Indonesia. Dalam data KPK misalnya, dari 59 kasus
korupsi yang ditangani, 33 diantaranya merupakan kasus yang berkenaan dengan
pengadaan barang dan jasa pemerintah. “Ini berarti 55% kasus korupsi berkaitan dengan
pengadaan barang dan jasa pemerintah,” ujar pria yang kini menjabat sebagai Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Departemen Komunikasi dan Informatika ini.
Rendahnya taat pengelolaan yang baik di Indonesia ini, mendorong dilakukannya
berbagai usaha pembenahan aktivitas pengelolaan barang dan jasa di lingkungan
pemerintahan. Penerapan e-procurement diharapkan dapat menjadi katalisator dalam
proses perbaikan tata kelola pemerintahan. Sifat dan karakter elektronik yang
meminimalisasi tatap muka dalam pengelolaan barang dan jasa diharapkan akan mampu
mengurangi potensi munculnya KKN.
Dalam pelaksanaan e-procurement, ada upaya memperoleh suatu proses pengadaan
barang dan jasa sebagai penyediaan kelengkapan kehidupan bernegara secara baik, tepat,
dan taat hukum. Disinilah arti penting dari berbagai ketentuan ataupun kaidah-kaidah
hukum diterapkan dalam e-procurement. “Dengan demikian sudah sangat tepat bila saya
katakan bahwa e-procurement sebagai enable dalam rangka penyelenggaraan negara
yang baik. Hal ini juga merupakan salah satu aspek yang dimaksud di dalam konsep
negara kesejahteraan seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945,” jelas Cahyana
saat mempertahankan disertasinya.
Cahyana mengungkapkan bahwa penerapan e-procurement menciptakan suatu keadilan
bagi pihak-pihak yang terkait. Pihak-pihak yang mengikuti kegiatan e-procurement,
seperti pemasok, pengelola, vendor, dan para penyelenggara e-procurement tidak saling
bertatap muka. Siapapun yang mengajukan, tidak terlihat lagi siapakah pemilik
perusahaan, tetapi lebih kepada apa yang ditawarkan, apakah barang dan jasa yang
ditawarkan sudah dapat memberikan yang terbaik dan memenuhi apa yang diinginkan
oleh pemerintah. “Dengan demikian, akan tercipta nuansa yang lebih transparan, lebih
berkeadilan, dan terbuka bagi para pengguna dan pemasoknya.”
Di Indonesia saat ini, payung hukum bagi pelaksanaan e-procurement adalah Undang-
Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. “Dengan ini
kami mengusulkan bahwa komponen-komponen yang berkaitan dengan e-
procurement tidak hanya sekedar payung hukum mengenai bagaimana sebuah transaksi
elektronik itu dilaksanakan, tetapi ada dua parameter lain yang harus dipertimbangkan.
Yang pertama adalah memahami bagaimana aspek-aspek penting dalam mencapai good
governance, yang kedua adalah kaidah-kaidah yang ada dalam implementasi e-
procurement. Ada 88 kaidah yang harus diikuti oleh sebuah sistem yang berbasis
elektronik untuk pengadaan barang dan jasa, dengan kata lain untuk sebuah pelayanan e-
procurement,” tutur Cahyana.
Berkaitan dengan disertasinya itu, Cahyana ingin memberikan kontribusi khusus. “Hasil
dari disertasi ini adalah sebuah kontribusi bagi perkembangan ilmu hukum Indonesia,
khususnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan
pengadaan barang dan jasa,” ujar Cahyana yang berhasi lulus dengan predikat Cumlaude.
Sumber : news.unpad.ac.id (diakses pada 9 April 2015, pukul 17:00)
4. E-Procurement, Cara Pengadaan Bersih dari Korupsi
RABU, 09 PEBRUARI 2011
Menguntungkan pihak penyedia sekaligus pengguna barang atau jasa.
Penyelewengan dalam proyek pengadaan barang dan jasa
merupakan kasus terbesar dalam perkara korupsi yang selama ini ditangani
KPK. Jumlahnya mencapai 80 persen. “Itu tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari
Sabang hingga Merauke,” kata Wakil Ketua KPK M Jasin dalam sebuah diskusi
di Jakarta, Rabu (9/2).
Umumnya, lanjut Jasin, bentuk penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa adalah
praktik penunjukkan langsung dan merekayasa Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Akibatnya timbul penggelembungan harga (mark up), yang disusul dengan adanya aliran
dana dari penyedia barang/jasa kepada pengguna barang/jasa seperti aparat pemerintah
daerah dan pejabat kementerian.
Dari pandangan KPK, program pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik
(e-procurement) merupakan solusi mencegah terjadinya korupsi. Karena dengan program
ini, para pengusaha atau panitia lelang yang nakal akan sulit melakukan aksi kotornya.
“Siapa yang gunakan (pengadaan barang dan jasa) konvensional berarti masih pakai
celah-celah korupsi. Untuk solusinya, gunakan e-procurement,” ujar Jasin.
Di tempat yang sama, Deputi Monitoring dan Evaluasi Lembaga Kajian Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Himawan Adinegoro memastikan program e-
procurement tak akan merugikan pengusaha. Karena dengan Layanan Pengadaan Secara
Elektronik (LPSE) para pengusaha yang terlibat pengadaan tak akan bertemu langsung
dengan pihak panitia lelang sebelum pengumuman tender keluar.
Untuk pengguna barang yaitu pemerintah, anggaran taktis seperti biaya
penggandaan surat ataupun penggunaan kertas dapat ditekan lagi. Jika menggunakan e-
procurement, panitia lelang hanya cukup menyediakan CD (compact disk) berisi
administrasi lelang kepada pengusaha yang ingin ikut tender. “Dengan e-
procurement semakin mudah pengawasannya,” kata Himawan.
Malah, lanjut Himawan, dengan e-procurement audit lelang akan mudah dilakukan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini dikarenakan pihak LKPP sebelumnya telah
bekerja sama dengan BPK terkait cara mengaudit pengadaan melalui elektronik tersebut.
Dari beberapa pengadaan elektronik yang telah dilakukan
instansi pemerintahan belakangan ini sebagian besar hasil auditnya di BPK
bukan disclaimer, melainkan wajar dengan pengecualian dan bahkan ada yang wajar
tanpa pengecualian.
Sebelumnya, LKPP melansir pelaksanaan e-procurement pada 2010 masih minim.
Buktinya,baru mampu menyerap Rp13 triliun dari APBN dari seharusnya bisa mencapai
sekitar Rp430 triliun. Di daerah, tercatat baru Jawa Barat yang paling sering
menggunakan e-procurement.
Terpaksa
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Djimanto mengeluhkan rentannya posisi pengusaha
dalam proyek pengadaan. Di satu sisi, pemberian hadiah atau penjamuan kepada para
pejabat atau panitia lelang dianggap sudah menjadi kebiasaan. Sisi lain, pemberian
hadiah atau penjamuan itu perlu dilakukan untuk menjaga kelanggengan relasi bisnis.
Para pejabat yang dijamu pengusaha, lanjut Djimanto, beragam latar belakangnya. Mulai
dari pejabat di tingkat polsek, polres, bupati hingga gubernur. “Pengusaha itu,
daripada enggak dapat apa-apa, mending ‘bermain’ dengan untung sedikit,” tambahnya.
Untuk itu, ia menyetujui program e-procurement yang sedang dicanangkan LKPP.
Menurut Djimanto, program ini harus dilakukan secara menyeluruh di semua instansi
pemerintah. Dengan begitu bisnis-bisnis yang dianggap sebagian orang kotor dapat
terkurangi. “Kalau enggak terpaksa, kami pasti main bersih,” tukasnya.
Mengenai hal ini, M Jasin tak bisa apa-apa. Karena biasanya pemberian dari pengusaha
ke pejabat seperti perjamuan akan sulit dideteksi jika tak tertangkap tangan. “Kalau
sama-sama mau, ini yang repot. Muncul benefit, pengusahanya diam saja,” katanya.
Tapi, apabila terjadi pemerasan yang dilakukan pejabat negara ke pengusaha, Jasin
berharap segera dilaporkan ke pihaknya. Dengan sistem whistleblower yang dimiliki
KPK, pengusaha yang melaporkan bisa terbebas dari tindak pidana. “Itu bisa dimasukkan
ke pidana pemerasan.”
Perlakuan ini penting diterapkan pengusaha karena selama ini penanganan KPK
khususnya modus pengadaan barang dan jasa banyak pihak swasta atau pengusaha yang
ikut terseret. “Umumnya kasus pengadaan ujung-ujungnya kena korupsi itu pasti ada
faktor swastanya,” pungkasnya.
Sumber : www.hukumonline.com (diakses pada 10 April 2015, pukul 16:00)
Dari laporan-laporan serta ulasan di atas menunjukkan beberapa kasus praktek KKN pada
bidang kasa konstruksi di Indonesia serta penerapan e-procurement sebagai salah satu
pencegahan praktek KKN di bidang ini.
Pembahasan
Suatu sistem yang dinamakan e-procurement menjadi salah satu alternatif dalam rangka
meminimalisir praktek KKN pada sektor jasa konstruksi di Indonesia. Sistem ini memanfaatkan
kemajuan teknologi dalam pengadaan barang dan jasa, yaitu secara elektronik. Dalam hal ini,
tujuan utama adalah untuk menghidarkan panitia penyelenggara pengadaan barang dengan pihak
jasa untuk bersinggungan secara langsung. Hal ini secara langsung mencegah terjadinya
‘kongkalikong’ antara panitia dengan peserta kegiatan pelelangan demi mewujudkan Good
Corporate Governance (tata kelola bisnis yang baik).
1. Pengertian E-Procurement
E-procurement adalah sistem pengadaan barang dan jasa yang memanfaatkan
teknologi informasi. Teknologi informasi digunakan untuk melakukan pengolahan data
penggadaan hingga ke proses pembuatan laporan. E-procurement merupakan istilah umum
diterapkan pada penggunaan sistem yang terintegrasi antara database dengan area yang luas
(biasanya berbasis web) jaringan sistem komunikasi disebagian atau seluruh proses
pembelian. Proses pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan awal dan spesifikasi oleh
pengguna, melalui pencarian, sumber dan tahap negosiasi kontrak, pemesanan dan termasuk
mekanisme yang meregistrasi penerimaan, pembayaran dan sebagai pendukung evaluasi
pasca pengadaan.
2. Prinsip-prinsip dalam E-Procurement
Mengacu pada tujuan utamanya dalam pengadaan barang dan jasa sektor
konstruksi, yaitu untuk meminimalisir praktek KKN yang terjadi, prinsip-prinsip yang
diterapkan oleh sistem, ini haruslah mengacu pada suatu keterbukaan (transparansi). Berikut
ini adalah prinsip-prinsip dasar yang perlu dipahami dalam penerapan sistem ini, yaitu:
Transparansi
Semua ketentuan dan informasi, baik teknis maupun administratif termasuk tata cara
peninjauan, hasil peninjauan, dan penetapan Penyedia Barang/Jasa harus bersifat terbuka
bagi Penyedia Barang/Jasa yang berminat dan mampu tanpa diskriminasi.
Adil
Tidak diskriminatif dalam memberikan perlakuan bagi semua calon Penyedia
Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu,
dengan cara atau alasan apa pun.
Bertanggung Jawab
Mencapai sasaran baik fisik, kualitas, kegunaan, maupun manfaat bagi kelancaran
pelaksanaan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip dan kebi-jakan serta ketentuan yang
berlaku dalam pengadaan barang/jasa.
Efektif
Sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi para pihak terkait.
Efisien
Menggunakan dana, daya, dan fasilitas secara optimum untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan dengan biaya yang wajar dan tepat pada waktunya.
Kehati-hatian
Berarti senantiasa memperhatikan atau patut menduga terhadap informasi, tindakan, atau
bentuk apapun sebagai langkah antisipasi untuk menghindari kerugian material dan
imaterial selama pro-ses pengadaan, proses pelaksanaan pekerjaan, dan paska
pelaksanaan pekerjaan.
Kemandirian
Berarti senantiasa memperhatikan atau patut menduga terhadap informasi, tindakan, atau
bentuk apapun sebagai langkah antisipasi untuk menghindari kerugian material dan
imaterial selama pro-ses pengadaan, proses pelaksanaan pekerjaan, dan pasca
pelaksanaan pekerjaan.
Integritas
Berarti pelaksana pengadaan barang/jasa harus berkomitmen penuh untuk memenuhi
etika pengadaan.
Good Corporate Governance
Memenuhi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance).
3. Manfaat E-Procurement dalam memberantas praktek KKN di Indonesia
Beberapa literatur menyebutkan manfaat penerapan E-Procurement dalam mereduksi
korupsi antara lain :
Melalui E-Procurement transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dapat
diperoleh melalui akses yang lebih baik ke informasi. Hal ini dapat membantu negara-
negara berkembang untuk mengurangi korupsi, yang merupakan masalah besar di
banyak negara berkembang (Olken, 2007).
E-procurement telah memberikan manfaat yaitu keuntungan langsung (meningkatkan
akurasi data, meningkatkan efisiensi dalam operasi, proses aplikasi yang lebih cepat,
mengurangi biaya administrasi dan mengurangi biaya operasi) dan keuntungan tidak
langsung (e-procurement membuat pengadaan lebih kompetitif, meningkatkan customer
services, dan meningkatkan hubungan dengan mitra kerja) (Teo et al, 2009).
E-procurement dapat mengurangi supply cost(rata-rata sebesar 1 %), mengurangi Cost
per tender (rata-rata 20% cost per tender), dapat memberikan lead time
savings (untuk open tender rata-rata 6,8 bulan - 4,1 bulan dan untuk tender terbatas rata-
rata 11,8 bualan-7,7 bulan), peningkatan proses (pemesanan yang simpel,
mengurangi pekerjaan kertas, mengurangi pemborosan, mempersingkat birokrasi,
standarisasi proses dan dokumentasi. (Panayitou et al., 2004).
4. Elemen Kunci Pencegahan Korupsi dalam E-Procurement
United Nations Office On Drugs and Crime (UNODC) dalam Guidebook on anti
corruption in public procurement and the management of public finances menyebutkan ada 3
elemen kunci yang diperlukan untuk mencegah korupsi dalam pengadaan barang jasa. Tiga
elemen itu adalah transparansi, kompetisi dan pengambilan keputusan yang obyektif.
Bagaimana 3 elemen kunci tersebut bekerja dalam E-Procurement.
Transparansi
Sesuai Perpres 54 tahun 2010 salah satu tujuan penerapan E-Procurement adalah
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Dengan penerapan E-Procurement keterbukaan
informasi tentang pengadaan dapat diketahui oleh semua penyedia yang memenuhi
persyaratan yang ditentukan ULP. Transparasi dalam e-procurement berkenaan dengan:
Terciptanya peluang dan aturan yang sama kepada semua penyedia tanpa ada
diskriminasi.
Proses pengadaan dapat diketahui oleh masyarakat sesuai aturan dan prosedur yang
ada.
Tersedianya sistem untuk memantau dan menegakkan aturan yang berlaku.
Kompetisi
Kompetisi dalam pengadaan publik berarti penyedia secara independen bersaing
untuk menawarkan barang/jasa dalam suatu proses pemilihan. Penerapan E-Procurement
akan meningkatkan akses pasar bagi penyedia untuk bersaing menawarkan barang dan
jasanya. Tidak akan ada lagi pembatasan penyedia hanya untuk kabupaten tertentu yang
dulu sering kita temui dalam pelelangan secara manual karena dengan E-Procurement maka
kompetisi menjadiborderless.
Dengan peningkatan akses pasar ini akan tercipta kompetisi yang sehat dalam
pengadaan barang dan jasa. Kompetisi yang sehat merupakan elemen kunci yang akan
menghasilkan penawaran yang paling menguntungkan bagi pemerintah khususnya harga
paling rendah dan kualitas barang yang paling baik. Bagi Penyedia kompetisi berfungsi
sebagai pendorong penting tumbuhnya inovasi produk barang/jasa untuk menghasilkan
produk terbaik dengan harga bersaing.
Salah satu masalah yang paling menonjol dalam korupsi pengadaan di sektor
publik adalah kolusi. Kompetisi hanya bisa tercapai jika tidak ada kolusi dalam tender,.
Penyedia akan bersaing dengan sehat ketika mereka yakin bahwa mereka disediakan semua
informasi yang sama dan akan dievaluasi dengan metode evaluasi yang tidak diskriminatif,
serta tersedia mekanisme untuk melakukan sanggahan terhadap keputusan hasil
evaluasi. E-Procurement dibuat untuk membatasi tatap muka antara penyedia dengan ULP
dimana dalam lelang manual tatap muka tersebut sering menjadi ajang kolusi antara
penyedia dengan ULP. E-Procurement juga menyediakan mekanisme sanggahan yang
mudah, dimana penyedia dapat langsung menyampaikan materi sanggahan secara on-line.
Objektifitas dalam pengambilan keputusan
UNODC menetapkan objektivitas dalam pengambilan keputusan pengadaan sebagai
salah satu landasan penting dalam penetapan sistem anti korupsi dalam pengadaan.
Objektivitas dalam pengambilan keputusan dalam konteks pengadaan publik
mengacu pada usaha semaksimal mungkin untuk mengurangi atau menghilangkan bias,
prasangka dan evaluasi yang subyektif. Prinsip objektifitas dalam pengadaan sektor publik
berkaitan erat dengan prinsip non - diskriminasi dan perlakuan yang sama bagi penyedia. Hal
ini berarti tidak ada pembedaan antara penyedia barang/jasa kecuali dibenarkan berdasarkan
pertimbangan obyektif yang relevan .
Melalui penerapan E-procurement objektivitas dijaga dengan berbagai cara, adanya
kewajiban upload dokumen pengadaan, addendum dokumen pengadaan serta hasil evaluasi
dalam website dapat menjamin pengungkapan semua kriteria untuk partisipasi dan kualifikasi
penyedia , aturan mengenai spesifikasi teknis, hasil evaluasi. Hal ini untuk memastikan
bahwa entitas pengadaan tidak melakukan diskriminasi diantara penyedia dan kejelasan
metode dalam evaluasi penawaran.
Kesimpulan
Dalam pengadaan barang dan jasa, seringkali terjadi penyelewengan-penyelewengan.
Praktek KKN yang terjadi disebabkan oleh banyka faktor. Faktor paling berpengaruh adalah
sistem yang digunakan dalam pengadaan barang dan jasa. Sistem dengan adanya kontak secara
langsung antara panitia penyelenggara dengan peserta memungkinkan terjadinya praktek KKN.
Diperlukan suatu sistem yang baru untuk meminimalisir kemungkinan tersebut.
E-procurement merupakan suatu sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik,
dimulai dari pendaftaran peserta hingga tahap-tahap lanjutan. Dalam sistem ini, tujuan utamanya
adalah menghindari kontak langsung antara panitia penyelenggara dan peserta. Diyakini dan
terbukti bahwa sistem ini mampu meminimalisir angka praktek KKN. Selain itu, melalui sistem
ini, panitia enyelenggara dapat menghemat biaya penyelenggaraan serta peserta mundapat
kemudahan akses dan penghematan biaya. Sistem ini dianggap jauh lebih efisien dan efektif
dibandingkan dengan sistem pengadaan barang dan jasa biasanya.
Daftar Pustaka
Anon., 2013. Manfaat E-Procurement. [Online] Available at: http://blog.pasca.gunadarma.ac.id/2013/01/06/manfaat-e-procurement/[Accessed 11 4 2015].
Anon., n.d. E-procurement, apa itu dan apa kegunaannya?. [Online] Available at: http://bisnis-pengembangandiri.blogspot.com/2008/12/e-procurement-apa-itu-dan-apa.html[Accessed 10 4 2015].
BPPK, 2014. E-Procurement : Pencegahan Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa. [Online] Available at: http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/19286-e-procurement-pencegahan-korupsi-dalam-pengadaan-barang-dan-jasa[Accessed 10 4 2015].
Joshua Fredrick Wesley Titaley
12410021
Aspek Hukum Konstruksi